filename
stringlengths 16
16
| title
stringlengths 22
107
| text
stringlengths 132
2.1k
| softlabel
stringlengths 15
740
|
---|---|---|---|
2020-045-01.json | Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi | Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi | Selain di Kaltim, nama Abdul Gafur juga mulai dikenal luas di Sulbar melalui kekuasaan bisnis dan politik. Termasuk, dugaan pembelian pulau Malamber yang sudah menjadi sorotan publik secara nasional. Bukan saja karena Kepulauan Balabalakang merupakan kawasan konservasi perairan, tapi juga karena pembelian pulau tidak dibenarkan di Indonesia.Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menjelaskan, praktik penjualan pulau-pulau kecil di Indonesia, baik kepada asing ataupun non asing, dinyatakan melanggaran konstitusi Republik Indonesia.Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”Dengan demikian, Susan menyebut kalau penjualan pulau kecil seperti di Balabalakang adalah bertentangan dengan konstituri RI, di mana pulau tidak bisa dimiliki secara perseorangan. Di dalam falsafah konstitusi RI yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam, tidak dikenal konsep kepemilikan pribadi.Menurut dia, Kepemilikan pulau kecil secara pribadi di dalam wilayah Indonesia adalah tindakan yang tidak sesuai dengan Pasal 36, 37, 42, 43, 44 dan 45 dari UU 27/2007. Dalam UU ini juga ditetapkan bahwa batas pasang atas pulau dan batas pasang bawah pulau adalah milik publik dan tidak dapat diperjualbelikan.“Lebih jauh diatur pula bahwa pulau-pulau kecil hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan riset, pendidikan, dan wisata bahari,” ucap dia.Untuk itu, Susan mendesak berbagai pihak yang terlibat di dalam praktik penjualan pulau malamber untuk segera diusut dan dihukum secara tegas karena telah melanggar konstitusi Republik Indonesia. Dia berharap semua yang terlibat tidak kebal hukum, baik itu penjual maupun pembeli pulau Malamber. Konservasi Perairan | [0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623] |
2020-045-01.json | Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi | Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi | Selain melanggar konstitusi RI, publik Indonesia menyorot tajam penjualan pulau Malamber kepada pemilik perseorangan, karena pulau tersebut menjadi bagian dari Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Bala-Balakang.Status tersebut tercatat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2017-2037.Secara administrasi, pulau Malamber berada di Kecamatan Balabalakang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Namun secara geografis, pulau ini berada di Selat Makassar di lepas pantai timur Kalimantan, tepatnya di tengah-tengah antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi.Pulau Malamber menjadi bagian dari gugusan pulau Balabalakang yang terdiri dari 16 pulau dan luasnya tercatat mencapai 1,47 kilometer persegi (km2). Mayoritas penduduk yang menghuni gugusan pulau tersebut adalah suku Bajau, yaitu suku yang dikenal hidup di kawasan perairan.Pulau Malamber sendiri terbagi menjadi dua, yakni Malamber Besar dan Malamber Kecil. Malamber Besar menjadi satu dari 10 pulau yang berpenhuni di Bala-Balakang, dan Malamber Kecil menjadi bagian dari enam pulau yang tidak berpenguni pada gugusan pulau Bala-Balakang.Selat-selat yang ada di sekitar Bala-Balakang diketahui dangkal dan biasa menjadi lokasi penangkapan ikan yang utama bagi warga yang mendiami pulau-pulau tersebut. Sumber daya perikanan yang melimpah tersebut, menjadi andalan warga untuk bisa mendapatkan penghasilkan setiap hari.Tetapi, karena keindahan alam dan sumber daya perikanan yang melimpah, akhirnya tak sedikit pihak yang menginginkan untuk bisa memiliki pulau-pulau yang ada di Bala-Balakang. Salah satu buktinya, adalah penjualan pulau Malamber yang sampai sekarang masih dipersoalkan oleh banyak pihak. | [0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623] |
2020-045-01.json | Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi | Menjual Pulau demi Kepentingan Pribadi | Di Malamber, saat ini masih ada empat kepala keluarga (KK) yang menghuni kawasan pulau bersengketa tersebut. Jumlah tersebut diketahui menyusut dibandingkan sebelumnya yang sempat mencapai 12 KK. Berkurangnya jumlah KK, disebut penduduk lokal karena faktor abrasi pantai yang terus meluas dari waktu ke waktu.Laman surat kabar lokal di Makassar, Sulawesi Selatan, Harian Fajar menulis tentang polemik yang terjadi Malamber tersebut. Dalam laporannya, harian Fajar menuliskan bahwa tak hanya jumlah penduduk yang berkurang, abrasi juga memicu terjadinya penyempitan pulau dari waktu ke waktu.Jika saat ini luas Malamber besar mencapai sekitar delapan hektare, maka merujuk pada data yang dirilis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat pada 2014, luas pulau Malamber Besar mencapai 11,88 hakter. Penyempitan yang diakibatkan ancaman abrasi itu diduga kuat menjadi alasan penduduk untuk meninggalkan pulau secara perlahan.Diketahui, persoalan pulau Malamber muncul setelah seorang warga asal Desa Sumare, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulbar, Rajab, diketahui menjual tanah kepada seseorang yang diduga kuat adalah Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud. Luas tanah yang dijual adalah dua hektare.Mengutip lama kompas.com, Rajab menjual tanahnya dengan harga Rp2 miliar dan diberikan pembayaran uang muka sebesar Rp200 juta. Transaksi yang berlangsung pada Februari 2020 lalu hingga kini masih menjadi sengketa, karena uang sisa belum dibayarkan dan pulau dikabarkan sudah dijual seluruhnya kepada Abdul Gafur.Di sisi lain, warga yang menempati pulau Malamber menolak dengan klaim kepemilikan Rajab atas tanah di pulau tersebut. Rajab disebut juga tidak pernah tinggal di Malamber Besar atau Kecil, meskipun dia mengaku kalau buyutnya adalah orang yang pertama menempati Malamber. [SEP] | [0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213] |
2020-055-18.json | Inilah Cara Hadirkan 30 Satwa Liar di Rumah Kita dengan Google 3D | Inilah Cara Hadirkan 30 Satwa Liar di Rumah Kita dengan Google 3D | [CLS] Tahun lalu, Google menghadirkan fitur edukasi tiga dimensi [3D] melalui Augmented Reality [AR] yang mampu menampilkan aneka hewan tiga dimensi melalui kamera smartphone disertai suara aslinya. Fitur tersebut, bisa dimainkan lewat pencarian Google Search.Fitur ini semakin populer di tengah merebaknya pandemi COVID-19, saat orang mengurangi bepergian. Apalagi berwisata ke kebun binatang.Beberapa hari lalu, Google telah menambahkan lebih banyak satwa yang bisa dihadirkan secara tiga dimensi di rumah kita, atau dimanapun kita berada.Baca: Pernah Dikira Hoaks, Satwa-satwa Ini Adalah Makhluk Nyata Bagaimana cara menghadirkannya?Mudah saja, kita hanya perlu mencarinya di kolom Google Search, sebagaimana panduan yang dikutip dari AndroidOver.com.Ketik “Harimau” dan Google Search akan secara otomatis menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris. Scroll sedikit ke bawah dan kita akan melihat gambar harimau 3D yang bergerak-gerak.Lalu klik di View in 3D, and kita akan dibimbing oleh kamera untuk menemukan harimau virtual di rumah kita. Setelah ketemu, kita akan menemukan harimau dalam bentuk 3D yang bergerak.Baca juga: Dapatkah Satwa Memprediksi Terjadinya Gempa? Kita juga bisa zoom in kamera kita, atau kita dekatkan kamera kita. Nanti, kita akan melihat gambar 3D secara detil. Jangan lupa, aktifkan volumenya, karena setiap binatang akan mengeluarkan suara aslinya.Selain itu, Google juga menambahkan informasi dan fakta-fakta mengenai harimau. Sebut saja habitatnya, status konservasi di alam liar, kecepatan larinya, dan lain-lain. Saat ini adalah 30 lebih satwa liar yang bisa ditampilkan dalam Google 3D, diantaranya:• Buaya• Ikan Pemancing• Ular Sanca Bola• Beruang Coklat• Kucing• Cheetah• Rusa• Berbagai spesies anjing• Bebek• Elang• Penguin Emperor• Panda• Kambing• Landak• Kuda• Macan Tutul• Singa• Macaw• Cumi-cumi• Rakun• Hiu• Kuda Poni Shetland• Ular• Harimau• Kura-kura• Serigala | [0.9656471014022827, 0.017137303948402405, 0.017215635627508163] |
2020-055-18.json | Inilah Cara Hadirkan 30 Satwa Liar di Rumah Kita dengan Google 3D | Inilah Cara Hadirkan 30 Satwa Liar di Rumah Kita dengan Google 3D | Saat ini, belum semua smartphone bisa menggunakan fitur luar biasa tersebut. Untuk smartphone jenis Android, pastikan sudah ter-update dengan Android 7, dan punya kemampuan AR. Sementara untuk iPhone, perlu iOS 11 atau di atasnya, dan iPhone 7 ke atas.Fitur ini juga bisa merekam binatang-binatang tersebut yang sedang berdiri atau duduk di atas tempat tidur, meja makan, taman rumah, dan lainnya.Selamat mencoba. [SEP] | [0.0002839576918631792, 0.980250358581543, 0.019465679302811623] |
2017-013-04.json | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | [CLS] Daerah Aliran Sungai (DAS) Poboya, merupakan jantung sumber air bagi warga di wilayah Kecamatan Mantikulore, Palu Timur dan sekitarnya. Sayangnya kondisinya saat ini memprihatinkan, debit dan kualitas airnya makin hari semakin menurun karena pertambangan emas juga perubahan bentang lahan. Alih-alih didominasi pepohonan, di sepanjang aliran sungai yang tersisa hanyalah padang rumput, kaktus dan beberapa tanaman perdu.Di musim kemarau, sungai Poboya terlihat kering. Di tapak sungai yang lebarnya kurang lebih 40 meter hanya terlihat bebatuan sedang dan kecil. Aliran air lebarnya hanya 1-1,5 meter saja. Di sebelah barat tampak lokasi pertambangan emas, tepat di bawah jembatan penghubung kelurahan Poboya dan Lasoani.Berdasarkan data BPDAS Palu–Poso Sulawesi Tengah lahan kritis pada DAS Poboya 1.338,14 hektar (18,31%) dari total luas DAS 7.306,40 Hektar. Saat ini, lahan yang berpotensi kritis 2.645,97 hektar (36,21%), agak kritis seluas 919,859 hektar (12,59%) dan sangat kritis seluas 595,575 hektar (8,15%).“Prinsip air, apalagi di catchment area atau daerah hulu, perakaran tumbuhan mengikat air saat hujan, disimpan. Pada musim kemarau baru didistribusikan. Kalau sudah tidak ada hutan maka tidak ada tempat penyimpanan air,” jelas pakar hidrologi Profesor I Wayan Sutapa kepada Mongabay Indonesia. Dia menyebut air yang tak tersimpan menjadi limpasan (run off) yang berakibat banjir di hilir.Jika run off tidak terjadi atau berkurang, lanjut Sutapa, maka antara musim kemarau dan musim hujan tidak jauh perbedaan debit air yang dihasilkan.“Sekarang tidak ada air, kalau musim hujan luar biasa airnya besar, karena begitu, tidak ada lagi penyimpanan air, tidak ada lagi tumbuhan. Perlu ada upaya kuat untuk ditanami kembali, dihijaukan kembali.” Berdampak Pada Suplai Air PDAM Kota Palu | [0.9993699789047241, 0.00033445339067839086, 0.00029553149943239987] |
2017-013-04.json | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | “Memang setiap tahun ada penurunan debit air,” jelas Kepala Bagian Teknis PDAM Kota Palu, Alfian. Menurutnya, hal ini diakibatkan oleh rusaknya hulu Poboya. Dari kawasan pegunungan Poboya mengalir tiga DAS, yaitu Poboya, Vatutela dan Kawatuna.“Yang tersedia dari sumber Poboya sebenarnya cukup besar, diatas 400 liter/detik yang bisa kami kelola hanya 120 liter/detik. Itupun air permukaan,” jelas Alfian. DAS Poboya sendiri merupakan sumber air unggulan karena merupakan sumber air terbesar, dibanding sumber air lain seperti Vatutela dan Kawatuna.Dari data Profil Perusahaan Air Minum Kota Palu, potensi pada Sungai Poboya untuk pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) wilayah kota Palu yang memiliki lebar basah dihulu 4 meter dengan kemiringan 0.0404, dan berketinggian +567 mdpl, memiliki debit air 411 liter/detik.“Untuk di Kawatuna, 10 tahun lalu saat kami ukur debitnya 280 liter/detik, namun, beberapa waktu lalu saat kami melakukan pengukuran bersama dengan teman-teman konsultan hanya berkisar 260 – 240 liter/detik, bahkan pernah hanya hingga 180 liter/detik. Sedangkan, penurunan debit air yang paling terlihat jelas di DAS Vatutela,” ujarnya. Akibatnya Rusaknya Kawasan PenyanggaPegunungan Poboya sendiri berstatus sebagai Cagar Alam dan sebagian masuk dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Poboya Paneki. Menurut Nahardi, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, situasi Poboya saat ini kritis.“Lahan yang terdegradasi akibat pertambangan tanpa izin didalam kawasan Tahura mencapai 77 hektar,” jelas Nahardi. “Dampak penggunaan bahan kimia berbahaya, seperti Mercury (Hg) dan Cyanide (Cn), itu [sumber dampak lingkungan] yang utama, walaupun laporan terakhir tidak ada lagi merkuri, tapi sianida masih digunakan,” tambahnya.Baca juga: Tahura Poboya Paneki Terusik Tambang Emas. Bagaimana Ini? | [0.9999998211860657, 8.479273816419663e-08, 7.769674681412653e-08] |
2017-013-04.json | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | Selain itu, sekitar 70% dari 7.128 hektar lahan di dalam kawasan Tahura Poboya Paneki kondisinya sangat kritis, padahal Tahura merupakan kawasan lindung konservasi dan juga kawasan tangkapan air.“Penyebabnya selain untuk tambang, lahan digunakan untuk penggembalaan ternak oleh warga sehingga terjadi deforestasi. Yang lagi marak, juga penebangan pohon untuk kayu bakar, baik untuk dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan. Kami menemukan spot-spot pembakaran,” ungkap Bambang Kepala UPTD Tahura Poboya Paneki. Degradasi lahan jelasnya terjadi sejak tahun 2006.Terkait usaha pertambangan yang masuk dalam kawasan, sebenarnya sudah ada aturan yang melarang aktifitas pertambangan didalam kawasan Tahura. Bambang menyebut, awalnya aktifitas penambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional, hingga berkembang besar seperti saat ini.Selain masalah pertambangan yang belum jelas kapan berhentinya, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Poboya Paneki diperhadapkan sulitnya upaya merehabilitasi dan mereboisasi kawasan yang terlanjur rusak.“Kami tanam, belum sempurna tumbuh sudah diserbu ternak warga. Dalam 1 hari sampai 3 kali masuk dan jumlah tidak main-main, sampai 150 ekor kambing. Bagaimana mau tumbuh bagus?” tanya Bambang. “Hasil hutan silakan diambil, tapi jangan merusak.”Sebagai alternatif jika krisis air suatu saat terjadi di DAS Poboya, saat ini sedang dikaji aliran air yang berasal dari Pasigala (Palu-Sigi-Donggala), yang debitnya masing cukup besar dan diharap dapat memenuhi kebutuhan air warga.“Tapi tetap saja, mudah-mudahan tidak sampai kritis begitu,” jelas Narhadi berharap. Dia menyebut, setiap perubahan, kecil ataupun besar pasti berpengaruh termasuk pada area penyangga. | [0.9999998211860657, 8.425171671433418e-08, 7.141517954778465e-08] |
2017-013-04.json | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | Kawasan Hutan Penyangga Rusak, DAS Poboya Merana | “Memang tidak mudah untuk melakukan rehabilitasi pada kawasan Tahura yang rusak akibat pertambangan apalagi dengan kondisi fisik biologi tanah yang cukup kering untuk menghutankan kembali. Sangat tidak mudah, tapi upaya-upaya itu harus terus dilakukan,” papar Nahardi.Kerusakan hutan, masalah deforestasi dan degradasi memang jika dibiarkan akan membawa bencana. [SEP] | [0.9999897480010986, 5.327978669811273e-06, 4.870696557190968e-06] |
2013-032-12.json | Foto: Saatnya Mandi Bagi Para Gajah…. | Foto: Saatnya Mandi Bagi Para Gajah…. | [CLS] Setiap hari gajah – gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) penghuni Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) terletak di provinsi Riau ini dimandikan oleh mahoutnya. Saat ini di TNTN terdapat 7 ekor gajah yang dirawat dan dilatih oleh 10 orang mahout. TNTN yang memiliki luas 38.576 hektar merupakan daerah konservasi gajah Sumatera. Data WWF menyebutkan populasi gajah dalam kawasan TNTN diperkirakan berjumlah 150 – 200 ekor.Populasi gajah di kawasan ini semakin menurun drastis dengan meningkatnya konflik antara gajah dan manusia. Salah satu upaya mitigasi konflik gajah dan manusia ini adalah dengan membentuk flying squad. Flying squad adalah tim patroli dengan menggunakan gajah yang dibentuk oleh WWF dan Balai TNTN. Tugas utama flying squad adalah melakukan patroli di batas kawasan TNTN dan menghalau gajah liar yang akan keluar dari dalam kawasan dan menggiring gajah liar tersebut kembali ke dalam kawasan.Dengan cepatnya penurunan populasi gajah Sumatera IUCN (International Union for Conservation of Nature) menaikkan status gajah sumatera dari genting menjadi kritis (critically endangered). Saat ini jumlah gajah Sumatera di alam diperkirakan antara 2.400 hingga 2.800 ekor saja, yang mana turun 50 persen dari populasi sebelumnya yaitu 3.000 hingga 5.000 individu pada tahun 2007.Riau adalah kawasan yang memiliki tingkat kematian gajah tertinggi jika dibandingkan dengan kawasan lainnya di Sumatera. Pada tahun 2000 diperkirakan populasi gajah sumatera di Riau berjumlah 550 hingga 600 ekor namun pada tahun 2007 populasi gajah sumatera menurun drastis menjadi hanya sekitar 300 hingga 330 ekor saja. Hilangnya habitat akibat alihfungsi hutan menjadi perkebunan dan pertambangan adalah masalah utama penyebab utama menurunnya populasi gajah sumatera. [SEP] | [0.4948588013648987, 0.4965273141860962, 0.008613888174295425] |
2014-052-14.json | Gajah Dibunuh, Gading Dijual Rp2,5 Juta, Polisi Tetapkan 11 Tersangka | Gajah Dibunuh, Gading Dijual Rp2,5 Juta, Polisi Tetapkan 11 Tersangka | [CLS] Kepolisian Resort (Polres) Aceh Barat menangkap 11 orang yang diduga pelaku pembunuhan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di hutan berjarak enam kilometer dari Desa Teupin Panah, Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, Aceh awal April 2014. Gajah jantan yang diperkirakan berumur 12 tahun itu dibunuh dengan sadis dan gading hilang.Ke-11 orang itu berasal dari, lima warga Desa Ceumara, satu dari Desa Babah Lueng Kecamatan Pantai Cermin, tiga warga Desa Seumantok, dan dua warga Desa Teupin Panah, Kecamatan Kawai XVI.AKBP Faisal Rivai, Kapolres Aceh Barat, dihubungi Rabu (16/4/14) mengatakan, dari penyelidikan ke-11 tersangka mengaku selama setahun telah membunuh tiga gajah, dua di hutan Pante Ceuremen, dan satu di Kaway XVI. “Alasan mereka karena terancam dengan gajah yang sering melintas di kebun. Apalagi sudah ada warga meninggal diserang tahun lalu,” kata Faisal.Para tersangka berasal dari beberapa desa di Kecamatan Kaway XVI dan Kecamatan Pante Ceuremen. Menurut dia, mereka tim pemburu gajah yang kenal satu sama lain. Umur para tersangka berkisar antara 45-50 tahun ke atas. Polisi menangkap mereka sejak Sabtu lalu.Di sekitar tempat tinggal tersangka ada 8-10 ekor gajah sering melintas. Mereka menargetkan bisa membunuh satu gajah lebih besar dan gading lebih panjang. Namun, yang terjerat gajah muda.Dari pengakuan tersangka gading sebesar 1,5 kilogram itu dijual kepada penadah Rp2,5 juta. “Saat ini polisi memburu penadah warga Aceh Selatan. Kemungkinan gading sudah dibawa keluar Aceh.”Selain menahan tersangka, polisi menyita alat-alat tradisional yang dipakai membunuh gajah seperti batu, tali, besi, dan lain-lain.Genman Suhefti Hasibuan, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengatakan, pembunuhan gajah ini terindikasi ada hubungan dengan perburuan gading. | [0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213] |
