filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2015-086-04.json
Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli
Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | [CLS] Para saksi ahli dalam sidang gugatan uji materil UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) makin menegaskan, UU itu melanggar hak masyarakat adat yang sudah dilindungi konstitusi. Seharusnya, pemerintah wajib melindungi mereka.Kurnia Warman, Dosen Hukum Agraria Universitas Andalas Padang mengatakan, UU P3H inkonstitusional karena melanggar hak masyarakat adat. “Jika negara membentuk pemerintahan sebagai bagian NKRI, keberadaan masyarakat adat harus menjadi pertimbangan serius. Jangan sampai pemerintah daerah justru mengancam kesatuan-kesatuan dan hak-hak masyarakat adat,” katanya, Kamis (15/1/15).Dia mengatakan, terkait status hutan adat, MK mengeluarkan putusan 35 tahun 2012 menegaskan hutan adat bukan hutan negara. Hal ini jelas mengakui hutan adat sebagai entitas tersendiri dikelola masyarakat hukum adat. “MK telah memulihkan hak masyarakat adat atas hutan.”Dengan begitu, setiap UU negara wajib mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat karena dilindungi konstitusi. Jika tidak, UU itu dapat dikualifikasi karena bertentangan UUD 1945.Penguasaan negara, katanya, tidak boleh merugikan rakyat, apalagi sampai menimbulkan kriminalisasi. “Sejarah membuktikan, selama hutan masih dikelola masyarakat adat, tidak mengalami kerusakan. Justru kerusakan massif sejak negara mengambil alih penguasaan hutan dari masyarakat adat.”Dia mencontohkan, di hutan lindung yang kini Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Tanpa harus mengklaim hutan adat sebagai hutan negara, pada 1926, Pemerintah Belanda berkolaborasi dengan masyarakat melindungi hutan. Kesepakatan tertuang dalam produk hukum bernama Solok Regeling.“Solok Regeling ini pedoman pengelolaan hutan simpanan dan hutan nagari di nagari-nagari di Sumbar. Mengatur bagaimana penerapan bunga kayu bagi setiap orang yang mengambil hasil hutan.”
[0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-086-04.json
Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli
Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Kondisi ini, menunjukkan masyarakat adat tidak menentang perlindungan hutan, malah mendukung. Kolaborasi antara Belanda dan masyarakat adat berhasil menjaga hutan tanpa ada ketegangan kedua pihak. “Permaslahan baru muncul setelah pemerintah nasional mengambil alih TNKS. Kemudian perluasan tanpa melibatkan masyarakat adat di sekitar. Ini justru menimbulkan konflik dan meningkatkan laju kerusakan hutan. Ini membuktikan upaya perlindungan hutan tanpa melibatkan masyarakat itu gagal.”Begitu juga penyeragaman bentuk dan nama pemerintahan terendah menjadi pemerintahan desa bertentangan dengan pesan asli Pasal 18 B ayat 2 UUD’45. Pembentukan pemerintahan desa harus mempertimbangkan kesatuan masyarakat adat seperti nagari di Sumbar, marga di Sumsel, mukim di Aceh dan lain-lain.“Penyelenggaraan pemerintah negara dalam berbagai bidang urusan seperti pertanahan, kehutanan, pertambangan, perkebunan dan lain-lain tidak boleh menghapus hak ulayat atas tanah dan kekayaan alam mereka.”Tak jauh beda dengan Eddy O.S. Hiariej, guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada. Dia mengatakan, ketentuan pidana UU P3H tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat yang hidup di kawasan hutan. UU itu juga mengingkari fungsi melindungi hukum pidana.Dia memberikan catatan kritis pada beberapa pasal. Dalam Pasal 1 angka 3 tertulis perusakan hutan adalah proses, cara atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, atau yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.”Bagaimana jika masyarakat adat sudah hidup turun menurun dalam kawasan hutan? Pasal ini bisa mereka dikriminalisasikan.”
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0]
2015-086-04.json
Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli
Sidang UU P3H: Soal Masyarakat Adat, Inilah Kata Para Ahli | Lalu Pasal 84 ayat 2 menyebutkan, orang perseorangan karena kelalaian membawa alat-alat yang lazim digunakan menebang, memotong atau membelah pohon dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat berwenang bisa dipidana penjara delapan bulan dan paling lama dua tahun. Serta denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp1 miliar.“Konstruksi pasal jelas tidak memberikan jaminan penghidupan layak. Bagaimana jika orang perseorangan menebang pohon untuk kepentingan sendiri? Ini bisa dijerat pasal itu?”Begitu juga Pasal 92 ayat 1 mensyaratkan bentuk kesalahan berupa kesengajaan. Padahal syarat kesengajaan, mengetahui dan menghendaki.”Sedangkan dalam pasal itu terdapat kalimat patut diduga. Ini berarti tidak lagi mensyaratkan kesengajaan melainkan kealpaan. Terdapat pertentangan bentuk kesalahan hingga membahayakan kepastian hukum.” [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | [CLS]  Banjir bandang dan longsor dengan kayu-kayu gelondongan hanyut, salah satu indikasi kawasan hulu rusak. Sambelia, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, jadi lokasi langganan banjir sejak 2006. Saling tuding penyebab kerusakan hutan, apakah masyarakat atau perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI)—penyedia kayu bahan bakar pengovenan tembakau. Yang pasti, perlu ada jalan keluar, bagaimana hutan-hutan di hulu terjaga dan mencari model pengeringan tembakau ramah alam.  ***Bangunan kayu ini berukuran sekitar1,5 X 2,5 meter. Itulah kini tempat Kartini, warga Dusun Menanga Reak, Desa Dara Kunci, Sambelia, Lombok Timur, menghabiskan malam hari sejak gempa mengguncang Lombok 29 Juli, silam.Rumah dari batako tak roboh karena gempa pertama, tetapi terus dihantui rasa ketakutan. Hingga empat kali gempa besar mengguncang Lombok, 19 Agustus malam, tembok bangunan rumah yang baru dua tahun itu ambruk. Bagian tembok sisi lain terlihat miring, tak langsung ambruk karena tertahan tiang kayu. Barang-barang berharga sudah dia keluarkan, khawatir terkubur reruntuhan rumah.Baca juga: Ketika Tembakau Picu Kerusakan Lingkungan di Lombok (Bagian 1)Duka dampak bencana gempa masih dirasakan Kartini dan keluarga. Belum usai masalah gempa, warga Dusun Menanga Reak, dibayangi kecemasan musim hujan.Menanga Reak, dusun di Desa Dara Kunci ini sebenarnya dekat laut. Ia salah satu dusun cukup parah terdampak banjir Sambelia pada 2013. “Rumah rusak ini dulu rusak juga karena banjir, baru diperbaiki,’’ katanya.Kecemasan Kartini, bukan tanpa alasan. Tahun lalu, banjir besar kembali menjerjang Sambelia, kali ini di Desa Belanting, bertetangga Dara Kunci. Luapan air sungai menggenangi puluhan rumah warga, menghanyutkan harta benda sampai ternak.Baca juga: Ketika Perusahaan Pemasok Tembakau Berkonflik Lahan dengan Warga Lombok (Bagian 2)
[0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Seorang perwira kepolisian, pengajar di Sekolah Polisi Negara (SPN) Belanting ditemukan tewas keesokan hari di sungai. Mobilnya terseret air bercampur lumpur saat mencoba menyeberangi sungai. Air bah tiba-tiba datang.Setiap ada banjir di desa-desa lain di Sambelia, Kartini merasa suatu saat banjir serupa kembali menghantam kampungnya.Tinggal di bagian hilir, jauh dari kawasan hutan, Kartini dan 933 keluarga di Desa Dara Kunci adalah saksi mata keganasan banjir badang 2006. Nyaris berbagai infrastruktur jembatan putus. Rumah dekat aliran sungai hanyut. Kayu gelondongan banyak hanyut. Dari sana warga korban banjir menuding dampak penebangan di bagian hulu.Baca juga:   Mengerikan, Demi Tembakau Anak-anak Ini Terpapar Nikotin dan RacunSetelah banjir bandang 2006, bencana ini seakan jadi langganan rutin setiap tahun di Sambelia. Tak seperti banjir 2006, tetapi selalu menyisakan “oleh-oleh,” minimal jembatan desa putus, beberapa rumah hanyut, dan menggenangi rumah-rumah warga. Banjir 2013, memutus salah satu jalan penghubung dusun di Desa Dara Kunci.Tahun 2015, tak sampai banjir besar. Pada 2017, banjir bercampur lumput membuat warga kembali cemas. Banjir 2006, juga bercampur lumpur.Faisal, Kepala Desa Dara Kunci tambah pusing dengan gempa yang merusak lebih setengah rumah warga. Desa yang dekat pusat gempa 19 Agustus lalu ini membuat 625 rumah warga rusak berat.Selain rehabilitasi gempa, Faisal juga memikirkan kelanjutan proyek pembuatan tanggul di sungai yang melintas di Dusun Batu Sela dan Menanga Reak. Pada banjir 2017, luapan air sungai masuk ke rumah warga.Tak separah pada banjir-banjir sebelumnya, tetapi jadi sinyal bahwa kejadian serupa bisa terjadi, dalam skala lebih besar. “Tanggul itu untuk mencegah luapan air masuk kampung.”Menanga Reak dan Batu Sela, adalah dua dusun paling parah kerusakannya karena banjir Sambelia. Setiap musim hujan tiba, warga di dua dusun ini penuh kecemasan.  
[0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Apalagi, setelah gempa mengguncang Lombok, beberapa bukit alami keretakan. Kalau nanti curah hujan lebat, mereka khawatir banjir akan bercampur lumpur. Lumpur itulah yang banyak membuat kerusakan.Faisal bilang, tak perlu mencari teori untuk mengetahui penyebab banjir. Yang pasti, katanya, bagian hulu (hutan) gundul. Tak peduli apakah masyarakat atau perusahaan yang memiliki izin penebangan, bagi Faisal, mereka harus bertanggungjawab terhadap bencana banjir di Sambelia.“Yang menebang di daerah atas, tetapi kami di bawah yang kena banjir bandang,’’ katanya.Sebagian Dara Kunci, memang berbatasan dengan kawasan hutan, termasuk sebagian warga juga terlibat konflik dengan PT Sadhana Arifnusa. Lahan yang dikuasai perusahaan pembeli daun tembakau kering itu membentang dari ujung utara hingga ujung selatan Sambelia. Hampir semua desa di Sambelia, masuk peta hutan tanaman industri perusahaan ini.Dampak banjir tak sekadar kerusakan material, juga psikologis masyarakat terganggu.Baca juga:   Kala Petani Temanggung Beralih Tanam dari Tembakau ke Kopi dan Sayur (Bagian 1)Warga ketakutan ketika hujan lebat turun. Mereka mencemaskan air bah dari hulu yang bermuara di pesisir di kampung.“Jalan rusak karena banjir dulu sampai sekarang belum semua diperbaiki,’’ kata Faisal.Satu-satunya cara agar banjir tak lagi jadi bencana tahunan di Sambelia, adalah menghutankan kembali daerah hulu. Lahan kuasa masyarakat dan perusahaan harus kembali ke fungsi semula sebagai hutan. “Kami lelah juga dengan banjir,’’ katanya. ***HM Amin, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2013-2018 yang mengakhiri jabatan pada 17 September 2018 pernah melemparkan wacana ke publik agar hutan Sambelia ditanami beringin. Niat politikus Golkar yang bergabung ke Nasdem ini bukan bermaksud politis jadikan Sambelia sebagai hutan beringin–pohon yang identik dengan Golkar.
[0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Kala itu, kata Amin, hanya beringinlah pohon yang memungkinan Sambelia cepat pulih dari lahan kritis. Beringin cepat tumbuh dan pohon tak bisa dimanfaatkan. Pohon itu akan menyimpan air dan menghijaukan kembali Sambelia.Ide yang sulit terealisasi di lapangan. Sebagian besar hutan produksi di Sambelia, terbebani izin perusahaan, yang sejak awal memerlukan kayu. Bahkan, kalau perusahaan menanam kayu, mereka tak akan membiarkan terlalu lama, harus ditebang cepat untuk kebutuhan bahan bakar.Baca juga:   Tembakau Temanggung, Andalan Daerah Tetapi sebagian Tanam di Hutan LindungDari 1.794 hektar hutan di Lombok Timur, merupakan konsesi Sadhana, perusahaan pembeli daun tembakau kering ini memiliki izin hutan tanaman industri cadangan energi (HTICE). Berdasarkan rekomendasi Gubernur NTB tertanggal 9 Juni 2009 tentang IUPHHK-HTI Sadhana seluas 4.028 hektar, tersebar di Lombok Timur 1.794 hektar, Lombok Tengah 829 hektar, dan Lombok Utara 1.407 hektar.Perusahaan ingin memastikan produksi tembakau petani terus berlanjut dengan menyediakan bahan bakar pengovenan.  Yazid Sururi, pegiat lingkungan sekaligus peneliti kehutanan bilang, hasil pengamatan dan pemetaan di Sambelia, baik hutan kelolaan masyarakat (hutan kemasyarakatan) maupun perusahaan, tak jauh berbeda, sama-sama kritis. Wilayah HKm, katanya, tak semua terjaga baik, juga perusahaan, tak menjalankan kewajiban menanami konsesi mereka.Dulu, lahan itu cukup hijau dengan gerakan rehabilitasi lahan (gerhan) maupun pohon tanaman petani, belakangan perusahaan membersihkan lahan dengan menebang semua. Yang terjadi, katanya, lahan makin kritis.“Perusahaan juga menebang dengan metode clear cutting (sistem tebang habis),’’ katanya.Dengan metode ini, perusahaan membabat habis dan menanami komoditas kayu keperluan mereka. Sistem tebang habis inilah, katanya, yang membuat lahan makin kritis, belum lagi laju penanaman tak secepat penebangan.
[0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Saat curah hujan tinggi, tanah yang tak lagi ada pepohonan mudah tergerus, jadi lumpur. Limpahan air dan lumpur ini menerjang Sambelia, merusak rumah, jembatan, dan fasilitas umum lain. Selain itu, banjir juga membawa potongan kayu dari hutan. Ia hanyut bersama air.Pria yang memetakan tutupan hutan di Sambelia pada 1995-2015 ini mengatakan, dari peta satelit tampak jelas area tutupan lahan berkurang. Lahan non kayu terus bertambah. Di peta citra satelit yang diolah Yazid juga tampak salah satu pulau kecil (gili) dengan hutan mangrove berkurang cukup luas.Dia bilang, perlu penelitian lebih lanjut guna mengetahui dampak kerusakan hutan di hulu, banjir, dan kesehatan hutan mangrove di beberapa daerah di Sambelia.Menurut Yazid, kalau melihat intensitas banjir di Sambelia, kondisi sudah darurat. Untuk itu, perlu upaya segera menghijaukan hutan yang gundul, baik di hutan lindung maupun hutan produksi di konsesi perusahaan maupun masyarakat.Pemerintah, katanya, harus menekankan agar lahan-lahan itu segera ditanami pepohonan kuat menahan erosi.Untuk jangka panjang, Yazid mengusulkan, ubah status HTI jadi kawasan konservasi. Begitu juga status hutan produksi di bagian lain, kembali jadi kawasan konservasi. “Itu tawaran jangka panjang.”  Selama ini, katanya, tuduhan kerusakan hutan sering tersemat kepada petani. Mereka membuka lahan, mengganti dengan tanaman semusim. Memang, katanya, ada petani menanami lahan di ketinggian dengan tanaman semusim seperti kacang panjang, jagung, dan padi. Selain itu, mereka juga menanam tanaman keras seperti pohon serikaya dan jambu mete. Pohon buah itu bantuan dari pemerintah.Warga juga bergantung pada pohon buah itu, katanya, karena tanaman semusim hanya bisa pada musim hujan. Kala kemarau, justru musim panen buah-buahan dan bermanfaat bagi petani.“Selama ini lahan HKm terus yang dituduh gundul, dan sebagai pemicu banjir,’’ katanya.
[0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Padahal, di lahan-lahan kelola itu, katanya, petani menjaga pohon buah karena sumber penghasilan mereka. Sayur hanya keperluan sehari-hari. Kondisi itu, katanya, berubah ketika perusahaan masuk. Pepohonan dan tanaman dibersihkan.Andra Ashadi, Serikat Tani Nasional (STN) Lombok Timur bilang, justru perusahaan penyebab kerusakan hutan Sambelia. Kala lahan masih kelolaan petani, mereka tak mengganggu tanaman dari proyek gerhan seperti sonokeling. Begitu perusahaan masuk, semua ditebang termasuk pepohonan warga. Kayu-kayu itu, katanya, untuk pengovenan tembakau.“Justru perusahaan yang membuat lahan di Sambelia makin kritis. Coba tunjukkan mana tempat rimbun yang pohon ditanam perusahaan?”Andra menunjukkan kepada saya foto-foto dokumentasi STN Lombok Timur selama mengadvokasi petani di Sambelia. Dia memperlihatkan, aktivitas masyarakat. Di dalam beberapa foto terlihat masyarakat mengangkut kayu gelondongan untuk membangun masjid. Kalau lihat volume, tak banyak.Foto lain memperlihatkan, lahan HTICE. Di lahan itu terlihat kayu yang sudah ditebang dan dipotong kecil. Kayu-kayu itu tertumpuk rapi. Di belakang tumpukan kayu itu terlihat kondisi lahan nan tandus.Dari perusahaan, dalam tulisan di Mongabay, sebelumnya, Kuswanto Setia Budi, Station Manager PT Sadhana Arifnusa mengatakan, konsesi Sadhana sudah ditanami, baik di Lombok Tengah maupun Lombok Timur. Di Desa Sambelia, Lombok Timur, dalam proses.Di Lombok Tengah, lebih maju. Pohon perusahaan sudah panen. Perusahaan mengakui, ada persoalan dengan petani. Beberapa petani belum bisa kompromi dengan skema perusahaan.Saat ini, katanya, perusahaan berproses menyelesaikan konflik dengan petani.Lahan di Lombok Utara, katanya, sampai kini masih menunggu petunjuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kemungkinan kemitraan penuh dengan tanaman perkebunan.
[0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Di Sambelia, para petani menolak kemitraan perusahaan . Menurut mereka, kemitraan itu merugikan. Para petani memilih mempertahankan lahan garapan.Di Sambelia, katanya, perusahaan melakukan pembersihan dengan clear cutting. Lahan kritis dalam proses penanaman. “Semua masih baru hingga proses belajar.”Kala perusahaan masuk, katanya, kawasan juga kritis, warga masuk. Dia klaim, ada perusahaan justru bagian menghutankan kembali lahan gundul.Bagaimana dengan kebijakan perusahaan menyediakan bahan bakar kayu bagi petani tembakau mitra?Kuswanto mengklaim, sejak semula perusahaan menegaskan hutan sebagai penyangga. Tanaman utama adalah turi. Ia ditanam di lahan warga masing-masing, baik di pematang sawah, ladang dan kebun.Dalam tiga tahun, turi bisa panen dan jadi bahan bakar kayu mandiri, tanpa perlu mencari keluar.Meskipun begitu, meyakinkan petani menanam dan memanfaatkan turi tak mudah. Petani berasumsi, kayu yang baik untuk pembakaran seperti kayu asam. Akhirnya, petani berburu kayu, selain turi.“Inilah yang memicu maraknya penebangan pohon keras. Bahkan petani mitra perusahaan pun sulit diyakinkan dengan bahan bakar turi, kualitas pengovenan bagus.”   Perlu ada solusi Markum, dosen Kehutanan Universitas Mataram bilang, perusahaan seharusnya bisa menyisihkan dana tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) untuk riset bahan bakar alternatif.Metode pembakaran, katanya, memang menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Asap pembakaran mengganggu kualitas udara terutama oven tembakau berada di perkampungan yang bisa menganggu pernafasan warga sekitar. Apalagi kalau di kampung itu banyak oven.Setidaknya, kata Markum, perusahaan perlu riset mencari formula meminimalisir dampak pembakaran. Dari berbagai bahan bakar alternatif selain minyak tanah, perusahaan perlu riset mencari bahan bakar ramah lingkungan.
[0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Menurut Markum, kayu dari Pulau Lombok dan Sumbawa tidak ramah lingkungan. Bahkan, kerugian dari pembakaran menggunakan kayu itu tak sebanding dengan dampak ekonomi dari bisnis tembakau di Lombok.Dulu, katanya, warga pernah coba cangkang sawit. Di NTB tak ada perkebunan sawit tetapi didatangkan dari Kalimantan dan Sumatera.“Cangkang sawit yang pernah dipakai, menurut petani, api yang tak sebagus kayu. Di sinilah peran perusahaan melakukan kajian dan percobaan untuk menemukan model tungku yang kira-kira bisa memaksimalkan panas pembakaran cangkang sawit,” katanya, seraya bilang perlu riset untuk mencari kriteria cangkang sawit terbaik untuk pengovenan.Ahmad Rifai, DPP Serikat Tani Nasional (STN) mengatakan, pemerintah juga tak boleh berpangku tangan melihat kerusakan lingkungan karena penggunaan kayu berlebihan.Pemerintah, katanya, juga tak boleh membiarkan petani berjuang sendiri mencari bahan bakar untuk pengovenan tembakau. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau, katanya, yang didapat pemerintah harus kembali ke petani dalam bentuk penyediaan bahan bakar alternatif.“Jangan habis dibagi-bagi ke daerah dan untuk program yang tak jelas bagi petani,’’katanya.Rifai mendesak, pemerintah dan perusahaan segera mencarikan alternatif pengeringan tembakau dengan teknologi ramah lingkungan. Pemerintah dan perusahaan, katanya, tak boleh pelit mengeluarkan dana meriset teknologi yang memungkinkan pengeringan tembakau tanpa harus pakai pembakaran seperti sekarang.“Apakah itu mengggunakan energi panas matahari, listrik, atau teknologi lain.”Dia bilang, teknologi ini akan mahal, tak akan terjangkau petani. Untuk itulah, perlu ada upaya pengeringan tembakau tak melulu oleh petani, juga oleh perusahaan atau penyediaan fasilitas oleh pemerintah.Teknologi pengeringan ramah lingkungan itu, katanya, bisa mengurangi beban pemerintah dalam memperbaiki kerusakan lingkungan dampak penebangan pohon masif setiap musim tembakau.
