filename
stringlengths
16
16
title
stringlengths
22
107
text
stringlengths
132
2.1k
softlabel
stringlengths
15
740
2013-027-11.json
Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia
Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia | [CLS] Upaya yang besar untuk menciptakan katalog variasi genetik dari primata besar, yaitu manusia, simpanse, gorila dan orangutan sejauh ini telah membantu banyak peneliti menciptakan sebuah model umum yang mencoba menjelaskan sejarah evolusi primata besar ini sepanjang 15 juta tahun.Namun sayangnya database baru tentang keragaman genetik dari primata-primata besar ini belum terlalu komprehesif, kendati menjelaskan proses sejarah evolusi dan populasi primata dari Afrika dan Indonesia. Sumber baru dalam penelitian yang dilakukan ini secara lebih komprehensif, akan sangat membantu upaya konservasi yang bertujuan untuk menjaga keaslian dari keragaman genetik alami mereka. Peneltian tentang sejarah keragaman genetika primata besar ini dimuat dalam jurnal ilmiah Nature tanggal 3 Juli 2013 silam.Dalam penelitian ini, lebih dari 75 orang peneliti dan pakar konservasi dari seluruh dunia terlibat dalam analisis genetika dari 79 individu primata besar yang hidup di alam liar dan hasil penangkaran. Semuanya mewakili enam spesies primata besar, yaitu simpanse, bonobo, orangutan Sumatera, orangutan Kalimantan, gorila timur dan gorila barat daratan rendah serta tujuh sub-spesies mereka. Sampel gen 9 manusia juga diikutkan dalam penelitian ini.“Ini adalah penelitian yang luar biasa,” ungkap salah satu penulis penelitian ini yang juga Direktu Genome Institute di Washington Universty School of Medicine di Saint Louis, Richard K. Wilson. “Selain membuka tabir tentang banyak hal menarik tentang keterkaitan genetik dan keragaman diantara kerabat dekat, penelitian ini juga memberikan informasi bagaimana gen kita sendiri merespons terhadap tekanan dari perubahan-perubahan populasi.”
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2013-027-11.json
Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia
Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia | Dalam penelitian yang dipimpin oleh Tomas Marques Bonet PhD dari Institut de Biologia Evolutiva di Spanyol ini menemukan bahwa variasi genetik diantara primata besar masih tidak terpetakan, terutama terkait dengan betapa sulitnya mendapatkan sampel genetik dari primata liar. Untuk mengatasi hal ini, para ahli konservasi yang hidup di kawasan pedalaman membantu para peneliti mendapatkan sampel genetik ini.“Mendapatkan data ini sangat penting untuk memahami perbedaan antara berbagai primata-primata besar dan untuk memisahkan kode-kode genetik yang membedakan antara manusia dan primata lainnya,” ungkap penulis lain dalam peneltian ini Peter Sudmant dari University of Washington.Dalam analisis keragaman hayati terhadap primata-primata besar ini terlihat bahwa seleksi alam, pertumbuhan populasi dan kematian, keterisolasian geografis dan migrasi, perubahan iklim dan geologis serta berbagai faktor lainnya membentuk evolusi primata.Hasil penelitian ini memberikan informasi lebih jauh seputar ketahanan setiap spesies terhadap penyakit tertentu, termasuk manusia. Selain itu para peneliti juga melihat perbedaan genetik antara manusia dengan spesies primata lainnya yang membuat manusia lebih unik dalam berbagai kemampuan, termasuk aspek kognisi, kemampuan berbicara dan lain sebagainya yang akan memberikan gambaran mutasi gen yang bisa menyebar antar spesies.Data baru terkait genetika primata ini juga membantu mengatasi tantangan untuk primata besar yang kini terancam punah. Hasil penelitian ini menyediakan perangkat yang penting yang memungkinkan para ahli biologi untuk mengidentifikasi asal muasal perburuan terhadap primata besar untuk diambil bagian tubuh mereka, atau untuk sumber protein. Lebih jauh, lewat data genetik ini juga membuka tabir mengapa primata yang lahir dari program penangkaran di kebun binatang memiliki gen yang berbeda dengan kerabat mereka di alam liar.
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2013-027-11.json
Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia
Penelitian: Evolusi Genetika Kera Besar Dunia Lebih Rumit dari Manusia | Dalam temuan ini para pakar juga menggambarkan banyaknya perubahan yang muncul di masing-masing spesies primata seiring dengan terpisahnya mereka satu sama lain akibat migrasi, perubahan geologis dan perubahan iklim.Meskipun spesies ‘mirip manusia awal’ yang hadir pada saat yang sama dengan nenek moyang dari beberapa kera besar masa kini, para peneliti menemukan bahwa sejarah evolusi populasi leluhur kera besar jauh lebih kompleks daripada manusia.Peter Sudmant menjelaskan bahwa,”Jika kita menatap ke arah kera-kera besar ini, mereka akan menatap balik ke kita. Mereka berperilaku seperti kita, manusia. Itu sebabnya kita harus menjaga spesies yang berharga ini dari kepunahan.”Dalam sebuah makalah pendamping yang diterbitkan pekan ini di Genome Research, Sudmant dan Eichler menulis bahwa mereka tidak sengaja menemukan bukti genetik pertama di simpanse dari gangguan menyerupai sindrom Smith-Magenis, dimana kondisi fisik, mental dan perilaku menunjukkan adanya ketergangguan pada manusia. Uniknya, catatan hewan simpanse ini bernama Suzie-A, cocok hampir persis dengan gejala manusia yang mengalami sindrom Smith-Magenis, yaitu mengalami kelebihan berat badan, mudah marah, memiliki tulang belakang melengkung dan meninggal karena gagal ginjal. [SEP]
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2014-021-14.json
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa? | [CLS] Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Jawa Barat, pada awal Oktober 2014, telah memvonis pemilik PT ASAM, Martin Frederick untuk kasus penambangan pasir ilegal dengan vonis ringan yaitu delapan bulan penjara dengan masa percobaaan dan denda Rp 10 juta subsider dua bulan kurungan. Martin didakwa melanggar pasal pasa 158 Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Banyak pihak menilai vonis tersebut sangat ringan dan tidak membuat efek jera bagi banyak pelaku penambangan ilegal pasir di kawasan Jawa Barat bagian selatan.“Kita melihat vonis ini merupakan pelecehan terhadap upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan tidak memberikan efek jera. Vonis tersebut sangat mengecewakan. Kalau kita periksa kasus itu,  vonis minimal 3 tahun karena melanggar tata ruang wilayah, merusak lingkungan, ekonomi dan sosial,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Dadan Ramdan, yang dihubungi Mongabay.Seharusnya, kata Dadan, hakim mempertimbangkan tidak hanya menggunakan UU No. 4 / 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tetapi juga UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU  No.26/2007 tentang Penataan Ruang.Ringannya vonis tersebut membuktikan bahwa Pengadilan Negeri Tasikmalaya menjadi bagian dari masalah upaya penegakan hukum lingkungan.Dadan mengatakan ada dugaan yang sangat kuat terjadi kongkalikong antara pengusaha dengan pemda setempat terkait pertambangan pasir besi.  “Meski kita belum dapat bukti, tapi kita lihat ada praktek kongkalikong yang luar biasa, dimana mafia izin pertambangan sangat berkuasa, yang melibatkan unsur masyarakat, pengusaha dan pemda,” katanya.
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2014-021-14.json
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa? | Oleh karena itu, Walhi Jabar mendukung rencana Pemerintah Provinsi Jabar untuk mengevaluasi pertambangan pasir dan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) untuk melakukan investigasi terhadap kasus tersebut karena ada unsur kerugian negara yang cukup besar, sekitar Rp 8,3 triliun.“Kita mendukung apa yang dilakukan Pemprov. Kita sepakat dengan Wagub Jabar, untuk meminta dan mendesak KPK turun ke lapangan melakukan investigasi indikasi gratifikasi suap pada proses perizinan di Jabar selatan, yang mengakibatkan uang tidak masuk ke kas Pemda, tapi masuk ke oknum,” lanjut Dadan.Walhi Jabar sudah lama mengawasi kasus penambangan pasir yang marak di enam kabupaten, yaitu Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan Pengandaran. Pertambangan pasir ini, selain merugikan keuangan negara, juga mengakibatkan konflik sosial, kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan yang parah.Walhi Jabar juga menolak SK Menteri ESDM No. 1204/K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali, yang mencakup potensi usaha pertambangan pasir di Jabar bagian selatan.Dadan melihat SK Menteri ESDM ini akan menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial yang luar biasa, selain alih fungsi lahan, hutan dan pertanian menjadi areal pertambangan.Penambangan pasir yang membabi buta telah merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. “Terjadi kerusakan yang sangat parah di pesisir pantai selatan Jabar, habitat ekosistem pantai rusak. Sempadan dan badan sungai juga rusak. Lahan masyarakat rusak akibat bekas tambang pasir sedalam 10 meter, padahal persis di pinggirnya ada pemukiman masyarakat,” jelas Dadan.Selain itu, lahan pertanian pangan seperti palawija, kayu dan kelapa juga hilang berubah menjadi lahan galian tambang pasir.
[1.0, 1.1151469747616716e-09, 1.0569444208741174e-09]
2014-021-14.json
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa? | Dadan mengatakan Walhi telah melaporkan kasus pertambangan pasir ini ke Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup sejak 2011, tetapi tidak mendapatkan tanggapan.Wagub Jabar Kecewa Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar merasa sangat kecewa terhadap putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya terhadap kasus Martin Frederick.“Kita akan evaluasi putusan sidang pasir besi di Tasikmalaya, masa hukumannya 2 bulan dan denda Rp 10 juta, sementara kerusakan sangat besar. Kalau begitu keputusannya, nanti tidak ada efek jera buat pelaku dan tidak ada dampak terhadap lingkungan,” kata Deddy Mizwar di Gedung Sate, Bandung, pada Jumat (03/10/2014).Padahal, terdakwa tersebut telah merusak lingkungan di wilayah Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, dan patut menerima hukuman maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.Wagub menduga ada kongkalikong dalam putusan PN Tasikmalaya. “Jangan-jangan ada udang di balik kelapa,” katanya.Wagub menjelaskan kerugian akibat kerusakan pertambangan pasir di Jabar selatan mencapai Rp 8,3 triliun. Namun, PN Tasikmalaya hanya menyebutkan kerugian negara akibat kasus itu hanya Rp 800 juta sebagai dasar vonis. Sedangkan kerusakan lingkungan akibat galian pasir diperkirakan mencapai lebih dari Rp10 miliar.Oleh karena itu, Pemprov Jabar berencana melakukan banding terhadap vonis PN Tasikmalaya tersebut dan akan meminta bantuan KPK untuk ikut menangani kasus penambangan pasir ilegal.KPK bakal diminta mengaudit kerusakan lingkungan dan proses pemberian izin pertambangan pasir.“Jabar itu jadi surga bagi pelanggar peraturan, surga bagi orang yang tidak taat aturan. Di sini ada pasir, batu, dan lainnya. Ini baru masalah lingkungan dan mineral, belum yang lainnya. Tidak boleh ada stigma seperti itu, apalagi menyangkut kerugian negara. Jadi kalau ada KPK, nanti akan lebih kompak,” katanya.Tersangka Lima Perusahaaan
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2014-021-14.json
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa?
Walhi Jabar : KPK Harus Investigasi Kasus Pertambangan Pasir. Kenapa? | Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, pada awal September 2014 telah menetapkan empat tersangka dengan lima perusahaan pada kasus tambang pasir ilegal di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.“Lima perusahaan yaitu PT TM, CV ASAM, CV KS, PT CKM dan PDUP Kabupaten Tasikmalaya telah dinaikan statusnya ke proses penyidikan. Ada empat tersangka yakni ZNW (Direktur PT TM), MF (Direktur PT ASAM), KU (Direktur CV KSL) dan DE (Direktur PT CKM). Ancaman hukumannya maksimal sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak 10 miliar rupiah,” kata Kabidhumas Polda Jabar Kombes Pol Martinus Sitompul melalui keterangan tertulis, Rabu (10/9/2014).Untuk itu, Kepolisian telah menyita lima unit excavator, empat unit loader, lima unit separator, dua unir genset, konsentrat pasir besi severat 8.508,24 ton, sekitar 1.000 ton raw material, dokumen kelengkapan perjalanan dan pengiriman konsentrat pasir besi dari Tasikmalaya ke Cilacap, Jateng, sebagai barang bukti. [SEP]
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2013-032-09.json
Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3)
Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3) | [CLS] Operasi kebun terhenti. Pada Desember 2012, pemerintah Kabupaten Nabire menyampaikan kepada Gubernur Papua agar proses Amdal PT Nabire Baru (NB) diproses. Intinya meminta Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua (BAPSDALH) memberikan rekomendasi Amdal. Permintaan ini karena ada aspirasi dari masyarakat pemilik hak ulayat kepada Gubernur Papua, DPRP, dan Mejelis Rakyat Papua (MRP).BAPSDALH Papua, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nabire, dan NB pun menggelar konsultasi publik pada Kamis, 4 April 2013 di halaman SD Kampung Sima, Distrik Yaur.Hadir dari PT Widya Cipta Buana sebagai konsultan, Bupati Nabire diwakili Asisten III, Blasius Nuhuyanan,  Ketua DPRD Nabire, Titi Yuliana Marey, masyarakat pemilik hak ulayat, wakil karyawan dan berbagai pihak.Dari PT Widya Cipta Buana menyampaikan proses Amdal sesuai amanat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012  tentang Pedoman Keterlibatan Masyaralat dalam Proses Amdal dan izin lingkungan. Juga Keputusan Gubernur Irian Jaya Nomor 37 tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi dan Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal.Konsultan itu menyebutkan, NB, sesuai amanat UU telah mengumumkan rencana usaha atau kegiatan perkebunan sawit  itu melalui Harian Cenderawasih Pos, Edisi 1 April 2013 di Jayapura. Juga, pertemuan guna menampung aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan dokumen Amdal.Proses Amdal, akan dilakukan diketuai Asiz Ahman, dengan anggota Rudi Lasmono (ahli lingkungan), Iwan Setyawan (ahli kualitas udara dan kebisingan), Bambang Setyadi(ahli Biologi),  dan Wawan Sermawan (ahli teknik industri).Dalam konsultasi publik itu, konsultan juga menyampaikan dampak negatif dan positif atas kehadiran perusahaan itu. Dampak positif terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, fasilitas sosial dan fasilitas umum bertambah, peningkatan pendapatan dan penduduk, peningkatan kesejahteraan taraf hidup.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2013-032-09.json
Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3)
Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3) | Lalu, hal negatif, terjadi perubahan vegetasi yaitu dari hutan menjadi tanaman sawit, penurunan kualitas air permukaan, dan penurunan kualitas udara dan kebisingan. Lalu, peningkatan temperatur udara lokal atau iklim mikro, sanitasi lingkungan, terjadi penambahan penduduk karena penambahan tenaga kerja, serta terjadi gangguan keamanan lingkungan.Menurut mereka, dampak negatif ini baru dilihat secara umum,  dan akan kembali menganalisis dengan mengambil data ke masyarakat untuk melihat kondisi rill.Pantuan Mongabay, konsultasi publik di sesi dengar pendapat, diwarnai adu mulut dan saling dorong antarwarga. Warga ada yang terang-terangan menolak kehadiran sawit. “Ini sudah dua tahun kerja. Lagi pula, hutan kami sudah habis baru dilakukan Amdal. Kenapa lama-lama?” kata seorang warga. Warga lain pasrah karena hutan sudah habis, sawit boleh masuk.Iwan Haneroba, intelektual Suku Yerisiam, menilai, sejak awal NB Baru telah menunjukkan pengabaian hak-hak masyarakat adat. “Jangan buat program-program yang sebenarnya belum saatnya dilakukan sedangkan hak rakyat belum diselesaikan.”Iwan berharap, walaupun Amdal sudah terlambat, dalam proses nanti bisa melibatkan orang-orang Papua. Saat ini, banyak orang Papua di Universitas Cendrawasih dan UNIPA ahli lingkungan, ahli kualitas udara dan kebisingan, ahli Biologi, dan ahli teknik industri. Dia juga menyarankan, melibatkan Antropolog orang Papua yang tahu kondisi sosial-budaya masyarakat, lebih penting mengikutsertakan juga masyarakat.Pada kesempatan itu, Kepala Badan Pengelolaan dan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Papua, Noak Kapisa mengatakan, salah satu tugas Amdal adalah mencari siapa yang menebang kayu hingga habis. “Ke mana dan siapa yang ambil hasil adalah tugas Amdal. Kayu yang bernilai harus dinilai. Kayu ini akan habis karena ini kebun sawit. Suku-suku yang kena dampak harus dipetakan semua.”
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2013-032-09.json
Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3)
Sawit Masuk Nabire, Proses Amdal Mulai Kala Hutan Sudah Terbabat (Bagian 3) | Dia menyarankan, proses Amdal melibatkan orang Papua. “Harus orang asli Papua. Karena ada pohon anti ular dan lainnya. Saya pesan sagu itu penting.” Sisi lain, kata Kapisa, memastikan semua keluhan masyarakat harus masuk dalam dokumen Amdal. “Saya datang diskusi untuk memastikan semua itu.”Kapisa mengatakan, kesejahteraan yang diharapkan melalui sawit ini hanya bisa tercapai jika ada kerja sama dari segala pihak, baik pemerintah, masyarakat dan aparat setempat.R Hanebora, Aktivis Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat menegaskan,  adanya NB tentu akan berpengaruh bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar.  Perusahaan ini, akan menimbulkan hal-hal positif atau negatif yang merugikan masyarakat.“Saya melihat hal negatif lebih banyak  dari hadirnya perusahaan ini. Sudah cukup masayarakat Suku Komoro di Timika ditipu PT Freeport Indonesia, jangan lagi masyarakat suku Yerisiam ditipu PT Nabire Baru,” katanya.Pengabaian hak-hak masyarakat dan konflik antarwarga mengawali kehadiran perusahaan ini. “Teka-teki di awal, mudah-mudahan bukan skenario perusahaan yang lebih hadulu pelajari kondisi masyarakat dan permainkan rakyat dan hutan mereka. Kasihan masyarakat, hutan mereka telah dan akan hilang.”Mongabay berupaya menghubungi perwakilan perusahaan, namun tak berhasil. Nomor telepon pimpinan perusahaan, sulit dikontak. Investor NB tidak bisa berkomentar banyak soal ini karena kendala bahasa. Dia tidak bisa berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris dengan baik.  Habis [SEP]
[0.9999998211860657, 9.115430543715775e-08, 9.005590584365564e-08]
2019-034-08.json
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan | [CLS]  Terik matahari tidak menghalangi aktifitas Zainal untuk memanen garam di lahan tambak garam garapannya di Sedayulawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Tangannya terlihat lihai saat memindahkan hasil garam dari geomembran ke kereta sorong.Geomembran adalah alat yang terbuat dari plastik, digunakan sejumlah petani di daerah itu untuk alas saat proses pembuatan garam, sudah lima tahun ini mereka menggunakannya. Garam hasil panen itu kemudian ia bawa ke tempat penampungan dengan menggunakan kereta sorong.Dia mengaku, beralih menggunakan alat pengangkut panen sudah dilakukannya dalam dua tahun ini. Awalnya, dia memakai keranjang yang terbuat dari bambu “ini sudah lebih ringan, kalau dulu berat untuk mengangkut hasil garam. Menjadi petani garam itu susah susah senang,” ujarnya disela-sela aktifitas menyekop hasil garam itu pada, Kamis (01/08/2019).Susah senangnya bertani garam, kata bapak dua anak ini, tergantung kondisi cuaca dan harga jual garam hasil produksi dari petani bisa bagus. Jika kondisi cuaca mendukung, dalam semusim dia bisa panen 50-60 ton di lahan yang di garap, dengan panjang 70 meter dan lebar 20 meter itu.Sementara, untuk harga garam yang bagus menurutnya yang normal yaitu Rp1000/kilogram. Tahun lalu, harga garam bisa mencapai Rp2000/kilogram, untuk tahun ini harganya turun menjadi Rp700/kilogram.baca : Negara Harus Hentikan Kekacauan Tata Kelola Garam Nasionalbaca juga : Seperti Apa Dugaan Keterlibatan Kartel dalam Tata Niaga Garam Nasional?  Cuaca tidak Bisa Di PrediksiZainal lalu bercerita, bertani garam yang dirasakan tahun ini tidak seperti tahun lalu. Selain harga jual garam hasil panen dari petani menurun, kondisi cuaca juga tidak bisa di prediksi. Saat ini, cuaca bisa berubah dalam sewaktu-waktu.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-034-08.json
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan | Dalam jurnal “Iklim Semakin Tidak Menentu Dari Pemanasan Global Menuju Perubahan Iklim” yang diterbitkan atas kerjasama Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dijelaskan cuaca yang tidak menentu itu dikarenakan adanya perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global, yaitu kenaikan suhu rata-rata di sebagian besar permukaan bumi yang disebabkan oleh gas-gas rumah kaca yang ada di atmosfer bumi.Bukti perubahan iklim yang ditimbulkan yaitu terjadinya perubahan suhu muka laut, pergeseran musim jawa. Kemudian, curah hujan yang berubah. Sementara itu, dampak yang di timbulkan meliputi sektor pertanian, infrastruktur, kesehatan, transportasi, sumber daya air, dan perikanan.“Di bulan Juni kemarin ini tiba-tiba ada hujan deras, padahal musim kemarau, semua tambak jadi tenggelam,” kata Zainal, sambil mengusap keringat dengan bajunya.Akibatnya, semua tambak yang berada di dekat Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo di pesisir Utara Lamongan itu seperti laut, beruntung di kanan kirinya masih ada kali yang bisa berfungsi. Sehingga air hujan yang menggenang itu bisa kembali surut. Tetapi, tidak bisa terhindarkan, garam yang mau di panen itu pun raib bersama aliran air hujan. Dia merasa gagal panen, tidak bisa memanfaatkan lahan yang digarapnya selama dua minggu, dan mengalami kerugian jutaan rupiah.perlu dibaca : Kenapa Harus Impor Garam Lagi?  