2014-052-14.json | Gajah Dibunuh, Gading Dijual Rp2,5 Juta, Polisi Tetapkan 11 Tersangka | Gajah Dibunuh, Gading Dijual Rp2,5 Juta, Polisi Tetapkan 11 Tersangka | Untuk mengantisipasi pembunuhan gajah, BKSDA Aceh mengintesifkan pertemuan dengan masyarakat desa yang kerap berkonflik dengan gajah. BKSDA telah diminta menjadi saksi ahli dalam kasus pembunuhan gajah di Polres Aceh Barat.Selama 2012, tercatat 27 gajah mati sebagian besar karena dibunuh dengan diracun dan dijerat di berbagai kabupaten di Aceh. Dari semua kasus itu baru satu pembunuhan gajah bernama Papa Genk di Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya pada Juli 2013 diproses hingga ke pengadilan. [SEP] | [0.9992979764938354, 0.00035951982135884464, 0.00034251681063324213] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | [CLS] Kajian yang keluar dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Asosiasi Petani Sawit Indonesia, mendorong sawit jadi tanaman hutan, mereka pun bikin naskah akademik soal itu. Kajian ini pun mendapatkan respon berbagai kalangan termasuk dari pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tegas menyatakan, sawit bukan tanaman hutan. Penetapan sawit bukan tanaman hutan berdasarkan pada berbagai peraturan pemerintah, analisis historis dan kajian akademik berlapis.Agus Justianto, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK mengatakan, dari berbagai peraturan, nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan. “Pemerintah belum ada rencana merevisi berbagai peraturan itu,” katanya dalam rilis kepada media di Jakarta, 7 Februari 2022.Dalam Peraturan Menteri LHK P.23/2021 juga, katanya, sawit tak masuk tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).Saat ini, katanya, pemerintah fokus menyelesaikan berbagai persoalan sejak beberapa dekade lalu hingga mengakibatkan ekspansif masif sawit dalam kawasan hutan yang tak prosedural dan tidak sah.Praktik kebun sawit ekspansif, monokultur, dan non prosedural di kawasan hutan, kata Agus, menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial yang harus diselesaikan.Apalagi, katanya, hutan berfungsi ekologis tidak tergantikan. “Kebun sawit mendapatkan ruang tumbuh sendiri, saat ini belum jadi pilihan untuk memasukkan sawit sebagai jenis tanaman hutan ataupun untuk kegiatan rehabilitasi,” kata Agus.Untuk kasus sawit tidak sah atau keterlanjuran dalam kawasan hutan, katanya, penyelesaian dengan memenuhi unsur-unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Jadi, penegakan hukum dapat memberikan dampak terbaik bagi masyarakat serta hutan. | [0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Salah satunya melalui regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestri tertentu disertai komitmen kelembagaan dengan para pihak.Kebijakan turunan dari UU Cipta Kerja, yaitu Permen LHK Nomor 8 dan 9/2021 memuat regulasi jangka benah, yaitu menanam tanaman pohon kehutanan di sela sawit.Adapun jenis tanaman tanaman kehutanan untuk hutan lindung dan hutan konservasi, katanya, harus berupa pohon penghasil hasil hutan bukan kayu(HHBK) dan pula berupa pohon berkayu dan tak boleh ditebang. Seri sawit dalam kawasan hutan: Gelap Pajak di Kebun Sawit Dalam peraturan ini berlaku larangan menanam sawit baru dan setelah selesai satu daur. Jadi, lahan itu wajib kembali diserahkan kepada negara. Untuk kebun sawit dalam kawasan hutan produksi, kata Agus, boleh satu daur selama 25 tahun.Untuk sawit yang berada di hutan lindung atau konservasi hanya bisa satu daur selama 15 tahun sejak masa tanam. “Akan dibongkar kemudian ditanami pohon setelah jangka benah berakhir.”Dalam masa kangka benah ini, katanya, wajib sesuai tata kelola perhutanan sosial, penanaman melalui teknik agroforestri disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial.“Menerapkan sistem silvikultur atau teknik budidaya, tanpa peremajaan tanaman sawit selama masa jangka benah.”Dia bilang, pendekatan ini diambil sebagai jalan tengah termasuk untuk kelestarian hutan.Mereka yang menyusun naskah akademik ini seakan mau potong kompas dalam menyelesaikan masalah kebun sawit di kawasan hutan. Berbagai implikasi pun mereka sebutkan ‘kalau sawit jadi tanaman hutan’ termasuk bakal ada kenaikan hutan dratis 16 juta hektar lebih—karena kebun sawit di Indonesia seluas itu.Koalisi Eyes on the Forest pun mengapresiasi Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atas penolakan ide sawit jadi tanaman hutan. | [0.00033922979491762817, 0.9992603659629822, 0.0004004047659691423] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Nursamsu dari WWF-Indonesia—bagian Koalisi EoF– mengatakan, penolakan pemerintah atas wacana sawit jadi tanaman hutan ini merupakan upaya positif memperbaiki tata kelola sumber daya alam oleh pemerintah, termasuk pemulihan hutan dan lingkungan hidup di wilayah-wilayah rentan bencana. “Kita sambut baik,” katanya dalam rilis media 8 Februari lalu.Made Ali, Koordinator Jikalahari, dari Koalisi EoF, mengatakan, di Riau, manuver sawit jadi tanaman hutan adalah mainan cukong dan mafia sawit yang selama ini mengambil keuntungan dengan melanggar hukum.Mereka juga termasuk korporasi sawit yang menerima sawit ilegal dari cukong,” katanya.Laporan bersama Kementerian Pertanian, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019 menyimpulkan, bahwa 20% (3,5 juta hektar) dari total tutupan kebun sawit nasional (16,8 juta hektar) pada 2016 berada di dalam kawasan hutan.Investigasi EoF pada 2019 menemukan, tandan buah segar (TBS) yang tanam ilegal dari 43 perkebunan sawit ilegal, dibeli 15 pabrik sawit mencakup grup-grup sawit besar. Sebagian pabrik itu juga menjual minyak sawit mentah (CPO) tercemar kepada enam kilang milik nama-nama besar.Tak hanya itu. Analisis EoF nyatakan, 39% dari total kebun sawit Riau pada 2020, ditanami di luar kawasan hutan namun tak memiliki hak guna usaha (HGU). Jadi, kata Made, diperkirakan antara 47% dan 86% kebun sawit Riau kemungkinan ilegal.“Kepentingan petani sawit harus diutamakan di tengah-tengah ambisi perusahaan besar sawit mendominasi tata kelola perkebunan sawit,” kata Boy Even Sembiring dari Walhi Riau juga bagian Koalisi EoF ini. Seri sawit di kawasan hutan: Jejak Sawit Gelap di Pasar Global | [0.9999938011169434, 2.9159193672967376e-06, 3.2098369047162123e-06] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pada Desember lalu, Eyes on the Forest (EoF), terdiri dari berbagai organisasi nonprofit yang mengadvokasi hutan Indonesia, melayangkan petisi yang menolak sawit menjadi tanaman hutan. Praktik perkebunan sawit selama ini dikenal sebagai pendorong deforestasi.Eyes on the Forest juga bikin petisi online di Change.org pada Desember lalu bertajuk “Pak Jokowi, Jangan Jadikan Sawit sebagai Tanaman Hutan.”Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, sangat tidat tepat jadikan sawit sebagai tanaman hutan. Mengapa? Pertama, sawit itu tanaman monokultur, sementara hutan alam seharusnya beragam tanaman.Kedua, sawit tak bisa menggantikan fungsi hutan untuk menyimpan air dan mengatur tata kelola air daerah aliran sungai (DAS). “Sawit sama sekali tidak menghasilkan kasa ekosistem yang sama dengan hutan. Malah sawit membutuhkan banyak sekali air jadi malah bikin tanah kering,” katanya.Ketiga, alasan jadi tanaman hutan untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih perizinan malah absurd.Arie Rompas, dari Greenpeace Indonesia pun mengatakan, ‘perjuangan’ dari mereka yang mau jadikan sawit sebagai tanaman hutan ini modus untuk memutihkan kesalahan- kesalahan yang sudah dilakukan dalam kawasan hutan dan meningkatkan ekspansi kebun sawit di kawasan hutan.“Kepentingannya lebih pada kepentingan korporasi yang menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam industri sawit,” katanya kepada Mongabay, baru-baru ini.Berbagai masalah tata kelola sawit di Indonesia belum selesai. Upaya jadikan sawit sebagai tanaman hutan ini kisah lama yang dibangkitkan kembali. | [0.9994334578514099, 0.0002822732785716653, 0.0002842268440872431] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pada 2011, ada Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) yang mengakomodasi sawit sebagai bagian dari tanaman hutan. Ia masuk dalam Permenhut Nomor 62/Menhut/II/2011 mengenai pedoman pembangunan hutan tanaman berbagai jenis pada izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri. Aturan yang rilis 25 Agustus 2011 dan diundangkan 6 September 2011 ini kemudian dicabut, setelah mendapat kecaman dari berbagai kalangan.Kalau tanaman sawit jadi tanaman hutan, katanya, menunjukkan ketidakberpihakan terhadap komitmen iklim dan menambah masalah baru karena akan meningkatkan perambahan kawasan hutan.Dari riset Greenpeace, ada 3,12 juta hektar masih menjadi masalah. Meskipun sudah diputihkan melalui omnibus law namun dampak sosial dan lingkungan masih belum terselesaikan.“Melegitimasi sawit jadi tanaman hutan secara konsep redundansi (menghilangkan) komitmen untuk memperbaiki tata kelola sawit,” katanya.Pemerintah memang harus menolak usulan ini, karena taruhan terhadap lingkungan sangat besar di tengah krisis iklim dan bencana pembukaan lahan dan deforestasi yang terus meningkat.Kalau sampai terjadi, katanya, juga akan menurunkan kepercayaan investor global yang sudah memiliki komitmen lingkungan terhadap pemerintah Indonesia.Uslaini, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat mengatakan, kajian sebagian orang IPB itu coba menganulir semua permasalahan dan mengabaikan konflik di perkebunan sawit.“Banyak konflik seperti perampasan lahan yang tidak selesai selesai bertahun-tahun sampai hari ini,” katanya.Untuk di Sumatera Barat, katanya, ada lima kabupaten paling banyak konflik perkebunan sawit, yakni, Solok Selatan, Pasaman, Pasaman Barat, Agam dan Pesisir Selatan.Walhi Sumbar melakukan penelitian bersama beberapa peneliti dan KITLV dan mencatat 25 kasus konflik sawit mereka pantau. Walhi Sumbar memandang, kalau mengubah status sawit jadi tanaman hutan hanya memperumit masalah. | [0.9999914169311523, 4.4660559979092795e-06, 4.169679868937237e-06] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Dari kasus yang mereka pantau, ada masalah-masalah seperti penyerobotan lahan, perusahaan melanggar peraturan, kompensasi tidak memadai, masalah ketenagakerjaan sampai skema plasma tidak transparan. Baca juga: Cabut Izin Tak Hentikan Perusahaan Sawit Buka Hutan Papua, Ini Foto dan Videonya Diki Rifqi, Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengatakan, dalam catatan akhir tahun LBH Padang dari sektor sumber daya alam ada soal konflik sawit.Dia bilang, penyebab konflik sumber daya alam adalah perampasan lahan, kerjasama tidak dijalankan perusahaan dan ketiadaan informasi yang cukup (free, prior and information consent).Mereka memberikan lima poin rekomendasi untuk menyelesaikan konflik ini. Yakni, pemerintah membentuk tim penyelesaian konflik tingkat provinsi, melakukan review izin perusahaan perkebunan sawit di Sumbar, memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan dan mendorong penegakkan hukum pada perusahaan.Zulkifli dari Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari menyebutkan beberapa masalah atas naskah akademik sawit jadi tanaman kehutanan itu.Pertama, sawit adalah tanaman monukultur yang tidak dapat dipadupadankan dengan tumbuhan lain. Apabila sawit ditetapkan jadi tanaman kehutanan, maka melanggar norma hukum dan apa yang disebut dengan hutan dalam UU Kehutanan dan Undang-undang Keragaman hayati.Kedua, dalam prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil), areal hutan, gambut dan keragaman hayati adalah wilayah bernilai konservasi tinggi (high conservation value) dan proteksi alam dan mengandung stok karbon tinggi atau high carbon stock assessment. Hal ini, katanya, tak dapat beralih fungsi karena berdampak kepada peningkatan gas rumah kaca. | [0.5366199016571045, 0.45439717173576355, 0.008982938714325428] |
2022-067-19.json | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Pemerintah Tegaskan Sawit Bukan Tanaman Hutan | Ketiga, aspek konflik dan hak atas tanah. Sawit adalah tanaman industri dengan dukungan teknologi dan modal, sementara masyarakat adat dan petani perlu ruang-ruang hidup untuk ketahan pangan. “Mata pencaharian mereka tergerus oleh kepentingan mendukung industri sawit.”Keempat, industri sawit merusak sistem sosial, kultur dan budaya masyarakat lokal dengan mengesampingkan fungsi-fungsi sosial dari tanah dan hutan.Kelima, ketahanan ekonomi. Sawit sangat tergantung pada pasar internasional, potensi perang dagang komoditas akan mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional.Keenam, penyeragaman komoditas skala besar bertentangan dengan prinsip-prinsip anti monopoli.Senada dengan itu, Indang Dewata, doktor bidang ilmu lingkungan Universitas Negeri Padang juga bilang, sawit hanya jadi pemulihan minimalis.“Pemulihan lingkungan dengan tidak berniat menyelesaikannya secara utuh,” katanya.Menurut Ketua Pusat Studi Lingkungan Universitas Negeri Padang ini, kalau melihat secara komprehensif, sawit belum banyak membawa perubahan kecuali pendapatan asli daerah per kapita. “Tapi biaya dampak lingkungan lebih besar.” ******Foto utama: Penebangan tanaman sawit di dalam kawasan konservasi di Sumatera Utara. Beberapa ilmuan dari IPB mengupayakan sawit jadi tanaman hutan. KLHK menolak itu. Sawit bukan tanaman hutan! Foto: Junaidi Hanafiah/ Mongabay Indonesia [SEP] | [0.016374895349144936, 0.019575536251068115, 0.9640495181083679] |
2020-037-10.json | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | [CLS] Hutan adalah gudang segala ada bagi masyarakat adat. Mau cari bahan pangan, obat, sampai segala perlengkapkan ritual budaya, semua ada di hutan. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini, memperlihatkan, masyarakat adat yang memiliki hutan dan terjaga tahan terhadap krisis kesehatan ini. Mereka punya sumber pangan dan obat-obatan. Untuk itu, masa pandemi ini hendaknya jadi pendorong pemerintah serius memberikan kepastian pengakuan dan perlindungan hak kepada masyarakat adat, antara lain lewat pengesahan RUU Masyarakat Adat.Apai Janggut, tokoh adat dari sekaligus kepala rumah panjang Sungai Utik mengatakan, dalam situasi krisis ini, masyarakat masih memiliki hutan yang jadi supermarket. Di sana, ada bahan pangan dan obat-obatan yang sudah ada turun temurun. Mereka tidak merasa kesulitan.“Kami tidak mau hutan kami rusak, tak mau air kami tercemar dan meminum limbah. Karena sungai adalah ibu kami dan hutan adalah bapak kami,” katanya dalam Bahasa asli Dayak Iban dalam diskusi Hari Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2020, 9 Agustus.Untuk itulah, mereka terus kuat menjaga dan melindungi wilayah adat dari kerusakan termasuk oleh perusahaan.Baca juga: Cerita Perempuan Adat Hadapi PandemiSetiap 9 Agustus, dunia memperingati Hari Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). Tahun ini, HIMAS berlangsung di tengah pandemi corona. Di masa ini, PBB angkat tema,” Masyarakat Adat dan COVID-19.” Di Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) beri tema “COVID-19 dan Resiliensi Masyarakat Adat sebagai cermin dari situasi yang dihadapi oleh masyarakat adat.”Rukka Sombolingi, Sekretaris Jenderal AMAN mengatakan, situasi saat ini jadi sejarah baru, dimana kapitalisme sedang mengalami krisis sangat besar.“Paradigma pembangunan yang mengandalkan ekonomi-politik neoliberalisme yang dipraktikkan rezim kapitalisme global gagal total. Gagal membangun kesejahteraan bagi kita semua,” katanya. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-037-10.json | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Ekonomi lokal, katanya, jadi salah satu terobosan dalam memulihkan kembali situasi ekonomi pasca pandemi.“COVID-19 menunjukkan arah, bahwa kita harus mengubah paradigma pembangunan saat ini. Tatanan ekonomi kerakyatan berlandaskan gotong-royong, keadilan dan menjamin keberlanjutan kehidupan adalah modal utama masa depan. Kita harus memperkuat sistim ekonomi di tingkat lokal,“ katanya dalam sambutan HIMAS 2020. Krisis global ini memperlihatkan, kapitalisme yang selalu jadi ‘anak emas’ pemerintah tak memiliki solidaritas dalam memitigasi krisis. Kala pandemi datang, pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana dan berbuntut panjang bagi warga.Rukka bilang, propaganda pembangunan yang menyatakan perusahaan menciptakan lapangan kerja dan menjamin kehidupan terbukti hanya isapan jempol.Baca juga: Upaya Perempuan Adat Papua Jaga Hak Wilayah MerekaBelum lagi, krisis iklim terjadi karena eksploitasi kekayaan alam membabi buta. Pemerintah keluarkan izin serampangan hingga memberikan pintu bagi industri ekstraktif seperti perkebunan skala besar menghancurkan alam.Antonio Gusteress, Sekretaris Jenderal Perserikatan Banga-Bangsa mengatakan, COVID-19 berdampak pada 476 juta masyarakat adat di seluruh dunia.”Sepanjang sejarah, masyarakat adat dihancurkan oleh penyakit-penyakit yang dibawa dari luar, sangat penting bagi negara merespon kebutuhan mereka, menghormati kontribusi dan hak-hak mereka,” dalam video yang dilansir dalam laman un.org.Sebelum masa pandemi, masyarakat adat telah mengalami ketidaksetaraan, stigmatisasi dan diskriminasi mengakar, tidak ada akses dalam sanitasi dan air bersih, akses kesehatan mencukupi hingga mereka rentan.Pada situasi ini, juga berdampak, seperti perempuan adat tak bisa menjual hasil kerajian ke pasar, maupun anak-anak tidak mendapatkan akses sama dalam pendidikan daring. | [0.75, 0.25, 0.0] |
2020-037-10.json | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Dengan mengakui hak-hak masyarakat adat, katanya, berarti negara mampu menghargai inklusivitas dan partisipasi mereka dalam memulihkan pasca pandemi global. Mampu bertahanRukka mengatakan, masyarakat adat memiliki ketahanan di tengah situasi ini, terutama mereka yang masih menjaga keutuhan wilayah adat dan menjalankan nilai-nilai dan praktik luhur kearifan lokal.“Masyarakat adat beserta wilayah adatnya yang masih bertahan sebagai sentral produksi dan lumbung pangan terbukti mampu menyelamatkan masyarakat adat, sesama kelompok masyarakat adat bahkan menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman krisis pangan.”Masyarakat adat dengan tanah terampas perusahaan maupun pemerintah, katanya, secara langsung jadi buruh atau terpaksa jadi petani sawit. Mereka tidak memiliki daya tahan menghadapi krisis pangan masa pandemi ini.Keberhasilan masyarakat adat itu, katanya, tidak selalu ditentukan faktor luar. Pengakuan masyarakat adat melalui negara, hanyalah dokumen tertulis di atas kertas.“Keberhasilan yang sejati adalah ketika masyarakat adat teguh berjuang mempertahankan wilayah adat mereka.”Dalam situasi ini, masyarakat adat akan makin memiliki daya pulih dan daya lenting tinggi. RUU Masyarakat Adat Kondisi di Indonesia, pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat masih minim. Berbagai masalah pun menimpa masyarakat adat di ruang hidupnya, dari hidup was-was setiap hari karena wilayah adat terancam masuk berbagai investasi sampai bikin makam leluhur pun susah seperti dialami Sunda Wiwitan, baru-baru ini. Sunda Wiwitan mau bikin makam leluhur saja malah disegel Pemerintah Kuningan, Jawa Barat. Rukka bilang, itulah realitas karena tak ada UU Masyarakat Adat. Yang ada saat ini, UU untuk merampas wilayah masyarakat adat.“Saat masyarakat mempertahankan wilayah adatnya, yang didapatkan adalah intimidasi, kriminalisasi.” | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-037-10.json | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Pandemi, Momentum bagi Negara Serius Lindungi Hak Masyarakat Adat | Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat. Dengan ada UU, katanya, agar tak ada lagi masyarakat adat dianggap ilegal di tanah mereka sendiri. Juga, segala tata cara hidup dan hukum mereka mendapatkan penghormatan dan perlindungan negara.Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat menyebutkan, hingga kini tidak ada kelembagaan pemerintahan yang serius mengurusi masyarakat adat. Kondisi ini, menyebabkan masyarakat adat seperti ada dan tiada.”Dengan tidak ada sistem administrasi negara menyebabkan masyarakat adat tidak ada dalam sistem perencanaan pembangunan, keberadaan mereka maupun wilayah kelolanya. Sangat rentan dan dikriminalisasi.”Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria mengatakan, kapitalisme agraria sudah menggurita hingga terjadi penggusuran wilayah-wilayah adat, desa-desa, wilayah tangkap, dan pertanian. Kondisi ini, katanya, menyebabkan ketimpangan sosial, konflik agraria dan diskriminasi.“Investasi yang bercorak kapitalistik, masyarakat adat dianggap memiliki ekonomi keterbalakangan.”Seharusnya, kata Dewi, investasi tak melulu soal pemodal skala besar. Di lapangan, sudah terbukti komunitas adat banyak bertahan dengan sumber apa yang mereka miliki.Perlindungan dan penghormatan terhadap masyarakat adat sangat penting dan urgen pemerintah dan DPR wujudkan. Selamat Hari Masyarakat Adat Sedunia! [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | [CLS] Panas mentari terik serasa menyengat kulit medio Mei 2016. Truk-truk bermuatan sekitar 40 ton parkir di kiri kanan jalan menuju Desa Selok Awar-awar dari Kota Lumajang. Alat-alat berat penyaring pasir terus bergerak. Beberapa petugas mengawasi, memastikan pasir masuk ke bak truk.Lokasi ini merupakan stockpile, tempat hasil galian pasir di simpan sementara. Salah satu milik perusahaan besar, PT. Merak Jaya Beton.A’ak Abdullah Al-Kudus, dari Laskar Hijau Lumajang menceritakan, ketika pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan, stokpile-stokpile ini ditutup, dipasangi garis polisi (police line).Satu bulan sejak peristiwa, hampir semua garis polisi hilang. Aktivitas pengangkutan pasir kembali berlanjut.“Bahkan garis polisi di pesisir ikut hilang,” katanya.Gus Aak, biasa disapa mengatakan, pertambangan ilegal di Pesisir Lumajang merugikan negara, mulai pajak borongan, lubang-lubang tambang, jalan rusak, pembabatan hutan sampai risiko bencana.Pemerintah Lumajang, katanya, tak pernah memperhitungkan kerugian ini. Investasi perusahaan hanya memberikan sedikit keuntungan, berdampak kerugian lebih besar.Dari catatan tim advokasi Salim Kancil, dari audit BPKP Jatim menemukan, perjanjian kerjasama operasional Pemkab Lumajang dengan PT Mutiara Halim, dalam pajak tambang 2004-2005 merugikan negara lebih Rp5 miliar.Adapun penarikan pajak oleh swasta ini masih akan berlangsung hingga 2024 dengan dugaan kerugian negara lebih Rp63 miliar. Dengan begitu, katanya, penting pendekatan tindak pidana korupsi dan pencucian uang untuk mengetahui ke mana aliran dana selama ini.Sayangnya, hingga kini, polisi hanya menjebloskan Kades Selok Awar-awar cs dalam kasus pertambangan ilegal.Begitu juga kasus bos IMMS, Kepala Teknis Amdal Lumajang Abdul Gofur, katanya, harus jadi pintu masuk menelusuri siapa mafia tambang. Termasuk mendata berapa kerugian negara. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | “Perputaran uang miliaran rupiah perbulan. Kerugian negara triliunan rupiah, sangat besar kemungkinan praktik mafia pertambangan ini dilindungi.”Berdasarkan data Walhi dan Jatam, pertambangan pasir besi ilegal di Lumajang, berpotensi merugikan negara Rp11,5 triliun. Angka ini, setara APBD Lumajang, selama sembilan tahun dengan estimasi pertahun Rp1,3 triliun. Kala dihitung dari truk pasir besi keluar bermuatan sekitar 35 ton setiap truk, rata- 500 unit per hari.“Temuan kami di lapangan, truk mengangkut pasir besi di Desa Selok Awar-awar berkisar 270-300 truk per hari. Penambangan pasir ilegal di pesisir pantai juga terjadi di Desa Bago, Pandanwangi, dan desa lain. Diprediksi jumlah truk lebih 500 unit per hari.”Angka ini, kataya, kalkulasi paling rendah dengan asumsi penambangan liar hanya berupa pasir besi. Belum lagi pasir buat bahan bangunan.“Berdasarkan audit BPKP tercatat harga pasir besi di Lumajang US$36 per ton,” katanya.Dengan menggunakan rumus sederhana, kata A’ak, rata-rata sehari 500 truk membawa pasir besi, setiap truk mengangkut 35 ton, dalam satu tahun 6.387.500 ton pasir besi keluar dari Lumajang.Jika hitungan dengan rupiah dan kurs dolar Rp10.000, harga pasir besi US$36 per ton per tahun Rp2,3 triliun. Dalam lima tahun, katanya, kerugian negara sampai Rp11,5 triliun.“Kerugian Lumajang dalam lima tahun terakhir mencapai Rp11,5 triliun. Angka ini setara APBD Lumajang selama sembilan tahun dengan estimasi pertahun Rp1,3 triliun.”Senada dikatakan Rere Christanto, Direktur Eksekutif Walhi Jatim. Dampak pertambangan ilegal Peisisr Lumajang, katanya, menyebabkan kerusakan tersebar di delapan kecamatan lantaran terjadi eksploitasi pasir pantai berlebihan.Pasir hasil tambang pesisir untuk memasok kebutuhan bangunan di seluruh Jatim.“Pasir Lumajang, paling dicari. Harga mahal hingga jadi rebutan.” | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Operasi tambang pasir besi ilegal begitu massif ini, Rere menilai, tak mungkin pemain hanya selevel kepala desa.Selain keterlibatan perusahaan besar sebagai penerima (pembeli) pasir, juga banyak oknum-oknum aparat Negara.Fakta ini terlihat dalam persidangan Kepala Haryono cs.“Tak mungkin aliran dana hanya berkisar Rp500.000-Rp1 juta kepada sejumlah oknum penerima dana tambang. Hasil tambang pasir besi cukup besar,” katanya.Ketua Komnas HAM, Nurkholis angkat bicara. Para pelaku telah merendahkan derajat kemanusiaan para korban. Rasa aman masyarakat terenggut.