filename
stringlengths 16
16
| title
stringlengths 22
107
| text
stringlengths 132
2.1k
| softlabel
stringlengths 15
740
|
---|---|---|---|
2021-049-06.json | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Dikaitkan dengan hasil pemantauan tahap kedua ini, dengan anjloknya industri kayu di masa pandemi, Mustam menduga ada indikasi praktik ilegal dalam peredaran kayu bahan baku industri. Kemungkinan lain, ada monopoli atau penguasaan bahan baku oleh perusahaan tertentu.“Dalam tahap ini bukan lagi skala Sulsel, tetapi dalam jaringan peredaran kayu antar-provinsi hulu dan hilir,” ujarnya.Dijelaskan pula Mustam bahwa untuk industri kecil di Sulsel umumnya menggunakan bahan baku kayu dari hutan rakyat dan hutan tanaman industri di daerah ini. Hampir sebagian besar kayu dipasok dari wilayah Luwu Raya, terutama dari Luwu Timur.“Sebagian industri juga memasok dari luar Sulawesi Selatan di antaranya Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah. Sementara dari luar Sulawesi di antaranya dari Kalimantan, Papua, Maluku dan Maluku Utara.” Proses Pemantauan dan Dampak Pandemi Pemantauan untuk bidang industri kayu ini dilakukan JURnal Celebes bersama tim pemantau di 8 kabupaten di Sulsel. Pemantauan tahap kedua dalam program penguatan tata kelola kehutanan dan kolaborasi parapihak dukungan Program FAO-EU FLEGT ini memantau 25 industri kayu di Sulsel mulai Februari-April 2021.Di Kota Makassar, pemantauan dilakukan di tujuh industri. Terdiri atas empat Perseroan Terbatas (PT), satu Commanditaire Vennontschap (CV) dan dua Usaha Dagang (UD). Selebihnya di 10 kabupaten, dimana 9 di antaranya dalam bentuk UD dan satu PT di Luwu Timur.Dijelaskan Mustam bahwa untuk kasus di Makassar ditemukan satu industri besar bangkrut, lainnya menutup sementara dan ada yang terancam tutup. Sebagian unit usaha beroperasi berdasarkan stok bahan baku yang tersedia.“Ada industri yang masih bertahan yang masih bisa memperoleh pasokan bahan baku dan bisa menjual produk meski produk dan pendapatan menurun,” tambahnya.baca juga : Area Bekas Tambang Ilegal dan Pembalakan Liar Itu jadi Taman Wisata Ilmiah | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0] |
2021-049-06.json | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Sementara temuan di Luwu Timur, ditemukan bahwa PT Berdaya Hijau, sebuah perusahaan konsorsium kelompok tani hutan, dampingan Sulawesi Community Foundation (SCF) justru tidak bisa memenuhi pesanan yang meningkat dari Jawa di masa pandemi karena kesulitan modal.“Industri kecil yang kami pantau, hampir semuanya anjlok. Dengan berbagai siasat dilakukan untuk tetap bertahan di masa pandemi, hanya ada satu atau dua industri yang bisa menerima pasokan bahan baku dan punya modal untuk bisa tetap beroperasi, meskipun pendapatannya berkurang.”Menurut Mustam, dampak pandemi sangat dirasakan oleh industri kecil, selain kekurangan pasokan bahan baku, permintaan kayu atau produk kayu juga anjlok. Sebagian industri kecil mengandalkan permintaan pasokan kayu atau produk kayu dari proyek-proyek properti.“Tetapi di masa pandemi, proyek-proyek bangunan atau perumahan juga berkurang drastis, bahkan di daerah-daerah kabupaten hampir tidak ada pelaksanaan program properti.”Kondisi inilah yang kemudian membuat pendapatan industri kayu/kehutanan di Sulsel anjlok sekitar 30-70 persen. Industri dinilai dilematik menghadapi situasi ini terutama terkait dengan karyawan, karena melakukan PHK memiliki konsekuensi harus pembayaran pesangon, sementara mempertahankan karyawan berat dilakukan karena perusahaan tak memiliki pemasukan keuangan yang memadai.“Industri besar sangat kesulitan menghadapi situasi yang dilematis ini karena secara formal terikat dengan aturan ketenagakerjaan. Pada akhirnya mereka membuat kesepakatan dengan karyawan untuk pengurangan gaji.“Sementara industri kecil yang tidak terlalu terikat dengan aturan ketenagakerjaan menyepakati pekerjaan dan gaji disesuaikan dengan adanya intensitas pekerjaan. Cara ini merupakan strategi penanggulangan dampak pandemi.“Melalui pendekatan ini karyawan tidak dirumahkan, tetapi bergiliran kerja dan gaji berdasarkan pesanan.” Usulan kepada pemerintah | [0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-049-06.json | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Menurut Mustam, akumulasi anjloknya industri kayu dan meningkatnya pembalakan liar di masa pandemi berdampak langsung pada dua sektor yakni usaha ekonomi dan upaya penegakkan hukum bidang kehutanan. Ini bukan hanya terjadi Sulsel tetapi kemungkinan terjadi berbagai daerah di Indonesia.“Anjloknya industri kayu tentu berdampak pada penurunan ekonomi dan berkurang atau hilangnya pendapatan karyawan. Industri menghadapi masalah yang dilematik, merumahkan karyawan, konsekuensinya membayar pesangon. Sementara industri kehilangan sebagian pendapatan dan ongkos produksi.”Di sektor penegakkan hukum, situasi ini dinilai akan terus memicu meningkatnya praktik pembalakan liar dan peredaran kayu ilegal. Kondisi ini juga dianggap akan berpengaruh pada implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).“Dari 25 industri yang dipantau JURnal Celebes, hanya ada enam industri yang memiliki sertifikat SVLK. Lima industri primer dalam bentuk PT dan satu industri kecil berbentuk UD yang tidak lagi memperpanjang masa berlaku sertifikatnya.”Menjawab kondisi ini, JURnal Celebes mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan tindakan strategis, tidak sekadar antisipatif dengan insentif bersifat sementara.“Industri UMKM yang kami pantau semuanya tidak memperoleh insentif pemerintah di masa pandemi. Insentif pemerintah dinilai baru menjangkau industri primer yang produksinya diekspor.”Sebaliknya, eksportir menilai insentif untuk industri padat karya dengan memberi keringanan PPh dan iuran rutin, tak berdampak signifikan karena selain terbatasnya waktu pemberian insentif, juga problem utama adalah menurunnya permintaan pasar luar negeri.Mustam berharap pemerintah bisa mengambil langkah strategis untuk memastikan industri kayu terutama industri kecil dan menengah bisa bertahan di masa pandemi, terutama kelangsungan hidup tenaga kerja. | [0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-049-06.json | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | Di Saat Industri Kayu Anjlok, Pembalakan Liar di Sulsel Justru Meningkat | “Kami berharap pemerintah perlu langkah riil untuk tetap tegaknya kepastian hukum dalam pengamanan dan pencegahan kejahatan kehutanan di masa pandemi ini. Implementasi SVLK perlu terus ditingkatkan karena ini adalah instrumen terbaik di dunia dalam pengelolaan hutan berkelanjutan untuk menekan laju deforestasi. Instrumen yang menjamin perdagangan kayu nantinya tidak akan mengalami hambatan di mancanegara.”Bantuan sertifikasi SVLK bagi industri kecil mesti juga harus ditindaklanjuti dengan memberikan kepastian usaha, keuntungan atau penghargaan. Selama ini SVLK lebih diiraskan manfaatnya oleh industri eksportir. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | [CLS] Tulisan sebelumnya:Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [1]Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [2] Di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar tujuh kilometer dari Lakardowo, ada perusahaan pengolah dan pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serupa PT PRIA. Namanya, PT Green Environmental Indonesia (GEI).Perusahaan baru ini mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM pada Februari 2019. Meskipun begitu, menurut penuturan warga, aktivitas perusahaan sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.Serupa PRIA, modus yang dipakai saat mendirikan GEI pun sama, sebagai usaha batako. “Soal apakah material dari limbah B3 tak pernah disampaikan,” kata Budi Sutikno, tokoh masyarakat setempat.Baru beberapa bulan beroperasi, perusahaan ini sudah menuai protes warga. Apalagi, pada awal 2019, seorang bocah yang tengah bermain di sekitar area perusahaan sempat jadi korban usai terperosok ke material dari dalam gudang yang tercecer keluar. Dia menderita luka bakar.Penolakan warga makin memuncak tatkala perusahaan ini menguruk bantaran Kali Marmoyo, anak Kali Brantas, medio September lalu.Warga bergolak karena permintaan pengurukan dipenuhi dengan menimbun material limbah B3 di bantaran sungai itu.Aparat kepolisian dari Polres Mojokerto sigap dengan menghentikan aksi pengurukan GEI. Oleh petugas, perusahaan yang belum lama berdiri itu dipasang garis polisi. “Kami nyatakan status quo sambil menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut,” kata Kasatreskrim Polres Mojokerto Kota, AKP. Ade Juliawan Waroka, akhir tahun lalu.Dua bulan kemudian, garis polisi dilepas. Polisi berdalih pelepasan garis polisi itu lantaran tidak ditemukan bukti cukup atas dugaan penimbunan B3 oleh GEI. Bahkan, perusahaan pun kembali beroperasi. | [0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Langkah polisi memunculkan tanda tanya. Jasa Tirta I, yang sebelumnya sempat uji lab terkait kandungan material timbunan belum pernah dipanggil guna didengar keterangan. Sebelumnya, Jasa Tirta I turun tangan merespons protes warga sebagai buntut pengurukan tanggul Kali Marmoyo itu. Perusahaan pelat merah ini mengambil sampel tanah urukan yang diduga pakai material limbah B3.Selama ini, aliran sungai ini memasok air kepada PDAM Gresik. Karena itu, dugaan penggunaan material B3 oleh GEI sebagai tanah urukan tanggul khawatir mencemari aliran sungai.Raymont Valiant, Direktur Utama Perum Jasa Tirta I mengatakan, dari hasil pemeriksaan uji sampel, diketahui ada material timbunan merupakan fly ash dan bottom ash (FABA), masuk kategori B3.Hasil uji TCLP (toxicity characteristic leaching procedure) terhadap sampel tanah urukan sebagai dasar untuk menentukan tindakan lebih lanjut. Menurut Raymont, uji TCLP menjadi prosedur mengetahui kandungan racun sebuah materi.“Hasilnya memang mengandung bahan berbahaya. Kami sudah susun laporan lengkap. Sudah kami serahkan ke pihak-pihak terkait pada 16 Oktober lalu sebagai dasar untuk penindakan, termasuk kepada industri yang menyediakan timbunan untuk warga itu,” katanya.Sebagai pemasok bahan baku, Jasa Tirta I telah menjalin komunikasi dengan PDAM Kabupaten Gresik. “Sudah. Kami telah berkoordinasi dengan PDAM Gresik, karena akan menjadi pihak terdampak jika timbunan itu merusak kualitas Sungai Marmoyo,” kata Raymont.Bukan sekali ini saja polisi bersikap lunak terhadap grup PRIA. Sebelumnya, laporan warga Lakardowo atas ceceran limbah medis di jalanan desa, dan pembuangan limbah cair ke saluran gorong-gorong juga tak pernah ada ujung pangkal. Alih-alih diusut, polisi justru menerbitkan surat kehilangan atas limbah PRIA yang tercecer. Anak Usaha PRIA | [0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | GEI ternyata anak usaha PRIA. Kepastian GEI berada di bawah satu bendera dengan PRIA terungkap dari dokumen perusahaan yang kami peroleh. Tercatat pada akta notaris pada 11 Februari 2019, perusahaan ini mendapat pengesahan Ditjen AHU Kemenkum HAM 10 hari kemudian.Pada dokumen pengesahan di Ditjen AHU, tertulis berkedudukan perusahaan di Kedungsari, Kecamatan Kemlagi. Kenyataan, perusahaan berada di Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi.Salah satu tujuan pendirian perusahaan untuk mengumpulkan, mengolah dan memanfaatkan sampah atau limbah berbahaya beracun.Perusahaan ini memiliki 15.000 lembar saham dengan jumlah modal disetor Rp15 miliar. Tulus Widodo, pemilik PRIA tercatat sebagai komisaris utama GEI dengan jumlah saham 11.250 lembar atau senilai Rp11, 250 miliar.Yang menarik, di antara para pendiri dan pemegang saham perusahaan, terdapat nama Syavana Tuliv Widodo. Pada dokumen itu, nama bersangkutan tercatat lahir pada 2009. Berarti, baru berusia 10 tahun saat masuk sebagai pendiri GEI.Selain dokumen perusahaan, dugaan GEI merupakan perusahaan pengolah limbah B3 terungkap dari penelusuran bersama Ecoton. Ketika itu, sebuah truk baru keluar dari PRIA bergerak menuju GEI. Sebagian material dibawa ke GEI karena PRIA kelebihan.Selain sisa pembakaran limbah B3, GEI yang tercatat belum mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal pemanfaatan limbah B3 itu diduga menyimpan lumpur (sludge) dari kerjasama dengan Caltex.Material beracun itu tertumpuk begitu saja di gudang GEI. Ada tujuh bangunan semua penuh dengan gunungan material limbah. Saat melihat langsung ke lokasi perusahaan akhir tahun lalu, bangunan dengan berbentuk “T” itu terkesan ala kadar.Hanya ada tiang penyangga beserta atap terbuat dari aluminium foil. Sebagian bangunan masih terbuka tanpa dinding. Gunungan material itu pun terlihat jelas dari jalanan. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Penelusuran juga mendapati satu perusahaan lain yang masih satu grup dengan PRIA. Namanya, PT Lancar Abadi Indonesia (LAI). Perusahaan ini berjarak sekitar satu kilometer dengan GEI, ke arah selatan. Tak jauh dari Kali Brantas.Sama dengan GEI, perusahaan yang juga baru mengantongi pengesahan dari Kemenkum HAM ini juga tercatat sebagai pengelola limbah B3. Setali tiga uang, pabrik yang dilengkapi dua cerobong ini juga belum mengantongi izin pemanfaatan limbah B3 dari KLHK. Kami melakukan penelusuran di pusat perizinan satu atap KLHK dan tak menemukan dokumen izin kedua perusahaan ini. Balai Lingkungan Hidup Jawa Timur ketika ditanya soal legalitas izin pemanfaatan B3 kedua perusahaan ini malah mengaku tak tahu menahu.Alih-alih izin pemanfaatan, otoritas yang berhak mengawasi tata kelola lingkungan itu juga tak mengetahui perihal status perusahaan yang ternyata berada di bawah satu bendera dengan PRIA ini.“Untuk pemanfaatan, izin kementerian yang mengeluarkan. Setahu kami belum ada,” kata sumber di BLH Jatim.Belum adanya izin operasional GEI juga terlacak dari surat persetujuan masyarakat tentang penetapan wakil masyarakat yang akan duduk sebagai anggota Komisi Penilai Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) GEI. Surat tertanggal 21 Juli 2020.M Nur, Kepala Penegakan Hukum Sesi II KLHK di Surabaya, mengatakan, sebelumnya mereka tidak bisa mengambil tindakan lantaran kasus sudah sempat ditangani Polres Mojokerto.“Nanti coba kami cek. Apakah dari kepolisian tetap ingin melanjutkan kasus atau dilimpahkan ke kami. Kalau ditangani sendiri, silakan. Kami juga tidak bisa apa-apa karena kepolisian juga punya wewenang,” katanya.Rudy Kurniawan, Juru bicara PRIA Grup yang juga membawahi GEI, menepis tudingan warga perihal penimbunan material limbah B3 di bantaran Kali Marmoyo itu. Kendati mengakui GEI mengumpulkan limbah B3, dia membantah menimbun tanggul anak Kali Brantas itu. | [0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | “Tidak. Itu tidak betul, kami tidak melakukan pengurukan,” kata Rudy.Dia bilang, sebelumnya perusahaan mendapat surat permohonan dari pemerintah desa setempat. Isinya, meminta bantuan pengurukan tanggul Kali Marmoyo yang acapkali longsor saat musim hujan tiba.Permintaan itu pun mereka respon dengan mengirim beton bis untuk penahan tanggul. Selain itu, beberapa alat berat dan kendaraan lain juga dikerahkan untuk membantu penguatan tanggul.“Kan GEI memang punya kegiatan membuat produk berupa beton bis. Jadi, perusahan hanya membantu meminjamkan kendaraan dan alat berat untuk pengurukan tanggul. Itu pun, atas permintaan warga sebelumnya.”Rudy pun membantah kalau kedua perusahaan di Kecamatan Kemlagi, Mojokerto itu belum berizin. Dia bilang, kedua perusahaan itu sudah memiliki izin. GEI sebagai pengumpul, katanya, LAI sebagai pemanfaat.Pengakuan Rudy kalau GEI dan LAI sudah mengantongi izin sebagai perusahaan pengumpul dan pemanfaat limbah B3 dibantah pengawas Perlindungan dan Penataan Lingkungan Hidup (PPLH) Mojokerto, Aminuddin. Aminuddin mengaku belum mengetahui izin kedua perusahaan itu.“Kalau jangkauan nasional, izin dikeluarkan pusat. Sampai sekarang kami belum pernah mengetahui. Apa saja yang diolah disana. Kami juga belum tahu karena itu sekarang disegel. Jadi kami juga tidak bisa masuk,” katanya melalui sambungan seluler. ***Bukan hanya. GEI, yang berkegiatan angkut limbah B3, ada grup PRIA yang lain, yakni PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS). Perusahaan membuang limbah di lahan terbuka (open dumping) di sebuah lokasi bekas tambang di Dusun Kecapangan, Kecamatan Ngoro, Mojokerto.Pada Selasa 17 Desember 2019 lalu, warga aksi malam hari lalu lapor ke Polres Mojokerto. Atas laporan itu, polisi menyegel tiga dump truck yang tertangkap basah membuang limbah. | [0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Dari hasil penyidikan terungkap, bila limbah beracun dari sludge kertas itu seharusnya dikirim ke Karawang, Jawa Barat. Namun, oleh TJS, justru dibuang di lahan terbuka bekas galian C (pasir dan batu). Polisi hanya menetapkan ketiga sopir sebagai tersangka dari kasus ini. Manajemen perusahaan tak tersentuh. Hingga kini, kasus masih dalam penyidikan petugas. Gugatan wargaProtes pencemaran limbah B3, warga aksi ke perusahaan sejak 2013 dipimpin Mudjiono, warga Lakardowo. Hasilnya, manajemen menyatakan kesanggupan tidak menimbun material limbah di area perusahaan. Perusahaan juga berjanji untuk membongkar timbunan sebelumnya. Janji tingal janji, dari 52 rumah tertimbun limban, hanya dua yang dibersihkan. Belakangan, Mudjiono, direkrut perusahaan sebagai salah satu manajer.Pada 2014, beberapa warga Lakardowo, mengajukan gugatan atas dugaan pencemaran limbah PRIA. Mereka adalah Sumiaji, Eko, Sulasto dan Ngadi. Sebagai tergugat adalah perusahaan dan KLHK. Di tengah jalan, gugatan dicabut tanpa alasan jelas.Pencabutan gugatan itu tak membuat gerakan penolakan warga mengendur. Mereka terus protes. Terlebih, sebagian warga mulai terkena penyakit seperti gatal-gatal.Sampai Januari 2016, sekitar 15 warga menggelar unjuk rasa di depan pabrik. Dalam aksi, warga menuding pabrik pengolah limbah itu mencemari lingkungan sekitar dan menyebabkan warga sakit. Warga juga mengajukan gugatan menolak izin perluasan lahan pabrik yang dikeluarkan Bupati Mojokerto.Protes tak hanya aksi di jalanan juga gugatan ke pengadilan. “Prinsipnya kami tetap menolak kegiatan PRIA. Bukan hanya menutup, tapi harus dibongkar,” kata Nurasim, Ketua Pendowo Bangkit, Nurasim, sesaat setelah mengajukan memori banding, akhir Juni 2020.Warga banding setelah gugatan bernomor 4/Pdt.G/LH/2020/PN.Mjk. ditolak pengadilan. | [0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Abdul Aziz, penasihat hukum warga menilai, ada sejumlah kejanggalan dalam putusan pengadilan yang mementahkan gugatan warga. Pertama, gugatan itu bukan dalam konteks pencemaran oleh PRIA tetapi kegiatan penimbunan limbah.Dalam putusan, majelis hakim mendasarkan pada pelanggaran pencemaran. Padahal, selama proses persidangan berlangsung, semua keterangan saksi dan bukti membuktikan ada penimbunan oleh perusahaan cukup kuat. Terutama saksi dari eks karyawan perusahaan.Aziz menilai keputusan hakim yang tak mengabulkan gugatan warga dirasa aneh. “Karena yang kami gugat itu bukan pelanggaran pencemaran lingkungan hidup, tapi penimbunan limbah B3 oleh PRIA. Termasuk di rumah warga yang jumlahnya mencapai 52 titik.” Selama proses persidangan, majelis hakim tidak menggunakan peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 36/2013 tentang Pedoman Penanganan Pemeriksaan Lingkungan Hidup.Majelis hakim, seharusnya jadikan regulasi ini sebagai pedoman pemeriksaan saat persidangan berlangsung.“Jadi di pedoman ini, semua yang berkaitan dengan persoalan lingkungan hidup. Harusnya gunakan pedoman ini. Karena potensi kerugian saja itu sudah bisa diproses di pengadilan.”Upaya banding warga juga kalah.Bagi PRIA, putusan pengadilan yang mementahkan gugatan warga kian menegaskan kalau tudingan pencemaran tak terbukti.“Putusan dari pengadilan membuktikan, tudingan pencemaran tidak terbukti benar dan asal-asalan,” kata Mudjiono, Plant Manager PRIA, dalam rilis tertulis kepada media ini. Mudjiono mengatakan, seluruh kegiatan PRIA sesuai dengan ketentuan perundangan. Pemerintah harus turun tanganMarwadewanthi, ahli Teknik Lingkungan ITS, tetap mendesak pemerintah turun tangan menangani persoalan di Lakardowo. Dengan banyak warga sakit, kata Dewa, seharusnya cukup jadi dasar pemerintah untuk kajian lebih jauh. | [0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | “Jika disimpulkan karena sanitasi, apakah betul? Kajian epidemiologinya seperti apa. Kalau itu belum dilakukan, ya tidak bisa disimpulkan begitu saja. Karena bagaimanapun, sulit untuk meyakini aktivitas PRIA tidak membawa dampak terhadap lingkungan sekitar.”Prigi Arisandi, Direktur Ecoton mengatakan, secara umum, ada dua dugaan pelanggaran PRIA, selaku pengolah limbah B3 yang diabaikan pemerintah. Pertama, proses pengolahan limbah B3 tidak sesuai. Sebagian, katanya, terungkap dalam temuan tim audit. Kedua, penimbunan hingga menimbulkan kerugian warga sekitar.“Sebelumnya warga masih bisa memanfaatkan air sumur untuk keperluan sehari-hari. Masak atau mandi. Sekarang tidak lagi. Untuk mandi anak-anak, warga memanfaatkan dari air tangki yang dibeli. Masih ada 49 rumah yang urukan dari limbah B3 belum clean up,” kata Prigi.M Nur menyatakan, terus mengikuti perkembangan yang terjadi di grup PRIA termasuk GEI. Terhadap GEI, Balai Gakum sempat menurunkan tim ke lokasi terkait praktik penimbunan limbah untuk tanggul Kali Marmoyo. Kasus itu sudah ditangani kepolisian, Polres Mojokerto.“Tadinya memang sudah ada tim kami turunkan. Tapi, sudah di-police line. Jadi tidak boleh masuk,” jata Nur.Nur bilang, penyegelan GEI oleh polisi, menguatkan indikasi awal pelanggaran oleh perusahaan. Karena itu, seyogyanya ditindaklanjuti dengan memproses sesuai hukum berlaku.Dia bilang, ada tiga jeratan yang bisa diterapkan kalau penyidik kepolisian menemukan bukti pelanggaran GEI. Selain pidana, perusahaan juga bisa dimintai pertanggungjawaban secara administratif dan perdata.