filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2016-095-12.json
Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut
Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut | [CLS] Nama seperti lumba-lumba, paus, anjing laut, ikan clownfish atau nemo mungkin akrab di telinga anda, atau bahkan anda telah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Tetapi pernahkah anda mendengar atau bahkan melihat hewan laut yang bernama amphipoda ?Amphipoda adalah krustasea malacostracan tanpa karapas dengan badan lateral terkompresi. Kebanyakan amphipod ini mempunyai ukuran yang cukup kecil, yaitu antara 1-340 milimeter, meski ada yang berukuran cukup besar.Ada lebih dari 9.500 spesies amphipoda yang diketahui, dan kebanyakan adalah hewan laut, walaupun juga ditemukan di hampir semua lingkungan perairan. Beberapa spesies, yaitu sekitar 1.900 hidup di air tawar, dan bahkan ada  juga yang termasuk hewan darat dan sandhoppers seperti Talitrus saltator.Tubuh sebuah amphipod dibagi menjadi 13 segmen, yang dapat dikelompokkan ke dalam kepala, dada dan perut.  Kepala menyatu dengan dada, dan terdapat dua pasang antena dan sepasang mata majemuk sessile, dan bagian mulutnya sebagian besar tersembunyi di bawah kepala.Thoraks dan abdomen biasanya cukup berbeda dan terdapat berbagai jenis kaki. Thoraks ini terdapat delapan pasang pelengkap uniramous, yang pertama digunakan sebagai aksesori mulut, empat pasang berikutnya diarahkan ke depan, dan tiga pasang terakhir yang diarahkan ke belakang. Penyerapan dan ekskresi garam dikendalikan oleh kelenjar khusus antena.Perut dibagi menjadi dua bagian yaitu pleosome yang terdapat kaki berenang dan urosome, yang terdiri dari telson dan tiga pasang uropods yang tidak berbentuk kipas ekor, seperti yang terdapat  pada hewan udang kebanyakan.Amphipod biasanya berukuran kurang dari 10 milimeter panjangnya, tapi amphipods terbesar yang pernah hidup dan tercatat mempunyai panjang 28 cm dan ini difoto pada kedalaman 5.300 meter di Samudera Pasifik. Dan ada pula sampel dari Samudera Atlantik dengan panjang yang 34 cm telah ditetapkan untuk spesies yang sama, yaitu Alicella gigantea.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2016-095-12.json
Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut
Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut | Sedangkan amphipod  terkecil  diketahui panjangnya kurang dari 1 milimeter .Ukuran amphipod ini  dibatasi oleh ketersediaan oksigen yang terlarut, dan ini membuat amphipoda  di Danau Titicaca, yang berada di ketinggian 3.800 meter hanya bisa tumbuh hingga 22 milimeter saja, ini termasuk kecil jika dibandingkan dengan panjang amphipod  dari Danau Baikal yang berada di ketinggian 455 meter di atas permukaan air laut yang bisa mencapai panjang 90 milimeter.Betina dewasa mempunyai kantong di perutnya yang berisi telur yang akan dibuahi oleh jantan dewasa. Persentase kematian telurnya adalah sekitar 25 – 50%. Amphipod tidak mempunyai tahap larva, telur yang menetas langsung dalam bentuk remaja, dan kematangan seksual umumnya tercapai setelah mengalami 6 kali moulting.Amphipod ditemukan dihampir semua lingkungan perairan, dari air tawar sampai  air yang mempunyai kadar salinitas yang sangat tinggi. Mereka merupakan komponen penting dari ekosistem perairan, sering bertindak sebagai mesograzers. Sebagian besar spesiesnya ada di sub ordo Gammaridea yang epibenthic, meskipun mereka sering juga dikelompokan ke dalam sampel plankton, dan anggota Hyperiidea dari semua planktonik dan kelautan.Sejumlah 1.900 spesies, atau 20% dari total keragaman amphipoda, hidup di air tawar atau air non-laut lainnya. Terutama kaya fauna endemik amphipod yang ditemukan di Danau Baikal kuno dan perairan cekungan Laut Kaspia.Sekitar 750 spesies dalam 160 marga, dan 30 keluarga yang tergolong troglobitic, ditemukan di Mediterania Basin, Amerika tenggara Utara dan Karibia.Dalam populasi yang ditemukan di ekosistem bentik, amphipod memainkan peran penting dalam mengendalikan pertumbuhan ganggang coklat. Perilaku mesograzer dari amphipod sangat berkontribusi terhadap penyebaran alga coklat yang mendominasi ditambah dengan tidak adanya predator amphipod.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2016-095-12.json
Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut
Amphipoda, Satwa Mungil dari Bawah Laut | Dibandingkan dengan kelompok krustasea lainnya, seperti Isopoda, Rhizocephala atau Copepoda, relatif hanya sedikit amphipoda yang menjadi parasit bagi hewan lain. Contoh yang paling terkenal dari amphipod yang menjadi parasit adalah kutu ikan paus (keluarga Cyamidae), tidak seperti amphipod yang lainnya , ini adalah dorso-bagian perut rata, dan memiliki badan besar dan cakar yang kuat. mereka menempel paus balin. Mereka adalah satu-satunya krustasea parasit yang tidak bisa berenang selama setiap bagian dari siklus hidup mereka.Kebanyakan amphipods yang detritivores, dan beberapa menjadi grazers alga, omnivora atau predator  serangga kecil dan krustasea. Makanannya digenggam dengan bagian depan dua pasang kaki, yang dipersenjatai dengan cakar besar. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-018-07.json
Seekor Paus Terdampar Lagi di Pantai Selatan Jawa
Seekor Paus Terdampar Lagi di Pantai Selatan Jawa | [CLS] Seekor paus terdampar lagi di pantai selatan Jawa. Peristiwa ini terjadi duahari lalu di Pantai Santolo, Garut, 19 September 2012. Hiu paus ini sudah terlihat oleh para nelayan sejak Selasa, 18 September malam di perairan terdekat, dan pagi harinya ditemukan oleh para nelayan sudah terdampar di pantai.Mamalia besar berukuran sekitar 15 meter ini diduga terhempas dan terhimpit karang di pantai selatan. Menurut laporan dari Tempo.co, bagian tubuh paus ini mengalami luka lecet.  Paus berbobot sekitar 7 ton ini kemungkinan sedang mencari makan, karena banyaknya plankton dan berbagai ikan kecil di sekitar pantai Santolo tersebut.  Paus ini masih berada di pantai dan menjadi tontonan warga setempat.Paus yang telah menjadi bangkai ini belum ditindaklanjuti oleh aparat setempat. Warga lokal, tidak mengonsumsi bangkai paus ini. “Masyarakat di garut ini beda dengan daerah lain, mereka tidak memanfaatkan daging paus, jadi dibiarkan utuh,” ungkap Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kebupaten Garut, Lukman Nurhakim kepada Merdeka.com.Kasus terdamparnya paus di pantai Jawa ini adalah yang keempat kalinya sejak dua bulan terakhir. Sebelumnya di bulan Agustus, seekor paus terdampar di pantai utara Jawa, di wilayah Karawang dan sempat diselamatkan sebelum akhirnya mati di perairan Bekasi. Selang beberapa hari kemudian, dua ekor paus terdampar di perairan Yogyakarta.Menurut Juswono Budisetiawan, S.Si, M.Sc, Peneliti Lingkungan Pesisir dan Laut, Pusat Studi Sumber Daya dan Teknologi Kelautan, Universitas Gajah Mada mengatakan, kematian paus di pantai Selatan Jogja dimungkinkan karena beberapa faktor. Pertama, paus termasuk mamalia yang selalu melakukan migrasi dan sudah memiliki jalur tetap ketika melakukan migrasi. Kemungkinan, pengaruh dari kenaikan permukaan air laut sehingga ada perubahan jalur migrasi.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2012-018-07.json
Seekor Paus Terdampar Lagi di Pantai Selatan Jawa
Seekor Paus Terdampar Lagi di Pantai Selatan Jawa | Pada prinsipnya jalur migrasi mereka menggunakan tanda alam yang ada di laut itu sendiri dan tidak akan berubah untuk waktu lama, selama tidak ada pengaruh besar yang mengubahnya. Kedua, sebagai pemakan Plankton, paus dalam migrasi ada kepentingan untuk mengejar dan mendapatkan makanannya yang berada di jalur migrasi itu. Sehingga ada indikasi ketika mereka mengejar makanan yang keluar jalur tersebut sehingga terbawa arus ombak. Ketiga, pengaruh faktor perubahan iklim, Ikan paus biasanya mencari lokasi yang aman dan nyaman untuk melakukan kawin untuk waktu yang lama. Sehingga mereka keluar dari jalur migrasi untuk kawin dan mereka membesarkan anak mereka.“Sehingga dimungkinkan faktor minor seperti perubahan iklim yang membuat paus tersebut kesulitan menemukan tempat kawin dan selain itu faktor pengaruh kenaikan permukaan air laut, menyebabkan hiu keluar dari jalur migrasi mereka hingga  terbawa arus ombak,” tambah Juswono kepada Mongabay Indonesia.                                                                                     [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-003-11.json
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor? | [CLS]  Wacana untuk melegalkan pengiriman benih lobster (BL) ke luar Indonesia melalui jalur ekspor, mendapat penolakan keras dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Rencana tersebut, meski diklaim bertujuan bagus untuk menghentikan aksi penyelundupan BL, tetapi dinilai sebagai rencana yang tidak masuk akal.Pernyatan itu diungkapkan Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menanggapi isu yang berkembang dalam beberapa hari terakhir tentang rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengizinkan ekspor BL.Menurut dia, jika wacana ekspor BL berhasil diwujudkan, maka itu akan berdampak negatif bagi perekonomian nasional dan bukan sebaliknya, yakni memberikan dampak positif. Untuk itu, KIARA mendesak agar rencana tersebut bisa segera dihentikan dan menggantinya dengan rencana lain yang lebih baik dan bermanfaat untuk publik.“Alasannya, hal itu akan mendorong eksploitasi sumberdaya perikanan di perairan Indonesia semakin tidak terkendali,” ucapnya di Jakarta, Rabu (18/12/2019).baca : Pro dan Kontra Pelegalan Jual Beli Benih Lobster  Bagi KIARA, kebijakan larangan ekspor BL yang selama ini sudah dijalankan oleh KKP, menjadi kebijakan yang tepat dan patut mendapatkan apresasi dari semua pihak. Terlebih, selama kebijakan tersebut dijalankan, devisa Negara yang berhasil diselamatkan nilainya mencapai Rp635,59 miliar yang berasal dari 6.669.134 BL.“Itu terjadi selama periode 2014 sampai 2018,” tuturnya.Susan mengatakan, agar rencana tersebut bisa diwujudkan, Edhy Prabowo bahkan disebut akan melaksanakan revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Rencana itu, dinilai tidak perlu dilakukan karena KKP masih memiliki tugas lain yang tak kalah penting.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-003-11.json
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor? | Meski berdampak bagus, tetapi Susan menilai, penerbitan Permen tersebut tidak diikuti dengan skema transisi yang jelas. Akibatnya, pasca diterbitkan Permen, timbul masalah yang besar karena masih banyaknya pembudi daya lobster yang terjebak dalam situasi tersebut dan tidak bisa beralih profesi dengan proses yang cepat.Bagi Susan, kekurangan seperti itu harus bisa diperbaiki oleh Edhy sebagai Menteri KP untuk lima tahun mendatang. Dengan cara seperti itu, maka Pemerintah sudah melaksanakan pembangunan keberlanjutan sumber daya perikanan dengan memastikan manfaat yang besar untuk perekonomian Indonesia bisa diwujudkan.“Bukan justeru sebaliknya membuka keran ekspor benih lobster yang jelas akan berdampak bagi keberlanjutan sumber daya perikanan sekaligus perekonomian Indonesia,” tegasnya.baca juga : Sebanyak Rp1,37 Triliun Potensi Kerugian Negara Diselamatkan Dari Penyelundupan Benih Lobster  Bukan SolusiOleh karena itu Susan berpendapat, jika KKP memiliki tujuan ingin memberantas praktik penyelundupan BL dari berbagai wilayah Indonesia ke negara tujuan seperti Singapura dan Vietnam, maka yang harus dilakukan adalah dengan memberantas praktik tersebut sampai ke akarnya.Sementara, jika tujuan itu dilakukan dengan membuka jalur ekspor secara langsung, maka diyakini akan memicu kontraproduktif di masyarakat. Dengan demikian, dari pada terus membangun wacana ekspor BL yang jelas kontra produktif, Edhy Prabowo sebaiknya fokus untuk memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia tetap terpelihara selama tiga bulan pertama masa kerjanya.“Baik ketegasan hukum dalam pemberantasan penyelundupan, mau pun pemberdayaan ekonomi nelayan,” pungkasnya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-003-11.json
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor? | Sebelumnya, pada Senin (16/12/2019), Menter KP Edhy Prabowo menyatakan bahwa rencana penerbitan izin untuk melaksanakan ekspor BL, sampai saat ini masih sebatas wacana yang terus dikaji. Wacana tersebut muncul, karena Pemerintah ingin menyelamatkan sumber daya lobster yang ada di lautan dan sebelumnya dieksploitasi untuk kemudian diselundupkan ke negara lain.Tetapi, melakukan pelarangan untuk tidak memanfaatkan BL secara langsung, menurut Edhy juga bukan merupakan kebijakan yang tepat. Mengingat, sampai sekarang ada banyak nelayan di Indonesia yang masih memanfaatkan BL sebagai mata pencaharian mereka.“Untuk itu, kita kaji dan merumuskan ulang peraturan terkait hal ini, bersama para stakeholder dan ahli-ahli,” ungkapnya.perlu dibaca : Sampai Kapan Penyelundupan Benih Lobster Terus Terjadi?  Melalui pembahasan dan kajian dengan melibatkan para pakar dan praktisi, Edhy berharap akan muncul kebijakan perdagangan BL yang tepat dan bisa tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan untuk menjaga laut dan sumber daya ikan yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, ada keseimbangan antara mata pencaharian dengan kelestarian lingkungan.Berdasarkan komunikasi yang sudah dilakukan dengan para ahli, Edhy mengklaim bahwa tingkat kelulushidupan (survival rate/SR) BL saat berada di alam sampai mencapai usia dewasa hanya mencapai 1 persen saja. Hasil riset tersebut dipublikasikan sebelumnya oleh Carribean Sustainable Fisheries dan Australian Center for International Agriculture Research.Di sisi lain, Edhy menyebutkan, upaya untuk melaksanakan pelestarian lingkungan di sekitar lokasi habitat BL, juga harus mempertimbangkan keberlangsungan hidup masyarakat yang selama ini masih bergantung pada pemanfaatan BL untuk mendapatkan penghasilan. Untuk itu, harus ada kebijakan yang tepat agar pemanfaatan BL bisa berjalan baik. Legalisasi
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-003-11.json
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor? | Dari sekian banyak opsi yang sudah didiskusikan dengan para pakar, Edhy mengatakan bahwa opsi legalisasi pembesaran BL dan ekspor BL menjadi opsi yang paling mengemuka. Akan tetapi, dia memastikan kalau opsi tersebut sampai sekarang masih dipelajari lebih dalam dan belum diputuskan menjadi kebijakan yang tetap.“Ada opsi untuk ekspor, apakah solusi itu benar? Apakah tepat ekspor 100 persen? Saya tidak akan setuju kalau mau tanya sikap saya. Saya maunya dibesarkan 100 persen di Indonesia, karena itulah potensi kita dan akan mendapatkan nilai tambah yang besar,” tegasnya.baca juga : Benih Lobster Senilai Lebih Rp 5 Milyar Hendak Diselundupkan ke Vietnam  Menurut Edhy, dengan fakta SR yang sangat rendah, maka jika tidak dilaksanakan pembesaran, BL berpotensi akan mengalami kematian. Sementara, jika dibesarkan, maka BL akan berpotensi memiliki SR hingga mencapai 70 persen, walau diakuinya ada juga yang kisarannya mencapai 40 persen.Akan tetapi, sekali lagi Edhy menegaskan bahwa prinsip yang paling penting dalam pemanfaatan BL adalah bagaimana untuk mempertahankan para pencari nafkah tidak kehilangan mata pencahariannya. Selama ini, pemanfaatan BL dilakukan oleh nelayan pengambil BL dan nelayan penangkap lobster dewasa.“Kedua profesi nelayan ini harus bisa hidup berdampingan, tanpa kehilangan mata pencahariannya. Dua sisi mata pedang ini harus saya temukan dalam satu kesempatan yang sama,” sebutnya.Untuk memastikan kelangsungan lobster di alam, Edhy mengungkapkan kalau KKP saat ini sudah menerapkan beberapa aturan untuk pembesaran BL. Di antara aturan itu, adalah mewajibkan pelaku pembesaran BL untuk mengembalikan sedikitnya 5 persen hasil dari pembesaran BL untuk dikembalikan ke alam.“Kelulushidupan BL di alam akan meningkat dari 1 persen menjadi sedikitnya 5 persen,” tutur dia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-003-11.json
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?
Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor? | Selain melalui metode tersebut, Edhy menyebutkan upaya untuk mempertahankan lobster di alam adalah dengan menjaga wilayah perairan dari praktik penangkapan ikan dengan cara merusak (destruktif). Praktik seperti itu, biasanya akan melibatkan bahan kimia yang berbahaya seperti sianida dan akan mengakibatkan kerusakan pada ekosistem perairan laut, terutama pada terumbu karang.“Intinya adalah dalam langkah satu kebijakan yang akan kami ambil harus mempertimbangkan aspek ekonomi, tetap mempertahankan lapangan pekerjaan yang dulunya ada agar tetap ada, dan menghasilkan devisa negara, namun lingkungannya juga terjaga,” pungkasnya.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-025-04.json
Singkawang Canangkan Sekolah Harmoni Hijau
Singkawang Canangkan Sekolah Harmoni Hijau | [CLS] KOTA Singkawang, Kalimantan Barat, sudah dikenal dengan Kota 1001 Kelenteng. Kini, kota ini bikin terobosan dengan pendidikan lingkungan hidup lewat program Sekolah Harmoni Hijau yang diresmikan Wali Kota Hasan Karman, Selasa(7/8/12).Program bagi guru dan siswa sekolah dasar ini digagas atas kerja sama Dinas Pendidikan Singkawang dengan Wahana Visi Indonesia. Ia bertujuan menebar virus cinta alam di sekolah.Communitty Development Coordinator WVI Singkawang, Novita Tan, mengatakan pilot project program ini di SDN 2 Singkawang Timur dan SDN 4 Singkawang Utara. “Kita mencoba mengail bakat dan menciptakan karakter anak didik agar memiliki kemampuan berinteraksi dengan alam sekitar,” katanya di Singkawang, Rabu(8/8/2012).Program  ini mendidik anak-anak SD mampu berinteraksi dengan lingkungan. Guru sebagai pendidik bertugas mengintegrasikan lingkungan dan budaya kontekstual. Tujuan utama, belajar mencintai sesama manusia, dan memperlakukan alam dengan ramah.Ia juga menekankan kemampuan mempersiapkan pembelajaran di dalam dan luar sekolah. Kemampuan membuat media pembelajaran dari alam sekitar dengan mengajak siswa keluar kelas. “Misal, guru mengajak siswa belajar di sekitar sungai. Di sana dijelaskan bagaimana longsor bisa terjadi.” ,”WVI juga berupaya menciptakan fasilitator andal. Dari situ mereka bisa membawa metode menebar harmoni hijau ini ke sekolah lain di Singkawang. Saat ini,  sudah ada 20 fasilitator terpilih. Salah satu, Kepala SDN 4 Singkawang Utara, Nurhasanah.Tahapan yang diajarkan WVI adalah bagaimana menjadi guru kreatif. “Kita dilatih bagaimana cara meningkatkan keterampilan anak-anak melalui media dari alam,” kata Nurhasanah.Mereka juga dilatih memilih strategi pembelajaran menyenangkan hingga anak tidak bosan. “Menciptakan lingkungan sekolah rindang, hijau, sejuk hingga menjadi tempat nyaman bagi anak didik.”