“Itu pelanggaran hak untuk hidup, hak tak mendapat perlakuan kejam, hak tak ditangkap sewenang-wenang, hak atas rasa aman dan hak anak,” katanya.Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi kepada Pemkab dan Polres Lumajang segera penyelidikan menyeluruh kasus pembunuhan dan tambang pasir ilegal.Kepada pemerintah, katanya, Komnas HAM meminta pemulihan kemanan dan kenyamanan masyarakat. Pemkab Lumajang harus segera sosialisasi bahaya tambang ilegal, memberikan santunan koban dalam taraf hidup dan beasiswa ke anak Salim Kancil. Bukan hanya lisan, melainkan aturan jelas.Dia mempertanyakan kinerja kepolisian memahami masalah di Desa Selok Awar-awar. Terbunuhnya Salim oleh aktor negara, pelaku melanggar UU Pengadilan Hak Asasi Manusia.Komnas melihat, terjadi pelanggaran HAM atas kehilangan hak hidup. Ada juga pelanggaran hak tak mendapat perlakuan kejam.Pada peristiwa itu, Salim maupun Tosan mengalami kekerasan antara lain, dipukul dengan benda tajam, batu sampai setrum di hadapan masyarakat.Pelanggaran lain, hak tak ditangkap sewenang-wenang. Saat peristiwa, Salim Kancil ditangkap sejumlah orang yang tak punya kewenangan menangkap. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Nurkholis mengatakan, ada latar belakang penting diamati, yakni bisnis pasir. “Kekejaman dan latar belakang kenapa itu terjadi akan digali Komnas HAM. “Ini soal kekayaan. Kami akan menelusuri uang yang beredar dan prosesnya seperti apa,” katanya.Rekomendasi Komnas HAM juga menyebutkan, pelanggaran hak anak. Pelaku melakukan tindakan kekerasan di depan anak Salim berusia 15 tahun. Peristiwa kekerasan juga di Kantor Kepala Desa di depan PAUD.“Kasus dialami Salim Kancil merupakan pelanggaran HAM berat termasuk kategori kejahatan kemanusiaan.”Djuir Muhammad dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jatim mengatakan, ada 13 pelanggaran HAM dalam pembunuhan dan penganiayaan Salim dan Tosan.Pelanggaran HAM itu, antara lain, hak atas lingkungan baik dan sehat, hak kesehatan, hak air bersih, hak pekerjaan, hak pangan, dan hak pemukiman baik. Juga , hak pelayanan publik, hak penikmatan warisan budaya, hak rasa aman, hak kebebasan berekspresi dan beropini, hak berkumpul dan berserikat. Kemudian, katanya, hak tak mengalami penyiksaan dan tindakan keji lain, hingga kehilangan hak hidup.Dari catatan KontraS, pertambangan pasir besi di Pesisir Lumajang makin meningkatkan kekerasan di wilayah itu.Berdasarkam pemantauan KontraS, November 2014-November 2015, sedikitnya terjadi tiga pembunuhan misterius dan kekerasan diduga kuat terkait praktik tambang pasir ilegal di Lumajang.Peristiwa itu seperti, pembunuhan Paiman alias Manisin (55) warga Warga Dusun Kajaran, Desa Bades, Pasirian, penjaga portal pasir galian C, 30 November 2014. Pembunuhan petani, Alim (26), warga Dusun Madurejo, Desa Munder, Kecamatan Yosowilangun, Lumajang, 20 Agustus 2015.Lalu, penganiayaan Sa’i (54), Ketua RW Dusun Krajan II, Desa Selok-Awar-awar, 5 September 2015.KontraS menilai, kepolisian kembali mengabaikan berbagai kesaksian masyarakat terkait tambang pasir ilegal Lumajang. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Komisi III DPR telah membeberkan hasil temuan mereka dalam praktik tambang illegal ini. Fakta-fakta itu, seharusnya menjadi acuan bagi kepolisian mengungkap kejahatan tambang pasir ilegal Lumajang.Rere mengatakan, ada muatan politik di dalam persidangan. Buktinya, tanpa alasan jelas persidangan Salim dan Tosan dipindah dari Pengadilan Negeri Lumajang ke Pengadilan Negeri Surabaya.Pemindahan ini kejanggalan, mengingat tak ada alasan cukup kuat bagi negara memindah tempat persidangan. Juga ada upaya penyederhanaan perkara.Dalam kasus Salim dan Tosan, aparat penegak hukum terindikasi berupaya menyederhanakan perkara menjadi dua hal, yakni pembunuhan Salim adalah pembunuhan biasa, bukan berencana.Indikasi lain, terlihat upaya negara menyederhanakan kasus sekadar urusan pidana murni.“Kejahatan Salim dan Tosan rangkaian panjang dari kisah mafia tambang di Lumajang,” ucap Rere.Salim dan Tosan, dibunuh dalam meloloskan kegiatan mafia tambang pasir. Keduanya, penolak penambangan pasir di Pantai Watu Pecak.Data Walhi Jatim dan Jatam, ada 61 tambang di Pesisir Lumajang. Belum lagi, jaringan mafia portal melibatkan aparat desa, belum tersentuh hukum. Setiap hari, 500 truk bermuatan pasir berlalu-lalang di jalan raya Lumajang.Truk-truk melewati portal. Setiap truk dimintai retribusi Rp35.000-hingga Rp50.000.“Penting aparat penegak hukum menelusuri aliran dana tambang ilegal. Begitu juga kerugian negara dari pengemplangan pajak. Juga tak ada jaminan reklamasi tambang.” ***Pukul 14.00, terik matahari menembus celah pepohonan jati di Dusun Dampar, Desa Bades. Jalan aspal berlubang. Kendaraan roda empat yang saya tumpangi hanya melaju 10 kilometer per jam.Perjalanan mendaki dan menurun menuju Pantai Watu Godek. Sesekali berpapasan dengan petani pisang agung yang mengendari motor.Ketika kendaraan di perbukitan, terlihat pesisir laut Lumajang berwarna biru dan hitam pasir. Pohon kelapa dan gundukan pasir terlihat. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | “Dari atas kita bisa melihat lubang-lubang tambang dampak tambang pasir besi,” kata Tosan.Tiba di Pesisir Watu Kodek pukul 15.00. Bebatuan penahan ombak rusak terhantam keras ombak. Hanya kendaraan bermotor bisa melewati. Alat berat tampak membuka jalan rusak.Jalur rusak di Pantai Watu Kodek, ini satu-satunya akses tercepat menuju Kecamatan Tempursari, Lumajang. Tempat pelelangan ikan (TPI) Lumajang terbesar ada di kecamatan ini.“Sekarang mobil dan motor tak bisa lagi melewati jalan di Pesisir Pantai Watu Godek. Habis termakan ombak dn abrasi,” katanya.Pertambangan di Pesisir Pantai Watu Godek, ilegal oleh banyak pihak. Selama ini, tak pernah ada tindakan aparat maupun pemerintah Lumajang.“Berapa kerugian negara dari abrasi merusak jalan itu? Pencuri kekayaan negara dibiarkan puluhan tahun, ketika bencana datang, saling lempar tanggung jawab,” kata Tosan.A’ak Abdullah mengamini. Katanya, kekayaan tambang di suatu wilayah seperti Lumajang tak berjalan paralel dengan kesejahteraan rakyat.Selama ini, pertambangan di Lumajang, merusak lingkungan dan ada pembiaran kegiatan ilegal dengan penegakan hukum represif kepada penambang kecil.Pemerintah daerah kabupaten/kota, katanya, mengetahui pertambangan ilegal tetapi tak membantu, missal, pengorganisasian mereka acara secara yuridis, ekonomis maupun ekologis sesuai kaedah pembangunan berkelanjutan.“Kerusakan ekosistem akibat pertambangan tak jadi perhatian dalam klausula perizinan.”Bahkan, di banyak tempat justru instansi pemerintah tak menginternalisir biaya lingkungan ini sebagai bagian manajemen pertambangan. Justru melakukan pungutan-pungutan pertambangan ilegal.Bukan itu saja, dana jaminan reklamasi juga taka da keterbukaan di Lumajang.“Bisa jadi biaya kerusakan yang harusnya ditanggung perusahaan lebih besar daripada jaminan reklamasi,” kata Gus A’ak. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Kondisi ini, katanya, sangat rentan korupsi. Ada pembiaran pungutan liar di lapangan dengan indikator alat angkut maupun volume bahan tambang.Para investor dan pemerintah daerah belum terintegrasi menilai dampak sosial dan lingkungan dalam perizinan pertambangan.Bambang Catur Nusantara selaku Dewan Nasional Walhi mengatakan, dalam konteks pertambangan dan jaminan reklamasi pejabat yang membiarkan kerusakan itu, menurut hukum lingkungan bias masuk pejabat melakukan kejahatan lingkungan.Perusahaan pertambangan, katanya, belum mengembangkan code of conduct yang diimplementasikan dengan stakeholders dalam membangun dunia pertambangan berkelanjutan.Selama ini, pertambangan di Lumajang, tak memiliki izin selayaknya, mulai pengajuan WIUP, lau IUP eksplorasi, dan IUP operasi produksi.Ia juga tak dilengkapi dokumen-dokumen tambang, baik laporan eksplorasi, studi kelayakan, laporan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB). Juga rencana reklamasi dan pasca tambang, rencana investasi, rencana kerja tahunan teknis dan lingkungan (RKTTL). Taka da laporan kegiatan triwulanan, laporan produksi dan pemasaran, dokumen lingkungan (UKL,UPL/Amdal) sampai tak membayar biaya pencadangan wilayah dan jaminan reklamasi.Di Lumajang, katanya, tak ada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, hingga perizinan masuk lewat Dinas Perekonomian.“Investasi berjalan tanpa pertimbangan lingkungan dan perizinan yang benar.”Saat ini, sepanjang Pesisir Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar awar, terhampar pasir hitam berkilauan. Pemandangan indah laut ini dikotori “kolam raksasa” yang bertebaran di tepi pantai.Kolam ini sudah menelan korban. Seorang anak tenggelam. Kematiannya tak banyak terekspos media. Sawah warga rusak karena dikeruk setiap hari.Sejak ada penambangan, mereka kesulitan mendapat kerang.“Jika reklamasi tak dilakukan, risiko bencana makin besar. Ini tak pernah dihitung sebagai kerugian,” katanya. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Thoriqul Haq, staf Pansus Pertambangan DPRD Jatim mengatakan, soal pertambangan di Lumajang harus ada sinergi antara pemerintah provinsi smpai ke desa.Bila perlu, pengurusan IUP perlu rekomendasi kepala desa hingga dalam penerbitan perizinan provinsi perlu menyampaikan tembusan izin kepada pemerintah desa. Tujuannya, memudahkan pemerintah desa mendata dan mengawasi pertambangan.“Reklamasi harus segera. Saya berharap dapat menggunakan dana bencana,karena kalau menunggu pembahasan perbaikan lingkungan melalui APBD masih lama,” kata Thoriq.Desakan Thoriq ini, sekaligus bagian rekomendasi Pansus Pertambangan DPRD Jatim, salah satu poin meminta pemprov, pemkab/pemkot Jatim menginventarisasi bekas tambang.“Sekaligus sesegera mungkin yang sekiranya mengancam kehidupan melakukan perbaikan lingkungan,” katanya.Kalau tak penanganan segera, khawatir rob bercampur pasir bakal menerjang rumah.“Kasihan masyarakat Desa Selok Awar-awar. Air laut sudah masuk ke rumah otomatis membawa pasir. Mereka harus tinggal dimana?”Saat ini, rob sudah menerjang belasan rumah warga di pesisir selatan Pantai Watu Pecak. Menurut Gus A’ak, air laut naik sampai hutan Kosambi di belakang panggung peringatan 100 hari almarhum Salim Kancil. Rumah warga juga terendam air bercampur pasir.Banjir rob, katanya, di lokasi tambang pasir besi yang ditolak Salim dan Tosan. Kekhawatiran para aktivis protes tambang ini sudah terbukti.Informasi di lapangan, gelombang tinggi di Perairan Pantai Watu Pecak membawa material pasir dari pesisir hingga masuk permukiman warga berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.Belasan rumah sempat terendam air laut bercampur pasir. Bahkan, sebuah rumah roboh dan belasan tertimbun pasir di Dusun Selok Orkesan, dan Desa Selok Awar-awar. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | “Ada 14 rumah di Desa Selok Awar-awar terendam genangan air laut,” kata Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, Hendro Wahyono.Thoriq memaparkan, laporan Pansus Pertambangan DPRD Jatim berisikan, pertambangan sangat inheren dengan masalah reklamasi.Pemerintah Jatim, katanya, harus memberikan perhatian terhadap rencana reklamasi. Rencana ini, wajib disusun perusahaan pada setiap tahapan kegiatan eksplorasi dan pasca operasi produksi. Ia disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup. Melalui rencana ini, dapat diperkirakan reklamasi oleh perusahaan.Pemerintah Jatim, mempunyai peranan penting dalam persetujuan dan penilaian rencana reklamasi. Di dalam rencana reklamasi itu, dapat dihitung biaya perkiraan reklamasi yang terwujud dalam jaminan reklamasi.“Sebelum menerbitkan izin operasi produksi, pemerintah Jatim harus memastikan rencana reklamasi pemohon IUP,” kata Thoriq.Pemerintah, harus berperan aktif menentukan kriteria keberhasilan reklamasi operasi produksi.Sedangkan temuan tim Pansus untuk pertambangan di Jatim, terutama Lumajang, ada permasalahan jaminan reklamasi tak dibayar pemilik izin. Pemilik izin juga sering melarikan diri setelah selesai penambangan tanpa reklamasi. Kondisi ini, katanya, berpotensi reklamasi menjadi beban APBD.Jaminan reklamasi , katanya. diberikan pada tahap eksplorasi dan operasi produksi. Ia masuk kewajiban pembayaran jaminan reklamasi sebagai bagian ketentuan yang melekat pada izin.Jaminan reklamasi, lebih baik dalam bentuk bank garansi diterbitkan bank pemerintah atau bank swasta di Indonesia. Jangka waktu penjaminan, sesuai jadwalrReklamasi.Jaminan reklamasi, katanya, bukan bagian APBD. Ia dana pemohon izin guna pelaksanaan reklamasi. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-037-13.json | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Fokus Liputan: Kemelut Tambang Pasir Hitam Lumajang (Bagian 3) | Dari aspek hukum keuangan negara, jaminan reklamasi dalam bentuk bank garansi lebih aman karena pemerintah provinsi tak menerima uang tunai. Dengan begitu, mengurangi potensi penyalahgunaan keuangan.Apabila kemudian hari pemegang izin melarikan diri tanpa reklamasi, kata Thoriq, pemerintah dapat mencairkan jaminan reklamasi menutup pembiayaan.Dalam temuan mereka, ada sekitar Rp130 miliiar lebih biaya harus keluar untuk mereklamasi kerusakan di Pesisir Lumajang. Sedangkan jaminan reklamasi hanya ratusan juta.“Tidak sebanding dengan kerusakan,” ucap Thoriq.Pemerintah provinsi, katanya, harus berperan dalam persetujuan dan penilaian rencana reklamasi.“Izin tambang harus dikeluarkan berazaskan kehati-hatian dan mempertimbangkan dampak lingkungan.”Mongabay mendapatkan dokumen jaminan reklamasi PT. IMMS. Dalam dokumen itu, pada 10 Juli 2014, IMMS memberi bibit ikan kepada lahan milik warga dusun Dampar dan Dusun Kajaran. Lubang-lubang tambang bekas galian jadi kolam ikan.IMMS juga merehabilitasi lahan bekas tambang menjadi sawah.IMMS mendapatkan persetujuan ekspor Kementerian Perdagangan kuota 720.000 ton pertahun untuk pasir besi. Dengan quota ini, IMMS menempatkan dana jaminan reklamasi. Dengan perhitungan satu hektar Rp25 juta.Kala diasumsikan satu hektar mendapatkan 60.000 ton bahan mentah, mereka harus jaminan reklamasi Rp300 juta. Dana ini disetorkan kepada Bank Jatim, Kantor Cabang Jember.“Terbukti sudah, besaran jaminan reklamasi perusahaan tak sebanding pendapatan. Sesat sekali jika reklamasi hanya mengisi kolam bekas tambang dengan ikan, atau menjadikan lahan sawah,” kata Rere.Sampai kapanpun, katanya, tambang tak akan memberikan kesejahteraan masyarakat.“Yang ada, kerusakan lingkungan, kerugian negara dan mempertinggi risiko bencana masyarakat pesisir.” Bersambung [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-005-09.json | Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan | Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan | [CLS] Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) berhasil memenuhi targetnya, melepasliarkan sebanyak 251 orangutan di hutan Kalimantan. Jumlah total ini dicapai setelah dikembalikannya enam individu orangutan ke habitat alaminya, Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (13/12/2016).Staf Komunikasi Yayasan BOS, Nico Hermanu, mengatakan sejak 2012, Yayasan BOS telah melepasliarkan orangutan ke hutan-hutan alami di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. “Dengan enam individu ini, orangutan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje berjumlah 55 individu. Untuk pelepasan keseluruhan di Kalimantan, jumlahnya 251 individu.”Keenam orangutan tersebut terdiri dua jantan dan empat betina. Dua di antaranya pasangan ibu-anak. Mereka diberangkatkan dari Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, via jalan darat menuju Muara Wahau, ibu kota kecamatan di Kabupaten Kutai Timur.“Nantinya, rombongan berhenti setiap dua jam untuk memeriksa kondisi orangutan. Dari Muara Wahau, perjalanan dilanjutkan sekitar lima jam ke titik yang berjarak 200 meter dari Sungai Telen. Ini batas akhir kendaraan.”Selanjutnya, kandang transport orangutan diangkat ke tepi sungai dan diseberangkan dengan perahu ces. “Kandang transport selanjutnya dipindahkan ke atas kendaraan yang telah menanti, menuju titik pelepasliaran,” ujar Nico.KelahiranDirektur Konservasi RHOI, Aldrianto Priadjati, menuturkan proses pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen memerlukan proses panjang. Dari memastikan kesehatan hingga terus memantau kehidupan orangutan tersebut. “Kini, sudah 55 orangutan yang mendiami Hutan Kehje Sewen.” | [0.0, 1.0, 0.0] |
2016-005-09.json | Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan | Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan | Menurut Aldrianto, sebagian besar orangutan telah melalui kehidupan setahun pertamanya dengan baik. Hal yang menggembirakan adalah sudah ada dua kelahiran alami yang mengartikan kegiatan konservasi berjalan sesuai harapan. “Di masa mendatang, semoga akan lahir generasi baru yang menambah populasi orangutan liar di Kehje Sewen ini.”Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa, mengatakan upaya pelestarian orangutan memang harus terus dilakukan. “Pelestarian orangutan dan habitatnya merupakan tanggung jawab semua pihak di seluruh lapisan. Tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, swasta, maupun lembaga atau organisasi masyarakat.”CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite, menjelaskan saat ini status konservasi orangutan kalimantan sangat membahayakan. Hal ini yang mendorong Yayasan BOS untuk bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Timur dan semua pihak untuk menggiatkan pelepasliaran orangutan dari pusat rehabilitasi.“Kami terus berupaya melanjutkan pelepasliaran. Masih ada lagi 200 orangutan di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari, dan hampir 500 individu di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.”Dukungan dan komitmen pemerintah pusat maupun daerah, masyarakat dan semua lembaga baik bisnis maupun nirlaba, tetap dibutuhkan. “Tidak hanya memperjuangkan habitat yang layak, tapi juga penegakan hukum atas perburuan dan perusak hutan,” jelasnya.Awal Juli 2016, IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan status orangutan kalimantan ((Pongo pygmaeus) naik ke level Kritis (Critically Endangered/CR) yang sebelumnya Genting (Endangered/EN). Berkurangnya habitat alami orangutan, terutama akibat alih fungsi hutan turut memacu keterancaman hidup satwa yang 97 persen genetiknya ini hampir sama dengan manusia. [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-050-18.json | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | [CLS] Belum lama ini terjadi putusan aneh dalam tatanan peradilan di Indonesia. Betapa tidak, pengadilan negeri membatalkan putusan Mahkamah Agung! Cerita ini terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, sudah membatalkan putusan Mahkamah Agung tahun 2015 yang memerintahkan PN Meulaboh mengeksekusi PT Kallista Alam, atas kasus pembakaran hutan gambut Rawa Tripa.Baca juga: Kasus Pembakar Rawa Tripa Aneh, PN Meulaboh Batalkan Putusan Mahkamah AgungPada 12 April 2018, putusan PN Meulaboh mengabulkan gugatan perdata Kallista Alam dan menyatakan, putusan MA Nomor 651 K/Pdt/2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tak mempunyai titel eksekutorial (tak bisa dieksekusi) dan menyatakan pembakaran hutan dalam kawasan gambut tak bisa dimintakan pertanggungjawaban hukumnya kepada Kallista Alam.Kondisi ini, menimbulkan ketidakpastian hukum dan jadi tanda tanya bagi penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Padahal, kasus Kallista Alam merupakan salah satu kemenangan negara dalam menangani penegakan hukum lingkungan hidup, dengan hukuman Rp114,3 miliar dan membayar biaya pemulihan lingkungan Rp251,76 miliar.Selang satu bulan, pada 23 Mei 2018 di Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup bersama dengan Komisi Yudisial menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) kerjasama antarlembaga guna menyelesaikan perkara lingkungan dan kehutanan.Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK mengatakan, MoU ini sangat penting dalam penyelesaian kasus-kasus lingkungan. Mulai dari putusan perdata yang telah memiliki kekuatan hukum tetap namun terkendala dalam proses eksekusi, penanganan perkara tindak pidana kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang memasuki tahap persidangan, sampai sengketa tata usaha negara terkait penegakan hukum administrasi. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-050-18.json | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Meskipun begitu baik Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Aidul Fitriciada Azhari, Ketua Komisi Yudisial, mengelak kalau MoU ini terdorong kasus Kallista di Aceh. Mereka bilang kesepakatan ini merupakan rencana lama.”Ini formalisasi dari proses yang sudah lama dilakukan. Untuk lebih mengefektifkan kerjasama ini, dituangkan dalam nota kesepahaman,” kata Aidul usai penandatangan MoU di Jakarta.Kerjasama ini, katanya, tak hanya dalam pemantauan dan pemeriksaan, namun skala lebih luas termasuk peningkatan kapasitas hakim. Dia mengakui, jumlah hakim di Indonesia masih minim yang memiliki sertifikasi lingkungan hidup.Soal kasus PN Meulaboh, dia sudah mendapatkan laporan. Hingga kini, sudah ada tim turun lapangan untuk memeriksa saksi, bukti termasuk hakim.Idealnya, proses pemeriksaan ini memerlukan 60 hari. ”Kalau diprioritaskan bisa lebih cepat. Mei baru mulai. Saya rasa bisa lebih cepat,” katanya.Aidul bilang, hakim menghadapi kekuatan kapital yang besar. ”Ada kepentingan korporasi berhadapan dengan kepentingan publik. Godaan besar terbesar dari korporasi. Yang dihadapi di korporasi ini ada kapital besar sekali yang bisa memengaruhi independensi hakim,” katanya.Dengan kerja sama ini, dia berharap bisa membawa kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat Indonesia dan alam. Tekanan pembangunan ekonomi, katanya, membuat kesadaran nilai tradisional berkurang, yakni keterkaitan antara manusia dan alam.Siti Nurbaya, Menteri LHK berharap, dengan MOU ini dapat bersinergi dengan KY, seperti dalam pertukaran data dan informasi, pemantauan peradilan bersama, dukungan tenaga ahli, sosialisasi dan kampanye, serta berbagai kegiatan lain yang dapat memperkuat pelaksanaan tugas masing-masing pihak.Bentuk kongkret kerjasama ini, katanya, seperti penyelesaian proses dokumen perkara, sampai pengadilan. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-050-18.json | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Dia bilang, kementerian seringkali mendapatkan kesulitan pada tingkatan PTUN yang menyangkut ”komplain” terhadap regulasi dan peraturan perundangan.”Harus dipahami [hakim] betul kenapa ada aturan itu, apa isinya, ruang lingkup dan lain-lain. Harus tidak ada keberpihakan secara tidak pas, gitu kira-kira kita harapkan,” katanya.Selama ini, katanya, KLHK sudah bekerja sama dengan KY dalam menangani kasus lingkungan hidup. Berdasarkan data, pada periode 2015-2018, KLHK menangani 1.995 pengaduan, mengawasi 2.089 izin, memberikan 450 sanksi administratif.Dalam proses perdata atau tuntutan kerugian negara, KLHK menangani 220 kasus (senilai Rp 16,9 Triliun) di pengadilan dan 110 kesepaktan di luar pengadilan (senilai Rp 42,55 Miliar). Sedangkan, dalam kasus pidana, terdapat 433 kasus dinyatakan berkas lengkap.Dalam kasus kehutanan, 610 operasi pengamanan hutan dilakukan, 196 operasi pembalakan liar, 221 perambahan hutan dan 187 kejahatan tumbuhan satwa liar.”Setiap pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan tidak hanya berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat luas tetapi pada timbulnya kerugian ekologi dan ekonomi untuk negara,” katanya. Upaya sistematis Secara terpisah, Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesia Center For Environmental Law (ICEL) menyebutkan, putusan PN Meulaboh ini menciderai keadilan lingkupan hidup yang lahir dari upaya sistematis berupa putusan pengadilan.”Ada upaya pemutihan tanggung jawab oleh Kallista Alam yang telah berkekuatan hukum tetap. Gugatan Kallista Alam ini bentuk perlawanan terhadap eksekusi,” katanya.Dalam gugatan Kallista menganulir sebagian dari wilayah yang digugat KLHK karena tak berada di hak guna usaha mereka. Namun, dalam tuntutan justru perusahaan meminta terlepas dari seluruh tanggung jawab kerugian lingkungan hidup di HGU mereka. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-050-18.json | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Kementerian LHK Gandeng Komisi Yudisial, Antisipasi Putusan Serupa PN Meulaboh? | Henri menilai terjadi kekeliruan dalam penerapan hukum oleh majelis hakim dalam perkara ini. Dengan menganulir seluruh titel eksekutorial putusan MA, hakim mengabaikan fakta bahwa benar terjadi kebakaran di konsesi perusahaan itu.ICEL pun mendesak kepada Mahkamah Agung segera memeriksa majelis hakim dalam perkara ini dan membuktikan apakah ada indikasi pelanggaran kode etik perilaku hakim. Juga mempercepat eksekusi putusan perkara ini karena sudah berkekuatan hukum tetap.”Juga mencopot dan mengganti Ketua PN Meulaboh karena terbukti telah menghambat pelaksanaan eksekusi putusan dalam perkara ini.” Foto utama: Rawa Tripa yang dibakar oleh PT. Kallista Alam. Foto: Paul Hilton/SOCP/YEL [SEP] | [0.6666666865348816, 0.3333333432674408, 0.0] |