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-034-08.json
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan | Tidak hanya Zainal, gagal panen karena cuaca yang tidak menentu itu juga dirasakan oleh Husnul Anam. Lelaki paruh baya ini juga menceritakan, setelah lahan tambak garam yang digarapnya itu terguyur hujan lebat. Dia baru bisa membenahinya kembali membutuhkan waktu dua minggu, menunggu lahan sampai kering. Karena proses pembuatan garam secara tradisional yang memanfaatkan air laut dan uap sinar matahari tersebut, dibutuhkan lahan tambak yang kering terlebih dahulu. “Setelah itu baru proses penggarapan dengan membuat galengan dan meratakan tanah,” ungkapnya.Sementara itu, Masro’in petani garam lainya juga tidak menyangka hujan lebat datang di musim kemarau. Hanya saja dia merasa mujur, karena waktu kejadian itu lahan miliknya belum ada garam yang siap untuk dipanen. Jadi, tidak mengalami banyak kerugian. Namun, bapak empat anak ini juga merasa keberatan, sama seperti petani garam yang lain. Karena di waktu panen, harga jual hasil panen ke tengkulak saat ini menurun. Tidak seperti tahun yang lalu, di saat panen raya harga garam masih bisa stabil. Bahkan cenderung naik hingga Rp2000/kilogram.“Penurunan harga selain karena faktor panen raya, mungkin juga karena banyaknya garam dari luar negeri masuk ke Indonesia,” Kata Masro’in, mengira-ngira.baca juga : Garam Rakyat Didorong Penuhi Standar Internasional, Bagaimana Caranya?  Kualitas GaramMerosotnya harga garam saat panen ditingkat petani tidak hanya dirasakan oleh para petani di Pesisir Lamongan, di beberapa tempat juga merasakan hal yang sama. Penurunan harga bisa mencapai 50 persen, bahkan ada yang lebih rendah lagi.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2019-034-08.json
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan | Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Kemaritiman (Kemenko Maritim), dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, pada Jumat (12/07/2019), seperti dikutip dari tirto.id, mengatakan, rendahnya harga garam ditingkat petani itu disebabkan oleh kualitas kadar NaCI (natrium klorida) tidak sesuai dengan standar mutu garam, kurang dari 94 persen.Dia menambahkan, kualitas garam untuk dapat diserap oleh perusahaan BUMN yang bergerak di bidang produksi dan pemasaran garam, PT Garam (Persero). Memiliki syarat untuk kualitas garam, salah satunya yaitu minimum dengan kadar 94,7 persen NaCI atau level K1. Untuk industri garam multinasional, bahkan disebutkan mempunyai syarat kadar NaCI mencapai 99,9 persen.“Hal itu yang menyebabkan harga di tingkat petani anjlok,” katanya. Untuk itu, pihaknya memiliki keinginan untuk mendorong dan mengedukasi para petani tambak supaya tidak hanya memproduksi garam. Melainkan juga memperhatikan kualitas kadar garam.Selain itu, Kemenko Maritim mengusulkan untuk mencegah anjloknya harga garam, diberlakukan kembali Peraturan Presiden (Perpres) No.71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Barang Penting. Agar dapat mengontrol harga garam, karena adanya acuan Harga Pokok Produksi (HPP) yang bisa melindungi petani garam.menarik dibaca : Kisah Lasiyem, Petani Garam Terakhir Bledug Kuwu  Rizky Gelar Pangestu, akademisi Universitas Katolik Parahyangan Bandung dalam jurnalnya menjelaskan, pemenuhan kebutuhan garam nasional memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah, karena sampai sekarang ini pemenuhan kebutuhan garam nasional belum dapat dilakukan secara swasembada.
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2019-034-08.json
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan | Untuk garam konsumsi dan garam industri terdapat spesifikasi yang harus dipenuhi agar bisa dikategorikan sebagai garam konsumsi dan garam industri. Dia menilai, hal itu bisa menyebabkan distorsi yang kerap terjadi di kalangan pordusen lokal maupun petani garam yang diakibatkan oleh pembagian garam konsumsi dan garam industri.Di Jurnalnya berjudul Perlindungan Hukum terhadap Petambak Garam Rakyat Dikaitkan dengan berlakunya PP No.9/2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor untuk Komoditas Perikanan dan Pegaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri itu, Rizky berangggapan, saat ini petani garam lokal masih belum bisa memenuhi kualitas garam yang dibutuhkan industri.Belum lagi polemik antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Perindustrian (Kemenprin) terkait rekomendasi jumlah impor garam industri menambah warna permasalahan dalam penyediaan garam industri. Dari permasalahan ini, menurut Rizky, dari segi produksi garam di Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan nasional, sehingga impor menjadi salah satu solusi memenuhi garam industri.menarik dibaca : Melestarikan Garam Tradisional, Bisa Mengurangi Risiko Mikroplastik  Selain kualitas garam yang harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, lanjutnya, tantangan untuk para petani garam adalah harga garam yang tidak bersahabat. Hal itu, dapat dilihat dari kekhawatiran mereka terhadap impor garam yang dilakukan oleh pemerintah, “Dikhawatirkan dapat menutup produksi garam mereka karena produksi mereka tidak terserap oleh pasar,” jelasnya.Dari kekhawatiran itu, dia berharap, menjadi perhatian Pemerintah untuk melindungi petambak garam dan hasil produksinya, agar dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-034-08.json
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan
Ini Kendala yang Dihadapi Petambak Garam Lamongan | Selain itu, alur distribusi, sarana dan prasarana penunjang panen, serta akses informasi seluas-luasnya merupakan komponen penting dalam tata niaga garam di Indonesia. Lanjutnya, peraturan terkait dengan perlindungan terhadap petambak garam sudah diatur secara eksplisit dalam peraturan Undang-Undang, namun pada pelaksanaanya dinilai masih belum dapat diwujudkan dengan baik, meskipun sudah ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program Pengembangan Usaha Rakyat (PUGAR).Dia menyarankan, hal itu harus dilakukan lebih aktif, dan juga cepat untuk menunjang kegiatan produksi garam rakyat demi mewujudkan swasembada garam yang dicita-citakan. Harapanya, peran serta petambak garam perlu ditonjolkan lagi dalam program-program Pemerintah untuk mempertahankan eksistensi mereka di bidang perniagaan garam rakyat di Indonesia.   [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2015-007-01.json
Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21
Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21 | [CLS] Ratusan massa Aliansi Bumi Rumah Kita, berisi organisasi masyarakat sipil, Sabtu (5/12/15) berunjukrasa di Medan, Sumatera Utara. Mereka menyerukan para pemimpin dunia di Conference of Parties (COP) 21, Paris, serius berkomitmen demi penyelamatan bumi dari perubahan iklim.Ada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Walhi, Hutan Rakyat Institut (HaRI), Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu). Lalu, LBH Medan, Jendela Toba, Pusaka Indonesia, Bitra Indonesia, Elsaka, Fitra Sumut, PMKRI Medan, dan belasan kelompok pecinta lingkungan.Saurlin P Siagian, Climate Justice Consultan of United Evangelical Mission (Asia), mengatakan, pertemuan pemimpin dunia, strategis bagi masa depan iklim bumi. Negara pihak akan menyusun kesepakatan baru, untuk menekan laju pemanasan global hingga dua derajat melalui pembuatan kesepakatan mengikat secara hukum (legally binding agreement). Berbagai negara, termasuk Indonesia, akan berkomitmen seberapa besar kontribusi mereka dalam menangani perubahan iklim.COP 21, katanya, sangat relevan di tengah laju krisis bumi saat ini. Beberapa krisis lingkungan aktual langsung berkontribusi terhadap krisis bumi, antara lain, pembakaran hutan (lahan) besar-besaran, banjir di kota-kota besar. Pemanasan global menciptakan kekeringan dan krisis pertanian.“Terjadi kenaikan permukaan air laut dan badai di belahan bumi. Ini mengerikan. Kami mendesak COP membuat keputusan tegas demi menyelamatkan bumi,” kata Saurlin.Sumut, katanya, juga mengalami berbagai krisis lingkungan, seperti banjir besar di berbagai kota/kabupaten, seperti Medan, Labuhan Batu, Pematang Siantar dan Asahan. Juga bencana asap kebakaran hutan, tata kelola sampah buruk, sampai ketergantungan petani pada pemakaian obat-obatan pertanian.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2015-007-01.json
Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21
Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21 | Krisis lingkungan ini, katanya, tak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan besar, yang terus mengeksploitasi bumi. “Tak ada kata lain, harus ada tindakan tegas bagi perusahaan-perusahaan ini agar bencana alam dan perubahan iklim ditekan. Pemerintah Indonesia sudah waktunya berani menutup perusahaan perusak, termasuk di Sumut.”Doni Latuparisa, dari Walhi Sumut mengatakan, bicara soal perusakan bumi, salah satu perhatian mereka PT Toba Pulp Lestari (TPL). Perusahaan ini, cukup besar merusak kawasan hutan, bukan saja konsesi, bahkan masuk hutan register. “Kami menuntut TPL ditutup permanen.”Sedang Harun Nuh, Ketua AMAN Sumut, mengatakan, perusahaan perusak lingkungan harus dilawan. Dia heran, banyak perusahaan merusak kawasan hutan tetapi dibiarkan.Lebih menyedihkan lagi, perusak lingkungan bebas berkeliaran, tetapi pejuang lingkungan dikebiri dan dikriminalisasi dengan membungkam mereka di balik jeruji.“Tak sedikit pejuang lingkungan adalah masyarakat adat. Saat melawan, kena penjara.” Salah contoh, katanya, masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta, menolak hutan adat dirusak TPL, malah kena jerat hukum.Presiden Joko Widodo, katanya, dalam pidato di COP menyatakan akan melibatkan masyarakat adat. Dia menanti aksi nyata. “Pemerintah jangan hanya mengumbar janji tanpa bukti nyata.”Aliansi ini mendesak, COP 21 bisa memastikan kesepakatan tentang perubahan iklim mengikat negara-negara pihak secara hukum. Juga menuntut, negara pihak mengurangi emisi karbon dan memastikan komitmen dukungan negara pengemisi karbon untuk mitigasi dan adaptasi iklim.Mereka juga mendesak, pemerintah Indonesia, menjalankan ucapan Jokowi di COP, seperti perbaikan tata kelola hutan dan lahan, lewat review perizinan sampai setop izin di lahan gambut. [SEP]
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2015-076-02.json
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan | [CLS] Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menilai transparansi pengelolaan sumberdaya alam di Kalimantan Barat masih sebatas mimpi. Jaminan keterbukaan dalam mengakses informasi terkait dokumen tata kelola hutan dan lahan kerapkali tersandung. Kendati, mayoritas daerah sudah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).Hal ini terungkap dari hasil diskusi Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada 27-28 Februari 2015 di Pontianak. “Ada angin segar ketika geburnur, bupati, dan wali kota menunjuk PPID. Ini mengindikasikan bahwa roda pemerintahan sudah mulai berjalan ke arah perbaikan tata kelola hutan dan lahan,” kata Faisal Riza dari Jari Indonesia Borneo Barat, Jumat (27/2/2015).Namun demikian, Faisal juga mengakui masih ada daerah di Kalimantan Barat (Kalbar) yang belum sama sekali menunjuk PPID hingga saat ini. Alasan paling dominan adalah penunjukan PPID sedang dalam proses administrasi dan kendala penganggaran.Di Provinsi Kalimantan Barat, ada empat kabupaten yang belum menunjuk PPID. Mereka adalah Kabupaten Sintang, Sanggau, Landak, dan Mempawah. Provinsi Kalimantan Barat, Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Kubu Raya, Kayong Utara, Ketapang, Sambas, Bengkayang, Sekadau, Melawi, dan Kabupaten Kapuas Hulu sudah menunjuk PPID.Faisal mengatakan, penunjukan PPID ini hanya sebuah langkah awal keterbukaan. Masih banyak upaya yang musti dilakukan setelah pejabatnya ditunjuk. Di antaranya, PPID mesti membuat kategorisasi informasi yang mereka miliki. Kemudian, membuat mekanisme pelayanan informasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa informasi di tingkat internal.“Sesungguhnya jalan untuk mencapai semangat keterbukaan informasi publik ini masih panjang. Tapi, apapun alasannya, jalan itu harus ditempuh karena dia adalah amanat Undang-Undang No 14 Tahun 2008,” ucap Faisal.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-076-02.json
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan | Jari Indonesia Borneo Barat juga sudah mengidentifikasi sejumlah kasus yang berkaitan dengan kurangnya akses informasi bagi masyarakat. Di antaranya, permukiman masyarakat masuk dalam kawasan hutan lindung, lahan masyarakat yang dirampas perusahaan, konflik lahan di tingkat masyarakat, dan berbagai contoh kasus lainnya.Masyarakat berhak tahuDalam diskusi terbatas tersebut, Mongabay Indonesia juga menghadirkan aktor utama sengketa informasi di Kabupaten Ketapang. Dia adalah Syamsul Rusdi dari Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo.“Uji akses yang kita lakukan di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Ketapang akan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dalam menangani kasus yang berkaitan dengan sengketa informasi di Kalbar. Padahal, saya hanya ingin mengetahui lampiran peta dalam Dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) perusahaan tambang di Ketapang. Kalau hanya dokumennya saja untuk apa kita minta. Kita butuh lampirannya supaya tahu dudukNamun demikian, kata Syamsul, pihak Distamben Ketapang melalui Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) menyebut lampiran peta dalam dokumen Amdal perusahaan tambang adalah bukan dokumen publik, dan tidak bisa dibuka kepada khalayak ramai. Alasannya, informasi tersebut bisa berpotensi jadi persaingan usaha yang tidak sehat dan melanggar hak atas kekayaan intelektual.“Saya keberatan dengan Putusan KIP itu dan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak pada tanggal 4 Juni 2014. Empat bulan kemudian, gugatan saya dikabulkan PTUN setelah lima kali masa persidangan. Namun, pihak Distamben Ketapang keberatan dengan putusan PTUN Pontianak. Dan, mereka kasasi,” urai Syamsul.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2015-076-02.json
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan | Denni Nurdwiansyah dari Perkumpulan Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan mengatakan apa yang dilakukan Syamsul Rusdi hanya satu contoh kasus sengketa informasi di Kalbar. “Saya kira masih banyak sengketa informasi yang belum berjawab hingga kini,” katanya.Menurut Denni, langkah lanjutan sebuah daerah yang sudah memiliki PPID adalah menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan daftar informasi publik (DIP). Artinya, PPID segera menyusun informasi apa yang boleh diakses publik dan mana informasi yang dikecualikan.“Kalau hanya sebatas menujuk PPID saja, saya kira pejabatnya tidak akan bisa bekerja. Kendala sekarang di Kalbar kan seperti itu. SOP dan DIP tidak ada. Jika sudah demikian, PPID-nya mau kerja apa?” ucap Denni.Hal ini diamini Muhammad Lutharif dari Kontak Rakyat Borneo. Menurutnya, tidak ada pilihan lain kecuali menguatkan posisi PPID dan Komisi Informasi Daerah (KID). “PPID penting untuk membuat SOP informasi dan klasifikasi informasi. Mana informasi yang tersedia setiap saat dan mana yang dikecualikan,” ucapnya.Persoalan lain menurut pria yang akrab disapa Anong ini adalah mekanisme memperoleh informasi yang wajib disosialisasikan. “Mekanisme seperti ini harus diperkuat tidak hanya ditingkatan masyarakat, tapi juga harus menyasar hingga ke badan publik,” ucapnya.Jalan menuju keterbukaan informasi publik yang masih panjang ini membuat Rheinardho Sinaga dari Perkumpulan Kensurai pun angkat bicara. “Melihat dari alur diskusi kita, saya kira kehadiran PPID di daerah belum menjamin adanya transparansi. Lebih khusus lagi di bidang pengelolaan sumber daya alam,” katanya.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2015-076-02.json
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan
Ingat! PPID Gerbang Utama Menuju Transparansi Tata Kelola Hutan dan Lahan | Rheinardo menegaskan bahwa masyarakat berhak tahu jika kampung halaman mereka ternyata sudah dikuasai izin konsesi perusahaan ekstraktif. “Kenapa masyarakat berhak tahu? Tujuannya supaya tidak terjadi konflik sosial di kemudian hari. Obatnya cuma satu. Dokumen Amdal beserta lampirannya harus bisa diakses publik. Kalau tidak, maka kita pasti akan kembali berjalan dalam kegelapan informasi. Konflik membukit, korupsi sumber daya alam meroket,” pungkasnya.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP]
[0.9999998807907104, 4.642326345560832e-08, 5.286939597226592e-08]
2022-062-11.json
Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung
Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung | [CLS]   Mata Sartini [55] berkaca-kaca, saat mengenang suaminya Sulaiman [59], biasa dipanggil Atok Man. Lelaki yang meninggal pada September 2016 lalu.“Dia senang anggrek,” kata Sartini, di kebunnya, di Desa Petaling, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, akhir Februari 2022.Sartini bercerita, dulu banyak orang heran dengan hobi Atok, mengumpulkan anggrek dari hutan.“Dia rutin menempelkan anggrek di sejumlah pohon durian, kopi, atau manggis, yang ada di kebun.”Niat Atok hanya menyelamatkan sekaligus menyalurkan hobinya mengoleksi anggrek.“Bukan untuk dijual, hanya sebagai pemanis kebun kami seluas 3,5 hektar,” katanya.Baca: Dian Rossana Anggraini, Pelestari Anggrek di Bangka Belitung  Desa Petaling yang luasnya 2.515 hektar, mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Dulunya, mereka menanam lada dan karet yang kini beralih ke sawit.“Banyak warga menyesal menjual tanah. Beruntung, Atok tidak melakukan karena dia yakin kebun ini berguna untuk anak cucu,” lanjutnya.Beragam jenis anggrek tumbuh subur di kebun Atok Man, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Pangkalpinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jenis yang mendominasi adalah anggrek bulan [Phalaenopsis Sumatrana], bunga nasional Indonesia.Ada juga jenis pohon-pohon khas Bangka Belitung yang mulai sulit dicari, seperti nyatoh, gerunggang, dan petaling.“Semoga kepedulian Atok terhadap hutan, menular ke generasi muda,” kata Sartini.Baca: Sungai Upang dan Masa Depan Konservasi Pulau Bangka  Pusat edukasi floraTahun 2013, semangat Atok Man menyelamatkan anggrek, terdengar Dian Rossana Anggraini dan suaminya Yuli Tulistianto. Mereka adalah inisiator terbentuknya Bangka Flora Society [BFS] pada 2000 lalu.“Awalnya kami tidak percaya, karena sulit menemukan orang yang punya kesadaran konservasi seperti Atok Man,” kata Dian.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2022-062-11.json
Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung
Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung | Dian bersama BFS menemui langsung Atok Man. Mereka takjub, melihat beragam jenis anggrek hidup di sejumlah pohon kopi.“Jiwa konservasi Atok Man sudah tingkat tinggi, saya belajar banyak dari beliau,” kata Dian, penerima Kalpataru, kategori Perintis Lingkungan tahun 2015.Dian bersama BFS, dan atas dukungan masyarakat, menjadikan lokasi tersebut sebagai Kebun Botani Atok Man pada 2013.“Sebagai bentuk penghormatan. Jasa beliau tak ternilai, akan selalu diingat dalam sejarah konservasi flora di Pulau Bangka, khususnya anggrek,” lanjutnya.Baca: Alobi dan Misi Penyelamatan Satwa Liar Dilindungi di Bangka Belitung  Kini, terdapat 35 jenis anggrek di Kebun Botani Atok Man. Semuanya berasal dari sejumlah wilayah di Pulau Bangka, seperti Bukit Menumbing [Kabupaten Bangka Barat], Bukit Mangkol [Bangka Tengah], Bukit Maras dan Kotawaringin [Kabupaten Bangka].Mayoritasnya jenis anggrek bulan sumatrana [Phalaenopsis Sumatrana], anggrek harimau [Grammatophyllum speciosum], Robiquetia spathulata dan Bulbophyllum campanulatum.“Kalau Atok Man dulu, sukanya jenis Robiquetia spathulata. Katanya lucu, dari daun sampai bunga,” lanjut Dian.Di Kebun Botani Atok Man juga didirikan Sekolah Alam Langit Biru, wadah generasi muda belajar flora. Anggotanya siswa sekolah dasar hingga menengah atas.“Sekaligus menumbuhkan jiwa konservasi, seperti yang dilakukan Atok Man dulu.”Tidak hanya di Desa Petaling, sarana pendidikan ini tersebar di Mentok, Toboali, Nyelanding, Belinyu, Petaling, Bakam, dan di Sungai Upang, Desa Tanah Bawah, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, yang telah menjadi kawasan Konservasi Biodiversity.“Total 68 siswa. Dari mereka, kita berharap muncul generasi peduli lingkungan di Bangka Belitung,” terangnya.Baca juga: Mentilin, Fauna Identitas Bangka Belitung yang Terancam Punah  Pendekatan konservasi
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2022-062-11.json
Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung
Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung | Secara geografis, Bangka Belitung diapit dua pulau besar, Sumatera dan Kalimantan. Secara literasi, dua per tiga anggrek di dunia ada di Indonesia, dan satu per tiganya ada di Indonesia bagian barat. Untuk spesies, ada 7.000 jenis anggrek di dunia, yang sekitar 5.000 jenis terdapat di Indonesia.“Itu asumsi awal kami. Di Bangka Belitung pasti beragam jenisnya,” kata Dian.Dian bersama BFS telah mengidentifikasi sekitar 147 jenis anggrek di Pulau Bangka. “Kami masih mencari jenis vanda sumatrana, yang menurut literasi ada di Pulau Bangka, dan belum tentu ada di wilayah lain.”Menurut Dian sangat penting adanya konsep konservasi yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dalam suatu wilayah lebih luas.“Dalam sebuah upaya konservasi, harus didukung unsur lainnya dalam lingkungan, baik itu abiotik, biotik, maupun budaya.”Keterlibatan berbagai pihak, baik pemerintahan daerah hingga provinsi, swasta hingga warga sekitar di tingkat tapak sangat penting, guna keberhasilan konservasi di Bangka Belitung.“Pendekatan konservasi atau pengelolaan lingkungan lintas kepentingan sangat perlu dilakukan. Mengingat, banyak kekayaan alam yang dimiliki Bangka Belitung,” tegas Dian.   [SEP]
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2012-005-03.json
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini… | [CLS] Cuaca panas di sore hari, akhir pekan lalu, membuat Kadek Sarmi dan teman-temannya memilih “bersembunyi” ke kawasan wisata Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di pinggiran Denpasar, berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung. Kawasan hutan mangrove terluas di Bali ini berlokasi hanya beberapa ratus meter dari Simpang Dewa Ruci, Kuta, pusat kemacetan terparah di Bali saat ini.Dengan hanya Rp 5000, panasnya cuaca sore itu pudar ketika memasuki kawasan hutan mangrove. Menyusuri jalan setapak kayu di antara lebat tanaman mangrove, memberi nuansa kesegaran tersendiri. “Denpasar sudah semakin krodit sekarang. Paling enak jalan jalan yang di hutan mangrove, daripada ke mal. Di sini khan udaranya segar,” kata Sarmi.Sayangnya, para pengunjung harus puas dengan berbagai keterbatasan fasilitas di area hutan mangrove. Jalan setapak yang terbuat dari kayu ulin, sudah rapuh di banyak sisinya. Hal ini memaksa pengunjung berhati-hati, bila tak ingin terperosok. “Berbahaya sekali jalan di sini. Kayunya sudah rapuh. Takut juga kalau jatuh. Kenapa nggak diperbaiki ya?” Nur Aini, salah seorang pengunjung mempertanyakan.Tidak adanya fasilitas tempat sampah di sepanjang areal, membuat beberapa pengunjung dengan seenaknya membuang sampah sembarangan. Aksi corat coret oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab, juga tampak mewarnai beberapa bagian jalan dan fasilitas di kawasan ini.Pemerintah Provinsi Bali selaku pengelola hutan mangrove seluas total 1.373,5 hektar itu pun mengakui kondisi ini. “Kami cukup kewalahan mengatasi masalah sampah plastik yang cukup banyak. Setiap harinya, kami mengangkut tidak kurang dari 4 truk sampah. Tetapi masalahnya tidak juga bisa teratasi karena keterbatasan personil dan anggaran,” kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Pemerintah Provinsi Bali hanya mengalokasikan dana Rp 400 juta setahun untuk pengelolaan hutan di Bali.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2012-005-03.json
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini… | Banyaknya sampah di kawasan Tahura Ngurah Rai, sebenarnya tidak banyak disumbang oleh aksi tidak bertanggung jawab pengunjung. Posisi Tahura Ngurah Rai yang menjadi hilir sedikitnya 8 sungai, membuat kawasan ini menjadi “tempat sampah” kiriman dari berbagai wilayah di Bali. Posisinya pun tak jauh dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Suwung yang berbatasan langsung dengan laut.Dengan alasan penyelamatan kawasan Tahura Ngurah Rai, Gubernur Bali memutuskan menyerahkan pengelolaan kawasan hutan mangrove ini kepada pihak swasta. Adalah PT. Tirta Rahmat Bahari, perusahaan swasta yang berhasil mendapat izin pengelolaan hutan mangrove seluas 102,2 hektar di kawasan Tahura Ngurah Rai. Melalui izin yang sudah diterbitkan pada Juni tahun ini, PT. Tirta Rahmat Bahari mendapat hak pengelolaan hutan selama 55 tahun. Syaratnya, perusahaan ini diwajibkan mengelola hutan dengan system kolaborasi bersama pihak Pemerintah Provinsi Bali.Dalam masterplan yang terlampir dalam izin yang dikantongi PT. Tirta Rahmat Bahari, disebutkan bahwa perusahaan akan membangun sedikitnya 75 unit penginapan, 5 kios, 8 rumah makan, 2 spa, 1 restaurant, 1 gedung serba guna, tempat meditasi, toilet, dan sarana penunjang pariwisata lainnya. “Izin ini saya berikan untuk menyelamatkan hutan mangrove kita. Karena kalau dikelola pegawai negeri sipil, saya yakin sulit sekali. Perlu ada orang-orang professional yang mengelola itu, sehingga hasilnya pun lebih maksimal,” tegas Pastika.Namun pemberian izin pengelolaan Tahura Ngurah Rai kepada swasta mengundang reaksi dari aktivis lingkungan hidup di Bali. Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali terus mendesak Gubernur Bali untuk mencabut izin yang telah dikeluarkan melalui beberapa kali unjuk rasa.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-005-03.json
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini… | Menurut salah satu aktivis KEKAL Bali yang juga Ketua Dewan Daerah Walhi Bali, Wayan “Gendo” Suardana, pemberian izin kepada investor tidak menjawab persoalan menumpuknya sampah plastik di Tahura Ngurah Rai. “Kalau kita analisa izin yang diberikan, investor hanya bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian mangrove pada area 102,22 hektar saja. Lalu sisanya bagaimana?” Gendo mempertanyakan.Dalam surat keputusan gubernur tentang izin pengelolaan Tahura Ngurah Rai juga terdapat poin bahwa investor dilarang memindahtangankan hak pengelolaan Tahura, kecuali ada izin tertulis dari gubernur. “Ini merupakan celah bagi investor untuk memindahtangankan haknya karena hanya membutuhkan persetujuan gubernur” terang Gendo.Atas desakan agar izin kepada PT. Tirta Rahmat Bahari segera dicabut, Gubernur Pastika sempat menyatakan pihaknya tengah mengkaji ulang perizinan tersebut. “Mari kita bersama sama kaji itu, membentuk tim kecil, untuk membahasnya. Saya terbuka, termasuk kepada LSM. Saya yakin sebenarnya kita berangkat dari pemahaman yang sama, yakni menciptakan kesejahteraan di Bali dengan tetap menjaga lingkungan,” jelas Pastika.Namun KEKAL Bali menyayangkan pengkajian ulang yang dilakukan tanpa mencabut terlebih dahulu izin yang telah dikantongi. “Seharusnya yang dilakukan Gubernur Bali ialah mencabut izin PT. TRB, baru melakukan kaji ulang pengelolaan kawasan tahura Ngurah Rai. Tidak seperti sekarang ini, yang hanya melakukan kaji ulang tanpa ada kejelasan kapan pencabutan ijin dilakukan,” keluh Gendo.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2012-005-03.json
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini…
Mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, Nasibmu Kini… | Dikonfirmasi terpisah, Direktur PT. Tirta Rahmat Bahari, Nyoman Swianta, mengaku masih menunggu hasil kajian ulang terhadap izin yang telah mereka kantongi. Swianta mengaku siap menerima apapun hasil pengkajian ulang itu. “Apapun hasilnya, kami akan terima. Pada dasarnya, kami hanya ingin menyelamatkan hutan mangrove yang kondisinya memprihatinkan. Tetapi kecurigaan bahwa kami akan merusak hutan mangrove, tentu tidak masuk akal. Kami akan menjadikan hutan itu asset utama kami, jadi tidak mungkin kami merusaknya. Tidak akan ada satu pun pohon yang kami tebang. Kalau kami merusaknya, sama saja kami bunuh diri,” Swianta beralasan. [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2015-029-02.json
Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping
Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping | [CLS] Puluhan perempuan dan laki-laki tiba di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Selasa pagi, (8/9/15). Mereka menempuh sekitar tiga jam perjalanan menggunakan bus dari Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo 1, Pati, Jawa Tengah. Beragam tanaman pangan mereka bawa. Ada jagung, kacang tanah, terong dan ubi-ubian. Semua itu hasil panen dari lahan yang terancam hilang untuk pertambangan batu gamping dan tanah liat oleh PT. Sahabat Mulia Sakti (SMS),  anak perusahaan PT. Indocement.Warga menggugat izin lingkungan ke PTUN. Sidang memasuki kali ke-18. Ngatemi, warga Desa Larangan, Kayen, duduk bagian depan kursi pengunjung persidangan. Dia selalu hadir mengikuti sidang gugatan keputusan Bupati Pati Nomor 660.1/4767 tentang izin lingkungan pabrik semen dan penambangan batu gamping dan batu lempung oleh SMS.“Kehadiran kami bentuk ketulusan dan perjuangan warga mayoritas petani menjaga kelestarian Gunung Kendeng. Tambang merusak sumber air, hutan, goa dan mata pencarian kami,” katanya.Bambang Sutikno, warga Desa Wukirsari, Kecamatan Tambakromo mengatakan, berdasarkan keterangan saksi dari Bappeda Pati, terkait penyusunan tata ruang Pati, dia tidak bisa menjelaskan soal perubahan pertanian menjadi kawasan pertambangan. Bahkan, perubahan tak melibatkan masyarakat. Bahkan, saksi mengatakan pendapatan domestik bruto (PDB) Pati 54% dari pertanian, 35% dari Kayen dan Tambakromo– yang akan menjadi pertambangan.“Lahan pertanian Pati berdasarkan BPS makin berkurang. Artinya jika pertambangan jalan, tidak ada upaya serius pemerintah mempertahankan lahan pertanian, sengaja mematikan kehidupan petani.”Dalam dokumen Amdal, katanya, jelas 60% lebih masyarakat menolak pertambangan. Tawaran kesejahteraan pemerintah dan perusahaan belum tentu terwujud. Kesejahteraan warga dari bertani sudah terbukti mencukupi kehidupan sehari-hari bahkan lahan bisa diwariskan untuk anak-cucu mereka.