“Kalau hasil kajian ditemukan unsur pidana, ya diproses. Begitu juga untuk unsur pelanggaran administrasi atau perdata. Diproses bersamaan juga tidak masalah.” | [0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-015-11.json | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Nasib Warga Lakardowo, Satu Dasawarsa Hidup dengan Limbah Berbahaya [3] | Perusahaan terus beroperasi, warga pun terus alami masalah. Bagaimana nasib warga dan lingkungan hidup di beberapa desa di Mojokerto ini? Perlu keseriusan pemerintah menegakkan aturan hukum guna menjamin hak-hak warga mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. (Selesai) * Liputan ini terselenggara berkat dukungan Earth Journalism Network (EJN). ***Keterangan foto utama: Warga Lakardowo aksi di depan istana Negara, Jakarta, karena lingkungan mereka rusak dampak dari limbah B3. Hingga kini, penanganan dari pemerintah masih tak jelas. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-10.json | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | [CLS] Tidak mudah, namun bukan tidak mungkin. Ungkapan tersebut menggambarkan bagaimana keberlanjutan konservasi badak jawa terkait habitat kedua yang kembali menyeruak pada peringatan Hari Badak Sedunia, yang dirayakan setiap tahunnya pada 22 September.Usulan habitat baru dan translokasi terkait pembangunan second population badak jawa, sejatinya sudah diinisiasi sejak 1989. Acuan konservasinya tertuang dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) badak jawa melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.43/Menhut-II/2007.Dalam Permenhut yang berlaku 2007-2017 itu, disebutkan tiga mandat aksi strategis konservasi yang harus dilakukan: meningkatkan populasi 20%, membangun habitat kedua, dan mendirikan suaka badak jawa. Seperti yang kita ketahui, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) merupakan satu-satunya kantung eksistensi badak jawa di dunia. Namun, wilayah TNUK ini sendiri dinilai cukup riskan bagi keberlajutan konservasi Rhinoceros sondaicus tersebut. Artinya, populasi yang hanya terdapat di satu areal, memiliki risiko kepunahan yang tinggi. Terlebih, kawasan yang memiliki luas sekitar 20 ribu hektare itu terbilang “jenuh” bagi 67 induvidu badak. Baca: Kisah Badak Jawa yang Kini Hanya Ada di Ujung Kulon Yuyun Kurniawan, Rhino Conservation Specialist Word Wide Fund (WWF) menilai, arah kebijakan pemerintah cenderung tidak tegas dalam hal memutuskan habitat kedua tersebut. Pasalnya, telah hampir 30 tahun rencana ini terus digulirkan tanpa ada kepastian dan kejelasan.“Keputusan itu, hingga sekarang belum ada. Padahal, mandat sudah jelas dalam rencana aksi,” terangnya, saat ditemui di Bandung, baru-baru ini. Yuyun memaparkan, tujuan habitat kedua adalah melindungi badak jawa dari bencana alam, misalnya, ledakan Gunung Krakatau, gempa bumi, dan tsunami. Disamping itu, karena badak jawa memiliki sebaran terbatas, diperlukan kebijakan jangka panjang. | [0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-10.json | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Degradasi habitat, inbreeding, penularan penyakit, dan perburuan dalam kawasan merupakan sejumut persoalan yang mesti diperhitungkan. Maka, perlu tindakan pengelolaan yang tepat dan terencana. “Habitat kedua juga diperuntukan untuk menambah populasi. Sehingga, manajemen pengolaan kawasan mesti diintesifkan.”Terkait lokasi ideal bagi habitat kedua, lanjut dia, WWF telah melakukan kajian kawasan secara parsial di Pulau Jawa. Disimpulkan bahwa sulit menemukan kawasan yang memiliki hutan dataran rendah minimal 20 ribu hektare dari luasan hutan 38,543 hektare yang jadi pesebaran badak jawa di Semananjung Ujung Kulon.“Luasan hutan di Jawa sudah menciut dan terfragmentasi. Sangat sulit menemukan luasan hutan ideal,” ujarnya. Baca: Indikasi Perburuan Badak Jawa Memang Ada Studi lokasi itu dilakukan di beberapa wilayah. Lokasi habitat baru di luar TNUK, diupayakan, berdasarkan sejarah distribusi alaminya. Penilaiannya pun berdasarkan aksesibilitas, kemiripan ekologi, dan beberapa faktor kunci lainnya. Yuyun mengatakan, ada beberapa lokasi yang dinilai memenuhi kriteria. Wilayah tersebut di antaranya adalah Taman Nasional Halimun Salak, Cagar Alam Rawa Danau, Suaka Margasatwa Cikepuh, Cagar Alam Cikeusih, dan Cagar Alam Sancang.“Berdasarkan kajian ekologi dan faktor kunci lainnya. SM Cikepuh dipilih karena memiliki kemiripan dengan TNUK. Sehingga, direkomendasikan untuk dijadikan sebagai calon habitat baru,” tambahnya.Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan juga membentuk tim khusus bersama WWF dalam tahapan rencana translokasi. Rencana bloking zonasi pengelolaan kawasan pun sudah ditentukan. Nantinya, di cagar alam seluas 8.000 hektare itu akan dibagi tiga zona.Zona 1, diperuntukkan sebagai lokasi calon habitat kedua badak jawa dengan luas 4.000 hektare. Zona 2 sebagai penunjang aktivitas dan ketersediaan pakan badak. Sedangkan zona 3 merupakan areal pemanfaatan. Tumpang tindih regulasi | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-10.json | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Yuyun menyebut, di kawasan Cikepuh sendiri terindikasi terjadi tumpang tindih pemanfaatan. Selain wilayah tersebut dikhususkan untuk konservasi, ternyata di lokasi yang sama juga merupakan tempat latihan perang Pasukan Komando Cadangan Stategi Khusus Angkatan Darat (Kostrad).Dia mengatakan, bila merujuk aturan perundangan-undangan, baik kehutanan ataupun konservasi dan keanekaragaman hayati, jelas tidak diperkenankan. Ini berlandaskan fungsi zonasi. Telebih, Cikepuh bersatus suaka margasatwa, wilayah perlindungan flora dan fauna.Lagi pula, menurutnya, sejauh ini KLHK belum melakukan MoU dengan angkatan darat atas usulan lahan di Cikepuh sebagai lokasi latihan perang. “Harusnya, KLHK lebih memprioritaskan rencana awal, sebagai habitat kedua badak jawa,” tuturnya. Baca juga: Penelitian Ini Coba Singkap Ancaman Tsunami pada Kehidupan Badak Jawa Selain itu, kata Yuyun, di dalam zonasi Cikepuh, terdapat juga lahan milik Kostrad yang telah disertifikasi sekitar 300 hektare. Selain itu, lokasi habitat kedua badak jawa ini masuk juga dalam skema pengembangan Geopark Ciletuh, programnya Pemprov Jawa Barat.“Habitat badak jawa di TNUK diperkirakan hanya mampu mendukung populasi viabel tidak kurang dari 50 individu. Sementara itu, berkembangnya invasive species tumbuhan langkap (Arenga obtusifolia) merupakan ancaman utama perubahan ekosistem habitat badak jawa di Ujung Kulon.”Yuyun mengatakan, keseriusan pemerintah adalah kunci kesuksesan peralihan habitat badak jawa ini. SRAK badak jawa harus dilaksanakan sebagai program strategis, yang berakhir tahun ini. Dua dari tiga mandat telah dijalankan yaitu peningkatan populasi dan pembangunan suaka badak.“Bagaimana dengan kebijakan untuk membangun habitat kedua? Sebaiknya kepentingan konservasi harus menjadi prioritas pemerintah,” tandasnya. Manfaat konservasi | [0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-10.json | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Dihubungi terpisah, Peneliti Molekuler ITB Dr. Adi Pancoro mengatakan, upaya konservasi di Indonesia harus diimbangi dengan roadmap penelitan. Tujuannya, agar konservasi dapat berkelanjutan dan terarah. Pada perkembangannya, perlu dilakukan terobosan baru seperti konservasi genetik sebagai faktor penunjang.Dalam rangka menunjang upaya-upaya konservasi badak jawa, misalnya, usaha identifikasi keanekaragaman genetik mempunyai arti dan manfaat penting. Data yang diperoleh dari analisis genetik populasi pun dapat digunakan sebagai landasan.“Sejauh ini, kita banyak kehilangan informasi dalam hal genetik. Variasi genetik menjadi penting guna memahami dan memantau populasi yang tersisa. Dan seharusnya, konservasi menggunakan kombinasi ekologi, biologi molekuler, genetika populasi, pemodelan matematis dan taksonomi,” jelasnya. Adi melanjutkan, konsekuensi persebaran badak jawa yang terbatas, berpotensi terjadinya inbreeding atau perkawinan sedarah. Hal ini tentunya harus dihindari agar tidak terjadi “kelainan” atau cacat fisik. Selain itu, bisa berakibat pula menurunkan genetik yang berujung pada kerentanan populasi terhadap kepunahan.“Begitu juga dengan peran biologi molekuler. Molekuler berbasis DNA yang sifatnya diwariskan, kedepannya diharapkan bisa diaplikasikan. Metode ini, kasarnya menjodohkan. Setidaknya bisa menyilangkan, mengindari inbreeding. Keuntungan lainnya adalah menjaga kelesatarian di level DNA sehingga lebih mudah memahami permasalah populasi maupun habitat,” terangnya.Yang perlu ditekan, kata Adi, dari agenda translokasi dan reintroduksi membangun second population ini, adalah mengintensifkan kawasan. Sebab, sudah tidak bisa lagi areal hutan yang ideal sebagai habitat satwa. “Yang terpenting adalah perlindungan kawasan. Jangan sampai habitatnya hilang. Karena, sekuat apapun satwa survive bila habitatnya rusak, akan mati juga,” tuturnya. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2017-022-10.json | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Habitat Kedua Untuk Badak Jawa, Kapan Diwujudkan? | Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128-175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600-2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 27 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-063-05.json | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | [CLS] Hutan merupakan sumber utama kehidupan Komunitas Adat Dayak Wehea di Kalimantan Timur. Mulai kebutuhan pangan hingga obat-obatan semua terpenuhi dari hutan. Ketika masyarakat luas mulai resah akan kondisi pangan saat virus corona [COVID-19] menyerang, mereka justru sudah siap menghadapi.Komunitas Wehea berada di pedalaman Kabupaten Kutai Timur [Kutim], tepatnya di Kecamatan Muara Wahau. Mereka tersebar di enam desa yaitu Nehas Liah Bing, Jakluai, Long Wehea, Dea Bek, Diaklai, dan Bea Nehas. Rata-rata, masyarakatnya merupakan petani atau peladang.Ming Bong, warga adat Wehea yang tinggal di Desa Nehas Liah Bing, menuturkan, hutan adalah tempat mereka mengumpulkan bahan makanan sekaligus penunjang kebutuhan ekonomi.“Pandemi memang berpengaruh pada stok bahan makanan, begitu juga di Kutai Timur. Tapi, kami tidak mengeluhkan kondisi ini. Kami masih bertahan dengan hutan dan ladang. Selama ada hutan, kami masih bertahan,” sebutnya.Baca: Jalan Panjang Hutan Lindung Wehea, Dihantui Pembalakan dan Dikepung Sawit [Bagian 1] Hasil hutan yang paling menopang kehidupan komunitas Wehea adalah bahan makanan dan obat-obatan. Banyak tanaman yang dapat dimanfaatkan seperti daun pepaya, daun singkong dan umbi-umbian.“Untuk makanan sehari-hari, warga memiliki beras dari padi gunung yang dipanen setiap tahun. Untuk pengobatan, warga memaksimalkan tanaman herbal dari hutan. Sementara untuk perputaran uang, mereka menjual sebagian hasil ladang dan hasil hutan bukan kayu ke masyarakat luar,” jelasnya.Berbagai tanaman herbal ada di hutan. Untuk menjaga imunitas tubuh, warga memiliki daun sirih, serai, Jahe, kunyit, kencur, bahkan temulawak di ladang mereka. Ada pula akar-akar tumbuhan dan bawang dayak yang dipercaya dapat mengobati penyakit kanker.“Sebagai peladang, kami memiliki banyak bahan makanan. Untuk kebutuhan ikan, kami mencari di sungai,” jelas Ming. | [0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548] |
2020-063-05.json | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Baca: Lom Plai, Kearifan Masyarakat Dayak Wehea Melesarikan Budaya dan Lingkungan [Bagian 2] Penutupan kampung dan ritual adat pengusir wabah Sejak corona mewabah di Provinsi Kalimantan Timur, Komunitas Adat Wehea membatasi aktivitas mereka yang berkaitan dengan orang luar. Jalan masuk menuju desa diportal. Jika tidak ada kepentingan mendesak, warga tidak diperbolehkan keluar desa.Pesta adat dan budaya Lom Plai, 27 Maret hingga awal April tahun 2020, tidak dibuka untuk umum. Meski dilakukan tertutup, mereka tetap bersyukur untuk hasil panen melimpah.“Hanya warga dan ketua-ketua adat yang hadir. Orang luar tidak diperkanankan datang,” sebut Ming.Baca: Yuliana Wetuq, Perempuan Tangguh Penjaga Hutan Lindung Wehea [Bagian 3] Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Kaltim, Margareta Seting Beraan, mengatakan, sejak corona mewabah di Kaltim semua warga di desa-desa adat menjaga jarak dengan orang luar. Mereka juga menggelar ritual tolak bala.“Upacara penangkal roh jahat dilakukan. Tujuannya, mencegah berbagai penyakit masuk kampung termasuk COVID-19,” sebutnya.Menurut Seting, para tetua adat di masing-masing wilayah, sudah memutuskan menutup kampungnya dan membatasi aktivitas. Kebijakan ini sesuai arahan Sekjen AMAN pusat.“Masyarakat adat di seluruh Indonesia berjuang memerangi COVID-19 dengan cara mereka sendiri. Masyarakat dayak di pedalaman Kutai Barat melakukan hal yang sama. Tidak hanya ritual adat dan penutupan kampung, mereka bahkan membuat masker dan cairan desinfektan dari bahan-bahan yang ada di hutan” jelasnya.Pada komunitas adat Wehea sendiri, lanjut dia, para perempuan bergotong royong meracik cairan pencegah bakteri dan membuat masker. Adapun desinfektan alami yang mereka buat berbahan dasar daun sirih dan jeruk nipis. | [0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204] |
2020-063-05.json | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Seting mengatakan, semua olahan itu merupakan ilmu dari para leluhur turun-temurun. “Sejauh ini AMAN Kaltim telah membentuk gugus tugas pengamanan COVID-19. Ritual adat yang digelar tetap seperti arahan pemerintah yakni menjaga jarak. Kami berharap, pandemi segera berlalu,” jelasnya.Baca juga: Lutung Beruban di Hutan Wehea, Perlu Riset Mendalam untuk Mengetahuinya Hutan sumber keragaman hayati Pemerhati Sosial Lingkungan Kalimantan Timur dan Pegiat Yayasan Konservasi Alam Nusantara [YKAN], Niel Makinuddin, mengatakan kawasan hutan sebetulnya merupakan jaring pengaman yang handal bagi masyarakat asli Kalimantan. Jarang bahkan tidak ada kejadian masyarakat yang hidupnya dekat hutan dan alam kelaparan.Namun, jika hutan mengalami perubahan, seperti menjadi kebun dan pertambangan skala besar, masyarakat yang hidup dekat hutan akan mengalami krisis pangan dan air bersih.“Di hutan alami ini tersedia aneka bahan pangan, binatang buruan, ikan juga buah. Bagi mereka yang menjadikan hutan sebagai sumber hidup, mereka akan survive dan nyaman saja,” sebutnya.Niel tidak bisa memperkirakan, apakah hasil hutan alami cukup memenuhi kebutuhan masyarakat Wehea mengingat tidak tahu sampai kapan wabah corona berakhir.“Bila dari sekarang program ketahanan pangan non-beras seperti singkong, ubi, dan jagung digalakkan, ini bisa menjadi penyangga untuk waktu lebih lama. Ketakutan krisis pangan tidak berpengaruh pada sebagian besar masyarakat yang berladang,” terangnya. Masyarakat Wehea juga biasa berburu babi di hutan, bukan di Hutan Lindung. Nantinya, hasil buruan dibagi-bagikan ke tetangga sekitar. “Budaya berbagi adalah aset sosial yang harus dilestarikan sebagai modal hebat bangsa Indonesia untuk kuat dan melewati masa sulit,” katanya.Terkait imbauan menjaga jarak, Niel mengatakan, sejak ada pandemik masyarakat Wehea sudah mengadakan langkah-langkah pencegahan sesuai keyakinan maupun arahan [protokol] pemerintah. | [0.0833333358168602, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0, 0.0, 0.0833333358168602, 0.0833333358168602] |
2020-063-05.json | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Cara Bijak Masyarakat Adat Wehea Hadapi Virus Corona | Mereka telah melakukan upacara adat tolak balak. Ada sejumlah ritual yang tidak boleh didokumentasikan, karena ada nilai sakral. Mereka juga melakukan local lockdown dengan membatasi lalu lintas orang masuk desa.“Apabila ada keluarga datang dari daerah pandemi, mereka langsung isolasi mandiri. Ini modal sosial dan peran aktif masyarakat yang membantu agenda besar pemerintah menangani corona,” paparnya. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408] |
2019-082-17.json | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | [CLS] Hutan di Aceh memang belum bebas dari kerusakan. Pembalakan liar, perambahan untuk kebun, hingga pertambangan adalah tiga masalah besar yang belum terselesaikan hingga saat ini.Data yang dirilis Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) 23 Januari 2019 menyebutkan, sejak 2015-2018 luas tutupan hutan di Aceh yang hilang mencapai 75.007 hektar. Rinciannya, pada 2015 (21.056 hektar), 2016 (21.060 hektar), 2017 (17.820 hektar), dan 2018 (15.071 hektar).Khusus 2018, empat besar daerah yang paling tinggi deforestasinya adalah Kabupaten Aceh Tengah (1.924 hektar), Aceh Utara (1.851 hektar), Gayo Lues (1.494 hektar), dan Kabupaten Nagan Raya (1,261 hektar).“Keseluruhan, tutupan luas hutan Aceh hingga akhir 2018 adalah 3.004.352 hektar. Pemantauan kerusakan melalui teknologi citra satelit dibantu deteksi otomatis GLAD Alerts dari Global Forest Watch (GFW) yang kemudian dilakukan interpretasi visual. Area terpantau rusak langsung di-ground check tim lapangan,” ungkap Agung Dwinurcahya, Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA.Baca: Hutan Leuser yang Selalu di Hati Salman Panuri Untuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) terpantau juga kerusakannya akibat perkebunan, pertambangan dan illegal logging. Angka deforestasi 2018 ini sebesar 5.685 hektar.Jika dihitung berdasarkan kabupaten yang terdapat di Ekosistem Leuser, Gayo Lues menempati urutan pertama seluas 1.063 hektar. Diikuti Nagan Raya (889 hektar) dan Aceh Timur (863 hektar).“Angka deforestasi ini menurun dibandingkan 2016 (10.384 hektar) dan 2017 (7.066 hektar),” tutur Agung.Sementara Taman Nasionan Gunung Leuser (TNGL) wilayah Aceh, pada 2018 luas tutupan hutan hilang seluas 807 hektar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan 2017 (624 hektar) dan 2016 (460 hektar).Baca: 2.778 Hektar Hutan Leuser Telah Direstorasi | [0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0] |
2019-082-17.json | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | HAkA juga memantau titik api selama 2018 menggunakan sensor MODIS (482 titik) dan VIIRS (3.128 titik). “Jika dianalisis berdasarkan Batas Fungsi Kawasan Hutan SK KemenLHK No. 103 Tahun 2015, setelah APL, kawasan hutan yang mengalami deforestasi tertinggi adalah hutan lindung (3.577 ha), hutan produksi (2.728 ha), dan TNGL (807 hektar). Laju deforestasi terutama di KEL sangat berdampak pada bencana yang terjadi di Aceh seperti banjir dan kekeringan,” jelas Agung.Keseluruhan, KEL adalah sumber air penting empat juta masyarakat Aceh. KEL juga berfungsi sebagai mitigasi bencana seperti banjir dan longsor. “Kita berharap, pemerintah dan penegak hukum lebih serius melindungi hutan dan menghijaukan kembali yang rusak,” ungkap Agung.Baca: Robohnya Sawit Ilegal di Hutan Lindung Aceh Tamiang Kasus meningkatT. Pahlevie, Koordinator Monitoring Forum Konservasi Leuser (FKL) mengungkapkan, pada 2018, temuan kasus pembalakan, perambahan dan pembukaan jalan di Kawasan Ekosistem Leuser meningkat.FKL menemukan 2.418 kasus pembalakan liar dengan jumlah kayu hilang mencapai 4.353,81 meter kubuk. Berikutnya, 1.838 kasus perambahan dengan luas hutan hilang mencapai 7.546,3 hektar. Untuk pembukaan jalan di hutan ada 108 kasus dengan panjang 193.85 kilometer.“Kabupaten tertinggi pembalakan adalah Aceh Selatan (473 kasus), diikuti Aceh Timur (437 kasus) dan Aceh Tamiang (377 kasus). Kabupaten teratas perambahan adalah Aceh Timur (378 kasus), Gayo Lues (326 kasus) dan Aceh Tenggara (316 kasus),” ujarnya.Pahlevie mengatakan, semua data kegiatan ilegal di KEL, secara berkala telah dilaporkan ke pihak berwenang. Mulai dari Kepada Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh termasuk Kesataun Pengelolaan Hutan (KPH), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh hingga kepolisian. | [0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0] |
2019-082-17.json | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | “Kami masyarakat sipil, tidak berwenang melakukan penegakan hukum. Kami hanya melaporkan sejumlah temuan itu kepada pihak berwenang,” jelasnya.Baca: KLHK: PT. EMM, Perusahaan Tambang Emas di Beutong, Tidak Memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Koordinator Tim Perlindungan Satwa Liar FKL Dedy Yansyah, menambahkan untuk temuan kasus perburuan di KEL pada 2018 menurun. Namun jumlah perangkap/jerat naik. Ada 613 perburuan, sementara di 2017 ditemukan 729 kasus. Untuk jumlah jerat 834 buah, ini naik dibandingkan tahun lalu sebanyak 814 perangkap.“Terhitung 2014-2018, tim telah memusnahkan 5.529 jerat yang dipasang pemburu untuk menyakiti landak dan trenggiling hingga gajah, harimau, dan badak sumatera,” jelasnya.Dedy mengatakan, tim FKL melakukan patroli lapangan di KEL selama 15 hari setiap bulan. “Tim menemukan kegiatan ilegal paling banyak di hutan lindung, hutan produksi, dan TNGL.” Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo, berkali mengatakan, rusaknya hutan akibat perkebunan dan pembalakan menyebabkan jalur lintasan dan habitat satwa menyempit. Satwa terjepit dan konflik tidak bsa dihindari.“Perkebunan yang dibuka, ada yang merupakan jalur lintasan atau habitat satwa, terutama gajah sumatera,” ujarnya.Aceh tidak sama dengan daerah lain di Sumatera, karena provinsi paling barat Indonesia ini sebagian besar habitat satwa liarnya tidak hanya berada di kawasan konservasi. Tapi juga di hutan lindung, hutan produksi dan areal penggunaan lain (APL).“Sebagian besar konflik satwa liar yang terjadi karena habitatnya rusak. Saat konflik gajah terjadi, tim yang melakukan penggiringan sering menemukan kegiatan ilegal dan kebun yang ada di hutan.” | [0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0] |