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2012-025-04.json
Singkawang Canangkan Sekolah Harmoni Hijau
Singkawang Canangkan Sekolah Harmoni Hijau | Manajer Regional WVI Kalbar, Untung Sidupa berharap, sekolah hijau menjadi percontohan di Singkawang, sekaligus di Kalbar. Wali Kota Singkawang, Hasan Karman menilai, sekolah ini sangat strategis di kalangan usia sekolah.  Hasan Karman berharap,  generasi yang dipupuk sejak dini dapat menjadi generasi peduli alam dan lingkungan. [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2016-085-17.json
Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat
Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat | [CLS] Yayasan Planet Indonesia Kalimantan Barat mendeteksi sebanyak 4.892 individu burung diperdagangkan di pasar bebas Kalimantan Barat (Kalbar). Data tersebut diperoleh dari hasil survei di 75 toko burung yang tersebar di delapan kota di Kalbar, yakni Pontianak, Singkawang, Sambas, Bengkayang, Ketapang, Sanggau, Sintang, dan Putussibau.Terungkap pula sekitar 60 jenis dari ribuan jumlah burung yang diperdagangkan tersebut selama kurun waktu Agustus hingga Desember 2015. Burung kacer atau kucica kampung menempati peringkat terbanyak, disusul murai batu, dan kenari.Direktur Eksekutif Yayasan Planet Indonesia, Adam Miller mengatakan, maraknya perdagangan burung ini tidak terlepas dari budaya masyarakat. “Ada kalimat populer yang berlaku bagi masyarakat Jawa. Bunyinya, seorang lelaki akan sungguh-sungguh menjadi lelaki jika ia memiliki sebuah rumah, istri, kuda, keris, dan burung peliharaan,” katanya di Pontianak, Jumat (12/2/2016).Dia juga menjelaskan sistem distribusi burung di Indonesia. Melalui hasil pengamatan yang ia lakukan, Jawa adalah pulau terbesar bagi pemasaran burung. Sedangkan pulau-pulau lain berfungsi sebagai penyuplai.“Hasil survei ini cukup mengejutkan. Ternyata pasar burung juga berkembang di daerah penyuplai. Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya akan menemukan lebih dari empat ribu burung dijual di pasar lokal,” jelas Adam.Selain mendata jumlah dan spesies burung yang diperjualbelikan, Planet Indonesia coba menganalisa pola pemasokan dan suplai burung. Untuk pasar lokal, angka tersebut hanyalah persentase kecil yang diperjualbelikan. Diperkirakan lebih banyak lagi yang dijual ke Pulau Jawa.Untuk pasokan burung, sebut Adam, selain dari hutan Kalimantan, burung-burung juga diperoleh dari pulau lainnya seperti Papua. Bahkan, tidak sedikit burung dipasok dari luar negeri, khususnya Malaysia.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2016-085-17.json
Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat
Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat | Di salah satu pintu perlintasan batas Indonesia-Malaysia, Planet Indonesia juga pernah menemukan aktivitas penyelundupan yang mamasok sekitar 6.000 individu burung setiap bulannya ke Indonesia.“Keseluruhan adalah jenis songbird. Bayangkan, jika terdapat sepuluh penyelundup, berapa jumlah burung ilegal yang masuk ke sini? Alasan penyelundup, burung di hutan Kalimantan sudah habis. Terpaksa ambil dari luar negeri,” terangnya.Adam membandingkan kondisi ini dengan pengalamannya ketika melakukan survei burung di kawasan Gunung Palung. Di taman nasional itu, ternyata lebih mudah bertemu dengan orangutan dibandingkan melihat cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus).“Jika kondisi ini dikaji dalam skala nasional, perdagangan burung ternyata sudah masuk kategori marak. Bahkan, hampir tidak terkendali. Ini perlu perhatian para pihak terkait,” jelas Adam.Dalam konferensi di Singapura September 2015, sejumlah lembaga yang memonitor perdagangan satwa menyatakan bahwa tingkat perdagangan satwa di Asia, khususnya burung, mencapai titik tertinggi. Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara dengan tingkat perdagangan dan penyelundupan tertinggi.“Ini sudah menjadi masalah nasional. Penangkapan dan penyelundupan burung akhir-akhir ini di Jawa Timur telah digalakkan. Pada November 2015, pemerintah berhasil menangkap penyelundup yang membawa lebih dari 2.500 burung di Surabaya. Harus ada tindakan sesegera mungkin, atau akan banyak spesies burung yang punah,” tegas Adam.Penegakan hukumManaging Director Planet Indonesia Kalimantan Barat, Novia Sagita menambahkan, maraknya perdagangan burung, bukan hanya disebabkan oleh budaya, namun juga masalah hukum. “Meskipun Indonesia memiliki hukum konservasi yang memadai, penegakan hukum di daerah-daerah habitat burung hampir tidak ada,” jelasnya.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2016-085-17.json
Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat
Menyedihkan, Ribuan Burung Dijual di Pasar Bebas Kalimantan Barat | Dalam monitoring, kata Novia, ditemukan bahwa para penangkap dan penjual burung tidak merasa takut. Mereka tanpa segan menginformasikan lokasi, proses penangkapan, dan penjualannya.Sebagai contoh adalah Pak Lek Sumo. Pedagang burung di Kota Singkawang ini tidak segan menjelaskan asal-usul 50 individu burung yang dijualnya. “Kebanyakan berasal dari Sanggau Ledo dan Bengkayang. Sebagian saya beli, sebagian hanya burung titipan. Kita yang menjualkan,” katanya ketika ditemui Planet Indonesia, Kamis (30/7/2015).Pria 58 tahun ini mengaku menampung burung dari anaknya yang juga membuka toko burung di Kabupaten Bengkayang. Jenis burung yang ia jual mayoritas adalah jenis kacer dan murai.Burung-burung tersebut cukup digemari para hobiis. Apalagi jika kicauannya dipertandingkan. “Saya hanya menjual burung yang kicauannya dipertandingkan. Burung yang dilarang seperti elang, tidak pernah masuk ke toko saya,” ucap Pak Lek Sumo.Ia juga menuturkan bahwa alasannya membuka toko burung adalah atas dasar hobi, tidak semata-mata karena bisnis. Makanya, berbagai piagam perhagaan ia terima dari hasil kompetisi kicau burung.Toko miliknya adalah satu di antara belasan toko burung di Kota Singkawang. Beberapa toko bahkan menjual burung dalam jumlah ratusan. Ini dapat dijumpai di sepanjang Jalan Jendral Sudirman dan Jalan Pajintan. Tidak hanya di kota seribu kelenteng, perdagangan burung juga marak dan mudah ditemui di kota-kota lain di Kalimantan Barat. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-067-03.json
Pyrosome, Unicorn Bawah Laut yang Mempesona
Pyrosome, Unicorn Bawah Laut yang Mempesona | [CLS] Apa yang anda pikirkan jika mendengar kata “unicorn” yang diasosiasikan dengan legenda kuda dengan satu tanduk panjang menjulang dikepalanya. Bagaimana jika unicorn tersebut berada di dalam lautan?Beberapa waktu lalu, seorang penyelam bernama Michael Baron berhasil mendokumentasikan makhluk bawah laut yang langka, ganjil dan misterius, yang disebut pyrosome. Saking langka dan bentuknya yang unik, pyrosome sering dianggap sebagai unicorn bawah laut oleh para penyelam. Baron berhasil mendokumentasikan pyrosome di lepas semenanjung Tasmania, AustraliaApa yang tampak seperti tabung raksasa ini sebenarnya adalah ratusan ribu satwa invertebrata zooids yang masing-masing dihubungkan dengan jaringan yang tertanam di dalam tabung yang lentur seperti agar-agar.“Satu pyrosome yang panjang sebenarnya adalah kumpulan dari ribuan klon zooids, dengan masing-masing individu mampu menyalin dirinya sendiri dan menambah anggota koloni,” tulis ahli biologi kelautan Rebecca Helm di Deep Sea News.Koloni yang saling terkait dan menjadi pyrosome ini, membentuk tabung panjang yang lentur yang terbuka di salah satu ujungnya, dan terbuka di ujung yang lain. Makluk ini menyedot air yang penuh dengan plankton melalui ujungnya yang terbuka dan kemudian dicerna di dalam tubuhnya.Secara harafiah, pyrosome berarti “tubuh yang menyala-nyala”, memiliki tubuh yang mengeluarkan cahaya hijau-biru terang yang akan menyala ketika merasa terancam atau disentuh, atau saat merespon cahaya lain. Tak seperti organisme plankton lain, cahaya yang keluar dari tubuh pyrosome ini lebih kuat dan terang, menyala terus menerus dan dapat terlihat dari jarak jauh.Tubuh pyrosome yang dijuluki unicorn laut ini dapat tumbuh hingga ukuran ‘raksasa’, kadang-kadang melebihi dua belas meter, bahkan konon ada yang bisa mencapai tigapuluh meter. Pyrosome mampu menyelam hingga kedalaman 500-700 meter di bawah permukaan laut.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2015-067-03.json
Pyrosome, Unicorn Bawah Laut yang Mempesona
Pyrosome, Unicorn Bawah Laut yang Mempesona | Pyrosome bergerak dengan bantuan arus air laut, tetapi mereka juga mampu menggerakkan diri dengan bantuan air yang mereka saring, meskipun mereka bergerak sangat lambat. Menurut beberapa penyelam yang berhasil menyentuhnya, satwa ini memiliki tubuh yang sangat lembut dan halus. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-042-08.json
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi | [CLS] Sulawesi tengah mengalami krisis ruang. Sekitar 54 persen dari seluruh daratan Pulau Sulawesi telah habis dibagi untuk perizinan tambang, hak guna usaha, HPH dan HTI. Tambang menempati peringkat pertama sebanyak 25 persen atau 4,78 juta hektar. Kedua untuk migas sebesar 2,2 juta ha. Pertambangan ada di seluruh jazirah Sulawesi dengan jumlah terbesar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.Demikian laporan hasil riset yang diselenggarakan oleh Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) pada ekspos hasil riset di Hotel Ibis Makassar, pada akhir Juni 2015.Riset yang selama enam bulan ini dilaksanakan oleh JKPP bekerjasama dengan simpul layanan pemetaan partisipatif (SLPP) wilayah Sulawesi.Menurut riset ini, berdasarkan hasil pengolahan data spasial,  18 juta total luasan Pulau Sulawesi, sekitar 38 persen atau sekitar 7 juta ha lebih merupakan areal penggunaan lain (APL), dan 26 persen (4,7 juta) adalah hutan lindung, dan 20 persen (3,7 juta ha) hutan produksi terbatas serta hutan produksi konservasi 20 persen (3,7 juta ha). Sisanya diisi oleh kawasan pelestarian dan konservasi alam sebayak 10 persen.“Persentase ruang tersebut menunjukan porsi alokasi yang besar bagi investasi baik dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan melalui APL. Menelusuri bagaimana dan jenis apa saja penggunaan APL dan Kawasan Hutan bisa menunjukan bagaimana kerusakan ekologi maupun penyingkiran petani dimulai yang berujung pada krisis,” ungkap Diarman, peneliti dari JKPP, dalam paparannya.Kerusakan yang terjadi selalu berawal dari pemberian konsesi pada industri ektraktif atau perkebunan skala besar. Di Pulau Sulawesi, tambang dan sawit menjadi penyebab utama dalam kontribusi merusak dan memiskinkan masyarakat.“Dalam catatan triwulan BKPM pada periode 2010 – 2012, menyebutkan sektor pertambangan dan perkebunan merupakan sektor yang dalam tiga tahun terakhir masuk sebagai sektor dominan dalam investasi di koridor ekonomi Sulawesi,” katanya.
[1.0, 1.3408206767095976e-09, 1.139192851162818e-09]
2015-042-08.json
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi | Terkait izin tambang sendiri, riset ini menemukan bahwa terdapat 1.256 IUP di Sulawesi, masing-masing adalah emas, nikel, besi, logam dasar, batu bara. Sementara untuk jumlah konsesi terbanyak untuk komoditas, masing-masing adalah nikel, emas, batuan dasar, berupa batuan andesit, kerikil, pasir dan tanah timbunan, besi dan aspal.Salah satu daerah sasaran riset terkait tambang berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, dan Pulau Wamonii, Kabupaten Kolaka, Sultra, dan Minahasa, Sulut.Untuk Kabupaten Maros, keseluruhan luas daerah ini adalah 146 ribu hektar, dimana terdapat juga hutan lindung 10 persen, hutan produksi 10,5 persen, HPT 6,5 persen, taman nasional 20 persen. Untuk tambang luas wilayah yang diberikan izin sekitar 9,668 hektar.“Ironisnya, dari luasan tersebut sebanyak 53 persen, mengambil ruang hutan produksi, yaitu 5.170 hektar. Tambang juga mengambi wilayah hutan lindung sebesar 14 persen atau sekitar 1.398 hektar, hutan produksi terbatas sekitar 504,99 hektar atau sekitar 5 persen,” katanya.Sementara Pulau Wawonii, meski luasnya hanya 1.513,98 km, namun di pulau ini terdapat 18 IUP. Salah satunya adalah PT Derawan Barjaya Mining, luas IUP 10,070 hektar dimana sekitar 342,17 hektar masuk dalam kawasan hutan lindung.“Sebagai pulau kecil dengan keterbatasan daratan dan air, ancaman terhadap pulau ini adalah ketersediaan pangan,” katanya.Di Minahasa, Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Utara yang ditetapkan tahun 2014 semakin mempertegas bahwa daerah ini merupakan surga bagi penambang emas.
[0.9999998211860657, 8.425171671433418e-08, 7.141517954778465e-08]
2015-042-08.json
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi | Dokumen ini menunjukkan bahwa sebanyak tujuh wilayah diperuntukkan sebagai kawasan pertambangan yakni Tapal Batas Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Manado, tapal batas Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung, tapal batas Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Minahasa, tapal Batas Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupate Minahasa Selatan, tapal batas Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, tapal Batas Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Bolaang Mongondow Selatan dan  tapal Batas Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Kotamobagu.“Sejak tahun 2010 hingga saat ini, sebanyak 74 persen dari total propinsi Sulawesi Utara telah dikapling untuk pertambangan emas.”Riset ini juga memberi perhatian pada pemanfaatan ruang untuk perkebunan sawit. Konsesi untuk sawit ini mengalami kenaikan hampir di seluruh wilayah di Sulawesi. Secara nasional penguasaan perkebunan besar pada tahun 2008 didominasi oleh perkebunan sawit yang mencapai 4,5 juta hektar atau sekitar 79 persen dari luasan perkebunan yang ada.“Luas perkebunan sawit dikuasai oleh perkebunan besar sebanyak 61 persen dan hanya 39 persen yang dikuasai oleh rumah tangga petani. Menurut Data Ditjen Perkebunan, areal perkebunan sawit tersebar di 17 provinsi meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.”Khusus untuk Sulawesi, di Sulawesi Barat luas perkebunan sawit mencapai 1,66 juta hektar. Izin perkebunan sawit sebanyak 19 izin dengan luas lahan 102 ribu hektar.Di Sulbar sendiri terdapat sekitar 153 Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan peta analisis diketahui bahwa 19 DAS dengan total luasan 902 ribu hektar terancam tercemar limbah dari pabrik CPO. DAS yang terancam oleh tambang diperkirakan seluas 1,03 juta hektar meliputi 60 DAS.
[1.0, 1.3408206767095976e-09, 1.139192851162818e-09]
2015-042-08.json
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi | Tidak hanya berdampak pada krisis ruang, keberadaan tambang juga ternyata berdampak bagi kualitas kesehatan di daerah sekitar tambang. Ada dua lokasi yang menjadi contoh dalam riset ini yaitu di Kabupaten Maros, Sulsel dan di Pomala, Kolaka, Sultra.Di Kabupaten Maros, penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) hingga tahun 2013 berjumlah 10.885 orang. Sementara di Pomala, Kolaka, Sultra, berdasarkan hasil penelitian Puspaham dan Walhi Sutra menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita ISPA, TB Paru selama periode 2005-2009. Pada tahun 2009, penderita ISPA telah mencapai 20.588 orang.Wilayah Kelola Rakyat dan Penyingkiran PetaniRiset ini juga membahas tentang wilayah kelola rakyat dan penyingkiran petani. Hasil Pemetaan Partisipatif (PP) di Pulau Sulawesi yang terdokumentasi seluas 829.659 ha yang sebagian besar tersebar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.Berdasarkan hasil tumpang susun wilayah pemetaan partisipatif dengan semua ijin konsensi yang ada di Pulau Sulawesi diperoleh hampir setengah dari wilayah PP tersebut tumpang tindih atau sekitar ijin konsesi pertambangan, migas, perkebunan dan kehutanan. Sekitar 43,5 persen wilayah masyarakat yang tumpang tindih dengan ijin tambang, 6 pesen tumpang tindih dengan ijin migas, 4,3 persen tumpang tindih dengan HGU termasuk di dalamnya ijin perkebunan sawit dan HPH sebesar 3 persen.“Proses pelepasan atau penurunan produktivitas petani terhadap lahan tidak hanya disebabkan secara langsung oleh pengkaplingan ruang untuk ijin atau penetapan kawasan hutan, melainkan turut disebabkan dari dampak pengelolaan ijin usaha ektraksi sumberdaya alam skala luas yang mendorong terjadinya bencana alam maupun krisis air.”
[0.9999998211860657, 8.425171671433418e-08, 7.141517954778465e-08]
2015-042-08.json
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi | Seperti diketahui, 60 persen rumah tangga di Sulawesi merupakan rumah tangga pertanian dimana 26,04 persen merupakan rumah tangga buruh tani. Dari hasil pengolahan data sebaran persentase keluarga pertanian, keluarga buruh pertanian, dan ijin IUP menunjukkan adanya korelasi yang cukup signifikan perubahan sumber pendapatan utama rakyat pedesaan akibat perluasan konsesi industri ekstraktif skala luas.“Pada sebagian kasus, kehadiran konsesi industri ekstraktif menyebabkan penurunan jumlah rumah tangga pertanian disatu sisi dan disisi lain menambah jumlah keluarga buruh tani di pedesaan.”Menurut Deny Rahadian, Direktur JKPP, pemilihan Pulau Sulawesi sebagai daerah sasaran riset karena bentuknya yang unik. Secara bentang alam bentuknya tipis, bentang alamnya lengkap, bayak pegunungan yang tinggi, ada dataran, pesisir dan pulau-pulau kecil.“Di antara bentuk tipis tersebut, intervensi dan masuknya investasi yang berskala besar cukup banyak karena potensi sumber daya alam yang melimpah, tambang, perkebunan dan lainnya,” katanya.Menurutnya, hasil riset ini memang menunjukkan bahwa Pulau Sulawesi cukup krisis dalam hal penguasaan ruang dilihat dari penggunaan ruang yang ada. Dari seluruh luas Pulau Sulawesi, hanya 37 persen yang dialokasikan untuk masyarakat dan itu pun kemudian banyak bermasalah dengan kawasan-kawasan hutan.“Dengan hasil temuan dan fakta yang telah dijelaskan tadi menunjukkan adanya masalah besar di sini, sehingga kemudian kami menyampaikan sejumlah rekomendasi sebagai bagian dari solusi.”JKPP merekomendasikan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota agar segera menyelesaikan tumpang tindih alokasi ruang dan konflik agraria akibat kebijakan dan praktek ekstraksi sumberdaya lahan di wilayah kelola masyarakat.“Kami juga merekomendasikan segera bentuk badan penyelesaian konflik ruang dan sumberdaya alam dan revisi RTRWP dan RTRWK di tingkat provinsi yang bersifat ad-hoc dan sistematis,” katanya.
[1.0, 1.3408206767095976e-09, 1.139192851162818e-09]
2015-042-08.json
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi
Sulawesi Alami Krisis Ruang, Tambang Mendominasi | JKPP juga merekomendasikan pemerintah melibatkan secara penuh partisipasi rakyat dan organisasi masyarakat sipil di wilayah konflik dalam menata ulang hak penguasaan dan pengelolaan wilayah kelola dan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan.Selain itu, juga diperlukan komitmen politik pemulihan krisis atas ruang tertuang dalam dokumen kebijakan dan RPJMD di suluruh pemerintah daerah.“Terakhir, kami mendorong agar seluruh instansi pemerintah terkait di tingkat pusat dan daerah untuk dapat mengintegrasikan peta dari hasil pemetaan patisipatif dan perencanaan tata guna lahan berkelanjutan secara partisipatif dalam perumusan perencanaan pembangunan wilayah.” [SEP]
[1.0, 1.3408206767095976e-09, 1.139192851162818e-09]
2021-049-06.json
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | [CLS]  Industri kayu dan kehutanan di Sulawesi Selatan anjlok di masa pandemi COVID-19, pendapatan industri kayu berkurang antara 30 sampai 70 persen. Di saat yang sama pembalakan liar justru semakin meningkat, terjadi peningkatan kasus illegal logging hingga 70 persen pada periode 2020 – 2021.“Pada tahap pertama hasil pemantauan yang dipresentasikan Januari 2021 lalu, kami menemukan terjadi peningkatan kejahatan pembalakan liar cukup signifikan di Sulawesi Selatan pada masa pandemi. Sementara pada tahap kedua ini kami menemukan industri kayu, terutama industri kecil menerima dampak pandemi cukup signifikan,” ungkap Mustam Arif, Direktur JURnal Celebes, pada diskusi yang dilaksanakan di Kafe Baca, Makassar, Jumat (30/4/2021).Menurut Mustam, kondisi ini menimbulkan kondisi dilema yang bisa menimbulkan anomali dalam tata kelola kehutanan berkelanjutan dan pengembangan industri di bidang kehutanan.“Industri kayu atau usaha di bidang kehutanan anjlok, sebabnya antara lain kekurangan bahan baku permintaan pembeli yang menurun. Sebaliknya, kejahatan pembalakan liar meningkat kemungkinan memanfaatkan pembatasan kegiatan pemantauan aparat di masa pandemi, terkait kebijakan pembatasan aktivitas,” tambahnya.Dijelaskan Mustam bahwa pada pemantauan tahap pertama mereka menemukan indikasi kejahatan pembalakan liar dilakukan pihak perusahaan, cukong-cukong kayu yang memanfaatkan masyarakat lokal di sekitar hutan, yang sebagian karena terdesak kebutuhan ekonomi di masa pandemi.“Ketika tindakan pembalakan liar ini ditindak, yang tertangkap justru hanya pelaku-pelaku lapangan masyarakat lokal, dan para cukong kerap tidak tersentuh proses hukum.”baca : Operasi Gakkum LHK Wilayah Sulawesi, dari Perdagangan Satwa Labi-labi Moncong Babi dan Burung Beo hingga Pembalakan Liar  
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2021-049-06.json
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Dikaitkan dengan hasil pemantauan tahap kedua ini, dengan anjloknya industri kayu di masa pandemi, Mustam menduga ada indikasi praktik ilegal dalam peredaran kayu bahan baku industri. Kemungkinan lain, ada monopoli atau penguasaan bahan baku oleh perusahaan tertentu.“Dalam tahap ini bukan lagi skala Sulsel, tetapi dalam jaringan peredaran kayu antar-provinsi hulu dan hilir,” ujarnya.Dijelaskan pula Mustam bahwa untuk industri kecil di Sulsel umumnya menggunakan bahan baku kayu dari hutan rakyat dan hutan tanaman industri di daerah ini. Hampir sebagian besar kayu dipasok dari wilayah Luwu Raya, terutama dari Luwu Timur.“Sebagian industri juga memasok dari luar Sulawesi Selatan di antaranya Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah. Sementara dari luar Sulawesi di antaranya dari Kalimantan, Papua, Maluku dan Maluku Utara.” Proses Pemantauan dan Dampak Pandemi Pemantauan untuk bidang industri kayu ini dilakukan JURnal Celebes bersama tim pemantau di 8 kabupaten di Sulsel. Pemantauan tahap kedua dalam program penguatan tata kelola kehutanan dan kolaborasi parapihak dukungan Program FAO-EU FLEGT ini memantau 25 industri kayu di Sulsel mulai Februari-April 2021.Di Kota Makassar, pemantauan dilakukan di tujuh industri. Terdiri atas empat Perseroan Terbatas (PT), satu Commanditaire Vennontschap (CV) dan dua Usaha Dagang (UD). Selebihnya di 10 kabupaten, dimana 9 di antaranya dalam bentuk UD dan satu PT di Luwu Timur.Dijelaskan Mustam bahwa untuk kasus di Makassar ditemukan satu industri besar bangkrut, lainnya menutup sementara dan ada yang terancam tutup. Sebagian unit usaha beroperasi berdasarkan stok bahan baku yang tersedia.“Ada industri yang masih bertahan yang masih bisa memperoleh pasokan bahan baku dan bisa menjual produk meski produk dan pendapatan menurun,” tambahnya.baca juga : Area Bekas Tambang Ilegal dan Pembalakan Liar Itu jadi Taman Wisata Ilmiah  
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2021-049-06.json
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Sementara temuan di Luwu Timur, ditemukan bahwa PT Berdaya Hijau, sebuah perusahaan konsorsium kelompok tani hutan, dampingan Sulawesi Community Foundation (SCF) justru tidak bisa memenuhi pesanan yang meningkat dari Jawa di masa pandemi karena kesulitan modal.“Industri kecil yang kami pantau, hampir semuanya anjlok. Dengan berbagai siasat dilakukan untuk tetap bertahan di masa pandemi, hanya ada satu atau dua industri yang bisa menerima pasokan bahan baku dan punya modal untuk bisa tetap beroperasi, meskipun pendapatannya berkurang.”Menurut Mustam, dampak pandemi sangat dirasakan oleh industri kecil, selain kekurangan pasokan bahan baku, permintaan kayu atau produk kayu juga anjlok. Sebagian industri kecil mengandalkan permintaan pasokan kayu atau produk kayu dari proyek-proyek properti.“Tetapi di masa pandemi, proyek-proyek bangunan atau perumahan juga berkurang drastis, bahkan di daerah-daerah kabupaten hampir tidak ada pelaksanaan program properti.”Kondisi inilah yang kemudian membuat pendapatan industri kayu/kehutanan di Sulsel anjlok sekitar 30-70 persen. Industri dinilai dilematik menghadapi situasi ini terutama terkait dengan karyawan, karena melakukan PHK memiliki konsekuensi harus pembayaran pesangon, sementara mempertahankan karyawan berat dilakukan karena perusahaan tak memiliki pemasukan keuangan yang memadai.“Industri besar sangat kesulitan menghadapi situasi yang dilematis ini karena secara formal terikat dengan aturan ketenagakerjaan. Pada akhirnya mereka membuat kesepakatan dengan karyawan untuk pengurangan gaji.“Sementara industri kecil yang tidak terlalu terikat dengan aturan ketenagakerjaan menyepakati pekerjaan dan gaji disesuaikan dengan adanya intensitas pekerjaan. Cara ini merupakan strategi penanggulangan dampak pandemi.“Melalui pendekatan ini karyawan tidak dirumahkan, tetapi bergiliran kerja dan gaji berdasarkan pesanan.”  Usulan kepada pemerintah
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-049-06.json
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Menurut Mustam, akumulasi anjloknya industri kayu dan meningkatnya pembalakan liar di masa pandemi berdampak langsung pada dua sektor yakni usaha ekonomi dan upaya penegakkan hukum bidang kehutanan. Ini bukan hanya terjadi Sulsel tetapi kemungkinan terjadi berbagai daerah di Indonesia.“Anjloknya industri kayu tentu berdampak pada penurunan ekonomi dan berkurang atau hilangnya pendapatan karyawan. Industri menghadapi masalah yang dilematik, merumahkan karyawan, konsekuensinya membayar pesangon. Sementara industri kehilangan sebagian pendapatan dan ongkos produksi.”Di sektor penegakkan hukum, situasi ini dinilai akan terus memicu meningkatnya praktik pembalakan liar dan peredaran kayu ilegal. Kondisi ini juga dianggap akan berpengaruh pada implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).“Dari 25 industri yang dipantau JURnal Celebes, hanya ada enam industri yang memiliki sertifikat SVLK. Lima industri primer dalam bentuk PT dan satu industri kecil berbentuk UD yang tidak lagi memperpanjang masa berlaku sertifikatnya.”Menjawab kondisi ini, JURnal Celebes mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan tindakan strategis, tidak sekadar antisipatif dengan insentif bersifat sementara.“Industri UMKM yang kami pantau semuanya tidak memperoleh insentif pemerintah di masa pandemi. Insentif pemerintah dinilai baru menjangkau industri primer yang produksinya diekspor.”Sebaliknya, eksportir menilai insentif untuk industri padat karya dengan memberi keringanan PPh dan iuran rutin, tak berdampak signifikan karena selain terbatasnya waktu pemberian insentif, juga problem utama adalah menurunnya permintaan pasar luar negeri.Mustam berharap pemerintah bisa mengambil langkah strategis untuk memastikan industri kayu terutama industri kecil dan menengah bisa bertahan di masa pandemi, terutama kelangsungan hidup tenaga kerja.