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2015-029-02.json
Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping
Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping | “Untuk pembuktian, kami meminta majelis hakim sidang lapangan. Membuktikan langsung kebohongan data dalam Amdal.”Dari persidanganPersidangan lanjutan gugatan pertambangan dan pendirian pabrik semen SMS, menghadirkan tiga saksi. Yakni Purwadi dan Sumadi, warga Sukolilo, Pati, dari tergugat dan Anton Sumarno karyawan Indocement.Aneh, kedua saksi malah cerita soal demo. Purwadi,  selaku Sedulur Sikep Pati menjelaskan, Sedulur Sikep tidak mengajarkan demo atau melanggar aturan. “Sedulur Sikep tidak menolak atau mendukung pertambangan semen. Tidak boleh mengubar janji dan tidak bisa diwakili.”Sumadi mengatakan, tidak ada Sedulur Sikep demo. Yang demo adalah Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMMPK). JMPPK adalah masyarakat peduli kelestarian Gunung Kendeng. Sumadi mengaku mengirim surat ke Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, klarifikasi Sedulur Sikep demo.Anton menceritakan, ikut merancang penambangan Indocement, seperi konsep di Citeurep, Bogor untuk diterapkan di Pati. Selama menambang di Citeureup 39 tahun, walau berdekatan dengan mata air, tidak ada yang terganggu. Penambangan Pati tidak akan pakai air tanah namun air embung yang akan diisi dari Sungai Juwana dan tadahan air hujan.Menanggapi keterangan saksi, kuasa hukum penggugat Nur Badriyah mengatakan, melihat keterangan Purwadi dan Sumadi, kesaksian mereka mencoba membelokkan obyek gugatan seolah-olah ada permasalan dalam Sedulur Sikep.  “Kami keberatan karena obyek gugatan persoalan izin lingkungan dan IUP bukan masalah Sedulur Sikep.”Sedangkan saksi fakta tidak relevan. Seharusnya, yang dijelaskan kesaksian masalah pertambangan di Pati, bukan di Citeureup.“Kami akan membatah dengan saksi ahli mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi akibat pertambangan di karst.”
[0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08]
2015-029-02.json
Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping
Kala Lahan Pertanian Pati Terancam Tambang Batu Gamping | Nur menambahkan, penggugat sudah meminta majelis hakim sidang lapangan hingga bisa melihat langsung tak hanya perkiraan. Di lapangan, hakim tahu lokasi pertambangan dan data yang tidak masuk Amdal. [SEP]
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | [CLS]     Pucuk pohon kecoklatan tampak mencolok di sekitar kawasan restorasi Rawa Kadut, Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Ini tumbuhan mentru atau puspa ini, pohon endemik yang tahan api. Kalau terbakar, batang di atas tanah akan menghitam, tetapi akar masih bertahan dan menumbuhkan cabang baru.Masih lekat di ingatan Arum Mustazin, bagaimana kebakaran melahap tanaman pada 2015. Pohon mentru, sungkai, laban, jambon air, ketapang, gaharu, sempu dengan usia baru tujuh bulan habis dilalap api. Tinggi mereka kala itu masih bersaing dengan ilalang dan tanaman jenis melastoma atau senggani, sekitar 30-50 cm.Arum adalah warga Desa Bungur, Way Bungur, Lampung Timur, Lampung, yang bekerja dengan Yayasan Silvagama–kini Yayasan Auriga Nusantara pada area restorasi di Rawa Kadut, Taman Nasional (TN) Way Kambas. Kala itu, Silvagama masih tergabung dalam konsorsium Aliansi Lestari Rimba Terpadu (AleRT) untuk melakukan reforestasi.“Waktu itu ilalang masih tinggi, siang-siang ada api dari timur yang tidak bisa kita tahan. Habis sudah,” kata Arum menceritakan kembali peristiwa itu kepada kami pertengahan November 2021.Api muncul karena orang tak bertanggung jawab berburu. Kemarau membuat lompatan api makin tak terkendali. Tahun itu, Arum dan tim mendapatkan pekerjaan tambahan menjaga kawasan, memadamkan api saat kebakaran dan menahan agar api agar tak meluas, selain penanaman pohon.Setelah itu, mereka berupaya menghalau kebakaran yang meluas dan menjaga area restorasi dengan membuat sekat bakar lebar 30 meter. Kini monitoring dan pemadaman api menjadi bagian dari pekerjaan restorasi di wilayah seluas 1.250 hektar, bentuk kerja sama terbaru Yayasan Auriga dengan Balai TN Way Kambas sampai 2025.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | Kebakaran menjadi ancaman paling besar pada upaya konservasi di Taman Nasional Way Kambas. Hal ini karena perburuan liar masif. Membakar menjadi jalan termudah bagi pemburu karena pasca kebakaran tunas baru akan muncul, dan memancing satwa keluar. Baca juga: Ketika Masyarakat Ikut Pulihkan Taman Nasional Tak hanya ancaman perburuan satwa, TN Way Kambas juga lokasi para pembalak kayu liar tahun 1990-an. Arum adalah eks pembalak liar sejak kelas dua SMP pada 2002. Dalam satu minggu dia bisa mendapat 1-2 kubik kayu untuk jajan, bayar sekolah, dan membantu ekonomi orangtua.“Dulu, seperti kampung yang pindah ke dalam hutan, ramai,” katanya.TN Way Kambas dikelilingi 38 desa penyangga, hingga akses keluar masuk kawasan ini sangat mudah. Ancaman perburuan dan pembalakan liar pun terus terjadi sampai saat ini.Kuswandono, Kepala Balai TN Way Kambas mengatakan, kini pembalak liar sudah jarang, namun pemburu masih terus menghantui. Ancaman ini juga seringkali memunculkan titik-titik api di taman nasional.Data Balai TN Way Kambas pada 2021, dalam 10 tahun terakhir terdapat 22 kasus kematian gajah karena diburu untuk gading dan giginya. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa endemik terancam punah. Habitat alami mereka, antara lain di taman nasional ini.Satwa lain dilindungi seperti badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), dan tapir (Tapirus indicus) juga berhabitat di kawasan ini. Api jadi ancaman bagi keberlangsungan populasi dan kelestarian satwa ini.Analisis Yayasan Auriga pakai data kebakaran hutan dan lahan 2015-2020 serta kawasan hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebakaran di TN Way Kambas mencapai 58.901 hektar.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | Kerentanan kebakaran hutan di TN Way Kambas tak lepas dari sejarah panjang kawasan ini. Sebelum menjadi taman nasional, kawasan ini merupakan lokasi hak pengusahaan hutan (HPH) serta pembalakan liar, kemudian jadi pemukiman dan lahan pertanian. Kini, 30% atau sekitar 37.000 hektar dari 125.000 hektar merupakan lahan kritis didominasi ilalang.Upaya pemulihan hingga kini, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Gagasan rehabilitasi awalnya dilakukan karena ada kebakaran hebat pada 1997.Basuki Budi Santoso, Koordinator Proyek Restorasi Auriga di Way Kambas mengatakan, restorasi jadi cara untuk menghambat perburuan liar. “Karena ada yang menjaga,” katanya.Selain itu, pemulihan padang ilalang menjadi pepohonan setelah restorasi bisa mengembalikan satwa-satwa di taman nasional, seperti gajah, rusa, harimau dan lain-lain.Upaya restorasi penting karena ruang habitat memadai bisa menyediakan pakan bagi satwa. Hal ini juga mengurangi konflik satwa dengan manusia karena satwa tak perlu ke pemukiman.“Kami juga pernah melihat rusa dan harimau melintas di kawasan restorasi ini. Artinya, mereka merasa nyaman.”  Perjumpaan satwa turut dialami Hadi dan Nana, warga lokal juga staf Aliansi Lestari Rimba Terpadu (AleRT) yang sedang piket di area restorasi Bambangan.“Semalam ada rombongan gajah tiba di area restorasi Bambangan. Sekitar 60-70 individu. Mereka menyebar di kanan dan kiri kamp,” kata Nana.Beberapa gajah mendekat ke kamp dan mereka bertepuk tangan untuk menghalau gajah agar tak terlalu dekat. Pohon bambu dekat kamp pun patah dan sedikit roboh karena dilewati gajah.Nana, warga Desa Braja Asri, Way Jepara, Lampung Timur, sudah delapan tahun bekerja dengan ALeRT. Selama itu, dia menyaksikan perubahan di sejumlah titik restorasi, termasuk Bambangan.Dia lihat pertumbuhan pohon-pohon di Bambangan setinggi dua meter, dan terlalap api pada 2014. Kini, Bambangan sudah jadi hutan sekunder, dengan kanopi rapat.
[0.999991238117218, 4.4677594814857e-06, 4.305404672777513e-06]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | “Dulu, melihat ke kejauhan, masih kelihatan. Sekarang nggak bisa (terhalang pohon).”Sejak 2012, AleRT sebagai salah satu mitra Balai Taman Nasional Way Kambas merestorasi wilayah itu.Mohammad Lukman, polisi hutan TNWK mengatakan, area ini dulu padang ilalang dan perjumpaan satwa sangat jarang.Kini, pohon di Bambangan sudah lebih 10 meter dengan tegakan cukup rapat dan menjadi hutan sekunder. Luas sekitar 50 hektar.“Tahun 2021, sudah terlihat seperti hutan, suara satwa banyak. Burung, siamang, gajah dan harimau.” Baca juga: Kisah Ledan, Guru dan Penjaga Hutan Pesalat Libatkan masyarakatBasuki bilang, pelibatan masyarakat lokal menjadi bagian penting dalam upaya restorasi. “Kegiatan ini harus secara integral dengan melibatkan masyarakat agar tercapai hutan lestari yang menyejahterakan masyarakat.”Untuk itu, katanya, perlu meningkatkan kesadaran masyarakat lewat sumber ekonomi dari hasil hutan non-hutan, seperti penanaman bibit atau pengembangan wisata edukasi.Pada 2019, Balai TN Way Kambas menawarkan kemitraan konservasi kepada masyarakat. Salah satunya, melestarikan kembali area Rawa Kidang. Lokasi ini rentan terbakar karena berbatasan langsung dengan perkampungan dan surga bagi pemburu.Di sini banyak ditemui binatang seperti kijang, menjangan dan lain-lain. Program ini disambut baik Hadi, warga Desa Labuhan Ratu VII dan teman-temannya.“Tahun 2019 terjadi kebakaran hebat, asap dan latu (sisa kebakaran) itu terbang-terbang. Mengganggu. Kebakaran ya sampai pinggir desa.”Di tengah asap kebakaran, muncul usulan membuat kelompok kerja tani dan menanam di hutan. Kegelisahan Hadi dan masyarakat Desa Labuhan Ratu VII disambut baik balai sampai mereka mendapatkan perizinan untuk rehabilitasi di Rawa Kidang.Januari 2020, mereka membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Rahayu Jaya dan memiliki perizinan melalui penandatangan perjanjian kerjasama (PKS) kemitraan konservasi selama lima tahun.
[0.9999892115592957, 5.688989858754212e-06, 5.025468908570474e-06]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | Hadi cerita, pernah jadi pemburu satwa di taman nasional awal 2000-an. Namun dia sadar, membakar dan memburu adalah perbuatan salah.“Hanya iseng karena banyak teman di kampung juga melakukan, dulu juga pakai anjing pemangsa,” katanya.Atas izin kemitraan konservasi, bersama anggota lain, Hadi melakukan pembibitan dan penanaman dengan jenis endemik. Sejak 2020, mereka rehabilitasi di Rawa Kidang dengan target 50 hektar dari 150 hektar wilayah kelola.Bersama 19 anggota lain, Rawa Kidang dijaga untuk patroli kebakaran, pembibitan dan penanaman pohon. Sampai saat ini, KTH Rahayu sudah menanam 65.000 bibit dengan anggota ada 56 orang.“Tantangan itu saat perawatan banyak satwa yang memakan dan dicabut saat awal-awal menanam. Biasanya, saat musim babi, semua diangkat hingga ke akar-akarnya untuk mencari cacing,” kata Hadi.  Tak hanya menanam pohon, masyarakat pun melakukan usaha non-kehutanan lain di daerah penyangga, seperti peternakan lebah, pembibitan, budidaya sapi, perikanan, peternakan bebek, fermentasi pakan, dan lain-lain.“Dari segi kesejahteraan ekonomi memang belum begitu terasa karena usaha ini kan baru. Harapannya, bisa menjadi alternatif pendapatan dan bisa mengajak masyarakat tetap menjaga hutan,” kata Hadi.Selain KTH Rahayu Jaya, ada KTH Wana Bhakti di Desa Rantau Jaya Udik II, Lampung Timur. KTH ini digagas Paulus Untoro. Setelah 30 tahun bekerja sebagai polisi hutan TN Way Kambas, kini dia mengajak masyarakat sekitar desa menanam pohon dan menjaga kawasan taman nasional dari api.Api momok di taman nasional. Biasa api mulai pada April dan puncak antara Oktober dan November. “Kalau sudah di bulan itu, susah madaminnya,” kata Untoro.Ketika masih bertugas sebagai polisi hutan (polhut), tantangan yang dihadapi seperti sumber air jauh, apalagi kebakaran terjadi saat musim kemarau. Anggota pemadam api pun kadang harus keluar ke desa terdekat atau pabrik singkong untuk melangsir air.
[0.9999892115592957, 5.688989858754212e-06, 5.025468908570474e-06]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | “Kadang api (tinggi) tinggal dua mater, lalu ditinggal keluar karena air habis, malah jadi meluas lagi,” kenang Untoro.Antara desa penyangga dan taman nasional, kata Untoro, sebenarnya sudah ada kanal pembatas. Ini untuk membatasi akses terutama bagi orang-orang yang ingin ngarit atau berburu satwa. Namun masih ada “oknum” yang membuat masuk.Salah satu tugas Untoro dulu dengan mitra konservasi adalah memutus akses ini. Bukan pekerjaan mudah. “Pernah beberapa kali, hari ini jembatan kita potong pakai chainsaw, besok siang sudah bagus lagi.”Dia bercita-cita ingin menurunkan angka perburuan liar di desanya. Dia pun mengajak mantan pemburu bergabung di KTH Wana Bhakti. “Di kelompok saya ini ada lima hingga enam orang yang mantan (pemburu). Saya ingin yang mantan-mantan itu direkrut agar ada rasa memiliki.”Untuk perburuan, katanya, di Desa Rantau Jaya Udik II khusus Dusun IV sudah berhenti 100%. “Tetapi masih ada beberapa di dusun lain.”Untoro dan anggota rajin pelatihan untuk peningkatan ekonomi seperti budidaya lebah dan peternakan. KTH Wana Bhakti juga berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat agar tak melakukan aktivitas ilegal, seperti berburu dan merambah kayu di dalam hutan.Berbagai sumber ekonomi di dalam atau sekitar hutan penting karena masyarakat harus lebih dulu berdaya, punya sumber pencaharian lain agar tak merambah hutan.  Mei lalu, KTH Wana Bhakti menandatangani perjanjian kerja sama kemitraan konservasi dengan Balai Taman Nasional Way Kambas. Mereka kini dapat bisa lanjut merestorasi seperti menanam pohon di Susukan Baru, seluas 50 hektar. Kemudian, 100 hektar untuk bagian penjagaan kebakaran.Rusdiyanto, penyuluh kehutanan TN Way Kambas, menerangkan KTH Rahayu Jaya terbentuk karena permohonan masyarakat Labuhan Ratu VII. Mereka prihatin kebakaran hutan di TNWK.“Sebagai zona penyangga, masyarakat sangat merasakan dampak saat kebakaran.”
