id
stringlengths 36
36
| url
stringlengths 46
109
| text
stringlengths 5k
1.51M
|
---|---|---|
a2866712-4cca-40e9-8a20-357291ae3454 | https://journal.umpr.ac.id/index.php/jsm/article/download/6491/3782 |
## PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah kondisi dimana terjadi kenaikan kadar glukosa dalam darah dikarenakan tubuh tidak dapat menghasilkan atau memproduksi insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif IDF ( International Diabetes Federation) (Choirunnisa, 2018; 1) .
Diabetes mellitus juga biasa disebut sebagai Mother of Disease di karenakan diabetes mellitus adalah induk dari berbagai penyakit lainnya seperti hipertensi, stroke, gagal ginjal, kebutaan, dan ampuntasi kaki. Diabetes ini terjadi karena ada beberapa alasan, tetapi penyebab utama tingginya kadar gula darah yang merupakan
karakteristik penyakit ini adalah difisiensi hormon insulin atau kombinasi dari difisiensi insulin dan resistensi jaringan tubuh terhadap reaksi tersebut.
Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia, insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati akibatnya memaksa pankreas mengkompensasi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin di sel beta pankres tidak adekuat untuk di gunakan dalam mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat. Menurut Bintoro (2014) dalam Sinaga dkk (2021; 3) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan
## Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
The Influence of Health Education on Motivation Control Blood Sugar Levels in Patients Type 2 Diabetes Mellitus
Melisa Frisilia 1*
Prodi Kesehatan Masyarakat,
STIKes Eka Harap, Palangka Raya, Kalimantan Tengah,
Indonesia *email: [email protected]
## Abstrak
Diabetes mellitus tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin ( resistensi insulin ) pada organ target terutama hati dan otot. Tingkat motivasi yang rendah akan berdampak terhadap komplikasi pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Maka dari itu diperlukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan motivasi penderita diabetes mellitus tipe 2 dalam mengontrol kadar gula darah. Penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya. Penelitian ini menggunakan Pra-Eksperimental dengan pendekatan one-group pra-post test dan menggunakan teknik sampling yaitu Purposive Sampling serta menggunakan uji statistik Wilcoxon. Dari hasil penelitian p yang didapat sebesar 0,00, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
## Kata Kunci:
Pendidikan Kesehatan Motivasi Diabetes Mellitus Tipe 2 Keywords : Health Education Motivation Type 2 Diabetes Mellitus
## Abstract
Type 2 diabetes mellitus is a disorder of insulin secretion or insulin action (insulin resistance) in target organs, especially the liver and muscles. A low level of motivation will have an impact on complications in people with type 2 diabetes mellitus. Therefore, health education is needed to increase the motivation of people with type 2 diabetes mellitus in controlling blood sugar levels. This study was to identify the effect of health education on motivation to control blood sugar levels in patients with type 2 diabetes mellitus at UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya. This study used a Pre-Experimental with a one-group pre-post test approach and used a sampling technique, namely Purposive Sampling and used the Wilcoxon statistical test. From the results of the study, p was obtained at 0.00, so it can be concluded that there is an effect of health education on motivation to control blood sugar levels in people with type 2 diabetes mellitus.
© 2023 The Authors. Published by Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. This is Open Access article under the CC-BY-SA License (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). DOI: https://doi.org/10.33084/jsm.v9i3.6491
merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menitiberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku hidup sehat.
Motivasi adalah dorongan dari dalam diri individu maupun lingkungan untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Oleh karena itu motivasi berhubungan dengan dorongan dan tujuan untuk melakukan manajemen perawatan diri (Arimbi dkk, 2020; 68).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
(2013) menunjukkan diabetes mellitus di dunia terbanyak berasal dari dunia berkembang salah satunya adalah Indonesia. Terdapat dua jenis penyakit diabetes, yaitu diabetes mellitus tipe1 dan diabetes mellitus tipe 2 American Diabetes Association (ADA) (Saputri, 2020; 231). Data dari International Diabetes Federation (IDF) prevalensi penyandang diabetes mellitus (DM) tahun 2019 adalah sebanyak 463 juta jiwa diseluruh dunia dan diprediksi akan terus meningkat mencapai 700 juta jiwa pada tahun 2045 (Sasombo dkk, 2021; 55).
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan ancaman serius bagi dunia khusunya negara berkembang seperti Indonesia. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa di Negara Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta, dengan jumlah penduduk sebesar 179.72 juta, ini berarti prevalensi diabetes mellitus di Indonesia sebesar 10%.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDES; 5) tahun 2018 oleh Departemen kesehatan, terjadi peningkatan prevalensi diabetes mellitus menjadi 10,9% (GINA, 2020). Berdasarkan data Profil kesehatan provinsi Kalimantan Tengah tahun 2019, jumlah penderita diabetes mellitus 74.405 orang, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 38.216 orang (51,4%) (Kalteng, 2019; 111).
Dari data Profil Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya pada tahun 2019 menyatakan bahwa, dikota Palangka Raya penyandang diabetes yang datang berobat ke
Puskesmas meningkat cukup tajam dalam 6 (enam) tahun terakhir, pada tahun 2018 penderita diabetes mellitus meningkat mencapai 3.965 penderita dan di tahun 2019 terjadi penurunan diangka 2.731 kasus penderita diabetes mellitus (Alhogbi, 2017; 106).
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 18 April 2022 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya, data penderita diabetes mellitus tipe 2 pada tahun 2021 dari bulan Januari-Desember data yang diperoleh berjumlah 901 penderita diabetes mellitus, dan pada bulan Januari- Maret tahun 2022 berjumlah 336 penderita diabetes mellitus.
Saat dilakukan wawancara dengan 10 responden yang dilakukan dari tanggal 18-20 April 2022, 7 dari 10 responden penderita diabetes mellitus mereka mengatakan hanya datang ke puskesmas untuk mengambil obat rutin saja yang sudah habis, tetapi tidak melakukan pengecekan kadar gula darah. Pada saat peneliti mengajukan pertanyaan mengenai kapan terakhir melakukan cek kadar gula darah, penderita diabetes mellitus mengatakan kebanyakan lupa dengan hasil gula darahnya, selain itu alasannya mereka takut melihat hasil cek kadar gula darahnya dan lebih memilih membagikan atau mengambil obat diabetes yang sudah habis saja ke puskesmas.
Faktor penyebab kurangnya pengetahuan pada pasien diabetes mellitus terhadap motivasi mengontrol kadar gula darah adalah faktor diet, gaya hidup, serta kurang mendapatkan informasi mengenai diabetes mellitus yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan pasien diabetes mellitus dalam pengobatan serta pengontrolan gula darah akan berdampak pada komplikasi dan bisa berujung pada kematian (Saifunurmazah, 2013 dalam Susanti, 2018).
Kompliksi yang terjadi pada pasien penderita diabetes mellitus tipe 2 seperti komplikasi makrovaskular meliputi pembuluh darah besar termasuk penyakit jantung coroner dan stroke serta komplikasi
mikrovaskular yang merupakan dampak dari hiperglikemia yang lama, dengan kekambuhan hipertensi (Kosegeran dkk, 2017).
Menurut hasil penelitian Wardani (2014) dalam Arimbi dkk (2020; 67), terjadinya komplikasi ini sebagai akibat dari karena pasien diabetes mellitus tidak mengetahui penyakit yang dideritanya tetapi pasien diabetes mellitus memandang penyakit yang dideritanya merupakan penyakit yang dapat langsung sembuh dalam satu kali pemeriksaan. Motivasi merupakan salah satu faktor mendukung perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Pasien dengan motivasi yang tinggi memiliki tingkat komitmen yang tinggi dalam melakukan kontrol kadar gula darah, sedangkan pasien dengan motivasi yang rendah juga akan memiliki tingkat komitmen yang rendah pula dalam melakukan kontrol kadar gula darah.
Menurut American Diabetes Association (ADA), DM adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dan kerja insulin. Menurut Given (2002) dalam Tombokan (2015), Arimbi dkk (2020) mengatakan bahwa tingkat kepatuhan berobat salah satunya dipengaruhi oleh motivasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan.
Perawat dapat terlibat untuk memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dalam upaya meningkatkan motivasi pasien diabetes melakukan kontrol kadar gula darah, terkontrol atau tidaknya kadar gula darah tubuh dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan kadar gula darah. Dalam upaya meningkatkan kesehatan pada masyarakat, komunitas, keluarga dan lain-lainnya sangat diperlukan pendidikan kesehatan dalam memberikan informasi-informasi, edukasi, pencegahan kesehatan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya.
## METODOLOGI
## Jenis Penelitian
Jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra eksperimental , dengan pendekatan one- group pra-post tes design.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus tipe 2 yang berobat di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 yang terdaftar Puskesmas Kayon pada tahun 2022 adalah 48 orang. Menggunakan teknik sampling yaitu Purposive Sampling serta menggunakan uji statistik Wilcoxon dengan alat pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner motivasi.
## Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya dan Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sd Desember 2022.
Tempat penelitian dilakukan di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 27 Juni 2022 sampai dengan 13 Juli 2022.
## Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 yang terdaftar Puskesmas Kayon pada tahun 2022 adalah 48 orang. Sedangkan sampel penelitian pasien diabetes mellitus tipe 2 yang berobat di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya yang berjumlah 42 orang.
## Metode Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini berupa analisis bivariate yaitu untuk melihat apakah ada untuk melihat pengaruh antara variabel independen pendidikan kesehatan dan variabel dependen motivasi mengontrol kadar gula
darah. Pada penelitian ini menggunakan uji statistik Wilcoxon.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## HASIL
Tabel 1. Karakteristik Berdasarkan Pre-Test Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya Juni 2022 Kategori Pre-Test Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Σ % Baik 4 10% Cukup 5 12% Kurang 33 79% Total 42 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang memiliki motivasi kurang sebanyak 33 responden (79%).
Tabel II. Karakteristik Berdasarkan
## Post-Test
Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya
Juni 2022
Kategori Post-Test Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Σ % Baik 34 81% Cukup 8 18% Kurang 0 0% Total 42 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang memiliki motivasi baik sebanyak 34 responden (81%).
Setelah itu dilakukan analisis untuk variabel pengaruh pendidikan dan motivasi mengontrol kadar gula darah dengan menggunakan uji statistic Wilcoxon . Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel III. Hasil Uji Wilcoxon Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya Juni 2022
Test Statistics a PERILAKU POST-PERILAKU PRE Z -5,626 b Asymp. Sig. (2- tailed) ,000
Berdasarkan hasil analisa uji statistik pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi mengontrol kadar gula pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya Juni 2022, menunjukkan hasil sig. (2- tailed ) dengan nilai p ( p value ) 0,00 dengan derajat kemaknaan p < 0,05, yang berarti H1 diterima sehingga terdapat pengaruh yang signifikan antara dua variabel yaitu variabel independen pendidikan kesehatan dengan variabel dependen motivasi mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
## PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui motivasi penderita diabetes mellitus tipe 2 sebelum diberikan pendidikan kesehatan mayoritas dalam kategori kurang sebanyak 33 responden (79%), kategori baik sebanyak 4 responden (10%) dan cukup sebanyak 5 responden (12%), diketahui responden yang memiliki motivasi mayoritas dalam kategori baik sebanyak 34 responden (81%), responden yang memiliki motivasi cukup sebanyak 8 responden (18%) dan tidak ada responden yang memiliki motivasi kurang. Berdasarkan hasil tabulasi pre test motivasi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 didapatkan responden pada diketahui motivasi penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan kategori baik 10%, cukup 12% dan kurang 79%, sedangkan pada post test tabel 4.2 diketahui motivasi penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan kategori baik 81%, cukup 18% dan kurang 0%.
Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Susanti (2018; 17) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri individu maupun lingkungan untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Motivasi juga terbagi dalam tiga bentuk menurut Nursalam (2015) dalam Susanti (2018; 18) yaitu, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan motivasi terdesak. Motivasi intrinsik merupakan hal yang bersumber dari dalam individu itu sendiri. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari luar individu atau dari lingkungan individu itu sendiri, seperti; motivasi eksternal dalam belajar yang dapat berupa penghargaan, pujian, hukuman yang diberikan oleh guru, teman atau keluarga. Kemudian motivasi terdesak merupakan motivasi yang berasal dari keadaan terjepit secara serentak dan menghentak dengan cepat. Dari bentuk-bentuk motivasi tersebut terdapat juga faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu pengaruh lingkungan dan sistem hubungan. Pengaruh lingkungan merupakan karaktersitik fisik lingkungan belajar, kertejangkauan dan ketersediaan sumber daya manusia dan materi, dan berbagai jenis reward perilaku dapat mempengaruhi tingkat motivasi seseorang.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara fakta dan teori dimana sebelum pemberian pendidikan kesehatan responden dominan memiliki motivasi yang kurang. Menurut peneliti hal ini karena ada faktor yang mempengaruhi motivasi responden seperti usia dan pendidikan. Dalam hal motivasi faktor usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang terkhusus pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang berusia 51-60 tahun, yang dimana pada usia tersebut terjadi penurunan fisik secara fisiologis mengalami penurunan indera penglihatan, pendengaran, serta penyakit penyerta lain pada diabetes mellitus tipe 2 yaitu terjadi peningkatan metabolisme yang bisa menimbulkan berbagai macam komplikasi yang terjadi salah satunya adalah komplikasi pada bagian indera penglihatan (mata) adalah kadar gula darah yang tidak normal membuat retina mata pada penderita menjadi rusak. Selain faktor usia tingkat pendidikan juga dapat
mempengaruhi seseorang dalam motivasi mengontrol kadar gula darah.
Menurut Notoatmodjo (2021) dalam Sinaga (2021; 2) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terhadap perilaku. Pendekatan pendidikan didasarkan pada asumsi tentang hubungan pengetahuan dan perilaku. Peningkatan pengetahuan akan mengubah sikap seseorang untuk mendorong perubahan perilaku. Sedangkan menurut Erwin Setyo (2012) dalam Sinaga (2021; 14) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri maupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara kesehatannya dan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan.
Teori pendidikan kesehatan ini berkaitan juga dengan bentuk-bentuk motivasi yang dinyatakan oleh Nursalam (2015) dalam Susanti (2018; 18) yaitu, motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar individu atau dari lingkungan individu itu sendiri, seperti; motivasi eksternal dalam belajar yang dapat berupa penghargaan, pujian, hukuman yang diberikan oleh guru, teman atau keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara fakta dan teori, dimana terjadi peningkatan motivasi setelah diberikan pendidikan kesehatan. Sehingga motivasi seseorang dapat dipengaruhi pendidikan dalam karaktersitik fisik lingkungan belajar, kertejangkauan dan ketersediaan sumber daya manusia dan materi, dan berbagai jenis reward perilaku dapat mempengaruhi tingkat motivasi seseorang. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan) sangat berpengaruh terhadap motivasi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dalam mengontrol kadar gula darah, kontrol gula darah sendiri adalah salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh klien diabetes
mellitus, dengan melakukan kontrol gula darah yang teratur dapat mencegah munculnya komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok maupun masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan merupakan pembelajaran yang terencana dan bersifat dinamis. Tujuan dari proses pembelajaran ini adalah untuk memodifikasi perilaku melalui peningkatan keterampilan, pengetahuan maupun perubahan sikap yang berkaitan dengan perbaikan pola hidup kearah yan Hasil ini juga didukung oleh peneliti sebelumnya yaitu Arimbi (2020) bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan kesehatan terhadap motivasi mengontrol kadar gula darah. Motivasi dari setiap individu berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki masing-masing pasien. Tingkat motivasi pasien yang rendah dapat dipengaruhi oleh pengetahuan yang rendah terutama tidak didapatkannya pendidikan kesehatan secara baik, sehingga kontrol gula darah pada pasien DM tipe II tidak dapat berjalan dengan baik (Arimbi, 2020).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara fakta dan teori, dimana terdapat perbedaan dari hasil pre-test dan post-test , didapatkan terjadi peningkatan motivasi responden karena adanya informasi yang diterima melalui pendidikan kesehatan. Bahwa tingkat pendidikan responden juga sangat mempengaruhi seseorang dalam memahami atau menerima informasi kesehatan yang lebih sehat.
## KESIMPULAN
Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan maka hasil penelitian terhadap 42 Sampel dalam Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di UPT Puskesmas Kayon Palangka Raya, pengumpulan data diambil pada tanggal 27 Juni - 13 Juli tahun 2022. Hasil analisa uji statistik menunjukkan hasil sig. (2- tailed )
dengan nilai p ( p value ) 0,00 dengan derajat kemaknaan p < 0,05, yang berarti H1 diterima sehingga terdapat pengaruh yang signifikan antara dua variabel yaitu variabel independen pendidikan kesehatan dengan variabel dependen motivasi.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sadar banyak hambatan dalam proses penyusunan penelitian ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh Karena itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, utamanya kepada yang terhormat: Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya ; Kepala UPT Puskesmas Kayon; Ketua STIKes Eka Harap; Serta seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
## REFERENSI
Alhogbi, B. G. 2017. Profil Kesehatan 2019 Dinkes Kota Palangka Raya. Journal of Chemical Information and Modeling . 53 (9):21–25. http://www.elsevier.com/locate/scp
Arimbi, D. S. D., Lita, L., & Indra, R. L. 2020. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Pasien Dm Tipe II. Jurnal Keperawatan Abdurrab .
4 (1):66–76. https://doi.org/10.36341/jka.v4i1.1244
Choirunnisa, L. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Melakukan Kontrol Rutin Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Surabaya. In Universitas Airlangga Surabaya .
GINA. 2020. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2015. (2015). PB PERKENI. Global Initiative for Asthma , 46. www.ginasthma.org .
Kalteng, D. K. P. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2019. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah , 09 , 1– 251. http://www.dinkes.kalteng.go.id/
Kosegeran, B.M., Ratag, G.A.E., Kumaat, L.T. 2017. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Penderita Diabetes Mellitus (DM) Di wilayah Kerja
Pukesmas Tinoor. Jurnal Keperawatan . 5(2):
November 2017.
Saputri, R. D. 2020. Komplikasi Sistemik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada . 11 (1): 230–236. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.254
Sasombo, A., Katuuk, mario E., & Bidjuni, H. 2021. Mario Esau Katuuk. Jurnal Keperawatan Indonesia . 9 (2): 54–62.
Sinaga, lia rosa veronika, Sianturi, E., Amir, M. N., Pelanjani, J. S., Ashriady, A., & Hardiaty, H.
2021. pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku . Yayasan Kita Menulis.
Siregar, M. H., Susanti, R., Indriawati, R., Panma, Y., Hanaruddin, D. Y., Adhiwijaya, A., Akbar, H., Agustiawan, Nugraha, D. P., & Renaldi, R. 2022. Metodologi Penelitian Kesehatan . Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Susanti, R. D. 2018. Hubungan Motivasi dan Health Locus Of Control dengan Kepatuhan Diet Penderita Diabetes Melitus (Vol. 53, Issue 9).
Tombokan, V., Rattu, A.J.M., Tilaar, Ch.R. 2015. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Pasien Diabetes Melitus pada Praktek Dokter Keluarga di Kota Tomohon. JIKMU . 5(2): 266.
|
b77a742b-0e59-41e0-b878-3c1370a2d30c | https://jurnal.umt.ac.id/index.php/jkft/article/download/3925/2118 |
## KARAKTERISTIK IBU HAMIL KEKURANGAN
ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS
## PAJANGAN BANTUL
Widyawati 1 , Sholaikhah Sulistyoningtyas 2 1,2 Universitas Aisyiyah Yogyakarta, [email protected]
## INFORMASI ARTIKEL: A B S T R A K
Riwayat Artikel:
Tanggal di Publikasi: Desember 2020 Kata kunci: Karakteristik ibu hamil
KEK
KEK merupakan kekurangan energi atau asupan nutrisi yang berlangsung lama. KEK sering terjadi pada ibu hamil, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul prevalensi ibu hamil KEK di Puskesmas Pajangan tahun 2016 sebesar 16,20 %, tahun 2017 sebesar 14,91 % dan tahun 2018 sebesar 13,42%.Dampak KEK pada ibu hamil yaitu anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, terkena penyakit infeksi serta menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.Dampak pada bayi yaitu berat badan lahir, angka kematian perinatal, keadaan kesehatan perinatal, dan pertumbuhan bayi setelah kelahiran.Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil kekurangan energi kronis di Puskesmas Pajangan tahun 2018.Metode penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Pajangan Kabupaten Bantul.Populasi adalah seluruh ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK) di Puskesmas Pajangan tahun 2018 sebanyak 84 orang.Sampel menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 84 orang. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar usia ibu hamil yang mengalami KEK adalah ibu yang berusia tidak beresiko sebanyak 74 orang (88%), paritas ibu hamil yang mengalami KEK adalah primigravida sebanyak 50 orang (59,5%), pendidikan ibu hamil yang mengalami KEK adalah ibu dengan pendidikan sedang sebanyak 55 orang (65,5%), ibu hamil yang mengalami KEK adalah ibu yang bekerja sebanyak 47 orang (56 %).Kesimpulan penelitian ini bahwa ibu hamil yang mengalami KEK adalah ibu yang berusia tidak beresiko, primigravida, pendidikan sedang dan ibu yang bekerja.Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi agar masyarakat lebih memperhatikan status gizi ibu dan meningkatkan asupan zat gizi pada ibu hamil.
PENDAHULUAN Indikator kesejahteraan suatu
bangsa salah satunya diukur dengan angka kematian ibu. Menurut Survei Angka Sensus (Supas) tahun 2015, angka kematian ibu di Indonesia sebesar
305 per 100.000 kelahiran hidup (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Lima penyebab utama kematian ibu antara lain perdarahan, infeksi, eklampsi, partus lama, dan komplikasi
abortus.
Sedangkan
penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain anemia, Kekurangan Energi Protein (KEP), dan Kekurangan Energi Kalori (KEK) (Ari Sulistyawati, 2012).
Di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 prevalensi ibu hamil yang mengalami KEK sebesar
17,3 %. Program Pemerintah di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) berusaha memantau status gizi ibu hamil dengan kunjungan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan, pengisian Kartu
Menuju Sehat (KMS) ibu hamil.
Pemerintah melakukan pemberian
makanan tambahan (MT) pada ibu hamil (Kemenkes, 2017). Data profil kesehatan provinsi DIY tahun 2017 menunjukkan
prevalensi ibu hamil yang menderita KEK di DIY tahun 2015 adalah 9,11% dan meningkat pada tahun 2016 yaitu sebesar 10,39 % dan kembali naik menjadi 10,70% pada tahun 2017. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aprianti (2017), karakteristik ibu hamil sebagian besar mempunyai usia antara 20-35 tahun sebanyak 88,9%,
berpendidikan lulus SMA yaitu sebanyak 66,7%, mempunyai riwayat multigravida sebanyak 55,6%, kehamilan pertama sebanyak 41,7%, dan tidak bekerja sebanyak 72,2%.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 369 tahun 2007 tentang standar profesi bidan mengenai intervensi ibu hamil dengan KEK, dapat dilakukan dengan cara melakukan rujukan ke petugas tenaga gizi serta berkolaborasi untuk membantu memonitoring serta mengevaluasi asupan pemberian makanan dan kenaikan berat badan.Upaya lainnya dalam menanggulangi masalah dan mencegah dampak dari kurang energi kronis pada ibu hamil yaitu mengusahakan agar ibu hamil memeriksakan kehamilan secara rutin sejak hamil muda untuk mendeteksi secara dini kejadian kurang energi kronis, dan penyuluhan tentang asupan nutrisi yang dibutuhkan ibu hamil (Tempali, 2017). Selain itu untuk mengatasi kekurangan gizi pada ibu hamil KEK pemerintah juga menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan (Ditjen
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Berdasarkan data dari DinKes Bantul tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi ibu hamil KEK sebesar 9,79 %, dengan prevalensi tertinggi di Puskesmas Dlingo II sebesar 24,49 % dan prevalensi terendah di Puskesmas Kretek sebesar 2,69 %. Sedangkan prevalensi bumil KEK di Puskesmas Pajangan yaitu tahun 2016 sebesar 16,20 %, tahun 2017 sebesar 14,91 % dan tahun 2018 sebesar 13,42%. Adapun target ibu hamil yang mengalami KEK yaitu 10% dari seluruh ibu hamil. Dari data prevalensi ibu hamil KEK di Puskesmas Pajangan pada periode tiga tahun terakhir menunjukkkan bahwa prevalensinya mengalami penurunan, namun masih berada diatas target yang diharapkan.Oleh sebab itu penelitian
tentang tentang Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) di Puskesmas Pajangan menjadi penting untuk dilakukan.
## METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Variabel yang digunakan adalah variabel tunggal yaitu karakteristik ibu hamil kekurangan energi kronik (KEK) yang meliputi umur, paritas, tingkat pendidikan dan
jenis pekerjaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK) di Puskesmas Pajangan tahun 2018 sebanyak 84 orang.Adapun
pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik total sampling, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 84 orang. Peneliti mengumpulkan data ibu hamil yang mengalami KEK dari buku register ibu hamil kemudian mengidentifikasi karakteristiknya dengan melihat catatan pada status ibu hamil di rekam medis.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil Kekurangan energi Kronik di Puskesmas Pajangan
Bantul
Berdasarkan tabel 1 dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa mayoritas umur ibu hamil yang mengalami KEK adalah ibu yang berumur tidak beresiko sebanyak 74
orang (88%).
## Tabel 2. Distribusi Frekuensi Paritas
Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik di Puskesmas Pajangan Bantul Yogyakarta tahun 2018
Berdasarkan tabel 2 dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa mayoritas paritas ibu hamil yang mengalami KEK adalah primigravida sebanyak 50 orang (59,5 %).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik di Puskesmas Pajangan Bantul Yogyakarta tahun 2018
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik di Puskesmas
Pajangan Bantul Yogyakarta tahun 2018
Berdasarkan table 4 dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa mayoritas ibu hamil yang mengalami KEK adalah ibu yang bekerja sebanyak 47 orang (56 %).
## 1. Karakteristik ibu hamil KEK berdasarkan umur ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil KEK di Puskesmas
Pajangan dengan umur tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 74 orang lebih banyak dari ibu hamil KEK dengan umur yang beresiko (<20 tahun>35 tahun) sebanyak 10 orang. Semakin muda dan semakin tua
umur seseorang ibu yang sedang hamil berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.Ibu hamil pada umur yang terlalu muda atau masih remaja cenderung memiliki berat badan kurang dari normal dan ibu akan mengalami penambahan berat badan yang kurang selama kehamilan.Sedangkan untuk umur tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal. Sehingga umur yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, dengan harapan gizi ibu hamil akan lebih baik (Siti Fitriani, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pajangan sejalan dengan hasil penelitian Sukmawati (2016) menunjukkan bahwa dari 42 ibu hamil KEK di Puskesmas Pembangunan, Kabupaten Garut sebanyak 22 responden (52.4%) berada di rentang usia yang tidak beresiko (20 tahun – 35 tahun), sedangkan ibu hamil KEK dengan usia beresiko sebanyak 22 orang (47,6%).
Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian oleh Siti Fitriani (2018) menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaratu
Kabupaten Tasikmalaya sebagian besar ada pada kategori umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 74,2%.
## 2. Karakteristik ibu hamil KEK berdasarkan paritas ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis terbanyak pada primigravida yaitu sebanyak 50 orang ( 59,5 %) , sedangkan pada
multigravida sebanyak 33 orang (39,3 %), dan grandemultigravida sebanyak 1 orang (1,2 %).Hal ini terjadi karena ibu hamil dengan primipara mempunyai risiko yang cukup tinggi mengalami KEK.Seorang ibu yang melahirkan multipara mempunyai risiko mengalami KEK pada kehamilan berikutnya, apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.Karena selama hamil zat - zat gizi bukan hanya dibutuhkan ibu saja melainkan untuk janin yang dikandungnya. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi (Prawirohardjo, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Fitriani (2018) menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya mayoritas pada kategori primipara yaitu sebanyak 84 orang
(86,6%), sedangkan sebagian kecil ada pada kategori paritas multipara sebanyak 13 orang (13,4%).
3. Karakteristik ibu hamil KEK
berdasarkan tingkat pendidikan ibu Pada penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis terbanyak yaitu ibu yang memiliki pendidikan sedang (SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat) sebanyak 55 orang (65,5 %) sedangkan dengan pendidikan rendah yaitu sebanyak 20 orang (23,8%) dan pendidikan tinggi sebanyak 9 orang (10,7%).Hal ini kemungkinan disebabkan karena kelompok ibu tingkat pendidikan rendah dan kelompok ibu tingkat pendidikan tinggi memiliki kemungkinan yang sama menderita KEK.Pengetahuan dan kemampuan seseorang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan.Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah baginya untuk menerima informasi (Siti Fitriani, 2018).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2011) menunjukkan bahwa ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) di Kecamatan Wonosalam,Kabupaten Demak sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SMA (tingkat pendidikan sedang) yaitu sebanyak 15 responden (50%).
Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Eka Aprianti (2017) menunjukkan bahwa ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) di Puskesmas Kasihan I, Bantul, Yogyakarta sebagian besar
berpendidikan lulus SMA yaitu sebanyak 66,7%.
Penelitian Siti Fitriani (2018) juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pajangan yaitu menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya sebagian besar tingkat pendidikan ada pada kategori menengah yaitu sebanyak 53 orang (54,6%).
## 4. Karakteristik ibu hamil KEK berdasarkan pekerjaan ibu
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi
Kronis terbanyak pada ibu bekerja yaitu 47 orang (56 %), sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 37 orang (44 %).Hal ini kemungkinan disebabkan karena setiap aktifitas memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang dilakukan, energi yang dibutuhkan juga semakin banyak.Namun pada seorang ibu hamil kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain untuk aktifitas/ kerja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada dikandungan ibu hamil tersebut.Ibu hamil yang harus melakukan pekerjaan fisik berat biasanya memiliki status gizi yang rendah apabila tidak diimbangi dengan asupan makanan dalam jumlah yang cukup dan bergizi (Fatonah, 2016). Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pajangan sejalan dengan hasil penelitian Sukmawati (2016) menunjukkan bahwa dari 42 ibu hamil KEK di Puskesmas Pembangunan, Kabupaten Garut
sebagian besar mempunyai pekerjaan yang berat yaitu sebanyak 29 responden (69,0%) dan hampir sebagian dari responden memiliki pekerjaan yang ringan yaitu sebanyak
13 orang (31.0%).
## KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat peneliti sampaikan adalah:
1. Karakteristik ibu hamil yang mengalami kekurangan Energi kronis dengan usia beresiko sebayak 10
orang (11,9%), sedangkan yang berusia tidak beresiko sebanyak 74 orang (88,1 %).
2. Karakteristik ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis primigravida sebanyak 50 orang (59,5 %) , multigravida sebanyak 33 orang (39,3 %), sedangkan grandemultigravida sebanyak 1 orang (1,2 %). 3. Karakteristik ibu hamil Kekurangan Energi Kronis dengan pendidikan rendah yaitu sebanyak 20 orang (23,8%), pendidikan sedang sebanyak 55 orang (65,5%) dan pendidikan tinggi sebanyak 9 orang (10,7%). 4. Karakteristik ibu hamil Kekurangan
Energi Kronis yang bekerja yaitu sebanyak 47 orang (56 %), sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 37orang (44 %). Saran yang dapat peneliti sampaikan adalah: 1. Masyarakat Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai bahan informasi dan agar masyarakat lebih memperhatikan status gizi ibu dan meningkatkan asupan zat gizi 2. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pajangan, Bantul
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi tentang status gizi ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) sehingga petugas kesehatan dapat meningkatkan program pemerintah untuk menurunan angka kejadian ibu hamil yang mengalami KEK.Dan disarankan agar KIA mempunyai data ibu hamil sesuai karakteristiknya,sehingga akan mempermudah dalam pengelompokan data serta mempermudah apabila akan dilakukan penelitian. 3. Mengambil Kebijakan di Puskesmas
Pajangan Puskesmas yang merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan dapat menentukan kebijakan sebagai upaya meningkatkan pencegahan terhadap masalah status gizi ibu hamil (tidak hanya pada masa kehamilan tetapi juga pada saat pra nikah).Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber data dalam perencanaan upaya kesehatan masyarakat terutama dalam perencanaan program gizi dan program KIA. 4. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan
penelitian pada status gizi ibu hamil dengan memasukan faktor-fakor lain yang berpengaruh terhadap kejadian KEK pada ibu hamil.
## DAFTAR PUSTAKA
Ari Sulistyawati. (2012). Asuhan Kebidanan pada Masa
Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.
Arsy Prawita. (2015). Survei Intervensi
Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm /article/viewFile/12492/5688 .
Depkes, R. (2015). PMT. Jakarta.
Dinas Kesehatan DIY. (2017). Profil
Kesehatan. Yogyakarta. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kemenkes. (2012). Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan bagi Balita Gizi
Kurang dan Ibu Hamil KEK. Jakarta. Eka Aprianti. (2017). GAMBARAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS. http://repository.unjaya.ac.id/id/ep rint/2347 .
Fatonah, M. (2016). Gizi dan Kesehatan untuk Ibu Hamil Kajian Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga.
Kemenkes. (2017). Juknis Pemberian Makanan Tambahan. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2019, Februari Jum'at). Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat . Retrieved Mei Senin, 2020, from Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat: http://www.kesmas.kemkes.go.id/ portal/konten/~rilis- berita/021517-di-rakesnas-2019_- dirjen-kesmas-paparkan-strategi- penurunan-aki-dan-neonatal
Kementrian Kesehatan RI. (2015).
Pedoman Teknis Pemantauan
Status Gizi. Jakarta.
(2018). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas. Jakarta.
Marmi. (2013). Gizi dalam Kesehatan
Reproduksi. yogyakarta: Pustaka Pelajar. Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia.
(2016). buku Acuan Midwifery
Update. Jakarta.
Prawirohardjo. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Gizi dan Makanan, Depkes RI. (2009). Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Indonesia. Gizi Indon 2009, 32(2):128-138 . Puspitasari. (2011). Gambaran Karakteristik Ibu Hamil yang Menderita KEK di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang Kedungmundu Raya No.22 50727, Semarang, Indonesia. Seksi Gizi Dinas Kesehatan DIY.
(2018). Peta Situasi Gizi DIY Tahun 2017. Yogyakarta.
|
d86a1569-78e8-4a15-a41d-4ecef9604ba8 | https://journal.yrpipku.com/index.php/msej/article/download/4160/2306 | The Effet Of Earning Per Share, Net Profit Margin, Current Ratio And Return On Equity On Stock Price In Basic Industrial Sector Manufacturing Company And Registered Chemicals On The Indonesian Stock Exchange
Pengaruh Earning Per Share, Net Profit Margin, Current Ratio Dan ROE Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021
Enda Noviayanti 1 , Keziah Livia Denise M. Manao 2* , Gysela Conelee 3 , Putri Wahyuni 4 Universitas l Prima Indonesia 1,2,3 STIE Eka Prasetya 4 [email protected] 1
* Corresponding Author
## ABSTRACT
This study aims to see the effect of the variables earnings per share, net profit margin, current ratio and return on equity on stock prices. The population of this study was obtained by 73 companies selected using purposive sampling through certain criteria as many as 33 companies. The type of data used in this research is quantitative data. Source of data in this research is secondary data. Data collection techniques were carried out through documentation techniques and data analysis using multiple linear analysis using the F test and t test at a significant level of 5% and the coefficient of determination. The results of the study partially show that earnings per share and current ratio have a significant positive effect on stock prices, net profit margin has a significant negative effect on stock prices, current ratio has no significant effect on stock prices. The results of the study simultaneously earning per share, net profit margin, current ratio and return on equity affect stock prices. Adjusted R square value of 0.364 or 36.4%, which means that earnings per share, net profit margin, current ratio and return on equity only explain variations in the stock price variable of 36.4% and the remaining 63.6% is influenced by other variables outside this research variable.
Keywords: Earning Per Share, Net Profit Margin, Current Ratio, Return On Equity, Stock Price
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel earning per share , net profit margin , current ratio dan return on equity terhadap harga saham. Populasi penelitian ini diperoleh 73 perusahaan yang terseleksi memakai purposive sampling melalui kriteria tertentu sebanyak 33 perusahaan. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah data kuantitatif. Sumber data pada penelitian ini ialah data sekunder. Teknik pengumpulan data dijalankan melalui teknik dokumentasi serta analisis data menggunakan analisis linear berganda dengan menggunakann uji F dan nuji t di level signifikan 5% dan koeisien determinasi. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa earning pershare dan current ratio berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham, net profit margin berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham, current ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian secara simultan earning per share, net profit margin , current ratio dan return on equity berpengaruh terhadap harga saham. Nilai Adjusted R square sebesar 0,364 atau sebesar 36,4% yang artinya bahwa earning pershare , net profit margin , current ratio dan return on equity hanya menjelaskan variasi variabel harga saham sebesar 36,4% dan sisanya 63,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel penelitian ini.
Kata Kunci : Earning Per Share, Net Profit Margin, Current Ratio , Return On Equity , Harga Saham
## 1. Pendahuluan
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba yang optimal selama menjalankan usahanya. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam jangka waktu tertentu dapat diukur dengan mengamati seberapa sukses perusahaan tersebut dan seberapa produktif
perusahaan tersebut dapat menggunakan sumber dayanya. Setiap perusahaan berusaha untuk pengembangan selama operasi bisnis. Karena tujuan pengembangan perusahaan adalah mengharapkan persaingan yang semakin ketat baik dari perusahaan kecil maupun besar.
Investor adalah agen pasar yang berperan dalam pasar modal, investor harus memiliki informasi mengenai dinamika harga saham agar dapat mengambil keputusan saham perusahaan mana yang layak dipilih dan dinilai dengan tepat saham tersebut. Valuasi saham yang tepat dapat mengurangi risiko sekaligus membantu investor mencapai keuntungan yang wajar mengingat berinvestasi di saham pasar modal merupakan investasi yang berisiko tinggi meskipun menjanjikan return yang relatif tinggi. Investor harus menganalisis profitabilitas perusahaan sebelum menginvestasikan sumber daya mereka.
Namun, harapan pelanggan perusahaan seringkali tidak sejalan dengan harapan manajemen yang mengawasi operasional perusahaan. Konflik muncul antara pemegang saham dan manajemen agensi. Konflik kepentingan ini disebut konflik kepentingan. Kepemilikan yang sama antara pengelola dan pemilik usaha dapat mengurangi konflik-konflik jabatan, sehingga pengelolaan pengurus berhasil. Insentif untuk meningkatkan dan meningkatkan nilai perusahaan dapat menurun Kondisi ekonomi perusahaan disebabkan oleh manajemen karyawan dan sumber daya keuangan yang buruk, sehingga mengurangi pendapatan.
Hal ini disebabkan adanya sengketa perdagangan antar negara. Industri dasar dan kimia merupakan salah satu sektor produk yang menurun dari perspektif perusahaan AMFG, yang aset lancarnya menghasilkan kenaikan 10,26% pada 2017-2018, namun penurunan 10,26% tidak diikuti oleh harga saham. . hingga 38,75. Jadi % mencabut keputusan bahwa ada masalah. Untuk perusahaan CPIN yang mengalami peningkatan laba sebesar 12,17% pada tahun 2016-2017 dan sebelumnya, harga sahamnya turun sebesar 2,91% yang berarti perusahaan ini sedang bermasalah.
Pada 2017-2018, volume penjualan AMFG meningkat 14,34% dan harga sahamnya turun 38,75%, menandakan ada masalah. Di JPFA, ketika total utang meningkat 14,32% pada 2016-2017, sebelumnya harga saham turun 10,65% setelah empat isu terungkap.
Laba per saham mengacu pada keuntungan yang diperoleh pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimilikinya. Perusahaan dengan laba per saham yang lebih tinggi menunjukkan keuntungan yang lebih tinggi dan sebaliknya. Biaya modal yang lebih rendah juga berarti pertumbuhan yang lebih rendah, mengurangi minat investor terhadap harga aset. Artinya, semakin tinggi PER, semakin tinggi nilai pasar yang diperbolehkan dari setiap saham.
Jika margin keuntungan menurun, maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dapat dianggap relatif rendah, dan kemampuan perusahaan untuk mengurangi biaya dapat dianggap negatif. Alhasil, harga saham perusahaan turun.
Rasio lancar yang rendah menyebabkan harga saham turun, dan rasio lancar yang tinggi tidak diperlukan karena, dalam keadaan tertentu, ini mengindikasikan terlalu banyak volatilitas (underperformance) perusahaan, yang terakhir mengurangi pendapatan perusahaan. Jika investor melihat bahwa perusahaan sangat likuid, maka harga saham akan turun, yang berarti ada aset yang tidak digunakan oleh perusahaan, dan jika aset tersebut tidak digunakan, berarti menambah beban perusahaan. mo. perusahaan. biaya perawatan. dan penyimpanan bahan. membayar untuk melanjutkan.
Cashback adalah aspek lain yang harus dipertimbangkan investor. ROE yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan potensi pendapatannya di masa depan, sehingga menarik investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Meningkatnya minat investor meningkatkan permintaan saham perusahaan sehingga menyebabkan harga saham naik.
Berdasarkan beberapa data sebelumnya, maka peneliti akan meneliti lebih lanjut tentang “Pengaruh Earning Per Share , Net Profit Margin, Current ratio dan ROE Terhadap
Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2019-2021”.
## 2. Tinjauan Pustaka
## Pengaruh Earning Per Share Terhadap Harga Saham
Menurut Almira dan Wiagustini 2020, laba per saham (EPS) perseroan didasarkan pada jumlah modal yang dibagikan kepada pemegang saham. Peningkatan EPS menyebabkan peningkatan permintaan saham, yang mengarah ke harga yang lebih tinggi.
Menurut Asniwati (2019), investor biasanya ingin mendapatkan return yang tinggi, sehingga ingin mendapatkan keuntungan dalam saham yang besar. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi harga saham. Kenaikan harga saham berkaitan dengan earning per share (EPS), sehingga rasio EPS yang lebih tinggi berarti perusahaan dapat meningkatkan jumlah investornya. uang.
Menurut Natasha Salamona Dewi, Agus Endro Suwarno (2022), mendapatkan lebih banyak pendapatan dalam satu investasi meningkatkan nilai akun perusahaan dan dianggap bermanfaat bagi orang yang menabung. EPS yang rendah mengurangi kepercayaan investor terhadap perusahaan dan membuat investor kurang tertarik untuk berinvestasi di pasar modal. Dengan kata lain, peningkatan EPS menunjukkan bahwa perusahaan dapat memberikan pendapatan yang lebih besar. Dengan meningkatnya laba per saham, harga saham perusahaan juga akan meningkat, yang akan mempengaruhi keuntungan bagi pemegang saham.
## Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Harga saham
Menurut Anisah Dwi Novyanti (2021), Semakin tinggi efektivitas NPM maka semakin baik kinerja perusahaan dan dengan demikian kepercayaan investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.
Menurut Oliver Hasan dkk. (2020), seharusnya perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang tinggi karena investor sangat memperhatikan tingkat keuntungan perusahaan. Penggerak utama evaluasi investasi adalah pendapatan dari investor, karena pengusaha percaya bahwa semakin banyak keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan, semakin tinggi investasinya. penghasilan pengusaha tersebut. Selain investor, keuntungan juga harus dicapai untuk meningkatkan biaya operasi perusahaan, membentuk struktur utama, dan mengukur kinerja perusahaan. Memperkirakan dampak rasio NPM terhadap laba.
Menurut Vina Tiara Safitri Hari Sulistiyo (2021), tingkat penjualan pada suatu perusahaan tidak menunjukkan kualitas kinerja bisnis, karena walaupun perusahaan mencapai tingkat penjualan tetapi tidak dapat menurunkan nilai perusahaan maka akan memiliki efek negatif pada perusahaan di atas. Di Sini, harga jual yang lebih tinggi maka pengeluaran yang lebih tinggi mengakibatkan keuntungan yang lebih rendah, dan pengusaha diharapkan menarik modalnya karena informasi yang tersedia. dari investasi yang bermanfaat bagi investor di luar kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.
## Pengaruh Current Ratio Terhadap Harga Saham
Menurut Evi Nurhandayani (2022), nilai CR yang sangat tinggi tidak baik karena menunjukkan banyak aset perusahaan yang tidak berguna, yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan, bahkan atau menurunkan CR, menyebabkan pengembalian laba perusahaan produk menjadi berkurang dengan biaya.
Menurut Priantono et al (2018), jika suatu perusahaan memenuhi kebutuhannya dalam waktu singkat dapat menarik investor untuk berinvestasi dan juga dapat mempengaruhi keseimbangan perusahaan.
Menurut Intan Dwi Yuniarti (2022), rasio lancar yang sangat tinggi mengindikasikan pengelolaan keuangan yang buruk karena perusahaan tidak menggunakan kelebihan asetnya untuk membayar dividen, hutang jangka pendek dan investasi lainnya. Ini mungkin menunjukkan bahwa perusahaan tidak berurusan dengan manajemen keuangan dan investasi. Karena situasi ini, investor kurang mau membeli saham perusahaan, dan permintaan saham akan berkurang. Hal ini menyebabkan harga saham perusahaan jatuh di pasar saham.
## Pengaruh Return On Equity Terhadap Harga Saham
Menurut Rahmadewi dan Abundanti (2018), ROE yang tinggi dapat mendorong investor untuk berinvestasi di suatu perusahaan. karena perusahaan ini memiliki keahlian yang diperlukan dan harga sahamnya meningkat.
Menurut Almira dan Wiagustini (2020), laba merupakan metrik perusahaan untuk mengukur kinerja para pemegang sahamnya, laba mencerminkan jumlah laba yang ditahan oleh perusahaan dan dibayarkan kepada para pemegang sahamnya. ROE yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan dapat menghasilkan keuntungan dari dana yang dimilikinya. Selain itu, peningkatan ROE juga meningkatkan harga jual perusahaan yang berdampak pada harga saham yang kemudian meningkatkan harga saham.
Menurut Intan Dwi Yuniarti (2022), laba mencerminkan fokus manajemen untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham, semakin tinggi harga saham maka semakin dapat memberikan pendapatan yang lebih banyak kepada pemegang saham. Sebaliknya, semakin rendah pendapatan dalam aset, maka akan semakin buruk, karena tidak dapat memberikan pendapatan yang tinggi kepada pemegang saham.
## Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen H 1 H 2 H 3 H 4
## H 5
Gambar 1. Kerangka Konseptual Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : H 1 : Secara z z parsial z earning z per z share z berpengaruh z terhadap z Harga z Saham z Pada Perusahaan z Manufaktur z z Sektor z Industri z Dasar z Dan z Kimia z Yang z Terdaftar z Di Bursa z Efek z Indonesia z Tahun z 2019-2021. H 2 : Secara z z parsial z net z profit z margin z berpengaruh z terhadap z Harga z Saham z Pada Perusahaan z Manufaktur z z Sektor z Industri z Dasar z Dan z Kimia z Yang z Terdaftar z Di Bursa z Efek z Indonesia z Tahun z 2019-2021.
Earning Per Share (X 1 )
Harga Saham
(Y)
Net Profit Margin
(X 2 )
## Current Ratio
(X 3 )
Return On Equity (X 4 )
H 3 : Secara z z parsial z current z ratio z berpengaruh z terhadap z Harga z Saham z Pada
Perusahaan z Manufaktur z z Sektor z Industri z Dasar z Dan z Kimia z Yang z Terdaftar z Di Bursa z Efek z Indonesia z Tahun z 2019-2021. H 4 : Secara z z parsial z return z on z equity z berpengaruh z terhadap z Harga z Saham z Pada Perusahaan z Manufaktur z z Sektor z Industri z Dasar z Dan z Kimia z Yang z Terdaftar z Di Bursa z Efek z Indonesia z Tahun z 2019-2021. H 5 : Secara z z simultan z earning z per z share, net z profit z margin, z current z ratio dan z return on equity z berpengaruh z terhadap z Harga z Saham z Pada Perusahaan z Manufaktur z z Sektor Industri z Dasar z Dan z Kimia z Yang z Terdaftar z Di z Bursa z Efek z Indonesia z Tahun z 2019- 2021.
3. Metode Penelitian Pendekatan o Penelitian Metode x x penelitian x yang x digunakan x dalam x penelitian x adalah x metode kuantitatif. Metode komparatif x Sugiyono (2020:16) yaitu x metode x penelitian x yang didasarkan pada filosofi positivisme, x digunakan untuk mempelajari x populasi dari x sampel tertentu x , pengumpulan x informasi melalui alat x penelitian, analisis banyak fakta x atau angka. dan tujuan penilaian menciptakan ide.
Jenis Penelitian Jenis x x penelitian x ini x adalah x metode x penelitian deskriptif. Menurut x x Sugiyono (2020:64) adalah x x penelitian x yang x dilakukan x untuk x mengetahui ada tidaknya x variabel bebas x , atau satu atau lebih (variabel otonom) x tanpa membandingkan antara x variabel x itu sendiri x dan mencari hubungan dengan spesies lain.
Populasi Dan Sampel Populasi o Populasi i o penelitian i ini i yaitu i 73 i Perusahaan o Pada o Perusahaan o Manufaktur Sektor Industri dasar Dan Kimia o Yang o Terdaftar o Di o Bursa o Efek o Indonesia o Tahun o 2019- 2021.
Sampel Penetapan x x sampel x oleh x penelitian x ini x dilaksanakan x melalui x cara x purposive sampling x , x ialah, x teknik x pengambillan x sampel x melalui suatu x kriteria. x Pada penelitian x saat ini, x adapun kriteria x yang x ditentukan ialah x :
1. Perusahaan o Manufaktur Sektor Industri Dan Kimia yang i sudah i terdaftarkan i di i BEI Tahun i 2019- i 2021.
2. Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dan Kimia i yang i telah menerbitkan laporan keuangannya i Tahun i 2019-2021.
3. Perusahaan o Manufaktur Sektor Industri Dasar Dan Kimia i yang memperoleh i laba i Tahun 2019-2021.
Tabel i Sampel dapat i dilihat i sebagai i berikut i :
Tabel 1. Sampel Penelitian No Kriteria o o Jumlah 1. Perusahaan o o Manufaktur o Sektor Industri Dan Kimia Tahun 2019- 2021. 73 2. Perusahaan o o Manufaktur o Sektor Industri Dan Kimia yang tidaklah i imenerbitkan laporan i i keuangannya Tahun i 2019-2021. i (13) 3. Perusahaan o Manufaktur o Manufaktur o Sektor Industri Dan Kimia (27)
mengalami i i kerugian Tahun i i 2019-2021. Jumlah Sampel Perusahaan 33 Total Sampel (3 x33) 99 Sumber : www.idx.co.id (data diolah) Sampel x x yang x dipergunakan x di penelitian x x ini x ialah x sejumlah x 33 x sampel dalam waktu x tiga x x tahun dan x total x sampel x pengamatan x sejumlah x 99 x sampel x x perusahaan dalam Perusahaan Manufaktur x x Sektor x Industri x Dan x Kimia x Yang Terdaftar x x Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2019-2021.
Teknik f Pengumpulan f f data
Metode pengumpulan data dalam x penelitian x ini x adalah data dokumen. Menurut x Sugiyono (2020:225). Dokumen x adalah rekaman peristiwa masa lalu. Catatan dapat berupa teks pribadi, gambar, atau karya besar. Analisis data merupakan x x pelengkap penggunaan metode observasi dan wawancara x dalam studi banding.
Jenis f f dan f Sumber f Data
Sistem data dilaksanakan dengan mengumpulkan data sekunder dari laporan keuangan tahunan Pada f Perusahaan f Manufaktur o Sektor Industri dasar Dan Kimia f Yang Terdaftar f Di f Bursa Efek fIndonesia f Tahun f 2016-2021.
Teknik f f Analisis f Data Model f f Penelitian Penelitian x ini x x menggunakan x analisis x regresi x linier x berganda. Ghozali (2016: 8) mengusulkan beberapa model linier untuk x x mengukur x pengaruh x dari satu atau lebih variabel x dependen. Penelitian x ini x x bertujuan x untuk x mengetahui x pengaruh x variabel dependen ( Earnings x x per share , x Net x Profit Margin , x Current Ratio x dan x Return on Equity ) terhadap variabel dependen (Harga Saham). Contoh model regresi linier yang digunakan adalah:
Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4+ e Keterangan : Y f : f Harga i i Saham f a f : f Konstanta b 1,2,3,4 : besaran koefisien regresi X X 1 : i Earning PerShare X 2 : Net Profit Margin
X 3 : Current Ratio
X 4
: Return On Equity
e : standar error (α=5%)
Uji f f Asumsi f Klasik
Uji x x statistik x yang x dilakukan x meliputi x uji x normalitas, x uji x multikolinearitas, uji x autokorelasi, x dan x uji x heteroskedastisitas. Pengujian x statistik dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.
## Uji Normalitas
Ghozali (2016: 154) menunjukkan bahwa uji ini bertujuan untuk mengukur apakah pada proses postmortem, varians di antara distribusi normal. Ada dua cara untuk menentukan apakah suatu distribusi normal atau tidak, yaitu melalui analisis grafis atau uji statistik.
## Uji Multikolonieritas
Ghozali (2016) mengemukakan bahwa pengujian ini bertujuan x x untuk mengukur apakah x model x regresi memiliki hubungan x antar x variabel x independen. Metode x yang digunakan untuk x mendeteksi x multikolinearitas memiliki x nilai x tolerance > 0,10 dan signifikansi perbedaan (VIF) < 10 yang berarti tidak terdeteksi multikolinearitas.
Uji Autokorelasi
Ghozali (2016) menyatakan bahwa x pengujian x ini x bertujuan x untuk mengukur apakah x dalam proses recovery terdapat hubungan x antara x residual x error x pada waktu x x t dengan residual x error x pada x waktu x T-1. Untuk x x mengetahui x ada x tidaknya autokorelasi x x dapat dilakukan x uji x Durbin-Waston x (uji DW) dimana tidak ada korelasi Durbin-Watson positif atau negatif jika du < d < 4 - dl.
Uji x x Heteroskedastisitas
Ghozali (2016) menyatakan bahwa pengujian ini dirancang untuk mengukur apakah model gempa memiliki pengalaman yang berbeda atau perbedaan perbedaan residual satu sama lain. Metode yang digunakan adalah sampling dan analisis data.
## Uji Hipotesis
Koefisien f f Determinasi
Ghozali (2016:95) Ini tentang mengukur kemampuan model untuk menggunakan variabel x dependen x . Nilai x x koefisien x determinasi x antara x nol x dan 1. Nilai x x R2 x yang kecil berarti kemampuan x menjelaskan x variabel x bebas x menjelaskan x variabel terikat.
Pengujian f f Hipotesis f Secara f Simultan ( f Uji F)
Ghozali (2016:96) Uji untuk mengetahui apakah ada pengaruh baik variabel independen maupun variabel dependen. Atau lihat apakah pembaruan model kita baik/signifikan atau buruk/tidak signifikan.
i Jika i F hitung i < i F tabel i , i maka H 0 i diterima i dan i Ha ditolak i , i pada i α i = 0 i , i 05 i F hitung i >F tabel i , i maka i H 0 i ditolak dan i Ha i diterima i , i pada i α = i 0 i , i 05
Pengujian f Hipotesis f Secara f Parsial ( f Uji t) Ghozali ( f 2016:97) Uji x x statistik (parsial) x menunjukkan x seberapa besar x pengaruh variabel x x penjelas atau x x independen menjelaskan variabel dependen. Cara x x lain x untuk melakukan x x uji-t (kelompok) x adalah x dengan membandingkan x nilai gambar dan x tabel-t.
## 4. Hasil Dan Pembahasan
Statistik Deskriptif Tabel 2. Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation EPS 99 ,00030 5778,86251 367,5055149 1093,98162305 NPM 99 ,00327 ,33861 ,0784744 ,06609472 CR 99 ,70409 13,04157 3,1332236 2,63957895 ROE 99 ,00064 ,26151 ,0754991 ,05856974 HargaSaham 99 97,00000 83625,00000 4416,2828283 10859,64916094 Valid N (listwise) 99 Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2023
Variabel x x EPS x memiliki x nilai x minimum x sebesar x 0,00030 x dimana x nilai minimum x dan nilai x maksimum x sebesar x 5778,86251 x dengan x nilai x nilai x rata-rata yang x x dimiliki adalah sebesar x 366,2610705 x dan x nilai x standart x deviasi x sebesar 1094,33238103 x . Variabel x x NPM memiliki x nilai x minimum x sebesar x 0,00327 x dan x nilai x maksimum x sebesar 0,33861 x dengan nilai x rata-rata x sebesar x 0,784744 x dan nilai x x standart x deviasi x sebesar 0,6609472.
Variabel x x CR x memiliki x nilai x minimum x sebesar x 0,70409 x dan x nilai x maksimum x sebesar 13,04157 x dengan x nilai x rata-rata x sebesar x 3,1332236 x dan nilai x x standart x deviasi x sebesar 2,63957895. Variabel x x ROE x memiliki x nilai x minimum x sebesar x 0,00064 x dan x nilai x maksimum sebesar x 0,26151 x dengan x nilai x rata-rata x sebesar x 0,754991 x dan nilai x x standart x deviasi sebesar x 0,5856974. Variabel x x harga x saham x x memiliki x nilai x minimum x sebesar x 97 x dan x nilai maksimum x sebesar x 83,625 x dengan x nilai x rata-rata x sebesar x 4416,2828283 x dan nilai x x standart deviasi x sebesar x 10859,64916094.
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas
Dalam penelitian tersebut, informasi tersebut tidak sesuai dengan akal sehat karena nilai terbesar yang ditemukan adalah 0,000 < 0,5, sehingga data yang dipilih harus diperbaiki dengan penyesuaian LN. Survei ini berisi hasil tes tipikal yang ditunjukkan di bawah ini:
Gambar 2. Uji Grafik Histogram
Grafik x x histogram x diatas x dapat dijelaskan x bahwa x grafik x ini x memiliki x pola yang x baik dimana x grafik x kurva berbentukx xsimetris (U), dari x x penjelasan x diatas x disimpulkan bahwa x data ini x berdistribusi x normal.
## Gambar 3. UjiNormalitas P-P Plot
Menurut Gambar 2 di atas, titik-titik atau simbol berada pada garis lurus diagonal antara nol dan antara sumbu Ydan sumbu X dan datanya tersebar.
Tabel 3. Uji Statistik Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N 99 Normal Parameters a,b Mean ,0000000 Std. Deviation 1,35878708 Most Extreme Differences Absolute ,074 Positive ,074 Negative -,039 Kolmogorov-Smirnov Z ,739 Asymp. Sig. (2-tailed) ,645 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. S umber x : x Hasil x Pengolahan x Data, x 2023 Dari x x Tabel 2 diatas terlihat bahwa ukuran sampel sudah x x memiliki x nilai x residual yang berdistribusi x normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan lebih besar dari 0,05 yaitu 0,645. Dapat x disimpulkan x bahwa data x berdistribusi normal x .
Uji Multikolonieritas
Uji x multikolinieritas x ini x digunakan x untuk x melihat x nilai dari VIF dan tolerance yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Uji Multikolonieritas Coefficients a Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Ln_EPS ,570 1,754 Ln_NPM ,454 2,204 Ln_CR ,690 1,450 Ln_ROE ,700 1,429 a. Dependent Variable: Ln_HargaSaham Sumber x : x Hasil x Pengolahan x Data, x 2023 Variabel pencapaian laba x x per x saham, NPM x , current ratio x dan ROE x meliputi toleransi lebih besar dari 0,1 dan VIF lebih kecilx dari 10 yang berkisar dari tidak ada heterogenitas data hingga data dianggap normal.
## Uji Autokorelasi
Tabel 5. Uji Autokorelasi Model Summary b Model Durbin- Watson 1 1,818 b. Dependent Variable: Ln_HargaSaham Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2023
Untuk menentukan teori yang benar, Anda dapat menggunakan tes watson untuk menentukan ini, atau, dl<dw<4-du, di mana k = 4 didasarkan pada variabel dan 99 adalah sampel kecil. dengan dl 1.5897, dw dengan 1.818, dengan 1.7575 atau 4-1.7575 dengan 2.2425, 1.5897 < 1.818 < 2.2425, dan data paling distribusi normal.
## Uji Heterokedastisitas
Untuk membaca ini Anda dapat melihat dua cara untuk meningkatkan atau memahami grafik heteroskedastisitas dan campuran di sini dengan beberapa analisis dispersi dan statistik termasuk Glejser Anda dapat melihat sebagai berikut :
Gambar 4 . Grafik Scatterplot Sumber :Hasil Pengolahan Data, 2023
Didapatkan distribusi istilah per huruf di atas rata-rata menggunakan sampel acak, mengartikulasikan heteroskedastisitas dengan analisis scatterplot dari distribusi normal.
Tabel 6. Uji Glejser Coefficients a Model t Sig. 1 (Constant) 1,911 ,059 Ln_EPS 1,051 ,296 Ln_NPM -,560 ,577 Ln_CR 1,436 ,154 Ln_ROE 1,564 ,121 a. Dependent Variable: ABS
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2023
Uji glejser diatas menyatakan bahwa nilai variabel struktur aktiva, profitabilitas, likuiditas dan ukuran perusahaan memiliki nilai signifikan > 0,05 yang artinya bahwa dalam uji ini menyatakan data telah berdistribusi normal dan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Hasil Analisis Data Penelitian Analisis Linear Berganda Tabel 7. Analisis x Regresi x Linear x Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) 4,840 ,912 Ln_EPS ,124 ,062 ,262 Ln_NPM -,546 ,226 -,350 Ln_CR ,727 ,236 ,363 Ln_ROE ,064 ,155 ,048
a. Dependent Variable: Ln_HargaSaham Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2023
Persamaan regresi linear berganda dalam penelitian ini berdasarkan Tabel III.6 adalah : Y_Harga Saham = 4,840 + 0,124 EPS - 0,546 NPM + 0,727 CR + 0,064 ROE Makna dari persamaan regresi linear berganda adalah 1. Nilai default sebesar 4.840 adalah EPS x , NPM x , CR x dan ROE x dianggap nol, maka (Y) harga x saham x pada x perusahaan xPerusahaan x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan Kimia x Yang x Terdaftar Di x Bursa x Efek x Indonesia x Periode 2019-2021 adalah sebesar
4,840.
2. Nilai x satuan x regresi x earning x pershare x sebesar x 0,124 x menyatakan x bahwa x setiap kenaikan x earning per x share x 1%, x harga x saham x (Y) x akan x mengalami kenaikan x sebesar 0,124 x satuan.
3. Nilai x satuan x regresi x net x profit margin x sebesar x -0,546 x menyatakan x bahwa x setiap penurunan x net x profit margin x 1%, x harga x saham x (Y) x akan x mengalami penurunan x sebesar x -0,546 x satuan.
4. Nilai x satuan x regresi x current x ratio x x sebesar x 0,727 x menyatakan x bahwa x setiap kenaikan x current x ratio x x 1%, x harga x saham x (Y) x akan x mengalami kenaikan x x sebesar 0,727 x satuan.
5. Nilai x satuan x regresi x return on x equity x x sebesar x 0,064 x menyatakan x bahwa x setiap kenaikan x return on x equity x x 1%, x harga x saham x (Y) x akan x mengalami kenaikan x sebesar 0,064 x satuan.
## Koefisien Determinasi
Tabel 8. Koefisien Determinasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,319 a ,402 ,364 1,38740 a. Predictors: (Constant), Ln_ROE, Ln_CR, Ln_EPS, Ln_NPM b. Dependent Variable: Ln_HargaSaham Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2023
Dari x x data Tabel 7 x diatas, x nilai x adjust x R x square x sebesar x 0,364 atau x 36,4%. Hal x x ini berarti x 36,4% x pada x variabel bebas x x yang x terdiri dari x earning per x share , net profit x x margin , current ratio x dan x return on equity x berpengaruh x terhadap x harga saham. Sedangkan x sisanya 63,6% dipengaruhi variabel x lain x yang x tidak x termasuk x dalam penelitian x ini.
Pengujian x x Hipotesis x Secara x Simultan ( x Uji F) Tabel 9. Hasil x Uji x Hipotesis x Secara x Simultan ANOVA a Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 20,535 4 5,134 2,667 ,037 b Residual 180,938 94 1,925 Total 201,472 98 a. Dependent Variable: Ln_HargaSaham b. Predictors: (Constant), Ln_ROE, Ln_CR, Ln_EPS, Ln_NPM Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2023
Pada percobaan ini diperoleh Fhitung 6,658 dan F tabel 2,47 yang berarti F hitung > Ftabel 2,667 > 2,47 dengan tingkat signifikansi 0,037 < 0,05 maka H0 ditolak tetapi Ha diterima, sehingga disimpulkan bahwa ada x x pengaruh x earning x per x share, x net x profit x margin, currentx x ratio dan return on x equity terhadap x harga x saham yang signifikan x Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar x Di Bursa x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Tabel 10. Hasil x Uji x Hipotesis x Secara x Parsial Coefficients a Model t Sig. 1 (Constant) 5,308 ,000 Ln_EPS 2,021 ,046 Ln_NPM -2,414 ,018 Ln_CR 3,083 ,003 Ln_ROE ,411 ,682 a. Dependent Variable: Ln_HargaSaham Sumber x : x Hasil x Pengolahan x Data, x 2023 Dari hasil uji t tabel di atas menyatakan bahwa 1. Nilai x x signifikansi x dari x variabel earning x per x share x sebesar x x 0,046<0,05, x sehingga H1 diterima. Hasil x x ini x menunjukkan x bahwa earning x per x share x berpengaruh x x terhadap harga x saham Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar x Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
2. Nilai x x signifikansi x dari x variabel net x profit margin x sebesar x x 0,018<0,05, x sehingga x H2 diterima. Hasil x x ini x menunjukkan x bahwa net x profit margin x berpengaruh x x terhadap harga x saham Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar x Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
3. Nilai x x signifikansi x dari x variabel current x ratio x sebesar x x 0,003<0,05, x sehingga x H2 diterima. Hasil x x ini x menunjukkan x bahwa current x ratio x berpengaruh x x terhadap x harga saham Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
4. Nilai x x signifikansi x dari x variabel returnt x on equity x sebesar x x 0,003<0,05, x sehingga x H2 diterima. Hasil x x ini x menunjukkan x bahwa returnt x on equity x berpengaruh x x terhadap harga x saham Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar x Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh Earning Per Share Terhadap Harga Saham Earning x x pershare x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara x parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021. Penelitian x x ini x sejalan x dengan x penelitian x yang x dilakukan x oleh x Azkafiras, dkk(2021) yang x menyatakan x bahwa x earning x per x share (EPS) x mempunyai x pengaruh terhadap x harga saham pada x perusahaan x sektor x pertambangan x yang go-publick di Bursa x Efek x Indonesia periode x 2016-2020.
Menurut Asniwati (2019), investor biasanya ingin mendapatkan return yang tinggi, sehingga ingin mendapatkan keuntungan dalam saham yang besar. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi harga saham. Kenaikan harga saham berkaitan dengan earning per share (EPS), sehingga rasio EPS yang lebih tinggi berarti perusahaan dapat meningkatkan jumlah investornya. uang.
Pengaruh x x Net x Profit x Margin x Terhadap x Harga x Saham Net x x profit margin x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara x parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021. Penelitian x x ini x sejalan x dengan penelitian yang x dilakukan x oleh x Popy x Ambarwati, dkk (2019) x x yang x menyatakan x bahwa x net x profit margin (EPS) x berpengaruh x negatif dan x signifikan x terhadap x harga x saham x pada x PT x Bank Central Asia Tbk.
Menurut Oliver Hasan dkk. (2020), seharusnya perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang tinggi karena investor sangat memperhatikan tingkat keuntungan perusahaan. Penggerak utama evaluasi investasi adalah pendapatan dari investor, karena pengusaha percaya bahwa semakin banyak keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan, semakin tinggi investasinya. penghasilan pengusaha tersebut. Selain investor, keuntungan juga harus dicapai untuk meningkatkan biaya operasi perusahaan, membentuk struktur utama, dan mengukur kinerja perusahaan. Memperkirakan dampak rasio NPM terhadap laba.
Pengaruh Current Ratio x Terhadap x Harga x Saham Current x x ratio x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara x parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar Di Bursa x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021. Penelitian x x ini x sejalan x dengan x penelitian x yang x dilakukan x oleh x x Khairiyahtul dan Soedjatmiko x x (2020) x yang x menyatakan x bahwa x current x ratio x berpengaruh x signifikan terhadap x harga x saham x pada x perusahaan x kosmetik x dan x peralatan x rumah x tangga. Menurut Evi Nurhandayani (2022), nilai CR yang sangat tinggi tidak baik karena menunjukkan banyak aset perusahaan yang tidak berguna, yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan, bahkan atau menurunkan CR, menyebabkan pengembalian laba perusahaan produk menjadi berkurang dengan biaya.
Pengaruh x Return x On x Equity x Terhadap x Harga x Saham Return x x on equity tidak x x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara x parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021. Penelitian x x ini x sejalan x dengan x penelitian x yang x dilakukan x oleh x x Gerald x Edsel, dkk(2017) yang x menyatakan x bahwa x Return x on x equity x tidak x memiliki x pengaruh terhadapx harga x saham.
Laba merupakan metrik perusahaan untuk mengukur kinerja para pemegang sahamnya, laba mencerminkan jumlah laba yang ditahan oleh perusahaan dan dibayarkan kepada para pemegang sahamnya. ROE yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan dapat menghasilkan keuntungan dari dana yang dimilikinya. Selain itu, peningkatan ROE juga meningkatkan harga jual perusahaan yang berdampak pada harga saham yang kemudian meningkatkan harga saham.
Pengaruh, x x Earning x Per x Share, x x Net x Profit x Margin , x Current x Ratio dan Return x On Equity Terhadap x Harga x Saham
Pada percobaan ini diperoleh Fhitung 6,658 dan F tabel 2,47 yang berarti F hitung > Ftabel 2,667 > 2,47 dengan tingkat signifikansi 0,037 < 0,05 maka H0 ditolak tetapi Ha diterima, sehingga disimpulkan bahwa ada x x pengaruh x earning x per x share, x net x profit x margin, currentx x ratio dan return on x equity terhadap x harga x saham yang signifikan x Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar x Di Bursa x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
Penelitian x x ini x sejalan x dengan x penelitian x yang x dilakukan oleh r Natasha r dan Agus (2022) r Hasil r penelitian r ini r menunjukkan r bahwa r variabel r NPM, r Earning r Per r Share , Current ratio dan r r Return On Equity r berpengaruh r terhadap r harga r saham.
5. Penutup
Kesimpulan Adapun f kesimpulan f dari f penelitian f ini f adalah f dapat f dilihat f sebagai f berikut :
1. Earning x x pershare x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar x Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
2. Net x x profit margin x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar x Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
3. Current x x ratio x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara x x parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar x Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
4. Return x x on equity tidak x x memiliki xpengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara parsial Pada Perusahaan x x Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang Terdaftar Di Bursa x x Efek xIndonesia x Periode x 2019-2021.
5. Earning x x pershare, net x x profit margin, current x x ratio dan return x x on equity x memiliki pengaruh x signifikan x terhadap x harga x saham secara x x parsial Pada Perusahaan Manufaktur x Sektor x Industri x Dasar x Dan x Kimia x Yang x Terdaftar x Di Bursa x x Efek Indonesia x Periode x 2019-2021.
6. Nilai x Adjust x R x square x sebesar x 0,364 atau x 36,4%. Hal x x ini berarti x 36,4% x pada variabel bebas x x yang x terdiri dari x earning per x share , net profit x x margin , current ratio dan return on equity x berpengaruh x terhadap x harga saham. Sedangkan x sisanya 63,6% dipengaruhi variabel x lain x yang x tidak x termasuk x dalam penelitian x ini.
Saran Adapun x saran x dalam x penelitian x ini x dapat x dijabarkan x sebagai x berikut :
1. Bagi x Investor sebaiknya x x pihak x investor x menganalisa x kondisi x laba x perusahaan x sebelum memutuskan x untuk x berinvestasi x x pada x suatu x perusahaan. Karena x x baik x buruknya tingkat x laba x perusahaan x akan x menentukan kinerja x x investasi x dimasa x mendatang.
2. Bagi x x Univeirsitas x Prima x Indonesia Penelitian x x yang x dilakukan x oleh peneliti x ini x x dapat x dijadikan x sebagai x bahan untuk studi x kepustakaan.
3. Bagi x x peneliti x selainjutnya Diharapkan x x dapat x menambah x faktor x lain x yang x dapat x mempengaruhi pergerakan harga x saham x perusahaan. Faktor-faktor x x tersebut antara x lain x kebijakan deviden x , x struktur modal, dll.
## Daftar Pustaka
Almira, N. x P. A. K., & x Wiagustini, x N. L. P. X (2020). x Return x on x Asset, x Return x on Equity, x Dan x Earning x Per x Share x Berpengaruh x Terhadap x Return x Saham . x EJurnal x Manajemen x Universitas x Udayana, 9(3), x 1069. Anisah x Dwi x Noviyanti, x N x Rusnaeni x N x Rusnaeni. x (2021). Pengaruh x x Return x On x Equit x dan Net x Profit x Margin Terhadap x Harga x Saham x Pada x PT x ACE Hardware x x Indonesia, TBK.
Asniwati x . x (2019). x Analisis x Laporan x Arus x Kas x Sebagai x Alat x Pengambilan x Keputusan Investasix x Pada x P.T. x Indomarco x Prismatama x (Studi Kasus Toko Waralaba
Indomaret)
Evi x x Nurhandayani, N. x (2022). Pengaruh x x Current x Cr, x Der, x Dan Roa x Terhadap Harga Saham PT x Unilever x Indonesia x Tbk x Periode 2006-2020 . ARASTIRMA Universitas x Pamulang, 02(1), 48–61. Ghozali, Irham. (2016). x Aplikasi x Analisis x Multivariete . Cetakan x x VIII. Semarang : Badan x x Penerbit x Universitas x Diponegoro Hani, Syafrida. x (2015). Teknik x x Analisa x Laporan x Keuangan . Medan x : UMSUx x PRESS Harahap, S.S. (2016). Analisis x x Kritis x Atas x Laporan x Keuangan . Cetakan x x Ke 13. Jakarta : PT
x Rajagrafindo x Persada
Hery. x (2017). Teori x x Akuntansi x Pendekatan x Konsep x dan x Analisis. x Jakarta : PT Grasindo x Intan Dwi x Yuniarti. x 2022. x Pengaruh x Current x Ratio, x Debt x To x Equity x ratio, x Return On x
equity x Terhadap x Harga x Saham x Pada x Perusahaan x farmasi. x Vol.1, x No.3 Septemberx x2022 x e-ISSN: x 2962-7621; x p-ISSN: x 2962-763X, Hal 70-82 Natasha x x Salamona x Dewi1. (2022). Pengaruh x x ROA, x ROE, x EPS dan x DER Terhadap Harga x Saham ( x Studi x Empiris x pada x Perusahaan x LQ45 yang x x Terdaftar x di Bursa x Efek Indonesia x Tahun 2016-2020 x ). Seminar x Nasional x x Pariwisata x dan Kewirausahaan (SNPK). x E-ISSN:2829-2006 Vol1.April Padmanegara x , x Oliver x Hasan, x dkk. (2020). Pengaruh x x Net x Profit x Margin x dan x Debt x To xequity x ratio x Terhadap x Harga x Saham. Jurnal x x Proaksi, vol. 7. No. 2. Priantono x , x S., x Hendra, J., & x Anggraeni, N. D. ( x 2018). Pengaruh x x Current x Ratio (CR), Debt To Equity x Ratio (DER), Net x x Profit x Margin (NPM) x Dan x Return On x x Investment (ROI) Terhadap x Harga x Saham x Pada x Perusahaan x Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2013-2016 . Jurnal ECOBUSS, 6(1), 63–68. Rahmadewi x , dkk. (2018). x Pengaruh x x EPS, x PER, x CR, x Dan x ROE x Terhadap x Harga x Saham Di x Bursa x Efek Indonesia . EJurnal x x Manajemen x Unud. x ISSN 2302-8912, 7 (4) : 2106- 2133 Sugiyono x . x 2016. Metodex x Penelitian x Kuantitatif, x Kualitatif x dan x R&D . x Bandung : Afabeta x
|
570efa66-8a85-485d-9761-147f8f4f543f | https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/download/650/447 |
## Journal of Classrom Action Research
## Original Paper
Penerapan Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa dan Kemampuan Guru IPA dalam Menerapkan Metode Experimen
Junaedi 1* 1 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gerung, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Indonesia DOI: https://doi.org/10.29303/jcar.v3i1.650
*Corresponding Author: Junaedi, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gerung, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Indonesia. Email: [email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian tindakan sekolah (PTS) ini adalah untuk untuk meningkatkan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experimen dengan menerapkan supervisi klinis di SMP Negeri 1 Gerung Tahun Pelajaran 2018/2019. Subyek penelitian ini adalah guru IPA kelas VII SMP Negeri 1 Gerung. Penelitian dilakukan melalui penerapan supervisi klinis kepala sekolah sebagai upaya peningkatan aktivitas siswa dan kemampuan guru IPA dalam menggunakan metode experiment di SMP Negeri 1 Gerung. Penelitian dilakukan dengan 2 siklus yaitu siklus 1 dan siklus 2. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menerapkan metode experimen, pada saat penelitian dilakukan pada siklus 1 nilai rata rata mencapai 51,78 % dengan kwalifikasi cukup dan meningkat pada siklus 2 menjadi 80,56% dengan kwalifikasi amat baik.
Kata kunci : Supervisi Klinis; Aktivitas Siswa; Kemampuan Guru; Metode Experimen
## Pendahuluan
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dipertegas lagi dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Peran guru sangat penting untuk mendukung keberhasilan pendidikan oleh karena itu perlu bagi guru untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik (Sopian, 2016). Guru dalam pembelajaran dihrapkan menggunakan berbagai pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan peserta didik memahami materi yang diajarkannya (Siregar, 2013). Namun masih sering terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi pelajaran yang terlalu banyak dan keluhan kekurangan waktu untuk mengajarkannya.
Kemampuan guru merupakan syarat utama keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran di kelas (Nurhaidah, 2014; Musa,
2016). Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya tergantung dari penguasaan materi
pembelajaran, cara atau teknik-teknik penyampaian materi pelajaran, tetapi guru harus pandai dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dan mampu menggunakan metode pembelajaran secara efektif dan efisien (Ilyass & Syahid, 2018).
Untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajar
guru menuju peningkatan mutu pendidikan diperlukan metode mengajar yang variatif (Tyagita & Iriani, 2018) dan tidak cukup hanya mengandalkan metode ceramah. Termasuk di dalamnya sarana dan prasarana belajar guna menunjang proses yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar, oleh sebab itu dalam pemilihan media harus melihat semua komponen dari perencanaan pembelajaran seperti tujuan, materi, pendekatan dan metode, serta bentuk evaluasi termasuk tingkat perkembangan intelektual siswa (Teni, 2018).
Mata pelajaran IPA lebih menekankan pada keterlibatan siswa secara langsung dalam mengkaji alam sekitar (Sulthon, 2017), untuk menganalisa (Tias, 2017), memahami konsep- konsep di dalamnya dan merumuskan hukum berdasarkan generalisasi dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan hukum IPA secara memadai (Sulthon, 2017). Oleh karena itu, pada mata pelajaran IPA dapat kita lihat bahwa, siswa akan belajar efektif apabila mereka terlibat secara langsung dalam pengorganisasian dan pertemuan berhubungan dengan informasi yang dihadapinya.
Kenyataan di lapangan banyak dijumpai metode mengajar guru belum maksimal. Guru cenderung mengajar kurang bervariasi, dan ceramah merupakan senjata yang paling ampuh yang menyebabkan para siswa menjadi cepat bosan dan memiliki kecendrungan berfikir bahwa pelajaran IPA adalah pelajaran yang sulit difahami, banyak
hafalan dan pada akhirnya mereka malas mengikuti pelajaran IPA.
Permasalahan metode mengajar guru banyak mengalami hambatan dan permasalahan, namun untuk mengatasi hambatan dan permasalahan itu seharusnya guru menggunakan metode yang variatif dan khusus pada pelajaran IPA metode experimen mutlak digunakan untuk membangkitkan semangat belajar siswa.
Dengan metode eksperimen ini siswa dapat lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku, dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi dan dengan metode eksperimen ini siswa akan terbina menjadi manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidupmanusia.
Berdasarkan uraian tersebut dilakukan penelitian penelitian tindakan sekolah (PTS) tentang penerapan supervisi klinis untuk meningkatkan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment di SMP Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018- 2019.
## Metode
## Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah guru IPA kelas VII di SMP Negeri 1 Gerung yang merupakan tempat peneliti menjadi kepala sekolah tahun pelajaran 2018/2019.
## Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada guru IPA kelas VII SMP Negeri 1 Gerung Lombok Barat tahun pelajaran 2018-2019. Guru IPA kelas VII SMP Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018- 2019 sebanyak 3 orang yang terdiri dari 2 orang guru IPA Pendidikan S1 biologi, dan 1 orang guru IPA Pendidikan S1 fisika. PTS
dilakukan melalui penerapan supervise klinis kepala sekolah sebagai upaya peningkatan aktivitas siswa dan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment di SMP Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018-2019.
## Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini terdiri atas: (1) Tindakan dilakukan dalam 2 siklus; (2) Kegiatan dilaksanakan dalam semester genap tahun pelajaran 2018-2019; (3) Lama penelitian 4 pekan efektif dimulai 18 Oktober sampai dengan 18 November 2019; (4) Dalam pelaksanaan tindakan, rancangan dilakukan dalam 2 siklus yang meliputi: (a) perencanaan, (b) Tindakan (c) pengamatan (d) refleksi.
Menurut Arikunto, (2010) rancangaan penelitian tindakan sekolah seperti gambar berikut:
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTS)
1. Perencanaan Tahapan ini berupa rancangan tindakan yang
menjelaskan
tentang apa,
mengapa,kapan, dimana,oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Pada
PTS ini peneliti dan guru adalah orang yang berbeda, dalam tahap menyusun rancangan harus ada kesepakatan antara keduanya. Rancangan harus dilaakukan bersama antara guru yaang melakukan tindakan dengan peneliti yang akan mengamati proses jalannya tindakan, Hal tersebut untuk mengurangi unsur subyektivitas pengamat serta mutu kecermatan pengamatan yang dilakukan.
2. Tindakaan . Pada tahap ini, rancangan tindakan tersebut tentu saja sebelumnya telah dilatih kepada si pelaksana tindakan (guru) untuk dapat di terapkan di dalam kelas sesuai dengan skenarionya. Skenrio dari tidakan harus dilaksanakan dengan baik dan wajar.
## 3. Pengamatan atau Observasi
Tahap ini sebenarnya bersamaan dengan waktu pelaksanaan tindakan, jadi pengamatan dilakukan pada waktu tindakaan sedang berjalan. Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini menggunakan format observasi yang disusun, termasuk juga pengatan terhadap proses dan hasil pembelajaran. 4. Refleksi.
Tahapan in dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi untuk menyempurnakan tindakan berikutnya. Refleksi dalam PTS mencakup analisis,sintesis, terhadap hasil pengamatan dan tindakan yang dilakukan. Jika terapat permasalahan dalam proses refleksi maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan; perencaaan ulaang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang sehingga permasalahan dapat teratasi.
Perencanaan Siklus I Pengamatan Pelaksanaan Refleksi Perencanaan Siklus II Pengamatan ? Pelaksana an Refleksi
## Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu guru dan kepala sekolah. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan observasi dan angket.
## Indikator Keberhasilan
Penelitian Tindakan Sekolaah (PTS) yang dilaksanakan dalam 2 siklus dianggap sudah berhasil apabila terjadi peningkatan kemampuan guru IPA Kelas VII dalam menggunakan metode experimen mencapai 85% (Guru yang diteliti) telah mencapai ketuntasan dengan nilai rata rata 75%, berarti telah memenuhi harapan ideal seperti yang disyaratkan dalam manajemen berbasis sekolah ( MBS ) dengan standar ideal 75%.
## Teknik Analisa Data
Dalam analisis data Teknik yang digunakan adalah: (1) Kuantitatif, analisis ini di gunakan untuk menghitung besarnya peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment melalui penerapan supervise klinis kepala sekolah dengan menggunakan prosentase (%); (2) Kualitatif, Teknik analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran hasil penelitian secara reduksi data, sajian deskriptif, penarikan simpulan. Jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kegiatan guru, dan lembar observasi kegiatan siswa.
## Hasil dan Pembahasan
## Siklus I
## 1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembinaan yang terdiri dari rencana tindakan, dan alat pembinaan lain yang mendukung. Selain itu dipersiapkan lembar observasi aktivitas siswa dan lembar observasi peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakanmetode experiment melalui supervise klinis.
2. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan
untuk siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 15 oktober sampai dengan tanggal 21 oktober 2019 di SMP Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018-2019. Dalam hal ini peneliti bertindaak sebagai kepala sekolah, adapun proses pembinaan mengacu pada rencana pembinaan yang telah disiapkaan.
Pengamataan (observasi) di laksanakaan bersamaan dengan pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, pada akhir proses pembinaan guru di beri angket isian 1 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam menggunakanmetode experimen sesuai dengan pedoman yang telah di tentukan.
Adapun kemampuan guru IPA dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode exprimen, supervisor mengunanakan lembar obserbasi instrumen kunjungan kelas pada siklus 1 dapat di lihat pada tabelberikut.
Tabel 1. Kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment,
No Nama Guru Nilai Ket 1 Abdurrahmaan, S.Pd 51,75% Cukup 2 Sri Fitriani S.Pd 55,35% Cukup 3 Sri Hartaati, S.Pd 48,21% Cukup
Dari 14 aspek lembar observasi kunjungan kelas yang dinilai untuk guru IPA Pendidikan S1 biologi dengan nilai persentase 51,75% dan 48.21% dengan kwalifikasi cukup, sedangkan untuk guru IPA Pendidikan S1 fisika dari 14 aspek yang dinilai memperoleh nilai persentasi 55,35 %.dengan kwalifikasi cukup.
## 3. Refleksi
Berdasar hasil observasi tersebut diatas pada persentase kemampuan guru IPA Pendidikan S1biologi dalam menggunakan metode experimen baru tercapai sekitar 52 % dan guru IPA S1 fisika 55 % dengn katagori atau kwalifikasi cukup dan belum mencapai
kwalifikasi baik, maka perlu dilakukan perbaikan pada siklus ke 2.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan sesuaai informsi diatas tentantang instrument supervise kunjungan kelas maka hasil pengamatan pada siklus 1 menunjukkan hal sebagai berikut:
(1) Guru IPA memiliki nilai rata rata masih kurang dalam hal menyelenggarkan kegiatan dengan urutan yang logis dan membimbing siswa mengikuiti kegitan secara individu dan kelompok.
(2) Guru IPA belum memahami penjelasan yang disampaikan oleh kepala sekolah terkait pelaksanaan supervise kllinis
(3) Guru IPA belum memahami isi instumen kunjungan kelas dan isi lembar observasi yang di gunakan oleh oleh kepala sekolah dalam mealkukan pembinaan.
(4) Kepala sekolah dalam melakukan supervise kunjungan kelas masih kurang baik dalam pemanfaatan waktu
(5) Kepala sekolah belum maksimal dalam melalukan pembinaan terhadap guru IPA Kelas VII, karena masih banyaknya tugas daan pekerjaan yang harus segera diselesaikan.
## 4. Revisi rancangan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan pada siklus I masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk penyempurnaan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Kepala sekolah melalui daftar pertanyaan setelah observasi mengingatkan atau memberi catatan di lembar obsevasi pada guru IPA kelas VII tentang kekurangan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode experiment di siklus 1 sehingga kemampuannya pada siklus 2 meningkat.
2) Kepala sekolah menjelaskan kembali maksud dan tujuan pembinaan supervise klinis kepada guru IPA kelas II yang akan menerapkan metode experiment di siklus 2 sehingga guru IPA dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik.
3) Kepala sekolah mengulangi penjelasannya tentang instrument kunjungan kelas dan lembar obsrvasi yang dilakukan dalam melakukan pembinaan bagi guru IPA kelas VII.
4) Kepala sekolah perlu mendistibuskan waktu secara baik dengan menambah informas informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
5) Kepala sekolah haarus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi guru sehingga kemampuannya lebih meningkat.
6) Kepala sekolah memaksimalkan waktu dalam melakukan pembinaan terhadap guru IPA kelas VII dengan harapan pada siklus 2 kemampunnya lebih meningkat.
## Siklus 2
## 1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersipkan perangkat pembinaan yang terdiri dari rencana pembinaan,daftar pertanyaan sebelum dan setealh observasi, insntrumen supervise kunjungan kelas siklus 2, dan alat pembinaan lainnya yang mendukung.
## 2. Tahap kegiatan dan Pengamatan
Pelaksanaan pembinaan pada siklus II dilakukan pada tanggal 1 november 8 november 2019 di SMP Negeri 1 Gerung tahun 2018-2019. dalam hal ini peneliti bertindak sebagai kepala sekolah. Adapun proses pembinaan mengacu pada rencana pembinaan dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang kembali pada siklus II. Pengamatan (Observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah.
Pada akhir proses pembinaan guru diberi angket isian II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam dalam meningkatkan kemampuannya yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan setelah observasi .
Adapun kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan metode exprimen dapat di lihat pada table 2.
Tabel 2. No Nama Guru Nilai keterangan 1 Abdurrahmaan, S.Pd 80,35% Amat baik 2 Sri Fitriani S.Pd 85,71% Amat baik 3 Sri Hartati, S.Pd 75,21% Baik
Dari 14 aspek lembar observasi kunjungan kelas, yang dinilai untuk guru IPA Pendidikan S1 biologi dengan nilai persentase 80,35 % dengan kwalifikasi amat baik,dan nilai 75,21 dengan kwalifikasi baik, sedangkan untuk guru IPA S1 fisika dari 14 aspek yang dinilai memperoleh nilai persentasi 85,71 %.dengan kwalifikasi amat baik.
Berdasar table diatas diperoleh nilai rata rata persentasi sebesar 80,42%. .Hasil penelitian pada siklus II ini mengalami peningkatan yang signifikan dari siklus I. Adanya peningkatan hasil pembinaan pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pembinaan melalui supervise klinis sehingga guru menjadi lebih memahami tugasnya sehingga dapat meningkatkan kemampuananya. Disamping itu peningkatan ini dipengaruhi oleh kerjasama dari guru yang telah menguasai materi pembinaan untuk membantu guru lainnya yang belum menguasai materi pembinaan.
## 3. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yaang telah dilaksanakan dengan baik maupun yang masih kurang baaik dengan proses pembinaan melalui suppervisi klinis kepala sekolah, dari data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Guru IPA kelas VII Selama proses pembinaan oleh kepala sekolah mengalami
peningakatan jumlah nilai rata rata yang berarti kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment meningkat, meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing masing aspek sudah baik.
(2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa guru IPA kelas VII memahami isi instrument kunjungan kelas dan observasi yang dilakukan kepala sekolah .
(3) Kekurangan pada siklus siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
(4) Hasil pembinaan guru IPA kelas VII oleh kepala sekolah melalui supervise klinis pada siklus II mengalami peningkatan yang signifikan.
## 4. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus II Kepala Sekolah telah melaksanakan pembinaan dengan baik dan dilihat dari peningkatan kemampuan, pelaksanaan pembinaan sudah berjalan dengan baik, maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan pembinaan selanjutnya baik supervise klinis maupun supervise lainnya dapat meningkatkan kemampuan guru sehingga tujuan pembinaan atau supervise sebagai upaya meningkatkan kemampuan guru dapat tercapai dengan baik.
## Analisis Hasil Penelitian
Setelah melakukan tindakan pada siklus I dan siklus II menunjukkan hasil sesuai Table 3.
Tabel 3. Analisis Hasil Observasi kunjungan kelas Kepala Sekolah dalam Peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII menggunakanmetode experimen melalui supervise klinis sebelum dan sesudah diberi tindakan.
No Nama Guru IPA Skor Sebelum diberi tindakan Siklus 1 Kualifikasi Skor setelah diberi tindakan Siklus 2 Kualifikasi 1 Abdurrhman, S.Pd 51,78 Cukup 80,75 Amat baik 2 Sri Fitriani S.Pd 55,35 Cukup 85,71 Amat baik 3 Sri Hartati, S.Pd 48,21 Cukup 75,21 Baik Jumlah 155,34 241,67 Rata rata 51,78 80,56 Skor maksimum individu 100 100 Skor maksimum sekolah 300 300
## Analisis Data Deskriptif Kuantitatif
Pencapaian peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experimen melalui supervise klinis kepala sekolah sebelum diberi tindakan.
Pencapaian peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment melalui supervise klinis kepala sekolah setelah diberi tindakan
Dari Analisa tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:
1) Terjadi peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment setelah diberi pembinaan melalui supervise klinis kepala sekolah yaitu peningkatan dari 51,78% menjadi 80,56%, ada kenaikan sebesar 28,78%.
2) Rata rata peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII sebelum diberi pembinaan dari 51,78 % (siklus I), naik menjadi 80,56% pada siklus II.
3) Dari pembinaan pada siklus I, dan setelah pembinaan melalui supervise klinis kepala sekolah pada siklus II ada peningkatan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan meotode experiment sebesar 80,56% - 51,78% = 28,78%.
## Refleksi dan Temuan
Berdasarkan pelaksanaan pembinaan yang telah dilakukan kepala sekolah melalui supervise klini suntuk meningkatkan kemampuan guru IPA Kelas VII yang menggunakan metode experiment di SMP negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018-2019, maka hasil observasi nilai dapat dikatakan sebagai berikut:
1) Guru IPA kelas VII dalam menerapkan metode experiment siklus 1 terlihat masih lemah pada penyelenggaraan kegiatan dengan urutan yang logis dan dalam membimbing siswa ketika melakukan experiment baik secara individu maupun kelompok.
2) Kepala sekolah dalam melakukan pembinaan melalui supervise klinis belum maksimal sehingga nlai yang diperoleh oleh guru IPA kleas VII masih dalam kwalifikasi cukup.
3) Pada siklus 2 terjadi peningkatan nilai rata rataguru IPA kelas VII dalam menerapkan metode experiment hal ini di pengaruhi oleh kemampuan guru dalam haal memaknaai hasil pembinaan dan bimbingan oleh kepala sekolah melalui observasi kunjungan kepalaa sekolah.
4) Pada siklus 2 proses pembinaan berjalan dengan baik, semua guru IPA kelas VII lebih aktif karena guru telah memahami makna dari instrument kunjungan kelas dan observasi setelah mendapatkan penjelasan dari kepala sekolah dalam
melakukan pembinaan melalui supervise klinis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembinaan melalui supervise klinis kepala sekolah mempunya dampak positif dalam meningkatkan aktivitas siswa dan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experimen, hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya aktivitas siswa dan kemempuan guru terhadap pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah, hasil instrument kunjungan kelas menunjukkan kemampuan guru meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu dari 51,78% menjadi 80,56%. Kemampuan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kemampuan Guru.
Berdasarkaan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dan kemmampuan guru dalam setiap siklus mengalami peningkatan, hal ini berdampak positif terhadap peningkatan capaian mutu sekolah itu sendiri, hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata rata guru IPA kelas VII dan aktivitas siswa pada siklus I dan skus II. Aktivitas Kepala Sekolah dan Guru dalam Pembinaan melalui Supervisi Klinis.
Berdsarakan analisis data, diperoleh aktivitas guru yang paling dominan dalam supervisi klinis adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan, memperhaatikan penjelasan kepalaa sekolah, dan diskusi antara guru dan kepala sekolah. Jadi dapat dikatakan aktivitas guru dikatagorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas kepala sekolah selama pembinaan telah melaksanakaan langkah langkah dengan metode pembinaan melalui supervise klinis dengaan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas kepala
sekolah dalam
membuat,
merencanakan
program, melaksankan supervise klinis, memberi umpan balik, evaluasi pelaksaan program, tanya jawab merupakan bentuk aktivitas kepala sekolah yang cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat dikatakan peningkataan kemampuan
guru IPA kelas VII melalui supervise klinis kepala sekolah hasilnya sangat baik. Hal ini dapaat dilihat pada data bahwa dari 3 orang guru IPA kelas VII pada saat penelitian dilakukan nilai rata rata mencapai 51,78 % pada siklus 1 dan meningkat menjadi 80,56% pada siklus 2, Dari analisis data diatas dinyatakan bahwa pembinaan yang dilakukan kepala sekolah melalui supervise klinis adalah efektif diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggunakan metode experiment di SMP Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 22018-22019, yang berarti proses pembinaan kepala sekolah telah berhasil dan dapat meningkatkan capaian mutu sekolah khususnya di SMP Negeri 1 Gerung Lombok Barat NTB. Oleh karena itu diharapkan kepada para kepala sekolah untuk dapat melaksanakan pembinaan guru melalui supervise klinis secara berkelanjutan.
Berdasarkan Permen No.13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, membuat Rencana Kerja Sekolah (RKS), serta dapat mengorganisasikan sekolah kearah perubahan yang diinginkan hingga mencapai 85%, maka penerapan supervise klinis kepala sekolah untuk meningkatkan aktivitas siswa dan kemampuan guru IPA dalam menerapkan metode experiment di SMP Negeri 1 Gerung tahu pelajaran 2018-2019 dikatakan efektif. Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan diatas dapat di terima.
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Penerapan supervise klinis kepala sekolah berpengaruh pada meningkatnya kemampuan guru IPA kelas VII dalam menggnakan metode experiment di SMP Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018- 2019; (2) Efektivitas penerapan supervisi klinis kepala sekolah dalam meningaktkan kemmampuan guru IPA kelas VII
menggunakan meode experiment di SMP
Negeri 1 Gerung tahun pelajaran 2018-2019 dapat di lihat pada peningkatan nilai rata rata kemampuan guru IPA kelas VII dari siklus 1 ke siklus 2 yaitu dari 51,78% menjadi 80,56%, ada kenaikan sebesar 28,78.
## Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Rineka Cipta. Ilyass, M., & Syahid, A. (2018). Pentingnya Metodologi Pembelajaran Bagi Guru. Jurnal Al-Aulia , 04 (01), 58–85. Musa, M. I. (2016). Pengembangan Kompetensi Guru Terhadap Pelaksanaan Tugas Dalam Mewujudkan Tenaga Guru Yang Profesional. Jurnal Pesona Dasar , 2 (4), 8– 27. Nurhaidah. (2014). Kompetensi Guru, Sumber Daya, Berkualitas. Jurnal Pesona Dasar ,
2 (3), 13–26.
Siregar, Y. (2013). Kompetensi Guru Dalam Bidang Strategi. Formatif : Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA , 3 (1), 39–48.
Sopian, A. (2016). Tugas, Peran, Dan Fungsi Guru Dalam Pendidikan. Raudhah Proud
To Be Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah , 1 (1), 88–97.
https://doi.org/10.48094/raudhah.v1i1.1
0
Sulthon, S. (2017). Pembelajaran IPA yang Efektif dan Menyenangkan bagi Siswa
MI. ELEMENTARY: Islamic Teacher Journal , 4 (1). https://doi.org/10.21043/elementary.v4i 1.1969
Teni, N. (2018). Kata Kunci :Pengembangan media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Jurnal Misykat , 03 (01),
171. Tias, I. W. U. (2017). Penerapan Model Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Siswa Sekolah Dasar. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik , 1 (1), 50–60. https://doi.org/10.20961/jdc.v1i1.13060
Tyagita, B. P. A., & Iriani, A. (2018). Strategi
Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru Untuk Meningkatkan Mutu Sekolah. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan , 5 (2), 165–176. https://doi.org/10.24246/j.jk.2018.v5.i2.p 165-176
|
29a41517-7fd2-49e0-af8a-15d4b2065dc6 | https://journal.budiluhur.ac.id/index.php/akeu/article/download/398/338 | Jurnal Akuntansi dan Keuangan FE Universitas Budi Luhur
Vol. 4 No. 2 Oktober 2015
ISSN: 2252 7141
## PENGARUH GENDER, SUPERVISI,INDEPENDENSI, KOMPETENSI PROFESIONAL DAN PEMAHAMAN ATAS STANDAR AUDITTERHADAP AUDIT
## JUDGMENT
## Nora Hilmia Primasari
Lovina Azzahra
Fakultas Ekonomi Universitas Budi Luhur Jakarta JL. Ciledug Raya, Petukangan Utara, Kebayoran Lama, Jakarta 12260
Email: [email protected]
## ABSTRACT
This research analyzes the influence of gender, supervision, independence, professional competence and understanding of the auditing standards on audit judgment. The population in this study is the auditor who works in Public Accounting Firm (KAP) in South Jakarta and West Jakarta. The type of data used in this study are primary data (primary data). The research data will be analyzed using an analysis tool that consists of a test of the quality of the data, descriptive statistics, test classic assumptions and hypothesis testing with SPSS version 19.0. Results from this study gender, supervision, independence, professional competence and understanding of auditing standards partially (t test) does not affect the audit judgment, while for the simultaneous test (F test) jointly affect the audit judgment.
Keywords: audit judgment, gender, supervision, independence, professional competence, understanding of the standard audit
## ABSTRAKSI
Penelitian ini menganalisis pengaruh gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar audit terhadap audit judgment. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik(KAP) di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer ( primary data). Data penelitian yang akan dianalisis menggunakan alat analisis yang terdiri dari uji kualitas data, statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan bantuan program SPSS versi 19,0. Hasil dari penelitian ini variabel gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar audit secara parsial (Uji t) tidak berpengaruh terhadap audit judgment, sedangkan untuk uji secara simultan (Uji F) secara bersama- sama berpengaruh terhadap audit judgment.
Kata Kunci: audit judgment, gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional, pemahaman atas standar audit
## PENDAHULUAN Latar Belakang
Sejumlah skandal yang marak terjadi di perusahaan menjadi sesuatu yang sangat disayangkan, terlebih jika hal itu melibatkan profesi akuntan publik yang seharusnya dapat mencegah terjadinya skandal. Kasus-kasus yang mendunia, diantaranya kasus: One.Tel, Harris Scarfe, dan HIH Insurance di Australia; Parmalat di Italia; A Hold di Belanda; dan Enron, WorldCom, Global Crossing, Qwest Communication International, Dynegy, CMS Energy, Tyco International, Adelphia, Peregrine Systems, Sunbeam, Baptist Foundation of Arizona, Waste Management, Xerox, and Lehman Brothers di Amerika Serikat, kasus PT. TELKOM daan beberapa bank besar di Indonesia.
Nasution dan Ostermark (2012), menyatakan banyaknya skandal yang ada menimbulkan banyak pertanyaan besar, why do auditors compromise their integrity and professionalism?. Lebih lanjut Nasution dan Ostermark, (2012) menjelaskan perilaku auditor yang menyimpang yang dapat menurunkan kualitas audit disebut sebagai dysfunctional auditor behaviour (DAB).AICPA’s PublicOversight Board (2000) dalam Nasution dan Ostermark, (2012) menyatakan bahwa DAB selalu menjadi kekhawatiran untuk profesi audit. Adanya perilaku yang menyimpang oleh auditor tidak hanya menurunkan kualitas audit, tapi juga menurunkan penilaian yang dilakukan auditor atau audit judgment.
Audit judgment merupakan suatu pertimbangan yang mempengaruhi dokumentasi bukti dan keputusan pendapat yang dibuat oleh auditor. Dalam pembuatan judgment ini auditor mempunyai kesadaran bahwa suatu pertanggungjawabanmerupakan faktor yang cukup penting karena penilaiannya akan ditinjau dan dimintaiketerangan. Judgment mengacu pada aspek kognitif dalam proses pengambilan keputusandan mencerminkan perubahan dalam evaluasi, opini, dan sikap. Kualitas judgment ini menunjukan seberapa baik kinerja seorang auditor dalam melakukan tugasnya.
Beberapa studi telah berusaha untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi audit judgment. Lord dan DeZoort (2001) dalam (Fan et al, 2013) meneliti dampak dari ketaatan dan kesesuaian tekanan terhadap audit judgment. Kebanyakan penelitian sebelumnya telah difokuskan pada tekanan eksternal yang dihadapi oleh auditor seperti penelitian yang dilakukan oleh (Knapp, 1985; Gul, 1991; Tsui dan Gul, 1996; Lin dan Fraser, 2008) sementara beberapa telah difokuskan pada tekanan sosial yang diberikan oleh pihak internal (dalam Kantor Akuntan) (Nasution
dan Ostermark, 2012).Muthmainah (2006) menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengakui dan bertahan dari perilaku tidak etis biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan (misalnya lingkungan tempat bekerja, kultur, situasi) dan faktor lainnya yang berkaitan dengan individu itu sendiri (misalnya pengaruh keluarga, nilai-nilai religius, pengalaman, karakteristik demografis).
Yuliani (2013) menyatakan supervisi memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pemberian judgment. Menurutnya supervisi berperan penting dalam kegiatan pengawasanatau pembinaan yang dimaksudkan untuk menentukan tindakan koreksi yang perlu diambilbila terjadi penyimpangan dalam proses yang sedang berjalan.Selain supervisi, Yuliani (2013) juga menyatakan bahwa independensi sama berpengaruhnya terhadap audit judgment. Sebagai contohnya akuntan publik tidak dibenarkan memihak siapapun.
Sedangkan Menurut De Angelo (1998) dalam Tjun-Tjun, dkk (2012) kompetensi diwakilkan menjadi pengetahuan dan pengalaman. Perbedaan pengetahuan diantara auditorakan berpengaruh pada cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Hasil penelitian Raiyani dan Suputra(2014) menyatakan bahwa Kompetensi berpengaruh terhadap Audit judgment.Demikian pula dengan standar auditing (pemeriksaan), standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam auditlaporan keuangan historis. Dalam praktiknya seorang auditor perlu memahami standar audit dalam pelaksanaan tugasnya, hal ini di karenakanstandar audit merupakan pedoman umum bagi seorang auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesinya (Arens dan Loebbecke, 2003: 17). Standar audit juga dapat diartikan sebagai pengukur kualitas dan tujuan, sehingga jarang berubah meski lingkungan auditnya berubah (Rahayu dan Suhayati, 2010:37).
Berdasarkan fenomena-fenomena dan penelitian sebelumnya dari yang telah disampaikan diatas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait audit judgment. Dalam penelitian ini variabel independen yang akan diteliti adalah Gender, Supervisi, Independensi, KompetensiProfesional dan Pemahaman Atas Standar Audit, sedangkan varibel dependennya adalah audit judgment.
## Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi Pengaruh Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional dan Pemahaman Atas Standar Audit terhadap Audit judgment. Selain itu objek penelitian yang digunakan peneliti adalah para Auditor
di Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat pada tahun 2015.
## Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka permasalahan yang hendak dibahas dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengaruh gender terhadap audit judgment?
2. Bagaimana pengaruh supervisi terhadap audit judgment?
3. Bagaimana pengaruh independensi terhadap audit judgment?
4. Bagaimana pengaruh kompetensi profesional terhadap audit judgment?
5. Bagaimana pengaruh pemahaman atas standar audit terhadap audit judgment?
6. Bagaimana pengaruh superivisi, independensi, kompetensi profesional
## Tujuan Penelitian
Agar permasalahan yang diangkat dapat diselesaikan denganbaik, dan tidak keluar dari pokok permasalahan yang dibahas. Maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh gender terhadap audit judgment.
2. Untuk menganalisis pengaruh supervisi terhadap audit judgment.
3. Untuk menganalisis pengaruh independensi terhadap audit judgment.
4. Untuk menganalisis pengaruh kompetensi profesional terhadap audit judgment.
5. Untuk menganalisis pengaruh pemahaman atas standar audit terhadap audit judgment .
6. Untuk menganalisis bagaimana supervisi, independensi, kompetensi profesionaldan pemahaman atas standar audit dalam penelitian sebelumnya memilikipengaruh terhadap audit judgment.
## TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
## Teori Penetapan Tujuan
Teori penetapan tujuan mengasumsikan bahwa ada hubungan langsung antara definisi dari tujuan yang spesifik dan terukur dengan kinerja: jika manajer mengetahui apa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai oleh mereka, maka mereka akan lebih termotivasi untuk mengerahkan usaha yang dapat meningkatkankinerja mereka (Locke dan Latham, 1990 dalam Praditaningrum, 2012). Teori penetapan tujuan dikemukakan pertama kali oleh Edwin Locke pada tahun 1978. Locke mengemukakan bahwa niat mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Teori
penetapan tujuan menegaskan bahwa tujuan yang lebih spesifik, sulit dan menantang akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dan baik dibandingkan dengan tujuan yang tidak jelas, seperti tujuan yang mudah atau tidak ada tujuan sama sekali (Praditaningrum, 2012). Auditor yang dapat memahami apa yang menjadi tujuannya dan apa yang dia harapkan atas hasil kinerjanya, tidak akan bersikap menyimpang ketika mendapat tekanan dari atasan atau entitas yang diperiksa dan tugas audit yang kompleks. Pemahaman mengenai tujuannya dapat membantu auditor membuat suatu audit judgment yang baik
## Audit judgment
Audit judgmentmerupakan suatu pertimbangan pribadi atau cara pandang auditor dalam menanggapi informasi yang mempengaruhi dokumentasi bukti serta pembuatan keputusan pendapat auditor atas laporan keuangan suatu entitas. Standar Profesional AuditPublik (SPAP) SA seksi 315.23 (2013) menyebutkan Audit judgment ialah suatu pemahaman tentang risiko bisnis yang dihadapi oleh entitas meningkatkan kemungkinan pengidentifikasian risiko bisnis. Menurut Jamilah, dkk (2007) dalam Praditaningrum (2012) audit judgment adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Sedangkan Bonner (1999) dalam Trisnaningsih (2010) Istilah judgment biasanya mengacu pada membentuk ide, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, bahkan, tipe negara atau fenomena lain. Judgment cenderung mengambil bentuk prediksi tentang masa depan atau evaluasi keadaan saat ini. Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya), pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, dan penerimaan informasi lebih lanjut. Cara pandang auditor dalam menanggapi informasi tersebut berhubungan dengan tanggung jawab dan resiko audit yang akan dihadapi oleh auditor sehubungan dengan judgement yang dibuatnya.
Yustrianthe (2012) mendefinisikan audit judgement sebagai kebijakan auditordalam menentukan pendapat mengenai hasil audit yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat, atau perkiraan mengenai suatu objek, peristiwa, status atau jenis peristiwa lain. Sedangkan Purwanti dan Khairani (2014) menyatakan bahwa audit judgment diperlukan karena audit tidak dilakukan terhadap seluruh bukti. Bukti inilah yang digunakan untuk menyatakan pendapat ataslaporan keuangan auditan, sehingga dapat dikatakan bahwa audit judgment ikutmenentukan
hasil dari pelaksanaan audit. Dalam membuat keputusan seorang auditor harus bisa terlepas dari tekanan pihak lain, dengan ini berarti ia harus bisa menghindari intervensi dari luar karena bisa dianggap sebagai hambatan. Namun, auditor tidak bertanggung jawab untuk mengidentifikasi atau menilai seluruh risiko bisnis karena tidak seluruh risiko bisnis menyebabkan risiko kesalahan penyajian material.
## Gender terhadap Audit judgment
Umar (1999) dalam Muthmainah (2006) mengungkapkan berbagai pengertian gender antara lain sebagai berikut:
1. Di dalam Womens’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan ( distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat
2. Showalter (1989) mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya. Ia menekannya sebagai konsep analisis ( an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.
Berdasarkan atas pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gender adalah konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari non-biologis yaitu aspek sosial, budaya atau psikologis. Muthmainah (2006) menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengakui dan bertahan dari perilaku tidak etis biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan (misalnya lingkungan tempat bekerja, kultur, situasi) dan faktor lainnya yang berkaitan dengan individu itu sendiri (misalnya pengaruh keluarga, nilai-nilai religius, pengalaman, karakteristik demografis).
Definisi gender yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat secara fisik. Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan wanita membawa kumpulan nilai yang berbeda dalam lingkungan kerja dan kelas. Pria memandang pada pencapaian kinerja adalah kompetisi dan kelihatannya perlu untuk menyimpang dari aturan untuk dapat sukses, dimana wanita lebih peduli terhadap kinerja diri sendiri, berlawanan terhadap kinerja relatif. Karena itu, perempuan kelihatannya akan lebih sedikit melanggar aturan dari pada pria dan lebih kritis terhadap apa yang mereka lakukan (Betz et al, 1989) dalam Primasari (2014).Berdasarkan hal tersebut, maka dihipotesiskan:
H1: Gender berpengaruh terhadap audit judgment
## Supervisi terhadap Audit judgment
Supervisi diambil dari bahasa inggris yaitu Supervision. Super diartikan sebagai sifatlebih, hebat, istimewa. Sementara vision adalah visi atau seni melihat sesuatu atau jugamelihat tingkah, ulah, dan kerja orang lain. Supervisi merupakan pihak yang paling dekat dengan konteks kerja seseorang. Melalui mereka tercermin budaya dan iklim organisasi. Supervisor mempunyai pengaruh langsung terhadap perilaku bawahannya dan perilaku supervisor merupakan determinan penting dari kinerja karyawan.Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) supervisi merupakan hal penting. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi masalah- masalah penting yang dijumpai dalam bekerja dan mereview pekerjaan yang dilaksanakan. Luasnya supervisi yang memadai bagi suatu keadaan tergantung atas banyak faktor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan suatu pekerjaan. Para auditor harus diberitahu hal-hal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, luas dan prosedur yang akan dilaksanakan.
Jika supervisor pada suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) terlatih, diharapkan para junior akandiawasi dan dilatih dengan baik. Semakin supervisor itu berpengalaman dalam bidangnyamaka supervisor tersebut akan memberikan pelatihan dan pengawasan yang lebih baik.Sehingga diharapkan supervisi yang dilakukan supervisor akan berpengaruh terhadap auditor juniordalam memberikan judgment.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang dikemukakan adalah:
H2 : Supervisi berpengaruh terhadap audit judgment.
## Independensi terhadap Audit judgment
Independensi secara esensial merupakan sikap pikiran yang memiliki ciri – ciri adanya pendekatan integritas dan obyektivitas dari tugas profesional. American Institute Of Certified Public Accountant (AICPA) menyatakan bahwa independensi adalah suatu kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dari objektivitas. Meskipun integritas dan objektivitas tidak dapat diukur secara pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang mendasar bagi profesi akuntan publik.
Terdapat dua jenis Independensi, yaitu independence in fact danindependence in appereance.Mulyadi (2002) menyatakan independence in fact merupakan suatu kejujuran yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Kejujuran dalam pemeriksaan akuntan dapat juga berarti suatu pengungkapan atas fakta – fakta seperti apa adanya
yang ditemukan selama melakukan pemeriksaan akuntan yang dilakukan sesuai dengan norma – norma profesionalnya. Sedangkan, independence in appereance merupakan suatu sikap yang timbul dari persepsi orang lain terhadap independensi akuntan publik. Untuk memelihara independence in appereance, akuntan publik harus menghindari keadaan – keadaan yang memungkinkan masyarakat keraguan independensinya, yaitu dengan tidak berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan klien.
Independensi akan mempengaruhi seorang auditor dalam mengambil keputusan dengan tidak memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Hal ini berarti menunjukansuatu kejujuran yang tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, harus mempertimbangkan fakta-fakta sebagai dasar dalam memberikan opini, auditor harus bersifat objektif dan tidak berperasangka. Sedangkan independensi dalam penampilan adalah hasil interprestasi pihak lain mengenai independensi ini. Hal ini berarti menunjukan kesan masyarakat terhadap profesinya sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya.Penelitian yang telah dilakukan Yuliani (2013) menyebutkan sebelum memutuskan audit judgment, tidak hanya independensi tetapi mengevaluasi objektivitas, kompentensi dan perform kerja, sehinggaindependensi sangat berpengaruh terhadap audit judgment. Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis yang dikemukakan adalah:
H3 : Independensi berpengaruh terhadap audit judgment.
## Kompetensi Profesional terhadap Audit judgment
Standar umum pertama menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorangatau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor,sedangkan standar umum ketiga menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit danpenyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengancermat dan seksama (SPAP, 2011;150:1). Agusti dan Putri (2013) mengemukakan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalamannya yang cukup dan eksplisit dapatmelakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Sedangkan Nirmala dan Cahyonowati (2013) menemukan bahwa auditor berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik.
Institut Akuntan Publik Indonesia dalam SPAP (2011:130.1:11) mengemukakan prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional diwajibkan untuk setiap praktisi, bertujuan untuk :
a. Memelihara pengetahuan dan keahlian professional yang dibutuhkan untukmenjamin pemberian jasa professional yang kompeten kepada klien ataupemberi kerja, dan
b. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan seksama sesuai dengan standarprofesi dan etika profesi yang berlaku dalam pemberian jasa profesionalnya.
Menurut Zu’amah (2009:151) kompetensi adalah keahlian profesional seorangauditor yang didapat melalui pendidikan formal, uji profesional maupun keikusertaan dalam pelatihan, seminar, dan simposium. Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audityaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Kompetensi profesional berpengaruh positif terhadap audit judgment karena semakin tinggi kompetensi auditorakan semakin baik Judgment (pertimbangan) yang akan dihasilkan oleh auditor tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang dikemukakan adalah:
H4 : Kompetensi profesional berpengaruh terhadap audit judgment
## Pemahaman Atas Standar Audit terhadap Audit judgment
Pengambilan keputusan harus didukung oleh informasi yang memadai.Untuk mendapat informasi yang memadai, seorang auditor harus mengerti tentang standar auditing karena standar ini mengatur prosedur yang harus dilakukan oleh auditor dalam melakukan audit. Jika seorang auditor memahami standar maka ia mampu mengumpulkan data atau informasi diperlukan selama prosedur audit dilaksanakan dan bila itu terjadi maka informasi yang didapat akan relevan dan informasi penting tidak akan terlewat karena pelaksanaan prosedur audit yang dilakukan secara tepat dan cermat. Semakin banyak informasi pentingyang diperoleh akan semakin mudah auditor melakukan judgment dalam memberikan opini yang tepat untuk laporan keuangan klien. Judgment yang diberikan akan akan tergantung pada informasi yang didapat dari klien. Semua faktor yang harus dipertimbangkan ( judgment) terkait tingkat resiko yang dihadapi oleh auditor juga tingkat materialitas yangditentukan sudah diatur dalam standar auditing. Dalam standar auditing juga dijabarkan bagaimana seorang auditor harus bersikap dan apa yang boleh dilakukan juga yang tidak boleh dilakukan guna menjaga citranya di masyarakat sebagai pihak yang independen dan memenuhi
tanggung jawabnya terhadap profesi yang ditekuninya. Oleh karena itu, pemahaman standar auditing akan sangat membantu auditor dalam melakukan tugasnya. Standar auditing merupakan panduan audit dan menjadi pedoman umum untukmembantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis.Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas profesional sepertikompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan dan bukti (Mulyadi, 2002).
Standar audit juga dapat diartikan sebagai pengukur kualitas dan tujuan, sehingga jarang berubah meski lingkungan auditnya berubah (Rahayu dan Suhayati, 2010:37). Sedangkan menurut Arens dan Loebbecke (2003: 17)Standar audit adalah pedoman umum bagi seorang auditor dalam menjalankan tanggungjawab profesinya. Dalam praktiknya seorang auditor perlu memahami standar audit dalam pelaksanaan tugasnya. Akuntan publik merupakan salah satu profesi yang memiliki standar sebagaipedoman dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tuntutan untuk bersikap professional dalam menjalankan profesinya harus diterapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standar audit. Pemahaman atas standar audit berpengaruh positif terhadap audit judgment, diharapakan semakin tinggi auditor mempunyai pemahaman tentang standar audit maka semakinbaik pula pertimbangan yang akan dihasilkan. Berdasarkan uraian tersebut maka diturunkan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Pemahaman Atas Standar Audit berpengaruh terhadap audit judgment.
## Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional danPemahaman
Atas Standar Audit Terhadap Audit judgment
Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional dan Pemahaman Atas Sandar Audit diduga secara bersama-sama berpengaruh terhadap Audit judgment, karena saling mendukung dan mempengaruhi antara variabel independen dengan variabel dependennya.Dari penelitian-penelitian sebelumnya dikemukakan bahwa variabel diatasmempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit judgment.Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis yang dikemukakan adalah:
H6: Gender, supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional dan Pemahaman Atas Standar Auditber pengaruh positif terhadap Audit judgment.
## METODE PENELITIAN
## Tipe Penelitian
Dalam menganalisis penelitian pengaruh supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar audit terhadap audit judgment. Tipe penelitian yang digunakan adalah kausal komparatif. Menurut Sugiyono (2013:27) penelitian ini termasuk penelitian kausal komparatif yaitu hubungan sifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi).
## Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan langsung dari sumbernya yaitu auditor, yang disebut dengan data primer dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada sampel yang ditentukan dengan menggunakan skala pengukuran. Penyebaran kuesioner ini diharapkan mendapat data primer yang baik dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari narasumber atau secara langsung, padapenelitian ini seluruh data didapatkan dari hasil penyebaran kuesioner terhadap auditoreksternal yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Jakarta Selatan danJakarta Barat. Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini menggunakan metode survey untuk mendapatkan data yang bersifat primer. Data primer sendiri diperoleh melaluipenyebaran kuesioner secara langsung yang berisi pernyataan-pernyataan yang diukur, yaitu Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional, Pemahaman Atas Standar Audit dan Audit Judgement kepada responden yang bersangkutan.
Menurut Sugiyono (2011:142): “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”. Data yang didapat melalui kuesioner ini adalah hasilisian responden, yaitu data yang dijadikan objek sampel.Penelitian ini meminta responden untuk mengisi kuesioner yang selanjutnya dapatdiperoleh informasi mengenai Pengaruh Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional danPemahaman Atas Standar Auidt terhadap Audit Judgment.Jenis data yang dilakukan penulisadalah primer dengan penyebaran pada beberapa Kantor Akuntan Publik di wilayah JakartaSelatan dan Jakarta Barat.
## Populasi dan sampel
Populasi pada penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik(KAP) di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Data objek penelitian tahun 2014 didapatdari (www.iapi.or.id) dan ditemukan jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar danmasih aktif yang berada di wilayah DKI Jakarta adalah sebanyak 236 KAP. Sedangkan yangberada di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat adalah 94 KAP, dengan demikian jumlahKAP di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat mendekati setengah dari jumlah KAP di DKI Jakarta. Sehingga jumlah ini dianggap mewakili untuk dijadikan populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convenience sampling. Convenience sampling merupakan sampel nonprobablititas dimana pengumpulan informasi dari anggota populasi yang dengan senang hati bersedia memberikannya (Sekaran, 2006:136). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 52 sampel, dari total 94 Jumlah Kantor Akuntan Publik yang terdaftar dalam Direktorat Institut Akuntan Publik Indonesia di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
## Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
## Audit judgment (Y)
Pada variabel Audit judgment menggunakan instrument dari Mulyadi (2002), yakni dengan dimensi yang terdiri dari perikatan audit, perencanaan audit, keputusan audit dan pelaporan audit. Pada variabel tersebut diukur dengan menggunakan pernyataan dalammenganalisis Audit judgment. Item dari Audit judgment diukur menggunakan skala likert dengan pebobotan sebagai berikut: 1 = “sangat tidak setuju”, 2 = “tidak setuju”, 3 =“netral”, 4 = “setuju”, 5 = “sangat setuju”.Dengan demikian skala pengukurnya adalah interval.
## Gender (X1)
Gender yaitu terdiri yang dicirikan secara fisik atas 2 jenis kelamin yaitu pria dan wanita. Dengan menggunakan skala pengukuran nominal, Gender akan diukur dengan variabel dummy, 1 jika wanita sedangkan 0 jika pria (Primasari, 2014).
## Supervisi (X2)
Pada variabel Supervisi menggunakan instrumen menurut Accounting Education Change Commision (AECC) pada tahun 1990 statement No 4. Dimensinya yang terdiri dari kepemimpinan dan mentoring, kondisi kerja dan penugasan.Variabel tersebut diukur dengan menggunakan 9 pernyataan dalam menganalisis supervisi. Dengan skala nominal item dari supervisi diukur menggunakan skala likert dengan pebobotan
sebagai berikut: 1 = “sangat tidak setuju”, 2 = “tidak setuju”, 3 = “netral”, 4 = “setuju”, 5 = “sangatsetuju”.
## Independensi (X3)
Pada variabel Independensi menggunakan instrumen menurut Elder, et.al (2011:74), dengan dimensi yang terdiri dari independen dalam fakta atau independen dalampikiran dan independen dalam penampilan. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan 6 pernyataan dalam menganalisis independensi. Dengan skala nominal item dari independensi diukur menggunakan skala likert dengan pebobotan sebagai berikut: 1 = “sangat tidak setuju”, 2 = “tidak setuju”, 3 = “netral”, 4 = “setuju”, 5 =“sangat setuju”.
## Kompetensi Profesional (X4)
Pada variabel kompetensi profesional menggunakan dua dimensi kompetensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Peneliti menggunakan pertanyaan dengan indikator sebagai berikut : (1) jumlah klien yangaudit, (2) ketepatan waktu penyelesaian audit, (3) kecapakan asisten, (4) litigasi perusahaan, (5) pengetahuan dari pendidikan strata. Semua item pertanyaan diukur pada skala likert 1 sampai 5.Variabel tersebut diukur dengan menggunakan 5 pernyataan dalam menganalisis latar belakang pendidikan. Dengan skala nominal item dari latar belakang pendidikan diukur menggunakan skalalikert dengan pebobotan sebagai berikut: 1= “sangat tidak setuju”, 2= “tidak setuju”, 3=“netral”, 4 = “setuju”, 5 = “sangat setuju”.
## Pemahaman Atas Standar Audit(X4)
Pada variabel pemahaman atas standar auditmenggunakan Standar ProfesionalAkuntan Publik (SPAP) (2011) SA seksi 150 paragraf 02 menjelaskan standar auditing yangtelah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yaitu : (1) standar umum, (2) standar pekerjaan lapangan, dan (3) standar laporan.Variabel tersebut diukur dengan menggunakan 10 pernyataan dalam menganalisispengalaman auditor. Dengan skala nominal item dari pengalaman auditor diukur menggunakan skala likert dengan pembobotan sebagai berikut: 1 = “sangat tidak setuju”, 2 = “tidak setuju”, 3 = “netral”, 4 =“setuju”, 5 = “sangat setuju”.
## Model Penelitian
Model penelitian yang akan digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel- variabel independen terhadap variabel dependen adalah model regresi linier berganda ( Multiple Linier Regression Methody). Dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
Y = Audit judgment a = Koefisien konstanta
β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 6 = Koefisien regresi masing masing variabel X1 = Gender X2 = Supervisi X3 = Independensi X4 = Kompetensi Profesional X5 = Pemahaman atas standar audit X6 = Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional dan Pemahaman atas standar audit e = Error
Keterangan antar variabel dari persamaan ini dapat digambarkan ke dalam bentuk modelsebagai berikut:
β 1X1 β 2X2 e β 3X3 β 4X4 β 5X5 β 6X6
## Sumber: Diolah Sendiri
Gambar 1: Model PenelitianRegresi Linear Berganda
Gender (X1) Supervisi(X2) Audit Judgment (Y) Independensi (X3) Kompetensi Profesional (X4) Pemahaman atas standar audit(X5)
Y = a + β 1X1+ β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 + β 6X6 + e
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
## Hasil Analisis Pengujian Hipotesis Secara Parsial (T-Test)
Hasil uji secara parsial hubungan kausalitas antara variabel dependen dengan variabel independen ditunjukkan dengan nilai signifikansi koefisien regresi masing- masing variabel independen yang dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Jika nilai signifikansi < dari α = 0,05, maka hipotesis penelitian akan diterima, sebaliknya jika nilai signifikansi > dari α = 0,05, maka hipotesis penelitian akan ditolak. Dari tabel 1 menunjukkan bahwa nilai signifikansi semua variabel lebih besar dari pada 0,05. Artinya bahwa tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap penilaian mahasiswa atas tindakan auditor. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap audit judgment.
## Tabel 1: Uji Signifikansi Parameter Individual
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 15.683 6.665 2.353 .023 Gender .404 .885 .051 .457 .650 supervisi -.092 .128 -.081 -.718 .476 Independensi .580 .413 .353 1.403 .167 Kompetensi -.177 .238 -.105 -.743 .461 PahamSA .339 .228 .370 1.489 .143
a. Dependent Variable: Judgment
Sumber: data yang diolah, 2015
Hasil Analisis Pengujian Hipotesis Secara Simultan (F-Test)
## Tabel 2: Uji Signifikansi Parameter Simultan
ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 365.817 5 73.163 7.460 .000 a Residual 451.164 46 9.808 Total 816.981 51
a. Predictors: (Constant), Gender, PahamSA, supervisi, Kompetensi, Independensi b. Dependent Variable: Judgment
Sumber: data yang diolah, 2015
Hasil uji secara simultan atau secara bersama-sama antar variabel independen terhadap variabel dependen ditunjukkan dengan nilai signifikansi koefisien regresi yang dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Jika nilai signifikansi < dari α = 0,05, maka hipotesis penelitian akan diterima, sebaliknya jika nilai signifikansi > dari α = 0,05, maka hipotesis penelitian akan ditolak. Dari table 2 diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Artinya secara bersama sama variaben independen gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap audit judgment.
## Interpretasi Hasil Penelitian
Gender tehadap Audit judgment
Hasil penelitian menyatakan bahwa gender tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat oleh Muthmainah (2006), yang menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengakui dan bertahan dari perilaku tidak etis biasanya dihubungkan dengan demografi (gender). Hal ini tidak sejalan juga dengan pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa perempuan kelihatannya akan lebih sedikit melanggar aturan dari pada pria dan lebih kritis terhadap apa yang mereka lakukan (Betz et al, 1989) dalam Primasari (2014). Hal ini kemungkinan dikarenakan pekerjaan membentuk perilaku melalui struktur reward, laki- laki dan perempuan akan memberi respon yang sama pada lingkungan jabatan yang sama.
## Supervisi terhadap Audit judgment
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel supervisi tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Yuliani (2013) menyatakan supervisi memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pemberian judgment. Kemungkinan hal ini dikarenakan bahwa dalam membuat pertimbangan atau judgment tidak hanya dibutuhkan Supervisi, tapi hal lain seperti, kompetensi auditor, kecakapan, keahlian dalam melakukan auditor semakin banyak pengetahuan yang dimiliki maka semakin tepat pertimbangan atau judgment yang dibuat.
## Independensi terhadap Audit judgment
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh independensi tidak berpengaruh terhadap audit judgment. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin
independen seorang auditor belum tentu menghasilkan audit judgment yang berkualitas. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Yuliani (2013) yang menyatakan bahwa independensi sangat berpengaruh terhadap audit judgment. Hal ini kemungkinan dikarenakan karena untuk memiliki audit judgment yang berkualitas seorang auditor tidak hanya harus independen, tapi juga harus memiliki pengalaman, kecakapan, dan keahlian yang mumpuni.
## Kompetensi Profesional terhadap Audit judgment
Hasil dari pengujian secara parsialvariabel Kompetensi Profesional terhadap Audit judgmentmemberikan kesimpulan bahwa Kompetensi Profesional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Audit judgment. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Raiyani danSuputra (2014), yang menunjukkan bahwa secara parsial Kompetensi, Kompleksitas Tugas, dan Locus of Control berpengaruh signifikan positif terhadap Audit judgment. Hal ini kemungkinan dikarenakan dalam pengambilan keputusan audit, lebih dipengaruhi pengalaman yang cukup dan memadai. Dengan adanya pengalaman yang cukup memadai dari auditor otomatis kompetensi profesional dapat terbentuk dengan sendirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Nirmala dan Cahyonowati (2013) yang menyatakan bahwa auditor berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik.
## Pemahaman Atas Standar Audit terhadap Audit judgment
Hasil pengujian secara parsial variabel Pemahaman Atas Standar Audit terhadap Audit judgment memberikan kesimpulan bahwa Pemahaman Atas Standar Audit tidak berpengaruh secara signifikanterhadap Audit judgment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang auditor yang memahami standar belum tentu mempunya audit judgment yang berkualitas. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada dasarnya pertimbangan audit dihasilkan dari kemampuan auditor mengumpulkan informasi yang relevan untuk dipertimbangkan secara baik. Seperti yang dikutip dari Mulyadi (2002) bahwa, semakin banyak informasi penting yang diperoleh akan semakin mudah auditor melakukan judgment dalam memberikan opini yang tepat untuk laporan keuangan klien.
Gender, Supervisi, Independensi, Kompetensi Profesional dan Pemahaman Atas Standar Audit Terhadap Audit judgment
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap Audit judgment. Meskipun pada saat di uji secara parsial masing-masing variabel independen tidak ada yang berpengaruh terhadap audit judgment, ternyata hasil pengujian secara simultan menunjukkan kebalikannya. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan audit judgment yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas sandar audit secara bersama-sama (simultan) dan bukan secara parsial (individu).
## PENUTUP
## Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Variabel gender tidak berpengaruh terhadap audit judgment
2. Variabel supervisi tidak berpengaruh terhadap audit judgment
3. Variabel independensi tidak berpengaruh terhadap audit judgment
4. Variabel kompetensi profesional tidak berpengaruh terhadap audit judgment
5. Variabel pemahaman atas standar tidak berpengaruh terhadap audit judgment 6. Variabel gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap audit judgment.
## Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Variabel independen yang digunakan untuk menguji audit judgment hanya terbatas yaitu, gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar.
2. Data yang dianalisis dalam penelitian ini hanya menggunakan instrument yangdidasarkan pada persepsi jawaban dari responden.
3. Populasi dari penelitian ini hanya terbatas pada auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik(KAP) di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
## Saran
Saran bagi penelitian selanjutnya;
1. Menambah variabel independen yang digunakan untuk menguji audit judgment, tidak hanya terbatas yaitu, gender, supervisi, independensi, kompetensi profesional dan pemahaman atas standar.
2. Menambah instrumen untuk memperoleh jawaban responden, bisa dilakukan dengan observasi, wawancara atau pengamatan langsung.
3. Memperluas populasi penelitian, misalkan wilayah DKI Jakarta secara keseluruhan
## DAFTAR PUSTAKA
Accounting Education Change Commission (AECC), 1993, Issues Statement Number-4,
Improving the Early Employment Experience, April 1993. http://aaahq.org/AECC/PositionsandIssues/issues4.htm, Internet
Agusti, Restu. dan Nastia Putri Pertiwi. 2013. Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Profesional Terhadap Kualitas Audit. Riau: Universitas Riau. Jurnal Ekonomi Vol. 21 No. 03.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 2003. Auditing fair valuemeasurements and disclosures. Statement on Auditing Standards No. 101- Independence. York, NY: AICPA.
Arens, A. Loebbecke, J.K. 2003, Auditing Pendekatan Terpadu buku satu.Edisi Indonesia. Terjemahan Jusuf, Amir A.Jakarta: salemba empat
Elder, et. al. 2011.Jasa Audit dan Assurance.Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Fan, Ying Han. Woodbine, Gordon and Cheng, Wei. 2013. A study of Australian and Chinese accountants’ attitudes towards independence issues and the impact on ethical Judgments.Asian Review of Accounting. Vol. 21 No. 3, 2013 pp. 205- 222.
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat
--------------------. 2013. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Muthmainah, Siti. 2006. Studi tentang Perbedaan Evaluasi Etis, Intensi Etis ( Ethical Intention) dan Orientasi Etis Dilihat Dari Gender dan Disiplin Ilmu: Potensi Rekruitmen Staf Profesional Pada kantor Akuntan Publik. Simposium Nasional Akuntansi.
Nasution, Damai dan Ostermark, Ralf. 2012. The impact of social pressures,locus of control, and professional commitment on auditors’ judgment (Indonesian evidence). Asian Review of Accounting. Vol. 20 No. 2, 2012. pp. 163-178.
Nirmala dan Cahyonowati. 2013. Pengaruh Kompetensi, Independensi, Tekanan Waktu danEtika Auditor Terhadap Kualitas Audit. Jakarta: E -Jounal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Volume. 1 Nomor 2.
Praditaningrum, Anugerah Suci dan Indira Januarti. 2012. Analisis Faktor-Faktor
YangBerpengaruh Terhadap Audit judgment. Jurnal Universitas Diponegoro,Semarang. Volume 15.
Primasari, Nora Hilmia. 2014. Pengaruh Orientasi Etika, Gender, Pengetahuan Tentang Profesi Akuntan Dan Pengetahuan Tentang Skandal Keuangan Terhadap Penilaian Atas Tindakan Auditor (Studi Empiris Pada Mahasiswa Akuntansi Universitas Budi Luhur). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 3. No 2.
Purwanti, Rini dan Siti Khairani. 2014. Pengaruh Pengalaman, Kemampuan DanPengetahuan Terhadap Audit judgment Yang Diambil Oleh Auditor. Jurnal Akuntansi STIE MDP.
Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely. 2010. Auditing: Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Raiyani, Ni Luh Kadek Puput dan I.G.D Dharma Saputra. 2014. Pengaruh Kompetensi,Kompleksitas Tugas, dan Locus of Control Terhadap Audit judgment. E-jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.6 Hal.3, 429-438.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business, Edisi 4 Buku 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tjun, Lauw Tjun., et al. 2012. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor TerhadapKualitas Audit.Bandung : Universitas Kristen Maranatha . Jurnal Akuntansi Vol.4 No.1Mei 2012: 33-56.
Trisnaningsih, Sri. 2004. “Perbedaan Kinerja Auditor Dilihat Dari Sisi Gender”.
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7. No. 1. (Januari), hal 108-123
Yuliani, Nur Laila. 2013. Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Independensi, dan Pengalam Auditor Terhadap Audit judgment. Jurnal Ekonomi Universitas Muhamadiyah Magelang. Vol. 5, No.2.
Yustrianthe, Rahmawaty Hanny. 2012. “Kajian Empiris Audit Judgment Pada Auditor”. Media Riset Akuntansi. 170:186. (Jakarta: Agustus 2012).
Zu’amah, Surroh. 2009. Independensi dan Kompetensi Auditor Pada Opini Audit . Semarang: Universitas Semarang. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol. 1, No. 2.
|
36303e92-3ffd-4cea-b9d8-56aa9faa0f26 | http://atavisme.kemdikbud.go.id/index.php/atavisme/article/download/75/69 |
## SAYEMBARA SEBAGAI BENTUK RESISTENSI PEREMPUAN DALAM MENOLAK HEGEMONI LAKI-LAKI DALAM CERITA RAKYAT RORO JONGGRANG, RORO MENDUT, DAN SANGKURIANG
Sayembara as the Form of Women’s Resistances in Fighting for Men’s Hegemony in Folktales Roro Jonggrang , Roro Mendut , and Sangkuriang
## Ali Mustofa
Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya Jalan Lidah Wetan, Surabaya, Pos-el: [email protected]
(Makalah diterima tanggal 5 April 2011—Disetujui tanggal 3 November 2011)
Abstrak: Makalah ini membahas secara singkat beberapa masalah dalam lingkup resistensi ter- hadap hegemoni patriarki dalam tiga cerita rakyat Indonesia; Roro Jonggrang, Roro Mendut, dan Sangkuriang. Teori subalterniti Gayatri Spivak dipergunakan untuk membingkai pembacaan kritis terhadap ketiga cerita. Ketiga cerita rakyat yang dikaji mendedahkan resistensi perempuan terhadap dominasi hegemonis pria dalam lingkup masyarakat patriarkis. Temuan dari pembahasan menunjukkan bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam ketiga cerita berasal dari strata sosial tertentu dalam masyarakat mereka yang telah memiliki subjektifikasi dan identifikasi tersendiri. “Sayembara” yang secara taktis direka dan diciptakan oleh ketiga tokoh perempuan merupakan alat alternatif untuk menolak dominasi dan kekuasaan pria. Katarsis ketiga cerita rakyat menun-jukkan bahwa ketiga tokoh perempuan menemui ajal atau mengalami perubahan wujud yang merupakan konsekuensi dari pemberontakan. Citra perempuan dalam ketiga cerita rakyat ber-dasarkan berbagai versi penceritaan adalah pemberontak dan subversif.
Kata-Kata Kunci : resintensi, hegemoni, patriarki, dominasi
Abstract : This paper briefly shares some insights in the matters of resistance toward patriarchic hegemony in three Indonesian folktales; Roro Jonggrang, Roro Mendut , and Sangkuriang . Spivak’s subalternity is used to carve out the critical reading on the three stories. The three stories tell women’s resistances toward men’s hegemonic dominions in patriarchic societies. The findings of the discussion show that woman characters in the three stories come from certain social stratum in their own societies who have their own subjectification and identification. “Sayembara” which was tactically created by those women characters is a means of their alternative weapon to resist men’s dominion and power. The catharsis of the three folktales shows that the three woman characters find their dead or evanescent as the consequences of their being rebel. The images of women in the three stories based on various versions of the folktales are rebellion and subversive.
Key Words : resistance, hegemony, patriarchy, dominion
## PENGANTAR
Masyarakat Nusantara menyimpan lim- pahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sum- ber sejarah tersebut dari generasi ke ge- nerasi disampaikan dalam berbagai ben- tuk dan rupa. Cerita rakyat, sebagai salah
satu bentuk budaya sekaligus sumber se- jarah, dianggap sebagai cerita yang kaya pesan moral dan edukasi secara lintas ge- nerasi. Sifat cerita rakyat adalah lisan. Kelisanannya ditentukan oleh tradisi tu- tur tinularnya yang menjadi ciri tersen- diri bagi kesusasteraan Indonesia tradisi
lisan. Jarak estetika, jarak usia, dan spa- sio temporal latar belakang cerita menja- dikan cerita-cerita rakyat dituturkan se- cara berbeda dan bergradasi sesuai dengan wilayah geografis penutur dan di mana cerita tersebut dituturkan. Tiga ce- rita rakyat terkenal disajikan dalam tu- lisan ini untuk dibahas mengenai masa- lah perlawanan para tokoh perempuan- nya terhadap dominasi dan hegemoni penguasa, dalam hal ini terwakili oleh pria. Ketiga cerita tersebut adalah Roro Jonggrang , Roro Mendut, dan Sangkuriang . Salah satu hal yang belum pernah diamati secara mendalam dari ketiga ce- rita rakyat tersebut adalah masalah perla- wanan tokoh-tokoh perempuannya. Keti- ga tokoh perempuan dalam cerita rakyat melakukan perlawanan, yang disajikan secara tersamar, dengan cara melakukan pengundian nasib bagi para tokoh laki- laki untuk mempersunting mereka. Pengundian nasib ini selanjutnya akan disebut sebagai “sayembara”. Sayemba- ra ini menjadi inti konflik cerita, di mana para perempuan dalam cerita-cerita yang dikaji membuka sayembara tersebut un- tuk “diperebutkan”. Kata “diperebutkan” di sini bermakna konotatif karena pada dasarnya tidak ada perebutan, tetapi yang ada hanyalah “dominasi”, “pemaksaan”, dan “hasrat untuk mempersunting” to- koh-tokoh perempuan dalam cerita. Sa- yembara ini tidak lain adalah media re- sistensi mereka terhadap hegemoni para pria, yang kenyataannya dalam ketiga cerita yang dikaji, berada dalam budaya patriarki. Sayembara sebagai bentuk re- sistensi perempuan terhadap dominasi, tidak lain, merupakan buah patriarki.
## TEORI
Unsur terpenting dalam tradisi lisan bu- kan hanya konteks. Banyak dijumpai ki- sah dengan alur cerita yang sama, tetapi tokoh dan latar belakang yang berbeda. Tradisi lisan memungkinkan pengkayaan nilai-nilai yang disampaikan di samping
keluwesan dalam bentuk dan cara bertu- turnya. Tradisi lisan adalah segala ma- cam yang diucapkan atau disampaikan secara turun-temurun, meliputi lisan dan yang beraksara, pula diartikan juga seba- gai ‘sistem wacana yang bukan beraksa- ra’ (Anwar, 2008, diunduh di http://www.kaweki.com/index.php?pilih =news&mod=yes&aksi=lihat&id=11). Sesuai dengan nilai-nilai filosofi ne- nek moyang yang berkembang, tradisi kelisanan di Indonesia memegang asas dan keyakinan “untuk merayakan pan- dangan hidup yang berdasarkan keseim- bangan dan kerbersamaan” (Damono, 2009:60—61) Tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang lisan saja. Impilikasi kata ‘li- san’ dalam pasangan ‘lisan-tulisan’ ber- beda dengan ‘lisan beraksara.’ Lisan yang pertama ( oraly ) mengandung mak- sud ‘keberaksaraan bersuara.’ Sedangkan lisan yang kedua ( orality ) memiliki mak- sud ‘kebolehan bertutur secara beraksa- ra.’ Kelisanan dalam masyarakat berak- sara, sering diartikan sebagai hasil dari masyarakat yang tidak terpelajar; suatu yang belum dituliskan; suatu yang di- anggap belum sempurna/matang dan se- ring dinilai dengan cerita beraksara. Dari penuturan di atas, ternyata cakupan ‘tra- disi lisan’ sangat luas. Ada kesinam- bungan antara kelisanan dengan keberak- saraan, yang sebenarnya memiliki tujuan akhir menyampaikan nilai ( value ) yang terkandung dalam suatu karya sastra. Tradisi lisan tidak akan bisa meninggal- kan ciri-ciri masyarakat lama dan tunduk pada sifat-sifat masyarakat lama (Damono, 2009:60—61).
