filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2015-066-19.json
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina | Untuk mengusut kasus dugaan praktek perbudakan dalam usaha perikanan di Benjina, KKP membentuk tim khusus yang bertugas untuk menginvestigasi kasus tersebut. Menurut Inspektur Jenderal KKP Anda Fauzi Miraza, tim tersebut akan langsung diterjunkan ke Tual untuk mencari tahu fakta dan data terbaru lebih lengkap dan akurat.“Paling lambat Rabu (08/04/2015) sudah ada tim (yang berangkat) ke Tual untuk menginvestigasi. Hasilnya nanti akan dikonfirmasi dengan pihak ketiga untuk dicari validitas datanya,” papar Anda di Kantor KKP.Anda mengatakan, karena kasus tersebut tidak hanya sebatas pada pelanggaran izin usaha perikanan saja, namun juga meluas pada praktek dugaan suap, kolusi dan perbudakan, maka pihaknya bekerja sama dengan pihak terkait untuk ikut menginvestigasi. KKP sudah mengirimkan surat ke Kepolisian RI, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial dan Komnas HAM.Terkait keterlibatan pegawai KKP yang diduga ikut menerima suap, Anda menegaskan pihaknya akan menindak tegas oknum tersebut. Namun, karena belum ada data dan fakta mutakhir, pihaknya belum memastikana apakah keterlibatan mereka akan dibawa ke jalur hukum pidana atau hanya terbatas di penegakan disiplin kepegawaian di lingkungan kerja KKP.“Untuk pegawai yang menerima aliran dana, akan dicek lebih jauh lagi keterlibatannya seperti apa. Nantinya, kalau memang oknum tersebut sudah dihukum, maka dia terancam bisa kehilangan jabatan dan status PNS-nya,” tandas Anda.Sebelumnya, Direktur PT PBR Hermanwir Martino mengungkapkan telah menyuap semua petugas pengawas di Benjina dengan nilai mencapai Rp37 juta. Uang tersebut digunakan untuk memuluskan izin berlayar bagi perusahaan. [SEP]
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2021-020-15.json
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok | [CLS]  Ada gairah baru para nelayan membudidayakan lobster. Hal itu terlihat dari pantauan Mongabay Indonesia di sentra budidaya lobster di Teluk Jukung Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), di sekitar perairan Gili Beleq dan Gili Re Desa Paremas, perairan Ekas, dan perairan Batunampar Selatan, jumlah keramba jaring apung (KJA) semakin banyak.Tetapi meski pernah dikunjungi dua Menteri Kelautan dan Perikanan, sentra budidaya lobster di kabupaten Lombok Timur, belum tertata dengan rapi. Para nelayan budidaya baru membuat KJA secara bebas di titik-titik yang masih kosong. Jika tidak diatur dengan baik dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di kemudian hari.Banyak nelayan yang beralih menjadi pembudidaya, setelah lesunya ekspor bibit bening lobster (BBL). Banyak juga bermunculkan nelayan budidaya baru. Mereka tergiur dengan harga lobster yang cukup tinggi. Di saat pandemi Covid-19, walaupun penjualan turun, tapi nelayan masih bisa memperoleh penghasilan.“Sekarang banyak anak muda yang tertarik ikut budidaya lobster,’’ kata Sapardi (36), salah seorang nelayan budidaya lobster di Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Sabtu (25/9/2021).baca : Pemda Lombok Timur dan Nelayan Sambut Baik Rencana Sentra Industri Lobster  Sapardi mampu menggaet anak muda di kampungnya untuk budidaya lobster. Pemuda lulusan Madrasah Aliyah (MA) Darul Aitam Jerowaru itu mulai budidaya lobster sejak kelas 2 aliyah. Awalnya dia ikut bekerja di nelayan budidaya. Setelah tahu seluk beluk budidaya lobster, dia kemudian membangun usaha sendiri. Dari awalnya memiliki 4 lubang keramba, kini Sapardi memiliki 60 lubang keramba. Dia dibantu 4 orang pemuda.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2021-020-15.json
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok | Dalam satu lubang keramba, Sapardi melepas 100 ekor bibit. Ukuran bibit itu beragam, mulai dari BBL hingga berusia beberapa bulan. Dia menangkap sendiri bibit, dan sebagian besar membeli dari nelayan. Ketika ramai ekspor BBL, dia sempat kesulitan mendapatkan bibit. Nelayan yang menangkap BBL lebih memilih menjual ke eksportir karena lebih mahal. Setelah pelarangan ekspor, bibit dijual ke para nelayan budidaya setempat.Di lubang keramba miliknya, ada bibit yang beratnya sudah mencapai 100 gram. Tinggal menunggu 2 bulan baru panen. Jika lubang keramba diiisi BBL, butuh waktu 8 bulan sampai panen. Sapardi mengatur siklus panen agar dia selalu bisa menyiapkan lobster jika diminta pembeli. Sudah ada pengepul besar yang mengambil lobster. Sapardi juga menerima lobster dari nelayan budidaya lainnya untuk dikemas dan dijual kembali.“Kami ambil dari nelayan sekitar sini juga, apalagi kalau banyak pesanan,’’ katanya.Menurut Sapardi budidaya lobster adalah masa depan perikanan di Lombok, khususnya Lombok Timur. Kabupaten yang paling padat penduduknya ini memiliki banyak lokasi budidaya lobster dan kerapu. Jauh sebelum digalakkan budidaya, para nelayan tangkap sudah mulai budidaya dalam jumlah terbatas. Permintaan tinggi dari sektor pariwisata juga membuat nelayan memperluas area budidayanya. Di saat masa pandemi, permintaan memang turun, tapi tidak sampai membuat rugi para nelayan. Hanya saja keuntungan mereka terus berkurang seiiring semakin lama melakukan budidaya.Untuk satu lubang KJA membutuhkan biaya Rp2,5 juta. Itu sudah termasuk bibit, tapi belum termasuk pakan. Satu lubang membutuhkan 1 kg pakan/hari senilai Rp5.000. Pakan itu berupa ikan yang dipotong-potong kecil yang disebut ikan rucah. Budidaya dilakukan selama 2 bulan dan harga jual Rp7-8 juta. Dalam satu lubang kadang penghasilan bersih mencapai Rp2,5-3 juta. Tinggal dikalikan dengan 60 lubang yang dimiliki Sapardi.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-020-15.json
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok | baca juga : Saatnya Perkuat Komitmen Budi daya dengan Aturan Baru Benih Lobster  Budidaya lobster juga menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Selain 6 orang karyawan yang menjaga keramba, Sapardi mempekerjakan 25 orang untuk bagian pengemasan. Jika banyak pesanan jumlah tenaga lepas untuk packing ditambah. Biasanya anak-anak muda dan perempuan di kampungnya. Mereka dilatih agar pengemasan bagus, tidak membuat stres lobster, dan bisa hidup sampai di meja konsumen. Selain itu, Sapardi juga bermitra dengan 100 orang nelayan. Mereka nelayan tangkap merangkap nelayan budidaya. Sapardi mengambil barang dari nelayan-nelayan itu.“Setelah melihat hasilnya, anak-anak muda sekarang semakin banyak tertarik,’’ kata Sapardi menunjukkan beberapa keramba baru untuk budidaya lobster.Sapardi mendukung rencana pemerintah untuk mengembangkan sentra budidaya lobster. Dia masih asing dengan istilah-istilah yang sering diucapkan ketika dilakukan sosialisasi, seperti “lobster estate”. Tapi semangat untuk menggalakkan budidaya sangat disambut baik oleh nelayan. Nelayan budidaya berharap ada dukungan fasilitas bagi nelayan budidaya. Fasilitas itu seperti tempat pengemasan, kemudahan dalam mengurus perizinan, akses penerangan di sekitar kawasan, air bersih, ketersediaan pakan, teknologi benih dan pakan, serta regulasi harga yang tetap.Budidaya lobster menjadi salah satu program unggulan pada Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi NTB. Untuk rencana pengembangan lobster estate, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan budidaya nasional di Lombok. Beberapa daerah yang kawasannya direncanakan adalah di wilayah Sekotong Lombok Barat, wilayah Ekas dan Telong-elong Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Di Telong-elong, Desa Jerowaru pemerintah menjadikannya sebagai kampung lobster.perlu dibaca : Kekuatan Magis Lombok untuk Budi daya Lobster Berkelanjutan  Intensifkan Pengawasan
[0.013831224292516708, 0.9679399728775024, 0.018228823319077492]
2021-020-15.json
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok | KKP akan terus memperkuat pengawasan budidaya lobster. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan program prioritas KKP dapat berjalan dengan maksimal dengan tetap menjaga keseimbangan antara aspek ekologi, sosial dan ekonomi.“Kampung lobster dan lobster estate ini merupakan salah satu program terobosan KKP yang digaungkan Bapak Menteri Trenggono, tentu harus dikawal agar dalam implementasinya tetap mengedepankan aspek kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan,” terang Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, saat melakukan kunjungan ke sentra budidaya lobster di Lombok Timur pada Jumat (18/9/2021).Adin menjelaskan bahwa kebijakan KKP yang saat ini telah membuka dan mendorong subsektor perikanan budidaya termasuk lobster ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya. Adin berharap hal tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan praktik budidaya yang mengedepankan kelestarian dan meminimalisir kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya.“Tentu yang kami harapkan adalah praktik budidaya yang baik, sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” terang Adin.Untuk memastikan hal tersebut, Adin telah menginstruksikan jajarannya di lapangan untuk terus melakukan pengawasan baik secara rutin maupun insidental. Selain itu, Adin juga mengajak pemerintah daerah agar turut berperan dalam mendorong tata kelola budidaya lobster yang berkelanjutan.“Kami hari ini juga ditemani oleh Pak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan untuk memastikan sinergi dalam pengawasan agar praktik budidaya lobster dilaksanakan sesuai dengan ketentuan,” terang Adin.baca juga : Begini Nasib Nelayan Lobster Lombok Setelah Ekspor Benih Lobster Ditutup  
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2021-020-15.json
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok | Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan KKP, Drama Panca Putra menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan budidaya lobster ada beberapa aspek yang menjadi fokus perhatian, diantaranya dokumen perizinan berusaha, lokasi budidaya, daya dukung lingkungan, sarana dan prasarana budidaya, penanganan limbah serta penebaran kembali (restocking).“Ini hal-hal yang memang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 (tentang Pengelolaan Lobster). Tentu menjadi pedoman bagi kami dalam pelaksanaan pengawasan,” terang Drama.Drama juga menjelaskan bahwa pihaknya telah memetakan titik-titik kritis dalam praktik budidaya lobster. Hal ini akan menjadi perhatian dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan.“Kami sudah petakan dan akan menjadi fokus perhatian kami,” terang Drama. Berharap Bukan ‘Prank’Ketua Serikat Nelayan Independen (SNI) Lombok, Hasan Saipul Rizal ingat betul kedatangan menteri KKP ke Lombok. Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah Telong-Elong di keramba anggota SNI. Hasan bilang, pada tanggal 24 Maret 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengunjungi Lombok Timur, dengan berapi-api menyampaikan akan penjarakan mereka yang ekspor benur, dan KKP akan mendorong wilayah Indonesia sebagai wilayah budidaya Lobster.Keseriusan Menteri KP tersebut dipertegas dengan sematan “kampung Lobster”. Dari hasil beberapa kali diskusi SNI, termasuk terakhir kunjungan Gubernur NTB Zulkiefliemansyah di Telong Elong, disebutkan untuk lobster estate ini, pemerintah menyiapkan anggaran Rp550 miliar lebih.“Anggarannya besar, kami juga rutin baca di media tentang rencana itu. Tapi di wilayah masyarakat pembudidaya belum ada sosialisasi terkait wacana lobster estate. Artinya, untuk siapa lobster estate ini dibangun dengan anggaran yang cukup besar namun sejauh ini masyarakat belum dilibatkan,’’ kata Hasan, (25/9/2021)
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2021-020-15.json
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok
Lobster Estate yang Ditunggu Nelayan Lombok | Pembenahan juga harus dilakukan. Baik dari penataan KJA para pembudidaya, infrastruktur, akses, dan yang terpenting adalah sosialisasi pemerintah daerah belum sampai ke masyarakat nelayan/pembudidaya.perlu dibaca : Pengembangan Lobster Tak Lagi Fokus pada Benih  SNI menyambut baik rencana lobster estate. Program ini akan berdampak terhadap lingkungan masyarakat nelayan. Tapi melihat ketidakpastian informasi, SNI menduga bahwa itu hanya pemanis bibir saja. Belum ada langkah konkret di lapangan. Apalagi tahun 2022, pemimpin pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten Lombok Timur akan mengakhiri masa jabatannya setahun kemudian. Hasan pesimis rencana itu bisa terwujud.“Mudah-mudahan ini bukan prank, sudah terlalu sering nelayan dijanjikan,’’ katanya.Sejak sepuluh tahun silam kawasan Jerowaru dan Keruak disebut akan dikembangkan sebagai minapolitan. Tapi hingga kini, tidak ada kabar kelanjutan program itu. Begitu juga dengan rencana pengembangan budidaya lobster, yang ada justru gerbang “kampung lobster” yang dibangun di Desa Ekas, Jerowaru, Lombok Timur. Sementara infrastruktur pendukung budidaya hingga kini belum ada penambahan. Kalau pun ada penambahan jumlah KJA, itu murni dari nelayan sendiri.“Semoga tidak terulang program bagi-bagi bantuan seperti tahun-tahun sebelumnya. Salah sasaran, mangkrak, dan ada juga dijual,’’ kata Hasan menyebut program bantuan kapal, perahu, hingga KJA. (*)  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-047-10.json
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika | [CLS] Meski mendapat sorotan negatif di dalam Negeri, namun kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti justru mendapat penilaian positif dari luar negeri. Setidaknya, itu yang tergambar saat dia melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat awal Juni.Di Negeri Paman Sam, perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat itu didapuk penghargaan tertinggi Seafood Champion Award untuk kategori kepemimpinan (leadership) dari empat kategori yang ada, yaitu innovation, vision, advocacy, dan leadership.Dalam gelaran yang dihelat di Seattle, Susi mendapat penghargaan karena dinilai sangat berani memberantas praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau illegal unreported and unregulated fishing yang dilakukan kapal ikan asing (KIA) dan kapal ikan Indonesia (KII) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI).  Dari keterangan resmi yang dikirimkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi mendapatkan penghargaan tersebut, juga karena dianggap telah berperan penting dalam menjaga kesehatan laut dan praktik pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab, melalui pelarangan penggunaan trawls dan alat tangkap tidak ramah lingkungan lainnya.“Kepeduliannya terhadap kasus perbudakan yang terjadi di kapal perikanan juga menjadi salah satu aspek penilaian,” demikian menurut Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto yang menerima penghargaan tersebut karena Susi berhalangan hadir.Rifky mengatakan, penghargaan yang didapat atasannya itu merupakan buah kerasnya selama ini. Sebelum menjadi menteri, kata dia, Susi memulai usaha lebih dulu sebagai pedagang seafood skala kecil di Pangandaran. Di sana, dia bergabung bersama ribuan nelayan kecil lainnya yang mengais rezeki.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2017-047-10.json
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika | “Saat beliau dipercayakan Presiden Joko Widodo untuk menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, beliau merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa lautan sebagai warisan terbesar Indonesia dapat dinikmati seluruh anak bangsa hingga generasi-generasi berikutnya,” ungkap dia.Rifky kemudian mengatakan, dia dan tim di KKP tak menampik bahwa sosok menteri Susi saat ini sedang menghadapi tantangan atas implementasi kebijakan-kebijakan yang sudah dibuatnya. Namun, dia tak khawatir, karena di sisi lain, masih banyak yang mengakui kebijakan KKP sebagai pencapaian reformasi perikanan dan penegakan hukum.Kebijakan-kebijakan tersebut, kata dia, seperti penenggelaman kapal penangkap kapal ikan ilegal, moratorium kapal ikan eks asing, larangan bongkar muat di tengah laut (transshipment), dan larangan penggunaan alat penangkapan yang merusak lingkungan.“Kami percaya, bagaimanapun ini hanyalah permulaan. Ini adalah awal yang baik, tapi kita masih harus melakukan lebih banyak lagi,” tambah dia.Presiden Seaweb and The Ocean Foundation Mark Spalding mengatakan, penghargaan ini diberikan atas keberanian dan kreativitas orang dan atau organisasi yang dapat mendorong ketersediaan, kemajuan, dan kelestarian stok makanan laut dunia. Seafod Champion Award tahun ini telah menunjukkan tren prioritas solusi praktis dan terjangkau bagi nelayan skala kecil dan negara berkembang.  Intervensi IndonesiaMeski tidak hadir saat mendapatkan penghargaan, Susi Pudjiastuti tetap hadir dalam “Dialog Kemitraan 4: Menjaga Keberlanjutan Perikanan” yang digelar keesokan harinya dalam rangkaian acara Konferensi Laut PBB di Markas Besar PBB di New York, AS. Bahkan, dalam kegiatan tersebut, Susi menyampaikan intervensi Indonesia berkaitan dengan menjaga laut dunia.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2017-047-10.json
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika | “Lautan menutup sekitar 71% permukaan bumi. Lautan harus dilindungi untuk menumbuhkan dan menjaga kelestarian kehidupan laut. Ini merupakan tugas kita untuk menjaga hak lautan,” ungkap dia.Susi mengatakan, agar lautan bisa dijaga dengan baik, perlu campur tangan masyarakat dunia secara langsung. Kata dia, masyarakat dunia harus memahami bahwa lautan dan kehidupan yang terkandung di dalamnya berhak untuk hidup lestari.Untuk itu, menurut Susi, dunia memerlukan suatu badan global untuk mengatur perlindungan terhadap hak laut, yang tak akan terganggu oleh agenda politik apapun. Namun, menurutnya, Badan yang ditunjuk harus mengawasi kehidupan laut seperti ikan dan terumbu karang yang hidup di dalamnya.“Khususnya dengan bersama-sama berjuang melawan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing,” tutur dia.Lebih jauh Susi menjelaskan, agar kelestarian sumber daya alam yang ada di laut bisa tetap terjaga dengan baik, laut lepas perlu dijaga dengan manajemen yang lebih baik. Tujuannya, untuk memastikan penangkapan hasil laut di sebuah negara melaksanakan sistem berkelanjutan.Untuk itu, Susi menyarankan agar negara-negara dunia melakukan penangkapan menggunakan peralatan dan metode yang aman, mengontrol Fish Agregating Device (FAD) atau rumpon, dan tidak menguras induk-induk ikan yang bermigrasi menuju zona perkembangbiakan mereka.  “Ketika induk-induk ikan tidak kembali ke zona perkembangbiakan (akibat ditangkap), bayi-bayi ikan tidak akan lahir untuk menjaga keberlanjutannya, sehingga dunia akan kehabisan stok ikan,” papar dia.Dengan dilakukan perlindungan, Susi menyebut bahwa itu juga akan memberi manfaat kepada nelayan tradisional karena mereka adalah industri skala kecil yang sangat rentan. Jika sudah begitu, nelayan juga akan merasakan dampaknya hingga bisa mencapai kesejateraan secara ekonomi.“Laut harus dapat menjadi sarana nelayan kecil untuk meningkatkan kualitas hidup mereka,” ucap dia.
