filename
stringlengths 16
16
| title
stringlengths 22
107
| text
stringlengths 132
2.1k
| softlabel
stringlengths 15
740
|
---|---|---|---|
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | [CLS] Di Jakarta, Bupati Merauke, Bupati Boven Digoel, warga calon penerima plasma dan Korindo adakan pertemuan. Di Merauke, warga protes dan tolak sawit. Warga di Merauke, tambah berang kala ada pertemuan dengan perwakilan yang mengatasnamakan masyarakat, seolah-olah semua warga menerima kehadiran perusahaan sawit. Pagi itu, di bilangan Jakarta Pusat, berlangsung pertemuan ‘para pihak’ antara Bupati Merauke, Bupati Boven Digoel, perwakilan warga kedua daerah calon petani plasma, Hamdani, anggota Komisi IV DPR RI dan perwakilan perusahaan sawit, PT Korindo Grup.Dalam pertemuan itu bahasan banyak menyangkut komitmen memberikan 20% konsesi Korindo kepada masyarakat sebagai petani plasma, tetapi terhambat komitmen moratorium hutan perusahaan. Mereka menuding, hambatan perusahaan buka lahan—termasuk plasma—karena tekanan lembaga swadaya masyarakat/ organisasi masyarakat sipil.“Kami tak mau ada intimidasi dari LSM. Pengelolaan koperasi harus dibuka,” kata Richard Nosal Kuola, tokoh masyarakat Digoel Atas, dalam pertemuan 24 Juli 2017 itu.Baca juga: Investigasi Ungkap Korindo Babat Hutan Papua dan Malut jadi Sawit, Beragam Masalah Ini MunculDia meminta perusahaan segera membuka lahan-lahan plasma. Dia menyangka, penyetopan pembukaan lahan perusahaan karena ulah lembaga swadaya masyarakat.Serupa dikatakan Imanuel Gebze, warga dalam konsesi PT Dongin Prabawa, Merauke mengatakan, koperasi buka sejak 2016. Kini, mereka menanti pembukaan kebun plasma. “Kami tolong minta dibuka.”Frederikus Gebze, Bupati Merauke, usai pertemuan di Jakarta mengatakan, pemerintah daerah terbuka bagi investor. Dengan investor, katanya, mereka dapat manfaat dan kesejahteraan. Dia kesal dengan lembaga nonpemerintah (non government organization/NGO) yang merilis laporan deforestasi dalam konsesi Korindo. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | “Milik hak warga. Hak dusun, 20% biar kelola tetapi tak bisa dilakukan karena penyampaian dari NGO yang seakan-akan ada deforestasi. Seakan-akan membahayakan. Perusahaan mau membuka (lahan) tapi tak bisa,” katanya.Dia mendesak pembukaan lahan plasma dan moratorium perusahaan setop. “Hentikan omelan bicara atas nama hutan. Lebih baik masyarakat diberdayakan kelola alam. Suatu saat kan bisa tanam kembali dan lain-lain. Prinsip kami berikan dan tunggu kebijakan dari Korindo,” ucap Gebze.Sebagai bupati, dia sudah tandatangani pembentukan koperasi sejak 2016. Sudah ada empat dan setiap koperasi, pemerintah Merauke memberikan stimulan Rp300 juta.“Apalagi yang jadi persoalan. Koperasi sudah diberi oleh pemda. Lahan tinggal dberikan ke masyarakat agar kelola.”Gebze berangan, koperasi akan menjadi pemasok beragam keperluan hidup perusahaan, termasuk jadi penyedia tenaga kerja.Menyadari banyak ‘sumbatan’ investasi, pada pertemuan ini juga mendeklarasikan forum investasi Merauke dan Boven Digoel.“Kami bentuk forum investasi di wilayah Merauke agar segala sesuatu yang sangkut perkembangan dan info keberlangsungan investasi dapat didiskusikan semua orang, termasuk LSM dan seluruh stakeholder berkepentingan,” katanya.Dengan forum investasi itu, harapannya, kalau ada hambatan, atau masalah seputar investasi di kedua wilayah, bisa diskusikan bersama-sama.Ungkapan Benediktus Tambonop, Bupati Boven Digoel, tak jauh beda dari Bupati Merauke. Papua , katanya, merupakan daerah luas sekali, sekitar tiga kali Pulau Jawa.Dengan kekayaan besar, katanya, daerah tak mampu mengelola sendiri. “Kami sangat butuhkan investasi. Kalau ada bupati di Papua yang tak mau investasi itu sangat aneh. Kami perlu investasi. Investasi positif, saling menguntungkan antara investor dan masyarakat. Itu yang kita butuhkan,” katanya. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Selama ini, katanya, investasi masuk mendatangkan pasar bagi masyarakat. Sebagian besar, kebutuhan perusahaan diperoleh dari masyarakat sebagai penyedia beras, telur dan lain-lain.Dia bilang, terima investor salah satu cara orang Papua ingin berubah. Dulu, katanya, Orang Papua, pakai koteka dibilang ketinggalan zaman. Sekarang mau maju dengan memberikan sebagian lahan buat investasi, tak boleh.“Kami mau berubah terus apa masalahnya buat LSM atau NGO? Kami tak jual tanah orang lain. Kami tak berikan dusun orang lain.”Dalam menarik investasi, katanya, pemerintah tak pakai pola lama, keputusan dari pemerintah. “Sudah berubah. Investor masuk harus setuju warga dulu baru pemerintah tanda tangan. Saya pikir itu tugas pemerintah buat lindungi masyarakat,” katanya.Dia bilang, tak anti LSM tetapi kalau menyampaikan suatu hal mesti ada tawaran solusi. “Mari datang ke tempat kami… kalau ada solusi masyarakat kami pikir tak ada masalah. Mereka diperintah jaga hutan. Kalau hanya bicara-bicara saya pikir hentikan saja karena tak selesaikan masalah masyarakat kami. Yang benar itu beri solusi…,” ucap Tambonop.Pastor Felix Amias dari anggota Missionariorum Sacratissimi Cordis (MSC) juga hadir dalam pertemuan itu. Dia bilang, kalau ada masalah, terpenting cari solusi. Dia bilang, NGO perlu ada sebagai alat kontrol tetapi tak bisa sebagai penentu keputusan. “Kalau masyarakat sudah sepakat, perusahaan sudah ada izin resmi, jalan saja.”Dia cerita pengalaman di kampungnya kala investor akan masuk. “Saya bertanya kepada mereka, kamu mau tempat ini dibangun atau tidak?Felix melihat, kala itu memang ada ketakutan warga akan hilang hutan tempat hidup dan budaya mereka. “Misal, kalau tebang hutan buat perkebunan harus atur hutan yang ditinggalkan agar masyarakat bisa tetap hidup. Bisa ambil kayu bakar dan lain-lain juga budaya. Perlu ada kesepakatan. Ini tawaran solusi ketakutan itu,” katanya. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Felix bilang, kalau ada kritikan harus melihat sisi positif dan negatif. “Kalau negatif lebih banyak itu harus dikoreksi. Namanya pembangunan pasti ada dikorbankan. Tak ada pembangunan tanpa pengorbanan. Tapi kurangi korbannya. Kerugian sekecil mungkin.” Surat wargaSebelum pertemuan di Jakarta, beberapa masyarakat adat di Kabupaten Merauke, membuat pernyataan sikap mendukung perusahaan sawit. Ada yang tulis tangan pakai kertas dari buku bermerek “Mirage” maupun kertas HVS. Ada juga pakai ketikan.Mereka merupakan masyarakat di lingkaran perusahaan PT Dongin Prabhawa, anak perusahaan Korindo ini minta lahan masyarakat (plasma) bisa dibuka dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di dalam negeri maupun luar negeri tak protes kepada perusahaan sawit.Ada dari masyarakat Kampung Nekias, Distrik Ngguti, tertanggal 2 Juli 2017. Mereka yang bertanda tangan adalah Sekretaris Kampung; Simon Walinaulik, Perwakilan Adat; Demianus Blamen, Dewan Majelis Gereja; Matheus Walinaulik, dan Wakil Ketua Koperasi Iska Bekai; Abraham Yolmen.Dalam surat itu, mereka menyatakan, pembangunan kebun bagi masyarakat kewajiban perusahaan hingga diharapkan pemerintah mengambil langkah agar perusahaan segera merealisasikan pembangunan plasma.“Kami ingin segera memiliki kebun sawit untuk kesejahteraan kami ke depan.”Selain itu, mereka menolak campur tangan dari pihak luar yang mengatasnamakan organisasi sosial yang bertujuan menggagalkan pembangunan kebun masyarakat. Mereka menganggap itu menghalangi peningkatan martabat dan kesejahteraan warga pemilik hak ulayat.“Kami yang memiliki hutan, bukan orang atau pihak lain.”Masyarakat juga sudah memiliki koperasi serba usaha yang diberi nama “Iska Bekai” lengkap dengan perizinan dari pemerintah daerah. Mereka berharap, pemerintah dapat memberikan kemudahan kepada perusahaan untuk membuka hutan demi pembangunan kebun sawit masyarakat. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Pemerintah dan perusahaan diminta tak mendengar organisasi masyarakat yang bersifat menghasut dengan alasan menyelamatkan lingkungan.“Kami yang harus diselamatkan dari kehidupan pola lama menjadi manusia baru,” tulis warga.Dari Kampung Yalhak, pernyataan ditandatangani sektretaris kampung: Sefnat Mahuze, tokoh adat: Yulianus Yaimahe, tokoh agama: Charles Yaimahe, sekretaris II koperasi Iska Bekai: Melianus Kaize.“Kami tidak sepaham dengan masuknya LSM atau NGO yang menekan perusahaan PT Dongin Prabhawa, hingga berakibat terhentinya pembukaan lahan termasuk pembangunan kebun masyarakat. Kami sebagai pemilik hak ulayat yang harus diperhatikan.”Mereka berharap, pemerintah kabupaten Merauke membantu menyelesaikan permasalahan tekanan LSM kepada perusahaan ini, dengan memfasilitasi pembukaan hutan untuk perusahaan dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan warga.Dalam surat itu, sembilan marga yang tergabung dalam areal PT Dongin Prabhawa menulis, mereka sudah pernah studi banding ke Sumatera Barat dan ingin mengubah hidup seperti saudara-saudara di luar Papua.“Saya Ketua Marga Gebze Dinaulik sangat mengharapkan supaya jangan ganggu kami. Kami mau maju,” tulis Simon Kumbu Dinaulik. Pertemuan aneh John Gobai, dari Koalisi Peduli Korban Investasi di Tanah Papua angkat bicara. Dia mengatakan tindakan pemerintah daerah dengan menggelar pertemuan di Jakarta merupakan hal aneh dan bertentangan dengan UU Nomor 21/2001, tentang Otonomi Khusus Papua.“Bagi saya ini aneh dan pola lama. Yang benar itu bicara di kampung. Biar mau ribut kah, mau berdebat atau bermusyawarah, tetap dilakukan di kampung. Jangan kooptasi hak masyarakat adat,” katanya.Tanah itu, katanya, memang milik Marga Gebze, Kaize, Mahuze, dan seterusnya, termasuk Bupati Frederikus Gebze. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Namun dia mengingatkan, jabatan bupati hanya lima tahun, sementara masyarakat hidup berpuluh-puluh tahun. Sebaiknya, tetap juga mendengarkan suara yang protes sawit.Soal pernyataan sikap masyarakat adat dan surat kepada LSM agar tak mengganggu perusahaan membuka lahan plasma di ulayat mereka, katanya, biasa terjadi di berbagai tempat.Dia balik bertanya,”Apakah orang Papua bisa mengelola sawit atau justru menguntungkan petani sawit asal non Papua?”Gobai bilang, dimana-mana investasi pasti ada pro dan kontra. “Itu memang tercipta dan diciptakan. Bupati harusnya jadi mediator aktif untuk semua masyarakat, bukan malah berat sebelah,” katanya.Bagi dia, orang yang menerima sawit adalah yang masih merasakan manisnya investor. “Yang merasakan pahit belum sekarang, yang menderita mendapatkan pahit itu justru anak dan cucu mereka.” ***Korindo lewat sayap perusahaan, PT Tunas Sawaerma (TSE) bikin komitmen moratorium, seperti terpantau dari website Musim Mas, salah satu pembeli sawit Korindo.Dalam website itu, menyebutkan, pada 10 November 2016, TSE, memperpanjang kajian moratorium dan mempublikasikan pemberhentian pengembangan lahan melibatkan PT Tunas Sawaerma, PT Berkat Cipta Abadi dan PT Dongin Prabhawa.Awal mulai, TSE bikin kebijakan moratorium pengembangan lahan baru pada 9 Agustus 2016. Pada Oktober 2016, TSE mempublikasikan kebijakan keberlanjutan baru. Kebijakan ini mencakup kegiatan operasional di Indonesia yang langsung dikelola TSE.Pada 1 September 2016, tiga organisasi merilis laporan berjudul, Burning Paradise: Palm Oil in The Land of the Tree Kangaroo. Ketiga organisasi ini, adalah Migthy, organisasi kampanye lingkungan global dan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung (SKP-KAMe), merupakan kelompok kemanusiaan di Merauke, Papua. Juga Yayasan Pusaka, adalah organisasi nirlaba di Indonesia, dengan fokus riset dan advokasi hak-hak masyarakat adat. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Riset mereka sejak 2013 hingga Juni 2016, dengan menelusuri fakta-fakta Korindo ini lewat citra satelit, video dan foto-foto dari lapangan langsung atau lewat drone (pesawat tanpa awak).Dari sana, terlihat bagaimana kawasan yang dulu berhutan, kini tinggal lapangan luas. Sebagian lahan, sudah ditanami sawit, bagian lain masih hamparan kosong.Dari video, terlihat alat-alat berat bekerja membersihkan lahan. Kayu-kayu bagus dikumpulkan. Stacking dibuat, berupa jalur berisi tumpukan kayu-kayu kecil.Setelah tahu fakta-fakta ini, pembeli Korindo, seperti Wilmar dan Musim Mas, menyetop sementara pasokan sawit perusahaan sampai ada perbaikan. Korindo pun mengumumkan moratorium.Pada pertemuan di Jakarta 24 Juli itu, dari Korindo, tak ada menjelaskan perkembangan tata kelola lahan konsesi pada masa moratorium.Perwakilan Korindo, Lee Jong Myeong, Managing Director PT Tunas Sawaerma, hanya cerita soal pengalaman di Papua. Dia seakan ingin meyakinkan kalau dia mengerti Papua.Lee bilang, sudah ke Papua, sejak 1992. Awal masuk Papua, keamanan tak terjamin. “OPM (Organisasi Papua Merdeka-red) itu terlalu banyak di tengah-tengah perusahaan. Putera daerah tak tenang, apalagi pendatang. Apalagi orang asing,” katanya.Pada 2001, ada 15 orang kena sandera, salah satu dia. “Selama 21 hari tertahan di hutan bersama OPM tapi kami tetap bertahan.”Dia merasa berpengalaman di Papua. “Jadi kami banyak makan asam garam di Papua. Saya berani bicara,” katanya tanpa merespon warga yang ingin lahan plasma segera dibuka.Lee bilang, punya usaha di Papua, bukan satu dua tahun tetapi sudah 35 tahun jadi harus meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat.“Itu yang kita upayakan selama ini,” katanya, seraya panjang lebar menjelaskan soal bantuan pendidikan dan kesehatan yang sudah perusahaan berikan kepada warga Papua. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Lalu dia mempersilakan datang ke Papua, kalau ingin tahu informasi dengan benar. “Kita akan senang hati dan terbuka.”Usia pertemuan, kala Mongabay bertanya soal perkembangan moratorium hutan pun, dia tak mau berkomentar.Malah yang cukup panjang lebar menceritakan upaya perusahaan dalam masa moratorium adalah Nyoto Santoso, Kepala Departemen Konservasi, Fakultas Kehutanan, IPB. Dia juga menyalahkan organisasi masyarakat sipil yang mengeluarkan riset dan menuding mereka mengada-ngada untuk cari masalah perusahaan.Nyoto menceritakan, Korindo penjual minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke perusahaan-perusahaan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) seperti Musim Mas. Meskipun Korindo bukan anggota RSPO, tetapi produk sawit yang perusahaan beli harus sesuai syarat RSPO.RSPO wajibkan kalau mau jadi anggota harus ada penilaian kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV) dan kawasan bernilai karbon tinggi (high carbon stock/HCS).Laporan Mighty, katanya, menyoroti Korindo pada banyak hal, seperti kebakaran lahan, dan deforestasi. “Isu pertama (kebakaran) itu tak terbukti,” katanya kepada Mongabay, usai pertemuan.Isu kedua, pemahaman deforestasi, katanya, jadi bumerang karena areal yang dibangun awalnya hak pengusahaan hutan (HPH) juga milik Korindo. Setelah kayu ditebang, pemerintah berikan izin kebun.“Dalam pandangan NGO itu masih hutan.”Dia bilang kalau cek ke lapangan kayu besar tak ada lagi. “Kalau main di karbon kan rendah.” Namun, dia akui juga masih ada wilayah berkayu tinggi. “Disitulah yang terjadi tuduhan deforestasi.”Bagi dia, hal seperti itu seharusnya tak masuk sebutan deforestasi. “Mengapa? Karena untuk hukum di Indonesia, semua legal dan clear. Cuma dari persepsi internasional kan seperti itu. Hingga buyer tak mau beli CPO,” katanya. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Dia bilang, telah mendatangi organisasi-organisasi non pemerintah yang terlibat dalam penelitian guna menggali masalah Korindo. “Karbon tinggi, kita lakukan. FPIC (free prior and informed consent-red) juga kita lakukan. Semua setuju, malah minta plasma percepat.”Kini, aturan pemerintah bilang masyarakat harus mendapatkan plasma 20% dari konsesi. “Oke, kita beri plasma, tapi tak bisa buka. Masyarakat menuntut kepada NGO agar segera dibuka.”Dia beralasan, karena organisasi masyarakat sipil mendesak Korindo lakukan moratorium hingga perusahaan tak bisa buka lahan, termasuk buat plasma.“Ini potret kita hadapi seperti ini. Korindo tak bisa jual. Kita diancam agar tak laku dijual di dunia. Ini lebih jahat dibanding teroris. Ini upaya satu pihak tekan pihak lain. Satu pihak jerumuskan pihak lain. Harusnya nasional satu pihak, satu suara,” katanya dalam pertemuan. Dia juga mengklaim masyarakat sebagai pemilik daerah dan pemda setuju. “Tata ruang sudah oke. Clear semua,” katanya, seraya bilang, moratorium sampai Oktober tahun ini.Sisi lain, kata Nyoto, pemerintah mestinya berdiri di depan nyatakan, perusahaan tak ada masalah. “Kalau moratorium gini, berkuasa mana, LSM dengan pemerintah? Akhirnya, lebih berkuasa LSM kan? Ini yang perlu kita luruskan,” katanya, sambil katakan NGO luar negeri tak semua memahami hukum Indonesia.Dia menuding, pemerintah tak paham dan lalai mengawal kebijakan mereka sendiri. Kalau tak boleh buat kebun, katanya, jangan berikan izin sawit dan tak melepas kawasan hutan.“Mestinya kan begitu. Saya berulangkali bilang ke pemerintah harus konsisten dalam bikin kebijakan itu. Ini gak konsisten. Ini ada yang dimoratorium, diem saja.” Sesat pikir moratoriumPastor Anselmus Amo, Direktur SKP KAMe-Merauke, menanggapi. Katanya, terjadi sesat pikir tentang moratorium. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | “Moratorium, tak diberikan oleh NGO. Ini statemen yang menyesatkan, yang disampaikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya, dalam rilis media, Rabu (9/8/17).Menurut Pastor Amo, ada gugatan oleh NGO terhadap aktivitas perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar lahan, yang dilarang oleh aturan pemerintah. “Sayang sekali bila pemerintah daerah agak ‘tutup mata’ dengan hal ini.”Ketidakpedulian pemerintah daerah, katanya, sudah tersistematis, jadi walaupun bupati bicara hal baik bagi warga, belum tentu berjalan baik oleh pelaksana teknis.“NGO menggugat perusahaan karena ada pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Bila perusahaan memperhatikan HAM dan lingkungan, tak mungkin ada gugatan NGO.”Senada Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch. Dia mengatakan, jangan menyesatkan pola pikir masyarakat dengan alasan moratorium.Kebun plasma, katanya, harus diberikan perusahaan kepada masyarakat sesuai UU Perkebunan No 39/2014. Jadi, katanya, tak ada alasan bagi perusahaan tak membangun kebun plasma. Apalagi Korindo Grup sejak lama di Merauke dan Boven Digoel.“Seharusnya sekarang sudah ada kebun plasma untuk masyarakat. Pertanyaannya, selama ini kemana saja dan kenapa tak bangun kebun plasma untuk masyarakat? Jadi, jangan gunakan moratorium sebagai alasan untuk tak membangun kebun plasma.” ***Siang itu, Melkor Wayoken, laki-laki 53 tahun Kepala Kampung Nakias juga pemilik ulayat Dusun Maam, terlihat berkaca-kaca.Sesekali dia membolak balik sebuah koran lokal di Jayapura dan membaca komentar beberapa perwakilan masyarakat yang menolak LSM yang dituding menyulitkan Dongin Prabawa, beroperasi di Distrik Ngguti, Dusun Maam.Warga yang bicara di koran itu adalah Sekretaris Kampung Nakias, Simon Walinaulik, Abraham Yolmen, Demianus Blamen dan Yohanes Samkakai. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Menurut Wayoken, apa yang mereka laporkan sama sekali tidak benar. Wayoken hampir menangis saat Mongabay wawancara. Dia langsung mengecek informasi di koran.Dia heran mereka bisa mewakili penduduk Nakias. Dia sendiri adalah Kepala Kampung Nakias. “Mereka tak berhak mewakili masyarakat,” kata pria yang juga Kepala Adat Kampung Nakias ini.Semestinya, dia mendapat informasi segala persoalan menyangkut Dusun Maam, termasuk pertemuan di Jakarta.Dia jengkel, kala undangan, melalui pesan singkatpun tak dia terima, sebagai aparat pemerintah paling bawah, tiba-tiba ada orang Kampung Nakias dan Kampung Tagaepe, muncul mengatasnamakan warga.“Pertemuan itu dalam rangka apa? Utusan dari siapa? Benarkah mewakili pemilik adat atau tidak?”Wayoken mengatakan, kebun berada dalam wilayah masyarakat Maam, milik Kampung Nakias, Tagaepe, Salamepe, Banabepe. Pemilik sah dusun itu Ny. Elisabeth Ndiwaen dan Mariana Walinaulik, tetapi mereka tak ikut dalam pertemuan itu.Sebagai pemerintah Kampung Nakias, dia kesal ada yang mengaku wakil warga mengatakan, Dusun Maam, dan beberapa kampung sekitar sudah sejahtera.“Kata itu tepatnya untuk perusahaan sendiri, karyawan yang ada dalam perusahaan ini yang menikmati kesejahteraan.”Dia beberkan, warga hidup dalam keterbatasan, termasuk Pemerintah Kampung Nakias juga. Sekolah SD YPK di Nakias, dalam kondisi miris. Rumput hampir setinggi ruang kelas. Perusahaan tak pernah melirik sekolah di Kampung Nakias.“Yang sejahtera hanya karyawan di Maam, menyekolahkan anak SD, bus selalu siap mengantar jemput. Anak karyawan saja. Anak-anak Kampung Nakias tak ada sekolah di Nakias, Tagaepe, Salamepe atau Boepe. Tidak pernah diperhatikan perusahaan juga,” katanya.Wayoken kritis terhadap kehadiran sawit di kampung mereka. Dalam rapat pembentukan koperasi dia juga menyampaikan kepada pengurus—semua orang Papua–, bahwa, perusahaan tak memperhatikan orang di Maam. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Wayoken mengibaratkan, warga di Maam seperti ayam bertelur di padi, tetapi mati kelaparan. “Mereka berenang tapi mati kahausan,” katanya dan berharap, kepala daerah memperhatikan warga bukan kepentingan pribadi.Warga Maam, katanya, sudah menolak perusahaan ini puluhan kali tetapi mereka bercokol. Kalau warga protes, katanya, mereka panggil aparat keamanan.”Kami orang Marind punya aturan. Dusun Maam adalah tempat sakral orang Marind, tempat mencari makan semua orang Marind.”Serupa ungkapan Elisabet Ndiwaen, perempuan asal Kampung Nakias. Dia tak setuju PT. Dongin Prabhawa masuk tanpa kesepakatan.“Saya sebagai pemilik hak ulayat apapun tetap pertahankan hak dan berbicara kebenaran,” katanya.Dulu, katanya, dia penentang Bupati Merauke Romanus Mbaraka, kala menjabat karena memperbolehkan perusahaan masuk. Dongin Prabhawa, katanya, masuk ilegal karena melecehkan hak Marga Dinaulik.“Sampai pembagian uang di Kampung Tagaepe, belum tahu hingga sekarang siapa yang menerima. Kami, Marga Dinaulik tak pernah ambil uang itu. Tak tahu perwakilan dari mana. Jadi yang terima uang atas nama Marga Dinaulik ini kami tidak tahu.”Dia terus menentang sawit masuk demi anak cucu. “Bukan saya punya anak cucu saja tetapi semua orang Marind.”Koperasi terbentuk pada 2009, dia tetap menolak. Koperasi tersendat karena perusahaan mau memperluas kebun di Maam dengan alasan masuk wilayah hak guna usaha (HGU).Dinaulik menentang perluasan lahan Maam dengan cara meminta hutan lagi. Dia tak setuju pembongkaran hutan dengan alasan dalam HGU sudah mencantumkan lahan koperasi.“Saya pasti lawan perusahaan sampai titik darah penghabisan kalau pembangunan demi koperasi mau bongkar hutan lagi. Hutan sudah habis. Cukup sudah perusahaan menipu.”Dia tak mau hutan terbongkar lagi. Walau kebiasaan disana, perempuan tak punya hak berbicara tentang tanah tetapi warisan leluhur milik Dinaulik. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | “Semua warga Marind punya hak juga, termasuk cucu Marga Dinaulik. Cukup sudah hutan dibongkar demi kemauan perusahaan.”“Kami perempuan tetap bersuara, untuk pertahankan hak kami karena ahli waris dari leluhur kami,” katanya sambil meminta bupati, sebagai anak adat orang Marind agar menyelesaikan masalah ini.Soal LSM atau NGO masuk ke sana, katanya, malah mereka yang mengundang datang karena khawatir hutan bakal habis.“Kami yang mengundang mereka, karena kami merasa sandaran kami sudah tidak ada lagi. Siapapun orangnya, tidak boleh batasi LSM Karen mereka (bekerja) untuk masyarakat. Bila perusahaan atau pemerintah tak mampu selesaikan merekalah yang kita datangkan.”Mariana Dinaulik, tokoh perempuan asal Kampung Nakias, pemilik Dusun Maam mengatakan, bosan menghadapi Dongin Prabhawa dan Pemda Merauke.Dia berharap, presiden turun ke Merauke menyelesaikan masalah ini. “Jangan hanya LSM tetapi presiden.”Pada Hari Masyarakat Adat Internasional, 9 Agustus 2017, komunitas adat dan organisasi masyarakat sipil, termasuk media di Papua, bikin pernyataan bersama antara lain, soal Korindo.Mereka dari masyarakat adat Kampung Nakias, Tagaepe, Ihalik, Wambon Tekamerop, SKP KAMe, Sawit Watch, Yayasan Pusaka, Papuan Voices, Belantara Papua, SKPKC Fransiskan Papua, Garda Papua, Suara Papua, Tabloid Jubi, Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP), Forum Independen Mahasiswa Papua, PMKRI Cabang Merauke.Melkor Wayoken datang juga. Dia kesal, ada oknum aparat Kampung Nakias menyamar jadi kepala kampung dan menandatangani surat pernyataan lalu pakai cap pemerintah Kampung Nakias. | [0.25, 0.5, 0.25] |