[0.007555732037872076, 0.46857914328575134, 0.5238651633262634]
2021-049-06.json
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat
Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | “Kami berharap pemerintah perlu langkah riil untuk tetap tegaknya kepastian hukum dalam pengamanan dan pencegahan kejahatan kehutanan di masa pandemi ini. Implementasi SVLK perlu terus ditingkatkan karena ini adalah instrumen terbaik di dunia dalam pengelolaan hutan berkelanjutan untuk menekan laju deforestasi. Instrumen yang menjamin perdagangan kayu nantinya tidak akan mengalami hambatan di mancanegara.”Bantuan sertifikasi SVLK bagi industri kecil mesti juga harus ditindaklanjuti dengan memberikan kepastian usaha, keuntungan atau penghargaan. Selama ini SVLK lebih diiraskan manfaatnya oleh industri eksportir.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | [CLS]   Tulisan sebelumnya:Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [1]Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [2] Di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar tujuh kilometer dari Lakardowo, ada perusahaan pengolah dan pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serupa PT PRIA. Namanya, PT Green Environmental Indonesia (GEI).Perusahaan baru ini mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM pada Februari 2019. Meskipun begitu, menurut penuturan warga, aktivitas perusahaan sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.Serupa PRIA, modus yang dipakai saat mendirikan GEI pun sama, sebagai usaha batako. “Soal apakah material dari limbah B3 tak pernah disampaikan,” kata Budi Sutikno, tokoh masyarakat setempat.Baru beberapa bulan beroperasi, perusahaan ini sudah menuai protes warga. Apalagi, pada awal 2019, seorang bocah yang tengah bermain di sekitar area perusahaan sempat jadi korban usai terperosok ke material dari dalam gudang yang tercecer keluar. Dia menderita luka bakar.Penolakan warga makin memuncak tatkala perusahaan ini menguruk bantaran Kali Marmoyo, anak Kali Brantas, medio September lalu.Warga bergolak karena permintaan pengurukan dipenuhi dengan menimbun material limbah B3 di bantaran sungai itu.Aparat kepolisian dari Polres Mojokerto sigap dengan menghentikan aksi pengurukan GEI. Oleh petugas, perusahaan yang belum lama berdiri itu dipasang garis polisi. “Kami nyatakan status quo sambil menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut,” kata Kasatreskrim Polres Mojokerto Kota, AKP. Ade Juliawan Waroka, akhir tahun lalu.Dua bulan kemudian, garis polisi dilepas. Polisi berdalih pelepasan garis polisi itu lantaran tidak ditemukan bukti cukup atas dugaan penimbunan B3 oleh GEI. Bahkan, perusahaan pun kembali beroperasi.
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Langkah polisi memunculkan tanda tanya. Jasa Tirta I, yang sebelumnya sempat uji lab terkait kandungan material timbunan belum pernah dipanggil guna didengar keterangan.  Sebelumnya, Jasa Tirta I turun tangan merespons protes warga sebagai buntut pengurukan tanggul Kali Marmoyo itu. Perusahaan pelat merah ini mengambil sampel tanah urukan yang diduga pakai material limbah B3.Selama ini, aliran sungai ini memasok air kepada PDAM Gresik. Karena itu, dugaan penggunaan material B3 oleh GEI sebagai tanah urukan tanggul khawatir mencemari aliran sungai.Raymont Valiant, Direktur Utama Perum Jasa Tirta I mengatakan, dari hasil pemeriksaan uji sampel, diketahui ada material timbunan merupakan fly ash dan bottom ash (FABA), masuk kategori B3.Hasil uji TCLP (toxicity characteristic leaching procedure) terhadap sampel tanah urukan sebagai dasar untuk menentukan tindakan lebih lanjut. Menurut Raymont, uji TCLP menjadi prosedur mengetahui kandungan racun sebuah materi.“Hasilnya memang mengandung bahan berbahaya. Kami sudah susun laporan lengkap. Sudah kami serahkan ke pihak-pihak terkait pada 16 Oktober lalu sebagai dasar untuk penindakan, termasuk kepada industri yang menyediakan timbunan untuk warga itu,” katanya.Sebagai pemasok bahan baku, Jasa Tirta I telah menjalin komunikasi dengan PDAM Kabupaten Gresik. “Sudah. Kami telah berkoordinasi dengan PDAM Gresik, karena akan menjadi pihak terdampak jika timbunan itu merusak kualitas Sungai Marmoyo,” kata Raymont.Bukan sekali ini saja polisi bersikap lunak terhadap grup PRIA. Sebelumnya, laporan warga Lakardowo atas ceceran limbah medis di jalanan desa, dan pembuangan limbah cair ke saluran gorong-gorong juga tak pernah ada ujung pangkal. Alih-alih diusut, polisi justru menerbitkan surat kehilangan atas limbah PRIA yang tercecer.  Anak Usaha PRIA
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | GEI ternyata anak usaha PRIA. Kepastian GEI berada di bawah satu bendera dengan PRIA terungkap dari dokumen perusahaan yang kami peroleh. Tercatat pada akta notaris pada 11 Februari 2019, perusahaan ini mendapat pengesahan Ditjen AHU Kemenkum HAM 10 hari kemudian.Pada dokumen pengesahan di Ditjen AHU, tertulis berkedudukan perusahaan di Kedungsari, Kecamatan Kemlagi. Kenyataan, perusahaan berada di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi.Salah satu tujuan pendirian perusahaan untuk mengumpulkan, mengolah dan memanfaatkan sampah atau limbah berbahaya beracun.Perusahaan ini memiliki 15.000 lembar saham dengan jumlah modal disetor Rp15 miliar. Tulus Widodo, pemilik PRIA tercatat sebagai komisaris utama GEI dengan jumlah saham 11.250 lembar atau senilai Rp11, 250 miliar.Yang menarik, di antara para pendiri dan pemegang saham perusahaan, terdapat nama Syavana Tuliv Widodo. Pada dokumen itu, nama bersangkutan tercatat lahir pada 2009. Berarti, baru berusia 10 tahun saat masuk sebagai pendiri GEI.Selain dokumen perusahaan, dugaan GEI merupakan perusahaan pengolah limbah B3 terungkap dari penelusuran bersama Ecoton. Ketika itu, sebuah truk baru keluar dari PRIA bergerak menuju GEI. Sebagian material dibawa ke GEI karena PRIA kelebihan.Selain sisa pembakaran limbah B3, GEI yang tercatat belum mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal pemanfaatan limbah B3 itu diduga menyimpan lumpur (sludge) dari kerjasama dengan Caltex.Material beracun itu tertumpuk begitu saja di gudang GEI. Ada tujuh bangunan semua penuh dengan gunungan material limbah. Saat melihat langsung ke lokasi perusahaan akhir tahun lalu, bangunan dengan berbentuk “T” itu terkesan ala kadar.Hanya ada tiang penyangga beserta atap terbuat dari aluminium foil. Sebagian bangunan masih terbuka tanpa dinding. Gunungan material itu pun terlihat jelas dari jalanan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Penelusuran juga mendapati satu perusahaan lain yang masih satu grup dengan PRIA. Namanya, PT Lancar Abadi Indonesia (LAI). Perusahaan ini berjarak sekitar satu kilometer dengan GEI, ke arah selatan. Tak jauh dari Kali Brantas.Sama dengan GEI, perusahaan yang juga baru mengantongi pengesahan dari Kemenkum HAM ini juga tercatat sebagai pengelola limbah B3. Setali tiga uang, pabrik yang dilengkapi dua cerobong ini juga belum mengantongi izin pemanfaatan limbah B3 dari KLHK.  Kami melakukan penelusuran di pusat perizinan satu atap KLHK dan tak menemukan dokumen izin kedua perusahaan ini.  Balai Lingkungan Hidup Jawa Timur ketika ditanya soal legalitas izin pemanfaatan B3 kedua perusahaan ini malah mengaku tak tahu menahu.Alih-alih izin pemanfaatan, otoritas yang berhak mengawasi tata kelola lingkungan itu juga tak mengetahui perihal status perusahaan yang ternyata berada di bawah satu bendera dengan PRIA ini.“Untuk pemanfaatan, izin kementerian yang mengeluarkan. Setahu kami belum ada,” kata sumber di BLH Jatim.Belum adanya izin operasional GEI juga terlacak dari surat persetujuan masyarakat tentang penetapan wakil masyarakat yang akan duduk sebagai anggota Komisi Penilai Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) GEI. Surat tertanggal 21 Juli 2020.M Nur, Kepala Penegakan Hukum Sesi II KLHK di Surabaya, mengatakan, sebelumnya mereka tidak bisa mengambil tindakan lantaran kasus sudah sempat ditangani Polres Mojokerto.“Nanti coba kami cek. Apakah dari kepolisian tetap ingin melanjutkan kasus atau dilimpahkan ke kami. Kalau ditangani sendiri, silakan. Kami juga tidak bisa apa-apa karena kepolisian juga punya wewenang,” katanya.Rudy Kurniawan, Juru bicara PRIA Grup yang juga membawahi GEI, menepis tudingan warga perihal penimbunan material limbah B3 di bantaran Kali Marmoyo itu. Kendati mengakui GEI mengumpulkan limbah B3, dia membantah menimbun tanggul anak Kali Brantas itu.
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | “Tidak. Itu tidak betul, kami tidak melakukan pengurukan,” kata Rudy.Dia bilang, sebelumnya perusahaan mendapat surat permohonan dari pemerintah desa setempat. Isinya, meminta bantuan pengurukan tanggul Kali Marmoyo yang acapkali longsor saat musim hujan tiba.Permintaan itu pun mereka respon dengan mengirim beton bis untuk penahan tanggul. Selain itu, beberapa alat berat dan kendaraan lain juga dikerahkan untuk membantu penguatan tanggul.“Kan GEI memang punya kegiatan membuat produk berupa beton bis. Jadi, perusahan hanya membantu meminjamkan kendaraan dan alat berat untuk pengurukan tanggul. Itu pun, atas permintaan warga sebelumnya.”Rudy pun membantah kalau kedua perusahaan di Kecamatan Kemlagi, Mojokerto itu belum berizin. Dia bilang, kedua perusahaan itu sudah memiliki izin. GEI sebagai pengumpul, katanya, LAI sebagai pemanfaat.Pengakuan Rudy kalau GEI dan LAI sudah mengantongi izin sebagai perusahaan pengumpul dan pemanfaat limbah B3 dibantah pengawas Perlindungan dan Penataan Lingkungan Hidup (PPLH) Mojokerto, Aminuddin. Aminuddin mengaku belum mengetahui izin kedua perusahaan itu.“Kalau jangkauan nasional, izin dikeluarkan pusat. Sampai sekarang kami belum pernah mengetahui. Apa saja yang diolah disana. Kami juga belum tahu karena itu sekarang disegel. Jadi kami juga tidak bisa masuk,” katanya melalui sambungan seluler. ***Bukan hanya. GEI, yang berkegiatan angkut limbah B3, ada grup PRIA yang lain, yakni PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS). Perusahaan membuang limbah di lahan terbuka (open dumping) di sebuah lokasi bekas tambang di Dusun Kecapangan, Kecamatan Ngoro, Mojokerto.Pada Selasa 17 Desember 2019 lalu, warga aksi malam hari lalu lapor ke Polres Mojokerto. Atas laporan itu, polisi menyegel tiga dump truck yang tertangkap basah membuang limbah.
[1.0, 2.7181571229939472e-11, 2.1901744307051274e-11]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Dari hasil penyidikan terungkap, bila limbah beracun dari sludge kertas itu seharusnya dikirim ke Karawang, Jawa Barat. Namun, oleh TJS, justru dibuang di lahan terbuka bekas galian C (pasir dan batu). Polisi hanya menetapkan ketiga sopir sebagai tersangka dari kasus ini. Manajemen perusahaan tak tersentuh. Hingga kini, kasus masih dalam penyidikan petugas.   Gugatan wargaProtes pencemaran limbah B3, warga aksi ke perusahaan sejak 2013 dipimpin Mudjiono, warga Lakardowo. Hasilnya, manajemen menyatakan kesanggupan tidak menimbun material limbah di area perusahaan. Perusahaan juga berjanji untuk membongkar timbunan sebelumnya. Janji tingal janji, dari 52 rumah tertimbun limban, hanya dua yang dibersihkan. Belakangan, Mudjiono, direkrut perusahaan sebagai salah satu manajer.Pada 2014, beberapa warga Lakardowo, mengajukan gugatan atas dugaan pencemaran limbah PRIA. Mereka adalah Sumiaji, Eko, Sulasto dan Ngadi. Sebagai tergugat adalah perusahaan dan KLHK. Di tengah jalan, gugatan dicabut tanpa alasan jelas.Pencabutan gugatan itu tak membuat gerakan penolakan warga mengendur. Mereka terus protes. Terlebih, sebagian warga mulai terkena penyakit seperti gatal-gatal.Sampai Januari 2016, sekitar 15 warga menggelar unjuk rasa di depan pabrik. Dalam aksi, warga menuding pabrik pengolah limbah itu mencemari lingkungan sekitar dan menyebabkan warga sakit. Warga juga mengajukan gugatan menolak izin perluasan lahan pabrik yang dikeluarkan Bupati Mojokerto.Protes tak hanya aksi di jalanan juga gugatan ke pengadilan. “Prinsipnya kami tetap menolak kegiatan PRIA. Bukan hanya menutup, tapi harus dibongkar,” kata Nurasim, Ketua Pendowo Bangkit, Nurasim, sesaat setelah mengajukan memori banding, akhir Juni 2020.Warga banding setelah gugatan bernomor 4/Pdt.G/LH/2020/PN.Mjk. ditolak pengadilan.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Abdul Aziz, penasihat hukum warga menilai, ada sejumlah kejanggalan dalam putusan pengadilan yang mementahkan gugatan warga. Pertama, gugatan itu bukan dalam konteks pencemaran oleh PRIA tetapi kegiatan penimbunan limbah.Dalam putusan, majelis hakim mendasarkan pada pelanggaran pencemaran. Padahal, selama proses persidangan berlangsung, semua keterangan saksi dan bukti membuktikan ada penimbunan oleh perusahaan cukup kuat. Terutama saksi dari eks karyawan perusahaan.Aziz menilai keputusan hakim yang tak mengabulkan gugatan warga dirasa aneh. “Karena yang kami gugat itu bukan pelanggaran pencemaran lingkungan hidup, tapi penimbunan limbah B3 oleh PRIA. Termasuk di rumah warga yang jumlahnya mencapai 52 titik.”  Selama proses persidangan, majelis hakim tidak menggunakan peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 36/2013 tentang Pedoman Penanganan Pemeriksaan Lingkungan Hidup.Majelis hakim, seharusnya jadikan regulasi ini sebagai pedoman pemeriksaan saat persidangan berlangsung.“Jadi di pedoman ini, semua yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup. Harusnya gunakan pedoman ini. Karena potensi kerugian saja itu sudah bisa diproses di pengadilan.”Upaya banding warga juga kalah.Bagi PRIA, putusan pengadilan yang mementahkan gugatan warga kian menegaskan kalau tudingan pencemaran tak terbukti.“Putusan dari pengadilan membuktikan, tudingan pencemaran tidak terbukti benar dan asal-asalan,” kata Mudjiono, Plant Manager PRIA, dalam rilis tertulis kepada media ini.  Mudjiono mengatakan, seluruh kegiatan PRIA sesuai dengan ketentuan perundangan.  Pemerintah harus turun tanganMarwadewanthi, ahli Teknik Lingkungan ITS, tetap mendesak pemerintah turun tangan menangani persoalan di Lakardowo. Dengan banyak warga sakit, kata Dewa, seharusnya cukup jadi dasar pemerintah untuk kajian lebih jauh.
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | “Jika disimpulkan karena sanitasi, apakah betul? Kajian epidemiologinya seperti apa. Kalau itu belum dilakukan, ya tidak bisa disimpulkan begitu saja. Karena bagaimanapun, sulit untuk meyakini aktivitas PRIA tidak membawa dampak terhadap lingkungan sekitar.”Prigi Arisandi, Direktur Ecoton mengatakan, secara umum, ada dua dugaan pelanggaran PRIA, selaku pengolah limbah B3 yang diabaikan pemerintah. Pertama, proses pengolahan limbah B3 tidak sesuai. Sebagian, katanya, terungkap dalam temuan tim audit. Kedua, penimbunan hingga menimbulkan kerugian warga sekitar.“Sebelumnya warga masih bisa memanfaatkan air sumur untuk keperluan sehari-hari. Masak atau mandi. Sekarang tidak lagi. Untuk mandi anak-anak, warga memanfaatkan dari air tangki yang dibeli. Masih ada 49 rumah yang urukan dari limbah B3 belum clean up,” kata Prigi.M Nur menyatakan, terus mengikuti perkembangan yang terjadi di grup PRIA termasuk GEI. Terhadap GEI, Balai Gakum sempat menurunkan tim ke lokasi terkait praktik penimbunan limbah untuk tanggul Kali Marmoyo. Kasus itu sudah ditangani kepolisian, Polres Mojokerto.“Tadinya memang sudah ada tim kami turunkan. Tapi, sudah di-police line. Jadi tidak boleh masuk,” jata Nur.Nur bilang, penyegelan GEI oleh polisi, menguatkan indikasi awal pelanggaran oleh perusahaan. Karena itu, seyogyanya ditindaklanjuti dengan memproses sesuai hukum berlaku.Dia bilang, ada tiga jeratan yang bisa diterapkan kalau penyidik kepolisian menemukan bukti pelanggaran GEI. Selain pidana, perusahaan juga bisa dimintai pertanggungjawaban secara administratif dan perdata.“Kalau hasil kajian ditemukan unsur pidana, ya diproses. Begitu juga untuk unsur pelanggaran administrasi atau perdata. Diproses bersamaan juga tidak masalah.”