Sentuhan intelektual dan sumber potensi yang tersembunyi di dalam cerita rakyat perlu digali. Salah satu caranya, yaitu kembali menyinggung sejarah dan sistem pengetahuan keberadaan tradisi tersebut di masyarakat. Clifford Geertz mengatakan bahwa sistem pewarisan konsepsi dalam bentuk simbolik me- rupakan cara bagaimana manusia dapat
berkomunikasi, melestarikan, dan me- ngembangkan pengetahuan, dan sikap- nya terhadap kehidupan (Geertz, 1973:89). Pewarisan nilai dan konsepsi melalui cerita yang sudah sedemikian mapan telah menjadi budaya turun-temu- run di masyarakat nusantara. Cerita tidak saja merefleksikan nilai-nilai sosial bu- daya masyarakat dahulu, tetapi juga mengantarkan nilai-nilai itu kepada ma- syarakat sekarang. Hal itu disebabkan karena cerita pada satu generasi diwaris- kan dari cerita masyarakat sebelumnya (Nurgiantoro, 2005:117). Tubuh menjadi arena pergulatan norma. Pada saat yang sama, tubuh dija- dikan situs yang meresistensi norma- norma tersebut. Tulisan ini akan memba- has bagaimana sayembara sebagai buah resistensi perempuan dalam tiga cerita rakyat yang dipilih menunjukkan eksis- tensi dan selanjutnya menjadi situs resis- tensi dalam melawan sistem patriarki se- bagai bentuk subjektivitasnya [baca: kedirian]. Selanjutnya, suara perempuan, pada umumnya, yang menyuarakan nor- ma-norma patriarki dikonstruksi sedemi- kian rupa sehingga dianggap dan diper- sepsi sebagai sesuatu yang ‘normal’ dan ‘wajar’. Yang berada di luarnya adalah ‘abnormal’, liyan [ other ]. Pandangan ‘normal’ yang diangkat dalam ketiga ce- rita rakyat yang dipilih, misalnya, adalah menikah dan memiliki anak. Namun, pembacaan yang dilakukan terhadap ke- tiga cerita rakyat tersebut menunjukkan bahwa para tokoh perempuan dalam ke- tiga cerita melakukan resistensi [baca: penolakan] terhadap hegemoni dan do- minasi pria. Ini menunjukkan bahwa ce- rita rakyat Indonesia sejak dulu sudah menempatkan perempuan dalam sebuah posisi yang “menentukan” dalam perca- turan politik dan kekuasaan.
Spivak sampai pada kesimpulan bahwa kelompok-kelompok subaltern memang tidak bisa berbicara. Istilah “ subaltern ” kemudian dipergunakan un- tuk merujuk kepada kelompok-kelompok
sosial yang “terpinggirkan” ( other ). Ka- rena itulah seorang intelektual tidak mungkin bisa mengklaim kemampuan mereka buat menggali dan mencari suara kelompok-kelompok subaltern (Sitorus, 2004:155—171). Klaim-klaim semacam ini justru, menurut Spivak, bersifat kolo- nial. Oleh karenanya, menurut Spivak, peran intelektual bukan untuk mencari suara subaltern itu, melainkan bahwa pa- ra intelektual harus hadir sebagai “wa- kil” kelompok tersebut. Pandangan Spivak tersebut juga sangat relevan de- ngan pandangan Che Guevara, Gramsci, maupun penulis-penulis dalam jajaran pascakolonial. Baik Che maupun Gramsci, sering mengatakan bahwa inte- lektual harus berpihak. Keberpihakan intelektual ini tentu saja kepada pihak- pihak yang tertindas, yaitu “yang lain” dan yang disebut sebagai subaltern oleh Spivak.
## METODE
Untuk memahami dan menguak perla- wanan subversive para perempuan dalam ketiga cerita yang disajikan dalam tulis- an ini, saya menerapkan model pembaca- an Spivak, di mana saya akan memposi- sikan diri sebagai pembaca tercangkok “ implied reader ”. Pikiran saya setiap kali membaca karya sastra lisan dalam tu- lisan ini adalah selalu melakukan penun- daan untuk membenarkan kenyataan yang ada. Hal ini penting dilakukan un- tuk melakukan proses internalisasi dan melakukan konstruksi pemahaman da- lam tataran “ deep structure ” cerita. De- ngan cara ini, kenyataan yang tersamar dalam tradisi lisan dapat dimunculkan dan dinegosiasikan maknanya. Langkah- langkah yang dapat ditempuh adalah “berhubungan dengan teks” serta terlibat dalam internalisasi permainan represen- tasi kultural dalam cerita, mengenal se- cara tersirat sistem nilai yang ditawarkan karya sastra tersebut dengan cara mema- nipulasi lambang-lambang/kiasan-kias- an, dan akhirnya mengubah/ “ transform ”
pemikiran-pemikiran dalam cerita ke da- lam ranah budaya pembaca (Huda, 2004:113—120). Di sini, di dalam model pembacaan ini, pembaca diajak untuk berdialog atau menginterogasi teks seka- ligus menginterogasi dirinya sendiri.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Sayembara Sebagai Bentuk Resistensi dalam Roro Jonggrang
Roro Jonggrang merupakan buah tradisi lisan masyarakat Jawa Tengah. Cerita ini dipercaya sebagai cerita yang terjadi dan berasal dari kisah nyata. Benar atau tidak pernyataan ini masih menjadi misteri. Kebenaran dalam tradisi lisan menjadi relatif dan merupakan penentu serta daya tarik sastra lisan tersebut. Kekayaan pe- mupukan bahasa dan kelisanannya men- jadi penentu cerita tersebut mendapat apresiasi. Di situlah letak kekayaan tradi- si lisan Indonesia. Semakin banyak pe- nutur kisah sebuah cerita, semakin besar- lah apresiasi terhadap karya tersebut.
Kisah Roro Jonggrang adalah kisah kasih tak sampai seorang Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang hendak memperistri Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan. Peno- lakan Roro Jonggrang yang berbuah maut pada dirinya membuktikan bahwa Roro Jonggrang bukanlah perempuan biasa. Ia berani menghadapi ketamakan dan kerakusan Bondowoso hanya karena ia membela hak-haknya sebagai kaum perempuan yang diobjektifikasi oleh tra- disi dan dikomodifikasi oleh kepentingan politik. Pertemuan Roro Jonggrang dengan
Bondowoso bukan tanpa kebetulan. Se- telah menundukkan Prambanan, Pengging kemudian menguasai daerah kekuasaannya itu. Tidak dijelaskan seca- ra rinci apakah kerajaan Pengging itu akhirnya mendominasi dan menguasai tanah Prambanan, tetapi sampailah pada simpulan bahwa Bondowoso ingin menguasai semua aspek di Prambanan, termasuk ingin menguasai putri raja
Prambanan, Roro Jonggrang, “ Tidak be- rapa lama berkuasa [di Prambanan], Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita ” (Mayasti, 2010:92—95). Hasrat Bondowoso terhadap Jonggrang tidak terbendung lagi. Merasa dilecehkan dan mendapat- kan perlakuan tidak adil setelah kekalah- an kerajaan ayahnya, Roro Jonggrang mendapatkan pukulan berat karena la- maran Bandung Bondowoso ini. Ia tidak serta merta menolak dengan tegas pi- nangan itu, tetapi lantas mengajukan per- syaratan. Persyaratan ini, yang menurut hemat saya merupakan bentuk sayem- bara, adalah sebuah penolakan halus atas dominasi dan kekuasaan Bondowoso yang telah mutlak berkuasa karena ke- menangannya. Hal ini disebabkan kare- na,
”Jika ia [Roro Jonggrang] menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakan- nya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso” (Mayasti, 2010:92—95). Persyaratan yang diajukan Roro Jonggrang kepada Bondowoso adalah mahar yang berat. Namun, karena Bondowoso adalah raja sakti mandragu- na, ia menyanggupinya dengan mudah. Bondowoso merasa dirinya telah menang karena ia yakin bahwa dirinya akan segera mempersunting Roro Jonggrang. Keyakinan ini didasari bahwa dirinya di- bantu oleh roh halus dan jin. Seribu can- di yang diminta Roro Jonggrang akan se- gera terwujud dalam waktu hanya se- malam. Kesombongan ini juga merupa- kan bentuk stereotip laki-laki [budaya patriarki] pada umumnya, di mana ke- kuasaan dan jabatan merupakan alat he- gemoni yang paling banyak diperguna- kan sebagai alat legitimasi dan
indoktrinasi kekuasaan. Walby menegas- kan hal ini bahwa dalam budaya patriarki terdapat kenyataan di mana,”… suatu sistem dari struktur dan praktik-praktik sosial dalam mana kaum laki-laki menguasai, menindas, dan mengisap pe- rempuan” (Bhasin, 1996:4). Dari awal alur cerita, sudah bisa di- tebak memang, bahwa cerita bersimpati kepada Jonggrang. Atribut kesaktian dan bala bantuan roh halus serta jin yang di- gerakkan oleh Bondowoso menunjukkan bahwa kekuasaan raja ini adalah ke- kuasaan semu dan bernuansa hitam. Ini- lah yang menggerakkan Jonggrang untuk melakukan tipu daya dengan membuat kegaduhan suara lesung yang dipukul dayang-dayang kerajaan Prambanan dan sinar terang dari jerami yang terbakar. Suara kokok ayam jantan karena tipuan itu membuyarkan para roh halus dan jin yang sedang bekerja membuat candi dan patung. Proyek itu pun gagal dan seribu patung yang dijanjikan hanya dapat di- wujudkan sebanyak 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan) buah. Kekuatan sihir Bondowoso dan ke- kuatan roh halus serta jin yang digerak- kan Bondowoso ternyata hanya mudah ditaklukkan oleh suara lesung yang me- rupakan atribut feminine . Lesung sering- kali diidentikkan dengan alat kegiatan rumah tangga yang biasa dipegang oleh perempuan untuk menumbuk padi dan mengubahnya menjadi beras. Jerami adalah tangkai bulir padi yang akan men- jadi tumpukan sampah setelah padi ter- lepas darinya. Suara kokok ayam adalah suara-suara binatang di waktu pagi di be- lakang rumah ketika kegiatan tidur ma- lam yang panjang harus berakhir.
Ketiga kekuatan yang dihimpun Roro Jonggrang [lesung, jerami, dan ayam] ini telah berhasil memporakporan- dakan dominasi Bondowoso yang kuat, jahat, dan mendominasi [sihir, roh halus, dan jin]. Permainan aksara dan kata pada tingkatan ini menunjukkan bahwa tradisi lisan telah mengenal pemakaian tanda
dan makna. Di sini, terlihat bahwa adat tradisi dibenturkan satu sama lain untuk mendapatkan nuansa keberaksaraan yang dapat didengarkan sebagai bagian dari bunyi-bunyian indah kelisanan. Lihatlah, misalnya, bunyi lesung di malam hari yang dapat menetralisir sihir; pijar api je- rami yang mengusir roh halus; dan suara kokok ayam jantan yang membuyarkan jin, adalah bukti bahwa tradisi kelisanan sudah menghasilkan bunyi-bunyian ke- indahan dari tradisi budaya dalam kon- teks yang melingkupinya. Sebagai perempuan yang terhege- moni, Jonggrang tidak sepenuhnya ter- objektifikasi oleh kekuatan Bondowoso. Penolakan dia akan dominasi dan ke- kuasaan Bondowoso menunjukkan bah- wa dirinya memiliki kekuatan tawar me- nawar yang tidak bisa dianggap remeh. Hal ini membuktikan bahwa Jonggrang bukan perempuan biasa. Persyaratan yang ia ajukan adalah bentuk perlawanan dirinya sebagai pihak yang tertindas se- cara politis, psikologis, dan gender. Ke- kalahan kerajaan ayahnya telah menjadi- kannya terobjektifikasi, sementara itu hal tersebut mempengaruhi emosi dan psi- kologisnya sebagai pihak yang kalah da- lam hal apapun. Dalam kacamata gender, ia menjadi pihak yang terhegemoni ka- rena dirinya perempuan yang diminta oleh raja penguasa kerajaan ayahnya un- tuk menjadi permaisuri. Semua itu ter- nyata mampu ditepisnya dengan meng- andalkan kekuatan remeh yang berasal dari “belakang” dan “tidak berarti”. Kutukan sihir Bondowoso atas di- rinya yang mengubahnya menjadi batu adalah bentuk perwujudan dari perla- wanan dia yang paling hakiki. Menjadi batu adalah perwujudan dari kekuatan si- kap dan pendirian serta ketegasan karak- ter yang tidak akan pernah dapat tersen- tuh oleh bentuk-bentuk hegemoni Bondowoso. Meskipun wujud benda [pa- tung ke-1000] bagian dari candi Pram- banan adalah bentuk transformasi yang harus ia terima karena kutukan, tetapi hal
itu merupakan puncak perlawanannya yang hakiki sebagai perempuan karena ketidakinginannya untuk bersentuhan dengan “kekerasan”, “kekuasaan”, “do- minasi”, dan “penindasan”. Hal ini pula- lah yang menjadikan nama Roro Jonggrang mendapatkan simpati dan apresiasi dari pembaca cerita secara umum. Nada penuturan yang disampai- kan dalam beberapa versi penerbitan me- nunjukkan bahwa kisah Roro Jonggrang bernada positif.
Sayembara sebagai Bentuk Resistensi dalam Roro Mendut Ada banyak versi cerita tuturan dari be- berapa penutur yang berbeda. Kelisanan Roro Mendut sudah terkenal sejak ber- abad-abad, bahkan di masa Orde Baru, cerita ini pernah diadaptasi ke dalam sinematografi Indonesia dengan judul yang sama, Roro Mendut sekitar tahun 1980-an. Kisah tentang Roro Mendut- Pronocitro mungkin hanya dikenal dalam wilayah geografis yang lebih terbatas. Berbeda dengan kisa Roro Jonggrang, kisah Roro Mendut tidak banyak ditulis ulang maupun diceritakan kembali oleh penutur cerita rakyat dewasa ini. Dalam tulisan sederhana ini, teks novel Roro
Mendut karya Mangunwijaya-lah yang dijadikan sumber penelitian. Roro Mendut Mangunwijaya bukanlah karya “asli” karena cerita ini berangkat dari ce- rita rakyat terkenal milik masyarakat pendukungnya. Roro Mendhut karya
Mangunwijaya pertama kali dipublikasi- kan sebagai cerita bersambung pada ha- rian Kompas (1982). Pada akhir sesi pe- muatannya, yaitu sekitar tahun 1983, ki- sah ini diterbitkan dalam bentuk novel oleh PT Gramedia, Jakarta.
Pada kebanyakan masyarakat Jawa, sudah menjadi sebuah pembicaraan umum bahwa Roro Mendut diyakini me- mang pernah ada dan hidup pada masa kekuasaan Sultan Agung di Mataram (abad ke-17). Kisah Roro Mendut men- ceritakan cinta kasih dua anak manusia
yang tragis di mana seorang perempuan bernama Roro Mendut harus mati karena pembuktian cinta dan kesetiaan kepada seorang lelaki pujaan bernama Pronocitro lewat ritual bunuh diri. Dalam novel karya Mangunwijaya, kematian Roro Jonggrang digambarkan terjadi oleh tindakan dirinya yang berani dan rela berkorban demi harga diri, dan ia tercipta sebagai tokoh yang mendapatkan simpati dan pujian. Ritual bunuh diri ini- lah yang menyebabkan kisah Roro Mendut tidak banyak ditampilkan ke publik, bahkan tidak dimasukkan dalam bagian dari kumpulan cerita hikayat, dongeng, legenda, dan mitos dalam bu- ku-buku bacaan anak-anak dan dewasa di nusantara ini. Hal ini kemungkinan karena perilaku bunuh diri adalah ter- larang dan bukan contoh yang baik bagi anak-anak didik sesuai dengan budaya Indonesia yang religius. Dalam pemahaman Mangunwijaya, zaman Mataram adalah zaman Islam. Jadi, berdasarkan logika dan kesadaran religius Mangunwijaya, Roro Mendut tentu sudah terdidik dalam nilai-nilai ke- islaman, dan salah satu dari nilai itu ialah larangan kepada setiap umat Islam untuk mengakhiri hidup secara sia-sia dan ter- hinakan karena bunuh diri. Karena itu- lah, dalam novel Mangunwijaya, Roro Mendut tidak diceritakan mengambil ke- ris dari dada Pronocitro kemudian me- nancapkan keris tersebut ke dadanya sendiri. Roro Mendut menggunakan ke- ris tersebut untuk melawan Wiroguno yang perkasa. Kekalahan dan kematian Roro Mendut bukan karena bunuh diri seperti yang terpaparkan dalam beberapa versi penceritaan, tetapi karena ia harus berjuang melawan kezaliman Wiroguno. Di luar itu, hal yang penting yang merupakan pusat perhatian dalam tulisan ini adalah sifat berani “mengundi nasib” Roro Mendut kepada para pria di Mata- ram dan juga kepada Tumenggung Wiroguno. Berbekal kecantikan, Roro Mendut memerjualbelikan rokok kretek
buah tangannya sendiri untuk menang- gung beban hidup sebagai perempuan muda hasil rampasan perang.
Setiap pembeli rokok akan menda- patkan tambahan layanan, yaitu rokok yang ia beli akan dihisap terlebih dulu oleh Mendut. Pembeli rokok terbanyak secara otomatis akan mendapatkan ke- sempatan untuk mendapatkan ciuman bi- bir lebih banyak pada rokok yang dibeli- nya. Inilah inti dari “sayembara” dan “undian nasib” yang dimainkan oleh Roro Mendut. Roro Mendut tidak me- merjualbelikan diri atas kemolekan tu- buhnya, seperti yang banyak dilakukan oleh perempuan-perempuan penghibur di masa itu, tetapi ia hanya memerjual- belikan rokok kretek. Ada relasi yang menarik di sini, di mana rokok kretek di- sandingkan dengan bibir [tubuh] untuk menarik minat [birahi] laki-laki. Ada ke- kuatan magis yang dimainkan oleh Mendut ketika ia memperdagangkan ro- kok kreteknya. Ini membuktikan bahwa Mendut telah melakukan subjektifikasi diri dengan melakukan tipu muslihat se- macam ini.
Hal lain yang menarik dari cerita Roro Mendut adalah sifat kemandirian Mendut yang memutuskan untuk berjual- an rokok sebagai upaya menyambung hi- dup. Pilihan menjadi pedagang rokok kretek adalah pilihan yang tidak biasa. Roro Mendut meliyankan dirinya dengan menjadi penjual rokok kretek yang ber- konotasi negatif. Dalam kacamata umum pada waktu itu, menghisap rokok yang berasal dari mulut Roro Mendut adalah sama nilainya dengan mencium bibir Roro Mendut [rokok vs bibir]. Konotasi lain yang muncul adalah dengan menik- mati rokok Roro Mendut sama halnya dengan menikmati tubuh Roro Mendut [rokok vs tubuh]. Di sinilah, letak ke- indahan permainan aksara, bunyi dan na- da dari kisah Roro Mendut yang kontro- versial itu. Sebagai perempuan dalam budaya patriarki, Mendut ternyata tidak menjadi objek yang dibendakan oleh
laki-laki kebanyakan. Namun, dirinya mampu mengobjektifikasi para laki-laki di wilayah itu dengan hanya berjualan rokok kretek “yang lain”. Rokok di tangan dan bibir perempuan bermakna “lain” dan “liar” yang mampu menghip- notis kaum laki-laki untuk berlomba- lomba mendapatkan “hisapan” terbanyak dari mulut Roro Mendut. Pertautan makna dari perilaku ini mengimplikasikan bahwa Mendut sebe- narnya bukan menjual diri dan kecan- tikannya, tetapi pada hasrat untuk dihar- gai dan dijunjung harkatnya sebagai pe- rempuan. Tidak disebutkan juga dalam cerita bahwa Mendut melayani para lela- ki yang mencoba merayunya karena su- dah diketahui bahwa ia hanya mencintai Pronocitro. Dari sini, bisa dikatakan bah- wa meskipun Mendut melakukan komo- difikasi tubuh dan kecantikannya, ia ti- dak serta merta tunduk pada kekuatan hasrat hegemoni nafsu syahwat birahi- nya. Dirinya hanya tunduk pada satu ke- kuatan cinta murni dan kekuatan untuk hidup serta meneruskan kehidupan kare- na ia hanya ingin mendapatkan tambah- an modal beban biaya hidup. Konflik cerita berujung pada pene- muan Wiroguno tentang kekasih Mendut, Pronocitro. Wiroguno yang me- rasa menguasai Mendut, baik secara po- litis maupun juridis akhirnya harus mem- buru Pronocitro untuk ditahan, dan bah- kan dibunuh. Mendut tetap melakukan pertemuan terlarang dengan Pronocitro secara gerilya. Kekuatan cinta Mendut dan Pronocitro tampaknya tidak bisa ter- batasi oleh tembok kekuasaan Wiroguno. Pronocitro, yang berusaha melawan Wiroguno, akhirnya harus meregang nyawa di tangan Wiroguno dengan se- bilah keris. Melihat hal ini, Mendut tidak hanya diam dan menyerahkan diri begitu saja terhadap Wiroguno. Ia mencabut ke- ris yang menancap di dada Pronoctiro dan berusaha menusuk Wiroguno. Na- mun, karena kekuatan yang tidak im- bang, Mendut pun harus menyusul
Pronocitro setelah keris yang ia arahkan ke Wiroguno dengan mudah dapat diba- likkan arahnya menusuk jantungnya sen- diri. Hal ini membuktikan bahwa Mendut tidak mati sia-sia karena kepu- tusasaan akibat perlakuan dan kekuasaan Wiroguno. Mendut harus mati karena ia mempertaruhkan nyawanya sendiri un- tuk melawan hegemoni kekuasaan Wiroguno. Ini membuktikan bahwa “… penguasa patriarki (laki-laki yang ber- kuasa) mengobarkan perang terhadap ke- hidupan itu sendiri” (Bhasin, 1996:16). Dengan mengakhiri hidup Mendut, Wiroguno sebenarnya telah menabuh genderang peperangan dengan kehidup- an ( gynocide ) karena Mendut sebagai pe- rempuan adalah simbol kehidupan yang universal. Pada dasarnya, kematian Roro Mendut adalah kekalahan Wiroguno sendiri. Ia kalah dalam merebut hati Roro Mendut sekaligus kalah dalam mengemban misi kehidupan yang ia inginkan bersama Mendut, yaitu mene- ruskan keturunan.
Sebagai perempuan yang harus ber- hadapan dengan kekuasaan dan dominasi laki-laki, Mendut telah menunjukkan jati dirinya sebagai perempuan yang tidak biasa. Ini terlihat dari tindakannya untuk berusaha menyerang Wiroguno yang su- dah barang tentu jauh lebih kuat dari dirinya. Namun, sekali lagi, penindasan terhadap objek hegemoni biasanya men- dapatkan legitimasi dari sistem kekuasa- an yang sedang berlangsung. Bhasin menjelaskan bentuk kekerasan ini seba- gai
“… suatu struktur meskipun bentuknya tampak individual dan berbeda-beda. Kekerasan adalah perilaku yang secara rutin dialami oleh perempuan dari lela- ki. Kekerasan lelaki secara sistematis dimaafkan dan diabsahkan oleh peno- lakan negara untuk campur tangan me- nentangnya, kecuali dalam kasus-kasus yang luar biasa” (Bhasin, 1996:16).
Kekalahan Mendut tidak membuat Wiroguno sadar, tetapi semakin mem- buat dirinya membenarkan tindakannya karena telah menghapuskan pengkhia- natan dan cinta kasih terlarang. Pembu- nuhan Wiroguno atas Mendut dan Pronocitro dilegitimasinya sebagai ben- tuk kekuasaan dan keabsahan untuk membunuh demi kepentingan individu. Ini juga yang meyakinkan saya bahwa kisah Roro Mendut menjadi tidak banyak dipublikasikan dalam bentuk ce- rita hikayat atau legenda yang dibaca di ruang-ruang kelas sekolah karena unsur “liyan”, “liar”, dan “lain” dari karakter seorang Roro Mendut.
Sayembara sebagai Bentuk Resistensi dalam Sangkuriang
Cerita Sangkuriang merupakan kisah ka- sih tak sampai klasik yang lainnya. Ber- beda dari kedua cerita sebelumnya, Roro Jonggrang dan Roro Mendut , Sangkuriang berpusat pada Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang tidak lain ada- lah anak dan ibu kandung. Cerita ini juga banyak diliputi mitos-mitos mistis sepu- tar kesaktian Sangkuriang sendiri seba- gai tokoh sentral cerita, serta kekuatan magis Dayang Sumbi, Ibu Sangkuriang, yang memiliki kesaktian luar biasa untuk tetap muda meski sudah berusia senja. Kecantikan yang membawa malape- taka nampaknya menjadi salah satu tema cerita. Dayang Sumbi sudah bertahun-ta- hun tidak bertemu dengan anak kan- dungnya sendiri. Dirinya harus menemu- kan anak laki-laki kandung semata wa- yangnya tersebut dalam kondisi yang sa- ma sekali berbeda dan tidak terduga. Pe- muda Sangkuriang telah berubah menja- di pria gagah perkasa yang telah jatuh cinta kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi sendiri telah terpikat oleh ketam- panan Sangkuriang dan merasa bahwa pemuda inilah kekasih hatinya. Proses identifikasi diri tanpa sadar telah dilakukan Dayang Sumbi ketika di- rinya menemukan luka di kepala
Sangkuriang. Inilah konflik cerita yang tidak biasa. Dayang Sumbi tidak segera mengakui bahwa dirinya adalah ibu kan- dung pemuda tersebut, tetapi ia malah menunda-nunda memberitahukan kebe- naran yang sesungguhnya. Luka di kepa- la Sangkuriang, sementara itu, adalah lu- ka hasil perbuatan tangan Dayang Sumbi yang dilakukan sebagai bentuk hukuman fisik kepada Sangkuriang. Hukuman non-fisik diberikan berupa kepergian Sangkuriang dari rumah dan sumpah se- rapah Dayang Sumbi kepada anaknya sendiri. Cerita Sangkuriang memang dipe- nuhi dengan mitos magis kekuatan yang dimiliki oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang, dan Tumang, anjing kesa- yangan Sangkuriang yang tidak lain ada- lah ayahnya sendiri. Beberapa versi ceri- ta ini menerangkan kejadian mengapa Tumang sampai berubah menjadi anjing hitam, tetapi beberapa versi lain tidak menjelaskannya. Kisah Sangkuriang akhirnya menjadi ambivalen karena ke- taksaan jalinan cerita atau alur, penokoh- an, dan tematisasi. Ini merupakan akibat dari sifat cerita itu yang lisan [ oral ] dan kelisanan cerita itu sendiri [ orality ] yang tidak stabil dan dituturkan dalam banyak versi dan sekaligus banyak nada.
Hal yang menarik dari cerita ini adalah permintaan [yang menurut saya, sekali lagi, adalah sayembara] yang di- lontarkan Dayang Sumbi kepada Sangkuriang. Sayembara ini adalah buah dari penundaan keterusterangan Dayang Sumbi kepada anaknya. Sayembara me- rupakan kepanjangan ketaksadaran Dayang Sumbi, yang menggiringnya pa- da penemuan nasib fatal [ blunder ]. Per- mintaan Dayang Sumbi untuk dibuatkan danau dan sebuah perahu tempat di mana mereka akan memadu kasih ketika sudah menjadi suami istri adalah simbol ke- mustahilan. Permintaan ini dapat ditan- dai sebagai bentuk penolakan secara ha- lus karena pada dasarnya hal itu tidak mungkin terjadi. Setali tiga uang dengan
ketidaksadarannya sendiri, apa yang di- lakukan Dayang Sumbi merupakan se- buah perhitungan keliru [ miscalculation ] atas kekuatan yang dimiliki Sangkuriang yang sudah ditempa oleh alam dan ke- kuatan mistis. Perwujudan permintaan itu dengan cepat dapat terpenuhi, tetapi karena su- dah direncanakan sejak awal maka Dayang Sumbi yang juga memiliki ke- kuatan magis dan mistis mampu meng- gerakkan cakrawala di ufuk timur untuk memancarkan sinar yang seolah-olah berubah menjadi fajar yang menying- sing. Kokok ayam jantan membuyarkan pekerjaan Sangkuriang yang dibantu ke- kuatan roh halus dan ilmu magis. Sama seperti kisah Bondowoso dalam Roro Jonggrang , terbengkalailah proyek sa- yembara itu. Di sini, dapat dilihat bahwa “kele- mahan” Dayang Sumbi dalam memberi keputusan yang tegas kepada Sangkuriang merupakan kepanjangan tangan dari ketidaksadarannya akan ke- rinduan kepada anak laki-lakinya. Perlu ditegaskan di sini bahwa tidak ada penyakit Oedipus dalam diri Sangkuriang seperti yang sering diper- bincangkan banyak akademisi. Di sini kesalahan hanya bisa dijatuhkan kepada Dayang Sumbi. Oleh karena itu sudah saya singgung di depan bahwa kisah ini menjadi ambivalen karena ketaksaan ja- linan cerita yang meliputi alur, penokoh- an, dan tematisasi, hingga dramatisasi cerita. Simpati pembaca tidak bisa di- katakan jatuh kepada salah satu dari ke- dua tokoh sentral tersebut. Hal ini di- sebabkan karena posisi Dayang Sumbi sebagai ibu dan Sangkuriang sebagai putra kandung tidak diposisikan secara sejajar. Namun, hal itu menjadi menarik tatkala pembaca memahami bahwa po- sisi Dayang Sumbi menjadi serba sulit untuk menentukan pilihan, yaitu antara menerima cinta Sangkuriang vs mengaku pada Sangkuriang bahwa dirinya adalah
ibu kandung yang telah melahirkannya. Perhatikan petikan berikut:
“Bagaimana mungkin dia dapat meni- kahi anaknya sendiri?... Tapi dia tidak mau mengecewakannya dengan mem- batalkan perkawinan tersebut… Jadi, meskipun dia setuju untuk menikahi Sangkuriang, ada syarat yang harus di- penuhi yaitu membuatkan sebuah da- nau dan perahu agar mereka dapat ber- layar saat matahari terbit pada hari per- nikahan mereka…” (Mayasti, 2010: 98—99)
Menariknya, pembaca juga diajak untuk berpikir kritis di sini, bahwa pada malam penentuan Sangkuriang membuk- tikan sumpahnya untuk mewujudkan jan- jinya, Dayang Sumbi menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya yang maha dahsyat. Ia lalu melakukan tipu daya yang luar biasa untuk menggagalkan ren- cana putra kandungnya tersebut. Inilah “blunder” dan “fatal action” yang ber- laku dari sebuah perhitungan yang keli- ru. Dayang Sumbi sebenarnya menjadi perempuan terhegemoni yang paling menderita di antara ketiga cerita yang di- bahas dalam tulisan ini. Ia harus mene- rima kebencian dan amarah putra kan- dungnya sendiri yang tidak memperca- yainya, serta nasibnya berada di ujung tanduk karena perjanjian yang ia buat dengan roh halus dan makhluk gaib lainnya. Dayang Sumbi harus terhege- moni karena peran keibuannya dan do- minasi sifat subjektifitasnya sebagai ibu. Baik Sangkuriang maupun Dayang Sumbi merupakan korban dari budaya patriarki itu sendiri.
Kisah selanjutnya dari cerita kronis ini bisa ditebak sendiri. Dalam beberapa versi, Dayang Sumbi diceritakan mene- mui kematiannya karena perjanjiannya dengan makhluk halus; ia terseret arus air yang deras dari bendungan yang dije- bol Sangkuriang; bahkan ada versi yang menceritakan bahwa Dayang Sumbi akhirnya bertapa brata untuk menebus
kesalahan dan dosanya. Pembaca, dengan demikian, diajak untuk berpikir kritis serta membuat kesimpulan sendiri untuk dapat memahami semua peristiwa yang terjadi. Sebagai cerita legenda, Sangkuriang telah terbukti sebagai cerita yang ambivalen.
## SIMPULAN
Sebagai salah satu data budaya, sastra lisan dapat diperlakukan sebagai gerbang untuk memahami salah satu atau kese- luruhan unsur kebudayaan daerah yang bersangkutan. Mempergunakan pemba- caan kritis Spivak subalterniti dengan metode pembaca tercangkok, pembacaan kritis terhadap ketiga cerita rakyat menemukan bahwa perempuan dalam ketiga cerita mengalami pendangkalan hidup dan nasib karena dominasi dan he- gemoni kekuasaan kaum pria. Mekanis- me pertahanan diri yang dilakukan ke- mudian mewujud dalam bentuk peng- undian nasib berupa sandiwara yang di- gagas untuk melawan ketamakan, kera- kusan, kekuatan, dominasi, dan hegemo- ni patriarkis. Sayembara yang diemban Roro Jonggrang adalah permintaannya untuk dibuatkan seribu candi dan patung oleh Bandung Bondowoso, musuh kerajaan- nya dan penguasanya. Sayembara itupun harus berakhir berantakan karena tipu daya dan muslihat Roro Jonggrang ka- rena pada dasarnya ia tidak mencintai Bandung Bondowoso. Transformasi tu- buh Roro Jonggrang adalah bentuk per- lawanan hakikinya dalam mempertahan- kan martabat dan harga diri di hadapan penguasa yang zalim. Senada dengan itu, Roro Mendut juga melakukan mekanis- me yang kurang lebih sama. Kisah ka- sihnya dengan Pronocitro harus berakhir tragis ketika Tumenggung Wiroguno merasa cemburu dan ingin menguasai Roro Mendut. Sayembara yang digagas Roro Mendut adalah sayembara pengun- dian pembeli rokok kretek terbanyak. Roro Mendut adalah tokoh yang paling
realis di sini karena upaya yang dia laku- kan bukan tipu muslihat, melainkan upa- ya mempertahankan dan melanjutkan ke- hidupan. Upaya itu diputus oleh Wiroguno dengan memutus mata rantai kehidupan itu sendiri dengan cara mem- bunuh kedua pasangan kekasih. Dayang Sumbi juga melakukan mekanisme per- tahanan diri yang sama dengan ketiga to- koh perempuan lainnya. Persyaratan yang diajukannya kepada Sangkuriang adalah buah dari keraguan dan penunda- an keterusterangannya tentang jati diri- nya. Dayang Sumbi terobjektifikasi oleh kecantikan dan rasa takut kehilangan anaknya. Oleh karenanya, hal tersebut mengantarkan Dayang Sumbi kepada nasib tragis dan kehancuran.
Ketiga cerita rakyat di atas dipersa- tukan dan dipertautkan dalam sebuah pembacaan kritis tentang sebuah hal yang selama ini hampir luput untuk di- perbincangkan, yaitu sayembara. Sayem- bara yang digagas oleh ketiga tokoh pe- rempuan dalam cerita rakyat di atas, me- nunjukkan bahwa pada dasarnya perem- puan itu memiliki posisi dalam perca- turan politik dan kekuasaan. Sayembara di sini merupakan sebuah upaya perta- hanan diri dari serangan dominasi dan hegemoni budaya patriarki yang tidak menguntungkan. Sesuai dengan kodrat- nya dan nada penuturan pada ketiga ce- rita tersebut, nasib ketiga perempuan da- lam cerita dibenturkan pada tradisi hege- moni yang mengakar dalam masyarakat, dan harus dikorbankan sebagai pihak yang terhegemoni. Kekalahan, kematian, serta perubahan wujud merupakan ben- tuk resistensi yang paling hakiki dari pi- hak yang menolak untuk diobjektifikasi. Pembacaan kritis serupa masih perlu di- lakukan dalam menafsirkan karya sastra tradisi lisan. Dari situ, kita bisa belajar
tentang banyak hal terutama mengenai Indonesia sebagai tempat lahirnya tradisi bersastra dan beraksara, serta mengenai ke-Indonesiaan sebagai tempat berta- rungnya ideologi-ideologi yang tidak teramati selama kurun waktu pem- bangunan ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ali Ibnu. 2008. “Tradisi Sastra Lisan Mulai Terlupakan”, diunduh di http://www.kaweki.com/index.php? pilih=news&mod=yes&aksi=lihat& id=11 Bhasin, Kamla. 1996. Menggugat Patri- arki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Kaum Perem- puan . Yogyakarta: Kalyanamitra Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan . Jakarta: Seri Konsep Ilmu Pengetahuan Budaya Geertz, Clifford. 1973. The Interpreta- tion of Cultures . New York: Basic Books Huda, M. Nurul. 2004. “Membongkar
Kekerasan Epistemis: Ancangan Awal ke Pemikiran Gayatri Chakravorty Spivak” dalam Mudji
Sutrisno dan Hendar Putranto (ed) Hermeneutika Pascakolonial: Soal Identitas . Yogyakarta: Kanisius
Mayasti, Ayu. 2010. Kumpulan Legenda,
Hikayat & Cerita Rakyat Nusanta- ra . Yogyakarta: Lafal Indonesia
Sitorus, F.K. 2004. “Identitas: Dekon- struksi Permanen” dalam dalam Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (ed) Hermeneutika Pascakolonial:
Soal Identitas . Yogyakarta: Kani- sius
|
e8866be9-a2cf-4db6-a871-12e01e9b11eb | https://jurnal.uns.ac.id/jkc/article/download/53850/32379 | Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Melalui Model Concept Sentence Peserta Didik Kelas V Sekolah Dasar
Ria Dwi Wulandari
Universitas Sebelas Maret [email protected]
Article History received 30/4/2021 revised 30/5/2021 accepted 30/6/2021
## Abstract
This study aimed to increase the narrative writing skill by using Concept Sentence model of the fifth-grade students at Public Elementary School Soko 1 in the academic year 2020/2021. The study was Classroom Action Research. The subjects of this research were teacher and 12 fifth grade students. The finding of this research shows that the application of Concept Sentence model can improve narrative writing skills students. It can be compares to the score result in the pretest and each cycle. The classical completeness score in the pretest is 25%, and then up to 58,33 in the cycle one, in the cycle II increased to 75%, and in the cycle III increased again to 91,67%. Based on results research, can concluded that application of Concept Sentence model can improve narrative writing skills of fifth grade students at Public Elementary School Soko 1 in the academic year 2020/2021.
Keywords: Concept Sentence model, narrative writing skill, Elementary School
## Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis narasi melalui model pembelajaran Concept Sentence pada peserta didik kelas V SD Negeri Soko 1 tahun ajaran 2020/2021. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Subjek dari penelitian ini merupakan guru kelas dan 12 peserta didik kelas V. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Concept Sentence dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi. Hal ini dapat dapat dibandingkan dari hasil nilai pratindakan dengan nilai di tiap siklus. Perolehan ketuntasan klasikal pada saat pratindakan sebesar 25 %, meningkat menjadi 58,33% pada siklus I, di siklus II meningkat menjadi 75%, dan pada siklus III juga mengalami peningkatan menjadi 91,67%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Concept Sentence dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi peserta didik kelas V SD Negeri Soko 1 tahun ajaran 2020/2021. Kata kunci: model concept sentence, keterampilan menulis narasi, sekolah dasar
## PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat yang dapat mempermudah manusia dalam melakukan komunikasi atau interaksi dengan manusia yang lain. Kemampuan anak dalam berbahasa tidak diperoleh secara langsung, akan tetapi melalui suatu tahapan tertentu. Anak tidak dapat langsung menguasai suatu bahasa dengan baik dan benar, tetapi melalui proses belajar dan latihan yang dilaksanakan secara bertahap serta terus- menerus. Uraian tersebut sependapat dengan yang disampaikan oleh Slamet (2014) bahwa proses peningkatan anak dalam berbahasa didapatkan sejalan dengan dengan perkembangan anak dalam hal intelektual, mental, fisik serta sosial.
Bahasa Indonesia wajib dikuasai dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam bidang pendidikan. Hal tersebut dikarenakan dalam proses pembelajaran di kelas menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, baik secara lisan maupun tertulis. Keterampilan bahasa yang diterima peserta didik dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdiri dari beberapa aspek. Tarigan (2008) mengemukan bahwa aspek dalam keterampilan berbahasa manusia adalah keterampilan menulis, membaca, berbicara, dan menyimak. Keempat aspek keterampilan tersebut berkaitan satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisah. Menurut perkembangannya, keterampilan menulis lebih rumit dibandingkan dengan keempat keterampilan bahasa yang lainnya (Javed et al., 2013)
Keterampilan yang dikembangkan pada tingkat Sekolah Dasar salah satunya adalah keterampilan menulis. Menulis merupakan kegiatan menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain melalui suatu tulisan. Rukayah (2013) menyatakan bahwa menulis merupakan bentuk dari kecakapan seseorang utuk menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain melalui lambang grafik yang dapat dimengerti maksud serta maknanya. Hasil akhir dari proses menulis menjadi sebuah karangan.
Karangan terdiri atas beberapa bentuk. Salah satu bentuk karangan adalah karangan narasi. Karangan narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan suatu cerita atau peristiwa untuk menginformasikan atau menghibur pembaca(Latifah & Rahmawati, 2019).
Berdasarkan pengamatan pada peserta didik kelas V SDN Soko 1 masih banyak peserta didik yang masih kesulitan saat menulis karangan narasi. Hal ini dikarenakan peserta didik kurang memahami materi menulis narasi. Selain itu kegiatan pembelajaran menulis narasi yang dilakukan kurang variatif sehingga menyebabkan peserta didik merasa jenuh dan kurang tertarik pada saat menerima pembelajaran. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan peserta didik kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan hasil tes pratindakan rendahnya keterampilan menulis dikarenakan peserta didik kesulitan menyampaikan pemikiran menjadi bentuk tulisan. Berdasarkan hasil pratindakan terhadap 12 peserta didik terdapat 375 peserta didik atau 75% yang belum mencapai nilai KKM (≥75). Hasil pratindakan menunjukkan bahwa peserta didik masih kesulitan menggunakan Ejaan dengan benar. Selain itu juga kosakata yang dipilih peserta didik kurang tepat. Penulisan organisasi kalimat sesuai yang tepat serta urutan kalimat sehingga menjadi karangan narasi yang baik juga masih perlu diperbaiki.
Terkait dengan masalah tersebut, guru diharapkan untuk memodifikasi kegiatan pembelajaran agar peserta didik menjadi lebih bersemangat dalam melaksanakan pembelajaran di kelas serta lebih memahami materi pembelajaran dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang bisa diterapkan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dari peserta didik dan juga materi yang ingin disampaikan. Penggunaan model pembelajaran yang tepat diperlukan agar dapat membantu guru dalam memperjelas dari langkah-langkah pembelajaran, hubungan, serta keadaan dari model yang telah didesain. Selain itu, penggunaan pembelajaran yang kooperatif akan menajdikan peserta didik lebih baik dalam berinteraksi dan
bekerja sama dengan kelompoknya (Sari, 2014). Salah satu model pembelajan inovatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi adalah model Concept Sentence.
Concept Sentence merupakan model pembelajaran yang mengajarkan agar peserta didik dapat mengembangkan ide atau gagasan mengenai suatu objek melalui kata kunci yang sudah didapatkan hingga menjadi kalimat yang runtut. Hal ini sependapat dengan yang disampaikan oleh Huda (2014) bahwa model pembelajaran Concept Sentence mengajarkan kepada peserta didik untuk menulis suatu kalimat dengan menggunakan beberapa kata kunci yang didapatkan agar kalimat satu dengan kalimat lain mempunyai kandungan konsep yang berbeda.
Penerapan model Concept Sentence diharapkan dapat membantu meningkatkan keterampilan peserta didik dalam membuat sebuah karangan narasi. Penggunaan model ini, isi yang terdapat pada masing-masing kalimat dalam karangan narasi dapat mempunyai konsep yang berbeda anatrpeserta didikdan karangan yang dibuat menjadi lebih runtut. Selain itu, prinsip dari Model Pembelajaran Concept Sentence adalah bagaimana peserta didik mampu memanfaatkan kata kunci atau petunjuk yang disediakan (Fajriani, 2017). Pembuatan kata kunci tersebut berdasarkan peristiwa yang akan dinarasikan, sehingga isi karangan dapat menjadi lebih nyata.
Berdasarkan penelitian dari Utomo (2006) membuktikan bahwa penggunaan model Concept Sentence dapat meningkatkan keterampilan menulis pantun pada peserta didik kelas IV SD N Bumi I No. 67 Surakarta Tahun 2016. Selanjutnya, berdasarkan hasil temuan dari Purwanto (2014) bahwa model pembelajaran Concept Sentence dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi SD N 01 Bolon Colomadu Karanganyar tahun ajaran 2013/2014.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain: 1) Bagaimana penerapan model pembelajaran Concept Sentence dalam meningkatkan keterampilan menulis narasi di kelas V SD Negeri Soko 1 tahun ajaran 2020/2021? 2) Apakah model pembelajaran Concept Sentence dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi di kelas V SD Negeri Soko 1 tahun ajaran 2020/2021?.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Concept Sentence dalam peningkatan keterampilan menulis narasi di kelas V SD Negeri Soko 1 Sragen tahun ajaran 2020/2021. 2) Meningkatkan keterampilan menulis narasi menggunakan model pembelajaran Concept Sentence di kelas V SD Negeri Soko 1 Sragen tahun ajaran 2020/2021.
## METODE
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu guru dan peserta didik kelas V SDN Soko 1 tahun ajaran 2020/2021. Sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu, guru, proses pembelajaran di kelas dan peserta didik kelas V. Sedangkan sumber data sekunder yaitu hasil wawancara, dokumentasi serta arsip nilai keterampilan menulis narasi. Penelitian ini menggunakan teknik tes , dokumentasi, observasi serta wawancara. Teknik pengumpulan dilakukan dengan angket saat observasi dan tes secara tertulis. Teknik analisis data menggunakan analisis data interaktif Miles dan Huberman.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan tiga siklus menggunakan model Concept Sentence . Tahapan penggunaan model pembelajaran Concept Sentence yaitu: 1) penyampaian tujuan kompetensi; 2) penjelasan materi ; 3)
pembentukan kelompok dengan anggota yang heterogen; 4) Pemberian kata kunci sesuai dengan materi; 5) tiap kelompok membuat kalimat berdasarkan kata kunci; 6) hasil dari diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno dan dipandu oleh guru.
Berdasarkan hasil tes pratindakan, menunjukkan bahwa masih terdapat 9 dari 12 peserta didik yang belum mencapai nilai KKM yaitu ≥75. Tabel 1 berikut merupakan distribusi frekuensi nilai uji pratindakan keterampilan menulis deskripsi.
## Tabel 1. Distribusi Frekuensi Nilai Uji Pratindakan Keterampilan Menulis Deskripsi
No Interval Nilai
Frekuensi Nilai Tengah fi.x i Persentase % (f i ) (x i ) Relatif Komulatif 1. 35-42 1 38,5 38,5 8,33 8,33 2. 43-50 1 46,5 46,5 8,33 16,66 3. 51-58 1 54,5 54,5 8,33 24,99 4. 59-66 4 62,5 250 33,33 58,32 5. 67-74 2 69,5 139 16,67 74,99 6. 75-82 3 78,5 235,5 25,00 100 Jumlah 12 764 Rata-rata 63,75 Nilai Tertinggi 80 Nilai Terendah 40 Ketuntasan Klasikal 25 % Nilai di bawah KKM 75 %
Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa dari 12 peserta didik, terdapat 3 atau 25% peserta didik tuntas KKM, sedangkan yang belum tuntas KKM sebesar 9 atau 75% peserta didik . Nilai rata-rata peserta didik yaitu 63,75 dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendahnya 40.
Setelah dilaksanakan siklus I, hasil nilai keterampilan menulis narasi peserta didik meningkat. Nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Nilai Keterampilan Menulis Deskripsi pada Siklus I
No Interval Nilai Frekuensi Nilai Tengah fi.x i Persentase % (f i ) (x i ) Relatif Komulatif 1. 51-56 1 53,5 53,5 8,33 8,33 2. 57-62 2 59,5 119 16,66 30 3. 63-68 1 65,5 65,5 8,33 38,33 4. 69-74 1 71,5 71,5 8,33 41,66 5. 6. 75-80 81-86 6 1 77,5 83,5 465 83,5 50 8,33 91,66 100 Jumlah 12 930 Rata-rata 72,5 Nilai Tertinggi 85 Nilai Terendah 55 Ketuntasan Klasikal 58,33% Nilai di bawah KKM 41,67%
Volume 9 Nomor 1 Tahun 2021
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat 7 atau 58,33% peserta didik tuntas KKM, sedangkan yang belum tuntas KKM sebesar 6 atau 41,67% peserta didik. Nilai rata-rata peserta didik yaitu 72,5 dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendahnya 55.
Hasil nilai keterampilan menulis narasi pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Tabel 3 berikut merupakan distribusi nilai pada siklus II
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Nilai Keterampilan Menulis Deskripsi pada Siklus II
No Interval Nilai Frekuensi Nilai Tengah fi.x i Persentase % (f i ) (x i ) Relatif Komulatif 1. 57-62 1 59,5 59,5 8,33 8,33 2. 63-68 0 65,5 0 0 8,33 3. 69-74 2 71,5 143 16,67 25,00 4. 75-80 5 77,5 387,5 41,67 66,67 5. 81-86 3 83,5 250,5 25,00 91,67 6. 87-92 1 89,5 89,5 8,33 100 Jumlah 12 930 Rata-rata 78,33 Nilai Tertinggi 90 Nilai Terendah 60 Ketuntasan Klasikal 75 Nilai di bawah KKM 25
Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II terdapat 8 atau 75% peserta didik tuntas KKM, sedangkan yang belum tuntas KKM sebesar 4 atau 25% peserta didik. Nilai rata-rata peserta didik yaitu 78,33 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendahnya 60.
Hasil nilai keterampilan menulis narasi pada siklus III mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus II. Tabel 4 berikut merupakan distribusi nilai pada siklus III.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Nilai Keterampilan Menulis Deskripsi pada Siklus II
No Interval Nilai
Frekuensi Nilai Tengah fi.x i Persentase % (f i ) (x i ) Relatif Komulatif 1. 63-68 1 65,5 65,5 8,33 8,33 2. 69-74 0 71,5 0 0,00 8,33 3. 75-80 4 77,5 310 33,33 41,66 4. 81-86 4 83,5 334 33,33 75,00 5. 87-92 2 89,5 179 16,67 91,67 6. 93-98 1 95,5 95,5 8,33 100,00 Jumlah 12 984 Rata-rata 82,5 Nilai Tertinggi 95 Nilai Terendah 65 Ketuntasan Klasikal 92% Nilai di bawah KKM 8%
Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa pada siklus III terdapat 11 atau 92% peserta didik tuntas KKM, sedangkan yang belum tuntas KKM sebesar 1 atau 8% peserta didik. Nilai rata-rata peserta didik yaitu 82,5 dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendahnya 65. Berdasarkan hasil tersebut maka penelitian dinyatakan berhasil dan tindakan dihentikan pada siklus III. Perbandingan nilai keterampilan menulis narasi peserta didik pada pratindakan, siklus I, siklus II dan siklus III dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Perbandingan Nilai Keterampilan Menulis Narasi pada Pratindakan, Siklus I, Siklus II,
dan Siklus III No Keterangan Pratindakan Siklus I Siklus II Siklus III 1. 2. Nilai Rata-rata Ketuntasan Klasikal 63,75 25% 72,5 58,33% 78,33 75% 82,5 91,67%
Tabel 5 menunjukkan peningkatan nilai rata rata dari 63,75 pada pratindakan, meningkat menjadi 72,5 pada siklus I, 78,33 di siklus II dan 82,5 di siklus III . Ketuntasan klasikal juga meningkat dari 25% pada pratindakan menjadi 58,33% pada siklus I, menjadi 75% di siklus II, dan pada siklus III meningkat menjadi 91,67%. Maka dapat dapat diambil kesimpulan bahwa nilai keterampilan menulis narasi mulai dari pratindakan hingga siklus III mengalami peningkatan.
Pembelajaran pada siklus III telah berhasil mencapai indikator kinerja penelitian yang ditetapkan, akan tetapi masih terdapat 1 peserta didik yang belum mencapai KKM. Berdasarkan observasi, peserta didik tersebut cenderung kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan kemampuan menulisnya tergolong rendah. Upaya yang dilakukan terhadap peserta didik yang belum tuntas dengan memberikan bimbingan serta memotivasi peserta didik agar lebih memperhatikan pembelajaran dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Concept Sentence dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi peserta didik kelas V SD Negeri Soko 1 tahun ajaran 2020/2021. Setelah diterapkan model Concept Sentence pada siklus I, siklus II, dan siklus III, peserta didik mengalami peningkatan keterampilan menuis deskripsi. Penggunaan model Concept Sentence dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan kreativitas peserta didik dalam menulis berdasarkan kata kunci yang diterima (Aminah, 2017). Penggunaan model Concept Sentence juga dapat membuat peserta didik mendalami kata kunci dari materi pokok yang diberikan (Siswanto & Ariani, 2016). Hal tersebut dikarenakan kata kunci yang telah diberikan berisi tentang poin-poin penting dari materi yang akan dipelajari.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Concept Sentence dapat meningkatkan hasil keterampilan menulis narasi pada peserta didik kelas II SD Negeri Soko 1. Model pembelajaran Concept Sentence dalam peningkatan keterampilan menulis narasi peserta didik kelas V SD Negeri Soko 1 dilaksanakan dengan tahapan 1) penyampaian tujuan kompetensi; 2) penjelasan materi ; 3) pembentukan kelompok dengan anggota yang heterogen; 4) Pemberian kata kunci sesuai dengan materi; 5) tiap kelompok membuat kalimat berdasarkan kata kunci; 6) hasil dari diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno dan dipandu oleh guru.
Implikasi berdasarkan hasil penelitian secara teoretis yaitu dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain dalam penerapan model Concept Sentence khususnya
materi menulis narasi. Implikasi praktis hasil penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif dapat berpengaruh dalam meningkatkannya nilai keterampilan menulis peserta didik. Saran bagi penelitian lain sebaiknya menambah kajian teori, sumber pustaka dan rujukan yang lebih lengkap serta penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mengoptimalkan kualitas dalam pembelajaran.
## DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. (2017). Penerapan Model Concept Sentence dengan Media Flashcard untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Puisi pad Siswa Sekolah Dasar. Didaktika Dwija Indria , 5 (12) .
Fajriani, R. (2017). Meningkatkan Keterampilan Menulis Paragraf Melalui Penerapan Model Pembelajaran Concept Sentence Dengan Permainan Detective Sherlock Holmes and the Adventure Book. Jurnal Pena Ilmiah , 2 (1), 161 –170. Huda, M. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-Isu Metodis dan Pragmatis . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Javed, M., Juan, W. X., Nazli, S., Princpal, V., Oxford, M., High, C., & Vehari, S. (2013). S tudy of Students’ Assessment in Writing Skills. International Journal of Instruction , 6 (2), 129 –144.
Latifah, N., & Rahmawati, I. N. (2019). Teaching And Learning Narrative Text Writing Through Story Mapping . English Education: Jurnal Tadris Bahasa Inggris , 12 (1),
78 –96.
Purwanto, D. (2014). Model Pembelajaran Concept Sentence Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskripsi . Didaktika Dwija Indria , 2 , No 11 . Rukayah. (2013). Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Whole Language di Sekolah Dasar . Surakarta : UNS Press.
Sari. (2014). Keefektifan Model Concept Sentence Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Menulis Narasi. Journal of Elementary Education , 3 (1), 6 –12.
Siswanto, & Ariani. (2016). Model Pembelajaran Menulis Cerita . Bandung : Refika Aditama.
Slamet. (2014). Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah dan Tinggi Sekolah Dasar . Surakarta : UNS Press. Tarigan, H. G. (2008). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Bahasa . Bandung: Angkasa.
Utomo, U. (2006). Peningkatan Keterampilan Menulis Pantun Melalui Model Pembelajaran Concept Sentence . Didaktika Dwija Indria , 4 , No 8 .
|
f22ea94f-178a-44e3-a1e6-5d659b8f6931 | https://jurnal.umpwr.ac.id/index.php/jipm/article/download/1016/765 |
## MATEMATIKA KREATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Dafid Slamet Setiana [email protected] Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
## Abstract
The Asean Economic Community (MEA) has both positive and negative impacts. To address this, the quality of Indonesian Human Resources is needed for competition in the race for jobs. Thus an effort should be made to provide students with a variety of knowledge to improve competence so as to improve the development of the times. In order to produce quality human resources, it also requires a quality education system. One effort that can be done is to increase the competence of the struggle of tertiary institutions. Mathematics education graduates will enter the workforce as educators. The demands of the world of work are very high in competence to have good competence. Complete mathematics consisting of interrelated concepts is not easily conveyed. All the explanations above, to complete the mathematics education that can be obtained through development and to improve competence in accordance with the KKNI, it is necessary to improve the quality of learning. Efforts to improve the quality of learning can be done in various ways, one of the way that can be done by learning mathematics through creative mathematics. Creative mathematics can be interpreted as learning mathematics with a variety of methods and using learning media that is in accordance with the learning material and in accordance with the level of student ability. Thus through creative mathematics learning, it is hoped that it will further enhance learning competence, especially for mathematics education programs.
Keyword : creative mathematics, learning competence
## Abstrak
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memberi dampak positif maupun negatif. Untuk menyikapi hal tersebut, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) orang Indonesia sangat perlu ditingkatkan untuk menghadapi persaingan dalam memperebutkan lapangan pekerjaan.Dengan demikian perlu dilakukan suatu usaha untuk membekali mahasiswa dengan berbagai ilmu untuk meningkatkan kompetensinya sehinga dapat menyesuaikan perkembangan jaman. Agar dapat menghasilkan SDM yang berkualitas diperlukan juga suatu sistem pendidikan yang berkualitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kompetensi lulusan perguruan tinggi. Lulusan pendidikan matematika nantinya akan terjun di dunia kerja sebagai pendidik. Tuntutan dunia kerja yang sangat tinggi memaksa lulusan untuk memiliki kompetensi yang baik.Terlebih matematika sebagai ilmu yang terdiri dari konsep-konsep yang saling berkaitan tentunya tidak mudah untuk disampaikan. Berangkat dari beberapa penjelasan di atas, untuk menyiapkan lulusan pendidikan matematika yang dapat mengikuti perkembangan serta dapat meningkatkan kompetensi lulusan sesuai dengan KKNI maka perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran.Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai hal, salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu dengan pembelajaran matematika melalui matematika kreatif.Matematika kreatif dapat diartikan sebagai pembelajaran matematika dengan metode yang bervariasi serta menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran maupun sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Dengan demikian melalui pembelajaran matematika kreatif diharapkan akan lebih meningkatkan kompetensi lulusan, terutama bagi lulusan
program studi pendidikan matematika.
Kata kunci : matematika kreatif, kompetensi lulusan
## PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memberikan kebebasan bagi warga negara ASEAN untuk bepergian masuk dan keluar dari kawasan lain tanpa memerlukan visa (Evinea, dkk., 2014). Bagi Indonesia, hal ini tentunya memberi dampak positif maupun negatif. Dampak positif diantaranya warga Negara Indonesia dapat memperoleh manfaat untuk mendapatkan pekerjaan dan memilih pekerjaan yang diinginkan ke luar wilayah Indonesia. Tetapi sebaliknya Indonesia juga akan didatangi oleh pencari kerja dari luar Indonesia. Hal ini mengakibatkan peluang kerja di Indonesia juga akan semakin berkurang dan persaingan semakin ketat. Untuk menyikapi hal tersebut, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) orang Indonesia sangat perlu ditingkatkan untuk menghadapi persaingan dalam memperebutkan lapangan pekerjaan.
Persaingan dalam memperoleh pekerjaan tentu juga berlaku bagi lulusan perguruan tinggi untuk semua bidang ilmu. Dengan demikian perlu dilakukan suatu usaha untuk membekali mahasiswa dengan berbagai ilmu untuk meningkatkan kompetensinya sehinga dapat menyesuaikan perkembangan jaman.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan diperlukan manusia sepanjang hayat. Selain itu, pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik fisik, mental, dan spiritual. Oleh karena itu pendidikan harus ditumbuhkembangkan secara sistematis sehingga tercipta suatu sistem pendidikan yang dapat menghasilkan SDM yang berkualitas. Agar dapat menghasilkan SDM yang berkualitas diperlukan juga suatu sistem pendidikan yang berkualitas. Pemerintah selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui perubahan sistem pendidikan nasional dengan berbagai macam komponen yang terdapat di dalamnya. Salah satu bentuk perubahan tersebut adalah perbaikan kurikulum antara lain diberlakukannya kurikulum 2015 yang diselaraskan dengan KKNI.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), lulusan setara S1 harus memiliki beberapa kompetensi antara lain : (1) Mampu mengaplikasikan bidang
ARTICLE HISTORY : Received: 11 Desember 2019, Revised: 21 Februari 2020 Accepted: 4 April 2020, Onlinefirst: 7 April 2020
keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi, (2) Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural, (3) Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok, (4) Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. Dengan berlakunya KKNI diharpakan pembelajaran berpusat pada mahasiswa, mahasiswa menjadi lebih aktif dan mandiri sehingga mampu menguasai konsep lebih mendalam yang pada akhirnya berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa.
Mahasiswa yang memilih keahlian kependidikan tentunya memiliki kompetensi yang berbeda dengan yang lain. Lebih khususnya mahasiswa pendidikan matematika. Lulusan pendidikan matematika nantinya akan terjun di dunia kerja sebagai pendidik. Tuntutan dunia kerja yang sangat tinggi memaksa lulusan untuk memiliki kompetensi yang baik. Terlebih matematika sebagai ilmu yang terdiri dari konsep-konsep yang saling berkaitan tentunya tidak mudah untuk disampaikan.
Berangkat dari beberapa penjelasan di atas, untuk menyiapkan lulusan pendidikan matematika yang dapat mengikuti perkembangan serta dapat meningkatkan kompetensi lulusan sesuai dengan KKNI maka perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai hal, salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu dengan pembelajaran matematika melalui matematika kreatif. Matematika kreatif dapat diartikan sebagai pembelajaran matematika dengan metode yang bervariasi serta menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran maupun sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Pembelajaran matematika kreatif dapat dipelajari dan disiapkan semenjak mahasiswa masih belajar di bangku perkuliahan, sehingga pada saat terjun di dunia kerja sebagai pendidik, mereka mampu melaksanakan pembelajaran matematika dengan baik. Pembelajaran tidak hanya sebagai transfer of knowledge tetapi bagaimana mengajak siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
Adapun tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan cara meningkatkan kompetensi lulusan program studi pendidikan matematika melalui matematika kreatif. Adapun manfaatnya yaitu sebagai masukan bagi pendidik dan pemerhati pendidikan dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran matematika sehingga dalam pembelajaran matematika di samping untuk mencapai penguasaan konsep oleh mahasiswa sekaligus juga meningkatkan kompetensi lulusan.
## PEMBAHASAN
## Pembelajaran Matematika
Pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang konstruktif menurut Hudojo (1998) adalah lingkungan belajar yang, (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, (2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, (4) Mengintegrasikan pembelajaran yang terjadinya interaksi dan kerja sama antar siswa, (5) Memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, dan (6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika lebih menarik dan siswa mau belajar (Trianto, 2010).
Pembelajaran menurut Degeng dalam Uno (2005) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Oleh karena itu, dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar tetapi juga berinteraksi dengan seluruh sumber belajar yang mungkin dapat dipakai untuk memcapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada ‘bagaimana membelajarkan siswa’ dan bukan pada ‘apa yang dipelajari siswa.
Menurut Dimyati (2006), pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar aktif dan bermakna (Susanto, 2013).
Prinsip pembelajaran ( the learning principles ) dalam matematika sekolah yang dirumuskan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) adalah “ students
must learn mathematics with understanding, actively building new knowledge from experience and prior knowledge”. Artinya siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman serta secara aktif membangun pengetahuan baru. Trianto (2012) menyatakan hal serupa, siswa harus mengkronstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Jadi belajar matematika tidak hanya sekedar menghafal. Dalam kegiatan pembelajaran guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator, guru bertanggungjawab untuk menciptakan situasi yang kondusif yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar (Dhoruri, 2010).
Pada hakikatnya, program pembelajaran bertujuan tidak hanya memahami dan menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi, tetapi juga memberi pemahaman dan penguasaan tentang “mengapa hal itu terjadi” (Wena, 2009). Nasution (1992) menyatakan tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013).
Menurut Umar H. Malik (2005), pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Sedangkan Zainal (2006) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kombinasi tersusun meliputi unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan rancangan yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Gagne dan Briggs dalam Mukminan (2004), pembelajaran didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang mempengaruhi pembelajar sehingga prosesnya berlangsung dengan indah. Dimyati dan Mudjijono (1999) berpendapat bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, melalui penyediaan sumber belajar.
Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Jika dilihat dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaraan, disamping menunjukan semangat belajar yang tinggi, dan percaya pada diri sendiri.
Menurut Wragg (1997), pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama atau suatu hasil belajar yang diinginkan (Susanto, 2013). Dengan demikian, diketahui bahwa proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya. Selain itu, juga dapat dipahami bahwa pembelajaran matematika bukan hanya sebagai transfer of knowledge , yang mengandung makna bahwa siswa merupakan objek dari belajar, namun hendaknya siswa menjadi subyek dalam belajar.
Pembelajaran matematika merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan simbol-simbol matematika yang banyak dipengaruhi oleh sistem penalaran dan intelegensi. Menurt pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses yang melibatkan guru dan siswa. Dengan demikian pembelajaran matematika seharusnya menjadikan siswa aktif berperan dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran bermakna bagi siswa. Proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna (Wijaya, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu aktivitas kegiatan belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa, meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru melalui aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Sementara siswa dalam memperoleh pengetahuannya tidak menerima secara pasif, melainkan pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri secara aktif.
## Kompetensi Lulusan
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi lulusan merupakan modal utama untuk bersaing ditingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensiadalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasis kompetensi. Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada mahasiswa melalui proses pembelajaran.
Berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti Pendidikan Tinggi pasal 1, Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu. Competencies combine appropriate supporting knowledge and professional attitude, and they are performed reliably in natural settings without assistance (Chambers, 2008). Lebih lanjut Mc Gaghie, et.al , (1978) Competence includes a broad range of knowledge, attitudes, and observable patterns of behavior which together account for the ability to deliver a specified professional service.
Penetapan kompetensi lulusan dibuat berdasarkan profil lulusan yang telah dicanangkan sebelumnya. Profil adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program studi di masyarakat/dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang akan dituju. Dengan menetapkan profil, perguruan tinggi dapat memberikan jaminan pada calon mahasiswanya akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani semua proses pembelajaran di program studinya.
Setelah menetapkan profil lulusan program studi sebagai outcome pendidikan, maka selanjutnya adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan program studi sebagai output pembelajarannya. Kompetensi lulusan bisa didapat lewat kajian terhadap tiga unsur yaitu: 1) nilai-nilai yang dicanangkan oleh perguruan tinggi, 2) visi keilmuan dari program studinya, dan 3) kebutuhan masyarakat pemangku
kepentingan. Kompetensi terbagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Kompetensi utama merupakan penciri lulusan sebuah program studi;
b. Kompetensi pendukung adalah kompetensi yang ditambahkan oleh program studi sendiri untuk memperkuat kompetensi utamanya dan memberi ciri keunggulan program studi tersebut;
c. Kompetensi lain adalah kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi/program studi sendiri sebagai ciri lulusannya dan untuk memberi bekal lulusan agar mempunyai keleluasaan dalam memilih bidang kehidupan serta dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Setelah semua kompetensi lulusan terumuskan, langkah selanjutnya adalah mengkaji apakah kompetensi tersebut telah mengandung kelima elemen kompetensi seperti yang diwajibkan dalam Kepmendiknas No.045/U/2002. Kelima elemen kompetensi tersebut adalah :
a. Landasan Kepribadian;
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan;
c. Kemampuan Berkarya;
d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian ilmu berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai;
e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
Setiap kompetensi lulusan dianalisis apakah mengandung satu atau lebih elemen- elemen kompetensi tersebut. Untuk menganalisis adanya muatan elemen kompetensi di setiap kompetensi, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengecek kemungkinan strategi pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut.
Jika kompetensi tersebut mengandung elemen (1) landasan kepribadian yang lebih bersifat softskills , nantinya bisa diselipkan dalam bentuk hidden curriculum . Jika kompetensi tersebut mengandung elemen (2) penguasaan ilmu dan keterampilan, maka bisa diajarkan dalam bentuk mata kuliah. Jika kompetensi mengandung elemen (3) kemampuan berkarya, maka kompetensi tersebut bisa ditempuh dengan praktek kerja tertentu, dan bila kompetensi tersebut mengandung elemen (4) sikap dan perilaku dalam berkarya, maka didalam praktek kerja tersebut harus bermuatan sikap dan perilaku.
Terakhir, bila kompetensi tersebut mengandung elemen (5) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat, maka kompetensi tersebut bisa diperoleh dengan strategi praktek kerja di masyarakat.
## Pembelajaran Matematika Kreatif
Suyatno (2009) menyatakan bahwa kreatif merupakan perubahan yang terjadi dari belum ada menjadi ada. Jadi pendidik matematika yang kreatif adalah pendidik yang mampu untuk menciptakan atau melahirkan suatu karya yang baru dan belum ada sebelumnya dalam pembelajaran matematika di dalam kelas. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Ginanto (2011) seorang pendidik yang professional adalah mereka yang mampu menyulap kekurangan menjadi peluang untuk menjadi nilai lebih. Mereka mampu membuat kreasi-kreasi baru dalam mengajar.
Selain kreatif, pendidik juga dituntut untuk inovatif. Menurut Suyatno (2009) inovatif dimaknai sebagai beberapa gagasan dan teknik yang baru. Adapun kata inovasi, berarti pembaharuan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, inovasi merupakan sebuah temuan baru baik dalam bentuk ide, barang atau jasa yang berbeda dari sebelumnya dalam lingkungan tertentu, dalam arti kreasi, dimensi dan penampilannya. Kemudian temuan baru itu diproses, dikenalkan secara sistematis dengan maksud agar dimiliki oleh individu lain supaya terjadi perubahan. Jadi pendidik matematika yang kreatif dan inovatif adalah pendidik yang mampu mengeluarkan gagasan dan teknik yang baru dari teknik yang lama sehingga pembelajaran matematika tersebut menjadi menyenangkan dan disenangi oleh peserta didik.
Dalam bidang pendidikan, pihak yang memegang kunci dalam pembangkitan dan pengembangan daya kreativitas peserta didik ialah pendidik. Tantangan pembelajaran matematika sangat membutuhkan pendidik yang kreatif dan inovatif agar peserta didik berminat dan tertarik untuk mempelajari matematika. Menurut Gutama dalam Narwanti (2011), pandai saja tidak cukup, tetapi pendidik harus cerdas dalam mengembangkan keterampilan dan mencari bahan ajar yang betul-betul sesuai dengan peserta didik.
Peranan kreatif dan inovatif pendidik matematika tidak sekedar hanya membantu proses belajar mengajar tetapi juga membantu peserta didik untuk bisa lebih memahami materi dan konsep materi pembelajaran. Beberapa manfaat pendidik matematika kreatif dan inovatif, yaitu :
1. Pendidik yang kreatif dan inovatif berguna untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran matematika.
2. Kreativitas pendidik matematika berguna dalam transfer ilmu lebih utuh.
3. Kreativitas pendidik berguna dalam merangsang peserta didik untuk lebih berpikir secara ilmiah dalam mengamati gejala masyarakat atau gejala alam yang menjadi objek kajian dalam belajar matematika.
4. Produk kreativitas pendidik matematika akan merangsang kreativitas peserta didik.
Beberapa aktifitas kreatif di kelas dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar matematika. Dalam pengajaran, pendidik diharapkan sering mengajukan pertanyaan yang dapat membangun kemampuan berpikir kritis peserta didik. Pertanyaan kritis tersebut yaitu: Adakah cara lain? ( What’s another way? ), Bagaimana jika…? ( What if …? ), Manakah yang salah? ( What’s wrong? ), dan Apakah yang akan dilakukan? ( What would you do? ) (Krulik & Rudnick, 1999). Berikut beberapa aktifitas pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan kualitas lulusan:
1. Menggunakan permainan
2. Gunakan kreativitas alami peserta didik
3. Menggunakan kemampuan pemecahan masalah
## SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari artikel ini yaitu meningkatkan kompetensi lulusan sangat diperlukan untuk membekali lulusan memasuki dunia kerja, kompetensi lulusan dapat dicapai melalui pembelajaran matematika, untuk meningkatkan kompetensi lulusan dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika kreatif. Saran dalam pembelajaran matematika, pendidik sebaiknya juga memperhatikan kompetensi-kompetensi lain yang harus dicapai selain penguasaan konsep oleh mahasiswa. Untuk meningkatkan kompetensi lulusan melalui pembelajaran matematika kreatif, pendidik sebaiknya telah merancang pembelajaran yang akan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga ada cukup waktu bagi mahasiswa untuk merefleksikan kemampuannya. Di samping itu pendidik harus meningkatkan kreativitasnya dalam mengelola pembelajaran di kelas, baik dari metode, media, soal, dan sebagainya.
## DAFTAR PUSTAKA
Chambers, Paul. 2008. T eaching Mathematics: Developing as A Reflective Secondary Teacher .California: Sage Company, Inc.
Dhoruri, Atmini. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) .Yogyakarta: Karya Ilmiah Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Rineka Cipta.
Evienia, Benedicta, dkk. 2014. Pandangan Pelaku Pendidikan di Universitas Terhadap Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Jurnal Bina Ekonomi . Vol 18, No 2.
Ginanto. 2011. Jadi Pendidik Kreatif dan Inspiratif . Jakarta: PT Niaga Swadaya.
Hamalik. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran . Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo, Herman. 1998. Mengajar Belajar Matematika . Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti Pendidikan.
Krulik, S. & Rudnick. 1999. Innovative taks to improve critical and creative thinking skills . Develoving Mathematical Raesoning in Grades K-12 , pp.138-145.
Mukminan. 2004. Desain pembelajaran . Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan karakter . Yogyakarta: Familia
Nasution dkk. 1992. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif . Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Trianto. 2010. Mendesain model Pembelajaran Inovatif-Progesif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) . Jakarta: Kencana.
Uno, Hamzah B. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer : Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wragg, E.C. 1997. Keterampilan Mengajar Di Sekolah Dasar . Jakarta : Gramedia.
Zainal, A. 2006. Penelitian Tindakan Kelas . Bandung: Yrama Widya
|
a595ddcf-e698-4a79-8eee-40f6aa66aeb8 | https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ/article/download/670/379 |
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
## ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PADA BAYI
Dila Gunarti a , Sri Dinengsih b ab Prodi Sarjana Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Nasional, Jakarta
Coresponding Author: [email protected]
## ABSTRACK
Supplementary feeding (PMT) in infants is one way to fulfil the nutritional needs of infants so that they can achieve optimal growth and development. In 2016, 69,662 infants in Garut Regency were given early PMT, with a result of 66.72%. Infant PMT is the provision of food or drinks containing nutrients to infants from 6 to 12 months of age to fulfil their nutritional needs after exclusive breastfeeding. The aim was to identify variables associated with infant supplementary feeding behaviour in Mulyajaya Village, Garut Regency in 2019. This study used a cross-sectional quantitative method. The population was all mothers who had babies aged more than 6 months to 11 months, totalling 124 respondents. The sampling technique is total sampling. The instrument used was a questionnaire that had been tested for validity and reliability. Data analysis was univariate and used the chi-square test to identify the relationship between the independent variable and the dependent variable. Results: There was a relationship between knowledge (p=0.000), the role of midwives (p=0.023), motivation (p=0.000), and family support (p=0.024) towards PMT in infants. Conclusions and suggestions: There is a relationship between knowledge, the role of midwives, family support, and motivation with PMT in infants. It is recommended that health centres are more active in providing PMT counselling in posyandu implementation activities by involving mothers of infants so that this experience can increase the motivation of mothers to practice and provide PMT.
Keywords: Supplementary Food, Motivation, Knowledge, Role of Midwife
## ABSTRAK
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada bayi adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal. Pada tahun 2016, 69.662 bayi di Kabupaten Garut diberi PMT dini, dengan hasil 66,72%. PMT pada bayi adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi dari usia 6 hingga 12 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka setelah ASI eksklusif. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi variabel yang berhubungan dengan perilaku pemberian makanan tambahan pada bayi di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif cross-sectional. Populasinya adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia lebih dari 6 bulan hingga 11 bulan berjumlah 124 responden. Teknik pengambilan sample yaitu Total Sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reabilitasnya. Analisis data bersifat univariat dan menggunakan uji chi- square untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hasil penelitian: Ada hubungan antara pengetahuan (p=0,000), peran bidan (p= 0,023), motivasi (p=0,000), dan dukungan keluarga (p=0,024) terhadap PMT pada bayi. Kesimpulan dan saran: Ada hubungan antara pengetahuan, peran bidan, dukungan keluarga, dan motivasi dengan PMT pada bayi. Disarankan puskesmas lebih giat lagi memberikan PMT penyuluhan
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
dalam kegiatan pelaksanaan posyandu dengan melibatkan ibu bayi sehingga pengalaman tersebut dapat meningkatkan motivasi ibu untuk mempraktekkan dan memberikan PMT
Kata Kunci : Makanan Tambahan, Motivasi , Pengetahuan, Peran Bidan
## PENDAHULUAN
Makanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan gizi baik untuk tumbuh kembang yang optimal adalah Air Susu Ibu (ASI). ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang sedang tumbuh kembang. Setelah bayi diberi ASI eksklusif selama enam bulan, bayi harus diberikan makanan tambahan selain ASI karena ASI tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan protein dan mikro nutrient bayi yang penting. Karena itu, bayi harus mendapatkan makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan energi dan mikro nutrientnya, terutama zat besi dan seng.(Amir et al., 2020)
Pemberian makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI) adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi sehingga mereka dapat tumbuh kembang dengan baik. Pemberian makanan tambahan adalah pergeseran dari asupan bayi yang semula hanya berupa susu ke makanan semi padat(Mufida et al., 2015)
Pada tahun 2015, mengurangi angka kematian bayi dan balita menjadi 2/3 menjadi target keempat dari Sustainable Development Goals (SDGs). Lebih dari
setengah kematian bayi dan balita disebabkan oleh kurang gizi, serta diare dan pneumonia. Bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama enam bulan dan diteruskan sampai usia dua tahun bersama dengan makanan tambahan yang cukup adalah cara yang efektif untuk mengurangi tingkat kematian bayi.(Bappenas, 2017)
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2020, 5,7% balita di dunia mengalami gizi lebih baik, 6,7% mengalami gizi kurang atau gizi buruk, dan 22,2%, atau 149,2 juta balita, menderita stunting. Berdasarkan Global Hunger Index (GHI) 2021, Indonesia berada di urutan ke-73 dari 116 negara dengan skor stunting moderat , hal ini menunjukkan bahwa prevalensi stunting di seluruh dunia tergolong kategori tinggi, berkisar antara 20% dan <30%. indikator GHI ini adalah prevalensi stunting dan wasting pada anak di bawah lima tahun adalah.(Keputusan Menteri Kesehatan, 2022)
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, angka gizi buruk dan gizi kurang pada anak-anak di bawah usia lima tahun di Jawa Barat masih tinggi. Dari
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
3.536.981 anak usia balita yang ditimbang melalui kegiatan posyandu, 380.673 balita (10,8 %) di antaranya termasuk dalam kategori gizi kurang dan 38.769 balita (1,01 %) divonis menderita gizi buruk Jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk sebenarnya lebih besar, seperti fenomena gunung es, karena tidak semua anak usia balita akrab dengan posyandu. (Nunung Nurjanah, 2013)
Faktor sosio ekonomi (kemiskinan), pendidikan dan pengetahuan yang buruk tentang cara pemberian makan untuk bayi dan anak, termasuk BATITA (kecukupan air susu ibu), kekurangan protein hewani dalam Makanan Pendamping ASI (MPASI), penelantaran, pengaruh budaya, dan ketersediaan bahan makanan setempat, adalah beberapa penyebab kurangnya asupan nutrisi pada bayi dan anak.(Keputusan Menteri Kesehatan, 2022)
Laporan tahunan pemberian MP-ASI dini di Kabupaten Garut pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 69.662 orang diberikan MP-ASI dini dengan sasaran
66,72%, peningkatan sebesar 0,09% dibandingkan tahun 2015 sebesar 66,63%, tetapi masih di bawah target sebesar 80%.(Dinas Kesehatan Garut, 2017)
Keterlambatan memberikan makanan tambahan dapat menyebabkan status gizi bayi menjadi buruk dan munculnya masalah seperti stunting, marasmus, kuasiorkor, dan penyakit lainnya yang bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi.
Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Mulyajaya Wilayah Kerja Puskesmas Banjarwangi berdasarkan hasil bulan penimbangan balita tahun 2018 kasus bayi dengan status gizi kurang sebanyak 42 bayi dari 124 bayi dan menduduki desa tertinggi dengan status gizi kurang. Berdasarkan data tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk adalah menganalisis faktor factor apa sajakah yang berhubungan dengan perilaku pemberian makanan tambahan pada bayi di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019.?
## METODE
Penelitian ini menggunakan metode menggunakan metode cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April 2019 di Desa Mulyajaya, Kabupaten Garut. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu
yang memiliki bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan Desa Mulyajaya
Kabupaten Garut pada bulan April 2019. Teknik pengambilan sampel dengan teknik Total sampling sebanyak 124 orang.
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
Instrumen penelitian ini adalah Kuesioner pertanyaan tertutup dengan menggunakan skala guttman untuk semua variabel kecuali pada variabel motivasi menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa semua item valid dengan hasil r hitung yang lebih besar daripada r tabel (0,456), dengan df=21-
2=19 pada r tabel (0,456) dan taraf signifikan 95%. Hasil uji reliabilitas juga menunjukkan bahwa semua variabel valid (r alpha pengetahuan 0,768, peran peran bidan=0,749, dukungan keluarga=0,764 dan motivasi=0,768). Analisis data bivariat menggunakan Uji Chi Square
HASIL Tabel 1 Distribusi Frekwensi karakteristik Responden di Desa
Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019 Karakteristik Responden Ketegori Frekuensi (f) Persentase (%) Umur 6-8 bln 55 44,4 9-11 bln 69 55,6 Jenis Kelamin Laki-laki 39 31,5 Perempuan 85 68,5 Jumlah 124 100 Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
bahwa dari 124 responden dengan karakteristik umur 6-8 bulan berjumlah (%) dan umur 9-11 bulan berjumlah 15 (100 %) yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 8 (53,3%) dan jenis kelamin Perempuan berjumlah 7 (46,7%)
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pemberian
Makanan Tambahan Pada Bayi Usia Lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan PMT pada Bayi Frekuensi (f) Persentase (%) Tidak Memberikan 66 53,2 Memberikan 58 46,8 Jumlah 124 100
Berdasarkan tabel 2 bahwa dari 124 responden didapat sebanyak 66 responden (53,2%) tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dan sebanyak 58 responden (46,8%) memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu, Peran Bidan, Motivasi dan Dukungan Variabel Kategori Frekuensi (f) Persentase (%) Pengetahuan Kurang Baik 65 52,4 Baik 59 47,6 Peran Bidan Kurang 70 56,5 Baik 54 43,5 Motivasi Rendah 69 55,6 Tinggi 55 44,4 Dukungan Ibu Kurang Mendukung 72 58,1 Mendukung 52 41,9 Jumlah 124 100 Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa dari 124 responden didapat 65 responden (52,4%)
mempunyai pengetahuan kurang baik tentang pemberian makanan tambahan pada bayi
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dan sebanyak 59 responden (47,6%) mempunyai pengetahuan yang baik, dari 124 responden didapat 70 responden (56,5%) mengatakan peran bidan kurang baik dan sebanyak 54 responden (43,5%) mengatakan peran bidan baik. dari 124 responden didapat 69 responden (55,6%) memiliki motivasi yang rendah dan sebanyak 55 responden (44,4%) memiliki motivasi yang tinggi. dari 124 responden didapat sebanyak 72 responden (58,1%) kurang mendapat dukungan dari keluarga dan sebanyak 52 responden (41,9%) mendapat dukungan dari keluarga
## Tabel 4 Hubungan Pengetahuan dengan
Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan
Pengetahuan PMT pada Bayi Usia 6-11 Bulan Total
Ρ Value OR Tidak Memberika n Memberika n F % f % f % Kurang 45 69,2 20 30,8 65 100 0,000 4,071 Baik 21 35,6 38 64,4 59 100 Jumlah 66 53,2 58 46,8 124 100
Berdasarkan tabel 4 Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih
dari 6 bulan sampai 11 bulan dengan nilai ρ- value sebesar 0,000 (ρ- value < 0,05) dan nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 4,071 yang berarti bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang baik berpeluang 4 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.
Table 5 Hubungan Peran Bidan dengan Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan
Peran Bidan PMT pada Bayi Usia 6-11 Bulan Total Ρ Value OR Tidak Memberikan Memberikan F % f % f % Kurang 44 62,9 26 37,1 70 100 0,023 2,462 Baik 22 40,7 32 59,3 54 100 Jumlah 66 53,2 58 46,8 124 100
Berdasarkan tabel 5 Ada hubungan antara peran bidan dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dengan nilai ρ- value sebesar 0,023 (ρ- value < 0,05) dan nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 2,462 yang berarti bahwa responden yang mengatakan peran bidan kurang baik berpeluang 3 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang mengatakan peran bidan baik.
Table 6 Hubungan Motivasi Ibu dengan Pemberian Makanan Tambahan pada
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
Bayi Usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan Motivasi Ibu PMT pada Bayi Usia 6-11 Bulan Total Ρ Value OR Tidak Memberik
an Memberikan F %
f % f %
Rendah
50 36,7 19 27,5 69 100 0,000 6,414 Tinggi 16 29,3 39 25,7 55 100 Jumlah 66 53,2 58 46,8 124 100
Berdasarkan tabel 6 Ada hubungan antara motivasi ibu dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dengan nilai ρ- value sebesar 0,000 (ρ- value < 0,050 dan nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 6,414 yang berarti bahwa responden yang memiliki motivasi rendah berpeluang 6 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang memiliki motivasi tinggi.
Table 7 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan
Dukungan Keluarga PMT pada Bayi Usia 6-11 Bulan Total
Ρ Value OR Tidak Memberika n Memberikan F % f % f %
Kurang Mendukung 45 62,5 27 37,5 72 100 0,024 2,460 Mendukung 21 40,4 31 59,6 52 100 Jumlah 66 53,2 58 46,8 124 100
Berdasarkan tabel 7 Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dengan nilai ρ- value sebesar 0,024 (ρ- value < 0,050) dan nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 2,460 yang berarti bahwa responden yang kurang mendapat dukungan dari keluarga berpeluang 3 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan dari keluarga.
## PEMBAHASAN
Distribusi Frekuensi berdasarkan
## Perilaku Ibu
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dari 124 responden didapat sebanyak 66 responden (53,2%) tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dan sebanyak 58 responden (46,8%) memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan.
Penelitian Yusra (2022) menyatakan bahwa dari 39 responden (100%) responden yang memberikan MP-ASI dini yaitu sebanyak 26 responden (66,7%) dan responden yang tidak ada memberikan MP- ASI dini hanya 13
responden (33,5%).(Yusra & Yusran, 2022)
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
Mengajarkan keterampilan makan, kebiasaaan makan, selera terhadap jenis makanan, kemampuan untuk mengonsumsi makanan dengan baik untuk kesehatan, dan perilaku makan yang baik dan sesuai dengan kebudayaan masing-masing disebut pemberian makanan.(Kumala, 2013)
Makanan pendamping ASI harus diberikan tepat pada waktunya, yaitu setiap bayi harus mulai mengonsumsi makanan ini sebagai tambahan ASI mulai dari umur enam bulan ke depan. Makanan harus diberikan secara adekuat, yang berarti nilai nutrisi dari makanan pendamping ASI sama dengan ASI. Makanan harus disiapkan dan diberikan dengan aman, memastikan bahwa tingkat kontaminasi patogen serendah mungkin, dan makanan harus diberikan dengan waktu yang layak untuk bayi makan.(Widya et al., 2011)
Distribusi Frekuensi berdasarkan
## Pengetahuan Ibu
Berdasarkan hasil penelitian ini
bahwa dari 124 responden didapat 65 responden (52,4%) mempunyai
pengetahuan kurang baik tentang pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dan sebanyak 59 responden (47,6%)
mempunyai pengetahuan yang baik
Studi Yusra (2022) menemukan bahwa 6 responden (15,4%) dari 39
responden yang berpengetahuan baik tentang MP-ASI, 12 Responden (30,8%) berpengetahuan baik cukup, dan 21 responden berpengetahuan baik kurang. (53,8%).(Yusra & Yusran, 2022)
Menurut penelitian Heryanto (2017) dari hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebanyak 26 (51%) dari responden berada dalam kategori pengetahuan baik dan sebanyak 25 (49%) berada dalam kategori pengetahuan tidak baik.(Heryanto, 2017)
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mufida (2015) menemukan bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI rata-rata 3,6 ±19,3%, dengan persentase skor minimal 13,04% dan persentase skor tertinggi 100,0%. Sebagian besar ibu berada di kategori sedang (45,4%) dan kurang (34,4%)(Mufida et al., 2015)
Menurut penelitian Mei (2015), 46 orang di Kelurahan Sicanang Kecamatan Medan Belawan memiliki pengetahuan baik tentang makanan tambahan, sedangkan 14 orang memiliki pengetahuan buruk tentang makanan tambahan.(Mei Adelina, 2015)
Pengetahuan ibu tentang gizi balita seperti MP-ASI merupakan segala informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai zat makanan yang dibutuhkan untuk tubuh balita serta kemampuan ibu untuk
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
menerapkannya dalam kehidupan sehari- hari. Pengetahuan gizi yang baik termasuk MP-ASI mendorong seseorang menjadi mampu merencanakan menu yang baik untuk dikonsumsi bagi keluarganya(Elya Aslina Hasibuan, 2019)
## Distribusi Frekuensi berdasarkan Peran Bidan
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dari 124 responden didapat 70 responden (56,5%) mengatakan peran bidan kurang baik dan sebanyak 54 responden (43,5%) mengatakan peran bidan baik
Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Elya H (2019) menemukan bahwa dari 31 responden yang
menyatakan mendapatkan dukungan kurang dari tenaga kesehatan, 28 orang (36,4%) memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan. Ini menunjukkan bahwa ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan lebih banyak daripada ibu yang menyatakan mendapatkan dukungan kurang dari tenaga kesehatan.(Elya Aslina Hasibuan, 2019)
Penelitian Widya (2011) bahwa dari 37 responden, di dapat bahwa sebagian besar peran petugas kesehatan baik yaitu sebanyak 29 responden (78,4%) (Widya et al., 2011)
Saat ini Ibu lebih termotivasi untuk memberikan susu formula kepada bayinya
karena petugas kesehatan mendukung pemberian MP-ASI dini pada bayi. Kualitas petugas kesehatan adalah faktor yang akhirnya memengaruhi keputusan ibu apakah memberikan makanan tambahan pada bayi mereka atau tidak. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi makanan tambahan pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan.(Widya et al., 2011)
Distribusi Frekuensi berdasarkan
## Motivasi Ibu
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dari 124 responden didapat 69 responden (55,6%) memiliki motivasi yang rendah dan sebanyak 55 responden (44,4%) memiliki motivasi yang tinggi.
Penelitian bahwa dari 95 responden menyatakan bahwa dari 38 responden (40%)yang memiliki motivasi memberikan MP-ASI tepat waktu, Sedangkan dari 57 responden (60%) tidak termotivasi memberikan MP-ASI tepat waktu(Lizawati, 2021)
Suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar disebut motivasi. Untuk memotivasi seseorang, upaya dilakukan dengan menunjukkan faktor- faktor yang mendorong seseorang untuk
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
## berperilaku tertentu.(Purnomo & Jermaina,
## 2018)
Distribusi
## Frekuensi berdasarkan Dukungan keluarga
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dari 124 responden didapat sebanyak 72 responden (58,1%) kurang mendapat dukungan dari keluarga dan sebanyak 52 responden (41,9%) mendapat dukungan dari keluarga
Penelitian Apriani (2015) diperoleh dari 34 responden yang memberikan MP- ASI dini yaitu sebanyak 21 responden (61,76%), dan mayoritas ibu yang memiliki dukungan tinggi yang memberikan MP- ASI dini sebanyak 10
responden(8,6%).(Apriani Tiasna, 2015) diperoleh informasi bahwa sebagian besar ibu mendapat dukungan keluarga untuk memberikan MP ASI pada bayi usia kurang 6 bulan yaitu 31 (77,5%) responden .(Tutik Ekasari, 2018)
Peran keluarga dalam melarang pemberian MP-ASI terlalu
dini
sangatdibutuhkan,
terlebih kultur Masyarakat Indonesia yang masih bersifat kolektif, yaitu keluarga berperan dalam pola pengurusan anak khususnya dalam pengurusan bayi. Dalam keluarga yang bersifat paternalistik, keluarga yangdimaksud bertanggungjawab dalam pengurusan bayi adalah para perempuan
dari anggota keluarga yang memiliki bayi. Untuk itu perlu adanya pemberdayaan perempuan dan pembinaan atau konseling tentang pemberian MP-ASI yang tepat dan benar bukan hanya pada Perempuan namun juga pada keluarga dan kerabat ibu.(Tutik Ekasari, 2018)
Hubungan
Pengetahuan dengan Pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11
## bulan
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa sebanyak 45 (69,2%) dari 65 responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan Sedangkan sebanyak 38 responden (64,4%) dari 59 responden memiliki pengetahuan baik dan memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. nilai ρ- value sebesar 0,000 yang berarti ρ- value < 0,05 sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 4,071 yang berarti bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang baik berpeluang 4 kali tidak memberikan
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan variabel pemberian MP-ASI dini diperoleh nilai P Value 0,00 (<0,05 yang artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI dini di Desa Pante Raya tahun 2020(Yusra & Yusran, 2022)
Penelitian Lestiarini (2020) bahwa hasil uji korelasi didapatkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan Ibu untuk memberikanMP ASI(Lestiarini & Sulistyorini, 2020)
Penelitian heryanto
(2017)
diperoleh p value value 0,017. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan pemberian MP-ASI dini.(Heryanto, 2017)
Pengetahuan ibu yang merupakan orang terdekat dengan anak dalam pemeliharaan kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku). Pengetahuan ibu terhadap manfaat pemberian ASI eksklusif erat kaitanya dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan(Afrinis et al., 2020)
Pengetahuan ibu tentang MP-ASI ini memiliki peran yang sangatpenting dimana kurangnya pengetahuan tentang MP-ASI mengakibatkan berkurangnya kemampuan ibu untuk menyajikan MP ASI yang tepat (Yusra & Yusran, 2022)
Upaya untuk mengurangi perilaku pemberian MP-ASI dini dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga. Kegiatan peningkatan pengetahuan tersebut melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan agar ibu dan keluarga lebih memahami bahaya, dampak dan resiko pemberian MP ASI dini pada bayi(Lizawati, 2021)
Hubungan Peran Bidan dengan Pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11
## bulan
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa sebanyak 44 (62,9%) dari 70 responden mengatakan peran bidan kurang dan tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan Sedangkan sebanyak 32 responden (59,3%) dari 54 responden mengatakan peran bidan baik dan memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. Chi Square didapatkan hasil nilai ρ- value sebesar 0,023 yang berarti ρ- value < 0,05 sehingga dapat
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara peran bidan dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019 nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 2,462 yang berarti bahwa responden yang mengatakan peran bidan kurang baik berpeluang 3 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang mengatakan peran bidan baik.
Dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan pemberian MP- ASIdini pada bayi 0-6 bulandi Desa Lingga Tiga Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhanbatu tahun 2019, p value = 0,001<0,05.(Elya Aslina Hasibuan, 2019)
Tenaga kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. aktor tenaga kesehatan adalah kualitas tenaga kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau tidak.(Elya Aslina Hasibuan, 2019)
Peran seorang bidan menentukan apa yang dilakukan seorang bidan untuk masyarakat dan kesempatan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, yang diatur oleh standar yang berlaku(Delvina et al., 2022).
Peran bidan juga dapat menentukan peluang yang diberikan oleh masyarakat kepadanya untuk memenuhi kewajiban, termasuk perilaku masyarakat yang positif terhadap kesehatan. Pola yang ditetapkan melalui sosialisasi dimulai saat lahir. peran diri mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan seseorang untuk bertindak berdasarkan posisinya di masyarakat.(Lusiana El Sinta Bustami et al, 2017)
Peran bidan mempunyai kedudukan tersendiri ditatanan masyarakat karena dianggap memiliki pegetahuan yang cukup untuk merubah perilaku masyarakat di bidang kesehatan. Peran bidan dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan tindakan sesuai yang ia anjurkan artinya bidan yang menganjurkan ibu untuk memberikan PMT setelah bayi usia 6 bulan akan dilaksanakan oleh ibu sesuai anjurannya (Lusiana El Sinta Bustami et al, 2017)
Bidan dianggap memiliki kedudukan tersendiri dalam masyarakat karena dianggap memiliki pengetahuan yang cukup untuk merubah perilaku masyarakat di bidang kesehatan. Misalnya, jika bidan menyarankan ibu untuk memberikan PMT setelah bayi berusia enam bulan, ibu akan melakukannya sesuai
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
saran bidan.(Lusiana El Sinta Bustami et al,
## 2017)
Hubungan
Motivasi Ibu dengan Pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa sebanyak 50 (72,5%) dari 69 responden memiliki motivasi yang rendah dan tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan Sedangkan sebanyak 39 responden (25,7%) dari 55 responden memiliki motivasi yang tinggi dan memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. Chi Square didapatkan hasil nilai ρ- value sebesar 0,000 yang berarti ρ- value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi ibu dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 6,414 yang berarti bahwa responden yang memiliki motivasi rendah berpeluang 6 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang memiliki motivasi tinggi.
Penelitian mufida (2015)
menyatakan bahwa menunjukkan ada
hubungan yang signifikan dengan motivasi ibu dalam praktik pemberian MP-ASI, ibu dengan motivasi kurang akan lebih berisiko untuk mempunyai praktik pemberian MP- ASI yang tidak tepat (OR=1,83; p=0,031)(Mufida et al., 2015)
Motivasi merupakan sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan serangkaian kegiatan atau perilaku untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi. Motivasi sehat sebaiknya berasal dan diri sendiri sehingga individu dapat berperilaku sehat secara sukarela. Perilaku individu yang berhasil mencapai tujuan akan mendorong individu memiliki kebutuhan baru dengan motivasi yang baru pula. Kegagalan pencapian suatu tujuan mungkin saja dapat mengembangkan pola-pola perilaku yang menyimpang demi untuk mencapai tujuan (Kadji et al., 2012)
Menurut Munandar, (2012) dalam purnomo. Motivasi merupakan proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapaian tujuan tertentu (Purnomo & Jermaina, 2018)
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dalam memenuhi atau kebutuhannya, motivasi yang baik atau positif yang dimiliki oleh seseorang akan semakin baik pula dalam melakukan suatu kegiatan dengan kata lain ibu yang memiliki motivasi positif tentang pemberian makanan tambahan pada bayi setelah bayi usia 6 bulan akan melakukan tindakan untuk membrikan makanan tambahan setelah bayinya usia 6 bhlan agar kebutuhan nutrisi pada bayinya terpenuhi(Pramesti, 2017).
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan
Berdasarkan sebanyak 45 (62,5%) dari 72 responden kurang mendapat dukungan dari keluarga dan tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan Sedangkan sebanyak 31 responden (59,6%) dari 52 responden mendapatkan dukungan dari keluarga dan memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. Chi Square didapatkan hasil nilai ρ- value sebesar 0,024 yang berarti ρ- value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara dukungan keluarga dengan pemberian makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan di Desa Mulyajaya Kabupaten Garut tahun 2019. nilai OR ( Odd Ratio) sebesar 2,460 yang berarti bahwa responden yang kurang mendapat dukungan dari keluarga berpeluang 3 kali tidak memberikan makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan sampai 11 bulan dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan dari keluarga.
Penelitian Tutik (2018) bahwa Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 40 responden terdapat 24 (92,3%) responden yang melakukan pemberian MP ASI dan mendapat dukungan dari keluarga serta 2 (7,7%) responden melakukan pemberian MP ASI akan tetapi tidak mendapat dukungan keluarga Hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,002 sehingga dapat diartikan bahwa ada pengaruh dukungan keluarga terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP- ASI) pada bayi usia kurang dari 6 bulan.(Tutik Ekasari, 2018)
Dukungan keluarga dalam bentuk dukungan emosional dengan melibatkan ekspresi empati, perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan emosional dapat mendorong perasaan nyaman dan mengarahkan
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
seseorang untuk berperilaku. (Apriani Tiasna, 2015)
Menurut Friedman, (2010) Dukungan
keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota adianta. Anggota keluarga percaya bahwa individu yang mendukung selalu siap membantu dan membantu jika diperlukan. Dukungan keluarga melindungi seseorang dari stres yang buruk. Menurut Friedman, dukungan keluarga adalah sikap dan tindakan yang diberikan keluarga kepada anggota keluarganya, seperti dukungan informasional, penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional. (Adianta & Putra, 2013)
Dukungan keluarga, baik moril maupun materil, adalah dukungan yang diberikan oleh orang terdekat di sekitar seseorang dapat mempengaruhi perilakunya. Dengan kata lain, dukungan keluarga yang baik, seperti menyediakan bahan makanan untuk membuat PMT, perlatan PMT, dan lain-lain, akan mendorong ibu untuk mulai memberi bayi makanan tambahan setelah bayi berusia enam bulan atau lebih.(Erni Suharti, 2012)
## KESIMPULAN
Terdapat hubungan antara pengetahuan, peran bidan, motivasi dan dukungan keluarga dengan pemberian
makanan tambahan pada bayi usia lebih dari 6 bulan.
## SARAN
Di harapkan dalam kegiatan pelaksanaan posyandu dengan melibatkan ibu bayi untuk berperan aktif dalam pembuatan PMT di posyandu sehingga pengalaman tersebut dapat meningkatkan motivasi ibu untuk mempraktekkan dan memberikan PMT tersebut terhadap bayinya setelah berusia 6 bublan atau lebih.
## DAFTAR PUSTAKA
Adianta, I. K. A., & Putra, I. M. S. (2013).
Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia . 180 .
Afrinis, N., Haspriyanti, N., Pahlawan, U.,
Tambusai, T., Pahlawan, U., & Tambusai, T. (2020). Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Usia 0-6 Bulan . 4 . Amir, Y., Hasneli, Y., & Erika. (2020).
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Tumbuh Kembang Bayi.
Jurnal Ners Indonesia , Vol. 1 (No. 1),
90–98.
Apriani Tiasna. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dalam Pemberian Mp-Asi Dengan
Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon 1 Bantul Tahun 2015 .
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
Bappenas. (2017). Peta Jalan Sustainable
Development Goals (SDGs) di Indonesia.
Kementerian
PPN/Bappenas , 35.
Delvina, V., Meilinda, V., Zulisa, E.,
Indriyanti, K., Sari, P., Nugrawati, N.,
Handiana, C. M., Dina, D., Palifiana,
D. A., Wahyuni, S., Putu, P., Ekajayanti, N., & Sari, N. W. (2022). Teori Konsep Kebidanan .
Dinas Kesehatan Garut. (2017). Profil Kesehatan Kab. Garut Tahun 2017. Https://Garutkab.Bps.Go.Id/Statictabl e/2018/04/13/328/Jumlah-Kasus-10- Penyakit-Terbanyak-Di-Kabupaten- Garut-2017.Html .
Elya Aslina Hasibuan. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp- Asi Dini Pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Lingga Tiga Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu Tahun 201.
Skripsi .
Erni Suharti. (2012). Hubungan Faktor Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan
Keluarga
Dengan
Perilaku Kunjungan Ke Posyandu Pada Ibu Pekerja Di Banjarnegara Jawa Tengah Tahun 2012 .
Heryanto, E. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini . 2 (2), 141–152.
Kadji, Y., Ilmu, F., Universitas, S., & Gorontalo, N. (2012). Tentang teori motivasi . 9 (1), 1–15.
Keputusan Menteri Kesehatan, R. (2022).
Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Stunting (Pp. 1–52).
Kumala, M. (2013). Hubungan Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di Posyandu Kelurahan Sidomulyo Godean Sleman 2013 .
Lestiarini, S., & Sulistyorini, Y. (2020).
Perilaku Ibu pada Pemberian Makanan Pendamping ASI ( MPASI ) di Kelurahan Pegirian Maternal Behavior towards Complementary Feeding in Pegirian Village . 8 (1), 1– 11.
https://doi.org/10.20473/jpk.V8.I1.20 20.1-11
Lizawati, N. A. E. (2021). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Mp-Asi Dengan Motivasi Memberikan Mp- Asi Tepat Waktu. Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku
Tambusai , 5 (1), 72–77.
Lusiana El Sinta Bustami et al. (2017).
Buku Ajar Kebidanan Komunitas .
Mei Adelina. (2015). Hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian makanan pendampiElya
## PROFESIONAL HEALTH JOURNAL
Volume 5, No. 2, Juni 2024 (Hal. 570-585) https://www.ojsstikesbanyuwangi.com/index.php/PHJ
Aslina Hasibuan. (2019). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp- Asi Dini Pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Lingga Tiga Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu Tahun 201. Skrips . 1 (1), 13–16.
Mufida, L., Widyaningsih, T. D., &
Maligan, J. M. (2015). Prinsip Dasar Makanan Pendamping Air Susu Ibu ( MP-ASI ) untuk Bayi 6 – 24 Bulan : Kajian Pustaka. Basic Principles of Complementary Feeding for Infant 6 - 24 Months : A Review. Jurnal Pangan Dan Agroindustri , 3 (4), 1646–1651.
Nunung Nurjanah, T. D. S. (2013).
Hubungan Jarak Kelahiran Dan Jumlah Balita Dengan Status Gizi Di Rw 07 Wilayah Kerja Puskesmas Cijerah Kota .
Pramesti, M. W. (2017). Motivasi :
Pengertian, Proses dan Arti Penting dalam Organisasi. Jurnal Fakultas
Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas Sultan Fatah Demak , 19–38.
Purnomo, E., & Jermaina, N. (2018).
Independent Exercise Motivation
Analysis ( Studi Psikologi Olahraga ) .
2 (6), 99–104.
Tutik Ekasari. (2018). Pengaruh dukungan keluarga terhadap pemberian makanan pendamping asi (mp-asi) pada bayi usia kurang dari 6 bulan .
1 (2), 62–66.
Widya, E., Wahyu, R., Hartiti, T., & Samiasih, A. (2011). Hubungan Antara Dukugan Keluarga Dengan Keikutsertaan Senam Lansia Di Perumahan Sinar Waluyo Semarang Eko Kurniadi Siswanu*, MF.
Mubin**, Sarah Ulliya*** 133. FIKkes Jurnal Keperawatan , 4 (2),
133–146.
Yusra, W., & Yusran, M. (2022).
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Usia 0 Sampai 6 Bulan di Desa Pante Raya Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah . X (1), 30–
37.
|
2d7ff5f2-e9e8-43d6-a37a-85b22f572821 | https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/yinyang/article/download/1149/859 |
## RELASI SEKSUAL SUAMI-ISTERI DALAM PERSEPEKTIF AL-QUR’AN
## Durrotun Nafisah
Dosen STAIN Purwokerto
Email: [email protected]
Abstrak : Pernikahan oleh beberapa orang (baca: umat Islam) dipahami sebagai perjanjian kepemilikan (aqd at-tamlik), sehingga setelah selesai akad pernikahan, maka ditetapkanlah kepemilikan suami atas istri. Pemahaman seperti ini dapat mengakibatkan seorang suami bebas memrintah kepada istrinya untuk melayaninya sesuai dengan keinginannya (kapan saja dan di mana saja). Apakah benar hubungan seksual antara suami dan istri dipahami sebagaimana hubungan antara pemilik dengan barang yang dimilikinya? Ini adalah pertanyaan mendasar yang dicoba-carikan jawabannya dalam artikel ini. Melalui studi teks, konteks, dan kontekstualisasi QS. al-Baqarah: 223, dapat diperoleh jawaban bahwa hubungan seksual antara suami dan istri bukan sekedar kontrak kepemilikan, melainkan ada semangat kesetaraan di sana. Istri adalah lahan (ladang pertanian), ia membutuhkan petani (baca: suami) yang cerdas, sehingga lahan tersebut dapat terus dijaga dan dilestarikan kesuburannya.
Marriage by some people (read: Muslims) is understood as the covenant of ownership (aqd at-tamlik) so after the marriage contract has been established, wife seemed to be wholly owned by husband. Consequently, the husband will be free to ask his wife to serve him as he wishes (anytime and anywhere). Is it true that sexual relation between husband and wife is regarded as the relationship between the owner and his goods? This is the fundamental question that this article tries to find its answer. Through the study of the text, context and contextualization of Qur’an, Surah Al-Baqarah verse 223, it can be obtained an
answer that sexual relation between husband and wife is more than just a contract of ownership. There is a spirit of equality. Wife is a field (a farming place), it requires farmer (read: husband) who are intelligent, so that the field can be constantly maintained and preserved its fertility.
Kata Kunci: relasi seksual, suami-istri, dan kesehatan reproduksi.
## A. PENDAHULUAN
Perempuan disosialisasikan untuk melihat perkawinan sebagai tujuan hidupnya dan sumber kebahagiaanya. Meski demikian data yang tersedia di hampir semua lembaga yang menangani isu kekerasan terhadap perempuan atau melakukan pendampingan kepada para korban menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan paling banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat. Orang-orang terdekat yang dimaksud adalah suami. 1
Hal ini sangat ironis mengingat salah satu tugas laki-laki adalah pelindung bagi perempuan. Tugas laki-laki sebagai pelindung bagi perempuan ini diakui oleh 90,6 % responden dari sebuah survai yang dilaksanakan oleh YLKI bersama sejumlah anggota jaringan kesehatan perempuan. 2
Kekerasan terhadap istri bisa berupa kekerasan fisik, nonfisik, kekeraan berdimensi ekonomi dan kekerasan seksual atau reproduksi. Dari bentuk-bentuk kekerasan itu secara prosentase kekerasan seksual (kekerasan yang bernuansa seksual seperti pemaksaan, menyakiti, dan penghinaan) cukup tinggi yaitu mencapai 30 %. 3
Melihat fenomena di atas penting untuk dikaji bagaimana al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam memandang kehidupan atau relasi seksual suami isteri. Persoalan-persoalan seksualitas yang disinggung oleh al-Qur’an antara lain meliputi masalah perakwinan, perceraian, perlakuan suami istri dalam rumah tangga termasuk persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penyimpangan seksual. Dalam al-Qur’an, kekerasan seksual tidak semata- mata berarti berkata jorok, pemaksaan, dan penyakitan, tetapi lebih dari itu kekerasan seksual juga berarti pelanggaran terhadap nilai-nilai seksualitas yang luhur. 4
1 Komnas Perempuan, Peta Kekerasan (Jakarat : Ameepro, 2002), hlm. 63.
2 Nathalie, Kekerasan Terhadap Perempuan (Jakarta : YLKI, 1988), hlm. 101.
3 Komnas Pperempuan, Peta…, hlm. 74.
4 Badriyah Fayumi, “Islam dan Maslah Kekerasan Terhadap Perempuan” dalam Amirudin dan Fagihuddin (ed), Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan (Yogyakarta ; LkiS, 2002), hlm. 119.
Terkait dengan kehidupan dan pola relasi seksual suami isteri makalah yang sangat bersahaja ini menelaah surat al-Baqarah ayat 223 dengan pertimbangan bahwa ayat ini berkaitan langsung dengan perilaku seksual suami istri dan redaksinya menggunakan tamsil yang kaya akan makna yang mendorong kita untuk melakukan kajian kandungannya. 5
## B. TEKSTUALITAS AYAT RELASI SEKSUAL SUAMI-ISTRI
Agama Islam memandang perilaku seksual bukan persoalan yang tabu. Hal ini dapat kita lihat dari literatur-literatur fikih yang berbicara tentang seksualitas secara jelas dan detail, misalnya ketika fikih menerangkan cara pembuktian hubungan seks di luar nikah, menstruasi, bahkan aktivitas seksual (sexual act) pun dibahas di sana. Dalam hadis tidak kurang betapa banyak bab dan kitab yang membicarakan seksualitas, misalnya Imam Bukhari menulis kita>b al-h}aid bab muba>syaratu al-h}aid , Muslim kita>b al-h}aid bab muba>syarah al- h}aid fauqa al-Iz|a>r .
Demikian pula di dalam al-Qur’an, begitu banyak ayat-ayatnya yang merespon persoalan kemanusiaan ini misalnya QS. al-Baqarah: 222 dan 223 tentang haid dan tentang seksualitas suami istri, QS. an-Nisa’ tentang pergaulan suami dan istri, dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, ternyata seksualitas (konsep dan konstruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan perliku yang berkaitan dengan seks) 6 bukan merupakan hal yang tabu untuk didiskusikan karena ia selalu dibicarakan baik dalam al-Quran, hadis, fikih, maupun literatur lainnya. Kenyataan ini menepis kesan bahwa seksualitas adalah suatu hal yang tabu didiskusikan. Menurut Yusuf Qardhawi, sebagaimana dikutip oleh Syafiq, tidak seorang ulama pun yang mengaharamkan membicarakan hal ini selama dalam kerangka ilmu dan pelajaran.
Sebagaiman disinggung di atas bahwa makalah ini mengkaji seksualitas suami isteri dalam perspektif al-Qur’an dengan fokus pembahasan QS. al-Baqarah: 223. Teks dan terjemah Surat al-Baqarah ayat 223 tersebut adalah sebagai berikut:
نينمؤملا رشب و هوقلام مكنأ اوملعاو هللا وقتا و مكسفنلأ اومدق و متئش ىنأ مكثرح اوتأف مكل ثرح مكءاسن
Artinya:
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocokmu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal
5 Fuad Kauma, Tamsil al-Qur’an: Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat Tamsil (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 7.
6 Yusfita, Seksualitas, Kesehartan Reproduksi dan Ketimpangan Jender (Jakarta : Sinar Harapan, 1996), hlm. 260.
yang baik untuk dirimu dan bertakwalah kepada Allah bahwa kamu kelak akan menemuainya. Dan berilah kambar gembira orang-orang yang beriman. 7
## C. KONTEKS DAN KONTEKSTUALITAS AYAT RELASI SEKSUAL SUAMI-ISTRI
Berdasarkan pada tekstualitas seksual suami-istri dalam QS. al-Baqarah: 223 di atas, paling tidak ada dua hal yang bisa dipahami secara sepintas; pertama , istri seperti tempat bercocok tanam; dan kedua , perintah mendatangi istri bagaimanapun yang dikehendaki oleh suami. Pemahaman seperti ini dapat memunculkan beberapa pertanyaan seperti mengapa istri diibaratkan seperti tanah tempat bercocok tanam dan apakah cara apapun yang dikehendaki oleh suami dalam melakukan hubungan seksual diperkenankan oleh al-Qur’an?
Untuk menjawab dua pertanyaan di atas, penelusuran terhadap asbab an-uzul (konteks) ayat mutlak diperlukan, karena sebagaimana dikatakan oleh para ulama seperti al-Zarqani yang mengatakan bahwa bahwa mengetahui asbab an-nuzul dapat menghilangkan kemusykilan dan membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat yang paling mendekati kebenaran. 8
Asbab an-nuzul ayat tersebut sebagaimana ditulis oleh al-Suyuti ada beberapa versi:
1). Sebagai penegasian anggapan Yahudi bahwa barang siapa yang mendatangi istri dari arah belakang maka anak yang dilahirkan bermata juling sebagaimana tersebut dalam hadis
و ناخيشلا هاور( لوحأ دلولا ءاج اهءارو نم اهعماج اذإ :لوقت دوهيلا تناك :لاق رباج نع )دواد وبأ
2). Respon terahdap Umar bin Khatab yang merasa telah melakukan suatu kesalahan karena mendatangi istrinya dari arah belakang. Tersebut dalam hadis:
امو :لاق .تكله , هللا لوسر اي :لاقف ملس و هيلع هللا ىلص هللا لوسر ىلا رمع ءاج :لاق سابع نبا نع ,ككلهأ
)يذمرتلا و دمحأ هاور( ائيش هيلع دري ملف ,ةليللا يلحر تلوح : لاق
3) Seorang dari golongan Ansor mendatangi Nabi SAW untuk mengonfirmasikan perilaku seksual orang-orang Yahudi (mendatangi istri hanya dari arah depan.( Dalam sebuah hadis disebutkan:
ع رمع نبا نا :لاق سابع نبا ن – هل رفغي هللا و – عم نثو لهأ مهو راصنلأا نم يحلا اذه لهأ ناك امنا مهو ناكو مهلعف نم ريثكب نودتقي اوناكف ,ملعلا ىف مهيلع لاضف مهل نوري وناك باتكلا لهأ مه و دوهي نم يحلا اذه كلذو فرح ىلع لاإ ءاسنلا نوتأي لا مهنأ باتكلا لهأ رمأ نم راصنلأا نم يحلا اذه ناكو ةأرملا نوكت ام رتسأ
7 Departeman Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, t.th.), hlm. 42.
8 Az-zarqani, Manahilul ‘Irfan (Bairut: Dar al- Ilm, 1998), hlm. 125.
تايقلتسمو تاربدمو ت لابقم نهنم نوذذلتيو احرش ءاسنلا نوحرشي شيرق نم يحلا اذه ناكو ,كلذب وذخأ دق ) مكاحلا و دواد وبأ هاور( ...
4). Memberikan tanggapan atas perilaku seks (suami mendatangi istri di duburnya). 9
Berkenaan dengan QS. al-Baqarah ayat 223 dan asbab an-nuzul -nya Nabi SAW bersabda: دمحم ىلع لزنأ امب رفك دقف افارع وأ اهربد يف ةءرمإ وأ اضئاح يتأ نم
Dengan mengetahui asbab an-nuzul kita terhindar dari pemahaman yang keliru terhadap ayat di atas. Berdasarkan survei terhadap mahasiswa mereka memahami bahwa ayat ini menerangkan teknik hubungan seks, perempuan adalah objek seks yang harus rela menerima perilaku seks apapun sang suami terhadap dirinya. Stigma yang melekat pada istri itu menyebabkan isteri rentan terhadap domestic violence (kekerasan dalam rumah tangga) khususnya kekerasan seksual. Setelah dikemukakan asbab an-nuzul -nya mereka mengetahui bahwa ayat di atas menerangkan orientasi seks yang dihalalkan, mengenai tempat yang halal yakni farji bukan dubur. M. Quraish Shihab berkomentar karena sperma suci maka harus ditumpahkan di tempat yang suci pula. Versi pertama, menepis anggapan yang salah dan versi kedua memberikan pemahaman tentang seks yang halal yakni mendatangi istri dari arah depan ( farji bukan dubur ).
Selanjutnya, pengibaratan istri sebagai tempat bercocok tanam bukan tanpa makna tetapi sarat dengan arti sebagaimana dikemukakan oleh beberapa pakar al-Qur’an. Al-Qurtubi misalnya mengemukakan bahwa farji wanita diibaratkan sebagai tanah sedangkan nuthfah adalah benihnya dan bayi atau keturunan sebagai tumbuh-tumbuhan. 10 Masdar mengatakan bahwa penggambaran istri sebagai ladang mengisyaratkan nilai atau harga wanita yang mahal sebagaimana diketahui dalam QS. al-Baqarah: 223 termasuk klasifikasi surat madaniyyah yang mana di Madinah ladang tampat bercocok tanam jarang dijumpai sehingga harganya pun sangat mahal. 11 Qurasy Sihab dalam tafsirnya al-Misbah , memberi komentar sebagai berikut: penentu jenis kelamin adalah suami bukan istri. Pada pihak suami ada kromosom X dan Y, sedangkan pada pihak perempuan hanya ada kromosom X, jika X dari suami bertemu dengan X dari istri, maka anaknya adalah perempuan, sementara jika Y dari suami bertemu dengan X dari perempuan maka anaknya adalah laki-laki. Ladang harus dijaga dari segala hama, sesuatu yang dapat mengganggu dan dipupuk serta diperhatikan sehingga yang dihasilkan dapat berkualitas. 12
9 As-Suyuti, Asbab an-Nuzul (Malaysia: Dar ar-Rasyid, t.th), hlm. 75-76.
10 Qurtubi, Jami’ li AhKam al-Qur’an, jld. I (Kairo: Dal al-Qalam, 1996), hlm. 91.
11 Masdar Farid M, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan (Bandung : Mizan, t.th.), hlm. 111-112.
12 M. Quraisy Shihab, al-Misbah (Jakarta: Lentera, 2000), hlm. 449.
Perumpamaan istri sebagai ladang menunjukkan bahwa al-Qur’an menjamin kesehatan reproduksi bagi istri dalam hal seksual karena ladang supaya subur harus dipupuk dan dihindari hal-hal yang dapat merusak atau mengganggu kesuburannya. Perumpamaan ini juga menepis anggapan bahwa hanya istrilah yang harus pandai menjaga kesenangan suami supaya dia jangan berpaling dari sang istri.
Ayat ini menurut Hamka memberi tuntunan waktu yang tepat mendatangi istri sebagaimana petani memilih musim yang tepat dalam menanam tumbuhan. Ini berarti bahwa suami tidak boleh mengeksploitasi istri. 13 Perumpamaan tersebut juga mengisyaratkan bahwa hubungan seks bukan hanya untuk keselematan suami istri tetapi juga kemaslahatan masyarakat, misalnya dengan melahirkan anak yang bermanfaat sebagaimana petani menghasilkan hasil pertanian yang berguna untuk masyarakat. Di samping itu, hal tersebut juga mengisyaratkan bahwa kemandulan mungkin saja diderita oleh istri atau suami.
## D. PENUTUP
Dalam perspektif al-Qur’an pola relasi seksual suami-isteri adalah setara dan adil. Oleh karenanya, kehidupan seksual suami-isteri mesti dilaksanakan dengan mengedepankan aspek normatif dan etis, tanpa kekerasan dan saling memperhatikan kebutuhan, keselamatan, dan kenyamanan diri dan pasangannya. Seksualitas dalam Islam bukan merupakan hal yang tabu dibicarakan terlebih dalam kehidupan suami isteri sangat niscaya untuk didiskusikan dan dimusyawarahkan dengan pasangan masing-masing.
## DAFTAR PUSTAKA
Departeman Agama, t.th. al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra.
Fayumi, Badriyah, 2002. “Islam dan Maslah Kekerasan Terhadap Perempuan” dalam
Amirudin dan Fagihuddin (ed), Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan, Yogyakarta: LkiS
Hamka, 1886. Kedudukan Perempuan dalam Islam, Jakarta: Grafika Panjimas.
Kauma, Fuad, 2000. Tamsil al-Qur’an: Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat Tamsil, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Komnas Perempuan, 2002. Peta Kekerasan , Jakarat: Ameepro.
13 Hamka, Kedudukan Perempuan dalam Islam (Jakarta: Grafika Panjimas, 1886), hlm 198-199.
M., Masdar Farid, t.th. Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Bandung: Mizan.
Nathalie, 1988. Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta: YLKI.
Qurtubi, 1996. Jami’ li Ahkam al-Qur’an jld. I, Kairo: Dal al-Qalam.
Shihab, 2000. M. Quraisy, al-Misbah, Jakarta: Lentera.
As-Suyuti, t.th. Asbab an-Nuzul, Malaysia: Dar ar-Rasyid
Yusfita, 1996. Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Jender, Jakarta: Sinar Harapan.
Az-Zarqani, 1998. Manahilul ‘Irfan, Bairut: Dar al-ilm.
|
4d16800d-c706-4159-b9e7-5efb0b628b00 | http://ejournal.sisfokomtek.org/index.php/jpkm/article/download/1607/1146 | Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
## Penguatan Pemahaman Hak – Hak Konstitusional Perempuan Pada Desa Konstitusi Mekarsari Kabupaten Kubu Raya
1) Fatma Muthia Kinanti* 1 , 2) Budi Hermawan Bangun, 3) Erwin, 4) Evi Purwanti, 5) Sri Agustriani Elida
1,2,3,4,5) Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia Email CorresEponding: [email protected]*
## INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Kata Kunci:
Hak Konstitusional Kesetaraan Gender Perlindungan Hak Asasi Manusia
Jaminan Hukum
Kesadaran Publik
Pemerintahan yang berlandaskan pada negara hukum mengamanatkan perlindungan hak dasar manusia dan HAM sebagai hak kodrati yang universal. HAM diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945), memberikan jaminan legal yang kuat terhadap hak-hak individu dan berfungsi sebagai pembatasan terhadap kekuasaan negara. Meskipun begitu, Indonesia masih menghadapi ketidaksetaraan gender dan kekerasan berbasis gender yang tercermin dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang tinggi. Desa Mekarsari Kabupaten Kubu Raya, sebagai Desa Konstitusi, menjadi tempat implementasi program penguatan pemahaman hak konstitusional perempuan. Hak konstitusional perempuan diatur dalam pasal 28 A hingga pasal 28 J UUD 1945, dan harus dijalankan tanpa diskriminasi. Meski demikian, implementasi hak ini di lapangan menghadapi tantangan, dan solusi melibatkan peningkatan kesadaran publik dan pemahaman terhadap hak-hak perempuan. Program ini menggunakan metode penyuluhan dengan menyusun booklet berkolaborasi dengan LSM Rumah Perempuan dan Anak Provinsi Kalimantan Barat (RPA Kalbar). Sasaran program adalah masyarakat Desa Mekarsari, dengan tujuan menyebarkan pemahaman tentang hak konstitusional perempuan dan pencegahan pelanggarannya. Di tengah ketimpangan gender yang masih terjadi, program ini memberikan kontribusi dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak konstitusional perempuan.
## ABSTRACT
Keywords:
Constitutional Rights
Gender Inequality Human Rights Protection Legal Guarantees Public Awareness
A government based on the rule of law mandates the protection of basic human rights and human rights as universal inherent rights. Human rights are regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD 1945), providing strong legal guarantees for individual rights and serving as a limitation on state power. Nevertheless, Indonesia still faces gender inequality and gender-based violence, as reflected in the high Gender Development Index (GDI). Mekarsari Village, Kubu Raya Regency, as a Constitutional Village, serves as the site for the implementation of a program aimed at strengthening the understanding of women's constitutional rights. Women's constitutional rights are governed by Article 28A to Article 28J of the UUD 1945 and must be upheld without discrimination. However, the implementation of these rights in the field faces challenges, and the solution involves increasing public awareness and understanding of women's rights. This program utilizes outreach methods by creating booklets in collaboration with the NGO Rumah Perempuan dan Anak Province of West Kalimantan (RPA Kalbar). The program targets the community of Mekarsari Village, with the goal of spreading awareness of women's constitutional rights and preventing their violations. Amidst ongoing gender inequality, this program contributes to efforts to fulfill and protect women's constitutional rights.
This is an open access article under the CC–BY-SA license.
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
## I. PENDAHULUAN
Penjaminan hak-hak dasar manusia ( basic right ) dan perlindungan hak asasi manusia merupakan hal yang mutlak dari negara hukum. Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak yang diberikan dari Tuhan dan melekat pada manusia secara kodrati. Untuk itu, HAM bersifat universal, yang berarti berlaku sama bagi seluruh manusia di dunia. Ketika penjaminan atas HAM diatur dalam hukum suatu negara ia menjelma menjadi hukum positif dari negara tersebut dan disebut sebagai Hak konstitusional ( constitutional right ) yakni, hak yang dijamin di dalam konstitusi suatu negara. Konsep hak konstitusi memberikan mandat kepada negara untuk memenuhi dan melindungi HAM warga negaranya.
Jaminan hak asasi manuasia juga diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) yang memiliki beberapa makna. Pertama, memberikan jaminan legal yang kuat terhadap hak-hak individu, seperti hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak atas kebebasan pribadi, hak beragama, hak berpendapat, dan hak dasar lainnya. Kedua, Pengaturan hak asasi manusia dalam konstitusi berfungsi sebagai pembatasan terhadap kekuasaan negara. Konstitusi membatasi kekuasaan negara dalam melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap individu dan mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dalam UUD 1945 yang menetapkan Indonesia sebagai negara hukum, yang mana memiliki dua prinsip pokok: pembatasan kekuasaan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).. (Jamil 2014)
Penjaminan HAM dalam konstitusi juga wajib dinikmati oleh seluruh elemen bangsa, tanpa adanya diskriminasi. Hal ini tercermin dalam rumusan subjek hukum yang diatur dalam UUD 1945 yang menggunakan frasa “setiap orang”, “segala warga negara”, “tiap warga negara”, dan rumusan sejenisnya(Enny Nurbaningsih 2019). Salah satu kelompok warga negara yang wajib mendapatkan jaminan atas hak asasinya adalah perempuan.(Puspitaningrum 2017) Perempuan memiliki peran yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran perempuan tidak hanya sebatas pada fungsi reproduksi saja, tetapi juga penting dalam aspek social, edukasi, politik, budaya, dan Kesehatan(Enny Nurbaningsih 2019). Selain itu, hingga saat ini, perempuan merupakan salah satu golongan masyarakat yang masih menerima ketidakadilan.
Dari perspektif social budaya, adanya ketimpangan kedudukan perempuan dan lelaki salah satunya disebabkan dari adanya persepsi yang meletekkan perempuan di bawah laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat yang kental dengan persepsi patriarki akan menganggap peran laki-laki lebih besar dalam mengangkat derajat perempuan sehingga perempuan dianggap sebagai makhluk yang ditakdirkan mendampingi laki-laki(Israpil 2017). Sayangnya, pandangan tersebut dapat menciptakan ketidaksetaraan akses dan kesempatan bagi perempuan untuk maju dalam bidang tersebut.(Apriliandra and Krisnani 2021).
Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan ketimpangan gender yang besar. Berdasarkan laporan dari World Economy Forum(World Economic Forum 2023), pada tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat ke 87 dengan skor indeks ketimpangan gender sebesar 0,697. Indeks tersebut dinilai berdasarkan beberapa indicator yakni: 1) Kesempatan dan partisipasi ekonomi (skor 0,666), 2) pencapaian Pendidikan (skor 0,972), 3) kesehatan dan kelangsungan hidup (skor 0,970), pemberdayaan politik (skor 0,181).
Salah satu indikator yang menunjukkan adanya diskriminasi gender yakni kekerasan berbasis gender (KBG) masih sering terjadi di masyarakat. United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) memberikan definisi KBG sebagai istilah yang memayungi tindakan kekerasan apapun yang dilakukan terhadap seseorang yang didasarkan oleh gender(Toolkit n.d.). Laporan dari Komnas Perempuan(Komnas Perempuan 2022). menunjukkan, sejak tahun 2012, KBG terhadap perempuan menunjukkan tren kenaikan. Tahun 2021 tercatat sebagai tahun tertinggi jumlah kasus KGB yang terkumpul. Data jumlah KBG terhadap perempuan per tahun dapat dilihat pada table berikut:
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
Tabel 1. Data jumlah KBG terhadap perempuan per tahun
Sumber: Komnas Perempuan, 2022.
Dalam Upaya menanggulangi ketidaksetaraan gender, Pemerintah mengadopsi konsep Indeks Pembangunan Gender (IPG) dari United Nations Development Programs (UNDP) tahun 1995(Kemenpppa 1995). IPG merupakan ukuran pembangunan manusia yang terdiri dari beberapa indicator dengan penekanan utama pada status gender. Penilaian Harapannya angka IPG dapat menjadi dasar pembentukan program pembangunan yang dapat mengakomodasi kesetaraan dan keadilan gender.(Kemenpppa 1995) Untuk menilai besaran ketimpangan gender di suatu daerah, IPG kemudian dikaitkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator yang digunakan untuk menganalisa capaian pembangunan negara maupun wilayah, namun tidak didasarkan pada indicator gender. Dengan kata lain, IPG merupakan IPM setelah dikoreksi dengan tingkat disparitas gender(Kemenpppa 1995). Besaran disparitas gender dapat diamati dengan mengukur selisih nilai IPM dengan IPG. Semakin besar selisih tersebut, memperlihatkan disparitas gender yang semakin tinggi. Tahun 2022, Indeks Pembangunan Manusia-Gender menunjukkan angka yang masih belum setara. IPM laki-laki senilai 73,21 adapun perempuan sebesar 64,14.(Lestari 2020) Pencapaian kesetaraan gender merupakan hal yang diharapkan untuk memastikan pembangunan suatu wilayah dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya tanpa diskriminasi gender(Rachmawati, Sigalingging, and Kiftiah 2023).
Indikator IPM-Gender dapat mempelihatkan suatu gejala adanya permasalahan dalam pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan. Secara teori, jika pemenuhan hak sudah inklusif tanpa diskriminasi, maka akan terlihat pada indicator IPM yang seimbang.
Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti Puspitanigrum(Puspitaningrum 2017) melakukan tabulasi atas beberapa aturan peundang-undangan Indonesia yang berkaitan dengan Upaya pengimplementasian hak konstitusional perempuan seperti:
1. Undang-undang Nomor 68 Tahun 1958 tentang pengesahan konvensi tentang hak politik perempuan
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia minimum anak yang diperbolehkan untuk bekerja
5. Undang-undang Nomor 21 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 111 tentang persamaan pendapatan
6. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
7. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
8. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
11. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
12. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
13. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
14. Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 tentang pembentukan Komisi Nasional Perempuan
15. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
Penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa dari banyaknya peraturan perundangan-undangan yang memberikan jaminan terhadap hak konstitusional perempuan, masih perlu dikaji lebih jauh mengenai penerapan dan penjabarannya. Penelitian tersebut memberikan beberapa saran untuk mendukung pengimplementasian hak konstitusional perempuan salah satunya “Pendidikan kritis dan sensitif gender kepada masyarakat (khususnya perempuan dan para pengambil keputusan) dengan melibatkan lembaga kajian wanita / Universitas”.
## II. MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasakan perlu untuk melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk membentuk Penguatan Pemahaman Hak – Hak Konstitusional Perempuan. Pemilihan wilayah pelaksanaan kegiatan dilakukan pada Desa Mekarsari Kabupaten Kubu Raya. Indeks Pembangunan Manusia- Gender di Kabupaten Kubu Raya, sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan Barat, juga masih memperlihatkan kesenjangan IPM laki-laki senilai 74,35, sedangkan perempuan senilai 63,39(BPS 2022.). Selain itu, Desa Mekarsari telah dikukuhkan sebagai Desa Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi RI, sehingga diharapkan dapat menjadi Desa Percontohan terkait pemenuhan hak-hak konstitusional perempuan. Survey telah dilaksanakan pada akhir tahun 2022
Dari analisis situasi tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana upaya yang dapat dilakukan terkait penguatan pemahaman hak – hak konstitusional perempuan pada Desa Konstitusi Mekarsari Kabupaten Kubu Raya?
## III. METODE
Tahapan pelaksanaan PKM digambarkan dalam bagan di bawah ini:
Gambar 1. Bagan Tahapan Pelaksanaan PKM
• Survey awal di lokasi (bulan November 2022) • Identifikasi Isu (bulan Januari 2023)
• Persiapan teknis pelaksanaan
(bulan Februari 2023)
## Persiapan
• Koordinasi dengan pihak terkait (Kepala Desa Mekarsari dan RPA Kalbar) • Pembuatan booklet • Pelaksanaan Sosialisasi di
Lokasi Pelaksanaan
• Penyusunan Laporan Akhir
Evaluasi dan
Pelaporan
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
Metode kegiatan yang akan dipergunakan dalam kegiatan ini adalah pemberian materi sosialisasi berupa booklet yang berisi panduan praktis mengenai definisi dan konsep mengenai hak konstitusional; jenis-jenis hak konstitusional perempuan; Upaya pemenuhan hak konstitusional perempuan; pencegahan dan penanganan pelanggaran hak konstitusional perempuan.
Dalam penyusunan booklet, penulis berkolaborasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumah Perempuan dan Anak Provinsi Kalimantan Barat (RPA Kalbar). RPA Kalbar memberikan masukan dan saran dalam penyusunan booklet serta berkontribusi dengan menampilkan profil Lembaga di dalam booklet, disertai dengan pencantuman nomor kontak aduan kekerasan kepada Perempuan dan anak. Hal ini diharapkan dapat menyebarluaskan akses pemberdayaan dan perlindungan hak-hak konstitusional Perempuan dalam bentuk yang lebih nyata.
Sasaran dari pelaksanaan penyuluhan hukum ini adalah masyarakat Desa Mekarsari, Kabupaten Kubu Raya. Pelaksana kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini akan mendistribusikan beberapa booklet berisi sosialisasi mengenai penitngnya pemenuhan hak konstitusional perempuan. Desa Mekarsari dipilih sebagai lokasi dari kegiatan ini karena merupakan Desa Konstitusi sehingga diharapkan dapat menjadi agen penggerak dalam pemenuhan hak konstitusional perempuan baik bagi warganya maupun terhadap warga di desa sekitar.
## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Sosialisasi Penguatan Pemahaman Hak – Hak Konstitusional Perempuan Pada Desa Konstitusi Mekarsari Kabupaten Kubu Raya, dilaksanakan pada Hari Selasa, 22 Agustus 2023 di Aula Kantor Desa Mekar Sari, Kubu Raya. Kegiatan dilaksanakan dari pukul 08.00 – 13.00 WIB dan diikuti dengan diskusi dengan peserta dan pembagian Booklet berjudul “Para Puan, Hak Anda Dijamin Negara". Peserta dari kegiatan ini adalah Warga Desa Mekar Sari, Kabupaten Kubu Raya. Jumlah peserta kegiatan adalah 70 orang.
Bentuk kegiatan adalah sosialisasi yang dibersamai dengan pembagian Booklet berjudul “Para Puan, Hak Anda Dijamin Negara”. Pemberian materi sosialisasi berupa booklet yang berisi materi dasar Hak – Hak Konstitusional Perempuan dan konsep pemenuhan hak konstitusional perempuan. Pelaksana kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini mendistribusikan beberapa booklet berisi sosialisasi mengenai pentingnya hak konstitusional Perempuan. Materi sosialisasi dalam bentuk booklet yang dibagikan kepada peserta kegiatan saat melakukan pendaftaran. Pelaksana juga membuka helpdesk pada venue kegiatan untuk menerima konsultasi dari peserta terkait dengan bahan sosialisasi. Penyusunan booklet dilakukan bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumah Perempuan dan Anak Provinsi Kalimantan Barat (RPA Prov. Kalbar).
Materi dalam booklet sebagai berikut:
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
Gambar 2. Booklet
Dokumentasi kegiatan pada hari pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Foto Peserta Sosialisasi
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
Gambar 4. Diskusi Pemateri dan Peserta
## Gambar 5. Foto Bersama Peserta dan Kepala Desa Mekarsari
Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh 70 orang peserta terbagi menjadi Perempuan dan laki-laki dengan pembagian hampir seimbang. Kegiatan terlaksana lancar dan peserta terlihat antusiasi dalam mendengarkan materi sosialisasi serta berpartisipasi dalam sesi diskusi. Setelah pemberian materi, peserta juga diberikan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan pemahaman peserta mengenai hak konstitusional peremuan. Hasil kuesioner digambarkan dalam bagan berikut ini:
Gambar 6. Bagan 2 Hasil Survey Peserta untuk mengetahui pemahaman mengenai Hak Konstitusional setelah sosialisasi 90% 10% Apakah Saudara/i mengetahui apa itu hak konstitusional? Tahu Tidak Tahu
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
Gambar 7. Bagan 3 Hasil Survey Peserta untuk mengetahui pemahaman mengenai hak-hak perempuan yang dijamin oleh negara dalam UUD RI 1945
Gamabr 8. Bagan 4 Hasil Survey Peserta untuk mengetahui pemahaman mengenai hak-hak perempuan yang dijamin oleh negara dalam UUD RI 1945
## V. KESIMPULAN
Penjaminan HAM dalam konstitusi membatasi kekuasaan negara dan memberikan jaminan terhadap hak- hak individu. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan HAM yang kuat, termasuk hak- hak perempuan. Namun, ketidaksetaraan gender masih menjadi masalah dengan adanya diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Indonesia memiliki indeks ketimpangan gender yang tinggi, dan upaya seperti Indeks Pembangunan Gender (IPG) diadopsi untuk mengatasi masalah ini. Terdapat berbagai undang-undang yang menggaransi hak konstitusional perempuan, tetapi implementasinya masih memerlukan perhatian lebih lanjut. Penelitian menyarankan pendidikan kritis dan sensitif gender, serta Desa Mekarsari di Kabupaten Kubu Raya dipilih sebagai percontohan pemenuhan hak konstitusional perempuan.
Hak konstitusional diatur dalam Bab X UUD 1945 (pasal 28 A - pasal 28 J) yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hak-hak perempuan. Seluruh hak ini harus diberikan tanpa diskriminasi. Desa Mekarsari dipilih sebagai tempat program karena telah diakui sebagai Desa Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi. Solusi yang ditawarkan dalam program ini meliputi memberikan pemahaman dasar tentang hak konstitusional perempuan, edukasi mengenai menghormati dan menjalankan hak konstitusional perempuan, serta pemahaman cara melaporkan pelanggaran hak tersebut.
90% 10%
Apakah Saudara/i sebelumnya mengetahui bahwa terdapat hak-hak perempuan yang dijamin oleh negara dalam UUD RI 1945? Tahu Tidak Tahu 19% 71% 5% 5%
## Apakah Isi Buku Saku "Para Puan, Hak Anda Di Jamin Megara" Sudah Cukup Mudah Dipahami?
Mudah Sekali Cukup Mudah Mudah Tidak Mudah Sangat Tidak Mudah
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 4 No.3, September 2023 |pp: 2724-2732 |DOI : https://doi.org/10.55338/jpkmn.v4i2.1607
Kegiatan mencakup penyusunan booklet sosialisasi oleh penulis bekerja sama dengan LSM Rumah Perempuan dan Anak Provinsi Kalimantan Barat (RPA Kalbar). Booklet tersebut berisi materi tentang hak konstitusional perempuan, jenis-jenis hak, Upaya pemenuhan, serta pencegahan dan penanganan pelanggaran hak. Kegiatan bertujuan menyebarkan pemahaman dan perlindungan hak konstitusional perempuan, khususnya di Desa Mekarsari, Kabupaten Kubu Raya, yang telah diakui sebagai Desa Konstitusi. Dari hasil pelaksanaan Kegiatan, ditemukan bahwa peserta Nampak antusias mengikuti sosialisasi terkait tema. Diharapkan pemahaman yang didapatkan dalam Kegiatan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari. Pemuatan nomor kontak RPA Kalbar sebagai LSM yang menangani tindak kekerasan terhadap anak dan Perempuan dapat dimanfaatkan oleh peserta dalam hal ingin melakukan konsultasi atau bahkan pelaporan tindak pelanggaran HAM.
Kegiatan sosialisasi yang telah terlaksana perlu dikembangkan dan dilanjutkan untuk dapat memastikan jangkauan dan manfaat yang lebih luas. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait hak konstitusional perempuan, disarankan untuk terus mengembangkan dan menyebarkan booklet sosialisasi yang berisi panduan praktis.Selain itu, untuk mencapai dampak yang lebih luas, direkomendasikan untuk memperluas sasaran penyuluhan hukum ini ke wilayah lain selain Desa Mekarsari. Dengan menyebarkan booklet dan menyelenggarakan acara serupa di desa-desa sekitar, akan membantu menyebarkan pemahaman tentang hak konstitusional perempuan secara lebih merata dan memperluas dampak positifnya. Pemanfaatan media sosial dan teknologi juga penting. Pembuatan konten pendek, infografis, atau video yang menggambarkan hak-hak konstitusional perempuan dan cara pemenuhannya bisa lebih mudah diakses dan disebarkan melalui platform-platform digital. Selain LSM, melibatkan berbagai pihak dari lintas sektor seperti pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat lainnya juga bisa memperkuat upaya pemenuhan hak konstitusional perempuan. Kolaborasi ini akan memberikan lebih banyak sumber daya dan perspektif yang beragam.
## DAFTAR PUSTAKA
Apriliandra, Sarah, and Hetty Krisnani. 2021. “Perilaku Diskriminatif Pada Perempuan Akibat Kuatnya Budaya Patriarki Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Konflik.” Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik 3(1):1. doi: 10.24198/jkrk.v3i1.31968. BPS. n.d. “Indeks Pembangunan Manusia-Gender (1).” Enny Nurbaningsih. 2019. Mahkamah Konstitusi Dan Hak Konstitusional Perempuan, Paparan Dipresentasikan Pada Seminar “Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Aktivis Perempuan Lintas Agama.” Israpil, Israpil. 2017. “Budaya Patriarki Dan Kekerasan Terhadap Perempuan (Sejarah Dan Perkembangannya).” Pusaka 5(2):141–50. doi: 10.31969/pusaka.v5i2.176.
Jamil, Nuraida. 2014. “Hak Aassi Perempuan Dalam Konstitusi Dan Konvensi CEDAW.” Muwazah 6(2):166–91. Kemenpppa. 1995. “Pembangunan Manusia Berbasis Gender Pendahuluan.” Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak xviii + 178. Komnas Perempuan. 2022. Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2021, Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan . Lestari, Titi Kanti. 2020. “Indeks Pembangunan.” 12(95):1–8. Puspitaningrum, J. 2017. “Hukum Dan Hak Konstitusional Perempuan.” Legal Pluralism: Journal of Law Science 7(2):240–60.
Rachmawati, Febby, Nora Yoshinta Sigalingging, and Mariatul Kiftiah. 2023. “Proyeksi Indeks Pembangunan Gender (IPG) Di Kalimantan Barat Dengan Metode Trend Parabolik.” Jurnal Forum Analisis Statistik (FORMASI) 2(2):83– 91. doi: 10.57059/formasi.v2i2.33.
Toolkit, Unhcr G. B. V. n.d. “A Gender-Based Violence.” 1–5. World Economic Forum. 2023. Insight Report . Soerjono Soekanto, 1942- (penulis); Sri Mamudji (penulis). (2015; © 1983). Penelitian hukum normatif : suatu tinjauan singkat / Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., Sri Mamudji, S.H., M.L.L. . Jakarta :: Rajawali Pers,.
|
a22c2b57-7cc4-4150-97b3-56267c80a772 | http://jurnallppm.iainkediri.ac.id/index.php/realita/article/download/69/65 |
## GAGASAN TEOLOGI PERDAMAIAN HASSAN HANAFI TERHADAP GERAKAN ISLAM DI INDONESIA
## Asy’ari
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri Email: [email protected]
## Abstract:
The issues of radical Islamic movements in Indonesia cannot be separated from that of the Islamic movements in the Middle East. Hassan Hanafi also did not escape the radar that he was one of the seeds of progressive revolutionary Islamic thinkers. Hassan Hanafi as one of the Ikhwanul Muslimin activists and identified as one of the actors of the rebellion of his time. Hassan Hanafi, through his revolutionary Islamic Left, is very fertile in the world of movement activists in Indonesia. This paper seeks to see and explain Hassan Hanafi from another perspective. In Hassan Hanafi's thought, there is a horizon that can be an offer in sowing peace in the middle of a revolutionary Islamic movement in Indonesia. The author sees that the proliferation of revolutionary Islamic movements that quote Hassan Hanafi's thoughts is due to the lack of comprehensiveness in reading this horizon.
Keywords: Hassan Hanafi; Theoanthropocentis; and the Radical Islamic Movement.