2019-082-17.json | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | Hutan Aceh Rusak? Tiga Masalah Besar Ini Harus Diselesaikan | Masalah lain, konflik satwa liar dengan manusia dimanfaatkan pemburu untuk membunuh satwa. “Pemburu hanya menunggu informasi di mana pertikaian terjadi, setelah itu turun ke lokasi tanpa harus menghabiskan banyak waktu di rimba,” tandasnya. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-079-04.json | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | [CLS] Ketersediaan benih ikan air tawar selama ini selalu dikeluhkan oleh banyak pembudi daya ikan skala kecil ataupun besar di seluruh Indonesia. Kendala itu bisa menghambat pengembangan usaha budi daya perikanan yang oleh Presiden Joko Widodo dijadikan sebagai target utama pada lima tahun mendatang.Untuk mengatasinya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisiatif mencari terobosan melalui penggunaan teknologi yang tepat. Agar proses produksi benih ikan lebih cepat, dilakukan pemangkasan waktu pemeliharaan lebih pendek.Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan selain waktu pemeliharaan dipangkas, penggunaan teknologi juga diharapkan bisa menghasilkan tingkat kelulushidup (survival rate/SR) dan tingkat keseragaman ukuran menjadi lebih baik.Sehingga penggunaan teknologi akan bisa menghasilkan tebar padat tujuh kali lebih banyak dibandingkan sistem konvensional. Teknologi yang dinilai tepat diterapkan, adalah recirculation aquacultur system (RAS).“Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, RAS dapat menjadi solusi mengatasi permasalahan kebutuhan benih ikan di seluruh Indonesia,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.baca : Ini Teknologi RAS, Masa Depan Perikanan Budi Daya Nasional Tempat produksi benih ikan dengan teknologi RAS yang paling tepat untuk saat ini, sebut Edhy adalah Balai Perikanan Budi daya Air Tawar (BPBAT) Tatelu di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.Hal itu karena Tatelu merupakan tempat kegiatan budi daya perikanan air tawar tempat terbesar di Indonesia, dengan kondisi alam yang mendukung terutama kualitas air untuk produksi. “Juga antusiasme masyarakat yang tinggi untuk aktivitas budi daya,” sebut dia.Produksi benih ikan dari BPBAT Tatelu di Sulut, lanjut Edhy, akan diprioritaskan untuk kebutuhan pembudi daya ikan yang ada di kawasan Indonesia Timur. | [0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-079-04.json | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | “Teknologi RAS adalah jawaban akan kekurangan benih unggul di pembudi daya untuk kawasan Indonesia Timur. Dalam aktivitas perikanan budi daya, masalah yang timbul selain harga pakan, adalah ketersediaan benih unggul,” jelas dia.baca juga : Teknologi RAS untuk Kemajuan Perikanan Budidaya, Seperti Apa? GratisDi banyak daerah, Edhy menyadari kalau harga benih yang tersedia di pasaran masih cukup tinggi. Penyebab utamanya karena kondisi wilayah, jarak pengantaran, dan ketersediaan yang belum merata di hampir semua daerah.Dengan teknologi RAS yang sudah dimanfaatkan KKP, dia optimis setiap daerah, khususnya sentra produksi budi daya perikanan, bisa merasakan manfaat positif melalui produksi benih yang lebih cepat dan berkualitas. Untuk itu, perlu didorong penggunaan RAS di seluruh Indonesia.Semakin banyak daerah yang menggunakan RAS sebagai teknologi untuk produksi benih, maka akan semakin banyak ketersediaan benih ikan untuk memenuhi kebutuhan budi daya perikanan di daerah setempat. Jika produksi semakin tinggi, maka benih gratis diharapkan bisa diberikan kepada warga.“Dengan semakin banyak produksi benih yang dihasilkan dan semakin banyak masyarakat mendapatkan edukasi, akan semakin banyak pula ikan yang dapat kita produksi,” tuturnya.perlu dibaca : Apa Itu Teknologi RAS untuk Perikanan Budidaya? Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto menjelaskan, penggunaan teknologi RAS akan meningkatkan produktivitas pembenihan ikan dan sekaligus melakukan efisiensi penggunaan air dan lahan. Lebih dari itu, RAS akan menciptakan usaha yang minim dampak negatif terhadap ekologi.Dampak negatif ekologi bisa terjadi karena RAS adalah teknologi yang bisa mencegah terjadinya pencemaran di luar lingkungan perairan. Dengan demikian, sanitasi dan higienitas yang menjadi kunci dari perikanan budi daya, bisa lebih terjaga dan menciptakan teknologi ramah lingkungan. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-079-04.json | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | Selain itu, pemeliharaan yang mudah, stabilitas kualitas air lebih terjaga dan penggunaan air lebih hemat, juga akan menjadikan teknologi pembenihan ikan intensif ini sebagai primadona baru di pembudi daya, khususnya pembenih ikan.“Dengan fleksibilitas teknologi RAS yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis komoditas baik tawar, payau maupun laut, kita siap untuk dapat memperbanyak teknologi ini di seluruh Indonesia,“ tambah diaDiketahui, teknologi RAS atau sistem budi daya sirkulasi ulang air adalah teknologi yang bisa meningkatkan padat tebar benih ikan yang dihitung per satuan luas atau volume hingga mencapai 28-20 ekor. Sistem tersebut bisa memangkas waktu pemeliharaan benih menjadi hanya 30 hari saja, dengan tingkat SR mencapai 95 persen.Dengan keunggulan tersebut, produksi benih ikan dengan menggunakan RAS akan menghasilkan jumlah lebih banyak hingga 140 kali lipat dibandingkan dengan menggunakan sistem konvensional. Selain itu, RAS juga menjadi unggul, karena penggunaan air ganti menjadi lebih sedikit dibandingkan cara konvensional.baca juga : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional Ikan LautKeunggulan tersebut, menegaskan bahwa penggunaan teknologi RAS akan membuat proses produksi benih ikan menjadi lebih efisien dibandingkan jika menggunakan metode konvensional. Dengan wadah yang sama, kapasitas bisa naik lima kali lipat dan kualitas air mudah dikontrol dan lebih stabil.Selain untuk produksi benih ikan air tawar, teknologi RAS juga digunakan untuk produksi benih ikan laut pada pusat pembenihan (hatchery) di Ambon, Provinsi Maluku yang pengelolaanya ada di bawah Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Ambon.Seperti halnya pada benih ikan air tawar, kegiatan produksi benih ikan laut juga dilakukan oleh BPBL Ambon, karena pasokan benih ikan air laut untuk kawasan Indonesia Timur sering dikeluhkan susah didapat oleh para pembudi daya ikan. | [0.0, 0.5, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-079-04.json | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan | “Selama ini, pelaku usaha harus bekerja keras untuk mendatangkan benih ikan laut dari berbagai balai perikanan yang ada di sekitar Ambon,” ucap Slamet.Sejak awal, dia menyebutkan bahwa pembangunan hatchery di Ambon sudah memiliki tujuan untuk menciptakan industri budi daya atau pembenihan yang berkelanjutan. Dengan demikian, apa yang dilakukan harus meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang ramah lingkungan.Sebagai sub sektor yang akan menjadi masa depan perikanan dunia, perikanan budi daya di masa mendatang diperkirakan akan selalu menghadapi tiga persoalan serius, yaitu keterbatasan lahan akibat alih fungsi lahan yang terus meningkat, meningkatnya krisis air, dan tantangan peningkatan produksi.Menurut Slamet, semua kendala tersebut akan bisa dipecahkan jika usaha budi daya perikanan bisa mengadopsi teknologi RAS untuk produksi budi daya perikanan, seperti yang dilakukan para pembudi daya ikan di negara maju. Dengan kata lain, penerapan RAS menjadi upaya yang tepat untuk saat ini.Diketahui, penggunaan teknologi RAS saat ini tidak hanya berlangsung di Tatelu dan Ambon saja, namun juga di BPBAT Sukabumi (Jawa Barat), dan BPBAT Mandiangi (Kalimantan Selatan). KKP sebagai pengayom sektor kelautan dan perikanan juga mendorong daerah lain untuk menerapkan teknologi tersebut.“Penerapan teknologi RAS, dinilainya sudah sesuai dengan harapan karena bisa menciptakan perikanan budidaya ramah lingkungan dan berkelanjutan,” pungkasnya. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | [CLS] Konawe Kepulauan (Konkep) merupakan sebuah pulau di laut Banda yang masuk wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang memiliki luas sekitar 1.513,98 km2.Secara geografis hampir setengah wilayah Konkep terdiri dari lautan sehingga warga pulau yang mayoritas dihuni suku Wawonii itu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Laut adalah sumber kehidupan mereka.Namun kini kondisi perairan laut yang menjadi area tangkap para nelayan sedang menghadapi masalah yang membuat populasi ikan jauh berkurang dan tentu mempengaruhi jumlah tangkapan ikan.Penyebab utamanya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau bom yang marak, bahkan dilakukan secara terang-terangan, sehingga merusak ekosistem laut seperti terumbu karang.Seorang nelayan dari Kecamatan Wawonii Barat, bernama Rustam bercerita dirinya pernah melihat langsung pengeboman ikan saat sedang memasang bubu. Pengeboman yang hanya berjarak beberapa meter itu membuatnya gagal mendapatkan ikan.Parahnya, ada pengeboman ikan yang dilakukan di sekitar pemukiman warga. Pengebom ikan seperti tidak peduli dengan dampaknya yang membahayakan warga setempat.Lokasi pemboman biasanya dilakukan di perairan dangkal yang merupakan area tangkapan ikan bagi nelayan kecil. Sehingga praktek pemboman itu tidak hanya merusak terumbu karang dan biota laut, tetapi juga merampas hak nelayan kecil.Akibat pengeboman di lokasi itu membuat ikan berkurang drastis, sehingga nelayan setempat harus berpindah wilayah yang lebih jauh. Kondisi itu menambah beban biaya bagi para nelayan berupa bahan bakar minyak (BBM) untuk melaut. Apalagi ketika pemerintah pusat menaikkan harga BBM bersubsidi mulai September 2022 lalu.baca : Cerita Nelayan Maginti Raya Kelola Laut Atasi Perikanan Merusak | [0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Kurangnya populasi ikan juga dirasakan seorang pengumpul bernama Abang. Dia bercerita dahulu mampu menjual ikan tangkapan nelayan sekitar 3 gabus per harinya. Namun. Sejak tiga tahun terakhir, jumlah ikan tangkapan nelayan berkurang drastis. Bahkan tidak setiap hari dia mampu mengumpulkan dan menjual ikan dari nelayan.Sedangkan Udin, nelayan dari Wawonii Barat mengatakan jumlah pengebom ikan makin banyak karena adanya regenerasi dari ayah turun ke anak. Dia mencatat ada sekitar hampir dua puluh orang pelaku pemboman yang tinggal di sekitar tempatnya.“Itu baru di Wawonii Barat. Belum lagi para pelaku yang ada di kecamatan sebelah,” ucapnya.Masih maraknya pengeboman ikan dilatari sejumlah hal seperti keinginan mendapat ikan yang banyak dengan cara instan, mudahnya mendapatkan bahan pembuatan bom, serta kurang pengawasan dari pihak berwajib.Namun, katanya, ada alasan aneh dari beberapa pelaku yaitu menjadikan aktivitas pemboman sebagai hobi. Seperti ada rasa senang ketika mereka mendengar bunyi dentuman dari bom ikan yang diledakkan.Padahal daya ledak bom ikan sekali lempar dapat mematikan ribuan ikan, benih ikan dan jutaan telur ikan serta terumbu karang. Kerusakan terjadi pada radius 5 sampai 50 meter dari titik pengeboman.Kerusakan terumbu karang mengganggu keseimbangan ekologi karena terputusnya rantai makanan di laut. Ikan-ikan bermigrasi dari perairan rusaknya terumbu karang. Hasil penelitian Bank Dunia menunjukan penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2. Sedangkan pemulihan terumbu karang yang rusak membutuhkan 1 sampai 5 tahun.Udin menuturkan, dahulu ada satu musim yang dikenal dengan musim ikan ekor kuning. Jenis ikan ini hidup dan berkembangbiak di perairan dangkal di kedalaman sekitar 50 meteran. Pada masa ini para nelayan berbondong-bondong untuk melakukan penangkapan. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Namun sudah beberapa tahun terakhir musim ikan ekor kuning tidak lagi ada. Jumlah populasinya menjadi berkurang. Penyebabnya karena rusaknya terumbu karang akibat pengeboman dan tidak adanya ikan yang merupakan makanan utamanya.baca juga : Begini Cara Nelayan Kelola Warisan Laut Teluk Kolono dari Perikanan Merusak Program PAAPMengatasi masalah itu, dibutuhkan program pengelolaan perikanan dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem laut yang menjaga keseimbangan dari seluruh aspek utama perikanan meliputi aspek biologi, lingkungan, ekonomi, dan sosial.Saat ini Pemerintah Provinsi Sultra melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bekerjasama dengan LSM Rare Indonesia tengah mengembangkan sebuah program yang disebut PAAP atau Pengelolaan Akses Area Perikanan.PAAP dilakukan secara kolaboratif dengan pelaku utama masyarakat dan nelayan dengan menegakkan prinsip kelestarian dan keadilan. Masyarakat diberi akses dan tanggung jawab penuh dalam pengelolaan PAAP.Pulau Wawonii sendiri memenuhi kriteria untuk pelaksanaan program PAAP, mengingat adanya ketergantungan masyarakat terhadap pesisir. Secara geografis wilayah Konkep hampir setengahnya merupakan lautan.sebelum menetapkan program PAAP dalam suatu daerah, Rare Indonesia terlebih dulu memperhatikan topografi daerah tersebut. PAAP lebih cocok diterapkan di daerah yang topografinya teluk maupun kepulauan.Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Wawonii menetapkan Pulau Wawonii sebagai kawasan konservasi dan dikelola menjadi taman di perairan Pulau Wawonii.Taman perairan ini memiliki luas keseluruhan 27.044,99 hektare yang terbagi atas zona inti, zona pemanfaatan terbatas, zona rehabilitasi, zona bangunan dan instalasi laut. | [0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Dalam program PAAP membatasi wilayah pengelolaan perikanan sepanjang 0 sampai 2 mil dari pinggir pantai. Ketentuan ini disebutkan dalam peraturan gubernur (Pergub) No.36/2019 tentang Pengelolaan Akses Area Perikanan.Isi beleid itu menegaskan bahwa area pengelolaan perikanan hanya diperuntukkan bagi nelayan skala kecil setempat. Nelayan yang berasal dari luar tidak diperbolehkan menangkap ikan di area tersebut.Pada radius 0 sampai 2 mil dalam program PAAP ditetapkan satu kawasan larang ambil (KLA) atau zona recovery. KLA ini dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan ikan yang dijaga langsung nelayan kecil dan masyarakat setempat.KLA merupakan area tertentu yang meniadakan aktivitas penangkapan. Kawasan ini diperuntukkan bagi ikan ikan untuk bertelur dan berkembangbiak untuk meningkatkan populasinya. Ketika populasi ikan mulai melimpah akan menyebar keluar zona KLA sampai ke zona layak tangkap oleh nelayan.menarik dibaca : Tangkapan Ikan Melimpah, Dampak PAAP yang dirasakan Nelayan Pulau Buton Di Wawonii, program PAAP ini telah. berjalan kurang lebih selama tiga tahun. Proses pengelolaannya dilakukan melalui kolaborasi antara berbagai pihak meliputi masyarakat nelayan, pemerintah setempat, termasuk pihak keamanan. Masyarakat nelayan sebagai pihak yang diberi tanggung jawab penuh membentuk suatu kelompok yang diberi nama PAAP Sumber Laut Mandiri WawoniKelompok PAAP ini diketuai Muhammad Fahry dibantu seorang pendamping masyarakat dari Dinas Perikanan (DKP) Konkep, yaitu Aris Laria. Kini kelompok tersebut sudah beranggotakan sebanyak 30 orang yang merupakan gabungan antara nelayan dan masyarakat.Fahry mengatakan, selama tiga tahun masa pelaksanaan program PAAP, dia bersama anggota lainnya fokus melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait pentingnya mengelola area perikanan dengan cara yang ramah lingkungan. | [0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Proses sosialisasi sebagai ajang kampanye ini dilakukan di antaranya melalui kegiatan perlombaan. Terakhir pada Agustus lalu kelompok PAAP bersama DKP Konkep menggelar lomba selfi dan fotografi bertema PAAP dan Konservasi Perairan Pulau Wawonii. Aturan BersamaSelain itu, ada pula upaya dalam memperluas wilayah penerapan program PAAP. Upaya tersebut dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak yang mempunyai kepentingan. Beberapa pertemuan pernah dilakukan membahas keberlanjutan pelaksanaan program PAAP.Terbaru pertemuan itu melibatkan tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wawonii Barat, Kecamatan Wawonii Utara, dan Kecamatan Wawonii Timur Laut yang membahas mengenai rancangan peraturan bersama kepala desa.Materi pokok dari rancangan peraturan yang digagas berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ikan di area PAAP. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan itu adalah para kepala desa, ketua Badan Pembangunan Desa (BPD), sekretaris desa, dan juga camat.Salah satu isi peraturan yang tengah dibahas ini menegaskan bahwa area pemanfaatan sumber daya ikan di area PAAP diprioritaskan bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, dan masyarakat sekitar. Para nelayan yang berasal dari luar 3 kecamatan tadi boleh melakukan penangkapan namun terlebih dulu mengkonfirmasi ke pemerintah desa atau kelurahan yang menjadi lokasi penangkapan dengan syarat harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.baca juga : KTP dan Kisah Perempuan Nelayan Pesisir Buton Timur Terkait pengelolan perikanan berkelanjutan, pihak keamanan diharapkan bisa melakukan pengawasan lebih ketat lagi dan tegas dalam menindak para pelaku pemboman yang dapat mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem laut.Sebab, kata Aris Laria dari DKP, salah satu cara memberantas pengeboman ikan adalah penangkapan dan pidana agar ada efek jera yang diberikan pada para pelaku. | [0.125, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Program pemberian bantuan yang disalurkan kepada pelaku dengan harapan agar mereka berhenti untuk membom, justru tidak menjadi jaminan para pelaku tidak mengulangi perbuatannya.“Beberapa pelaku pernah diberi bantuan berupa kapal dan alat tangkap jaring. Sebelum penyerahan bantuan, para pelaku diminta untuk membuat surat pernyataan tidak melakukan lagi pemboman. Tidak ada lagi alasan kalau mereka tidak mendapat perhatian dari pemerintah, Kita sudah bantu, tapi mereka masih terus mengulang,” katanya.Setelah tiga tahun berjalan, Aris Laria melihat perlunya evaluasi pelaksanan program PAAP. Seperti kampanye pengenalan harus lebih rutin dilakukan agar pengetahuan masyarakat terkait PAAP lebih memadai, termasuk tentang batas-batas wilayah perairan KLA dan zona tangkap ikan. Dia menyarankan agar ada pembuatan tapal batas yang diberi tanda berupa bangunan khusus.Dia bilang kalau program PAAP bisa dipahami mayoritas masyarakat terkait pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut, maka tidak menutup kemungkinan kondisi perairan di Wawonii bisa membaik sehingga populasi ikan menjadi kembali melimpah.baca juga : Orang Wawonii dan Ancaman Tambang Nikel Dukungan Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan mendukung program PAAP ini dengan merancang peraturan bersama para kepala desa di tiga kecamatan wilayah PAAP tersebut. Pembahasaan aturan itu melibatkan kepala desa, perangkat desa, hingga tokoh-tokoh masyarakat.“Yang jadi fokus program ini untuk sementara di tiga kecamatan. Di sana sudah ditentukan kawasan larang ambil (KLA) dan wilayah yang bisa mengambil ikan,” ujar Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Konkep, Muhamad Rijal yang ditemui akhir Agustus 2022.Selain itu juga sedang dipersiapkan Peraturan Bupati (Perbup) agar semua dinas terkait penanganan kelautan dapat dilibatkan, seperti Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pariwisata. | [0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Adanya Perbup juga menjadi landasan hukum keterlibatan pemerintah desa menganggarkan dana desa (DD) untuk pengelolaan perikanan.Terkait belum adanya tanda batas kawasan PAAP yang belum ada, Dinas Perikanan Konkep telah mengusulkan ke Pemerintah Provinsi Sultra untuk dianggarkan. Sebab, kawasan laut menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sultra.Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sultra berwenang mengelola kawasan konservasi perairan Pulau Wawonii berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.23/2021, dengan dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022. Untuk saat ini telah dianggarkan pembuatan tanda batas wilayah konservasi sekitar Rp100 juta.“Setelah itu baru kita sosialisasi ke masyarakat bahwa ini tanda-tanda batasnya, mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan,” ujar Pejabat Fungsional Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir DKP Sultra, Ishaq Warsandi di ruang kerjanya, 12 September 2022. Selain penegasan soal pelarangan illegal fishing, keberadaan tanda batas itu juga untuk memperjelas larangan bagi nelayan dengan kapal 10 GT ke atas menangkap ikan di wilayah konservasi. Pelanggarannya bakal ditindak aparat penegak hukum.Dengan begitu, area penangkapan nelayan kecil di Wawonii akan lebih terlindungi dan ikan akan melimpah. Berbeda dengan sebelum ada Keputusan Menteri KP tentang wilayah konservasi dimana nelayan kecil susah bersaing dengan nelayan besar.Pengelolaan wilayah konservasi itu dipastikan akan lebih maksimal dengan adanya program pengelolaan akses area perikanan (PAAP) di dalamnya. Dalam pemetaannya, PAAP hanya mencakup 0 sampai 2 mil dari pantai, sedangkan kawasan konservasi lebih luas lagi yakni 0 sampai 4 mil dari pantai. Dengan begitu zona-zona dalam PAAP menyesuaikan dengan zonasi kawasan konservasi. | [0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Dikarenakan kawasan PAAP berada di dalam kawasan konservasi, maka bentuk pengelolaannya mengacu kepada Permen KP No.21/2015 tentang Kemitraan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yaitu perjanjian kemitraan dilakukan oleh Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) dengan masyarakat.Saat ini DKP Sultra sedang menggodok perjanjian kemitraan SUOP dengan kelompok PAAP di Wawonii. “Karena di sini SUOP belum ada maka sementara melekat di DKP Provinsi,” ujar Ishaq.Bila kemitraan antara DKP Sultra dan kelompok PAAP sudah berjalan, lanjut Ishaq, maka program PAAP akan terus berkelanjut tanpa bergantung dengan LSM Rare Indonesia lagi. Untuk itu DKP Sultra sedang mengupayakan terbentuknya SUOP berbentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Wawonii. Sebab kata Ishak, bila hanya mengandalkan personel di DKP saat ini tidak akan maksimal.“Kalau misal ada UPTD itu bisa 18 orang ada di situ, jadi mereka mengelola dan mengawasi akan gampang, tapi kalau saat ini kita di sini (DKP) hanya 7 orang itu sulit,” ujar Ishaq. Harapan Nelayan Udin, nelayan yang bermukim di Wawonii Barat merasakan manfaat program PAAP yakni tidak lagi ditemukan nelayan luar yang menangkap ikan di wilayah yang diperuntukkan bagi nelayan setempat.Udin juga mulai merasakan akses pemasaran hasil ikan nelayan mulai membaik. Selain dipasarkan di pinggir jalan, ikan hasil tangkapan dijual ke penampung.Menurutnya, bila masyarakat dan nelayan memahami dan menerapkan program PAAP, maka kondisi perairan akan terjaga dan bakal mengembalikan kejayaan laut sekitar.Udin berharap kampanye mengenai program PAAP lebih ditingkatkan sehingga wawasan para nelayan terkait pentingnya menjaga ekosistem laut bisa bertambah. | [0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204] |