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2020-015-11.json
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3]
Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Perusahaan terus beroperasi, warga pun terus alami masalah. Bagaimana nasib warga dan lingkungan hidup di beberapa desa di Mojokerto ini? Perlu keseriusan pemerintah menegakkan aturan hukum guna menjamin hak-hak warga mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.  (Selesai) * Liputan ini terselenggara berkat dukungan  Earth Journalism Network (EJN). ***Keterangan foto utama: Warga Lakardowo aksi di depan istana Negara, Jakarta, karena lingkungan mereka rusak dampak dari limbah B3. Hingga kini, penanganan dari pemerintah masih tak jelas. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia   [SEP]
[0.007496183272451162, 0.49611595273017883, 0.49638786911964417]
2017-022-10.json
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | [CLS]   Tidak mudah, namun bukan tidak mungkin. Ungkapan tersebut menggambarkan bagaimana keberlanjutan konservasi badak jawa terkait habitat kedua yang kembali menyeruak pada peringatan Hari Badak Sedunia, yang dirayakan setiap tahunnya pada 22 September.Usulan habitat baru dan translokasi terkait pembangunan second population badak jawa, sejatinya sudah diinisiasi sejak 1989. Acuan konservasinya tertuang dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) badak jawa melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.43/Menhut-II/2007.Dalam Permenhut yang berlaku 2007-2017 itu, disebutkan tiga mandat aksi strategis konservasi yang harus dilakukan: meningkatkan populasi 20%, membangun habitat kedua, dan mendirikan suaka badak jawa. Seperti yang kita ketahui, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan satu-satunya kantung eksistensi badak jawa di dunia. Namun, wilayah TNUK ini sendiri dinilai cukup riskan bagi keberlajutan konservasi Rhinoceros sondaicus tersebut. Artinya, populasi yang hanya terdapat di satu areal, memiliki risiko kepunahan yang tinggi. Terlebih, kawasan yang memiliki luas sekitar 20 ribu hektare itu terbilang “jenuh” bagi 67 induvidu badak. Baca: Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon Yuyun Kurniawan, Rhino Conservation Specialist Word Wide Fund (WWF) menilai, arah kebijakan pemerintah cenderung tidak tegas dalam hal memutuskan habitat kedua tersebut. Pasalnya, telah hampir 30 tahun rencana ini terus digulirkan tanpa ada kepastian dan kejelasan.“Keputusan itu, hingga sekarang belum ada. Padahal, mandat sudah jelas dalam rencana aksi,” terangnya, saat ditemui di Bandung, baru-baru ini.  Yuyun memaparkan, tujuan habitat kedua adalah melindungi badak jawa dari bencana alam, misalnya, ledakan Gunung Krakatau, gempa bumi, dan tsunami. Disamping itu, karena badak jawa memiliki sebaran terbatas, diperlukan kebijakan jangka panjang.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2017-022-10.json
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Degradasi habitat, inbreeding, penularan penyakit, dan perburuan dalam kawasan merupakan sejumut persoalan yang mesti diperhitungkan. Maka, perlu tindakan pengelolaan yang tepat dan terencana. “Habitat kedua juga diperuntukan untuk menambah populasi. Sehingga, manajemen pengolaan kawasan mesti diintesifkan.”Terkait lokasi ideal bagi habitat kedua, lanjut dia, WWF telah melakukan kajian kawasan secara parsial di Pulau Jawa. Disimpulkan bahwa sulit menemukan kawasan yang memiliki hutan dataran rendah minimal 20 ribu hektare dari luasan hutan 38,543 hektare yang jadi pesebaran badak jawa di Semananjung Ujung Kulon.“Luasan hutan di Jawa sudah menciut dan terfragmentasi. Sangat sulit menemukan luasan hutan ideal,” ujarnya. Baca: Indikasi Perburuan Badak Jawa Memang Ada Studi lokasi itu dilakukan di beberapa wilayah. Lokasi habitat baru di luar TNUK, diupayakan, berdasarkan sejarah distribusi alaminya. Penilaiannya pun berdasarkan aksesibilitas, kemiripan ekologi, dan beberapa faktor kunci lainnya.  Yuyun mengatakan, ada beberapa lokasi yang dinilai memenuhi kriteria. Wilayah tersebut di antaranya adalah Taman Nasional Halimun Salak, Cagar Alam Rawa Danau, Suaka Margasatwa Cikepuh, Cagar Alam Cikeusih, dan Cagar Alam Sancang.“Berdasarkan kajian ekologi dan faktor kunci lainnya. SM Cikepuh dipilih karena memiliki kemiripan dengan TNUK. Sehingga, direkomendasikan untuk dijadikan sebagai calon habitat baru,” tambahnya.Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan juga membentuk tim khusus bersama WWF dalam tahapan rencana translokasi. Rencana bloking zonasi pengelolaan kawasan pun sudah ditentukan. Nantinya, di cagar alam seluas 8.000 hektare itu akan dibagi tiga zona.Zona 1, diperuntukkan sebagai lokasi calon habitat kedua badak jawa dengan luas 4.000 hektare. Zona 2 sebagai penunjang aktivitas dan ketersediaan pakan badak. Sedangkan zona 3 merupakan areal pemanfaatan.  Tumpang tindih regulasi
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-022-10.json
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Yuyun menyebut, di kawasan Cikepuh sendiri terindikasi terjadi tumpang tindih pemanfaatan. Selain wilayah tersebut dikhususkan untuk konservasi, ternyata di lokasi yang sama juga merupakan tempat latihan perang Pasukan Komando Cadangan Stategi Khusus Angkatan Darat (Kostrad).Dia mengatakan, bila merujuk aturan perundangan-undangan, baik kehutanan ataupun konservasi dan keanekaragaman hayati, jelas tidak diperkenankan. Ini berlandaskan fungsi zonasi. Telebih, Cikepuh bersatus suaka margasatwa, wilayah perlindungan flora dan fauna.Lagi pula, menurutnya, sejauh ini KLHK belum melakukan MoU dengan angkatan darat atas usulan lahan di Cikepuh sebagai lokasi latihan perang. “Harusnya, KLHK lebih memprioritaskan rencana awal, sebagai habitat kedua badak jawa,” tuturnya. Baca juga: Penelitian Ini Coba Singkap Ancaman Tsunami pada Kehidupan Badak Jawa Selain itu, kata Yuyun, di dalam zonasi Cikepuh, terdapat juga lahan milik Kostrad yang telah disertifikasi sekitar 300 hektare. Selain itu, lokasi habitat kedua badak jawa ini masuk juga dalam skema pengembangan Geopark Ciletuh, programnya Pemprov Jawa Barat.“Habitat badak jawa di TNUK diperkirakan hanya mampu mendukung populasi viabel tidak kurang dari 50 individu. Sementara itu, berkembangnya invasive species tumbuhan langkap (Arenga obtusifolia) merupakan ancaman utama perubahan ekosistem habitat badak jawa di Ujung Kulon.”Yuyun mengatakan, keseriusan pemerintah adalah kunci kesuksesan peralihan habitat badak jawa ini. SRAK badak jawa harus dilaksanakan sebagai program strategis, yang berakhir tahun ini. Dua dari tiga mandat telah dijalankan yaitu peningkatan populasi dan pembangunan suaka badak.“Bagaimana dengan kebijakan untuk membangun habitat kedua? Sebaiknya kepentingan konservasi harus menjadi prioritas pemerintah,” tandasnya.  Manfaat konservasi
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-022-10.json
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Dihubungi terpisah, Peneliti Molekuler ITB Dr. Adi Pancoro mengatakan, upaya konservasi di Indonesia harus diimbangi dengan roadmap penelitan. Tujuannya, agar konservasi dapat berkelanjutan dan terarah. Pada perkembangannya, perlu dilakukan terobosan baru seperti konservasi genetik sebagai faktor penunjang.Dalam rangka menunjang upaya-upaya konservasi badak jawa, misalnya, usaha identifikasi keanekaragaman genetik mempunyai arti dan manfaat penting. Data yang diperoleh dari analisis genetik populasi pun dapat digunakan sebagai landasan.“Sejauh ini, kita banyak kehilangan informasi dalam hal genetik. Variasi genetik menjadi penting guna memahami dan memantau populasi yang tersisa. Dan seharusnya, konservasi menggunakan kombinasi ekologi, biologi molekuler, genetika populasi, pemodelan matematis dan taksonomi,” jelasnya.   Adi melanjutkan, konsekuensi persebaran badak jawa yang terbatas, berpotensi terjadinya inbreeding atau perkawinan sedarah. Hal ini tentunya harus dihindari agar tidak terjadi “kelainan” atau cacat fisik. Selain itu, bisa berakibat pula menurunkan genetik yang berujung pada kerentanan populasi terhadap kepunahan.“Begitu juga dengan peran biologi molekuler. Molekuler berbasis DNA yang sifatnya diwariskan, kedepannya diharapkan bisa diaplikasikan. Metode ini, kasarnya menjodohkan. Setidaknya bisa menyilangkan, mengindari inbreeding. Keuntungan lainnya adalah menjaga kelesatarian di level DNA sehingga lebih mudah memahami permasalah populasi maupun habitat,” terangnya.Yang perlu ditekan, kata Adi, dari agenda translokasi dan reintroduksi membangun second population ini, adalah mengintensifkan kawasan. Sebab, sudah tidak bisa lagi areal hutan yang ideal sebagai habitat satwa. “Yang terpenting adalah perlindungan kawasan. Jangan sampai habitatnya hilang. Karena, sekuat apapun satwa survive bila habitatnya rusak, akan mati juga,” tuturnya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-022-10.json
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan?
Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128-175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600-2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 27 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.   [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-063-05.json
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | [CLS]   Hutan merupakan sumber utama kehidupan Komunitas Adat Dayak Wehea di Kalimantan Timur. Mulai kebutuhan pangan hingga obat-obatan semua terpenuhi dari hutan. Ketika masyarakat luas mulai resah akan kondisi pangan saat virus corona [COVID-19] menyerang, mereka justru sudah siap menghadapi.Komunitas Wehea berada di pedalaman Kabupaten Kutai Timur [Kutim], tepatnya di Kecamatan Muara Wahau. Mereka tersebar di enam desa yaitu Nehas Liah Bing, Jakluai, Long Wehea, Dea Bek, Diaklai, dan Bea Nehas. Rata-rata, masyarakatnya merupakan petani atau peladang.Ming Bong, warga adat Wehea yang tinggal di Desa Nehas Liah Bing, menuturkan, hutan adalah tempat mereka mengumpulkan bahan makanan sekaligus penunjang kebutuhan ekonomi.“Pandemi memang berpengaruh pada stok bahan makanan, begitu juga di Kutai Timur. Tapi, kami tidak mengeluhkan kondisi ini. Kami masih bertahan dengan hutan dan ladang. Selama ada hutan, kami masih bertahan,” sebutnya.Baca: Jalan Panjang Hutan Lindung Wehea, Dihantui Pembalakan dan Dikepung Sawit [Bagian 1]  Hasil hutan yang paling menopang kehidupan komunitas Wehea adalah bahan makanan dan obat-obatan. Banyak tanaman yang dapat dimanfaatkan seperti daun pepaya, daun singkong dan umbi-umbian.“Untuk makanan sehari-hari, warga memiliki beras dari padi gunung yang dipanen setiap tahun. Untuk pengobatan, warga memaksimalkan tanaman herbal dari hutan. Sementara untuk perputaran uang, mereka menjual sebagian hasil ladang dan hasil hutan bukan kayu ke masyarakat luar,” jelasnya.Berbagai tanaman herbal ada di hutan. Untuk menjaga imunitas tubuh, warga memiliki daun sirih, serai, Jahe, kunyit, kencur, bahkan temulawak di ladang mereka. Ada pula akar-akar tumbuhan dan bawang dayak yang dipercaya dapat mengobati penyakit kanker.“Sebagai peladang, kami memiliki banyak bahan makanan. Untuk kebutuhan ikan, kami mencari di sungai,” jelas Ming.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2020-063-05.json
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Baca: Lom Plai, Kearifan Masyarakat Dayak Wehea Melesarikan Budaya dan Lingkungan [Bagian 2]  Penutupan kampung dan ritual adat pengusir wabah Sejak corona mewabah di Provinsi Kalimantan Timur, Komunitas Adat Wehea membatasi aktivitas mereka yang berkaitan dengan orang luar. Jalan masuk menuju desa diportal. Jika tidak ada kepentingan mendesak, warga tidak diperbolehkan keluar desa.Pesta adat dan budaya Lom Plai, 27 Maret hingga awal April tahun 2020, tidak dibuka untuk umum. Meski dilakukan tertutup, mereka tetap bersyukur untuk hasil panen melimpah.“Hanya warga dan ketua-ketua adat yang hadir. Orang luar tidak diperkanankan datang,” sebut Ming.Baca: Yuliana Wetuq, Perempuan Tangguh Penjaga Hutan Lindung Wehea [Bagian 3]  Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Kaltim, Margareta Seting Beraan, mengatakan, sejak corona mewabah di Kaltim semua warga di desa-desa adat menjaga jarak dengan orang luar. Mereka juga menggelar ritual tolak bala.“Upacara penangkal roh jahat dilakukan. Tujuannya, mencegah berbagai penyakit masuk kampung termasuk COVID-19,” sebutnya.Menurut Seting, para tetua adat di masing-masing wilayah, sudah memutuskan menutup kampungnya dan membatasi aktivitas. Kebijakan ini sesuai arahan Sekjen AMAN pusat.“Masyarakat adat di seluruh Indonesia berjuang memerangi COVID-19 dengan cara mereka sendiri. Masyarakat dayak di pedalaman Kutai Barat melakukan hal yang sama. Tidak hanya ritual adat dan penutupan kampung, mereka bahkan membuat masker dan cairan desinfektan dari bahan-bahan yang ada di hutan” jelasnya.Pada komunitas adat Wehea sendiri, lanjut dia, para perempuan bergotong royong meracik cairan pencegah bakteri dan membuat masker. Adapun desinfektan alami yang mereka buat berbahan dasar daun sirih dan jeruk nipis.
[0.013831224292516708, 0.9679399728775024, 0.018228823319077492]
2020-063-05.json
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Seting mengatakan, semua olahan itu merupakan ilmu dari para leluhur turun-temurun. “Sejauh ini AMAN Kaltim telah membentuk gugus tugas pengamanan COVID-19. Ritual adat yang digelar tetap seperti arahan pemerintah yakni menjaga jarak. Kami berharap, pandemi segera berlalu,” jelasnya.Baca juga: Lutung Beruban di Hutan Wehea, Perlu Riset Mendalam untuk Mengetahuinya  Hutan sumber keragaman hayati Pemerhati Sosial Lingkungan Kalimantan Timur dan Pegiat Yayasan Konservasi Alam Nusantara [YKAN], Niel Makinuddin, mengatakan kawasan hutan sebetulnya merupakan jaring pengaman yang handal bagi masyarakat asli Kalimantan. Jarang bahkan tidak ada kejadian masyarakat yang hidupnya dekat hutan dan alam kelaparan.Namun, jika hutan mengalami perubahan, seperti menjadi kebun dan pertambangan skala besar, masyarakat yang hidup dekat hutan akan mengalami krisis pangan dan air bersih.“Di hutan alami ini tersedia aneka bahan pangan, binatang buruan, ikan juga buah. Bagi mereka yang menjadikan hutan sebagai sumber hidup, mereka akan survive dan nyaman saja,” sebutnya.Niel tidak bisa memperkirakan, apakah hasil hutan alami cukup memenuhi kebutuhan masyarakat Wehea mengingat tidak tahu sampai kapan wabah corona berakhir.“Bila dari sekarang program ketahanan pangan non-beras seperti singkong, ubi, dan jagung digalakkan, ini bisa menjadi penyangga untuk waktu lebih lama. Ketakutan krisis pangan tidak berpengaruh pada sebagian besar masyarakat yang berladang,” terangnya.  Masyarakat Wehea juga biasa berburu babi di hutan, bukan di Hutan Lindung. Nantinya, hasil buruan dibagi-bagikan ke tetangga sekitar. “Budaya berbagi adalah aset sosial yang harus dilestarikan sebagai modal hebat bangsa Indonesia untuk kuat dan melewati masa sulit,” katanya.Terkait imbauan menjaga jarak, Niel mengatakan, sejak ada pandemik masyarakat Wehea sudah mengadakan langkah-langkah pencegahan sesuai keyakinan maupun arahan [protokol] pemerintah.
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2020-063-05.json
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona
Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Mereka telah melakukan upacara adat tolak balak. Ada sejumlah ritual yang tidak boleh didokumentasikan, karena ada nilai sakral. Mereka juga melakukan local lockdown dengan membatasi lalu lintas orang masuk desa.“Apabila ada keluarga datang dari daerah pandemi, mereka langsung isolasi mandiri. Ini modal sosial dan peran aktif masyarakat yang membantu agenda besar pemerintah menangani corona,” paparnya.   [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-082-17.json
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | [CLS]   Hutan di Aceh memang belum bebas dari kerusakan. Pembalakan liar, perambahan untuk kebun, hingga pertambangan adalah tiga masalah besar yang belum terselesaikan hingga saat ini.Data yang dirilis Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) 23 Januari 2019 menyebutkan, sejak 2015-2018 luas tutupan hutan di Aceh yang hilang mencapai 75.007 hektar. Rinciannya, pada 2015 (21.056 hektar), 2016 (21.060 hektar), 2017 (17.820 hektar), dan 2018 (15.071 hektar).Khusus 2018, empat besar daerah yang paling tinggi deforestasinya adalah Kabupaten Aceh Tengah (1.924 hektar), Aceh Utara (1.851 hektar), Gayo Lues (1.494 hektar), dan Kabupaten Nagan Raya (1,261 hektar).“Keseluruhan, tutupan luas hutan Aceh hingga akhir 2018 adalah 3.004.352 hektar. Pemantauan kerusakan melalui teknologi citra satelit dibantu deteksi otomatis GLAD Alerts dari   Global Forest Watch   (GFW) yang kemudian dilakukan interpretasi visual. Area terpantau rusak langsung di-ground check   tim lapangan,” ungkap Agung Dwinurcahya, Manager   Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA.Baca: Hutan Leuser yang Selalu di Hati Salman Panuri  Untuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) terpantau juga kerusakannya akibat perkebunan, pertambangan dan illegal logging. Angka deforestasi 2018 ini sebesar   5.685 hektar.Jika dihitung berdasarkan kabupaten yang terdapat di Ekosistem Leuser, Gayo Lues menempati urutan pertama seluas 1.063 hektar. Diikuti Nagan Raya (889 hektar)   dan Aceh Timur (863 hektar).“Angka deforestasi ini menurun dibandingkan 2016 (10.384 hektar) dan 2017 (7.066 hektar),” tutur Agung.Sementara Taman Nasionan Gunung Leuser (TNGL) wilayah Aceh, pada 2018 luas tutupan hutan hilang seluas 807 hektar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan 2017 (624 hektar) dan 2016 (460 hektar).Baca: 2.778 Hektar Hutan Leuser Telah Direstorasi  
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2019-082-17.json
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | HAkA juga memantau titik api selama 2018 menggunakan sensor MODIS (482 titik) dan VIIRS (3.128 titik). “Jika dianalisis berdasarkan Batas Fungsi Kawasan Hutan SK KemenLHK No. 103 Tahun 2015, setelah APL, kawasan hutan yang mengalami deforestasi tertinggi   adalah   hutan lindung   (3.577 ha), hutan produksi (2.728 ha), dan TNGL   (807 hektar). Laju deforestasi terutama di KEL sangat berdampak pada bencana yang terjadi di Aceh seperti banjir dan kekeringan,” jelas Agung.Keseluruhan, KEL adalah sumber air penting empat juta masyarakat Aceh. KEL juga berfungsi sebagai mitigasi bencana seperti banjir dan longsor. “Kita berharap, pemerintah dan penegak hukum lebih serius melindungi hutan dan menghijaukan kembali yang rusak,” ungkap Agung.Baca: Robohnya Sawit Ilegal di Hutan Lindung Aceh Tamiang  Kasus meningkatT. Pahlevie, Koordinator Monitoring Forum Konservasi Leuser (FKL) mengungkapkan, pada 2018, temuan kasus pembalakan, perambahan dan pembukaan jalan di Kawasan Ekosistem Leuser meningkat.FKL menemukan 2.418   kasus   pembalakan liar   dengan jumlah kayu hilang mencapai 4.353,81 meter kubuk. Berikutnya, 1.838  kasus   perambahan   dengan luas hutan hilang mencapai 7.546,3 hektar. Untuk pembukaan jalan di hutan ada 108   kasus dengan panjang 193.85 kilometer.“Kabupaten tertinggi pembalakan adalah Aceh Selatan   (473 kasus),   diikuti Aceh Timur   (437 kasus)   dan Aceh Tamiang   (377 kasus). Kabupaten teratas perambahan adalah Aceh Timur   (378 kasus), Gayo Lues   (326 kasus) dan Aceh Tenggara  (316 kasus),” ujarnya.Pahlevie mengatakan, semua data kegiatan ilegal di KEL, secara berkala telah dilaporkan ke pihak berwenang. Mulai dari Kepada Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh termasuk Kesataun Pengelolaan Hutan (KPH), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh hingga kepolisian.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2019-082-17.json
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | “Kami masyarakat sipil, tidak berwenang melakukan penegakan hukum. Kami hanya melaporkan sejumlah temuan itu kepada pihak berwenang,” jelasnya.Baca: KLHK: PT. EMM, Perusahaan Tambang Emas di Beutong, Tidak Memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan  Koordinator Tim Perlindungan Satwa Liar FKL Dedy Yansyah, menambahkan untuk temuan kasus perburuan di KEL pada 2018 menurun. Namun jumlah perangkap/jerat naik. Ada 613 perburuan, sementara di 2017 ditemukan 729 kasus. Untuk jumlah jerat 834 buah, ini naik dibandingkan tahun lalu sebanyak 814 perangkap.“Terhitung 2014-2018, tim telah memusnahkan 5.529 jerat yang dipasang pemburu untuk menyakiti landak dan trenggiling hingga gajah, harimau, dan badak sumatera,”   jelasnya.Dedy mengatakan, tim FKL melakukan patroli lapangan di KEL selama 15 hari setiap bulan. “Tim menemukan kegiatan ilegal paling banyak di hutan lindung, hutan produksi, dan TNGL.”  Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo, berkali mengatakan, rusaknya hutan akibat perkebunan dan pembalakan menyebabkan jalur lintasan dan habitat satwa menyempit. Satwa terjepit dan konflik tidak bsa dihindari.“Perkebunan yang dibuka, ada yang merupakan jalur lintasan atau habitat satwa, terutama gajah sumatera,” ujarnya.Aceh tidak sama dengan daerah lain di Sumatera, karena provinsi paling barat Indonesia ini sebagian besar habitat satwa liarnya tidak hanya berada di kawasan konservasi. Tapi juga di hutan lindung, hutan produksi dan areal penggunaan lain (APL).“Sebagian besar konflik satwa liar yang terjadi karena habitatnya rusak. Saat konflik gajah terjadi, tim yang melakukan penggiringan sering menemukan kegiatan ilegal dan kebun yang ada di hutan.”