2017-034-02.json | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Cerita Warga Minta Plasma Kala Korindo Moratorium Buka Lahan Sawit di Papua | Pernyataan itu, katanya, dibuat tanpa sepengetahuan dia sebagai kepala kampung. “Lalu dorang pergi dengan rombongan Bupati Merauke dan Bupati Boven Digoel buat pertemuan di Jakarta. Saya jelas tidak terima, kalau memang dorang tahu saya ada di sini kenapa dorang tidak panggil saya sebagai pemerintah kampung yang punya wilayah di mana perusahaan bekerja?” katanya dalam rilis.“Saya ini dipilih oleh masyarakat Kampung Nakias. Dorang tahu saya berada di Merauke tetapi dorang tidak panggil saya.” [SEP] | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2021-003-02.json | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | [CLS] Air laut jernih membiru bergelombang tenang. Deretan pohon kelapa yang tumbuh di hamparan pasir putih yang bersih dari sampah, dengan latar langit biru berawan tipis.Kapal-kapal dan perahu berlayar tenang. Lumba-lumba meloncat riang. Pulau-pulau kecil nampak asri dengan hijaunya mangrove dan tumbuhan besar lainnya. Ikan-ikan berenang riang di berbagai sudut. Di seberang sana, gunung nampak eksotik, kokoh, menjulang.Begitu rangkuman imajinasi laut masa kini dan masa depan yang tergambar dalam puluhan lukisan sejumlah siswa SD se-Desa Bandaran, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Puluhan lukisan itu dipajang pada acara workshop ekosistem laut yang digelar Komunitas Bhura’an di balai desa setempat, Senin (29/11/2021).Zainal Abidin Hanafi, salah satu penggagas komunitas itu mengatakan, Komunitas Bhura’an merupakan wadah bagi pemuda setempat untuk bekerjasama dan pemberdayaan isu lingkungan setempat. Seperti edukasi lingkungan sejak dini kepada pra siswa melalui lomba melukis dan workshop ekosistem laut kepada masyarakat.“Kami sadar, tidak baik saling menyalahkan soal lingkungan. Termasuk persoalan sampah yang sampai saat ini belum juga teratasi. Kita perlu saling menyadarkan untuk peduli terhadap lingkungan dan butuh gerak nyata. Dari lomba lukis kemarin, kami bisa tahu, imajinasi mereka soal laut itu bagus. Tapi nyatanya, laut kita hari ini tercemar,” ujarnya.baca : Miris, Berikut Penampakan Sampah di Pesisir Selatan Madura Meski belum banyak berkarya karena baru terbentuk, Kelompok Bhura’an mengajak masyarakat peduli lingkungan termasuk soal sampah melalui kegiatan itu.“Bhurâ’ân diinisiasi pemuda, tetapi tidak bisa bergerak sendiri. Butuh dukungan masyarakat menjaga lingkungan Bandaran ini. Juga para guru, diharapkan turut memberikan edukasi lingkungan melalui ruang-ruang kelas,” ujarnya. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2021-003-02.json | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Yusuf, salah satu perangkat desa Bandaran mengatakan, nelayan dan masyarakat Bandaran resah dengan kondisi laut yang semakin kotor. Dampaknya ikan makin sedikit dan sulit didapat, sehingga nelayan harus melaut lebih jauh.Dia bilang, Bhurâ’ân merupakan momen panen ikan selama 2 sampai 5 bulan bagi nelayan setempat, termasuk saat musim hujan. Tapi Bhurâ’ân saat ini jauh berbeda, musim panen ikan hanya satu minggu.“Kenapa ini terjadi? Apakah karena laut area pesisir kita sudah kotor? Semoga kedepan kita dapat bersama-sama merubah keadaan ini,” ujarnya.Yusuf mewakili pemerintah Desa Bandaran dan masyarakat mendukung dan berterima kasih dengan inisiasi kegiatan komunitas Bhurâ’ân yang positif itu.Sedangkan Endang Tri Wahyurini, Dosen Prodi Perikanan Universitas Islam Madura (UIM) sekaligus pembicara dalam acara itu mengatakan menjadi masyarakat pesisir merupakan anugerah Tuhan karena mudah menikmati kekayaan laut dan bisa jadi mata pencaharian.“Sebagian beranggapan, masyarakat pesisir diklaim sebagai kantong kemiskinan. Justru potensi alamnya yang luar biasa dengan kekayaan ikannya untuk ditangkap, dijual segar dan diolah untuk mendapatkan uang,” katanya.Endang mengatakan saat musim panen ikan, nelayan bisa menjual ikan segar. Tetapi sebaiknya ikan bisa diolah agar harga jual lebih mahal dan menjadi strategi saat menghadapi musim paceklik ikan saat nelayan tidak berani melaut karena cuaca buruk.“Saat musim paceklik ini, perempuan nelayan berjualan camilan hasil olahan sendiri untuk tetap bisa menyangga ekonomi keluarga. Ke depan, ibu-ibu bisa memanfaatkan musim itu dengan cara mengolah hasil laut dalam bentuk apapun. Seperti diolah menjadi nugget, krupuk, sosis, dan olahan lainnya,” jelasnya.baca juga : Potret Perempuan Nelayan di Pesisir Jumiang Pamekasan | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2021-003-02.json | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Ketua Kelompok Peduli Mangrove Madura (KPMM) itu menjelaskan, ada tiga ekosistem utama di laut yang penting untuk dijaga yaitu mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.Secara fisik, mangrove bisa mengendalikan abrasi pantai, mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut, mempercepat laju sedimentasi, mengendalikan intrusi air laut, dan menyerap dan mengurangi polutanSecara ekonomi, hutan mangrove bisa dimanfaatkan kayunya dan hasil hutan bukan kayu, seperti madu, bahan obat-obatan, minuman, makanan, tanin. Bahkan menjadi lahan untuk kegiatan produksi pangan dan ekowisata.“Secara biologis, mangrove bisa jadi tempat mencari makan, tempat pemijahan, dan tempat berbiak ragam jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya. Juga tempat bersarang berbagai satwa liar, terutama burung, dan sumber plasma nutfah,” ungkapnya.Sedang terumbu karang, berfungsi untuk menangkap sedimen, kawasan tempat mencari makan, dan menghasilkan nutrien. “Terumbu karang bisa jadi habitat berbagai biota laut, tempat pemijahan, peneluran dan pembesaran anak-anak ikan, sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan, mencegah abrasi pantai, membantu mengurangi pemanasan global karena menyerap bisa karbondioksida, yang diubah sebagai bahan baku terumbu dengan reaksi kimia, dan ini perlu dilestarikan,” jelasnya.Menurutnya, terumbu karang bisa rusak karena cara tangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak, menggunakan racun sianida, menggunakan pukat harimau atau pukat hela, Ghost Fishing atau alat tangkap yang rusak, setrum atau electric fishing, pencemaran limbah dan sampah, pengambilan dan penambangan terumbu karang.Sedangkan padang lamun, katanya, bisa menjadi perlindungan pantai terhadap gelombang dan arus, menjadi habitat dan kawasan tempat mencari makan dan berkembang biak, bisa memanfaatkan nutrien secara efisien.baca juga : Aksi Endang Wahyurini Selamatkan Mangrove Madura | [0.5, 0.5, 0.0] |
2021-003-02.json | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Begini Komitmen Pemuda dan Masyarakat Pesisir Bandaran Menjaga Lautnya | Sementara Farhan Hakim pegiat pengolahan sampah plastik bilang, berbagai jenis sampah menjadi permasalahan di laut. “Bukan hal baru bicara plastik mengotori laut kita. Makanya ada daerah yang melarang penggunaan plastik untuk meminimalisir sampah plastik,” jelasnya.Dia sarankan, ketika belanja untuk membawa tas belanja tidak sekali pakai. Dia merasa miris melihat suatu daerah yang belum mengelola sampah dengan baik, termasuk di daerah pesisir. Sungai-sungai di daerah perkotaan pun jadi kotor karena sampah dibuang sembarangan bahkan dijadikan tempat pembuangan air sisa mandi dan lainnya.“Jujur, saya merasa miris melihat pesisir Madura hari ini. Karena hampir semuanya airnya kecoklatan seperti kopi susu. Salah satu sebabnya karena kotor dari sampah dan limbah rumah tangga, tambak, bahkan industri,” ujar pegiat lingkungan yang memanfaatkan bahan bekas menjadi baju dan aksesoris lainnya tersebut.Persoalan laut seperti ini tidak bisa dibiarkan. Tidak ada solusi terbaik selain bersama-sama menjaga laut dengan cara mulai dari hulu, yakni dari setiap individu.“Kalau tidak dimulai dari hulunya, maka lukisan laut bersih seperti yang digambar siswa-siswi yang dipajang ini, ya hanya sebatas gambar dan imajinasi saja. Mereka ini generasi untuk beberapa tahun ke depan. Bisa jadi, kalau kita selaku generasi hari ini cuek akan kerusakan lingkungan, maka mereka tidak akan bisa menikmati kekayaan laut yang cukup potensial di masa depan,” tegasnya. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-055-06.json | Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | [CLS] Kiai Nur Aziz, sehari-hari menggarap lahan pertanian di Desa Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah. Senin (2/5/16), sepucuk surat dia terima dari Polres Kendal, Jateng. Ini surat panggilan kepada Azis untuk pemeriksaan polisi. Ternyata, dia ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Rovi Tri Kuncoro, ADM Perum Perhutani, KPH Kendal. Dia dituding menyuruh, mengorganisir atau menggerakkan dan pemufakatan pembalakan liar (menggunakan kawasan hutan tak sah). Lagi-lagi warga terjerat UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). Aziz tak sendiri. Dua warga Surokonto Wetan juga tersangka, yakni Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin.Sebenarnya, masyarakat Desa Surokonto Wetan, sudah menggarap lahan perkebunan sejak 1952. Kriminalisasi bermula, kala pembangunan pabrik Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Rembang, merencanakan penambangan batu kapur sebagai bahan baku semen. Lahan di Rembang, berada di kawasan hutan, lalu tukar guling lahan di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kendal seluas 125,53 hektar.Berdasarkan data LBH Semarang, berita acara pada 21 Juni 2013 menyebutkan, tukar menukar kawasan hutan antara Kementerian Kehutanan dengan Semen Indonesia, lokasi plant site di Rembang, Jateng. Ada keputusan Menteri Kehutanan 25 September 2013 tentang penunjukan hutan produksi tetap (HPT) dari lahan pengganti—kaitan tukar menukar kawasan hutan Semen Indonesia—di Desa Surokonto Wetan, Kendal.Panitia tata batas (PTB) Kendal mengesahkan dan menyetujui trayek batas hutan produksi dari lahan penganti kepada Semen Indonesia 30 Oktober 2013. Kemudian, pengukuran dan pemasangan tanda batas oleh Biro Perencanaan Perhutani Jateng.PTB Kendal mengesahkan hasil dan peta tata batas HPT Kendal dari lahan pengganti Semen Indonesia November 2013 seluas 127,821 hektar. SK Menhutpun dibuat 17 April 2014. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-055-06.json | Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | Setelah menjadi HPT, 26 petani dilaporkan ke Polres Kendal dengan tuduhan merusak hutan. “Lahan itu dikelola dan ditanami tanaman musiman oleh warga sejak 1972, dengan pembagian hasil dengan PT Sumurpitu,” kata Aziz.Sejak 1956, ada pengelolaan lahan NV. Seketjer Wringinsari, pada 1972 dilanjutkan PT. Sumurpitu Wringinsari. Sumurpitu memiliki hak guna usaha (HGU) sejak 1972-1998, diperpanjang dari 1998-2022 di lahan 127 hektar itu. Perusahaan tak mengurus lahan konsisten. Lahan tak produktif. Warga Surokonto berinisatif merawat dan menanami lahan.“Tanpa sepengetahuan warga, Sumurpitu pada 2012 menjual lahan kepada Semen Indonesia,” kata Aziz.Pada 2013, lahan jadi pengganti kepada Perhutani yang terkena garapan pabrik semen di Rembang. Terbitlah Keputusan Menhut pada 2014, soal penetapan sebagian kawasan hutan produksi pada hutan Kalibodri 127, 821 hektar di Kendal. Dengan dua regulasi tukar-menukar lahan ini, tanah negara yang dibeli Semen Indonesia dari Sumurpitu berpindah kepemilikan ke Perhutani KPH Kendal.Warga baru tahu ada SK Menhut pada Januari 2015. Perhutani mengadakan sosialiasi kepemilikan tanah dan rekruitmen warga bila ada yang mau menjadi pekerja lapangan mereka.Seluruh lahan menjadi karet dan jati. warga Desa Surokonto akan kehilangan mata pencaharian yakni bertani dan berladang. “Bila pencaharian hilang, lantas siapa mau tanggung jawab?”Upaya demi upaya melalui jalur silaturahmi ke berbagai pejabat dan instansi terkait sudah dilakukan. Tanpa dinyana-nyana, langkah sang kyai bersama warga, justru dianggap tindakan melawan hukum dengan dasar tuduhan tak bisa dibenarkan, berbeda antara tudingan dan realitas lapangan.Warga tak pernah merusak hutan. “Yang dilakukan warga hanya mengatur ulang program pembagian lahan garapan yang sudah tak diolah Sumurpitu. Pengaturan-ulang ini tindak lanjut program Kantor Desa Surokonto dikawal Kecamatan Pageruyung dan Satpol PP setempat.” | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-055-06.json | Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | Konflik Tukar Guling Lahan, Petani Wetan Malah Terjerat UU Perusakan Hutan | Tuduhan kepada Aziz, Mudjiyono, dan Sutrisno Rusmin, tak berdasar. “Kami hanya ingin memperjuangkan hak-hak warga.”Muhnur Satyahaprabu dari Walhi Nasional mengatakan, tindakan Polres Kendal jelas kriminalisasi petani. Tukar guling kawasan hutan untuk pertambangan dan pendirian pabrik Semen Indonesia, katanya, seharusnya tak menjadi konflik jika status lahan jelas (clear and clean/CnC). Dengan konflik ini, katanya, membuktikan status tanah belum selesai. Dalam proses juga tak melibatkan masyarakat terdampak. “Ini makin memperpanjang konflik sektor perkebunan yang merugikan petani,” katanya.Pada 2016, data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), menyebutkan, setidaknya ada 127 konflik sektor perkebunan, disusul 70 konflik sektor infrastruktur. Selain itu, masih puluhan konflik besar melibatkan sektor pertanian.“Salah satu daerah konflik Perhutani di Jateng dari 2014 hingga kini seperti di Desa Surokonto. Sudah. Seharusnya Perhutani dievaluasi sebagai BUMN, jika perlu dibubarkan.”Dihubungi terpisah, Adm Perhutani KPH Kendal, Sunarto mengatakan, melaporkan Nur Aziz cs karena berbagai upaya diacuhkan. “Kami tak masalah lahan digarap warga, nanti mekanisme kita rumuskan bersama, yang sama-sama saling menguntungkan,” katanya.Dia meminta warga menggugat keputusan penetapan kawasan hutan untuk tukar guling lahan ini. “Jika warga menang, otomatis lahan kami kembalikan ke petani,” kata Sunarto.Dia mengatakan, yang mereka lakukan sudah tepat. “Sebagai pelaksana lapangan, kami melakukannya berdasarkan surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jika warga meminta kami mencabut surat, sudah tentu bukan keputusan dan wewenang kami.” [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-040-10.json | Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi | Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi | [CLS] Polres Ternate dengan dukungan dari Polda Maluku Utara melalui Satreskrimnya melakukan penyergapan terhadap penyelundupan 106 ekor satwa yang terdiri atas 45 ekor burung kakatua putih, 32 ekor burung nuri bayan hijau, 25 ekor burun nuri bayan merah, dan 4 ekor kesturi ternate.Kapolda Maluku Utara, Brigjen. Pol. Zulkarnain Adinegara menyampaikan bahwa pihaknya melalui Polres Ternate mengungkap penyelundupan satwa dilindungi berdasarkan pengembangan informasi adanya upaya pemindahan hewan langka khususnya kakak tua dan nuri (hijau dan merah) melalui kapal laut.“Dilihat secara fisik susah, dan modusnya melalui orang di darat dan kemudian anggota naik ke kapal untuk mengecek barang bukti’ ungkap Zulkarnain.Pelaku berinisial Zm, AJ, dan RS bakal dijerat dengan pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 dan atau Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf m Undang-udang RI No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.Kasus kemudian dikembangkan melalui security kapal yang mendapatkan imbalan Rp. 100.000/ekor burungnya. Modusnya dengan menggunakan katinting (perahu kecil) yang merapat di kapal kemudian ditarik burungnya ke lantai 8 dan burungnya dimasukkan dalam paralon serta disimpang di dekat cerobong asap yang ternyata sudah disiapkan pula sangkar-sangkar burungnya. Burung-burung tersebut akan dibawa ke Tanjung Pinang.Otak pelakunya masih dalam pengejaran dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Sementara pelaku lapangan sudah diamankan pihak Kepolisian setempat. Satwa selundupan itu berasal dari Rongaronga/Halmahera Selatan.Sebelumnya sebulan yang lalu juga diamankan 240 ekor satwa yang ditangkap oleh Polair Halmahera Selatan (Gebe). Selain itu ada pelaku berkebangsaan Filipina yang menyelundupkan satwa dan saat ini kapal dan burung disita, namun pelaku berhasil melarikan diri. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-040-10.json | Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi | Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi | Jika dilihat dari jalurnya, maka cukup panjang perjalanan dari Ternate-Ambon-Namlea-Baubau-Makassar-Surabaya-Semarang-Jakarta-Tanjung Pinang (Kepri) yang sedianya akan dibawa ke Malaysia karena sudah ada penampung disana.Pihak Polres bekerjasama dengan BKSDA terkait tindak lanjut barang bukti. BKSDA kemudian memanggil pihak Karantina Hewan untuk pengecekan kesehatan satwa dan pengeobatan satwanya.Selain di Maluku Utara, terjadi pula kasus di Sulawesi Utara yang memperdagangkan satwa dilindungi. Salah satu orang yang lama jadi target oleh bagian Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berhasil ditangkap. Beberapa kali target bias lolos digrebek karena sangat lihai menyembunykkan burung langka/dilindungi.Tersangka RM atau popular dipanggil D sebagai supplier di Manado yang biasanya mengambil burung dari Papua, Sulut, Maluku, dan NTT. RM berperan sebagai salah satu pengumpul burung besar dan bisa menyediakan berbagai burung sesuai permintaan.Saat ditangkap, diamankan dari pelaku berupa, nuri talaud (2 ekor), nuri bayan (5 ekor), nuri merah (30 ekor), kring-kring buru (10 ekor). Menurut Kepala Seksi Gakkum Wilayah Manado, William Tengker menyampaikan bahwa barang bukti saat ini dititipkan di PPS Tasikoki, sementara pelaku dititipkan di Polda dan disidik oleh PPNS Gakkum KLHK.Integrasi para pihak dan pemantauan perairan Keberhasilan penanganan penyelundupan/perdagangan satwa dilindungi berkat dukungan pihak Kepolisian, BKSDA, Gakkum KLHK dan masyarakat. Artinya upaya penanggulangan kejahatan terhadap satwa liar sangat membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak.Irma dari Legal Advisor WCU yang melakukan pendampingan perkara mengharapkan agar proses hukum bisa sampai mengejar dan menangkap pelaku utamanya yang diduga berada di Batam dan Malaysia. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-040-10.json | Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi | Indonesia Timur Masih Menjadi Titik Rawan Penyelundupan Satwa Dilindungi | Sementara itu, untuk satwa yang berhasil disita jika ada rekomendasi kesehatan satwa yang memungkinkan untuk dilepasliarkan maka diharapkan agar satwa-satwa tersebut segera di lepasliarkan ke alam. “WCU akan terus bekerjasama dengan Polda Maluku Utara dan Polda Sulut dalam kegiatan patroli laut di wilayah rawan penyelundupan,” tambah Irma.Kapal barang maupun kapal penumpang yang melalui jalur laut dari dan ke wilayah Timur Indonesia patut untuk menjadi perhatian serius. Pelaku sering menggunakan kapal laut untuk memperdagangkan satwa bisa diputus rantai pasokannya karena ketatnya pengamanan laut untuk memberantas praktek kejahatan terhadap satwa dilindungi di Indonesia.Oleh karena itu diperlukan pula pendekatan dan kerjasama dengan PELNI untuk ikut peduli dengan upaya pemberantasan perdagangan dan penyelundupan satwa liar dilindungi.Mendesak Revisi UU No.5/1990 Setiap tahun KLHK menyampaikan penyelundupan ataupun perdagangan ilegal satwa liar dan dilindungi mencapai 70 kasus. Fakta mencengangkan dan memprihatinkan karena tingginya kasus.Oleh karena itu, berbagai lembaga yang peduli dengan satwa dilindungi mendesak untuk percepatan revisi UU No. 5/1990 oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyat karena kejahatan terhadap satwa dilindungi sudah sedemikian serius.Draft revisi UU tersebut dari Pemerintah sudah berada ditangan DPR RI untuk dibahas dalam prolegnas. Namun demikian sejauh mana draft rancangan undang-undang tersebut dapat disahkan menjadi undang-undang belum ada yang mengetahui.Masihkan kita optimis bahwa perdangangan atau penyelundupan satwa dapat diberantas menggunakan payung hukum undang-undang yang baru? Menjadi PR besar untuk semua, terlebih anggota dewan yang membawahi sektor kehutanan sebagai bagian tugas utama dalam pembuatan legislasi di tingkat pusat. [SEP] | [0.5, 0.5, 0.0] |