[0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0]
2018-011-14.json
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3)
Ketika Hutan Lombok Gundul, Bencana Muncul (3) | Di Jawa, kata Rifai, pengeringan tembakau tak seperti di Lombok. Dia juga tak mengerti alasan perusahaan yang beroperasi di Lombok, memaksa petani harus mengeringkan tembakau dengan metode pembakaran.Menurut dia, perlu evaluasi sistem pengeringan dengan memasang gelantang (tembakau diikat pada sebuah tongkat, kemudian digantung seperti jemuran baju di dalam oven).“Apakah memungkinkan ada cara lain lebih menghembat bahan bakar tapi hasil lebih bagus? Setidaknya, bisa mengurangi bahan bakar yang harus disiapkan setiap musim tembakau. Jangan cuma mau enak beli yang sudah jadi saja,.”Jadi, bagaimana nasib lingkungan, hutan dan keselamatan warga di Lombok, ke depan? (Selesai) Keterangan foto utama:    Tumpukan kayu sudah dipotong dan siap dijual ke petani tembakau di lahan konsesi HTI-CE PT Sadhana Arifnusa. STN menuding perusahaan juga menebang pohon hasil proyek reboisasi dan gerhan yang ditanam petani dan pemerintah. Foto: STN Lotim/Mongabay Indonesia    [SEP]
[0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | [CLS]   Aktivitas penangkapan ikan dengan cara ilegal, tak dilaporkan, dan tidak sesuai aturan (IUUF) masih sulit untuk dihentikan sampai sekarang. Kegiatan tidak bertanggung jawab itu terus ada di berbagai wilayah perairan Indonesia, utamanya yang menjadi wilayah perbatasan antar negara.Salah satu perairan yang menjadi lokasi kegiatan IUUF, adalah laut Arafura yang secara administrasi masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 718. Laut tersebut dikenal sebagai salah satu lokasi penangkapan ikan yang potensinya masih besar.Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Zaini sempat menjabarkan bahwa potensi sumber daya ikan (SDI) di WPPNRI 718 mencapai 2.637.565 ton.Angka tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Jenis Komoditas Wajib Periksa Karantina Ikan, Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Akan tetapi, jumlah tersebut tidak berhasil dimanfaatkan dengan baik, karena pada 2018 hanya sanggup maksimal 236 ribu ton saja yang berhasil dimanfaatkan.Masih belum optimalnya pemanfaatan SDI di wilayah perairan tersebut, terjadi karena perubahan kebijakan secara nasional terkait pengelolaan wilayah penangkapan di seluruh Indonesia. Perubahan itu berimbas langsung ke WPP-NRI 718 yang secara administrasi masuk wilayah Provinsi Papua dan Maluku tersebut.baca : Pengawasan Ekstra Ketat untuk Laut Arafura  Dampak tersebut, menjadi fatal karena ada oknum tidak bertanggung jawab yang kemudian memanfaatkannya untuk kegiatan IUUF. Salah satu persoalannya, karena sampai sekarang tata kelola perikanan skala kecil belum terbangun dengan baik.Menurut Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, kondisi tersebut menempatkan Indonesia sedang menghadapi persoalan serius di laut Arafura. Salah satu persoalan yang dihadapi, adalah masih minimnya pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Terutama, hasil tangkapan pada kapal perikanan yang ukurannya di bawah 10 GT (gros ton),” ungkap Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan, belum lama ini di Jakarta.Permasalahan tersebut mengakibatkan persentase penangkapan ikan di laut Arafura yang tidak dilaporkan mencapai 29,39 persen. Kemunculan angka tersebut menegaskan bahwa ada pengelolaan perikanan yang tidak transparan di perairan tersebut.Dalam penilaian dia, aktivitas perikanan skala kecil sering diremehkan oleh banyak kalangan di dalam negeri. Padahal, kegiatan tersebut mempunyai kontribusi sosial dan ekonomi cukup signifikan, terutama dalam ketahanan pangan dan upaya pengentasan kemiskinan.Mengingat permasalahan seperti itu masih terus berlangsung dan belum ada jalan keluarnya, Pemerintah Indonesia dinilai perlu untuk segera melaksanakan perbaikan tata kelola perikanan skala kecil, terutama yang ada di WPPNRI 718.Bukan saja karena keterkaitan dengan kegiatan unreported, tapi juga tingginya tingkat kerentanan mereka,” jelas dia.baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur  Suhufan menerangkan, perlunya dilakukan perbaikan tata kelola, karena selama ini perikanan skala kecil selalu masuk dalam stigma sebagai kelompok masyarakat miskin dengan tingkat pendapatan yang rendah.Dengan dilakukan perbaikan tata kelola, perikanan skala kecil diharapkan bisa mendapatkan dampak positif yang sangat luas. Bukan saja pada sektor perikanan, dampak positif juga diharapkan terjadi pada sektor ekonomi secara umum, dan sosial lainnya yang berkaitan dengan mereka.“Misalnya, infrastruktur pedesaan, teknologi informasi, kesehatan, dan pendidikan,” urai dia.Tentang angka persentase kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh kelompok perikanan skala kecil, menurut dia itu adalah angka hasil kajian yang dilakukan DFW Indonesia di WPPNRI 718.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Kajian dilakukan dengan menghitung nilai kerugian IUUF, terutama kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan. Untuk menghitungnya, dilakukan survei di dua daerah, yaitu Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, dan Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.“Itu angka cukup signifikan,” tegas dia.Dalam melaksanakan survei, tim kajian fokus pada kelompok perikanan skala kecil yang menggunakan perahu ataupun kapal perikanan dengan ukuran di bawah 10 GT. Mereka yang masuk kelompok tersebut, dijadikan objek survei untuk mengumpulkan data-data.baca  juga : Menjaga Laut Arafura dan Timor Tetap Lestari dan Berkelanjutan  Suhufan menambahkan, tingginya angka hasil tangkapan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil, menjadi penanda bahwa ada beragam masalah yang belum bisa diatasi oleh Pemerintah Indonesia di level skala kecil.Padahal, masalah yang muncul sekarang merupakan tambahan masalah yang sudah ada sebelumnya. Akumulasi tersebut, merupakan hasil tangkapan nelayan yang tidak tercatat karena dijual pada pasar lokal, dibuang, digunakan untuk umpan, atau untuk konsumsi pribadi.Terus berjalannya kegiatan penangkapan ikan tanpa melakukan pelaporan hasilnya, menjelaskan bahwa kelompok perikanan skala kecil memiliki karakteristik yang khusus, dan itu berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur, dan kelembagaan perikanan pada tingkat lokal.“Kondisi itu menyebabkan terbatasnya pendataan atau pengungkapan informasi dari aktivitas perikanan skala kecil,” tutur dia.Sebab lain kenapa praktik tidak dilaporkan hasil tangkapan ikan, adalah karena WPPNRI 718 terlalu banyak memiliki pelabuhan tangkahan atau pelabuhan alternatif. Setidaknya, ada 13 pelabuhan tangkahan yang saat ini beroperasi.Selain faktor pelabuhan alternatif, faktor lain yang memicu adanya hasil tangkapan dari perikanan skala kecil yang tidak dilaporkan, adalah karena titik labuh antara kedua kabupaten yang menjadi tujuan survei.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | “Ketiadaan tenaga pencatat atau pengawas perikanan yang bertugas secara rutin, jadi juga penyebabnya,” sebut dia.perlu dibaca : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur  Akurasi LaporanPeneliti DFW Indonesia Subhan Usman mengatakan terus berlangsungnya aktivitas perikanan yang tidak dilaporkan di WPPNRI 718, adalah salah satunya karena terdapat aktivitas perdagangan gelembung (jeroan) ikan Gulama yang keluar dari Merauke dan tidak dilaporkan kepada otoritas perikanan setempat.Selain Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Merauke, hasil tangkapan dan perdagangan juga tidak dilaporkan ke Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).Ketiadaan laporan tersebut membuat angka dan data yang dicatat oleh otoritas menjadi tidak akurat. Apalagi, nilai dan volume dari perdagangan gelembung ikan di Merauke juga sangat besar. Untuk setiap kilogramnya, gelembung Gulama yang sudah kering dihargai Rp20 juta.“Angka tersebut mendominasi total hasil tangkapan yang disurvei kita, dan itu mencapai 47 persen,” jelas dia.Fakta lain yang berhasil diungkap, adalah bahwa hampir seluruh kapal perikanan yang tonasenya di bawah 10 GT di Merauke tidak melaporkan hasil tangkapan ikan. Mereka yang mau melaporkan, adalah perusahaan perikanan yang mengoperasikan kapal berukuran besar di atas 10 GT.Selain fakta di atas, DFW Indonesia juga menemukan fakta lain bahwa separuh kapal perikanan berukuran di bawah 10 GT yang ada di Kabupaten Kepulauan Aru juga diketahui tidak melaporkan hasil tangkapannya kepada otoritas perikanan setempat.Pelaporan juga hanya dilakukan oleh perusahaan perikanan pembeli ikan,” ujar Subhan Usman.baca juga : Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia?  
[0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Kemudian, fakta lainnya yang berhasil ditemukan tim adalah bahwa tidak ada data jumlah kapal perikanan yang pasti di WPPNRI 718. Fakta tersebut bersanding dengan fakta lain bahwa kapal yang terdaftar resmi masih rendah di WPPNRI 718.Jumlah kapal atau perahu perikanan di bawah 10 GT yang terdaftar sangat rendah,” tambah dia.Diketahui, saat ini kapal perikanan di bawah 7 GT yang terdaftar resmi di Kabupaten Merauke jumlahnya hanya mencapai 60 kapal saja, dan di Kabupaten Kepulauan Aru jumlahnya hanya mencapai 165 kapal.Padahal, menurut Subhan Usman, jumlah kapal perikanan yang ukurannya di bawah 7 GT dan saat ini beroperasi di WPPNRI 718 secara keseluruhan diperkirakan mencapai 1.000 unit kapal. Namun, angka tersebut tidak terdeteksi dengan baik, karena masih banyak yang tidak mau melaporkan.Persentase yang tinggi untuk hasil tangkapan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil, menjadi gambaran betapa kompleksnya permasalahan yang ada di WPPNRI 718. Secara umum, dengan potensi yang masih besar, perairan WPPNRI 718 juga akan menjadi lokasi incaran untuk melaksanakan IUUF.Tetapi, kegiatan tidak bertanggung jawab tersebut akan terus ditekan agar semakin sedikit berjalan di perairan Indonesia. Tugas tersebut kini tengah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia melalui KKP yang sedang fokus menyiapkan penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur.Kebijakan yang sudah digaungkan sejak akhir 2021 itu, sampai sekarang belum diterapkan karena masih ada beberapa tahapan yang sedang dilaksanakan finalisasi. Dengan segala metode yang diklaim KKP bagus, kebijakan tersebut dijanjikan akan bisa meredam segala bentuk kegiatan IUUF.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Berdasarkan rencana, kebijakan akan diimplementasikan pertama kali di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718 (meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur), 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), dan 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau).baca juga : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut  Penegakan HukumDirektur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin pada kesempatan sebelumnya menjelaskan, untuk mengawal program penangkapan ikan terukur, akan didorong penguatan sinergi dengan aparat penegak hukum lain.“Itu diperlukan untuk pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan. Itu bukan hanya ranah KKP saja,” ungkap dia.Salah satu penguatan pengawasan adalah tidak memberikan ruang bagi praktik IUUF, yang dibuktikan dengan penangkapan 73 kapal pelaku IUUF, baik berbendera Indonesia maupun kapal berbendera asing dari Malaysia, dan Filipina sepanjang 2022.Dia menegaskan, untuk urusan IUUF, Indonesia sudah mengadopsi ketentuan dalam the 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) ke dalam peraturan perundang-undangan nasional. Adopsi aturan tersebut akan terus dijalankan untuk mencegah IUUF terus berkembang.Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga menyebutkan bahwa kebijakan penangkapan terukur akan dikawal ketat melalui pengawasan berbasis teknologi. Tujuannya, untuk memastikan praktik kecurangan dan penangkapan berlebih (overfishing) tidak terjadi.Ada teknologi satelit, dan kapal pengawas di setiap zona dan terkoneksi dengan pesawat pemantau (air surveillance), sehingga tidak ada praktik penangkapan ikan yang melebihi kuota,” ucap dia.  
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Terkait dengan pemantauan berbasis satelit yang saat ini sedang dalam proses pengembangan, dia menyebutkan teknologi tersebut akan memiliki kemampuan untuk mendeteksi praktik penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal, juga mampu mendeteksi sampah yang dibuang ke laut.Dia berharap, teknologi pemantauan berbasis teknologi tersebut bisa dioperasikan pada 2022 bersamaan dengan penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Agar itu bisa diwujudkan, proses percobaan terus dilakukan dari sekarang.Selain melalui kebijakan penangkapan ikan terukur, upaya untuk meredam aktivitas IUUF juga dilakukan melalui kolaborasi internasional dengan negara G20 dan negara Regional Plan of Action to Combat Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (RPOA-IUU).Negara yang tergabung dalam dua kelompok di atas, secara bersama sudah berjanji untuk menerapkan standar perikanan yang bertanggung jawab dalam upaya untuk mencegah praktik IUUF. Dengan cara tersebut, diharapkan upaya pemberantasan IUUF di dunia bisa terus berlanjut.Perwakilan Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA-2) Handoko Adi Susanto menjelaskan, kerja sama regional dan internasional sangat dibutuhkan untuk dapat memenangkan perang melawan IUUF. ATSEA-2 sendiri ikut terlibat dalam kegiatan kolaborasi internasional melawan IUUF.Sebagai bagian dari komitmen pemberantasan IUUF, program ATSEA-2 fokus pada upaya melindungi keanekaragaman dan meningkatkan kualitas hidup melalui konservasi dan pengelolaan ekosistem laut yang berkelanjutan.Saat ini, ada dua pendekatan yang bisa diterapkan bagi pelaku IUUF. Pertama, cara yang dilakukan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dengan penerapan sanksi administratif.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-040-08.json
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura
Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura | Kemudian, cara kedua adalah yang diterapkan oleh Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNDOC) dengan mengedepankan tindak pidana kejahatan perikanan (fisheries crime) untuk para pelaku IUUF di seluruh dunia.  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-023-19.json
Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas
Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas | [CLS] Sembilan kukang Sumatera sitaan dari ayah dan anak yang berupaya menjual satwa ini,  Kamis malam (29/9/16), akhirnya lepas liar ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).Pelepasliaran oleh tim Orangutan Information Centre (OIC), dibantu ISCP dan petugas Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut).Kukang-Kukang ini hasil pengungkapan penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum LHK)-Sumatera, Sabtu (17/9/16).Baca juga: Mau Jual Kukang, Ayah Anak Tertangkap Petugas NyamarSebelumnya, kukang-kukang ini ditempatkan dalam kandang sementara di Markas Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul di Deli Serdang. Lalu, menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis OIC.Ricko Lainul Jaya, dokter hewan OIC, mengatakan,  dari hasil pemeriksaan medis semua kukang masih memiliki gigi lengkap, dan kondisi cukup baik.Secara tingkah laku, katanya, mereka masih liar, higga merekomendasikan kepada BBKSDA Sumut agar segera rilis.“Dari berat, dari tingkah laku, satwa-satwa ini layak segera rilis ke alam, ” katanya seraya mengatakan, kukang-kukang ini mendapatkan makanan tambahan dan vitamin.Panut Hadisiswoyo, Direktur OIC, mengatakan, pemantauan mereka tersangka P di kampung terkenal sebagai penampung satwa, bukan hanya kukang.Pelaku merupakan penyalur satwa-satwa ke pasar satwa di Medan seperti Jalan Bintang, dan sejumlah lokasi lain. Meskipun baru sembilan kukang Sumatera berhasil terungkap, namun ada dugaan masih banyak yang belum disita. Mereka terus mendalami kasus ini.P mengaku, hanya memburu satwa jika ada pemesan datang. Untuk kukang baru dua kali berburu, pertama berhasil dijual namun kedua gagal karena pembeli adalah petugas Gakum LHK yang menyamar.Menurut dia, anaknya tak mengetahui apapun. Dia hanya minta anaknya bawa kukang.
[0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-023-19.json
Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas
Kukang-kukang Inipun Kembali Nikmati Alam Bebas | Menurut Halasan Tulus, Kepala Balai Pengawasan dan Gakum LHK, modus jaringan perdagangan satwa dilindungi terutama Sumatera, terus berkembang. Mulai dari mengirim satwa melalui paket online– dijemput langsung pembeli–, sampai melibatkan anak-anak bawah umur. [SEP]
[0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-028-11.json
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | [CLS]  Kepulauan Aru yang berada di Provinsi Maluku memiliki sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang kaya dan unik. Kepulauan yang berada di Laut Arafura ini, memiliki beberapa fauna khas yang biasa dikenal publik sebagai penghuni daratan Papua, seperti walabi, cendrawasih dan kasuari.Kajian FWI (2019) mengidentifikasi ada sekitar 832 pulau yang masuk wilayah Kepulauan Aru. Satu pulau masuk dalam kategori pulau besar [1] selebihnya berupa pulau-pulau kecil. Lebih lanjut dari total luas wilayah 815.242 hektar, sekitar 75% atau 605.000 hektar masih berupa hutan alam [2].Pada sekitar tahun 2013-2014 lebih dari setengah luas daratan atau 542.740 hektar Kepulauan Aru direncanakan menjadi lahan investasi perkebunan tebu Menara Grup. Namun, rencana investasi tersebut menuai banyak penolakan dari masyarakat Aru. Gerakan #SaveAru waktu itu mendapat dukungan kuat, dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. Pada akhirnya rencana investasi tersebut batal dengan sendirinya.Sampai tahun 2017 jumlah penduduk Kepulauan Aru adalah 102.272 jiwa [3]. Hampir sebagian besarnya masih sangat bergantung pada hasil alam dalam menopang kehidupannya. Tentu saja, ketersediaan sumber daya air pulau-pulau kecil seperti Aru menjadi faktor utama adanya kehidupan manusia yang berkelanjutan.Lalu darimana air muncul di pulau-pulau kecil ini?Ketersediaan air di pulau-pulau kecil dipengaruhi oleh luasan daerah aliran air, ketinggian daratan yang berkaitan dengan lensa air tanah dan struktur geologi pulau.  Kepulaun Aru, yang merupakan pulau-pulau bertopografi rendah 10-250 mdpl, menurut sejarah geologinya terbentuk dari karst.Baca juga: Cerita Perjuangan Panjang Warga Selamatkan Kepulauan Aru  Potret Karst dan Gua di Kepulauan Aru
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-028-11.json
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Karst adalah suatu bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan (terutama) gamping yang mudah larut, karena adanya proses pelarutan karstifikasi (Samodra 2003).  Gamping merupakan hasil pengendapan material (fosil) hewan yang bercangkang (gastropoda dan moluska) dan mengandung kapur (CaCO3,) yang terbentuk pada masa Miosen awal-akhir atau sekitar 23-5 juta tahun yang lalu.Karst kepulauan Aru menunjukan gejala morfologi kawasan bentang alam karst. Menurut PERMEN ESDM Nomor 17/2012, kawasan bentang alam karst adalah karst yang menunjukan bentukan eksokarst dan endokarst tertentu.Morfologi kawasan karst terbagi menjadi morfologi luar (eksokarst) yang dapat dilihat secara langsung dipermukaan seperti bukit karst, dolina (cekungan tertutup), mata air, telaga dsb. Sedangkan morfologi dalam (endokarst) yaitu gua, sungai bawah tanah dan speleotem (ornamen gua).Hasil kajian FWI dan Lawalata IPB (2016) mengidentifikasi sedikitnya ada 37 gua yang ditemukan di Kepulauan Aru. Itupun belum mencakup seluruhnya, karena waktu eksplorasi yang terbatas dan akses yang cukup sulit. Di dua desa yaitu Marfenfen dan Lorang, dijumpai sekitar 13 mata air yang ditemukan berupa sumur, telaga dan mata air berasal dari gua.Baca juga: Karst, Habitat Biota dengan Fungsi Ekologis Penting yang Harus Dilindungi  Lanskap karst dan gua di kepulauan Aru memiliki keunikan tersendiri. Jika dilihat dari tampak peta citra satelit atau foto udara, daratan kepulauan Aru berupa dataran yang rata ditutupi oleh hutan yang rapat tutupannya dan sebagian berupa savana.Namun, jika masuk kedalam hutan tersebut jauh hingga ke tengah pulau, akan tampak bukit-bukit karst dan cekungan dolina serta ekosistem gua. Ada dua kelompok ekosistem gua di kepulauan Aru yaitu gua di hulu sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air, dan gua dengan penuh ragam ornamen yang banyak ditemukan di sisi-sisi bukit karst di tengah hutan.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-028-11.json
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Seperti yang ditemukan di Pulau Kobror, gua di pulau ini memiliki lorong yang dihiasi banyak ornamen seperti stalaktit, stalakmit, sodastraw, pilar, flowstone, gourdam dan ornamen yang masih meneteskan air perkolasi. Tidak sedikit, dari gua-gua tersebut memiliki aliran sungai bawah tanah di dalamnya.Sebaliknya di Pulau Trangan dengan penutupan lahan berupa padang savana, gua-gua yang ditemukan memiliki lorong panjang dan bercabang, dengan sedikit dijumpai ornamen pada lorong guanya. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh struktur batuan penyusun dan ekosistem diatasnya.Tak kalah menariknya ialah ekosistem gua di hulu-hulu sungai yang masih digenangi oleh pasang surut air. Vegetasi sekitarnya berupa mangrove dan hutan semak dengan perdu dan pepohonan kecil yang tingginya 1-5 meter.  Nilai Historis Gua-Gua AruTemuan peneliti Australia University dalam buku yang berjudul “The Archaeology of the Aru Islands, Eastern Indonesia” (1996), mengungkapkan bahwa gua-gua di Aru memiliki nilai arkeologis yang menunjukan adanya hubungan historis antara gua dengan masyarakatnya. Terdapat bukti – bukti peninggalan kehidupan masa lalu seperti artefak, lukisan gua dan benda-benda keramik kuno di gua. Seperti Gua Lem Dubu yang berada di Desa Papakula, Aru Tengah.Gua Lem Dubu contohnya. Di gua ditemukan artefak berupa keramik kuno yang dipercaya oleh masyarakat sebagai peninggalan leluhurnya. Gua Lem Dubu berada di tengah hutan. Untuk mencapai gua ini dilalui lewat berjalan kaki sejauh 12 km.Secara fisik, Gua Lem Dubu merupakan gua fosil yang tembus ke balik bukit. Lorong gua horizontal dan panjangnya sekitar 30,7 meter sangat memungkinkan gua tersebut menjadi tempat berlindung mahluk hidup. Tidak sembarang orang dapat ke Gua Lem Dubu, untuk mengunjungi gua tersebut harus meminta izin tetua adat Desa Papakula dahulu.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-028-11.json
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Seyogyanya temuan ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan ruang wilayah Kepulauan Aru. Seminimalnya, temuan ini dapat memperkaya data dan publikasi mengenai kondisi karst dan gua di Indonesia.    Menjaga Karst dan Gua AruBatuan karst dengan topografinya turut menjaga ketersediaan air tawar. Daerah tangkapan air yang tidak luas serta jumlah simpanan dalam bentuk lensa air tanah yang sedikit, menjadikan tutupan hutan diatas batuan karst memiliki peran penting dalam menyerap air dan menahan laju erosi hujan.Gua sebagai drainase alami membantu memanifestasikan air lewat tetesan air perkolasi yang semakin lama semakin membesar membentuk aliran sungai bawah tanah. Lebih dari itu fungsi karst sebagai tandon air alami karena sistem akuifernya yang khas memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan air.Kekayaan sumber daya alam kepulauan Aru merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat Aru. Tinggal di pulau kecil, menjadikan masyarakat berada dalam satu kesatuan siklus alam. Hutan menjadi tempat berburu dikala laut sedang bergelombang tinggi selama satu musim, dan laut menjadi tempat menangkap di kala laut bersahabat selama satu musim lainnya.Baca juga: Polisi Sita Puluhan Cenderawasih Awetan di Kepulauan Aru  Begitupun dengan karst dan gua. Gua-gua dengan potensi sarang walet secara umum banyak dimanfaatkan masyarakat Aru untuk kebutuhan ekonomi. Gua juga dijadikan akses masyarakat untuk menjangkau desa lainnya. Seperti di Desa Marfenfen, gua dimanfaatkan sebagai salah satu akses jalan terdekat untuk menuju desa-desa sebelahnya di hulu sungai.Dengan kedalaman sungai sekitar dari 50 – 200 cm membuat akses untuk menuju dan dalam gua dengan menggunakan sampan atau dalam bahasa lokal kole-kole. Memasuki lorong gua yang gelap dan berair menggunakan kole-kole menjadi hal menarik, perlu kehati-hatian menjaga keseimbangan tubuh agar tidak tercebur ke air.