2016-011-13.json | Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi | Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi | [CLS] Tahun 2010, badak liar terakhir di Vietnam ditembak mati pemburu. Badak vietnam (Rhinoceros sondaicus annamiticus) ini merupakan subspesies badak jawa terakhir di Asia daratan.Badak jawa, dulunya yang paling tersebar luas di Asia di antara spesies badak asia lain, dengan tempat hidup yang membentang dari Jawa, Sumatera, Asia Tenggara, Tiongkok, dan India. Karena perburuan dan hilangnya habitat, badak jawa menghilang dengan cepat pada awal abad ke-21. Hanya tersisa dua habitat, yakni di Cat Tien National Park (Vietnam) dan Taman Nasional Ujung Kulon (Indonesia).Badak di Vietnam diperkirakan punah, berawal dari munculnya laporan pada 1989 yang menyatakan bahwa ada populasi kecil badak jawa yang tersisa. Pada 1993, populasi badak jawa di Vietnam diperkirakan tersisa 8 – 12 individu, lalu berkurang menjadi 2 individu, dan satu persatu punah.Baca: Badak Jawa Terakhir di Vietnam Ini Mati di Tangan PemburuSayangnya, kepunahan badak jawa di Vietnam, tidak mampu mengakhiri Vietnam sebagai pasar dan tempat transit perdagangan cula badak ke Tiongkok. Bahkan sebaliknya. Pada 2009, jaringan pedagang dan penyelundup cula badak di sini telah berpengalaman bertahun-tahun menyelundupkan cula badak dari seluruh dunia ke Asia timur.“Vietnam telah menghilangkan hutan-hutan mereka, memburu habis satwa di taman nasional, dan kini mereka memburu hingga ke Laos dan Kamboja” kata Douglas Hendrie, technical advisor di NGO Education for Nature-Vietnam yang berbasis di Hanoi, kepada Mongabay. “Banyak satwa liar dari berbagai tempat tersebut dimasukkan dalam truk, dibawa ke perbatasan, dan di jual di seluruh Tiongkok.”Pasar lokal“Permintaan domestik di Vietnam sebenarnya sangat kecil, setidaknya hingga 1990-an,” kata Hendrie. Ia melihat bahwa permintaan akan cula badak menguat seiring tumbuhnya ekonomi Vietnam yang juga membawa Humvee dan Lambhorgini ke jalanan Hanoi. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-011-13.json | Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi | Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi | Meskipun cula badak sebenarnya hanyalah keratin, sama dengan rambut manusia dan kuku, para praktisi medis di sana mengklaim bahwa cula badak mampu menyembuhkan mabuk, bahkan kanker. “Yang paling kentara adalah, kini cula badak dianggap sebagai simbol kekayaan,” kata Hendrie.Tak hanya dikonsumsi sendiri, Vietnam juga menjadi tempat transit utama untuk cula badak, sisik trenggiling, dan gading gajah untuk diselundupkan ke Tiongkok. Menurut Hendrie, penyelundupan ini, dalam skala besar, beberapa kali tertangkap di bandara, pelabuhan, maupun perbatasan.“Tak ada yang tahu pasti berapa persentase yang dipasarkan di Vietnam dan berapa yang diselundupkan ke Tiongkok melalui Vietnam” kata Hendrie. Jaringan penyelundup internasional mengambil keuntungan dari batas kedua negara yang minim penjagaan. “Dan barang-barang yang dikirim ke Tiongkok melalui Vietnam memang tidak melewati pemeriksaan ketat, dibandingkan melalui pelabuhan.” Biasanya, cula badak ditempatkan di kotak yang dimasukkan dalam truk, lalu dibawa melalui Highway 18, langsung ke perbatasan Tiongkok.Memutus rantai LSM yang berbasis di Belanda, Wildlife Justice Commission (WJC) baru-baru ini menyelesaikan investigas di Nhi Khe, sebuah kawasan kerajinan di pinggiran Kota Hanoi yang dikenal sebagai tempat transit cula badak, gading gajah, dan lainnya, sebelum dibawa ke Tiongkok. “Sangat mengejutkan” kata Olivia Swaak-Goldman dari WJC kepada Mongabay. “Jumlah yang diperdagangkan begitu besar”“Kami berhasil mencatat ada 579 cula badak, separuh dari semua badak yang dibunuh di Afrika Selatan” kata Swaak Goldman. WJC juga menemukan, kebanyakan cula tersebut bukan dijual untuk bahan obat, tapi untuk tempat minum dan gelang, dipasarkan di Tiongkok. Jadi kini, usaha-usaha untuk mengurangi permintaan cula badak, harusnya tak lagi berfokus pada mitos tentang khasiatnya untuk pengobatan. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2016-011-13.json | Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi | Meski Badak Jawa Telah Punah di Vietnam, Namun Perdagangan Cula di Negeri Ini Tetap Terjadi | Vietnam kini sedang menghadapi tekanan internasional karena kegagalannya mencegah dan menghentikan praktik penyelundupan ini. WJC telah menyerahkan hasil penyelidikannya kepada para apartat Vietnam, namun belum ada tindak lanjut. Organisasi seperti WWF mendesak Vietnam untuk dikenai sanksi dibawah CITES, dan kini semua mata tertuju ke Vietnam karena negara tersebut akan menjadi tuan rumah International Conference on the Illegal Wildlife Trade pada 17 Nov 2017.Meski begitu, Hendrie memilih utuk melihatnya dalam rentang waktu panjang. Vietnam telah berhasil membuat kemajuan dalam pemberantasan perdagangan cula badak dan gading gajah dalam 10 tahun terakhir. Ada kemajuan. Meski kemajuan tersebut sangat terlambat untuk menyelamatkan badak jawa di Vietnam. Para pegiat konservasi berharap berbagai perubahan nyata akan dilakukan untuk menyelamatan badak-badak yang ada di tempat lainnya.Sumber tulisan:Isabel Esterman. Its own rhinos hunted to extinction, Vietnam is a hub for the rhino horn trade. Mongabay.com [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2021-063-17.json | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | [CLS] Patroli gabungan satuan pengawas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Satwas PSDKP) Flores Timur bersama Direktorat Polair Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) saat melakukan patroli di laut Flores dalam wilayah Kabupaten Sikka menemukan aktivitas pengeboman ikan.Pelaku menangkap ikan menggunakan bom di sekitar perairan Wair Nokerua, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka. Sebanyak empat nelayan berinisial A (36), AH (17), S (17) dan T (30) asal Desa Kolisia ditangkap, Jumat (26/2/2021) kemudian diserahkan ke penyidik Satwas PSDKP Flores Timur untuk diproses hukum.Berselang empat hari, Selasa (2/3/2021) kapal patroli P. Sukur XXII-3007 Polair Polda NTT kembali menangkap lima nelayan usai melakukan pengeboman ikan di perairan Pulau Pangabatang.Lima nelayan asal Desa Parumaan, Kecamatan Alok Timur ini pun diamankan di Pos Polair Maumere. Kelimanya sedang menjalani pemeriksaan untuk selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaaan Tinggi NTT untuk diproses hukum.Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Polisi Andreas Heri Susi Darto melalui Panit Siesidik Direktorat Polairud Polda NTT, I Nyoman Bagia Utama saat ditemui Mongabay Indonesia Kamis (4/3/2021) menjelaskan aparat Polair menangkap lima pelaku itu setelah mendapatkan laporan masyarakat dan mendapati mereka melakukan pengeboman ikan.Para pelaku menggunakan sebuah perahu motor dan dua sampan, dimana dua nelayan nelayan menggunakan dua sampan melihat ke dasar laut menggunakan kaca mata selam.“Saat melihat banyak ikan sedang berada di terumbu karang, para nelayan melemparkan bahan peledak atau bom. Selang beberapa saat perahu motor membawa kompresor dan menurunkan nelayan untuk menyelam mengumpulkan ikan hasil bom,” ungkap Nyoman.baca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi? | [0.25, 0.0, 0.75] |
2021-063-17.json | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Saat petugas bergerak hendak melakukan penangkapan, pelaku melarikan diri menggunakan perahu dan sempat membuang barang bukti berupa ikan hasil pengeboman ke laut.“Setelah pelaku berhasil diamankan, petugas pun kembali ke lokasi ikan dibuang dan mengumpulkan ikan sebagai barang bukti. Para nelayan pun mengakui ikan yang didapat dipergunakan dengan cara menggunakan bahan peledak atau bom,” jelasnya.Petugas mengamankan barang bukti, antara lain satu perahu, dua sampan, berbagai alat selam, satu buah korek api dan 70 ekor jenis ikan campuran. “Kelima nelayan tersebut mempunyai peran masing-masing baik sebagai pemantau ikan, penyelam maupun petugas yang melempar bahan peledak,” ungkapnya.Nyoman menjelaskan kelima nelayan tersebut melanggar pasal 84 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No.31/2004 juncto pasal 85 UU No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No.31/2004 tentang Perikanan. “Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perikanan dan ancaman hukumannya diatas lima tahun penjara,” terangnya.baca juga : Polda NTT Tangkap Pemasok Bahan Bom dan Pelaku Pengeboman Ikan, Bagaimana Selanjutnya? Wilayah KonservasiLokasi penangkapan ikan di perairan Pulau Pangabatang berada di dalam wilayah Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere. Kewenangannya berada dibawa BKSDA NTT melalui Seksi Konservasi Wilayah IV Maumere.Yohanes Don Bosco R. Minggo, Ketua Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikananan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere menyesalkan aktifitas destructive fishing yang terus berulang.Rikson sapaannya menegaskan wilayah depan perairan Pangabatang dan depan Desa Darat Pantai merupakan daerah potensial perikanan dan masuk zona hijau wilayah konservasi.“Sangat disayangkan penangkapan ikan dengan bahan peledak kian marak di wilayah TWAL Teluk Maumere,” sesal Rikson saat ditanyai Mongabay Indonesia, Sabtu (6/3/2021). | [0.3333333432674408, 0.0, 0.6666666865348816] |
2021-063-17.json | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Rikson menyebutkan para nelayan kecil pemilik kapal berukuran dibawah 10 GT itu tidak jera menangkap ikan dengan cara mengebom. Menurutnya bila ada bantuan kapal dan alat tangkap yang lebih canggih dan membuat hasil tangkapan lebih banyak, mungkin bisa membuat nelayan kecil beralih dari mengebom ikan.“Alat tangkap modern bisa memudahkan nelayan menangkap ikan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak,” tuturnya.perlu dibaca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan Teluk Maumere Kembali Ditangkap. Kenapa Terus Berulang? Rikson sesalkan proses pendampingan dan edukasi kepada para nelayan tidak berjalan. Ia menyebut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sikka tidak memiliki anggaran karena kewenangan wilayah laut sudah beralih ke provinsi.Menurutnya secara kolektif memang pengawasan selain menjadi tugas DKP, juga merupakan tugas PSDKP, Polair, TNI AL termasuk Bea Cukai yang mengawasi masuknya bahan baku pembuatan bahan peledak.“Kalau masih ada pasokan bahan baku peledak dari luar maka pengawasannya tidak benar. Oknum penegak hukum di Sikka saja menjual barang bukti pupuk yang dipergunakan dalam pengeboman ikan,” sesalnya.Rikson mengaku miris melihat ikan-ikan karang di PPI Alok, Maumere yang dijual banyak diperoleh dari penggunaan bahan peledak atau bom. Dia juga menyesalkan tidak ada data base di PPI Alok tentang jenis dan jumlah alat tangkap serta jumlah ikan yang ditangkap nelayan setiap harinya.“Sistem perikanan tangkap berkelanjutan dan lestari di Sikka tidak berjalan. Sampai saat ini belum ada data potensi ikan. Kalau datanya tidak ada, bagaimana mengukurnya?,” ucapnya.baca juga : Ikan Hasil Destructive Fishing Tak Akan Pernah Lolos Sertifikasi Hukuman Tetap Ringan | [0.0, 0.5, 0.5] |
2021-063-17.json | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak? | Rata-rata pelaku pengeboman ikan di NTT hukumannya dibawah 3 tahun. Rikson meminta agar hukuman terhadap pelaku diperberat agar bisa memberi efek jera. Dia menyarankan pelaku tidak hanya dijerat dengan Undang-Undang Perikanan, tetapi juga undang-undang konservasi serta bahan peledak.“Harusnya aparat penegak hukum lebih jeli melihat hal ini. Pelaku harus dijerat dengan undang-undang lainnya juga agar hukumannya berat dan pelaku jera,” imbuhnya.Rikson mengaku bukan saja bom ikan yang selalu dipergunakan, namun alat tangkap tidak ramah lingkungan masih marak dipakai. Aturan perikanan menyebutkan ukuran jaring yang diperbolehkan bagi nelayan lampara berukuran lebih dari 1 inchi sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan.“Jaring ini masih banyak dipakai nelayan kita dan tidak pernah dikontrol. Pakai jaring in, ikan ukuran kecil ikut tertangkap. Belum sempat bertelur sudah ditangkap,” sesalnya.Penasihat Maumere Diver Community (MDC), Yohanes Saleh sependapat. Menurutnya, pelaku masih dihukum ringan. Bahkan lima pelaku yang ditangkap, dua pelaku ternyata baru bebas dari penjara dengan kasus serupa.Hans sapaannya menegaskan penggunaan bom ikan di laut membuat radius kerusakan bisa tiga kali lipat dibandingkan dengan di daratan. Ini terjadi karena hentakan dan tekanan arus akan menganggu pertumbuhan terumbu karang.“Kita akan buat surat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum agar bisa jadi masukan. Pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak harus dihukum berat,” tegasnya.Hans menyebut masyarakat sebenarnya harus bisa mengawasi dan turut menghakimi pelakunya dengan hukuman adat. “Kalau bicara laut maka menjadi kebutuhan semua orang. Bukan perikanan saja, sebab perairan menjadi daerah pariwisata dan penunjang keberlangsungan hidup buat masyarakat, bukan saja buat nelayan,” pungkasnya. [SEP] | [0.0, 0.0, 1.0] |
2019-041-16.json | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | [CLS] Pagi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan adalah hiruk pikuk yang unik. Remaja dan lanjut usia rebutan ikan yang digotong dari kapal laut sampai tempat penimbangan dan pabrik pengolahan.Sedikitnya ada empat pekerjaan dengan sebutan berbeda yang mengais ikan tanpa perlu melaut dan membeli ikannya di pelabuhan ikan besar di Jembrana, Bali Barat, sekitar 3 jam berkendara dari Kota Denpasar ini. Semuanya bisa diamati ketika masuk area dermaga dan menyaksikan buruh menurunkan hasil tangkapan dari kapal laut.Perhatian langsung tertuju pada puluhan perempuan, sebagian lanjut usia yang berjibaku merogoh ikan dari keranjang-keranjang yang diangkut buruh dari kapal menuju lokasi penimbangan. Mereka berendam di dalam laut yang airnya berwarna keruh dan bau selama beberapa jam, sepanjang waktu pengangkutan.baca : Kedonganan, Kampung Nelayan yang Bertahan di Pusat Turisme Bali Ngunjuk, demikian sebutan warga sekitar pada jenis pekerjaan mengambil ikan seenaknya ini. Namun ada tekniknya. Mereka harus bergerak cepat, menjulurkan tangan ke keranjang-keranjang berjalan ini. Karena buruh angkutnya juga bergerak cepat walau berjalan dengan air laut sampai dada. Para buruh ini tak akan berhenti, tukang ngunjuk inilah yang harus mengikuti keranjang. Dari tiap keranjang yang dipikul dua buruh, tiap perempuan ngunjuk hanya bisa meraup ikan satu tangan. Kemudian dimasukkan ke jaring yang terendam dalam air laut yang mulai legam warnanya.Di pinggir pelabuhan, ada sejumlah orang disebut Belantik yang menunggu setoran ikan dari tukang ngunjuk. Semacam penampung hasil pengambilan ikan itu. Ibu Um, salah satu Belantik yang tekun memantau aktivitas tukang Ngunjuk ini. “Saya yang membeli hasil dari ngambil-ngambil ikan itu,” katanya tersenyum. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2019-041-16.json | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | Menurutnya, tukang ngunjuk yang nyaris semuanya perempuan ini bisa lebih banyak penghasilannya dibanding Belantik, penampungnya. “Bisa sampai Rp1 juta kalau dapat banyak, tergantung kualitas dan harga ikan,” lanjut Bu Um.Misalnya saat ini, tiap hari para Belantik bisa dapat 1 ton ikan dari tampungan tukang Ngunjuk saja. Harga termurah Rp2500/kg jika ukuran ikan kecil dan kurang segar. Sementara termahal bisa sampai Rp10 ribu. Bu Um harus memantau harga terkini di tingkat pengepul besar tiap saat. “Mantau tiap hari lewat HP,” serunya.baca juga : Foto : Merekam Kehidupan di Pelelangan Ikan Lamongan Jenis ikan yang didapatkan mayoritas nelayan besar adalah anak lemuru dan lemuru. Ikan-ikan ini jadi bahan baku ikan kaleng dan yang kualitasnya lebih jelek jadi bahan baku tepung pakan ternak.Di arena perebutan ikan antara kapal nelayan dan lokasi penimbangan ini ada dua jenis pekerja lain, tukang jaring dan pengambil. Orang yang menjaring kebanyakan laki-laki, membawa saringan besar. Mereka bekerja di dekat kapal laut, menjaring ikan-ikan yang jatuh dari proses angkut oleh tukang pikul. Keranjang-keranjang pikulan diisi sampai melebihi kapasitasnya, sehingga banyak yang terjatuh saat diturunkan dari kapal.Tukang jaring ini tak hanya menjaring ikan segar, juga ikan yang sudah mengapung lebih dari satu hari. Hasilnya lebih sedikit dan lebih beragam dibanding tukang ngunjuk. Jika para ngunjuker berhubungan dengan belantik, tukang jaring ini biasanya dibantu keluarga atau temannya yang menunggu di pinggiran. Menampung hasil jaring dan memilahnya.Keriuhan lain ada di dekat parkir kendaraan yang menampung keranjang-keranjang dari tukang pikul. Ada puluhan pengambil ikan yang mendekati truk, halnya ngunjuk, mereka meraup ikan di keranjang lalu dimasukkan ember. Bedanya, mereka beraksi di darat. Mereka juga cekatan mengambil ikan-ikan yang terjatuh dari truk. | [0.0, 0.5, 0.5] |
2019-041-16.json | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | Misalnya Yuni dan anak remaja perempuannya yang sedang libur sekolah melakoni pekerjaan meraup dan memungut ikan di sekitar truk pengangkut ini. Pada 4 Juli lalu, pagi hari sekitar pukul 10, ia sudah memilah 3 ember besar. Ada juga Misnarti yang memilih mengambil ikan di darat dibanding berendam di laut karena perlu tenaga ekstra dan ketahanan tubuh. “Di laut dingin,” tunjuknya pada mereka yang sedang ngunjuk.menarik dibaca : Perdagangan Hiu Marak di TPI Brondong, Berikut Foto-fotonya Ada juga pedagang keliling yang siap menampung ikan-ikan hasil rogohan itu. Pedagang bermotor ini keliling desa menawarkan hasil tangkapan nelayan hari itu.Prinsip seluruh pekerja ini adalah sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit. Mengumpulkan segenggam demi segenggam jadilah berkeranjang. Anehnya, tak ada yang terlihat marah atau mengusir semua pekerja pengumpul ikan ini. Padahal yang berkorban modal dan tenaga untuk menangkap ikan adalah para pelaut atau saudagar kapal. Sepasang kapal Selerek melaut dan menjaring ikan, ratusan orang di darat mendapatkan berkahnya.Bagus Sudanajaya, Kasi Tata Kelola dan Pelayanan Usaha Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan menyebut aneka pekerjaan mendapat ikan ini adalah keseharian. Ada banyak pihak yang bisa menampung seperti pedagang kecil, menengah, dan besar. Sementara pemilik kapal memasok ke belasan pabrik ikan kalengan di dekat pelabuhan.Pemerintah pusat mengelola pelabuhan sejak 2006, serah terima dari provinsi. Sejumlah sarana yang akan dikembangkan selain pendaratan ikan adalah bengkel perbaikan kapal.Secara umum, pelabuhan Pengambengan masih perlu ditata dan dikelola limbahnya karena bau cukup menyengat sejak mulai dari jalan raya. Padahal ada kampus besar Politeknik Perikanan dan Kelautan Jembrana di samping pelabuhan. Desain breakwater, batu besar untuk menahan arus juga perlu dievaluasi dampaknya pada pesisir sekitar. | [0.0, 0.5, 0.5] |
2019-041-16.json | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | Ini Ragam Cara Meraup Ikan Cuma-cuma di Pengambengan Jembrana | baca juga : Foto : Beginilah Aktivitas Nelayan Indonesia Sedikitnya ada 60 pasang kapal kayu Selerek, purse seine yang mirip dengan kapal di Muncar, Banyuwangi. Sisanya sekitar 400an unit kapal lebih kecil berbahan fiber. Pelabuhan perikanan besar lain di Bali adalah Sangsit (Buleleng) dan Kedonganan (Badung).Suasana khas di Kedonganan adalah adanya pasar ikan yang selalu ramai pembeli, termasuk turis asing. Mereka bisa melihat aktivitas nelayan mendarat, sampai menikmati hasil tangkapan dengan membeli dan membawanya ke jasa pembakaran ikan. Walau tak semuanya hasil tangkapan perairan Kedonganan. [SEP] | [0.0, 0.5, 0.5] |