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2022-038-06.json
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas
Tangkal Api di Daerah Penyangga Taman Nasional Way Kambas | Pada program rehabilitasi ini dilakukan penanaman pakan badak berupa 61 jenis tumbuhan. “Harapannya, selain memulihkan kondisi hutan juga lumbung atau pencanangan pakan badak,” kata Rusdiyanto.Dia bilang, masyarakat harus mematuhi prasyarat tertentu semacam Pakta Integritas. Ia berisi empat persyaratan untuk tetap melanjutkan restorasi di taman nasional.Pertama, masyarakat harus ikut membantu upaya pemadaman api kalau terjadi kebakaran. Kedua, ikut dalam menangani konflik gajah, seperti menghalau satwa dari area restorasi. Ketiga, anggota kelompok tak boleh memiliki satwa dilindungi, termasuk burung.Keempat, yang menjadi mitra tak boleh melanggar seperti berburu atau aktivitas ilegal lain di Way Kambas.“Semua syarat ini harus diikuti jika ingin kemitraan konservasi berlanjut.”Tantangan utama, katanya, menjaga semangat kelompok dan meyakinkan program ini memiliki manfaat bagi masyarakat dan taman nasional.Danang Wibowo, Koordinator Reforestasi, Sosial, dan Wisata ALeRT, mengatakan, masyarakat garda terdepan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan restorasi hutan di sekitar kawasan taman nasional.“Ketika masyarakat sudah tahu kebakaran itu merusak, itu hal baik. Kita juga harus memikirkan apakah kebutuhan ekonomi mereka tercukupi? Jika ekonomi stabil, mereka tak akan banyak melakukan pelanggaran di taman nasional,” kata Danang.  ******* * Artikel ini merupakan tulisan berseri yang diproduksi atas dukungan dari Dana Jurnalisme Hutan Hutan (Rainforest Journalism Fund) yang bekerja sama dengan Pulitzer Center  [SEP]
[0.999991238117218, 4.4677594814857e-06, 4.305404672777513e-06]
2014-041-20.json
Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban
Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban | [CLS] Di tambang rakyat Mandailing Natal ini, dari catatan tim SAR, sejak 2013 hingga Juni 2014, sudah 113 penambang tewas, 98 orang tak ditemukan.Meski Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah Mandailing Natal (Madina) sudah melarang masyarakat menggali tambang emas, namun masih terus dilakukan. Mereka beraktivitas menggunakan peralatan dan pengamanan sangat minim.  Tak pelak, Kamis (26/6/14), lima remaja tewas tertimbun di lubang tambang di tepian Sungai Batang Natal, Simarombun, Desa Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Madina.Menurut sejumlah saksi mata kepada Mongabay, kelima korban, kehabisan oksigen karena berada di lubang dengan kedalaman sekitar tujuh meter. Ketika di dalam, air sungai meluap, langsung menimbun kelima remaja ini.“Mereka gak bawa tabung oksigen. Ditambah air sungai meluap,” kata Rahmad Dalimunthe, sahabat penambang, Minggu (29/6/14).Rizfan Zuliardi, kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Madina, membenarkan kejadian ini. Kala mengevakuasi kelima korban menggunakan peralatan tim SAR seperti tali, alat penggali, dan tandu. Awalnya sempat kendala, karena air sungai meluap dan menutupi area evakuasi. Tim SAR gabungan BPBD dan kepolisian dibantu masyarakat, menggunakan mesin penghisap air.Ketika air sudah surut, barulah masuk membawa perlengkapan termasuk tabung oksigen. Satu jam lebih di dalam lokasi, satu persatu berhasil dievakuasi. Sayangnya, nyawa mereka tidak tertolong.“Saat mendapat informasi kita langsung meluncur. Kelima remaja ini sudah tak bernyawa,” kata Rizfan. Kelima korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Panyabungan, Madina.AKBP Mardiaz Kusin Dwihananto, Kapolres Madina, mengatakan, penyidikan awal diketahui kelima remaja ini tewas ke lubang tambang emas yang tanah tidak kokoh dan mudah longsor.
[0.9999998211860657, 1.0728154364869624e-07, 8.335930345992892e-08]
2014-041-20.json
Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban
Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban | Mereka yang menambang ada sembilan orang. Empat orang di atas, lima sudah di dinding lubang. Ketika tanah di bibir lubang longsor, kelima korban langsung terperosok kedalam, sedangkan empat orang lain berhasil menyelamatkan diri.Mereka yang meninggal dunia Khoir (18), Rahmat (18), Ardi Nasution (16) Gunawan Rangkuty (18), dan Mastap (18). Sedangkan korban berhasil menyelamatkan diri, Udin Nasution (23), Kholid (25) Hera Susanto Lubis (23) dan Dedi (18).AKP Wira, kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Madina, menjelaskan, penyelidikan sementara diketahui, tambang emas itu milik warga Simpang Gambir, Asdan. Tanah milik Rizal menyewakan pada Asdan.Selama beberapa tahun terakhir, Asdan menggaji warga dari pemuda desa maupun Jawa, untuk menambang. Belakangan lubang pendompeng tidak lagi dipergunakan. Untuk mencari sisa emas, sembilan remaja ini mencoba keberuntungan.Menurut dia, sudah 12 orang dimintai keterangan.“Si Asdan dan Rizal juga kita periksa. Semua masih saksi. ”Ternyata kejadian ini bukan kali pertama. Data tim SAR, sejak 2013 hingga Juni 2014, setidaknya ada 113 penambang tewas. Mereka tewas rata-rata tertimbun lubang ketika menambang dengan peralatan tidak memadai.Raja Halomoan, tim SAR mengatakan, ada 98 penambang di luar 113, sampai saat ini tidak ditemukan karena tertimbun di dalam lubang tambang galian emas rata-rata sedalam 140 meter. Terparah 5 Februari 2013,  sedikitnya 50 orang tertimbun di dalam lubang galian tambang emas dan dinyatakan tewas. Lokasi di Desa Hutabargot, Kecamatan Hujalu, Madina. Para korban tewas dari tiga desa, yaitu dari Sigalapang, Panyabungan, dan Sibagunung.“Sudah dilarang tetapi masih saja dilakukan. Tofografi dan kontur tanah di penambangan emas sangat rawan longsor. Mereka mengabaikan larangan. Penambangan ini sudah ada sejak 10 tahun lalu. ”Cukong Pekerjakan Anak
[1.0, 1.7079762049121427e-09, 1.3730074854834129e-09]
2014-041-20.json
Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban
Tambang Emas Rakyat di Mandailing Natal Telan Korban | Rusman Siregar, ketua Kelompok Pemuda Adat Borotan, Madina, mengatakan, berdasarkan penelusuran mereka sejak 2013 hingga akhir Mei 2014, para cukong, selalu menggunakan anak bawah umur untuk menambang emas.Lokasi terbesar penambangan tradisional menggunakan tenaga kerja anak-anak, di Desa Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, dan Desa Hutabargot, Kecamatan Hujalu, Madina.Mereka sempat protes kepada pemodal, juga warga Madina. Namun protes diabaikan. Mereka juga menyampaikan kepada pemerintah. Lagi-lagi, hanya ada janji.“Ketika kami aksi, pemodal menggunakan jasa preman membantai kami. Pejabat daerah hanya diam, karena kami duga sudah mendapat setoran. Itulah yang terjadi di kabupaten ini, ” kata Rusman. [SEP]
[0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06]
2012-018-10.json
Empat Bayi Harimau Benggala Lahir di Kebun Binatang Semarang
Empat Bayi Harimau Benggala Lahir di Kebun Binatang Semarang | [CLS] Koleksi satwa di kebun binatang Indonesia kembali bertambah, setelah seekor induk betina Harimau Benggala melahirkan empat bayi di Taman Margasatwa/Kebun Binatang Mangkang, Semarang hari Selasa tanggal 18 September 2012 kemarin.Menurut laporan suaramerdeka.com, keempat anak ini lahir berurutan. Si sulung dan nomor dua melihat dunia pukul 11 pagi, Disusul si nomor tiga yang lahir pukul 15.30 sore, dan terakhir si bungsu lahir selepas setengah delapan malam.Setelah proses melahirkan ini, induk yang bernama Manis dipisahkan dari pasangannya bernama Rangga. Keduanya adalah harimau yang dipertemukan enam tahun lalu, dan kawin 18 Juni silam. Setelah mengandung selama tiga bulan, Manis melahirkan empat anak ini.Saat ini kondisi keempat anak harimau Benggala ini dalam keadaan baik. Seperti dilaporkan oleh Kompas.com, keempat anak harimau ini dipisahkan dari tempat yang ramai dan belum bisa dikunjungi oleh orang banyak agar tidak mengganggu proses menyusui.Keempat anak ini, menurut Kepala UPTD Kebun Binatang Mangkang, Kusyanto dipisahkan dari ayahnya, agar tidak terjadi kanibalisme.Terbuka kemungkinan, harimau ini akan ditukar jika ada kebun binatang lain yang memang tertarik untuk melakukan kerjasama menukar satwa. Namun hingga saat ini, pihak kebun binatang di Semarang masih berencana untuk terus memelihara anak-anak harimau ini sampai ada tawaran pertukaran.Dari pantauan Detik.com, dengan lahirnya empat harimau Benggala tersebut, koleksi harimau kebun binatang Mangkang berjumlah 9 ekor. “Harimau Benggala dewasa dua ekor dan anakannya empat, singa dua ekor dan seekor harimau Sumatera,” tandas Kusyanto. [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2019-028-12.json
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal | [CLS]     Pada penghujung Juli lalu, di Desa Jibubu, Gane Barat Selatan, Halmahera Selatan, Maluku Utara, begitu ramai. Tak hanya ramai oleh keluarga korban gempa yang berkumpul dalam satu hunian sementara (huntara), juga kesibukan mereka memaku atap seng dan dinding rumah dari papan.Kala saya menyambangi desa ini empat hari pasca gempa, belum banyak bantuan menyentuh desa dengan 77 keluarga dan 300 jiwa lebih itu.Baca juga: Kala Gempa Kekuatan 7,2 SR Guncang HalmaheraBantuan beras pertama datang dari desa sendiri beli pakai dana desa 300 sak, dengan 40 kg persak. Ada juga bantuan makanan cepat saji seperti mie instan.Dalam kondisi mengungsi dan kekurangan terpal untuk membangun tenda, warga mandiri bikin huntara sekitar 1,5 kilometer dari desa mereka. Lokasinya, di tempat agak tinggi. Lokasi ini sekaligus jadi permukiman baru.Baca juga: Bagaimana Nasib Warga Halmahera Selatan Pasca Gempa?Mereka membangun dengan mengambil bahan dari reruntuhan rumah terutama seng dan kayu. Ada yang memilih membangun di tepi jalan yang menghubungkan ke Desa Gane Dalam dan Jibubu. Ada juga yang membangun agak jauh dari jalan dan berada di tempat agak tinggi. Tidak itu saja, lokasi yang dipilih juga berada di bawah tanaman kelapa atau kebun pisang milik mereka.Keluarga besar Hasyim Tomadehe membangun satu huntara besar buat tinggal lima keluarga. Mereka memilih membuat huntara di ketinggian untuk menghindari ancaman tsunami pasca gempa besar melanda Gane 14 Juli lalu.  Lahan yang mereka pilih adalah kebun pisang dan ubi kayu. Di sekeliling huntara, banyak tanaman pisang dan ubi kayu, sebagai pangan utama warga. Di dapur huntara juga terlihat tandan pisang baru tebang.Hasyim Tomadehe, mengatakan, memilih membangun huntara di kebun pisang dan ubi kayu selain menghindari tempat rendah karena takut tsunami, juga ketersediaan pangan lokal ada setiap saat.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-028-12.json
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal | “Kami sadar, bukan satu dua hari tinggal di sini. Mungkin bisa satu tahun bahkan lebih karena rumah-rumah sudah hancur bahkan kampung kami diusulkan pindah karena perkampungan sudah takut ditinggali,” katanya.Warga, katanya, takut kembali ke Kampung Jibubu, karena saat gempa air keluar dari dalam tanah seperti menyembur. Terjadi rekahan tanah memanjang di tepi pantai desa itu.Hasyim bilang, tak mau banyak berharap uluran tangan pemerintah. “Kami inisiatif sendiri beberapa keluarga berkumpul membuat rumah yang bisa ditinggali enam bulan sampai satu tahun. Kami memilih kebun ini karena ada pisang, ada kasbi (singkong-red) yang bisa dimakan jika sudah tak ada beras,” katanya.Langkah ini, dia ambil sebagai bentuk adaptasi terhadap bencana yang melanda desa mereka. Mereka juga memilih membangun huntara dengan material dari rumah yang rusak.“Jika kami gunakan terpal atau tenda, daya tahan tak lama. Kami harus tinggal cukup lama sampai rumah bisa terbangun kembali. Butuh biaya besar dan waktu cukup lama membangun kembali rumah kami,” katanya.Dia tak banyak berharap kepada pemerintah karena yang terdampak bencana ini bukan hanya satu dua desa. “Kami harus bangun rumah supaya bisa ditinggali,” katanya.Warga di sini berpikir jangka panjang. Setelah tanggap darurat bencana berakhir atau bantuan dan sumbangan pemerintah maupun masyarakat umum berakhir, mereka harus mengurus diri masing-masing. Karena itu, harus berusaha hidup menetap dan mandiri dengan membangun hunian sebelum ada rumah tinggal lebih layak.Soal makanan, katanya, mereka juga mengandalkan pangan lokal seperti pisang, ubi kayu dan sagu. “Beras juga makanan utama tetapi jika belum ada bantuan, kami andalkan pisang dan ubi kayu serta sagu,” katanya.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-028-12.json
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal | Rugaya Alkatiri, istri Hasyim mengatakan, soal pangan, mereka tak khawatir karena tidak hanya beras. Mereka memiliki kebun pisang maupun ubi kayu yang bisa menjamin konsumsi hingga berbulan- bulan belum habis.“Saat kami mengungsi hari pertama hingga hari kedua tidak lapar karena kami mengungsi itu kebun yang pisang cukup banyak. Siap dikonsumsi,”katanya.Warga di desa ini terbilang tak terlalu pusing logistik makanan karena banyak pangan pilihan selain beras tersedia di lahan mereka.Saat menyambangi tempat pengungsian di Jibubu itu baru-baru ini, saya menyaksikan ibu-ibu di tenda milik keluarga Hasyim, memasak makanan dari pisang dan ubi kayu. Meski ada bantuan beras dan mie instan untuk, tetap saja ada pangan lain yang dimasak untuk konsumsi sehari-hari.Di huntara itu, ada lima karung beras dan beberapa karton mie instan. Ada juga pisang dan singkong tersedia di dapur.Cerita soal pangan lokal yang sangat membantu warga korban bencana alam , terlebih ketika belum ada bantuan, juga dilakukan warga Desa Gane Luar. Daerah ini, hingga hari ketiga pasca bencana belum ada bantuan bahan makanan.Dalam kondisi itu, pangan lokal dari kebun-kebun warga jadi andalan. Pemerintah Halmahera Selatan, baru mulai mendistribusi bantuan masuk ke daerah mereka pada hari ketiga.  Kala itu, warga berembuk dan mengecek kebun yang punya tanaman pisang, singkong maupun ketela rambat. “Hari ketiga kejadian, belum ada bantuan logistik datang, kami berembuk dan mengidentifiksi kebun warga yang memiliki pisang dan singkong untuk jadi bahan makanan,” kata Samaun Malonga, tokoh masyarakat Gane Luar.Dia bilang, pangan lokal tak bisa ditinggalkan karena dari kecil hidup mereka mengkonsumsi pisang dan ubi kayu. Saat ini, sebagian warga Gane Luar membangun rumah di kebun sebagai hunian sementara sambil menunggu waktu tepat membangun kembali rumah yang hancur.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2019-028-12.json
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal | Huntara, mereka bangun di kebun selain aman, juga tidak khawatir kesulitanan makanan. “Kitorang (kami,red) di sini pangan lokal menjadi penolong utama pasca bencana ketika belum datang bantuan,” katanya.Senada dikatakan Argaia Sangaji, warga Gane Dalam. Perempuan usia 72 tahun ini yang hidup bersama anak dan cucu di pengungsian itu tetap mengandalkan sagu sebagai makanan utama mereka.Meski di pengungsian banyak bantuan beras maupun mie instan, dia tetap menyiapkan tepung sagu untuk konsumsi sehari- hari.Saat ditemui di tenda pengungsian, di Lapangan Sepak Bola Gane Dalam, belum lama ini, dia sedang menjemur tepung sagu di beberapa nampan.Tepung sagu ini dibawa ke tempat pengungsian usai gempa. Kala dia mencari mengambil barang-barang tersisa ternyata ada tepung sagu tak rusak. Sagu ini dia dapat dari olahan warga.“Ini bagian saya. Sebelum gempa sagu yang saya tanam diolah warga Gane Dalam. Tepung sagu yang ditaruh dalam baskom itu, tak rusak jadi dibawa ke tempat pengungsian untuk dikeringkan,”katanya.Dia perlu makan popeda (bubur sagu) atau dibakar maupun divorno jadi lempengan sagu. Selain itu, bahan makanan khas Maluku ini juga bisa tahan lama sebagai bahan konsumsi jangka panjang.  Kemandirian wargaHerman Oesman, sosiolog Maluku Utara mengatakan, kalau dilihat inisiatif dan respon warga menunjukkan mereka memiliki kemandirian dan tak ingin tergantung pada pemerintah dalam menangani persoalan.“Perlawanan dengan simbol-simbol. Ini sudah dapat jadi “pesan” warga untuk pemerintah, bahwa, mereka memerlukan kepastian, ketepatan, dan keberlanjutan meniti hari-hari mereka usai bencana.”Abdul Kadir Arief, Ketua Ikatan Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara mengatakan, aksi warga itu menunjukkan kemandirian menyikapi kondisi pasca bencana.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-028-12.json
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal
Cerita Korban Gempa Gane: Bangun Huntara Mandiri dan Hidup dari Pangan Lokal | Hal ini, katanya, perlu mendapat respon pemerintah hingga bisa mengembangkan jadi kampung pembelajaran bencana, terutama dalam kemandirian mereka menyikapi pasca bencana. Warga bahkan memindahkan tempat tinggal secara mandiri.“Ini sebuah langkah maju. Ini sebenarnya model evakuasi mandiri yang diidam-idamkan negara ketika suatu daerah terkena bencana, termasuk misal, menentukan jalur evakuasi mereka ketika terjadi bencana,” katanya.Dalam konsep respon pasca bencana, katanya, satu bulan pertama memindahkan warga yang kocar-kacir di dalam tenda. Warga dalam tenda maksimal dua atau tiga bulan.“Tidak boleh lebih, karena orang akan stres. Orang yang tinggal di tenda itu tidak sehat secara social. Misal, keluarga yang punya anak perempuan dan laki laki tinggal di suatu tempat bercampur.”Dalam waktu tiga bulan itu, katanya, pemerintah harus mulai membangun shelter. Shelter , katanya, berfungsi sebagai tempat menunggu pembangunan hunian tetap. “Yang terjadi saat ini warga sudah bisa melakukan sendiri. Ini menunjukkan kemandirian warga.” Keterangan foto utama:    Warga korban gempa Gane, tengah mengupas singkong. Mereka bertahan hidup dari pangan dari kebun. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2015-005-12.json
Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis
Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis | [CLS] Matahari senja tampak cerah di barat. Di Desa Bader, Kecamatan Dolopo, Madiun, Jawa Timur, langit mendung. Hujan mulai turun. Gunung Wilis tertutup kabut akhir November lalu.Melewati jalan-jalan desa, pohon-pohon jati kisaran 10 meter tertanam rapi, berbaris dengan jarak satu meter. Di bawah pepohonan, ditanami temulawak (empon-empon), singkong dan pepaya. Kicauan burung kutilang, saling bersahutan, tebang ke ranting pohon satu ke pohon lain.“Di sini, kami mengembangkan tanaman bawah tegakan (pepohonan) dan membudidaya ternak rumah tangga,” kata Sukarno, Ketua Forest Manajemen Unit (FMU) Wilis Abadi.Sukarno didampuk menjadi ketua pada 2014. Kala itu, dia masih awam persoalan lingkungan, ekosistem dan hutan. Kehadiran Perhimpunan Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (Persepsi) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), dalam mengenalkan dan membentuk FMU Wilis Abadi Alhirnya, mereka, mengenal dan belajar bersama mengelola hutan rakyat lestari.Mereka memberi nama Wilis Abadi karena letak hutan rakyat di Lereng Gunung Wilis. Wilis bermakna hijau. “Kami memakai menjadi nama kelompok Wilis Abadi dengan cita-cita menjadikan hutan dan lingkungan menjadi hijau “royo-royo”,” katanya.Anggota Wilis Abadi, ada petani lahan basah maupun lahan kering, terutama anggota gabungan kelompok tani (gapoktan) sebanyak 4.891 keluarga.Edi Purwanto, Sekretaris Wilis Abadi, mengatakan, hutan rakyat Argo Wilis paling banyak ditanami jati dan sengon. Di bawah tegakan pohon ada tanaman musiman, seperti jagung, jahe, temulawak, papaya dan beberapa tanaman buah.Wilayah kelola Wilis Abadi meliputi enam desa, yakni, Desa Bader, Blimbing, Suluk, Kradinan, Glonggong dan Candimulyo. Dengan lusa kelola lahan tegalan 857,66 hektar, pekarangan 231,09 hektar dan keseluruhan 1.088,75 hektar.Adapun kapasitas produksi Wilis Abadi, kayu jati 1.422.708 meterkubik per tahun, akasia 151.376, mahoni 115.382 dan Sengon 194.648 m3 per tahun.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2015-005-12.json
Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis
Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis | “Kami optimis hutan terus terjaga dan kesejahteraan anggota pelan-pelan meningkat.”Edy Supriyanto dari Perspepsi menceritakan, kala mendampingi Wilis Abadi mereka mulai sosialisasi, pembentukan FMU, pelatihan, penataan dokumen dan pendampingian penilaian atau audit baik sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) maupun pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML).“Wilis Abadi lulus sertifikasi Maret 2015, lulus pertama kali dari program Uni Eropa, tanpa catatan,” kata Edy.Wilis Abadi, sudah mendapatkan dua sertifikat, yaitu VLK dan sertifikasi PHBML dengan skema LEI.PHBML, katanya, bertujuan mendorong ketersediaan produk ramah lingkungan di pasaran, terutama mebel dan kerajinan kayu. Sertifikasi PHBML sukarela hingga perlu komitmen kuat para pihak.Pemasok industri kayu Hutan rakyat menjadi tulang punggung industri produk kayu, terutama produsen furnitur dan kerajinan baik industri besar maupun skala kecil-menengah (IKM).Hutan rakyat menyuplai kayu lebih banyak ke IKM. Contoh, 90% bahan baku industri kayu di Jawa Tengah dari hutan rakyat. Sisanya, baru kayu Perum Perhutani.Hutan rakyat juga memiliki peran sosial dan memperbaiki kualitas lingkungan. Pengelolaan hutan rakyat di Indonesia tumbuh subur di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini, katanya, tak lepas dari banyak produsen furnitur dan kerajinan kayu di Jawa dan Bali.“Berbagai upaya mendorong pengelolaan hutan rakyat lestari, berarti ikut mempromosikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis yang disediakan hutan rakyat ” kata Hayu Wibawa, Koordinator Proyek LEI-Uni Eropa, LEI, kepada Mongabay.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2015-005-12.json
Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis
Hutan Rakyat Lestari dari Lereng Gunung Wilis | Legalitas kayu, katanya, merupakan persyarat ekspor, terutama pasar Uni Eropa. Pengelola hutan rakyat, katanya, dituntut memenuhi syarat keabsahan kepemilikan lahan, peraturan penebangan, mentaati peraturan pengangkutan, serta ketertiban administrasi dengan mencatat dan menyimpan bukti-bukti transaksi. Juga aspek legalitas industri seperti izin usaha, lingkungan kerja menjamin keselamatan pekerja, batas usia pekerja, dokumentasi pengapalan, sampai izin ekspor.Legalitas dan keterlacakan kayu di hutan rakyat didorong LEI dan mitra di daerah melalui penerapan sistem sertifikasi PHBML dan VLK hutan hak. Syarat huta rakyat mendapatkan sertifikasi PHBML, katanya, harus memenuhi legalitas sesuai VLK hutan hak.Setelah sertifikat diperoleh, kata Hayu, masih ada pekerjaan besar lagi dalam mempromosikan, menyusun rencana bisnis hutan rakyat dan akses pasar lebih luas. [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2012-008-15.json
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan | [CLS] Warga yang ditangkap polisi dan dibebaskan karena tak terbukti bersalah, dalam kondisi mengenaskan. Mereka dipukuli, badan, sampai muka memar bahkan ada yang dipaksa makan batu kerikil hingga muntah darah.BUNTUT penolakan berakhir rusuh, terhadap rencana pembuangan limbah tambang emas PT Angincourt Resource (PT AR), menyebabkan penderitaan dan ketakutan warga Batang Toru, di Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Barat (Sumbar).Dengan dalih mengejar pelaku, polisi menyisir desa-desa di sekitar sungai, menangkapi membabi buta. Sampai kini, ribuan warga laki-laki Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru, masih bersembunyi di hutan karena ketakutan akan aksi polisi. Pemukiman pun tinggal perempuan dan anak. Teranyar, polisi menurunkan polisi wanita (polwan), hingga menambah kekhawatiran warga.Sementara, dari 30 orang lebih yang diamankan polisi karena amuk massa akhir Oktober 2012, atas penolakan penanaman pipa limbah oleh anak perusahaan G Resources ini, 12 orang ditahan, sisanya, dibebaskan. Mereka yang dibebaskan dalam kondisi mengenaskan. Tubuh penuh luka, memar, bahkan ada yang dipaksa makan kerikil hingga muntah darah.Sebagian warga datang ke Jakarta, untuk mencari keadilan. Perwakilan warga ini melaporkan kasus ke KontraS, lalu bersama-sama lapor ke Komnas HAM dan Kompolnas. Mereka juga bersama Walhi Nasional dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengadukan kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).Idris Parinduri, warga Batang Toru mengharapkan, Batang Toru menjadi kondusif dan polisi tak makin menciptakan ketakutan bagi warga.  “Polisi masih kejar ke hutan-hutan. Hutan di pinggir sungai, ada yang loncat ke sungai, ada yang tak bisa renang. Tak tahu, entah apa nasibnya,” katanya di Jakarta, Minggu(11/11/12).Setelah warga laki-laki tak ada, polisi menurunkan polwan untuk tangani warga perempuan. “Kalau perempuan mau diambil (diamankan), bagaimana anak-anak?”
