filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2022-034-13.json
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi | Muhlis Said, salah satu pembeli ikan hasil yang ditemui di Pulau Daga Kecil mengaku, membeli langsung ke nelayan di Widi. Dia sudah tiga hari berada di pulau itu. Ikan-ikan tersebut dibawa ke daerah tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Weda, Halmahera Tengah.“Saya bawa dan jual ke perusahaan. Harga beli Rp25.000 per kilogram, dijual ke perusahaan kadang Rp50.000 bahkan Rp60.000 per kilogram,” katanya. Dia beli ikan tersebut 200 sampai 300 kilogram baru dibawa ke Weda.Hi Jassim salah satu nelayan yang sehari- hari mengolah ikan garam di Widi mengaku bisa menghasilkan ratusan kilogram ikan garam sebulan. Ikan itu diperoleh dari menjaring dan mengail atau juga membeli dari nelayan lain.“Rata-rata antara 2 sampai 5 kilogram per hari.   Dari 15 KK di pulau Daga Kecil semua mencari ikan dan membeli ikan jika ada nelayan yang jual. Mereka sudah puluhan tahun di pulau ini,” jelas Jassim yang juga pensiunan petugas kesehatan itu.baca juga : Ketika Pulau-pulau Kecil di Maluku Utara Terancam Tenggelam  Informasi dari para nelayan yang menangkap ikan di TWP ini, bahwa ada nelayan lain datang tangkap ikan dengan cara menggunakan bom atau juga potassium.“Empat bulan lalu, ada nelayan yang diketahui dari Pulau Obi melakukan pengeboman ikan di kawasan laut Pulau Boku-boku, agak ke ujung selatan gugusan pulau Widi,” jelas Amin Hairudin (47 tahun) nelayan asal desa Gane Luar yang saat ini menempati pulau Daga Kecil.Dia bilang mereka bom ikan untuk kebutuhan umpan. Setelah umpan diambil, jenis ikan lain yang mati dibiarkan. “Kami tidak bisa mengusir karena takut mereka nekat melempar bom ke kita,” ceritanya. Tidak hanya Amin, senada disampaikan Said Kahar nelayan asal desa Bisui yang setiap saat menangkap ikan di kawasan Widi menggunakan jaring apung. Dia bilang, banyak aktivitas perikanan merusak di Widi.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2022-034-13.json
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi | “Banyak pulau tak berpenghuni, setiap saat aktivitas bom ikan sering terjadi. Kita sesama nelayan tidak bisa berbuat apa apa. Perahu mereka punya kapal kapasitas dan kecepatannya lebih besar. Kadang mereka nekat melempar bom jika kita kejar,” ceritanya.Karena itu dia minta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten dan provinsi Maluku Utara untuk melakukan pengawasan atau patroli. “Kita minta mereka bisa mengawasi kawasan laut di sini. Ada pos DKP dibangun tapi tidak dimanfaatkan, akhirnya rusak,” katanya sambil menunjuk sebuah pos di laut Daga Kecil.Harapan ini disampaikan karena banyak nelayan mencari ikan di kepulauan Widi. ”Kalau sudah dibom, terumbu karang rusak dan bibit ikan mati nanti kita tidak bisa menangkap ikan lagi,” ujarnya.baca juga : Nelayan Keluhkan Kapal Ikan dari Luar Maluku Utara, KKP Tangkap 13 Kapal di Perairan Halmahera  DKP Provinsi Maluku Utara melalui Kepala Bidang Pengawasan Perikanan Abdullah Togubu menjelaskan, pengawasan aktivitas destructive fishing terkendala personil yang terbatas dan luasnya wilayah laut Malut. Undang- undang No.2/ 2014 tentang Pemerintah Daerah memang menyatakan pengawasan laut menjadi kewenangan provinsi.Untuk mengatasi persoalan ini pemerintah provinsi Maluku Utara berencana segera memberikan kewenangan pengawasan itu ke pemerintah kabupaten yang memiliki wilayah. Sehingga bisa didukung dengan anggaran ke depannya.Pergub yang mendukung pelimpahan kewenangan pengawasan ke kabupaten itu sedang digodok. “Kita segera undang rapat Kepala Dinas DKP Kabupaten/kota. Diharapkan mereka pro aktif,” jelasnya.DKP provinsi juga sudah berkoordinasi dengan aparat terutama Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) dan Polairud untuk menangani aktivitas destructive fishing.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-034-13.json
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi | Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (BKKD) Maluku Utara Safrudin Turuy dikonfirmasi Jumat (10/6/2022) mengatakan, setelah ditetapkan menjadi TWP belum ada sosialisasi dalam bentuk papan informasi yang dipasang pulau pulau dan laut kawasan ini. Karena itu untuk tahap awal sebagai bagian dari upaya kampanye ke masyarakat, segera dipasang papan informasi mengenai status kawasan kepulauan Widi. “Tim akan segera turun memasangnya dalam waktu dekat ini,” ujarnya.Di Maluku Utara sendiri ada 8 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang telah ditetapkan. “Pemasangan papan informasinya dimulai dari KKP Moti dan Makean selanjutnya KKP Gura Ici dan KKP Kepulauan Widi. Tim diberangkatkan waktu dekat ini,” katanya singkat.baca juga : KKP Tetapkan 3 Kawasan Konservasi Perairan Baru di Maluku  Sedangkan Dosen Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate (Unkhair), Dr. Adityawan Ahmad mengatakan pihaknya pernah melakukan penelitian tentang kondisi bawah laut Kepulauan Widi pada 2012 lalu. Mereka menemukan kekayaan biota laut dan kondisi terumbu karang yang masih baik. Di beberapa titik penyelaman belum terkena aktivitas perikanan merusak.Dia mengatakan aktivitas pengeboman ikan itu menjadi ancaman serius terhadap terumbu karang dan biota laut di pulau Widi. “Jika ada informasi aktivitas destructive fishing dipastikan kerusakan massive terjadi,” katanya. Ditetapkan Menjadi KKPKepulauan Widi sendiri sudah dicadangkan sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Suaka Pulau Kecil (SPK). Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Utara No.251/KPTS/MU tahun 2015, SKP itu luasnya 7.690 ha. Setelah ditetapkannya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) melalui Peraturan Daerah Maluku Utara No.2/2018, luas kawasan konservasi Kepulauan Widi direvisi menjadi 324.945,36 ha.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2022-034-13.json
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi
Maraknya Destructive Fishing di TWP Kepulauan Widi | Pencadangan Kepulauan Widi sebagai Suaka Pulau Kecil ditinjau kembali untuk penyesuaian jenis kategori kawasan serta penyederhanaan bentuk kawasan. Dari hasil peninjauan tersebut Kepulauan Widi diusulkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) tipe kawasan Taman Wisata Perairan (TWP) dengan luasan 315.117,11 ha.TWP Kepulauan Widi memiliki berbagai potensi dari segi ekologis, sosial budaya hingga ekonomi yang penting untuk dijaga dan dikembangkan manfaatnya. Potensi ekologi meliputi ekosistem terumbu karang dengan luasan total 5913,87 ha, ekosistem mangrove 84,61 ha dan ekosistem padang lamun 298,74 hektar. Di ekosistem tersebut hidup berbagai jenis organisme penting seperti ikan karang dan satwa laut kharismatik seperti lumba-lumba, hiu martil dan pari manta.  Zonasi KKP TWP Kepulauan Widi dibagi menjadi beberapa zona sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Ada tiga zona, yaitu zona inti, zona pemanfaatan, dan zona perikanan berkelanjutan. Di dalam zona pemanfaatan terdapat sub zona pariwisata alam perairan, sedangkan zona perikanan berkelanjutan ditujukan untuk sub zona penangkapan ikan.Masing-masing zona memiliki target konservasi atau objek yang ingin dilindungi yang akan menentukan indikator pengelolaan kawasan dan menjadi acuan dalam menentukan strategi pengelolaan sumber daya hayati yang ada.   [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-007-09.json
Mengenal ‘Sijukkot’, Tumbuhan Obat dari Tanah Batak
Mengenal ‘Sijukkot’, Tumbuhan Obat dari Tanah Batak | [CLS]     Orang Batak sebut tumbuhan ini sijukkot.  Ia biasa tumbuh di sekitar Danau Toba dan jadi obat tradisional orang Batak sejak dulu.Tumbuhan ini bisa mencapai satu meter, daun memanjang dengan tepi tak teratur, dan ujung meruncing. Warna daun hijau hijau kecoklat-coklatan, serasi dengan warna batang yang putih kemerah-merahan. Batang bergetah putih dengan kandungan yang tinggi.Saat baru tumbuh, sijukkot memiliki bunga, namun setelah dewasa daunnya melebar.Penelitian menunjukkan, racikan tumbuhan atau dikenal dengan sebutan jamu tradisional dengan bahan sijukkot, berkhasiat sebagai obat herbal meredakan demam, batuk, flu, dan gangguan pencernaan.Sijukkot mengandung senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas. Di kebiasaan adat Batak, sijukkot (Lactuca indica L.) dipercaya bisa mengobati berbagai penyakit. Air rebusan ekstrak daun, batang, dan akar sijukkot diminum atau bisa langsung dimakan seperti sayur.Tumbuhan ini banyak ditemukan di daerah dengan ketinggian 1.400 mdpl, seperti di Desa Sionom Hudon, Tele, Kabupaten Samosir. Ia banyak ditemukan di dataran Asia seperti Indonesia, Korea, Jepang dan India juga jadi obat tradisional.  Dalam artikel Indonesia Journal Chemical Sicence and Technology 2020, menunjukkan,  bioaktivitas sijukkot berpotensi sebagai antioksidan, anti bakteri, antidiabetes, meredakan penyakit lambung serta risiko kanker.International Diabetes Federation memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 28,57 juta jiwa pada 2045, lebih besar 49% dengan 19,47 juta penderita pada 2021. Indonesia termasuk dalam negara lima terbesar di dunia penderita diabetes.Dari penelitian itu, sijukkot bisa jadi alternatif mengurangi diabetes meilitus yang berpotensi pada kematian seseorang.“Paman saya penderita stroke menahun. Saya kasih minum rebusan sijukkot. Bisa juga dimakan. Ada reaksi pada tubuhnya”, kata Reinheart Simarmata, warga Langkat.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2023-007-09.json
Mengenal ‘Sijukkot’, Tumbuhan Obat dari Tanah Batak
Mengenal ‘Sijukkot’, Tumbuhan Obat dari Tanah Batak | Hengky Manalu, dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak bilang, sijukkot,  punya nilai sejarah. Warga Batak mengenal sijukkot ini sebagai lalapan Raja Batak, Raja Sisingamangaraja.“Ini punya nilai sejarah, melekat erat pada tradisi pengobatan di masyarakat Batak. Mesti dijaga kelestariannya,” katanya kepada Mongabay.Dia bilang,  Sisingamangara XII konsumsi sijukkot saat keluar masuk hutan selama masa perburuan kolonial Belanda.  Hengky khawatir, keberadaan sijukkot menurun bahkan hilang dengan hutan yang terus tergerus juga penggunaan pestisida. Dia contohkan,   hutan yang berubah jadi perkebunan kayu, seperti di konsesi PT. Toba Pulp Lestari, bisa mengikis keberadaan sijukkot.Luas konsesi TPL sekitar 168.000 hektar tersebar di  Kabupaten Simalungun, Asahan, Toba, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi, Pakpak Bharat, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, Tapanuli Tengah, dan Kota Padang Sidempuan.Sementara sijukkot tumbuh di sekitar Danau Toba yang tersebar di empat kabupaten yakni, Dairi, Pakpak Barat, Samosir, dan Humbang Hasundutan.Menurut Eva Erika Hutagalung, dari Unit Pelaksana Teknis Daerah) Kebun Raya Samosir mengatakan, tumbuhan ini mudah ditemukan di Danau Toba. Ia tumbuh sendiri tanpa budidaya.“Tanaman ini termasuk bandel. Gampang didapat. Bisa hidup di batu-batu juga parit. Memang belum ada yang budidaya.”  ******* [SEP]
[0.013831224292516708, 0.9679399728775024, 0.018228823319077492]
2015-085-04.json
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa | [CLS] Nautilus yang satu ini bukanlah nama sebuah kapal selam milik Kapten Nemo, sang petualang di novel  20,000 Leagues Under the Sea. Nautilus yang satu ini adalah salah satu moluska yang telah ada sejak jutaan tahun yang lalu.Catatan dari fosil yang telah ditemukan menunjukkan bahwa nautilus tidak berevolusi banyak selama 500 juta tahun terakhir. Bahkan spesies tertentu mencapai lebih dari 2,5 meter (8 kaki 2 inch) ukurannya. Dari masa ke masa hanya ukurannya lah yang banyak berubah, sampai sekarang hanya sebesar kira-kira 20 cm saja.Nautilus mempunyai bentuk yang mirip dengan bentuk umum untuk cumi-cumi, dengan kepala yang menonjol dan tentakel, yang panjang, lembut, dan fleksibel. Nautilus biasanya memiliki lebih banyak tentakel dari cephalopoda lainnya. Jumlahnya bisa mencapai hingga sembilan puluh tentakel.Tentakel ini dibagi menjadi dua lingkaran dan, tidak seperti tentakel cumi lainnya, mereka tidak memiliki pengisap, dan berdiferensiasi serta ditarik. Radula yang luas dan khas memiliki sembilan gigi.Nautilus memiliki dua pasang insang. Ini adalah satu-satunya sisa-sisa metamerism leluhur yang terlihat dalam cumi yang masih ada. Tentakel menempel pada mangsa berdasarkan permukaan bergerigi mereka.  Nautilus memiliki pegangan yang kuat, upaya untuk mengambil objek yang sudah tertangkap oleh nautilus mungkin akan merobek tentakelnya, dan tetap melekat erat pada permukaan objek.Mulutnya seperti paruh burung beo yang terdiri dari dua rahang yang masing-masing mampu merobek hewan makanannya, yang sebagian besar berupa krustasea, ikan dan beberapa mahluk lainnya.Nautilus Jantan Dan BetinaNautilus jantan dapat dibedakan dari betinanya dengan memeriksa susunan tentakel di sekitar kerucut bukalnya. Nautilus jantan memiliki organ gagang (berbentuk seperti paku atau sekop) terletak di sisi kiri dari kerucut sehingga terlihat tidak teratur. Sedangkan kerucut bukal betina berbentuk bilateral simetris.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-085-04.json
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa | Seperti semua cephalopoda, darah nautilus mengandung hemocyanin, yang biru. Dan tidak seperti kebanyakan cephalopoda, nautilus tidak memiliki kantung tinta dan hanya bergantung pada cangkangnya untuk perlindungan dari para predatornya.Nautilus pompilius adalah spesies terbesar dalam genus nautilus. Salah satu bentuk yang terbesar dengan ukuran 26,8 cm ditemukan dari barat laut Australia, pernah disebut sebagai Nautilus repertus. Namun, sebagian besar spesies nautilus tidak pernah melebihi 20 cm.Macromphalus nautilus termasuk nautilus kecil, dengan ukuran 16 cm. Nautilus pompilius suluensis dari laut Sulu  menjadi nautilus terkecil dengan diameter cangkang rata-rata 11,5 cm.Nautilus merupakan satu-satunya cumi hidup yang mempunyai tulang tubuh eksternal berfungsi sebagai cangkang. Hewan ini dapat menarik badan sepenuhnya ke cangkang dan menutup pembukaan dengan hood kasar, yang terbentuk dari dua tentakel khusus yang dapat dilipat.Cangkangnya berbentuk melingkar, aragonitic, nacreous dan tahan tekanan. Walaupun cangkangnya tidak tahan pada kedalaman tertentu dan akan  meledak pada kedalaman sekitar 800 meter (2.600 kaki). Cangkang nautilus terdiri dari dua lapisan yaitu matte lapisan luar berwarna putih, dan lapisan dalam warna-warni putih mencolok. Cangkang paling dalam berwarna pearlescent biru-abu-abu.Mutiara Osmena, meski bernama mutiara, tetapi perhiasan ini berasal berasal dari bagian cangkang nautilus. Secara internal, cangkang terbagi menjadi beberapa ruang (camerae), dengan mode kamuflase bernama countershading. Cangkang nautilus adalah salah satu contoh alami terbaik dari spiral logaritmik, meskipun tidak spiral emas.Hewan kuat tekanan
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-085-04.json
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa | Untuk berenang, nautilus menarik air ke dalam dan keluar dari ruang dengan hyponome, yang menggunakan jet. Nautilus juga memiliki kemampuan yang sangat langka untuk menahannya jika dibawa ke permukaan dari habitat alami di laut dalam tanpa menderita kerusakan. Sedangkan ikan atau krustasea yang hidup di laut dalam pasti akan mati seketika ketika di bawa ke permukaan, karena tekanan yang berbeda. Nautilus yang akan tidak akan  terpengaruh meskipun perubahan tekanan sebanyak 80 atmosfer.Sampai saat ini, belum diketahui bagaimana hewan eksotis ini mempunyai kemampuan bertahan dari tekanan. Meskipun memiliki struktur berlubang, vena cava diduga menjadi organ yang mendukung kemampuan itu.Tidak seperti cumi lainnya, nautilus tidak memiliki penglihatan yang baik. Struktur matanya berkembang tetapi tidak memiliki lensa yang solid. Mereka memiliki  lubang jarum mata sederhana yang terbuka terhadap lingkungan. Nautilus diduga menggunakan penciuman sebagai alat untuk mencari makan atau mengidentifikasi calon pasangan. Telinga dari nautilus yang terkandung dalam struktur disebut otocyst terletak tepat di belakang ganglia pedal, berbentuk oval padat dengan elips kristal kalsium karbonat.Nautiluses lebih dekat kekerabatannya dengan cumi pertama yang muncul sekitar 500 juta tahun yang lalu dari pada cumi modern awal yang muncul mungkin 100 juta tahun kemudian (ammonoids dan coleoids). Mereka memiliki otak yang lebih sederhana, dan bukan otak yang kompleks besar seperti gurita, cumi-cumi ataupun sotong. Namun sistem saraf Cephalopoda sangat berbeda dari hewan lain.Reproduksi NautilusNautiluses berkembang biak dengan bertelur. Betina akan melampirkan telur yang telah dibuahi di batu pada perairan dangkal. Telur itu membutuhkan waktu 8 – 12 bulan untuk berkembang sampai 30 milimeter. Betina bertelur sekali per tahunnya dan meregenerasi organ reproduksi mereka.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-085-04.json
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa
Nautilus, Chepalopoda Purba Yang Tersisa | Pada tahap kematangan seksual, cangkang jantan menjadi sedikit lebih besar dari betina. Hampir semua penelitian menyebutkan jumlah jantannya lebih banyak 60 – 94 persen dibanding jumlah betina.Masa hidup nautilus dapat melebihi 20 tahun, ini adalah waktu yang sangat panjang untuk sebuah cephalopoda.  Namun, nautilus biasanya mencapai kematangan seksual ketika mereka berusia sekitar 15 tahunNautilus ditemukan di Indo-Pasifik, dari 30 derajat lintang utara sampai 30 derajat lintang selatan dan 90 derajat – sampai 175 bujur timur. Mereka mendiami lereng dalam terumbu karang. Nautilus juga biasanya menghuni kedalaman beberapa ratus meter.Nautilus dipercaya merupakanhewan nocturnal, atau aktivitasnya meningkat pada malam hari, termasuk berburu, kawin dan bertelur. Kedalaman terjauh di mana nautilus telah terlihat adalah 703 m  yaitu Nautilus Pompilius. Dan  hanya di Kaledonia Baru, Kepulauan Loyalty, dan Vanuatu terdapat nautilus yang diamati dalam air yang sangat dangkal yaitu 5 meter.  Hal ini disebabkan dinginnya air permukaan yang ditemukan di habitat ini belahan bumi selatan. Nautiluses umumnya menghindari suhu air di atas 25 ° C.Di beberapa daerah di Indonesia, nautilus ditangkap oleh nelayan untuk dikonsumsi dagingnya, dan diambil cangkangnya untuk dibuat suvenir atau produk perhiasan. Memang nautilus bukanlah hewan yang langka, tetapi karena habitatnya yang berada di laut dalam, maka nautilus jarang terlihat oleh para penyelam sekalipun. Dan karena itu pula, nautilus disebut hewaan yang langka dan dilindungi. Walaupun regulasi untuk perlindungan terhadap hewan  ini tetap diperlukan, mengingat nautilus termasuk ke dalam hewan purba dan untuk menghindari adanya over fishing. [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-036-06.json
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam | [CLS]     Ribuan masyarakat adat Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten, lautan pasir Gunung Bromo, Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, 18 Juli lalu. Hari itu, masyarakat bersama pemuka adat Tengger tengah menyiapkan upacara Yandya Kasada. Mereka mengenakan tutup kepala, dan berselimut kain sarung untuk mengusir hawa dingin.Sebagian membakar ban atau arang untuk menghangatkan tubuh. Puncak upacara ritual Yadnya Kasada, berbarengan dengan cuaca ekstrem. Dini hari suhu mencapai minus tiga derajat celsius. Embun membeku dan menciptakan bunga es (frost). Masyarakat adat Tengger, telah lama bersahabat dengan suhu dingin.“Sudah terbiasa. Ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut, sudah biasa,” kata Sukarji, Kepala Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Pasuruan.Baca juga: Bromo Erupsi, Wisatawan Dilarang Masuk Radius Satu Km dari KawahDia menyiapkan beragam perlengkapan dan makanan agar masyarakat terutama calon dukun tetap hangat. Ada minuman hangat, dan makanan untuk menjaga suhu tubuh.“Calon dukun tak boleh kedinginan,” katanya.Keempat calon dukun adalah Wagiri, Maridinto, Jais dan Indrianto. Mereka bakal menggantikan dukun Sukariono, yang meninggal dua tahun lalu.Malam ini, saat paling ditunggu Masyarakat Sedaeng, lantaran keempat calon dukun tengah bakal mengikuti ujian japamantra. Kalau sang calon dukun kedinginan, khawatir menganggu konsentrasi mereka.Baca juga : Ketika Warga “Menantang” Erupsi Bromo Saat Kasada (Bagian 1)Ujian calon dukun sebelum upacara Yadnya Kasada, dipimpin Rama Pandita Supomo. Sebanyak tujuh calon dukun akan diuji japamantra dari tiga desa, yakni Sedaeng (Pasuruan), Ledokombo dan Gubuklakah, Poncokusumo (Kabupaten Malang). Mereka ini dari 37 desa adat Tengger, tersebar di Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2019-036-06.json
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam | Setelah lulus ujian japamantra, ketiga dukun terpilih bakal jadi dukun adat untuk melaksanakan ritual adat di masing-masing desa. “Selama dua tahun resah. Tak ada dukun untuk acara adat. Malam ini, kami bahagia, besok sudah memiliki dukun. Ini yang kami tunggu-tunggu,” kata Sukarji.Baca juga : Ritual Kasada, Ritual Selaras Alam Suku Tengger (Bagian 2)Sesuai keyakinan masyarakat Tengger, pengukuhan dukun desa sebelum puncak ritual Yadnya Kasada. Tahun lalu, Sedaeng gagal mengukuhkan dukun desa lantaran bertepatan dengan tahun pahing, Menurut sesepuh, katanya, tahun pahing tak boleh memilih pemimpin adat.“Selama dua tahun upacara adat, sementara dipimpin dukun dari desa tetangga terdekat,” katanya.Dukun, berperan penting dalam adat dan keyakinan Hindu Dharma, setempat. Mulai upacara adat desa, pernikahan, dan mengatur sesaji, termasuk entas-entas yakni upacara adat untuk memperingati 1.000 hari kematian keluarga.Calon dukun akan diuji japamantra, “mandarakulun.” Kalau ditulis, katanya, mantra itu bisa selembar kertas. Mereka meminjam kitab yang hanya dipegang Rama Pandita, dan menghafalkan. Setelah ada calon dukun lancar dan hafal japamantra, kepala desa mengusulkan kepada Rama Pandita, untuk mengikuti ujian.Kadang, meski sebelumnya lancar dan hafal, saat ujian di Pura Luhur Poten, terhambat. Ada saja, calon dukun yang tak bisa mengucapkan japamantra secara lancar hingga gagal. “Kami meyakini, yang menguji Rama Pandita. Yang menentukan mbah buyut atau nenek moyang.”   Tujuh dukun adat TenggerKamis, 18 Juli, Pura Luhur Poten penuh warga adat Tengger. Mereka membawa sejumlah bunga layu atau ongkek berisi aneka sesaji. Terdiri dari ayam goreng utuh atau ingkung, bubur, jadah, pasung dan pepes yang terbuat dari jagung. Ada juga aneka hasil bumi sayur mayur dan buah-buahan.