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2017-047-10.json
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika | Mengingat perlindungan terhadap laut sangatlah penting, Susi meminta agar dunia memahami bahwa IUU Fishing bisa berdampak buruk bagi kesehatan laut. Praktik tersebut juga masuk dalam kategori kejahatan transnasional yang terorganisir.Dalam praktiknya, kata Susi, selain melakukan pencurian ikan juga terjadi perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan bakar minyak (BBM) ilegal, IUU Fishing juga melakukan kejahatan seperti penyelundupan binatang langka.Dengan ancaman yang sangat tinggi, Susi meminta PBB mengakui bahwa kejahatan perikanan transnasional terorganisir (transnational organized fisheries crime) dalam resolusi Majelis Umum PBB.Selain itu, untuk mencegah terjadinya IUU Fishing, diperlukan sebuah tim ahli independen yang akan merekomendasikan rencana untuk melembagakan kejahatan perikanan transnasional terorganisir. Kemudian, juga untuk mendorong pengakuan berdasarkan Dokumen Resolusi Majelis Umum PBB. Laut KeberlanjutanLebih jauh Susi menceritakan bagaiman kondisi Indonesia di masa lalu saat pengelolaan wilayah laut masih buruk. Menurutnya, dulu Indonesia kurang memperhatikan aspek keberlanjutan dalam tata kelola wilayah perikanan dan kelautan. Kondisi itu diperparah dengan maraknya praktik illegal fishing yang membuat Indonesia kehilangan banyak stok ikan.“Berdasarkan data statistik tahun 2003-2013, stok ikan di lautan Indonesia berkurang hingga 30 persen,” jelas dia.Susi kemudian bercerita, dulu saat masih menjadi pengusaha perikanan, dia harus membeli 30 sampai 40 ton ikan dari pasar ikan setiap hari untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat. Namun, lambat laun, dia kemudian hanya bisa mendapatkan 100 kg ikan saja.“Saya tidak tahu mengapa itu bisa terjadi, hingga saya menjadi Menteri dan menemukan alasannya. Ternyata penyebabnya adalah praktik illegal fishing dan penangkapan yang tak memperhatikan keberlanjutan,” kenang dia.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2017-047-10.json
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika
Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika | Karena sadar bahwa keberlanjutan menjadi kunci, Susi setelah menjadi Menteri kemudian menerapkannya dalam semua program kerja. Dalam dua tahun kepemimpinannya sejak 2014, berbagai kemajuan dan perbaikan langsung terlihat nyata, termasuk peningkatan stok ikan Indonesia.Berdasarkan Data Komisi Pengkajian Ikan Nasional, pada 2014 stok ikan Indonesia hanya 6,5 juta ton. Kemudian, pada 2016 jumlahnya sudah mencapai 12 juta ton. Selain itu, angka konsumsi ikan masyarakat juga meningkat dari 36 kg per kapita pada 2014 meningkat jadi 43 kg per kapita di 2016.“Pembatasan kuota guna menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan usaha memerangi IUUF ini, saya pikir juga menjadi perhatian anggota PBB lainnya. Indonesia juga sudah membuktikan dengan stok tuna yang fantastis, di mana 60 persen yellow fin tuna dunia berasal dari Indonesia,” tandas dia.Konferensi Laut PBB sendiriberlangsung pada 5-9 Juni 2017 dengan mengusung tema Our Ocean, Our Future: Partnering for the Implementation of SDG’s 14. Tujuannya untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang diperlukan dalam implementasi Sustainable Development Goals (SGD’s) No.14.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-028-14.json
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya | [CLS]   Baca sebelumnya: Jika Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Bagaimana Kedaulatan Maritim Indonesia?** Ironi. Sejarah Indonesia dikenal internasional karena adanya Kerajaan Sriwijaya, yang menguasai maritim Asia Tenggara selama beberapa abad. Namun, sampai saat ini Indonesia belum memiliki pusat studi atau penelitian kejayaannya.Singapura, yang tidak memiliki sejarah kuat dengan Kerajaan Sriwijaya justru punya pusat penelitian Sriwijaya. Mengapa?“Mempelajari khusus kerajaan-kerajaan di Indonesia [di perguruan tinggi] dapat dikatakan nyaris tidak ada. Apalagi khusus Sriwijaya. Banyak hal yang dapat digali dari Sriwijaya untuk membangun bangsa ini,” kata Bambang Budi Hutomo, arkeolog lahan basah dari Pusat Arkeologi Nasional, kepada Mongabay Indonesia, Selasa [03/2/2019].“Di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, tempat saya kuliah dulu, pelajaran sejarah kerajaan masuk dalam kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara. Semua diinfokan pada mahasiswa selama dua semester. Boleh jadi tidak mendalam. Kalau mau mendalami, ya sendiri-sendiri, atau setelah lulus. Saya tertarik mempelajari Sriwijaya setelah ada seminar internasional awal 1980-an,” kata lelaki yang akrab dipanggil “Tomi” yang melakukan penelitian Kerajaan Sriwijaya sejak 1985.“Nah, sekarang ini, tampaknya belum ada lagi yang mau menekuni, mencari dan membaca referensi buku-buku Sriwijaya. Apalagi meneliti lapangan,” jelasnya.Dia mengatakan, langkah pemerintah terkait pentingnya menggali dan mengembangkan sejarah Kerajaan Sriwijaya sebagai ilmu pengetahuan belum terlihat. “Pemerintah sekarang masih direpotkan masalah-masalah seperti Papua, perpindahan ibu kota, ekonomi, dan lainnya,” katanya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-028-14.json
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya | Lanjut dia, jangankan pemerintah, para peneliti sejarah dan budaya saja masih kurang peduli dengan Sriwijaya. Misalnya menulis buku atau artikel di media massa maupun jurnal, berdasarkan kajian teks yang didukung penelitian lapangan. “Atau, kegiatan pendidikan lainnya, sehingga opini Sriwijaya fiktif tidak mungkin lahir atau muncul, gugur sebelum ditulis atau disebarkan.”  Diajarkan ke sekolah dan perguruan tinggiDr. Najib Asmani, akademisi dari Universitas Sriwijaya mengatakan, sejarah Kerajaan Sriwijaya memang dipelajari di perguruan tinggi. Tapi, perlu diajarkan di sekolah juga.“Banyak hal yang dapat diungkap. Mulai sikap masyarakatnya yang pemberani, egaliter dan terbuka, juga pemimpin dermawan. Terpenting, ada ajaran menjaga alam semesta atau Bumi yang tercermin dalam Prasasti Talang Tuwo,” kata mantan Koordinator Tim Restorasi Gambut [TRG], yang kini menjabat staf khusus Bupati Muba Bidang Pembangunan Hijau.“Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan generasi muda saat ini yang akan membangun Indonesia masa depan,” katanya.Bambang Budi Utomo sangat mendukung jika sejarah Kerajaan Sriwijaya menjadi muatan lokal di sekolah Indonesia, terkhusus Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, dan Bangka-Belitung. “Sehingga, akan lahir generasi muda paham.”  Dr. Tarech Rasyid, akademisi dan penggagas Badan Pemajuan Kebudayaan [Bapeka] Sumatera Selatan, mengatakan seharusnya sejumlah perguruan tinggi negeri atau swasta di Sumatera Selatan, sebagai wilayah lahir dan berkembangnya Kerajaan Sriwijaya, melakukan kajian khusus. Misalnya, program studi sejarah atau filsafat Sriwijaya.Selama ini, kata Tarech, sejarah Sriwijaya hanya menjadi pengetahuan dasar pelajar, seperti halnya mereka mengenal kerajaan-kerajaan di Nusantara. Termasuk pula di perguruan tinggi.“Kita berharap, Sriwijaya yang telah melahirkan peradaban tinggi menjadi perhatian pemerintah, khususnya Pemerintah Sumatera Selatan,” ujarnya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-028-14.json
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya | Pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan di dunia pendidikan dengan menjadikan Sriwijaya dan peradaban melayu sebagai muatan lokal. Seperti, SLTP dan SLTA.“Kebijakan ini tentu saja butuh kajian mendalam. Tujuannya, lahir modul atau buku ajar yang tepat, menjawab moderenitas yang dihadapi masyarakat Sumatera Selatan,” katanya.Sonia Anisah Utami, seniman dan seorang dosen seni, sangat setuju jika sejarah Sriwijaya dipelajari mahasiswa di Sumatera Selatan. “Kenapa? Sebab Sriwijaya telah melahirkan peradaban luhur. Hanya bangsa berpengetahuan dan memiliki budaya tinggi yang dapat melahirkannya,” tuturnya.  Nilai-nilai luhur dan ilmu pengetahuan SriwijayaBanyak nilai luhur atau ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari manusia Indonesia hari ini. “Bukan hanya tata kelola lingkungan, juga kerukunan beragama, dan kemaritiman,” lanjut Bambang Budi Utomo.Di masa pemerintahan Sriwijaya, mayoritas rakyatnya menganut Buddha, tapi ajaran agama lain diterima. “Misalnya, sebuah arca Buddha dihadiahkan pendeta Hindu kepada Maharaja Sriwijaya. Maharaja juga mengirim surat ke Khalifah Umar bin Abdul Azis disertai permintaan dikirimkan mubaligh untuk mengajarkan hukum-hukum Islam di Sriwijaya.”“Paling penting itu dunia kemaritiman. Mulai dari teknologi perkapalan, hingga menata perniagaan lautan yang saat ini sebagian besar wilayahnya masuk Indonesia. Sriwijaya itu berdaulat di laut,” katanya.  Tarech melihat, ada tujuh nilai yang dapat dipelajari dari peradaban Sriwijaya. Pertama, religious, menempatkan sang pencipta sebagai dasar berkehidupan dan berberbangsa. Kedua, pemahaman agama menciptakan masyarakat toleran.Ketiga, menghargai alam yang diciptakan bukan hanya untuk manusia, juga semua makhluk hidup. Keempat, menghargai perempuan. Di Prasati Talang Tuwo terdapat pandangan memuliakan perempuan. Ada larangan perselingkuhan.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-028-14.json
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya
Ironi, Tidak Ada Kajian Khusus Kerajaan Sriwijaya dan Kejayaan Maritimnya | Kelima, penghargaan pada generasi mendatang. Dalam pembuatan Taman Sriksetra, Raja Sriwijaya menanam pohon-pohon dan tanaman untuk semua makhluk hidup. Bukan hanya saat ini, juga masa mendatang.Keenam, kerja keras. Ini terlihat dari para pemimpin dan masyarakatnya yang mengarungi lautan, bertemu banyak suku bangsa secara damai. Peperangan diambil jika terpaksa. Ketujuh, penghargaan ilmu pengetahuan. Tercermin dalam teknologi perkapalan dan pelayaran.“Menjaga tanah air Indonesia hari ini dan mendatang, harus sunguh-sungguh mempelajari Sriwijaya,” tandasnya.   [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-074-15.json
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan | [CLS] Untuk memenuhi kebutuhan listrik, Indonesia sedang mengoptimalkan kapasitas pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan, terutama dari tenaga air. Namun, Dewan Energi Nasional (DEN) mengingatkan bahwa target tersebut harus mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air.Hal tersebut disampaikan oleh Achdiat Atmawinata, anggota DEN bidang industri, sesudah sidang DEN ke 10, bulan lalu.“Potensi PLTA itu besar sekali, sekitar 20 GW, campuran dengan mikrohidro. (Tetapi) pembangunannya lama, sementara sekarang sudah 2017,” jelas Achdiat.  Berdasarkan rencana penyediaan energi terbarukan dari DEN, pembangunan PLTA ditargetkan mencapai 17.986,7 Mega Watt pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 38.000 Mega Watt pada tahun 2050. Jumlah ini jauh lebih tinggi ketimbang geothermal yang hanya ditargetkan 7.238,5 Mega Watt pada tahun 2025 dan 17.546,0 Mega Watt pada tahun 2050.Hingga kini, kapasitas yang sudah terpasang sebesar 8.111 Mega Watt atau 10.81 persen dari sumber daya 75.000 Mega Watt, untuk tipe hidro.Pembangunan PLTA, lanjutnya, bisa memakan waktu lima tahun, mulai dari survei hingga pembangunan fisik.“Tidak sebentar. Initial cost-nya tinggi tapi operational cost-nya akan lebih murah. Mikrohidro relatif lebih murah, Tapi, bisa masuk ke grid yang gede atau yang off grid,” katanya.Januari lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menyetujui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menitikberatkan kepada agenda pembangunan pembangkit listrik 35.000 Mega Watt. Mayoritas bahan bakar untuk pembangkit listrik tersebut berasal dari batubara.Namun, RUEN masih memberikan ruang kepada pengembangan energi terbarukan sebesar 23% hingga 2025.  Tumiran dari DEN menyatakan bahwa target energi terbarukan tersebut tidak ada perubahan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-074-15.json
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan | “Karena RUEN ini sudah ditetapkan, harus bisa dicapai dengan berbagai cara dan strategi pencapaian. Kita sudah komitmen terhadap perubahan iklim, mencapai ketahanan energi, kemandirian energi dan memastikan sumber-sumber energi local bisa memenuhi kebutuhan energi daerah masing-masing,” katanya.Achdiat menambahkan bahwa PLTA jauh lebih murah dari panas bumi, baik dari investasi dan feasibility.“Panas bumi baru beberapa persen (bisa dimanfaatkan), ongkosnya tinggi dan ketika ngebor belum tentu dapat, sehingga risikonya besar,” tambahnya. “Cuman PLTA harus dihitung benar, gimana hujan di situ, daerah tangkapan air, water catchment areas, dan sekarang dengan global warming, kan berubah cuaca dan semacamnya. Jadi, butuh data untuk bikin dam, (data yang) reliable.”Meski tidak menyebutkan secara spesifik target pembangunan PLTA, namun Achdiat menyatakan bahwa sudah bisa dibangun di lima pulau besar.“Misalnya, di sungai Mahakam di Kalimantan saja belum ada (PLTA). Dibuang-buang gitu aja (potensi air), sayang kan? Daripada gali-gali batubara terus bolong lobang dan diekspor, lalu (menghasilkan) emisi CO2. Air (PLTA) kan lebih ramah (lingkungan),” tambahnya.  Sektor industri juga bisa menggunakan listrik dari PLTA, sebagai contoh INALUM (PT Indonesia Asahan Aluminium Persero) bisa memakai listrik murah, mengurangi biaya dan bisa membangun smelter. Ia pun mencontohkan industri baja dan petrochemicals bisa melakukan hal yang serupa.“Luar biasa itu. Jadi, value added-nya juga tinggi (karena) listriknya lebih murah,” tandasnya mengingatkan bahwa tinggal delapan tahun lagi untuk bisa mencapai target 23 persen, yang separuhnya berasal dari PLTA.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-074-15.json
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan | Ia juga mengingatkan pihak mana saja yang harus mengambil tanggung jawab karena sumber daya air merupakan lintas kementerian, tidak berada di bawah ESDM semata. Lebih lanjut, ia mengatakan harus ada kejelasan atas industri mana saja yang bisa menggunakan listrik dari PLTA dan berapa daya yang dibutuhkan.“Yang namanya PLTA kan harus kontinu, sementara ngomong EBT (energi baru terbarukan), maaf saja solar cell tidak bisa kontinu. Ketika jam empat (sore), (listrik) sudah mati. Tidak bisa disimpan dan baterenya masih sebesarnya rumah,” katanya mengistilahkan PV (Photovoltaic) sebagai appetizer sementara main course adalah panas bumi, PLTU dan PLTA bila ingin mengembangkan energi baru terbarukan.Sementara, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dan juga pakar isu energi di Indonesia, mengatakan bahwa target pengembangan PLTA sulit terpenuhi karena besarnya sumber daya tapi tidak diimbangi oleh permintaan yang besar.“Resources (air) yang besar itu adanya di Kalimantan dan Papua, sedikit di Sulawesi. Untuk Jawa dan Sumatra sudah tidak ada lagi yang besar-besar. Ukurannya bisa mencapai 10.000 MW hingga 14.000 MW, contohnya (sungai) Mamberamo saja bisa mencapai 12.000 MW,” kata Tumiwa. “Tapi, kalau dibangun di sana sebanyak itu, yang menyerap siapa? Berapa kemampuan demand-nya di sana? Ada sumber daya tapi ga ada yang pakai.”Untuk seluruh pulau Kalimantan, lanjutnya, hanya membutuhkan daya sebesar 1.500 Mega Watt.Lebih lanjut, ia mengatakan hanya industri-industri besar, seperti petrochemical dan smelter, yang bisa menyerap listrik sebesar itu tapi akan makan waktu bertahun-tahun.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2017-074-15.json
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan
PLTA Masih Jadi Tumpuan untuk Capai Target 23 persen Bauran Energi Terbarukan | “Bisa juga bangun kabel laut dari Jawa ke Kalimantan, tapi itu akan panjang sekali. Atau, bangun industri di sana. Pindahkan saja industri di Jawa ke Kalimantan. Tapi, apa mungkin dilakukan selama delapan tahun?” jelasnya menambahkan butuh minimal sepuluh tahun untuk memulai pembangunan PLTA dengan skala besar.  Berbeda dengan Achdiat yang tidak terlalu mengusulkan tenaga surya, Fabby menyatakan bahwa kapasitas panas matahari di Indonesia justru bisa dimanfaatkan sebagai energi intermittent (sela), selain mengoptimalkan panas bumi dan biomassa.“Yang mungkin bisa dikembangkan dengan cepat adalah surya. Potensi surya ini cukup besar sebesar 500 Giga Watt. Untuk rooftop pelanggan PLN, baik rumah tangga dan industri, bisa dikembangkan sebesar 5-7 Giga Watt. Untuk utility scale, bisa dikembangkan hingga 115 Giga Watt di Pulau Jawa. Jadi, solar ini siap sebagai intermittent (energi sela), setidaknya mencapai 50.000 Mega Watt,” tandasnya.Lebih lanjut, Fabby masih menekankan kepada optimalisasi panas bumi dan biomassa.“Meskipun target yang ditetapkan sebesar 7.000 Mega Watt tapi masih bisa sampai 10.000 Mega Watt. Pengembangan geothermal kan jangka panjang,” tambahnya. “Yang kedua, maksimalkan biomass, misalnya dari pertanian, limbah kelapa sawit, dan kebun energi. Memang butuh lahan yang besar, itu saja yang perlu dipikirkan.”Fabby mengatakan bahwa target energi terbarukan sebesar 23 persen tidak akan berubah, namun tidak akan bisa sepenuhnya tercapai.“RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) baru disetujui tapi belum ditandatangan. Tapi, angkanya tidak akan berubah karena sudah ada Perpresnya. Hanya saja tidak akan sepenuhnya tercapai. Ya, kalau mau optimal, ke geothermal, biomassa, dan tenaga surya,” jelasnya.  [SEP]
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-007-14.json
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung | [CLS]   Ratusan tahun aktivitas pertambangan mineral di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, masih menyisakan ribuan hektar lahan kritis. Upaya penanaman telah dilakukan, yakni akasia, cemara sengon laut, jambu mete, karet, jeruk, alpukat, hingga kelapa hibrida. Namun, tidak semuanya mampu memulihkan ekosistem, nilai sosial-budaya, serta ekonomi hutan seperti semula.Penelitian Oktavia et al. [2014] menyatakan, penanaman akasia [A. mangium] dan jambu mete [A. occidentale] di beberapa lokasi di Belitung, tidak menunjukkan keanekaragaman yang tinggi. Hanya didominasi jenis tersebut, bahkan sulit dijumpai rumput di permukaan tanah.Terbaru, tumbuhan sapu-sapu [Baeckea frutescens L.], yang tumbuh subur di Bangka Belitung, menjadi harapan baru pemulihan lahan pasca-tambang. Sekaligus, memberikan alternatif ekonomi masyarakat melalui pengembangan minyak atsiri.“Sudah saatnya, masyarakat Bangka Belitung tidak hanya mengandalkan timah, alih profesi menjadi petani atsiri sapu-sapu,” kata Letjen TNI Purn Doni Monardo, Komisaris Utama MIND ID, saat mengunjungi padang sapu-sapu di Desa Air Batu Buding, Kabupaten Belitung, Jumat [27/01/2023] lalu.Komitmen ini diwujudkan dalam Program “Pengembangan Potensi Minyak Atsiri” Kolaborasi CSR Group Mining Industry Indonesia [MIND ID], sebuah BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia beranggotakan PT. ANTAM Tbk., PT. Bukit Asam Tbk., PT. Freeport Indonesia, PT. Inalum [Persero], PT. Timah Tbk., dan PT. Vale Indonesia.“Apapun jenisnya, suatu saat mineral akan habis, termasuk timah. Jangan sampai masyarakat tidak memperoleh apa-apa dari aktivitas penambangan, yang hampir 100 persen menimbulkan luka pada kulit bumi,” lanjut Doni, penerima gelar doktor kehormatan [doctor honoris causa] dari IPB University, berkat komitmennya pada isu lingkungan hidup.
[1.0, 1.718947317819186e-09, 1.4937721060093168e-09]
2023-007-14.json
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung | Masyarakat Bangka Belitung umumnya belum tahu tumbuhan sapu-sapu bisa disuling menjadi minyak atsiri berharga mahal. Perkiraan Doni, untuk 1 ton pohon sapu-sapu bisa menghasilkan sekitar 10 liter minyak atsiri, dengan harga per liter berkisar Rp 300.000.“Artinya ada potensi pendapatan sebesar tiga juta rupiah, untuk 1 ton bahan baku. Namun, harga pastinya masih terus dikaji. Bagi masyarakat, jika difokuskan nilainya bisa lebih tinggi daripada menambang timah,” terangnya.Ketua Dewan Atsiri Indonesia, Irdika Mansur, mengatakan petani sapu-sapu di Bangka Belitung  tidak perlu khawatir.“Sebab, ada pengusaha yang siap menampung atau membeli,” katanya.Baca: Hutan Kerangas untuk Pulihkan Lahan Bekas Tambang Timah  Penjabat [PJ] Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin mendorong penelitian dan pendampingan masyarakat untuk pengolahan minyak atsiri. Budidaya akan difokuskan pada 123.000 hektar lahan kritis di Bangka Belitung.“Kami akan membentuk unit pengelola, bantuan ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Kami juga akan melibatkan generasi muda, agar ikut memanfaatkan peluang besar ini,” lanjutnya.Sebagai informasi, paket bantuan pengembangan minyak atsiri terdiri dari; mesin penyulingan [distilasi] berkapasitas satu ton, pembangunan instalasi, pembangunan tempat mesin penyulingan, gudang penyimpanan, motor gerobak, modal kerja hingga pelatihan bagi masyarakat. Semuanya akan didistribusikan ke enam kabupaten dan satu kotamadya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Baca: Mangrove, Harapan Utama Masyarakat Pesisir Timur Pulau Bangka  Potensi obat dan minyak atsiriDi luar Bangka Belitung, tumbuhan sapu-sapu bernama jungrahab, ujung atap [Kalimantan], atau si gamei-gamei [Minangkabau]. Tumbuhan semak berkayu dengan tinggi 4-6 meter ini, masuk suku Myrtaceae [pelawan, kernuduk, dsb.], yang tersebar luas di Asia Tenggara hingga Australia [Bean, 1997].