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2012-008-15.json
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan | Bahkan, saking laki-laki dewasa sudah tak ada di desa, ketika ada orang meninggal dunia, tak ada yang menggali kubur. “Jadi, saat ada warga meninggal dunia, siswa laki-laki diliburkan diminta gali kubur, karena sudah tak ada lagi laki-laki dewasa. Mereka ketakutan karena polisi membabi buta.”Dia berharap, polisi tak membabi buta dalam penegakan hukum terhadap warga. Sementara, kasus yang menjadi sumber masalah protes warga—yang juga dilaporkan ke polisi—seakan hilang dan dilupakan begitu saja.“Kan sudah ada warga jadi tersangka, kalau memang mau mengembangkan kasus ada prosedurnya, dari mereka nanti bisa dikembangkan. Bukan lantas masuk desa, menyisir warga baik yang ikut aksi atau tidak.” Polisi pun masih mondar mandir menggunakan barakuda di lorong perbatasan Kecamatan Batang Toru dan Muara Batang Toru.Sebelum ini, warga sudah mengajukan gugatan keterangan palsu dalam dokumen analisis dampak lingkungan, kepada Polres Tapsel sampai Polda Sumut. Polda sempat memanggil beberapa orang yang menangani amdal. “Tapi ya, karena disinyalir pemda tingkat dua dan polisi sekongkol, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut ,” ucap Idris.Kepada bupati, Idris meminta, sekiranya bisa membuat kebijakan yang bukan semata-mata mewakili kepentingan pribadi atau pemilik uang. “Pikirkan juga kepentingan kami, yang telah memilih bupati.”Sementara, Gandi Siregar, warga Kecamatan Muara Batang Toru menceritakan, adiknya, Halomoan Pardosi, termasuk yang diamankan polisi dan disiksa. Tak lama, Halomoan dibebaskan, karena tak terbukti bersalah. “Kabar yang saya terima, dibebaskan tapi muka penuh memar bekas pukulan. Dia juga dipaksa makan kerikil, sampai muntah darah. Dia bersedia bikin surat pernyataan apa yang  dia alami,” katanya.
[0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213]
2012-008-15.json
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan | Menurut Hendrik Siregar dari Jatam, kepolisian cenderung hanya mengurisi rusuh yang menyebabkan satu mobil patroli polisi dibakar dan kantor camat dirusak. Masalah utama yang menjadi protes dan pengaduan warga, yakni penipuan data dokumen amdal, seakan terlupakan.  “Persoalan masyarakat dikesampingkan. Pemerintah ini memihak investor atau masyarakat?”Sinung Karto, Kadiv Advokasi dan HAM KontraS dalam laporan kepada Kompolnas, meminta lembaga ini memonitoring dan pemantauan atas kasus di Batang Toru, khusus terkait tindakan kekerasan oleh aparat keamanan dalam merespon penolakan warga. KontraS juga mendesak Polda Sumut membuka akses bantuan hukum kepada warga yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumut.“KontraS meminta Polda Sumut menghentikan intimidasi dan upaya kriminalisasi terhadap warga yang masih berlangsung hingga saat ini,” kata Sinung.Hal serupa diminta KontraS dalam pengaduan kepada Komnas HAM, 6 November lalu.  Ada poin tambahan dalam laporan itu, Komnas HAM juga diminta memonitoring kasus utama proses amdal yang tidak melibatkan partisisipasi masyarakat, dan memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap warga yang mengadvokasi penuntasan kasus ini.Setelah mendapat laporan warga, Komnas HAM baru rencana turun ke lapangan, Senin(12/11/12), padahal kejadian sudah 30 Oktober 2012. “Warga telah mendatangi Komnas HAM. Kecewa dengan Komnas lambat, baru akan berkunjung ke Medan besok (Senin), padahal kasus sudah lebih dari seminggu,” kata Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi EN Walhi.Menurut dia, komisioner Komnas HAM, harus bisa membuktikan mereka memang diperlukan untuk mengatasi kasus pelanggaran-pelanggaran HAM di negeri ini. Terlebih, di masa-masa akhir jabatan mereka. “Ini sudah satu minggu warga luntang lantung tak berani pulang, tapi Komnas HAM lambat bergerak.”
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2012-008-15.json
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan | Dikutip dari Okezone.com, Kepala Biro Operasional Polda Sumut, Kombes Pol Iwan Hary Sugiarto mengatakan, dari 37 warga yang diamankan, 12 orang ditetapkan sebagai tersangka.Sementara untuk mengamankan situasi di Batang Toru, Polda Sumut sudah mengerahkan dua SST (Satuan Setingkat Pleton) Brimob dan 562 personel tambahan dari Polres Tebing Tinggi.Desak KLH SeriusDua organisasi lingkungan, Walhi dan Jatam mendesak agar KLH serius mengawasi kasus penipuan data amdal PT AR ini.  Walhi meminta, KLH segera mengeluarkan keputusan menghentikan pemasangan pipa air tambang ke Batang Toru, sebagai bentuk pengawasan KLH dan penerapan azas precautionary principle (prinsip kehati-hatian) yang dianut oleh sistem aturan lingkungan hidup.“KLH tak bisa lepas tangan. Karena telah terjadi pelanggaran serius, ada informasi palsu (dalam dokumen amdal). Kalau di daerah ada tindakan pelanggaran serius, maka (KLH) harus turun tangan pengawasan.,” kata Pius.Pemberian informasi palsu atau keterangan tidak benar dalam Amdal, kata Pius, jelas tindakan terlarang beradasarkan Pasal 69 ayat 1 huruf j UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelanggaran ini, dapat dihukum penjara satu tahun atau denda Rp1 miliar.  “Ironisnya, Polda Sumut dan BPLH tidak memproses tindak pidana lingkungan hidup. Justru Polda mengawal pemasangan pipa limbah tambang PT AR ke Batang Toru.”Senada dengan Walhi,  Jatam mendesak KLH segara turun tangan menegakkan hak konstitusi warga atas lingkungan yang sehat. Kewenangan KLH, kata Hendrik, berdasarkan pasal 73 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Menteri Lingkungan Hidup dapat mengawasi ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang izin lingkungan diterbitkan pemerintah daerah jika pemerintah menganggap terjadi pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.” Hendrik mengutip bunyi UU.
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2012-008-15.json
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan
Polisi Tangkap dan Aniaya, Ribuan Warga Batang Toru Ketakutan Sembunyi di Hutan | Warga Batang Toru menolak Sungai Batang Toru menjadi tempat pembuangan limbang tambang karena sungai ini penting bagi mereka untuk minum, mandi, memelihara ikan perairan darat. Di bagian hilir Batang Toru, terdapat Danau Siais. Daerah ini dikenal sebagai penghasil ikan sale.Keberadaan PT AR yang  menambang bijih Emas di Kecamatan Batang Toru sejak 15 tahun lalu, dan tak pernah mendapat perlawanan warga. Saat ini menuai protes keras dari elemen masyarakat yang berasal dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Muara Batang Toru, Kecamatan Angkola Sangkunur di Tapsel serta Desa Batumundam Kecamatan Singkuang, Kabupaten Mandailing Natal.Perjuangan warga menyelamatkan sungai penting selebar 98 meter ini, di kawasan hutan lestari Batang Toru diabaikan oleh pemerintah. Amdal perusahaan tambang emas PT AR menyatakan Sungai Batang Toru tidak digunakan sebagai air minum. Informasi ini bertentangan dengan kenyataan di lapangan.Penolakan warga atas pembuangan air limbah tambang ke Batang Toru telah disampaikan termasuk kepala-kepala desa yang terdampak, seperti Desa Muara Hutaraja, Desa Bandar Hapinis dan Desa Terapung Raya kepada Bupati Tapanuli Selatan. Baik tertulis maupun aksi unjuk rasa.Namun teriakan dan protes warga seakan membentur tembok baja alias tidak dihiraukan pemerintah daerah. Bahkan, pemda  tampak kuat memaksakan agar limbah bisa dibuang di Sungai Batang Toru. Entah apa sebabnya.Ketidakpedulian pemerintah inilah yang mendorong kemarahan warga, yang dihadapi dengan tindakan represif oleh Kepolisian Sumut. [SEP]
[0.9999874830245972, 6.7843425313185435e-06, 5.685313681169646e-06]
2013-026-11.json
Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim
Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim | [CLS] Banyak spesies vertebrata (satwa bertulang belakang) nampaknya harus berevolusi 10.000 kali lebih cepat di masa lalu untuk menghadapi betapa cepatnya perubahan iklim yang akan terjadi dalam 100 tahun ke depan. Hal ini diungkapkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Arizona baru-baru ini.Para peneliti menganalisis bagaimana kecepatan spesies beradaptasi terhadap iklim yang bebeda di masa lalu dengan menggunakan data 540 spesies hidup yang berbeda dari kelompok-kelompok utama vertebrata di daratan, termasuk amfibi, reptil, burung-burung dan mamalia. Para ahli kemudian membandingkan kecepatan evolusi mereka dengan kecepatan perubahan iklim yang diprediksi hingga akhir abad ini. Ini adalah penelitian pertama yang membandingkan kecepatan adaptasi spesies di masa lalu dengan kecepatan perubahan iklim di masa mendatang.Hasilnya, seperti dipublikasikan di jurnal Ecology Letters, menunjukkan bahwa spesies-spesies vertebrata di daratan terlalu lamban beradaptasi untuk mengikuti laju perubahan iklim yang semakin hangat di tahun 2100. Para peneliti meemperkirakan banyak spesies akan punah jika mereka tidak mampu melakukan aklimatisasi atau melakukan perpindahan.“Setiap spesies memiliki standar iklim yang sudah diatur berada dalam suhu dan kondisi curah hujan di area mereka bisa hidup dan bertahan,” jelas profesor dari Jurusan Ekologi dan Evolusioner Biologi di Fakultas Ilmu Alam University of Arizona, John J. Wiens. “Misalnya, beberapa spesies hanya ditemukan di kawasan tropis, beberapa lainnya hanya bisa bertahan di suhu yang lebih dingin, sementara spesies lainnya hanya bisa hidup di pegunungan, dan juga di gurun.”
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2013-026-11.json
Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim
Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim | Wiens melakukan penelitian ini bersama dengan peneliti jenjang master di Yale University, Ignacio Quintero. “Kami menemukan bahwa rata-rata, setiap spesies umumnya beradaptasi kepada kondisi iklim yang berbeda di jangka 1 derajat celsius setiap sejuta tahun,” sambung Wiens. “Namun jika suhu global akan meningkat hingga 4 derajat Celcius dalam waktu seratus tahun ke depan, seperti diprediksi oleh Panel Perubahan Iklim AntarPemerintah, akan ada jeda dalam proses ini. Dimana banyak spesies dikhawatirkan tidak akan mampu mengikuti perubahan iklim ini.”Untuk membuat análisis mereka, Quintero dan Wiens mempelajari filogenis -terutama dari urutan silsilah yang memperlihatkan bagaimana setiap spesies berkaitan satu dengan yang lainnya- berbasis data genetik. Pohon silsilah ini memperlihatkan bagaimana setiap spesies ini terpisah satu sama lain di masa lalu. Proses sampling ini meliputi 17 famili yang mewakili kelompok-kelompok satwa vertebrata di daratan, yaitu katak, salamander, kadal, ular, keluarga buaya, burung dan mamalia.Mereka kemudian menggabungkan data silsilah evolusi ini dengan masing-masing pembawaan asli setiap spesies di iklim tertentu untuk memperkirakan bagaimana kecepatan pembawaan iklim asli setiap satwa ini satu sama lainnya, dengan menggunakan data iklim seperti suhu tahunan dan proses presipitasi, serta kondisi cuaca yang ekstrem.“Pada dasarnya kami mencari tahu seberapa banyak perubahan dalam setiap pembawaan iklim asli mereka dalam setiap cabang, dan jika kami mengetahui seberapa tua spesies ini, kami bisa memperkirakan bagaimana kecepatan mereka berubah untuk menyesuaikan dengan perubahan iklim,” jelas Wiens. “Dari kebanyakan spesies-spesies yang masih berkerabat, kami menemukan bahwa mereka berevolusi untuk hidup dalam habitat dengan perbedaan temperatur rata-rata 1 hingga 2 derajat Celsius dalam jangka waktu 1 hingga beberapa juta tahun.”
[4.426556643011281e-06, 7.228185495478101e-06, 0.9999883770942688]
2013-026-11.json
Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim
Penelitian: Evolusi Spesies Terlambat 10.000 Kali Dibanding Perubahan Iklim | “Kami kemudian membandingkan rata-rata perubahan yang terjadi di masa lalu dan memproyeksikannya dengan kondisi iklim seperti yang diprediksikan akan terjadi di tahun 2100 dan melihat bagaimana hal ini ternyata sangat timpang. Jika rata-rata evolusi yang ditemukan sama, diperkirakan maka kemungkinan setiap spesies berpotensi untuk berevolusi dengan kecepatan yang cukup untu mengimbangi perubahan iklim dan mampu untuk bertahan. Namun pada banyak kasus, kami menemukan angka perubahan itu sangat berbeda sekitar 10.000 kali atau bahkan lebih,” ungkapnya.“Menurut data yang kami temukan, nyaris semua kelompok vertebrata setidaknya memiliki satu spesies yang berpotensi terancam punah, terutama spesies di kawasan tropis.”Setiap spesies bisa merespon terhadap perubahan iklim dengan cara melakukan aklimatisasi tanpa perubahan evolusi atau dengan berpindah wilayah untuk memilih iklim yang cocok. Misalnya beberapa spesies bisa pindah ke wilayah dengan ketinggian yang lebih, agar menyesuaikan dengan suhu tempat mereka hidup sebelumnya. Sementara banyak spesies lainnya bisa kehilangan populasi mereka terkait perubahan iklim ,namun mereka tetap bisa bertahan jika jumlah populasi mereka masih ada yang tersisa. Melihat kemungkinan-kemungkinan ini, kepunahan adalah salah satu kemungkinan terbesar yang bisa terjadi.Masalahnya, tidak semua spesies bisa dengan cepat dan serta merta pindah ke kondisi alam yang lebih cocok dengan alam asli mereka sebelumnya. Dalam studi sebelumnya Wiens menjelaskan penyebab punahnya sejumlah spesies. Rata-rata, kepunahan spesies dan kegagalan akibat perubahan iklim lebih kerap terjadi akibat kegagalan interaksi dengan spesies lainnya, dibanding akibat kegagalan mereka menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi fisiologis. [SEP]
[0.00025693021598272026, 0.00035799675970338285, 0.9993850588798523]
2020-034-12.json
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan | [CLS] Bagi generasi kakek-nenek kita, pengetahuan tentang alam tak bisa dilepaskan dalam kehidupan mereka. Alam adalah bagian dari entitas kebudayaan yang menyatu dalam diri mereka. Karena itulah, alam bukan hanya diperlakukan sebagai ibu, yang merupakan tempat menyusu dan bersandar, tetapi juga diperlakukan sebagai ayah yang memberikan pitutur dan  pepeling (nasehat dan pengingat).Maka tak heran, orang-orang tua di masa lampau selalu memakai filosofi “alam terkembang menjadi guru”.Alam telah menjadi laku dalam keseharian mereka, bila mereka tak memelihara keseimbangan dengan alam, maka sudah pasti kehidupan mereka pun akan rusak dan hancur. Begitupun sebaliknya, bila mereka merawat dan menjaga alam, mereka akan makmur.Baca juga: Taman Kehati dan Upaya Pelestarian Tumbuhan Lokal IndonesiaNamun di saat ini, -dengan berbagai perkembangan teknologi informasi, pengetahuan tentang kosmologi alam dan filosofinya hanya tertinggal dalam arsip dan kepustakaan. Maka teramat susah tatkala kita ingin kembali kepada cara hidup masa lampau, yang mendekat dan intim dengan alam.Beruntung kita masih bisa menemukan khasanah di bidang agama dan etik, bidang sejarah dan mitologi, susastra, seni dan hukum, ilmu kemasyarakatan, cerita rakyat, pada karya sastra di masa lalu (Pigeaud, 1967:45).Ironisnya, -sebagai contoh bagi kita yang berbahasa ibu bahasa Jawa, akses terhadap pengetahuan yang memuat filosofi dan hubungan manusia dengan alam menjadi semakin jauh. Misalnya, sumber-sumber pengetahuan tentang alam dan hubungannya dengan manusia di masa lampau ditulis dalam sumber-sumber primer dengan menggunakan huruf beraksara Jawa kuna.Baca juga: Kepedulian Kita pada Pelestarian Pohon Masih Rendah  Makna Dibalik Nilai Filosofis Pohon
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2020-034-12.json
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan | Salah satu kekayaan alam yang dekat dengan kita, tapi kita tak mampu menjangkaunya adalah pengetahuan tentang pohon. Pohon bagi kita kini tak lebih dari sekadar benda untuk mengurangi polusi di jalan-jalan raya.Pohon tak lebih dari sekadar benda-benda yang kita menikmatinya tatkala kita memandangi daunnya. Singkatnya, pohon bagi kehidupan kita kini menjadi etalase-etalase yang hidup dalam rumah peradaban kita.Keterputusan cerita, riwayat dan pengisahan dari orangtua kemudian mengakibatkan pengetahuan kita tentang pohon di sekitar kita menjadi hilang. Terlebih etos dan gairah untuk merawat dan menjadikan pohon bukan sebagai sebuah benda mati, cenderung hilang bagi generasi kita sekarang. Padahal bila kita lihat, pohon-pohon di negeri kita, adalah pohon yang penuh pengetahuan dan penuh manfaat.Dalam kitab Salokapatra misalnya, masih banyak pengetahuan tentang mitos bangunan dan pepohonan yang ada di Keraton. Di tahun 1995 terbit sebuah buku berjudul Makna Simbolik Tumbuh-Tumbuhan dan Bangunan Kraton. Di buku ini diberikan penjelasan panjang mengenai fiosofi dan manfaat pohon-pohon yang ada di sekitar Keraton. Sebut saja pohon beringin, yang berasal dari kata wringin, hal ini bermakna bahwa pohon beringin ditanam agar kita tahu, dan waspada.Pohon ini berfungsi sebagai penanda, sekaligus sebagai pengingat atau dalam istilah Jawa dikenal sebagai tetenger.Dalam bab lain kita bakal mendapati pula mengenai fungsi pohon sebagai obat-obatan. Pohon gayam, misalnya dipakai sebagai obat sakit perut dan diare, dengan mengambil kulitnya dicampur dengan menyan madu, adas pulawaras dan jantung pisang, kemudian ditumbuk dan diberi air kemudian diminum.Pohon Soka, kulitnya bisa dipakai untuk obat terlambat datang bulan. Pohon blimbing bisa dipakai untuk membuat pilis yang digunakan wanita setelah melahirkan. Pohon kelapa gading, airnya bisa untuk obat puput puser bayi.
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2020-034-12.json
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan | Selain sebagai obat-obatan, pohon memiliki makna filosofis yang dalam. Misalnya, pohon beringin dikenal sebagai ‘pohon hayat’, yaitu sebatang pohon yang mampu memberikan pengayoman dan perlindungan serta mempertebal semangat dan keyakinan masyarakat (MM.K. Atmodjo, 1986:4).Baca juga: Pohon-pohon Langka Indonesia, Bagaimana Nasibnya?  Pohon bagi orang Jawa erat berkaitan dengan simbolik dan juga perlambang. Dari perlambang itulah khasanah kebajikan serta nilai-nilai kearifan muncul.Pada Pupuh VII, 5-15 kita diajak menyimak nilai filosofis pohon gayam : gayam gayuhe pandhita/ muja-muji tuwuh basuki/ puji dhikir shalat sujud/ nuwun marang hyang Suksma/ tata tentrem karta arja tulus tuwuh/ tulus guning tetanduran/ tandurane among tani (Gayam, melambangkan keinginan pendeta memohon mendapatkan keselamatan ber-dhikir, dan menjalankan sholat memohon pada Tuhan mendapatkan ketentraman dan kemakmuran berhasil semua tanam-tanaman, tanamannya para petani.Ironi tentang betapa jauhnya jarak antara kita dengan pohon ini dilukiskan apik di puisi Iman Budhi Santosa (2011) : Disana masih tegak pohon mangga bapang/ sepasang kelapa gading dan rumpun bambu kuning/ ditambah tebu hitam, meniran dan kaca piring/ melengkapi salam sapa pagar halaman yang ramah dan hening/ ya, aku masih di Jawa /bersama welat dan jamu menyanding pohon srigunggu/ tuah tapak liman serta dewa daru/ “tetapi, mengapa sekarang engkau merasa jadi tamu… (Ziarah Tembuni).Pohon-pohon itu memang begitu dekat dengan kita, teramat dekat dengan kita, tetapi tangan kita terlampau susah untuk menyentuhnya, bahkan menyebut namanya dan mengenalinya pun kita jadi terlampau gagap.Pengetahuan kita tentang pohon kini tinggal pengetahuan semata, tetapi tidak nyawiji (menyatu) dalam laku keseharian kita. Parahnya, kita menghormati pohon cukup dengan memasang wajah manis kita sembari foto dengan pohon itu tanpa perlu tahu nama dan untuk apa pohon itu ada. Menyedihkan. 