[0.00023018968931864947, 7.6199598879611585e-06, 0.9997621774673462]
2019-036-06.json
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam | Bunga layu diletakkan berjajar di Pura Luhur, masing-masing dipimpin seorang dukun desa setempat. Bergantian mereka membakar kemenyan, dan dupa sembari merapal mantra. Aroma wangi dupa dan kemenyan menyeruak di Pura Luhur Poten. Para dukun memanjat doa, agar proses Yadnya Kasada yang bertepatan dengan bulan purnama berjalan lancar.“Kami berharap, segera memiliki dukun sebagai pemangku adat, hajatan doa, pernikahan, selamatan desa dan nyewu untuk mengantar arwah ke nirwana,” kata Iswantoro, warga Sedaeng.Rama Pandita Sutomo, tampil di podium. Dia duduk bersila. Bersafari putih, bawahan kain jarik khas Tengger dan pakai udeng khas adat Tengger. Rama Pandita atau ketua dukun Tengger, Sutomo, memulai dengan membaca sejarah Yadnya Kasada dalam bahasa Tengger. Dilanjutkan merapal mantra dan doa, serta pujastuti para dukun.Lantas, Pandita Sutomo menguji para calon dukun dalam prosesi ritual Mulunen, yakni wisuda samkara atau upacara ujian sekaligus pengukuhan dukun baru. Hasilnya, ketujuh dukun lulus dan berhak jadi dukun desa setempat.“Dua dukun keturunan, sisany, bukan keturunan dukun,” kata Sutomo.Para dukun memanjat doa dan lanjut labuhan bersama ke Kawah Bromo. Bergantian, para dukun dan masyarakat Tengger memikul bunga layu berisi sesaji. Mereka berjalan beriringan dengan penerangan obor minyak. Bunga layu dilempar ke kawah, masyarakat yang tengah memiliki janji  juga melempar, seperti,  kambing, uang koin dan hasil pertanian ke kawah. Mereka berharap hasil pertanian mendatang makin baik dan hewan ternak sehat.Sukaji, Kepala Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, mengatakan, Bromo atau masyarakat menyebut Mbah Bromo, merupakan gunung aktif yang disakralkan umat Hindu Dharma setempat. Mereka rutin berkirim sesaji.
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2019-036-06.json
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam | “Hasil kerja setahun, sisakan sebagian kirim ke Mbah Bromo,” katanya. Meski terjadi erupsi pada 28 Desember 2010, mereka tetap mengirim sesaji ke kawah Bromo. Para dukun yang berkomunikasi dengan alam gaib, penjaga Bromo, meminta agar dikirim sesaji.“Selain Sang Hyang Widi disebut dalam setiap doa. Juga berkirim sesaji ke Mbah Bromo,” katanya.Mereka berharap, kesejahteraan masyarakat meningkat, hasil pertanian dan ternak melimpah, serta terhindar dari hama penyakit.Dua hari sebelum upacara Yadnya Kasada, mereka mengambil air di Sumber Widodaren. Sumber di dalam goa itu juga berfungsi sebagai tempat pemujaan. Air dari Widodaren dipercaya memiliki khasiat untuk obat tanaman.Menurut legenda masyarakat Tengger, mereka adalah keturunan Roro Anteng dan Joko Seger. Pasangan ini tak memiliki anak setelah bertahun-tahun menikah. Keduanya, bertapa dan berdoa. Mereka berjanji mengorbankan salah satu anaknya untuk persembahan ke Kawah Bromo.Akhirnya, mereka dianugerahi 25 anak, tetapi lupa dengan janji. Semua anak menolak dikorbankan. Si sulung, Jaya Kusuma bersedia dikorbankan menemui sang Dewa Brahma atau Bromo untuk melunasi janji kedua orangtuanya.Jaya Kusuma menyampaikan, agar masyarakat keturunan Roro Anteng dan Joko Seger (Tengger) memberikan persembahan hasil bumi ke Kawah Bromo pada tanggal 14 bulan Kasada sesuai penanggalan Tengger.  Utamakan keselamatan Sarmin, Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), menuturkan, masyarakat adat Tengger hidup dengan alam. Mereka tak bisa dipisahkan dengan alam. Termasuk upacara Yadnya Kasada, tetap dilakukan meski dalam cuaca ekstrem.“Upacara adat larungan tetap dilakukan di Kawah Bromo. Dulu sampai ribut, petugas melarang tapi adat tetap harus dilakukan,” katanya.Ritual adat bisa jalan, asal secara visual tak terjadi erupsi. Masyarakat adat Tengger, selain Yadnya Kasada, juga menggelar ritual adat rutin saban Jumat legi.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2019-036-06.json
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam | “Masyarakat menganggap paling afdol di kawah,” katanya.Kalau terjadi erupsi harus dilarang, demi keamanan dan keselamatan. Mereka tak boleh mendekat di kawah yang berada di tinggian 2.329 m.dpl, seperti erupsi pada 2010.Bagi pengunjung, dia berharap, kenakan pakaian tebal untuk mengantisipasi suhu dingin. Juga, kacamata dan masker untuk menghalau debu vulkanis dan debu di lautan pasir.Sedangkan fenomena frost, katanya, bukan hal baru. Embun beku terjadi saat kemarau saban tahun. Masyarakat menyebut dengan embun upas lantaran embun membeku merusak sayur. Sayur menjadi kering dan mati.Embun beku tersebar di padang sabana, lautan pasir, dan daerah berlembah sekitar Gunung Bromo. Jumlah pengunjung pada hari biasa antara 1.000 sampai 2.000. Saat akhir pekan mencapai 3.000-4.000 orang. Termasuk saat upacara Yadnya Kasada, pengunjung membludak sampai 4.000-an orang.Demi keamanan dan keselamatan pengunjung, 100-an turun, juga melibatkan TNI, Polri, Dinas Kesehatan, BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), SAR dan relawan. Mereka bergilir, ditempatkan di sejumlah titik rawan antara lain bibir kawah Gunung Batok.“Mereka bersiaga dalam kondisi darurat. Alhamdulillah, tak ada masalah selama Kasada,” katanya.   Lestarikan alam dan adat TenggerTimbul Prihanjoko, Wakil Bupati Probolinggo meminta, masyarakat mendukung dan menjaga alam sekitar. Panorama alam jadi salah satu daya tarik wisata di Bromo, selain ritual budaya seperti Yadnya Kasada. “Kini, Gunung Bromo layak jadi obyek wisata internasional,” katanya.Semua pihak, katanya, diminta menjaga keamanan dan kenyaman serta kebersamaan mempromosikan wisata dan menjaga budaya dan adat Tengger.Rama Pandita Sutomo juga mengukuhkan sejumlah pejabat sebagai sesepuh kehormatan adat Tengger. Harum dupa menguar, asap putih mengepul dari anglo. Rama Pandita Sutomo, merapal doa, memimpin ritual upacara pengukuhan sesepuh kehormatan. Doa dilafalkan dalam bahasa Tengger.
[0.9999892115592957, 5.688989858754212e-06, 5.025468908570474e-06]
2019-036-06.json
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam
Masyarakat Adat Tengger Hidup Berdamai dengan Alam | Para pejabat yang dikukuhkan sebagai sesepuh kehormatan adat Tegger, antara lain, Sekretaris Daerah Jawa Timur, Heru Cahyono; Dandim 0820 Probolinggo, Letnan Kolonel Imam Wibowo dan Kapolres Probolinggo AKBP Edwwi Kurniyanto. Juga, Kapolresta Probolinggo AKBP Alfian Nurrizal; dan Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Probolinggo, Agus Ardian Agustriono. Upacara di pendapa Desa Ngadisari, Sukapura, Kabupaten Probolinggo.Heru Cahyono bilang, sering mengendarai sepeda motor di Bromo. Ia mendaki sampai ke bibir Bromo. Bromo, katanya, memiliki alam indah dan adat budaya leluhur hingga harus tetap terjaga.Kemajuan zaman, katanya, tak boleh mengubah kultur dan budaya setempat. “Hutan harus terjaga. Jangan ada yang merusak.” Keterangan foto utama:    Wisatawan berramai-ramai naik ke puncak Gunung Bromo untuk melihat ritual larung sesaji ke dalam Kawah Bromo. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia  [SEP]
[0.2766425907611847, 0.37116366624832153, 0.3521937429904938]
2019-073-18.json
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi? | [CLS]       Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan 10 jenis tumbuhan dari daftar dilindungi lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106/2018. Kebijakan ini menuai kritikan berbagai kalangan. Mereka menilai, jenis-jenis tumbuhan keluar dari daftar dilindungi ini lebih kuat demi kepentingan dunia usaha dan abai konservasi kekayaan hayati Indonesia.  (Permen Jenis Satwa dan Tumbuhan Dilindungi)PermenLHK No 106/2018, merupakan perubahan kedua dari PermenLHK Nomor 20/2018. Sepuluh jenis tumbuhan ini masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), delapan masuk kategori sangat kritis, terancam punah dan rentan punah.Baca juga: Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?Kayu-kayu itu, yakni, ulin  (Eusideroxylon zwageri-rentan punah), medang lahu (Beilschmiedia madang, terancam punah), kayu besi maluku (Intsia palembanica, terancam punah), kempas kayu raja (Koompassia excels, risiko rendah), dan kempas melaka (Koompassia malaccensis, risiko rendah).Sedangkan, lima lainnya, merupakan spesies endemik atau hanya ditemui di wilayah tertentu dan masuk dalam daftar merah IUCN, yakni, damar pilau (Agathis borneensis, endemis Borneo, terancam punah), upan (Upuna borneensis, endemis borneo, terancam punah), palahlar nusakambangan (Dipterocarpus littoralis, endemis Pulau Nusakambangan, kritis), kokoleceran (Vatica bantamensis, endemis Ujung Kulon, kritis), dan palahlar nursala (Dipterocarpus cinereus, endemis Mursala Sibolga, kritis).Kesepuluh jenis tumbuhan ini, sebelumnya dilindungi dalam Permen LHK 92/2018 dan jadi tidak dilindungi dalam Permen LHK 106/2018. KLHK mengklaim, perubahan berdasarkan evaluasi data kelimpahan jenis, temuan, dan fakta lapangan.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-073-18.json
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi? | ”Inventarisasi sementara menunjukkan keberadaan 10 jenis pohon masih ada dibuktikan dengan produksi dari izin yang diberikan pemerintah kepada swasta memang ada produksinya,” kata Bambang Hendroyono, Sektetaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta.Inventarisasi itu, katanya, dari kegiatan survei pada blok konsesi yang tercantum dalam rencana kerja tahunan (RKT) dan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) yang dilaporkan pemegang konsesi melalui izin usaha HPH atau pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam (IUPHHK-HA).”RKT pemegang izin sudah disetujui kami sebelum keluar P.20 (Permen LHK Nomor 20/2018-red).”   Menerima masukan? Kebijakan ini pun menuai kontroversi dari penggiat konservasi dan perlindungan hutan. KLHK mengimbau, semua pihak perlu memiliki data dalam merekomendasikan atau memberikan usulan terhadap status spesies tanaman maupun satwa yang dilindungi.“Bukan tidak peduli masukan. Kita melihat realita lapangan. Setelah kita lihat sama-sama, kita lakukan pelan-pelan. Kita pakai komitmen, jenis atau satwa yang harus dilindungi, pertimbangannya pada mekanisme akademik,” katanya.Bambang menghargai masukan agar jenis kayu itu masuk dilindungi, tetapi perlu melalui data tandingan. “Kami bersama peneliti Balitbang KLHK bersama LIPI mencari data perbandingan dari data itu (data yang diberikan pemegang konsesi melalui RKT dan SIPUHH),” katanya.Sebelumnya, Djati Witjaksono Hadi, Kepala Biro Humas KLHK menyebutkan, selain kelimpahan di alam, aspek sosial-ekonomi pun jadi pertimbangan penerbitan regulasi ini. Dia contohkan, jenis kayu ini masih banyak dimanfaatkan masyarakat. Kalau status tak diubah, katanya, produksi kayu terhambat, terjadi pengangguran dan penerimaan dana reboisasi dan provinsi sumber daya hutan tersendat.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-073-18.json
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi? | Kekhawatiran penebangan berlebih, KLHK pun akan memperketat SIPUHH. Kalau ada indikasi pidana, katanya, proses hukum tetap berjalan.Dia meyakinkan, KLHK senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian melalui sistem SIPUHH dan hasil evaluasi data kelimpahan potensi kayu HPH.Awalnya, Peraturan Menteri 20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi ini mendapat apresiasi dari konservasionis karena menambah daftar satwa dilindungi, terutama jenis burung, yang belum tercatat dalam lampiran PP No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Sejumlah spesies seperti kenari melayu (Chrysocorythus estherae), pleci (Zosterops flavus), opior Jawa (Heleia javanica), dan gelatik Jawa (Lonchura oryzivora) masuk daftar spesies dilindungi.Atas desakan penghobi dan pebisnis burung kicau, pemerintah mengubah lagi Permen LHK 20/2018 jadi Permen 92/2018. Dalam pengubahan ini, pemerintah mengeluarkan burung cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), jalak suren (Gracupica jalla), kucica hutan/murai batu (Kittacincla malabarica), anis bentet kecil (Colluricincla megarhyncha), dan anis bentet sangihe (Colluricincla sanghirensis) dari daftar dilindungi.Selang enam bulan, KLHK kembali mengubah Permen 20/2018 jadi Permen 106/2018 dengan mengeluarkan 10 jenis tanaman dari daftar dilindungi.Dalam permen teranyar ini disebutkan penetapan jenis tumbuhan ini mempertimbangkan banyak izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu–hutan alam alias hak pengelolaan hutan (HPH) yang menebang  jenis tumbuhan dilindungi.Pertimbangan lainnya, banyak HPH menebang jenis kayu dilindungi terkendala dalam proses penataan hasil hutan. Hal lain, timbul permasalahan hukum ketika HPH menebang kayu dengan status dilindungi di areal kerja (konsesi) hingga pasokan bahan baku di hilir terkendala.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-073-18.json
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi? | Banyaknya industri primer hasil hutan yang menerima dan mempunyai setok atau persediaan baik dalam kayu bulat maupun kayu oahan jenis tumbuhan atau pohon dilindungi tak dapat dipasarkan dan pasokan bahan baku industri terkendala. Terakhir, banyak dokumen surat keterangan sah hasil hutan kayu bulat terbit dan status masih dalam perjalanan menjadi tidak berlaku padahal kayu bulat berasal dari RKT yang telah disahkan.  Kritikan Penolakan terhadap regulasi inipun didukung masyarakat luas melalui petisi di change.org dengan judul “Tolak PermenLHK P.106/2018! yang mengeluarkan jenis pohon langka dari daftar dilindungi!” Hingga 24 Februari 2019, ada 2.744 telah menandatangani.Petisi ini ditulis Ragil Satriyo Gumilang kepada Menteri LHK, Siti Nurbaya. Dia mengatakan, pada 1998, IUCN menetapkan pahlahlar Mursala punah. Spesies tumbuhan endemik yang dikenal dengan nama keruing itu karena pengusahaan hutan berlebihan di Pulau Mursala.Lima belas tahun kemudian, ada harapan baru datang dari tim ekspedisi LIPI yang menemukan keberadaan tumbuhan yang memiliki kualitas dan nilai kayu sangat ekonomis.Pada 2017, LIPI pun bertindak sigap dengan memasukkan jenis ini dalam rancangan strategi dan rencana aksi konservasi (RSRAK) flora sebagai prioritas 1. Artinya, jenis ini kategori kritis harus segera konservasi, dan pohon endemik dengan sebaran sempit serta diperkirakan punah dalam waktu dekat.Angin segar berhembus setelah pemerintah mengeluarkan Permen LHK 20/2018 dan menetapkan jenis ini dilindungi.Ragil mengecam, aturan keluar tanpa keterbukaan informasi dan kajian komprehensif, ilmiah, serta tidak memperhatikan aspek perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan jenis-jenis satwa dan tumbuhan dilindungi.Dia mendorong, pengesahan RSRAK flora yang mengakomodasi rencana perlindungan jenis-jenis tumbuhan langka terancam punah, dan memperkuat status perlindungan.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-073-18.json
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi? | “Keputusan ini pukulan telak bagi pelaku konservasi dan pelestarian. Apakah Kementerian LHK, yang diharapkan jadi tonggak terbesar pelestarian kehutanan, sudah mempertimbangkan rekomendasi otoritas keilmuan dalam menyusun peraturan pemerintah itu?”Tukirin Partomihardjo, Pakar Ekologi dan Evolusi mengatakan, jenis-jenis kayu itu sudah langka dan sulit ditemui di lapangan. “Saya kurang setuju kalau itu dikeluarkan dari daftar dilindungi. Saya setuju biar saja dilindungi agar masyarakat paham perlu dilestarikan dan dimanfaatkan berkelanjutan. Agar tidak dijual bebas kemana-mana,” katanya kepada Mongabay.Kalaupun hendak memanfaatkan kayu-kayu itu, katanya, harus menanam terlebih dahulu, bukan menebang di alam.Dia bilang, regulasi ini kalau bertujuan membuka peluang perdagangan ini menjadi sangat berbahaya. Pasalnya, 10 jenis tumbuhan belum masuk dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yakni perjanjian internasional antar negara terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar, hingga potensi perdagangan sangat bebas.Dasar kebijakan pemerintahan dianggap sangat tak berdasar kajian ilmiah. Dia merasa aneh,  kalau LIPI memberikan status dilindungi, lalu  rekomendasi keluar dari dartar dilindungi.Kalau mau mengeluarkan status, katanya, perlu ada kajian dan hati-hati. Kalaupun data tidak lengkap, badan otoritas ilmiah (LIPI) yang bertanggung jawab mencari.Kalau KLHK yang jadi otoritas mengelola hutan dan memiliki data itu, perlu dikritisi sejauh mana data itu valid dan secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi, katanya, data merupakan laporan dari pemegang konsesi.”Kalau saya membaca pengelompokan RKT berdasarkan kelompok kayu perdagangan, sedangkan kalau kayu status dilindungi itu dasarnya spesies. Ini beda sekali,” katanya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-073-18.json
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi?