[0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-028-11.json
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui
Karst dan Gua-Gua Alam: Sisi Lain Kekayaan Kepulauan Aru yang Perlu Diketahui | Demikian pula dengan soal pemanfaatan air. Desa seperti Lorang dan Marfenfen sangat bergantung pada mata air yang berasal dari karst, yang berfungsi layaknya tandon air raksasa. Seperti di Desa Lorang, mata air veragair adalah satu-satunya sumber air masyarakat yang sumbernya berasal dari gua.Keberadaan karst dan gua memiliki nilai penting bagi masyarakat Aru. Jika itu semua hilang maka sudah barang tentu dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian tak salah jika dengan menjaga karst dan gua, maka menjaga kehidupan masyarakat Aru. Referensi:[1] Kategori pulau-pulau kecil mengacu pada UU 01 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil[2] Analisis tutupan hutan FWI 2018[3] BPS Kepulauan Aru 2017 * Aziz Fardhani Jaya, penulis adalah penelusur dan peminat gua, anggota dari Indonesia Speleological Society ***Foto utama: Gua Godandi, mulut gua yang terletak dihulu sungai membuat akses menuju gua ini harus menggunakan sampan. Begitupun menelusuri lorongnya. Foto: Aziz Fardhani /Lawalata IPB 2016   [SEP]
[0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-014-13.json
Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi?
Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | [CLS]     Kalangan organisasi masyarakat sipil menilai, kerja-kerja pembelaan atau perjuangan lingkungan hidup ke depan akan makin sulit. Terlebih, Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru pengesahan pada penghujung 2022. Aturan ini pun dinilai berisiko memperburuk krisis lingkungan. Apalagi,  pembangunan akan makin masif di tengah minim partisipasi publik.Nur Wahid Satrio Kusuma, Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan  Walhi Nasional mengatakan,  ada dua aspek yang jadi ancaman dalam KUHP. Pertama, KUHP tak ada jaminan menindak dan memberi efek jera kejahatan korporasi. Kedua, tak ada jaminan perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat.“Ini bisa mengancam kelestarian alam dan lingkungan hidup dengan pengelolaan berbasis masyarakat,” katanya dalam diskusi KUHP dan Kelestarian Lingkungan.Ketika masyarakat menjaga dan mengelola hutan, tetapi keluar izin-izin atau peruntukan lain di atasnya. Saat masyarakat menolak dan berupaya bertahan mempertahankan hutan atau lingkungan hidup mereka terjaga, bisa saja terjerat hukum dengan berbagai dalil.Dia contohkan, Pasal 46-48 KUHP menunjukkan pelemahan aturan dalam menjerat korporasi sebagai pelaku kejahatan lingkungan. Pada ketentuan ini,  akan sulit pembuktian penjahat lingkungan yang mayoritas adalah korporasi.”Pembuktian ini akan bergantung pada kesalahan pengurus, bukan kesalahan korporasi. Ini tidak akan memberikan efek jera,” katanya. Baca juga: ‘Kado’ Tutup Tahun: KUHP Baru, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Makin Suram  Ketentuan dan definisi soal tindak pidana lingkungan hidup bagi korporasi dalam KUHP tumpang tindih dengan Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Maradona, pengajar hukum pidana Universitas Airlangga, mengatakan, pengakuan korporasi dalam KUHP ini tidak menjawab permasalahan terkait beragam pendekatan pemidanaan korporasi dalam sistem hukum di Indonesia.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.25, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-014-13.json
Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi?
Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | “Setelah KUHP berlaku tiga tahun lagi, sistem pemidanaan korporasi hanya di ranah definisi. Definisi akan merujuk di KUHP, sementara UU lain gunakan definisi lain akan jadi perdebatan.” Baca juga: Tolak Tambang Sungai Ilegal, Warga Sidrap Malah Dikriminalisasi Rawan kriminalisasi Tak hanya berisiko lemahnya penegakan hukum lingkungan, KHUP baru juga rawan kriminalisasi para pejuang atau pembela lingkungan hidup.Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara mengatakan,  ketentuan dalam KUHP baru bisa meningkatkan kriminalisasi para pejuang lingkungan hidup.Dari hasil analisa, ada 19 pasal bisa untuk mengkriminalisasi pejuang lingkungan. “Dari 19 pasal itu, ancaman terendah ada pada pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 10 tahun. Jelas, KUHP minim perlindungan hukum bagi pembela lingkungan,” katanya.Catatan Auriga, sepanjang 2014-2022, ada 102 kasus menimpa pembela lingkungan di berbagai di Indonesia. Rinciannya, 16 kasus alami kekerasan fisik, delapan kasus pembunuhan, tujuh kasus intimidasi, tiga kasus imigrasi atau deportasi, dan satu perusakan properti.Pasal karet dalam KUHP, katanya, makin berpotensi mengkriminalisasi masyarakat, tercantum dalam pidana makar, dan pidana penghinaan presiden dan wakil presiden. Juga, pidana penghinaan pemerintah atau lembaga negara, contempt of court dan penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi.  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebutkan, pembangunan saat ini memiliki pola sama yakni mengancam ruang hidup masyarakat. “Lalu,  posisi aparat dan penegakan hukum menjadi backing sebagai alat represif,” kata Muhammad Isnur, Direktur Eksekutif YLBHI  dalam diskusi lalu.Kriminalisasi para pembela lingkungan ini terlihat antara lain dalam konflik tambang atau pembangunan infrastruktur seperti di Wadas, Jawa Tengah, Parigi (Sulawesi Tengah), Kalasey, (Sulawesi Utara) dan banyak lagi.
[0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.2857142984867096, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0]
2023-014-13.json
Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi?
Catatan Awal Tahun: Aturan Kian Sulitkan Lingkungan, Makin Rawan Kriminalisasi? | Sikap represif apparat, katanya, terus berulang dalam penanganan konflik di wilayah tapak. Seharusnya,  aparat menjaga keamanan. “Nyatanya malah berlanjut (kekerasan) dan pelanggaran meluas.”Chenny Wongkar, dari Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengatakan,  kebijakan makin memperkecil partisipasi publik. Padahal,  posisi pembela HAM terutama perempuan dan masyarakat adat, rentan mengalami kriminalisasi. “Perlu ada peningkatan kebijakan baru anti-SLAPP, karena masalah lingkungan sangat multisektoral. Kebijakan anti-SLAPP ini juga diharapkan tidak hanya konteks lingkungan tapi menyeluruh.  *******   [SEP]
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.4000000059604645, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-072-14.json
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | [CLS]  Rangkaian hari raya tahun baru saka 1941 yang dirayakan dengan Hari Raya Nyepi sudah dimulai dengan upacara Melasti. Sebagian garis pantai dipadati umat Hindu yang melakukan ritual penyucian diri dan alam selama beberapa hari sebelum Nyepi pada Kamis (7/3/2019) ini.Mulai Kamis pagi mulai pukul 6, Bali menyepi. Seluruh aktivitas kecuali di instansi darurat berhenti, tidak ada warga di luar rumah, termasuk penghentian internet sampai Jumat pagi pukul 6.Pentingnya sumber-sumber air seperti laut bagi Bali, terlihat saat ritual Melasti. Ribuan orang di tiap desa menuju ke pantai dan melakukan persembahyangan menghadap sang baruna. Bahkan ritual ini terasa magis karena sarana suci perwujudan Ida Betara di pura-pura dibawa ke laut untuk disucikan. Bahkan tak jarang ada warga yang trance.Hal ini terlihat di sepanjang pantai di pesisir Gianyar sejak Minggu (3/3/2019). Gemuruh ombak menemani ratusan ribu orang bersembahyang dan membuat parade di pantai membawa seluruh sarana suci. Misalnya di Pantai Masceti, tiap desa masih datang bergantian untuk Melasti di pesisir yang makin dimakan abrasi ini pada Selasa (5/3/2019).baca :  Begini Pengaruh Nyepi terhadap Laut dan Penghuninya  Di tengah panas terik, warga menunggu persembahyangan bersama, kemudian mendapat percikan tirta, air suci untuk dibasuh di kepala dan diseruput dengan tangan. Sedikit tapi meluruhkan dahaga. Setelah itu mereka menuju laut sebagai simbol penyucian sebelum menyambut Tahun Baru Saka dengan Nyepi.Suara baleganjur bersaing dengan debur ombak. Para penjaga pantai mengamati dan berjaga di pantai. Sebuah bendera merah, tanda peringatan dilarang berenang terlihat berkibar-kibar, sudah lapuk dan tinggal setengahnya. Warga yang ingin mengambil air laut dengan wadah pun harus bersabar menunggu ombak agar tak tergulung.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-072-14.json
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Ketut Anim, anggota Balawista Gianyar ini sedang berjaga dengan temannya. Hanya ada 24 orang petugas penyelamat di sepanjang pantai Gianyar yang terkenal berombak ganas di Selat Badung ini. Tak heran, abrasi makin mengikis pantai. “Banyak kejadian terseret ombak. Abrasi makin parah, untung diisi penahan ombak, kalau tidak bisa habis,” ujarnya sambil mengamati aktivitas melasti.Usai prosesi melasti di pantai, dengan sigap sejumlah petugas kebersihan mengumpulkan sampah dominan organik dari sesajen ini. Salah satunya Pande, pria tua ini menyapu dengan gesit. Ia dan 7 orang temannya diupah membersihkan area melasti selama 4 hari dan harus melakukannya dengan cepat sebelum rombongan melasti desa lain tiba.baca juga : Merehatkan Bumi dengan 5 Hal Ini Saat Nyepi  Dibanding ritual-ritual melasti sebelumnya, kali ini sampah plastik terlihat berkurang. Masih ada kresek pembungkus canang dan kemasan makanan minuman. Tapi dibanding dengan ribuan orang yang melasti, sampah plastik ini mungkin dari puluhan orang yang masih tak peduli dengan dampak sampahnya. Petugas kebersihan yang diorganisir sangat membantu mencegah sampah plastik ini ke laut.Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menyampaikan pedoman pelaksanaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1941. Rangkaian upacaraya dimulai dengan Melis/Melasti/Mekiyis sampai 6 Maret yang pelaksanaannya disesuaikan dengan desa setempat.Selanjutnya adalah upacara Tawur Kesanga yang dilakukan dengan sejumlah prosesi. Pertama, perwakilan dari masing-masing desa/kecamatan datang ke Pura Besakih membawa perlengkapan persembahyangan untuk mohon Nasi Tawur dan Tirtha Tawur untuk disebarkan dan dipercikkan di wilayah masing-masing.Selanjutnya tiap desa menggunakan Upakara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya. Dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catuspata (perempatan utama) pada waktu tengah tepet (sekitar pukul 12.00 Wita).
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-072-14.json
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Berlanjut sampai tingkat rumah tangga dengan sarana persembahyangan lebih sederhana. Misalnya menghaturkan Segehan Manca Warna 9 (sembilan) dengan olahan ayam brumbun, disertai tetabuhan tuak, arak, berem, dan air yang didapatkan dari desa setempat, dihaturkan ke hadapan Sang Bhuta Raja dan Sang Kala Raja.Keramaian kemudian berpindah ke jalan-jalan, disebut Pangerupukan, saat ribuan ogoh-ogoh dari ukuran kecil sampai 6 meter diarak oleh anak-anak dan orang tua. Dilengkapi api (obor), bunyi-bunyian seperti baleganjur dan lainnya. Ngerupuk dilakukan dengan keliling desa, dan parade ogoh-ogoh ini bisa sampai tengah malam.baca juga :  Bali Menyepi, untuk Pertama Kali Internet Juga Mati  Hingga Kamis pagi, pukul 6, petugas keamanan tradisional (pecalang) sudah berjaga-jaga di tiap pemukiman dan jalan. Keriuhan Pangerupukan berganti dengan sunyi, sepi. Nyepi Sipeng dilaksanakan 24 jam sejak jam 06.00 Wita sampai dengan jam 06.00 Wita keesokan harinya, dengan melaksakan Catur Brata Penyepian.Di antaranya Amati Geni, yaitu tidak menyalakan api/lampu termasuk api nafsu yang mengandung makna pengendalian diri dari segala bentuk angkara murka. Amati Karya, tidak melakukan kegiatan fisik/kerja namun melakukan aktivitas rohani untuk refleksi diri. Amati Lelungan, tidak berpergian, dan Amati Lelanguan, tidak mengadakan hiburan/rekreasi yang bertujuan untuk bersenang-senang, melainkan tekun melatih batin.Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali juga menyepakati agar penganut agama dan keyakinan lain menyesuaikan pelaksanaan Brata Penyepian seperti tidak ada bunyi pengeras suara misalnya saat sholat dan tidak menyalakan lampu pada waktu malam hari. Dapat diberikan pengecualian bagi yang menderita atau sakit dan membutuhkan layanan untuk keselamatan.
[0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-072-14.json
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet
Bali Berhenti 24 Jam Saat Nyepi, Termasuk Internet | Ketua PHDI I Gusti Ngurah Sudiana dan majelis-majelis agama dan keagamaan di Bali menyatakan seruan bersama lainnya yakni penyedia jasa transportasi laut, darat, dan udara tidak diperkenankan beroperasi selama Hari Raya Nyepi. Demikian juga lembaga penyiaran televisi dan radio. Provider penyedia jasa selular pun diharapkan mematikan data selulernya.Seruan ini direspon Kemenkominfo dengan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No.3/2019. Seluruh penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan akses internet di Bali mendukung seruan kecuali di obyek vital dan sarana darurat. Misalnya rumah sakit, kantor polisi, militer, BPBD, BMKG, Basrnas, dan lainnya.Dampak silent day 24 jam saat Nyepi ini kerap diukur oleh BMKG untuk menilai pengurangan emisi, dengan memasang alat di sejumlah titik.  [SEP]
[0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2015-064-06.json
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | [CLS] Kala hutan terjaga, air melimpah. Desa inipun tak perlu pusing memenuhi keperluan energi listrik, karena air di sekitar kampung itu menyediakan semua. Inilah Desa Rumah Kinangkung, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.Desa ini,  terletak di balik hutan Bukit Barisan. Dari kejauhan samar terlihat Gunung Sinabung memunggungi. Gunung Sibayak tampak kokoh nan indah di sisi Selatan. Berdekatan dengan Taman Huta Raya (Tahura) Sibolangit, dan dikelilingi hutan lindung. Di sana, hidup 80 keluarga, turun temurun mengikat sebuah paham, bagaimana menjaga alam agar tidak rusak.“Kami gak butuh kebijakan menentukan penggunaan arus listrik. Kami gak perlu politik memanfaatkan rakyat melalui sumberdaya teknologi. Kami perlu, bagaimana alam, hutan tetap terjaga. Karena sumberdaya di dalamnya, mampu memberikan kami penerangan melalui air deras buat listrik di desa kami yang indah ini,” kata Bolang Bukit (69), tokoh adat Desa Rumah Kinangkung, Sabtu pekan lalu.Hari itu, Bukit, bersama beberapa orangtua, berbagi cerita soal kehidupan mereka di desa itu. Hidup berdampingan dengan alam, udara sejuk, dan tanpa pencemaran.Hutan, menurut mereka adalah bagian dari keluarga yang wajib dijaga. Mereka sadar, jika hutan rusak, bencana dan musibah akan datang.Berkat menjaga hutan inilah, sejak 25 tahun lalu, mereka memanfaatkan air menjadi pembangkit listrik. Warga desa menyebut dengan pembangkit listrik tenaga lau–dalam bahasa Suku Karo berarti air.Ia berawal pada 1980. Saat itu, para orang tua dan tetua adat, melakukan musyawarah desa. Mereka berdiskusi banyak hal, mulai menjaga kawasan hutan tak rusak akibat pembangunan jalan setapak, hingga bagaimana membuat penerangan ketika petang tiba.Banyak ide dan masukan disampaikan para tetua adat soal penerangan desa mereka. Salah satu, dengan membangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Setelah satu suara, disepakatilah lokasi di sudut desa.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2015-064-06.json
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Masyarakat adat Desa Rumah Kinangkung, menjalankan apa yang disebut para orangtua, soal bagaimana memberdayakan alam tanpa harus merusak. Itu mereka lakukan dengan memanfaatkan arus air cukup deras dari kawasan hutan ke desa mereka, menjadi pembangkit listrik tenaga air.“Kami tidak perlu ribut agar rumah dan desa ini bisa terang. Kami tidak pernah sedih soal listrik, karena desa punya listrik tenaga lau,” kata Bukit , seraya menumbuk sirih. Katanya, sirih bisa membuat gigi tetap kuat.Bagaimana kemampuan tegangan listrik tenaga air ini? Menurut Putra Alam Tarigan, operator pembangkit, setiap hari, mesin turbin mampu menghasilkan tegangan listrik melalui dinamo 15 kw dan mampu menghasilkan tegangan listrik 13.000 watt.Suatu hari, karena kebutuhan listrik meningkat, menjadikan desa mereka devisit karena kekurangan 3.000 watt lagi. Merekapun mengganti dinamo 30 kilo watt.“Dimasukkan air ke turbin, akan berputar terus dan menghasilkan tegangan listrik, yang bisa dimanfaatkan masyarakat desa buat penerangan, televisi, dan barang elektronik lain. Semua berjalan baik, sudah 20 tahun lebih tanpa hambatan, ” kata Tarigan.Dengan memanfaatkan air alam, katanya, penerangan bukan saja dirasakan Desa Rumah Kinangkung. Tiga desa lain yang berdekatan juga mendapatkan aliran listrik.Kala di daerah lain masyarakat mengeluarkan biaya ratusan ribu untuk membayar listrik, desa ini, hanya Rp20.000 per bulan.Kehidupan wargaKehidupan warga Desa Rumah Kinangkung sehari-hari dari berkebun dan bertani seperti menanam cabai, kol, jeruk, dan berbagai jenis tanaman lain. Hasil tani mereka jual ke Kota Berastagi, ataupun ke Pancur Batu buat memasuk keperluan warga Kota Medan, Deliserdang dan Langkat sekitar. Mereka mendapatkan pasokan buah dan pertanian organik yang segar dan sehat.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2015-064-06.json
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Bolang Bukit bercerita, dahulu, tentara Belanda, tak mampu mengimbangi para pejuang yang bersembunyi di Desa Rumah Kinangkung ini. Sebab, strategi perang gerilya menjadikan hutan nan rimbun buat bersembunyi.Desa ini, juga dikenal dengan wisata rohani. Pada waktu-waktu tertentu, dilakukan kegiatan kerohanian membawa hasil panen dan berkumpul bersama di sekitar hutan. Makan bersama, saling berbagi, menjadi kebiasaan masyarakat adat Desa Rumah Kinangkung ini. Itu berlangsung turun temurun, hingga kebersamaan, tak mampu memecah belah mereka.Njore Karokaro, warga desa itu berharap, berharap, pembangunan desa bisa berjalan, dengan tidak merusak alam.Warga, katanya, memilih hidup dengan hutan rimbun dan sejuk, ketimbang masuk pembangunan tetapi harus mengorbankan atau merusak hutan.“Desa kami sangat indah. Hari ini kedepan, kami berharap begitu. Hidup damai dan tenang. Syarat itu sebenarnya gampang, dengan tidak merusak hutan.”Anak-anak mereka juga ditanamkan kecintaan pada alam sejak dini. Nuraini Beru Tarigan, perempuan Desa Kinangkung, mengajarkan kepada anaknya menjaga dan bersahabat dengan alam. “Kuingatkan juga padanya, bagaimana bolang dan nondong (kakek dan nenek) menjaga hutan tidak rusak. Bagaimana mereka berburu kelinci. Agar jika besar menjadi pemimpin, bisa menjalankan apa kusampaikan. Merusak hutan sama dengan memanggil bencana.”Helen Purba, Kepala Dinas Kehutanan Sumut, mengatakan, di tahura ini terdapat tanaman kunci  seperti Pinus merkusii, Altingia exelsa, Schima wallichii, Podocarpus, dan Toona surei. Ada juga durian, dadap, rambutan, pulai, aren, dan rotan. Untuk tanaman luar yang berkembangbiak, yaitu Pinus caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis, ekaliptus, dan agathis.Tahura ini seluas 51.600 hektar. Ada satwa-satwa seperti monyet, harimau, siamang, babi hutan, ular, elang, kancil, rusa, dan treggiling.
[0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2015-064-06.json
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik
Belajar dari Rumah Kinangkung: Menjaga Hutan Berbuah Listrik | Hutan di sekitar Desa Rumah Kinangkung, terjaga baik. Masyarakat desa turut membantu agar tidak ada perusakan. Namun, ada sejumlah daerah di hutan lindung Sibolangi, ditebang dan menjadi perkebunan sawit. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224]
2016-090-03.json
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | [CLS] Presiden Joko Widodo resmi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) dn menempatkan Nazir Foead, sebagai kepala. Dalam peraturan presiden soal BRG sudah jelas disebutkan restorasi di daerah mana saja dan target capaian per tahun. Bagaimana pandangan kalangan pegiat lingkungan terhadap badan baru ini?I Nyoman Suryadiputra , Direktur Wetlands International Indonesia mengatakan, pada prinsipnya mendukung BRG meskipun tantangan bakal cukup kompleks.“BRG harus diawali rekrut team kuat, berisi individu-individu kunci yang harus memiliki pengalaman lapangan terutama kegiatan rewetting,” katanya saat dihubungi Mongabay, akhir pekan lalu.Dia berharap, BRG bisa mengoordinasikan pihak terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah daerah, bahkan TNI/Polri.“Saya usulkan BRG diperkuat tim penasehat diwakili stakeholder terkait seperti swasta, organisasi masyarakat sipil, pakar gambut dan lain-lain.”Salah satu tantangan BRG, katanya, soal iklim tak menentu. Untuk restorasi gambut rusak dan lokasi sulit, untuk mengangkut bahan sekat kanal saat air banyak. Sekat dilakukan saat surut.“Kanal sudah terlalu banyak, dari mana memulai? Ini juga suatu tantangan.”Dia menyarankan, mulai dari kawasan konservasi yang ada hutan gambut. Katanya, segera lakukan tindakan pencegahan kebakaran seperti Suaka Margasatwa Kerumutan Riau, TN Berbak Jambi, TN Sembilang Sumsel, TN Danau Sentarum Kalbar dan lain-lain. “Semua ini ada banyak gambut dalam. Larangan buka kanal baru harus ditegakkan,” katanya.Libatkan masyarakatTanggapan juga datang dari Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional . Dia mengatakan, ada beberapa tantangan operasional BRG. “Sesuai Perpres pembentukan BRG, ini bisa efektif jika dijalankan bersama pemda dan kementerian terkait. Kalau kementerian tak kooperatif, tidak bekerjasama dengan BRG, tak akan jalan.”