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2020-034-12.json
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan
Saat Kita Semakin Asing dengan Berbagai Jenis Tetumbuhan | * Arif Saifudin Yudistira, penulis adalah Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo. ALUMNUS MASTERA ESAI 2019. Artikel ini adalah opini penulis.   [SEP]
[0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623]
2016-037-16.json
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa? | [CLS] Pemerintah saat ini tengah berupaya keras dalam menangani illegal fishing. Banyak kapal-kapal asing yang kemudian ditangkap dan ditenggelamkan karena pelanggaran jalur penangkapan atau kepemilikan dokumen perizinan yang palsu. Keseriusan pemerintah terlihat dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) 115 anti illegal fishing.Tetapi masalah di perairan Indonesia tidak hanya pada illegal fishing. Masalah lain yang tak kalah seriusnya adalah destructive fishing, yang justru dilakukan oleh nelayan lokal dengan cara pengeboman dan pembiusan ikan.Menurut Mohamad Abdi, Kordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, masalah destructive fishing ini sebenarnya telah muncul sejak 20-30 tahun lalu. Namun hingga sekarang belum ada formulasi yang tepat untuk penyelesaiannya.“Meski ditemukan penyebabnya, namun ternyata kemudian tingkat kerumitan masalah ini cukup kompleks,” ungkapnya dalam diskusi tentang Penanganan Destructive Fishing di Kepulauan Spermonde, di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar, minggu kemarin.Ia mencontohkan dari sisi penegakan hukum, dimana Undang-Undang Perikanan sendiri tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pupuk, sebagai bahan baku pembuatan bom ikan. Sehingga pemberantasan destructive fishing ini tidak bisa dilakukan hanya dengan satu cara saja.“Jadi misalnya UU Perikanan bisa masuk, UU Budidaya Pertanian, UU Bea Cukai dan Penyelundupan juga bisa masuk. Usaha sinergitas diperlukan dimana KKP tidak boleh dibiarkan bekerja sendiri, harus di-back up oleh aparat penegak hukum.”Menurut Abdi, berdasarkan peta indikatif DFW, aktivitas destructive fishing paling banyak ditemukan di Selat Makassar, sekitar perairan Kalimantan dan di Sulawesi Barat. Lalu ada juga di gugusan Spermonde hinggaTakabonerate, Wanci di Wakatobi, Maluku dan NTT.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2016-037-16.json
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa? | Salah satu pulau dengan intensitas destructive fishing yang tinggi adalah di Pulau Papandangan Kabupaten Pangkep, dimana di pulau ini diketahui terdapat sekitar 15-20 orang pelaku. Minimnya pengawasan otoritas kawasan menjadi penyebab aktivitas ini sulit dikendalikan, baik keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan dan SDM yang hanya tiga orang, sementara luas area yang harus diawasi mencapai 50 ribu hektar.Kompleks dan RumitMenurut Zul Janwar, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Selayar, yang pernah meneliti jalur destructive fishing di Indonesia, penanganan destructive fishing ini menjadi kompleks dan rumit karena banyaknya mata rantai yang harus diurai, khususnya terkait pada perdagangan bahan baku pembuatan bom ikan.Menurut Zul, dari investigasi yang dilakukan oleh DFW dan DKP pada tahun 2012, diketahui bahwa dalam setahun jumlah ammonium nitrat berbentuk pupuk sebagai bahan baku pembuatan bom ikan yang diselundupkan ke Indonesia dari Malaysia mencapai 18 ribu karung, dimana setiap karung berisi 25 kg pupuk. Secara total pupuk untuk kelapa sawit yang telah beredar di Indonesia ini diperkirakan telah mencapai 57 ribu karung.“Dalam 1 kg amonium nitrat saja bisa menghasilkan hingga 20 botol bom ikan ukuran botol sprite. Bisa dibayangkan berapa banyak bom ikan yang dihasilkan dari seluruh ammonium nitrat yang berhasil diselundupkan selama ini.”Jika disimulasikan, menurutnya, pupuk sebanyak 54 ribu karung tersebut bisa menghasilkan 9,4 juta botol bom ikan ukuran 250 gram atau seukuran botol sprite. Jika daya rusak 1 botol bom ikan diestimasikan sekitar 5,3 m2, maka luas perairan yang rusak akibat bom ikan mencapai 49.820 km2. Secara ekonomi, potensi kerugiannya mencapai Rp379 ribu triliun.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2016-037-16.json
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa? | Menurut Zul, untuk masuk ke Indonesia pupuk tersebut seharusnya melalui izin khusus dari Kapolri, hanya saja memang selama ini masuk dengan cara illegal melalui rute-rute khusus yang bisa berubah setiap saat. Upaya penanganan juga sudah sering dilakukan, hanya saja penyelesaiannya tidak sampai ke akar masalah.“Saya kurang tahu apakah karena kita tidak melihat sisi pemberdayaan masyarakat sehingga yang selama ini ditangkap kan nelayannya. Hanya yang pakai sampan jolloro atau kapal berkapasitas di bawah 5 GT saja yang disasar. Mungkin karena mereka yang paling gampang dilihat di lapangan. Padahal nelayan ini kan hanya cari makan saja. Satu nelayan yang ditangkap, tidak membuat jera nelayan yang lain.”Hal lain, menurut Zul, meski KKP melalui Direktorat Pengawasan Sumber Daya telah mengetahui proses dan jalur penyelundupan ini, namun dalam penindakan harus berbenturan dengan aturan hukum yang ada. Seperti diketahui, bahan baku bom ikan yang diselundupkan ini dalam bentuk pupuk, sehingga tak ada kewenangan KKP untuk menindak lebih jauh, karena belum termasuk ke dalam tindak pidana perikanan.“KKP juga telah mencoba bekerja sama dengan bea cukai dengan informan. Alhamdulillah sudah banyak juga yang ditangkap. Tapi kalau diestimasi baru sekitar 10 persen yang berhasil disita, sisanya yang jauh lebih besar terdistribusi ke seluruh perairan Indonesia.Jadi sangat wajar kalau ini diangkat sebagai isu nasional.”Terumbu karang rusak parahMenurut Syafyuddin Yusuf, peneliti terumbu karang dari Fakultas Kelautan Unhas, tingginya intensitas destructive fishing ini telah menimbulkan kerusakan kosistem terumbu karang yang cukup parah, khususnya di KepulauanSpermonde yang membentang dari Kabupaten Pangkep hingga Kota Makassar.
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2016-037-16.json
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa? | Menurutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan LIPI dan Unhas pada tahun 2015 menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang untuk wilayah Pangkep saja kini tinggal 25 persen. Padahal tahun sebelumnya masih 30 persen. Paling parah di perairan Makassar yang tutupan karangnya tinggal 19 persen, dari sebelumnya sekitar 25-30 persen. Sementara di Kepulauan Selayar kerusakannya tak begitu parah dengan tutupan karang masih 40 persen.“Kalau di Selayar relatif stabil karena masih terpantau. Ini karena lokasi terumbu karangnya yang berada perairan sekitar kawasan pemukiman. Kalau di Pangkep, ini karena banyak pulau-pulau yang tidak berpenghuni. Banyak terumbu-terumbu karang yang tidak bermunculan di atas air sehingga ini menjadi lahan empuk untuk destructivefishing.”Di perairan Makassar sendiri, aktivitas yang paling banyak ditemukan adalah pembiusan ikan, yang merusak terumbu karang secara perlahan. Ini terbukti dari hasil temuan di lapangan dimana terumbu karang yang ditemukan mati namun memiliki kondisi yang utuh.“Terumbu karang itu kan kalau di bom menjadi hancur. Sementara yang banyak kita temukan adalah terumbu karang yang mati tapi secara fisik masih utuh. Jadi itu karena semprotan-semprotan bius.”Tingginya praktek pembiusan ikan ini karena tingginya permintaan ikan hidup untuk konsumsi. Makassar memang tercatat sebagai daerah dengan tingkat konsumsi ikan tertinggi di Indonesia.“Konsumsi ikan warga Makassar rata-ratanya 40kg per tahun, melebihi rata-rata konsumsi ikan nasional sebesar 20-30 persen. Dengan larisnya warung-warung makan dan ikan-ikan laut menyebabkan meningkatnya suplai ikan dari laut. Secara perdagangan ini memang menguntungkan.”
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2016-037-16.json
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa?
Destructive Fishing Butuh Penanganan Serius. Kenapa? | Dalam diskusi disepakati dua pendekatan penyelesaian masalah, yaitu melalui pencegahan dan penindakan. Dari segi pencegahan itu melalui stakeholder approach, berupa edukasi dan penyadaran kepada masyarakat serta memberikan alternatif pendapatan kepada masyarakat berupa modal usaha. Sementara yang sifatnya penindakan lebih ke arah penegakan hukum.Diskusi juga menyepakati sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak terkait, serta menyetujui dilaksanakannya rencana aksi, termasuk pelaksanaan kampanye yang massif terkait bahaya destructive fishing terhadap keberlangsungan ekosistem laut.Diskusi ini antara lain merekomendasikan pembentukan Satgas khusus untuk penanganan destructive fishing agar penanganan isu ini lebih terintegrasi dan optimal. Pilihannya dapat mengoptimalkan peran Satgas 115 atau menginisiasi Satgas baru.Penanganan bagi pelaku destructive fishing juga perlu dirumuskan agar efek jera bisa efektif. Cara-cara penanganan illegal fishing melalui penenggelaman kapal illegal perlu diadaptasi dalam penanganan kasus destructive fishing.Tak kalah pentingnya terkait isu kolusi dan kongkaling antara aparat penegak hukum dan nelayan pelaku maupun pemasok bahan baku destructive fishing yang harus ditangani segera untuk mengoptimalkan penegakan hukum. Tidak hanya bagi garda terdepan pengawasan dan penegakan, yaitu TNI dan polisi, tetapi juga untuk jaksa dan hakim. [SEP]
[0.999424159526825, 0.00028237837250344455, 0.000293476419756189]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | [CLS]  Tingkat kepercayaan para pekerja migran Indonesia pelaut perikanan (PMI PP) kepada aparat kepolisian masih saja rendah, walau Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terus melakukan berbagai upaya perbaikan. Kesimpulan itu muncul, karena lembaga tersebut gagal menuntaskan beragam kasus yang menimpa PP PMI saat sedang bekerja di kapal perikanan.Demikian kesimpulan yang dipaparkan Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno saat mengisi kegiatan diskusi daring belum lama ini.Menurut dia, sampai saat ini masih ada kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berhenti di tangan polisi.“Masih percaya polisi?” tanya dia tegas.Selama delapan tahun terakhir, pengaduan kasus yang melibatkan PMI PP jumlahnya mencapai 329 orang dengan jumlah kasus sebanyak 309. Dari jumlah tersebut, kasus paling banyak dilaporkan para PMI PP yang berprofesi sebagai awak kapal perikanan (AKP) pada kapal perikanan.Sepanjang periode 2013 hingga 2021, pengaduan yang berasal dari AKP jumlahnya mencapai 113 kasus, disusul dengan aduan dari pekerja kasino dengan 104 kasus, buruh pabrik dengan 59 kasus, pekerja rumah tangga (PRT) dengan 15 kasus, pekerja perkebunan dengan 13 kasus, dan pekerja salon dengan lima kasus.Dia menyebutkan, sepanjang periode 2014 hingga 2021, ada kasus yang mandek di institusi kepolisian. Tak main-main, jumlah yang berhenti itu mencapai 19 kasus dan melibatkan para AKP yang bekerja di kapal perikanan dalam dan luar negeri.AKP yang menjadi korban dari kasus yang dilaporkan dan mengalami kemandekan itu, jumlahnya mencapai 83 orang. Semua kasus tersebut dilaporkan resmi oleh SBMI ke pihak kepolisian, namun belum juga rampung sampai sekarang.baca : Perjanjian Kerja Laut dan Ancaman Eksploitasi Kerja di Kapal Perikanan  
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | Menurut Hariyanto Suwarno, kasus yang dilaporkan ke kepolisian tersebut beberapa di antaranya melibatkan para AKP yang bekerja pada kapal ikan asing (KIA). Penanganan kasus tersebut dilakukan mulai dari tingkat Kepolisian Resor (Polres) sampai Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.“Mereka tak kunjung mendapatkan keadilan, sementara pelakunya masih bebas berkeliaran,” ungkap dia menyebut TPPO yang dilakukan para oknum.Maksud dari pernyataan tersebut, tidak lain karena para AKP banyak yang sudah menjadi korban saat bekerja pada KIA. Bukan sekali, namun berkali-kali mereka sudah menjadi korban. Mereka mendapatkan perlakuan tersebut sejak dari proses perekrutan dan penempatan untuk bekerja di luar negeri.Kemudian, saat sudah ada di Indonesia pun, mereka menjadi korban lagi karena kasus yang mereka laporkan tidak diusut sampai tuntas oleh pihak penegak hukum. Padahal, mereka berharap banyak pada pelaporan tersebut, agar bisa mendapatkan keadilan di mata hukum.Beberapa hal yang masih sering ditemukan dalam proses penindakan hukum kasus TPPO, di antaranya adalah masih sulitnya membuat pelaporan untuk mendapatkan bukti laporan Polisi dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Kemudian, aparat penegak hukum (APH) dalam menangani laporan kasus banyak yang tidak responsif terhadap gender, hak asasi manusia (HAM), dan melakukan pendekatan terhadap korban (victim approach).Terakhir, dalam memproses pelaporan kasus dari AKP, APH dan para pihak yang berkaitan masih menggunakan dakwaan alternatif UU No.18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Regulasi hukum tersebut saat digunakan dinilai menimbulkan kerugian bagi korban.baca juga : Perjalanan Panjang Awak Kapal Perikanan Indonesia Menuntut Hak yang Hilang  
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | Sejak 2014, dia menyebut bahwa SBMI sudah aktif mendampingi dan memberikan advokasi bagi AKP migran yang menjadi korban TPPO dan kerja paksa saat bekerja pada KIA. Kegiatan tersebut rutin dilakukan bersama Greenpeace Indonesia.Dia bilang, semua praktik perdagangan orang yang berjalan sejak dari proses perekrutan sampai penempatan kerja AKP, menjadi bagian dari rantai praktik kerja paksa dalam industri perikanan secara global. Itu artinya, ada keterlibatan negara lain dalam praktik tersebut.“Misalnya Tiongkok, Taiwan yang berperan sebagai negara pemilik kapal penangkap ikan, Thailand sebagai negara pengolah dan pengemas, serta Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sebagai konsumennya,” papar dia. Ratifikasi Konvensi ILO Agar penegakan hukum bisa berjalan maksimal, Pemerintah Indonesia perlu segera meratifikasi regulasi yang berlaku secara internasional dan menjadi instrumen perikanan global yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (ILO).Regulasi tersebut tidak lain adalah Konvensi ILO Nomor 188 (ILO C-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan yang disahkan pada 14 Juni 2007 di Jenewa, Swiss. Jika diratifikasi, regulasi tersebut bisa memperkuat diplomasi Indonesia.Dengan demikian, perlindungan hukum kepada AKP Indonesia menjadi lebih kuat menyusul berlakunya UU No.18/2017, dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.Dengan fakta tersebut, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menilai kalau penegakan hukum yang dilakukan di Indonesia akan selalu menjadi kunci dalam kegiatan yang sama dan pemberantasan praktik kerja paksa kepada para AKP yang ada di dunia.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | Dia menilai kalau peran tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Polri untuk bisa mengembalikan krisis kepercayaan publik yang selama ini ragu bahwa lembaga Negara tersebut adalah pengayom bagi masyarakat.Jika Polri bisa menjalankan perannya dengan baik, maka diyakini mata rantai perbudakan AKP bisa diputus dan itu artinya harus ada penindakan hukum yang tepat dan tegas kepada lembaga perekrut (manning agency) yang berani melawan hukum.“Sehingga perlahan kita juga memperbaiki tata kelola perekrutan dan penempatan ABK perikanan migran,” ungkap dia.perlu dibaca : Kerja Sampai Mati: Siksaan terhadap ABK Indonesia di Kapal Tuna Tiongkok  Secara umum, Afdillah menyebut kalau laut menjadi tempat yang nyaman untuk para oknum melakukan kejahatan lingkungan, yaitu penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan menyalahi aturan (IUUF); dan kejahatan kemanusiaan, yaitu perbudakan modern, serta TPPO.Sedihnya, dua praktik tersebut diduga kuat dilakukan kepada para AKP yang berasal dari Indonesia. Praktik kejahatan perdagangan itu terindikasi dilakukan oleh orang dalam lingkaran bisnis perikanan secara global.Agar semua kasus pelanggaran yang terjadi dalam praktik kerja di atas kapal perikanan bisa dihentikan, Afdillah menyebut bahwa itu diperlukan kerja sama dari semua pihak agar penegakan hukum bisa diterapkan dengan tegas kepada para pelanggar.Kerja sama yang bagus, akan bisa mengusut tuntas kasus TPPO dengan korban AKP migran dan perusahaan yang terindikasi melakukan praktik kejahatan itu. Selain itu, ratifikasi Konvensi ILO Nomor 188 (ILO C-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan juga penting untuk dilakukan Indonesia, agar penanganan kasus TPPO bisa berjalan baik dan maksimal. Laporan Greenpeace
[0.9999914169311523, 4.4660559979092795e-06, 4.169679868937237e-06]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | Belum lama ini, Greenpeace Indonesia juga mengungkap laporan yang dibuat Greenpeace Asia Timur tentang praktik kerja paksa yang dialami para AKP Indonesia yang bekerja di KIA berbendera Taiwan. Laporan tersebut mengungkap ada 10.925 PMI PP yang sedang bekerja.Dalam laporan berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” itu, dijelaskan bahwa kapal-kapal berbendera Taiwan yang mempekerjakan PMI PP sebagian besar adalah pemasok produk perikanan ke perusahaan Amerika Serikat dengan merek Bumble Bee. Data tersebut dikutip dari Badan Perikanan Taiwan.Pasokan tersebut dikirim melalui perusahaan pengolah tuna bernama Fong Chun Formosa (FCF), dan sayangnya kapal-kapal ikan tersebut diduga sudah melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam rantai produksinya.Greenpeace Indonesia merinci bahwa saat melakukan pengumpulan data, tim Greenpeace Asia Timur melakukan wawancara dengan 27 AKP yang berasal dari sejumlah negara, termasuk sejumlah orang dari Indonesia.perlu dibaca : Praktik Kerja Paksa Terus Hantui Para Pekerja Migran Perikanan Indonesia  Dari wawancara tersebut, didapatkan informasi bahwa mayoritas pekerja mengalami setidaknya satu indikator kerja paksa yang ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (ILO). Sebut saja, lembur berlebihan, pemotongan upah, dan penyitaan dokumen.Keterangan tersebut diungkapkan salah satu pekerja berinisial J yang bekerja di KIA Jubilee. Kata dia, sistem kerja di kapal tersebut menerapkan aturan bekerja sedikitnya 16 jam dalam sehari. Bahkan tidak sekali, dia dan teman-temannya bekerja dari pukul 1 siang sampai 5 pagi esoknya.
[0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | Selain menemukan fakta dugaan kerja paksa, laporan juga merilis bukti bahwa sistem yang dianut perusahaan Bumble Bee ternyata tidak dapat diandalkan. Sistem bernama “Trace my Catch” itu diklaim sebagai platform untuk melacak dari mana ikan tuna dalam suatu kemasan ditangkap.Temuan tersebut diambil dari kode yang ada pada kaleng Bumble Bee yang dijual di negara bagian AS seperti Arlington, Virginia; Washington DC; Durham, Carolina Utara; Chicago, Illinois; dan Kolombia, Maryland.Bagi Greenpeace, itu menegaskan bahwa program tersebut hanya sebuah formalitas dan justru dengan sengaja memalsukan transparansi. Diperlukan penegakan hukum yang jelas dan tegas di seluruh negara yang sudah terlibat dalam rantai industri perikanan global.Misalnya saja, AS sebagai salah satu importir makanan laut terbesar di dunia, Taiwan sebagai salah satu pedagang tuna terbanyak di dunia, dan Indonesia yang banyak mengirimkan ABK migran untuk bekerja di kapal-kapal penangkap ikan.baca juga : Akankah Nasib Awak Kapal Perikanan Mengalami Perbaikan?  Upaya Pemerintah Apa yang sedang menimpa profesi AKP, juga disadari sejak lama oleh Pemerintah Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahkan berulang kali melakukan kampanye perlindungan PMI PP pada setiap kegiatan.Dia juga selalu mengajak negara lain untuk bisa bersama melaksanakan perlindungan penuh kepada tenaga kerja perikanan di negara mereka. Luhut mengatakan ada regulasi empat pilar utama yang menjadi penyokong sektor perikanan.Keempatnya adalah Port State Measurement Agreement (PSMA) mengenai pengelolaan ikan untuk mencegah IUUF; Cape Town Agreement (CTA) 2012 mengenai stabilitas dan konstruksi kapal perikanan yang layak, ILO C-188 mengenai pemenuhan hak awak kapal perikanan, dan STCW-F mengenai kualifikasi dan sertifikasi dari awak kapal perikanan.
[0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423]
2022-017-14.json
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut?