2018-037-12.json | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | [CLS] Saat ini, tidak ada satupun wilayah di bumi yang bersih dari sampah plastik, baik di daratan maupun lautan. Termasuk di Indonesia, sampah plastik di lautan sudah menjadi masalah besar. Tidak terkecuali di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.Meskipun masyarakat Pulau Pari relatif telah menjaga kebersihan lingkungan daratannya, tetapi bukan berarti masalah sampah plastik selesai. Sampah plastik tetap ada karena plastik sudah lekat dengan kehidupan sehari-hari. Termasuk penggunaan minuman kemasan, sedotan dan snack kemasan yang umumnya dengan plastik.Oleh karena itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak masyarakat Pulau Pari untuk membatasi penggunaan sampah.“Mulai besok tidak boleh lagi ada minuman sedotan di pulau ini. Karena plastik itu dibuang kemana? (Sampah plastik) di laut itu baru hancur 450 tahun. Indonesia ini sekarang penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia. Malu kita. Kita mandi pakai sabun, habis pakai sabun pakai bedak, habis pakai bedak, pakai minyak wangi. Kurang apa lagi? Tapi buang plastik ke sana (laut). Kitanya bersih alamnya kotor,” kata Susi ketika berdialog dengan tokoh masyarakat dan warga Pulau Pari, Minggu (22/7/2018).baca : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut Ia mencontohkan keberhasilan Kenya, Namibia, dan Ghana mengurangi penggunaan plastik. Salah satunya mengganti penggunaan kantong plastik dengan tas ramah lingkungan.“(Orang) ke pasar beli cabai setengah ons (dibungkus) 1 kresek, bawang merah ½ ons (dibungkus) satu kresek. Satu ibu rumah tangga pulang habis belanja bawang merah (bawa) satu kresek, jahe (dibungkus) satu kresek, semua (belanjaan) sepuluh kresek bawa pulang ke rumah. Habis itu jadi sampah. Mau nanem pisang, nyangkul tanah isinya apa? Kresek,” keluh Susi. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-037-12.json | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | Ia meminta pemda setempat, aparat keamanan dan masyarakat bersinergi membuat aturan khusus larangan membuang sampah sembarangan, demi keindahan dan kebersihan untuk mendukung pariwisata di Pulau Pari.“Persoalan pulau itu ada di kebersihan, sanitasi, dan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah ini sangat penting. Bayangkan setiap minggu 1000 turis datang ke mari. Masing-masing bawa kantong kresek berapa? Bungkus makanan dan lain-lain, mau dikemanakan sama Bapak-bapak? Buang ke laut? Pada saat air pasang balik lagi. Laut itu tidak suka dengan sampah. Pasti akan kembali ke pantai Bapak,” paparnya.Selain itu, warga Pulau Pari juga diminta tidak membuang langsung limbah minyak, sampah kimia, cat, dan oli ke laut karena dapat merusak terumbu karang.baca : Yuk, Bantu Anak-Anak Pulau Pari Menanam Mangrove dan Bersihkan Pantai Sedangkan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati mengatakan warga Pulau Pari menjaga kebersihan lingkungannya dari sampah plastik. “Disini (Pulau Pari), mereka menjaga lingkungannya bersih sekali. Baik di daratan, pantai dan lautnya. Sampah plastik datang dari luar Pulau Pari,” kata Yaya, panggilan akrab Nur Hidayati yang berada di Pulau Pari saat dihubungi Mongabay Indonesia pada Senin (23/7/2018).Dia menjelaskan warga Pulau Pari sempat menggantungkan hidupnya dengan budidaya rumput laut. Akan tetapi karena pencemaran di perairan Kepulauan Seribu termasuk di Pulau Pari yang tinggi, budidaya rumput laut pun jadi mati.Seperti diketahui Pulau Pari yang merupakan bagian dari Kepulauan Seribu dekat dengan Teluk Jakarta dengan aktivitas pelabuhan yang tinggi dan juga jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang merupakan jalur transportasi laut yang padat, sehingga tingkat pencemaran juga tinggi.“Mereka kemudian beralih ke wisata. Sambil merehabilitasi mangrove. Tetapi pariwisata di Pulau Pari sedang ada kasus. Kami sudah lama melakukan pendampingan disini,” katanya. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-037-12.json | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | baca : Pulau Pari, Gairah Wisata Baru di Kepulauan Seribu Warga Pulau Pari memang sedang menghadapi kasus sengketa lahannya dengan PT Bumi Pari Asri (BPA) yang ingin menguasai pulau tersebut untuk bisnis pariwisatanya.Yaya mengatakan Walhi bersama koalisi beberapa LSM seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melakukan pendampingan ke warga Pulau Pari dalam kasus sengketa lahan tersebut.baca : Siapa Pemilik Pulau Pari Sebenarnya?Koalisi tersebut kemudian mengajak pemerintah pusat, berbagai lembaga negara dan kementerian terkait, termasuk Pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah tersebut sengketa kepemilikan lahan antara warga Pulau Pari dan perusahaan tersebut. “Kita mengajak Bu Susi untuk mendukung perjuangan masyarakat Pulau Pari,” kata Yaya yang ikut mendampingi Susi saat di Pulau Pari.Yaya mengutip ucapan Susi saat dialog dengan warga Pulau Pari bahwa pulau masih banyak sehingga tidak pantas untuk diperebutkan. Apalagi warga juga sudah lama tinggal di Pulau Pari secara turun temurun. “Bu Susi menyindir perusahaan tersebut agar mencari pulau lain untuk bisnis wisatanya,” jelasnya.baca juga : Pulau Pari, Riwayatmu Kini… Dia menjelaskan sebenarnya Koalisi mengundang Ombusdman RI, kementerian seperti Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, KKP, dan KLHK, serta Pemprov DKI untuk datang ke Pulau Pari untuk membahas permasalah sengketa kepemilikan untuk datang pada Sabtu (28/7/2018) sekaligus menanam bibit mangrove untuk memperingati Hari Mangrove Sedunia setiap tanggal 26 Juli.“Akan tetapi karena Bu Susi tidak bisa datang pada tanggal 28 Juli, maka beliau datang hari Minggu (22/7/2018) kemarin untuk berdialog dengan warga dan menanam mangrove,” jelas Yaya.baca juga : Perbedaan Cara Pandang Kriminalisasi Nelayan Pulau Pari, Seperti Apa? | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2018-037-12.json | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | Susi Larang Botol Kemasan dan Sedotan Plastik di Pulau Pari. Kenapa? | Tanam MangroveSelain berdialog dengan warga Pulau Pari, Susi Pudjiastuti juga menanam bibit mangrove. Dia menyarankan agar dibuat kanal bagi orang yang ingin berwisata masuk ke hutan mangrove. Dengan adanya kanal, wisatawan tidak akan merusakan hutan mangrove dan mengganggu satwa laut seperti ikan dan kepiting yang bereproduksi disitu.Susi juga menghimbau warga untuk tidak menebang pohon mangrove untuk membuat rumah maupun kolam pertambakan udang, karena fungsinya sebagai penahan gelombang laut dan habitat nyamuk malaria. Sedangkan Yaya mengatakan, warga Pulau Pari sudah sejak lama memiliki inisiatif untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove yang sebelumnya rusak. Padahal hutan mangrove mempunyai nilai ekonomi seperti kepitinga dan udang.“Ketika mangrove rusak dibutuhkan gerakan massal seperti yang dilakukan masyarakat Pulau Pari. Dan ini seharusnya dilindungi pemerintah dan diberikan fasilitasi-fasilitasi sehingga inisiatif warga makin banyak muncul dan menumbuhkan perbaikan-perbaikan di berbagai tempat,” papar Nur Hidayati.Sementara itu, Ketua Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) Sahrul Hidayat mengungkapkan, upaya pelestarian mangrove juga telah ditularkan masyarakat Pulau Pari kepada para wisatawan yang datang. “Setiap kita kedatangan wisatawan, kita selalu tawarkan kalau mau kunjungan ke Pari ayo kita bersama lihat tanaman mangrove. Dengan kunjungan Anda ke Pulau Pari, berarti Anda menanamkan kebaikan buat Pari sekarang dan ke depan,” tambahnya.***Keterangan foto utama : Sampah plastik dan botol bekas air mineral dikumpulkan oleh anak-anak pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto: Ridzki R. Sigit/Mongabay Indonesia [SEP] | [0.0, 0.0, 1.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | [CLS] Sepanjang pelabuhan kayu Pantai Belakang Wamar, Kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku (11/02/2023), berlabuh belasan kapal nelayan berukuran 10-15 gross tonnage (GT). Di sepanjang pelabuhan berjejer kulit hiu. Area pelabuhan hanya menyisakan sekira dua meter untuk lalu-lalang orang.Sedang di sisi kiri ujung pelabuhan, terparkir kapal berkelir biru membongkar hasil tangkapan. Dari palka, awak kapal mengangkat potongan daging hiu pari untuk dipindahkan ke gerobak besi.Setelah terisi penuh, gerobak didorong menuju bangunan kayu. Letaknya, bagian kiri menuju pelabuhan tersebut.Di dalam bangunan, pekerja mencuci potongan daging hewan vertebrata itu. Dagingnya dilumuri garam dan disimpan di bak tertutup. Cara pengawetan itu di Aru dikenal dengan nama daging kanas.Yassar, Pengawas Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual Wilayah Kerja Dobo, membenarkan praktek pengawetan itu lazim dilakukan.Mayoritas kapal penangkap, sebutnya, biasa mendaratkan hiu pari tak utuh lagi. Tanpa sirip, kulit dan dagingnya sudah terpotong-potong untuk diolah menjadi daging kanas.“Pokoknya sudah hancur-lah, kita tidak tahu lagi jenis hiu pari apa,” ujar Yassar kepada Mongabay Indonesia di Dobo (15/02/2023). Baca juga: Perburuan Hiu-Pari yang Tak Pernah Mati Di bulan Februari 2023, dua kali Mongabay Indonesia melihat aktivitas serupa. Jurumudi perahu motor yang kami tumpangi mengaku jika sebelumnya dia adalah penangkap hiu.Bagi mantan awak kapal pancing rawai tersebut, dulu dia rutin mengolah daging kanas saat aktif bekerja. Dia bilang, kapal nelayan sebelum melaut sudah menyediakan stok garam, untuk mengolah daging kanas. Hiu pari yang terjaring jenis apapun, ekor dan sirip dipotong duluan, dan kulit kasarnya dikupas.“Daging kita potong-potong. Selesai itu lalu dilumuri garam, daging disimpan ke palka atau tong. Kita kerjakan di tengah laut,” sebutnya. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Padahal jenis ikan hasil tangkapan wajib didaratkan dalam kondisi utuh, seperti diatur dalam Pasal 18 Permen KP Nomor 61/PERMEN-KP/2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang tercantum dalam Appendices Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).Otoritas Perikanan di Kabupaten Kepulauan Aru mencatat, bahwa selama Januari-September 2022, volume daging hiu pari yang dijadikan daging kanas totalnya 205.738kg. Sedangkan sirip dan turunannya mencapai 30.867kg.Dari jenis-jenis hiu pari yang dimanfaatkan, adalah pari kikir (giant guitarfish) dan pari kekeh (wedgefish). Dua jenis pari itu masuk Daftar Merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN,) karena spesiesnya terancam punah.Selain masuk dalam Daftar Appendiks II CITES, pemerintah juga mengeluarkan regulasi seperti PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, yang dimaksudkan untuk mengetahui jumlah hiu pari yang ditangkap.Juga Permen KP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan. Baca juga: Penelitian Ungkap Pengaruh Penangkapan terhadap Populasi Pari Kekeh di Alam Peredaran Perdagangan Hiu dan PariMongabay Indonesia coba mengkonfirmasi perihal peredaran jenis hiu pari di perairan Aru kepada Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (Loka PSPL), Santoso Budi Widiarto.Santoso menjelaskan bahwa memanfaatkan dan mengedarkan hiu pari yang ada di dalam Appendiks II CITES diperkenankan. Namun, ada regulasi yang harus ditaati pelaku usaha. Perkecualian adalah pada jenis yang statusnya masuk dalam perlindungan penuh. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Dalam perdagangan dalam negeri, pengusaha harus memiliki Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) sesuai dengan kuota tahun berjalan. Saat mengirim muatan sirip hiu daging, tulang, kulit dan turunannya, Pemegang SIPJI diwajibkan mengurus Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI) – Dalam Negeri, dan surat rekomendasi untuk jenis-jenis look alike species.Jika persyaratan itu tidak terpenuhi maka Surat Keterangan Jenis Ikan (SKI) tidak akan diterbitkan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon.Lebih lanjut Santoso tidak menafikan jika ada peredaran sirip hiu pari ilegal oleh pengusaha. Contohnya, di Ternate, Maluku Utara, yang dibawa melalui kapal penumpang.“Nah, Itu yang tidak bisa kita deteksi,” ungkapnya dalam penjelasan melalui pertemuan daring. “Saat ini, kami memberikan penyadartahuan kepada pengusaha.”Loka PSPL Sorong mencatat Januari-November 2022 tidak ada lalu lintas sirip hiu pari dan turunannya. “Sebelum 2022, kami melayani peredaran hiu pari di wilayah Maluku dari Ambon. Kini, sudah terlayani dari Dobo,” lanjut Santoso. Hiu Pari sebagai Tangkapan SampinganRaut wajah Paulus Deraukin, tampak gelisah. Sejak Januari–Februari 2023, dia tak rutin melaut akibat gelombang tinggi menerjang laut Aru, belum kunjung teduh.Meski begitu, Paulus berkeras hati tetap pergi melaut.”Lusa saya melaut di dekat Pulau Wamar. Semalam saja, lalu balik,” sebutnya (11/02/2023).Kapal milik Paulus bermesin engkol, panjangnya 7 meter. Alat tangkapnya, jaring insang hanyut. Dia mengejar ikan layar, tenggiri dan cakalang. Terkadang hiu pari tertangkap sebagai tangkapan sampingan (by catch).“Sejenis hiu pasir. Ukuran siripnya 8-25cm. Jadi masih kecil-kecil memang,” jelasnya.Dia bilang sekarang hiu pari banyak terkena jaring daripada tenggiri yang jadi target utama tangkapan. Sebutnya, tangkapan ikan turun drastis dipengaruhi aktivitas jaring bobo (purse seine). | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Paulus mengklaim, hiu pari melimpah di perairan Warialau, Kecamatan Aru Utara, Mariri dan Jambu Air, Aru Tengah. Ada pula di perairan Kabalsiang, Aru Utara Timur.Perairan dia melaut masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718. Perairan yang disebut-sebut tersubur di dunia dengan sumber daya ikan melimpah; pelagis besar dan kecil, demersal, serta ikan karang.Selain Paulus, ada Radani, nelayan Kota Dobo, yang juga menargetkan tenggiri dan ikan karang. Apabila banyak umpan, dia sering menggunakan pancing rawai dasar.”Pancing hiu pari sampingan saja,” katanya.Perairan favoritnya adalah Pulau Enu dan Pulau Karang yang masuk area Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Bagian Tenggara,. Luas perairannya 114.000 hektar.Paulus dan Randani, adalah potret kecil dari kebanyakan nelayan yang menjadikan hiu pari sebagai tangkapan sampingan. Namun, mayoritas nelayan menjadikan hiu pari sebagai tangkapan utama.Berdasarkan Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) di Kabupaten Kepulauan Aru, kapal berukuran 1-10 GT totalnya 492 kapal. Nelayan dan pemiliknya, tersebar di desa dan sejumlah kelurahan.Alat tangkapnya beraneka ragam, ada rawai dasar, jaring insat hanyut; pancing ulur, pancing tonda, pukat cincin pelagis dan handline. Hasil tangkap nelayan mereka jual ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang ada. Randani misalnya, dia menjual badan hiu saja ke UPI, 1 kg seharga Rp 5 ribu. Sedangkan sirip diambil, dikeringkan lalu dia jual ke tempat lain.”Pembeli sirip di Dobo, jumlahnya ratusan,” singkatnya. Berdasarkan daftar yang diperoleh dari otoritas perikanan di Dobo, terdapat 12 UPI di Kabupaten Kepulauan Aru, 5 di antaranya beroperasi tanpa Surat Karantina Perikanan (SKP), statusnya pun dalam diproses.Masing-masing adalah CV Bahari Aru Utama, CV Mitra Leo Group, CV Niaga Indonesia, PT Adiguna Raya, dan CV Tunggal Karsa. Sedang 1 UPI, yaitu CV Citra Tunggal Karsa tidak memiliki Izin Usaha Perikanan (IUP). | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | ”Iya betul, 12 UPI yang masih aktif beroperasi di Dobo,” ujar Reynaldo Hiariej, Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Gugus Pulau IX, Kepulauan Aru.Saat mencoba untuk mengkonfirmasi hal ini kepada Ferdy Tunggal, pemilik CV Citra Tunggal Karsa , dia enggan menanggapi lebih jauh mengenai status UPI miliknya yang beroperasi tanpa IUP.Dia mengelak dan menyarankan agar bertemu pengurus perusahannya.“Nanti hubungi orang saya saja, di sana [Dobo],” saat dikonfirmasi Mongabay Indonesia (22/02/2023). Ferdy sendiri banyak beraktivitas di Surabaya, Jawa Timur.Saat ditanya apakah perusahaannya menangkap hiu pari, Ferdy pun membantah. ”Kita nggak kerja itu,” jawab Ferdy. Dia mengaku, UPI–nya hanya membeli dan mengolah ikan tenggiri dan ikan dasar. Banyak Celah Tidak TercatatSuatu sore di pertengahan Februari 2023, kapal berukuran 7 GT membongkar hasil tangkapan di antara pelabuhan rakyat dan pelabuhan ferry di Kawasan Pasar Timur, Dobo.Pemandangan demikian lazim dan luput dari pengawasan. Ikan yang diangkut mobil picked up ini berjenis katamba. Entah dibeli pengepul atau UPI mana.Pelabuhan tidak resmi tersebut, bukan satu-satunya tempat membongkar muat ikan di Dobo. Belum terhitung lagi, -pelabuhan tangkahan, tempat labuh milik UPI yang berada di luar Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Pelabuhan tangkahan dikelola secara perorangan atau kelompok.Di PPP yang dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku, mencatat selama 2022 volume tangkapan mencapai 4.473.264 kg dari kapal berukuran 12-30 GT. Jenisnya cumi, udang dan bermacam jenis ikan termasuk hiu pari.Staf bagian data PPP Dobo, Yuli menjelaskan hasil tangkapan terlapor melalui e-logbook dan diverifikasi ulang oleh petugas. Dia mengatakan, hasil tangkapan bukan saja didaratkan di PPP, namun di tempat lain juga. Namun, awak kapal katanya selalu melapor dan di awasi petugas. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | “Walaupun di tengah laut sekalipun, mereka patuh melapor,” ujarnya.Yuli mengungkapkan khusus hasil tangkapan adalah kapal berukuran di bawah 10 GT, tidak tercatat. ”Nggak ada laporannya,” ungkapnya. Baca juga: Ada Apa dengan Perdagangan Hiu dan Pari di Indonesia? Persoalan IUU Fishing di AruMelalui program ATSEA2, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, mengkaji praktik Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di Aru selama tahun 2021. Stasiun samplingnya berada di di Kelurahan Siwalima dan Desa Karangguli.”Selain Aru, pemantauan juga ada di Merauke, Papua,” ujar Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional DFW Indonesia.Menurut Abdi, unreported fishing di Aru, karena banyak pelabuhan tangkahan dan minimnya tenaga pengawas. Otoritas yang mengurusi sektor kelautan dan perikanan pun, diperkirakan hanya sekitar 40 orang bila digabungkan.Armada pengawasan juga terbatas. PSDKP Wilayah Kerja Dobo punya 2 speedboat, kelas Napoleon. Sementara Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku hanya memiliki armada 7 speedboat di 2022. Padahal laut mereka lebih dari 650.000 km2 dan lebih dari 1.300 pulau.Dengan kondisi demikian, bongkar muat dan transaksi di pelabuhan tangkahan, pastinya unreported jika tidak dicatat petugas.“Pelaporan ikan biasa dilakukan di UPI. Tiap kali mengirim ikan ke luar Dobo mereka menyerahkan manifes ke pelabuhan perikanan sebelum di kirim,” ujarnya. Tapi jumlahnya tidak terverifikasi karena ketiadaan perangkat. Hal ini sebut Abdi, bukan cuma di Dobo, melainkan juga di daerah lain.Khusus hiu pari di perairan Aru, data spesifik tentang penangkapannya tidak tersedia, meski Kepulauan Aru adalah salah satu titik perburuan hiu terbesar di Indonesia.“Setiap tahun rata-rata dihasilkan 18,6 ton sirip hiu kering dengan berbagai ukuran dari Laut Aru. Termasuk hiu pari,” jelas Abdi. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2023-001-12.json | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Unreported Fishing: Tangkapan Hiu-Pari Tidak Tercatat, Jadi Celah Masalah di Aru | Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Perikanan Kepulauan Aru, Ambram Tabela. Dia menyatakan, penarikan retribusi dari pengusaha sektor perikanan mengacu data pengiriman yang dilaporkan ke luar Aru.”Hanya cross check data pengiriman dari pihak pelabuhan. Untuk mengawasi langsung, kita sudah dibatasi kewenangan,” jelas Ambram. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2017-041-17.json | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | [CLS] Peluang untuk meningkatkan kampanye ilmu kelautan semakin terbuka lebar menyusul terpilihnya Indonesia menjadi anggota Dewan Eksekutif dalam Komisi Oseanografi Antar Pemerintah (Intergovernmental Oceanographic Commission/IOC). Komisi tersebut ada dalam naungan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).Asisten Deputi Bidang Iptek Maritim Kemenko Kemaritiman Nani Hendiarti menjelaskan, terpilihnya Indonesia menjadi penanda bahwa perjuangan dalam beberapa tahun ini dalam mengamankan wilayah laut mulai mendapat apresiasi. Selain Indonesia, kata dia, masuk dalam anggota Dewan Eksekutif, adalah Australia, Jepang, Korea, Filipina, Pakistan, Thailand, dan Tiongkok.Pertemuan tersebut digelar di Paris, Perancis, pada akhir Juni lalu. Selain diwakili Kemenko Maritim, Indonesia juga diwakili delegasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Perwakilan Tetap RI di UNESCO, Paris. “Dengan terpilihnya Pemerintah Indonesia menjadi anggota Executive Member Council IOC of UNESCO untuk periode 2017 – 2019, pemerintah perlu mengupayakan peningkatan tata kelola, sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, serta program riset kelautan straregis,” ungkap Nani di Jakarta, awal pekan ini.Menurut dia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia perlu mempertimbangkan pentingnya data bagi pembangunan kemaritiman serta pertumbuhan ekonomi kelautan. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat untuk bisa mewujudkan Pusat Data Kelautan Indonesia di bawah koordinasi Kemenko Maritim.“Sebagai negara kepulauan terbesar di Asia dan Pasifik, posisi Indonesia sebagai Anggota Dewan Eksekutif akan membuka peluang semakin lebar dalam mewujudkan Poros Maritim Dunia,” tutur dia. Pusat Data Kelautan | [0.0, 0.0, 1.0] |