Jenis Kayu Keluar dari Daftar Lindung: Kuat Kepentingan Usaha, Abai Konservasi? | Tukirin pun melihat kejanggalan lain terkait spesies endemis yang tak dimungkinkan ada HPH. “Beberapa jenis kayu itu tidak ada di HPH, daerah terpencil dan taman nasional. Kenapa bisa dikeluarkan juga?”Dia contohkan, palahlar Nusakambangan di Pulau Nusa Kambangan, kokoloceran di Taman Nasional Ujung Kulon.Dalam menetapkan regulasi ini, katanya, perlu ada koordinasi antara KLHK dan LIPI hingga secara ilmiah ini bisa dipertanggungjawabkan. ”Jika ini keliru, ya cabutlah. Agar kehidupan alam dan manusia menjadi lebih seimbang.”Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menilai, regulasi ini khawatir membuka ruang bagi para pemburu kayu-kayu eksotis bernilai ekonomi tinggi untuk memperdagangkan secara massif.Selain itu, menjadi tanda-tanda kehancuran keragaman hayati dan berdampak laju kehilangan hutan alam di Indonesia.“Spesies-spesies ini secara alami di hutan alam dengan populasi makin menipis,” kata Dhio Teguh Ferdyan, pengkampanye JPIK.Salah satu yang menjadi pertimbangan dalam perubahan aturan ini adalah banyak izin HPH menebang spesies kayu dilindungi terkendala dalam proses penataan hasil hutan. Hal lain, timbul masalah hukum ketika HPH menebang kayu dengan status dilindungi di konsesi hingga pasokan bahan baku di sektor hilir terkendala.Dhio mengatakan, kelonggaran pemerintah kepada pemegang izin HPH bertolak belakang dengan semangat perindungan keragaman hayati dan penegakan hukum dari peraturan sebelumnya.“Dengan mempertimbangkan rendahnya populasi dan keterancaman tinggi, seharusnya KLHK tetap jadikan spesies itu kategori dilindungi, bukan malah membuka peluang dan memberikan kebebasan pemanfaatan kayu terancam punah”, kata Dhio.  Keterangan foto utama: Dipterocarpus littoralis. Foto: Arief Hamidi/FPLI      [SEP]
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2015-012-06.json
Allonautilus, Satwa Sangat Langka Ini Terlihat Lagi Setelah 30 Tahun Hilang
Allonautilus, Satwa Sangat Langka Ini Terlihat Lagi Setelah 30 Tahun Hilang | [CLS] Namanya Allonautilus scrobiculatus (crusty nautilus), satwa laut kerabat jauh cumi-cumi dan sotong. Pemulung andal yang sangat langka ini sudah 30 tahunan tak ada kabar.Setelah tak pernah terdengar berita lagi soal satwa ini, kabar baik datang tahun ini. Pada Juli 2015, sekelompok peneliti dikomandoi Dr Peter Ward dari Universitas Washington, kembali menemukan Allonautilus yang telah lama hilang di perairan Papua Nugini.Allonautilus, pertama kali tampak dalam keadaan hidup oleh Ward dan Dr Bruce Saunders dari Bryn Mawr College di perairan Papua Nugini pada 1984. Terakhir kali, tampak sebentar oleh Saunders pada 1986.Melanesia Richard Hamilton, Senior Scientist untuk TNC program Indonesia, salah satu yang tergabung dalam ekspedisi pertama di dunia untuk mendokumentasikan nautilus dalam foto dan film itu. Kegiatan ini dilakukan di lepas Pantai Pulau Manus, Papua Nugini, bersama-sama dengan National Geographic & Waitt Foundation, US National Science Foundation (Polar Programs), serta masyarakat lokal pegiat konservasi.Dalam ekspedisi itu, Hamilton berhasil merekam Allonautilus lewat foto-foto dan video. Tampak dalam video Allonautilus bergerak ke sana ke mari di air.Dalam rilis TNC beberapa waktu lalu, menyebutkan, nautilus secara umum memiliki tempurung tak terlalu kenyal (cukup keras) dan bergerak horizontal mencari makan di dasar laut pada kedalaman gelap.Sedang crusty nautilus memiliki tempurung lebih kenyal (seperti ditutupi lumut basah), menetap di dasar laut pada pagi hari. Ia mulai bergerak vertikal mencari makan di malam hari. Pola hidup ini menyebabkan crusty nautilus lebih rentan terhadap serangan spesies laut lain. Uniknya, kedua tipe nautilus ini bisa dikatakan sebagai pemulung. Mengapa? Ternyata mereka memakan ikan-ikan mati.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2015-012-06.json
Allonautilus, Satwa Sangat Langka Ini Terlihat Lagi Setelah 30 Tahun Hilang
Allonautilus, Satwa Sangat Langka Ini Terlihat Lagi Setelah 30 Tahun Hilang | Dikutip dari Sci.com, menyebutkan, nautilus muncul 500 juta tahun lalu kala ledakan Cambrian. Mereka digambarkan sebagai ‘fosil hidup’ karena penampilan tak berubah sejak jutaan tahun lalu. Mereka hidup di perairan tropis di Samudera Pasific dan India, dekat pantai Jepang, Fiji, New Caledonia dan Australia.Crusty nautilus, kali pertama ditemukan pada 1786 oleh naturalis Inggris John Lightfoot. Awalnya, ia dikategorikan jenis Nautilus, baru pada 1997, terklasifikasi sebagai Allonautilus.Karena ahli pemulung, Ward dan tim peneliti rekan memberikan umpan pada tongkat. Caranya, setiap malam aktivitas di sekitar umpan difilmkan selama 12 jam. “Kami mulai pakai pendekatan ini pada 2011,” kata Ward. Sumber: Rick Hamilton [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-049-20.json
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname | [CLS] Ketergantungan Indonesia pada komoditas udang vaname (Litopenaeus vannamei) sudah berlangsung sejak lama. Ketergantungan itu terjadi, karena udang putih tersebut selama ini menjadi komoditas andalan untuk ekspor Indonesia. Sementara, pasokan untuk indukya harus didatangkan dari luar negeri alias diimpor.Untuk memutus ketergantungan tersebut, Indonesia kini mengembangkan udang putih yang bibitnya bisa ditemukan di perairan Indonesia. Udang tersebut, adalah udang putih yang dikenal di pasar internasional dengan sebutan banana shrimp (Penaeus merguiensis). Udang tersebut bisa ditemukan di perairan Laut Arafuru di Provinsi Maluku.Pengembangan udang tersebut dilakukan langsung oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah selama dua tahun terakhir. Dibandingkan dengan Vaname, udang Marguiensis disebut lebih tahan dari serang penyakit.  Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto di Jepara, pekan ini, mengatakan, udang yang sedang dikembangkan tersebut tergolong baru di Indonesia. Meskipun, udang tersebut adalah jenis udang asli Indonesia karena hanya ditemukan di perairan Indonesia.“Udang ini punya potensi besar untuk dikembangkan. Kita tunggu waktu setahun lagi, udang semoga sudah bisa diproduksi masal,” ungkap dia kepada Mongabay.Sebagai udang jenis baru yang diperkenalkan kepada para pembudidaya ikan, Slamet menyebut, ada banyak keunggulan tidak dimiliki udang jenis lain. Salah satunya, karena Marguiensis sudah melalui uji selama dua tahun di Jepara dan dinyatakan terbebas dari ancaman berbagai penyakit udang.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2017-049-20.json
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname | Fakta tersebut, menurut Slamet, berbeda jauh dengan udang Vaname yang saat ini menjadi andalan para pembudidaya di seluruh Indonesia. Vaname, kata dia, termasuk rentan dari serangan penyakit dan itu masih menjadi hal yang menakutkan setelah Indonesia mendapat pengalaman buruk saat mengembangkan udang Windu atau giant tiger (Penaeus monodon).“Berkali-kali, Bu Menteri (Susi Pudjiastuti) selalu meminta saya untuk menjaga Vaname dari serangan penyakit. Dia juga minta kita untuk menyiapkan udang jenis lain sebagai andalan baru, mengantisipasi serangan penyakit pada Vaname yang sekarang sudah terjadi di sejumlah negara,” tutur dia.Tak hanya tahan dari penyakit, Slamet mengatakan, keunggulan Marguiensis dibandingkan Vaname, karena udang jenis tersebut induknya bisa dijumpai di perairan Indonesia alias tidak perlu dilakukan impor seperti halnya bibit Vaname. Dengan keunggulan tersebut, Slamet optimis, Marguiensis bisa mengikuti jejak Vaname dalam bisnis perudangan nasional ke depan.“Kita akan angkat udang merguensis ini sebagai kandidat baru dalam bisnis perudangan nasional. Apalagi ini merupakan udang asli Indonesia, sehingga kita punya tanggunjawab untuk mempertahankan keragaman jenis udang lokal Indonesia,” jelas dia.  Substitusi dengan VanameSebagai jenis baru yang sedang dikembangkan, Marguiensis adalah harapan baru untuk bisnis perudangan nasional. Namun, menurut Slamet Soebjakto, keberadaan Marguiensis ke depan tidak akan menggantikan Vaname yang saat ini menjadi andalan Indonesia untuk ekspor ke pasar internasional.“Kita akan jadikan Marguiensis ini substitusi dengan Vaname. Itu artinya, baik Vaname maupun Marguiensis bisa saling melengkapi saat produksi di antara keduanya sedang turun. Dengan kata lain, jika Vaname turun, maka Marguiensis akan hadir sebagai pemasok utama,” tutur dia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-049-20.json
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname | Meski ada keunggulan yang tidak dimiliki Vaname, Slamet mengatakan, Marguiensis cenderung memiliki karakter lebih aktif dibandingkan dengan Vaname. Itu artinya, udang tersebut harus dibesarkan di kolam yang dipastikan tidak memiliki kebocoran sekecil apapun.“Jika sampai ada yang bocor, maka dengan keaktifannya, Marguiensis akan berusaha mencari jalan untuk bisa kembali ke alam. Naluri kembali ke alamnya termasuk yang paling kuat dibandingkan dengan udang jenis lain,” tutur dia.Akan tetapi, Slamet meminta kepada semua pembudidaya untuk tidak perlu takut membudidayakan Marguiensis. Sebabnya, saat ini sudah tersedia teknologi canggih yang bisa memproduksi alas penutup dasar kolam dengan kuat. Sehingga, kebocoran yang harus dihindari dalam memproduksi Marguiensis bisa dicegah.Kepala BBPBAP Jepara Sugeng Rahardjo mengungkapkan, meski baru dikembangkan, induk Marguiensis bisa ditemukan di hampir semua wilayah perairan Indonesia, terutama di sekitar Laut Arafuru, Maluku. Ketersediaan itu, akan memudahkan pengembangan Marguiensis ke depannya.Menurut Sugeng, siklus reproduksi udang jenis ini relatif singkat dibandingkan dengan udang windu yang memakan waktu lebih lama. Saat udang sudah berumur 6 bulan atau mencapai ukuran berat 30-40 gr, kata dia, udang sudah bisa dijadikan induk. Kemudian, udang juga tahan terhadap penyakit dan memiliki cita rasa enak.“Keunggulan lain, pertumbuhannya relatif baik dengan mengandalkan kadar protein pakan yang rendah dan lebih banyak memanfaatkan detritus, sehingga secara otomatis biaya produksi usaha akan lebih efisien,” papar dia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2017-049-20.json
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname | Tentang kapasitas produksi, Sugeng menjelaskan, hingga kini kapasitas produksi hatchery yang ada mampu menyediakan sebanyak 18 juta ekor benur per tahun. Saat ini, pihaknya memiliki 18 bak dengan kapasitas produksi per bak mencapai 300 ribu benur per siklus (1 tahun sebanyak 4 siklus). Untuk menjamin ketersediaan induk, pihaknya saat ini terus melakukan domestikasi.“Upaya perekayasaan pada jenis udang ini memberikan hasil sangat menggembirakan, ke depan BBPBAP Jepara siap untuk menjadi pionir pengembangan udang merguensis di seluruh Indonesia”, tegas Sugeng.Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardjianto yang hadir di Jepara, meminta DJPB untuk mempercepat pengembangan udang Marguiensis sehingga bisa segera dilakukan produksi masal. Pengembangan perlu disegerakan, karena saat ini ketergantungan Indonesia pada Vaname sangatlah tinggi.“Dipercepat, karena ini udang asli Indonesia. Sehingga untuk ketersediaan induk tidak perlu diimpor lagi,” ucap dia.Riky menyebut, pengembangan udang asli Indonesia ini akan menjadi terobosan baru sebagai pengganti dalam mengantisipasi udang vaname yang saat ini mulai banyak terkendala penyakit. Menurutnya, iitu penting untuk memotong rantai penyakit.“Udang merguensis atau dipasar ekspor dikenal dengan banana shrimp ini cenderung banyak disukai konsumen. Sebagai gambaran harga 1 kg size 60 mencapai Rp90 ribu, lebih tinggi dibandingkan dengan udang vaname. Ini akan menjadi peluang baru dalam mengisi permintaan pasar ekspor,” papar dia.Salah satu pembudidaya yang hadir di Jepara, Adip, menyatakan ketertarikannya untuk mencoba budidayakan udang merguensis. Menurutnya, dengan keunggulan yang banyak, dia optimis bisa mengembangkannya lebih baik dari Vaname. Namun, dia mengakui harus paham lebih detil tentang teknik pembudidayaan udang tersebut.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2017-049-20.json
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname
Marguiensis, Udang Asli Indonesia Pelengkap Udang Vaname | “Kami berharap udang merguensis ini akan menjadi primadona baru di pasaran, sehingga bisa menjadi obat rindu bagi kembalinya kejayaan udang asli Indonesia,” kata Adip.Sebelum di Jepara, pengembangan udang juga dilakukan di Aceh. DJPB melalui BPBAP Ujung Batee berhasil melakukan pembenihan udang pisang yang merupakan jenis udang endemik Aceh. Eksplorasi melalui domestikasi udang asli Indonesia tersebut, disamping akan menghasilkan nilai ekonomi, juga bisa mempertahankan khasanan kekayaan sumber daya udang Indonesia.Seperti diketahui, bisnis perudangan nasional saat ini masih didominasi oleh jenis udang vaname dan udang windu. Data mencatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2011 – 2015) produksi udang nasional mengalami kenaikan rata-rata sebesar 13,48 persen.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-004-04.json
Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia
Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia | [CLS]   Orca [Orcinus orca] yang juga disebut paus pembunuh/killer whale ada dalam deretan mamalia laut pintar. Mereka merupakan makhluk sosial yang kompleks. Orca dibekali kemampuan mencari makan berkelompok, memilih makanan tertentu, hingga teknik berburu.Sekelompok orca di Antartika misalnya, ada yang makan penguin sementara lainnya memilih jenis berbeda yang terkadang ukurannya lebih besar dari orca itu sendiri. Ini seperti manusia di suatu wilayah yang makanan pokok nasi sementara yang lain jagung. Uniknya, kemampuan tersebut diajarkan dari generasi ke generasi dalam satu kelompok seperti yang dikenal pada manusia sebagai budaya.Ukuran otaknya juga mengesankan. Bobot otak orca dewasa bisa mencapai 6 kg. Bandingkan dengan otak manusia yang memiliki berat rata-rata 1,4 kg, menurut majalah Varsity, terbitan Universitas Cambridge. Semakin besar volume otak, semakin besar pula kemungkinan hubungan antar neuron yang mendukung kecepatan otak menalar sesuatu.Vokalisasi orca tak kalah mengagumkan. Sekelompok orca memiliki “bahasa” berbeda dibanding kelompok lain. Mereka memiliki dialek yang sekaligus penanda kelompok.Mengutip us.whales.org, kelompok terkecil orca disebut pod, yang terbentuk berdasarkan kekerabatan ibu [matrialkart]. Dalam satu pod terdiri ibu, anak perempuan, saudara perempuan, sepupu, dan anak-anak mereka. Anak laki-laki akan dilindungi ibunya seumur hidup.Satu pod orca sering terlihat berenang bersama. Di atas pod ada klan, terdiri beberapa pod yang memiliki kesesuaian dialek. Di atas klan ada komunitas yang ditunjukkan oleh kesamaan pola asosiasi dibanding kekerabatan.Baca: Ini 9 Fakta Unik Paus, Hewan Penyerap Karbon Terbesar Dunia  Suara manusiaSejumlah peneliti dari Jerman, Inggris, Spanyol, dan Chile pada 2018 lalu mengamati dua orca yaitu Wikie dan Moana di Marineland, Antibes, Perancis. Mereka menemukan bahwa orca ternyata bisa menirukan suara manusia.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2023-004-04.json
Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia
Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia | Mengutip The Guardian, para peneliti itu melakukan 30 kali percobaan kepada Wikie. Mereka memperdengarkan suara yang belum pernah didengar orca sebelumnya, misalnya suara derit pintu. Wikie juga dikenalkan dengan suara yang dihasilkan manusia, juga orca lain.Ternyata Wikie berhasil menirukan seluruh suara, sebagian besar di antaranya dilakukan di bawah 10 kali percobaan. Hebatnya, kata hello dan one two three bisa ditirukan pada kesempatan pertama.Peneliti menduga, orca mungkin belajar menirukan pola vokal satu sama lain di alam liar. Hasil pengamatan itu juga senada dengan penelitian sebelumnya di lapangan, yang mendapati sekelompok orca memiliki dialek.Meski suara yang dihasilkan tidak sejelas burung beo yang bisa menirukan suara manusia, namun dengan membandingkan spektogram suara asli manusia dan suara orca, tidak ada keraguan bahwa Wikie berhasil menirukan suara itu meski tidak sempurna. Sebelumnya, penelitian telah menemukan bahwa mamalia cerdas ini bisa menirukan suara singa laut dan lumba-lumba hidung botol.Mamalia pada umumnya menggunakan bagian tenggorokan [larynx] untuk menghasilkan suara seperti halnya manusia. Sementara orca memakai saluran pernapasan/nasal. Ini membuat suara tiruan yang dihasilkan orca terdengar unik.Baca juga:  Hiu Terbesar Tapi Jinak Dan Bukan Karnivora, Begini 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus    Josep Call, peneliti dari University of St Andrews, mengatakan kemampuan menirukan suara semacam itu jarang terjadi pada mamalia. ”Manusia jelas bagus dalam soal ini… Menariknya, mamalia yang bisa melakukan dengan sangat baik adalah mamalia laut,” katanya dikutip dari BBC.Dr Jose Abramson, dari Complutense University, Madrid, Spanyol yang juga terlibat dalam penelitian itu mengatakan, suatu hari mungkin saja manusia bisa melakukan percakapan sederhana dengan Wikie. Percobaan itu dilaporkan dalan jurnal Proceedings of the Royal Society of London B yang bisa dibaca secara daring.  
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2023-004-04.json
Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia
Hebatnya Paus Orca, Bisa Meniru Suara Manusia | Meski orca menyukai daerah dingin namun daya jelajah mamalia laut ini cukup luas. Tak heran jika satwa dengan warna khas hitam putih ini dilaporkan muncul beberapa kali di perairan Indonesia. Orca sebenarnya termasuk keluarga lumba-lumba, dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018.Bahkan bagi masyarakat di pesisir Sulawesi, orca bukan satwa asing. Di Gorontalo, nelayan menamai orca dengan paupausu untuk membedakan dengan paus pilot yang diberi nama paupau.Di Indonesia, orca pernah muncul di perairan Anambas, Kepulauan Riau pada April, 2020. Lalu di pesisir Pantai Desa Wureh, Flores Timur dan di perairan Biak Numfor, Provinsi Papua, pada Juni 2020. Selanjutnya perairan Inobonto, Sulawesi Utara.Kementerian LHK juga mencatat kemunculan orca di perairan Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya. Pada April 2021, seekor orca terdampar mati di pantai Banyuwangi. Orca yang malang itu sebelumnya diketahui lemas berenang di Selat Bali.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2020-090-09.json
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan | [CLS]     Panas terik membakar kulit puluhan mahasiswa Universitas Halu Oleo, Sulawesi Tenggara yang aksi di depan DPRD Sulawesi Tenggara, Kendari, Kamis, (2/1/20). Mereka protes dan mendesak pihak berwenang mengusut dan tegakkan hukum bagi perusahaan-perusahaan tambang yang diduga beroperasi di hutan lindung tanpa izin.Usai aksi, kepala Iksan, mahasiswa Fakultas Kehutanan, kena tebas. Bersyukur, nyawanya masih tertolong setelah mendapatkan perawatan medis. Berbagai pihak pun mengecam tindakan penganiayaan terhadap mahasiswa usai aksi tolak tambang bermasalah ini.Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari PertambanganAwalnya, mereka konvoi dari kampus menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra. Sambil konvoi, mereka meneriakkan agar ada tindak tegas dan proses hukum terhadap dugaan pelanggaran perusahaan tambang di Konawe Utara itu. Perusahaan pertambangan yang mereka sedang kritisi itu, PT Masempo Dalle (MD), PT Makmur Lestari Primatam (MLP) dan PT Astima Konstruksi (Askom).Puluhan mahasiswa ini tergabung dalam Pengurus Pusat Sylva Indonesia (Ikatan Mahasiswa Kehutanan Se-Indonesia).Ketiga perusahaan ini menurut mereka, bersama-sama menambang dalam kawasan hutan lindung Konawe Utara, yang diduga tak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan(IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Andriansyah, koordinator lapangan di depan DPRD Sultra mengatakan, kehadiran mereka karena kerisauan mahasiswa Fakultas Kehutanan melihat hutan lindung terbabat alat berat secara ilegal.“Kapolda Sulawesi Tenggara, jangan tinggal diam melihat PT Masempo Dalle Cs menerobos hutan lindung. Apalagi, pemerintah seperti Dinas Energi Sumber Daya Mineral dan Dinas Kehutanan sampai saat ini kami anggap telah turut serta melakukan kejahatan di Konut,” katanya.Dia mendesak, Polda Sultra, menangkap dan memenjarakan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan itu.
[0.9811310172080994, 0.00044838470057584345, 0.018420547246932983]
2020-090-09.json
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan | Hasil monitoring data dari instansi terkait, ketiga perusahaan ini diduga melakukan kejahatan kehutanan berdasarkan UU Kehutanan dan UU Mineral dan Batubara (Minerba).“Kami juga meminta DPRD untuk RDP (rapat dengar pendapat-red) hingga kasus bisa diusut tuntas,” katanya.Dengan RDP, kasus ini bisa transparan dan diikuti publik dan semua pihak dimintai komitmen untuk merawat hutan dan lingkungan di Sultra.Baca juga: Demo Tuntut Pemerintah Sultra Cabut Izin Tambang di Wawonii, Warga Alami Kekerasan AparatDi DPRD, puluhan mahasiswa ini ditemui Wakil Ketua DPRD Nur Salam Lada, di ruang aspirasi. Nur Salam mengatakan, kasus tambang di Konut saat ini jadi perbincangan. Tidak saja di kalangan mahasiswa, tetapi lintas sektor di pemerintahan juga, termasuk beragam konflik tambang.Politisi PDIP ini meminta, kasus ini akan ditundaklanjuti dan menanti jadwal dengar pendapat.Selain itu, MD, MLP dan Askon, katanya, banyak laporan terkait problem tambang di DPRD. Untuk itu, beberapa setelah terima laporan memungkinkan dengar pendapat.“Kami sudah memahami tuntutan ini., akan hearing. Kita akan mengundang pihak terkait,” katanya disambut baik oleh mahasiswa.Di tempat terpisah, Muh Endang, Wakil Ketua DPRD Sultra, mengatakan, seiring banyak problem pertambangan di Sultra, DPRD sudah menggelar rapat dengan lintas komisi dan pemerintah baik kabupaten dan provinsi.Hasilnya, mereka sepakat perbaikan tata kelola pertambangan di Sultra dan menyelesaikan berbagai masalah.“Kalau ada yang ilegal, kami meminta proses hukum. Kami juga mendesak, perusahaan ini menyelesaikan semua bentuk persoalan.”   Mahasiswa jadi korban aniaya Demo telah usai dan laporan-pun telah diterima wakil rakyat. Andri dan kawan-kawannya kembali ke kampus dengan harapan DPRD dapat menuntaskan kasus MD, MLP dan Askon.Apa nyana. Bukan kabar baik merreka terima, rekan Andri bernama, Iksan malah alami penganiayaan dari orang tak dikenal.
[0.979743480682373, 0.01992865651845932, 0.0003278783697169274]
2020-090-09.json
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan | Kepala Iksan, mahasiswa Fakultas Kehutanan UHO, ditebas hingga alami luka parah dan mendapat puluhan jahitan.Berdasarkan kronologis yang diterima Mongabay, Iksan diserang oleh dua orang diduga preman. “M Iksan, usia 23 tahun. Dia ditebas kepalanya usai aksi demonstrasi di Sekretariat DPRD Sultra menyoal kasus perusahaan tambang di Konawe Utara,” kata Ikram Pelesa, Wasekjen PB HMI dalam pesan singkatnya.Ikram mengatakan, korban merupakan mahasiswa UHO juga kader HMI. PB HMI pun melakukan pendampingan hukum.“Peristiwa pukul 13.00 Wita, dia bersama lima teman termasuk korban, duduk di halaman jurusan untuk menunggu staf akademik mengurus persiapan KKN. Ada yang duduk, ada yang sementara berdiri,” kata S, saksi saat bertemu Mongabay di Puskesmas.Tiba-tiba, ada dua orang muncul mengendarai Motor Vixion, dengan perawakan badan besar membonceng seorang pria brewok membawa parang. Si pria brewok langsung datang mengayunkan parang ke Iksan. “Kita sempat diburu langsung kita lari,” katanya.As, saksi mata lain menambahkan, kedatangan dua orang yang diduga preman itu tak lama sejak dia dan mahasiswa lain aksi menggelar demo mendesak usut MD, MLP dan Askon di DPRD Sultra.Dia menduga, mereka sudah jadi target sejak pagi di DPRD. Mereka menduga, orang tak dikenal itu preman berelasi dengan perusahaan tambang itu.HMI, kata Ikram sudah mendatangi Polda Sultra melaporkan kasus ini. Bersama elemen lain, mereka meminta Kapolda Sultra cepat menyelidiki kasus ini dan segera menangkap pelaku.Dia bilang, cara-cara premanisme seperti ini tidak boleh berkembang di Sultra. Apalagi, kasus pertambangan ilegal marak terjadi. Desak aparat usut dan tangkap pelakuKoalisi Masyarakat Sipil (KMS) Sultra, mengutuk dan mengecam tindakan premanisme perusahaan tambang ini. Saharudin, Koordinator KMS, juga Direktur Eksekutif Walhi Sultra, meminta, polisi bekerja cepat menangkap pelaku.
[0.979743480682373, 0.01992865651845932, 0.0003278783697169274]
2020-090-09.json
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan | Polda Sultra, katanya, harus menangkap pelaku lapangan dan mengungkap aktor intelektual di balik penyerangan mahasiswa ini.Forkopimda Sultra dan Rektor UHO juga diminta memberikan jaminan rasa aman terhadap seluruh mahasiswa di Kota Kendari. Juga memberikan perlindungan sepadan terhadap setiap mahasiswa.“DPRD Sultra agar merespon dan memfasilitasi dalam bentuk tindak lanjut berkenaan dengan tuntutan mahasiswa terkait tata kelola tambang di Sultra,” kata Saharudin.Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, aparat harus bergerak cepat menindak hukum kepada pelaku yang diduga preman perusahaan tambang ini.“Polisi harus menyelidiki, jangan malah jadi backing. Ini kegagalan polisi mengendus potensi ancaman terhadap aktivis mahasiswa pejuang lingkungan,” katanya, kepada Mongabay, Kamis (2/1/20). Dia bilang, polisi harus menunjukkan keseriusan mengusut kasus ini dan segera menangkap pelakuDia juga mendesak, pihak berwenang tak terhadap pokok persoalan, kalau ada operasi perusahaan tambang bermasalah. Kasus ini, katanya, juga harus diusut terutama oleh KLHK. “Jangan mengandalkan gubernur, karena banyak kasus di Sultra, gubernur melakukan pembiaran. Konawe Utara, gudang masalah pertambangan.”Konawe Utara, kata Merah, juga mengalami banjir pada Juni lalu yang mengakibatkan lebih 5.600 warga terpaksa mengungsi. Banjir besar terjadi pada 3 Juni 2019, dua hari sebelum Idul Fitri dan menyebabkan 9.609 jiwa mengungsi.Ada 370 rumah penduduk hanyut dan 1.962 rumah terendam, 970,3 hektar sawah, 83,5 hektar kebun jagung dan 11 hektar perkebunan warga terdampak serta gagal panen.“Semua karena izin tambang yang diobral terkait dengan dukungan biaya politik pilkada,” katanya.Sepanjang 2014-2019, tercatat ada 33 kasus kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang anti-tambang di Indonesia.