2023-002-10.json | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Menjinakkan ‘Bom’ di Laut: Secercah Asa dari Pulau Wawonii | Sedangkan Rustam (47), seorang nelayan lainnya yang aktif dalam kelompok PAAP memiliki harapan besar laut sekitar Wawonii kembali berlimpah dengan ikan bukan hanya untuk dirinya tapi bagi anak-cucunya di masa depan. Bila ikan di sekitar Wawonii terus berkurang, dia khawatir anak-cucunya akan meninggalkan Pulau Wawonii untuk ke daerah lain yang potensi sumber daya perikanannya lebih besar. (***) *Yudin dan Taslim Dalma, wartawan Zonasultra.id. Artikel ini didukung oleh Rare Indonesia [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25] |
2014-021-07.json | Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | [CLS] Sidang paripurna DPR RI pada 25 September 2014 menghasilkan UU pemilihan kepala daerah tak lagi langsung oleh rakyat, tetapi kembali ke era lama, lewat DPRD. Kondisi politik pun makin panas kala Koalisi Merah Putih yang didukung Gerinda cs—yang menguasai kursi di parlemen–tampak berupaya melemahkan posisi Presiden terpilih Joko Widodo. Apakah situasi ini bakal berpengaruh pada kondisi lingkungan dan masyarakat adat di Indonesia ke depan?Abdon Nababan, sekretaris jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD kemungkinan menutup perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia. “Demokrasi menjadi sangat elit, mahal, dan tertutup. Para aktivis miskin walaupun populer di mata pemilih atau rakyat sulit terpilih. Pemilu juga akan dipenuhi korupsi luar biasa,” katanya kepada Mongabay, baru-baru ini.Dengan pemilihan via DPRD ini, katanya, akan menyuburkan praktik perselingkuhan penguasa-pengusaha, antara politisi partai politik dengan para pengusaha dan pemilik modal. Keadaan ini, kata Abdon, akan mengorbankan lingkungan hidup. Pengeluaran izin-izin pun berpotensi meningkat dan merampas hak-hak masyarakat adat. Kondisi lingkungan dan masyarakat adat, bisa menjadi lebih buruk lagi.Bagi Abdon, perubahan pilkada langsung menjadi lewat DPRD merupakan pelecehan bagi kedaulatan rakyat. “Bukan karena pilkada lewat DPRD tidak demokratis. Namun, inti demokrasi itu kalau bisa langsung mengapa harus diwakilkan? Selama ini, sudah bisa buktikan pilpres dan pilkada langsung aman dan damai. Taka da alasan mengubahnya.” Kalaupun biaya menjadi alasan, kata Abon, tentu bisa diatasi dengan perbaikan terhadap penyelenggaraan pemilihan hingga makin makin efisien. | [0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2014-021-07.json | Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Dia menyarankan, dengan kondisi politik seperti ini, Jokowi-JK harus menjaga jarak dengan partai-partai politik, baik dari Koalisi Merah Putih (Gerindra cs) maupun Koalisi Indonesia Hebat (PDIP cs). Mengapa? “Dia harus total memperkuat barisan rakyat melalui organisasi-organisasi rakyat yang saat pemilu memenangkan mereka berdua.”Dalam pemilihan figur-figur menteri, katanya, Jokowi-JK, sebaiknya memilih atas pertimbangan kapasitas, baik keahlian dan pengalaman pada bidang tertentu.Tak jauh beda dikatakan Longgena Ginting, kepala Greenpeace di Indonesia. Dia memprediksi dengan pemilu daerah lewat DPRD, politik uang dan politik dagang sapi akan makin meningkat.Konsekuensinya, praktik korupsi bisa menjadi lebih subur dan berdampak pada keputusan politik yang diambil pemerintah daerah. Mereka, tidak lagi mempertimbangkan kepentingan rakyat atau perlindungan pribadi tetapi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.“Kepala daerah dipilih DPRD tidak akan akuntabel kepada publik, dan kepentingan publik termasuk lingkungan hidup bersih dan sehat tidak akan menjadi kepentingan utama.”Longgena mengatakan, masalah lingkungan tak terlepas dari politik, bahkan hasil sistem politik di sebuah negara. Jadi, baik buruk kebijakan lingkungan berasal dari parlemen dan kepemimpinan di pemerintahan.Dengan begitu, katanya, kecenderungan relasi dan energi politik yang berkembang antara parlemen dengan pemerintah Jokowi saat ini, mau tak mau mempengaruhi kebijakan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam ke depan. “Bisa saja, apapun dilakukan pemerintah Jokowi termasuk kebijakan pengelolaan lingkungan berpeluang besar dibatalkan parlemen.”Dia mencontohkan, program-program lingkungan Jokowi yang tertuang dalam Nawa Cita seperti kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pemberantasan ilegal logging bisa tidak mendapat endorsement parlemen. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.2857142984867096, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2014-021-07.json | Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Pilkada Tak Langsung, Berikut Prediksi Dampak bagi Lingkungan dan Masyarakat Adat | Kondisi ini, kata Longgena, bisa mengakibatkan pemerintah sulit menjalankan program-program kerja. Untuk itu, ujar dia, menjadi krusial sekali Jokowi mendapatkan dukungan warga dan masyarakat sipil hingga kekuatan politik bisa memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.Situasi politik saat ini, katanya, tak mustahil memaksa Jokowi kompromi dengan mereka guna mendapat dukungan politik. “Jokowi bisa jadi terpaksa mengakomodasi orang dari partai politik untuk duduk di pos-pos kementerian.” Menurut dia, sebenarnya sah-sah saja asalkan orang itu memiliki keahlian. “Pada saat menjabat posisi menteri, mereka harus melapaskan jabatan parpol. Ketika menjalankan tugas tidak lagi mewakili kepentingan partai, namun pembantu Presiden,” ujar dia. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2018-036-20.json | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | [CLS] Gelombang tinggi sampai 5 meter menerjang pesisir Bali sejak 21 Juli lalu. Puluhan jukung nelayan rusak, beberapa akomodasi wisata diterjang rob, dan warung-warung pinggir pantai ambruk.Fitri, perempuan pedagang pisang goreng di Pantai Padanggalak, Sanur, meratapi warungnya yang rata dengan tanah pada Rabu (25/07/2018) pagi. Matahari baru beranjak dari cakrawala dan pisang gorengnya mengepul hampir matang. Tiba-tiba ombak menggulung menghantam warungnya yang berjarak sekitar 10 meter dari titik pasang sebelumnya.Ia lari kencang sambil berteriak ke arah pemukiman. Air laut dengan cepat menyapu lahan parkir dan menggenangi taman-taman sekitarnya.Ketinggian ombak sampai lebih 3 meter karena berhasil melampui krib penahan ombak dari bebatuan hitam besar yang dipasang di pantai pusat melasti atau ritual penyucian ini. Ombak juga melumat jalan setapak sampai paving hancur, jalan ambrol sepanjang sekitar 50 meter. Jalan setapak yang ambrol ini persis depan warungnya.Pada sore hari, Fitri dibantu anaknya masih mengais sisa peralatan warung yang bisa dipakai lagi. Semangatnya berjualan tak surut. Ia segera memasang pasak-pasak kayu baru dan berpindah mundur sekitar 2 meter dari titik warung sebelumnya. “Ini ombak paling tinggi beberapa hari ini. Saya harus bikin warung lagi, saya sudah 15 tahun di sini,” serunya. Sementara di pesisir Bali Timur, sejumlah pemilik villa dan homestay di Amed, salah satu pusat akomodasi di pinggir pantai melaporkan diterjang ombak pada Rabu pagi. Sebagian turis yang menginap dipindahkan ke akomodasi lain karena air laut masuk ke kamar-kamar sampai pintu depan.Kepala Desa Purwakerthi, Kubu, Karangasem, I Nengah Karyawan meminta bantuan Badan Penanggulangan Bencana Daerah setelah mendapat laporan warga dan ke lapangan merekam banjir rob air laut akibat gelombang tinggi ini. “Puluhan jukung nelayan rusak terseret arus,” katanya. | [0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2018-036-20.json | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Ia tak mengira gelombang besar beberapa hari ini menghantam kawasan ini cukup parah sampai melampui pantai dan halaman-halaman villa yang dibangun lebih tinggi dari pantai. Panorama matahari terbit yang biasanya menenangkan di pesisir Amed ini kini sebaliknya. Suara ombak menderu-deru. Dari laporan yang masuk, sedikitnya 5 villa yang terendam rob air laut ini. “Ada turis yang tidak mau pindah, tapi kami harus evakuasi ke hotel lain demi keselamatannya,” urai Karyawan. Peringatan gelombang tinggi sudah disampaikan sejak 20 Juli oleh sejumlah otoritas di Bali seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Wilayah III. Tindak lanjutnya, pengelola pelabuhan laut membuat pengumuman pada pemilik kapal-kapal untuk tak beroperasi. Misalnya Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Padangbai Ka Subsie Keselamatan berlayar, Penjagaan, dan patroli I Nyoman Parwata membuat surat peringatan bagi nahkoda kapal fastboat untuk menunda keberangkatan dari 21 Juli sampai 25 Juli demi keselamatan.Akibatnya penyeberangan dari Bali ke Lombok dan sebaliknya, atau kapal barang dari dan ke kepulauan Nusa Penida banyak yang batal berangkat beberapa hari ini. Demikian juga speedboat yang biasanya lalu lalang dari dan ke pulau-pulau kecil Gili, Lombok dari pelabuhan Padangbai, Karangasem.Warga dan turis di pulau-pulau kecil seperti Nusa Penida dan Lembongan juga tertahan tak bisa menyeberang. Dalam situasi bencana seperti ini, prosedur keselamatan warga di pesisir diuji. Seperti peringatan dini, informasi evakuasi, dan lainnya. BMKG kembali merilis peringatan dini gelombang tinggi wilayah perairan Bali – NTB pada 25 Juli 2018 jam 08.00 Wita sampai 26 Juli 2018 jam 08.00 Wita. Tinggi gelombang 0.5 – 2.0 meter terjadi di Laut Bali dan Laut Sumbawa. Tinggi gelombang 1.25 – 2.5 meter di Selat Bali bagian Utara sampai Selat Lombok bagian Utara. | [0.5, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2018-036-20.json | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Sementara tinggi gelombang 1.5 – 6.0 meter di Selat Bali bagian Selatan, Selat Badung, dan Selat Lombok bagian Selatan. Tinggi gelombang 2.0 – 6.0 meter di Selat Alas bagian Selatan sampai perairan Selatan Sumbawa. Terakhir, tinggi gelombang 3.5 – 6.0 meter di Samudera Hindia Selatan Bali hingga NTB.Disebutkan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran adalah perahu-perahu nelayan. Waspadai angin dengan kecepatan di atas 15 knot dan ketinggian gelombang di atas 1.25 m. Untuk kapal tongkang waspadai angin dengan kecepatan lebih dari 16 knot dan ketinggian gelombang lebih dari 1.5 m.Sementara untuk kapal Ferry waspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan ketinggian gelombang lebih dari 2.5 m. Kapal ukuran besar seperti kapal kargo atau kapal pesiar waspadai kecepatan angin lebih dari 27 knot serta ketinggian gelombang lebih dari 4.0 m.I Wayan Wirata, prakirawan BMKG Wilayah III yang dikonfirmasi menyebut pesisisir Selatan Bali akan terdampak dengan ketinggian gelombang maksimum 5 meter. Penyebabnya dari Barat Australia ada mascarene high atau pusat tekanan tinggi, memicu swell atau alun yang menjalar ke Utara. Imbasnya gelombang tinggi ke arah Selatan Jawa, Bali, dan NTB. “NTT tak terlalu signifikan. Atmosfer dinamis, bisa berubah, dari hasil pemodelan gelombang diperkirakan masih tinggi,” ujarnya.Pihak BMKG menerima laporan sejumlah sarana di pesisir rusak karena gelombang melewati pantai. Termasuk pantai-pantai pusat wisata dari pesisir Selatan sampai Timur seperti Kuta, Pecatu, Pandawa, Ketewel, dan Kusamba. Puncak gelombang menuju pesisir bisa sampai 20 meter. “Kalau pesisirnya landai bisa lebih jauh, kalau cekung tertahan,” ingatnya.Video-video kerisauan warga di pesisir termasuk pengusaha pariwisata wara-wiri di media sosial beberapa hari ini. Gelombang juga menerjang kios-kios penjual minuman di tepi Pantai Kuta, hampir menghanyutkan kursi-kursi dan tempat berjemur. | [0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2018-036-20.json | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Gelombang Tinggi Menerjang Pesisir Bali dan Merusak Sejumlah Sarana | Pembangunan yang terlalu dekat titik pasang surut air laut kini memperlihatkan risiko nyata. Padahal dalam tata ruang diatur pembangunan seperti hotel dan restoran harusnya mengikuti jarak sempadan pantai sedikitnya 100 meter. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2014-010-15.json | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | [CLS] Pesisir Timur Sumatera Selatan yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan daerah yang sudah dikenal sejak dulu. Di masa Kerajaan Sriwijaya, diperkirakan wilayah ini merupakan lokasi perdagangan yang ramai.Di era Orde Baru, wilayah yang luasnya sekitar 750 ribu hektar yang sebagian besar berupa lahan rawa gambut ini, merupakan daerah HPH dan perambahan hutan.Banyak orang kaya dari daerah ini disebut “boss kayu”. Artinya pengusaha penggergajian kayu. Identitas ini mengalahkan orang kaya sebagai pengusaha terasi atau ikan, yang juga banyak lahir dari masyarakat pesisir timur OKI.Bersamaan dengan itu, program transmigrasi tahun 1982 dijalankan. Tepatnya di wilayah Air Sugihan. Lantaran lahan gambut sulit dijadikan lahan pertanian, untuk ditanam padi dan sayuran, maka sebagian transmigran ikut dalam plasma perkebunan sawit. Para transmigran ini memanfaatkan lahan gambut yang kayunya sudah habis. Baru, setelah pengolahan lahan yang terus dilakukan, sebagian wilayah Air Sugihan menjadi sentra padi dan sayuran.Pada 1997 dan 1998, saat terjadi badai El Nino, terjadi kebakaran hebat di wilayah ini. Kabut asap yang ditimbulkan menyelimuti seluruh wilayah Sumatera Selatan, termasuk ke Singapura dan Malaysia.Pasca-kebakaran lahan dan HPH, bukan program rehabilitasi yang dijalankan pemerintah. Justru perusahaan perkebunan sawit kian berkembang, termasuk pula perusahaan hutan tanaman industri (HTI).Khusus perusahaan HTI, pemerintah maupun sejumlah akademisi di Sumatera Selatan menilainya bukan sebagai ancaman tapi sebagai penyelamat lahan gambut yang sudah rusak. Hal ini jelas berbeda dengan pandangan sejumlah pegiat lingkungan hidup yang menyatakan perusahaan HTI juga merupakan ancaman lahan gambut. Buktinya, setiap kali musim kemarau, ditemukan juga titik api di konsesi HTI. | [0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612] |
2014-010-15.json | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Sementara, perkebunan sawit yang terus melakukan ekspansi, selain menyebabkan kerusakan lahan gambut, juga menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.Di tengah persoalan tersebut, masyarakat yang tidak mengalami konflik dengan perusahaan dan tidak bertani, mengembangkan pertambakan tradisional udang windu dan ikan bandeng.Aktivitas yang merusak lahan gambut ini ternyata dilakukan warga di Hutan Lindung Pantai Sungai Lumpur dan Sungai Mesuji. Akibatnya, puluhan ribu dari 98.115 hektar hutan lindung tersebut mengalami kerusakan.“Pertambakan tradisional mengandalkan pakan alami. Jadi, jika tambak dinilai tidak lagi banyak menyediakan pakan alami, para petambak membuka pertambakan yang baru. Pertambakan yang lama ditinggalkan begitu saja,” kata Junaidi dari Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, beberapa waktu lalu.Dapat dikatakan, setiap desa yang berada tak jauh dari pantai, selain menjadi nelayan tangkap juga menjadi petambak. Contohnya di Desa Simpang Tiga Makmur, saat ini sekitar 500 kepala keluarga bergantung hidup dari pertambakan tradisional.Setiap kepala keluarga memiliki luas tambak dua hektar. Beberapa desa yang sebagian besar warganya merupakan petambak tradisional di Kecamatan Tulung Selapan selain Simpang Tiga Makmur adalah Simpang Tiga Jaya, Simpang Tiga Sakti, dan Tulung Seluang. Kemudian sejumlah desa yang masuk Kecamatan Cengal, Mesuji dan Mesuji Makmur.“Ribuan keluarga yang membuka pertambakan tradisional. Sebagian besar di wilayah hutan lindung,” kata Junaidi.“Perkembangan baiknya, setelah dilakukan pemantaun, warga sudah berkurang membuka pertambakan di hutan lindung. Kita tengah membinanya agar hasilnya membaik, sehingga tidak merambah hutan lindung, serta kita akan melakukan rehabilitasi hutan lindung,” jelas Junaidi.Ancaman perubahan sosial | [0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0] |
2014-010-15.json | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Anwar Sadat dari Serikat Petani Sriwijaya (SPS) menjelaskan persoalan lingkungan di Kabupaten OKI, khususnya di wilayah pesisir timur memang sangat kompleks. Bukan hanya persoalan kebakaran lahan, tapi juga konflik lahan hingga ancaman perubahan sosial.Mengenai kebakaran lahan, bukan hanya perusahaan perkebunan sawit dan HTI yang harus didorong. Tetapi juga, pemberian sanksi hukum terhadap para pelaku dan pemiliknya. “Persoalan ini mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan pendidikan dan teknologi pertanian yang lebih arif dengan lingkungan,” kata Sadat.Artinya, persoalan kebakaran hutan dapat diselesaikan jika pemerintah, swasta dan masyarakat benar-benar fokus menyelesaikan persoalan kebakaran lahan.Penataan tambak tradisional, kata Sadat, juga sama dalam mengatasi kebakaran lahan. “Jika diberikan ilmu dan teknologi, maka tambak milik masyarakat akan menghasilkan produksi yang baik, sehingga mereka akan menghentikan perambahan lahan, dan bukan tidak mungkin turut menjaga lahan,” ujarnya.Sadat juga mengkhawatirkan ancaman sosial di wilayah pesisir timur dengan hadirnya perusahaan. Sadat mengingatkan apa yang terjadi pada sejumlah kelompok masyarakat di Muara Enim, Lahat, Musirawas , Banyuasin dan Musi Banyuasin. Setelah perusahaan hadir, masyarakat kehilangan lahan. Masyarakat pun akhirnya terlibat pada profesi yang negatif, seperti penyedia tempat hiburan, terlibat peredaran narkoba, atau menjadi pelaku kriminalitas. “Hidup baik-baik hanya menjadi buruh, namun miskin,” katanya.“Perubahaan ini sulit dibendung. Kalau wilayah ini berkembang pesat, dipastikan para pelaku ekonomi dari perkotaan akan banyak datang,” katanya.Para pendatang ini bukan tidak mungkin akan membeli lahan pertanian untuk dijadikan rumah toko, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan lainnya. | [0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0] |
2014-010-15.json | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Oleh karena itu, kata Sadat, seperti yang diinginkan pemerintahan Jokowi-JK, sudah seharusnya sejak dini masyarakat di pesisir timur Sumatera Selatan ini diperkuat basis ekonominya.Yang tidak kalah pentingnya, tata ruang ditata sedemikian rupa. Sejak awal sudah ditetapkan mana wilayah pemukiman, pertanian, perkantoran, dan pasar. “Jangan dibiarkan bebas, sebab rakyat pasti dikalahkan para pelaku ekonomi yang hanya berorientasi keuntungan, tanpa mempertimbangkan persoalan lingkungan hidup dan sosial,” ujarnya.Harus ada komitmenTerhadap berbagai upaya mengatasi berbagai persoalan lingkungan dan sosial di wilayah pesisir timur Kabupaten OKI, kata Sadat, harus ada komitmen bersama antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.Sadat mengutip apa yang dikatakan Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Jakarta pada Rabu (05/11/2014) lalu. Kementerian tersebut akan fokus pada persoalan sampah, rehabilitasi hutan, dan resolusi konflik sosial.Kenapa komitmen ini harus melibatkan para pelaku usaha? “Sebab kehadiran mereka yang menyebabkan berbagai persoalan yang merugikan masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh karena itu pelaku usaha harus terlibat aktif dalam merehabilitasi hutan dan menyelesaikan berbagai konflik sosial. Keterlibatan ini harus dalam bentuk satu komitmen.”Terhadap pandangan ini, Najib Asmani, staf ahli Gubernur Sumsel bidang lingkungan hidup, mengatakan sudah menjadi agenda Pemerintah Sumsel melanjutkan apa yang disepakati antara pemerintah Sumsel dengan BP REDD+.“Komitmen ini akan melibatkan Pemerintah Sumsel, pemerintah kabupaten dan kota, semua pelaku usaha, masyarakat, dan NGO. Semuanya akan bekerja sama. Menghadapi berbagai persoalan lingkungan hidup yang kompleks ini tidak hanya dapat dilakukan oleh satu pihak. Semua harus menyatu dan saling mendukung,” katanya. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0] |