2014-011-06.json | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | [CLS] Hewan-hewan kabeh pada tumpes…Urep-urepan kabeh podo tumpes…Sawangen koe wit-witen podo cantes…Sawangen koe wetu-wetu podo cures…Kulo mung petani ….Itulah lagu ciptaan para ibu dari Rembang, soal kekhawatiran eksploitasi tambang karst yang mengancam lingkungan dan kehidupan mereka. Mereka bernyanyi bersahut-sahutan. Ke Jakarta, warga mendatangi Komnas HAM, Komnas Perempuan, Mahkamah Agung, KPK, Mabes Polri sampai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.***Siang itu, jam menunjukkan pukul 14.00. Suasana depan gedung KPK, Kamis (20/11/19), riuh oleh wartawan yang menanti tersangka kasus alihfungsi hutan, Gubernur Riau, Annas Maamun, yang sedang diperiksa. Sisi lain, ibu-ibu dari Rembang, penolak pabrik semen duduk bersila di depan pintu masuk. Mereka menggunakan kebaya dan kain panjang (sampir). Kepala bercaping hijau. Rambut digulung, dan berkonde berwarna merah putih.Suasana begitu kontras. Kala KPK tengah memeriksa tersangka alihfungsi lahan, bagian lain, ibu-ibu gigih aksi mempertahankan kelestarian lingkungan.Gunarti, perempuan yang aksi sesekali berorasi. “Lagu ini kami ciptakan sendiri berisi keresahan. Hewan-hewan, tumbuhan, batu semua akan ludes jika pabrik itu tetap didirikan. Belajar dari kejadian, kalau ada pabrik pasti kerusakan terjadi. Kita tak ingin aksi kasar. Dengan ini mudah-mudahan bisa didengar,” katanya.Selama di Jakarta, mereka tidur di kantor YLBHI. Beralaskan tikar, berhimpit-himpitan. Namun, mereka tak mengeluh.“Tak apa-apa tidur di lantai. Justru merasa matur nuwun ada yang nampung di Jakarta. Ada saudara dari Walhi, Kontras, YLBHI, Desantara, dan lain-lain. Tanpa mereka mungkin kami tak tahu jalan ke KPK, KLH dan lain-lain.” | [1.0, 0.0, 0.0] |
2014-011-06.json | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | Menurut dia, tak ada tanggapan pemerintah daerah hingga ke Jakarta. “Kalau nanti pemprov, pemkab, Semen Indonesia, tak ada respon juga, mungkin warga bertindak lebih tegas. Di sana lingkungan mereka, jadi harus dijaga.” Kini, warga menggugat Gubernur Jateng ke PTPN.“Kami berharap Pak Jokowi sebagai presiden dipilih rakyat punya kebijakan pro rakyat. Pengen alat berat, aparat, semua ditarik dari lokasi. Bentuk intimidasi banyak. Ada yang didatangi ke rumah ditodong senjata laras panjang. Seminggu lalu di tenda juga begitu. Warga hanya ingin membela bumi pertiwi.”Menurut mereka, penolakan di Rembang ini simbol sikap serupa untuk di Pati, Gerobokan, Blora dan keseluruhan Jateng. “Jangan sampai ada pabrik semen. Jateng itu lumbung pangan nusantara. Pangan itu soko negoro. Potensi Jateng semua mau diambil. Padahal kita sudah tinggal melestarikan. Jangan dirusak.”Kala sebagian aksi di KPK, yang lain mendatangi Mabes Polri. Mereka meminta Polri bertindak netral sekaligus menindak anggota yang diskriminatif dan mengintimidasi warga.Beberapa dari mereka juga mendatangi Badan Pengawas Mahkamah Agung. Mereka meminta, hakim PTUN yang menyidangkan perkara diganti. Seharusnya, hakim memiliki sertifikasi lingkungan hidup yang menjadi ketua majelis. Harapannya, badan pengawasan bisa memberikan teguran agar ada penggantian.“Masyarakat dan ibu-ibu menolak pabrik semen karena merusak alam. Kami sangat cinta alam, sama ibu pertiwi. Jangan sampai rusak. Kami perempuan, kalau ada pabrik semen, air akan habis. Perempuan kalau kehabisan air gak bisa mikir. Gak bisa beli air seperti di kota,” kata Sutinah.Dia mengatakan, warga punya ternak, kebun dan sawah yang memerlukan banyak air. Seandainya, ada pabrik semen sumber air bisa hilang.Joko Priyanto, petani Rembang mengatakan, menolak pabrik semen karena dia petani. Jika ada pertambangan, otomatis debit air berkurang. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2014-011-06.json | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | “Saya juga memelihara beberapa kambing. Tetangga pelihara sapi. Kalau pegunungan ditambang, bagaimana nasib kami? Ternak kami? Sekarang terjadi konflik sosial. Kami yang dulu punya kebiasaan gotong royong, sudah tidak. Baru mau dibangun pabrik, sudah ada konflik.”Menurut dia, penolakan warga bukan tanpa alasan. Pabrik dan lokasi tambang berada di cekungan air Watuputih. Kawasan ini berfungsi sebagai cadangan air. Ini sesuai penelitian Dinas Pertambangan Jateng, Maret 1998.Kepala Divisi Operasional LBH Semarang, Zainal Arifin mendesak pembatalan izin-izin lingkungan pada perusahaan tambang ini. “Ini penting karena izin lingkungan kartu as bagi izin perusahaan itu. Di Jateng, izin lingkungan seperti tanpa ada proses jelas.”Dia mencontohkan, dokumen Amdal seharusnya melibatkan warga pro dan kontra. “Warga yang dimintai pendapat hanya yang pro.”Menurut dia, proses ini jelas cacat prosedural. “Ini sedang gugat di PTUN Semarang,” kata Zainal.Sobirin, aktivis Desantara menambahkan, selama ini tidak ada transparansi. Kala sosialisasi, warga tidak terlibat. Hanya pemerintahan desa hingga informasi tidak sampai ke warga.“Warga pemetaan, mereka menyocokkan dengan dokumen Amdal. Banyak mata air tidak masuk. Kami menyebut ini sebagai penggelapan data. Penting dikritisi. Dalam tahap persiapan sudah tidak transparan, apalagi kalau beroperasi?”Dia juga menyoroti intimidasi warga. SI bersamaTNI membuat portal mengisolir tenda yang dibuat para ibu. Seharusnya, TNI/Polri netral.Sesaat setelah keluar dari gedung KPK, Muhnur Satyahaprabu dari Walhi Nasional menyampaikan hasil pertemuan. “Kami bertemu bagian pengawasan KPK. Mereka berjanji mengawasi. Mereka koordinator evaluasi izin yang tidak sesuai perundang-undangan dan merugikan negara.”KPK, kata Munhur, akan evaluasi dan merekomendasikan kepada kepala daerah untuk mencabut izin, termasuk tambang Rembang. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2014-011-06.json | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | Kala Daerah Cuek, Warga Rembang Ngadu ke Jakarta | Munhur khawatir, karena pembangunan pabrik semen berlanjut padahal izin lingkungan sedang bersengketa. Pembangunan ini, menimbulkan ancaman kepada warga dengan pelibatan aparat keamanan, TNI/Polri bersenjata lengkap. “Negara toledor, tidak berhati-hati dalam menerbitkan izin tambang. Kami meminta dihentikan.”Pada Rabu (19/11/14), aksi serupa di Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Di Komnas Perempuan, mereka mengadukan represif aparat kepada ibu-ibu yang tinggal di delapan tenda perlawanan. Hingga kini, mereka bertahan di tenda sejak Juni lalu. Secara bergantian, 150 perempuan bertahan di sana.Komnas Perempuan meminta warga mengirimkan data Amdal dan dokumen lain hingga bisa memberikan rekomendasi. Komnas akan menyurati bupati dan gubernur terkait hak perempuan atas lingkungan yang baik.Di Komnas HAM, komisioner Muhammad Nurkhoiron berjanji menindaklanjuti aduan warga. Komnas HAM telah mengirim rekomendasi kepada Gubernur Jateng dan Bupati Rembang untuk menghentikan pembangunan pabrik. Komnas HAM akan memanggil gubernur, bupati dan Semen Indonesia.“Ada rekomendasi Komnas HAM, tetapi pembangunan pabrik semen tetap jalan,” kata Gunarti. (Bagian 1) [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-017-18.json | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | [CLS] Ikan Sidat (Anguilla spp.) adalah salah satu komoditas yang disukai banyak negara di dunia. Pemanfaataannya dari tahun ke tahun selalu berkembang dengan cepat, dan diambil langsung dari alam dengan cara ditangkap. Indonesia tercatat menjadi salah satu produsen ikan bercita rasa lezat itu.Untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan Sidat di masa mendatang, Pemerintah Indonesia berupaya melaksanakan pengelolaan perikanan Sidat dengan cara yang sistematis dan dilakukan dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan di Tanah Air.Setidaknya, itu yang sudah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini dengan mematangkan kajian dan pembentukan tim untuk membuat payung hukum untuk rancangan Keputusan Menteria Kelautan dan Perikanan tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Sidat (RPP Sidat).Peneliti pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) Dwi Atminarso saat kegiatan uji petik RPP Sidat yang digelar pekan lalu di Jakarta, mengatakan bahwa penurunan populasi perikanan darat di dunia disebabkan oleh berbagai faktor.Beberapa faktor yang dimaksud itu, adalah karena peningkatan jumlah penduduk, degradasi habitat, perubahan hidrologi, penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing), pencemaran air, tekananan invasive species, dan faktor perubahan iklim.Faktor-faktor yang disebutkan di atas, ikut memengaruhi penurunan populasi perikanan darat, termasuk Sidat. Agar penurunan tidak semakin cepat, maka diperlukan pembangunan infrastruktur yang bisa membantu ikan berenang dengan aman dan nyaman.baca : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia Salah satu infrastruktur yang penting untuk dibangun dalam pengelolaan perikanan Sidat, adalah tangga ikan (fishway). Dalam penelitian yang dilakukan Dwi Atminarso, dijelaskan bagaimana tahapan untuk mendesain fishway dengan tepat dan berhasil. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-017-18.json | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | “Dari 3.530 dam dan bendung yang dibangun di Indonesia, hanya terdapat empat bendung yang sudah difasilitasi dengan tangga ikan,” jelas dia.Menurut Dwi, pembangunan infrastuktur air terhadap perikanan darat akan membawa dampak yang baik, karena itu akan mengurangi tingkat konektivitas hulu dan hilir. Kemudian, juga akan mengurangi sedimentasi di sekitar bendung, dan penurunan kualitas air karena penggunaan pestisida.Selain itu, infrastruktur air juga akan mengubah habitat air dari mengalir menjadi tergenang, dan membuat ikan seperti tersedot ke turbin atau pelimpah air (spillway). Cara tersebut mirip seperti dilakukan Australia dan kebanyakan negara maju lain di dunia.“Tangga ikan merupakan bangunan yang wajib disediakan bersamaan dengan pembangunan bendung atau bendungan,” ungkap dia.baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia Desain TepatMengingat manfaat yang banyak untuk pengelolaan perikanan Sidat, Dwi menjelaskan bagaimana harus menentukan desain bangunan tangga ikan yang tepat agar bisa menjadi area yang nyaman bagi ikan saat melaksanakan migrasi.Cara yang tepat, adalah dengan melaksanakan desain percobaan (experimental design) tangga ikan lebih dulu di laboratorium, percobaan melaksanakan pelestarian Sidat (insitu) di bendungan, penelitian kemampuan renang ikan, dan fase awal (stadia) ikan yang bermigrasi.“Serta pelibatan orang teknik pengairan dan orang perikanan untuk bisa mendesain sesuai dengan kebutuhan kemampuan renang ikan lokal,” tutur dia.Terpisah, Kepala BRPPUPP Arif Wibowo menyebutkan bahwa BRPPUPP sudah melaksanakan riset tentang Sidat sejak 2014 atau semenjak dibentuknya Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD)/ South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC). | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2020-017-18.json | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Dengan fakta tersebut, BRPPUPP memainkan peran penting dalam pembahasan rencana pengelolaan perikanan Sidat yang dilakukan KKP. Terlebih, karena lembaga yang dipimpinnya mendapatkan dana khusus untuk riset Sidat setiap tahun yang dilakukan IFRDMD/SEAFDEC.Di luar itu, Arif Wibowo mengatakan bahwa lembaganya bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk melaksanakan inisiasi kerja sama antara sektor perikanan darat dengan sektor irigasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII.“Kerja sama ini untuk menginisiasi tentang pentingnya memahami konektivitas sungai dan migrasi ikan,” jelas dia.Dengan tujuan seperti itu, BRPPUPP memiliki keyakinan bahwa pengelolaan perikanan Sidat harus melibatkan pembangunan infrastruktur air di Indonesia. Terutama, untuk membangun tangga ikan yang diyakini menjadi solusi teknik terbaik yang tersedia sejauh ini.“Itu sebagai salah satu alat untuk mengurangi dampak bangunan melintang sungai terhadap migrasi ikan,” tambah dia.perlu dibaca : Sinyal Pemanfaatan Berlebih pada Komoditas Sidat, Kerapu, dan Kakap Diketahui, kegiatan uji petik RPP Sidat yang digelar Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (SDI) KKP, adalah kegiatan dari seri konsultasi publik yang merupakan bagian dari proses untuk menetapkan dokumen dari naskah akademik menjadi peraturan hukum.Agar bisa ditetapkan dengan mengakomodir semua masukan, konsultasi publik dilaksanakan dengan mengundang para pakar, dan pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan perikanan Sidat. Termasuk, instansi terkait, nelayan, dan juga pengusaha di Indonesia. Terancam PunahSebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan bahwa penyusunan dokumen RPP Sidat adalah bagian dari pelaksanaan amanat dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-017-18.json | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Menurut dia, perlunya RPP disusun, karena Sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, yaitu jenis ikan yang biasa memijah di laut, namun kemudian bermigrasi ke air tawar sebagai juvenile (anakan ikan) dan tumbuh berkembang menjadi dewasa.“Sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk memijah,” jelas dia.Dengan karakteristik seperti itu, Zaini menjelaskan bahwa siklus kehidupan Sidat ada di dua perairan, yakni perairan laut dan perairan darat. Fakta tersebut menjadikan Sidat sebagai ikan yang rentan dan berpotensi untuk punah jika tidak dikelola dengan baik.Fakta lainnya, Sidat juga selama ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang mengalami peningkatan permintaan pasar dengan sangat tinggi dari tahun ke tahun. Permintaan tinggi membuat kondisi stok Sidat di seluruh dunia cenderung terus mengalami penurunan.“Itu berdampak pada stok Sidat yang ada di Indonesia. Itu kenapa dokumen RPP Sidat dibuat,” sebut dia.Dengan kata lain, Zaini mengatakan bahwa Sidat di perairan Indonesia saat ini sedang mengalami gejala penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing). Kondisi tersebut dikhawatirkan akan membuat Sidat Indonesia mengalami nasib yang sama seperti di Eropa.baca juga : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi Di benua biru tersebut, Sidat sudah masuk dalam daftar Appendix II konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam (CITES). Kode tersebut menjelaskan bahwa Sidat di Eropa adalah dilindungi dan tidak boleh diperjualbelikan, kecuali sudah dibudidayakan.Tanpa dilakukan pengelolaan yang baik, Zaini meyakini bahwa kondisi Sidat di Indonesia mengekor di Eropa dan di masa mendatang akan menjadi kenangan saja karena mengalami kepunahan. Agar itu tidak sampai terjadi, maka pengelolaan perikanan Sidat harus segera diwujudkan. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-017-18.json | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Infrastruktur Air, Penjaga Populasi Sidat Tetap Berkelanjutan | Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda menjelaskan, terdapat tujuh strategi pengelolan dalam RPP Sidat. Ketujuhnya adalah adalah sumber daya perikanan Sidat, lingkungan sumber daya Sidat, teknologi penangkapan Sidat, sosial, ekonomi, tata kelola, dan pemangku kepentingan.Setelah RPP ditetapkan, nantinya diharapkan bisa menjadi acuan operasionalisasi lembaga pengelola perikanan yang ada di 11 wilayah pengelolaan Negara Republik Indonesia (WPP NRI). Diharapkan itu menjadi kebijakan yang tepat dan optimal pemanfaatannya untuk sumber daya ikan, sosial ekonomi dan lingkungan.“Serta memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan,” pungkasnya. [SEP] | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2017-022-07.json | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | [CLS] Emas, kata ini seolah menggambarkan keuntungan dan keberuntungan yang akan didapat oleh penggalinya. Namun tanpa sadar, pertambangan emas telah membawa kerusakan baik untuk lingkungan maupun kesehatan penambang. Tanpa sadar, pertambangan emas menjadi awal mula dari sebuah bencana.Merkuri (raksa, Hg), adalah logam berat yang umum digunakan untuk pemurnian emas. Masalahnya, banyak penambang yang tidak tahu atau mengabaikan bahaya merkuri. Logam cair ini diperlakukan hanya sebagai unsur logam biasa. Akibatnya fatal. Ketika merkuri sudah terserap kedalam tubuh, efeknya bisa menjadi turun-temurun.Sesungguhnya tragedi Minamata, Jepang membuka mata dunia tentang bahaya pencemaran merkuri ke lingkungan. Dampak buruk cemaran merkuri masih mengintai sejauh ini. Bukan lagi hanya cerita, namun ancaman penyakit akibat dampak merkuri (minamata) pun telah mengintai wilayah-wilayah di Indonesia.Baca juga: Akhirnya, Indonesia Ratifikasi Konvensi MinamataDentang jarum jam di rumah Juhanda (32) nyaris tak terdengar. Hanya deru mesin gelundungan (penghancur mineral) terdengar dari rumah tetangga. Mesin tu berputar hampir 24 jam. Putarannya seolah menunjukkan laju roda kehidupan masyarakat Desa Cisitu, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten.Bagi sebagian masyarakat setempat, menambang sudah jadi mata pencaharian. Setidaknya, dalam 10 tahun terakhir ini, pekerjaan rawan resiko ini diminati oleh masyarakat. “Ngelubang” atau masuk lubang untuk mencari emas, dianggap sebagai pekerjaan bagi kaum lelaki di desa ini.Padahal sebelumnya, desa indah dengan punggung-punggung pegunungan, berpopulasi penduduk 7.841 jiwa ini, mayoritas adalah pekerja tani, yang akrab dengan sawah, huma dan cangkul. Desa ini berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Halimun Salak (TNHS). | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-07.json | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Empat tahun sudah, Juhanda tidak mampu lagi beraktifitas kerja fisik. Dia hanya bisa berada di rumah. Dia didera penyakit kepala yang berkepanjangan. Seluruh tubuhnya kehilangan daya. Tangan dan kakinya kaku serta sulit berjalan. Berbicara pun kurang fasih mengeja kata.“Setelah sakit parah waktu itu, kondisi saya (sekarang) seperti ini. Tidak banyak yang dapat dilakukan,” Kata Juhanda terbata–bata saat ditemui Mongabay Indonesia (12/09).Entah, begitu kata dia. Juhanda mengaku kurang paham apa penyakitnya. Sepengetahuannya, dia tidak memiliki riwayat sakit. Semua berjalan normal, bekerja seperti biasa.Keterbatasan biaya memaksa dia mengubur rasa penasarannya menyoal penyakit yang diderita. Terlebih akses dan jarak lumayan jauh baginya untuk menjangkau rumah sakit, yang berjarak sekitar 30 km dari desanya.Ditengah keterbatasan, Juhanda masih mengerahkan sisa tenaga untuk bekerja. Dia mengerjakan apapun semampunya. “Tidak banyak, cuma membuat sapu. Bila ada pesenan, akan saya buatkan. Lumayan untuk makan dan beli obat warung,” ucapnya.Baca juga: Pemerintah Targetkan Penambang Emas Kecil Bebas Merkuri 2018, Mungkinkah?Di rumah ukuran 4 x 4 meter, Juhanda ditemani Ibunya, Utaminah (70). Dari 7 anak Utaminah, hanya Juhanda yang sakit parah. Kadang, untuk makan dan mandi pun memerlukan bantuan ibunya. Malangnya, semenjak sakit, istrinya malah pergi meninggalkan dirinya.Nasib serupa juga dialami Ocih (65) warga sekitar. Hampir 10 tahun, dia menderita penyakit parkinson atau degenerasi sel saraf pada otak bagian tengah.Wanita berusia lanjut itu, sepanjang hari mengalami tremor atau gemetaran pada tubuh rentanya. Tak ada kata keluar dari mulutnya. Hanya sesekali tersenyum simpul menahan pegal.Keadaannya terus melemah. Bahkan untuk makan, mandi dan tidur pun sudah tidak mampu dikerjakan sendiri. Beruntung, anak bungsunya setia melayani. | [0.0, 0.5, 0.5] |
