filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2023-001-08.json
Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan
Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan | Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan | [CLS]   Bagi masyarakat pesisir, kelomang bukanlah hewan yang asing. Krustasea ini banyak ditemukan dekat pantai hingga di bebatuan. Anak-anak kecil bahkan sering menangkapnya  untuk dijadikan bahan permainan.Para pemancing juga sangat akrab dengan kelomang karena sering digunakan sebagai umpan untuk mendapatkan ikan. Kelomang juga dengan mudah didapatkan karena ada dijual secara online.“Kelomang dijadikan umpan untuk ikan karang dan yang berada di lamun,” ungkap Mansur, warga di pesisir Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, kepada Mongabay, akhir Februari 2023.Menurut dia, kelomang sangat melimpah dan mudah ditemukan di tempatnya. Meski demikian, kelomang bukanlah umpan favorit para pemancing karena tidak semua ikan karang bisa memakan kelomang.Pengalamannya sendiri ketika menggunakan kelomang sebagai umpan, ia hanya sering mendapatkan ikan dengan jenis kakap putih.“Kalau dijadikan umpan, cangkangnya kami tumbuk atau hancurkan pakai batu, lalu dikaitkan ke mata kail. Saya sering mendapatkan kakap putih bila menggunakan umpan ini,” ujar Mansur.Kelomang biasa disebut kepiting pertapa atau dalam Bahasa Inggris dinamakan Hermit crab. Satwa ini memiliki perut lunak yang dilindungi cangkang kosong, sekaligus sebagai rumahnya. Perilaku unik Ini yang membedakan kelomang dengan jenis kepiting lain dengan tubuh keras.Baca: Kelomang, Si Kepiting Unik Hobi Berpindah Rumah  Dwi Listi Rahayu, peneliti kelomang dari BRIN, dalam webinar Balai Bio Industri Laut, menjelaskan tercatat sebanyak 1.192 spesies kelomang di dunia. Secara morfologi, tubuhnya yang lunak disebut abdomen, kadang bentuknya lurus, melingkar, atau melengkung. Ketika kelomang tumbuh, ia akan mencari tempat berlindung untuk perutnya yang lunak tersebut.
[0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-001-08.json
Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan
Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan | Sering Dijadikan Umpan Pancing, Kelomang Memiliki Fungsi Penting untuk Lingkungan | “Secara umum kelomang menggunakan cangkang gastropoda atau bivalva, tetapi dapat ditemukan juga hidup dalam bambu atau kayu, batu karang atau spons, dan tabung cacing untuk melindungi tubuhnya yang lunak,” ungkap Dwi Rahayu.Baca: Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa  Selain ditemukan di daerah pasang surut baik itu berpasir atau berbatu, ternyata kelomang juga bisa ditemukan di daerah mangrove, terumbu karang, hingga laut dalam. Tingkah unik kelomang adalah ketika dua individu saling bertemu maka yang terjadi biasanya saling tidak peduli, terjadi perkawinan, atau perkelahian.Menariknya, perkelahian itu dilakukan untuk memperebutkan cangkang atau rumah yang lebih bagus. Hal menarik lainnya, ada kelomang oportunis yang tidak terlibat dalam perkelahian. Posisinya hanya menunggu di belakang salah satu yang “kalah” dalam perkelahian, dengan cara ketika cangkangnya kosong, maka si kelomang oportunis itu akan segera mengisi rumah baru tersebut.Baca juga: Meski Berbeda Bentuk, Kuda Laut Termasuk Jenis Ikan  Dalam penjelasannya, Dwi Listi Rahayu mengatakan bahwa kelomang dapat dijadikan sebagai indikator berbagai kondisi lingkungan. Pertama, misalkan terjadi intrusi air tawar yakni buangan air tawar dari rumah tangga, maka hanya kelomang jenis tertentu saja yang bisa hidup.Kedua, jika kelomang ditemukan dalam jumlah berlimpah pada suatu daerah maka dapat dikatakan bahwa terjadi kematian moluska gastropoda yang banyak karena keberadaan kelomang di alam sangat tergantung dari ada tidaknya cangkang gastropoda.Ketiga, kelomang adalah pemakan segala [scavenger] sehingga fungsinya di alam adalah mendaur ulang dengan cara memakan serasah dan biota yang telah mati.  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-014-06.json
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | [CLS] Upaya Jumiati dan para perempuan di Desa Nagalawan, menanam mangrove di pesisir kritis, tak hanya mengatasi dan mencegah bencana seperti abrasi pantai dan banjir bandang juga bermanfaat bagi peningkatan ekonomi warga. Mereka mengolah beragam produk dari mangrove. Kawasan itupun jadi tempat wisata edukasi mangrove. Namanya Jumiati. Dialah penggerak perempuan nelayan dari Desa Sei Nagalawan, Kabupaten Sedang Bedagai (Sergai), Medan, Sumatera Utara. Dia menyambut saya ramah saat datang ke penginapannya di Bandung. Kala itu, dia menghadiri konferensi Global Land Forum 2018.Jumiati tampak menyeduh segelas teh seraya menggendong anaknya yang masih berusia delapan bulan. Saat wawancara, anaknya dijaga perempuan nelayan lain yang tergabung dalam Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia.Begitu juga kala Jumiati jadi narasumber Inisiatif Perlawanan Rakyat, Melawan Solusi Palsu Ekonomi Global, rekannya yang membantu menjaga sang bayi.”Saya berharap inisiatif masyarakat lokal yang lahir secara natural bisa dipandang oleh pemerintah,” kata perempuan 39 tahun ini.Ibu tiga orang anak ini bersama sang suami menginisasi perempuan nelayan menanam mangrove di pesisir laut, di daerah tempat mereka tinggal.”Mangrove banyak manfaat, seperti menahan abrasi,” katanya.Pengetahuan menanam itu dia dapat dari keluarga sang suami. Pada 1980-an, kawasan itu banyak mangrove namun terbabat habis oleh perusahaan yang mengelola tambak. Pesisir jadi gersang, bahkan hampir hilang.Dampaknya, masyarakat yang panen. Penghasilan nelayan kian menurun, abrasi, banjir kalau ada pasang besar.Jumiati berharap, hutan mangrove sekaligus dapat menopang ekonomi keluarga warga sekitar pesisir.Satu demi satu bibit mangrove mereka tanam hingga kini sudah belasan hektar. Awalnya, mereka mulai sangatlah sulit, banyak orang menganggap aksi mereka tak memberikan manfaat.
[0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612]
2018-014-06.json
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | ”Dianggap kurang kerjaan oleh laki-laki dan banyak ejekan lain, tapi saya tetep jalan,” katanya, seraya bilang ingin mengembalikan kondisi hutan mangrove seperti dulu. Dia tetap semangat. Dia berpikir, ejekan mungkin karena mereka pengetahuan manfaat hutan mangrove bagi mereka terutama warga pesisir atau nelayan.Lambat laun, pelahan-lahan, pengetahuan masyarakat tumbuh, mulai ada kesadaran peduli alam. Mereka sudah tau tak boleh menebang pohon sembarang dan betapa penting hutan mangrove.  Bersama Jumiati, para perempuan tak hanya menikmati manfaat mangrove sebagai benteng alam dari abrasi, juga secara ekonomi. Tempat itu jadi wisata edukasi, dengan masyarakat jadi pengelola.Warga kini menawarkan paket edukasi plus wisata, seperti kelas mangrove, adopsi pohon, tracking dan kelas pengolahan hasil dari mangrove.”Semua saya lakukan otodidak, belum ada pendampingan kala itu,” katanya sambil bilang, pernah ikut sekali penyuluhan dari Dinas Koperasi Sumatera Utara.Bersama para perempuan, dia pun membuat usaha lain seperti sembako dan simpan pinjam. Sampai pada akhirnya, Oktober 2005, dia membentuk Koperasi Kelompok Perempuan Nelayan Muara Tanjung. Kini anggota koperasi simpan pinjam ada 67 orang. Ia gabungan antara nelayan laki-laki (30 orang) dan perempuan (37 orang).Debut awal koperasi dia memikirkan, bagaimana pendataan pengeluaran dan pemasukan, memberikan pinjaman dan mengajak warga menabung.Perempuan keturunan Sumatera dan Jawa ini pun sempat memutar otak mencari cara yang hendak mereka lakukan untuk peningkatan ekonomi masyarakat.”Kita buat produk olahan dari mangrove, seperti kerupuk jeruju, teh, sirup mangrove, selai mangrove dan dodol mangrove,” katanya. Produk kelolaan ini sudah dilengkapi izin Dinas Kesehatan, maupun label halal.
[0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2018-014-06.json
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | Ketekunan Jumiati dan kelompoknya sejak 2004 membuahkan hasil. Kini koperasi nelayan ini punya enam unit usaha, yakni, simpan pinjam bermodal kepercayaan, wisata edukasi mangrove, pengolahan produk turunan mangrove dan hasil laut.Unit usaha itu lahir, katanya, dari kebutuhan masyarakat, misal, simpan pinjam perlu ada karena nelayan sulit mendapatkan utang perbankan. ”Biasa pakai agunan, mana kita punya itu. Mengurus sertifikat aja sulit, tanah tak ada. Kalau ada sertifikat laut mungkin kita bisa,” katanya tertawa.Pinjaman, katanya, diberikan bukan untuk kegiatan konsumtif, seperti memperbaiki mesin kapal rusak, alat tangkap nelayan, atau buat sampan. “Paling besar pinjaman Rp2 juta.”Perputaran keuntungan dari unit usaha, katanya, biasa mendatangkan ide lain untuk pengembangan koperasi. Kini, mereka mengusahakan tambak alam, sudah empat kolam terbangun.Per unit usaha itu bisa memperkerjakan semua anggota tanpa harus ‘mengemis’ ke pemerintah. ”Dari mulai manajemen, bagi hasil, pekerja kami atur sendiri,” katanya.Kehidupan mandiri masyarakat pun terbangun, ekonomi bangkit pelahan.”Kalau dalu rumah atap, sekarang seng. Dulu lantai semen, sekarang keramik. Dulu tidak memiliki Honda sekarang punya,” katanya.Dia membandingkan pendapatan warga rata-rata per hari, pada 2005 sekitar Rp30.000 sekarang Rp100.000.Pemahaman soal pendidikan pun meningkat. Kalau dulu anak-anak tak sekolah, tidak apa-apa, kini malu. Sekolah jadi penting.Budaya menabung lewat koperasi pun muncul. Dulu, katanya, saat Lebaran, tidak punya uang, beragam barang di rumah terjual. Sekarang, tabungan lebaranLada, bahkan dapat sisa hasil usaha.Koperasi ini, katanya, tak hanya berbicara unit usaha tetapi jadi sarana membangun semangat berorganisasi dan berinovasi.”Mau bergantung negara untuk kita memang susah. Kita harus mandiri dan berdikari mengelola potensi yang ada.” 
[0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125]
2018-014-06.json
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan
Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | Cerita Perempuan Penyelamat Mangrove dari Nagalawan | Keterangan foto utama:    Jumiati, penggerak perempuan nelayan dari Desa Sei Nagalawan, Kabupaten Sedang Bedagai (Sergai), Medan, Sumatera Utara. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2019-020-12.json
Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang
Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang | Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang | [CLS]        Ratusan mahasiswa dan seniman Kota Medan, Sumatera Utara, menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumut, di Medan, di penghujung September lalu. Mereka mendesak pemerintah segera menangani asap kebakaran hutan dan lahan berulang di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan.Di Sumatera Utara, selain asap kiriman, kebakaran gambut dan lahan perkebunan sawit juga terjadi. Berdasarkan data Badan Penanggulan Bencana Daerah Sumatera Utara (BPBD Sumut) dan BPBD Asahan, kebakaran gambut terjadi di Desa Pembangunan, Sri Kepayang, Asahan sekitar 30 hektar. Akibatnya, kabut asap menyelimuti sejumlah wilayah hingga ke Kota Tanjung Balai dan Batubara.Data Pemerintah Sumut, selain Asahan, asap karhutla juga terjadi di Kota Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara (Paluta) dan Labuhan Batu Selatan (Labusel). Di Labusel, pemerintah terpaksa meliburkan sekolah pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan SD.“Inilah yang membuat kami khawatir. Asap kebakaran hutan jelas menganggu kesehatan manusia. Kami turun ke jalan mendesak pemerintah tak hanya pencitraan. Segera tangani serius,” kata Muhammad Fahrizal Tarigan, penanggung jawab aksi, kepada Mongabay.  Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis (PPK), Kementerian Kesehatan, rekapitulasi data penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 2019 di beberapa provinsi, antara lain, Riau pada periode Februari-September 268.591 jiwa, Jambi periode Juli-Agustus ada 63.554 korban.Di Sumatera Selatan, terpapar ISPA periode Maret- September ada 291.807 orang. Di Kalimantan Barat, Februari-September, 163.662 orang, Kalimantan Tengah Mei-September 36.419 jiwa dan Kalimantan Selatan Juni- Agustus ada 60.993 orang.Kalau melihat data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sampai 21 September 2019, pantauan titik api kategori sedang dan tinggi hingga sore hari 2.288 titik untuk seluruh Indonesia.
[0.0, 0.07692307978868484, 0.07692307978868484, 0.0, 0.07692307978868484, 0.0, 0.0, 0.0, 0.07692307978868484, 0.07692307978868484, 0.0, 0.0, 0.07692307978868484, 0.0, 0.07692307978868484, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.07692307978868484, 0.07692307978868484, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1538461595773697, 0.0, 0.0, 0.07692307978868484, 0.0, 0.07692307978868484]
2019-020-12.json
Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang
Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang | Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang | Menurut Tarigan, kondisi enam provinsi berasap dengan kualitas udara berdasar konsentrasi PM10 adalah Riau 314 (berbahaya), Jambi 238 (sangat tak sehat). Lalu, Sumatera Selatan 155 (tak sehat), Kalimantan Barat 324 (berbahaya), Kalimantan Tengah 409 (berbahaya) dan Kalimantan Selatan 22 (baik).“Kalau dilihat data itu, perhatikan provinsi tetangga kita, yaitu Riau, kebakaran hutan cukup masif. Kita di Sumut tekena. Kami desak, pemerintah bertindak cepat menangani masalah ini. Jangan cuma pembakar yang ditangkap, korporasi juga,” katanya.Dalam aksi penolak asap dan kebakaran hutan ini, para seniman Kota Medan dan mahasiswa menggelar aksi teatrikal, pembacaan puisi, akustik musik, dan pembagian masker kepada pengguna jalan.Ada yang menarik dalam aksi menolak asap dan pembakaran hutan ini. Dua seniman dan mahasiswa menggunakan kostum orangutan dan harimau Sumatera.“Ini bentuk keprihatinan kita atas pembakaran hutan juga rumah satwa liar dilindungi seperti harimau Sumatera dan orangutan.”“Kami mendesak pemerintah mencabut izin perusahaan yang menyalahi aturan.”Melihat kesehatan masyarakat di sejumlah kabupaten dan kota di Sumut mulai terganggu kabut asap karhutla, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, bersama Pangdam l/BB, Kapolda Sumut, bupati/walikota kabupaten kota, dan pengusaha perkebunan sawit, menggelar rapat terbatas.Di hadapan para pengusaha perkebunan sawit, menyatakan, tengah mendata serta mengumpulkan temuan lapangan. Kalau nanti terbukti ada perusahaan perkebunan sawit sengaja membakar lahan, akan langsung mencabut izin mereka.“Jadi kalau saya bilang, bukan api saja yang dipadamkan. Pembakardan yang menyuruh membakar juga wajib di padamkan,” katanya.Pemerintah Sumut juga sudah membagikan hampir 500.000 masker. Seluruh puskesmas dan Dinas Kesehatan juga diminta siaga 24 jam penuh. Kalau ada warga terserang sesak napas segera tangani.
[0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612]
2019-020-12.json
Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang
Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang | Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang | “Sumut siaga kebakaran hutan. Selain dibantu aparat kepolisian kita juga dibantu pasukan TNI dari jajaran Kodam I Bukit Barisan,” kata Edy.  Hujan, kualitas udara membaikPantauan BNPB berdasarkan citra satelit Modis-catalog Lapan pada Senin (30/9/19), menunjukkan kualitas udara membaik seiring hujan turun, titik api (hotspot) berkurang di Sumatera dan Kalimantan.Agus Wibowo, Humas BNPB dalam rilis Selasa (1/10/19) mengatakan, pantauan titik panas cenderung turun, seperti di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).Data 30 September, mencatat titik panas berjumlah 673, tertinggi di Kalimantan Selatan dengan 141 titik, Kalimantan Tengah 63, Sumatera Selatan 63 dan Jambi 15. Riau dan Kalimantam Barat, tidak terdeteksi ada titik api.Luasan hutan dan lahan terbakar selama 2019, sekitar 328.724 hektar.“Kecenderungan titik panas turun semoga terus dipertahankan hingga masyarakat dapat menghirup udara sehat dan beraktivitas di luar rumah,” kata Agus. Keterangan foto utama:    Kabut asap karhutla. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia  [SEP]
[0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2012-046-16.json
Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal
Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal | Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal | [CLS] MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Waikabubak, Sumba Barat memvonis sembilan bulan penjara kepada Umbu Mehang, Umbu Janji, dan Umbu Pendingara, warga Desa Prai Karuko Sumba Tengah. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai, vonis ini makin mengukuhkan keberpihakan pengadilan atau hukum kepada penjahat lingkungan dan pemilik modal, bukan pada rakyat kecil.Ketiga warga itu terpaksa menjalani gugatan karena dituduh merusak alat berat PT. Fathi Resources, perusahaan tambang emas dengan saham mayoritas dimiliki oleh Hillgrove Resources Ltd. (Australia). Terbakarnya alat berat  terjadi saat perusahaan mengebor di lahan kelola masyarakat.Andrie S Wijaya, koordinator Jatam, dalam siaran pers, Kamis(3/5) mengatakan, kehadiran PT. Fathi Resources, sejak semula ditolak masyarakat. Penolakan secara formal dengan aksi demonstrasi dan melayangkan surat. Namun, perusahaan dan pemerintah daerah tak merespon suara warga.Bahkan,  diam-diam (6/4/2011) perusahaan mengebor di lokasi pengembalaan ternak dan dekat wilayah yang dikeramatkan warga.” Di lokasi itulah alat berat perusahaan terbakar. Ketika warga berbondong-bondong melihat kejadian, mereka hanya menemui dua anggota polisi tanpa satupun operator alat berat perusahaan di tempat,” katanya di Jakarta.Nasib buruk menimpa warga. Mereka dituduh merusak alat berat itu. Sejak April ketiga warga ini dikenakan wajib lapor hingga November 2011. Usai menjalani wajib lapor, tiga warga tlangsung ditahan (6/12/11) dan menjalani persidangan, dengan tuduhan pasal berlapis yakni Pasal 170 ayat 1 dan 2, Pasal 187 sub pasal 406 ayat 1 jo pasal 5 ayat 1 KUHP.
[0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0]
2012-046-16.json
Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal
Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal | Jatam: Keadilan Masih Milik Pemodal | Kamis 3 Mei 2012, majelis hakim memutus sembilan bulan sedikit lebih ringan dari jaksa yang menuntut 18 bulan penjara. “Namun, seringan apapun hukuman yang diterima mereka bertiga merupakan potret buruk pengadilan di Indonesia yang tidak berpihak dan mengabaikan hak-hak masyarakat.” “Vonis sembilan bulan itu tidak akan menghentikan perlawanan kami dalam mempertahankan hak dan  wilayah kelola hidup kami,” kata Umbu Wulang Tanaamahu, pendamping warga.Menurut Andrie, pengadilan seperti ini akan terus terulang dan selalu tidak berpihak kepada warga. “Selama pemerintah masih terus berpihak kepada pengusaha tambang, pemodal akan menggunakan cara-cara seperti ini untuk menghentikan warga.” [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0]
2022-053-19.json
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | 1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | [CLS]  Pasirnya ditambang. Lautnya direklamasi dan tercemar. Mangrovenya dibabat. Warganya dikriminalisasi. Abrasi dan banjir rob menghantui sepanjang musim. Ikan tangkap kian sulit, ekonomi jadi terjepit. Krisis air bersih. Pemerintah seakan menutup mata kasus yang mengancam keselamatan warga dan lingkungan. Pemerintah lebih sering jadi pahlawan kesiangan setelah warga berupaya perbaikan dengan swadaya.Andai dibukukan, itulah diantara beberapa persoalan di pesisir yang cocok jadi daftar isi buku berjudul “1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir” yang diceritakan Asmania, aktivis Perempuan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta dan Novika Inda aktivis Remis Bengkulu dalam diskusi virtual bertajuk ‘Krisis Iklim dan Penyelamatan Pesisir’ oleh Extinction Rebellion Indonesia, Selasa (22/3/2022) lalu.Asmania mengatakan, Pulau Pari terdampak krisis iklim dan tercemar sampah kiriman, puncaknya di bulan April dan Mei. “Banjir rob melanda Pulau Pari dalam 10 tahun belakangan. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Air masuk ke rumah warga, khususnya di bagian barat. Air mandinya sudah asin. Pulau Pari kecil, tapi diperebutkan oleh korporasi. Luasnya hanya 42 hektar. Dengan jumlah penduduk 435 KK. Terdiri dari Satu RW 4 RT,” ungkapnya.Selain bergantung pada hasil laut, masyarakat setempat juga kelola wisata untuk menambah pendapatan. Wisatawan diarahkan untuk tanam mangrove sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan. Masyarakat setempat tanam mangrove untuk meminimalisir dampak krisis iklim. Termasuk di kawasan pantai Rengge, yang abrasinya cukup parah. Dia bilang, warga setempat mulai sadar dan mengurangi penggunaan plastik dan sudah ada petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) untuk bersih-bersih di pantai.baca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?  
[0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612]
2022-053-19.json
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | 1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | “Jujur, saya bukan anti pemerintah. Tapi sejak awal kasus di Pulau Pari, saya lihat pemerintah seakan menutup mata. Kami berkebun untuk ketahanan pangan, meski tak ada sentuhan pemerintah. Ketika berhasil kelola pantai, tiba-tiba pemerintah dari Pokdarwis datang memuji dan minta kerjasama lengkap dengan saran ini itu, yang akhirnya minta untuk klaim keberhasilan itu bagian dari program mereka. Padahal, perempuan Pulau Pari sedari awal mengelola dengan swadaya,”Perempuan setempat kelola hasil laut menjadi bakso ikan, kerupuk ikan. Juga mengolah rumput laut, tapi berhenti sejak adanya reklamasi resort. “Sebagian wilayah diklaim PT Bumi Raya Pari Asih. Sampai sekarang mereka belum bisa bikin apa-apa. Justru warga masih diadu domba dan jadi korban. PT Bumi Raya menggerakkan anak perusahaannya, mengkriminalisasi warga,”Novika Inda, juga cerita persoalan di Pesisir Seluma, Bengkulu. Menurutnya, ombak di perairan setempat tak menentu. Tangkapan pun tidak stabil. Nelayan remis atau pigi sudah mulai resah. Dulu, remis besar saja yang diambil, sekarang yang kecil pun diambil saking terbatas. Dia menduga, ketidakstabilan pola tangkap itu karena krisis iklim dan akibat aktivitas tambang pasir.“Pesisir Seluma terdampak aktivitas tambang pasir besi oleh PT Pamia yang bergejolak pada 2010. Meskipun dimenangkan oleh masyarakat, tetap ada korban. 6 orang ditangkap dengan tuduhan pengrusakan dan dipenjara selama 6 bulan. Kasus terbaru, menimpa ibu-ibu bergerak melawan menggantikan bapak-bapak sebagai antisipasi agar kejadian 2010 terulang. Tapi justru ibu-ibu itu jadi korban juga,”baca juga : Bengkulu Makin Sering Dilanda Banjir, Mengapa?  