2014-010-15.json | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Ruwetnya Persoalan di Pesisir Timur OKI Sumatera Selatan | Bagaimana jika ada pemerintah daerah dan pelaku usaha menolak komitmen ini? “Mereka pasti akan mendapatkan sanksi sesuai regulasi yang ada. Sebab persoalan lingkungan hidup di Indonesia sudah menjadi persoalan global, dan menyebabkan bangsa ini terus menderita,” kata penggiat REDD+ Sumsel ini.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2014-060-11.json | Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | [CLS] Sudah sebulan lamanya kabut asap dari aktivitas kebakaran hutan dan lahan di Riau tidak kunjung menipis. Bahkan Minggu (23/2/2014) sore kabut asap tebal masih menyelimuti kota Pekanbaru dan sekitarnya. Jumlah titik api yang terpantau oleh satelite seperti yang dilaporkan kepada media memang fluktuatif setiap harinya namun asapnya seakan tak habis-habisnya. Apa yang terjadi pada kebakaran hutan kali ini?Data yang diolah Greenpeace Indonesia setidaknya bisa menjawab pertanyaan di atas dan mengungkapkan bagaimana peta dampak kebakaran hutan kali ini. Dari data yang diterima Mongabay Indonesia mengungkapkan sejak awal tahun ini hingga pertengahan Februari lalu, setidaknya tercatat 2.140 kejadian titik api di Riau. Dan lebih dari setengah dari jumlah kejadian itu justru terjadi pada minggu ke dua Februari yang mencapai 1.086 titik api.“Bayangkan setengah dari jumlah titik api tahun ini terjadi di satu minggu saja. Dan 95 persen dari titik apinya itu terpantau di gambut. Jadi maklum saja walau jumlah titik api naik turun belakangan ini, tapi selama tidak ada pemadaman di gambut, maka luasan kebakaran di gambut itu akan terus bertambah,” kata Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace kepada Mongabay-Indonesia.Ia menjelaskan, di bulan Januari hanya terdapat 337 kejadian titik api di tujuh kabupaten. Namun angka ini meningkat dua kali pada minggu pertama Februari yang mencapai 714 titik api di 11 kabupaten/kota. Jumlah ini kembali berlipat pada minggu ke dua Februari dengan total 1.089 kejadian di 11 kabupaten kota.Namun setelah dianalisa, maka sebagian besar titik api pada minggu pertama Februari berada dekat dengan lokasi titik api pada bulan Januari. Demikian juga peningkatan titik api di minggu kedua Februari memiliki pola yang sama yakni terpantau di dekat titik api minggu sebelumnya. | [0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25] |
2014-060-11.json | Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | “Ini bisa dikatakan titik-titik api itu sejak Januari masih terus membara. Mungkin karena yang terbakar itu adalah gambut. Mungkin lidah api di permukaan gambut tidak terpantau, tapi pada saat yang sama bara di dalamnya terus menjalar dan menjadi sekam. Dan api gambut di dalam ini akan kembali membesar jika ada angin yang berembus,” ujar Rusmadya.Ia menjelaskan kebakaran di gambut akan berdampak jauh lebih buruk daripada kebakaran di lahan non gambut. Sebab gambut itu sendiri memiliki fungsi penting bagi ekosistem dan kemampuannya menyerap karbon jauh lebih besar. Maka kebakaran gambut yang berakhir pada kehancurannya juga akan berdampak jauh lebih buruk lagi bagi lingkungan.Analisa titik api pada minggu kedua Februari mengungkapkan bahwa jumlah titik api kali ini lebih banyak terjadi di hutan sekunder (338 titik api) dibandingkan hutan primer yang hanya 10 titik api. Sementara sebanyak 741 terjadi di wilayah non hutan. Dari seribu lebih titik api itu, sebanyak 181 berada di lahan konsesi perkebunan sawit milik perusahaan besar dan 277 terpantau di konsesi hutan tanaman industri.Namun jika dilihat dari status apakah titik api itu terdapat di daerah yang dilindungi dalam peta indikatif Moratorium Kehutanan, maka sekitar 38% atau sebanyak 414 titik api terjadi di wilayah moratorium. “Padahal kawasan hutan yang masuk dalam moratorium harusnya dilindungi, tetapi di lapangan tidak terjaga dengan baik dan kini malah terbakar,” ujar Rusmadya.Lalu bagaimana dampak titik api itu terhadap habitat satwa langka? Keberadaan titik api dianalisa dengan peta habitat, maka sebanyak 857 kebakaran itu terjadi di habitat Harimau Sumatra dan sisanya 253 berada di luar habitat. Dalam angka yang berbeda, bencana ini juga diyakini menjadi ancaman serius bagi habitat Gajah Sumatra dan satwa lainnya. | [0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0] |
2014-060-11.json | Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | Bara Lahan Gambut Riau Terus Membakar Habitat Harimau | Kebakaran hutan awal tahun ini adalah tekanan yang luar biasa bagi harimau Sumatra yang berdasarkan data pemerintah terakhir jumlah individu di alam liar hanya 400 ekor. Padahal ekspansi perkebunan sawit dan HTI lima tahun terakhir telah nyata mendorong satwa dilindungi ini ke jurang kepunahan.Selain melakukan analisa peta, Greenpeace juga melakukan pengecekan di lapangan yang dilakukan pada pekan lalu. Menurut Rusmadya, sejauh mata memandang, bekas hutan dan lahan yang tahun lalu terbakar hebat, kini telah menjelma menjadi perkebunan sawit baru. Setidaknya ini terlihat di perbatasan wilayah Bengkalis dan Rokan Hulu.“Memang tidak semua yang terbakar tahun lalu telah menjadi kebun. Tapi sebagian besarnya telah jadi kebun baru. Ini bisa dikatakan indikasi bahwa kebakaran hutan dan lahan itu memang bagian dari upaya persiapan lahan baru untuk perkebunan sawit. Kami melihat banyak bibit-bibit sawit yang baru ditanam dan berusia kuran dari satu tahun. Di kebun-kebun itu juga telah berdiri pos-pos sekuriti,” katanya.Menurutnya, jika memang kebakaran hutan ini adalah bagian dari persiapan lahan, maka ini adalah dugaan jelas bahwa kebakaran itu sengaja dilakukan. Dan harapan masyarakat adalah pemerintah saat ini benar-benar menegakkan hukum tanpa mengumbar janji lagi.Ia mengakui saat ini memang ada pejabat perusahaan perkebunan yang disidang untuk kasus kebakaran lahan, namun merurut Rusmadya ini belum cukup. Sebab pemerintah banyak menyebut nama-nama perusahaan yang diduga bertanggungjawab atas titik api di dalam konsesinya tahun lalu, namun hingga sekarang baru satu yang diajukan ke pengadilan.“Padahal regulasi kita jelas mengatur bahwa pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya. Pemerintah harusnya bisa gampang menekan jumlah kebakaran lahan di konsesi perusahaan dengan undang-undang yang kita miliki,” tegas Rusmadya. [SEP] | [0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.2222222238779068, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0] |
2015-070-03.json | Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana | Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana | [CLS] Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang berada di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues, Provinsi Aceh, kondisinya mulai memprihatinkan. Hutan hijau tersebut tampak gundul akibat perambahan tak terkendali untuk lahan pertanian dan perkebunan.Gunawan Alza, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Aceh Tenggara dan Gayo Lues, Senin (23/3) menyebutkan, di Aceh Tenggara, luas TNGL yang rusak mencapai 10.000 hektar. Sementara di Gayo Lues, sekitar 2.500 hektar. “Data tersebut berdasarkan citra satelit,” jelasnya.Hal yang memprihatinkan adalah perambahan bukan hanya dilakukan oleh masyarakat tetapi juga pejabat daerah setempat. Beberapa orang telah divonis bersalah dan kebunnya disita. “Sekarang, mulai ada penurunan kegiatan, terutama sejak dilakukan penegakan hukum dan para perambah ditangkap.”Menurut Gunawan, guna mencegah terjadinya perambahan lebih luas, telah dilakukan juga kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. “Kerja sama yang dilakukan dengan USAID-IFACS (Indonesian Forest and Climate Support) atau program terpadu perubahan iklim, tata kelola hutan berkelanjutan, dan pengurangan emisi karbon di Aceh Tenggara dan Gayo Luwes ini bertujuan agar masyarakat benar-benar mandiri dan tidak merambah hutan.”Tisna Nando, Communication Officer USAID IFACS Aceh Region, mengatakan selama empat tahun ini USAID-IFACS bekerja di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Masyarakat yang menerima manfaat ekonomi langsung melalui strategi pembangunan rendah emisi karbon ini sekitar 9.178 orang. Rinciannya, 4.916 orang di Aceh Selatan, 3.764 orang di Gayo Lues, dan 498 orang di Aceh Tenggara. | [0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-070-03.json | Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana | Rajin Dirambah, Kondisi TNGL Wilayah Aceh Mulai Merana | “Sementara itu, masyarakat dan pemerintah daerah yang menerima manfaat peningkatan kapasitas melalui pelatihan teknik pertanian, kehutanan, penghitungan karbon, ekowisata, hingga akses pasar berjumlah 4.323 orang. Mereka tersebar di Aceh Selatan (2.233 orang), 1,466 orang di kabupaten Gayo Lues (1.466 orang), dan 624 orang di Aceh Tenggara” ujar Tisna.Bahkan, sambung Tisna, saat ini 145.866 masyarakat di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues sudah mengetahui tentang perubahan iklim dan perlindungan hutan yang dilakukan melalui ceramah ramadhan, khutbah Jumat, program radio, dan sosialisasi. “Kita berharap, kesadaran masyarakat meningkat dan kelestarian TNGL terus dijaga, yang tidak hanya penting bagi mereka tetapi juga untuk dunia,” ujarnya.Taman Nasional Gunung Leuser yang luasnya 1.095.592 hektar ini, secara administratif berada di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Untuk wilayah Aceh yang berada di Aceh Tenggara, luasnya sekitar 376.104 hektar, sementara di Gayo Luwes sekitar 240.304 hektar.Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-003-12.json | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | [CLS] Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) melakukan kunjungan kerja ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama 4 hari mulai tanggal 14 hingga 17 Desember 2020.Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya mendukung usaha budidaya bambu yang kini dikembangkan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari di Kabupaten Ngada, NTT.Wamen LHK Alue Dohong menyatakan bahwa tujuannya ke Kabupaten Ngada untuk mengecek potensi hutan bambu yang telah dilakukan oleh masyarakat bersama Yayasan Bambu Lestari.“Bambu menjadi salah satu perhatian Bapak Presiden Jokowi untuk dikembangkan menjadi green economy atau ekonomi hijau,” sebutnya dalam siaran pers yang diterima Mongabay Indonesia, Jumat (18/12/2020).Alue katakan bambu selain memiliki nilai ekonomi, juga mempunyai nilai lingkungan dan konservasi karena dapat menyerap karbondioksida yang disimpannya di akar, batang dan daun bambu.Dengan begitu, sebutnya, lingkungan setempat akan terasa dingin dan sejuk seperti di Kabupaten Ngada yang dingin ini pasti salah satu pengaruhnya karena peranan hutan bambu.“Kita berharap agar potensi bambu di Kabupaten Ngada yang luar biasa ini perlu didorong untuk menjadi bagian dari proses rehabilitasi daerah aliran sungai,” ucapnya.baca : Mengintip Rumah Bambu ala Masyarakat Ngada Berbasis MasyarakatDalam kunjungan ke Kabupaten Ngada, Wamen LHK melihat secara langsung perkebunan bambu hingga proses produksinya. Ia mengatakan, pohon bambu mempunyai manfaat ekologi hingga industri.Dikatakannya, secara ekologi tanaman bambu mempunyai fungsi seperti meningkatkan volume air bawah tanah, konservasi lahan serta perbaikan lingkungan.“Bambu juga merupakan bahan bangunan tahan gempa. Secara industri, bambu sudah banyak digunakan secara tradisional maupun modern,” ungkapnya. | [0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-003-12.json | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Alue menyebutkan,saat ini telah tertanam sekitar 8 ribu hektare dan KLHK menyediakan pembibitan 100 ribu bibit untuk tahun 2020 dan mudah-mudahan tahun 2021 dapat ditingkatkan lagi.Dirinya mengatakan bahwa, sebuah green village di Bali, rumah-rumah, hotel dan penginapan, semuanya terbuat dari bambu. Mulai dari atap, tiang, kamar tidur, tempat wastafel sampai toilet pun dilapisi bambu dengan kualitas yang sangat bagus.“Nilai ekonomi bambu sangat tinggi tidak hanya untuk furniture tapi mulai dari pembangunan rumah dan souvenir. Apalagi NTT salah satu provinsi yang dikembangkan destinasi pariwisata super prioritas di Labuan Bajo,” tuturnya.Alue berpesan, mestinya hotel-hotel, restoran ke depannya memakai produk-produk dari bambu yang sudah diolah sedemikian rupa dengan kualitas tinggi. Menurutnya peluangnya terbuka lebar sehingga potensi hutan bambu di Kabupaten Ngada ini ke depannya dapat menjadi pusat bambu nasional.baca juga : Gunakan Peralatan Seadanya, Difabel Ini Hasilkan Aneka Kerajinan Bambu Berkualitas Sedangkan Peneliti Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK Desy Ekawati kepada Antara di Kupang mengatakan KLHK menetapkan Kabupaten Ngada sebagai pusat unggulan untuk program 1.000 desa bambu.Menurut Desy kegiatan dilakukan sebagai suatu platform dalam mengembangkan dan memperkuat pemanfaatan bambu di Indonesia melalui industri bambu berbasis masyarakat.Koordinator Proyek Program 1000 desa bambu ini menyebutkan.program pemanfaatan bambu berbasis masyarakat ini dibangun dengan mekanisme “People Public Private Partnership” (4P) yang bergerak dari sektor hulu sampai hilir.“Kegiatan dimulai dari pengelolaan hutan bambu yang lestari dan pemanfaatan bambu sebagai bahan baku industri. Kegiatan ini merupakan program jangka panjang yang sudah dimulai dari 2015 dan akan berakhir pada 2040,” terangnya. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-003-12.json | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Menurut Desy, di Kabupaten Ngada sudah ada 10 desa bambu di Kecamatan Golewa yang dijadikan sebagai pusat unggulan dan percontohan untuk daerah lain.Dirinya menerangkan pengolahan hutan bambu lestari berbasis masyarakat di Kabupaten Ngada sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini.Model pengembangan bambu berbasis masyarakat ini diinisiasi Yayasan Bambu Lestari (YBL) bekerjasama dengan KLHK dan ITTO Bamboo Project dengan dukungan masyarakat setempat.“Pemerintah telah membangun Coomunity Learning Center, Sekolah Lapangan Bambu dan Sekolah Musik Bambu di desa Wogo, Kecamatan Golewa. Pemerintah juga membangun membangun pusat pengawetan bambu dengan proses belajar sekolah lapang sejak 2016,” paparnya.perlu dibaca : Pande Ketut Diah Kencana, Peneliti Bambu Tabah untuk Konservasi dan Olahan Pangan Meningkatkan Ekonomi MasyarakatPada kunkernya, Wamen Alue Dohong juga mengunjungi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Tujuh Belas Pulau di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Kawasan konservasi ini dikelola oleh Balai Besar KSDA NTT dengan luas 7.303.16 hektare berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.3911/MENHUT-VII/KUH/2014.Kepala Balai Besar KSDA NTT Timbul Batubara menjelaskan TWAL tujuh belas pulau merupakan salah satu destinasi wisata alam di NTT.Timbul berharap destinasi wisata ini perlu didukung semua pihak dalam hal pengembangannya agar bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.Dia menyebutkan sebagian besar pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau merupakan bukit dengan padang savana serta perairan laut yang jernih dan alami. “Keindahannya semakin lengkap dengan adanya biawak Komodo di Pulau Ontoloe serta hutan mangrove yang menjadi habitat ribuan kelelawar,” ungkapnya.Selama perjalanan ke destinasi wisata,Timbul mempresentasikan kepada Wamen LHK tentang “Blue Print Pengembangan Wisata Alam (Bahari) dan Pusat Konservasi Komodo”. | [0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548] |
2020-003-12.json | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Alue memberi apresiasi dan berpesan agar potensi wisata yang ada di TWAL tujuh belas pulau dapat dikembangkan, dipetakan dan dikemas secara maksimal agar dapat mendongkrak sektor pariwisata dan meningkatkan ekonomi masyarakat di Riung.baca juga : Masyarakat di Sikka Menanam Bakau Saat Pandemi Corona. Apa Alasannya? Penanaman Bakau BerhasilWamen Alue Dohong juga melakukan tinjauan ke lokasi padat karya penanaman mangrove (PKPM) di Desa Langkosambi Timur, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).Alue mengatakan bahwa PEN di NTT berhasil sebab penanaman yang telah dilakukan mencapai 631 hektare dari target semula 500 hektare dengan dukungan anggaran sebesar Rp13 miliar.“Anggaran tersebut telah direalisasi 99,9 persen, berarti program ini berjalan sukses di NTT karena seluruh anggaran terserap,” ucapnya.Alue memaparkan, untuk NTT program PEN melalui padat karya penanaman mangrove dilaksanakan di 17 kabupaten yang dikerjakan oleh 56 kelompok masyarakat atau 2.078 orang.Untuk program penanaman di Langkosambi Timur, sesuai laporan Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina, luasnya mencapai 50 hektare menggunakan pola pengkayaan 1.000 batang per hektare.Menurut Alue, ekosistem mangrove sangat penting yakni menyerap karbondioksida dan sebagai penyangga jika terjadi gelombang tsunami.Ditambahkannya,pengalaman tsunami di Aceh, kampung-kampung dengan kondisi mangrove yang bagus, kerusakan bangunan dan infrastruktur serta korban jiwa sangat kecil.Namun daerah-daerah yang mangrovenya dibuka seluruhnya untuk tambak, sebutnya, kehancurannya justru sangat besar.Jadi sebetulnya mangrove ini sebagai buffer zone (zona penyangga) kalau terjadi gelombang tsunami,” ungkapnya.baca : Padat Karya Penanaman 600 Ribu Hektare Mangrove di 34 Provinsi Dimulai | [0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2020-003-12.json | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wamen LHK Kunjungi Ngada, NTT. Apa yang Dilakukannya? | Wakil Menteri LHK selama di Flores melakukan pertemuan dengan ibu-ibu pembibit bambu di Labuan Bajo dan peninjauan sistem Hutan Bambu Lestari.Dia juga melakukan penanaman pohon bambu dan tanaman sela di hutan bambu Turetogo, Mataloko serta peninjauan dan simulasi pengolahan bambu menjadi strip, stick dan pelet.Alue juga mengunjungi potensi wisata bahari pulau-pulau di TWAL Tujuh Belas Pulau, Pulau Ontoloe, Pulau Rutong, Pulau Tembang, Pulau Tiga dan Pulau Tembaga.Selain itu, dia pun melakukan kunjungan ke lokasi kegiatan PEN Mangrove di Lengkosambi Timur dan peninjauan lokasi Agroforestry Bambu Kebun Rakyat.Tak ketinggalan Alue dan rombongan berkenan mengunjungi Kampung Adat Bena. Kampung adat ini merupakan salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Kota Bajawa. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-020-09.json | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | [CLS] Tata kelola rekrutmen awak kapal perikanan (AKP) sampai saat ini dinilai masih menjadi masalah yang belum bisa diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Persoalan tersebut bisa muncul, karena sampai sekarang sistem rekrutmen masih belum menerapkan secara penuh transparansi dan keadilan.Akibat persoalan tersebut, tata kelola pengiriman AKP juga menjadi bermasalah dan terus berlangsung dari tahun ke tahun. Hal itu diakui oleh Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan.Dalam penilaian dia, pelaksanaan sistem dan mekanisme rekrutmen AKP di Indonesia selama ini masih berjalan sangat tidak transparan. Kondisi itu juga diperparah dengan adanya praktik penipuan kepada para calon tenaga kerja, serta dilakukan secara informal.“(Selain itu) ada juga praktik percaloan dan pungutan kepada calon awak kapal perikanan,” ungkap dia belum lama ini.Kelemahan tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung, meski Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021 yang salah satunya mengatur tentang Tata Kelola Awak Kapal Perikanan.Menurut Abdi Suhufan, kehadiran Permen KP 33/2021 seharusnya bisa menjadi penyempurna peraturan sebelumnya yang sudah ada dan diberlakukan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, karena Permen tersebut tidak mengatur tentang ketentuan rekrutmen AKP yang adil.Oleh karena itu, agar sistem dan mekanisme rekrutmen AKP bisa berjalan lebih baik lagi dan berlangsung adil, dia menilai perlu adanya pengaturan secara khusus yang diterbitkan oleh Pemerintah. Hal itu, untuk mengantisipasi jika perekrutan dilakukan langsung oleh pemilik kapal atau perusahaan dan juga mengantisipasi perekrutan yang dilakukan oleh agen.baca : Pekerjaan Rumah Pemerintah untuk Melindungi Awak Kapal Perikanan | [0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-020-09.json | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Jika kondisi tersebut benar terjadi, maka semua pihak yang terkait harus bisa mengantisipasinya dengan baik. Contohnya, jika perekrutan dilakukan melalui agen, maka pemilik kapal atau perusahaan harus memiliki perjanjian atau kontrak tertulis yang resmi dan mencakup penyediaan layanan perekrutan.Dengan kata lain, pemilik kapal atau perusahaan harus bisa memastikan bahwa AKP yang mereka rekrut dan kemudian dilakukan penempatan oleh agen, sudah memahami dan menyetujui persyaratan kerja tanpa ada paksaan dari pihak lain.“Mereka secara sukarela dan tanpa ancaman hukuman,” tegas dia.Abdi Suhufan menyebut, kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi, jika KKP berani mengubah tata cara dalam memberikan perlindungan kepada AKP Indonesia. Namun, fakta yang ada justru KKP hanya mengubah sedikit aspek perlindungan kepada AKP saat melaksanakan operasi penangkapan ikan.Adapun, rincian Permen KP 33/2021 itu mengatur tentang logbook penangkapan ikan, pemantauan di atas kapal penangkapan ikan dan kapal pengangkut ikan, inspeksi pengujian, penandaan kapal perikanan, dan tata kelola pengawakan kapal perikanan.Dokumen peraturan yang tebalnya mencapai 307 halaman itu, disebut sebagai gabungan dari sejumlah peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya. Salah satu dari peraturan tersebut, adalah tentang tata kelola AKP.“Belum banyak berubah dalam aturan tersebut, karena hanya sedikit memperbaiki aspek perlindungan tenaga kerja yang terlibat dalam operasi penangkapan ikan,” terang dia.baca juga : Bagaimana Menata Kelola Pengiriman Awak Kapal Perikanan yang Tepat? Beberapa waktu lalu, Moh Abdi Suhufan juga mengingatkan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan perbaikan tata kelola AKP. Langkah tersebut mendesak untuk dilakukan, karena akan memperbaiki jaminan pekerjaan bagi AKP yang bekerja di kapal perikanan di dalam dan luar negeri. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-020-09.json | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Perbaikan tata kelola yang dimaksud, harus dimulai dari tahapan perekrutan, penempatan, repatriasi, sampai remedi. Semua tahapan tersebut, kemudian diperkuat dengan penerbitan rancangan peraturan pemerintah tentang penempatan dan perlindungan awak kapal niaga dan AKP.Dalam penilaian Abdi Suhufan, Pemerintah Indonesia perlu untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara yang menjadi tujuan bekerja para AKP dari Indonesia. Kerja sama itu harus spesifik dalam bentuk multi perjanjian.