2017-022-07.json | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | “Gejala awalnya saya tidak tahu. Sebelum itu ibu masih bisa jalan. Namun, setahun ini sudah tidak bisa apa–apa,” jelas Selvi Oktaviani (19), anak bungsu Ocih.Di RT 2 RW 2, Camelia Karisa anak berusia 7 tahun juga mengalami ganguan kesehatan. Bocah itu mengidap keterbelakangan mental. Menurut Nur Aini (27) ibunya, saat dilahirkan Camelia sehat seperti bayi normal umumnya. Perkembangan dan pertumbuhannya terbilang baik.Namun, buah hatinya mendadak kejang–kejang ketika menginjak umur 3 tahun. Sejak itu, putri semata wayangnya mengalami keterbelakangan metal. “Dia sering memukul kepala dan menangis tiap malam. Seperti merasakan pusing. Upaya pengobatan, sudah ke dokter hingga pengobatan tradisional. Namun, pernah terhenti akibat biaya dan jarak juga,” ujar Nia. Desa GelundungHampir seluruh rumah tangga di Cisitu memiliki unit gelundung (penghancur batu) sendiri. Pada aktifitasnya, masyarakat akrab menggunakan bahan kimia logam berat dalam memecah batu dan tanah agar emas terpisah dari mineral lainnya.Seperti halnya yang dilakukan Aam Daris (45), seorang penambang emas. Sudah 10 tahun ini, dia keluar-masuk lubang tambang. Dalam sekali menambang, bisa menembus lubang yang dalamnya 100–300 meter.Dia mengaku, paling maksimal membawa pulang 2 beban (5 kilogram) batuan tambang ke rumah. Perhitungannya, dari total 100 beban yang dikumpulkan dalam tiga hari, hasil harus dibagi dengan pemilik lubang, dan dibagi rata dengan jumlah penambang.Baca juga: Serahkan Ratifikasi Konvensi Minamata ke PBB, Bagaimana Upaya Indonesia Tekan Peredaran Merkuri?Selanjutnya, karung beban diproses menggunakan gelundung. Agar biji emas terpisah dari material batu dan tanah, ditambahkan bahan kimia jenis merkuri dan sianida (CN). Dua cairan tersebut ditakar, lalu dimasukan ke mesin bersama material tambang dan diputar selama 8–12 jam. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-07.json | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | “Sekali proses, sebenarnya tidak tentu ada (emas). Dapat 1–2 gram emas saja sudah tergolong beruntung,” ujar Aam. Dia menyebut, satu ons merkuri dibeli dengan harga Rp 150 ribu, katanya bahan itu mudah didapat di toko-toko emas.Saat ditanya, Aam tidak tahu bahaya dan efek samping dari merkuri. Yang dia tahu, merkuri dipakai dalam proses mengolah bahan tambang. Padahal sisa-sisa tanah dari gelundung kerap dibuang sembarangan, bahkan di area yang dekat dengan sumber air. Hasil AnalisaMedicus Grup, lembaga nirlaba di bidang kesehatan, telah melakukan pemantauan di Cisitu sejak 2014 lalu. Hasil analis yang dilakukan, menunjukan lingkungan Desa Cisitu telah tercemar merkuri cukup parah. Akibat buangan dari proses pengolahan tambang yang langsung ke air dan terkontaminasi ke daerah sekitarnya.Sekitar 110 orang yang diperiksa secara acak, ditemukan 27 orang dicurigai terkena indikasi penyakit berhubungan dengan keracunan merkuri. Sebelas orang dinyatakan positif terpapar berat merkuri, termasuk 6 yang masih berusia anak–anak.“Orang yang terkena keracunan merkuri ini, dalam jangka panjang belum ada penanganannya secara khusus,” jelas Founder Medicus, Dokter Josep William.Baca juga: Fokus Liputan: Mereka Bertaruh Nyawa Demi Batu CinnabarWilliam yang juga berprofesi sebagai dokter umum mengatakan, secara klinis gejala merkuri tak terasa seketika, perlu waktu antara 5-10 tahun. Gejala khusus tidak ada, karena keracunan merkuri ini sangat luas penyakitnya, dapat menjangkit sistem saraf, kanker dan gangguan kesehatan. Penyakit ini dapat muncul sebagai penyakit kulit, paru-paru, kelainan ginjal, kelainan pembuluh darah, hingga beragam penyakit hormonal lainnya.Merkuri mengancam kesehatan karena termasuk polutan yang parsisten (bertahan di lingkungan) dan bisa terbawa sangat jauh begitu terlepas pada air atau udara. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-07.json | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Bukan Hanya Cerita, Penderita Penyakit Minamata Sudah Ada di Indonesia (Dilengkapi Video) | Di lokasi-lokasi Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) ditemukan kadar merkuri jauh melebihi baku mutu. Baik yang terdapat di perairan, tanah, udara hingga rantai makanan. Namun, data resmi yang dikeluarkan belum ada.“Di Cisitu, dalam dua tahun terakhir ada kasus kematian akibat keracunan merkuri. Besar kemungkinan resikonya akan meningkat. Tapi tergantung kadar yang bisa ditolerir oleh tubuh terhadap paparan merkuri, ” kata William.Di sisi lain, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh NGO pemerhati dampak tambang emas, BaliFokus mengidentifikasi bahwa sektor PESK merupakan sumber utama emisi merkuri. Dengan sumbangan sekitar 57,5% ke alam. Adapun peredaran merkuri di Indonesia dalam tahun 2016 mencapai 1,300 ton.Meskipun pemerintah telah membuat regulasi dan percepatan ratifikasi konvensi Minamata, namun upaya menghapus merkuri di tingkat lapangan tidaklah mudah. Logam berat ini, tidak hanya digunakan di sektor pertambangan emas rakyat, tetapi digunakan dalam berbagai keperluan lain.Tanpa adanya kebijakan yang tepat, pelarangan kegiatan akan berdampak sosial yang meluas. Puluhan ribu orang di Indonesia sudah terlanjur tergantung nasib kepada usaha pertambangan PESK. Namun, jika didiamkan lingkungan di sekitar pertambangan akan rusak dan tercemar logam berat.Warga lintas generasi akan terpapar keracunan merkuri. Air sungai akan tercemar, merkuri terbawa ke ke hilir dan berdampak pada biota sungai dan laut. Penyakit minamata, bukan hanya sekedar cerita, tetapi akan merebak di Indonesia. Siapkah kita?Video (diproduksi oleh Indonesia Nature Film Society/INFIS bekerjasama dengan Mongabay Indonesia). [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2015-009-13.json | Badan Restorasi Gambut Langsung di Bawah Presiden | Badan Restorasi Gambut Langsung di Bawah Presiden | [CLS] Guna memperbaiki tata kelola gambut di Indonesia, pemerintah akan membentuk Badan Restorasi Gambut, yang langsung berada di bawah Presiden. Payung aturan badan ini masih dalam pembahasan.“Sekarang sudah di Sesneg dan Seskab (sekretariat negara dan sekretariat kabinet). Tinggal pembahasan resmi. Saya ingin secepatnya badan ini terbentuk. Tapi ada atau tidak, kita tetap menjaga,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di sela peringatan Hari Menanam Pohon di Tahura Sultan Adam Banjarbaru Kalimantan Selatan, Rabu (25/11/15).Dia mengatakan, sudah membahas soal ini dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Sekarang dikaji lagi dasar hukum tapi kecenderungan Perpres,” katanya.Badan ini, berada di bawah Presiden dan akan bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga Kementerian Pekerjaan Umum yang bersifat adhoc dan melibatkan seluruh stakeholder.Pembentukan badan ini, katanya, menunjukkan kebijakan politik dalam merestorasi lahan gambut. Selama ini, upaya restorasi gambut kurang maksimal. Adapun pekerjaan terbesar badan ini, katanya, konstruksi untuk mengendalikan kanal-kanal, pengaturan air kanal. “Mana yang ditutup, mana tidak. Pengaturan tata air ini butuh kontrol konstruksi.”Untuk pendanaan, katanya, kemungkinan memanfaatkan dana Norwegia, World Bank dan sumber lain. “Mereka (Norwegia) ada komitmen tetapi kita belum dibahas detail. World Bank juga ingin tahu seperti apa bentuk Badan Restorasi Gambut ini. Mereka mau hibah. Kita sudah tunjukkan dasar scientific-nya.”Bantuan dari World Bank tahap pertama bantuan teknis, lalu pemetaan kesatuan hidrologi gambut—meskipun KLHK ada peta tetapi harus dirapikan.Saat ini, kata Siti, KLHK menyusun detail perencanaan sebagai persiapan kerangka kontrol gambut terkait restorasi. Aspek pengawasan tiap daerah berbeda disesuaikan kontur wilayah. Untuk itu, model akan berbeda antara lahan gambut di hutan, konsesi, maupun konservasi. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2015-009-13.json | Badan Restorasi Gambut Langsung di Bawah Presiden | Badan Restorasi Gambut Langsung di Bawah Presiden | “Sekarang sudah di Sesneg dan Seskab. Tinggal pembahasan resmi. Saya sih ingin secepatnya badan ini terbentuk. Tapi ada atau tak ada itu pun kita tetap menjaga,” katanya.Direktur Eksekutif Wetlands Internasional Indonesia Nyoman Suryadiputra mengatakan, Badan Restorasi Gambut bagus untuk mengoordinasikan semua upaya pemulihan lahan gambut.“Tapi harus jelas siapa yang mesti memulihkan. Biaya pemulihan jangan dibebankan ke pemerintah kalau lahan yang dipulihkan konsesi swasta,” katanya.Dia menyarankan, tugas badan ini lebih pada mengkoordinasikan berbagai hal terkait pengelolaan gambut, termasuk review, sinkronisasi dan revisi berbagai kebijakan terkait gambut yang kontradiktif dengan upaya pengelolaan berkelanjutan.Nyoman mencontohkan, Permentan Nomor 14 tahun 2009 soal budidaya sawit di lahan gambut, Permentan nomorN11 tahun 2015 tentang sistem sertifikasi ISPO.“Untuk badan restorasi gambut, mungkin mirip seperti BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Aceh pasca tsunami. Lebih banyak mengoordinasikan kegiatan di lapangan.” [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-010-18.json | Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya? | Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya? | [CLS] Pengelola Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief Sinjai bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulsel dan Flora Fauna Internasional (FFI) Sulsel menyampaikan ekspose hasil survey identifikasi spesies mereka di lanskap Gunung Bawakaraeng-Lompobattang. Risalah hasilnya disampaikan di Ruang Pola Kantor Bupati Sinjai, Sulsel pada Selasa (17/1/2023).Kegiatan pemantauan satwa endemik ini dilakukan dengan menggunakan metode 12 kamera intai yang dilakukan selama bulan Oktober-November 2022 yang lalu. Pemasangan kamera intai dilakukan sepanjang jarak 2.500 meter.Jalur pemasangan kamera intai ini dilakukan di hutan primer khas dataran tinggi pada ketinggian 1.500-1.750 mdpl. Pada jalur pemasangan kamera intai terdapat sungai yang sangat terjal pada sisi kanan.“Terdapat juga beberapa titik kubangan. Selain itu, jalur pemasangan kamera intai merupakan jalur yang biasa digunakan oleh warga, namun selama pengamatan dan pemasangan kamera tidak dijumpai aktivitas masyarakat,” jelas Fardi Ali Syahdar, Manager Project FFI Sulsel yang juga merupakan ketua tim riset lapangan.Hasilnya, dijumpai sebanyak empat jenis satwa liar endemik Sulawesi yang berhasil teridentifikasi dari keberadaan tapak kaki, kotoran dan tanda bekas makannya. Yaitu anoa gunung (Bubalus quarlesi), babi kutil sulawesi (Sus celebensis), kera hitam sulawesi (Macaca maura) dan musang sulawesi (Macrogalidia muschenbroekii). Baca juga: Dianggap Punah, Jejak Anoa Ditemukan di Tahura Abdul Latief Sinjai “Juga terdapat 2 jenis burung dan 7 jenis mamalia. Delapan diantaranya dapat teridentifikasi hingga tingkat spesies dan 1 jenis teridentifikasi hanya pada tingkat famili yaitu Muridae. Untuk pembahasan selanjutnya hanya digunakan 7 jenis satwa,” jelas Fardi. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2023-010-18.json | Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya? | Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya? | Dari tujuh jenis satwa yang teridentifikasi semuanya masuk dalam Red List IUCN dengan berbagai kategori yaitu Endangered/EN (yaitu Bubalus quarlesi dan Macaca maura), Vulnerable/VU (Macrogalidia musschenbroekii), Near Threatened/NT (Sus celebensis) dan Least Concerned/LC (Macropygia albicapilla, Cacomantis sepulcralis, Paruromys dominator dan Prosciurillus murinus).Lebih lanjut, hasil analisis menggunakan software R-Studio, peneliti mengetahui adanya pola aktivitas harian satwa liar yang berbeda-beda, baik itu aktivitas ketika mencari pakan, mencari sumber air maupun aktivitas lain yang berhubungan dengan upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.Misalnya pola aktivitas harian anoa gunung terbagi dalam dua fase yaitu aktif pada pagi hari pukul 6-9 pagi, pada siang hari pukul 10-15 sore terjadi pengurangan aktivitas, dan pada sore hari pukul 15-18 sore anoa gunung kembali melanjutkan aktivitasnya.“Pada malam hari anoa juga melakukan aktivitas pada pukul 7-12 malam dengan kepadatan aktivitas cenderung lebih sedikit jika dibandingkan pada pukul 12 malam sampai jam 6 pagi. Di waktu ini ada pola aktivitas yang dengan kepadatan sangat tinggi dibandingkan waktu-waktu lain.”Hasil riset ini pun menjadi data tambahan untuk distribusi temuan spesies Bubalus quarlesi dan Macrogalidia muschenbroekii.“Berdasarkan data IUCN, maka sebaran Bubalus quarlesi dan Macrogalidia muschenbroekii belum pernah dilaporkan ada di lokasi temuan tim survei gabungan sebelumnya,” terang Fardi. Terkait hasil temuan ini, Muhammad Idham Aliem, fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BBKSDA Sulsel menyatakan perlunya dilakukan perencanaan untuk survei lebih lanjut mengenai potensi keanekaragaman hayati pada bentang alam Gunung Bawakaraeng-Lompobattang. Khususnya untuk spesies yang terancam seperti anoa gunung dan musang sulawesi. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-010-18.json | Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya? | Survey Spesies di Tahura Abdul Latief Sinjai. Bagaimana Keberadaan Anoa dan Satwa Endemik Sulawesi Lainnya? | “Selain itu harus dilakukan penyusunan strategi rencana aksi konservasi atau SRAK, khususnya untuk spesies penting anoa dan inisiasi indikatif area lindung baru melalui status perlindungan tingkat nasional maupun internasional,” pungkasnya. [SEP] | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2015-086-04.json | Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | [CLS] Para saksi ahli dalam sidang gugatan uji materil UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) makin menegaskan, UU itu melanggar hak masyarakat adat yang sudah dilindungi konstitusi. Seharusnya, pemerintah wajib melindungi mereka.Kurnia Warman, Dosen Hukum Agraria Universitas Andalas Padang mengatakan, UU P3H inkonstitusional karena melanggar hak masyarakat adat. “Jika negara membentuk pemerintahan sebagai bagian NKRI, keberadaan masyarakat adat harus menjadi pertimbangan serius. Jangan sampai pemerintah daerah justru mengancam kesatuan-kesatuan dan hak-hak masyarakat adat,” katanya, Kamis (15/1/15).Dia mengatakan, terkait status hutan adat, MK mengeluarkan putusan 35 tahun 2012 menegaskan hutan adat bukan hutan negara. Hal ini jelas mengakui hutan adat sebagai entitas tersendiri dikelola masyarakat hukum adat. “MK telah memulihkan hak masyarakat adat atas hutan.”Dengan begitu, setiap UU negara wajib mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat karena dilindungi konstitusi. Jika tidak, UU itu dapat dikualifikasi karena bertentangan UUD 1945.Penguasaan negara, katanya, tidak boleh merugikan rakyat, apalagi sampai menimbulkan kriminalisasi. “Sejarah membuktikan, selama hutan masih dikelola masyarakat adat, tidak mengalami kerusakan. Justru kerusakan massif sejak negara mengambil alih penguasaan hutan dari masyarakat adat.”Dia mencontohkan, di hutan lindung yang kini Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Tanpa harus mengklaim hutan adat sebagai hutan negara, pada 1926, Pemerintah Belanda berkolaborasi dengan masyarakat melindungi hutan. Kesepakatan tertuang dalam produk hukum bernama Solok Regeling.“Solok Regeling ini pedoman pengelolaan hutan simpanan dan hutan nagari di nagari-nagari di Sumbar. Mengatur bagaimana penerapan bunga kayu bagi setiap orang yang mengambil hasil hutan.” | [0.5, 0.5, 0.0] |
2015-086-04.json | Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Kondisi ini, menunjukkan masyarakat adat tidak menentang perlindungan hutan, malah mendukung. Kolaborasi antara Belanda dan masyarakat adat berhasil menjaga hutan tanpa ada ketegangan kedua pihak. “Permaslahan baru muncul setelah pemerintah nasional mengambil alih TNKS. Kemudian perluasan tanpa melibatkan masyarakat adat di sekitar. Ini justru menimbulkan konflik dan meningkatkan laju kerusakan hutan. Ini membuktikan upaya perlindungan hutan tanpa melibatkan masyarakat itu gagal.”Begitu juga penyeragaman bentuk dan nama pemerintahan terendah menjadi pemerintahan desa bertentangan dengan pesan asli Pasal 18 B ayat 2 UUD’45. Pembentukan pemerintahan desa harus mempertimbangkan kesatuan masyarakat adat seperti nagari di Sumbar, marga di Sumsel, mukim di Aceh dan lain-lain.“Penyelenggaraan pemerintah negara dalam berbagai bidang urusan seperti pertanahan, kehutanan, pertambangan, perkebunan dan lain-lain tidak boleh menghapus hak ulayat atas tanah dan kekayaan alam mereka.”Tak jauh beda dengan Eddy O.S. Hiariej, guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada. Dia mengatakan, ketentuan pidana UU P3H tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat yang hidup di kawasan hutan. UU itu juga mengingkari fungsi melindungi hukum pidana.Dia memberikan catatan kritis pada beberapa pasal. Dalam Pasal 1 angka 3 tertulis perusakan hutan adalah proses, cara atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, atau yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.”Bagaimana jika masyarakat adat sudah hidup turun menurun dalam kawasan hutan? Pasal ini bisa mereka dikriminalisasikan.” | [0.5, 0.5, 0.0] |
2015-086-04.json | Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Lalu Pasal 84 ayat 2 menyebutkan, orang perseorangan karena kelalaian membawa alat-alat yang lazim digunakan menebang, memotong atau membelah pohon dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat berwenang bisa dipidana penjara delapan bulan dan paling lama dua tahun. Serta denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp1 miliar.“Konstruksi pasal jelas tidak memberikan jaminan penghidupan layak. Bagaimana jika orang perseorangan menebang pohon untuk kepentingan sendiri? Ini bisa dijerat pasal itu?”Begitu juga Pasal 92 ayat 1 mensyaratkan bentuk kesalahan berupa kesengajaan. Padahal syarat kesengajaan, mengetahui dan menghendaki.”Sedangkan dalam pasal itu terdapat kalimat patut diduga. Ini berarti tidak lagi mensyaratkan kesengajaan melainkan kealpaan. Terdapat pertentangan bentuk kesalahan hingga membahayakan kepastian hukum.” [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | [CLS] Banjir bandang dan longsor dengan kayu-kayu gelondongan hanyut, salah satu indikasi kawasan hulu rusak. Sambelia, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, jadi lokasi langganan banjir sejak 2006. Saling tuding penyebab kerusakan hutan, apakah masyarakat atau perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI)—penyedia kayu bahan bakar pengovenan tembakau. Yang pasti, perlu ada jalan keluar, bagaimana hutan-hutan di hulu terjaga dan mencari model pengeringan tembakau ramah alam. ***Bangunan kayu ini berukuran sekitar1,5 X 2,5 meter. Itulah kini tempat Kartini, warga Dusun Menanga Reak, Desa Dara Kunci, Sambelia, Lombok Timur, menghabiskan malam hari sejak gempa mengguncang Lombok 29 Juli, silam.Rumah dari batako tak roboh karena gempa pertama, tetapi terus dihantui rasa ketakutan. Hingga empat kali gempa besar mengguncang Lombok, 19 Agustus malam, tembok bangunan rumah yang baru dua tahun itu ambruk. Bagian tembok sisi lain terlihat miring, tak langsung ambruk karena tertahan tiang kayu. Barang-barang berharga sudah dia keluarkan, khawatir terkubur reruntuhan rumah.Baca juga: Ketika Tembakau Picu Kerusakan Lingkungan di Lombok (Bagian 1)Duka dampak bencana gempa masih dirasakan Kartini dan keluarga. Belum usai masalah gempa, warga Dusun Menanga Reak, dibayangi kecemasan musim hujan.Menanga Reak, dusun di Desa Dara Kunci ini sebenarnya dekat laut. Ia salah satu dusun cukup parah terdampak banjir Sambelia pada 2013. “Rumah rusak ini dulu rusak juga karena banjir, baru diperbaiki,’’ katanya.Kecemasan Kartini, bukan tanpa alasan. Tahun lalu, banjir besar kembali menjerjang Sambelia, kali ini di Desa Belanting, bertetangga Dara Kunci. Luapan air sungai menggenangi puluhan rumah warga, menghanyutkan harta benda sampai ternak.Baca juga: Ketika Perusahaan Pemasok Tembakau Berkonflik Lahan dengan Warga Lombok (Bagian 2) | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Seorang perwira kepolisian, pengajar di Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ditemukan tewas keesokan hari di sungai. Mobilnya terseret air bercampur lumpur saat mencoba menyeberangi sungai. Air bah tiba-tiba datang.Setiap ada banjir di desa-desa lain di Sambelia, Kartini merasa suatu saat banjir serupa kembali menghantam kampungnya.Tinggal di bagian hilir, jauh dari kawasan hutan, Kartini dan 933 keluarga di Desa Dara Kunci adalah saksi mata keganasan banjir badang 2006. Nyaris berbagai infrastruktur jembatan putus. Rumah dekat aliran sungai hanyut. Kayu gelondongan banyak hanyut. Dari sana warga korban banjir menuding dampak penebangan di bagian hulu.Baca juga: Mengerikan, Demi Tembakau Anak-anak Ini Terpapar Nikotin dan RacunSetelah banjir bandang 2006, bencana ini seakan jadi langganan rutin setiap tahun di Sambelia. Tak seperti banjir 2006, tetapi selalu menyisakan “oleh-oleh,” minimal jembatan desa putus, beberapa rumah hanyut, dan menggenangi rumah-rumah warga. Banjir 2013, memutus salah satu jalan penghubung dusun di Desa Dara Kunci.Tahun 2015, tak sampai banjir besar. Pada 2017, banjir bercampur lumput membuat warga kembali cemas. Banjir 2006, juga bercampur lumpur.Faisal, Kepala Desa Dara Kunci tambah pusing dengan gempa yang merusak lebih setengah rumah warga. Desa yang dekat pusat gempa 19 Agustus lalu ini membuat 625 rumah warga rusak berat.Selain rehabilitasi gempa, Faisal juga memikirkan kelanjutan proyek pembuatan tanggul di sungai yang melintas di Dusun Batu Sela dan Menanga Reak. Pada banjir 2017, luapan air sungai masuk ke rumah warga.Tak separah pada banjir-banjir sebelumnya, tetapi jadi sinyal bahwa kejadian serupa bisa terjadi, dalam skala lebih besar. “Tanggul itu untuk mencegah luapan air masuk kampung.”Menanga Reak dan Batu Sela, adalah dua dusun paling parah kerusakannya karena banjir Sambelia. Setiap musim hujan tiba, warga di dua dusun ini penuh kecemasan. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Apalagi, setelah gempa mengguncang Lombok, beberapa bukit alami keretakan. Kalau nanti curah hujan lebat, mereka khawatir banjir akan bercampur lumpur. Lumpur itulah yang banyak membuat kerusakan.Faisal bilang, tak perlu mencari teori untuk mengetahui penyebab banjir. Yang pasti, katanya, bagian hulu (hutan) gundul. Tak peduli apakah masyarakat atau perusahaan yang memiliki izin penebangan, bagi Faisal, mereka harus bertanggungjawab terhadap bencana banjir di Sambelia.