2017-041-17.json | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | Tentang pembangunan Pusat Data Kelautan Indonesia, Nani menyebut, itu diperlukan koordinasi yang kuat di antara pihak terkait yang memiliki kepentingan sama. Tujuannya, agar pembangunan bisa mewujudkan peningkatan tata kelola, sarana dan prasarana ilmu pengetahuan teknologi (Iptek) kelautan, serta program riset kelautan strategis.“Dengan membangun Pusat Data Kelautan, nantinya Indonesia menjadi kontributor untuk pertukaran data dan informasi oseanografi internasional. Kontribusi itu akan mendorong peningkatan kemampuan pengetahuan dan keterampilan, serta literasi kelautan bagi peneliti muda,” papar dia. Nani memaparkan, riset kelautan bisa didorong dan ditingkatkan melalui rencana induk riset nasional (RIRN) dan juga grand strategy riset kelautan nasional yang sedang disusun bersama akademisi atau Universitas dengan berkoordinasi bersama Kemenko Maritim.“Bisa dilakukan melalui dua cara itu,” ucap dia.Terpilihnya Indonesia dalam keanggotaan Dewan Ekskutif, diyakini Direktur Jenderal UNESCO Irina Bukova akan menjadi awal yang cerah. Baginya, kemitraan dalam the Decade of Oceans akan semakin mendorong pemahaman tentang laut dan manfaatnya lebih luas bagi kehidupan masyarakat.Seperti halnya Bukova, Sekretaris Jenderal IOC Vladimir Ryabinin juga menyatakan perlunya sinkronisasi antara kebutuhan regional dengan sasaran global untuk lebih mengintegrasikan sumberdaya kelautan. Akurasi Data Sebelum berjuang di UNESCO, Indonesia lebih dulu berjuang di lembaga PBB lainnya, lembaga pangan (Food and Agriculture Organization/FAO). Di lembaga tersebut, Indonesia meminta negara-negara anggota untuk meningkatkan kualitas pengelolaan data sektor perikanan dan kelautan. | [0.0, 0.0, 1.0] |
2017-041-17.json | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, dengan meningkatkan pengelolaan kualitas data di masing-masing negara, maka selanjutnya FAO akan mendapatkan data yang lebih akurat dan lebih baik lagi. Jika demikian, maka program peningkatan ketahanan pangan di seluruh dunia, khususnya Indonesia bisa berjalan dengan lebih bagus lagi.“Indonesia sangat mendorong negara-negara anggota FAO untuk meningkatkan kualitas data yang disampaikan ke FAO dengan lebih akurat, terbaru, dan bertanggung jawab,” ucap dia. Susi menjelaskan, karena data global yang akurat menjadi rujukan utama dalam mengelola sektor perikanan dan kelautan, maka sudah seharusnya setiap negara bisa mengelola sumber daya perikanan dan kelautannya dengan lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan data perikanan yang lebih baik kepada Food and Agriculture Organization (FAO) untuk penyusunan The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA),” tutur dia.Perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat, itu menilai, mustahil bagi Indonesia dan negara-negara lain di dunia untuk bisa membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan, sementara data perikanan dan kelautan secara global tidak ada yang akurat dan kredibel.“Saat ini, Indonesia sedang mencanangkan program Satu Data. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan proses pengumpulan data perikanan dengan tiga pendekatan, yaitu sumber daya manusia, proses, dan teknologi,” jelasnya.Susi juga mengungkapkan tentang pentingnya implementasi FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries dan International Plans of Action on IUU Fishing dalam sektor kelautan dan perikanan di semua semua negara. Menurutnya, itu bisa mendorong terciptanya pasar dunia yang lebih baik lagi dan bisa dipertanggungjawabkan. | [0.0, 0.0, 1.0] |
2017-041-17.json | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | Indonesia Masuk Dewan Eksekutif IOC UNESCO? Apa Manfaatnya? | “FAO telah melakukan perbaikan dalam penerapan kuesioner untuk mengawasi implementasi FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries dan Internasional Plans of Action on IUU Fishing. Kemudian, ada juga laporan dan dokumen SOFIA. Ini harus diapresiasi,” ungkap dia.Susi menambahkan, perikanan menjadi salah satu faktor pendorong yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi dunia, inklusivitas sosial, dan pelestarian lingkungan. Bagi dia, semua elemen ituada dalam perikanan dan kelautan di Indonesia.“Ini membuktikan bahwa Indonesia sangat serius menjadikan laut sebagai masa depan bangsa dengan mendasarkan tiga pilar, kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan,” tambahnya. Untuk diketahui, FAO Committee on Fisheries (COFI) merupakan lembaga dibawah FAO yang merupakan forum internasional untuk membahas berbagai permasalahan perikanan global. sementara, dari laporan SOFIA, pada 2014 lalu stok ikan dunia yang dieksploitasi mencapai total 90,1 persen.Sedangkan, pada 2015, Bank Dunia juga sudah merilis data bahwa pengelolaan stok ikan sepanjang tahun sudah tidak berjalan efektif. Salah satu penyebabnya, karena faktor adanya penangkapan ikan ilegal melalui IUU Fishing.Pada 2015, kata Bank Dunia, potensi uang yang hilang karena IUU Fishing dari total produksi perikanan dunia mencapai USD75 miliar sampai USD125 miliar atau ekuivalen Rp980,625 miliar sampai Rp1,634 triliun.Untuk Indonesia sendiri, Susi pernah menjelaskan, akibat perikanan tangkap yang ilegal, negara kehilangan pendapatan sebesar USD20 miliar atau ekuivalen Rp261,500 miliar. [SEP] | [0.0, 0.5, 0.5] |
2020-007-03.json | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | [CLS] Seekor Hiu Paus (Rhincodon typus) betina ditemukan mati terdampar di area wisata Pantai Candidasa, Karangasem, Bali, Minggu (6/12/2020). Ikan ini ditemukan dalam kondisi utuh sehingga masuk dalam kode 2 dalam pengelompokkan satwa laut terdampar. Ini adalah kasus terdampar pertama yang dilaporkan tahun ini di Karanagsem.Sebelum dikuburkan, tim penanganan juga melakukan pengukuran kepada bangkai ikan. Hiu paus ini mempunyai panjang sekitar 5 meter dengan berat perkiraan 1 ton, jenis kelamin betina serta mempunyai panjang sirip dorsal I 34 cm dengan lebar 5,5 cm, dan sirip dorsal II dengan panjang 30 cm dan lebar 14 cm.Yudisthio Wahyudi, Tim Respon Cepat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar yang dikonfirmasi Mongabay Indonesia mengatakan saat pihaknya tiba di lokasi, sudah ada tim lain seperti penyuluh perikanan. Satwa sudah diangkat dan berada di pos Polair Candidasa. “Masih terkendala penguburan. Area pantai berbatu tak bisa dikubur di sana,” katanya.baca : Penyu dan Hiu Paus Mati Terdampar di Jembrana Dilihat dari foto-foto, hiu paus ini terdampar di bebatuan penahan ombak. Kawasan pesisir Candidasa mengalami abrasi parah sehingga kehilangan pantainya. Hanya sepotong pesisir yang masih memiliki pantai. Tak heran, sebagian besar lokasi hotel atau restoran terlihat tepat berada di titik air pasang laut.Akhirnya lokasi penguburan didapatkan setelah dikoordinasikan dengan Balai Produksi Induk Ikan Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) Karangasem. “Dapat alat dan dikubur depan balai,” imbuh Yudhistio. Seorang warga menghaturkan canang, rangkaian bunga atau sesajen untuk mengantar spirit hiu paus sebelum dikubur. Dari datanya, ini kasus terdampar pertama di Karangasem tahun ini. | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2020-007-03.json | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Dari observasi awal, menurutnya tidak ada bekas luka atau indikasi kecelakaan kapal. Dari pengamatan visual individu hiu paus ini kemungkinan terjebak pasang surut di teluk saat mengejar makanannya. Tim tidak mengambil sampel DNA bangkai. Tes DNA bisa mengidentifikasi kekerabatan satwa secara pasti. Individu ini bisa diidentifikasi karena masih mati segar.baca juga : Kurang dari Dua Bulan, Empat Hiu Paus Terdampar di Jember Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso dalam catatan kronologisnya menyatakan Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar melakukan penanganan terhadap seekor Hiu Paus bersama dengan Polairud Karangasem, BKSDA Karangasem, Dinas Perikanan Kabupaten Karangasem, Dinas Pemadam Kebakaran Karangasem serta masyarakat Dusun Samuh, Candidasa. Hiu Paus ini ditemukan mati di Pantai Candidasa, Karangasem pukul 05:00 WITA oleh masyarakat setempat.Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar kemudian menuju ke lokasi dan berkoordinasi dengan Tim Lapangan yang sudah ada. Pada pukul 11.30 WITA Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar tiba dan Hiu Paus sudah berada di atas mobil Dinas Pemadam Kebakaran Kab Karangasem. Tim yang ada di lapangan masih belum bisa melakukan evakuasi penguburan hingga pukul 12.30 WITA. Sampai akhirnya tim sepakat akan melakukan penguburan di Pantai Bugbug di belakang Kantor BPIUUK Karangasem, karena pihak BPIUUK Karangasem bersedia meminjamkan alat berat.Pada pukul 13.00 WITA Tim berhasil menguburkan bangkai Hiu Paus. “Ini adalah salah satu upaya kolaborasi yang cukup baik. Semoga semakin kuat koordinasi kita semua sehingga kasus seperti ini bisa kita segera selesaikan,” sebutnya.Hiu paus ditetapkan sebagai jenis ikan yang dilindungi secara penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus). | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-007-03.json | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Mengacu pada Pasal 12 Undang-undang No.31/2004 tentang Perikanan, maka setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana.Sebelumnya ada dua kasus mamalia terdampar mati di Bali. Dua paus sperma mati terdampar di perairan Bali Selatan pada 17-18 November 2020. Satu individu bisa ditangani dengan dikuburkan. Paus sperma ini ditemukan dengan kondisi sudah diambil semua giginya.perlu dibaca : Aksi Penyelamatan Lumba-lumba, Paus Pembunuh Kerdil dan Hiu Paus di Bali, Maluku, dan Pasuruan Jalur migrasiPesisir Karangasem dinilai sebagai jalur migrasi satwa megafauna seperti hiu paus, paus sperma, dan lainnya.Panjang garis pantai kabupaten Karangasem yang berada di sisi Timur pulau Bali adalah 87 km. Produksi perikanan laut pada tahun 2015 mencapai 24.907,18 ton. Tercatat ada 5.472 orang warga Karangasem yang berprofesi sebagai nelayan. Termasuk kategori nelayan tradisional dan nelayan kecil, karena menangkap di kawasannya dengan perahu atau kapal bermesin tempel dengan bobot di bawah 10 Gross Tonnage (GT). Nilai produksi perikanan laut diperkirakan Rp290 miliar di empat kecamatan pesisir yakni kecamatan Manggis, Abang, Karangasem, dan kecamatan Kubu.Sebuah hasil penelitian pada 2017 menunjukkan makin kerasnya kehidupan nelayan di Kabupaten Karangasem, Bali. Jumlah tangkapan ikan makin menurun, hasilnya rata-rata masih dalam kategori ikan yuwana atau muda, dan nelayan semakin sulit mendapatkan ikan.Dari sejumlah indikator itu, peneliti menilai status sumberdaya ikan di Karangasem tergolong dalam kategori sedang. Pemetaan ini dilakukan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Udayana dengan Conservation International (CI) Indonesia serta Pemerintah Kabupaten Karangasem. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2020-007-03.json | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Hiu Paus Mati Terdampar di Kawasan Wisata Candidasa | Riset bertajuk “Kajian Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Kabupaten Karangasem untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat Pesisir” dilakukan dengan mengambil sampling ikan pada Februari-Mei 2017 dominan tongkol, sekitar 3000 ikan diukur bobot danpanjangnya. Peneliti juga mencatat sebaran ikan, panjang usia kawin untuk stok ikan, dan komposisi spesies dari alat tangkap yang digunakan.Bukan kali ini saja status perikanan berlebih karena juga terjadi pada 2010 dan 2011. Namun termasuk under exploited (underfishing) tahun 2003 hingga 2009 dan tahun 2014. Selanjutnya menjadi fully exploited pada 2012 dan 2013.baca : Ukuran Hiu Terbesar yang Pernah Ada di Bumi Terungkap Peneliti menyimpulkan tongkol di pesisir Karangasem tak bersaing ketat dengan spesies lain. Relatif gemuk tapi terlalu dini ditangkap, ukuran yuwana. Tak ada regulasi berapa ukuran yang bisaditangkap. Secara umum peneliti juga menyimpulkan tak banyak bycatch (tangkapan sampingan) hiu dan penyu.Made Iwan Dewantama dari Conservation International (CI) Indonesia menyebut ikan tongkol muda yang gemuk tidak bisa langsung diasosiasikan dengan laut yang sehat. Tapi bisa mengarah pada ketersediaan makanan ikan yang tak memaksa ikan tongkol berenang jauh.Sejumlah fakta yang mendukung di antaranya perairan Karangasem dilalui oleh arus lintas Indonesia (arlindo) yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia melalui Selat Lombok dan fenomena naiknya air dingin dari dasar samudra yang membawa makanan ke permukaan (upwelling). [SEP] | [0.0, 0.6666666865348816, 0.3333333432674408] |
2020-030-15.json | Lima Satwa yang ‘Hidup Kembali’ dari Kepunahan | Lima Satwa yang ‘Hidup Kembali’ dari Kepunahan | [CLS] PBB memperingatkan bahwa setidaknya ada satu juta spesies hewan dan tumbuhan terancam punah di seluruh dunia. Penurunan dramatis keanekaragaman hayati global ini merupakan krisis tersendiri dan juga ancaman bagi populasi planet ini. Hal ini juga menimbulkan risiko langsung terhadap keamanan pangan global dan aktivitas ekonomi di berbagai negara.Sejak abad ke-16, ratusan spesies vertebrata telah menghilang -hampir semuanya disebabkan oleh aktivitas manusia- seperti perburuan liar, dan juga hilangnya habitat hewan-hewan tersebut. Hingga kini, ancaman itu tetap ada.Menurut data yang dihimpun Statista, sekitar 40% spesies amfibi, 33% terumbu karang, dan 14% spesies burung semuanya menghadapi masa depan yang suram. Di tengah masifnya ancaman kepunahan binatang dan tumbuhan, ada juga berita-berita yang memberi secercah harapan, yakni ditemukannya kembali beberapa hewan yang pernah diyakini telah lama punah. Dikutip dari World Economic Forum, berikut 5 satwa yang muncul kembali dari kepunahan. Satwa ini terakhir kali terlihat hampir 50 tahun lalu, dan setelah itu diasumsikan punah. Pada Agustus 2020, tim peneliti dan akademisi melaporkan bahwa makhluk mungil yang tampak aneh ini masih hidup dan sehat.Dikenal sebagai Somali Sengi, hewan seukuran tikus ini, dengan hidung memanjang yang khas mirip gajah, berkembang biak secara baik di Djibouti, negara di kawasan Tanduk Afrika. Terdapat 20 spesies sejenis di dunia, tapi hewan unik yang satu ini adalah yang paling misterius, hanya ada 39 spesimennya tersimpan. Sebelumnya, ia diketahui hanya eksis di Somalia. Pada 1872, seorang ahli botani berkebangsaan Prancis Benjamin Balansa, mencatat penemuan kadal saat mengunjungi Kaledonia Baru, sebuah koloni Prancis di kawasan Pasifik. Ukurannya cukup mencolok, yakni sepanjang 50 cm, sehingga tidak terlalu sulit untuk dikenali. Kadal ini dinamai kadal ‘teror’ karena mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi tajam. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2020-030-15.json | Lima Satwa yang ‘Hidup Kembali’ dari Kepunahan | Lima Satwa yang ‘Hidup Kembali’ dari Kepunahan | Namun, setelahnya, kadal ini tak pernah terlihat lagi di kawasan tersebut, diasumsikan sudah punah. Hingga pada 2003, kadal ini ditemukan kembali oleh para ilmuwan, dan kini lebih banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari lebih lanjut tentang mereka. Di Bumi, ada beberapa saja mamalia yang berbisa, dan Solenodon Kuba adalah salah satunya. Satwa ini pernah ‘punah’ beberapa lama, karena tak pernah lagi ditemukan di alam liar. Solenodon Kuba adalah salah satu fosil hidup yang pernah hidup satu zaman dengan dinosaurus, dan bentuknya tak berubah selama jutaan tahun.Gigitannya cukup mematikan, namun satwa itu kurang memiliki kekuatan dan ketangkasan untuk mempertahankan atau melarikan diri dari bahaya, menjadikannya sasaran empuk predator. Deforestasi juga berkontribusi pada gangguan populasinya. Cahow, atau petrel Bermuda, terakhir kali terlihat di Nonsuch Island di kawasan Bermuda pada 1620. Setelah itu, mereka tak pernah terlihat lagi. Mereka kemudian ‘hidup kembali’ tahun 2020, dan kemunculannya terekam kamera. Cahow adalah burung yang menggali dan sebagian besar habitat aslinya telah dihancurkan oleh erosi laut dan kerusakan akibat badai. Pemerintah Bermuda telah membangunkan tempat-tempat khusus bagi mereka untuk bersarang, dan memberlakukan perlindungan terhadap keberadaan mereka. Burung ini telah dianggap punah setelah penampakan terakhirnya tahun 1912. Pada 1990, satu individu ditemukan di negara bagian Queensland. Sayangnya, mati tak lama kemudian. Perlu 23 tahun lagi sebelum ada kemunculan lagi yang dicatat seorang peneliti. Lokasinya sama dengan penampakan pertama, di tempat yang hingga kini dirahasiakan untuk melindungi burung-burung tersebut. Pemerintah negara bagian Queensland mengawasi secara ketat suaka margasatwa tempat burung-burung tersebut hidup. [SEP] | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2019-086-14.json | Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser | Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser | [CLS] Bunin, desa yang berada di Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh ini memang aduhai. Hutannya asli, pemandangannya alami. Letaknya di kaki Kawasan Ekosistem Leuser, membuat siapa saja yang datang ingin selama mungkin menginap.Butuh tiga jam perjalanan dari Kota Langsa atau dua jam dari jalan Banda Aceh – Sumatera Utara menunju Bunin. Lelah akan sirna begitu kita melihat hamparan sawah yang hijau, sungai yang jernih dan masyarakat yang sederhana.“Di sini sebagian besar masyarakatnya keturunan Gayo, salah satu suku yang mendiami dataran tinggi Aceh. Umumnya, warga bekerja sebagai petani, pencari rotan, petani madu, dan ada yang menggantungkan hidup dengan mencari ikan di sungai,” terang Kepala Desa Bunin, Mustakirun, saat menerima kunjungan Mongabay Indonesia yang tergabung dalam tim Hutan Itu Indonesia, 22 Desember 2018.Baca: Foto: Sisi Lain Leuser dari Sungai Alas-Singkil Mustakirun mengatakan, Bunin memiliki potensi menjanjikan untuk dikembangkan sebagai wilayah ekowisata. Selain udara segar, hutan dan sungai di sini orisinil. Namun, semua itu butuh proses, masyarakat tentunya harus dipersiapkan dahulu.“Cita-cita kami adalah menjadi desa wisata alam, apakah menelusuri hutan dan sungai, termasuk sebagai daerah tujuan mancing ikan karena ada ikan jurung (Tor sp) ukuran besar di sini. Atau juga menjelajah Gunung Mancang yang juga ada air terjunnya dengan nama yang sama,” ujar mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kelahiran 1984. Kami bergerak, tergoda dengan penjelasan Mustakirun. Dua jam menelusuri aliran sungai untuk menuju Air Terjun Mancang. “Air terjun ini dinamakan Mancang karena letaknya di aliran Sungai Mancang. Bentuknya bertingkat, jernih dan pastinya tidak ada sampah plastik,” ujar Mustakirun yang turut menemai.Foto: Agusen, Desa Wisata Nan Indah di Kaki Leuser | [0.25, 0.25, 0.5] |
2019-086-14.json | Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser | Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser | Apa yang dilakukan masyarakat Bunin untuk melindungi hutan? Mustakirun mengatakan, masyarakat sedang merintis memiliki hutan desa. Desa Bunin juga telah membentuk Lembaga Pengelolaan Hutan Gampong atau Desa (LPHG).“Awal Desember 2018, kami telah bertemu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh untuk membicarakan izin pengurusan hutan desa,” tuturnya.Baca: Ibrahim, Ahlinya Tumbuhan dan Satwa Liar Leuser Usulan hutan desaKetua LPHG Desa Bunin, Kabupaten Aceh Timur, Salat, menjelaskan, Bunin merupakan wilayah yang dikelilingi hutan lindung. Hutan yang mereka ajukan menjadi hutan desa itu seluas 2.780 hektar itu. Penyelamatan hutan harus segera dilakukan karena masih ada aktivitas penebangan liar dan perambahan yang mengakibatkan banjir bandang.“Selain antisipasi banjir, kami juga tidak ingin berkonflik dengan gajah liar. Gerak cepat kami lakukan, hutan harus diselamatkan. Inilah dasar pengajuan kami ingin memiliki hutan desa,” jelasnya. “Maju kena konflik satwa, mundur kena banjir. Padahal, pelakunya bukan warga Bunin. Jangan sampai juga terjadi longsor, karena hanya ada satu jalan menuju desa ini. Untuk itu kami bertekad mempunyai hutan desa,” tambah Mustakirun.Baca: Hutan Leuser yang Selalu di Hati Salman Panuri Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan, Bina Usaha, dan Perhutanan Sosial Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Aceh, Ridwan menyatakan, tujuan masyarakat ingin mengelola hutan desa sangatlah baik. Hanya saja, persepsi tentang bagaimana mengelola hutan itu yang harus disamakan anatara masyarakat dengan pemerintah.“Kalau tujuannya sudah sejalur, saya yakin mewujudkan hutan desa menjadi lebih mudah. Kita semua ingin hutan lestari dan masyarakat sejahtera,” terangnya.Ridwan berharap, ketika izin hutan desa keluar pastinya akan sangat membantu perekonomian masyarakat Bunin. “Untuk itu, penguatan lembaga masyarakat harus dibangun sejak sekarang,” ujarnya. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2019-086-14.json | Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser | Bunin, Mutiara Terpendam di Kaki Leuser | Baca: Foto: Indahnya Leuser, Hutan Alami yang Harus Kita Pertahankan Manager Yayasan Hutan, Alam dan Linkungan Aceh (HAkA), Crisna Akbar mengatakan, HAkA turut mendampingi masyarakat Bunin mengurus perizinan hutan desa. Persiapan mengembangkan potensi desa dengan cara tidak merusak hutan juga tengah digarap.“Kami bersama masyarakat terus menggali potensi desa. Semangat masyarakat untuk membangun desanya luar biasa. Semoga, langkah baik ini mendapat dukungan berrbagai pihak,” ujarnya.Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Kejamnya Manusia Pada Gajah Sumatera Tahun 2015, pemerintah telah membangun Conservation Response Unit (CRU) Serbajadi di Bunin. Hadirnya tiga gajah jinak milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di CRU itu, bukan hanya bermanfaat membantu menyelesaikan konflik gajah liar dengan manusia, tapi juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Potensi yang makin melengkapi keindahan alam Bunin, bak mutiara. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-011-18.json | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | [CLS] Komitmen untuk menerapkan ekonomi biru pada sektor kelautan dan perikanan, dipertegas oleh Indonesia, salah satu negara peserta sekaligus tuan rumah Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 29-30 Oktober 2018. Konsep tersebut, diadopsi Indonesia untuk pengembangan sektor perikanan budidaya yang saat ini semakin diminati masyarakat.Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, penerapan konsep ekonomi biru akan semakin memperkuat pengelolaan potensi perikanan budidaya secara berkelanjutan. Tak cukup di situ, ekonomi biru juga diyakini bisa membuat pengelolaan potensi menjadi lebih produktif dan berwawasan lingkungan.