[0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.0, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-090-03.json
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Jadi, katanya, semangat pembentukan BRG agar badan ini menjadi institusi yang menyelesaikan sumbat “leher botol.”Dia mencontohkan, kala KLHK tak agresif menindak pelanggaran baik administrasi, perdata dan pidana, maka restorasi tak akan berjalan. Juga jika Kementerian ATR/BPN, tak bisa menginformasikan hak guna usaha, izin prinsip di daerah, tak akan jalan. “Perpres ini menjadi tantangan. Ketika Presiden mengatakan BRG di bawahnya langsung, asumsinya Presiden akan turun tangan.”Abetnego mengatakan, persoalan lahan gambut yang direstorasi harus jelas. Ketika lahan beriizin dan terbakar, harus diambil alih BRG tetapi harus bere juga soal hukumnya.“Kalau nggak, ketika badan ini restorasi, tanpa status hukum selesai, bisa masuk penyerobotan. Perlu ada kejelasan. Kita tahu yang terbakar banyak sekali di kawasan berizin. Mungkin kalau gak ada konsesi ya tanah negara, itu akan cepat. Bagaimana di konsesi-konsesi? Ini satu tantangan besar,” katanya.Untuk itu, leadership BRG sangat penting. “Jangan pula ragu menguji posisi politik karena badan ini langsung di bawah Presiden.”Dia juga mempertanyakan sumber pendanaan. “Restorasi kan mahal. Kalau bersumber hibah, dari siapa saja? Kalau APBN, berasal dari pos apa? Memang diharapkan pos-pos dari anggaran kementerian terkait. Salah satu ujian terpentingnya, apakah kementerian-kementerian mau mengalokasikan dana untuk BRG?”Jika pengalokasian dana kementerian-kementerian terkait, BRG bisa tak berjalan efektif. Belum lagi, berbicara BRG dalam konteks pelibatan masyarakat. “Seperti apa? kalau ini hanya proyek pusat, sifat teknis, gak akan menjawab persoalan. Tanpa pelibatan masyarakat, rasa memiliki mereka tak akan ada. Mereka mungkin akan peduli dengan upaya-upaya yang dilakukan,” ucap Abetnego.
[0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-090-03.json
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Walhi berharap, pemulihan ekosistem gambut tak terpisah dari upaya menyelesaikan akar masalah kebakaran gambut termasuk pengelolaan hutan keseluruhan. “Kita tekankan, BRG seharusnya bisa menegaskan upaya mendorong perbaikan tata kelola hutan dan gambut secara menyeluruh.”Dia menekankan, restorasi tak menghilangkan aspek penegakan hukum. “Percuma restorasi kawasan, ternyata status hukum atau penindakan kawasan berizin terbakar tak selesai. Izin dicabut, BRG bisa bekerja maksimal untuk pemulihan.”Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar Walhi Nasional menambahkan, sebelum BRG menentukan dimana dan seperti apa mekanisme bekerja, penting klasifikasi wilayah.Dia membagi tiga klasifikasi. Pertama,lahan gambut di konsesi perusahaan. Kedua, gambut di sekitar konsesi perusahaan. Ketiga, kawasan hutan.“Pengklasifikasian ini penting supaya nanti solusi tidak salah. Kalau berada di konsesi perusahaan, langkah pertama penghapusan hak kelola perusahaan terhadap wilayah itu. Terkait pembiayaan restorasi. Kalau BRG memulihkan konsesi atau sekitarnya yang terbakar, menggunakan uang negara, kita mengingkari mandat UU 32 tahun 1999.”Menurut dia, biaya pemulihan seharusnya pada pemegang konsesi. BRG, harus menyusun mekanisme penagihan biaya pemulihan pada korporasi yang bertanggungjawab. “Apabila terjadi di kawasan hutan, jelas wilayah KLHK. Kalau api dari korporasi, tetap biaya ditagihkan kepada perusahaan.”Selain pemulihan, tanggung gugat pembiayaan, tanggung jawab hukum terhadap lahan konsesi harus dilakukan. Pemerintah, katanya, selain pemulihan kawasan rusak, juga harus menunjukkan wibawa negara terhadap korporasi.“Kalau pemerintah hanya mendorong pemulihan tanpa mendorong tanggungjawab perusahaan, negara ini mengambil posisi sebagai tukang cuci piring terhadap satu pesta besar korporasi.”
[0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-090-03.json
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka
Soal Badan Restorasi Gambut, Berikut Masukan Mereka | Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, lahan gambut yang direstorasi BRG, seharusnya diserahkan pada masyarakat. Selama ini, perusahaan pemegang hak ternyata gagal baik karena sistem maupun perangkat tak mampu. “Jadi tanah-tanah terbakar diambil alih negara, direstorasi dan diserahkan kepada masyarakat,” katanya.Menurut dia, masyarakat justru lebih mampu dalam mengelola gambut, lebih ramah. Tak seperti perusahaan, katanya, menanam monokultur di lahan gambut.“Yang monokultur seperti sawit dan HTI ternyata gagal. Tak ada satupun yang membuktikan berhasil. Praktik masyarakat, gambut ditanami bahan pangan seperti padi lebih bagus daripada tempat lain. Kita mendorong itu jadi lahan kedaulatan pangan.”Amron, Sekjen Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMGJ) mengatakan, sampai saat ini belum ada sosialisasi di tingkat masyarakat terkait pemulihan atau restorasi oleh BRG. “Harapan kita, melibatkan masyarakat. Sangat penting, karena masyarakat lebih tahu sesungguhnya yang harus dilakukan terhadap gambut. Pada hakikatnya masyarakat dari zaman nenek moyang sudah tahu persis apa yang harus dilakukan di lahan gambut,” katanya.Dia mencontohkan, masyarakat menanam enau, sejenis aren, merupakan tanaman khas gambut. Dari hasil enau itu semuanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.“Itu tidak mengeringkan gambut. Kalau diterapkan, memberikan efek baik terhadap gambut dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat.” [SEP]
[0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0]
2013-038-04.json
Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum
Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum | [CLS] Investigasi Greenpeace Internasional mengungkapkan pembuangan limbah industri tekstil ke Sungai Citarum, Jawa Barat, Indonesia, mengandung sejumlah bahan kimia beracun dan berbahaya.  Merek fashion internasional, termasuk Gap, Banana Republic dan Old Navy terkait pencemaran ini melalui hubungan bisnis langsung dengan PT Gistex Group, perusahaan di balik pabrik pencemaran ini.Perusahaan lain yang terkait PT Gistex Grup, termasuk Brooks Brothers – penyedia busana bagi 39 dari 44 Presiden Amerika, termasuk Barack Obama –  Marubeni Corporation, Adidas Group dan H&M.Dalam laporan itu merinci bagaimana pabrik PT Gistex mengambil keuntungan dari sebuah sistem yang tidak menuntut industri untuk transparan. Dimana regulasi tidak memadai gagal untuk mencegah pembuangan bahan kimia berbahaya.Berbagai zat berbahaya, termasuk nonylphenol dan tributyl phospate diidentifikasi dalam sampel air yang diambil dari pembuangan pabrik PT Gistex. Banyak dari bahan kimia ini bersifat toksik, beberapa memiliki sifat menyebabkan gangguan hormon dan sangat persisten.Investigasi ini juga mengungkapkan, air limbah dari salah satu pembuangan bersifat sangat basa atau ‘kaustik’ (pH 14).“Ini menunjukkan air limbah belum menerima pengolahan apapun sebelum dibuang, bahkan yang paling mendasar sekalipun,” kata  Ashov Birry, Juru Kampanye Air Bebas Racun, Greenpeace Asia Tenggara, dalam rilis saat launching laporan  berjudul Toxic Threads: Meracuni Surga, di Jakarta, Rabu(17/4/13).Masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai, yang bergantung pada air  itu, memiliki hak mengetahui apa yang dibuang ke sana. Pelanggan merek-merek internasional seperti Gap, juga memiliki hak tahu apa bahan kimia yang digunakan untuk membuat pakaian mereka.
[0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2013-038-04.json
Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum
Laporan Greenpeace: Merek-merek Ternama Terlibat Buang Toksik di Sungai Citarum | Untuk itu, katanya, Gap dan merek besar lain perlu bekerja dengan pemasok mereka di Indonesia dan di tempat lain agar segera mengeliminasi semua penggunaan bahan kimia berbahaya. Baik dari produk maupun rantai pasokan mereka sebelum terlambat.Industri tekstil saat ini menjadi salah satu kontributor utama polusi air oleh bahan berbahaya beracun industri di Jabar. Sebanyak 68 persen fasilitas industri di bagian hulu DAS Citarum memproduksi tekstil. Kampanye Detox Greenpeace menuntut merek fashion berkomitmen mencapai nihil pembuangan semua bahan kimia berbahaya tahun 2020. Juga bekerja dengan pemasok mereka di seluruh dunia untuk mengungkapkan semua pembuangan bahan kimia berbahaya dari fasilitas mereka kepada masyarakat di lokasi pencemaran air.Sejak diluncurkan Juli 2011, kampanye ini berhasil meyakinkan 17 merek internasional termasuk Valentino, Levi’s dan Zara untuk berkomitmen terhadap detox. Juga mampu memobilisasi lebih dari setengah juta aktivis, fashionista, blogger dan desainer yang disatukan oleh keyakinan: busana indah tidak perlu mengorbankan bumi.Melihat laporan bisa klik di sini. [SEP]
[0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-093-08.json
Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh
Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh | [CLS] Perkebunan sawit telah mengepung Aceh. Data yang dikeluarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh berdasarkan data Pemerintah Aceh (Maret 2015) penguasaan ruang  sektor perkebunan mencapai 810.093 hektar.Dari 810.093 hektare perkebunan itu, baik milik perusahaan besar maupun masyarakat, 393.270 hektare merupakan kebun sawit. Kabupaten Nagan Raya menempati urutan pertama (82.252 hektare), diikuti Aceh Timur (60.592 hektare), dan Aceh Singkil (55.441 hektare). Total produksi sawit di Aceh 2008–2013 mencapai 10.939.270 ton, dengan puncak kejayaan di 2012 (5.070.556 ton).Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, Minggu (10/12/2015) mengatakan, perluasan kebun sawit yang tidak terkendali, telah merubah bentang alam Aceh yang menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi dan jasa lingkungan. “Perubahan terutama pada hutan, badan air, danau dan sungai.”Menurut Nur, September 2014–Maret 2015, persentase penduduk miskin di perkotaan mengalami penurunan, namun masyarakat yang berada di perdesaan, tempat perkebunan termasuk sawit, meningkat 0,25 persen.Nur menambahkan, ekspansi sawit dengan beragam kasus berdampak serius terhadap ekonomi, sosial, dan ekologi. Kasus sengketa lahan warga dengan perusahaan sampai hari ini belum terselesaikan, justru terkesan adanya pembiaran. “Konflik sosial, konflik satwa, hutan yang rusak, kekeringan, pencemaran, hingga hilanya desa telah membuktikan, keberadaan perkebunan di Aceh jauh dari harapan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.”Tokoh masyarakat di Kabupaten Aceh Singkil, Sukardi mengatakan, berbagai permasalahan terjadi sejak pembukaan kebun sawit dilakukan. “Kami telah cukup lama melawan agar perusahaan tidak mengambil lahan pertanian atau kebun masyarakat. Tapi, usaha tersebut tidak membuahkan hasil.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0]
2016-093-08.json
Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh
Sawit yang Perlahan Mengepung Aceh | Sukardi mengatakan, masyarakat menderita karena perusahaan membuat masyarakat tergantung pada mereka. “Sawah sudah tidak bisa digarap, sebagian besar masyarakat saat ini hidup dari rawa dan sungai.”PemusnahanDari 19 kabupaten/kota di Aceh yang memiliki perkebunan sawit, hanya Kabupaten Aceh Tamiang yang telah menerapkan aturan pemusnahan kebun sawit yang masuk areal hutan lindung. Sawit tersebut diganti dengan tanaman hutan yang hasilnya dapat dimanfaatkan masyarakat.Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, saat pemusnahan sawit pertengahan Desember 2015 menyebutkan, 1.071 hektar kebun sawit yang masuk hutan lindung di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang sedang dimusnahkan. “Kami melawan kegiatan yang merusak sumber-sumber air di Aceh Tamiang.”Hamdan menambahkan, dengan mengembalikan kebun sawit menjadi hutan, semua pihak di Aceh Tamiang telah mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Kita harus ingat, banjir bandang 2006 lalu akibat rusaknya hutan di hulu Tamiang. Sekarang, saatnya kita mengembalikan hutan seperti sedia kala.”Secara tegas, Hamdan menyebutkan, meski keberadaan kebun sawit ilegal tersebut diiming-iming dapat memberikan pendapatan asli daerah (PAD), namun dirinya tetap menolak. “Kami tidak ingin sawit ilegal ini. Semakin cepat restorasi dilakukan, semakin cepat pula kita mendapatkan hasilnya, baik dari stabilnya sumber air maupun hasil hutan non-kayu yang kelak dihasilkan dari tanaman hutan ini.” [SEP]
[0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0]
2020-021-12.json
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | [CLS]     Matahari bersinar cerah siang itu, akhir September lalu. Jalanan berpaving terapit hutan bambu ini menuju rumah Siti Jamilatul Khoiriyah. Guru yang tinggal di Dusun Tengger, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan, Madura ini membuat motif dan warna di kain dari dedaunan, atau kain ecoprint.Ceritanya, dia dapat undangan dari Dinas Koperasi Pamekasan pada 2019.   Di sana, ada pelatihan buat karya berbahan alami. “Tapi saya tidak hadir karena waktu itu bersamaan acara pawai anak. Saya pantau dari postingan teman, kok kayaknya unik. Hanya transfer atau tempel daun pada kain. Saya lihat kok bagus. Caranya kayak mudah. Lalu tanya lewat telepon. Tenyata itu buat ecoprint,” katanya.Dalam sharlenebohr.com dijelaskan, ecoprint ini teknik tanaman, daun dan bunga meninggalkan bentuk, warna, dan bekas pada kain. Bahan tanaman dibundel di kain, lalu dikukus atau direbus untuk melepaskan pewarna secara alami di dalam tanaman. Ini membuat cetakan kontak berbentuk daun atau bunga. Cetakan kontak ini disebut “cetakan ramah lingkungan.”Dia mencoba mencari di internet soal ecoprint. Syamila pun mempelajari metode pembuatan kain ecoprint secara otodidak.Seperti batik tulis, pewarnaan kain ecoprint pakai bahan-bahan alami seperti kayu-kayuan, dedaunan atau biji-bijian. Satu hal yang mempengaruhi perbedaan warna yakni tanin atau senyawa yang keluar dari daun. Setiap daun itu mengeluarkan warna berbeda-beda dan tidak bisa sama antara satu daun dengan yang lain.  Bagaimana bikin kain ecoprint? Kain untuk ecoprint yakni katun dan sutera dari serat alam. Proses pembuatan mulai dengan perendaman kain selama sekitar satu jam dengan larutan tertentu untuk menghilangkan efek kimia.“Kemudian kita rebus kain, didiamkan semalam. Dikeringkan. Setelah kering siap untuk menggunakan (teknik) ecoprint,” kata Syamila.
[0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-021-12.json
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Setelah kain diproses, perlu plastik untuk alas kain. Daun ditata sesuai kebutuhan, misal, pakai daun kecil, besar, dan ditempel pada lembar kain dengan jumlah menyesuaikan kebutuhan atau selera. Setelah tertata, alasi daun lagi dengan plastik. Atas-bawah, jadi kain ada alas plastik.Kain digulung, diikat, lalu dikukus selama dua jam. Lalu, gulungan kain dibuka dan diangin-anginkan serta tidak boleh terkena sinar matahari langsung supaya warna lebih kuat. Kain lalu didiamkan beberapa hari bahkan seminggu agar daun lebih kuat menempel di kain.Setelah itu, baru proses akhir fiksasi untuk mengunci pewarna alam tadi. Untuk fiksasi, katanya, perlu larutan tertentu. Bisa cuka, tawas, tunjung, sesuai kebutuhan. Masing-masing larutan itu, katanya, akan menghasilkan warna sendiri.“Setelah proses fiksasi, kita bilas kain jemur lagi, diangin-anginkan lagi. Setelah kering, baru siap digunakan. Proses pembuatan ecoprint mulai dari awal hingga akhir memakan waktu sekira tujuh hari.”Dia biasa pakai kain lebar 1,5 meter dan panjang dua meter lebih beberapa sentimeter. Namun, katanya, lebar kain itu tidak memiliki batasan. Makin panjang kain, katanya, makin besar alat pengukusan.Syamila kukus dengan kompor gas agar api stabil. Untuk membuka serat kain, katanya, karena belum punya bahan yang sesuai, dia masih pakai detergen.Saat ini, dia sudah menjual karya dalam bentuk kain dan kerudung. Dia jual kain langsung ke pembeli juga lewat online. “Kain ecoprint sudah sampai ke Kalimantan dan Jakarta maupun Sumatera.” Mereka memesan melalui kontak di internet.“Pemesan dari lokal ada, tapi gak banyak. Mungkin karena gak tahu juga.”
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-021-12.json
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | Untuk harga, katanya, bervariasi dari Rp150.000 sampai Rp800.000 per lembar. Dia bilang, harga tergantung kain dan motif.   “Omset, ya alhamdulillah lumayan. Setidaknya bisa membantu perekonomian keluarga. Menjual barang hasil kulakan dan karya sendiri itu membuat kesan berbeda. Lebih terkesan jual hasil karya sendiri.”Dia lupa sudah menjual berapa banyak kain ecoprint, “Saya sampai lupa jumlahnya yang terjual. Mereka pesan lewat internet. Yang dari Jakarta dan Kalimantan itu bahkan langganan.”  Awalnya, Syamila hanya pakai daun jati dan daun lanang. Kini, berkat sering ikut pelatihan dan mencari di internet, dia tahu kalau hampir semua daun bisa jadi bahan pembuatan ecoprint.Baginya, daun jati tidak ingkar janji.Tanpa kukus saja, daun jati sudah mengeluarkan warna. Kalau dikukus, daun jati akan hasilkan warna lebih cerah. Dia juga pakai kayu secang untuk pewarna selain daun. Kayu ini biasa untuk bahan pewarna alami dalam pembuatan kain batik.Dalam sekali bikin, dia menghasilkan 10-20 lembar kain. Proses dari awal sampai siap jual memakan waktu sekitar satu minggu.Syamila juga bergabung bersama Komunitas Muslim Craft Center (MCC) di Pamekasan. Dia bercerita, komunitas itu pernah sampai mengundang pemateri dari Surabaya dan menggelar pelatihan di Pendopo Budaya di Kantor Wakil Bupati Pamekasan pada 2019 selama dua hari. Dia bersyukur bisa tinggal di desa dengan sumber dedaunan begitu banyak.Dia terbuka bagi siapapun yang mau belajar pembuatan kain ecoprint selama ada kesempatan. Dia juga sering diundang mengisi pelatihan melalui MCC oleh Dinas Koperasi dan pemerintah desa dalam beberapa kesempatan.  Syamila juga mengajarkan pembuatan kain ecoprint ini kepada siswanya. Dia mengalokasikan waktu di luar jam sekolah agar tak mengganggu jam pelajaran.
[0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-021-12.json
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain
Kala Dedaunan jadi Motif dan Pewarna Alami Kain | “Ya, siswa hanya belajar saat itu saja. Saya lihat tidak ada yang praktik di rumahnya. Padahal, ini bisa dimanfaatkan. Syukur misal ada yang sampai menerima orderan,” katanya.Dai bilang, ecoprint bukan batik. Dua karya itu, katanya, punya nama dan ciri tersendiri. Beberapa ciri yang membedakan ecoprint dari batik adalah proses daun ditempel untuk menghasilkan motif. Pewarnaan batik, katanya, biasa dengan memakai canting. “Itu untuk batik tulis. Batik ada juga yang menggunakan metode cetakan.”Nurul Farid, pemuda Dusun Tengger, Desa Polagan, Galis, Pamekasan mengatakan, kain ecoprint karya Syamila bagus dan indah.“Kelihatan sejuk, bagus. Warna alami. Ya, mungkin karena model daun macam-macam,” katanya. Dia pernah belajar ecoprint dari Syamila juga.Dia pun jadi sadar kalau daun-daun yang biasa jadi makanan kambing dan ternak lain di kampung, bisa jadi karya luar biasa. “Masyarakat tidak tergantung atau pakai produk-produk dari luar daerah saja atau buatan luar negeri. Karya ecoprint Syamila ini unik dan alami. Insyallah gak kalah saing.” Keterangan foto utama:  Dedaunan menjadi motif dan pewarna utama kain ecoprint Syamila. Foto: Gafur Abdullah/ Mongabay Indonesia  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-001-10.json
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | [CLS]     Indonesia sudah menerima pendanaan internasional untuk transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) sejumlah US$24,05 miliar. Pemerintah Indonesia pun berjanji menyelesaikan peta jalan pemensiunan PLTU batubara dalam  enam bulan ke depan.Indonesia menerima pendanaan internasional melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), Energy Transition Mechanism (ETM), dan Clean Investment Fund-Accelerated Coal Transition (CIF-ACT) untuk transisi energi sejumlah US$24,05 miliar. Pemerintah Indonesia pun berjanji menyelesaikan pemensiunan PLTU batubara dalam  enam bulan ke depan.Mekanisme ETM resmi pemerintah umumkan dalam perhelatan G20 di Bali, November tahun lalu. Salah satu skema pendanaan berupa JETP menggelontorkan uang US$20 miliar (US$10 miliar dari negara G7, sisanya swasta) dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun.Perjanjian ini bisa memfasilitasi pemensiunan dini dan penghentian konstruksi pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU), juga mengurangi emisi sektor energi pada 2030, dan mencapai nol emisi pada 2050.Pendanaan JETP ini berbentuk hibah, pinjaman lunak, pinjaman tarif pasar, guarantees, dan pendanaan swasta.Sebagai tindak lanjut, pertengahan Februari lalu, pemerintah membentuk sekretariat tim kerja JETP di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) di Jakarta.  Tim kerjaArifin Tasrif, Menteri ESDM mengatakan,  enam bulan ke depan tim akan menyelesaikan peta jalan pensiun dini PLTU batubara.Selain juga akan memobilisasi investasi dan mendukung mekanisme pembiayaan dalam Comprehensive Investment Plan (CIP).“Ini akan jadi pusat informasi, perencanaan dan koordinasi serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek JETP,” kata Arifin.