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2020-090-09.json
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan | Warga negara yang jadi korban dari kriminalisasi dan serangan ini, katanya, sebanyak 201 orang. Rata-rata, katanya, berkaitan dengan protes penolakan pertambangan batubara, pertambangan emas, pertambangan nikel maupun batu gamping.Kriminalisasi dan serangan terhadap aktivis pejuang lingkungan seperti mahasiswa ini, katanya, juga meningkat seiring makin kuatnya advokasi tolak tambang oleh mahasiswa di Aceh, Bima, Konawe Kepulauan dan Konawe Utara. “Aktor progresifnya adalah mahasiswa.”Pada pembuka tahun 2020 ini, katanya, mahasiswa Universitas Haluoleo jadi korban penganiayaan yang mengenai kepala. “Jatam sedang mendalami informasi ini,” katanya.Tambang-tambang pembawa konflik yang meninggi di rezim Presiden Joko Widodo, katanya, berkaitan dengan program pemerintah yang pro infrastruktur dan investasi.Dia sebutkan, seperti tambang batubara untuk PLTU, dan tambang nikel buat investasi baterai kendaraan listrik. Lalu, batu gamping untuk pabrik semen dan tambang pasir untuk proyek infrastruktur. Apa kata perwakilan perusahaan?Kuasa hukum PT Makmur Lestari Primatam (MLP) dan PT Astima Konstruksi (Askon) membantah disebut pakai jasa preman untuk menghalangi apalagi menganiaya mahasiswa yang demo.Abdul Rahman, mengatakan, kasus MLP dan Askon sudah bergulir sejak setahun lalu, mulai digugat di pengadilan hingga demo dan berujung penganiayaan terhadap mahasiswa.Rahman berusaha meluruskan informasi yang beredar.Pertama, Askon dan MLP tak melakukan pertambangan ilegal. Kedua perusahaan ini, katanya, bukanlah perusahaan pertambangan. Mereka, katanya, bukan pemegang izin usaha pertambangan di Konut.Kemudian, katanya, perusahaan ini tidak pernah kontrak kerja sama join operasional (JO) dengan pemegang IUP dalam hal ini MD.
[0.5002273321151733, 0.01127683836966753, 0.4884958565235138]
2020-090-09.json
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan
Usai Aksi Protes Tambang, Mahasiswa di Kendari Alami Penganiayaan | “Askon dan MLP adalah perusahaan penyedia alat berat. Kita hanya menyewakan alat berat. Yang menambang bukan kami, yang menambang tetap PT Masempo Dalle sendiri. Jadi, salah kalau sebut klien saya menambang,” katanya.Kedua, perusahaan (MLP dan Askon) sejak tujuh bulan lalu tak lagi bekerja di Masempo Dalle. Seluruh alat ditarik ke Kendari dan memutuskan kontrak kerja sama dengan Masempo Dalle.Alasannya, kata Rahman, klien mereka kecewa karena disebut melakukan penambangan ilegal. “Jadi, tidak lagi bekerja sama. Kami menarik semua alat berat. Ketiga, klien saya kecewa disebut penambang ilegal di pengadilan saat digugat dulu,” katanya.Rahman menerangkan, MLP dan Askon merasa menjadi korban kekisruhan pertambangan di Konut. Ditambah lagi, ada mahasiswa yang dianiaya orang tak dikenal.“Sasarannya kami. Padahal, kami tidak pernah menyewa apalagi memelihara preman. Askon dan MLP itu bukan perusahaan ilegal. Kami resmi. Kami tunduk pada hukum,” kata Rahman. Polda Sultra selidiki Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Nur Akbar mengatakan, kasus penganiayaan mahasiswa sepulang demo menyuarakan penambangan ilegal sedang dalam penyelidika. Kasusnya, masih dalam proses oleh penyidik Dit Reskrimum Polda. Sejak mereka laporan dari mahasiswa, mereka langsung melakukan penyelidikan.“Serahkan kasus ini kepada kami. Tolong kepada masyarakat agar tetap tenang dan menjaga keamanan. Tidak membaut gaduh karena anggota sudah turun melakukan penyelidikan.” kata mantan Kapolres Konawe ini. Keterangan foto utama: Ilustrasi. Tambang nikel yang membabat hutan.  [SEP]
[0.5002273321151733, 0.01127683836966753, 0.4884958565235138]
2022-017-01.json
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1) | [CLS]  Suara pria parau terdengar dari pengeras suara masjid yang berjarak sekitar 700 meter dari bibir pantai Teluk Kombal, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Rabu pagi (21/9/2022). Pria itu mengumumkan upacara ritual Nyelamat Telokan dan Mandi Safar akan segera mulaiSetelah itu, satu persatu ibu-ibu Dusun Teluk Kombal berdatangan ke lokasi acara sembari membawa dulang (hidangan) makanan di atas kepalanya. Rubiah (49) dan para ibu lainnya terlihat begitu bersemangat menghantarkan dulang yang disiapkan jauh-jauh hari itu.“Saya senang acara Nyelamat Telokan bisa diselenggarakan lagi,” ungkap ibu tiga orang anak itu yang sejak subuh telah membeli bahan makanan di pasar Pemenang dan memasaknya di rumah.Semua itu ia lakukan demi mensukseskan acara yang sudah tiga tahun belakangan tidak pernah terlaksana. Memang, sejak gempa bumi berkekuatan 7 SR pada 2018 silam, hingga pandemi Covid-19, upacara Nyelamat Telokan tidak pernah dilaksanakan.Hal itulah yang menurut Rubiah menyebabkan suaminya Muhammad (52) tidak pernah mendapatkan tangkapan yang memuaskan ketika pergi melaut. Masyarakat Teluk Kombal percaya, bahwa setiap laut dan isinya memiliki penjaga yang ditugaskan Allah SWT.baca : Selamatan Laut, antara Merawat Tradisi dan Rayuan Pariwisata  Sinar matahari masih terik dan angin berhembus kencang pada Selasa (20/9) sore di Teluk Kombal. Farhan (61) keluar dari rumah panggung kecilnya dengan membawa sebilah parang. Di pinggir jalan, beberapa pemuda telah menunggu kedatangan Farhan. Sore itu mereka akan mencari dua batang pohon bambu yang akan dibuat menjadi penjoran saat upacara Nyelamat Telokan keesokan harinya.Penebangan pohon bambu merupakan bagian dari rangkaian acara Nyelamat Telokan dan harus dipimpin oleh pemangku adat. “Saya harus ikut prosesi penebangan ini, karena dipercaya sebagai mangku adat oleh masyarakat,” kata Farhan.
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2022-017-01.json
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1) | Dua pohon bambu yang akan ditebang pun tidak sembarangan, yaitu ujung dari bambu pertama harus menghadap ke arah kiblat dan bambu kedua menghadap ke arah timur laut.“Hanya dua batang yang akan digunakan, yang menghadap ke kiblat adalah perempuannya dan yang menghadap ke barat laut itu laki-lakinya,” jelasnya.Masyarakat Teluk Kombal percaya bahwa pemilihan dua batang bambu itu merupakan cara memanggil semua mahluk hidup yang ada di dalam laut dari kedua penjuru itu, untuk berkumpul di laut Teluk Kombal.baca juga : Masyarakat Adat di Lombok Menjaga Tradisi, Was-was ‘Serbuan’ Plastik  Keesokan harinya, upacara yang telah dinanti-nanti masyarakat Teluk Kombal selama tiga tahun itu dimulai. Upacara dibuka dengan pembacaan serakalan (sebuah buku yang menghimpun shalawat dan kisah Nabi Muhammad SAW) dan doa bersama.Setelah itu, acara dilanjutkan dengan makan bersama seluruh masyarakat Teluk Kombal beserta tamu undangan yang hadir. Makan bersama ini, merupakan cara masyarakat Teluk Kombal tetap menjaga persatuan, terutama antar kelompok nelayan setempat.Acara dilanjutkan ke ritual inti, yaitu prosesi penanaman penjoran di tengah laut. Namun sebelum penjoran setinggi tujuh meter itu ditanam di tengah laut, terlebih dahulu dilakukan ritual pelangehan yaitu ritual membasuh penjoran menggunakan air khusus yang sudah dicampur dengan berbagai jenis rempah, dan bunga-bungaan yang dilakukan oleh ibu-ibu hamil.“Kenapa wanita hamil? Harapannya setelah ritual, laut yang dahulunya kempes tidak ada isinya, kembali kembung seperti perut orang hamil,” kata Hunaidi, ketua penyelenggara ritual Nyelamat Telokan.Selain ritual pelangehan, sebelum penanaman penjoran ke tengah laut juga dilakukan pengikatan ketupat, bulayak dan beberapa jenis makanan lainnya di ujung penjoran. Masyarakat Teluk Kombal percaya, makanan tersebut bisa memanggil ikan berdatangan ke tempat mereka.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2022-017-01.json
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1) | Tepat pukul 10.30 WITA ritual puncak Nyelamat Telokan pun dilaksanakan. Sebelum dua buah penjoran dibawa ke tengah laut untuk ditanam, terlebih dahulu pemangku adat membacakan doa, kemudian mencabut satu demi satu patok yang sebelumnya di tanam di bibir pantai.Seusai pembacaan doa dan pencabutan patok, penjoran pun dibawa ke tengah laut untuk ditanam. Kali ini pemangku adat membagi dua kelompok, setiap kelompok berjumlah 3, 5 atau 7 orang yang penting ganjil. Kedua kelompok tersebut membawa penjoran ke tengah laut dengan menjaga ujung penjoran tidak terkena air laut.Hingga air laut mencapai dada orang dewasa, menjadi tanda lokasi penanaman penjoran tersebut. Sebelum ditanam, pemangku adat terlebih dahulu merapalkan doa, dan menanam patok di tengah antara dua penjoran. Penanaman penjoran menjadi pertanda berakhirnya upacara Nyelamat Telokan.Satu persatu hidangan pun kembali dikumpulkan oleh para ibu-ibu. Namun, sisa dari setiap hidangan tidak boleh dibawa kembali ke rumah. Semua sisa hidangan yang ada haru dilarungkan ke tengah laut. Masyarakat Teluk Kombal meyakini, jika sisa sajian itu di bawa kembali, akan berdampak buruk kepada keluarga tersebut.baca juga : Teluk Kombal yang Terjebak Bencana dari Darat dan Laut  Tradisi Pelaut BugisDahulu kala, nenek moyang masyarakat Teluk Kombal yang merupakan kaum perantau asal Bugis mengalami masa-masa pacekelik. Hampir delapan bulan lamanya tak satu pun dari mereka mendapatkan ikan. Kelaparan melanda nenek moyang masyarakat Teluk Kombal, penyakit misterius menjangkiti penduduknya.Penderitaan mereka berlanjut, ombak besar menghantam perkampungan mereka, beberapa rumah mereka hancur diterjang ombak. Warga yang mencoba melaut pun ada yang mati ditelan ombak laut. Seakan laut marah dengan mereka. Selama hampir satu tahun itu, nenek moyang warga Teluk Kombal berada dalam ancaman kematian.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2022-017-01.json
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1) | “Mereka sudah pasrah, tak bisa berbuat apa-apa lagi,” cerita Farhan, pemangku adat Teluk Kombal menuturkan cerita turun temurun dari kakek moyangnya.Hingga pada suatu malam, salah satu dari mereka bermimpi. Dalam mimpinya itu nenek moyang warga Teluk Kombal diperintahkan untuk melarungkan kepala sapi dan menanam dua batang bambu di tengah laut. Hingga akhirnya nenek moyang warga Teluk Kombal melaksanakan perintah dalam mimpi tersebut.Tak lama kemudian satu per satu bencana yang mereka hadapi hilang. Mulai dari ikan yang dahulunya enggan datang ke laut mereka, pascadilakukan ritual tersebut ikan berdatangan seperti buih.“Setelah ritual, tidak tau dari mana asalnya, berdatangan seakan meminta untuk ditangkap,” Farhan melanjutkan ceritanya.Penyakit misterius yang menjangkiti warga kampung pun tiba-tiba menghilang, ombak besar yang menghantam perkampungan dan merusak beberapa rumah pun tak lagi datang. Walhasil, nenek moyang warga Teluk Kombal hidup sejahtera karena melimpahnya hasil laut.Begitulah kisah yang melatarbelakangi dilaksanakannya ritual Nyelamat Telokan. Nyelamat Telokan berasal dari kata nyelamat yang bermakna mengupacarakan dan membersihkan. Sedangkan telokan artinya sebuah teluk, karena Teluk Kombal merupakan daerah teluk.Ritual Nyelamat Telokan merupakan bentuk rasa syukur warga Teluk Kombal atas limpahan rahmat Tuhan berupa hasil laut yang melimpah. Selain rasa syukur, ritual tersebut juga merupakan bentuk kearifan lokal yang bertujuan untuk menjaga ekosistem laut. Bagi warga Teluk Kombal dengan menjaga ekosistem laut maka hasil laut akan melimpah. Oleh karenanya warga Teluk Kombal melarang penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak ekosistem laut ketika menangkap ikan.Ritual Teluk Kombal juga merupakan simbol penyatuan diri dengan alam. Mereka meyakini dengan menyatukan diri dengan alam, maka segala bentuk bencana bisa terhindarkan.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2022-017-01.json
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1)
Selamatan Laut Masyarakat Lombok : Menjaga Ekosistem Laut dan Menolak Bencana (1) | baca juga : Transformasi Pinisi, dari Kapal Dagang Legendaris Menjadi Kapal Wisata Unggulan  Kini sedikit demi sedikit ritual tersebut mengalami perubahan, semisal pelarangan melaut selama tujuh hari kepada nelayan teluk kombal pasca ritual Nyelamat Telokan berubah menjadi tujuh hari. Pelarungan kepala binatang seperti sapi atau kambing pun kadang-kadang tidak dilaksanakan.“Ya, sesuai kesepakatan. Kalau tahun ini warga sepakatnya tiga hari. Dan kalau kepala sapi lebih kepada kekurangan dana,” ungkap Farhan.Namun, ia berharap ritual warisan nenek moyang tersebut tetep dilaksanakan dan dijaga oleh generasi-generasi setelahnya. Ia khawatir perkembangan dunia yang semakin cepat bisa membuat generasi muda melupakan tradisi-tradisi baik yang ditinggalkan nene moyang mereka.“Makanya saya selalu ajak yang muda-muda, supaya ketika saya meninggal ada yang meneruskan,” harap Farhan.  [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-090-11.json
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3] | [CLS]  Made Liu, petani perempuan Dusun Selasih, Desa Puhu, Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, menawarkan pisang raja di rumahnya. “Ini pisang terakhir saya, untung bisa dipanen untuk Hari Saraswati,” senyumnya merekah menunjukkan wadah anyaman berisi sesajen buah yang dihaturkan usai perayaan turunnya Ilmu Pengetahuan itu, Minggu (8/12/2019).Pisang ranum ini empuk dan segar karena matang di pohon. Pisang dominan yang dibudidayakan berjenis pisang batu karena daunnya tak mudah robek dan berdaun lebih lebat. Namun warga juga menanam jenis pisang lain untuk bahan pangan dan banten (sarana sembahyang).Ribuan batang pisang di kebun Liu terlihat rebah ke tanah, dirobohkan alat berat. Tersisa beberapa batang di belakang rumahnya. Selain kebun, keluarga ini juga terancam kehilangan rumah yang sudah beberapa generasi ditempati.Kebun pisang keluarga Liu masuk dalam kawasan yang diklaim milik PT Ubud Raya Duta Development (URDD). Puluhan keluarga yang tergabung dalam Serikat Petani Selasih (SPS) sedang memperjuangkan hak menggarap setelah perusahaan mulai meratakan kebun untuk pembangunan fasilitas wisata di area lebih dari 100 hektar. Lahan keluarga Liu disebut yang pertama kali diratakan alat berat, yang kata warga bakal diubah jadi lapangan golf.baca : Aksi Petani Pisang Mempertahankan Lahan Garapannya [1]  Wayan Kariasa dan Liu bersama sekitar 30 KK yang lahan dan rumahnya masuk dalam kawasan yang diklaim PT URDD sedang ketar ketir tentang masa depannya. Apakah tahun baru 2020 ini mereka harus pindah rumah dan kehilangan lahan garapan?Kariasa bersama lebih dari 70 orang warga jadi pengumpul daun pisang siap jual dari petani. “Hampir semua menjual langsung ke Denpasar, kami sering kekurangan buruh panen,” sebut pria yang kerap jadi juru bicara SPS di sejumlah forum mediasi ini.
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2020-090-11.json
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3] | Pertanian daun pisang makin bernilai ekonomi seiring maraknya kampanye pengurangan kemasan plastik. Sejumlah swalayan kini menggunakan daun untuk membungkus sayuran yang dijual. Selain itu, sehari-hari umat Hindu di Bali menggunakan daun untuk membuat sesajen.Buruh panen mendapat upah tergantung keterampilan dan kecepatannya. Jika dari pagi mulai bekerja sampai sore hari, tiap buruh panen bisa mengantongi Rp80-120 ribu. Sementara itu satu gabung daun dijual Rp30-60 ribu tergantung persediaan di pasar dan lokasi pasarnya. Makin dekat area pariwisata dan perkotaan, makin mahal. Tiap petani memiliki langganan pengepul sesama warga Selasih dan desa sekitarnya juga. Sampai pasar bisa dibeli eceran oleh pembeli langsung atau distributor.“Tahun 2000-an daun pisang booming. Semua dusun di Desa Puhu tanam pisang. Anak muda banyak pulang kampung pasca krisis moneter,” ingat Kariasa. Bertani daun pisang dinilai lebih mudah dibanding padi, bahkan mendapatkan hasil lebih rutin.baca juga : Sentra Daun Pisang di Pusaran Konflik Agraria [2]  Made Liu bisa memanen tiap dua hari sekali dengan hasil sekitar 20-70 gabung. Jika panennya kurang, ia bisa membeli panen petani lain. Panen daunnya terakhir kali sekitar 5 bulan lalu, ketika PT URDD mulai pembersihan lahan.“Kalau hilang kebunnya bagaimana? Rumah juga masuk kawasan perusahaan,” tanyanya. Dengan bercanda ia bilang tak lagi memikirkan mantu karena sudah tak ada yang bisa dipanen.
[0.9999998211860657, 7.110257627118699e-08, 6.867904289720173e-08]
2020-090-11.json
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3] |  Konflik lahan pertanian terjadi di Dusun Selasih, Desa Puhu, Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali. Desa ini terkenal sebagai produsen daun pisang, komoditas bernilai tinggi di Bali. Lahan pertanian ini ditelantarkan oleh PT. URDD, perusahaan yang mendapat izin HGB sejak tahun 90-an, hingga menimbulkan gejolak sampai kini. Obyek konflik adalah lahan produktif dengan komoditas ekonomis seperti buah-buahan, daun pisang, dan padi. Konsorsium Pembaruan Agraria Bali dan warga mengajukan lahan pertanian tersebut sebagai Lokasi Prioritas Reformasi Agraria. Pasca mediasiPasca mediasi antara Serikat Petani Selasih dan PT URDD Minggu (24/11/2019) oleh I Nyoman Parta anggota DPR dan Arya Wedakarna anggota DPD dari Bali, para petani masih gelisah.Kesepakatannya berbunyi seluruh pura di tanah Hak Guna Bangunan (HGB) tetap dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu. Mengijinkan petani memanfaatkan tanah garapan di wilayah HGB sepanjang belum dibangun, dan memprioritaskan warga penggarap dan banjar Selasih menjadi tenaga kerja sesuai keahliannya. Jumlah lahan pekarangan menurut manajemen PT. URDD sebanyak 30, sementara menurut warga 32 di area lahan HGB perusahaan.menarik dibaca : Ketika Presiden Perintahkan Penyelesaian Konflik Lahan Termasuk Dalam Konsesi  Made Sudiantara, petani dan tokoh SPS yang pernah bersengketa dengan investor di pengadilan mengatakan petani kewalahan, karena sebagian besar tak punya bukti secara yuridis. “Ini tanah rabasan, sejak kakek buyut di zaman kerajaan merabas hutan, meluas jadi lahan pertanian. Saya generasi keempat. Setelah bisa menghasilkan, syaratnya bayar upeti di zaman kerajaan,” ingatnya.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2020-090-11.json
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3] | Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya ada program land reform tapi proses peralihan tanah untuk rakyat ini tak merata. “Ada yang dapat SK redistribusi, ada yang tidak. Karena yang kerja land reform adalah orang puri, saat itu disebut pasedahan, jadi ada (SK) yang tidak nyampe,” Sudiantara memaparkan ikhwal konflik sesuai versinya.Ia mengingat pada 1990-an, tanah di dusunnya dibilang tak produktif oleh calo, padahal isinya padi, cengkeh, durian, dan lainnya. Sampai kemudian krisis moneter pada 1998 dan ada krisis air, subak makin sulit mengairi sawah. Banyak perbaikan irigasi, lalu beralih fungsi jadi ladang pisang. Karena nadi perekonomian lebih lancar, warga tak kembali ke padi. “Pemeliharaan gampang, panen 15-30 hari, harga menjanjikan,” jelasnya. Tak hanya untuk petani, hasilnya juga dinikmati pemetik daun serta pengepul warga desa juga.Menurutnya pisang sudah ada dari dulu tapi sedikit, dan jadi bahan sampingan untuk ternak. Setelah permintaan pasar meningkat, lalu dibudidayakan sampai kini.Saat penguasaan tanah oleh investor mulai terjadi, sekitar 1994, Sudiantara melawan untuk mempertahankan tanahnya. Ia dituduh menguasai tanah tanpa hak. Bapaknya dihukum percobaan 3 bulan setelah mendapat advokasi dari aktivis lingkungan dan pengacara publik saat itu.Saat ini anggota SPS sebanyak 52 KK, dan 32 KK di antaranya rumahnya masuk kawasan yang diklaim milik investor. “Tuntutannya Perpres, reforma agraria, dan PP tanah telantar. Saya tidak melawan investor,” urai Sudiantara dan Kariasa bergantian. Keduanya merasa petani serba salah karena tidak tahu peraturan. Kesedihan sekaligus kemarahan juga terlihat di wajah Gede Nova, anak muda generasi kini petani Dusun Selasih. Ia hendak mempertahankan lahannya yang kurang satu hektar. “Masih berharap sama pemerintah. Saya harap Jokowi mendengar agar tak percuma buat Perpres,” harapnya.