[0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534]
2022-053-19.json
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | 1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | Masyarakat pernah protes ke kabupaten dan provinsi. Tapi dari sekian tuntutan, sampai sekarang belum ada tanggapan. Termasuk resomasi. Ada beberapa yang direspon, misal pemerintah menghimbau PT. Faming Levto Bakti Abadi untuk menghentikan aktivitas pertambangan. Kenyataanya, aktivitas tetap jalan. Dia menilai fakta itu menunjukkan bahwa seakan-akan pemerintah dilangkahi.Abrasi sudah lama terjadi. Kalau tambang pasir itu terus berjalan, tegasnya, warga semakin terancam. “Andai kata dampak abrasi alamiah bisa dirasakan 5 tahun, aktivitas pertambangan pasir dari perusahaan tersebut bisa mempercepat dampak dalam jangka 3 bahkan 1 tahun saja,”Dia bilang, jarak hutan lindung tersedia untuk penahan abrasi tinggal 50 sampai 100 meter. Pada bulan 7 sampai 10, ombak naik sampai hutan lindung. Novika menduga, kemungkinan dari tahun 2022 ke 2035, jalan lintas pesisir setempat diperkirakan akan habis terkikis ombak.Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mengaitkan persoalan pesisir dengan UU Cipta Kerja yang merupakan wujud dari barbarnya politik neoliberal. Karena UU ini melepaskan tanggung jawab negara dalam konteks eksploitasi, terutama sumber daya alam. Contohnya, frasa perizinan diganti persetujuan, yakni dikembalikan ke mekanisme pasar. Maka tidak heran muncul kekerasan, kriminalisasi dan sebagainya. Dia menilai, secara tidak langsung, negara hanya sebagai pelaksana saja.“UU Cipta Kerja menabrak UU No.32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau PPLH. UU Cipta Kerja No.11/2020 itu sudah cacat,” tegasnya.baca juga : Nasib Nelayan Indonesia ditengah Jepitan Krisis Iklim dan Industri Ekstraktif  Menurutnya, UU Cipta Kerja cukup manipulatif, tidak melibatkan partisipasi, dan tujuannya berbeda. UU PPLH cukup bagus tapi tidak diterapkan secara maksimal. Sedang UU Cipta Kerja, berseberangan dengan UU Minerba dan juga aturan lainnya.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534]
2022-053-19.json
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | 1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | “Semisal terjadi persoalan di laut, arahnya ke maritim. Misal jadi soal tambang arahnya ke SDM. Artinya, KLHK hanya disuruh urusi hutang. Itu pun nantinya bertabrakan dengan pertanian dan perkebunan. Artinya, ada problem birokrasi yang memang tidak jalan. Apalagi tata peraturan soal sinkronisasi aturan atau UU tidak jalan,”Dia menilai, pengurangan wewenang pemerintah daerah dianggap menghambat pembuatan aturan. Ketika dampak buruk UU Cipta Kerja terjadi di daerah, maka pemerintah daerah beralasan bahwa kebijakan di pemerintah daerah berdasarkan keputusan pemerintah pusat.“Adanya UU Cipta Kerja yang terkait, maka akan menambah ancaman dan keterancaman di pesisir. Dan kapasitasnya, tentu bicara daya dukung dan daya tampung. Sekarang keduanya mengalami penurunan. Ditambah ancaman dan keterancaman. Kampung pesisir bisa hilang seperti di Demak, Jakarta Utara. Berkurangnya kawasan mangrove di Nambangan, Surabaya. Terancamnya pulau kecil, terutama di Madura,”Dalam hal ini, persoalan pesisir masuk dalam pepatah sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah terdampak krisis iklim masih juga terdampak aktivitas pertambangan, minyak lepas pantai belum lagi produksi hulu hilir minyak, yang menyebabkan tumpahan oli seperti kasus di Lampung dan Batubara di Masalembu.baca juga : Nelayan Resahkan Kapal Pengangkut Batubara yang Kandas Mencemari di Perairan Masalembu  Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan krisis iklim yang terjadi salah satu penyebabnya adalah aktivitas manusia. Krisis iklim sangat berdampak bagi pesisir dan pulau-pulau kecil. Ketika abrasi terjadi akibat pengambilan pasir, otomatis berpengaruh pada pola tangkap juga tempat tinggal mereka, dan hal ini menyeramkan.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0833333358168602]
2022-053-19.json
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir
1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | 1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir | Dia menyayangkan lahirnya aturan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang didalamnya seakan melegalkan tambang pasir “Di dalam PP No. 85/2021, seakan mengatur bahwa pasir boleh ditambang asal bayar pajak. Seolah aksi itu tidak merusak secara ekologi, dan pajak itu bagian dari kompensasi. Inilah situasi yang kita sebut sebagai frustasi ekonomi. Orang dipojokkan kemudian regulasi semakin kacau,”Susan contohkan, penambangan pasir untuk pembangunan Makassar CPI di Kodingareng, Makassar. Kasus itu, membuat perempuan nelayan setempat tidak nyenyak tidur di malam hari. Baik takut suaminya hilang atau meninggal di laut.Rakyat hanya menjadi korban dan penonton dari kerusakan lingkungan, serta bingung mau mengadu kemana. Pajak yang dikontrol lewat PNBP targetnya Rp12 triliun pada 2024. Seberapapun besarnya, kata Susan, tidak akan bisa mengganti kerusakan lingkungan oleh negara.“Diantara solusi untuk polemik krisis iklim dan upaya penyelamatan pesisir adalah dengan memperkuat mental masyarakat pesisir. Supaya tidak jadi personal bigger yakni gak papa laut dirusak, asal dapat kompensasi. Harusnya, mereka berpikir mandiri bahwa kalau kawasan laut diprivatisasi, harus melawan,” ujarnya.  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125]
2015-046-10.json
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | [CLS] Para nelayan dan petambak garam menyambut positif pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan (PPNPI) inisiatif DPR. Koalisi untuk Hak Nelayan dan Masyarakat Pedesaan Pesisir pada pertengahan Juni 2015, Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV di Jakarta. Koalisi meminta DPR memprioritaskan penyelesaian pembahasan RUU buat nelayan ini.Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Kiara kepada Mongabay mengatakan, ini momentum baik bagi negara mengakui dan memuliakan pahlawan protein sekaligus produsen pangan, yakni nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam.Selama ini, katanya, mereka terabaikan. Harapan mereka untuk terpenuhi hak-hak jauh panggang dari api. Aturan yang mengatur hak-hak, perlindungan dan pemberdayaan mereka masih minim.Dari draf naskah akademik RUU PPNPI yang disiapkan Sekretariat Jenderal DPR-RI per 1 Juni 2015, mulai terlihat upaya menghadirkan negara dalam melindungi dan menyejahterakan mereka.Menurut Halim, hak nelayan seringkali terabaikan kala menangkap ikan dari proses melaut sampai penjualan, seperti penyerobotan wilayah tangkap dan pencemaran pesisir dan laut meskipun ada Instruksi Presiden tentang Perlindungan Nelayan.Nelayan, katanya,  juga dihambat perizinan bertele-tele, memakan waktu dan biaya, akses permodalan dan BBM bersubsidi hampir mustahil diperoleh dengan ketentuan harga Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012, yakni Rp4.500.“Parahnya, saat kecelakaan melaut, tidak ada keberpihakan pemerintah, misal, jaminan perbaikan kapal,” kata Halim.
[0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-046-10.json
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Dalam RDP itu, Kiara menyampaikan, RUU ini tantangan pemerintah dalam menghapus tiga mis-persepsi kepada nelayan, pembudidaya dan petambak garam. Pertama, dalam pendapatan, nelayan bukan termiskin (the poorest of the poor). Fakta terpampang jelas, negara absen dalam memastikan pelayanan hak-hak dasar dan program peningkatan kesejahteraan nelayan tepat sasaran. Hingga tengkulak (middle man) memanfaatkan peluang ini. Alhasil, prinsip survival of the fittest  berlaku di perkampungan nelayan.Kedua, kerentanan nelayan makin besar akibat ketidakpastian sistem produksi (melaut, mengolah hasil tangkapan, dan memasarkan) dan perlindungan terhadap wilayah tangkap. Di Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan dimandatkan dalam UU Perikanan untuk menjalankan usaha perikanan sistem bisnis perikanan, meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.Namun, katanya, ketidakmampuan pemangku kebijakan mengejawantahkan mandat UU inilah berujung risiko kegagalan ekonomi, kebijakan bagi nelayan tinggi.Ketiga, marjinalisasi sosial dan politik oleh kekuasaan berimbas kepada akses nelayan terhadap pelayanan hak-hak dasar minim, misal, kesehatan, pendidikan, akses air bersih, sanitasi, dan pemberdayaan ekonomi. Tiga mispersepsi ini, kata Halim, merupakan pekerjaan rumah pemerintah bekerjasama dengan masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil.Budi Laksana, Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) mengatakan, RUU ini harus melihat kekhususan hak nelayan, baik sebagai warga negara maupun pelaku perikanan kecil. Jika hal ini terumuskan baik, UU PPNPI akan menjadi pintu masuk sejarah bangsa Indonesia dalam mengakui dan menyejahterakan mereka.Peran dan harapan perempuan nelayan
[0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-046-10.json
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Masnuah, Koordinator Persaudaraaan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengatakan,  belum ada jaminan sosial dan asuransi bagi nelayan bila mengalami kecelakaan, alat tangkap hilang, meninggal di tengah laut dan tidak ketemu jasad.  Negara juga belum mengakui peran perempuan nelayan yang penting dalam melaut.“Banyak nelayan ditangkap, disandera karena tidak tahu aturan hukum apa yang dilanggar. Aparat meminta uang ke nelayan. Aparat itu seperti bajak laut yang berseragam negara.”PPNI berharap, Presiden Joko Widodo dan Menteri Susi Pudjiastuti memberikan perhatian khusus bagi nelayan yang bekerja menantang maut.Dia berharap, kepada Susi yang mempunyai pengalaman panjang sebagai pengusaha perikanan hingga mengetahui kondisi sosial ekonomi dan perempuan nelayan.“Pemerintah harus memfasiltasi prasarana kelompok perempuan nelayan. Jika hanya omong kosong, sama dengan pemerintahan lama.”Pasca penyampaian pokok-pokok pikiran Koalisi menyerahkan naskah akademik RUU PPNPI, dan catatan kritis atas draf DPR  kepada pimpinan rapat, Viva Yoga Mauladi. Versi masyarakat sipil ini disusun partisipatif bersama organisasi nelayan, perempuan, petambak garam, pembudidaya dan pelestari ekosistem pesisir di bagian barat, tengah dan timur Indonesia.Sulit akses asuransi dan bankWakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga mengatakan, selama ini tidak ada asuransi mau memberikan perlindungan bagi nelayan, dengan alasan risiko terlalu besar. Jikapun asuransi ada,  nelayan tidak sanggup membayar premi. “Ini sebenarnya menjadi tanggung jawab negara dalam membayarkan premi. Ketika di laut nelayan terlindungi, begitupun dengan nelayan tangkap atau pembudidaya ikan, jika bencana datang menyebabkan gagal panen.”
[0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-046-10.json
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Koalisi Minta DPR Prioritaskan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan | Begitupun juga penjaminan permodalan. Tidak sedikit, katanya, pembudidaya ikan tidak mampu mengembankang usaha, bahkan terpaksa gulung tikar karena kurang modal. Bank tak bersedia menjamin karena kebanyakan nelayan tidak memiliki sertifikat rumah sebagai agunan. Kondisi ini, membuat nelayan makin terbelakang hingga terus berada di garis kemiskinan. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2013-023-16.json
Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut
Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut | Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut | [CLS] Konflik lahan yang sudah berkepanjangan antara warga Desa Pantap, Kecamatan Kuala Kuayan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), dan PT Bumi Sawit Kencana (BSK),  memanas. Terjadi, bentrokan antara puluhan warga dengan Satpam perkebunan sawit milik anak usaha Wilmar Group ini, Selasa (23/7/13). Dalam kejadian itu, empat warga luka-luka, satu motor warga rusak, dua truk dan satu mobil perusahaan juga rusak. Dua pos penjagaan satpam pun dibakar warga.Arie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, mengatakan, bentrok ini dampak konflik lama yang tak pernah diselesaikan pemerintah. “Banyak konflik di perkebunan sawit adalah akumulasi penguasaan tanah oleh segelintir orang termasuk Martua Sitorus, pemilik Wilmar ,” katanya lewat surat elektronik kepada Mongabay,   Kamis (25/7/13).Dia  mengatakan, bila konflik terus dibiarkan akan meluas karena masyarakat di sekitar konsesi Wilmar sudah merasa terabaikan. “Tak ada satu pun persoalan tanah yang selesai, sama juga di desa lain yang masuk konsesi  seperti Desa Tanggar, Kenyala, Tanah Putih, Sebabi, Biru Maju, Pondok Damar. Mereka sudah kehilangan tanah dan sumber penghidupan.”Pemerintah, katanya,  harus segera membuat satu badan khusus penanganan konflik agraria guna memastikan resolusi konflik terjadi beserta sistem mekanisme pengaduan dalam menyampaikan persoalan-persoalan konflik. Pemerintah pun harus menjalankan reforma agraria guna mewujudkan keadialan agraria. “Dan membatasi skema penguasaan dan monopoli tanah oleh segelintir orang dalam sistem perkebunan skala besar,” ucap Arie.AKBP Himawan Bayu Aji, Kapolres Kabupaten Kotawaringain Timur di Sampit seperti dikutip dari Antara, mengatakan, bentrok diduga dipicu perselisihan lahan di perbatasan desa dengan perusahaan.  Polres Kotim telah mediasi antara perusahaan dan warga dan kedua belah pihak sepakat berdamai.
[0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125]
2013-023-16.json
Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut
Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut | Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut | “Ada beberapa kesepakatan dalam perdamian itu antara lain, perusahaan bersedia mengobati warga yang terluka akibat pertikaian dengan Satpam. Motor warga yang dirusak akan diganti perusahaan,” kata Himawan.Poin lain, perusahaan bersedia menghentikan pembangungan parit pembatas antara perusahaan dan desa Pantap.  Sebab, di dalam zona 200 yang dibangun itu masuk lahan warga.Sayangnya, penyelesaian hanya bersifat kasuistik, bukan mencari akar permasalahan hingga bara konflik tetap hidup. Data Walhi Kalteng, menyebutkan, bentrok antarmasyrakat Desa Pantap dengan  pamswakarsa perusahaan akibat konflik lama berkepanjangan. Perampasan tanah masyarakat desa sekitar perusahaan sudah lama terjadi oleh PT BSK.Konflik sudah sejak 2006, mencakup lahan masyarakat seluas kurang lebih 2.000 hektar. Pada puncaknya, 23 Juli 2013, sekelompok warga Desa Pantap protes penggalian parit batas di tanah yang masih berkonflik.  Namun satpam perusahaan memukul dan sempat merusak kendaraan masyarakat.  Merasa terdesak dan tak berimbang warga kembali ke desa. Mereka memberitahukan  warga lain.Kala kembali di lokasi, satpam ternyata sudah mempersiapkan diri dengan  senjata rakitan dan pistol. Warga makin marah. Bentrok pun tak terelakkan.Terjadi pembakaran dua pos penjagaan perusahaan dan warga sweeping truk perusahaan yang melintas di jalan Desa Pantap. Dua truk dan satu mobil strada milik perusahaan rusak.  Satu motor warga pun rusak dan empat orang mengalami luka-luka.Saat kejadian, kata Arie, hanya beberapa polisi yang menjaga.  Memang, sudah ada kesepakatan dan pertemuan warga dengan perusahaan.  Namun warga kecewa karena sudah banyak kesepakatan dibuat tetapi tak dijalankan. Basrun, Kepala Desa Pantap mencontohkan, ambulans yang dikirim perusahaan dinilai tak layak hingga warga menolak korban diangkut menggunakan mobil itu.
[0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548]
2013-023-16.json
Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut
Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut | Bentrok Warga Pantap vs Satpam Wilmar Buntut Konflik Lahan Berlarut | Dia meminta, aparat mengusut satpam yang memukul  warga dan segera menyelesaikan konflik lahan yang lama terbaikan demi menghindari konflik lebih parah.Wilmar Group, perusahaan multinasional milik Martua Sitorus dan Wiliam Kwok menguasai lahan seluas 276.920 hektar dari 18  izin konsesi. Sebanyak delapan perusahaan sudah beroperasi di Kalteng, khusus Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan. [SEP]
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224]
2016-069-07.json
Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan
Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan | Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan | [CLS] Sebuah karya video instalasi menampilkan narasi dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Angki Muttaqien menggambarkan dengan tampilan planet biru meleleh perlahan. Lelehan tak henti menetes ke bawah. “Ber”kaca”lah.” Begitu judul video itu.Sudut lain, dalam karya Untiteld, terlihat sejumlah tabung gas melon ditumpuk satu sama lain. Firdaus Faishol membuat tabung-tabung gas dari tanah liat tampak jebol. Uniknya bukan mengeluarkan gas, tetapi arang kayu.Ine Rachmawati, lewat media photo on silkscreen menampilkan gambar buah lokal seperti salak, sirsak, belimbing, kedondong, manggis, rambutan, dan sirkaya. Dia memberi judul Local Fruits. Beragam karya ini dipamerkan Selasa-Rabu(5-13/4/16) di Bentara Budaya, Yogyakarta.Agenda kesenian bertajuk Tropis ini menyuguhkan sejumlah karya seniman muda, meliputi seni lukis, tari, instalasi, kriya, musik, hingga mixed media, dan workshop pembuatan diorama dan cukil lino.Suwarno Wisetrotomo, Kepala Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia, berpendapat, kesenian mengusung karya bertema lingkungan ini patut menjadi bahan renungan.“Di tengah-tengah selera rendah, hiruk pikuk politik, kehadiran peristiwa ini menjadi penting. Mengartikulasikan pesan mencerahkan, ini lebih penting dari produk seni itu sendiri. Pekerjaan menginspirasi adalah pekerjaan tak mudah,” katanya.Ketua Panitia, Briasanda Aspagura mengatakan, nama Tropis mewakili kekayaan variasi karya, sekaligus merespon isu lingkungan saat ini.Djoko Pekik, seniman senior Indonesia berharap, seniman-seniman muda peka masalah-masalah sosial. “Semoga mereka tanggap sosial, tanggap lingkungan, dan mudah-mudahan ikut bertanggung jawab memelihara lingkungan,” katanya kepada Mongabay.Pesan lingkungan
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.2857142984867096]
2016-069-07.json
Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan
Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan | Karya-karya Ini Cara Seniman Suarakan Isu Lingkungan | Firdaus Faishol lewat Untiteld hendak menyuarakan dilema penggunaan bahan bakar fosil dan arang kayu. “Tabung gas melon mewakili simbol modernitas, arang kayu kebudayaan Jawa yang tumpah ruah keluar. Saya membayangkan kehidupan di Jogja juga begitu.”Ine Rachmawati dalam Local Fruits mencoba merespon persaingan buah impor dan lokal. Dia miris di pasar lebih mudah menemukan buah impor dibanding lokal.“Daya saing mereka boleh jadi lebih tinggi. Dikemas menarik menggunakan styrofoam, lebih awet. Masyarakat lebih banyak memilih buah impor dibanding lokal.” Di balik itu, ada ancaman terhadap lingkungan dan kesehatan. Styrofoam, katanya, bahan tak cepat terurai alam, dan buah impor banyak menggunakan bahan pengawet. “Saya ingin menunjukkan, kita memiliki buah-buahan alam dan ciri khas bangsa ini.”Ningroom Adiani dalam Tirai Penerang dalam Kegelapan Duniawi menampilkan karya kriya memakai bonggol jagung. Selama ini, bonggol jagung dianggap limbah. Di tangan Ningroom, bonggol jagung rapuh menjadi karya sarat makna.Karya lain berjudul In Oil We Trust, kreasi Pandu Mahendra. Sang seniman memanfaatkan jirigen minyak diberi kaki dan enam tangan. Tangan-tangan itu menggengam pistol, salib, tali, tasbih, dan kapak. Ada satu tangan dibiarkan kosong. Kedua kaki memakai sepatu boot. Keseluruhan karya dominan hitam dengan aksen kuning keemasan. Ada satu mata besar.Pandu lewat karya ini seperti hendak bercerita minyak adalah “Tuhan” baru, yang menjadi pusat pusaran konflik, politik, keyakinan, dan kepentingan. Minyak harus disikapi bijak.Ada juga tarian berjudul Selembar Daun Jatuh. Kiki Rahmatika, sang penari, mengatakan, gagasan ini berawal kesukaan mengamati daun-daun jatuh. Baginya, daun seperti manusia, akhirnya luruh, jatuh dalam pelukan alam. Dia seakan ingin menegaskan, manusia bagaimanapun tak terpisahkan dari alam. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2015-042-19.json
Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia
Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia | Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia | [CLS] Pande Ketut Noling, petani berusia senja ini untuk kali pertama diajari menanam padi model model jajar legowo 2:1, cara baru meningkatkan produksi beras (system of rice intensification/SRI).Dalam menanam padi di 25 are lahan miliknya, ia mendadak belasan relawan program penanaman padi serentak seluas 10 hektar di Subak Pulagan, salah satu kawasan warisan budaya dunia (world heritage of subak landscape), Desa Tampaksiring, Gianyar, Bali, pada minggu kemarin yang dilaksanakan Bank Indonesia perwakilan Bali.Dengan dibantu 750 relawan antara laiin terdiri dari siswa SLTA polisi, tentara, PNS, penanaman padi selesai dalam 4 jam. “Seru sekali nanam padi, tapi sayang pakai rok. Repot sekali,” kata Dian Aryani dan rekannya, siswa berseragam pramuka dengan kaki dan lengan berlumuran lumpur.Sistem tanam legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo”  berarti memanjang.Baris lahan kosong dan memanjang ini disebut satu unit legowo, dimana legowo 2:1 berarti dua baris tanam per unit legowo, dan legowo 4:1 berarti empat baris tanam per unit legowo. Model tanam ini diyakini memberikan hasil panen lebih banyak karena kena sinar matahari lebih banyak. Sistem ini menggunakan lebih sedikit bibit, sehingga diyakini lebih hemat air dan pupukNoling dan petani lain umumnya memiliki lahan sempit 25 are, berharap uji coba cara baru ini menghasilkan panen lebih baik karena persoalan ketergantungan pangan dan peningkatan biaya pengolahan lahan.Noling bercerita, biaya tambahan dikarenakan anak mereka malas bertani, sehingga butuh sewa tenga seperti traktor untuk mengolah tanah, biaya pupuk, dan panen. Petani belum bisa sepenuhnya organik.