“Yang menebang di daerah atas, tetapi kami di bawah yang kena banjir bandang,’’ katanya.Sebagian Dara Kunci, memang berbatasan dengan kawasan hutan, termasuk sebagian warga juga terlibat konflik dengan PT Sadhana Arifnusa. Lahan yang dikuasai perusahaan pembeli daun tembakau kering itu membentang dari ujung utara hingga ujung selatan Sambelia. Hampir semua desa di Sambelia, masuk peta hutan tanaman industri perusahaan ini.Dampak banjir tak sekadar kerusakan material, juga psikologis masyarakat terganggu.Baca juga: Kala Petani Temanggung Beralih Tanam dari Tembakau ke Kopi dan Sayur (Bagian 1)Warga ketakutan ketika hujan lebat turun. Mereka mencemaskan air bah dari hulu yang bermuara di pesisir di kampung.“Jalan rusak karena banjir dulu sampai sekarang belum semua diperbaiki,’’ kata Faisal.Satu-satunya cara agar banjir tak lagi jadi bencana tahunan di Sambelia, adalah menghutankan kembali daerah hulu. Lahan kuasa masyarakat dan perusahaan harus kembali ke fungsi semula sebagai hutan. “Kami lelah juga dengan banjir,’’ katanya. ***HM Amin, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2013-2018 yang mengakhiri jabatan pada 17 September 2018 pernah melemparkan wacana ke publik agar hutan Sambelia ditanami beringin. Niat politikus Golkar yang bergabung ke Nasdem ini bukan bermaksud politis jadikan Sambelia sebagai hutan beringin–pohon yang identik dengan Golkar. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Kala itu, kata Amin, hanya beringinlah pohon yang memungkinan Sambelia cepat pulih dari lahan kritis. Beringin cepat tumbuh dan pohon tak bisa dimanfaatkan. Pohon itu akan menyimpan air dan menghijaukan kembali Sambelia.Ide yang sulit terealisasi di lapangan. Sebagian besar hutan produksi di Sambelia, terbebani izin perusahaan, yang sejak awal memerlukan kayu. Bahkan, kalau perusahaan menanam kayu, mereka tak akan membiarkan terlalu lama, harus ditebang cepat untuk kebutuhan bahan bakar.Baca juga: Tembakau Temanggung, Andalan Daerah Tetapi sebagian Tanam di Hutan LindungDari 1.794 hektar hutan di Lombok Timur, merupakan konsesi Sadhana, perusahaan pembeli daun tembakau kering ini memiliki izin hutan tanaman industri cadangan energi (HTICE). Berdasarkan rekomendasi Gubernur NTB tertanggal 9 Juni 2009 tentang IUPHHK-HTI Sadhana seluas 4.028 hektar, tersebar di Lombok Timur 1.794 hektar, Lombok Tengah 829 hektar, dan Lombok Utara 1.407 hektar.Perusahaan ingin memastikan produksi tembakau petani terus berlanjut dengan menyediakan bahan bakar pengovenan. Yazid Sururi, pegiat lingkungan sekaligus peneliti kehutanan bilang, hasil pengamatan dan pemetaan di Sambelia, baik hutan kelolaan masyarakat (hutan kemasyarakatan) maupun perusahaan, tak jauh berbeda, sama-sama kritis. Wilayah HKm, katanya, tak semua terjaga baik, juga perusahaan, tak menjalankan kewajiban menanami konsesi mereka.Dulu, lahan itu cukup hijau dengan gerakan rehabilitasi lahan (gerhan) maupun pohon tanaman petani, belakangan perusahaan membersihkan lahan dengan menebang semua. Yang terjadi, katanya, lahan makin kritis.“Perusahaan juga menebang dengan metode clear cutting (sistem tebang habis),’’ katanya.Dengan metode ini, perusahaan membabat habis dan menanami komoditas kayu keperluan mereka. Sistem tebang habis inilah, katanya, yang membuat lahan makin kritis, belum lagi laju penanaman tak secepat penebangan. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Saat curah hujan tinggi, tanah yang tak lagi ada pepohonan mudah tergerus, jadi lumpur. Limpahan air dan lumpur ini menerjang Sambelia, merusak rumah, jembatan, dan fasilitas umum lain. Selain itu, banjir juga membawa potongan kayu dari hutan. Ia hanyut bersama air.Pria yang memetakan tutupan hutan di Sambelia pada 1995-2015 ini mengatakan, dari peta satelit tampak jelas area tutupan lahan berkurang. Lahan non kayu terus bertambah. Di peta citra satelit yang diolah Yazid juga tampak salah satu pulau kecil (gili) dengan hutan mangrove berkurang cukup luas.Dia bilang, perlu penelitian lebih lanjut guna mengetahui dampak kerusakan hutan di hulu, banjir, dan kesehatan hutan mangrove di beberapa daerah di Sambelia.Menurut Yazid, kalau melihat intensitas banjir di Sambelia, kondisi sudah darurat. Untuk itu, perlu upaya segera menghijaukan hutan yang gundul, baik di hutan lindung maupun hutan produksi di konsesi perusahaan maupun masyarakat.Pemerintah, katanya, harus menekankan agar lahan-lahan itu segera ditanami pepohonan kuat menahan erosi.Untuk jangka panjang, Yazid mengusulkan, ubah status HTI jadi kawasan konservasi. Begitu juga status hutan produksi di bagian lain, kembali jadi kawasan konservasi. “Itu tawaran jangka panjang.” Selama ini, katanya, tuduhan kerusakan hutan sering tersemat kepada petani. Mereka membuka lahan, mengganti dengan tanaman semusim. Memang, katanya, ada petani menanami lahan di ketinggian dengan tanaman semusim seperti kacang panjang, jagung, dan padi. Selain itu, mereka juga menanam tanaman keras seperti pohon serikaya dan jambu mete. Pohon buah itu bantuan dari pemerintah.Warga juga bergantung pada pohon buah itu, katanya, karena tanaman semusim hanya bisa pada musim hujan. Kala kemarau, justru musim panen buah-buahan dan bermanfaat bagi petani.“Selama ini lahan HKm terus yang dituduh gundul, dan sebagai pemicu banjir,’’ katanya. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Padahal, di lahan-lahan kelola itu, katanya, petani menjaga pohon buah karena sumber penghasilan mereka. Sayur hanya keperluan sehari-hari. Kondisi itu, katanya, berubah ketika perusahaan masuk. Pepohonan dan tanaman dibersihkan.Andra Ashadi, Serikat Tani Nasional (STN) Lombok Timur bilang, justru perusahaan penyebab kerusakan hutan Sambelia. Kala lahan masih kelolaan petani, mereka tak mengganggu tanaman dari proyek gerhan seperti sonokeling. Begitu perusahaan masuk, semua ditebang termasuk pepohonan warga. Kayu-kayu itu, katanya, untuk pengovenan tembakau.“Justru perusahaan yang membuat lahan di Sambelia makin kritis. Coba tunjukkan mana tempat rimbun yang pohon ditanam perusahaan?”Andra menunjukkan kepada saya foto-foto dokumentasi STN Lombok Timur selama mengadvokasi petani di Sambelia. Dia memperlihatkan, aktivitas masyarakat. Di dalam beberapa foto terlihat masyarakat mengangkut kayu gelondongan untuk membangun masjid. Kalau lihat volume, tak banyak.Foto lain memperlihatkan, lahan HTICE. Di lahan itu terlihat kayu yang sudah ditebang dan dipotong kecil. Kayu-kayu itu tertumpuk rapi. Di belakang tumpukan kayu itu terlihat kondisi lahan nan tandus.Dari perusahaan, dalam tulisan di Mongabay, sebelumnya, Kuswanto Setia Budi, Station Manager PT Sadhana Arifnusa mengatakan, konsesi Sadhana sudah ditanami, baik di Lombok Tengah maupun Lombok Timur. Di Desa Sambelia, Lombok Timur, dalam proses.Di Lombok Tengah, lebih maju. Pohon perusahaan sudah panen. Perusahaan mengakui, ada persoalan dengan petani. Beberapa petani belum bisa kompromi dengan skema perusahaan.Saat ini, katanya, perusahaan berproses menyelesaikan konflik dengan petani.Lahan di Lombok Utara, katanya, sampai kini masih menunggu petunjuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kemungkinan kemitraan penuh dengan tanaman perkebunan. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Di Sambelia, para petani menolak kemitraan perusahaan . Menurut mereka, kemitraan itu merugikan. Para petani memilih mempertahankan lahan garapan.Di Sambelia, katanya, perusahaan melakukan pembersihan dengan clear cutting. Lahan kritis dalam proses penanaman. “Semua masih baru hingga proses belajar.”Kala perusahaan masuk, katanya, kawasan juga kritis, warga masuk. Dia klaim, ada perusahaan justru bagian menghutankan kembali lahan gundul.Bagaimana dengan kebijakan perusahaan menyediakan bahan bakar kayu bagi petani tembakau mitra?Kuswanto mengklaim, sejak semula perusahaan menegaskan hutan sebagai penyangga. Tanaman utama adalah turi. Ia ditanam di lahan warga masing-masing, baik di pematang sawah, ladang dan kebun.Dalam tiga tahun, turi bisa panen dan jadi bahan bakar kayu mandiri, tanpa perlu mencari keluar.Meskipun begitu, meyakinkan petani menanam dan memanfaatkan turi tak mudah. Petani berasumsi, kayu yang baik untuk pembakaran seperti kayu asam. Akhirnya, petani berburu kayu, selain turi.“Inilah yang memicu maraknya penebangan pohon keras. Bahkan petani mitra perusahaan pun sulit diyakinkan dengan bahan bakar turi, kualitas pengovenan bagus.” Perlu ada solusi Markum, dosen Kehutanan Universitas Mataram bilang, perusahaan seharusnya bisa menyisihkan dana tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) untuk riset bahan bakar alternatif.Metode pembakaran, katanya, memang menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Asap pembakaran mengganggu kualitas udara terutama oven tembakau berada di perkampungan yang bisa menganggu pernafasan warga sekitar. Apalagi kalau di kampung itu banyak oven.Setidaknya, kata Markum, perusahaan perlu riset mencari formula meminimalisir dampak pembakaran. Dari berbagai bahan bakar alternatif selain minyak tanah, perusahaan perlu riset mencari bahan bakar ramah lingkungan. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Menurut Markum, kayu dari Pulau Lombok dan Sumbawa tidak ramah lingkungan. Bahkan, kerugian dari pembakaran menggunakan kayu itu tak sebanding dengan dampak ekonomi dari bisnis tembakau di Lombok.Dulu, katanya, warga pernah coba cangkang sawit. Di NTB tak ada perkebunan sawit tetapi didatangkan dari Kalimantan dan Sumatera.“Cangkang sawit yang pernah dipakai, menurut petani, api yang tak sebagus kayu. Di sinilah peran perusahaan melakukan kajian dan percobaan untuk menemukan model tungku yang kira-kira bisa memaksimalkan panas pembakaran cangkang sawit,” katanya, seraya bilang perlu riset untuk mencari kriteria cangkang sawit terbaik untuk pengovenan.Ahmad Rifai, DPP Serikat Tani Nasional (STN) mengatakan, pemerintah juga tak boleh berpangku tangan melihat kerusakan lingkungan karena penggunaan kayu berlebihan.Pemerintah, katanya, juga tak boleh membiarkan petani berjuang sendiri mencari bahan bakar untuk pengovenan tembakau. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau, katanya, yang didapat pemerintah harus kembali ke petani dalam bentuk penyediaan bahan bakar alternatif.“Jangan habis dibagi-bagi ke daerah dan untuk program yang tak jelas bagi petani,’’katanya.Rifai mendesak, pemerintah dan perusahaan segera mencarikan alternatif pengeringan tembakau dengan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah dan perusahaan, katanya, tak boleh pelit mengeluarkan dana meriset teknologi yang memungkinkan pengeringan tembakau tanpa harus pakai pembakaran seperti sekarang.“Apakah itu mengggunakan energi panas matahari, listrik, atau teknologi lain.”Dia bilang, teknologi ini akan mahal, tak akan terjangkau petani. Untuk itulah, perlu ada upaya pengeringan tembakau tak melulu oleh petani, juga oleh perusahaan atau penyediaan fasilitas oleh pemerintah.Teknologi pengeringan ramah lingkungan itu, katanya, bisa mengurangi beban pemerintah dalam memperbaiki kerusakan lingkungan dampak penebangan pohon masif setiap musim tembakau. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-14.json | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Di Jawa, kata Rifai, pengeringan tembakau tak seperti di Lombok. Dia juga tak mengerti alasan perusahaan yang beroperasi di Lombok, memaksa petani harus mengeringkan tembakau dengan metode pembakaran.Menurut dia, perlu evaluasi sistem pengeringan dengan memasang gelantang (tembakau diikat pada sebuah tongkat, kemudian digantung seperti jemuran baju di dalam oven).“Apakah memungkinkan ada cara lain lebih menghembat bahan bakar tapi hasil lebih bagus? Setidaknya, bisa mengurangi bahan bakar yang harus disiapkan setiap musim tembakau. Jangan cuma mau enak beli yang sudah jadi saja,.”Jadi, bagaimana nasib lingkungan, hutan dan keselamatan warga di Lombok, ke depan? (Selesai) Keterangan foto utama: Tumpukan kayu sudah dipotong dan siap dijual ke petani tembakau di lahan konsesi HTI-CE PT Sadhana Arifnusa. STN menuding perusahaan juga menebang pohon hasil proyek reboisasi dan gerhan yang ditanam petani dan pemerintah. Foto: STN Lotim/Mongabay Indonesia [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | [CLS] Aktivitas penangkapan ikan dengan cara ilegal, tak dilaporkan, dan tidak sesuai aturan (IUUF) masih sulit untuk dihentikan sampai sekarang. Kegiatan tidak bertanggung jawab itu terus ada di berbagai wilayah perairan Indonesia, utamanya yang menjadi wilayah perbatasan antar negara.Salah satu perairan yang menjadi lokasi kegiatan IUUF, adalah laut Arafura yang secara administrasi masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 718. Laut tersebut dikenal sebagai salah satu lokasi penangkapan ikan yang potensinya masih besar.Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini sempat menjabarkan bahwa potensi sumber daya ikan (SDI) di WPPNRI 718 mencapai 2.637.565 ton.Angka tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Jenis Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Akan tetapi, jumlah tersebut tidak berhasil dimanfaatkan dengan baik, karena pada 2018 hanya sanggup maksimal 236 ribu ton saja yang berhasil dimanfaatkan.Masih belum optimalnya pemanfaatan SDI di wilayah perairan tersebut, terjadi karena perubahan kebijakan secara nasional terkait pengelolaan wilayah penangkapan di seluruh Indonesia. Perubahan itu berimbas langsung ke WPP-NRI 718 yang secara administrasi masuk wilayah Provinsi Papua dan Maluku tersebut.baca : Pengawasan Ekstra Ketat untuk Laut Arafura Dampak tersebut, menjadi fatal karena ada oknum tidak bertanggung jawab yang kemudian memanfaatkannya untuk kegiatan IUUF. Salah satu persoalannya, karena sampai sekarang tata kelola perikanan skala kecil belum terbangun dengan baik.Menurut Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, kondisi tersebut menempatkan Indonesia sedang menghadapi persoalan serius di laut Arafura. Salah satu persoalan yang dihadapi, adalah masih minimnya pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Terutama, hasil tangkapan pada kapal perikanan yang ukurannya di bawah 10 GT (gros ton),” ungkap Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan, belum lama ini di Jakarta.Permasalahan tersebut mengakibatkan persentase penangkapan ikan di laut Arafura yang tidak dilaporkan mencapai 29,39 persen. Kemunculan angka tersebut menegaskan bahwa ada pengelolaan perikanan yang tidak transparan di perairan tersebut.Dalam penilaian dia, aktivitas perikanan skala kecil sering diremehkan oleh banyak kalangan di dalam negeri. Padahal, kegiatan tersebut mempunyai kontribusi sosial dan ekonomi cukup signifikan, terutama dalam ketahanan pangan dan upaya pengentasan kemiskinan.Mengingat permasalahan seperti itu masih terus berlangsung dan belum ada jalan keluarnya, Pemerintah Indonesia dinilai perlu untuk segera melaksanakan perbaikan tata kelola perikanan skala kecil, terutama yang ada di WPPNRI 718.Bukan saja karena keterkaitan dengan kegiatan unreported, tapi juga tingginya tingkat kerentanan mereka,” jelas dia.baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur Suhufan menerangkan, perlunya dilakukan perbaikan tata kelola, karena selama ini perikanan skala kecil selalu masuk dalam stigma sebagai kelompok masyarakat miskin dengan tingkat pendapatan yang rendah.Dengan dilakukan perbaikan tata kelola, perikanan skala kecil diharapkan bisa mendapatkan dampak positif yang sangat luas. Bukan saja pada sektor perikanan, dampak positif juga diharapkan terjadi pada sektor ekonomi secara umum, dan sosial lainnya yang berkaitan dengan mereka.“Misalnya, infrastruktur pedesaan, teknologi informasi, kesehatan, dan pendidikan,” urai dia.Tentang angka persentase kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh kelompok perikanan skala kecil, menurut dia itu adalah angka hasil kajian yang dilakukan DFW Indonesia di WPPNRI 718. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Kajian dilakukan dengan menghitung nilai kerugian IUUF, terutama kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan. Untuk menghitungnya, dilakukan survei di dua daerah, yaitu Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, dan Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.“Itu angka cukup signifikan,” tegas dia.Dalam melaksanakan survei, tim kajian fokus pada kelompok perikanan skala kecil yang menggunakan perahu ataupun kapal perikanan dengan ukuran di bawah 10 GT. Mereka yang masuk kelompok tersebut, dijadikan objek survei untuk mengumpulkan data-data.baca juga : Menjaga Laut Arafura dan Timor Tetap Lestari dan Berkelanjutan Suhufan menambahkan, tingginya angka hasil tangkapan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil, menjadi penanda bahwa ada beragam masalah yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Indonesia di level skala kecil.Padahal, masalah yang muncul sekarang merupakan tambahan masalah yang sudah ada sebelumnya. Akumulasi tersebut, merupakan hasil tangkapan nelayan yang tidak tercatat karena dijual pada pasar lokal, dibuang, digunakan untuk umpan, atau untuk konsumsi pribadi.Terus berjalannya kegiatan penangkapan ikan tanpa melakukan pelaporan hasilnya, menjelaskan bahwa kelompok perikanan skala kecil memiliki karakteristik yang khusus, dan itu berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur, dan kelembagaan perikanan pada tingkat lokal.“Kondisi itu menyebabkan terbatasnya pendataan atau pengungkapan informasi dari aktivitas perikanan skala kecil,” tutur dia.Sebab lain kenapa praktik tidak dilaporkan hasil tangkapan ikan, adalah karena WPPNRI 718 terlalu banyak memiliki pelabuhan tangkahan atau pelabuhan alternatif. Setidaknya, ada 13 pelabuhan tangkahan yang saat ini beroperasi.Selain faktor pelabuhan alternatif, faktor lain yang memicu adanya hasil tangkapan dari perikanan skala kecil yang tidak dilaporkan, adalah karena titik labuh antara kedua kabupaten yang menjadi tujuan survei. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | “Ketiadaan tenaga pencatat atau pengawas perikanan yang bertugas secara rutin, jadi juga penyebabnya,” sebut dia.perlu dibaca : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur Akurasi LaporanPeneliti DFW Indonesia Subhan Usman mengatakan terus berlangsungnya aktivitas perikanan yang tidak dilaporkan di WPPNRI 718, adalah salah satunya karena terdapat aktivitas perdagangan gelembung (jeroan) ikan Gulama yang keluar dari Merauke dan tidak dilaporkan kepada otoritas perikanan setempat.Selain Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Merauke, hasil tangkapan dan perdagangan juga tidak dilaporkan ke Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Ketiadaan laporan tersebut membuat angka dan data yang dicatat oleh otoritas menjadi tidak akurat. Apalagi, nilai dan volume dari perdagangan gelembung ikan di Merauke juga sangat besar. Untuk setiap kilogramnya, gelembung Gulama yang sudah kering dihargai Rp20 juta.“Angka tersebut mendominasi total hasil tangkapan yang disurvei kita, dan itu mencapai 47 persen,” jelas dia.Fakta lain yang berhasil diungkap, adalah bahwa hampir seluruh kapal perikanan yang tonasenya di bawah 10 GT di Merauke tidak melaporkan hasil tangkapan ikan. Mereka yang mau melaporkan, adalah perusahaan perikanan yang mengoperasikan kapal berukuran besar di atas 10 GT.Selain fakta di atas, DFW Indonesia juga menemukan fakta lain bahwa separuh kapal perikanan berukuran di bawah 10 GT yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru juga diketahui tidak melaporkan hasil tangkapannya kepada otoritas perikanan setempat.Pelaporan juga hanya dilakukan oleh perusahaan perikanan pembeli ikan,” ujar Subhan Usman.baca juga : Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia? | [1.0, 0.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Kemudian, fakta lainnya yang berhasil ditemukan tim adalah bahwa tidak ada data jumlah kapal perikanan yang pasti di WPPNRI 718. Fakta tersebut bersanding dengan fakta lain bahwa kapal yang terdaftar resmi masih rendah di WPPNRI 718.Jumlah kapal atau perahu perikanan di bawah 10 GT yang terdaftar sangat rendah,” tambah dia.Diketahui, saat ini kapal perikanan di bawah 7 GT yang terdaftar resmi di Kabupaten Merauke jumlahnya hanya mencapai 60 kapal saja, dan di Kabupaten Kepulauan Aru jumlahnya hanya mencapai 165 kapal.Padahal, menurut Subhan Usman, jumlah kapal perikanan yang ukurannya di bawah 7 GT dan saat ini beroperasi di WPPNRI 718 secara keseluruhan diperkirakan mencapai 1.000 unit kapal. Namun, angka tersebut tidak terdeteksi dengan baik, karena masih banyak yang tidak mau melaporkan.Persentase yang tinggi untuk hasil tangkapan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil, menjadi gambaran betapa kompleksnya permasalahan yang ada di WPPNRI 718. Secara umum, dengan potensi yang masih besar, perairan WPPNRI 718 juga akan menjadi lokasi incaran untuk melaksanakan IUUF.Tetapi, kegiatan tidak bertanggung jawab tersebut akan terus ditekan agar semakin sedikit berjalan di perairan Indonesia. Tugas tersebut kini tengah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia melalui KKP yang sedang fokus menyiapkan penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur.Kebijakan yang sudah digaungkan sejak akhir 2021 itu, sampai sekarang belum diterapkan karena masih ada beberapa tahapan yang sedang dilaksanakan finalisasi. Dengan segala metode yang diklaim KKP bagus, kebijakan tersebut dijanjikan akan bisa meredam segala bentuk kegiatan IUUF. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Berdasarkan rencana, kebijakan akan diimplementasikan pertama kali di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718 (meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur), 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), dan 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau).baca juga : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut Penegakan HukumDirektur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin pada kesempatan sebelumnya menjelaskan, untuk mengawal program penangkapan ikan terukur, akan didorong penguatan sinergi dengan aparat penegak hukum lain.