“Atau saling mengakui sertifikat AKP antara Indonesia dengan negara tujuan calon AKP bekerja,” terang dia. Rencana Aksi NasionalSelain itu, upaya perbaikan juga harus dilakukan dengan menyusun prorgam dan rencana aksi pengembangan sumber daya manusia AKP, terutama tentang kualifikasi dan kompetensi calon AKP. Juga, harus ada layanan pengaduan melalui saluran telepon khusus bagi AKP sudah bekerja.Terakhir, Pemerintah Indonesia harus melakukan pendataan keberadaan AKP Indonesia yang bekerja pada kapal perikanan di luar negeri. Upaya tersebut harus menjadi prioritas, karena bisa mendeteksi jumlah total AKP yang sudah bekerja hingga saat ini.Agar pendataan bisa cepat dan akurat, maka proses tersebut harus dilaksanakan dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga lain yang ada di Indonesia. Dengan demikian, pemantauan yang akan dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bisa lebih mudah dilakukan.perlu dibaca : Perlindungan Awak Kapal Perikanan Dimulai dari Daerah Asal Peneliti DFW Indonesia Laode Hardian menjelaskan bahwa operasional AKP bergantung pada pergerakan dari kapal perikanan tempat mereka bekerja. Kapal-kapal tersebut, sampai saat ini operasionalnya masih dilakukan melalui pelabuhan resmi dan tangkahan. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-020-09.json | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Saat melakukan operasi penangkapan ikan, tidak sedikit kapal perikanan ada yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku di negara yang berkaitan. Kapal-kapal tersebut seharusnya bisa memenuhi aspek perizinan, pengawakan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), dan logistik yang cukup.Karena ada kapal perikanan yang tidak memenuhi aspek-aspek yang disebut di atas, maka kemudian akhirnya timbul masalah di atas kapal antara AKP, nakhoda, pemilik kapal, dan atau dengan perusahaan. Masalah-masalah tersebut bisa muncul kapan saja, tanpa mengenal waktu dan situasi.Agar bisa dicegah beragam potensi masalah di atas kapal, maka perlu dibuat mekanisme yang kuat dan tegas, serta melakukan inspeksi bersama di atas kapal dengan melibatkan para pihak yang berkaitan. Langkah tersebut untuk menciptakan kondisi kerja yang layak di atas kapal dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, serta terpenuhinya aspek K3 yang diperlukan di atas kapal.“Inspeksi bersama ini perlu dilakukan oleh otoritas Syahbandar Pelabuhan Perikanan, unit kerja Ketenagakerjaan dan unit kerja Perhubungan,” papar dia.Kebutuhan melaksanakan inspeksi bersama tersebut, seharusnya menjadi salah satu bagian yang ada dalam Permen KP 33/2021. Namun sayang, KKP dinilai sudah abai karena justru tidak melakukan terobosan dengan memuat mekanisme inspeksi bersama (multidisiplinery).Bagi Laode Hardia, ketiadaan inspeksi bersama di atas kapal perikanan yang selama ini terjadi, bisa menyebabkan banyak kecelakaan kerja, kasus pelanggaran ketenagakerjaan, dan penelantaran AKP di atas kapal ikan domestik.baca juga :Moratorium Pengiriman Awak Kapal Perikanan Harus Diwujudkan Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini pada kesempatan berbeda mengatakan, bekerja di atas kapal penangkap ikan memang memiliki risiko yang tinggi dibandingkan jika bekerja dengan profesi yang lain. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-020-09.json | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Fakta tersebut menuntut para calon AKP yang akan bekerja di kapal perikanan harus memiliki kompetensi dan keterampilan yang mumpuni. Kemampuan tersebut akan memberikan manfaat saat bekerja, mengingat kondisi pekerjaan di kapal perikanan memiliki tingkat kesulitan tinggi dan berbahaya.Selain faktor di atas, profesi AKP sangat berisiko tinggi dan berbahaya, karena kapal yang beroperasi didominasi berukuran kecil, dan itu akan sangat berbahaya jika berlayar pada perairan dengan gelombang tinggi, serta cuaca yang tidak menentu.“Berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan pada saat melakukan kegiatan operasional penangkapan ikan,” ungkap dia dalam siaran pers KKP, pekan lalu.Pernyataan yang diungkapkan Muhammad Zaini tersebut muncul berkaitan dengan kecelakaan KM Hentri-I di perairan laut sekitar Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku pada 3 September 2021. Kecelakaan tersebut mengakibatkan sebanyak 27 AKP dinyatakan hilang.Tentang perlindungan AKP, sebelumnya sudah dijanjikan oleh Pemerintah Indonesia. Bahkan, Rencana Aksi Nasional Perlindungan Pelaut dan AKP (RAN PPAKP) juga disiapkan untuk menjadi sumber hukum perlindungan kepada para AKP yang sedang bekerja di kapal perikanan di dalam dan luar negeri.Sementara Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo, beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa penyusunan dokumen RAN PPKAP menjadi kebutuhan yang mendesak untuk saat sekarang.s“Menyikapi adanya banyak kasus penelantaran pelaut dan awak kapal perikanan di luar negeri, kita terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola perlindungan pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia,” jelas dia. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-020-09.json | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Rekrutmen Awak Kapal Perikanan Masih Belum Transparan | Basilio mengungkapkan, penyusunan RAN PPAKP dilakukan dengan tujuan untuk memastikan Negara senantiasa hadir dengan memberikan perlindungan yang layak dan wajar kepada setiap warga Negara Indonesia (WNI) secara umum, utamanya yang bekerja di subsektor perikanan tangkap.“Baik itu yang bekerja di dalam, maupun di luar negeri,” tambah dia. **** Keterangan foto utama : Ilustrasi. Nelayan menangkap ikan dengan pancing huhate (pool and line). Foto : PT PBN/Mongabay Indonesia [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2013-007-01.json | Munirah, Si Gajah Sumatera Penghuni Baru PKG Saree | Munirah, Si Gajah Sumatera Penghuni Baru PKG Saree | [CLS] Rahmat, tampak sabar menuntun teman baru, yang bakal menghuni Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree, menuju truk. Pelahan, didampingi pawang, Rahmat menarik tali pengikat Munirah, begitu ia diberi nama. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ini ditangkap warga Dusun Krueng Tuan, Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh Timur pada 13 November 2013. Ia terpisah dari kawanan saat diusir agar masuk hutan.Setelah sempat dipelihara warga beberapa hari, Munirah dievakuasi tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh ke PKG Saree 16 November 2013. Munirah mudah didekati, tak seperti gajah liar lain. Kondisi kesehatan gajah yang diperkirakan berumur enam tahun ini cukup baik, meski ada bengkak di kaki.Kini, Munirah menjadi penghuni PKG Saree bersama puluhan gajah jinak lain. Ia diasuh pawang atau mahout bernama Iwan dan masih dampingan gajah Rahmat. Munirah dalam proses penjinakan.Nurdin, Ketua PKG Saree mengatakan, Munirah merupakan gajah liar kelima yang terpaksa dievakuasi ke PKG Saree sejak 2008. Meskipun saat ini BKSDA tidak lagi menangkap gajah liar yang berkonflik dengan warga.“Kami terpaksa mengevakuasi gajah-gajah yang ditangkap warga karena merusak kebun,” katanya saat evakuasi.Munirah kehilangan kawanan dan ditemukan sendiri di perkebunan sawit warga. Munirah kelaparan. Ia memakan tanaman sawit dan coklat serta sempat merusak rumah seorang warga. Awalnya, warga minta ganti rugi biaya perawatan gajah kepada tim BKSDA yang menjemput. Akhirnya diserahkan sukarela setelah warga khawatir kondisi kesehatan Munirah memburuk dan makin lemas.Saat ini, konflik gajah dan manusia makin tinggi di Aceh akibat kerusakan hutan yang menjadi habitat gajah. Konflik gajah terjadi hampir merata di semua kawasan daerah dataran rendah yang berdekatan dengan hutan. Aceh merupakan habitat utama gajah Sumatera yang diperkirakan lebih dari 500 ekor. [SEP] | [0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.2857142984867096] |
2016-039-12.json | Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | [CLS] Pemerintah Indonesia melibatkan nelayan tradisional untuk melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan di seluruh Indonesia. Keterlibatan tersebut, akan memberi keuntungan secara bersama kepada nelayan maupun Pemerintah. Dengan demikian, konservasi di kawasan laut Indonesia juga bisa berjalan tanpa hambatan.Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, keterlibatan nelayan tersebut menjadi langkah bagus untuk melaksanakan konservasi secara nasional di kawasan perairan. Termasuk, untuk mewujudkan target kawasan konservasi laut seluas 20 juta hektare pada 2020.“Saat ini baru 17,3 juta hektare yang sudah terwujud. Jika saat ini kita semua berkomitmen untuk melakukan konservasi, maka pada 2020 nanti akan terwujud 20 juta hektare,” ucap Brahmantya kepada Mongabay, akhir pekan lalu.Untuk saat ini, kawasan yang masuk dalam program konservasi laut, kata Tya, adalah di Pulau Weh (Aceh), Pulau Seribu (Jakarta), Laut Sawu (Nusa Tenggara Timur), Raja Ampat (Papua Barat), Wakatobi, dan Pulau Pieh.“Di bentang laut Anambas saja, sedikitnya ada 1,7 hektare untuk konservasi, belum lagi di kawasan lain. Ini akan ada penambahan site lagi. Karena target itu adalah 20 juta hektare pada 2020 nanti,” ungkap dia.Keterlibatan nelayan tradisional tersebut, menurut Tya, akan dipandu melalui buku pedoman khusus yang diterbitkan oleh KKP. Dalam pedoman tersebut, akan dipandu bagaimana nelayan bisa tetap memanfaatkan wilayah perairan untuk perikanan tangkap dan budidaya, tapi sekaligus juga bagaimana mengelolanya sehingga konservasi laut tetap berjalan.“Kawasan konservasi merupakan instrumen penting untuk menjaga habitat utama atau spawning and nursery ground yang ada di lautan. Karenanya kita libatkan semua pihak untuk menjaganya,” jelas dia. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2016-039-12.json | Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Dengan dilibatkannya nelayan tradisional, Tya berharap tabungan ikan akan ada lagi. Hal itu, sejalan dengan harapan Indonesia untuk terus melipatgandakan tabungan ikannya di seluruh wilayah perairan. Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini menjadi negara yang dikenal luas karena memiliki tabungan ikan paling banyak di dunia.Karena keterlibatan nelayan baru mulai dilaksanakan, Tya tidak bisa menjanjikan kapan harapan konservasi bisa benar-benar dilaksanakan secara penuh dan dipahami oleh semua nelayan. Namun, dia optimis, dengan adanya buku panduan, para nelayan akan cepat memahami dan menerapkannya langsung.“Dalam panduan tersebut, tidak hanya dibahas sistemnya, tapi juga secara teknis dibahas bagaimana mencari ikan yang benar dan berkelanjutan. Alat tangkap apa yang pantas digunakan di masing-masing wilayah perairan, dan lain sebagainya,” tutur dia.Zona Perikanan BerkelanjutanBrahmantya lebih lanjut menjelaskan, kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan oleh masyarakat lokal maupun tradisional, dilakukan di dalam zona perikanan berkelanjutan Kawasan Konservasi Perairan sesuai dengan peruntukannya.“Pengalokasian sebagian zona perikanan berkelanjutan tersebut bagi masyarakat lokal dan tradisional, merupakan bentuk kepedulian Pemerintah pada nelayan skala kecil yang ada di seluruh wilayah,” sebut dia.Menurut Tya, cara seperti itu sudah banyak dilakukan di negara lain dan itu bisa membantu negara tersebut menjaga ketahanan pangan, sumber mata pencaharian nelayan, dan memperbaiki kondisi sumber daya ikan yang lebih baik lagi.“Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir itu mencapai 132 juta orang, sehingga perlu langkah signifikan untuk mengamankan laut Indonesia untuk menuju perikanan berjelanjutan,” kata dia.“Pedoman ini kita berikan kepada masyarakat untuk membuat komitmen baru. Karena, pada kenyataannya, illegal fishing di kawasan kecil itu juga ada. Itu harus dihilangkan,” tambah dia. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2016-039-12.json | Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Nelayan Kecil Dilibatkan dalam Konservasi Laut Pesisir | Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Agus Dermawan menjelaskan, dalam pengelolaan kawasan konservasi harus ada pembagia porsi yang jelas untuk orang-orang yang tinggal di kawasan pesisir. Hal itu, karena konservasi itu sifatnya tidak single use, melain multiple use.“Konservasi itu tidak hanya untuk perlindungan saja, tapi juga untuk pemanfaatan, seperti perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari dan itu harusnya memperhatikan masyarakat pesisir. Mereka harus diperhatikan karena merekalah yang merasakan manfaatnya,” ucap dia.Pada kesempatan sama, Policy Director RARE Indonesia Arwandrija Rukma menjelaskan, karena wilayah perairan Indonesia sangat luas, sudah selayaknya zona larangan tangkap perikanan diatur dengan jelas dan ditaati oleh nelayan serta masyarakat lokal.“Limpahan ikan bisa dirasakan dan dimanfaatkan bagi nelayan dan masyarakat lokal yang ingin menjaga kelestarian alam,” tutur dia.Arwandrija mengatakan, sebelum pedoman diterbitkan, pihaknya ikut terlibat dalam melakukan organisasi kebutuhan untuk nelayan dan masyarakat lokal. Keterlibatan di 15 site terebut, dilakukan untuk mencari konsep ideal yang bisa diterapkan dalam mewujudkan konservasi perairan oleh nelayan kecil dan masyarakat lokal.“Pedoman ini menyediakan petunjuk untuk nelayan dalam melakukan asesmen perikanan. Apa yang bisa dikelola, apa alat tangkapnya. Ini secara teknis ada dalam pedoman,” papar dia. [SEP] | [0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-005-20.json | Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | [CLS] Pohon aren atau enau [Arenga pinnata] dari Suku Arecaceae, adalah tumbuhan palma selain kelapa. Tanaman ini banyak memiliki manfaat, tidak hanya untuk kehidupan manusia, tapi juga untuk satwa liar dan penting bagi ekosistem lingkungan.Pohon ini umumnya berdiameter 65 sentimeter dengan tinggi bisa mencapai 25 meter. Persebarannya ada di Indonesia dan beberapa negara lain seperti Filipina, Malaysia, Laos, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Thailand, Srilanka, dan India.Pohon aren memiliki buah yang unik, yang berada di tangkai dengan jumlah cukup banyak. Namun, jangan coba-coba untuk memakan langsung buahnya tanpa diolah secara khusus. Ini dikarenakan getah dari kulit buahnya sangat gatal.Baca: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia Di Provinsi Aceh, pohon aren tumbuh hampir di semua kabupaten/kota yang umumnya berada dekat sungai, atau di lereng bukit pada ketinggian 500-1.200 mdpl. Bagi masyarakat, memanfaatkan pohon ini untuk diambil airnya yang berada di tangkai buah. Biasanya disebut air nira.Selain air nira yang diperoleh dengan cara menyadap melalui tangkai, masyarakat juga memanfaatkan buahnya yang dinamakan kolang-kaling. Juga, serabut hitan di batang pohon bagian atas yang dikenal dengan nama ijuk untuk dijadikan sapu.Baca: Rukam, Pohon Berduri yang Digunakan Melawan Tentara Belanda Usman Ali, masyarakat Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, mengatakan, selama ini masyarakat Samar Kilang juga keseluruhan masyarakat Aceh masih memanfaatkan pohon aren, untuk diambil air nira serta buahnya.“Pohon aren tumbuh subur di pinggir sungai atau lereng bukit yang banyak air. Sejauh ini, belum ada masyarakat yang membudidayakannya, karena pohon ini tumbuh sendiri,” ujarnya, akhir November 2021. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-005-20.json | Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | Usman Ali mengatakan, air nira yang diambil itu, lantas direbus dan diolah menjadi gula aren. Sebagian juga ada yang dijadikan manisan aren. Pohon ini sangat penting untuk ekosistem. Akarnya yang kokoh, dalam, dan tersebar bermanfaat sebagai penahan erosi tanah.“Saya lihat, bila ada pohon aren di tebing sungai maka tanahnya tidak longsor,” ungkapnya.Baca: Buah Nangka dan Cempedak, Serupa tapi Tak Sama Erdi Surya, M, Ridhwan, Armi, Samsiar dan Jailani, pengajar di Universitas Serambi Mekkah, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, dalam makalah di Jurnal Bionatural 2018 berjudul “Konservasi Pohon Aren Dalam Pemanfaatan Nira Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat di Desa Padang, Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues” menjelaskan, dengan banyaknya pemanfaatan pohon aren, jika tidak ada upaya penyelamatan, maka akan mengancam pohon tersebut.“Masyarakat banyak yang memanfaatkan aren untuk kegiatan industri rumah tangga. Tanpa upaya peremajaan, dikhawatirkan akan menyebabkan populasi aren semakin terancam,” jelas Erdi Surya dan kawan-kawan.Upaya konservasi pohon aren sangat diperlukan, mengingat banyak manfaat yang didapat. Saat ini, dengan adanya teknologi, nira aren dapat dibuat sebagai sumber biofuel.“Pemanfaatan aren yang meluas dikhawatirkan akan menyebabkan kelangkaan, mengingat umur panennya antara usia 7-12 tahun,” katanya.Baca: Kapur Barus, Pohon Kamper, dan Kejayaan Nusantara Hasil penelitian menunjukkan, selama ini masyarakat hanya memanfaatkan pohon aren yang tumbuh alami. Sementara, penyebaran buahnya untuk kembali tumbuh hanya dilakukan oleh musang.“Bahkan, upaya penyelamatan pohon aren dengan menanam kembali selalu gagal karena pengetahuan masyarakat yang terbatas.”Dalam penelitian tersebut, Erdi juga menyarankan agar pemerintah membantu masyarakat, sehingga budidaya pohon aren bisa dilakukan. | [0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2021-005-20.json | Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | Pohon Aren, Kolang-Kaling, dan Jasa Musang | “Hal ini penting bukan hanya membantu perekonomian masyarakat, tapi juga agar lingkungan terjaga dan meminimalisir terjadinya bencana alam,” jelasnya. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2019-056-10.json | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | [CLS] Ada yang berubah di Desa Rantau Kermas. Sekarang warga bisa menikmati listrik energi air yang dulu dipasok tenaga dari mesin diesel. Di masa lalu mereka hanya bisa menggunakan listrik untuk penerangan di malam hari. Jika ada alat elektronik, itu pun hanya bisa untuk sebuah televisi saja.Desa ini menggantungkan harapan pada pembangkit listrik bertenaga mikro hidro (PLTMH). Hutan menjadi urat nadi bagi sumber air. Hutan yang utuh menjamin debit air yang stabil dan cukup untuk turbin penggerak listrik.“Iyo, sejak 2017 lah tambah besar daya PLTMH kami,” sebut mak Nova. “Kini listrik lah idup 24 jam, kecuali [kadang] hari Minggu. Setengah hari dak idup karena nak bersih-bersih di gardunyo.” Dia adalah salah satu warga asli Rantai Kermas.Baca juga: Mengasuh Pohon, Menjaga Pasokan Listrik Mikro HidroDesa Rantau Kermas berada di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Dari ibukota kabupaten butuh waktu empat jam perjalanan darat untuk mencapai lokasi ini.Program mandiri energi ala PLTMH memang merupakan satu cerita sukses warga Rantau Kermas. Mereka mampu memanfaatkan potensi alam, khususnya hutan tanpa harus merusaknya. Hutan ini membentang sisi selatan dan utara desa, sejajar dengan Sungai Batang Langkup.Berdasarkan hasil identifikasi dan survey yang dilakukan warga, ada lebih 1.000 pohon diameter 60 cm di dalam kawasan hutan ini. Hutan Adat Rantau Kermas seluas 130 hektar sudah mendapat pengukuhan dari Kementerian LHK lewat Surat Keputusan Nomor 6745/MENLHK-PSKL/KUM-1/12/2016. Setelah sebelumya mendapat pengukuhan legalitas dari Bupati Merangin tahun 2015.Hutan inilah yang menjaga daerah aliran sungai dapat berfungsi dengan baik. Hasan Apd, Kepala Desa Rantau Kermas, mengatakan penduduk lokal beruntung memiliki hutan adat yang masih utuh.“Secara turun temurun, nenek moyang kami melarang penebangan hutan yang menjadi hulu sungai dan sumber mata air,” katanya. | [0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2019-056-10.json | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Sejak tahun 1999, denda adat telah diberlakukan kepada seluruh warga Desa Rantau Kermas. Warga yang menebang satu pohon di hutan adat, diwajibkan menanam lima pohon, ditambah satu ekor ayam dan beras satu gantang.Bahkan sekarang denda adat ini direvisi, -menjadi lebih berat. Dendanya, beras 20 gantang, satu ekor kambing dan uang lima juta rupiah. “Semua dituangkan dalam peraturan desa terkait dengan larangan penebangan hutan,” katanya.Desa Rantau Kermas merupakan salah satu desa yang tergabung dalam marga Serampas, yang terdiri dari lima desa, yaitu Renah Kemumu, Tanjung Kasri, Lubuk Mentilin, Renah Alai dan Rantau Kermas. Masyarakat di sini biasa menyebut dirinya Orang Serampas.Setelah PLTMH berfungsi, hasilnya amat bermanfaat bagi masyarakat. Khususnya secara ekonomi.Kepala Pengelola PLTMH Rantau Kermas, Mustera Wendy, menyebut biaya langganan Rp50 ribu per bulan. Secara 24 jam, PLTMH bisa mengaliri listrik secara kontinyu kepada 127 rumah di Rantau Kemas.