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2023-007-14.json
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung | “Sapu-sapu sangat cocok untuk revegetasi lahan pasca-tambang, tumbuh dari dataran rendah hingga perbukitan. Batang dan ranting kuat serta daun kecil seperti jarum, semua itu bentuk adaptasi di lahan ekstrim, miskin hara dan pH rendah [masam],” kata Tri Lestari, peneliti dan dosen Agroteknologi Universitas Bangka Belitung.Dalam penelitian Ito et al. [2016], sapu-sapu umum dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional untuk influenza, malaria, demam, sakit kepala, sakit perut, dan disentri. Bahkan, 12 senyawa yang terkandung mampu menjadi antibakteri, bahkan membunuh 50 persen sel kanker [payudara, pankreas, dan paru].“Namun, untuk dibuat menjadi obat yang diproduksi massal, harus melalui proses panjang karena harus melalui berbagai macam uji seperti toksisitas dan klinis,” kata Khoirun Nisa, seorang peneliti, dikutip dari situs resmi BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional].Bagaimana minyak atsiri? Menurut Tri Lestari, yang selama ini meneliti potensi minyak atsiri pada sejumlah tumbuhan lokal Bangka Belitung, bagian tanaman sapu-sapu yang diambil untuk minyak atsiri biasanya daun segar.“Disuling lalu hasilnya dipisahkan dari aquades untuk melihat rendemannya,” katanya.Untuk budidaya, umur panennya lama karena proses dari benih menjadi bibit. Butuh waktu satu tahun, agar bibit berkembang sempurna.“Sebaiknya mencari teknik budidaya lebih cepat, misalnya kultur jaringan. Bibit yang sudah dipindahkan ke lahan, diberikan pupuk organik dan anorganik seimbang, karena yang mau dipanen adalah daun segar seperti tanaman teh,” lanjutnya.Menurut Irdika Mansur, tercatat 173 tanaman [termasuk sapu-sapu, cengkih, lada, serai wangi], bisa diekstrak jadi minyak atsiri.“Nilai ekspor minyak atsiri sebagai esensial oil mencapai 10 triliun Rupiah per tahun. Indonesia tiga besar dunia, bersaing dengan India dan China,” katanya.Baca juga: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia  Harapan
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2023-007-14.json
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung | Berdasarkan pengamatan Mongabay Indonesia, tumbuhan sapu-sapu tersebar dalam jumlah luas, terutama di kawasan hutan kerangas, di utara dan Pesisir Timur Pulau Bangka, dan hampir di semua pesisir Pulau Belitung. Persebaran ini sejalan dengan peta ecoregion hutan kerangas Sundaland di situs oneearth.org.Menurut Eddy Nurtjahya, peneliti biologi dari Universitas Bangka Belitung, kawasan padang sapu-sapu merupakan bagian hutan kerangas.“Namun menyepakati Whitten et al. [2000], itu berasal dari hutan kerangas terdegradasi.”Dalam High Conservation Value Toolkit Indonesia [2008], hutan kerangas harus dipertahankan dalam kondisi alaminya dengan zona penyangga minimal satu kilometer, seminimal mungkin kegiatan dilakukan di sana.Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung, Jessix Amundian berharap, program pengembangan tumbuhan sapu-sapu jangan hanya berorientasi ekonomi.“Utamanya adalah mengembalikan ekosistem hutan semula, khususnya hutan kerangas yang terdegradasi. Padang sapu-sapu yang tumbuh liar di Bangka Belitung sedang berproses menuju hutan kerangas, karenanya pengembangan minyak atsiri harus dilakukan bijak,” tegasnya. Referensi:Bean, A. R. (1997). A revision of Baeckea (Myrtaceae) in eastern Australia, Malesia and south-east Asia. Telopea, 7 (3), 245–268.Ito, T., Nisa, K., Kodama, T., Tanaka, M., Okamoto, Y., & Morita, H. (2016). Two new cyclopentenones and a new furanone from Baeckea frutescens and their cytotoxicities. Fitoterapia, 112, 132–135. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0367326X16301241Oktavia, D., Setiadi, Y., & Hilwan, I. (2014). The Physical and Cehmical Soil Properties on Heath Forest and Ex-Tin Mined Land in East Belitung District Sifat Fisika dan Kimia Tanah di Hutan  Kerangas dan Lahan Pasca Tambang Timah Kabupaten Belitung Timur. Jurnal Silvikultur Tropika, 5(3). https://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/view/9254
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2023-007-14.json
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung
Tumbuhan Sapu-sapu, Harapan Pulihnya Lahan Bekas Tambang di Bangka Belitung | Whitten, A., Damanik, S. J., Anwar, J., & Hisyam, N. (2000). Ecology of Sumatra. Tuttle Publishing.  [SEP]
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2014-031-18.json
Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami
Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami | [CLS] Waktu mengubah Lukas Kota, petani kecil di Mbay, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dua tahun lalu, Lukas termasuk petani penentang sekolah lapangan (SL) pertanian organik di desanya. Dia tak pernah ikut SL, bahkan pernah mencabuti padi organik uji coba di lahan miliknya.Kala itu, dia berpikir pertanian organik tak akan berhasil di Mbay, kawasan sawah terluas di Flores selain Lembor, Kabupaten Manggarai Batat. Diapun pesimis ketika melihat petani merintis pertanian organik. “Setelah melihat sendiri hasil, saya baru percaya,” katanya.Tak hanya percaya pertanian organik bisa membuat hasil lebih baik, Lukas kini salah satu petani aktif mengampanyekan pola berkelanjutan di sawah seluas 3.000 hektar.Sebagai kawasan sawah terluas di Nagekeo, Mbay, menjadi lumbung beras bagi warga kabupaten ini maupun kabupaten lain di sekitar, seperti Ende, Bajawa, dan Sikka.Sejak 1970-an, petani yang bermigrasi ke daerah ini termasuk Lukas Kota pun membabat hutan dan mengubah menjadi persawahan. Ketika awal bertani di sini, mereka bisa mendapatkan rata-rata 6-8 ton padi per hektar. “Saat itu, kami masih menggunakan bahan-bahan alami untuk bertani. Tanah juga masih subur.”Seperti umumnya pertanian di Indonesia, malapetaka datang di Mbay sejak 1980-an ketika muncul Revolusi Hijau. Akibat tingginya penggunaan bahan-bahan kimia pertanian baik pupuk maupun pestisida, kesuburan tanah justru menurun.Awalnya, hasil bagus tapi makin lama tanah makin keras. Akibatnya, panen terus menurun. Paling banyak mereka hanya mendapatkan 4-5 ton per hektar.Melihat tanah yang makin tak subur dan hasil panen yang kian turun petani mulai berinisiatif untuk beralih ke pertanian organik. Dua lembaga swadaya masyarakat di sana yaitu Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) dan Pertanian Alternatif Sumatera Utara (PANSU) memberikan pendampingan kepada petani melalui SL pertanian organik.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2014-031-18.json
Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami
Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami | Sebagian petani setempat yang bergabung dalam Asosiasi Tani Organik Mbay (ATOM) antusias mengikuti SL itu. Salah satunya, Klemens Tado. Dia mempraktikkan pola tanam dengan sistem intensifikasi padi atau system of rice intensification (SRI). Dia menggunakan bahan-bahan alami sebagai pupuk.Pupuk ini dibuat secara berkelompok. Pekan lalu misal, kelompok tani bernama Idola Petani Dange, Lape, dan Airamo (Idola) membuat pupuk organik itu bersama-sama. Bahan baku pupuk organik mereka peroleh dari lingkungan sendiri seperti kotoran sapi, batang pisang, dan lain-lain.Di bawah, rindang pohon mangga di samping sawah, mereka mencampur aduk berbagai bahan itu untuk dipendam sebelum siap jadi pupuk. Umumnya, petani membuat pupuk ini secara berkelompok. Begitu pula dengan anggota Idola, kelompok tani yang bergabung dalam ATOM juga.Untuk menangani hama, petani juga menggunakan bahan-bahan alami. Misal, dengan bahan campuran daun intaran dan bahan-bahan lain untuk mengusir hama walang sangit dan kepik hitam. “Setelah pakai bahan-bahan alami, hama malah tidak datang sama sekali,”  kata petani lain, Hendrikus Koba. Dia dikenal sebagai Dokter Padi karena keahlian menangani hama padi secara alami.Dia mengamati sendiri untuk mempelajari bagaimana perilaku hama. “Saya amati tiap hari agar tahu apa makanan yang disukai dan tidak disukai. Dengan cara itu,  kita bisa mengenali perilaku hama sekaligus membuat pestisida alami yang tidak disukai.”Sejak beralih ke pertanian organik sekitar tiga tahun lalu, petani di Mbay mulai merasakan perubahan. “Biaya produksi kami jadi lebih hemat,” kata Lukas.Dia mencontohkan, ketika masih menggunakan bahan kimia, satu petani bisa menghabiskan rata-rata Rp4-7 juta tiap hektar untuk satu kali musim tanam. “Sekarang paling banyak hanya Rp200.000 untuk beli bahan pembuat pupuk.”“Meskipun hasil belum kembali seperti sebelum kami pakai bahan kimia, setidaknya biaya produksi jauh lebih rendah.”
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2014-031-18.json
Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami
Menjaga Bumi Mbay dengan Pertanian Alami | Dengan menggunakan pestisida organik petani bisa lebih bertahan dari serangan hama. Hendrikus mencontohkan, terjadi serangan hama tahun lalu hingga petani hanya mendapat 4-5 karung per hektar.  “Karena pakai pestisida alami, saya dapat 25 karung per hektar.”Saat ini, hasil panen petani di Mbay belum kembali seperti 1970-an. Tiap hektar masih berkisar 4-5 ton per hektar. Namun, peningkatan hasil panen mulai terlihat. Pada panen pertama setelah beralih ke pertanian organik hanya dapat enam karung gabah kering per 0,5 hektar. Namun panen kedua naik jadi 15 dan 23 karung. “Kami yakin hasil bisa lebih tujuh ton per hektar karena pertanian organik,” kata Lukas.Dengan pertanian berkelanjutan, petani kini memberikan jeda bagi lahan sawah mereka. Dulu, sepanjang tahun mereka menanam padi tanpa ada komoditas lain.Saat ini, ketika hujan agak berkurang, mereka menanam palawija seperti jagung dan kedelai. Semua tetap menggunakan pupuk organik baik padat maupun cair.Namun, ada dampak lain yang menurut petani penting yakni, keberlanjutan sistem pertanian dan kesehatan mereka. “Dengan pertanian organik, kami merasa bisa mewariskan tanah lebih subur untuk anak cucu nanti,” kata Lukas. “Beras yang kami makan lebih sehat karena tidak mengandung bahan-bahan kimia,” ujar Klemens.Beras sehat dari Mbay itu tak hanya dimakan sendiri tapi dijual ke kios-kios di kota seperti Ende ataupun di koperasi petani. Harga jual beras organik lebih tinggi rata-rata Rp1.000 dibandingkan harga konvensional.Namun, petani di Mbay, masih menghadapi tantang lain saat ini, masih terbatas konsumen yang sadar kesehatan termasuk mengonsumsi beras organik. [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2023-004-19.json
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang | [CLS]     Desa Lapa Laok, Kecamatan Dungkek, terletak di ujung timur Pulau Madura. Dulunya, di sana daerah para petani dan nelayan. Para nelayan juga bertani, tetapi petani belum tentu nelayan. Desa sebelahnya, Dungkek, ada pelabuhan baru dibangun lagi.Pantai Totale di Lapa Laok  tempat tambatan perahu nelayan. Di sepanjang pantai itu mudah ditemui sampan warna-warni berujung lancip yang jadi ciri khas perahu Madura.Bila pagi, terkadang masyarakat sekitar mencari kerang laut di tepi pantai, tak terkecuali ibu-ibu. Mereka menyebutnya “arang karang” (kegiatan mencari kerang di tepian pantai di antara celah-celah karang).Beberapa tahun terakhir, investor datang, menyewa lahan-lahan di sepanjang pantai dengan berbagai cara dan pendekatan, serta membuat tambak udang dalam skala besar.Dawiyatun, perempuan asal Desa Lapa Laok, menceritakan, berbagai perubahan ruang hidup sejak kedatangan para petambak udang.Tambak udang mencemari laut. Masyarakat, katanya,  mulai terdampak setelah beberapa tahun tambak-tambak itu beroperasi. Akses terhadap sumber pangan makin terbatas.Warga pesisir rasakan bikin terasi pun makin sulit. Warga, katanya, selain mencari kerang di bibir pantai, juga buat terasi udang untuk konsumsi keluarga.  Para tukang sorok (pencari udang kecil pakai jaring halus) dengan mudah mendapatkan udang-udang kecil untuk jadi terasi.“Tidak selalu setiap musim selalu banyak sih, cuma pernah itu sampai kayak gunung di pinggir pantai. Udang banyak sekali. Akhirnya, setelah tambak udang itu beroperasi, kan ada banyak pipa itu ke pantai, jadi pantai itu bau. Ikan-ikan tidak dekat,” kata perempuan yang tinggal dekat Pantai Totale, Desa Lapa Laok, itu bulan lalu.Kakek Dawiyatun biasa nyorok di bibir pantai, sampai kedalaman sedada. Tidak sulit mendapat tumpukan udang sampai menggunung. Lalu neneknya yang akan mengolah udang-udang itu, menjemur, menumbuk, sampai jadi terasi udang.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2023-004-19.json
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang | Udang itu memang untuk kebutuhan keluarga, konsumsi sendiri, tetapi oleh Dawiyatun kadang dipasarkan ke teman-teman baik daring atau luring karena persediaan melebihi kebutuhan konsumsi keluarga.Teman-temannya suka terasi neneknya, jualan terasi Dawiyatun laris. Dia sampai mengirim terasi ke beberapa kota di luar Madura.Sayangnya, itu tidak bisa lagi dia lakukan sekarang karena udang sebagai bahan terasi sudah sulit. Kakeknya berusaha menyorok lagi, tetapi hasil tidak seperti biasa, sebelum ada tambak.“Sekarang, jangankan menjual ke luar Madura, untuk kebutuhan sendiri pun tidak ada, harus beli.”Mereka tak semudah dulu mengonsumsi terasi buatan sendiri, terasi udang dengan bahan dasar dari alam di sekitar.  Tal cukup sampai di situ, lahan lapang buat masyarakat pun saat ini sudah minim untuk sekadar menjemur hasil panen pertanian seperti padi. Mereka harus menjemur padi di sisa-sisa pantai yang tidak ada tambak udang. Tempat sempit, orang-orang yang mau menjemur di tempat itu harus bergantian atau mencari tempat lain yang biasanya lebih jauh.Sudah sempit, sulit lagi. Mereka harus berjalan memutar untuk menjemur padi karena akses terdekat biasa digunakan masyarakat setempat telah terhalang tambak. Di sekitar tambak., katanya,  dengan mudah ditemukan limbah yang masih menghitam dan bau.“Dulu sih pakai (mobil) pick up, sekarang jalannya ke sana tertutup karena tambak itu. Jadi pakai sepeda (motor). Saya kadang bantuin pakai motor.”Tanah tempat dibangun tambak biasa sewa. Bukan hanya milik satu orang, tetapi pengelola tambak sekat-sekat itu dihilangkan menjadi satu kolam-kolam tambak yang luas. Pemilik tanah tak bisa lagi mengetahui batas tanah secara pasti seperti awal.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-004-19.json
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang | Di tanah itu, para pemodal juga membangun musala dan membayar orang menjadi muazin. Para pengusaha tambak di sana dianggap baik oleh sebagian masyarakat karena mereka sering memberikan sembako dan sumbangan kepada masyarakat setempat.“Ini misal tanah saya di sini, dia di sana, nanti kalau dua tanah ini sudah disewakan, nanti kotak-kotaknya itu (tambak udang), tidak memperhatikan ini tanah siapa, ini tanah siapa, langsung (disatukan)…. jadi, gak tahu, ini punya saya sampai mana gak tahu, gak kelihatan,” kata Dawiyatun. Januari lalu.Tahun lalu,  sebagian besar pengusaha tambak udang skala besar itu merugi, mereka pulang ke asal mereka entah di mana. Tambak terlantar, sebagian ada yang rusak. Masa sewa selama lima tahun masih tersisa. Masyarakat masih belum bisa melakukan apapun atas tanahnya.Kendati nanti masa sewa sudah habis dan tidak diperpanjang, lahan-lahan mereka belum tentu bisa langsung berfungsi untuk pertanian seperti sebelumnya.“Ya mau bagaimana lagi coba nanti, kan nanti orang sini tidak mungkin bertani (sic, beternak) udang, soalnya biaya besar.”Dewi Candraningrum, aktivis lingkungan, mengatakan, perlu narasi ulang tentang sumber daya alam, kekayaan, dan produktivitas lahan.“Apakah lahan itu lebih banyak memberikan lebih banyak uang, maka kita sebut ia sebagai produktif?” kata Dewi dalam talkshow online “Feminisme dan Krisis Ekologi” yang diselenggarakan LETSS Talk tahun lalu.Pemanfaatan lahan juga perlu dilihat dalam jangka panjang, bukan sekadar jangka pendek.  ***Mia Siscawati, antropolog feminis mengatakan, perempuan memilik identitas heterogen, tak semua perempuan memiliki situasi yang sama. Ada perbedaan situasi perempuan dalam konteks ekologi, seperti perempuan adat, perempuan petani, dan perempuan pesisir.
[0.9844164848327637, 0.01529403030872345, 0.0002894267381634563]
2023-004-19.json
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang
Ketika Tambak Datang, Ruang Hidup Perempuan Pesisir Madura Perlahan Hilang | Kondisi ekologis dan perempuan di Kecamatan Dungkek tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara awal 90-an, tutupan mangrove diubah menjadi tambak udang oleh para investor.Mereka adalah pemodal-pemodal perorangan yang meraup kekayaan dari bisnis kayu sejak tahun 70-an sampai 80-an. Mereka jadi kapitalis-kapitalis kecil yang membuka hutan negara waktu itu.“Satu orang bisa membuka ribuan hektar dan dibuat tambak, dan dibiarkan saja sepenuhnya oleh negara,” kata dosen Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, itu.Perempuan mendapatkan dampak langsung atas kerusakan ruang hidup, berbagai limbah bahan kimia berbahaya menjadi satu pemicu, misal, terhadap kesehatan reproduksi perempuan.“Tentu dampak lain mereka kehilangan sumber makanan karena di mangrove itu banyak sekali sumber makanan.”Ujungnya, akan terjadi pemiskinan masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan. Akses mereka terhadap sumber pangan telah terbatasi tambak udang. Pengetahuan mereka terhadap alam sekitar juga terpotong seiring terpotongnya akses mereka terhadap alam yang sudah dirusak.“Pengetahuan yang dimiliki perempuan menghilang. Jadi, hanya tertinggal di generasi sebelumnya. Generasi yang lebih muda tidak punya pengetahuan untuk mengidentifikasi, mengolah, dan sebagainya.”  *****  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2015-076-01.json
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah? | [CLS] Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dan 41 persen bila mendapat bantuan dari luar negeri. Sebagai salah satu sektor pengemisi utama, pemerintah berusaha menurunkan emisi dari sektor kehutanan, dengan melakukan tata kelola dan konservasi hutan dan lahan gambut yang mempunyai bernilai tinggi.Komitmen penurunan emisi tersebut, tidak akan berhasil bila pemerintah daerah tidak ikut berperan aktif dalam pengelolaan wilayah dan hutan mereka.  Untuk itu, delapan wilayah kabupaten di Indonesia dengan dibantu pemerintah Amerika Serikat melalui proyek USAID Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS) melakukan review tata ruang wilayah yang lebih baik dengan mengintegrasikan konservasi hutan dan lahan gambut yang mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan agar tercipta strategi pembangunan yang rendah emisi (low emission development strategies / LEDS).“IFACS membuat program yang ambisius di daerah kawasan stok karbon dan hutan agar tetap terjaga di Indonesia. Dan kita mulai di pusatnya, yaitu di KLHK. Tentu saja kita berhubungan dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, dan berhubungan dengan beberapa propinsi,” kata John Hansen, Direktur Kantor Lingkungan Hidup USAID Indonesia, disela-sela acara Lokakarya KLHS-SPRE dan Penyiapan Proyek Karbon Bersama Masyarakat, di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, pada minggu kemarin.Delapan kawasan strategis itu berada di tiga pulau besar di Indonesia, dimana masih terdapat hutan primer dan stok karbon yang besar, yaitu di Sumatera, Kalimantan dan Papua.  Di Sumatera dilakukan di Aceh Selatan, Aceh Tenggara. Sedangkan di Kalimantan Barat yaitu di Ketapang, Kayong Utara dan Malawi, serta di Kalimantan Tengah yaitu di Katingan. Sedangkan di Papua yaitu di Sarmi, Mamberamo, Mimika dan Asmat.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-076-01.json
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah? | Proyek IFACS di 8 daerah tersebut diharapkan dapat menyimpan 6 juta ton ekuivalen karbon melalui perbaikan tata kelola sumber daya alam dan pengelolaan hutan yang berdampak pada pengurangan tingkat deforestasi dan degradasi lingkungan pada kawasan luas sekitar 11 juta hektar.Dengan sinergi pemerintah daerah, masyarakat lokal dengan proyek IFACS, diharapkan dapat dikelola  dengan baik sekitar 3 juta hektar hutan tropis dan lahan gambut alami, dengan  1,7 juta hektar merupakan habitat utama orangutan.Selain itu, 12 daerah yang telah memiliki skema rencana tata ruang diharapkan dapat melaksanakan rekomendasi dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) . Dan 12.000 pihak penerima manfaat hutan memperoleh keuntungan ekonomi dari kegiatan-kegiatan rendah emisi yang diselenggarakan di dalam wilayah program IFACS.“Program lima tahun dari IFACS telah memperoleh hasil dan perkembangan yang baik, dan perkembangan yang bisa dilihat adalah sekitar 2000 hektar pada hutan bernilai konservasi tinggi yang sekarang dilindungi dan itu melalui proses perencanaan tata ruang. IFACS membantu dalam proses tersebut, dengan kriteria pembangunan rendah emisi yang diinginkan oleh pemerintah daerah seperti RAN GRK dan RAD GRK, anggaran pembangunan dan proses strategis dengan kerjasama dengan bupati dan masyarakat di daerah itu dengan memperhatikan keuntungan dari konservasi  yang diselaraskan dengan pertumbuhan ekonomi meski dengan melindungi lingkungan,” kata Hansen.Penurunan emisi tersebut diperoleh dari delapan proyek karbon dengan skema pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services / PES) seperti skema REDD+, skema mekanisme pembangunan bersih, atau skema perdagangan karbon lainnya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-076-01.json
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah? | Proyek karbon tersebut antara lain penguatan konservasi hutan desa di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dengan pengendalian kebakaran dan produksi karet di wilayah sekitar 17.432 hektar.  Potensi reduksi gas rumah kaca sebesar 13.303 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Proyek pengelolaan kawasan ekosistem bakau seluas 345.713 hektar sebagai kawasan penangkapan dan penyimpanan karbon di Mimika, Papua dengan potensi reduksi emisi sebesar 227.245 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Ada juga proyek skema ekoturisme dan patroli bersama warga di Karidor Rimba Trumon seluas 2.700 hektar untuk mengurangi deforestasi di Aceh Selatan, dengan potensi reduksi emisi sekitar 5.345 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Juga proyek pengelolaan daerah penyangga Taman Nasional Gunung Palung di Kayong Utara, Kalimantan Barat seluas 12.000 hektar, dengan potensi pengurangan emisi sebesar 25.761 ton setara karbon selama dua tahun pertama.Meski demikian, ada beberapa hambatan, antara lain kurangnya pemahaman dan keahlian yang diperlukan untuk pengembangan proyek karbon, kurangnya kemauan politik untuk mengembangkan mekanisme yang berkelanjutan, dan kegiatan yang terlalu fokus pada proyek karbon berbasis pasar daripada skema penanggulanan emisi berskala wilayah.Untuk itu, USAID IFACS dengan mitra lokal melakukan program bantuan teknis untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan bagi pemangku kepentingan setempat untuk mengembangkan proyek karbon di wilayah kerja IFACS. Selain itu didorong pengembangan invoasi proyek karbon pragmatis dan didorong kepemilikan program pengembangan karobn di wilayah setempat.Menggandeng Perusahaan Swasta
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2015-076-01.json
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?