“Itu diperlukan untuk pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan. Itu bukan hanya ranah KKP saja,” ungkap dia.Salah satu penguatan pengawasan adalah tidak memberikan ruang bagi praktik IUUF, yang dibuktikan dengan penangkapan 73 kapal pelaku IUUF, baik berbendera Indonesia maupun kapal berbendera asing dari Malaysia, dan Filipina sepanjang 2022.Dia menegaskan, untuk urusan IUUF, Indonesia sudah mengadopsi ketentuan dalam the 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) ke dalam peraturan perundang-undangan nasional. Adopsi aturan tersebut akan terus dijalankan untuk mencegah IUUF terus berkembang.Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga menyebutkan bahwa kebijakan penangkapan terukur akan dikawal ketat melalui pengawasan berbasis teknologi. Tujuannya, untuk memastikan praktik kecurangan dan penangkapan berlebih (overfishing) tidak terjadi.Ada teknologi satelit, dan kapal pengawas di setiap zona dan terkoneksi dengan pesawat pemantau (air surveillance), sehingga tidak ada praktik penangkapan ikan yang melebihi kuota,” ucap dia. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Terkait dengan pemantauan berbasis satelit yang saat ini sedang dalam proses pengembangan, dia menyebutkan teknologi tersebut akan memiliki kemampuan untuk mendeteksi praktik penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal, juga mampu mendeteksi sampah yang dibuang ke laut.Dia berharap, teknologi pemantauan berbasis teknologi tersebut bisa dioperasikan pada 2022 bersamaan dengan penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Agar itu bisa diwujudkan, proses percobaan terus dilakukan dari sekarang.Selain melalui kebijakan penangkapan ikan terukur, upaya untuk meredam aktivitas IUUF juga dilakukan melalui kolaborasi internasional dengan negara G20 dan negara Regional Plan of Action to Combat Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (RPOA-IUU).Negara yang tergabung dalam dua kelompok di atas, secara bersama sudah berjanji untuk menerapkan standar perikanan yang bertanggung jawab dalam upaya untuk mencegah praktik IUUF. Dengan cara tersebut, diharapkan upaya pemberantasan IUUF di dunia bisa terus berlanjut.Perwakilan Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA-2) Handoko Adi Susanto menjelaskan, kerja sama regional dan internasional sangat dibutuhkan untuk dapat memenangkan perang melawan IUUF. ATSEA-2 sendiri ikut terlibat dalam kegiatan kolaborasi internasional melawan IUUF.Sebagai bagian dari komitmen pemberantasan IUUF, program ATSEA-2 fokus pada upaya melindungi keanekaragaman dan meningkatkan kualitas hidup melalui konservasi dan pengelolaan ekosistem laut yang berkelanjutan.Saat ini, ada dua pendekatan yang bisa diterapkan bagi pelaku IUUF. Pertama, cara yang dilakukan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dengan penerapan sanksi administratif. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2022-040-08.json | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Kemudian, cara kedua adalah yang diterapkan oleh Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNDOC) dengan mengedepankan tindak pidana kejahatan perikanan (fisheries crime) untuk para pelaku IUUF di seluruh dunia. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-023-19.json | Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas | Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas | [CLS] Sembilan kukang Sumatera sitaan dari ayah dan anak yang berupaya menjual satwa ini, Kamis malam (29/9/16), akhirnya lepas liar ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).Pelepasliaran oleh tim Orangutan Information Centre (OIC), dibantu ISCP dan petugas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut).Kukang-Kukang ini hasil pengungkapan penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum LHK)-Sumatera, Sabtu (17/9/16).Baca juga: Mau Jual Kukang, Ayah Anak Tertangkap Petugas NyamarSebelumnya, kukang-kukang ini ditempatkan dalam kandang sementara di Markas Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul di Deli Serdang. Lalu, menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis OIC.Ricko Lainul Jaya, dokter hewan OIC, mengatakan, dari hasil pemeriksaan medis semua kukang masih memiliki gigi lengkap, dan kondisi cukup baik.Secara tingkah laku, katanya, mereka masih liar, higga merekomendasikan kepada BBKSDA Sumut agar segera rilis.“Dari berat, dari tingkah laku, satwa-satwa ini layak segera rilis ke alam, ” katanya seraya mengatakan, kukang-kukang ini mendapatkan makanan tambahan dan vitamin.Panut Hadisiswoyo, Direktur OIC, mengatakan, pemantauan mereka tersangka P di kampung terkenal sebagai penampung satwa, bukan hanya kukang.Pelaku merupakan penyalur satwa-satwa ke pasar satwa di Medan seperti Jalan Bintang, dan sejumlah lokasi lain. Meskipun baru sembilan kukang Sumatera berhasil terungkap, namun ada dugaan masih banyak yang belum disita. Mereka terus mendalami kasus ini.P mengaku, hanya memburu satwa jika ada pemesan datang. Untuk kukang baru dua kali berburu, pertama berhasil dijual namun kedua gagal karena pembeli adalah petugas Gakum LHK yang menyamar.Menurut dia, anaknya tak mengetahui apapun. Dia hanya minta anaknya bawa kukang. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-023-19.json | Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas | Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas | Menurut Halasan Tulus, Kepala Balai Pengawasan dan Gakum LHK, modus jaringan perdagangan satwa dilindungi terutama Sumatera, terus berkembang. Mulai dari mengirim satwa melalui paket online– dijemput langsung pembeli–, sampai melibatkan anak-anak bawah umur. [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-028-11.json | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | [CLS] Kepulauan Aru yang berada di Provinsi Maluku memiliki sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang kaya dan unik. Kepulauan yang berada di Laut Arafura ini, memiliki beberapa fauna khas yang biasa dikenal publik sebagai penghuni daratan Papua, seperti walabi, cendrawasih dan kasuari.Kajian FWI (2019) mengidentifikasi ada sekitar 832 pulau yang masuk wilayah Kepulauan Aru. Satu pulau masuk dalam kategori pulau besar [1] selebihnya berupa pulau-pulau kecil. Lebih lanjut dari total luas wilayah 815.242 hektar, sekitar 75% atau 605.000 hektar masih berupa hutan alam [2].Pada sekitar tahun 2013-2014 lebih dari setengah luas daratan atau 542.740 hektar Kepulauan Aru direncanakan menjadi lahan investasi perkebunan tebu Menara Grup. Namun, rencana investasi tersebut menuai banyak penolakan dari masyarakat Aru. Gerakan #SaveAru waktu itu mendapat dukungan kuat, dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. Pada akhirnya rencana investasi tersebut batal dengan sendirinya.Sampai tahun 2017 jumlah penduduk Kepulauan Aru adalah 102.272 jiwa [3]. Hampir sebagian besarnya masih sangat bergantung pada hasil alam dalam menopang kehidupannya. Tentu saja, ketersediaan sumber daya air pulau-pulau kecil seperti Aru menjadi faktor utama adanya kehidupan manusia yang berkelanjutan.Lalu darimana air muncul di pulau-pulau kecil ini?Ketersediaan air di pulau-pulau kecil dipengaruhi oleh luasan daerah aliran air, ketinggian daratan yang berkaitan dengan lensa air tanah dan struktur geologi pulau. Kepulaun Aru, yang merupakan pulau-pulau bertopografi rendah 10-250 mdpl, menurut sejarah geologinya terbentuk dari karst.Baca juga: Cerita Perjuangan Panjang Warga Selamatkan Kepulauan Aru Potret Karst dan Gua di Kepulauan Aru | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2020-028-11.json | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst adalah suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan (terutama) gamping yang mudah larut, karena adanya proses pelarutan karstifikasi (Samodra 2003). Gamping merupakan hasil pengendapan material (fosil) hewan yang bercangkang (gastropoda dan moluska) dan mengandung kapur (CaCO3,) yang terbentuk pada masa Miosen awal-akhir atau sekitar 23-5 juta tahun yang lalu.Karst kepulauan Aru menunjukan gejala morfologi kawasan bentang alam karst. Menurut PERMEN ESDM Nomor 17/2012, kawasan bentang alam karst adalah karst yang menunjukan bentukan eksokarst dan endokarst tertentu.Morfologi kawasan karst terbagi menjadi morfologi luar (eksokarst) yang dapat dilihat secara langsung dipermukaan seperti bukit karst, dolina (cekungan tertutup), mata air, telaga dsb. Sedangkan morfologi dalam (endokarst) yaitu gua, sungai bawah tanah dan speleotem (ornamen gua).Hasil kajian FWI dan Lawalata IPB (2016) mengidentifikasi sedikitnya ada 37 gua yang ditemukan di Kepulauan Aru. Itupun belum mencakup seluruhnya, karena waktu eksplorasi yang terbatas dan akses yang cukup sulit. Di dua desa yaitu Marfenfen dan Lorang, dijumpai sekitar 13 mata air yang ditemukan berupa sumur, telaga dan mata air berasal dari gua.Baca juga: Karst, Habitat Biota dengan Fungsi Ekologis Penting yang Harus Dilindungi Lanskap karst dan gua di kepulauan Aru memiliki keunikan tersendiri. Jika dilihat dari tampak peta citra satelit atau foto udara, daratan kepulauan Aru berupa dataran yang rata ditutupi oleh hutan yang rapat tutupannya dan sebagian berupa savana.Namun, jika masuk kedalam hutan tersebut jauh hingga ke tengah pulau, akan tampak bukit-bukit karst dan cekungan dolina serta ekosistem gua. Ada dua kelompok ekosistem gua di kepulauan Aru yaitu gua di hulu sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air, dan gua dengan penuh ragam ornamen yang banyak ditemukan di sisi-sisi bukit karst di tengah hutan. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-028-11.json | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Seperti yang ditemukan di Pulau Kobror, gua di pulau ini memiliki lorong yang dihiasi banyak ornamen seperti stalaktit, stalakmit, sodastraw, pilar, flowstone, gourdam dan ornamen yang masih meneteskan air perkolasi. Tidak sedikit, dari gua-gua tersebut memiliki aliran sungai bawah tanah di dalamnya.Sebaliknya di Pulau Trangan dengan penutupan lahan berupa padang savana, gua-gua yang ditemukan memiliki lorong panjang dan bercabang, dengan sedikit dijumpai ornamen pada lorong guanya. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh struktur batuan penyusun dan ekosistem diatasnya.Tak kalah menariknya ialah ekosistem gua di hulu-hulu sungai yang masih digenangi oleh pasang surut air. Vegetasi sekitarnya berupa mangrove dan hutan semak dengan perdu dan pepohonan kecil yang tingginya 1-5 meter. Nilai Historis Gua-Gua AruTemuan peneliti Australia University dalam buku yang berjudul “The Archaeology of the Aru Islands, Eastern Indonesia” (1996), mengungkapkan bahwa gua-gua di Aru memiliki nilai arkeologis yang menunjukan adanya hubungan historis antara gua dengan masyarakatnya. Terdapat bukti – bukti peninggalan kehidupan masa lalu seperti artefak, lukisan gua dan benda-benda keramik kuno di gua. Seperti Gua Lem Dubu yang berada di Desa Papakula, Aru Tengah.Gua Lem Dubu contohnya. Di gua ditemukan artefak berupa keramik kuno yang dipercaya oleh masyarakat sebagai peninggalan leluhurnya. Gua Lem Dubu berada di tengah hutan. Untuk mencapai gua ini dilalui lewat berjalan kaki sejauh 12 km.Secara fisik, Gua Lem Dubu merupakan gua fosil yang tembus ke balik bukit. Lorong gua horizontal dan panjangnya sekitar 30,7 meter sangat memungkinkan gua tersebut menjadi tempat berlindung mahluk hidup. Tidak sembarang orang dapat ke Gua Lem Dubu, untuk mengunjungi gua tersebut harus meminta izin tetua adat Desa Papakula dahulu. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-028-11.json | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Seyogyanya temuan ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan ruang wilayah Kepulauan Aru. Seminimalnya, temuan ini dapat memperkaya data dan publikasi mengenai kondisi karst dan gua di Indonesia. Menjaga Karst dan Gua AruBatuan karst dengan topografinya turut menjaga ketersediaan air tawar. Daerah tangkapan air yang tidak luas serta jumlah simpanan dalam bentuk lensa air tanah yang sedikit, menjadikan tutupan hutan diatas batuan karst memiliki peran penting dalam menyerap air dan menahan laju erosi hujan.Gua sebagai drainase alami membantu memanifestasikan air lewat tetesan air perkolasi yang semakin lama semakin membesar membentuk aliran sungai bawah tanah. Lebih dari itu fungsi karst sebagai tandon air alami karena sistem akuifernya yang khas memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan air.Kekayaan sumber daya alam kepulauan Aru merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Aru. Tinggal di pulau kecil, menjadikan masyarakat berada dalam satu kesatuan siklus alam. Hutan menjadi tempat berburu dikala laut sedang bergelombang tinggi selama satu musim, dan laut menjadi tempat menangkap di kala laut bersahabat selama satu musim lainnya.Baca juga: Polisi Sita Puluhan Cenderawasih Awetan di Kepulauan Aru Begitupun dengan karst dan gua. Gua-gua dengan potensi sarang walet secara umum banyak dimanfaatkan masyarakat Aru untuk kebutuhan ekonomi. Gua juga dijadikan akses masyarakat untuk menjangkau desa lainnya. Seperti di Desa Marfenfen, gua dimanfaatkan sebagai salah satu akses jalan terdekat untuk menuju desa-desa sebelahnya di hulu sungai.Dengan kedalaman sungai sekitar dari 50 – 200 cm membuat akses untuk menuju dan dalam gua dengan menggunakan sampan atau dalam bahasa lokal kole-kole. Memasuki lorong gua yang gelap dan berair menggunakan kole-kole menjadi hal menarik, perlu kehati-hatian menjaga keseimbangan tubuh agar tidak tercebur ke air. | [0.3333333432674408, 0.6666666865348816, 0.0] |
2020-028-11.json | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Demikian pula dengan soal pemanfaatan air. Desa seperti Lorang dan Marfenfen sangat bergantung pada mata air yang berasal dari karst, yang berfungsi layaknya tandon air raksasa. Seperti di Desa Lorang, mata air veragair adalah satu-satunya sumber air masyarakat yang sumbernya berasal dari gua.Keberadaan karst dan gua memiliki nilai penting bagi masyarakat Aru. Jika itu semua hilang maka sudah barang tentu dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian tak salah jika dengan menjaga karst dan gua, maka menjaga kehidupan masyarakat Aru. Referensi:[1] Kategori pulau-pulau kecil mengacu pada UU 01 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil[2] Analisis tutupan hutan FWI 2018[3] BPS Kepulauan Aru 2017 * Aziz Fardhani Jaya, penulis adalah penelusur dan peminat gua, anggota dari Indonesia Speleological Society ***Foto utama: Gua Godandi, mulut gua yang terletak dihulu sungai membuat akses menuju gua ini harus menggunakan sampan. Begitupun menelusuri lorongnya. Foto: Aziz Fardhani /Lawalata IPB 2016 [SEP] | [0.0, 0.5, 0.5] |
2023-014-13.json | Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | [CLS] Kalangan organisasi masyarakat sipil menilai, kerja-kerja pembelaan atau perjuangan lingkungan hidup ke depan akan makin sulit. Terlebih, Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru pengesahan pada penghujung 2022. Aturan ini pun dinilai berisiko memperburuk krisis lingkungan. Apalagi, pembangunan akan makin masif di tengah minim partisipasi publik.Nur Wahid Satrio Kusuma, Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi Nasional mengatakan, ada dua aspek yang jadi ancaman dalam KUHP. Pertama, KUHP tak ada jaminan menindak dan memberi efek jera kejahatan korporasi. Kedua, tak ada jaminan perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat.“Ini bisa mengancam kelestarian alam dan lingkungan hidup dengan pengelolaan berbasis masyarakat,” katanya dalam diskusi KUHP dan Kelestarian Lingkungan.Ketika masyarakat menjaga dan mengelola hutan, tetapi keluar izin-izin atau peruntukan lain di atasnya. Saat masyarakat menolak dan berupaya bertahan mempertahankan hutan atau lingkungan hidup mereka terjaga, bisa saja terjerat hukum dengan berbagai dalil.Dia contohkan, Pasal 46-48 KUHP menunjukkan pelemahan aturan dalam menjerat korporasi sebagai pelaku kejahatan lingkungan. Pada ketentuan ini, akan sulit pembuktian penjahat lingkungan yang mayoritas adalah korporasi.”Pembuktian ini akan bergantung pada kesalahan pengurus, bukan kesalahan korporasi. Ini tidak akan memberikan efek jera,” katanya. Baca juga: ‘Kado’ Tutup Tahun: KUHP Baru, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Makin Suram Ketentuan dan definisi soal tindak pidana lingkungan hidup bagi korporasi dalam KUHP tumpang tindih dengan Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Maradona, pengajar hukum pidana Universitas Airlangga, mengatakan, pengakuan korporasi dalam KUHP ini tidak menjawab permasalahan terkait beragam pendekatan pemidanaan korporasi dalam sistem hukum di Indonesia. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-014-13.json | Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | “Setelah KUHP berlaku tiga tahun lagi, sistem pemidanaan korporasi hanya di ranah definisi. Definisi akan merujuk di KUHP, sementara UU lain gunakan definisi lain akan jadi perdebatan.” Baca juga: Tolak Tambang Sungai Ilegal, Warga Sidrap Malah Dikriminalisasi Rawan kriminalisasi Tak hanya berisiko lemahnya penegakan hukum lingkungan, KHUP baru juga rawan kriminalisasi para pejuang atau pembela lingkungan hidup.Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara mengatakan, ketentuan dalam KUHP baru bisa meningkatkan kriminalisasi para pejuang lingkungan hidup.Dari hasil analisa, ada 19 pasal bisa untuk mengkriminalisasi pejuang lingkungan. “Dari 19 pasal itu, ancaman terendah ada pada pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 10 tahun. Jelas, KUHP minim perlindungan hukum bagi pembela lingkungan,” katanya.Catatan Auriga, sepanjang 2014-2022, ada 102 kasus menimpa pembela lingkungan di berbagai di Indonesia. Rinciannya, 16 kasus alami kekerasan fisik, delapan kasus pembunuhan, tujuh kasus intimidasi, tiga kasus imigrasi atau deportasi, dan satu perusakan properti.Pasal karet dalam KUHP, katanya, makin berpotensi mengkriminalisasi masyarakat, tercantum dalam pidana makar, dan pidana penghinaan presiden dan wakil presiden. Juga, pidana penghinaan pemerintah atau lembaga negara, contempt of court dan penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebutkan, pembangunan saat ini memiliki pola sama yakni mengancam ruang hidup masyarakat. “Lalu, posisi aparat dan penegakan hukum menjadi backing sebagai alat represif,” kata Muhammad Isnur, Direktur Eksekutif YLBHI dalam diskusi lalu.Kriminalisasi para pembela lingkungan ini terlihat antara lain dalam konflik tambang atau pembangunan infrastruktur seperti di Wadas, Jawa Tengah, Parigi (Sulawesi Tengah), Kalasey, (Sulawesi Utara) dan banyak lagi. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-014-13.json | Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | Sikap represif apparat, katanya, terus berulang dalam penanganan konflik di wilayah tapak. Seharusnya, aparat menjaga keamanan. “Nyatanya malah berlanjut (kekerasan) dan pelanggaran meluas.”Chenny Wongkar, dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengatakan, kebijakan makin memperkecil partisipasi publik. Padahal, posisi pembela HAM terutama perempuan dan masyarakat adat, rentan mengalami kriminalisasi. “Perlu ada peningkatan kebijakan baru anti-SLAPP, karena masalah lingkungan sangat multisektoral. Kebijakan anti-SLAPP ini juga diharapkan tidak hanya konteks lingkungan tapi menyeluruh. ******* [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2019-072-14.json | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | [CLS] Rangkaian hari raya tahun baru saka 1941 yang dirayakan dengan Hari Raya Nyepi sudah dimulai dengan upacara Melasti. Sebagian garis pantai dipadati umat Hindu yang melakukan ritual penyucian diri dan alam selama beberapa hari sebelum Nyepi pada Kamis (7/3/2019) ini.Mulai Kamis pagi mulai pukul 6, Bali menyepi. Seluruh aktivitas kecuali di instansi darurat berhenti, tidak ada warga di luar rumah, termasuk penghentian internet sampai Jumat pagi pukul 6.Pentingnya sumber-sumber air seperti laut bagi Bali, terlihat saat ritual Melasti. Ribuan orang di tiap desa menuju ke pantai dan melakukan persembahyangan menghadap sang baruna. Bahkan ritual ini terasa magis karena sarana suci perwujudan Ida Betara di pura-pura dibawa ke laut untuk disucikan. Bahkan tak jarang ada warga yang trance.Hal ini terlihat di sepanjang pantai di pesisir Gianyar sejak Minggu (3/3/2019). Gemuruh ombak menemani ratusan ribu orang bersembahyang dan membuat parade di pantai membawa seluruh sarana suci. Misalnya di Pantai Masceti, tiap desa masih datang bergantian untuk Melasti di pesisir yang makin dimakan abrasi ini pada Selasa (5/3/2019).baca : Begini Pengaruh Nyepi terhadap Laut dan Penghuninya Di tengah panas terik, warga menunggu persembahyangan bersama, kemudian mendapat percikan tirta, air suci untuk dibasuh di kepala dan diseruput dengan tangan. Sedikit tapi meluruhkan dahaga. Setelah itu mereka menuju laut sebagai simbol penyucian sebelum menyambut Tahun Baru Saka dengan Nyepi.Suara baleganjur bersaing dengan debur ombak. Para penjaga pantai mengamati dan berjaga di pantai. Sebuah bendera merah, tanda peringatan dilarang berenang terlihat berkibar-kibar, sudah lapuk dan tinggal setengahnya. Warga yang ingin mengambil air laut dengan wadah pun harus bersabar menunggu ombak agar tak tergulung. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2019-072-14.json | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Ketut Anim, anggota Balawista Gianyar ini sedang berjaga dengan temannya. Hanya ada 24 orang petugas penyelamat di sepanjang pantai Gianyar yang terkenal berombak ganas di Selat Badung ini. Tak heran, abrasi makin mengikis pantai. “Banyak kejadian terseret ombak. Abrasi makin parah, untung diisi penahan ombak, kalau tidak bisa habis,” ujarnya sambil mengamati aktivitas melasti.Usai prosesi melasti di pantai, dengan sigap sejumlah petugas kebersihan mengumpulkan sampah dominan organik dari sesajen ini. Salah satunya Pande, pria tua ini menyapu dengan gesit. Ia dan 7 orang temannya diupah membersihkan area melasti selama 4 hari dan harus melakukannya dengan cepat sebelum rombongan melasti desa lain tiba.baca juga : Merehatkan Bumi dengan 5 Hal Ini Saat Nyepi Dibanding ritual-ritual melasti sebelumnya, kali ini sampah plastik terlihat berkurang. Masih ada kresek pembungkus canang dan kemasan makanan minuman. Tapi dibanding dengan ribuan orang yang melasti, sampah plastik ini mungkin dari puluhan orang yang masih tak peduli dengan dampak sampahnya. Petugas kebersihan yang diorganisir sangat membantu mencegah sampah plastik ini ke laut.Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menyampaikan pedoman pelaksanaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1941. Rangkaian upacaraya dimulai dengan Melis/Melasti/Mekiyis sampai 6 Maret yang pelaksanaannya disesuaikan dengan desa setempat.Selanjutnya adalah upacara Tawur Kesanga yang dilakukan dengan sejumlah prosesi. Pertama, perwakilan dari masing-masing desa/kecamatan datang ke Pura Besakih membawa perlengkapan persembahyangan untuk mohon Nasi Tawur dan Tirtha Tawur untuk disebarkan dan dipercikkan di wilayah masing-masing.Selanjutnya tiap desa menggunakan Upakara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya. Dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catuspata (perempatan utama) pada waktu tengah tepet (sekitar pukul 12.00 Wita). | [0.0, 1.0, 0.0] |