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-042-19.json
Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia
Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia | Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia | Hasil panen sekitar 1 ton, yang akan berkurang bila diselip. “Hanya untuk makan sendiri, kalau kurang beli,” sahut Noling. Ia mengaku tak pernah menjual hasil panen karena pas-pasan untuk konsumsi. Jika banyak ada upacara adat dan agama, sering membeli tambahan beras.Namun ia mengaku akan teguh menjaga tanah warisan leluhur ini. “Tidak akan pernah saya jual karena warisan leluhur,” katanya.Senada dengan Noling, Ketut Rauh, mengolah sendiri lahan seluas 30 are, bahkan sering mengupah orang untuk menggarap menanam bibit, dan memanen karena sudah renta. Ia juga tak pernah bisa menjual panennya karena malah sering kekurangan beras untuk makan dan keperluan upacara dan ritual seperti upacara pernikahan, kematian, kedewasaan, dan lainnya.“Tiap enam bulan sekali panen, hasilnya cuma bisa untuk makan 3 bulan,” kata Rauh. “Payah cari uang biaya Rp800 ribu untuk upah sawah. Masih sering beli beras juga,” kisah Rauh.Namun ia juga tak akan mau menjual lahan salah satunya karena sawah adalah sumber budaya dan ritual di Bali. “Kalau terus ada sawah ya masih ada upacara. Meyadnya ten pegat (persembahan pada alam tak akan putus),” katanya pelan.Sang Nyoman Astika, Pekaseh (pimpinan organisasi) Subak Pulagan mengatakan petani memang sulit mendapat penghasilan jika kepemilikan lahannya sedikit. Walau pemerintah dan pihak lain membantu bibit, menurutnya selama petani belum bisa memenuhi pangan dari lahan sendiri akan tetap miskin.Ia berharap sistem jajar legowo ini memang bisa meningkatkan hasil panen. “Kalau sekarang tanam biasa hasilnya 5-6 ton per hektar. Dengan sistem ini katanya bisa meningkat sampai 10 ton,” ujar pria yang mengkoordinir 110 hektar lahan padi ini. Menurutnya kepemilikan lahan sedikit rata-rata 25 are. Bisa dihitung yang punya lahan di atas setengah hektar.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-042-19.json
Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia
Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia | Beginilah Antisipasi Ketergantungan Pangan Di Subak Kawasan Budaya Dunia | Untungnya karena petani masih sangat menghormati leluhur, menurut Astika mereka tak akan menjual lahannya. Walau kawasan subak ini di sekitar kawasan wisata, yakni Ubud dan Tegalalang yang diserbu industri wisata seperti hotel, restoran, dan villa.Agar makin menjauhkan dari alih fungsi lahan, pemerintah membuatkan jalan setapak di areal sawah agar lahan mudah diakses dengan roda 2 seperti motor dan sepeda. “Jalan gampang, petani mudah pulang,” kata Astika.Pria ini berharap petani bisa mendapat penghasilan dari panen. Ia mengaku sedang menyiapkan Bank Tani. Ia meyakini ketika petani tak bisa mencukupi kebutuhan pangannya tinggal menunggu alih fungsi lahan.Data BPS tahun 2010 memperlihatkan alih fungsi lahan sawah paling massif di Bali, sekitar 1000 hektar/tahun persawahan hilang pada 2005-2009, dengan 700 orang rumah tangga pertanian berkurang tiap bulan.UNESCO, Badan PBB untuk kebudayaan pada 2012 menetapkan sejumlah kawasan subak dan area pendukungnya di Tabanan, Badung, dan Gianyar sebagai warisan budaya dunia.Penetapan lanskap budaya Bali berbasis subak disebut sebagai manifestasi filosofi Tri Hita Karana (tiga sumber kesejahteraan) karena prinsip harmonisasi pada alam, Tuhan, dan manusia. Di satu pihak menimbulkan kebanggaan, di lain pihak dinilai melahirkan kegamangan.Kebanggaan karena penetapan UNESCOini merupakan pengakuan internasional atas prestasi Bali dalam mengukir peradaban pertanian dan penataan lanskap. Sementara kegamangan karena sejauh ini banyak muncul pertanyaan apakah bisa dipertahankan di masa depan. [SEP]
[0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-040-08.json
Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!
Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya! | Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya! | [CLS]   Setelah pengembalian lima kontainer sampah kertas bercampur plastik ke Amerika Serikat, Juni 2019, Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya segera memulangkan lagi delapan kontainer sampah kertas terkontaminasi plastik serta bahan berbahaya dan beracun [B3] ke Australia.Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya, Basuki Suryanto menuturkan, rekomendasi pemulangan telah dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Hanya menunggu waktu.“Rekomendasinya reekspor. Sampah kertas itu terbukti berbahaya, terkontaminasi limbah plastik dan sampah popok,” ungkap Basuki, di Surabaya [09/7/2019].Dalam pantauan di Terminal Petikemas Surabaya [TPS], tempat penitipan kontainer sampah impor, terlihat material lain selain sampah kertas asal Australia. Tidak hanya sampah plastik tapi juga popok bayi sekali pakai, bercampur tabloid dan majalah bekas terbitan Australia.“Sampah dari Amerika Serikat dan Jerman lainnya masih menunggu rekomendasi KLHK untuk dikembalikan. Tiga perusahaan sedang diperiksa,” ujarnya.Baca: Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor  Basuki menuturkan, tidak semua kontainer sampah impor diperiksa Bea Cukai, karena selain masuk daftar jalur hujau, kontainer telah diperiksa di pelabuhan negara asal sampah. Kerja sama dengan Sucofindo atau Surveyor Indonesia. Yang dicurigai akan diperiksa langsung.Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya memiliki catatan, ada 18 perusahaan terkait sampah kertas impor yang semuanya berhenti di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Perusahaan yang terbukti memuat sampah plastik dan B3 sebagai ikutannya, punya waktu 90 hari sejak masuk Indonesia, untuk reekspor.“Sejauh ini hanya kena wajib mengembalikan. KLHK yang akan memutuskan, hukumannya ada di UU 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,” lanjutnya.Baca: Tidak Hanya Ganggu Kesehatan, Sampah Juga Merusak Lingkungan  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-040-08.json
Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!
Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya! | Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya! | Basuki mengatakan, infomasi yang diperoleh dari Sucofindo menyebutkan, ada sekitar 10 hingga 12 ribu kontainer diimpor setiap bulan. Namun, sejak ramai pemberitaan sampah impor, pada Juni 2019, jumlahnya turun, 600 hingga 700 kontainer saja.“Adanya kejadian ini, import khusus sampah kertas berkurang. PT. PKR [inisial] pada Januari 109 dokumen, dan Juni tinggal 20 dokumen. PT. ADS, Januari 77 dokumen, sementara Juni turun jadi 23 dokumen. PT. KTK, Januari [130 dokumen], Februari [152 dokumen], Juni [87 dokumen], jadi banyak yang turun,” terangnya.Baca: Pemerintah Perlu Setop Dulu Izin Impor Sampah  Protes aktivis Sejumlah aktivis lingkungan di Jawa Timur mendesak pemerintah menanganai sampah impor tegas dan serius, termasuk mengembalikan ke negara asalnya. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, Bea Cukai sebagai otoritas negara harusnya mengetahui konsisi ini semua. Selama ini sampah kertas impor masuk kategori jalur hijau, sehingga pemeriksaan dinilai formalitas saja.“Seharusnya ada SOP jelas, dari 1.000 kontainer, misalnya berapa persen yang diperiksa,” ungkapnya.Kementerian Perdagangan yang mengatur regulasi juga dinilai berandil lolosnya sampah plastik dan B3 bersamaan dengan sampah kertas sebagai bahan baku pabrik kertas.“Kementerian Perdagangan punya sendiri yang namanya Sucofindo, bagian inspeksi, Sucofindo dan Surveyor Indonesia. Justru mereka yang harusnya mengantisipasi,” jelasnya.Hanie Ismail dari Komunitas Nol Sampah juga mendorong pemerintah menerapkan aturan hukum tegas. Hanie meminta agar limbah B3 dan plastik tidak dibiarkan masuk Indonesia melalui sampah kertas.“Regulasi harus benar-benar diterapkan. Bukan hanya Bea Cukai, tapi yang impor harus ditindak. Kalau misalkan kertas ya kertas saja,” jelasnya.Baca juga: Tangani Sampah Impor, Pemerintah akan Kuatkan Regulasi dan Penegakan Hukum  
[0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.20000000298023224, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-040-08.json
Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya!
Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya! | Pulangkan Sampah Impor ke Negara Asalnya! | Jumat [12/7/2019] sore, puluhan aktivis lingkungan bersama warga Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, berunjuk rasa di depan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya. Mereka menyerukan Amerika berhenti mengirim sampah plastik ke Indonesia.“Kami minta sampah dikembalikan ke Amerika. Kami tidak mau sampah dari luar membanjiri desa dan lingkungan kami,” kata Rully Mustika, peserta aksi.Mahasiswi asal Gresik, Sofi Azilan mengutarakan, tidak seharusnya negara maju seperti Amerika mengirim sampah ke Indonesia. “Harusnya negara maju yang penduduknya pintar-pintar, bisa mikir, mengerti, dampak sampah pada lingkungan dan terutama masyarakat. Amerika harusnya mampu mengatasi sampahnya sendiri dengan teknologi.”Tidak hanya berunjuk rasa dan menyerahkan tuntutan ke konsulat, pengunjuk rasa juga menyerahkan surat yang ditulis dua pelajar Jawa Timur kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Isinya, meminta negera tersebut berhenti membuang sampah ke Indonesia.   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-035-20.json
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | [CLS]  Seiring dibukanya objek wisata, pantai-pantai pun mulai ramai. Cuaca cerah pun mendukung rekreasi murah meriah dan menyegarkan ini.Salah satunya pantai di kawasan wisata termacet di Bali, Pantai Petitenget di Seminyak, Kuta. Setelah matahari naik dari kaki langit, puluhan tukik menetas secara alami dari sarangnya.Puluhan tukik berjenis penyu lekang ini tiba-tiba muncul dari pasir yang basah karena sapuan ombak. Anak-anak mengerumuni dan menonton iring-iringan tukik yang semangat menyongsong debur laut.Beberapa orang dewasa juga takjub, karena biasanya tukik menetas di area relokasi. Para telur penyu diambil dari sarangnya dan dipindahkan ke area penetasan. Area relokasi telur dan penetasan tukik ini ada di sejumlah pantai seperti Pantai Kuta, Sanur, Perancak, Saba, dan lainnya.Kini, pada suatu pagi di Pantai Petitenget yang baru dibuka, tukik ini merangkak dari sarang induknya. Tak perlu waktu lama bagi tukik mencapai bibir laut, energi mereka masih penuh. Aroma laut demikian dekat, langsung memenuhi kulit dan cangkang mungil mereka setelah menetas.baca : Geliat Petani Muda Bali di Tengah Pandemi COVID-19 [Bagian 1]  Pantai ini terlihat dijaga sejumlah petugas keamanan, dari kepolisian maupun desa adat. Di pintu masuk, seorang petugas mengumumkan tata tertib di pantai termasuk siaga pada keamanan. Poster-poster untuk pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak terlihat mencolok. Dua bak tempat cuci tangan dipasang di sisi kiri dan kanan pintu gerbang khas arsitektur Bali ini.Sebuah pura yang berlokasi di pantai terlihat ramai. Puluhan warga yang sedang menghelat prosesi ritual di pura dalam kawasan pantai populer di Seminyak ini. Dekat muara sungai yang biasa disebut campuhan, salah satu kawasan suci dalam keyakinan Hindu di Bali. Di area inilah ritual penyucian melasti dilakukan jelang sejumlah upacara besar di desa atau jelang Nyepi.
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-035-20.json
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Sungai yang bermuara di laut ini terlihat bersih tanpa genangan sampah anorganik seperti muara-muara lainnya. Warga desa setempat sedang menghelat upacara semacam syukuran untuk anaknya dan juga upacara Ngaben. Gamelan pengantar doa-doa ini lebur bersama suara ombak.Bagian terpenting adalah melarung sesajen ke laut dan mengusapkan air laut ke atas kepala. Memohon kekuatan dewa Baruna untuk ketenangan jiwa.Beberapa meter dari rombongan upacara agama ini, warga menyebar di pantai. Ada yang main voli pantai, bola, dan main ayunan yang dijadikan signage Pantai Petitenget.Di bibir laut, anak-anak bermain air, membuat kolam air dengan didampingi orangtuanya. Ombak cukup tinggi. Bahkan perahu yang membawa para pemancing pun beratraksi mengikuti melewati gelombang, mirip peselancar.Sempadan pantai terasa sangat lapang, lebarnya lebih dari 50 meter. Di sisi kanan menghadap pantai adalah barisan hotel dan beach club yang membuat Seminyak populer. Namun karena pandemi COVID-19, yang terlihat adalah hotel-hotel mewah yang sunyi. Hanya petugas keamanan yang lalu lalang berjaga di pinggir pantai.baca juga : Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Bakal Buka Bertahap  Pemandangan ramai juga terlihat di Pantai Sanur. Pantai Karang yang menjadi lokasi yoga terlihat riuh dengan aneka aktivitas. Paling mencolok adalah rombongan pesepeda yang lalu lalang di area jogging atau rehat di pinggir pantai bersama sepedanya.Gazebo atau balebengong ikonik di titik pemecah ombak di pantai ini juga penuh. Air laut saat itu terlihat keruh. Padang lamun mati mengambang di permukaan.Ramainya turis memicu produksi sampah. Tong-tong sampah yang sudah disediakan cukup banyak terlihat penuh. Untungnya tidak meluber.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-035-20.json
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Keramaian juga nampak di Pantai Kedonganan, lokasi kampung nelayan dan pasar ikan di dekat Jimbaran. Warga memenuhi pasar ikan, membeli beragam hasil laut yang dijual persis samping pantai. Tak hanya warga Bali juga warga negara asing yang sudah terbiasa memilih dan membeli ikan di sini.“Ayo bu, ini fillet tuna yang biasanya dijual ke hotel,” seorang pedagang menyambut. Ia menawarkan cukup murah, Rp20 ribu per seperempat kilogram. Ikan potong berwarna merah muda ini sudah dibersihkan dan dibungkus plastik.Di luar pasar ikan, dagang juga memenuhi pantai. Ini pedagang yang tak memiliki kios di pasar. Di dalam pasar ikan, jenis proteinnya cukup kaya seperti kerang, kepiting, lobster, cumi, udang, dan lainnya. Sementara di pinggir pantai, lebih banyak ikan tongkol dan teri.perlu dibaca : Era Kenormalan Baru dan Prinsip Fundamental Ekowisata  Kunjungan turis anjlokPemerintah Provinsi Bali sudah membuka obyek wisata dan menyambut turis domestik pada 31 Juli. Sementara untuk turis asing dijadwalkan 11 September ini.Tak sedikit regulasi yang dibuat Gubernur Bali untuk mendorong percepatan memulihkan kunjungan turis. Selain Pergub tentang Kawasan Pariwisata Bali, juga sejumlah seremonial bersama pejabat kementerian.Dalam Pergub Kawasan Pariwisata, disebutkan meliputi hotel atau jenis akomodasi lainnya, restoran atau rumah makan, dan daya tarik wisata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata dilarang menggusur masyarakat adat, menutup akses masyarakat lokal, menguasai area publik, memindahkan sarana umum, dan merusak dan/atau mencemari alam dan lingkungan.Sejak akhir Januari 2020, Bali mulai mengalami dampak pandemi COVID-19. Jumlah turis terus menurun bahkan kemudian nyaris tidak ada setelah adanya penutupan penerbangan komersial maupun perhubungan darat dan laut, untuk mencegah meluasnya penularan virus corona baru penyebab COVID-19 di kiblat pariwisata Indonesia ini.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-035-20.json
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi
Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi | Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara anjlok dari 6,2 juta orang pada 2019 jadi 1 juta orang sampai Mei 2020 ini. Mengikuti kurva pandemi, kunjungan mulai menurun secara drastis pada Januari. Dari lebih dari 500 ribu orang menjadi hanya 36 orang pada Mei ini. Indonesia baru menyatakan secara resmi adanya kasus COVID-19 pada Maret dan kasus kematian pertama yang diumumkan pertama dari Bali menimpa warga negara Inggris.Ketergantungan pada industri pariwisata lagi-lagi beri pukulan telak pada Bali. Kali ini dampaknya jauh lebih panjang dan meluas dibanding Bom Bali pada 2002 dan 2005, dan erupsi Gunung Agung pada 2017-2018. Bila dibandingkan dengan bulan Mei 2019, jumlah wisman ke Bali tercatat turun hampir 100 persen.  Gubernur Bali Wayan Koster pada berbagai kesempatan terlihat yakin Bali akan segera normal jika larangan kedatangan warga negara asing dicabut secepatnya. Hal ini ia sampaikan pada seremonial penyambutan wisatawan domestik di Nusa Dua pada 30 Juli yang dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi dan Menteri Pariwisata-Ekonomi Kreatif.Pembukaan aktivitas harus segera dilaksanakan agar pariwisata tak terus terpuruk. Tahap pertama dimulai dengan pembukaan tempat publik pada 9 Juli. “Pandemi ini penanda ketidakharmonisan alam akibat ulah manusia yang tak melaksanakan tata kehidupan berbasis kearifan lokal,” sebut Koster saat deklarasi Tatanan Kehidupan Era Bali di Pura Besakih.  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-041-14.json
Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang
Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang | Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang | [CLS] Lautan sangat penting untuk produksi makanan berbasis perikanan dan budidaya. Tetapi kemampuan laut untuk menyediakan makanan bagi manusia ini sensitif terhadap perubahan iklim dan pengasaman laut.Di seluruh dunia, sektor perikanan memenuhi kebutuhan tiga miliar orang, atau sekitar 20 persen dari asupan rata-rata protein hewan. Kondisi terkini laut membuat 400 juta orang yang bergantung pada ikan sebagai makanan menjadi kritis. Akan tetapi permintaan ikan cenderung meningkat karena jumlah penduduk global meningkat dan kondisi ekonominya menjadi lebih makmur.Hal tersebut merupakan kesimpulan dari laporan terbaru Assessment Report kelima (AR5) dari Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang dipresentasikan pada Konferensi Perubahan Iklim di Bonn, Jerman pada pertengahan Juni 2014.Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas Riset dan Pengembangan di Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Agus Supangat yang mengikuti presentasi tersebut menjelaskan perubahan iklim mempengaruhi sifat fisik dan kimia laut, yang mempengaruhi dan mengubah sifat biologis organisme laut.Secara khusus, perubahan suhu dan kadar oksigen laut berdampak pada migrasi, pemijahan dan pola makan, serta migrasi dan pola distribusi dari  ikan dan kerang-kerangan. Secara tidak langsung, ikan dan kerang-kerangan dipengaruhi oleh perubahan produksi primer karena efek langsung dari pengaruh iklim pada fitoplankton.Agus yang juga peneliti di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu mengatakan perubahan fisik dan kimia laut menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati laut. Semakin asamnya laut juga mempengaruhi pertumbuhan karang dan meningkatkan resiko hidup terumbu karang. Mengikuti hukum rantai makanan, kondisi terumbu karang akan mempengaruhi ikan dan hewan laut lainnya. Dilaporkan kulit atau tempurung moluska pun menipis.
[0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-041-14.json
Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang
Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang | Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang | Budidaya perikanan juga terpengaruh oleh berkurangnya jumlah pakan ikan (feed-fish) karena upwelling air asam mempengaruhi pertumbuhan kerang, dan peningkatan risiko banjir untuk area pertambakan di daerah tropis.Perubahan iklim juga meningkatkan resiko kepunahan dari sejumlah besar spesies pesisir dalam beberapa dekade mendatang. Kepunahan spesies tersebut terutama modifikasi habitat, eksploitasi berlebihan dan polusi.Kerugian PerikananIPCC memperkirakan pada tahun 2050,  perikanan tangkap akan mengalami kerugian akibat perubahan iklim berkisar antara USD 17 sampai 41 miliar, berdasarkan skenario pemanasan global pada 2 derajat celcius. Kerugian tertinggi kemungkinan terjadi di Asia Timur dan Pasifik. Sedangkan pengasaman laut diproyeksikan mendorong penurunan produksi kerang-kerangan global antara tahun 2020 dan 2060.Hal itu juga meningkatkan potensi penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai aturan (illegal, unreported and unregulated / IUU  fishing) dari perubahan sumber daya pesisir dan meningkatnya kerawanan pangan.IUU Fishing akan memicu ledakan pertumbuhan alga (algal bloom) yang mengancam ekosistem dan perikanan dan berkontribusi terhadap peningkatan jumlah ‘zona mati’ di laut.IPCC menjelaskan tingkat produksi makanan laut akan berubah, dimana tingkat produksi akan menurun di daerah tropis dan justru meningkat pada daerah sub tropis.Menghadapi hal tersebut, adaptasi bisa dilakukan untuk beberapa kasus, tetapi sangat sulit dalam kasus yang lain. IPCC memperkirakan biaya total adaptasi untuk perikanan global 2010-2050 hingga USD 30 miliar per tahun.Nelayan dapat beradaptasi dengan beberapa dampak iklim, dengan cara antara lain mengurangi tekanan non-iklim seperti polusi, mengubah pola tangkapan, peralatan atau target spesies, meningkatkan akuakultur, dan ubah ke kebijakan manajemen yang dinamis.