6 Juta Ton Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah? | Hambatan lain dari proyek ini adalah nilai tukar karbon dalam pasar karbon sukarela masih dalam posisi nol USD atau nol rupiah. Oleh karena itu, USAID IFACS menggandeng berbagai perusahaan swasta untuk ikut berperan dan berinvestasi dalam proyek karbon.“Ada momentum global dengan tumbuhnya perdagangan karbon.  Dan mengenai harga karbon nol dolar dalam pasar karbon sukarela, itu benar. Pendapat pribadi saya, ada kekecewaan besar ketika nilai tukar karbon di pasar karbon tidak tumbuh untuk menghasilkan pendanaan bagi program konservasi.  Banyak pegiat konservasi yang kecewa terhadap ini,” kata Hansen. “Banyak perusahaan yang berinvestasi kepada beberapa program yang mempunyai nilai karbon tinggi pada skema pasar karbon sukarela,” lanjutnya.Dia menjelaskan sudah ada 13 perusahaan swasta, sebagian besar perusahaan konsesi HPH, yang berkomitmen untuk membantu dalam investasi dan pembelian kredit karbon dari proyek tersebut. Meski, perusahaan tersebut belum menyatakan nominal pendanaan dalam perdagangan karbon di proyek tersebut.Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyambut baik proyek dari USAID IFACS tersebut.  “Bentuk-bentuk inisiatif yang konstruktif akan menjadi penguatan apabila dihubungkan dengan apa yang harus kita lakukan. Kalau kita kembalikan kepada undang-undangn No.32/2009 yang sebetulnya amanahnya juga untuk mengatasi perubahan iklim, didalamnya ada ketentuan mengenai KLHS. Dan KLHS tidak berdiri sendiri, tentu bicara tentang RPPLH, Amdal, izin lingkungan, tata ruang, dan . macam-macam,” kata Arief Yuwono,  Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim KLHK.Dia mengatakan penguatan dan pengayaan sektor kehutanan tersebut akan berpengaruh dan berdampak pada kebijakan dan implementasi di lapangan. [SEP]
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2014-061-17.json
Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh
Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh | [CLS] Penangkapan tanpa sengaja (bycatch) terjadi di perairan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Kali ini, lumba-lumba bungkuk (Sousa chinensis), tewas akibat terjaring pukat nelayan asal Desa Tanah Hitam. Lumba-lumba berwarna putih itu memiliki berat 100 kilogram dengan panjang sekitar 2,5 meter.Kejadian ini bermula ketika Miraldi, nelayan asal Desa Tanah Hitam, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, dikejutkan dengan makhluk besar berwarna putih tersangkut dijaring yang dipasang Senin (17/2/14). “Biasa, setiap pukul 05.00 pagi saya bersama seorang teman turun ke laut untuk pasang jaring,” katanya di Paloh, Selasa (18/2/14).Selang lima jam, Miraldi kembali ke laut memeriksa jaring yang dipasang pada kedalaman sekitar tiga meter. Kala jaring ditarik, mereka kaget ada lumba-lumba putih tersangkut.Miraldi menceritakan, kondisi lumba-lumba saat diangkat sudah mati. Satwa itu terjerat dan tergulung di dalam jaring hingga sulit dilepaskan. Apalagi dengan ukuran besar menyulitkan pelepasan lumba-lumba dari jaring. “Kami hanya berdua dan ukuran kapal kami kecil hingga memutuskan melepaskan lumba-lumba itu di Pantai Guntung.”Di Pantai Guntung yang tak begitu jauh dari kampung, Miraldi berusaha menurunkan lumba-lumba dari atas kapal yang berukuran panjang enam meter dengan lebar 1,2 meter. “Kami hanya dapat ikan sekitar dua kg. Sudahlah ikan sedikit, jaring kita pun rusak.”Melihat Miraldi mendapatkan lumba-lumba, warga sekitar berdatangan dan meminta. Karena sudah mati, Miraldi membawa pulang dan memberikan kepada warga.Warga sekitar ramai berdatangan baik sekadar melihat lumba-lumba yang tak pernah mereka jumpai atau membawa daging untuk dikonsumsi. Sekitar satu jam daging lumba-lumba putih itu nyaris tak tersisa. “Saya ikhlas memberikan daging lumba-lumba kepada warga. Tidak apa-apa, saya tidak kebagian supaya rezeki saya besok saat melaut menjadi lebih banyak.” Mendekati Kepunahan
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2014-061-17.json
Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh
Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh | Mendengar kabar lumba-lumba putih tertangkap nelayan, Koordinator Konservasi Spesies Laut–WWF Indonesia, Dwi Suprapti langsung ke lokasi. Saat itu, dia berada di Paloh mendampingi Whale Stranding Indonesia survei bycatch lumba-lumba. Ada pula dua mahasiswi  Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta ke lokasi kejadian.“Di lokasi, saya hanya menemukan sepotong daging berukuran sekitar 20×30 cm. Daging lumba-lumba ini habis dibawa warga sekitar sejam lalu. Saya diperlihatkan video dan foto yang sempat mereka rekam saat proses pendaratan lumba-lumba ke pantai,” ucap Dwi.Berdasarkan video dan foto itu, Dwi bersama Putu Liza, Koordinator Whale Stranding Indonesia mengidentifikasi lumba-lumba ini berjenis Indo-Pacific Humpback Dolphin (Sousa chinensis) atau dalam istilah Indonesia disebut lumba-lumba bungkuk. Mereka menyayangkan, lumba-lumba ini mati menjadi korban bycatch, padahal jenis ini sudah mendekati terancam (near threatened).Berdasarkan hasil penelitian bycatch WWF-Indonesia menunjukkan, lumba-lumba tertangkap di Paloh terbilang cukup tinggi. Ia juga terjadi pada penyu, hiu, dan lumba-lumba khusus pesut porpoise (Neophocaena phocaenoides).Tingginya bycatch itu mendorong WWF-Indonesia menemukan solusi agar mengurangi kematian satwa-satwa itu serta kerugian nelayan akibat jaring rusak melalui ujicoba teknologi lightstick gillnet.“Uji coba ini akan mulai pada April 2014 di Paloh dengan bantuan Lembaga Penelitian Amerika yaitu NOAA. Harapan kami tidak hanya penyu yang dapat terhindar dari bycatch, namun lumba-lumba,” ucap Dwi.Dia menjelaskan, jumlah satwa laut dilindungi yang terakhir tertangkap selama kurun 2012-2013 antara lain: penyu, hiu, dugong, pesut dan burung laut. Hiu tertinggi. Data WWF menyebut 982 hiu tertangkap selama satu tahun, diikuti penyu 287, pesut 10, dugong empat, dan burung laut tiga ekor.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2014-061-17.json
Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh
Lumba-Lumba Bungkuk Tewas Terjaring Nelayan di Perairan Paloh | Untuk  penyu, jenis banyak tertangkap penyu sisik sebanyak 95, penyu lekang 92, penyu hijau 66, penyu tempayan 27, penyu pipih enam, dan penyu belimbing satu. “Mencermati data ini, sepertinya hiu  jadi hewan target penangkapan.”Sementara Putu Liza dari Whale Stranding Indonesia menambahkan, kejadian bycatch lumba-lumba di Paloh ini menandakan kegiatan mitigasi perlu di kawasan ini. “Kita tidak tahu persis berapa banyak populasi lokal Sousa chinensis dan Neophocaena phocaenoides yang sering tertangkap tidak sengaja di daerah ini.”Jika tak cepat ditangani, kata Putu, spesies ini makin cepat mendekati kepunahan sebelum bisa dimanfaatkan secara lestari, misal, dengan mengembangkan wisata lumba-lumba lestari.Percepat Paloh Jadi Kawasan KonservasiSyarif Iwan Taruna, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Pendayagunaan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, , dikonfirmasi Selasa (18/2/14) mengatakan, kaget mendengar berita lumba-lumba putih di Paloh. “Saya kira ini kasus pertama dari sejumlah kasus bycatch yang terjadi seperti penyu, hiu, dan pesut.”Menurut Iwan, langkah-langkah strategis harus dilakukan dengan mempercepat status kawasan pesisir Paloh menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). “Kita rutin sudah koordinasi dengan pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas kawasan. Harapannya, status Paloh masih berstatus area penggunaan lain segera diubah menjadi KKLD. Jadi, harus amankan dulu kawasan sebelum identifikasi spesies,” katanya.Hermayani Putera, Koordinator Regional Kalimantan WWF-Indonesia juga mendesak pesisir Paloh segera ditetapkan sebagai KKLD. “Saya kira upaya itu tidak berlebihan mengingat kekayaan alam di kawasan itu sangat berlimpah. Di sana padang peneluran penyu.”  “Di laut, sudah lihat betapa banyak satwa langka mati akibat terperangkap jaring nelayan tanpa sengaja. Semua ini musti disikapi bijak demi kelangsungan hidup manusia.” [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-059-13.json
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak? | [CLS]   Minyak kelapa kembali menarik perhatian masyarakat, setelah naiknya harga minyak goreng sawit. Bustami, warga Kelurahan Durian Depun, Kepahiang, Bengkulu, mengatakan, lebih memanfaatkan buah kelapa yang pohonnya tumbuh di belakang ruma, untuk diolah menjadi minyak.“Sejak awal 2022, harga minyak sawit mahal. Saya membuat minyak kelapa secara tradisional,” kata lelaki 61 tahun tersebut, Selasa [22/03/2022].Bustami menuturkan, buah kelapa yang mudah didapat, membutanya tidak resah. “Saya coba memaksimalkan potensi yang ada, bahannya sudah tersedia dan mudah didapat,” ujarnya.Kelapa [Cocos nucifera] merupakan pohon berbatang tunggal dari suku aren-arenan [Arecaceae]. Mengutip Museum Tanah dan Pertanian, tanaman ini diperkirakan berasal dari Amerika Selatan, dibudidayakan di sekitar lembah Andes di Kolombia, Amerika Selatan sejak ribuan tahun sebelum masehi.Persebarannya, diperkirakan melalui aliran sungai atau lautan, atau dibawa para awak kapal yang berlabuh dari pantai satu ke pantai lain.Kelapa diketahui memiliki sekitar 100 varietas. Berbuah mulai umur 5 tahun dengan produksi  penuh umur 10 hingga 50 tahun. Pohon ini tua saat umur 80 tahun dan mati ketika 100 tahun.Baca: Tanpa Minyak Sawit, Kita Terus Masak dan Mandi  Kelapa dan kesehatan Rahma Ayu Widiyanti dalam makalah “Pemanfaatan Kelapa Menjadi VCO [Virgin Coconut Oil] sebagai Antibiotik Kesehatan dalam Upaya Mendukung Visi Indonesia Sehat 2015” menjelaskan, sejak ribuan tahun lalu [3960 tahun silam], buah kelapa telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan kesehatan.“Belakangan, pemanfaatan daging buah kelapa menjadi lebih variatif. VCO merupakan bentuk olahan daging kelapa yang banyak diproduksi,” tulisnya.Namun, mutu pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional, terkadang kurang baik. Hal ini ditandai kadar air dan asam lemak bebas cukup tinggi. Bahkan, warnanya agak kecokelatan sehingga cepat menjadi tengik.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2022-059-13.json
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak? | “Daya simpannya pun tidak lama, sekitar dua bulan,” jelasnya.Rahma menjelaskan, pembuatan minyak kelapa murni atau VCO dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas rendah, berwarna bening, dan berbau harum, mempunyai daya simpan hingga 12 bulan.Caranya, siapkan buah daging kelapa [santan] dan fermipan atau ragi pengembang [Saccharomyces cereviseae].“Daging buah kelapa yang sudah dibuang batoknya diparut. Diambil santannya kemudian ditambah air panas [70 derajat Celcius] dengan perbandingan 2:1, lalu diperas dan disaring.”Kemudian, masukkan dalam toples besar dan diamkan selama 2-3 jam, hingga terpisah menjadi dua bagian [krim dan skim]. Lapisan krim ditambah 0,1 gram ragi yang dilarutkan dalam 10 ml air hangat-hangat kuku, diaduk merata.Berikutnya, krim dimasukkan dalam botol kecil 350 ml, dibiarkan selama 14 hingga 24 jam dalam kondisi tertutup.“Hasilnya, krim terbagi menjadi 3 lapisan yaitu VCO, gelondo [protein], dan air. Lalu, minyak dipisahkan dari galendo dengan kertas saring,” tulis Rahma.Di beberapa daerah, VCO dikenal juga dengan nama minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni.Baca: Menyoal Debat Masalah Kelapa versus Kelapa Sawit  Riset minyak goreng kelapa Peneliti Pusat Riset Kimia Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], Teuku Beuna Bardant, menjelaskan riset minyak kelapa dan ragi tempe dikembangkan oleh salah satu peneliti Pusat Penelitian Kimia [P2 Kimia] LIPI yang kini menjadi Pusat Riset Kimia BRIN, yakni almarhumah Tami Idiyanti pada 2002 – 2012.Dalam pengembangan ragi tempe tersebut, Tami mengembangkan jalur produksi ragi khusus untuk produksi minyak kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan, VCO bagus untuk kosmetik dan kesehatan tubuh.Ragi tempe dinilai lebih unggul dalam proses pengolahan, karena jamur Rhizopus oligosporus lebih lahap dalam memakan protein dibandingkan ragi komersial lainnya, seperti ragi roti maupun ragi tape.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2022-059-13.json
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak? | Teuku Beuna Bardant menjelaskan, ragi tempe pada santan akan membuat protein kelapa dimakan oleh ragi. Saat jumlah proteinnya berkurang, fungsinya untuk menjaga kestabilan campuran minyak dan air menurun, maka tidak ada lagi yang memegang molekul minyak dan air.“Sehingga keduanya akan terpisah dengan sendirinya,” jelasnya, dikutip dari laman BRIN, 11 Februari 2022.Dia menuraikan, minyak kelapa sebagai minyak goreng maupun sebagai VCO, bermanfaat untuk kesehatan. Minyak goreng dari minyak kelapa memiliki rantai lebih pendek daripada rantai minyak sawit, sehingga lebih mudah dicerna.“Mengkonsumsi minyak kelapa, dampaknya adalah membuat tubuh kita tidak lebih cepat gemuk, dibandingkan minyak sawit,” jelasnya.Baca juga: Tempe, Makanan Khas Indonesia yang Mendunia  Manfaat minyak kelapaMengutip Alodokter, minyak kelapa baik untuk menurunkan berat badan, sebab kandungan nutrisi dalam minyak kelapa murni dapat meningkatkan metabolisme, sehingga lemak dalam tubuh akan semakin cepat terbakar dan diubah menjadi energi.Meski begitu, data efektivitas minyak kelapa untuk diet masih terbatas sehingga diperlukan penelitian mendalam. Selain itu, dalam menurunkan berat badan, kita tetap perlu olahraga rutin serta menjalani pola makan sehat seimbang, sehingga tidak mengandalkan minyak kelapa semata.Minyak kelapa juga baik menjaga kesehatan jantung, sebab kandungan polifenol dapat mencegah terjadinya aterosklerosis. Yaitu, pengerasan dinding pembuluh darah akibat penumpukan plak pada dinding pembuluh darah. Dengan demikian, risiko penyakit jantung  menurun.Manfaat lain adalah mengurangi kolesterol jahat [LDL] dan meningkatkan kolesterol baik [HDL] dalam tubuh.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2022-059-13.json
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak?
Maksimalkan Potensi Minyak Kelapa, Mengapa Tidak? | “Efek ini dapat memelihara kesehatan jantung dan pembuluh darah. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minyak kelapa hanya meningkatkan kadar lemak baik, tetapi tidak memberikan dampak signifikan pada penurunan kolesterol total dan lemak jahat dalam darah,” jelas tulisan tersebut.   [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2015-044-09.json
Srikandi Pengawal Danau Bekat Ini Keluhkan Limbah Tambang
Srikandi Pengawal Danau Bekat Ini Keluhkan Limbah Tambang | [CLS] Matahari mulai condong ke barat ketika Anita turun dari kediamannya di Desa Pedalaman, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Speedboat  yang dia tumpangi melaju, menyusuri Sungai Putat menuju Danau Bekat.Perjalanan sekitar 20 menit di sungai kecil itu menjadi tak terasa lantaran keakraban perempuan 27 tahun ini. Suaranya meledak-ledak menjelaskan sejumlah persoalan yang tengah dihadapi nelayan di Desa Pedalaman.Sementara perkampungan di bantaran sungai, seperti menyuguhkan panorama yang khas, laiknya negeri di atas air. Terlihat pula bagaimana warga memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan membudidaya ragam ikan lokal seperti toman di karamba.Anita adalah Ketua Nelayan Perempuan Sungai Putat. Ibu-ibu nelayan setempat memberikan kepercayaan padanya sejak 2010. Kini, Anita bersama ratusan nelayan lainnya sedang berjuang keras. Mereka ingin menyelamatkan Danau Bekat dari ancaman degradasi lingkungan.Sejak industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan kelapa sawit menjamah Tayan Hilir, daya dukung lingkungan di Danau Bekat mulai menurun. Indikatornya adalah hasil tangkapan nelayan.“Sebelum perusahaan ada, penghasilan nelayan di Danau Bekat sudah cukup untuk menopang ekonomi keluarga. Kita cukup cari ikan di danau. Tak perlu bersusah payah cari penghasilan tambahan,” kata Ibu dua anak ini ketika dikunjungi di Desa Pedalaman, beberapa waktu lalu.Sudah menjadi tradisi, kata Anita, nelayan akan turun ke danau pukul 24.00 WIB dan pulang sekitar jam 07.00 pagi. Dengan masa tangkap tujuh jam, nelayan sudah bisa membawa ikan sebanyak tiga keranjang. Masing-masing keranjang berisi 10 kilogram ikan.“Tapi itu cerita dulu, sebelum ada perusahaan beroperasi di sekitar danau. Sekarang, boro-boro dapat satu keranjang. Pergi ke danau pukul 23.00 WIB, pulang pagi cuma dapat tiga kilogram,” ucapnya lirih.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2015-044-09.json
Srikandi Pengawal Danau Bekat Ini Keluhkan Limbah Tambang
Srikandi Pengawal Danau Bekat Ini Keluhkan Limbah Tambang | Dia menduga, turunnya hasil tangkapan nelayan akhir-akhir ini dipicu oleh limbah perusahaan ekstraktif. Limbah-limbah itu mengalir ke Sungai Putat dan masuk ke Danau Bekat.Berdasarkan catatan, PT. Sanmas Mekar Abadi (SMA) masuk ke Desa Pedalaman pada 2010. Salah satu grup PT. Mahkota Karya Utama (MKU) yang beroperasi di Desa Sejotang ini bergerak di sektor pertambangan bauksit.“Pada 2013, perusahaan ini mulai membangun infrastruktur jembatan. Baru setahun berjalan, jembatan yang dibangun di Sungai Putat hampir roboh. Kondisinya sangat mengganggu nelayan yang hendak mencari rezeki di danau,” kata Anita.Nelayan setempat sudah meminta agar perusahaan mau memperbaiki jembatan itu. Namun hasilnya nihil. Sampai perusahaan berhenti beroperasi akibat kebijakan smelterisasi, jembatan tak kunjung diperbaiki. Bahkan, kondisinya kian parah dan bisa mengancam keselamatan nelayan.Padahal, Sungai Putat adalah akses satu-satunya bagi masyarakat nelayan Desa Pedalaman untuk masuk ke Danau Bekat mencari ikan. “Tidak ada lagi jalan lain ke danau kecuali lewat Sungai Putat. Sekarang, jalan kita terganggu jembatan miring. Danau juga sudah tercemar,” katanya.Ancaman limbah tak hanya datang dari pertambangan bauksit. Di sekitar Danau Bekat juga sudah ditanami sawit. “Artinya, ancaman limbah kian besar. Sebelum danau ini habis, kami mohon pemerintah bisa menjadikan Danau Bekat menjadi danau lindung,” pinta Anita. [SEP]
[1.0, 1.718947317819186e-09, 1.4937721060093168e-09]
2023-015-08.json
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan | [CLS]  Gerah dan panas, begitu kesan Kasmini (60) saat berada di dalam green house berukuran 500 meter persegi di Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Bersama kerabatnya, pagi itu, perempuan berkacamata ini sedang menikmati liburan akhir pekan dengan mengunjungi kebun budidaya melon hidroponik dalam green house.Karena sinar matahari itu juga membuat tumbuhan, tanah dan barang lainnya yang ada di green house itu menjadi panas.Meskipun pakaiannya nampak basah karena keringat bercucuran, namun wanita paruh baya ini mengaku senang bisa berada di dalam ruangan beratapkan plastik berwarna putih itu. Sebab, selain bisa berswafoto diantara tanaman melon yang berjejer-jejer rapi, ia juga bisa membeli buah melon dengan memetik sendiri.Bagi Kasmini berbeda dengan sistem pertanian konvensional di lahan terbuka yang terkesan kotor, sistem pertanian hidroponik di dalam green house ini lebih elok dan bersih dipandang.“Saya merasa beruntung masih kebagian memetik dan bisa membawa pulang buah melon ini. Karena sebelumnya di tempat lain itu sudah kehabisan,” ungkap perempuan yang berprofesi sebagai guru PAUD tersebut, Minggu (18/12/2022).baca : Begini Cara Petani Buah di Lamongan Berbagi Keberkahan  Saat musim panen, kebun yang lokasinya berjarak sekitar 7 kilometer dari pusat kota berjuluk “Kota Kretek” tersebut memang sedang dibuka untuk wisata petik buah melon.Sistemnya, masuk gratis, memetik bayar. Selain bisa memetik buah melon, pengunjung juga bisa mencicipi, membeli di tempat, dan belajar tentang buah melon. Kualitas TerjaminWisata petik buah yang memiliki nama latin Cucumis melo tersebut tidak dibuka setiap hari atau setiap pekan, melainkan hanya saat musim panen saja. Dalam setahun budidaya melon dengan sistem hidroponik di dalam green house ini bisa panen empat kali.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2023-015-08.json
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan | Rum Anisa (59), pengunjung lain juga mengaku terkagum-kagum begitu masuk ke kebun tanaman melon di dalam green house berbentuk kotak itu. Pasalnya, sependek pengetahuan dia tanaman melon yang ditanam di lahan terbuka kondisinya itu awut-awutan.Umumnya, batang tanaman yang buahnya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan ini menjalar di sekitar permukaan tanah. Sedangkan di dalam green house tatanannya terlihat lebih rapi dan elegan.Buahnya terlihat menggantung indah di tali-tali tampar yang digunakan sebagai penyangga batang. Sehingga nyaman dikunjungi dan dijadikan spot foto.baca juga : Festival Buah Latukan, Sarana Edukasi dan Ajang Sedekah Petani  Keheranan Anisa bertambah disaat mengetahui jika media tanam yang digunakan bukan berasal dari tanah, melainkan menggunakan air. Ketika mencicipi buahnya ia juga merasa terkesan dengan rasanya. Dibandingkan dengan melon yang beli di pasar maupun toko buah, melon hidroponik rasanya lebih tebal dan manis.“Karena memetik langsung dari kebun sehingga rasa buahnya itu masih renyah dan segar,” kesan perempuan berhijab itu disela-sela mengunyah buah yang masuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae ini.Selain itu, menurutnya kualitas buahnya juga lebih bagus karena dirawat maksimal. Teksturnya lunak, berwarna putih hingga merah, bergantung kultivarnya.Anisa mengaku ini baru kali pertama ia berkunjung ke wisata petik buah melon. Mulanya, lanjut dia, mengetahui tempat ini dari postingan di sosial media. Merasa penasaran dia pun datang bersama sahabatnya.Karena tidak ada petunjuk arah dari jalan raya, sehingga membuatnya sempat tersesat. “Di Whatsapp Group teman-teman juga banyak yang memposting wisata petik melon ini. Tempatnya unik,” tandasnya.Bagi Anisa, wisata petik buah melon ini bukan hanya cocok untuk orang dewasa saja, tetapi bagus juga sebagai sarana edukasi untuk anak-anak agar mengenal tanaman melon.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2023-015-08.json