[0.999989926815033, 5.325947768142214e-06, 4.717151114164153e-06]
2019-082-17.json
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan
Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | Masalah lain, konflik satwa liar dengan manusia dimanfaatkan pemburu untuk membunuh satwa. “Pemburu hanya menunggu informasi di mana pertikaian terjadi, setelah itu turun ke lokasi tanpa harus menghabiskan banyak waktu di rimba,” tandasnya.   [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2020-079-04.json
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | [CLS]  Ketersediaan benih ikan air tawar selama ini selalu dikeluhkan oleh banyak pembudi daya ikan skala kecil ataupun besar di seluruh Indonesia. Kendala itu bisa menghambat pengembangan usaha budi daya perikanan yang oleh Presiden Joko Widodo dijadikan sebagai target utama pada lima tahun mendatang.Untuk mengatasinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisiatif mencari terobosan melalui penggunaan teknologi yang tepat. Agar proses produksi benih ikan lebih cepat, dilakukan pemangkasan waktu pemeliharaan lebih pendek.Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan selain waktu pemeliharaan dipangkas, penggunaan teknologi juga diharapkan bisa menghasilkan tingkat kelulushidup (survival rate/SR) dan tingkat keseragaman ukuran menjadi lebih baik.Sehingga penggunaan teknologi akan bisa menghasilkan tebar padat tujuh kali lebih banyak dibandingkan sistem konvensional. Teknologi yang dinilai tepat diterapkan, adalah recirculation aquacultur system (RAS).“Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, RAS dapat menjadi solusi mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan di seluruh Indonesia,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.baca : Ini Teknologi RAS, Masa Depan Perikanan Budi Daya Nasional  Tempat produksi benih ikan dengan teknologi RAS yang paling tepat untuk saat ini, sebut Edhy adalah Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Tatelu di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.Hal itu karena Tatelu merupakan tempat kegiatan budi daya perikanan air tawar tempat terbesar di Indonesia, dengan kondisi alam yang mendukung terutama kualitas air untuk produksi. “Juga antusiasme masyarakat yang tinggi untuk aktivitas budi daya,” sebut dia.Produksi benih ikan dari BPBAT Tatelu di Sulut, lanjut Edhy, akan diprioritaskan untuk kebutuhan pembudi daya ikan yang ada di kawasan Indonesia Timur.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2020-079-04.json
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | “Teknologi RAS adalah jawaban akan kekurangan benih unggul di pembudi daya untuk kawasan Indonesia Timur. Dalam aktivitas perikanan budi daya, masalah yang timbul selain harga pakan, adalah ketersediaan benih unggul,” jelas dia.baca juga : Teknologi RAS untuk Kemajuan Perikanan Budidaya, Seperti Apa? GratisDi banyak daerah, Edhy menyadari kalau harga benih yang tersedia di pasaran masih cukup tinggi. Penyebab utamanya karena kondisi wilayah, jarak pengantaran, dan ketersediaan yang belum merata di hampir semua daerah.Dengan teknologi RAS yang sudah dimanfaatkan KKP, dia optimis setiap daerah, khususnya sentra produksi budi daya perikanan, bisa merasakan manfaat positif melalui produksi benih yang lebih cepat dan berkualitas. Untuk itu, perlu didorong penggunaan RAS di seluruh Indonesia.Semakin banyak daerah yang menggunakan RAS sebagai teknologi untuk produksi benih, maka akan semakin banyak ketersediaan benih ikan untuk memenuhi kebutuhan budi daya perikanan di daerah setempat. Jika produksi semakin tinggi, maka benih gratis diharapkan bisa diberikan kepada warga.“Dengan semakin banyak produksi benih yang dihasilkan dan semakin banyak masyarakat mendapatkan edukasi, akan semakin banyak pula ikan yang dapat kita produksi,” tuturnya.perlu dibaca : Apa Itu Teknologi RAS untuk Perikanan Budidaya?  Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, penggunaan teknologi RAS akan meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dan sekaligus melakukan efisiensi penggunaan air dan lahan. Lebih dari itu, RAS akan menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi.Dampak negatif ekologi bisa terjadi karena RAS adalah teknologi yang bisa mencegah terjadinya pencemaran di luar lingkungan perairan. Dengan demikian, sanitasi dan higienitas yang menjadi kunci dari perikanan budi daya, bisa lebih terjaga dan menciptakan teknologi ramah lingkungan.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-079-04.json
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | Selain itu, pemeliharaan yang mudah, stabilitas kualitas air lebih terjaga dan penggunaan air lebih hemat, juga akan menjadikan teknologi pembenihan ikan intensif ini sebagai primadona baru di pembudi daya, khususnya pembenih ikan.“Dengan fleksibilitas teknologi RAS yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas baik tawar, payau maupun laut, kita siap untuk dapat memperbanyak teknologi ini di seluruh Indonesia,“ tambah diaDiketahui, teknologi RAS atau sistem budi daya sirkulasi ulang air adalah teknologi yang bisa meningkatkan padat tebar benih ikan yang dihitung per satuan luas atau volume hingga mencapai 28-20 ekor. Sistem tersebut bisa memangkas waktu pemeliharaan benih menjadi hanya 30 hari saja, dengan tingkat SR mencapai 95 persen.Dengan keunggulan tersebut, produksi benih ikan dengan menggunakan RAS akan menghasilkan jumlah lebih banyak hingga 140 kali lipat dibandingkan dengan menggunakan sistem konvensional. Selain itu, RAS juga menjadi unggul, karena penggunaan air ganti menjadi lebih sedikit dibandingkan cara konvensional.baca juga : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional  Ikan LautKeunggulan tersebut, menegaskan bahwa penggunaan teknologi RAS akan membuat proses produksi benih ikan menjadi lebih efisien dibandingkan jika menggunakan metode konvensional. Dengan wadah yang sama, kapasitas bisa naik lima kali lipat dan kualitas air mudah dikontrol dan lebih stabil.Selain untuk produksi benih ikan air tawar, teknologi RAS juga digunakan untuk produksi benih ikan laut pada pusat pembenihan (hatchery) di Ambon, Provinsi Maluku yang pengelolaanya ada di bawah Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Ambon.Seperti halnya pada benih ikan air tawar, kegiatan produksi benih ikan laut juga dilakukan oleh BPBL Ambon, karena pasokan benih ikan air laut untuk kawasan Indonesia Timur sering dikeluhkan susah didapat oleh para pembudi daya ikan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-079-04.json
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan
Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | “Selama ini, pelaku usaha harus bekerja keras untuk mendatangkan benih ikan laut dari berbagai balai perikanan yang ada di sekitar Ambon,” ucap Slamet.Sejak awal, dia menyebutkan bahwa pembangunan hatchery di Ambon sudah memiliki tujuan untuk menciptakan industri budi daya atau pembenihan yang berkelanjutan. Dengan demikian, apa yang dilakukan harus meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang ramah lingkungan.Sebagai sub sektor yang akan menjadi masa depan perikanan dunia, perikanan budi daya di masa mendatang diperkirakan akan selalu menghadapi tiga persoalan serius, yaitu keterbatasan lahan akibat alih fungsi lahan yang terus meningkat, meningkatnya krisis air, dan tantangan peningkatan produksi.Menurut Slamet, semua kendala tersebut akan bisa dipecahkan jika usaha budi daya perikanan bisa mengadopsi teknologi RAS untuk produksi budi daya perikanan, seperti yang dilakukan para pembudi daya ikan di negara maju. Dengan kata lain, penerapan RAS menjadi upaya yang tepat untuk saat ini.Diketahui, penggunaan teknologi RAS saat ini tidak hanya berlangsung di Tatelu dan Ambon saja, namun juga di BPBAT Sukabumi (Jawa Barat), dan BPBAT Mandiangi (Kalimantan Selatan). KKP sebagai pengayom sektor kelautan dan perikanan juga mendorong daerah lain untuk menerapkan teknologi tersebut.“Penerapan teknologi RAS, dinilainya sudah sesuai dengan harapan karena bisa menciptakan perikanan budidaya ramah lingkungan dan berkelanjutan,” pungkasnya.  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | [CLS]  Konawe Kepulauan (Konkep) merupakan sebuah pulau di laut Banda yang masuk wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang memiliki luas sekitar 1.513,98 km2.Secara geografis hampir setengah wilayah Konkep terdiri dari lautan sehingga warga pulau yang mayoritas dihuni suku Wawonii itu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Laut adalah sumber kehidupan mereka.Namun kini kondisi perairan laut yang menjadi area tangkap para nelayan sedang menghadapi masalah yang membuat populasi ikan jauh berkurang dan tentu mempengaruhi jumlah tangkapan ikan.Penyebab utamanya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau bom yang marak, bahkan dilakukan secara terang-terangan, sehingga merusak ekosistem laut seperti terumbu karang.Seorang nelayan dari Kecamatan Wawonii Barat, bernama Rustam bercerita dirinya pernah melihat langsung pengeboman ikan saat sedang memasang bubu. Pengeboman yang hanya berjarak beberapa meter itu membuatnya gagal mendapatkan ikan.Parahnya, ada pengeboman ikan yang dilakukan di sekitar pemukiman warga. Pengebom ikan seperti tidak peduli dengan dampaknya yang membahayakan warga setempat.Lokasi pemboman biasanya dilakukan di perairan dangkal yang merupakan area tangkapan ikan bagi nelayan kecil. Sehingga praktek pemboman itu tidak hanya merusak terumbu karang dan biota laut, tetapi juga merampas hak nelayan kecil.Akibat pengeboman di lokasi itu membuat ikan berkurang drastis, sehingga nelayan setempat harus berpindah wilayah yang lebih jauh. Kondisi itu menambah beban biaya bagi para nelayan berupa bahan bakar minyak (BBM) untuk melaut. Apalagi ketika pemerintah pusat menaikkan harga BBM bersubsidi mulai September 2022 lalu.baca : Cerita Nelayan Maginti Raya Kelola Laut Atasi Perikanan Merusak  
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Kurangnya populasi ikan juga dirasakan seorang pengumpul bernama Abang. Dia bercerita dahulu mampu menjual ikan tangkapan nelayan sekitar 3 gabus per harinya. Namun. Sejak tiga tahun terakhir, jumlah ikan tangkapan nelayan berkurang drastis. Bahkan tidak setiap hari dia mampu mengumpulkan dan menjual ikan dari nelayan.Sedangkan Udin, nelayan dari Wawonii Barat mengatakan jumlah pengebom ikan makin banyak karena adanya regenerasi dari ayah turun ke anak. Dia mencatat ada sekitar hampir dua puluh orang pelaku pemboman yang tinggal di sekitar tempatnya.“Itu baru di Wawonii Barat. Belum lagi para pelaku yang ada di kecamatan sebelah,” ucapnya.Masih maraknya pengeboman ikan dilatari sejumlah hal seperti keinginan mendapat ikan yang banyak dengan cara instan, mudahnya mendapatkan bahan pembuatan bom, serta kurang pengawasan dari pihak berwajib.Namun, katanya, ada alasan aneh dari beberapa pelaku yaitu menjadikan aktivitas pemboman sebagai hobi. Seperti ada rasa senang ketika mereka mendengar bunyi dentuman dari bom ikan yang diledakkan.Padahal daya ledak bom ikan sekali lempar dapat mematikan ribuan ikan, benih ikan dan jutaan telur ikan serta terumbu karang. Kerusakan terjadi pada radius 5 sampai 50 meter dari titik pengeboman.Kerusakan terumbu karang mengganggu keseimbangan ekologi karena terputusnya rantai makanan di laut. Ikan-ikan bermigrasi dari perairan rusaknya terumbu karang. Hasil penelitian Bank Dunia menunjukan penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2. Sedangkan pemulihan terumbu karang yang rusak membutuhkan 1 sampai 5 tahun.Udin menuturkan, dahulu ada satu musim yang dikenal dengan musim ikan ekor kuning. Jenis ikan ini hidup dan berkembangbiak di perairan dangkal di kedalaman sekitar 50 meteran. Pada masa ini para nelayan berbondong-bondong untuk melakukan penangkapan.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Namun sudah beberapa tahun terakhir musim ikan ekor kuning tidak lagi ada. Jumlah populasinya menjadi berkurang. Penyebabnya karena rusaknya terumbu karang akibat pengeboman dan tidak adanya ikan yang merupakan makanan utamanya.baca juga : Begini Cara Nelayan Kelola Warisan Laut Teluk Kolono dari Perikanan Merusak  Program PAAPMengatasi masalah itu, dibutuhkan program pengelolaan perikanan dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem laut yang menjaga keseimbangan dari seluruh aspek utama perikanan meliputi aspek biologi, lingkungan, ekonomi, dan sosial.Saat ini Pemerintah Provinsi Sultra melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bekerjasama dengan LSM Rare Indonesia tengah mengembangkan sebuah program yang disebut PAAP atau Pengelolaan Akses Area Perikanan.PAAP dilakukan secara kolaboratif dengan pelaku utama masyarakat dan nelayan dengan menegakkan prinsip kelestarian dan keadilan. Masyarakat diberi akses dan tanggung jawab penuh dalam pengelolaan PAAP.Pulau Wawonii sendiri memenuhi kriteria untuk pelaksanaan program PAAP, mengingat adanya ketergantungan masyarakat terhadap pesisir. Secara geografis wilayah Konkep hampir setengahnya merupakan lautan.sebelum menetapkan program PAAP dalam suatu daerah, Rare Indonesia terlebih dulu memperhatikan topografi daerah tersebut. PAAP lebih cocok diterapkan di daerah yang topografinya teluk maupun kepulauan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Wawonii menetapkan Pulau Wawonii sebagai kawasan konservasi dan dikelola menjadi taman di perairan Pulau Wawonii.Taman perairan ini memiliki luas keseluruhan 27.044,99 hektare yang terbagi atas zona inti, zona pemanfaatan terbatas, zona rehabilitasi, zona bangunan dan instalasi laut.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Dalam program PAAP membatasi wilayah pengelolaan perikanan sepanjang 0 sampai 2 mil dari pinggir pantai. Ketentuan ini disebutkan dalam peraturan gubernur (Pergub) No.36/2019 tentang Pengelolaan Akses Area Perikanan.Isi beleid itu menegaskan bahwa area pengelolaan perikanan hanya diperuntukkan bagi nelayan skala kecil setempat. Nelayan yang berasal dari luar tidak diperbolehkan menangkap ikan di area tersebut.Pada radius 0 sampai 2 mil dalam program PAAP ditetapkan satu kawasan larang ambil (KLA) atau zona recovery. KLA ini dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan ikan yang dijaga langsung nelayan kecil dan masyarakat setempat.KLA merupakan area tertentu yang meniadakan aktivitas penangkapan. Kawasan ini diperuntukkan bagi ikan ikan untuk bertelur dan berkembangbiak untuk meningkatkan populasinya. Ketika populasi ikan mulai melimpah akan menyebar keluar zona KLA sampai ke zona layak tangkap oleh nelayan.menarik dibaca : Tangkapan Ikan Melimpah, Dampak PAAP yang dirasakan Nelayan Pulau Buton  Di Wawonii, program PAAP ini telah. berjalan kurang lebih selama tiga tahun. Proses pengelolaannya dilakukan melalui kolaborasi antara berbagai pihak meliputi masyarakat nelayan, pemerintah setempat, termasuk pihak keamanan. Masyarakat nelayan sebagai pihak yang diberi tanggung jawab penuh membentuk suatu kelompok yang diberi nama PAAP Sumber Laut Mandiri WawoniKelompok PAAP ini diketuai Muhammad Fahry dibantu seorang pendamping masyarakat dari Dinas Perikanan (DKP) Konkep, yaitu Aris Laria. Kini kelompok tersebut sudah beranggotakan sebanyak 30 orang yang merupakan gabungan antara nelayan dan masyarakat.Fahry mengatakan, selama tiga tahun masa pelaksanaan program PAAP, dia bersama anggota lainnya fokus melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait pentingnya mengelola area perikanan dengan cara yang ramah lingkungan.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Proses sosialisasi sebagai ajang kampanye ini dilakukan di antaranya melalui kegiatan perlombaan. Terakhir pada Agustus lalu kelompok PAAP bersama DKP Konkep menggelar lomba selfi dan fotografi bertema PAAP dan Konservasi Perairan Pulau Wawonii. Aturan BersamaSelain itu, ada pula upaya dalam memperluas wilayah penerapan program PAAP. Upaya tersebut dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak yang mempunyai kepentingan. Beberapa pertemuan pernah dilakukan membahas keberlanjutan pelaksanaan program PAAP.Terbaru pertemuan itu melibatkan tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wawonii Barat, Kecamatan Wawonii Utara, dan Kecamatan Wawonii Timur Laut yang membahas mengenai rancangan peraturan bersama kepala desa.Materi pokok dari rancangan peraturan yang digagas berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ikan di area PAAP. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan itu adalah para kepala desa, ketua Badan Pembangunan Desa (BPD), sekretaris desa, dan juga camat.Salah satu isi peraturan yang tengah dibahas ini menegaskan bahwa area pemanfaatan sumber daya ikan di area PAAP diprioritaskan bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, dan masyarakat sekitar. Para nelayan yang berasal dari luar 3 kecamatan tadi boleh melakukan penangkapan namun terlebih dulu mengkonfirmasi ke pemerintah desa atau kelurahan yang menjadi lokasi penangkapan dengan syarat harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.baca juga : KTP dan Kisah Perempuan Nelayan Pesisir Buton Timur  Terkait pengelolan perikanan berkelanjutan, pihak keamanan diharapkan bisa melakukan pengawasan lebih ketat lagi dan tegas dalam menindak para pelaku pemboman yang dapat mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem laut.Sebab, kata Aris Laria dari DKP, salah satu cara memberantas pengeboman ikan adalah penangkapan dan pidana agar ada efek jera yang diberikan pada para pelaku.
[0.00023018968931864947, 7.6199598879611585e-06, 0.9997621774673462]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Program pemberian bantuan yang disalurkan kepada pelaku dengan harapan agar mereka berhenti untuk membom, justru tidak menjadi jaminan para pelaku tidak mengulangi perbuatannya.“Beberapa pelaku pernah diberi bantuan berupa kapal dan alat tangkap jaring. Sebelum penyerahan bantuan, para pelaku diminta untuk membuat surat pernyataan tidak melakukan lagi pemboman. Tidak ada lagi alasan kalau mereka tidak mendapat perhatian dari pemerintah, Kita sudah bantu, tapi mereka masih terus mengulang,” katanya.Setelah tiga tahun berjalan, Aris Laria melihat perlunya evaluasi pelaksanan program PAAP. Seperti kampanye pengenalan harus lebih rutin dilakukan agar pengetahuan masyarakat terkait PAAP lebih memadai, termasuk tentang batas-batas wilayah perairan KLA dan zona tangkap ikan. Dia menyarankan agar ada pembuatan tapal batas yang diberi tanda berupa bangunan khusus.Dia bilang kalau program PAAP bisa dipahami mayoritas masyarakat terkait pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut, maka tidak menutup kemungkinan kondisi perairan di Wawonii bisa membaik sehingga populasi ikan menjadi kembali melimpah.baca juga : Orang Wawonii dan Ancaman Tambang Nikel  Dukungan Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan mendukung program PAAP ini dengan merancang peraturan bersama para kepala desa di tiga kecamatan wilayah PAAP tersebut. Pembahasaan aturan itu melibatkan kepala desa, perangkat desa, hingga tokoh-tokoh masyarakat.“Yang jadi fokus program ini untuk sementara di tiga kecamatan. Di sana sudah ditentukan kawasan larang ambil (KLA) dan wilayah yang bisa mengambil ikan,” ujar Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Konkep, Muhamad Rijal yang ditemui akhir Agustus 2022.Selain itu juga sedang dipersiapkan Peraturan Bupati (Perbup) agar semua dinas terkait penanganan kelautan dapat dilibatkan, seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pariwisata.
[0.979743480682373, 0.01992865651845932, 0.0003278783697169274]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Adanya Perbup juga menjadi landasan hukum keterlibatan pemerintah desa menganggarkan dana desa (DD) untuk pengelolaan perikanan.Terkait belum adanya tanda batas kawasan PAAP yang belum ada, Dinas Perikanan Konkep telah mengusulkan ke Pemerintah Provinsi Sultra untuk dianggarkan. Sebab, kawasan laut menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sultra.Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sultra berwenang mengelola kawasan konservasi perairan Pulau Wawonii berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.23/2021, dengan dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022. Untuk saat ini telah dianggarkan pembuatan tanda batas wilayah konservasi sekitar Rp100 juta.“Setelah itu baru kita sosialisasi ke masyarakat bahwa ini tanda-tanda batasnya, mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan,” ujar Pejabat Fungsional Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir DKP Sultra, Ishaq Warsandi di ruang kerjanya, 12 September 2022.  Selain penegasan soal pelarangan illegal fishing, keberadaan tanda batas itu juga untuk memperjelas larangan bagi nelayan dengan kapal 10 GT ke atas menangkap ikan di wilayah konservasi. Pelanggarannya bakal ditindak aparat penegak hukum.Dengan begitu, area penangkapan nelayan kecil di Wawonii akan lebih terlindungi dan ikan akan melimpah. Berbeda dengan sebelum ada Keputusan Menteri KP tentang wilayah konservasi dimana nelayan kecil susah bersaing dengan nelayan besar.Pengelolaan wilayah konservasi itu dipastikan akan lebih maksimal dengan adanya program pengelolaan akses area perikanan (PAAP) di dalamnya. Dalam pemetaannya, PAAP hanya mencakup 0 sampai 2 mil dari pantai, sedangkan kawasan konservasi lebih luas lagi yakni 0 sampai 4 mil dari pantai. Dengan begitu zona-zona dalam PAAP menyesuaikan dengan zonasi kawasan konservasi.