2019-072-14.json | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Berlanjut sampai tingkat rumah tangga dengan sarana persembahyangan lebih sederhana. Misalnya menghaturkan Segehan Manca Warna 9 (sembilan) dengan olahan ayam brumbun, disertai tetabuhan tuak, arak, berem, dan air yang didapatkan dari desa setempat, dihaturkan ke hadapan Sang Bhuta Raja dan Sang Kala Raja.Keramaian kemudian berpindah ke jalan-jalan, disebut Pangerupukan, saat ribuan ogoh-ogoh dari ukuran kecil sampai 6 meter diarak oleh anak-anak dan orang tua. Dilengkapi api (obor), bunyi-bunyian seperti baleganjur dan lainnya. Ngerupuk dilakukan dengan keliling desa, dan parade ogoh-ogoh ini bisa sampai tengah malam.baca juga : Bali Menyepi, untuk Pertama Kali Internet Juga Mati Hingga Kamis pagi, pukul 6, petugas keamanan tradisional (pecalang) sudah berjaga-jaga di tiap pemukiman dan jalan. Keriuhan Pangerupukan berganti dengan sunyi, sepi. Nyepi Sipeng dilaksanakan 24 jam sejak jam 06.00 Wita sampai dengan jam 06.00 Wita keesokan harinya, dengan melaksakan Catur Brata Penyepian.Di antaranya Amati Geni, yaitu tidak menyalakan api/lampu termasuk api nafsu yang mengandung makna pengendalian diri dari segala bentuk angkara murka. Amati Karya, tidak melakukan kegiatan fisik/kerja namun melakukan aktivitas rohani untuk refleksi diri. Amati Lelungan, tidak berpergian, dan Amati Lelanguan, tidak mengadakan hiburan/rekreasi yang bertujuan untuk bersenang-senang, melainkan tekun melatih batin.Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali juga menyepakati agar penganut agama dan keyakinan lain menyesuaikan pelaksanaan Brata Penyepian seperti tidak ada bunyi pengeras suara misalnya saat sholat dan tidak menyalakan lampu pada waktu malam hari. Dapat diberikan pengecualian bagi yang menderita atau sakit dan membutuhkan layanan untuk keselamatan. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2019-072-14.json | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana dan majelis-majelis agama dan keagamaan di Bali menyatakan seruan bersama lainnya yakni penyedia jasa transportasi laut, darat, dan udara tidak diperkenankan beroperasi selama Hari Raya Nyepi. Demikian juga lembaga penyiaran televisi dan radio. Provider penyedia jasa selular pun diharapkan mematikan data selulernya.Seruan ini direspon Kemenkominfo dengan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No.3/2019. Seluruh penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan akses internet di Bali mendukung seruan kecuali di obyek vital dan sarana darurat. Misalnya rumah sakit, kantor polisi, militer, BPBD, BMKG, Basrnas, dan lainnya.Dampak silent day 24 jam saat Nyepi ini kerap diukur oleh BMKG untuk menilai pengurangan emisi, dengan memasang alat di sejumlah titik. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2015-064-06.json | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | [CLS] Kala hutan terjaga, air melimpah. Desa inipun tak perlu pusing memenuhi keperluan energi listrik, karena air di sekitar kampung itu menyediakan semua. Inilah Desa Rumah Kinangkung, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.Desa ini, terletak di balik hutan Bukit Barisan. Dari kejauhan samar terlihat Gunung Sinabung memunggungi. Gunung Sibayak tampak kokoh nan indah di sisi Selatan. Berdekatan dengan Taman Huta Raya (Tahura) Sibolangit, dan dikelilingi hutan lindung. Di sana, hidup 80 keluarga, turun temurun mengikat sebuah paham, bagaimana menjaga alam agar tidak rusak.“Kami gak butuh kebijakan menentukan penggunaan arus listrik. Kami gak perlu politik memanfaatkan rakyat melalui sumberdaya teknologi. Kami perlu, bagaimana alam, hutan tetap terjaga. Karena sumberdaya di dalamnya, mampu memberikan kami penerangan melalui air deras buat listrik di desa kami yang indah ini,” kata Bolang Bukit (69), tokoh adat Desa Rumah Kinangkung, Sabtu pekan lalu.Hari itu, Bukit, bersama beberapa orangtua, berbagi cerita soal kehidupan mereka di desa itu. Hidup berdampingan dengan alam, udara sejuk, dan tanpa pencemaran.Hutan, menurut mereka adalah bagian dari keluarga yang wajib dijaga. Mereka sadar, jika hutan rusak, bencana dan musibah akan datang.Berkat menjaga hutan inilah, sejak 25 tahun lalu, mereka memanfaatkan air menjadi pembangkit listrik. Warga desa menyebut dengan pembangkit listrik tenaga lau–dalam bahasa Suku Karo berarti air.Ia berawal pada 1980. Saat itu, para orang tua dan tetua adat, melakukan musyawarah desa. Mereka berdiskusi banyak hal, mulai menjaga kawasan hutan tak rusak akibat pembangunan jalan setapak, hingga bagaimana membuat penerangan ketika petang tiba.Banyak ide dan masukan disampaikan para tetua adat soal penerangan desa mereka. Salah satu, dengan membangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Setelah satu suara, disepakatilah lokasi di sudut desa. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2015-064-06.json | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Masyarakat adat Desa Rumah Kinangkung, menjalankan apa yang disebut para orangtua, soal bagaimana memberdayakan alam tanpa harus merusak. Itu mereka lakukan dengan memanfaatkan arus air cukup deras dari kawasan hutan ke desa mereka, menjadi pembangkit listrik tenaga air.“Kami tidak perlu ribut agar rumah dan desa ini bisa terang. Kami tidak pernah sedih soal listrik, karena desa punya listrik tenaga lau,” kata Bukit , seraya menumbuk sirih. Katanya, sirih bisa membuat gigi tetap kuat.Bagaimana kemampuan tegangan listrik tenaga air ini? Menurut Putra Alam Tarigan, operator pembangkit, setiap hari, mesin turbin mampu menghasilkan tegangan listrik melalui dinamo 15 kw dan mampu menghasilkan tegangan listrik 13.000 watt.Suatu hari, karena kebutuhan listrik meningkat, menjadikan desa mereka devisit karena kekurangan 3.000 watt lagi. Merekapun mengganti dinamo 30 kilo watt.“Dimasukkan air ke turbin, akan berputar terus dan menghasilkan tegangan listrik, yang bisa dimanfaatkan masyarakat desa buat penerangan, televisi, dan barang elektronik lain. Semua berjalan baik, sudah 20 tahun lebih tanpa hambatan, ” kata Tarigan.Dengan memanfaatkan air alam, katanya, penerangan bukan saja dirasakan Desa Rumah Kinangkung. Tiga desa lain yang berdekatan juga mendapatkan aliran listrik.Kala di daerah lain masyarakat mengeluarkan biaya ratusan ribu untuk membayar listrik, desa ini, hanya Rp20.000 per bulan.Kehidupan wargaKehidupan warga Desa Rumah Kinangkung sehari-hari dari berkebun dan bertani seperti menanam cabai, kol, jeruk, dan berbagai jenis tanaman lain. Hasil tani mereka jual ke Kota Berastagi, ataupun ke Pancur Batu buat memasuk keperluan warga Kota Medan, Deliserdang dan Langkat sekitar. Mereka mendapatkan pasokan buah dan pertanian organik yang segar dan sehat. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2015-064-06.json | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Bolang Bukit bercerita, dahulu, tentara Belanda, tak mampu mengimbangi para pejuang yang bersembunyi di Desa Rumah Kinangkung ini. Sebab, strategi perang gerilya menjadikan hutan nan rimbun buat bersembunyi.Desa ini, juga dikenal dengan wisata rohani. Pada waktu-waktu tertentu, dilakukan kegiatan kerohanian membawa hasil panen dan berkumpul bersama di sekitar hutan. Makan bersama, saling berbagi, menjadi kebiasaan masyarakat adat Desa Rumah Kinangkung ini. Itu berlangsung turun temurun, hingga kebersamaan, tak mampu memecah belah mereka.Njore Karokaro, warga desa itu berharap, berharap, pembangunan desa bisa berjalan, dengan tidak merusak alam.Warga, katanya, memilih hidup dengan hutan rimbun dan sejuk, ketimbang masuk pembangunan tetapi harus mengorbankan atau merusak hutan.“Desa kami sangat indah. Hari ini kedepan, kami berharap begitu. Hidup damai dan tenang. Syarat itu sebenarnya gampang, dengan tidak merusak hutan.”Anak-anak mereka juga ditanamkan kecintaan pada alam sejak dini. Nuraini Beru Tarigan, perempuan Desa Kinangkung, mengajarkan kepada anaknya menjaga dan bersahabat dengan alam. “Kuingatkan juga padanya, bagaimana bolang dan nondong (kakek dan nenek) menjaga hutan tidak rusak. Bagaimana mereka berburu kelinci. Agar jika besar menjadi pemimpin, bisa menjalankan apa kusampaikan. Merusak hutan sama dengan memanggil bencana.”Helen Purba, Kepala Dinas Kehutanan Sumut, mengatakan, di tahura ini terdapat tanaman kunci seperti Pinus merkusii, Altingia exelsa, Schima wallichii, Podocarpus, dan Toona surei. Ada juga durian, dadap, rambutan, pulai, aren, dan rotan. Untuk tanaman luar yang berkembangbiak, yaitu Pinus caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis, ekaliptus, dan agathis.Tahura ini seluas 51.600 hektar. Ada satwa-satwa seperti monyet, harimau, siamang, babi hutan, ular, elang, kancil, rusa, dan treggiling. | [0.25, 0.25, 0.5] |
2015-064-06.json | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Hutan di sekitar Desa Rumah Kinangkung, terjaga baik. Masyarakat desa turut membantu agar tidak ada perusakan. Namun, ada sejumlah daerah di hutan lindung Sibolangi, ditebang dan menjadi perkebunan sawit. [SEP] | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2016-090-03.json | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | [CLS] Presiden Joko Widodo resmi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) dn menempatkan Nazir Foead, sebagai kepala. Dalam peraturan presiden soal BRG sudah jelas disebutkan restorasi di daerah mana saja dan target capaian per tahun. Bagaimana pandangan kalangan pegiat lingkungan terhadap badan baru ini?I Nyoman Suryadiputra , Direktur Wetlands International Indonesia mengatakan, pada prinsipnya mendukung BRG meskipun tantangan bakal cukup kompleks.“BRG harus diawali rekrut team kuat, berisi individu-individu kunci yang harus memiliki pengalaman lapangan terutama kegiatan rewetting,” katanya saat dihubungi Mongabay, akhir pekan lalu.Dia berharap, BRG bisa mengoordinasikan pihak terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah daerah, bahkan TNI/Polri.“Saya usulkan BRG diperkuat tim penasehat diwakili stakeholder terkait seperti swasta, organisasi masyarakat sipil, pakar gambut dan lain-lain.”Salah satu tantangan BRG, katanya, soal iklim tak menentu. Untuk restorasi gambut rusak dan lokasi sulit, untuk mengangkut bahan sekat kanal saat air banyak. Sekat dilakukan saat surut.“Kanal sudah terlalu banyak, dari mana memulai? Ini juga suatu tantangan.”Dia menyarankan, mulai dari kawasan konservasi yang ada hutan gambut. Katanya, segera lakukan tindakan pencegahan kebakaran seperti Suaka Margasatwa Kerumutan Riau, TN Berbak Jambi, TN Sembilang Sumsel, TN Danau Sentarum Kalbar dan lain-lain. “Semua ini ada banyak gambut dalam. Larangan buka kanal baru harus ditegakkan,” katanya.Libatkan masyarakatTanggapan juga datang dari Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional . Dia mengatakan, ada beberapa tantangan operasional BRG. “Sesuai Perpres pembentukan BRG, ini bisa efektif jika dijalankan bersama pemda dan kementerian terkait. Kalau kementerian tak kooperatif, tidak bekerjasama dengan BRG, tak akan jalan.” | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-090-03.json | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Jadi, katanya, semangat pembentukan BRG agar badan ini menjadi institusi yang menyelesaikan sumbat “leher botol.”Dia mencontohkan, kala KLHK tak agresif menindak pelanggaran baik administrasi, perdata dan pidana, maka restorasi tak akan berjalan. Juga jika Kementerian ATR/BPN, tak bisa menginformasikan hak guna usaha, izin prinsip di daerah, tak akan jalan. “Perpres ini menjadi tantangan. Ketika Presiden mengatakan BRG di bawahnya langsung, asumsinya Presiden akan turun tangan.”Abetnego mengatakan, persoalan lahan gambut yang direstorasi harus jelas. Ketika lahan beriizin dan terbakar, harus diambil alih BRG tetapi harus bere juga soal hukumnya.“Kalau nggak, ketika badan ini restorasi, tanpa status hukum selesai, bisa masuk penyerobotan. Perlu ada kejelasan. Kita tahu yang terbakar banyak sekali di kawasan berizin. Mungkin kalau gak ada konsesi ya tanah negara, itu akan cepat. Bagaimana di konsesi-konsesi? Ini satu tantangan besar,” katanya.Untuk itu, leadership BRG sangat penting. “Jangan pula ragu menguji posisi politik karena badan ini langsung di bawah Presiden.”Dia juga mempertanyakan sumber pendanaan. “Restorasi kan mahal. Kalau bersumber hibah, dari siapa saja? Kalau APBN, berasal dari pos apa? Memang diharapkan pos-pos dari anggaran kementerian terkait. Salah satu ujian terpentingnya, apakah kementerian-kementerian mau mengalokasikan dana untuk BRG?”Jika pengalokasian dana kementerian-kementerian terkait, BRG bisa tak berjalan efektif. Belum lagi, berbicara BRG dalam konteks pelibatan masyarakat. “Seperti apa? kalau ini hanya proyek pusat, sifat teknis, gak akan menjawab persoalan. Tanpa pelibatan masyarakat, rasa memiliki mereka tak akan ada. Mereka mungkin akan peduli dengan upaya-upaya yang dilakukan,” ucap Abetnego. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-090-03.json | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Walhi berharap, pemulihan ekosistem gambut tak terpisah dari upaya menyelesaikan akar masalah kebakaran gambut termasuk pengelolaan hutan keseluruhan. “Kita tekankan, BRG seharusnya bisa menegaskan upaya mendorong perbaikan tata kelola hutan dan gambut secara menyeluruh.”Dia menekankan, restorasi tak menghilangkan aspek penegakan hukum. “Percuma restorasi kawasan, ternyata status hukum atau penindakan kawasan berizin terbakar tak selesai. Izin dicabut, BRG bisa bekerja maksimal untuk pemulihan.”Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Nasional menambahkan, sebelum BRG menentukan dimana dan seperti apa mekanisme bekerja, penting klasifikasi wilayah.Dia membagi tiga klasifikasi. Pertama,lahan gambut di konsesi perusahaan. Kedua, gambut di sekitar konsesi perusahaan. Ketiga, kawasan hutan.“Pengklasifikasian ini penting supaya nanti solusi tidak salah. Kalau berada di konsesi perusahaan, langkah pertama penghapusan hak kelola perusahaan terhadap wilayah itu. Terkait pembiayaan restorasi. Kalau BRG memulihkan konsesi atau sekitarnya yang terbakar, menggunakan uang negara, kita mengingkari mandat UU 32 tahun 1999.”Menurut dia, biaya pemulihan seharusnya pada pemegang konsesi. BRG, harus menyusun mekanisme penagihan biaya pemulihan pada korporasi yang bertanggungjawab. “Apabila terjadi di kawasan hutan, jelas wilayah KLHK. Kalau api dari korporasi, tetap biaya ditagihkan kepada perusahaan.”Selain pemulihan, tanggung gugat pembiayaan, tanggung jawab hukum terhadap lahan konsesi harus dilakukan. Pemerintah, katanya, selain pemulihan kawasan rusak, juga harus menunjukkan wibawa negara terhadap korporasi.“Kalau pemerintah hanya mendorong pemulihan tanpa mendorong tanggungjawab perusahaan, negara ini mengambil posisi sebagai tukang cuci piring terhadap satu pesta besar korporasi.” | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-090-03.json | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, lahan gambut yang direstorasi BRG, seharusnya diserahkan pada masyarakat. Selama ini, perusahaan pemegang hak ternyata gagal baik karena sistem maupun perangkat tak mampu. “Jadi tanah-tanah terbakar diambil alih negara, direstorasi dan diserahkan kepada masyarakat,” katanya.Menurut dia, masyarakat justru lebih mampu dalam mengelola gambut, lebih ramah. Tak seperti perusahaan, katanya, menanam monokultur di lahan gambut.“Yang monokultur seperti sawit dan HTI ternyata gagal. Tak ada satupun yang membuktikan berhasil. Praktik masyarakat, gambut ditanami bahan pangan seperti padi lebih bagus daripada tempat lain. Kita mendorong itu jadi lahan kedaulatan pangan.”Amron, Sekjen Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMGJ) mengatakan, sampai saat ini belum ada sosialisasi di tingkat masyarakat terkait pemulihan atau restorasi oleh BRG. “Harapan kita, melibatkan masyarakat. Sangat penting, karena masyarakat lebih tahu sesungguhnya yang harus dilakukan terhadap gambut. Pada hakikatnya masyarakat dari zaman nenek moyang sudah tahu persis apa yang harus dilakukan di lahan gambut,” katanya.Dia mencontohkan, masyarakat menanam enau, sejenis aren, merupakan tanaman khas gambut. Dari hasil enau itu semuanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.“Itu tidak mengeringkan gambut. Kalau diterapkan, memberikan efek baik terhadap gambut dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat.” [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2013-038-04.json | Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum | Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum | [CLS] Investigasi Greenpeace Internasional mengungkapkan pembuangan limbah industri tekstil ke Sungai Citarum, Jawa Barat, Indonesia, mengandung sejumlah bahan kimia beracun dan berbahaya. Merek fashion internasional, termasuk Gap, Banana Republic dan Old Navy terkait pencemaran ini melalui hubungan bisnis langsung dengan PT Gistex Group, perusahaan di balik pabrik pencemaran ini.Perusahaan lain yang terkait PT Gistex Grup, termasuk Brooks Brothers – penyedia busana bagi 39 dari 44 Presiden Amerika, termasuk Barack Obama – Marubeni Corporation, Adidas Group dan H&M.Dalam laporan itu merinci bagaimana pabrik PT Gistex mengambil keuntungan dari sebuah sistem yang tidak menuntut industri untuk transparan. Dimana regulasi tidak memadai gagal untuk mencegah pembuangan bahan kimia berbahaya.Berbagai zat berbahaya, termasuk nonylphenol dan tributyl phospate diidentifikasi dalam sampel air yang diambil dari pembuangan pabrik PT Gistex. Banyak dari bahan kimia ini bersifat toksik, beberapa memiliki sifat menyebabkan gangguan hormon dan sangat persisten.Investigasi ini juga mengungkapkan, air limbah dari salah satu pembuangan bersifat sangat basa atau ‘kaustik’ (pH 14).“Ini menunjukkan air limbah belum menerima pengolahan apapun sebelum dibuang, bahkan yang paling mendasar sekalipun,” kata Ashov Birry, Juru Kampanye Air Bebas Racun, Greenpeace Asia Tenggara, dalam rilis saat launching laporan berjudul Toxic Threads: Meracuni Surga, di Jakarta, Rabu(17/4/13).Masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai, yang bergantung pada air itu, memiliki hak mengetahui apa yang dibuang ke sana. Pelanggan merek-merek internasional seperti Gap, juga memiliki hak tahu apa bahan kimia yang digunakan untuk membuat pakaian mereka. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2013-038-04.json | Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum | Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum | Untuk itu, katanya, Gap dan merek besar lain perlu bekerja dengan pemasok mereka di Indonesia dan di tempat lain agar segera mengeliminasi semua penggunaan bahan kimia berbahaya. Baik dari produk maupun rantai pasokan mereka sebelum terlambat.Industri tekstil saat ini menjadi salah satu kontributor utama polusi air oleh bahan berbahaya beracun industri di Jabar. Sebanyak 68 persen fasilitas industri di bagian hulu DAS Citarum memproduksi tekstil. Kampanye Detox Greenpeace menuntut merek fashion berkomitmen mencapai nihil pembuangan semua bahan kimia berbahaya tahun 2020. Juga bekerja dengan pemasok mereka di seluruh dunia untuk mengungkapkan semua pembuangan bahan kimia berbahaya dari fasilitas mereka kepada masyarakat di lokasi pencemaran air.Sejak diluncurkan Juli 2011, kampanye ini berhasil meyakinkan 17 merek internasional termasuk Valentino, Levi’s dan Zara untuk berkomitmen terhadap detox. Juga mampu memobilisasi lebih dari setengah juta aktivis, fashionista, blogger dan desainer yang disatukan oleh keyakinan: busana indah tidak perlu mengorbankan bumi.Melihat laporan bisa klik di sini. [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-093-08.json | Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh | Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh | [CLS] Perkebunan sawit telah mengepung Aceh. Data yang dikeluarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh berdasarkan data Pemerintah Aceh (Maret 2015) penguasaan ruang sektor perkebunan mencapai 810.093 hektar.Dari 810.093 hektare perkebunan itu, baik milik perusahaan besar maupun masyarakat, 393.270 hektare merupakan kebun sawit. Kabupaten Nagan Raya menempati urutan pertama (82.252 hektare), diikuti Aceh Timur (60.592 hektare), dan Aceh Singkil (55.441 hektare). Total produksi sawit di Aceh 2008–2013 mencapai 10.939.270 ton, dengan puncak kejayaan di 2012 (5.070.556 ton).Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, Minggu (10/12/2015) mengatakan, perluasan kebun sawit yang tidak terkendali, telah merubah bentang alam Aceh yang menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi dan jasa lingkungan. “Perubahan terutama pada hutan, badan air, danau dan sungai.”Menurut Nur, September 2014–Maret 2015, persentase penduduk miskin di perkotaan mengalami penurunan, namun masyarakat yang berada di perdesaan, tempat perkebunan termasuk sawit, meningkat 0,25 persen.Nur menambahkan, ekspansi sawit dengan beragam kasus berdampak serius terhadap ekonomi, sosial, dan ekologi. Kasus sengketa lahan warga dengan perusahaan sampai hari ini belum terselesaikan, justru terkesan adanya pembiaran. “Konflik sosial, konflik satwa, hutan yang rusak, kekeringan, pencemaran, hingga hilanya desa telah membuktikan, keberadaan perkebunan di Aceh jauh dari harapan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.”Tokoh masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil, Sukardi mengatakan, berbagai permasalahan terjadi sejak pembukaan kebun sawit dilakukan. “Kami telah cukup lama melawan agar perusahaan tidak mengambil lahan pertanian atau kebun masyarakat. Tapi, usaha tersebut tidak membuahkan hasil. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-093-08.json | Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh | Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh | Sukardi mengatakan, masyarakat menderita karena perusahaan membuat masyarakat tergantung pada mereka. “Sawah sudah tidak bisa digarap, sebagian besar masyarakat saat ini hidup dari rawa dan sungai.”PemusnahanDari 19 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki perkebunan sawit, hanya Kabupaten Aceh Tamiang yang telah menerapkan aturan pemusnahan kebun sawit yang masuk areal hutan lindung. Sawit tersebut diganti dengan tanaman hutan yang hasilnya dapat dimanfaatkan masyarakat.Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, saat pemusnahan sawit pertengahan Desember 2015 menyebutkan, 1.071 hektar kebun sawit yang masuk hutan lindung di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang sedang dimusnahkan. “Kami melawan kegiatan yang merusak sumber-sumber air di Aceh Tamiang.”Hamdan menambahkan, dengan mengembalikan kebun sawit menjadi hutan, semua pihak di Aceh Tamiang telah mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Kita harus ingat, banjir bandang 2006 lalu akibat rusaknya hutan di hulu Tamiang. Sekarang, saatnya kita mengembalikan hutan seperti sedia kala.”Secara tegas, Hamdan menyebutkan, meski keberadaan kebun sawit ilegal tersebut diiming-iming dapat memberikan pendapatan asli daerah (PAD), namun dirinya tetap menolak. “Kami tidak ingin sawit ilegal ini. Semakin cepat restorasi dilakukan, semakin cepat pula kita mendapatkan hasilnya, baik dari stabilnya sumber air maupun hasil hutan non-kayu yang kelak dihasilkan dari tanaman hutan ini.” [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-021-12.json | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | [CLS] Matahari bersinar cerah siang itu, akhir September lalu. Jalanan berpaving terapit hutan bambu ini menuju rumah Siti Jamilatul Khoiriyah. Guru yang tinggal di Dusun Tengger, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan, Madura ini membuat motif dan warna di kain dari dedaunan, atau kain ecoprint.Ceritanya, dia dapat undangan dari Dinas Koperasi Pamekasan pada 2019. Di sana, ada pelatihan buat karya berbahan alami. “Tapi saya tidak hadir karena waktu itu bersamaan acara pawai anak. Saya pantau dari postingan teman, kok kayaknya unik. Hanya transfer atau tempel daun pada kain. Saya lihat kok bagus. Caranya kayak mudah. Lalu tanya lewat telepon. Tenyata itu buat ecoprint,” katanya.Dalam sharlenebohr.com dijelaskan, ecoprint ini teknik tanaman, daun dan bunga meninggalkan bentuk, warna, dan bekas pada kain. Bahan tanaman dibundel di kain, lalu dikukus atau direbus untuk melepaskan pewarna secara alami di dalam tanaman. Ini membuat cetakan kontak berbentuk daun atau bunga. Cetakan kontak ini disebut “cetakan ramah lingkungan.”Dia mencoba mencari di internet soal ecoprint. Syamila pun mempelajari metode pembuatan kain ecoprint secara otodidak.Seperti batik tulis, pewarnaan kain ecoprint pakai bahan-bahan alami seperti kayu-kayuan, dedaunan atau biji-bijian. Satu hal yang mempengaruhi perbedaan warna yakni tanin atau senyawa yang keluar dari daun. Setiap daun itu mengeluarkan warna berbeda-beda dan tidak bisa sama antara satu daun dengan yang lain. Bagaimana bikin kain ecoprint? Kain untuk ecoprint yakni katun dan sutera dari serat alam. Proses pembuatan mulai dengan perendaman kain selama sekitar satu jam dengan larutan tertentu untuk menghilangkan efek kimia.“Kemudian kita rebus kain, didiamkan semalam. Dikeringkan. Setelah kering siap untuk menggunakan (teknik) ecoprint,” kata Syamila. | [0.25, 0.25, 0.5] |
2020-021-12.json | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Setelah kain diproses, perlu plastik untuk alas kain. Daun ditata sesuai kebutuhan, misal, pakai daun kecil, besar, dan ditempel pada lembar kain dengan jumlah menyesuaikan kebutuhan atau selera. Setelah tertata, alasi daun lagi dengan plastik. Atas-bawah, jadi kain ada alas plastik.Kain digulung, diikat, lalu dikukus selama dua jam. Lalu, gulungan kain dibuka dan diangin-anginkan serta tidak boleh terkena sinar matahari langsung supaya warna lebih kuat. Kain lalu didiamkan beberapa hari bahkan seminggu agar daun lebih kuat menempel di kain.Setelah itu, baru proses akhir fiksasi untuk mengunci pewarna alam tadi. Untuk fiksasi, katanya, perlu larutan tertentu. Bisa cuka, tawas, tunjung, sesuai kebutuhan. Masing-masing larutan itu, katanya, akan menghasilkan warna sendiri.“Setelah proses fiksasi, kita bilas kain jemur lagi, diangin-anginkan lagi. Setelah kering, baru siap digunakan. Proses pembuatan ecoprint mulai dari awal hingga akhir memakan waktu sekira tujuh hari.”Dia biasa pakai kain lebar 1,5 meter dan panjang dua meter lebih beberapa sentimeter. Namun, katanya, lebar kain itu tidak memiliki batasan. Makin panjang kain, katanya, makin besar alat pengukusan.Syamila kukus dengan kompor gas agar api stabil. Untuk membuka serat kain, katanya, karena belum punya bahan yang sesuai, dia masih pakai detergen.Saat ini, dia sudah menjual karya dalam bentuk kain dan kerudung. Dia jual kain langsung ke pembeli juga lewat online. “Kain ecoprint sudah sampai ke Kalimantan dan Jakarta maupun Sumatera.” Mereka memesan melalui kontak di internet.“Pemesan dari lokal ada, tapi gak banyak. Mungkin karena gak tahu juga.” | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-021-12.json | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Untuk harga, katanya, bervariasi dari Rp150.000 sampai Rp800.000 per lembar. Dia bilang, harga tergantung kain dan motif. “Omset, ya alhamdulillah lumayan. Setidaknya bisa membantu perekonomian keluarga. Menjual barang hasil kulakan dan karya sendiri itu membuat kesan berbeda. Lebih terkesan jual hasil karya sendiri.”Dia lupa sudah menjual berapa banyak kain ecoprint, “Saya sampai lupa jumlahnya yang terjual. Mereka pesan lewat internet. Yang dari Jakarta dan Kalimantan itu bahkan langganan.” Awalnya, Syamila hanya pakai daun jati dan daun lanang. Kini, berkat sering ikut pelatihan dan mencari di internet, dia tahu kalau hampir semua daun bisa jadi bahan pembuatan ecoprint.Baginya, daun jati tidak ingkar janji.Tanpa kukus saja, daun jati sudah mengeluarkan warna. Kalau dikukus, daun jati akan hasilkan warna lebih cerah. Dia juga pakai kayu secang untuk pewarna selain daun. Kayu ini biasa untuk bahan pewarna alami dalam pembuatan kain batik.Dalam sekali bikin, dia menghasilkan 10-20 lembar kain. Proses dari awal sampai siap jual memakan waktu sekitar satu minggu.Syamila juga bergabung bersama Komunitas Muslim Craft Center (MCC) di Pamekasan. Dia bercerita, komunitas itu pernah sampai mengundang pemateri dari Surabaya dan menggelar pelatihan di Pendopo Budaya di Kantor Wakil Bupati Pamekasan pada 2019 selama dua hari. Dia bersyukur bisa tinggal di desa dengan sumber dedaunan begitu banyak.Dia terbuka bagi siapapun yang mau belajar pembuatan kain ecoprint selama ada kesempatan. Dia juga sering diundang mengisi pelatihan melalui MCC oleh Dinas Koperasi dan pemerintah desa dalam beberapa kesempatan. Syamila juga mengajarkan pembuatan kain ecoprint ini kepada siswanya. Dia mengalokasikan waktu di luar jam sekolah agar tak mengganggu jam pelajaran. | [0.3333333432674408, 0.6666666865348816, 0.0] |
2020-021-12.json | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | “Ya, siswa hanya belajar saat itu saja. Saya lihat tidak ada yang praktik di rumahnya. Padahal, ini bisa dimanfaatkan. Syukur misal ada yang sampai menerima orderan,” katanya.Dai bilang, ecoprint bukan batik. Dua karya itu, katanya, punya nama dan ciri tersendiri. Beberapa ciri yang membedakan ecoprint dari batik adalah proses daun ditempel untuk menghasilkan motif. Pewarnaan batik, katanya, biasa dengan memakai canting. “Itu untuk batik tulis. Batik ada juga yang menggunakan metode cetakan.”Nurul Farid, pemuda Dusun Tengger, Desa Polagan, Galis, Pamekasan mengatakan, kain ecoprint karya Syamila bagus dan indah.“Kelihatan sejuk, bagus. Warna alami. Ya, mungkin karena model daun macam-macam,” katanya. Dia pernah belajar ecoprint dari Syamila juga.Dia pun jadi sadar kalau daun-daun yang biasa jadi makanan kambing dan ternak lain di kampung, bisa jadi karya luar biasa. “Masyarakat tidak tergantung atau pakai produk-produk dari luar daerah saja atau buatan luar negeri. Karya ecoprint Syamila ini unik dan alami. Insyallah gak kalah saing.” Keterangan foto utama: Dedaunan menjadi motif dan pewarna utama kain ecoprint Syamila. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia [SEP] | [0.0, 0.5, 0.5] |
2023-001-10.json | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | [CLS] Indonesia sudah menerima pendanaan internasional untuk transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) sejumlah US$24,05 miliar. Pemerintah Indonesia pun berjanji menyelesaikan peta jalan pemensiunan PLTU batubara dalam enam bulan ke depan.Indonesia menerima pendanaan internasional melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) untuk transisi energi sejumlah US$24,05 miliar. Pemerintah Indonesia pun berjanji menyelesaikan pemensiunan PLTU batubara dalam enam bulan ke depan.Mekanisme ETM resmi pemerintah umumkan dalam perhelatan G20 di Bali, November tahun lalu. Salah satu skema pendanaan berupa JETP menggelontorkan uang US$20 miliar (US$10 miliar dari negara G7, sisanya swasta) dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun.Perjanjian ini bisa memfasilitasi pemensiunan dini dan penghentian konstruksi pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU), juga mengurangi emisi sektor energi pada 2030, dan mencapai nol emisi pada 2050.Pendanaan JETP ini berbentuk hibah, pinjaman lunak, pinjaman tarif pasar, guarantees, dan pendanaan swasta.Sebagai tindak lanjut, pertengahan Februari lalu, pemerintah membentuk sekretariat tim kerja JETP di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) di Jakarta. Tim kerjaArifin Tasrif, Menteri ESDM mengatakan, enam bulan ke depan tim akan menyelesaikan peta jalan pensiun dini PLTU batubara.Selain juga akan memobilisasi investasi dan mendukung mekanisme pembiayaan dalam Comprehensive Investment Plan (CIP).“Ini akan jadi pusat informasi, perencanaan dan koordinasi serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek JETP,” kata Arifin. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-001-10.json | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Tugas pertama tim gugus tugas, katanya, mengatur kelompok kerja untuk percepatan program transisi energi JETP. Ia terdiri dari sistem pembangkit, pembiayaan, dekarbonisasi sektor pembangkit, rantai pasokan, dan manufaktur.Mengenai pensiun dini PLTU batubara, Arifin juga menjamin ini tidak akan merugikan pembangkit.Novita Indri, Juru Kampanye Energy Policy and Cola Finance Trend Asia, mengatakan, dukungan pendanaan untuk akselerasi transisi energi kepada negara berkembang seharusnya bukan berupa pinjaman yang berpotensi menjerat Indonesia dalam lilitan utang.“Sementara JETP memiliki risiko itu,” katanya.Untuk itu, katanya, perlu digarisbawahi ternyata pemerintah masih kontradiktif dalam komitmen iklim karena masih membangun 13,5 giawatt PLTU batubara di luar PLTU captive, untuk industri.Berkaca pada pendanaan JETP Afrika Selatan yang disepakati pada COP26 di Glasgow, katanya, ada dominasi utang atau pinjaman lunak dan komersial. Sedangkan porsi hibah kurang dari 3%. Porsi hibah kecil, kata Novita, tak cukup untuk membantu Indonesia keluar dari ketergantungan batubara.“Ancaman korupsi juga terus menghantui,” kata Novita. Bank Dunia dalam laporan Elite Capture of Foreign Aid, Evidence from Offshore Bank Account memperkirakan, 7,5% bantuan asing ke negara penerima bantuan diambil elit koruptor.Trend Asia pun mendesak, pendanaan JETP harus transparan, akuntabel, dan partisipatif agar Indonesia mencapai transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan.Senada diungkapkan Suzanty Sitorus, Direktur Eksekutif Viriya ENB, sebuah perusahaan konsultan bidang energi. Dia menilai, dana JETP belum cukup membiayai proses transisi energi di Indonesia, meski peran cukup penting.Selain fokus pada pensiun dini batubara, kata Suzanty, dana ini harus juga untuk percepatan pengembangan energi terbarukan. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-001-10.json | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | “Harus barengan. Tidak bisa menunggu pensiun dini dulu baru mengembangkan energi terbarukan,” katanya.Saat ini, katanya, pembahasan JETP baru seputar sektor kelistrikan. Menurut dia, perlu pembahasan bersama sektor lain termasuk industri dan transportasi.Belajar dari Afrika Selatan, katanya, perlu ada klausul pelibatan partisipasi publik dalam perencanaan proyek JETP.“Saya berharap ada ruang untuk masyarakat sipil, lembaga think tank untuk terlibat karena energi sektor yang melibatkan masyarakat,” katanya.Dia contohkan, saat merencanakan proyek green hydrogen, tak hanya suplai juga perlu demand.“Perlu perubahan mendasar melihat sektor energi. Apakah akan memberikan manfaat ekonomi. Jika tidak ada komitmen politik untuk ini, Indonesia akan ditinggalkan.” Mengenai komitmen politik, Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan, komitmen pemerintah mengurangi PLTU batubara sebelum 2030 kontra dengan target produksi batubara yang naik menjadi 695 juta ton tahun ini.Kenaikan produksi ini berasal dari peningkatan kebutuhan domestik naik menjadi 177 juta ton. Salah satu faktor yang mendorong kenaikan ini adalah permintaan domestik dari pembangkitan listrik, termasuk PLTU captive dan yang terintegrasi dengan kawasan industri (PPU) di luar sistem PLN.“Kenaikan permintaan ini menjadi jalan terjal bagi pemerintah untuk mencapai target emisi puncak sektor kelistrikan 290 juta ton CO2 di 2030, seperti yang disepakati di JETP,” kata Deon.Sebelumnya kajian IESR, ada potensi 4,5 gigawatt kapasitas PLTU yang bisa dipensiunkan sebelum 2025, dan tambahan tiga gigawatt dari daftar proyek PLTU di RUPTL 2021-2030 yang punya kemungkinan dibatalkan.Pengakhiran operasi PLTU tua dan tidak efisien sebelum 2025 memungkinkan masuknya energi terbarukan lebih besar. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-001-10.json | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Firdaus Cahyadi, Team Lead 350 Indonesia juga meminta, pemerintah lebih terbuka dan transparan mengenai proyek-proyek transisi energi yang dibiayai oleh skema JETP.“Sebagian pendanaan transisi energi dalam skema JETP ini gunakan pembiayaan dari utang luar negeri. Itu artinya, publik sebagai pembayar pajak perlu mengetahui proyek transisi energi apa saja yang dibiayai dengan utang luar negeri,” katanya.Pemerintah yang kurang transparan, katanya, akan berujung keterlibatan publik minim dalam pengambilan keputusan terkait JETP.“Persoalan energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ironis bila persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak justru ditentukan segelintir elite. Keterbukaan informasi dan keterlibatan publik adalah titik lemah JETP.”Suriadi Darmoko, Juru Kampanye 350 Indonesia, mengatakan, implementasi JETP harus punya payung hukum di bawah Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).Sayangnya, RUU EBT malah mencampur aduk antara energi fosil dan energi terbarukan dengan istilah energi baru berupa produk turunan batubara.Selain itu, kata Suriadi, RUU EBT harus memberikan perlindungan bagi pembangkit energi terbarukan di tingkat komunitas yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di berbagai daerah.“RUU ini harusnya juga bisa memastikan pembangkit energi terbarukan yang dikelola masyarakat bisa diperkuat, skala diperbesar dan ditularkan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan dasar energinya.”Dia juga nilai, setelah dapat komitmen pendanaan JETP, pemerintah juga masih tak serius mendukung pengembangan energi terbarukan. Misal, dengan menerbitkan Peraturan Menteri No 26/2021 tentang PLTS Atap yang berpotensi merugikan pengembangan energi surya. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-001-10.json | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pasca peluncuran JETP, regulasi PLTS atap on grid ini mestinya dilihat sebagai potensi pengembangan energi terbarukan yang bisa diorganisir agar masyarakat terlibat dan memanfaatkan potensi atap rumah sebagai pembangkitan energi surya.Alih-alih mendukung perluasan PLTS atap, pemerintah justru membatasi penggunaan dengan sistem kuota yang ditentukan PLN.“Bukan mempermudah, revisi ini justru menghambat partisipasi publik untuk akselerasi pencapaian target bauran energi terbarukan nasional.” [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-002-14.json | Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | [CLS] Jelang Natal dan Tahun Baru, sejumlah aktivis konservasi menggelar kampanye di pasar Tomohon, Sabtu (22/12/2018). Di sana, mereka membagi informasi tentang penyelamatan satwa dan bahaya konsumsi daging satwa liar, hewan domestikasi, serta status perlindungan satwa jenis tertentu.Kampanye itu digelar oleh gabungan sejumlah organisasi yang menamakan diri Solidaritas untuk Bumi. Mereka di antaranya, Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi, Yayasan Selamatkan Yaki, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) dan Animal Friends Manado Indonesia (AFMI).Pesan-pesan penyelamatan satwa liar itu dibagikan lewat stiker dan kalender. Selain itu, mereka juga mendirikan stand informasi di sekitar pasar Tomohon. Aksi tersebut tentu mengundang pro dan kontra. Beberapa orang di sekitar pasar mengapresiasi, tapi ada juga yang merespon negatif.“Ada yang ambil stiker, lalu merobeknya. Ada juga yang mengusir kami, dengan alasan tak ada masalah di pasar Tomohon,” ujar Kasa Abdullah Kaunang, Ketua KMPA Tunas Hijau kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (22/12/2018).“Tapi ada juga yang minta kalender dan stiker. Ada yang baru tahu jenis satwa dilindungi, lalu bilang ‘kalau so nimbole makang yaki (kalau tidak boleh makan yaki), kita bole makang tikus toh?’” demikian Kasa menirukan pertanyaan salah seorang pengunjung pasar.baca : Begini Nasib Satwa-satwa Ini di Pasar Ekstrem… Di pasar Tomohon, mereka menyaksikan secara langsung berbagai jenis daging satwa liar maupun domestikasi yang diperdagangkan. Namun, tak satupun peserta kampanye menemukan daging satwa liar dilindungi. Kata mereka, sebagian besar pedagang dan pengunjung pasar telah mengetahui jenis satwa dilindungi. Contohnya yaki (Macaca nigra). | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-002-14.json | Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | Meski, di luar pasar Tomohon, Yayasan Selamatkan Yaki masih menerima laporan perburuan satwa dilindungi, namun angka itu terbilang menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Diyakini, salah satu faktor yang mendorong fenomena itu adalah membaiknya kesadaran masyarakat dalam aspek konservasi.“Sudah banyak pengguna sosial media yang membantu menyampaikan pesan-pesan konservasi. Mereka meneruskan laporan-laporan itu ke pihak berwenang,” terang Prisillia Morley Loijens, Education Coordinator Yayasan Selamatkan Yaki.Jelang Natal, Yayasan Selamatkan Yaki juga menyampaikan keterkaitan antara kekristenan dengan konservasi. Memang, beberapa kurun waktu belakangan, mereka memiliki program Green Gospel. Menyertakan lembaga dan tokoh-tokoh gereja di Sulawesi Utara untuk terlibat dalam upaya penyelamatan yaki.baca juga : Jelang Hari Raya Paskah, BKSDA Sulut dan Aktivis Antisipasi Perdagangan Satwa Dilindungi. Ada Apakah? Pada bulan November, mereka menggelar kegiatan Green Gospel di kelurahan Duasudara, Bitung. Kemudian, Desember dengan pendekatan serupa, menyertakan anak-anak sekolah minggu di kelurahan Pinangunian.Prisillia mengatakan, pendekatan itu beranjak dari penilaian bahwa, masih ada sebagian besar masyarakat yang menganggap tidak ada pantangan dalam hal konsumsi. Pandangan itu, seringkali dianggap jadi pembenaran untuk mengkonsumsi daging satwa liar. Padahal, manusia juga punya tugas dan tanggungjawab untuk melindungi segala ciptaan Tuhan.“Tapi, kita seringkali menyalahgunakan kekuasaan dengan mengeksploitasi sumberdaya alam, hingga beberapa spesies kunci, endemik Sulawesi Utara, sudah menghadapi ancaman kepunahan. Padahal Tuhan mau kita menjaga dan melestarikan alam ini,” ujar Prisillia. Minim Pengawasan | [0.0, 1.0, 0.0] |
Subsets and Splits
No community queries yet
The top public SQL queries from the community will appear here once available.