“Penerapan ekonomi biru juga akan mendorong pengelolaan perikanan perikanan budidaya lebih efisien dan memicu kreativitas serta teknologi,” ucapnya di Nusa Dua, Selasa (30/10/2018).Dengan keunggulan tersebut, Slamet mengungkapkan, pihaknya menaruh harapan besar pada konsep ekonomi biru yang sedang diterapkan di Indonesia sekarang. Konsep tersebut akan menjadi media efektif untuk menerjemahkan konsep pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.“Konsep itu bisa memberikan hasil yang optimal dan sumber daya yang memberikan nilai tambah,” ujarnya.baca : Akankah Komitmen OOC 2018 Bisa Selamatkan Lautan Dunia? Tentang konsep ekonomi biru tersebut, Slamet menuturkan, Indonesia mendapat banyak pelajaran berharga untuk mewujudkan perikanan yang berkelanjutan. Di antaranya, adalah bagaimana konsep tersebut menciptakan produk nir limbah atau nol limbah (zero waste) untuk setiap produksi perikanan budidaya. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-011-18.json | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Menurut Slamet, konsep inovatif seperti itu memberi jawaban yang tegas kepada siapapun mengenai tantangan kerentanan pangan melalui peningkatan produksi ikan signifikan. Sementara, di saat yang sama, inovasi tersebut juga mampu mendorong peningkatan devisa negara karena terjadinya peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan budidaya.“Pada akhirnya, itu akan mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak. Kita juga bisa mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan, karena sistem ekonomi konvensional sudah tidak mampu menyerap konsep hakiki pembangunan berkelanjutan,” sambungnya.baca : Seluruh Dunia Didorong Segera Terapkan Ekonomi Biru untuk Laut Berkelanjutan Sinkrinonasi ProgramSlamet menjabarkan, apa yang sedang dikampanyekan dunia melalui ekonomi biru, ternyata sudah sejalan dengan visi dan misi KKP dalam melaksanakan kepemimpinannya sekarang, yaitu mengembangkan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.“Di antaranya adalah dengan pengembangan kawasan ekonomi dengan pendekatan ekonomi biru,” tegasnya.Bagi Slamet, pengembangan perikanan budidaya dengan pendekatan ekonomi biru akan mampu mendorong industrialisasi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, karena dilakukan melalui pendekatan yang ramah lingkungan dan efisien. Dengan kata lain, prinsip ekonomi biru bukan sekedar ramah lingkungan saja, namun memberi keuntungan secara ekonomi yang berlipat ganda.Penilain tersebut keluar dari mulut Slamet, karena prinsip ekonomi biru akan memanfaatkan setiap detil yang digunakan untuk proses produksi perikanan menjadi sesuatu bernilai secara ekonomi. Dia mencontohkan, limbah yang dalam produksi konvensional selalu tak berguna, dalam ekonomi biru menjadi bernilai ekonomi karena bisa menghasilkan produk yang lain. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-011-18.json | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | “Tak kalah pentingnya juga, ekonomi biru mampu memberdayakan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja yang terbuka,” tuturnya. Banyaknya manfaat yang bisa didapat dari konsep ekonomi biru, menuru Slamet, bisa dijadikan jawaban bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan perikanan budidaya saat ini dan di masa yang akan datang. Tantangan itu, yaitu bagaimana mencukupi kebutuhan pangan masyarakat dunia di tengah permasalahan daya dukung lingkungan dan perubahan iklim secara global.Data lembaga pangan dunia PBB (FAO) mencatat, hingga 2050 mendatang penduduk dunia bisa mencapai angka 9,7 miliar jiwa. Itu berarti, tuntutan untuk menyediakan pangan yang berkecukupan sekaligus dengan berkelanjutan, mutlak harus bisa diwujudkan oleh dunia. Tantangan tersebut, sangat cocok untuk dijawab dengan konsep ekonomi biru.Pemanfaatan ekonomi biru untuk menjawab tantangan dari FAO tersebut, dipilih karena FAO sendiri sudah memperkirakan bahwa pada 2030 mendatang, kontribusi perikanan budidaya dalam menyuplai kebutuhan perikanan di dunia akan mencapai 58 persen atau mendominasi secara keseluruhan dibandingkan saudaranya, perikanan tangkap.Dengan fakta seperti itu, Slamet tak meragukan konsep ekonomi biru untuk diterapkan dalam perikanan budidaya di Indonesia. Terlebih, saat ini perikanan budidaya sudah memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional dan diharapkan akan menjadi pemasok utama untuk kebutuhan perikanan nasional.“Itu bisa untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan nasional, serta menjadi penghela pertumbuhan ekonomi dan memberikan porsi besar bagi peran pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.baca : Seperti Apa Peran Teknologi Bioflok untuk Ketahanan Pangan Nasional? Program Percontohan | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-011-18.json | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Sebelum dunia mengampanyekan penerapan ekonomi biru pada OOC 2018, Slamet mengklaim, Indonesia lebih dulu menerapkan konsep tersebut pada proses produksi perikanan budidaya. Tanpa ragu, dia menyebut pengembangan teknologi bioflok, sistem minapadi, recirculating aquaculture system (RAS), dan budidaya rumput laut hasil kultur jaringan sebagai contohnya.Menurut Slamet, ekonomi biru harus dimanfaatkan dan dikembangkan, karena konsep tersebut memiliki landasan yang kuat saat diterapkan, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. Untuk itu, ekonomi biru adalah bagian dari dinamika dunia dalam pemikiran konsep pembangunan yang berkelanjutan dan bertumpu pada kesejahteraan sosial.Lebih jauh Slamet memaparkan tentang tiga pengembangan yang sudah dilakukan oleh KKP. Untuk teknologi bioflok, itu adalah teknologi yang memungkinkan dilakukannya peningkatan produksi, ramah lingkungan, dan efisien dalam penggunaan lahan dan sumberdaya air hingga 80 persen. Kemudian, bioflok juga mampu meningkatkan pendapatan pembudidaya dan sekaligus konsumsi ikan nasional.Kemudian, pengembangan minapadi juga terbukti mampu meningkatkan produksi padi dari 5–6 ton/ha/panen menjadi 8–10 ton/ha/panen dan itu dilakukan melalu efisiensi pemanfaatan lahan padi yang mencapai 80 persen. Selain itu, minapadi juga menghasilkan padi bebas pestisida atau organik, karena pupuk yang digunakan berasal dari sisa metabolisme ikan.Sementara, penerapan RAS pada kegiatan budidaya mampu menggenjot produktivitas hingga 100 kali lipat, efisien dalam penggunaan air dan lahan hingga 80 persen, mudah dalam manajemen kualitas air, dan dapat dilakukan sepanjang tahun karena pergantian air yang minim.baca : Teknologi RAS untuk Kemajuan Perikanan Budidaya, Seperti Apa? | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-011-18.json | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Komitmen Indonesia untuk Ekonomi Biru dalam Perikanan Budidaya | Terakhir, pada budidaya rumput laut hasil kultur jaringan, konsep ekonomi biru mampu memberikan keuntungan dalam menghasilkan rumput laut berkualitas serta dapat dilakukan secara terus menerus dalam skala massal dengan waktu yang relatif singkat. Teknologi ini mampu menyediakan bibit rumput laut secara kontinu serta tidak tergantung kondisi alam.“Inovasi-inovasi teknologi semacam inilah yang akan terus kita dorong dan diaplikasikan di masyarakat secara masif, sehingga sektor akuakultur dapat menjadi motor penggerak perekonomian,” tegas dia.Diketahui, setelah OOC 2018 selesai, KKP berkomitmen untuk mengembangkan perikanan budidaya berbasis teknologi yang berkelanjutan. Pengembangan itu akan dilakukan dalam sistem minapadi di atas lahan seluas 963 hektare yang sudah dimulai sejak 2015 dan akan berakhir pada 2019. Untuk pengembangan tersebut, dana sebesar USD3 juta atau ekuivalen Rp44 miliar sengaja digelontorkan oleh Pemerintah Indonesia.Kemudian, pengembangan berikutnya adalah dalam budidaya rumput laut dengan adopsi teknologi kultur jaringan, lebih spesifik untuk rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang dilaksanakan dari 2015 sampai 2019. Pengembangan tersebut, juga mengadopsi prinsip berkelanjutan. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-073-04.json | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | [CLS] Awal tahun sudah ada kabar konflik harimau dan manusia. Di Agam, Sumatera Barat, satu harimau keluar hutan, masuk perkampungan hingga menyebabkan, warga takut beraktivitas ke kebun. Harimau juga memangsa beberapa sapi warga. Akhirnya, harimau masuk kandang jebak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat di perkebunan sawit, Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari Salareh Aie, Kecamatan Palembayan, Agam, 10 Januari lalu.Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumatera Barat, mengatakan, pemasangan kandang jebak merupakan upaya terakhir untuk menghindari kerugian warga lebih besar dan jatuh korban jiwa termasuk keselamatan harimau.Kandang jebak dipasang setelah 41 hari harimau betina yang diperkirakan berumur tiga tahun ini tak berhasil digiring masuk hutan.Harimau betina ini mulai muncul dan menampakkan diri sejak 30 November lalu. Data BKSDA Sumbar menyebutkan, sejak awal Desember 2021 sudah empat sapi warga dimangsa harimau.Pada 1 Desember 2021, sapi Rano dimangsa harimau. Warga lapor BKSDA. Usai mendapat laporan, petugas BKSDA Sumbar melalui Resor Agam langsung turun mengidentifikasi jejak kaki, cakaran dan kotoran harimau. Setelah itu, tim memutuskan memasang kamera trap di lokasi serangan.Pada 6 Desember, harimau kembali mengejar lima sapi milik Doni Mawardi dan Zara. Tim Resor Agam kembali ke lokasi. Tim bersama masyarakat menemukan jejak kaki harimau dengan ukuran 8-9 sentimeter. Ukuran jejak kaki ini sama dengan jejak harimau pemangsa sapi Rano.Singkat cerita, baru 10 Januari 2022, harimau yang berulang kali berkeliaran di permukiman warga itu masuk ke kandang jebak.Harimau ini diberi nama Nama Puti Maua Agam, hasil kesepakatan dengan tokoh adat setempat. Iron Maria Edi, Wali Nagari Salareh Aia mengatakan, ada sejumlah nama diusulkan warga seperti, malanca, buma dan lain-lain hingga akhirnya terpilih nama Puti Maua. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2022-073-04.json | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Puti dari bahasa Minangkabau berarti perempuan karena harimau berkelamin betina. Maua, merupakan lokasi penangkapan harimau.Puti Maua Agam, menambah panjang daftar harimau yang berkonflik dengan warga di Sumbar. Data BKSDA menunjukkan, sejak Januari 2021 sudah 16 harimau Sumatera masuk kebun atau pemukiman warga. Translokasi harimau Puti jadi kasus pertama di tahun 2022. ***Kini, Poti ada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) Yayasan Arsari. Puti terlebih dahulu menjalani perawatan di PR-HSD Arsari selama 14 hari.Dokter hewan Daniel Sianipar, tim medis yang ikut evakuasi sekaligus perawatan harimau Puti mengatakan, kondisi harimau terpantau stabil meski menempuh perjalanan cukup melelahkan selama 14 jam.“Observasi awal ia mengalami dehidrasi dan luka superficial pada kulit. Selanjutnya akan pemeriksaan medis keseluruhan untuk mengetahui keadaan lebih detail, ” katanya.Meski sehat, Puti tetap menjalani masa karantina 14 hari. Karantina untuk observasi kesehatan dan mengamati perilaku. Kedatangan Puti menambah harimau yang sedang menjalani perawatan di lokasi itu.Saat ini, PRHSD Arsari sudah menyelamatkan 14 harimau, enam sudah lepas liar. PRHSD Arsari juga rehabilitasi dan observasi bio-diversitas lain seperti beruang, rusa, elang dan berbagai satwa lain. Konflik terus terjadi Wilson Novarino, dosen Biologi dari Universitas Andalas mengatakan, konflik antara manusia dan harimau sudah tercatat di Sumbar hampir setengah abad lalu (sejak 1970-an). Rentang 1978-1997, menurut penelitian Nyhus & Tilson (2004), Sumbar merupakan provinsi dengan pemberitaan kasus konflik manusia dengan harimau tertinggi.“Dengan kasus kejadian di Maua Agam, Januari 2022, dan beberapa kasus lain seperti di Padang Pariaman, Pasaman, Solok, Padang beberapa waktu lalu, menunjukkan konflik manusia dengan harimau kejadian berulang,” katanya. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-073-04.json | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Dengan rentang waktu kejadian sangat panjang (50 tahun), lokasi tersebar, pola spasial–tutupan hutan, jarak dari pemukiman dan peladangan–berbeda, serta bentuk aktivitas masyarakat beragam, katanya, pemetaan dan pendugaan penyebab konflik mesti sangat hati-hati.Ada harimau melintasi areal pertanian, perkebunan dan lansekap yang didominasi manusia, dia asumsikan sebagai aktivitas mereka berpindah dari satu area hutan kepada areal berhutan lain.“Harimau jantan muda, mereka butuh ‘merantau’ sebelum menemukan daerah kekuasaan. Secara teoritis, jantan muda paling besar potensi berkonflik dengan manusia.”Pada kenyataan, berdasarkan data harimau masuk rehabilitasi sebagian besar berkelamin betina muda. Harimau betina, katanya, relatif lebih menetap dibandingkan jantan. Jadi, dia asumsikan konflik terjadi bukan karena perpindahan, namun ada gangguan habitat atau dalam arti mereka terusik aktivitas manusia.“Yang perlu kita kembangkan adalah pola aktivitas manusia ramah satwa liar. Jika terpaksa buka lahan mestinya bisa dengan tetap menyisakan hutan sebagai daerah habitat satwa liar. Pertanian sudah saatnya lebih ditekankan intensifikasi lahan budidaya dibandingkan ekstensifikasi.”Sunarto, Research Associate Institute for Sustainable Earth & Resources (I-SER), Universitas Indonesia, menyebut, secara umum ada tiga faktor yang biasa menyebabkan interaksi negatif atau biasa disebut konflik antara satwa (harimau) dan manusia. Pertama, faktor satwa (harimau) itu sendiri, kedua, habitat termasuk ketersediaan mangsa. Ketiga, faktor manusia, terutama terkait aktivititas mereka seperti dalam praktik beternak dan bertani. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-073-04.json | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Dia berharap, penanganan konflik tak sebatas penangkapan dan pelepasliaran. Beberapa upaya lain sangat amat penting dilakukan antara lain, pertama soal penyebaran penyakit hingga perlu peningkatan pemantauan, pencegahan dan penanganan. Kedua, terkait masyarakat, perlu dialog untuk meningkatkan pemahaman tentang konservasi dan perilaku harimau sekaligus menggali dan menguatkan kearifan tradisi dalam menjaga satwa dan alam. Perlu menguatkan pengetahuan masyarakat dalam mencegah atau menangani interaksi negatif dengan satwaliar seperti harimau.Ketiga, terkait habitat dan pergerakan harimau, perlu dipelajari kebutuhan habitat, jalur jelajah dan pola penggunaan ruang oleh harimau. Informasi ini, katanya, sebaiknya digunakan untuk menyesuaikan bentuk, lokasi dan waktu aktivitias manusia agar interaksi negatif antara manusia dan harimau dapat dihindari. Babi mati massal jadi penyebab?BKSDA Sumbar, dalam rilis kepada media menyebut, penyebab harimau ini turun dari Cagar Alam Maninjau karena kekurangan pakan. Babi di hutan Agam terserang penyakit African Swine Fever (ASF) hingga menyebabkan kematian massal satwa mangsa ini sekitar 50 ekor.Wilson bilang, kemungkinan ini bisa terjadi. Dia bilang, ASF sudah tercatat di Tapanalui Utara, Sumut sejak Oktober 2019. Laporan babi mati dalam jumlah besar juga dilaporkan juga di Ogan Komering Ulu (Sumsel) Maret 2021, Seblat (Bengkulu) pada September 2021.Kemudian, Berbak Sembilang Jambi, babi mati 62 ekor pada Oktober 2021 dan Tanggamus di Lampung pada Januari 2022.“Secara informal kasus kematian babi dalam jumlah banyak di Sumbar juga terjadi di Pasaman, Sijunjung, Solok Selatan, Dharmasraya.”Meskipun pada daerah itu juga merupakan habitat harimau, tetapi dari daerah-daerah itu tak semua ada laporan kejadian konflik. Jadi, katanya, perlu kehati-hatian dalam mengidentifikasi penyebab konflik di Agam karena penyebab tunggal ASF. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2022-073-04.json | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | Harimau Masuk Perkampungan di Agam, Kekurangan Satwa Mangsa di Hutan? | ASF, katanya, bisa jadi salah satu faktor, dari berbagai penyebab lain yang memicu konflik.Senada dengan Sunarto, salah satu penyebab konflik mungkin kekurangan mangsa khusus babi hutan karena ASF. “Itu bisa saja terjadi, namun saya belum melihat kajian yang memang dapat memastikan sebagai sebab-akibat utama. Saya berharap ini dapat dikaji lebih mendalam.”Merebaknya ASF, katanya, memang mengkhawatirkan dan dapat berdampak langsung maupun tak langsung pada satwa serta ekosistem termasuk kehidupan manusia. Bisa jadi, katanya, bukan hanya harimau yang mengalami masalah karena babi hutan berkurang. Babi hutan, juga memiliki peran sebagai ecosystem engineer bagi tumbuhan dan satwa lain. *******Foto utama: Konflik harimau dan manusia terus terjadi, teranyar di Agam, Sumatera Barat. Setelah 41 hari harimau berkeliaran di perkampungan, BKSDA pun pasang kandang jerat untuk mengevakuasi harimau. Harimau masuk jerat 10 Januari 2022 dan jalani rehabilitasi sebelum lepas liar. Foto ilustrasi: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2015-030-11.json | Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut! | Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut! | [CLS] Di tengah kepungan asap, tanpa menggunakan masker, Presiden Jokowi yang mengenakan kemeja putih, menyeberangi parit dan masuk ke lahan gambut yang terbakar milik PT. Tempirai Palm Resources di Desa Pulau Geronggang, Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Minggu (06/09/15) siang. Beberapa kali Jokowi terlihat menggelengkan kepala melihat sekitar 200 hektar lahan gambut yang terbakar.Selain tidak mengenakan masker, Jokowi pun tanpa ragu melewati lahan gambut yang terbakar, yang sebagian masih dipenuhi arang membara. Turut bersama Jokowi, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, serta Bupati OKI Iskandar.“Tadi saya sudah mendengar penjelasan bupati (Iskandar), bahwa sudah berkali diperingatkan kepada pihak perusahaan agar bertanggung jawab menjaga lahanya jangan sampai terbakar. Lahan di sekitarnya saja itu memang menjadi tanggung jawab perusahaan, apalagi ini masuk dalam hak guna usaha (HGU) PT. Tempirai, dan yang terbakar tidak sedikit,” kata Jokowi.“Sanksi tegas harus di berikan, untuk pidananya nanti Polri yang mengusut. Untuk kelalaian, izin PT. Tempirai bisa dicabut. Ini sudah keterlaluan. Hal ini harus menjadi perhatian perusahaan lainya, jangan sampai kebakaran terjadi lagi,” ujar Jokowi.Kenapa mengunjungi Kabupaten OKI? “Dari enam provinsi yang terjadi kebakaran lahan, Sumatera Selatan (Sumsel) termasuk yang tertinggi. Untuk Sumsel, OKI yang jadi pemuncak, meski jumlah titik api menurun dibanding tahun sebelumnya, namun masih ada. Sekitar 1.000 hektar yang terbakar di OKI dan bukan jumlah yang sedikit karena berdampak luas,” jelasnya.Dijelaskan Jokowi, terkait penanggulangan kebakaran hutan dan lahan gambut, harus diantisipasi jauh-jauh hari. | [0.5, 0.5, 0.0] |
2015-030-11.json | Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut! | Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut! | “Saya lihat petanya sudah ada. Tempat-tempat yang rawan terbakar itu sudah terdata, tinggal bagaimana upaya kita bersama menanggulanginya dari jauh-jauh. Januari-April itu harus sudah mulai mengantisipasi, agar ke depan tidak ada lagi asap yang sangat mengganggu,” ujarnya.Bupati OKI Iskandar mengatakan, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin menekan titik api. Karena pada periode yang sama tahun lalu kawasan yang terbakar mencapai 8.000 hektar, sementara tahun ini turun menjadi 1.200 hektar.Terkait soal pencabutan izin perusahaan yang terbukti lahannya terbakar, Iskandar mengatakan, ”Kalau saya diberi kewenangan soal pencabutan izin perusahaan yang tidak bisa mengendalikan wilayahnya dari kebakaran, sudah pasti akan saya lakukan,” katanya.Walhi Sumsel mengapresiasiHadi Jatmiko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mengapresiasi apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang meninjau langsung lokasi kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan. Terlebih, berencana mencabut izin sebuah perusahaan sawit yang lahannya terbakar di kawasan Lebak Sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten OKI.“Kami sangat mengapresiasi. Tapi kami juga mengharapkan Presiden Jokowi terus mendorong jajaran pemerintahannya untuk melakukan review perizinan, dan memberikan sanksi hukum tegas terhadap perusahaan yang terbukti lalai atau melakukan pembakaran lahan. Sebab, penyebab kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan bukan hanya dari perusahaan yang izinnya akan dicabut itu,” kata Hadi, Minggu.Selain itu, Hadi juga meminta Presiden Jokowi untuk melahirkan kebijakan pengolahan lahan gambut kepada masyarakat, bukan hanya kepada perusahaan. “Ratusan tahun lahan gambut dikelola masyarakat dan hasilnya bagus. Soal kenapa gambut sekarang gampang terbakar ya, karena kehadiran perusahaan penanam sawit dan akasia yang mengurangi kualitas lahan.” | [0.0, 1.0, 0.0] |