[0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-041-14.json
Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang
Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang | Laut Makin Asam, Ikan Makin Berkurang | Sebagai sistem yang dinamis, lautan akan terus merespon perubahan masa lalu dan saat ini di iklim dunia. Perubahan seluas samudra dalam ekosistem yang sudah terjadi dan yang diproyeksikan berakselerasi 2050 dan seterusnya.Perubahan tersebut memiliki implikasi untuk manajemen perikanan, keberlanjutan, keamanan pangan, dan peningkatan pendapatan, terutama di lintang rendah (daerah tropis) dan kecil negara pulau-pulau kecil. Perubahan sistem laut ini akan terus terjadi selama berabad-abad. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2021-014-10.json
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | [CLS]  Kampung adat tradisional Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, telah mengupayakan pelestarian hutan di Daerah Aliran Sungai Ciwulan secara turun temurun. Mereka yang kerap dinilai terbelakang, agaknya kini dipandang sebagai dambaan kehidupan bagi manusia modern.Dibalik rumah-rumah beratap ijuk berwarna hitam keabu-abuan yang begitu khas menandai kompleks Kampung Naga tersirat falsafah hidup yang menyelamatkan banyak manusia. Padahal, sekitar 50 tahun lalu tak sembarang orang dapat mengunjungi kampung yang berlokasi di pinggir jalan Tasikmalaya-Garut itu.Seiring perkembangan zaman, warga Kampung Naga memaklumi bahwa ketertarikan orang luar tidak bisa dilarang. Hingga mereka pun memberikan izin kunjungan secara terbatas kepada orang asing masuk ke wilayah adat. Batasan dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap kearifan lokal serta adat istiadat yang telah diwariskan leluhur mereka.Dan kepatuhan mereka terhadap budaya, agaknya, menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun luar negeri. Ada yang ingin sekadar berwisata, ada juga terang-terangan ingin belajar tentang konsep hidup tradisional.baca : Menikmati Jeda di Kampung Naga  Ucu Suherlan (55) masih ingat pesan bapaknya, mendiang Djadja Sutidja yang pernah menjadi kuncen Kampung Naga. Almarhum bapaknya kala itu mengatakan, minat orang luar, terutama orang asing, terhadap budaya Naga susah dibendung. Maka, butuh kesiapan pola dan penyampaian komunikasi yang benar dan santun.Maka salah satu yang harus disiapkan adalah kemampuan berbahasa Inggris untuk melancarkan komunikasi antara warga setempat dan turis pendatang. Alasannya, Bahasa Inggris dinilai sebagai bahasa universal yang digunakan banyak suku bangsa di dunia.“Adat tak melarang warganya untuk belajar maupun bersekolah. Justru diwajibkan karena bisa menjebatani wisatawan paham pola kehidupan masyarakat Kampung Naga,” kata Ucu ditemui beberapa waktu lalu.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.6666666865348816]
2021-014-10.json
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Tuntas sarjana di Jakarta, Ucu pulang. Lalu menemukan kenyataan bahwa banyak wisatawan asing memang datang untuk mengunjungi Kampung Naga. Keteguhan masyarakat adat Kampung Naga menjaga hutan, sumber air, dan hidup dalam kesederhanaan adalah daya tariknya, kata Ucu.baca juga : Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern  Maka, kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan turis diyakini bakal berdampak positif bagi warga. Apalagi, selama ini, sebagian besar wisatawan asing berasal dari Jerman dan Belanda. Hal ini terkait dengan minat perjalanan warga Jerman ke negara lain yang tercatat paling tinggi daripada negara Eropa lainnya.Ucu ambil peran. Dia kemudian mengajarkan berbahasa, mengajak pemandu wisatawan asli Kampung Naga untuk belajar menjadi tukang cerita. Katanya, penyampaian seperti mendongeng membikin informasi mudah ditangkapNyaris disetiap generasi asli Kampung Naga, mahir bercerita dan berbahasa Inggris. Banyak juga yang telah lulusan sarjana. Bahkan ada yang mengambil sastra Belanda.Ucu mafhum, para turis umumnya ingin menikmati kehidupan adat tradisional yang serasi dengan keaslian alam nun di perbukitan dan hulu sungai. Karena menurut mereka itu merupakan hidup yang konvensional: bisa nyaman oleh kepatuhan.Posisi rumah menghadap dua arah, ke selatan dan utara. Bentuk atap semuanya dua arah, tidak boleh ada yang tiga arah juga memantik para akademisi melakukan penelitian. Hasilnya, keistimewaan dari bangunan itu adalah tahan gempa.perlu dibaca : Konsep Lestarikan Alam dalam Adat Kampung Kuta  Menjaga GerbangPerjuangan Ucu Suherlin mempertahankan adat dan budaya warisan leluhurnya tak ubahnya perjuangan nelayan kecil yang berada di tengah badai di lautan lepas. Dalam keadaan diombang-ambing gelombang, dia diajarkan harus tetap kukuh tidak mengalihkan perhatiannya.
[0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.4000000059604645]
2021-014-10.json
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Dia menuturkan pernah mendapat berbagai tawaran. Barangkali bagi orang luar Naga pasti menggiurkan. Pernah ditawari eskalator untuk dipasang di jalan masuk ke Kampung Naga agar para pengunjung tidak mengalami kesulitan karena harus melewati jalan terjal.“Tetapi kami teguh menolak. Karena kami bukan tempat wisata komersil,” imbuh Ucu. Dengan dahi mengkerut, Ucu menanyakan, bila Kampung Naga dijadikan obyek wisata, keuangan penduduk akan membaik. “Tapi apa gunanya uang, jika adat-istiadat rusak?” dia menimpali.Warga Kampung Naga juga pernah ditawari listrik agar pada malam hari daerahnya terang benderang. Namun, semua tawaran itu ditampik. Itu bukan berarti warga Kampung Naga menolak kemajuan. Hanya saja, kemajuan jangan sampai menghilangkan ciri utama. Agaknya, namanya bukan Kampung Naga lagi jika itu diterima.Ucu tahu, titah Kuncen Naga (Ketua adat) yang diamanahkan kepadanya berat. Yang paling berat, katanya, menjaga sekaligus membentengi adat warisan leluhur dari pengaruh luar. Apalagi, Kampung Naga merupakan kampung adat yang terbuka.“Kami tak pernah membedakan pengunjung, baik agama, suku bangsa, atau asal mereka,” katanya. Asalkan, “Mereka menghormati karena Kami mempunyai falsafah hidup,” ujar Ucu memberi penjelasan. Falsafah itu: Teu Saba, Teu Soba. Teu Banda, Teu Boga. Teu Weduk, Teu Bedas. Teu Gagah, Teu Pinter (Warga Naga dianjurkan menjauhi kehidupan harta dan tidak merasa lebih dari yang lain)baca juga : Menjaga Rimbo Larangan, Merawat Sumber Pangan Nagari Paru   Budaya LingkunganOrang Naga dikenal memiliki kearifan yang melestarikan lingkungan hidupnya. Ditengah isu lingkungan yang makin rusak. Mereka prihatin. Bagi warga Kampung Naga, hutan merupakan bagian dari ekosistem mereka. Menjaga dan dipertahankan kelestariannya adalah titah yang “memaksa” untuk dijalankan.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.6666666865348816]
2021-014-10.json
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Di sana ada yang disebut leuweung larangan yang artinya sama dengan hutan lindung. Walaupun tidak dijaga secara fisik, kondisi hutan tersebut masih tetap utuh. Keadaan ini sungguh menyindir penjarahan yang mengakibatkan kerusakan hutan di Jawa Barat.Jangankan menjarah isi hutan. Menemukan ranting yang jatuh sekalipun, mereka tak berani mengambilnya. Sebab mengganggu tanaman yang tumbuh dianggap tabu. Jika hal itu dilanggar, yang bersangkutan akan menerima sanksi dari leluhurnya. Karena itu, walaupun tidak dijaga secara fisik, hutan di Kampung Naga tetap utuh. Justru, kata Ucu, hutan yang rusak yaitu hutan yang ada penjaganya.Kebudayaan memang selalu berubah. Seiring perubahan yang berkembang pada manusia dan lingkungannya. Maka, adat Naga membentengi agar manusia tetap memiliki kemanusiaan.Karena masih mempertahankan adat, sepintas kondisi sosial ekonomi seakan lebih rendah dibandingkan dengan penduduk kampung sekitarnya. Padahal, kalau dilihat dari sisi lain, penduduk Naga hidup mandiri, kreatif, dan pantang minta-minta. Selain pertanian, untuk penghidupan, mereka membuat berbagai kerajinan dari bambu. Matematika mereka mengamini bahwa banyak belum tentu cukup, sedikit belum tentu kurang. Budaya membentuk karakter Warga Kampung Naga.  Seandainya gerombolan pemberontak DI/TII Karto Suwiryo tidak membakar habis Kampung Naga beserta seluruh isinya termasuk benda- benda sakral dan senjata adat tahun 1956 lalu, mungkin sejarah kampung itu akan terkuak. Semisal, arti nama Naga itu sendiri.“Setelah itu kami mengalami istilahnya “pareum obor” atau kehilangan penerangan yang menjelaskan asal-usul kampung adat ini,” ucap Ucu.Ucu percaya bahwa ilmu tidak akan merepotkan ketika dibawa kemana-mana. Semakin banyak ilmu yang didapatkan, akan semakin terang jiwa dan perilaku seorang manusia.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.4000000059604645]
2021-014-10.json
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga
Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Ucu Suherman, Gerbang Kearifan Lokal Kampung Naga | Saat ini, Ucu berupaya mengembalikan 10 dari 20 benih padi lokal yang punah setelah revolusi hijau. Mereka sebenarnya tergolong warga sangat patuh, seperti tercermin dalam falsafah yang dianutnya: “Panyauran gancang temonan, pamundut gancang caosan, parentah gancang lakonan”. Artinya, undangan cepat datangi, permintaan cepat penuhi, dan perintah cepat laksanakan.Namun kadang kepatuhan mereka kerap disia-siakan. Sehingga Ucu berkeinginan memulihkan kembali yang sudah hilang. Selain sebagai bentuk kearifan lokal, penggunaan benih itu juga untuk melestarikan tradisi setempat.Ketaatan pada adat jugalah yang membuat mereka konsisten. Punya filosofi “ngaula karatu tumut kajaman” yang berarti mengikuti dinamika perubahan jaman yang berlangsung membuat Kampung Naga diganjar penghargaan Green Gold kategori Pelestarian Budaya Lingkungan dari Kementerian Pariwisata dan Indonesia Suistainable Tourism Awards (ISTA) Festival 2019 lalu.   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.4000000059604645]
2018-068-20.json
Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya
Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya | Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya | [CLS] Aceh Tamiang merupakan kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki hutan mangrove luas. Namun, hutan di pesisir timur Aceh tersebut rusak, akibat berbagai kegiatan ilegal.Dalam   SK   Menteri Kehutanan Nomor   SK.103/MenLHK-II/2015 tanggal 2 April 2015 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor   SK.865/Menhut-II/2014 tanggal 29    September 2014 mengenai Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh disebutkan, luas hutan pesisir mangrove di Kabupaten Aceh Tamiang adalah 24.013,5 hektar.“Dari luasan tersebut, 18.904,26 hektar berupa hutan produksi, sementara 5.109,24 hektar berstatus hutan lindung,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur, Senin (12/3/2018).Muhammad Nur menambahkan, hutan mangrove yang keseluruhan tersebar di   Kecamatan Seuruway, Bendahara, Banda Mulia, serta Manyak Payed itu, sekitar 85 persen dalam kondisi rusak akibat dirambah. Kayunya dijadikan bahan baku arang. Meski begitu ada juga yang menebang mangrove untuk dijadikan tambak atau kebun sawit.“Perambahan yang dilakukan masyarakat, sebagian besar dibiayai pemilik dapur arang, yang jumlahnya lebih 200 unit. Secara umum, dapur tersebut diindikasikan tidak memiliki izin,” terangnya.Baca: Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak  Rusaknya mangrove, selain menimbulkan abrasi pantai dan sungai, juga akan mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir. Walhi Aceh berharap, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh segera melakukan penertiban dan merehabilitasi kawasan yang rusak.Pemerintah Aceh Tamiang dan Pemerintah Provinsi Aceh juga harus memfasilitasi ekonomi alternatif kepada masyarakat, yang selama ini bergantung hidup pada kegiatan ilegal tersebut.   “Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memfasilitasi pembentukan perhutanan sosial,” ungkapnya.  
[0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0]
2018-068-20.json
Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya
Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya | Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya | Masyarakat Aceh Tamiang, Khairul Azmi mengatakan, sejak hutan mangrove di Aceh Tamiang rusak, tangkapan ikan nelayan tradisional juga menurun.   “Begitu juga dengan kepiting bakau yang mulai sulit didapat padahal harganya lumayan mahal. Hal yang sama juga dengan udang yang perlahan menghilang.”Khairul Azmi mengatakan, jika hal ini terus terjadi, banyak masyarakat yang akan kehilangan mata pencaharian dan menambah angka kemiskinan di Aceh Tamiang.“Pengrusakan hutan mangrove di Aceh Tamiang hanya menguntungkan segelintir orang. Baiknya, hutan ini dijaga sehingga masyarakat dapat terus menikmati hasil tangkapan ikan, udang dan kepiting,” ujarnya.  Perhatian seriusHusaini dari Yayasan Sheep Indonesia (YSI) Wilayah Aceh menyebutkan hal yang sama. Menurut dia, kerusakan ini harus ada perhatian serius dari pemerintah.   “Dampak buruk dari rusaknya hutan mangrove adalah hilangnya biota mangrove seperti kepiting dan udang serta ikan yang merupakan tangkapan nelayan tradisional. Meningkatnya intrusi air laut ke daratan bakal membuat air sumur masyarakat menjadi payau, tidak bisa digunakan sebagai air minum.”Padahal, jika mangrove tidak dirusak, atau hutan dipertahankan, kondisi tersebut akan menguntungkan masyarakat. Juga, mendatangkan pendapatan untuk daerah.   “Misalnya hutan mangrove ini dijadikan sebagai tempat wisata. Ini, sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Kota Langsa, mengembangkan ekowisata hutan mangrove, yang bertetangga dengan Kabupaten Aceh Tamiang,” terangnya.Ini momentum yang tepat bagi Pemerintah Aceh Tamiang untuk    memasukkan rencana pengelolaan hutan mangrove sebagai prioritas pembangunan. Pemerintah Aceh Tamiang, saat ini tengah menyusun revisi qanun atau perda tentang RPJM Daerah dan Qanun RTRW Daerah.   “Kajian lingkungan hidup strategis kedua qanun tersebut juga dalam penyusunan, jadi ini kondisi ideal,” jelasnya.  
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-068-20.json
Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya
Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya | Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Rusak, Begini Kondisinya | Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Saminuddin B Tau mengakui, saat ini tutupan hutan mangrove di Aceh Tamiang terus berkurang akibat kegiatan ilegal.   “Hutan mangrove di Aceh Tamiang tersisa sekitar 40 persen. Meskipun tutupan hutannya menurun, namun statusnya sebagai kawasan hutan tidak berubah.”Saminuddin menyebutkan, selain berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit dan areal tambak, hutan mangrove di Aceh Tamiang juga berkurang akibat penebangan liar untuk bahan baku arang.“Dapur arang ini sulit dihentikan karena melibatkan banyak pihak termasuk dari luar Aceh. Ada oknum aparat dari Medan, Sumatera Utara, yang sudah sangat dikenal oleh petugas kehutanan sebagai backing kegiatan pengiriman arang dari Aceh Tamiang ke Sumatera Utara. Saat ini sedang dicarikan solusi menghentikannya,” tuturnya.  Saminuddin menambahkan, untuk memperbaiki hutan mangrove di Aceh Tamian yang rusak, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh sedang bekerja sama dengan lembaga non-pemerintah menyusun rencana perbaikan guna mengembalikan kembali fungsinya.“Kita akan merehabilitasi hutan yang rusak dan sedang mencari solusi terbaik agar perambahan dan kegiatan ilegal tidak lagi terjadi,” tandasnya.   [SEP]
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0]
2013-003-02.json
Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban
Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban | Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban | [CLS] Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan (Karo Ekbang) Pemerintah Provinsi Jambi, Henrizal secara mengagetkan mengakui bahwa tindakan penggusuran adalah bagian dari upaya penertiban yang dilakukan Tim Terpadu bentukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batanghari. Penggusuran dilakukan karena Kelompok Acil sebanyak 30 orang sudah menerima ganti rugi lahan dan bersedia rumahnya digusur.Pernyataan Henrizal itu disampaikan ketika menerima 15 orang perwakilan Kelompok Suku Anak Dalam (SAD) Bathin Sembilan 113, pada 16 Desember 2013 lalu. Perwakilan SAD antara lain Rukaiyah Rofiq, Feri Irawan, Nurlela, Idris serta Ketua Adat SAD Bathin Sembilan, Abunyani.Pada 12 Desember 2013 lalu, juru bicara Tim Terpadu, AKBP Robert A. Sormin kepada Mongabay-Indonesia membantah jika pelaku penggusuran adalah Tim Terpadu. “Kita juga kaget dapat kabar ini. Tim Terpadu tak pernah melakukan penggusuran. Tim Terpadu itu tugasnya menertibkan. Tindakan penggusuran murni dilakukan perusahaan. Kami tidak ikut serta. Sambil menunggu penyelesaian, kami akan meminta perusahaan untuk sementara menghentikan tindakan tersebut,” ujarnya.Pernyataan Henrizal tersebut langsung dikecam para perwakilan Kelompok SAD Bathin Sembilan 113. Rukaiyah Rofiq mengatakan kalaupun benar kelompok Acil telah menerima ganti rugi bukan berarti menjadi pembenaran untuk melakukan penggusuran dengan mengatasnamakan penertiban. “Acil bukan bagian dari kelompok SAD 113 ini,” ujarnya.Menurut Rukaiyah, berdasarkan kesepakatan sebelumnya, seluruh warga Kelompok SAD 113 diperbolehkan tinggal dan berumah di lokasi HGU PT Asiatic Persada. “Jadi perusahaan ataupun tim terpadu tidak berhak menggusur rumah warga selama konflik lahan belum terselesaikan. Warga SAD juga sudah mengikuti pertemuan di Lembaga Adat Batanghari tiga hari yang lalu namun belum juga mencapai solusi yang dapat diterima semua pihak,” kata Rukaiyah.
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2013-003-02.json
Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban
Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban | Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban | Abunyani berharap agar kerusakan akibat penggusuran itu diganti rugi. “Kami minta agar Gubernur Jambi benar-benar mengecek ke lokasi. Hanya 50 persen yang datang ke sini, sisanya kocar-kacir entah ke mana. Kami jangan digusur lagi, kami manusia bukan binatang,” katanya.Ajakan turun ke lokasi ditolak oleh Henrizal. Dia menyarankan agar persoalan ini cukup diselesaikan di tingkat Kabupaten Batanghari melalui pertemuan di Lembaga Adat Batanghari bersama Tim Terpadu.Feri Irawan dari Perkumpulan Hijau meminta pertanggung jawaban moral atas hak hidup SAD agar dikembalikan seperti semula. “Pemerintah Provinsi Jambi sudah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka hanya mengedepankan persoalan prosedur sehingga solusi melalui mediasi tak pernah tercapai kata sepakat,” katanya.Tim Terpadu, kata Feri, juga telah memperkeruh suasana dengan membikin konflik baru yaitu menggusur dan menjarah mengatasnamakan penertiban. Ajakan kami agar sama-sama turun mengecek lokasi dan menaksir berapa kerugian yang diderita warga SAD, ditolak mereka. Pihak Pemerintah justru melempar tanggung jawab kepada tim terpadu yang jelas-jelas telah melanggar hak asasi manusia,” ujar Feri.Masih MencekamTindakan penggusuran dilakukan sejak 7 Desember 2013 lalu. Tercatat ada 296 rumah yang telah digusur sekaligus dijarah. Di Dusun Padang Salak ada 31 rumah, Dusun Terawang 6 rumah, Pinang Tinggi 109 dan diperkirakan 150 rumah hancur dari total 600 rumah di Dusun Tanah Menang. Keempat Dusun ini berada di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi.
[0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2013-003-02.json
Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban
Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban | Update: Pemprov Akui Penggusuran Suku Anak Dalam Adalah Upaya Penertiban | Terhitung sejak 12 Desember 2013, hingga kemarin pagi (16 Desember) sekitar 500 orang warga SAD menginap di Pendopo Kantor Gubernur Jambi. Sorenya, sebagian besar memilih pulang dulu mencari pinjaman uang agar keesokan harinya bisa kembali menginap di pendopo. “Jika dalam satu-dua hari ini belum ada kejelasan, kami akan menginap berbulan-bulan dengan memasang tenda di depan rumah dinas Gubernur Jambi,” kata Feri.“Kami sudah kehabisan uang. Kami serba bingung, mau pulang tak punya uang. Mau menginap di sini juga pas-pasan. Sebagian nekat pulang dan berusaha mencari pinjaman,” kata Abi, 25 tahun, warga SAD Pinang Tinggi kepada Mongabay Indonesia. Setiap hari Abi mengonsumsi dua hingga tiga pil bodrex agar tidak jatuh sakit.Selama menginap di pendopo, setiap hari warga mengonsumsi lauk pauk seadanya: nasi putih plus ikan asin dan cabe. “Siapa yang masih punya uang ya iuran buat beli masak lauk pauk seadanya,” kata Erdi, 28 tahun, warga SAD Pinang Tinggi kepada Mongabay Indonesia.Menurut Abi, situasi di lokasi penggusuran masih mencekam. Puluhan anggota TNI dan Brimob masih berkeliaran di lokasi tersebut. Warga SAD tak berani mendekat padahal sebagian besar barang-barang mereka masih tertinggal di sana. Apalagi lima hari yang lalu, salah seorang warga SAD dari Pinang Tinggi bernama Kenyol, 25 tahun dikeroyok 4 orang anggota Brimob.Sore itu, Kenyol bermaksud mencari ayam peliharaannya Sialnya, Kenyol bertemu dengan empat orang anggota Brimob. Kenyol sempat diinterogasi. Setelah itu, dia dipukuli hingga mengalami luka memar di bagian rusuk dan punggung sebelah kanan. Kenyol berhasil kabur sambil membawa sepeda motornya. Dia menolak diajak menginap di Jambi karena takut. “Orangtuanya juga tak mengizinkan Kenyol berangkat. Alasannya, tak ada yang menjamin keselamatan Kenyol,” kata Abi. [SEP]
[0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-050-18.json
Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang
Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang | Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang | [CLS] Meski Pemilu legislatif telah usai namun beberapa waktu lalu Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bersama dua lembaga pegiat lingkungan lain, Naladwipa Institute dan Posko Pengaduan Kasus Korupsi SDA, merilis sejumlah nama calon legislatif dan partai politik yang dianggap pro pengerukan batubara di Kaltim.Dengan rilis ini, para caleg yang saat ini masih dalam proses perhitungan Komisi Pemilihan Umum Kaltim, diharap tidak terpilih menjadi anggota dewan dan Jatam berharap masyarakat dapat mengetahui bila calon-calon tersebut terpilih, maka mereka merupakan pejabat yang pro terhadap pengerukan batubara“Kami tidak bilang untuk jangan memilih mereka (caleg dan parpol yang dianggap pro pengerukan batubara). Tetapi, sebelum memilih, masyarakat perlu tahu track record yang dipilihnya. Dan kami merekomendasikan pilihlah caleg dan parpol yang pro lingkungan,” kata Abdullah Naem, juru bicara ketiga lembaga pegiat lingkungan itu kepada wartawan di  kafe D’orange Samarinda, beberapa minggu lalu. Mereka tergabung dalam Koalisi Rembug Rakyat untuk Kelestarian Lingkungan.Ia menjelaskan, politik pengerukan sumberdaya alam menjadi pembiayaan utama parpol. Sekitar 31 persen wilayah Kaltim dikuasai 1.488 IUP yang diterbitkan para bupati dan walikota. Izin sebanyak itu telah mengkapling 5,6 juta ha daratan dan 1,8 juta ha (33 konsesi yang izinnya diterbitkan Pusat). Total 7,2 juta ha di Kaltim.Pengerukan batubara besar-besaran telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Salah satunya banjir di Samarinda, di mana titiknya terus meluas. Dari 29 titik menjadi 35 titik. Sebanyak 10.204 KK di empat kecamatan di Samarinda menjadi langganan banjir. Enam anak bahkan tewas tenggelam di kolam bekas lubang tambang tahun 2011-2013.