## Abstrak
Isu-isu gerakan Islam radikal di Indonesia tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan gerakan islam yang ada di timur tengah. Hassan Hanafi juga tidak luput dari radar bahwa ia menjadi salah satu benih pemikir islam yang progresif revolusioner. Hassan Hanafi sebagai salah satu aktivis ikhwanul muslimin dan diidentikkan sebagai salah satu aktor pemberontakan di masanya. Hassan Hanafi melalui gagasan Kiri Islam nya yang revolusioner sangat subur di dunia aktivis pergerakan di Indonesia. Makalah ini berusaha melihat dan menjelaskan Hassan Hanafi dari sisi lain. Di dalam pemikiran Hassan Hanafi terdapat horizon yang mampu menjadi tawaran dalam menyemai perdamaian di tengah gerakan Islam revolusioner di Indonesia. Penulis melihat bahwa menjamurnya gerakan Islam revolusioner yang mengutip pemikiran Hassan Hanafi dikarenakan kurang utuhnya dalam membaca horizon tersebut.
Kata kunci: Hassan Hanafi; Teoantroposentis ; dan Gerakan Islam Radikal.
## PENDAHULUAN
Framing dan prejustice dunia internasional terhadap Islam mengalineasikan objektivitas dan mengedepankan penilaian negatif. Stereotyping semacam ini tidak hanya terjadi pada kalangan tertentu yang anti terhadap Islam, melainkan telah menjalar pada masyarakat umum dengan satu
konsep pemikiran yang sama, yakni Islam adalah agama kekerasan.
Asumsi publik terhadap perilaku kekerasan yang diajarkan oleh agama Islam semakin diperkuat dengan gerakan hardliner (garis keras) di dunia yang semakin menjalar, khususnya di Timur Tengah secara ideologis politis sudah
menjamur di Indonesia. 1 Selain ideologis- politis, ada pula Islam garis keras yang kerjaannya sweeping, demontrasi, teriak takbir sambil lempar batu bikin onar bahkan tidak jarang membuat kerusakan di toko-toko. 2 Citra Islam semakin mengalami defisit kedamaian, berbanding berbalik dengan asal kata islam itu sendiri misalnya salama, perdamaian, namun ditampilkan dengan wajah yang menyeramkan dengan perwujudan nilai- nilai kekerasan agama yang dimanifestasikan oleh kelompok-
kelompok tertentu. 3 Para nabi khususnya Muhammad SAW yang diutus di kota mekkah dan dilanjutkan oleh para sahabat, tabi’ tabi’in dan para ulama sebagai pewaris nabi, untuk membawa dan menyampaikan ajaran kepada umat manusia agar keluar dari kebodohan, perbudakan, kemiskinan dan perpecahan yang mengakibatkan kekacauan.
Pertanyaan pun silih berganti untuk menepis bahwa asumsi mengapa harus bangsa Arab sebagai obyek awal Tuhan sebagai instrumen kebenaran agama Islam ini. Sebelum datangnya Muhammad, bangsa arab adalah bangsa yang terbelakang, baik di bidang ilmu pengetahuan maupun moral, 4 atau yang lebih dikenal dengan sebutan jahiliyah . 5
1 Sebut saja Hizbut Tahrir
2 Sebut saja Front Pembela Islam, yang dalam beberapa media seringkali menyajikan perilaku-perilaku pengrusakan baik pada dengan kekkerasan fisik, caci maki bahkan pengrusakan terhadap fasilitas umum. https://www.viva.co.id/berita/metro/356128-rusak- kantor-pemerintah-3-pengikut-fpi-dituntut-8-bulan- penjara .
3 Peperangan atas nama agama yang terjadi, atau spesifiknya tindakan teror atas nama agama yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal tersebut ternyata cukup mampu mengubah wajah Islam secara menyeluruh. Dunia memandang bahwa Islam merupakan bentuk agama intoleran yang tidak memiliki kesadaran tentang arti penting perdamaian sesama manusia.
4 Hassan Hanafi, Oposisi Pasca Tradisi , terj. Khoron Nahdiyyin. (Yogyakarta:Syarikat, 2003) hlm 201
5
Tidak hanya itu, dari segi geografis, kota mekkah merupakan kota yang strategis sebagai pusat perdagangan di sekitar jazirah arab, mekkah menjadi tempat berkumpulnya manusia dari beragam penjuru. Tidak cukup hal tersebut, kota mekkah merupakan kota yang sangat strategis sebagai tempat diutusnya nabi muhammad saw, karena kota mekkah diapit oleh dua kekuatan besar saat itu, di sebelah barat kota mekkah terdapat kerajaan romawi, yang juga luar biasa jahiliyahnya.
Menilik sejarah agama-agama di dunia, nyaris semua agama tidak ada yang lepas dari sejarah kekerasan dan peperangan. Semua itu telah dilewati oleh agama-agama yang ada untuk mempertahankan eksistensi agama itu sendiri atau memperluas wilayah pengaruh agama sehingga menimbulkan benturan. Namun, citra peperangan lebih lekat pada Islam ketimbang agama yang lain. Namun kiranya menarik dan perlu dijadikan sebagai paradigma berpikir pernyataan Harold Coward dan Gordon Smith di bawah ini, terkait riwayat kekerasan yang melibatkan, agar tidak terjebak pada klaim hanya agama “ini”lah yang identik dengan kekerasan;
We know that all religious traditions have been implicated in promoting violence over the centuries. Indeed, some people insist that including religious individuals in the process of conflict resolution is like inviting foxes into the hen house. Religion and Peace-building begs to differ. It argues that we need to pay attention to religion when trying to make sense of human activities, and recognize that religious traditions have the resources to help us promote peace 6 . Pernyataan tersebut sepertinya cukup objektif, mereka menempatkan
6 Harlod Coward and Godon S. Smith (eds), Religion and Peacebuilding, (New York: State University of, 2004), hal. vii
semua agama memiliki sejarah kekerasan tanpa kemudian menyetereotipkan satu agama dan mengabaikan klaim pada yang lain. Mereka menyadari bahwa perang dan kekerasan tidak pernah lepas dari sejarah agama-agama sejak zaman dahulu.
Kontribusi
agama-agama pada peperangan dan jihad tidak terelakkan ketika meninjau sejarah seluruh agama- agama yang ada. Mereka memiliki peran penting dalam menciptakan peperangan atas nama agama, tentu juga dengan konsep perdamaian. Termasuk
diantaranya Islam sebagai agama yang juga memiliki riwayat peperangan.
Ketika Eropa tengah berbenah untuk mengajari tata cara menulis dan administratif terhadap masyarakatnya, dunia intelektual Islam telah sampai pada memelihara, memodifikasi dan menyempurnakan kebudayaan- kebudayaan klasik melalui sekolah- sekolah tinggi dan pusat riset yang telah maju di bawah para penguasa yang memiliki wawasan keilmuan. Kemudian, hasil dari usaha kreatif dan jenius tersebut telah menjangkau wilayah Latin Barat melalui penerjemahan versi bahasa Arab atas karya-karya klasik maupun tulisan- tulisan cendekiawan Muslim tentang kedokteran, filsafat, geografi, sejarah, teknologi, pedagogi dan disiplin ilmu lainnya 7 . Dalam perkembangan kekinian, dunia intelektual Islam tidak berarti mati setelah fatwa penutupan pintu ijtihad oleh ulama pada akhir masa kejayaan Islam. Zuhairi Misrawi dkk dalam buku Interfaith Teology memaparkan pentingnya memperjuangkan keterbukaan pintu ijtihad sebagai salah satu sumber pengetahuan dengan peningkatan dunia penelitian, pengkajian dan sumbangsih lainnya untuk kepentingan umat manusia.
7 Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education. A.D, 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education , (Coloardo: University of Coloardo Press, 1954), hal. vii
Tokoh-tokoh ilmuwan dari kalangan Muslim yang bermunculan di dunia untuk mendarmabhaktikan
pengetahuannya bagi kemanfaatan seluruh alam raya. Dalam proyek intelektualnya, at-Tsurat wat Tajdid , tema keislaman yang coba diusung dan direkonstruksi oleh Hassan Hanafi. Karya monumental Hanafi merupakan sikap kritis konstruktif beliau terhadap khasanah intelektual klasik. Hanafi bukannya anti dengan tradisi klasik bahkan beliau mencoba untuk mengeksplorasi dan membangkitkan tradisi-tadisi intelektual klasik itu. Tetapi warisan tradisi klasik itu harus direkonstruksi dan dibaca ulang dengan memakai pendekatan, metode dan pendekatan baru sehingga bisa aktual dan kontekstual.
Hassan Hanafi dalam menyikapi warisan khasanah klasik itu tidak seperti kaum puritan dan konservatif, yang mencoba menarik kembali secara asli budaya terdahulu untuk diterapkan secara literal dan bahkan brutal dengan pendekatan yang tepat di era sekarang. Hanafi justru mencoba menggali warisan klasik itu dan berusaha mengkostruk ulang dasar-dasar epistemologinya agar relevan dengan kehidupan kontemporer. Jadi semangat Hassan Hanafi terhadap khasanah klasik adalah pembaharuan (reformation) dan bukannya pengulangan
(reafirmation) .
Pengulangan (reafirmation) atau yang oleh Luthfi Assyaukanie disebut dengan restatement adalah prinsip yang selama ini banyak digaungkan oleh kalangan puritan-salafi-radikal-
konservatif 8 .
8 Kata Lutfi Assyaukanie, Restatement adalah agenda kaum radikal dan kaum revivalis, bukan reformis. Kaum radikal seperti Osama Bin Laden, mastermind 9/11 atau Imam Samudra, mastermind Bom Bali, adalah orang-orang yang mengaku ingin me- restate ajaran-ajaran asli Islam. Mereka menganggap bahwa dunia sudah terlalu banyak berubah dan karenanya harus ditarik kembali ke Islam yang otentik.
## PEMBAHASAN
Hassan Hanafi dan Kegelisahan- kegelisahannya
Hassan Hanafi dilahirkan di Kairo, Mesir, pada 14 Februari 1934, seperti kebanyakan anak-anak mesir lainnya Hanafi muda sudah belajar ilmu- ilmu agama Islam. Ketika masih duduk di madrasah tsanawiyah, dia sudah aktif dalam diskusi-diskusi Ikhwanul Muslimin, selain itu beliau juga mempelajari pemikiran-pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan sosial. Hal inilah yang membuatnya tertarik untuk bergelut dengan aktivitas pemikiran dan
intelektualitas. Pendidikan dasar hingga tingginya diselesaikan di
tanah kelahirannya, dan gelar Doktor dia raih pada 1966 di Universitas Sorbonne, Paris,
Prancis dengan disertasi setebal 900 halaman berjudul Essai Sur la Methode d'exegese (Essai tentang Metode Penafsiran). Karya tulis ini menjadi karya tulis terbaik di Mesir pada tahun 1961. 9 Menurut Kazuo Shimogaki, Hassan Hanafi memiliki tiga wajah dalam rangka memantapkan posisi pemikirannya dalam dunia Islam yaitu: Pertama , adalah peranannya sebagai seorang pemikir Revolusioner. Segera setelah revolusi Iran menang, ia meluncurkan Kiri Islam. Salah satu tugasnya adalah untuk mencapai Revolusi Tauhid (keesaan, pengesaan: konsep inti dalam pandangan dunia Islam). Kedua adalah sebagai seorang reformis tradisi intelektual Islam klasik-rasionalis. Dalam hal ini, ia mirip posisi Muhammad Abduh (seorang pemikir Mesir terkemuka, 1849-1905). Ketiga adalah penerus gerakan al-Afghani (1838-1896). Al- Afghani adalah pendiri gerakan Islam modern, yang disebut sebagai perjuangan
Lih. Luthfi Assyaukanie, Islam Benar Versus Islam Salah (Depok: Kata Kita, 2007), hlm.13-14
9 Abdurrahman Wahid, 1993, “Hassan Hanafi dan Eksprementasinya”, pengantar dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi : xi
melawan imprealisme kultural Barat dan penyatuan dunia Islam. 10
Hassan Hanafi sadar bahwa dalam beberapa abad terakhir, Islam tidak lagi muncul sebagai salah satu kandang ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh yang muncul dalam Islam bukan lagi merupakan tokoh membawa khazanah keilmuan baru untuk peningkatan kemajuan umat manusia. Islam tertinggal jauh dengan Barat dalam banyak sisi yang pada periode sebelumnya Islam pernah menempati posisi puncak.
Kesadaran itu, oleh Hanafi dianalisis mendalam untuk melihat penyebab dan persoalan mendasar yang menyebabkannya. Bahkan Hanafi
mengemukakan pandangannya terhadap intelektual (dalam islam disebut juga ulama). Hampir sama dalam konteks Gramsci, pemikiran dan kritik Hanafi terhadap intelektual muslin berangkat dari kegelisahannya melihat intelektual- intelektual yang alpha akan perannya sebagai agen perubahan dan pembela masyarakat tertindas. Hanafi seperti halnya Ali Syariati mengkritik intelektual yang mengabdikan ilmunya pada kekuasaan dan uang 11
Di dalam dunia islam, ulama sebagai sosok yang dianggap memiliki kedekatan dengan Tuhan karena ilmu- ilmunya sering dianggap. Keadaan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh penguasa (pemerintah, negara) untuk memanfaatkan mereka dengan imbalan kedudukan dan uang. Dalam masyarakat Islam, terutama kelompok fundamentalis, ulama memiliki pengaruh yang melebihi kewenangan pemerintah. Sehingga tidak jarang fatwa atau pendapat yang dilontarkan oleh ulama lebih memiliki kekuatan dibandingkan dengan ketetapan
10 Kazuo Shimogaki, Kiri Íslam: antara Modernisme dan Postmodernisme (LKiS: Yogyakarta, 1997), hlm 4
11 Khudari Sholeh (Ed.), Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Jendela, 2003), hal 161-162
peraturan yang dikeluarkan oleh negara. Di beberapa negara Islam, warga negara terkesan lebih loyal pada ulama dibandingkan dengan negara sebagai elemen pemerintahan 12 Persekutuan antara
ulama (intelektual) dan penguasa tidak juga di mesir. Mesir dikenal sebagai negara yang memiliki peradaban pra-sejarah yang tinggi, baik dari ilmu pengetahuan maupun seni budaya. Hal itu terus berlanjut sampai zaman modern. Mesir tetap dikenal dengan ulama-ulama dan ahli-ahli islamnya. Namun, seperti yang dituturkan Hanafi, iklim keilmuan di sana, belum atau bahkan tidak memungkinkan seorang intelektual menjalankan fungsi sebagai agen perubahan masyarakat tertindas. Dalam konteks Hanafi, Mesir yang ada di bawah kepemimpinan presiden Anwar Sadat, tumbuh menjadi negara yang represif terhadap rakyat dan cenderung membatasi kebebasan berpikir masyarakatnya. Bahkan, seperti ditulis sebelumnya, Hanafi pun mengalami represifitas rezim Sadat, ketika ia harus meninggalkan mesir karena pemikirannya yang kekiri-kirian 13
Analisis terhadap penyebab munculnya kemunduran Islam tersebut pada akhirnya mendapatkan solusi dengan pemikirannya. Ia yakin bahwa Islam akan terlepas dari belenggu kemundurannya dengan solusi yang ia tawarkan secara imiah melalu karya-karyanya. Salah satu tawaran yang cukup membuat perdebatan dalam Islam sendiri adalah tentang konsepsi Kiri Islam ( Islamic Left ). Ia mengkomparasikan antara nilai-nilai
12 Lihat Hassan Hanafi, Islamologi 1: dari Teologi Statis ke Anarkis terk. Miftah Faqih (Yogyakarta: LKiS, 2003), 44
13 Lihat Hassan Hanafi, Islamologi 3: dari Teosentri ke Antroposentis terj. Miftah Faqih (Yogyakarta, LKiS, 2004), hal. 33. Rezim Sadat dikenal sebagai rezim yang tidak demokratis. Ia mengembangkan sebuah pola kepemimpinan terpusat yang tidak sehat. Pemerintahannya adalah pemerintahan yang anti kritik dan anti oposisi. Ia tidak segan memusuhi para kritikus, termasuk Hanafi sendiri.
kekirian dengan basis teologis yang menekankan perlawanan terhadap segala bentuk kemunduran. Bagi kalangan tertentu, ini bukan merupakan hal yang baru, tetapi Hanafi mampu meletakan konsepsinya ini pada dasar kerangka pemikiran yang kuat antara modernisme dan postmodernisme.
Sejak kemunculan Islam pada awal abad ketujuh di semenanjung Arabia, umat manusia telah mengalami banyak perkembangan. Mereka inilah yang menolak relevansi agama dengan zaman ini. Kita berada di abad sains dan teknologi, abad penelitian, bukan abad iman. Meskipun dalam berbagai kasus tidak tepat, dalam pandangan ini, iman melahirkan kemandekan, menolak ijtihad dan bersifat dogmatis, oleh karena itu tidak relevan dengan abad ini. Dalam sejarah Islam hingga abad ketiga belas, pertentangan antara iman dan akal juga pernah terjadi. Hal ini mencuat ke permukaan ketika pintu ijtihad telah ditutup dan taqlid ditekankan 14
Dasar teologis yang dilandaskan oleh Hanafi dalam ajaran kirinya adalah teologisnya itu sendiri ( tauhid ). Nilai teologis dinilai merupakan basis dari kemajuan Islam pada abad awal dan masa berjayanya di abad pertengahan. Namun berbeda pada zaman itu yang menitikberatkan aspek tauhid pada sisi ketuhanan saja, Hanafi memperkenalkan tauhid dengan membagi dua aspek, yakni aspek ketuhanan dan aspek kemanusiaan. Ia menafsirkan tauhid sebagai sebuah konsep penyatuan antara aspek-aspek kemanusiaan dan aspek-aspek ketuhanan.
Korelasi antara manusia dan tuhan dalam pemikiran Hanafi akan mengantarkan pada analisis keyakinan terhadap Tuhan yang Esa (dasar tauhid), lalu keyakinan bahwa dalam menciptakan manusia, Tuhan tidak pernah melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin,
14 Asghar Ali Engineer, Islam and Its Relevance to Our Age ( Yogyakarta: LKiS, 2007), hal. 45
ras, warna kulit, tingkat kekayaan dan chauvinistik lainnya. Hanafi meyakini dengan tidak adanya diskriminasi Tuhan terhadap manusia merupakan konsepsi tahuid yang utuh dan disandingkan dengan alam raya yang menjadi tempat tinggal manusia.
Dari dasar ini, Hanafi meyakini bahwa tindakan manusia yang melakukan diskriminasi terhadap manusia yang lain adalah tindakan yang tidak dibenarkan dalam konsep teologisnya. Bahwa, tindakan tersebut merupakan aspek yang harus dilawan karena bertentangan dengan nilai dasar tauhid. Simpulannya, Hanafi meyakini bahwa Islam dalam kerangka teologis sudah menjamin kebebasan manusia dari segala bentuk diskriminasi, kolonialisasi dan imperialisasi oleh manusia sendiri terhadap manusia yang lainnya.
Dari logika dasar Kiri Islam yang dibangun Hanafi tersebut, juga menjadi alasan kuat mengapa Hanafi enggan disandingkan dengan Karl Marx dan Engels dalam konsepsi kekiriannya. Keduanya memiliki kesamaan spirit yakni anti terhadap segala bentuk penindasan terhadap manusia, namun kerangka dasar yang melingkupi gerakan Marx dan
Hanafi memiliki perbedaan yang menonjol. Ketika Marx memilih konsep anti terhadap agama (atheisme), maka Hanafi justru menempatkan agama (tauhid) sebagi landasan dasarnya.
Tauhid dalam pengertian Hanafi di atas juga memberikan gambaran bahwa Islam merupakan agama yang bersifat revolusioner. Ia tidak hanya agama yang mengedepankan nilai transendental, tetapi juga membawa misi
humanisme.
Kemanusiaan yang diartikan dalam kerangka kebersamaan dengan tidak adanya dominasi antara satu dengan yang lainnya. Hanafi menolak cara pandang terdahulu yang hanya menitikberatkan sisi teologis dalam Islam dan mengabaikan sisi humanis. Termasuk kritik kerasnya
terhadap sufisme dan teologi al Asy’ariyah. Menurut Hanafi, sufisme dan teologi al Asy’ariyah hanya berisi puji- pujian terhadap Tuhan. 15
Bagi Hanafi, arus pemikiran yang mewarnai dunia Islam telah menemui kegagalan. Hal tersebut karena lebih banyak menawarkan mistisisme agama yang bersifat metafisik dari pada menawarkan tentang system sosial, ekonomi bahkan politik sekalipun. Hanafi juga menyebut tentang gerakan wahabi, dimana gerakan tersebut dijadikan sebagai topeng oleh rezim Saudi. Begitu juga dengan kaum liberal yang cenderung kapitalis yang memberikan keleluasaan pada pemilik modal memperkaya dirinya sendiri tanpa memikirkan dan tanpa menghiraukan masyarakat sekitar yang jauh dari kesejahteraan. Meskipun baginya, pejuang marx sudah ada benih di bawah -bahkan dirinya tidak dapat dipungkiri telah
sedikit banyak dipengaruhi oleh pemikiran marx-, namun Marxian belum mempunyai akar yang cukup kuat di lapisan bawah.
Sebagai agama humanis, Islam memiliki sifat revolusioner yang menentang keras tindak dominatif antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Pembedaan dan kolonialisasi juga merupakan kejahatan tauhid (teologis) karena mengabaikan nilai dasar tahuid, yakni kesamaan dan kebersamaan manusia dihadapan Tuhan. Menurut
Hanafi, tindakan dominasi antara manusia adalah hal yang harus dilakukan perlawanan sehingga tercipta tatanan sesuai dengan tujuan agama dalam kacamata humanisme, yakni tatanan
15 Puji-pujian itu dinyatakan dengan ungkapan; “Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, Maha Agung dan Terpuji, Dia sendiri yang berhak di-Esakan, yang kemuliaan-Nya tak tertandingi oleh sifat-sifat manusia, yang tak mempunyai penentang maupun bandingan. Dialah yang memulai dan yang mengulangi yang melakukan apa yang dikehendaki”. Lihat Hassan Hanafi, al-Turast wa al-Tajdid ibid. hal. 7
sosial yang setara tanpa pembedaan dan dominasi.
Dalam pemahaman tafsir teks suci, hermeneutika bagi Hanafi bukan hanya ilmu interpretasi, melainkan suatu teori pemahaman, tetapi juga berarti ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari tingkat perkataan sampai ke tingkat dunia. Ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos sampai praksis juga dari transformasi wahyu dari “Pikiran Tuhan” kepada kehidupan manusia. Proses pemahaman hanya menduduki tempat kedua setelah kritik kesejarahan, yang menjamin keaslian kitab suci dalam sejarah. Cara pandang tersebut membawa Hanafi pada pola hermeneutika teks suci dan ajaran
Islam memiliki ciri khusus dibanding penafsir lainnya, termasuk dalam menafsirkan ketauhidan 16 . Sikap Hanafi terhadap kolonialisme sangat keras. Ia mengkategorikan kolonialisme dalam tindak kejahatan besar. Tindak
perlawanan terhadap aksi kolonialisme merupakan salah satu bentuk ibadah karena bagian dari pengejawantahan konsep tauhid. Menghapus kolonialisme dengan perlawanan juga merupakan tanggungjawab umat Islam sebagai tanggungjawab yang melekat karena tahuid merupakan hal yang melekat bagi orang Islam yang beriman.
Kolonialisme menurut Hanafi merupakan tindak penjajahan satu negara dengan negara yang lain. Namun dalam hal ini, Hanafi lebih melekatkan kolonialisme itu terhadap negara-negara Barat yang melakukan penjajahan terhadap bangsa non-Barat. Pelekatan itu memiliki latar belakang historis dilihat dari permusuhan Barat dengan dunia Arab yang dimulai sejak konfrontasi crussade (perang salib) hingga saat ini.
16 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, Anglo Egyptian Bookshop , (Kairo, 1994), hal. 1
Hanafi juga mengkategorikan kolonialisme dalam dua bentuk, yakni kolonialisme fisik dan kolonialisme kultural. Kolonialisme fisik, dimana penjajahan Barat terhadap dunia non- Barat sangat kental. Saat ini sudah mengalami pergeseran sistem
kolonialisme, menjadi kolonialisme kultural. Hanafi memandang bahwa ancaman yang kedua merupakan ancaman serius bagi dunia Islam dan harus dilakukan langkah antisipasi dan perlawanan.
Istilah Barat berkonotasi politis dan diposisikan berhadapan dengan Timur dari segi politik dan pemikiran. Barat adalah ilmuwan dan Timur adalah seniman. Burung Pipit dari Timur dan Kegelapan di Barat. TImur adalah Timur dan Barat adalah Barat. Keduanya tidak akan pernah bertemu terutama jika pendekatan yang dipakai adalah sisa-sisa teori rasialis dengan berbagai macam bentuknya 17 .
Program Barat pada sistem kolonialisme kultural ini terlihat dari Barat yang mencoba melakukan pendirian 'Museum Kebudayaan' bagi bangsa Non- Barat. Barat menilai bahwa kultur dan budaya non-Barat harus segera dihanguskan dan dikandangkan pada museum tersebut, dan budaya Barat menempati posisi kekosongan tersebut. Setelah Timur lengah dengan budaya yang dikosongkan, daya kreatif berkurang selanjutnya setelah dikandangkan budaya itu, Barat akan melakukan pembudayaan dengan basis Barat yang pada akhirnya menjadi kiblat dimana Timur akan berubah menjadi bagian dari Barat dalam berbagai hal.
Hanafi sangat menyayangkan, dunia Timur justru tidak memiliki kesadaran sampai ke arah sana. Timur melihat Barat saat ini sebagai kiblat dan tren yang harus diikuti. Dalam jangka
17 Hassan Hanafi, Muqaddimah fi 'Ilm al Istigrab,
(Jakarta, Paramadina, 1999), hal. 128
panjang, kebudayaan Timur tanpa
diekspansi akan terkikis dengan sendirinya karena Barat menawarkan konsep budaya yang jauh lebih diminati kalangan muda. Pada akhirnya, budaya Timur tersebut akan mati perlahan. Identitas keTimuran menghilang dan justru bangsa Timur merasa bangga setelah mampu menjadi 'Barat'.
Meski demikian, Hanafi masih menaruh tanggapan positif terhadap serangan budaya Barat yang menjamur ke dunia Timur. Bahkan, Islam tidak melakukan pengecaman terhadap budaya apapun yang dapat diakulturasikan, termasuk budaya Barat. Untuk itu, ia menekankan perlu adanya filterisasi kebudayaan. Mana yang dapat dilakukan sistem akulturatif, dan pada bagian mana yang harus benar-benar ditinggalkan.
Tidak hanya dunia Barat, Hanafi dengan tegas juga menyebut Marximisme bagian dari Barat. Ia melihat bahwa kendati Marximisme adalah antitesis dari kebudayaan Barat secara umum, namun keberadaan warisan Karl Marx ini tidak dapat diterima kalangan Islam. Hanafi melihat Marx sebagai representasi Barat Kiri telah berhasil masuk pada pergerakan kaum buruh untuk menghilangkan pertentangan kelas yang terjadi di Barat. Tetapi, Hanafi tidak serta merta meninggalkan Das Kapital, ia merupakan satu instrumen yang sama dalam penolakan kolonialisme dan imperialisme. Dan di sini Hanafi terjebak pada pemikiran yang justru melihat keduanya dari perbedaan sisi filosofis historis ketimbang mencari spirit persamaan di antara keduanya.
Konsep Kiri Islam yang dibangun oleh Hanafi bukan berarti tanpa pertentangan, ia acapkali mendapat tudingan sebagai pencetus simbol kekafiran dengan memanfaatkan Islam dalam kepentingan kemanusiaan.
Semangat untuk melakukan penolakan terhadap kolonialisme dan imperialisme
adalah semangat melepaskan pembebasan, demokrasi dan perjuangan dalam bentuk apapun lebih didasari pencampuradukkan antara ajaran sosialis-marxis Karl Mark ketimbang sebagai sebuah pemikiran baru dalam dunia keislaman itu sendiri.
Padahal, konsep Kiri Islam Hassan Hanafi yang menentang segala bentuk imperialisme dan kolonialisme merupakan respon dari tantangan Barat dengan berbagai rekayasa tatanan. Ia muncul dari Islam sebagai sebuah disiplin ilmu pengembangan konsepsi tauhid. Pemahaman yang keliru terhadap konsep Kiri Islam Hanafi kemudian melekatkan nama Hanafi sejajar dengan para Marxian.
## Konsep Perdamaian yang Ditawarkan
Untuk menyempurnakan bangunan pemikirannya tentang
perdamaian, Hassan Hanafi menawarkan beberapa konsep seperti; kebebasan, keadilan dan toleransi.
Menjelaskan kebebasan secara eksplisit dijelaskan secera komprehensif. Kebebasan dalam konsep teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan salah satu jiwa yang dapat mensukseskannya.
Bebas dimaksud
adalah bebas tidak terikat dengan atribut- atribut keimanan. Pada saat itulah manusia akan bebas menghadirkan keinginannya. Manusia selama ini terpasung oleh hal-hal yang bersifat atribut ketuhanan sehingga tak berdaya untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang ada. 18 Kebebasan menurutnya, merupakan kebutuhan
mendasar manusia, oleh karena itu kegiatan kemanusiaan dapat terbagi dalam dua hal: pertama , kebebasan akal dan kedua , kerja keras. Semua kegiatan manusia akan berjalan apabila kebebasan telah ditetapkan sebagai ketetapan cara berpikir dan bekerja. Tanpa adanya
18 Hassan Hanafi, Islamologi 3 hal 78
kebebasan maka keberhasilan sulit untuk diraih. 19
Dari peryataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kebebasan menurut Hassan Hanafi merupakan jiwa teologinya. Tidak ada kesuksesan tanpa kebebasan. Karena manusia pada dasarnya memiliki tugas utama, yaitu bebas berkehendak dan bebas berpikir dan berpendapat. Melalui hal tersebut, manusia akan mendapatkan kesempurnaan, dan
kebahagiaan.
Sebagaimana para pemikir Barat mengatakan, bahwa kebangkitan Eropa itu bermula dari dua pandangan di atas. Mereka tidak pernah bangkit untuk berbuat kecuali menggunakan akal sebagai pijakan dasar berbuat. Itulah masa depan manusia. Masa depan manusia ditentukan oleh kemampuan akal, dan dengan akal pula para kelompok- kelompok yang sukses itu bisa menang. 20
Kedua, Konsep Keadilan; keadilan merupakan jiwa kedua dalam teologi antroposentris Hassan Hanafi. Keadilan, yang dimaksud adalah sama rata dalam pendistribusian kekayaan negara.
Sehingga tidak ada yang meninggal dalam keadaan kekenyangan dan sebaliknya di sana pula ada yang meninggal dalam keadaan kemiskinan. Menurut Hassan Hanafi, sekiranya sekarang ada suatu system yang mampu, mendistribuskian kekayaan secara sama rata, tentu tidak akan muncul tuntutan. Sebab Mesir menghadapi masalah ketidak adilan distribusi kekayaan Negara sehingga melahirkan kesenjangan sosial.
Keadilan yang diusung Hanafi, juga tidak terlepas dari konsteks historisnya. Mesir yang menjadi saksi bisu Hanafi, keadilan yang sesuai dengan harapannya, Abdurrahman Wahid dalam
19 Hassan Hanafi, Min al-Aqidah ila al-Tsaurah Jilid 3, al-Insaanu al-Mutaain (al-Adl ), al-Taba’ah al- Uula, 1988, Daaru al-Tanwir, hal. 186-191
20 Hassan Hanafi, Min al-Aqidah ila al-Tsaurah Jilid 5, al-Iman, al-Amal, al Imaamah , al-Taba’ah al- Uula, 1988, Daaru al-Tanwir, hal. 454-455
sebuah pengantar buku Kiri Islam, karya Shimogaki, menyatakan, Hassan Hanafi mulai berbicara tentang keharusan bagi Islam mengembangkan wawasan kehidupan yang progresif dengan dimensi pembebasan (taharur, liberation) di dalamanya. Watak pembebasan dari wawasan progresif itu bertumpu pada dua unsur penopang. 21 Pertama , gagasan akan keadilan sosial yang harus ditegakkan, jika manusia ingin benar-benar berfungsi sebagai pelaksana fungsi ketuhanan (kholifah Tuhan) di muka bumi. Kedua , keadilan social hanya dapat terwujud bilamana ada kebebasan. Jadi menurut Hassan Hanafi kebebasan seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan factor yang menentukan keadilan.
Secara sederhana, keadilan dalam kacamata Hanafi akan terwujud jika kebebasan sudah benar-benar terimplikasi dalam kehidupan. Manusia tidak lagi dikungkung oleh tirani-tirani. Keadilan selama-lamanya hanya akan cita-cita dan angan-angan jika kebebasan masih ada di “dunia langit”, masih berada di tatanan konseptual yang apologetik.
Ketiga, Konsep Kesatuan dan Persatuan; untuk menuju pada kesatuan dan persatuan, Hanafi menawarkan sikap toleransi dan dialog sebagaimana dipahami umum yang berangkat dari etika universal. 22 Dialog merupakan cara yang dapat menyelesaikan masalah-masalah Mesir sekarang dan yang akan datang. Maka, baginya semua unsur gerakan yang
21 Abdurrohman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksprimentasinya”, dalam, Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme: Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi (Yogyakarta: LKiS, 2000), hal. xii
22 Istilah etika universal atau etika global sesungguhnya merupakan produk budaya Barat. Jika toleransi yang dijadikan pijakan berangkat dari sumber etika Barat, maka toleransi model ini berbeda dengan toleransi yang ditawarkan Islam. Dalam hal toleransi sikap Islam sangat jelas, yakni sepanjang masih dalam mu’amalah sesama manusia, dan tidak bertangan dengan keimanan tidak menjadi soal, tetapi jika menyangkut keimanan, maka toleransi tidak ada. Lihat Q.S. al Káfirún: 1-6
ada hendaknya meninggalkan kepentingannya yang terbatas dan mengutamakan kepentingan nasional.
Untuk mensukseskan program nasional diperlukan sikap toleransi yang tinggi.
Agenda baru nasional yang dimaksudkanya,
seperti keadilan, kebebasan, pemberdayaan serta peningkatan rakyat. Menurutnya, menghormati, ataupun menyakiti seseorang adalah persoalan yang tetap dan tidak berubah. Persoalan tetap adalah maqasidu syari’ah bukan teks atau pun akidah. Hak hidup adalah maqasidu syari’at seperti di sebutkan dalam al- qur’an “Barang siapa yang membunuh seorang manusia berarti telah membunuh seluruh manusia dan barang siapa yang menghidupi sesorang manusia berarti menghidupi seluruh manusia”. 23 Toleransi atau solidaritas kemanusiaan, bagi Hassan Hanafi
merupakan salah satu isu humanisme yang perlu disebarluaskan. Menurutnya,
toleransi merupakan petunjuk bagi kegiatan social sebagai manifestasi dari kesatuan. Oleh karena itu, secara
epistemologi toleransi bisa dilaksanakan, tidak hanya dalam teori tapi juga dalam prakatik, sebagai undang-undang universal tentang etika. 24 Gagasan dialog
antaragama meliputi berbagai jenis percakapan, pengaturan, tujuan, dan format. Tapi itu bukan konsep yang mencakup segalanya: dialog antaragama tidak dimaksudkan untuk menjadi sebuah perdebatan.
Menurut Cak Nur dalam buku Passing Over , dialog dilakukan untuk menanamkan keserasian dan saling
23 Hassan Hanafi, Pembaharuan Wacana
Keagamaan: “Mulai dari Realita, Baru ke Teks” dalam Orientalisme Vis a Vis Oksidentalisme Serial Dialog
Pencerahan Afkar , Cetakan I Agustus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008. hal. 31
24 Hassan Hanafi, Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan Sebuah Pendekatan, dalam Islam dan Humanisme Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal 7
pengertian, sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak hanya menguntungkan di satu pihak tapi merugikan di pihak yang lain. 25
Dialog antar umat beragama, juga bukan bertujuan untuk peleburan agama menjadi satu, sinkretisme (menciptakan ajaran agama baru yang tergabung dari unsur-unsur agama yang ada), supremasi agama satu ke agama yang lain bahwa dirinya benar, dan meniadakan perbedaan agama. Sebagaimana Gus Dur, dialog untuk membangun toleransi, bahkan melintasi dan mau “memasuki” pemahaman 26 dalam konteks pembahasan ini yakni melintasi dan masuk kepada agama lain. Hal ini bukan berarti berpindah dan merubah ideology, bukan berarti menggadaikan apalagi menjual ideology, tapi dimaksudkan agar kita lebih fleksibel untuk bagaimana memahami tentang ideology agama di luar agama kita dan memahamkan orang lain tentang ideology kita dan juga tidak terlalu menggunakan truth claim tetapi paling tidak kita lebih lentur untuk memahami ideology mereka.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap segala sesuatu pasti ada kekurangan bahkan kegagalan, untuk itu, maka setiap dialog diperlukan evaluasi, mengevaluasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana dialog berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak ingin dicapai dicapai, sehingga dialog lebih menekankan pada pernyataan yang jelas tentang tujuan. Jika dialog gagal, maka banyak hal yang perlu dievaluasi, mulai dari target, metode, mekanisme bahkan pendekatan yang digunakan.
Pendekatan yang digunakan dalam dialog oleh pihak-pihak yang terlibat jika
25 Nurcholish Madjid, Dialog Agama-agama dalam Perspektif Universalisme al-Islam dalam Passing Over: Melintasi Batas Agama. Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (Ed), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), hl. 6-7
26 Lihat Abdurrahman Wahid dalam Passing Over, hal 51-59 dan hal 159-169
mengacu pada pendapat Cak Nur dan Gus Dur, seharusnya dialog untuk membangun keserasian, saling pengertian, sehingga dapat membangun toleransi bahkan
sampai passing over, maka penekanan pendekatan yang digunakan lebih cenderung pada pendekatan peacebuilding-substansiatif . Artinya,
dengan menggunakan metodologi dan metode dialog yang seperti apapun, yang terpenting adalah substansi dialog itu sendiri tercapai.
Untuk menuju pada konsep- konsep dan yang ditawarkan oleh Hanafi tersebut, tentunya harus melakukan pembaruan maupun rekonstruksi. Bagi hanafi, rekonstruksi tidak harus menghilangkan tradisi-tradisi lama. Masyarakat harus segera dipahamkan, bahwa Islam hanya berkutat pada wilayah halal-haram, benar-salah yang berujung pada klaim surga-neraka maka persoalan kemanusiaan tidak akan terjamah, yang ada malah penindasan dan ketimpangan sosial akan tetap menggurita dan menjamur.
Melalui pendekatan doctrinal- tekstual, orang islam akan menyatakan dengan sungguh bahwa kata pertama yang diucapkan seorang muslim ketika bertemu dan berjumpa dengan orang lain adalah assalamu’alaikum . Karena itu, Islam adalah agama perdamaian. 27 Ajaran tersebut muncul karena adanya pemahaman tentang tauhid, yakni
mempercayai adanya Tuhan dan
agamanya Tuhan yang dibawa oleh Muhammad SAW, bahkan secara tidak langsung mereka telah meng “iya” kan bahwa Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Ajaran tersebut menjadi titik tumpu dalam emnyemaikan perdamaian dan kerukunan dalam way of life . Baik dalam lingkungan sesame agama maupun antar agama.
27 Pengantar Amin Abdullah dalam Ahmad Norma Permata (ed), 2000, Metodologi Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI), hal. 6-7
Bahkan secara tegas di dalam islam dikenal bahwa, agama yang dibawa oleh Muhammad untuk menjadi rahmat untuk semesta alam, yakni Islam memang hadir juga untuk menyelesaikan urusan- urusan manusia.
## PENUTUP
Teologi antroposentris dalam hal ini Barat, yang menjadikan manusia sebagai salah satu bagian terpenting dalam melihat pemikiran Hassan Hanafi. Barat bagi Hassan Hanafi tidak bisa dijadikan sebagai patokan dalam gerakan. Hassan Hanafi ingin melihat tradisi, peradaban maupun pembaruan seharusnya berangkat dari akidah, tauhid sekaligus menetes, memiliki dampak terdahap dunia manusia, yakni pada problem-problem kemanusiaan. Masalah-masalah sosial menjadi tugas Islam selaku agama yang menyematkan dirinya sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Hassan Hanafi ingin memberikan penegasan bahwa islam telah memiliki seperangkat alat dan sikap yang jelas dan tegas dalam melihat problem- problem kemanusiaan. Akan tetapi alat dan sikap Islam tersebut seringkali diabaikan oleh kelompok-kelompok yang islam fatalis sehingga akidahnya hanya bersikap statis.
## DAFTAR RUJUKAN
Assyaukanie, Luthfi. (2007). Islam Benar Versus Islam Salah . Depok: Kata Kita.
Coward, Harlod and S. Smith, Godon (eds). (2004). Religion and Peacebuilding. New York: State
University of New York.
Engineer, Asghar Ali. (2007). Islam and Its Relevance to Our Age.
Yogyakarta: LKiS. Hanafi, Hassan. (2008). Pembaharuan Wacana Keagamaan: “Mulai dari Realita, Baru Teks” dalam
Orientalisme Vis a Vis Oksidentalisme Serial Dialog Pencerahan Afkar . Jakarta:
Pustaka Firdaus, Cetakan I.
__________, (2003). Islamologi 1: dari Teologi Statis ke Anarkis terk. Miftah Faqih. Yogyakarta: LKiS.
__________, (2003). Oposisi Pasca Tradisi , terj. Khoiron Nahdiyyin.
Yogyakarta: Syarikat.
__________, (2004). Islamologi 3: dari Teosentri ke Antroposentis terj. Miftah Faqih. Yogyakarta: LKiS.
__________, (2007). Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan Sebuah Pendekatan, dalam Islam dan Humanisme Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
__________, (1988). Min al-Aqidah ila al-Tsaurah Jilid 3, al-Insaanu al- Mutaain (al-Adl ), Daaru al- Tanwir: al-Taba’ah al-Uula.
__________, (1988). Min al-Aqidah ila al-Tsaurah Jilid 5, al-Iman, al- Amal, al Imaamah . Daaru al- Tanwir: al-Taba’ah al-Uula.
Nakosteen, Mehdi. (1954). History of Islamic Origins of Western Education. A.D, 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim
Education , (Coloardo, University of Coloardo Press.
Permata, Ahmad Norma (ed). (2000)
Metodologi Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI). Shimogaki, Kazuo. (1997). Kiri Íslam: antara Modernisme dan Postmodernisme . LKiS: Yogyakarta.
Sholeh, Khudari (Ed.). (2003). Pemikiran
Islam Kontemporer . Yogyakarta: Jendela.
|
8cff8fc5-3770-4082-9048-e0d96122ad68 | https://journal.ubb.ac.id/mineral/article/download/1605/1123 | Analisis Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Slope Mass Rating (SMR) dan Software Geoslope/W 2007 pada Tambang Air Laya Selatan Lokasi Suban
## Di PT Bukit Asam (Persero) Tbk
( Slope Stability Analysis using Slope Mass Rating (SMR) method and Software Geoslope/W 2007 at South Tambang Air Laya Location Suban in PT Bukit Asam (Persero) Tbk)
## Abstract
PT Bukit Asam (Persero) Tbk was one of the Indonesian State Owned Enterprises which conduct to coal mining. During the process of coal mining, demolition overburden resulted in a change of force and also set up new structures and caused differences in stress distribution thereby changing the strength of the rock mass. This result the mining slope becomes unstable and could cause a lot of harm, therefore the analysis of slope stability was carried out. This study was conducted to determine the quality of the rock mass slope based on the value SMR (Slope Mass Rating), direction of failure using the analysis of kinematics by Dips software and Safety Factor value (SF) based on Morgenstern Price method using Software Geoslope / W 2007. The data used in this study includes data UCS , RQD , spacing of discontinuity, discontinuity conditions, groundwater conditions and data of discontinuity orientation. Data retrieval was divided into 9 scanline slopes. The analysis indicated quality of the rock mass and degree of slope stability based on the SMR for scanline I, VII and IX were very good with a very stable condition, Scanline II, III, IV, V, VI and VIII had good quality with a steady slope conditions. The Possibility of slope failure occured only in several blocks for Scanline II, IV, V, VI and VIII. After the analysis of kinematics for Scanline III, IV and V had directions of failure to Scanline III was N 490 E, Scanline IV was N 500 E and Scanline V was N 480 E . Values of Safety Factor (SF) single slopes from 9 scanline was estimated to 3.254 - 44.737 (safe condition) and the overall slope of 1.85 to 4.09 (safe condition). It was concluded that overall the existing slope on the location Suban were in a safe condition for SF value >1.25 .
Keywords: slope stability, slope mass rating, kinematics analysis, safety factor
## 1. Pendahuluan
Kestabilan lereng menjadi masalah yang membutuhkan perhatian lebih bagi kelangsungan kegiatan penambangan dan menjadi suatu hal yang menarik karena dapat menyebabkan kerugian, seperti terhambatnya proses produksi akibat pembenahan longsoran, kerusakan alat tambang jika tertimbun longsoran, bahkan menyebabkan kematian. Oleh karena itu sebelum dilakukan aktivitas penambangan perlu dilakukan desain lereng yang telah mempertimbangkan segi keamanan dan nilai ekonomis.
Area penambangan pada Pit Tambang Air Laya (TAL) Selatan (Suban) dipilih sebagai daerah penelitian karena banyak terdapat struktur geologi primer seperti sesar, kekar dan struktur-struktur karena pengaruh intrusi yang menyebabkan area penambangan batubara
*korespodensi Penulis: (Nabila Faradibah) Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Bangka Belitung. Email : [email protected]. Hp : 082281725762.
pada area TAL Selatan (Suban) rawan potensi terjadi longsoran. Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas massa batuan, tingkat kestabilan lereng, jenis dan arah longsoran serta nilai faktor keamanan.
## Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini terletak di Suban Tambang Air Laya Selatan PT Bukit Asam (Persero) Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi tersebut dihubungkan dengan jalan darat ke arah barat daya sejauh ±200 km dan jalan kereta api sejauh ±165 km dari Kota Palembang. Secara geografis lokasi penelitian ini terletak pada koordinat X UTM 363963 dan Y UTM 9584831 (Gambar 1).
## Tinjauan Pustaka
## Geologi Regional
Formasi batubara Muara Enim terbentuk pada Miosen Atas dan menempati bagian dari Cekungan Sumatera Selatan. Cekungan ini akan
1 Mahasiswa J urusan Teknik Pertambangan, Universitas Bangka Belitung
Nabila Faradibah 1 Yayuk Aprriyanti 2 Irvani 2
2 Staf Pengajar, J urusan Teknik Pertambangan, Universitas Bangka Belitung
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
dibagi menjadi empat sub-bagian yaitu M1, M2, M3, dan M4 (Sunarjanto, 2008). Lapisan yang terdapat pada TAL Selatan meliputi Lapisan Tanah penutup, Lapisan Batubara A1, Lapisan Interburden A1 – A2, Lapisan Batubara A2, Lapisan Interburden A2 – B1, Lapisan Batubara B1, Lapisan Interburden B1 – B2, Lapisan Batubara B2, Lapisan Interburden B2 - C, Lapisan Batubara C.
Rock Mass Rating (RMR)
Berdasarkan pernyataan Bieniawski (1987), RMR merupakan salah satu cara untuk mengetahui kualitas masa batuan yang diklarifikasikan berdasarkan 6 parameter yaitu: kuat tekan batuan utuh (UCS), rock quality designation (RQD), spasi diskontinuitas, kondisi diskontinuitas, kondisi air tanah dan arah penyesuaian diskontinuitas. RMR terkoreksi didapatkan dengan menjumlahkan RMR dasar dari enam parameter dengan bobot penyesuaian arah diskontinuitas.
Rock Mass Rating (RMR)
Menurut Romana (1985), SMR merupakan cara untuk menghitung kualitas massa batuan pada lereng. Parameter yang digunakan untuk nilai SMR yaitu RMR dan orientasi diskontinuitas perhitungan digunakan Persamaan 1.
SMR = RMR dasar + (F1 F2 F3) + F4 (1)
Keterangan :
F1 = kesejajaran antara kekar dan jurus lereng (αj – αs)
F2 = sudut kemiringan pada keruntuhan bidang (βj)
F3 = hubungan muka lereng dan kemiringan kekar (βj – βs) F4 = metode penggalian
Setelah mendapatkan nilai bobot dari masing- masing parameter, maka dijumlahkan kembali berdasarkan klasifikasi Romana (1985), sebagaimana diilustrasikan pada Table 1.
Tabel 1. Kelas massa batuan SMR Profil Deskripsi No kelas V IV III II I Rating 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Kelas Sangat Buruk Buru k Normal Baik Sangat Baik Longsoran Sangat Tidak Stabil Tidak Stabil Stabil Sebagian Stabil Sangat Stabil Penyangga Planar besar/ seperti tanah Plana r/ Baji Besar Beberapa kekar/ Banyak Baji Bebe rapa Blok Tidak ada
## Analisis Kinematik
Wyllie dan Mah (2004), mengilustrasikan penggunaan analisis kinematik untuk lereng, dimana 2 bidang kekar dapat membentuk longsoran baji. Berikut jenis-jenis longsoran (Gambar 2 dan Gambar 3) :
1. Longsoran Busur ( Circular Failure ): terjadi pada batuan yang lunak atau bersifat tanah.
2. Longsoran Bidang ( Plane Failure ): longsoran ini memerlukan permukaan bebas pada kedua tepi bidang gesernya.
3. Longsoran Baji ( Wedge Failure ) Longsoran ini terjadi pada batuan yang mempunyai lebih dari satu bidang lemah.
4. Longsoran Guling (Toppling Failure ):terjadi pada batuan dengan perlapisan terjal dan keras,
Sekala
serta kemiringan bidang lemahnya berlawanan dengan kemiringan lereng.
Gambar 2.Kriteria longsoran (Hoek & Bray, 1981)
Gambar 3. Daylight envelope pada equal net stereonet (Wyllie & Mah, 2004)
Kestabilan Lereng
Lereng merupakan bagian dari permukaan bumi yang berbentuk miring (Wyllie & Mah, 2004). Sedangkan kemantapan lereng didefenisikan sebagai suatu keadaan yang stabil/mantap terhadap suatu bentuk dan dimensi dari lereng.
Faktor Keamanan
Kestabilan
lereng ( slope stability ), memerlukan perhitungan faktor keamanan ( safety factor ) lereng pada Tabel 2. Secara teoritis merupakan perbandingan kekuatan geser material ( shear strength ) terhadap kekuatan geser yang bekerja, sehingga menyebabkan kelongosoran karena gaya beratnya (Hoek & Bray, 1991). Perhitungan faktor keamanan dapat digunakan Persamaan 2.
mendorong yang Gaya menahan yang Gaya
FK ( 2 )
Tabel 2. Hubungan Nilai FK dan Kemungkinan Kelongsoran Lereng Nilai FK Kemungkinan Longsor FK < 1,07 1,07 < FK < 1,25 FK > 1,25 Kelongsoran biasa terjadi
Kelongsoran pernah terjadi
Kelongsoran jarang terjadi
## 2. Metode Penelitian
## Objek Penelitian
Beberapa objek penilitian dalam analisis Kestabilan lereng menggunakan Metode Slope Mass Rating (SMR) dan Softwar e Geoslope/W 2007 yaitu teknik pengolahan data baik itu data primer maupun data sekunder yang dilakukan adalah melakukan pengamatan lapangan terhadap kualitas massa batuan (RQD), spasi bidang diskontinnuitas, kondisi air tanah, orientasi diskontinuitas dan kondisi kekar (panjang kekar, bukaan kekar, kekerasan, pengisi kekar dan pelapukan), selain itu melakukan pengujian kuat tekan sampel batuan dengan mesin point load test .
## Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan persiapan merupakan tahap awal dari proses pelaksanaan suatu penelitian. Tahap persiapan diantaranya kegiatan observasi meliputi pengamatan secara langsung kondisi dilapangan melalui pengumpulan data primer, data sekunder, pengolahan data dan pembahasan,
studi literatur, dengan mengumpulkan sumber
referensi terkait mengenai kestabilan lereng diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Tahap pengambilan data pada tahap ini dilakukan pengambilan dan pengumpulan data baik dilapangan maupun dilokasi kantor. Data yang diambil berupa data primer merupakan data perhitungan dari hasil pengujian dan pengamatan lapangan. Data sekunder adalah data penunjang yang berhubungan dalam penelitian ini, buku- buku atau jurnal yang berkaitan dengan penelitian data geologi daerah penelitian, data curah hujan dan data uji laboratorium parameter sifat fisik dan mekanik batuan. Teknik pengolahan data yang dilakukan adalah :
1. Karakteristik massa batuan, didapatkan dari pembobotan setiap data-data yang sudah diambil mengenai diskontinuitas batuan (PL, RQD, spasi diskontinuitas, panjang kekar, rongga, kekasaran, pengisi dan pelapukan) mengacu pada tabel yang sudah diberikan.
2. Nilai RMR dasar , didapatkan dari jumlah pembobotan setiap nilai diskontinuitas yang terdiri dari 5 parameter yang tidak memasukkan parameter orientasi kekar dalam perhitungannya. 3. Nilai SMR, didapatkan dari nilai RMR yang dikoreksi oleh faktor-faktor penyesuaian yang tergantung kepada arah relatif kekar dan lereng. 4. Analisis stereografi, didapatkan dengan memasukkan nilai strike da n dip setiap kekar ke dalam Program Dips . Dari analisis ini dapat disimpulkan jenis dan arah runtuhan berdasarkan hasil plot data pada program tersebut.
Plane Failure Wedge Failure Circular Failure Toppling Failure
## Gambar 4. Diagram alir penelitian
## 3. Hasil dan Pembahasan
Perhitungan Rock Mass Rating dasar (RMR dasar )
Proses pengukuran parameter RMR dasar lapangan dilakukan dengan menggunakan metode rentang tali ( scanline ) pada setiap lereng. Nilai yang didapatkan dari uji kuat beban titik ( point load test ) ini adalah 0,64 – 4,72, untuk nilai RQD yang didapatkan pada kesembilan scanline sangat baik dengan nilai >100 dan pembobotan 20. Parameter selanjutnya adalah spasi diskontinuitas dimana untuk Scanline I – VI memiliki spasi lebar dan Scanline VII – IX memiliki spasi sangat lebar.
Pada Tabel 3 merupakan pembobotan dari hasil yang didapatkan pada tiap parameter untuk RMR dasar. RMR dasar yang tinggi dilihat pada Scanline VIII dan Scanline IX sebesar 84 dan RMR dasar terkecil pada Scanline VI sebesar 69, selanjutnya bobot total dari nilai RMR dasar yang diperoleh dari kelima parameter pada setiap scanline digunakan sebagai salah satu parameter yang diperlukan untuk memenuhi perhitungan SMR.
Tabel 3. Rekapitulasi bobot RMR dasar No
Parameter RMR dasar A1 A2 A3 A4 A5 Bobot Total Bobot SC I 12 20 15 13 15
75 Bobot SC II 0 20 15 15 15
65 Bobot SC III 0 20 15 29 15
79 Bobot SC IV 7 20 15 15 15
72 Bobot SC V 0 20 15 29 15 79 Bobot SC VI 4 20 15 15 15
69 Bobot SC VII 0 20 20 29 15 84 Bobot SC VIII 7 20 20 15 15 77 Bobot SC IX 0 20 20 29 15 84
Kualitas Massa Batuan dan Tingkat Kestabilan Lereng menggunakan Slope Mass Rating (SMR)
Kualitas massa batuan didapatkan dari total bobot nilai RMR dasar dan orientasi diskontinuitas Nilai dari orientasi diskontinuitas ini diambil pada scanline di setiap lereng yaitu berupa pengambilan data jurus kekar, kemiringan kekar, arah kemiringan lereng, jurus lereng, kemiringan
lereng dan arah kemiringan lereng. Adapun rekapitulasi data orientasi diskontinuitas untuk perhitungan nilai SMR pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi data orientasi diskontinuitas
Scanline Dip Kekar (βj) Dip Direction Kekar (αj) Dip Lereng (βs) Dip Direction Lereng (αs) SC I 74,22 115,36 70 0 SC II 24 261 43 50 SC III 59,89 47,51 50 42 SC IV 59,62 48,6 50 43 SC V 59,89 47,51 50 42 SC VI 59,89 47,92 40 32 SC VII 58,13 52,18 48 45 SC VIII 58,29 52 49 50 SC IX 58,13 52,18 48 45
Data Tabel 5 merupakan hasil kualitas SMR masa batuan, maka diperlukan data orientasi kekar untuk mendapatkan nilai F1, F2, F3 dan F4. Berdasarkan hasil pengklasifikasian tingkat kestabilan lereng pada Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa dari 9 scanline yang dianalisis dengan menggunakan metode SMR 2 diantaranya memiliki kondisi yang sangat stabil yaitu Scanline VII dan IX. Namun 7 Scanline lainnya memiliki kondisi yang stabil dimana terdapat kemungkinan untuk terjadinya keruntuhan/longsoran di beberapa blok saja pada Scanline I, II, III, IV, V, VI dan VIII. Hal ini perlu dilakukan analisis lebih mendetail lagi dengan menggunakan analisis kinematika agar dapat diketahui jenis dan arah keruntuhan/longsoran pada 7 scanline tersebut.
Tabel 5. Rekapitulasi data kualitas dan kestabilan massa batuan
Sc Nilai SMR Kelas Kualitas Tingkat Kestabilan Runtuhan SMR I 74,1 II Baik Stabil Beberapa Blok II 61,4 II Baik Stabil Beberapa Blok III 73,9 II Baik Stabil Beberapa Blok IV 68,9 II Baik Stabil Beberapa Blok V 74,9 II Baik Stabil
Beberapa Blok VI 69,7 II Baik Stabil
Beberapa Blok VII 84,8 I Sangat Baik Sangat Stabil Tidak Ada VIII 71 II Baik Stabil Beberapa Blok IX 84,8 I Sangat Baik Sangat Stabil Tidak Ada
## Analisis Kinematika
Berikut adalah pengeplotan kedudukan set diskontinuitas pada diagram stereografis setiap scanline . 1. Scanline I : berdasarkan pengamatan dan
pengukuran, didapatkan kedudukan lereng N 270 0 E, 70 0 , panjang lereng 50 m dan ketinggian lereng 10 m. Analisa gaya dinamika dari proses pengelompokan diskontinuitas dengan bantuan Stereonet dan Dips , didapatkan kedudukan dari masing-masing set diskontinuitas adalah seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Interpretasi set diskontinuitas Scanline I
Berdasarkan pola kinematikanya (Gambar 6) menunjukkan adanya model runtuhan baji karena terdapat dua bidang diskontinuitas yang saling berpotongan. Namun, sudut dari bidang lereng lebih kecil dibanding sudut diskontinuitas. Hal ini dapat dikatakan bahwa meskipun pola tersebut terlihat seperti longsoran baji akan tetapi longsoran baji tersebut tidak mungkin terjadi. Longsoran baji bisa terjadi jika sudut lereng lebih besar dari bidang diskontinuitas dan plotan kutub dari salah satu diskontinuitas tersebut berada di area daylight .
Gambar 6. Analisis kinematika pada Scanline I 2. Scanline II : Berdasarkan pengamatan dan pengukuran, didapatkan data kedudukan lereng N 320 0 E, 43 0 , panjang lereng 70 m dan ketinggian lereng 7 m. Analisa gaya dinamika dari proses pengelompokan diskontinuitas dengan bantuan Stereonet dan Dips, didapatkan kedudukan dari set diskontinuitas dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Interpretasi set diskontinuitas Scanline II Berdasarkan
pola set diskontinuitas menunjukkan adanya model runtuhan guling karena arah diskontinuitas tidak searah dengan arah muka lereng atau saling berlawanan. Hal ini dapat dikatakan bahwa meskipun pola tersebut terlihat seperti longsoran guling akan tetapi longsoran guling tersebut tidak mungkin terjadi. Longsoran guling bisa terjadi jika plotan kutub dari salah satu diskontinuitas tersebut berada di area daylight .
Gambar 8. Analisis kinematika pada Scanline II
Begitu seterusnya dilakukan analisis kinematika mulai dari Scanline I hingga Scanline IX. Hasil keseluruhan dari analisis kinematika ini adalah Scanline I, II,VI, VIII, VIII dan IX tidak memiliki potensi untuk mengalami longsoran, sedangkan untuk Scanline III, IV, dan V memiliki potensi arah longsoran berupa longsoran bidang.
## Analisis Kestabilan Lereng Tunggal
Analisa lereng tunggal ini bertujuan untuk mengetahui faktor keamanan lereng secara khusus dengan tinggi dan sudut lereng yang berbeda, data parameter sifat fisik ditunjukan pada Tabel 4. Penginputan parameter tersebut dilakukan pada tiap lapisan batuan. Berikut ini
adalah salah satu tampilan dari analisis perhitungan nilai Faktor Keamanan lereng tunggal menggunakan Metode Morgenstern Price pada Software Geoslope/W 2007 (Gambar 9).
Tabel 4. Rekapitulasi parameter sifat fisik dan
mekanik batuan Parameter Kestabilan Lereng Lapisan Batuan Lab. Test Densitas (ɣw) Kohesi (C) Sudut Geser Dalam (ϕ) kN/m 3 kPa Deg Andesit 24,3 650,4 34,9 OB A1 21,5 65,6 28,5 Coal A1 12,4 276,9 29,1 IB A1-A2 20,7 185,2 29,5 Coal A2 12,4 276,9 29,1 IB A2-B1 22,5 161,1 28,7 Coal B1 12,4 276,9 29,1 IB B1-B2 22,1 257,1 29,1 Coal B2 12,4 276,9 29,1 IB B2-C 22,7 345,3 30,4 Coal C 12,4 276,9 29,1 Lower C 21,6 265,9 28,5
Scanline I (Lereng Andesit) pada Gambar 9 didapatkan nilai faktor keamanan pada scanline I sebesar 16,420 dengan tinggi lereng 10 m, lebar lereng 3,6 m dan sudut lereng 70 o. Nilai FK yang didapatkan diperoleh dengan memasukkan parameter densitas 24,3 kN/m 3 , kohesi 650,4 kPa dan sudut geser dalam 34,9 0 .
Gambar 9. Analisa perhitungan FK Scanline I pada Lereng Andesit
Berdasarkan analisa kestabilan lereng tunggal diatas, maka rekapitulasi nilai FK dan geometri lereng dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil rekapitulasi keadaan sebenarnya pada kondisi dilapangan (kondisi aktual), nilai FK yang diperoleh dari setiap scanline berada pada kondisi aman berkisar antara 3,254 sampai 44,737. Nilai tersebut masih diatas 1,25, maka kondisi lereng dinyatakan aman/stabil.
16.420 Distance 0 5 10 15 20 25 30 0 5 10 15 20 E le va ti o n 0 5 10 15 20 Lapisan Andesit FK = 16,420
N E S W PETA SECTION TAL SELATAN ( SUBAN ) A A' B C D E B' C' D' E' 365000 364500 364000 9 58 4 50 0 9 58 5 00 0 9 58 5 50 0 0 100 200 400 Legenda : : Section METER
Tabel 7. Rekapitulasi nilai FK dan geometri lereng tiap scanline Scanline Tinggi Lereng (m) Lebar Lereng (m) Sudut Lereng ( o ) Nilai FK I 10 3,6 70 16,420 II 7 7,5 43 3,254 III 4 3,5 50 12,325 IV 4 3,5 50 12,325 V 4 3,5 50 12,325 VI 12 14 40 4,431 VII 4 3,6 48 44,737 VIII 4 3,5 49 25,244 IX 4 3,6 48 44,737
## Analisis Kestabilan Lereng Keseluruhan
Perhitungan nilai FK pada lereng keseluruhan terbagi menjadi 5 bagian penampang yaitu section A- A’, section B- B’, section C- C’, section D- D’ dan section E- E’ (Gambar 10). Perhitungan nilai Faktor Keamanan (FK) setiap penampang sebagai berikut :
a. Section A-A': pada lereng keseluruhan penampang A-A', dimana tinggi lereng keseluruhan berada pada elevasi 94 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan terendah pada elevasi -40 mdpl dengan sudut kemiringan lereng keseluruhan 17 0 dan lebar jenjang 16-6 m, maka dari hasil perhitungan dengan menggunakan Software Geoslope/W 2007, nilai Faktor Keamanan yang diperoleh pada lereng keseluruhan penampang A-A' adalah 1.85 (Gambar 11).
b. Section B-B': pada lereng keseluruhan penampang B-B', dimana tinggi lereng keseluruhan berada pada elevasi 131 mdpl dan terendah pada elevasi -1 mdpl dengan
sudut kemiringan lereng keseluruhan 15 0 dan lebar jenjang 27-8 m, nilai Faktor Keamanan yang diperoleh pada lereng keseluruhan penampang B-B' adalah 2,44 (Gambar 12).
c. Section C-C': pada lereng keseluruhan penampang C-C', dimana tinggi lereng keseluruhan berada pada elevasi 119 mdpl dan terendah pada elevasi 16 mdpl dengan sudut kemiringan lereng keseluruhan 13 0 dan lebar jenjang 25-6 m, nilai Faktor Keamanan yang diperoleh pada lereng keseluruhan penampang C-C' adalah 2,849 (Gambar 13).
d. Section D-D': pada lereng keseluruhan penampang D-D', dimana tinggi lereng keseluruhan berada pada elevasi 119 mdpl dan terendah pada elevasi 19 mdpl, dengan sudut kemiringan lereng keseluruhan 17 0 dan lebar jenjang 30-16 m. Ditambah dengan adanya beaban alat muat berupa HD 785 = 533 kPa yang berada pada elevasi 92 mdpl, nilai Faktor Keamanan yang diperoleh pada lereng keseluruhan penampang D-D' adalah 4,097 (Gambar 14)
e. Section E-E': pada lereng keseluruhan penampang E-E', dimana tinggi lereng keseluruhan berada pada elevasi 110 mdpl dan terendah pada elevasi 19 mdpl, dengan sudut kemiringan lereng keseluruhan 12 0 dan lebar jenjang 26-15 m. Ditambah dengan adanya beban alat muat berupa HD 785 = 533 kPa yang berada pada elevasi 85 mdpl, nilai Faktor Keamanan yang diperoleh pada lereng keseluruhan penampang E-E' adalah 3,096 (Gambar 15).
.
Gambar 10. Peta pembagian penampang TAL Selatan Suban
Gambar 11. Analisis lereng keseluruhan ( overall slope ) Section A- A’
Gambar 12. Analisis lereng keseluruhan ( overall slope ) Section B- B’
Gambar 13. Analisis Lereng Keseluruhan ( overall slope ) Section C- C’
Gambar 15. Analisis lereng keseluruhan ( overall slope ) Section E- E’
Berdasarkan pada analisa kestabilan lereng keseluruhan pada section A- A’, B - B’, C - C’, D - D’ dan E- E’, nilai FK yang diperoleh dari keseluruhan lereng mulai dari 1,85 sampai dengan 4,09. Nilai tersebut termasuk dalam kategori kondisi lereng yang aman dikarenakan masih berada >1,25 seperti yang digunakan sebagai acuan di PTBA.
## 4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kualitas massa batuan dan tingkat kestabilan lereng di PTBA pada lokasi TAL Selatan (Suban) berdasarkan klasifikasi Slope Mass Rating (SMR) untuk Scanline VII dan IX memiliki bobot SMR sebesar 84,5 yang berada pada kelas I dengan kualitas massa batuan sangat baik dan kondisi lereng sangat stabil. Sedangkan Scanline I, II, III, IV, V, VI dan VIII memiliki bobot SMR mulai dari 61,4- 74,9 yang berada pada kelas II dengan kualitas massa batuan baik dan kondisi lereng stabil.
2. Berdasarkan analisa kinematika yang bertujuan untuk mendapatkan jenis dan arah longsoran, Scanline I memiliki kemungkinan keruntuhan baji, Scanline II memiliki kemungkinan keruntuhan topling, Scanline III, IV, V, VI dan VIII memiliki kemungkinan keruntuhan/longsoran bidang, namun setelah dilakukan analisis kinematika, Scanline III, IV dan V memiliki potensi keruntuhan bidang. Adapun arah longsoran pada Scanline III adalah N 49 0 E, Scanline IV adalah N 50 0 E, Scanline V adalah N 48 0 E. Sedangkan untuk Scanline I, II, VI, VII, VIII dan IX tidak memungkinkan terjadi keruntuhan/longsoran.
3. Nilai Faktor Keamanan (FK) pada lokasi TAL Selatan (Suban) berdasarkan Metode Morgenstern
Price dengan Software Geoslope/W 2007 yaitu lereng tunggal ( single slope ) dihitung pada keadaan sebenarnya
(kondisi aktual) didapatkan nilai FK mulai dari 3,254 sampai 44,737. Sedangkan lereng keseluruhan ( overall slope ) dihitung dengan menggunakan 5 buah penampang A- A’, B - B’,
C-C', D-D' dan E- E’ didapat nilai FK mulai dari 1,85 hingga 4,09. Dengan ini disimpulkan bahwa keseluruhan lereng yang ada pada lokasi Suban berada pada kondisi yang aman.
## Daftar Pustaka
Bieniawski, T. Z., 1973, Engineering Classification of Jointed Rock Masses, Trans S. Afr. Inst. Civ. Engrs.
Bieniawski, T. Z., 1976, Rock Mass Classification in Rock Engineering, Proc. Symp. on Exploration, Johannesburg.
Bieniawski, Z.T., 1989, Engineering Rock Mass Classifications , New York: Wiley Bowles, E. J., 1989, Sifat-sifat Fisik dan Geoteknis Tanah , PT. Erlangga, Jakarta.
Hoek, E., dan Bray, JW., 1981, Rock Slope Engineering ,3 rd Edition, IMM, London. Hoek, E. dan Brown, E.T., 1981, Underground Excavations in Rock . London : The Institute of Mining and Mettalurgy
Hoek, E., Brown, E.T., dan Bawden, W.F., 1995 Support of Underground Excavations in Hard Rock . Rotterdam, Balkema. Sunarjanto, 2008, Stratigrafi Tambang Air Laya Tanjung Enim, Satuan Kerja Geologi Bukit Asam, Tanjung Enim.
Romana, 1985, New Adjustment ratings for application of Bienawski classification to slopes . In International Symposium on the Role of Rock Mecahnics. Zacatecas, Mexico.
Wyllie, D. C. dan Mah, C, W., 2004, Rock Slope Engineering-Civil and mining . Based on the third edition by E. Hoek dan J. Bray. London : Spon Press, Taylor dan Francis Group .
|
6e8091de-b7c3-4a94-9e22-9aa23b7d1215 | http://journal.wima.ac.id/index.php/JFST/article/download/3086/2594 | Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Fermentasi Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus polyrhizus ) terhadap Propionibacterium acnes
Merry Agustina (a) , Lisa Soegianto (a)* , Restry Sinansari (a)
(a) Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Indonesia
Bakteri yang berperan dalam tumbuhnya jerawat diantaranya adalah Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epedermidis . Pengobatan jerawat menggunakan antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan resistensi terhadap antibiotik. Kulit buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) dapat digunakan sebagai alternatif antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung pada hasil fermentasi kulit buah naga merah dan aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes . Pada penelitian ini kulit buah naga merah difermentasi selama 12 hari pada suhu kamar, hasil fermentasi diuji golongan senyawa dengan cara kromatografi lapis tipis dan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram dengan parameter daerah hambat pertumbuhan (DHP). Hasil yang diperoleh uji aktivitas antibakteri hasil fermentasi kulit buah naga merah dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% tidak menunjukkan adanya hambat pertumbuhan terhadap bakteri Propionibacterium acnes . Hasil skrining golongan senyawa hasil fermentasi kulit buah naga merah memiliki kandungan flavonoid.
Kata kunci : antibakteri, Propionibacterium acnes , kulit buah naga merah, fermentasi, difusi cakram
Antibacterial Activity of The Fermented Product of Red Dragon ( Hylocereus polyrhizus ) Fruit Peel Against Propionibacterium acnes
Acnes can be caused by Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis . Long-term of antibiotic usage for the acne treatment can cause antibiotics resistance. Red dragon fruit ( Hylocereus polyrhizus ) peel can be used alternatively as an antibacterial. This research aimed to determine the group of compounds contained in the fermented red dragon fruit peel and its antibacterial activity against Propionibacterium acnes . In this research, the red dragon fruit peel was fermented for 12 days at room temperature. The fermentation result was examined by thin layer chromatography to determine the group of secondary metabolite compounds. The antibacterial activity test was conducted by disc diffusion method, by using Zone of Inhibition (ZI) as the parameter. The results obtained show that the antibacterial activity assay results of the fermented red dragon fruit peel with a concentration of 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% didn’t show any growth inhibition on Propionibacterium acnes . The screening results of secondary metabolite compound groups of the red dragon fruit peel indicate that it contains flavonoids.
Keywords : antibacterial, Propionibacterium acnes , red dragon fruit peel, fermentation, disc diffusion
*Corresponding author : Lisa Soegianto, e-mail : [email protected]
## PENDAHULUAN
Jerawat merupakan salah satu peradangan kronis multifaktorial yang paling umum terjadi pada folikel pilosebasea yang melibatkan diinduksinya hormon androgen, hyperplasia sebasea, ketidakseimbangan hormonal, kekebalan hipersensitivitas, dan bakteri (Saptarini and Herawati, 2017). Mikroorganisme yang berperan dalam
perkembangan jerawat yaitu Propionibacterium acnes , Staphylococcus aureus , Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Yusmaini dan Bahar, 2017). Mikroorganisme seperti Staphylococcus
epedermidis dan Propionibacterium acnes ikut berperan dalam patogenesis penyakit ini dengan cara memproduksi metabolit yang dapat bereaksi dengan sebum sehingga meningkatkan proses inflamasi (Laianto, Sari dan Pratiwi, 2014).
Propionibacterium acnes merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang dan merupakan flora normal kulit yang ikut berperan dalam proses pembentukan jerawat. Propionibacterium acnes termasuk bakteri anaerob yang juga aerotoleran yang terdapat di kelenjar sebasea pada kulit manusia (Nakase et al ., 2017). Propionibacterium acnes mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang menyebabkan sebum menjadi padat, jika produksi sebum bertambah banyak maka jumlah bakteri Propionibacterium acnes juga akan bertambah banyak yang keluar dari kelenjar sebasea, karena bakteri ini merupakan pemakan lemak (Rahmi dkk., 2015). Antibiotik yang paling sering digunakan untuk jerawat adalah eritromisin topikal, klindamisin, dan tetrasiklin oral yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) daripada bakterisida (membunuh pertumbuhan). Paparan dari agen bakteriostatik dapat mendorong
Propioni-
bacterium acnes resisten antibiotik (Adler, Kornmehl and Armstrong, 2017). Senyawa antibakteri baru yang belum mengalami resistensi menjadi salah satu solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan ini. Senyawa tersebut dapat diperoleh dari tanaman, dimana tanaman yang memiliki kandungan senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri dengan mekanisme aksi baru yang memiliki aktivitas antibakteri. Salah satu tanaman yang memiliki daya antibakteri adalah buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) (Amalia, Wahdaningsih dan Untari, 2014). Menurut Ismail et al. (2017) buah naga merah banyak mengandung nutrisi dan mineral seperti vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3 dan vitamin C, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, flavonoid, thiamin, niacin, piridoksin, kobalamin, fenolik, betasianin, polifenol, karoten, dan juga banyak mengandung fitoalbumin yang menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi. Buah naga merah memiliki kandungan antioksidan yang tinggi salah satunya adalah antosianin yang merupakan golongan flavonoid,
dimana flavonoid mempunyai daya antimikroba dengan cara menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel dan menghambat metabolisme energi (Hendra et al ., 2011; Sigarlaki dan Tjiptaningrum, 2016). Penelitian yang dilakukan Suhartati dan Roziqin (2017) menunjukkan hasil ekstrak etanol kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus pyogenes , dan pada hasil fraksi n -heksana kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes (Wahdaningsih dkk, 2014). Uji aktivitas antibakteri pada buah naga merah sejauh ini masih sebatas pada proses ekstraksi maupun fraksinasi saja, maka penelitian ini ingin mengembangkan kulit buah naga merah menjadi sebuah produk yang akan berguna bagi masyarakat yaitu dengan cara membuat fermentasi kulit buah naga merah. Menurut Suhardini dan Zubaidah (2016) bahwa proses fermentasi kemungkinan akan terjadi
peningkatan aktivitas antioksidan yang disebabkan karena adanya fenolik bebas pada saat proses fermentasi. Berdasarkan uraian tersebut, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang uji aktivitas antibakteri fermentasi kulit buah naga merah.
## METODE PENELITIAN
## Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) (didapat dari Pasar Pucang Anom, Surabaya pada bulan Desember hingga Januari 2020), Amonium sulfat, diamonium hidrogen fosfat, yeast Saccharomyces cerevisiae , akuades, klindamisin, 1 / 2 Mc Farland I .
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu timbangan analitis ( Sartorius TE 214 S, Germany), penangas air, cawan petri, tabung rekasi, gelas piala, Erlenmeyer , lemari pendingin ( Sanyo , Jepang), micropipette , Laminar Air Flow (LAF) (Type V-130, Indonesia), autoklaf ( All America Model 25x, USA), inkubator ( Memmert and Binder , Germany), oven ( Memmert , Germany), mikroskop ( Olympus , Jerman), vorteks ( Labinco , Belanda), kertas cakram, chamber , pelat silika gel 60 F254, hot plate , lampu UV, batang pengaduk.
## Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan adalah Propionibacterium acnes yang diperoleh dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya.
## Media
Media bakteri yang digunakan adalah Trypticase Soy Agar (TSA) ( Merck, Germany ), dan Trypticase Soy Broth (TSB) ( Merck, Germany ).
## Rancangan Penelitian
Penelitian diawali dengan melakukan determinasi buah naga merah, kemudian kulit buah naga merah difermentasi secara anaerob dengan yeast Saccharomyces cerevisiae dilakukan selama 12 hari pada suhu kamar. Hasil fermentasi kulit buah naga merah diuji kadar etanol untuk mengetahui kadar etanol hasil fermentasi. Selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya terhadap Propionibacterium acnes menggunakan metode difusi cakram dan klindamisin digunakan sebagai antibiotik pembanding. Konsentrasi yang digunakan adalah 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Hasil uji diamati dan diukur Daerah Hambatan Pertumbuhan (DHP). Skrining fitokimia diuji dengan cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengetahui golongan senyawa dalam hasil fermentasi kulit buah naga merah.
## Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Kulit buah naga merah dipisahkan dengan daging buahnya untuk diamati secara makroskopis dan mikroskopis.
## Pembuatan Fermentasi Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Buah naga merah yang telah matang dipisahkan daging buahnya dan diambil kulitnya kemudian ditimbang sebanyak 720 gram dan dicuci sampai bersih. Kulit buah naga merah dipotong kecil-kecil dan ditambahkan akuades dengan perbandingan 1:1 (b/v) dengan total akuades 720 mL dan dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian ditambahkan amonium sulfat 0,33 gram, dan diamonium hidrogen fosfat 0,05 gram sebagai sumber nutrisi yeast, pH larutan dipertahankan 3-5. Larutan direbus pada suhu 70 ºC - 75 ºC selama 15 menit, kemudian larutan didinginkan hingga suhu 30 ºC. Larutan dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dan menambahkan yeast Saccharo- myces cereviceae . Botol ditutup rapat dengan tutup botol yang berisi selang yang sudah dihubungkan ke botol lain yang berisi akuades untuk jalan keluarnya CO 2 . Fermentasi dilakukan selama 12 hari pada suhu kamar (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005; Zubaidah dan Veronica, 2014).
## Pengamatan Makroskopis Hasil Fermentasi Kulit Buah Naga Merah
Hasil fermentasi kulit buah naga merah diperiksa organoleptisnya yang terdiri dari tahapan warna, rasa, bau, bentuk, dan pH.
Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Bakteri Uji Pengamatan Makroskopis Bakteri Uji
Propionibacterium acnes dikembang- biakkan pada media Trypticase Soy Agar (TSA) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC untuk melihat bentuk koloni, kenaikan permukaan, tepi, ukuran, warna dan tekstur koloni yang terbentuk pada media TSA.
Pengamatan Mikroskopis Bakteri Uji Dilakukan pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan cara pengecatan Gram yang kemudian diamati bentuk sel bakteri, susunan sel bakteri, warna sel bakteri dan reaksi pada pengecatan Gram.
## Pembuatan Larutan Uji
Larutan hasil fermentasi kulit buah naga merah dipipet sebanyak 1 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml. Masing-masing larutan hasil fermentasi kulit buah naga merah ditambahkan akuades steril hingga 10 ml menggunakan labu takar steril. Sebanyak 10 ml larutan hasil fermentasi kulit buah naga merah tidak perlu ditambah dengan akuades steril, sehingga didapatkan konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%.
## Pengujian Aktivitas Antibakteri Hasil Fermentasi Kulit Buah Naga Merah
Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri Propionibacterium acnes yang setara dengan 1 / 2 Mc Farland I ditambah dengan 10 mL media TSA 50 ºC lalu dituang ke dalam cawan petri steril dan dirotasi. Dilakukan pra-pengeraman selama 1,5-2 jam pada suhu 37 ºC. Kertas cakram yang berukuran 6 mm diletakkan ke dalam cawan petri steril tanpa media kemudian ditetesi larutan uji dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% sebanyak 20 μL. Larutan klindamisin konsentrasi 2μg/20μl diteteskan pada kertas cakram sebagai kontrol positif dan akuades steril diteteskan pada cakram sebanyak 20 μL sebagai kontrol negatif. Kertas cakram yang telah ditetesi dengan larutan uji maupun larutan pembanding dibiarkan hingga kering. Cakram-cakram yang telah kering diletakkan pada lempengan TSA yang telah diinokulasi dan dilakukan pra-pengeraman selama 1,5-2 jam menggunakan pinset steril, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC, dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Diamati dan diukur diameter daerah hambat pertumbuhan (DHP).
## Kromatografi Lapis Tipis Hasil Fermentasi Kulit Buah Naga Merah
Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan menotolkan larutan hasil fermentasi yang telah diuapkan dan dilarutkan dengan etanol 96% : air (7:3) pada lempeng silika gel F 254 sebagai fase diam sebanyak 8 𝜇𝑙 dan fase gerak yang digunakan adalah n -butanol: asam
asetat : air (4 : 1 : 5) (Lestario, Rahayuni dan Timotius, 2011). Lempeng KLT yang telah ditotolkan dimasukkan ke dalam chamber yang sudah jenuh dibiarkan sampai eluasi mencapai tanda batas. Penampak noda yang digunakan adalah AlCl 3 , FeCl 3 , pereaksi Dragendorff dan pereaksi Liebermann-Burchard . AlCl 3 dapat mendeteksi senyawa flavonoid, hasil positif adanya senyawa flavonoid ditandai dengan bercak berfluorosensi kuning kehijauan pada UV 366 nm (Suhaenah dan Nuryanti, 2017). FeCl 3 dapat mendeteksi fenol yang hasil positif akan menghasilkan warna biru gelap atau hitam. Pereaksi Dragendorff
digunakan untuk mendeteksi senyawa golongan alkaloid yang hasil positif akan memberikan noda bewarna oranye (Sugijanto dkk., 2014). Pereaksi Liebermann- Burchard digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa terpenoid dan steroid, hasil positif steroid adanya perubahan warna menjadi biru kehijauan dan pada terpenoid akan terjadi perubahan warna menjadi merah, ungu atau kecoklatan (Wulandari dkk., 2016).
## Pengujian Kadar Etanol
Uji kadar etanol dilakukan dengan cara destilasi yaitu dengan mengukur 50 mL larutan hasil fermentasi dan 50 mL akuades dan diberi batu didih agar menghindari letupan atau gejolak pada saat destilasi lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dilakukan selama 1 jam dengan tujuan untuk memisahkan etanol dari air dan komponen lainnya sehingga akan diperoleh etanol murni. Suhu destilat diukur menggunakan termometer, jika suhu destilat diatas 30 ºC maka suhu diturunkan kira-kira 15 ºC. destilat (etanol) dimasukkan ke dalam piknometer yang kering dan sudah diketahui berat piknometer. Piknometer yang telah berisi destilat ditimbang dan diukur suhu akhir destilat (etanol). Akuades diukur berat jenisnya menggunakan piknometer sebagai pembanding
(Primadevi
dan
Kresnadipayana, 2016). Analisis Hasil Pengamatan Penelitian ini
adalah penelitian eksperimental, data yang diperoleh dari uji aktivitas antibakteri Propionibacterium acnes merupakan data kuantitatif dari besarnya Daya Hambatan
Pertumbuhan (DHP).
Daerah Hambatan Pertumbuhan (DHP) hasil fermentasi kulit buah naga merah diukur dengan menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung hambatan rata-rata dan menentukan konsentrasi hasil fermentasi kulit buah naga merah dengan daerah hambatan pertumbuhan yang paling tinggi.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Buah naga merah didapat dari Pasar Pucang Anom Surabaya, Jawa Timur pada bulan Desember hingga Januari 2020. Pengamatan makroskopis buah naga merah memiliki bentuk
bulat lonjong yang memiliki sirip seperti sulur, warna kulit buahnya berwarna merah jambu sedangkan daging buahnya berwarna merah keunguan, panjang sulur pada kulit buahnya 1-2 cm dan kulit buah naga merah memiliki ketebalan 3-4 mm. Hasil pengamatan mikroskopis penampang melintang dan membujur kulit buah naga merah pada media air, kloralhidrat dan fluorogusin menunjukkan adanya jaringan epidermis, stomata, parenkim, papil, kristal bentuk prisma dan berkas pumbuluh.
Fermentasi kulit buah naga merah yaitu kulit buah naga merah ditimbang sebanyak 720 gram, kemudian kulit buah naga merah dicuci bersih dan dihaluskan menjadi bubur kulit buah naga merah. Volume air yang digunakan perbandingan 1:1 yaitu sebanyak 720 ml, kemudian ditambahkan amonium sulfat sebanyak 0,33 gram dan diamonium hidrogen fosfat 0,05 gram. Penambahan amonium sulfat dan diamonium hidrogen fosfat yaitu berfungsi sebagai sumber nutrisi yeast (Kwartiningsih dan Mulyati,
2005),
selanjutnya dilakukan
pengecekan pH dan didapatkan pH 5. Pengecekan pH dilakukan karena ragi memiliki pH pertumbuhan optimum dalam kisaran 3-5 (Saranraj, Sivasakthivelan and Naveen, 2017). Bubur kulit buah naga merah direbus pada suhu 70 ºC - 75 ºC selama 15 menit yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme dan ragi lain. Setelah dipanaskan didinginkan hingga suhu 30 ºC dimasukkan ke dalam botol steril dan menambahkan yeast Saccharomyces cereviceae . Fermentasi dilakukan secara anaerob selama 12 hari dan disimpan pada suhu kamar (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005; Zubaidah dan Veronica, 2014). Hasil fermentasi kulit buah naga merah selama 12 hari yaitu memiliki pH 5, larutan berwarna merah, larutan fermentasi memiliki bau yang tidak sedap atau busuk. Bau tidak sedap terjadi kemungkinan jika fermentasi terlalu lama maka Saccharomyces cereviceae akan mati dan menyebabkan terjadinya kontaminasi, serta produksi alkohol tidak optimal (Fatimah, Lia dan Rahmasari, 2013).
Uji kadar etanol dengan cara destilasi bertujuan untuk mengetahui kadar etanol yang terkandung dalam larutan hasil fermentasi buah naga merah. Menurut Kwartiningsih dan Mulyati (2005) etanol yang diperoleh dari hasil fermentasi maksimal hanya menghasilkan kadar etanol sekitar 15%. Hasil dari uji kadar etanol larutan fermentasi tidak memiliki kandungan etanol. Hal ini kemungkinan disebabkan dengan jumlah glukosa selama proses fermentasi terlalu sedikit sehingga Saccharomyces cereviceae tidak dapat menghasilkan alkohol. Dalam proses fermentasi anaerob, glukosa digunakan oleh Saccharomyces cereviceae untuk menghasilkan etanol dan karbon dioksida.
Tujuan dilakukan skrining fitokimia dengan metode KLT adalah untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang terkandung dalam
larutan hasil fermentasi kulit buah naga merah. Berdasarkan hasil orientasi larutan fermentasi diuapkan terlebih dahulu hingga membentuk ekstrak, larutan fermentasi yang tidak diuapkan dan langsung diuji KLT tidak ada bercak noda. Hal ini disebabkan kadar senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam larutan fermentasi terlalu kecil, sehingga perlu dimurnikan dengan cara diuapkan dan menghasilkan ekstrak kering. Ekstrak kering dilarutkan dengan etanol 96% dan air perbandingan 7:3 dengan konsentrasi 5% dan volume penotolan 8 𝜇𝑙 setelah itu dieluasi menggunakan fase gerak n -butanol, asam asetat dan air perbandingan 4:1:5 (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil uji KLT hasil fermentasi kulit buah naga yang telah diuapkan 8 𝜇𝑙 dengan fase gerak n -butanol, asam asetat dan air (4 : 1 : 5) Keterangan :
a) Secara visual, b) Pada UV 254 nm, c) Pada UV 366 nm, d) Secara visual setelah disemprot penampak noda FeCl 3 , e) Pada UV 366 nm setelah disemprot penampak noda AlCl 3 , f) Secara visual setelah disemprot penampak noda Dragendorff , g) Secara visual setelah disemprot penampak noda Liebermann- Burchard dan telah dipanaskan pada suhu ± 105 ºC.
Penampak noda yang digunakan AlCl 3 , FeCl 3 , Dragendorff dan Liebermann-Burchard dan diamati pada sinar UV panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Hasil yang diperoleh noda pada rentang R f 0,61-0,70 dengan penampak noda AlCl 3 dan dilihat pada lampu UV 366 nm noda berwarna kuning kehijauan dengan nilai R f 0,65 dan juga pada rentang R f 0,81-0,90 dengan penampak noda AlCl 3 dan dilihat pada lampu UV 366 nm noda berwarna kuning dengan nilai R f 0,90. Hal ini menunjukkan bahwa adanya golongan senyawa flavonoid. Fluoresensi dibawah UV 366 nm menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki gugus kromofor dan memiliki gugus auksokrom pada struktur kimianya (Alen, Agressa dan Yuliandra, 2017). Flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidroksil (OH) pada kedudukan orto yang akan memberikan fluoresensi kuning intensif atau kuning kehijauan pada sinar UV 366 nm (Dewi, Astuti dan Warditiani, 2013; Suhaenah dan Nuryanti, 2017), sedangkan untuk penampak noda FeCl 3 , Dragendorff dan Liebermann-
Burchard tidak menunjukkan adanya noda. Pada penampak noda FeCl 3 tidak terdapat noda yang menunjukkan adanya senyawa fenolik. Seharusnya selama proses fermentasi, terjadi peningkatan senyawa fenol yang diduga karena melibatkan mikroba yaitu khamir yang dapat bermetabolisme menghasilkan senyawa flavonoid (Suhardini dan Zubaidah, 2016). Khamir yang digunakan pada saat proses fermentasi tidak bekerja maksimal sehingga menyebabkan kandungan senyawa fenol dalam fermentasi kecil dan pada saat penyemprotan dengan penampak noda FeCl 3 tidak terdapat noda pada plat KLT. Hasil pengamatan makroskopis bakteri Propionibacterium acnes (Gambar 2) pada media TSA setelah diinkubasi selama 24 jam suhu 37 ºC yaitu bentuk koloni bulat, warna koloni putih, tepi koloni filamen bercabang, kenaikan permukaan cembung, tekstur koloni opaque , halus, basah, dan ukuran koloni 1-2 mm. Hasil pengamatan makroskopis sesuai dengan pustaka Talaro and Chess (2017). Pengamatan mikroskopis bakteri Propionibacterium acnes (Gambar 2) dilakukan dengan menggunakan pengecatan Gram dan diamati dibawah mikroskopis dengan perbesaran 10 x 100. Bentuk sel batang dengan ujung meruncing atau bulat, susunan sel tidak beraturan, warna biru, dan tergolong bakteri Gram Positif. Hasil pengamatan mikroskopis sesuai dengan pustaka Brooks et al (2013).
(a) (b)
Gambar 2. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis Propionibacterium acnes Keterangan :
a) Pengamatan makroskopis Propionibacterium acnes pada media TSA, b) Pengamatan makroskopis Propionibacterium acnes dengan pengecatan Gram perbesaran 10x100
Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram. Konsentrasi suspensi bakteri yang digunakan adalah 1,5 x 10 6 m.o/ml sebanyak 0,1 ml dalam 10 ml media TSA. Konsentrasi larutan uji 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, konsentrasi antibiotik pembanding yaitu klindamisin 2μg/20μl dan akuades steril digunakan sebagai blanko negatif. Diameter cakram sebesar 6 mm. Parameter yang digunakan adalah hambatan pertumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya daerah jernih pada media yang ditumbuhi bakteri disekitar cakram yang berisi larutan uji. Hasil pengujian yang diperoleh dari hasil fermentasi kulit buah naga merah pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%,
a b c g e d
f
80% dan 100% tidak memiliki aktivitas antibakteri (Gambar 3).
Gambar 3. Hasil uji antibakteri hasil fermentasi kulit
buah naga merah
terhadap
## Propionibacterium acnes
Keterangan : a = replikasi 1; b = replikasi 2; c = replikasi 3; F1 = Fermentasi Kulit Buah Naga Merah Konsentrasi 10% ; F2 = Fermentasi Kulit Buah Naga Merah Konsentrasi 20% ; F3 = Fermentasi Kulit Buah Naga Merah Konsentrasi 40% ; F4 = Fermentasi Kulit Buah Naga Merah Konsentrasi 60% ; F5= Fermentasi Kulit Buah Naga Merah Konsentrasi 80% ; F6 = Fermentasi Kulit Buah Naga Merah Konsentrasi 100% ; Kp = Kontrol Positif Klindamisin ; N = Kontrol Negatif Akuadest Steril
Hal ini diduga karena larutan hasil fermentasi mempunyai kadar senyawa metabolit sekunder dalam jumlah kecil sehingga tidak mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes , selain itu kemungkinan bakteri uji yang digunakan pada uji antibakteri mengalami mutasi yang menyebabkan terjadi perubahan sifat yang kemungkinan menyebabkan bakteri menjadi lebih resisten terhadap senyawa
antibakteri dan juga dapat menyebabkan permeabilitas dinding sel bakteri menurun sehingga senyawa antibakteri akan sulit masuk ke dalam sel (Hanapi dkk. , 2013) . Selain itu bisa diuji dengan menggunakan metode bioautografi untuk memastikan senyawa flavonoid memiliki aktivitas antibakteri atau tidak, metode bioautografi dilakukan dengan kadar flavonoid yang lebih besar daripada uji difusi langsung dengan hasil fermentasi. Karena metode bioautografi adalah suatu metode pendeteksi untuk menemukan senyawa antibakteri yang belum teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas antibakteri pada suatu kromatogram dan ini menggabungkan metode kromatografi lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas dari suatu analit yang berupa antibakteri (Paputungan, Lolo dan Siampa, 2019). Antibiotik pembanding yang digunakan yaitu klindamisin memiliki DHP rata-rata 20,82 ± 0,41 mm terhadap Propionibacterium acnes .
## KESIMPULAN
Hasil fermentasi kulit buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) memiliki golongan senyawa flavonoid. Hasil fermentasi kulit buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Propionibacterium acnes .
## DAFTAR PUSTAKA
Adler, B.L., Kornmehl, H. and Armstrong, A.W. 2017. Antibiotic resistance in acne treatment. American Medical Association , 153(8): 810-811 diakses pada 01 Juli 2019, https://jamanetwork.com/journals/jamadermatology/article- abstract/2631310.
Alen, Y., Agresa, F.L. dan Yuliandra, Y. 2017. Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dan aktivitas antihiperurisemia ekstrak rebung Schizostachyum brachycladum Kurz (Kurz) pada mencit putih jantan, Jurnal Sains Farmasi & Klinis . 3(2):
146-152.
Amalia, S., Wahdaningsih, S. dan Untari, E.K. 2014. Uji aktivitas antibakteri fraksi n- heksan kulit buah naga merah ( Hylocereus polyrizhus ) terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Jurnal Fitofarmaka Indonesia . 1(2): 61- 64.
Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A. and Mietzner, T.A. 2013, Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology , 26 th ed, The McGraw Hill, New York, United States, pp 378-379.
Dewi, I.D.A.D.Y., Astuti, K.W. dan Warditiani, N.K. 2013, Identifikasi kandungan kimia ekstrak kulit buah manggis ( Garcinia mangostana L.), Jurnal Farmasi Udayana , 2(4):
13-18.
Fatimah, Lia, F. dan Rahmasari, L. 2013, Kinetika reaksi fermentasi alkohol dari buah salak, Jurnal Teknik Kimia USU , 2(2): 16-20.
Hanapi, A., Fasya, A.G., Mardiyah, U. dan Miftahurrahmah, 2013. Uji aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak metanol alga merah Eucheuma spinosum dari perairan Wongsorejo Banyuwangi, Alchemy , 2(2): 126-137.
Hendra, R., Ahmad, S., Sukari, A., Shukor, M.Y. and Oskoueian, E. 2011. Flavonoid analysis and antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl fruit, International Journal of Molecular Sciences . 12: 3422- 3431.
Ismail, O.M., Aziz, M.S.A., Ghareeb, M.A. and Hassan, R.Y.A. 2017. Exploring the biological activites of the Hylocereus polyrhizus extract, Journal of Innovations in Pharmaceutical and Biological Sciences . 4(1): 01-06.
Kwartiningsih, E. dan Mulyati, N.S. 2005. Fermentasi sari buah nanas menjadi vinegar, Ekuilibrium. 4(1): 8-12.
Lainto, S., Sari, R. dan Pratiwi, L. 2014. Uji efektivitas sediaan gel anti jerawat ekstrak etanol buah pare ( Momordica charantia ) terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes dengan metode difusi, Artikel Ilmiah , Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Lestario, L.N., Rahayuni, E. dan Timotius, K.H. 2011. Kandungan antosianin dan identifikasi antosianidin dari kulit buah jenitri ( Elaeocarpus angustifolius
Blume),
Agritechnology. 31(2): 93-101.
Nakase, K., Nakaminami, H., Takenaka, Y., Hayashi, N., Kawashima, M. and Noguchi, N. 2017, Propionibacterium acnes is developing gradual increase in resistance to oral tetracyclines, Journal of Medical Microbiology , 66: 8-12.
Paputungan, W.A., Lolo, W.A. dan S, J.P. 2019. Aktivitas antibakteri dan analisis KLT-bioautografi dari fraksi biji kopi robusta ( Coffea canephora Pierre ex A. Froehner), PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi . 8(3) :100-108.
F F
F F
F 5 F F F K p F N K F 1 F
F
F 4 F F F 6 N F 5 F N K p a b c
Primadevi, S. dan Kresnadipayana, D. 2016. Penetapan kadar etanol pada minuman beralkohol berbagai merk melalui pengukuran berat jenis, Biomedika. 9(1): 71-74.
Rahmi H, A., Cahyanto, T., Sujarwo, T. dan Lestari. R.I. 2015. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun beluntas ( Pluchea indica (L.) Less.) terhadap Propionibacterium acnes penyebab jerawat, Jurnal Istek . 9(1): 141-161.
Saptarini, M.N. dan Herawati, E.I. 2017. Development and evaluation of anti-acne gel containing garlic ( Allium sativum ) against Propionibacterium acnes , Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research . 10: 260-262.
Saranraj, P., Sivasakthivelan, P. and Naveen, M. 2017. Fermentation of fruit wine and its quality analysis: a review, Australian Journal of Science and Technology . 1(2): 85-97.
Sigarlaki, E.D. dan Tjiptaningrum, A. 2016. Pengaruh pemberian buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) terhadap kadar kolesterol total, Majority . 5(5): 14-17.
Sugijanto, N.E.N., Yodianto, B., Kusumajaya, M.N. dan Zaini, N.C. 2014. Aktivitas antimikroba dan analisis KLT- densitometri metabolit fraksi-fraksi ekstrak endofit dari Aglaia odorata , Berkala Ilmiah Kimia Farmasi . 3(1): 20-27.
Suhaenah, A. dan Nuryanti, S. 2017. Skrining fitokimia ekstrak jamur kancing ( Agaricus bisporus ), Jurnal Fitofarmaka Indonesia . 4(1): 199-204.
Suhardini, P.N. dan Zubaidah, E. 2016. Studi aktivitas antioksidan dari berbagai jenis daun selama fermentasi, Jurnal Pangan dan Agroindustri . 4(1): 221-229.
Suhartati, R. dan Roziqin, D.A. 2017. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes , Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada . 17(2): 513-518.
Talaro, K.P. and Chess, B. 2012. Foundations in Microbiology , 8th ed.,: The McGraw Hill Co, New York, USA.
Wahdaningsih, S., Untari, E.K. dan Fauziah, Y. 201., Antibakteri fraksi n -heksana kulit Hylocereus polyrhizus terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes , Pharmaceutical Sciences and Research . 1(3): 180-193.
Wulandari, V., Husain, D.R., Sartini dan Haedar, N. 2016. Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun beluntas ( Pluchea indica Less.) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa , Skripsi , Sarjana Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Yusmaini, H. dan Bahar, M. 2017. Efek antimikroba ekstrak lidah buaya ( Aloe vera ) terhadap isolat bakteri penyebab Acne Vulgaris secara in vitro , Jurnal Profesi Medika . 11(2): 63-72.
Zubaidah, E. dan Veronica, C. 2014. Studi aktivitas antioksidan cuka berbasis buah anggur bali ( Vitis vinifera ) utuh dan tanpa kulit, Jurnal Teknologi Hasil Pertanian . 5(2): 95-102.
|
cbed0590-0e90-4bbb-8a88-edb3f1400e10 | https://jurnal.stokbinaguna.ac.id/index.php/JURDIP/article/download/1760/940 | Volume 4 Nomor 2 Januari 2024 JURNAL DUNIA PENDIDIKAN https://jurnal.stokbinaguna.ac.id/index.php/JURDIP E-ISSN: 2746-8674
## Menelusuri Kekayaan Budaya Melalui Pantun
Ewin Sanjaya Gajah¹, Ade Alawiyah Lubis², Nur Suaimah³, Purnama Sari Siregar⁴, Qaqamahmudinejaz⁵
1,2,3,4,5 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia. Alamat: William Iskandar Ps. V, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20371. Email: [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mendokumentasikan kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun, salah satu bentuk sastra lisan tradisional di Indonesia. Pantun memiliki nilai historis dan estetika kaya, serta mencerminkan kearifan lokal dan identitas budaya masyarakat Indonesiyanga. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang melibatkan pengumpulan dan analisis data secara mendalam. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara dengan para tokoh masyarakat yang merupakan penjaga dan penerus tradisi pantun. Para tokoh ini memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mendalam dalam memelihara, menciptakan, dan menyampaikan pantun secara tradisional. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang sejarah pantun, konteks penggunaan, struktur, makna, dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pantun. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan induktif, di mana tema-tema utama dan subtema diidentifikasi dari data yang terkumpul. Data dianalisis dengan cermat untuk mengungkapkan makna, simbol, dan pesan budaya yang terkandung dalam pantun. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami hubungan antara pantun dan konteks sosial, budaya, dan sejarah di mana pantun tersebut muncul. Hasil penelitian ini akan memberikan wawasan yang lebih baik tentang kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun, serta pentingnya pelestarian dan penghargaan terhadap sastra lisan tradisional. Temuan penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan program pelestarian dan pendidikan budaya yang melibatkan pantun sebagai sumber pembelajaran. Melalui penelitian ini, diharapkan pantun dapat terus hidup dan diteruskan kepada generasi mendatang sebagai warisan budaya yang berharga.
Kata Kunci: Pantun, Sastra Lisan, Kekayaan Budaya, Pelestarian Budaya, Identitas Budaya
## PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, salah satunya terwujud dalam bentuk sastra lisan tradisional, seperti pantun. Pantun telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Pantun bukan sekadar kumpulan
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
kata-kata yang berima dan bersajak, tetapi juga merupakan cerminan dari identitas budaya, pengetahuan lokal, dan adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun, dengan adanya arus globalisasi dan modernisasi yang melanda dunia saat ini, keberadaan pantun sering kali terabaikan dan terancam punah. Generasi muda cenderung lebih tertarik dengan budaya populer dan media digital yang serba instan. Pantun yang mengandalkan lisan dan tradisi lisan mulai terpinggirkan dalam kesibukan dan dinamika kehidupan modern. Jika tidak ada upaya yang serius untuk menjaga dan memperkenalkan kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun kepada generasi muda, khawatir tradisi lisan ini akan hilang dan kehilangan jati diri budaya Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mendokumentasikan kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini akan menggali lebih dalam tentang sejarah pantun, konteks penggunaan, struktur, makna, dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pantun, diharapkan penelitian ini dapat menjadi landasan untuk memperkenalkan dan mempertahankan pantun sebagai warisan budaya yang berharga.
Penelitian ini juga penting untuk memahami peran pantun dalam menjaga keharmonisan sosial, menyampaikan nasihat, mengungkapkan perasaan, dan memperkuat identitas budaya masyarakat. Dalam pantun, terkandung pengetahuan lokal yang bermanfaat, seperti pengetahuan tentang alam, kehidupan sehari-hari, adat istiadat, dan nilai-nilai moral. Melalui penelitian ini, kita dapat memperluas pemahaman kita tentang kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun dan memanfaatkannya untuk memperkuat jati diri budaya Indonesia.
Dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat dikembangkan upaya pelestarian dan pengenalan pantun kepada generasi muda. Pantun dapat dijadikan sumber pembelajaran yang menarik dalam pendidikan formal dan informal. Langkah-langkah kolaboratif antara masyarakat, lembaga pendidikan, dan pemerintah perlu dilakukan untuk menciptakan program yang berkelanjutan dalam menjaga dan memperkenalkan pantun kepada generasi muda. Dengan demikian, kita dapat memastikan keberlanjutan dan keberdayaan pantun sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia.
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
Dalam artikel jurnal kualitatif ini, kami akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan, analisis data yang dilakukan, serta temuan dan implikasinya terhadap upaya pelestarian dan pengenalan pantun. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan dan panduan bagi para akademisi, praktisi budaya, dan pemerhati kebudayaan dalam menjaga dan menghargai kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Pendekatan kualitatif dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pantun dan kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya. Dalam pendekatan kualitatif, penekanan diberikan pada pemahaman kontekstual dan interpretatif, sehingga memungkinkan peneliti untuk mendapatkan wawasan yang kaya dan mendalam tentang fenomena yang diteliti.
Partisipan penelitian terdiri dari empat tokoh masyarakat yang telah lama menjaga dan menyampaikan pantun secara tradisional. Pemilihan partisipan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam praktik dan tradisi pantun diharapkan dapat memberikan perspektif yang berharga dalam penelitian ini. Para partisipan dipilih berdasarkan kriteria pengalaman dan dedikasi mereka terhadap seni pantun.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Wawancara mendalam dilakukan dengan partisipan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang sejarah pantun, konteks penggunaan, struktur, makna, dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Wawancara mendalam memberikan kesempatan bagi partisipan untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan perspektif mereka tentang pantun.
Selain wawancara, observasi partisipatif juga dilakukan untuk melihat langsung bagaimana pantun digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Observasi ini dilakukan dengan memperhatikan dan terlibat dalam aktivitas di mana pantun diungkapkan, seperti pertemuan adat, acara seni, atau interaksi sosial di masyarakat. Observasi partisipatif memungkinkan peneliti untuk melihat konteks dan situasi di mana pantun digunakan, serta mengamati interaksi antara pembuat pantun dan pendengarnya.
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
Data yang terkumpul dari wawancara dan observasi partisipatif akan dianalisis secara induktif, dengan menggunakan pendekatan tematik. Analisis tematik melibatkan identifikasi pola, tema, dan kategori yang muncul dari data, sehingga dapat mengungkapkan makna dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pantun. Hasil analisis akan disajikan secara naratif dan mendalam dalam artikel jurnal, dengan mengutip kutipan yang relevan dari partisipan untuk mendukung temuan penelitian.
Melalui pendekatan kualitatif ini, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang pentingnya pelestarian dan pengenalan pantun dalam konteks budaya Indonesia. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pantun dan nilai- nilai budaya yang terkandung di dalamnya, diharapkan upaya pelestarian dan pengenalan pantun kepada generasi muda dapat dilakukan secara lebih efektif.
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul dari wawancara mendalam dan observasi partisipatif digunakan sebagai dasar untuk analisis. Pendekatan induktif digunakan untuk mengidentifikasi tema-tema utama dan subtema yang muncul dari data tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Creswell (2013), pendekatan induktif memungkinkan peneliti untuk membiarkan temuan muncul dari data itu sendiri, tanpa adanya asumsi atau kerangka teoretis yang telah ditentukan sebelumnya.
Setelah transkripsi dan pemahaman mendalam terhadap data, peneliti melakukan pencarian pola dan hubungan antara kutipan dan pengamatan yang muncul. Menurut Miles, Huberman, dan Saldaña (2014), pencarian pola merupakan langkah penting dalam analisis kualitatif, yang melibatkan mengelompokkan data menjadi kategori yang saling terkait.
Dalam penelitian ini, tema-tema utama dan subtema diidentifikasi dari data yang dikumpulkan. Tema-tema utama adalah konsep-konsep yang secara konsisten muncul dalam wawancara dan observasi, sedangkan subtema adalah aspek-aspek yang terkait dengan tema utama dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pantun.
Selanjutnya, peneliti mengaitkan temuan-temuan tersebut dengan teori-teori terkait dalam studi sastra lisan dan antropologi budaya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Denzin dan Lincoln (2011), penggunaan teori dalam analisis kualitatif membantu peneliti dalam memahami dan menjelaskan fenomena yang diamati, serta menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah ada.
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
Dengan mengaitkan temuan-temuan dengan teori-teori terkait, peneliti dapat melihat bagaimana pantun mencerminkan dan mewakili aspek-aspek budaya yang lebih luas. Hal ini sejalan dengan pendekatan fenomenologi budaya yang dikemukakan oleh Geertz (1973), yang menekankan pentingnya memahami budaya sebagai sistem makna yang kompleks.
Proses analisis dilakukan secara reflektif dan iteratif, dengan memeriksa dan membandingkan temuan dengan teori dan konteks budaya yang relevan. Peneliti mengambil pendekatan hermeneutik dalam memahami makna yang terkandung dalam pantun, menggali lapisan-lapisan makna yang mungkin tersembunyi di dalamnya.
Hasil analisis akan membentuk kerangka naratif yang mendalam dan kaya tentang pentingnya pantun dalam melestarikan dan menghargai warisan budaya Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Chawla (2014), penelitian kualitatif yang menggali makna budaya dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang identitas budaya suatu masyarakat.
Melalui pendekatan ini, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pantun, serta memperkuat kesadaran akan pentingnya menjaga dan memperkenalkan kekayaan budaya ini kepada generasi muda dan masyarakat luas. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi pada upaya pelestarian dan penghormatan terhadap warisan budaya Indonesia.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, temuan-temuan menunjukkan pentingnya peran pantun dalam menjaga keharmonisan sosial dan menyampaikan nasihat kepada masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Haque (2016), pantun merupakan bentuk sastra lisan yang memainkan peran penting dalam memelihara hubungan sosial dan mengatur interaksi antarindividu dalam masyarakat.
Pantun juga diungkapkan sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan dan emosi. Seperti yang disebutkan oleh Murniati (2006), pantun dapat menjadi wadah ekspresi untuk
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
merayakan kegembiraan, mengungkapkan kesedihan, atau mengungkapkan cinta dan kerinduan.
Dalam konteks identitas budaya, temuan penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh El-Shamy (1995). Ia menyatakan bahwa pantun tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat, tetapi juga dapat memperkuat dan mempertahankan identitas budaya suatu komunitas.
Selain itu, temuan penelitian ini juga mengungkapkan variasi tema dalam pantun. Tema alam, seperti keindahan alam dan kehidupan di pedesaan, seringkali menjadi fokus dalam pantun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liaw (2012), yang menemukan bahwa pantun sering kali menggambarkan kehidupan sekitar dan kekayaan alam di sekitar masyarakat.
Selain tema alam, pantun juga mencakup tema kehidupan sehari-hari, adat istiadat, dan cinta. Temuan ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2017), yang menemukan variasi tema dalam pantun yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi, dan perasaan cinta dan romansa.
Dalam hal struktur, ditemukan variasi pantun seperti pantun nasihat, pantun seloka, dan pantun sindiran. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2016), yang mengidentifikasi jenis-jenis pantun berdasarkan strukturnya. Pantun nasihat digunakan untuk menyampaikan nasihat atau petuah kepada pendengar, pantun seloka digunakan untuk tujuan menghibur, sedangkan pantun sindiran digunakan untuk menyampaikan pesan yang mengkritik atau menyindir.
Melalui temuan-temuan ini, penelitian ini mengungkapkan keberagaman dan kompleksitas pantun sebagai bentuk sastra lisan dalam menyampaikan pesan, memperkuat identitas budaya, dan mempertahankan warisan budaya. Hal ini menegaskan pentingnya menjaga dan memperkenalkan pantun kepada generasi muda dan masyarakat luas, sebagai upaya pelestarian dan penghormatan terhadap kekayaan budaya Indonesia.
Dalam menjaga dan memperkenalkan kekayaan budaya yang terkandung dalam pantun kepada generasi muda dan masyarakat luas, temuan penelitian ini memiliki implikasi yang signifikan. Seperti yang dikemukakan oleh Anwar (2015), pentingnya pelestarian dan pengembangan pantun sebagai bagian dari warisan budaya tidak hanya berkontribusi pada
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
identitas budaya suatu komunitas, tetapi juga pada pemahaman lintas generasi dan pemertahanan keanekaragaman budaya.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pantun memiliki nilai-nilai budaya yang berharga, termasuk keharmonisan sosial, nasihat, dan identitas budaya. Oleh karena itu, penting untuk menjaga dan memperkenalkan pantun kepada generasi muda agar mereka dapat menghargai dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Seperti yang disarankan oleh Syukur et al. (2020), pendidikan formal dan informal dapat memainkan peran penting dalam memperkenalkan pantun kepada generasi muda melalui pengajaran di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan upaya pengarsipan dan dokumentasi.
Namun, tantangan dalam mempertahankan pantun dalam era modern dan digital juga perlu diperhatikan. Seperti yang diungkapkan oleh Tan (2018), pengaruh globalisasi dan modernisasi telah mempengaruhi minat dan apresiasi terhadap sastra lisan tradisional, termasuk pantun. Penggunaan media sosial dan perubahan pola komunikasi juga telah memengaruhi praktik dan transmisi pantun secara tradisional.
Namun, diskusi ini juga mengungkapkan peluang dalam mempertahankan pantun dalam era modern dan digital. Seiring dengan perkembangan teknologi, pantun dapat diadaptasi dan diintegrasikan ke dalam media digital seperti aplikasi, situs web, atau platform media sosial. Seperti yang dijelaskan oleh Kusumawati et al. (2020), inovasi digital dapat digunakan untuk meningkatkan aksesibilitas dan minat terhadap pantun, terutama di kalangan generasi muda yang lebih terhubung dengan teknologi.
Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang ini, kolaborasi antara komunitas, pemerintah, lembaga pendidikan, dan praktisi seni budaya menjadi penting. Seperti yang dikemukakan oleh Herawati (2019), kerja sama dalam upaya pelestarian dan pengembangan pantun dapat mencakup penyelenggaraan festival, workshop, kompetisi, serta pendukung kebijakan dan regulasi yang melindungi dan mempromosikan praktik pantun.
Dengan menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi, serta melibatkan berbagai pihak dalam upaya pelestarian dan pengembangan pantun, diharapkan warisan budaya ini dapat tetap hidup dan relevan dalam masyarakat Indonesia. Hal ini tidak hanya akan
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
memperkaya kebudayaan kita, tetapi juga memperkuat keberagaman budaya dan identitas nasional kita.
## KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pantun merupakan bagian yang tak ternilai dari warisan budaya Indonesia. Pantun bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan alat penting untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan pengetahuan lokal kepada generasi muda. Dengan keberlanjutan dan pengembangan pantun, kita dapat memastikan bahwa warisan budaya ini terus hidup dan relevan dalam masyarakat.
Pentingnya kolaborasi antara masyarakat, lembaga pendidikan, dan pemerintah tidak dapat diabaikan dalam upaya pelestarian dan pengembangan pantun. Masyarakat dapat berperan dalam melestarikan pantun melalui praktik dan pengajaran tradisional, sementara lembaga pendidikan dapat memperkenalkan pantun kepada generasi muda melalui kurikulum yang terintegrasi. Selain itu, pemerintah dapat memberikan dukungan kebijakan dan regulasi yang melindungi dan mempromosikan praktik pantun.
Dalam konteks pendidikan, penggunaan pantun sebagai sumber pembelajaran yang menarik dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa terhadap budaya Indonesia. Dalam pengenalan budaya kepada generasi muda, pantun dapat menjadi alat yang efektif untuk mengajar nilai-nilai sosial, kearifan lokal, dan menguatkan identitas budaya.
Namun, perlu diingat bahwa tantangan dalam mempertahankan pantun dalam era modern dan digital juga perlu diatasi. Pengaruh globalisasi, perubahan pola komunikasi, dan perkembangan teknologi membutuhkan adaptasi dan inovasi dalam penggunaan pantun. Dalam menghadapi tantangan ini, upaya kolaboratif dan pemanfaatan teknologi dapat menjadi solusi untuk menjaga keberdayaan pantun dalam masyarakat.
Dalam rangka menjaga keberlanjutan dan keberdayaan pantun, perlu dilakukan upaya yang berkelanjutan dalam pelestarian dan pengembangan pantun sebagai bagian yang tak ternilai dari warisan budaya. Hanya melalui kolaborasi yang erat antara masyarakat, lembaga pendidikan, dan pemerintah, kita dapat memastikan bahwa pantun
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
tetap hidup, diperkenalkan kepada generasi muda, dan menjadi bagian yang penting dalam identitas budaya Indonesia.
Melalui penelitian ini, diharapkan kesadaran akan pentingnya menjaga, memperkenalkan, dan mengembangkan pantun sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia semakin meningkat. Hal ini dapat berkontribusi pada pelestarian dan pengembangan warisan budaya kita serta memperkuat keberagaman budaya dan identitas nasional kita.
## DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. (2015). Peran pelestarian budaya terhadap pembangunan nasional bangsa. Jurnal Forum Penelitian, 15(2), 148-163.
Chawla, S. (2014). Understanding qualitative research: Bridging the gap between method and theory. Sage Publications.
Creswell, J. W. (2013). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five approaches (3rd ed.). Sage Publications.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2011). The Sage handbook of qualitative research (4th ed.). Sage Publications.
El-Shamy, H. M. (1995). Folk traditions and beliefs in contemporary Islam. University of Texas Press.
Geertz, C. (1973). The interpretation of cultures: Selected essays. Basic Books.
Haque, M. S. (2016). Folklore and the maintenance of social harmony in South Asia. In A. N. Jawad (Ed.), Ethnographies of Islam: Ritual performances and everyday practices (pp. 155-169). Edinburgh University Press.
Herawati, N. (2019). Festival dan revitalisasi sastra lisan dalam perspektif antropologi. Lingua Didaktika: Jurnal Bahasa dan Pembelajaran Bahasa, 12(2), 173-186.
Kusumawati, I., Nurhayati, E., & Prasetiyo, A. (2020). Potensi media sosial sebagai media edukasi sastra dalam pembelajaran di sekolah dasar. Jurnal Komunikasi dan Kajian Media, 4(1), 13-21.
Liaw, Y. W. (2012). The essence of folk literature: The significance of the pantun in Malaysian culture. Kemanusiaan, 19(2), 19-38.
Ewin Sanjaya Gajah, Ade Alawiyah Lubis, Nur Suaimah, Purnama Sari Siregar, Qaqamahmudinejaz
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldaña, J. (2014). Qualitative data analysis: A methods sourcebook (3rd ed.). Sage Publications.
Mulyani, E. (2016). Jenis-jenis pantun dan penggunaannya dalam upacara adat pernikahan masyarakat Jawa. Kajian Budaya, 5(2), 215-233.
Murniati, M. R. (2006). Pantun Melayu dan relasinya dengan kebudayaan Indonesia. Lentera: Jurnal Ilmu Kependidikan, 9(2), 99-113.
Siahaan, D. J. (2017). Pantun Batak Toba dalam pernikahan masyarakat Batak Toba. In Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Budaya Batak Toba (pp. 349-359). Universitas Negeri Medan.
Syukur, M. A., Maulida, I., & Anwar, M. (2020). Pendidikan karakter dalam pemanfaatan karya sastra lokal di sekolah. Jurnal Pendidikan Karakter, 10(1), 29-39.
Tan, M. (2018). Peta budaya dalam pengajaran pantun di sekolah. Makara Human Behavior Studies in Asia, 22(1), 38-47.
|
37054468-eae4-405e-84a7-171238d113ac | https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/download/8224/5178 |
## JURNAL INTERPRETASI HUKUM
| ISSN: 2746-5047 Vol. 4 No 3 – Desember 2023, Hal. 672-681| Tersedia online di https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum DOI: https://doi.org/10.55637/juinhum.4.3.8224.672-681
## UPAYA PENCEGAHAN PEREDARAN PRODUK HORTIKULTURA TIDAK SESUAI STANDAR MUTU DAN/ATAU KEAMANAN PANGAN
Kartina Pakpahan 1 *, Emir Syarif Fatahillah Pakpahan 2 Tommy Leonard 3
1,2,3 Universitas Prima Indonesia
1 [email protected],
2 [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan menemukan langkah tepat sebagai upaya mencegah peredaran Produk Hortikultura yang tidak sesuai standar mutu dan /atau keamanan pangan dipasar Trandisional maupun Modern melalui kebijakan penal maupun nonpenal. Metode dan jenis Penelitian yang digunakan yuridis empiris. Menggunakan metode Pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute approach ) dan sosial masyarakat. Sumber data diperoleh dari lapangan secara langsung dengan wawancara dengan Narasumber. Sifat penelitian yaitu deskriptif, analisis evaluatif, dan perskriptif Menganalisis data bahan hukum dengan kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa perlu adanya harmoniasi kebijakan dalam bidang Hortikultura, sehingga peraturan secara khusus mengatur tentang Hortikultura Segar dan Hortikultura Olahan dapat diatur dalam regulasi khusus Undang-undang No.13 Tahun 2023 tentang Hortikultura. Mengatur tentang bentuk pengawasan pada Pre Market dan Post Market. Pemberian ijin edar dan pencabutan ijin edar jika produk tidak sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan. Upaya pencegahan dilakukan melalui penerapan kebijakan Kriminal yaitu Penal dan Non Penal. Pendekatan non penal melalui Pendekatan Pendidikan, moral dan Agama, selain itu melalui penyuluhan kepada Masyarakat, Pelaku Usaha. Pemberdayaan Perempuan untuk pengambilan keputusan menentukan memilih untuk mengkonsumsi buah dan sayuran bagi keluarga sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan. Melakukan pengujian sample produk secara rutin dan berkala, melakukan inspeksi ke Pusat pasar, pasar tradisional dan modern, sosialisasi kepada konsumen untuk Cek Klik (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, Kadaluarsa).
Kata Kunci: Pencegahan, Produk Hortikultura, Standar Mutu, Keamanan Pangan
## Abstract
This research aims to find appropriate steps to prevent the circulation of Horticultural Products that do not comply with quality standards and/or food safety in Traditional and Modern markets through penal or non-penal policies. The method and type of research used is empirical juridical. Using the statutory and social regulatory approach method. Data sources were obtained from the field directly by interviews with resource persons. The nature of the research is descriptive, evaluative analysis, and descriptive. Analyzing legal material data qualitatively. This study concludes that there is a need for policy harmonization in the field of Horticulture so that regulations specifically regulating Fresh Horticulture and Processed Horticulture can be regulated in special regulations in Law No. 13 of 2023 concerning Horticulture. Regulates the form of supervision in the Pre Market and Post Market. Granting a distribution permit and revoking a distribution permit if the product does not comply with quality and/or food safety standards. Prevention efforts are carried out through the implementation of criminal policies, namely Penal and Non-Penal. Non-penal approach through educational, moral, and religious approaches, apart from that through counseling to the community and business actors. Empowerment of women in decision-making to determine whether to consume fruit and vegetables for the family according to quality standards and/or food safety. Carry out product sample testing regularly and periodically, carry out inspections at market centers, traditional and modern markets, and provide outreach to consumers for Click Checks (Check Packaging, Labels, Distribution Permits, Expiration)
Keywords: Prevention, Horticultural Products, Quality Standards, Food Safety
## I. PENDAHULUAN
Produk Hortikultura seperti buah dan sayuran merupakan bagian pokok dari Masyarakat mengandung gizi, vitamin dan mineral. Dengan karakteristik mudah layu, tercemar dan kandungan gizi mudah rusak. Kebutuhan produk hortikultura buah dan sayur setiap tahun meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk saat ini total 273.879.750 jiwa.(dukcapil, kemendagri). tidak jarang ditemukan pada pasar tradisional dan modern produk hortikultura yang disedarkan tidak sesuai dengan standar mutu dan keamanan pangan. Buah dan sayur mengandung cemaran biologis, kimia (pestisida, formalin), dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, tidak aman untuk dikonsumsi. ( UU No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Produk hortikultura tidak sesuai standar mutu dan keamanan pangan diantaranya dapat dilihat dari hasil penelitian mengandung Formalin. (Rahmi Azizah Mudaffar, 2021)
Untuk itu diperlukan upaya menemukan langkah tepat mencegah peredaran Produk Hortikultura yang tidak sesuai standar mutu dan /atau keamanan pangan dipasar Trandisional maupun Modern melalui kebijakan penal maupun nonpenal. Oleh karena produk hortikultura yang tidak sesuai dengan standar mutu dan keamanan pangan bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan, merupakan tindak pidana (Pasal 67 sampai Pasal 95). Sanksi pidana diatur pada pasal 135, 136, 140, 141 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Kedaulatan pangan Kedaulatan pangan menjadi hal yang penting ditengah derasnya arus perdagangan bebas. Hambatan utama bahwa Masyarakat lebih mengemari produk impor dibandingkan produk lokal. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memperhatikan mulai dari hulu ke hilir dalam pengelolaan dan membangun produk pangan khususnya hortikultura menjadi produk unggulan, buah dan sayuran lokal tetap eksis, digemari oleh masyarakat Indonesia dibandingkan dengan buah dan sayuran Impor. Dibutuhkan kualitas buah mulai dari pasokan buah yang kontinyu, sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan menjadi hal yang sangat penting. Mendukung cinta buah nusantara sehingga dapat mensejahterakan petani dan mendukung pengembangan UMKM. Ada lima faktor teknis yang direkomendasikan oleh WHO dalam penyediaan pangan yang aman hingga sampai ke konsumen, yaitu: menjaga kebersihan, mencegah terjadinya pencemaran, menyimpan makanan pada suhu yang aman agar tidak mudah rusak, memanaskan makanan pada suhu yang tepat, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman dikonsumsi.(Lestari, 2020). Kelima upaya tersebut bertujuan agar produk pangan sesuai dengan standar mutu dan aman untuk dikonsumsi. Menjaga kebersihan pada saat produksi dan pendistribusian hingga dapat dinikmati konsumen, mencegah tercemar dari bahan kimia berbahaya, mikro organisme yang dapat mengganggu kesehatan.
Tidak jarang ditemukan dipasar tradisional dan modern produk hortikultura yang diedarkan tidak sesuai dengan standar mutu dan keamanan pangan. Buah dan sayur mengandung cemaran biologis, kimia (pestisida, formalin), dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, tidak aman untuk dikonsumsi. Tujuan penelitian ini menemukan langkah tepat dalam harmonisasi kebijakan mencegah dan memberikan solusi bagaimana upaya pencegahan peredaran Produk Hortikultura yang tidak sesuai standar mutu dan /atau keamanan pangan dipasar Trandisional maupun Modern. Dibutuhkan kebijakan Penal dan non penal mencegah peredaran Produk Hortikultura tidak sesuai standar mutu dan /atau keamanan pangan. Mendukung program cinta buah dan sayur Nusantara, merupakan bagian mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Produk Hortikultura seperti Buah dan Sayur yang baik dimulai dengan memperhatikan pengelolaan lahan pertanian dengan aspek Ekonomi Hijau ( Green Economy ) memperhatikan aspek Lingkungan Hidup yang berkelanjutan.
## II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian hukum normatif yaitu studi dokumen, yakni menggunakan sumber bahan hukum yang berupa peraturan perundang- undangan, keputusan/ketetapan pengadilan, kontrak/perjanjian/akad, teori hukum dan pendapat para sarjana. (Muhaimin, 2020) Metode dan jenis Penelitian yang digunakan yuridis empiris. Menggunakan Pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute approach ) dan sosial masyarakat. Pendekatan yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis untuk kemudian dilihat bagaimana implementasinya di lapangan. Dalam hal peraturan yang berkaitan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Undang-undang No. 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura.
Sumber data diperoleh dari lapangan secara langsung dengan wawancara dengan Narasumber,
untuk menemukan Langkah konkret upaya pencegahan produk hortikulturan yang ada dipasar tradisional dan modern tidak mengandung bahan berbahaya, memenuhi standar mutu dan keamanan pangan.
Sumber Data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Bahan hukum primer Peraturan Perundang-undangan yaitu yang berkaitan dengan upaya pencegahan produk hortikultura tidak sesuai standar mutu dan keamanan pangan, Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura. Bahan Hukum sekunder Publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasi, Tesis. Bahan hukum tertier literatur-literatur, internet yang berkaitan dengan topik penelitian.
Metode yang digunakan dalam menganalisis bahan hukum pada penelitian ini adalah kualitatif. Analisis kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang berkaitan dengan upaya pencegahan produk hortikultura tidak sesuai standar mutu dan atau keamanan pangan. Penarikan kesimpulan hasil penelitian dilakukan dengan cara deduktif. Melalui wawancara dengan Narasumber dapat menemukan Langkah tepat sebagai upaya pencegahan agar Produk Hortikultura sesuai dengan standar mutu dan keamanan pangan untuk menemukan upaya non penal.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Buah dan sayur mengandung cemaran biologis, kimia (pestisida, formalin), dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan, merupakan tindak pidana (Pasal 67 sampai Pasal 95). Sanksi pidana diatur pada pasal 135, 136,140, 141 Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Sanksi pidana salah satu solusi yang efektif dalam menanggulangi masalah kejahatan, sanksi pidana merupakan wujud tanggung jawab negara untuk menjaga keamanan, ketertiban dan upaya perlindungan hukum bagi Masyarakat. Sanksi pidana sebagai upaya penanggulangan kejahatan, melalui kebijakan hukum pidana adalah bagian dari kebijakan penegakan hukum ( law enforcement policy ), khususnya penegakan hukum pidana melalui sanksi pidana, dan juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat ( sosial defence ) serta usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat ( sosial welfare ). (Barda Nawawi Arif, 2010) Dengan ancaman hukuman yang terdapat dalam Undang-undang Hortikultura diharapkan pelaku usaha yang melakukan tindak pidana merasa takut untuk melakukan perbuatan pidana yang dapat merugikan konsumen. Upaya–upaya yang sifatnya repressive (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.
Hirarkhi Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan mengedarkan produk segar hortikultura yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan dihubungkan dengan Pasal 2 dan 7 Undang- undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sebagai berikut:
a. Sila Kedua dan Sila Kelima Pancasila.
b. Nilai Sila Pancasila tersebut dijabarkan pada Pasal 33 dan 27 ayat 2 UUD 1945.
c. Berdasarkan Asas Lex specialis derogat lex generalis diatur pada pasal 88 ayat 4 jo 128 dan 129 Undang-Undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.
d. Sebagai peraturan pelaksanaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
e. Peraturan Menteri Pertanian No.60/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
f. Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.47/MDag/ PER/8/2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/MDag/ PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-Dag/PER/12/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M- Dag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API).
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor Hk.00.06.1.52.4011 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan.
Secara khusus larangan mengedarkan produk segar hortikultura impor wajib memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan diatur dalam Pasal 88 ayat 1 dan 4 Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Ketentuan pidana dengan tegas dinyatakan pada pasal 128 dan 129 Undang- undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Mewajibkan importir untuk memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam negeri, penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura. Importir harus dapat memenuhi persyaratan kemasan dan perlabelan, standar mutu serta keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan serta harus dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat barang. Setiap orang mengedarkan produk segar hortikultura impor yang tidak memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana karena sangat merugikan bagi kesehatan manusia baik generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Setiap orang meliputi orang perseorangan, korporasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Penerapan Pasal 142 jo 91 (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai upaya sebagai tindakan preventif, menjaga keselarasan kepentingan negara, masyarakat, dan perseorangan untuk memberikan rasa keadilan, agar pangan olahan yang beredar dipasar tradisional maupun modern memiliki ijin edar. Ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000 (empat miliar). Pengaturan umum dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pada pasal 62 bahwa setiap pelaku usaha yang tidak melanggar ketentuan Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua). miliar rupiah) dan denda tambahan dapat diberikan diatur pada Pasal 63. (I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, 2019). Dengan ancaman hukuman yang terdapat dalam Undang- undang Hortikultura diharapkan pelaku tindak pidana merasa takut untuk melakukan perbuatan pidana yang dapat merugikan konsumen.
Untuk menjamin agar produk pangan yang diedarkan sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pagan maka pelaku usaha wajib mendapatkan sertefikat penerapan penanganan yang baik pangan asal tumbuhan (SPPB-PSAT). SPPB-PSAT adalah sertifikasi yang diberikan pada unit penanganan PSAT yang berarti memberikan jaminan bahwa sarana produksi PSAT dimaksud telah mengimplementasikan sistem keamanan pangan/ hygiene sanitasi sesuai ketentuan standar penanganan yang baik PSAT (memenuhi kriteria penilaian). Pemberian sertifikat ini dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) terhadap pelaku usaha skala menengah besar yang melakukan penanganan PSAT, sedangkan kepada pelaku usaha mikro kecil tidak diberikan sertifikat tetapi dilakukan pembinaan untuk berkomitmen melakukan penanganan PSAT yang baik. (Dwi Rakhmawati, 2022)
Output sertifikasi ini berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat digunakan untuk memperoleh perizinan berusaha PSAT lainnya berupa izin edar PSAT kategori Produk Dalam (PD) dan Produk Luar (PL), izin keamanan PSAT/Health Certificate, dan izin rumah pengemasan. Pelaku usaha pangan segar asal tumbuhan khususnya pelaku usaha skala menengah dan besar yang hendak membuat SPPB-PSAT dapat mengakses https://oss.go.id dengan memilih menu PBUMKU (Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha) sektor pertanian dengan terlebih dahulu harus mempunyai Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Baku Indonesia (KBLI) 46312 (Perdagangan besar buah-buahan), 46313 (Perdagangan besar sayuran), 47212 (Perdagangan eceran buah-buahan) dan 47213 (Perdagangan eceran sayuran). Adapun persyaratan yang perlu disiapkan dan dibuat oleh pelaku usaha dalam pembuatan sertifikat baru atau perpanjangan SPPB-PSAT antara lain:
1. Surat permohonan
2. Form informasi produk
3. Denah ruangan penanganan PSAT
4. Diagram alir penanganan PSAT
5. SOP (Standar Operasional Prosedur) penanganan PSAT
6. Menerapkan cara penanganan yang baik Sertifikat keamanan mutu (optional).
Peraturan Pemerintah No. 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan disebutkan bahwa Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. (PP No.86 Tahun 2019. Setiap pangan yang diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan berlabel wajib memiliki sertifikat Jaminan Keamanan dan Mutu Pangan sesuai dengan jenis pangan dan/atau skala usaha. Sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan
Mutu Pangan merupakan pengakuan tertulis atas penerapan sistem jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan scbagai pemenuhan terhadap standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Berdasarkan jenisnya pangan dibedakan menjadi Pangan Segar dan Pangan olahan.
Untuk pengawasan pangan segar khususnya Hortikultura merupakan kewenangan Dinas pertanian dan pangan, untuk pangan olahan Industri rumah tangga oleh Dinas Kesehatan dan untuk MD/ML oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Gambar 1: Pangan yang diedarkan wajib didaftarkan Sumber Dinas Pertanian dan Pangan Jogjakota, https://pertanian.jogjakota.go.id/detail/index/17 586
Upaya pencegahan peredaran produk hortikultura olahan yang tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan oleh BPOM melalui pengawasan Produksi, setelah produksi, pemberian Ijin edar wajib memenuhi persyaratan sehingga mendapatkan sertefikat, setiap produk wajib memiliki ijin label dari BPOM. Pengujian sample sarana produk hortikultura olahan dilakukan sebagai upaya pengawasan agar produk hortikultura sesuai standar mutu dan atau keamanan pangan. BPOM dapat memberikan pembinaan berupa teguran tertulis jika tidak pelaku usaha tidak memenuhi standar yang bukan dikategorikan pelanggaran berat membahayakan kesehatan konsumen. Penarikan ijin edar hingga pemberhentian usaha kepada pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajiban memenuhi persyaratan standar mutu dan/atau keamanan pangan (Hasil Wawancana dengan Narasumber).
Tingkat pemahaman masyarakat akan produk hortikultura maka dilakukan Kuesioner. Dengan jumlah responden sebanyak 95 orang. Ada 55,8 % Perempuan dan 44,2% Laki-laki. Dengan rentang usia 21 s/d 31 Tahun sebanyak 46,3%, usia 15 s/d 20 Tahun sebanyak 30,5 %, usia 32 s/d 42 sebanyak 15,8% dan diatas 43 tahun 7,4 %. Tingkat pemahaman masyarakat akan produk hortikultura sebagai berikut:
1. Setiap hari mengkonsumsi produk hortikultura buah dan sayur sebanyak 75, 8 % dan 24,2% tidak mengkonsumsi setiap hari.
2. 78,5 % masyarakat memahami pentingnya manfaat buah dan sayuran sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral untuk kebutuhan sehari-hari.
## Gambar 3 Hasil kuesioner
3. Membeli Produk hortikultura 1 s/d 3 kali seminggu
Gambar 4 Hasil kuesioner.
4. Membeli buah dan sayur dipasar tradisional
## Gambar 5 Hasil kuesioner
5. Pernah mendengar atau mengetahui buah dan sayur ada mengandung cemaran biologis, kimia (pestisida, formalin), dan benda lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan Kesehatan sebanyak 80%. Sebanyak 60% mengetahui adanya Undang-undang Pangan dan Konsumen untuk menjamin bahwa Produk Hortikultura yang diedarkan wajib sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan. Sehingga diperlukan informasi agar produk hortikultura tersebut terjamin mutu dan keamanannya melalui Buku, internet, website pemerintah, penyuluhan. Membeli buah dan sayur import kadang- kadang dan membelinya di pasar modern. Sebanyak 54,7% sudah memahami pentingnya program cinta buah dan sayur Nusantara dan bermanfaat meningkatkan pendapatan petani dan pedagang lokal.
Sudah memahami pentingnya memperhatikan label kemasan produk jika hortikultura olahan. Memahami adanya sanksi pidana bagi pelaku yang memasarkan Produk Hortikultura tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan sebanyak 33,7%..
## Gambar 6 Hasil kuesioner
6. Saran masyarakat bahwa Inspeksi lapangan untuk kegiatan usaha subsektor hortikultura kepada Pelaku Usaha Hortikultura, UMKM setiap tahun dilakukan 2 kali dalam setahun.
## Gambar 7 Hasil kuesioner
7. Lebih banyak yang kurang mengetahui Standar codex merupakan acuan khusus dalam perdagangan internasional berdasarkan perjanjian Sanitary and Phyto Sanitary (SPS)
## Gambar 8 Hasil kuesioner
8. Masyarakat menyadari bahwa hukuman pidana (64,2 %), sanksi administrasi (56,8%) dan hukuman denda (56,8%) penting diberikan kepada setiap orang atau korporasi yang melanggar ketentuan standar mutu dan/atau keamanan pangan sebagai upaya untuk mencegah Produk Hortikultura yang diedarkan baik pada pasar tradisional maupun modern tidak sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan.
Upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya perlindungan masyarakat (social defence plan atau perlindungan masyarakat) dan upaya mencapai kesejahteraan sosial. (Barda Nawawi, 2014). Politik kriminal pada hakikatnya merupakan bagian integral dari politik sosial, yaitu kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pencegahan kejahatan (politik kriminal) dapat mencakup cakupan luas (Rasdi, 2020) melalui: Penerapan Hukum Pidana, Pencegahan tanpa hukuman dan Mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan dan hukuman/ media massa.
Pencegahan kejahatan dapat ditempuh melalui 2 (dua) jalur yaitu “penal”. jalur (hukum pidana) dan jalur “non-penal” (hukum ekstra/non-penal). Pencegahan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada pendekatan represif berupa penindasan, pemberantasan, dan pemusnahan, setelah kejahatan dilakukan. Sedangkan jalur “non-penal” lebih menekankan pada sifat “preventif” yaitu pencegahan, penangkalan dan pengendalian sebelum kejahatan dilakukan/terjadi. Dengan demikian, jalur non-penal lebih diarahkan atau ditargetkan pada faktor- faktor yang kondusif. (Rasdi,
2020).
Dalam pertimbangan Resolusi Nomor 3 Kongres PBB ke-6 Tahun 1980 tentang “Langkah Efektif Mencegah Kejahatan”, antara lain ditegaskan: (Rasdi, 2020)
a. Pencegahan kejahatan sangat bergantung pada pribadi manusia itu sendiri (bahwa pencegahan kejahatan bergantung pada manusia itu sendiri).
b. Strategi pencegahan kejahatan harus didasarkan pada upaya untuk membangkitkan semangat atau jiwa masyarakat dan memperkuat keyakinan mereka akan kemampuannya dalam berbuat baik. (bahwa strategi pencegahan kejahatan harus didasarkan pada meninggikan semangat manusia dan memperkuat keyakinannya akan kemampuannya untuk berbuat baik).
Upaya Pencegahan Peredaran Produk Hortikultura Yang Tidak Sesuai Standar Mutu Dan/Atau Keamanan Pangan dilakukan melalui kebijakan kriminal yaitu dengan Upaya Penal dan Non Penal. Upaya non penal untuk mencegahan peredaran Produk hortikultura yang tidak sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan melalui:
1. Pendekatan Pendidikan
a. Pendidikan, pembinaan dan penerapan kepada Petani tentang sistem jaminan Mutu dan Keamanan pangan. Mulai dari menanam, produksi buah dan sayur tidak melebihi batas maksimal penggunaan pestisida berlebihan untuk menghasilkan produk hortikultura sesuai standar dan/atau keamanan pangan.
b. Dalam mengedarkan Produk Hortikultura segar maupun olahan Pelaku usaha memiliki kewajiban memperhatikan aspek kesehatan konsumen dan menjamin produk sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan.
2. Pendekatan Moral dan Agama akan mampu untuk berpikir matang. Setiap individu dalam masyarakat harus menaati aturan dan sekaligus memegang prinsip etika dan moral yang universal menjamin bahwa Produk yang diedarkan sesuai dengan standar mutu dan/atau keamanan pangan. Pelaku usaha dalam melakukan usahanya bukan hanya untuk mencari keuntungan saja namun juga memperhatikan aspek perlindungan dan menjamin produk yang dipasarkan aman bagi Konsumen.
3. Penyuluhan dan sosialisasi kepada pelaku usaha, Konsumen/Masyarakat pentingnya Pemberdayaan Perempuan (Ibu Rumah tangga, Ibu PKK). Pemberdayaan perempuan juga tampaknya berkorelasi positif dengan ketahanan pangan rumah tangga(Agnes Quisumbing, 2023), Pemberdayaan Perempuan memiliki korelasi positif untuk mewujudkan ketahanan pangan bukan hanya peningkatan Kesehatan dan gizi saja perempuan yang memiliki akses dan pengambilan keputusan untuk menetukan memilih konsumsi buah dan sayuran yang memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan. Memiliki peran untuk memproduksi sayuran dan buah di pekarangan rumah untuk dapat dikonsumsi sehingga standar mutu dan keamanan pangan buah dan sayur terjamin. Mulai dari pemilihan bibit, penanaman hingga saat panen. Dengan memberdayakan lahan pekarangan rumah juga dapat menambah penghasilan bagi keluarga. Perempuan memiliki perannan penting untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi keluarga.
4. Sosialisasi penggunaan Aplikasi Cek list BPOM untuk Produk Hortikultura olahan.
5. Melakukan pengujian sample produk secara berkala yang dilakukan oleh Pemerintah daerah, BPOM, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
6. Menerima pengaduan dari Masyarakat untuk tindak lanjut dan evaluasi peredaran Produk hortikultura.
7. Melakukan inspeksi ke Pusat pasar, pasar tradisional dan modern.
8. Bekerjasama dengan Instansi pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam bentuk sosialisasi peraturan.
9. Melakukan Tindakan pembinaan dengan teguran tertulis.
10. Penarikan ijin edar apabila teguran tertulis tidak diindahkan dan tidak adanya perbaikan.
11. Sosialisasi penggunaan bahan tambahan pangan dan ambang batas maksimum cemaran Mikroba dan Kimia untuk produk hortikultura segar dan olahan.
12. Inspeksi lapangan untuk kegiatan usaha subsektor hortikultura kepada Pelaku Usaha
Hortikultura, UMKM sebaiknya dilakukan 2 kali dalam setahun.
13. Sosialisasi Standar codex merupakan acuan khusus dalam perdagangan internasional berdasarkan perjanjian Sanitary and Phyto Sanitary (SPS).
14. Sosialisasi kepada konsumen untuk Cek Klik sebelum membeli produk hortikultura segar maupun olahan yaitu Cek Kemasan, label, izin edar dan Kedaluarsa. (Tiara Rahmania Yunisa, 2023).
Diperlukan adanya harmoniasi kebijakan dalam bidang Hortikultura, sehingga peraturan secara khusus mengatur tentang Hortikultura Segar dan Hortikultura Olahan dapat diatur dalam regulasi khusus Undang-undang No.13 Tahun 2023 tentang Hortikultura. Mengatur tentang bentuk pengawasan pada Pre Market dan Post Market. Pemberian ijin edar dan pencabutan ijin edar jika produk tidak sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan. upaya pencegahan dilakukan melalui penerapan kebijakan Kriminal yaitu Penal dan Non Penal. Pendekatan non penal melalui Pendekatan Pendidikan, moral dan Agama, selain itu melalui penyuluhan dan pemberdayaan perempuan pengambilan keputusan untuk menetukan memilih konsumsi buah dan sayuran yang memenuhi standar mutu dan/atau keamanan pangan, melakukan pengujian sample produk secara rutin dan berkala, melakukan inspeksi ke Pusat pasar, pasar trasdisional dan modern, Sosialisasi kepada konsumen untuk Cek Klik (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, Kadaluarsa).