2015-030-11.json | Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut! | Saksikan Langsung Lahan Gambut Terbakar di OKI, Jokowi Minta Satu Izin Perusahaan Sawit Dicabut! | “Jika masyarakat diberi lahan untuk dikelola, kemungkinan mereka membakar lahan gambut yang statusnya milik negara tidak akan terjadi. Buktinya, titik api lebih banyak di lahan konsensi perusahaan,” kata Hadi. [SEP] | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-039-11.json | Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas! | Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas! | [CLS] Aktivis lingkungan Ecoton mendesak Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya 1, Kementerian Kelautan dan Perikanan, segera memproses hukum pemilik sekaligus pelepas ikan Arapaima gigas ke Sungai Brantas, Mojokerto, Jawa Timur, penghujung Juni lalu.Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, desakan dilakukan agar aparatur yang menangani kasus ini bekerja serius. Menjalankan instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.“Yang dikatakan Bu Susi (Menteri KKP) jelas, mendorong pelaku dipidana. Ini menyangkut pidana lingkungan karena pelaku memiliki, kemudian melepaskan di perairan terbuka. Perintah Bu Susi tegas, musnahkan atau goreng ikan Arapaima untuk makan siang,” seru Prigi, baru-baru ini.Keterangan awal pemilik Arapaima berinisial HG, hanya 8 ekor yang dilepas. Namun, tangkapan warga bersama tim Ecoton ada 22 ekor di Sungai Brantas. Terlepas perbedaan keterangan dan fakta lapangan, Prigi menyebut HG melakukan pelanggaran hukum.“Kita punya Permen (peraturan menteri) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 41 Tahun 2014, yang menyatakan ada 152 jenis ikan berbahaya. Siapapun tidak boleh alias dilarang memasukkan jenis tersebut ke Indonesia. Artinya, ada pelanggaran hukum,” jelasnya.Prigi mengatakan, pihaknya akan menggugat pelaku. “Kami akan gugat, jangan sampai berlarut atau tidak ditangani serius. Arapaima gigas yang masih berkeliaran di sungai akan melahap apa saja,” ujarnya.Baca: Ikan Endemik Sungai Brantas Terancam Keberadaan Arapaima | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-039-11.json | Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas! | Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas! | Selain ditemukan di Sungai Brantas di kawasan Mojokerto dan Sidoarjo, Arapaima gigas juga ditemukan di sekitar rolak Gunungsari di Surabaya, di Sungai Surabaya yang merupakan anak Sungai Brantas. Temuan ini, kata Koordinator Nasional Indonesia Water Community of Practice (IndoWater CoP), Riska Darmawanti, menjadi ancaman ikan asli atau endemik di Sungai Brantas. Arapaima gigas bersifat predator dan invasif.Riska mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan Ecoton bersama warga setempat, menunjukkan bahwa jenis ini merupakan predator rakus yang mengancam 25 jenis ikan lokal Sungai Brantas.“Konsekuensinya, ikan asli akan habis. Dari yang kemarin kami buka perutnya, Arapaima gigas sudah makan wader, keting, dan lele. Sudah kelihatan nafsu makannya sangat besar. Kalau dibiarkan bahaya, ekosistem bakal terganggu,” terangnya.Baca: Ikan Arapaima, Ikan Berbahaya yang Masuk ke Indonesia Buka poskoKepala Seksi Tata Pelayanan, Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya 1, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Djoko Darman Tani mengungkapkan, pihaknya telah membuka posko di kantor BKPIM.“Kami btelah muka posko hingga 31 Juli. Tujuannya, menerima ikan-ikan sejenis Arapaima gigas yang dilarang beredar, terutama yang diimpor dari amazon. Himbauan ini saya sampaikan, agar masyarakat yang memiliki, kaum pebisnis maupun pemilik pribadi, agar menyerahkan ke posko ini,” tegasnya.Djoko menambahkan, pihaknya akan memproses hukum kasus pelepasan ini, sesuai aturan dan kewenangan yang dimiliki BKIPM Surabaya 1, sambil berkoordinasi dengan instansi berwenang. “Kami akan kerja sama dengan instansi lain, kami sedang memprosesnya. MAsalah ini akan ditangani bersama,” lanjut Djoko yang memastikan barang bukti Arapaima gigas yang ditangkap dalam pengawasan BKIPM.Baca juga: 10 Jenis Ikan Air Tawar Paling Ganas di Dunia | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-039-11.json | Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas! | Jangan Lagi Ada Ikan Arapaima di Sungai Brantas! | Kerja sama untuk menangkap kembali Arapaima diperlukan, karena keterangan pemilik tidak sesuai dengan fakta temuan. Dugaan kami, masih banya yang dilepas ke Sungai Brantas, didasari pengakuan pada rekaman di sosial media.“Di sosial media, ada suara menyebut 70 ekor ikan Arapaima mami dan papi dibuang ke sSungai Brantas. Ini harus diselidiki, jangan mudah percaya omongannya. Awalnya dikatakan pelaku hanya 8 ekor, nyatanya kami sudah menemukan 22 ekor,” lanjutnya.BKIPM Surabaya 1, pada Selasa (17/7/2018) ini, rencananya akan mengundang ke kantor para komunitas, masyarakat penghobi, serta pemilik ikan impor yang masuk dalam larangan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan tindak lanjut pada Arapaima gigas yang telah diamankan, Djoko mengaku masih menunggu putusan pimpinan.“Untuk 22 ekor Arapaima gigas yang telah kami amankan, nanti akan diputuskan nasibnya. Kemungkinan dititipkan ke Kebun Binatang Surabaya,” tandas Djoko. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-030-10.json | Monster Laut Berbulu Putih Ini Membuat Ilmuwan Terkesima | Monster Laut Berbulu Putih Ini Membuat Ilmuwan Terkesima | [CLS] Seonggok makhluk besar dan misterius penuh bulu terdampar di pantai timur Rusia. Dilansir dari The Siberian Times, “monster laut” yang berbau dan berbulu itu ukurannya setidaknya tiga kali lebih besar dari manusia biasa. Makhluk tersebut muncul di pantai Laut Bering di sisi Pasifik semenanjung Kamchatka di sebuah desa terpencil bernama Pakatchi.Kejadian ini pertama kali dilaporkan oleh Svetlana Dyadenko, seorang penduduk yang melihat makhluk misterius itu dan mengambil foto dan memvideokannya. Dalam video yang dibagikan di YouTube berjudul “Kamchatka sea monster,” Svetlana terlihat memeriksa satwa berwarna abu-abu dan putih, memiliki banyak bulu dan ekor (atau tentakel), namun tidak ada kepala atau bagian tubuh lain yang bisa diidentifikasi.Foto dan video yang diambil Svetlana tersebut dalam waktu singkat viral di dunia maya di seluruh dunia. Spekulasi yang beredar menyebutkan, makhkuk aneh itu adalah sisa peninggalan purba, sedangkan yang lain mengatakan wooly mammoth atau gajah berbulu yang sudah punah dan dan terkubur dalam permafrost. Dalam geologi, permafrost adalah tanah yang berada di titik beku pada suhu 0 °C. Permafrost umumnya terletak dekat Kutub Utara dan Selatan. Dalam akun media sosialnya, Svetlana menulis makhluk itu ditutupi tubular fur atau bulu berbentuk tabung. “Kelihatannya seperti bulu, tapi berbentuk seperti tabung, seolah banyak pipa kecil menggantung di bangkai itu. Makhluk yang benar-benar aneh. Saya sudah google dan tidak menemukan apa pun yang menyerupai itu,” tuturna.Svetlana juga bertanya apakah itu bisa menjadi “makhluk kuno” dan meminta para ilmuwan untuk “memeriksa teka-teki ini bahwa laut melemparkan pada kita.” Dalam penjelasannya, dia juga menjelaskan bahwa makhluk itu terlalu berat untuk dipindahkan atau digali. | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2018-030-10.json | Monster Laut Berbulu Putih Ini Membuat Ilmuwan Terkesima | Monster Laut Berbulu Putih Ini Membuat Ilmuwan Terkesima | Ada juga yang berspekulasi bahwa makhluk misterius tersebut adalah globster, istilah yang diciptakan pada 1962 untuk menggambarkan sebuah bangkai misterius yang tersapu di Tasmania, Australia.Globster adalah istilah teknik dari ahli hewan asing, yang didefinisikan sebagai ‘bagian massa organik yang tersapu dari laut atau sumber air lainnya’. Meski begitu, banyak yang yakin itu adalah sisa-sisa bangkai paus atau hiu atau makhluk laut lainnya yang telah membusuk. Bentuknya berubah aneh.Ilmuwan laut Rusia, Sergei Kornev, dari Research Institute of Fisheries and Oceanography, mengatakan monster di Kamchatka itu adalah bagian dari bangkai paus. “Akibat lama di laut dan jadi makanan binatang laut lainnya, bangkai paus sering berubah bentuk yang aneh. Itu adalah bagian dari bangkai paus, bukan badan yang utuh” tandasnya. [SEP] | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2021-065-07.json | Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu | Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu | [CLS] Murai batu [Kittacincla malabarica] adalah jenis burung dengan kicauan indah yang saat ini tak luput dari perburuan di hutan Aceh. Burung yang disebut kucica hutan ini tak hanya tersebar di hutan Leuser dan Ulu Masen, tapi juga terdapat di Pulau Weh, Kota Sabang dan Pulau Simeulue.Maksum, masyarakat di Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues mengaku, banyak pemburu masuk ke hutan Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] untuk menangkap murai batu. Alasannya, harganya jualnya lebih tinggi dari jenis lain.“Pemburu juga akan menangkap burung-burung lain yang kicauan atau bulunya indah, seperti kucica kampung atau kacer [Copsychus saularis]. Tahun 1990-an, burung ini masih mudah ditemui di sekitar permukiman penduduk, namun, saat ini mulai menghilang,” ujarnya, pertengahan Februari 2021.Maksum menambahkan, pemburu biasanya menangkap murai batu dengan menggunakan burung murai lain sebagai pemikat.“Perangkap yang di dalamnya ada burung pemikat akan digantung di atas pohon. Akibat perburuan ini murai batu jarang datang ke kebun masyarakat dan perannya memakan serangga dan ulat juga terganggu yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan.”Baca: Jumlah Jenis dan Risiko Kepunahan Burung di Indonesia Meningkat Khairuddin warga Kabupaten Simeulue mengatakan, murai batu pernah menjadi target buruan di tempatnya. Burung-burung tersebut kemudian dikirim ke luar Simeulue menggunakan kapal penyeberangan maupun dengan perahu kecil.“Polisi pernah menggagalkan penyeludupan 930 ekor murai batu menggunakan KMP Teluk Sinabang, pada 2013,” ujarnya.Munawir, seorang pencari burung murai batu mengatakan, hasil buruannya itu akan dijual ke penampung, atau langsung kepada orang yang memelihara. “Kalau tidak ada pesanan, saya jual ke agen atau penampung, namun tak jarang saya dihubungi langsung pembeli,” sebut warga Aceh Timur ini. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2021-065-07.json | Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu | Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu | Dia menambahkan, untuk memburu murai biasanya ia menginap di hutan beberapa hari. “Jika tidak dapat, saya bisa jual burung lain meskipun harganya lebih murah. Minimal tidak rugi logistik saat di hutan,” sambungnya.Karena tidak dilindungi, murai batu dijual bebas di pasar burung di sejumlah daerah di Aceh. Bahkan juga memalui online. “Murai batu kan bukan jenis dilindungi, jadi kami tidak perlu takut menjualnya, yang tidak saya lakukan adalah mengirimnya ke luar Aceh,” ungkap seorang penjual burung di Banda Aceh yang tidak ingin disebutkan namanya.Baca juga: Melacak Pemburu Burung Kicau di Kota Kapur PerburuanPerburuan murai batu di kawasan hutan Aceh masih cukup tinggi, apalagi setelah burung ini tidak lagi masuk dalam daftar dilindungi. “Perburuan marak salah satunya dikerenakan banyak kontes burung kicau yang diadakan dengan hadiah besar,” ujar Heri Tarmizi, Koordinator Kelompok Studi Lingkungan Hidup [KSLH] Aceh, pekan lalu.Dampaknya, populasi murai batu di alam liar semakin sulit ditemukan. “Jangankan kita yang hanya beberapa hari berada di dalam kawasan hutan, masyarakat setempat yang memang hidup di pinggir hutan juga sudah tidak pernah melihat burung ini seperti di kawasan hutan Beutong, Kabupaten Nagan Raya,” tambah Heri.Agus Nurza dari Aceh Birder menjelaskan, di Provinsi Aceh populasi murai batu juga tersebar di sejumlah pulau-pulau kecil di Kecamatan Pulau Banyak, Kabupaten Aceh Singkil dan di Kabupaten Simeulue.“Tapi karena perburuan tinggi, populasi murai batu di Pulau Banyak, Sabang, dan Simeulue sudah sedikit. Bahkan, di beberapa pulau murai batu sudah tidak ditemukan.”Agus mengatakan, murai batu di hutan KEL maupun Ulu Masen dengan murai batu di Pulau Banyak dan Pulau Simeulue, berbeda dari kicauan maupun bulu ekornya.“Murai batu di Pulau Banyak dan Simeulue merupakan itu endemik, hanya bisa ditemukan di sana. Diburu dan selanjutnya dijual, membuat jenis tersebut dijual keluar pulau, tempat hidupnya.” | [0.0, 0.3333333432674408, 0.6666666865348816] |
2021-065-07.json | Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu | Diburu, Nasib Murai Batu Makin Tak Menentu | Tahun 2011, Pemerintah Aceh telah menetapkan murai batu bersama sembilan jenis burung lainnya dalam daftar yang tidak boleh diburu dan dibawa keluar Aceh. Hal itu berdasarkan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 8 tahun 2011 tentang moratorium perburuan dan peredaran burung ke luar Provinsi Aceh.Aturan itu dikeluarkan karena semakin berkurangnya populasi 10 jenis burung di habitat alaminya. Jenis itu adalah murai batu, cucak rawa, beo, kutilang, kepudang kuduk-hitam, jalak kerbau, kacer, cica daun, bondol peking, dan jalak suren.Baca juga: Anis-Bentet Sangihe, Burung Kritis yang Dikeluarkan dari Daftar Dilindungi Sebagai informasi, awalnya, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, murai batu masuk daftar satwa dilindungi.Namun, Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.92/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2018 tentang perubahan atas Permen LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, murai batu dikeluarkan dari status dilindungi.Tercatat, ada lima jenis lima jenis burung yang dikeluarkan yaitu cucak rawa [Pycnonotus zeylanicus], jalak suren [Gracupica jalla], kucica hutan atau murai batu [Kittacincla malabarica], anis-bentet kecil [Colluricincla megarhyncha], dan anis-bentet sangihe [Coracornis sanghirensis].Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106//MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, murai batu tetap sebagai burung yang tidak dilindungi bersama empat jenis lain itu. [SEP] | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-036-10.json | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | [CLS] Ancaman masih terus terjadi pada hutan mangrove di seluruh Indonesia karena peralihan fungsi kawasan hutan bakau oleh berbagai pihak. Seperti reklamasi, sentra perikanan budidaya, bahkan kayu untuk bahan bakar bagi masyarakat pesisir. Semua pemanfaatan yang tidak tepat itu bakal menghancurkan ekosistem mangrove.Tak heran jika Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyebut kawasan hutan mangrove adalah salah satu ekosistem yang paling produktif, tetapi juga sekaligus paling terancam di dunia. Itu dikatakannya saat peringatan hari Mangrove se-dunia di Jakarta, Kamis (26/7/2018).Wiratno mengatakan, seperti terumbu karang (coral reef), hutan mangrove berperan sebagai daerah perlindungan dan perkembangan bagi biota laut yang sangat beragam, seperti ikan, kepiting, udang, moluska. Mangrove juga menjadi habitat favorit untuk kawanan monyet, burung, dan reptil. Tak hanya itu, mangrove juga ternyata menyediakan layanan penting (critical service) untuk manusia.“Hal ini meliputi layanan terhadap perikanan komersial maupun terhadap masyarakat sekitar yang mengandalkan penghasilan dan sumber makanannya dari perikanan daerah pesisir serta sebagai daerah pariwisata, konservasi, pendidikan dan penelitian,”ungkap dia.Menurut Wiratno, hutan mangrove Indonesia memegang peranan penting untuk dunia, dari total 15,2 juta hektare hutan mangrove dunia yang tersebar di 124 negara tropis dan sub tropis, karena 21 persen di antaranya berada di Indonesia. Sehingga hutan mangrove Indonesia sangat layak untuk dikelola sebagai kawasan lindung, termasuk dengan menggunakan skema ekosistem esensial.baca : Seperti Apa Indeks Kesehatan Mangrove dan Lamun di Indonesia? | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-036-10.json | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Guru Besar Ekologi dan Silvikultur Mangrove dari Institut Pertanian Bogor Cecep Kusmana menambahkan, kerusakan hutan mangrove yang mencapai hingga 50 persen di dunia, sebagian besar terjadi di Indonesia. Hal itu, menegaskan bahwa pengelolaan mangrove secara terpadu mutlak harus dilakukan untuk menjaga kelestarian di masa mendatang.“Juga dengan konsep MERA (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance) yang bersifat kemitraan, itu sangat sesuai untuk memperbaiki kondisi ini,” tutur dia.Sementara, Pakar Mangrove dari IPB Dietriech G Bengen menegaskan bahwa pengelolaan mangrove secara terpadu tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan harus menjalin kerja sama yang solid antara lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, akademisi untuk riset dan data, serta swasta. Selain itu, harus ada koordinasi antar instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang didukung oleh pakar dan pihak lain yang berkompeten.Di tempat sama, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Jatna Supriatna mengatakan, penyadartahuan tentang tanaman mengrove dan ekosistem harus terus ditingkatkan kepada semua generasi yang ada di Indonesia. Hal itu, sebagai bentuk edukasi dalam pengelolaan mangrove yang lebih efektif dan sekaligus menjadi bagian dari implementasi strategi mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim (climate change).baca juga : Lestarikan Mangrove Sama Dengan Menunda Perubahan Iklim. Kok Bisa? Muara AngkeBersamaan dengan peringatan hari mangrove se-dunia setiap 26 Juli, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta menjalin kerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk penguatan fungsi Suaka Margasatwa Muara Angke menjadi pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove. Kerja sama itu, akan mendukung pengelolaan terpadu ekosistem mangrove di Jakarta. | [1.0, 0.0, 0.0] |
2018-036-10.json | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Kepala BKSDA Jakarta Ahmad Munawir mengatakan, kerja sama yang dijalin dengan YKAN menjadi implementasi dari dukungan antar lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Kerja sama itu sangat baik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga tentang pentingnya menjaga mangrove untuk kehidupan pesisir.Ketua Yayasan YKAN Rizal Algamar menyebutkan, dijalinnya kerja sama dengan BKSDA Jakarta, menjadi bentuk dukungan dari pihak non pemerintah untuk menjaga hutan mangrove dari kerusakan. Apalagi, kondisi terkini, hutan mangrove di Indonesia memerlukan tindakan kolektif yang bisa mencegah kerusakan lebih lanjut dan bisa meningkatkan kualitas hutan.Rizal menjelaskan, konsep MERA yang bertujuan untuk konservasi dan restorasi secara bersamaan, menjadi wadah yang tepat dan bisa menyatukan semua pemangku kepentingan di Indonesia untuk tujuan yang sama dan dalam skala dan waktu yang lebih signifikan. Konsep tersebut, diharapkan bisa melaksanakan pelestarian sekaligus perbaikan kondisi mangrove secara bersamaan dan simultan.Untuk konservasi ekosistem mangrove sendiri, Rizal menyebutkan, ada empat tantangan strategis yang harus dihadapi, yaitu membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove; melibatkan pemangku kepentingan kunci untuk mengubah kebijakan dan peraturan; pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, proteksi serta keberlanjutan dari sisi pendanaan; dan program kemitraan dan penjangkauan.“Melihat kondisi mangrove Indonesia yang sangat membutuhkan perhatian, YKAN bersama mitra telah menginisiasi sebuah wadah yang akan melibatkan beragam pemangku kepentingan terkait konservasi dan restorasi mangrove yaitu Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA),” tutur dia.baca juga : Dapatkah Mangrove Tetap Bertahan Terhadap Kenaikan Muka Air Laut? Karbon Biru | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-036-10.json | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Di sisi lain, Peneliti Senior Center for International Forestry Research (CIFOR) Daniel Murdiyarso mengungkapkan, pemanfaatan hutan bakau, adalah untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Keberadaannya bisa menyerap emisi yang bertebaran di udara dengan sangat banyak.Menurut Daniel, kemampuan mangrove dalam menyerap emisi di bumi, mencapai 20 kali dari kemampuan hutan tropis. Karena itu, mangrove keberadaannya bisa menjadi gudang terbesar untuk penyimpanan emisi dunia.“Potensi ekonomi dari mangrove sangatlah besar. Ada potensi blue carbon yang bisa menghasilkan nilai ekonomi hingga USD10 miliar. Itu jumlah yang sangat besar,” jelas dosen Ilmu Atmosfer Institut Pertanian Bogor (IPB) disela-sela acara Blue Carbon Summit 2018 di Jakarta, Selasa-Rabu (17-18/7/2018).Besarnya potensi karbon biru tersebut, kata Daniel, karena luasnya kawasan mangrove di Indonesia yang saat ini mencapai 2,9 juta hektare. Luasan tersebut sama dengan luas negara Belgia di Eropa atau seperempat dari total luas mangrove yang ada di seluruh dunia.Daniel memaparkan, dalam satu hektar hutan mangrove di Indonesia, tersimpan potensi karbon yang jumlahnya 5 kali lebih banyak dari karbon hutan dataran tinggi. Dan faktanya, saat ini hutan mangrove di Indonesia menyimpan cadangan karbon 1/3 dari total yang ada di dunia.“Saat ini karbon yang tersimpan di hutan mangrove Indonesia mencapai 3,14 miliar ton. Dan, untuk bisa mengeluarkan karbon sebanyak itu, Indonesia perlu waktu hingga 20 tahun lamanya,” ucap anggota penyusun laporan panel antar pemerintah untuk perubahan iklim PBB (IPCC) .menarik dibaca : Indonesia Petakan Kembali Mangrove untuk Karbon Biru Karena begitu besarnya potensi penyimpanan karbon, Daniel mengingatkan kepada semua orang untuk selalu menjaga hutan bakau di Tanah Air. Pasalnya, jika sampai terjadi deforestasi mangrove, maka akan ada karbon yang dilepaskan ke udara. | [0.0, 1.0, 0.0] |
2018-036-10.json | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | Mangrove Itu Bermanfaat, Sekaligus Terancam, Kenapa? | “Itu artinya, ada emisi yang kembali udara. Dan, emisi tahunan dari kerusakan hutan mangrove Indonesia mencapai 190 juta setara karbon. Itu jumlah yang sama dengan emisi jika setiap mobil di Indonesia mengitari bumi hingga dua kali,” tandas dia.Menurut Daniel, kerusakan mangrove di Indonesia ikut menyumbangkan kerusakan mangrove di dunia. Karena faktanya, emisi global tahunan dari rusaknya ekosistem pesisir berasal dari rusaknya hutan mangrove Indonesia.Dan, Daniel menyebutkan, salah satu penyebab terjadinya kerusakan mangrove di Indonesia, adalah karena semakin masifnya pengembangan sektor perikanan budidaya di seluruh pulau. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut, dalam tiga dekade terakhir, 40 persen hutan mangrove Indonesia rusak, karena budidaya perikanan.“Setiap tahun, 52 ribu hutan mangrove Indonesia hilang dan itu setara dengan areas seluas kota New York di AS dalam 18 bulan,” jelas dia.Sementara itu, Conservation International Indonesia menyebut, saat ini Indonesia memiliki hutan mangrove seluas total 3,1 juta hektare atau 22,6 persen dari mangrove di dunia. Dengan luasan seperti itu, stok karbon yang ada di hutan mangrove Indonesia total mencapai 3,14 myu-gC atau setara 3,14 miliar ton.Dengan potensi yang besar tersebut, setiap tahunnya Indonesia masih mengalami deforestasi mangrove dengan luasan rerata mencapai 52 ribu ha. Kondisi tersebut, bisa mengancam keberadaan hutan mangrove secara keseluruhan. [SEP] | [1.0, 0.0, 0.0] |
Subsets and Splits
No saved queries yet
Save your SQL queries to embed, download, and access them later. Queries will appear here once saved.