[0.999991238117218, 4.4677594814857e-06, 4.305404672777513e-06]
2020-090-11.json
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3]
Tahun Baru dan Kebun Pisang Terakhir Made Liu [3] | Dari kejauhan ia melihat pergerakan alat berat yang sedang bekerja meratakan kebun di seberang sungai. Beberapa petani perempuan datang dan mereka terlibat dalam perbincangan emosional mengenai masa depan mereka. Salah satu yang dibahas, apa yang akan mereka lakukan untuk mencegah alat berat meratakan kebunnya.Area sekitar tebing sungai terlihat indah dan meneduhkan. Juga memilukan, karena hamparan pohon pisang yang rebah di tanah.Sebelum meninggalkan Dusun Selasih, saya menyempatkan membasuh wajah di sebuah sumber air. Airnya bening dan dingin. Sebuah pura kecil dibangun untuk menjaga sumber air yang juga dijadikan lokasi melasti (penyucian) dan pengambilan tirta untuk persembahyangan. Sumber air dan lahan pertanian kerap jadi pertarungan kapital di pulau dewata. Selasih adalah salah satu babaknya.***Keterangan foto utama :  Kebun pisang batu di Dusun Selasih,Desa Puhu, Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali yang memberikan penghasilan bagi warga. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | [CLS]       Kini, Laman (Desa) Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, memasuki masa panen padi. Masyarakat Kinipan menyebut musim mahanyi (memanen). Ibu-ibu pergi ke ladang memanen padi lahan kering sejak matahari baru muncul. Kampung Kinipan yang berpenduduk sekitar 700 jiwa itu tampak sepi. Mariana punya kesibukan sendiri. Pagi itu, dia tampak asyik membersihkan tumbuhan liar yang belum mengganggu pemandangan di sekitar selokan rumah betangnya. Dia tak turun ke ladang atau ke hutan. “Kami baru panen bulan muka,” katanya, Rabu (30/1/19).Baca juga: Warga Kinipan Tanam Pohon di Hutan Adat yang Terbabat SawitKeluarga Mariana, tanam padi butir lebih besar dari jenis yang panen saat ini. Mereka tanam bukan varietas unggul yang biasa dipromosikan penyuluh pemerintah.“Kami menanam padi yang kami sebut samanukng. Biasa empat atau lima bulan bisa dipanen. Padi banyak dipanen sekarang itu sahui. Ada juga yang menyebut samua. Biasa tiga sampai empat bulan ditanamnya,” kata perempuan 48 tahun itu.Padi bibit lokal dan cara bertani tradisional masih jadi tulang punggung ketahanan pangan desa ini. Mariana kesulitan ketika diminta merinci berapa banyak panen. Namun, katanya, padi itu lebih dari cukup memenuhi kebutuhan keluarga. “Untuk makan kami setahun lebih saja,” katanya.Baca juga:  Warga Laman Kinipan Minta Pemimpin Lamandau Lindungi Hutan Adat MerekaSelain berdaulat beras, warga desa di tepi Sungai Batang Kawa, Lamandau, Kalimantan Tengah itu juga relatif bisa memenuhi keperluan pangan lain. Sayur-sayuran seperti terong-terongan, ubi kayu, dan rebung (tunas bambu) tersedia di kebun dan hutan mereka.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Mereka juga memiliki ribuan pohon buah-buahan musiman yang bernilai jual tinggi seperti durian, jengkol, langsat, dan rambutan. Belum lagi, buah-buahan endemik hutan Kalimantan yang jadi kekhasan desa ini, seperti satar, rambutan hutan, idur, kekali dan aneka varian durian (terotungan, pompakan, kusik, sedawak), yang tersebar di hutan sekitar laman.Saat musim buah, pundi-pundi pendapatan warga bisa lebih melonjak. Panen primadona mereka adalah jengkol. Satu kilogram jengkol Rp15.000.Hardi, warga Kinipan, pernah memperoleh Rp15 juta sekali menjual jengkol. Tina, perempuan Kinipan yang lain menambahkan, bagi pengepul, membeli jengkol berton-ton, bukan masalah bila musim tiba. Ada sekitar lima pengepul di desa itu.Pasca bencana kabut asap—dampak kebakaran hutan dan lahan 2015, berladang untuk bertanam padi tak lagi senyaman dahulu. Larangan membuka lahan tanpa bakar, membuat mereka tak tenang berladang. Mariana mengatakan, orang Kinipan sempat mengalami bom air dari udara ketika musim membuka lahan berlangsung.Meskipun begitu, katanya, hal itu tak terlalu jadi masalah bagi mereka. Kalau hanya produksi padi untuk keperluan sendiri, katanya, mereka bisa atasi.   Khawatir sawitMariana bilang, lebih mengkhawatirkan bagi orang Kinipan adalah investasi perkebunan sawit yang terus mereka tolak.Sawit masuk dalam bentuk plasma itu khawatir makin menyulitkan mereka berladang. Apalagi, kehadiran sawit dengan membabat pepohonan buah dan hutan yang bernilai tinggi.Mariana tak percaya, sawit akan membuat hidup mereka lebih sejahtera, sebagaimana digembar-gemborkan pemerintah dan perusahaan. Hasil plasma dua hektar, katanya, tak akan lebih banyak daripada yang mereka peroleh dari ladang dan hutan.“Kami dari hutan bisa membuat banyak sarjana. Bukan dari sawit. Kami macam ini lebih bebas,” katanya.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Senada diungkapkan Rusani. Dia khawatir, mereka malah jadi pekerja kebun sawit kala perusahaan masuk. Dia bilang, beberapa keluarganya di desa yang ada investasi sawit, tak bisa lagi berladang atau berkebun tanaman lain. “Hih aku tak kubisa bekerja di kebun (sawit) itu,” katanya.Baca juga:  SML Bantah Tudingan Caplok Lahan, Begini Jawaban Tetua Adat KinipanRencana masuk sawit di Kinipan bukan cerita baru. Pada 2005, Kinipan masih bagian dari Kecamatan Delang, terlibat kesepakatan dengan seluruh desa di kecamatan itu menolak investasi sawit. Beberapa tahun kemudian, Kinipan dan seluruh desa di aliran Sungai Batang Kawa, mekar jadi Kecamatan Batang Kawa, rencana investasi sawit makin nyata.Pada 2012, PT Sawit Mandiri Lestari (SML), mulai menyosialisasikan rencana mereka membuka sawit di Kinipan. Waktu itu warga menolak. “Terakhir 2016, tiga kepala desa, Kinipan, Benakitan, dan Ginih, juga menolak. Jadi penolakan warga terhadap perkebunan sawit ini sudah lama,” kata Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan.Akhir Januari lalu, Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), Kantor Staf Presiden (KSP), datang ke Kinipan, survei lapangan.  Riwayat penolakan itu kembali dipaparkan Buhing di hadapan TPPKA, Kantor Staf Presiden (KSP), dipimpin Iwan Nurdin dalam pertemuan dengan warga di Balai Desa Kinipan, Rabu (30/1/19). KSP turun langsung ke Kinipan, menyusul pengaduan delapan orang Kinipan ke Jakarta Mei dan awal Juni 2018.Sebelumnya, Rabu (10/10/18), dua hari setelah demonstrasi warga Kinipan di DPRD Lamandau, KSP memanggil perusahaan, Bupati Lamandau, dan dinas-dinas terkait di Lamandau dan Kalimantan Tengah, untuk menjelaskan masalah ini.Baca juga: Bupati Lamandau Bahas Wilayah Kinipan, BPN: Masih Bisa Dikeluarkan dari Konsesi
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Saat itu, KSP meminta dalam pertemuan pembahasan selanjutnya diserahkan ke Pemkab Lamandau pada November 2018, dengan mengundang KSP dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang mendampingi Kinipan. Hingga kunjungan tim KSP akhir Januari lalu, pertemuan bersama itu belum terwujud.Kehadiran tim dari KSP ini membuat harapan sedikit mengembang, sekaligus menerbitkan pertanyaan baru bagi masyarakat Kinipan. “Bisakah kiranya setelah ini, kami menyelamatkan hutan kami?” tanya Rusani, pada saya.Saat TPPKA KSP tiba, Kinipan merasa dalam kondisi makin terdesak. Sebagian hutan adat yang mereka klaim, tak diakui pemerintah daerah. Bupati Lamandau memutuskan wilayah yang kini sudah terbabat (land clearing) SML, masuk dalam administrasi Desa Karang Taba, Kecamatan Lamandau. Seluruh wilayah yang masuk ke Karang Taba itu kini sudah ‘bersih’ oleh perusahaan.Selama ini, secara administrasi pemerintahan, tata batas antara Kinipan dan Karang Taba, belum putus, sampai bupati menyampaikan penegasan dalam rapat bersama perangkat kedua pihak desa dan kecamatan, Jumat (17/1/19). Putusan bupati itu menimbulkan reaksi bagi Kinipan, dengan aksi menanam pohon di lahan yang sudah dibersihkan perusahaan, Sabtu (18/1/19).Menyikapi masalah ini, Iwan Nurdin, pimpinan rombongan TPPKA mengatakan, upaya Komunitas Kinipan menolak investasi sawit tak melanggar hukum. Dia menyebut, kalau masyarakat menolak hutan dikonversi jadi perkebunan dalam bentuk plasma atau lain-lain, pemerintah juga punya banyak fasilitas aturan hukum untuk mengakomodasi. Bisa dalam bentuk hutan desa, hutan adat, atau hutan komunal.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | “Jadi saya harapkan kita semua bahu membahu bekerja sama, di lingkaran pemerintah daerah di lingkaran pemerintah desa dan lingkaran masyarakat. Karena dengan bahu-membahu itulah kita mencari jawaban. Hukum itu telah disediakan. Pilihan banyak, kita bisa mencari jawaban yang paling memuaskan,” kata lelaki yang juga Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) ini.  Dalam pertemuan perusahaan, pemerintah daerah dan KSP di Jakarta Oktober lalu, dua sudah mengingatkan, lahan yang bisa digarap perusahaan yang benar-benar telah keluar izin hak guna usaha (HGU).“Kami mengingatkan, yang disebut dengan hak perusahaan itu adalah areal HGU. Izin lokasi itu bukan hak perusahaan. Itu tanah negara. Kami mendorong area yang masih berkonflik, khusus, Desa Kinipan, tak ada land clearing,” kata Iwan.Dia bilang, tak ada kewenangan perusahaan mengajak masyarakat yang tak mau berplasma. Apalagi, katanya, belum ada SK calon petani dan calon lahan.Perihal sengketa tatabatas Kinipan dan Karang Taba, yang diprotes Kinipan, kata Iwan, KSP masih harus mengklarifikasi pada desa terkait dan pemerintah daerah. “Tentu kami akan menerima laporan dan meminta klarifikasi apakah semacam itu.”  Menjaga adat, tetapi terbukaKomunitas Adat Kinipan yang didukung mayoritas warga Kinipan, sejak empat tahun terakhir memilih mekanisme adat untuk membentengi hutan dan adat mereka.Bergabung dalam AMAN, mereka memetakan wilayah adat pada 2015. Wilayah itu kemudian dideklarasikan pada 2016 dan telah terverifikasi syarat dan kelengkapan untuk memperoleh pengakuan sebagai masyarakat adat oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pada 2017.
[0.999988853931427, 5.725519713450922e-06, 5.467499249789398e-06]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Secara sosial budaya, sebagaimana di banyak desa di pedalaman Lamandau, di Kinipan, masih mempraktikkan nilai dan pranata adat. Dalam relasi terhadap lahan dan hutan, misal, mereka tetap bersandar pada ketentuan turun-temurun. Suatu dukuh (untuk menyebut ladang atau eks ladang yang banyak pepohonan buah dan tampak menyerupai hutan), hasil hanya bisa diakses oleh keturunan dari leluhur dukuh itu. Orang Kinipan, mengerti semua aturan itu.Situs-situs adat pun masih terpelihara. Beberapa tiang pantar yang menandakan pernah diselenggarakan upacara tiwah (upacara kematian tingkat akhir) berdiri di Laman Kinipan. Mereka juga masih merawat dengan baik apa yang disebut Pusaka Laman, prasasti yang dikeramatkan terkait sejarah berdirinya kampung. Di Kinipan, mereka menyebut prasasti itu Upuy Temaduk. Pemakaian kata upuy berarti datuk atau buyut, menandakan relasi kuat mereka dengan masa lalu. Keberadaan artefak budaya itu masih lengkap dengan ceritanya.“Jadi Temaduk itu dipercaya penangkal marabahaya kalau ada orang dari luar ingin berbuat jahat,” kata Elyakin Pangkong, Mantir Adat Kinipan.Tempat-tempat bersejarah dan dikeramatkan pun masih lekat dalam ingatan orang Kinipan. Mulai dari Dukuh Onyuk, tempat muasal Kahingai, orang yang mendirikan Kinipan, hingga Pulau Inuhan, daratan tinggi di tengah-tengah Sungai Batang Kawa di bagian hilir. Pulau Inuhan ini cukup unik. Selain di tengah sungai yang berarus deras, ia juga tak pernah terendam air walau di puncak musim hujan sekalipun. Ritual adat pun kerap dilakukan di tempat ini, seperti yang dilakukan warga Kinipan sebelum aksi menanam pohon di tanah yang sudah ‘bersih’ oleh perusahaan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Kendati begitu, Kinipan bukan komunitas yang tertutup dengan dunia luar. Menjaga adat, katanya, tidak berarti tak bisa menerima nilai-nilai baru, yang dianggap bisa disesuaikan dengan tradisi. Dari segi keyakinan beragama formal, contoh, orang Kinipan dewasa ini mayoritas memeluk Kristen. “Tinggal dua orang yang masih memeluk Kaharingan,” kata Buhing.Menurut Ester Ritawati, pendeta yang bertugas di Kinipan, Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) yang dia pimpin sudah berdiri sejak 1945. Kinipan salah satu pusat pengembangan agama Kristen di hulu Lamandau.  Selain itu, meski akses jauh, dan masa lalu harus melalui sungai, banyak orang Kinipan lebih dari setengah abad lalu, merantau. Mereka bersekolah hingga bisa memperoleh pekerjaan dan jabatan di luar tradisi leluhur. Walaupun masa itu hanya ada sekolah tingkat dasar, namun banyak orang Kinipan, berhasil sekolah hingga jadi guru, pendeta, tenaga kesehatan, polisi, dan tentara.Kampung ini membanggakan mereka karena pernah punya jenderal, Brigjend Purn Victor Phaingdi era akhir 1980-an, yang hingga hari ini belum ada yang menyamai di Lamandau.Watak terbuka orang Kinipan ini kadang-kadang disertai sikap kompromis. Ceritanya, pada 2002, mereka memprotes perusahaan kayu yang menebang hutan mereka masuk tanpa pamit. Kisah ini cukup heroik, karena mereka berani menyandera buldoser milik perusahaan, dibawa ke laman mereka. Kemudian, terbuka negosiasi. Warga pada akhirnya membentuk koperasi dan bekerja sama dalam skema HPH perusahaan, sampai 2004.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Wilayah hutan eks-HPH itulah kini yang jadi klaim ada Kinipan, tetapi masuk dalam konsesi SML. Warga Kinipan, heran, ketika zaman kayu, tak ada klaim wilayah itu dari desa tetangga. Setelah lahan jadi kebun sawit–yang belum ada kesepakatan dengan Kinipan–, kini diklaim milik Desa Karang Taba, bahkan, bupati telah menyatakan wilayah itu bukan milik Kinipan. Masuknya investasi sawit inilah yang mereka tolak. Mereka memahami, sawit berbeda dengan HPH, yang tak menghabisi isi hutan.Walau baru memperoleh HGU sekitar 9.000-an hektar di luar Kinipan, SML telah memperoleh izin lokasi dari pemerintah daerah, dan izin pelepasan lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam rencana kerja mereka, Kinipan juga masuk dalam rencana pembukaan lahan itu.Saat ini, meski tak banyak, beberapa warga Kinipan bekerja pada SML. Dalam pertemuan dengan KSP, mereka juga berani menyuarakan sikap mereka yang berbeda dengan kebanyakan orang Kinipan.Dirga, warga Kinipan yang mengaku lama merantau dan baru pulang ke Kinipan bilang, perlu pekerjaan hingga bekerja di SML.“Saya sebagai orang putra daerah bekerja di SML. Ini murni saya butuh pekerjaan. Maksud saya begini, kalau di Kinipan, sudah sejahtera, tak mungkin kami merantau, tak mungkin kami mencari pekerjaan lain.”Senada diungkapkan Thomas Lidin, warga Kinipan, pensiunan pegawai negeri sipil. “Saya tak tahu Undang-undang, enggak tahu hukum hutan tanah, ulayat, adat. Maksud kami masyarakat Kinipan ini ingin perubahan. Punya lapangan pekerjaan, punya penghasilan per bulan,” katanya.Buhing dan kawan-kawan, mereka tak mempersoalkan pilihan pekerjaan warga Kinipan, termasuk di SML yang kebun ada di sekitar desa mereka. Yang mereka tolak, konversi hutan mereka jadi kebun sawit besar. Mereka nilai, akan mendegradasi lingkungan dan sumber penghidupan mereka secara tradisional.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-076-19.json
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit
Alam Kinipan Lestari Lebih Bermanfaat bagi Warga daripada jadi Sawit | Sementara perusahaan akan tetap jalan dengan skema. Kinipan, sangat berharap solusi pemerintah dalam menjaga lahan hutan adat mereka.“Akan ada rapat internal membahas solusi bagi Kinipan,” kata Iwan, Senin (11/2/19). Keterangan foto utama:    Warga Kinipan sedang panjat pohon langsat. Buah langsat, salah satu buah yang ada di kebun dan hutan Kinipan. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia   [SEP]
[0.007496183272451162, 0.49611595273017883, 0.49638786911964417]
2022-015-18.json
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu | [CLS]   Udang satang atau umum dikenal udang galah [Macrobrachium rosenbergii], merupakan bahan “istimewa” dalam tradisi kuliner masyarakat Melayu di Sumatera. Dari Aceh hingga Lampung, termasuk pula di Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Masakan dari udang satang merupakan makanan mewah bagi orang Melayu.Di Pulau Bangka, udang yang tekstur dagingnya mirip lobster, lembut, berasa manis, biasanya diolah menjadi “lempah kuning” atau biasa disebut “lempah udang”, yakni masakan saat nganggung. Tradisi makan bersama yang sejak tahun 2010 ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Nganggung biasanya dilaksanakan di masjid atau tempat terbuka untuk menyambut hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya’ban, Muharram, serta selepas shalat Idul Fitri dan Idul Adha.“Lempah udang juga menjadi hidangan khusus keluarga jauh yang berkunjung ke rumah. Intinya, hanya disajikan hari-hari penting atau istimewa,” kata Zainab [68], perempuan asal Desa Kota Kapur, yang tinggal di dekat Sungai Menduk, Kabupaten Bangka, kepada Mongabay Indonesia, Kamis [06/10/2022].Sungai Menduk atau Mendo merupakan habitat alami udang galah di Pulau Bangka. Panjangnya sekitar 41,91 kilometer, alirannya membelah Desa Labuh Air Pandan dan Desa Kota Kapur, serta bermuara di Selat Bangka.Baca: Kelik Sulung, “Penghuni” Rawa Gambut Kepulauan Bangka Belitung  Udang satang mudah didapatkan pada musim kemarau [Juli-Oktober]. “Warga sekitar Sungai Mendo biasanya menangkap menggunakan perangkap bubu atau jaring belat,” kata Pendi, warga Desa Kota Kapur.“Khusus jaring belat, mulai dipasang saat air pasang, bentuknya memanjang mengikuti garis hutan mangrove, saat surut dilihat apakah ada udang terperangkap. Biasanya, dalam sehari kami bisa mendapat 1-2 kilogram,” lanjutnya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-015-18.json
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu | Penghasilan tersebut menurut Pendi, jauh berkurang dibandingkan lima hingga sepuluh tahun lalu. “Dulu bisa 5-10 kilogram. Harganya lumayan, sekarang saja bisa dijual dengan harga 100-140 ribu per kilogram,” lanjutnya.Hal serupa dikeluhkan Azwar, pencari udang dari Desa Kota Kapur. “Tahun 2000-an, dapat lima kilogram. Sekarang, satu kilogram sulit dan ukurannya kecil.”Udang satang yang memiliki ciri khas capit biru, merupakan spesies udang terbesar yang hidup di sekitar perairan tawar hingga payau.Berdasarkan penelitian “Analisis Kelimpahan Udang Galah [Macrobrachium rosenbergii] di Sungai Menduk Kabupaten Bangka” oleh Bobby Fajrilian, dijelaskan parameter perairan seperti DO [oksigen terlarut], suhu dan salinitas, mempunyai hubungan erat dengan kelimpahan udang galah.“Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Stasiun 2 memiliki DO paling tinggi,” jelas riset yang diterbitkan dalam Jurnal Sumberdaya Perairan, Universitas Bangka Belitung [UBB].Menurut Henri, peneliti biologi dari UBB, terjaganya parameter perairan berkat peran ekosistem mangrove yang masih baik di sepanjangan aliran sungai.“Ketika terjadi degradasi, berpengaruh terhadap parameter tersebut, sehingga mengancam biota di perairan tersebut, termasuk kehidupan manusia di sekitar,” katanya.Baca: Kelik Puteh, Ikan Lele “Albino” yang Mulai Menghilang dari Pulau Bangka  Rawa, mangrove, dan sungai yang tercemar Berdasarkan dokumen IKPLHD [Informasi Kinerja Lingkungan Hidup Daerah] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2021, dalam setahun [2019-2020], luasan hutan mangrove primer di Kepulauan Bangka Belitung, mengalami degradasi seluas 10.858 hektar. Awalnya seluas 33.647,09 hektar menjadi 22.789,09 hektar.“Berdasarkan data perubahan penutup lahan 2019-2020, eksploitasi terjadi pada sektor pertambangan dan perkebunan, ditambah sektor perikanan budidaya dalam hal ini budidaya udang vaname di pesisir.”