“Sesuai Peraturan Desa, besarnya tarif listrik sudah disepakati berdasarkan [penggunaan] pemakaian pemutus sirkuit listrik, Miniature Circuit Breaker (MCB). Harga patokan, C1 Rp50 ribu, C2 Rp60 ribu, C4 Rp80 ribu, C8 Rp120 ribu, dan C10 keatas Rp 150ribu,” tambahnya.Hasil pungutan pajak listrik dikelola oleh pengurus PLTMH yang ditunjuk saat rapat desa. Pungutan digunakan untuk honor pengurus bulanan, yaitu bendahara, operator, mekanik dan kolektor. Biaya operasional dan perawatan mesin PLTMH.Setiap akhir tahun, pengelola PLTMH menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan PLTMH. Laporan pertanggungjawaban biasanya dilakukan pada saat rapat desa yang dihadiri sebagian besar masyarakat desa setempat.Pembayaran tagihan listrik dilakukan setiap hari Jumat setiap awal bulan. “Kalau ada yang belum bayar kami kasih surat kepada yang bersangkutan. Lalu menagihnya di setiap pertemuan desa dan keagamaan,” kata Mustera. Aturan Adat | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2019-056-10.json | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Perda Kabupaten Merangin Nomor 8/2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Serampas, menyebut luas wilayah Serampas 61 ribu hektar. Wilayahnya yang berada di enclave Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) luasnya 1.368 hektar.Menurut Hasan, penelusuran sejarah Orang Serampas dapat ditarik hingga abad ke-11. Marga Serampas dipimpin oleh ketua adat yang disebut Depati (kepala dusun/kampung). Ada tiga Depati wilayah, yaitu Depati Pulang Jawam, Depati Singo Negaro, dan Depati Karti Mudo Menggalo. Ketiga Depati berada di bawah pucuk pimpinan Depati Sri Bumi Putih yang berkedudukan di Desa Tanjung Kasri.Dalam adat, dikenal wilayah yang disebut dengan sebutan hutan hulu aik atau hutan kawasan hulu air. Wilayah ini tidak boleh dibuka, karena penyimpan sumber air kehidupan.Selain itu ada yang disebut dengan tanah ngarai dan padang bebatu yang tidak boleh diolah. Depati dan para ninik mamak memiliki otoritas wewenang dalam pengelolaan lahan ini. Berhubungan dengan aturan penguasaan dan pemanfaatan lahan, dikenal istilah tanah ajum dan dan tanah arah.Tanah ajum adalah kawasan yang dapat digunakan sebagai penunjang perekonomian masyarakat, peruntukannya untuk budidaya tanaman muda dan tanaman semusim. Tanah arah adalah kawasan yang pemanfaatannya digunakan untuk pemukiman.“Masyarakat Serampas yang ingin mendapat tanah ajun dan tanah arah harus lapor pada Depati. Begitu juga jika ada orang luar yang hendak membuka lahan di sini,” jelas Hasan.Penerima tanah arah berkewajiban mematuhi aturan adat. Mereka harus mengumpulkan bahan bangunan rumah maksimal dua tahun (timpoh ramu). Begitupun dalam pembangunan rumah ada tenggat waktunya (timpoh tegak). .Jika selama kurun waktu tidak ada pembangunan, tanah bisa dikembalikan ke desa.“Tanah merupakan warisan dari nenek moyang. Tidak boleh digunakan secara rakus, kita punya aturan adat dan lembaga adat yang mengatur ini semua.” | [0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2019-056-10.json | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago” | Bagi Hasan, ke depan tantangan bakal terus ada, khususnya dengan bertambahnya jumlah penduduk dan terbatasnya ketersediaan lahan. Baginya, modernitas harusnya bisa berdampingan dengan adat budaya yang telah berjalan beratus tahun lamanya ini.Hal lain terkait dengan perambahan hutan di Hutan Adat Serampas. Umumnya dilakukan oleh orang luar. Ancaman ini menjadi momok tersendiri.Di tahun 2016 lalu misalnya, di Desa Renah Alai pernah terjadi bentrok antara warga dengan perambah. Insiden ini berujung pada penahanan beberapa orang. Belajar dari hal ini, Hasan berhati-hati untuk memberikan izin pada orang luar yang ingin tinggal dan menetap di desa mereka.“Hutan adat penting bagi kami. Kami terjaga dari bencana karena keberadaan hutan adat ini. Tanpa lahan, tanpa hutan, kita tidak bisa menjaga kelangsungan hidup anak cucu kita nanti,” tutupnya. Video: Pohon Asuh Penyangga Kehidupan [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2017-049-08.json | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | [CLS] Sebutan gambut belum familiar di Papua. “Dengar berita di Riau, ada kebakaran lahan gambut macam bingung, lahan gambut tu yang bagaimana?” kata Wirya, pegiat lingkungan aktif di Jerat Papua, mengenang kejadian beberapa tahun lalu. Diapun berupaya mencari tahu.Wirya adalah koordinator Pantau Gambut Regio Papua bersama Godlif Korwa, dari Yayasan Lingkungan Hidup (Yali) Papua.Pertengahan Mei lalu di Jayapura, mereka sosialisasi dan mendiskusikan platform perlindungan gambut Papua bersama media, komunitas mahasiswa dan LBH Jayapura.Banyak peserta hanya mendengar, namun tak memahami apa dan bagaimana bentuk gambut itu. Dalam kegiatan ini, Pantau Gambut Papua memperkenalkan lahan gambut, klasifikasi berdasarkan ketebalan, luas dan sebaran di Pulau Papua, serta ancaman kerusakan.Sebagian besar gambut berupa hutan dan menyimpan karbon jumlah besar. Karbon, katanya, tersimpan mulai permukaan hingga kedalaman. Saat terjadi penebangan hutan terutama dalam skala besar, oksigen dan sinar matahari memicu pelepasan karbon dari dalam tanah gambut.Karbon bertransformasi jadi karobondioksida dan lepas ke udara bebas. Pelan-pelan lahan gambut yang menyimpan air dalam jumlah besar jadi kering dan mudah terbakar hingga berbagai gas beracun terlepas ke atmosfir.Berdasarkan ketebalan, gambut diklasifikasi jadi empat, antara lain gambut dangkal ketebalan 50-100 cm, gambut sedang 100-200 cm, gambut dalam 200-300 cm dan gambut sangat dalam lebih 300 cm.Data Wetland Internasional 2006 menyebutkan, ketebalan gambut Papua umumnya tak lebih tiga meter. Gambut dangkal relatif lebih subur dibanding gambut dalam. Sebaran dan ancaman kerusakanDi Papua, gambut tersebar hampir di 37 kabupaten baik di Papua maupun Papua Barat dengan luas beragam.Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBLSDLP) Kementerian Pertanian, luas gambut di seluruh Papua 3.681. 673 hektar, sebanyak 2.658.184 hektar Papua dan 1.023.489 hektar Papua Barat. | [0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.2222222238779068, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534] |
2017-049-08.json | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Lahan gambut terluas di Papua ada di Mappi (479.848 hektar), Membramo Raya (384.496 hektar), Asmat (378.415 hektar), Mimika (268.207 hektar), Sarmi (203.909 hektar), Boven Digoel (179.523 hektar) dan Tolikara (168.233 hektar).Untuk Papua Barat ada, di Teluk Bintuni (445.659 hekta), Sorong Selatan (287.905 hektar), Sorong (126.201 hektar) dan Kaimana (107.436 hektar).Dari jumlah ini, sudah 80.000 hektar rusak. Dia bilang, kerusakan lahan gambut di wilayah lain di Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan, 20 kali lipat dibanding Papua hingga penting tata kelola yang baik hingga tak timbulkan masalah ke depan.Data lahan gambut Papua masih berbeda-beda antara BBLSDLP, Wetlands International dan Badan Restorasi Gambut.Menurut BBLSDLP 3.681. 673 hektar, Wetlands International 7,97 juta hektar dan Badan Restorasi Gambut 6 juta hektar.Pantau gambut Papua pakai data BBLSDLP. Sisi lain, Kementerian kehutanan pakai data Wetland. “Ini harus diklarifikasi lagi oleh Pantau Gambut Papua, karena nanti sulit pemantauan kalau data awal masing-masing masih berbeda-beda.”Meskipun begitu, potensi kerusakan gambut Papua sangat tinggi. Ancaman kerusakan terbesar, katanya, dari perusahaan-perusahaan yang dapat izin eksploitasi dibandingkan masyarakat kecil buat keperluan pertanian.Dalam peta sebaran izin perusahaan di Papua, baik pengusahaan hutan alam, maupun pertambangan dan perkebunan, berada di atas gambut.Hasil penelitian Jerat Papua 2014 menyebutkan, ada 155 perusahaan beroperasi di Papua dan mengkapling lahan 25.527.497 hektar atau lebih separuh luas daerah ini.Dari data BBDSLP, peta stok karbon Papua, 4.875.648.988 ton ada di Papua dan 1.651.119.005 ton Papua Barat serta 97,94% di kawasan hutan. | [0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612, 0.0, 0.0, 0.0, 0.10000000149011612, 0.10000000149011612] |
2017-049-08.json | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Degradasi dan deforestasi terus terjadi. Periode 2000-2014, rata-rata degradasi pertahun 190.994 hektar melepas emisi 282.917.103 Ton CO2 atau rata-rata 20.208.364 ton CO2 pertahun. Deforestasi 38.775 hektar pertahun dengan total emisi 278.342.241 ton CO2 atau 19.881.589 ton CO2. Upaya perlindungan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sudah dibentuk Badan Restorasi gambut (BRG). BRG menjadi lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 dan bertanggung jawab kepada Presiden.Papua, salah satu provinsi prioritas kertas BRG dalam merestorasi gambut. Selain Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.Salah satu program BRG adalah Desa Peduli Gambut (DPG) Tahun 2017 ada di 75 desa tersebar di tujuh provinsi termasuk Papua.Melalui program ini, dilakukan pemetaan sosial-spasial dan pendampingan terhadap Desa Peduli Gambut. Di Papua, program ini di dua kabupaten yaitu Merauke dan Mappi.Beatriks Gebze, Enumerator Program Desa Peduli Gambut di Merauke mengatakan, Juni-Juli 2017, akan pemetaan gambut di Kampung Kaliki Distrik Kurik, Merauke. Bersamanya ada tim lain antara lain fasilitator desa dan tenaga penghubung kegiatan BRG di provinsi.“Kami akan pemetaan lahan gambut, kondisi terakhir, kepemilikan perusahaan atau masyarakat. Jika ada aktivitas pembangunan oleh pemerintah, apakah terdapat kanal dan sumur bor, potensi di lahan gambut. Terpenting bagaimana pengetahuan masyarakat tentang gambut dan pemanfaatan selama ini,” katanya.Kegiatan di desa-desa itu dari perencanaan dan pembentukan kawasan perdesaan, perhutanan sosial dan reforma agraria. Lalu, resolusi konflik, pemberdayaan ekonomi desa, penguatan pelembagaan masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan gambut serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Ditambah juga penguatan inovasi lokal oleh komunitas terkait pengelolaan gambut. | [0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1111111119389534] |
2017-049-08.json | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Upaya Menjaga Lahan Gambut Papua | Meskipun BRG kabupaten belum terbentuk, katanya, sebagai tim tetap berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) dan dinas-dinas terkait termasuk Dinas Kehutanan.Sementara itu, dari organisasi non pemerintah, Pantau Gambut Papua sudah terbentuk dan melibatkan beberapa lembaga pemerhati lingkungan. Di Papua berpusat di Jayapura, di Papua Barat di dua tempat yaitu Sorong dan Manokwari.Wirya bilang, ada dua hal penting dalam rencana kerja Pantau gambut Papua. Pertama, kapasitas untuk mendukung proses dan kinerja gerakan Pantau Gambut Papua. Kedua, obyek pantau seperti kondisi gambut di tiap wilayah, ancaman dan respon daerah terhadap inisiatif yang dimulai Pusat. Komitmen pelaku restorasi sendiri baik pemerintah, swasta maupun masyarakat juga jadi obyek pantau. Pilih saguUntuk perlindungan dan restorasi gambut di Papua, sagu jadi salah satu pilihan. Sagu, katanya, sangat dekat dengan kehidupan orang Papua terutama di pesisir, bahkan dianggap sebagai identitas Papua.“Sagu memiliki nilai material dan spiritual. Sebagai nilai material, sagu sumber makanan sehat dan memberikan beragam manfaat lain untuk kebutuhan sehari-hari orang Papua. Daun bisa buat dinding atap rumah dan lain-lain.”Sagu juga tanaman ramah gambut. Sagu dapat menyerap air 200-1.000%. Masa panen sagu di lahan gambut sekitar 10-12 tahun. Sagu sekali tanam, tak perlu tanam lagi, tak perlu pupuk atau dibersihkan. Sagu juga berfungsi sebagai tanaman pelindung agar lahan gambut tak mengering dan terbakar. [SEP] | [0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1818181872367859, 0.0, 0.09090909361839294, 0.09090909361839294, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.09090909361839294] |
2015-024-16.json | Beginilah Aksi TNI Di Hutan Mangrove Pejarakan Buleleng. Ada Apa? | Beginilah Aksi TNI Di Hutan Mangrove Pejarakan Buleleng. Ada Apa? | [CLS] Siang itu pada Sabtu Sabtu (26/09/2015), terlihat aktivitas di kawasan Hutan Mangrove Dusun Marga Garuda, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Sejumlah anggota TNI dari Kodim 1609/Buleleng sibuk di hutan yang mulai rusak itu. Mereka datang bukan dengan membawa senjata untuk berlatih perang, tetapi malah membawa bibit untuk ditanam di hutan mangrove.Komandan Kodim (Dandim) 169/Buleleng, Letkol Inf. Budi Prasetyo yang ditemui Mongabay mengatakan mereka melakukan aksi penanaman bibit manggrove secara spontan karena melihat kawasan mangrove di sepanjang 144 km pesisir pantai Buleleng mulai rusak dan menipis. Padahal mangrove berperan penting dalam menahan abrasi dan tempat hidup berbagai satwa pesisir. Dari pemikiran tersebut, Dandim 169 / Buleleng melakukan penanaman 350 bibit mangrove di kawasan pantai Desa Pejarakan, yang nantinya bisa bermanfaat mencegah kerusakan lingkungan, khususnya dari pengaruh alam dan tangan-tangan usil. “Kami akan melakukan penanaman manggrove ini berkelanjutan. Ini bertujuan mencegah abrasi dan kerusakan lingkungan. Masyarakat sangat antusias mengikuti kegiatan ini bersama camat dan prebekel setempat,” ujarnya.Ia melanjutkan dulunya hutan mangrove di kawasan pantai Pejarakan sangat lebat. Tapi belakangan masyarakat cenderung memanfaatkan hutan sebagai lokasi tambak, dengan melakukan penebangan dan membuka lahan yang merusak fungsi ekologis mangrove.Oleh karena itu Budi Prasetyo mengatakan pihaknya berusaha memberikan edukasi kepada masyarakat pentingnya menjaga lingkungan khususnya di kawasan lahan mangrove. “Kami mengantisipasi abrasi dan kerusakan lingkungan melalui penanaman ini. Mengingat banyak masyarakat mengembangkan tambak yang berjarak dekat dengan pantai di sekitar hutan mangrove,” tambahnya. [SEP] | [0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548] |
2021-064-01.json | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | [CLS] Pegunungan Meratus merupakan sebuah kawasan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua. Ia membentang dengan melewati hampir semua kabupaten di Kalimantan Selatan, hingga ke perbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur. Titik tertingginya berada di Gunung Halau-halau dengan 1.901 Mdpl. Kemasyuran Meratus selevel dengan Pegunungan Schwaner, Muller dan Iban. Merekalah titik-titik tertinggi di Kalimantan.Di bawah pegunungan Meratus terbentang dataran rendah yang sangat luas dengan berbagai macam karakteristik, seperti gambut dan dataran rawa air tawar. Sungai-sungai besar Kalimantan memainkan peran yang besar dalam membentuk dataran semacam ini karena rawa air tawar dikenal sebagai “dataran banjir” dari sungai-sungai tersebut.Sebagaimana menjadi pemberitaan di awal tahun (2021) ini, Banjir besar terjadi di Kalimantan Selatan. Di lansir dari Harian Kompas, 14 Februari 2021, bencana tersebut menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota terendam. 102.340 rumah penduduk, 176.290 keluarga atau 633.723 jiwa terdampak banjir awal tahun di Kalimantan Selatan. 35 orang meninggal dunia dan 135.656 jiwa harus mengungsi.Beberapa wilayah di Kalimantan Selatan yang rentan bencana harusnya mendapatkan perhatian serius terhadap kelestarian lingkungannya. Namun sayang, pada 4 Desember 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan sebuah surat keputusan (SK) yang mana memberikan konsesi operasi produksi tambang batu bara di Kawasan Pegunungan Meratus. SK dengan Nomor 441.K/30/DJB/2017 diberikan kepada PT Mantimin Coal Mining (MCM) dengan konsesi seluas 5.900 Ha meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah. | [0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0] |
2021-064-01.json | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Sejumlah warga Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menolak konsesi perusahaan tambang di wilayah adat mereka tersebut dan bersama organisasi lingkungan hidup, Walhi, pada tahun 2018 mengajukan sebuah gugatan. Tepatnya pada 28 Februari 2018 Kuasa Hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta dengan tergugat I (Menteri ESDM) dan tergugat II intervensi PT MCM.Baca juga: Walhi Menangkan Gugatan di MA: Rencana Eksploitasi Mantimin Mining di Meratus Batal Pada 22 Oktober 2018, Pengadilan TUN Jakarta mengeluarkan sebuah putusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) yang berarti gugatan tidak dapat diterima karena alasan mengandung cacat formil. Upaya hukum selanjutnya dilakukan pada tahap banding di Pengadilan Tinggi TUN Jakarta pada 14 November 2018.Namun bernasib sama, Pengadilan Tinggi TUN menguatkan putusan Pengadilan TUN Jakarta pada 14 Maret 2019, bahwa kasus tersebut NO.Upaya hukum lebih tinggi dilakukan demi mendapatkan keadilan, maka diajukanlah kasasi ke meja hijau di Mahkamah Agung (MA). Dalam sebuah putusan pada 15 Oktober 2019, MA berpendapat lain dengan Pengadilan TUN dan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.MA menyatakan membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara berupa SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining Menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi. Serta mewajibkan Tergugat I (dalam hal ini Menteri ESDM) untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara berupa SK untuk PT MCM tersebut. | [0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0] |
2021-064-01.json | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Dalam pandangan MA, Menteri ESDM telah menerbitkan Keputusan Penyesuaian Tahap Kegiatan PKP2B PT MCM Menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi (objek sengketa), dan keputusan a quo memenuhi kriteria Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara juncto Pasal 1 angka 7 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga Peradilan Tata Usaha Negara berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya. Sangat janggal secara hukum jika perkara tersebut diputus Niet Ontvankelijke Verklaard.Baca juga: UU Minerba Baru Makin Ancam Hutan Lindung dan Konservasi Kemudian masalah lainnya, sebagian areal tambang PT MCM atau Tergugat II Intervensi berada di kawasan karst yang merupakan kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem kars memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air yang bermanfaat bagi wilayah di sekitarnya.Areal rencana tambang PT MCM juga berada di Pegunungan Meratus yang merupakan kawasan hutan lindung, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035, dan di pegunungan tersebut melintas Sungai Batang Alai yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, perikanan dan sumber air minum, sehingga apabila dilakukan eksploitasi berpotensi terganggunya sumber air. | [0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0] |
2021-064-01.json | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Tindakan hukum Menteri ESDM menerbitkan keputusan objek sengketa bertentangan dengan dua hal. Pertama, peraturan perundang-undangan. Yakni Pasal 21 ayat (3) huruf g UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 52 ayat (5) huruf c juncto Pasal 53 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, dan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035. Kedua, asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian atau precautionary principle. Maka oleh sebab itu, Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor 28/B/LH/2019/PT.TUN.JKT, tanggal 14 Maret 2019, yang menguatkan Putusan Pengadilan TUN Jakarta Nomor 47/G/LH/2018/PTUN.JKT, tanggal 22 Oktober 2018, tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan.Atas putusan itu, PT MCM sempat mengajukan Peninjauan Kembali ke MA. Namun pada 4 Februari 2021, MA menerbitkan sebuah putusan peninjauan kembali (PK) dengan Nomor 15 PK/TUN/LH/2021, yang mana isinya menolak PK yang diajukan PT MCM atas putusan yang mengabulkan kasasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.Pandangan dari pemerintah daerah setempat pun lebih kepada pelestarian Kawasan Pegunungan Meratus daripada eksploitasinya. Sebab kelestarian Pegunungan Meratus sangat penting bagi masyarakat. Di lansir dari Pro Kalsel, 24 September 2020, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Hulu Sungai Tengah, M Yani menyampaikan bahwa Pemkab HST juga terus berupaya agar Pegunungan Meratus tidak dieksploitasi. Isu penyelamatan Kawasan pegunungan Meratus menjadi salah satu fokus dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana untuk Pembangunan Jangka Menengah Daerah Hulu Sungai Tengah. | [0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.1666666716337204, 0.0, 0.0, 0.1666666716337204, 0.0] |
2021-064-01.json | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Pegunungan Meratus: Hutan Lindung, Rencana Tambang dan Urgensi Perlindungannya | Diwartakan oleh Mongabay.co.id (23/2/2021) Pemerintah daerah (HST) saat ini, telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan selanjutnya agar melanjutkan program #SaveMeratus agar tak tereksploitasi dalam bentuk apapun. Juga merekomendasikan penghijauan kembali agar Meratus menjadi kawasan penyerap air dan konservasi.Sebab kawasan pegunungan meratus saat ini menjadi sumber penting lingkungan hidup yang tersisa. Di samping itu, Meratus belum ditambang saja banyak daerah sekitarnya yang diterpa banjir. Apalagi ditambah dengan tindakan yang membuat daya dukung lingkungannya semakin berkurang, kita tentu tidak ingin bencana lebih parah di masa mendatang. Referensi: [1] Kajian Daya Dukung Dan Daya Tampung Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Hidup Ekoregion Kalimantan Berbasis Jasa Ekosistem, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan 2016[2] Menggali Kearifan di Kaki Pegunungan Meratus, Intip Hutan, Februari 2004[3] Putusan MA Momentum Penyelamatan Kawasan Pegunungan Meratus, Harian Kompas, 14 Februari 2021[4] AMAN HST Tolak Izin Perusahaan Tambang, Antara Kalsel, 20 September 2017[5] Polemik Tambang Meratus: Sudah Diputus Kalah oleh Mahkamah Agung, PT MCM Melawan Balik, Pro Kalsel, 24 September 2020[6] Walhi Menangkan Gugatan di MA: Rencana Eksploitasi Mantimin Mining di Meratus Batal, Mongabay.com, 23 Februari 2021 * Marlis Kwan, penulis adalah Analist Fair Business for Environment. Artikel ini adalah opini penulis. ***Foto utama: Bentang alam Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Dok: Shutterstock.com [SEP] | [0.125, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0] |