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan | baca juga : Kalibiru dan Kisah Sukses Masyarakat Jalankan Ekowisata Milyaran Rupiah  Harga Lebih MahalPemilik kebun, Deni Saputra (31) mengatakan, untuk bisa menikmati wisata petik buah melon ini pengelola memang sengaja tidak mematok biaya alias gratis. Pengunjung hanya dikenakan tarif setelah memetik melon, per kilogramnya dihargai Rp40 ribu.Selain bisa swafoto, pengunjung juga bisa memetik langsung buah melon yang sudah matang. Proses pemetikannya tidak boleh sembarangan, harus menggunakan gunting khusus sesuai dengan arahan dari penjaga atau pengelola.Lanjut Deni, karena melon merupakan tanaman buah semusim, sehingga kebun melon hidroponik miliknya tidak dibuka setiap hari, dibuka hanya ketika masa panen saja. Saat masa tanam hingga perawatan kebunnya ditutup. Hal ini untuk menghindari agar tanaman tidak stres.Mulanya, ide untuk menjadikan kebunnya sebagai destinasi wisata petik buah itu karena dia ingin mengenalkan sistem pertanian hidroponik ke masyarakat umum. Selain itu, dengan dijual ditempat harga buah bisa menjadi lebih mahal.“Ini merupakan salah satu strategi untuk mendapatkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan. Agar tidak semuanya dikirim ke supermarket,” ujar Deni. Untuk memenuhi permintaan pasar melon, pria yang menekuni pertanian hidroponik sejak tahun 2012 ini biasa mengirim ke Jakarta, Surabaya, Kalimantan.Sedangkan jenis melon yang ditanam yaitu Golden Emerald. Melon ini memiliki kulit berwarna kuning sampai oranye yang dilapisi dengan jaring keemasan. Selain itu, ia juga membudidayakan jenis melon jonetsu dan kimochi.baca juga : Bukan Hanya Wisata Religi, Kopi Muria Bisa Jadi Andalan  Sementara itu, Arin Nikmah, Kasi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus mengatakan, saat ini pertanian modern yang dipadukan dengan konsep agrowisata di kabupaten yang memiliki luas wilayah 425,15 km2 memang sedang ngetren.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2023-015-08.json
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan
Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan | Langkah tersebut banyak dilakukan oleh para petani milenial, mereka beralasan agar pertanian modern di Kabupaten Kudus bisa dikenal lebih luas.“Dengan begitu harapannya anak-anak muda semakin banyak yang tertarik bercocok tanam,” jelas Airin, Jum’at (23/12/2022).Menurutnya bagi petani yang seringkali menjadi kendala dalam budidaya melon secara hidroponik ini yaitu biaya investasi di awal lebih besar. Meskipun begitu, kelebihannya bisa lebih banyak. Diantaranya yaitu bisa menanam melon sepanjang tahun, produksi melon lebih sehat, nutrisi terukur dan hemat tenaga kerja.  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2023-004-18.json
Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP
Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP | [CLS]  Nelayan kecil Natuna kaget ketika melihat dokumen Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) mereka terdapat larangan melaut di zona tertentu. TDKP merupakan dokumen yang menyatakan bahwa kapal penangkapan ikan tersebut dimiliki oleh nelayan kecil. Padahal nelayan melaut di jalur yang dilarang.Dalam lampiran dokumen TDKP yang diterima nelayan kecil Natuna, tertulis jalur penangkapan terlarang. Bagian ini terdapat dua poin yaitu pertama, alat tangkap tonda dilarang melakukan penangkapan Jalur IA, Jalur III dan Laut Lepas. Kedua, alat tangkap pancing ulur dilarang melakukan penangkapan di laut lepas.Alat tangkap tonda maupun pancing ulur merupakan alat tangkap tradisional yang digunakan nelayan Natuna secara turun temurun dan terbiasa mencari ikan dan jauh ke laut lepas.Larangan tersebut mengundang protes oleh nelayan Natuna. Pelarangan dianggap membatasi ruang laut nelayan mencari ikan.Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) Hendri mengatakan, sudah menerima laporan masyarakat terkait hal tersebut beberapa minggu sebelumnya. Memang terdapat ketentuan tambahan pada TDKP yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja (Satker) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri.“Dalam surat itu, melarang pompong nelayan Natuna beroperasional di jalur penangkapan ikan IA dan jalur III. Artinya nelayan dilarang menangkap ikan melebihi 12 mil dari pantai,” kata Hendri.baca : Laut Natuna Diatur Zonasi, Nelayan: Jangan Batasi Kami  Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.18/2021 disebutkan jalur penangkapan ikan I terdiri atas dua ketentuan, IA meliputi perairan 2 mil laut diukur dari garis pantai, sedangkan IB perairan di luar jalur IA sampai dengan 4 mil laut.Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan I sampai dengan 12 mil laut. Terakhir jalur penangkapan ikan III, meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I dan II, termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-004-18.json
Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP
Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP | Pembatasan nelayan ini sudah pernah keluar dalam Permen KP No.59/2020. Dalam aturan itu terdapat dua kebijakan yaitu pelarangan nelayan melaut diatas dua mil dan juga ada izin penggunaan cantrang. “Setelah permen itu kami tolak, maka munculah Permen KP No.18/2021,” kata Hendri.Menteri KP ketika itu Edy Prabowo berjanji akan menghilangkan dua pasal bermasalah tersebut. Tidak akan ada pelarangan terhadap jalur melaut nelayan dan juga tidak ada izin baru lagi untuk cantrang.Namun setelah Permen KP No.18/2021 keluar, dua persoalan tersebut diyakini nelayan sudah tidak ada lagi. “Rupanya di bagian akhir Permen ada pelarangan zona tangkap nelayan kecil, kami baru tahu setelah surat TDKP itu dikeluarkan ,” katanya.Hendri meminta Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) membatalkan pembatasan area tangkap nelayan kecil tersebut. “Kebijakan ini sama saja dengan melarang nelayan Natuna untuk menangkap ikan, karena selama ini nelayan Natuna setiap harinya melaut lebih dari 12 mil,” kata Hendri.baca : Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia  Pertengahan Januari 2023 lalu, beberapa perwakilan Nelayan Natuna mengadu ke kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Pertemuan membuahkan hasil, Gubernur Kepri mengeluarkan dua surat sekaligus hasil dari pertemuan tersebut untuk dikirimkan kepada KKP.Dalam surat Gubernur Kepri meminta supaya jalur III pada WPP-NRI 711 tidak ditutup untuk penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pancing tonda. Pasalnya pada Permen 18 tahun 2021 disebutkan alat tangkap pancing tonda hanya diperbolehkan pada jalur IB dan II. Pelarangan tonda pada jalur III itu menyebabkan kekhawatiran nelayan. KKP akan Turun ke NatunaDirektur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini meminta nelayan untuk tetap tenang terkait aturan itu. Dalam waktu dekat dirinya bersama tim KKP akan turun ke Natuna untuk melihat masalah tersebut.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-004-18.json
Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP
Nelayan Natuna Resah Pembatasan Zona Tangkap, Ini Kata KKP | “Dalam waktu dekat kita akan ke Natuna, kita coba relaksasi aturan-aturan yang dikeluhkan nelayan tersebut,” kata Zaini saat dihubungi Mongabay, Senin, 14 Februari 2023.Zaini menjelaskan, terjadi kekosongan aturan soal zona tangkap nelayan, salah satunya untuk kapal ukuran diatas 5 GT dan dibawah 30 GT di Natuna. Kapal ukuran 30 GT ke atas merupakan kewenangan pemerintah pusat untuk mengeluarkan izin, yang rata-rata melaut 12 mil ke atasSedangkan pemerintah daerah mengeluarkan izin kapal yang melaut 12 mil ke bawah atau kapal yang memiliki ukuran dibawah 10 GT. “Sedangkan pusat tidak boleh mengeluarkan izin kapal yang berada dibawah 30 GT. sehingga terjadi kekosongan hukum,” kata Zaini.baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur  Lalu bagaimana dengan kapal yang ukuran 30 GT ke bawah dan beroperasi di atas 12 mil? “Siapa yang mengeluarkan izinnya, kan tidak ada, ini yang sering dikriminalisasi daerah lain,” kata Zaini.Makanya PP No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, akan dimasukan di dalamnya bahwa kapal yang melaut di atas 12 mil izinnya akan berada di pemerintah pusat.“Tim lapangan akan kita kirim nanti, ini akan menjadi rujukan untuk bikin relaksasi kekosongan hukum itu. Nelayan jangan khawatir, saya jamin itu, bekerja aja seperti biasa, sebelum aturan baku keluar saya akan turunkan surat edaran, biar nelayan nyaman melaut. Negara tidak mungkinlah menyengsarakan rakyatnya,” pungkasnya.   [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2014-039-03.json
Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai
Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai | [CLS] Pengukuhan kawasan hutan terus dilakukan di berbagai daerah, termasuk Sulawesi Tengah. Proses ini diawali penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Sampai akhi 2013, tata batas kawasan hutan Sulteng, hampir selesai, mencapai 92%.“Tata batas kawasan hutan Sulteng, batas luar mencapai 10.984,50 kilometer atau 92%. Untuk batas fungsi 3.960,73 kilometer atau 76%,”kata Nurudin, kepala seksi Dinas Kehutanan Sulteng, baru-baru ini.Dia mengatakan, mengadopsi keperluan lahan masyarakat, dilakukan perubahan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan ditetapkan melalui Perda nomor 8 tahun 2013. Di sana, terjadi perubahan kawasan hutan Sulteng, semula 4.394.932 hektar, menjadi 4.053.176 hektar.Nurudin mengatakan, Dinas Kehutanan ikut memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan secara optimal. Model pemberdayaan, lewat pemanfaatan hasil hutan diformulasikan dalam skema hutan desa dan hutan kemasyarakatan (HKm) di hutan lindung maupun hutan produksi. Sedangkan hutan tanaman rakyat (HTR) di hutan produksi.“Pencadangan HTR di Sulteng oleh Menteri Kehutanan 23.375 hektar. Telah terbit IUPHHK di Tojo Una-una 2.870 hektar, dan Banggai 325 hektar.”Dinas Kehutanan Sulteng telah merehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi tanah.Pada kawasan yang dibebani izin atau hak pemanfaatan hutan, katanya, rehabilitasi oleh pemegang izin. Pada kawasan berum berizin, dilakukan unit kelola seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).“Walaupun diupayakan mewujudkan pengelolaan hutan berkelanjutan, dalam praktik di lapangan, degredasi hutan terus berlanjut.”Di Sulteng, polemik tata batas masih terjadi. Misal, soal masyarakat Dongi-dongi yang menempati Taman Nasional Lore Lindu. Masyarakat kekeuh sebelum menjadi taman nasional, mereka lebih dulu di lokasi itu.
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2014-039-03.json
Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai
Tata Batas Hutan Sulteng Hampir Selesai | Nurudin mengatakan, yang harus dilakukan menempuh cara dialogis. “Jangan sampai melahirkan konflik. Klaim-klaim ini harus dibicarakan baik-baik.”Status kawasan sudah taman nasional, tetapi fungsi kelola berada pada masyarakat adat. Hal ini, katanya, akan didorong ke dalam RUU Masyarakat Adat.“Penguasaan hutan oleh negara, bukan berarti hutan itu milik negara. Harus diingat, dikelola masyarakat agar sejahtera. Hutan itu untuk masyarakat, maka ada skema-skema tertentu untuk mensejahterakan masyarakat, seperti hutan kemasyarakatan.” [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2017-023-02.json
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera | [CLS]   Berstatus sebagai negara pemilik garis pantai terpanjang kedua di dunia, pemanfaatan sektor kemaritiman di Indonesia, hingga saat ini dinilai masih sangat kurang. Padahal, dengan segala potensi yang ada, sektor kemaritiman bisa memenuhi segala kebutuhan, terutama dari sektor perikanan dan kelautan.Hal tersebut diakui Menteri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (26/9/2017). Rendahnya pemanfaatan potensi yang ada, menurut dia, salah satunya karena penelitian untuk sektor kemaritiman masih sangat rendah.“Dalam usia 72 tahun Indonesia menjadi negara merdeka, kita belum dapat memanfaatkan sumber daya laut secara maksimal.Rendahnya pemanfaatan, menurut Bambang, bisa dilihat dari sumbangan sektor kemaritiman dan kelautan terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor maritim, kata dia, hingga saat ini hanya sanggup menyumbang sekitar 4 persen saja terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.Padahal, Bambang menyebut, dengan perairan laut seluas 5,8 juta km persegi atau seluas 2/3 dari total yurisdiksi nasional yang mencapai 7,73 juta km2, serta memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, harusnya sektor maritim Indonesia bisa berkembng pesat.“Laut yang luas berisi sumber daya hayati dan non-hayati yang sangat kaya. Perairan laut Indonesia dikenal sebagai hot spot untuk marine biodiversity,” jelas dia.Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsah Suryadi menjelaskan, pemanfaatan sektor kemaritiman harus segera dilakukan sebanyak mungkin jika ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat. Tetapi, untuk mencapai itu, dipastikan perlu dilakukan penelitian (riset) yang mendalam dan berkesinambungan oleh para ahli di bidangnya.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2017-023-02.json
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera | “Ini bagus, karena memang riset sudah harus dilakukan. Kita samakan persepsi dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Riset seperti apa yang bisa dilakukan,” tutur dia.  Pernyataan yang sama juga diungkapkan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber daya Alam Bappenas Arifin Rudyanto. Menurut dia, pembangunan kemaritiman mutlak untuk dilaksanakan bersama oleh semua pihak. Hal itu, karena pembangunan kemaritiman berdampak banyak untuk berbagai sektor kehidupan.Adapun, Arifin menyebut, ada beberapa kerangka pembangunan maritim yang bisa dijadikan acuan, yaitu: Konsorsium Riset SamuderaAgar semua potensi kemaritiman bisa dimanfaatkan sebanyak mungkin, seluruh riset ilmiah yang dilakukan para pakar di perguruan tinggi, harus dilakukan sinkronisasi. Tujuannya, agar tercipta harmonisasi riset antar perguruan tinggi. Dengan demikian, akan tercapai efisiensi riset yang terarah dan sesuai dengan kebutuhan.Menurut Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanuddin, melalui konsorsium riset samudera yang digagas oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), keterpaduan riset akan bisa diwujudkan.“Selama ini, kita tidak maju karena riset berjalan sendiri-sendiri. Sekarang riset dilakukan oleh konsorsium dan perguruan tinggi menyediakan SDM-nya,” ungkap dia.Dengan adanya konsorsium, Safri mengatakan, riset tentang satu isu bisa dilakukan lebih dinamis dan itu dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Isu tersebut, mencakup juga isu utama yang sedang berkembang saat itu dan dinilai menjadi kebutuhan utama untuk segera dikembangkan.Safri mengungkapkan, dengan dilaksanakan riset secara bersama yang dideklarasikan pada Selasa (26/9/2017), dia optimis pada 2019 Indonesia sudah bisa melihat hasilnya. Jika itu bisa terjadi, maka kebutuhan teknologi dan yang lainnya untuk pembangunan maritim, bisa disediakan dengan cepat.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2017-023-02.json
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera | Untuk melaksanakan riset bersama di bawah konsorsium, Safri menyebut, perlu digandeng semua perguruan tinggi dan juga lembaga terkait yang ada di daerah maupun di pusat. Dengan demikian, kebutuhan sumber daya manusia untuk proses riset, diharapkan bisa terpenuhi dengan mudah.Untuk konsorsium sendiri, selain LIPI yang menjadi penggagas, ada juga 10 lembaga/kementerian, perguruan tinggi di dalamnya. Mereka adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG); Universitas Sriwijaya; Institut Teknologi Bandung (ITB); dan Institut Pertanian Bogor (ITB).  Adapun, dari hasil deklarasi tersebut, disimpulkan bahwa riset samudera di Indonesia dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dan daya saing riset nasional. Kemudian, perlunya penyusunan Master Plan riset samudra yang terintegratif, sinergis, fokus, dan mengacu pada Rencana Induk Riset Nasional, serta didukung sarana prasarana dan peralatan yang dibutuhkan. Terakhir, semua pemangku kepentingan setuju untuk mengintegrasikan data hasil riset samudera lewat Pusat Data Nasional yang dapat diakses dan dimanfaatkan bersama.Berdasarkan kesepahaman tersebut, semua pemangku riset samudera bersepakat untuk : Isu UtamaDeputi Ilmu Kebumian LIPI Zainal Arifin menjelaskan, kehadiran konsorsium riset samudera bisa menjadi pemecah masalah untuk sektor kemaritiman Indonesia. Mengingat, sejak lama, sektor tersebut masih sangat minim keterlibatan para pakar untuk proses pengembangannya.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2017-023-02.json
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera
Kembangkan Sektor Kemaritiman, Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera | “Keterlibatan SDM kelautan kita sangat rendah dibandingkan dengan Tiongkok dan Malaysia. Karena itu, program riset harus ada harmonisasi dan melakukan joint infrastructure dengan yang lain,” ungkap dia.Secara teknis, Zainal menjelaskan, konsorsium riset akan melaksanakan riset sesuai dengan kebutuhan dan isu terkini. Untuk pelaksananaan riset, itu akan dilakukan di masing-masing perguruan tinggi dengan menggunakan SDM masing-masing. Setelah riset selesai, hasilnya baru dilaporkan kepada konsorsium melalui sebuah sistem yang akan dibangun.“Dengan adanya konsorsium, nanti tidak akan ada lagi perguruan tinggi melakukan riset dengan isu yang sama bersama perguruan tinggi lain. Nantinya, setiap isu akan digarap secara berbeda oleh perguruan-perguruan tinggi,” tandas dia.Sebagai tahap awal, Zainal menyebut, konsorsium akan memprioritaskan penelitian dengan fokus pada keanekaragaman hayati dan konservasi. Isu tersebut, mencakup di dalamnya adalah penelitian tentang penilaian stok ikan secara nasional.“Ada 15 isu prioritas yang akan digarap di tingkat nasional. Dalam 10 tahun ke depan, itu riset tentang keanekaragaman hayati dan konservasi. Ini program skala nasional. Hasilnya bisa disimpan,” pungkas dia.  [SEP]
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2020-005-13.json
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai | [CLS]  Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] mendeklarasikan 11 Desember sebagai Hari Gunung Internasional. Akarnya berasal dari tahun 1992, ketika dokumen “Mengelola Ekosistem Rawan: Pembangunan Pegunungan Berkelanjutan” [disebut Bab 13], diadopsi sebagai bagian dari rencana aksi Agenda 21 Konferensi Lingkungan dan Pembangunan.Hari Gunung Internasional kemudian ditetapkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2002 dengan misi “Mendorong komunitas internasional untuk menyelenggarakan acara di semua tingkatan pada hari itu, untuk menyoroti pentingnya pembangunan gunung yang berkelanjutan.”Organisasi Pangan dan Pertanian PBB [FAO] mengkoordinasikan perayaan tahunan itu untuk menumbuhkan kesadaran lebih besar tentang masalah pegunungan.International Year of Mountains 2002, mendorong semua entitas yang relevan dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam mandat masing-masing, untuk melanjutkan kolaborasi konstruktif mereka dalam konteks tindak lanjut Tahun Pegunungan Internasional.Baca: Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam  Kolaborasi konstruktif tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kelompok antar-lembaga di pegunungan, dan kebutuhan untuk keterlibatan lebih lanjut dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, sesuai mandat yang ditentukan dalam Bishkek Mountain Platform.Bishkek Mountain Platform adalah hasil dari Bishkek Global Mountain Summit, acara global puncak Tahun Pegunungan Internasional 2002. Tujuan platform ini adalah melanjutkan inisiatif yang ada dan untuk mengembangkan upaya substantif dengan memobilisasi sumber daya, memberi orientasi dan bimbingan, dan mempromosikan sinergi.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2020-005-13.json
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai | Secara khusus, ini akan memberikan kerangka kerja bagi para pemangku kepentingan dan lainnya untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di kawasan pegunungan dunia. Untuk bertindak bersama di semua tingkatan, dari lokal hingga global, guna meningkatkan mata pencaharian masyarakat pegunungan, melindungi ekosistem pegunungan dan menggunakan sumber daya gunung dengan lebih bijak.Baca: Berburu Embun Beku di Lautan Pasir Gunung Bromo  Lindungi keanekaragaman hayatiTahun 2020 ini, Tema Hari Gunung Internasional adalah melindungi keanekaragaman hayati pegunungan.Keanekaragaman hayati meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies dan sumberdaya genetik, dan pegunungan sendiri memiliki banyak varietas endemik. Topografi yang berbeda dalam hal ketinggian, kemiringan, dan keterpaparan di pegunungan menawarkan peluang untuk menumbuhkan berbagai tanaman bernilai tinggi, hortikultura, peternakan, dan spesies hutan.Misalnya, penggembala gunung di Pakistan memiliki kumpulan sumber daya genetik ternak yang sangat berharga dengan sifat khusus yang dikembangbiakkan. Sebut saja ketahanan terhadap penyakit, yang dapat membantu adaptasi terhadap perubahan iklim. Hampir 70% lahan pegunungan digunakan untuk penggembalaan yang menyediakan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah.Pengelolaan keanekaragaman hayati pegunungan yang berkelanjutan semakin diakui sebagai prioritas global. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 15 SDGs, target empat, didedikasikan untuk konservasi keanekaragaman hayati pegunungan dengan mempertimbangkan relevansinya secara global.Keanekaragaman hayati di semua ekosistem menjadi fokus, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendeklarasikan 2021 hingga 2030 sebagai Dekade PBB tentang Restorasi Ekosistem. Selain itu, sebagian besar Geopark Global UNESCO juga terletak di pegunungan atau sebagian ditutupi pegunungan.Baca juga: Rindu Berat Para Pendaki, Tidak Bisa Naik Gunung Selama Pandemi  Ancaman perubahan iklim
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2020-005-13.json
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai | PBB menyebut gunung sebagai natural jewels we should treasure [permata alami yang harus kita hargai]. Pegunungan adalah rumah bagi 15 persen populasi dunia dan menampung sekitar setengah dari hotspot keanekaragaman hayati dunia.Hampir satu miliar orang tinggal di daerah pegunungan, dan lebih dari setengah populasi manusia bergantung pada pegunungan mulai air, makanan, dan energi bersih.Namun, pegunungan berada di bawah ancaman perubahan iklim, degradasi tanah, eksploitasi berlebihan dan bencana alam, dengan konsekuensi yang berpotensi menghancurkan, baik bagi komunitas pegunungan maupun seluruh dunia.Meningkatnya suhu juga membuat gletser gunung mencair dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, berdampak pada pasokan air tawar di hilir bagi jutaan orang.Dikombinasikan dengan marjinalisasi politik, ekonomi dan sosial, kondisi tersebut akan meningkatkan kerentanan masyarakat pegunungan terhadap kekurangan pangan dan kemiskinan ekstrim. Saat ini, sekitar 39 persen dari populasi pegunungan di negara berkembang, atau 329 juta orang, diperkirakan rentan terhadap kerawanan pangan.Perubahan iklim, praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, penambangan komersial, penebangan, dan perburuan, semuanya menyebabkan kerusakan besar pada keanekaragaman hayati pegunungan.Penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan, serta bencana alam, turut mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati dan berkontribusi menciptakan lingkungan yang rapuh bagi masyarakat pegunungan.Juga, degradasi ekosistem, hilangnya mata pencaharian dan migrasi di pegunungan dapat menyebabkan ditinggalkannya praktik budaya dan tradisi kuno masyarakat yang telah melestarikan keanekaragaman hayati selama beberapa generasi.Masalah ini tentu berpengaruh pada kita semua. Kita harus mengurangi jejak karbon, dan tentunya menjaga kekayaan alam ini beserta keanekaragaman hayatinya dari segala kerusakan. 