[0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-001-10.json
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Tugas pertama tim gugus tugas, katanya, mengatur kelompok kerja untuk percepatan program transisi energi JETP. Ia terdiri dari sistem pembangkit, pembiayaan, dekarbonisasi sektor pembangkit, rantai pasokan, dan manufaktur.Mengenai pensiun dini PLTU batubara, Arifin juga menjamin ini tidak akan merugikan pembangkit.Novita Indri, Juru Kampanye Energy Policy and Cola Finance Trend Asia, mengatakan, dukungan pendanaan untuk akselerasi transisi energi kepada negara berkembang seharusnya bukan berupa pinjaman yang berpotensi menjerat Indonesia dalam lilitan utang.“Sementara JETP memiliki risiko itu,” katanya.Untuk itu, katanya, perlu digarisbawahi ternyata pemerintah masih kontradiktif dalam komitmen iklim karena masih membangun 13,5 giawatt PLTU batubara di luar PLTU captive, untuk industri.Berkaca pada pendanaan JETP Afrika Selatan yang disepakati pada COP26 di Glasgow, katanya, ada dominasi utang atau pinjaman lunak dan komersial. Sedangkan porsi hibah kurang dari 3%. Porsi hibah kecil, kata Novita,  tak cukup untuk membantu Indonesia keluar dari ketergantungan batubara.“Ancaman korupsi juga terus menghantui,” kata Novita.  Bank Dunia dalam laporan Elite Capture of Foreign Aid, Evidence from Offshore Bank Account memperkirakan, 7,5% bantuan asing ke negara penerima bantuan diambil elit koruptor.Trend Asia pun mendesak, pendanaan JETP harus transparan, akuntabel, dan partisipatif agar Indonesia mencapai transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan.Senada  diungkapkan Suzanty Sitorus, Direktur Eksekutif Viriya ENB, sebuah perusahaan konsultan bidang energi. Dia menilai, dana JETP belum cukup membiayai proses transisi energi di Indonesia, meski peran cukup penting.Selain fokus pada pensiun dini batubara, kata Suzanty, dana ini harus juga untuk percepatan pengembangan energi terbarukan.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-001-10.json
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | “Harus barengan. Tidak bisa menunggu pensiun dini dulu baru mengembangkan energi terbarukan,” katanya.Saat ini, katanya, pembahasan JETP baru seputar sektor kelistrikan. Menurut dia, perlu pembahasan bersama sektor lain termasuk industri dan transportasi.Belajar dari Afrika Selatan, katanya, perlu ada klausul pelibatan partisipasi publik dalam perencanaan proyek JETP.“Saya berharap ada ruang untuk masyarakat sipil, lembaga think tank untuk terlibat karena energi sektor yang melibatkan masyarakat,” katanya.Dia contohkan, saat merencanakan proyek green hydrogen, tak hanya suplai juga perlu demand.“Perlu perubahan mendasar melihat sektor energi. Apakah akan memberikan manfaat ekonomi. Jika tidak ada komitmen politik untuk ini, Indonesia akan ditinggalkan.”  Mengenai komitmen politik, Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi  Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan,  komitmen pemerintah mengurangi PLTU batubara sebelum 2030 kontra dengan target produksi batubara yang naik menjadi 695 juta ton tahun ini.Kenaikan produksi ini berasal dari peningkatan kebutuhan domestik naik menjadi 177 juta ton. Salah satu faktor yang mendorong kenaikan ini adalah permintaan domestik dari pembangkitan listrik, termasuk PLTU captive dan yang terintegrasi dengan kawasan industri (PPU) di luar sistem PLN.“Kenaikan permintaan ini menjadi jalan terjal bagi pemerintah untuk mencapai target emisi puncak sektor kelistrikan 290 juta ton CO2 di 2030, seperti yang disepakati di JETP,” kata Deon.Sebelumnya kajian IESR, ada potensi 4,5 gigawatt kapasitas PLTU yang bisa dipensiunkan sebelum 2025, dan tambahan tiga gigawatt dari daftar proyek PLTU di RUPTL 2021-2030 yang punya kemungkinan dibatalkan.Pengakhiran operasi PLTU tua dan tidak efisien sebelum 2025 memungkinkan masuknya energi terbarukan lebih besar.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-001-10.json
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Firdaus Cahyadi,  Team Lead 350 Indonesia juga meminta, pemerintah lebih terbuka dan transparan mengenai proyek-proyek transisi energi yang dibiayai oleh skema JETP.“Sebagian pendanaan transisi energi dalam skema JETP ini gunakan pembiayaan dari utang luar negeri. Itu artinya, publik sebagai pembayar pajak perlu mengetahui proyek transisi energi apa saja yang dibiayai dengan utang luar negeri,” katanya.Pemerintah yang kurang transparan,  katanya, akan berujung keterlibatan publik minim dalam pengambilan keputusan terkait JETP.“Persoalan energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ironis bila persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak justru ditentukan segelintir elite.  Keterbukaan informasi dan keterlibatan publik adalah titik lemah JETP.”Suriadi Darmoko, Juru Kampanye 350 Indonesia, mengatakan, implementasi JETP harus punya payung hukum di bawah Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).Sayangnya, RUU EBT malah mencampur aduk antara energi fosil dan energi terbarukan dengan istilah energi baru berupa produk turunan batubara.Selain itu, kata Suriadi, RUU EBT harus memberikan perlindungan bagi pembangkit energi terbarukan di tingkat komunitas yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di berbagai daerah.“RUU ini harusnya juga bisa memastikan pembangkit energi terbarukan yang dikelola masyarakat bisa diperkuat, skala diperbesar dan ditularkan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan dasar energinya.”Dia juga nilai, setelah dapat komitmen pendanaan JETP, pemerintah juga masih tak serius mendukung pengembangan energi terbarukan. Misal, dengan menerbitkan Peraturan Menteri No 26/2021 tentang PLTS Atap yang berpotensi merugikan pengembangan energi surya.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.4000000059604645, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-001-10.json
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan
Pemerintah Janji Selesaikan Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batubara, JETP Harus Transparan | Pasca peluncuran JETP, regulasi PLTS atap on grid ini mestinya dilihat sebagai potensi pengembangan energi terbarukan yang bisa diorganisir agar masyarakat terlibat dan memanfaatkan potensi atap rumah sebagai pembangkitan energi surya.Alih-alih mendukung perluasan PLTS atap, pemerintah justru membatasi penggunaan dengan sistem kuota yang ditentukan PLN.“Bukan mempermudah, revisi ini justru menghambat partisipasi publik untuk akselerasi pencapaian target bauran energi terbarukan nasional.”   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-002-14.json
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | [CLS] Jelang Natal dan Tahun Baru, sejumlah aktivis konservasi menggelar kampanye di pasar Tomohon, Sabtu (22/12/2018). Di sana, mereka membagi informasi tentang penyelamatan satwa dan bahaya konsumsi daging satwa liar, hewan domestikasi, serta status perlindungan satwa jenis tertentu.Kampanye itu digelar oleh gabungan sejumlah organisasi yang menamakan diri Solidaritas untuk Bumi. Mereka di antaranya, Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi, Yayasan Selamatkan Yaki, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) dan Animal Friends Manado Indonesia (AFMI).Pesan-pesan penyelamatan satwa liar itu dibagikan lewat stiker dan kalender. Selain itu, mereka juga mendirikan stand informasi di sekitar pasar Tomohon. Aksi tersebut tentu mengundang pro dan kontra. Beberapa orang di sekitar pasar mengapresiasi, tapi ada juga yang merespon negatif.“Ada yang ambil stiker, lalu merobeknya. Ada juga yang mengusir kami, dengan alasan tak ada masalah di pasar Tomohon,” ujar Kasa Abdullah Kaunang, Ketua KMPA Tunas Hijau kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (22/12/2018).“Tapi ada juga yang minta kalender dan stiker. Ada yang baru tahu jenis satwa dilindungi, lalu bilang ‘kalau so nimbole makang yaki (kalau tidak boleh makan yaki), kita bole makang tikus toh?’” demikian Kasa menirukan pertanyaan salah seorang pengunjung pasar.baca :  Begini Nasib Satwa-satwa Ini di Pasar Ekstrem…  Di pasar Tomohon, mereka menyaksikan secara langsung berbagai jenis daging satwa liar maupun domestikasi yang diperdagangkan. Namun, tak satupun peserta kampanye menemukan daging satwa liar dilindungi. Kata mereka, sebagian besar pedagang dan pengunjung pasar telah mengetahui jenis satwa dilindungi. Contohnya yaki (Macaca nigra).
[0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-002-14.json
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | Meski, di luar pasar Tomohon, Yayasan Selamatkan Yaki masih menerima laporan perburuan satwa dilindungi, namun angka itu terbilang menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Diyakini, salah satu faktor yang mendorong fenomena itu adalah membaiknya kesadaran masyarakat dalam aspek konservasi.“Sudah banyak pengguna sosial media yang membantu menyampaikan pesan-pesan konservasi. Mereka meneruskan laporan-laporan itu ke pihak berwenang,” terang Prisillia Morley Loijens, Education Coordinator Yayasan Selamatkan Yaki.Jelang Natal, Yayasan Selamatkan Yaki juga menyampaikan keterkaitan antara kekristenan dengan konservasi. Memang, beberapa kurun waktu belakangan, mereka memiliki program Green Gospel. Menyertakan lembaga dan tokoh-tokoh gereja di Sulawesi Utara untuk terlibat dalam upaya penyelamatan yaki.baca juga :  Jelang Hari Raya Paskah, BKSDA Sulut dan Aktivis Antisipasi Perdagangan Satwa Dilindungi. Ada Apakah?  Pada bulan November, mereka menggelar kegiatan Green Gospel di kelurahan Duasudara, Bitung. Kemudian, Desember dengan pendekatan serupa, menyertakan anak-anak sekolah minggu di kelurahan Pinangunian.Prisillia mengatakan, pendekatan itu beranjak dari penilaian bahwa, masih ada sebagian besar masyarakat yang menganggap tidak ada pantangan dalam hal konsumsi. Pandangan itu, seringkali dianggap jadi pembenaran untuk mengkonsumsi daging satwa liar. Padahal, manusia juga punya tugas dan tanggungjawab untuk melindungi segala ciptaan Tuhan.“Tapi, kita seringkali menyalahgunakan kekuasaan dengan mengeksploitasi sumberdaya alam, hingga beberapa spesies kunci, endemik Sulawesi Utara, sudah menghadapi ancaman kepunahan. Padahal Tuhan mau kita menjaga dan melestarikan alam ini,” ujar Prisillia. Minim Pengawasan
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-002-14.json
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon |  Animal Friends Manado Indonesia (AFMI), dalam kesempatan tersebut, menyampaikan lemahnya pengawasan daging hewan non-ternak yang diperdagangkan di pasar Tomohon. Fenomena itu beresiko menularkan penyakit dari hewan ke manusia.Berdasarkan survei pada bulan Juli 2018, mereka mendapati bahwa hewan domestikasi khususnya anjing, dikirim dalam keadaan mati. Ditambah lagi, dari lokasi tujuan, misalnya Sulawesi Selatan atau Sulawesi Tengah, jarak rata-rata menuju Tomohon sekitar 3 malam. Dalam 2 kali pengintaian yang mereka lakukan, es-es itu diketahui sudah mencair ketika tiba di lokasi tujuan.Persoalannya, menurut Frank Delano Manus, Program Manajer AFMI, pengawasan dalam distribusi hewan non-ternak ini terbilang minim. Tak ada proses karantina juga surat keterangan sehat dari daerah asal. Apalagi, hewan tersebut dikirim dalam keadaan mati.“Otoritas pasar bilang, kewenangan mereka hanya di pasar. Sementara, Dinas Peternakan hanya mengawasi hewan ternak yang masuk ke pasar. Untuk membatasi pasokan daging, kewenangannya ada di Pemerintah Provinsi,” tutur Frank.baca juga :  Jelang Pengucapan Syukur Kabupaten Minahasa, Diduga Daging Yaki Dijual Di Pasar Langowan  Temuan AFMI dalam survei itu, daging ular paling mendominasi perdagangan di pasar Tomohon, yang mencapai 1,7 ton. Angka itu lebih tinggi dari perdagangan daging jenis lain di pasar Tomohon dan pasar-pasar yang jadi lokasi survei.“Daging ular meningkat 22-23%. Itu yang sudah diperjual-belikan di pasar Tomohon. Jenis daging lain tidak ada peningkatan signifikan. Bahkan, daging anjing turun 11%,” papar Frank. “Itu baru hari normal. Jelang Natal atau Tahun Baru angkanya pasti lebih tinggi, walau belum tentu hingga 2 kali lipat. Tapi sayang pengawasannya belum maksimal.” Menolak P92
[0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2018-002-14.json
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon
Jelang Natal, Aktivis Serukan Penyelamatan Satwa Liar di Pasar Tomohon | Dalam kampanye Solidaritas untuk Bumi, aktivis juga menyerukan penolakan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.92/2018. Sebab, peraturan itu dinilai minim kajian akademik serta mengabaikan satwa endemik dan terancam di Sulawesi Utara.Billy Gustafianto Lolowang, Manager Wlidlife Rescue & Endangered Species Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) mengatakan, beberapa jenis satwa endemik yang sebelumnya dilindungi, kini tidak lagi tercatat dalam peraturan tersebut. Padahal, tingkat keterancamannya terbilang tinggi serta wilayah sebaran yang terbatas.Contohnya, kuskus beruang Sulawesi (Ailurops ursinus) dan Macaca nigrescens. Kedua satwa ini, oleh daftar merah IUCN dikategorikan vulnerable (rentan), dengan tren populasi yang terus menurun.Dulu, dalam PP No.7/1999, Macaca nigra dan Macaca nigrescens merupakan spesies dengan nama yang sama yaitu Cynopithecus niger. “Macaca nigra diperjelas, nigrescens tidak. Padahal lingkup sebarannya terbatas,” terang Billy.Dia khawatir, tidak dilindunginya satwa liar endemik akan semakin meningkatkan keterancaman akibat perburuan dan perdagangan. “Orang-orang mungkin sudah sadar, tidak berburu, memperdagangkan, memelihara atau konsumsi Macaca nigra. Tapi bagaiamana dengan Macaca nigrescens?”Keanehan lain, tambah Billy, dikeluarkannya burung Anis-bentet Sangihe dari daftar lindung. Sebab, burung ini tidak termasuk jenis yang ditangkarkan dan dipelihara. Bahkan, populasinya di alam pun sulit ditemukan.“Besar harapan kami jenis-jenis endemik, juga satwa yang tingkat keterancamannya tinggi, perlu diperhatikan kembali, terkait status konservasi dan perlindungannya,” pungkas Billy.  [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2019-041-11.json
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu | [CLS]   Lingkungan, satwa dan alam liar, bukan barang baru bagi Melanie Subono. Sudah 15 tahun lebih, ia aktif kampanye yang tidak sekadar ucapan, tapi dibuktikan dengan turun langsung ke laut, pantai, juga hutan.Awal Mei 2019, saya bertemu Melanie Subono, saat mengunjungi Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Apalagi kalau tidak melihat Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007. Sejak 2 November 2015, jantan ini sudah jadi penghuni tetap Suaka Rhino Sumatera [SRS], Way Kambas.“Negara kita luar biasa kaya, harusnya kita bangga memiliki badak sumatera. Namun sayang, tidak semua masyarakat tahu, bagaimana mau peduli,” ujarnya waktu itu.Badak sumatera merupakan satwa berstatus Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Satu dari lima spesies badak tersisa di dunia yag hidup di Bumi sejak 20 juta tahun silam.Populasi Sumatran Rhino tidak lebih dari 100 individu, bahkan kurang. Persebarannya hanya di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Taman Nasional Way Kambas [TNWK], dan Kutai Barat [Kalimantan Timur].Baca: Hanya Badak Sumatera di Hati Mereka  Apakah hanya badak yang mengusik kegelisahan Melanie? Tidak. Penyanyi rock n roll ini punya banyak waktu menengok gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus], di Pusat Latihan Gajah [PLG] Way Kambas, Lampung.Sebanyak 42 individu gajah, ada di sini. Sementara, sekitar 26 individu lain, disebar di empat Elephant Response Unit [ERU], di Resort Margahayu, Tegal Yoso, Bungur dan di Braja Harjosari.“Gajah itu istimewa, pintar. Dia ini “ngeh” niat manusia. Gue gak pernah sekalipun disakiti. Selama niat kita baik, dia paham,” tuturnya, dalam perbincangan lanjutan di Jakarta.Baca: Erin, Kisah Gajah Belalai Buntung yang Viral  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5]
2019-041-11.json
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu | Sebelumnya, perempuan kelahiran Hamburg, Jerman, mengunjungi CRU Serbajadi, Aceh Timur, Aceh, akhir Maret 2019. Sama, melihat langsung mamalia besar Sumatera.“Taukah lo, gajah gak pernah lupa sama orang baik, teman, maupun musuhnya. Setelah gue belajar berkomunikasi dengan satwa, banyak hal yang gue pelajari. Terutama, berbagai kehidupan di Bumi. Mereka tidak pernah berniat jahat pada manusia, hanya manusia yang punya niat jahat pada hewan. Bukan kebalikannya,” tulis Melanie, di akun media sosialnya.Baca: Seperti Manusia, Gajah Ingin Diperhatikan Kesehatannya  “Stop Elephant Cruelty, Stop Penyiksaan Gajah di Borobudur” adalah petisi yang dibuat Melanie, respon adanya wisata gajah di satu sudut Candi Borobudur. Wisata yang sesungguhnya bentuk kekejaman terhadap gajah, mengakibatkan adanya sejumlah kekerasan fisik maupun psikis. Mulai dari dipisahkan dari habitat alami dan rombongannya hingga dilatih bekerja sebagai hewan tunggangan.“Selain ditunggangi memang bukan perilaku alami, pemberian beban di punggung gajah akan merusak tonjolan tulang. Di mana prinsip animal walfare yang dianut Indonesia?,” protes sang presenter.Petisi di Change.org yang digagas April 2019 itu, sudah memperoleh 82 ribu tanda tangan. “Sebenarnya, yang aku kejar bukan jumlah. Buat apa sejuta juga kalau tidak guna. Pihak pengelola, bersedia audiensi pada 3 Juli 2019,” jelas Melanie melalui percakapan WhatsApp, 29 Juni 2019.Baca: Cinta Kita yang Hilang pada Gajah Sumatera  Rosek Nursahid, pendiri PROFAUNA, menyatakan kesannya tentang Melanie Subono, sebagai sosok aktif. Terjun langsung ke lapangan, terlibat kampanye lingkungan.“Sudah lama, awalnya dikenalkan Slank yg sudah dukung PROFAUNA. Kalau Slank gabung PROFAUNA sejak 2002, Melanie sekitar 2003,” tuturnya, baru-baru ini.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408]
2019-041-11.json
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu | Menurut Rosek, kita ingin banyak tipikal Melanie. Hal lain yang juga dibutuhkan dari selebritis Indonesia ke depan adalah dukungan fund rising. Di luar [USA], banyak yang bergerak, semisal Leonardo DiCaprio, Bono U2, dan lainnya. “Dengan begitu, masyarakat lebih mudah terpengaruh, peduli lingkungan hidup.”Apakah efektif? Betul, jika artis tersebut membaur langsung, ikut jelajah hutan dan lainnya. Kalau sebatas ucapan, kurang greget, karena masyarakat [netizen] suka tergerak jika ada tindakan nyata. “Minimal menggemakan jagad maya,” ujarnya.Baca juga: Suara Bergelora Robi “Navicula” di Bumi Hijau Indonesia  Wawancara Mongabay Indonesia dengan Melanie Subono.Anda tidak asing dengan dunia konservasi?Tidak asing. Saya orangnya suka belajar hingga mengerti. Saya paling sebel dengan diri sendiri bila ada yang tanya tapi tidak paham jawabannya. Nyemplung, nyebur sekalian.Perampasan lahan, keterancaman tumbuhan dan satwa terus saya dalami. Konservasi ini sebagaimana saya menggeluti dunia buruh migran.Awalnya, saya belajar konservasi dari PROFAUNA. Pelepasliaran orangutan yang sekarang ramai dilakukan, saya sudah mengenalnya sejak 15 tahun silam. Saya juga aktif di Bali Sea Turtle Society. Saya orang yang terus bergerak. Tidak lelah? Atau makin asik kampanye lingkungan?Setiap keliling Indonesia, hampir 20 tahun ini, saya selalu sempatkan melihat lingkungan sekitar, masyarakat lokal, dan sebagainya. Hingga saat ini, belum seperempat wilayah Nusantara yang saya kunjungi.Banyak hal yang saya dapat. Indonesia itu keren, alamnya sungguh kaya. Ini yang membuat saya selalu semangat. Seperti orang yang haus sekaligus lapar…Gak perlu jauh-jauh. Tiap kali baca Mongabay Indonesia, banyak hal baru yang saya menginspirasi. Keragaman hayati yang harus membuat kita percaya diri.
[0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224]
2019-041-11.json
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu | Ada hal sedih yang harus saya katakan, kadang, saya dapat info tentang Indonesia yang indah dan unik, justru dari bule-bule asing. Antara gemas, gelisah, atau terpukau mendengarnya.Akhirnya saya berpikir, saya harus melakukan sesuatu untuk Indonesia.   Anda masuk hutan untuk melihat langsung gajah maupun orangutan. Apa yang dicari?Saya ingin menyuarakan kehidupan mereka. Jadi, gak mungkin kan kalau gue woro-woro ternyata belum pernah lihat makhluk tersebut. Intinya, dari dulu saya memang suka satwa.Mestinya, manusia belajar banyak dari gajah. Fakta-fakta yang saya baca menunjukkan, satwa berbelalai ini banyak manfaatnya untuk kehidupan kita, kecerdasan hingga sensitivitasnya.Lihat saja, bila ada yang mati mereka berkumpul, dari yang jauh sekalipun. Hingga bikin upara alam sendiri, ala mereka. Ini luar biasa sekali.Saya kadang merenung, tanpa manusia, satwa bisa hidup tenang. Tidak diburu, atau hutan tidak dirusak yang merupakan rumah mereka.Manusia harusnya bijak, agar Bumi damai. Kondisi masyarakat kita yang bangga melihat satwa ke luar negeri, ketimbang ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau Papua, pandangan Anda? Gak keren aja menurut gue. I don’t know, fenomena apa ini. Sepertinya bukan hanya pada satwa tapi juga wisata. Kita senang buang uang puluhan juta Rupiah untuk ke Maldive, misalnya, padahal bule luar setengah mati ingin ke Indonesia. Urusan baju juga begitu, rela beli mahal demi merek terkenal.Saya belajar dari Mas Ivan Slank, kata dia, kita masih terbelit gengsi. Budaya yang suka membandingkan dari segi negatif ini yang harus dibuang.Harusnya, sifat bangga Indonesia yang kita tunjukkan. Kita punya gajah, badak, orangutan, rangkong, trenggiling, harimau, macan tutul, penyu, dan segala hal yang tidak dimiliki bangsa lain.Melanie Subono gak akan pernah berhenti menyuarakan alam Indonesia yang penuh pesona. Gue akan terus bermusik, berkarya positif. Sampai kapan? Sampai Tuhan tidak butuh gue lagi.   