## IV. KESIMPULAN DAN SARAN
## 4.1 Kesimpulan
Langkah yang tepat sebagai upaya mencegah peredaran Produk Hortikultura yang tidak sesuai standar mutu dan /atau keamanan pangan dipasar Trandisional maupun Modern melalui kebijakan Kriminil yaitu penal maupun nonpenal. Langkah Penal diperlukan adanya harmoniasi kebijakan dalam bidang Hortikultura, sehingga peraturan secara khusus mengatur tentang Hortikultura Segar dan Hortikultura Olahan dapat diatur dalam regulasi khusus Undang-undang No.13 Tahun 2023 tentang Hortikultura. Perlu adanya optimalisasi pengawasan pada Pre Market dan Post Market. Pengawasan pemberian ijin edar dan pencabutan ijin edar jika produk tidak sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan.
Pendekatan non penal melalui Pendekatan Pendidikan, moral dan Agama, selain itu melalui penyuluhan kepada Masyarakat, Pelaku Usaha. Pemberdayaan Perempuan untuk pengambilan keputusan menentukan memilih untuk mengkonsumsi buah dan sayuran bagi keluarga sesuai standar mutu dan/atau keamanan pangan. Melakukan pengujian sample produk secara rutin dan berkala, melakukan inspeksi ke Pusat pasar, pasar tradisional dan modern, sosialisasi kepada konsumen untuk Cek Klik.
## 4.2 Saran
Diharapkan Pemerintah, Aparat Penegak Hukum dan BPOM dapat maksimal melakukan inspeksi untuk meminimalisir peredaran produk hortikultura tidak sesuai standar mutu dan atau keamanan pangan. Lembaga Pendidikan dan mahasiswa juga dapat berpartisipasi untuk melakukan penyuluhan guna mengedukasi Masyarakat untuk memperhatikan Cek Klik, dan gemar mengkonsumsi produk hortikultura lokal. Diharapkan Masyarakat dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan Peredaran Produk Hortikultura Tidak Sesuai Standar Mutu Dan/Atau Keamanan Pangan. Memperhatikan Produk Hortikultura Olahan sebelum membeli dengan memperhatikan kemasan, label, kedaluarsa dan memperhatikan produk tersebut apakah memiliki izin edar. Masyarakat diharapkan selalu mengkonsumsi produk hortikultura lokal untuk mendukung cinta buah Nusantara menjadi tuan rumah di Negara sendiri.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) yang telah mendanai Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran 2023, dan kepada BPOM Medan.
## DAFTAR PUSTAKA
Arief Barda Nawawi (2014), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru . Cetakan ke-7. Jakarta: Kencana Prenamedia Groups.
Arief, Barda Nawawi. 2017 Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Ananta. Semarang.
Handayani I Gusti Ayu Ketut Rachmi & Kartina Pakpahan, Anis Mashdurohatun (2019), Efforts To Reduce Crime Of Processed Food Without Circular License In Indonesia, International Journal of Advanced Science and Technology Vol. 28, No. 15, h 839-844. http://sersc.org/journals/index.php/IJAST/article/view/2165. Mudaffar Rahmi Azizah, Uji Kualitatif Dan Kuantatif Formalin Pada Buah Apel, Anggur Dan Lengkeng Yang Dijual Di Kota Makassar, Jurnal Perbal Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo, Volume 6 No. 3 Oktober 2018, Hal:59-65. https://journal.uncp.ac.id/index.php/perbal/article/view/1095.
Quisumbing Agnes, Steven Cole, Marl`ene Elias & Simone Faas, Alessandra Gali (2023), Measuring Women’s Empowerment in Agriculture: Innovations and evidence , Global Food Security, Volume 38, h 1-15. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2211912423000378?ssrnid=4408005&dgcid=SSRN_re direct_SD.
Rasdi, Non-Penal Policy in Crime Prevention Through Moral/Educational/Religious Approach , International Conference of Indonesian Legal Studies (ICILS) No.01, h 57 , 2020, July, Semarang, Indonesia. https://eudl.eu/pdf/10.4108/eai.1-7- 2020.2303655.
TRP Lestari.(2020) Keamanan Pangan Sebagai Salah Satu Upaya Perlindungan Hak Masyarakat Sebagai Konsumen. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial Aspir J Masal Sos, Volume 11 No.1, :57–72. Juni 2020 :https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/ article/view/1523/pdf.
Yunisa Tiara Rahmania (2023), Food Review, Direktorat Standarisasi Pangan Olahan- BPOM RI, Regulasi Pewarna makanan, Vol XVIII No.3 Agustus 2023 , h 1-68. https://issuu.com/pustakapangan01/docs/f ri_edisi_8_2023.
Internet/website Dwi Rakhmawati, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, DIY. (2022). https://dpkp.jogjaprov.go.id Dukcapil (2023) 273 Juta Penduduk Indonesia Terupdate Versi Kemendagri . https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/b aca/1032/273-juta-penduduk- indonesiaterupdate- versi- kemendagri.
Dinas Pertanian dan Pangan Jogyakarta. (2021). https://pertanian.jogjakota.go.id/detail/ind ex/17586.
Peraturan Perundangan Undang-undang No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Undang-undang No.13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan.
Peraturan Mentri Pertanian No.60/Permentan/OT.140/9/2012 Tentang
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M- Dag/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.47/MDag/ PER/8/2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No.16/MDag/ PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-Dag/PER/12/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-Dag/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor Hk.00.06.1.52.4011 tahun 2009 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan.
|
e7b7b2cb-b41a-40cc-8560-0a64721e95d2 | https://journal2.um.ac.id/index.php/gpji/article/download/26775/11012 | GPJI 6 (1) (2022)
## Gelanggang Pendidikan Jasmani Indonesia
http://journal2.um.ac.id/index.php/jpj
PENINGKATAN GERAK DASAR MERODA DALAM PEMBELAJARAN SENAM LANTAI MELALUI METODE BAGIAN
Iyakrus 1 , Susi Indriani 2 , Hengki Kumbara 3 , Wahyu Indra Bayu 4
1,2,4 Pendidikan Olahraga, FKIP Universitas Sriwijaya, 3 Pendidikan Olahraga FKIP PGRI Palembang Email : [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3 , [email protected] 4
Info Artikel ____________________ Sejarah Artikel: Diterima: Januari-2022 Disetujui: April-2022 Dipublikasikan : Juni-2022 ____________________ Kata Kunci: Meroda dan Metode Bagian
## Abstrak
_________________________________________________________ Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan gerak dasar meroda dalam pembelajaran senam lantai pada siswa kelas V SD Negeri 200 Palembang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Setiap masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (refleksion). Subjek penelitian adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 200 berjumlah 33 siswa. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengemati dan mengevaluasi aspek apektif, psikomotorik dan kognitif siswa melalui lembar evaluasi. Analisis data menggunakan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dengan analisis persentase. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada siklus satu terjadi ketuntasan hasil belajar meningkat dari pra siklus sebesar 33% atau sebelumnya hanya 13 orang siswa yang tuntas meningkat menjadi 24 orang dari 33 siswa. Sedangkan pada siklus kedua peningkatan terjadi sebesar 48% atau sebelumnya hanya 24 siswa yang tuntas meningkat menjadi 29 orang dari 33 siswa. Persentase ketuntasan perkelas mencapai angka 87,87% melampaui target ketuntasan sebesar 75%
## Abstract
_________________________________________________________
The purpose of this study was to improve the basic motion of the wheel in learning floor gymnastics through the section method for fifth grade students of Elementary School Number 200 Palembang. The type of research used is classroom action research with the stages of planning (planning), action (action), observation (observation) and reflection (reflection). The object of the research was 33 fifth grade students of Elementary School Number 200. Collecting data by observing and evaluating the students' apective, psychomotor and cognitive aspects through evaluation sheets. Data analysis using percentage analysis. The results showed that cycle one increased by 33%. Whereas in the second cycle the increase was 48%. Thus, the basic motion of the wheel in learning floor gymnastics can be improved through the section method for fifth grade students of Elementary School Number 200 Palembang.
Alamat korespondensi: Jln. Srijaya Negera, Bukit Besar, Palembang E-mail: [email protected]
ISSN: 2614-8293 (Online)
## PENDAHULUAN
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum wajib yang diterapkan di sekolah. Mata pelajaran ini selain dari pada mampu membentuk kebugaran, ada banyak manfaat yang dapat digali dalam proses belajar mengajar, misalnya aspek sosial dan emosional. Martin & Morris dalam (Kumbara, Muharom, & Nuzulia, 2021, hal. 39) terdapat banyak cabang olahraga yang dikenalkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, misalnya salah satunya adalah materi belajar senam lantai. (Prasetya, 2016, hal. 115) menjelaskan bahwa senam lantai merupakan salah satu jenis senam ketangkasan dimana praktiknya senam ini tanpa menggunakan alat atau dengan memanfaatkan badan sendiri sebagai media. Pembelajaran senam lantai di sekolah merupakan jenis pembelajaran yang mengenalkan karakter ketangkasan pada peserta didik. Selain tujuanya membina mental siswa melalui nilai-nilai ketangkasan siswa juga mengenal beragam kemampuan teknik di mata pelajaranya. Dalam mata pelajaran senam lantai di, teknik-teknik yang diajarkan sangatlah beragam. Kemampuan siswa menguasai teknik saat melakukan senam lantai menjadi tolak ukur keberhasilan penilaian guru disamping unsur kebugaranya. Salah satu keterampilan teknik yang harus dikuasai siswa saat pembelajaran adalah gerak dasar meroda .
Meroda/ Radschlag adalah salah satu gerakan dalam senam lantai. Menurut (Oksyalia, Situmorang, Mahendra, & Hidayat, 2018, hal. 24) meroda dikenal dengan istilah baling-baling. Meroda merupakan gerakan ke samping dengan bertumpu pada kedua tangan sedangkan kedua kaki dibuka lebar. Gerakan meroda bisa dikatakan gerakan salto miring, tetapi posisi tubuh lurus. Gerakan meroda dapat dilakukan miring ke arah kanan maupun ke arah kiri. Saat meroda handstand menjadi salah satu syarat dalam mempelajari gerakan, serta membutuhkan koordinasi tubuh dengan baik antara kemampuan kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelincahan dan ketepatan untuk menghasilkan gerakan yang sempurna serta menimalisir cidera kecil saat melakukan gerakan. Menguasai gerakan meroda tentu harus dipelajari dengan benar. Maka wajar jika dalam pembelajaran senam lantai kemampuan meroda dipelajari dengan rincian yang sangat kompleks.
Tercatat kegiatan pembelajaran gerak dasar meroda bahwa capaian target Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) siswa di atas angka 71 belum memenuhi harapan. Dari total 78 siswa hanya 16 orang yang dapat melakukan gerakan meroda dengan baik, selebihnya belum mampu melakukan gerakan meroda dengan baik. Dilihat dari data hasil evaluasi guru penjaskes pada siswa kelas V, rata- rata nilai gerak dasar meroda yang mampu di capai siswa pada aspek afektif adalah 72, kognitip adalah 68 dan psikomotrik adalah 64, sementara KKM untuk mata pelajaran penjaskes adalah 75.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat belajar mengajar berlangsung, rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan guru pada waktu mengajar. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan penugasan, sehingga pembelajaran terpusat pada guru sehingga siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tersebut membuat siswa tidak termotivasi untuk belajar akibat metode yang digunakan monoton dan tidak variatif. Hal ini tentu menjadi penyebab hampir sebagian besar siswa tidak tuntas KKM. Agar pembelajaran terjadi interaksi anatara guru dan siswa, sehingga pembelajaran menarik dan mampu membangkitkan semangat dan motivasi siswa dalam belajar, tentu guru harus menggunakan penerapan metode yang tepat dalam mengajar. Metode pembelajaran yang tepat diharapkan dapat mengakselerasi kemajuan siswa dalam bidang belajar. Salah satu metode yang peneliti tawarkan dalam memberikan solusi bagi kemajuan siswa dalam melakukan gerakan meroda adalah dengan menggunakan metode bagian .
Menurut (Adiesta & Tuasikal, 2017, hal. 484) parth method adalah jenis pembelajaran yang mengajarkan bagian perbagian. Metode bagian adalah metode yang mengajarkan suatu keterampilan gerak dengan cara memecah-mecah gerak sebelum dijalin menjadi satu rangkaian gerak secara keseluruhan. Metode bagian merupakan cara pendekatan di mana mula-mula siswa diarahkan untuk mempraktikan sebagian demi sebagian dari keseluruhan rangkaian gerakan dan setelah bagian-bagian gerakan dikuasai baru mempraktikkan secara keseluruhan. Widjoto dalam (Jiwa, 2019, hal. 61) metode bagian merupakan pendekatan motor learning dengan mengandalkan pendekatan perbagian teknik yang dijelaskan dan harus dikuasai oleh siswa, agar dapat mengambil sisi ketidak mampuan siswa dalam belajar. Dengan metode ini diharapkan agar siswa mampu dengan cepat menguasai hasil pembelajaran senam lantai khususnya gerakan meroda.
Beberapa penelitian sebelumnya menujukan dengan metode yang tepat belajar mengajar penjaskes dapat meningkatkan hasil belajar. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh (Puspitorini, 2016), penelitian dengan judul penerapan metode bermain untuk meningkatkan hasil belajar senam irama ternyata metode bermain mampu meningkatkan hasil belajar dari 23% kondisi awal menjadi
65% pada siklus I, sedangkan siklus ke dua persentase ketuntasan menjadi 88%. Selanjutnya penelitian (Ruslan & Huda, 2019), penelitian dengan judul penerapan metode bermain dalam meningkatkan hasil belajar guling depan ( forward roll ). Metode yang diterapkan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran guling depan pada siswa SD kelas 3a 011 Samarinda. Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh (Saputra & Wahidi, 2020) dimana hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam penggunaan metode bagian dan keseluruhan terhadap kemampuan renang gaya bebas pada mahasiswa PJKR semester 1C STKIP Muhammadiyah Kuningan. Berdasarkan ketiga penelitian di atas, menguatkan analisa peneliti dengan kumpulan teori bahwa metode bagian dapat meningkatkan gerak dasar meroda.
## METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dari dua siklus. Masing- masing siklus memiliki rancangan tahapan terdiri dari perencanaan (planning) , tindakan (action) , pengamatan (observasi) dan refleksi (reflection) . Penelitian ini akan dilaksanakan pada Sekolah Dasar Negeri 200 Palembang yang beralamat di Jalan Kedukan Lorong Keramasan Kelurahan 3 Ulu Kertapati Palembang. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari tahun pelajaran baru 2021/2022. Objek dalam penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 200 Palembang berjumlah 33 orang siswa. Pengumpulan data menggunakan lembar evaluasi dan observasi dengan menilai aspek afektif dalam belajar, aspek kognitif dan aspek unjuk kerja. Analisis data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif persentase.
.
## HASIL PENELITIAN
Penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan gerak dasar meroda dalam pembelajaran senam lantai melalui metode bagian pada siswa kelas V SD Negeri 200 Palembang dilaksanakan pada SD Negeri 200 Palembang dengan melibatkan objek penelitian yaitu kelas V sebanyak 33 orang siswa. Berikut dipaparkan data temuan hasil penelitian;
## Pra Siklus
Berdasarkan temuan hasil penelitian pada pra siklus sebelum proses pembelajaran gerak dasar meroda menggunakan metode bagian diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Data Hasil Belajar Gerak Dasar Meroda Pra Siklus
Skala Nilai Frekuensi Persentase < 25 0 0% 26 - 50 6 9% 51 – 75 18 64% 76 – 85 8 21% > 85 1 6% Tuntas 16 48% Tidak Tuntas 17 52%
Berdasarkan temuan hasil penelitian pada proses belajar mengajar pra siklus materi gerak dasar meroda sebelum menggunakan metode bagian ditemukan bahwa sebanyak 16 orang siswa atau sebesar 48% dinyatakan tuntas hasil belajar gerak dasar meroda, dan sebanyak 17 orang siswa atau sebesar 18% belum tuntas hasil belajar gerak dasar meroda.
Siklus I
Berdasarkan temuan hasil penelitian pada siklus I setelah proses pembelajaran gerak dasar meroda menggunakan metode bagian diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Data Hasil Belajar Gerak Dasar Meroda Siklus I
Skala Nilai Frekuensi Persentase < 25 0 0% 26 - 50 3 9% 51 – 75 21 64% 76 – 85 7 21% > 85 2 6% Jumlah 33 100 Tuntas 27 82% Tidak Tuntas 6 18%
Berdasarkan temuan hasil penelitian pada proses belajar mengajar siklus I materi gerak dasar meroda melalui penggunaan metode bagian ditemukan bahwa sebanyak 27 orang siswa atau sebesar 82% dinyatakan tuntas hasil belajar gerak dasar meroda, dan sebanyak 6 orang siswa atau sebesar 18% belum tuntas hasil belajar gerak dasar meroda. Siklus II
Berdasarkan temuan hasil penelitian pada siklus II setelah proses pembelajaran gerak dasar meroda menggunakan metode bagian diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Data Hasil Belajar Gerak Dasar Meroda Siklus II
Skala Nilai Frekuensi Persentase < 25 0 0% 26 - 50 0 9% 51 – 75 22 64% 76 – 85 9 21% > 85 2 6% Tuntas 31 82% Tidak Tuntas 2 18%
Berdasarkan temuan hasil penelitian pada proses belajar mengajar siklus II materi gerak dasar meroda melalui penggunaan metode bagian ditemukan bahwa sebanyak 31 orang siswa atau sebesar 93% dinyatakan tuntas hasil belajar gerak dasar meroda, dan sebanyak 2 orang siswa atau sebesar 7% belum tuntas hasil belajar gerak dasar meroda.
## PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis yang peneliti lihat pada pembelajaran siklus I bahwa penggunaan metode bagian dalam upaya meningkatkan gerak dasar meroda siswa telah berjalan sesuai yang direncanakan sebelumnya. Dimana perancanaan pembelajaran dengan menyusun perangkat pembelajaran, menyiapkan sarana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran sesuai panduan. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar beberapa kekurangan yang dirasakan guru dalam mengajar misalnya, a) belum maksimalnya penguasaan tindakan pembelajaran membuat pembelajaran masih belum efektif. b) Siswa terlihat belum termotivasi dalam belajar hal tersebut mengingat kemenarikan pembelajaran belum begitu baik. Sementara kelebihan pada siklus pertama masih belum terlalu terlihat faktor-faktor yang dianggap menjadi kelebihan dalam pembelajaran pada siklus I. Tetapi sebagian siswa yang telah tuntas kriteria ketuntasan maksimum menganggap bahwa pembelajaran gerak dasar meroda melalui metode bagian sangat disambut dengan antusias. Kelebihannya terdapat pada penjelasan yang rinci oleh guru berdasarkan perbagian teknik gerak dasar meroda, sehingga siswa semangat dalam melakukannya.
Belajar dari pengalaman siklus pertama, peneliti merencakan lebih serius pembelajaran pada siklus II, dimana pembelajaran pada siklus pertama semua aspek kesalahan diperbaiki, sehingga terjadi peningkatan hasil belajar gerak dasar meroda yang sangat baik. Kelemahan pembelajaran pada siklus pertama telah di atasi pada siklus kedua. Pada siklus kedua lebih dari 90% siswa mengalami peningkatan antusiasme dalam belajar, kemampuan menganalisis lebih tajam, hal tersebut dibuktikan dengan ketuntasan yang mencapai 93%.
Penggunaan metode bagian dalam kedua siklus pembelajaran baik siklus pertama maupun siklus kedua merupakan langkah yang tepat dalam proses belajar mengajar. Karakteristik siswa yang berbeda-beda dalam situasi belajar, mengharuskan guru memilih metode yang tepat dalam mengajar. Metode pembelajaran yang tepat diharapkan dapat mengakselerasi kemajuan siswa dalam bidang belajar. Metode bagian dikatakan oleh Beltasar dalam Sudirman dan Jaya (2020:52) adalah tugas gerak dipelajari dan dilatih bagian demi bagian dan metode ini diterapkan apabila struktur gerak cukup kompleks sehingga diperkirakan dengan mempelajari bagian demi bagian akan memberikan hasil optimal. Jadi kegiatan yang paling strategis dalam pembelajaran adalah pemilihan metode mengajar bagian disesuaikan dengan kebutuhan. Dari sekian banyak metode mengajar yang dikenal diantaranya, yaitu metode mengajar bagian perbagian dan metode mengajar keseluruhan. Kedua metode ini cukup dikenal dan dapat diterapkan pada saat menetapkan strategi belajar mengajar Pendidikan Jasmani maupun untuk bidang studi yang lainnya. Dalam penggunaan metode bagian perbagian program pengajaran disajikan melalui bagian-bagian terkecil yaitu bagian-bagian gerakan
disusun menjadi unit-unit yang kecil sehingga setiap langkah pelajaran diharapkan dapat dikuasai karena gerakannya menjadi lebih sederhana.
Metode bagian merupakan cara pendekatan di mana mula-mula siswa diarahkan untuk mempraktikan sebagian demi sebagian dari keseluruhan rangkaian gerakan dan setelah bagian-bagian gerakan dikuasai baru mempraktikkan secara keseluruhan. Pendekatan metode ini adalah dengan mengandalkan pendekatan perbagian teknik yang dijelaskan dan harus dikuasai oleh siswa, agar dapat mengambil sisi ketidakmampuan siswa dalam belajar. Dengan metode ini diharapkan agar siswa mampu dengan cepat menguasai hasil pembelajaran senam lantai khususnya gerakan meroda. Pendapat Hidayat & Firdaus (2014: 365), menyatakan bahwa metode bagian adalah metode yang mengajarkan suatu keterampilan gerak dengan cara memecah-mecah gerak sebelum dijalin menjadi satu rangkaian gerak secara keseluruhan, sehingga dapat di simpulkan bahwa metode bagian (Part- Method) adalah metode yang diterapkan dengan cara memecah suatu pembelajaran menjadi bagian- bagian dan menggabungnya lagi setelah siswa berhasil menguasainya dengan tujuan untuk mempermudah siswa dalam memahami suatu pembelajaran.
Part- whole merupakan pendekatan motor learning yang mengajarkan aktivitas jasmani berdasarkan klasifikasi keterampilan dan teori proses informasi yang diterima, part and whole akan sesuai untuk pembelajaran teknik dasar, yaitu dari bagian-bagian dari teknik hingga teknik keseluruhan . Part method merupakan pendekatan motor learning yang mengajarkan aktivitas jasmani berdasarkan klasifikasi keterampilan dan informasi yang diterima. Part method akan sesuai untuk pembelajaran teknik dasar, yaitu dari bagian-bagian teknik hingga teknik secara keseluruhan. Metode part method ini merupakan metode pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, dari pengenalan atau pembelajaran bagian hingga gabungan dari keseluruhan bagian. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa metode part method dapat digunakan untuk pembelajaran anatomi manusia pada mahasiswa Darmawan, Winarno, & Agung (2017:247).
Clayton dalam Chairuna, Dlis, & Karrnawijaya (2018:109), menyatakan pendapat bahwa “Part method procedure demands an initial mastery of the definite section of material and their final connection of these different sections in proper serial order” pernyataan di atas memiliki arti bahwa metode pembelajaran bagian merupakan materi pembelajaran yang harus disusun menurut tahapan gerak teknik keterampilan dasar yang akan diajarkan sehingga tahapan gerak yang telah diselesaikan dari gerakan yang sederhana ke gerakan yang lebih sulit dan kompleks itu dapat dikombinasikan dan merupakan kesatuan tugas gerak yang utuh. Metode pembelajaran bagian menuntut penguasaan dari awal bagian misalnya teknik awalan terlebih dahulu, baru teknik lanjutan.
Part method merupakan pendekatan motor learning yang mengajarkan aktivitas jasmani berdasarkan klasifikasi keterampilan dan informasi yang diterima. Part method (bagian) akan sesuai untuk pembelajaran teknik dasar, yaitu dari bagian-bagian teknik hingga teknik secara keseluruhan. juga menyatakan bahwa metode part and whole ini merupakan metode pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, dari pengenalan atau pembelajaran bagian hingga gabungan dari keseluruhan bagian. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa metode part and whole dapat digunakan untuk pembelajaran anatomi manusia pada mahasiswa (Jiwa, 2019: 66).
Penelitian yang peneliti lakukan sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, dimana penggunaan metode bagian dalam belajar mengajar mampu menuntaskan hasil belajar dengan maksimal, misalnya penelitian (Ruslan & Huda, 2019), penelitian ini menjelaskan bahwa dengan metode bermain dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran guling depan. Penerapan metode bermain efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran guling depan pada siswa SD kelas 3a 011 Samarinda. Penelitian selanjutnya Nurwahyuni & Indahwati (2015). Penerapan Media Audiovisual dalam Gerak Senam Lantai. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan dan dilaksanakan dua siklus, setiap siklus dimulai dengan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini disnimpulkan bahwa terjadi peningkatan dari pra siklus ke siklus satu sebesar 46%, dan pra siklus ke siklus 2 sebesar 78%. Dengan demikian metode permainan mampu meningkatkan hasil belajar passing bawah siswa. Penelitian Ahmad Zaini (2016). Peningkatan Hasil Belajar Senam Melalui Metode Demonstrasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Lampung , dimana penelitian ini menyatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar senam lantai melalui metode demonstrasi sebesar 78% pada siklus II.
Berdasakan beberapa penelitian yang relevan di atas, dapat disimpulkan bahwa semua penelitian yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode bagian dapat meningkatkan hasil belajar, tidak hanya gerak dasar meroda tetapi juga teknik lainya. Peneliti memanfaatkan teknik meroda untuk dipelajari oleh siswa sementara penelitian lainya menggunakan
teknik-teknik gerak dasar yang beragam. Tetapi kesemuanya sama-sama mencapai hasil peningkatan belajar. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa metode bagian adalah metode yang sangat cocok diajarkan untuk siswa dalam menguasai gerak dasar meroda.
## KESIMPULAN
Berdasarkan temuan hasil penelitian dan analisis data, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran senam lantai materi gerak dasar mengalami peningkatan melalui metode bagian pada siswa kelas v sd negeri 200 palembang. penelitian ini berimplikasi bahwa pembelajaran melalui metode bagian dapat digunakan untuk pembelajaran senam lantai pada materi gerak dasar meroda
DAFTAR PUSTAKA Adiesta, R., & Tuasikal, A. R. (2017). Pengaruh Penggunaan Metode Bagian Terhadap Hasil Keterampilan Dribble dan Shooting Per Menit Bola Basket. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan , Vol 5 No 3 . http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan- jasmani/issue/archive
Ahmad Zaini (2016). Peningkatan Hasil Belajar Senam Melalui Metode Demonstrasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Lampung. Jurnal Penjaskesrek.
Chairuna, Dlis, F., & Karrnawijaya, Y. (2018). Pegaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Keterampilan Lompat Jauh Gaya Jongkok. Jurnal Penjaskesrek .
Darmawan, I., Winarno, & Agung, K. (2017). Peerapan Mtode Parh Whole Untuk Meningkatkan Keterampilan Senam Ketangkasan. Brilian: Jurnal Riset dan Konseptual . http://dx.doi.org/10.28926/briliant.v2i3.59
Hidayat, T., & Firdaus, H. (2014). Perbandingan Metode Pembelajaran Bagian dan Metode Pembelajaran Keseluruhan Terhadap Kemampuan Siswa dalam Melakukan Smash Bola VOli. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan . http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal- pendidikan-jasmani/issue/archive
Jiwa, I. K. (2019). Penerapan Metode Belajar Part and Whole Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Penjaskes Materi Senam Lantai Lompat Kangkang. Jurnal Pedagoi dan Pembalajaran , Vol 2 No 1 . http://dx.doi.org/10.23887/jp2.v2i1.17611
Nurwahyuni, L. I., & Indahwati, N. (2015). Penerapan Media Audiovisual dalam Gerak Senam Lantai. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan .
Oksyalia, D., Situmorang, A. S., Mahendra, A., & Hidayat, A. (2018). Upaya Meningkatkan Gerakan Meroda Menggunakan Pola Gerak Dominan dalam Pembelajaran Senam Lantai. Journal of Teaching Physical Education in Elementru School , Vol 2 No 1 http://ejournal.upi.edu/index.php/tegar/index Prasetya, A. B. (2016). Pengembangan Media Alat Bantu Kayang Pembelajaran Senam Lantai. Journal of Physical Education, SPort, Health and Recreation , Vol 5 No 3
https://doi.org/10.15294/active.v5i3.7253
Puspitorini, W. (2016). Penerapan Metode Bermain Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Senam Irama. Jurnal Penjaskesrek .
Ruslan, M., & Huda, S. (2019). Penerapan Metode Bermain dalam Meningkatkan Hasil Belajar Guling Depan. Halaman Olahraga Nusantara . http://dx.doi.org/10.31851/hon.v2i1.2461
Saputra, I. S., & Wahidi, R. (2020). Penerapan Metode Pembelajaran Bagian dan Keseluruhan Terhadap Kemampuan Renang Gaya Bebas. Journal of Psysical Education and Sport Science , Vol 2 No 1 . http://jurnal.upmk.ac.id/
|
7fa5e99d-30a2-474a-9f2b-3111a336aedd | https://journal.poltekparmakassar.ac.id/index.php/pusaka/article/download/13/10 |
## UJI COBA PEMBUATAN LIMBAH WHEY DANGKE MENJADI OLAHAN SORBET
DEWI ANDRIANI, SITI HADIJA, RAFIKA HAYATI
Hospitality Study Program, Politeknik Bosowa Makassar Corresponding email: [email protected]
,
## ABSTRACT
Whey dangke is a waste generated by proses of separation whey and curd during process of making dangke. This study aims to determine whey of dangke used as dairy product, such as sorbetacceptance of the community to taste, aroma, color and texture of milk sorbet from processed whey dangke Enrekang. Population in this research is student of class 4 Polytechnic of Bosowa. The sample in this research is 73 panelists using simple random sampling technique. This type of research is experimental. The analysis in this study is descriptive statistics using the average formula. whey dangke in this experiment researcher use three types of treatment that is at first treatment W100:S0 (100% whey dangke and 0% pure milk), second treatment W75: S25 (75% whey dangke and 25% pure milk ), the third treatment of W50:S50 (50% whey dangke and 50% pure milk). The results showed that whey dangke Enrekang can be processed as sorbet. Hedonic test on milk sorbet product showed that the most preferred taste aspect was the W50:S50 treatment with an average of 3.46%, the most preferred treatment of the texture aspect was the W50: S50 treatment with an average of 3.75 , the most preferred treatment of the color aspect was the W50: S50 treatment with an average of 3.40, and the most preferred treatment of the aroma aspect was the W100:S0 treatment with an average value of 3.77.
KEY WORDS : Milk; whey dangke; sorbet.
## PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena komposisinya mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Susu sebagai salah satu bahan pangan pelengkap dalam kebutuhan gizi setiap hari manusia memiliki kekurangan, yaitu tidak mampu bertahan lama pada suhu ruang, bila dibiarkan selama 6 jam maka akanmengalami penurunan kualitas. Dewasa ini, susu tidak hanya dikonsumsi sebagai susu tetapi telah banyak pengembangan produk olahan berbahan dasar susu untuk mejadi makanan atau minuman tradisional ataupun modern. Salah satu makanan olahan tradisional dari Provinsi Sulawesi Selatan yang berbahan susu adalah dangke.
Dangke menjadi usaha skala rumah tangga di Kabupaten Enrenkang, Sulawesi Selatan yang telah
berkembang dari tahun 1905 (Hatta dkk. 2013).Pada awalnya dangke dibuat dari susu kerbau yang dicampur dengan 1-2 tetes getah papaya, akan tetapisulitnya bahan baku susu kerbau menjadikan masyarakat di Kabupaten Enrekang mensubtitusi bahan baku baku dari susu kerbau menjadi susu sapi. Saat ini, dangke telah dikenal menjadi makanan khas tradisional di Kabupaten Enrekang yang dapat dibakar ataudigoreng.
Dangke memiliki tekstur seperti keju dengan rasa asin dan gurih sehingga disebut juga keju Enrekang. Pembuatan keju umumnya dibuat menggunakan enzim rennin dari hewani maupun nabati yang bekerja setelah Ph 4-6 susu mencapai kondisi keasaman yang optimum untuk bekerjanya enzim.Pada pembuatan dangke digunakan enzim papain dari daun pepaya yang bekerja setelah suhu susu mencapai suhu optimum enzim. Pada proses pembuatan dangke menghasilkan limbah berupa cairan dari hasil pemisahan antara wheydan curd (Fatma dkk, 2012).
Whey adalah larutan air sedangkan curd adalah gumpalan susu membentuk padatan yang mengendap. wheymerupakan sumber protein baik karena memiliki kandungan asam amino. Kandungan didalam wheyyaitu Biological Value (BV) yang lebih tinggi dari sumber protein lain sehingga bisa dimanfaatkan lebih maksimal oleh tubuh Untuk perkembangan jaringan otot. Whey mampu memaksimalkan pertumbuhan, mempercepat pemulihan sel, mengatasi kelelahan, dan memperbaiki dari kerusakan (Setyaningsih. 2012).
Whey yang dihasillkan dari proses pembuatan dangke di Kabupaten Enrekang dimanfaatkan sebagai tambahan untuk kuah di dalam sayuran, selain itu dimanfaatkan sebagai untuk anak sapi dan dianggap sebagai limbah dalam produksi dangke
PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Busines Event Volume 1, No.2 (2019) 28 - 34 ISSN 2656-1301 (Online) 2656-1336 (Print)
oleh masyarakat. Whey dangke pada dasarnya memiliki kandungan gizi yang baik sehingga dapat dikembangkan menjadi berbagai olahan produk lain yang dapat meningkatkan nilai jual dari limbah dangke. Whey memiliki rasa yang sedikit asam sehingga dalam pemanfaatannya kembali sebagai makanan olahan lainnya membutuhkan pencampuran bahan lain yang dapat meningkatkan rasa dari whey.
Sorbet adalah satu jenis makanan penutup yang tidak jauh berbeda dari es krim. Sorbet merupakan salah satu jenis forzen dessert yang terbuat dari sari buah – buahan segar. Sorbet banyak dipilih karena tidak mengandung lemak dan tidak menggunakan susu segar sebagai bahan utama. Sorbet dapat dikonsumsi bagi beberapa orang yang menerapkan gaya hidup sehat atau makanan rendah gula karena tidak ditambahkan gula sama sekali dan digantikan dengan gula diet. (wineeke dalam surbakti, 2009). Sorbet adalah makanan yang dapat menarik minat berbagai kalangan masyarakat remaja, anak-anak dengan harga jual yang tidak terlalu mahal. Uji coba pembuatan sorbet dari limbah whey dangke sebagai sorbet susu adalah salah satu cara dalam upaya peningkatan inovasi kreatif bidang kuliner yang dapat meningkatkan nilai jual suatu bahan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu apakah whey dangke Enrekang dapat dijadikan sebagai olahan sorbet susu dan bagaimana daya terima masyarakat terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur pada sorbet susu dari olahan whey dangke Enrekang.
## TINJAUAN PUSTAKA Dangke
Dangke adalah sebutan panganan dari Kabupaten Enrekang, Sulawesi selatan yang merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih hingga kekuningan. Dangke biasanya dinikmati bersama dengan gula aren atau sambal jeruk nipis. Proses pembuatan daengke telah diturunkan dari generasi sebelumnya sehingga para produsen dangke saat ini membuat dangke berdasarkan resep dari orang tua terdahulu. Dangkeberbahan dasar susu segar dari kerbau atau sapi yang digumpalkan dengan menggunakan getah pepayadan tanpa pengawet buatan. Pada umumnya pembuatan dangke melalui pemanasan susu segar yang ditambahkan larutan getah pepaya sehingga susu membentuk gumpalan (curd) dan cairan (whey). Curd dan whey kemudian dipisahkan dengan tempurung kelapa sebagai alat penyaring
sekaligus pencetak dangke, setelah memadat dangke lalu dibungkus dengan daun pisang dan siap dikonsumsi (Hatta dkk. 2013)
Dangke memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, walaupun hanya bisa bertahan beberapa hari saja pada suhu ruang. Kadar air penting untuk diperhatikan karena dapat menentukan masa simpan suatu produk pangan. Kadar air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, citarasa, kesegaran, dan penerimaan konsumen (Winarno dalam Hatta.2013). Pada tabel 1 menjelaskan kadar air, nilai gizi dan pH dangke yang terdapat dalam susu sapi dan susu kerbau.
Tabel 1. Kadar air, nilai gizi, dan pH Dangke
## Sumber : Hatta, 2013
Kadar abu dangke susu kerbau adalah 1,9-2,7%, kadar lemak berkisar 10,1-23,9% sedangkan kadar protein antara 14,5-26,1%. Untuk dangke susu sapi persentase kadar abu antara 1,9-2,4%, kadar lemak antara 8,8-21,6% dan kadar protein antara 15,7- 33,3% (Hatta. 2013).
## Whey Dangke
Whey merupakan bagian air dari susu yang tersisa setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi protein susu dengan asam atau enzim proteolitik. Setiap 10 liter susu yang digumpalkan selama proses pengolahan keju akan menghasillkan sekitar 6 - 9 liter whey yang tergantung pada tipe keju.Whey mengandung 6,5% padatan yang terdiri atas 4,5% laktosa, 0,6% protein, 0,6 mineral, 0,15% asam laktat, 0,25% nitrogen non protein dan 0,1% lemak (Handayani, 2004).
Jenis-jenis whey digolongkan menjadi 3 yaitu, whey protein concentrate, whey protein isolate, dan whey
Uraian N Dangke Susu Kerbau Dangke Susu Sapi Min Max Rataan Min Max Rataan Kadar Air (%) 6 43,3 62,8 52,7 49,3 62,4 55 Kadar Abu (%) 6 1,9 2,7 2,3 1,9 2,4 2,1 Kadar Lemak (%) 6 10,1 23,9 15,9 8,8 21,6 14,8 Kadar Protein (%) 6 14,5 26,1 21,3 15,7 33,3 23,8 Ph 6 6,2 6,5 6,4 6,3 6,5 6,4
PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Busines Event Volume 1, No.2 (2019) 28 - 34 ISSN 2656-1301 (Online) 2656-1336 (Print)
protein hydrolyzed. Whey protein concentrate memiliki kandungan protein berkisar 34-80% per sajian. Pada umumnya akan lebih mudah menemui whey protein konsentrat dengan kandungan 75-80% protein. Whey protein konsentrat masih memiliki kandungan laktosa dan lemak sehingga lebih teliti sebelum mengkonsumsinya. Dianjurkan untuk mengkonsumsi whey protein konsentrat 80% karena selain kandungan protein yang lebih tinggi, kandungan lemak dan laktosanya masing-masing hanya berkisar 4-9%. Whey protein isolate merupakan jenis whey protein yang lebih murni dari whey protein konsentrat dengan kandungan protein sebesar 90-92%. Whey protein isolate hanya mengandung laktosa dan lemak yang sangat kecil sekitar 0,5-1% sehingga lebih aman bagi yang mengalami intoleransi dengan laktosa dan membutuhkan susu yang rendah lemak serta rendah kalori. (Reference Manual for US Whey And Lactose Products, 2008).
Whey protein hydrolyzedmerupakan whey yang dapat mendorong peningkatan plasma asam amino dalama darah secara cepat pada saat sebelum, selama dan setelah latihan sehingga dapat memaksimalkan anabolisme protein pada otot (Lockwood. 2004).
Proses pembuatan Dangke yang berbahan dasar susu kerbau atau susu sapi juga menghasilkan whey yang menjadi bahan utama dalam penelitian ini. Berdasarkan pembagian jenis whey, maka digolongkan i dalam penelitian ini termasuk jenis whey protein isolate karena pada jenis whey tersebut hanya mengandung 0,5 – 1% laktosa dan lemak.
## Sorbet
Sorbet merupakan hidangan penutup yang terbuat dari jus buah dengan air dan gula atau pemanis lainnya yang dibekukan seperti ice cream, namun tidak mengandung susu. Sorbet biasanya memiliki tekstur yang lebih kasar dari ice cream. Sorbet juga dapat dibuat dari sari buah dengan campuran air dan sukrosa. Perkembangan di bidang pangan menyebabkan sorbet tidak hanya terbuat dari sari buah – buahan, namun ada juga yang menggunakan teh dan kopi sebagai bahan pembuatan sorbet (Berkoff, 1998 dalam Rahardjo, 2015).Selain berbahan dasar buah-buahan sorbet juga telah dikembangkan dengan berbahan dasar susu yang dikenal dengan milk sorbet. Produk ini merupakanolahan sorbet susu beku yang diberikan penambahan gula dan lemak susu. Kadar lemak pada milk sorbet ini tidak lebih dari 2% dan mengandung asam dengan kadar kurang dari 0,4%.
(Surbakti,2009). Inovasi dalam pembuatan sorbet melalui penelitian ini dilakukan melalui limbah whey dangke yang merupakan hasil samping dari susu dan getah papaya.
## Gula
Gula adalah bahan biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia untuk menambahkan rasa manis dalam suatu makanan atau minuman. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara umum, gula dibedakan menjadi dua, yaitu (Darwin. 2013): a. Monosakarida
Sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, terbentuk dari satu molekul gula yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa. b. Disakarida
Disakarida berarti terbentuk dari dua molekul gula yang termasuk disakarida adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan dari glukosa dan galaktosa) dan maltosa (gabungan dari dua glukosa).
Gula pasir termasuk dalam kategori gula disakarida karena gula pasir terbentuk dari dua molekul gula yaitu antara glukosa dan fruktosa. Pada kandungan zat gizi dalam gula pasir memiliki energi 360 kkal, karbohidrat 94 g, kalsium 5 g, fosfor 1 mg dan tidak memiliki protein dan lemak yang terkandum didalamnya. Gula berfungsi untuk memberi rasa manis pada produk sorbet whey dangke Enrekang yang diujikan agar rasa dari sorbet whey dangke Enrekang seimbang
## Papain
Pepaya adalah tumbuhan penghasil enzim papain yang merupakan golongan enzim protease sulfihidril dan termasuk golongan tiol protease eukariotik yang mempunyai sisi aktif sistein. Papain terkandung pada berbagai bagian tumbuhan pepaya, termasuk pada daunnya. Potensi papain dalam daun pepaya ini perlu dieksplorasi lebih lanjut karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasill pepaya dengan produksi mencapai 200.000 ton per tahun. Enzim papain adalah salah satu enzim protease yang diperoleh dari getah papaya. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi.
Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat
PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Busines Event Volume 1, No.2 (2019) 28 - 34 ISSN 2656-1301 (Online) 2656-1336 (Print)
molekul substrat membentukkompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan produknya. Papain dapat dimanfaatkan di bidang industri makanan, selain itu papain juga mengandung enzim chymopapain yang dapat mencernakan protein dan mengentalkan air susu (Sujiprihati & Suketi, 2009).
## METODOLOGI PENELITIAN
## Waktu & Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017 di Kampus Politeknik Bosowa Makassar Jl. Kapasa Raya No. 23 KIMA Sulawesi Selatan. Pembuatan Dangke hingga menghasilkan whey dangke dilaksanakan ruang praktik kitchen, program studi perhotelan Politeknik.
## Rancangan Hasil Karya
Penelitian ini terdiri dari empat variable independen (varibel X) terdiri dari rasa, tekstur, warna dan aroma terhadap variable Y merupakan daya terima masyarakat. Adapun alat, bahan, resep baku serta tabel perlakuan dalam uji coba pembuatan sorbet whey dangke diuraikan melalui tabel-tabel di bawah ini:
## Tabel 2. Bahan-bahan Uji Coba Pembuatan Whey Dangke
No Nama Bahan Kegunaan 1 Susu Murni Sebagai bahan pembuatan Dangke 2 Getah Pepaya Sebagai pemisah antara curd dan whey Sumber: Anonim dalam Rahman. 2014
## Tabel 3. Bahan Uji Coba Pembuatan Sorbet Whey
Dangke No Nama bahan Kegunaan Takaran Bahan 1 Whey Dangke Pengganti susu murni 100% (1 liter), 75% (750 ml), 50% (500 ml) 2 Gula Perasa manis di dalam sorbet 60 gr 3 Susu Murni Bahan tambahan dan control sorbet whey dangke 100% (1 liter), 75% (750 ml), 50% (500 ml) Sumber: Dokumentasi Penulis. 2017
Tabel 4. Alat-alat Uji Coba Pembuatan Sorbet Whey Dangke
No Nama Alat Kegunaan Jumlah 1 Pisau Memotong Pepaya 1 2 Mangkuk Wadah bahan 10 3 Kompor Memanaskan susu 1 4 Sauce Pot Wadah untuk memanaskan susu 1 5 Sendok Pengaduk bahan 10 6 Blender Alat pencampur untuk membuat tekstur sorbet 1
## Sumber: Dokumentasi Penulis. 2017
Pada tabel 2 diuraikan bahan-bahan dalam proses pembuatan dangke yaitu terdiri dari susu sapi, pemilihan susu sapi karena rasa dan aroma dari susu sapi lebih mudah diterima oleh masyarakat umum serta ketersediaan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan susu kerbau. Pada tabel 3 merupakan bahan-bahan uji coba pembuatan sorbet yaitu whey dangke, gula dan sebagai tambahan untuk control adalah susu murni. Adapun pada tabel 4 adalah alat-alat yang digunakan untuk uji coba sorbet dari whey dangke.
## Tabel 5. Bahan Baku Milk Sorbet
No Nama Alat Kegunaan Takaran bahan 1 Susu murni Bahan utama pembuatan milk sorbet 1 liter 2 Susu Kental Manis Sebagai perasa pada sorbet 500 gr 3 Garam Sebagai pengawet agar es dapat beratahan lama ½ tbsp
## Sumber: Italian Cooking School. 2017
Adapun cara pembuatan milk sorbet adalah:
1. Campur susu cair dan susu kental manis dalam wadah, kemudian bekukan selama kurang lebih 5 jam sampai menjadi lapisan-lapisan es
2. Keluarkan balok es dan masukkan ke dalam blender atau mesin es serut selama kurang lebih 20 detik sampai memiliki tekstur halus
3. Sorbet disajikan dalam mangkuk yang telah didinginkan terlebih dahulu untuk menjaga kualitas es dan membantu mempertahankantekstur sorbet lebih lama .
PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Busines Event Volume 1, No.2 (2019) 28 - 34 ISSN 2656-1301 (Online) 2656-1336 (Print)
## Tabel 6. Perlakuan uji coba Pembuatan Sorbet Whey Dangke
Bahan Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Whey Dangke 0% 100% 75% 50% Susu 100% 0% 25% 50% Gula 60gr 60gr 60gr 60gr
Sumber: Dokumentasi Penulis. 2017
Tabel 6 mennggambarkan bahwa resep sorbet whey dangke menggunakan bahan dasar whey, susu dan gula. Uji coba 1 mendapatkan perlakuan dengan perbandingan 100% whey dangke, 0% susu murni, dan 60 gram gula. Perlakuan 2 dengan perlakuan 75% whey dangke, 45% susu murni dan 60 gram gula sedangkan perlakuan 3 dengan persentase bahan 50-% whey dangke, 50% susu dan 60 gram gula.
## Populasi & Sampel
Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yang menjadikan hasil perhitungan dari sampel sebagai hasil penelitian melalui berbagai analisis dan diuraikan secara desktiptif. Populasi di dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan IV Politeknik Bosowa dengan teknik pengambilan sample adalah Purposive sampling dimana teknik pengambilan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono. 2016). Alasan pemilihan mahasiswa angkatan 4 politeknik bosowa adalah karena rata-rata umur mahasiswa angkatan 4 adalah 17-19 tahun merupakan remaja yang membutuhkan banyak nutrisi karena masalah diderita oleh remaja adalah banyak aktifitas yang dilakukan tetapi tidak sebanding dengan asupan nutrisi seperti, seperti vitamin D, fosfor, kalsium yang didapatkan dari susu atau produk olahannya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 73 orang.
## Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini melakukan uji hedonik atau uji kesukaan dengan cara memberikan beban kepada panelis kemudian meminta tanggapan suka atau tidak suka (Sugiyono. 2016). Panelis diminta memberikan pendapatn dengan tanggapan nilai 5 yaitu sangat suka, 4 adalah suka, 3 yaitu kurang suka, 2 adalah tidak suka dan 1 adalah sangat tidak suka. Pengumpulan data melalui angket dilaksanakan sebanyak 3 kali untuk masing-masing perlakuan 1, 2 dan 3. Nilai dari setiap jawaban pada setiap perlakuan dijumlahkan kemudian dibagi seluruh panelis yag mengikuti penilaian sehingga diperoleh nilai rata-rata yang dapat dicocokan dengan kriteria penilaian.
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan perlakuan 1, 2 dan 3 serta beberapa percobaan sebelumnya proses pembuatan milk sorbet dari whey dangke adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Alur Pembuatan Sorbet Susu Sumber : Data Penulis. 2017
Dari bagan 1 hal pertama yang harus dilakukan adalah perhitungan takaran bahan dalam proses pembuatan Sorbet susu. Sangat penting ketepatan dalam menakar bahan yang akan digunakan seperti pada susu harus sesuai takaran sebanyak 2 liter untuk mendapatkan whey dangke Enrekang. Hasil yang akan diperoleh berupa whey dangke Enrekangakan di bagi sesuai takaran dari tiga perlakuan yang akan digunakan. Tiga perlakuan tersebut meliputi 100% whey dangke Enrekangyang akan digunakan sebanyak 1 liter, 75% whey dangke Enrekangyang akan digunakan sebanyak 7,5 milliliter dan 50% whey dangke Enrekang yang akan digunakan sebanyak 50 milliliter. Getah pepaya ditambahkan sebanyak 1/2 sendok teh untuk memisahkan ampas dari susu atau disebut (curd), penambahan garam sebanyak ¼ sendok teh yang berfungsi sebagai perasa yang memberikan rasa gurih dan membantu getah pepaya dapat bertahan lama selama proses pembuatan. Bahan yang digunakan harus sesuai dengan takaran yang telah ditentukan karena jika tidak sesuai maka akan menghasilkan whey dangke dengan rasa pahit dan ampas dari susu murni akan tidak mengalami pemisahan dari whey dangke.
Pada saat proses pembuatan terlebih dahulu susu murni dipanaskan selama 5 menit dengan suhu panas 45 ˚ C. Selama proses pemanasan susu tidak boleh mengeluarkan buih – buih. karena dapat mengganggu proses pemisahan whey. Masukan getah pepaya dan garam aduk hingga terjadi proses pemisahan antara curd dan whey dangke. Apabila curd dengan whey telah terpisah matikan kompor dan saring whey dangke dari ampas yang dihasilkan. Diamkan beberapa menit whey dangke untuk menghilangkan suhu panas. Setelah dingin campurkan whey dangke Enrekang sesuai takaran pada masing – masing presentase dari 3 perlakuan yang meliputi 100% whey dangke Enrekang dengan 0% susu murni, 75% whey dangke Enrekang dengan 25% susu murni, dan 50% whey dangke Enrekang dengan 50% susu murni. Pada masing – masing perlakuan diberikan gula sebanyak 60 gr untuk memberikan rasa manis pada sorbet susu. Setelah proses pencampuran dilakukan, blenderagar semua bahan dapat tercampur dengan rata dengan menghasilkan tekstur
Tahap pencampuran bahan Tahap perhitungan takaran bahan pengemasan
pembekuan
Mixing (blender) Mixing (blender)
PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Busines Event Volume 1, No.2 (2019) 28 - 34 ISSN 2656-1301 (Online) 2656-1336 (Print)
seperti sorbet.
Selanjutnya masuk pada proses pembekuan dimana dari masing – masing perlakuan yang meliputi 100%, 75%, dan 50% disimpan pada wadah yang berbeda dengan dituliskan label sesuai presentase dan kemudian dimasukan ke dalam freezer. Setelah proses pembekuan selama kurang lebih 5 jam selanjutnya
sorbetsusudicampur kembali untuk menghasilkan tekstur sorbet susu yang diinginkan. Pada proses pencampurantersebut tidak membutuhkan waktu yang lama karenapada hasil yang diperoleh dari pembekuan tidak keras sehingga gampang untuk melebur. Setelah proses pencampuranselesai kemas sorbetsusu tersebut kedalam wadah. Setelah proses pencampuran dan pendinginan sebaiknya sorbetsusu tersebut dapat langsung di nikmati dikarenakan sorbet susu tersebut mudah mencair karena teksturnya yang lembut.
Hasil olahan sorbet susu dibagi menjadi 3 perlakuan yang disebut W100:S0 yaitu Whey dangke 100% dan susu 0%, W75:S25 Whey dangke 75% dan susu 25% serta W50:S50 Whey dangke 50% dan susu 50%. Dilakukan tiga kali pengambilan data angket yang bertujuan untuk memastikan kebenaran pengisian angket oleh panelis. Berdasarkan hasil rekapitulasi angket, dapat dilihat bahwa panelis memberikan penilaian suka dengan nilai rata-rata yang berbeda-beda. Berikut merupakan hasil rata-rata penilaian panelis pada gambar 2.
Gambar 2.Diagram Rata-Rata Nilai Uji Coba 1,2 Dan 3 Sumber : Hasil Pengolahan Penulis. 2017
Pada gambar 2 terdapat perbedaan nilai rata–rata pada setiap perlakuan baik dari aspek rasa, warna, tekstur, dan aroma. Pada aspek rasa pada perlakuan W100:S0 dapat dilihat bahwa penilaian panelis berada pada posisi kurang suka dengan nilai yang cukup rendah yaitu 2.68. Hal ini disebabkan pemakaian whey pada sorbet susu memiliki rasa pahit yang dihasilkan oleh getah pepaya. Sehingga rasa yang ditimbulkan masih kurang disukai oleh panelis. Pada aspek tekstur, dapat dilihat bahwa penilaian panelis berada diposisi suka dengan nilai 3.71. Hal ini disebabkan oleh tekstur yang dihasilkan lebih lembut dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga dapat diterima oleh
panelis meskipun rasa yang dihasilkan masih pahit. Sedangkan pada aspek warna panelis juga memberikan penilaian suka 3.35 disebabkan warna yang dihasilkan cukup menarik dinyatakan oleh panelis. Adapun pada aspek aroma, panelis memberikan penilaian suka dengan nilai 3.77. Sehingga berdasarkan data pada gambar 4.5 dapat disimpulkan bahwa aspek yang paling disukai oleh panelis pada perlakuan W100:S0 adalah aspek aroma dengan kriteria suka.
Pada aspek rasa diperlakuan W75:S25, panelis memberikan penilaian suka dengan nilai 3.34. Hal ini disebabkan oleh perlakuan bahan tidak mengalami perubahan sehingga rasa yang dihasilkan seimbang dan dapat diterima oleh panelis. Kemudian pada aspek tekstur panelis memberikan penilaian yang lebih tertinggi 3.74 dengan kriteria suka. Hal ini disebabkan tekstur yang dihasilkan lembut sehingga masih bisa diterima oleh panelis. Selanjutnya pada aspek warna panelis memberikan penilaian yang sama pad perlakuan W100:S0 karena pada getah pepaya maupun susu tidak memberikan warna yang mecolok. Adapun dari aspek aroma panelis juga memberikan penilaian dengan nilai 3.64 lebih rendah dibandingkan dengan perlakukan W100:S0. Melalui berbagai penilaian, aspek yang paling banyak disukai oleh panelis pada perlakuan W75:S25 ini adalah aspek tekstur dengan kriteria suka.
Pada aspek rasa diperlakuan W50:S50, panelis memberikan penilaian suka sebesar 3.46, rasa yang dihasilkan berasal dari susu dikarenakan bahan yang digunakan seimbang antara susu murni dan whey dangke Enrekang sehingga tidak menimbulkan rasa pahit pada sorbet susu.. Selanjutnya pada aspek tekstur panelis memberikan nilai rata-rata yang sama dengan dua perlakuan sebelumhya yaitu 3.74. Pada aspek warna, panelis memberikan penilaian suka dan berada pada posisi standar. Hal ini disebabkan warna yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan perlakuan sebelumnya. Adapun pada aspek aroma panelis juga memberikan penilaian suka dengan posisi yang tinggi. Hal ini disebabkan aroma yang dihasilkan memiliki aroma yang khas pada susu murni sehingga disukai oleh panelis. Secara keseluruhan, aspek yang paling bisa diterima oleh panelis pada perlakuan W50:S50 adalah aspek tekstur dengan kriteria suka.
Perlakuan yang paling bisa diterima oleh masyarakat atau yang paling banyak disukai oleh panelis baik melalui percobaan pertama, kedua, dan ketiga adalah perlakuan W50:S50 dengan kriteria suka disemua aspek dan dengan nilai rata–rata tertinggi yang diberikan oleh panelis. Sedangkan perlakuan yang kurang bisa diterima oleh panelis baik melalui percobaan pertama, kedua, dan ketiga adalah perlakuan W100:S0 dengan kriteria suka disemua aspek tetapi dengan nilai rata–rata menengah yang diberikan oleh panelis. Hal ini disebabkan karena whey dangke Enrekang yang dihasilkan masih memiliki rasa yang pahit dari getah pepaya dimana akan memperngaruhi
PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Travel and Busines Event Volume 1, No.2 (2019) 28 - 34 ISSN 2656-1301 (Online) 2656-1336 (Print)
aroma dan warna yang dihasilkan sehingga panelis cenderung lebih memilih perlakuan W50:S50 dari berbagai aspek.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian uji coba whey dangke menjadi olahan sorbet susu ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Whey dangke dapat dibuat menjadi sorbet susu dengan melalui proses blender sebanyak 2 kali setelah proses pembekuan agar dapat menghasilkan tekstur yang lembut. Setelah proses blender sorbet susu selesai harus segera dikonsumsi karena pada bahan yang digunakan pada proses pembuatan sorbet susu tidak menggunakan susu padat sehingga tekstur dari sorbet susu tersebut mudah mencair. Penambahan gula pada pembuatan sorbet susu dilakukan agar mendapatkan rasa manis untuk sorbet dikarenakan whey dangke mempunyai rasa pahit yang berasal dari getah pepaya.
2. Daya terima masyarakat terhadap Sorbet susu dari whey dangke dari segi rasa, tekstur, aroma, dan warna yaitu dilihat dari rekapitulasi hasil angket dengan nilai rata–rata aspek yang paling tinggi. Pada aspek rasa, panelis lebih cenderung memilih perlakuan W50:S50 dengan nilai rata–rata sebesar 3,53. Hal ini disebabkan oleh rasa yang dimiliki seimbang dari susumurni dan whey dangke sehingga dapat meminimalisasi rasa pahit dari getah papaya. Pada aspek tekstur panelis memberikan penilaian yang tinggi pada perlakuan W50:S50 dibanding perlakuan W100:S0 dan W75:S25. Hal ini disebabkan karena proses penghalusan dilakukan dua kali dan pada ketiga perlakuan sehingga pada aspek tekstur memiliki rata- rata yang sama. Adapun dari aspek warna, panelis lebih dominan memilih perlakuan W50:S50 dengan nilai rata–rata 3,40 namun warna yang dihasilkan hampir sama dengan perlakuan lainnya. Sedangkan dari aspek aroma panelis lebih cenderung memilih W100:S0 dengan nilai rata–rata 3,77. Hal ini disebabkan aroma yang dihasilkan tidak begitu menyengat antara susu dan whey dangke Enrekang sehingga disukai oleh panelis.
3. Adapun uji coba ini dilakukan kepada remaja pada rentang usia 17-19 tahun yang bertujuan memberikan inovasi pengolahan produk limbah dapat dinikmati kalangan muda. Selain itu, pemilihan remaja sebagai panelis agar kedepannya produk penelitian ini dapat dijadikan sebagai produk olahan yang dapat dipasarkan kepada masyarakat secara umum dan dapat membuka kesempatan wirausaha bagi masyarakat Kabupaten Enrekang, hal tersebut dapat menjadi penelitian lanjutan.
## DAFTAR PUSTAKA
Darwin, Philips. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut . Jakarta: Sinar Ilmu Jaya Fatma. 2012. Karateristik Whey Limbah Dangke dan Potensinya sebagai Produk Minuman dengan Menggunakan Lactobacillus Acidophilus Fncc 0051. Jurnal Agritech Volume 32 Handayani, R.M. 2004. Pemanfaatan Whey untuk Produk Nata de Whey (Kajian Konsentrasi Starter dan Lama Inkubasi) .Diakses 10 Februari 2017 http:// digilib, umm. ac. id/files/disk1/7/dijtummpp-gdl-s1- HattaWahniyathi, I. Sudirman, M.B Sudarwanto, R. Malaka. 2013. Survei Potensi Dangke Susu Sapi Sebagai Alternatif Dangke Susu Kerbau di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan . Jurnal Ilmu Teknologi Terapan Volume 3 Nomor 1. Makassar:
Universitas Hasanuddin. Italian Cooking School. 2017. Ice Cream.
London:Phaidon
Rahardjo, J. V. M. 2015. Pengaruh Jenis, Konsentrasi Fat Replacer Dan Freezing Time Terhadap Karakteristik Fisik Dan Aktivitas Antioksidan Pada Sorbet Kunyit Asam. Semarang.Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata.
Rahman, Syamsul. 2014. Studi Pengembangan Dangke sebagai Pangan Lokal Unggulan dari Susu di Kabupaten Enrekang . Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 3 (2).
Sujiprihati Sriyani, K. Suketi. 2009. Budidaya Pepaya Unggul . Jakarta:Penebar Swadaya Surbakti, Florenta. 2009. Pengaruh Konsentrasi Campuran Sari Buah Nenas dan Markisa serta Konsentrasi Pektin terhadap Mutu Sorbet Air 82 Kelapa . Skripsi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.
United States Dairy Export Council. 2008. Reference Manual for U.S Whey and Lactose Products . Virginia: American Dairy Product Institute
|
5c168829-e2fb-42a3-8d33-44c2c36cb99d | https://journal.stikespemkabjombang.ac.id/index.php/jikep/article/download/1601/965 |
## HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG PERINATOLOGI
The Relationship between Early Rupture of Amniotic Fluid and Asphyxia in Newborn in The Perinatology Room
## Laela Mardiyanti, Iis Sri Hardiati
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara
## Abstrak
Pendahuluan : UNICEF melaporkan terdapat 54/1000 kelahiran hidup kematian bayi neonatal di seluruh dunia pada 2020 Di wilayah Asia Selatan sebesar 23 kematian, dan Asia Tenggara 12 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian balita di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 27.566 kematian balita, penyebabnya ntara lain BBLR (34%), asfiksia (24%), infeksi (23%), prematur (11%), dan lain-lain (8%). DKI Jakarta juga ditemukan angka kematian neonatus sebanyak 300 neonatus yang sebagian besar disebabkan oleh asfiksia dan BBLR .Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Metode Penelitian : Metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan di RSUD Pademangan pada bulan Juli- September 2022 sebanyak 100 orang., teknik pemgambilan sampel yaitu Systematic Random Sampling. Hasil Penelitian : Analisis uji statistik menunjukkan bahwa distribusi frekuensi kejadian asfiksia pada bayi baru lahir sebagian besar tidak asfiksia 65,0% dan sebagian besar ibu bersalin mengalami KPD 87,0%. Ada hubungan KPD dengan kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir ( p value . 0,004). Kesimpulan dan Saran : Ada hubungan KPD dengan kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir. Tenaga kesehatan hendaknya memberikan konseling kepada ibu hamil untuk meningkatkan wawasan dengan menganjurkan ibu untuk membaca dan memahami buku KIA tentang tanda bahaya kehamilan.
.
## Abstract
Background : UNICEF reports that there are 54/1000 live births and neonatal deaths worldwide in 2020. In the South Asian region, there are 23 deaths, and Southeast Asia, 12 deaths per 1,000 live births. The number of under-five deaths in Indonesia in 2021 is 27,566 under-five deaths, the causes of which include low birth weight (34%), asphyxia (24%), infection (23%), premature (11%), and others (8%). DKI Jakarta also found a neonatal mortality rate of 300 neonates, mostly caused by asphyxia and LBW Objective : Knowing the relationship between premature rupture of membranes and the incidence of asphyxia in newborns Methods : Analytical method with a cross sectional approach. The samples in this study were 100 mothers and babies born at Pademangan Hospital in July-September 2022. The sampling technique was Systematic Random Sampling.
Results : The distribution of the frequency of asphyxia events in newborns is mostly not asphyxia 65.0% and most of the mothers who give birth experience premature rupture of membranes 87.0%. There is a relationship between premature rupture of membranes and the incidence of asphyxia in newborns (p value. 0.004).
Conclusions and Suggestions: There is a relationship between PROM and the incidence of asphyxia in newborns. Health workers should provide counseling to pregnant women to increase their knowledge by encouraging mothers to read and understand the MCH handbook on danger signs of pregnancy
## Riwayat artikel
Diajukan: 4 Juni 2023 Diterima: 19 Juli 2023
Penulis Korespondensi: - Laela Mardiyanti
- Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara
e-mail: [email protected]
## Kata Kunci:
Premature rupture of membranes, Asphyxia, LBW
## PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terjadi tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2018).
Menurut laporan UNICEF, terdapat 54 kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari) per 1.000 kelahiran hidup di seluruh dunia pada 2020. Angka kematian bayi neonatal tertinggi pada 2020 ditemukan di wilayah Afrika Sub- Sahara, yaitu 27 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Asia Tenggara 12 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Pada masa neonatal atau usia kurang dari satu bulan ini, bayi mengalami pematangan organ tubuh serta penyesuaian sistem biologis dengan kehidupan di luar rahim. Karena itu, masa neonatal merupakan periode dengan risiko kesehatan tertinggi untuk bayi (Rizaty, 2022).
Menurut Data Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Indonesia menunjukkan jumlah kematian balita pada tahun 2021 sebanyak 27.566 kematian balita, menurun dibandingkan tahun 2020, yaitu sebanyak 28.158 kematian. Dari seluruh kematian balita, 73,1% diantaranya terjadi pada masa neonatal (20.154 kematian). Dari seluruh kematian neonatal yang dilaporkan, sebagian besar diantaranya (79,1%) terjadi pada usia 0-6 hari, sedangkan kematian pada usia 7-28 hari sebesar 20,9%. Penyebab kematian neonatal terbanyak pada tahun 2021 adalah kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 34,5% dan asfiksia sebesar 27,8% . Penyebab kematian lain di antaranya kelainan kongenital, infeksi, COVID-19, tetanus neonatorium, dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2022).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) tahun 2020 AKB tertinggi di Indonesia adalah Papua barat dengan jumlah AKB 74/1.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi tersebut antara lain BBLR (34%), asfiksia (24%), infeksi (23%), prematur (11%), dan lain-lain (8%) (Kemenkes RI, 2020).
Tingginya jumlah kematian ibu di Indonesia saat melahirkan pada tahun 2021 disebabkan oleh tertularnya virus Covid-19 yang mencapai 2.982 jiwa. Terdapat pula 1.320 ibu meninggal karena pendarahan, sebanyak 1.077 meninggal karena hipertensi dalam
kehamilan, sebanyak 335 meninggal karena penyakit jantung. Ada pula 207 ibu meninggal ketika melahirkan karena infeksi, sebanyak 80 meninggal akibat gangguan metabolik, sebanyak 65 meninggal karena gangguan sisistem peredaran darah, sebanyak 14 meninggal karena abortus, dan ada 1.309 ibu meninggal karen lain-lain (Kusnandar, 2022).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta jumlah kematian ibu di DKI Jakarta pada tahun 2020 sebesar 117 orang ibu, meningkat dibanding tahun 2019 yakni 100 orang ibu. Angka kematian ibu pada tahun 2020 adalah 68,7 tiap 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu masih di dominasi pada saat hamil, bersalin dan masa nifas yaitu perdarahan, hipertensi, infeksi, gangguan sistem peredaran darah, gangguan metabolik dan lainnya. Di sepanjang tahun 2020 di DKI Jakarta juga ditemukan angka kematian neonatus sebanyak 300 neonatus yang sebagian besar disebabkan oleh asfiksia dan BBLR (Dinkes DKI Jakarta, 2020).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gagal nafas yang ditentukan dengan nilai APGAR yang dihitung pada menit ke 1 dan menit ke 5 sesudah lahir. Nilai Apgar digunakan untuk menilai kriteria klinis bayi baru lahir yang menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan penanganan selanjutnya. Penatalaksanaan yang tepat dan efektif pada asfiksia neonatorum dalam beberapa menit pertama kehidupan dapat mempengaruhi hasil jangka panjang terhadap kehidupan bayi prematur. Penatalaksanaan tergantung pada derajat asfiksia neonatorum yang telah dinilai dengan APGAR (Mayasari, 2018). Ketuban pecah dini mempengaruhi asfiksia karena terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga tali pusat mengalami penyempitan dan aliran darah yang membawa oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga menimbulkan asfiksia neonatorum atau hipoksia pada janin. Ketuban pecah dini akan menyebabkan janin mengalami gangguan pada pemenuhan O2 sehingga bisa terjadi hipoksia pada janinn (Yanu dan Dwi, 2016). Dampak pada janin jika ibu mengalami ketuban pecah dini bisa menimbulkan berbagai risiko kesehatan seperti rentan terkena infeksi. Risiko terbesar dari kondisi kantung ketuban pecah dini adalah infeksi pada janin. Selaput dan cairan ketuban berfungsi sebagai pelindung
untuk mencegah bakteri dan kuman lain masuk menginfeksi janin di dalam kandungan. Ketika selaput ketuban robek dan pecah sebelum waktunya, perlindungan tersebut akan musnah, rentan mengalami masalah paru saat lahir. Sebelum usia kehamilan 23 minggu, bayi membutuhkan air ketuban agar paru-paru mereka dapat berkembang secara normal. Apabila ketuban pecah dini, janin akan kehilangan air ketuban yang cukup banyak sehingga menghambat perkembangan paru - parunya. Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit paru pada bayi, salah satunya mengalami gagal nafas (asfiksia) ketika lahir (Novita dan Safitri, 2020).
Faktor-faktor mendadak yang bisa mengakibatkan terjadinya asfiksia neonatorum salah satunya adalah penekanan tali pusat. Ketuban pecah dini bisa menyebabkan terjadi 3 hal, salah satunya adalah infeksi maternal. Infeksi maternal menyebabkan terbentuknya sel gram negatif terbentuk, lalu berintegrasi dan menghasilkan suatu endotoksin yang kemudian menyebabkan terjadinya vasospasmus yang kuat pada vena, akibatnya terjadi perembesan cairan dari ruangan vaskular ke ruang ekstravaskular sehingga volume darah yang beredar kurang. Akibatnya aliran darah plasenta maternal berkurang, O2 yang diterima janin pun berkurang lalu terjadi hipoksia sehingga ketika dilahirkan bayi mengalami asfiksia (Wulan, 2019).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Pademangan Jakarta, ketuban pecah dini merupakan kasus rujukan ibu hamil dengan urutan ke dua setelah hipertensi. Kemudian
untuk bayi asfiksia merupakan rujukan paling banyak nomor 2 setelah BBLR. Tahun 2019 jumlah kelahiran sebanyak 305 bayi, yang mengalami KPD sebanyak 120 orang (39,34%), dan yang mengalami asfiksia sebanyak 78 bayi (25,57%). Tahun 2020 jumlah kelahiran sebanyak 336 bayi yang mengalami KPD sebanyak 130 orang (38,69%) dan yang asfiksia sebanyak 84 bayi (25%). Dan pada tahun 2021 jumlah seluruh kelahiran sebanyak 360 bayi, yang mengalami KPD sebanyak 135 orang (37,5%) dan yang asfiksia sebanyak 100 orang (27,78%). Berdasarkan uraian data tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Ruang Perinatologi RSUD Pademangan Jakarta tahun 2022”.
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan cross sectional . Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari rekam medik. Instruen pengambilan data yang digunakan adalah rekam medik. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin dan bayi yang dilahirkan di Ruang Perinatologi RSUD Pademangan Jakarta pada bulan Juli-September 2022 sebanyak 100 orang., teknik pemgambilan sampel yaitu Systematic Random Sampling . Metode analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square
## HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Pademangan
Jakarta Tahun 2022 No Asfiksia Frekuensi % 1. Asfiksia 35 35,0 2. Tidak asfiksia 65 65,0 Jumlah 100 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 responden sebagian besar BBL tidak asfiksia sebanyak 65 orang (65,0%), dan BBL yang mengalami asfiksia sebanyak 35 orang (35,0%).
## Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian KPD di RSUD Pademangan Jakarta Tahun 2022
No KPD Frekuensi % 1. KPD 87 87,0 2. Tidak KPD 13 13,0 Jumlah 100 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 100 responden sebagian besar mengalami KPD sebanyak 87 orang (87,0%), dan yang tidak mengalami KPD sebanyak 13 orang (13,0%).
Tabel 3 Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD
Pademangan Jakarta Tahun 2022
KPD Asfiksia Total P. Value Asfiksia Tidak Asfiksia F % F % F % KPD 35 40,2 52 59,8 87 100,0 0,004 Tidak KPD 0 0,0 13 100,0 65 100,0 Total 35 35,0 65 65,0 100 100,0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 87 responden yang mengalami KPD sebagian besar tidak asfiksia sebanyak 52 orang (59,8%), dan dari 65 responden yang tidak KPD semuanya tidak asfiksia sebanyak 13 orang (100,0%). Hasil cross tabulasi antara variabel KPD dengan asfiksia menunjukan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P.0,004 ( P.Value < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara KPD dengan asfiksia pada bayi baru lahir.
## PEMBAHASAN Karaktristik Responden Berdasarkan Umur
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 82,0%. Usia seseorang sangat berpengaruh terhadap system reproduksi, dalam usia < 20 tahun sistem reproduksi belum siap dan usia >35 tahun organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannnya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan. Usia < 20 tahun dan >35 tahun akan meningkatkan resiko atas kehamilan dan persalinan, sedangkan umur 20-35 tahun adalah umur yang aman untuk hamil dan bersalin, sesuai dengan teori Prawirohardjo (2018) dan juga sesuai dengan hasil penelitian Nova Linda Rambe (2018). Menurut pendapat peneliti dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden berusia 20-35 tahun, hal ini dikarenakan usia 20-35 tahun adalah usia reproduksi sehat untuk hamil dan bersalin sehingga banyak ibu hamil dalam usia tersebut.
Karaktristik
Responden
## Berdasarkan
Paritas
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden dengan paritas multipara sebanyak 56 orang (56,0%). Paritas merupakan salah satu faktor terjadinya ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini lebih sering ditemukan pada wanita multipara dibanding pada wanita nullipara, hal ini sesuai dengan teori Prawirohardjo, (2018).
Paritas multipara dan grandemultipara merupakan factor penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Wanita dengan multipara, sering
ditemukan memiliki serviks tidak kompeten, akan meningkatkan terjadinya KPD karena adanya tekanan intrauterine pada saat persalinan. Pada proses pembukaan serviks pada multipara dengan inkompetensi serviks mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya KPD sebelum pembukaan lengkap (Manuaba, 2018). Menurut pendapat peneliti dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden dengan paritas multipara yang mengalami KPD, hal ini dikarenakan dari faktor jarak persalinan yang terlalu dekat yaitu < 2 tahun akan berisiko untuk terjadinya KPD. Menurut pendapat peneliti sebagian besar responden dengan paritas multipara, hal ini dikarenakan pada ibu hamil usia 20-35 tahun adalah usia sehat untuk hamil dan bersalin sehingga pada rentang usia tersebut rata-rata responden sudah memiliki 2 atau 3 orang anak.
Karaktristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 78 orang (78,0%). Pekerjaan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Menurut teori Notoatmodjo (2018), mengatakan bahwa pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam
kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nova Linda Rambe (2018) yang mengatakan sebagian besar responden tdk bekarja. Menurut pendapat peneliti sebagian besar responden tidak bekerja, hal ini dikarenakan ibu memilih untuk mengurus rumah tangganya dan mengasuh anaknya dari pada bekerja diluar rumah dan anaknya diasuh oleh orang lain.
## Distribusi Frekuensi Kejadian Asfiksia pada BBL
Dari hasil penelitian dapat diketahui dapat diketahui bahwa dari 100 responden sebagian besar BBL tidak asfiksia sebanyak 65 orang (65,0%), dan BBL yang mengalami asfiksia sebanyak 35 orang (35,0%). Sejalan dengan teori Murdiana, (2017) yang mengatakan asfiksia merupakan gangguan dalam pengangkutan oksigen sehingga bayi tidak dapat bernafas dengan spontan dan tertaur pada saat bayi baru lahir atau sesudahnya. Sehingga kemungkinanya bayi yang baru lahir dan mengalami kondisi asfiksia atau asfiksia primer ada yang kemungkinanya bisa bernafas namun pasti akan mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir atau asfiksia sekunder.
Dalam teori Suryani, (2018) juga mengatakan bahwa terjadinya Asfiksia pada bayi yang baru lahir adalah suatu kondisi keadaan dimana bayi yang baru lahir tidak bisa bernafas dengan spontan atau teratur. Hal tersebut disebabkan pada jadin yang masih berada dalam kandungan mengalami kekuarangan oksigen. Pada saat posisi kehamilan ibu bayi, persalinan hingga setelah bayi tersebut lahir.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nova Linda Rambe (2018) yang mengatakan bahwa sebagian besar BBL tidak asfikasia (79,0%) dan asfiksia sebanyak 21,0%.
Menurut pendapat peneliti dari hasil penelitian di RSUD Pademangan Jakarta sebagian besar bayi baru lahir tidak mengalami asfiksia, hal ini dikarenakan BBL yang tidak asfiksia adalah persalinan normal dengan riwayat usia ibu 20-35 tahun yang tergolong usia produktif yang aman dalam kehamilan dan persalinan dan sebagian besar paritas multipara. Tetapi bayi baru lahir yang mengalami asfiksia tidak semua disebabkan oleh KPD tetapi ada faktor lain seperti : gangguan pada Plasenta,
misalnya plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktu persalinan tiba, tekanan darah ibu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah selama masa kehamilan, durasi atau waktu proses persalinan yang terlalu lama, infeksi yang menyerang ibu hamil atau janin yang dikandung, anemia pada janin dan gangguan pernapasan pada janin di dalam kandungan.
## Distribusi Frekuensi Kejadian KPD
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 100 responden sebagian besar mengalami KPD sebanyak 87 orang (87,0%), dan yang tidak mengalami KPD sebanyak 13 orang (13,0%). Sejalan dengan teori Manuaba, (2018) yang mengatakan bahwa ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terjadi tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak.
Teori Sarwono (2018) juga megatakan bahwa ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm/preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nova Linda Rambe (2018) yang mengatakan bahwa sebagian besar ibu yang melahirkan dengan KPD sebanyak 56,9% mengalami asfiksia.
Menurut pendapat peneliti responden yang mengalami ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti penyebabnya, responden dirujuk dikarenakan ketuban rembes sudah beberapa hari dirumah. Kejadian ketuban pecah dini
banyak dialami oleh multipara yaitu responden dengan kehamilan lebih dari sekali kemungkinan hal ini menyebabkan selaput ketuban menjadi kurang kuat dan menyebabkan ketuban pecah dini.
## Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 87 responden yang mengalami KPD sebagian besar tidak asfiksia sebanyak 52 orang (59,8%), dan dari 65 responden yang tidak KPD semuanya tidak asfiksia sebanyak 13 orang (100,0%).
Hasil cross tabulasi antara variabel KPD dengan asfiksia menunjukan hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P.0,004 ( P.Value < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara KPD dengan asfiksia pada bayi baru lahir. Sejalan dengan teori Andini,
(2020) yang mengatakan bahwa asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder). Pada kejadian ketuban pecah dini, kompresi tali pusat merupakan salah satu komplikasi yang mengakibatkan terjadinya asfiksia neonatorum karena gangguan aliran dalam tali pusat. Sehingga adanya gangguan pertukaran gas untuk oksigen dan karbondioksida. Faktor langsung yang dapat menyebabkan asfiksia itu sendiri yaitu KPD. KPD pada kejadian asfiksia terjadi karena terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga tali pusat mengalami penyempitan dan aliran darah yang membawa oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga menimbulkan asfiksia neonatorum.
Teori Prawirohardjo, (2018) juga mengatakan ketuban pecah dini mempengaruhi asfiksia karena terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga tali pusat mengalami penyempitaan dan aliran darah yang membawa oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga menimbulkan asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat ini ditemukan baik dilapangan maupun di rumah sakit rujukan di Indonesia.
Teori Manuaba (2018) mengatakan faktor- faktor mendadak yang bisa mengakibatkan terjadinya asfiksia neonatorum salah satunya adalah penekanan tali pusat. Ketuban pecah dini bisa menyebabkan terjadi 3 hal, salah satunya adalah infeksi maternal. infeksi normal menyebabkan terbentuknya sel gram negatif terbentuk, lalu berintegrasi dan menghasilkan suatu endotoksin yang kemudian menyebabkan terjadinya vasospasmus yang kuat pada vena, akibatnya terjadi perembesan cairan dari ruangan vaskular ke ruang ekstravaskular sehingga volume darah yang beredar kurang. Akibatnya aliran darah plasenta maternal berkurang, O2 yang diterima janin pun berkurang lalu terjadi hipoksia sehingga ketika dilahirkan bayi mengalami asfiksia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nova Linda Rambe (2018) mengatakan bahwa ada hubungan yang signifakan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia di RSUD Gunungsitoli dengan nilai p value 0,000. Hasil penelitian Ria Citra Wulan (2019) juga mangatakan bahwa ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung didapatkan p-value 0.025 (>0.05).
Menurut pendapat peneliti dari hasil penelitian di RSUD Pademangan sebanyak 59,8% ibu melahirkan dengan KPD bayinya tidak mengalami asfiksia, hal ini dikarenakan kejadian KPD belum berlangsung lama dan segera melahirkan sehingga tidak mengalami kekeringan air ketuban. Bagi 40,2% ibu hamil yang melahirkan dengan ketuban pecah dini bayinya mengalami asfiksia, hal ini dikarenakan kejadian KPD sudah cukup lama dan persalinan tidak segera terjadi sehingga terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga tali pusat mengalami penyempitan dan aliran darah yang membawa oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga menimbulkan asfiksia neonatorum atau hipoksia. Kemudian pada ibu tidak mengalami ketuban pecah dini namun bayi mengalami asfiksia dapat dikarenakan faktor janin yaitu prematur, kelainan kongenital dan air ketuban bercampur dengan mekoneum, faktor ibu diantaranya adalah preeklamsia, eklamsia, perdarahan antepartum, partus lama, infeksi, kehamilan post matur, gangguan pertukaran nutrisi/O2, gangguan his dan ketuban pecah dini dan faktor tali pusat yang menyebabkan asfiksia diantaranya yaitu terdapat lilitan tali pusat,
simpul tali pusat, prolapsus tali pusat dan tekanan pada tali pusat yang menyebabkan pertukaran gas ibu ke janin terganggu sehingga terjadi asfiksia.
## KESIMPULAN
Distribusi frekuensi kejadian asfiksia pada bayi baru lahir sebagian besar tidak asfiksia 65,0%. Distribusi frekuensi kejadian KPD pada ibu bersalin sebagian besar KPD 87,0%. Ada hubungan KPD dengan kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir ( p value . 0,004)
## DAFTAR PUSTAKA
Andini Yuli, (2020). Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia . Jurnal Bimtas Volume: 5, Nomor 1 FIKes- Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya E-ISSN: 2622-075X
Dinas Kesehatan DKI Jakarta, (2020). Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020
Kusnandar Budy, (2022). Jumlah Kematian Ibu Capai 7 Ribu pada 2021, Terbesar Karena Covid-19. https://databoks.katadata.co.id/datapublish /2022/09/29/jumlah-kematian-ibu-capai- 7-ribu-pada-2021-terbesar-karena-covid- 19 Kemenkes RI, (2022). Profil Kesehatan Indonesia 2021 Ditjen Kesehatan
Masyarakat , Kemenkes RI, 2022
Manuaba, dkk. (2018). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana . Jakarta : EGC Murdiana, E. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada Bayi Ny" S" dengan Hipotermia Sedang di Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Gowa Tahun 2017 . Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Mayasari, et.al. (2018). Hubungan persalinan prematur dengan kejadian asfiksia neonatorum di Ruang Bersalin RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto .
Jurnal Kesehatan Nurfina, P., & Naningsih, H. (2017). Hubungan partus lama dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di rsu bahteramas provinsi sulawesi tenggara tahun 2016 . Poltekkes Kemenkes Kendari.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian kesehatan , Rineka Copta : Jakarta Nova Linda Rambe (2018). Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunungsitoli . Jurnal Ilmiah Kebidanan IMELDA Vol. 4, No.1, Februari 201 8 Prawirohardjo, S. (2018). Asuhan Kebidanan Persalinan . Yayasan Bina Pustaka. Jakarta Rizaty Ayu Monavia, (2022). Ini 5 Wilayah dengan Angka Kematian Bayi Neonatal Tertinggi di Dunia.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish /2022/06/02/ini-5-wilayah-dengan-angka- kematian-bayi-neonatal-tertinggi-di-dunia Ria Citra Wulan (2019). Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2019 . Jurnal Maternitas Aisyah (Jaman Aisyah) Universitas Aisyah Pringsewu. e- ISSN : 2721-1762 p-ISSN : 2721-1770 Volume 2 Issue 2
Suryani, t. E. (2018). Hubungan ketuban pecah dini (kpd) dengan kejadian asfiksia neonatorum. Jurnal Kebidanan Besurek ,
3 (1), 1–10.
Safari, F. R. N. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum H. Abdul Manan Simatupang Tahun 2016 . Wahana Inovasi , 6 (2), 149–156.
Wulan RC, Kristianingsih A, Sukarni, Wulandari ET. (2019). Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Tahun 2019. Jurnal Maternal Aisyah. 2019;2(2). Hal 136-143 Yanu dan Dwi. (2017). Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri . Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Kediri
|
cf3b7b24-145b-45ed-86b6-b5a4f7f502c9 | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/37286/20443 |
## LAPORAN KASUS
## Early Percutaneous Dilatational Tracheostomy pada Pasien COVID-19 dengan Gagal Napas: Laporan Kasus
Early Percutaneous Dilatational Tracheostomy in Respiratory Failure Covid-19 Patient: A Case Report
Ahmad Feza Fadhlurrahman , Rudy Vitraludyono, Taufiq Agus Siswagama, Arie Zainul Fatoni
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang, Indonesia
Korespondensi : [email protected]
## ABSTRACT
Background: Critical patients with coronavirus disease 2019 (COVID-19) infection have a predisposition to prolonged mechanical ventilation treatment. Treatment with long-term translaryngeal intubation along with sedation and other measures in the intensive care unit (ICU) can lead to some further complications.
Case: Post-caesarean section female patient with respiratory failure due to COVID-19 infection. This patient received high flow nasal canule (HFNC) support early in her ICU stay. 4 days of treatment, the patient's respiratory distress was severe and translaryngeal intubation was performed. From evaluating the patient's condition for 4 days of treatment with mechanical ventilation, the ICU team decided to perform a tracheostomy through a percutaneous dilatation approach. The procedure was carried out in a negative pressure room with the use of level 3 personal protective equipment (PPE). The patient's condition gradually improved during 7 days of treatment with tracheostomy. Minimal ventilatory support, decreased oxygen fraction requirements and improvement in general conditions are some considerations to decanulation procedure. 3 days after decanulation, the patient was transferred to a room with a stable condition.
During treatment in the ICU, patient received standard therapy in the form of antivirals, antibiotics, anticoagulants, analgesics, steroids, and other supporting drugs. Discussion: Tracheostomy was associated with a lower incidence of pneumonia, decreased use of sedation agents and an accelerated period of discharge from mechanical ventilation. Early tracheostomy was performed before the 10th day of intubation. The percutaneous dilation technique offers cost effectiveness and efficiency of supporting tools. Percutaneous dilatational tracheostomy (PDT) in COVID-19 patients must be carried out with optimal protection for medical personnel.
Conclusion: Early tracheostomy can be considered in the management of critically ill COVID-19 patients. Assessment of patient's clinical condition and protection of medical personnel are the main factors in determining early tracheotomy in COVID-19 patients.
Keywords: ARDS; COVID-19 infection; percutaneous dilatational; respiratory failure; tracheostomy
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
## ABSTRAK
Latar belakang: Pasien kritis dengan infeksi coronavirus disease 2019 (COVID-19) memiliki kecenderungan untuk perawatan ventilasi mekanik dalam waktu yang lama. Perawatan dengan translaryngeal intubasi dalam waktu lama beserta penggunaan sedasi dan tindakan lainnya di intensive care unit (ICU) dapat memunculkan beberapa komplikasi lebih lanjut.
Kasus: Pasien perempuan pascaoperasi sectio caesaria dengan gagal napas akibat infeksi COVID-19. Pasien mendapat support high flow nasal canule (HFNC) di awal perawatan di ICU. 4 hari perawatan, kondisi distress napas pasien memberat dan dilakukan intubasi translaryngeal . Dari evaluasi kondisi pasien selama 4 hari perawatan dengan ventilasi mekanik, tim ICU memutuskan melakukan tracheostomy melalui pendekatan dilatasi perkutan. Prosedur dilakukan di ruang bertekanan negatif dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) level 3. Kondisi pasien berangsur mengalami perbaikan selama 7 hari perawatan dengan tracheostomy . Support ventilasi yang minimal, kebutuhan fraksi oksigen yg menurun dan perbaikan kondisi umum menjadi pertimbangan dilakukan dekanulasi. 3 hari pasca dekanulasi pasien dipindah rawat ke ruangan dengan kondisi stabil.
Selama perawatan di ICU, pasien mendapat standar terapi berupa antiviral, antibiotik, antikoagulan, analgesik, steroid, dan obat penunjang lainnya.
Pembahasan: Tindakan tracheostomy berhubungan dengan insiden pneumonia yang lebih rendah, penurunan penggunaan obat sedasi dan percepatan masa lepas rawat dari ventilasi mekanik. Early tracheostomy dilakukan sebelum hari ke-10 intubasi. Teknik dilatasi perkutan memiliki kelebihan atas efektifitas dan efisiensi biaya dan alat pendukung. Tindakan percutaneous dilatational tracheostomy (PDT) pada pasien COVID-19 harus dilakukan dengan proteksi tenaga medis yang optimal.
Kesimpulan: Early tracheostomy dapat dipertimbangkan dalam tatalaksana pasien kritis COVID-19. Penilaian kondisi klinis pasien dan proteksi tenaga medis merupakan faktor utama menentukan tindakan early tracheostomy pada pasien COVID-19.
Kata Kunci: ARDS; COVID-19; dilatasi perkutan; gagal napas; tracheostomy
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
## PENDAHULUAN
Infeksi virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS CoV-2) yang merupakan penyebab kondisi coronavirus disease 19 (COVID-19) telah menjadi permasalahan global dengan status pandemi. 1 Di Indonesia, sejak pertama kali di umumkan pada tanggal 2 Maret 2020, penambahan jumlah kasus konfirmasi meningkat dari waktu kewaktu. Pada 31 Desember 2020 terdapat 743.196 kasus dengan tingkat mortalitas sebanyak 22.138 kasus dan tingkat sembuh sebanyak 611.097. 2
Manifestasi klinis dari COVID-19 berupa gejala ringan (80,9%), sedang- berat (13,8%) dan kritis (4,7%). Pasien dengan kondisi kritis memiliki angka mortalitas tinggi yang disebabkan karena disfungsi organ berupa Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
(67%), acute kidney injury (29%), cardiac injury (23%) dan disfungsi hati (29%). Disfungsi organ yang terjadi mengharuskan pasien dalam kategori kritis mendapatkan perawatan di ruang intensive dimana Sebagian besar pasien yang dirawat di ICU (80%) akan membutuhkan ventilasi mekanik baik jangka pendek maupun panjang. 3 Tracheostomy merupakan tindakan yang sering dilakukan pada pasien kritis dengan penggunaan ventilasi mekanik dalam jangka panjang dan memiliki tingkat prevalensi sekitar 13% pada pasien dengan ARDS. 4 Munculnya COVID-19 yang merupakan penyakit baru dengan tingkat penyebaran yang cepat mengakibatkan perkembangan yang cepat pula pada guideline yang ada. Beberapa guideline awal pada kondisi COVID-19 tidak menyarankan tindakan tracheostomy sebelum hari ke 10 intubasi dan diperlukan pertimbangan matang
apabila tracheostomy dilakukan pada hari ke 10-2 intubasi sehubungan dengan tingkat load dari virus. 5 Safety dari tenaga kesehatan juga menjadi pertimbangan dalam tindakan tracheostomy, beberapa pusat layanan kesehatan mensyaratkan hasil swab PCR SARS CoV2 negatif dan membatasi jumlah tindakan harian. 6 Beberapa guideline terbaru menunjukkan pertimbangan yang lebih moderat. Diperlukan analisis yang baik antara manfaat dan risiko yang ada, waktu ideal sehubungan dengan outcome pasien dan keselamatan dari tenaga medis yang melaksanakan tracheostomy . 7
Early tracheostomy merupakan tindakan tracheostomy yang dilakukan sebelum hari ke 10 intubasi. 4 Tracheostomy dapat menurunkan kebutuhan sedasi, menghindari trauma jalan napas karena tekanan, dan menurunkan deconditioning fisik sehubungan dengan ventilasi mekanik yang lama. Walaupun bukti ilmiah tracheostomy dalam meningkatkan tingkat survival masih belum jelas, namun dari beberapa metaanalysis , tracheostomy berhubungan dengan tingkat insiden pneumonia yang lebih rendah. 8
Penggantian tube translaryngeal dengan tracheostomy menurunkan kejadian lesi pada rongga mulut dan memperbaiki higyenitas mulut. Teknik percutaneous dilatational tracheostomy memiliki beberapa keunggulan diantaranya lebih efektif dalam pembiayaan dan efisiensi tenaga dan kebutuhan pendukung lainnya. 4
Sebuah studi di Italia mengenai early tracheostomy pada pasien COVID-19 melibatkan 164 pasien terintubasi sampai dengan hari ke-4 perawatan. Dari pasien yang menjalani early tracheostomy (74%) maupun tidak
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
(26%) didapatkan tingkat hospital mortality yang lebih rendah secara signifikan pada kelompok early tracheostomy (62,8% vs 45,5%). 4 Studi lainnya berupa studi restrospective di New York terhadap 148 pasien COVID- 19 dengan tracheostomy , menunjukkan pasien dengan early tracheostomy (52 pasien) memiliki lama waktu perawatan yang lebih rendah secara rata-rata dibandingkan pasien dengan late tracheostomy (96 pasien). 9 KASUS Riwayat Penyakit Pasien perempuan dengan G2P1001Ab000 34-36 minggu dirujuk dari rumah sakit perujuk dengan keluhan utama sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien mengalami demam selama 10 hari dan batuk 3 hari. Pasien menjalani operasi sectio caesaria dengan indikasi distress pada ibu dan bayi. Operasi berjalan lancar dengan tindakan anestesi berupa spinal anestesi. Pascaoperasi pasien dirawat di ruang ICU.
Pemeriksaan Fisik Tabel 1. Pemeriksaan penunjang hari pertama Laboratorium Nilai Laboratorium Nilai Hb (g/dL) 11,2 SGOT/SGPT (U/L) 38/15 WBC (10 3 /μL) 9,24 Albumin (g/dL) 2,9 Trombosit (10 3 /μL) 187 Ur/Cr (mg/dL) 12,2/0,56 NLR 9,33 D dimer (mg/L) 1,4 GDS (mg/dl) 72 CRP (mg/dL) 16,97 Elektrolit (Na/K/Cl) (mmol/L) 137/3,67/107 P/F ratio 89,5
Pasien dirawat di ICU pascaoperasi dengan kondisi klinis RR 30-35x/menit, napas simetris, menggunakan oksigenasi NRBM 15 lpm, didapatkan SpO2 90%. TD 94/53 dengan nadi 101x/’. GCS 456, produksi urin 350cc/6 jam.
Pemeriksaan Penunjang
Perawatan ICU
Dari evaluasi awal pasien di ICU, tim memutuskan memberikan high flow nasal canule (HFNC) sebagai support oksigenasi. Setting awal flow 50 lpm, FiO2 80%, SpO2 pasien meningkat menjadi 95-96%, dengan ROX index
4,08. Tatalaksana pasien secara umum disesuaikan dengan protokol pasien kritis COVID-19 dengan pemberian antibiotik levofloksasin, antiviral
favipiravir, antikoagulan, analgesik dan penunjang berupa vitamin C, zinc dan
N-Acetyl cysteine.
Pada hari ke-4 perawatan dengan HFNC support oksigenasi pasien bertambah menjadi 60 lpm dengan FiO2 100%, kondisi klinis saat itu dengan RR 40-42 x/menit dengan SpO2 88-90%, ROX index berada pada 2,14. Tim perawatan ICU memutuskan mengganti support oksigenasi menjadi noninvasive ventilation (NIV). Setelah penggunaan NIV dalam waktu 1 jam, tidak ada perbaikan signifikan terhadap kondisi klinis pasien dan penilaian skor HACOR menunjukkan nilai 13, sehingga diputuskan untuk dilakukan intubasi endotrakeal dan penggunaan mechanical ventilation . Setting
ventilator awal pada pasien ini dengan mode PCV, Pins 20, RR 30, PEEP 10,
I:E 1:1,5, FiO2 90%. Klinis pada pasien RR 30x/menit, Tidal Volume 250-270, ETCO2 53, SpO2 95-96%.
Gambar 1. Grafik tanda vital harian
Hari ke-4 perawatan dengan mechanical ventilation , tim perawatan ICU memutuskan untuk melakukan percutaneous tracheostomy . Tindakan dilakukan di ICU dengan tekanan negatif dan tenaga medis menggunakan APD level 3. Untuk menekan refleks batuk, pasien diberi pelumpuh otot dan dilakukan napas kendali selama prosedur. Pasca tindakan, pasien diberi obat sedasi untuk menjaga sinkronisasi antara pasien dengan ventilator.
Gambar 2. Persiapan tindakan percutaneous dilatational tracheostomy
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
Pasien mendapat perawatan dengan percutaneous tracheostomy selama 7 hari dengan perbaikan kondisi klinis dan penunjang. Penggunaan obat sedasi berangsur turun dan berhenti pada hari ke-4 penggunaan percutaneous tracheostomy . Setelah evaluasi mengenai kondisi pasien, penurunan support oksigenasi, kekuatan mempertahankan jalan napas dan refleks batuk, maka dekanulasi dilakukan pada hari perawatan ke-21. Selanjutnya pasien dievaluasi lebih lanjut dan dipindah ke ruang rawat pada hari ke-25 dalam kondisi stabil. Tabel 2. Perkembangan kondisi pasien Tanggal 5/02 9/02 14/02 21 Sedasi Dexmedetomidin e syringe 0,3mcg/kg/mnt Midazolam 3-4 mg/jam Midazolam 2mg/jam - P/F ratio 89,5 95,8 103 193 Oksigena si dan Ventilasi HFNC Translaryngeal tube MV Tracheostomy MV NRBM Foto Thorak PEMBAHASAN Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan peningkatan jumlah pasien dengan kriteria kritis dan memerlukan ventilasi mekanik. Pasien gagal napas karena infeksi COVID-19 pada umumnya membutuhkan perawatan dengan ventilasi mekanik selama 2-3 minggu. 10 Tracheostomy merupakan tindakan yang umum dilakukan pada pasien kritis yang membutuhkan perawatan jangka panjang dengan ventilasi mekanik. Pada beberapa kondisi, tracheostomy dapat mempercepat proses weaning dari ventilator. Kondisi tersebut tentu dinilai bermanfaat pada kondisi pandemi dimana terjadi ketidaksesuaian antara
kebutuhan dan ketersediaan dari perawatan ICU dengan ventilasi mekanik. 11,12
Saat awal pandemi, beberapa guideline menyarankan untuk menghindari atau menunda tracheostomy pada pasien COVID-19. Pertimbangan terhadap sifatnya yang merupakan aerosol generating procedure (AGP) dan safety terhadap tenaga medis mendasari kondisi tersebut. 4,13 Beberapa rekomendasi lain menyarankan tracheostomy dilakukan pada hari 10-21 setelah intubasi. Periode tersebut dinilai memiliki viral load yang lebih sedikit. 1,9 Walaupun penundaan tracheostomy meminimalisir risiko terhadap tenaga
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
medis, namun pemanjangan perawatan dengan translaryngeal intubasi beserta penggunaan sedasi, ventilasi mekanik dan ICU dapat memunculkan beberapa komplikasi lebih lanjut. 12
Dari beberapa publikasi terkini pada pasien dengan COVID-19, tindakan early tracheostomy dapat dipertimbangkan secara klinis dan aman untuk dikerjakan dengan ketersediaan alat pelindung diri yang memadai. Namun, manfaat secara langsung early tracheostomy terhadap kondisi pasien COVID-19 masih belum jelas. 10
Insidensi pneumonia yang lebih rendah, penurunan penggunaan obat sedasi, percepatan masa lepas rawat dari ventilasi mekanik menjadi keunggulan yang ditawarkan early tracheostomy pada kondisi tertentu. 1
Keputusan tracheostomy pada kasus ini dilakukan pada hari ke-4 pasca intubasi dengan pertimbangan: tindakan ini berada pada hari ke-14 setelah gejala awal, kondisi pasien yang cukup baik dengan support ventilasi yang lebih rendah dari saat awal intubasi dan pencegahan terjadinya komplikasi lebih lanjut. Masa infeksius puncak pada pasien COVID-19 diperkirakan terjadi pada pra atau saat awal timbul gejala dan semakin menurun setelahnya. 12,14 Sehingga pasien ini dinilai memiliki tingkat infeksi virus yang lebih rendah saat dilakukan tindakan. Support ventilasi dan fraksi oksigen yang lebih rendah menghindarkan kemungkinan pasien untuk dilakukan posisi prone sebagai strategi ventilasi pada pasien COVID-19 dengan ARDS berat. Posisi prone pada pasien dengan tracheostomy berisiko terjadinya displacement alat yang tidak tervisualisasi dan kerusakan akibat tekanan. 12 Pasien kritis COVID- 19 dengan ventilasi mekanik memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya
ventilator associated pneumonia
(VAP). 15 Dengan adanya t racheostomy diharapkan dapat memperbaiki higyenitas mulut, yang sering menjadi permasalahan pada kondisi HFNC, NIV maupun translaryngeal tube .
Untuk meminimalisir transmisi virus ke petugas medis, teknik percutaneous tracheostomy dilakukan dengan fasilitasi obat pelumpuh otot guna menghindari pasien batuk saat dilakukan tindakan. Ruangan bertekanan negatif dan penggunaan alat pelindung diri yang optimal (APD level
3) juga menjadi syarat proteksi tenaga medis. 13,16 Dari tabel 2, dapat kita lihat perkembangan pasien setelah tracheostomy mengalami perbaikan. Walaupun perbaikan kondisi sendiri dapat terjadi secara independen, namun tracheostomy tetap dapat memiliki andil. Peningkatan kenyamanan pasien akibat hilangnya iritan utama di rongga mulut dan tenggorokan mengakibatkan penurunan dosis obat sedasi. 4,13 Pasien menjadi lebih kooperatif, otonomi dari support mesin ventilasi mekanik didapatkan lebih dini, sehingga pada hari ke-7 tracheostomy pasien dapat dilakukan dekanulasi.
## KESIMPULAN
Early tracheostomy dapat dipertimbangkan dalam tatalaksana pasien kritis COVID-19 dengan ventilasi mekanik yang diprediksi akan memakan waktu yang lama. Pertimbangan tindakan dilakukan berdasar kondisi klinis pasien. Untuk menghindari transmisi virus ke tenaga medis, tindakan harus dilakukan secara aman. Penggunaan APD level 3, ruang isolasi bertekanan negatif dan fasilitasi obat pelumpuh otot selama tindakan dapat membantu mengurangi risiko paparan.
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
## DAFTAR PUSTAKA
1. Bangash MN, Breik O, Dawson C, Idle M, Isherwood P, Jennings C, et al., Tracheostomy in COVID-19 - safety and 30-day outcomes of the first 100 cases from a single tertiary UK hospital: a prospective observational cohort study, British Journal of Anaesthesia , https://doi.org/10.1016/j.bja.2020.0 8.023. 2. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, Susilo
A, et al. Pedoman Tatalaksanan Covid-19. Edisi 3. 2020
3. Shang Y, Pan C, Yang X, Zhong M, Shang X, Wu Z, et al. Management of critically ill patients with COVID-19 in ICU: statement from front-line intensive care experts in Wuhan, China. Ann
Intensive Care . 2020;10(1):1-24. doi:10.1186/s13613-020-00689-1
4. Rosano, Antonio MD, Martinelli, Enrico C, Fusina, Federica, et al. Early Percutaneous Dilatational Tracheostomy in Coronavirus Disease 2019: Association With Hospital Mortality and Factors Associated With Removal of Tracheostomy Tube at ICU Discharge. A Cohort Study on 121 Patients*, Critical Care Medicine: February 2021 - Volume 49 - Issue 2 - p 261-270 doi: 10.1097/CCM.0000000000004752 5. Takhar A, Walker A, Tricklebank
S, Wyncoll D, Hart N, Jacob T, et al. Recommendation of a practical guideline for safe tracheostomy during the COVID-19 pandemic. Eur Arch Oto-Rhino-Laryngology Advance access published on April 13, 2020, doi:10.1007/s00405-020- 05993-x.
6. Michetti CP, Burlew CC, Bulger EM, Davis KA, Spain DA. Performing tracheostomy during the
Covid-19 pandemic: guidance and recommendations from the Critical Care and Acute Care Surgery Committees of the American Association for the Surgery of Trauma. Trauma Surg Acute Care Open 2020; 5 : e000482 7. McGrath BA, Brenner MJ, Warrillow SJ, Pandian V, Arora A, Cameron TS, et al. Tracheostomy in the COVID-19 era: global and multidisciplinary guidance. Lancet Respir Med Advance access published on May 15, 2020, doi:10.1016/S2213-2600(20)30230- 7. 8. Siempos II, Ntaidou TK, Filippidis FT, Choi AMK. Effect of early versus late or no mechanical ventilation: a systematic review and meta-analysis. Lancet Respir Med 2015; 3 : 150–8
9. Kwak PE, Connors JR, Benedict PA, Timen MR, Wang B, Zhang Y, Youlios S, et al. Early Outcomes from Early Tracheostomy for
Patients With COVID-19. JAMA
Otolaryngol Head Neck Surg. 2020 Dec 17:e204837. doi: 10.1001/jamaoto.2020.4837. Epub ahead of print. PMID: 33331855; PMCID: PMC7747038.
10. Carmichael H, Wright FL, McIntyr e RC , Vogler T, Urban S, Jolley SE, et al. Early ventilator liberation and decreased sedation needs after tracheostomy in patients with COVID-19 infection Trauma Surgery & Acute Care Open 2021; 6: e000591. doi: 10.113
6/tsaco-2020-000591
11. Michetti CP, Burlew CC, Bulger EM, Davis KA, Spain DA; Critical Care and Acute Care Surgery Committees of the American Association for the Surgery of Trauma. Performing tracheostomy during the Covid-19 pandemic:
## Jurnal Anestesiologi Indonesia
guidance and recommendations from the Critical Care and Acute Care Surgery Committees of the American Association for the Surgery of Trauma. Trauma Surg Acute Care Open. 2020 Apr 15;5(1):e000482. doi: 10.1136/tsaco-2020-000482. PMID: 32368620; PMCID: PMC7186881. 12. McGrath BA, Brenner MJ, Warrillow SJ, Pandian V, Arora A, Cameron TS, et al. Tracheostomy in the COVID-19 era: global and multidisciplinary guidance. Lancet Respir Med. 2020 Jul;8(7):717-725. doi: 10.1016/S2213- 2600(20)30230-7. Epub 2020 May 15. PMID: 32422180; PMCID: PMC7228735. 13. Sun BJ, Wolff CJ, Bechtold HM, Free D, Lorenzo J, Minot PR, et al. Modified percutaneous tracheostomy in patients with COVID-19. Trauma Surg Acute Care Open. 2020 Dec 14;5(1):e000625. doi: 10.1136/tsaco-2020-000625. PMCID: PMC7736959. 14. Wolfel R, Corman VM, Guggemos W, Seilmaier M, Zange S, Muller MA, et al. Virological assessment of hospitalized patients with COVID-2019. Nature 2020; published online April 1. DOI:10.1038/s41586-020-2196 x. 15. Maes M, Higginson E, Pereira-Dias J, Curran MD, Parmar S, Kokhar F, et al . Ventilator-associated pneumonia in critically ill patients with COVID-19. Crit Care 25, 25 (2021).
https://doi.org/10.1186/s13054-021-
03460-5
16. Chao TN, Braslow BM, Martin ND, Chalian AA, Atkins J, Haas AR, Rassekh CH; Guidelines from the COVID-19 Tracheotomy Task Force, a Working Group of the Airway Safety Committee of the University of Pennsylvania Health
System. Tracheotomy in Ventilated
Patients With COVID-19. Ann Surg. 2020 Jul;272(1):e30-e32. doi: 10.1097/SLA.0000000000003956. PMID: 32379079; PMCID: PMC7224612.
|
ecdd355f-c869-4555-904a-e9f35e2f4965 | https://cendekia.soloclcs.org/index.php/cendekia/article/download/61/68 | CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
## PENGARUH PENGAJARAN NILAI MORAL DALAM PEMBELAJARAN PPKN
## Suratni
SDLB Tenggarong, Kutai Kartanegara
Abstract: This study examines the relationship between value of morality to the civic education for the secondary school students. Chi-Square was used to analyze the data. The findings of the study were revealed that a significant correlation was proven by value of moral (X) to civics education achievement (Y) with the Chi Square coefficient 2 = 46.09 that was greater () than
2 -table 9.49 at the significance level 0.05 and df = 4. It meant that the more teaching of value of moral was good, the civics education achievement became more and more raising, too.
## Key-words: Achievement , value of moral ,civics education
DALAM GBHN 1993 dinyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan bagi pengamalan Pancasila, yang hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Sasaran utama pembangunan jangka panjang 25 tahun kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan bangsa Indonesia yang maju dan berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan bangsa lain di dunia, dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, negara, dan dunia, dan dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba seimbang dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Di samping prestasi, pendidikan di Indonesia juga mengajarkan akan nilai-nilai moral kepada siswa untuk menanamkan rasa kebersamaan dalam hubungan sosial dan etika kepribadian sesuai adat yang ada di Indonesia. Pengajaran nilai moral ini atermuat dalam cakupan pengajaran bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang diajarkan pada semua tingkatan pendidikan, baik pada level pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Ruang lingkup pengajaran PPKn tersebut meliputi: (1) Nilai, moral, dan norma serta nilai-nilai spiritual bangsa Indonesia dan perilaku yang diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) Kehidupan idiologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
Sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas karena di tempat inilah orang tua menyerahkan pendidikan anaknya agar dapat memiliki kualitas sumber daya yang diharapkan dengan menimba ilmu sebanyak mungkin melalui proses pembelajaran.
Selain itu, peranan orang tua sangat menentukan terhadap kualitas sumber daya anak yang antara lain dapat dilihat dari pola perilaku anak dan prestasi belajarnya. Dinamika kehidupan yang terus berkembang membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap kehidupan keluarga. Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga beserta dampak krisis yang ditandai dengan bergesernya nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peran keluarga menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan keluarga khususnya anak. Dengan kata lain, anak perlu mendapatkan bimbingan dan arahan mengenai pendidikan khususnya yang berkenaan dengan tingkah laku, baik tingkah laku di sekolah maupun tingkah laku di rumah.
Pendidikan nilai mencakup kawasan budi pekerti, nilai, norma, dan moral. Budi pekerti adalah buah dari budi nurani. Budi nurani bersumber pada moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. (BP-7, 1993:25). Sesuai dengan kodratnya sebagai mahluk Tuhan manusia memiliki kemerdekaan, secara moral manusia mempunyai kemerdekaan untuk memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain. Nilai yang diambil adalah nilai tinggi, luhur, mulia, suci, dan jujur. Norma yang diambil juga mendekatkan hidupnya kepada yang memberi hidup agar selamat di dunia dan akherat. Moral memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntunan untuk berbuat dengan tanggung jawab sesuai dengan nilai, norma yang dipilih.
Dalam kaitannya dengan pengajaran nilai moral, masih banyak dijumpai bentuk-bentuk pelanggaran sekolah yang dilakukan oleh siswa. Kenyataan di lapangan, terdapat beberapa siswa yang masih mengenakan baju seragam sekolah sedang berkeliaran di tempat-tempat umum tanpa ijin atau membolos, bajunya dikeluarkan, rambut dan kukunya panjang, dan lain-lain.
Istilah moral berasal dari kata dalam bahasa latin ‘mores’ yang berarti adat kebiasaan. Kata ‘mores’ ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (Poespoprodjo,1986:2). Dalam kamus bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kaelan (2001:180), mengatakan bahwa moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan Kohlberg (Reimer, 1995:17) mengungkapkan bahwa moralitas bukanlah suatu koleksi dari aturan-aturan, norma-norma atau kelakuan-kelakuan tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang tertentu.
Sedangkan nilai adalah suatu pengertian atau pensifatan yang digunakan untuk memberikan penghargaan terhadap barang atau benda. Manusia menganggap sesuatu bernilai, karena ia merasa memerlukannya atau menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa yang menimbulkan kepuasan batinnya (BP-7, 1993:20). Fraenkel (Subandrio, 2002:10) mengatakan bahwa nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran dan efesiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipraktekan.
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku. Nilai itu bersifat abstrak yang hanya dapat difahami, dipikirkan, dan dihayati oleh manusia. Agar nilai ini berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia maka perlu dikongkritkan dalam bentuk norma.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan nilai adalah standar tingkah laku manusia yang merupakan hasil kesepakatan bersama dijadikan dasar untuk bertindak adil dan benar dalam hidup.
Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku agar masyarakat tertib, teratur, dan aman (BP-7, 1993:23). Menurut Poespoprodjo (1999:133) mengungkapkan bahwa norma adalah aturan, standar, ukuran.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan norma adalah kaidah, aturan, ketentuan, kriteria, standar, dan ukuran yang berlaku di masyarakat untuk dipatuhi agar tertib, teratur, dan aman. Norma-norma yang berada di masyarakat yaitu norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma hukum.
Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral. Norma moralitas adalah aturan, standar, ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Moralitas seseorang tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Dengan demikian, dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan nilai moral adalah ajaran atau pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku dalam kehidupan agar menjadi manusia yang baik atau beraklak. Adapun tingkat pemahaman nilai moral oleh siswa di sekolah dapat dilihat dari hasil penilaian tingkah laku siswa oleh guru bimbingan dan penyuluhan (BP). Penilaian tingkah laku tersebut juga dikategorikan dalam bentuk angka seperti dalam penilaian kemampuan siswa, atau bisa juga dalam bentuk kategori huruf, misalnya A, B, C, atau D untuk menggambarkan tingkah laku yang sangat baik, baik, cukup, dan kurang baik.
Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai-nilai nurani dan nilai-nilai memberi. Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati (Linda, 1995:28-29). Nilai-nilai tersebut menjadi pokok- pokok bahasan dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jadi, sebenarnya perilaku- perilaku yang diinginkan dan dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari generasi muda bangsa ini telah cukup tertampung dalam pokok-pokok bahasan pendidikan nilai yang sekarang berlangsung. Namun demikian, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara mengajarkannya agar mereka terbiasa berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dimaksud.
Dalam pembelajaran nilai-nilai di atas disesuaikan dengan tingkat atau jenjang pendidikan. Untuk tingkat sekolah dasar pada umumnya diajarkan nilai-nilai seperti perbuatan yang baik, ketertiban, ketepatan waktu, disiplin, ketaatan, kesalehan, kebersihan, kerjasama, kejujuran, dan kebaikan hati. Pada tingkat SLTP diajarkan nilai patriotisme, keadilan, toleransi, persaudaran, martabat individu (harga diri), semangat demokrasi, menghormati agama lain, mengerti hal yang bersifat international, kelebihan dari karakter yang dimiliki, dan kemampuan membuat keputusan moral. Dengan ditanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, kerjasama, toleransi, patriotisme, disiplin, dan sikap demokratis diharapkan siswa memiliki moral yang baik.
Lebih lanjut Djahiri dalam Maman (2000:5-6) menyatakan bahwa ada delapan pendekatan yang dapat dilakukan dalam pendidikan nilai dan moral yaitu: a. Evocation
Yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan keleluasaan untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap stimulus yang diterimanya.
b. Inculcation
Ialah pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap c. Moral Reasoning
Adalah pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah.
d. Value Clarification
Yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.
e. Value Analysis
Adalah pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral.
f. Moral Awareness
Ialah pendekatan agar siswa menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu.
g. Commitment Approach
Yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai, dan
h. Union Approach
Adalah pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
## PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Mata pelajaran PPKn adalah wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk peilaku kehidupan sehari-hari, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989, yaitu, “Perilaku dalam kehidupan sehari -hari harus dijiwai nilai- nilai Pancasila.”
Sejalan dengan ini, dalam Materi Latihan Kerja Guru PPKn Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (1996:12) ditegaskan:
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dimaksudkan sebagai usaha untuk membekali siswa dengan budi pekerti yang luhur, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara, serta pendidikan dasar bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Lebih lanjut dalam Panduan Pengajaran PPKn Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Untuk Guru (1995:3) bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berfungsi untuk:
1. Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai moral Pancasila secara dinamis. Nilai-nilai moral Pancasila tersebut hendaknya mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa yang merdeka.
2. Mengembangkan dan membina siswa menuju manusia Indonesia seutuhnya serta sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia.
3. Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warga negara dengan negara dan pendidikan bela negara agar mampu melaksanakan hak dan kewajiban.
4. Membekali siswa dengan sikap dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, tujuan dari PPKn adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukan perilaku sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara yang bertanggung jawab, serta memberi bekal kemampuan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, pelajaran PPKn merupakan pelajaran yang wajib diajarkan guna memberikan pendidikan nilai, moral, dan aklak. “Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2002). Sedangkan Cronbach dalam Djamarah (2002:13) menyebutkan: “Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.”
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak raga harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Perubahan yang didapat bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan kesan-kesan, baru mempengaruhi tingkah laku seseorang yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Prestasi adalah hasil yang diperoleh seseorang atau siswa setelah melakukan kegiatan, dalam hal ini kegiatan belajar. Menurut Purwodarminto (1983: 768) prestasi adalah, “Hasil yang telah dicapai atau dikerjakan". Sedangkan menurut Munandir (1973:19) mengatakan bahwa: “Prestasi belajar adalah prestasi at au hasil pencapaian dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran sekolah sebagaimana dinyatakan dengan nilai, angka, biji, skor, atau hasil ujian.” Prestasi belajar dapat diukur dengan nilai-nilai tes hasil belajar dari lamanya sekolah dan dalam kurun waktu tertentu yang dapat didokumentasikan.
Secara umum, prestasi belajar merupakan kemampuan yang telah dikuasai oleh siswa. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata prestasi diartikan sebagai, "hasil yang dicapai" (Depdikbud, 1988: 700). Senada dengan pengertian tersebut Djamarah (1984:25) berpendapat bahwa: "Prestasi diartikan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan dan diciptakan baik secara individual maupun kelompok".
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, prestasi belajar adalah hasil yang telah diciptakan oleh pelajar atau siswa dalam bentuk angka atau nilai yang menunjukkan kualitas dari hasil kegiatan belajar yang telah dilakukan. Atau dapat pula dikatakan sebagai hasil yang diperoleh siswa melalui suatu proses, yaitu belajar yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa yang belajar, dan dinyatakan dalam bentuk angka. Dalam penelitian ini, prestasi belajar mengacu pada perolehan nilai dari hasil ulangan siswa yang diselenggarakan di sekolah sebagaimana termuat dalam raport untuk bidang studi PPKn.
## METODE
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian korelasi, Adapun penelitian dilakukan melalui metode survei dengan studi deskriptif dan korelasional. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang dirancang untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antar variabel penelitian. Hal ini dirancang untuk memperoleh informasi yang jelas, yang akan digunakan untuk memecahkan masalah. Lebih lanjut, survei dapat juga digunakan bukan saja untuk melukiskan kondisi yang ada, melainkan juga untuk membandingkan kondisi-kondisi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI SDN 001 Loa Janan kabupaten Kutai Kartanegara tahun pelajaran 2006/2007 yang berjumlah 80 siswa. Populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 1999:47). Dalam penelitian ini, penulis mengambil sample sebanyak populasi yang ada yaitu 80 siswa, sehingga penelitian ini merupakan penelitian
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
populasi. Sampel merupakan bagian dari populasi, sehingga sampel yang diambil haruslah mencerminkan populasi dan dapat mewakili populasi (representatif).
Untuk memperoleh data yang mendasar pada hubungan mengenai nilai moral dengan prestasi belajar PPKn, digunakanlah metode dokumentasi. Dengan metode dokumentasi ini, selain memungkinkan untuk menyelidiki sesuatu yang telah terjadi, juga dapat dilakukan terhadap sesuatu yang terjadi saat ini atau sekarang. Dengan demikian, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan. Dengan metode dokumentasi ini dapat diperoleh data yang sudah tertulis yaitu data yang berupa dokumen.
Selanjutnya, data tentang nilai moral yang diperoleh dari catatan wali kelas atau guru kelas, dikategorikan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu; baik, cukup, dan kurang. Sedangkan kategori prestasi belajar PPKn, berdasarkan catatan dalam raport diklasifikasikan menjadi tiga kategori, ialah: tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antar kedua variabel penelitian, dilakukan pengujian hipotesis penelitian dengan menggunakan uji statistik. “Karena variabel yang dikorelasikan berbentuk kategori, maka analisa data menggunakan Contingency Coefficient. ”
## HASIL DAN BAHASAN
Data nilai moral dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: baik, cukup, dan kurang. Sedangkan data prestasi belajar PPKn juga dikelompokkan ke dalam tiga kategori: tinggi, sedang, dan rendah. Selanjutnya dari data tersebut dibuat tabel mengenai hubungan antara variabel pendidikan moral dengan prestasi belajar PPKn berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 1.
Tabel 1. Frekwensi Observasi Nilai Moral dan Prestasi PPKn Nomor Nilai Prestasi Belajar PPKn Total Moral Tinggi Sedang Rendah 1 Baik 14 7 0 21 2 Cukup 6 32 4 42 3 Kurang 1 6 10 17 Jumlah 21 45 14 80
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 21 siswa yang memiliki prestasi belajar PPKn kategori tinggi, terdapat 14 siswa dengan nilai moral kategori baik, 6 siswa dengan nilai moral kategori cukup, dan 1 siswa dengan nilai moral kategori kurang. Sementara dari 45 siswa yang memiliki prestasi belajar PPKn kategori sedang, terdapat 7 siswa dengan nilai moral kategori baik, 32 siswa dengan nilai moral kategori cukup, dan 6 siswa dengan nilai moral kategori kurang. Sedangkan dari 14 siswa yang memiliki prestasi belajar PPKn kategori rendah, tidak seorang siswa pun dengan nilai moral kategori baik, 4 siswa dengan nilai moral kategori cukup, dan 10 siswa dengan nilai moral kategori kurang. Selanjutnya, hasil penghitungan dimasukkan ke dalam tabel frekuensi dengan menggabungkan fo dan fh dalam table 2.
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
Tabel 2. Frekuensi Yang Diharapkan Pendidikan Moral dan Prestasi PPKn Nomor Nilai Prestasi Belajar PPKn Total Moral Tinggi Sedang Rendah 1 Baik fo 14 7 0 fh 5.51 11.81 3.68 21 2 Cukup fo 6 32 4 fh 11.03 23.63 7.35 42 3 Kurang fo 1 6 10 fh 4.46 9.56 2.98 17 Jumlah 21 45 14 80
Selanjutnya adalah pengujian hipotesis dengan mencari nilai hubungan kedua variabel menggunakan uji Chi Kwadrat disajikan dalam table 3.
Tabel 3. Tabel Kerja Chi Kwadrat Nilai Prestasi Fo fh fo - fh (fo - fh) 2 (fo - fh) 2 Moral Belajar Fh Baik Tinggi 14 5.51 8.49 72.04 13.07 Sedang 7 11.81 -4.81 23.16 1.96 Rendah 0 3.68 -3.68 13.51 3.68 Cukup Tinggi 6 11.03 -5.03 25.25 2.29 Sedang 32 23.63 8.38 70.14 2.97 Rendah 4 7.35 -3.35 11.22 1.53 Kurang Tinggi 1 4.46 -3.46 11.99 2.69 Sedang 6 9.56 -3.56 12.69 1.33 Rendah 10 2.98 7.03 49.35 16.59 Jumlah 80 4.46 46.09
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui perolehan nilai Chi Kwadrat hitung sebesar 46,09. Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai Chi Kwadrat tersebut dengan nilai Chi Kwadrat tabel. Adapun nilai Chi Kwadrat tabel dapat diperoleh dengan rumus db (derajat bebas) sebagai berikut:
db = (b – 1) (k – 1) = (3 – 1) (3 – 1)
= 2 x 2 = 4
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
Nilai Chi Kwadrat tabel dapat diketahui dengan melihat pada tabel
2 dengan taraf signifikansi 0,05 dan db = 4 yaitu sebesar 9,49. Dengan demikian diketahui bahwa nilai 2 hitung (46,09) lebih besar () dari 2 table (9,49). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara nilai moral dengan prestasi belajar PPKn siswa.
## SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 siswa yang memiliki prestasi belajar PPKn kategori tinggi, sebanyak 14 siswa dengan nilai moral kategori baik, 6 siswa dengan nilai moral kategori cukup, dan 1 siswa dengan nilai moral kategori kurang. Sementara dari 45 siswa yang memiliki prestasi belajar PPKn kategori sedang, terdapat 7 siswa dengan nilai moral kategori baik, 32 siswa dengan nilai moral kategori cukup, dan 6 siswa dengan nilai moral kategori kurang. Sedangkan dari 14 siswa yang memiliki prestasi belajar PPKn kategori rendah, tidak ada siswa dengan nilai moral kategori baik, 4 siswa dengan nilai moral kategori cukup, dan 10 siswa dengan nilai moral kategori kurang.
Dari hasil penghitungan statistik dengan menggunakan alat uji Chi Kwadrat ( 2 ) diketahui bahwa harga 2 hitung sebesar 46,09 lebih besar () dari harga 2 tabel sebesar 9,49. Dalam hal ini, Ha yang berbunyi “terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan moral dengan prestasi belajar PPKn,” diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa “ Nilai moral berkaitan secara signifikan dengan prestasi belajar PPKn siswa .” Hal tersebut mengindikasikan bahwa pencapaian prestasi belajar PPKn disebabkan oleh pengajaran nilai moral pada siswa.
## DAFTAR PUSTAKA
Darajad, Zakiah. 1983. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Depdikbud. 1995. Panduan Pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SLTP untuk Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. 1996. Materi Latihan Kerja Guru Pancasila dan Kewarganegaraan SMU. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
Gunarsah, Singgih. 1982. Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: Gunung Mulia.
CENDEKIA, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 p-ISSN: 1978-2098; e-ISSN: 2407-8557; Web: cendekia.pusatbahasa.or.id
Pusat Kajian Bahasa dan Budaya, Surakarta, Indonesia
Suratni. 2014. Pengaruh Pengajaran Nilai Moral dalam Pembelajaran PPKn. Cendekia , 8(2): 169-178.
Hadi, Sutrisno. 1983. Metode Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Nasution. 1982. Metode Research. Bandung: Penerbit Jemara.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Penerbit LP3ES.
Surachmad, Winarno. 1982. Dasar dan Teknik Research Pengantar Ilmiah. Bandung: Tarsito. Walgito, Bimo. 1982. Bimbingan Penyuluhan di Sekolah. Yayasan Penerbit Fakultas Yogyakarta:
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Widyaprakosa, Simanhadi. 1964. Diktat Pengantar Metodologi Penelitian Ilmiah. Malang: IKIP Malang.
Winkel, WS. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
|
8dbf8920-e069-4c55-b0aa-1da692c2f7c3 | https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ekobis/article/download/2923/2128 |
## PENINGKATAN KINERJA MELALUI SERVANT LEADERSHIP , DISIPLIN KERJA DAN KEPUASAN KERJA PADA DINAS PERTANIAN KABUPATEN DEMAK
Evvien Akbar Nurhidayati
Universitas Islam Sultan Agung Semarang [email protected]
## ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of servant leadership and work discipline on employee performance with job satisfaction as intervening variable. Population in this research is employees who work at Agriculture Department of Demak Regency for 121 employees, with total sample of 55 employees. The sampling technique used in this study is Proportional Random Sampling. The analysis tool is the path analysis, where previously tested the validity and reliability as well as the classical assumption test. Test results show that servant leadership and work discipline proved to have a positive and significant impact on job satisfaction. Servant leadership proved to have a positive and significant influence on employee performance, can be interpreted that the higher servant leadership, the more leaders are able to serve their subordinates sincerely, so that it will have an impact on the high performance of employees. Work discipline proved to have a positive and significant effect on employee performance. Job satisfaction has a positive and significant effect on employee performance, meaning that the higher level of job satisfaction of employees, it will certainly have an impact on the high performance of employees.
Keywords: Servant leadership, work discipline, job satisfaction and employee performance.
## PENDAHULUAN
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran dan tujuan dalam suatu organisasi. Mengacu dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai melalui suatu pelaksanaan pekerjaan atau tugas tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, bermutu, dan tepat mengenai sasaran dengan selalu mengikuti metode yang telah ditetapkan (Mahsun, 2006). Kinerja pegawai yang baik adalah gambaran dari kepuasan kerja yang didapatkan ketika melakukan pekerjaan yang mereka sukai.
Kepuasasan kerja pegawai merupakan faktor penting dalam suatu organisasi yaitu untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi. Kepuasan kerja pegawai dapat dilihat tidak hanya saat melakukan pekerjaan, tetapi terkait juga dengan aspek lain seperti interaksi dengan rekan kerja, atasan, mengikuti peraturan, dan lingkungan kerja (Hariandja, 2009). Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang dapat terlihat dari sikap terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan pekerjaan. Faktor penting dalam suatu organisasi yaitu kepuasan kerja yang dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi membutuhkan campur
tangan dari pimpinan dan disiplin kerja dari bawahan itu sendiri.
Tujuan seorang pemimpin adalah melayani kepentingan bawahan yang dipimpinnya, orientasinya adalah bukan untuk kepentingan pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan organisasi dan kepentingan bawahan yang dipimpinnya. Greenleaf (2002) menyatakan bahwa servant leadership didasarkan pada tanggung jawab utama pada pelayanan terhadap bawahan dengan meletakan kepentingan bawahan diatas kepentingan pemimpin. Penerapan servant leadership dalam organisasi pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja bawahan, hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tatilu (2014) yang menyebutkan bahwa penerapan servant leadership memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan dengan keterangan bahwa karakteristik utama yang membeddakan antara kepemimpinan yang melayani dengan model kepemimpinan lainnya adalah keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin.
Pemimpin yang melayani memiliki perhatian kepada bawahan yang dipimpinnya. Perhatian itu dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari bawahan. Dengan peran pemimpin yang sesuai dengan keinginan bawahan diharapkan akan meningkatkan kesadaran bawahan akan pentingnya disiplin dalam suatu organisasi ini.
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang memiliki manfaat yang besar, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi bawahan itu sendiri. Bagi organisasi adanya disiplin kerja akan menjamin tegaknya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga memperoleh hasil yang optimal. Adapun bagi bawahan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya (Abidin, 2013). Dengan demikian,
bawahan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi terwujudnya tujuan organisasi. Penerapan disiplin kerja yang baik akan menjadikan organisasi atau instansi pemerintah mempunyai kinerja yang maksimal dan efektivitas dalam mengerjakan tugas pekerjaan.
Hasil penelitian terdahulu Menurut Barbuto dan Wheeler (2006) dalam Mira dan Margaretha (2012) bahwa kepemimpinan pelayan ( servant leadership ) merupakan kepemimpinan yang berawal dari perasaan yang tulus yang timbul dari hati yang berkehendak untuk melayani, dimana kepemimpinan tersebut menempatkan kebutuhan karyawan sebagai prioritas utama dan memperlakukan karyawan sebagai rekan kerja sehingga kedekatan diantara pemimpin dan karyawan sangat erat sehingga mampu menimbulkan kepuasan kerja. Menurut (Triludi, 2014) sikap dan tingkah laku bawahan yang menunjukan kesetiaan dan ketaatan terhadap peraturan akan mendukung peningkatan hasil kerja yang baik. Menurut Siagian (2012) bahwa disiplin yang baik mencerminkan tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya sebagai bentuk tingginya kepuasan karyawan dalam bekerja. Menurut Handoko (2012) bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Besar kecilnya kepuasan kerja karyawan, berhubungan erat dengan kinerja yang dihasilkan.
Instansi pemerintah didirikan dengan tujuan untuk memperoleh dan memberrikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan instansi tersebut dengan mengoptimalkan komponen komponen dasar organisasi. Ada banyak komponen dasar instansi yaitu terdiri dari alam, modal, sumber daya manusia, teknologi dan keahlian. Kelima komponen dasar tersebut saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus saling
mendukung antara satu dengan lainnya demi tercapainya tujuan yang efektif dan efisien. Namun komponen sumber daya manusia adalah yang paling penting, karena manusia adalah penggerak dalam segala aktifitas yang ada dalam organisasi dan kemampuan SDM dapat erus dikembangkan.
Dinas pertanian adalah instansi pemerintah yang beroperasi dalam pengelolaan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Kantor Dinas Pertanian berada disetian Kabupaten Kota yang ada di indonesia. Tujuan Dinas Pertanian yaitu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditi tanaman pangan hortikultura dan perkebunan serta untuk meningkatkan penghasilan petani melalui tanaman pangan hortikultura dan perkebunan. Dinas Pertanian merupakan instansi yang berorientasi pada pelayanan publik..
Berdasarkan studi dan fenomena, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kinerja pegawai Dinas Pertanian melalui servant leadership, disiplin kerja, dan kepuasan kerja?. Dengan permasalahan tersebut, maka pertanyaan adalah bagaimana pengaruh servant leadership dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening?
## KAJIAN PUSTAKA
Kinerja Pegawai Istilah kinerja berasal dari job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang), atau juga hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang ingin dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2007).
Kinerja juga merupakan implementasi dan rencana yang telah disusun organisasi. Implementasi tersebut dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan kompetensi, motivasi,
dan kepentingan. Bagaiman organisasi menghargai dan memperlakukan tenaga kerja akan mempengaruhi perilakunya dalam menjalankan kinerja (Wibowo, 2010). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil prestasi atau hasil kerja yang dapat diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta menggambarkan sejauh mana sebuah organisasi telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Selain itu kinerja juga menunjukan seberapa baik perilaku pegawai dalam upaya menciptakan tujuan organisasi.
Robbins (2006) mengungkapkan beberapa indikator kinerja pegawai yaitu, pertama, kuantitas kerja yang diukur dari jumlah hasil kinerja individu yang telah dicapai. Kedua, kualitas kerja yang diukur dari hasil kerja individu terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Ketiga, ketepatan waktu yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Keempat, kemandirian seorang individu yang mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
## Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang telah dikerjakan dianggap telah memnuhi harapan, sesuai dengan tujuannya dalam bekerja (Robbins & judge, 2009). Sedangkan menurut Luthan (2006) kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Hariandja (2009) menambahkan bahwa kepuasan kerjamerupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam
organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain- lain, ataumempunyai hubungan bebrapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.
Faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Sutrisno (2009) yaitu pertama, kesempatan untuk maju. Kedua, gaji dari pegawai. Ketiga, keaman dalam bekerja. Keempat, organisasi dan manajemen itu sendiri. Kelima, faktor intrinsik dari pekerjaan tersebut. Keenam, pengawasan dalam bekerja. Ketujuh, kondisi tempat kerja. Kedelapan, aspek sosial dalam pekerjaan. Kesembilan, komunikasi. Kesepuluh, fasilitas di tempat kerja. Indikator yang muncul dari kepuasan kerja yang dikemukakan spector (Yuwono, 2005) yang pertama adalah, kebijakan organisasi. Kedua, promosi. Ketiga, pengawasan/supervisi.. Keempat, rekan kerja.
Servant Leadership Servant leadership pertama kali dikonsep oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970. Karakteristik dari perilaku kepemimpinan yang melayani tumbuh dari nilai-nilai dan keyakinan individu. Nilai-nilai pribadi seperti keadilan dan integritas adalah variabel independen yang menggerakkan perilaku pemimpin yang melayani (Smith, 2005). Menurut Greenleaf, servant leadership adalah suatu gaya kepemimpinan yang berasal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu menjadi pihak pertama yang melayani (Lantu, 2007). Perbedaannya tampak dalam kepedulian yang ditunjukan oleh seorang pelayan, kesadaran pertama untuk memastikan bahwa kebutuhan orang lain menjadi prioritas untuk dilayani.( Spears & lawrence, 2004). Pemimpin yang melayani pada akhirnya akan mengembangkan sikap individu disekitarnya dengan harapan memiliki sikap yang sama untuk melayani dengan baik.
Spears (2010) mengemukakan 10 karakteristik servantleader , karakterisitik tersebut yang pertama yaitu, mendengarkan (listening). Kedua, empati (empathy). Ketiga, penyembuhan ( healing ). Keempat, kesadaran ( awareness ). Kelima, persuasi
(persuatson ). Keenam, konseptualisasi (conseptualize) . Ketujuh, kejelian (foreseight) . Kedelapan, keterbukaan (stewardship). Kesembilan , komitmen untuk pertumbuhan (Commitment to the Growth of People). Kesepuluh , membangun komunitas (building comunity).
Indikator servant leadership menurut Dennis (2004) yang pertama yaitu, kasih sayang (love), kepemimpinan yang mengasihi dengan cinta atau kasih sayang. Cinta yang dimaksud adalah melakukan hal yag benar pada waktu yan tepat untuk alasandan keputusan yang terbaik. Kedua, pemberdayaan (empowerment), penekanan pada kerjasama yaitu mempercayakan kekuasaan pada orang lain, dan mendengarkan saran dari followers.
Ketiga Visi (Vision) , arah organisasi dimasa mendatang yang akan dibawa oleh seorang pemimpin. Visi akan mengispirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan. Keempat, Kerendahan Hati (Humility), menjaga kerendahan hati dengan menunjukkan rasa hormat terhadap pegawai dan mengakui kontribusi pegawai terhadap tim. Kelima, Kepercayaan (Trust) , servant-leader adalah orang-orang pilihan yang dipilih berdasarkan suatu kelebihan yang menyebabkan pemimpin tersebut mendapatkan kepercayaan.
## Disiplin Kerja
Menurut Handoko (2001), kedisiplina adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi. Sedangkan menurut Rivai (2004), mengungkapkan bahwa kedisiplinan adalah suatu alat yang digunakan oleh para manajer untuk berkomunikasi dengan para pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai
suatu upaya untuk menignkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan organisasi dan norma sosial yang berlaku. Saydam (2005) menambahkan bahwa kedisiplinan adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati segala norma – norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Dari pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan merupakan alat yang digunakan oleh para manajer, agar pegawai bersedia mentaati dan sadar akan semua peraturan yang berlaku.
Indikator disiplin kerja menurut Soejono (2000) yang pertama yaitu, ketepatan waktu. Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan, teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerjanya baik. Kedua, menggunakan peralatan kantor dengan baik. Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan bahwa seorang pegawai memiliki disiplin. Ketiga, tanggung jawab yang tinggi. Pegawai yang senantiasa menyelesaika tugas yang dibebankan kepadanyasesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik. Keempat, ketaatan terhadap aturan kantor. Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin kerja yang tinggi.
## Kerangka Teoritis dan Pengembangan
Hipotesis Hubungan Antara Servant leadership Terhadap Kepuasan Kerja Barbuto dan Wheeler (2006) dalam Mira dan Margaretha (2012) menjelaskan bahwa kepemimpinan pelayan ( servant leadership ) merupakan kepemimpinan yang berawal dari perasaan yang tulus yang timbul dari hati yang berkehendak untuk melayani, dimana kepemimpinan tersebut menempatkan kebutuhan karyawan sebagai prioritas utama dan memperlakukan karyawan sebagai rekan kerja sehingga
kedekatan diantara pemimpin dan karyawan sangat erat sehingga mampu menimbulkan kepuasan kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan Saragih, Djastuti, Perdhana (2014) menunjukan bahwa servant leadership berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Handoyo (2010) menemukan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi dalam menerapkan servant leadership , maka akan memberikan dampak yang lebih bagi kepuasan kerja pegawai. Berdasarkan hasil penelitian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1: Terdapat pengaruh positif antara servant leadership terhadap kepuasan kerja pegawai.
## Hubungan Antara Disiplin Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Siagian (2012) menjelaskan bahwa disiplin yang baik mencerminkan tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya sebagai bentuk tingginya kepuasan karyawan dalam bekerja Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2015) menunjukan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, penelitian yang dilakukan masyjui (2005) menunjukan bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukan bahwa pegawai yang memiliki disiplin kerja yang tinggi cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi pula. Berdasarkan hasil penelitian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H2: Terdapat pengaruh positif antara disiplin kerja terhadap kepuasan kerja pegawai.
Hubungan Antara Servant Leadership Terhadap Kinerja Pegawai Meuser (2011) menjelaskan bahwa servant leadership memiliki dampak yang disukai pada kinerja pengikut dalam peran mereka yaitu cara bawahan melakukan pekerjaan yang ditugaskan.
Hasil penelitian yang dilakukan Harianto, dkk (2014) menemukan bahwa servant leadership berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai dan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Urip W; Budiman Christiananta; Anis Eliyana (2014) menunjukan bahwa kinerja pegawai harus di dukung oleh pemimpin yang dapat menyesuaikan diri dalam iklim pekerjaan, pemimpin dalam pendekatan antara manusia menjadi sangat penting, karena pemimpin berperan sebagai pelayan dalam organisasi dan membantu bawahan dalam menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawabnya. Berdasarkan hasil penelitian di atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H 3 : Terdapat pengaruh positif anatara servant leadership terhadap kinerja pegawai .
Hubungan Antara Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Disiplin kerja sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan kinerja pegawai yang maksimal. Hal ini sesuai pernyataan Siagian (2012) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya adalah karena pentingnya
disiplin kerja Penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya (2015) menemukan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Studi terdahulu yang pernah dilakukan Hasibuan (2002) menunjukan bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan produktivitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian diatas, hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
H 4 : Terdapat pengaruh positif antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai .
## Hubungan Antara Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Dalam melaksanakan tugasnya setiap pegawai secara individual mempunyai kepuasan kerja yang berbeda, sekalipun berada dalam tipe pekerjaan yang sama hal ini tergantung tingkat kebutuhannya dan sistem yang berlaku pada dirinya. pegawai yang mampu mengendalikan faktor faktor disiplin kerja akan termotivasi
## Model Empirik Penelitian
untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Menurut Handoko (2012) bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Besar kecilnya kepuasan kerja karyawan, berhubungan erat dengan kinerja yang dihasilkan.
Hasil penelitian yang dilakukan Adharianti (2014) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai, hasil penelitian yang sama juga diperoleh Maryadi (2012). Berdasarkan hasil penelitian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H 5 : Terdapat pengaruh positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
## METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja pada Dinas Pertanian Kabupaten Demak sebanyak 121 orang. Mengacu pada rumus Slovin, maka diperoleh jumlah sampel sebesar 55 pegawai. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportional Random Sampling. Agar data sampel tersebut bisa mewakili pada masing-masing unit kerja, maka penyebaran dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan undian.
## Metode Analisis Data
Metode analisa data dilakukan dengan uji analisis kuantitatif dengan alat analisis
adalah Path analisis dimana sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas serta uji persyaratan asumsi klasik. Adapun persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut:
β 1 X 1 + β 2 X 2 + e
3 X 1 + 4 X 2 + 5 Y 1 + e
Keterangan: Y = Kinerja Karyawan
X1 = Servant leadership X2 = Disiplin Kerja Y1 = Kepuasan Kerja Y2 = Kinerja Pegawai = Koefisien Regresi e = Tingkat Kesalahan (error)
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas
Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan untuk mengukur instrument pada variabel kepemimpinan, komunikasi internal, kompensasi, disiplin kerja serta kinerja karyawan dinyatakan valid, hal tersebut terlihat dengan nilai r hitungnya telah melebihi nilai r tabel sebesar 0,263.
Pengujian reliabilitas dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha . me- nunjukkan bahwa variabel kepemimpinan, komunikasi internal, kompensasi, disiplin kerja serta kinerja karyawan memiliki nilai alpha lebih besar dari 0,6. Hasil ini
## Tabel 3 Uji Multikolinieritas
Variabel Penelitian Collinearity Statistics Keterangan Tolerance VIF Servant leadership 0,573 1,745 Tidak terjadi Problem multikolinieritas Disiplin kerja 0,494 2,025 Kepuasan kerja 0,474 2,108
menunjukkan semua pernyataan (indikator) dapat dinyatakan reliabel.
Uji Asumsi Klasik Uji Multikolinieritas Hasil pengujian multikolinieritas antara servant leadership , disiplin kerja, kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai terlihat bahwa semua nilai tolerance menunjukkan di atas 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10 yang berarti pengujian tidak terjadi problem multikolinieritas.
## Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas terlihat bahwa data menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian pengujian untuk variabel servant leadership , disiplin kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai berdistribusi secara normal atau dengan kata lain residual berdistribusi normal, sehingga dapat dilakukan
selanjutnya..
## Uji Normalitas
Dalam pengujia normalitas ini digunakan normalitas data dengan pertimbangan agar tidak menimbulkan persepsi yang bias. Hasil pengujian pada variabel pengaruh servant leadership , disiplin kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai menunjukkan nilai signifikansinya sebesar
0,727 yang berarti telah melebihi tingkat kesalahan sebesar 0,05 yang berarti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian pengujian pada variabel penelitian memenuhi persyaratan normalitas dan bisa dilanjutkan pada pengujian selanjutnya..