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2020-005-13.json
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai
Gunung, Permata Alami yang Harus Kita Hargai | * Tri Wahyuni, penulis adalah peneliti di Institute for Population and National Security, artikel ini merupakan opini pribadi penulis. Referensi: The Bishkek Mountain Platform, Bishkek Global Mountain Summit 28 October – 1 November 2002.Natural Jewels We Should Treasure, diakses dari situs resmi PBB pada 11 Desember 2020.Resolution adopted by the General Assembly [on the report of the Second Committee (A/57/531/Add.5)] 57/245. International Year of Mountains, 2002.   [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-052-16.json
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya? | [CLS] Kekecewaan dirasakan warga Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta setelah pelaporan mereka tentang upaya privatisasi pulau tersebut oleh PT Bumi Pari Asri (BPA) lambat direspon Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kantor Staf Presiden (KSP).Bersama Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP), warga dan nelayan Pulau Pari secara bersama menyatakan bahwa hingga saat ini kedua lembaga Negara tersebut tidak merespon pelaporan mereka. Akibatnya, hingga saat ini tidak ada perkembangan penyelesaian permasalahan tersebut.Adapun, pelaporan yang disampaikan kepada Kementerian ATR/BPN dan KSP tersebut, adalah tentang upaya perampasan tanah oleh PT BPA yang ingin melakukan privatisasi pulau. PT BPA mengklaim memiliki 90% wilayah pulau pari dari total 42 Hektar lahan di pulau pari.  Ketua Forum Peduli Pulau Pari Sahrul, menyampaikan laporan pertemuannya dengan dua lembaga tersebut. Selain menjelaskan tentang masalah yang terjadi, dia mengaku dalam pertemuan tersebut disampaikan juga semua data tentang upaya privatisasi pulau oleh PT BPA. Kemudian, disampaikan juga laporan intimidasi dan pelanggaran yang dilakukan PT BPA pada Maret 2017.“Kami mengadukan telah terjadi pelanggaran administrasi atas terbitnya sertifikat yang dimiliki PT Bumi Pari,” ucap dia.Saat menyampaikan pelaporan, Sahrul menyampaikan, pihaknya bersama koalisi meminta KSP bisa segera memanggil Kementerian ATR/BPN dan memeriksa proses penerbitan surat yang dimiliki PT BPA. Dengan adanya pemeriksaan, dia berharap akan ada pembatalan sertifikat yang dimiliki PT BPA karena penuh dengan pelanggaran.Akan tetapi, menurut Sahrul, hingga saat ini, tak ada perkembangan apapun dari KSP terkait pelaporan tersebut. Meskipun, pada saat bersamaan, pihaknya juga sudah mengajukan permohonan pembatalan sertifikat hak atas tanah di Pulau Pari ke Kementerian ATR/BPN secara langsung.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-052-16.json
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya? | “Namun, tetap saja tidak ada perkembangan apapun,” ucap dia.Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang ikut memperjuangkan hak nelayan di Pulau Pari, mengecam lambatnya respon yang diperlihatkan Pemerintah melalui dua lembaga di atas. Menurut perwakilan KNTI Tigor Gemdita Hutapea, sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat, sudah seharusnya KSP dan Kementerian ATR/BPN menindaklanjuti permasalahan masyarakat.“Tidak boleh membiarkan begitu saja permasalahan masyarakat,” tegas dia.  Harapkan Ombusdman RIMengingat tidak ada respon apapun dari KSP dan Kementerian ATR/BPN, Tigor menyebut, harapan satu-satunya yang masih tersisa adalah di tangan Ombusdman Republik Indonesia. Kepada lembaga tersebut, warga sudah mengirimkan surat resmi berisi tentang upaya privatisasi yang dilakukan PT BPA.Dari surat tersebut, Ombusdman langsung merespon dengan mengirimkan surat balasan pada 3 Mei lalu. Dalam surat itu Ombusdman meminta agar nelayan Pulau Pari dapat memberikan data-data penguasan lahan untuk dilakukan verifikasi dengan sertifikat PT BPA.“Kita pernah berkirim surat yang menjelaskan bahwa PT Bumi Pari Asri menguasai lima bidang tanah di Pulau Pari,” sebut dia.Mengingat cepatnya respon yang diberikan Ombusdman RI, warga Pulau Pari kini menaruh harapan besar kepada lembaga tersebut untuk bisa segera memeriksa kebenaran munculnya sertifikat yang dimiliki PT BPA. Menurut perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Ronald Siahaan, ada pelanggaran yang dilakukan BPN Jakarta Utara dalam menerbitkan sertifikat.“Sehingga berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 9 Tahun 1999 dan Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2016 dapat dilakukan pembatalan sertifikat,” jelas dia.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-052-16.json
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya? | Menurut Ronald, sebelum muncul respon dari Ombusdman, pihaknya berharap ada koordinasi antara tiga lembaga negara tersebut, yakni Ombusdman, Kementerian ATR/BPN, dan KSP. Namun, harapan tersebut tak pernah terwujud karena dari ketiganya, hanya Ombusdman saja yang memberikan respon tentang kasus tersebut.Di sisi lain, dalam beberapa waktu ini, kata Ronald, pihak PT BPA dan aparat Pemerintah justru memaksa agar warga menerima berbagai solusi yang ditawarkan. Diantaranya, agar warga dapat menyewa tanah di Pulau Pari, dan atau membeli tanah sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) ke PT BPA.“Namun, nelayan telah menolak solusi itu dan memih menyelesaikan masalah ini ke Ombudsman RI,” tandas dia.  Di atas segala hal, Ronald mewakili nelayan Pulau Pari menuntut agar  KSP ataupun Kementerian ATR/BPN bersama-sama dengan OmbudsmanRI dapat  menyelesaikan masalah nelayan Pulau Pari dan menjamin hak-hak kepemilikan dan penguasaan warga yang telah turun-temurun dimiliki.“Apalagi, keberadaan nelayan telah dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,” jelas dia.Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara Firdaus membenarkan bahwa ada sekitar 80 nama perorangan yang memiliki sertifikat hak milik atas Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Mereka kemudian membuat konsorsium perusahaan PT Bumi Pari Asri.“Selama ini Pulau Pari itu dimiliki oleh 80-an nama yang bersertifikat perorangan, baru kemudian konsorsium menjadi PT Bumi Pari Asri,” jelas dia.Sebelum mereka mendirikan konsorsium, Firdaus mengaku, 80-an nama tersebut pernah mengajukan permohonan hak kepada Kejari Jakut atas kepemilikan tanah mereka di Pulau Pari. Dengan permohonan hak, maka tanah mereka yang belum bersertifikat itu bisa digunakan untuk kepentingan pribadi.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2017-052-16.json
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya? | “Tanah tersebut hak milik perseorangan. Jadi, PT Bumi Pari Asri tidak punya hak di sana. Saat ini, PT tersebut hanya memiliki hak guna bangunan,” tutur dia.  Berkas PerkaraBerkaitan dengan kriminalisasi yang dialami tiga nelayan asal Pulau Pari pada 11 Maret lalu, Kepolisian Resort Kepulauan Seribu telah melimpahkan berkas perkara kasus tersebut ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Pelimpahan dilakukan pada 15 Mei lalu. Ketiga nelayan yang dimaksud, adalah Mustaghfirin alias Boby, Bahrudin alias Edo, dan Mastono alias Baok.Ketiga Nelayan tersebut dipidanakan,karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) di pantai Perawan, PulauPari. Ketiganya ditangkap aparat Polres Kepulauan Seribu pada 11 Maret lalu dan dituduh melakukan pungli dengan membebankan biaya sebesar Rp5.000 kepada para wisatawan yang ingin masuk ke wilayah pantai Pasir Perawan.Tim Advokasi Selamatkan Pulau Pari yang mengetahui ada pelimpahan berkas perkara tersebut ke Kejari Jakut, mengaku terkejut. Pasalnya, sebelumnya tim sudah mengirimkan surat permohonan agar dilaksanakan gelar perkara ke Kejari Jakut.“Kami telah mengirimkan surat permohonan untuk dilakukan gelar perkara, kami ingin memperlihatkan didepan Polisi dan Jaksa bahwa tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan oleh ketiga nelayan. Kami berkesimpulan kasus ini dipaksakan oleh pihak kepolisian. Sehingga sudah seharusnya dilakukan penghentian perkara terhadap perkara ini,” ungkap pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Matthew Michele Lenggu.Matthew menjelaskan, pihaknya berani menyimpulkan seperti itu, karena tim hukum sudah melakukan pengecekan dilapangan dan ternyata Pantai Perawan tersebut adalah wilayah kelola bersama nelayan. Kata dia, nelayan-nelayan Pulau Pari bersama-sama membuka Pantai Perawan sebagai tempat wisata.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-052-16.json
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?
Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya? | “Untuk menjaga Pantai Perawan tetap bersih, seluruh warga sepakat para wisatawan yang berkunjung dikenakan biaya Rp5.000. Namun, apabila ada wisatawan yang tidak ingin membayar, warga tetap mempersilakan mereka masuk. Sifanya tidak memaksa,” papar dia.Selain tidak ada pemaksaan, Matthew meyakinkan bahwa uang retribusi dari wisatawan juga tidak untuk kepentingan pribadi, melainkan itu untuk kepentingan bersama. Uang tersebut, kata dia, digunakan untuk membayar petugas kebersihan, penerangan listrik, membangun sarana dan prasarana pantai, membangun tempat ibadah dan menyantuni anak yatim.  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2022-016-14.json
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang | [CLS]  Anas (27) terlihat sumringah sambil menunjuk ke sebuah gundukan pasir yang telah dipagari seng dan kayu, tempat di mana puluhan telur penyu berada. Tak jauh dari tempat itu terdapat wadah gabus berisi puluhan tukik yang sebentar lagi akan rilis ke alam.Anas adalah pemuda dan nelayan di Pulau Lanjukang, Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ia adalah nelayan penangkap gurita di musim-musim tertentu. Di sela-sela waktunya ia gunakan untuk berjalan di pesisir pantai mencari lubang-lubang di mana penyu bertelur di musim tertentu.Kebiasaan ini baru dilakukan beberapa bulan lalu. Bersama temannya Yusri, ia tergerak melakukannya setelah mendapat penjelasan dari pihak Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar dalam sebuah workshop yang diadakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia melalui program Proteksi Gama.“Saya baru tahu kalau penyu itu penting itu dijaga makanya saya tergerak untuk melindungi,” katanya, Sabtu (1/10/2022) lalu.Penyu-penyu itu sendiri telah lama diketahuinya berada di pesisir pantai. Ia sering melihat warga sekitar mencari telur penyu untuk kebutuhan konsumsi. Tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan, namun telur penyu itu juga diyakini bisa memberi kekuatan bagi vitalis pria jika dikonsumsi.“Kalau di sini sih tak ada yang dijual, hanya untuk dimakan saja. Ini sudah jadi kebiasaan sejak lama.”baca : Pulau Langkai, Surga Penyu yang Terlupakan  Menurut Anas, langkah awal yang dilakukan setelah mengetahui pentingnya menjaga penyu tersebut adalah dengan memagari lokasi bertelur menggunakan kayu dan seng yang ditemukannya di sekitar pantai. Selain sebagai penanda, pemagaran itu juga bertujuan untuk menjaga dari predator lain yang ada di sekitar lokasi.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2022-016-14.json
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang | Setelah tukik menetas ia memindahkan ke tempat penangkaran tukik yang dibuat atas inisiasi sendiri. Setelah besar dilepas ke laut, kadang ditawarkan ke wisatawan yang datang untuk pelepasan dengan harga Rp10 ribu-20 ribu, sehingga ini bisa menjadi tambahan penghasilan.Inisiatif yang dilakukan Anas mendapat perhatian dari YKL Indonesia yang kemudian memberikan perhatian khusus atas inisiatif yang dilakukan oleh Anas karena lahir dari kesadaran nelayan tersebut sendiri dan dilakukan secara mandiri.“Perlu didukung dan mendapatkan pendampingan serta dukungan lainnya. Apalagi penyu yang sering ditemukan adalah penyu sisik dan penyu hijau yang merupakan spesies kunci yang dilindungi. Memang informasi awal yang kami terima bahwa kedua jenis penyu ini memang sering ditemukan di perairan setempat. Di Pulau Lanjukang bisa ditemukan 15-20 lubang, sementara di Pulau Langkai ada sekitar 3-5 lubang penyu,” ungkap Adi Zulkarnaen, fasilitator dari YKL Indonesia.Menurut Zulkarnaen, Pulau Lanjukang sendiri memang sangat ideal untuk perlindungan penyu karena penduduk yang sedikit dan tak begitu padat, sehingga kurang aktivitas warga yang bisa mengganggu lokasi telur. Selain itu pulau ini dikenal sebagai pulau wisata, sehingga ada potensi wisata untuk peralihan tukik ke laut.baca juga : Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang     Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini adalah satu satunya spesies dalam genusnya yang memiliki persebaran di seluruh dunia, dengan dua subspesies terdapat di Atlantik dan Pasifik.Sementara penyu hijau (Chelonia mydas) adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam golongan Chelonia. Mereka hidup di semua laut tropis dan subtropis, terutama di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik.
[0.007555732037872076, 0.46857914328575134, 0.5238651633262634]
2022-016-14.json
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang | Namanya didapat dari lemak berwarna hijau yang terletak di bawah cangkang mereka. Jumlah penyu hijau semakin berkurang karena banyak diburu untuk diambil pelindung tubuhnya berupa karapaks dan plastron sebagai hiasan. Telurnya adalah sumber protein tinggi dan obat, sementara dagingnya sebagai bahan makanan.Sebagai bentuk dukungan atas Anas, YKL Indonesia akan memperkuat inisiasi yang telah dilakukan warga dengan membantu pembentukan dan pengembangan kapasitas kelompok konservasi.“Kami juga akan membantu dalam pengembangan sarana dan prasarana konservasi penyu melalui kerja sama parapihak, seperti BPSPL Makassar, dan pihak-pihak lain. Lalu membantu penyebaran informasi terkait konservasi penyu tersebut sehingga bisa menjadi destinasi wisata baru di Pulau Lanjukang, baik melalui website YKL Indonesia maupun media lain,” jelas Zulkarnaen.baca juga : Perdagangan Liar Penyu Hijau di Sulsel Berhasil Digagalkan  Pengenalan atas Spesies KunciMenurut Zulkarnen, apa yang dilakukan oleh Anas merupakan dampak lain dari program Proteksi Gama yang dilakukan satu setengah tahun terakhir di Pulau Lanjukang dan Langkai. Program yang dijalankan YKL Indonesia sebagai mitra Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan perikanan gurita skala kecil berbasis masyarakat di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang.YKL Indonesia sendiri, bekerjasama dengan BPSL Makassar telah melaksanakan training terkait identifikasi spesies prioritas penting pada Maret 2022 lalu, yang diikuti oleh 42 nelayan, termasuk Anas.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2022-016-14.json
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang | “Melalui training ini dilakukan identifikasi spesies prioritas penting di daerah penangkapan gurita sekitar Pulau Langkai dan Lanjukang. Lalu secara bersama-sama direncanakan tindakan prioritas untuk konservasi spesies prioritas penting. Peserta berperan aktif saat diskusi dalam menentukan dan mengidentifikasi jenis biota laut prioritas yang dilindungi di wilayahnya masing-masing.”Dalam training ini peserta diminta untuk menempelkan gambar-gambar biota ke peta yang telah disiapkan. Selanjutnya mereka mengidentifikasi berbagai jenis biota laut dilindungi yang pernah dijumpai di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang dan membuat kategori sesuai intensitas kemunculannya.Peserta kemudian membuat kategori untuk diisi informasinya seperti keberadaan/ditemukan (banyak, melimpah, kurang), pihak-pihak mana saja yang sering melakukan penangkapan ikan dilindungi, ancaman terhadap jenis ikan yang dilindungi dan kasus yang pernah terjadi dan bagaimana penegakan hukum/aturan oleh pihak berwenang.“Sebagai hasil training ini, nelayan kemudian mampu menunjukkan beberapa spesies kunci yang ada di sekitar pulau dan bagaimana penanganannya. Seperti misalnya, menjaga telur penyu dari ancaman predator maupun dari manusia agar tidak dikonsumsi, dan ketika telurnya telah menetas, mereka melepaskan tukik ke laut.”baca juga : Ini Dia Relawan Pecinta Penyu dari Sulawesi Utara  Memperkuat PokmaswasSelain pemahaman akan spesies kunci, YKL Indonesia melalui program Proteksi Gama juga memperkuat kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas). Tujuannya adalah memperkuat sisi kelembagaan untuk pengawasan pengelolaan perikanan skala kecil, khususnya perikanan gurita.“Dari hasil diskusi yang kami lakukan akhirnya lahir kesepakatan untuk memperkuat peran kelembagaan terkait pengelolaan perikanan gurita skala kecil,” kata Zulkarnaen.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2022-016-14.json
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang
Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang | Dari berbagai diskusi yang dilakukan, lanjutnya, memberikan gambaran kepada nelayan dan masyarakat terkait pentingnya kelembagaan dan pengelolaannya Pokmaswas.“Di setiap diskusi juga ada brainstroming terkait pemahaman dan kesadaran kritis mereka terkait kaitan konservasi dengan pengelolaan kelembagaan yang baik dan benar.”Dari kegiatan ini, anggota Pokmaswas secara partisipatif menentukan konsep kelembagaannya dan siapa saja yang terlibat. Mereka kemudian membangun komitmen bersama mengenai aspek kelembagaan yang dapat mendukung pengelolaan perikanan gurita skala kecil di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang.“Selama ini mereka menganggap pembentukan lembaga hanya terkait pada bantuan, namun persepsi tersebut berubah dan bergeser menjadi pemahaman kelembagaan yang fokus pada peningkatan kapasitas, membangun jejaring, dan tujuan pengembangan lembaga yang berperan dalam pengelolaan perikanan gurita skala kecil berkelanjutan.”  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2016-018-16.json
Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri
Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri | [CLS] Sebanyak 750 santri dari 336 pesantren se-Jawa dan Madura, berkumpul di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin-Cirebon pada 20-22 Oktober 2016. Mereka berkumpul dalam gelaran Batsul Masail, kegiatan yang diselenggarakan Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) guna membahas beragam permasalahan di tanah air mulai tax amnesty, Pokemon Go, tenaga kerja asing hingga persoalan lingkungan.Soal lingkungan, ada tiga poin jadi fokus pembahasan mereka, terkait reklamasi, bahaya limbah dan mineral dan batubara. Pembahasan-pembahasan itu berjalan dengan mengedepankan semangat I’tiradl (perdebatan argumentatif), tetapi tetap berorientasi kepada kutub at turats atau kitab kuning.“Selama 30 tahun gelaran bahtsul masail, ini pertama kali diselenggarakan di Jawa Barat. Permasalahan yang dibahas sangat beragam. Beberapa sudah menjadi kebijakan pemerintah. Tema dalam forum bahtsul masail merupakan pertanyaan yang disodorkan masing-masing pesantren. Kemudian dipilah sebelum menjadi tema bahasan dalam bahtsul masail,” kata Ketua Panitia Bahtsul Masail, Dr. KH. Arwani Syaerozie dalam rilis kepada Mongabay.Juru Bicara FMPP, Jamaluddin Mohammad, saat dihubungi Mongabay mengatakan, masing-masing tema dibahas santri dengan perdebatan cukup panjang. Pendapat-pendapat mereka merujuk pada al-quran, hadits, ushul fiqh dan pendapat beberapa ulama. Dari perdebatan-perdebatan itu, akhirnya menghasilkan beberapa rekomendasi.Rekomendasi pertama, terkait reklamasi. “Intinya kami memandang dari sudut maslahat dan mudharat. Reklamasi ini kami lihat lebih banyak mudharat daripada maslahat. Indonesia kan sebenarnya tak memerlukan reklamasi atau membuat pulau baru. Indonesia bukan negara kontinental, tetapi maritim. Negara sudah banyak pulau, tak penting lagi membuat pulau atau daratan baru,” katanya.Soal Reklamasi,  katanya, harus dilihat dari berbagai sisi, dari sosial dan budaya, sampai lingkungan.  Reklamasi bisa merusak ekosistem.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-018-16.json
Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri
Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri | “Contoh dari sisi sosial dan budaya, kita lihat reklamasi Teluk Benoa. Ada salah satu tempat disitu dianggap sakral. Dengan reklamasi, akan menghilangkan tempat itu. Segi lingkungan, reklamasi bisa mengubah ekosistem laut sekitar. Karena ada bahaya lebih banyak ini, secara kaidah, kebijakan ini nggak penting-penting amat. Malah banyak mudharat,” katanya.Untuk reklamasi yang sudah berjalan, lahan tak boleh dimiliki perorangan atau perusahaan tetapi harus negara, hak milik bersama. Bukan malah diperjualbelikan atas nama perorangan ataupun perusahaan.“Seperti reklamasi di Jakarta yang sudah berjalan. Lahan tak boleh dijual pribadi harus dimiliki oleh negara.”Kedua, ancaman limbah pabrik. Menurut dia, para santri yang ikut gelaran ini sepakat dalam mendirikan pabrik jangan sampai mengancam lingkungan. Hal itu, katanya, jelas sesuai Al-Quran surat Al-A’raf ayat 56 bahwa jangan merusak bumi.“Kalau soal limbah, industri harus mengelola limbah jangan sampai menimbulkan kerusakan ekosistem alam sesuai peraturan pemerintah. Wa laa tufshiduu fil ardi ba’da islaahiha. Tak boleh merusak bumi, merusak alam setelah Allah memberikan manfaaat-manfaat dari alam itu. Jadi pembangunan harus tetap melihat manfaat dan mudharat yang ditimbulkan. Pembangunan tak boleh semena-mena hingga merusak masa depan manusia,” katanya.Menurut dia, pembangunan harus menerapkan konsep berkelanjutan dan mempertimbangkan keteraturan. Kalau tak begitu, manusia akan musnah. Dia berkaca pada kondisi beberapa pabrik skala kecil pengolahan batu alam di Palimanan, Cirebon. Pabrik-pabrik itu, katanya, merugikan lingkungan sekitar.“Limbah dibuang ke sawah dan kali hingga air menjadi keruh, tak bisa lagi digunakan masyarakat. Ada ratusan hektar lahan rusak terkena limbah. Satu sisi perusahaan itu oke menguntungkan, membuka lapangan pekerjaan. Jangan lupa, juga harus mempertimbangkan lingkungan. Batu-batu yang diambil itu seharusnya tak merusak gunung.”