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.6666666865348816]
2019-041-11.json
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu | Anda sudah bikin musik atau karya khusus alam Indonesia?Musik saya selalu bicara tentang alam meski tidak langsung disebutkan. Lirik-liriknya selalu menyiratkan kekayaan Indonesia, menghargai apa yang kita miliki, sehingga bisa dinyanyikan di ranah apapun.Di luar musik, saya mengajak sekaligus menyontohkan teman-teman untuk peduli lingkungan. Saya lakukan dari hal kecil yang bisa dan gampang. Minimal, berbuat.Saya juga ikut mengharumkan Indonesia di luar negeri. Sebagai field commander tim DCI [Drum Corps Indonesia] di kejuaraan World Music Contest XVII-2013 di Kerkrade, Netherland, Juli 2013. Bangga jadi orang Indonesia berprestasi, merinding ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan.Pemberian terindah Tuhan bernama Indonesia, harus kita jaga dan rawat sebaik mungkin. Seluruhnya. Anda menjadi anggota tim ekspertise atau tim ahli, sebagaimana Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebut. Apa karena Anda sering demo atau rajin kritik? Menurut gue begini, jadi aktivis, 20 tahun lalu untuk selalu protes, itu memang kita lakukan. Saat itu, kita memang tidak diizinkan bersuara hingga era Reformasi 1998 datang.Sekarang, kita punya hak bersuara. Jadi, kita jangan demo dan protes melulu, harus memberi solusi juga.Meski begitu, saya tetap bilang ke Bu Siti, “Saya jadi ekspertise, tapi bila Ibu salah tetap saya demo.” Dia bilang boleh. Jadi, jarak kritis saya tetap ada, tanpa harus ikut partai, atau embel-embel lain.Gue mau karena ingin belajar, menciptakan kondisi yang lebih baik. Meski, jalur pendidikan yang saya tekuni tidak menonjol, tidak ada apa-apanya.   Anda punya strategi kampanye untuk generasi milenial? Saya terus ikut perkembangan kekinian. Saya selalu ingatkan pemerintah, NGO, dan pegiat lingkungan, generasi mudah harus dilibatkan. Kita tidak boleh arogan dengan mengabaikan mereka.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.4000000059604645]
2019-041-11.json
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu
Urusan Lingkungan, Melanie Subono Selalu Ada Waktu | Ingat, generasi muda ini potensial. Kita harus menyesuaikan dengan gaya mereka. Kampanye yang paling berhasil adalah, kita tahu siapa sasaran spesifiknya.Saya bikin kaos dengan tulisan “IM A PROUD INDONESIAN” bergambar gajah bagian depan. Saya ikuti tren warna. Pesan yang disampaikan juga tidak berat. Ini bagian kampanye.Harapannya, peduli lingkungan jadi gaya hidup kita semua, keseharian.   [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0]
2014-026-03.json
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam… | [CLS] Pagi baru menyapa. Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB. Mentari belum terlihat sempurna wujudnya, namun sinar hangatnya telah terasa. Sekitar dua ratusan anak sekolah dasar yang berasal dari Kota Bogor dan sekitarnya sudah berkumpul di Lapangan Cafe Dedaunan Kebun Raya Bogor.Anak-anak penerus bangsa ini berasal dari SD Yapis Bogor, SDN Polisi 5, SD Kesatuan, SDN Pondok Rumput 2, SDIT Al-Yasmin 2, SD Kebon Pedes 1, SD Tanah Sereal, SDN Julang Bogor, SD Sekolah Alam Bogor, dan SD Pengadilan 2 Bogor. Sabtu pagi di penghujung Agustus itu, mereka bergembira ria untuk merayakan bersama keragaman burung di Indonesia. Agenda tahunan yang dihelat Burung Indonesia untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas kekayaan burung di Indonesia. Tema yang diangkat kali ini adalah “Kenali dan Cintai Burung Khas Indonesia.”Karena acaranya merayakan keragaman burung maka semuanya juga serba burung: menggambar, mewarnai, mendongeng sembari melukis, serta ada juga tarian yang menggunakan kostum burung. Burung-burung yang diperkenalkan pada para pelajar ini tentu saja burung liar yang memang ada dan khas Indonesia.Sebut saja perkici dora (Trichoglossus ornatus), burung berukuran sekitar 25 cm atau sedikit lebih kecil dibandingkan burung nuri. Ia hanya ada di subkawasan Sulawesi dengan ciri umum ekornya agak panjang runcing dan memiliki bercak telinga biru lembayung.Ada juga julang sumba. Aceros everetti ini hanya bisa kita lihat di Pulau Sumba. Ia merupakan burung berukuran 70 cm yang termasuk dalam famili Bucerotidae (rangkong), yaitu kelompok burung berpostur besar yang mudah dikenali dari cula dan pangkal paruhnya. Jumlahnya di alam diperkirakan 4.000  individu.
[0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5]
2014-026-03.json
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam… | Lalu celepuk flores atau Otus alfredi nama latinnya. Celepuk ini berukuran antara 19-21 cm yang hanya ada di Flores. Spesimennya pertama kali dikoleksi tahun 1896 di Gunung Repok, Flores Barat Daya. Terakhir kali terlihat tahun 2010 di Cunca Lolos, Flores Barat. Saat ini, jumlahnya di alam antara 250-2.500 individu dewasa.Begitu juga dengan walik dada-merah yang sudah dipastikan dadanya merah, sebagaimana namanya. Ukuran badannya agak gempal, sekitar 28 cm, yang bisa dibayangkan tidak berbeda jauh dengan burung tekukur biasa. Nama latin walik ini agak ribet disebutkan: Ptilinopus bernsteinii. Bila ingin melihatnya maka bersiaplah berangkat ke Maluku.  Tidak ketinggalan elang jawa. Jenis ini tentunya tidak asing di telinga kita karena karakternya disebut mewakili burung garuda, lambang negara Indonesia. Sebagaimana namanya, Nisaetus bartelsi ini memang hanya ada di Jawa. Jumlahnya saat ini, berdasarkan data BirdLife International sekitar 300-500 ekor dengan status Genting (Endangered) yang artinya dua langkah lagi menuju kepunahan di alam.Uniknya, di acara ini hadir pelukis naturalis spesialis burung dan alam asal Portugal, Paulo Alves. Paulo yang sudah tiga bulan di Indonesia ini menunjukkan kepiawannya melukis elang jawa di atas kanvas sembari mendongeng kepada anak-anak sekolah dasar yang hadir.Paulo memang mengkhususkan datang ke Indonesia untuk melukis 56 jenis burung yang hanya ada di Indonesia, alias tidak ada di negara manapun. Sebelumnya, ia telah melukis mandar gendang (Habroptila wallacii) pada perangko seri “Burung Terancam Punah Indonesia” keluaran 2012. “Saya senang berada di Indonesia,” tutur lelaki 24 tahun ini yang sudah mengunjungi Halmahera dan Gorontalo.
[0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2014-026-03.json
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam… | Tanpa dipungkiri, Indonesia merupakan negara terkaya dalam hal jumlah jenis burung endemik sekaligus masuk empat besar dunia untuk total jenis burung yang ada.  Berdasarkan kajian Daftar Merah BirdLife International, Indonesia memiliki 48 jenis burung yang merupakan jenis baru di 2014 ini. Sehingga, jumlah jenis burung di Indonesia di 2014 mencapai angka 1.650 jenis.Sebagian jenis baru tersebut seperti udang merah sangihe (Ceyx sangirensis), pelatuk punggung-emas (Chrysocolaptes strictus), dan raja-udang kalung-biru (Alcedo euryzona) merupakan jenis endemik. Udang-merah sangihe merupakan jenis endemik Sangihe, Sulawesi Utara. Sementara, pelatuk punggung-emas dan raja-udang kalung-biru hanya ada (endemik) di Jawa.Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia, menuturkan bahwa jumlah burung endemik Indonesia bertambah. Meski begitu, banyak juga jenis endemik yang terancam punah. Berdasarkan data burung Indonesia 2013, dari 380 jenis endemik yang ada sekitar 74 jenisnya terancam punah.Kekayaan ini harus dilestarikan, karena burung memberikan inspirasi luas dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Burung hadir mulai dari tradisi, seni, dan budaya. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih awam dengan fenomena ini. “Jangankan mengenal jenis-jenis burung khas Indonesia, jenis-jenis umum yang ada di lingkungan sekitar saja tidak semua orang tahu,” tutur Agus.Walikota Bogor dalam sambutan tertulisnya berpesan kepada para siswa agar mencintai burung liar dengan cara membiarkannya hidup bebas di alam liar. “Jika ingin menghadirkan burung ke rumah, cukuplah tanam pepohonan yang disukai burung, pasti burung akan datang,” ungkap Bima Arya yang sambutannya dibacakan Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224]
2014-026-03.json
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam… | Ya, bagi burung, pohon tidak hanya berguna sebagai tempat bermain. Lebih dari itu, pohon berfungsi sebagai tempat mencari makan, bahkan untuk tidur dan bersarang. Misalnya saja pohon buni (Antidesma bunius), kersen (Muntingia calabura), atau lobi-lobi (Flacourtia inermis) yang disukai burung cabai jawa (Dicaeum trochileum). Atau burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis) yang menyenangi madu bunga dari pepohonan dadap (Erythrina crystagalii) dan pisang hias (Heliconia spp).Prof. Dr. Ani Mardiastuti, Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor (IPB), menuturkan bahwa burung merupakan makhluk yang begitu bernilai bagi alam. Burung menebar biji, membantu penyerbukan pada bunga, bahkan berfungsi sebagai indikator alami kesehatan lingkungan.Sepatutnya kita menjaga keragaman jenis yang ada. Jangan sampai kita hanya mengenal namanya saja tanpa pernah melihat wujudnya. “Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan tempat yang representatif bagi kita untuk mulai mengenal dan mencintai burung liar,” jelas ahli burung liar Indonesia ini.KRB merupakan tempat yang tepat bagi siapa saja yang ingin mengenal keragaman burung. Catatan LIPI, jumlah jenis burung di Kebun Raya Bogor tahun 1950-an mencapai 150 spesies. Jumlah tersebut menurun dan menyisakan sekitar 90 spesies tahun 2006. Selanjutnya, tahun 2011, survei yang dilakukan Burung Indonesia baru berhasil mencatat sekitar 50 jenis (spesies). Catatan berkurangnya jumlah ini tentunya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25]
2014-026-03.json
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam…
Lewat Burung, Mereka Belajar Mencintai Alam… | Asep Ayat, pegiat di Burung Indonesia, yang mengamati keberadaan burung di KRB menuturkan, meski jenis burung di KRB menyusut namun tidaklah sulit untuk melihatnya. Ada kowak-malam kelabu (Nycticorax nycticorax), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), cinenen jawa (Orthotomus sepium), raja-udang meninting (Alcedo meninting), kepudang kuduk-hitam (Oriolus chinensis), punai gading (Treron vernas), dan cekakak sungai (Todirhamphus chloris). “Bahkan, di sini ada kakatua raja (Probosciger aterrimus) yang diperkirakan burung peliharaan yang lepas atau sengaja dilepaskan orang. Karena, kakatua raja hanya ada di papua,” jelas Asep.Sugeng, Kepala Sekolah SDN Pengadilan 2 Bogor, mengamini apa yang diucapkan Ani Mardiastuti. Menurutnya, anak-anak perlu diberikan pengetahuan sejak dini tentang keanekaragaman burung di Indonesia. “Belajar di alam dan langsung melihat burung akan membuat siswa lebih paham dan peduli lingkungan,” tuturnya. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5]
2016-081-05.json
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa? | [CLS] Enam gubernur tergabung Governors Climate and Forest-Task Force berkomitmen melawan laju deforestasi. Keenam provinsi itu menyumbang 58% hutan di Indonesia. Mereka adalah Gubernur Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat. Komitmen itu sebelumnya ditandatangani dalam deklarasi Rio Branco di Brazil 2014.“Kita komitmen hutan tak dibuka lagi. Tak membuka lahan gambut lagi. Bukan hanya menjaga hutan dan biodiversity juga penting manusia dijaga agar terhindar kemiskinan dan mendapatkan akses pendidikan mumpuni,” Koordinator CGF Indonesia, juga Gubernur Kalbar, Cornelis di Jakarta, pekan lalu.Keenam provinsi berkomitmen mengurangi laju deforestasi hingga 80% sampai 2020. Dengan menggunakan rujukan data deforestasi 2001-2009, komitmen ini akan mengurangi laju deforestasi rata-rata 323.749 hektar menjadi 64.749 hektar per tahun.“Intinya bagaimana kita menyadarkan masyarakat dan dunia usaha harus bersama-sama menjaga hutan dan menurunkan emisi gas rumah kaca agar bumi tidak terlalu panas,” katanya.Selain enam provinsi Indonesia, gubernur negara-negara lain juga tergabung GCF seperti Brazil, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol dan Amerika Serikat. Total 29 gubernur dan negara bagian tergabung GCF.“Masalah iklim berkaitan dengan hutan. Kita mencoba mewujudkan hasil rapat-rapat tingkat dunia di Brazil 2014. Terakhir juga rapat di Barselona, Spanyol menjaga iklim dan hutan bersama-sama pemerintah, masyarakat dan dunia usaha,” katanya.Dalam menjaga hutan dan iklim, katanya, dengan melibatkan masyarakat sekitar hingga mereka yang hidup di dalam atau sekitar hutan taraf hidup membaik.Menurut dia, GCF menjadi motor penggerak pentingnya menjaga hutan. Mereka akan sekuat tenaga berusaha supaya hutan tak dirambah, mengendalikan perizinan, dan menjaga buat kepentingan masyarakat dunia.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-081-05.json
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa? | Satgas gubernur ini, lebih banyak penyadaran dan mengajak partisipasi masyarakat dunia. Mengajak gubernur, walikota dan bupati Indonesia bersma-sama menjaga hutan.“Kita tak mengejar target siapa mengelola uang. Tapi bagaimana kesadaran dan bertanggungjawab. Soal pendanaan masing-masing, misal ada dari LSM, bantuan luar negeri, kita ngajak semua pihak silakan masuk tapi harus membuat perencanaan matang, laporan jelas dan melibatkan masyarakat.”Husaini Syamaun, Kepala Dinas Kehutanan Aceh mengatakan, prinsip mereka dalam menjaga hutan berusaha menyempurnakan kelembagaan agar lebih baik.“Mengelola hutan tak bisa hanya pemerintah pusat dan daerah, harus melibatkan masyarakat dan dunia usaha. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan sangat penting. Termasuk pemberian hak kelola masyarakat atau kemitraan.”Dengan memberdayakan masyarakat dalam atau sekitar hutan, katanya, mereka tak akan bisa dipengaruhi oknum yang memanfaatkan keadaan.“Kalau tak diberdayakan, mereka tetap miskin. Kalau datang cukong, bayar Rp100.000 saja sudah jadi penebang kayu. Kayu dibeking cukong.”Langkah-langkah yang ditempuh melestarikan hutan, pemberdayaan masyarakat juga merehabilitasi kawasan-kawasan rusak dan terdegradasi.Pemerintah, katanya, bisa bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, perorangan, koperasi dan lain-lain. “Di Aceh ada kerjasama dengan siapa saja untuk mengelola hasil hutan bukan kayu.”Dia memberikan contoh konkrit pelibatan masyarakat dalam skema Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Ada usaha getah pinus kerjasma dengan perusahaan. Bagi hasil 10% pemerintah provinsi, 5% kas kabupaten, dan PSDH sesuai aturan. Pengelolaan melibatkan masyarakat sekitar hingga pendapatan Rp4-Rp7 juta per bulan. Lewat kerjasama itu, selama setahun KPH berjalan, Pemerintah Aceh menerima Rp2 miliar bagi hasil, kabupaten Rp1 miliar.
[0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-081-05.json
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa? | Kepala BPLH Kaltim Riza Indra Riadi mengatakan, daerahnya membuat rencana aksi penanggulangan gas rumah kaca mengacu pada rencana aksi nasional. Juga merevisi tata ruang Kaltim, ditambah Pergub moratorium izin tambang, perkebunan dan kehutanan.“Perda perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perda pasca tambang yang mengatur kewajiban-kewajiban perusahaan untuk mereklamasi dan merehabilitasi.”Syahrin Daulay Sekda II Kalteng mengatakan, sudah membuat naskah akademis rencana daerah mencakup pencegahan kebakaran hutan dan lahan.“Ke depan kami sudah mengantisipasi lebih mengutamakan pencegahan. Apalagi 2015 ada arahan Presiden harus mengutamakan pencegahan.”Januari lalu, Kalteng membuat rencana aksi tiap kabupaten dan instansi terkait. Ia terhimpun menjadi rencana aksi daerah. Harapannya, tak terjadi kebakaran hutan tahun ini.“Kami juga membuat reward apabila desa, kecamatan atau kabupaten tidak ada kebakaran. Begitu juga daerah terkena kebakaran, akan ada punishment. Sanksi dan reward masih finalisasi seperti apa.”Noak Kapisa, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Papua menyatakan, Papua banyak kawasan lindung dan konservasi. Di Papua tutupan hutan masih 75%.“Perizinan kami ketat sekali. Kami ada Badan Koordinasi Tata Ruang. Disitulah mengontrol supaya tata ruang lebih terjaga. Kami mengevaluasi 100 perizinan pertambangan dan perkebunan. Kalau tidak sesuai, gubernur memerintahkan segera dicabut.”Hutan di Papua, katanya, menjadi sumber penghidupan masyarakat. Terlebih, Pemprov Papua sudah ada perdasus pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis masyarakat adat.“Kami melakukan pendekatan bagaimana menyelamatkan hutan dengan komoditas lokal berbasis masyarakat.”Ketua Harian Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Papua Barat Herman Orisoe mengatakan, menjaga hutan bagi orang Papua sudah turun menurun. Hutan adalah ibu kandung tempat makan dan hidup.
[0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0]
2016-081-05.json
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa?
Kala Para Gubernur Nyatakan Komitmen Lawan Deforestasi, Seperti Apa? | “Komitmen kami sangat besar implementasi REDD+. Kami memiliki rencana aksi implementasi REDD+ tingkat provinsi.”Sisi lain, katanya, banyak investasi ingin masuk ke Papua Barat. Dia tak ingin hutan hancur seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Saat ini, Papua Barat menyiapkan perdasus investasi tak hanya berbicara kepentingan ekonomi tetapi mengakomodir lingkungan, dan sosial masyarakat.Nur Masripatin, Dirjen Pengendalian perubahan iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, posisi GCF dalam rencana pengendalian perubahan iklim sangat penting. [SEP]
[0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-021-08.json
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara | [CLS] Setelah sabar menunggu, akhirnya masyarakat komplek perumahan Home Owner (HO) RW V, VI dan VII Ranah Cubadak, Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) dapat melihat hasil temuan tim veriifkasi lapangan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas kasus yang mereka adukan.KLH memaparkan hasil sampling kualitas udara dan temuan lapangan terkait dengan dugaan pencemaran udara akibat debu pabrik PT. Semen Padang pada minggu kemarin. Pertemuan tersebut merupakan dari rangkaian proses dari penanganan pengaduan masyarakat.Pemaparan dilakukan setelah KLH menurunkan tim verifikasi atas pengaduan masyarakat pada tanggal 25-29 Agustus  2014 di lokasi pemukiman masyarakat dan areal pabrik PT. Semen Padang. KLH juga telah melakukan analisis laboratorium atas sampling kualitas udara yang diambil di beberapa titik pada pemukiman masyarakat.Jasmin Ragil Utomo, Asisten Deputi Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH mengatakan hasil sampling yang dilakukan di dua titik pemukiman dan menunjukkan angka konsentrasi debu 248 dan 278 µg/Nm3. Angka ini melebihi baku mutu udara ambien nasional sebagaimana yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yaitu sebesar 230 µg/Nm3.Pada saat pengambilan sampling kualitas udara dilapangan, tim juga melakukan pengukuran kecepatan dan arah angin guna melihat prakiran sumber dampak. Memang ditemukan kecenderungan arah angin bergerak dari timur dan tenggara menuju arah barat. Sementara itu pemukiman masyarakat terletak di arah barat dari perusahaan dan posisi pemukiman berada lebih rendah dari lokasi pabrik, tambahnya.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-021-08.json
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara | Sedangkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup, melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu kegiatan verifikasi, klarifikasi, penetapan pilihan penyelesaian sengketa dan pelaksanaan penyelesaian sengkata. Untuk kasus ini, pemaparan hasil tim verifikasi lapangan merupakan bagian dari klarifikasi yang disampaikan kepada para pihak-pihak yang bersengketa. Setelah melakukan klarifikasi, para pihak dapat menentukan pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, diantaranya negosiasi, mediasi dan arbitrase.Korinto Santo, selaku perwakilan masyarakat menyambut baik atas proses penyelesaian sengketa lingkungan yang dilakukan oleh KLH. Masyarakat berharap proses tersebut mampu menyelesaikan sengketa dan perusahaan segera melakukan rehabilitasi lingkungan yang telah tercemar serta memberikan ganti kerugian atas kerusakan atap rumah masyarakat.Kegiatan klarifikasi temuan lapangan dilakukan secara terpisah antara masyarakat dengan PT. Semen Padang di hari yang berbeda. Pertemuan ini juga dihadiri oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Propinsi Sumbar dan Bapedalda Kota Padang beserta Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Andalas dan WALHI Sumbar.Pada hari selanjutnya, dilakukan pertemuan untuk mendengarkan klarifikasi temuan lapangan dari pihak perusahaan. Pertemuan ini difasilitasi langsung oleh Himsar Sirait, Deputi V Bidang Penaatan Hukum Lingkungan Hidup KLH. Himsar mengatakan bahwa pemerintah hanya sebagai fasilitator dan wajib bagi pemerintah untuk mencarikan penyelesaian sengketa yang sedang berlangsung.Himsar menegaskan perusahaan harus melakukan upaya pengelolaan lingkungan secara maksimal sesuai ketentuan perundang-undangan serta peraturan turunan lainnnya. Jika perusahaan tidak mengindahkan, KLh akan memberikan sanksi. Perusahaan juga harus melakukan ganti rugi kepada masyarakat akibat aktivitas pabrik.Perusahaan Akan Lakukan Ganti Rugi
[0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-021-08.json
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara | Menyikapi hal tersebut Agus Boydiantoro, mewakili pihak manajemen PT. Semen Padang mengatakan perusahaan tidak pernah berniat untuk tidak menyelesaiakan kasus ini, namun butuh waktu untuk mengkomunikasikannya dengan pimpinan perusahaan.Perusahaan menyanggupi untuk melakukan perbaikan rumah-rumah masyarakat yang terkena dampak secara bertahap. Segala bentuk kerugian tersebut tentunya tidak dapat disamaratakan, dan perusahaan juga akan melakukan verifikasi lapangan terhadap kondisi rumah masyarakat tersebut.Perusahaan bersepakat untuk menyelesaikan permasalahan dengan masyarakat di luar pengadilan dan dituangkan dalam berita acara kesepakatan. Perusahaan bersedia melakukan perbaikan dan pengantian terhadap atap rumah masyarakat perumahan HO RW V, VI, dan VII Ranah Cubadak, kelurahan Indarung, kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.Untuk melakukan perbaikan para pihak sepakat membentuk Tim Inventarisasi dan Identifikasi terhadap kerusakan atap rumah masyarakat yang dikepalai langsung oleh Kepala Bapedalda Kota Padang. Hasil kerja tim tersebut akan menjadi dasar perusahaan akan melakukan rekomendasi ganti rugi.Desriko Malayu Putra, Deputi Direktur WALHI Sumbar mengapresiasi rencana penyelesaian masalah tersebut. Tetapi perrmasalahan bukan hanya mengenai perbaikan-perbaikan rumah warga, namun perusahaan juga harus berkomitmen untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik.Tim verifikasi KLH di lapangan juga menemukan bahwa aktifitas pabrik telah memberikan dampak buruk atas kualitas udara di sekitar pemukiman. Artinya dampak ini telah menganggu hak publik masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan udara yang sehat yang mana hak tersebut merupakan bagian dari hak asasi yang harus dipenuhi. Pemerintah harus mampu meberikan sanksi tegas atas kelalaian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan, tambahnya.