Pengujian Hipotesis Pengaruh Servant Leadership terhadap Kepuasan Kerja Hasil pengujian servant leadership terhadap kepuasan kerja diperoleh nilai
Tabel 2. Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 55 N o r m a l Parameters a,,b Mean .0000000 Std. Deviation 1.56018390 Most Extreme Differences Absolute .093 Positive .073 Negative -.093 Kolmogorov-Smirnov Z .690 Asymp. Sig. (2-tailed) .727
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
## Tabel 5. Hasil Persamaan Regresi
Variabel Dependen Variabel Independen B t hit Sig Ket. Kepuasan kerja Servant leadership Disiplin kerja 0,323 0,487 2,737 4,126 0,008 0,000 Ha diterima Ha diterima Kinerja pegawai Servant leadership Disiplin kerja Kepuasan kerja 0,287 0,225 0,461 2,945 2,147 4,307 0,005 0,037 0,000 Ha diterima Ha diterima Ha diterima
t hitung sebesar 2,737 dengan nilai signifikansi sebesar 0,008 < 0,05. Pada degree of freedom sebesar 52 (n – k – 1; 55 – 2 – 1), diperoleh nilai t tabel sebesar 2,0066, sehingga nilai t hitung servant leadership sebesar 2,737 telah melebihi dari nilai t tabel 2,0066, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara servant leadership terhadap kepuasan kerja, sehingga pengujian mampu menerima hipotesis 1. Dengan demikian dugaan yang menyatakan servant leadership mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja terbukti atau dapat diterima.
Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kepuasan Kerja Hasil pengujian disiplin kerja terhadap kepuasan kerja diperoleh nilai t hitung sebesar 4,126 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari tingkat kesalahan sebesar 0,05. Dengan hasil tersebut, maka nilai t hitung sebesar 4,126 telah melebihi dari nilai t tabel sebesar 2,0066 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan hasil tersebut maka disiplin kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil pengujian terebut dapat disimpulkan bahwa pengujian mampu menerima hipotesis kedua, sehingga dugaan yang menyatakan adanya pengaruh disiplin kerja terhadap kepuasan
kerja terbukti atau dapat diterima.
Pengaruh Servant Leadership terhadap
Kinerja Pegawai Hasil pengujian servant leadership terhadap kinerja pegawai diperoleh nilai t hitung sebesar 2,945 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 < 0,05. Pada degree of freedom sebesar 51(n – k – 1; 55 – 3 – 1), diperoleh nilai t tabel sebesar 2,0076, sehingga nilai t hitung sebesar 2,945 > nilai t tabel sebesar 2,0076 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara servant leadership terhadap kinerja pegawai. Hasil tersebut menunjukkan jika pengujian mampu menerima hipotesis ketiga, sehingga dugaan yang menyatakan adanya pengaruh positif antara servant leadership terhadap kinerja pegawai dapat diterima.
## Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Hasil pengujian disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, diperoleh nilai t hitung sebesar 2,147 dengan hasil signifikansi sebesar 0,037 yang berarti lebih kecil dari batas yang ditentukan sebesar 0,05. Dengan demikian nilai t hitung sebesar 2,147 > nilai t tabel = 2,0076 yang berarti Ho ditolak dan Ha diteirma, memberikan pengertian jika disiplin kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa pengujian tersebut mampu menerima hipotesis keempat, sehingga dugaan yang menyatakan adanya pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai terbukti atau dapat diterima.
## Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Hasil pengujian kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai diperoleh nilai t hitung sebesar 4,307 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil tersebut membuktikan jika nilai t hitung sebesar 4,307 telah melebihi
## Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas
dari nilai t tabel sebesar 2,0076, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima sehingga memberikan pengertian bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian pengujian mampu menerima hipotesis kelima, sehingga dugaan yang menyatakan adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai terbukti atau dapat diterima.
## Pengaruh Langsung dan Tidak
Langsung
Untuk mengetahui kepuasan kerja mampu memediasi hubungan antara servant leadership dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, maka harus dihitung terlebih dahulu antara pengaruh tidak langsung dan langsungnya, seperti dijelaskan pada table berikut:
Pengaruh Servant Leadership Terhadap Kinerja Pegawai melalui Kepuasan Kerja Hasil perhitungan perkalian untuk pengaruh tidak langsung antara servant leadership terhadap kepuasan kerja menuju ke kinerja pegawai diperoleh nilai sebesar 0,149, sedangkan pengaruh langsung antara servant leadership terhadap kinerja pegawai diperleh sebesar 0,287, yang berarti bahwa total pengaruh tidak langsung 0,149 < pengaruh langsung 0,287 dapat diartikan bahwa kepuasan kerja tidak mampu menjadi variabel intervening antara servant leadership dengan kinerja pegawai. Dengan demikian servant leadership hanya
berpengaruh terhadap kinerja pegawai saja tetapi tidak harus melalui kepuasan kerja.
## Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai melalui Kepuasan Kerja
Hasil pengujian mediasi diperoleh nilai untuk pengaruh tidak langsung antara disiplin kerja terhadap kepuasan kerja menuju ke kinerja pegawai diperoleh nilai sebesar 0,225, sedangkan pengaruh langsung antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai juga menunjukkan hasil yang sama yaitu sebesar 0,225, yang berarti bahwa pengaruh tidak langsung 0,225 ≥ pengaruh langsung 0,225 yang berarti bahwa kepuasan kerja mampu menjadi variabel intervening antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai.
## PEMBAHASAN
Pengaruh Servant Leadership terhadap Kepuasan Kerja Servant leadership ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dapat diartikan bahwa semakin tinggi servant leadership, maka semakin pemimpin mampu melayani bawahannya dengan tulus, sehingga akan mempengaruhi tingginya kepuasan kerja pegawai. Pegawai akan merasa puas jika pemimpin menganggap tidak ada batasan antara bawahan dengan atasan ketika bergaul, akan tetapi dalam pekerjaan tetap mengedepankan sikap professional dalam pekerjaan. Pemimpin akan dihargai oleh bawahannya apabila dalam kepemimpinannya memberikan peluang-
## Tabel 6. Hasil Pengaruh Langsung & Tdk Langsung
Variabel Pengaruh Hasil Perhitungan Ket. Servant leadership (X 1 ) Pengaruh Langsung 0,287 Tidak mampu menjadi variable intervening Tidak Langsung (0,323 x 0,461) = 0,149 Disiplin kerja (X 2 ) Pengaruh Langsung 0,225 Mampu menjadi variable intervening Tidak Langsung (0,487 x 0,461) = 0,225
peluang untuk memberdayakan bawahannya dengan baik dalam memajukan organisasi. Apalagi ditunjang jika pemimpin mempunyai pemikiran yang visioner yang jelas dalam memajukan organisasi, tentu akan semakin menambah tingginya kepuasan kerja.
Pemimpin harus lebih berfokus pada pemberian pelayanan kepada orang lain dengan bersinergi kepada bawahan dalam bekerja yaitu dengan tetap menganggap keberadaan bawahan, sehingga akan menimbulkan rasa kebersamaan untuk dapat saling berbagi ketika mengambil suatu keputusan. Untuk itulah diperlukan kepercayaan yang tinggi dalam diri pegawai dengan segala keputusan yang diambil oleh atasan.
Menurut Barbuto dan Wheeler (2006) dalam Mira dan Margaretha (2012) bahwa kepemimpinan pelayan ( servant leadership ) merupakan kepemimpinan yang berawal dari perasaan yang tulus yang timbul dari hati yang berkehendak untuk melayani, dimana kepemimpinan tersebut menempatkan kebutuhan karyawan sebagai prioritas utama dan memperlakukan karyawan sebagai rekan kerja sehingga kedekatan diantara pemimpin dan karyawan sangat erat sehingga mampu menimbulkan kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan Handoyo (2010), Zaluchu (2011), dan Saragih, Djastuti, Perdhana (2014) bahwa servant leadership berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil temuan Damara (2015) bahwa servant leadership justru tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kepuasan Kerja
Hasil penelitian terbukti bahwa disiplin kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, memberikan pengertian bahwa semakin tinggi disiplin kerja pegawai, maka menunjukkan tingginya tingkat kepuasan kerja pegawai. Karyawan yang mempunyai
tingkat kepuasan yang tinggi akan berusaha untuk berangkat ke kantor tepat waktu. Apalagi jika pihak organisasi menyediakan peralatan atau fasilitas yang baik dalam menunjang pekerjaan.
Disiplin kerja terbentuk karena tingginya tanggung jawab dari pegawai atas hasil kerja yang di kerjakan. Pegawai yang mempunyai tingkat kepuassan yang tinggi akan berusaha bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakannya. Hal tersebut karena dengan adanya disiplin yang baik dari pegawai, maka mencerminkan tingginya tanggung jawab pegawai terhadap tugas yang diberikannya. Perhatian pihak manajemen dalam memperhatikan kepuasan pegawai tentu akan dipengaruhi oleh ketaatan pegawai terhadap aturan aturan yang telah ditetapkan oleh pihak organisasi.
Menurut Siagian (2012) bahwa disiplin yang baik mencerminkan tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya sebagai bentuk tingginya kepuasan karyawan dalam bekerja. Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan Mustafa (2015), Masyjui (2005) dan Barista (2015) yang menunjukkan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Akan tetapi hasil temuan yang dilakukan oleh Taroreh (2014) menunjukkan jika disiplin kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan dan kinerja pegawai.
Pengaruh Servant Leadership terhadap Kinerja Pegawai Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara servant leadership terhadap kinerja pegawai, dapat diartikan bahwa semakin tinggi servant leadership, maka semakin pemimpin mampu melayani bawahannya dengan tulus, sehingga hal itu akan berdampak pada tingginya kinerja pegawai . Kinerja pegawai akan meningkat jika pemimpin menganggap tidak ada batasan antara bawahan dengan atasan ketika bergaul, akan tetapi dalam pekerjaan
tetap mengedepankan sikap professional dalam pekerjaan. Pemimpin akan dihargai oleh bawahannya apabila dalam kepemimpinannya memberikan peluang- peluang untuk memberdayakan bawahannya dengan baik dalam memajukan organisasi dalam memajukan kinerja pegawai secara maksimal. Untuk itulah peran pemimpin yang mempunyai pemikiran yang visioner yang jelas dalam memajukan organisasi sangat diperlukan dalam meningkatkan kinerja pegawai secara maksimal. Dengan visi organisasi public, maka sebagai pelayan masyarakat pemimpin dapat membuat visi guna memperbaharui sikap, perilaku serta pendapat.
Keterlibatan pemimpin untuk lebih berfokus pada pemberian pelayanan kepada orang lain dengan bersinergi kepada bawahan dalam bekerja sangat diperlukan dalam pencapaian kinerja pegawai secara maksimal, yaitu dengan tetap menganggap keberadaan bawahan, sehingga akan menimbulkan rasa kebersamaan untuk dapat saling berbagi ketika mengambil suatu keputusan. Untuk itulah diperlukan kepercayaan yang tinggi dalam diri pegawai dengan segala keputusan yang diambil oleh atasan.
Menurut Meuser (2011) bahwa servant leadership memiliki dampak yang disukai pada kinerja pengikut dalam peran mereka yaitu cara bawahan melakukan pekerjaan yang ditugaskan. Penelitian ini mendukung hasil temuan Harianto, dkk (2014) dan Dewi, dkk (2014) menemukan bahwa servant leadership berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak mendukung hasil temuan Adharianti (2014) bahwa servant leadeershipt tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai Disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, memberikan pengertian bahwa semakin tinggi disiplin kerja pegawai,
maka tentu akan mempengaruhi tingginya kinerja pegawai. Kinerja pegawai dapat meningkat jika para pegawai berangkat ke kantor tepat waktu. Hal ini sangat diperlukan karena dengan mematuhi aturan yang telah ditetapkan pihak organisasi untuk dating tepat waktu, tentu akan mempengaruhi kinerja pegawai secara maksimal. Untuk itulah diperlukan factor penunjang seperti tersedianya peralatan atau fasilitas yang baik sehingga akan mampu mempengaruhi kinerja pegawai secara maksimal.
Disiplin kerja terbentuk karena tingginya tanggung jawab dari pegawai atas hasil kerja yang di kerjakan. Semakin tinggi tanggung jawab dari pegawai atas hasil kerja yang dikerjakan, tentu akan semakin meningkatkan kinerja pegawai secara maksimal. Hal tersebut karena dengan adanya disiplin yang baik dari pegawai, maka mencerminkan tingginya tanggung jawab pegawai terhadap tugas yang diberikannya dalam pencapaian kinerja yang maksimal. Untuk itulah diperlukan ketaatan yang tinggi dalam diri pegawai terhadap aturan aturan yang telah ditetapkan oleh pihak organisasi dalam upaya pencapaian kinerja secara maksimal.
Menurut Siagian (2012) bahwa salah satu factor yang mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya adalah karena pentingnya disiplin kerja. Hasil penelitian ini mendukung hasil temuan Sanjaya (2015) menemukan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Akan tetapi hasil temuan yang dilakukan oleh Taroreh (2014) menunjukkan jika disiplin kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
## Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Hasil penelitian terbukti bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, mempunyai arti bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai, maka tentu akan berdampak pada tingginya kinerja pegawai. Kinerja pegawai dapat maksimal jika pegawai
merasakan kepuasan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan organisasi. Untuk itulah diperlukan perhatian dari pihak manajemen dalam memperhatikan pegawai, antara lain perhatian terhadap kebijakan promosi (kenaikan pangkat atau jabatan) sehingga kinerja pegawai yang dihasilkan akan meningkat.
Faktor lain yang tak kalah penting dalam meningkatkan kinerja pegawai diantaranya peran pentingnya pihak pimpinan dalam memberikan arahan yang benar kepada para bawahannya. Peran pentingnya atasan sangat dibutuhkan dalam mengarahkan kepada bawahan yaitu berusaha untuk lebih mengedepankan kerja sama dengan mendukung sesama rekan kerja dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai secara maksimal.
Menurut Handoko (2012) bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Besar kecilnya kepuasan kerja karyawan, berhubungan erat dengan kinerja yang dihasilkan. Penelitian ini mendukung hasil temuan Mulyadi (2012) dan Adharianti (2014) yang menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Sedangkan hasil penelitian Barista (2015) terjadi sebaliknya bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
## Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Hasil penelitian kepuasan kerja tidak mampu menjadi variabel intervening antara servant leadership terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian servant leadership hanya berpengaruh terhadap kinerja pegawai saja tidak harus melalui kepuasan kerja. Dengan demikian semakin pemimpin mampu melayani bawahannya dengan tulus, maka hanya mampu meningkatkan kinerja pegawai secara maksimal.
Kepuasan kerja mampu menjadi variable intervening antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, dapat diartikan bahwa
semakin tinggi disiplin kerja pegawai, maka menunjukkan tingginya tingkat kepuasan kerja sehingga tentu akan berdampak pada tingginya kinerja pegawai secara maksimal. Pegawai yang puas tentu akan berusaha untuk disiplin, yaitu berusaha bekerja untuk tepat waktu, menggunakan peralatan kantor dengan baik, mempunyai tanggung jawab yang tinggi dan mempunyai ketaatan yang tinggi terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi sehingga tentu akan mempengaruhi kinerja pegawai secara maksimal
## SIMPULAN
Servant leadership terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dapat diartikan bahwa semakin tinggi servant leadership, maka semakin pemimpin mampu melayani bawahannya dengan tulus, sehingga akan mempengaruhi tingginya kepuasan kerja pegawai.
Disiplin kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, memberikan pengertian bahwa semakin tinggi disiplin kerja pegawai, maka menunjukkan tingginya tingkat kepuasan kerja pegawai . . Servant leadership terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dapat diartikan bahwa semakin tinggi servant leadership, maka semakin pemimpin mampu melayani bawahannya dengan tulus, sehingga hal itu akan berdampak pada tingginya kinerja pegawai.
Disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, memberikan pengertian bahwa semakin tinggi disiplin kerja pegawai, maka tentu akan mempengaruhi tingginya kinerja pegawai.
Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, mempunyai arti bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai, maka tentu akan berdampak pada tingginya kinerja pegawai. Kepuasan kerja mampu menjadi variabel
intervening antara servant leadership terhadap kinerja pegawai, artinya semakin tinggi servant leadership, maka semakin pemimpin mampu melayani bawahannya dengan tulus, sehingga akan mempengaruhi tingginya kepuasan kerja dan kinerja pegawai secara maksimal.
Kepuasan kerja mampu menjadi variable intervening antara disiplin kerja terhadap kinerja pegawai, dapat diartikan bahwa semakin tinggi disiplin kerja pegawai, maka menunjukkan tingginya tingkat kepuasan kerja sehingga tentu akan berdampak pada tingginya kinerja pegawai secara maksimal.. Atas dasar kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, dapat diberikan beberapa saran dan diharapkan dapat berguna bagi kemajuan perusahaan. Adapun beberapa saran tersebut adalah : Hendaknya ada upaya visi yang jelas dari dalam diri pemimpin yaitu dengan melakukan komunikasi secara intensif sehingga dapat menyatukan visi yang jelas antara bawahan dan atasan dalam pencapaian kinerja secara maksimal. Hal ini bisa dilakukan dengan cara melaksanakan gathering setiap enam bulan atau satu tahun sekali yang berisi pemberian motivasi
dan permainan-permainan seru yang bisa melatih kekompakan antar pegawai. Selain itu dalam gatherin g ini pemimpin bisa secara langsung bertatap muka dengan bawahan serta menyampaikan visinya secara jelas kepada bawahannya.
Hendaknya ada aturan yang tegas dalam mendukung kedisiplinan dalam diri pegawai, yaitu dengan memberikan sangsi pemotongan uang kehadiran ataupun pemotongan bonus bagi pegawai yang terlambat, membolos masuk kerja, meninggalkan kantor sehingga akan membuat kinerja pegawai akan lebih maksimal.
Hendaknya ada upaya dari pihak pimpinan untuk mengupayakan agar terjalin kerja sama antar rekan kerja, yang membuat pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan terjalin hubungan yang baik antar rekan kerja Pada penelitian selanjutnya sebaiknya perlu menambah variabel penelitian intrinsic motivation agar dapat meningkatkan peneitian yang lebih baik lagi.
Pada penelitian selanjutnya sebaik ditambah dengan teknik wawancara sehingga akan lebih memperkuat keakuratan data.
## DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE : Yogyakarta.
Harianto. Dkk. (2014). Pengaruh Servant Leadership Terhadap Kinerja Pegawai Melalui Disiplin Kerja Pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan kabupaten banyuwangi.
Hasibuan, Melayu SP. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi Aksara : Jakarta.
Mangkunegara, A, P. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mustafa. (2015). Pengaruh Kompensasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Serta Implikasinya Kepada Kinerja Dosen Di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
Rivai . ( 2004) . Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Spears, L.C & Lawrence, M. (2004). “ Servant Leadership: Succeeding through Trust, Bravery, and Forgiveness”. USA: Jossey-Bass Sutrisno, Edy. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana: Jakarta
|
0015dbdb-9275-4c9a-bf66-35f1643d4653 | https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/Farmasi/article/download/3480/3205 |
## Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik (JIFFK)
Vol.17, No.1, Juni 2020, Hal. 08-13 ISSN: 1693 7899; e-ISSN: 2716 3814
## EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL UMBI RUMPUT TEKI
( Cyperus rotundus L.) TERHADAP MENCIT PUTIH
Rifda Naufa Lina * , Monik Dewi Astutik
Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Utama Kudus Jalan Lingkar Raya Kudus – Pati KM.5 Jepang Mejobo Kudus 59381 Telp (0291) 4248655, 4248656 Fax (0291) 424865 *Email: n [email protected]
## INTISARI
Diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan rangsangan buang air besar secara terus- menerus dan feses yang tidak terbentuk atau cair yang memiliki frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam . Kejadian diare dapat terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan 4% dari semua kematian dan 5% dari kehilangan kesehatan menyebabkan kecacatan. Rumput teki ( Cyperus rotundus L.) dapat digunakan sebagai antidiare karena mengandung senyawa seperti tanin dan flavonoid. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Post-test only Control Group Design . Subjek uji menggunakan mencit jantan putih ( Mus muscullus ) yang berjumlah 25 mencit dan dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok ekstrak etanol umbi rumput teki dengan dosis 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB. Sebelum perlakuan mencit dipuasakan dan diinduksi diare (oleum ricini). Pengamatan dilakukan dengan mengamati parameter diare yaitu lama terjadinya diare, frekuensi diare, dan konsistensi feses tiap 30 menit selama 4 jam. Data numerik kemudian diolah menggunakan SPSS dengan uji One way ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dengan dosis 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB mempunyai efek sebagai antidiare pada mencit dengan dosis efektif yaitu 500 mg/kgBB sebagai antidiare.
Kata kunci : antidiare, ekstrak etanol umbi rumput teki, oleum ricini, Cyperus rotundus L.
## ABSTRACT
Diarrhea is a disease characterized by stimulation of bowel movements continuously and feces that are not formed or liquid that has a frequency of more than 3 times in 24 hours. The incidence of diarrhea can occur throughout the world and causes 4% of all deaths and 5% of health losses to cause disability. Cyperus rotundus L. can be used as an antidiarrheal drug because it contains a compound such as tannins and flavonoids. This research is an experimental study with a Post-test only Control Group Design. The subjects using white male mice (Mus muscullus) 25 mice and divided into 5 groups: positive control, negative control, ethanol extracts of rubers Cyperus rotundus L. with a dose of 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB and 1000 mg/kgBB. Before the treatment, mice fasted and induced diarrhea (oleum ricini). Obsevations was made by observing the parameters of diarrhea: duration of diarrhea, frequency of diarrhea and feces consistency every 30 minutes for 4 hours. The numerical data was then processed using SPSS with one way ANOVA test. The results obtained showed that the administration of extract with a dose of 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB and 1000 mg/kgBB had an antidarrheal with effective dose is 500 mg/kgBB.
Keywords : antidiarrheal, ethanol extract of tubers Cyperus rotundus L. , oleum ricini, Cyperus rotundus
*Corresponding author: Nama: Rifda Naufa Lina Institusi: STIKES Cendekia Utama Kudus Alamat Institusi: Jalan Lingkar Raya Kudus – Pati KM.5 Jepang Mejobo Kudus 59381 Telp (0291) 4248655, 4248656 Fax (0291) 424865 E-mail: [email protected]
## PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara berkembang dan diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia di bawah 5 tahun di dunia meninggal setiap tahun, 20% diantaranya karena infeksi diare (Agtini, 2011). Diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan rangsangan buang air besar secara terus-menerus dan feses yang tidak terbentuk atau cair yang memiliki frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam (Zulkoni, 2010 ).
Terjadinya diare dapat menyebabkan dehidrasi karena tubuh kekurangan cairan, kekurangan kalium, dan elektrolit dalam jumlah yang banyak. Dehidrasi berat akan menimbulkan kelemahan, syok bahkan kematian terutama pada anak-anak dan bayi (Nurhalimah dkk., 2005). Selain itu, diare juga bisa disebabkan karena faktor makanan yang tidak sehat atau makanan yang diproses dengan cara yang tidak bersih sehingga terkontaminasi bakteri penyebab diare seperti Salmonella , Shigella dan Campylobacter jejuni (Yunia dkk., 2015).
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Banyak sekali spesies-spesies tanaman khas yang sampai saat ini belum diteliti khasiat dan kegunaannya secara mendalam terutama sebagai antidiare. Salah satu tanaman yang belum banyak diteliti khasiat dan kegunaannya yaitu rumput teki ( Cyperus rotundus Linn.). Rumput teki merupakan rumput yang tumbuh di daerah tropis maupun subtropis di belahan dunia (Sivapalan, 2013). Rumput teki dianggap sebagai tanaman gulma (suatu tanaman yang tidak diharapkan) oleh masyarakat (Dalimartha, 2009). Meskipun sebagai gulma, ternyata rumput teki menyimpan berbagai manfaat pengobatan. Kegunaan dari rimpang rumput teki antara lain untuk menormalkan siklus haid, meredakan nyeri ( analgesic ), antibakteri stimulan, diuretik, antiobesitas dan sebagai antidiare (Susianti, 2015).
Menurut hasil penelitian dari Sukmawati (2017) senyawa yang mempunyai efek antidiare adalah tanin dan flavonoid. Tanin bersifat adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus sehingga bersifat obstipansia dan mekanisme flavonoid juga bisa menghambat mortilitas usus sehingga dapat mengurangi cairan dan elektrolit (Afrisa, 2016). Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa polifenol yang berfungsi sebagai agen antidiare. Adapun mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat mortilitas usus sehingga dapat mengurangi cairan dan elektrolit (Di Carlo dkk., 1993). Aktivitas flavonoid (kuersetin) yang lain adalah dengan menghambat pelepasan asetilkolin di saluran cerna (Rizal dkk., 2016). Penghambatan pelepasan asetilkolin akan menyebabkan berkurangnya aktivasi reseptor asetilkolin nikotinik yang memperantarai terjadinya kontraksi otot polos dan teraktivasinya reseptor asetilkolin muskarinik (khususnya Ach-M3) yang mengatur motilitas gastrointestinal dan kontraksi otot polos (Ikawati, 2008). Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian efek antidiare ekstrak etanol umbi rumput teki yang mengandung senyawa tanin dan flavonoid terhadap mencit putih.
## METODE PENELITIAN
## Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat true experimental dengan subjek mencit. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Post-test only Control Group Design karena pemeriksaan
variabel tidak mungkin dilakukan sebelum perlakuan. Pemeriksaan variabel dilakukan setelah perlakuan ( post test ).
## Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan hewan (Ohaus), neraca analitik (Precisa), kandang mencit, botol minum mencit, sonde, rotary evaporator (Ika), kain, botol kaca, pisau atau gunting, stopwatch (Asus), mortir dan stamper.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi rumput teki, Besi (III) klorida, Magnesium, asam klorida, etanol 96%, Na CMC 1%, Loperamid HCL, aquadest, Oleum ricini dan menggunakan hewan uji yaitu mencit jantan putih ( Mus muscullus ).
## Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Rumput Teki
Umbi rumput teki dipanen dari Desa Ronggo Kecamatan Jaken Kabupaten Pati, Jawa Tengah, disortir untuk memisahkannya dengan tanaman lain. Selanjutnya, umbi rumput teki dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan dan diangin-anginkan. Umbi rumput teki dikeringkan dalam oven pada suhu 50 o C. Setelah simplisia kering, simplisia kemudian diblender dan diayak dengan ayakan 40 mesh.
Pembuatan ekstrak pada penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi. Ditimbang 2000 miligram serbuk simplisia dan dimaserasi dengan etanol 96% sebanyak 2 L kemudian diaduk, dan dibiarkan selama 3 hari (72 jam). Selanjutnya disimpan dalam wadah tertutup atau terhindar dari sinar matahari langsung. Setelah itu, hasil ekstrak disaring hingga menghasilkan filtrat dan ampas. Ampas direndam kembali dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2 L dan perlakuan ini diulang selama 2 hari. Hasil ekstraksi kemudian ditampung dalam gelas beker dan hasil yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental (Hasri, 2018).
## Skrining Fitokimia
Menurut hasil penelitian dari Sukmawati (2017) senyawa yang mempunyai efek antidiare adalah tanin dan flavonoid. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi senyawa tersebut.
## Identifikasi tanin
Sejumlah ekstrak umbi rumput teki ditimbang dengan timbangan neraca analitik, kemudian ditambahkan air panas dan ditetesi besi (III) klorida, keberadaan tanin dalam sampel ini ditandai dengan timbulnya biru kehitaman atau warna hijau kehitaman (Wijaya dkk., 2014).
## Identifikasi flavonoid
Sejumlah ekstrak umbi rumput teki ditimbang dengan timbangan neraca analitik, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan serbuk magnesium secukupnya dan 10 tetes asam klorida pekat. Keberadaan flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna hitam kemerahan pada larutan (Wijaya dkk., 2014).
## Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Uji
Mencit diadaptasikan dengan lingkungan penelitian selama satu minggu. Sebelum diberi perlakuan mencit jantan dipuasakan terlebih dahulu selama 1 jam. Masing-masing mencit diberi oleum ricini 0,75 mL secara peroral (Sukmawati, 2017) agar mencit mengalami diare, kemudian masing-masing kelompok diberi perlakuan secara berurutan seperti berikut:
1) Kelompok 1 : Mencit diberi loperamid HCl (kontrol positif)
2) Kelompok 2 : Mencit diberi Na-CMC 1% (kontrol negatif)
3) Kelompok 3 : Mencit diberi ekstrak etanol umbi rumput teki dengan dosis 250 mg/kgBB
4) Kelompok 4 : Mencit diberi ekstrak etanol umbi rumput teki dengan dosis 500 mg/kgBB
5) Kelompok 5 : Mencit diberi ekstrak etanol umbi rumput teki dengan dosis 1000 mg/kgBB.
Perlakuan dilakukan secara peroral. Kemudian diamati parameter diare yaitu lama terjadinya diare, frekuensi diare, dan konsistensi feses tiap 30 menit selama 4 jam (Kardela dkk., 2018). Lama terjadi diare, dicatat selisih waktu terakhir terjadinya diare (saat konsistensi kembali normal) dengan waktu mula-mula terjadinya diare (saat konsistensi berlendir atau berair) dalam menit. Frekuensi diare, dihitung berapa kali terjadinya diare selama pengamatan. Konsistensi feses dinilai dengan pembagian sebagai berikut:
0 : tidak BAB; 1 : feses keras (K) dengan diameter < 0,5 cm; 2 : feses lembek (L) dengan diameter 0,5–1 cm; dan 3 : feses lembek cair (LC) dengan diameter > 1 cm (Dini dkk., 2010).
## Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis menggunakan one way ANOVA . Apabila ada perbedaan yang signifikan digunakan uji lanjutan LSD ( Least Significance Difference ) untuk mengetahui adanya perbedaan antar kelompok.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian uji efek antidiare menggunakan hewan uji berupa mencit ( Mus musculus ) jantan untuk meminimalkan variasi biologi yang berkaitan dengan pengaruh hormonal yang berubah-ubah yang dapat mengurangi ketepatan dalam menganalisis data, serta mencit jantan diketahui lebih stabil dari pada mencit betina (Felig dan Lawrence, 2001). Penginduksi diare yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak jarak ( oleum ricini ). Minyak jarak adalah salah satu pencahar iritan atau stimulan. Dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat, suatu iritan lokal yang meningkatkan motilitas. Awal kerjanya cepat dan berlanjut hingga senyawa tersebut diekskresi melalui kolon (Katzung, 2014). Asam risenosolat merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat lain yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit (Adrianto, 2017).
Hasil skrining fitokimia pada uji tanin yaitu berwarna hijau kehitaman maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi rumput teki ini positif mengandung tanin. Hasil ini diperkuat dengan penelitian Hasri (2018), yang menunjukkan bahwa hasil identifikasi senyawa tanin pada ekstrak etanol tumbuhan tersebut juga positif mengandung tanin sedangkan pada uji flavonoid dengan sampel umbi rumput teki hasilnya juga positif mengandung flavonoid. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Hasri (2018) yang menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol tumbuhan tersebut juga berhasil teridentifikasi kandungan senyawa flavonoid. Hasil tersebut ditunjukkan dalam tabel I.
## Tabel I. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol umbi rumput teki
Senyawa Hasil Warna Tanin + Adanya warna hijau kehitaman Flavonoid + Adanya larutan warna hitam kemerahan
Keterangan : (+) Positif : Mengandung golongan senyawa
Hasil pengamatan parameter diare yaitu lama terjadinya diare, frekuensi diare dan konsistensi feses ditunjukkan pada tabel II.
Tabel II. Hasil pengamatan parameter antidiare Kelompok Lama terjadinya diare (menit) Frekuensi diare (kali) Konsistensi feses (cm) Kontrol positif (+) Kontrol negatif (-) 250 mg/kgBB 500 mg/kgBB 1000 mg/kgBB 136,40 ± 22,07 88,00 ± 11,51* 102,00 ± 16,05* 118,40 ± 15,34 124,40 ± 23,50 10,40 ± 2,30 6,20 ± 0,80* 7,80 ± 1,30* 8,80 ± 1,30 10,00 ± 1,00 2,04 ± 0,50 0,74 ± 0,25* 1,10 ± 0,42* 1,54 ± 0,62 1,64 ± 0,41
Ket = * ada perbedaan signifikan dengan kontrol positif
Hasil pengamatan parameter diare yaitu lama terjadinya diare, frekuensi diare dan konsistensi feses setelah dianalisis berdasarkan statistik ANOVA dengan taraf kepercayaan 5% mempunyai hasil yang sama yaitu terdapat perbedaan signifikan antara kontrol positif dengan kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian loperamid sebagai kontrol positif memberikan efek antidiare. Loperamid HCl merupakan obat antidiare yang bekerja dengan cara bereaksi langsung pada otot-otot usus, menghambat peristaltik dan memperpanjang waktu transit, mempengaruhi perpindahan air dan elektrolit melalui mukosa usus, menaikkan viskositas dan mencegah kehilangan air dan elektrolit (Tan dan Kirana, 2007).
Terdapat perbedaan signifikan antara kontrol positif dengan dosis 250 mg/kgBB yang menunjukkan bahwa pada dosis 250 mg/kgBB mempunyai efek antidiare tetapi tidak sebaik loperamid, sedangkan terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kontrol positif dengan dosis 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dosis 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB mempunyai efek yang setara atau sebanding dengan loperamid meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antar dosis. Dari hasil ini dapat dimbil kesimpulan dosis 500 mg/kgBB adalah dosis yang efektif karena merupakan dosis terkecil yang mempunyai efek yang setara dengan loperamid.
Adanya efek antidiare pada ekstrak etanol umbi rumput teki ini karena mengandung flavonoid dan tanin. Senyawa golongan tanin sebagai pengkhelat mempunyai efek spasmolitik yang dapat mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang (Fratiwi, 2015). Flavonoid mempunyai mekanisme kerja untuk menghentikan diare yang diinduksi oleh oleum ricini adalah dengan menghambat motilitas usus sehingga dapat mengurangi sekresi cairan dan elektrolit (Sukmawati, 2017).
## KESIMPULAN
Ekstrak etanol umbi rumput teki memiliki efek antidiare terhadap mencit putih dengan dosis efektif sebagai antidiare yaitu dosis 500 mg/kgBB.
## UCAPAN TERIMA KASIH
STIKES Cendekia Utama Kudus
## DAFTAR PUSTAKA
Adrianto A, D. 2017. Uji Effektivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Bidara ( Ziziphus maurtiana Lam . ) Pada Mencit Jantan ( Mus musculus ) Dengan Induksi Oleum Ricini. Jurnal Permata Indonesia , 8 (2), 59–74.
Afrisa, H. P., 2016, Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Rumput Teki ( Cyperus rotundus L.) dengan Obat Imodium terhadap Antidiare pada Mencit ( Mus musculus L.) Jantan yang Diinduksi Oleum Ricini, Skripsi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Agtini, D. M., 2011, Morbiditas dan mortalitas diare pada balita di Indonesia tahun 2000-2007, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan , 1-44.
Di Carlo, G., Autore, G., Izzo, A.A., Maiolino, P., Mascolo, N., Viola, P., Diurno, M.V., and Capasso, F., 1993, Inhibition of Intestinal Motility and Secretory by Flavonoids in Mice and Rats: Structure Activity Relationships, Journal of Pharmacy and Pharmacology , 45 (12). 1054-1059.
Dini, P. D., Santun, B.R. dan L.Yuniarti, 2010, Efek Anti Diare Ekstrak Air Umbi Sarang Semut ( Myrmecodia pendes ) pada Mencit Putih ( Mus musculus ). Prosiding . Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Hal.57.
Dalimartha, S., 2009, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia , Jilid 6, Pustaka Bunda: Jakarta,157. Felig, P and Lawrence, C.A.S., 2001, Endocrionology and Metabolism, Fourth Edition, New York: Mc. Graw Hill.
Fratiwi, Y., 2015, The Potential of Guava Leaf ( Psidium guajava L . ) for Diarrhea, J. Majority , 113-118.
Hasri, A. S., 2018, Uji Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Umbi Rumput Teki ( Cyperus rotundus L.) terhadap Pheretima Posthuma, Skripsi , Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ikawati, Z., 2008, Pengantar Farmakologi Molekuler . Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.Vol. 50. Halaman 78-81.
Kardela, W. Fauziyah, F., dan Mayesri, S., 2018, Biji Melinjo (Gnetum Gnemon L.) : Aktivitas sebagai Antidiare, Jurnal Farmasi Higea , 1 (10), No. 1, 49-56. Katzung, B. G., 2014, Farmakologi Dasar dan Klinik (edisi ke-12), diterjemahkan oleh: Braham U.P. EGC, Jakarta, Indonesia, 36-38; 1241, 1243.
Nurhalimah, H., Wijayanti, N., dan Widyaningsih, T. D., 2005, Efek Antidiare Ekstrak Daun Beluntas ( Pluchea indica L.) terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi Bakteri Salmonella thypimurium , Jurnal Pangan dan Agroindustri . 3(3), 1083-1094.
Rizal, M., Yusransyah dan Sofi, N. S. 2016. UJi Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol 70% Kulit Buah Jengkol ( Archidendron pauciflorum ( Benth.)I.C. Nielsen ) Terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi Oleum Ricini, Jurnal Ilmiah Manuntung , 2(2), 131-136.
Sivapalan, S. R., 2013, Medicinal uses and Pharmacological activities of Cyperus rotundus Linn –
A Review, International Journal of Scientific and Research Publications , 3(5), 1–8.
Sukmawati, D., 2017. Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Suji ( Dracaena angustifolia roxb ) Antidiarrheal, Pharmacy , 14(02), 173–187. Susianti, 2015, Potensi Rumput Teki ( Cyperus rotundus L . ) sebagai Agen Antikanker. In Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila, FK Unila, Lampung (pp. 52–57).
Tan, H. T dan Kirana, R., 2007, Obat-Obat Penting. Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya , Edisi Keenam, PT Elex Media Komputindo: Jakarta, 288-289, 296.
Wijaya, B. A., Citraningtyas, G. dan Wehantouw, F., 2014, Potensi Ekstrak Etanol Tangkai Daun Talas ( Colocasia esculenta L) Sebagai Alternatif Obat Luka Pada Kulit Kelinci ( Oryctolagus cuniculus ). Jurnal Ilmiah Farmasi , 3(3), 211-219.
Yunia, G. P., Dewanti, W. T. dan Wijayanti, N., 2015, Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya ( Carica Papaya L.) Sebagai Antidiare Pada Mencit Yang Diinduksi Salmonella typhimurium . Jurnal Pangan dan Agroindustri , 3(4), 1283-1293.
Zulkoni, H. A., 2010, Parasitologi , Yogyakarta: Nuha Medika, 71-74.
|
b5eb6352-9cdf-41fe-aeee-517049050ffd | http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/pendas/article/download/2732/2004 |
## PERANAN MEDIA VIDEO DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS DI KELAS V SDN MAMPANG PRAPATAN 02 PAGI
Oleh : Ika Yatri 1) Lanjar Pratiwi 2)
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka 1),2)
## ABSTRAK
Mata pelajaran IPS bertujuan untuk membina siswa menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas siswa kelas V SDN Mampang Prapatan 02. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas melalui peranan media video dan dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan ( planning ), aksi atau tindakan ( acting ), observasi ( observing ), dan refleksi ( reflecting ). Subyek penelitian yaitu guru dan siswa kelas V SDN Mampang Parpatan 02 Jakarta Selatan tahun Pelajaran 2016/2017, dengan jumlah siswa sebanyak 24 orang anak terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Fokus penelitian adalah aktivitas siswa. Teknik pegumpulan data menggunakan tes, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan media video dapat meningkatkan aktivitas siswa pembelajaran IPS. Rata-rata skor aktivitas siswa siklus I yaitu 27,75 dengan kategori cukup, siklus II yaitu 32,25 dengan kategori baik, dan siklus III yaitu 33,625 dengan kategori sangat baik. Hasil belajar siswa meningkat dapat dilihat dari pra siklus dengan rata-rata kelas 55,83, ketuntasan klasikal 16,66% siklus I dengan rata-rata kelas 58,33, ketuntasan klasikal 29,10%, siklus II dengan rata-rata 68,75, ketuntasan klasikal 66,60%, dan siklus III dengan rata-rata kelas 80,83 dengan ketuntasan klasikal 91,42%. Berdasarkan analisis hasil penelitian tindakan kelas tersebut dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran IPS melalui peranan media video dapat meningkatkan aktivitas siswa dan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Saran bagi guru adalah guru dapat menerapkan media video untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran.
Kata kunci: Pembelajaran IPS, Aktivitas Siswa, Peranan Media Video
## PENDAHULUAN
Pendekatan dalam pembelajaran yang dilakukan di SD masih seringkali dijumpai berpusat pada guru ( teacher centered ). Padahal hal tersebut membuat siswa lebih mudah bosan dan tidak memahami materi dikarenakan pembelajaran yang monoton. Pembelajaran yang monoton
menyebabkan belajar siswa di dalam kurang maksimal. Padahal proses belajar siswa yang aktif sangatlah mempengaruhi
hasil belajar. Jika teacher centered terus diterapkan akan menjadikan mereka sebagai subyek belajar yang menerima pembelajaran tanpa ikut terlibat di dalamnya. Tujuan pendidikan IPS menurut Sumaatmadja, dalam Hidayati (2008: 1.24) adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan Negara. Untuk emncapai ujuan IPS tersebut,
seorang guru harus mampu memfasilitasi siswa agar menjadi warga Negara yang baik melalui proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan studi pendahuluan di kelas VB SDN Mampang Prapatan 02 Pagi, menunjukkan bahwa pada saat pembelajaran IPS guru masih seringkali mendominasi dan model pembelajaran masih kurang tepat sesuai dengan kondisi siswa. Mata pelajaran IPS di kelas V cakupan materi sangat luas dan banyak menggunakan hafalan terutama materi sejarah di kelas V SD. Hal tersebut membuat tingkat pemahaman siswa dalam materi sejarah sangatlah rendah, padahal pemahaman materi berpengaruh terhadap nilai siswa.
Sesuai dengan data hasil belajar dan pelaksanaan pembelajaran IPS di atas, perlu adanya penerapan media pembelajaran yang inovatif dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS yang sesuai dengan standar kurikulum dan standar proses. Aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan atau keaktifan.
Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas belajar itu tidak mungkin akan berlangsung dengan baik (Sardiman, 2010: 95). Pembelajaran IPS
pada kelas V SD mengandung konsep abstrak sehingga diperlukan media untuk membuat konsep menjadi lebih konkret dan mudah dipahami oleh siswa. Keunggulan media video yang mampu menampilkan gambar bergerak dan suara merupakan satu daya tarik sendiri, karena siswa mampu menyerap pesan atau informasi dengan menggunakan lebih dari satu indera (Daryanto, 2010: 88). Untuk itu penggunaan media yang tepat merupakan suatu usaha untuk menyiapkan kondisi belajar yang lebih baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS. Penggunaan media dapat membuat pembelajaran menjadi lebih efektif. Pembelajaran dikatakan efektif jika siswa dapat memahami materi yang dipelajari sehingga berbanding lurus dengan hasil belajar kognitif yang diperoleh bisa meningkat dengan sendirinya. Salah satunya adalah dengan menerapkan media video pembelajaran. Media video pembelajaran IPS dibuat menggunakan software pinnacle .
## METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK atau Classroom Action
Research (CAR) yaitu suatu penelitian tindakan yang dilakukan di kelas. PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto, 2014: 2). Subyek penelitian ini adalah guru kelas VB, siswa kelas VB SDN Mampang Prapatan 02 Pagi Jakarta Selatan sebanyak 24 orang, tahun ajaran 2016/2017.
Salah satu kegiatan yang penting dalam PTK adalah pengumpulan data yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu tekni tes dan teknik non tes. Menurut Arikunto (2006: 150) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.. Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan belajar siswa dalam pembelajaran IPS menggunakan media video. Srdangkan teknik non tes dalam penelitian ini yaitu observasi dan wawancara. Observasi dalam penelitian digunakan untuk menggambarkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan media video . Dalam penelitian ini wawancara
digunakan untuk mengambil data awal dalam identifikasi masalah.
Prosedur penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan tiga siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat kegiatan yaitu: perencanaan ( planning ), tindakan ( acting ), observasi ( observation ), dan refleksi ( reflecting ).
Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan optimalnya hasil belajar IPS kelas V. dengan melakukan observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan aktivitas siswa di dalam kelas.
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan soal tes. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Lembar observasi ini berbentuk check-list dengan pilihan “ya” atau “tidak”. Lembar ini dipergunakan untuk mengetahui apakah dengan menggunakan media video pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VB SDN Mampang Prapatan 02 Pagi berjalan dengan baik ataukah tidak. Tes dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Tes dilaksanakan secara individu dan berupa soal uraian sebanyak 10 butir soal. Untuk menganalisis
pembelajaran IPS terlebih dahulu diuji cobakan agar diperoleh butir soal yang baik sebelum diberikan kepada siswa. Butir soal yang baik harus memenuhi kriteria valid dan reliabel serta diuji tingkat kesukaran dan daya pembeda.
Validitas adalah suatu ukuran untuk menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen penelitian. Menurut Sugiono (2010: 177) untuk menguji validitas konstruk dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan skor totalnya. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas tes evaluasi adalah product moment dari Karl Pearson dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : r xy : Koefisien korelasi antara
variabel X dan variabel Y. Σx : Jumlah skor item Σy : Jumlah skor total (seluruh item) n : Jumlah responden
Reliabilitas perangkat tes dihitung untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama dan belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran (Azwar, 2013: 7). Setelah diperoleh 11 r , selanjutnya hasilnya disesuaikan dengan criteria koefisien reliabilitas. Berikut adalah tabel kriteria koefisien reliabilitas
Tabel 1. Kriteria Koefisien Reliabilitas
Kriteria Nilai Reliabilitas r i ≥ r tabel r i < r tabel Reliabel Tidak Reliabel Selanjutnya butir soal diuji
menggunakan indeks tingkat kesukaran pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 – 1,00. Dengan mengetahui indeks kesukaran soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan soal dan digunakan sebagai acuan untuk mengadakan perbaikan. Tingkat kesukaran ( p ) sebenarnya merupakan nilai rata-rata dari kelompok peserta tes, oleh karena itu tingkat kesukaran ( p ) sebenarnya adalah rata-rata dari suatu distribusi skor kelompok dari suatu soal (Surapranata,
2005: 19). Setelah diperoleh tingkat kesukaran, kemudian
hasilnya disesuaikan dengan tabel criteria indeks kesukaran. Berikut adalah Kriteria untuk menginterpretasikan indeks kesukaran menurut Arikunto (2013: 225) adalah sebagai berikut .
Tabel 2. Kriteria Indeks Kesukaran
Menurut Surapranata (2005: 23), indeks daya pembeda merupakan indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi
soal dengan fungsi tes secara keseluruhan. Soal yang memiliki validitas soal di atas 0,40 merupakan soal yang baik.
Setelah diperoleh hasil daya pembeda ( DP ), selanjutnya hasilnya diklasifiaksikan menggunakan tabel klasifikasi daya pembeda untuk
mengetahui apakah hasilnya itu jelek, cukup, baik, baik sekali ataukah butir soal dibuang.
Tabel 3. Klasifikasi Daya Pembeda Nilai Daya Pembeda Kriteria 0,00-0,20 Jelek 0,20-0,40 Cukup 0,40-0,70 Baik 0,70-1,00 Baik Sekali Negatif Soal dibuang Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Untuk mengetahui data aktivitas siswa dengan menggunakan kriteria menurut Herrhyanto (2007: 5.3-5.4) dalam mengolah data skor dapat dilakukan langkah sebagai berikut:
(1) Menentukan skor terendah; (2)
Menentukan skor tertinggi; (3) Mencari median; dan (4) Membagi rentang nilai menjadi 4 kategori yaitu sangat baik, baik, cukup dan kurang). Nilai yang didapat dari lembar observasi kemudian dimasukkan dalam tabel kriteria ketuntasan data kualitatif.
Kriteria Nilai Indeks Kesukaran TK < 0,30 0,30 ≤ TK ≤ 0,70 TK > 0,70 Soal Sukar Soal Sedang Soal Mudah
Tabel 4. Kriteria Ketuntasan Data Kualitatif Kriteria Ketuntasan Skala Penilaian Kualifikasi Q3 ≤ skor ≤ T Sangat Baik Tuntas Q2 ≤ skor < Q3 Baik Tuntas Q1 ≤ skor < Q2 Cukup Tidak Tuntas R ≤ skor < Q1 Kurang Tidak Tuntas (Kreatif Jurnal Kependidikan Dasar, 2011: 320) Data kuantitatif berupa data hasil belajar siswa pada aspek kognitif, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif dengan menentukan rata- rata dari hasil belajar siswa. Menurut Poerwanti (2008: 6-15) skala 100 berangkat dari persentase yang
mengatikan skor prestasi sebagai proporsi penguasaan siswa pada suatu perangkat tes dengan batas minimal angka 0 sampai 100 %. Data hasil belajar siswa dapat dianalisis secara kuantitatif untuk memperoleh kesimpulan dengan menggunakan tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam Persen (%)
Tingkat Keberhasilan % Kualifikasi >80% Sangat Tinggi (SB) 60-79% Tinggi (B) 40-59% Sedang (C) 20-39% Rendah (K) <20% Sangat Rendah (Aqib, 2010:41) Indikator ketercapaian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Minimal 60% siswa aktif dalam
KBM; (2) Ketuntasan belajar
individual mencapai skor 65%; dan
(3) 75% siswa kelas VB Mampang
Prapatan 02 Pagi mengalami
ketuntasan secara klasikal, artinya 75% dari siswa mencapai nilai KKM
yaitu 70.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan media video pembelajaran terbukti dapat meningkatkan aktvitas siswa, sehingga hasil belajar IPS dapat ditingkatkan. Dalam penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus, karena pada siklus III data yang diperoleh sudah mencapai indikator keberhasilan yang sudah ditentukan. Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian yang terdiri atas observasi aktivitas siswa, dan hasil belajar IPS dengan menerapkan media video pembelajaran dengan materi persiapan kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas VB SDN Mampang Prapatan 02. Sebelum tes evaluasi IPS digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu diadakan uji validitas isi, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Hasil yang diperoleh sebagai berikut.
Hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dalam proses pembelajaran terdapat 4 aspek indikator yang diamati dengan skor 27,75 dengan nilai kategori cukup. Prosentasi ketuntasan aktivitas siswa kelas VB dalam mata pelajaran IPS yaitu sebesar 37,50%. Aspek yang
diamati meliputi: (1) Kesiapan dalam menerima pelajaran (emotional activities) ; (2) Kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan dalam bentuk media video pembelajaran (emotional activities, mental activities, listening activities) ; (3) Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media video (visual activities, mental activities, oral activities, listening activities) .
Aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan dengan pencapaian skor 32,25 dengan nilai kategori baik. Pada siklus II terdapat 4 aspek aktivitas siswa yang diamati. Prosentasi ketuntasan aktivitas siswa kelas VB dalam mata pelajaran IPS yaitu sebesar 58,33%. Aspek yang diamati meliputi: (1) Kesiapan dalam menerima pelajaran (emotional activities) ; (2) Kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan dalam bentuk media video pembelajaran (emotional activities, mental activities, listening activities) ; (3) Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media video (visual activities, mental
activities, oral activities, listening activities) .
Aktivitas siswa pada siklus III mengalami peningkatan yang signifikan dengan pencapaian skor 33,625 dengan nilai kategori baik. Prosentasi ketuntasan aktivitas siswa kelas VB dalam mata pelajaran IPS yaitu sebesar 83,30%. Aspek yang diamati meliputi: (1) Kesiapan dalam menerima pelajaran (emotional
activities) ; (2) Kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan dalam bentuk media video pembelajaran (emotional activities, mental activities, listening activities) ;
(3) Keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan
media video (visual activities, mental activities, oral activities, listening activities) .
Bila ditinjau dari hasil observasi aktivitas siswa dalam mengelola pembelajaran IPS melalui media video mengalami peningkatan rata- rata skor pada siklus I yaitu 27,75 dengan kategori cukup, sikus II yaitu 32,25 dengan kategori baik, dan pada siklus III yaitu 33,625 dengan kategori sangat baik, sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengelola pembelajaran.
Peningkatan aktivitas siswa siklus I, siklus II dan siklus III dapat dilihat pada diagram 1.
0 10 20 30 40 Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 27,75 32,25 33,625 Siklus 3 Siklus 2 Siklus 1
Gambar1. Peningkatan Aktivitas Siswa Berdasarkan hasil evaluasi
pembelajaran IPS pada siswa kelas VB SDN Mampang Prapatan 02 diperoleh nilai rata-rata yang
mengalami peningkatan pada tahap tindakan kelas yaitu pada siklus I, siklus II dan siklus III dibandingkan pada saat pra siklus. Hasil belajar
pada pra siklus dalam kategori rendah dengan ketuntasan klasikal yaitu 16,66%, rata-rata 55,83. Jumlah siswa yang tuntas sebanyak 4 dari 24 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 20 dari 24 siswa. Siklus I dalam kategori rendah dengan ketuntasan klasikal yaitu 29,10% rata-rata 58,33. Perolehan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 40. Siswa yang memenuhi KKM adalah 7 siswa. Dengan perolehan hasil belajar seperti di atas, peneliti masih perlu melakukan penelitian tindakan untuk siklus selanjutnya. Di karenakan dari 24 siswa yang tuntas sesuai dengan nilai KKM (KKM= 70) adalah 14 orang.
Siklus II dalam kategori tinggi dengan ketuntasan klasikal yaitu 66,60%, rata-rata 68,75. Perolehan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 50. Siswa yang memenuhi KKM adalah 17 siswa. Dengan perolehan hasil belajar seperti di atas, peneliti masih perlu melakukan penelitian tindakan untuk siklus selanjutnya. Di karenakan dari 24 siswa yang tuntas sesuai dengan nilai KKM (KKM= 70) adalah 7 orang. Siklus III dalam kategori tinggi dengan ketuntasan klasikal yaitu 83,30%, rata-rata
80,83. Perolehan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60. Siswa yang memenuhi KKM adalah 20 siswa. Dengan perolehan hasil belajar seperti di atas, peneliti masih perlu melakukan penelitian tindakan untuk siklus selanjutnya. Di karenakan dari 24 siswa yang tuntas sesuai dengan nilai KKM (KKM= 70) adalah 4 orang. Hasil tersebut sudah memenuhi kriteria indikator
keberhasilan yang direncanakan yaitu 75% siswa tuntas belajar dengan memenuhi Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70.
Hasil belajar pada pembelajaran IPS pra siklus terdapat 20 siswa yang belum tuntas, siklus I terdapat 14 siswa yang belum tuntas, siklus II terdapat 7 siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus III terdapat 4 siswa yang belum tuntas. Pada siklus III dari aktivitas siswa dalam pembelajaran dikategorikan baik, serta hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dikategorikan sangat baik, sebagian besar siswa sudah mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan sekolah yaitu 70 serta
mencapai rata-rata kelas 80,83 dengan ketuntasan klasikal 83,30%. Indikator keberhasilan pembelajaran di siklus III sudah tercapai, maka kegiatan pembelajaran pada siklus III dirasa cukup dan penelitian berhenti di siklus III. Dalam penelitian ini
sudah sesuai dengan pendapat
Hamalik (2009: 112) yang
menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
## Gambar2. Peningkatan Aktivitas Siswa
## PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS dengan
menggunakan media video pada siswa kelas VB SDN Mampang Prapatan 02, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS melalui media video dapat meningkat dilihat dari pembelajaran siklus I aktivitas
siswa memperoleh rata-rata 27,75 dalam kategori cukup, setelah dilakukan perbaikan pada siklus II aktivitas siswa meningkat 4,5, sehingga diperoleh skor 32,25 dalam kategori baik, selanjutnya dilakukan perbaikan pada siklus III aktivitas siswa memperoleh peningkatan mencapai 1,375, sehingga diperoleh rata-rata skor 33,625 dalam kategori sangat baik; dan (2) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS
melalui media video mengalami peningkatan yang signifikan dapat dilihat pada saat pra siklus dengan pencapaian rata-rata kelas sebesar 55,83 dengan ketuntasan klasikalnya 16,66% dalam kategori rendah. Setelah diadakan perbaikan pada siklus I, pencapaian rata-rata kelas sebesar 58,33 dengan ketuntasan klasikal 29,10% dalam kategori rendah. Kemudian setelah diadakan perbaikan pada pada siklus II, pencapaian rata-rata hasil belajar siswa meningkat sebesar 10,42 sehingga menjadi 68,75 dengan ketuntasan klasikal 66,60% dalam kategori tinggi. Setelah diadakan perbaikan lagi, pencapaian rata-rata hasil belajar siswa pada siklus III meningkat sebesar 2,47 sehingga menjadi 80,83 dengan ketuntasan klasikal 83,30% dalam kategori sangat baik.
## DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian . Jakarta: Asdi
Mahasatya
________________. (2013). Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara _________________. (2014). Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan
Validitas . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daryanto. (2010). Media Pembelajaran . Yogyakarta: Gava Media. Hamalik, O. (2009). Proses Belajar Mengajar . Jakarta: Bumi
Aksara.
Heriyanto, et al. (2007). Statistika Dasar . Jakarta: Universitas Terbuka. Hidayati, et al. (2008). Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Dirjendikti Depdiknas. PGSD FIP UNNES. (2011). Kreatif Jurnal Kependidikan Dasar Volume 1 . Semarang: Jurusan
PGSD FIP UNNES. Poerwanti, E., et al. (2008). Asesmen
Pembelajaran SD . Jakarta:
Depdiknas. Sardiman. (2010). Interaksi dan Motivasi
Belajar-Mengajar .
Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Pendidikan . Bandung: Alfabeta.
Surapranata, S. (2005). Analisis Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Kurikulum 2004 . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
|
7b063cdd-1de2-4eff-847b-a405dd836e7c | http://ojs.uho.ac.id/index.php/pharmauho/article/download/3450/2604 | Majalah Farmasi, Sains, dan Kesehatan ISSN 2442-9791
Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
Suryani * , Wa Ode Sitti Musnina, Aisyah Shaliha Anto
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232
## Abstrak
Asma termasuk sepuluh besar penyakit yang dapat menyebabkan kematian di Indonesia. Salah satu obat yang digunakan untuk terapi bagi penderita asma adalah teofilin. Penggunaannya secara oral memiliki beberapa masalah seperti rasanya yang pahit, absorbsi diusus buruk dan tidak teratur, mengalami first pass effect , waktu paruh yang sempit serta efek samping teofilin berupa mual dan muntah. Oleh karena itu, teofilin perlu dibuat menjadi sistem penghantaran nanopartikel yang diberikan melalui rute transdermal berupa matriks patch. Rancangan formula pada penelitian ini ditentukan menggunakan simplex lattice design dengan tiga faktor yaitu polimer hidrofilik (HPMC), polimer hidrofobik (EC) dan palstisizer (PEG), sehingga diperoleh 7 rancangan formula. Ketebalan, pH, keseragaman bobot dan kelembaban digunakan sebagai parameter optimasi. Berdasarkan hasil pengolahan data, persamaan dan countor plot didapat untuk masing-masing parameter tersebut, sehingga formula optimum dapat ditentukan. Berdasarkan pendekatan nilai desirability dihasilkan formula optimal dengan komposisi HPMC 300 mg, EC 200 mg dan PEG 25 mg. Formula optimum yang dihasilkan memiliki ketebalan 0,21 mm; pH 5,7; keseragaman bobot 0,46 dan kandungan kelembaban 2,55.
Kata Kunci: teofilin, nanopartikel, matriks patch, simplex lattice design
## 1. Pendahuluan
Teofilin termasuk obat yang memiliki indeks terapi sempit artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis toksiknya, pada kadar 10-15 mcg/mL dalam darah menimbulkan efek terapi, sedangkan pada 20 mcg/mL menimbulkan efek toksik [1]. Pengobatan dengan teofilin umumnya diberikan setiap 4-6 jam sekali secara oral. Hal ini tidak mudah dilakukan pasien karena frekuensi pemberian yang terlalu sering setiap hari dan berlangsung lama [2]. Selain itu teofilin memiliki beberapa masalah seperti rasa teofilin yang pahit, efek samping teofilin berupa mual dan muntah akibat meningkatnya sekresi asam lambung sehingga menimbulkan rasa yang tidak nyaman bila dikonsumsi secara oral, serta absorbsi teofilin di usus buruk dan tidak teratur, teofilin juga mengalami first pass effect [1]. Untuk mengatasinya maka diperlukan rute pemberian lain selain rute pemberian secara oral, salah satunya yaitu rute pemberian secara transdermal untuk meminimalkan efek samping, memberikan rasa nyaman
* KBK Farmasetika dan Teknologi Farmasi Email: [email protected]
dalam penggunaan obat, serta menjaga rentang terapi obat.
Transdermal merupakan sistem penghantaran obat yang menghantarkan obat ke kulit dengan kecepatan tertentu untuk mencapai efek sistemik. Salah satu pengembangan sistem terapi obat melalui rute transdermal yaitu pembuatan sediaan patch , namun masalah utama dalam penghantaran obat secara transdermal yaitu kemampuan permeabilitas obat dalam melewati stratum corneum yang merupakan barrier utama dalam penetrasi obat masuk melewati kulit [3]. Untuk mengatasi masalah penetrasi tersebut partikel obat dibuat sekecil mungkin hingga berukuran nanometer (nm).
Nanopartikel teofilin yeng telah dibuat dapat dikembangkan menjadi sutau sediaan transdermal patch . Asriani (2015) telah melakukan formulasi sediaan patch transdermal nanopartikel teofilin dan menunjukkan beberapa sediaan patch memenuhi syarat untuk sediaan patch . Untuk mengetahui komposisi sediaan patch yang
Suryani, dkk: Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
menghasilkan karakteristik fisik yang optimum perlu dilakukan optimasi salah satunya menggunakan metode optimasi simpleks lattice design [4] . Metode simplex lattice design (SLD) dapat digunakan untuk optimasi formula pada berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda. Metoda ini mempunyai keuntungan praktis dan cepat karena tidak merupakan penentuan formula dengan coba-coba ( trial and error ). Penggunaan metode optimasi SLD ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi polimer hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dan etil selulosa (EC) serta polietilen glikol (PEG) sebagai plasticizer, sehingga diperoleh formula optimum yang memiliki karakteristik fisik yang baik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan optimasi sediaan patch transdermal nanopartikel teofilin menggunakan metode SLD.
## 2. Metode Penelitian
## 2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Precisa XB 220A), freeze dryer (Virtis SP Scientific Sentry 2.0), mikroskop (Leica ICC50 HD), mesin tensile tester (Shimadzu), oven (Memmert), hot plate (Stuart), desikator, mikrometer digital (Triple Brand), pengaduk magnetik (Model SS30), pipet ukur (Pyrex), filler (D & N), kertas universal pH, cawan petri (Pyrex), alat-alat gelas (Pyrex), alumunium foil. Software yang digunakan untuk menentukan formula optimum dengan metode simplex lattice design adalah Design Expert 7. 1. 5. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Teofilin (teknis), kitosan, tripolifosfat (teknis), asam asetat (teknis), Hidroksi propil metil selulosa (teknis), Etil selulosa (teknis), mentol (teknis), polietilen glikol 400 (p.a), diklorometan (teknis), Etanol (teknis), kloroform (teknis), dan air suling.
## 2.2 Pembuatan nanopartikel teofilin
Sebanyak 3 mL larutan kitosan 0,04% dalam larutan asam asetat dicampurkan dengan 3 mL larutan teofilin 0,02% dalam aquades, kemudian campuran tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnetik dengan kecepatan maksimal selama 5 menit. Setelah pencampuran berlangsung selama 5 menit, larutan tripolifosfat 0,02% dalam aquades sebanyak 3 mL dimasukkan ke dalam campuran tersebut. Campuran tersebut kembali diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 5 menit. Nanopartikel teofilin yang dihasilkan diuji dibekukeringkan dengan menggunakan freeze dryer.
2.3 Formulasi matriks patch transdermal nanopartikel teofilin
Matriks patch transdermal nanopartikel teofilin dibuat sebanyak 7 formula. Total berat campuran polimer dibuat sebanyak 500 mg (Tabel 1).
Tabel 1. Formula matriks patch nanopartikel teofilin berdasarkan Simplex Lattice Design (SLD) Kode Formula Komponen Bahan HPMC (mg) EC (mg) PEG (mg) X 1 X 2 X 3 1 1 0 0 450 50 25 2 0 1 0 250 250 25 3 ½ ½ 0 350 150 25 4 0 ½ ½ 250 150 125 5 0 0 1 250 50 225 6 ½ 0 ½ 350 50 125 7 ⅓ ⅓ ⅓ 316,6 116,6 91,6
Pembuatan matriks patch transdermal nanopartikel teofilin dilakukan dengan menggunakan metode penguapan pelarut ( solvent evaporation casting ). Polimer HPMC ditimbang sesuai dengan berat yang telah ditentukan lalu dilarutkan dalam campuran pelarut diklorometan dan etanol dengan perbandingan 1:1 sebanyak 15 mL. Larutan HPMC tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 5 menit sampai diperoleh larutan yang homogen. Kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan polimer EC yang telah dilarutkan dalam 2 mL kloroform. Selanjutnya ke dalam campuran larutan tersebut ditambahkan polietilen glikol 400 (PEG 400) sebagai plasticizer sebanyak 30% terhadap berat total polimer dan mentol 5% (b/b) yang telah dilarutkan dalam sejumlah kecil kloroform lalu diaduk kembali selama 5 menit. Setelah itu, sebanyak 15 mg nanopartikel teofilin ditambahkan ke dalam campuran larutan tersebut dan diaduk kembali selama 5 menit dengan kecepatan konstan untuk memperoleh larutan dope. Larutan tersebut kemudian dituang ke dalam cawan petri sebagai cetakan dan diuapkan pelarutnya dengan cara didiamkan pada suhu ruang selama 2x24 jam. Matriks patch yang telah kering kemudian dikeluarkan dari cetakan. Matriks patch tersebut dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan didalam desikator untuk selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik fisik matriks patch yang dihasilkan [4].
## 2.4 Evaluasi karakteristik fisik matriks patch
## Pengamatan organoleptik
Pengamatan organoleptik merupakan uji awal sediaan yang telah dibuat. Pengamatan organoleptik
Suryani, dkk: Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
dilakukan dengan mengamati tampilan, warna, konsistensi dan bau dari matriks patch nanopartikel teofilin.
## Uji Ketebalan
Uji ketebalan dilakukan dengan mengukur matriks patch menggunakan mikrometer digital dengan tiga kali pengulangan dan pada tiga titik berbeda kemudian diambil rata-ratanya [5].
## Uji pH
Matriks patch dipotong menjadi ukuran 1x1 cm2 kemudian dimasukkan ke dalam 1 mL air suling selama 2 jam pada suhu ruangan. Pengukuran pH dilakukan dengan menempelkan universal pH pada permukaan matriks patch yang telah mengembang selama 1 menit, kemudian pH dicatat [6].
## Kesergaman bobot
Sebanyak tiga matriks patch untuk setiap formula tersebut ditimbang dan dirata-ratakan [7].
## Kandungan kelembaban
Matriks patch yang telah ditimbang untuk menentukan berat awal disimpan di dalam desikator yang mengandung silika pada temperatur ruangan selama 24 jam. Setelah itu, matriks patch ditimbang hingga beratnya konstan [8]. Perhitungan persen kandungan kelembaban dihitung menggunakan rumus:
% kelembaban = ×100%...(1)
## 3. Hasil dan Pembahasan
## 3.1 Formulasi Nanopartikel Teofilin
Pembuatan nanopartikel teofilin dilakukan dengan menggunakan teknik gelasi ionik. Prinsip pembentukan partikel dari metode gelasi ionik adalah terjadinya interaksi ionik antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang bermuatan negatif membentuk jaringan tiga dimensi yang sinambung dan dapat memerangkap obat di dalamnya menjadi suatu struktur yang kompak dan kaku yang tahan terhadap aliran bertekanan. Salah satu parameter yang menentukan karakteristik dari nanopartikel yang terbentuk adalah pengadukan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan maka ukuran partikel semakin kecil dan homogen [9].
Tripolofosfat berfungsi sebagai zat pengikat silang pada formulasi nanopartikel kitosan. Banyaknya kompleks nanopartikel kitosan-tripolifosfat yang
terbentuk menyebabkan semakin besar kemampuan nanopartikel dalam menjerap bahan obat.
3.2 Formulasi Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin
Formulasi matriks patch dilakukan dengan menggunakan metode penguapan pelarut ( solvent evaporation casting ). Bahan yang dioptimasi pada pembuatan patch pada penelitian ini adalah polimer dan plastisizer [4]. Polimer merupakan bahan yang paling penting dalam pembuatan matriks patch , sebab polimer yang digunakan akan menentukan kecepatan pelepasan obat yang nantinya akan mempengaruhi keberhasilan terapi.
Polimer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dan etil selulosa (EC). HPMC merupakan polimer hidrofilik yang secara luas telah digunakan dalam pembuatan matriks patch . Selain itu, HPMC dapat menghasilkan matriks patch yang kuat, tidak rapuh, dan fleksibel[10], sedangkan etil selulosa (EC) merupakan polimer hidrofobik yang non toksik, tidak mengiritasi dan kombinasinya dengan HPMC akan menghasilkan matriks patch transdermal yang lebih kuat dibandingkan matriks patch yang hanya terdiri dari satu jenis polimer[11]. Plastisizer yang digunakan yaitu polietilen glikol (PEG). Plastisizer berfungsi untuk memberikan kekuatan mekanis pada sediaan dan menghasilkan patch yang lebih fleksibel.
Tabel 2. Karakteristik fisik sediaan matriks patch nanopartikel teofilin Formula Warna Bau Konsistensi Elastisitas 1 Bening Khas mentol Kering Elastis 2 Bening Khas mentol Kering Elastis 3 Bening Khas mentol Kering Elastis 4 Bening Khas mentol Kering Elastis 5 Bening Khas mentol Kering Elastis 6 Bening Khas mentol Kering Elastis 7 Bening Khas mentol Kering Elastis
## 3.3 Evaluasi Karakteristik Fisik Matriks Patch
## Organoleptik
Semua matriks patch yang diperoleh memiliki bau khas mentol. Patch yang dihasilkan memiliki konsistensi yang kering. Penggunaan kombinasi polimer HPMC dan
Suryani, dkk: Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
etil selulosa telah digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya dalam formulasi patch yang menghasilkan matriks patch yang lembut [4]. Adanya polietilen glikol yang digunakan sebagai plastisizer menyebabkan sifat matriks patch yang lebih elastis [12] (Tabel 1).
## Ketebalan
Ketebalan masing-masing matriks patch dipengaruhi oleh komposisi penyusun matriks patch pada masing-masing formula. Pengaruh komposisi penyusun matriks terhadap ketebalan sediaan matriks patch dapat dilihat pada persamaan yang dihasilkan oleh metode simplex latice design seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2:
Y1 = 0,26 (A)+0,22 (B)+0,27 (C)-0,080 (AB)-0,003 (AC) +0,020 (BC)–0,069 (ABC)......................(2)
Ket: Y1 = Ketebalan;
AB = Interaksi HPMC-EC;
A = HPMC; AC = Interaksi HPMC-PEG; B = EC BC = Interaksi EC-PEG; C = PEG; ABC = Interaksi HPMC-EC-PG
Komponen yang dioptimasi bernilai positif, hal ini menunjukkan ketiga komponen tersebut memiliki peran yang sama terhadap ketebalan sediaan matriks patch nanopartikel teofilin. Semakin besar koefisien yang bernilai positif maka semakin besar perannya untuk meningkatkan ketebalan sediaan matriks patch nanopartikel teofilin. Berdasarkan persamaan ini dapat dikatakan bahwa PEG memiliki pengaruh yang lebih besar dalam ketebalan sediaan matriks patch nanopartikel teofilin dibandingkan dengan HPMC dan EC. Hal ini dikarenakan PEG memiliki kemampuan menyerap air di udara sehingga dapat meningkatkan ketabalan dan bobot matriks patch [12] . Interaksi antara HPMC-EC, HPMC-PEG dan HPMC-EC-PEG bernilai negatif sehingga dapat dikatakan interaksi ini menurunkan ketebalan dengan nilai koefisien 0,080; 0,003 dan 0,069 sedangkan interaksi antara EC-PEG bernilai positif dengan koefisien 0,020 sehingga dapat meningkatkan ketebalan sediaan matriks patch nanopartikel teofilin.
Gambar 1 menunjukkan warna area yaitu dari biru kemudian hijau. Warna tersebut diartikan ketebalan sediaan dari terendah hingga tertinggi. Berdasarkan contour plot respon ketebalan (Gambar 1), semakin meningkatnya ketebalan matriks patch nanopartikel teofilin diikuti dengan peningkatan dari PEG. Hal ini dikarenakan PEG memiliki kemampuan menyerap air di udara sehingga dapat meningkatkan ketabalan dan bobot matriks patch [12]. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ketebalan patch , yakni luas cetakan, volume larutan, dan banyaknya total padatan dalam
larutan [13]. Semakin luas cetakan yang digunkan maka semakin tipis sediaan matriks patch yang dihasilkan. Ketebalan matriks patch berhubungan dengan kenyamanan saat pemakaian, semakin tipis matriks patch , maka semakin nyaman untuk digunakan.
## Gambar 1. Contour plot respon ketebalan
## Uji pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan agar tidak mengiritasi kulit pada saat pemakaian. Perbedaaan pH matriks patch nanopartikel teofilin disebabkan karena adanya perbedaan komposisi penyusun masing-masing formula. Pengaruh komposisi matriks terhadap pH sediaan matriks patch dapat dilihat pada persamaan terkait simplex lattice design ditunjukkan pada persamaan 3 :
Y2 = 6,67 (A) + 5 (B) + 7 (C) + 2 (AB) – 2 (AC) + 0 (BC) - 15 (ABC)…..……………………….....(3)
Ket: Y2 = pH; AB = Interaksi HPMC-EC; A = HPMC;
AC = Interaksi HPMC-PEG; B = EC; BC = Interaksi EC-PEG;
C = PEG; ABC = Interaksi HPMC-EC-PEG
Berdasarkan persamaan tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga komponen yang dioptimasi bernilai positif, hal ini menunjukkan ketiga komponen tersebut memiliki peran sama pentingnya terhadap pH sediaan matriks patch nanopartikel teofilin. Nilai koefisien PEG, HPMC dan EC berturut-turut 7; 6,67 dan 5. Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa PEG memiliki pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan pH sediaan matriks patch nanopartikel teofilin dibanding HPMC dan EC. Interaksi HPMC-EC juga dapat mempengaruhi pH sediaaan yang ditujukkan dengan koefisien bernilai positif yaitu 2 dan interaksi antara EC-PEG tidak mempengaruhi nilai pH yang ditunjukkan dengan koefisien bernilai 0. Sedangkan
Suryani, dkk: Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
interaksi HPMC-EC dan HPMC-EC-PEG dapat menurunkan pH yang ditunjukkan dengan koefisien bernilai negatif, masing-masing 2 dan15.
Gambar 2. Contour plot respon pH
Gambar 2 menunjukkan warna merah di titik PEG, warna biru di titik tertinggi EC dan warna kuning kemerahan di titik HPMC, hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan konsentrasi PEG akan memberikan pengaruh peningkatan nilai pH sediaan matriks patch nanopartikel teofilin. Peningkatan pH dari sediaan dipengaruhi oleh pH dari masing-masing bahan yang digunakan. HPMC memiliki pH yakni 5,5-8; EC memiliki pH yakni 4-7 dan PEG memiliki pH yakni 4,5- 7,5. Bahan yang digunakan dengan konsentrasi yang lebih dominan maka nilai pH akan lebih mengarah pada rentang pH dari bahan tersebut.
## Keseragaman bobot
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa matriks patch yang dibuat memiliki keseragaman bobot yang bervariasi. Persamaan terkait simplex lattice design sebagai berikut:
Y3= 0,52 (A) + 0,44 (B) + 0,58 (C) + 0,013 (AB) + 0 (AC) + 0,11 (BC) – 0,66 (ABC) ……………………..(4)
Ket: Y3 = keseragaman AB = Interaksi HPMC-EC
bobot A = HPMC; AC = Interaksi HPMC-PEG B = EC;
BC = Interaksi EC-PEG
C = PEG; ABC = Interaksi HPMC-EC-PEG
Berdasarkan persamaan 4 dapat terlihat baik HPMC, EC dan PEG bernilai positif, artinya ketiga komponen tersebut memiliki peran dalam meningkatkan bobot dari matriks patch nanopartikel teofilin. Nilai koefisien PEG HPMC dan EC berturut-turut yaitu 0,58; 0,52 dan 0,44. Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa PEG memiliki pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan bobot matriks patch
nanopartikel teofilin dibandingkan dengan HPMC dan EC. Hal tersebut disebabkan karena PEG memiliki kemampuan untuk mengikat air sehingga akan menyebabkan peningkatan bobot patch [14] . Interaksi antara komponen memberikan respon yang berbeda- beda terhadap bobot matriks patch. Interaksi antara HPMC-EC dan EC-PEG memberi pengaruh meningkatkan bobot matriks patch nanopartikel teofilin dengan koefisien masing-masing sebesar 0,013 dan 0,11. sedangkan interaksi ketiga komponen tersebut yakni HPMC-EC-PEG menurunkan bobot dengan koefisien sebesar 0,66.
Gambar 3. Contour plot respon keseragaman bobot
Gambar 3 menunjukkan warna area yaitu dari biru, kemudian hijau, kuning lalu merah. Warna tersebut diartikan bobot sediaan dari terendah hingga tertinggi. Perbedaan bobot pada matriks patch dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain oleh lamanya pengeringan, suhu, dan lamanya matriks patch kontak dengan udara. Semakin lama matriks patch kontak dengan udara dapat menyebabkan terjadinya pertambahan bobot matriks patch [6]. Berdasarkan contour plot respon keseragaman bobot (Gambar 3), semakin meningkatnya keseragaman bobot matriks patch nanopartikel teofilin diikuti dengan peningkatan konsentrasi PEG. Hal tersebut disebabkan karena PEG memiliki kemampuan untuk mengikat air sehingga akan menyebabkan peningkatan bobot patch [14].
## 2.3.5 Kandungan kelembaban
Kandungan kelembaban memiliki nilai kurang dari 10% untuk melindungi bahan aktif dari mikroba (Allena dkk, 2012). terkait simplex latice design, maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
Y4 = 2,27 (A) +3,57 (B) + 3,90 (C) - 3,69 (AB) – 1,29 (AC) – 0,96 (BC) + 27,38 (ABC)……………………(5) Ket: Y4 = kandungan AB = Interaksi HPMC-EC; kelembaban
31 | Suryani, dkk: Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD) A = HPMC; BC = Interaksi EC-PEG; B = EC; AC = Interaksi HPMC-PEG; C = PEG; ABC = Interaksi HPMC-EC-PEG
Persamaan 5 menunjukkan bahwa baik HPMC, EC dan PEG bernilai positif, artinya ketiga komponen tersebut memiliki peran dalam meningkatkan bobot dari matriks patch nanopartikel teofilin. Nilai koefisien PEG HPMC dan EC berturut-turut yaitu 3,90; 2,27 dan 3,57. Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa PEG memiliki pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan kelembaban matriks patch nanopartikel teofilin dibandingkan dengan HPMC dan EC. Menurut Dirjen POM (1995), polietilen glikol memiliki kemampuan untuk menyerap air diudara, sehingga diduga dengan penambahan polietilen glikol dapat meningkatkan penyerapaan air di udara serta meningkatkan kelembaban dari matriks patch. Interaksi antara komponen memberikan respon yang berbeda- beda terhadap bobot matriks patch. Interaksi antara HPMC-EC, HPMC-PEG dan EC-PEG memberi pengaruh menurunkan kelembaban dari matriks patch nanopartikel teofilin yang ditunjukkan dengan nilai koefisien negatif masing-masing sebesar 3,69; 1,29 dan 0,96.
Gambar 4. Contour Plot respon kandungan kelembaban
Gambar 4 menunjukkan warna dari biru kemudian hijau. Warna tersebut diartikan kelembaban sediaan dari terendah hingga tertinggi. Berdasarkan contour plot respon kelembaban (Gambar 4), semakin meningkatnya kelembaban matriks patch nanopartikel teofilin diikuti dengan peningkatan dari PEG. Menurut Dirjen POM (1995), polietilen glikol memiliki kemampuan untuk menyerap air diudara, sehingga diduga dengan penambahan polietilen glikol dapat meningkatkan
penyerapaan air di udara serta meningkatkan kelembaban dari matriks patch .
## 3.4 Penetuan Formula Optimum
Berdasarkan analisis simpleks lattice design nilai desirability yang paling tinggi yaitu 0,885. Nilai dari desirability maksimal adalah satu. Semakin mendekati 1,000 nilai desirability tersebut semakin baik. Berdasarkan titik tersebut maka diperoleh komposisi optimum sediaan matriks patch nanopartikel teofilin. HPMC 300 mg, EC 200 mg dan PEG 25 mg. Prediksi respon dari komposisi formula optimum tersebut adalah kandungan kelembaban 2,55; pH 5,7; ketebalan 0,21 mm dan keseragaman bobot 0,46 mg.
Gambar 5. Contour plot desirability formula optimum
3.5 Verifikasi formula optimum
Analisis statistik yang digunakan adalah uji t-one sample. Uji t-one sample digunakan untuk menguji signifikansi beda rata-rata antara nilai hasil percobaan yang dilakukan dengan nilai teoritis hasil prediksi dari Simplex Latice Design . Berdasarkan hasil yang diperoleh
respon kandungan kelembaban, pH, ketebalan dan keseragaman bobot menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara nyata antara prediksi Simplex Lattice Design dengan hasil percobaan .
## 4. Kesimpulan
Formula matriks patch nanopartikel teofilin yang optimum ditinjau dari parameter karakteristik fisik yaitu
Tabel 3. Verifikasi Hasil Optimasi Menggunakan Uji t-One Sample
Respon Prediksi Percobaan Signifikansi Kesimpulan Kandungan kelembaban 2,55 % 2,54 % 0,843 Tidak berbeda nyata pH 5,7 5,67 0,747 Tidak berbeda nyata Ketebalan 0,21 mm 0,213 mm 0,423 Tidak berbeda nyata Keseragaman bobot 0,46 mg 0,47 mg 0,057 Tidak berbeda nyata
Suryani, dkk: Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
ketebalan, pH, keseragaman bobot, dan kandungan kelembaban diperoleh dengan komposisi HPMC sebesar 300 mg, EC 200 mg, dan PEG sebesar 25 mg. Karakteristik fisik formula optimum matriks patch nanopartikel teofilin yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan dengan nilai ketebalan 0,21 mm; pH 5,7; keseragaman bobot 0,46 mg; dan kandungan kelembaban 2,55 %.
## Daftar Pustaka
1. Tjay HJ. dan Rahardja K., Obat-Obat Penting, PT. Gramedia, Jakarta, 2010.
2. Irawan ED dan Farhana, Optimasi chitosan dan natrium karboksimetilselulosa sebagai sistem muchoadhesive pada tablet teofilin, Majalah Farmasi Indonesia, 2011, 22(2 ), 92-97.
3. Dhiman S., Singh TG dan Rehni AK, Transdermal Patches: A Recent Approch to New Drug Delivery System, Int J Pharm Sci ., 2011, 3(5) ; 26-34.
4. Asriani W., Formulasi Dan Evaluasi Karakteristik Fisik Matriks Patch Transdermal Nanopartikel Teofilin Dengan Kombinasi Polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa Dan Etil Selulosa, Skripsi , Universitas Halu Oleo, Kendari, 2015.
5. Jhawat VC, Saini V, dan Magon N, Transdermal Drug Delivery System: Approaches and Advantages Drug Absorbtion Through Skin, International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research , 2013, 20 (1) ; 47-56.
6. Nurwaini S, Wikantyasning EDR, dan Chandika F, Formulasi Patch Bukal Mukoadhesif Propanolol HCl, Jurnal Farmasi Indonesia Pharmacon, 2009, 10 (2 ), 57-
63.
7. Kavitha K dan Rajendra, MM, Design and Evaluation of Transdermal Film of Lornoxicam, International Journal of Pharma and Bio Sciences , 2011, 2 (2) ; 54-62.
8. Allena RT, Yadav H, Sandina S dan Prasad S, Preparation And Evaluation Of Transdermal Patch es Of Metformin Hydrochloride Using Natural Polymer For Sustained Release, International Journal of Pharmaceutical Science, 2012, 4(3) ; 41-47.
9. Mardliyati E, Elmuttaqien S, dan Setyawati D, Sintesis Nanopartikel Kitosan-Trypoly Phosphate dengan Metode Gelasi Ionik: Pengaruh Konsentrasi dan Rasio Volume Terhadap Karakteristik Partikel, Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan, Serpong, 2012, 90-93.
10. Jayaprakash S, Ramkanth S, Anitha P. dan Chetty M, Design And Evaluation Of Monolithic Drug-In-Adhesive Transdermal Patches Of Meloxicam, Malaysian Journal of Pharmaceutical Science, 2010, 8(2) ; 25-43.
11. Sathali, AAH, dan L Mageshkumar, Studies On The Development Of Transdermal Patch es Of Nisoldipine,
Journal of Current Chemical Pharmacy Sciende , 2013, 3(2) ,10.
12. Setyawan EI, I Gusti NAD, I Made DDP, Optimation Mucoadhesive Matrix Patch Containing Betel Leaf Extract (Piper Betle L.) Using Menthol And Peg 400 As A Permeation Enhancer And Plasticizer, Media Farmasi, 2014, 11 (2) ; 120-132.
13. Wijayanti A dan Harijono, Pemanfaatan Tepung Garut ( Marantha arundinaceae L) sebagai Bahan Pembuatan Edible Paper dengan Penambahan Sorbitol, Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2014, 3 (4) , 1370.
14. Jinghua Y, Peter S, dan Stephen H, Effect of Polyetilenglycol on Morphology Thermomechanical Properties and Water Vapor and Permeability Cellulose Acetate Film, Pharm.Tech., 2001, p. 62-73.
|
4190da3a-4b04-4069-87dc-bd6185a7cf43 | http://journal-nusantara.com/index.php/J-CEKI/article/download/801/769 | Pengaruh Persepsi Harga Dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian (Survei Pada Konsumen Perusahaan Kacang Telor Bebe Di Kota Tasikmalaya)
Muhammad Rifaz Rifaldi
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Perjuangan Tasikmalaya E-mail: [email protected]
Article History:
Received: 24 Agustus 2022 Revised: 25 September 2022
Accepted: 03 Oktober 2022
Abstract: The purpose of this study was to determine and analyze the effect of price perception and promotion on purchasing decisions at the Kacang Telor Bebe Company. The research method used in this study is quantitative research with a population survey approach. In this study, the purchase decision was made with a sampling method using accidental sampling, which obtained a sample of 100 people. The technique used in this research is multiple linear regression. The results of data analysis show that price perception and promotion have a significant effect simultaneously and partially on competitive advantage in the Kacang Telor Bebe Company. Therefore, the Peanut Telor Bebe Company must make adjustments to Price Perceptions and increase Promotions so as to create a significant Purchase Decision.
Keywords: Price Perception, Promotion, Purchase Decision
## PENDAHULUAN
Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah karena dipengaruhi oleh banyak faktor dan perusahaan harus mampu mengelola faktor tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah masalah keputusan pembelian. Masalah keputusan pembelian merupakan masalah yang sangat penting bagi suatu perusahaan karena berdampak besar terhadap laba perusahaan. Jika keputusan pembelian meningkat maka tujuan bisnis dapat tercapai, tetapi jika keputusan pembelian menurun maka tujuan bisnis tidak dapat tercapai.
Bisnis kacang telur ini merupakan salah satu bisnis yang saat ini berkembang pesat dan memiliki potensi berkembang yang cukup besar. Sudah banyak pelaku usaha yang meraup untung dari berbagai bisnis yang dijalaninya. Namun tidak sedikit pula pelaku bisnis yang gulung tikar (rugi), karena strategi pemasaran yang digunakan kurang tepat dan melakukan promosi yang optimal. Artinya keberhasilan sebuah bisnis dalam memenangkan persaingan ditentukan oleh penerapan strategi pemasaran yang tepat serta melakukan promosi yang baik.
Dalam keadaan persaingan yang semakin meluas, peranan persepsi harga sangat penting terutama untuk menjaga dan meningkatkan posisi perusahaan dipasar, disamping untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan, penetapan persepsi harga mempengaruhi kemampuan bersaing perusahaan dan kemampuan perusahaan mempengaruhi konsumen. Setelah melakukan survei, perusahaan kacang telur bebe ini mengalami penurunan pendapatan.
…………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5271 (online)
Pengetahuan tentang prilaku pembelian sangat penting dalam merencanakan strategi promosi. Dalam rangka mewujudkan, maka oleh perusahaan Kacang Telur Bebe saudara perlu memahami prilaku pembelian dan situasi yang tepat, sehingga dapat mempengaruhi kesediaan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.
Promosi yang ditawarkan oleh Perusahaan Kacang Telur Bebe ini memberikan potongan harga disetiap pembelianya, banyak sekali calon pembeli tidak mengetahui adanya promosi tersebut, maka dari itu untuk meningkatkan penjualan di Kacang Telur Bebe diperlukan promosi yang meluas. Di era zaman modern ini, konsumen baik remaja bahkan orang tua sudah menggunakan internet, maka dari itu, untuk menginformasikan promosi penjualan dapat disebar melalui internet. Keputusan pembelian menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan karena hal ini tentu akan menjadi suatu pertimbangan bagaimana suatau strategi pemasaran yang akan dilakukan oleh perusahaan Kacang Telur Bebe dalam memasarkan produk memerlukan suatu promosi penjualan yang lebih menarik serta harga makanan yang murah dan cocok bagi para pembeli, karena dengan adanya promosi orang lain bisa mengetahui bahwa usaha Kacang Telur Bebe memberikan tarif dengan harga yang lebih murah.
Perusahaan Kacang Telor Bebe di Tasikmalaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang telah berhasil mengembangkan produknya di berbagai kota. Dalam mencapai tujuannya, perusahaan ini berusaha dengan meningkatkan keputusan pembelian dengan mengendalikan biaya kualitas dan biaya persediaan.
## LANDASAN TEORI Pengertian Persepsi Harga
Menurut Assauri (2012:118): “Persepsi Harga merupakan beban atau nilai bagi konsumen yang didapatkan dengan memperoleh dan menggunakan suatu produk, termasuk biaya keuangan dari konsumsi, disamping biaya sosial yang bukan keuangan, seperti dalam bentuk waktu, upaya psikis, risiko, dan prestise atau gengsi social.”
## Pengertian Promosi
Menurut Sunyoto (2013:154) : “Promosi adalah unsur dalam bauran pemasaran perusahaan yang di dayagunakan untuk memberitahuka, membujuk, dan mengingatkan tentang produk perusahaan.”
## Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Fandy Tjiptono (2014 : 21) : “Keputusan pembelian adalah Sebuah proses dimana konsumen mengenal masalahnya, mencari informasi mengenai produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternative tersebut dapat memecahkan masalahnya, yang kemudian mengarah kepada keputusan pembelian.”
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian merupakan jenis penelitian yang menggunakan rancangan prosedur statistik untuk mengukur variabel penelitiannya. Menurut Sugiyono (2013: 13), Metode penelitian kuantitatif dapat dipahami sebagai penelitian filosofis positivis dan digunakan untuk mensurvei populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel biasanya dilakukan secara acak dan menggunakan alat penelitian dan analisis data untuk mengumpulkan data. Ini termasuk menguji hipotesis yang sama yang telah ditetapkan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini akan menggambarkan variabel-variabel yang diteliti meliputi Persepsi Harga, Promosi, dan Keputusan Pembelian. Untuk mengetahui pengaruh Persepsi Harga dan Promosi terhadap Keputusan Pembelian ini penulis menyebarkan kuesioner sebanyak 100 kuesioner untuk 100 orang responden.
Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Uji validitas kuesioner dinyatakan valid dilihat dari nilai koefisien sama atau diatas 0,3 sehingga butir soal pada kuesioner ini layak dan handal (Valid) untuk diikut sertakan dalam instrumen penelitian. Tabel uji validitas Persepsi Harga (X1), tabel uji validitas Promosi (X2), dan tabel uji validitas Keputusan Pembelian (Y).
## 2. Reliabilitas
Hasil terhadap uji reliabilitas diperoleh bahwa nilai Cronbanch Alpha>0,6 hal ini berarti bahwa instrumen yang sudah penulis uji layak dan berhak untuk dilanjutkan ke tahap penelitian. Tabel uji reliabilitas Persepsi Harga (X1) , tabel uji reliabilitas Promosi (X2) dan tabel uji reliabilitas Keputusan Pembelian (Y).
## Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi, variabel bebas dan variabel terikat atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui hasil dari uji normalitas data ini dapat dilihat pada grafik histogram yang menunjukkan kenormalan data yaitu sebagai berikut :
Dari grafik histogram, dapat di simpulkan bahwa pola garis yang terbentuk ialah tidak simetris, lebih miring ke kanan dalam arti dapat di katakan pola tersebut menunjukan pola distribusi normal. Dari data Sample Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh nilai sebesar 0,153 > 0,05. Dari grafik dan hasil test tersebut dapat di simpulkan bahwa model regresi ini memenuhi asumsi normalitas.
## 2. Uji Multikoliniearitas
Model uji regresi yang baik selayaknya tidak terjadi multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolineritas pada suatu model regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Berdasarkan tabel bagian Collinearity Statistics diketahui nilai Tolerance memiliki nilai yang sama, untuk variabel Persepsi Harga (X1) dan Promosi (X2) adalah 0,978 lebih besar dari 0,100. Sementara nilai VIF memiliki nilai yang sama untuk variabel Persepsi Harga (X1) dan Promosi (X2) adalah 1,023 < 10,00 maka pengacu pada dasar pengambilan keputusan dalam uji multikolinieritas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas dalam regresi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varian variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak
…………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5271 (online)
terjadi heteroskedastitas. Salah satu cara untuk melihat adanya problem heteroskedastitas adalah melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa tidak terdapat pola tertentu yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastitas, yang berarti bahwa adanya sebaran data yang tidak terfokus pada angka 0 di sumbu Y.
## 4. Uji Autokorelasi
Dari hasil pengujian SPSS versi 25 pada kolom Durbin-Watson (lampiran 8 hal 124) terdapat nilai 2,354 dalam artian lain angka D-W berada diatas +2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi negatif atau tidak ada autokorelasi.
## Pembahasan
## Pengaruh Persepsi Harga dan Promosi Secara Simultan Terhadap Keputusan Pembelian
Kacang Telor Bebe
Berdasarkan output SPSS diketahui bahwa nilai korelasi (R) simultan Persepsi Harga dan Promosi dengan Keputusan Pembelian sebesar 0,802 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara Persepsi Harga dan Promosi dengan Keputusan Pembelian termasuk dalam kategori sangat kuat. Semakin baik suatu Persepsi Harga dan Promosi maka Keputusan Pembelian semakin tinggi. Berdasarkan output SPSS, nilai R-Square adalah sebesar KD = 0,643. Artinya besarnya pengaruh Persepsi Harga dan Promosi secara simultan sebesar 64,3% terhadap Keputusan Pembelian, sedangkan sisanya sebesar 35,7% adalah pengaruh faktor lain, seperti iklan, lokasi dan lain-lain.
Berdasarkan output SPSS diketahui bahwa Persepsi Harga (X1) 0,282 dan Promosi (X2) 0,328. yang paling menjauhi nol (0) maka variabel tersebut semakin dominan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Promosi memiliki nilai yang lebih Persepsi Harga maka variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y) adalah variabel Promosi (X2) dengan nilai sebesar 0,328
Berdasarkan output SPSS, nilai sig sebesar 0,000 < 0,05 artinya Ha diterima Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Persepsi Harga dan Promosi secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Artinya secara bersama-sama Persepsi Harga dan Promosi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Pembelian.
## Pengaruh Persepsi Harga Secara Parsial Terhadap Keputusan Pembelian Kacang Telor Bebe
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi antara Persepsi Harga dengan Keputusan Pembelian sebesar 0,491 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara Persepsi Harga dengan Keputusan Pembelian termasuk dalam kategori rendah, yang mengandung arti bahwa peningkatan Persepsi Harga melekat akan meningkatkan Keputusan Pembelian. Maka besar pengaruh Persepsi Harga terhadap Keputusan Pembelian secara parsial yaitu sebesar (0,491)² = 0,241 atau 24,1%, artinya secara parsial Persepsi Harga mempengaruhi keputusan pembelian sebesar 24,1%.
Untuk mengetahui tingkat signifikansi Persepsi Harga secara parsial terhadap Keputusan Pembelian dilihat dari hasil pengujian yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,008 < 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa Persepsi Harga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian.
Pengaruh Promosi Secara Parsial Terhadap Keputusan Pembelian Kacang Telor Bebe
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi antara Promosi dengan Keputusan Pembelian sebesar 0,667 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara Promosi dengan Keputusan Pembelian termasuk dalam kategori kuat, yang mengandung arti bahwa peningkatan kualitas Promosi akan meningkatkan Keputusan Pembelian. Maka besar pengaruh Promosi terhadap Keputusan Pembelian secara parsial yaitu sebesar (0,667)² = 0,4448 atau 44,48%, artinya secara parsial Promosi mempengaruhi keputusan pembelian sebesar 44,48%.
Untuk mengetahui tingkat signifikansi Promosi secara parsial terhadap Keputusan Pembelian dilihat dari hasil pengujian yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,010 < 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa Promosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian.
Maka dapat disimpulkan bahwa Promosi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Dengan menjaga dan meningkatkan kualitas produk akan meningkatkan Keputusan Pembelian.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diselaraskan dengan permasalahan yang diteliti mengenai Pengaruh Persepsi Harga Dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Persepsi Harga, Promosi dan Keputusan Pembelian bila dilihat dari poin-poin dan jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan bahwa Persepsi Harga dan Promosi pada pembelian produk Kacang Telur Bebe di Tasikmalaya memiliki klasifikasi sangat baik, sehingga konsumen tertarik untuk membeli produk Kacang Telur Bebe. Dan Keputusan Pembelian di Kacang Telur Bebe di Tasikmalaya dilihat dari poin-poin jawaban responden masuk pada kategori klasifikasi sangat baik juga.
2. Persepsi Harga dan Promosi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian di Kacang Telor Bebe Tasikmalaya.
3. Persepsi Harga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian di Kacang Telor Bebe. Artinya semakin baik Persepsi Harga akan meningkatkan Keputusan Pembelian Konsumen.
4. Promosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian di Kacang Telor Bebe. Artinya semakin baik Promosi akan meningkatkan Keputusan Pembelian Konsumen.
## DAFTAR REFERENSI
Arida Nastiti, Sri Rahayu Tri Astuti, “Pengaruh Persespi Harga, Kualitas Layanan Dan Citra Merek Terhadap Kepuasan Pelanggan Dan Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan Taksi New Atlas Di Kota Semarang ” Diponegoro Journal Of Management, Vol 8, No 1 (2019) http://eprints.undip.ac.id/72858/
Bumi Abdullah, Thamrin dan Tantri, (2013). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Buchari Alma. 2014. Manajemen pemasaran dan pemasaran jasa, alfabeta Bandung Diandaris Nurhandika Rahman, “Pengaruh Kualitas Pelayanan, Fasilitas, Persepsi Harga Dan Lokasi Terhadap Kepuasan Pengunjung Pada Pemancingan Ngrembel Asri Gunungpati Semarang” (2013).http://lib.unnes.ac.id/18038/
Djaslim Saladin. (2012). Manajemen Pemasaran. Linda Karya, Jakarta. Geny Syahdiany dan Fanni Husnul Haifa (2016) “Pengaruh Citra Merek dan Harga Terhadap
…………………………………………………………………………………………………………………………………….. ISSN : 2828-5271 (online)
Keputusan Pembelian Ramen “X” Kota Bandung” Jurnal Ekonomi Vol 6 No 1 (2016). GM Wariki (2015) “Pengaruh Bauran Promosi, Persepsi Harga Dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian Dan Kepuasan Pengunjung Pada Perumahan Tamansari Metropolitan Manado” Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi. Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2015,3.2.https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/9286
Kotler, Philip and Armstrong, Gary. (2014). Principles of Marketing, Fifteenth Edition, Pearson Education, England.
Lee, T ., and Chu, W . 2011. Entrepreneurial Orientation and Competitive Advantage: The Mediation of Resource Value and Rareness. African Journal of Business Management, 5 (33): 12798-12089. https://www.semanticscholar.org/paper/Entrepreneurial-orientation- and-competitive-The-of-Lee-Chu/765eb3edd132692c67bea794850614a20c06c378
Mega Setiawati dan Rudolf Lumbantobing (2017) “Pengaruh Promosi dan Kemasan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Chitato yang Dimediasi oleh Brand arwareness” Jurnal
Manajemen Bisnis; Vol.12, No. 1; Januari
2017.http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/MB/article/view/1361
Nanda Resmi dan Tri Wismiarsi (2015) “Pengaruh Kemasan dan Harga pada Keputusan Pembelian minuman Isotonik” Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya; Vol. 13, No. 1; Maret 2015.https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jmbs/article/view/3335
Noerchoidah (2013) “Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk dan Iklan Terhadap Brand Image dan Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merek Kawasaki” Jurnal WIGA Vol. 3 No 2088-0944.https://media.neliti.com/media/publications/36645-ID-analisis-pengaruh- harga-kualitas-produk-dan-iklan-terhadap-brand-image-dan-keput.pdf
Pamela Montung , “Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Layanan Dan Persepsi Harga Terhadap Kepuasan Pelanggan Di Restoran Kawan Baru” Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi , Vol 15,
No 5 (2015).https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/view/10426 Printice Hall, “ Pengaruh Persepsi Harga Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Pengunjung Yang Dimediasi Kepuasaan Pengunjung” JoB & AM (Journal Of Business & Applied Management) Vol 10, No 1 (2017).
|
4da8dfcd-5243-49a7-95c8-802ca69f4028 | http://jurnal.uwp.ac.id/feb/index.php/manajemen/article/download/124/83 | Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022 DOI: https://doi.org/10.38156/imka.v2i2.124
Peran mediasi job satisfaction pada pengaruh tunjangan dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
Anita Fitriyawati Universitas Jember [email protected]
Abstract: This study aims to analyze the effect of benefits and leadership on job satisfaction and employee performance and the role of job satisfaction mediation in the two relationships. This study used quantitative methods to test the models and hypotheses stated in the test. The sample used was the State Civil Apparatus (ASN) in Situbondo Regency, with a total sample of 175 respondents. The findings of this study state that benefits and leadership have a positive and significant effect on job satisfaction and employee performance. Then, in this study, job satisfaction could mediate the influence of benefits and leadership on employee performance. In addition, we also examined the discussion in depth in this study.
Keywords : State Civil Apparatus (ASN), job satisfaction, benefits, leadership, and employee performance.
Abstrak: Pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tunjangan dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai, dan menganalisis peran mediasi kepuasan kerja pada kedua hubungan tersebut. Pada penelitian ini menggunaka metode kuantitatif untuk menguji model dan hipotesis yang dinyatakan pada pengujian tersebut. Sampel yang digunakan yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Situbondo dengan jumlah sampel sebanyak 175 responden. Temuan penelitian ini menyatakan bahwa tunjangan dan kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Kemudian, peran mediasi ditemukan pada penelitian ini bahwa kepuasan kerja mampu memediasi pengaruh tunjangan dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai. Pembahasan dikaji secara mendalam pada penelitian ini.
Kata Kunci: Aparatur Sipil Negara (ASN), kepuasan kerja, tunjangan, kepemimpinan, kinerja pegawai.
## Pendahuluan
Setiap organisasi baik organisasi swasta maupun publik memerlukan sosok pemimpin yang dapat menjadi contoh dan cerminan yang baik bagi bawahannya. Unsur utama dalam memimpin adalah membimbing atau menuntun atau memberi suri tauladan. Tipe kepemimpinan yang cocok dengan argumentasi ini adalah kepempinan transformasional. Dalam gaya kepemimpinan transformatif seorang pemimpin memiliki
kemampuan meyakinkan bawahannya bahwa dia adalah figure yang patut dicontoh dalam banyak hal terutama dalam hal attitude. Dengan kata lain pemimpin tersebut berkarisma sehingga bawahannya tunduk dan patuh dengan kesadaran sendiri tanpa unsur paksaan yang dominan.
Dikabupaten Situbondo gejala kepemimpinan transformatif terlihat ketika kepemimpinan Bapak Bupati Dadang Wigiarto yang menjabat dua periode berturut turut pada tahun 2011-2016 dan 2016-2021. Sikap dan perilaku yang mencerminkan pemimpin transformatif sangat melekat pada beliau. Hal ini terlihat dari cara bertutur yang santun dan menghargai lawan bicaranya. Penampilannya yang bersahaja mencerminkan kesederhanan dalam hidup. Perilaku lain yaitu menegur jajarannya dengan bahasa yang sangat santun. Mengingatkan dengan baik tanpa membuat orang yang diingatkan merasa dijatuhkan. Perilaku semacam ini membuat kepemimpinannya semakin dihormati dan disegani oleh bawahannya.
Pendekatan secara persuasif dilakukan dengan mengundang seluruh kepala OPD untuk menghadiri acara makanbersama secara informal diluar jam kerja agar terjalin kedekatan yang lebih dari hanya formalitas kerja antara pimpinan dan bawahan. Hal ini beberapa kali dilakukan diawal masa kepemimpinannya untuk membangun kedekatan emosional dengan masing masing kepala OPD sehingga komunikasi bisa lancar dan transfer visi misi bisa berjalan dengan baik. Berdasarkan beberapa penelitian diungkapkan bahwa gaya transformasional mampu memberikan perubahan pada perilaku positif dan kinerja pegawai secara signifikan ( Karmanto, 2021; Mulyono, 2021; Sari & Panglipursari, 2022).
Pemberian tunjangan dilakukan Bupati dengan mengeluarkan Perbup no 7 tahun 2016 tentang tunjangan penambahan penghasilan. Tujuan dikeluarkannya Perbup adalah untuk meningkatkan kinerja Aparatur sipil negara yang ada diseluruh wilayah kabupaten Situbondo. Pembiayaannya diambilkan dari APBD (anggaran pendapatan daerah). Dengan meningkatnya kinerja ASN maka diharapkan proses pembangunan daerah bisa optimal dan tujuan pembangunan daerah bisa tercapai. Asumsi ini memang bukan tanpa dasar. Dalam beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa peningkatan kinerja terjadi akibat pemberian tunjangan diluar gaji. Hal ini sejalan dengan beberapa hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh (Batubara et al., 2015; Harahap & Hasibuan, 2021; Karmanto, 2021; Muzakki et al., 2020; Pratama et al., 2015; R. Rahmawati, 2019; Tjahjono & Riniarti, 2015) mereka mempresentasikan bahwa tunjangan memiliki peranan penting dalam penciptaan kinerja karyawan.
Menurut Priansa (2018) beberapa tujuan khusus pemberian kompensasi adalah untuk memperoleh pegawai yang berkualitas, mempertahankan pegawai yang ada, menjamin keadilan, penghargaan terhadap perilaku yang dilakukan, mengendalikan biaya, mengikuti aturan hukum, memfasilitasi pengertian, meningkatkan efisiensi administrasi. Tujuan khusus pemberian tunjangan sendiri berbeda-beda pada setiap instansi, namun secara garis besar intinya adalah sama yaitu bermuara pada peningkatan kinerja sumber daya manusia. Dengan kinerja yang baik maka tujuan ataupun target dari sebuah organisasi akan mudah tercapai.
Kinerja ASN di Kabupaten Situbondo pada era kepemimpinan Bupati Dadang relatif menunjukkan keberhasilan yang berarti. Hal ini terbukti dibawah kepemimpinan beliau pada semua bidang kedinasan secara bergantian mendapat penghargaan, dimana seluruh jajaran, dinas hingga tingkat kecamatan bergerak bersama sehingga kinerja pemerintahan mendapatkan penghargaan SPIP (sistem pengendalian internal pemerintah) dari BPKP jatim dengan predikat A. Selain itu, tahun 2018 juga mendapat penghargaan
## Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
peringkat 1 daerah tertinggal paling inovativ dan penghargaan Pembangunan Daerah terbaik ke II se Jatim tahun 2020.
Kepemimpinan memang terbukti banyak berpengaruh terhadap kinerja ASN. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh (Arianty, 2018; Dirgantara & GW, 2022; Muizu et al., 2019; Muzakki & Pratiwi, 2019; Syamsibar, 2022; Tirtayasa, 2019; Wahyudi et al., 2022)yang membuktikan bahwa kepemimpinan transformsional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dalam organisasi. Derajat pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja rata rata adalah 50%-60% baik kepemimpinan pada sektor swasta maupun sektor publik. Ini membuktikan bahwa variabel kepemimpinan dalam sector apapun memang memiliki kendali yang besar terhadap kinerja anggota organisasinya.
Berbeda sedikit dengan kepemimpinan yang pada beberapa penelitian pengaruhnya masih positif dan signifikan terhadap kinerja, tunjangan penambahan penghasilan (kompensasi) pengaruhnya sangat beragam terhadap kinerja. Pada beberapa penelitian seperti penelitian (Aristy et al., 2019; Pioh & Tawas, 2016; Surono & Rozak, 2017) mengungkapkan bahwa tunjangan (kompensasi) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Pada penelitian lain (Batubara et al., 2015; Harahap & Hasibuan, 2021; Karmanto, 2021; Muzakki et al., 2020; Pratama et al., 2015; R. Rahmawati, 2019; Tjahjono & Riniarti, 2015) mereka membuktikan bahwa tunjangan (kompensasi) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Selain itu, pada penelitian ini juga menguji kepuasan kerja, dimana dalam beberapa penelitian seperti; Alwan & Djastuti (2018); Garaika (2020); dan Riansari et al., (2012) mengungkapkan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Senada dengan itu, Moorhead dan Griffin melaporkan bahwa seorang karyawan yang merasa puas cenderung lebih jarang absen, memberikan kontribusi positif, dan betah bersama organisasi. Sebaliknya, karyawan yang tidak merasa puas mungkin lebih sering absen, dapat mengalami stress yang mengganggu rekan kerja, dan mungkin secara terus menerus mencari pekerjaan lain dan pada akhirnya berpengaruh buruk pada kinerja (Alwan & Djastuti, 2018). Dengan demikian, pimpinan organisasi perlu memahami apa yang harus dilakukan untuk menciptakan kepuasan kerja bawahannya. Menurut Alwan & Djastuti (2018), kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak seorang karyawan dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Dampak perasaan senang ini adalah karyawan akan jarang absen, memberikan kontribusi yang positif dan betah bersama organisasi.
## Kajian literatur
## Kinerja pegawai
Kinerja pegawai menurut Yuliawan (2011) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan (Busro, 2018b) mengartikan kinerja sebagai hasil dari kemampuan dan keterampilan pekerja yang menyangkut kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi, mulai dari kemampuan kognisi, afeksi dan psikomotor karyawan atau bisa dikatakan performance . Untuk melihat atau mengukur kinerja tersebut bagus atau tidak, menurut (Purwanto,2011) mengatakan bahwa elemen pokok pengukuran kinerja antara lain seperti; Menetapkan
tujuan, sasaran dan strategi organisasi, merumuskan indikator dan ukuran kinerja, mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi, dan evaluasi kinerja (f eedback ) penilaian kemajuan organisasi meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
## Tunjangan
Pembayaran yang dilakukan perusahaan maupun organisasi memiliki berbagai macam nama, seperti gaji, keseluruhan gaji atau biasa yang disebut dengan " take home pay ", upah, kompensasi, remunerasi. Turunan dari keseluruhan pembayaran tersebut ada tunjangan, insentif, bonus, reward dan lain sebagainya. Tunjangan sendiri merupakan bagian dari pemberian pembayaran yang berbentuk finansial maupun non finansial. Tunjangan diberikan dengan tujuan mensupport kebutuhan lain diluar kebutuhan pokok yang sifatnya mendukung kinerja. Contohnya; tunjangan pulsa, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan dan lain sebagainya.
Istilah “tunjangan” kelihatannya memang hanya populer di Indonesia, dan mungkin di beberapa negara berkembang, tetapi tidak di negara-negara yang ekonominya sudah sangat maju. Sebagai akibatnya, tidak mudah mencari dasar-dasar teoritis untuk pembahasan dan penyajian tulisan ini (Ruky, 2011). Menurut Hasibuan (2016) tunjangan karyawan ( employee benefit ) adalah pembayaran-pembayaran dan jasa-jasa yang melindungi dan melengkapi gaji pokok, dan perusahaan membayar semua atau sebagian dari tunjangan. Tujuan utama dari tunjangan karyawan adalah untuk membuat karyawan mengabdikan hidupnya pada organisasi dalam jangka panjang (Nasrun, 2016).
## Kepemimpinan
Menurut Yusuf (2014) kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Yusuf (2014) kepemimpinan adalah keterampilan dan kemampuan seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah dari padanya dalam berfikir agar perilaku yang semula individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku organisasi.
Teknik atau cara yang digunakan oleh setiap pemimpin berbeda dari satu pemimpin dengan pemimpin lainnya. Pilihan cara ini tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi. Teknik atau cara ini disebut juga sebagai gaya. Menurut (Ningsih, 2017) gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan merupakan salah satu kunci dimana seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi, mengarahkan, dan menunjukan kemampuannya agar semua tujuan perusahaan bisa tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku. Pada studi ini gaya kepemimpinan yang digunakan adalah kepemimpinan transformasional. Menurut (Haryono, 2015) kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang bisa mempengaruhi pengikut agar bisa mempercayai, mengagumi dan menghormati pemimpin dimana fondasi moral menjadi dasar pemimpin tersebut. Gaya kepemimpinan transformasional memiliki beberapa aspek
Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
seperti; attributed charisma, inspirational leadership, intellectual stimulation, individualized consideration, dan idealized influence .
## Kepuasan kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual dan tergantung pada persepsi seseorang tentang apa yang dirasakannya mengenai pekerjaan. Menurut Robbin dalam (Busro, 2018b) kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang sesuatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari beberapa karakteristik. Lebih gamblang Robbins menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya ganjaran yang mereka yakini seharusnya mereka terima, atau dengan kata lain perbandingan antara hasil yang diterima dengan hasil yang diharapkan. Semakin besar hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang diharapkan, maka semakin puas pegawai tersebut, dan sebaliknya semakin kecil hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang diharapkan maka semakin rendah pula kepuasan kerja pegawai tersebut.
## Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menyajikan tahap lebih lanjut dari observasi. Setelah memiliki seperangkat skema klasifikasi, peneliti kemudian mengukur besar atau distribusi sifat-sifat tersebut di antara anggota-anggota kelompok tertentu. Dalam hal ini muncul peranan teknik-teknik statistik seperti distribusi frekuensi, tendensi sentral, dan dispersi (Silalahi & Atif, 2015). Pendekatan kuantitatif digunakan karena data yang digunakan dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan statistik. Kemudian, konstruk yang diuji dalam penelitian ini adalah tunjangan, kepemimpinan, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai (ASN).
Pada penelitian ini konstruk tunjangan diukur menggunakan beberapa indikator seperti; kesesuaian kinerja, jumlah waktu kerja, senioritas, keadilan, dan kelayakan. Kemudian, pada variabel yang lain yaitu kepemimpinan transformasional diukur melalui beberapa dimensi yaitu; attributed charisma, inspirational leadership, intellectual stimulation, individualized consideration, dan idealized influence. Selain itu, variabel kepuasan kerja diukur menggunakan beberapa item seperti; kebijakan dan administrasi perusahaan, upah, kondisi kerja, hubungan dengan atasan, hubungan dengan rekan Kerja, keamanan, kerja itu sendiri, tanggung jawab, pengakuan, kemajuan, pertumbuhan, dan prestasi. Sedangkan, kinerja pegawai diukur menggunakan beberapa indikator seperti; kualitas kerja, kuantitas hasil kerja, efisiensi dalam melaksanakan tugas, disiplin kerja, inisiatif, ketelitian, kejujuran, dan kreativitas. Setiap indikator pada penelitian ini nilai melalui lima poin skala likert yaitu; 1 (sangat tidak setuju) hingga 5 (sangat setuju). Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner terhadap pegawai ASN yang memiliki jabatan struktural yang ada dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Situbondo yang berjumlah 591 ASN. Setelah dilakukan sebaran data maka pengembalian kuesioner yaitu sebanyak 175 responden. Kemudian, teknik analisis data yang digunakan adalah Partial least square. Di bawah ini merupakan deskripsi karakteristik responden yang berpartisipasi pada penelitian ini:
Tabel 1. Profil responden
Keterangan Jumlah Persentase % Jenis kelamin responden Laki-laki 103 58,9 Perempuan 72 41,1 Usia responden 17-25 tahun (1) 1 0,6 26-35 tahun (2) 14 8,0 36-45 tahun (3) 56 32,0 46-55 tahun (4) 60 34,3 56-65 Tahun (5) 44 25,1 >66 tahun (6) 1 0,6 Pendidikan responden Taman SD/Sederajat (1) 2 1,1 Tamat SLTP (2) 2 1,1 SLTA/Sederajat (3) 37 21,1 Akademi (D I/D III) (4) 13 7,4 Sarjana/Sederajat (S1/D4) (5) 104 59,4 Pascasarjana (S2/S3) (6) 17 9,7 Tidak tamat SD/Sederajat (7) 0 0 Tidak sekolah (8) 0 0 Lama kerja < 3 tahun 16 9,1 4 s/d 7 tahun 5 2,9 8 s/d 11 tahun 23 13,1 12 s/d 15 tahun 55 31,4 >16 tahun 76 43,4 Jenis jabatan Struktural 175 100
Sumber: Data primer yang diolah (2022)
Berdasarkan pada Tabel di atas menunjukkan data demografi responden di lapangan yang diperoleh peneliti dari total 175 responden. Responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 103 atau 58,9% dan yang berjenis kelamin perempuan adalah 72 atau 41,1%. Responden yang berusia 17-25 tahun sebanyak 1 responden, kemudian untuk yang berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 14 responden, 36-45 tahun sebanyak 56, dan responden yang paling banyak yaitu dengan usia 46-55 tahun yaitu sebanyak 60. Selain itu, untuk responden yang berusia 46-55 tahun yaitu sebanyak 44, dan yang terakhir usia >66 tahun yaitu sebanyak 1 responden. Jenjang pendidikan responden rata- rata responden berpendidikan sarjana yaitu sebanyak 104 responden, responden yang Tamat SD/Sederajat yaitu sebanyak 2, tamat SLTP sebanyak 2, tamat akademi sebanyak 13 responden, sedangkan untuk responden yang berpendidikan pascasarjana yaitu sebanyak 17 responden, dan tidak ada responden yang tidak tamat SD maupun tidak sekolah. Selain itu, demografi berdasarkan lama kerja responden, sebanyak 16 responden berada pada lama kerja ≤ 3 tahun, responden dengan lama kerja 4 s/d 7 tahun sebanyak 5 responden, 8 s/d 11 tahun yaitu sebanyak 23 responden, 12 s/d 15 tahun sebanyak 55
tahun, dan yang terakhir responden dengan lama kerja 16 tahun yaitu sebanyak 76 responden.
## Hasil dan pembahasan
Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan untuk menguji validitas, reliabilitas, dan pengujian hipotesis digunakan partial least square. Terdapat dua pengujian di dalam partial least square yaitu pengujian outer model dan inner model. Evaluasi outer model bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen pengukuran pada model penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa baik item kuesioner mengukur sifat dan konsep variabel yang diukur dan mengetahui konsistensi item kuesioner dalam mengukur variabel yang sama dalam waktu dan tempat yang berbeda. Analisis outer model dapat dilihat dari nilai convergent validity, construct validity, discriminant validity, dan composite reliability . Adapun hasil pengujian outer model dapat dilihat berikut ini:
1. Convergent validity
Uji convergent validity dalam PLS dapat dilakukan dengan melihat nilai dari masing-masing loading factor . Nilai loading factor mendeskripsikan besarnya korelasi antara setiap item pengukuran (indikator pada kuesioner) dengan variabel laten (konstruknya). Suatu item indikator dikatakan telah memenuhi convergent validity apabila skor loading pada tiap jalur ( path ) antara komponen (variabel laten) dan variabel manifes sebaiknya > 0,5 (Ghazali, 2011). Hasil loading factor dapat ditampilkan pada tabel sebagai berikut:
Table 2 . Loading factor Variabel Item Loading Factors Ketetapan Keterangan Tunjangan (X1) X1.1 0.415 0,5 Tidak Valid X1.2 0.550 0,5 Valid X1.3 0.748 0,5 Valid X1.4 0.797 0,5 Valid X1.5 0.802 0,5 Valid Kepemimpinan (X2) X2.1 0.704 0,5 Valid X2.2 0.823 0,5 Valid X2.3 0.770 0,5 Valid X2.4 0.776 0,5 Valid X2.5 0.742 0,5 Valid Kepuasan Kerja (X3) X3.1 0.741 0,5 Valid X3.10 0.722 0,5 Valid X3.11 0.682 0,5 Valid X3.12 0.602 0,5 Valid X3.2 0.600 0,5 Valid X3.3 0.710 0,5 Valid X3.4 0.623 0,5 Valid X3.5 0.723 0,5 Valid X3.6 0.699 0,5 Valid X3.7 0.636 0,5 Valid
X3.8 0.683 0,5 Valid X3.9 0.610 0,5 Valid Kinerja (Y) Y.1 0.690 0,5 Valid Y.2 0.628 0,5 Valid Y.3 0.729 0,5 Valid Y.4 0.771 0,5 Valid Y.5 0.744 0,5 Valid Y.6 0.766 0,5 Valid Y.7 0.484 0,5 Tidak Valid Y.8 0.388 0,5 Tidak Valid Sumber: Hasil olah data dengan PLS
Tabel 2 diatas telah menunjukkan bahwa sebagian besar dari nilai loading factor pada masing-masing indikator mempunyai nilai > 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa indikator pada penelitian ini telah dinyatakan valid secara statistik serta dapat digunakan dalam konstruk penelitian. Namun, terdapat satu pengukuran dari variabel tunjangan yaitu X1.1, dan dua pengukuran dari kinerja karyawan yaitu Y.7 dan Y.8 yang memiliki nilai < 0,5 sehingga perlu dihilangkan atau dinyatakan tidak valid dalam menyusun konstruk (variabel laten). Dalam proses menghilangkan indikator yang tidak valid tersebut, tidak harus semua indikator dengan nilai < 0,5 seketika dihilangkan, Namun dipilih dari indikator yang memiliki nilai loading factor terkecil terlebih dahulu. Setelah menghilangkan indikator-indikator tersebut, sekarang nilai loading factor dari setiap variabel telah memenuhi rules of thumbs yang ditetapkan oleh Ghazali (2011) yaitu > 0,5 untuk dapat dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk mengukur konstruk dalam penelitian.
## 2. Construct validity
Construct validity merupakan validitas yang menunjukkan sejauh mana suatu tes mengukur construct teori yang menjadi dasar penyusunan tes tersebut. Konstruk dikatakan memiliki construct validity yang baik jika nilai average variance extracted (AVE) harus > 0,5 (Abdillah dan Jogiyanto, 2016). Hasil pengujian construct validity dengan menggunakan SmartPLS diperoleh sebagai berikut:
Tabel 3 . Average variance extracted (AVE) Variables Average variance extracted (AVE) Kepemimpinan 0.584 Kepuasan kerja 0.650 Kinerja 0.543 Tunjangan 0.541
Berdasarkan Tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa nilai AVE pada setiap variabel dalam model analisis penelitian ini telah memiliki nilai construct validity yang baik, yaitu nilai AVE lebih besar dari 0,5.
3. Discriminant validity
Discriminant validity merupakan uji yang dilakukan untuk melihat apakah setiap indikator yang menyusun suatu variabel laten memiliki nilai loading yang lebih tinggi dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya. Pada Uji discriminant validity parameter yang digunakan adalah dengan membandingkan akar dari AVE suatu konstruk harus lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi antar variabel laten tersebut,
## Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
atau dengan melihat nilai cross loading (Abdillah dan Jogiyanto, 2016). Berikut adalah nilai cross loading masing-masing indikator.
Tabel 4. Nilai cross loading Item Kepemimpinan Kepuasan Kerja Kinerja Tunjangan X1.2 0.347 0.313 0.284 0.528 X1.3 0.536 0.668 0.643 0.754 X1.4 0.632 0.621 0.644 0.811 X1.5 0.718 0.750 0.599 0.812 X2.1 0.709 0.708 0.684 0.507 X2.2 0.825 0.674 0.470 0.599 X2.3 0.766 0.638 0.518 0.611 X2.4 0.778 0.686 0.520 0.647 X2.5 0.738 0.642 0.444 0.628 X3.1 0.702 0.742 0.558 0.628 X3.10 0.674 0.714 0.411 0.491 X3.11 0.594 0.679 0.460 0.475 X3.12 0.544 0.603 0.451 0.601 X3.2 0.543 0.600 0.340 0.512 X3.3 0.625 0.711 0.605 0.688 X3.4 0.566 0.631 0.591 0.570 X3.5 0.647 0.726 0.618 0.679 X3.6 0.538 0.704 0.442 0.512 X3.7 0.514 0.639 0.559 0.435 X3.8 0.500 0.677 0.430 0.371 X3.9 0.429 0.599 0.507 0.387 Y.1 0.434 0.593 0.683 0.583 Y.2 0.487 0.583 0.684 0.536 Y.3 0.470 0.593 0.729 0.693 Y.4 0.608 0.725 0.810 0.540 Y.5 0.487 0.607 0.784 0.412 Y.6 0.591 0.629 0.723 0.440
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai masing-masing indikator di suatu konstruk lebih tinggi dibandingkan dengan konstruk lain dan mengumpul pada satu konstruk tersebut. Maka dalam penelitian ini dapat dikatakan memiliki discriminant validity yang baik.
4. Composite validity
Uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai cronbach’s alpha dan composite reliability . Suatu konstruk dapat dikatakan reliabel, apabila memiliki nilai Cronbach’s alpha harus > 0,6 dan nilai Composite reliability harus > 0,7 (Abdillah dan Jogiyanto, 2016). Berikut adalah nilai Cronbach’s alpha dan Composite reliability masing-masing variabel pada penelitian ini:
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa seluruh konstruk dalam penelitian ini memiliki nilai Cronbach's alpha > 0,6 dan nilai Composite reliability > 0,7, maka dapat dikatakan bahwa semua construct adalah reliable. Hal ini dapat diartikan bahwa masing- masing konstruk dalam model penelitian memiliki konsistensi internal dalam uji reliabilitas instrumen.
Tabel 5. Composite reliability dan cronbach’s alpha Variables Cronbach's Alpha Composite Reliability Kepemimpinan 0.821 0.875 Kepuasan Kerja 0.888 0.907 Kinerja 0.831 0.877 Tunjangan 0.717 0.821
## Inner model
Pengujian inner model atau model structural dilakukan untuk memprediksi hubungan kausal antar variabel atau pengujian hipotesis. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Hasil pengujian hipotesis Pengaruh secara parsial Original Sample T Statistics P Values H1 Tunjangan Kepuasan kerja 0.375 6.803 0.000 H2 Kepemimpinan Kepuasan kerja 0.589 10.807 0.000 H3 Tunjangan Kinerja 0.190 3.187 0.002 H4 Kepemimpinan Kinerja 0.342 1.971 0.040 H5 Kepuasan kerja Kinerja 1.014 9.162 0.000 H6 Tunjangan Kepuasan kerja Kinerja 0.380 6.001 0.000 H7 Kepemimpinan Kepuasan kerja Kinerja 0.597 6.235 0.000
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa tunjangan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dengan nilai koefisien parameter 0.375. Hal ini dapat dilihat dari hasil path koefisien yang menunjukkan nilai T-statistic sebesar 6.803 > 1,96 dan nilai p-value 0.000 < 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tunjangan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pada sampel penelitian ini, sehingga H1 yang menyatakan bahwa tunjangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja diterima (didukung).
Selanjutnya, pada tabel di atas tersebut juga dapat diketahui bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dengan nilai koefisien parameter 0.589. Hal ini dapat dilihat dari hasil path koefisien yang menunjukkan nilai T-statistic sebesar 10.807 > 1,96 dan nilai p-value 0.000 < 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pada sampel penelitian ini, sehingga H2 yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja diterima (didukung).
Selain itu, hasil di atas juga dapat diketahui bahwa tunjangan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dengan nilai koefisien parameter 0.190. Hal ini dapat dilihat dari hasil path koefisien yang menunjukkan nilai T-statistic sebesar 3.187 > 1,96 dan nilai p-value 0.002< 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tunjangan berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada sampel penelitian ini, sehingga H3 yang menyatakan bahwa tunjangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai diterima (didukung).
## Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
Pada tabel di atas tersebut juga dapat presentasikan bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dengan nilai koefisien parameter 0.342. Hal ini dapat dilihat dari hasil path koefisien yang menunjukkan nilai T-statistic sebesar 1.971 > 1,96 dan nilai p-value 0.040< 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada sampel penelitian ini, sehingga H4 yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai diterima (didukung).
Sejalan dengan temuan tersebut juga, kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dengan nilai koefisien parameter 1.014. Hal ini dapat dilihat dari hasil path koefisien yang menunjukkan nilai T-statistic sebesar 9.162 > 1,96 dan nilai p-value 0.000< 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada sampel penelitian ini, sehingga H5 yang menyatakan bahwkepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai diterima (didukung).
Kemudian, pengujian secara tidak langsung dapat dijelaskan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada hubungan antara tunjangan dan kinerja pegawai . Hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan nilai koefisien parameter yaitu sebesar 0.380. Selain itu, pengaruh signifikan dapat dilihat dari nilai T-statistic sebesar 6.001 > 1,96 dan nilai p-value 0.000< 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada hubungan tunjangan dan kinerja pegawai pada sampel penelitian ini, sehingga H6 yang menyatakan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada hubungan tunjangan dan kinerja pegawai diterima (didukung).
Terakhir, pada Tabel di atas tersebut juga dapat dijelaskan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada hubungan antara kepemimpinan dan kinerja pegawai . Hal ini dapat dilihat dari hasil perolehan nilai koefisien parameter yaitu sebesar 0.597. Selain itu, pengaruh signifikan dapat dilihat dari nilai T-statistic sebesar 6.235 > 1,96 dan nilai p-value 0.000< 0,05. Berdasarkan perhitungan secara statistic tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada hubungan kepemimpinan dan kinerja pegawai pada sampel penelitian ini, sehingga H7 yang menyatakan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada hubungan kepemimpinan dan kinerja pegawai diterima (didukung).
## Pembahasan
## Pengaruh tunjangan terhadap kepuasan kerja
Hasil temuan studi ini diketahui setelah data diolah menggunakan bantuan software SmartPLS 3 dan temuan ini dapat diungkapkan bahwa tunjangan terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal ini memberikan arti bahwa semakin baik tingkat kompensasi/tunjangan yang didapatkan pegawai maka secara langsung dapat mempromosikan kepuasan kerja yang lebih baik . Dengan demikian, pengajuan hipotesis yang merepresentasikan bahwa tunjangan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja diterima, artinya adalah semakin tinggi tunjangan
yang diterima pegawai dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja yang lebih baik untuk pegawai tersebut.
Hasil jawaban responden pada penelitian ini ditemukan bahwa selama ini pegawai telah memperoleh penghargaan atau kompensasi sesuai dengan hasil kerja yang selama ini telah mereka lakukan, besaran nilai tambahan yang diberikan tersebut juga sesuai dengan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas keseharian mereka. Bahkan mereka juga menganggap bahwa perolehan tambahan penghasilan tersebut juga mereka yakini berasal dari tingkat kehadiran kerja dan waktu kerja. Selain itu, besaran nilai tambahan penghasilan yang mereka terima ini juga sesuai dengan jenjang karir dan lama kerja/pengabdian mereka sebagai ASN. Beberapa hal tersebut telah diyakini oleh pegawai dapat menjadi beberapa aspek yang dapat menunjang kepuasan kerja mereka. Di satu sisi, mereka juga meyakini bahwa nilai tambahan penghasilan tersebut sedikit banyak membantu dan layak dalam menambah penghasilan mereka sebagai ASN.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muguongo et al. (2015) bahwa tunjangan telah memberikan peranan penting dalam menentukan kepuasan kerja karyawan/pegawai. Sejalan dengan temuan itu juga, Roringkon (2021) memaparkan bahwa pemberian dan peningkatan kompensasi pada pegawai dapat berimplikasi positif terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan. Wati et al. (2021) dalam studinya juga melaporkan bahwa kompensasi merupakan salah satu unsur dalam hubungan kerja yang sering menimbulkan permasalahan. Dengan demikian, organisasi perlu untuk memperhatikan peran penting dan urgensi dari komponen-komponen variabel tersebut. Setyaningrum (2020) menjelaskan bahwa pegawai yang berdomisili dengan status pekerjaan yang jelas selalu bertujuan untuk mencari kepuasan kerja yang lebih besar. Dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa tunjangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai (Garaika, 2020; Setyaningrum, 2020; Suryani, 2013).
## Pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
Berdasarkan hasil olah data menggunakan bantuan aplikasi SmartPLS 3 ditemukan bahwa kepemimpinan terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja . Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja. Dengan itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja diterima, artinya adalah semakin baik tingkat kepemimpinan seseorang maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan kerja.
Pada hasil jawaban responden mengungkapkan bahwa selama ini pegawai menganggap bahwa pemimpin mereka telah mampu menginspirasi dan membuat pegawai antusias untuk melakukan pekerjaan, serta mampu memberikan berbagai macam gagasan kepada pegawai. Kemudian, pegawai telah menyadari bahwa sejauh ini pemimpin mereka telah memberikan motivasi dan memberikan kemudahan kepada pegawai untuk menemukan cara-cara baru dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan mereka. Beberapa hal tersebut telah disadari bahwa dapat menjadi pemicu pegawai untuk merasa puas. Selain itu, hasil jawaban responden juga mengungkapkan bahwa pimpinan mereka terkadang memberikan apresiasi berupa penghargaan kepada pegawai, apabila mereka mampu untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dengan demikian, semua itu telah berimplikasi terhadap kepuasan kerja pegawai, dalam hal ini mereka merasa puas karena dapat menjalin hubungan positif dan baik dengan atasan
## Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
mereka. Kepuasan ini telah direfleksikan oleh pegawai bahwa mereka merasa puas bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Situbondo.
Hasil studi ini relevan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu seperti; Abelha & César (2017) dan Yang (2016) hasil studi mereka mengungkapkan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu sikap yang paling banyak dianalisis dalam bidang perilaku organisasi dan dimaknai sebagai sejauh mana individu secara positif mengevaluasi pengalaman kerjanya (Yang, 2016). Faktor yang paling dominan untuk memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja tersebut yaitu kepemimpinan (Abelha & César, 2017). Sejalan dengan itu, (Kouni et al., 2018) juga menemukan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara positif dan signifikan.
## Pengaruh tunjangan terhadap kinerja pegawai
Hasil temuan studi ini diketahui setelah data diolah menggunakan bantuan software SmartPLS 3 dan temuan ini dapat diungkapkan bahwa tunjangan terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini memberikan arti bahwa semakin baik tingkat kompensasi/tunjangan yang diberikan kepada pegawai maka secara langsung dapat mempromosikan kinerja pegawai yang lebih baik . Dengan demikian, pengajuan hipotesis yang mempresentasikan bahwa tunjangan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai diterima, artinya adalah semakin tinggi tingkat tunjangan yang diterima pegawai dapat mempengaruhi tingkat kinerja pegawai yang lebih baik bagi pegawai tersebut.
Pada penelitian ini menemukan bahwa secara keseluruhan perolehan besaran nilai tambahan penghasilan yang diterima oleh pegawai telah sesuai dengan yang mereka harapkan, bahkan juga sesuai dengan tingkat kehadiran dan waktu kerja pegawai, serta jabatan dan lama kerja mereka. Di satu sisi, pegawai juga beranggapan bahwa besaran nilai tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang mereka terima dapat membantu dan layak dalam menambah penghasilan sebagai ASN. Hasil penelitian ini relevan dengan temuan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa menjaga tingkat kesejahteraan pegawai dengan memberikan tunjangan tambahan penghasilan yang layak dan adil maka hal ini dapat menjadi stimulus bagi pegawai dalam meningkatkan kinerja mereka (Muzakki et al., 2020), bahkan dalam penelitian yang lain disebutkan bahwa tunjangan ini berpengaruh positif dan signifikan dalam meningkatkan kinerja pegawai (Sitopu et al., 2021). Kemudian, hasil studi ini juga menentang hasil penelitian yang dilakukan Lakoy (2013) dan Aromega et al., (2019) yang menyatakan bahwa tunjangan tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
## Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
Berdasarkan hasil olah data menggunakan bantuan aplikasi SmartPLS 3 ditemukan bahwa kepemimpinan terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai . Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan secara langsung mempengaruhi kinerja pegawai. Dengan itu, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja diterima, artinya adalah semakin baik tingkat kepemimpinan seseorang maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai.
Pada penelitian ini diungkapkan bahwa kepemimpinan merupakan hal yang tak terpisahkan dari suatu organisasi. Orang-orang yang ada di dalam organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi mereka dalam mencapai
tujuan bersama. Kemudian, merujuk pada hasil jawaban responden pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa pemimpin yang dapat menginspirasi dan berkharismatik mampu membuat pegawai antusias dalam mengerjakan tugas/pekerjaan mereka. Selain itu, pegawai menyukai pemimpin yang dapat memberikan berbagai macam gagasan serta mampu mendorong mereka untuk menemukan cara-cara baru dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan. Di satu sisi, hal yang tidak kalah penting adalah pegawai juga menyukai seorang pemimpin yang dapat memberikan apresiasi kepada pegawai dengan memberikan penghargaan ketika pegawai sukses dalam pekerjaannya. Sosok pemimpin seperti ini menurut Muzakki dan Pratiwi (2019) mampu mengubah perilaku bawahannya menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan merupakan penunjang utama dalam mendukung terciptanya kinerja karyawan yang efektif (Eliyana et al., 2019; Muzakki & Pratiwi, 2019). Tidak hanya itu saja, Muzakki dan Christina (2021) juga mengungkapkan bahwa seorang pimpinan/atasan memang harus mampu membawa bawahannya untuk berfikir dan merubah problem lama menjadi cara pandang baru, dan seorang pemimpin juga perlu untuk memberikan kebebasan kepada bawahannya dalam menggunakan kecerdasan mereka untuk mengatasi berbagai hambatan kerjanya, dengan demikian pada penelitiannya dikatakan tipe pemimpin yang seperti itu dapat meningkatkan work innovation , knowledge management , dan kinerja pegawai (Al-Husseini et al., 2021). Pada hasil penelitian yang lain yang juga sejalan dengan hasil penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Lai et al. (2020), mereka menemukan bahwa pemimpin transformasional menggunakan berbagai perilaku untuk mempromosikan perilaku yang menguntungkan bagi pengikut organisasi (seperti, kinerja tugas yang lebih baik dan helping behaviour /perilaku membantu). Artinya, karyawan yang terinspirasi oleh kepemimpinan transformasional lebih cenderung membenamkan diri dalam pekerjaan, dan pada gilirannya, ini dapat menghasilkan kinerja tugas dan perilaku membantu yang lebih baik.
## Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai
Hasil temuan studi ini diketahui setelah data diolah menggunakan bantuan software SmartPLS 3 dan temuan ini dapat diungkapkan bahwa kepuasan kerja terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hal ini memberikan arti bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai maka secara langsung dapat meningkatkan kinerja pegawai yang lebih baik . Dengan demikian, pengajuan hipotesis yang merepresentasikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai diterima.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa secara keseluruhan pegawai telah merasa puas dengan tata kelola pemerintahan di kabupaten situbondo, gaji yang telah diterima, lokasi tempat kerja yang menurut mereka kondusif, dan kemudian secara hubungan kerja, baik dengan rekan kerja maupun dengan atasan/pimpinan mereka. Mereka mengungkapkan puas akan semua itu. Hal ini dibuktikan dengan perolehan tingkat jawaban responden yang tinggi. Bahkan mereka juga sadar bahwa mereka merasa puas dan bangga bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Situbondo. Kepuasan kerja pada penelitian ini ditemukan berpengaruh positif dan signifikan dalam menunjang kinerja terbaik pegawai. Kinerja pegawai ini dibuktikan dengan kemampuan pegawai dalam melakukan pekerjaan mereka. Kemudian pegawai juga mampu
## Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
mengambil inisiatif dalam bekerja, dan mereka merasa bahwa selama ini telah mampu bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang ada, kemudian mereka juga menganggap bahwa aspek kualitas kerja merupakan aspek terpenting dalam melakukan suatu pekerjaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya seperti; (Alwan & Djastuti, 2018), (Garaika, 2020) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai maka hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai yang lebih baik.
## Peran mediasi kepuasan kerja pada pengaruh tunjangan terhadap kinerja pegawai
Hasil temuan studi ini dapat diungkapkan bahwa kepuasan kerja terbukti memediasi secara positif dan signifikan pada pengaruh tunjangan terhadap kinerja pegawai. Hal ini memberikan arti bahwa pemberian tunjangan yang layak bagi pegawai dapat mempromosikan kepuasan kerja mereka, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai. Pada penelitian ini juga ditemukan kepuasan kerja berperan sebagai full mediasi, artinya adalah ada atau tidaknya kepuasan kerja, tunjangan tetap akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, pengajuan hipotesis yang mempresentasikan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada pengaruh tunjangan dan kinerja pegawai diterima (didukung).
Pada hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pegawai selama ini menganggap besaran nilai tambahan penghasilan yang diterima oleh pegawai sesuai dengan kehadiran dan waktu kerja. Kemudian, juga diyakini bahwa telah sesuai dengan jenjang jabatan dan lama mengabdi. Hal ini diyakini dapat membuat mereka merasa puas, dan pada akhirnya menunjang terhadap kinerja mereka yang lebih baik. Selain itu, pada penelitian ini juga ditemukan bahwa selama ini pegawai merasa bahwa tambahan penghasilan yang mereka terima dapat membantu dan layak dalam menambah penghasilan sebagai ASN di tempat mereka bekerja. Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwandi dan Mandahuri (2021) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara signifikan pada hubungan tunjangan dan kinerja pegawai. Pada penelitian mereka juga menyebutkan bahwa tingginya tingkat kompensasi yang diberikan kepada pegawai dapat menjadi penunjang terhadap kepuasan kerja mereka, dan pada akhirnya ketika karyawan puas mereka dapat meningkatkan kinerja mereka di tempat mereka bekerja (Sofuan dan Setyowati, 2014).
## Peran mediasi kepuasan kerja pada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
Hasil temuan studi ini dapat diungkapkan bahwa kepuasan kerja terbukti memediasi secara positif dan signifikan pada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai. Hal ini memberikan arti bahwa penerapan gaya kepemimpinan yang diyakini baik oleh pegawai mampu meningkatkan kepuasan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai. Pada penelitian ini juga ditemukan kepuasan kerja berperan sebagai full mediasi, artinya adalah ada atau tidaknya kepuasan kerja, kepemimpinan tetap akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, pengajuan hipotesis yang mempresentasikan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara positif dan signifikan pada pengaruh kepemimpinan dan kinerja pegawai diterima (didukung).
Pada penelitian ini ditemukan bahwa selama ini pegawai menganggap bahwa pimpinan mereka berkarisma sehingga mampu menjadi inspirator bagi mereka untuk
mengerjakan tugas/pekerjaan. Disatu sisi juga, pemimpin mereka memiliki kemampuan untuk menginspirasi untuk melakukan pekerjaan dan memberikan berbagai macam gagasan, dan cara-cara baru, serta memberikan apresiasi dalam bentuk penghargaan kepada bawahan (pegawai) yang berhasil melakukan pekerjaan/tugas dengan baik. Beberapa hal tersebut dianggap dapat menjadi pendorong dalam memunculkan kepuasan kerja pegawai, sehingga pada akhirnya pegawai berkeinginan untuk meningkatkan kinerja mereka. Hasil studi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Surya (2020) yang melaporkan kepuasan kerja secara positif dan signifikan dapat memediasi pada pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Sejalan dengan itu, Muizu (2014) mengungkapkan bahwa pemimpin yang mampu menciptakan visi, lingkungan dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk berprestasi, maka secara tidak langsung bawahan akan merasa kagum, percaya, dan berkomitmen pada pimpinan mereka, dengan demikian pada akhirnya dapat mempromosikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya (Putra dan Surya, 2020).
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan partial least square dan pembahasan sebelumnya, serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka simpulan pada penelitian ini adalah tunjangan penambahan penghasilan (TPP) dan kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja ASN di kabupaten Situbondo. Tunjangan penambahan penghasilan (TPP) dan kepemimpinan juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Selanjutnya, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Pada temuan di penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kepuasan kerja mampu memediasi pengaruh tunjangan penambahan penghasilan terhadap kinerja ASN di Kabupaten Situbondo. Terakhir kepuasan kerja jugamampu memediasi pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja ASN di Kabupaten Situbondo.
## Saran
Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Situbondo tunjangan dan kepemimpinan merupakan konstruk yang diyakini dapat mendukung terhadap peningkatan kepuasan kerja, sehingga pimpinan perlu untuk menjaga semaksimal mungkin kepuasan kerja pegawai di Kabupaten Situbondo agar tetap terjaga. Selain itu, bagi pimpinan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Situbondo, agar dapat menjaga dan meningkatkan kinerja pegawai, pimpinan perlu untuk menghadirkan kepuasan kerja dengan melihat pada kompensasi atau gaji yang diterima pegawai selama ini dan juga gaya kepemimpinan yang digunakan. Kemudian, bagi penelitian selanjutnya kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan, dengan demikian penelitian mendatang diperkenankan untuk menambah kekurangan yang ada dari penelitian ini. Salah satunya adalah terkait dengan sampel penelitian yang masih kecil sehingga penelitian mendatang dapat menambah sampel yang ada dengan melibatkan pegawai dari keseluruhan divisi di organisasi pemerintah. Selanjutnya, penelitian mendatang juga dapat menambah konstruk/variabel yang secara empiris telah ditemukan dapat memberikan sumbangsih lebih baik pada kinerja pegawai.
## Daftar pustaka
Abdillah, W., & Jogiyanto, H. (2016). Partial Least Square (PLS): Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis . Yogyakarta: Andi.
Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
Abelha, D. M., & César, P. (2017). Transformational Leadership and Job Satisfaction: Assessing the Influence of Organizational Contextual Factors and Individual Characteristics . 516–532. https://doi.org/10.7819/rbgn.v0i0.3949
Al-Husseini, S., El Beltagi, I., & Moizer, J. (2021). Transformational leadership and innovation: the mediating role of knowledge sharing amongst higher education faculty. International Journal of Leadership in Education , 24 (5), 670–693. https://doi.org/10.1080/13603124.2019.1588381
Alam, M. S. (2020). Pengaruh Motivator Faktor Intrinsik Dan Ekstrinsik (Teori HERZBERG) Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Penjualan Pada PT. Roda Sakti Surya Megah Jember .
Almaududi, S., Syukri, M., & Astuti, C. P. (2021). Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan Pada Hotel Mexsicana Kota Jambi. J-MAS (Jurnal Manajemen Dan Sains) , 6 (1), 96. https://doi.org/10.33087/jmas.v6i1.233
Alwan, H. I., & Djastuti, I. (2018). Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada CV. Manfaat di Ambarawa). Diponegoro Journal of Management , 7 (4), 1–14.
Andjarwati, T. (2015). Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hirarki Kebutuhan Maslow. Jurnal Ilmu Ekonomi & Manajemen , 1 (1), 45--54. http://jurnal.untag- sby.ac.id/index.php/jmm17/article/view/422
Anggara, S. (2012). ilmu Administrasi Negara . Pustaka Setia Bandung.
Arianty, N. (2018). Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan. Kumpulan Jurnal Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara . Aristy, I. D., Razak, P. A., & Haeruddin, H. (2019). Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rsud Labuang Baji Makassar. Jurnal Mitrasehat , 98–109. http://journal.stikmakassar.com/a/article/download/24/10 Aromega, T. N., Kojo, C., & Lengkong, V. P. K. (2019). Pengaruh Kompensasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Yuta Hotel Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi , 7 (1), 741–750.
Arsyad, A., Siwi, M. O., & Sumampouw, H. J. (2015). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT . Bintang Sewu Sejahtera di Manado . 1–13.
Aruan, Q. S., & Fakhri, M. (2015). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Lapangan Departemen Grasberg Power Distribution Pt. Freeport Indonesia. MODUS , Vol.27 (2) , 141–162.
Batubara, K., Buchari, B., & Pujangkoro, S. (2015). Pengaruh gaji, upah, dan tunjangan karyawan terhadap kinerja karyawan pada pt. xyz. Jurnal Teknik Industri USU , 3 (5), 219530.
Busro, M. (2018a). Teori-teori manajemen sumber daya manusia . Prenada Media. Busro, M. (2018b). Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: PRENADA MEDIA.
Dirgantara, G., & GW, S. H. (2022). Implikasi Budaya Organisasi Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Bri Karawang. At-Tadbir: Jurnal Ilmiah Manajemen , 6 (1), 1–12.
Eliyana, A., Ma’arif, S., & Muzakki. (2019). Job satisfaction and organizational commitment effect in the transformational leadership towards employee performance. European Research on Management and Business Economics , 25 (3), 144–150. https://doi.org/10.1016/j.iedeen.2019.05.001
Furqan, A., Kara, M., & Jafar, A. (2015). Pengaruh Persepsi Remunerasi Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. Jurnal MINDS , 2 , 15.
Garaika, G. (2020). Pengaruh Kompensasi, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Terhadap Kinerja. Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Bisnis , 21 (1), 28–41. https://doi.org/10.30596/jimb.v21i1.4181
Ghazali, I. (2014). Struktural Equation Modelling Metode Alternative Dengan Partial Least Squares (PLS). Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang . Harahap, J. M., & Hasibuan, M. I. (2021). Pengaruh Pemberian Reward Dan Tunjangan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Binanga Mandala Labuhanbatu Selatan Sumatera Utara. Kapital: Jurnal Ilmu Manajemen , 3 (2), 1–10. Hartatik, I. P. (2014). Mengembangkan Sumber Daya Manusia . Yogyakarta: Laksana. Haryono, S. (2015). intisari teori kepemimpinan (PT. Intermedia Personalia Utama (ed.)). Hasibuan, M. S. P. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Penerbit. Bumi Aksara.
Hidayah, N. (2016). Pengaruh Kompensasi terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening (Studi kasus pada karyawan bagian keuangan dan akuntansi UNY) . Universitas Negeri Yogyakarta. Ikhsan, A. (2014). Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen . Citapustaka Media.
Karmanto, K. (2021). Pengaruh kepemimpinan dan kompensasi finansial terhadap kinerja karyawan PT Sinar Indah Perkasa Surabaya. Implementasi Manajemen & Kewirausahaan , 1 (1), 74–84.
Kouni, Z., Koutsoukos, M., & Panta, D. (2018). Transformational Leadership and Job Satisfaction: The Case of Secondary Education Teachers in Greece . 6 (10), 158– 168. https://doi.org/10.11114/jets.v6i10.3451
Kurniawan, T. (2007). Pergeseran paradigma administrasi publik: dari perilaku model klasik dan NPM Good governance. Jurnal Administrasi Negara , 7 , 52–70. Lai, F. Y., Tang, H. C., Lu, S. C., Lee, Y. C., & Lin, C. C. (2020). Transformational Leadership and Job Performance: The Mediating Role of Work Engagement. SAGE Open , 10 (1). https://doi.org/10.1177/2158244019899085
Lakoy, G. F. (2013). Motivasi Kerja, Kompensasi, Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Utara. Emba , 1 (4), 771–781.
Marwansyah. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia . Alfabeta.
Muguongo, M. M., Muguna, A. T., & Muriithi, D. K. (2015). Effects of Compensation on Job Satisfaction Among Secondary School Teachers in Maara Sub - County of Tharaka Nithi County, Kenya. Journal of Human Resource Management , 3 (6), 47. https://doi.org/10.11648/j.jhrm.20150306.11
Muizu, W. O. Z., Kaltum, U., & Sule, E. T. (2019). Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Perwira-Jurnal Pendidikan Kewirausahaan Indonesia , 2 (1), 70– 78.
Mukhti, I., & Fachruddin, R. (2016). Pengaruh Remunerasi Terhadap Motivasi Dalam Pelayanan Publik (Studi pada kantor Kejaksaan Tinggi Aceh). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA) , 1 (June), 306–317.
Mulyono, T. (2021). Transformational leadership and work motivation as predictors of organizational citizenship behavior. Implementasi Manajemen & Kewirausahaan,
1 (1), 43–59. https://doi.org/10.38156/imka.v1i1.64
Muzakki, & Christina. (2021). Bagaimana Transformational Leadership Memfasilitasi
## Implementasi manajemen & kewirausahaan, 2(2), 131-150, 2022
Work Innovation: Peran mediasi Knowledge Management. Jurnal Nusantara Aplikasi Manajemen Bisnis , 6 (1), 62–73.
Muzakki, M., & Pratiwi, A. R. (2019). Kepemimpinan Transformasional dan Efikasi Diri Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Bisnis , 20 (2), 82–91. Muzakki, M., Saptoadji, T. G., & Yogatama, G. A. (2020). Peran job satisfaction pada hubungan compensation dan organizational citizenship behaviour: Studi empirik. JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA , 6 (2), 133–143.
Nasrun, N. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan: Jurnal Kajian Teori Dan Praktik Kependidikan , 1 (2), 63–70. https://doi.org/10.17977/um027v1i22016p063
Ning, F., Bambang, F., & Sunuharyo, S. (2017). Pengaruh Tunjangan Karyawan Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan Auto 2000 Malang Sutoyo). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol , 48 (1).
Ningsih, luh kartika. (2017). MEMBANGUN GAYA KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DIANALISIS DARI DIMENSI GAYA KEPEMIMPINAN BASS DAN AVOLIO (Studi Kasus: PT Indomarco Prismatama Cabang Singaraja) LUH KARTIKA NINGSIH. Artha Satya Dharma Jurnal Kajian Ekonomi Dan Bisnis , 10 (2), 117–137.
Nursam, N. (2017). Manajemen Kinerja. Kelola: Journal of Islamic Education Management , 2 (2), 167–175. https://doi.org/10.24256/kelola.v2i2.438
Pioh, N. L., & Tawas, H. N. (2016). The Influence Of Compensation And Work Condition To Work Satisfaction And Employee Performance (Study At State Employee In District Office Sonder District Minahasa). Jurnal EMBA , 838 (2), 838– 848.
Pratama, S. A., Hakam, M. S., & Nurtjahjono, G. E. (2015). Pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan (Studi pada karyawan PT. Asuransi Jiwasraya persero regional office Malang). Jurnal Administrasi Bisnis , 25 (1). Priansa, D. J. (2017). Manajemen Kinerja Kepegawaian dalam Pengelolaan SDM Perusahaan . Priansa, D. J. (2018). Perencanaan & Pengembangan SDM (M. M. Drs. Agus Garinda (ed.)). Bandung: Alfabeta.
Rahmawati, F. (2016). Pengaruh motivasi dan kompensasi terhadap Kinerja karyawan dengan kepuasan kerja Sebagai variabel intervening (Studi Empiris pada Kantor DPPKAD Kabupaten Karanganyar) . Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rahmawati, R. (2019). Pengaruh Gaji Dan Tunjangan Terhadap Kinerja Karyawan (Study Kasus Pada Karyawan Bagian Penjualan di PT. Rizki Teknik Utama) . Universitas Siliwangi.
Riansari, T., Sudiro, A., & Rofiaty. (2012). Pengaruh Kompensasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional,Tbk Cabang Malang). Jurnal Aplikasi Manajemen , 10 (66), 811–820.
Ritawati, A. (2013). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Surabaya. DiE: Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Manajemen , 9 (1). Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior Edition . New Jersey: Pearson Education.
Rongalaha, J. R. (2015). Manfaat Pemberian Insentif Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Di Perpustakaan Unika De La Salle Manado. E- Journal “Acta Diurna”
Volume IV. No.4. Tahun 2015 , 4 (1), 2.
Roringkon, Y. D. (2021). Pengaruh Disiplin Kerja Dan Kenaikan Tunjangan Kinerja Terhadap Kepuasan Kerja Serta Dampaknya Bagi Kinerja Aparatur Sipil Negara (Asn) Di Lingkungan Peradilan Wilayah Propinsi Gorontalo. Gorontalo Management Research , 4 (2), 79. https://doi.org/10.32662/gomares.v4i2.1784
Ruky, A. S. (2011). Peran Tunjangan Dalam Paket Remunerasi (Imbalan) Pegawai. In Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS (Vol. 5, Issue 1).
Sappaile, B. I. (2007). Pembobotan butir pernyataan dalam bentuk skala likert dengan pendekatan distribusi z. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan , January .
Sari, W. T., & Panglipursari, D. L. (2022). Leadership, communication, dan division of labour terhadap employee performance. Implementasi Manajemen & Kewirausahaan, 2 (1), 23–37. https://doi.org/10.38156/imka.v2i1.107 Sari, A., Zamzam, F., & Syamsudin, H. (2020). Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi, dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Nasional Manajemen Pemasaran & SDM , 1 (2), 22–36.
|
82b923f6-5da5-4210-8482-c937358d4bb5 | https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/edubiosfer/article/download/2042/1235 |
## Journal homepage: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/edubiosfer
IDENTIFIKASI MIKROALGA EPILITIK SEBAGAI BIOMONITORING
## LINGKUNGAN PERAIRAN SUNGAI BULANGO PROVINSI GORONTALO
Syam S. Kumaji 1 , Abubakar Sidik Katili 2 , Pinangsi Lalu 3
1 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo , Jl. Jenderal Sudirman No. 6, 96128.
2 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo , Jl. Jenderal Sudirman No. 6, 96128
3 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo , Jl. Jenderal Sudirman No. 6, 96128 .
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mikroalga epilitik sebagai bioindikator perairan sungai Bulango. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan metode survey. Sampel yang ditemukan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi dan data dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada perairan sungai Bulango ditemukan 5 mikroalga epilitik, yaitu Oscillatoria sp, Melosira sp, Oedogonium sp, Navicula sp, dan Gonium sp.
Kata Kunci : biomonitoring , mikroalga epilitik, sungai Bulango
## 1. Pendahuluan
Sungai merupakan ekosistem yang memiliki peran penting bagi semua makhluk hidup. Keberadaan ekosistem sungai dapat memberikan manfaat bagi makhluk hidup, baik yang hidup di dalam sungai maupun yang ada di sekitarnya. Menurut Soewarno (1991), sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyaluran alamiah aliran air dan material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut.
Sungai Bulango merupakan salah satu sungai yang berada di Gorontalo yang memiliki panjang 181,679 km. Sungai Bulango mencakup 1 (satu) sungai utama yang berada di Kecamatan Tapa dan 3 (tiga) anak sungai yang masing-masing melewati Kecamatan Tapa, Kecamatan Telaga, dan Kota Gorontalo. Sungai Bulango ini memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat Gorontalo khususnya masyarakat Bone Bulango yang berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan daerah sungai agar tidak terdegradasi. Sungai Bulango telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan seperti padatnya pemukiman, dan meningkatnya pertanian. Penggunaan pestisida sebagai pengendali hama dalam dunia pertanian akan menghasilkan limbah yang berdampak pada perubahan kualitas perairan sungai Bulango.
Perubahan kualitas perairan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik biomonitoring. Menurut Zhou et al. (2008), biomonitoring merupakan teknik evaluasi lingkungan berdasarkan analisis pada jaringan dan molekul organisme yang terpapar logam berat. Selanjutnya menurut Ayeni et al. (2010) mendefisikan biomonitoring sebagai spesies-spesies yang dapat memberikan informasi terkait dengan status pencemaran lingkungan oleh polutan tertentu. Biomonitoring adalah suatu rangkaian proses evaluasi kualitas perairan dengan cara mengukur keberadan polutan tertentu pada matriks lingkungan maupun di dalam kompartemen tubuh organisme tertentu yang dapat memberikan informasi tentang status/kualitas suatu lingkungan.
Mikroalga epilitik merupakan mikroalga yang dapat tumbuh dan melekat pada berbagai substrat seperti batu, karang, kerikil dan benda keras lainnya. Sebagian besar fitoplankton adalah anggota alga hijau yang memiliki pigmen klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis sehingga alga hijau merupakan produsen primer dalam ekosistem perairan. Menurut Adriansyah dkk, (2014) bahwa keberadaan mikroalga epilitik di perairan sungai dapat berfungsi sebagai indikator biologis untuk kualitas air, karena kemampuannya yang dapat melakukan fotosintesis dan dapat menghasilkan oksigen dalam perairan.
## 2. Metodologi
## Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian hulu Desa Dulamayo Selatan, bagian tengah Desa Loangalo dan bagian hilir Desa Boidu yang berada di Sungai Bulango Kabupaten Bone Bulango. Proses identifikasi morfologi mikroalga dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan, yakni Januari – Februari 2018 mulai dari tahap persiapan sampai penyusunan laporan akhir.
## Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini metode survey yaitu dengan mengambil sampel mikroalga epilitik di batu sungai yang terendam, kemudian diamati di bawah mikroskop selanjutnya diidentifikasi karakteristik morfologi dan ciri-ciri fisik mikroalga di laboratorium mikrobiologi dengan menggunakan buku identifikasi karangan karangan Serediak & Mailinh (2011).
## Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah saringan teh, loyang kecil, botol plastik, sikat besar, DO meter, pengukur salinitas air, keping secchi, bola pimpong, mikroskop, kaca obyek, kaca penutup, pipet tetes, kamera, stopwatch, serta alat tulis menulis. Bahan yang digunakan yaitu: Tisu, kertas pH, aquades.
## Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel mikroalga epilitik dilakukan pada 3 stasiun yaitu stasiun I di bagian hulu Desa Dulamayo Selatan, stasiun II di bagian tengah Desa Loangalo, dan stasiun III di bagian hilir Desa Boidu, Sungai Bulango yang berada di Kabupaten Bone Bolango dengan waktu pengambilan pada pagi hari. Untuk pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel dari batu yang terendam di pinggiran sungai secara acak di tiga stasiun bagian hulu Desa Dulamayo Selatan, tengah Desa Loangalo, dan hilir Desa Boidu,. Batu tersebut disikat dengan menggunakan sikat halus dengan hati-hati dan langsung diletakkan di sebuah wadah (loyang plastik) yang diberi aquadest. Kemudian disaring dengan menggunakan saringan teh dan hasil saring tersebut disimpan dalam botol plastik dan dibawah ke laboratorium mikrobiologi untuk diamati dan diidentifikasi dengan merujuk pada
buku “ Alga identification Lab Guide ” karangan Serediak & Mailinh (2011). Selain itu dilakukan pengukuran parameter fisik dan kimia sungai meliputi pengukuran suhu, pH, salinitas air, kekeruhan, DO, kecerahan air, dan dan kecepatan arus sungai.
## 3. Hasil Dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, mikroalga epilitik yang ditemukan pada sungai Bulango didapatkan hasil seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Mikroalga Epilitik yang Ditemukan Pada Sungai Bulango
No Kelas Ordo Famili Genus Spesies Stasiun 1. Cynaphyce ae Oscillatoriales Oscillatoriaceae Oscilatoria Oscilatoria sp I, II 2. Bacillariop hyceae Centrales Melosiraceace Melosira Melosira sp I, II, III Pennales Naviculaceae Navicula Navicula sp I, II, III 3. Chlorophy ceae Oedogoniales Oedoniaceae Oedogoniu m Oedogonium sp I, II Volvocales Goniaceae Gonium Gonium sp I
Hasil pengukuran untuk parameter fisika-kimia Sungai Bulango pada masing-masing Stasiun dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Parameter Fisika-Kimia Sungai Bulango Pada Masing-masing stasiun
No Parameter Stasiun 1 Dulamayo Selatan (N.0 0 41’17,484) II Longalo (N.0 0 40’236604) III Boidu (N.0 0 38’1,2876) 1. Suhu 25 0 C 26 0 C 28 0 C 2. Salinitas air 0,1 ppt 0,1 ppt 0,1 ppt 3. DO 0,07 mg/l 0,07 mg/ l 0,05 mg/l 4. pH air 7 7 5 5. Kecerahan air 14 cm 10 cm 7 cm 6. Kecepatan arus 0,4 m/s 0,6 m/s 1,6 m/s
Untuk lebih jelasnya hasil identifikasi mikroalga dari perairan sungai Bulango dapat diuraikan sebagai berikut:
## 1. Oscilatoria sp
Berdasarkan hasil identifikasi Oscilatoria sp secara morfologi berbentuk lurus dan panjang, memiliki pigmen warna hijau, memiliki dinding sel, dinding sel tebal dan berwarna kuning, pada pengamatan ujung filamen berbentuk bulat, memiliki warna hijau tebal bergaris-garis (Gambar 1) .
Hasil identifikasi Oscilatoria sp dengan menggunakan buku identifikasi karangan Serediak & Mailinh (2011), yaitu: 1b, 2a, 3a, 4a, 5b, 6a, 9a yakni organisme mikroskopis, sel dikelompokkan bersama untuk membentuk filament untai atau pita, warna saat segar sering biru-hijau tetapi lebih
banyak hijau zaitun, filamen atau trikoma tanpa percabangan, trikoma tidak membentuk spiral yang teratur, dapat bergerak, filamen dalam koloni dapat bergeser kedepan dan kebelakang.
Gambar 1. Oscilatoria sp (Perbesaran 40x10) (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)
Berdasarkan uraian di atas maka klasifikasi jenis mikroalga ini adalah sebagai berikut (Wijoyono dkk, 2013).
Kingdom : Plantae Divisi : Cynophyta Kelas : Cynaphyceae Ordo : Oscillatoriales Famili : Oscilatoriaceae Genus : Oscilatoria Species : Oscilatoria sp
2. Melosira sp
Berdasarkan hasil identifikasi Melosira sp secara morfologi memiliki sel empat persegi panjang atau bulat telur, sel bergabung bersama untuk membentuk filamen, memiliki dinding sel persegi panjang dan tebal. Kloroplas berwarna hijau pucat (Gambar 2).
Hasil identifikasi Melosira sp dengan menggunakan buku identifikasi karangan Serediak & mailinh (2011), yaitu: 1b, 2a, 3a, 4a, 12a, 13a, yakni organisme mikroskopis, Sel dikelompokkan bersama untuk membentuk filament untai atau pita, kadang-kadang filamen dapat tumbuh dan terlihat secara massal, kloroplas memiliki warna saat segar mungkin rumput hijau, hijau pucat, emas coklat, hijau zaitun atau (jarang) kebiruan atau kemerahan, sel bergabung bersama untuk membentuk filamen terus menerus, dinding sel tanpa tanda jelas (Serediak dan Mailinh, 2011).
Gambar 2. Melosira sp (Perbesaran 40x10) (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)
Berdasarkan uraian di atas maka klasifikasi jenis mikroalga ini adalah sebagai berikut (Wirosaputro, 1990).
Kingdom
: Plantae
Division : Chrysophyta Class : Bacillariophyceae Order : Coscinodiscophycidae Family : Melosirales Genus : Melosira Species
: Melosira sp
3. Navicula sp
Berdasarkan hasil identifikasi Navicula sp secara morfologi memiliki katup lanset, sel seringkali sangat motil, bagian pinggirnya bergerigi (Gambar 3) .
Hasil identifikasi Navicula sp dengan menggunakan buku identifikasi karangan Serediak &
mailinh (2011), yaitu: 1b, 2b, 17a, 22a,23a, 24b, 25a yakni Organisme mikroskopis, Sel individu atau dalam kelompok yang mungkin teratur atau tidak teratur dalam bentuk tetapi tidak membentuk filamen, untai atau pita, Pigmen sel Lokal di kloroplas, sel disusun dalam koloni bentuk yang pasti, Sel koloni tanpa flagella, sel sebagian besar soliter, K edua ujung mengecil dan membulat , pergerakan yang lambat (Serediak dan Mailinh, 2011).
Gambar 3. Navicula sp (Perbesaran 40x10). (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)
Berdasarkan uraian di atas maka klasifikasi jenis mikroalga ini adalah sebagai berikut (Wijoyono dkk, 2013)
Kingdom : Plantae Division : Chrysophyta Class : Bacillariophyceae Ordo : Pennales Famili : Naviculaceae Genus : Navicula Spesies : Navicula sp 4. Oedogonium sp
Berdasarkan hasil identifikasi Oedogonium sp secara morfologi memiliki Sel bentuk panjang, tidak bercabang, memiliki dinding Sel. Beberapa sel di sepanjang filamen akan memiliki garis-garis melintang seperti cincin dan memiliki hijau pucat (Gambar 4).
Hasil identifikasi spesies Oedogonium sp dengan menggunakan buku identifikasi karangan Serediak & mailinh (2011), yaitu: 1a, 2a, 3a, 4b, 13a, 14a, 15b, 16b yakni Organisme mikroskopis, Sel individu atau dalam kelompok dan tidak membentuk filamen, untai pita, warna saat segar mungkin rumput hijau, hijau pucat, emas coklat, hijau zaitun atau (jarang) kebiruan atau kemerahan, tidak terbuat dari silica, kloroplas tidak dalam bentuk sebuah band spiral, kloroplas reticular, dinding sel tidak tebal, silinder, kadang-kadang sedikit bengkak di salah satu ujun dan beberapa sel di sepanjang filamen akan memiliki garis-garis melintang cincin. (Serediak dan Mailinh, 2011).
Gambar 4. Oedogonium sp (Perbesaran 40x10). (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)
Berdasarkan uraian di atas maka klasifikasi jenis mikroalga ini adalah sebagai berikut (Wijoyono dkk, 2013).
Kingdom : Plantae Divisio : Chlorophyta Klas : Chlorophyceae Ordo : Oedogoniales Famili : Oedoniaceae Genus : Oedogonium Spesies : Oedogonium sp
5. Gonium sp
Berdasarkan hasil identifikasi Gonium sp secara morfologi memiliki sel dalam koloni, Kloroplas berwarna hijau dan berbentuk cawan (Gambar 5).
Hasil identifikasi spesies Gonium sp dengan menggunakan buku identifikasi karangan Serediak & mailinh (2011), yaitu: 1b, 2b, 16a, 17b, 20a, 21b, yakni Organisme mikroskopis, sel individu atau dalam kelompok yang mungkin teratur atau tidak teratur dalam bentuk tetapi tidak membentuk filamen, untai atau pita, sel disusun dalam koloni bentuk yang pasti, koloni dengan lebih banyak sel dari 64 sampai 100, sel bulat telur (Serediak dan Mailinh, 2011).
Gambar 5. Gonium sp (Perbesaran 40x10). (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2018)
Berdasarkan uraian di atas maka klasifikasi jenis mikroalga ini adalah sebagai berikut (Wijoyono dkk, 2013).
Kingdom : Plantae Divisi : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Famili : Goniaceae Genus : Gonium Spesies : Gonium sp
## Pembahasan
Berdasarkan hasil identifikasi pada stasiun I bagian hulu desa Dulamayo Selatan dengan karateristik sungai yaitu berbatu, dangkal dan masih kurang aktifitas manusia karena pemukiman belum terlalu banyak, mikroalga epilitik yang diperoleh, yaitu Oscilatoria sp, Melosira sp, Navicula sp, Oedogonium sp dan Gonium sp . Hal ini didukung oleh adanya faktor-faktor lingkungan yang menudukung pertumbuhan dari mikroalga epilitik itu sendiri. Hasil pengukuran factor lingkungan diperoleh bahwa tingkat kecerahan air 14 cm, kecepatan arus rata-rata mencapai 0,4 m/s dengan kondisi dasar perairan sebagian besar batu, kerikil dan sedikit pasir, memiliki pH 7 yang masih berada pada nilai optimal untuk mikroalga epilitik, nilai DO yaitu 0,07 mg/l serta DO yaitu 0,07 mg/l dan suhu sekitar 25 o C. Menurut Rina (2012) bahwa tingkat suhu berkorelasi terhadap oksigen terlarut, sebab semakin tinggi suhu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun
Hasil identifikasi pada stasiun II yang berada di bagian tengah desa Longalo dengan karateristik sungai berbatu¸berarus dan sudah ada aktifitas manusia di pinggiran sungai seperti menanaman jagung dan cabe bahkan sebagaian warga menggunakan sungai sebagai tempat mencuci kain, motor, mandi, dan membuang air besar ada 4 mikroalga epilitik yaitu Oscilatoria sp, Melosira sp, Navicula sp , Oedogonium sp berbeda dengan stasiun I, pada stasiun II Gonium sp tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan kecerahan air pada stasiun II mulai menurun yaitu 10 cm, meningkatnya kekeruhan pada stasiun II ini mengindikasikan telah terjadi pencemaran. Berbagai aktivitas manusia seperti mencuci hewan ternak, mencuci motor, mencuci pakaian di bantaran sungai telah memberi pengaruh pada kualitas sungai. Menurut Sastrawijaya (2000), adanya limbah yang masuk ke sungai, misalnya sampah organik (feses, kotoran hewan, pakan ikan, dan daun-daunan) dan anorganik (pestisida dan minyak pelumas dari traktor) merupakan benda asing bagi organisme yang ada di sungai. Setiap organisme mempunyai batas toleransi terhadap suatu faktor yang ada di lingkungannya. Kecepatan arus stasiun II berbeda dengan stasiun I, dimana pada stasiun II kecepatan arus lebih tinggi yaitu 0,6 m/s kecepatan arus juga mempengaruhi keberadaan alga epilitik. Menurut Suin (2002) kecepatan arus dari suatu
badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di dalam air tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Semiden dkk (2013), kecepatan arus yang rendah pada suatu perairan menyebabkan kelimpahan yang tinggi pada kelas Chlorophyceae karena kemungkinan terjadinya migrasi horizontal sangat tinggi.
Hasil identifikasi pada stasiun III yang berada di bagian hilir desa Boidu dengan karateristik sungai berpasir, arus kuat, dan sudah ada berbagai aktivitas pertanian dan penambangan pasir dan batu secara besar-besaran, ada 2 mikroalga yang ditemukan yaitu Melosira sp dan Navicula sp, hal ini dikarenakan pada stasiun III nilai pH air 5 berbeda dengan stasiun I dan stasiun II yang memilki nilai pH air 7, di mana menurut Simamora dkk (2012), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH dengan kisaran 6-8. Derajat keasaman (pH) merupakan pembatas kehidupan mikroalga, biota perairan tawar maupun laut sensitif terhadap perubahan pH. Derajat keasaman dibawah 5 umumnya bersifat toksik dan mematikan sebagian besar biota perairan tawar. Menurut Siahaan dkk (2011), Perubahan pH menjadi hal yang peka bagi sebagian besar biota akuatik, organisme akuatik lebih menyukai pH mendekati pH netral.
Faktor lingkungan lainnya yaitu DO (Dessolved oxigen). DO pada stasiun III yaitu 0,05 mg/l berbeda dengan stasiun I dan stasiun II yaitu 0,07 mg/l. Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari barbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri (pabrik tahu) dan rumah tangga.
Fitoplankton yang termasuk dalam kelas Bacillariophyceae ini mempunyai adaptasi yang tinggi dan ketahanan hidup pada berbagai kondisi perairan termasuk kondisi ekstrim. Menurut Odum (1998), banyaknya kelas Bacillariophyceae di perairan disebabkan oleh kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan, tahan terhadap kondisi ekstrim serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi. Adanya padatan terlarut yang tinggi akan menimbulkan kekeruhan yang dapat mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) dalam badan air, yang selanjutnya mengganggu suplai oksigen bagi organisme air termasuk mikroalga dimana kecerahan air pada stasiun III menurun yaitu 7 cm berbeda dengan stasiun I dan II. Menurut Sanita dkk (2011), bahwa penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman dan kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap sering kali penting sebagai fakor pembatas kehidupan mikroalga, banyaknya padatan yang terlarut dalam air mengakibatkan menurunnya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air, sehingga mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air seperti ganggang air dan mikroalga.
Meningkatnya kekeruhan pada stasiun III ini mengindikasikan telah terjadi pencemaran. Berbagai aktivitas seperti pertanian dan penambangan pasir dan batu secara besar-besaran yang dapat mengganggu wilayah hilir pengambilan pasir maupun batu di area sungai memberi pengaruh pada ekosistem yang ada di sungai terutama biota yang hidup di dalamnya. Pada jarak 2-10 km di bagian sungai lokasi pengamatan ditemukan tempat pertanian dan penambangan pasir dan batu dalam skala besar, hal ini dapat mengubah kondisi lingkungan sungai dan ditemukan tanah seluas ± 3 ha menjadi area pertanian jagung dan budi daya tanaman seperti sayuran dan rempah seperti rica. Menurut Nybakken (1992), kelas Bacillariophyceae mampu tumbuh dengan cepat meskipun pada kondisi nutrien dan cahaya yang rendah, hal ini juga dikarenakan kelas ini mampu meregenerasi dan reproduksi yang lebih besar dan juga memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Faktor lingkungan lainnya yang mendukung kehidupan mikroalga yaitu kecepatan arus, kecepatan arus pada stasiun III 1,6 m/s. Kecepatan arus akan mempengaruhi berbagai faktor fisika, kimia, dan biologi perairan, termasuk penyebaran fitoplankton. Kecepatan arus berperan penting dalam penyebaran (distribusi) fitoplankton hal ini sesuai yang dikemukakan Adriansyah (2014) menyatakan kecepatan arus yang tinggi dapat mengurangi jenis organisme dan hanya jenis-jenis yang melekat kuat yang dapat hidup. Kecepatan arus berpengaruh pada kemampuan mikroalga epilitik untuk menempel pada suatu substrat.
Kemampuan mikroalga beradaptasi adalah salah satu faktor yang dapat menjadi penentu kehidupan mikroalga. Seperti yang dikemukakan oleh Yayu (2012), bahwa kondisi air sungai dapat menjadi penentu adanya kemampuan mikroalga beradaptasi atau tidak. Selanjutnya menurut Rina (2012), Perairan yang tidak tercemar memiliki keanekaragaman biota yang tinggi, dengan jumlah jenis yang tinggi, sedangkan pada perairan yang tercemar memiliki keanekaragaman yang rendah bahkan tidak sama sekali.
## 4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di perairan sungai Bulango diperoleh 5 mikroalga epilitik pada perairan sungai Bulango yaitu Oscillatoria sp, Melosira sp, Oedogonium sp, Navicula sp, dan Gonium sp.
## 5. References
Andriansyah, T. R. Setyawati, Lovadi. 2014. Kualitas Perairan Kanal Sungai Jawi dan Sungai Raya Dalam Kota Pontianak Ditinjau dari Struktur Komunitas Mikroalga Perifitik. Universitas Tanjungpura. Jurnal Protobiont: Vol 3 (1) : 61 – 70
Ayeni, O.O., Ndakidemi, P.A., Snyman R.G., and Odendaal J.P. 2010. Chemical, Biological and Physiological Indicators of Metal Pollution in wetlands . Review. Scientific Research and Essays . Vol 5 (15): 1938-1949
Nybakken, J.M. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (diterjemahkan oleh H.M. Eidmar, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan D. Sukardjo). Gramedia. Jakarta. Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi (Fundamentals of Ecology). Diterjemahkan oleh Tj. Samingan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Rina P. A, Philip, dan Sumiarsa. 2012. Kelimpahan Beberapa Jenis Mikroalga Diatom Di Perairan Pulau Gumilamo-Magaliho, Halmahera Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. Sanita, T.H, Bambang S, Marsoedi. 2001. Penentuan Status Kualitas Perairan Sungai Brantas Hulu Dengan Biomonitoring Makrozoobentos: Tinjauan Dari Pencemaran Bahan Organik. Universitas Brawijaya Malang. Jurnal Biosain Vol. 1, No.1
Sanjaya, W. 2008. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: kencana prenada media groug.
Sastrawijaya. 2000. Pencemaran Lingkungan Jakarta . Jakarta: Rineka Cipta.
Serediak & Mailinh. 2011. Alga identification Lab Guide . Agriculture and Agri Food Canada. Canada.
Simamora, Achmad., dan Inayah. 2012. Kualitas Air Sungai Bone (Gorontalo) Berdasarkan Bioindikator Makroinvertebrata. Gorontalo.
Soewarno, 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Penerbit NOVA, Bandung.
Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi . Universitas Andalas : Padang.
Yayu, Tontowi, R. Sukmawati. 2010. Penelitian Pengolahan Air Sungai Yang Tercemar Oleh Bahan Organik. Pusat Linbag Sumber Daya Air. Bandung. Oktober 2010.
Zhou Q., Zhang J., Fu J., Shi J., Jiang G. 2008. Biomonitoring: An Appealing Tool for Assessment of Metal Pollution in the Aquatic Ecosystem . Review. Elsevier .
|
20be1bbd-bc00-4c54-8902-aced2339820a | https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Faktor_Exacta/article/download/19447/6291 | Vol. 16, No. 4, Dec 2023, pp. 299~308 eISSN: 2502-339X, pISSN: 1979-276X, DOI: 10.30998/faktorexacta.v16i4.19447 299
## Perancangan Sistem Informasi Hino Service on Site (Studi Kasus : Dealer Hino, PT. Persada Lampung Raya)
1 Renita Dwi Astuti, Firmansyah 2 , MS Hasibuan 3
1,3 Prodi Teknik Informatika, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya
2 Prodi Manajemen Teknologi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya
Article Info
## ABSTRACT
## Article history:
Received Aug 04, 2023 Revised Oct 31, 2023 Accepted Dec 12, 2023
The Service on Site contract program offers customer vehicle servicing at the customer's location by stationing a mechanic on-site. During its implementation, several challenges arose. These included the absence of a record for the vehicle service history and the absence of service reports, which meant customers had no insight into their vehicle's performance. To address these issues, this research project developed the Hino Service on Site Information System using observational research methods, a literature review, and documentation. The system's construction involved the creation of Use Case diagrams, which were then evaluated using Use Case Points (UCP). This evaluation aimed to support management in the expansion of the Service on Site Information System. UCP plays a crucial role in assisting management in making decisions related to system development, including factors such as time, human resources, and finances. The software measurement using UCP in the Service on Site Information System at Hino Dealers PT. Persada Lampung Raya yielded a Use Case Point (UCP) score of 38.448, categorizing it as a small software size project, falling below 99. With this proposed system design, the administration process for on-site service can be simplified and expedited. Furthermore, it can provide customers with vehicle performance reports, ultimately enhancing the service on site program.
Keywords:
## Information Sistem
Use Case Point Service
Dealer Hino
Bengkel
Copyright © 2023 Universitas Indraprasta PGRI All rights reserved .
## Corresponding Author:
MS Hasibuan, Fakultas Ilmu Komputer, Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya, Jl.ZA Pagar Alam no 93 A Bandar Lampung
## 1. PENDAHULUAN
Service on site merupakan salah satu kontrak service yang ada di Dealer Hino yaitu kerjasama antara customer dengan Dealer Hino dalam perawatan kendaraan yang ada di site customer dengan menempatkan Mekanik atau PIC ( Person in Charge) yang bertugas melakukan perawatan kendaraan dan juga melakukan pemantauan performa kendaraan customer.
Pengelolaan aktifitas service kendaraan di site sangat berbeda dengan pengelolaan service di Dealer dikarenakan terbatasnya sarana dan prasarana di lokasi, ketersediaan perlengkapan administrasi dan juga staff administrasi. Hal itu menyebabkan pengelolaan service on site ini menjadi kurang efektif dan tidak dapat dimonitoring pelaksanaannya. Pendataan unit, pencatatan service unit, dan pelaporan masih manual menggunakan grup WhatsApp dan Google Form yang masih kurang optimal dalam pembuatan laporan. Untuk itu diperlukan adanya Sistem Informasi yangdapat mengakomodir kebutuhan pengelolaan service on site di Dealer Hino, PT. Persada Lampung Raya.
Penelitian sebelum tjipto dkk melakukan penelitian terkait kualitas pelayanan service mamberikan pengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan[1]. Penelitian lainnya membangun sistem informasi pencatatan service mobil yang mampu membantu kepala bengkel mengambil keputusan dan berdampak pada kepuasan pelanggan[2] [3][4].
300 Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini merancang sistem informasi Hino Service on Site pada Dealer Hino yang dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan service sehingga meningkatkan kualitas pelayanan service on site kepada Customer.
Use case merupakan pemodelan untuk melakukan sistem informasi yang akan dibuat. Use case menggambarkan interaksi satu atau lebih aktor dengan sistem informasi yang muncul. Use case adalah status atau fungsi yang disiapkan oleh sistem sebagai unit yang koheren saat pesan dipertukarkan antara entitas atau aktor, kata kerja biasanya digunakan di awal kalimat[5] .
UCP (Use Case Point) adalah teknik untuk memperkirakan ukuran proyek perangkat lunak berdasarkan Function Point Analysis (FPA)[6][7] . Use Case Points (UCP) dirancang untuk persyaratan spesifik dari sistem berbasis kasus penggunaan. Metode UCP ( Use Case Point ) dapat digunakan untuk menentukan jam kerja suatu proyek perangkat lunak [8]. Definisi lainnya Use Case Point s (UCP) adalah Teknik yang digunakan untuk menghitung estimasi pada perangkat lunak sebagai alat perkiraan ukuran perangkat lunak dalam proyek pengembangan perangkat lunak [6]. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menghitung data proyek pengembangan perangkat lunak menurut model Use Case Point (UCP) dengan memperhatikan komponen-komponen yang ada pada kegiatan pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan proyek pengembangan perangkat lunak. Keluaran dari kegiatan ini adalah perkiraan usaha dan biaya dari setiap proyek perangkat lunak dalam studi kasus, yang selanjutnya akan digunakan untuk kegiatan selanjutnya. .
Gambar 1. Langkah-langkah Metode Use Case Point (UCP)
a. Menghitung Unadjusted Use Case Point (UUCP)
Melakukan penghitungan Unadjusted Use Case Point (UUCP) adalah langkah awal yang dilakukan berdasarkan penjumlahan Unadjusted Use Case Weight s (UUCW) dan Unadjusted Actor Weights (UAW), dengan masing-masing skor UUCW dan skor UAW yang akan dihitung. Persamaan (1) menunjukkan proses penjumlahan UUCW dan UAW.
UUCP=UUCW+ UAW ……….(1)
b. Perhitungan Technical Complexity Factor (TCF)
Nilai faktor kompleksitas teknis dikalikan dengan masing-masing bobot kemudian ditambahkan untuk mendapatkan total faktor kompleksitas teknis (TFaktor), yang kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai faktor kompleksitas teknis (TCF).
TCF = 0.6 + (0.01 * TFactor) ……….(2)
c. Perhitungan Environtmental Complexity Factor (ECF)
Nilai faktor kompleksitas lingkungan dikalikan dengan bobot masing-masing faktor, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan Faktor Kompleksitas Lingkungan (EFaktor) total, selanjutnya digunakan untuk mendapatkan Faktor Kompleksitas Lingkungan (ECF). Proses perhitungan ECF ditunjukkan pada persamaan (3).
ECF = 1.4 + (-0.03 * EFactor) ……….(3) d. Perhitungan Use Case Point (UCP)
Nilai UCP akan didapatkan dari perkalian UUCW, TCF dan ECF seperti yang ditunjukkan pada persamaan (4).
UCP=UUCP * TCF * ECF ……….(4)
2. METODE
Adapun tahapan penelitian adalah sebagai berikut:
301
3.1 Uses Case Point
## Wawancara
Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab untuk mendapatkan informasi secara langsung dari pihak yang bersangkutan.
Observasi
Metode observasi merupakan metode untuk mendapatkan informasi berdasarkan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti.
## Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data berdasarkan data yang dimiliki oleh Dealer Hino PT.Persada Lampung Raya.
## Use Case
Use Case merupakan salah satu bagian terpenting dari UML yang digunakan untuk dokumentasi pembangunan system yang dibutuhkan antara user dengan tim pengembang[9].
## Use case point
Uses case point merupakan salah satu methodology yang mampu menghitung penggunaan man-hour dalam pengembangan software[10].
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Pengambilan data
Pengambilan data diambil menggunakan teknik wawancara dan observasi kepada 25 sampel customer PT Persada Lampung. Beberapa pertanyaan terkait layanan yang diberikan saat ini ditanyakan sebagai dasar untuk menemukan permasalahan yang sebernanya untuk dianalisis.
## 3.2 Use Case
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi maka dapat digambarkan dalam use case proses bisnis dari sistem informasi service pada Sistem Informasi Service on Site Dealer Hino PT. Persada Lampung Raya dengan proses bisnisnya ditunjukkan dalam Use Case diagram pada gambar 1. Use Case diagram pada gambar 2 memiliki 3 aktor dan 7 kasus penggunaan.
Pengambilan data
## Uses Case
Usec Case
## Point
Gambar 2. Use Case Diagram Service on Site
Berikut detail dari masing-masing Use Case pada Use Case diagram pada gambar 2:
1. Login
Seluruh actor (Service Planner, Admin, Customer) yang terlibat melakukan Login untuk dapat mengakses data dan laporan pada sistem.
2. Penginputan Data Unit Service Planner melakukan penginputan seluruh data kendaraan.
3. Penginputan Riwayat Service kendaraan
Data Riwayat perawatan atau service kendaraan di input oleh service planner.
4. Hapus Data
Service planner juga dapat meenghapus data yang telah diinput apabila terjadi kesalahan penginputan.
5. Menerima Data Service Admin dapat mengakses data service on site yang telah terinput
6. Menerima Laporan Service Kendaraan
Admin dan customer dapat mendownload laporan service on site
7. Cetak Laporan
Admin dan Customer dapat mencetak laporan service on site Seperti disebutkan pada bagian sebelumnya di mana ada 4 langkah dalam proses UCP seperti menghitung skor UUCP (termasuk UUCW dan UAW), TCF, ECF dan UCP. Proses UCP ini akan diterapkan untuk mengukur ukuran perangkat lunak Sistem Informasi Service on Site di Dealer Hino, PT. Persada Lampung Raya, seperti pada Use Case diagram pada gambar 2.
## 3.3 Menghitung Unadjusted Use Case Point (UUCP)
3.3.1 Menghitung Unadjusted Use Case Weight s (UUCW)
Menghitung Bobot Use Case yang Tidak Disesuaikan (UUCW) Pada diagram Use Case pada gambar 2 terdapat 7 Use Case seperti yang telah disebutkan sebelumnya sebagai detail untuk setiap aktivitas Use Case . Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 5 Use Case sebagai Use Case sederhana, 1 Use Case sebagai Use Case rata-rata dan 1 Use Case sebagai Use Case kompleks. Semua kategori Use Case akan dirangkum dan memiliki skor UUCW 50 seperti yang terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Identifikasi dan Pembobotan UUCW Use Case Kategori Bobot Login Simple 5 Penginputan Data Average 10 Penginputan Riwayat Service kendaraan Complex 15 Hapus Data Simple 5 Menerima Data Service Simple 5 Menerima laporan service on site Simple 5 Cetak laporan service on site Simple 5 Unadjested Use Case Weight (UUCW) Total 50 3.3.2 Menghitung Unadjusted Actor Weights (UAW )
Seperti yang terlihat pada gambar 2, terdapat 3 Aktor yaitu Service Planner, Admin, dan Customer. Admin dan Customer dikategorikan sebagai aktor Simple dengan skor 1, sedangkan Service Planner
303
dikategorikan actor average dengan skor 2. Tabel 2 menunjukkan komposisi dari 3 aktor tersebut yang dikalikan dengan skor masing-masing dan UAW memiliki skor 4.
Tabel 2. Identifikasi dan Pembobotan Aktor UAW
Use Case Bobot Aktor Count (jumlah) Jumlah Bobot Simple 1 - 2 2 Average 2 - 1 2 Complex 3 - 0 0 Unadjested Actor Weight (UAW) Total 4
Setelah memiliki skor UUCW dan UAW maka persamaan (1) harus diterapkan untuk mendapatkan skor UUCP dengan menjumlahkan skor UUCW dan UAW. UUCP = UUCW+UAW, UUCP = 50+4=54. Maka UUCP memiliki skor 54.
## 3.3.3 Menghitung Technical Complexity Factor (TCF)
Setelah memiliki skor UUCP maka skor TCF akan dikumpulkan dengan memberikan bobot dan nilai untuk 13 TCF seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 dan seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 maka TFactor memiliki skor 29 sebagai kumulatif perkalian bobot dan nilai tiga belas TCF. Skor TCF akan dihitung berdasarkan persamaan (2) dimana TCF= 0.6+(0.01*TFaktor), TCF = 0.6 + (0.01*29), TCF = 0.6 + 0.29, TCF = 0.89. Maka, TCF memiliki skor 0,89.
Table 3. Perhitungan TCF No TCF Bobot Nilai Bobot * Nilai 1 Sistem Terdistribusi 2 1 2 2 Waktu Respons 1 2 2 3 Efisiensi Pengguna Akhir 1 4 4 4 Diperlukan Pemrosesan Internal yang Kompleks 1 1 1 5 Kode yang Dapat Digunakan Kembali Harus Menjadi Fokus 1 2 2 6 Instalasi Mudah 0.5 5 2.5 7 Kegunaan 0.5 5 2.5 8 Dukungan Lintas Platform 2 2 4 9 Mudah Diubah 1 4 4 10 Sangat Bersamaan 1 3 3 11 Keamanan Kustom 1 3 3 12 Ketergantungan Pada Kode Bagian Kedua 1 1 1 13 Ketergantungan Pada Kode Bagian Ketiga 1 1 1 TFactor 32
## 3.3.5 Menghitung Environmental Complexity Factor (ECF)
Setelah memiliki skor TCF maka skor ECF akan dikumpulkan dengan memberikan bobot dan nilai untuk 8 ECF seperti pada tabel 4 maka EFactor memiliki skor 14 sebagai kumulatif perkalian bobot dan nilai delapan ECF. Skor ECF akan dihitung berdasarkan persamaan (3) dimana ECF= 1.4+(-0.03*EFactor), ECF = 1.4 + (-0.03*14), ECF = 0,98 + (-0.18), ECF = 0,8. Kemudian, ECF memiliki skor 0,8.
Table 4. Perhitungan ECF No ECF Bobot Nilai Bobot * Nilai 1 Kefamiliaran dengan project 1.5 4 6 2 Pengalaman pembuatan aplikasi 0.5 3 1.5 3 Pengalaman pemrograman berorientasi obyek 1 3 3 4 Kemampuan Analis Utama 0.5 3 1.5 5 Motivasi 1 3 3 6 Persyaratan Stabil 2 2 4 7 Staff Paruh Waktu -1 3 -3 8 Bahasa Pemrograman yang Sulit -1 2 -2 EFactor 14 3.3.6 Menghitung Use Case Point ( UCP)
304
Setelah memiliki skor ECF maka langkah terakhir adalah mencari skor UCP dengan mengalikan UUCW, TCF dan ECF berdasarkan persamaan (4) dimana UCP = UUCP*TCF*ECF, UCP = 54*0.89*0.8 = 38.448. Sehingga, UCP memiliki skor 38.448
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisa Use Case Point , kami mencoba untuk mengimplementasikan desain Sistem Informasi Service on Site di Dealer Hino PT.Persada Lampung Raya menggunakan software figma. Gambar 3 dan Gambar 4 dibawah ini secara lengkap menampilkan hasil perancangan untuk memenuhi kebutuhan service on site di Dealer Hino PT.Persada Lampung Raya.
Tampilan antarmuka sistem ( Mockup )
Desain antarmuka pengguna adalah desain model aplikasi sebelum program selesai sepenuhnya. Perancangan antarmuka pengguna bertujuan agar program lebih mudah digunakan nantinya. [7]
## 4.1 Halaman Login
Halaman Login merupakan halaman yang dapat digunakan untuk verifikasi dan dapat digunakan oleh admin, service planner dan customer sesuai dengan ID masing-masing yang telah didaftarkan pada sistem. Login pada aplikasi ini menggunakan nomor telpon atau email yang terdaftar. Desain tampilan halaman login pada sistem yang dirancang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Desain Login
## 4.1 Halaman Input Data Unit
Halaman Input Data Unit adalah halaman yang hanya dapat digunakan oleh Service Planner untuk menambahkan data unit kendaraan yang terjalin kontran service onsite. Service Planner dapat menambahkan, mengubah atau menghapus data unit yang telah di input. Detail informasi yang ada pada halaman input data unit adalah Nama STNK, Nomor Polisi, Kilometer, Nomor Rangka, dan Lokasi Site. Desain halaman Input Data Unit pada usulan sistem service onsite ditunjukkan pada Gambar 4.
305
## Gambar 4. Desain Input Data Unit
## 4.1 Halaman input riwayat service
Halaman Input Riwayat Service hanya dapat digunakan oleh Service Planner, halaman ini dapat digunakan untuk input data service kendaraan yang telah dilakukan. Detail data yang akan di input pada sistem yaitu Nama STNK, Nomor Polisi, Kilometer, Lokasi site, Tanggal Service, Jenis Service, Detail Pekerjaan dan Rekomendasi Service. Data tersebut dapat diubah atau dihapus apabila terdapat kesalahan penginputan. Desain tampilan halaman input riwayat service ditunjukkan pada Gambar 5.
Perancangan Sistem Informasi Hino Service on Site (Studi Kasus : Dealer Hino, PT. Persada Lampung Raya) (Renita Dwi Astuti)
Gambar 5. Desain Input Data Riwayat Service
## 4.2 Halaman Report
Halaman report ini dapat digunakan oleh admin dan customer. Pada halaman ini user dapat melihat laporan service seperti jumlah kendaraan yangvterdaftar kontrak service on site, jenis service yang dilakukan, dan jenis kerusakan yang terjadi pada kendaraan customer. Data tersebut disajikan berdasarkan periode bulan dan tahun yang dapat di filter atau dipilih sesuai dengan keinginan. User juga dapat mencetak langsung laporan atau mendownload data service tersebut kedalam format excel. Desain halaman report ditunjukkan pada Gambar 6.
307
## Gambar 6. Desain Halaman Report
## 5. PENUTUP
Pengukuran ukuran perangkat lunak Sistem Informasi Service Kendaraan untuk Service on Site di Dealer Hino PT. Persada Lampung Raya memiliki skor 38.448 dan diakui sebagai proyek kecil yang memiliki UCP kurang dari 99. Hal tersebut karena ukuran UCP pengembangan perangkat lunak proyek dikategorikan menjadi empat kategori dan termasuk proyek kecil dengan kurang dari 99 UCP, proyek menengah dengan UCP antara 100 dan 299, proyek besar dengan UCP antara 300 dan 799 dan proyek ekstrim dengan lebih dari 799 UCP.
Pengukuran ukuran perangkat lunak dengan UCP yang diterapkan menggunakan diagram kasus merupakan salah satu pengukuran ukuran perangkat lunak ke dalam atribut internal dan spesifik dalam hal fungsionalitas perangkat lunak. Menggunakan UCP untuk mengukur ukuran perangkat lunak akan membantu manajemen bagaimana menangani proyek pengembangan perangkat lunak, dimana manajemen dapat memprediksi alokasi sumber daya manusia, waktu dan keuangan berdasarkan Use Case diagram sebagai model desain sistem.
Berdasarkan hasil observasi dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan sistem informasi Service Kendaraan untuk Service on Site menggunakan Use Case, Activity Diagram , dan pengukuran Use Case Point (UCP) di Dealer Hino Persada Lampung Raya dapat mempermudah dan mempercepat proses penginputan data dan pelaporan performa kendaraan di lokasi customer sehingga meningkatkan keuntungan layanan Kontrak Service on site kepada customer.
## UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Muhammad Said Hasibuan selaku dosen Mata Kuliah System Information Technology IIB Darmajaya yang telah memberikan dukungan atas penelitian ini serta rekan-rekan Magister Management Angkatan 26 dan keluarga yang telah memberikan masukin dan motivasi dalam melakukan penelitian ini.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] P. S. Quality, “PENDEKATAN SERVICE QUALITY TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN
308
PADA BENGKEL MOBIL Tjipto Djuhartono , Hugo Aries Suprapto , Dhona Shahreza Universitas Indraprasta PGRI Email : [email protected],” vol. 9, no. 2, pp. 101–108, 2017.
[2] Y. Y. Welim, W. T.W., and R. Firmansyah, “Pengembangan Sistem Informasi Service Kendaraan Pada Bengkel Kfmp,” Simetris J. Tek. Mesin, Elektro dan Ilmu Komput. , vol. 6, no. 1, p. 17, 2015, doi: 10.24176/simet.v6i1.232.
[3] K. U. Fitri and A. Fatmawati, “Sistem Informasi Pelanggan pada Bengkel Marno Jaya Motor,” Emit. J. Tek. Elektro , vol. 19, no. 1, pp. 29–35, 2019, doi: 10.23917/emitor.v19i1.7529.
[4] M. Audrilia and A. Budiman, “Perancangan Sistem Informasi Manajemen Bengkel Berbasis Web (Studi Kasus : Bengkel Anugrah),” J. Madani Ilmu Pengetahuan, Teknol. dan Hum. , vol. 3, no. 1, pp. 1–12, 2020, doi: 10.33753/madani.v3i1.78.
[5] R. Fauzan, D. Siahaan, S. Rochimah, and E. Triandini, “A Different Approach on Automated Use Case Diagram Semantic Assessment,” Int. J. Intell. Eng. Syst. , vol. 14, no. 1, pp. 496–505, 2021, doi: 10.22266/IJIES2021.0228.46.
[6] E. Prayitno, “Penggunaan Metode Estimasi Use Case Points ( UCP ) Dalam Proyek Software Domain Bisnis,” J. Inform. , vol. 4, no. 2, pp. 241–248, 2017.
[7] M. Cohn, “Estimating With Use Case Points. Versión 2,” 2013, [Online]. Available: https://www.cs.cmu.edu/~jhm/DMS 2011/Presentations/Cohn - Estimating with Use Case Points_v2.pdf.
[8] P. Jayadi, Juwari, M. Luthfi Azis, and K. Sussolaikah, “Estimasi Pengembangan Perangkat Lunak Dengan Use Case Size Point,” Bull. Inf. Technol. , vol. 3, no. 4, pp. 332–340, 2022, doi: 10.47065/bit.v3i1.
[9] R. Klimek and P. Szwed, “Formal Analysis Of Use Case Diagrams,” Comput. Sci. , vol. 11, no. January, pp. 115–131, 2010, doi: 10.7494/csci.2010.11.0.115.
[10] C. A. Remón and P. Thomas, “Effort Assessment Analysis by Applying Use Case Points,” no. July, 2014.
|
397c88dd-9e26-4c17-ac5b-7e1b46842a19 | http://journal.uny.ac.id/index.php/jrpm/article/download/2677/2230 |
## 216 - Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 1 - Nomor 2, November 2014
## PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN TEOREMA PYTHAGORAS DENGAN MEDIA BERBANTUAN KOMPUTER
Erni Ayda 1) , Djamilah Bondan Widjajanti 2)
SMP Negeri 3 Banyubiru 1) , Universitas Negeri Yogyakarta 2) [email protected] 1) , [email protected] 2)
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran matematika SMP dengan media berbantuan komputer pada materi teorema Pythagoras yang valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika dan mathematics self-efficacy siswa. Penelitian ini merupakan peneli- tian pengembangan yang terdiri atas empat tahap, yaitu tahap define, design, develop, dan disseminate . Subjek coba dalam penelitian ini terdiri atas 9 siswa untuk uji coba kelompok kecil dan 30 siswa untuk uji coba lapangan. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Banyubiru, Kabupaten Semarang. Instru- men penelitian yang digunakan adalah lembar validasi, lembar penilaian guru, lembar penilaian siswa, lembar observasi kegiatan guru, lembar observasi kegiatan siswa, dan kuesioner mathematics self- efficacy . Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika banyaknya siswa yang memperoleh ni- lai tes akhir melebihi KKM lebih dari 75% dan siswa yang memiliki skor mathematics self-efficacy pada kriteria tinggi atau sangat tinggi lebih dari 75%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi siswa dan skor mathematics self-efficacy mereka.
Kata kunci : pengembangan, silabus, RPP, LKS, media, prestasi belajar siswa, mathematics self- efficacy.
## DEVELOPING A TEACHING KIT ON PYTHAGOREAN THEOREM WITH COMPUTER-ASSISTED MEDIA
## Abstract
This research is conducted in order to set up a mathematics teaching kit for junior high school on Pythagorean theorem material with computer-assisted media, which is valid, practical, and effective in terms of students’ learning achievement and mathematics self-efficacy. This research is a developmental research consisting of four phases: define, design, develop, and disseminate. The subjects consisted of two groups: nine students in the small trial group and 30 students in the field trial group. The experiment was conducted at SMP Negeri 2 Banyubiru, Kabupaten Semarang. The instruments used in this research was a validation sheet, teacher assessment sheet, student assessment sheet, teacher activities observation sheet, student’s activities observation sheet, and mathematics self- efficacy questionnaire. The criteria for success were if the number of students who received the final test scores exceeded the minimum achievement criterion was more than 75% and the number of students who had mathematics self-efficacy score in high or very high criteria was more than 75%. The results show that the developed teaching kit is valid, practical, and effective in terms of students’ achievement and mathematics self-efficacy scores.
Keywords : development, syllabus, lesson plans, worksheet, media, student achievement, mathematics self-efficacy.
## PENDAHULUAN
Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki manfaat be- sar dalam kehidupan. Matematika memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih mental mereka dan akan berpengaruh terhadap perkem- bangan intelektual mereka. Melalui pelajaran matematika siswa akan mampu belajar untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis (Sunnetha, 2011, p.70).
Namun demikian, prestasi belajar siswa dalam pelajaran matematika masih rendah. Padahal prestasi belajar adalah salah satu aspek penting dalam pendidikan di sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan siswa (Tamuri, 2005, p.23). Rendahnya prestasi belajar siswa, terutama pada mata pelajaran matematika, terja- di pada sebagian besar materi yang diajarkan. Salah satunya adalah materi teorema Pytha- goras. Hal ini didasarkan pada kenyataan di lapangan bahwa pada materi ini daya serap siswa pada hasil Ujian Nasional masih menun- jukkan angka yang relatif rendah, termasuk yang terjadi di SMP Negeri 2 Banyubiru.
Permasalahan rendahnya prestasi bela- jar matematika siswa terutama pada materi teorema Pythagoras merupakan masalah yang sangat penting untuk diatasi. Hal ini disebabkan oleh urgenitas dari materi tersebut sebagai salah satu materi prasyarat bagi pokok bahasan lain dalam pelajaran matematika. Meskipun materi ini merupakan materi prasyarat untuk materi yang lain, namun berdasarkan hasil pengamatan guru di kelas, ketika pelajaran matematika pada umumnya beberapa siswa kurang begitu tertarik pada pelajaran yang disampaikan guru. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembelajaran mate- matika di kelas kurang menarik. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya pelaksanaan pembelajar- an yang menyenangkan.
Pembelajaran yang menyenangkan da- pat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika, yang merupakan tuju- an utama yang harus dilakukan guru di sekolah. Guru mempunyai tangggung jawab dan kewajib- an yang besar dalam mengembangkan dan menciptakan suasana pendidikan yang bermak- na, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialog- is. Pengembangan proses belajar dan mengajar tersebut hendaknya mengarah pada pembel- ajaran bermakna sehingga dapat meningkatkan sikap dan minat siswa terhadap matematika.
Salah satu pelaksanaan pembelajaran bermakna dapat dilakukan dengan penggunaan
pendekatan pembelajaran kontekstual atau dise- but sebagai contextual teaching and learning (CTL). Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pendekatan pembelajaran yang membuat siswa dapat menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka yaitu konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka, untuk menemukan makna (Johnson, 2010, p.59). Sintaks dalam pelaksanan CTL disingkat seba- gai REACT, yaitu relating, experiencing, apply- ing, cooperating, dan transferring (Crawford, 2001, p.3; Souders, 1999; Masnur, 2008, p.41) . Relating adalah belajar dalam konteks peng- alaman hidup seseorang atau pengetahuan yang telah ada. Experiencing adalah belajar dengan melakukan ( learning by doing ) melalui eksplo- rasi ( exploration ), menemukan sesuatu yang sudah ada ( discovery ), dan penemuan hal baru ( invention ). Applying adalah belajar dengan menggunakan konsep dengan melakukan latihan menggunakan materi yang realistik dan relevan. Cooperating adalah belajar dalam konteks ber- bagi, menanggapi, dan berkomunikasi dengan siswa lain. Transferring adalah kegiatan meng- gunakan pengetahuan dalam konteks atau situasi baru atau memindahkan, menggunakan, dan membangun sesuatu pengetahuan berdasarkan apa yang telah diketahui siswa.
Pendekatan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan menghubungkan atau mengaitkan antara pengetahuan yang telah di- miliki siswa dengan pengetahuan yang baru. Melalui pembelajaran bermakna yaitu pendekat- an pembelajaran kontekstual diharapkan siswa akan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap materi pelajaran yang mereka pelajari. Pemahaman yang baik akan menumbuhkan rasa kepercayaan diri siswa atau keyakinan mereka akan kemampuannya dalam belajar matematika.
Keyakinan diri akan kemampuan bel- ajar matematika disebut sebagai mathematics self-efficacy. Siswa yang memiliki mathematics self-efficacy lebih tinggi akan mampu menye- lesaikan masalah matematika dengan lebih baik (Zimmermann, 2011, p.3). Keyakinan seseorang akan kompetensi matematikanya (baik keteram- pilan maupun pengetahuan) adalah faktor pen- ting untuk mencapai sukses dalam pembelajaran matematika.
Tait (2008, p.507) menyebutkan bahwa bagi guru matematika, wawasan mengenai self- efficacy siswa merupakan alat yang berharga. Tait menyebutkan bahwa “ it is important for educators to know how their learners feel,
## 218 - Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 1 - Nomor 2, November 2014
thonk, and act, about, within, and toward mathematics ”. Self-efficacy memiliki potensi untuk memfasilitasi atau menghambat motivasi belajar matematika, penggunaan pengetahuan, dan pengaturan untuk belajar.
Zimmermann (2011, p.3) menyebutkan bahwa mathematics self-efficacy adalah keya- kinan seseorang terhadap kompetensinya ma- sing-masing untuk menyelesaikan masalah dan tugas matematika dengan sukses (“ mathematics self-efficacy indicate the belief of a person in his/her own competence to solve mathematical problems and tasks successfully ”). Lebih lanjut, Hackett & Betz (Sengul, 2011, p.2305) mendefi- nisikan ” mathematics self-efficacy as an indivi- dual’s confidence in her or his ability to successfully perform or accomplish a mathe- matics task ”. Hal yang sama diungkapkan oleh Anjum (2006, p.63) yaitu bahwa mathematics self-efficacy adalah keputusan seseorang menge- nai kemampuannya dalam menyelesaikan masa- lah matematika secara khusus (“ mathematics self-efficacy was defined as an individual’s judgement of his/her capabilities to solve specific mathematics problems ”). Keyakinan terhadap kemampuan diri adalah hal yang penting dalam pencapaian prestasi belajar siswa dibidang matematika (Liu, 2009, p.9). Ada empat konsep yang dapat diukur untuk menentukan mathematics self-efficacy adalah performance accomplishments , vicarious expe- riences , verbal persuasion , dan physiological and emotional states (Bandura, 1995, p.3; Bandura, 1977, p.195, Margolis & McCabe, 2006, p.219).
Berdasarkan pengamatan peneliti mela- lui studi pendahuluan menunjukkan bahwa mathematics self-efficacy siswa di SMP Negeri 2 Banyubiru ada pada kriteria sedang. Perma- salahan pencapaian prestasi belajar siswa yang masih relatif rendah khususnya pada materi teo- rema Pythagoras dan pentingnya meningkatkan skor mathematics self-efficacy perlu diatasi agar tujuan pembelajaran matematika dapat dipenuhi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kedua masalah tersebut dan menjadi- kan pelajaran matematika di kelas menjadi lebih menyenangkan adalah dengan melibatkan tekno- logi khususnya komputer. Penggunaan komputer dalam pembelajaran dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan dasar dan keterampilan berpikir kritis (Moore, 2009, p.53).
Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan pe- rangkat pembelajaran matematika SMP dengan
media berbantuan komputer pada materi teore- ma Pythagoras yang valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika dan mathematics self-efficacy siswa.
Pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini meliputi silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dilengkapi dengan instrumen tes akhir dan instrumen mathematics self-efficacy yang digu- nakan untuk menentukan keefektifan produk hasil pengembangan. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang me- mungkinkan guru dan siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran diran- cang dan disusun untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran sehingga dapat dilaksana- kan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan (Omrod, 2003, p.429).
Materi pelajaran yang digunakan adalah materi teorema Pythagoras untuk siswa kelas VIII SMP. Menurut Skemp (1971, p.216), “ Pythagoreas’ theorem: that in any right-angled triangle, if we draw squares on the three sides, the area of the square on the hypotenuse (the side opposite the right angle) is equal to the sum of the areas of the square on the other two sides”. Dalam teorema Pythagoras berlaku bah- wa untuk sembarang segitiga siku-siku, jika digambarkan persegi pada ketiga sisinya, luas persegi pada hipotenusa (sisi yang berhadapan dengan sudut siku-siku) adalah sama dengan jumlah luas persegi pada kedua sisi yang lain.
## METODE
## Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis research and development atau jenis penelitian dan pengem- bangan. Pengembangan dalam penelitian ini adalah pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan media berbantuan komputer pada SK 3 kelas VIII yaitu materi teorema Pythagoras. Perangkat yang dikembangkan meliputi Silabus, RPP, Lembar Kegiatan Siswa, dan Media pembelajaran yang menggunakan Macromedia Flash 8 . Model pengembangan pembelajaran untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model 4-D dari Thiagarajan, Semmel, dan Semmel.
## Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Okto- ber-Nopember 2013 di SMP Negeri 2 Banyubiru Kabupaten Semarang.
## Subjek Penelitian
Subjek coba dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Banyubiru. Pe- milihan subjek coba dilakukan dengan memilih secara acak pada 9 siswa untuk uji coba kelom- pok kecil dan satu kelas coba dari lima kelas yang ada untuk uji coba lapangan. Sembilan siswa untuk uji coba kelompok kecil adalah siswa kelas VIII B dan uji coba lapangan dilakukan pada siswa kelas VIII E.
## Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan dalam penelitian ini terdiri dari 4-D, yang dijelaskan secara ter- perinci dalam langkah-langkah sebagai berikut.
Define (Pendefinisian)
Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Pe- netapan dan pendefinisian syarat-syarat pembel- ajaran diawali dengan analisis tujuan dan batas- an materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi lima langkah pokok, yaitu: analisis awal akhir; analisis siswa; analisis tugas; analisis konsep; dan perumusan tujuan pembelajaran.
Design (Perancangan)
Empat langkah dalam tahap design yaitu penyusunan tes kriteria, pemilihan media, pemi- lihan format, dan rancangan awal. Penyusunan tes kriteria dalam bentuk tes akhir berdasarkan hasil perumusan tujuan pembelajaran dalam penelitian ini adalah penyusunan tes prestasi belajar siswa.
Develop (Pengembangan)
Pada tahap develop dilakukan validasi oleh ahli terhadap perangkat pembelajaran dan instrumen-instrumen draf 1 yang telah disusun pada tahap sebelumnya. Revisi draf 1 yang dila- kukan berdasarkan masukan dan saran validator digunakan untuk melaksanakan uji coba kelom- pok kecil. Uji coba kelompok kecil dilakukan terhadap sembilan siswa yang melakukan peni- laian serta memberikan saran untuk merevisi perangkat pembelajaran hasil pengembangan. Selain siswa, guru juga memberikan penilaian serta masukan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran. Hasil revisi pada tahap ini disebut
sebagai draf 2 yang akan digunakan untuk uji coba lapangan.
Uji coba lapangan dilakukan pada kelas VIIIE yang dipilih secara acak dari lima kelas VIII yang ada di SMP N 2 Banyubiru. Uji coba lapangan dilaksanakan dalam tujuh pertemuan sebagai mana telah direncanakan dalam RPP dan ditutup dengan kegiatan tes akhir dan peng- isian kuesioner mathematics self-efficacy pada pertemuan kedelapan. Hasil tes akhir dan mathe- matics self-efficacy dianalisis untuk mengetahui keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Jika kriteria keefektifan telah terpenuhi maka draf 2 telah dapat dipakai sebagai perangkat final. Namun jika belum efektif maka masih harus dilakukan revisi dan dilakukan uji coba lapangan kembali.
Disseminate (Penyebaran)
Disseminate merupakan tahap akhir dari pengembangan perangkat pembelajaran model 4-D. Perangkat pembelajaran yang telah dikem- bangkan menjadi perangkat final siap digunakan atau diterapkan pada kelas yang lain. Namun dalam penelitian ini tahap penyebaran tidak dilaksanakan.
## Data dan Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil angket mathematics self- efficacy , sedangkan data kuantitatif diperoleh dari prestasi tes akhir. Instrumen penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini diklasifikasi- kan menjadi tiga macam yang masing-masing digunakan untuk memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar dan skor mathematics self-efficacy siswa.
Instrumen untuk mengukur kevalidan berupa lembar validasi silabus, RPP, LKS, dan media, serta lembar validasi instrumen tes akhir dan instrumen mathematics self-efficacy . Instru- men untuk mengukur kepraktisan berupa lembar penilaian guru, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran, dan lembar penilaian untuk siswa yang digunakan dalam uji coba kelompok kecil dan uji coba lapangan. Instrumen untuk meng- ukur keefektifan perangkat pembelajaran hasil pengembangan berupa instrumen tes akhir dan dan instrumen mathematics self-efficacy .
## 220 - Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 1 - Nomor 2, November 2014
## Teknik Analisis Data
Analisis Kevalidan Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Mathematics Self-Efficacy
Perangkat pembelajaran yaitu silabus, RPP, LKS, dan media dan instrumen mathe- matics self-efficacy yang sudah divalidasi ahli selanjutnya dianalisis secara deskriptif atau kualitatif. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dengan menggunakan teknik statistik deskriptif.
## Analisis Kepraktisan
Analisis kepraktisan dilakukan terhadap data penilaian guru, data hasil pengisian lembar observasi kegiatan pembelajaran, dan data peni- laian siswa pada uji coba kelompok kecil dan uji coba lapangan.
Analisis Keefektifan Pembelajaran
Analisis keefektifan dilakukan terhadap hasil tes akhir sebagai prestasi belajar siswa dan hasil pengisian angket mathematics self-efficacy .
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil Pengembangan
Hasil pengembangan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran dengan media berbantuan komputer yang valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa dan skor mathematics self efficacy . Perangkat pem- belajaran yang dikembangkan yaitu silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer.
Validasi perangkat pembelajaran dilaku- kan oleh dua orang validator sebagai ahli yang memberikan penilaian terhadap perangkat pem- belajaran yang dikembangkan serta memberikan masukan atau saran perbaikan. Pada akhirnya diperoleh hasil pengembangan perangkat pem- belajaran berupa silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer yang valid. Secara keseluruhan penilaian terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah pada kategori valid dan sangat valid.
Penilaian kepraktisan produk dilakukan berdasarkan penilaian oleh praktisi yaitu guru, dalam hal ini dilakukan oleh dua orang guru matematika di SMP Negeri 2 Banyubiru. Selain penilaian oleh praktisi, kepraktisan produk juga dinilai berdasarkan penilaian siswa terhadap LKS, instrumen tes akhir, dan media pembel- ajaran berbantuan komputer yang dikembang- kan. Berdasarkan angket yang telah diisi siswa, perangkat pembelajaran yang dikembangkan
memiliki kriteria praktis. Hasil observasi guru terhadap kegiatan guru dan siswa juga menun- jukkan bahwa perangkat pembelajaran hasil pengembangan dalam penelitian ini adalah praktis untuk digunakan di lapangan.
Keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari prestasi belajar siswa dan mathematics self-efficacy menunjuk- kan kriteria efektif. Lebih dari 75% siswa telah mencapai atau melampaui KKM yang ditetap- kan. Selain itu, siswa yang memiliki skor mathe- matics self-efficacy dengan kategori tinggi atau sangat tinggi adalah sebesar 83,34%, hal ini berarti telah melebihi 75% sesuai dengan krite- ria keberhasilan pengembangan yang telah ditetapkan.
Proses pengembangan perangkat pembel- ajaran dalam penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yang meliputi kegiatan define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebaran).
Pada akhirnya telah dihasilkan perangkat pem- belajaran matematika dengan media berbantuan komputer yang valid, praktis, dan efektif ditin- jau dari prestasi belajar siswa dan skor mathematics self-efficacy .
## Hasil Uji Coba Produk
Data Hasil Validasi Ahli
Ahli yang melakukan validasi perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah dosen pendidikan matematika berjumlah dua orang. Perbaikan dilakukan berdasarkan masukan dan saran yang diberikan oleh validator. Hasil peni- laian oleh validasi terhadap Silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Skor Hasil Validasi Ahli
Produk Skor Maks Validator 1 Validator 2 Kriteria Hasil Silabus 125 104 121 Sangat Valid RPP 200 174 175 Sangat Valid LKS 160 140 138 Sangat Valid Media 95 88 95 Sangat Valid
Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil
Perangkat pembelajaran yang dinilai oleh guru adalah silabus, RPP, LKS, dan media. Pe- nilaian guru digunakan untuk mengetahui ting- kat kepraktisan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan. Hasil penilaian guru pada uji coba kelompok kecil menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran hasil pengembangan mempunyai kriteria sangat praktis dengan skor untuk penilai 1 dan penilai 2 berturut-turut ada- lah 130 dan 123. Hasil penilaian siswa meliputi penilaian terhadap LKS, instrumen tes akhir, dan media adalah tiga siswa memberikan peni- laian sangat praktis dan enam lainnya menilai praktis. Hasil observasi kegiatan guru mencapai skor 15 dengan kriteria sangat praktis dan kegiatan siswa mencapai skor 5 dengan kriteria praktis.
Data Hasil Uji Coba Lapangan
Penilaian guru terhadap perangkat pem- belajaran pada uji coba lapangan menunjukkan bahwa silabus, RPP, LKS, dan media hasil pengembangan mempunyai kriteria sangat prak- tis. Penilaian siswa dilakukan setelah siswa mengikuti keseluruhan proses kegiatan pembel- ajaran. Siswa diminta memberikan penilaian terhadap LKS, instrumen tes akhir, dan media pembelajaran berbantuan komputer. Hasilnya 30% siswa menilai sangat praktis dan 70% menilai praktis.
Hasil observasi pembelajaran yang dilak- sanakan dalam tujuh pertemuan pada uji coba lapangan ini berada pada kriteria sangat praktis untuk kegiatan guru baik dari observer 1 mau- pun observer 2. Skor maksimal yang mungkin dari lembar observasi penilaian guru adalah 15. Kegiatan siswa berada pada kriteria praktis untuk pertemuan pertama berdasarkan hasil pengamatan lapangan oleh observer 1. Sedang- kan untuk observer 2, hasilnya adalah kriteria praktis untuk pertemuan pertama dan ketiga, serta pertemuan lainnya adalah sangat praktis. Skor maksimal untuk lembar observasi kegiatan siswa adalah 8.
Hasil tes akhir menunjukkan bahwa seba- nyak 23 dari 30 siswa atau sebesar 76,67% siswa telah mencapai KKM. Hasil skor mathematics self-efficacy menunjukkan bahwa sebanyak 6,67% siswa mempunyai skor pada kriteria sangat tinggi, 76,67% kriteria tinggi, dan 16,67% kriteria sedang.
## Analisis Data Hasil Uji Coba
Analisis Data Hasil Validasi Ahli
Data hasil validasi ahli secara keseluruhan menunjukkan bahwa silabus yang telah dikem- bangkan mempunyai kategori sangat valid baik berdasarkan penilaian validator 1 maupun
validator 2. Hasil penilaian validator tersebut dapat diperinci menjadi penilaian berdasarkan masing-masing aspek dari setiap butir pernya- taan. Analisis untuk masing-masing aspek pada silabus dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Proses Validasi Silabus Berdasarkan Aspek yang Dinilai
Aspek yang Dinilai Skor Maks Skor Kriteria Perumusan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 50 46 Sangat Valid Materi Pembelajaran 40 35 Sangat Valid Kegiatan Pembelajaran 40 33 Sangat Valid Indikator Pencapaian Kompetensi 40 35 Sangat Valid Penilaian 30 27 Sangat Valid Alokasi Waktu 20 20 Sangat Valid Sumber Belajar/Media Pembelajaran 30 29 Sangat Valid
Hasil validasi RPP yang telah dilakukan oleh validator menunjukkan bahwa RPP hasil pengembangan mempunyai kategori sangat valid. Secara lebih jelas, rincian hasil validasi RPP untuk setiap aspek penilaian disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Proses Validasi RPP Berdasarkan
Aspek yang Dinilai Aspek yang Dinilai Skor Maks Skor Kriteria Identitas Mata Pelajaran 40 38 Sangat Valid Rumusan/Tujuan Indikator 50 47 Sangat Valid Pemilihan Materi 50 43 Sangat Valid Metode Pembelajaran 40 38 Sangat Valid Kegiatan Pembelajaran 60 51 Sangat Valid Penutup 10 8 Valid Pemilihan Sumber Belajar/Media Pembelajaran 70 58 Sangat Valid Penilaian Hasil Belajar 50 42 Sangat Valid Kebahasaan 30 24 Valid
## 222 - Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 1 - Nomor 2, November 2014
Hasil analisis data penilaian validator terhadap LKS berdasarkan aspek-aspeknya menunjukkan bahwa untuk aspek prosedur kegiatan dan pertanyaan (soal) mempunyai kriteria valid, sedangkan ketujuh aspek yang lain mempunyai kriteria sangat valid. Secara terperinci penilaian validator terhadap LKS hasil pengembangan untuk masing-masing aspek disajikan dalam Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Proses Validasi LKS Berdasarkan Aspek yang Dinilai Aspek yang Dinilai Skor Maks Skor Kriteria Identitas dan Petunjuk 20 20 Sangat Valid Alokasi Waktu 20 19 Sangat Valid Tujuan Pembelajaran 20 19 Sangat Valid Alat dan Bahan 20 17 Sangat Valid Prosedur Kegiatan 30 24 Valid Tampilan 30 27 Sangat Valid Bahasa 40 34 Sangat Valid Isi 110 94 Sangat Valid Pertanyaan (Soal) 30 24 Valid
Selanjutnya dilakukan analisis data pada media berbantuan komputer. Menurut hasil vali- dasi ahli media komputer yang dikembangkan mempunyai kriteria sangat valid. Hasil perincian per aspek untuk penilaian media dijelaskan dalam Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Proses Validasi Media Berdasarkan
## Aspek yang Dinilai
Aspek yang Dinilai Skor Maks Skor Kriteria Penampilan 170 165 Sangat Valid Interaktifitas 20 18 Sangat Valid
Analisis terhadap instrumen sebagai pelengkap dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan efektif tidaknya perangkat pembel- ajaran hasil pengembangan. Validasi instrumen tes akhir oleh validator dilakukan per item soal dan hasilnya adalah bahwa setiap item soal mempunyai kriteria valid atau sangat valid. Hasil validasi ini selanjutnya akan dilihat secara
menyeluruh berdasarkan penilaian validator menurut aspek-aspek yang ada, yaitu aspek kisi- kisi, soal, kunci jawaban dan pedoman penskor- an. Secara lebih jelas rincian hasil validasi ahli disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Proses Validasi Instrumen Tes Akhir Berdasarkan Aspek yang Dinilai
Aspek yang Dinilai Skor Maks Skor Kriteria Kisi-kisi 64 64 Sangat Valid Soal 192 160 Sangat Valid Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran 64 64 Sangat Valid
Hasil penilaian validator terhadap instru- men mathematics self efficacy adalah sangat valid dan hasil penilaian tersebut secara terpisah diperinci menurut dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah aspek isi dan bahasa yang lebih jelasnya disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Proses Validasi Instrumen MSE
## Berdasarkan Aspek yang Dinilai
Aspek yang Dinilai Skor Maks Skor Kriteria Isi 20 17 Sangat Valid Bahasa 30 28 Sangat Valid
Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil
Penilaian guru terhadap silabus, RPP, LKS, dan media pada uji coba kelompok kecil adalah mempunyai kriteria sangat praktis. Penilaian terhadap silabus oleh penilai 1 dan penilai 2 secara kumulatif mencapai skor 66 dari maksimal skor 70, sehingga silabus hasil pengembangan dalam penelitian ini masuk pada kriteria sangat praktis.
Penilaian RPP yang dikembangkan oleh penilai 1 memberikan skor maksimal untuk semua indikator yang ada. Oleh karena itu, penilai 1 tidak memberikan saran revisi untuk RPP pada lembar yang disediakan. Menurut penilai 1, RPP yang dikembangkan telah memenuhi kriteria penyusunan RPP yang baik dan layak digunakan.
Berbeda dengan penilai 1, hasil penilaian RPP oleh penilai 2 untuk 7 indikator yang ada adalah skor 4 (baik) untuk 4 indikator dan skor 5 (sangat baik) untuk 3 indikator yang lain. Penilaian terhadap LKS diperinci dalam 7 indikator. Penilai 1 memberikan skor 5 (sangat baik) untuk 6 indikator, sedangkan indikator
mengenai kejelasan bahasa yang digunakan diberikan skor 4 (baik). Meskipun hampir semua indikator diberi nilai maksimal oleh penilai 1, namun di lembar saran penilai 1 menuliskan saran berupa masukan untuk memberikan beberapa langkah menjawab pada LKS. Tentu saja masukan ini dipertimbangkan lagi oleh peneliti bersama dengan penilai 1 dan penilai 2.
Penilaian terhadap media oleh penilai 1 maupun penilai 2 pada dasarnya sudah baik, yaitu mencapai skor kumulatif 56 dari skor maksimal 60. Kriteria penilaian untuk media pada uji coba kelompok kecil adalah sangat praktis. Baik penilai 1 maupun penilai 2 tidak memberikan saran terhadap media yang dikembangkan, sehingga media siap digunakan untuk uji coba lapangan yang akan diujikan di kelas coba tanpa direvisi terlebih dahulu.
Analisis mengenai hasil penilaian oleh siswa sebanyak 9 orang siswa dengan kemam- puan yang beragam sebagai sampel dalam kegiatan uji coba kelompok kecil dilakukan untuk mengetahui kepraktisan perangkat pem- belajaran hasil pengembangan. Setelah melaksa- nakan uji coba kelompok kecil, siswa diminta untuk mengisi lembar penilaian siswa.
Penilaian terhadap kepraktisan perangkat pembelajaran juga dilakukan berdasarkan hasil observasi kegiatan guru dan siswa. Observasi dilaksanakan oleh seorang guru matematika. Kegiatan guru mempunyai skor total 15 dari 15 deskriptor yang ada. Hal ini berarti bahwa guru mengajar sesuai dengan langkah-langkah yang diharapkan dalam perencanaan pembelajaran dan termasuk dalam kriteria sangat praktis. Sedangkan pada kegiatan siswa hanya tampak 5 deskriptor dari 8 deskriptor yang ada dan termasuk dalam kriteria praktis. Tiga deskriptor yang belum tampak dilakukan siswa adalah menjawab pertanyaan guru, memperhatikan siswa lain dalam satu kelompok yang sedang memberikan penjelasan, dan bertanya kepada guru.
Analisis Data Hasil Uji Coba Lapangan
Pada uji coba lapangan, hampir keselu- ruhan aspek penilaian guru pada uji coba la- pangan mencapai skor yang mendekati skor maksimal dan termasuk dalam kriteria sangat praktis. Penilaian terhadap silabus mencapai skor kumulatif untuk kedua penilai sebesar 67. Sedangkan RPP dan LKS mencapai skor yang sama yaitu 68. Hasil penilaian RPP dan LKS oleh penilai 1 adalah dengan skor maksimal 5 (sangat baik) untuk kedelapan indikator
penilaian yang ada. Penilai 2 memberikan skor 4 (baik) pada RPP untuk indikator ketepatan bahasa dan kecukupan waktu untuk setiap tahapan pembelajaran, demikian pula untuk LKS pada indikator bahasa dan kemenarikan penampilan LKS diberikan skor 4 (baik).
Penilaian siswa terhadap LKS dan instru- men tes akhir adalah praktis digunakan di lapangan. Sedangkan media pembelajaran yang dikembangkan mempunyai kriteria sangat praktis. Penilaian LKS secara terperinci untuk masing-masing indikator adalah skor rata-rata 3,63 untuk indikator pertama yaitu berkaitan dengan kejelasan materi dalam LKS. Indikator kedua tentang kejelasan bahasa memperoleh skor rata-rata 4,07 dengan kategori baik. Keme- narikan penampilan LKS dengan skor rata-rata paling kecil, yaitu 3,60 namun masih dalam kategori cukup baik. Keruntutan materi dalam LKS mencapai skor rata-rata 3,63.
Penilaian terhadap instrumen tes akhir secara keseluruhan termasuk dalam kriteria praktis, dengan rincian skor rata-rata per indi- kator berturut-turut adalah 4,07; 3,87; 3,90; dan 3,43. Skor rata-rata terendah adalah untuk indikator keempat yaitu mengenai kejelasan bahasa yang digunakan.
Skor rata-rata untuk penilaian terhadap media relatif cukup tinggi jika dibandingkan dengan penilaian siswa terhadap LKS dan instrumen tes akhir. Indikator penyajian isi media mencapai skor rata-rata 3,93. Sedangkan untuk ketiga indikator yang lain mencapai skor rata-rata lebih dari 4. Jadi secara keseluruhan, media pembelajaran yang dikembangkan sudah baik dan praktis dalam penggunaannya.
Hasil observasi kegiatan guru mempunyai kriteria sangat praktis karena hampir keseluruh- an deskriptor yang ada tampak dilakukan oleh guru pada saat mengajar. Sedangkan untuk kegiatan siswa ada beberapa desktiptor yang masih belum tampak yaitu pada pertemuan pertama dan pertemuan ketiga. Pada pertemuan pertama, deskriptor yang belum tampak adalah memperhatikan penjelasan guru. Pada pertemuan ketiga, deskriptor yang tidak tampak adalah siswa bertanya kepada guru.
## Revisi Produk
Revisi Silabus
Revisi silabus yang dilakukan adalah per- baikan indikator dan perbaikan contoh instru- men yaitu berupa perbaikan pada kesalahan penulisan soal.
## 224 - Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 1 - Nomor 2, November 2014
## Revisi RPP
Masukan dan saran perbaikan yang dibe- rikan oleh validator terhadap draf 1 produk pengembangan RPP antara lain perbaikan pada indikator, perbaikan pada materi ajar, dan perbaikan pada soal pekerjaan rumah.
Revisi LKS
Revisi LKS berupa perbaikan indikator, perbaikan langkah-langkah kerja pada bagian kegiatan menemukan teorema Pythagoras, dan perbaikan pada permasalahan yang disajikan yaitu lebih banyak menyajikan masalah kontekstual.
Revisi Media Pembelajaran
Beberapa saran perbaikan untuk media pembelajaran berbantuan komputer adalah menambahkan logo UNY pada setiap slide, perbaikan pada gambar, dan perbaikan pada beberapa kesalahan penulisan.
## Kajian Produk Akhir
Pengembangan perangkat pembelajaran dalam tesis ini telah dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Berdasarkan hasil validasi ahli, uji coba kelompok kecil, uji coba lapangan, dan perbaikan-perbaikan, serta analisis data yang dilakukan dapat diketahui bahwa perangkat pembelajaran yang dikem- bangkan telah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa dan mathematics self- efficacy.
## Kevalidan
Penelitian pengembangan perangkat pembelajaran dinyatakan valid jika keseluruhan produk hasil pengembangan memenuhi kriteria kevalidan yang telah ditetapkan. Kriteria keva- lidan ditentukan berdasarkan hasil penilaian ahli sebagai validator yang terdiri dari dua orang dosen Pendidikan Matematika UNY. Penilaian dilakukan pada silabus, RPP, LKS, dan media. Hasil validasi dan analisis data menunjukkan bahwa keempat perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan memiliki kriteria sangat valid.
Kepraktisan
Kriteria kepraktisan ditentukan berdasar- kan penilaian guru dan penilaian siswa, serta data hasil observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa pada uji coba lapangan. Berdasarkan hasil penilaian guru, perangkat pembelajaran yang
dikembangkan mempunyai kriteria sangat prak- tis. Dua orang guru matematika di SMP Negeri 2 Banyubiru memberikan penilaian kepraktisan terhadap silabus, RPP, LKS, dan media berban- tuan komputer yang digunakan untuk mengajar dalam penelitian ini.
Penilaian oleh siswa terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi penilaian LKS dan media. Selain itu, siswa juga memberikan penilaian terhadap instrumen tes akhir sebagai pelengkap dalam penelitian ini. Hasilnya 9 siswa dari 30 siswa kelas VIIIE yang menjadi subjek coba menilai bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan mempunyai kriteria sangat praktis, sedangkan 21 siswa yang lain menyebutkan bahwa perangkat pembelajar- an yang dikembangkan adalah praktis.
Hasil observasi kegiatan guru dalam pem- belajaran, menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan perangkat yang dikembangkan adalah sangat praktis untuk seluruh pertemuan. Sedangkan untuk kegiatan siswa mempunyai kriteria praktis dan sangat praktis. Berdasarkan ketiga data mengenai penilaian guru, penilaian siswa, dan observasi kegiatan pembelajaran di lapangan, dapat dikatakan bahwa perangkat pengembangan yang dikembangkan memenuhi kriteria kepraktisan.
## Keefektifan
## Keefektifan Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa
Kriteria keefektifan ditinjau dari prestasi belajar siswa yang telah ditentukan dalam pen- capaian keberhasilan penelitian pengembangan ini adalah jika banyaknya siswa yang mem- peroleh nilai tes akhir melebihi KKM sebesar 75%. Hasil dari tes akhir yang dilaksanakan menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai tes akhir melampaui KKM adalah sebanyak 23 siswa. Hal ini berarti 76,67% siswa telah memperoleh nilai tes akhir melebihi KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian pengembangan ini adalah efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa.
## Keefektifan Ditinjau dari Skor Mathematics Self-Efficacy
Kriteria keefektifan ditinjau dari skor mathematics sel-efficacy siswa yang telah diten- tukan dalam pencapaian keberhasilan penelitian pengembangan ini adalah jika banyaknya siswa yang mempunyai skor mathematics self-efficacy dengan kategori tinggi atau sangat tinggi adalah sebanyak 75%. Hasil pengisian kuesioner
mathematics self-efficacy menunjukkan bahwa siswa yang memiliki skor mathematics self- efficacy dengan kriteria sangat tinggi adalah sebanyak 2 siswa. Sebanyak 23 siswa yang lain memiliki skor mathematics self-efficacy dengan kriteria tinggi dan 2 siswa sisanya memiliki skor mathematics self-efficacy dengan kriteria se- dang. Hal ini berarti 83,34% siswa telah memi- liki skor mathematics self-efficacy pada kriteria tinggi atau sangat tinggi, sehingga dapat dikata- kan bahwa penelitian pengembangan ini adalah efektif ditinjau dari skor mathematics self- efficacy siswa.
## Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan pembelajaran harus dilaku- kan di dalam ruang laboratorium komputer, sehingga dalam uji coba lapangan perlu menye- suaikan jadwal pemakaian laboratorium. Di SMP Negeri 2 Banyubiru telah diterapkan sis- tem moving class dan lebih khusus lagi untuk pembelajaran TIK selalu dilaksanakan di ruang laboratorium komputer, baik pelajaran teori maupun praktik. Pada saat dilakukan uji coba lapangan pembelajaran TIK yang biasanya dilaksanakan di ruang laboratorium komputer dipindahkan ke ruang kelas untuk sementara waktu. Hal ini tentu saja menjadi suatu perma- salahan yang perlu dipertimbangkan ketika menerapkan pembelajaran berbantuan komputer hasil pengembangan ini.
Permasalahan yang lain adalah semula penelitian ini dirancang untuk setiap anak menggunakan satu unit komputer, namun karena dari 32 unit komputer yang ada hanya 28 unit komputer yang bisa digunakan, maka ada empat siswa yang menggunakan komputer secara bersama-sama, yaitu satu komputer untuk dua siswa.
Siswa diharapkan dapat menggunakan media komputer yang telah dikembangkan di rumah masing-masing, namun demikian hanya ada beberapa siswa yang dapat melakukannya berkaitan dengan tidak tersedianya perangkat komputer atau laptop di rumah siswa. Oleh karena itu, latihan-latihan soal yang sedianya diharapkan dapat dikerjakan siswa di rumah belum dapat diselesaikan secara menyeluruh di sekolah karena waktu pembelajaran di sekolah digunakan untuk mengerjakan LKS saja.
Tahap keempat dalam penelitian ini belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti dalam menyebarkan perangkat pembelajaran yang
telah dikembangkan ini pada kelas-kelas atau sekolah yang lain.
## SIMPULAN DAN SARAN
## Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pemba- hasan diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) Hasil pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini berupa silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer telah divalidasi ahli dan hasilnya sangat valid. (2) Kriteria kepraktisan perangkat pembelajaran hasil pengembangan yang berupa silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer dalam penelitian ini telah tercapai, yaitu melalui hasil analisis data penilaian guru, lembar observasi kegiatan guru dan siswa, serta data penilaian siswa. (3) Perangkat pembelajar- an hasil pengembangan yang berupa silabus, RPP, LKS, dan media pembelajaran berbantuan komputer dalam penelitian ini telah efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa, yaitu 76,67% siswa memperoleh nilai tes akhir melampaui KKM dan sebanyak 83,34% memiliki skor mathematics self efficacy minimal pada kategori tinggi.
## Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpul- an, beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk peningkatan kualitas pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut: (1) Guru per- lu melakukan pembiasaan dalam pembelajaran agar siswa mampu menyampaikan pendapat mereka, menanyakan hal-hal yang belum jelas, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru. Hal ini dikarenakan dalam pelakasanaan uji coba kelompok kecil maupun uji coba lapangan, siswa masih belum begitu aktif berbicara di depan kelas. (2) Dalam pembelajaran guru perlu menekankan materi penerapan teorema Pythagoras yang berkaitan dengan bangun segi empat terutama pada bangun belah ketupat dan jajar genjang. Guru sebaiknya melakukan kegiatan yang dapat mengingatkan kembali mengenai konsep pen- ting dalam bangun datar misalnya masalah yang berkaitang dengan unsur-unsur bangun datar tertentu, konsep keliling, maupun luas.
## DAFTAR PUSTAKA
Anjum, R. (2006). The impact of self-efficacy on mathematics achievement of primary school children. Pakistan Journal of
## 226 - Jurnal Riset Pendidikan Matematika, Volume 1 - Nomor 2, November 2014
Psychological Reasearch: Winter, 21, ¾; ProQuest Research Library.
Bandura, A. (1995). Exercise of personal and collective efficacy in changing societies. In A. Bandura (Ed.), Self-efficacy in changing societies . New York:
Cambridge University Press.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifiying theory of behavioral change. Psychological Review . Vol. 34, No. 2,
191-215. Error! Hyperlink reference not valid. .
Crawford, M. L. (2001). Teaching contextually: Research, rationale, and techniques for improving student motivation and
achievement in mathematics and science . Waco, Texas: CCI Publishing, Inc.
Johnson, E. B. (2010). CTL Contextual teaching learning: Menjadikan kegiat-an belajar- mengajar mengasyikkan dan bermakna . Cetakan Pertama. (Ter-jemahan Ibnu Setiawan). Bandung: Kaifa. (Buku asli diterbitkan tahun 2009).
Liu, X., & Koirala, H. (2009). The effect of
mathematics self-efficacy
on mathematics achievement of high school students. In: Proceeding of the NERA
( Northeastern Educational Research Association ) Conference 2009. Tersedia di Error! Hyperlink reference not valid. diakses tanggal 29 Mei 2013).
Masnur Muslich. (2008). KTSP pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual: Panduan bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah . Cetakan ke-4. Jakarta: Bumi Aksara.
Moore, K. D. (2009). Effective instructional strategies: from theory to practice .
London: Sage Publication, Inc.
Ormrod, J. E. (2003). Educational psychology: Developing learners. (4 th ed.). Upper Saddle River,NJ: Merril Prentice Hall.
Sengul, S. (2011). Effects of concept cartoons on mathematics self-efficacy of 7th grade students. Educational Sciences: Theory & Practice- 11(4). Auntumn- page 2305-2313.
Skemp, R. R. (1971). The psychology of learning
mathematics .
Victoria,
Australia: Penguin Books Ltd.
Souders, J. (1999). Contextually based learning: Fad or proven practice. American Youth Policy Forum . Washington, D. C.
Diungguh dari http://www.aypf.org/forumbriefs/1999/t b070999.htm. Diungguh tanggal 20 Mei 2013.
Sunnetha, E., Sambasiva Rao, R., & Bhaskara Rao, D. (2011). Methods of teaching mathematics . New Delhi: Discovery Publishing House.
Tait, S. L. (2008). Self-efficacy in mathematics: Affective, cognitive, and conative domains of functioning. Proceedings of the 31st Annual Conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia. Merga Inc.
Tamuri, H. (2005). Permasalahan pelajar-pelajar fakir miskin di daerah Sabak Bernam.
Jurnal Pendidikan, Vol 30. 21-33.
Thiagarajan, S., Semmel, D. S., & Semmel, M. I. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children, a source book . Blomington,
Indiana: Indiana University.
Margolis, H., & McCabe, P. P. (2006). Improving self-efficacy and motivation: What to do, what to say. Intervention in School and Clinic. 41, 4; ProQuest. pg. 218-227.
Zimmermann, M., Bescherer, C., & Spannagel, C. (2011). A questionaire for surveying mathematics self-efficacy expectations of future teachers. Article of German Federal Ministry of Education and Research .
|
4c321ae6-9feb-4adc-8322-dfe79fa68344 | https://journal.trunojoyo.ac.id/simulacra/article/download/4980/3376 |
## ISSN 2622-6952
PEREMPUAN BIMA DAN STRATEGI ADAPTASI PASCA BENCANA BANJIR BANDANG (STUDI KASUS PERAN PEREMPUAN DI KABUPATEN BIMA, NTB)
## Ika Wijayanti, Oryza Pneumatica I, Siti Nurjannah
## Prodi Sosiologi Universitas Mataram
[email protected]
Abstract
The research titled “Bima’s Women and Post Disaster Mitigation Adaption Strategy for flash floods (Case Study of Women in Maintaining family Economics After The Flash Floods Disaster in Bima)” Takes place in Nisa Village, Woha Subdistrict, Bima District. By doing this research, the researcher are expected to be able to: (1) knowing in depth the adaptive strategy done by women in reconstructing their social life after flash floods disaster, (2) knowing the change of life after flash floods, (3) knowing the obstacles faced by women in the implementation post flash floods adaptive strategy.
This research uses explorative qualitative research method. The research location is located in Nisa Village, Woha District, Bima District, West Nusa Tenggara Province. The subjects of this study were women housewives and Nisa village apparatus. Data were collected through interviews and observations to collect information on adavtive strategies, changes in post- flash floods life, and the constraints faced by women in implementing adaptive strategies after the flash floods disaster. Further data analysis by performing several stages that include data collection, data classification, interpretation to the writing of research reports.
The results of this research show that (i) Nisa village women experiencing changes in economic, social and cultural life after the disaster flash floods. (ii) adaptive strategies implemented by Nisa village women in sustaining their household economies, among others, by active strategies in the form of exploiting natural resources and human resources from close relatives, extending working hours, and working to reduce family economic expenditure. The network strategy undertaken by Nisa village women is by owing the banks and neighbors. (iii) the constraints faced by women in Nisa village in carrying out an effective strategy are the loss of some natural resources that can support economic recovery , large losses due to flood disaster become an obstacle in economic recovery, and lack of acces to village economic institutions.
Keywords: women, adaptive strategy, flash floods disaster
## Abstrak
Penelitian dengan judul “Perempuan Bima dalam Strategi Adaptasi Pasca Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Perempuan Dalam Mempertahankan Ekonomi Keluarga Pasca Bencana Banjir Bandang di Kabupaten Bima)” ini mengambil Lokasi di Desa Nisa, Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan Peneliti mampu: (1) mengetahui secara mendalam strategi adaptif yang dilakukan perempuan dalam merekonstruksi kehidupan sosial ekonominya pasca bencana banjir bandang, (2) mengetahui perubahan kehidupan pasca bencana banjir bandang, (3) mengetahui kendala yang dihadapi perempuan dalam pelaksanaan strategi adaptif pasca bencana banjir bandang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif. Lokasi penelitian berada di Desa Nisa, Kecamatan Woha Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Subyek dari penelitian ini adalah perempuan ibu rumah tangga dan perangkat Desa Nisa. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi untuk menghimpun informasi mengenai strategi adaptif, perubahan kehidupan pascabencana banjir bandang, dan kendala-kendala ayng dihadapi oleh perempuan dalam menjalankan strategi adaptif pasca bencana banjir bandang. Selanjutnya data dianalisis dengan melakukan beberapa tahapan yang meliputi pengumpulan data, klasifikasi data, interpretasi hingga penulisan laporan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (i) perempuan Desa Nisa mengalamai perubahan kehidupan baik ekonomi, sosial, dan budaya pasca bencana banjir bandang. (ii) strategi adaptif yang dilakukan oleh perempuan Desa Nisa dalam mempertahankan ekonomi rumah tangganya antara lain dengan strategi aktif yang berupa pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia dari keluarga terdekat, memperpanjang jam kerja, serta mengusahakan lapangan pekerjaan baru. Strategi pasif yang dilakukan oleh perempuan Desa Nisa dengan cara mengurangi pengeluaran ekonomi keluarga. Strategi jaringan yang dilakukan oleh perempuan Desa Nisa adalah dengan mengutang pada bank dan tetangga. (iii) kendala yang dihadapi perempuan Desa Nisa dalam melakukan strategi adaptif adalah hilangnya sebagian sumber daya alam yang dapat menunjang perbaikan ekonomi, kerugian yang banyak akibat bencana banjir menjadi kencala dalam pemulihan ekonomi, dan kurangnya akses ke lembaga ekonomi desa.
Kata Kunci: perempuan, strategi adaptif, dan bencana banjir bandang
PENDAHULUAN Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan luas wilayah 20.153,15 km2, terdiri dari dua pulau yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Terletak antara 115° 46’ - 119° 5’ Bujur Timur dan 8° 10’ - 9 °g 5’ Lintang Selatan, provinsi NTB memiliki kontur wilayah yang beragam dari pegunungan, pantai, hingga padang savana. Di Pulau Lombok terdapat Gunung Rinjani merupakan gunung tertinggi dengan ketinggian 3.775 m, sedangkan Gunung Tambora merupakan gunung
tertinggi di Sumbawa dengan ketinggian 2.851 m (diolah dari provntb.go.id).
Berdasarkan letak geografisnya, Nusa Tenggara Barat memiliki iklim yang kering dengan periode hujan yang singkat. Namun, seiring dengan perubahan iklim dunia, mengakibatkan NTB juga terkena dampaknya. Pada tahun 2010, sebenarnya NTB telah menjadi perhatian dari Kementrian Lingkungan akibat seringnya terjadi anomali cuaca. Pulau Lombok, yang dikelilingi lautan, sangat mudah terpengaruh oleh kenaikan tinggi air laut,
terutama terhadap bahaya banjir atau rob, sedimentasi, dan erosi. Kondisi seperti ini semakin rentan akibat meningkatkan frekuensi iklim ekstrem, seperti El Nino dan La Nina (wwf, 2010). Anomali iklim di NTB hingga sekarang ini masih terjadi mengakibatkan curah hujan yang tidak menentu. Kondisi ini membawa dampak bagi lingkungan dan masyarakat.
Salah satu dampak yang sangat terasa bagi masyarakat adalah terjadinya banjir bandang yang berulang pada ahir tahun 2016 dan awal tahun 2017 di Kabupaten Bima. Banjir merendam 33 desa di 5 kecamatan di Kota Bima dan Kabupaten Bima yang meliputi Kecamatan Rasanae Timur, Mpunda, Raba, Rasanae Barat, Woha, Wawo, dan Asakota. Diperkirakan, penyebab dari terjadinya banjir di Bima adalah Siklon Tropis Yvette yang menimbulkan curah hujan ekstrem pada kawasan Nusa Tenggara dan sekitarnya. Faktor lain yang ditengarai sebagai penyebab banjir bandang adalah kerusakan lingkungan karena alih fungsi lahan yang terkonversi menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Selain itu, sedimentasi sungai juga turut andil dalam memperparah banjir bandang. Pemerintah Kota Bima memperkirakan kerugian dari harta penduduk mencapai Rp 607,93 miliar, total kerugian ditaksir mencapai 1 triliun (diolah dari koran Tempo, 2016). Intensitas bencana yang semakin meningkat karena ketidakpedulian pada fenomena alam dan kerusakan lingkungan baik dari kebijakan pemerintahnya dan apatisme masyarakat, memaksa masyarakat harus merekonstruksi kehidupan hidupnya kembali. Hal ini tentu saja membutuhkan strategi adaptif pasca bencana banjir. Apalagi bencana banjir ini berulang dan anomali cuaca masih berlangsung.
Strategi adaptif masyarakat pasca bencana merupakan strategi yang krusial di tengah keterbatasan sumber daya yang ikut porak poranda. Kualitas kehidupan sosial ekonomi yang mengalamani penurunan akan membuat masyarakat mencari strategi terbaik demi menjaga kelangsungan hidupnya. Respon strategi adaptif masing-masing individu tidak dapat dipersepsikan sama, banyak faktor yang melingkupi bagaimana individu atau kelompok menggunakan beradaptasi dengan kondisi pasca bencana. Sebagai bagian dari masyarakat, individu tidak bisa terlepas bagaimana kelompok atau komunitas digunakan sebagai bagian dari strategi adaptif.
Perempuan, sebagai bagian dari sumber daya manusia memerankan peranan penting dalam pengelolaan lingkungan. Termasuk perempuan dalam rumah tangga di Nusa Tenggara Barat banyak bekerja sebagai penyokong ekonomi keluarga. Kaum perempuan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada dalam keluarga sehingga butuh strategi demi mempertahankan kondisi ekonomi keluarga. Keberlangsungan kehidupan keluarga ditambah dengan beban pekerjaan domestik mendesak perempuan mencari alternatif penghasilan tambahan dengan jalan cerdik.
Strategi adaptif berlaku pada lingkungan-lingkungan manusia yang memiliki tingkatan yang begitu tinggi, baik pada pergolakan lingkungan tempat tinggal dan juga perubahan yang terjadi dalam lingkungan dimana manusia tinggal. Dalam pasca bencana, manusia sebagai individu yang independent atau sebagai bagian dari masyarakat harus melakukan sebuah rekonstruksi atau membangun ulang kehidupan ekonominya
untuk meraih kesejahteraannya kembali. Konsekuensi yang dari adanya bencana membuat masyarakat mencari bentuk adaptasi baru dengan mata pencaharian yang ada atau dengan mencari sumber- sumber mata pencarian baru untuk memenui kebutuhan hidupnya.
Bila sebelumnya masyarakat Kabupaten Bima sepenuhnya bergantung kepada alam yang selalu tersedia baik dari wilayah sendiri atau didatangkan dari daerah lain, maka perubahan terjadi mereka harus mempersiapkan diri setiap saat menghadapi kondisi alam yang berubah dengan adanya banjir. Terkait dengan bencana banjir bandang yang menimpa masyarakat kabupaten Bima, perempuan sebagai penggerak ekonomi keluarga juga harus siap dengan konsekuensi yang dihadapi. Strategi-strategi yang dilakukan perempuan pekerja tentunya juga tidak sama berdasarkan kondisi latar belakang si perempuan itu sendiri dan keluarganya.
## RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi adaptif yang dilakukan perempuan dalam merekonstruksi kehidupan sosial ekonominya pasca bencana banjir bandang?
2. Bagaimana perubahan kehidupan pasca bencana banjir bandang?
3. Apa kendala yang dihadapi perempuan dalam pelaksanaan strategi adaptif pasca bencana banjir bandang?
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif. Pada tahap awal peneliti mengumpulkan
informasi seputar deskripsi umum mengenai perubahan yang terjadi pasca bencana banjir. Berlanjut kemudian penggalian informasi lebih mendalam mengenai strategi adaptif yang dilakukan oleh perempuan dalam mempertahankan ekonomi keluarga.
Lokasi penelitian ini berada di Desa Nisa, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima. Relevansi pemilihan lokasi penelitian ini dengan tujuan penelitian yakni guna mendapatkan gambaran yang lebih rinci mengenai strategi adaptif yang dilakukan oleh perempuan pasca bencana bajir bandang. Selain itu, ditinjau secara administratif kondisi lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Bima merupakan desa yang diterjang bencana banjir paling parah.
Informan sebagai sumber informasi adalah pelaku atau perempuan yang melakukan strategi adaptif pasca bencana banjir. Untuk mempermudah mencapai tujuan penelitian, maka teknik penentuan informan dilakukan dengan purposive sampling dengan teknik snowball untuk memperkaya data.
Data atau informasi penelitian akan dihimpun melalui teknik wawancara mendalam dengan menggunakan instrumen penelitian yang mengacu pada tujuan penelitian dan kebutuhan data penelitian. Selain itu, untuk melengkapi informasi yang didapat tersebut juga dilakukan observasi tidak langsung dengan mengamati kondisi empirik informan saat proses wawancara berlangsung. Serta informasi data sekunder dari pelaku ekonomi yang terlibat dalam aktivitas perempuan strategi adaptif pasca bencana banjir.
Analisis data penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Adapun proses analisis dilakukan dalam beberapa
tahapan yang meliputi pengumpulan data, klasifikasi data, interpretasi hingga penulisan laporan penelitian.
## LANDASAN TEORI
Adaptasi sebagai Bagian Strategi Hidup Perempuan Pada dasarnya manusia menginginkan kehidupan yang lebih baik dengan memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier maka dari itu adaptasi dilakukan oleh manusia. Adaptasi merupakan hasil akhir sikap masyarakat yang muncul berdasarkan persepsi dan pengetahuan mereka terhadap banjir pasang surut. Kajian mengenai adaptasi ini dilakukan dengan menilai populasi pada kondisi sosioekologi berbeda. Mileti dan Gottschlich (2001) mengemukakan bahwa kerugian bencana merupakan hasil dari interaksi dari proses fisik alam, karakteristik sosial kependudukan, dan kondisi lingkungan terbangun. Perbedaan karakteristik dari ketiga sistem tersebut menghasilkan kerugian berbeda pada bencana alam yang berbeda. Secara lebih dalam, penelitian mengungkap tentang strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi bencana banjir pasang surut berdasarkan perbedaan karakteristik tersebut.
Adaptasi tidak selalu dihubungkan pada penegasan lingkungan secara normatif, tetapi dalam beberapa hal pada pola dari lingkungan atau hanya kondisi yang extreme . Adaptasi seharusnya dilihat sebagai respon kultural atau proses yang terbukapada proses modifikasi dimana penanggulangan dengan kondisi untuk kehidupan oleh reproduksi selektif danmemperluasnya. Ukuran-ukuran bekerja berdasar pada adapatasi yang dilibatkan, dan lebih penting lagi, pada bahaya/resiko yang mana perubahan adalah adaptif (Hardestry, 243).
Kondisi yang ekstrem ini merupakan kondisi yang diluar dugaan, yang tidak serta merta terjadi sehari-hari sehingga mengakibatkan perubahan dalam kehidupan. Salah satu kondisi ekstrem yang terkait dengan lingkungan adalah bencana alam seperti yang terjadi pada ahir tahun 2016 dan awal tahun 2017 di Bima, yaitu bencana banjir bandang. Keadaan ini memaksa perempuan untuk sensitif terhadap perubahan yang terjadi yang berujung pada munculnya strategi adaptif untuk mempertahankan ekonominya.
Strategi adaptasi setiap individu berbeda dengan individu lainnya. Dalam sosiologi dan antropologi ketika berbicara tentang adaptasi, kita memfokuskan diri kepada kelompok sosial, tidak dengan individual personal. Kelompok ini (institusi/organisasi) tidak secara langsung teramati, mereka merupakan abstraksi dari perilaku individula yang diamati. Lebih spesifik, kita berbicara tentang instusi yang ada dalam masyarakat, tetapi yang kita pelajari adalah individu, dalam konteks ini adalah subjek perempuan itu sendiri.
Menurut Hardestry, bahwa adaptasi merupakan konsep sentral dalam studi ekologi evolusioner karena itu merupakan suatu proses melalui hubungan-hubungan yang menguntungkan antara oganisme dengan lingkungan yang dibangunnya. Dinamika adaptif mengacu pada perilaku yang didesain pada pencapaian tujuan dan kepuasan kebutuhan dan keinginan dan konsekuensi dari perilaku untuk individu, masyarakat, dan lingkungan. Ada 2 mode analitik utama pada perilaku ini: yaitu tindakan individu yang didesain untuk meningkatkan produktivitasnya, dan mode yang diperbuat oleh perilaku interaktif individu dengan individu lain dalam group, yang biasanya dibangun oleh aturan yang bersifat resiprositas. Perilaku
interaktif tersebut didesain juga untuk memenuhi akhir tujuan dan beberapanya menjadi instrumental (Hardestry,1977). Bagi perempuan, kehilangan wilayah kelola dalam rumah tangga akan memberikan dampak fisik maupun psikologis. Secara fisik, dampak yang dapat dirasakan antara lain bagaimana beban kerja menjadi bertambah, ketidakberdayaan ekonomi, menurunnya tingkat kesehatan, lemahnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan sosial serta membuka celah untuk kekerasan dalam rumah tangga.
Shiva mengemukakan dalam penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim yang cepat memberikan dampak yang buruh bagi perempuan. Hal ini terjadi karena sistem patriarki tidak memberikan banyak pilihan yang tersedia bagi perempuan untuk mengekspresikan pengalamannya sebagai bagian dari yang setara dalam menghadapi krisis lingkungan (Chandraningrum, 2004).
Hardestry mengemukakan ada dua macam perilaku yang adaptif, yaitu perilaku yang bersifat idiosyncratic (cara- cara unik individu dalam mengatasi permasalahan lingkungan) dan adaptasi budaya yang bersifat dipolakan, dibagi rata sesama anggota kelompok, dan tradisi. Bagi Hardestry, adaptasi dilihat sebagai suatu proses pengambilan ruang perubahan, dimana perubahan tersebut ada di dalam perilaku kultural yang bersifat teknologikal ( technological ), organisasional, dan ideological . Sifat-sifat kultural mempunyai koefisiensi seleksi seperti layaknya seleksi alam, sejak tedapat unsur variasi, perbedaan tingkat kematian dan kelahiran, dan sifat kultural yang bekerja melalui sistem biologi. Proses adaptif yang aktual sedapat mungkin merupakan kombinasi dari beberapa
mekanisme biologis dan modifikasi budaya tersebut diatas. Sehingga adaptasi dapatlah disebut sebagai sebuah strategi aktif manusia (Hardestry, 238-240).
Suharto (2002) menyatakan bahwa definisi dari strategi bertahan hidup ( coping strategies) adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap asset yang dimilikinya. Bisa juga disamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan ( Shock and Stress ). Untuk mengatasi goncangan dan tekanan dalam rumah tangga, perempuan dapat mengandalkan strategi adaptif untuk recovery . Strategi bertahan hidup ( coping strategies ) dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu sebagai berikut: a. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri dan mandiri, menggunakan tenaga kerja dari keluarga misalnya anggota keluarga batih dan keluarga luas, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber daya alam di lingkungan sekitar dan sebagainya). b. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran sandang, pangan, pendidikan, rekreasi dan kebutuhan tersier lainnya).
c. Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya, dan
lingkungan kelembagaan (misalnya: meminjam uang tetangga, meminjam diwarung, arisan, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, memanfaatkan dana bantuan dan sebagainya).
## HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Desa Nisa merupakan salah satu desa yang terdapat di Pulau Sumbawa, tepatnya di Kabupaten Bima, Kecamatan Woha. Desa Nisa adalah salah satu dari 15 desa yang ada di wilayah Kecamatan Woha, yang merupakan pecahan dari Desa Tente pada bulan Januari tahun 1999. Desa ini diusulkan dalam pemekaran Desa sekaligus dengan pengangkatan Kepala Desa, Sekretaris dan Perangkat Desa pada tanggal 28 Agustus tahun 1999. Desa pemekaran yaitu Desa Persiapan Nisa diresmikan dan sekaligus Pelantikan Kepala Desa dan perangkat dipusatkan di Desa Persiapan Bala, sejak itulah Desa Persiapan Nisa mulai melaksanakan pemerintahan sendiri. Nisa mempersiapkan lokasi dan sarana Kantor Desa, membentuk lembaga – lembaga desa untuk menjadi syarat dari Desa Persiapan menjadi Desa Definitif. Maka tahun 2002 Desa Persiapan Nisa diresmikan menjadi Desa Definitif, pada saat berjumlah 8 Desa diantaranya Desa Naru dan Sanolo (Profil Desa Nisa, 2016). Istilah Nisa pada umumnya orang Bima menyebutkan adalah gunung atau daratan yang ada di tengah laut, nama Nisa oleh orang tua dulu diambil dari kondisi wilayah Nisa yang terletak dan dilingkari oleh anak sungai, sebelah barat berbatasan dengan Induk Sungai sebelah selatan, timur dan utara dilingkari oleh anak sungai sehingga orang tua dulu
menyebutkan Kampo Nisa, tapi anak sungai yang melingkari Desa Nisa semakin mendangkal dan sekarang sudah hilang sama sekali dan sudah menjadi wilayah pemukiman penduduk desa, penduduk asli Desa Nisa adalah penduduk yang tinggal di Kampung Nisa, kemudian pendatang yang datang dari Desa Ntonggu Kec. Belo dan sekarang mayoritas menempati Dusun Beringin yang merupakan bagian besar dari penduduk Desa Nisa.
Desa Nisa terletak pada dataran rendah dengan jarak dari Ibukota Kecamatan 0,5 km dan Ibukota Kabupaten 25 km. Desa Nisa memiliki kondisi dataran yang rendah serta berbatasan langsung dengan kali Pela Parado disebelah barat dan juga menjadi sasaran luapan banjir kali Desa Cenggu, disebelah timur. Hampiran setiap tahun, Desa Nisa menjadi sasaran luapan banjir dua aliran sungai tersebut.
Keadaan ekonomi masyarakat Desa Nisa ada yang kategori kaya 0,1% dan yang miskin 99,99% dengan mayoritas mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani. penduduk Desa Nisa juga banyak yang bekerja disektor perdagangan, terutama perempuan, guna meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Berdasarkan penelitian, penduduk Desa Nisa banyak bekerja sebagai pedagang, hal ini dikarenakan letak Desa Nisa yang berada pada jantung kota kecamatan. Selain itu profesi buruh juga menjadi mata pencarian utama. Adapun buruh yang digeluti adalah buruh di pasar (kuli angkut) dan buruh bawang.
Sebagian penduduk Desa Nisa adalah Suku Mbojo dengan mayoritas memeluk agama Islam. Penduduk dari suku pendatang kebanyakan dari suku Jawa, Bugis, dan Sasak. Kondisi
kemasyarakatan Desa Nisa termasuk dalam masyarakat paguyuban walaupun lokasi desa ini berada dalam jalur utama provinsi. Masyarakat masih memegang teguh nilai toleransi dan kekerabatan/ kekeluargaan yang tercermin dalam aktivitas kesehariannya.
Letak strategis Desa Nisa yang berada dalam jantung kota kecamatan, memberikan peluang usaha bagi para penduduknya, terutama perempuan. Banyak perempuan bekerja membantu menyokong perekonomian rumah tangga. Walaupun sisitem kekerabatan masyarakat Desa Nisa masih patrilial dengan anggapan laki-laki menjadi tulang punggung utama keluarga, hal ini tidak menyurutkan para perempuan untuk bekerja. Kesadaran untuk meningkatkan ekonomi menjadi dasar bagi para perempuan untuk bekerja tanpa melupakan tugas utama sebagai pengelola rumah tangga.
## 2. Perempuan Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga
Menurunnya tingkat pendapatan keluarga, seringkali mendesak perempuan untuk mencari alternatif peluang usaha baru. Perempuan berusaha memutar otak bagaimana agar ketahanan pangan bisa tercapai, anggota keluarga tercukupi kebutuhannya, bahkan terkadang perempuan rela mengabaikan kepentingan pribadinya agar roda ekonomi keluarga tetap berjalan. Perempuan merupakan pihak yang paling sensitif terhadap perubahan ekonomi dalam rumah tangga.
Peran luar biasa yang banyak diemban oleh perempuan tidak lain adalah sebagai tulang punggung keluarga. Perempuan tidak hanya berkutat pada ranah domestik saja, melainkan juga sebgai pencari nafkah utama. Dalam kesehariannya perempuan
melakukan beban ganda, sebagai pencari nafkah dan menguurus pekerjaan domestik. Seperti halnya yang terjadi pada perempuan di wilayah Nusa Tenggara Barat, banyak dijumpai perempuan yang bekerja di sektor informal. Bahkan menjadi buruh kasar yang didominasi oleh kaum lelaki. Minimnya akses lapangan kerja dan rendahnya pendidikan menjadikan perempuan menggapai pekerjaan yang jauh dari sifat kodratinya yang halus, lembut, pengayom, dan sebagainya. Menjadi buruh pengangkut batu bata, kuli bangunan, tukang angkut sampah, buruh tani, merupakan pekerjaan yang didominasi kaum lelaki, namun di wilayah NTB sudah menjadi hal yang umum jika perempuan berkecimpung di bidang ini.
Tidak menjadi hal yang mengherankan jika pemandangan yang menyuguhkan ketangguhan wanita banyak terjadi di NTB. Perempuan-perempuan tangguh dapat dijumpai di pasar-pasar, bertengger di atap truk, proyek bangunan, tambang batu dan sebagainya. Pemandangan ini menjadi secercah motivasi bagi perempuan lain dalam memberdayakan daya dan kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam ekonomi rumah tangga.
## 3. Strategi Adaptif Para Perempuan dalam Mempertahankan Ekonomi Rumah Tangga Pasca Bencana Banjir
## a. Perubahan Kehidupan Pasca Banjir
Bencana banjir yang terjadi di kabupaten Bima awal tahun 2017 lalu memberi perubahan pada kehidupan masyarakat, salah satunya yaitu kehidupan masyarakat Desa Nisa sebagai salah satu desa terdampak akibat bencana banjir tersebut. Salah satu perubahan yang terjadi di Desa Nisa pasca banjir yaitu perubahan
kondisi ekonomi masyarakat, terutama terhadap perempuan-perempuan yang bekerja sebagai penopang rumah tangga. Sebagian besar masyarakat Desa Nisa banyak berprofesi sebagai buruh bawang baik laki-laki maupun perempuan. Daerah ini merupakan penghasil bawang merah di NTB. Sebelum terjadi banjir pendapatan rumah tangga hanya bergantung dari penghasilan suami yang rata-rata bekerja sebagai buruh bawang. Sebelum terjadi banjir kondisi ekonomi masyarakat masih bergantung dari penghasilan suami yang rata-rata bekerja sebagai buruh bawang, namun setelah terjadi banjir penghasilan sebagai buruh bawang menurun akibat dari banjir yang banyak merendam sawah warga sehingga banyak tanaman bawang yang rusak akibat banjir tersebut. Sehingga membuat perempuan sebagai ibu rumah tangga mencari inisiatif lain dengan berjualan kue sehingga hasil dari berjualan kue tersebut bisa dijadikan sebagai penghasilan tambahan di dalam kehidupan rumah tangga.
Pada umumnya perempuan bekerja bukanlah semata-mata untuk mengisi waktu luang atau mengembangkan karir, melainkan dilakukan untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, karena pendapatan yang diperoleh suaminya dikatakan kurang mencukupi sehingga banyak perempuan di Desa Nisa yang bekerja.
Kehidupan yang ada di Desa Nisa tersebut tidak terlepas dari interkasi sosial yang terjalin diantara mereka. Dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial sudah tentu kita akan membutuhkan bantuan dari orang lain di sekitar kita. Seperti halnya interaksi dan komunikasi yang ada di Desa Nisa ini. Kondisi interaksi tersebut terlihat
dari kehidupan sosial masyarakat Desa Nisa dengan saling bergotong royong bersih desa setiap bulan guna untuk mengantisipasi bencana banjir. Selain itu masyarakat Desa Nisa juga membentuk persatuan ibu-ibu PKK. Kegiatan ini selain membahas masalah sosial juga masalah pendidikan, lingkungan juga di dalamnya diadakan arisan. Kegiatan ini juga sebagai wadah untuk saling mengakrabkan para warga masyarakat.
## b. Eksplorasi Ekonomi Keluarga Pasca Bencana Banjir Bandang
Keikutsertaan perempuan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga adalah merupakan perwujudan dari perannya secara dinamis dari kedudukan dan status perempuan dalam suatu sistem sosial tempat perempuan tersebut berada.
Peran perempuan sangat membantu sebagai penunjang perekonomian rumah tangga, ini tampak jelas di Desa Nisa banyak perempuan yang bekerja guna untuk membantu perekonomian rumah tangga. Peran perempuan bukan hanya bekerja yang berkaitan dengan kedudukan dan kewajiban sebagai ibu rumah tangga saja, seperti: melayani suami, memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak dan lain sebagainya. Tetapi juga membantu bagaimana caranya memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini terlihat dari banyaknya perempuan yang bekerja sebagai pedagang, petani, bahkan sebagai buruh bawang.
Keadaan perempuan di Desa Nisa yang berperan ganda, yaitu disamping melakukan pekerjaan rumah tangga, namun juga melakukan pekerjaan di luar rumah tangganya untuk mendapatkan nafkah. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, para perempuan tidak hanya
melakukan satu pekerjaan saja namun juga ada pekerjaan-pekerjaan lain yang juga mereka lakukan, misalnya sebagai buruh tani ketika musim tanam padi tiba. Penghasilan dari buruh tani tersebut mereka biasanya dibayar 50.000 perhari dengan waktu kerja 9 jam.
Selain itu beban tanggungan keluarga yang tidak hanya cukup dari mengandalkan penghasilan suami, misalnya untuk biaya pendidikan anak, biaya belanja sehari-hari, biaya listrik dan lain sebagainya, sehingga membuat perempuan ikut aktif dalam bekerja membantu perekonomian keluarga.
Bencana banjir bandang di Kabupaten Bima juga menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi warga desa Nisa. Banjir tersebut tidak hanya merugikan masyarakat secara material namun juga secara psikis karena banjir tersebut menimbulkan traumatik bagi masyarakat. Akibat dari bencana banjir bandang tersebut kerugian yang dialami oleh warga desa Nisa cukup besar, tidak hanya atap rumah mereka yang rusak parah, namun juga peralatan elektronik seperti TV, kulkas juga ikut rusak akibat terendam banjir. Selain itu ternak-ternak mereka juga mati akibat banjir tersebut.
## c. Perbedaan Pekerjaan Sebelum dan Sesudah
Desa Nisa merupakan desa yang memiliki letak strategis, yaitu dekat dengan pasar dan letaknya di dekat jalur jalan raya provinsi. Namun, letak kota yang berada di lembah juga menjadi ancaman genangan air. Apalagi ditambah lokasi dua sungai yang membelah desa Nisa tidak kuat menampung debit air yang turun dari bendungan Parado. Banjir yang berulang telah mengubah kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat Desa Nisa yang berimbas pada perbedaan pekerjaan sebelum dan sesudah bencana banjir bandang.
Kaum perempuan beradaptasi dengan perubahan bencana banjir dengan mengubah pola ketergantungan terhadap pendapatan suami. Bila sebelumnya pendapatan keluarga hanya mengandalkan sepenuhnya kepada suami maka pasca banjir, banyak kaum perempuan desa Nisa yang mencoba mencari peruntungan pekerjaan untuk menunjang ekonomi keluarga. Alternatif-alternatif pekerjaan baru dijadikan sampingan selain pekerjaan utama. Bahkan menjadi pilihan bagi perempuan yang tidak bekerja atau tidak berpenghasilan. Akan tetapi ada juga yang tidak mengalami perubahan pekerjaan pasca bencana banjir bandang. Perempuan memilih menggeluti usaha yang sama dengan skala yang sama juga terkait dengan faktor kemampuan ekonomi mereka.
## d. Pekerjaan yang Dilakukan setelah Bencana Banjir
Bencana banjir yang menerjang Desa Nisa telah mengubah pola pikir masyarakat, khususnya perempuan tentang strategi bertahan hidup. Perubahan strategi bertahan hidup ini sebagai alternatif dalam mempertahankan tiang ekonomi rumah tangga karena masyarakat sadar bencana banjir ini berulang setiap tahunnya.
Tidak semua kaum perempuan di Desa Nisa mencari pekerjaan pasca bencana banjir. Banyak juga perempuan yang tetap mengandalkan pendapatan dari suami dan hasil pertanian. Keterbatan menjadi alasan utama bagi perempuan untuk meraih peluang-peluang usaha ditambah dengan perubahan-perubahan kondisi perekonomian keluarga.
Uniknya, sebagai sebagai ibu rumah tangga, perempuan tidak mengakui jika
ibu rumah tangga adalah sebuah profesi. Pengetahuan mereka jika perempuan yang bekerja menghasilkan uang baru dianggap bekerja, walaupun perempuan Desa Nisa ini memiliki pekerjaan sampingan. Konstruksi sosial tentang definisi kerja melatarbelakangi penilaian sosial tentang pekerjaan tersebut. Komersialisasi serta orientasi penghargaan terhadap status sosial ekonomi menempatkan perempuan dalam kerja yang tidak tampak ( invisible ). Konstruksi sosial ini menjadi titik lemah bagi perempuan dalam eksistensi di rumah tangga. Mereka tidak menyadari bahwa eksistensi dalam rumah tangga ditunjukkan dengan peran yang dijalani, walau sebagai ibu rumah tangga. Contoh kasus seperti berikut, pertanyaan yang sering dilontarkan adalah “apa pekerjaan Anda”, sebagian besar menjawab tidak bekerja, hanya ibu rumah tangga.
## e. Strategi Adaptif Perempuan Desa Nisa Pasca Banjir Bandang
Seperti kita ketahui dalam uraian teoritis di atas, perempuan sangat sensitif terhadap perubahan sekecil apapun dalam keluarga. Berbagai usaha dilakukan sebagai bagian dari strategi adaptif pascabanjir. Strategi adaptif tidak hanya menyangkut pada pencarian profesi baru atau memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Namun, strategi adaptif yang dilakukan oleh perempuan di Desa Nisa juga menyangkut strategi aktif, pasif, dan strategi jaringan.
Strategi bertahan hidup ( coping strategies ) dalam mengatasi goncangan dan tekananekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Strategi bertahan hidup dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu strategi aktif, pasif dan jaringan. Adapun strategi-strategi adaptif yang dilakukan oleh perempuan Desa
Nisa adalah sebagai berikut:
1) Strategi aktif, misalnya mengoptimalkan segala potensi keluarga.
Optimalisasi anggota keluarga diharapkan dapat menambah pendapatan keluarga. Contohnya dengan memberdayakan orang terdekat seperti anak, keponakan, dan orang tua. Hal lain yang dilakukan adalah memperpanjang jam kerja serta menambah peluang- peluang usaha lain sesuai dengan kapasitasnya misalnya berjualan kue, berdagang, menjadi buruh, danbertani. Selain itu memanfaatkan sumber daya alam dilingkungan sekitar juga dilakukan sebagai bagian strategi adaptif, walau sumber daya alam terbatas akibat terjangan banjir.
## 2) Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga.
Tindakan pengurangan kebutuhan keluarga dilakukan oleh hampir seluruh informan yang menjadi fokus penelitian. Hal yang dilakukan dalam strategi pasif adalah mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan tersier. Sebagian besar perempuan di Desa Nisa mengemukakan mengurangi pengeluaran untuk rekreasi, biaya komunikasi, jajan, pembelian sandang, aksesori rumah.
3) Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan.
Strategi jaringan yang dilakukan oleh perempuan Desa Nisa adalah meminjam uang tetangga, namun tindakan ini terbatas sekali karena ada prinsip-prinsip budaya yang menjadi konstruksi sosial dalam kehidupan masyarakat Bima, yaitu budaya malu. Mereka mencoba sebisa mungkin
untuk mengutang kepada pihak terdekat. Strategi lain yang dilakukan antara lain mengutang diwarung namun tidak dalam skala yang besar. Berdasarkan penuturan perempuan di desa Nisa, mereka tidak pernah memanfaatkan program kemiskinan bahkan tidak mempunyai informasi terhadap program kemikinan. Memberdayakan anggota keluarga menjadi salah satu strategi adaptif yang dilakukan para perempuan di desa Nisa pasca banjir bandang. Biasanya memerdayakan anggota keluarga dimulai dari anggota terdekat dahulu yaitu anak, ketika anak susah siap bekerja maka diberikan keleluasaan untuk bekerja. Selain memberdayakan keluarga, strategi adaptif yang bersifat aktif antara lain yaitu memperpanjang jam kerja dan memanfaatkan sumber daya alam.
## f. Aspek Ketersediaan Sumber Daya Lokal untuk Menunjang Strategi Adaptif
Sebagian besar penduduk Desa Nisa mengandalkan pertanian sebagai mata pencarian utama dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Hasil pertanian digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selebihnya dijual. Selain padi, tanaman lain yang dikembangkan adalah jagung dan kacang-kacangan. Jumlah area yang terjangkau irigasi meningkat sebesar 10 Ha per tahunnya. Jumlah fasilitas pertanian bertambah 1 unit per tahunnya. Serta tingkat pendapatan Masyarakat yang semakin meningkat walaupun tidak seimbang dengan nilai jual hasil petani dibandingkan dengan nilai pembelian bibit.
Hasil penelitian mengindikasikan ketergantungan masyarakat Desa Nisa yang tinggi terhadap alam. Pengolahan
sumber daya alam menggunakan sistem irigasi telah lama diterapkan oleh masyarakat, apalagi ditambah adanya bendungan Parado yang mengaliri lahan pertanian. Pasca banjir, sumber daya alam tidak bisa memberikan harapan untuk bertahan hidup akibat dampak kerusakan yang ditimbulkan.
Kondisi yang berubah pasca banjir baik fisik maupun non-fisik (sosial, ekonomi, dan budaya) menuntut terjadinya pergeseran peran kaum perempuan. Kaum perempuan dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap kemungkinan kondisi yang beruba untuk mempertahankan kelangsungan hidup anggota keluarganya. Mereka mengabaikan nilai dan norma yang dipegang teguh, salah satunya adalah dengan meminta bantuan kepada orang tua, padahal biasanya mereka yang memberikan sedikit dari hasil panen.
## g. Peluang-Peluang Usaha yang Dikembangkan
Kondisi pascabanjir banyak memberikan peluang usaha untuk dikembangkan, walau tidak dapat sepenuhnya bergantung kepada alam. Bagi perempuan, kehilangan wilayah kelola rumah tangga baik itu peralatan maupun aktivitas, akan memberikan pukulan yang menyakitkan. Disamping akan menambah beban kerja juga berdampak pada kesehatan dan potensi kekerasan dalam rumah tangga.
Sebagai pengelola rumah tangga, seringkali perempuan lebih sensitif dibandingkan laki-laki. Apalagi jika perempuan tersebut adalah tulang punggung keluarga, berbagai strategi diterapkan untuk kesiapan dan ketahanan pangan. Peran perempuan yang vital dalam
keluarga seringkali mendesak perempuan untuk mencari alternatif-alternatif pendapatan tambahan, seperti yang terlihat pada kasus ibu Yn. Perempuan di Desa Nisa banyak terdesak untuk mencari peluang usaha lain untuk dikembangkan, mulai dari menanan tanaman pangan di halaman, menjadi buruh kupas bawang, buruh cuci, pedagang keliling, dan memproduksi makanan. Dengan demikian terlihat bahwa ada peningkatan beban kerja karena desakan ekonomi akibat hilangnya wilayah kelola atau menyempitnya wilayah usaha.
## h. Dasar Motivasi Melakukan Strategi Adaptif
Setahun pasca banjir, kondisi perekonomian masyarakat Desa Nisa tidak bisa sepenuhnya stabil. Walaupun roda perekonomian terus berputar, masyarakat mengaku masih kesulitan untuk dapat kembali kepada keadaan ekonomi seperti sebelum banjir. Masih banyak kerugian-kerugian yang belum bisa ditutup dari pendapatan dan strategi adaptif yang dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, dasar para perempuan melakukan strategi adaptif sebagian besar karena faktor recovery ekonomi rumah tangga. Mereka berharap dengan melakukan strategi adaptif dapat menopang ekonomi rumah tangga, menutup kerugian pasca banjir, menambah modal untuk usaha lain, dan menabung untuk mengantisipasi kemungkinan banjir berulang.
## i. Kendala dalam Melakukan Strategi Adaptif
Ketika perempuan memiliki peran ganda dalam menjalankan tugasnya,
kadang kala ada masalah-masalah yang harus dihadapi perempuan. Selain berperan dalam hal menjaga anak, peran anggota keluarga yang tidak bisa membantu secara langsung adalah mendukung kegiatan usaha, karena anggota keluarga yang lain memiliki pekerjaan yang berbeda. Peran anggota keluarga disni adalah mengurus nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kendala yang dihadapi dalam melakukan strategi adaptif antara lain terbatasnya modal serta sumber daya manusia dari perempuan Desa Nisa itu sendiri. Rata-rata pendidikan tertinggi adalah SMA selain itu ketrampilan usaha yang dimiliki juga terbatas, jadi mereka hanya mengandalkan dari sektor perdagangan, jasa, dan pertanian.
Selain kendala di atas, terdapat faktor luar yang memengaruhi usaha strategi adaptif perempuan yaitu sarana prasarana yang tidak memadai serta tingkat pendapatan yang kurang karena dipengaruhi cuaca. Hal ini signifikan dengan profesi yang banyak ditekuni oleh perempuan Desa Nisa yaitu sebagai buruh pengupas bawang. Perubahan cuaca yang tidak menentu memberikan impak bagi hasil pertanian hingga memberikan efek domino kepada perempuan Desa Nisa.
Faktor lain yang berperan penting dalam strategi adaptif perempuan adalah penguatan kelembagaan yang dikung oleh sistem pemerintahan desa. Namun, hal ini menjadi kendala yang berat karena belum adanya kelembagaan ekonomi mikro desa yang kuat, yang mampu memberikan pelayanan kredit modal usaha untuk membangkitkan perekonomian bagi warga desa berupa program simpan pinjam, yang sasarannya masyarakat umum maupun khusus perempuan.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Strategi adaptif perempuan di Desa Nisa pasca banjir bandang dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi antara lain strategi aktif, pasif, dan memanfaatkan jaringan. Strategi aktif yang dilakukan oleh perempuan Desa Nisa antara lain dengan menggunakan SDM untuk meningkatkan ekonomi, yaitu SDM dari orang terdekat misalnya anak dan suami. Selain itu adalah memperpanjang jam kerja untuk meningkatkan pendapatan dengan menambah usaha pengelolaan. Tindakan lain yaitu dengan memanfaatkan sumber daya walau terbatas, namun mereka masih berusaha mendapatkan akses ke sumber daya alam.
Strategi pasif yang dilakukan oleh perempuan Desa Nisa antara lain dengan mengurangi pengeluaran keluarga. Hal ini dilakukan dengan koordinasi dari seluruh anggota keluarga. Strategi jaringan dilakukan dengan meminjam uang dari keluarga terdekat, mengutang di warung, dan meminjam di bank. Dengan usaha tersebut dapat meningkatkan perekonomian rumah tangga. Sedikit demi sedikit mereka berusaha menyusun kembali tiang perekonomian rumah tangga akibat banjir.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan strategi adaptif adalah kurangnya keterampilan untuk meningkatkan peluang usaha, sumber daya alam yang terbatas, serta tidak adanya penguatan kelembagaan yang berfokus kepada ekonomi kaum perempuan.
Perempuan Desa Nisa sebaiknya lebih bisa memanfaaatkan sumber daya alam dengan mengolahnya menjadi barang yang lebih bernilai jual. Perempuan harus lebih kreatif dan inovatif, hal ini bisa dengan memanfaatkan teknologi
internet untuk menambah wawasan bagi pemerintah sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi penduduk Desa Nisa agar tidak bergantung pada sumber daya lokal. Serta memberikan penguatan kelembagaan untuk memberdayakan perempuan misalnya dengan bank khusus perempuan, bank sampah, simpan pinjam khusus perempuan, dan berbagai penguatan lainnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Goode, William J. 1995. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.
Hardesty, D. L. (1977). Ecological Anthropology , New York: McGraw- Hill. Hardesty, D. L. (1977). Ecological Anthropology , New York: McGraw-Hill.
Hunga, Ina dan Dewi Candraningrum.
2017. Ekofenimisme IV (Tanah, Air, dan Rahim Rumah) . Salatiga: Parahita Press.
Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan. 2013. Karier dan Rumah Tangga. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Khairuddin. 1992. Sosiologi Keluarga . Yogyakarta: Nur Cahaya.
Loekman Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.
Ritzer, George. 2010. Teori Sosial Modern . Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Sajogyo, Pudjiwati. 1989. Sosiologi Pembangunan . Jakarta: IKIP Jakarta. Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Keluarga . Jakarta: Rineka Cipta.
Suwarsono dan Alvin. 2013. Perubahan Sosial dan Pembangunan . Jakarta: LP3ES.
|
84165cac-7c7e-4c1e-894d-ebebea665d46 | https://journal.poltekpar-nhi.ac.id/index.php/barista/article/download/625/159 |
## Strategi Pariwisata Terintegrasi Berbasis Sentralitas Spasial Pada Desa Wisata Di Kabupaten Sleman
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri ⁴ , Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah ⁵ , Maulidina Ihza Almayda ⁶ , Riki Subianto ⁷ Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Email: [email protected]
## Abstrak
Desa wisata merupakan salah satu prioritas program pengembangan pariwisata Indonesia, namun pengembangannya kerap dihadapkan oleh beberapa persoalan salah satunya yaitu penawaran daya tarik wisata yang serupa antar desa wisata. Begitu pula persoalan yang dihadapi oleh Kabupaten Sleman dalam pengembangan desa wisatanya. Dengan demikian perlu adanya strategi pariwisata terintegrasi guna menciptakan jaringan kerja sama antar desa wisata. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi dan memaknai konektivitas serta hubungan antar desa wisata dilanjutkan dengan merumuskan strategi pariwisata terintegrasi berbasis sentralitas spasial pada desa wisata di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei melalui daftar periksa dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan analisis konstruksi jaringan spasial model gravitasi dan Geographic Information System (GIS). Hasil dari penelitian ini menunjukkan kerangka operasionalisasi strategi pariwisata terintegrasi berdasar pada tujuh aspek signifikansi pariwisata terintegrasi menurut Oliver dan Jenkins (2001) dan hirarki klasifikasi peran desa wisata berdasarkan sentralitas spasial.
Kata Kunci: Desa Wisata, Sentralitas Spasial, Strategi Pariwisata Terintegrasi
## Abstract
Tourism village is one of Indonesia's tourism development priorities program, but its development is often faced several issues, one of its issues is the offer of similar tourist attractions between tourism villages. Likewise, the issues faced by Sleman Regency in the development of its tourism village. Thus, it is necessary to have an integrated tourism strategy to create a cooperation network between tourism villages. The purpose of this study is to identify and interpret connectivity and relationships between tourism villages, followed by formulating an integrated tourism strategy based on spatial centrality in tourism villages in Sleman Regency. The method used is a quantitative research method with a survey approach through checklists and interviews. The data analysis technique uses spatial network construction analysis of gravity models and Geographic Information System (GIS). The results of this study indicate the operationalization framework of an integrated tourism strategy based on seven aspects of the significance of integrated tourism according to Oliver and Jenkins (2001) and a hierarchy of classification of tourism village roles based on spatial centrality.
Keyword: Tourism Village, Spatial Centrality, Integrated Tourism Strategy
## A. PENDAHULUAN
Pengembangan pariwisata Indonesia dewasa ini memfokuskan pada desa wisata sebagai agenda prioritas dalam program pengembangan pariwisata Indonesia berikut ketetapan Kementerian Pariwisata Kabinet Kerja (2015-2019, dalam Arida dan Punjani, 2017). Setali tiga uang dengan prioritas pengembangan pariwisata di Kabupaten Sleman pada 50 desa wisata teridentifikasi dengan keunikan dan kelengkapan produk wisata desa wisata yang ditawarkan.
Namun dalam perkembangannya, desa wisata dihadapkan oleh beberapa persoalan, berdasark an perolehan data pada penelitian basic research yang mengkaji terkait “Pemetaan Produk Wisata Desa Wisa ta Maju dan Mandiri di Kabupaten Sleman”, belum ditemukan adanya kriteria pemetaan produk desa wisata secara spesifik serta penawaran daya tarik yang serupa satu sama lain. Pemetaan produk wisata dapat dimanfaatkan lebih lanjut dalam pembuatan strategi yang menaungi desa-desa wisata di Kabupaten Sleman. Sejalan dengan hal tersebut,
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
pengelolaan pariwisata terintegrasi yang didasarkan pada sentralitas spasial dapat menghasilkan efektivitas pengelolaan kawasan dan pemaknaan juga pengembangan koneksi antar desa wisata tetangga.