[0.27853596210479736, 0.3501799404621124, 0.3712840676307678]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Dikarenakan kawasan PAAP berada di dalam kawasan konservasi, maka bentuk pengelolaannya mengacu kepada Permen KP No.21/2015 tentang Kemitraan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yaitu perjanjian kemitraan dilakukan oleh Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) dengan masyarakat.Saat ini DKP Sultra sedang menggodok perjanjian kemitraan SUOP dengan kelompok PAAP di Wawonii. “Karena di sini SUOP belum ada maka sementara melekat di DKP Provinsi,” ujar Ishaq.Bila kemitraan antara DKP Sultra dan kelompok PAAP sudah berjalan, lanjut Ishaq, maka program PAAP akan terus berkelanjut tanpa bergantung dengan LSM Rare Indonesia lagi. Untuk itu DKP Sultra sedang mengupayakan terbentuknya SUOP berbentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Wawonii. Sebab kata Ishak, bila hanya mengandalkan personel di DKP saat ini tidak akan maksimal.“Kalau misal ada UPTD itu bisa 18 orang ada di situ, jadi mereka mengelola dan mengawasi akan gampang, tapi kalau saat ini kita di sini (DKP) hanya 7 orang itu sulit,” ujar Ishaq.  Harapan Nelayan Udin, nelayan yang bermukim di Wawonii Barat merasakan manfaat program PAAP yakni tidak lagi ditemukan nelayan luar yang menangkap ikan di wilayah yang diperuntukkan bagi nelayan setempat.Udin juga mulai merasakan akses pemasaran hasil ikan nelayan mulai membaik. Selain dipasarkan di pinggir jalan, ikan hasil tangkapan dijual ke penampung.Menurutnya, bila masyarakat dan nelayan memahami dan menerapkan program PAAP, maka kondisi perairan akan terjaga dan bakal mengembalikan kejayaan laut sekitar.Udin berharap kampanye mengenai program PAAP lebih ditingkatkan sehingga wawasan para nelayan terkait pentingnya menjaga ekosistem laut bisa bertambah.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-002-10.json
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii
Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Sedangkan Rustam (47), seorang nelayan lainnya yang aktif dalam kelompok PAAP memiliki harapan besar laut sekitar Wawonii kembali berlimpah dengan ikan bukan hanya untuk dirinya tapi bagi anak-cucunya di masa depan. Bila ikan di sekitar Wawonii terus berkurang, dia khawatir anak-cucunya akan meninggalkan Pulau Wawonii untuk ke daerah lain yang potensi sumber daya perikanannya lebih besar. (***)  *Yudin dan Taslim Dalma, wartawan Zonasultra.id. Artikel ini didukung oleh Rare Indonesia  [SEP]
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2014-021-07.json
Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat
Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | [CLS] Sidang paripurna DPR RI pada 25 September 2014 menghasilkan UU pemilihan kepala daerah tak lagi langsung oleh rakyat, tetapi kembali ke era lama, lewat DPRD. Kondisi politik pun makin panas kala Koalisi Merah Putih yang didukung Gerinda cs—yang menguasai kursi di parlemen–tampak berupaya melemahkan posisi Presiden terpilih Joko Widodo. Apakah situasi ini bakal berpengaruh pada kondisi lingkungan dan masyarakat adat di Indonesia ke depan?Abdon Nababan, sekretaris jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD kemungkinan menutup perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia. “Demokrasi menjadi sangat elit, mahal, dan tertutup. Para aktivis miskin walaupun populer di mata pemilih atau rakyat sulit terpilih. Pemilu juga akan dipenuhi korupsi luar biasa,” katanya kepada Mongabay, baru-baru ini.Dengan pemilihan via DPRD ini, katanya, akan menyuburkan praktik perselingkuhan penguasa-pengusaha,  antara politisi partai politik dengan para pengusaha dan pemilik modal. Keadaan ini, kata Abdon, akan mengorbankan lingkungan hidup. Pengeluaran izin-izin pun berpotensi meningkat dan merampas hak-hak masyarakat adat. Kondisi lingkungan dan masyarakat adat,  bisa menjadi lebih buruk lagi.Bagi Abdon, perubahan pilkada langsung menjadi lewat DPRD merupakan pelecehan bagi kedaulatan rakyat. “Bukan karena pilkada lewat DPRD tidak demokratis. Namun, inti demokrasi itu kalau bisa langsung mengapa harus diwakilkan? Selama ini,  sudah bisa buktikan pilpres dan pilkada langsung aman dan damai. Taka da alasan mengubahnya.” Kalaupun biaya menjadi alasan, kata Abon, tentu bisa diatasi dengan perbaikan terhadap penyelenggaraan pemilihan hingga makin makin efisien.
[0.9999998211860657, 5.9135402352694655e-08, 6.372049909941779e-08]
2014-021-07.json
Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat
Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Dia menyarankan, dengan kondisi politik seperti ini, Jokowi-JK harus menjaga jarak dengan partai-partai politik, baik dari Koalisi Merah Putih (Gerindra cs)  maupun Koalisi Indonesia Hebat (PDIP cs). Mengapa? “Dia harus total memperkuat barisan rakyat melalui organisasi-organisasi rakyat yang saat pemilu memenangkan mereka berdua.”Dalam pemilihan figur-figur menteri, katanya, Jokowi-JK, sebaiknya memilih atas pertimbangan kapasitas, baik keahlian dan pengalaman pada bidang tertentu.Tak jauh beda dikatakan Longgena Ginting, kepala Greenpeace di Indonesia. Dia memprediksi dengan pemilu daerah lewat DPRD, politik uang dan politik dagang sapi akan makin meningkat.Konsekuensinya, praktik korupsi bisa menjadi lebih subur dan berdampak pada keputusan politik yang diambil pemerintah daerah. Mereka,  tidak lagi mempertimbangkan kepentingan rakyat atau perlindungan pribadi tetapi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.“Kepala daerah dipilih DPRD tidak akan akuntabel kepada publik, dan kepentingan publik termasuk lingkungan hidup bersih dan sehat tidak akan menjadi kepentingan utama.”Longgena mengatakan, masalah lingkungan tak terlepas dari politik, bahkan hasil sistem politik di sebuah negara. Jadi, baik buruk kebijakan lingkungan berasal dari parlemen dan kepemimpinan di pemerintahan.Dengan begitu, katanya, kecenderungan relasi dan energi politik yang berkembang antara parlemen dengan pemerintah Jokowi saat ini, mau tak mau mempengaruhi kebijakan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam ke depan. “Bisa saja, apapun dilakukan pemerintah Jokowi termasuk kebijakan pengelolaan lingkungan berpeluang besar dibatalkan parlemen.”Dia mencontohkan, program-program lingkungan Jokowi yang tertuang dalam Nawa Cita seperti kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pemberantasan ilegal logging bisa tidak mendapat endorsement parlemen.
[0.9999998807907104, 4.642326345560832e-08, 5.286939597226592e-08]
2014-021-07.json
Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat
Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Kondisi ini, kata Longgena,  bisa mengakibatkan pemerintah sulit menjalankan program-program kerja. Untuk itu, ujar dia, menjadi krusial sekali Jokowi mendapatkan dukungan warga dan masyarakat sipil hingga kekuatan politik bisa memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.Situasi politik saat ini, katanya, tak mustahil memaksa Jokowi kompromi dengan mereka guna mendapat dukungan politik. “Jokowi bisa jadi terpaksa mengakomodasi orang dari partai politik untuk duduk di pos-pos kementerian.”  Menurut dia, sebenarnya sah-sah saja asalkan orang itu memiliki keahlian. “Pada saat menjabat posisi menteri, mereka harus melapaskan jabatan parpol. Ketika menjalankan tugas tidak lagi mewakili kepentingan partai, namun pembantu Presiden,” ujar dia. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-036-20.json
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | [CLS] Gelombang tinggi sampai 5 meter menerjang pesisir Bali sejak 21 Juli lalu. Puluhan jukung nelayan rusak, beberapa akomodasi wisata diterjang rob, dan warung-warung pinggir pantai ambruk.Fitri, perempuan pedagang pisang goreng di Pantai Padanggalak, Sanur, meratapi warungnya yang rata dengan tanah pada Rabu (25/07/2018) pagi. Matahari baru beranjak dari cakrawala dan pisang gorengnya mengepul hampir matang. Tiba-tiba ombak menggulung menghantam warungnya yang berjarak sekitar 10 meter dari titik pasang sebelumnya.Ia lari kencang sambil berteriak ke arah pemukiman. Air laut dengan cepat menyapu lahan parkir dan menggenangi taman-taman sekitarnya.Ketinggian ombak sampai lebih 3 meter karena berhasil melampui krib penahan ombak dari bebatuan hitam besar yang dipasang di pantai pusat melasti atau ritual penyucian ini. Ombak juga melumat jalan setapak sampai paving hancur, jalan ambrol sepanjang sekitar 50 meter. Jalan setapak yang ambrol ini persis depan warungnya.Pada sore hari, Fitri dibantu anaknya masih mengais sisa peralatan warung yang bisa dipakai lagi. Semangatnya berjualan tak surut. Ia segera memasang pasak-pasak kayu baru dan berpindah mundur sekitar 2 meter dari titik warung sebelumnya. “Ini ombak paling tinggi beberapa hari ini. Saya harus bikin warung lagi, saya sudah 15 tahun di sini,” serunya.  Sementara di pesisir Bali Timur, sejumlah pemilik villa dan homestay di Amed, salah satu pusat akomodasi di pinggir pantai melaporkan diterjang ombak pada Rabu pagi. Sebagian turis yang menginap dipindahkan ke akomodasi lain karena air laut masuk ke kamar-kamar sampai pintu depan.Kepala Desa Purwakerthi, Kubu, Karangasem, I Nengah Karyawan meminta bantuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah setelah mendapat laporan warga dan ke lapangan merekam banjir rob air laut akibat gelombang tinggi ini. “Puluhan jukung nelayan rusak terseret arus,” katanya.
[0.9999892115592957, 5.688989858754212e-06, 5.025468908570474e-06]
2018-036-20.json
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Ia tak mengira gelombang besar beberapa hari ini menghantam kawasan ini cukup parah sampai melampui pantai dan halaman-halaman villa yang dibangun lebih tinggi dari pantai. Panorama matahari terbit yang biasanya menenangkan di pesisir Amed ini kini sebaliknya. Suara ombak menderu-deru. Dari laporan yang masuk, sedikitnya 5 villa yang terendam rob air laut ini. “Ada turis yang tidak mau pindah, tapi kami harus evakuasi ke hotel lain demi keselamatannya,” urai Karyawan.  Peringatan gelombang tinggi sudah disampaikan sejak 20 Juli oleh sejumlah otoritas di Bali seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Wilayah III. Tindak lanjutnya, pengelola pelabuhan laut membuat pengumuman pada pemilik kapal-kapal untuk tak beroperasi. Misalnya Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Padangbai Ka Subsie Keselamatan berlayar, Penjagaan, dan patroli I Nyoman Parwata membuat surat peringatan bagi nahkoda kapal fastboat untuk menunda keberangkatan dari 21 Juli sampai 25 Juli demi keselamatan.Akibatnya penyeberangan dari Bali ke Lombok dan sebaliknya, atau kapal barang dari dan ke kepulauan Nusa Penida banyak yang batal berangkat beberapa hari ini. Demikian juga speedboat yang biasanya lalu lalang dari dan ke pulau-pulau kecil Gili, Lombok dari pelabuhan Padangbai, Karangasem.Warga dan turis di pulau-pulau kecil seperti Nusa Penida dan Lembongan juga tertahan tak bisa menyeberang. Dalam situasi bencana seperti ini, prosedur keselamatan warga di pesisir diuji. Seperti peringatan dini, informasi evakuasi, dan lainnya.  BMKG kembali merilis peringatan dini gelombang tinggi wilayah perairan Bali – NTB pada 25 Juli 2018 jam 08.00 Wita sampai 26 Juli 2018 jam 08.00 Wita. Tinggi gelombang 0.5 – 2.0 meter terjadi di Laut Bali dan Laut Sumbawa. Tinggi gelombang 1.25 – 2.5 meter di Selat Bali bagian Utara sampai Selat Lombok bagian Utara.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-036-20.json
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Sementara tinggi gelombang 1.5 – 6.0 meter di Selat Bali bagian Selatan, Selat Badung, dan Selat Lombok bagian Selatan. Tinggi gelombang 2.0 – 6.0 meter di Selat Alas bagian Selatan sampai perairan Selatan Sumbawa. Terakhir, tinggi gelombang 3.5 – 6.0 meter di Samudera Hindia Selatan Bali hingga NTB.Disebutkan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran adalah perahu-perahu nelayan. Waspadai angin dengan kecepatan di atas 15 knot dan ketinggian gelombang di atas 1.25 m. Untuk kapal tongkang waspadai angin dengan kecepatan lebih dari 16 knot dan ketinggian gelombang lebih dari 1.5 m.Sementara untuk kapal Ferry waspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan ketinggian gelombang lebih dari 2.5 m. Kapal ukuran besar seperti kapal kargo atau kapal pesiar waspadai kecepatan angin lebih dari 27 knot serta ketinggian gelombang lebih dari 4.0 m.I Wayan Wirata, prakirawan BMKG Wilayah III yang dikonfirmasi menyebut pesisisir Selatan Bali akan terdampak dengan ketinggian gelombang maksimum 5 meter. Penyebabnya dari Barat Australia ada mascarene high atau pusat tekanan tinggi, memicu swell atau alun yang menjalar ke Utara. Imbasnya gelombang tinggi ke arah Selatan Jawa, Bali, dan NTB. “NTT tak terlalu signifikan. Atmosfer dinamis, bisa berubah, dari hasil pemodelan gelombang diperkirakan masih tinggi,” ujarnya.Pihak BMKG menerima laporan sejumlah sarana di pesisir rusak karena gelombang melewati pantai. Termasuk pantai-pantai pusat wisata dari pesisir Selatan sampai Timur seperti Kuta, Pecatu, Pandawa, Ketewel, dan Kusamba. Puncak gelombang menuju pesisir bisa sampai 20 meter. “Kalau pesisirnya landai bisa lebih jauh, kalau cekung tertahan,” ingatnya.Video-video kerisauan warga di pesisir termasuk pengusaha pariwisata wara-wiri di media sosial beberapa hari ini. Gelombang juga menerjang kios-kios penjual minuman di tepi Pantai Kuta, hampir menghanyutkan kursi-kursi dan tempat berjemur.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2018-036-20.json
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana
Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Pembangunan yang terlalu dekat titik pasang surut air laut kini memperlihatkan risiko nyata. Padahal dalam tata ruang diatur pembangunan seperti hotel dan restoran harusnya mengikuti jarak sempadan pantai sedikitnya 100 meter.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2014-010-15.json
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | [CLS] Pesisir Timur Sumatera Selatan yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan daerah yang sudah dikenal sejak dulu. Di masa Kerajaan Sriwijaya, diperkirakan wilayah ini merupakan lokasi perdagangan yang ramai.Di era Orde Baru, wilayah yang luasnya sekitar 750 ribu hektar yang sebagian besar berupa lahan rawa gambut ini, merupakan daerah HPH dan perambahan hutan.Banyak orang kaya dari daerah ini disebut “boss kayu”. Artinya pengusaha penggergajian kayu. Identitas ini mengalahkan orang kaya sebagai pengusaha terasi atau ikan, yang juga banyak lahir dari masyarakat pesisir timur OKI.Bersamaan dengan itu, program transmigrasi tahun 1982 dijalankan. Tepatnya di wilayah Air Sugihan. Lantaran lahan gambut sulit dijadikan lahan pertanian, untuk ditanam padi dan sayuran, maka sebagian transmigran ikut dalam plasma perkebunan sawit. Para transmigran ini memanfaatkan lahan gambut yang kayunya sudah habis. Baru, setelah pengolahan lahan yang terus dilakukan, sebagian wilayah Air Sugihan menjadi sentra padi dan sayuran.Pada 1997 dan 1998, saat terjadi badai El Nino, terjadi kebakaran hebat di wilayah ini. Kabut asap yang ditimbulkan menyelimuti seluruh wilayah Sumatera Selatan, termasuk ke Singapura dan Malaysia.Pasca-kebakaran lahan dan HPH, bukan program rehabilitasi yang dijalankan pemerintah. Justru perusahaan perkebunan sawit kian berkembang, termasuk pula perusahaan hutan tanaman industri (HTI).Khusus perusahaan HTI, pemerintah maupun sejumlah akademisi di Sumatera Selatan menilainya bukan sebagai ancaman tapi sebagai penyelamat lahan gambut yang sudah rusak. Hal ini jelas berbeda dengan pandangan sejumlah pegiat lingkungan hidup yang menyatakan perusahaan HTI juga merupakan ancaman lahan gambut. Buktinya, setiap kali musim kemarau, ditemukan juga titik api di konsesi HTI.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2014-010-15.json
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Sementara, perkebunan sawit yang terus melakukan ekspansi, selain menyebabkan kerusakan lahan gambut, juga menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.Di tengah persoalan tersebut, masyarakat yang tidak mengalami konflik dengan perusahaan dan tidak bertani, mengembangkan pertambakan tradisional udang windu dan ikan bandeng.Aktivitas yang merusak lahan gambut ini ternyata dilakukan warga di Hutan Lindung Pantai Sungai Lumpur dan Sungai Mesuji. Akibatnya, puluhan ribu dari 98.115 hektar hutan lindung tersebut mengalami kerusakan.“Pertambakan tradisional mengandalkan pakan alami. Jadi, jika tambak dinilai tidak lagi banyak menyediakan pakan alami, para petambak membuka pertambakan yang baru. Pertambakan yang lama ditinggalkan begitu saja,” kata Junaidi dari Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, beberapa waktu lalu.Dapat dikatakan, setiap desa yang berada tak jauh dari pantai, selain menjadi nelayan tangkap juga menjadi petambak. Contohnya di Desa Simpang Tiga Makmur, saat ini sekitar 500 kepala keluarga bergantung hidup dari pertambakan tradisional.Setiap kepala keluarga memiliki luas tambak dua hektar. Beberapa desa yang sebagian besar warganya merupakan petambak tradisional di Kecamatan Tulung Selapan selain Simpang Tiga Makmur adalah Simpang Tiga Jaya, Simpang Tiga Sakti, dan Tulung Seluang. Kemudian sejumlah desa yang masuk Kecamatan Cengal, Mesuji dan Mesuji Makmur.“Ribuan keluarga yang membuka pertambakan tradisional. Sebagian besar di wilayah hutan lindung,” kata Junaidi.“Perkembangan baiknya, setelah dilakukan pemantaun, warga sudah berkurang membuka pertambakan di hutan lindung. Kita tengah membinanya agar hasilnya membaik, sehingga tidak merambah hutan lindung, serta kita akan melakukan rehabilitasi hutan lindung,” jelas Junaidi.Ancaman perubahan sosial
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2014-010-15.json
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Anwar Sadat dari Serikat Petani Sriwijaya (SPS) menjelaskan persoalan lingkungan di Kabupaten OKI, khususnya di wilayah pesisir timur memang sangat kompleks. Bukan hanya persoalan kebakaran lahan, tapi juga konflik lahan hingga ancaman perubahan sosial.Mengenai kebakaran lahan, bukan hanya perusahaan perkebunan sawit dan HTI yang harus didorong. Tetapi juga, pemberian sanksi hukum terhadap para pelaku dan pemiliknya. “Persoalan ini mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan pendidikan dan teknologi pertanian yang lebih arif dengan lingkungan,” kata Sadat.Artinya, persoalan kebakaran hutan dapat diselesaikan jika pemerintah, swasta dan masyarakat benar-benar fokus menyelesaikan persoalan kebakaran lahan.Penataan tambak tradisional, kata Sadat, juga sama dalam mengatasi kebakaran lahan. “Jika diberikan ilmu dan teknologi, maka tambak milik masyarakat akan menghasilkan produksi yang baik, sehingga mereka akan menghentikan perambahan lahan, dan bukan tidak mungkin turut menjaga lahan,” ujarnya.Sadat juga mengkhawatirkan ancaman sosial di wilayah pesisir timur dengan hadirnya perusahaan. Sadat mengingatkan apa yang terjadi pada sejumlah kelompok masyarakat di Muara Enim, Lahat, Musirawas , Banyuasin dan Musi Banyuasin. Setelah perusahaan hadir, masyarakat kehilangan lahan. Masyarakat pun akhirnya terlibat pada profesi yang negatif, seperti penyedia tempat hiburan, terlibat peredaran narkoba, atau menjadi pelaku kriminalitas. “Hidup baik-baik hanya menjadi buruh, namun miskin,” katanya.“Perubahaan ini sulit dibendung. Kalau wilayah ini berkembang pesat, dipastikan para pelaku ekonomi dari perkotaan akan banyak datang,” katanya.Para pendatang ini bukan tidak mungkin akan membeli lahan pertanian untuk dijadikan rumah toko, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan lainnya.