2012-009-13.json | Ekek-Geling Jawa, Burung Endemik Jawa Barat Yang Terancam Punah | Ekek-Geling Jawa, Burung Endemik Jawa Barat Yang Terancam Punah | [CLS] Satu lagi spesies burung Indonesia kini masuk dalam status kritis (Critically Endangered) dalam Daftar Merah (IUCN) International Union for Conservation of Nature setelah ancaman terhadap habitatnya semakin meluas dan upaya penangkapan sebagai hewan peliharaan juga semakin marak. Burung ekek-geling Jawa atau Javan Green Magpie (Cissa thalassina) ini kini diperkirakan tinggal 249 individu.Burung yang bisa ditemui di Taman Nasional Merapi, Taman Nasional Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan hutan kawasan Parahyangan ini memiliki ukuran sekitar 32 centimeter, dan didominasi warna hijau di tubuhnya, memiliki ekor yang pendek, dan memiliki strip mata berwarna hitam.Burung ini sebelumnya merupakan sub-jenis dari ekegeling (Short-tailed Magpie) yang ada di Pulau Jawa dan Kalimantan. Namun kemudian diketahui bahwa kedua jenis burung yang ada di Jawa dan Kalimantan ini berbeda, dan burung di Jawa disebut ekek-geling Jawa dan di Kalimantan disebut ekek-geling Borneo (Cissa jefferyi). Menurut Bas van Balen, seorang ahli ornitologi (pakar burung) asal Belanda, pemisahan ekek geling ini didasarkan atas hasil studi terhadap perbedaan suara, morfologi, dan variasi bulu anak jenis ekek geling yang ada di Jawa dan Kalimantan tersebut.Nasib kedua jenis burung ini pun sangat berbeda. Di Kalimantan, yang terdapat di hutan pegunungan Sabah, Malaysia dan Brunei terbilang cukup aman karena sebagian besar populasinya berada di kawasan lindung. Burung ekek geling Borneo ini masih berstatus Beresiko Rendah (Least Concern), dengan jumlah populasi sekitar 10 ribu ekor. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2012-009-13.json | Ekek-Geling Jawa, Burung Endemik Jawa Barat Yang Terancam Punah | Ekek-Geling Jawa, Burung Endemik Jawa Barat Yang Terancam Punah | Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) mencatat, jumlah jenis burung terancam punah tahun 2012 sebanyak 126 jenis. Rinciannya adalah 19 jenis berstatus Kritis (Critically Endangered/CR), 33 jenis berstatus Genting (Endangered/EN), dan 74 jenis tergolong Rentan (Vulnerable/VU). Semuanya itu, masuk dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). [SEP] | [0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-010-05.json | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | [CLS] Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memberikan penghargaan Adipura bagi pemerintah kota dan kabupaten serta Proper kepada perusahaan di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (23/11/15).Tahun ini, penilaian Adipura terhadap 357 kabupaten/kota dan Proper kepada 2.137 perusahaan. Penilaian ini untuk melihat pengelolaan lingkungan pada satu kota/kabupaten maupun perusahaan.“Masalah lingkungan merupakan persoalan bersama. Tak hanya menjadi konsen pemerintah pusat juga daerah, dunia usaha maupun masyarakat. Dunia usaha tak bisa lagi hanya basa basi. Juga harus menjadi penggerak dan aktualisasi peka lingkungan,” katanya di Jakarta, Senin (23/11/15).Adapun tiga kota peraih Adipura kencana yakni, Surabaya (kategori kota metropolitan), Balikpapan (kategori kota besar) dan Kendari (kategori kota sedang atau kecil). Untuk plakat Adipura bagi taman kota terbaik diberikan kepada Jakarta Pusat, Malang, Ambon, dan Penajam Paser Utara. Pasar terbaik untuk Kota Tangerang, Denpasar dan Kabupaten Siak. Terminal terbaik diterima Kota Tangerang, Yogyakarta, Sleman dan Hulu Sungai Selatan.Untuk hutan kota terbaik, Jakarta Selatan, Batam, Tasikmalaya dan Kabupaten Fak-Fak. Tempat pembuangan sampah (TPA) terbaik buat Kota Probolinggo dan Kabupaten Banjar.KLHK juga memberikan penilaian terendah bagi Kota Bekasi (65,68), Bandar Lampung (56,65), Sungguminasa-Gowa (52,05) dan Kuala Tungkal-Jambi (36,99).ProperSiti juga mengumumkan Proper dengan penilaian terhadap perusahaan di bidang kinerja efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi, dan perlindungan keragaman hayati. Juga, 3R (reuse, reduce, recycle) limbah bahan baku berbahaya (B3) dan padat non B3 dan mengurangi kesenjangan ekonomi dengan pemberdayaan masyarakat. “Inovasi merupakan penilaian utama dalam peringkat emas dan hijau.” | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-010-05.json | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Terdapat 151 inovasi dari 323 perusahaan peringkat hijau dan emas terlihat dalam penilaian Proper 2015. Inovasi terbanyak dari sektor pengurangan emisi 37, 3R limbah B3 sebanyak 35, efisiensi energi (31), 3R limbah padat non B3 (22), konservasi dan penurunan beban pencemaran air (14), pemeliharaan keragaman hayati (6) dan pemberdayaan masyarakat (6).Penerima Proper emas ada 12 perusahaan dan 21 perusahaan predikat hitam (tabel). Selain itu, katanya, ada 529 perusahaan berpredikat merah, 1.406 perusahaan biru dan 108 hijau.“Sebanyak 61 perusahaan tak dilaporkan peringkat karena menjalani proses penegakan hukum, tutup dan sedang proses pengawasan,” kata Siti.Wapres menambahkan, Adipura bermakna kebersihan lingkungan dan fasilitas lain lebih baik. Kebersihan dan lingkungan baik, katanya, memberikan kenyamanan kepada masyarakat, tak hanya penghargaan.“Setiap kota bersih memiliki lingkungan baik pasti pengunjung banyak. Memberikan dampak besar, salah satu bidang pariwisata. Membuat daerah bersih jauh lebih murah dibanding akibat yang timbul,” katanya.Dengan nada bergurau, dia berujar, setiap kota penerima piala Adipura dalam pilkada lebih mudah. “Pulang pasti akan diarak. Jadi bahan kampanye baik. Selamat kepada semua. Bagi bupati dan walikota yang belum mendapatkan, tahun depan mudah-mudahan dapat.”Dia memberikan apresiasi bagi perusahaan yang mendapatkan penghargaan Proper emas dan hijau. “Berarti perusahaan menyenangkan bagi karyawan dan masyarakat. Mengurangi risiko keamanan.”Raih Adipura setelah 17 tahun absenSetelah 17 tahun absen, Kota Bandung tahun ini mendapatkan anugerah Adipura. “Alhamdulillah setelah 17 tahun kita akhirnya mendapatkan piala Adipura. Perjalanan panjang dua tahun setelah dilantik kita mereformasi banyak hal,” kata Walikota Bandung, Ridwal Kamil. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-010-05.json | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Kalau dihitung-hitung, katanya, lebih 30 program gaya hidup baru terkait sampah, infrastruktur, penguatan regulasi, kewilayahan dan memberikan keleluasaan seperti 1.500 petugas sampah dan lain-lain. “Ini perubahan. Tentu belum sempurna. Ada satu dua kekurangan. Kita menjadikan Adipura sebagai awal.”Di Bandung, denda masyarakat yang membuang sampah sembarangan sudah berjalan. Ada jutaan rupiah terkumpul dari denda itu. Kalau tak mempunyai tempat sampah di mobil didenda Rp250.000. Ada razia di banyak tempat.“Ini akan terus dilakukan. Hingga nanti tak perlu ada denda-denda lagi karena kebersihan sudah jadi gaya hidup warga Kota Bandung.”Kepala BPLH Kota Bandung Hikmat Ginanjar mengatakan, warga bekerja keras bersama-sama mendapatkan Adipura.Ada 1.500 petugas kebersihan di kelurahan yang semua diberi insentif. Setiap RW, katanya, memiliki motor sampah. Ada juga petugas gorong-gorong hampir 10 orang tiap kecamatan. Ada penjaga taman, sampai unit reaksi cepat tambal jalan.Peraih Anugerah Adipura:1 Kota Tangerang (Banten)2 Kota Palembang, Sumatera Selatan3 Kota Semarang, Jawa Tengah4 Kota Bandung, Jawa Barat5 Kota Makassar, Sulawesi Selatan6 Kota Malang, Jawa Timur7 Kota Denpasar, Bali8 Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan9 Kota Jambi, Jambi10 Kota Payakumbuh, Sumatera Barat11 Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah12 Kota Palopo, Sulawesi Selatan13 Kota Probolinggo, Jawa Timur14 Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur15 Kabupaten Jombang, Jawa Timur16 Kota Gorontalo, Gorontalo17 Kota Pasuruan, Jawa Timur18 Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur19 Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara20 Kota Pare-pare, Sulawesi Selatan21 Kota Madiun, Jawa Timur22 Kabupaten Jepara, Jawa Tengah23 Kabupaten Kudus, Jawa Tengah24 Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara25 Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan26 Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur27 Kota Cimahi, Jawa Barat28 Kota Bitung, Sulawesi Utara29 Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan30 Kota Blitar, Jawa Timur | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-010-05.json | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | 31 Kota Magelang, Jawa Tengah32 Kota Bontang, Kalimantan Timur33 Kota Jayapura, Papua Sedang34 Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalteng35 Badung, Kabupaten Badung Bali36 Lamongan, Kabupaten Lamongan (Jawa Timur)37 Turikale Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan38 Pati, Kabupaten Pati(Jawa Tengah)39 Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur40 Liwa, Kabupaten Lampung Barat (Lampung)41 Ciamis, Kabupaten Ciamis (Jawa Barat)42 Martapura, Kabupaten Banjar (Kalsel)43 Tuban, Kabupaten Tuban (Jawa Timur)44 Watansoppeng,Kabupaten Soppeng (Sulawesi Selatan)45 Sragen, Kabupaten Sragen (Jawa Tengah)46 Kepanjen, Kabupaten Malang (Jawa Timur)47 Prabumulih, Kota Prabumulih (Sumatera Selatan)48 Enrekang, Kabupaten Enrekang (Sulawesi Selatan)49 Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara)50 Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Kalsel)51 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan)52 Marisa, Kabupaten Pohuwato (Gorontalo)53 Boyolali, Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah)54 Batang, Kabupaten Batang (Jawa Tengah)55 Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara)56 Bulukumba, Kabupaten Bulukumba (Sulawesi Selatan)57 Bangko, Kabupaten Merangin (Jambi)58 Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur)59 Karanganyar, Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah)60 Indramayu, Kabupaten Indramayu (Jawa Barat)61 Pacitan, Kabupaten Pacitan (Jawa Timur)62 Banjar, Kota Banjar (Jawa Barat)63 Kolaka, Kabupaten Kolaka (Sulawesi Tenggara)64 Bintan Timur, Kabupaten Bintan (Kepulauan Riau)65 Biak, Kabupaten Biak Numfor (Papua)Kota Peraih Sertifikat Adipura:1 Kota Depok2 Kota Padang3 Kota Bogor4 Kota Surakarta5 Rangkas Bitun,g Kabupaten Lebak6 Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci7 Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari8 Manggar, Kabupaten Belitung Timur9 Toboali, Kabupaten Bangka Selatan10 Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan11 Pasir Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu12 Tanjung Pinang, Kota Administratif Tanjung Pinang | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 1.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-010-05.json | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | 13 Pematang Siantar, Kota Pematang Siantar14 Cianjur, Kabupaten Cianjur15 Sukabumi, Kota Sukabumi16 Salatiga, Kota Salatiga17 Muntilan, Kabupaten Magelang18 Kediri, Kota Kediri19 Gresik, Kabupaten Gresik20 Ambon, Kota Ambon21 Palu, Kota Palu22 Palangkaraya, Kota Palangkaraya23 Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi24 Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu25 Tanjung Balai, Kota Tanjung Balai26 Stabat, Kabupaten Langkat27 Sidikalang, Kabupaten Dairi28 Pagar Alam, Kota Pagar Alam29 Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu30 Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin31 Kuningan, Kabupaten Kuningan32 Temanggung, Kabupaten Temanggung33 Wonosobo, Kabupaten Wonosobo34 Brebes, Kabupaten Brebes35 Kraksaan, Kabupaten Probolinggo36 Mojosari, Kabupaten Mojokerto37 Bangil, Kabupaten Pasuruan38 Ngawi, Kabupaten Ngawi39 Caruban, Kabupaten Madiun40 Trenggalek, Kabupaten Trenggalek41 Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul42 Wates, Kabupaten Kulon Progo43 Suwawa, Kabupaten Bone Bolango44 Sinjai, Kabupaten Sinjai45 Jeneponto, Kabupaten Jeneponto46 Pattallassang, Kabupaten Takalar47 Kotamobagu, Kota Kotamobagu48 Unaaha, Kabupaten Konawe49 Sendawar, Kabupaten Kutai Barat50 Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan51 Paringin, Kabupaten Balangan52 Rantau, Kabupaten Tapin53 Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara54 Tanjung, Kabupaten Tabalong55 Marabahan, Kabupaten Barito Kuala56 Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara57 Sukamara, Kabupaten Sukamara58 Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau59 Tamiyang Layang, Kabupaten Barito Timur60 Malinau, Kabupaten Malinau61 Atambua, Kabupaten Belu62 Amlapura, Kabupaten Karang Asem63 Negara, Kabupaten Jembrana64 Serui, Yapen Maropen65 Wamena, Kabupaten Jayawijaya66 Sentani, Kabupaten Jayapura67 Nabire, Kabupaten Nabire68 Waisai, Raja Ampat69 Sukoharjo, Kabupaten SukoharjoPT Pertamina Regional II RewuluPT Bio Farma BandungPT Pertamina Geothermal Energy Kamojang, BandungPT Pertamina RU VI Kilang Balongan Indramayu | [0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.5, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2015-010-05.json | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | Berikut Kota Penerima Adipura sampai Daftar Perusahaan ‘Hitam’ | PT Bukit Asam Tbk Unit Pertambangan Tanjung EnimPT Medco E&P Indonesia Riau, Banyuasin.PT Pertamina EP Asset 3 Field SubangPT Badak Natural Gas Liquefaction BontangPT Star Energy Kakap Kepulauan RiauPT Holcim Indonesia CilacapChevron Geothermal Salak Sukabumi (dua emas)Perusahaan Predikat HitamPT Palma Mas Sejati (sawit, Bengkulu Tengah)RS Hana Charitas (Bengkulu Utara)PT Inti Bara Perdana (batubara, Bengkulu Tengah)CV Prima Logam (cor logam dari pemecah batu, Tegal)PT Roberindo Pratama (karet, Kendal)PT Ampuh Perkasa Jaya (obat nyamuk bakar, Tegal)PT Baroid Indonesia (LB3, Kutai Kartanegara)PT Mina Maluku Sejahtera (pengolahan ikan, Ambon)RSUD Talehu (Maluku Tengah)RSUD Dr. R.Soedjono Selong (Lombok Timur)RS Risa Sentra Medika (Mataram)RS Advent Telling (Manado)PT Sriwijaya Alam Segar (makanan, minuman, Banyuasin)Hotel Garuda Plaza (Medan)PT Sinar Bahari Agung (pengolahan ikan, Kendal).PT AKFI (pengolahan ikan, Kepulauan Aru)PT Bangun Sarana Alloy (Komponen otomotif, Tangerang)PT Pura Barutama (kertas, Kudus)RS Al-Ramelan (Surabaya)PT Smart Glove Indonesia (alat rumah tangga, Deli Serdang)RSU Luwuk BanggaiSumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0, 0.0, 0.1428571492433548, 0.1428571492433548, 0.0] |
2012-041-15.json | IFACS Gelontorkan Lagi 10 Juta Dollar AS Untuk Tekan Emisi | IFACS Gelontorkan Lagi 10 Juta Dollar AS Untuk Tekan Emisi | [CLS] Program Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS) USAID kembali menggelontorkan dana untuk bantuan kehutanan dan perubahan iklim di Indonesia di Palangkaraya tanggal 24 Mei 2012 silam. Program yang dimulai sejak bulan November 2010 ini menurunkan dana sebesar 10 juta dollar dari total senilai 40 juta dollar hingga September 2014 mendatang.Proyek IFACS adalah sebuah proyek terintegrasi untuk perubahan iklim, manajemen hutan berkelanjutan, dan pembangunan yang rendah emisi yang dikerjakan bersama dengan Pemerintah Indonesia serta USAID di Indonesia. Proyek yang dicanangkan untuk empat tahun ini disalurkan di empat propinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan papua.“Alokasi dana untuk setiap daerah tidak ditetapkan, namun diatur sesuai kebutuhan,” ungkap Petra Widiadi, Regional Manajer Kalimantan USAID IFACS. Program ini menyasar delapan kabupaten di empat propinsi tersebut, yaitu Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Ketapang, Katingan, Memberamo Raya, Sarmi, Mimika dan Asmat.Pendanaan ini digunakan oleh pemerintah lokal bersama masyarakat untuk menekan deforestasi dan emisi gas rumah kaca di wilayah-wilayah target. Aktivitas yang dilakukan terkait pendanaan ini adalah penanaman pohon, pemberdayaan hutan dan konservasi. Dalam hal ini diutamakan pohon yang bisa menghasilkan bagi masyarakat sekitar hutan, seperti karet dan jelutung, serta gemor. “Pohon karet dan jelutung diambil untuk disadap getahnya. Sementara gemor, diambil kulit kayunya. Pohon tetap tumbuh tetapi masyarakat tetap mendapatkan manfaat,” tutur Pietra.Warga sekitar hutan juga mendapat penyuluhan teknis yang melibatkan sektor swasta berbasis sumber daya alam. Semua pendanaan ini akan disalurkan kepada lembaga swadaya masyarakat, asosiasi petani dan pemerintah lokal. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.3333333432674408, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2012-041-15.json | IFACS Gelontorkan Lagi 10 Juta Dollar AS Untuk Tekan Emisi | IFACS Gelontorkan Lagi 10 Juta Dollar AS Untuk Tekan Emisi | Program IFACS sendiri didesain untuk mendukung program-program utama Pemerintah Indonesia termasuk memfasilitasi upaya pemerintah untuk mencapai tujuan dari kesepakatan antara Indonesia dan Norwegia dalam perubahan iklim, strategi nasional REDD+, monitoring sistem, verifikasi emisi gas rumah kaca, dan mengimplementasikan pembangunan yang rendah emisi.Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah, Arie Rompas sendiri menanggapi bahwa Indonesia menghadapi ancaman serius dengan angka deforestasi yang tinggi. Indonesia adalah penyumbang emisi karbon terbesar ketiga di dunia dari sektor kehutanan. [SEP] | [0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.20000000298023224, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.20000000298023224, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2016-038-17.json | Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran? | Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran? | [CLS] Kebijakan yang dibuat Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perindo) dengan menaikkan tarif sewa lahan hingga 400 persen di pusat bisnis Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, dinilai tidak masuk akal. Pasalnya, kenaikan dengan harga tersebut ditengarai akan mematikan usaha yang ada di kawasan tersebut.Pakar Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri berpendapat dalam membuat kebijakan, Pemerintah harus bisa membuatnya dengan seimbang. Jangan sampai, Pemerintah membuatnya hanya dengan merujuk pada sisi teoretis dan sama sekali tidak mempertimbangkan faktor lapangan yang ada di sektor perikanan dan kelautan.“Kenaikan tarif memiliki dampak yang sangat besar untuk semua sektor usaha terkait. Dampak yang paling buruk, para pengusaha tak sanggup lagi menanggung beban operasi dan terpaksa gulung tikar. Jika itu terjadi, puluhan ribu orang terancam kehilangan pekerjaan,” ungkap dia di Jakarta, kemarin.Menurut Rokhmin, sebagai negeri perikanan dan kelautan yang kaya, Indonesia sudah seharusnya bisa mempertimbangkan segala hal dalam setiap membuat kebijakan. Tak terkecuali, jika kebijakan tersebut adalah tentang kenaikan tarif sewa lahan untuk perusahaan.Menyoal tentang kenaikan tarif tersebut, Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru Tachmid Widiasto mengatakan, ada ancaman lebih serius yang akan dihadapi oleh para pengusaha jika tarif harus dinaikkan. Ancaman tersebut, adalah hilangnya tenaga kerja yang sekarang ada di Muara Baru.“Itu sangat berbahaya. Karena di Muara Baru itu ada sepuluh ribu karyawan langsung (dari perusahaan), dan sekitar lima puluh ribuan tenaga kerja lepas yang mencakup pedagang ikan, buruh bongkar muat, sopir angkutan, dengan ABK (anak buah kapal),” jelas dia. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.25, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
2016-038-17.json | Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran? | Revitalisasi Muara Baru Tidak Tepat Sasaran? | Dengan jumlah sebanyak itu, Tachmid khawatir itu akan memengaruhi iklim usaha di Muara Baru dan bisa mengancam keberlangsungannya. Karena, dengan kenaikan tarif hingga 400 persen, maka potensi perusahaan yang gulung tikar jumlahnya sangat banyak.“Kita menolak dengan kenaikan tarif, karena pada 2013 sudah ada kenaikan tarif hingga 70 persen. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) juga sudah naik. Tidak fair jika tarif sewa juga dinaikkan lagi,” tutur dia.Tachmid menyebut, jika kenaikan tarif diterapkan, maka pengusaha yang memiliki usaha di Muara Baru harus membayar biaya Rp3,2 miliar per hektare per tahun. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan sewa yang diberlakukan sebelumnya sebesar Rp780 juta per hektare per tahun.“Sekarang ini ada 61 perusahaan di Muara Baru, dan sekarang ada sejumlah pengusaha yang ingin membuka usaha di Muara Baru. Karena kan, Muara Baru ini (kapasitasnya) bisa sampai 75 perusahaan,” jelas dia.Pembatasan Masa Sewa dan Tak Ber-SKSelain kenaikan tarif yang sangat tinggi, Tachmid mengungkapkan, pihaknya juga harus menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang dikeluarkan Perindo juga sangat janggal. Karena, dalam kebijakan baru tersebut, penyewa lahan dibatasi maksimal lima tahun saja dan setelah itu harus keluar.“Sementara kalau industri ini, contohnya saja bangun pabrik itu kan perlu tiga tahun. Masa kita harus mengembalikan kredit dengan dua tahun kerja saja. Muara Baru ini kan bisa maju, karena masa sewanya yang bisa sampai 20 tahun,” kata dia.Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara (HNPN) James Then menjelaskan, jika kenaikan tarif sewa lahan jadi diterapkan, maka itu akan memengaruhi bisnis perikanan tangkap. Hal itu, karena 80% anggota HNPN adalah perusahaan yang bergerak dalam sub sektor perikanan tangkap dan biasa mendaratkan kapalnya Muara Baru.“Jelas kami mengalami kenaikan fixed cost empat kali lipat. Biaya sewa coldstorage kami juga naik,” ungkapnya. | [0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.125, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.125, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0] |
Subsets and Splits
No community queries yet
The top public SQL queries from the community will appear here once available.