Demikian penelitian terdahulu oleh Zhang RY, Xi JC, Wang SK, et al. (2015) dan Lee et al. (2013), masing-masing menunjukan hasil bahwa sentralitas desa dapat berkontribusi untuk membangun sebuah struktur hierarki terintegrasi dan pembagian klasifikasi peran desa berdasarkan sentralitas yang dapat menjadi dasar untuk pengembangan lebih lanjut dalam penerapan strategi pariwisata terintegrasi. Analisis jaringan konektivitas melalui sentralitas spasial dapat menjadi acuan dalam pengelolaan pariwisata yang lebih terintegrasi khususnya dalam pengembangan desa wisata di Kabupaten Sleman.
Oleh karena itu, hal ini mengarahkan peneliti untuk mengidentifikasi dan memaknai konektivitas serta hubungan antar desa wisata di Kabupaten Sleman dilanjutkan dengan merumuskan strategi pariwisata terintegrasi berbasis sentralitas spasial pada desa wisata di Kabupaten Sleman. Adapun konsep dan teori yang digunakan pada penelitian ini meliputi :
## Rural Tourism Area
Pariwisata pedesaan bukanlah suatu bentuk pariwisata yang konkret, namun merupakan sekumpulan jenis dan kategori pariwisata, yang memberikan keseluruhan pengalaman pedesaan dan sarana pasokan beragam elemen unik dan umum yang terstruktur secara memadai, alami, dan berbasis tradisi yang dapat dipertimbangkan (Fehér and Kóródi, 2007:214 dalam David, 2011).
## Sentralitas Spasial
Sentralitas spasial menggambarkan struktur hubungan antara entitas yang diberikan dan menerapkan teknik kuantitatif untuk menghasilkan indikator dan hasil yang relevan untuk mempelajari karakteristik seluruh jaringan, dan posisi entitas individu dalam struktur jaringan (Shih, 2006:1031). Analisis jaringan wisata pedesaan, ditentukan melalui tiga indeks sentralitas.
1. Degree Centrality
Menurut Freeman (1979) dalam Zhang et al, (2015:761), degree centrality merupakan hitungan jumlah edge (rusuk atau jaring) yang terjadi pada node (elemen graph) tertentu. Degree centrality yang mempertimbangkan interaksi wisata spasial antar desa ditunjukkan dengan:
(1)
Dimana CD (i) merupakan derajat sentralitas dari suatu kawasan pedesaan, n menunjukkan jumlah desa, dan STIij menunjukkan interaksi spasial pariwisata antara desa ke-i dan desa ke-j. Interaksi spasial pariwisata berdasarkan gravity model ditunjukkan dengan:
## (2)
Di mana T menunjukkan tingkat perkembangan desa wisata, yang ditentukan dari keunikan atraksi dan kelengkapan fasilitas. Dij sendiri menunjukkan indeks jarak antara desa ke-i dan desa ke-j yang digunakan sebagai faktor gesekan (friction factor) dalam model ini. Sedangkan parameter yang kami gunakan berskala 1 sampai 2 sebagaimana penelitian terdahulu dilakukan. Model perhitungan T dari model (2) ditunjukkan dengan:
(3)
Dimana merupakan keunikan atraksi dan t_i2 merupakan kelengkapan fasilitas. W
merupakan bobot ( = 0.65, = 0.35). Proses untuk mengevaluasi indeks jarak sama dengan proses untuk menentukkan tingkat standar pariwisata desa yang ditunjukkan dengan:
Di mana Dij merupakan indeks jarak SPij adalah jarak jalur terpendek antara desa i dan desa j. Sedangkan SPmax dan SPmin adalah nilai jarak maksimum dan minimum antar desa di seluruh struktur jaringan.
## 2. Betweenness Centrality
Sentralitas keperantaraan adalah proporsi dari semua geodesi antara node itu sendiri dan pasangan yang terbentuk dengan node lain (Freeman, 1979; Kim, 2003), yang ditunjukkan lewat rumus:
## (5)
Di mana CB(m) menunjukkan sentralitas keperantaraan suatu desa, n adalah jumlah desa, gij adalah jumlah jalur terpendek antara desa i dan j, dan gimj adalah frekuensi kejadian di mana desa m terletak di jalur terpendek antara desa i dan j.
## 3. Eigenvector Centrality
Sentralitas eigenvektor adalah ukuran pentingnya suatu node dalam suatu jaringan dan didasarkan pada gagasan bahwa suatu node lebih sentral jika berhubungan dengan node yang juga sentral (Ruhnau, 2000 dalam Lee et. al, 2013:16). Dalam jaringan spasial ini, n merupakan jumlah total dari node, a adalah matriks jaringan yang berdekatan. a ij = 1 apabila terdapat koneksi antara node ini dan (i, j) , serta a ij = 0 jika tidak. 1, 2, … n adalah eigenvalues atau nilai eigen dari a, dan eigenvector dari setiap nilai eigen adalah e = (e 1 , e 2 ,… e n ), sebagai berikut: . Sentralitas eigenvector ditunjukkan dengan rumus berikut
(6)
## Strategi Pariwisata Terintegrasi
Konsep “pariwisata terintegrasi” dapat dipahami sebagai salah satu bentuk upaya yang membantu dalam memahami potensi pariwisata pada wilayah pedesaan agar tetap berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial, budaya, struktur alam dan manusia dari wilayah tersebut (Sharpely, 2000; Swarbrooke, 1999, dalam Oliver dan Jenkins, 2003: 296). Peneliti memilih konsep terapan Jenkins & Oliver (2001) dalam Oliver dan Jenkis (2003) sebagai kerangka operasionalisasi mengingat analisis jaringan yang merupakan modal awal signifikansi strategi pariwisata terintegrasi telah dilakukan penliti melalui sentralitas spasial. Terdapat 7 aspek signifikansi pariwisata terintegrasi, yang terdiri atas:
## 1. Jaringan ( Network )
Menyiratkan dan terfokus pada jaringan ( network ), hubungan ( relationship ) dan kemitraan ( partnership ).
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
## 2. Skala (Scale)
Mengacu pada ukuran dan luas sumber daya pariwisata serta volume dan dampak kegiatan pariwisata yang kaitannya dengan ekonomi, sosial, budaya dan sumber daya yang ada.
3. Endogenitas ( Endogeneity )
Strategi pembangunan endogen atau bottom-up dapat dilakukan dengan mencakup strategi yang berfokus pada aspek ekonomi, lingkungan dan budaya dari suatu wilayah.
4. Keterikatan ( Embeddedness )
Menyiratkan bahwa sumber daya atau aktivitas pariwisata harus secara langsung terkait dengan tempat dan hubungan yang dibentuk merupakan konteks sosial-budaya tertentu dari wilayah tersebut (Hinrichs, 2000; Murdoch, 2000b, dalam Oliver dan Jenkins, 2003).
5. Keberlanjutan ( Sustainability )
Suatu bentuk pariwisata yang memperhatikan keadaan saat ini dan dampak yang akan datang (dampak ekonomi, dampak sosial, dan dampak lingkungan), serta memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan, industri, dan masyarakat lokal, begitu juga dengan lingkungannya. (Zamfir & Corbos, 2015:85)
6. Komplementaritas ( Complementary )
Perlu adanya kerja sama antara beberapa pemangku kepentingan pariwisata guna menjalin suatu bentuk kemitraan untuk mendorong strategi saling melengkapi antara pariwisata dan sektor lainnya. Selain itu, aspek ini turut mengutamakan keberagaman dan keunikan produk yang dirangkai sehingga membentuk sifat komplementer atau saling melengkapi.
7. Pemberdayaan ( Empowerment )
Bentuk manifestasi dari kontrol lokal atas sumber daya dan aktivitas wisata serta potensi yang dapat dikembangkan dan terikat langsung dengan wilayah tertentu (Jenkins & Oliver, 2001, dalam Oliver dan Jenkins, 2003).
## B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan ialah metode kuantitatif dengan pendekatan survei. Menurut Silaen (2018:18) penelitian kuantitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa angka-angka dan umumnya dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial. Metode ini dipilih megingat kebutuhan peneliti di dalam menjabarkan konektivitas serta interaksi (STI) antar desa melalui formula/rumus, yang kemudian akan diolah menjadi kalimat interpretasi deskriptif yang mendasari strategi. Untuk memperoleh data-data tersebut, penelitian ini menggunakan metode pendekatan survei. Menurut Sugiyono (2017:6), metode survei merupakan penelitian yang dilakukan ditempat alamiah untuk mendapatkan data dengan perlakuan melalui kuesioner, tes, dan wawancara terstruktur. Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan adalah daftar periksa (checklist) berisi informasi konektivitas terkait dan tabel verifikasi data penelitian online yang telah dilakukan peneliti sebelumnya melalui wawancara, berikut pertanyaan terkait eksistensi upaya integrasi antar desa sebagai data ketika strategi dioperasionalisasikan.
Peneliti menggunakan Geographic Information System (GIS) dan analisis jaringan digunakan untuk mengevaluasi sentralitas spasial dan mengklasifikasikan desa berdasarkan sentralitasnya untuk mengembangkan strategi pariwisata terintegrasi yang mempertimbangkan sumber daya produk desa
wisata. Peneliti mengkonstruksi jaringan spasial dengan menyajikan evaluasi derajat (degree), betweenness dan eigen vector sentralitas masing-masing desa. GIS yang diperoleh dari informasi di internet (Google maps) maupun SHP (shapefile) akan ditinjau langsung dengan penjajajakan oleh peneliti untuk memastikan ketepatan, kondisi aktual, dan kualitas aksesibilitas antar desa. Sedangkan validasi data terkait keunikan atraksi dan kelengkapan fasilitas desa wisata akan dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan pihak pengelola desa yang juga akan didasari oleh daftar periksa.
## C. HASIL DAN ANALISIS
Analisis sentralitas spasial berdasarkan Spatial Tourism Interaction akan meliputi tiga bagian yaitu analisis degree centrality, betweenness centrality, dan eigenvector centrality. Perhitungan formula STI diawali melalui analisis sentralitas dengan membuat konektivitas antar dua belas desa dengan mengutamakan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten. Konektivitas yang terbuat merupakan elaborasi antara survei aksesibilitas yang dilakukan peneliti, dan data jalan pada GIS (Geographic Information System) serta membutuhkan data terkait spasial lain yakni letak astronomis, dan titik koordinat. Selanjutnya Konektivitas diinterpretasikan dalam bentuk peta konektivitas kedua belas desa wisata unit analisis di Kabupaten Sleman.
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
## Gambar 2 : Peta Konektivitas 12 Desa Wisata
## Spatial Tourism Interaction
Pada penelitian ini spatial tourism interaction direpresentasikan sebagai aliran jaringan dengan bobot dalam tautan jaringan spasial yang dapat diukur dengan menggunakan model interaksi spasial, seperti model gravitasi. Model gravitasi digunakan untuk mengestimasi interaksi spasial pariwisata karena pariwisata juga melibatkan pergerakan manusia akibat adanya interaksi pariwisata seperti dalam melakukan paket kegiatan wisata terkait atraksi dan kelengkapan amenitas seperti homestay yang disediakan.
Perhitungan formula Spatial Tourism Interacton juga akan dipengaruhi oleh penilaian pada aspek keunikan atraksi dan kelengkapan fasilitas. Perhitungan pada komponen T dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian dari bobot (w) dan rating masing-masing aspek. Dengan ketentuan bobot (w) w1 = 0.65 untuk aspek keunikan atraksi (A) dan w2 = 0.35 untuk aspek kelengkapan fasilitas (F).
## Tabel 1. Rating Aspek 12 Desa Wisata
Rating Desa Wisata di Kabupaten Sleman Aspek Keunikan Atraksi (A) dan Kelengkapan Fasilitas (F) Desa Wisata A F Desa Wisata A F Pulesari 1.65 1.79 Sidoakur Jethak II 1.15 1.10 Kelor 1.55 1.76 Grogol 1.50 1.30 Pancoh 1.60 1.80 Dukuh 1.15 1.15 Srowolan 1.11 1.08 Kembangarum 1.80 1.60 Pentingsari 1.75 2.00 Sambirejo 1.60 1.50 Tanjung 1.32 1.47 Brayut 1.40 1.50 Sumber: Olahan Peneliti, 2021
## Analisis Sentralitas Spasial berdasarkan STI
Analisis jaringan 12 desa wisata unit analisis selanjutnya dilakukan dengan menghitung sentralitas spasial seperti degree, betweenness dan eigenvector centrality yang akan mempertimbangkan jumlah link/koneksi langsung yang telah diketahui pada STI (Spatial Tourism Interaction).
Tabel 2. Matriks Spatial Tourism Interaction (STI) Pu Ke Pa Sr Pe Ta Si Gr Du Ke Sa Br Pu 7.347 8.032 0 10.210 8.671 0 0 0 0 13.703 0 Ke 7.331 0 0 0 0 0 0 0 7.812 0 0 Pa 7.859 0 6.473 9.112 8.024 0 10.406 7.401 8.418 12.898 0 Sr 6.761 0 7.453 7.384 6.173 0 0 4.563 6.056 9.66 0 Pe 10.486 0 9.112 7.384 9.017 0 11.898 8.640 9.812 13.130 0 Ta 8.617 0 8.024 5.825 8.526 0 7.988 0 8.029 10.699 5.897 Si 0 0 0 0 0 0 6.087 0 0 0 0 Gr 0 0 10.368 7.533 11.754 8.075 5.999 6.868 0 6.838 0 Du 0 0 6.915 4.659 7.777 0 0 7.063 6.166 9.772 5.404 Ke 0 7.812 8.302 6.160 9.719 7.990 0 0 6.926 13.124 0 Sa 9.4 0 8.457 6.168 8.337 6.606 0 8.845 1.270 8.875 0 Br 0 0 0 0 0 5.776 0 0 5.404 0 0
Sumber: Olahan Peneliti, 2021
## Degree of Centrality
Setelah STI antar desa ditemukan, kemudian derajat sentralitas dapat dihitung dengan menjumlahkan STI tiap desa yang terhubung secara langsung. Derajat sentralitas akan mengindikasikan kemudahan pencapaian secara geografis dari desa-desa wisata lain. Berikut adalah tabel hasil perhitungan degree centrality:
Tabel 3. Derajat Sentralitas 12 Desa Wisata Desa Wisata ( Rank Desa Wisata ( Rank Pulesari 2.701 9 Sidoakur 0.553 12 Kelor 1.376 10 Grogol 5.221 6 Pancoh 6.417 2 Dukuh 4.341 8 Srowolan 5.049 7 Kembangarum 5.457 5 Pentingsari 7.225 1 Sambirejo 5.749 4 Tanjung 5.782 3 Brayut 1.016 11
Sumber: Olahan Peneliti, 2021
Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa Desa Wisata Pentingsari memiliki derajat sentralitas yang tinggi, yakni sebesar 7.225, selanjutnya adalah Desa Wisata Pancoh dengan derajat sentralitas sebesar 6.417, dan diikuti Desa Wisata Tanjung dengan derajat sentralitas sebesar 5.782. Nilai degree of centrality menunjukkan ketiga desa ini memiliki kuantitas koneksi langsung yang tinggi dengan desa lain dan juga didukung oleh bobot pada penilaian aspek atraksi dan fasilitas.
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
## Betweenness Centrality
Sentralitas antara akan megindikasikan desa sebagai transportation junction (persimpangan transportasi, dimana desa-desa tersebut merupakan pusat konektivitas dan dilalui saat akan mengunjungi desa lainnya. Sentralitas antara dihitung dengan menjumlahkan berapa kali desa tersebut dilalui dalam sebuah jalur antara dua desa. Setelah itu dilakukan denominator dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Sentralitas Antara 12 Desa
Pu Ke Pa Sr Pe Ta Si Gr Du Ke Sa Br Denomi- nator 3/55 12/5 5 0 4/55 0/55 7/55 1/55 20/5 5 30/5 5 28/ 55 0 4/5 5 Between- ness centrality 0.05 4 0.21 8 0 0.07 2 0 0.12 7 0.01 8 0.36 3 0.54 5 0.5 09 0 0.0 72
## Sumber: Olahan Peneliti, 2021
Hasil pada tabel tersebut menunjukkan Desa wisata Pulesari (0.054), Desa wisata Kelor (0,218), Desa wisata Srowolan (0.072), Desa wisata Pentingsari (0.018), Desa wisata Tanjung (0.0127), Desa wisata Grogol (0.363), Desa wisata Dukuh (0.527), Desa wisata Kembangarum (0.509) dan Desa wisata Brayut (0.072) merupakan transportation junction. Sedangkan tiga desa wisata yang memiliki tingkat Sentralitas Antara 0 yaitu Desa wisata Pancoh, Sambirejo, dan Pentingsari merupakan endspoint (titik akhir) dari jaringan, dimana desa-desa tersebut tidak memiliki fungsi transit dalam jaringan desa wisata.
## Eigenvector Centrality
Sentralitas eigenvector menunjukkan seberapa penting hubungan yang dimiliki sebuah desa dengan desa tetangganya. Hubungan dengan desa yang penting jauh lebih berdampak dibanding hubungan dengan desa yang tidak memiliki peran yang menonjol dalam sebuah jaringan. Dalam menghitung sentralitas eigenvector, peneliti memasukan matriks master STI ke dalam sebuah alat penghitung eigenvector online yaitu https://www.dcode.fr/matrix- eigenvectors.
Didapatkan hasil tingkat sentralitas eigenvector yang tinggi adalah Desa Pentingsari (0.431), Pancoh (0.392), Tanjung (0.340), Grogol (0.314), Sambirejo (0.33), dan Kembangarum (0.32) dengan sentralitas eigenvector diatas 0.3. Sentralitas eigenvector.
Tabel 5. Skor Degree, Betweenness, dan Eignvector Centrality Nama Desa D B E Pulesari 2.701 0.054 0.269 Kelor 1.376 0.218 0.077 Pancoh 6.417 0 0.392 Srowolan 5.049 0.072 0.282 Pentingsari 7.225 0 0.431 Tanjung 5.782 0.127 0.340 Sidoakur 0.553 0.018 0.027 Grogol 5.221 0.363 0.314 Dukuh 4.341 0.545 0.26 Kembangarum 5.457 0.509 0.32 Sambirejo 5.749 0 0.33
Brayut 1.016 0.072 0.058
## Sumber: Olahan Peneliti, 2021
## Klasifikasi Sentralitas
Hasil perhitungan sentralitas yang diperoleh menunjukan derajat, aksesibilitas dan pengaruh yang dimiliki suatu desa terhadap desa lain di sekitarnya. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa Desa Wisata Pentingsari memiliki nilai indeks yang tinggi untuk kategori eigenvector dan degree centrality dibandingkan dengan desa lainnya, sehingga Pentingsari diyakini mampu berperan sebagai desa inti dalam pengelolaan pariwisata terintegrasi dalam kelompok utama. Desa-desa dengan indeks sentralitas eigenvector yang tinggi juga dianalisis cocok untuk bertindak sebagai desa pendamping tanggung jawab desa inti, yaitu Desa Wisata Pancoh, Tanjung, Kembangarum dan Pulesari. Desa ini secara langsung terhubung dengan desa inti sehingga menunjukkan eigenvector centrality yang tinggi dan degree centrality yang tinggi karena tingkat konektivitas yang tinggi ke desa lainnya. Desa pendamping desa inti dapat juga merangkap sebagai desa sub-inti, mengingat kapasitas dan peran desa yang dapat berjalan beriringan. Peran pendamping desa inti skala kabupaten (jaringan utama) dapat dibarengi dengan peran pemimpin pada jaringan yang lebih kecil yang dapat mengacu pada perwilayahan maupun kelompok desa dengan kategori tertentu.
Tabel 6. Hirarki Peran Desa Wisata Berdasarkan Sentralitas Spasial
Tipe Sentralitas Tingkat Tinggi Strategi Pariwisata Terintegrasi Desa Representatif I All centralities Desa inti dalam kelompok utama (Core village in the main group) Pentingsari II Eigenvector centrality Desa pendamping desa inti ( Sub-villages assisting the core village ) Pancoh, Tanjung, Kembangarum, Pulesari III Degree centrality Desa sub-inti dalam sub-kelompok (Sub-core villages in sub-groups) Pancoh, Tanjung, Sambirejo IV Betweenness centrality Desa penghubung antar kelompok (C onnection villages between groups ) Dukuh, Grogol, Kembangarum, Kelor
Sumber: Olahan Peneliti (2021) diadaptasi dari Lee et al. (2013)
Sedangkan desa dengan indeks degree centrality yang tinggi juga menjadi lokasi yang penting untuk menghubungkan wilayah selatan dan utara, serta wilayah sekitar desa inti. Selain itu, strategi lain untuk pariwisata pedesaan terintegrasi juga melibatkan simpul koneksi dengan betweenness centrality yang tinggi, dengan desa representasi yang teridentifikasi adalah Desa Wisata Dukuh, Grogol dan Kembangarum yang terletak di antara tiga sub-kelompok lokasi desa yang berpusat pada bagian tengah, selatan, dan utara. Desa penghubung ini berperan sebagai jembatan dalam rencana pariwisata terintegrasi, demikian dengan rencana pariwisata terpadu dari masing-masing desa yang berperan sebagai desa inti, desa pendamping dan sub-inti.
Aspek jaringan dalam ketujuh aspek signifikansi strategi pariwisata terintegrasi akan menjadi dasar dalam mengupayakan aspek-aspek lainnya yang juga ditemukan peneliti baik di lapangan maupun saat melakukan studi pustaka. Jenkins dan Oliver (2001) mengemukakan bahwa keselarasan antar keseluruh stakeholder jika dijabarkan ialah kompleks, dan penelitian yang dilakukannya menghasilkan ketujuh aspek penting yang perlu menjadi perhatian dalam pembuatan strategi terintegrasi. Sesuai dengan anjuran Dinas Pariwisata saat laporan ini diseminarkan, strategi akan lebih mengarah pada pengembangan kapasitas dan pembangunan sumber daya manusia maupun produk desa wisata di Kabupaten Sleman. Hal tersebut didasari
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
sensitivitas peran desa yang jika dimaknai sebagai bentuk superioritas sebuah desa dengan desa lainnya dalam jaringan. Tidak ada strategi yang secara subyektif memuliakan desa inti dan pendampingnya, namun memberikan tanggung jawab bagi mereka untuk memberdayakan desa- desa lainnya sehingga terjadi pemerataan. Berikut merupakan strategi pada tiap aspek signifikansi yang teroperasionalisasikan melalui program dan kegiatan yang meliputi :
Tabel 7. Operasionalisasi dan Fase Implementasi Strategi No Program Kegiatan Stakeholder Fase Aspek Jaringan Internal/Dalam Desa 1. Sosialisasi keempat tipe peran desa wisata berdasarkan sentralitas spasial. Seluruh desa dengan peran 1. Penjelasan makna hirarki peran yang terbentuk. 2. Penjabaran peran masing-masing tipe desa. 3. Pendampingan operasionalisasi strategi. Akademisi, Dinas Pariwisata. 1 2. Memperjelas struktur organisasi desa wisata Desa Inti & Desa Pendamping 1. Memberikan contoh dan pembinaan pembentukan struktur organisasi kepada desa rintisan, tumbuh dan berkembang. 2. Membuka kegiatan studi banding atau transfer pengetahuan. 3. Bekerja sama dengan stakeholder dalam memberikan sosialisasi. 4. Melakukan pendampingan dan pengawasan dalam pelaksanaan. Pengelola desa wisata 1 Desa Sub-inti & Desa Penghubung 1. Menjadi sambung tangan dari desa inti dan desa pendamping dalam memberikan pembinaan. 3. Optimalisasi jumlah dan jenis unit usaha yang akan menjadi mitra dalam menunjang kegiatan pariwisata Desa Inti & Desa Pendamping 1. Melakukan identifikasi pada jenis usaha yang ada dan membuat format pendataan dengan kategori (makan/minum, akomodasi, jasa). 2. Membuat alur yang digunakan untuk proses rujukan silang. Pengelola desa wisata 2 4. Optimalisasi hubungan antar pemilik unit usaha yang ada di desa wisata terkait kerjasama yang dilakukan. Desa Inti, Desa Pendamping, Desa Sub-inti 1. Mengadakan forum rutin antar unit usaha sebagai wadah sharing dan transfer ilmu.
2. Membentuk organisasi pemilik
usaha.
3. Menyediakan pelatihan dan workshop bagi pengembangan unit usaha. 4. Membuat alur rujukan silang antar unit usaha sejenis Pemilik usaha pariwisata, Pengelola desa wisata 1 5. Membuat aturan Desa Inti, Desa Pendamping, Desa Pengelola desa 2
dasar mengenai interaksi dan komunikasi antar mitra untuk memfasilitasi korporasi lebih lanjut. Sub-inti 1. Membuat visi misi kemitraan dan menjabarkan manfaat dari kemitraan 2. Membentuk aturan atau fungsi dan tugas dari masing-masing mitra. 3. Melakukan pengawasan dan evaluasi program. wisata, unit-unit usaha.
## Antar Desa Skala Kabupaten
1. Memperjelas alur komunikasi dengan stakeholder Desa Inti 1. Membantu pengembangan komunikasi dengan stakeholder kepada desa sub-inti, desa pendamping dan desa penghubung. 2. Memberikan pembinaan mengenai alur komunikasi stakeholder. Pengelola desa wisata 1 Desa Sub-Inti & Desa Pendamping 1. Mendata jumlah stakeholder yang terlibat. 2. Menjadi perantara pembinaan alur komunikasi dengan stakeholder Akademisi, pengelola desa wisata 2. Memaksimalkan fungsi forkom sebagai sebuah learning region (wilayah belajar) Desa Inti, Desa Pendamping & Desa Sub-inti 1. Memfasilitasi kegiatan studi banding sesuai dengan ekspertasi desa (contoh Pentingsari dalam GCET) 2. Mengoptimalkan penggunaan media komunikasi digital dalam forum komunikasi 3. Memberikan pembinaan dan motivasi bagi desa rintisan, tumbuhan dan berkembang. Pengelola desa wisata, dinas pariwisata 1 3. Mengoptimalkan hubungan pada jaringan-jaringan kecil untuk menjaga kompleksitas jaringan Desa Inti & Desa Pendamping 1. Menjaga hubungan komunikasi dan kerjasama dengan desa-desa yang memiliki peran. 2. Menjaga koordinasi dan keseimbangan kepentingan. 3. Inisiasi sosialiasi dan pertemuan rutin dalam memperkuat hubungan dan jalinan kerjasama Pengelola desa wisata 1 Desa Sub-inti & Desa Penghubung 1. Memaksimalkan jaringan pada desa-desa tetangga (desa yang terhubung langsung) 2. Menjadi perantara komunikasi antara desa inti kepada desa rintisan, tumbuh dan berkembang
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
4. Membentuk jaringan atraksi dengan beberapa desa wisata untuk mengembangkan sebuah produk desa wisata terintegrasi Desa Inti & Desa Pendamping 1. Membuat pendataan sumberdaya atraksi yang dimiliki 2. Membuat tema produk atraksi yang ingin dibentuk 3. Membentuk rancangan aktivitas wisata 4. Berkolaborasi dengan akademisi dan dinas pariwisata 5. Melakukan promosi produk Pengelola desa wisata, akademisi, dinas pariwisata, usaha perjalanan 2 Desa Sub-Inti, Desa Penghubung 1. Memaksimalkan fungsi desa penghubung dalam membangun jaringan atraksi 2. Desa sub-inti membantu penerapan jaringan pada desa lainnya 5. Membentuk promosi jaringan antar desa wisata Desa Inti & Desa Pendamping 1. Menjadi highlight promosi desa wisata kabupaten 2. Membuat konsep atau ide promosi tematik yang diambil dari keunikan dan sumberdaya desa wisata sub-inti dan penghubung 3. Membentuk calender of event desa wisata Kabupaten Sleman 4. Menggaet stakeholder luar kabupaten seperti Kemenpar dalam program promosi 5. Bekerjasama dengan travel agent dalam membuat rancangan perjalanan 6. Mengoptimalkan fungsi media digital dalam melakukan promosi Pengelola desa wisata, dinas pariwisata, kemenpar, media, travel agent 2 Desa Sub-inti & Desa Penghubung 1. Menonjolkan keunikan atraksi unggulan yang dimiliki 2. Bekerjasama dengan desa inti dan desa pendamping desa inti dalam program promosi 6. Penyelenggaraan evaluasi antara dinas pariwisata dengan pengelola desa dengan peran (desa
inti, pendamping, sub-inti, penghubung)
Desa Inti, Desa Sub-Inti, dan Desa Penghubung 1. Pembuatan format evaluasi seluruh aspek strategi 2. Pengumpulan data terkait perkembangan program strategi 3. Pembuatan laporan evaluasi kegiatan program strategi 4. Menyelenggarakan forum evaluasi Pengelola destinasi, Dispar Kab. Sleman, Akademisi. 3
Aspek Skala
1. Visitor management Desa Inti, Desa Sub-Inti, dan Desa Penghubung 1. Menetapkan pembatasan dan jumlah maksimum kunjungan per harinya. 2. Menciptakan alur pengunjung dan pembatasan waktu setiap aktivitas di area kegiatan wisata bagi rombongan. Pengelola desa wisata inti, sub- inti dan penghubung. 2 2. Distribusi Wisata dan Wisatawan Desa Inti, Desa Sub-Inti dan Desa Penghubung 1. Penambahan atraksi guna mengatur arus kunjungan wisatawan dan distribusi aktivitas wisata agar tidak berpusat di satu tempat. 2. Mengemas dan menintegrasikan produk wisata desa wisata yang saling terhubung menjadi satu paket wisata yang menarik. Dinas Pariwisata, Pengelola desa wisata inti, sub- inti dan penghubung. Biro Perjalanan Wisata, Travel Agent, atau tour operator. 2 Dinas Pariwisata 1. Melakukan penyuluhan dalam upaya memperkuat program kerja sama antar desa wisata terhubung dalam distribusi wisatawan. 1 Aspek Endogenitas 1. Optimalisasi fungsi masyarakat dan akademisi sebagai resource controllers Desa Inti & Desa Pendamping 1. Mengadakan penyuluhan tentang sumberdaya pada desa dengan peran 2. Memfasilitasi pelatihan SDM sebagai resource controller 3. Bekerjasama dengan akademisi Pengelola destinasi, akademisi, dinas pariwisata 1 Desa Sub-inti 1. Memberikan penyuluhan pengunaan dan pemanfaatan sumber daya pada desa rintisan, tumbuh dan berkembang 2. Memberikan pendampingan dan pengawasan pada desa rintisan, tumbuh dan berkembang 2. Optimalisasi program keterampilan dan memperkaya wawasan tentang sumber daya Desa Inti & Desa Pendamping 1. Membuat forum mengenai pengelolaan sumber daya diantara desa peran. 2. Memfasilitasi pelatihan dan pembinaan keterampilan pengelola desa. 3. Mengikuti seminar tentang lingkungan. 4. Bekerjasama dengan instansi akademik dan komunitas dalam Pengelola destinasi, dinas pariwisata, akademisi seperti STP NHI Bandung, STIPRAM, Pariwisata UGM. 1
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
memperkaya pengetahuan. 5. Mengawasi perkembangan progress dari desa-desa peran yang melakukan penyuluhan ke desa lainnya. Desa Sub-Inti & Desa Penghubung 1. Menjadi jembatan dalam memberikan pelatihan dan pembinaan kepada desa rintisan, tumbuh dan berkembang 2. Mengawasi perkembangan progress keterampilan masyarakat 3. Pengembangan pengemasan produk dan layanan yang baik agar memberikan added value Desa Inti & Desa Pendamping 1. Berinovasi pada produk dan aktivitas wisata 2. Memelihara dan mengembangkan fasilitas dan pelayanan 3. Membenahi media sosial dan website sebagai media promosi dan informasi 4. Memperhatikan trend yang berkembang terutama pada layanan jual beli produk dan jasa ( e-commerce, e-ticket ) 5. Memberikan arahan bagi desa peran dalam pengemasan produk yang dilakukan Pengelola destinasi 2 Desa Sub-inti & Desa Penghubung 1. Aktif berpartisipasi dalam Forkom Kabupaten 2. Memfasilitasi kerjasama penjualan produk Aspek Keterikatan Pembentukan asosiasi pengelolaan produk wisata Desa Inti, Desa Sub-Inti dan Desa Penghubung 1. Pembentukan asosiasi atau organisasi yang membawahi kelompok pengelola khusus dari masing-masing produk wisata seperti kelompok pengelola homestay , kuliner, seni-budaya, outbound, pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. 2. Penambahan anggota pemandu wisata melalui pelatihan pada pemuda-pemuda desa. Dinas Pariwisata, Pengelola desa wisata inti, sub- inti dan penghubung. 2 Dinas Pariwisata 1. Melakukan evaluasi terhadap kinerja asosiasi secara rutin. 3 Pemasaran produk Desa Inti, Desa Sub-Inti dan Desa Dinas 2
secara online dan offline Penghubung 1. Menciptakan calender of event dari masing-masing desa wisata. 2. Membuat dan mengikuti secara aktif event khusus seperti festival desa wisata baik yang dilaksanakan di desa maupun luar desa. Dinas Pariwisata 1. Mengadakan pameran dan pentas kesenian antar desa wisata tingkat kabupaten, wilayah, provinsi, nasional dan internasional Pariwisata, Pengelola desa wisata inti, sub- inti dan penghubung. Media Aspek Keberlanjutan 1. Sosialisasi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan Desa Inti, Sub-inti, dan Penghubung. 1. Melakukan sosialisasi dan edukasi terkait dengan penghematan dan juga penggunaan sumber daya alam di destinasi wisata yang terukur dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan kapasitas maksimal lingkungan sehingga mencegah adanya kerusakan serius pada lingkungan. 2. Pelaksanaan focus group discussion rutin terkait upaya pengembangan desa wisata yang mengaplikasikan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan. 3. Pemberian interpretasi kredibel terkait dampak lingkungan dan sosial-budaya dari kunjungan wisatawan. Pengelola dan masyarakat desa dibantu akademisi 1 2. Monitor dan evaluasi Desa Inti, Sub-inti dan Penghubung 1. Melakukan pengawasan terhadap implementasi aktivitas wisata di desa wisata teridentifikasi dan memantau penggunaan terhadap sumber daya alam untuk mencegah adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan secara berlebihan. 2. Melakukan penilaian independen terhadap sumber daya dan lingkungan dari seluruh operasi bisnis yang ada di setiap desa wisata. Dinas pariwisata, pengelola dan masyarakat desa dibantu akademisi 3 Aspek Komplementaritas 1. Inventarisasi Daya Tarik dan Pembagian Tipologi Desa Wisata 1. Tindaklanjut dari klasifikasi desa wisata yang diadakan setiap dua tahun, sehingga klasifikasi juga Akademisi dan Dinas Pariwisata bekerja sama 1
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
dilakukan dari sudut pandang jenis produk 2. Identifikasi daya tarik yang unik dan menjadi poin pembeda antar satu dan desa lainnya (USP) 3. Sosialisasi pentingnya pengembangan keunikan produk sehingga satu dan lainnya saling melengkapi dengan seluruh pengurus desa 2. Pembuatan paket wisata yang melibatkan berbagai desa dengan tipologi yang berbeda 1. Disediakannya informasi paket wisata yang mengunjungi beragam desa dengan tipologi yang berbeda 2. Memanfaatkan desa penghubung sebagai desa transisi dari satu desa ke desa lainnya Dinas pariwisata, jasa tour and travel , dan pengurus desa 2 Aspek Pemberdayaan 1. Penyadaran potensi masyarakat Desa Inti dan Sub-Inti 1. Bekerja sama dengan para stakeholder mengenai pemberian sosialisasi mengenai indikator- indikator penilaian desa wisata Kabupaten Sleman Dinas Pariwisata, swasta, desa inti, desa sub- inti & pengelola desa wisata 1 Desa Penghubung dan Pendamping 1. Menjadikan desa penghubung dan pendamping sebagai perantara komunikasi antara desa wisata kategori rintisan, tumbuh dan berkembang kepada desa inti dan sub inti. 2. Mengadakan sharing session antara desa wisata kategori rintisan, tumbuh dan berkembang dengan desa inti dan sub inti. Desa penghubung, desa pendamping, desa inti, desa sub inti, pengelola desa wisata. 1 2. Pengkapasitasan (capacity building) Desa Inti dan Sub-Inti 1. Pembinaan, pengawasan, serta evaluasi oleh desa inti dan sub inti terhadap desa rintisan, tumbuh dan berkembang dalam kaitannya dengan pemberdayaan 2. Penyelenggaraan pelatihan dan pembinaan masyarakat desa mengenai kinerja penerapan manajemen desa wisata yang akuntabel oleh desa inti dan sub inti 3. Penyelenggaraan pelatihan bahasa asing terutama Bahasa Inggris terhadap seluruh desa wisata di Kabupaten Sleman oleh desa inti dan sub inti Dinas Pariwisata, swasta, desa inti, desa sub inti & pengelola desa wisata 1 dan 3
## Desa Penghubung dan Pendamping
1. Penyelenggaraan kegiatan studi banding antar satu desa wisata dengan desa wisata lain terutama dengan desa wisata kategori inti dan desa pendamping desa inti oleh desa penghubung dan desa pendamping Dinas Pariwisata, swasta, desa inti, desa sub inti, desa penghubung, desa pendamping 1 3. Pemberian Daya Desa Penghubung dan Pendamping 1. Pembentukan program tabungan serta penggalangan dana bantuan oleh desa penghubung dan desa pendamping dalam rangka pemenuhan dana usaha serta pembenahan produk wisata beserta pelestarian alam & budaya Pengelola desa penghubung, desa pendamping, desa inti, desa sub inti 1
## Sumber: Olahan Peneliti, 2021
## D. SIMPULAN
Pengembangan desa-desa wisata pada suatu wilayah atau kawasan sudah seharusnya dilaksanakan secara terintegrasi guna menghindari persaingan dan produk yang homogen sehingga tujuan pengembangan desa wisata dalam mensejahterakan masyarakat desa dapat tercapai. Dalam menciptakan kondisi tersebut diatas perlu dikembangkan strategi yang teroperasionalisasikan melalui program dan kegiatan yang terbagi ke dalam tiga fase implementasi diantaranya: (a) fase 1: Konsolidasi antar stakeholder, (b) fase 2: Pengintegrasian Produk dan Sistem, (c) fase 3: Pengawasan dan Evaluasi. Melalui perencanaan dan pengembangan desa-desa wisata di dalam satu kawasan diharapkan akan terciptanya suatu kawasan yang saling bersifat substitusi.
Dalam penelitian ini masih perlu dilakukannya penelitian lanjutan yang sifatnya melakukan spesifikasi dan justifikasi pada output strategi pada laporan ini. Penelitian lanjutan dapat menelusuri bentuk ideal yang menjawab tantangan/masalah tiap aspek integrasi pada desa dalam jaringan, lebih dalam dari jangkauan peneliti yang melihat rumusan masalah dari sudut pandang luas berskala kabupaten.
Penelitian lanjutan yang mempertimbangkan karakteristik produk desa wisata Kabupaten Sleman utara, selatan, barat, dan timur juga tentu akan menyambut inisiasi baik strategi berbasis kewilayahan yang telah dilaksanakan peneliti. Analisis sentralitas spasial diharapkan dapat memperkaya metode pembuatan kebijakan bagi stakeholder pariwisata yang memiliki tantangan banyaknya kuantitas produk sejenis pada sebuah kawasan administratif.
Rekomendasi operasionalisasi strategi juga dapat membuka jalan dilaksanakannya penelitian terapan yang menghasilkan produk-produk wisata terintegrasi yang bersifat teknis (applied research). Seperti pola perjalanan, strategi terapan pemasaran terintegrasi, pembuatan media/platform sarana komunikasi antar desa, panduan pembuatan SOP berdasarkan karakteristik desa wisata, dan lain sebagainya yang mendukung keberlanjutan penelitian dan berkembangnya ilmu pengetahuan yang menjawab masalah kepariwisataan di lapangan.
Haryadi Darmawan¹, Daeng Noerdjamal², Alberki Kurniawan Adonis³, Fiona Yonanda Putri⁴, Huriyah Dzikriyatul Ainunnajah⁵, Maulidina Ihza Almayda⁶, Riki Subianto⁷
## DAFTAR REFERENSI
## Buku
Dávid, L. (2011). Tourism ecology: towards the responsible, sustainable tourism future. Worldwide Hospitality and Tourism Themes.
Silaen, Sofar. (2018). Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. In Media: Bandung.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV. Jurnal
Arida, N. S., & Punjani, L.P.K. (2017). “Kajian Pe nyusunan Kriteria-Kriteria Desa Wisata Sebagai Instrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata”. Dalam Jurnal Analisis Pariwisata, 17, 1 -9. Lee, S. H., Choi, J. Y., Yoo, S. H., & Oh, Y. G. (2013). Evaluating spatial centrality for integrated tourism management in rural areas using GIS and network analysis. Tourism Management, 34, 14-24.
Oliver, T., dan Jenkins, T. (2003). “Sustaining rural landscapes: The rol e of integrated tourism. Landscapes Research”. 28:3, 293 -307. DOI: 10.1080/01426390306516. Shih, H. Y. (200 6). “Network characteristics of drive tourism destinations: An application of network analysis in tourism”. Dalam Tourism Management, 27(5), 1029 -1039. Zamfir, A., & Corbos, R. A. (2015). Towards sustainable tourism development in urban areas: Case study on Bucharest as tourist destination. Sustainability, 7(9), 12709-12722.
Zhang, R. Y., Xi, J. C., Wang, S. K., Wang, X. G., & Ge, Q. S. (2015). “Villag e network centrality in rural tourism destination: A case from Yesanpo tourism area, China”. Dalam Journal of Mountain Science, 12(3), 759-768.
|
e4491d06-9983-4898-bece-ef49cdd7a624 | https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/1564/1151 | INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 2 Tahun 2023 Page 9913-9927 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246
Website: https://j -innovative.org/index.php/Innovative
Kemampuan Penalaran Siswa Kelas VII-4 SMPN 35 Medan melalui Model Pembelajaran Matematika Realistic (PMR)
Suci Frisnoiry 1 ✉ , Gace Elicia Sitorus 2 , Veronika Stephanie Sitanggang 3 ,
Yesika Br. Hutahaean 4
FMIPA, Universitas Negeri Medan Email: [email protected] 1 ✉
## Abstrak
Penelitian yang dilakukan peneliti menerapkan model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) kepada siswa pada saat proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan, di mana setiap pertemuan memiliki waktu 2 les pelajaran (1 × 40 menit). Aktivitas yang telah dilakukan di ruangan kelas telah diatur pada RPP yang sudah dirancangkan oleh peneliti. Adapun materi yang peneliti bawakan yaitu himpunan pada kelas VII-4 di SMPN 35 Medan. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) digunakan sebagai acuan sejauh mana keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran melalui model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) mampu meningkatkan proses aktivitas siswa dalam pembelajaran, sehingga berdampak pada meningkatnya hasil belajar matematika pada materi Himpunan. Keberhasilan tersebut dapat dilihat pada antusias siswa dalam menyelesaikan soal secara berkelompok dan dari nilai siswa pada saat guru matematika kelas tersebut memberikan soal dengan tidak menggunakan model pembelajaran PMR. Dunia nyata ini tidak hanya berarti konkret secara fisik atau kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) membantu siswa untuk mengembangkan daya pikir dan kemampuan berargumentasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), himpunan, siswa.
## Abstract
In a study conducted by researchers, a Realistic Mathematics Learning (PMR) model was applied to students during the teaching and learning process. This study He conducted in 3 sessions, each session containing 2 Her tutoring sessions (1 x 40 minutes). The activities that took place in the classroom were stipulated in the lesson plans designed by the researchers. The materials presented by the researchers were of class VII-4 of SMPN 35 Medan. The Student Worksheet (LKPD) is used as a reference for student achievement in the learning process with the Realistic Mathematics Learning (PMR) model. Based on the results of the analysis, the implementation of mathematics learning using the realistic mathematics learning (PMR) model can improve the process of student learning activities, thus impacting the increase in mathematics learning outcomes within the set. understand. This success in the materials is evidenced by students' enthusiasm when solving problems in groups, and student performance when math teachers ask questions in class without using the PMR learning model. This real world means what a child can mentally imagine, not just what is physically tangible or visible. Realistic Math Learning (PMR) helps students develop thinking and reasoning skills in problem solving. Keyword: Realistic Math Learning (PMR), Writing, Pupils.
## PENDAHULUAN
Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2013 mengenai pengembangan kurikulum untuk membangun bangsa Indonesia menjadi lebih maju, maka di perlukan Sumber Daya Manusia (SDM) r entang usia antara 15- 64 tahun (usia produktif) yang sudah mampu menghasilkan barang maupun jasa dalam proses produksi . Dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan kualitas pendidikan yang baik untuk itu harus ada upaya yang dilakukan agar kuliatas pendidikan semakin berkembang. Meningkatkan kualitas pendidikan merupakan upaya atau strategi yang dilakukan pemerintah dan didukung oleh masyarakat, dengan memiliki pendidikan yang baik dan pengetahuan yang luas maka semakin banyak masyarakat yang berkwalitas hal ini akan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih maju. Pendidikan adalah proses pembelajaran terhadap anak baik pengetahuan maupun keterampilan yang di ajarkan oleh para ahli di bidangnya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh anak tersebut. Para orang tua akan berusaha membuat pendidikan anaknya yang terbaik dengan harapan anak tersebut menjadi pribadi yang berkwalitas.
Matematika adalah merupakan satu bidang studi yang sangat penting dikarenakan semua jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi akan terus di pelajari. Bukan hanya untuk dikehidupan sekolah saja tetapi dengan belajar matematika sangat membantu dalam menyelesaikan kasus permasalan dalam kehidupan sehari-hari
yang sering terjadi. Oleh karena itu banyak para orang tua sudah mulai megajarkan anaknya belajar bermaematika dari taman kanak-kanak baik formal maupun informal. Di bawah ini akan diuraikan beberapa kegunaan matematika yang praktis menurut Russfendi (2006:2008), yaitu: 1) Dengan belajar matematika kita mampu berhitung dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan yang lainnya 2) Matematika merupakan prasyarat untuk beberapa mata pelajaran lainnya. 3) Dengan belajar matematika perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis. 4) Dengan belajar matematika diharapkan kita mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan persoalan. Dengan demikian diharapkan peserta didik mendapatkankan proses pembelajaran yang baik dan benar sehingga dapat memenui tujuan pembelajaran matematika yang mampu menyelesaikan persoalan dan dapat berpikir krisis dan kreatif. Matematika dianggap sebagai pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi beberapa siswa karena dianggap pelajaran yang sulit dimegerti dan menakutkan. Oleh karena itu peran dari guru sangat di perlukan, diharapkan guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang dijarakan sehingga para siswa dapat mengerti konsep-kosep materi yang di ajarkan.
Pada kegiatan belajar mengajar guru sangat di butuhkan dalam mengatasi kesalahan peserta didik. Namun, sebelum guru mengetahui dimana latak kesulitan peserta didik dalam belajar matematika dan tidak memgetahui faktor penyebabnya, maka guru tidak dapat memberikan solusi atau tindakan dalam membantu peserta didiknya yang dalam belajar matematika beserta faktor penyebabnya. Harus ada perubahan terhadap penilaian siswa, agar siswa tidak hanya menjawab soal-soal tampa tahu bagaimana proses penyelesaiannya, hal ini menyebabkan banyak siswa berfokus pada jawaban saja. Untuk mengatasi masalah di atas penulis tertarik dengan salah satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yaitu Pendekatan Matematika Realistik.
## METODE PENELITIAN
Tahap awal dalam proses penelitian ini adalah adanya rumusan masalah. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
Setelah dirumuskan masalah pada tahap sebelumnya, selanjutnya perlu dilakukan penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis. Penyusunan ini yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka
berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
Setelah penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis, selanjutnya perumusan hipotesis, yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Kemudian melakukan Pengujian hipotesis, yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Dan selanjutnya Penarikan kesimpulan, yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 35 Medan yang beralamat di Jl. William Iskandar Ps. V, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII-4 SMP Negeri 35 Medan. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode kuantitatif. Karena penelitian ini berkaitan dengan matematika dan akan lebih sesuai jika menggunakan metode kuantitatif yang berhubungan dengan model matematis pula. Selain itu, Penelitian kuantitatif memiliki tujuan penting dalam melakukan pengukuran yang merupakan pusat pengukuran. Hal ini dikarenakan hasil dari pengukuran bisa membantu dalam melihat hubungan fundamental antara pengamatan empiris dengan hasil data yang diambil secara kuantitatif. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes soal dengan menyebarkan kuesioner terbuka. Dengan adanya tes soal berkaitan dengan materi dan berhubungan dengan sisi matematika realistik yang peneliti berikan, akan dapat mengetahui sejauh mana siswa memahami materi tersebut. Bentuk tes soal yang diberikan merupakan soal essay dengan jenis kuesioner terbuka dan tentunya akan memberikan ruang kepada siswa untuk dapat menjawab dengan leluasa sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan peneliti menerapkan model pembelajaran matematika realistic (PMR) kepada siswa pada saat proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan, di mana setiap pertemuan memiliki waktu 2 les pelajaran (1 × 40 menit). Aktivitas yang telah dilakukan di ruangan kelas telah diatur pada RPP yang sudah dirancangkan oleh peneliti. Adapun materi yang peneliti bawakan yaitu himpunan pada kelas VII-4 di SMPN 35 Medan. Pada pertemuan pertama bertujuan untuk membawa siswa
memahami konsep himpunan dan bukan himpunan juga konsep himpunan semesta, himpunan bagian, dan himpunan kosong. Siswa membuat pengelompokan berdasarkan karakteristik yang terpikirkan oleh mereka. Dengan menggunakan pengelompokan yang sudah dibuat oleh siswa, peneliti membimbing siswa untuk menemukan konsep himpunan. Kemudian peneliti memberikan konfirmasi dan informasi mengenai symbol himpunan semesta, himpunan bagian, dan himpunan kosong juga cara penulisan himpunan.
Pada pertemuan kedua, siswa mempelajari tentang operasi-operasi himpunan yaitu irisan, gabungan, komplemen, dan selisih dari himpunan dan memahami diagram vennya. Salah satu siswa diminta menyebutkan contoh dari setiap operasi-operasi himpunan tersebut. Lalu, pada level general, peneliti memberikan review mengenai materi yang sudah siswa pelajari, lalu memberikan beberapa soal cerita. Siswa menyelesaikan soal cerita tersebut dengan menggambarkan modelnya. Selanjutnya, peneliti memberikan konfirmasi mengenai semua yang telah dipelajari dalam serangkaian pembelajaran ini terutama dalam menggambarkan diagram venn. Dimana, menggunakan persegi/ persegi panjang dengan sebelah kiri atas dituliskan huruf S kapital sebagai lambing bahwa semua himpunan yang berada dalam persegi panjang tersebut berada pada himpunan semestanya. Selain itu, siswa diberi konfirmasi bahwa menuliskan nama himpunan pada diagram venn cukup dengan sebuah huruf kapital saja. Terakhir, siswa diberikan suatu kondisi dan menggambarkan diagram venn-nya.
Untuk pertemuan ketiga, peneliti menyusun 4 kelompok dengan anggota 5-6 orang per kelompok. Setiap kelompok diberi nama dari operasi-operasi himpunan. Lalu peneliti membagikan LKPD kepada setiap siswa dan menjeleskan petunjuk pengerjaan pada LKPD. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi kepada teman sekelompoknya. Pertemuan ketiga ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa mengenai materi himpunan yang telah dibahas secara bersama-sama di pertemuan sebelumnya. Untuk menyelesaikan soal pada LKPD tersebut maka sesuai dengan model pembelajaran realistic, terdapat beberapa sintaks yang harus dilakukan siswa yang dapat dilihat pada tabel 1 yaitu:
Tabel 1 : Sintaks PMR No SINTAKS AKTIVITAS 1 Memahami masalah kontekstual. Siswa memahami masalah pada LKPD secara kontekstual, Langkah ini tergolong dalam karakteristik-1 pembelajaran matematika realistic. 2 Menjelaskan masalah kontekstual Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai situasi dan kondisi masalah dengan memberikan petunjuk terhadap bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa. Langkah ini tergolong dalam karakteristik-4 pembelajaran matematika realistic.
3 Menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual secara kelompok dengan cara berdiskusi dan menuangkan hasil diskusi tersebut kedalam LKPD yang telah diberikan kepada setiap siswa. Langkah ini tergolong dalam karakteristik-2 pembelajaran matematika realistic. 4 Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Perwakilan setiap kelompok mengemukakan hasil pekerjaannya ke depan, dan akan ditanggapi oleh kelompok lain. Langkah ini tergolong dalam karakteristik-3 dan 4 pembelajaran matematika realistic. 5 Menyimpulkan.
Salah satu siswa menyimpulkan hasil diskusi dan pembelajaran yang telah berlangsung. Langkah ini tergolong dalam karakteristik-4 pembelajaran matematika realistic.
Dari sintaks PMR tersebut, dapat diketahui melalui penelitian yang telah dilakukan di SMPN 35 Medan kelas VII-4, bahwa pembelajaran yang telah peneliti lakukan sudah sesuai dengan sintaks PMR yang akan ditampilkan pada video. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan matematika dengan berpikir secara kontekstual. Pada pendekatan realistik pembelajaran dimulai dari pemberian masalah kontekstual, siswa menyelesaikannya sesuai dengan pengetahuan informal yang telah dimilikinya, kemudian siswa membangun matematika formal melalui matematisasi vertikal. Pada akhirnya siswa
menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. Pendekatan ini memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Aktivitas belajar siswa juga telah diatur sedemikian rupa melalui RPP yang telah peneliti susun. Mulai dari kegiatan awal hingga penutup sesuai degan model PMR. Adapaun LKPD yang dikerjakan oleh setiap siswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2: Penialaian aspek dan skor setiap soal NO SOAL ASPEK SKOR Kognitif Afektif Psikomotorik 1
## Perhatikan gambar berikut ini
Tulislah semua anggota himpunan S, A, B
✓ 15 2 Perhatikan Gambar dibawah ini ✓ 15 S S A B
Buatlah nama dan banyaknya anggota himpunan dari gambar tersebut!
3 Dari 32 orang orang siswa dikelas
7-5 SMP N 35 Medan terdapat 10 orang yang menyukai pelajaran
olahraga, 13 orang menyukai matematika dan 6 orang menyukai keduanya. Gambarlah diagram venn dari keterangan diatas dan
tentukan jumlah siswa yang tidak
suka keduanya!
✓ 25
4 Perhatikan diagram venn dibawah
ini
Tentukanlah: A ∩ B, A ∪ B, A-B, B-
A, A C , dan B C ✓ 20 5 Hasil survey terhadap 32 orang penduduk di suatu desa, diperoleh hasil sebagai berikut: ✓ 25
Tentukanlah jumlah penduduk yang menyukai teh, kopi, susu, teh
∩ kopi, kopi ∩ susu, susu ∩ teh,
serta yang menyukai, tidak menyukai ketiganya.
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) digunakan sebagai acuan sejauh mana keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran melalui model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Observasi terhadap aktivitas siswa dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru kelas. Hasil observasi menggunakan model pembelajaran realistic dengan alat bantu LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) yang telah dilaksanakan pada siswa SMP Kelas VII. Hasil ini diperoleh ketika guru telah selesai menjelaskan dan setelah siswa mendengar penjelasan dari guru. Untuk mempermudah melihat hasil kinerja siswa tersebut maka dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel 3.1 : Skor penilaian LKPD Nama Kelompok Anggota Kelompok Skor Total Skor 1 2 3 4 5 Gabungan Mustakim Habib 15 15 25 15 5 75 Putri Susi Ramadhani 15 15 25 10 5 70 Hafizah Fadilah 15 15 20 10 20 80 Al-isna Cika 15 15 25 10 20 85 Galuh Kurniawan 15 15 25 10 10 75 Irisan Reza 15 15 5 15 25 75 Nova Eli Ermawati.S. 15 15 5 15 30 70 Irfan 15 15 5 10 20 65 Aqila Dawiyah 10 15 5 15 20 65 Sahara 10 15 5 10 20 60
Mayoira Mustika 15 15 5 10 20 65 Komplement Rizal 10 15 5 15 25 70 Moza Kirana 15 15 5 15 25 75 Naratifa Zahra 15 15 5 15 20 70 Syafridha Mulyana 15 15 5 15 20 70 Fahri Alfiansyah 15 15 5 15 20 70 Selisih Cut Nadin Al-husna 10 15 20 15 25 85 Nabila Amelia 10 15 25 15 25 90 M. Fahri 15 15 20 15 25 90 Nairul 15 15 20 15 25 90 Prisilia Putri 5 15 15 10 20 60 Yamin Putri 10 15 20 10 15 70
Diagram 1 skor siswa
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa walaupun siswa mengerjakan LKPD secara
0 1 2 3 4 5 6 7 8 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Frekuensi
berkelompok, namun jawaban setiap kelompok belum tentu sama. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan anggota kelompok tidak yakin atas jawaban dari kelompoknya sendiri atau setiap kelompok tidak melakukan diskusi secara Bersama-sama.
Deskripsi hasil analisis jawaban salah satu siswa pada soal nomor 1 dengan indikator menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau diagram yaitu Pada indikator ini subjek mampu memahami dan menyajikan pernyataan secara tertulis dari gambar diagram venn yang disediakan kemudian menyelesaikannya dengan mendaftarkan anggota himpunan secara benar dan lengkap. Pada soal nomor 1 sudah banyak siswa yang menjawab benar, pada siswa yang mendapat skor di bawah 15 memiliki kesulitan dalam melihat anggota dari himpunan pada diagram venn, di mana himpunan A berada di dalam himpunan B, dan mereka kesulitan untuk mendaftarkan anggota himpunan B. Ini artinya, terdapat beberapa siswa yang kurang mengerti membaca himpunan bagian dalam diagram venn. Perbedaan jawaban pada soal nomor 1 ini terdapat pada gambar 1 dan 2 berikut :
## Gambar 1 : Jawaban yang tepat Gambar 2 : Jawaban yang kurang tepat
Deskripsi hasil analisis jawaban salah satu siswa pada soal nomor 2 dengan indikator mengajukan dugaan serta menemukan nama dari gambar pada setiap himpunan untuk membuat generalisasi. Dari gambar diagram yang telah disediakan siswa diharapkan mampu menemukan anggota dari setiap diagram venn dan menentukan jumlah anggota himpunan tersebut. Pada soal nomor 2, tidak ditemukan siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini dibuktikan, semua siswa menjawab benar pada soal nomor 2 dengan perolehan skor 15. Oleh karena itu, dapat dipastikan siswa sudah memahami dalam mendaftarkan anggota dari himpunan dan menentukan jumlah dari anggota himpunan tersebut.
Deskripsi hasil analisis jawaban salah satu siswa pada soal nomor 3 dengan indikator
melakukan manipulasi matematis yaitu pada indikator ini siswa mampu melakukan manipulasi matematis dari soal cerita yang diberikan dengan memahami bahwa semesta merupakan jumlah dari anggota-anggota diagram venn tersebut. Lalu dapat memahami soal cerita bahwa terdapat 6 orang yang menyukai keduanya. Oleh karena itu, untuk menemukan banyak yang menyukai matematika ataupun olahraga saja, harus mengurangkannya terlebih dahulu dengan jumlah yang menyukai keduanya. Dan ternyata skor soal yang paling rendah terdapat pada soal nomor.
Artinya dari kelima soal tersebut siswa kesulitan menjawab soal dalam bentuk soal cerita. Siswa kurang memahami soal, namun Langkah pengerjaanya sudah benar. Terdapat perbedaan jawaban pada jumlah orang yang menyukai Olahraga dan Matematika saja, beberapa siswa tidak mencari jumlah orang yang menyukai Olahraga dan Matematika saja dan tidak melihat jumlah yang suka keduanya. Hal inilah yang membedakan jawaban pada gambar 1 dan gambar 2, namun cara pengerjaan dan diagram vennya sudah benar. Perbedaan jawaban pada soal nomor 3 ini terdapat pada gambar 3 dan 4 berikut:
Gambar 3 : Jawaban yang tepat
Gambar 4 : Jawaban yang kurang tepat
Deskripsi hasil analisis jawaban salah satu siswa pada soal nomor 4 dengan indicator pemahaman konsep operasi himpunan. Pada soal nomor 4, semua siswa sudah mampu menentukan gabungan dan irisan, hanya pada selisih dan complement terdapat beberapa siswa yang kesulitan. Artinya, ada siswa yang kurang memahami salah satu dari operasi- operasi himpunan, baik itu selisih maupun complement. Perbedaan jawaban pada soal nomor 4 ini terdapat pada gambar 5 dan 6 berikut.
Gambar 5 : Jawaban yang tepat Gambar 6 : Jawaban yang kurang tepat
Deskripsi hasil analisis jawaban salah satu siswa pada soal nomor 5 dengan indikator menarik kesimpulan pada tiga diagram venn yang saling beririsan antar himpunan. Pada soal nomor 5 terdapat beberapa siswa yang kurang memahami dalam membaca 3 diagram venn yang beririsan. Siswa tidak menjumlahkan setiap diagram yang beririsan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7 dan 8 berikut ini:
Gambar 7 : Jawaban yang tepat
Gambar 8 : Jawaban yang kurang tepat
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada data hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan model Pembelajaran Matematika Realistik mampu meningkatkan proses aktivitas siswa dalam pembelajaran, sehingga berdampak pada meningkatnya hasil belajar Matematika pada materi Himpunan pada siswa kelas VII-4 SMPN 35 MEDAN TA 2022/2023. Keberhasilan tersebut dapat dilihat pada antusias siswa dalam menyelesaikan soal secara berkelompok
dan dari nilai siswa pada saat guru matematika kelas tersebut memberikan soal dengan tidak menggunakan model pembelajaran PMR. Pembelajaran Matematika Realistik merupakan suatu model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan berargumentasi dari siswa dalam memecahkan suatu persoalan Freudenthal (Wijaya, 2012:20- 21). Pembelajaran Matematika Realistik digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran matematika, dengan cara memberi kesempatan yang sangat luas kepada siswa untuk melakukan proses yaitu mengembangkan kreatifitasnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan masalah kontekstual ( contextual problem) sebagai titik awal dalam belajar matematika, sebagai ganti dari pengenalan konsep dengan cara abstrak. Dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika bermula dari dunia nyata atau konkret. Dunia nyata ini tidak hanya berarti konkret secara fisik atau kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Pembelajaran Matematika Realistik membantu siswa untuk mengembangkan daya pikir dan kemampuan berargumentasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) yang dilaksanakan dapat: 1) Meningkatkan proses belajar matematika yang ditandai dengan naiknya rata-rata presentasi aktivitas belajar siswa. 2) Meningkatkan hasil belajar matematika. Peningkatan proses pembelajaran dikarenakan dalam proses pembelajaran guru menggunakan benda-benda konkret dan siswa melakukan aktivitas dalam pembelajaran sehingga hal ini berdampak juga pada peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan analisis penelitian dan simpulan yang telah diuraikan, maka selanjutnya memberikan saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan sehubungan dengan pengaruh model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) terhadap proses belajar dan hasil belajar matematika siswa sebagai berikut. :
## 1. Bagi Sekolah
a. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah harus memantau kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di kelas agar diketahui seberapa efektif model pembelajaran yang diterapkan oleh guru berpengaruh terhadap hasil belajar.
b. Penerapan model pembelajaran yang inovatif dalam pelaksanan kegiatan belajar mengajar dapat dijadikan referensi sebagai upaya untuk memperbaiki mutu dan
kualitas pembelajaran di SMPN 35 Medan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dari masyarakat pada sekolah.
2. Bagi Tenaga Pengajar (Guru)
a. Guru sebagai kunci dalam perencanaan sebuah pembelajaran sebaiknya dalam proses pembelajaran harus kreatif dalam memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif mengikuti pembelajaran.
b. Memberikan contoh sikap positif atau memberikan penghargaan dari hasil aktivitas siswa agar dapat memotivasi keaktifan belajar siswa.
3. Bagi Siswa/i
a. Diharapkan siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaaman. Dengan demikian dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika.
b. Sebaiknya mempunyai tim tutor sebaya untuk belajar secara berkelompok dan saling tukar pengetahuan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
## DAFTAR PUSTAKA
A. Wiranti, “Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Siswa Kelas 5,” J. Basicedu, vol. 6, no. 1, pp. 72–79, 2019, [Online]. Available: https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/view/119.
D. Prasasti, F. M. Awalina, and U. U. Hasana, “Permasalahan Pemahaman Konsep Siswa pada Pelajaran Matematika Kelas 3 Semester 1,” Manazhim, vol. 2, no. 1, pp. 45–53, 2020, doi: 10.36088/manazhim.v2i1.659.
K. Suryati and E. Dwi Krisna, “Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Berbantuan Telegram Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika,” PENDIPA J. Sci. Educ., vol. 5, no. 3, pp. 479–485, 2021, doi: 10.33369/pendipa.5.3.479-485.
N. Siregar, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pace,” Pedagog. J. Pendidik. Mat., vol. 4, no. 2, pp. 58–70, 2019, doi: 10.30605/pedagogy.v4i2.1443.
|
31f45151-f4c5-424c-9b96-ceaf38c00028 | https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JEAM/article/download/18301/8356 | Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
## PEMBIAYAAN SISTEM BAGI HASIL LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PADA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN JEMBER
Mohammad Dio Awaludin Jauhar 1
Email: [email protected]
Ahmad Roziq 2
## Abstract
This study aims to know the implementation of “pembiayaan bagi hasil” conducted by the islamic financial institutions including the type of financing given outcomes, the problems during the implementation from the islamic financial instituitons and partners view. This study is a qualitative research with multi-case studies approach, the research examines two or more subjects, background, or storage of research data. Stages of research conducted field study/survey is used to find the problem of financing system in Islamic Financial Institutions and their partners. The result shows that overall of seven islamic financial institutions have “pembiayaan bagi hasil” and Musyarakah financing as one of their products in providing services to their business partners. But it its implementation, there are three main problems, they are the lack of financial statement reports, the side streams, and asymetry of information. From the problem, researches gives some solutions, the first is the partner need a mentoring about financial statement report periodically, raise public awareness about honesty culture, and improve the quality and quantity of human resources on islamic financial institutions.
## Keyword: Profit Loss Sharing, Islamic Financial Institutions, SMEs
## 1. PENDAHULUAN
Sejak krisis moneter “merontokkan” perekonomian nasional, tidak diragukan lagi UMKM adalah penyelamat, sehingga proses pemulihan ekonomi dapat dilakukan. UMKM mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang tidak dapat dilakukan usaha besar. UMKM dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia cukup besar, yaitu sebanyak 97,3% dari total angkatan kerja yang bekerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia tahun 2014 adalah lebih dari 57.900.000 (lima puluh tujuh juta Sembilan ratus ribu rupiah) unit, dan merupakan unit usaha terbesar dari total
1 Corresponding Author: PT. GG group Surabaya.
2 Jurusan Akuntansi,, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember, Jl. Kalimantan No. 37 Jember 68121
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
unit usaha yang ada dengan memberi kontribusi terhadap PDB 58,92 persen. Ini menandakan bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran yang penting terutama dalam memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat menjadi penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sektor usaha mikro, kecil dan menengah sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Namun, pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia saat ini belum sepenuhnya diimbangi peningkatan kualitas UMKM yang ada. Hal ini karena masih ada kendala terbesar yang di hadapi dalam mengembangkan usaha, yaitu keterbatasan modal (www.kemenkop.go.id). Rendahnya permodalan merupakan salah satu ciri utama UMKM, karena UMKM masih dijalankan sebagai pekerjaan sampingan, sehingga orientasi pasar menjadi terbatas. UMKM seharusnya jangan dianggap sebagai usaha sampingan, sehingga produk yang dihasilkan tidak saja dipasarkan secara dosmetik tetapi juga mampu bersaing dengan pasar global. Jika UMKM memiliki modal cukup, maka dapat dilakukan ekspansi pasar dan riset produk, sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain (Susilo 2012).
Lembaga keuangan syariah yang saat ini hadir sebagai wujud perkembangan aspirasi bagi masyarakat yang menginginkan kegiatan perekonomian dengan berdasarkan prinsip syariah, selain lembaga keuangan konvensional yang telah berdiri selama ini. Lembaga keuangan syariah tersebut diantaranya adalah bank syariah dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau lembaga keuangan mikro syariah.
Ada dua metode pembiayaan yang diterapkan di bank syariah, yaitu metode non- profit loss sharing (non-PLS) berupa pembiayaan dengan sistem jual beli termasuk sewa beli dan metode profit loss sharing (PLS) berupa pembiayaan dengan sistem bagi-hasil. Menurut Triyuwono (2004) dalam sistem bagi hasil, tingkat bunga diganti dengan tingkat laba, oleh karena itu sistem investasi didorong oleh tingkat laba, ketika tingkat laba lebih tinggi maka total investasi juga lebih tinggi. Sehingga tingkat laba yang positif dapat mengeliminasi permintaan uang spekulatif, tingkat inflasi dapat dikurangi, karena hanya ada permintaan aktual untuk investasi riil.Secara umum prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu mudharabah , musyarakah , muzara’ah , dan musaqah . Namun dalam praktiknya akad yang paling banyak dipakai adalah mudharabah dan musyarakah .
Pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah pada dasarnya merupakan pembiayaan yang sempurna, hal ini dikarenakan pada pembiayaan tersebut digunakan prinsip bagi hasil keuntungan ( profit sharing ). Selain menggunakan prinsip bagi hasil keuntungan ( profit sharing ), hal lain yang membuat ideal adalah adanya pembagian kerugian ( loss sharing ). Kerugian pada pembiayaan dengan akad mudharabah akan ditanggung sepenuhnya oleh bank, kecuali bila mitra usaha melakukan kelalaian dan kesengajaan yang menyebabkan dialaminya kerugian. Kerugian pada pembiayaan dengan akad musyarakah akan dihitung sesuai dengan porsi modal masing-masing pihak, yaitu pihak bank dan mitra usaha. Pada dasarnya dengan prinsip bagi kerugian ( loss sharing ) ini, maka kedua pihak yaitu pihak mitra usaha dan pihak bank akan berusaha untuk menghindari terjadinya kerugian tersebut. Mereka akan bekerjasama guna menghindari terjadinya kerugian usaha mereka, mitra usaha akan bekerja keras dalam mengembangkan usahanya, di sisi lain pihak bank memberikan pembinaan dan pengawasan dalam usaha tersebut. Jember sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang memiliki UMKM yang banyak yakni sejumlah 1387 unit yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM.
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
Pertumbuhan UMKM di Kabupaten Jember (www.diskop.jatim.go.id), diklaim menjadi yang terbesar untuk wilayah Propinsi Jawa Timur. Bahkan, Kabupaten Jember disebutkan mampu menyumbang pertumbuhan sebesar 6,2 %, dari total seluruh UMKM di Propinsi di Jawa Timur pada tahun 2014. Hal ini menunjukan bahwa iklim usaha yang ada di Jember sangat dinamis dan diikuti juga dengan perkembangan lembaga-lembaga perbankan dalam menopang UMKM tersebut dari sisi permodalan/pembiayaannya.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## 2.1 Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah menurut Dewan Syariah Nasional adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat ijin operasional sebagai lembaga keuangan syariah. Definisi ini menegaskan bahwa suatu lembaga keuangan syariah harus memenuhi dua unsur yaitu unsur kesesuaian dengan syariah islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip- prinsip:
a. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak.
b. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
c. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya.
d. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin .
Berikut ini merupakan sistem operasional yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah:
Penghimpunan Dana , sebagaimana pada bank konvesional, penghimpunan dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Namun demikian mekanisme operasional penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip syariah
Penyaluran Dana , dalam penyaluran dana bank syariah harus berpedoman kepada prinsip kehati-hatian. Sehubungan dengan hal itu bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Ketentun-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Jasa Perbankan , bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
Fungsi Sosial , kepedulian social merupakan salah satu fungsi dan pembeda dari bank konvesional yang fungsi social ini tidak terpisahkan dari perbankan syariah. Fungsi bank syariah sebagai lembaga Baitul Maal yang menerima dan menyalurkan dana kebajikan.Fungsi sosial perbankan syariah adalah mengumpulkan dana zakat, infaq, shadaqah dan wakaf. Sektor ini menjamin terjadinya aliran kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin, sehingga angka kesenjangan pendapatan dan kemiskinan masyarakat diharapkan dapat dikurangi.
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
## 2.2 Pembiayaan
Aktivitas yang paling penting dalam dunia perbankan adalah pembiayaan atau financing karena pembiyaana adalah sumber pendapatan utama dan penunjang kelangsungan usaha bagi bank. Pembiayaan dalam bank syariah yang sesuai dengan hukum islam akan berbeda dengan bank konvensional. Pengertian pembiayaan dalam konteks bank syariah yang tercantum dalam UU No. 21 Tahun 2008: “penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik ; transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah , salam dan istishna’ ; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh ; dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas untuk mengembalikan dana tersebut dengan imbalan ujrah , tanpa imbalan atau bagi hasil.” Menurut Antonio (2001) pembiayaan pada perbankan syariah dibagi berdasarkan sifat penggunaanya menjadi:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya pembiayaan produktif dibagi menjadi dua:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan: peningkatan produksi baik secara kuantitatis (jumlah produksi) maupun secara kualitas (mutu hasil produksi); untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat likuid ( cash ), piutang dagang ( receivable ) dan persediaan ( inventory ) yang umumnya terdiri atas persediaan bahan baku ( raw materials ), persediaan barang jadi ( finished goods ). Oleh karena itu pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas ( cash financing ), pembiayaan piutang ( receivable financing ) dan pembiayaan persediaan ( inventory financing ). Termasuk dalam jenis ini adalah al-mudharabah (kerjasama pemilik modal dan pengusaha) dan al-musyarakah (bagi hasil berserikat) yang menggunakan sistem bagi hasil.
2. Pembiayaan investasi, merupakan pembiayaan yang diberikan kepada mitra usaha untuk keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Adapun ciri-ciri pembiayaan investasi adalah untuk pengadaan barang-barang modal, mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah dan pembiayaan investasi biasanya untuk pembiayaan berjangka waktu menengah dan panjang.
Termasuk dalm jenis ini adalah: al-musyarakah dan al-ijarah al munthia bit- tamlik.
3. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pembiayaan ini biasanya untuk pemenuhan kebutuhan primer yaitu kebutuhan yang berupa barang baik itu makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal maupun jasa seperti pendidikan lebih tinggi, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan dan sebagainya. Termasuk dalam pembiayaan ini adalah al-qardhul hasan, al-ba’i bithaman ajil, musyarakah dan ar-rahn .
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
## 2.3 Bagi Hasil
Bagi hasil adalah bentuk perolehan kembalian atas kontrak investasi yang telah dilakukan dengan pihak bank syariah. Secara terminologi, profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif, menurut Antonio (2010, 138) profit sharing diartikan “bagi hasil adalah suatu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal ( shohibul maal ) dan pengelola modal ( mudharib )”. Menurut Syafi'i (2005) juga mengatakan bahwa bagi hasil adalah keuntungan/hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada mitra usaha dengan persyaratan.Pembolehan bagi hasil didalam ketentuan hukum islam didasarkan pada perbuatan Nabi Muhammad SAW dan juga pernah dipraktekan oleh para sahabat beliau. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abi Ja’far yang artinya “dari Qays bin Muslim, dari Abi Ja’far berkata: tidak ada penduduk kota Madinah dari kalangan Muhajirin kecuali mereka menjadi petani dan mendapatkan sepertiga atau seperempat” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perjanjian bagi hasil ini tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, bahkan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya pernah mengadakan perjanjian bagi hasil. Menurut Anshori (2018, 138) “metode perhitungan bagi hasil terdiri dari metode profit and loss sharing, metode profit sharing dan metode revenue sharing ”.
a. Metode Profit and Loss Sharing
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaanya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola modal ( entrepreneur ) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih ( net profit ) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
b. Metode Profit Sharing Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan ( total revenue ) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total ( total cost ). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
c. Metode Revenue Sharing
Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang ( goods ) dan jasa-jasa ( services ) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan ( sales revenue ). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi dikalikan dengan barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
## 2.4 Pembiayaan Bagi Hasil
Pembiayaan terhadap mitra usaha berdasar prinsip bagi hasil sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 10 Tahun 1998, bahwa : “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Dalam transaksi keuangan syariah, mekanisme bagi hasil diharapkan dapat menggantikan mekanisme bunga. Mekanisme bagi-hasil ini merupakan core product bagi lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah. Sebab bank syariah secara eksplisit melarang penerapan tingkat bunga pada semua transaksi keuangan. Sistem bagi-hasil diyakini sebagai alat penghapus sistem bunga (Siddiqui et al. 2005). Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil antara lain:
a. Pembiayaan Mudharabah Menurut Antonio (2001, 95) dan Adiwarman (2004, 93)
mendefinisikan mudharabah sebagai akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama ( shahibulmaal ) menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola ( mudharib ). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Apabila karena kesalahan pengelola maka si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
## Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah
Prinsip bagi hasil berdasar perjanjian al mudharabah sebagaimana tersebut dalam skema di atas, menunjukkan suatu hubungan hukum antara dua pihak yaitu pihak bank ( shahibul maal ) sebagai penyedia dana dengan mitra usaha ( mudharib ) sebagai pihak pengelola dana. Hubungan hukum tersebut akan menimbulkan akibat hukum yaitu adanya hak dan kewajiban maupun tanggung jawab pada masing-masing pihak. Prinsip-prinsip bagi hasil berdasar perjanjian al mudharabah, terkait dengan pembiayaan terhadap mitra usaha yaitu dapat tercermin dari hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu pihak bank ( shahibul maal ) dengan pihak mitra usaha pengelola dana ( mudharib )
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
b. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian diantara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
Gambar 2.2 Skema Pembiayaan Musyarakah
Prinsip bagi hasil berdasar perjanjian al musyarakah sebagaimana tersebut diatas, menunjukkan suatu hubungan hukum antara dua pihak yaitu pihak bank ( shahibul maal ) sebagai penyedia dana dengan mitra usaha ( mudharib ) sebagai pihak pengelola dana. Hubungan hukum tersebut akan menimbulkan akibat hukum yaitu adanya hak dan kewajiban maupun tanggung jawab pada masing-masing pihak. Prinsip-prinsip bagi hasil berdasarkan perjanjian al musyarakah, terkait dengan pembiayaan terhadap mitra usaha yaitu dapat tercermin dari hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu pihak bank ( shahibul maal ) dengan pihak mitra usaha pengelola dana ( mudharib ).
## 2.5 Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Usaha mikro merupakan usaha mikro adalah usaha produktif yang dimiliki orang per orang dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana yang diatur dalam udang-undang (UU No. 20 tahun 2008). Kriteria usaha mikro yang dimaksud, yaitu: 1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300 juta. Pengertian lain dikemukakan Sumitro (2004), usaha mikro kecil dan menengah adalah usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan tenaga kerja yang digunakan tidak melebihi dari 50 orang. Usaha skala mikro merupakan sebagian besar dari bentuk usaha mikro dan usaha kecil misalnya pedagang kaki lima, kerajinan tangan, usaha souvenir, dan sejenisnya.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang usaha yang memiliki asset lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
dan atau memiliki omset penjualan lebih dari Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang usaha yang memiliki asset lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan Rp. 10 milyar juta dan atau memiliki omset penjualan lebih dari Rp. 2,5 milyar sampai dengan Rp. 50 Milyar. Keberadaan usaha menengah dalam konstelasi perekonomian nasional memiliki arti penting dan sangat strategis untuk menjembatani ketimpangan penguasaan aset-aset ekonomi, antara usaha besar dengan usaha kecil dan mikro. Sebab, posisinya dalam berbagai sisi berada antara pengusaha besar dan pengusaha kecil/mikro.
## 3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Sedangkan dengan pendekatan multi case studies . Studi multikasus adalah rancangan penelitian yang mengkaji dua atau lebih subjek, latar atau tempat penyimpanan data penelitian. Bogdan dan Biklen (1982) menyebutkan bahwa tatkala peneliti mempelajari dua bidang atau lebih atas penyimpanan data, peneliti biasanya menggunakan apa yang kita sebut studi multi kasus. multi case studies mempunyai berbagai ragam bentuk, beberapa diantaranya memulai dengan hanya satu kasus untuk memiliki pekerjaan utama sebagai seri pertama dalam penelitian atau sebagai pemandu (pilot) untuk studi multi kasus. Tahapan penelitian yang dilakukan melakukan studi lapangan/survei digunakan untuk menemukan mengungkap, mengurai permasalahan pembiayaan sistem bagi hasil di UMKM dan mitra kerjanya, Bank Jatim Syariah, Bank BRI Syariah, Koperasi Syariah dan Baitul Maal Wat Tamwil.
Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data kualitatif hasil wawancara dan catatan lapangan bulan Maret 2017. Setelah data-data ini diperoleh peneliti, maka akan dilakukan analisis data menggunakan pendekatan deskriptif, di mana peneliti mengdeskripsikan arti data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu. Adapun tahapan-tahapan analisis data dalam penelitian ini sesuai dengan analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) dalam Sugiyono (2010, 91), yaitu sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, yaitu peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
b. Reduksi data, yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data merupakan sebuah bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan yang tidak perlu dan mengorganisir data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.
c. Penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network atau grafis sehingga dapat dikuasai.
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
d. Pengambilan keputusan atau verifikasi, berarti bahwa setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu diusahakan mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan dan sebagainya. Jadi, dari data tersebut berusaha diambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan yang didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
## 4. Hasil dan Pembahasan
Lembaga keuangan syariah dalam pertimbangannya untuk memberikan pembiayaan sistem bagi hasil juga melihat dari kondisi usaha yang akan dijalankan oleh calon mitra usahanya, hal tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan dari mitra usahanya. Meskipun setiap lembaga keuangan syariah juga memiliki pertimbangan dalam menganalisa laporan keuangan mitra usaha tetapi terdapat perbedaan diantara masing-masing lembaga keuangan syariah dalam mengambil kebijakan, tidak seluruh lembaga keuangan syariah meminta laporan keuangan mitra usahanya secara lengkap. Rata-rata laporan keuangan yang diminta adalah laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan dari mitra usahanya karena cara bagi hasil yang dilakukan oleh masing-masing lembaga keuangan syariah juga berbeda, ada beberapa lembaga yang menggunakan cara laba kotor dibagi atau dengan cara penjualan dibagi atau juga laba bersih dibagi. Lembaga keuangan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan lembaga keuangan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari nasabah pemilik dana ( shahibul mal ) dengan nasabah yang membutuhkan dana. Namun, nasabah dana dalam bank syariah diperlakukan sebagai investor dan/atau penitip dana. Dana tersebut disalurkan perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal kerja) maupun konsumtif. Dari pembiayaan tersebut, bank syariah akan memperoleh bagi hasil/marjin yang merupakan pendapatan bagi bank syariah. Jadi, nasabah pembiayaan akan membayar pokok + bagi hasil/marjin kepada bank syariah. Pokok akan dikembalikan sepenuhnya kepada nasabah dana sedangkan bagi hasil/marjin akan dibagi hasilkan antara bank syariah dan nasabah dana, sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Artinya dalam bank syariah, dana dari nasabah pendanaan harus di’usahakan’ terlebih dahulu untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan itulah yang akan dibagi hasilkan untuk keuntungan bank syariah dan nasabah dana.Setelah dilakukan penelitian terhadap 4 lembaga keuangan syariah terdapat beberapa informasi yang dapat dianalisis yang pertama mengenai persentase pembiayaan yang diberikan oleh 4 lembaga keuangan syariah. Persentase pembiayaan yang diberikan oleh 4 lembaga keuangan syariah tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum Dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Pasal 2 Ayat 3c yang menyebutkan “tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen)”.
Kedua mengenai alokasi persentase pembiayaan yang diberikan untuk masing- masing pembiayaan bagi hasil yakni pembiayaan mudharabah dan musyarakah, untuk hal tersebut tidak ada ketentuan yang mengikat artinya alokasi persentase pembiayaan tergantung dari fokus atau target dari masing-masing lembaga keuangan syariah dalam menjalankan bisnis usahanya.Ketiga mengenai jenis pembiayaan yang ditujukan untuk UMKM yang jelas adalah untuk modal kerja karena sesuai dengan
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
wawancara yang telah dilakukan sebagian besar UMKM membutuhkan tambahan modal dari pembiayaan bagi hasil untuk mengambangkan usahanya. Menurut Antonio (2010), pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan: peningkatan produksi baik secara kuantitatis (jumlah produksi) maupun secara kualitas (mutu hasil produksi); untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. Keempat mengenai sektor usaha, sebagian besar pembiayaan yang diberikan oleh 4 lembaga keuangan syariah tersebut ditujukan pada sektor usaha jasa dan sektor usaha perdagang yang pada dasarnya UMKM menjalankan usahanya pada kedua sektor tersebut.Kelima mengenai cara bagi hasil, dari 4 lembaga tersebut memiliki cara masing-masing dalam menentukan bagi hasil. BMT UGT Sidogiri menggunakan cara bagi hasil dengan laba kotor dibagi, sedangkan BRI Syariah dan KUD Trikarsa Jaya menggunakan cara bagi hasil dengan laba bersih dibagi, sedangkan Bank Jatim Syariah menggunakan cara bagi hasil dengan penjualan dibagi. Menurut Anshori (2018, 138) “metode perhitungan bagi hasil terdiri dari metode profit and loss sharing, metode profit sharing dan metode revenue sharing”.
Keenam yaitu mengenai syarat dari pengajuan pembiayaan yang dilakukan oleh UMKM, secara keseluruhan 3 dari 4 lembaga keuangan syariah dalam memberikan pelayanan pembiayaan skema bagi hasil mengharuskan calon mitra usahanya membuat laporan keuangan sebagai syarat dalam mengajukan pembiayaan bagi hasil. Tentunya tidak seluruh unsur dari laporan keuangan digunakan sebagai syarat melainkan hanya beberapa laporan keuangan yang dirasa perlu seperti Laporan Laba Rugi dan Laporan Posisi Keuangan, kecuali Koperasi Syariah Tri Karsa Jaya yang tidak mengharuskan calon mitra usahanya membuat laporan keuangan dalam mengajukan pembiayaan, hal ini disadari oleh pihak Koperasi karena sebagian besar mitra usahanya tidak memiliki pengetahuan mengenai cara membuat laporan keuangan sehingga ketika mengajukan pembiayaan tidak memberatkan para calon mitra usahanya.
Produk pembiayaan dari lembaga keuangan syariah dengan skema bagi hasil memiliki banyak manfaat bagi UMKM, berdasarkan hasil wawancara pada 4 lembaga keuangan syariah ada beberapa manfaat dari pembiayaan yang diberikan kepada UMKM, antara lain:
1. Mempermudah dalam memperoleh tambahan modal usaha
2. Pembiayaan sistem bagi hasil lebih adil dan transparan dalam pelaksanaan operasionalnya karena akad diawal sudah jelas dan dengan kesepakatan bersama mitra usaha
3. Pembiayaan sistem bagi hasil usaha nasabah lebih termonitoring
4. Dapat menyesuaikan dengan karakteristik usaha nasabah Pembiayaan menggunakan prinsip skema bagi hasil yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada UMKM memiliki beberapa permasalahan dalam pelaksanaan operasional pembiayaan, sama halnya dengan pihak UMKM sebagai mitra usaha juga mengalami permasalahan dalam melaksanakan pembiayaan dengan skema bagi hasil. Secara keseluruhan setelah dilakukan wawancara mengenai permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dan lembaga keuangan syariah sebagai mitra kerjanya. Berikut ini merupakan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai mitra kerjanya:
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
a. Minimnya Laporan Keuangan UMKM Laporan keuangan yang digunakan sebagai syarat dalam mengajukan pembiayaan pada lembaga keuangan syariah menjadi hal yang sangat penting, dikarenakan laporan keuangan merupakan suatu instrumen yang digunakan lembaga keuangan syariah untuk melihat kelayakan suatu usaha yang akan diberikan pembiayaan. Dari laporan keuagan tersebut dapat dilihat besar kecilnya usaha yang berjalan, dan juga dapat dilihat potensi usaha yang dijalankan oleh calon mitra usahanya dan bisa juga dilihat resiko yang akan dihadapi lembaga keuangan syariah apabila memberikan pembiayaan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Perbankan menyatakan: “Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur- unsur lain telah diperoleh keyakinan, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan”.
UMKM yang pada umumnya dijalankan oleh masyarakat menengah kebawah masih minim dalam hal pencatatan maupun pelaporan keuangan dari usahanya, karena pendidikan dari pengusaha UMKM masih rendah dan kebanyakan masih belum memahami aturan-aturan dalam pembuatan laporan keuangan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan oleh UMKM masih sangat terbatas dan sistematikanya masih tradisional karena tidak sesuai dengan standar laporan keuangan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan pembinaan dan pendampingan UMKM dalam membuat laporan keuangan, hal tersebut dilakukan agar lembaga keuangan syariah lebih berperan kepada mitra usahanya dan dari pihak UMKM juga merasa terbantu dengan adanya pembinaan dan pendampingan dalam membuat laporan keuangan. Semakin baik laporan keuangan yang dibuat akan semakin baik juga usaha yang dijalankan karena dengan menggunakan laporan keuangan, UMKM akan lebih mudah dalam mengajukan pembiayaan dalam rangka menambah modal usaha.
b. Side Streaming
Side streaming adalah istilah lain dari perbuatan penyalahgunaan fasilitas kredit yang didapatkan dari perbankan atau nasabah menggunakan dana tersebut bukan seperti dalam kontrak, lalai dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur. Hal tersebut menjadi permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah, salah satunya dihadapi oleh Bank Syariah Mandiri. Pembiayaan sistem bagi hasil yang diperoleh UMKM dari lembaga keuangan syariah yang pada awal akadnya digunakan modal kerja tetapi setelah mendapat pembiayaan digunakan untuk hal-hal yang konsumtif, hal tersebut dapat merugikan pihak lembaga keuangan syariah karena ketika pembiayaan terebut digunakan tidak sesuai dengan usahanya maka rentan terjadinya kerugian dan kemudian kerugian tersebut ditanggung oleh pihak lembaga keuangan syariah. Karena pada
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
dasarnya ketika suatu usaha yang dibiayai ketika terdapat keuntungan akan dibagi sesuai nisbah yang disepakati dan ketika terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh pihak yang memberikan pembiayaan.
Untuk menghindari atau mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan berbagai cara dari pihak lembaga keuangan syariah yaitu yang pertama adanya monitoring yang dilakukan secara berkala pada mitra usahanya baik dari segi usahanya maupun dari segi hasil usaha yang dicapai oleh mitra usaha melalui laporan keuangannya. Solusi yang kedua untuk pihak lembaga keuangan syariah yaitu dapat diberkan sanksi kepada mitra usahanya apabila melakukan side streaming, dan sanksi tersebut di informasikan pada awal ketika pengajuan pembiayaan oleh UMKM. Ketiga meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai budaya kejujuran dan produk pembiayaan bank syariah. Perilaku atau perangai masyarakat yang dikhawatirkan oleh perbankan syariah tersebut di dalam sosiologi hukum telah disebutkan. Perilaku tidak jujur masyarakat dalam objek kajian sosiologi hukum disebut dengan behavior , yatu merupakan kenyataan hukum di masyarakat yang terkadang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
c. Asimetri Informasi
Asimetri informasi yaitu kondisi dimana salah satu pihak menguasai informasi lebih baik dibandingkan dengan pihak lainnya, atau salah satu pihak tidak memiliki informasi yang sama dengan pihak lainnya. Dalam permasalahan ini yang dimaksud adalah pihak lembaga keuangan syariah ketika nasabah mengajukan pembiayaan tidak mendapatkan pemahaman yang cukup mengenai hal-hal yang terkait dengan pembiayaan sehingga dapat menimbulkan salah persepsi dari informasi yang diterima.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak lembaga keuangan syariah harus melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Insani lembaga keuangan syariah syariah. Bagi lembaga keuangan syariah, maka pengembangan sumber daya insani tidak hanya memerlukan pengetahuan yang luas di bidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah di dalam praktiknya, namun juga memiliki komitmen yang kuat untuk menerapkannya secara konsisten.
## 5. Kesimpulan, Keterbatasan, Saran
Secara keseluruhan dari 4 lembaga keuangan syariah memiliki pembiayaan sistem bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah sebagai salah satu produk dari lembaga keuangan syariah dalam memberikan pelayanan kepada mitra usahanya. Persentase pembiayaan yang diberikan oleh 4 lembaga keuangan syariah tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum Dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Pasal 2 Ayat 3c yang menyebutkan tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen). Mengenai cara bagi hasil, dari 7 lembaga tersebut memiliki cara masing- masing dalam menentukan bagi hasil. BMT UGT Sidogiri menggunakan cara bagi hasil dengan laba kotor dibagi, sedangkan BRI Syariah dan KUD Trikarsa Jaya menggunakan cara bagi hasil dengan laba bersih dibagi, sedangkan Bank Jatim Syariah menggunakan cara bagi hasil dengan penjualan dibagi.
Jauhar dan Roziq, Pembiayaan Sistem …
Masih ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan bagi hasil misalnya kurangnya informasi tentang laporan keuangan, adanya side streaming dan asimetri informasi. Solusi yang dapat diberikan penulis secara umum adalah dengan melalui pendekatan kepada mitra kerja agar lebih memahami prosedur yang diberikan oleh pemberi modal. Pada proses penelitian ini, juga ada beberapa keterbatasan antara lain: (1) Faktor subjektifitas peneliti dalam memberikan penjelasan dalam penelitian; (2) Objek penelitian kurang terbuka dalam memberikan informasi, sehingga ada beberapa informasi yang kurang lengkap; dan (3) Banyaknya objek penelitian menjadikan penelitian ini kurang fokus pada permasalahan, sehingga peneliti tidak dapat menggali lebih dalam permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman, K. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo .
Anshori, A. G. 2018. Hukum perjanjian Islam di Indonesia: konsep, regulasi, dan implementasi : UGM PRESS. Antonio, M. S. i. 2001. Bank Syariah: dari teori ke praktik : Gema Insani. Antonio, M. S. i. 2010. Ekonomi Syariah dari Teori ke Praktek: Gema Insani: Jakarta.
Bogdan, R., dan S. Biklen. 1982. Methods of social research: Boston: Allyn and Bacon Inc.
Miles, M. B., dan A. M. Huberman. 1992. Analisis data kualitatif: Jakarta: UI press. Siddiqui, U., H. Patel, J. Mastrototaro, L. Fredrickson, K. Holtzclaw, B. Wenholz,
M. Estes, dan F. Saidara. 2005. System for monitoring physiological characteristics: Google Patents.
Sugiyono, D. 2010. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. xiii.
Sumitro, W. 2004. Asas-asas Perbankan Islam dan lembaga-lembaga Terkait. Jakarta: Raja Grafindo Persada 119.
Susilo, Y. 2012. Strategi meningkatkan daya saing UMKM dalam menghadapi implementasi CAFTA dan MEA. Buletin Ekonomi . Syafi'i, M. A. 2005. Perbankan Syariah dan Teori Kepraktikan. Jakarta: Gema Insan .
Triyuwono, I. 2004. THE ISLAMIC PERSPECTIVE ON THE CONSTRUCTION OFACCOUNTING DISCIPLINE. Gadjah Mada International Journal of Business 6 (1):131-149. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14 Tahun /2012 Tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan Oleh Bank Umum Dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2008 tentang Perbankan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2008 tentang Perbankan Yumanita, Ascarya Diana, 2005. Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi-Hasil Di Perbankan Syari’ah Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan : 8-50. Jakarta: Bank Indonesia. http//www.bi.go.id/
|
e092ef55-30ff-411e-95a8-70bbc53c4185 | https://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII/article/download/901/695 |
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
## Jurnal Ilmiah Iqra’
2541-2108 [Online] 1693-5705 [Print]
Tersedia online di: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII
Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Melalui Metode Pemberian Tugas Menganyam Kertas Dan Melipat Kertas
## Trimurti Utiarahman
Raudhatul Athfal Al-Mujahidin Tomohon, Sulawesi Utara [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan metode pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas (origami) yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak. Penelitian menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ialah anak taman kanak-kanak kelompok B Raudatul Athfal Al-Mujahidin Tomohon, Sulawesi Utara yang berjumlah 16 orang. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam siklus berulang yang terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis menggunakan teknik kualitatif melalui tiga tahap yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan atau verifikasi data. Sedangkan, data kuantitatif dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel frekuensi dan persentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas (origami) dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak. Melalui pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas (origami) ini motivasi belajar anak meningkat sehingga sangat mudah dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak. Oleh karena itu, metode penugasan menganyam dan melipat kertas (origami) dapat dijadikan bahan dalam menyusun desain pembelajaran khususnya pada anak taman kanak-kanak kelompok B.
Kata Kunci: kemampuan motorik halus, anak, menganyam kertas, melipat kertas
## Abstract
The aim of this research was to describe the application of the method of giving task with floating and folding paper (origami) which could increase the children’s fine motor skills. This study was conducted by used a class action research design. This research subjects were the children of the kindergarten group B Raudatul Athfal Al- Mujahidin Tomohon, North Sulawesi, which amounts to 16 people. The implementation of the actions was carried out in a repetitive cycle which consisting
of 4 stages, namely planning, implementation, observation, and reflection. The type of data which used in this study were qualitative and quantitative. Qualitative data were analyzed by using the qualitative techniques through three stages, namely data reduction, data exposure, and inference or data verification. Whereas, quantitative data were analyzed descriptively by using the frequency tables and percentages. The results showed that the method of giving task with floating and folding paper (origami) could increase the children's fine motor skills. Through giving the task of floating and folding paper (origami), the children’s learning motivation increased so it’s very easy to increasing the children's fine motor skills. Therefore, the method of giving task with floating and folding paper (origami) can be used as material in preparing the design of learning, especially in kindergarten children in group B.
Keywords: fine motor skills, children, floating paper, folding paper
## Pendahuluan
Anak Taman Kanak-Kanak (TK)/Raudahtul Athfal (RA) merupakan anak yang berada dalam proses perkembangan, baik perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional maupun bahasa. Setiap anak memiliki karakteristik tersendiri, sehingga perkembangan setiap anak berbeda-beda, baik dalam kualitas maupun tempo perkembangannya. Perkembangan anak bersifat progresif dan berkesinambungan. Dalam rangka pendidikan anak usia dini inilah kelembagaan Taman Kanak- Kanak/Raudhatul Athfal diperlukan.
Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan pada jalur pendidikan formal sebagai lembaga pendidikan prasekolah. Lembaga ini sangat strategis dan penting dalam menyediakan pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun (prasekolah). Anak prasekolah ini sering disebut dengan istilah masa emas ( the golden age ) karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak berkembang sangat pesat, baik pertumbuhan dan perkembangan fisik motorik, perkembangan intelektual, moral, sosial, emosional, dan bahasa. Oleh karena itu, pengembangan secara tepat yang dilakukan pada usia dini akan menjadi penentu bagi perkembangan individu selanjutnya. Tugas Taman Kanak-Kanak adalah mempersiapkan anak dan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap atau perilaku, dan keterampilan agar anak dapat melanjutkan kegiatan belajar yang sesungguhnya pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Tingkat pencapaian perkembangan menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai anak pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral fisik, kognitif, bahasa dan sosio-emosional. Seorang guru
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
hendaknya memahami tugas-tugas perkembangan anak usia TK/RA, kebutuhan dan minat serta permasalahan yang sering dihadapi anak. Dalam proses belajar mengajar guru dapat memilih metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan tugas dan karakteristik perkembangan anak.
Bredekamp & Carol (1996: 3) menyatakan program pendidikan anak usia dini adalah suatu pusat program kelompok, sekolah, atau fasilitas lain yang melayani anak-anak usia lahir sampai 8 tahun (An early childhood program is any group program in a center, school, or other facility that serves chidren from birth through age 8). Kedudukan pendidikan anak usai dini juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14 bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut.
Pendidikan sejak usia dini merupakan landasan sekaligus pijakan penting bagi pengembangan pendidikan selanjutnya bagi anak. Pada pendidikan anak usia dini akan diletakkan dasar-dasar pendidikan bagi anak, sehingga segenap potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan secara maksimal. Dengan demikian, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, maka sangat dibutuhkan peranan guru yang lebih baik.
Pendidikan di TK/RA sebagai salah satu bentuk pendidikan formal di dalamnya terjadi proses belajar mengajar yang melibatkan banyak faktor antara lain anak didik, bahan, materi, fasilitas ataupun lingkungan. Pendidikan yang diselenggarakan di TK/RA adalah bentuk usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara.
Sesuai dengan standar kompetensi pendidikan anak-anak usia dini yang tertulis dalam Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu pengembangan fisik dan motorik anak pada usia dini bertujuan untuk memperkenalkan dan melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan mengelola,
mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat dengan demikian akan menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat dan terampil (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
Kenyataan yang ditemukan dalam proses belajar mengajar kemampuan motorik halus anak belum berkembang dengan baik. Oleh karena itu, agar motorik halus anak meningkat, perlu pemilihan metode penugasan yang dapat mengaktivasi pengembangan motorik halus anak. Salah satu metode yang dipandang efektif ialah pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas. Dalam metode penugasan ini dibutuhkan ketekunan dan kesabaran. Survai pendahuluan menunjukkan bahwa masih banyak anak yang belum mampu melakukan dengan baik kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas (origami) ini. Dari 16 anak, yang mampu mengerjakan tugas menganyam kertas hanya 4 orang anak dan melipat kertas 5 orang anak, dan itu pun masih dibantu oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dikaji apakah penerapan metode pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas (origami) dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan mendeskripsikan penerapan metode pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak di TK/RA.
## Kajian Teori
## Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas biasanya bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lainnya. Tugas yang diberikan tersebut bertujuan merangsang anak untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara kelompok. Karena itu, tugas dapat diberikan secara individual, atau dapat pula secara kelompok (Djamarah & Zain, 2010, pp. 96–97). Dalam konteks pendidikan anak usai dini, Montolalu (2005, p. 86) mengemukakan metode pemberian tugas adalah metode yang secara sengaja diadakan dengan memberian tugas atau pekerjaan kepada anak TK untuk diselasaikan dengan baik. Tugas atau pekerjaan itu diberikan untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah disiapkan
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
oleh guru sehingga anak dapat mengalami secara nyata dan melaksanakan secara awal sampai akhir secara tuntas.
Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar yang digunakan untuk membimbing anak didik memecahkan persoalan dengan cara memberikan tugas yang dikerjakan di dalam proses belajar mengajar di kelas. Tugas tersebut harus diselesaikan dan dikuasai anak didik dalam jangka waktu tertentu, kemudian dipertanggungjawabkan kepada guru yang bersangkutan.
Dalam pendidikan anak di TK/RA, penggunaan metode pemberian tugas ini setidaknya memberikan manfaat antara lain:
1. Untuk memberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan cara belajar yang lebih baik dan memantapkan penguasaan perolehan hasil belajar.
2. Bila dirancang secara proportional dapat meningkatkan bagaimana cara belajar yang benar.
3. Apabila diberikan secara teratur, berkala akan menanamkan sikap belajar yang positif yang pada gilirannya dapat memotivasi anak untuk belajar sendiri, berlatih sendiri dan mempelajari kembali sendiri.
4. Apabila dirancang secara tepat dan seksama akan menghasilkan prestasi belajar secara optimal.
5. Bila menggunakan bahan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan minat, maka memberikan arti yang besar bagi anak TK dalam konteks dapat membangkitkan minat anak terhadap tugas yang akan diberikan berikutnya.
Metode pemberian tugas pada anak usia 4-6 tahun ini sangat bermanfaat terutama pada perkembangan motorik halus. Oleh karena itu, guru harus secara kreatif menggunakan metode pemberian tugas ini untuk dapat meningkatkan motorik halus pada anak. Salah satu jenis metode pemberian tugas yang dipandang efektif meningkatkan motorik halus pada anak adalah pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas (origami). Menganyam kertas adalah suatu kegiatan keterampilan yang bertujuan untuk menghasilkan aneka benda/barang pakai dan benda seni, yang dilakukan dengan cara saling menyusupkan atau menumpang tindihkan bagian-bagian pita anyaman secara bergantian. Menganyam adalah
kegiatan menjalinkan pita atau iratan yang disusun menurut arah dan motif tertentu.
Untuk anak usia dini, kegiatan menganyam tidak dilakukan dengan teknik yang kompleks, namun masih dalam tahap tehnik dasar menganyam sederhana. Kemampuan menganyam dapat mengasah keterampilan motorik halus anak karena menggunakan tangan dan jari-jari demikian juga dengan koordinasi mata. Selain keterampilan motorik halus yang dikembangkan, menganyam juga dapat digunakan sebagai alat untuk melatih logika anak, belajar matematika dan melatih konsentrasi.
Melipat kertas ( origami ) adalah suatu teknik berkarya seni/kerajinan tangan yang umumnya dibuat dari bahan kertas, dengan tujuan untuk menghasilkan aneka bentuk mainan, hiasan, benda fungsional, alat peraga, dan kreasi lainnya (Sumanto, 2006, p. 97). Kegiatan melipat kertas sangat terkenal di negara jepang karena perkembangan kreativitasnya sangat cepat (Pamadhi & Sukardi, 2008, p. 76). Seni melipat kertas ini di Jepang dikenal dengan istilah origami . Kata origami terdiri dari dua kata yaitu oru dan kami . Oru berarti melipat dan kami berarti kertas.
Melipat merupakan kegiatan keterampilan tangan untuk menciptakan bentuk-bentuk tertentu tanpa menggunakan bahan perekat (lem). Kegiatan ini membutuhkan keterampilan koordinasi mata dan tangan, ketelitian, kerapian dan kreativitas. Apabila kegiatan ini sesuai dengan minat anak akan memberikan kegembiraan dan keasyikan serta kepuasan bagi anak.
Tujuan dari kegiatan melipat kertas (origami), yaitu (a) melatih konsentrasi dan ingatan anak, (b) melatih pengamatan, (c) mengembangkan ekspresi melalui media lukis, (d) mengembangkan fantasi, imajinasi, dan kreasi, (e) melatih otot-otot tangan/jari, koordinasi otot, mata, dan keterampilan tangan, (f) memupuk perasaan estetika, dan (g) memupuk ketelitian, kesabaran dan kerapian (Setiani, 2007, p. 319)..
## Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif terkait peningkatan interaksi sosial anak yang diperoleh dari hasil pengamatan berdasarkan lembar observasi siswa serta aktivitas guru (peneliti). Data kuantitaf yaitu skor penilaian hasil pengamatan.
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
Teknik analisa data yang digunakan yaitu teknik analisis kualitatif. Analisa data kualitatif dilakukan selama dan sesudah penelitian dilakukan di kelas melalui 3 tahap yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan atau verifikasi data. Data kuantitatif yang merupakan hasil kegiatan belajar anak yang dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan pengelompokkan berdasarkan teknik kategori standar yaitu BM (Belum Muncul); MM (Mulai Muncul); BSH (Berkembang Sesuai Harapan); dan BSB (Berkembang Sangat Baik).
Data yang terkumpul diidentifikasi dan diklasifikasi berdasarkan tolok ukur (parameter) yang diteliti untuk kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi dan persentasi dengan rumus (Sudjiono, 1991:40) sebagai berikut:
P = f/n x 100%
Keterangan :
P : Hasil yang dicapai f : Jumlah jawaban n : Jumlah sampel 100 : Angka tetap
Prosedur penelitian tindakan yang dilakukan yaitu meliputi;
## Pra Tindakan
Dalam kegiatan ini peneliti melakukan observasi serta menganalisis letak- letak penyebab dan juga faktor yang menjadikan kurangnya kemampuan motorik halus anak, melakukan pertemuan dan memastikan teman sejawat yang akan mendampingi peneliti.
## Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan secara bersiklus yang terdiri dari:
## 1. Perencanaan
Mempersiapkan rencana kegiatan harian terkait kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu tentang peningkatan kegiatan kemampuan motorik halus anak, menyiapkan lembar observasi aktifitas anak didik.
## 2. Pelaksanaan tindakan
Pada tahap ini guru (peneliti) menggunakan metode demontrasi dalam kegiatan belajar di kelas. Tapi jika dijumpai hal-hal di luar kemauan dan kemampuan bersama, maka metode ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Pelaksanaan tindakan tersebut meliputi mengabsen anak, memberikan apersepsi, menjelaskan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, guru menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang diberikan pada anak, guru meminta anak untuk mengerjaka tugas yang diberikan.
## 3. Observasi
Observasi dilakukan pada saat penelitian atau dalam proses kegiatan belajar anak. Kegiatan observasi dibantu oleh teman sejawat untuk mengamati semua aktivitas peneliti dan aktivitas anak dalam proses kegiatan. Hasil observasi dicatat dalam lembaran observasi aktivitas guru dan anak yang telah disediakan. Hasil pengamatan ini berupa data observasi untuk direfleksi sehingga pengamatan yang dilakukan dapat mendeskripsikan keadaan sesungguhnya mengenai peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui metode pemberian tugas.
## 4. Refleksi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis data yang diperoleh pada tahap observasi. Berdasarkan hasil analisis data dilakukan refleksi guna melihat kekurangan dan kelebihan yang terjadi saat pembelajaran diterapkan. Kekurangan dan kelebihan ini dijadikan acuan untuk merencanakan siklus berikutnya..
## Hasil
## Deskripsi Hasil
Dari data awal diketahui bahwa penggunaan metode mengajar dalam proses kegiatan belajar mengajar di RA Al-Mujahidin Tomohon kelompok B selama ini kurang bervariasi. Guru kurang menggunakan media dan strategi yang menarik minat anak. Metode ceramah yang digunakan kurang dikemas dengan baik, anak- anak duduk mendengarkan sehingga mengakibatkan rendahnya minat dan perhatian anak yang berdampak pada hasil belajar yang kurang maksimal. Dalam konteks pembelajaran di TK/RA, guru merupakan sentra kegiatan dan memegang
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
peranan penting di dalam memilih metode serta media yang tepat dalam proses pembelajaran.
## 1. Pra Tindakan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebelum tindakan yang disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Pra Tindakan
No. Kategori Aspek yang diamati Jml % Anak yang menganyam kertas Anak yang melipat kertas (origami) F % F % 1. BSB 1 6,25 1 6,25 2 6,25 2. BSH 1 6,25 1 6,25 2 6,25 3. MM 2 12,50 3 18,75 5 15,63 4. BM 12 75 11 68,75 23 71,87 Jumlah 16 100 16 100 32 100
Berdasarkan data Tabel 1, pada aspek anak yang menganyam kertas terdapat 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 2 orang anak (12,50%) yang masuk kategori mulai muncul dan 12 orang anak (75,00%) yang masuk kategori belum muncul.
Pada aspek anak yang melipat kertas ( origami ) terdapat 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 3 orang anak (18,75%) yang masuk kategori mulai muncul dan 11 orang anak (68,75%) yang masuk kategori belum muncul.
Setelah dijumlahkan kedua aspek yang diamati diketahui dari 16 anak yang menjadi subjek penelitian terdapat 2 orang anak (6,25%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 2 orang anak (6,25%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 5 orang anak (15,63%) yang masuk kategori mulai muncul dan 23
orang anak (64,58%) yang masuk kategori belum muncul. Sehingga dari hasil penelitian sementara atau pra tindakan menunjukkan bahwa terdapat permasalahan anak dalam menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ), maka peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui metode pemberian tugas.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena anak belum bisa beradaptasi dengan teman-temannya yang lain karena situasi sekolah yang baru, belum fokus dengan apa yang disampaikan oleh guru dan belum terbiasa dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan fisik motorik halusnya seperti menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ). Disamping itu kurangnya fasilitas atau media yang bisa membantu kemampuan anak, juga kebiasaan anak yang cenderung pasif. Kemungkinan penyebab selanjutnya rendahnya kemampuan anak dalam mengembangkan kemampuan motorik halus anak pada pra tindakan bisa bersumber dari lingkungan bermain dan juga situasi dan suasana belajar yang kurang menyenangkan. Kemungkinan juga pembelajaran yang sangat menoton, banyak aktivitas yang didominasi oleh guru atau pembelajaran yang berpusat pada guru. Hal-hal itu yang mendorong peneliti untuk melakukan perbaikan pembelajaran untuk melakukan tindakan siklus 1 dengan menggunakan metode pemberian tugas terbukti dapat dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak.
## 2. Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I ini dilakukan dengan 3 kali pertemuan di kelas. Dalam penyajian materi, peneliti bertindak sebagai pengajar yang didampingi oleh teman sejawat yang bertindak sebagai pengamat. Adapun hasil pengamatan pada tindakan siklus I dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
## Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Tindakan Siklus I
No. Kategori Aspek yang diamati Jumlah % Anak yang menganyam kertas Anak yang melipat kertas (origami) F % F % 1. BSB 3 18,75 5 31,25 8 25,00
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
2. BSH 4 25 3 18,75 7 21,87 3. MM 4 25 5 31,25 9 28,13 4. BM 5 31,25 3 18,75 8 25,00 Jumlah 16 100 16 100 32 100
Berdasarkan Tabel 2 di atas, pada aspek anak yang menganyam kertas terdapat 3 orang anak (18,75%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 4 orang anak (25,00%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 4 orang anak (25%) yang masuk kategori mulai muncul dan 5 orang anak (31,25%) yang masuk kategori belum muncul.
Pada aspek anak yang melipat kertas ( origami ) terdapat 5 orang anak (31,25%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 3 orang anak (18,75%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 5 orang anak (31,25%) yang masuk kategori mulai muncul dan 3 orang anak (18,25%) yang masuk kategori belum muncul.
Setelah dijumlahkan kedua aspek yang diamati diketahui dari 16 anak yang menjadi subjek penelitian terdapat 8 orang anak (25,00%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 7 orang anak (21,87%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 9 orang anak (28,13%) yang masuk kategori mulai muncul dan 8 orang anak (25,00%) yang masuk kategori belum muncul.
Pada siklus I yang telah direncanakan dengan dua kali tindakan dengan menggunakan metode pemberian tugas pada tema sekolahku. Sebelum penelitian terlebih dahulu peneliti berdiskusi dengan teman sejawat tentang rencana penelitian meminta kepadanya untuk membantu menjadi pengamat. Selanjutnya kami bersama-sama merancang pembelajaran dan persiapan yang harus dilaksanakan juga menyiapkan alat-alat sebagai media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran dalam tindakan siklus I.
Selama proses pembelajaran dimulai dari kegiatan awal, kegiatan inti dan penutup dengan 2 aspek yang akan diamati, yaitu menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ). Fokus penelitian tindakan ini adalah penggunaan metode pemberian tugas untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak. Dengan menggunakan metode pemberian tugas yang digunakan dalam pembelajaran
tentang tema sekolah yang diharapkan anak bisa menunjukkan kemampuan motorik halus berkembang sangat baik.
Hasil penelitian pada tindakan siklus I secara umum sudah menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan pra tindakan. Dapat dibahas pada siklus I ini sudah menunjukkan peningkatan meskipun belum maksimal. Peningkatan dari beberapa kemampuan yang diamati seperti kemampuan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ), rata-rata sudah mengalami peningkatan.
Adapun faktor yang menyababkan adanya peningkatan kemampuan motorik halus anak tersebut tersebut dengan menggunakan metode pemberian tugas, dapat menarik minat dan perhatian anak. Dengan peningkatan minat dan perhatian tersebut diasumsikan menjadi pendorong meningkatnya kemampuan motorik halus anak. Di sisi lain dapat pula dianalisa masih ada beberapa anak yang belum menunjukkan hasil yang maksimal atau belum meningkat kemampuannya. Hal ini masih perlu dianalisa lagi apakah karena anak ini belum termotivasi atau media yang digunakan belum menarik minatnya.
Kemungkinan bisa pula disebabkan karena ada guru lain yang ikut dalam kegiatan belajar anak sehingga sangat mempengaruhi aktivitas anak yang masih malu-malu atau kurang memiliki keberanian. Kemungkinan lain bersumber dari lingkungan rumahnya yang tidak biasa diajak bermain belajar oleh teman atau anggota keluarganya. Maka peneliti berusaha untuk lebih meningkatkan media yang lebih banyak bervariasi. Di samping itu guru akan lebih memberi motovasi, dorongan serta semangat agar anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam motorik halusnya. Untuk itu apa yang telah diperbaiki pada siklus kedua dapat dianalisa.
## 3. Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II ini juga dilakukan dengan tiga kali pertemuan di kelas. Dalam penyajian materi, peneliti bertindak sebagai pengajar yang didampingi oleh teman sejawat yang bertindak sebagai pengamat. Adapun hasil pengamatan pada tindakan siklus II dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
Tabel 3. Rekapitukasi Hasil Pengamatan Tindakan Siklus II
No. Kategori Aspek yang diamati Jumlah % Anak yang menganyam kertas Anak yang melipat kertas (origami) F % F % 1. BSB 11 68,75 12 75 23 71,88 2. BSH 2 12,50 2 12,50 4 12,50 3. MM 2 12,50 1 6,25 3 9,37 4. BM 1 6,25 1 6,25 2 6,25 Jumlah 16 100 16 100 32 100
Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas, pada aspek anak yang menganyam kertas terdapat 11 orang anak (68,75%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 2 orang anak (12,50%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 2 orang anak (12,50%) yang masuk kategori mulai muncul dan 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori belum muncul.
Pada aspek anak yang melipat kertas ( origami ) terdapat 12 orang anak (75.00%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 2 orang anak (12,50%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori mulai muncul dan 1 orang anak (6,25%) yang masuk kategori belum muncul.
Setelah dijumlahkan kedua aspek yang diamati diketahui dari 16 anak yang menjadi subjek penelitian terdapat 23 orang anak (71,88%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, 4 orang anak (12,50%) yang masuk kategori berkembang sesuai harapan, 3 orang anak (9,37%) yang masuk kategori mulai muncul dan 2 orang anak (6,25%) yang masuk kategori belum muncul.
Pada siklus II dengan dua kali tindakan menunjukkan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan siklus I atau pratindakan. Walaupun masih ada anak yang belum berhasil yaitu 1 anak dalam menganyam kertas dan 1 anak belum dapat
melipat kertas ( origami ). Jika dirata-rata ada sekitar 6,25% yang belum berhasil dari kemampuan yang diamati.
Dapat dikemukakan anak yang belum berhasil tersebut memang anak yang kurang yang memiliki rasa ingin tahu tentang sesuatu tugas atau permainan yang diberikan guru. Hal ini bukan berarti gagal, namun tetap ada peningkatan kemampuannya, tetapi belum maksimal. Oleh karena itu, peneliti dengan teman sejawat memutuskan untuk tidak melanjutkan siklus 3, karena anak yang belum berhasil presentasinya kecil. Sehingga penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil dengan baik karena telah dapat memperbaiki proses pembelajaran yang berdampak dengan meningkatnya kreativitas anak pada beberapa kemampuan yang telah diamati. Oleh karena itu, pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat meningkatkan motorik halus anak dalam kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ).
## Pembahasan
Hasil penelitian pada Siklus I dan Siklus II menunjukkan bahwa ada peningkatan keterampilan motorik halus pada anak Kelompok B RA Al-Mujahidin Tomohon. Peningkatan keterampilan motorik halus anak terjadi pada setiap pertemuan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase keterampilan motorik halus anak pada pratindakan yang mengalami peningkatan pada Siklus I dan Siklus II.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa anak Kelompok B dalam mengikuti kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ) sangat senang karena anak dapat belajar membuat mainan sendiri. Kegiatan origami khususnya juga dapat melatih konsentrasi dan ingatan anak karena pada kegiatan origami anak TK Kelompok B masih meniru sesuai perintah guru. Melalui kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami) dapat melatih kesabaran anak, di mana dua kegiatan ini memang cukup rumit dilakukan, sehingga untuk mencapai hasil yang sesuai bentuk yang diinginkan membutuhkan kesabaran.
Kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ) dapat melatih anak kelompok B untuk teliti artinya apakah lipatannya sudah lurus atau belum. Melatih kerapian, melipat kertas dengan hasil yang rapi akan terlihat indah bentuk lipatannya. Konsep sejalan dengan pendapat Sumanto (Sumanto, 2006) yang menyatakan bahwa tujuan kegiatan melipat kertas adalah untuk melatih daya ingat,
## Meningkatkan Kemampuan Motorik…
pengamatan, keterampilan tangan, mengembangkan daya fantasi, kreasi, ketelitian, kerapian, dan perasaan keindahan.
Temuan penelitian ini membuktikan bahwa keterampilan motorik halus anak meningkat melalui kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ). Hal ini sejalan dengan temuan Purnamasari, dkk. (2014) yang menyatakan manfaat origami yaitu melatih motorik halus anak sekaligus sarana bermain yang aman, murah, dan kaya manfaat.
Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi aspek mendasar teori belajar behavioristik bahwa belajar merupakan perubahan kemampuan anak dalam bertingkah laku dengan adanya interaksi rangsangan dan respon. Relevansinya dengan hasil penelitian ini yaitu bahwa stimulus melalui kegiatan pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ) dapat menghasilkan respons berupa keterampilan motorik halus anak Kelompok B RA Al-Mujahidin Tomohon yang mengalami peingkatan. Dengan kata lain, motorik halus anak meningkat karena diberi stimulasi yang tepat yaitu kegiatan menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ).
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode pemberian tugas menganyam kertas dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak Kelompok B TK Al-Mujahidin Tomohon. Kesimpulan tersebut terbukti dengan adanya peningkatan kemampuan motorik halus pada siklus I yaitu aspek menganyam kertas terdapat 3 orang anak (18,75%) yang masuk kategori berkembang sangat baik, pada siklus II kemampuan anak menunjukkan peningkatan dalam kegiatan menganyam kertas menjadi 11 orang anak (68,75%).
2. Metode pemberian tugas melipat kertas ( origami ) dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak di kelompok B TK Al-Mujahidin Tomohon. Pada siklus I terdapat 5 orang anak (31,25%) yang masuk kategori berkembang sangat baik dan pada siklus II menunjukkan peningkatan dalam kegiatan melipat kertas ( origami ) menjadi 12 orang anak (75.00%).
## Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan, pertama kepada guru agar menerapkan metode pemberian tugas menganyam kertas dan melipat kertas ( origami ) pada proses belajar mengajar karena metode ini dapat mendorong anak terbiasa dalam melakukan kegiatan apa saja, menumbuhkan motivasi, dan minat anak untuk belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak. Kedua , kepada kepala sekolah (pimpinan) agar memberi kesempatan kepada guru untuk melakukan perbaikan pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuannya sebagai guru profesional. Dan, ketiga, kepada lembaga (TK/RA) agar dapat mempertimbangkan penyusunan bahan pembelajaran yang berorientasi pada pemberian tugas khususnya menganyam dan melipat kertas ( origami ).
.
## Referensi
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang RI Nomor Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, S. B., & Zain, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: Rineke Cipta.
Montolalu, B. E. F. (2005). Bermaian dan Permainan Anak . Jakarta: Universitas Terbuka.
Pamadhi, H., & Sukardi, E. (2008). Seni Keterampilan Anak . Jakarta: Universitas Terbuka.
Purnamasari, N. K. N., Negara, I. G. A. O., & Suara, I. M. (2014). Penerapan Metode Demonstrasi melalui Kegiatan Melipat Kertas (Origami) untuk Meningkatkan Perkembangan Motorik Halus Anak. E-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha , 2 (1).
Setiani, S. (2007). Bermain dan Permainan Anak . (B. E. F. Montolalu, Ed.). Jakarta: Universitas Terbuka.
Sumanto. (2006). Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak SD . Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
|
e25b4133-24e8-47df-b2b2-28f21855bfa7 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/konservasi/article/download/2208/1233 | Media Konservasi Vol. X, No. 2 Desember 2005 : 51 – 57
## STUDI PENDAHULUAN : KEBERADAAN KURA-KURA ROTE
( Chelodina mccordi, Rhodin 1994) DI PULAU ROTE, NUSA TENGGARA TIMUR
( Survey of Rote Snake-necked Turtle Chelodina mccordi in Rote Island, East Nusa Tenggara )
W EMPY E NDARWIN 1 , A DININGGAR U L -H ASANAH 1 , R ODRIGO I BRRANDI V AZQUEZ 2 AND M IRZA D IKARI K USRINI 3
1 Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. PO Box 168, Bogor 1600, Indonesia
2 The Indonesian Turtle Working Group
3 Pengajar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. PO Box 168, Bogor 1600, Indonesia
## ABSTRACT
A preliminary to investigate the remaining population of Rote snake-necked turtle Chelodina mccordi in Rote Island, Nusa Tenggara Timur was conducted in 20 th of May – 25 th of June 2005. Based on previously known turtle distribution and interviews with local people, we surveyed 105 locations in Rote Island. We found 35 locations in Rote island suitable for turtle habitat, in which based on interviews 26 locations were previosly known as turtle habitats but no turtles were found anymore during the last few years, and nine locations where turtles are still occasionally seen. Our survey yielded no sighting of terrapin, we only found one snake-necked turtles brought by harvester from Peto marsh. Threats to Rote snake-necked turtles are hunting, loss of habitat to agricultural conversion and polution from agricultural land, and grazing by herds. More survey need to be carried out, especially during rainy season where there are more possibility of finding this turtle.
Keywords: Rote, turtle, habitat, conservation, Indonesia; Chelodina mccordi
## PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sekitar 39 jenis kura-kura yang terdiri dari enam jenis penyu, enam jenis labi-labi, dua jenis kura-kura darat dan 25 jenis kura-kura air tawar (Riyanto dan Mumpuni, 2003). Salah satu jenis kura-kura air tawar yang merupakan endemik Indonesia adalah Chelodina mccordi atau kura-kura Rote yang penyebarannya hanya terdapat di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Keberadaan kura-kura di Pulau Rote telah diketahui sejak lama. Namun keberadaan kura-kura ini sebagai spesies baru ini baru dipublikasikan pada tahun 1994 oleh Anders G. J. Rhodin. Sebelumnya diperkirakan bahwa kura-kura ini adalah jenis C. novaeguinee yang penyebarannya terdapat di Papua dan Australia bagian utara (Rhodin, 1994).
Kura-kura Rote memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah menjadi target buruan dalam perdagangan internasional. Kura-kura ini banyak diburu terutama untuk dijadikan binatang peliharaan. Pada tahun 1996 C. mccordi termasuk dalam Red List IUCN sebagai vulnerable , dan dirubah menjadi critically endangered pada tahun 2000 dalam kriteria CR A1d, B1+2e. Kriteria tersebut menunjukkan adanya penurunan populasi satwa sedikitnya 80% pada tiga generasi terakhir dan penyebarannya yang terbatas. Pada tahun 2000 kura-kura Rote dinyatakan commercially extinct , selanjutnya pada tahun 2004
diusulkan agar C. mccordi dimasukkan dalan Appendix II CITES (CITES, 2004).
Data dan informasi tentang keberadaan kura-kura Rote di alam belum banyak diketahui. Oleh karena itu, kegiatan survei ini dilakukan sebagai studi pendahuluan untuk mengetahui status keberadaan kura-kura Rote pada habitat alaminya.
Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menge- tahui keberadaan kura-kura Rote ( Chelodina mccordi, Rhodin, 1994) terkini pada habitat alaminya baik melalui pengamatan langsung maupun wawancara.
## METODE PENELITIAN
Kegiatan survei ini dilakukan di Pulau Rote, yang memiliki luas 0,12 hektar. Pulau Rote juga dikenal dengan nama Pulau Roti. Secara administratif, Pulau Rote masuk dalam Kabupaten Rote Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama satu bulan (20 Mei – 25 Juni 2005) meliputi seluruh wilayah pulau yang diperkirakan sebagai lokasi habitat kura-kura. Tidak kurang dari 105 lokasi di Pulau Rote telah disurvei. Penentuan penyebaran C. mccordi dilakukan melalui survei secara langsung terhadap badan-badan air di Pulau Rote dan wawancara dengan penduduk setempat dimana pada lokasi tersebut dinyatakan sebagai habitat kura (baik dulu maupun
Survei Kura-Kura Rote (Chelodina mccordi, Rhodin 1994)
Sumber: Lab. SDAF Dept. KSH, 2005
Gambar 1. Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur
sekarang). Badan-badan air yang dikunjungi mencakup danau, sungai, rawa, kolam air, sawah yang berhubungan dengan badan air, dan juga gua.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan survei terdiri dari peta rupa bumi pulau Rote, skala 1 : 25.000 (Gambar 1), GPS, perangkap kura-kura ( trap ), tally sheet dan alat tulis.
Langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut : Pertama-tama dilakukan identifikasi dan inventarisasi daerah perairan darat (danau, rawa dan sungai) yang ada di
seluruh wilayah pulau Rote berdasarkan peta rupa bumi. Tim kemudian melakukan observasi lapang dengan mendatangi setiap lokasi perairan. Di setiap daerah obesrvasi dilakukan pengumpulan data dan informasi tentang kura-kura dan kondisi habitat pada masing-masing lokasi. Tim juga melakukan wawancara dengan masyarakat sekitar tentang keberadaan kura-kura. Pada lokasi tertentu dimana diduga bahwa lokasi tersebut merupakan habitat kura-kura dilakukan pemasangan perangkap kura-kura (trap). Tim juga mencatat keberadaan beberapa jenis herpetofauna yang dijumpai selama penelitian.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
## Penyebaran
Berdasarkan survei, terdapat 35 lokasi yang diperkirakan sebagai habitat C. mccordi (tabel 1). Penyebaran C. mccordi dibagi menjadi penyebaran asli dan penyebaran terkini. Penyebaran asli merupakan lokasi dimana menurut masyarakat C. mccordi pernah ada tetapi tidak pernah dijumpai lagi selama beberapa tahun terakhir, yaitu pada 26 lokasi. Penyebaran terkini merupakan lokasi dimana menurut masyarakat C. mccordi diperkirakan masih ada atau masih dijumpai pada musim hujan terakhir, yaitu pada sembilan lokasi.
Survei ini tidak berhasil menemukan keberadaan kura- kura Rote di alam. Dalam bahasa Rote, kura-kura Rote disebut sebagai Keaoe atau Nggoa . Tim memperoleh satu ekor kura-kura Rote yang ditangkap oleh penduduk lokal dari Rawa Peto pada bulan Januari 2005 dan dipelihara.
Media Konservasi Vol. X, No. 2 Desember 2005 : 51 – 57
Tabel 1. Penyebaran Chelodina mccordi di Pulau Rote No. Lokasi Perjumpaan terakhir* 1 2 3 Penyebaran asli 1. Dano Oendui 1990an 2. Dano Lindu 1980an 3. Dano Fakadale 2000an 4. Rawa 13 Awal 2000an 5. Dano Susina Awal 2000an 6. Le Karafao 1990an 7. Letek Dudikoen 1980an 8. Dano Manutei 1980an 9. Dano Pokodanon 1980an 10. Dano Seda Awal 2000an 11. Danodaluk 2000an 12. Rawa 15 2000an 13. Rawa 16 2000an 14. Dano Ana 1990an 15. Dano Tua 1990an 16. Dano Anak 1990an 17. Le Idanadale 2000an 18. Dano Manubulu 2000an 19. Dano Napioen Dulu ada 20. Dano Kapalangge 1990an 21. Loe Tudameda Dulu ada 22. Rawa 17 Dulu ada 23. Dano Diloandanon 1980an 24. Loe Oeboladale 2000an 25. Dano Koli 1990an 26. Le Bahakdale 2000an Penyebaran terkini 27. Ledulu 2004 28. Rawa Peto Januari 2005 29. Dano Masi 2004 30. Manamolo 2004 31. Dano Amba 2004 32. Dano Ndukis 2004 33. Dano Tekeme 2004 34. Dano Babadanon 2004 35. Dano Batunggois 2004
Keterangan: * menurut wawancara dengan masyarakat setempat
## Kondisi Badan Air
Pada saat survei, sebagian besar badan air yang dikunjungi kering. Hal ini disebabkan saat survei bertepatan dengan musim kemarau dan curah hujan Pulau Rote untuk dua tahun terakhir relatif rendah. Tingkat kekeringan pada badan air berbeda. Sebagian besar lokasi seperti Dano Masi, Tekeme, Seda dan Babadanon tidak ada air sama sekali atau
kering total. Pada lokasi lain seperti Rawa Peto dan Ledulu air tetap ada walaupun ketinggian permukaan air lebih rendah daripada saat musim hujan.
Lahan sekitar badan air bervariasi, dari pemukiman, lahan budidaya, hutan, savanna, dan tanah kosong. Lahan budidaya termasuk sawah, ladang bawang dan perkebunan.
Pada lokasi dimana danau telah mengecil menjadi mata air, masyarakat menanam bawang di danau.
Kondisi fisik badan perairan dimana kura-kura masih ada tidak berbeda dengan lokasi dimana kura-kura tidak lagi dijumpai. Kondisi badan perairan dimana kura-kura masih dijumpai adalah sebagai berikut:
1. Ledulu
Rawa Ledulu terletak di Rote Timur dan berhubungan dengan suatu kolam air. Pada saat survei masih ada air di rawa, mencapai kedalaman 1,2 meter pada titik tertentu. Tipe vegetasi adalah hutan rawa dan hutan monsoon. Satwaliar yang terdapat di Ledulu antara lain adalah burung air dan ikan.
2. Rawa Peto Rawa Peto merupakan badan air permanen di Rote Tengah. Rawa Peto merupakan habitat burung air. Rawa tersebut dikelilingi sawah, sehingga pencemaran merupakan suatu ancaman yang perlu diperhatikan.
3. Dano Masi Dano Masi terletak di Rote Tengah. Pada saat survei danau kering dan sudah berupa persawahan. Dano Masi terletak dekat dua danau besar yaitu Dano Anak dan Dano Tua, kemungkinan ada aliran yang menghubungkannya pada musim hujan.
4. Manamolo Manamolo terletak di Rote Tengah, berdekatan dengan Dano Masi. Daerah Manamolo masih alami tetapi kering pada saat survei. Masyarakat setempat menganggap Manamolo sebagai daerah keramat, dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan perlindungan kura-kura di daerah tersebut.
5. Dano Amba Dano Amba juga terletak dekat Dano Masi dan Manamolo. Pada saat survei lokasi tersebut kering, tetapi daerah sekitarnya masih alami. Di Dano Masi, Amba dan Manamolo terdapat bebatuan dengan celah- celah. C. mccordi mungkin beraestivasi di antara celah bebatuan tersebut.
6. Dano Ndukis Pada saat survei masih terdapat sedikit air di Dano Ndukis. Penggunaan lahan sekitar danau adalah ladang bawang. Daerah sekitar danau juga dimanfaatkan untuk menggembalakan hewan ternak.
7. Dano Tekeme Dano Tekeme terletak di Desa Oelasin di daerah perbukitan. Pada saat survei danau tersebut kering. Di
danau banyak hewan ternak seperti kuda dan sapi yang digembalakan.
8. Dano Babadanon Dano Babadanon terletak berdekatan dengan Dano Tekeme. Pada saat survei danau sedang kering dan merupakan tempat penggembalaan hewan ternak.
9. Dano Batunggois Dano Batunggois terletak berdekatan dengan Dano Tekeme dan Babadanon. Pada saat kemarau air yang terdapat hanya mata air. Danau digunakan untuk ladang bawang oleh masyarakat sekitar. Pada saat survei tidak dijumpai banyak satwa.
## Ancaman terhadap keberadaan C. mccordi
Beberapa ancaman terhadap keberadaan kura-kura leher panjang Rote adalah:
1. Perburuan
Sejak penemuannya sebagai spesies baru pada tahun 1994, permintaan pasar untuk C. mccordi sebagai hewan peliharaan meningkat. Para pemburu menangkap kura- kura dengan menggunakan trap yang dari pukat/jaring dengan kerangka besi yang dipasang di danau dan rawa. Para pemburu juga menangkap kura-kura secara manual. Perburuan ini menyebabkan penurunan populasi C. mccordi di seluruh Rote. Menurut seorang pemburu kura-kura di Rote, dulu ia dapat menangkap 30 ekor kura-kura leher panjang pada satu lokasi dalam satu hari, tetapi sekarang hanya mampu mendapat sekitar tiga ekor dalam satu tahun.
2. Perladangan Perubahan lahan menjadi sawah dan lahan budidaya telah terjadi selama bertahun-tahun. Pada saat survei dijumpai pembuatan ladang bawang di sekitar danau dan sungai yang merupakan habitat alami C. mccordi .
Perubahan lahan serta perladangan menyebabkan berkurangnya habitat C. mccordi .
3. Pencemaran perairan
Untuk meningkatkan produktivitas lahan atau sawah masyarakat Rote menggunakan pestisida Acodan dan pupuk urea. Penggunaan pestisida dan pupuk tergantung pada curah hujan dan luas ladang. Sebagian bahan kimia dari pestisida dan pupuk tercuci dan mengalir ke badan air seperti sungai dan danau, sehingga membahayakan kura-kura dan satwa lainnya.
4. Penggembalaan
Di Pulau Rote terdapat hewan ternak seperti babi, sapi, kerbau, kuda, dan kambing. Hewan ternak
Media Konservasi Vol. X, No. 2 Desember 2005 : 51 – 57
digembalakan tanpa dikandang. Hewan tersebut memakan rumput, hingga padang rumput berubah menjadi tanah kosong pada beberapa lokasi. Kerusakan lahan akibat penggembalaan secara tidak langsung mem-pengaruhi keberadaan kura-kura leher panjang. Selain itu babi juga merupakan predator terhadap telur kura- kura.
## Jenis Herpetofauna Lain yang Dijumpai
Pada saat survei dijumpai 16 jenis herpetofauna, yang terdiri dari delapan jenis ular, enam jenis kadal, satu jenis buaya dan empat jenis katak. Tabel 2 menyajikan jenis-jenis herpetofauna yang dijumpai.
Tabel 2. Jenis herpetofauna yang dijumpai di Pulau Rote
Kelompok Nama Lokal Nama Latin Ular 2. Ular macklotti Liasis macklotti 3. Ular naga, sanca Python reticulatus 4. Ular hijau Trimeresurus albolabris 5. Ular tikus Elaphe radiata 6. Ular pohon Dendrolaphis inornatus 7. -- Lycodon capucinus 8. -- Cerberus rynchops Kadal 9. Kadal tanah Mabouya sp . 10. Kadal pohon hijau -- 11. Biawak Varanus auffenbergi 12. Kadal terbang Draco timorensis 13. Cicak -- 14. Tokek Gekko gekko Buaya 15. Buaya muara Crocodylus porosus Katak 16. Katak pohon -- 17. Katak pohon putih -- 18. Katak sawah Fajervarya sp . 19. Kodok Bufo sp.
## Hambatan pada Kegiatan Survei
Kegiatan survei tidak dapat berjalan lancar karena beberapa hambatan yaitu musim, transportasi dan kegiatan perburuan. Survei dilakukan bertepatan dengan musim kemarau dimana sebagian besar badan air kering. Beberapa lokasi seperti Dano Seda mengalami kekeringan total. Saat kemarau kura-kura leher panjang diduga bersembunyi di dalam celah-celah batu/goa atau berada di dalam hutan. Penelitian terhadap populasi dan habitat C. mccordi juga tidak dapat dilakukan karena faktor musim. Penelitian- penelitian tersebut perlu dilakukan pada musim hujan.
Kendaraan umum di Pulau Rote masih jarang dan hanya ada pada waktu tertentu, bahkan tidak ada sama sekali atau sangat mahal untuk mencapai lokasi tertentu. Hal ini memperlambat mobilitas dalam survei, dimana kegiatan dilakukan di seluruh pulau.
Sebagian masyarakat mengetahui kura-kura sebagai barang bernilai tinggi sehingga mereka tidak mau memberikan informasi secara terbuka mengenai keberadaan kura-kura. Hal ini pula yang menjadi kendala untuk melakukan pemasangan perangkap ( trap ) karena dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh masyarakat untuk
berburu karena selama ini masyarakat hanya menggunakan tangan atau alat pancing untuk mencari kura-kura.
## Pembahasan
C. mccordi merupakan jenis kura-kura air tawar yang keberadaannya tergantung pada badan perairan. Dari kegiatan survei yang dilakukan diketahui bahwa C. mccordi tersebar di seluruh Pulau Rote. Penyebaran C. mccordi paling timur adalah Dano Lindu (Dano Lendeoen) di Rote Timur, sedangkan penyebaran paling barat adalah Dano Ndukis. Pada saat survei tidak ditemukan C. mccordi di lapangan secara langsung. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya populasi serta keringnya sebagian besar habitat kura-kura dan kemungkinan mereka beraestivasi ke dalam hutan.
Kegiatan survei dilakukan selama satu bulan di Pulau Rote, dari kegiatan tersebut ditemukan sekitar 35 lokasi yang diperkirakan sebagai habitat kura-kura Rote. Lokasi- lokasi yang terdiri dari danau, rawa, sungai dan areal persawahan itu tersebar di seluruh Pulau Rote. Secara umum wilayah pulau Rote terbagi dalam tiga bagian yaitu Rote Timor di sebelah utara, Rote Tengah di bagian tengah
Survei Kura-Kura Rote (Chelodina mccordi, Rhodin 1994)
dan Rote barat di bagian selatan. Di Rote Timor, sebagian besar danaunya merupakan danau air asin, sehingga dipastikan lokasi-lokasi tesebut bukan merupakan habitat kura-kura Rote yang hidup di air tawar. Di wilayah ini terdapat sekitar tujuh lokasi danau dan rawa air tawar yang diperkirakan sebagai habitat kura-kura, diantaranya Dano Oendui, Lindu dan Rawa Ledulu. Namun dari tujuh lokasi tersebut hanya Dano Ledulu yang saat ini diperkirakan masih ada kura-kura.
Kegiatan observasi lapang di Rote Timor dilakukan selama satu minggu, namun selama kegiatan tidak ditemukan kura-kura. Menurut keterangan masyarakat umumnya mereka tidak pernah menjumpai lagi kura-kura dalam beberapa tahun terakhir. Terakhir ditemukanya kura- kura di Rote Timor yaitu di Dano Ledulu pada tahun 2004, saat seorang pemburu kura-kura berhasil menangkap satu ekor kura-kura dewasa. Berdasarkan keterangan tersebut kemudian dilakukan pemasangan perangkap di Dano Ledulu. Namun pemasangan trap selama beberapa hari tidak berhasil menangkap kura-kura. Menurut masyarakat sejak lima tahun terakhir kura-kura sangat sulit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat perburuan kura-kura shingga terjadinya penurunan populasi yang sangat drastis.
Di wilayah Rote Tengah dan Barat terdapat sekitar 28 lokasi yang diperkirakan sebagai habitat kura-kura Rote. Saat dilakukan survei sebagian besar lokasi dalam keadaan kering akibat kemarau yang cukup panjang. Menurut keterangan, masyarakat tidak lagi pernah menemukan kura- kura dalam beberapa tahun terakhir ini. Terdapat sekitar 8 lokasi danau yang masih pernah dijumpai kura-kura dalam 2 tahun terakhir, namun 7 dari lokasi tersebut dalam keadaan kering akibat kemarau. Satu lokasi yang masih digenangi air yaitu rawa Peto di bagian Rote Tengah.
Rawa Peto merupakan lokasi yang paling potensial selain Rawa Ledulu untuk mendapatkan kura-kura karena pada bulan Januari 2005 di lokasi ini ditemukan terakhir kali 2 ekor anakan kura-kura. Kegiatan observasi kemudian difokuskan di lokasi ini. Selain dilakukan pengamatan langsung oleh tim survei, observasi juga dilakukan dengan menggunakan jasa masyarakat lokal yang tinggal di sekitar lokasi rawa Peto untuk memonitor keberadaan kura-kura di lokasi tersebut selama kurang lebih 2 minggu.
Pemasangan perangkap tidak dilakukan di lokasi ini. Masyarakat sekitar sering datang ke lokasi rawa untuk mencari kura-kura, sehingga pemasangan perangkap dikhawatirkan akan diketahui oleh mereka dan kemudian ditiru dan disalahgunakan untuk memburu kura-kura yang sudah semakin langka. Kegiatan observasi yang dilakukan tersebut ternyata tidak membuahkan hasil, tidak satu pun kura-kura berhasil ditemukan di rawa Peto. Kegiatan observasi juga dilakukan di Dano Tua dan Dano Anak, namun di kedua lokasi ini juga tidak ditemukan kura-kura.
Walaupun terdapat beberapa hal yang diduga dapat mengurangi kualitas habitat kura-kura seperti perladangan,
pencemaran dan penggembalaan, namun rendahnya populasi kura-kura Rote lebih banyak disebabkan oleh adanya aktifitas perburuan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Rhodin (1996) dan Iskandar (2000), bahwa keberadaan habitat kura-kura ini relatif stabil dan dipengaruhi oleh faktor cuaca dan topografi.
Tidak dijumpainya kura-kura Rote dalam survei ini tidak berarti bahwa kura-kura Rote telah punah sama sekali di alam. Oleh karena itu survei ulangan perlu dilakukan di musim hujan. Namun demikian hasil survei menunjukkan bahwa populasi di alam sudah sangat rendah, seperti yang diindikasikan oleh para ahli (CITES, 2004; Iskandar 2000), sehingga bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti kura- kura Rote lebih banyak terdapat di penangkaran maupun di kebun binatang di luar negeri.
Rendahnya pendapatan masyarakat di Pulau Rote, minimnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya keberadaan kura-kura Rote dan tidak adanya perlindungan dari pemerintah terhadap kura-kura Rote dan habitatnya diduga sebagai faktor-faktor yang mendorong turunnya populasi kura-kura Rote. Mengingat bahwa populasi kura- kura Rote di alam kian terancam, pemerintah perlu menetapkan status dilindungi bagi kura-kura ini dan menetapkan satu kawasan khusus sebagai habitat yang dilindungi.
## KESIMPULAN
Hasil studi ini tidak menemukan keberadaan kura-kura Rote ( Chelodina mccordi ) secara langsung di lapangan. Penurunan populasi kura-kura yang sangat tajam serta musim kemarau yang cukup panjang merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap hasil studi ini. Untuk lebih memastikan keberadaan dan populasi kura-kura rote, perlu dilakukan lagi penelitian ini lebih lanjut, baik tentang habitat maupun populasi.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan asisten lapang Joseph Pelo (Rote Tengah), dan Jeskial (Rote Timor) selama survei dilakukan di Rote. Survei ini dapat dilaksanakan berkat bantuan dana dari Turtle Conservation Fund atas nama Rodrigo Ibarrando Vazquez.