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2016-018-16.json
Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri
Soal Isu Lingkungan, Berikut Rekomendasi Para Santri | Ketiga, soal ekspor bahan mentah minerba. Dia melihat, pemimpin negara harus memprioritaskan rakyat. Ketika ekspor minerba, hanya akan menguntungkan negara lain dan menciptakan ketergantungan terhadap negara lain.“Rekomendasi, haram hukumnya pemerintah mengekspor bahan baku mentah. Sejahterakan negara sendiri sebelum mensejahterakan negara lain. Perusahaan tambang harus membangun smelter,” katanya.Mengenai bahaya pertambangan, kata Jamaluddin, itu kembali pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang tak boleh merusak lingkungan. Pembangunan,  termasuk pertambangan, harus mempertimbangkan aspek-aspek kelanjutan alam semesta.“Tuhan menciptakan bumi dengan baik, kita sebagai manusia tak boleh merusak kebaikan itu. Kami berharap, rekomendasi kami bisa menjadi dasar pemerintah mengambil kebijakan. Semoga rekomendasi kami ini ditindaklanjuti.”Jamaludiin mengatakan, rekomendasi-rekomendasi itu dalam waktu dekat segera diserahkan kepada para pemangku kebijakan, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DPR, Komnas HAM dan lain-lain.Tema-tema lain yang dibahas dalam gelaran ini seperti soal buruh asing, status kewarganegaraan pelaku tindak pidana terorisme, implementasi resolusi jihad di era modern, Piagam Madinah sebagai konstitusi negara untuk masyarakat plural, perda syariah dan lain-lain. [SEP]
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2019-051-08.json
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama | [CLS]  Indonesia memerlukan sebuah kebijakan yang bisa mengatur dan mengelola perairan umum daratan secara baik. Kehadiran regulasi seperti itu, sangat penting untuk dimunculkan, karena perairan umum daratan menghasilkan komoditas ekonomi yang penting. Tanpa ada pengelolaan yang baik, komoditas yang dihasilkan dari perairan umum daratan lambat laun akan habis sumber dayanya.Demikian diungkapkan Kepala Pusat Riset Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Waluyo Sejati Abutohir belum lama ini di Bandung, Jawa Barat. Menurut dia, dengan adanya kebijakan khusus, maka itu sama saja dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang menjadikan perairan umum daratan sebagai mata pencaharian mereka.“Saat ini sedang disusun draf keputusan menteri kelautan dan perikanan tentang kawasan pengelolaan perikanan untuk perairan umum daerah (KPPU-PUD),” ucap dia dalam keterangan resmi yang diterima Mongabay Indonesia.Waluyo mengatakan, untuk saat ini penyusunan draf sudah memasuki tahap finalisasi dan diharapkan bisa untuk segera disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Tahapan tersebut menjadi penting, karena di masa mendatang keberadaan permen akan menjadi kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan daratan di seluruh Indonesia.Menurut Waluyo, dibandingkan dengan perairan laut beserta sumber daya ikan di dalamnya, perairan umum daratan hingga saat ini dinilai masih tertinggal dalam pengelolaannya. Hal itu terbukti dengan adanya pengaturan wilayah pengelolaan perikanan RI (WPPRI) yang mengatur wilayah laut Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai pulau Rote.“Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur kawasan perairan umum daratan. Keberadaan Keputusan Menteri tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Darat (KPP-PUD) sangat penting, karena Indonesia memiliki wilayah perairan umum daratan yang luasnya sekitar 13,85 juta hektare,” ungkapnya.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-051-08.json
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama | baca : Danau-danau Ini Hadapi Masalah Sampah sampai Ikan Endemik Makin Langka  Ekosistem DaratanLuasan perairan umum daratan tersebut, kata Waluyo, terdiri dari ekosistem sungai dan dataran banjir, danau, dan danau buatan manusia atau waduk yang tersebar di pulau-pulau kepulauan seperti Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi dan Jawa, Bali, dan Pulau Nusa Tenggara. Keragaman wilayah tersebut, penting untuk bisa dikelola dengan baik dan sesuai dengan ekosistem masing-masing.Dengan terbitnya permen KP nanti, Waluyo menyebutkan, itu akan menjadi payung dalam pengelolaan perikanan nasional yang mengatur pemanfaatan perikanan umum daratan. Caranya, melalui perencanaan tata ruang, persiapan rencana pengelolaan perikanan (RPP), konservasi, budi daya ikan, penelitian dan pengembangan perikanan.“Sesuai dengan kode etik internasional untuk perikanan yang bertanggung jawab di Indonesia,” tegas dia.Pada 2010, Komisi Nasional Plasma Nutfah Indonesia pernah melaporkan bahwa perairan umum daratan yang ada di Indonesia mengandung kekayaan plasma nutfah ikan yang jenisnya sangat banyak. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa jumlahnya mencapai 25 persen dari semua jumlah jenis ikan yang ada di dunia.Perkiraan tersebut, kemudian dipertegas oleh lembaga pangan dunia PBB (FAO) yang melaporkan bahwa di perairan umum daratan Indonesia terdapat 2.000 jenis ikan. Keragaman tersebut, mengharuskan adanya sinergi lintas sektor dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan yang ada dalam perairan umum daratan.Dengan cara demikian, maka FAO meyakini kalau pengelolaan dengan cara multi sektor akan menjaga habitat dan kelestarian sumber daya ikan. Meskipun, di saat yang sama ada kegiatan dari berbagai sektor pada wilayah perairan umum daratan.baca juga : Danau Tempe Kritis, Harus Diselamatkan Segera, Kenapa?    
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2019-051-08.json
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama | National Project Manager I-Fish FAO Ateng Supriatna mengatakan, sinergi antar lembaga yang dibangun Pemerintah Indonesia bersama FAO, bertujuan untuk membangun prinsip pengelolaan perikanan perairan umum darata sesuai dengan kaidah yang ada dan mengikuti prinsip keberlanjutan. Salah satu yang jadi perhatian, adalah pengelolaan beberapa jenis ikan yang terancam punah.Diketahui, I-FISH adalah proyek FAO bersama KKP untuk pengarusutamaan konservasi keanekaragaman hayati perairan umum daratan dan pemanfaatan berkelanjutan perairan umum daratan terhadap ekosistem perairan tawar yang bernilai tinggi. Proyek tersebut sudah dimulai sejak 2016 dan memiliki tujuan untuk memperkuat kerangka pengelolaan, pemanfaatan keanekaragaman sumber daya perikanan daratan.Selain itu, menurut Ateng Supriatna, tujuan dari I-Fish adalah untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem perikanan darat yang bernilai tinggi. Saat ini, I-FISH memiliki lima wilayah demonstrasi, dengan target ikan bernilai tinggi di masing-masing wilayah demonstrasi, yakni: Sidat di Jawa (Cilacap dan Sukabumi), Arwana dan perikanan Beje di Kalimantan (Barito Selatan dan Kapuas), serta Belida di Sumatera (Kampar). Ikan EndemikUpaya penyelamatan ikan endemik yang terancam punah, memang menjadi fokus dari KKP sejak lama. Salah satunya, adalah ikan sidat yang habitat utamanya ada di sungai Musi di pulau Sumatera. Ikan tersebut, dari waktu ke waktu terus menurun jumlahnya, karena selalu menjadi buruan warga di sekitar Sumatera dan menjadi bahan baku utama pembuatan penganan terkenal pempek.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-051-08.json
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama | Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto, jika perburuan terus dilakukan tanpa dibarengi dengan perlindungan, dalam beberapa tahun ke depan ikan endemik di sungai Musi dipastikan akan hilang alias punah. Untuk itu, agar ancaman itu tidak datang, dia meminta semua pihak untuk bisa ikut melestarikan ikan endemik yang saat ini masih ada di sungai Musi.Slamet menerangkan, terus menurunnya populasi ikan belida, disebabkan karena penangkapan ikan tersebut dilakukan tanpa jeda oleh masyarakat di sekitar sungai. Ikan tersebut jadi buruan, karena biasa digunakan oleh warga sebagai bahan baku pembuatan makanan khas Sumatera Selatan, pempek. Ikan tersebut menjadi buruan karena dikenal dengan dagingnya yang lezat.Agar ancaman punah bisa dihalau, Slamet menyebut kalau KKP terus melakukan restocking ikan Belida ke dalam sungai. Untuk melaksanakan restocking, Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi bertanggung jawab untuk menyediakan benih ikan endemik yang diperlukan. Setelah dilakukan penebaran benih, masyarakat di sekitar sungai Musi, dan umumnya di Sumatera Selatan diharapkan bisa menjaga kelestarian sungai dan isinya.“Penting untuk dilakukan pengaturan jadwal penangkapan ikan pada musim-musim tertentu dan dilakukan secara selektif,” tutur dia.baca juga : Buang Limbah Ikan Busuk ke Danau Toba, Akankah Perusahaan Ini Ditindak?  Sementara, Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryono mengatakan, penurunan yang terus terjadi pada populasi ikan endemik lokal, bisa terjadi karena hingga saat ini pengawasan terhadap ikan tersebut masih belum seaktif pengawasan ikan yang ada di perairan laut.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-051-08.json
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama
Pentingnya Kelola Perairan Umum Daratan untuk Kebaikan Bersama | Menurut Haryono, ikan yang tumbuh di air tawar, bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (lotik) seperti sungai, dan air yang menggenang (lentik) seperti danau, waduk, dan rawa. Di Indonesia, total luas perairan umum daratan mencapai 55 juta ha. Dengan rincian, luas perairan sungai 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia.Dengan luasan seperti itu, Haryono menyebut, ikan bisa berkembang dengan baik, namun faktanya justru terdapat sejumlah ikan endemik yang populasinya mulai terancam. Ikan jenis tersebut, biasanya tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas. Selain ikan endemik, ada juga ikan asli atau lokal, ikan langka, ikan terancam punah, ikan introduksi, dan ikan invasif.Di Indonesia, kata Haryono, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar memiliki 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.  [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2022-017-18.json
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove | [CLS]  Upaya melindungi dan memulihkan ekosistem mangrove perlu melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk juga sektor bisnis. Tujuannya, mengurangi tekanan pada mangrove dan ekosistem lainnya. Sekaligus, menghasilkan keuntungan bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar.Atas penilaian itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kadin-LHK) menggelar serial webinar Restorasi Mangrove Sebagai Solusi Perubahan Iklim Nasional, Jumat (30/9/2022). Topiknya, “Gotong Royong dalam Program Restorasi Mangrove yang Layak Investasi dan Berkelanjutan”.Serial diskusi ini berfokus pada tindakan bersama di masa depan, bentuk dan model kolaborasi multi-stakeholder, serta peran dan pengelolaan mangrove di Indonesia. Adapun, pendekatan yang diusung bersifat inklusif dan gotong royong.Silverius Oscar Unggul, Wakil Ketua Umum bidang LHK Kadin Indonesia menerangkan, keterlibatan multi-stakeholders diharap dapat mengisi ruang serta memberi perspektif dari masing-masing bidang dalam mewujudkan restorasi mangrove yang layak investasi dan berkelanjutan.“Gotong royong menjadi platform nasional dalam tata kelola lingkungan hidup di Indonesia. Selain itu, seturut urgensi penerapan komitmen net-zero carbon, mangrove memiliki keunggulan dalam menghasilkan karbon biru,” tambahnya.baca : Pulihkan Ekosistem Mangrove yang Kritis, Kembalikan Sumber Ekonomi Pesisir  Keterlibatan dunia usaha diyakini dapat memperkuat upaya perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove. Misalnya dengan mengurangi tekanan pada mangrove, meminimalisir limbah dari proses produksi, dan distribusi yang dapat merusak habitat mangrove.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2022-017-18.json
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove | Sebab, mangrove yang sehat dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat lewat penyediaan sumber makanan misalnya ikan, udang dan kepiting. Di samping itu, dapat memperbaiki kualitas perairan pesisir, serta meningkatkan ketersediaan sumber mata pencaharian alternatif, seperti ekowisata mangrove yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.“Diharapkan Pemerintah untuk memimpin, memandu, mendukung, memfasilitasi serta memberikan insentif untuk menarik bisnis, pengembangan proyek, kelompok masyarakat dan CSO untuk berpartisipasi dan berkolaborasi dalam restorasi mangrove,” kata Silverius.Bagi sektor usaha, upaya-upaya itu dilakukan lewat restorasi maupun program-program dekarbonisasi. Indika Energy perusahaan yang berfokus di sektor batu bara misalnya, telah berinisiatif melakukan restorasi mangrove sejak 2010.Leonardus Herwindo, Presiden Direktur Indika Nature mencontohkan, Cirebon Power salah satu anak usaha Indika Energy, pada tahun 2010 sudah menanam lebih dari 80 ribu bibit mangrove di wilayah kerja mereka. Tahun 2021, juga ditanam 21 ribu bibit mangrove di sejumlah wilayah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat dan Jawa Barat.“Ini merupakan inisiatif perusahaan dalam melakukan restorasi dan rehabilitasi mangrove di area-area kami beroperasi,” kata Leonardus.baca juga : Menguji Keseriusan Wacana Showcase Mangrove Bali di G20  Selain penanaman, upaya melindungi mangrove dilakukan dalam bentuk pembangunan destinasi ekowisata. Cirebon Power disebut tengah mengembangkan ekowisata mangrove beserta infrastruktur penunjangnya. Kegiatan-kegiatan itu diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat setempat.“Kolaborasi ini tetap kami lakukan. Saat ini kami sedang dalam tahap diskusi untuk restorasi mangrove yang lebih luas. Tujuan jangka panjangnya, untuk memastikan sustainability. Tidak hanya pemerintah, restorasi mangrove juga mendapat dukungan masyarakat dan swasta,” ujarnya.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2022-017-18.json
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove | Tidak hanya penanaman mangrove, komitmen menurunkan emisi Indonesia juga dibuat melalui program diversifikasi dari batu bara ke sektor lain, yang telah dimulai pada tahun 2018. Leonardus menyebut, pada tahun 2025, perusahaan berharap mendapat pemasukan dari sektor non batu bara dengan persentase sekitar 50%.Sektor-sektor itu di antaranya, mineral non batu bara, logistik, infrastruktur, pengembangan tekonologi, serta renewable energy semisal solar panel, kendaraan listrik hingga solusi alam di sektor kehutanan.“Ini juga menunjang tujuan jangka panjang untuk mencapai netral karbon pada tahun 2050 ataupun lebih cepat. Hingga tahun 2021, kami sudah berhasil menurunkan emisi scope 1 sebesar 11,53%. Penurunan emisi ini bisa semakin besar di tahun-tahun berikutnya,” masih menurut Leonardus.baca juga : Bagaimana Nasib Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan Kala Ada IKN Nusantara?  Restorasi Baik, Tapi Perlindungan Lebih PentingLebih baik mencegah daripada mengobati. Peribahasa ini juga relevan dalam topik-topik terkait keberlanjutan ekosistem mangrove. Mengingat, program-program restorasi mangrove memiliki ongkos yang besar, pertumbuhan yang membutuhkan waktu, serta tingkat keberhasilan yang bersifat mungkin, maka melindungi ekosistem mangrove yang masih sehat merupakan pilihan terbaik.Prof. Dr. Daniel Murdiyarso, Akademisi Institut Pertanian Bogor menerangkan, restorasi harus diikuti kewajiban melakukan konservasi. Keduanya harus berjalan seiring, tidak boleh terpisah satu dengan lainnya.Dia mencontohkan, program penanaman mangrove tidak akan memberi carbon benefit yang besar dan cepat. Mangrove yang baru ditanam, misalnya, hingga 5 tahun setelahnya hanya memiliki kemampuan menyerap karbon yang sedikit. Sehingga, upaya menjaga mangrove yang masih utuh merupakan kebijakan dan tindakan yang harus jadi prioritas.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2022-017-18.json
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove | “Saya ingin kontraskan antara restorasi dan konservasi. Jadi penting melakukan konservasi hutan mangrove yang ada sambil melakukan restorasi hutan yang rusak. Restorasi penting, tapi konservasi jauh lebih penting bahkan dengan biaya yang lebih rendah,” kata Daniel.Ekosistem mangrove memiliki peranan yang besar dalam mengadaptasikan ekosistem terhadap perubahan iklim. Ia menyimpan karbon 3-5 kali lebih besar dari hutan daratan. Jumlahnya diperkirakan antara 1600-2000 ton per hektar, sedangkan hutan daratan hanya 300-350 ton per hektar.Menurut Daniel, saat ini mangrove Indonesia menyimpan sekitar tiga miliar ton emisi, yang 80%-nya tersimpan di dalam tanah. Dengan laju kerusakan sekitar 6%, persentase yang tampak kecil, namun emisi yang dilepas akibat kerusakan tersebut mencapai 200 juta ton atau setara 30% emisi terestrial. Sehingga, upaya konservasi mangrove merupakan cara untuk menghindari lepasnya emisi terestrial sebesar 30% sekaligus mengkonservasi 80% karbon di bawah tanah.“Kalau kita bisa menghindari emisi sebesar 200 juta ton, itu sama dengan sekitar 40 juta emisi dari mobil per tahun. Jadi kita bisa bayangkan, kalau investor di bidang transportasi, energi, sebesar itulah yang bisa kita lakukan untuk mangrove, kalau kita bisa menghindari emisi atau deforestasi mangrove,” ujar Daniel.baca juga : Bekantan, Monyet Belanda yang Menyukai Hutan Mangrove  Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK menjelaskan, restorasi mangrove menjadi salah satu solusi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam mendukung upaya pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca.Pada 2020 lalu, kegiatan perlindungan ekosistem pesisir telah menjadi kegiatan strategis dalam proses pemulihan selama masa pandemi COVID-19, antara lain berupa kegiatan padat karya penanaman mangrove di 34 provinsi di Indonesia.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2022-017-18.json
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove
Mengajak Sektor Usaha dalam Pelestarian dan Perlindungan Mangrove | “Saat ini, mangrove belum masuk ke dalam penghitungan target di bawah NDC (Nationally Determined Contribution). Memperhatikan ekosistem mangrove yang luas, maka pengelolaan ekosistem mangrove dapat menjadi potensial dalam mendukung aksi mitigasi perubahan iklim di Indonesia,” kata Agus.Indonesia merupakan negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia. Data One Map Mangrove Indonesia menyebut luasannya 3,3 juta hektar, yang mencakup 20% total luasan mangrove dunia. Dari luasan tersebut, hutan mangrove mengandung karbon lima kali lebih besar dari penyimpanan karbon di hutan daratan.Mitigasi perubahan iklim disebut akan semakin efektif jika pengembangan karbon hijau dari hutan dapat diikuti dengan pengelolaan dan pemanfaatan karbon biru dengan baik. “Sebab, karbon biru tersimpan dalam jangka waktu yang lebih lama jika dibanding karbon hijau dari hutan,” pungkas Agus Justianto.  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2023-012-03.json
Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia
Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia | [CLS]  Guncangan ekonomi diperkirakan hadir pada 2023 ini. Kondisi yang dinilai oleh berbagai kalangan akan berdampak pada terjadinya resesi.Tarikan jejaring globalisasi, tentunya mendorong hubungan bersinggungan antarnegara, khususnya dalam perekonomian. Keadaan yang bisa mengguncang stabilitas sebuah negara [Suhartoko, 2022].Satu persoalan besar, sekaligus pemicu resesi dan krisis adalah pengelolaan sumber daya alam dan energi. Lebih jauh lagi, terkait pengelolaan lingkungan hidup. Sumber energi yang selama ini terfokus pada fosil, mengharuskan pada penguatan energi terbarukan.Inovasi di berbagai bidang pastinya diperlukan, terutama yang berhubungan dengan produksi ekonomi, tak terkecuali pada energi dan sumber daya alam. Tujuannya, membangkitkan harapan kita pada ancaman resesi global [Rivai, 2023].Siapa yang harus melakukan? Prinsipnya kita semua, baik individu ataupun lembaga. Untuk skala besar, lembaga yang berinovasi akan lebih efektif. Dalam konteks ini, tentara khususnya Kodam III Siliwangi telah bergerak, terutama pada level Jawa Barat.Alasan penting TNI peduli adalah masalah tersebut krusial di masyarakat, serta kerja maksimal tentara yang sudah dilakukan untuk lingkungan, harus ditunjukkan.Rakyat merupakan basisnya TNI, karena itu harus kuat. Tidak ada ego sektoral, semua dilakukan untuk mencari solusi terhadap berbagai persoalan di akar rumput.Baca: Ketahanan Pangan, COVID-19, dan Potensi Pengembangan Herbal Indonesia  InovasiDapur teknologi Kodam III Siliwangi telah berinovasi membuat mesin pencacah sampah [organik dan non-organik]. Hasil cacahnya bisa didaur ulang menjadi bahan bakar baru.Mesin pencetak briket juga kami produksi. Alat ini digunakan untuk membuat bahan bakar dari sampah tercacah, setelah diproses dalam mesin press. Energi non-fosil merupakan sumbernya.
[0.007555732037872076, 0.46857914328575134, 0.5238651633262634]
2023-012-03.json
Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia
Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia | Kompor biomassa dengan bahan bakar briket sampah, pelet sampah, dan biomassa, juga kami ciptakan untuk kebutuhan memasak skala rumah tangga, industri kecil, dan usaha mikro kecil dan menengah [UMKM].Kompor biomassa lebih hemat dibandingkan kompor gas yang menggunakan elpiji, berdasarkan uji coba yang kami lakukan.Sementara BIOS 44 adalah produk yang sudah eksis, berguna untuk menstabilkan pH tanah dan air. Produk ini berguna mencegah kebakaran hutan dan lahan karena mampu memampatkan rongga-rongga di lahan gambut. BIOS 44 sudah digunakan sejumlah pihak di Indonesia, bahkan luar negeri.Baca: Jangan Lagi “Salahkan” Gambut Saat Terjadi Karhutla   Pengembangan ekonomi masyarakat Dunia akademis telah menunjukkan keterhubungan antara inovasi teknologi dengan pembangunan ekonomi.Majalah Economist [2015] menyarankan, inovasi teknologi dalam pembangunan di negara berkembang, turut membina kewirausahaan.Untuk itu, berbagai usaha kecil dan menengah diajak berjejaring untuk menyerap inovasi teknologi, sebagai sarana membuka dan meningkatkan berbagai peluang usaha. Sementara negara, membantu mengeliminir kesenjangan keterampilan dan pembiayaaannya.Pada sisi lain, dengan kemajuan inovasi teknologi, warga diharapkan tidak terjebak dengan demam “ketertinggalan” yang kerap menimpa masyarakat negara berkembang. Sikap inovatif, justru akan membuat kita menjadi kreatif [You et al., 2019].Baca juga: Danau Maninjau, Buya Hamka dan BIOS 44  Studi Osabutey et al. [2014] menunjukkan, negara yang tertinggal dapat melakukan lompatan di sektor ekonomi, ketika diberikan peran teknologi. Tentu saja, kemajuan teknologi yang dikembangkan harus berorientasi pada pola hemat energi dan ramah lingkungan.