[0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0]
2014-050-18.json
Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang
Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang | Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang | “Jika terpilih. maka mereka adalah orang-orang yang mewakili industri kotor batubara dan hanya melanjutkan krisis lingkungan terus menerus,” jelas Naim. Di  Desa Kertabuana, Kabupaten Kutai Kartanegara, lumpur akibat penambangan batubara telah membuat produksi padi turun hingga 50 persen.Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah mengatakan ada sekitar 18 nama caleg dan parpol yang dianggap pro pengerukan batubara. Mantan walikota Samarinda Achmad Amins misalnya, selama dua periode  menjadi Walikota Samarinda (2000-2010) telah mengobral 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya pada tahun 2007-2008, jelang Pemilihan Gubernur Kaltim -dimana dia turut bertarung memperebutkan kursi KT1-. Dan berdasar LHP BPK, sebagian besar IUP itu tidak memiliki Amdal.“Kami juga sudah laporkan yang bersangkutan serta mantan Kadis Pertambangan, RAR, ke KPK terkait dugaan gratifikasi sebesar Rp 4 miliar dari perusahaan tambang batubara, PT GBE,” kata Merah.Jatam Kaltim dan Indonesian Corruption Watch (ICW) memegang bukti dua cek, masing-masing senilai Rp 2 miliar.  Izin yang dikeluarkan Amins meliputi areal seluas 27.164 ha atau 71 persen dari luas wilayah Samarinda. Amins kini menjabat Ketua Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kaltim dan caleg DPR RI dari dapil Kaltim-Kaltara.Nama lain yang disebutnya pro pengerukan batubara adalah Syaharie Jaang, Siswadi, dan Agus Suwandy. Jaang 10 tahun menjadi Wakil Walikota mendampingi Amins. Kini Walikota Samarinda, sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Samarinda. Sedang Siswadi adalah Ketua DPRD Samarinda yang melalui PDIP kembali menjadi caleg DPRD  Samarinda.
[0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0]
2014-050-18.json
Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang
Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang | Pasca Pemilu, Jatam Kaltim Kembali Rilis Nama Caleg Pro-Tambang | “Saat menjadi Ketua DPRD Samarinda, Siswadi tidak menunjukkan keseriusannya mengevaluasi tambang. Tiga kali komposisi Pansus Tambang dirombak dan hingga kini belum tuntas. Hak angket soal tambang pupus. Begitu pula Agus Suwandy yang akan mencalegkan diri dari Partai Gerindra, saat menjadi Ketua Pansus Tambang, terindikasi tidak mampu memimpin Pansus Tambang yang tertutup bagi publik,” terang Merah.Hasil penelusuran Jatam bersama dua lembaga pegiat lingkungan itu juga menyebut sejumlah nama lain yang disebutkan pro pengerukan batubara. Antara lain Hery Susanto (Abun) caleg DPR RI dari Demokrat, Mudiyat Noor (caleg DPR RI dari Hanura), Mahyudin (caleg DPR RI dari Golar), serta sejumlah parpol pendukung beberapa kepala daerah di Kaltim. Antara lain Malinau, Kutai Timur, Kutai Barat, Tana Tidung, Paser, Kutai Kartanegara, Bulungan, dan Nunukan. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0]
2018-040-05.json
Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan?
Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan? | Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan? | [CLS]  Sebanyak 120 ribu tandatangan dibubuhkan masyarakat. Publik mendesak, Pengadilan Tinggi Aceh dan Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, yang menganulir putusan Mahkamah Agung terhadap kasus pembakaran hutan gambut Rawa Tripa di Kabupaten Nagan Raya.Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor: 651 K/Pdt/2015, telah memvonis PT. Kalista Alam bersalah karena membakar hutan gambut Rawa Tripa. Perusahaan ini juga diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp366 miliar.Namun, tiga tahun setelah putusan itu, PT. Kallista Alam justru meminta perlindungan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh dan menggugat balik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Aceh. Dalihnya, ada kesalahan koordinat pada lahan hak guna usaha (HGU) atau error in objecto.“Parahnya, Majelis Hakim PN Meulaboh yang dipimpin oleh Said Hasan justru mengabulkan permintaan perusahaan sawit tersebut,” ujar Juru Bicara Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM), Fahmi pada 13 Juli 2018.Baca: Kasus Pembakar Rawa Tripa: Aneh, Pengadilan Negeri Meulaboh Batalkan Putusan Mahkamah Agung  Pengadilan Negeri Meulaboh, pada 12 April 2018, menyatakan  bahwa putusan Mahkamah Agung itu tidak mempunyai titel eksekutorial atau tidak bisa dieksekusi. Majelis hakim juga mengatakan, pembakaran hutan dalam kawasan gambut tersebut tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban hukumnya kepada PT.Kallista Alam.“Keputusan Said Hasan yang secara hirarki di bawah Mahkamah Agung, mengundang tanda tanya. Bagaimana mungkin putusan MA dimentahkan begitu saja oleh pengadilan negeri ataupun pengadilan tingg,” tanya Fahmi.“Majelis hakim juga membebaskan PT. Kallista Alam dari segala tanggung jawab, mengganti rugi dan memulihkan lahan terbakar.   Padahal, kesalahan koordinat yang digugatkan hanyalah sebagian lahan, secara fakta majelis hakim telah melakukan sidang di lokasi pembakaran,” tambahnya.
[0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612]
2018-040-05.json
Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan?
Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan? | Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan? | Seharusnya, perusahaan ini tidak melakukan gugatan baru atas kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap.   Apalagi, mempersalahkan koordinat lahan yang sudah diperiksa mulai Pengadilan Negeri Meulaboh, Pengadilan Tinggi Banda Aceh, hingga Mahkamah Agung.“Periode Januari 2013 – Desember 2017, sebanyak 193 titik api terdeteksi dan 60 hektar hutan hilang di dalam konsesi PT. Kallista Alam. KLHK menemukan bukti bahwa perusahaan terus mengeksploitasi lahan yang sudah mereka bakar dan membuat kanal baru,” terangnya.Bila keputusan Mahkamah Agung dengan mudah dibatalkan, mau dibawa kemana hukum Indonesia. “Demi kepastian hukum yang berkeadilan,   kami   mendesak   Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk membatalkan putusan  Nomor:16/Pdt.G/2017/PN.Mbo   sekaligus memerintahkan PN Meulaboh melaksanakan eksekusi terhadap PT. Kallista Alam. Ini sesuai putusan perkara Nomor: 1 PK/PDT/2017 jo Nomor: 651 K/Pdt/2015 jo Nomor: 50/PDT/2014/PT BNA jo Nomor: 12/PDT.G/2012/PN.MBO untuk membayar biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp366 miliar,” ungkap Fahmi.Baca: Eksekusi Kasus PT. Kallista Alam Tak Kunjung Dilakukan, Kenapa?  PetisiYayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bersama GeRAM membuat petisi agar PT. Kalista Alam dihukum dan putusan yang membela perusahaan tersebut dibatalkan. Dukungan tersebut digalang melalui  Change.org/HukumPembakarLahan.“Koalisi masyarakat sipil menyerahkan dukungan publik ini ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Masyarakat berharap, eksekusi putusan MA terhadap perusahaan pembakar rawa  gambut Tripa, Nagan Raya, dapat direalisasikan” ungkap Badrul Irfan, Sekretaris Yayasan HAkA.Badrul menambahkan, penyerahaan petisi yang dilakukan 13 Juli itu dihadiri juga perwakilan dari Rumoh Transparansi, FORA, Change.org Indonesia, dan Perhimpunan Pengacara Lingkungan Hidup (P2LH).
[0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548]
2018-040-05.json
Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan?
Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan? | Desakan Publik Menguat, Kapan Eksekusi PT. Kallista Alam Dilakukan? | “Ini bentuk dukungan untuk membatalkan putusan PN Meulaboh. Kami juga mendesak Mahkamah Agung membatalkan putusan 16/Pdt.G/2017/PN.Mbo,” tambah Badrul.Kepala Humas PT Banda Aceh, Maratua Rambe, yang menerima petisi menyatakan akan mempelajari dahulu dukungan masyarakat tersebut. “Saat ini, berkas-berkas dari PN Meulaboh belum lengkap kami terima, sehingga, proses banding belum bisa dimulai,” katanya.Sebelumnya, Rumoh Transparansi telah melaporkan kasus ini ke KPK dengan nomor pengaduan 96297 pada hari Rabu, 2 Mei 2018. “Kami mencium ada penyelewengan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 366 miliar. Kami anggap ini upaya penyalahgunaan wewenang PN Meulaboh sehingga kami mengadukan PN Meulaboh ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Crisna, perwakilan Rumoh Transparansi.Salah satu penandatangan petisi dengan akun Aslam Saad menulis, “Ketika hukum digadaikan oleh penegak hukum kepada para perusak hutan, rakyat sekitar hutan semakin menderita dan negara tak berdaya.” Akun lain dengan nama Elok Galih Karuniawati menulis, “Selamatkanlah hutan kita dan eksekusi perusahaan yang telah ceroboh membakar hutan. #SaveTripa.”   [SEP]
[0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125]
2015-042-16.json
Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa
Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa | Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa | [CLS] Sahara memang tampak tak berbatas. Gurun pasir ini membentang luas. Melintasi berbagai negara, sebut saja Algeria, Chad, Mesir, Libya, Mali, Mauritania, Maroko, Niger, Sudan, dan Tunisia.Tak mengherankan jika Sahara dijuluki sebagai salah satu gurun terbesar di dunia. Karena luasannya yang mencapai 9.400.000 kilometer persegi. Pastinya, Sahara yang dalam Bahasa Arab berarti padang pasir ini memiliki sebanyak 2.800 tumbuhan vaskular (berpembuluh) yang sekitar seperempatnya merupakan tanaman endemik. Keunikan lainnya, Sahara merupakan rumah bagi rubah fennec (Vulpes zerda), yaitu rubah kecil berukuran 37-41 cm yang memiliki pendengaran sensitif untuk setiap pergerakan serangga, mamalia kecil, dan burung.Namun, siapa sangka, jika gurun yang suhu rata-ratanya di atas 38 derajat celcius ini awalnya adalah sebuah danau. Danau Mega Chad. Penelitian ini sebagaimana disampaikan oleh ilmuwan dari Royal Holloway, Birkbeck and Kings College, dan University of London yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Proceedings of the National Academy of Science.  Sebagaimana dilansir dari Daily Mail, Mega Chad merupakan danau air tawar segar seluas 360 ribu kilometer persegi di Afrika Tengah. Atau, ukurannya tiga kali dari luas Pulau Jawa.Namun, dalam 1.000 tahun terakhir, ukurannya terus menyusut. Saat ini hanya menyisakan 355 kilometer persegi. Meski begitu, keberadaan danau tersisa bernama Chad ini begitu penting sebagai sumber air bersih bagi 20 juta penduduk di empat negara yang ada di sekitarnya. Yaitu Chad, Kamerun, Niger, dan Nigeria dengan kondisi danau yang pantainya membentuk rawa dan dihiasi pulau-pulau kecil.Pastinya, danau terbesar yang terletak di Afrika ini telah menunjukkan pada kita bila periode lembab di Afrika Utara berakhir sekitar 5.000 tahun yang lalu. Dan, debu yang berasal dari Danau Bodele, sebagai sumber debu terbesar di atmosfer, dimungkinkan belum mengering hingga 1.000 tahun yang lalu.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224]
2015-042-16.json
Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa
Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa | Sahara, Gurun Pasir yang Dulunya Danau Raksasa | Namun begitu, menurut Simon Armitage dari Departemen Geografi Royal Holloway, perubahan ini bahkan terjadi hanya dalam beberapa ratus tahun. Jauh lebih cepat dari anggapan sebelumnya.Untuk menganalisis kondisi Danau Mega Chad, hingga mengalami penyusutan, para peneliti ini menggunakan citra satelit terutama untuk memetakan garis ujung danau yang pernah terlihat sebelumnya. Mereka juga meneliti proses sedimentasi danau untuk memperhitungkan umur guna menghasilkan catatan sejarah danau sekitar 15.000 tahun yang lalu.Temuan ini sekaligus memberikan gambaran pada kita bagaimana hutan hujan Amazon tumbuh. Sebab, jutaan ton debu yang kaya akan nutrisi itu terbang melintasi Samudera Atlantik setiap tahunnya untuk membantu menyuburkan tanah dan hutan di kawasan tersebut. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5]
2017-006-15.json
Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir
Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir | Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir | [CLS] Letak geografis dan kondisi bentang alam Indonesia menjadikannya rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Perubahan iklim  berpotensi menyebabkan perubahan ekologis  dan ekosistem pesisir. Dipicu tekanan akibat cuaca ekstrim, kenaikan muka air laut, kenaikan suhu dan perubahan pola cuaca.Pengaruh perubahan iklim pun telah mendorong kenaikan suhu dan intensitas hujan rata-rata, demikian pula dengan kejadian cuaca ekstrim. Intensitas kejadian dari bencana hidrometeorologi pun mendominasi hingga lebih 90 persen (BNPB, 2016). Masyarakat pesisir, -kelompok yang tergantung kepada mata pencarian dari pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk mereka yang bermukim di pulau-pulau kecil yang tersebar di Nusantara, adalah salah satu kelompok yang paling memiliki kerentanan tinggi akibat perubahan iklim ini.Baca juga: Perempuan Nelayan, Mampukah Memperjuangkan Kesetaraan?Berbeda dengan masyarakat agraris di darat, yang bertalian dengan konsep kepemilikan dan penguasaan lahan yang lebih terkontrol, maka produktivitas pesisir dan hasil sumberdaya lautnya bersifat open access. Dalam konteks ini, menjadi penting untuk kita dapat memahami bagaimana perempuan dan laki-laki dalam komunitas pesisir memiliki cara pandang yang berbeda terkait adaptasi. Perempuan Pesisir Lebih Rentan “Di Negeri (Desa) Wassu, perempuan berperan penting dalam adaptasi. Sebelum musim gelombang tinggi, mereka sudah menyiapkan segala kebutuhan. Yang unik, perempuan menyiapkan lauk pengganti ikan yang sulit didapat pada musim Timur dengan mencari laor (cacing laut), memanen rumput yang tumbuh di tanjung-tanjung” –Bu Bace, tinggal di Haruku, Kepulauan Lease Maluku Tengah. Peryataan diatas memberi contoh gambaran bagaimana perempuan dan laki-laki  mengalami pengalaman yang berbeda. Situasi demikian terutama terjadi karena  perbedaan konteks sosial-budaya dimana mereka berdiam.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-006-15.json
Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir
Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir | Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir | Perempuan  pesisir memegang peran penting dalam rantai nilai ekonomi. Perempuan terlibat sejak pra hingga paska produksi (KIARA, 2017). Temuan lain menyebutkan jumlah perempuan yang menerima dampak  kejadian bencana lebih besar dari laki-laki dengan perbandingan rasio 4:1 (London School of Economic). Angka  ini terkait dengan pemenuhan hak ekonomi dan sosial dimana bencana berlangsung. Disayangkan, seringkali tindakan adaptasi tidak mempertimbangkan secara setara, bahkan kerap menafikan kebutuhan dan kepentingan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Sudut pandang konstruksi sosial memungkinkan kedua gender  menerima dampak dan memaknai tindakan  penyesuaian secara berbeda. Bagi  perempuan pesisir, fenomena ini nyata terlihat. Dalam hal ini, posisi dan peran gender yang berbeda yang dilekatkan pada mata pencaharian, kehidupan domestik dan publik menyebabkan perbedaan tersebut. Karena itu, perempuan pesisir pun mempersepsikan perubahan iklim dan pemaknaan adaptasi secara berbeda. Perempuan nelayan banyak terlibat dalam persiapan melaut, meski mereka tidak banyak ikut dalam proses penangkapan secara langsung. Ditahap setelahnya, perempuan juga turut memasarkan dan mengolah hasil tangkapan untuk meningkatkan nilai ekonomi hasil tangkapan. Karena peran yang khas, perempuan pesisir memiliki pandangan berbeda mengenai bentuk penyesuaian yang perlu dilakukan. Sayangnya, adaptasi seringkali dipersepsikan  hanya dalam berbagai bentuk pembangunan atau perbaikan infrastruktur, penyediaan alat  dan teknologi tangkap. Padahal upaya penyesuaian dalam persepsi perempuan tidak sekedar menyangkut infrastruktur tersebut.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-006-15.json
Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir
Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir | Ruang Perempuan dan Adaptasi Perubahan Iklim Masyarakat Pesisir | Di ranah domestik, perempuan bertanggungjawab memastikan kebutuhan pangan anggota keluarga terpenuhi secara seimbang. Saat musim dimana nelayan tidak bisa melaut akibat gelombang tinggi, perempuan diserahi tanggung jawab untuk membantu mencari alternatif mata pencarian dan sumber pangan lain, untuk kebutuhan keluarga.  Peran tersebut meski sering dianggap sepele, meski sejatinya   bernilai penting.Dari sudut padang perempuan, bentuk penyesuaian yang tepat  adalah  menemukan alternatif cara memenuhi kebutuhan pangan.  Misalnya, semacam  kebun keluarga menjadi jawaban.   Dalam  kondisi kekurangan air tawar, upaya adaptasi untuk menyediakan sumber air  tidak hanya mencari sumber air baru dan  membangun tangki penampung. Padahal, karena berbagai aktivitas peran domestiknya, perempuan memerlukan kemudahan akses ke sumber air.Demikian pula akses terhadap kredit dan bantuan. Meskipun tidak  resmi dianggap berprofesi sebagai nelayan,  perempuan perlu memiliki akses yang sama terbuka untuk mendapatkan kredit dan bantuan keuangan. Proteksi asuransi nelayan yang sedang digalakkan oleh pemerintah, perlu dinilai secara kritis apakah telah mempertimbangkan  keterlibatan perempuan dalam rantai ekonomi. Adalah penting perempuan pesisir dan keluarganya  layak untuk mendapatkan perlindungan asuransi. Adaptasi perubahan iklim  khususnya bagi masyarakat pesisir memerlukan suara perempuan. Diatas semuanya,  penyesuian pada tingkat masyarakat sepatutnya memberi ruang untuk  meningkatkan peran strategis perempuan dalam pengambilan keputusan ditingkat publik. Sehingga pemenuhan prinsip akses, partisipasi, kontrol, manfaat yang seimbang pun dapat terpenuhi. * Suryani Amin, penulis adalah Penasihat Adaptasi Perubahan Iklim berbasis Masyarakat dalam program USAID-APIK. Artikel ini merupakan pendapat pribadi.  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-072-18.json
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | [CLS] Ciliwung saat ini sangat dikenal masyarakat, namun lebih sebagai sungai yang selalu terkait dengan banjir di Jakarta. Rencana Kemenpera dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane untuk melakukan normalisasi sungai (pembetonan) pinggir kali Ciliwung dianggap tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah baru. Bagaimana perkara sebenarnya?Secara utuh, Ciliwung memiliki luas sekitar 38.610 hektar yang membuatnya dibagi dalam tiga sub daerah aliran sungai (DAS). Ciliwung hulu seluas 15.251 ha (Kab. Bogor dan Kota Bogor), Ciliwung tengah seluas 16.706 ha (Kab Bogor, Kota Bogor, Depok, dan Bekasi), serta Ciliwung hilir seluas 6.295 ha (DKI Jakarta).Saat ini, kawasan hutan yang merupakan regulator alami tata kelola air tersisa di DAS Ciliwung hanya tersisa 9,7 persen atau seluas 3.693 hektar. Padahal, bila bicara luasan ideal ruang hijau, harusnya sekitar 30 persen dari luas Ciliwung itu sendiri.Menurut Djati Witjaksono Hadi, Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, permasalahan Ciliwung adalah lahan resapan air yang semakin menyempit.“Jika dikalkulasikan, lahan terbangun di DAS Ciliwung berupa permukiman dan gedung tersebut mencapai 72 persen,” jelas Djati beberapa waktu lalu di Bogor. Meskipun di wilayah DKI Jakarta, tercatat ada lima DAS lain yang turut berkontribusi terhadap banjir:  Angke – Pasanggrahan, Krukut – Grogol, Sunter, Cakung, dan Buaran.“Namun, DAS Ciliwung lah yang paling besar memberikan limpasan air sekitar 32,3 persen atau 11,4 juta meter kubik/jam. Bila dibandingkan Sunter yang berada diurutan sekitar 21,1 persen atau 7,46 juta meter kubik/jam tentunya masih jauh. “Inilah mengapa Ciliwung begitu ditakuti.”
[0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224]
2015-072-18.json
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Menurut Djati, kerusakan lahan tersebut dapat dipetakan dalam tiga bagian sesuai wilayah aliran Ciliwung. Untuk wilayah hulu, kerusakan kawasan disebabkan maraknya pembangunan villa dan pendirian bangunan tanpa izin. Wilayah tengah, dikarenakan adanya  pembangunan perumahan dan perkantoran. Sementara wilayah hilir, daerah ini dipastikan sudah tidak ada lagi ruang terbuka hijaunya dikarenakan padatnya bangunan perumahan di sempadan sungai.Karena daerah resapan yang sempit inilah mengakibatkan air hujan langsung menuju Ciliwung. Konsekuensinya adalah permukaan air akan meningkat dan banjir tidak dapat dihindari bila curah hujan benar-benar tinggi. Rencana Normalisasi Ciliwung Lewat Penurapan, Apakah Jalan Terbaik?Untuk menghindarkan banjir Jakarta, Pemerintah melakukan program dari menggalakkan pembuatan sumur resapan dan biopori (Bogor, Depok, DKI), menggalang gerakan Ciliwung bersih dari sampah, hingga pembangunan hutan kota (Depok dan DKI).Sesuai dokumen aksi multi pihak penanganan DAS Ciliwung untuk Pengendalian Banjir, secara bertahap Pemerintah akan menyelesaikan normalisasi sungai Ciliwung dengan target pembetonan (penurapan) sepanjang 19 km yang membelah Jakarta dari Jalan TB Simatupang hingga Manggarai. Dana yang dibutuhkan untuk lahan seluas 65 hektar itu adalah Rp 1,8 triliun.Pembangunan yang ditargetkan selesai 2016 itu terdiri dari empat rangkaian pembangunan yaitu Jalan Casablanca-Kampung Melayu (18 hektar), Kampung Melayu-Jembatan Kalibata (16 hektar), Jembatan Kalibata-Eretan Condet (16 hektar), serta Eretan Condet-Jalan T.B. Simatupang (15 hektar).
[0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2015-072-18.json
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Bagi Sudirman Asun, pengamat dan aktivis Ciliwung bersih dari Ciliwung Institute, hal ini tidak akan menyelesaikan masalah malah akan kontradiktif. Pembetonan akan menghalangi resapan air dari daratan menuju sungai. Menurutnya, harusnya sempadan sungai yang kini dipenuhi bangunan permukiman warga yang dibebaskan untuk dijadikan ruang terbuka hijau. Bukan dibeton.Berbeda dengan pembetonan aliran Ciliwung lama maupun kanalisasi Kota Tua, penurapan di segmen TB Simatupang-Manggarai yang memiliki lansekap kontur lebih curam hanya akan membuat air lebih cepat mengalir masuk ke hilir daerah di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.Akan menjadi masalah, saat air yang masuk ke daerah hilir tidak dapat secara alamiah dibuang ke laut, karena permukaan laut yang lebih tinggi daripada permukaan air sungai. Pada saat pompa folder tidak berfungsi akibat aliran listrik yang diputus PLN, seperti yang terjadi di bulan Februari 2015 lalu, wilayah Jakarta Utara dan hingga Jakarta Pusat mengalami kebanjiran yang parah.Dalam jangka panjang air yang semakin cepat dialirkan ke hilir ditambah  track record kemampuan maintanance Pemprov DKI yang buruk  dalam perawatan pompa folder dan koordinasi dengan pihak lain, akan mengancam daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara mengalami banjir lain yang lebih parah.Dari sisi sosial, maka dalam jangka panjang pun pembetonan pun hanya akan menambah masalah, saat warga ramai-ramai mengokupasi bantaran sungai untuk dihuni maupun untuk berusaha.Mengembalikan Fungsi Bantaran SungaiEko Kusratmoko, pakar geografi dan keteknikan dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa satu hal yang harus dipahami adalah sebagian besar wilayah Jakarta merupakan lahan basah berupa rawa. Fungsi utama rawa adalah pengatur dan penyimpan air, bukan sebagai daerah resapan.