[0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425]
2022-015-18.json
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu | Berdasarkan dokumen yang sama, kerusakan mangrove juga diikuti tercemarnya sekitar 55 persen sungai, dari 2.000 lebih sungai yang ada di Kepulauan Bangka Belitung [tahun 2019].“Pada 2019, sekitar 55 persen sungai melebihi baku mutu TSS [Total Suspended Solid] dan 78 persen sungai melebihi baku mutu BOD [Biochemical Oxygen Demand]. Namun pada tahun 2020, parameter TSS melebihi baku mutu hanya terjadi pada tiga lokasi saja atau 11,1 persen, dan tidak ada lokasi yang melebihi baku mutu BOD,” tulisnya.Sebagai informasi, TSS adalah padatan tersuspensi di badan air sungai. Di Bangka Belitung, TSS banyak berasal dari limbah atau tailing pertambangan timah. Sementara BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik di air.Baca: Kisah Pilu Dugong di Perairan Pulau Bangka  MemudarMenurut Jessix Amundian, Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung, di masa lalu masyarakat Pulau Bangka sangat menghormati sungai.“Hubungannya tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi juga terkait spiritual, diwujudkan adanya ritual sedekah atau taber sungai,” katanya.Nilai-nilai taber sungai mirip taber laut, yang intinya bentuk syukur terhadap hasil alam [sungai], serta meminta doa agar dilimpahkan hasil selanjutnya beserta keselamatan saat beraktivitas di sungai.“Namun, menurut informasi masyarakat, ritual ini sudah tidak pernah lagi dilakukan. Seperti yang terjadi pada ritual sedekah sungai di Sungai Sukal, di pesisir barat Pulau Bangka [Selat Bangka],” lanjut Jessix.Hilangnya ritual taber sungai juga terjadi di sekitar Sungai Semubur, aliran sungai di Teluk Kelabat, masuk kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Maras.Menurtu Ratno, warga Desa Pangkaniur, Kabupaten Bangka, ritual taber sungai dilakukan di sebuah batu granit, di tengah Sungai Semubur.“Batu itu kami namakan “batu nenek”.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2022-015-18.json
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu | Batu tersebut hanya muncul ke permukaan saat kondisi surut, tepatnya Mei. Masyarakat yang ikut ritual berasal dari sejumlah desa di sekitar Teluk Kelabat, seperti Desa Pangkalniur, Desa Pusuk, Desa Tuik, dan lainnya.“Dalam ritual, ada larangan beraktivitas di sekitar sungai selama tiga hari. Jika ada yang melanggar, akan diarak keliling kampung, serta akan dilibas menggunakan mayang [bunga] pinang,” lanjut Ratno, yang merupakan penjaga hutan adat Tukak, bagian dari DAS [Daerah Aliran Sungai] Semubur, di Desa Pangkalniur, Kabupaten Bangka.Namun, ritual tersebut hilang. Penyebabnya, tidak ada lagi generasi penerus [ketua adat/dukun sungai], yang memimpin acara tersebut.“Terakhir dilaksanakan sekitar tahun 90-an. Saya ingat betul, saat itu ada warga melanggar dan diarak keliling kampung,” kata Ratno.Baca juga: Nasib Ikan Cupang Endemik Bangka Belitung, Terancam Punah karena Habitat Rusak  Populasi berkurangMuhammad Iqbal, peneliti Biologi dari Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya mengatakan, “Udang satang saat ini sudah sangat sulit didapatkan, meskipun dulunya semua perairan di Sumatera Selatan memilikinya.”Penyebabnya, pertama, udang satang menjadi buruan banyak nelayan atau pemancing. Nilai ekonominya tinggi, sehingga overfishing.Kedua, kualitas air sungai kian menurun, dikarenakan pencemaran limbah industri dan domestik. Ketiga, banyaknya hutan yang habis atau rusak. Hutan merupakan tempat udang windu bertelur dan mencari makan.Di Sumatera Selatan, udang satang banyak didapatkan di Sungai Musi, Sungai Lalan, dan Sungai Banyuasin.Udang satang merupakan bahan masakan mahal di Sumatera Selatan. Selain dijadikan pindang atau digoreng, biasanya digunakan sebagai bahan kuah mie celor dan tekwan.Yudhy Syarofie, peneliti budaya Palembang, menyebutkan sejak dahulu udang satang merupakan simbol makanan kaum ningrat atau orang kaya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2022-015-18.json
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu
Udang Galah dan Pudarnya Simbol Kemakmuran Masyarakat Melayu | “Tidak semua orang mampu membelinya kecuali memancing sendiri. Bagi kaum ningrat di Palembang, menghidangkan udang satang di meja makan merupakan suatu keharusan. Tamu yang dihormati wajib dihidangkan masakan dari udang satang. Simbol ini menyebar ke berbagai wilayah penguasaan Palembang, baik di Sumatera Selatan maupun di Kepulauan Bangka Belitung,” jelasnya.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-018-08.json
Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung
Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung | [CLS] Menyusul keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan yang mengabulkan gugatan banding Walhi Aceh terhadap Gubernur Aceh dan PT Kalista Alam untuk mencabut izin usaha perkebunan PT Kalista Alam di Nagan Raya seluas 1.605 hektar, kini Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa meminta Pemerintah Propinsi Aceh untuk menjadikan kawasan hutan Rawa Tripa dijadikan kawasan lindung secara formal lewat perangkat aturan hukum formal.Seperti dilaporkan oleh Analisa Daily, Keputusan ini juga menjadi bukti bahwa penegakan hukum atas upaya penyelamatan lingkungan menjadi sesuatu yang sangat berharga. Untuk itu, TKPRT meminta kepada Gubernur Aceh untuk sesegera mungkin mencabut Izin Usaha Perkebunan kepada PT Kalista Alam di kawasan Rawa Tripa.“Kami juga mengharapkan Gubernur Aceh dapat segera mengevaluasi seluruh izin-izin usaha perkebunan perusahaan di kawasan Rawa Tripa yang banyak bermasalah,” tambah Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar.Apalagi Tim Kerja Kajian dan Penegakan Hukum Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, yang berada dibawah UKP4, lanjut TM Zulfikar, telah menyatakan Rawa Tripa adalah wilayah lahan gambut yang tercakup dalam Peta Indikatif Penundaan Penerbitan Izin Baru di Aceh.“Wilayah rawa gambut rentan terbakar bila dikeringkan, sehingga untuk menjaganya adalah mewujudkan cita-cita pembangunan menekan laju emisi gas rumah kaca hingga 41 persen,” ujar Zulfikar.Menurut beritasatu.com kawasan hutan gambut ini telah mengalami deforestasi lebih dari 50% dari total keseluruhan lahan akibat pembukaan perkebunan sawit. Total lahan gambut rawa tripa yang berada di dua kabupaten  yaitu Aceh Barat Daya dan Nagan Raya seluas 61.803 hektare.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2012-018-08.json
Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung
Koalisi Penyelamatan Minta Pemprov Aceh Jadikan Tripa Kawasan Lindung | Rawa Tripa memiliki fungsi sebagai kawasan penyerap air, daerah penyangga (buffer) untuk melindungi daerah sekitarnya dari bencana, tempat tinggal manusia dan aneka satwa serta pengendali iklim mikro. Karena itu TKPRT meminta Pemprov Aceh segera mencabut seluruh izin yang dimiliki perusahaan yang mengeskplorasi kawasan hutan gambut tersebut.Sementara itu, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Krueng Aceh, siap mendukung Pemerintah Aceh jika berkeinginan mengembalikan hutan yang tersisa seluas 16.000 hektare di kawasan Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya provinsi itu.“Kami siap mendukung jika memang Pemerintah Aceh berkeinginan mengembalikan kawasan hutan yang tersisa di Rawa Tripa,” kata Kepala BP DAS Krueng Aceh, Abubakar Cekmad di Banda Aceh, kepada theglobejournal.com.Restorasi, tambah Abubakar, adalah upaya untuk menjadikan kembali kawasan Rawa Tripa sebagai hutan gambut sehingga dapat mencegah kerusakan lingkungan hidup di masa mendatang. “Restorasi kembali hutan gambut Rawa Tripa dengan penanaman hutan rawa seperti pohon ara,” kata Abubakar Cekmad menjelaskan.Aktivis lingkungan setempat menyatakan bahwa kebakaran yang terjadi di Rawa Tripa disulut oleh perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut, dan kini mengancam sekitar 200 orangutan yang hidup di wilayah ini.  Rawa Tripa adalah salah hutan gambut dengan kepadatan orangutan tertinggi di dunia. Sebelum dihancurkan, tak kurang dari 3000 ekor orangutan hidup di wilayah ini. Kini di seluruh Sumatera, diperkirakan hanya tinggal 7000 ekor orangutan, yang terus berkurang akibat dampak langsung penebangan hutan primer untuk keperluan pembukaan perkebunan sawit di Sumatera. [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-009-05.json
Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya
Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya | [CLS] Satu lagi prestasi ditorehkan para peneliti Indonesia yang telah berhasil membungakan tumbuhan langka Bunga Padma (Rafflesia patma Blume) melalui teknik grafting di luar habitat aslinya. Teknik grafting yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor (KRB) ini pun merupakan yang pertama di dunia yang berhasil menumbuhkan bunga Rafflesia.Hingga saat ini telah dua kali Padma berhasil berbunga di KRB, tiga bunga pada tahun 2010 dan dua bunga berkembang pada awal November 2012.  Keberhasilan ini sekaligus memupuskan vonis mitos selama ini bahwa Rafflesia tidak dapat ditumbuhkan di luar habitat aslinya, karena faktor pengaruh kondisi lingkungan fisik, kelembababan, komposisi floristik dan karakteristik jenis inangnya.Peneliti Utama Rafflesia LIPI/KRB, Dra Sofi Mursidawati M.Sc. kepada Mongabay.co.id menyatakan mekarnya Bunga Padma merupakan hadiah dari Kebun Raya Bogor untuk merayakan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang jatuh pada tanggal 5 November 2012, sekaligus suatu bukti upaya yang dilakukan tanpa kenal lelah untuk menumbuhkan Bunga Padma sejak tahun 2004.Upaya penangkaran Rafflesia sendiri, telah diupayakan sejak tumbuhan ini dikenal oleh dunia ilmiah pada tahun 1789.  Berbeda dengan metode sebelumnya oleh peneliti Belanda yang memindahkan tanaman Rafflesia rochusenii (1929), maka upaya yang dilakukan oleh peneliti KRB adalah melalui proses grafting (penyambungan) akar inang Rafflesia yaitu Tetrastigma (Tetrastigma spp.) dari famili Vitaceae.Tetrastigma sendiri adalah sejenis liana merambat yang hidup di hutan tropis.  Tetrastigma, inang tumbuhan Rafflesia Patma yang berada di KRB, merupakan Tetrastigma yang terambil dari habitat asli Bunga Padma di Cagar Alam Pangandaran (Ciamis, Jawa Barat), yang kemudian disambungkan dengan akar Tetrastigma yang sebelumnya telah tumbuh ditanam di KRB.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2012-009-05.json
Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya
Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya | Sebelumnya, para peneliti KRB telah memperkirakan bahwa akar tumbuhan Tetrastigma yang berasal dari habitat asli telah memiliki probabilitas “terinfeksi” biji parasit tanaman Rafflesia.  Adapun sejak proses grafting dilakukan, dibutuhkan waktu 6 tahun hingga Rafflesia dapat berbunga untuk pertama kalinya.Sofi Mursidawati menjelaskan bahwa keberhasilan saat ini baru merupakan langkah awal. Baru pada tahap “memindahkan” belum sampai tahap “mengembangbiakan”.  Ia menyebutkan beberapa kendala dalam memperbanyak Rafflesia adalah populasi Rafflesia di alam yang rendah, karena secara alami sebagai tumbuhan parasit Rafflesia sangat tergantung kepada nutrisi yang disediakan oleh tanaman inangnya.Kendala kedua, dikarenakan adanya pemisahan jenis kelamin antara bunga jantan dan bunga betina.  Masa penyerbukan yang singkat dari bunga Rafflesia telah menyebabkan bunga ini sangat langka.  Suatu referensi penelitian menyebutkan bahwa serbuk sari bunga jantan yang tercabut hanya memiliki waktu 8 jam untuk membuahi bunga betina.Saat ini, kedua bunga Bunga Padma yang sedang mekar di KRB berjenis kelamin betina dengan ukuran diameter masing-masing 40,5 cm dan 33 cm.Rafflesia Tumbuhan Khas Hutan Asia TenggaraRafflesia merupakan tumbuhan endemik khas di hutan-hutan Asia Tenggara yang memiliki habitat yang bersifat lokalitas. Sebagai tumbuhan parasit, Rafflesia “menumpang hidup” di tumbuhan inang yaitu Tetrastigma (Tetrastigma sp.), sejenis liana merambat yang dapat dijumpai di hutan.  Di Indonesia, dikenal 17 spesies Rafflesia, dari yang paling besar dan terkenal seperti Rafflesia arnoldii yang berada di Bengkulu hingga Rafflesia rochusenii yang berukuran kecil yang hanya dijumpai di lereng Gunung Salak dan Gunung Gede di wilayah Bogor dan Sukabumi.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-009-05.json
Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya
Kebun Raya Bogor Berhasil Bungakan Rafflesia Patma di luar Habitat Aslinya | Selama berbunga, Rafflesia mengeluarkan bau yang tidak sedap seperti bangkai.  Menurut Priatna, Zuhud dan Alikodra (1989) bau yang tidak sedap ini sengaja dikeluarkan oleh bunga Rafflesia sebagai strategi untuk mengundang lalat, yang merupakan agen penyerbukan bunga Rafflesia.Dikarenakan habitat hidupnya yang sempit, Rafflesia merupakan jenis tanaman langka yang terancam punah (endangered) .  Perubahan tipe ekologi hutan tropis menjadi peruntukan lain turut mengancam kelestarian tumbuhan ini.Seringkali masyarakat umum, masih salah membedakan antara Rafflesia (Rafflesia spp.) dengan Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum).   Di KRB sendiri, yang merupakan upaya konservasi ex-situ, kedua jenis bunga bangkai ini telah dapat dijumpai.  Kedepannya untuk penangkaran Rafflesia, KRB merencanakan tidak saja untuk spesies Rafflesia patma tetapi juga untuk jenis Rafflesia yang lain. [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2023-008-19.json
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga | [CLS]  Pemandangan pesisir Tanjung Buton, Daik, Kabupaten Lingga sore itu cukup menawan. Matahari yang mulai menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat, membuat langit berwarna orange kemerahan. Suasana itu membayang ke permukaan laut. Belum lagi sebelah timur pemandangan gunung Daik Lingga memanjakan mata.Suasana itu menjadi pemandangan bagi warga yang sedang bersantap makanan di kawasan Pelabuhan Tanjung Buton. Kawasan ini memang menjadi destinasi kuliner di Daik Lingga Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).Dari atas pelabuhan juga terdapat pemandangan menarik. Tampak jelas dua orang warga Daik sedang asyik mencari kerang. Proses mencari kerang itu tidak dengan cara berjalan menyusuri pesisir laut. Tetapi berselancar di atas papan kayu yang disebut tongkahDua orang itu seolah-olah berlomba menyusuri pesisir laut yang sudah surut sejak siang tadi. Duduk di atas papan, kemudian papan didorong dengan dua tangannya. Papan membawa mereka melanju. Tingkah ini seperti bak atlet selancar yang siap menerjang ombak besar.Saat melaju, sesekali mereka berhenti memungut karang dan memasukkannya dalam ember yang sudah disediakan di atas papan. Begitulah yang mereka lakukan ketika air surut, hingga azan magrib dikumandangkan di masjid-masjid kabupaten berjulukan ‘Negeri Bunda Tanah Melayu’ ini.baca : Ini Tantangan Pembudidaya Kerang Hijau di Gresik  Menongkah Kearifan Lokal Turun TemurunSalah seorang warga Daik Lingga yang mencari kerang sore itu adalah Abdurrahman. Ia ditemui kami temui sedang asik membersihkan papan yang digunakannya mencari kerang.Setelah papan itu bersih dari lumpur, ia  menyimpan papan itu di salah satu teras rumah warga di pesisir Tanjung Buton. Papan itu siap untuk digunakan lagi keesokan harinya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-008-19.json
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga | Yus, sapaan akrabnya, bercerita aktivitas perihal mencari kerang sore itu. Warga Lingga menyebutkan aktivitas ini ‘menongkah’. “Kalau alat ini namanya tongkah,” kata Yus sembari menunjuk tongkah yang terbuat dari papan membentuk sampan mungil.Mencari kerang sebenarnya bisa dengan berjalan seperti yang dilakukan masyarakat pesisir lainnya. Tetapi pesisir Lingga lebih banyak lumpur. Sehingga menongkah menjadi solusi mencari kerang.“Kalau mencarinya berjalan kita terbenam lumpur, lama juga kalau jalan,” kata Yus bercerita kepada Mongabay Indonesia, 26 Desember 2022 lalu.Aktivitas ini sudah dilakukan warga turun menurun. Tidak hanya di Tanjung Buton, menongkah hampir dilakukan masyarakat Lingga di setiap pesisir. “Sudah dari dulu datuk nenek kami sudah ada menongkah ini,” katanya.Dalam satu tahun Yus hanya menongkah dua bulan saja. Biasanya di bulan-bulan menyambut tahun baru, atau pada musim angin utara dan angin timur.baca juga : Kerang Menghilang, Nelayan Mulai Mencari Teripang  Menongkah juga tidak dilakukan Yus sepanjang hari. Tetapi ketika air mulai surut. Biasanya siang hari sampai petang. “Hari ini air surut tidak terlalu lama, makanya kita hanya dapat 2 kilogram kerang saja,” kata pria 40 tahun itu.Ia menunjukan isi kantong kresek yang berisi kerang. Sekilas kerang ini terlihat seperti kerang dara (Anadara Granosa) atau kerang darah. Kerang ini sangat mudah ditemukan, dan biasanya juga dijual di pasar tradisional maupun pasar modern.Yus paling banyak mendapatkan 20 kilogram kerang setiap hari. Apalagi kala air surut dalam waktu yang lama. Satu kilogram kerang dara dijual Rp25 ribu. “Ini kerja sampingan, lumayan untuk tambahan,” kata Yus.Namun, sore itu hasil pencarian Yus hanya 2 kilogram, pasalnya air surut hanya berlangsung dua jam. “Air lambat kering, makanya dapat segini,” kata Yus, sambil menunjukan kantong kresek yang dipenuhi kerang darah.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-008-19.json
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga | Yus mengatakan, kerang ini tidak dijual ke pasar, tetapi jika ada yang meminta dirinya akan menjual di rumah. Kalau tidak, menyantapnya bersama keluarga. “Bisa direbus masak balade ataupun direndang,” kata Yus dengan logat Melayunya.Jika air cukup lama surut kata Yus, masyarakat bisa sampai jauh menongkah. Bahkan jarak tempuh bisa 2 jam perjalanan menuju lokasi menongkah. “Tantangannya hanya agas dan nyamuk saja,” kata Yus.Menongkah bukanlah aktivitas yang gampang, apalagi memastikan ada atau tidaknya kerang di permukaan laut. Saat mengayuh dan menjaga keseimbangan tongkah, Yus harus melihat dengan seksama permukaan laut. Tanda adanya kerang itu hanya melihat dari busa yang keluar dari lumpur atau nampak samar-samar seperti mata kerang di dasar balik lumpur.baca juga : Tak Ada Lagi Kerang di Pesisir Makassar  Didaftarkan Jadi Kebudayaan DuniaMenongkah sebenarnya terdapat di beberapa daerah lain di Indonesia. Seperti di Indragiri, Provinsi Riau, menongkah menjadi tradisi masyarakat Douanu dan Suku Laut Desa Kuala Patah Perang. Tidak hanya menjadi tradisi yang bernilai kearifan lokal tetapi juga sebagai sumber nilai strategi untuk keberlangsungan hidup keluarga suku laut.Begitu juga di Meranti, mendongkah juga terdapat di daerah ini. Sejak tahun 2012 di kawasan ini mendongkah dijadikan destinasi pariwisata. Beberapa kali di gelar festival mendongkah. Tidak hanya mengumpulkan kerang, di kawasan ini mendongkah juga mengumpulkan seafood.Di setiap daerah alat menongkah ini bentuknya berbeda-beda. Jika di Indragiri Riau hanya menggunakan sebilah papan. Di Lingga Kepulauan Riau masyarakat  berbentuk papan itu menjadi kotak persegi panjang. Yang kemudian dikayuh untuk mencari kerang
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-008-19.json
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga
Menongkah, Aktivitas Selancar Mencari Kerang di Pesisir Lingga | Dalam sebuah penelitian berjudul “Peran Menongkah Tradisi Mencari Kerang Sebagai Upaya Peningkatan Pendapat Ekonomi Keluarga”, menyebutkan menongkah di Indragiri tidak lagi hanya sebagai tradisi penopang ekonomi masyarakat. Tetapi pemerintah menjadikan aktivitas ini sebagai tradisi budaya.Beberapa tahun lalu, kegiatan menongkah massal yang diikuti 500 orang memecahkan rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Bahkan, pemerintah daerah juga bercita-cita menjadikan tradisi menongkah tersebut masuk ke dalam salah satu kebudayaan dunia yang dinaungi UNESCO.  Namun, dalam penelitian yang sama disebutkan rencana tersebut mendapatkan hambatan, akibat kondisi alam yang mulai rusak. Masyarakat merasakan semakin hari kerang semakin sulit ditemukan.Hal ini umumnya disebabkan karena adanya alat tangkap aktif yang ada di sekitar sungai. Tanah yang terus mengalami abrasi menjadikan salah satu sebab mulai sulitnya ditemukan kerang di Riau.Padahal menongkah, disebut alat tangkap ramah lingkungan. Selain mudah dalam beroperasinya, menongkah juga selektif dalam menangkap kerang. Selain membawa kearifan lokal, alat ini sangat ramah lingkungan.  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2017-061-10.json
Pegiat Lingkungan: Masalah Agraria dan Lingkungan di Jawa Timur Harus Diselesaikan
Pegiat Lingkungan: Masalah Agraria dan Lingkungan di Jawa Timur Harus Diselesaikan | [CLS]   Konflik agraria dan ekologi yang terjadi di Jawa Timur, tak jarang membenturkan masyarakat dengan korporasi, aparatur pemerintah, dan aparat militer. Kondisi ini merupakan pemandangan nyata yang ada di depan mata.Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menunjukkan, ada 127 kasus agraria dan lingkungan, yang mengakibatkan penyerobotan tanah rakyat dan kerusakan lingkungan.“Tiap tahun, jumlah konflik tidak turun. Mungkin ada kesalahan dalam hal pengelolaan alam dan regulasinya,” terang Rere Christanto, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur.Rere menyebut, migas dan tambang mineral merupakan ancaman serius bagi kelestarian lingkungan, karena berpotensi menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan aturan yang tidak berpihak pada lingkungan maupun masyarakat kecil. “Dorongan investasi di sektor ekstraktif, seperti pertambangan migas maupun mineral, menjadikan masyarakat harus berhadapan dengan kekuasaan.”Di sektor migas, di Jawa Timur ada 63 Wilayah Kerja Pertambangan. Pembagiannya, 31 Wilayah Kerja Pertambangan dengan status eksploitasi atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dan 32 Wilayah Kerja Pertambangan yang sedang dalam status eksplorasi.Sementara di sektor pertambangan mineral dan batubara, data yang dihimpun melalui Korsup KPK (Koordinasi-Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi) menunjukkan, per 29 Agustus 2016, jumlah izin usaha pertambangan (IUP) di Jawa Timur mengalami penurunan. Bila dibanding data Kementerian ESDM, dari 378 IUP di 2012, menjadi 347 IUP pada 2016.Namun, luasan lahan pertambangan di Jawa Timur justru mengalami peningkatan signifikan. Bila di 2012 seluas 86.904 hektare, meningkat menjadi 551.649 hektare di 2016. Kenaikan hingga 535 persen ini hanya dalam kurun waktu 4 tahun.
[0.9999932646751404, 3.4551642329461174e-06, 3.3377132240275387e-06]
2017-061-10.json
Pegiat Lingkungan: Masalah Agraria dan Lingkungan di Jawa Timur Harus Diselesaikan
Pegiat Lingkungan: Masalah Agraria dan Lingkungan di Jawa Timur Harus Diselesaikan | Menurut Rere, bencana yang terjadi akhir-akhir ini, salah satunya akibat kegagalan mengelola sumber daya alam, serta wilayah-wilayah yang seharusnya menjadi daerah resapan diubah peruntukannya. “Wilayah hutan penyangga dibabat habis. Ini yang mendorong munculnya bencana-bencana ekologis.”  Komitmen Walhi Jawa Timur, secara umum juga, mempertanyakan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo di bidang reforma agraria, yang merupakan bagian dari Nawacita. Pemerintah harus segera melakukan perubahan, melalui pemberian kepastian hukum terhadap petani dan rakyat kecil, serta penyelesaian konflik. Sebagaimana yang dialami petani di Wongsorejo, Banyuwangi, Sengon, dan Blitar.“Dampaknya tentu saja pada kehidupan masyarakat, kedaulatan pangan, krisis ekologi, dan penghancuran sosial budaya,” kata Rere, awal pekan ini.Dion Mulder dari Serikat Mahasiswa Indonesia, yang tergabung dalam Koalisi Jawa Timur Peduli Agraria (Jelaga) mengatakan, masyarakat sering menjadi pihak yang dikalahkan ketika konflik berlangsung. “Persoalan Lumajang adalah contoh nyata,” ujarnya.Selain kasus tambang pasir besi di Lumajang, Dion juga menyoroti kasus agraria dan lingkungan lainnya yang terjadi di Jawa Timur. Sebut saja tambang emas di Tumpang Pitu Banyuwangi, Jember, dan beberapa daerah di pesisir selatan Jawa Timur. “Penyelesaian kasus-kasus tersebut harus mengedepankan dialog, dengan memprioritaskan lingkungan hidup ketimbang investasi semata,” paparnya.   [SEP]
[0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987]
2021-076-19.json
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3] | [CLS]  Mati surinya pariwisata di Bali justru membawa harapan lain bagi I Ketut Bimbo. Petani berusia 30 tahun ini merasa bahwa pilihannya menjadi petani, di tengah tren bekerja di pariwisata, sudah tepat. Dia beralasan, di tengah pandemi COVID-19 pun setiap orang pasti perlu makan. Dan, petanilah yang menghasilkan sumber pangan itu.Oleh karena itu, dalam situasi apapun, petani pasti dibutuhkan.Petani di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali bagian barat laut ini membuktikannya sendiri. Di saat pendapatan istrinya yang bekerja di sektor pariwisata tidak ada sama sekali, bapak dua anak ini menjadi tumpuan utama penghidupan keluarga. “Pendapatan sekarang dari bertani dan beternak, termasuk menjual anak sapi. Itu yang dipakai menopang rumah tangga,” kata pria lulusan SMA ini yang ditemui pertengahan Desember 2020.Bimbo melanjutkan, meskipun hasilnya tidak sebanyak dari pariwisata, bertani tetap bisa menjadi pekerjaan bagi sebagian besar warga desanya. Inilah yang juga membuatnya tetap bangga bekerja sebagai petani. Hampir tiap hari dia bekerja di kebun mulai pukul 6 pagi hingga pukul 11 pagi. Pada pukul 2 sore dia akan kembali ke kebun lagi hingga sekitar pukul 5 sore.“Dari sejak SMP saya sudah membantu orangtua bekerja di kebun seperti ini,” lanjutnya.baca : Sumberklampok, Bara Konflik Agraria di Bali Utara [Bagian 1]  Seperti semua petani di Sumberklampok saat ini, Bimbo juga mewarisi kebunnya dari kakek dan bapaknya. Bimbo adalah generasi ketiga penggarap lahan di desa ini. Dia pun tak memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanah yang dia garap ataupun pekarangan, tanah yang mereka tempati. Saat ini dia mengerjakan bersama ibu dan pamannya.