Aparat Penegak Hukum Masih Tumpul pada Kasus Perbudakan Modern di Laut? | Detailnya, ILO C-188 adalah norma tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan dan disahkan pada 14 Juni 2007 di Jenewa, Swiss. Kemudian, CTA adalah peraturan yang disepakati secara internasional di Cape Town, Afrika Selatan pada 2012 dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO) sebagai inisiatornya.Sementara, Indonesia sendiri sudah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Dinas Jaga bagi Awak Kapal Penangkap Ikan (STCW-F) pada 1995. Pengesahan hasil konvensi tersebut diterbitkan melalui Peraturan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2019.Kemudian, ada juga ratifikasi yang dilaksanakan pada 2016 tentang konvensi perjanjian negara-negara pelabuhan untuk tindakan kepelabuhan (PSMA). Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia semakin kuat untuk bisa mengawasi pelabuhan dalam mencegah berbagai aktivitas negatif.Secara resmi, ratifikasi tersebut disahkan Perpres RI 43/2016 tentang Pengesahan Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter, and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (Persetujuan tentang Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur).  [SEP]
[0.9999907612800598, 4.496447218116373e-06, 4.684098712459672e-06]
2021-007-04.json
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor | [CLS]   Program wisata edukasi Glow di Kebun Raya Bogor [KRB] menjadi perdebatan ilmiah sejumlah peneliti dan pegiat konservasi. Banyak yang menyakini keberadaan wisata cahaya berdampak buruk bagi ekosistem KRB. Namun, ada yang berpendapat wisaya cahaya merupakan inovasi agar publik berkunjung ke kebun raya yang sudah berusia dua abad tersebut.Damayanti Buchori, Profesor Ekologi Serangga IPB, tak menampik masalah ini. Menurut dia, teknologi telah mengubah wajah kehidupan, walau sebagian sudah ada yang kita ketahui dampaknya, dan sebagian belum.“Pengaruh cahaya buatan yang tidak langsung, yaitu dampak perubahan yang terjadi di KRB terhadap ekosistem kawasan Bogor, dapat menyebabkan gangguan pada ecosystem service seperti kelelawar, lebah, dan satwa lain, terhadap pertanian di sekitar Bogor,” terang  Damayanti dalam webinar Institute For Political Ethics Studies [INPECTUS], Sabtu [27/11/2021].Menurut Damayanti, semua makhluk hidup butuh keseimbangan. “Siang dan malam memiliki konsekuensi pada kehidupan,” tuturnya.Salah satu peran penting keseimbangan itu untuk proses kimiawi dalam tanaman yang memerlukan cahaya. Terutama, saat untuk fotosentesis dan memproduksi energi. Sedangkan malam, ketika tidak ada cahaya, saatnya bagi tumbuhan untuk melakukan respirasi, yaitu menguraikan energi untuk growth dan pembungaan.“Kegelapan sebetulnya sangat penting bagi siklus pertumbuhan tanaman.”Apabila dipaksakan merubah keseimbangan ini melalui penggunaan cahaya buatan, tentu dapat mengganggu proses biologis makhluk hidup di sekitarnya, baik itu tumbuhan, hewan, maupun manusia sendiri.“Cahaya buatan dapat mengubah ritme jam biologis [circadian rhythm] suatu makhluk hidup,” tuturnya.Pada tumbuhan, cahaya buatan menganggu proses pertumbuhan dan aliran fotosentesis, seperti terjadinya kerontokan daun yang tidak wajar. Sementara pada hewan, akan menganggu orientasi dan migrasi pada malam hari.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-007-04.json
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor | “Tak menutup peluang gangguan pada manusia. Sebab, cahaya buatan ini menganggu kesehatan seperti menyebabkan penyakit insomnia, depresi, serta gangguan makan.”Baca: Kebun Raya Bogor dan Wisata Berbasis Ilmiah yang Harus Dipertahankan  Bagaimana serangga menangkap cahaya?Damayanti menuturkan, proses menangkap cahaya pada serangga melalui mata. Namun, panjang gelombang cahaya serangga tidak sama dengan manusia.“Pada manusia sekitar 400-700 nanometer berupa infra merah, sedangkan serangga sekitar 300-650 nanometer berupa ultra violet.”Respon serangga terhadap cahaya buatan pun beragam. Ada yang tertarik atau fototaksis positif, sehingga serangga mendatangi sumber cahaya tersebut. Tetapi, ada juga yang menolak atau fototaksis negatif, sehingga menjauh dari sumber cahaya.“Tentu saja akan mengganggu jam biologis serangga,” jelasnya.Perubahan jam biologi berakibat pada perubahan perilaku, misalnya pada serangga yang cepat melakukan adaptasi [umum terjadi pada serangga nokturnal]. Malam yang terang membuatnya bertindak seperti siang hari, sehingga diam tak bergerak.“Padahal malam untuk perilaku terbang dan kawin. Cahaya tentunya mengganggu serangga yang beraktivitas malam hari yang terekspos sinar.”Tak hanya itu, cahaya buatan juga bisa menjadi racun [ligh toxicy]. Sebab, ketika retina pada mata mejemuk terapapar sinar UV dan radiasi sinar biru menjadi rusak, maka serangga dapat mengalami keracunan.Baca: Kebun Raya Bogor Harus Dikelola dengan Agenda Ramah Lingkungan  Pengaruh cahaya buatan terhadap serangga penyerbukSejumlah penelitian, kata Damayanti, menunjukkan cahaya buatan berpengaruh negatif terhadap aktivitas serangga penyerbuk nokturnal ke tanaman, yang menurun hingga 62 persen, dibandingkan dengan area gelap dengan pencahayaan alami.Pembentukan buah juga mengalami penurunan hingga 13 persen, dibandingkan area yang gelap. Hal ini karena kunjungan penyerbuk pada bunga menurun.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-007-04.json
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor | Pengaruh negatif pada penyerbuk nokturnal juga mempengaruhi keberadaan penyerbuk diurnal. Hal ini dikarenakan reproduksi tanaman menurun, sehingga penyerbuk diurnal sulit memperoleh  nektar/polen pada tanaman tersebut.“Penggunaan cahaya buatan berdampak negatif terhadap perilaku, kelimpahan, kekayaan spesies, proses transportasi serbuk sari serta pembentukan fruit set.”Cahaya buatan juga berpengaruh pada kunang-kunang [Lampyridae], terutama proses intraspesifik/kompetisi antarindividu. Hewan ini memancarkan sinar pada malam untuk saling mengenali dan memberi tanda kawin. Mereka menggunakan panjang gelombang sinar yang berbeda, tergantung spesies.Sedangkan serangga lain adalah lebah madu raksasa [Aphis dorsata], yang menjadi berbahaya [harmfull]. Serangga ini sering ditemukan di pohon-pohon tinggi, namun tak menutup kemungkinan bersarang di pohon rendah.Begitu juga pada laba-laba [Tetragnathidae]. Cahaya buatan menyebabkan penurunan populasinya sebanyak 44 persen. Penurunan kekayaan famili serangga aquatik juga terjadi hingga 16 persen dan ukuran tubuh serangga tersebut turun hingga 76 persen. Sementara, ukuran serangga terestrial yang memasuki kawasan perairan meningkat hingga 309 persen.“Ini menunjukkan, telah terjadi perubahan struktur komunitas serangga dan fungsi ekosistem akibat adanya reciprocal aquatic-terrestrial fluxes of invertebrates.”  Beda pendapatHal berbeda disampaikan Sukma Surya Kusumah, Plt Kepala Pusat Riset  Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN]. Dia menegaskan, program wisata edukasi Glow merupakan inovasi yang menawarkan pengalaman menjelajah KRB di malam hari, sambil menikmati instalasi lampu serta proyeksi visual. Selain itu, wisata cahaya dapat dijadikan penelitian.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2021-007-04.json
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor | Bahkan, penelitian sudah berlangsung sejak September 2021. BRIN secara bertahap melakukan tiga penelitian mengenai perubahan karakteristik hewan dan tumbuhan dari faktor cahaya, polusi udara dan polusi suara.Menukil Kompas.com, penelitian pertama mengangkat topik Permodelan Spasial Dampak Cahaya Malam Buatan Terhadap Kesehatan Tumbuhan Menggunakan Unmanned Aerial Vehicle dan Pembelajaran Mesin [Studi Kasus Kebun Raya Bogor].Penelitian ini akan mengidentifikasikan area tumbuhan yang terpapar cahaya malam buatan, baik dari dalam maupun luar kawasan KRB. Riset tersebut menganalisis kandungan  klorofil dan nitrogen pada daun yang terpapar cahaya buatan yang dilakukan setahun, dari Januari hingga Desember 2022. Sebanyak 300 pohon dijadikan sebagai sampel penelitian.Penelitian kedua, mengangkat tema Analisis Pengaruh Cahaya Malam Buatan/Artificial Light at Night [ALAN] pada Fungsi-fungsi Ekofisiologi Beberapa Jenis Tumbuhan Tropis Kebun Raya Bogor.Tujuannya, untuk  mengetahui spektrum [panjang gelombang] ALAN yang memiliki pengaruh minimal terhadap fungsi-fungsi ekofisiologi tumbuhan tropis dan intensitas radiasi. Parameter yang diamati, yaitu panjang daun, luas daun, ketebalan daun, warna daun, kerapatan stomata, konduktansi stomata, klorofil total, laju fotosintesis, laju rerspirasi, senyawa metabolit sekunder, dan ekspresi gen terutama ada tiga perlakuan, antara lain tipe cahaya, intensitas, dan durasi.Penelitian ketiga berupa komparasi keanekaragaman serangga antara zona gelap dan terang, pengaplikasian cahaya Glow, serta jenis polinator yang bermigrasi dan menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai tempat bersarang.“Kami ingin mengetahui seberapa jauh pegaruh keberadaan cahaya Glow terhadap populasi polinator dan seberapa besar pengaruhnya pada proses penyerbukan,” kata Sukma.  Menjaga marwah kebun raya
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2021-007-04.json
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor
Wisata Cahaya dan Dampaknya Bagi Ekosistem Kebun Raya Bogor | Dedy Darnaedy, Kepala Kebun Raya Bogor 1997-2003, meminta BRIN dan pengelola agar menjaga Kebun Raya Bogor dengan berpegang teguh pada lima tugas dan fungsi kebun raya, yaitu konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah, dan jasa lingkungan.Menurutnya, 204 tahun umur KRB adalah waktu yang panjang sehingga menjadinya ekosistem  yang unik. “Kebun Raya sebagai jawaban atas kerisauan dunia karena tingginya laju kepunahan jenis tumbuhan di Indonesia,” tuturnya Dedy Darnaedy dalam webinar INPECTUS, Sabtu [27/11/2021].Dunia memang dalam ancaman kehilangan keanekaragaman hayati [biodiversity lost].“Upaya yang harus dilakukan adalah peduli dengan kegiatan konservasi, mulai dari in-situ, ex-situ, dan konservasi sumber daya genetik. Kebun raya adalah tempat menjaga keanekaragaman hayati Indonesia,” tuturnya.Manusia, kata Dedy, tidak bisa melepaskan diri dari ekosistem. “Jika manusia meninggalkan ekosistem, akan banyak terjadi fenomena alam yang mengancam karena tidak ada keseimbangan lingkungan,” terangnya.Kebun Raya Bogor merupakan kebun raya tertua di Asia Tenggara, yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Baron van der Capellen, dengan nama Lands Plantentuin te Buitenzorg. Luasnya 87 hektar, terletak di tengah Kota Bogor, Jawa Barat.Dari Kebun Raya Bogor, lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis [1842], Herbarium Bogoriense [1844], Kebun Raya Cibodas [1860], Laboratorium Treub [1884], dan Museum dan Laboratorium Zoologi [1894].   [SEP]
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-074-10.json
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2) | [CLS]     Awal Januari lalu, pascatsunami menerjang Banten dan Lampung, masih menyisakan banyak pekerjaan. Hingga Sabtu (5/1/19) korban tercatat 437 orang meninggal dunia, 9.061 orang luka, 10 hilang dan 16.198 mengungsi.Berdasarkan rapat koordinasi dipimpin Gubernur Banten, disepakati, masa tanggap darurat selesai 4 Januari 2019, lanjut periode transisi darurat menuju peralihan selama dua bulan, yaitu, 6 Januari-6 Maret 2019.Baca juga: Tsunami dan Ketidakjelasan Mitigasi Bencana (Bagian 1)Selama masa transisi darurat, pemerintah membangun hunian sementara (huntara). Huntara untuk menampung pengungsi dengan rumah rusak berat dan rusak ringan. Tujuannya, meminimalisir gejolak sosial dan mengantisipasi musim hujan agar pengungsi lebih nyaman.Untuk membangun huntara perlu dua bulan—pembangunan sebelum hunian tetap. Pemerintah Pandeglang akan mengajukan dana siap pakai ke BNPB guna pembangunan huntara. Pengerjaan fisik oleh TNI.Untuk perbaikan rumah rusak ringan, Pemerintah Pandeglang dan Banten, akan mengalokasikan anggaran untuk perbaikan. Untuk perbaikan rumah rusak berat dan sedang akan diusulkan melalui hibah rehabilitasi dan rekonstruksi ke BNPB.Baca juga: Warisan Leluhur Selamatkan Warga Adat di Lombok Ini dari GempaSesuai kesepakatan dan rapat koordinasi tak ada pembangunan huntara di Lampung Selatan namun hunian tetap untuk relokasi. Pemerintah sudah siapkan dua hektar lahan.   MitigasiSusan Herawati Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, ketangguhan masyarakat merupakan kunci utama mitigasi dari potensi tsunami.Satu kekhawatiran lagi, setelah bencana, perampasan ruang masyarakat justru makin tinggi, baik di Palu maupun Selat Sunda.Baca juga:Tsunami Selat Sunda Tewaskan 222 Orang, BNPB: Hindari Dekat Pantai dan Tetap WaspadaSusan bilang, kebijakan relokasi warga diikuti memberikan status zona merah terhadap wilayah berpotensi bencana, kemudian diambil negara untuk pariwisata.
[0.9999998211860657, 9.057269068080132e-08, 8.277514496057847e-08]
2019-074-10.json
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2) | “Kami percaya, masyarakat punya pola ketangguhan, seperti apa? Mangrove. Mereka punya mangrove kok di Selat Sunda, kemudian ekspansi jadi pariwisata,” katanya seraya bilang pemerintah salah kaprah dalam mengartikulasikan kerentanan. “Bahkan punya kecenderungan menambah kerentanan itu sendiri.”Untuk itu, selain membangun mitigasi, pemerintah perlu mengembalikan kedaulatan sejati bagi masyarakat pesisir yakni hak penuh mengelola wilayah mereka.Baca juga:Gempa dan Tsunami Palu-Donggala, Ratusan Orang Tewas, Infrastruktur Rusak ParahSementara, Eko Teguh Paripurno, pakar bencana dari Pusat Studi Manajemen Bencana (PMSB), Magister Manajemen Bencana Universitas Negeri “Veteran” Yogyakarta menilai, pemerintah perlu memperbaiki masterplan sesuai konteks karakter bahaya, perubahan kapasitas dan kerentanan yang berkembang termasuk di Sulawesi Tengah, terutama Palu dan sekitar.“Masterplan kemarin, seharusnya sudah sesuai kajian waktu itu. Tentu sudah ilmiah, karena bersandar pada kajian lembaga saat itu,” kata Eko.Diskusi masterplan, katanya, menarik karena sering berurusan dengan pengelolaan, kesesuaian, dengan rencana tata ruang dan tata wilayah serta rencana penanggulangan bencana.Sebagai payung hukum, katanya, cukup dengan keputusan gubernur, atau peraturan daerah provinsi.Soal anggaran Rp16,7 triliun, dia bilang relatif. Terpenting, harus mempertimbangkan kebutuhan yang sesuai. “Masterplan perlu dipertimbangkan tak hanya infrastruktur, juga sosial dan budaya, serta ekonomi.”PSMB, katanya, konsisten merekomendasikan dan mendorong pendekatan sosial budaya dalam menyelesaikan pengurangan risiko. “Tata ruang, masterplan dan lain-lain, dipastikan setelah kajian risiko jelas dan zonasi ditentukan,” katanya.Sukmandaru Prihatmoko, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menjelaskan, tsunami Selat Sunda lalu merupakan tsunami vulkanik. Ia disebabkan aktivitas vulkanik yang berkaitan dengan letusan gunung.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-074-10.json
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2) | Tsunami di Selat Sunda lalu, katanya, memang cukup rumit karena letusan gunung tak langsung jadi penyebab tetapi dampak longsorannya. Potensi kejadian pun kecil.“Kebetulan, muncul di Krakatau,” katanya.Tsunami tanpa didahului gempa, katanya, sekitar 10% dari kejadian selama ini.Potensi kejadian berulangpun kecil. Namun, Sukmandaru mengingatkan, kewaspadaan tetap harus jadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat di pesisir.Potensi letusan gunung, katanya, masih ada. Meski tak akan sebesar letusan induk Krakatau pada 1883 yang menewaskan lebih 36.000 jiwa.“Kalau berdasarkan gejala yang kita amati sekarang tak akan sebesar ibunya karena tinggi sudah menurun dari 338 meter jadi 100 meter.”Meskipun begitu, kesiapsiagaan perlu. Citra satelit menunjukkan ada rekahan berpotensi jadi jalur longsor baru. Mitigasi wajib.Selama ini, dalam amatan dia, banyak standar prosedur operasi dan teori mitigasi namun belum terimplementasi dengan baik. “Saya selalu bilang, mitigasi tidak boleh berhenti.”Mitigasi perlu sejak dini. Di hulu mitigasi dengan membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap semua potensi bencana. Selanjutnya, tata ruang sesuai potensi bencana.“Kalau sudah tau rawan bencana perlu bikin perlakuan khusus, misal, di Selat Sunda, sudah tahu itu rawan bencana hindari proyek bangunan besar. Seandainya harus dengan kaidah yang harus dipatuhi misal kode bangunan tertentu,” katanya.Serupa dikatakan Andang Bachtiar, dikenal dengan sebutan geolog merdeka. “Tidak ada kata terlambat untuk mitigasi,” katanya.Soal pengaktifan kembali masterplan, katanya, pemerintah harus fokus membuat daftar area yang perlu mitigasi, misal sebelah barat Kota Padang, untuk potensi bencana di megatrust Mentawai dan Selat Sunda.BNPB, katanya, juga harus merujuk pada penelitian dan kajian terbaru seperti potensi bencana di sepanjang sesar Lembang dan Cimandiri, yang masuk rawan bencana, namun padat penduduk dan infrastruktur.
[0.9994583129882812, 0.00028047917294315994, 0.0002612548996694386]
2019-074-10.json
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2) | Kajian dan riset-riset ini, katanya, mesti jadi landasan penyusunan mitigasi. Dia bersyukur, pandangan ini sudah terlihat pada Doni Monardo, Kepala BNPB yang baru dilantik Presiden Joko Widodo awal Januari 2019.Meski sempat tertunda beberapa hari, presiden akhirnya melantik Doni menjadi Kelapa BNPB menggantikan Willem Rampangilei. Sebelumnya, Doni adalah Sekjen Dewan Ketahanan Nasional dan Panglima Kodam III Siliwangi.Jabatan Kepala BNPB, sangat krusial. Ia jabatan setingkat menteri hingga pemberhentian dan pengangkatan kewenangan presiden.BNPB, katanya, sangat strategis karena memiliki fungsi koordinasi, komando dan pelaksana dalam penanggulangan bencana, baik pra, tanggap darurat dan pascabencana. Hal itu, katanya, diatur dalam UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan PP No 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.  Hutan pantai Bagaimana pandangan Doni Munardo dalam penanggulangan bencana? Dalam kunjungan ke Pandeglang setelah dilantik, Doni mengusulkan hutan pantai sebagai salah satu upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bahaya tsunami masa depan.Doni melihat, hutan pantai juga bisa bermanfaat bagi masyarakat di sepanjang pantai yang masuk zona merah bahaya gempa bumi dan tsunami.Dia contohkan, beberapa jenis pohon dapat ditemui di beberapa tempat dan berfungsi sebagai penahan alami dari hantaman tsunami. Beberapa jenis pohon dapat ditanam dan cocok di pinggir pantai seperti pule, ketapang, mahoni, waru, beringin dan kelapa.“Ini tujuan kita mengurangi bencana. Sejak sekarang kita siapkan. Kawasan di zona merah Selat Sunda ini sudah harus mempersiapkan diri.”Pandangan ini dibenarkan Abdul Muhari, pakar tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hutan pantai, katanya, dapat mengurangi laju energi tsunami dan menahan koral besar.Abdul mengatakan, karakter tsunami di kawasan ini membawa koral hingga 10 ton ke darat. Pohon-pohon berdiameter besar dapat menahan laju koral.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2019-074-10.json
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2) | Doni memberikan arahan, penanaman pohon diserahkan kepada pemerintah kabupaten, termasuk melibatkan Dinas Kehutanan provinsi. Penanaman, katanya, memperhatikan juga berapa panjang pantai, dan setiap wilayah tentu ada lapisan.“Kita minta bupati menyusun rencana dan mengajukan ke BNPB. Kebutuhan apa yang dapat kita usulkan ke Kementerian Keuangan,” kata Doni.Sehubungan mitigasi dan adaptasi wilayah rawan gempa dan tsunami, kata Doni, beberapa upaya dapat dilakukan semua pihak, seperti kesiapsiagaan masyarakat.Dia bilang, sosialisasi terus diberikan ke semua lapisan masyarakat oleh semua komponen, termasuk para ulama.Doni menekankan, ada latihan yang menyentuh sampai tingkat rukun warga di kawasan zona merah. Dia juga sebutkan, soal aturan, seperti peraturan daerah terhadap seluruh pengelola hotel agar memperhatikan konstruksi.Dia mengunjungi pantai yang memiliki shelter tsunami. Sayangnya, pembangunan shelter belum sempurna karena masalah administrasi. Dia berharap, shelter untuk kepentingan kebencanaan.“Dengan memperkuat upaya mitigasi, menyiapkan rute evakuasi, dan tata ruang berbasis risiko bencana,” katanya yang mengunjungi kawasan ditemani para ahli geologi dan vulkanologi.   ***Nurjanah, warga yang tinggal kurang 100 meter dari Pantai Carita, hidup bersama empat orang keluarga. Dia, suami, seorang anak, dan ibunya. Mereka bergantung hidup dari warung kecil yang menyediakan jajanan, seperti mie instan, kelapa muda, makanan ringan, dan lain-lain.Malam minggu sebelum tsunami menggulung kawasan Selat Sunda, keluarga Nurjanah berharap ‘panen’ karena pengunjung ramai. Bencana datang, hingga isi warung mereka gunakan untuk keperluan mengungsi.Pedagang lain, Saripah, pendatang di Kampung Cipondo, sebuah desa antara Carita dan Tanjung Lesung, bersama suami membuka warung makan kecil di tepi pantai.
[0.9999892115592957, 5.688989858754212e-06, 5.025468908570474e-06]
2019-074-10.json
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2)
Tsunami dan Ketidakpastian Mitigasi Bencana (Bagian 2) | Dia menjual ikan bakar, dan berbagai olahan seafood lain. Rencana mereka sehari sebelum malam Natal, akan panen keramba. Tsunami menggulung keramba. Habis tak bersisa.“Nggak jadi panen,” kata Saripah.Saya meninggalkan Pandeglang, sore hari ketiga pasca tsunami. Pekerjaan rumah masih banyak, antara lain, pemulihan ekonomi warga seperti Nurjanah dan Saripah dan kepastian mitigasi bagi 3,8 juta warga Indonesia yang tinggal di daerah rawan tsunami. (Habis) Keterangan foto utama:     Desa Teluk, Banten, pasca tsunami. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia   [SEP]
[0.5385726094245911, 0.4531405568122864, 0.008286754600703716]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | [CLS] Ekosistem laut benar-benar terancam dengan kehadiran sampah plastik yang kita buang sepanjang waktu. Sampah yang berasal dari darat itu, kemudian masuk ke perairan laut dibawa oleh sungai, manusia, dan juga aktivitas industri yang ada di sekitar kawasan pesisir. Jika tidak dihentikan, World Economic Forum (WEF,2016) menyebut pada 2050 populasi ikan akan terus menyusut dan berbanding terbalik dengan plastik yang jumlahnya melebihi ikan.Sementara, di sisi yang lain, Indonesia juga berperan besar dalam pengendalian sampah plastik yang ada di laut. Menurut Jenna R Jambeck dalam bukunya “Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean”, Indonesia adalah negara kedua di dunia yang menyumbang sampah plastik terbesar ke lautan.Masih menurut WEF, hanya 14 persen dari total sampah plastik dunia yang bisa dan sudah dilakukan daur ulang. Sementara, Bank Dunia (2016) menyebutkan, sebanyak 400 ribu ton sampah plastik diperkirakan masuk ke perairan Indonesia setiap tahun.Sayangnya, hingga saat ini belum ada regulasi untuk pembatasan plastik dalam kehidupan keseharian. Itu berbeda dengan 60 negara di dunia yang saat ini sudah berkomitmen untuk melepaskan dari ketergantungan plastik melaui peraturan pembatasan penggunaannya.Sedangkan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa kawasan perairan Timur Indonesia menjadi salah satu kawasan paling banyak mengandung mikro plastik. Dari penelitian, sepertiga sampel ikan yang ditangkap di sana, ternyata mengandung mikro plastik.baca : Air Laut Indonesia Sudah Terpapar Mikroplastik dengan Jumlah Tinggi, Seperti Apa?  