[0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2015-072-18.json
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Sungai meluap atau biasa disebut banjir adalah suatu proses alamiah siklus ekologi pada sungai, hal ini dibuktikan ketika  Jakarta juga mengalami banjir sejak jaman Batavia dulu. Kini yang menjadi persoalan ketika banjir semakin sering terjadi dengan daya rusak lebih besar.“Masalahnya, rawa [di Jakarta] dialihfungsikan menjadi perumahan, hingga perkantoran menyebabkan air tidak terserap kala hujan deras menerjang. Banjir pun tidak terelakkan akibat air yang mengalir melebihi kapasitas daya tampung saluran yang ada,” jelasnya.Dengan bencana ekologis yang ada, maka penanggulangan juga harus dilakukan dengan pendekatan perbaikan ekologi seperti pemulihan tutupan hijau resapan air DAS (Daerah Aliran Sungai/ Watershed). Menurutnya, seharusnya jarak sepuluh meter dari tepian Ciliwung tidak diperbolehkan untuk bangunan. Mengingat kemiringan kali beresiko besar terjadinya longsor.Senada dengan Kusratmoko, Asun menyatakan harusnya konsep DAS yang diterapkan untuk normalisasi ini, yaitu air yang mengalir dari hulu Ciliwung diserap secara maksimal dan untuk selanjutnya dialirkan selambat mungkin. Caranya adalah dengan memperluas areal resapan air yaitu dengan menambah luasan ruang terbuka hijau atau juga memaksimalkan peran situ. “Jadi, mindset yang menganggap air itu sebagai sumber bencana diubah menjadi air sebagai sumber kehidupan,” jelasnya.Sepanjang aliran yang akan diturap beton yaitu TB Simatupang-Manggarai, sebenarnya masih cukup didominasi oleh kebun warga yang cukup rimbun. Penurapan pinggiran kali dikuatirkan akan menghadangi sirkulasi hidrologi resapan air tanah. Padahal seharusnya Pemerintah seharusnya merevitalisasi wilayah riparian sungai di wilayah yang akan diturap. Termasuk mengembalikan flora dan fauna yang ada sebagai pendukung ekosistem Ciliwung.
[0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5]
2015-072-18.json
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru?
Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Normalisasi untuk Cegah Banjir Ciliwung, Jalan Efektif atau Jadi Masalah Baru? | Di sisi kiri kanan wilayah riparian Ciliwung zona Bogor – Depok berdasarkan penelitian merupakan habitat hidupan liar dimana tercatat 105 spesies dari 36 famili dapat dimaksimalkan perannya sebagai wilayah tangkapan air dan pengontrol erosi serta sedimentasi. Penguatan bantaran seharusnya dilakukan lewat pendekatan bio-engineering seperti beronjong (penguatan tebing dengan kawat berisi batu kali) dan penanaman pohon di sempadan sesuai dengan PP no 38/2011 tentang Sungai.“Betonisasi ini justru hanya mempercepat pemindahan air ke hilir. Padahal, persoalan ini harus dilihat secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir. Jangan dilakukan sepihak saja, persoalan ada di tata ruang, yang bermasalah itu wilayah Ciliwung hulu karena resapannya rusak,” jelas Asun mengakhiri pernyataaan. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2020-062-07.json
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | [CLS]  Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman hayati sektor kelautan yang tinggi, yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai the Amazon of the seas. Indonesia juga memiliki kawasan yang disebut The Coral Triangle yang juga kaya dengan keanekaragaman hayati.Namun, kekayaan ini dinilai mengalami keterancaman seiring dengan rencana pemerintah menerapkan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang rancangannya kini tengah dibahas di DPR.Pro kontra Omnibus Law memang kini tengah berlangsung di masyarakat, bahkan di tengah merebaknya wabah Corona atau COVID-19 saat ini. Sektor kelautan kini menjadi salah satu sorotan karena beberapa pasal dalam RUU ini dinilai sebagai kemunduran dan mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir.Rony Megawanto, Direktur Program Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati), pada diskusi yang diselenggarakan Kehati dan Mongabay Indonesia, Senin 27 April 2020, menyatakan ancaman terhadap keanekaragaman hayati laut Indonesia yang begitu kaya harus menjadi salah satu pertimbangan sebelum menerapkan UU Cipta Kerja ini nantinya.“Dalam konteks Omnibus Law kita harus hati-hati dalam melakukan investasi, meski kita belum tahu investasinya akan seperti apa, kondisi laut kita saat ini harus menjadi pertimbangan,” ungkapnya.baca : Was-was ‘Sapu Jagat’ Omnibus Law  Menurut Rony, tanpa adanya Omnibus Law ini saja tekanan terhadap laut dan pesisir sudah sangat besar. Tiga ekosistem penting pesisir, yaitu terumbu karang, padang lamun dan mangrove berada dalam kondisi kritis.Salah satu penyebabnya adalah karena sebagian besar kapal penangkapan ikan adalah kapal ikan skala subsisten dan kecil yang menangkap ikan wilayah pesisir. Sementara kapal perikanan yang menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut lepas (high seas) jumlahnya sangat sedikit.
[0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-062-07.json
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Terkait isi RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini, Rony mengurai empat catatan penting. Pertama, terkait definisi nelayan, yang tidak lagi menyertakan ukuran kapal yang digunakan nelayan.Ini dinilai berbeda dengan aturan yang ada saat ini. Misalnya, dalam UU No.45 tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan nelayan kecil berkapasitas di bawah 5 GT, sedangkan di UU No.7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam disebutkan di bawah 10 GT.“Selama ini nelayan kecil memiliki keistimewaan, di mana mereka bisa menangkap ikan di mana saja tanpa perlu izin dan disubsidi, kecuali di wilayah konservasi. Kalau tidak ada indikator yang jelas yang mana disebut nelayan kecil maka nelayan besar pun dikhawatirkan akan mendapatkan fasilitas tersebut,” jelasnya.Kedua, terkait penyederhanaan perizinan. Jika sebelumnya terdapat tiga izin yang harus dipenuhi yaitu Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) Dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) serta sejumlah izin lingkungan, namun kini disimplifikasi menjadi satu izin saja, yaitu izin berusaha.Ketiga, adanya re-sentralisasi, di mana semua perizinan kini hanya bisa diberikan oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini wewenang provinsi dan kabupaten dicabut.“Ini malah bertentangan dengan semangat reformasi yang justru dulu bagaimana sentralisasi didistribusi. Kalau sentralisasi terjadi maka saya yakin pemerintah pusat akan kewalahan dalam mengelola sumber daya ikan karena rentang kendalinya akan sangat luas.”Keempat, terkait pemberian sanksi yang hanya berupa sanksi administrasi, sementara sanksi denda dan pidana dihilangkan.“Padahal pemberian sanksi pidana dianggap masih sangat penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran,” katanya.baca juga : Indikasi Kemunduran Tata Kelola Kelautan dan Perikanan Mulai Terlihat  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-062-07.json
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Menurut Mas Achmad Santoso, CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), upaya pemerintah mendorong RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini tak terlepas dari visi 2045 Indonesia yang menargetkan menjadi 5 besar kekuatan ekonomi dunia, dan target 2040 masuk kategori negara berpendapatan tinggi.“Inilah yang membuat arah kebijakan pemerintah kemudian adalah percepatan investasi untuk pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya dalam diskusi yang diselenggarakan CORAL, Rabu 29 April 2020.Dikatakan, Ota, sapaan akrab Mas Achmad Santoso, Omnibus Law sebagai metode dipilih karena memiliki sejumlah kelebihan, seperti menghemat waktu dan biaya, memudahkan kesepakatan politik dan harmonisasi.Namun Omnibus Law juga memiliki kelemahan, seperti sifatnya yang multi and diverse subject, yang membuat kelompok kritis dalam parlemen, opisisi dan masyarakat sulit dan terbatas ikut serta dalam proses pembahasannya.“Judulnya cipta kerja, artinya UU ini tujuannya untuk ingin menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya, tetapi kalau melihat isinya banyak hal-hal yang mungkin saya anggap ini berhubungan dengan penciptaan lapangan kerja,” katanya.Di pembahasan RUU ini, Ota bahkan mensinyalir kecenderungannya adanya penyelundupan pasal-pasal yang condong pada kepentingan tertentu. Di lain sisi, pemerintah dinilai tidak mampu mengakomodir kepentingan masyarakat luas dalam proses penyusunannya.Terkait semangat re-sentralisasi perizinan dalam Omnibus Law ini, Ota menilai pemerintah nantinya akan kesulitan dalam hal pengawasan kepatuhan.“Karena tidak lagi dikenal izin sektoral semuanya diamalgasikan ke dalam perizinan usaha, pertanyaannya bagaimana pengawasan kepatuhannya dan siapa yang akan melakukannya?” ujarnya.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-062-07.json
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Ota juga menyoroti penilaian kriteria kegiatan dampak penting yang wajib Amdal yang menjadi tidak jelas. Selama ini Amdal diatur dalam UU No.32/2009 tentang Lingkungan Hidup dengan 9 kriteria, yang dalam RUU ini dihilangkan dan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.perlu dibaca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19   Momentum Strategis Perikanan TangkapZulficar Mochtar, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjelaskan bahwa saat ini perikanan tangkap Indonesia berada pada momentum sangat strategis, yang secara ekonomi dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha. Sehingga membutuhkan investasi yang serius dan upaya pengembangan potensi ekonomi yang luar biasa.“Dengan kondisi negara yang sangat butuh seperti sekarang ini, harusnya bisa didorong sebagai kerangka strategis untuk berkembang ke depan. Namun kita juga tak ingin ini bablas, makanya instrumen-instrumen pendataan harus dikawal bersama,” katanya.Meski demikian, ia menyadari adanya kekhawatiran berbagai pihak terkait dampak Omnibus Law ini. Misalnya terkait perizinan yang nantinya seluruhnya menjadi wewenang pemerintah pusat.“Ini menjadi salah satu concern kami, karena memang diperlukan kontrol mencegah terjadinya salah kelola dalam tata kelola kelautan dan perikanan.”Menurutnya, meski segala bentuk perizinan ditarik ke pemerintah pusat namun kerangka yang menuju ke instrumen-instrumen tersebut masih berada di KKP. Tantangannya kemudian, bagaimana sistem perizinan tersebut terhubung secara otomatis dengan data-data yang ada, sehingga tidak menghambat dari segi proses.“Dengan simplifikasi perizinan, semula ada SIUP, SIPI, SIKPI kemudian menjadi untuk satu instrumen saja, kita perlu memastikan kepatuhan terhadap perundang-undangan ini semakin intensif.”  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-062-07.json
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan
Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Menimbang Dampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di Sektor Kelautan dan Perikanan | Masalah kepatuhan ini sendiri dinilai Zulficar memang menjadi salah satu tantangan yang dihadapi sektor perikanan tangkap. Sehingga pemerintah kemudian berupaya bagaimana tingkat kepatuhan para pelaku usaha ini bisa ditingkatkan melalui sejumlah instrumen.Sejumlah instrumen tersebut misalnya melalui logbook perikanan, yang akan mengindikasikan berapa total tangkapan ikan yang sudah dilakukan, jenis alat tangkap yang digunakan, hasil tangkapan ikannya apa sesuai izin atau tidak.“Logbook ini menjadi salah satu indikator kita untuk memantau seefektif apa tata kelola tersebut dilakukan. Logbook ini sudah berjalan meskipun belum sempurna, masih ada beberapa hal yang masih perlu dikembangkan, namun ini menjadi salah satu instrumen mendorong kepatuhan usaha tersebut.”Instrumen lainnya adalah penerbitan surat persetujuan berlayar yang wajib dimiliki pelaku usaha perikanan ingin melaut. Izin ini tidak akan dikeluarkan hingga sejumlah aturan yang ada dipenuhi.“Ini bisa kita dorong masuk dalam kerangka nelayan untuk memperkuat instrumen di tingkat menteri kemudian masuk juga di sini. Kemudian laporan kegiatan penangkapan akan didukung nanti dengan beberapa monitoring system dan berbagai instrumen lainnya,” tambahnya.   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2021-073-12.json
Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya
Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya | Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya | [CLS]     Tinggi tumbuhan ini bisa mencapai 10-15 meter. Bahkan di hutan dan kebun warga di Papua, pisang ini bisa setinggi 25 meter. Pisang raksasa dari Papua, begitu biasa orang-orang menyebutnya.Data Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Manokwari, menyebutkan, pisang raksasa yang ditemukan di Papua ini tumbuhan endemik yang memiliki nama latin Musa ingens atau Musa ingens N.W.Simmonds.Pisang raksasa ini, pertama kali dikoleksi sebagai spesimen oleh Womersley, J.S dan Simmonds N.W. pada 22 Desember 1954 di New Guinea. Ia disimpan sebagai spirit colection pada Herbarium Kew Inggris.   Batang pisang ini biasa berdiameter 70 cm dengan tinggi 10–15 m. Meskipun begitu, penuturan masyarakat diameter pohon bisa 1-1,5 meter dengan tinggi sekitar 25 meter bahkan lebih.Daun berbentuk macam pisang umumnya dengan ukuran lebih besar, lebar sekitar satu meter dan panjang sampai enam meter. Ukuran buah diameter bisa 4-6 cm dan panjang sekitar 10–15 cm. Ukuran tandan seperti pisang umumnya dengan diameter sekitar 35-50 cm, panjang 70-80 cm.Hadi Warsito dari BP2LHK Manokwari memberikan informasi soal pisang ini. Dia bilang, warna kulit buah hijau saat muda dan kekuningan ketika masak.Buah pisang ini memiliki biji cukup banyak dengan ukuran lebih besar atau sama dengan pisang umumnya. Jenis pisang ini tumbuh di pegunungan ketinggian 1.000-1.700 mdpl.  Sebaran jenis ini hanya ada di Pulau Papua, meliputi Manokwari (Cagar Alam Pegunungan Arfak), Kaimana, Teluk Wondama dan Fak-Fak (Cagar Alam Fak-Fak Tengah). Juga di Kabupaten Yapen (Cagar Alam Yapen Tengah) dan di Kabupaten Tambrauw (Banfot dan Esyom Muara Kali Ehrin)Biasa, pisang raksasa ini tumbuh di hutan sekunder atau hutan bekas kebun dan kanan kiri jalan dengan tanah bersubstrat atau solum tanah dalam.
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2021-073-12.json
Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya
Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya | Mengenal Pisang Raksasa Endemik Papua, Ini Foto-fotonya | Jenis pisang ini tumbuh bergerombol atau terpisah dan biasa berasosiasi dengan jenis Lithocarpus rufovillosus, Musa arfakiana, Musa balbisina, Dodonaea viscos, Piper umbellatum dan Alphitonia macrocarpa.Ayub Yekwam, Kepala Kampung Banfot, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, mengatakan, , buah pisang ini tidak dikonsumsi masyarakat setempat ataupun mereka konsumsi terbatas. Alasannya, biji banyak hingga kurang disukai. Warga hanya gunakan daun pisang untuk atap rumah darurat di hutan, alas duduk dan alas makanan. Sedangkan pelepah, katanya, untuk menyimpan hasil buruan atau hasil kebun.  Bahkan, kata Ayup, buah pisang raksasa atau yang mereka sebut dalam bahasa lokal dengan ndowin atau apit sepoh ini tidak mereka konsumsi karena dianggap pamali. Mereka hanya pakai untuk kegunaan lain seperti obat-obatan. Ayup punya pisang ini di kebunnya.“Ndowin atau apit sepoh ini tidak bisa kami makan karena dianggap pamali. Kami biasa pake untuk obat atau buat dinding rumah begitu saja”Yewen, warga Kampung Sikor mengatakan, apit seboh bisa dimakan namun banyak sekali biji. Menurut kepercayaan warga, untuk mengurangi biji, saat menebang tak boleh pakai parang melainkan menikam batang tepat di bagian akar hingga roboh, barulah mulai mengambil buahnya.“Pisang ini ada di kami punya tempat, Esyom, Muara Kali Ehrin.”  Hadi Warsito, Richard Gatot Nugroho dan Pudja Mardi Utomo dari BP2LHK Manokwari mengatakan, pisang raksasa ini termasuk langka, belum ada budidaya karena pemanfaatan belum diketahui pasti.Menurut mereka, pisang raksasa ini tumbuh begitu saja tanpa budidaya. Keberadaan tumbuhan ini terancam kala pembangunan marak mengubah hutan jadi peruntukan lain.“Mungkin akan habis karena marak pembangunan di Papua saat ini,” kata Hadi.    ****** Keterangan foto utama: Pisang raksasa endemik Papua. Foto: Safwan Ashari Raharusun   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2013-022-14.json
Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit
Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit | Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit | [CLS] Berpenduduk 277 kepala keluarga, penduduk Segamai menggantungkan hidup dengan berkebun seperti pohon kelapa dan jagung. Akses yang jauh dari ibukota kabupaten membuat biaya hidup cukup tinggi. Karena satu-satunya transportasi menuju desa hanyalah melalui sungai.Tidak ada fasilitas listrik dari pemerintah. Jalan-jalan di perkampungan masih sangat minim. Pemerintah membangun sarana jalan dengan semenisasi sepanjang kurang dari 500 meter dan lebarnya tidak cukup luas untuk dua motor yang berpapasan.“Di sini solar 8.000 rupiah per liter. Kalau bensin 10 ribu per liter. Sebulan bisa 500 ribu kami habiskan untuk minyak genset. Sementara hasil kebun tak seberapa. Harga jual kebun murah,” ujar Manaf, pemuda Segamai.Mata pencaharian warga Segamai adalah petani jagung, kelapa dan pedagang barang harian. Murahnya harga jual produk kebun lebih disebabkan keterisolasian desa dalam akses transportasi yang membuat pemborong menekan harga jual petani.Kini sejumlah warga mulai meninggalkan komoditi kelapa dan jagung dan beralih menanam sawit. Peralihan komiditi tersebut setelah setelah mendengar kisah petani sawit di desa lainnya yang dinilai lebih sukses. Sawit memang sebuah komoditi yang menguntungkan secara ekonomi namun sangat bergantung pada ketersediaan lahan dan air.Sejak lima tahun lalu kini sudah ada puluhan warga yang beralih menanam sawit. Termasuk Manaf. Kurangnya lahan tak membuatnya kehilangan akal. Bibit sawit disisipnya di sela-sela pohon kelapa.“Sekarang ada dua hektar yang sudah berumur tiga tahun. Sudah menghasilkan. Ada dua hektar lainnya yang masih disiapkan untuk ditanam,” katanya.Namun demikian harga tandan buah sawit segar petani di sini jauh lebih rendah dibandingkan di ibukota kecamatan. Satu kilogram buah sawit dihargai 400 rupiah. Sangat rendah dibandingkan harga normal saat ini yang mencapai 1.000 rupiah per kilogram.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0]
2013-022-14.json
Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit
Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit | Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit | Berakhirnya masa membalak liar dan tuntutan ekonomi yang tinggi dikhawatirkan mendorong warga Segamai mengkonversi kebun kelapa dan jagungnya menjadi sawit atau bahkan memungkinkan ekspansi ke wilayah-wilayah yang berhutan.Selain mendorong perolehan akses legal atas pengelolaan hutan oleh masyarakat, penyelamatannya dari ekspansi kelapa sawit ini juga yang menjadi alasan bagi Yayasan Mitra Insani memperkenalkan konsep hutan desa kepada masyarakat Segamai pada tahun 2007.“Target hutan desa sebenarnya memastikan ruang kelola legal terhadap hutan. Secara umum dengan hadirnya hutan desa, masyarakat memahami konsepnya sesuai dengan konteks kehutanan dan pemanfaatannya. Dan secara tidak langsung masyarakat akan berpikir dua kali jika mereka melakukan ekspansi kelapa sawit di kawasan berhutan,” kata Herbert dari Mitra Insani.Hal ini ditunjukkan oleh masyarakat Desa Serapung yang juga mengajukan proposal hutan desa. Setelah SK hutan desa ditandatangani per 8 Maret 2013 lalu, mereka berkomitmen untuk tidak lagi menebang hutan. “Kalau sawit itu memang lebih cepat menguntungkan. Tiga tahun saja sudah bisa menghasilkan. Tapi kami tidak akan menanam sawit di hutan desa,” kata Manaf.Komoditi sawit memang sangat menggiurkan bukan saja bagi pengusaha besar, tapi juga masyarakat kecil seperti Manaf. CIFOR, lembaga riset kehutanan menyatakan secara global terjadi peningkatan permintaan minyak sawit makan di Cina dan India yang menempatkan posisi negara agraris ini menjadi produsen utama minyak sawit mentah dunia.