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2021-076-19.json
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3] | Saat ditemui, Bimbo sedang membersihkan gulma di kebunnya. Dia mencabut rumput dan tanaman liar lain di sela-sela tanaman jagung. Dia juga merapikan tanaman pagar yang terlalu panjang. “Jadi petani muda di Bali itu berkesan,” ujarnya tentang perasaan sebagai petani muda di Bali. Bagi banyak anak muda di Bali, bekerja di pariwisata lebih membuat bangga daripada bertani.Namun, harapan dan kebanggaan Bimbo sebagai petani saat ini justru tengah terancam. Pemerintah sedang merencanakan pembangunan bandara baru di desanya. Menurut dokumen rencana presentasi yang beredar, kebutuhan lahan untuk operasional bandara baru itu luasnya mencapai 310 ha. Belum termasuk sarana lain-lain.Mengacu pada Surat Kesepakatan Bersama (SKB) Gubernur Bali dan Tim Sembilan yang ditandatangani pada November 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akan memperoleh lahan seluas 154,2 ha dari total 514 ha yang dibagi antara Pemprov dan warga. Artinya, untuk operasional bandara saja masih perlu sekitar 156 ha. Karena itu nantinya lahan-lahan yang saat ini digarap warga pun akan beralih fungsi.Lahan kebun Bimbo seluas 1,3 ha yang dia warisi secara turun temurun termasuk dalam lokasi di mana bandara itu akan dibangun. Dia melanjutkan dulunya lahan lebih banyak berisi pohon sengon yang dipanen sekitar 7-8 tahun sekali. Saat ini, hampir semua kebun warga Sumberklampok sudah produktif dengan tanaman palawija, seperti jagung, kacang-kacangan, singkong, dan lainnya. Bagi warga Sumberklampok, pertanian menjadi sumber penghidupan utama.Karena itulah, Bimbo menyatakan tidak setuju jika petani nanti harus digusur untuk pembangunan bandara baru di atas lahan mereka. “Secara pribadi saya tidak setuju. Sayang sekali, karena di sini tanahnya sudah produktif,” kata Bimbo.baca juga : Konflik Agraria di Bali Utara : Polemik Pembangunan Bandara  [Bagian 2]  Melanggar Ketentuan
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2021-076-19.json
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3] | Bimbo tak sendirian. Menurut data Pemerintah Desa Sumberklampok, saat ini terdapat 902 kepala keluarga (KK) dengan 3.222 jiwa di desa ini. Dari 1.366 warga yang bekerja, sekitar 75 persen di antaranya adalah petani dengan luas garapan berkisar antara 50 are hingga 1 ha. Sisanya nelayan, pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai negeri sipil.Adapun menurut data rekapitulasi warga yang akan mendapatkan SHM sebagaimana kesepakatan dengan Pemprov Bali, ada 881 KK yang nantinya mendapatkan lahan. Luasnya dibagi menurut lama tinggal dan banyaknya keturunan yang mereka miliki. KK Utama yaitu mereka yang dulu ikut membuka lahan, misalnya, akan mendapatkan lahan seluas 75 are sedangkan anaknya yang sudah berkeluarga akan mendapat 50 are dan 35 are. Untuk KK penggarap yaitu petani yang bekerja untuk orang yang menempati dari awal akan mendapatkan 2,5 are.Toh, jika pemerintah jadi membangun bandara, mereka semua akan tergusur dari lahan-lahan yang sedang mereka garap. “Dengan adanya bandara, warga pasti terusir karena mereka bekerja sebagai petani dan peternak,” kata Kepala Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitra Yasa.Kemungkinan warga harus menyerahkan lahannya dan bahkan harus tergusur demi pembangunan bandara itu pula yang menjadi pertanyaan Ketua Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Bali, Ni Made Indrawati. “Kalau pakai mekanisme reforma agraria, tanah yang sudah diberikan kepada rakyat tidak boleh diambil lagi untuk keperluan lain,” kata Indrawati.perlu dibaca : Sentra Daun Pisang Bali di Pusaran Konflik Agraria [2]  
[0.9999886751174927, 5.7277034102298785e-06, 5.645468263537623e-06]
2021-076-19.json
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3] | Salah satu mekanisme reforma agraria tersebut adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Pasal 25 Perpres ini menyatakan bahwa pengalihfungsian ataupun pengalihan hak tanah objek reforma agraria harus mendapat izin dari menteri atau kepala kantor pertanahan setempat. “Menurut UU RA (UU No.5/1960 tentang Pokok Agraria), dalam kurun 10 tahun setelah pemberian, tanah itu tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain. Jadi, pemerintah sendiri melanggar ketentuan itu jika jadi membangun bandara di lahan milik petani,” lanjut Indrawati yang juga warga Desa Sumberklampok.Selain petani, menurut Indrawati, nelayan juga akan terdampak jika pembangunan bandara jadi dilakukan di Desa Sumberklampok  karena sisi utara bandara akan berbatasan langsung dengan pantai. Meskipun jumlah nelayan di Sumberklampok kurang dari 50 orang, mereka tetap berhak mendapatkan akses ke pantai untuk beraktivitas termasuk menyandarkan perahu. “Apalagi pantai kan tidak bisa dipindah seperti sawah atau kebun,” ujarnya.baca juga : Kedonganan, Kampung Nelayan yang Bertahan di Pusat Turisme Bali  I Nyoman Sedana, salah satu nelayan di Sumberklampok, mengaku hanya bisa pasrah jika nanti bandara baru jadi dibangun. Teluk Terima, tempat Sedana sehari-hari menambatkan perahunya,  termasuk yang akan terkena dampak pembangunan bandara. “Ya, mungkin bergeser sedikit ke tempat lain jika masih boleh pakai tempat lain,” katanya santai.Namun, Indrawati melanjutkan, dampak paling besar bagi Bali adalah terancamnya lingkungan di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2021-076-19.json
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3] | Sebagaimana dokumen presentasi yang beredar, pembangunan bandara di Bali utara ini memang akan dilakukan dengan melakukan alih fungsi lahan TNBB seluas 64 ha. Lokasinya berbatasan dengan sisi timur TNBB saat ini. Padahal, TNBB merupakan hutan terluas yang saat ini berada di Provinsi Bali. Hutan nasional ini adalah sekaligus habitat bagi jalak bali (Leucopsar rothschildi).Kepala TNBB Agus Ngurah Krisna tidak bersedia diwawancarai terkait topik ini. Dia menyarankan untuk langsung menghubungi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Yang saya tahu, ini masih rencana yang akan berubah lagi lokasinya,” jawab Krisna lewat pesan WhatsApp.Namun, Kepala Humas KLHK Nunu Anugrah juga tidak merespon permintaan wawancara melalui WhatsApp maupun telepon.baca juga : Cyrtodactylus jatnai, Spesies Baru di Taman Nasional Bali Barat  Burung BesiTNBB berada di dua kabupaten yaitu Jembrana dan Buleleng. Luasnya sekitar 19.000 ha terdiri atas laut 3.415 ha dan darat atau hutan seluas 15.587,89 ha. Menurut Amir Mahmud dkk, di kawasan ini terdapat setidaknya 7 jenis mamalia, 2 jenis reptilia, 105 jenis aves, dan 120 jenis ikan, dan lain-lain. Dalam laporan penelitiannya, Zonasi Konservasi untuk Siapa? Pengaturan Perairan Taman Laut TNBB (2015), Amir juga menyatakan bahwa TNBB juga menjadi rumah bagi satwa dilindungi seperti trenggiling (Manis javanica), menjangan (Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanicus), dan lain-lain.Laporan Amir dkk juga menyebutkan bahwa di TNBB terdapat beragam tumbuhan dilindungi baik di darat maupun laut. Di antaranya bayur (Pterospermum diversifolium), buni (Antidesma bunius), cendana (Santalum album), mundu (Garcinia dulcis), dan sono kering (Dalbergia latifolia). “Melimpahnya potensi biologi dan luasan kawasan tersebut menjadi salah satu alasan dibentuknya TNBB, demi melindungi keasliannya,” demikian kata laporan itu.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2021-076-19.json
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3]
Konflik Agraria di Bali Utara :  Ancaman Burung Jalak Bali Berubah Jadi Burung Besi [Bagian 3] | Di antara semua flora dan fauna dilindungi di TNBB, jalak bali merupakan satwa penting bagi Bali. Sejak 1991, burung berbulu putih ini menjadi ikon Provinsi Bali. Menurut riset terakhir, populasi jalak bali meningkat. Pada Juli 2020 lalu, populasinya mencapai 355 ekor di alam. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan, misalnya, pada 2002 yang hanya ada 6 ekor.penting dibaca : Populasi Burung Jalak Bali Meningkat, Tetapi Perlu Diteliti Keragaman Genetiknya  Namun, situasi mereka justru bisa terancam jika habitatnya nanti berubah jadi bandara. Beberapa warga yang saat ini membudidayakan jalak bali menyatakan kekhawatirannya. Misnawi, wakil ketua Tim Sembilan yang juga ketua penangkar jalak bali Manuk Jegeg, mengatakan pembangunan bandara pasti akan merusak habitat jalak bali. Padahal, kelompok ini sudah menangkarkan jalak bali sejak 2012 untuk melestarikan burung ikon Provinsi Bali itu.Menurut Misnawi biasanya angka produksi jalak bali berkurang kalau stres karena ada suara bising. Kalau sedang mengeram akan dibuang telurnya atau dibunuh anaknya. Pembangunan bandara baru pasti sangat mempengaruhi ekosistem jalak bali karena habitatnya berubah bising. Mereka pasti stres dan bisa berkurang. “Jangan sampai burung jalak bali nantinya berganti dengan burung besi,” katanya.Karena itulah, Misnawi menyarankan agar pemerintah membatalkan rencana pembangunan bandara di Sumberklampok. Selain karena masalah sengketa agraria yang belum sepenuhnya selesai hingga saat ini, pembangunan itu juga akan merusak lingkungan.Indrawati juga menegaskan hal sama. Menurutnya, pemerintah lebih baik menuntaskan dulu konflik agraria dengan warga sebelum melanjutkan rencana pembangunan bandara. Apalagi, di desa yang sama juga masih ada sengketa lahan yang lain, antara pemerintah dengan warga bekas transmigran di Timor Timur. Inilah masalah lain di Sumberklampok yang belum juga selesai. [Bersambung]   [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2013-043-06.json
Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi
Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi | [CLS] “Kami bukan Kriminal, Kami adalah Korban,” begitulah sepenggal judul pembelaan (Pledoi) yang dibuat dan disampaikan lima belas nelayan korban kriminalisasi di depan persidangan  pada kamis, pertengahan Februari 2013 di Pengadilan Negeri Jepara silam. Lima belas warga Bandungharjo tersebut menjadi terdakwa dan di dakwa melanggar pasal 170 KUHP. Mereka dituntut enam bulan penjara dengan masa percobaan sepuluh bulan. Nur hadi selaku ketua Forum Nelayan dan sesepuh di dukuh Mulyorejo, Bandungharjo kepada Mongabay Indonesia mengatakan bahwa hal ini adalah akibat dari penolakan mereka terhadap keberadaan tambang pasir besi di Pantai Bendungharjo yang dilakukan CV Guci Mas Nusantara.Berdasarkan penuturan warga, mereka sebenarnya telah melakukan upaya-upaya pengaduan ke pemerintah mulai dari petinggi desa Bandungharjo, Camat, Badan Lingkungan Hidup (BLH), DPRD Jepara dan Pemkab Jepara. Namun pemerintah tidak menanggapi berbagai pengaduan warga tersebut. Sampai pada tanggal 30 April 2012 ratusan warga nelayan berduyun-duyun hadir ke lokasi penambangan bermaksud meminta CV untuk menghentikan aktivitas penambangan  yang berakhir pada kriminalisasi 15 warga nelayan Bandungharjo.Pembelaan yang dibacakan di depan persidangan oleh salah satu korban kriminalisasi, Sudarni, menguraikan kondisi masyarakat nelayan Bendungharjo yang selama ini hidup tenang mulai terusik saat muncul aktivitas pertambangan. “Lalu kami harus mengadu pada siapa lagi jika orang-orang yang kami pilih tidak berpihak pada kami? Apakah salah jika kami menjaga lahan penghidupan kami dengan cara yang kami pahami? Lantas apa lagi yang harus kami lakukan, setiap hari didepan mata kami mereka mengeruk dan merusak pantai kami?” begitu bunyi sepenggal Pledoi yang dibacakan oleh Sudarni.
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2013-043-06.json
Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi
Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi | Misbakhul Munir selaku pendamping hukum dari lima belas warga mengatakan bahwa apa yang disampaiakan warga dalam pembelaanya adalah suatu bentuk kondisi nyata yang dirasakan oleh masyarakat nelayan pada umumnya. “Masyarakat adalah korban, korban dari Malpraktek perizinan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Jepara. Jadi pantas saja jika pemkab jepara enggan menanggapi pengaduan warga,” tegas Munir.Lebih lanjut Munir menyampaikan dugaan malpraktek perizinan oleh Pemkab Jepara ini dapat dilihat jika kita datang kelokasi penambangan dan faktanya lokasi penambangan hanya berjarak kurang lebih 10 meter dari laut. Padahal jika kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sangat jelas disampaikan bahwa daratan sepanjang tepian yang panjangnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, dan disebut sebagai kawasan sepadan pantai, yang merupakan kawasan lindung dan tidak diperbolehkan adanya kegiatan budidaya di tempat tersebut. Namun, dalam persidangan yang menghadirkan pemilik CV. Guci Mas Nusantara, penambangan yang dilakukan telah memperoleh izin sejak 2008. “Ini sangat aneh, dan kalaupun itu benar,  ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah Kabupaten Jepara telah melanggar berbagai aturan dalam menerbitkan izin tersebut,” jelas Munir.
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2013-043-06.json
Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi
Tolak Tambang Pasir Besi, 15 Warga Jepara Terancam Jeruji Besi | Selain itu, Slamet Haryanto selaku kuasa hukum dari LBH Semarang, seperti dikutip dalam rilisnya menyampaikan bahwa, lima belas warga ini adalah korban kriminalisasi. Hal tersebut mengacu pada keterangan para saksi yang di hadirkan oleh JPU yang tidak melihat langsung kejadian, padahal di KUHAP jelas menyebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik penuntut dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. “Meskipun ada beberapa saksi yang hadir dilokasi juga sangat meragukan keteranggannya karena dilokasi ada sekitar 500-an warga yang tidak mungkin bisa di identifikasikan satu-satu terkait apa yang dilakukan saat kejadian berlangsung,” kata Slamet. Lebih lanjut Slamet Haryanto menuturkan ini adalah perkara pidana, seharusnya aparat penegak hukum yang diberikan kewenangan dalam sistem peradilan pidana bisa lebih teliti lagi dalam menetapkan seseorang menjadi tersangaka atau terdakwa. Karena ini menentukan nasib warga. Bukan hanya itu, penetapan tersebut juga bisa berdampak secara psikologis terhadap keluarga dan anak korban kriminalisasi. “Jadi kami sangat berharap pada sidang putusan yang akan di gelar kamis depan di PN Jepara, hakim dapat memutus perkara ini dengan putusan yang seadil-adilnya dengan menggunakan hati nurani,” tutup Slamet. [SEP]
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2015-057-14.json
Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa?
Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa? | [CLS] Hasil kajian Forest Peoples Programme (FPP), menyebutkan,  nasib masyarakat adat di Indonesia yang turun temurun tinggal di sekitar kawasan hutan makin memprihatinkan. Faktor utama, karena pemerintah lemah dan tidak berpihak pada masyarakat adat.“Hutan mereka dirusak oleh perusahaan seperti sawit tanpa mempertimbangkan bagaimana nasib masyarakat adat disana,” kata Patrick Anderson, Policy Advisor FPP, kepada Mongabay, usai The Forests Dialogue, di Pekanbaru awal Mei 2015.Dia mengatakan, cara sejumlah perusahaan mengeksplorasi kawasan hutan, begitu brutal tanpa mempertimbangkan masyarakat yang hidup di dalamnya. “Terjadilah konflik berkepanjangan, tidak sedikit berujung kematian.”Menurut  Anderson, meskipun sudah mendapat izin pemerintah, perusahaan harus menghormati hak masyarakat adat sekitar atau kawasan hutan. “Harus dilihat ekologi, carbon, juga tapak masyarakat.”Dari sejumlah laporan mereka memperlihatkan, ada sejumlah perusahaan menyatakan akan berhenti merusak hutan karena banyak tekanan pasar dan investor. Namun,  komitmen itu hanya sebagian kecil, di lapangan, perusakan hutan dan konflik dengan masyarakat adat, cukup tinggi.Saat ini, katanya,  dunia konsen dengan perubahan iklim, dan tidak merusak hutan. Artinya, perusahaan di Indonesia, harus menjaga dan tak membuka kebun di hutan apalagi memiliki kualitas karbon tinggi seperti banyak pohon dan lahan gambut.“Konservasi tinggi bisa menjadi tempat habitat satwa terancam punah seperti harimau, badak dan gajah. Jika tidak disikapi serius, mereka semua akan mati. Perlindungan masyarakat adat yang mempertahankan hutan adat juga harus dilakukan.”Sebelum membuka lahan meskipun ada izin pemerintah, katanya, perusahaan harus mendapatkan izin masyarakat adat.“Jangan hanya karena mengantongi izin pemerintah, terus mengabaikan hak masyarakat adat. Itu tidak adil. Kami mengecam itu,” katanya.
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2015-057-14.json
Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa?
Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa? | Pengabaian masyarakat adat menyebabkan konflik, salah satu PT Asia Pulp Paper (APP) di Riau, yang memperluas HTI.  Mesikpun masyarakat punya kebun dan rumah, tanah itu diambil perusahaan.Dalam  pertemuan dengan APP, diakui dalam konsesi mereka, dari 2,5 juta hektar izin, ada 500 desa terdampak HTI. Perusahaan menyatakan siap mediasi. Anderson merasa heran, karena  perusahaan raksasa tetapi tak mempertimbangkan pembukaan lahan lestari dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat.FPP juga meneliti di Kalimantan Barat, soal beberapa perusahaan sawit yang membuat perjanjian penyewaan lahan. Warga merasa tertipu karena lahan adat tak kembali malah menjadi hak guna usaha.“Ini kenyataan, ketika masyarakat menandatangani dan melepas tanah, lahan tidak bisa kembali meski HGU perusahaan habis. Masyarakat menganggap ini penipuan, luas mencapai ribuan hektar.”Menurut dia, dalam konsep plasma inti, diberikan lahan 10 hektar dan dua hektar bisa ditanam. Kasus masyarakat adat di Kapuas Hulu, mereka harus menandatangani berkas, tetapi di lapangan berubah, karena bagian tanah masuk high carbon stock. Perusahaan, katanya,  malah mengubah lahan masyarakat adat jadi perkebunan.“FPP ingin perusahaan menjalankan konsep tepat dan baik. Tidak boleh pemaksaan, silakan jika ada masyarakat mau ikut dan tidak. Itu harus dihormati perusahaan. Jangan mereka anggap mendapatkan izin pemerintah terus sewenang-wenang tanpa menghormati masyarakat adat.”MK-35UU Kehutanan digugat ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu keputusan MK menyatakan hutan adat bukan hutan negara. “Sudah seharusnya dijalankan.”Namun, selama dua tahun putusan MK, belum ada implementasi. Hal ini, katanya, menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baru agar memproses penetapan kawasan hutan. “Mana hutan adat dan mana hutan negara.”
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2015-057-14.json
Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa?
Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan Berlanjut, Mengapa? | Anderson menjelaskan,  luas kawasan hutan Indonesia sekitar 70% daratan. Dengan jumlah itu, diperkirakan lebih 120 juta hektar kawasan hutan, dengan sekitar 33.000 an desa. Artinya, jika rata-rata 2.000 jiwa, ada 70 juta jiwa lebih manusia tinggal dan mengelola kawasan hutan.“Pemerintah harus melaksanakan putusan MK dan siap kerjasama implementasi di lapangan. Ada indikasi, pemerintah baru melalui administrasi mau berubah memperbaiki kondisi ini. Ada tujuan dan niat baik, tetapi harus bekerja keras.” [SEP]
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2019-007-20.json
Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya
Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya | [CLS]   Memperingati hari jadi ke-32 tahun, Sekolah Menengah Atas [SMA] Muhammadiyah 4 Bengkulu meresmikan 2 panel pembangkit listrik tenaga surya di halaman sekolahnya.Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu, Sutanpri mengatakan, pemasangan tenaga surya merupakan wujud kepedulian sekolah terhadap lingkungan.“Sekolah kami mempunyai visi dan misi menyelamatkan lingkungan, caranya dengan menggunakan energi terbarukan,” katanya, Rabu [20/11/2019].Program ini dibangun dengan cara mengajak publik berdonasi yang hasilnya digunakan untuk membeli peralatan listik. “Terutama dari para guru, alumni, dan pihak lain,” terangnya.Sutanpri menjelaskan, panel surya dipasang di atap sekolah yang menghasilkan tenaga listrik sebanyak 13 ribu watt. Bila rencana itu terlaksana, diperkirakan mampu menutupi 50 persen kebutuhan total listrik sekolah.Baca: 100% RE Bisa Dorong Daerah Kembangkan Energi Terbarukan  Saat pelucuran tersebut, pihak SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu menyiapkan lorong energi, yang di dalamnya memuat informasi penggunaan energi bersih dan juga dampak penggunaan energi kotor yang berasal dari pembakaran fosil. Terutama, bersumber batubara.Dalam lorong energi juga disiapkan satu layar Liquid Crytal Display [LCD] yang dihidupkan dari listrik hasil energi surya yang diresmikan. “Tentu kami akan terus meningkatkan penggunakan energi bersih dan akan mensosialisasikan ke masyarakat,” jelas dia.Sutanpri berharap, sekolah ini mampu mengubah pendapat publik bahwa energi bersih itu mahal dan susah dijangkau, “Kami bisa melakukannya,” tuturnya.Kelemahan menggunaan energi berbahan bakar fosil, menurutnya, akan menambah konsentrasi gas rumah kaca yang bisa menyebabkan peningkatan suhu bumi dan pemanasan global. “Semoga sekolah lain bisa memulai seperti kami,” ujarnya.Baca juga: Pada 2022, Bali Menargetkan Energi Bersih  Potensi energi terbarukan
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-007-20.json
Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya
Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya | Ketua Yayasan Kanopi Bengkulu, Ali Akbar menjelaskan, program ini merupakan bentuk gerakan penyelamatan lingkungan. “Kita ingin sekolah ini mengawalinya,” terangnya.Ali memaparkan, pemanfaatan tenaga surya dilakukan dengan mengubah sinar matahari langsung menjadi panas atau energi listrik.Bahan dasar panel surya berupa silikon berwarna hitam, dengan bahan semi konduktor yang bertugas menangkap sinar matahari lalu mengubahnya menjadi panas atau energi listrik.Bahan silikon itu dibuat dengan bentuk lempengan, dipasang pada tiang yang diarahkan ke sinar matahari langsung. Lempengan silikon tersebut akan mengkonsentrasikan cahaya matahari ke satu garis atau titik. Panas yang dihasilkan itu digunakan untuk menghasilkan uap panas, yang bisa menjalankan turbin, kemudian menghasilkan listrik.“Energi ini sangat ramah lingkungan,” Ali menjelaskan.  Dari data Kanopi, bersumber Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL] 2019-2028 yang diolah IESR 2018, menunjukkan bagaimana status energi bersih Indonesia yaitu potensi, kapasitas terpasang, dan rencana pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan 2019, termasuk Bengkulu.Bengkulu memiliki potensi besar untuk energi terbarukan, mencapai 7.297 MW, dengan kapasitas terpasang baru 259 MW. Rinciannya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya [PLTS] 3.475 MW tersebar di seluruh kabupaten, dengan RUPTL 2019-2028 hanya 52 MW.Pembangkit Listrik Panas Bumi [geothermal] berpotensi 780 MW, masuk rencana RUPTL sebesar 650 MW. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu [PLTB] berpotensi sebesar 1.513 MW yang tersebar di wilayah pesisir pantai, namun belum masuk RUPTL.Pembangkit Listrik Tenaga Air [PLTA] dengan potensi 776 MW, dengan kapasitas terpasang 254 MW dan masuk rencana 942 MW. Pembangkit listrik tenaga biomassa [PLTBio] dengan potensi 645 MW, kapasitas terpasang 3 MW dan masuk rencana 143 MW.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-007-20.json
Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya
Sekolah di Bengkulu Mulai Pakai Energi Surya | Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Minihidro [PLTM] dan Pembangkit Listrik Mikro Hidro [PLTMH] dengan potensi 108 MW, kapasitas terpasang 2 MW, dan masuk rencana 206 MW. Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah [PLTSa] berpotensi 0,4 MW.“Bengkulu cukup kaya energi bersih,” kata Ali.  Peluang besarGubernur Bengkulu melalui Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Sumarno mengatakan Pemerintah Bengkulu akan terus mendorong pemanfaatan energi bersih. Dia juga menjelaskan sekolah ini akan menjadi ikon gerakan sekolah bersih.Hal itu sebagai upaya mendukung rencana umum energi Provinsi Bengkulu, target tahun 2025 sebesar 1.993 MW. “Namun baru terpasang 259 MW. Kita akan memaksimalkan potensi energi bersih,” jelasnya.Banyaknnya potensi energi bersih dikarenakan Indonesia sebagai negara beriklim tropis, sinar matahari dirasakan sepanjang tahun. Ditambah air, bayu, biomassa, laut, dan panas bumi melimpah yang belum digunakan maksimal.Data Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemanfaatan energi surya di Indonesia baru mencapai 0,05 dari potensi yang ada, dengan kapasitas terpasang baru mencapai 100 MW. Harusnya, mencapai peningkatan 900 MW sesuai target RUEN.Dengan capaian tersebut, target pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya [PLTS] sebesar 6,5 GM pada 2025. “Penggunaan energi surya sebagai green energy menggunakan clean technology harus menjadi pilihan dan prioritas kita semua untuk mendukung sustainability,” kata Direktur Panas Bumi, Ida Nuryatin Finahari awal September 2019.Ida menegaskan, PLTS merupakan bagian solusi energi alternatif, sekaligus demi menciptakan kualitas udara lebih baik. “Pemerintah mendorong peran positif semua pihak dalam mencapai Target Rencana Umum Energi Nasional [RUEN] untuk PLTS sebesar 1 GW,” jelasnya.   [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2019-062-16.json
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini | [CLS] Warga Banjar Ubung, Sempidi, Badung, Balimendapat hiburan saat menggunakan hak suaranya dalam Pemilu serentak 2019 ini. Ada hiburan superhero dan tas belanja gratis. Sebuah tempat pemungutan suara(TPS) didesain dengan kampanye pengurangan sampah plastik.Seorang ibu dengan anaknya dipersilakan mengambil makanan dan minuman gratis oleh sejumlah warga perempuan yang menyambutnya di pintu masuk banjar, Rabu (17/4) pagi. Demikian juga warga lain yang tiba sejak pukul 07.00 WITA. Jumlah pemilih hampir 300 orang di sini.Camilan berupa aneka jajanan yang terbungkus daun dan pisang rebus. Teh dan kopi diwadahi termos besar dengan tambahan gelas-gelas kertas. Di sisi kanan dan kiri TPS berderet tas-tas belanja dari karung beras. Deretan tokoh superhero produksi Marvel dan DC seperti Captain America, Spiderman, Superman, Capten Marvel, dan Thor juga menggamit tas belanja.baca : Rela Ngayah demi Membersihkan Ubud dari SampahSuperman misalnya seperti usai memungut sampah karena kedua tangannya menggenggam kresek merah dan biru. Dari deretan gambar tokoh superhero yang bermain di film Avengers, ada dua tokoh yang wara-wiri di antara warga. Mereka adalah sosok Spiderman dan Thor dengan palu raksasanya.Keduanya menghibur warga yang tersenyum melihat tingkah dua warga mengenakan kostum merah dan hitam ini. Selain bertugas menjaga TPS, mereka juga tak lupa nyoblos.Setelah mencoblos, mereka diberi tas kresek gratis. “Warna apakah yang diminta Spiderman dan Thor?” celetuk Kadek Ani, salah satu warga yang bertugas membagikan tas gratis ini. Ada warna merah, kuning, hijau, dan biru. Dek Ani merasa bersemangat berdiri membagikan tas karena TPS-nya heboh dengan hiasan tas-tas kreasi daur ulang sampah dan kehadiran para superhero ini.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-062-16.json
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini | Selamat datang di TPS 10, kawasan anti kantong plastik berbasiskan kearifan lokal. Demikian spanduk besar menyambut. Padahal gambar superhero Amerika Serikat yang terpajang di sana. Pun demikian, cara ini jadi hiburan bagi pemilih. “Super kreatif,” kata Ita, seorang ibu sambil menunggu antrean memilih. Ia tak terlalu kaget karena tahun ini banjarnya memulai bank sampah yang membeli sampah anorganik warga. Tiap bulan Ita ke banjar membawa sampah, lalu dipilah, dan hasil penjualannya ditabung.Gusti Ketut Arsa Wijaya, guru berusia 54 tahun ini berperan sebagai Thor dengan baju baja hitam dan jubah merah. Sementara rekannya, Kadek Andi Wijaya, berpakaian Spiderman warna merah. “Saya diberi kesempatan untuk menarik warga agar senang, anak-anak, ibu-ibu senang,” ujar Arsa. Pria paruh baya ini sempat membuka pakaian superhero-nya karena kepanasan.baca juga : Hebat, Sekolah Ini Menerapkan Nol PlastikPara panitia TPS mengenakan seragam, kaos bertulisakan Genetik, kependekan dari Generasi Anti Kantong Plastik. I Gusti Ngurah Martana, Kelian (kepala) Adat Banjar Ubung di Mengwi ini menyebut ide TPS kampanye anti kantong plastik ini melanjutkan TPS kreatif  sebelumnya yakni bertema Piala Dunia.Menurutnya upaya menarik perhatian warga penting agar mereka senang dan menggunakan hak pilihnya. Tahun ini momentumnya adalah kampanye pengurangan sampah plastik pasca lahirnya Peraturan Gubernur untuk pengurangan timbulan sampah plastik. Salah satunya dengan pelarangan plastik sekali pakai.“Bali tujuan wisata, sampah plastik harus ditanggulangi. Nanti gara-gara itu, tak dikunjungi turis lagi,” sebut Martana. Terlebih di Banjar Ubung ada warganya pejabat Dinas Lingkungan Hidup danKebersihan (DLHK) Kabupaten Badung. Hiasan tas daur ulang serta aksesoris lainpun mudah didapatkan.Ia menyebut di banjarnya tidak ada pengolahan sampah khusus selain bank sampah karena sampah warga langsungdiangkut petugas kebersihan pemerintah.
[0.01646406203508377, 0.9831623435020447, 0.00037361495196819305]
2019-062-16.json
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini | Kadis DLHK Badung, Putu Eka Martawan yang juga warga Banjar Ubung ini tampak paling sibuk memperkenalkan kampanyebanjarnya. Kehadiran gambar dan orang berpakaian superhero ini menurutnya simbol pahlawan melawan sampah plastik. Ia menyebut, sebagai daerah terkaya di Bali, pihaknya akan membuat Badung Recycle Plaza (BRP), sebuah lokasi mirip mall yang khusus diperuntukkan mengelola sampah.Menurutnya ini pola baru agar tak ada penumpukan sampah, bau sampah, dan kekumuhan lainnya seperti di TPA. Saat ini, sampah di Kabupaten Badung sekitar 281 ton per hari ini masih dominan ke TPA Suwung yang lokasinya dekat perairan Teluk Benoa.“Kita kelola di satu tempat. Seperti mall. Di sana ada Badung compost center, recycle center, bank sampah terpusat dan pengelolaannya di satu tempat,” seru Eka. Bedanya dengan TPA, jika di sana sampah ditumpuk, namun di BRP hasilnya zero waste. Menurutnya sampah yang masuk fasilitas ini tak kelihatan karena diolah seperti pabrik.Dari 281 ton sampah per hari di Badung yang mewilayahi pusat-pusat wisata populer seperti Kuta, Nusa Dua, Jimbaran, Seminyak, dan lainnya ini sekitar 3,7 ton adalah sampah plastik.Ia menargetkan minimal ada 2 fasilitas BRP yakni di Badung Selatan dan Tengah. Eka menargetkan, dengan fasilitas baru ini pengurangan sampah ke TPA Suwung maksimal 30% sampai 2025.baca juga : Sustainism Lab, Cara Trendi Kelola Sampah Sendiri di BaliKebocoran Sampah
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2019-062-16.json
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini | Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) dalam pernyataan sikapnya saat peringatan Hari Sampah Nasional 2019 kembali menyatakan posisinya terhadap pengelolaan sampah di Indonesia yang masih fokus pada solusi hilir (end-of-pipe). Secara nasional, perencanaan dan tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah masih tidak menyasar isu strategis secara komprehensif (dari hulu ke hilir), hanya memperhatikan kondisi “darurat sampah” (end-of-pipeatau hilir). Padahal komitmen pemerintah yang disampaikan dalam Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) dalam pengelolaan sampah mengamanatkan adanya pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% pada 2025.Investasi yang perlu dilakukan segera adalah menutup “keran kebocoran” dari sistem penanganan sampah, yaitu kegiatan pengumpulan. Ketiadaan sistem pengumpulan sampah di berbagai Kota/Kabupaten adalah penyebab utama bocornya sampah ke lingkungan baik dibuang ke sungai, maupun dibakar secara liar.Selain itu penguatan pemilahan, pengumpulan,dan daur ulang sampah organik untuk menanggulangi krisis TPA. AZWI juga mengingatkan solusi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) untuk penanganan sampah bertentangan dengan UU Pengelolaan Sampah No.18/2008 pasal larangan membakar sampah yang tidak layak teknis dan tidak menyelesaikan lepasan gas rumah kaca dari sektor sampah yang mayoritas berasal dari sampah organik.Selain itu, Indonesia akan melanggar sendiri komitmen sebagai negara pihak dari Konvensi Stockholm tentang Persistent Organic Pollutants (POPs). Teknologi termal melepas berbagai partikel dan senyawa pencemar yang bersifat toksik, diantaranya dioxins (Polychlorinated dibenzodioxins atau PCDDs), dan furan (Polychlorinated dibenzofurans atau PCDFs).
[0.9999998211860657, 7.110257627118699e-08, 6.867904289720173e-08]
2019-062-16.json
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini
Habis Nyoblos, Dapat Tas Belanja di TPS Anti Sampah Ini | Saat ini, AZWI menilai tidak ada laboratorium di Indonesia yang dapat memeriksa dioxins/furans dan biaya analisanya cukup mahal. Potensi emisi dan lepasan toksik dari kegiatan PLTSa dapat meningkatkan risiko kanker dan gangguan kesehatan di masyarakat terutama kelompok tentang seperti bayi, balita, perempuan hamil, manula dan para penderita penyakit/gangguan hormonal. [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-010-12.json
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan | [CLS]  Pemerintah Indonesia berencana memberikan insentif sekitar Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik, Rp40 juta untuk mobil hybrid, Rp8 juta untuk pembelian motor listrik, dan Rp5 juta untuk motor konversi.Namun, tidak semua kendaraan dapat menikmati insentif ini. Ada dua syarat yang harus dipenuhi: kendaraan listrik tersebut diproduksi di dalam negeri, serta memenuhi tingkat komponen dalam negeri [TKDN] yang telah ditetapkan sebelumnya.Insentif ini menarik perhatian, lantaran pemerintah berencana menggelontorkan dana APBN hingga Rp5 triliun.Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di akun YouTube Sekretariat Presiden,  Rabu [21/12/2022] mengatakan, semakin banyak pengguna mobil atau motor listrik, secara fiskal kita akan terbantu. Karena subsidi untuk kendaraan berbasis bensin akan semakin berkurang.Munculnya rencana itu, lanjut Agus, untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik demi memuluskan langkah Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dunia. Tak hanya itu, Indonesia memiliki keunggulan yakni sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.Pemerintah juga telah menetapkan peta jalan perkembangan TKDN untuk kendaraan listrik yang dijual di Indonesia dengan target mencapai 40% di tahun 2022, dan 80% di tahun 2030. Sedangkan untuk aspek perakitan memiliki porsi sebesar 20% hingga 2023 dan akan turun menjadi 12% mulai tahun 2024.Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dilansir dari laman resmi DPR mengatakan, insentif untuk kendaraan listrik dan hybrid tidak ada dalam APBN 2023. Rencana subsidi hendaknya dipertimbangkan matang, agar akselerasi Indonesia menuju transportasi rendah emisi,  mengurangi impor minyak bumi, menyehatkan APBN, dan kebijakan berkelanjutan mengurangi kemiskinan berjalan seimbang.  Skala prioritas
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-010-12.json
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan | Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia [Gaikindo], masyarakat yang memiliki kemampuan untuk membeli kendaraan dengan harga diatas Rp500 juta hanya 1% dari seluruh pemilik kendaraan roda empat.Hal ini diperkuat pernyataan Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Miftahudin, yang menjelaskan bahwa harga mobil listrik yang tidak terjangkau hanya bisa dimiliki oleh 5% dari penduduk Indonesia.Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia [Gaikindo], Jongkie Sugiarto, pada diskusi Kamis [28/07/2022] lalu. Dengan pendapatan per kapita US$ 3.600, daya beli masyarakat ada pada harga Rp250 juta kebawah. Kalau harga kendaraan listrik diatas Rp500 juta, tentu jumlah penjualannya kurang dari 600 ribu unit.Sekretaris Jenderal Gaikindo, Kukuh Kumara, pada 2020 lalu, dilansir dari CNBC Indonesia mengatakan, harga mobil listrik paling murah berkisar Rp500-600 juta. Sementara, 80-90% masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen kendaraan roda empat hanya membeli dengan harga Rp300 juta kebawah.Selain itu, dengan harga mobil listrik berbasis baterai yang cukup mahal, seakan insentif  diperuntukkan kalangan menengah keatas, sehingga kurang tepat dari tingkat adopsi dan keetisan.Lain halnya dengan kendaraan listrik roda dua yang harganya berkisar Rp15-35 juta dan cukup bersaing dengan kendaraan roda dua berbahan bakar bensin. Pemberian insentif diperkirakan dapat mempercepat adopsi kendaraan listrik roda dua dan diprioritaskan bagi masyarakat yang menggunakannya sebagai mata pencaharian utama.Selain membeli, masyarakat juga dapat mengonversi kendaraan bensin roda dua menjadi kendaraan listrik. Ini tentunya, selain menumbuhkan UMKM bengkel konversi juga tidak menambah volume kendaraan roda dua di jalan, yang saat ini diperkirakan mencapai 120 juta unit di seluruh Indonesia.  Kendaraan listrik menekan GRK
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-010-12.json
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan | Dari sisi lingkungan atau emisi gas rumah kaca, kendaraan listrik tidak menghasilkan gas buang pada pengoperasiannya [tank-to-wheel]. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan hanya berasal dari proses pembuatan komponen kendaraan dan bahan bakarnya, yakni listrik.Dominasi PLTU membuat faktor emisi jaringan listrik Indonesia tinggi, yakni mencapai 0,872 KgCO2/kWh. Seiring berjalannya dekarbonisasi di sektor pembangkit tenaga listrik, akan menekan emisi kendaraan listrik menjadi lebih kecil dari saat ini.Akan tetapi, dalam dekarbonisasi kendaraan darat, terdapat kerangka kerja ASI yang berasal dari tiga strategi utama yakni avoid, shift, improve, dan penggunaan kendaraan listrik adalah salah satu strategi improve.Tabel Strategi ASI:StrategiAvoidShiftImprove Adaptasi dari Sustainable Urban Transport: Avoid-Shift-Improve Dilihat dari sisi emisi, strategi avoid dan shift terbukti mengurangi emisi lebih besar dengan biaya lebih sedikit, dibandingkan strategi improve. Oleh karenanya, penggunaan kendaraan umum dan pengembangan berbasis transit perlu didorong untuk menghasilkan penurunan emisi lebih signifikan. Pemerintah dapat melengkapi program ini agar lebih tepat sasaran.Dari sisi lingkungan, pemerintah dapat memberikan insentif kepada bus-bus listrik, yang memiliki penurunan emisi lebih banyak dibanding kendaraan pribadi, serta dapat mengurangi tingkat kemacetan.Dari sisi pertumbuhan industri dalam negeri, pemerintah dapat memberikan jumlah insentif dengan level tertentu. Misal, dengan tingkat tenaga yang dihasilkan, jarak tempuh, atau kapasitas baterai.Pemerintah juga dapat mencontoh skema insentif negara lain. Sebut saja FAME dari India yang menetapkan insentif kendaraan pribadi berdasarkan performa kendaraan serta insentif untuk investasi stasiun pengisian kendaraan listrik umum [SPKLU]. 
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2023-010-12.json
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan
Kendaraan Listrik di Indonesia: Masa Depan dan Dampak Lingkungan |  * Faris Adnan Padhilah, Peneliti Muda Sistem Ketenagalistrikan dan Sumber Daya Energi Terdistribusi Institute for Essential Services Reform [IESR]. Tulisan ini opini penulis.  [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-066-19.json
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina | [CLS] Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membentuk tim khusus menangani kasus perbudakan yang melibatkan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Kepulauan Aru, Maluku. Hal tersebut sebagai hasil rapat terbatas membahas illegal fishing yang dipimpin Presiden dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Selasa (07/04/2015).“Semua sepakat, Presiden, Wapres, kita semua sepakat harus sudah saatnya kita menghentikan praktek illegal fishing apalagi Benjina sekarang ini berkaitan dengan isu perbudakan. Sudah menjadi bahan perbincangan internasional,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi seusai rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (07/04/2015) seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.Satgas Khusus Penegakan Hukum beranggotakan dari kejaksaan, kepolisian, panglima dan semua kementerian dan lembaga untuk saling membantu menyelesaikan kasus tersebut.“Nanti kejaksaan, kepolisian, bantu memberikan orang-orangnya. Jadi mirip Satgas yang ada tapi lebih ke penegakan hukumnya,” papar Susi.“Setiap kapal ilegal melakukan kejahatan di Indonesia harus kita tindak,  tidak ada target waktu, orang juga nyurinya datang lagi datang lagi. Yang pasti dengan mereka ngumpet di negara tetangga kita, mereka akan lebih mudah masuk ke negara kita. Pasti mereka akan tetap nyuri di perairan kita, jadi tadi Pak Presiden menegaskan meminta Panglima, Kapolri, Kejaksaan untuk solid mendukung penenggelaman kapal adalah diskresi sebuah negara yang tidak bisa dipertanyakan, tidak harus dipikirkan,” jelas Susi.Adanya PerbudakanDugaan pelanggaran usaha perikanan yang melibatkan PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, terus berkembang luas. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapatkan fakta terbaru bahwa pelanggaran yang terjadi sudah meluas ke berbagai sektor.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2015-066-19.json
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina | Menurut Ketua Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa, pelanggaran yang terjadi tidak hanya mengarah pada ilegal fishing saja, tapi juga praktek suap, kolusi dan perbudakan. Fakta tersebut didapat setelah tim pencari fakta KKP terjun langsung ke Benjina.“Update terkini, disana ada dugaan praktek perbudakan. Kita saat ini terus melakukan inventarisasi masalah dan mendata berapa jumlah ABK (anak buah kapal, Red) yang ada disana,” demikian dijelaskan Mas Achmad Santosa yang lebih akrab dipanggil Ota di Kantor KKP, Jakarta pada Selasa (07/04/2015).Dugaan praktek perbudakan terjadi, jelas Ota, setelah tim melakukan pengumpulan data melalui wawancara kepada para ABK secara langsung di Benjina. Hasilnya, para ABK dengan caranya masing-masing mengungkapkan tindakan tak terpuji dalam praktek ketenagakerjaan yang dilakukan PT PBR.Karenanya, setelah mendapatkan keterangan mengejutkan tersebut, KKP mengambil keputusan untuk memindahkan ABK ke Tual. Namun, saat hendak dipindahkan, tidak semua ABK mau dan hanya 322 orang saja yang berhasil dibawa ke Tual dan ditempatkan di tempat yang aman dan nyaman. Dari seluruh ABK yang dipindahkan tersebut, terdapat ABK dari Myanmar, Kamboja dan Thailand.“Kita memindahkan mereka, karena tidak ada jaminan begitu tim kembali ke Jakarta, ABK mendapat perlakuan yang wajar. Kita sebisa mungkin memberikan perlindungan dini kepada para ABK,” ungkap Ota.Dari keterangan para ABK, diketahui kalau dalam keseharian bekerja mereka mendapatkan perlakuan berupa penganiayaan dan praktek kerja paksa. Fakta tersebut, kata Ota, sangat memprihatinkan karena praktek kerja paksa merupakan kejahatan kemanusian dan termasuk dalam pelanggara hak azasi manusia (HAM) berat.Selain itu, tim juga menemukan dugaan adanya penggunaan ABK asing tidak sesuai prosedur dan salah satunya melalui praktek pemalsuan dokumen ABK. Karenanya, sempat muncul perbedaan jumlah data ABK di dokumen dengan di lapangan langsung.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2015-066-19.json
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina
Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tangani Perbudakan di Benjina | Sesuai data, jumlah ABK asing seluruhnya berjumlah 1.185 orang dan seluruhnya berkewarganegaraan Thailand. Namun, setelah tim Satgas KKP datang langsung ke Benjina, para ABK diketahui tidak hanya berasal dari Thailand saja dan bahkan ada juga dari Indonesia.Fakta tersebut diperkuat dari keterangan Anggota Satgas IUU Fishing KKP, Harimuddin. Menurutnya, data yang ada di dokumen berbeda jauh dengan di lapangan. Meski masih belum menemukan data pasti, namun dipastikan jumlahnya menyusut dari jumlah di dokumen 1.185 orang.”Selain itu, di dokumen disebutkan itu semua berasal dari Thailand. Padahal, ada juga yang berasal dari Kamboja dan Myanmar,” ungkap dia.Selain itu, tim juga mendapatkan fakta bahwa di Benjina ada 77 ABK yang meninggal dunia dan dimakamkan disana. Namun,  Harimuddin tidak berani memastikan apa penyebab kematian para ABK tersebut.”Penyebabnya beragam. Ada yang karena sakit, kecelakaan di laut dan ada juga yang ditemukan sudah meninggal,” jelas dia.Aktivitas Berhenti TotalSaat ini, KKP memastikan bahwa aktivitas PT PBR sudah berhenti total dan tidak ada aktivitas pelayaran sama sekali setelah dugaan indikasi perbudakan dan praktek suap mengemuka. Namun, KKP akan terus memastikan kasus tersebut ditangani dengan tuntas melalui investigasi menyeluruh.“Satgas sudah mulai melakukan penelusuran data dan mengkrosceknya supaya didapat validitasnya. Namun, setelah ditelusuri, praktek yang terjadi di Benjina diduga kuat meluas ke sektor lainnya. Tidak hanya perbudakan dan suap saja,” ujar Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Kantor KKP pada kesempatan yang sama.Pembentukan Tim Investigasi
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]