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Dalam setiap kantong plastik, Chris Tyree dan Dan Morrison pernah mengungkap dalam bukunya “Invisible: The Plastic Inside Us”, terdapat sedikitnya 84 ribu mikroplastik. Tak hanya itu, keduanya juga mengungkap fakta mengejutkan, di dalam air keran di seluruh dunia, ternyata selama ini mengandung mikro plastik.Merujuk pada fakta-fakta tersebut, penanganan sampah plastik secara terpadu dan komprehensif, wajib dilakukan Indonesia sejak sekarang. Hal itu, dilakukan langsung di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang menggulirkan rencana aksi nasional (RAN) penanganan sampah plastik sejak 2017.Sementara, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tak kalah gesit untuk ikut bergerak memulai penanganan sampah plastik melalui kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dan pembentukan kelompok Pandu Laut Nusantara yang di dalamnya terdapat sejumlah figur penting dari berbagai profesi di Indonesia. Kelompok tersebut, sudah bergerak dan memulai kampanye ‘Gerakan Menghadap Laut’ di seluruh Indonesia. Menghadap LautPada Minggu (19/8/2018), gerakan “Menghadap Laut” dikampanyekan di 76 lokasi pantai yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Kampanye itu sekaligus merayakan kemerdekaan Indonesia ke-73. Dengan lebih dari 20 ribu relawan, gerakan tersebut membersihkan kawasan pesisir dengan melibatkan masyarakat sekitar dan juga pejabat dari Pemerintah setempat.Sementara, sebagai pembina utama Pandu Laut Nusantara, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti langsung memimpin gerakan tersebut di Bitung, Sulawesi Utara. Untuk Jakarta, gerakan dipusatkan di Pantai Ancol Timur serta Kepulauan Seribu.baca juga : Ratusan Orang di Bitung ‘Menghadap Laut’ Bersama Menteri Susi. Ada Apa?  
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Susi mengatakan, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia, dan sampah plastik sangat berbahaya jika tetap dibiarkan ada. Untuk itu, gerakan ini menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk mengurangi 70 persen sampah plastik di lautan pada 2025.“Gerakan menghadap laut menunjukkan kepedulian masyarakat pada laut Indonesia, aksi ini menjadi salah satu gerakan penting dalam menunjang target Bangsa sebagai Poros Maritim Dunia,” tuturnya.Diketahui, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun, dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik. Sedangkan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan diketahui jumlahnya mencapai 10 miliar lembar setiap tahunnya. Itu sama dengan 85 ribu ton kantong plastik.Ketua Umum Pandu Laut Nusantara Bustar Maitar mengungkapkan, Indonesia harus bisa merdeka dari sampah plastik, dan sehingga Pemerintah harus lebih serius dalam melarang penggunaan plastik sekali pakai. Karenanya, kegiatan gerakan di 76 lokasi, menjadi bentuk keinginan rakyat untuk terbebas dari sampah plastik dan ingin merawat laut secara utuh.Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira menerangkan, permasalahan sampah di Jakarta masih terus terjadi hingga saat ini, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih melakukan sistem pengumpulan sampah yang tidak terpilah dari rumah tangga. Kondisi itu, membuat sampah masih berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).“Oleh karena itu, pada saat aksi bersih-bersih pantai dan laut ini, sampah yang terkumpul dipilah dan masing-masing sampah akan dikelola oleh pihak-pihak seperti bank sampah, kelompok masyarakat daur ulang,” jelasnya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Di luar itu, Tiza berharap, kegiatan “Menghadap Laut” bisa memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pencegahan lebih baik dari pengelolaan. Menurutnya, kalau barang sudah menjadi sampah apalagi menjadi polusi, sulit dilakukan penanganan. Oleh karena itu, masyarakat harus bergerak bersama untuk menggunakan barang-barang yang dapat dipakai ulang, dibandingkan plastik sekali pakai.Tiza menyebut, Gerakan Menghadap Laut juga dijadikan salah satu cara untuk mengetahui dari mana bocornya sampah yang berakhir di lautan, dan seperti apa jenis-jenis sampahnya. Dia berjanji akan melakukan identifikasi sampah apa saja yang dari konsumsi darat bisa sampai bocor ke laut.“Jumlah sampah yang terkumpul di tiap tempat berbeda-beda. Sampah tersebut kemudian diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup setempat untuk kemudian dikelola secara tepat,” pungkasnya.baca juga : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut  Pantai Pasir Jambak PadangAksi “Menghadap Laut” juga dilakukan di kota Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (19/8/2018) yang diikuti ratusan peserta yang berasal dari berbagai instansi. Kegiatan dipusatkan di kawasan Muaro Padang dan kawasan Perairan Mandeh, Tarusan, Pesisir selatan. Selain itu ada juga kegiatan bersih-bersih pantai secara swadaya oleh masyarakat di Pantai Pasir Jambak tepatnya di Jambak Sea Turtle Camp.Di kawasan Muaro Padang peserta aksi yang terdiri atas pegawai Balai Pengelolaan Submer daya Perairan dan Laut (BPSPL) Padang, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi/kota, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan instansi pemerintahan lainnya dibagi menjadi beberapa kelompok. Sebagian membersihkan kawasan perairan sungai dengan menggunakan perahu dan sebagian lagi membersihkan kawasan pinggir sungai.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Kepala BPSPL Padang, Muhammad Yusuf yang mengikuti kegiatan ini mengatakan dipilihnya kawasan Muaro Padang karena berdasarkan hasil pantauan, kawasan ini termasuk lokasi yang tingkat sampahnya cukup tinggi dibanding tempat lain dan merupakan gerbang masuk menuju laut.“Kita berharap kawasan ini bersih dari sampah karena sungai ini muaranya ke laut juga sehingga perlu dibersihkan dari hulunya,” sebutnya.baca juga : Miris.. Video Pari Manta Makan Sampah Plastik Ini Viral  Peserta kegiatan juga melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke Batang Arau yang bermuara ke laut. “Semoga kedepan akan ada kegiatan rutin bersih-bersih pantai dan sungai disini, dengan melibatkan masyarakat disini,” ujarnya.Ia menambahkan dari dulu kota Padang terkenal sebagai kota bersih namun ada beberapa sungai yang masih kotor, “Harapan kita masyarakat kota padang dapat menjaga kebersihan baik itu dirumahnya, lingkungan masing-masing dan di pinggir pantai,” pungkasnya.Di titik kedua, kawasan perairan Mandeh yang sering dijuluki Raja Ampatnya Sumatera, sekitar 50 penyelam membersihkan jaring nelayan yang banyak tersangkut di bangkai kapal MV. Boelangan Nederland di perairan Mandeh hingga membersihkan sampah di Pulau Setan lanjut ke Sungai Gemuruh.Para penyelam yang terdiri dari Diving Universitas Bung Hatta (UBH), Tabuik Diving Club, Andespin Dive, BPSPL Padang, DKP Pemprov Sumbar, Universitas Negeri Padang Diving Club, dan putra/putri maritim Sumbar berhasil mengumpulkan lima karung sampah plastik berupa botol air kemasan dan plastik makanan ringan. Sampah tersebut dikumpulkan ke tempat sampah TPI Carocok Tarusan. Menariknya aksi yang dimulai sejak pagi hingga sore ini juga diikuti oleh para wisatawan yang sedang berlibur di Pulau Setan.
[0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Di Pantai Pasir jambak tepatnya di Sea Turtle Camp kegiatan bersih-bersih pantai menghadap ke laut dihadiri oleh sekitar 800 peserta yang terdiri dari mahasiswa Politeknik ATI Padang, Siswa SMP 42 Padang, Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Gegana Brimobda Sumbar, Kepala Dinas Koperasi dan UKM kota Padang dan anggota dewan dari DPR RI dan DPRD kota. Sebelum membersihkan pantai sepanjang 2 kilometer kegiatan bersih-bersih ini dimulai dengan pelepasan tukik.baca juga : Sejumlah Pihak Berkomitmen Mengurangi Sampah Plastik di Lautan. Seperti Apa?  Pantai Gorontalo Gerakan bersih pantai dan laut “Menghadap ke Laut” juga dilakukan di pantai Gorontalo, yang dipimpin oleh Sekda Pemprov Gorontolo Anis Makki dan melibatkan seluruh SKPD Pemprov, Muspida, pihak BUMN dan Perbankan, Pengusaha perikanan, Pengusaha Hotel dan Restoran, Pramuka, SMK Kemaritiman, TNI dan Polri yang berjumlah sekitar 2.000 orang.“Peserta kebanyakan dari masyarakat setempat, sekitar 500-an orang,” kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Gorontalo, Soetrisno yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Senin (20/8/2018).Hasil pengumpulan sampah yang didominasi sampah plastik kemudian dikirimkan dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Pada kesempatan itu juga dilakukan penanaman bibit pohon dan pembagian 60 unit kacamata renang atau google kepada anak-anak pesisir.“Juga ada sedekah ikan, pembagian gratis 400 kg ikan kepada masyarakat setempat dari pengusaha perikanan dan dari Baznas. Pembagian ikan ini karena saat ini lagi paceklik ikan disebabkan ombak besar,” tambah Soetrisno.  Pantai Sanur Gerakan “Menghadap ke Laut” yang diikuti ratusan orang juga dilakukan di Bali yang dipusatkan di Pantai Mertasari, Sanur, Minggu (19/8/2018). Salah satu kegiatan yang baru diperkenalkan adalah memetakan sampah, sumber dan jenisnya.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Made Putri Karidewi dari WWF dan Marine Debris Guard Udayana memandu sekitar 30 anak muda memetakan dan menghitung jumlah sampah di pesisir dengan metode dari The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), lembaga penelitian Australia.Selain di Pantai Mertasari, kegiatan juga dilakukan di pesisir Sanur-Denpasar dan Les-Buleleng. Bali Selatan dan Utara. Di dua tempat ini, kegiatan memetakan sampah ini juga dilakukan, terutama bersama anak-anak dan remaja.Pantai Mertasari saat itu langitnya sedang dihiasi ratusan layang-layang ukuran besar. Mereka berkompetisi dalam Sanur Kite International Festival. Jadilah panen angin dan sampah di tempat yang sama oleh dua pihak berbeda.Menurut data panitia, 832 orang terlibat mulai dari memungut sampah, memilah, lalu menimbangnya. Sedikitnya 1,2 ton sampah didominasi plastik dikumpulkan sekitar 2 jam saja. Sampah terlihat mengambang di bibir pantai, peserta harus berbasah-basah menarik sampah dari laut. Sampah ukuran besar yang sangat beracun seperti styrofoam dan ban juga ditarik dari pesisir.menarik dibaca : Bali Pulau Surga atau Surga Sampah?  Hutan mangrove yang berada di sekitar pantai juga turut dibersihkan. Sampah plastik yang sudah lama tertanam diambil karena menghambat pertumbuhan mangrove, bahkan mematikannya.Sampah yang terkumpul, dipilah menjadi 7 kelompok. Para relawan menimbang dan mencatat. Ini akan jadi bagian dari database sampah laut di Indonesia. Sampah terpilah diangkut tim Eco Bali dan DLH.Permana Yudiarso dari BPSPL Denpasar memandu kegiatan peserta bersama anak-anak muda relawan Earth Hour dan Marine Buddies WWF Indonesia. Penyanyi Titi DJ kemudian melanjutkan dengan mengajak seluruh peserta ke bibir pantai membentuk rangkaian rantai untuk aksi “Menghadap Laut”.
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2018-030-13.json
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan
Gerakan Menghadap Laut, Gerakan Bersihkan Sampah Plastik dari Lautan | Titi DJ, salah satu duta Pandu Laut Nusantara memandu refleksi dan menggugah kesadaran melindungi laut dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut. Angin berhembus dari arah laut menambah dingin sore jelang petang.Setelah itu, relawan Turtle Conservation and Education Center Serangan memandu warga untuk pelepasan 150 tukik jenis Lekang.  Acara ini diikuti puluhan lembaga pemerintah dan swasta, sekolah, serta komunitas terlibat seperti WWF Indonesia, CTC, Conservation International Indonesia, BPSPL Denpasar, BKIPM, Loka Riset Perikanan Tuna, DKP Provinsi Bali, Indonesia Power Up, Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (Himitekindo), Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (HIMAPALHI) STIBA Saraswati, dan lainnya.“Strateginya diubah, dari sebelumnya di tingkat lembaga pemerintah kini bersama komunitas anak-anak muda jadi lebih efektif,” ujar Permana.  [SEP]
[0.000254815851803869, 0.01976369507610798, 0.979981541633606]
2020-087-07.json
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul | [CLS]  Kaktus (Cactaceae) biasa tumbuh dan hidup di permukaan kering dan panas. Namun di Kebun Raya Eka Karya Bali, Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali yang dingin dan sering hujan ini, puluhan jenis kaktus bisa tumbuh subur.Siasatnya adalah melindungi para kaktus ini di sebuah bangunan rumah kaca untuk mengurangi kelembaban. Bangunan dibuat tinggi.Hal menarik dari Rumah Kaca Kaktus di Kebun Raya Eka Karya ini adalah keberadaan monumen peringatan bencana banjir dan longsor. Simbol yang kontras, kaktus yang tumbuh di daerah kering dan monumen longsor akibat banjir bandang. Sebuah refleksi dari kompleksitas cuaca di bumi ini.baca : Menikmati Tanaman ‘Berbicara’ di Kebun Raya Bedugul BaliDi bagian depan rumah kaktus inilah ada instalasi seni unik dari tumpukan bebatuan. Lima buah monumen batu seperti piramida terlihat dibangun dengan ukuran berbeda. Disusun dari bongkahan-bongkahan batu yang menerjang Kebun Raya Eka Karya Bali saat bencana longsor dan banjir melanda bebukitan sekitarnya.Sebuah papan bertuliskan Monumen Svaha Bumi. Untuk memperingati banjir bandang dan banjir yang melanda Kebun Raya Bali pada 27 Desember 2016 dan 9 Februari 2017. Svaha artinya semoga dikabulkan, dan Bhumi adalah alam ini.Monumen Svaha Bumi ini diletakkan di depan bangunan rumah kaca lokasi kebun kaktus, dan samping kebun anggrek. Bentuknya yang sederhana tapi unik dengan pesan mendalam membuat pengunjung berhenti di sudut depan rumah kaktus ini.  Komang Suartana, salah satu pekerja mengingat kebun raya terkena longsoran Bukit Tapak di sebelah Barat areal kebun raya setelah hujan deras melanda. Setelah itu kebun raya ditutup sekitar dua hari untuk pembersihan dari lumpur dan bebatuan.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2020-087-07.json
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul | Bencana banjir dan longsor kala itu diawali hujan deras selama 5 jam yang merusak 7 jembatan di dalam areal kebun raya, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara.  Selain itu puluhan koleksi tanaman penting hanyut. Di antaranya 20 spesimen anggrek dari ekspedisi di Papua dan 6 spesimen eksplorasi di Bali.Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kebun Raya Eka Karya Bali ini menyebut ada 80 marga, 302 spesies, dan 2733 spesimen anggrek di kebun raya paling ramai di Bali ini.baca juga : Inilah Kebun Raya Baru di Bali Kaktus LangkaSarini, pekerja kebun raya sedang bertugas di rumah kaktus nampak sedang menyirami tanaman di lahan kering ini. Ia menyebut penyiraman cukup seminggu sekali. Selain itu diberi pupuk dan merawatnya karena kerap terserang kutu dan jamur penyebab pembusukan. “Tanaman yang diserang kutu dan jamur terlihat bergetah yang tidak biasa,” jelasnya saat ditemui pada Senin (23/12/2019).Koleksi yang menurutnya langka adalah jenis kaktus gada, karena mirip dengan senjata Bima, salah satu tokoh pewayangan. Di papan namanya tertera Cleistocactus micropetalus oleh F. Ritter pada 1980.Kaktus ini hanya terlihat satu batang memanjang dengan tinggi sekitar 2 meter. Bentuknya mirip gada. Lebih kecil di bagian bawah, lalu agak membesar di bagian atasnya. Durinya penuh dan cukup panjang.perlu dibaca : Benarkah Kebun Raya Bogor Kebun Raya Tertua di Dunia?  Walau Rumah Kaktus sudah dilindungi rumah kaca, pengunjung yang melakukan vandalisme atau perusakan dengan mencoret-coret permukaan kaktus masih terlihat. Terutama untuk kaktus yang durinya jarang. Permukaannya ditoreh untuk memajang namanya. Halnya vandalisme di tembok.
[0.01809711940586567, 0.9629115462303162, 0.01899130828678608]
2020-087-07.json
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul | Catatan di laman Kebun Raya Bali Eka Karya menyebutkan kaktus sangat terkenal dengan ciri khasnya sebagai tumbuhan berduri. Kaktus (Cactaceae) merupakan tumbuhan sukulen terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 2000 spesies dan 130 genus. Kaktus dapat ditemukan secara alami di Benua Amerika dan telah diintroduksi di beberapa tempat di dunia yang mempunyai iklim kering dan hangat.Kaktus adalah tanaman yang biasa tumbuh di daerah gurun yang panas. Dengan daun yang telah termodifikasi menjadi duri, kaktus dapat hidup di daerah yang kering. Namun kaktus ternyata juga mampu tumbuh dan berkembang di daerah dataran tinggi berhawa dingin seperti Kebun Raya Bali. Beberapa jenis di antaranya bahkan dapat mencapai tinggi lebih dari 5 meter.Di Kebun Raya Bali yang lebih dikenal bernama Kebun Raya Bedugul ini mempunyai koleksi kaktus yang terdiri dari lebih 60 jenis ditata dalam sebuah rumah kaca seluas 500 m2 untuk mencegah dari kelembaban yang berlebihan. Selain dari Bali, koleksi kaktus lainnya berasal dari Meksiko, Jerman, Selandia Baru dan Argentina. Spesies yang dinilai unik juga adalah koleksi Echinocactus grusonii, Cephalocereus senilis, Mammillaria durispina, Espostoa lanata, Opuntia sp. dan Cleistocactus micropetalum.Sebuah kaktus menjulang menggapai atap kaca tertinggi. Peluang tumbuhnya kini sudah dibatasi atap rumah kaca. Keragaman bentuk kaktus ini seperti keragaman koral di bawah laut.baca juga : Kebun Raya Mangrove akan Dibangun di Surabaya, Seperti Apa?  Ada yang berbentuk bulat seperti pohon semangka penuh duri. Duri adalah daun pada kaktus untuk mengurangi penguapan. Sebuah keajaiban bagaimana alam ini bekerja dengan caranya yang khas. Ada juga yang menjulang seperti tebing, meliuk-liuk seperti padang lamun.
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2020-087-07.json
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul | Kebun Raya Bedugul ini adalah tempat rekreasi yang tak pernah membosankan. Tiap tahun pasti diburu terutama musim liburan sekolah dan tahun baru. Ada sejumlah kebun dengan tema khusus, seperti kaktus, anggrek, tanaman obat, bambu, dan lainnya.Kebun Raya ini terletak di ketinggian 1250-1450 dpl, dengan luas 157,5 hektar. Suhu disiang hari antara 17º – 25º C dan malam hari 10º – 15º C, dengan kelembaban 70 – 90%. Cuaca kadang sulit diprediksi di sini, saat terik bisa jadi ada rintik hujan.  Kebun Raya Pertama di Luar JawaDikutip dari laman Kebun Raya Eka Karya Bali, pengelolaan area Bedugul Botanical Garden ini berawal dari gagasan Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam yang merangkap sebagai Kepala Kebun Raya Indonesia, dan I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam saat itu yang berkeinginan untuk mendirikan cabang Kebun Raya di luar Jawa, yakni Bali. Pendekatan kepada Pemda Bali dimulai tahun 1955, hingga akhirnya pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan Kebun Raya di Bali.Berdasarkan kesepakatan lokasi Kebun Raya ditetapkan seluas 50 ha yang meliputi areal hutan reboisasi Candikuning serta berbatasan langsung dengan Cagar Alam Batukau. Tepat pada tanggal 15 Juli 1959 Kebun Raya “Eka Karya” Bali diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam sebagai realisasi SK Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 19 Januari 1959.menarik dibaca : Mengoleksi Tumbuhan Pegunungan Jawa di Kebun Raya Baturraden  
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2020-087-07.json
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul
Mengenang Bencana Longsor di Keringnya Rumah Kaktus Kebun Raya Bedugul | Nama Eka Karya untuk Kebun Raya Bali diusulkan oleh I Made Taman. Eka berarti satu dan Karya berarti hasil kerja. Jadi Eka Karya dapat diartikan sebagai Kebun Raya pertama yang merupakan hasil kerja bangsa Indonesia sendiri setelah Indonesia merdeka. Kebun raya ini dikhususkan untuk mengoleksi Gymnospermae (tumbuhan berdaun jarum) dari seluruh dunia karena jenis-jenis ini dapat tumbuh dengan baik di dalam kebun raya.Koleksi pertama banyak didatangkan dari Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, antara lain Araucaria bidwillii, Cupresus sempervirens dan Pinus masoniana. Jenis lainnya yang merupakan tumbuhan asli daerah ini antara lain Podocarpus imbricatus dan Casuarina junghuhniana.Kebun Raya Bedugul kemudian berkembang menjadi kawasan konservasi ex-situ tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia.  [SEP]
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]
2023-008-02.json
Kesejahteraan Satwa di Indonesia Masih Rendah, Apa yang Harus Dilakukan?
Kesejahteraan Satwa di Indonesia Masih Rendah, Apa yang Harus Dilakukan? | [CLS]   Konsep tentang kesejahteraan satwa, baik itu yang liar atau peliharaan, belum begitu populer di Indonesia. Kesejahteraan satwa, bahkan pada dasarnya sama dengan kesejahteraan manusia. Hal yang membedakannya adalah satwa tidak bisa mengungkapkannya secara verbal apa yang mereka rasakan.Secara global, terdapat lima prinsip dasar kesejahteraan satwa yang sudah diakui, yakni hewan bebas dari lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit; bebas berperilaku normal dan alami; serta bebas dari ketakutan dan penderitaan. Prinsip ini berlaku pada satwa liar maupun domestik; baik perliharaan maupun sebagai hewan produksi [sapi, kambing, ayam, atau babi yang diternak].“Kesejahteraan satwa mungkin belum begitu banyak yang sadar, karena lebih ke arah satwa liar. Namun inilah yang wajib dipenuhi,” kata Nur Purba Priambada, dokter hewan satwa liar dari Yayasan IAR Indonesia, pada Bincang Alam Mongabay Indonesia, 26 Januari 2023.Semestinya kata Purba, ketika satwa hidup di alam maka itu sudah cukup sejahtera. Namun, ada banyak hal yang membuatnya tereksploitasi, bermula dari ledakan populasi manusia memanfaatkan alam sebagai habitatnya dengan tidak bijak.Ketika permukiman manusia dimasuki hewan, terjadi interaksi negatif manusia dan satwa liar. Satwa tersebut kemudian disebut hama. Dengan demikian, mereka boleh diburu atau dieliminasi karena mengancam kehidupan manusia.“Juga, dianggap sebagai aset ekonomi tertentu karena dianggap lucu, imut, atau cantik sehingga beberapa orang menangkapnya untuk dijadikan peliharaan. Padahal, proses peliharaan sampai ke rumah itu panjang. Mulai dari diburu, dijerat, atau dipisahkan dari induknya dengan cara dibunuh,” kata Purba.Baca: Mengapa Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Indonesia Tinggi?  
[0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163]