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0]
2013-022-14.json
Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit
Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit | Pertobatan Pembalak Liar Hutan Desa Segamai (Bagian II): Bertahan dari Bisik Menggiurkan Kelapa Sawit | Pada tahun 2011, luas perkebunan sawit Indonesia saja sudah mencapai 7,8 juta hektar termasuk 6,1 juta hektar perkebunan produktif yang tengah dipanen. Pada 2010 perkebunan ini menghasilkan 22 juta ton CPO dan meningkat hingga 23,5 ton pada tahun 2011. Dan pemerintah telah menargetkan 40 juta ton produksi CPO per tahunnya di tahun 2020 dengan memperluas portfolio perkebunan dengan tambahan 4 juta hektar. Konsekwensinya adalah ekspansi ke kawasan yang berhutan. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0]
2020-018-14.json
Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi
Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi | Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi | [CLS]   Pada berbagai kelompok masyarakat di sepanjang Sungai Musi, perempuan hampir sepanjang hari berinteraksi dengan sungai. Mulai dari mandi, mencuci, memasak, serta aktivitas lain seperti menangkul ikan. Jika sungai rusak, seperti tercemar, maka perempuan juga ikut dirugikan.“Misalnya Sungai Ogan ini, airnya mulai kotor oleh berbagai limbah. Sebagian warga tidak berani lagi mandi karena kulitnya gatal-gatal. Mereka terpaksa berlangganan air PDAM, sehingga biaya pengeluaran bertambah,” kata Maryama, Ketua RT.25, Kecamatan 15 Ulu, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa [13/10/2020].“Saat ini pun kami mulai sulit menangkul, karena ikan seperti jenis seluang susah payah didapatkan,” lanjutnya.Jadi, ketika koreografer Sonia Anisah Utami mengajak kami dan warga lain di Kampung 15 Ulu untuk terlibat penggarapan tari Rahim Sungai Musi, kami sangat senang. Di sela latihan tari, kami berdiskusi pentingnya melindungi sungai dari pencemaran limbah, terutama sampah rumah tangga. Dari diskusi ini kami tergerak membentuk kelompok perempuan peduli Sungai Musi.“Kami bukan hanya peduli lingkungan. Kami juga peduli tradisi yang selama ini menjaga kebersamaan kami di sepanjang Sungai Musi, khususnya masyarakat di sepanjang Sungai Ogan,” kata Maryama, yang terlibat dalam tari tersebut.Baca: Merajut dan Melestarikan Kebhinekaan Sungai Musi  Agenda kerja yang akan dilakukan adalah, setiap pekan melakukan pembersihan tepian sungai. “Banyak sampah plastik, sisa tanaman, dan lainnya di sungai. Sampah-sampah tersebut memang sebagian dibuang oleh warga. Sebab sampai saat ini kami tidak memiliki tempat pembuangan sampah,” lanjutnya.Rencana pembuatan bank sampah juga ada. “Kami sudah memiliki lokasinya sekaligus nantinya akan dipisahkan sampah organik dan nonorganik yang bisa dimanfaatkan.”Baca: Perahu Bidar dan Tradisi Masyarakat di Sepanjang Sungai Musi  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-018-14.json
Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi
Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi | Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi | Dr. Husni Tamrin, budayawan Palembang, menjelaskan bahwa perempuan selama berabad merupakan sosok terdepan yang menjaga Sungai Musi dan sungai-sungai lainnya di Sumatera Selatan. Ini dikarenakan, mereka paling banyak mengakses air sungai. Dulu, menjadi hal biasa perempuan-perempuan membersihkan sampah di sungai, baik sisa tanaman atau lainnya.Mereka akan marah jika ada orang yang mengotori sungai. Logikanya sederhana, sebab mereka yang paling berkepentingan dengan air sungai, baik untuk mencuci, mandi, dan memasak.“Sangat wajar, jika kaum perempuan antusias diajak membicarakan tentang sungai yang tercemar.”Baca juga: Rumahku Tidak Mampu Meninggalkan Sungai Musi  Dr. Damayanti Buchori, Guru Besar IPB yang dikenal sebagai pakar lanskap berkelanjutan, menuturkan tari Rahim Sungai Musi yang diikuti 43 penari perempuan, merupakan gambaran jeritan hati kaum perempuan. “Sungai sebagai sumber kehidupan harus dijaga bersama,” jelasnya.Saat ini, Sungai Musi maupun sungai-sungai lain telah banyak tercermar sampah rumah tangga, plastik, maupun limbah industri Belum lagi kerusakan di hulu yang akibat penebangan hutan dan sebagainya.“Sungai itu sepanjang jalur dari hulu sampai hilir, melewati berbagai macam lika-liku kehidupan dengan sejarahnya. Kepedulian kita bersama harus ditunjukkan untuk menjaga Sungai Musi dari segala kerusakan.”Foto: Mandi di Sungai Musi, Sehatkah?  Sungai Musi terancamSonia Anisah Utami, koreografer tari Rahim Sungai Musi, berharap kelompok perempuan peduli Sungai Musi yang telah dibentuk dapat menjadi inspirasi perempuan lain di Palembang yang menetap di sekitar Sungai Musi dan sejumlah anaknya, termasuk Sungai Ogan dan Sungai Komering [dua anak Sungai Musi yang bermuara di Palembang].“Para perempuan yang berasal dari berbagai wilayah dalam karya ini, diharapkan juga juga melakukan hal yang sama di kampung atau dusunnya,” katanya.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-018-14.json
Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi
Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi | Ketika Kaum Perempuan Tergerak Menjaga Sungai Musi | Kegelisahan kaum perempuan terhadap Sungai Musi dapat menjadi pertimbangan para pelaku usaha dan pemerintah untuk melestarikan sungai di Sumatera Selatan. “Kenapa? Sebab setiap generasi dilahirkan dari perempuan. Jika perempuannya tidak sehat karena mengakses air yang tercemar, bayi yang dilahirkan dan dibesarkan pun kualitasnya tidak baik, seperti stunting,” katanya.“Jika kondisi ini tidak segera teratasi, maka Sungai Musi di masa mendatang mungkin tinggal cerita. Semua itu berakhir ketika Sungai Musi menjadi rumah berbagai limbah industri, perkotaan dan rumah tangga,” lanjutnya.  Pertunjukan tari Rahim Sungai Musi di Kampung 15 Ulu, Sungai Ogan, Palembang, Selasa [13/10/2020], juga menyimbolkan sembilan etnis dan suku yang menetap di sepanjang Sungai Musi bersama delapan anaknya. Yakni Melayu, Pasemah, Tionghoa, Sunda, Jawa, Bugis, Minangkabau, Arab, dan India.Perempuan dari berbagai kelompok masyarakat di Sungai Musi, bukan hanya sebagai rahim keturunan, hasil pembauran etnis dan suku, juga sebagai rahim berbagai tradisi.“Banyak produk budaya dilahirkan hasil pengolahan sejumlah tradisi, misalnya kuliner, bumbu atau bahan bakunya berasal dari berbagai suku bangsa. Contohnya pempek dan pindang ikan. Dua produk makanan ini dapat dikonsumsi etnis atau suku apapun,” kata Sonia.  Tari ini juga menampilkan komposisi teratai dengan delapan kelopak. Delapan perempuan di tengah bunga berwarna kuning sebagai mahkota, dan 16 perempuan naik perahu membentuk kelopak berwarna putih.“Teratai dengan delapan kelopak ini menyimbolkan Batanghari Sembilan. Delapan kelopak sebagai anak sungai, sementara mahkotanya adalah Sungai Musi. Teratai adalah kedamaian hidup di sungai bersejarah bagi masyarakat Sumatera Selatan ini,” ungkapnya.   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-010-17.json
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | [CLS]  Indonesia sedang krisis petani. Dalam satu dekade terakhir terdapat indikasi penurunan minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk terjun dalam sektor pertanian. Sensus Pertanian 2003 misalnya, menunjukkan Rumah Tangga Petani yang semula berjumlah 31,23 juta RTP, menurun menjadi 26,13 juta RTP atau turun 16,3 persen pada tahun 2013.Data BPS juga menunjukkan hanya 12 persen dari total yang ada saat ini yang berusia dibawah 35 tahun. Sisanya merupakan petani tua berusia di atas 45 tahun. Data lain menunjukkan hanya tiga persen anak petani yang melanjutkan kiprah orang tuanya sebagai petani.Untuk Sulawesi Selatan, jumlah rumah tangga usaha pertanian juga mengalami penurunan yang cukup siginifikan, mencapai 9,36 persen. Jika pada tahun 2003 jumlahnya sebanyak 1.082.251 rumah tangga menurun menjadi 980.946 rumah tangga di tahun 2013.Kondisi ini yang kemudian mendorong PT Mars Symbioscience Indonesia (MSI) menyelenggarakan seminar dan workshop bertajuk “Jadilah petani Millenial” di Aula Prof Mattulada, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Makassar, pada awal November 2017 lalu.Indah Putri Indriani, Bupati Luwu Utara, dalam paparannya mengajak generasi muda untuk tidak malu menjadi petani, karena menjadi petani kakao itu justru pekerjaan yang keren dan menguntungkan secara finansial. Kelebihan pertanaman kakao karena tidak mempunyai musim tertentu, beda dengan durian dan rambutan, sehingga bisa cepat menghasilkan uang.“Jika tujuan kita kerja adalah untuk mencari uang, maka jadilah petani kakao. Kakao mudah dipasarkan. Saat ini kakao adalah urutan pertama untuk ekspor dan investasi. Jadi potensinya sangat besar. Ketika negara ini menghadapi krisis, petani kakao justru tidak merasakannya,” katanya.Tanaman kakao sendiri memang termasuk tanaman yang cepat berbuah, paling lama dua tahun sudah bisa produksi dimana satu pohon bisa menghasilkan minimal 40 kg kakao kering.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-010-17.json
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Menurut Indah, di Kabupaten Luwu Utara sendiri sudah menghasilkan berbagai ladang untuk pertanaman kakao ini. Hulunya juga sudah siapkan.“Ini menjadi tantangan, adakah petani milenial di sini yang mau mencoba? Ayo ke Luwu Utara. Di sana misalnya ada Desa Batu Alang yang menjadi kampung kakao. Ada juga warkop kakao dan Desa Tarobok dimana kampung ini menjadi tempat belajar menanam kakao. Learning by doing,” ujarnya.Ia menambahkan bahwa secara nasional, Sulsel menyumbang 14,44 persen untuk lahan dan 22,42 persen untuk produksi. Sementara Kabupaten Luwu Utara menyumbang 14,47 persen lahan dan 15,56 persen produksi kakao untuk skala Sulawesi Selatan dengan produktifitas sekitar 0,61 ton per hektar.“Jadi memang sangat potensial sehingga kita kemudian berupaya untuk bisa kerjasama dengan industri, universitas, dan masyarakat untuk meningkatkan produksi.“  Menurutnya, untuk mendorong peningkatan produktivitas kakao di daerahnya, pemerintah antara lain telah memastikan komoditas ini menjadi bagian dari rencana strategis dalam RPJMN. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian, Kabupaten Luwu Utara juga ditetapkan sebagai kawasan pengembangan kakao nasional.“Jadi harus dipastikan bahwa ini harus berada dalam skema pemerintah dan kami sedang merencanakan untuk program kakao masuk sekolah. Di Luwu Utara kini sudah ada satu SMK yang bergerak di sektor pengolahan kakao dan sudah sejak awal bekerja sama dengan PT. Mars Indonesia,” tambahnya.Nurhady Sirimorok, peneliti dari INSIST, menjelaskan semakin jauhnya generasi muda dari pertanian di beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi penelitiannya.“Pekerjaan saya setiap hari dari desa ke desa berdiskusi dengan para petani. Saya baru saja dari sebuah desa di Kabupaten Soppeng, menghitung sejak kapan anak-anak muda di sana meninggalkan daerahnya untuk menanam kakao di daerah lain,” katanya.
[0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-010-17.json
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Di Kabupaten Soppeng, tambahnya, mereka yang kelahiran 1983 ke bawah cenderung meninggalkan kampung. Sejak akhir 1990-an produktifitas sudah mulai menurun. Selain kurangnya petani, salah satu alasannya adalah siklus produksi alami yang mulai menurun.Di Kabupaten Luwu Utara sendiri, tambahnya, kebanyakan generasi muda enggan menjadi petani dan lebih memilih menjadi pelaut. Sebabnya, mereka tumbuh ketika produktifitas kakao itu sudah surut, sehingga komoditas ini dianggap tidak menjanjikan.Menurut Nurhadi, keengganan generasi muda untuk bertani juga dipicu oleh faktor lain, yaitu lingkungan pendidikan di keluarga dan sekolah.“Kalau kita tanyakan lebih dalam lagi, sebenarnya ada faktor yang sangat mempengaruhi keinginan untuk menghasilkan petani yang unggul. Di rumah, yang ada hanya instruksi dan hukuman kalau bersalah, tidak ada diskusi. Hal yang sama juga terjadi di sekolah. Nah, apa yang terjadi, mereka ini tidak mampu mengeluarkan idenya.”Menurutnya, selama ini yang berminat jadi petani adalah anak-anak yang tidak berpeluang sekolah lebih tinggi. Itupun menjadi pilihan terakhir, ketika tidak ada lagi pekerjaan lain yang bisa didapatkan.“Itu karena di sekolah memutus hubungan antara anak dan tanah. Jadi kebanyakan bilang bahwa kalau kita belajar fisika dan biologi tidak diperlihatkan di alam sekitar. Mereka tidak diajarkan untuk prakarsa, sehingga ketika mereka diharapkan menyelesaikan masalah di lingkungan mereka, justru lebih memilih pergi,” tambahnya.Nurhadi selanjutnya menyarankan agar dibuat wadah-wadah yang bisa membuat anak-anak muda untuk bisa berdiskusi dan berprakarsa secara bebas.“Di salah satu kabupaten malah, semua orang yang saya tanyakan, lembaga LKMD itu tidak penting. Padahal ini adalah lembaga yang sangat penting untuk meningkatkan prakarsa anak muda.”  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-010-17.json
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..
Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya.. | Nahrul, salah seorang Cocoa Doctor dampingan PT MSI, menceritakan pengalaman dan cerita sukses sebagai petani kakao di daerahnya, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Cocoa Doctor atau Dokter Kakao sendiri adalah alumni Akademi Kakao yang tugasnya membantu petani kakao untuk merehabilitasi kebun mereka agar mampu memproduksi kakao 2 ton per hektar.“Untuk menjadi seorang petani, menikmati sesuap nasi, itu tidak perlu yang mewah. Lebih nikmat rasanya menyantap makanan di alam bebas dengan suara burung-burung sekitar dibanding suara musik,” katanya.Dalam setahun, ia bisa memperoleh pendapatan hingga hingga Rp72 juta, hanya dari hasil penjualan bibit kakao dan pupuk. Belum termasuk hasil penjualan biji kakao, dalam bentuk basah dan kering. Ia bahkan telah memiliki kendaraan roda empat dari hasil usahanya tersebut.“Saya bisa membuktikan bahwa bertani itu jika ingin sukses tidak hanya mengandalkan otot saja, tetapi juga otak. Saran saya bagi anak muda, kalau kalian betul-betul ini menjadi petani maka harus ditanamkan jiwa untuk fokus, tidak main-main. Dan jangan segan mengeluarkan modal yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih besar pula,” tambahnya.Menurut Arie Noval Iskandar, Director Corporate Affairs PT MSI, untuk mendorong kembali gairah generasi muda untuk bertani dilakukan berbagai upaya literasi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Salah satunya melalui kerjasama dengan 2 SMK pertanian di Sulawesi.“Kita juga bekerja sama dengan pakar dari Australia yang akan membantu memasukkan best practice yang akan kita masukan ke dalam kurikulum dan basic-nya adalah mahasiswa. Inilah yang akan kita coba lakukan, bagaimana meningkatkan kemampuan petani, bukan hanya sekedar petani namun juga menjadi petani pengusaha. Ini masih panjang sebenarnya, namun itulah yang kami inginkan dari Mars,” ujarnya.  [SEP]
[0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2014-043-10.json
Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali
Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali | Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali | [CLS] Desakan pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 51 tahun 2014 terkait reklamasi di Teluk Benoa di Bali, seluas 700 hektar makin meluas. Sebelum itu, kalangan seniman, juga memberikan dukungan. Mulai Iwan Fals, Sawung Jabo, Glenn Fredly, Happy Salma, Outsider dan Lady Rose (Fanbase Superman Is Dead) seluruh Indonesia dan berbagai kalangan lain.Kini, para pengguna dan pecinta sepeda berencana mengayuh sepeda dari Jakarta ke Bali, guna memberikan dukungan sama. Muslimin Setiawarga dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan ketiga rekan awal Mei 2014 bersepeda dari Jakarta ke Yogyakarta mengkampanyekan “Setop Makan Anjing.” Bulan ini, mereka berencana kembali bersepeda Jakarta-Bali mendukung gerakan pembatalan Perpres 51 tahun 2014 dan menolak reklamasi Teluk Benoa.Muslimin kepada Mongabay mengatakan, awalnya diberitahu kawan dari Bali Animal Welfare Association (BAWA) bahwa ada perpres memberikan izin reklamasi Teluk Benoa. “Kami coba mencari tahu terkait dampak reklamasi di internet. Ternyata bisa merusak alam, merusak berhektar-hektar hutan mangrove dan bisa terjadi bencana ekologi. Kami memutuskan mendukung penolakan reklamasi dan mendesak Presiden membatalkan Perpres itu.”Sejauh ini, katanya, ada 120 kali lebih menghubungi mereka di twitter untuk ikut bersepeda dari Jakarta ke Bali. “Kami lagi mengkonsepkan matang kampanye ini. Ketika singgah di beberapa kami bisa aksi membangun simpatik publik,” kata Muslimin.Menurut dia, alasan lain Perpres penting dibatalkan karena Teluk Benoa itu wilayah konservasi. Ketika diubah demi kepentingan investor akan sangat berbahaya.“Kami tidak suka tindakan Presiden lebih mengedepankan pentingan investor dibanding mendengarkan suara masyarakat Bali.”
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-043-10.json
Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali
Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali | Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Mereka akan Bersepeda dari Jakarta ke Bali | Ranggawisnu dari Komnas Kesejahteraan Hewan dan BAWA mengatakan, ide ini terbesit dari keberanian Muslimin dan teman-teman kampanye menolak Setop Makan Anjing dari Jakarta ke Yogyakarta. “Lalu saya tawarkan bergabung menolak reklamasi. Ternyata mereka bersedia.”Selama ini, orang tahu dan datang ke Bali untuk wisata. Namun, tidak banyak peduli kondisi nyata bahwa alam Bali dalam ancaman kerusakan.Suriadi Darmoko direktur eksekutif Walhi Bali menyambut baik dukungan ini Bali, katanya tujuan wisata dari berbagai kalangan baik lokal maupun internasional.  Jadi, siapa saja yang merasa memiliki dan sayang Bali, berhak mendukung penyelamatan alam ini.Aksi bersepeda rencana minggu depan. Mereka sedang mendata siapa yang akan terlibat dan di kota mana akan menggalang aksi simpatik mengkampanyekan pembatalan reklamasi di Teluk Benoa ini. [SEP]
[0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-057-07.json
Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara
Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara | Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara | [CLS]     DPR dan pemerintah bahan bahas RUU Ibu Kota Negara (IKN) pada 7 Desember 2021. Sekitar sebulan bahasan rancangan pun ketok palu jadi UU pada 18 Januari 2022. Pada Jumat (1/4/22), Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (Argumen) mengajukan gugatan uji formil atau judicial review UU ini ke Mahkamah Konstitusi. Aliansi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat ini menilai proses pembentukan UU IKN bertentangan dengan UUD’45 dan menabrak semua azas formil.Para penggugat juga menilai, proses pembentukan UU tidak melibatkan publik secara penuh dan efektif. Terutama keterlibatan masyarakat adat yang wilayah mereka masuk dalam rencana pembangunan IKN.“Bagaimana mungkin seseorang memutuskan sesuatu tentang rumahmu, tapi kamu tidak dimintai pendapat dan rumah kamu diobrak-abrik?” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN saat ditemui pada pendaftaran gugatan.Selain AMAN, aliansi ini terdiri atas Walhi, Busyro Muqoddas dari Muhammadiyah, Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Trisno Rahardjo serta Dahlia dari Suku Paser Balik, Penajam Paser Utara. Saat pendaftaran diwakili AMAN dan Walhi.Rukka mengatakan, tak ada keterlibatan masyarakat adat dalam proses penyusunan UU. Proses pembentukan UU IKN mirip dengan UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba. Terburu-buru, tertutup dan tidak mengindahkan aspirasi masyarakat.“UU IKN ini sudah secara langsung menghilangkan identitas masyarakat adat di sana. Kami berusaha berpartisipasi, tapi prosesnya menjadi sangat tertutup.” Baca juga: IKN Nusantara Melaju, Was-was Nasib Masyarakat Adat Tidak ada proses audit terkait siapa penguasa lahan di lokasi pembangunan IKN. Klaim pemerintah yang menyebut kalau lahan sudah clean and clear terbantahkan. Dari catatan AMAN, setidaknya menyebut ada delapan komunitas masyarakat adat di ring satu atau kawasan inti pemerintahan.
[0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-057-07.json
Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara
Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara | Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara | Muhammad Arman, Kuasa hukum Argumen, mengatakan, proses pembentukan IKN kilat. Jika, di beberapa pemberitaan disebut memakan waktu 47 hari, masa reses seharusnya tidak terhitung.“Jadi hitungan bersih hanya 17 hari proses perumusan. Ini menambah daftar cacat formilnya,” katannya.Proses kilat ini disebut Arman tidak sejalan dengan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimaa diubah dengan UU Nomor 15/2019. Ini UU tentang Perubahan atas UU 12 /2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.Selain partisipasi, salah satu poin penting dalam gugatan adalah UU IKN tak memiliki azas kebermantaan bagi rakyat banyak. Terutama dalam situasi pandemi dan krisis ekonomi.Padahal UU Nomor 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas SIstem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 jelas menyebut kalau reaokasi anggaran untuk kepentingan penanganan corona ini.“Dengan ad UU IKN, membahayakan stabilitas ekonomi dan keuangan negara,” kata Arman. Baca juga: IKN Nusantara, Bagaimana Pastikan Ramah Alam dan ¬indungi Hak Masyarakat Adat? Tidak ada kajianZenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Walhi Nasional juga mengatakan, alasan judicial review karena penentuan IKN tidak didahului kajian komprehensif. Berbagai kajian, katanya, justru keluar setelah penentuan kawasan IKN.Padahal, kajian kelayakan dan dampak lingkungan suatu wilayah ajdi IKN seharusnya prasyarat sebelum keputusan keluar.“Jadinya kajian yang keluar malah melegitimasi keputusan politik,” kata Zenzi.Kajian saat ini tak bisa meminimalisasi potensi kerusakan lingkungan dampak dari pembangunan IKN.Kerusakan lingkungan, katanya, tak hanya di lokasi pembangunan, juga di kawasan-kawasan yang sumber daya terkeruk untuk material pembangunan IKN.“Pulau Sulawesi akan jadi korban karena material bangunan akan dibawa dari sana.”