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2023-012-03.json
Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia
Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lingkungan Indonesia | Kita paham, kemajuan teknologi internet dan listrik belum sepenuhnya mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber energi yang hemat dan ramah lingkungan. Masih didapati pula pertengkaran antara kalangan energi, ekonomi, dan lingkungan [Anda et al. 2020].Pada sisi ini, kita memiliki peluang untuk “mengejar” ketertinggalan dengan terus melakukan inovasi teknologi berorientasi lingkungan, guna mengembangkan pembangunan berkelanjutan [Zhou et al. 2021].Keberhasilan Desa Balung Anyar di Pasuruan Jawa Timur, yang sukses mengolah kotoran sapi menjadi sumber energi bagi masyarakat, bisa menjadi inspirasi sekaligus solusi untuk kita yang terus berinovasi [www.mongabay.co.id, 29/08/20].TNI, khususnya Kodam III Siliwangi, akan terus melalukan inovasi teknologi dengan tujuan pengelolaan lingkungan Indonesia berkelanjutan dan penguatan masyarakat.Penting dari itu semua adalah keseimbangan hulu dan hilir, serta membebaskan inovasi dari segala tetek bengek yang merusak kemampuan berkreasi. Harus profesional.Tanpa inovasi, kita tidak ada apa-apanya. * Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo, Pangdam III Siliwangi. Tulisan ini opini penulis.  [SEP]
[0.00023018968931864947, 7.6199598879611585e-06, 0.9997621774673462]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | [CLS] Keberadaan Duyung (Dugong dugon) di perairan Pulau Bintan dan sekitarnya, sejak lama sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau. Mamalia laut tersebut, selalu menarik perhatian sebagian masyarakat, baik yang ada di dalam maupun luar pulau. Tak heran, Duyung kemudian menjadi ikon pariwisata di Kabupaten Bintan.Dari waktu ke waktu, ketertarikan masyarakat terhadap satwa laut tersebut makin meningkat. Bukan saja sebagai obyek pariwisata, Duyung juga diburu dan dikonsumsi. Seperti yang terjadi di pulau Air Glubi yang letaknya sangat berdekatan dengan pulau Bintan.Site Manager Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia untuk Bintan Siti Kusmiati menyebut, ketertarikan masyarakat terhadap Duyung sebagai dua sisi mata uang. Yaitu berdampak positif, karena Duyung semakin dijaga keberadaannya di laut. Di sisi lain, Duyung terancam hilang dari perairan di sekitar Bintan.“Duyung adalah mamalia laut yang keberadaannya semakin langka. Perlu kerja sama semua pihak, termasuk masyarakat di Bintan untuk bisa melestarikan hewan laut itu,” ucap perempuan yang biasa dipanggil Ati itu saat bertemu Mongabay di Bintan, pada akhir April lalu.baca : Miris.. Masih Banyak Nelayan Berburu Duyung di Bintan Riau. Begini Ceritanya..  Menurut Ati, selain harus mengampanyekan perubahan cara pandang terhadap Duyung di masyarakat, tantangan sangat besar dirasakan di Bintan, adalah penyadartahuan konservasi Duyung kepada para nelayan. Pasalnya, meski pemahaman membaik, tetapi kebiasaan nelayan menangkap ikan masih membahayakan Duyung.Ancaman tersebut, adalah penggunaan alat tangkap jaring yang biasa ditebar nelayan di satu blok kawasan perairan dan kemudian ditinggalkan selama hampir 24 jam. Kondisi itu bisa membuat Duyung terperangkap jaring.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | “Karena jaring yang ditebar ada di lokasi perairan dangkal dan di sekitarnya terdapat padang Lamun yang menjadi lokasi favorit Duyung untuk mencari makan. Tetapi, biasanya, saat nelayan kembali mengecek jaring, tak jarang ditemukan Duyung yang sudah terperangkap,” jelasnya.Duyung yang terperangkap selama berjam-jam, biasanya beresiko mati. Kalaupun masih hidup, peluang untuk bertahan dan pulih akan sangat kecil. Sehingga sebagian besar duyung akan mati.baca : Terjerat Jaring Nelayan, Begini Nasib Duyung di Konawe Utara Ini…  Oleh karena itu ancaman tertinggi bagi Duyung di Bintan adalah tangkapan yang tidak sengaja (by cacth). Untuk menghentikan resiko tersebut, diakuinya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Mengingat, penggunaan jaring sebagai alat tangkap sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dan itu dianggap sebagai kebiasaan yang normal.“Sebenarnya, penggunaan jaring tidak menjadi masalah, karena itu tidak merusak lingkungan. Tetapi, karena ada Duyung, maka jaring juga menjadi ancaman. Masyarakat masih belum terlalu paham soal itu,” jelas Ati.Di Bintan, alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap ikan adalah kelong caca, yaitu jaring yang dipakai pada sebuah bangunan menyerupai bagan dan ditempat di satu lokasi perairan tertentu yang dinilai sebagai tempat berkumpul ikan.baca : Jokowi : Ikan Putri Duyung Hanya Cerita. Begini 20 Fakta Sebenarnya Tentang Duyung  Limbah KapalAncaman lain di perairan Bintan, adalah limbah kapal seperti sisa bahan bakar. Biasanya, menurut Ati, limbah tersebut akan dibuang ke tengah laut di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang menjadi batas wilayah Negara. Peristiwa tersebut, selalu terjadi setiap tahun dan pelakunya juga masih sulit dideteksi karena dilakukan di kawasan ZEE yang tidak bisa dijangkau oleh aparat.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | Hal itu dibenarkan Syamsul Hidayat, anggota Kelompok Pengawasan Masyarakat (Pokmaswas) Desa Pegudang Kecamatan Teluk Sebong. Limbah yang selalu muncul setiap tahun di perairan Bintan, menjadi masalah yang tidak terselesaikan. Pasalnya, limbah terbawa arus hingga naik ke kawasan pantai.“Yang paling mengkhawatirkan, adalah limbah bisa merusak padang lamun yang menjadi makanan Duyung. Kalau Duyung mungkin akan berenang jauh ke laut dalam untuk menyelamatkan diri dari limbah. Tetapi, kalau mereka kehilangan makanan lamun, bagaimana bisa bertahan hidup Duyung-duyung itu?” ungkap Syamsul.Sehingga limbah kapal menjadi ancaman besar lain pelestarian Duyung. Namun, penyelesaiannya perlu keterlibatan banyak pihak, termasuk Pemerintah Pusat. Mengingat, jalur pelayaran yang selalu ditemukan limbah bahan bakar kapal, selain di ZEE, juga di jalur yang dikelola Kementerian Perhubungan RI.“Semoga saja segera dituntaskan itu masalah limbah. Kita, masyarakat juga menjadi terganggu dan proses pelestarian Duyung juga menjadi terhambat,” tandasnya.baca : Miris.. Duyung Terdampar Di Pantai Ini Malah Dipotong-potong dan Dijual  Sekretaris Desa Pegudang Yanti Mardaliah saat ditemui di Balai Desa Pegudang, menjelaskan limbah kapal menjadi ancaman besar pelestarian Duyung. Namun, ada lagi ancaman lain yang dihadapi yaitu penyusutan habitat padang lamun di Desa Pegudang yang semula 4 hektare menjadi tersisa 2 hektare.Menurut Yanti, penyusutan terjadi karena perairan di Desa Pegudang masuk dalam wilayah pelabuhan internasional yang sedang dibangun di kawasan tersebut. Untuk proses pembangunan, pihak pelaksana mengambil kawasan padang lamun untuk pembangunan jalur pelayaran kapal.“Tak hanya itu, di Desa kami juga tanah sebagian besar dikuasai perusahaan swasta. Jadi kalau kami ingin melaksanakan program konservasi menjadi terbatas. Padahal, di Desa Pegudang ini sering dijumpai Duyung sejak dulu hingga sekarang,” tuturnya.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | Selain Desa Pegudang, kawasan lain di Pulau Bintan yang juga menjadi kawasan konservasi Duyung dan diinisiasi oleh DSCP Indonesia, adalah Desa Teluk Bakau, Malang Rapat, dan Berakit. Di empat desa tersebut, saat ini sudah dibuat peraturan desa (Perdes) tentang Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) yang menjadi induk dari konservasi Duyung. Untuk pelaksanaan tersebut, DSCP juga menggandeng pihak swasta yang ada di Bintan seperti Banyan Tree Resort, Nikoi, dan Club Med.baca: Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam  Kepala Bidang Kelautan, Konservasi, dan Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Sunipto menjelaskan keempat desa yang memiliki DPPL tersebut, saat ini sudah dimasukkan dalam naskah akademik rancangan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Draf tersebut, diharapkan sudah bisa disahkan pada pertengahan tahun ini atau maksimal pada akhir 2018.Adanya perda RZWP3K di Kepri, maka pengaturan kawasan perairan bisa dilakukan dengan bijak dan sesuai peruntukkan. Keberadaan perda tersebut, ke depannya akan mendukung upaya konservasi pada biota laut yang ada di perairan Kepri, khususnya Bintan seperti Duyung.Upaya konservasi terhadap Duyung di Bintan, juga dilakukan dengan menyelamatkan spesimen mamalia laut tersebut. Upaya tersebut dilakukan oleh tim Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), bertujuan untuk penanda keberadaan Duyung dan penguat aksi konservasi kepada masyarakat.baca : Penanganan Dugong Terdampar: Diteliti Dulu atau Langsung Dikubur/Ditenggelamkan?  Pengajar pada FPIK Adriani Sunuddin di Bintan, mengatakan, penyusunan spesimen dilakukan pada 2015 saat tim IPB mendatangi Desa Pegudang. Saat itu, penyusunan dilakukan, karena tim ingin mengabadikan fisik Duyung dan dilihat oleh masyarakat umum. Kebetulan, pada saat itu, tim mendapat kabar ada anakan Duyung yang mati dan dikubur selama dua tahun sejak 2013.
[0.013069942593574524, 0.020550377666950226, 0.966379702091217]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | “Saat itu kemudian kita bongkar kuburan dan diangkat kerangka anakan berusia sekitar dua tahunan itu, kemudian menyusunnya menjadi bentuk utuh. Perlu waktu sekitar lima hari untuk menyelesaikannya. Dengan adanya spesimen, maka warga bisa melihat kapan saja bagaimana rupa dan bentuk Duyung itu sebenarnya,” jelas dia.Dengan keberadaan spesimen yang disimpan di Desa Pegudang, Adriani berharap, kesadaran masyarakat terhadap konservasi Duyung dan Lamun bisa terus meningkat. Juga, diharapkan masyarakat bisa ikut menularkan pengetahuannya kepada warga lain yang belum paham tentang Duyung dan Lamun.baca : Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong  DilindungiLamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga yang tumbuh di dasar perairan pesisir. Biasanya, lamun membentuk hamparan yang disebut padang lamun. Lamun sejatinya bukanlah rumput laut, tapi dia adalah tumbuhan yang memiliki daun, rimpang/ batang yang menjolor (rhizome), dan akar sejati. Sedangkan rumput laut (seaweed) adalah ganggang (elgae).Sebagai tumbuhan laut, lamun biasanya tumbuh terendam di dalam air laut yang bersubstrat pasir atau campuran pasir, lumpur, dan pecahan karang, sampai ke kedalaman air laut yang tidak lagi terkena penetrasi sinar matahari. Di Indonesia, lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang.Sebagai pengendali ekosistem di laut, lamun menjadi habitat yang penting dan sebagai tempat bagi biota laut mengasuh dan membesarkan anaknya, serta tempat mencari makan bagi ikan-ikan karang, seperti kakap dan satwa laut berukuran besar seperti penyu dan duyung.  Di Indonesia, terdapat 13 jenis lamun dari total 60 jenis lamun di seluruh dunia. Meski cukup banyak, namun DSCP mengingatkan bahwa lamun berpotensi bisa terkena penyakit diakibatkan air laut yang tercemar. Biasanya, itu dipengaruhi dari kesadaran warga pesisir untuk bisa menjaga laut dari pencemaran.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | Dengan menjaga laut dari pencemaran, maka manfaat dan fungsi lamun akan bisa bekerja dengan baik. Lamun adalah tanaman bisa mengolah karbon dioksida dan mengubahnya menjadi energi dalam bentuk biomassa yang dimanfaatkan oleh biota-biota laut seperti ikan-ikan.Lamun juga berperan sebagai pemerangkap sedimen di laut. Daun lamun yang lebat akan memperlambat arus dan ombak yang dapat menyebabkan erosi. Kemudian, daun dan sistem akar lamun dapat memerangkap sedimen dan mengendapkannya di dasar, sehingga air menjadi lebih jernih dan terjaga kualitasnya.Sementara, Duyung adalah mamalia laut yang sudah dikenal di masyarakat Indonesia sejak lama. Hewan laut itu tubuhnya bisa mencapai antara 2,4 hingga 3 meter dengan rentang berat badan dari 230 hingga 908 kilogram. Sebagai mamalia laut yang bertubuh besar, Duyung termasuk lambat dalam reproduksinya. Untuk bisa mendapatkan satu anakan Duyung, waktu yang diperlukan bisa mencapai 14 bulan kehamilan dengan rentang waktu antar kelahiran rerata 2,5 hingga 5 tahun.Menurut Ketua Yayasan Lamun Indonesia (Lamina) Aditya Hikmat Nugraha, anakan Duyung akan disusui selama 14 bulan dan akan terus bersama induk betina hingga berusia 7 tahun. Setelah itu, anakan Duyung akan dilepas oleh induk untuk kawin. Selanjutnya, Duyung akan menjadi dewasa dan hidup mencapai rerata hingga 70 tahun.Sebagai negeri kepulauan, Indonesia diuntungkan karena menjadi negeri habitat bagi Duyung. Dari barat di Aceh hingga timur di Papua, populasi Duyung dinyatakan ada. Ilmuwan spesialisasi laut, Mark Spalding pernah memaparkan bahwa populasi Duyung di Indonesia sebagian besar ada di Indonesia Timur, khususnya di perairan Arafura, Papua, perairan Nusa Tenggara (Lesser Sunda), Paparan Sunda, dan selat Makassar.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2018-054-17.json
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa?
Rentannya Duyung di Pulau Bintan Riau. Ada Apa? | Perang ekologis Duyung sangatlah penting, sebagai pengendali ekosistem laut yang tidak tergantikan biota laut lainnya. Sebagai pemakan lamun, Duyung biasa memakannya dengan cara mengaduk substrat yang ada di bawah pasir laut. Cara tersebut membantu siklus nutrien di alam dan menyuburkan tanah yang ada di bawah perairan.Oleha karena itu, Pemerintah memasukkan Duyung sebagai satu dari 20 spesies prioritas yang dilindungi dan tercatat dalam Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dan dalam UU No.31/2004 tentang Perikanan. Selain itu, dilindungi Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Di level internasional, Dugong dilindungi dengan masuk daftar Global Red of IUCN dengan status rentan (Vulnerable/VU), dan daftar The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dengan status Appendix I atau dilarang memperdagangan bagian tubuhnya dalam bentuk apapun.  [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2023-007-07.json
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla | [CLS]    Badan Meteor0logi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  menyatakan, curah hujan pada 2023 ini relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dengan kata lain, kemarau tahun ini diprediksi seperti 2019. Bagi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).  Riau pun, meski hujan masih turun tetapi tetap waspada kebakaran hutan dan lahan.Marzuki, Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG  mengatakan, sebagian wilayah Riau, sudah mengarah ke musim kemarau pertama. Ia merupakan kemarau singkat, antara Februari sampai Maret.Waktu kemarau pun tak sama masing-masing kabupaten dan kota. Ada akhir Januari dan awal Februari lalu berakhir pada awal maupun pertengahan Maret.Setelah itu,  kembali masuk musim hujan singkat sampai April. Intensitasnya bervariasi,  ringan hingga sedang. Terkadang lebat. Selanjutnya, Mei, sebagian wilayah kembali beralih ke musim kemarau.Di Riau, ada dua kali musim kemarau dan dua kali musim hujan. Terkait la nina lemah, Marzuki bilang,  mungkin tak terlalu berpengaruh secara signifikan. Sebab, awal sampai pertengahan tahun diprediksi relatif normal.“Memang pemantauan BMKG pusat ada indikasi  itu (la nina melemah). Artinya,  tidak ada kontribusi penambahan curah hujan cukup siginifkan. Namun, saat musim kemarau tidak terlalu kering juga,” katanya.Meski begitu, Stasiun Meteorologi Pekanbaru terus memantau dan memperbarui informasi dinamika atmosfir terakhir, apakah la nina lemah jadi normal tau bertambah jadi moderat. Bahkan, bisa jadi indikasi el nino  mengingat kondisi alam atau dinamika atmosfir terus bergerak.Di Riau, wilayah dengan tingkat kekeringan pada umumnya hampir sama hanya terjadi tak serentak. Biasanya,  mulai dari bagian utara, seperti sebagian Rokan Hilir dan itu pun tidak merata. Kemudian, Dumai, Bengkalis terutama di Pulau Rupat, bergerak ke Siak sampai Rokan Hulu.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2023-007-07.json
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla | Selanjutnya,  bagian tengah, seperti Pelalawan, sebagian Siak dan Kepulauan Meranti—umumnya lebih dulu masuk musim kering seperti wilayah pesisir lain—termasuk Pekanbaru.Ke selatan, giliran Indragiri Hilir, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Ada pun Kampar, selain berada di bagian  barat, biasa juga memasuki musim kering serentak dengan wilayah Riau bagian tengah.“Kalau sudah masuk kemarau, biasanya tetap harus waspada terkait dengan indikasi bencana kebakaran hutan dan lahan. Karena curah hujan lebih kurang dari biasanya. Jarang terjadi hujan lebat. Masih ada potensi tetapi sangat jarang. Lebih banyak kategori ringan sampai sedang,” kata Marzuki.Jim Gafur, Kepala Bidang Kedaruratan, senada dengan Marzuki. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, biasa selalu memulai awal tahun dengan mengerahkan sumber daya di daerah pesisir dalam mengatasi karhutla. Mulai Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Siak serta Pelalawan.Selain karena diterpa kemarau lebih awal, wilayah itu bergambut yang dikenal rentan kering.BPBD Riau mengikuti terus perkembangan cuaca berdasarkan informasi BMKG. Meski begitu, hasil pantauan, Januari tahun ini, hanya ada kurang 10 hotspot dengan tingkat kepercayaan pun rendah sampai menengah alias belum ada titik api.Kondisi itu,  agak berbeda dengan dua tahun sebelumnya. Biasanya, BPBD sudah sibuk memadamkan api mulai awal tahun.  Masih hujanSebaliknya, Jim Gafur bilang,  awal tahun ini lebih mirip 2016 dan 2017, BPBD provinsi maupun kabupaten dan kota masih bergelut mengatasi banjir sejumlah daerah karena masih diguyur hujan.Senada, Eko Setiawan,  Kepala Pelaksana BPBD Kepulauan Meranti bilang,  wilayahnya belum terpantau hotspot. Mereka justru masih menanggulangi banjir hampir di seluruh Meranti.Yang paling terdampak banjir, katanya, di Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Rangsang dan Merbau. Dia bilang, penyebab banjir hujan lebat dibarengi air pasang tinggi yang lambat surut.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2023-007-07.json
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla | Isnadi Esman, Kepala Desa Bagan Melibur, Kecamatan Merbau, membenarkan hal itu. Hujan lebat dan ringan yang hampir tak putus, sejak Imlek lalu, masih rendam sejumlah rumah di sana. Para penghuninya pun mengungsi ke tempat tinggal saudara sekitar yang tak terdampak. Katanya, banjir ini terparah yang pernah terjadi. Biasanya,  sebatas pekarangan rumah.Meski sebagian Riau masih diguyur hujan, tiap hari, BPBD Riau tetap memantau titik panas, potensi hari tanpa hujan, sistem peringatan dini karhutla lewat berbagai kanal. Selain dari BMKG, juga Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dashboard Lancing Kuning, aplikasi Sipakar maupun Sipongi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).“Ini jadi acuan dalam menyiagakan kabupaten, karena informasi titik api awal dari daerah. Mereka harus segera melaporkan bila terjadi kebakaran. Kalaupun ada api harus segera dipadamkan,” kata Jim, beberapa waktu lalu.Dia menilai, keberhasilan mengatasi karhutla selama ini tidak terlepas dari tindakan atau respon cepat. “Titik api kecil segera dipadam. Kalau sudah lebih satu hektar bisa satu sampai dua hari pemadamannya.”Untuk respon cepat pemadaman api, BPBD Riau mengandalkan relawan Masyarakat Peduli Api (MPA). Minimal, mereka beri informasi andai tidak punya peralatan atau tak sempat ke lokasi.MPA dibina oleh BPBD tiap kabupaten dan kota tetapi bertanggungjawab di desa masing-masing.  AntisipasiBPBD Riau juga sudah menetapkan sejumlah desa rawan karhutla. Ia jadi acuan bagi petugas dalam mengintenskan patroli dan sosialisasi pencegahan kebakaran. Tahun lalu,  ada 159 desa dari 65 kecamatan.Tahun ini, katanya,  akan diperbarui lagi. Pertimbangannya, antara lain karena kejadian kebakaran berulang dalam lima tahun terakhir, maupun kapasitas masyarakat desa dengan wilayah gambut.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2023-007-07.json
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla | Isnadi menyadari ini. Meski dalam suasana intensitas hujan cenderung rapat—sesekali masih hujan—dia tetap antisipasi karhutla. Terutama dari sisi penguatan MPA yang rutin dipersiapkan, tiap tahun. Baik itu penguatan kelompok, fasilitas sarana prasarana dan peningkatan kapasitas semacam pelatihan penanggulangan bencana karhutla dan asap.Tidak hanya itu, imbauan pada masyarakat juga rutin dia sampaikan, seperti dengan baliho, pengumuman langsung tiap-tiap acara kemasyarakatan dan keagamaan di desa.Pesannya, antara lain, agar tak membakar lahan sembarangan. Tindakan nyata lain, Pemerintah Desa Bagan Melibur juga memetakan titik-titik rawan karhutla, terutama di areal masyarakat hingga patroli gabungan bersama perangkat desa.Pemerintah Desa Bagan Melibur juga terlibat aktif dalam rehabilitasi areal bekas terbakar, bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), sejak 2020. Mereka memanfaatkan lokasi rentan terbakar dengan menanami sagu, buat demplot (demo plot) tanaman hutan.Dari sisi kebijakan, anggaran desa juga disalurkan buat pembangunan satu unit sekat kanal, selain ada dari swadaya masyarakat dan bantuan BRGM.Saat ini, Pemerintah Bagan Melibur merampungkan rancangan peraturan desa mengenai pencegahan karhutla.Substansinya,  mencakup tanggung jawab masyarakat terhadap lahan, teknis pengelolaan lahan sampai mekanisme pelaporan terkait kebakaran.“Ini peraturan desa pertama membahas karhutla. Meski tidak spesifik, tapi lebih umum mengenai perlindungan dan pengelolaan gambut di desa. Ruang lingkup lebih luas. Misal, bagaimana pemanfaatan areal gambut untuk masyarakat? Lalu,  seperti apa peran swasta dan masyarakat jika terjadi kebakaran di areal mereka? Lebih pada pencegahan,” kata Isnadi, beberapa hari lalu. Kala itu dia sedang mengawasi penanganan normalisasi tali air penanggulangan banjir.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2023-007-07.json
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla
Masih Turun Hujan, Riau Tetap Waspada Karhutla | Selain pemantauan dini, mengawali tahun untuk antisipasi karhutla, Jim sebut,  Gubernur Riau mulai menyurati bupati dan wali kota untuk siap siaga. Andai sudah ada potensi karhutla– banyak titik panas dan titik api–, katanya, kabupaten dan kota harus segera menetapkan status siaga darurat.Tahun lalu, Pemerintah Riau menetapkan status ini pada Maret. “Kalau Februari memang sudah banyak kejadian segera status siaga darurat.”Pemberlakuan siaga darurat karhutla untuk level provinsi, biasa oleh Gubernur Riau setelah dapat laporan status serupa minimal dari dua kabupaten atau kota. Keputusan ini, katanya,  sebagai langkah awal dalam mengerahkan sumber daya lebih besar, seperti pelibatan TNI, kepolisian dan perusahaan, termasuk minta dukungan dan bantuan BNPB maupun KLHK.Bentuk dukungan dimaksud, berupa teknologi modifikasi cuaca atau TMC untuk hujan buatan. Kata Jim, transisi dari musim hujan ke kemarau merupakan waktu tepat karena potensi awan masih ada. TMC, katanya,  untuk pembasahan lahan kering karena kemarau, bukan memadamkan api.Dukungan lain, minta bantuan BNPB untuk menyiagakan helikopter patroli dan water boombing. Heli patroli untuk kecepatan memantau langsung titik panas dan titik api.  Sementara heli bom air untuk jangkau lokasi karhutla yang sulit ditempuh seperti wilayah perbukitan atau di tengah-tengah hutan. Ini berdasarkan pengalaman petugas pemadam dari tahun ke tahun mengatasi karhutla.BPBD Riau juga akan memperbarui rencana kontingensi dalam mencegah dan menanggulangi karhutla. Rencana ini sudah ada sejak dua tahun lalu tetapi diperbarui sesuai kondisi. Seperti, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, sesuai Peraturan Gubernur Riau No 9/2021 tentang Riau Hijau.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]