[0.9999998211860657, 7.110257627118699e-08, 6.867904289720173e-08]
2014-010-15.json
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Oleh karena itu, kata Sadat, seperti yang diinginkan pemerintahan Jokowi-JK, sudah seharusnya sejak dini masyarakat di pesisir timur Sumatera Selatan ini diperkuat basis ekonominya.Yang tidak kalah pentingnya, tata ruang ditata sedemikian rupa. Sejak awal sudah ditetapkan mana wilayah pemukiman, pertanian, perkantoran, dan pasar. “Jangan dibiarkan bebas, sebab rakyat pasti dikalahkan para pelaku ekonomi yang hanya berorientasi keuntungan, tanpa mempertimbangkan persoalan lingkungan hidup dan sosial,” ujarnya.Harus ada komitmenTerhadap berbagai upaya mengatasi berbagai persoalan lingkungan dan sosial di wilayah pesisir timur Kabupaten OKI, kata Sadat, harus ada komitmen bersama antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.Sadat mengutip apa yang dikatakan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Jakarta pada Rabu (05/11/2014) lalu. Kementerian tersebut akan fokus pada persoalan sampah, rehabilitasi hutan, dan resolusi konflik sosial.Kenapa komitmen ini harus melibatkan para pelaku usaha? “Sebab kehadiran mereka yang menyebabkan berbagai persoalan yang merugikan masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh karena itu pelaku usaha harus terlibat aktif dalam merehabilitasi hutan dan menyelesaikan berbagai konflik sosial. Keterlibatan ini harus dalam bentuk satu komitmen.”Terhadap pandangan ini, Najib Asmani, staf ahli Gubernur Sumsel bidang lingkungan hidup, mengatakan sudah menjadi agenda Pemerintah Sumsel melanjutkan apa yang disepakati antara pemerintah Sumsel dengan BP REDD+.“Komitmen ini akan melibatkan Pemerintah Sumsel, pemerintah kabupaten dan kota, semua pelaku usaha, masyarakat, dan NGO. Semuanya akan bekerja sama. Menghadapi berbagai persoalan lingkungan hidup yang kompleks ini tidak hanya dapat dilakukan oleh satu pihak. Semua harus menyatu dan saling mendukung,” katanya.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2014-010-15.json
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan
Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Bagaimana jika ada pemerintah daerah dan pelaku usaha menolak komitmen ini? “Mereka pasti akan mendapatkan sanksi sesuai regulasi yang ada. Sebab persoalan lingkungan hidup di Indonesia sudah menjadi persoalan global, dan menyebabkan bangsa ini terus menderita,” kata penggiat REDD+ Sumsel ini.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2014-060-11.json
Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau
Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | [CLS] Sudah sebulan lamanya kabut asap dari aktivitas kebakaran hutan dan lahan di Riau tidak kunjung menipis. Bahkan Minggu (23/2/2014) sore kabut asap tebal masih menyelimuti kota Pekanbaru dan sekitarnya. Jumlah titik api yang terpantau oleh satelite seperti yang dilaporkan kepada media memang fluktuatif setiap harinya namun asapnya seakan tak habis-habisnya. Apa yang terjadi pada kebakaran hutan kali ini?Data yang diolah Greenpeace Indonesia setidaknya bisa menjawab pertanyaan di atas dan mengungkapkan bagaimana peta dampak kebakaran hutan kali ini. Dari data yang diterima Mongabay Indonesia mengungkapkan sejak awal tahun ini hingga pertengahan Februari lalu, setidaknya tercatat 2.140 kejadian titik api di Riau. Dan lebih dari setengah dari jumlah kejadian itu justru terjadi pada minggu ke dua Februari yang mencapai 1.086 titik api.“Bayangkan setengah dari jumlah titik api tahun ini terjadi di satu minggu saja. Dan 95 persen dari titik apinya itu terpantau di gambut. Jadi maklum saja walau jumlah titik api naik turun belakangan ini, tapi selama tidak ada pemadaman di gambut, maka luasan kebakaran di gambut itu akan terus bertambah,” kata Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace kepada Mongabay-Indonesia.Ia menjelaskan, di bulan Januari hanya terdapat 337 kejadian titik api di tujuh kabupaten. Namun angka ini meningkat dua kali pada minggu pertama Februari yang mencapai 714 titik api di 11 kabupaten/kota. Jumlah ini kembali berlipat pada minggu ke dua Februari dengan total 1.089 kejadian di 11 kabupaten kota.Namun setelah dianalisa, maka sebagian besar titik api pada minggu pertama Februari berada dekat dengan lokasi titik api pada bulan Januari. Demikian juga peningkatan titik api di minggu kedua Februari memiliki pola yang sama yakni terpantau di dekat titik api minggu sebelumnya.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2014-060-11.json
Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau
Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | “Ini bisa dikatakan titik-titik api itu sejak Januari masih terus membara. Mungkin karena yang terbakar itu adalah gambut. Mungkin lidah api di permukaan gambut tidak terpantau, tapi pada saat yang sama bara di dalamnya terus menjalar dan menjadi sekam. Dan api gambut di dalam ini akan kembali membesar jika ada angin yang berembus,” ujar Rusmadya.Ia menjelaskan kebakaran di gambut akan berdampak jauh lebih buruk daripada kebakaran di lahan non gambut. Sebab gambut itu sendiri memiliki fungsi penting bagi ekosistem dan kemampuannya menyerap karbon jauh lebih besar.  Maka kebakaran gambut yang berakhir pada kehancurannya juga akan berdampak jauh lebih buruk lagi bagi lingkungan.Analisa titik api pada minggu kedua Februari mengungkapkan bahwa jumlah titik api kali ini lebih banyak terjadi di hutan sekunder (338 titik api) dibandingkan hutan primer yang hanya 10 titik api. Sementara sebanyak 741 terjadi di wilayah non hutan. Dari seribu lebih titik api itu, sebanyak 181 berada di lahan konsesi perkebunan sawit milik perusahaan besar dan 277 terpantau di konsesi hutan tanaman industri.Namun jika dilihat dari status apakah titik api itu terdapat di daerah yang dilindungi dalam peta indikatif Moratorium Kehutanan, maka sekitar 38% atau sebanyak 414 titik api terjadi di wilayah moratorium.  “Padahal kawasan hutan yang masuk dalam moratorium harusnya dilindungi, tetapi di lapangan tidak terjaga dengan baik dan kini malah terbakar,” ujar Rusmadya.Lalu bagaimana dampak titik api itu terhadap habitat satwa langka? Keberadaan titik api dianalisa dengan peta habitat, maka sebanyak 857 kebakaran itu terjadi di habitat Harimau Sumatra dan sisanya 253 berada di luar habitat. Dalam angka yang berbeda, bencana ini juga diyakini menjadi ancaman serius bagi habitat Gajah Sumatra dan satwa lainnya.
[0.9999998211860657, 7.110257627118699e-08, 6.867904289720173e-08]
2014-060-11.json
Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau
Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | Kebakaran hutan awal tahun ini adalah tekanan yang luar biasa bagi harimau Sumatra yang berdasarkan data pemerintah terakhir jumlah individu di alam liar hanya 400 ekor. Padahal ekspansi perkebunan sawit dan HTI lima tahun terakhir telah nyata mendorong satwa dilindungi ini ke jurang kepunahan.Selain melakukan analisa peta, Greenpeace juga melakukan pengecekan di lapangan yang dilakukan pada pekan lalu. Menurut Rusmadya, sejauh mata memandang, bekas hutan dan lahan yang tahun lalu terbakar hebat, kini telah menjelma menjadi perkebunan sawit baru. Setidaknya ini terlihat di perbatasan wilayah Bengkalis dan Rokan Hulu.“Memang tidak semua yang terbakar tahun lalu telah menjadi kebun. Tapi sebagian besarnya telah jadi kebun baru. Ini bisa dikatakan indikasi bahwa kebakaran hutan dan lahan itu memang bagian dari upaya persiapan lahan baru untuk perkebunan sawit. Kami melihat banyak bibit-bibit sawit yang baru ditanam dan berusia kuran dari satu tahun. Di kebun-kebun itu juga telah berdiri pos-pos sekuriti,” katanya.Menurutnya, jika memang kebakaran hutan ini adalah bagian dari persiapan lahan, maka ini adalah dugaan jelas bahwa kebakaran itu sengaja dilakukan. Dan harapan masyarakat adalah pemerintah saat ini benar-benar menegakkan hukum tanpa mengumbar janji lagi.Ia mengakui saat ini memang ada pejabat perusahaan perkebunan yang disidang untuk kasus kebakaran lahan, namun merurut Rusmadya ini belum cukup. Sebab pemerintah banyak menyebut nama-nama perusahaan yang diduga bertanggungjawab atas titik api di dalam konsesinya tahun lalu, namun hingga sekarang baru satu yang diajukan ke pengadilan.“Padahal regulasi kita jelas mengatur bahwa pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan  di areal kerjanya. Pemerintah harusnya bisa gampang menekan jumlah kebakaran lahan di konsesi perusahaan dengan undang-undang yang kita miliki,” tegas Rusmadya. [SEP]
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2015-070-03.json
Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana
Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana | [CLS] Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues, Provinsi Aceh, kondisinya mulai memprihatinkan. Hutan hijau tersebut tampak gundul akibat perambahan tak terkendali untuk lahan pertanian dan perkebunan.Gunawan Alza, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Aceh Tenggara dan Gayo Lues, Senin (23/3) menyebutkan, di Aceh Tenggara, luas TNGL yang rusak mencapai 10.000 hektar. Sementara di Gayo Lues, sekitar 2.500 hektar. “Data tersebut berdasarkan citra satelit,” jelasnya.Hal yang memprihatinkan adalah perambahan bukan hanya dilakukan oleh masyarakat tetapi juga pejabat daerah setempat. Beberapa orang telah divonis bersalah dan kebunnya disita. “Sekarang, mulai ada penurunan kegiatan, terutama sejak dilakukan penegakan hukum dan para perambah ditangkap.”Menurut Gunawan, guna mencegah terjadinya perambahan lebih luas, telah dilakukan juga kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. “Kerja sama yang dilakukan dengan USAID-IFACS (Indonesian Forest and Climate Support) atau program terpadu perubahan iklim, tata kelola hutan berkelanjutan, dan pengurangan emisi karbon di Aceh Tenggara dan Gayo Luwes ini bertujuan agar masyarakat benar-benar mandiri dan tidak merambah hutan.”Tisna Nando, Communication Officer USAID IFACS Aceh Region, mengatakan selama empat tahun ini USAID-IFACS bekerja di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Masyarakat yang menerima manfaat ekonomi langsung melalui strategi pembangunan rendah emisi karbon ini sekitar 9.178 orang. Rinciannya,  4.916 orang di Aceh Selatan, 3.764 orang di Gayo Lues, dan 498 orang di Aceh Tenggara.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-070-03.json
Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana
Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana | “Sementara itu, masyarakat dan pemerintah daerah yang menerima manfaat peningkatan kapasitas melalui pelatihan teknik pertanian, kehutanan, penghitungan karbon, ekowisata, hingga akses pasar berjumlah 4.323 orang. Mereka tersebar di  Aceh Selatan (2.233 orang), 1,466 orang di kabupaten Gayo Lues (1.466 orang), dan 624 orang di Aceh Tenggara” ujar Tisna.Bahkan, sambung Tisna, saat ini 145.866 masyarakat di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues sudah mengetahui tentang perubahan iklim dan perlindungan hutan yang dilakukan melalui ceramah ramadhan, khutbah Jumat, program radio, dan sosialisasi. “Kita berharap, kesadaran masyarakat meningkat dan kelestarian TNGL terus dijaga, yang tidak hanya penting bagi mereka tetapi juga untuk dunia,” ujarnya.Taman Nasional Gunung Leuser yang luasnya 1.095.592 hektar ini, secara administratif berada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Untuk wilayah Aceh yang berada di Aceh Tenggara, luasnya sekitar 376.104 hektar, sementara di Gayo Luwes sekitar 240.304 hektar.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-003-12.json
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | [CLS]  Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) melakukan kunjungan kerja ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama 4 hari mulai tanggal 14 hingga 17 Desember 2020.Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya mendukung usaha budidaya bambu yang kini dikembangkan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari di Kabupaten Ngada, NTT.Wamen LHK Alue Dohong menyatakan bahwa tujuannya ke Kabupaten Ngada untuk mengecek potensi hutan bambu yang telah dilakukan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari.“Bambu menjadi salah satu perhatian Bapak Presiden Jokowi  untuk dikembangkan menjadi green economy atau ekonomi hijau,” sebutnya dalam siaran pers yang diterima Mongabay Indonesia, Jumat (18/12/2020).Alue katakan bambu selain memiliki nilai ekonomi, juga mempunyai nilai lingkungan dan konservasi karena dapat menyerap karbondioksida yang disimpannya di akar, batang dan daun bambu.Dengan begitu, sebutnya, lingkungan setempat akan terasa dingin dan sejuk seperti di Kabupaten Ngada yang dingin ini pasti salah satu pengaruhnya karena peranan hutan bambu.“Kita berharap agar potensi bambu di Kabupaten Ngada yang luar biasa ini perlu didorong untuk menjadi bagian dari proses rehabilitasi daerah aliran sungai,” ucapnya.baca : Mengintip Rumah Bambu ala Masyarakat Ngada  Berbasis MasyarakatDalam kunjungan ke Kabupaten Ngada, Wamen LHK melihat secara langsung perkebunan bambu hingga proses produksinya. Ia mengatakan, pohon bambu mempunyai manfaat ekologi hingga industri.Dikatakannya, secara ekologi tanaman bambu mempunyai fungsi seperti meningkatkan volume air bawah tanah, konservasi lahan serta perbaikan lingkungan.“Bambu juga merupakan bahan bangunan tahan gempa. Secara industri, bambu sudah banyak digunakan secara tradisional maupun modern,” ungkapnya.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2020-003-12.json
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Alue menyebutkan,saat ini telah tertanam sekitar 8 ribu hektare dan KLHK menyediakan pembibitan 100 ribu bibit untuk tahun 2020 dan mudah-mudahan tahun 2021 dapat ditingkatkan lagi.Dirinya mengatakan bahwa, sebuah green village di Bali, rumah-rumah, hotel dan penginapan, semuanya terbuat dari bambu. Mulai dari atap, tiang, kamar tidur, tempat wastafel sampai toilet pun dilapisi bambu dengan kualitas yang sangat bagus.“Nilai ekonomi bambu sangat tinggi tidak hanya untuk furniture tapi mulai dari pembangunan rumah dan souvenir. Apalagi  NTT salah satu  provinsi yang dikembangkan destinasi pariwisata super prioritas di Labuan Bajo,” tuturnya.Alue berpesan, mestinya hotel-hotel, restoran ke depannya memakai produk-produk dari bambu yang sudah diolah sedemikian rupa dengan kualitas tinggi. Menurutnya peluangnya  terbuka lebar sehingga potensi hutan bambu di Kabupaten Ngada ini ke depannya dapat menjadi pusat bambu nasional.baca juga : Gunakan Peralatan Seadanya, Difabel Ini Hasilkan Aneka Kerajinan Bambu Berkualitas  Sedangkan Peneliti Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK Desy Ekawati kepada Antara di Kupang mengatakan KLHK menetapkan Kabupaten Ngada sebagai pusat unggulan untuk program 1.000 desa bambu.Menurut Desy kegiatan dilakukan sebagai suatu platform dalam mengembangkan dan memperkuat pemanfaatan bambu di Indonesia melalui industri bambu berbasis masyarakat.Koordinator Proyek Program 1000 desa bambu ini menyebutkan.program pemanfaatan bambu berbasis masyarakat ini dibangun dengan mekanisme “People Public Private Partnership” (4P) yang bergerak dari sektor hulu sampai hilir.“Kegiatan dimulai dari pengelolaan hutan bambu yang lestari dan pemanfaatan bambu sebagai bahan baku industri. Kegiatan ini merupakan program jangka panjang yang sudah dimulai dari 2015 dan akan berakhir pada 2040,” terangnya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-003-12.json
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Menurut Desy, di Kabupaten Ngada sudah ada 10 desa bambu di Kecamatan Golewa yang dijadikan sebagai pusat unggulan dan percontohan untuk daerah lain.Dirinya menerangkan pengolahan hutan bambu lestari berbasis masyarakat di Kabupaten Ngada sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini.Model pengembangan bambu  berbasis masyarakat ini diinisiasi Yayasan Bambu Lestari (YBL) bekerjasama dengan KLHK dan ITTO Bamboo Project dengan dukungan masyarakat setempat.“Pemerintah telah membangun Coomunity Learning Center, Sekolah Lapangan Bambu dan Sekolah Musik Bambu di desa Wogo, Kecamatan Golewa. Pemerintah juga membangun membangun pusat pengawetan bambu dengan proses belajar sekolah lapang sejak 2016,” paparnya.perlu dibaca : Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan  Meningkatkan Ekonomi MasyarakatPada kunkernya, Wamen Alue Dohong juga mengunjungi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Tujuh Belas Pulau di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Kawasan konservasi ini dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT dengan luas 7.303.16 hektare berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.3911/MENHUT-VII/KUH/2014.Kepala Balai Besar KSDA NTT Timbul Batubara menjelaskan TWAL tujuh belas pulau merupakan salah satu destinasi wisata alam di NTT.Timbul berharap destinasi wisata ini perlu  didukung semua pihak dalam hal pengembangannya agar bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.Dia menyebutkan sebagian besar pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau merupakan bukit dengan padang savana serta perairan laut yang jernih dan alami. “Keindahannya semakin lengkap dengan adanya biawak Komodo di Pulau Ontoloe serta hutan mangrove yang menjadi habitat ribuan kelelawar,” ungkapnya.Selama perjalanan ke destinasi wisata,Timbul mempresentasikan kepada Wamen LHK tentang “Blue Print Pengembangan Wisata Alam (Bahari) dan Pusat Konservasi Komodo”.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2020-003-12.json
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Alue memberi apresiasi dan berpesan agar potensi wisata yang ada di TWAL tujuh belas pulau dapat dikembangkan, dipetakan dan dikemas secara maksimal agar dapat mendongkrak sektor pariwisata dan meningkatkan ekonomi masyarakat di Riung.baca juga : Masyarakat di Sikka Menanam Bakau Saat Pandemi Corona. Apa Alasannya?  Penanaman Bakau BerhasilWamen Alue Dohong juga melakukan tinjauan ke lokasi padat karya penanaman mangrove (PKPM) di Desa Langkosambi Timur, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).Alue mengatakan bahwa PEN di NTT berhasil sebab penanaman yang telah dilakukan mencapai 631 hektare dari target semula 500 hektare dengan dukungan anggaran sebesar Rp13 miliar.“Anggaran tersebut telah direalisasi 99,9 persen, berarti program ini berjalan sukses di NTT karena seluruh anggaran terserap,” ucapnya.Alue memaparkan, untuk NTT program PEN melalui padat karya penanaman mangrove dilaksanakan di 17 kabupaten yang dikerjakan oleh 56 kelompok masyarakat atau 2.078 orang.Untuk program penanaman di Langkosambi Timur, sesuai laporan Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina, luasnya mencapai 50 hektare menggunakan pola pengkayaan 1.000 batang per hektare.Menurut Alue, ekosistem mangrove sangat penting yakni menyerap karbondioksida dan sebagai penyangga jika terjadi gelombang tsunami.Ditambahkannya,pengalaman tsunami di Aceh, kampung-kampung dengan kondisi mangrove yang bagus, kerusakan bangunan dan infrastruktur serta korban jiwa sangat kecil.Namun daerah-daerah yang mangrovenya dibuka seluruhnya untuk tambak, sebutnya,  kehancurannya justru sangat besar.Jadi sebetulnya mangrove ini sebagai buffer zone (zona penyangga) kalau terjadi gelombang tsunami,” ungkapnya.baca : Padat Karya Penanaman 600 Ribu Hektare Mangrove di 34 Provinsi Dimulai  
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-003-12.json
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya?
Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wakil Menteri LHK selama di Flores melakukan pertemuan dengan ibu-ibu pembibit bambu di Labuan Bajo dan peninjauan sistem Hutan Bambu Lestari.Dia juga melakukan penanaman pohon bambu dan tanaman sela di hutan bambu Turetogo, Mataloko serta peninjauan dan simulasi pengolahan bambu menjadi strip, stick dan pelet.Alue juga mengunjungi potensi wisata bahari pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau, Pulau Ontoloe, Pulau Rutong, Pulau Tembang, Pulau Tiga dan Pulau Tembaga.Selain itu, dia pun melakukan kunjungan ke lokasi kegiatan PEN Mangrove di Lengkosambi Timur dan peninjauan lokasi Agroforestry Bambu Kebun Rakyat.Tak ketinggalan Alue dan rombongan berkenan mengunjungi Kampung Adat Bena. Kampung adat ini merupakan salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Kota Bajawa.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-020-09.json
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | [CLS]   Tata kelola rekrutmen awak kapal perikanan (AKP) sampai saat ini dinilai masih menjadi masalah yang belum bisa diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Persoalan tersebut bisa muncul, karena sampai sekarang sistem rekrutmen masih belum menerapkan secara penuh transparansi dan keadilan.Akibat persoalan tersebut, tata kelola pengiriman AKP juga menjadi bermasalah dan terus berlangsung dari tahun ke tahun. Hal itu diakui oleh Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan.Dalam penilaian dia, pelaksanaan sistem dan mekanisme rekrutmen AKP di Indonesia selama ini masih berjalan sangat tidak transparan. Kondisi itu juga diperparah dengan adanya praktik penipuan kepada para calon tenaga kerja, serta dilakukan secara informal.“(Selain itu) ada juga praktik percaloan dan pungutan kepada calon awak kapal perikanan,” ungkap dia belum lama ini.Kelemahan tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung, meski Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021 yang salah satunya mengatur tentang Tata Kelola Awak Kapal Perikanan.Menurut Abdi Suhufan, kehadiran Permen KP 33/2021 seharusnya bisa menjadi penyempurna peraturan sebelumnya yang sudah ada dan diberlakukan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, karena Permen tersebut tidak mengatur tentang ketentuan rekrutmen AKP yang adil.Oleh karena itu, agar sistem dan mekanisme rekrutmen AKP bisa berjalan lebih baik lagi dan berlangsung adil, dia menilai perlu adanya pengaturan secara khusus yang diterbitkan oleh Pemerintah. Hal itu, untuk mengantisipasi jika perekrutan dilakukan langsung oleh pemilik kapal atau perusahaan dan juga mengantisipasi perekrutan yang dilakukan oleh agen.baca : Pekerjaan Rumah Pemerintah untuk Melindungi Awak Kapal Perikanan  
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-020-09.json
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Jika kondisi tersebut benar terjadi, maka semua pihak yang terkait harus bisa mengantisipasinya dengan baik. Contohnya, jika perekrutan dilakukan melalui agen, maka pemilik kapal atau perusahaan harus memiliki perjanjian atau kontrak tertulis yang resmi dan mencakup penyediaan layanan perekrutan.Dengan kata lain, pemilik kapal atau perusahaan harus bisa memastikan bahwa AKP yang mereka rekrut dan kemudian dilakukan penempatan oleh agen, sudah memahami dan menyetujui persyaratan kerja tanpa ada paksaan dari pihak lain.“Mereka secara sukarela dan tanpa ancaman hukuman,” tegas dia.Abdi Suhufan menyebut, kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi, jika KKP berani mengubah tata cara dalam memberikan perlindungan kepada AKP Indonesia. Namun, fakta yang ada justru KKP hanya mengubah sedikit aspek perlindungan kepada AKP saat melaksanakan operasi penangkapan ikan.Adapun, rincian Permen KP 33/2021 itu mengatur tentang logbook penangkapan ikan, pemantauan di atas kapal penangkapan ikan dan kapal pengangkut ikan, inspeksi pengujian, penandaan kapal perikanan, dan tata kelola pengawakan kapal perikanan.Dokumen peraturan yang tebalnya mencapai 307 halaman itu, disebut sebagai gabungan dari sejumlah peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya. Salah satu dari peraturan tersebut, adalah tentang tata kelola AKP.“Belum banyak berubah dalam aturan tersebut, karena hanya sedikit memperbaiki aspek perlindungan tenaga kerja yang terlibat dalam operasi penangkapan ikan,” terang dia.baca juga : Bagaimana Menata Kelola Pengiriman Awak Kapal Perikanan yang Tepat?  Beberapa waktu lalu, Moh Abdi Suhufan juga mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan perbaikan tata kelola AKP. Langkah tersebut mendesak untuk dilakukan, karena akan memperbaiki jaminan pekerjaan bagi AKP yang bekerja di kapal perikanan di dalam dan luar negeri.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2021-020-09.json
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Perbaikan tata kelola yang dimaksud, harus dimulai dari tahapan perekrutan, penempatan, repatriasi, sampai remedi. Semua tahapan tersebut, kemudian diperkuat dengan penerbitan rancangan peraturan pemerintah tentang penempatan dan perlindungan awak kapal niaga dan AKP.Dalam penilaian Abdi Suhufan, Pemerintah Indonesia perlu untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara yang menjadi tujuan bekerja para AKP dari Indonesia. Kerja sama itu harus spesifik dalam bentuk multi perjanjian.“Atau saling mengakui sertifikat AKP antara Indonesia dengan negara tujuan calon AKP bekerja,” terang dia. Rencana Aksi NasionalSelain itu, upaya perbaikan juga harus dilakukan dengan menyusun prorgam dan rencana aksi pengembangan sumber daya manusia AKP, terutama tentang kualifikasi dan kompetensi calon AKP. Juga, harus ada layanan pengaduan melalui saluran telepon khusus bagi AKP sudah bekerja.Terakhir, Pemerintah Indonesia harus melakukan pendataan keberadaan AKP Indonesia yang bekerja pada kapal perikanan di luar negeri. Upaya tersebut harus menjadi prioritas, karena bisa mendeteksi jumlah total AKP yang sudah bekerja hingga saat ini.Agar pendataan bisa cepat dan akurat, maka proses tersebut harus dilaksanakan dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga lain yang ada di Indonesia. Dengan demikian, pemantauan yang akan dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bisa lebih mudah dilakukan.perlu dibaca : Perlindungan Awak Kapal Perikanan Dimulai dari Daerah Asal  Peneliti DFW Indonesia Laode Hardian menjelaskan bahwa operasional AKP bergantung pada pergerakan dari kapal perikanan tempat mereka bekerja. Kapal-kapal tersebut, sampai saat ini operasionalnya masih dilakukan melalui pelabuhan resmi dan tangkahan.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-020-09.json
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Saat melakukan operasi penangkapan ikan, tidak sedikit kapal perikanan ada yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku di negara yang berkaitan. Kapal-kapal tersebut seharusnya bisa memenuhi aspek perizinan, pengawakan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), dan logistik yang cukup.Karena ada kapal perikanan yang tidak memenuhi aspek-aspek yang disebut di atas, maka kemudian akhirnya timbul masalah di atas kapal antara AKP, nakhoda, pemilik kapal, dan atau dengan perusahaan. Masalah-masalah tersebut bisa muncul kapan saja, tanpa mengenal waktu dan situasi.Agar bisa dicegah beragam potensi masalah di atas kapal, maka perlu dibuat mekanisme yang kuat dan tegas, serta melakukan inspeksi bersama di atas kapal dengan melibatkan para pihak yang berkaitan. Langkah tersebut untuk menciptakan kondisi kerja yang layak di atas kapal dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, serta terpenuhinya aspek K3 yang diperlukan di atas kapal.“Inspeksi bersama ini perlu dilakukan oleh otoritas Syahbandar Pelabuhan Perikanan, unit kerja Ketenagakerjaan dan unit kerja Perhubungan,” papar dia.Kebutuhan melaksanakan inspeksi bersama tersebut, seharusnya menjadi salah satu bagian yang ada dalam Permen KP 33/2021. Namun sayang, KKP dinilai sudah abai karena justru tidak melakukan terobosan dengan memuat mekanisme inspeksi bersama (multidisiplinery).Bagi Laode Hardia, ketiadaan inspeksi bersama di atas kapal perikanan yang selama ini terjadi, bisa menyebabkan banyak kecelakaan kerja, kasus pelanggaran ketenagakerjaan, dan penelantaran AKP di atas kapal ikan domestik.baca juga :Moratorium Pengiriman Awak Kapal Perikanan Harus Diwujudkan  Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini pada kesempatan berbeda mengatakan, bekerja di atas kapal penangkap ikan memang memiliki risiko yang tinggi dibandingkan jika bekerja dengan profesi yang lain.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-020-09.json
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Fakta tersebut menuntut para calon AKP yang akan bekerja di kapal perikanan harus memiliki kompetensi dan keterampilan yang mumpuni. Kemampuan tersebut akan memberikan manfaat saat bekerja, mengingat kondisi pekerjaan di kapal perikanan memiliki tingkat kesulitan tinggi dan berbahaya.Selain faktor di atas, profesi AKP sangat berisiko tinggi dan berbahaya, karena kapal yang beroperasi didominasi berukuran kecil, dan itu akan sangat berbahaya jika berlayar pada perairan dengan gelombang tinggi, serta cuaca yang tidak menentu.“Berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan pada saat melakukan kegiatan operasional penangkapan ikan,” ungkap dia dalam siaran pers KKP, pekan lalu.Pernyataan yang diungkapkan Muhammad Zaini tersebut muncul berkaitan dengan kecelakaan KM Hentri-I di perairan laut sekitar Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku pada 3 September 2021. Kecelakaan tersebut mengakibatkan sebanyak 27 AKP dinyatakan hilang.Tentang perlindungan AKP, sebelumnya sudah dijanjikan oleh Pemerintah Indonesia. Bahkan, Rencana Aksi Nasional Perlindungan Pelaut dan AKP (RAN PPAKP) juga disiapkan untuk menjadi sumber hukum perlindungan kepada para AKP yang sedang bekerja di kapal perikanan di dalam dan luar negeri.Sementara Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo, beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa penyusunan dokumen RAN PPKAP menjadi kebutuhan yang mendesak untuk saat sekarang.s“Menyikapi adanya banyak kasus penelantaran pelaut dan awak kapal perikanan di luar negeri, kita terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola perlindungan pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia,” jelas dia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-020-09.json
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan
Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Basilio mengungkapkan, penyusunan RAN PPAKP dilakukan dengan tujuan untuk memastikan Negara senantiasa hadir dengan memberikan perlindungan yang layak dan wajar kepada setiap warga Negara Indonesia (WNI) secara umum, utamanya yang bekerja di subsektor perikanan tangkap.“Baik itu yang bekerja di dalam, maupun di luar negeri,” tambah dia. **** Keterangan foto utama : Ilustrasi. Nelayan menangkap ikan dengan pancing huhate (pool and line). Foto : PT PBN/Mongabay Indonesia   [SEP]
[0.007496183272451162, 0.49611595273017883, 0.49638786911964417]
2013-007-01.json
Munirah, Si Gajah Sumatera Penghuni Baru PKG Saree
Munirah, Si Gajah Sumatera Penghuni Baru PKG Saree | [CLS] Rahmat, tampak sabar menuntun teman baru, yang bakal menghuni  Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree, menuju truk. Pelahan, didampingi pawang, Rahmat menarik tali pengikat Munirah, begitu ia diberi nama. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ini ditangkap warga Dusun Krueng Tuan, Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh Timur pada 13 November  2013. Ia terpisah dari kawanan saat diusir agar masuk hutan.Setelah sempat dipelihara warga beberapa hari, Munirah dievakuasi tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh ke PKG Saree 16 November 2013. Munirah mudah didekati, tak seperti gajah liar lain.  Kondisi kesehatan gajah yang diperkirakan berumur enam tahun ini cukup baik, meski ada bengkak di kaki.Kini, Munirah menjadi penghuni PKG Saree bersama puluhan gajah jinak lain. Ia diasuh pawang atau mahout bernama Iwan dan masih dampingan gajah Rahmat. Munirah dalam proses penjinakan.Nurdin, Ketua PKG Saree mengatakan, Munirah merupakan gajah liar kelima yang terpaksa dievakuasi ke PKG Saree sejak 2008.  Meskipun saat ini BKSDA tidak lagi menangkap gajah liar yang berkonflik dengan warga.“Kami terpaksa mengevakuasi gajah-gajah yang ditangkap warga karena merusak kebun,” katanya saat evakuasi.Munirah kehilangan kawanan dan ditemukan sendiri di perkebunan sawit warga. Munirah kelaparan. Ia memakan tanaman sawit dan coklat serta sempat merusak rumah seorang warga. Awalnya,  warga minta ganti rugi biaya perawatan gajah kepada tim BKSDA yang menjemput. Akhirnya diserahkan sukarela setelah warga khawatir kondisi kesehatan Munirah memburuk dan makin lemas.Saat ini, konflik gajah dan manusia makin tinggi di Aceh akibat kerusakan hutan yang menjadi habitat gajah. Konflik gajah terjadi hampir merata di semua kawasan daerah dataran rendah yang berdekatan dengan hutan. Aceh merupakan habitat utama gajah Sumatera yang diperkirakan lebih dari 500 ekor. [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2016-039-12.json
Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir
Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | [CLS] Pemerintah Indonesia melibatkan nelayan tradisional untuk melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan di seluruh Indonesia. Keterlibatan tersebut, akan memberi keuntungan secara bersama kepada nelayan maupun Pemerintah. Dengan demikian, konservasi di kawasan laut Indonesia juga bisa berjalan tanpa hambatan.Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, keterlibatan nelayan tersebut menjadi langkah bagus untuk melaksanakan konservasi secara nasional di kawasan perairan. Termasuk, untuk mewujudkan target kawasan konservasi laut seluas 20 juta hektare pada 2020.“Saat ini baru 17,3 juta hektare yang sudah terwujud. Jika saat ini kita semua berkomitmen untuk melakukan konservasi, maka pada 2020 nanti akan terwujud 20 juta hektare,” ucap Brahmantya kepada Mongabay, akhir pekan lalu.Untuk saat ini, kawasan yang masuk dalam program konservasi laut, kata Tya, adalah di Pulau Weh (Aceh), Pulau Seribu (Jakarta), Laut Sawu (Nusa Tenggara Timur), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi, dan Pulau Pieh.“Di bentang laut Anambas saja, sedikitnya ada 1,7 hektare untuk konservasi, belum lagi di kawasan lain. Ini akan ada penambahan site lagi. Karena target itu adalah 20 juta hektare pada 2020 nanti,” ungkap dia.Keterlibatan nelayan tradisional tersebut, menurut Tya, akan dipandu melalui buku pedoman khusus yang diterbitkan oleh KKP. Dalam pedoman tersebut, akan dipandu bagaimana nelayan bisa tetap memanfaatkan wilayah perairan untuk perikanan tangkap dan budidaya, tapi sekaligus juga bagaimana mengelolanya sehingga konservasi laut tetap berjalan.“Kawasan konservasi merupakan instrumen penting untuk menjaga habitat utama atau spawning and nursery ground yang ada di lautan. Karenanya kita libatkan semua pihak untuk menjaganya,” jelas dia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2016-039-12.json
Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir
Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Dengan dilibatkannya nelayan tradisional, Tya berharap tabungan ikan akan ada lagi. Hal itu, sejalan dengan harapan Indonesia untuk terus melipatgandakan tabungan ikannya di seluruh wilayah perairan. Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini menjadi negara yang dikenal luas karena memiliki tabungan ikan paling banyak di dunia.Karena keterlibatan nelayan baru mulai dilaksanakan, Tya tidak bisa menjanjikan kapan harapan konservasi bisa benar-benar dilaksanakan secara penuh dan dipahami oleh semua nelayan. Namun, dia optimis, dengan adanya buku panduan, para nelayan akan cepat memahami dan menerapkannya langsung.“Dalam panduan tersebut, tidak hanya dibahas sistemnya, tapi juga secara teknis dibahas bagaimana mencari ikan yang benar dan berkelanjutan. Alat tangkap apa yang pantas digunakan di masing-masing wilayah perairan, dan lain sebagainya,” tutur dia.Zona Perikanan BerkelanjutanBrahmantya lebih lanjut menjelaskan, kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan oleh masyarakat lokal maupun tradisional, dilakukan di dalam zona perikanan berkelanjutan Kawasan Konservasi Perairan sesuai dengan peruntukannya.“Pengalokasian sebagian zona perikanan berkelanjutan tersebut bagi masyarakat lokal dan tradisional, merupakan bentuk kepedulian Pemerintah pada nelayan skala kecil yang ada di seluruh wilayah,” sebut dia.Menurut Tya, cara seperti itu sudah banyak dilakukan di negara lain dan itu bisa membantu negara tersebut menjaga ketahanan pangan, sumber mata pencaharian nelayan, dan memperbaiki kondisi sumber daya ikan yang lebih baik lagi.“Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir itu mencapai 132 juta orang, sehingga perlu langkah signifikan untuk mengamankan laut Indonesia untuk menuju perikanan berjelanjutan,” kata dia.“Pedoman ini kita berikan kepada masyarakat untuk membuat komitmen baru. Karena, pada kenyataannya, illegal fishing di kawasan kecil itu juga ada. Itu harus dihilangkan,” tambah dia.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-039-12.json
Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir
Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Agus Dermawan menjelaskan, dalam pengelolaan kawasan konservasi harus ada pembagia porsi yang jelas untuk orang-orang yang tinggal di kawasan pesisir. Hal itu, karena konservasi itu sifatnya tidak single use, melain multiple use.“Konservasi itu tidak hanya untuk perlindungan saja, tapi juga untuk pemanfaatan, seperti perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari dan itu harusnya memperhatikan masyarakat pesisir. Mereka harus diperhatikan karena merekalah yang merasakan manfaatnya,” ucap dia.Pada kesempatan sama, Policy Director RARE Indonesia Arwandrija Rukma menjelaskan, karena wilayah perairan Indonesia sangat luas, sudah selayaknya zona larangan tangkap perikanan diatur dengan jelas dan ditaati oleh nelayan serta masyarakat lokal.“Limpahan ikan bisa dirasakan dan dimanfaatkan bagi nelayan dan masyarakat lokal yang ingin menjaga kelestarian alam,” tutur dia.Arwandrija mengatakan, sebelum pedoman diterbitkan, pihaknya ikut terlibat dalam melakukan organisasi kebutuhan untuk nelayan dan masyarakat lokal. Keterlibatan di 15 site terebut, dilakukan untuk mencari konsep ideal yang bisa diterapkan dalam mewujudkan konservasi perairan oleh nelayan kecil dan masyarakat lokal.“Pedoman ini menyediakan petunjuk untuk nelayan dalam melakukan asesmen perikanan. Apa yang bisa dikelola, apa alat tangkapnya. Ini secara teknis ada dalam pedoman,” papar dia. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-005-20.json
Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang
Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | [CLS]   Pohon aren atau enau [Arenga pinnata] dari Suku Arecaceae, adalah tumbuhan palma selain kelapa. Tanaman ini banyak memiliki manfaat, tidak hanya untuk kehidupan manusia, tapi juga untuk satwa liar dan penting bagi ekosistem lingkungan.Pohon ini umumnya berdiameter 65 sentimeter dengan tinggi bisa mencapai 25 meter. Persebarannya ada di Indonesia dan beberapa negara lain seperti Filipina, Malaysia, Laos, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Thailand, Srilanka, dan India.Pohon aren memiliki buah yang unik, yang berada di tangkai dengan jumlah cukup banyak. Namun, jangan coba-coba untuk memakan langsung buahnya tanpa diolah secara khusus. Ini dikarenakan getah dari kulit buahnya sangat gatal.Baca: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia  Di Provinsi Aceh, pohon aren tumbuh hampir di semua kabupaten/kota yang umumnya berada dekat sungai, atau di lereng bukit pada ketinggian 500-1.200 mdpl. Bagi masyarakat, memanfaatkan pohon ini untuk diambil airnya yang berada di tangkai buah. Biasanya disebut air nira.Selain air nira yang diperoleh dengan cara menyadap melalui tangkai, masyarakat juga memanfaatkan buahnya yang dinamakan kolang-kaling. Juga, serabut hitan di batang pohon bagian atas yang dikenal dengan nama ijuk untuk dijadikan sapu.Baca: Rukam, Pohon Berduri yang Digunakan Melawan Tentara Belanda  Usman Ali, masyarakat Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, mengatakan, selama ini masyarakat Samar Kilang juga keseluruhan masyarakat Aceh masih memanfaatkan pohon aren, untuk diambil air nira serta buahnya.“Pohon aren tumbuh subur di pinggir sungai atau lereng bukit yang banyak air. Sejauh ini, belum ada masyarakat yang membudidayakannya, karena pohon ini tumbuh sendiri,” ujarnya, akhir November 2021.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2021-005-20.json
Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang
Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | Usman Ali mengatakan, air nira yang diambil itu, lantas direbus dan diolah menjadi gula aren. Sebagian juga ada yang dijadikan manisan aren. Pohon ini sangat penting untuk ekosistem. Akarnya yang kokoh, dalam, dan tersebar bermanfaat sebagai penahan erosi tanah.“Saya lihat, bila ada pohon aren di tebing sungai maka tanahnya tidak longsor,” ungkapnya.Baca: Buah Nangka dan Cempedak, Serupa tapi Tak Sama  Erdi Surya, M, Ridhwan, Armi, Samsiar dan Jailani, pengajar di Universitas Serambi Mekkah, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, dalam makalah di Jurnal Bionatural 2018 berjudul “Konservasi Pohon Aren Dalam Pemanfaatan Nira Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Desa Padang, Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues” menjelaskan, dengan banyaknya pemanfaatan pohon aren, jika tidak ada upaya penyelamatan, maka akan mengancam pohon tersebut.“Masyarakat banyak yang memanfaatkan aren untuk kegiatan industri rumah tangga. Tanpa upaya peremajaan, dikhawatirkan akan menyebabkan populasi aren semakin terancam,” jelas Erdi Surya dan kawan-kawan.Upaya konservasi pohon aren sangat diperlukan, mengingat banyak manfaat yang didapat. Saat ini, dengan adanya teknologi, nira aren dapat dibuat sebagai sumber biofuel.“Pemanfaatan aren yang meluas dikhawatirkan akan menyebabkan kelangkaan, mengingat umur panennya antara usia 7-12 tahun,” katanya.Baca: Kapur Barus, Pohon Kamper, dan Kejayaan Nusantara  Hasil penelitian menunjukkan, selama ini masyarakat hanya memanfaatkan pohon aren yang tumbuh alami. Sementara, penyebaran buahnya untuk kembali tumbuh hanya dilakukan oleh musang.“Bahkan, upaya penyelamatan pohon aren dengan menanam kembali selalu gagal karena pengetahuan masyarakat yang terbatas.”Dalam penelitian tersebut, Erdi juga menyarankan agar pemerintah membantu masyarakat, sehingga budidaya pohon aren bisa dilakukan.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-005-20.json
Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang
Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | “Hal ini penting bukan hanya membantu perekonomian masyarakat, tapi juga agar lingkungan terjaga dan meminimalisir terjadinya bencana alam,” jelasnya.   [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-056-10.json
Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”
Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | [CLS]  Ada yang berubah di Desa Rantau Kermas. Sekarang warga bisa menikmati listrik energi air yang dulu dipasok tenaga dari mesin diesel. Di masa lalu mereka hanya bisa menggunakan listrik untuk penerangan di malam hari. Jika ada alat elektronik, itu pun hanya bisa untuk sebuah televisi saja.Desa ini menggantungkan harapan pada pembangkit listrik bertenaga mikro hidro (PLTMH). Hutan menjadi urat nadi bagi sumber air. Hutan yang utuh menjamin debit air yang stabil dan cukup untuk turbin penggerak listrik.“Iyo, sejak 2017 lah tambah besar daya PLTMH kami,” sebut mak Nova.  “Kini listrik lah idup 24 jam, kecuali [kadang] hari Minggu. Setengah hari dak idup karena nak bersih-bersih di gardunyo.” Dia adalah salah satu warga asli Rantai Kermas.Baca juga: Mengasuh Pohon, Menjaga Pasokan Listrik Mikro HidroDesa Rantau Kermas berada di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Dari ibukota kabupaten butuh waktu empat jam perjalanan darat untuk mencapai lokasi ini.Program mandiri energi ala PLTMH memang merupakan satu cerita sukses warga Rantau Kermas. Mereka mampu memanfaatkan potensi alam, khususnya hutan tanpa harus merusaknya. Hutan ini membentang sisi selatan dan utara desa, sejajar dengan Sungai Batang Langkup.Berdasarkan hasil identifikasi dan survey yang dilakukan warga, ada lebih 1.000 pohon diameter 60 cm di dalam kawasan hutan ini.  Hutan Adat Rantau Kermas seluas 130 hektar sudah mendapat pengukuhan dari Kementerian LHK lewat Surat Keputusan Nomor 6745/MENLHK-PSKL/KUM-1/12/2016. Setelah sebelumya mendapat pengukuhan legalitas dari Bupati Merangin tahun 2015.Hutan inilah yang menjaga daerah aliran sungai dapat berfungsi dengan baik. Hasan Apd, Kepala Desa Rantau Kermas, mengatakan penduduk lokal beruntung memiliki hutan adat yang masih utuh.“Secara turun temurun, nenek moyang kami melarang penebangan hutan  yang menjadi hulu sungai dan sumber mata air,” katanya.
[0.00023018968931864947, 7.6199598879611585e-06, 0.9997621774673462]
2019-056-10.json
Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”
Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Sejak tahun 1999, denda adat telah diberlakukan kepada seluruh warga Desa Rantau Kermas. Warga yang menebang satu pohon di hutan adat, diwajibkan menanam lima pohon, ditambah satu ekor ayam dan beras satu gantang.Bahkan sekarang denda adat ini direvisi, -menjadi lebih berat. Dendanya, beras 20 gantang, satu ekor kambing dan uang lima juta rupiah.  “Semua dituangkan dalam peraturan desa terkait dengan larangan penebangan hutan,” katanya.Desa Rantau Kermas merupakan salah satu desa yang tergabung dalam marga Serampas, yang terdiri dari lima desa, yaitu Renah Kemumu, Tanjung Kasri, Lubuk Mentilin, Renah Alai dan Rantau Kermas. Masyarakat di sini biasa menyebut dirinya Orang Serampas.Setelah PLTMH berfungsi, hasilnya amat bermanfaat bagi masyarakat. Khususnya secara ekonomi.Kepala Pengelola PLTMH Rantau Kermas, Mustera Wendy, menyebut biaya langganan Rp50 ribu per bulan. Secara 24 jam,  PLTMH bisa mengaliri listrik secara kontinyu kepada 127 rumah di Rantau Kemas.“Sesuai Peraturan Desa, besarnya tarif listrik sudah disepakati berdasarkan [penggunaan] pemakaian pemutus sirkuit listrik, Miniature Circuit Breaker (MCB). Harga patokan, C1 Rp50 ribu, C2 Rp60 ribu, C4 Rp80 ribu, C8 Rp120 ribu, dan C10 keatas Rp 150ribu,” tambahnya.Hasil pungutan pajak listrik dikelola oleh pengurus PLTMH yang ditunjuk saat rapat desa. Pungutan digunakan untuk honor pengurus bulanan, yaitu bendahara, operator, mekanik dan kolektor. Biaya operasional dan perawatan mesin PLTMH.Setiap akhir tahun, pengelola PLTMH menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan PLTMH. Laporan pertanggungjawaban biasanya dilakukan pada saat rapat desa yang dihadiri sebagian besar masyarakat desa setempat.Pembayaran tagihan listrik dilakukan setiap hari Jumat setiap awal bulan. “Kalau ada yang belum bayar kami kasih surat kepada yang bersangkutan. Lalu menagihnya di setiap pertemuan desa dan keagamaan,” kata Mustera.  Aturan Adat
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]