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2014-021-08.json
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara
KLH : Debu PT Semen Padang Diambang Batas Baku Mutu Udara | Pertemuan ini berakhir dengan penandatanganan berita acara kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan antara perusahaan dan masyarakat yang telah di buat, dan akan diawasi oleh KLH melalui Bapedalda Kota Padang. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-014-08.json
Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen
Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen | [CLS]   Baca sebelumnya: Masa Depan Gajah Sumatera di Hutan Ulu Masen** Konflik antara manusia dengan gajah sumatera masih terjadi di wilayah Ulu Masen, Provinsi Aceh.  Ilyas, Imun Mukim Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, menuturkan pertikaian tersebut sudah terjadi sejak 2015. Tanaman kebun masyarakat seperti pinang maupun durian, tidak luput dari sasaran gajah.“Bila datang, jumlahnya bisa sampai 44 individu. Kami mengusirnya dengan mercon. Awalnya takut, tapi kini terbiasa. Cara ini terus kami lakukan, setiap kawanan gajah masuk kebun,” jelasnya.Ilyas mengatakan, masyarakat sudah berdiskusi dengan Pemerintah Gampong, tapi belum menemukan solusi efektif, hingga akhirnya BKSDA Aceh turut mendampingi warga dalam memitigasi konflik.Baca: Pagar Kawat Kejut Dirusak, Kawanan Gajah Liar Kembali Masuk Permukiman Warga  Boyhaqie, dari Fauna & Flora International’s Indonesia Programme, menjelaskan bahwa mitigasi konflik di Ulu Masen sudah berkoordinasi dan melibatkan sejumlah pihak. Ada BKSDA Aceh, DLHK Aceh, Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Pemerintah Daerah, Conservation Respon Unit [CRU], dan masyarakat.Kegiatannya berupa monitoring keberadaan gajah melalui pemasangan GPS Collar dan informasi dari masyarakat, serta pembentukan satuan tugas. Selain itu, pengusiran menggunakan meriam karbit dan mercon dilakukan, dengan cara memantau di perbatasan habitat gajah dengan permukiman.“Biasanya, masyarakat yang melihat gajah masuk ke kebun atau swah akan melaporkan ke tim satgas,” jelasnya.Boyhaqie menambahkan, strategi lain yang digunakan adalah dengan pemasangan pagar kejut [power fencing] antara batas habitat gajah dan permukiman.“Ini dilakukan untuk memotong pergerakan kelompok gajah menuju permukiman, sehingga  tetap berada di habitatnya.”Dinamakan pagar kejut karena arus listrik yang digunakan terbilang aman, tidak mematikan. Arusnya 7-8 joule [0,00000194 – 0,00000222 kWH].
[0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224]
2022-014-08.json
Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen
Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen | Menurut Boyhaqie, kabel yang dialiri listrik itu, kecepatan minimumnya 1,02 detik, setelah itu putus. Interval tanpa listrik, maksimum 2 detik.“Listrik yang dihasilkan berasal batere tenaga surya yang dihubungkan ke energizer [pagar kejut] yang dialiri ke kabel. Setiap 5 meter, kawat akan dikaitkan ke kayu atau pohon agar tidak kendor,” terangnya.Sebelumnya, Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto, mengatakan pagar kejut merupakan solusi sementara untuk mengatasi konflik manusia dengan gajah. Power fencing butuh dukungan masyarakat untuk menjaga dan merawatnya. Jika dirusak, gajah liar kembali masuk permukiman.“Ketika badan gajah mengenai kawat, akan timbul efek kejut sehingga gajah tidak akan mendekat lagi. Tidak perlu khawatir, arus listrik yang rendah tidak akan membunuh atau melukai gajah,” ungkapnya.Baca: Atasi Konflik Masyarakat dengan Gajah, Pagar Listrik Dibangun di Kabupaten Pidie  PendampinganIlyas melanjutkan, masyarakat mendukung upaya mitigasi konflik melalui pemasangan pagar kejut.“Pengelolaan dan perawatan pagar kejut, sudah diserahkan kepada kami. Kami akan menyiapkan satu orang di setiap kampung, untuk menjaga dan untuk membersihkannya. Dana diambil dari kas desa,” tuturnya.Hingga Juli 2022, di Ulu Masen sudah ada empat pos patroli, yaitu di Desa Turue Cut, Blang Dalam, Lhok Keutapang, dan Paya Guci.Pagar kejut juga sudah dipasang di Mukim Beungga sejauh 4,2 km. Di Paya Guci, Kecamatan Tangse, sejauh 2 km; di Desa Blang Dalam, Kecamatan Mane sejauh 5 km; di Keumala Dalam sejauh 800 meter; dan di Turue Cut sejauh 2 km.Menurut Ferguson dan Hanks [2010], penggunaan pagar pembatas untuk satwa sudah dibangun sejak 1950-an hingga awal 1980-an. Pagar yang dibangun di bagian selatan dan tengah Botswana, Afrika Selatan, dilakukan tanpa memikirkan dampaknya terhadap satwa liar di daerah tersebut, terutama jalur migrasi satwa.
[0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204]
2022-014-08.json
Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen
Pagar Kejut, Mitigasi Konflik Manusia dengan Gajah di Ulu Masen | Studi di Sri Lanka menunjukkan, pemasangan pagar listrik dilakukan untuk menjauhkan gajah dari lahan pertanian. Ini dikarenakan cara tradisional seperti menyalakan petasan atau membuat suara keras, tidak lagi efektif. Namun, pagar listrik menimbulkan banyak masalah karena arus yang terlalu tinggi, tidak saja berdampak pada satwa tapi juga manusia.Baca: Cinta Kita yang Hilang pada Gajah Sumatera  Penggunaan dana desaT. S. Halim, Sekretaris Camat Mane, Kabupaten Pidie, Aceh, mengatakan bahwa di Desa Luteung penggunaan dana desa sangat berpengaruh terhadap berkurangnya konflik manusia dengan gajah.Berawal dari ketakutan dan keresahan masyarakat, pemerintah desa dan masyarakat berpikir untuk mengatasi masalah tersebut.“Di Kecamatan Mane ada Lembaga Pengelolaan Hutan Desa [LPHD], wadah untuk menyampaikan aspirasi. Dalam rapat LPHD, segala aspirasi dan keinginan masyarakat untuk mengatasi konflik dibicarakan. Masalah ditangani secara swadaya dan swakelola,” terangnya.LPHD mengimplementasikannya dalam sebuah program, yaitu membentuk kelompok patroli hutan dengan anggota 10 orang per desa.“Disetujui, dana bersumber pada anggaran pendapatan dari gampong [APBD], yang diplotkan untuk kegiatan penanganan satwa liar,” imbuhnya.Bagaimana bila dana dari desa tidak ada lagi sementara konflik masih terjadi? Halim mengatakan, akan diusahakan subsidi dari desa. Kepedulian masyarakat untuk melindungi kebun dan tanaman mereka dari gangguan gajah sudah terlihat.“Mudah-mudahan, nanti bisa diusahakan dari masyarakat secara swadaya dan swakelola. Paling penting, masyarakat bisa merawat dan mengelola pagar kejut,” jelasnya.  [SEP]
[0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534]
2023-012-07.json
Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut
Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut | [CLS]   Beberapa tahun terakhir, rawa gambut di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan, aman dari kebakaran. Ini kemungkinan dikarenakan fenomena La Nina berantai [2019-2022]. Beberapa upaya restorasi, seperti revegetation, di Sumatera Selatan, berjalan baik. Bagaimana tahun 2023?“Jika 2023 masih ada La Nina, mungkin demplot revetigasi di sini terus terjaga. Tanaman akan tumbuh baik,” kata Sumantri, peneliti rawa gambut di Desa Perigi Talangnangka, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, akhir Desember 2022.“Namun jika 2023 ada kemarau panjang, tentu sangat mencemaskan. Bukan tidak mungkin, kebakaran di rawa gambut terjadi lagi. Beberapa demplot revetigasi juga turut terbakar,” ujarnya.“Saya berharap kita semua tetap waspada. Semua kegiatan terkait pencegahan kebakaran dan perbaikan rawa gambut terus berjalan,” ujarnya.Kecemasan yang sama diungkapkan Haji Nungcik [53], warga Desa Perigi Talangnangka, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, akhir Desember 2022.“Saya senang lahan saya di rawang ini dijadikan demplot oleh CIFOR [Center for International Forestry Research]. Semua tanaman di sini, seperti bintaro, jeluntung, nyamplung, tumbuh dengan baik. Rata-rata tumbuh hingga tiga meter. Ini semua karena tiga tahun terakhir tidak terjadi kebakaran,” katanya.Lokasi demplot CIFOR berada di lahan milik Haji Nungcik di rawang Pulau Sepanggil, Desa Perigi Talangnangka, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.“Saya cemas bila terjadi kebakaran, apinya merambat hingga ke demplot ini,” ujarnya.Baca: Restorasi Gambut dan Mangrove Butuh Rekulturisasi?  Kemarau, rawan terbakarBastoni, peneliti rawa gambut dari Balitbang LHK Palembang, awal Januari 2023 menjelaskan, “Tiga tahun terakhir, kondisi rawa gambut di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan, aman dari kebakaran. Sebab, adanya La Nina, yang membuat kemarau tetap basah.”
[0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2023-012-07.json
Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut
Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut | Tapi, bisa saja pada 2023 terjadi kemarau tanpa La Nina. “Kita semua harus waspada menghadapi kemungkinan tersebut.”Saat musim kemarau, rawa gambut itu rawan terbakar, baik ada drainase maupun tidak. Ini dikarenakan, rawa gambut di Sumatera Selatan pada dasarnya sudah rusak karena sebagian besar hutannya sudah terbuka.“Tahun 1997-1998 pernah terjadi kebakaran besar, padahal saat itu belum ada aktivitas perkebunan sawit dan HTI [Hutan Tanaman Industri],” katanya.Jadi, lanjutnya, rawa gambut yang rawan terbakar tersebut bukan hanya di lokasi perkebunan moderen, juga tradisional.“Keduanya memiliki potensi terbakar. Intinya, jangan menggunakan api dalam mengelola lahan rawa gambut.”Selanjutnya, kelalaian juga dapat menimbulkan kebakaran. “Misal, sembarangan membuang puntung rokok atau masak menggunakan kayu di rawa gambut,” ujarnya.Terakhir, patroli dan kampanye terkait pencegahan kebakaran terus dilakukan.“Terutama 2023 ini, yang bisa saja berlangsung kemarau panjang,” katanya.Baca: Purun Terakhir, Film Hilangnya Rawa Gambut di Pedamaran  Langganan kebakaranBelum ada data pasti mengenai luasan rawa gambut di Sumatera Selatan. Berdasarkan data CIFOR, luasan gambut di Sumatera Selatan mencapai 1,73 juta hektar dari luasan lahan basah sekitar 3 juta hektar. Rawa gambut tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Musi Rawas. Sementara Pemerintah Sumsel, mencatat rawa gambut terluas di Kabupaten OKI, sekitar 769 ribu hektar.Sejak kebakaran 1997-1998, wilayah ini rawan kebakaran. Berbagai upaya dilakukan. Termasuk Pemerintah Provinsi Sumsel menetapkan Peraturan Daerah [Perda] No. 1 Tahun 2018 Tentang Perlindungan Ekosistem Gambut.Kebakaran besar rawa gambut kembali terjadi pada 2006, 2007, 2008, 2014, 2015, dan 2019.  
[0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0]
2023-012-07.json
Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut
Tahun 2023, Sumatera Selatan Waspada Kebakaran Rawa Gambut | Pemerintah melalui BRG [Badan Restorasi Gambut] -berubah menjadi BRGM [Badan Restorasi Gambut dan Mangrove] menargetkan restorasi gambut di Sumatera Selatan seluas 594.230 hektar. Di kawasan lindung 61.247 hektar, kawasan budidaya 458.430 hektar, serta kawasan budidaya tidak berizin 74.553 hektar.Selama upaya restorasi tersebut atau dari 2015-2019, Sumatera Selatan mengalami karhutla terluas di Indonesia, mencapai 1.011.733,97 hektar. Luasannya ini di atas enam provinsi lain yang setiap tahun mengalami hal serupa, yakni Kalimantan Tengah [956.907,25 hektar], Papua [761.081,12 hektar], Kalimantan Selatan [443.655,03 hektar], Kalimantan Barat [329.998,35 hektar], Riau [250.369,76 hektar], dan Jambi [182.195,51] hektar.Setelah 2015, Sumsel sempat menunjukan perkembangan signifikan dalam upaya pencegahan kebakaran. Pada 2018, hutan dan lahan gambut hanya terbakar sekitar 16.226, 60 hektar. Namun pada 2019 melesat hingga 336.778 hektar. Kabupaten OKI tetap menjadi wilayah yang paling luas mengalami kebakaran lahan gambut.  [SEP]
[0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2020-046-10.json
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT | [CLS]  Walhi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan survey online dan wawancara melalui telepon tentang pendidikan lingkungan hidup pada 01-04 Juni 2020. Survey itu melibatkan 176 responden yang berasal dari 22 kabupaten/kota di NTT.“Terkait apakah pemerintah pernah melakukan pendidikan hukum lingkungan, 94,9% menjawab tidak pernah. Sementara 5,1% mengatakan pernah,” kata Kordinator Divisi Sumberdaya Alam WALHI NTT, Rima Melati Baut, awal Juni 2020.Hasil survey tersebut, dibahas dalam diskusi online pada awal Juni, bertema “Penilaian Publik Terhadap Kinerja Pemerintahan di NTT Dalam Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup”.Panelis yang dihadirkan antara lain Dr. Umbu Rauta SH,MH dari Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Etji Doek dari Perkumpulan PIKUL, Ferdinan Umbu Tay Hambadima dari GMKI Kupang.Selain itu ada Sony Roka Hawolung perwakilan nelayan dari Kabupaten Sumba  Barat serta Oscar D. Pellokila dan Linawati Lase, dua warga terdampak tambang di Kabupaten Kupang.Hasil survey Walhi itu terkonfirmasi kesaksian nelayan Sony Roka Hawolung yang dikriminalisasi karena aksesnya terhadap wilayah kelolanya.Sedangkan Oscar D. Pellokila dan Linawati Lase, petani di kabupaten Kupang yang terdampak pertambangan selama 30 tahun merasa dibodohi. Keduanya tidak tahu jalur hukum apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan tanah mereka dari aktivitas ekstraktif tersebut.baca : COVID-19 Berdampak pada Petani dan Ketahanan Pangan di NTT. Apa Solusinya?  Perwakilan mahasiswa, Ferdinand Umbu Tay Hambadima menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah memberikan pendidikan hukum lingkungan kepada mahasiswa. Hal ini juga terbukti dari hasil survey dimana 24,06% mahasiswa dari 94,7% responden terbanyak yang menyatakan tidak pernah mendapatkan pendidikan hukum lingkungan.
[0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0]
2020-046-10.json
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT | Pakar hukum, Dr. Umbu Rauta SH, MH menyampaikan bahwa pendidikan hukum lingkungan oleh pemerintah kepada masyarakat sangatlah penting karena hal tersebut merupakan tanggung jawab negara kepada masyarakatnya.Umbu Rauta juga menyatakan bahwa bila ada masyarakat yang kesulitan dengan bantuan hukum, negara tidak bisa hanya menjadi penonton dan tidak boleh menutup daya upaya masyarakat untuk menempuh jalur hukum atas permasalahan yang merugikan masyarakat itu sendiri.  Daya Dukung LingkunganOscar, petani di Kabupaten Kupang menyampaikan bahwa izin pertambangan yang diberikan pemerintah kepada perusahan tambang di wilayahnya mengakibatkan akses warga terhadap air tanah semakin susah.Sebelum ada aktivitas pertambangan sebutnya, untuk mendapatkan air tanah, sumur hanya digali kurang dari 10 meter. Setelah adanya aktivitas tambang, air ditemukan pada kedalaman lebih dari 10 meter.Sementara relawan Pikul, Etji Doek yang mengadvokasi ketahanan pangan laut warga di pesisir Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Flores Timur mempersoalkan pembangunan di pesisir pantai.Etji menuturkan sejak ada Perda No.11/2011 tentang RTRW Kota Kupang, akses nelayan terhadap laut semakin dipersulit dengan adanya pembangunan hotel dan restoran di sepanjang pesisir Kota Kupang.“Hal ini menyalahi amanat UU No.1/2014 bahwa tidak boleh ada bangunan di ruang sempadan pantai yaitu minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat,” tegasnya.Dampak lingkungan yang timbul akibat pembangunan tersebut, laut semakin kotor. Ini terjadi, kata Etji, akibat pembuangan limbah yang langsung ke laut serta sedimentasi pantai yang merusak ekosistem mangrove.baca juga : WALHI NTT Melihat Laut NTT Terancam dan Pemerintah Lamban Melindungi. Apa Saja Ancaman Itu?  
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0]
2020-046-10.json
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT | Menurut Rima, suvey Walhi NTT menerangkan sebanyak 99 orang atau 56,3% responden yang mengisi survey dan diwawancara menyatakan kebijakan pembangunan di daerahnya tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.Rata-rata responden kecewa dan tidak senang dengan pengingkaran terhadap kebijakan moratorium tambang oleh pemerintah provinsi NTT.“Responden menilai Viktor tidak konsisten dengan komitmen moratorium tambang pasca terpilih sebagai gubernur NTT. Semua panelis sepakat bahwa kinerja pemerintah NTT dalam upaya pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup sangat buruk,” terangnya.Selain itu sambung Rima, panelis mengatakan, perlindungan terhadap warga-warga kecil dan wilayah kelolanya sangat buruk sehingga pantas mendapatkan rapor merah.Forum diskusi memberikan rekomendasi kepada pemerintah melaksanakan pendidikan lingkungan dan hukum lingkungan kepada masyarakat. Pemerintah juga diminta mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan masyarakat dalam setiap kebijakan pembangunan.Sebanyak 31,8% responden jelasnya, menyatakan bahwa pemerintah harus menjadikan ketahanan air dan pangan, konservasi dan pendidikan lingkungan sebagai prioritas pembangunan dalam jangka waktu 5 tahun kedepan.“Pemerintah harus mengembangkan model pariwisata berbasis kerakyatan yang terbuka dan berkelanjutan, bukan model pariwisata berbasis investor padat modal yang mengutamakan privatisasi lahan atau kawasan,” ucapnya.perlu dibaca : Soal Moratorium Tambang, Gubernur NTT Ditagih Janji Utamakan Pariwisata dan Pertanian  Terus Lakukan SosialisasiKepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, Ferdy J.Kapitan  kepada Mongabay Indonesia, Senin (15/6/2020) mengatakan pihaknya dan Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) selalu melakukan sosialisasi kepada warga untuk menjaga lingkungan dan hutan.
[0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.2222222238779068, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0]
2020-046-10.json
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT
Survey Walhi : Rapor Merah Kinerja Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup Pemprov NTT | Menurut Ferdy, pihaknya terus melakukan sosialisasi terkait kehutanan, meski terkesan hanya melakukan aktifitas pengamanan hutan dan ancaman itu berasal dari masyarakat.“Selama ini masyarakat berpikir hutan itu milik pemerintah padahal hutan adalah milik negara dimana masyarakat dan pemerintah menjadi bagian dari negara. Makanya kita mengajak masyarakat sebagai pemilik hutan dan merasa memiliki hutan itu sehingga mereka perlu menjaganya,” tuturnya.Pemerintah, katanya, terus melakukan sosialisasi agar ada pemahaman lebih baik di masyarakat. Dia berharap kedepannya, masyarakat bisa menjadi pengelola wisata di dalam kawasan hutan dan mendapatkan penghasilan dari hutan sehingga mereka merasa memiliki dan menjaga kelestarian hutan.“Kita dorong konsep ekowisata di wilayah hutan dan masyarakat menjadi pengelolanya. Terkait izin reklamasi pantai dan tambang galian C semuanya harus melewati proses pengurusan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang ketat sebelum beroperasi,” ungkapnya.Sedangkan Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi NTT Jusuf Adoe kepada Mongabay Indonesia, Kamis (18/6/2020) mengatakan terkait dengan keputusan moratorium tambang yang dikeluarkan Gubernur NTT hanya untuk pemberian izin baru untuk mineral dan logam.Sementara batuan atau galian C kata Jusuf, boleh dikeluarkan izinnya tetapi tetap harus melalui aturan ketat termasuk pengurusan ijin Amdal. Pemberian izin, tegasnya, harus dilakukan karena untuk kepentingan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan lainnya.“Kalau tambang batuan atau Galian C memang harus diberikan izin sebab jika tidak maka pembangunan pasti tidak akan berjalan,” ungkapnya.Kegiatan tambang harus didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat sekitar termasuk soal dampak lingkungannya. Dinas ESDM NTT pun selalu melakukan evaluasi terkait aktivitas pertambangan tersebut.  [SEP]
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0]
2017-071-19.json
Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak
Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak | [CLS]   Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Awang Faroek Ishak, baru saja mendeklarasikan semangat Kaltim yang memiliki badak sebagai Provinsi Konservasi Badak. Menurutnya, semua badak yang ada di Kaltim sebaiknya tidak lagi disebut badak sumatera, melainkan badak kalimantan yang hidup di Kaltim. Pendapat tersebut ia sampaikan pada Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur, Selasa (14/03/17) di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda.Langkah awal sebagai salah satu Provinsi Konservasi Badak, Awang meminta seluruh pemangku kepentingan daerah untuk mengamankan dan menyelamatkan badak beserta habitatnya. Langkah berikutnya, lanjut dia, harus ada tim hebat yang mencari badak serta menentukan kawasan perlindungan sekaligus penyelamatannya. “Selain pesut, orangutan, gajah, dan banteng, kita juga perlu menjaga badak. Sejak dulu, saya mendukung perlindungan satwa yang ada di Kaltim, terutama yang endemik.”Awang menegaskan, walaupun jenis badak yang ditemukan di Kutai Barat (Kubar) sama dengan badak sumatera, pasti ada perbedaan genetik yang lain. Pasalnya, dari lokasi yang ditempati badak sudah jelas di provinsi berbeda. Sehingga tidak menarik, kata dia, jika badak di kalimantan disebut badak sumatera.“Saya dulunya dosen di Universitas Mulawarman dan menyukai penelitian. Sudah pasti antara badak sumatera dan badak di Kalimantan ada bedanya, walaupun jenisnya sama.”Awang telah menyiapkan kawasan konservasi badak di Kutai Barat, yang tercatat dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kaltim. Menurutnya, kawasan konservasi badak di eks tambang emas PT. Kelian Equitorial Mining (KEM) Kutai Barat cocok untuk habitat badak karena dipenuhi pakannya serta tidak terganggu aktivitas manusia dan perusahaan. “Kawasan itu memang sudah dipersiapkan dan dipilih karena lokasinya dekat dengan ditemukannya badak pertama kali.”