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-057-07.json
Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara
Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara | Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara | Satu sisi masih banyak izin pertambangan dan konsesi di IKN pun turut mengancam kawasan lain. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan land swap sebagai ganti rugi negara pada pemegang izin.WIlayah lain di Pulau Kalimantan maupun Sumatera akan jadi bulan-bulanan pemegang izin tambang. Sedang Papua, katanya. akan disasar oleh para pemegang izin perkebunan. Dengan cara ini, maka kerusakan lingkungan yang terus terakumulasi selama 40 tahun karena salah tata kelola berpotensi terus terjadi.“Itu sebabnya kami maju JR karena kami anggap negara tidak bekerja untuk memenuhi hak dasar rakyat untuk memastikan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” terang Zenzi.Gugatan yang dilayangkan Argumen ini resmi diterima Mahkamah Konstitusi dengan nomor registrasi 49/PUU/PAN.MK/AP3/04/2022.Mereka mengajukan gugatan formil terlebih dahulu karena ada batasan 45 hari gugatan setelah UU dibuat.Fajar Laksono, Juru Bicara MK saat dihubungi mengatakan, proses uji formil dan materil bisa terpisah. Namun dia tidak menjamin kalau salah satu prosesnya memakan waktu lebih cepat dari yang lain.“Semua tergantung persidangan. Dalam hal gugatan UU IKN ini, maka kita akan lihat nanti keperluan pandangan ahli dan semacamnya.”   [SEP]
[0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0]
2019-081-19.json
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | [CLS]     Presiden Joko Widodo, tampak mengayuh sepeda diiringi ratusan pesepeda lain menuju panggung di Plaza Tenggara Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat. Sabtu sore, 12 Januari itu, digelar deklarasi dukungan dari alumni Universitas Indonesia untuk pasangan presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Joko Widodo-Ma’ruf Amin.Sepeda yang dikendarai Jokowi, hari itu terbilang unik dibanding sepeda-sepeda lain. Warna sepeda dominan putih, dengan kerangka coklat alami. Ada tulisan Spedagi pada bagian kerangka dekat roda belakang. Pembawa acara kemudian menerangkan sepeda itu merupakan produksi dalam negeri, dihasilkan di Temanggung, Jawa Tengah.Baca juga:  Belajar Hidup Ramah Alam dari Desa (Bagian 1)Sepeda dengan kerangka bambu ini adalah karya Singgih Susilo Kartono, alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang memenangkan beberapa penghargaan internasional untuk desain produk. Singgih juga, pegiat lingkungan dan gerakan sosial yang mengajak orang hidup selaras dengan alam.Itu bukan kali pertama Jokowi menyentuh Spedagi. Sekitar dua tahun lalu, Jokowi bahkan membeli dua Spedagi.“Saya sendiri yang menyerahkan ke Pak Jokowi di sebuah acara di Jakarta. Saya ingat beliau mengatakan desainnya bagus ya, beda dengan sepeda bambu lain,” kata Singgih kepada Mongabay.   Manfaatkan bambu Spedagi merupakan gagasan kreatif Singgih setelah suatu ketika dia menemukan foto sepeda bambu di internet yang dibuat oleh orang Amerika, Craig Calfee.“Saya merasa tertampar karena sebagai seorang sarjana desain dan melihat di sekitar rumah banyak tumbuh bambu justru tidak melakukan apa-apa atas sumber daya yang melimpah itu,” katanya, dalam sebuah acara di Ngadiprono, Kedu, Temanggung.Baca juga:   Belajar Merawat Alam ala Singgih lewat Pasar Papringan
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2019-081-19.json
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Spedagi sebenarnya akronim atau singkatan dari sepeda pagi, sebuah kebiasaan yang dilakukan Singgih saat di desa. Kadang ditemani sang istri, Tri Wahyuni, atau kerabat dekat mereka menyusuri jalanan desa dengan bersepeda.“Ini semua gara-gara kolesterol,” kata Singgih setengah bercanda, mengisahkan Spedagi bermula.Proses penciptaan sepeda bambu cukup berliku, berawal pada 2013. Spedagi generasi pertama masih gunakan bambu utuh. Kala itu, Singgih memilih bambu diameter kecil namun kuat sebagai kerangka sepeda. Mirip seperti gagang sapu.Sepeda bambu terlihat besar, kasar, dan cukup sulit menyatukan batang-batang bambu karena diameter tidak selalu sama. Dalam sebuah kesempatan Singgih pernah memperlihatkan setumpuk sepeda bambu buatannya yang gagal.“Saya tidak putus asa. Saya terus mencoba menyempurnakan sampai ketemu yang saya mau,” katanya waktu itu.Setelah gunakan bambu utuh, Singgih beralih pakai bilah bambu. Dia pakai bambu petung yang terkenal kuat, besar, dan mudah didapat. Rangka bambu itu disambung dengan logam dan resin. Seluruh pekerjaan pembuatan sepeda dengan tenaga lokal yang juga cukup melimpah di desa.Baca juga: Tularkan Gerakan Pemanfaatan Sumber Daya Lestari ke Negeri Sakura (Bagian 2)Spedagi adalah produk kerajinan tangan, dan dia tak bermaksud jadi produk industri massal. Jangan membayangkan ada pabrik sepeda di desa itu. Untuk menghasilkan satu sepeda bambu perlu enam hari kerja, dengan cermat, lewat tangan-tangan terampil artisan. Mengendarai Spedagi laksana mengendarai karya seni.Beberapa varian Spedagi akhirnya dia ciptakan. Mulai dari Spedagi Dwiguna (dual track) yang dirancang untuk bersepeda di jalan pedesaan maupun kota. Spedagi Dalanrata (road bike) khusus untuk jalan yang mulus. Spedagi Gowesmulyo (joy bike) untuk perkotaan dengan jarak pendek, dan Spedagi Rodacilik (minivelo) yang menggunakan ban berdiameter kecil yang juga cocok untuk jalan perkotaan.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2019-081-19.json
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Sepeda yang ditunggangi Jokowi adalah varian dari Spedagi Gowesmulyo. Harga mulai Rp3,5 juta untuk kerangka saja. Kalau utuh termasuk roda dan aksesoris lain sampai Rp8,65 juta.Spedagi sendiri menjadi ikon dari gerakan merevitalisasi desa. Desa sebenarnya banyak memiliki potensi, yang tidak terlihat oleh masyarakat desa itu sendiri. Bersama timnya dia memulai proyek Pasar Papringan, sebuah upaya konservasi kebun bambu menjadi tempat yang menarik dan mendatangkan tambahan pendapatan bagi warga desa.Kini Spedagi sebagai sebuah gerakan tidak hanya ditularkan di Indonesia namun juga Jepang, dan dalam penjajakan ke beberapa negara lain.  Keistimewaan Sepeda bambu ciptaan Singgih memang unik. Bambu petung dipilih karena banyak tumbuh di desa. Bentuknya yang besar dan kuat memudahkan untuk membuat ukuran sama. Penggunaan bahan alam ini tentu saja bisa mengurangi bahan-bahan ekstraktif yang cenderung merusak alam.Dari sebatang bambu petung usia dewasa, Singgih mampu membuat lima hingga tujuh kerangka sepeda. Sebuah lompatan nilai tambah dari bambu yang sering dianggap bahan alam biasa.“Bambu itu material masa depan,” kata Singgih.Selain kuat, dan alami, bambu bisa untuk banyak hal, dari perabotan, rangka rumah, hingga kerajinan. Bambu tumbuh baik di banyak tempat di Indonesia. Bambu juga cepat tumbuh, hingga pemanfaatan bisa mengurangi penggunaan kayu hutan. Pada akhirnya pemilihan material bambu bisa mengurangi deforestasi.Saat saya mencoba salah satu seri Spedagi di jalan desa, tidak ada perbedaan mencolok yang dirasakan dibandingkan dengan sepeda berkerangka aluminium atau logam. Baik saat merambah jalan berbatu maupun jalan rata.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2019-081-19.json
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Sepeda bambu terasa nyaman dikendarai karena bambu sesungguhnya merupakan material penyerap getaran terbaik dibanding material besi, aluminium bahkan serat karbon. Kelemahan sekaligus keunggulan bambu adalah sifatnya yang lentur. Kerangka sepeda Spedagi didesain sedemikian rupa mengurangi sifat ini. Sejauh ini, Singgih masih belum merekomendasikan sebagai sepeda balap profesional.Keistimewaan lain sepeda bambu rancangan Singgih adalah ide pemanfaatan kearifan lokal atas bambu itu sendiri. Bambu sejak lama sebagai bahan pembuatan rumah di desa. Meski umur pakai bisa berbilang tahun lewat perlakuan yang tepat, namun kini bambu mulai ditinggalkan.“Saya terinspirasi dari rumah di desa yang memanfaatkan bambu sebagai usuk penahan genting. Para tukang pembuat rumah di desa menggunakan dua bilah bambu yang saling ditangkupkan.”Kerangka sepeda bambunya juga dibuat dari dua bilah bambu yang ditautkan. Dua bilah bambu dengan teknik tertentu diserut lalu disatukan. Jika rancangan awal bentuknya silinder, pada desain sepeda bambu terakhirnya sengaja berbentuk oval.Hasilnya, kuat juga terlihat ramping. Selain itu, lebih banyak lagi bambu terpakai dari sebatang bambu.“Saya memilih bentuk oval selain kuat ini juga lebih cantik,” kata Singgih.Bersepeda Spedagi, tak lengkap jika tidak menggunakan aksesoris helm asli sepeda bambu. Helm Spedagi juga terbuat dari bambu. Bentuknya mirip engkrak berukuran kecil yang pas dikenakan di kepala. Ada tali yang menggantung di bawah dagu agar engkrak kecil itu tidak jatuh.Engkrak sebenarnya adalah piranti yang dipakai untuk mengumpulkan sampah. Namun dalam sudut pandang Singgih engkrak itu bisa bernilai tinggi dan berubah jadi helm. Sebenarnya, dia sudah merancang helm untuk Spedagi, tetapi menjelang bata waktu, Singgih gagal. Sampai dia melihat ada engkrak yang terbalik.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2019-081-19.json
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | “Engkrak ini awalnya cuma untuk memungut sampah dan seringkali tergeletak begitu saja tanpa diperhatikan orang. Tapi ketika ini dibuat lebih kecil dan dipakai sebagai topi benda ini menjadi lucu, indah, dan unik. Orang juga suka mengenakannya,” kata Singgih.Topi Engkrak Spedagi menjadi sebuah simbol upaya mengangkat harkat bambu, mengubah fungsi dari pengumpul sampah menjadi pelindung kepala, bagian terpenting dari tubuh seseorang.   Penghargaan Pengakuan atas kualitas dan desain produk sepeda bambu buatan Indonesia ini beberapa kali datang dari ajang di luar negeri. Pada 2017, Spedagi memperoleh Bronze Award dalam DFA–Design for Asia Awards– diselenggarakan di Hong Kong. Pada 2018, Spedagi memenangi Gold Award Good Design Jepang 2018. Spedagi terpilih dari hampir 4.500 entri dari seluruh dunia.Sepeda bambu Singgih sudah menjalani serangkaian uji coba. Spedagi telah diperiksa Japan Vehicle Inspection Association (JVIA), dan uji kendara di Indonesia melewati Jakarta Madiun sejauh 750 km tanpa kerusakan. Setiap produk Singgih memberikan garansi selama dua tahun.Penghargaan dan lolos uji di Jepang ini membuktikan, kualitas Spedagi diakui di negara yang dikenal memiliki standar tinggi untuk produk ini.Uniknya, Singgih memberi nama dan memberi seri untuk tiap produk memakai bahasa Jawa. Seri Pringtelulas berarti bambu tigabelas seperti untuk varian Spedagi Rodacilik atau roda kecil. Varian Gowesmulyo yang dipakai Jokowi itu berarti gowes nyaman. Seri Dalanrata, misal berarti jalan rata, bentuk mirip sepeda balap. Dwiguna, bentuk seperti sepeda gunung baik untuk jalan berbatu maupun jalan rata.Bukan kali itu saja Singgih menerima penghargaan untuk desain yang memakai pendekatan ecoproduct dan ecodesign. Dia juga memenangkan beberapa penghargaan internasional untuk desain Radio Kayu Magno. Radio kayu juga dikoleksi dan dipamerkan di beberapa museum desain ternama dunia.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2019-081-19.json
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi | Singgih dengan karya-karyanya membuktikan, sumber lokal yang terdapat di desa, yang melibatkan talenta atau artisan dari desa, diproduksi di desa, bisa memiliki kualitas dunia. Keterangan foto utama:     Joko Widodo menaiki Spedagi. Foto: Jokoway.com   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2020-003-20.json
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | [CLS] Manusia mempunyai cita-cita yang kuat menciptakan masyarakat dalam kehidupan sosial yang damai dan teratur sesuai dengan ukuran pemahaman akal budi.Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak kodrati yang dimiliki setiap manusia. Dalam aplikasinya, ia tidak lagi membedakan jenis kelamin, budaya, bahasa, warna kulit, ataupun kewarganegaraan. HAM adalah hak yang di dapat dan melekat sebagai hakekat manusia. Semua orang mempunyai hak yang sama di mata negara.Lingkungan hidup sehat adalah kunci dasar dalam menghormati HAM. Setiap manusia mempunyai hak untuk menikmati kesehatan, kebahagiaan, dan ketersediaan lingkungan yang aman dan sehat. Lingkungan dan alam terikat dalam sebuah entitas sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan manusia.Jika ekosistem rusak, maka ada hak manusia yang diambil secara paksa. Dengan demikian, hak atas lingkungan juga berarti erat hubungannya dengan tatanan keadilan.Menurut Hugo Grotius, aturan keadilan didasarkan pada kecenderungan: Pertama, Setiap orang harus membela hidupnya dan menentang kecenderungan yang merugikan. Kedua, setiap orang diperkenankan memperoleh hak yang berguna bagi hidupnya.Diakui, memang hak atas lingkungan hidup belumlah secara eksplisit diatur di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Gerakan lingkungan hidup (Environmental Movement) di dunia biasanya diambil dari Pasal 28 sebagai dasar justifikasi argumen bahwa hak atas lingkungan juga menjadi bagian dari HAM.  HAM dalam Konteks Pengelolaan LingkunganIndonesia adalah negara yang mengakui nilai-nilai universal hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban untuk melindungi (to protect), menghormati (to respect) dan memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar warga negara, yaitu; pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, lapangan kerja, keamanan, dan lingkungan yang baik dan sehat.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-003-20.json
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | Lebih lanjut, dalam konstitusi Pasal 33 (3) UUD 1945 telah mengatur distribusi dan pengelolaan sumber daya alam dalam frase ‘kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.Namun amanat konstitusi tersebut belum seluruhnya dijalankan para penyelenggara negara. Sebaliknya, masih banyak penduduk yang hidup dalam garis kemiskinan dan tinggal di lingkungan yang buruk.Hak dasar warga juga terancam oleh berbagai pengerusakan alam, pencemaran air dan udara, deforestasi, perampasan sumber kehidupan rakyat (agraria dan sumber daya alam).Sebagai contoh dalam persoalan deforestasi, data analisis Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat laju kehilangan hutan periode 2013-2017 mencapai rata-rata 1,47 juta hektar/tahun.Tren hilangnya tutupan hutan, yang biasanya tertinggi terjadi di Kalimantan dan Sumatera, akan bergeser ke arah Indonesia Timur yang diproyesikan akan meningkat pada periode 2017-2034.Hilangnya tutupan hutan dan praktik illegal logging dan pembukaan lahan, tentu saja akan menjadi pemicu karthutla dan terjadi kabut asap, serta bencana ekologi seperti banjir dan tanah longsor yang akan menanti. Akibat segenap eksploitasi itu, rakyat pula yang menjadi korban keserakahan eksploitasi sumberdaya alam.Kelompok minoritas dan kaum miskin, -yang minim akses informasi dan akses pada pengambilan kebijakan, yang biasanya menjadi korban pertama dan terberat dari konsekuensi pelanggaran HAM atas kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada bencana alam.Hal ini tentunya menjadi kontradiktif dengan semangat konstitusi yang dijanjikan untuk memberikan jaminan bagi warga negara.    Ekosida dan Kesadaran HAM Lingkungan
[0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-003-20.json
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | Dalam tata hukum lingkungan hidup dikenal istilah ekosida, yang diartikan sebagai pemusnahan atau pengerusakan sistem ekologi. Lingkungan penyangga yang rusak pada akhirnya akan membuat seluruh sistem kehidupan hancur. Diibaratkan sebagai sebuah proses ‘bunuh diri’ yang dipicu malpraktek pengelolaan lingkungan.Deplesi ekologi itu tentu saja terjadi akibat munculnya kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dan generasi masa mendatang.Dari sisi praksis kesadaran, maka pentingnya pemahaman tentang hak asasi di bidang lingkungan hidup merupakan salah satu sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.Semua mempunyai hak untuk melindungi lingkungannya dari pengerusakan alam yang dilakukan individu atau organisasi (perusahaan) yang berdampak buruk kepada manusia.Berbagai kasus perusakan lingkungan hidup dan bencana alam seharusnya memperkuat dan membuka mata para pemangku kepentingan untuk lebih menciptakan keadilan secara ekonomi, sosial maupun lingkungan bagi generasi saat ini maupun generasi yang akan datang, sesuai dengan adagium keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (salus populi suprema lex).Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah kunci untuk mengatasi problematika pelanggaran HAM dalam aspek lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan yang dilakukan sudah waktunya dilakukan dan berbasis pada tata kelola lingkungan yang baik (Good Sustainable Development Governance).Pemerintah, -sebagai penyelenggara kebijakan negara, tentu saja harus berperan aktif dalam membuat kebijakan yang difungsikan untuk menyelamatkan lingkungan hidup sesuai konstitusi yang diatur.Jika pemerintah berfokus untuk mengejar pendapatan negara dengan melanggar asas perlindungan sistem ekologi, maka pemerintah terlibat dalam usahanya menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang baik.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-003-20.json
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara
HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | HAM, Hak Atas Lingkungan Sehat dan Perlindungan Warga Negara | Sudah saatnya dilakukan gerakan masif untuk menyelamatkan dan melindungi lingkungan hidup yang berdasarkan pada hak asasi manusia. Pada dasarnya, setiap manusia berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Lingkungan hidup juga harus ditempatkan sebagai subjek dinamis untuk dihormati.Dengan demikian, gerakan HAM dan lingkungan akan lebih dirasakan dan bermanfaat bagi segenap warga negara.  * Joko Yuliyanto, penulis adalah penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis Buku Kaum Minor. Aktif menulis opini di media daring. Artikel ini adalah opini penulis. ***Foto utama: Petugas sedang memadamkan kebakaran yang terjadi di savana pulau Gili Lawa Darat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto diambil pada tahun 2018. Dok: Balai TNK   [SEP]
[0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-042-04.json
Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut
Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut | Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut | [CLS] Di sebuah aliran sungai yang bermuara di pesisir Utara Laut Jawa, belasan perahu terlihat menonjol dengan panel-panel energi surya. Perahu-perahu motor ini mengalihkan penggunaan energi terutama untuk penerangan dari aki (accu) setrum ke energi terbarukan, solar panel.Perahu dicat dengan warna mentereng atau yang catnya sudah memudar terlihat lalu lalang di sodetan Sungai Bengawan Solo ini. Papan-papan panel surya terlihat mencuat dipasang dengan tangkai kayu atau bambu sebagai penopang.Ketika negara sibuk menggelar konferensi-konferensi tingkat tinggi energi terbarukan, puluhan nelayan ini sudah mendahului mengeksekusinya secara swadaya. Pun banyak proyek besar energi terbarukan mangkrak. Implementasinya masih seperti jargon.  Para nelayan tak banyak pertimbangan teori atau koar-koar soal ramah lingkungan karena alasannya praktis. Sesuai kebutuhan nelayan di pesisir pantai Utara Lamongan ini. Aki-aki yang disetrum listrik rumahan mudah rusak karena tiap hari bongkar pasang dari perahu.“Sekarang enak gak perlu cabut pasang ngisi aki di rumah atau toko setrum aki. Aki ditaruh di perahu saja,” ujar Nurkholis. Ia sedang sibuk memindahkan rajungan hasil tangkapan pada Rabu (30/06/2017) pagi di perahunya. Rajungan salah satu hasil laut yang laris di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.Aki yang digunakan untuk menyimpan energi dari panen panas mentari ini sekitar 70 ampere. Tak pernah kehabisan daya untuk lampu-lampu penerangan yang dipasang di perahunya dan sangat membantu saat melaut malam. Nurkholis mengaku sudah dua tahun menggunakan solar panel.Sementara sebelumnya, ia tergantung pada listrik PLN. Aki harus dicabut untuk disetrum dengan biaya sekitar Rp15 ribu sekali setrum. Masalahnya bukan di biaya saja, tapi umur aki. Menurutnya daya cepat habis dan aki berumur pendek cepat rusak karena sering bongkar pasang. “Sekarang nancap terus di perahu,” tambahnya.  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-042-04.json
Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut
Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut | Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut | Modal awal sekitar Rp2 jutaan untuk membeli aki dan panel suryanya. Tapi investasi ini menurutnya sepadan dengan mudahnya kini memanen energi dan hemat waktu setrum aki berjam-jam.Penggunaan solar panel ini dari mulut ke mulut, antar nelayan. Mereka melihat rekan yang lain lebih nyaman dengan instalasi panel surya terpasang. Nurkholis misalnya melihat saudaranya memulai pasang duluan. “Sekarang ada montirnya, gak perlu belajar banyak. Di toko juga banyak yang jual, harganya makin murah,” papar pria tengah baya ini. Karena makin banyak yang menggunakan, persediaan makin banyak, harga jadi lebih rendah.Demikian juga dengan nelayan lain. Dhoifi dan Abdul Fatah menyebutnya lampu matahari. Dhoifi sudah menggunakan panel surya sekitar 4 tahun, ia baru ganti panel surya untuk ukuran lebih besar. Agar bisa memanen matahari lebih banyak.“Saya baru ganti dua minggu lalu. Volume aki sekarang dua kali lebih besar,” urainya ditemui usai melaut. Di pinggir Pelabuhan Sedayulawas para pengepul ikan sudah menunggu hasil tangkapan, dan supir becak motor siap mendistribusikannya ke pembeli. Salah satu yang termahal adalah ikan tenggiri.Biaya yang dikeluarkan Dhoifi untuk satu set instalasi energi surya sekitar Rp2,2 juta. Ia juga mengakui sangat kerepotan buka pasang aki untuk disetrum. Apalagi jika tegangan listrik naik turun tak stabil. Aki yang diisi daya mudah rusak. “Toko pengecasan gak laku sekarang,” ia terkekeh.Menurutnya sebagian besar nelayan sekitar sudah ganti ke lampu matahari. Versi Dhoifi, sekitar 200 orang. Penggeraknya adalah kebutuhan yang sama untuk mendapat energi yang mudah dikelola.  Inisiatif Meringankan NelayanPara nelayan kecil selayaknya mendapat sokongan untuk meringankan biaya melaut. Salah satunya melalui aplikasi teknologi, terutama yang lebih ramah di kantong dan lingkungan.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2017-042-04.json
Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut
Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut | Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut | Dikutip dari media agribisnis peternakan trobos.com, arsip berita 2009 lalu menyebutkan para santri di Pondok Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur membuat prototipe mesin perahu motor tempel bertenaga listrik. Mesin ini mampu menghemat biaya melaut.Media online ini menulis bermula dari keprihatinan atas harga bahan bakar minyak (BBM) terutama solar yang melonjak tajam, sejumlah santri membuat mesin perahu motor tempel bertenaga listrik. Dengan menggunakan mesin bertenaga listrik ini nelayan tidak perlu lagi membeli BBM.Mereka cukup mengisi atau charge listrik ke baterai besar atau aki sebagai sumber tenaga penggerak mesin. Biaya untuk mengisi aki jauh lebih murah dibandingkan membeli BBM. Ketua Robitoh Maahid Islamiah (RMI) atau Asosiasi Pesantren se-Indonesia, KH Mahmud Alizain memberikan gambaran, jika rata-rata dalam sehari seorang nelayan untuk melaut membutuhkan biaya sampai Rp60.000 untuk membeli solar maka dengan menggunakan mesin ini hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 3.000. Keunggulan lainnya, ujar Mahmud, mesin ini punya kekuatan pendorong yang hampir sama dengan mesin berbahan bakar solar. Selain itu, mesin ini juga tidak menimbulkan polusi.Ada juga skripsi-skripsi di sejumlah blog terkait nelayan dan energi terbarukan. Misalnya pemanfaatan air laut sebagai sumber arus listrik untuk menghidupkan lampu LED dengan menggunakan air laut sebagai sumber energi listrik  dan lempengan katoda (tembaga) dan anoda (seng) sebagai penghantar arus (konduktor).Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) pada tahun 2013 melaksanakan kajian sosial ekonomi pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu isu strategis nasional yang sangat relevan dan perlu dilakukan. Berikut informasi yang dikutip dari leaflet online di web http://bbpse.litbang.kkp.go.id.
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]