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0]
2017-071-19.json
Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak
Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak | Meski jumlah badak yang ada di Kalimantan diperkirakan hanya belasan individu, Awang tetap bersemangat menjadikan Kaltim sebagai Provinsi Konservasi Badak. “Nanti bisa dikawinkan dan melahirkan anak-anak baru. Masih ada harapan” sebutnya.  Keinginan Gubernur Kaltim tersebut, diapresiasi Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Dahono Adji.Bambang menyebut, penyelamatan badak sumatera di Kalimantan dilakukan oleh KLHK, WWF Indonesia, serta para tokoh dan kepala adat Kutai Barat dan Mahakam Ulu. “Penyelamatan badak sudah dilakukan sejak dulu. Kabar bahagianya, badak Najaq ditemukan, tapi mati pada 5 April 2016. Mudah-mudahan, langkah penyelamatan dan konservasi ini bisa menyelamatkan badak lainnya.”Bambang mengatakan, pihaknya telah menetapkan hutan eks tambang emas PT. KEM sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). Di daerah tersebut tidak boleh lagi ada aktivitas manusia terkait penambangan atau penebangan kayu. “Saya mendukung semangat Gubernur Kaltim untuk memiliki badak sendiri. Bahkan, rencana Gubernur memasang foto badak di bandara sebagai simbol kekayaan Kaltim harus diapresiasi. Semoga penyelamatan badak ini berjalan baik,” tuturnya.  SubspesiesPeneliti Animal Biosystematics and Ecology, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dedy Duryadi Solihin, mengatakan setelah pihaknya melakukan penelitian badak yang ditemukan di Kaltim, ada kemungkinan jika badak yang ditemukan tersebut adalah subspesies.Dedy memastikan hal itu setelah melihat dan membandingkan spesies badak Andalas, Bina, dan Turga dengan badak di kalimantan ini. Hasilnya, spesies badak ini berbeda. Meski ada kesamaan genetik, perbedaannya hanya 2 persen dan tingkat kesamaannya mencapai 98 persen, masih ada kemungkinan badak di kalimantan ini menjadi subspesies.
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0]
2017-071-19.json
Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak
Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak | “Untuk memastikan spesies baru, diperlukan tiga perbedaan. Namun, di penelitian lain, badak di kalimantan ini terlihat lain sendiri. Dia tidak sama dengan badak andalas dan badak sumatera lainnya. Kemungkinan merupakan subspesies,” jelasnya.Permasalahan DNA, lanjut Dedy, akan terus diamati. Dipastikan, badak yang ditemukan di Kalimantan tersebut bukan spesies baru. Namun, memiliki genetik berbeda, memiliki 8 asam amino, sedangkan badak yang lain tidak sebanyak itu. Kedepan, pihaknya akan melakukan langkah-langkah penyelamatan badak dan mengawinkannya. Sehingga, dapat menetukan jenis spesiesnya pada anak-anak badak itu.“Kita akan lakukan perkawinan terstruktur. Untuk langkah mendesak, akan diidentifikasi semua kantong penemuan badak. Kita upayakan agar badak selamat,” pungkasnya.Sebagai penjelasan, badak sumatera diklasifikasikan dalam tiga subjenis berdasarkan persebarannya. Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis daerah persebarannya berada di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni ada di wilayah Kalimantan. Sementara Dicerorhinus sumatrensis lasiotis ada di Vietnam, Myanmar bagian utara hingga Pakistan bagian timur. Untuk subjenis Dicerorhinus sumatrensis lasiotis, beberapa peneliti badak menyebutkan, keberadaannya sudah tidak terlihat lagi sejak puluhan tahun lalu.     [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-094-15.json
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi | [CLS] Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memperlihatkan, sepanjang 2015, konflik agraria masih tinggi dengan 252 kasus luasan 400.430 hektar, melibatkan 108.714 keluarga. Dari berbagai kasus itu, korban tewas lima orang, tertembak aparat 39, luka-luka 124 dan ditahan (kriminalisasi) 278 orang.Iwan Nurdin, Sekretariat Jenderal KPA mengatakan, lima orang tewas dalam konflik agraria itu tinggi. Kondisi ini, katanya menunjukkan, masyarakat tak mempunyai kanal dalam penyelesaian kasus agraria. Kementerian terkait, ucap Iawan, belum menjalankan fungsi dan tugas dengan baik.“Ketika penyelesaian konflik agraria dicetuskan dalam Nawacita, dituliskan dalam RPJMN namun kebijakan-kebijakan kementeriann nol besar. Ini jadi masalah,” katanya katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/01/16).Data KPA, konflik agraria sektor perkebunan 2015 seluas 302.526 hektar, kehutanan 52.176 hektar, pertambangan 21.127 hektar, pesisir-kelautan 11.231 hektar, infrastruktur 10.603 hektar, lain-lain 1.827 hektar dan pertanian 940 hektar.Sektor perkebunan, katanya, menempati urutan pertama 127 konflik (50%), pembangunan infrastruktur 70 kasus (28%), kehutanan 24 (9,60%), pertambangan 14 (5,2%), lain-lain 9 (4%), pertanian dan pesisir-kelautan empat kasus (2%).“Sama dengan 2014, tahun ini Riau menjadi penyumbang konflik agraria karena ekspansi HTI dan perkebunan sawit,” katanya.Selain Riau 36 kasus (14,4%), daerah penyumbang konflik Jawa Timur 34 (13,6%), Sumatera Selatan 23 (9,2%), Sulawesi Tengah 16 (6,4%), Jawa Barat dan Sumatera Utara sama-sama 15 kasus (6%) serta Lampung 12 (4,8%).“Jatim dari tahun ke tahun menempati posisi kedua karena penguasaan tanah PTPN, monopoli hutan Perhutani dan proyek infrastruktur seperti jalan tol, perumahan, waduk dan lain-lain.”Konflik tertinggi sektor perkebunan, katanya, menunjukkan perluasan lahan dan operasi perkebunan skala besar meluas, terutama sawit.
[0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0]
2016-094-15.json
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi | Dalam lima sampai 10 tahun ke depan, katanya, perkebunan sawit akan menimbulkan krisis agraria makin parah, tak hanya ketimpangan penguasaan lahan juga konflik agraria.Untuk pelaku konflik, didominasi perusahaan 35 kasus, disusul polisi 21, TNI 16, pemerintah 10, preman delapan, dan warga tiga. Sedang aparat, polisi mendominasi kekerasan (34). Sebelumnya, kekerasan TNI lima kasus.“Tahun 2015, perusahaan menjadi pelaku kekerasan yang utama. Ini karena mecenderungan UU Perkebunan yang memperbolehkan mereka membentuk pamswakarsa sendiri. Mereka menjadi pelaku kekerasan paling dominan.”Iwan mengatakan, dengan masih adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak TNI/Polri menunjukan bahwa mereka mengambil posisi yang tidak netral. Cenderung malah mengambil posisi sebagai kepanjangan tangan perusahaan dan pendekatan prosedural hukum positif semata tanpa melihat akar konflik.Aturan payahSelain itu, aturan maupun UU tak sinkron. Dia mencontohkan, berdasarkan UU Kehutanan, mereka bisa tinggal di kawasan hutan. UU Pemerintahan Desa, mereka tinggal di desa definitif namun, bisa ditangkap karena menebang pohon di halaman rumah.Padahal, menurut UU lain mereka tinggal di desa turun menurun. Jadi, katanya, terjadi tumpang tindih hukum sektor lingkungan hidup, kehutanan, agraria,dan perkebunan. Dia juga menyinggung, peraturan bersama empat menteri pada Oktober 2015, belum berjalan.Peraturan bersama (perber) empat menteri, katanya, semula diharapkan menjadi jalan penyelesaian konflik agraria. Namun, perber itu memuat mandat penyelesaian konflik pada tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah.“MOU (memorandum of understanding) saya kira baik untuk koordinasi antarkementerian. Jangan hanya selesai selebrasi. Bagaimana kelanjutan? Biasa hanya selesai seremoni?”
[0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.20000000298023224, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0]
2016-094-15.json
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi | Kendala IP4T , katanya, terutama pemda, Kementerian Tata Ruang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang enggan membentuk dan menjalankan tugas sebagai tim.KLHK dinilai tak menjalankan proses tim IP4T. Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Dalam Negeri, tak memprioritaskan areal terbakar menjadi desa definitif, kawasan pemukiman dan fasilitas umum masyarakat. Ditambah ketidaksiapan masyarakat dan birokrasi dalam mengimplementasikan ini hingga muncul penumpang gelap.Dia juga menilai, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, konflik agraria tak menjadi prioritas. Padahal, Kementerian ATR/BPN diharapkan mampu menjadi leading sector penyelesaian konflik agraria. Kenyataan jauh dari harapan.Soal distribusi lahan 9 juta juga tak jelas. Semula redistribusi lahan 9 juta hektar dari hutan 4,1 juta hektar, HGU habis dan tanah terlantar 0,4 hektar, 4,5 juta hektare dari legalisasi aset.Pemerintah juga menyiapkan peraturan Presiden dalam menjalankan reforma agraria tetapi dalam penyusunan dinilai tak transparan. Malah pemerintah melibatkan ketiga, PT Mahaka, sebagai penyusun. Anggaran dana buat Mahaka selama tahun ini Rp1,5 miliar.Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi mengatakan, dalam penyelesaian konflik agraria, pemerintah terjerembab atau sama rezim lalu.Dia mengatakan, jutaan hektar tanah buat perusahaan perusak tetapi petani kecil, kelompok masyarakat adat, kaum miskin kota disingkirkan secara sistematis.“Rezim Jokowi kuat mencitrakan pemimpin kerakyatan yang memperjuangkan hak masyarakat kecil. Penyelesaian agraria dan HAM masuk Nawacita tetapi angka menunjukkan sebaliknya.”Dia mengatakan, terjadi perluasan pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM. “Kalau dulu hanya TNI dan kepolisian, sekarang security perusahaan plus preman bayaran juga leluasa membunuh.” Contoh kasus petani Tebo di Jambi, yang tewas dibunuh sekuriti perusahaan.
[0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.2222222238779068, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.2222222238779068, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-094-15.json
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi
Konflik Agraria 2015: Korban Tertembak Aparat dan Kriminalisasi Masih Tinggi | Di Indonesia, 200.000 keluarga menguasai akses 80% kekayaan alam baik tambang, laut, maupun hutan, Menurut Dianto, jika pemerintah bersungguh-sungguh menjalankan reforma agraria, seharusnya bergerak dari soal ketimpangan. “Berapa juta warga membutuhkan tanah? Kalau perlu HGU dicabut, hutan dikurangi, tambang ditutup. Bukan dicari sisa baru dibagi kepada masyarakat.”Dia mendesak pemerintah segera membentuk badan atau komisi guna penyelesaian konflik agraria, langsung di bawah Presiden.Komnas HAM, katanya, sejak 2002 punya konsep utuh penyelesaian konflik agraria secara nasional melalui pembentukan komisi atau badan khusus.“Konsep ini pernah disampaikan kepada Presiden melalui kementerian dan juga Kantor Kepresidenan. Jadi sebenarnya tinggal implementasi, konsep sudah ada. Tak perlu bikin rumusan baru.”Namun, katanya, hambatan terbesar dalam penyelesaian konflik agraria adalah orang-orang di sekeliling Presiden yang dianggap tidak mumpuni. [SEP]
[0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0]
2016-047-19.json
Kala Bea Cukai Belawan Musnahkan Bagian-bagian Tubuh Satwa Selundupan dari Luar Negeri
Kala Bea Cukai Belawan Musnahkan Bagian-bagian Tubuh Satwa Selundupan dari Luar Negeri | [CLS] Ada kulit badan, kepala, kulit kepala maupun tanduk satwa bertumpuk dengan bermacam barang impor ilegal dari sepatu, handuk, baju, plastik, CD bekas, racun api mobil, beras, bumbu dapur, air mineral, sampai pemantik api dan bahan kimia. Barang-barang selundupan bernilai miliaran ini dimusnahkan bersama oleh Bea Cukai Belawan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/6/16). Ada yang dibakar, ada dihancurkan maupun dinetralkan.Adapun bagian potong tubuh satwa selundupan lewat Pelabuhan Belawan itu, 276 kulit badan dan kepala binatang, 549 kulit kepala binatang, dan tanduk binatang 19. Hingga detik-detik pemusnahan,Bea dan Cukai Belawan belum dapat menyebutkan jenis satwa apa dari bagian tubuh itu.Haryo Limanseto, Kepala Kantor Bea dan Cukai Belawan,  mengatakan, penyeludupan potongan tubuh binatang ini dengan modus menggabungkan bersama barang lain menggunakan kapal laut.Kala pemeriksaan, ternyata barang-barang ini tak mengantongi izin dan memasukkan barang, bahkan diragukan kesehatan dan kualitasnya.“Ini bagian tugas kami memberikan perlindungan atas barang-barang bakal membahayakan masyarakat,” katanya.Para pelaku, katanya, memasukkan barang-barang ini dengan alasan keperluan budaya dan pariwisata di suatu daerah tertentu. Tak ada orang yang menjadi tersangka karena masih dalam penyidikan.“Barang-barang ini untuk keperluan budaya dan pariwisata, jadi tak boleh masuk sembarangan, harus ada izin khusus.”Agak aneh kala penyidik Bea dan Cukai belum berhasil mengungkap siapa pelaku penyeludupan ratusan potong tubuh binatang ini, padahal menurut Haryo, sudah terjadi sejak 2010.Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit (WCU), mempertanyakan keseriusan penyidik mengusut kasus ini. Dia mengatakan, tak ada proses hukum dalam kasus penyeludupan potongan tubuh satwa menjadikan pelaku terus beraksi. “Ini akan terus terjadi karena sama sekali tak memberikan efek jera bagi pelaku.”
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-047-19.json
Kala Bea Cukai Belawan Musnahkan Bagian-bagian Tubuh Satwa Selundupan dari Luar Negeri
Kala Bea Cukai Belawan Musnahkan Bagian-bagian Tubuh Satwa Selundupan dari Luar Negeri | Dia meminta, kerjasama Bea dan Cukai untuk menggunakan UU Kepabeanan bagi pelaku. “Tak menyita barang bukti tanpa bisa mengusut hingga tuntas siapa pelaku. Mungkin bisa dicek administrasi, perijinan,” katanya.Para pelaku, memahami betul kelemahan Indonesia, dimana satwa atau bagian tubuh dari luar tak bisa terjerat. “Harus diingat Indonesia memiliki UU lain, yaitu UU Kepabeanan. Jadi PPNS Kepabeanan dapat menggunakan power dalam pengamanan Indonesia dari satwa atau bagian tubuh selundupan dari luar negeri.”Pemerintah tengah merevisi UU Konservasi Sumber Daya Alami. Dia mengingatkan, agar dalam revisi menguatkan soal selundupan dari luar ini.Dia menanti keseriusan Bea dan Cukai mengusut penyelundupan model ini sebagai bentuk dukungan mewujudkan gerakan nasional penyelamatan tumbuhan dan satwa liar Indonesia, seperti canangan Presiden Joko Widodo. [SEP]
[0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-043-11.json
Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus
Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus | [CLS] Penolakan masyarakat Bali, terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa, begitu besar. Penolakan warga karena beragam alasan dari soal  lingkungan, sosial,  ekonomi, budaya dan lain-lain. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, aspek sosial budaya belum terpenuhi menjadi salah satu alasan Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), belum ada keputusan terima atau ditolak.San Avri Awang, Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, mengatakan, kajian analisis Amdal Teluk Benoa berdasarkan aspek biofisik, fisika-kimia, dan sosial-budaya. Aspek biofisik dan fisika-kimia, katanya, telah selesai dan terpenuhi tetapi aspek sosial-budaya masih belum terlaksana.Dengan begitu, proyek reklamasi masih belum aman dilanjutkan ”Kita tak ingin ribut, masyarakat harus kita pikirkan, pengusaha juga harus kita pikirkan,” katanya.Pulihkan Pulau Pudut solusi konflik? San mengatakan, pemerintah, akan melakukan pemulihan Pulau Pudut. Dia menilai, langkah ini sebagai solusi penyelesaian konflik sosial di masyarakat adat Bali.”Pudut, red) akan diurus dan diselesaikan dahulu, setelah itu kami melihat apakah Teluk Benoa layak atau tidak,” katanya.Lokasi itu, menjadi tempat suci para pemuka adat Bali. Pemulihan ini dengan mengembalikan luas pulau delapan hektar, kini hanya kurang satu hektar.  Penyusutan itu, kata San, karena faktor lingkungan, abrasi dan kerusakan lain.Berdasarkan data dia, pengakuan tempat suci hanya di Pulau Pudut, tak berlaku di sekitar. Pemulihan pulau, katanya, kemungkinan berlangsung tahun ini menggunakan dana APBN. Pesan ke PresidenPekan lalu, Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, ForBALI dan Eksekutif Nasional Walhi mendatangi Kantor Staf Presiden.Sebelumnya, pertemuan dijadwalkan dengan Kepala KSP Teten Masduki pukul 16.00, mundur pukul 17.10. Pertemuan tertutup dari awak media.
[0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2016-043-11.json
Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus
Ada Konflik Sosial-Budaya, Amdal Reklamasi Teluk Benoa Belum Bisa Putus | Koordinator Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Wayan Suarsa menyebutkan, pemerintah masih belum memahami kepentingan atau arti kesucian dari tempat suci, di Teluk Benoa. ”Banyak masih belum paham seberapa penting nilai kesucian Teluk Benoa untuk tetap dijaga,” katanya.Pemerintah, katanya, baru berjanji akan minidaklanjuti. “Belum sampaikan pasti. Kita lihat saja nanti.” Untuk itu, pergerakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa akan terus dilakukan, biar pemerintah dan masyarakat melihat ke depan.Dalam pertemuan itu, Teten meminta masyarakat tenang. Koordinator ForBALI, I Wayan Gendo Suardana mengatakan, Teten bilang, pemerintah akan mengecek sekecil apapun informasi yang disampaikan kepada meereka. Dia mengapresiasi respon pemerintah dan berharap keputusan segera keluar, yakni. Instrumen keputusan menghentikan reklamasi.Dia berharap, pertemuan ini menjadi sarana langsung informasi kepada Presiden.Khalisah Khalid, Juru Bicara Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, Teten belum bisa memberikan keputusan. ”Mereka akan melakukan upaya terbaik, proses masih berlangsung, telah menjadi perhatian Presiden,” katanya.Presiden,  baru mengarahkan kementerian terkait berkoordinasi terkait izin lokasi yang ketuk 25 Agustus 2016. Selain itu, pembahasan pencabutan Pepres hingga kini belum terjadwal.Pada Februari lalu, perwakilan warga penolak reklamasi juga datang ke KSP ditemui Deputi II, Yanuar Nugroho dan staf khusus Noer Fauzi Rachman.Penolakan rencana reklamasi ini muncul dari berbagai kalangan. Dari masyarakat biasa, masyarakat adat, akademisi, musisi, pekerja pariwisata dan lain-lain. Khusus masyarakat adat menolak meningkat, dari 14 kelompok, kini 38 komunitas dengan jumlah sekitar 334.000 jiwa, dari hanya 148.000 jiwa. [SEP]
[0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.4000000059604645, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]
2022-029-01.json
Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam
Anggur Laut, Makanan Kaya Gizi yang Terabaikan Masyarakat Batam | [CLS]  Warga Batam, Kepulauan Riau (Kepri) seharusnya membudidayakan tumbuhan satu ini. Selain bisa menggantikan sayur, tumbuhan dari jenis rumput laut ini juga bernilai ekonomis jika dibudidayakan dengan baik untuk diekspor. Namun, tumbuhan itu yaitu anggur laut atau yang biasa disebut latoh oleh masyarakat pesisir Batam hanya dibiarkan tumbuh begitu saja.“Seharusnya latoh bisa digunakan masyarakat Kota Batam mengantikan sayur darat, yang kadang sulit dan mahal didapatkan,” ujar Kepala Balai Perikanan dan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Ikhsan Kamil kepada Mongabay Indonesia, akhir Juli 2022 lalu.BPBL Batam sendiri telah membudidayakan latoh selain selain berbagai jenis ikan dan lobster di kawasan kantornya di Jembatan dua Barelang Kota Batam.Orang melayu sering menyebut tumbuhan satu ini dengan kata latoh atau anggur laut. Jenis rumput laut itu berasal dari spesies Caulerpa sp. Sedangkan di beberapa daerah lain anggur laut disebut lawi-lawi (Sulawesi Selatan).Bentuknya memang menyerupai buah anggur. Namun, latoh buahnya lebih kecil dari pada anggur. Selain itu warnanya bukan ungu, tetapi hijau mengkilat. Jika diperhatikan bentuknya seperti rumput laut, tetapi latoh memiliki buah bulat kecil-kecil yang bergelantung di batang-batang rumput.baca : Inilah Lawi-lawi, Anggota Baru Kelompok Rumput Laut Andalan Indonesia    Tanaman latoh di BPBL Batam berada di dua bak berukuran kecil berbentuk bulat. Awalnya tumbuhan ini digunakan sebagai pakan ikan, namun belakangan dibudidayakan untuk diproduksi massal.Hasil penelitian sementara budidaya, pertumbuhan latoh sangat cepat. Dalam 45 hari latoh bisa tumbuh tiga kali lipat. Proses budidaya hanya dimasukan dalam bak kecil berisi air. “Ini sangat mudah dibudidayakan, juga bisa dilakukan di KJA (keramba jaring apung),” ujarnya.
[0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0]