## DAFTAR PUSTAKA
CITES. 2004. Convention on international trade in endangered species of fauna and flora. Amendments to Appendices
I
and II of CITES.
http://international.fws.gov Diakses April 2005.
Media Konservasi Vol. X, No. 2 Desember 2005 : 51 – 57
Iskandar, D. T. 2000. Kura-kura dan buaya Indonesia dan
Papua Nugini. PALMedia Citra, Bandung.
Riyanto, A. & Mumpuni. 2003. Metode survei dan pemantauan populasi satwa. Seri Ketiga Kura-kura. Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor.
Rhodin, A.G.J. 1994. Chelid turtles of the Australasian Archipelago: II. A new species of Chelodina from Roti Island, Indonesia. Breviora 498: 1-31.
|
93bdb6cc-cd0c-4a52-b284-e197a7b8a217 | http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD/article/download/4555/2708 | Vol 4 No 1, Januari 2020, pp 164 - 177 Available at: http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD
## Pengembangan Media Paspop pada Materi SBdP di Sekolah Dasar Kecamatan Jabung
## Cicilia Ika Rahayu Nita*, Ratih Kartika Werdiningtiyas
Universitas Kanjuruhan Malang, Indonesia [email protected]*
Abstract: Teachers have difficulty in linking concepts between subjects to a theme, due to the lack of thematic learning media that can help teachers in linking concepts between subjects in SDN Sidorejo 2. Teachers need paspop learning media that can support students in learning to use thematic approaches (Language Indonesia, Natural Sciences and SBdP). The purpose of this study was to develop and analyze the influence of paspop media on SBdP material in class V. The research development of the media uses the four D method (define, design, develop and disseminate). The results of the validation of media experts and material experts were 87.50% and 88% with very decent criteria. Data attractiveness of the media for students scored with a percentage of 91% categorized very well. Student learning outcomes using the media Bapang mask postpop stated that students who completed totaled 28 with a percentage of 87.5%.
Key Words : four D; passport; thematic
Abstrak: Guru kesulitan dalam mengaitkan konsep antar mata pelajaran pada suatu tema, karena kurang tersedianya media pembelajaran tematik yang dapat membantu guru dalam mengaitkan suatu konsep antar mata pelajaran di SDN Sidorejo 2. Guru membutuhkan media pembelajaran paspop yang dapat mendukung siswa dalam belajar menggunakan pendekatan tematik (Bahasa Indonesia, IPA dan SBdP). Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan dan menganalisis pengaruh media paspop pada materi SBdP di kelas V. Penelitian pengembangan media tersebut menggunakan metode four D (define, design, develop dan disseminate) . Hasil validasi ahli media dan ahli materi sebesar 87,50% dan 88% dengan kriteria sangat layak. Data kemenarikan media bagi siswa memperoleh nilai dengan persentase 91% berkategori sangat baik. Hasil belajar siswa dengan menggunakan media paspop topeng Bapang menyatakan bahwa siswa yang tuntas berjumlah 28 dengan persentase 87,5%.
Kata kunci: four D; paspop; tematik
## Pendahuluan
Pada era saat ini pembelajaran seni sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak. Salah satu yang menjadi karakteristik perkembangan kemampuan anak adalah pembelajaran seni. Pembelajaran seni pada anak bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi, kemampuan fisik, intelektual, emosional, moral dan agama serta seni secara optimal (Wulandari 2017). Seni sebagai media atau sarana pendidikan merupakan sebuah instructional matrial berbentuk kegiatan seni yang menyalurkan nilai-nilai tertentu pada siswa. Proses tersebut merupakan sebuah upaya transformasi agar mencapai sejumlah tujuan pendidikan yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan dapat memecahkan masalah bagi siswa. Untuk itu, didalam proses pembelajaran yang digunakan guru model,
metode, strategi atau kegiatan pembelajaran yang lain adalah sesuatu yang tepat dan bermakna, untuk memperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan tahap perkembangan siswa (Lusiana dan Desyandri, 2018). Adapun untuk kelancaran proses pembelajaran, guru dapat menggunakan media bantu yang berupa buku teks, film transparansi, kaset video, multimedia, media manipulatif dan media pembelajaran lainnya yang dengan memahami karakter siswa, suasana dan prasarana penunjang serta adanya pengaturan situasi pembelajaran yang efektif sesuai dengan materi yang diajarkan (Muin 2017).
Media pembelajaran adalah segala sesuatu bentuk yang membawakan pesan dari materi yang diajarkan (Fadhli 2015). Melalui media pembelajaran yang menarik, secara psikologis siswa akan menjadi tertarik dan bersemangat untuk belajar baik didalam kelas maupun diluar kelas (Uno dan Ma’ruf, 2016) . Penggunaan media akan sangat membantu menyampaikan materi dan mempermudah siswa untuk menyerap ilmu pembelajaran khususnya pada pembelajaran SD, yaitu tematik (Indahsari, Yuniasih dan Sulistyowati, 2019). Pembelajaran tematik di SD merupakan gabungan beberapa mata pelajaran, misalnya Bahasa Indonesia, Seni Budaya, IPA, dan PKn maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah sehingga mata pelajaran tersebut saling berkaitan dan guru diharapkan lebih kreatif dalam menyiapkan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. SBdP (Seni Budaya dan Prakarya) memiliki beberapa materi pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan dan kreativitas siswa (Alifi dan Mulyani, 2019).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas V di SD Negeri Sidorejo 2, menunjukkan bahwa selama ini penyampaian materi dalam suatu pembelajaran tematik yang kurang maksimal. Hal ini guru lebih sering mengajar mata pelajaran dibandingkan dengan pembelajaran tematik dikarenakan dengan alasan belum mampu mengajarkan tematik. Guru kesulitan dalam mengaitkan konsep antar mata pelajaran pada suatu tema. Kesulitan guru mengajar salah satunya dipengaruhi karena kurang tersedianya media pembelajaran tematik yang dapat membantu guru dalam mengajarkan tematik khususnya dalam mengaitkan suatu konsep antar mata pelajaran. Tidak hanya itu saja selama ini, guru hanya menggunakan media berupa buku teks yang sudah tersedia. Buku teks tematik yang digunakan oleh guru masih banyak kekurangan konsep dan penyajian materi pada buku teks juga kurang menarik. Guru juga kurang menggunakan media pembelajaran dan dalam memberikan materi pembelajaran dirasakan kurang variatif.
Dalam mengatasi permasalahan yang diamati, perlu adanya media pembelajaran yang dapat mendukung siswa dalam belajar menggunakan pendekatan tematik antara materi bahasa Indonesia, IPA, dan SBdP. Media tersebut hendaknya dapat membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Media berupa miniatur organ luar manusia yang bermanfaat ada materi bahasa mengenai anggota tubuh, materi IPA mengenai materi organ tubuh, dan SBdP mengenai menyiakan karya tari daerah dengan menggunakan kostum dan property tari yang disebut dengan media paspop. Selain itu media paspop praktis untuk digunakan, mudah dibawa karena ukurannya yang tidak besar, tampilan berbentuk tiga dimensi yang dapat menarik memotivasi dan menambah semangat belajar siswa serta dapat menggunakan media secara mandiri maupun berkelompok.
Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Ada tidaknya motivasi belajar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa (Emda 2018). Dengan adanya usaha yang tekun dan didasari adanya motivasi maka seseorang yang belajar akan mendapatkan hasil belajar yang baik pula. Sehingga hal ini akan meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran seni budaya dan keterampilan khususnya seni tari di Sekolah Dasar. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Purwatiningsih, Tri, and Wahyuningtyas (2012) media Paspop valid dan praktis digunakan untuk media pembelajaran. Menurut Kamayani, Sumantri, and Sudana (2013) media tiga dimensi berpengaruh pada hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah media paspop digunakan pada pembelajaran SBdP yang dikaitkan dengan pembelajaran tematik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan dan menganalisis pengaruh media paspop pada materi SBdP di kelas V.
## Metode
Penelitian pengembangan media pembelajaran paspop topeng bapang menggunakan subjek penelitian di SDN Sidorejo 2 dengan jumlah 32 siswa. Dalam penelitian pengembangan ini, peneliti menggunakan teori four D models Thiagarajan, dkk. Pengembangan model four D models meliputi empat tahap pengembangan, yaitu define, design , develop , dan disseminate penyebaran. Dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan model ini hanya pada 3 tahapan saja yaitu: define, design , dan develop . Untuk tahapan keempat yaitu disseminate tidak dilakukan oleh peneliti pada penelitian ini. Peneliti tidak melaksanakan tahapan ini dikarenakan beberapa pertimbangan yakni memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak.
## Gambar 1 Kerangka Kerja
Prosedur penelitian ini diawali dengan mengembangkan media berbasis topeng malangan dan mengembangkan perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, LKS, dan Tes Hasil Belajar. Adapun pengembangan perangkat dan media ini menggunakan model four D. Pada tahap pendefinisian, dilakukan kegiatan yang meliputi analisis awal-akhir, anilisis
siswa, analisis tugas, analisis konsep dan perumusan tujuan pembelajaran. Tujuan analisis awal-akhir ini adalah untuk mengetahui masalah dasar yang dihadapi guru kelas V di SDN Sidorejo 2 Kec. Jabung Malang dalam pembelajaran seni budaya dan keterampilan sehingga dibutuhkan pengembangan bahan pembelajaran. Dari hasil analisis dijadikan landasan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dengan materi peragaan karya tari dengan kostum dan property.
Analisis siswa bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa yang meliputi: kemampuan akademik, pengalaman, keterampilan psikomotor serta kemampuan bekerjasama. Diharapkan pembelajaran seni budaya dan keterampilan dengan menggunakan media pembelajaran pada materi ragam hias dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Analisis tugas disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan indikator yang akan dicapai. Pada tahap ini peneliti mencermati Standart kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran seni budaya dan keterampilan dikelas V, yang akan digunakan oleh peneliti sebagai dasar pelaksanaan penelitian ini adalah sebaga berikut : (1) Tema 2 Udara Bersih bagi kesehatan; (2) Subtema 2 Pentingnya udara bersih bagi kesehatan; (3) KD 3.3 Memahami pola lantai dalam tari kreasi; (4) IPK 3.3.1 Mengidentifikasi unsur-unsur persiapan peragaan karya tari dengan property.
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep yang relevan untuk pengembangan bahan ajar tentang peragaan karya tari dengan property. Tujuan dari analisis ini adalah mengkonversikan tujuan analisis tugas dan analisis konsep menjadi tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator yang sudah dibuat. Rangkaian tujuan ini merupakan dasar untuk menyusun media pembelajaran dan tes hasil belajar.
Pada tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran, meliputi: (1) Penyusunan Tes. Dasar penyusunan tes adalah analisis materi yang dijabarkan dalam indikator pencapaian hasil belajar. Untuk merancang tes ini, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes dan pedoman penskoran. (2) Pemilihan Media. Pemilihan media berkenaan dengan penentuan media yang tepat dan sesuai untuk menyajikan materi pembelajaran. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media paspop topeng bapang. Media lain yang dibutuhkan antara lain LCD, laptop, mouse, speaker , papan tulis, dan spidol. (3) Pemilihan Format. Pemilihan format erat kaitannya dengan pemilihan media. Rancangan Awal Pembelajaran.
Pada tahap pengembangan meliputi validasi perangkat oleh validator diikuti dengan revisi, uji coba kelompok kecil yaitu kegiatan mengoperasionalkan RPP, dan uji coba lapangan. (1) Validasi oleh Validator. Validasi media pembelajaran dilakukan semua perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan pada tahap perencanaan. Validasi media pembelajaran dilakukan oleh pakar yang kompeten dalam bidang pengembangan media pembelajaran. (2) Uji Coba Lapangan. Dalam uji coba ini, perangkat pembelajaran yang diujicobakan kepada siswa kelas V sebanyak 32 orang di SDN Sidorejo 2 Kec. Jabung Malang. Pada uji coba lapangan ini dilakukan dalam bentuk eksperimen dengan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pelaksanaan eksperimen bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa dengan pembelajaran tanpa menggunakan media pembelajaran dan basis
topeng malangan dengan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-postest control group design.
Tabel 1 Pretest-Postest Control Group Design R Q1 X Q2 R Q3 - Q4 (Sugiyono 2010:112)
Keterangan:
R
: Kelompok perlakuan dan kelompok control dipilih secara random.
Q1 : Pretest untuk kelompok perlakuan untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Q3 : Pretest untuk kelompok control untuk mengetahui keadaan awal a dakah perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Q2 : Postest untuk kelompok perlakuan setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran dengan basis topeng malangan dalam pembelajaran seni budaya dan keterampilan.
Q4 : Postest untuk kelompok kontrol setelah mengikuti pembelajaran tanpa mengggunakan media dan menggunakan model pembelajaran langsung.
X : pemberian perlakuan terhadap kelompok yang sudah dipilih, dengan menggunakan media pembelajaran dengan berbasis topeng malangan
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data- data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah metode observasi dan tes. Observasi merupakan tindakan pengambilan data melalui pengamatan terhadap hal-hal yang terjadi selama pelaksanaan proses pembelajaran. Perilaku yang diamati adalah aktivitas guru, aktivitas siswa maupun dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan indikator kegiatan pembelajaran yang telah dipersiapkan oleh guru. Jadi observasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk skala penilaian selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes prestasi untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan setelah penggunaan media paspop topeng bapang pada peragaan karya tari dengan property .
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Lembar soal tes hasil belajar yang diberikan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan, berupa tes berbentuk pilihan ganda yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tujuan pembelajaran; (2) Lembar observasi atau lembar pengamatan digunakan untuk mengetahui kemampuan guru di dalam melaksanakan RPP untuk mengetahui aktifitas guru dan aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung; (3) Lembar validasi, untuk mengetahui jawaban tim validator terhadap proses pengembangan berdasarkan kisi-kisi instrumen pengembangan media paspop topeng bapang. Untuk memperoleh data terhadap mutu dengan cara menyediakan instrumen chek list pada lembar validasi; (4) Dokumentasi yang berupa arsip sekolah data-data berkenaan dengan profil sekolah, data siswa dan guru serta foto kegiatan di sekolah.
Teknik pengolahan data pada penelitian ini : (1) Editting, kegiatan ini dilakukan untuk melihat atau memeriksa kelengkapan, kejelasan benar dan tidaknya data yang terkumpul; (2) Skoring , kegiatan pemberian skor atau nilai terhadap data yang telah terkumpul; (3) Tabulating , kegiatan memasukkan data kedalam dan mengatur angka sehingga mudah
dihitung dan dijumlahkan yang selanjutnya dapat dilakukan pencarian hubungan variabel untuk mempermudah dalam penganalisisan.
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui hasil validasi perangkat yang meliputi media, RPP, BAS, serta LKS. Dalam penilaian ini batas penerimaan adalah skor rerata dari hasil penilaian validator.
% 100 indikator seluruh Media Penilaian indikator kevalidan tingkat Analisis x =
## (Fatmawati, 2016)
Selanjutnya rata-rata ini dirujuk pada interval penentuan kriteria pengkategorian prosentase skor sebagai berikut:
Tabel 2 Kriteria Presentase Skor Rentang Skor Kategori Kevalidan 80% s.d. 100 % Sangat tinggi 70% s.d. 79% Tinggi 60% s.d 69% Sedang 45% s.d 59% Kurang ≤ 44% Rendah (diadaptasi dari Ginita, Kamus, dan Gusnedi, 2018)
Pengujian hipotesis menggunakan t- test , dengan pooled variant karena jumlah sampel berbeda atau n 1 ≠ n 2 varian homogen. Uji t-tes dituliskan sebagai berikut:
(Sugiyono, 2008)
Keterangan : t : Pengujian hipotesis : Rerata sampel pertama : Rerata sampel kedua n 1 : Banyaknya data sampel pertama n 2 : Banyaknya data sampel kedua s 1 : Varians sampel pertama s 2 : Varians sampel kedua
Untuk menghitung varians sampel digunakan rumus sebagai berikut :
(Sudjana, 2010)
Hipotesis yang akan diuji berdasarkan n (jumlah siswa) yang tidak sama yaitu n 1 = 23 dan n 2 = 22 untuk mengetahui varian kedua sampel homogen atau tidak, maka perlu di uji homogenitas variannya terlebih dahulu dengan uji F.
Harga ini selanjutnya dibandingkan dengan F tabel dengan dk pembilang ( n 1 – 1 ) dan dk penyebut (n 2 – 1) berdasarkan itu untuk kesalahan 5% maka harga F tabel dapat dilihat. Selanjutnya t hitung tersebut di bandingkan dengan t tabel dengan dk = n 1 + n 2 – 2 dengan taraf kesalahan 5 % (uji dua pihak dan dengan interpolasi). Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa bila t hitung lebih kecil atau sama dengan t tabel maka Ho di terima dan Ha ditolak (tidak terdapat perbedaan yang signifikan). Dan sebaliknya bila t hitung lebih besar maka Ho ditolak dan Ha diterima dan terdapat hubungan yang signifikan.
## Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian pada pengembangan media pembelajaran ini dilakukan berdasarkan prosedur pengembangan pada model 4D ( four -D) yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya yaitu melakukan pendefinisian ( define ), perancangan ( design ), pengembangan ( develop ), dan penyebaran ( disseminate ). Hasil pendefinisian ( Define ) pada mata pelajaran seni budaya dan keterampilan di SDN 2 Sidorejo diperoleh data berupa kurikulum dan silabus kelas V yang akan digunakan sebagai pedoman pengembangan media, selain itu juga diperoleh perangkat pembuat media, penggunaan media dan materi yang akan dikembangkan. Media pembelajaran yang dibuat berisi tentang materi mata pelajaran seni budaya dan keterampilan untuk semester satu. Hal ini dilakukan karena menyesuaikan waktu penelitian yang berada pada semester satu dan juga disesuaikan dengan kurikulum dan silabus yang berlaku. Atas dasar Kurikulum dan silabus dan juga waktu pelaksanaan didapatkan sebuah: Tema 2: Udara Bersih bagi kesehatan; Subtema 2: Pentingnya udara bersih bagi kesehatan; KD 3.3: Memahami pola lantai dalam tari kreasi; IPK 3.3.1: Mengidentifikasi unsur-unsur persiapan peragaan karya tari dengan property .
Setelah didapatkan bahan untuk membuat media pembelajaran pada tahap pendefinisian ( define ), kemudian peneliti melakukan perancangan ( design ) media pembelajaran paspop topeng bapang yang diaplikasikan pada media paspop dan melakukan diskusi dengan teman sejawat seni tari dan guru kelas V di SDN 2 Sidorejo. Adapun hasil yang diperoleh dari tahap ini adalah rancangan scenario pembelajaran dan perancangan design media. Pengembangan ( Develop ), tahap ini meliputi validasi perangkat oleh validator diikuti dengan revisi, uji coba kelompok kecil yaitu kegiatan mengoperasionalkan RPP, dan uji coba lapangan. Validasi oleh validator, validasi media pembelajaran dilakukan pada semua perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan pada tahap perencanaan. Validasi media pembelajaran dilakukan oleh pakar yang kompeten dalam bidang pengembangan media pembelajaran. Uji CobaLapangan, dalam uji coba ini perangkat pembelajaran yang diuji cobakan kepada siswa kelas V sebanyak 32 orang di SDN Sidorejo 2 untuk mengetahui pengaruh media paspop topeng bapang.
Berdasarkan hasil pengisian angket yang diberikan kepada satu orang ahli media, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3 Analisis dan Intrepetasi Data Ahli Media
No. Aspek yang dinilai Kriteria 4 3 2 1
1. Kesesuian media paspop topeng bapangdengan Kompetensi √
No. Aspek yang dinilai Kriteria 4 3 2 1 Dasar dan Indikator pencapaian Kompetensi
2. Kesesuaian media paspop topeng bapangdengan tujuan pembelajaran atau pengembangan indikator √ 3. Kemudahan penggunaan media paspop topeng bapang √ 4. Kesesuain tema dengan media paspop topeng bapang √ 5. Kemenarikan dalam pemilihan warna media paspop topeng bapang √ 6. Kesesuaian antara materi dengan media paspop topeng bapang √ 7. Kualitasbentuk media paspop topeng bapangyang digunakan √ 8. Kesesuaian paspop topeng bapangdengankarakterdalammateri √ Total skor 28
Nilai =
= = 87,50
Berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari satu orang ahli media ditemukan nilai sebesar 87,50%. Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa media paspop topeng bapang yang digunakan untuk materi SBdP memiliki kriteria sangat layak, sehingga media paspop topeng bapang ini dapat digunakan untuk materi SBdP di SD. Berdasarkan hasil pengisian angket yang diberikan kepada dua orang ahli materi, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4 Analisis dan Intrepetasi Data Ahli Materi
No. Aspek yang dinilai Kriteria Validator 1 Validator 2 4 3 2 1 1. Kesesuian materi dengan Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi 4 4 2. Keseuaian antara materi dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan 3 4 3. Kesesuaian antara media dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan 4 3 4. Kesesuain materi dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan siswa 3 3 5. Kesesuaian sistematika isi materi dengan media 4 4 6. Kesesuaian antara alokasi waktu yang digunakan 3 4 7. Kesesuaian tema dengan materi 3 4 8. Kejelasan warna topeng yang digunakan dengan kemampuan siswa 4 4 9. Kemudahan siswa dalam memahami materi 3 4 10. Memberikan Informasi berupa materi dan menghibur siswa 3 4 Jumlah seluruh skor 34 38 Nilai validator 1= = = 85
Nilai validator 2=
= = 95
Rata-rata nilai = x 100%
= 90%
Berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari dua orang ahli materi ditemukan presentase sebesar 90%. Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa materi yang digunakan untuk materi SBdP memiliki kriteria sangat layak, sehingga media paspop topeng bapang ini dapat digunakan untuk materi SBdP di SD. Berdasarkan hasil pengisian angket yang diberikan kepada dua orang ahli materi, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5 Analisis danIntrepetasi Data Ahli Materi untuk Instrumen Pengukuran
No Instrumen Pengukuran Aspek Penilaian Kriteria Validator 1 Validator 2 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 1 Hasil Belajar Wiraga √ √ Wirama √ √ Wirasa √ √ Kostum dan property √ √ Pola lantai √ √ Jumlah Skor 21 23
Nilai validator 1=
= = 84
Nilai validator 2=
= = 92
Rata-rata nilai = x 100%
= 88%
Berdasarkan perhitungan data angket untuk instrument pengukuran hasil belajar yang telah diperoleh dari dua orang ahli materi ditemukan presentase sebesar 82%. Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa materi yang digunakan untuk materi SBdP dengan menggunakan media paspop topeng bapang memiliki kriteria sangat layak.
Berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari satu orang ahli media ditemukan nilai sebesar 87.50%. Berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari dua orang ahli materi ditemukan persentase sebesar 92%. Sedangkan berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari dua orang ahli materi untuk instrument pengukuran ditemukan persentase sebesar 88%, jika diambil rata-rata dari kedua hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa media media paspop topeng bapang, materi, dan instrument pengukuran yang digunakan memiliki kriteria layak sehingga dapat digunakan untuk pembelajaran di kelas V SDN Sidorejo 2.
Salah satu tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk melihat kemenarikan media yang dikembangkan oleh peneliti. Kemenarikan tersebut dapat dilihat dari tampilan, penyajian. Data kemenarikan diperoleh peneliti dari angket yang diberikan kepada siswa
setelah belajarmenggunakanmedia paspop topeng bapang. Data kuantitatif kemenarikan media paspop topeng bapangdapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6 Rekapitulasi Data kemenarikan media paspop topeng bapang Subjek Jumlah Nilai Seluruh Siswa % Keterangan Semua Siswa 2582 91 Sangat menarik
Berdasarkan tabel 4. 4 tersebut, data kemenarikan media memperoleh nilai dengan persentase 91%. Ditinjau dari tabel konversi data kemenarikan, media paspop topeng bapangyang dikembangkan berkategori sangat baik. Adapun rangkuman catatan kemenarikan paspop topeng bapangdapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Data kualitatif kemenarikan media paspop topeng bapang Nilai Komentardan Saran 4 Saya sangat senang belajar dengan menggunakan media papsop topeng bapang, membuat saya menjadi semangat dan gembira
3 Saya senang belajar dengan menggunakan papsop topeng bapang karena membuat saya paham saat menggunakan properti dan kostumnya
2 Saya suka menari. Belajar dengan media papsop topeng bapang saya jadi senang dan gembira
1 Saya menjadi senang, karena belajar menari menggunakan kostum dan saya mudah memahami pembelajaran dengan topeng bapang dengan media papsop topeng bapang karena membuat saya semangat belajar
Uji coba lapangan dilaksanakan pada tanggal 16Setember 2019. Subjek dalam uji lapangan ini merupakan seluruh siswa kelas V semerter 1SDN Sidorejo 2 Kabupaten Malang yang berjumlah 32 orang. Peneliti melakukan uji coba lapangan untuk membelajarkan materi memeragakan karya tari menggunakan kostum dan property dengan media papsop topeng bapang selama 3 hari dengan jadwal yang telah disesuaikan dengan sekolah. Awal uji coba, peneliti memperkenalkan dan menjelaskan media papsop topeng bapang kepada guru kelas V. Guru kelas V mempelajari RPP dan cara menggunakan media. Guru dan peneliti membahas bahan yang akan diajarkan pada pertemuan pertama sesuai dengan RPP yang telah dirancang.
Pada pertemuan pertama pembelajaran, guru membelajarkan tentang gambar dekoratif. Guru membelajarkan materi sesuai dengan RPP pertemuan pertama. Guru melakukan apersepsi, informasi materi dan informasi tujuan. Setelah itu guru memperkenalkan media papsop topeng bapang kepada siswa. Setelah itu siswa diminta mengamati macam atau contoh gambar dekoratif dalam kelompok. Guru membimbing siswa dalam menggambar dekoratif, dan melakukan evaluasi.
Pada pertemuan kedua, guru melaksanakan pembelajaran dengan modul sesuai dengan RPP yang telah disusun. Guru melakukan apersepsi, informasi materi dan informasi tujuan. Setelah itu guru memperkenalkan media papsop topeng bapang kepada siswa. Siswa diminta untuk mengamati dengan menggunakan media papsop topeng bapang. Setelah itu siswa diminta mempraktikkan memakaikan kostum, properti tari bapang dan pola lantai. Guru membimbing siswa dalam menggambar dan melakukan evaluasi. Setelah mengerjakan
gambar, siswa diminta untuk mengisi angket kemenarikan media yang telah diselesaikannya selama 2 hari.
Selain menguji kemenarikan produk, maka dilakukan uji efektifitas produk. Uji efektifitas produk pada penelitian pengembangan ini diperoleh dari hasil belajar siswa, keterampilan proses siswa melalui lembar pengamatan, respon siswa dari hasil wawancara. Hasil efektifan dan analisis yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut. Data hasil belajar adalah data yang berasal dari hasil pengerjaan latihan, tugas, tes mandiri. Hasil belajar siswa pada aspek pengetahuan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Rentang Nilai Hasil Belajar f Persentase Tuntas Tidak Tuntas 91-100 9 28.13% 9 - 81-90 13 40.62% 13 - 71-80 6 18.7% 6 - 61-70 4 12.5% 4 Jumlah 32 8 4 Persentase 100% 87,5% 12.5%
Berdasarkan tabel 4. 6 dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa V dalam belajar dengan menggunakan media paspop topeng bapang penjabarannya sebanyak 4 siswa (12.5%) berada pada rentang 61-70, sebanyak 6 siswa (18.75%) berada pada rentang 71-80, sebanyak 13 siswa (40.62%) berada pada rentang 81-90, sebanyak9 siswa (28.13%) berada pada rentang 91-100. Siswa yang tuntas berjumlah 28 dengan persentase 87,5%. Sedangkan yang tidak tuntas berjumlah 4 siswa dengan persentase 12.5%.
## Tabel 9 Deskriptif Statistik Data Hasil Belajar Siswa
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Sum Mean Hasil Belajar Siswa 32 60 95 2582 80,7 Valid N (listwise ) 32
Dari tabel 9 di atas, nilai hasil belajar siswa tertinggi (maksimum) sebesar 95, sedangkan nilai terendah (minimum) sebesar 60, dan nilai rata-rata kelasnya ( mean ) adalah 80,7. Berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari satu orang ahli media ditemukan nilai sebesar 87,50% yang berada pada kriteria sangat layak (valid). Dari perhitungan data angket yang telah diperoleh dari dua orang ahli materi untuk instrument perlakuan ditemukan presentase sebesar 90% yang berada pada kriteria sangat layak. Sedangkan dari perhitungan data angket yang diperoleh dari 2 orang ahli materi untuk instrument pengukuran ditemukan persentase sebesar 88% yang berada pada kriteria sangat layak. Maka dapat disimpulkan bahwa media paspop topeng bapang memiliki kriteria valid dan layak . Hal ini didukung pernyataan Utami (2018) bahwa media gambar dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, b) Media gambar dapat meningkatkan dan
mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, c) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang, dan waktu.
Berdasarkan pentingnya dan keuntungan yang dikemukan di atas, jelas bahwa media paspop topeng bapang jika digunakan dalam proses pembelajaran dan sesuai dengan materi pokok yang akan diajarkan sesuai budaya lokal dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran, dapat membantu mengembangkan keteramilan anak dalam pemakaian kostum, p roerty , dan membuat siswa aktif dalam belajar. Selain itu juga dapat memberikan suasana gembira bagi siswa dalam belajar, siswa tidak akan merasa jenuh karena mereka mulai mengenali sesuatu yang belum pernah mereka pelajari. Media pembelajaran yang menarik dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa (Zubaidi & Lidyawati, 2013). Meskipun produk yang dikembangkan dapat digunakan tanpa perbaikan/revisi, namun berdasarkan saran dari validator, peneliti tetap melakukan perbaikan pada produk yang dihasilkan. Saran perbaikan dari ahli antara lain pengembangan produk yang dibuat masih perlu diperbaiki dalam tampilan paspop. Karena pada kuluk (hiasan kepala) topeng bapang masih terdapat cat dan bahan yang dipakai terlalu lentur dan mudah sobek.
## Kesimpulan
Media visual 3D menggunakan paspop (patung / boneka) yang terbuat dari kain flanel, dakron, kawat tembaga, dan triplek yang bisa digerakkan oleh manusia dan disertai pemakaian kostum topeng bapang. Karena pada saat pembelajaran siswa juga dituntut cakap menggunakan kostum tari Bapang secara berkelompok kecil. Topeng Bapang identik dengan karakter tokoh yang biasa dipertunjukan dengan wayang topeng malangan. Topeng Bapang yang mempunyai berbagai sifat dan karakter gambar wajah yang menarik. Bentuk media awal yang sudah dikembangkan oleh tim peneliti kemudian didiskusikan dalam kelompok ahli yang terdiri dari para pakar media serta pakar seni rupa untuk mendapatkan expert-judgement . Validasi yang dilakukan diterapkan pada 3 aspek: pertama, menguji validitas media oleh pakar media, validasi isi oleh pakar seni rupa; validasi instrumen pengukuran oleh pakar pendidik seni rupa dan guru sekolah dasar. Berdasarkan perhitungan data angket yang telah diperoleh dari satu orang ahli media ditemukan nilai sebesar 87,50% yang berada pada kriteria sangat layak (valid). Dari perhitungan data angket yang telah diperoleh dari dua orang ahli materi untuk instrumen perlakuan ditemukan presentase sebesar 90% yang berada pada kriteria sangat layak. Sedangkan dari perhitungan data angket yang diperoleh dari 2 orang ahli materi untuk instrumen pengukuran ditemukan persentase sebesar 88% yang berada pada kriteria layak.
Data kemenarikan media siswa memperoleh nilai dengan persentase 91%. Ditinjau dari tabel konversi data kemenarikan, media yang dikembangkan berkategori sangat baik. Hasil belajar siswa V dalam belajar dengan menggunakan media paspop topeng Bapang penjabarannya sebanyak 4 siswa (12.5%) berada pada rentang 61-70, sebanyak 6 siswa (18.75%) berada pada rentang 71-80, sebanyak 13 siswa (40.62%) berada pada rentang 81- 90, sebanyak 9 siswa (28.13%) berada pada rentang 91-100. Siswa yang tuntas berjumlah 28 dengan persentase 87,5%. Sedangkan yang tidak tuntas berjumlah 4 siswa dengan persentase 12.5%.
## Daftar Rujukan
Alifi, Mohammad Amir, and Mulyani. 2019. “Penerapan Media Video Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sbdp Materi Kolase Pada Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasa r.” Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar 7(4):3249 – 58.
Emda, Amna. 2018. “Kedudukan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran.” Lantanida Journal 5(2):172.
Fadhli, Muhibuddin. 2015. “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Video Kelas IV
Sekola h Dasar.” Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran 3(1):24 – 29.
Fatmawati, Agustina. 2016. “Perkembangan Perangkat Pembelajaran Konsep Pencemaran Lingkungan Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk SMA Kelas X.” EduSains 15(2):1 – 23.
Ginita , Sepna, Zulhendri Kamus, and Gusnedi. 2018. “Analisis Validitas, Praktikalitas, Dan Efektivitas Pengembangan Bahan Ajar Terintegrasi Konten Kecerdasan Spiritual Pada Materi Fisika Tentang Vektor Dan Gerak Lurus.” Pillar of Physics Education 11(2):153 – 60.
Indahsari, Nindya Ayu, Nury Yuniasih, and Prihatin Sulistyowati. 2019. “Analisis Kesesuaian Media Pembelajaran Dalam Pembelajaran Tematik Kelas V Di SD Muslimat NU Kota Malang.” Pp. 49– 62 in Seminar Nasional PGS . Vol. 3.
Kamayani, IA Diah, Sumantri, Md, & Sudana, Dw Nym. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Lerning Berbantuan Media Tiga Dimensi Terhadap Hasil Belajar Ipa Di Sd Gugus Ix Kecamatan Buleleng. Mimbar PGSD Undiksha, 1 (1).
Lusiana, Dewi, and Desyandri. 2018. “Pentingnya Perkembangan Bakat Siswa Melalui Seni Rupa Dan Penguasaan Seni Rupa Bagi Guru Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar.” Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan 8(2):313 – 20.
Muin, Awaluddin. 2017. “Keterampilan Berbasis Multimedia Interaktif Pada Pembelajaran Seni Budaya Di Seko lah Dasar.” Jurnal Penelitian Pendidikan INSANI 20(2007):133 – 35. Purwatiningsih, Pembimbing I Dra Hj, Tri, M Pd II, & Wahyuningtyas, S Pd. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Paspop Mini Sebagai Peraga Kostum Tari Topeng Malang Skripsi oleh: Debi Budiana Program Studi Pendidikan Seni Tari Dan Musik, Fakultas Sastra Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang.
Sudjana, Nana. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar . Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D . Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D . Bandung: Alfabeta.
Uno, Hamzah B., and Abd.Rahman K. Ma’ruf. 2016. “Pengembangan Media Pembelajaran IPS Berbasis Website U ntuk Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri.” JTP - Jurnal Teknologi Pendidikan 18(3):169 – 85.
Utami, Sarwik. 2018. “Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III Sekolah Dasar.” Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau 7(April):137 – 48.
Wulandari, Retno Tri. 2017. “Pembelajaran Olah Gerak Dan Tari Sebagai Sarana Ekspresi Dan Apresiasi Seni Bagi Anak Usia Dini. ” Jurnal Pendidikan 1 – 18.
Zubaidi, Ahmad, & Lidyawati, Reky. (2013). Penggunaan Media Pembelajaran Tiga Dimensi Untuk Meningkatkan Hasil belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SDN 1 Alas Tengah Situbondo. Jurnal IKA: Ikatan Alumni PGSD UNARS, 1 (1), 1-16.
|
4f0eceea-1949-4e15-873d-ab5e9b2207ef | https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/undas/article/download/3442/1513 |
## KERAGAMAN NAMA KULINER BANJAR BERDASARKAN GEOGRAFI LOKAL
Diversity of Banjar Culinary Names Based on Local Geography
Rissari Yayuk Balai Bahasa Kalimantan Selatan Jln. A. Yani. Km. 32,2. Lok Tabat. Banjarbaru. Kalimantan Selatan, Indonesia HP: 089691827674
[email protected] Diterima 23 Februari 2021 Direvisi 28 Maret 2021 Disetujui 31 Maret 2021 https://doi.org/ 10.26499/und.v17i1.3442
Abstrak : Masalah penelitian adalah bagaimana keberagaman nama kuliner Banjar berdasarkan geografis lokal dan hubungannya dengan makna ekokultural masyarakat setempat. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan keberagaman nama kuliner Banjar berdasarkan geografis lokal dan hubungannya dengan makna ekokultural masyarakat setempat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik penelitian adalah studi pustaka, catat, dan observasi. Sumber data primernya adalah informan yang berasal dari masyarakat Banjar yang mengetahui tentang kuliner Banjar. Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data mengenai kuliner Banjar secara umum. Penyuntingan data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian secara khusus, yaitu berdasarkan kuliner khas di wilayah-wilayah kabupaten di Kalimantan Selatan. Dilakukan penyajiandata yang meliputi diversifikasi kuliner berdasarkan geografis lokal wilayah . Kemudian dilakukan analisis data dengan menghubungkan nama kuliner Banjar yang sesuai dengan geografis wilayah dengan makna ekokultural masyarakat Banjar setempat.Analisis data menggunakan perspektif antropolinguistik.Alasannya adalah penelitian menghubungkan bahasa dengan budaya. Hasil penelitian mendeskripsikan nama-nama kuliner Banjar yang tersebar di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan meliputi wilayah 1) Kabupaten Banjar seperti itik gambut ’itik gambut’ 2) Kabupaten Hulu Sungai Selatan terdiri atas katupat kandangan ’ketupat kandangan’3) Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri atas apam barabai ’apem barabai’ dan lain-lain. Keberagaman nama kuliner Banjar ini berdasarkan geografi lokal dalam hubungannya dengan makna ekokultural masyarakat Banjar meliputi nilai kreatif dan ekonomis. Simpulan, yaitu dibalik nama kuliner tersimpan makna adanya pelaksanaan nilai kearifan kreatif dan ekonomis yang mampu diwujudkan oleh masyarakat Banjar dalam kehidupan sosial budaya sehari-hari hasil dari pemanfaatan sumber daya yang terdapat di sekitar lingkungan atau di luar lingkungan.
Kata kunci : keberagaman, Kuliner, Banjar
Abstract: The research problem is how the diversity of Banjar culinary names based on local geography and its relationship with the ecocultural meaning of the local people. The research objective is to describe the diversity of Banjar culinary names based on local geography and its relation to the ecocultural meaning of the local people. This research applies the descriptive qualitative method. This research applies several techniques such as literary study, note-taking, and observation. The primary data sources are informants from the Banjar people who are familiar with Banjar culinary. The process of this research is collecting data about Banjar culinary in general. The next process is data editing, where the data must relate to specific research objectives, namely based on typical culinary in regencies in South Kalimantan. The following process is the presentation of data covering culinary diversification according to local geographic areas. The final process is data analysis. Data analysis matches the Banjar culinary name to the geographical area. After that, the researcher makes a
correlation to the ecocultural meaning of the local Banjar people. The data analysis uses an anthropolinguistic perspective. The reason is the research links language with culture. The results of the study describe the names of Banjar culinary around several districts in South Kalimantan, such as: 1) Banjar Regency with 'Itik Gambut' 2) Hulu Sungai Selatan Regency with 'ketupat kandangan' 3) Hulu Sungai Tengah Regency with 'apam barabai' and others. The diversity of Banjar culinary names relates to local geography and the ecocultural meaning of the Banjar people. It includes creative and economic values. The conclusion is that behind the culinary names, there is a meaning that contains creative and economic wisdom values that the Banjar people can apply in their daily socio- cultural life from the use of resources found around their area or outside their area.
Key words : diversity, culinary, Banjar
## 1. PENDAHULUAN
Setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk, latar budaya, dan fungsi, serta cara pengolahan makanan yang sama atau berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya beragam nama kuliner khas yang sama atau berbeda pula di masing- masing daerah tersebut. Keanekaragaman nama kuliner dengan segala wujud dan fungsinya ini dapat disebut sebagai sesuatu yang bersifat keragaman.
Keanekaragaman kuliner daerah ini memiliki daya tarik bagi banyak orang dengan berbagai alasan, termasuk peneliti. Septiana ( 2017) menyebutkan bahwa istilah kuliner sekarang ramai diperbincangkan orang diberbagai media . Selain sebagai sumber makanan juga sebagai aktualisasi wisata suatu daerah (hlm. 15).
Kuliner ini diketahui sebagai bagian dari folklore daerah. Kuliner merupakan folklore material. Endraswara (2008) menyebutkan bahwa folklore material merupakan hasil kerja manusia secara turun temurun juga memiliki konsep dan ideologi yang jelas. Benda-benda yang terkategorikan folklore tersebut tentu memiliki ciri khas. Folklore material ini mengisyaratkan adanya
keterampilan, pemikiran, ide, baik individu maupun kelompok (hlm. 33).
Hal ini berarti, kuliner daerah menjadi bagian dari identitas daerah yang menarik untuk terus diketahui
dan dinikmati. Karena di dalamnya memiliki unsur pengetahuan dan keterampilan, seperti pemikiran, ide individu maupun kelompok. Kuliner bagian dari kebudayaan daerah yang harus dilestarikan dalam berbagai upaya. Kita akan mengetahui ragam wujud materialnya dan ragam bahan termasuk akan diketahui pula cara pandang masyarakat terhadap alam lingkungan sehingga memiliki makna bernilai dalam kehidupan sosial budaya masyarakat setempat secara arif. Kurniasih ( 2020) menyebutkan bahwa pengetahuan masyarakat dalam mengelola alam lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia berikutnya ( hlm.
301) . Agustiningsih (2017) menyebutkan bahwa hasil pembacaan terhadap alam lingkungan akan mengkonstruksi pola pikir dalam hidup manusia (hlm. 174). Salah satu daerah yang memiliki ragam kuliner khas ini terdapat pada masyarakat Banjar di Provinsi Kalimantan selatan. Masyarakat Banjar yang berada di
Provinsi Kalimantan Selatan bermukin di lingkungan alam yang terdiri atas pegunungan, perairan, dan dataran. Lingkungan ini memiliki sumber daya yang beragam. Lingkungan tersebut juga dapat membentuk pola pikir atau pengetahuan lokal dalam kehidupan sosial budaya masyarakat .
Geografi adalah berhubungan dengan permukaan bumi, iklim,
penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari bumi. Hastianah (2016) menyebutkan bahwa sosial dan budaya sebuah masyarakat sangat berkaitan karena di dalamnya mengekspresikan budaya dalam kehidupan dan lingkungannya yang berhubungan dengan seni, adat, sastra, kustum, dan tradisi ( hlm. 403). Asyura (2018) menyebutkan bahwa cira khas budaya tertentu merupakan cermin dari perkembangan budaya sebuah masyarakat (hlm. 67).
Hal ini mengisyaratkan bahwa kondisi geografis wilayah menjadi faktor penyebab tersedianya sumber hayati atau hewani yang berasal dari lingkungan yang ada. Kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya tersebut ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, dan daya kreatif inovatif sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. sehingga telah menghasilkan ragam kuliner yang khas ataupun sama di masing-masing daerah di 13 kabupaten atau kota. Nama dan wujud beragam kuliner Banjar masih banyak dikenal dan lestari serta terus berkembang hingga sekarang. Di balik nama dan wujud kuliner ini memiliki makna sosial budaya yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat Banjar yang bernilai arif. Kurnianto (2020) menyebutkan bahwa nilai merupakan konsensus bersama berdasarkan pada kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai digunakan dalam bertindak oleh mansyarakat dalam menjalani kehidupannya berdasarkan keputusan yang baik atau buruk (hlm. 51). Ratna (dalam Kurnianto, 2017) melanjutkan bahwa nilai yang arif bersifat lokal yaitu wujud dari sebuah kesempatan lokal, pengetahuan- pengetahuan tradisional yang mewujud dalam pranata-pranata sosial, tradisi, adat, istiadat,Hal ini
menjadi pedoman komunitas sosial dalam melakukan tindakan sosial atau individu ke arah yang lebih baik (hlm. 51 )
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti sangat tertarik untuk mengangkat masalah kuliner dalam masyarakat Banjar. Alasan pertama, yaitu kuliner tersebut berbahan dasar dari sumber daya alam sekitar yang sangat menarik untuk diketahui cara pengolahan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, selama ini kuliner dijadikan salah satu sumber wisata bagi masyarakat Banjar maupun luar kala mengunjungi daerah-daerah tertentu yang terkenal akan kekhasan makanan lokalnya.Hal ini, penting untuk mengenalkan ragam nama kuliner pada para pencinta kuliner lainnya di Nusantara. Ketiga, hasil penelitian diharapkan dapat mendeskripsikan secara umum tentang nama dan makna kuliner Banjar sekaligus menghubungkan dengan makna ekokultural bernilai kearifan lokal yang terdapat dibaliknya berdasarkan geografis daerah lokal. KBBI (2008) menyebutkan lokal yaitu wilayah setempat saja sebagai wadah untuk hidup, melakukan proses, pembuatan dan lain sebagainya ( hlm. 838).
Penelitian pengembangan dari pengamatan tentang kuliner dalam bentuk karya tulis telah dilakukan. Septiana (2017) dengan judul Penamaan Kuliner dalam Masyarakat Dayak Maanyan . Sari ( 2017) dengan judul Sajian Kue Banjar 41 Macam : Kajian Etnolinguis tik. Hasil penelitian Septiana (2017) ini menunjukkan tentang struktur suku kata nama- nama kuliner Dayak Maanyan terdiri atas bentuk tunggal, bentuk turunan, dan bentuk majemuk. Berdasarkan proses penamaannya dikelompokkan dalam tujuh jenis, yaitu keserupaan
bentuk, rasa, cara pengolahan, tempat asal, peminjaman dari bahasa lain, dan bahan utama, serta manasuka penuturnya. Hasil penelitian Sari (2017) menyebutkan berdasarkan pembentukan namanya kue Banjar terdiri 41 macam dalam bentuk kata dasar, frase, majemuk, dan pengulangan kata. Berdasarkan nama- nama kue terdiri atas tiruan bunyi, persamaan bentuk, pernyebutan bahan dasar utama, anggapan terhadap suatu simbol, sifat dasar yang dimiliki kue, dan atas dasar manasuka.
Kedua penelitian sebelumnya berbeda dengan objek penelitian ini.
Kedua penelitian terdahulu membahas kuliner dari bentuk nama berdasarkan segi struktur dan penamaan kuliner berdasarkan proses pengolahan. Sementara Sementara itu ,penelitian ini menyajikan hasil penelitian mengenai kuliner berdasarkan asal daerah yang dihubungkan dengan ekokultural makna kuliner tersebut dalam masyarakat banjar dalam kehidupan sehari-hari. Adapun Teori yang digunakan untuk menganalisis data , yaitu antropolingustik Masalah penelitian ini meliputi (a) bagaimana keberagaman nama kuliner Banjar berdasarkan geografi lokal? (b Bagaimana hubungan keberagaman kuliner Banjar berdasarkan geografi lokal dengan makna ekokultural masyarakat Banjar? Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan (a)
keberagaman nama kuliner Banjar berdasarkan geografi lokal. (b) hubungan keragaman kuliner Banjar berdasarkan geografi lokal dengan makna ekokultural masyarakat Banjar Selanjutnya, secara akedemis hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran muatan lokal budaya
berbahasa Banjar. Secara praktis akan menambah wawasan kuliner sebagai salah satu khazanah budaya bangsa.
Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk kajian berikutnya yang berhubungan dengan kosakata budaya Banjar. Ermitati (2018) menyebutkan bahwa kosakata budaya merupakan salah satu kategori leksikal yang digunakan penutur suatu bahasa, untuk mengungkapkan berbagai kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari. al ini salah satunya berkaitan dengan masalah pemenuhan kebutuhan pangan (hlm. 45) .
## 2. KERANGKA TEORI
Kuliner Indonesia atau daerah merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari- hari. Melalui kuliner kita dapat menikmati beragam jenis makanan yang menarik dan lezat. Melalui kuliner kita akan mendapatkan sumber gizi yang bagus untuk kesehatan badan. Endrawara( 2018) menyatakan bahwa kehadiran makanan atau kuliner ini merupakan sesuatu yang menyehatkan saat dikonsumsi dengan tepat. Kehadiran beragam makanan dalam hidup manusia sekaligus sebagai simbol identitas (hlm. 4) .
Nama- nama makanan dengan segala fungsi dan maknanya yang terdapat dalam masyarakat Nusantara merupakan salah satu jenis folklor material. Kematerialannya ini dapat dilihat pada makanan yang berwujud benda tersebut. Makanan ini tidaklah mungkin ada begitu saja tanpa campur tangan masyarakat dalam mengolahnya berdasarkan pemikiran, rasa, dan pengalaman yang diperoleh secara pribadi atau warisan dari generasi ke generasi.
Hasil budaya kuliner ini tidak akan ada begitu saja tanpa adanya dorongn naluri para pembuat kuliner yang berlangsung dari generasi ke generasi. Konentjaraningrat (2014) menyebutkan bahwa para ahli psikologi sependapat bahwa terdapat dorongan naluri manusia sebagai mahluk individu dan sosial, antaralain dorongan untuk mempertahankan hidup, dorongan untuk mencari makan, dorongan untuk berinteraksi, dorongan untuk berbakti, dan dorongan untuk keindahan (hlm. 103) Pertama, dorongan untuk mempertahankan hidup dan mencari makan menyebabkan manusia berupaya untuk mengolah dan memanfaatkan sesuatu menjadi salah satu media agar bisa bertahan hidup, salah satunya membuat beragam kuliner dari berbahan dan cara pengolahannya sangat sederhana hingga yang rumit, tergantung pengetahuan, bahan mentah, dan pengalaman serta daya keterampilan yang dimiliki. Kedua, dorongan untuk berinteraksi dan berbakti terhadap sesuatu menyebabkan manusia berupaya pula untuk mencari dan membuat sesuatu yang bisa dijadikan media penghubung dalam interaksi tersebut, salah satunya bisa melalui ragam kuliner dalam sajian bersama atau sajian yang sifatnya memiliki tujuan religi. Berikutnya ketiga, dorongan keindahan akan sesuatu, menyebabkan manusia mengolah karsa dan karyanya menjadi sesuatu yang dirasa unik, bernilai, dan mudah dikenal, salah satunya melalui nama, bentuk,cara mengolah, dan fungsi kuliner yang mereka buat.
Dorongan naluri manusia ini dapat diwujudkan dengan dukungan kondisi alam hayati atau hewani yang ada di sekitar. Kondisi geografis
termasuk kehidupan sosial budaya turut mendukung terwujudnya dorongan naluri manusia dalam menciptakan benda budaya material dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup material dan spiritual. Koenjaraningrat (2014) menyatakan bahwa berbagai cara dilakukan untuk memenuhi, memperkuat, menghubungkan, mendapatkan atau menggunakan sesuatu dengan beragam cara dan pemanfaatanya demi beragam dorongan psikologi individu dan kesadaran akan identitas diri serta lingkungan baik yang nyata atau ghaib. Pelaksanaannya akan terwujud dalam kegiatan orang sehari-hari (hlm. 105).
Dengan demikian, kuliner merupakan wujud benda budaya yang dihasilkan oleh dorongan naluri dan upaya untuk mewujudkannya sebagai hasil cipta dan karya dari interaksi dan kecerdasan manusia dalam memanfaatkan lingungan sekitar. Oleh karena itu, hasil budaya material ini dapat dikenali atau diingat sebagai khas daerah tertentu melalui nama tempat asal atau geografis dan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pemilik kuliner. Keberagaman makanan ini menjadi pilihan yang mengasyikan bagi semua orang. Pilihan tergantung kepada masing-masing penikmat kuliner dalam memandang makanan yang dikonsumsi.Memilih makanan merupakan sebuah aktivitas dalam gastronomi. Endrawara (2018) menyebutkan bahwa gastronomi artinya cara memilih makanan.Manusia memilih makanan tidak hanya berdasarkan bentuk fisik atau asal bahan mentah, cara mengolah, dan rasa saja, akan tetapi juga disesuaikan dengan kebutuhan sosial budaya sehari-hari, filosofi hidupnya, religi, dan bisa dikaitkan
dengan promosi makanan dan industri kreatif, bahkan wilayah geografi.Penentuan dan penamaan makanan biasanya dapat disangkutpautkan dengan wilayah tertentu (hlm. 118-179) .
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ragam makanan ini memiliki nama-nama dan makna. Nama dan makna ini dibuat berdasarkan pengetahuan lokal dan budaya masyarakat Banjar. Melalui nama, makna, dan jenis makanan orang Banjar inilah dapat dikenal sebagai kuliner daerah atau wilayah tertentu. Sari (2017) menyebutkan keberadaan kuliner menjadi sarana unutk mengetahui cara pandang dan budaya masyarakat setempat (hlm. 127). Endraswara (2018:178-179) menyebutkan bahwa setiap wilayah memiliki konteks gastronomi yang berbeda-beda.Bahan yang sama akan berbeda ketika diolah oleh wilayah tertentu. Oleh karena itu, makanan dapat menjadi sebuah identitas wilayah.
Makanan sebagai identitas wilayah ini merefleksikan budaya setempat. Berdasarkan sudut pandang antropologi nama-nama kuliner tersebut memiliki makna kehidupan sosial budaya masyarakat pemilik kuliner tersebut. Nama kuliner daerah ini bagian dari gambaran bahasa daerah Banjar berdasarkan kebudayaan masyarakat didaerah masing-masing. Berdasarkan hal ini , peneliti mengkaji masalah kuliner dengan menggunakan perspektif antropolinguistik. Alasannya adalah penelitian menghubungkan bahasa dengan budaya. Peneliti membahas tentang bahasa daerah yang terdapat dalam istilah kuliner, makna, dan fungsinya yang dihubungkan dengan sistem pengetahuan lokal masyarakat daerah terhadap alam lingkungan
sehingga yang memiliki nilai kearifan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Banjar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Sibarani (2004)) menyatakan bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Bahasa dipelajari dalam konteks kebudayaan, dan kebudayaan dipelajari melalui bahasa. Antopolinguistik merupakan cabang linguistik yang salah satunya mempelajari tentang kebudayaan fisik, disamping kebudayaan ekspresi dan tradisi. Duranti dalam ( Muhidin, 2019:166) menyebutkan bahwa struktur setiap bahasa mengandung struktur alam semesta, yang ia sebut dengan metafisika.Pandangan ini berawal dari pemikiran bahwa masing-masing struktur bahasa menjadi amat jelas ketika seorang peneliti menyelidiki bahasa dan budaya (hlm. 47-59) . Akhirnya, berdasarkan paparan sebelumnya mengisyaratkan bahwa ,keidentitasan kuliner ini tidak bisa dilepaskan dari asosiasi geografis wilayah baik pembuat maupun penikmat kuliner, pengetahuan dan keterampilan lokal masyarakat dalam mengolah berdasarkan kondisi alam sekitar, serta keberfungsian dan kebernilaian kuliner tersebut dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya.Penelitian ini berarti memandang kuliner Banjar dari aspek keberagaman nama kuliner khas yang selama ini dikenal oleh masyarakat secara umum dan menghubungkannya dengan fungsi kuliner tersebut dalam kehidupan sosial masyarakat Banjar, termasuk kearifan ekologi dan budaya masyarakat Banjar dalam memanfaatkan sumber daya lingkungan untuk mendukung pengolahan kuliner daerah yang dibuat. Endraswara (2018)
menyebutkan bahwa ekokultural memuat berbagai aspek penafsiran dalam satu konteks tentang lingkungan, tradisi, peradaban, dan sejumlah tindakan budaya yang dilandasi oleh ketajaman kecerdasan, keterampilan dan penyesuaian diri dengan lingkungan.Hal ini menghasilkan kearifan terhadap lingkungan dalam kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun sosial (hlm. 147-149) .
## 3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan penamaan kuliner Banjar berdasarkan berdasarkan geografi lokal wilayah, (b) keberagaman kuliner Banjar berdasarkan ritual lokal daerah dan (c) keberagaman kuliner berdasarkan makanan keseharian masyarakat Banjar. Data yang digunakan sesuai dengan ditemukan di lapangan.Data ini bukan berwujud angka-angka namun deskripsi empiris sebagaimana yang diperoleh di lapangan. Pengambilan data penelitian menggunakan teknik observasi dokumentasi, data pustaka, dan wawancara. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran secara utuh tentang kuliner Banjar dan masyarakatnya berdasarkan wilayah.
Studi Harimasyah (2017:12). Harimansyah (2020) menyatakan bahwa Teknik observasi dilakukan melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian agar memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai fenomena bahasa yang sedang diamati, termasuk aktivitas pokok warga sehari-hari yang terkait dengan kegiatan komunikasi mereka (hlm. 12).
Adapun Adapun teknik dokumentasi dilakukan untuk
dilakukan untuk mengumpulkan data-data tentang kuliner yang dihubungkan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Banjar sebagai sumber data penelitian yang mendukung penelitian. Harimansyah (2017) menyebutkan teknik dokumentasi atau pustaka dapat berwujud pengumpulan data.berupa tulisan, gambar (grafik, bagan, foto), jurnal, artefak, video, laman ( website ) (hlm. 14) Berikutnya teknik yang digunakan adalah wawancara. Wawancara ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan informasi langsung dari informan tentang hal- hal yang berhubungan dengan kuliner Banjar dan kehidupan sosial budaya masyarakat Banjar sehari-hari. Wawancara dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi secara langsung pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan. Dari teknik-teknik ini diperoleh catatan dan dokumentasi yang menggambarkan tentang jenis kuliner Banjar berdasarkan fungsi dan wilayah lokal dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar.
Data yang diperoleh adalah kuliner masyarakat Banjar secara umum yang memiliki keanekaragaman, seperti sayuran, kue, dan masakan berbahan dasar beras lainnya. Sumber data primernya adalah informan yang berasal dari masyarakat Banjar yang mengetahui tentang kuliner Banjar. Langkah kerja penelitian yaitu pengumpulan data mengenai kuliner Banjar secara umum. Berikutnya penyuntingan data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian secara khusus, yaitu berdasarkan kuliner khas di wilayah- wilyah tertentu. Selanjutnya penyajian data yang meliputi diversifikasi kuliner berdasarkan geografis lokal wilayah . Akhirnya
analisis data. Analisis data yaitu menghubungkan data kuliner Banjar yang sesuai dengan geografis wilayah yang dihubungkan dengan fungsinya dalam kehidupan keseharian masyarakat Banjar.
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran keanekaragaman dalam kuliner Banjar dengan bahan yang sama atau berbeda. Masyarakat mengenal nama dan fungsi kuliner Banjar berdasarkan pengetahuan lokal. Keberagaman kuliner yang dikenal antara lain karena geografis, digunakan untuk makanan sehari- hari, memiliki fungsi sebagai selain sebagai makanan, dan juga bagian dari upacara tertentu, serta untuk fungsi lain yang bernilai ekonomis.
4.1 Penganekaragaman Nama dan wujud Kuliner Banjar Berdasarkan Geografis Lokal Terdapat beragam nama dan bentuk kuliner Banjar yang ditemukan di berbagai wilayah
Kalimantan Selatan. Kuliner ini dikenal dan dicari di wilayah-wilayah yang dianggap sebagai tempat kuliner ini berasal Meskipun demikian, bukan berarti di daerah atau wilayah lainnya di dalam atau luar Kalimantan tidak mengenal makanan ini. Namun, paparan berikut sebagai wujud adanya pengetahuan masyarakat atau peneliti sendiri yang selama ini mengenal adanya makanan khas daerah tertentu karena beberapa alasan khususnya untuk wilyah geografis masing-masing.
Kuliner Banjar diberi nama atas pertimbangan wilayah atau bahan, bentuk, rasa, kesamaan bentuk, atau bisa pula penamaannya secara arbitrer. Adapun paparan berikut tidak menyebutkan semua kuliner khas dan wilayah yang terdapat yang
dimaksud. Pemilihan kuliner dan wilayah yang dipaparkan berdasarkan keterwakilan saja, sebagai bukti bahwa di Kalimantan Selatan terdapat wilayah-wilayah yang memiliki kuliner khas masyarakat Banjar dan diminati oleh masyarakat lokal maupun luar. Berikut penjelasannya.
## 4.1.1 Kabupaten Banjar
Kabupaten Banjar memiliki puluhan kecamatan dan ratusan kelurahan. Kabupaten ini memiliki kondisi alam lingkungan yang terdiri atas pegunungan, dataran rendah atau rawa, sungai-sungai yang banyak, dan dataran biasa. Di tengah kondisi alam inilah tumbuh dan hidup beragam sumber daya hewani dan nabati. Sumber daya alam inilah yang dimanfaatkan masyarakat Banjar pada umumnya dalam membuat kuliner Banjar yang terkenal di masing-masing wilayah. Wilayah- wilayah ini adalah sebagai berikut.
## 4.1.1.1 Gambut
Gambut ini merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banjar. Kecamatan ini memiliki kuliner khas yang banyak dikenal oleh mayarakat, yaitu bernama nasi itik gambut ’nasi itik gambut’ dan tape gambut. Letak Kecamatan Gambut sebagiannya dilewati oleh jalan A. Yani antara
Banjarbaru dan Banjarmasin.
1. Nasi itik gambut’ Nasi itik gambut’ Nama makanan ini berasal dari nama bahan pokok, yaitu nasi, dan nama hewan itik’itik’ serta nama wilayah Gambut. Kuliner tersebut terdiri atas nasi putih dengan jenis tertentu yang berkualitas dengan lauk itik yang dimasak dengan bumbu habang’ bumbu merah’ atau bumbu karih’bumbu kare’. Tekstur daging itik pada nasi itik gambut ini tidak alot akan, tetapi terasa lembut
saat dikunyah. Sementara nasinya tidaklah lembek dan tidak terlalu keras sehingga terasa pas di lidah. Penyajian makanan ini bisa di piring atau dalam bungkus daun pisang.
2. Tapai gambut ’tapai gambut’
Tapai gambut ’Tapai gambut’ beberapa tahun ini menjadi salah satu kuliner andalan bagi pedagang di Kecamatan Gambut dan sekitarnya. Meskipun dalam kenyataannya di daerah atau kabupaten lain sudah lama mengenal jenis kuliner ini, tetapi salah satu daerah yang terkenal penghasil makanan ini, yaitu Gambut. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika nama kuliner ini salah satu unsurnya berasal dari nama wilayah yaitu Gambut. Salah satu jenis tape dibuat dengan berbahan dasar singkong. Setelah melalui proses permentasi dengan bantuan ragi, kuliner ini di sajikan dalam bungkus daun pisang atau dalam plastik mika.Tapai singkong ini memiliki tekstur yang agak lembek jika sudah terlalu matang dan sedikit keras jika setengah matang.Tape gambut berasa manis.
Jenis tape gambut berikutnya ada yang tidak hanya berbahan singkong. Bahan lainnya, yaitu dari beras ketan. Beras ketan ini dipermentasi menggunakan ragi tape. Warna tape ketan ini adalah hijau sedikit tua karena menggunakan pewarna alami dari sumber nabati, seperti daun pandan. Rasa tape jenis ini juga manis dengan tekstur agak lembek jika terlalu matang.Cara mengemas tape ini dengan membungkusnya dalam daun pisang atau dalam mika.
## 4.1.1.2 Pingaran
Desa Pingaran bagian dari Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar. Di desa ini memiliki topografis
berlahan rawa dan dataran biasa. Pertanian dan perkebunan, termasuk mencari ikan merupakan aktivitas sebagian masyarakat Pingaran. Di samping itu, masyarakat di sana juga memiliki mata pencaharian yang lain mengolah buah jaring’jengkol’ sebagai salah satu sumber penghasilan.
3. Jaring pingaran ’jengkol pingaran’
Nama jaring pingaran ’jengkol pingaran’ berasal dari buah yang bernama jaring’jengkol’ dan asal tempat yaitu Pingaran. Nama kuliner ini menggunakan asal tempat makanan diolah sehingga menjadi salah satu kuliner khas masyarakat di sana. Makanan yang berbahan jengkol yang sudah direbus dan dimakan dengan menggunakan jerangan santan hasil perahan buah kelapa ini sangat gurih dengan aroma khas . Jengkol biasanya melalui proses yang cukup rumit dan telaten. Memerlukan keahlian tersendiri dalam membuat makanan tersebut.
4.1.2 Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah salah satu wilayah di Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten ini memiliki belasan kecamatan dan ratusan kelurahan atau desa. Geografi kabupaten ini terdiri atas pegunungan, dataran rendah , dan dataran biasa. Bentangan persawahan, perkebunan, dan wadah mencari ikan seperti sungai dan kali tersedia di daerah ini.
## 4.1.2.1 Kandangan
Kandangan salah satu nama kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kecamatan ini memiliki topografis yang hampir sama dengan kecamatan lainnya. Di tengah kondisi tersebut beragam kuliner dengan nama, bentuk, dan cara pengolahan serta fungsinya pun menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat.Kuliner ini menggunakan nama kecamatan yaitu Kandangan.
1. Katupat kandangan ’ketupat kandangan’ Nama Katupat kandangan ‘ketupat kandangan’ merupakan salah satu kuliner khas masyarakat Banjar dengan menggunakan salah satu unsur nama dari Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu Kandangan. Bahan dasar makanan ini yaitu beras yang dimasak dalam cangkang yang terbuat dari anyaman daun kelapa muda .Setelah direbus beberapa lama ketupat dapat dihidangkan dengan menggunakan kuah santan dengan bumbu dapur lainnya.Ikan yang digunakan yaitu bisa telur, ayam, dan ikan gabus yang diasap. Rasa ketupat ini gurih. Ketupat memiliki kekenyalan seperti lontong. Namun, agak sedikit keras. Cara penyajiannya biasanya dalam piring. Cara menyantapnya dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan tangan atau sendok dan garpu.
2. Dodol kandangan ’dodol kandangan’ Dodol kandangan merupakan kuliner yang sebagian struktur namanya menggunakan nama daerah yaitu Kandangan. Dodol terbu,at dari bahan dasar beras ketan dan gula merah.
Dodol diolah dengan ketelatenn yang tinggi. Biasanya dimasak dalam wajan yang besar dan diaduk perlahan. Makanan ini memiliki warna coklat kehitaman dengan rasa manis dan tekstur lembut.
Tidak semua orang bisa membuat kuliner khas tersebut. Harus memiliki pengetahuan dan keterampilan tersendiri agar adonan menjadi dodol. Setelah masak pun, adonan yang matang tidak bisa langsung dikemas, diperlukan waktu kurang lebih satu malam untuk
mendinginkannya. Dodol kandangan sendiri bila diberi nama atau merk oleh pembuat atau pengusaha sesuai dengan nama pilihan pengusaha dodol sendiri.
3. Lamang kandangan ’lemang kandangan’ Lamang kandangan ’lemang kandangan ’memiliki salah satu unsur nama dengan menggunakan kata Kandangan. Sebagaimana lemang lainnya di daerah lain, bahan dan cara pengolahannya tidaklah jauh berbeda. Akan tetapi sudah menjadi khas kota ini, lemang menjadi oleh-oleh daerah tersebut.
Lemang berbahan dasar, yaitu beras ketan. Beras ini dimasukan dalam bambu bersama santan kelapa dengan ukuran tertentu, kemudian di bakar di atas api. Dalam bambu sudah diberi alas daun pisang. Rasa lemang ini gurih. Lemang memiliki tekstur yang lembut.
4.1.3 Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kabupaten hulu Sungai Tengah ini memiliki tofografis wilayah yang terdiri atas pegunungan, dataran dan sebagian daerah rawa. Kondisi ini relatuf sama dengan daerah di kabupaten lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan.Di tengah sumber alam yang terdapat di daerah ini telah menghasilkan beragam kuliner yang menarik untuk diketahui dan dinikmati.
## 4.1.3.1 Barabai
1. Apam barabai ‘Apem barabai’ Apam barabai ‘Apem barabai’ salah satu kuliner yang dikenal sebagai makanan dari kota Barabai. Kuliner ini berbahan dasar tepung dan gula merah atau putih.Apem memiliki rasa yang manis. Bentuknya bundar tipis dengan tekstur lembut saat dikunyah.
Apem bukanlah makanan sehari-hari masyarakat Banjar. Sebagaimana dengan makanan khas lainnya, hanya orang-orang tertentu yang memiliki keterampilan pengetahuan lokal yang bisa membuat makanan tersebut. Meskipun kalau dilihat dari bahan dasar cukup sederhana namun, bukan berarti cara pengolahannya mudah mencapai keberhasilan. Jenis panganan daerah ini biasanya dikemas dalam daun pisang dengan bentuk memanjang. Satu bungkus daun pisang diisi dengan sepuluh buah apem.
1. Pakasam barabai ’pakasam barabai’
Pakasam barabai’pakasam merupakan salah satu kuliner yang dikenal sebagai makanan lauk dari
Barabai. Meskipun secara umum di berbagai daerah di Kalimantan Selatan juga mengenal dan membuat jenis kuliner ini. Sebagian struktur nama makanan ini menggunakan kata Barabai. Jenis makanan ini bisa dinikmati setelah digoreng.
Pengolahan kuliner membutukan keuletan dan kesabaran. Bahan dasar ikan seperti anak ikan, ikan gabus, ikan sepat, atau ikan betook dibersihkan. Baru dipermentasi dengan menggunakan taburan berasa yang sudah disangrai. Diamkan beberapa waktu kemudian baru bisa dikonsumsi. Aroma ikan ini sangat khas sebagai makanan yang sudah mengalami pengawatan.
## 4.1.5 Kabupaten Balangan
Kabupaten ini merupakan salah satu wilayah di Kalimantan Selatan yang memiliki topografis dominan pegunungan atau dataran tinggi. Kabupaten ini memiliki hamparan perkebunan dan hutan yang menghasilkan seperti tumbuhan cempedak.Tumbuhan inilah yang
menjadi salah satu kuliner yang enak dinikmati secara langsung atau setelah diolah.
1. Mandai balangan ‘ mandai balangan’ Nama kuliner ini memiliki unsur nama tempat yaitu Balangan. Mandai salah satu kuliner Banjar yang sudah dikenal sejak dulu. Sebenarnya, setiap daerah atau kabupaten mengenal dan banyak masyarakat yang pandai membuat jenis makanan ini. Mandai terbuat dari daging kulit cempedak. Cara pembuatannya yaitu kulit cempedak dikupas, dagingnya kemudian direndam dengan air garam dalam waktu. Mandai ini akan bertahan dalam hitungan bulan bahkan tahun.Warna makanan ini kuning kecoklatan.
## 4.1.6 Kabupaten Hulu Sungai Utara
Hulu Sungai Utara beribu kota Amuntai. Ibu kota ini dilewati aliran sungai besar yang menghubungkan Balangan, Tabalong, dan Nagara. Di salah satu sudut tepi sungai ini terdapat patung besar seekor itik sebagai ikon kota Amuntai. Dua kuliner menarik dari kota ini, yaitu itik panggang dan kue cincin.
## 4.1.6.1 Amuntai
1. Itik panggang hamuntai ’itik panggang hmuntai ’
Itik panggang hamuntai ’itik panggang amuntai ’ merupakan salah satu kuliner yang terkenal berasal dari Kota Amuntai. Itik dimasak melalui proses pemanggangan dengan resep tertentu. Rasa kuliner ini gurih. Biasanya itik panggang disajikan dengan nasi dan kuah sop. Kuliner ini meskipun di jual di di luar Amuntai biasanya tetap menggunakan nama daerah tersebut di tempat di mana itik panggang dijual.
2. Cincin talipuk Hamuntai ’kue
cincin Amuntai’
Cincin talipuk ’kue cincin’ ini menjadi termasuk salah satu kuliner khas Amuntai. Meskipun secara umum kue ini juga bisa ditemukan di daerah kabupaten lain. Nama kuliner ini menggunakan asosiasi benda perhiasan cincin dan nama tumbuhan teratai. Biji dari bunga ini dipetik dan dijemur. Melalui proses berikutnya, baru bunga ini bisa diolah dengan bahan lain sehingga dapat dijadikan adonan untuk kue.
## 4.1.7 Kabupaten Tabalong
Tabalong salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan. Ibukota Tabalong, yaitu Kota Tanjung. Kabupaten ini pada umumnya memiliki wilayah geografis pegunungan dan dataran biasa. Di kota ini dikenal beragam kuliner daerah.
1. Gangan paliat ’ sayur paliat’. Asal nama kuliner ini
meskipun tidak menggunakan nama daerah Tabalong atau Tanjung, namun asosiasi masyarakat biasanya mengingatkan akan kota Tanjungs ebagai kota yang memiliki kuliner khas tersebut .Sayur ini berbahan santan kelapa kental. Ikan yang dimasak bisa undang, ikan gabus, dan ikan baung. Sekarang, pilihan ikan ini juga beragam, tergantung selera yang membuatnya .
## 4.1.8 Kabupaten Kotabaru
Kotabaru salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten ini memiliki kondisi wilayah pegunungan, dataran, dan laut. Laut di kota ini menghasilkan ikan yang basah maupun yang bisa diolah menjadi ikan kering, seprti ikan telang, ikan pari, ikan hiu, ikan cumu-cumi, dan lain-lain.
1. Amplang ’amplang’
Amplang ’amplang’ berbahan dasar ikan gabus atau tenggiri. Ikan ini dijadikan digiling kemudian dijadikan adonan dengan tepung serta bumbu lainnya. Adonan kemudian dipotong sesuai dengan yang diinginkan. Kemudian digoreng sampai agak kecoklatan. Selanjutnya dikemas. Biasanya kemasan amplang ini dalam bentuk bungkusan plastik perbuah dengan harga bervariasi atau dibuat dalam kotak karton yang besar serta diberi tali sebagai alat untuk mengangkatnya. Kuliner ini meskipun tidak menggunakan nama daerah, namun asosiasi masyarakat Banjar kemungkinan akan menganggap amplang berasal dari daerah Kotabaru.
## 4.1.9 Banjarmasin
Kota Banjarmasin memiliki sungai-sungai yang besar atau kecil. Sungai ini menjadi salah satu sarana yang digunakan untuk menghubungkan antartempat dengan mengunakan perahu bermotor atau atau kayuh. Salah satu makanan yang di kenal dari kota ini maupun dari daerah lainnya itu soto banjar 1. Soto banjar’soto banjar’ Soto banjar terdiri atas racikan ketupat dengan kuah berbumbu khas soto banjar. Di dalamnya terdapat cacahan daun seledri, bawang goreng, daging ayam, suun, wortel, dan perkedel singkong. Aromanya bercampur dengan perasan limau. 4.2 Keberagaman Kuliner Banjar Berdasarkan Geografi Wilayah Lokal dalam Hubungannya dengan Fungsi dan Makna Ekokultural Masyarakat Banjar
Berdasarkan hasil penelitian diketahui beragam nama kuliner Banjar terdapat di Kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Kuliner ini diolah di daerah setempat dengan bahan mentah dari daerah setempat pula. Namun, bisa juga di olah dari daerah setempat dengan bahan mentah dari luar. Kuliner tersebut dihasilkan karena kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan hasil alam baik hewani maupun hayati yang terdapat di sekitar atau di luar daerah Apa yang didapatkan memiliki nilai-nilai yang arif bagi kehidupan sehari-hari maupun akan datang. Hal ini didasari oleh berbagi faktor, salah satunya adanya dorongan nurani manusia untuk menjalani kehidupan. Koentjaraningrat (2014) menyebutkan bahwa para ahli psikologi sependapat bahwa terdapat dorongan naluri manusia sebagai mahluk individu dan sosial, antaralain dorongan untuk mempertahankan hidup, dorongan untuk mencari makan, dorongan untuk berinteraksi, dorongan untuk berbakti, dan dorongan untuk keindahan (hlm. 103).
Nilai-nilai ekokultural di balik nama kuliner berdasarkan geografis wilayah yang dihubungkan dengan sistem pengetahuan lokal masyarakat daerah terhadap alam lingkungan ini memiliki nilai kearifan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Banjar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Nilai yang dimaksud berhubungan dengan nilai kreatif dan ekonomis terhadap alam lingkungan atau ekologi. Kreatif berkaitan dengan kemampuan untuk membuat sesuatu, hasil dari kecerdasan. Simanjuntak
(dalam Fakihudin, 2017) menyebutkan bahwa kreativitas berhubungan dengan menciptakan sesuatu, menjadikan, menghasilkan, membuat, melahirkan, dan
memgadakan sesuatu (hlm. 147).
Ekonomis berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemanfaatan segala sesuatu menjadi berharga. Sementara budaya berhubungan ekspresi budaya masyarakat Banjar terhadap bahan kuliner seperti beras sebagai bahan makanan pokok diolah dengan beragam variasi dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat juga memiliki cara dalam menyajikan dan menikmati makanan yang diolah hasil dari pemanfaatan alam sekitar. Berikut gambaran umum dari adanya nilai ekokultural di balik nama kuliner Banjar berdasarkan geografis wilayah lokal yang dimaksud.
1. Nasi itik gambut ’ nasi itik gambut’ Nasi itik gambut ’ nasi itik gambut’ di wilayah Gambut dan sekitarnya selain memiliki fungsi sebagai makanan yang dikonsumsi, juga sebagai kuliner yang dapat diperjualbelikan. Hal ini dapat dilihat, nasi ini selain diperjualbelikan khusus di wilayah Gambut juga diperjualbelikan di wilayah lainnya dengan nama yang sama yaitu nasi itik gambut. Terdapat warung besar atau kecil yang menjual nasi itik gambut di wilayah Gambut dan sekitarnya.Dengan demikian, fungsi kuliner itik gambut selain sebagai makanan juga memiliki fungsi di bidang ekonomi.
Potensi hasil alam hayati yang setelah diolah menjadi satu kesatuan dalam nasi itik gambut ini merupakan salah satu keberhasilan bukti adanya pelaksanaan kearifan lokal yang bernilai ekonomi produktif melalui pengetahuan lokal
dan daya kreatif inovatif masyarakat Banjar terhadap alam lingkungannya yang berhasil diwujudkan.
Pemanfaatan ini berdasarkan pengetahuan bahwa daerah Gambut merupakan salah satu tempat lumbung padi bagi masyarakat Banjar. Nama beras gambut pun dikenal secara umum selain nama-nama beras lainnya. Beras gambut sebagai sumber daya alam hayati sebagai bagian dari bahan makanan pokok yang terkenal ini menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk digunakan untuk dijadikan bagian nasi itik gabut.
Demikian pula dengan itik dan bumbu-bumbu yang ada dalam masakan. Salah satu sistem mata pencaharian masyarakat Banjar adalah budaya berdagang. Sebagian masyarakat Banjar menjadikan itik sebagai mata pencaharian yang bisa diandalkan. Itik banyak diperjualbelikan di wilayah Gambut.
Hal ini lebih memudahkan pedagang nasi itik untuk mendapatkan bahan mentah untuk kuliner. Sementara bumbu dapur yang berasal dari tumbuhan juga relatif mudah untuk didapatkan baik dari pasar atau dari petani langsung. Kecamatan Pengaron dan Sungai Pinang merupakan daerah di Kabupaten Banjar penghasil bumbu dapur tersebut.
2. Tapai gambut ’Tape gambut’
Sebagaimana nasi itik gambut , Tapai gambut ‘Tapai gambut’ dapat dijadikan panganan sampingan selain makanan pokok. Kuliner hasil industri rumahan ini diperjualbelikan. Tapai gambut sekarang ini banyak dijual pedagang di sepanjang jalan A. Yani di Kecamatan Gambut. Tapai ini juga dijual di kabupaten lain dengan tetap mencantumkan nama tapai gambut ’tapai gambut’.
Jauh sebelum nama tapai gambut dikenal seperti sekarang ini,
makanan berbahan singkong ini sudah banyak diproduksi oleh sebagian masyarakat Banjar di wilayah Kalimantan Selatan. Tapai ini juga dapat diperjualbelikan dengan ragam kemasan. Cara untuk menjual bisa melalui tangan kedua seperti penjual sayur keliling, penjual makanan di pasar, atau bisa pula dijual oleh pembuat tapai tersebut dengan cara menjajakannya. Masyarakat Banjar yang mengolah makanan tapai ini memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengolah bahan makanan dari alam. Singkong banyak ditanam di lahan- lahan luas oleh sebagian masyarakat, seperti di Desa Pematang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar. Pemeliharaan singkong tidak begitu rumit, asal ada lahan yang bersih dan gembur serta sinar matahari yang cukup. Demikian pula dengan beras ketan yang berasal dari tanaman padi. Lahan persawahan tersebut terbentang luas di kecamatan ini. Tersedianya bahan mentah untuk kuliner jenis tapai ini dari alam sekitar memudahkan pedagang atau pembuat tape untuk terus melanjutkan usahanya. Berdasarkan hasil penelitian tapai gambut atau tapai lainnya selain memiliki fungsi sebagai makanan yang bernilai ekonomi , dalam kenyataanya di kehidupan sosial budaya masyarakat Banjar , tapai juga memiliki fungsi lain yang bernilai kearifan lokal dari segi menjalin hubungan sosial dan religi. Tapai biasanya dapat disajikan saat lebaran tiba untuk dihidangkan kepada para tamu yang datang saat bersilahturahmi .
3. Jaring pingaran ’Jengkol pingaran’
Tidak semua orang dapat mengolah makanan ini.Tidak mudah pula untuk mendapatkan buah
jengkol. Masyarakat Pingaran mendapatkan bahan mentah tidak hanya dari desa sekitar namun dari luar daerah seperti dari Kalteng dan
Kotabaru.Panganan biasanya dikemas dalam daun pisang atau bungkusan kertas atau plastik makanan.
Sebagaimana kuliner nasi itik gambut’ nasi itik gambut’ dan tapai gambut ‘tape gambut’ yang memiliki fungsi selain sebagai makanan yang bisa dikonsumsi juga dapat dijadikan salah satu mata pencaharian.
Kearifan lokal dalam konteks ini yaitu adanya pengetahuan lokal dan keterampilan masyarakat Pingaran yang tinggi telah membuahkan hasil yang bernilai rasa sekaligus bernilai ekonomi dalam mengolah buah yang beraroma tersebut. Kearifan lokal lainnya, yaitu etos kerja masyarakat di sana membuat kurangnya bahan baku buah jengkol yang tidak banyak tersedia di daerah, tidak menghalangi untuk memproduksi dan menjadikan daerah mereka menjadi terkenal. Cara mereka menanggulangi kekurangan bahan mentah bernilai kreatif ini yaitu dengan membeli dari masyarakat luar meskipun berbeda wilayah dengan jarak yang cukup jauh. Etos kerja lainnya yaitu ketelatenan dalam mengolah buah jengkol dari direndam hingga direbus dan disajikan kepada para pencinta kuliner tersebut.
4. Katupat kandangan ’ketupat kandangan’ Ketupat kandangan bukanlah makanan pokok sehari-hari masyarakat Banjar akan tetapi berbahan pokok, yaitu beras. Ketupat biasanya dihidangkan saat ada acara besar seperti perkawinan dan hari raya. Melalui kuliner ini ikut serta sebagai sajian dalam acara yang
bersifat kemasyarakatan. Ketupat termasuk hidangan istemewa dalam acara besar tersebut.
Ketupat kandangan sangat dikenal di tengah masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan atau luar Kalimantan. Nama makanan ini banyak di luar Kecamatan Kandangan, seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Martapura, dan daerah lainnya. Ketupat kandangan sangat digemari sebagai salah satu kuliner yang bisa dinikmati kapan saja. Kuliner ini selain menjadi makanan keluarga juga menjadi salah satu makanan yang sangat dicari oleh pembeli. Di sepanjang jalan A. Yani , khususnya di daerah Hamalau dan Parincahan serta sebagian kecil Angkinang, pedagang jenis kuliner daerah tersebut. Cara menjualnya bukan dijajakan, akan tetapi dominan di jual dalam warung-warung kecil, besar, atau restoran.
Sumber alam di Kandangan dan sekitarnya yang menyediakan kebun-kebun kelapa dan persawahan juga sungai-sungai dengan ikan gabus di dalamnya telah membuat masyarakat Banjar menggunakan pengetahuan lokal dan keterampilannya secara baik. Tidak mengherankan sebagian masyarakat Kandangan pandai memasak ketupat kandangan untuk berbagai keperluan, salah satunya sebagai sumber penghasilan keluarga. Nilai ekonomis dari kuliner ketupat kandangan didukung oleh kondisi alam yang memiliki potensi besar sebagai sumber bahan mentah ketupat. Bahkan, untuk memanggang ikannya pun menggunakan sabut kelapa atau tempurung yang yang sudah kering. Sementara alat untuk meniup api agar menyala adalah tongkat bambu kecil yang didapatkan di sekitar pemukiman.
Fungsi makanan ini berdasarkan pengamatan tidak hanya memiliki nilai ekonomis. Namun, juga bernilai sosial. Hal ini dapat dilihat pada saat makanan ketupat dihidangkan khusus untuk acara- acara besar. Harapannya kenikmatan rasa ketupat ini dapat dirasakan bersama oleh tetangga atau kerabat yang datang. Keinginan untuk berbagi sesuatu yang menyenangkan dan bernilai terlihat dalam kehidupan sosial masyarakat Banjar tersebut.
5. Dodol kandangan ’dodol kandangan’ Bnayak toko di Kandangan yang menjual dodol ini dalam beragam kemasan di samping oleh- oleh lainnya. Dodol bukanlah olahan yang biasa dibuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membuatnya. Meskipun demikian, bukan berarti kuliner ini sulit ditemukan. Jajanan khas Kandangan dijual di warung-warung-warung makan, seperti warung ketupat. Dodol ini dijual hingga ke luar daerah bahkan luar kabupaten.
Pembuatan kuliner dodol ini diperoleh dari alam sekitar, seperti beras ketan dan gula merah. Beras ketan merupakan hasil dari pertanian yang banyak terdapat di wilayah Kandangan. Gula merah terbuat dari air pohon aren yang juga masih ada di sekitar pemukiman rumah pedesaan. Bahkan, gula merah kandangan ini sering dicari oleh pencinta kuliner untuk tambahan masakan di rumah. Potensi alam sekitar jika dimanfaatkan dengan baik akan mendatangkan hasil yang baik pula.
Kebaikan dari hasil mengolah bahan mentah dari alam ini telah terwujud berupa dodol sebagai salah satu sumber makanan, di samping juga sebagai barang bernilai ekonomi.Alam Hulu Sungai Selatan, seperti Kandangan menyediakan sumber daya hayati yang siap untuk diolah. Dorongan dalam diri manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti adanya makanan dan adanya sumber penghasilan yang bernilai ekonomi pun telah didukung oleh sumber daya alam di lingkungan masyarakat Kandangan setempat.
6. Lamang kandangan ‘lemang kandangan’ Lamang Kandangan ’lemang kandangan’ berbahan dasar dari beras ketan. Beras ini diperoleh dari hasil pertanian sekitar. Bahan lainnya, yaitu santan kelapa. Kelapa juga bagian dari sumber daya alam hayati yang masih mudah didapatkan di sekitar pemukiman pedesaan masyarakat Banjar di Kandangan. Sementara itu, alat untuk memanggang, yaitu bambu. Bambu termasuk tanaman yang biasanya bisa tumbuh di pinggir sungai atau di lahan luas.Bambu bagian dari sumber daya hayati di lingkungan sekitar.
Masyarakat pembuat lemang di Kandangan telah memiliki pengetahuan lokal dan keterampilan yang diperoleh berdasarkan pengalaman bertahun-tahun dari genrasi ke generasi. Lemang ini dalam kehidupan sehari-hari bisa dinikmati sebagai makanan bukan utama. Lemang juga bisa digunakan untuk upacara tertentu.
Berdasarkan hal ini, terdapat nilai kearifan lokal antara budaya masyarakat dengan lingkungan. Budaya masyarakat dalam melakukan upacara tertentu telah menggunakan lemang sebagai bagian dari sajian. Budaya masyarakat dalam sistem mata pencaharian yaitu berdagang telah menjadikan lemang sebagai salah satu sumbernya ekonomi.Lemang selain bergizi juga mendatangkan keuntungan materi.
Lemang kandangan merupakan hasil dari kemampuan dan keterampilan masyarakat secara umum dalam memanfaatkan hasil alam sekaligus sebagai kuliner yang memiliki nilai ekonomis di samping dapat disajikan saat ada upacara yang mengundang orang banyak atau sosial.
7. Apam barabai ’apem barabai’ Di kota Barabai banyak ditemukan pedagang yang menyajikan makanan ini. Wadah penjualannya pun dari pedagang menggunakan meja kecil dan payung sampai ke dalam warung yang besar.Bagi masyarakat luar Barabai biasanya juga bisa menemukan jenis apem ini dengan nama yang sama meskipun tidak di buat langsung dari Barabai.Salah satu alasan menggunakan nama yang sama karena kemungkinan pembuat apem berasal dari Barabai. Bahan dasar apem ini tersedia dari alam sekitar. Beras diperoleh dari hasil pertanian yang menjadi bahan pokok masyarakat Banjar pada umumnya. Demikian pula dengan ‘ gula habang ’gula merah yang masih diproduksi pengrajin di sana.Pengetahuan dan keterampilan pembuat kuliner ini telah menghasilkan nilai ekonomi sekaligus terbukti adanya nilai kreatif dalam memanfaatkan hasil alam dalam memenuhi kebutuhan.
8. Pakasam barabai ’ pakasam barabai’ Sebagian masyarakat Banjar bisa mengolah jenis makanan tersebut. Namun banyak juga yang tidak. Tersedianya hasil alam berupa ikan di sekitar pemukiman masyarakat atau mudahnya mendapatkan ikan dari para pencari ikan, menyebabkan pakasam barabai terus bisa diolah dan lestari hingga sekarang. Jenis panganan ini seenarnya sudah
dikenal sejak dahulu di berbagai wilayah di Kalimantan Selatan, salah satunya berasal dari Barabai.
Ikan ini biasanya dikemas dalam bungkusan daun pisang. Dijual dengan cara di timbang,atau dijual perbungkus.Jenis kuliner ini tidak dijual di sembarang tempat. Untuk yang belum atau sudah digoreng biasanya mudah ditemukan di pasar Barabai. Bagi para pencinta kuliner tidak akan menemukan pedagang makanan ini di tepi jalan seperti pedagang oleh-oleh pada umumnya.
Terdapat kecerdasan dan keterampilan yang arif dalam konteks ini. Hasil ikan yang melimpah atau tidak bisa disimpan beberapa waktu tanpa mengalami kebusukan. Melalui kuliner ini terdapat tiga nilai yang bisa dijadikan materi pembelajaran. Pertama hasil olahan ikan ini bisa mendatangkan nilai ekonomi. Kedua, hasil olahan ini membuat ikan tidak busuk dan terbuang percuma jika melimpah.Ketiga, kuliner ini merupakan salah satu upaya untuk bisa menambah selera makan meningkat.
9. Mandai balangan ’mandai balangan’ Secara etnokultural terdapat kearifan lokal masyarakat terhadap jenis makanan ini, seperti pengetahuan akan pengolahan makanan agar bervariasi sehingga menimbulkan selera makan. Berdasarkan data di lapangan diketahui, jenis kuliner bisa digoreng langsung, dioseng, bahkan dimasak menjadi sayuran berkuah. Rasanya sangat nikmat dan gurih. Daging mandai memiliki tekstur yang beragam, tergantung cara mengolahnya. Ada yang bertekstur lembut dan ada yang agak alot. Untuk mandai yang sudah lama tersimpan
dalam toples, bahkan lama diletakkan di kulkas biasanya dicuci kemudian direndam sebentar dengar air panas agar tekstur daging mandai menjadi lembut. Seiring dengan perkembangan zaman, pengolahan jenis makanan tradisional ini semakin bervariasi. Mandai tidak hanya dijadikan lauk secara langsung, akan tetapi bisa juga dibuat mandai krispi dan kerupuk mandai . Penjualannyapun tidak berbentuk plastik biasa. Namun, dengan kemasan yang lebih modern. Para pembelinya berasal dari berbagai daerah atau kabupaten.
Jenis makanan ini memang sudah dkenal dan dinikmati oleh masyarakat Banjar secara luas, salah satunya dikenal dari Balangan. Beberapa tahun ini, jenis kuliner ini menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Balangan, khususnya di Desa Riwa Kecamatan Batu Mandi. Di salah satu bagian jalan A. Yani di desa ini , terdapat pedagang- pedagang yang khusus menjual mandai-mandai dalam toples plastik di pinggrir jalan.Mandai bahkan dipromosikan lewat jaringan internet dengan nama mandai balangan .
Kuliner ini menjadi bukti ekokultural yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam mengolah sumber daya alam sekitar. Buah cempedak memang masih banyak ditemukan di hutan Kalimantan, termasuk sebagian hutan
Balangan. Buah ini melimpah bila musimnya tiba dan harganya pun bisa sangat murah. Agar buah dapat terus memberi manfaat bagi petani buah maupun pembeli buah meskipun musimnya sudah berlalu. Jenis kuliner yang mampu bertahan lama melalui proses pengawetan yang sudah dilakukan dari generasi ke generasi oleh masyarakat Banjar.
10. Itik Panggang hamuntai’ Itik panggang amuntai’ Hulu Sungai Utara beribukota Amuntai. Sebagian masyarakat Hulu Sungai Utara, seperti di desa Mamar menjadi peternak itik. Pemasarannya di salah stau daerah bernama Alabio. Itik ini sering dinamakan itik alabio. Pengetahuan masyarakat di sana tidak hanya menjadikan itik sebagai sebagai hewan yang mendatangkan materi, akan tetapi mereka juga mampu menjadikan hewan ini sebagai sumber makanan bergizi.
Alam lingkungan Amuntai yang sebagian berlahan rawa dimanfaatkan sebagiannya sebagai wadah untuk beternak itik tersebut. Tanaman keras yang menghasilkan seperti kelapa, karet, dan lain sebagainya tidak bisa tumbuh subur di lahan ini. Namun, karena kemampuan masyarakat setempat dalam beradaptasi dan kreatif telah membuat lahan rawa mendatangkan manfaat lewat pemeliharaan itik yang membutuhkan lahan tersebut sebagai tempat hidupnya.
11. Wadai cincin hamuntai ’kue cincin amuntai’ Kepandaian masyarakat setempat dalam memanfaatkan hasil alam berupa teratai ini telah menghasilkan nilai ekonomi.
Tumbuhan ini banyak ditemukan di daerah rawa. Di pasar Amuntai pun biasanya sudah tersedia kue yang sudah dalam kemasan. Banyak pula yang menjualnya dalam kondisi hangat. Kue tersebut dibentuk ditempat dan digoreng di tempat.
Tidak mengherankan bila, alat memasak serta ember berisi adonan menjadi bagian dari penjual tersebut.
12. Gangan paliat’sayur paliat’
Kelapa dan bumbu dasar mudah ditemukan di sekitar pemukiman warga Tabalong pada umumnya. Khususnya di daerah yang lahannya luas, buah kelapa sangat mudah diperoleh.Bila tiba masa panen, buah tersebut melimpah. Asil alam sekitar ini dimanfaatkan masyarakat menjadi bahan olahan yang mendatangkan nilai gizi dan nilai ekonomi kreatif. Kelapa yang tua sangat banyak santannya. Santan ini mempengaruhi rasa makanan. Pengetahuan lokal akan masakan ini didapatkan dari generasi ke generasi. Budaya memasak dengan menggunakan santan kelapa hingga sekarang masih berlangsung. Gangan paliat masih dicari penikmat kuliner dan dijual oleh pedagang di sana. 13. Amplang’ amplang’ Melimpahnya hasil ikan ini, di Kotabaru telah membuat timbulnya ide dan keterampilan dalam memanfaatkan hasil alam laut yang melimpah. Ikan yang banyak jika tidak dilakukan pengolahan yang tepat akan membawa hasil yang tidak bagus. Kecerdasan masyarakat setempat dalam menjadikan kuliner berbahan dasar ikan ini telah mendatangkan nilai ekonomis. Nama makanan ini bernama amplang. Meskipun demikian amplang juga bisa ditemukan di Provinsi lain, seperti Kalimantan Barat atau Timur atau wilayah lainnya. Namun, khusus Kalimantan Selatan, pada umumnya amplang diproduksi di daerah Kotabaru dan menjadi oleh-oleh khas masyarakat yang datang ke sini. Terdapat beragam nama atau merk untuk kuliner ini.
14. Soto banjar’soto banjar’
Sebagaimana kuliner lainnya,
soto banjar ini menggambarkan kecerdasan masyarakat Banjar d alam
mengolah makanan. Pengetahuan lokal setempat dalam memanfaatkan hasil alam tersaji dalam makanan ini. Soto banjar berbahan dasar ketupat yang berasal dari beras. Beras merupakan hasil dari padi yang dihasilkan oleh petani sekitar. Selain itu dalam makanan ini terdapat perkedel singkong bukan kentang.
Singkong banyak di temukan di kebun-kebun warga Banjar. Sementara bumbu lainnya berasal dari rempah-rempah yang mudah di temukan di pasar tradisional masyarakat Banjar.
## 5. PENUTUP Simpulan
Keberagaman nama kuliner Banjar berdasarkan geografis lokal meliputi wilayah 1) Kabupaten Banjar terdiri atas itik gambut ’itik gambut’, tapai gambut ’tapai gambut’ dan jaring pingaran ’jengkol pingaran’. 2) Kabupaten Hulu Sungai Selatan terdiri atas katupat kandangan ’ketupat kandangan’, dodol kandangan ’dodol kandangan’, dan lamang kandangan ’lemang kandangan’. 3)
Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri atas apam barabai ’apem barabai’ dan pakasam barabai ’pekasam barabai’. 4) Kabupaten Balangan terdiri atas mandai balangan’mandai balangan’. 5) Kabupaten Hulu Sungai Utara terdiri atas itik panggang Hamuntai ’itik panggang Amuntai’ dan cincin talipuk Hamuntai ’cincin talipuk Amuntai’. 6) Kabupaten Tabalong terdiri atas gangan paliat ’sayur paliat’. 7)
Kabupaten Kotabaru terdiri atas ampalang ’amplang’. 8) Banjarmasin dan sekitarnya terdiri atas soto banjar’soto banjar’. Adapun keberagaman nama kuliner Banjar ini berdasarkan geografi lokal dalam hubungannya dengan makna ekokultural masyarakat Banjar
meliputi nilai kreatif,inovatif, sosial, dan ekonomis.
## DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih, D.D, & Rostiyati. (2018). Alam Papasangan: Representasi Nilai Kasundaan dalam Poko Jampe. Metalingua ,
16 (2), 167--178.
Asyura, Muhammad. (2018). Analisis Konten Lagu Melayu Tradisional dan Modern (Pemaknaan Lirik- lirik Lagu Melayu Kalimantan Barat. Tuah Talino , 13 (2), 66–77.
Edraswara, Suawardi. (2018). Metodologi Penelitian Gastronomi Sastra. Textium.
Ermitati.
(2018). Pengungkapan Budaya Suku Duano melalui Bahasa Melayu Duano. Kekelpot ,
14 , 41–48. Harimansyah, Ganjar. (2017). Pedoman Konservasi dan Revitalisasi Bahasa. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Hastianah. (2016). Nuansa Sosiokultural dalam Ungkapan Ajektiva Majemuk Bahasa Makasar: Tinjauan Sosiolinguistik. Sawerigading ,
22 (2), 401--413. Koentjaraningrat. (2014). Pengantar Antropologi. Rineka Cipta. Kurnianto, E.A. (2020). Kearifan Lokal dalam ParikanTari Topeng Lengger Wonosobo. Undas , 16 (1), 47–64. Kurniasih, & Nurhidayati. (2020).
Kearifan Lingkungan dalam Kumpulan Cerpen Pilangur Salusin Kisdap Banjar. Undas ,
16 (2), 297–310. Muhammad, Asyura. (2018). Analisis Konten Lagu Melayu Tradisional dan Modern (Pemaknaan Lirik- lirik Lagu Melayu Kalimantan Barat. Tuah Talino , 13 (2), 66--77. Muhidin, Rahmat. (2019). Nilai
Pendidikan Karakter dalam Cerita Rakyat Kakak Beradik Tange dan Berei. Jurnal Lingko ,
1 (2), 162–175. Sari, Y.P. (2017). Sajian Kue Banjar 41 macam: Kajian Etnolinguistik. UNDAS , 13 (2), 117–128.
Septiana, Dwiana. (2017). Penamaan Kuliner dalam Masyarakat Dayak Maanyan. Suar Betang , 12 (1), 15–25. Sibarani, & Robert. (2004). Antropolinguistik . Moda.
Keragaman Nama Kuliner Banjar Berdasarkan Geografi Lokal (Rissari Yayuk)
|
d16546d1-313d-4ea9-b1d9-24b165a66a70 | https://ejournal.polbeng.ac.id/index.php/IP/article/download/1221/550 |
## JURNAL INOVTEK POLBENG
## Pelindung:
Direktur Politeknik Negeri Bengkalis
Pengarah:
WakilDirektur I Politeknik Negeri Bengkalis
## Penanggung Jawab:
KetuaPusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Politeknik Negeri Bengkalis
Dewan Redaksi: Redaktur:
Budhi Santoso
Penyunting/Editor:
Nauval Abdurrahman Prasetyo Ibnu Hajar Muharnis Hendra Saputra
Sirkulasi dan Administrasi:
Supianto Mitra Bestari
Dr. Mohd Ridwan, S.T., M.T. Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri Putera Agung Maha Agung, S.T., M.T., Ph.D Heri Suryoatmojo, S.T., M.T., Ph.D
AlamatRedaksi : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Politeknik Negeri Bengkalis, GedungUtama, Lantai 2, Jalan Bathin alam, Sungai Alam.
Penerbitan JURNAL INOVTEK diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan Juni dan November. Jurnal Inovtek ini sebagai merupakan kumpulan jurnal yang berbasis inovasi teknologi sesuai dengan permasalahan yang ada. Redaksi menerima kontribusi tulisan yang dating dari berbagai pihak terutama dari dosen/peneliti di perguruan tinggi untuk mengisi jurnal ilmiah ini. Panjang naskah antara 8-20 halaman kertas A4 diketik dengan jenis font Times New Roman 1 spasi dengan margin kana kiri 2 cm, margin atas bawah 3 cm, serta margin kanandanbawahmasing-masing 2 cm. Naskah dikirim SISTIM OJS JURNAL INOVTEK . Redaksi berhak menyingkat atau memperbaiki tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isi-nya.
JURNAL INOVTEK POLBENG
## DAFTAR ISI
## PROSES KARBURASI PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN
MENGGUNAKAN KARBON ARANG KAYU BELIAN DAN ARANG KAYU AKASIA
Muh Anhar
Hal 190-195
## MODIFIKASI IDENTITY-BASED ENCRYPTION PADA KEAMANAN DAN KERAHASIAAN DATA REKAM MEDIS
Dian Neipa Purnamasari, Amang Sudarsono, Prima Kristalina Hal 196-203
## PENCARIAN JALUR TERPENDEK DALAM PROSES AUTODOCKING PADA MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN ARTIFICIAL BEE COLONY
Safriudin Rifandi, Indra Adji Sulistijono, Son Kuswadi Hal 203-213
## PENGGUNAAN PLASTIK TIPE PET SEBAGAI PENGGANTI SEMEN PADA PEMBUATAN PAVING BLOCK
Dedi Enda, Marhadi Sastra, Lizar, Zulkarnain, Boby Rahman Hal 214-218
## IDENTIFIKASI SINYAL ELEKTROMIOGRAFI OTOT VASTUS MEDIALIS DAN ERECTOR SPINAE DALAM TRANSISI GERAKAN UNTUK KONTROL ROBOT KAKI
Farid Amrinsani, Zainal Arief, Agus Indra Gunawan Hal 219-227
## PEMETAAN 3 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN JALUR EVAKUASI ALTERNATIF PADA SMART ROBOT RESCUE
Rodik Wahyu Indrawan, Indra Adji Sulistijono, Achmad Basuki
Hal 228-238
## PENGGUNAAN SERAT IJUK DAN LCP SEBAGAI BAHAN TAMBAH ALAMI PADA BETON
Budiman Hal 239-244
## PENGARUH PARAMETER MENGGURDI BERTAHAP TERBENTUKNYA
RASIO DELAMINASI BAIK PADA SISI MASUK MAUPUN SISI KELUAR LUBANG
Irwan Kurniawan, Ismet Hari Mulyadi
Hal 245-254
## SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMBANGUNAN TURAP PULAU BENGKALIS
Oni Febriani, Boby Rahman, Dedi Enda Hal 255-262
## MEMBANGUN MODUL PEMBELAJARAN PENGOLAHAN SINYAL PADA PLATFORM MINI PC
## Tri Budi Santoso, Ahmad Zainudin, Titon Dutono Hal 263-270 TEKNOLOGI DECOMMISSIONING ANJUNGAN LEPAS PANTAI TERPANCANG PASCA-OPERASI
Erdina Arianti, Abd. Ghofur Hal 271-279
## ANALISA PENGGUNAAN BIODIESEL MINYAK JAGUNG SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF MESIN DIESEL
Suardi, Wira Setiawan, Taufik Hidayat, Achmad Zakaria Ramadhan Hal 280-288
## RANCANG BANGUN ROBOT TRANSFORMER (HUMANOID DAN MOBIL)
Edilla, Jupri Yanda Zaira, Tommy Wiranata Hal 289-294
## PERANCANGAN INSTALASI LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN
SISTEM HYBRID DAN JALA-JALA PLN PADA BANGUNAN PT.
## PERTAMINA EP ASSET 5 TARAKAN FIELD
Sugeng Riyanto, Piter Londong
Hal 295-300
## DESAIN SIMULASI INVERTER ON GRID MENGGUNAKAN METODE CURRENT CONTROLLED DENGAN SOFTWARE PSIM
Dwi Jayanto, Abil Huda Hal 301-307 PENGARUH VARIASI SEKAT
## PADA RUANG MUAT KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP TERHADAP STABILITAS KAPAL
Alamsyah1, Suardi, Ade Abdurrahman Hal 308-315
## PENGEMBANGAN PROGRAM SIMULASI PLANETARY GEAR SET DENGAN KOMBINASI GEAR RASIO
Asrul Sudinar Hal 316-320
## PERHITUNGAN TEGANGAN POROS MODEL PROPELLER PADA UJI SELF PROPULSION MODEL KAPAL
Suyadi, Ahmad Syafiul Mujahid
Hal 321-326
## PENGUJIAN TEGANGAN TEMBUS AC MINYAK SERAI DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI ELEKTRODA
Marlon Tua Pangihutan Sibarani Hal 327-333
## KAJIAN DAMAGE STABILITY PADA STUDI KELAYAKAN DESAIN
## KAPAL BARGE PENAMBANG TIMAH DENGAN PENDEKATAN METODE NUMERIK
Ahmad Syafiul Mujahid Hal 334-343
## SISTEM PENERIMA (RECEIVER) AUTOMATIC IDENTIFICATION
SYSTEM (AIS) BERBASIS MINI COMPUTER PADA KAPAL NELAYAN TRADISIONAL DI MADURA
Akh. Maulidi, Taufan Prasetyo, Anauta Lungiding A.R. Hal 344-349
## SISTEM PENDETEKSI KEMIRINGAN TANAH LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN ARDUINO UNO
Benrad Edwin Simanjuntak, Marlon Tua Pangihutan Sibarani Hal 350-355
## PEMBUATAN MODUL PRAKTEK PENGUKURAN TEGANGAN DAN
ARUS PADA RANGKAIAN LISTRIK DI SMP SWASTA PERGURUAN NASIONAL SIDIKALANG
Dohar Sinabutar, Marlon Tua Pangihutan Sibarani Hal 356-361
## PERENCANAAN SISTEM REFRIGERASI PADA RUANG-RUANG
PENYIMPANAN KAPAL TIPE REFRIGERATED CARGO SHIP SEBAGAI PENDUKUNG EKSPOR BUAH-BUAHAN TROPIS INDONESIA
R. J. Ikhwani, Alamsyah1, Suardi Hal 362-377
## PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN PADA PROSES LAS SMAW MENGGUNAKAN ELELTRODA TYPE E6013
M. Shobri Pardi
Hal 378-381
## TINJAUAN HAMBATAN PADA RANGCANGAN KAPAL TONGKANG TANPA AWAK MENGGUNAKAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS-OPEN FOAM
Abrari Noor Hasmi, Samsu Dlukha Nurcholik, Muhammad Budi Prasetyo,
Alamsyah, Thorikul Huda Hal 382-386
## PENGARUH REGANGAN PADA MATERIAL LOGAM BAJA TERHADAP KEKERASAN DAN SIFAT GETARAN
Helanianto Hal 387-394 ANALISIS TEMPERATUR PWHT
## DAN HOLDING TIME PADA SAMBUNGAN LAS MATERIAL SA 387 GRADE 11 CLASS 1 TERHADAP NILAI KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO
Mukhamad Ilham Rakhmadana Putra, Muhamad Ari, Imam Khoirul Rohmat Hal 395-401
## ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DIESEL LIKE
FUEL DAN MINYAK SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA MULTI SWIRL COMBUSTION SYSTEM (MSCS) PISTON CHAMBER PADA SMALL MARINE DIESEL ENGINE
Edi Haryono, R.Dimas Endro Witjonarko, Heroe Poernomo, Winanto
Hal 412-411
## ANALISIS UNJUK KERJA TWO STROKE MARINE DIESEL ENGINE
BERBAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DAN GASOLINE RON 92 R.Dimas Endro Witjonarko, Edi Haryono,, Nopem Ariwiyono, Winanto
Hal 412-420
## Tentang Jurnal INOVTEK Polbeng
Jurnal Inovasi dan Teknologi Politeknik Negeri Bengkalis merupakan kepanjangan dari Jurnal Inovtek Polbeng. Jurnal Inovtek Polbeng merupakan jurnal rintisan buat jurnal-jurnal yang ada di Politeknik Negeri Bengkalis. Jurnal ini diharapkan dapat sebagai tempat akademisi, peneliti, dan praktisi mempublikaiskan hasil-hasil penelitian.
Jurnal INOVTEK Polbeng menerbitkan naskah berkaitan dengan Teknik Perkapalan(Konstruksi kapal, Sistem Kapal, Kelautan), Teknik Elektro(elektronika Industri dan Listrik industri), dan Teknik Mesin (Manufaktur, perawatan dan material), Teknik Sipil (Sipil umum).
Jurnal INOVTEK Polbeng terbit 2 kali dalam satu tahun. Secara berkala terbit setiap bulan Juni dan November, Tanggal penting dapat dilihat dibawah ini:
Paper dapat dikirim melalui website atau email: [email protected]
Tanggal penting Edisi I Batas akhir pengiriman : April Konfirmasi hasil review : Mie Terbit jurnal : Juni Edisi II Batas akhir pengiriman : September Konfirmasi hasil review : Oktober Terbit jurnal : November
|
a3569f98-4672-4700-81ed-dbe85234d5d5 | https://journal.binus.ac.id/index.php/comtech/article/download/2551/1958 |
## KAJIAN SKETSA DIGITAL DALAM PROSES REKA-STRUKTUR BENTUK-BENTUK SURFACE
## Riva Tomasowa
Architecture Department, Faculty of Engineering, Binus University Jalan K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 [email protected]
## ABSTRACT
Free form surface has a multiple complexity curve intrinsically, so that special approach is needed to form the structure. Geodesic shell is well-known as the shortest path between two points on a curved surface. This method is used to generate the structure of form, which can be easily determined by its basic shape or the complex form. This paper explains how Geodesic theory can assist to generate structures in the early stage of digital sketching. A workshop that has initially started becomes a topic to this discussion. The digital sketching process to apply the theory is the aim of this paper.
Keywords: Free form, surface, geodesic, digital sketch.
## ABSTRAK
Free form surface memiliki tingkat kesulitan bentuk kurva yang kompleks, sehingga perlu pendekatan khusus untuk mereka strukturnya. Geodesic dikenal sebagai garis kurva terpendek dari dua titik yang berseberangan pada suatu permukaan. Metoda Geodesic ini digunakan dalam mereka bentuk, baik yang mudah dikenali dari bentuk dasarnya atau yang kompleks. Tulisan ini membahas bagaimana teori Geodesic tersebut dapat membantu mereka bentuk bagi perancangan pada tahap awal sketsa digital. Sebuah loka karya yang telah mendahului tulisan ini, menjadi bahan dalam pembahasan dalam proses perancangan reka-struktur. Penerapanya pada proses sketsa digital menjadi kajian utama pembahasan.
Kata kunci: free form, surface, geodesic, sketsa digital
## PENDAHULUAN
Dengan logika geodesic , pendekatan perekaan struktur dapat dilakukan pada bentuk permukaan bebas ( free form surface ). Geodesic yang dikenal sebagai garis kurva terpendek dari dua titik yang berseberangan pada suatu permukaan lengkung, dapat digunakan dalam mereka-bentuk, baik yang mudah dikenali dari bentuk dasarnya atau yang kompleks menjadi rasional (Girling, 1957) dan shell adalah sebuah bentuk struktur 3D yang tips dan kaku yang terlingkupi oleh volume yang terikat oleh permukaan lengkung (Schodek & Bechthold, 2008).
Pada tahap proses perancangan awal, perancang memetakan kunci-kunci usulan pemecahan masalah, dengan cepat dan spontan melalui sketsa (Szalapaj, 2005), begitu juga pengembangan bentuk dan logika strukturnya, terintegrasi dalam upaya visualisasi ini. Dalam prosesnya, arsitek atau perancang sukar sekali mereka struktur dari bentuk yang divisualisasikannya. Hal ini dikarenakan oleh latar belakang pengetahuan struktur atau karena kompleksitas bentuk yang terjadi. Pada bentuk bebas ( free form ) yang berkembang saat ini, bentuk-bentuk kurva dan permukaan lengkung ( surface ) menjadi tren dan memiliki daya tarik tersendiri. Selain telah didukung oleh kecanggihan konstruksi struktur, eksplorasi bentuk oleh aplikasi digital sangat dimudahkan.
Tulisan ini berupaya untuk: (1) memberikan gambaran tentang logika pemodelan yang mudah dengan menggunakan alat bantu digital dalam merasionalkan bentuk kedalam kerangka struktur; dan (2) memberikan contoh dari ekstensifikasi penelitian Geometry of Structural Frame (Lachauer & Kotnik, 2010).
## METODE
Melalui sebuah lokakarya terpadu, peserta yang adalah perancang diberikan penugasan untuk merancang sebuah bentukan, surface . Kemudian, sketsa surface tersebut diberikan pemetaan struktur pembentuknya. Dalam skema ini dimensi struktur dan kebenarannya masih diabaikan dan hanya berupa sketsa yang bertujuan sebagai perekaan bentuk dan ruang yang terjadi. Sebagai tahap awal penugasan, perekaan-bentuk menggunakan objek-objek bentuk-bentuk dasar cangkang ( shell ), untuk memberikan gambaran. Sketsa digital ini diharapkan memberikan pemahaman dan logika struktur sebagai dasar perekaan-bentuk yang lebih kompleks. Sketsa lanjutan adalah sketsa digital bentuk surface . Pada bentuk-bentuk inilah akan dikaji reka-strukturnya, membentuk reticulated structures . Sketsa digital pada lokakarya menggunakan aplikasi Rhino 3D sebagai alat bantu perancangan dan pemrograman Grasshoper sebagai pengolah parameter.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Berbagai bentuk surface dapat diciptakan oleh logika matematika yang terdapat pada aplikasi CAAD. Pada kajian kali ini, kategori surface yang diaplikasikan dibatasi pada ruled surface dan saddle surface (Hemmerling & Tiggemann, 2011). Bentuk-bentuk surface ini dapat diterapkan sebagai pelat lantai, penutup atap, panel dinding atau kombinasi ketiganya sinambung. Setuju dengan pendapat Lachauer & Kotnik (2010), Software CAAD 3D saat ini sudah mampu membentuk hubungan geometri seperti ini, sehingga hal ini tidak terbatas oleh teknik komputasi atau paket software .
Dalam perekaan struktur tahap awal ini memang ada baiknya apabila keterbatasan kemampuan struktur sudah diperhitungkan (Lachauer & Kotnik, 2010) agar tidak terjadi penurunan stabilitas dan kegunaan dari model di proses kedepan. Akan tetapi, meneruskan penelitian yang dilakukannya, optimasi bentuk struktur dapat dilakukan dalam fase perancangan lanjutanya, sehingga tidak mematikan kreatifitas awal dari visualisasi sketsa digital ini.
Eksplorasi free form surface , yang merupakan ekspresi bentuk bentang besar, identik dengan pelimpahan beban dua-arah, untuk menjaga kekakuannya. Berangkat dari sini, perekaan bentuk free form surface akan menggunakan logika dari Geodesi , yang membentuk kekakuan dengan konstruksi saling silangnya. Kemudian grid-grid struktur ditentukan disepanjang keliling dari surface . Dari titik- titik yang terpetakan itulah, ditarik garis-garis lurus, yang merupakan garis terdekat. Pola-pola grid ini bisa bermacam-macam dari segi bentang dan iramanya, di mana kreatifitas bisa terlibat di sini. Irama ini akan berekspresi memperkuat kesan dari bentuk surface . Hal ini memberikan nilai tersendiri yang memperkuat interpretasi bentuk. Contoh pengejawantahan free form surface menjadi reticulated structures dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam kumpulan karya, Seminar " analog-digital " - Digital Manufacturing in Design and Architecture (Agkathidis, 2010), bentukan seperti diatas dinamai cross segmentation .
Gambar 1 Pengejawantahan free form surface menjadi reticulated structures
Peta grid tadi kemudian diproyeksikan ke obyek surface . Proyeksi tersebut memberikan lintasan reka-struktur dengan garis-garis Geodesic . Dalam memperkuat ekspresi kestrukturannya, garsi-garis Geodesic tersebut membutuhkan ketebalan struktur, dengan catatan dalam lokakarya ini, kebenaran dimensi struktur diabaikan, dan hanya mengandalkan proporsi visualisasi. Namun, dalam usaha pemodelan ketinggian struktur, Schodek (Schodek & Bechthold, 2008) memberikan beberapa ilustrasi perhitungan tentang berbagai macam struktur. Kajian tersebut dapat melandasi logika penebalan struktur yang digunakan.
Dalam usaha reka-struktur kali ini dilakukan pendekatan dengan dua cara dalam komputasi untuk mendefinisikan ketebalan struktur (Gambar 2): (1) melalui surface offset ; (2) salin-geser surface . Kedua pendekatan ini adalah usaha rasionalisasi dari bentuk kurva kompleks yang ada pada free form surface .
Gambar 2 a. Surface offset ke arah dalam; b. Surface yang disalin ke arah bawah
## Kasus 1: Surface Offset
Pada kasus pertama, usaha pemberian ketebalan struktur dilakukan dengan surface offset : penebalan secara paralel terhadap permukaan dengan jarak yang konstan dari permukaan awal (Hemmerling & Tiggemann, 2011). Ketebalan struktur yang direka bersifat seragam di semua titik, sehingga ketebalan ini mempengaruhi ruang efektif dibawah naungan surface -nya. Dampak dari ketebalan strukturnya ini memperkecil luasan denah dan tinggi langit-langit. Tetapi dengan irama yang berulang dan ketinggian yang konstan, ekspresi surface dari luar tercermin bentukannya hingga ke ruang dalam. Sehingga bentuk yang disketsa harus memperhatikan kebutuhan ruang di bawahnya.
## Kasus 2: Salin-Geser Surface
Dalam proses pembentukan ketebalan struktur ini, ruang yang terbentuk di bawah naungannya tidak terlalu signifikan berkurang, karena bentuk kaki struktur yang ramping. Semakin tegak kurva geodesinya, semakin tajam pula kaki-kaki yang terbentuk. Proses kalkulasinya pun terhitung lebih ringan karena arah kurva mudah diatur, dengan definisi gerak: salin dan geser ke bawah. Sehingga, pembentukan ketebalan struktur, sangat minimal sekali proses surface menjadi terbalik atau terlipat ( flip ). Akan tetapi, bentuk ini terjadi pergeseran titik tumpu, tertanam terbawah, sehingga perlu ada rektifikasi bentuk bagian kaki dalam proses sketsa selanjutnya. Kelemahannya juga terjadi pada segmen-segmen kurva bagian kaki, yang melengkung ke arah dalam. Hal tersebut menyebabkan singgungan surface luar dan surface salinannya, sehingga tidak ketebalan struktur tidak rasional. Hasil proses reka-struktur salin-geser garis geodesi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Hasil dari proses reka-struktur salin-geser garis geodesi
## PENUTUP
Dalam proses reka ini terdapat beberapa masalah yang cukup menarik, di antaranya adalah: secara visual bentuk terlihat baik tetapi dalam kerangka operasi matematika yang dikomputasikan tidak benar; yang lain adalah secara komputasi bentuk yang terjadi adalah benar, namun secara visual, bentuk tidak logis. Schodeck menggambarkan bahwa free form shapes dalam komputasi dapat dibentuk dengan kurva multi-kompleksitas yang sukar untuk dikarakteristikan karena arah kurva yang kompleks (Schodek & Bechthold, 2008). Ia menambahkan juga, bahwa bukan berarti hal ini harus dihindari, hanya saja secara logis struktur tersebut kurang efisien.
Namun demikian reka-struktur dengan pendekatan ini, rasionalisasi surface menjadi lebih mudah diaplikasikan. Kelogisan struktur secara visual dapat direka hingga tidak terjadi lipatan-lipatan pada gerenasi ketebalan struktur, disinilah usaha pencaharian bentuk yang memungkinkan. Selain itu, dalam proses dan pengembangannya, jalur kreatifitas akan mendukung dalam mengekspresikan struktur menjadi elemen arsitektur yang menarik. Langkah pengembangan berikutnya, dapat menelaah tentang kajian tipe struktur dan pembebanannya, sehingga terintegrasi dari tahap sketsa awal.
## DAFTAR PUSTAKA
Agkathidis, A. (2010). Digital Manufacturing in Design and Architecture. Singapore: Page One Publishing.
Girling, P. R. (1957, April). Geodesic Shells. Vancouver: University of British Columbia.
Hemmerling, M., & Tiggemann, A. (2011). Digital Design Manual. Berlin: DOM Publisher.
Lachauer, L., & Kotnik, T. (2010). Geometry of structural form. Advances in Architectural Geometry (pp. 193-240). Vienna: Springer-Verlag.
Schodek, D. L., & Bechthold, M. (2008). Structures (6th ed.). Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Szalapaj, P. (2005). Contemmporary Architecture; and the Digital Design Process. London: Elsevier.
|
2c7d4805-6108-4aa0-b1e8-7749f86d7a1e | https://ejournal.unipas.ac.id/index.php/LOCUS/article/download/276/273 | IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RUMAH BERSUBSIDI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR) DI KABUPATEN BULELENG (Studi Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang No. 1/2011
Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman)
Implementation of Subsidized House Policy for Low-income Community (LiC) In Buleleng Regency (Study on Implementation of Law No. 1/2011 on Housing and Settlement Area)
By
Ni Ketut Sudianing 1 , Ida Ayu Putu Sri Widnyani 2 dan Luh Nila Winarni 3
## ABSTRACT
In handling various housing problems for low-income people, the government issued a policy of subsidized housing, namely Law no. 1 Year 2011 on Housing Residential Area. The implementation of this policy is more focused on housing development for Low-Income Community (LiC) through issuing Law. 64 year 2016 on Community Housing Development which aims at providing affordable housing in terms of a healthy, safe, harmonious, organized, planned, integrated and sustainable environment. In reviewing this policy, this study focused on the implementation of policy issues, both in terms of process and stakeholders involved, local government oversight of policy implementation, as well as factors supporting and inhibiting policy implementation. This study applied a qualitative approach by using the method of analysis from Creswell (2016). The findings of this study showed that 1) the implementation of subsidized housing policy for LiC is preceded by ensuring the requirements that must be met by the entrepreneur or target group. Implementation is successfully determined by the synergy between local government, employers, banks and target groups; 2) supervision related to policy implementation in general is more emphasized on preventive effort through initial process of allowance and administration requirement that should be fulfilled by target group; 3) supporting factors found, namely: (1) a number of residents who have improper housing; (2) great support of local government and local authorities; (3) a large area of land to build the subsidized houses; and (4) good cooperation among stakeholders. Furthermore, the inhibiting factors that need to be improved are: 1) the existence of changes in implementing regulations which cause greater difficulties among the stakeholders involved; 2) no supporting regulations on subsidized housing policy towards LiC in the regions; c) limited land in urban areas which is in accordance with the Spatial Plan; d) retarded process at the bank and limited human resources and 5) the unoptimum process of socialization. From the findings of this study, it is recommended the followings: 1) the implementation of the rules should be made consistent; 2) RTRW should be revised in order to meet the construction of subsidized housing; 3) it is expected for designated banks to provide adequate human resources and to apply easier procedures; 4) while entrepreneurs are expected to provide capital and investment requirements which are in accordance with established regulations, and finally 5) the providers are required to socialize more on subsidized housing to the public.
Keywords: Policy Implementation, Local Government Supervision, Subsidized House, Low Income Community
1 Lecturer of FISIP UNIPAS
2,3 Lecture of postgraduate UNR
## 1. Pendahuluan
Pembangunan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat miskin dan ekonomi lemah, adalah menyangkut peningkatan kemampuan masyarakat secara ekonomi, sosial dan politik. Kemampuan secara ekonomi menyebutkan bahwa masyarakat memiliki harkat hidup dan penghidupan yang layak, antara pekerjaan yang layak dengan pendapatan yang layak, akses pendidikan secara merata, akses terhadap layanan publik memadai, mampu menyelenggarakan seluruh aspek-aspek ekonomi secara mandiri dan berdaya secara ekonomi. Dalam keadaan yang terbatas terhadap akses ekonomi, maka peran pihak lain, termasuk pemerintah melalui kebijakan sosial, juga berkewajiban untuk membantu masyarakat miskin. Salah satu kebutuhan mendasar dari masyarakat miskin, yang tidak bisa terpenuhi adalah berkaitan dengan kebutuhan papan, yaitu perumahan yang layak huni.
Kebijakan sosial adalah pemahaman tentang kesejahteraan sosial, yang berhubungan dengan pendidikan masyarakat, perawatan kesehatan, perumahan dan keamanan sosial (Nugroho, 2014: 16). Sedangkan ciri-ciri dari masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses terhadap ekonomi, sarana pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan rendah, dan melakukan aktivitas secara terbatas di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sedangkan kemiskinan di negara berkembang menurut Siagian (2005) memiliki ciri antara lain: 1) pendapatan perkapita rendah; 2) tidak memiliki kemampuan menabung; 3) tidak ada investasi dalam perluasan usaha; 4) sempitnya lapangan kerja akibatnya banyak pengangguran.
Salah satu kebijakan pemerintah adalah dengan membangun rumah bersubsidi, yang bertujuan untuk membantu masyarakat ekonomi lemah dalam bidang pemenuhan kebutuhan papan (perumahan). Melalui UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Kawasan Pemukiman, dan khususnya pembangunan
perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan dikeluarkannya PP 64 tahun 2016, tentang Pembangunan Perumahan Bagi masyarakat Berpenghasilan Rendah . Masalah perumahan mesti ditangani sengan sejumlah persoalan yang mengikutinya, persoalan kemiskinan yaitu perumahan rakyat akan menghadirkan persoalan baru, seperti: 1) tingkat urbanisasi di perkotaan, memberi dampak lingkungan, seperti sanitasi, penciptaan daerah kumuh baru, potensi konflik, alih fungsi lahan subur, krisis air bersih dan berbagai persoalan lain, seperti hasil temuan ini “ the provision of adequate portable water, sanitation and waste management service ” (Osumanu, et all , 2016)
Untuk dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan maka pelaksanaan kebijakan harus diawasi. Pengawasan ini dapat dilakukan melalui pemerintah itu sendiri ( internal control ) dan juga dapat dilakukan melalui exsternal control (Hasibuan, 2011), yaitu melalui pihak ketiga, seperti auditor, konsultan maupun masyarakat, baik melalui media maupun lembaga swadaya masyarakat. Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, khususnya pasal 3, memiliki tujuan: 1) memberikan kepastian hukum; 2) mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional; 3) meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam, memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan; 4) memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang perumahan dan pemukiman; 5) menunjang pembangunan ekonomi dan budaya; dan 6) menjamin terwujudnya rumah layak huni, terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Di samping berbagai persoalan di atas, sejumlah persoalan secara rinci dihadirkan oleh kebijakan pengadaan rumah bersubsidi ini menurut Soelaeman (2017) antara lain: (1) Persoalan pertama, pengembang menyediakan lahan sendiri, hal ini menyebabkan lahan pun dibeli secara sporadis, sehingga lokasi rumah FLPP ( Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), sering berada jauh dari pusat kota atau konsentrasi pasar masyarakat yang membutuhkan; (2) Persoalan kedua adalah keterjangkauan masyarakat; (3) masih menjadi hambatan serius Program Sejuta Rumah adalah masalah perizinan.
Dari sejumlah latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Perumahan Bersubsidi di Kabupaten Buleleng?
2. Bagaimanakah pengawasan terhadap Implementasi Kebijakan pembangunan rumah bersubsidi di Kabupaten Buleleng?
3. Apakah yang menjadi faktor-faktor pendukung dan hambatan dalam Implementasi kebijakan Pembangunan rumah bersubsidi?
## 2. Kajian Pustaka
2.1. Konsep
## 2.2.1. Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan adalah berkaitan dengan perencanaan, pengambilan dan perumusan keputusan, pelaksanaan keputusan dan evaluasi terhadap dampak dari pelaksanaan keputusan tersebut terhadap orang banyak yang menjadi sasaran kebijakan, kebijakan juga merupakan alat atau instrumen untuk mengatur penduduk dari atas ke bawah, dengan cara memberi reward dan sanksi (Marzali, 2015: 19). Kebijakan publik adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu ditujukan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu saling berkaitan yang dapat mempengaruhi sebagian besar masyarakat (Udoji 1981 dalam Wahab, 2008).
Meskipun terencana dengan baik, dalam kenyataannya pelaksanaan kebijakan tidak selalu mudah, dan menghadapi sejumlah persoalan, sebagaimana terungkap di bawah ini:
1) Bahwa kebijakan publik ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan dan kepentingan publik untuk meningkatkan kapasitas publik;
2) Keterbatsan kemampuan sumberdaya manusia;
3) Keterbatasan kelembagaan, sejauhmana kualitas praktik manajemen professional dan proporsional di dalam lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, baik yang bergerak di bidang profit dan non profit;
4) Keterbatasan klasik tapi penting, yakni keterbatasan bidang anggaran atau dana;
5) Keterbasan bersifat teknis, yakni berkenaan dengan kemampuan teknis menyusun kebijakan itu sendiri (Kadji, 2008 dalam Gobel & Koton, 2016: 27).
## 2.2.2. Konsep Implementasi Kebijakan
Dalam keadaan demikian kebijakan diambil dan dilaksanakan sering berdasarkan preferensi dari para pengambil dan pelaksana kebijakan sebagai agen, demi kepentingan politik dan keamanan status dan anggaran para agen kebijakan. Selanjutnya secara ontologis, permasalahan implementasi adalah
“dimaksudkan untuk memahami berbagai persoalan implementasi kebijakan, antara lain: (1) mengapa suatu kebijakan gagal diimplementasikan di suatu daerah; (2) mengapa suatu kebijakan publik yang sama, dirumuskan oleh pemerintah memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda ketika di implementasikan oleh pemerintah daerah; (3) mengapa suatu jenis kebijakan lebih mudah dibandingkan dengan jenis kebijakan lainnya; dan (4) mengapa perbedaan kelompok sasaran kebijakan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan (Purwanto & Sulistyastuti, 2012: 18).
Selanjutnya implementasi menurut Purwanto & Sulistyastuti (2012: 21), dikemukakan sebagai “kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan ( deliver policy output ) yang dilakukan para implementor kepada kelompok sasaran sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan”
2.2.3. Konsep Pengawasan Implementasi Kebijakan
Pengawasan ini penting untuk dapat menjamin tercapainya tujuan organisasi, yang telah ditetapkan sebelumnya, berikut dijelaskan beberapa konsep tentang pengawasan.
1. Menurut Sondang P. Siagian (2007:125), “menyebutkan bahwa: “Pengawasan merupakan proses pengamatan pada seluruh kegiatan organisasi untuk dapat lebih menjamin bahwa pekerjaan yang sedang dilakukan sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu juga merupakan usaha sadar dan sistemik guna lebih menjamin bahwa semua kegiatan operasional yang diambil dalam organisasi benar-benar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”.
2. Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar apa yang sedang dilakukan, yaitu penilaian pelaksanaan dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana (sesuai standar yang telah ditentukan).
## 2.2.4. Konsep Pembangunan Rumah Bersubsidi
Dalam PP No. 64 Tahun 2016 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Perumahan adalah kumpulan Rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan Rumah yang layak huni”. Kebijakan perumahan menurut Nugroho di bagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Perumahan bagi masyarakat yang berpendapatan tinggi, di mana peran pemerintah adalah mengelola perizinan dan lisensi.
2) Perumahan untuk masyarakat berpendapatan menengah, di mana rumah-rumah dikawasan pedesaan mewakili rumah dalam jenis ini.
3) Perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah bertanggungjawab mengembangkan kebijakan terbaik agar dapat mengelola komunitas yang berpendapatan rendah secara sosial dan ekonomi untuk mencegah kaum tuna wisma terabaikan (Nugroho, 2014: 150).
## 2.3. Landasan Teori
## 2.3.1. Implementasi Kebijakan
Menurut Sahya (2012: 511), bahwa “implementasi menghubungkan tujuan-tujuan kebijakan terhadap hasil-hasil kegiatan pemerintah.
Ketidakberhasilan implementasi kebijakan disebabkan keterbatasan SDM, struktur organisasi kurang memadai, dan kelemahan dalam koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat”. Sedangkan menurut James Anderson (1979) menyebutkan bahwa implementasi berkenaan dengan :1) sumberdaya yang melaksanakan dan standar operasional prosedur (SOP) yang harus ditempuh; 2) proses implementasi, banyak berkaitan dengan berbagai faktor yang berpengaruh pada implementasi; 3) aspek kepatuhan para pelaksana, yang dapat dipengaruhi oleh sosialisasi kebijakan dan juga motivasi terhadap kelompok sasaran; dan 4) menyangkut dari konten atau isi kebijakan, apakah berkaitan langsung dengan kepentingan para pelaksana dan kelompok sasaran.
Edward III dan I Sharkanshy (Gede Sandiasa, 2016), menyebutkan bahwa terdapat empat faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik yaitu: (1) Komitmen berkaitan dengan pertanyaan pada
siapa aspek masalah implementasi pertama kali disampaikan; (2) Resources bahwa para pelaksana harus didukung oleh kecukupan sumber-sumber dalam arti luas; (3) Adanya diskresi atau disposisi bagi para pelaksana kebijakan menyangkut kewenangan untuk bebas memilih berbagai alternatif yang tersedia, keluwesan, kebebasan mengenai bagaimana melaksanakan kebijakan dan (4) SOP “ standard operation prosedur ” adalah alat untuk mengendalikan serta mengontrol implementasi kebijakan sebagai bahan evaluasi kebijakan; dan Follow up , dengan melihat dari indikasi suatu kebijakan, kapan diteruskan atau kapan ditunda serta kapan bisa dihentikan.
## 2.3.2. Pengawasan dalam Implementasi Kebijakan
Pengawasan adalah menentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu memastikan sesuai dengan rencana. Menurut Giddens pengawasan adalah supervisi atau pengawasan terhadap populasi subyek dalam ruang politik. Supervisi mungkin bisa langsung, tetapi biasanya tidak langsung dan didasarkan pada kontrol informasi (Parsons, 2014:562). Sedangkan fungsi pengawasan secara rinci dapat disebutkan seperti apa yang disampaikan Silalahi (2005:181) berikut ini:
1. Mencegah adanya penyimpangan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2. Untuk mencapai proses kerja yang sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan atau ditetapkan.
3. Mencegah dan menghilangkan hambatan serta kesulitan yang akan, sedang atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan program.
4. Mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan sumber daya.
5. Mencegah penyalahgunaan otoritas, kewenangan dan kedudukan.
## 3. Metodelogi
Dalam penelitian ini, dipergunakan pendekatan kualitatif (Sugiyono, 2014), banyak peneliti telah memahami dan menggunakan pendekatan ini. Dalam beberapa literature menyebutkan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang mendasarkan pada pendekatan naturalistik, apa adanya. Di mana peneliti akan merinci secara apa adanya, yang disampaikan dan ditemukan dalam proses penelitian. Data kualitatif mencerminkan intepretasi yang mendalam
dan menyeluruh atas fenomena tertentu, dan dikelompokkan dalam kelas-kelas bukan menurut urutan angka (Mikkelsen, 2011:292).
Lokasi penelitian di Kabupaten Buleleng, yang diberi tanggungjawab dalam pengawasan pelaksanaan program rumah bersubsidi ini adalah Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan, di mana dinas ini tergolong baru, sedangkan program rumah bersubsidi tidak banyak menjadi pantauannya, hal ini disebabkan pemerintah daerah melalui dinas ini memiliki program tersendiri, dengan keterbatasan dana yang dialokasikan oleh pemerintah daerah, pengawasan terhadap program rumah bersubsidi ini tidak menjadi skala prioritas pemda. Dengan fokus penelitian: (1) Proses Implementasi Kebijakan Perumahan Bersubsidi di Kabupaten Buleleng; (2) Pengawasan terhadap Implementasi Kebijakan Pembangunan Rumah Bersubsidi dan (3) faktor-faktor pendukung dan hambatan dalam Implementasi kebijakan Pembangunan rumah bersubsidi. Analisis yang digunakan adalah menggunakan pendekatan Creswell (2016).
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Implementasi Kebijakan Perumahan Bersubsidi di Kabupaten Buleleng
Pelaksanaan kebijakan publik sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kinerja para pelaksana kebijakan, dan berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut. Menurut Edwards III (1980) menjelaskan, bahwa jika pembuat keputusan/ decision maker berharap agar implementasi kebijakan sesuai dengan yang dikehendakinya, maka kebijakan harus memberikan informasi secara tepat, dengan demikian dalam memberikan informasi dari sebuah kebijakan harus akurat, dan konsisten, yang didukung oleh ketetapan yang pasti, petunjuk teknis, dan juga kadang harus melibatkan anggaran yang jelas. Dengan begitu para pelaksana tidak banyak melakukan diskresi yang dapat membuat kabur tujuan kebijakan dan menimbulkan permasalahan pada sisi pelaksanaan, baik yang berdampak sosial, ekonomi pada kelompok masyarakat maupun hukum bagi para pelaksana. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor penting dalam implementasi kebijakan
adalah 1). Sumber daya termasuk staf dengan jumlah yang tepat dan didukung oleh keahlian yang diperlukan; 2) informasi yang relevan dan memadai tentang bagaimana melaksanakan kebijakan dan menumbuhkan dan mempertahankan tingkat kepatuhan orang lain yang terlibat dalam implementasi; 3) otoritas untuk memastikan bahwa kebijakan dilakukan sebagaimana yang dimaksudkan; dan 4) fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah, dan persediaan) atau jasa yang akan disediakan jasa, di mana kebijakan itu dilaksanakan (Edward III, 1980: 11).
Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerintah menggelontorkan kebijakan Perumahan Bersubsidi, berdasarkan UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang terutama menyasar kelompok masyarakat yang kurang beruntung, yaitu masyarakat yang berpenghasilan rendah. Secara umum pelaksanaan kebijakan ini sudah berjalan sesuai dengan ketentuan kebijakan nasional yang berlaku, akan tetapi dalam pelaksanaannya di daerah masih banyak mengalami kendala, hal ini banyak diakibatkan ketiadaan sumberdaya yang memadai, otoritas dan kewenangan daerah dalam hal mengelola MBR tidak jelas, sarana dan prasarana pendukung tidak mencukupi, serta penguasaan informasi tentang kebijakan tersebut belum sepenuhnya dipahami oleh para pelaksana. Jadi dengan demikian kalau diperhatikan beberapa faktor yang disampaikan Edward III di atas, maka tahapan implementasi kebijakan tersebut masih perlu disempurnakan. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli, sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah (ketentuan umum psl 1 UU No. 11 tahun 2011, point 24).
Dari hasil pengamatan dan pengumpulan data penelitian baik melalui wawancara, dokumentasi dan observasi diperoleh data, bahwa implementasi kebijakan rumah bersubsidi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah belum didukung oleh peraturan daerah yang memadai, terjadinya perubahan- perubahan aturan pelaksanaan dari pusat, yang dapat berpengaruh pada kelancaran proses pelaksanaan kebijakan. Dalam penelitian implementasi
kebijakan peneliti meninjau dari beberapa aspek, antara lain: 1) proses pelaksanaan kebijakan, 2) aktor yang dilibatkan, dan faktor-faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan tersebut.
## 4.3. Pengawasan Terhadap Implementasi Kebijakan Pembangunan Rumah Bersubsidi di Kabupaten Buleleng
Kondisi masyarakat miskin perlu diwaspadai karena dapat memberi dampak dan ancaman pada pembangunan berkelanjutan, pembangunan yang tidak terkontrol dan tidak terawasi dengan baik dapat menghasilkan kerusakan wilayah atau lingkungan dan berdampak buruk pada generasi mendatang, hal ini sesuai dengan hasil temuan Brata (2014: 22). Di samping itu pembangunan juga dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat miskin, artinya tidak hanya berkaitan pada persoalan yang dihadapi di masa sekarang, seperti perumahan, tetapi menyangkut pendidikan dan kesehatan masyarakat. Kualitas menurut Rewansyah (2011: 188) adalah menyangkut kualitas SDM dari sisi pendidikan dan kesehatan; 2) kualitas layanan publik; dan kualitas kepekaan terhadap lingkungan. Oleh sebab itu proses pembangunan yang peruntukkan untuk orang miskin perlu diawasi oleh semua pihak, baik dari pemerintah, swasta, LSM maupun masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Dari beberapa hasil wawancara di atas dapat ditarik simpulan bahwa dibidang pengawasan, terhadap rumah bersubsidi, belum sesuai dengan yang menjadi harapan semua pihak. Beberapa langkah pengawasan dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1) Pengawasan preventif lebih banyak ditekankan pada proses awal pembuatan izin prinsip, melalui Dinas Permodalan dan Perizinan Satu Pintu Kabupaten.
2) Preventif dan kuratif dilakukan pihak perbankan, akan tetapi masih menekankan pada keselamatan investasi, belum pada perlindungan terhadap konsumen dan kesesuaian dengan tujuan kebijakan perumahan MBR, yaitu berpihak pada kaum miskin
3) Pengawasan dengan melibatkan unsur pemerintahan di tingkat bawah sebagai perwujudan diskresi kebijakan pemerintah daerah seperti
melibatkan Desa Dinas dan lembaga-lembaga berbasis pada kearifan lokal, seperti Desa Pakraman, dan Subak. Namun pengawasan ini lebih banyak menekankan pada kepentingan lembaga-lembaga bersangkutan.
Dari hasil tersebut, dapat dikemukakan hasil temuan bahwa pengawasan belum dapat dilaksanakan secara efektif, yang dapat memberikan dampak pada (1) kenyamanan bagi konsumen di mana pelaksanaan kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan atau perjanjian dapat menimbulkan kekhawatiran bagi konsumen dan menimbulkan konflik serta sengketa dengan pengusaha; (2) keselamatan lingkungan dan kebijakan tentang RTRW kabupaten, upaya memfasilitasi kebijakan pusat, dengan mempermudah izin prinsip ke depan dapat melanggar ketentuan lingkungan, melanggar Perda RTRW, yang dapat menimbulkan dampak panjang bagi peruntukan wilayah dan keselamatan lingkungan di Kabuapeten Buleleng; dan (3) termasuk juga keberlanjutan usaha pengembangan rumah bersangkutan, yang dapat secara signifikan mengarah pada kerugian bahkan bangkrut. Ketidakjelasan penerapan peraturan, dapat menimbulkan rasa prustasi bagi pengembang, mental menerabas, ketidakpedulian terhadap lingkungan, tidak peduli pada konsumen, tidak peduli pada SDM yang dipekerjakan atau tidak menerapkan aturan ketenagakerjaan, yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada keberlanjutan usaha para pengembang.
Jika dikaji dari sudut teori yang dikemukakan Edward III dan I Sharkanshy (1980), pelaksanaan kebijakan perumahan bersubsidi bagi MBR ini dapat disampaikan sebagai berikut. Pertama, dari sisi komitmen pemerintah pusat telah berusaha mewujudkan pembangunan perumahan bagi MBR secara besar-besaran, baik penyiapan anggaran dan sejumlah peraturan nasional. Namun dari sisi komunikasi, garis koordinasi dan pembentukan komitmen di daerah belum bisa dilaksanakan secara maksimal, hal ini dikarenakan: 1) tidak ada kejelasan anggaran yang bisa digunakan oleh daerah untuk mendukung program tersebut, 2) pemerintah daerah juga memiliki kegiatan yang sejenis untuk membantu perumahan bagi orang miskin namun tidak memiliki anggaran yang memadai, hal demikian akan terjadi tumpang tindih program,
maupun tanggungjawab yang perlu dibiayai, maka pemda akan memilih menyelamatkan programnya sendiri.
Kedua, terkait dengan resources pemerintah daerah memiliki keterbatasan SDM terkait, anggaran dan sarana prasarana. Adanya perubahan struktukur dan organisasi pemerintahan daerah, dengan demikian sebagian besar sistem pelayanan, kegiatan dan SDM mengalami perubahan, termasuk tugas dan fungsi OPD, berpengaruh pada kinerja OPD, dan kesiapan SDM OPD untuk melaksanakan tugas bantuan, maupun terkait dengan otonomi serta desentralisasi di bidang keuangan. Hal ini membuat SDM yang bekerja di daerah harus ekstra hati-hati, serta dapat memberi dampak hukum jika terjadi kesalahan dalam memahami dan melaksanakan undang-undang. Di samping itu bahwa, “desentralisasi yang diikuti dengan perluasan otonomi daerah, kadang tidak sepenuhnya dimaknai bahwa daerah memiliki kewenangan penuh akan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di daerah” (sandiasa & Agustana, 2018: 2)
Ketiga, diskresi dalam melaksanakan kebijakan pusat terkait memfasilitasi perumahan bersubsidi untuk MBR, pemerintah daerah tidak memiliki atau berkomitmen untuk membuat peraturan daerah terkait dengan implementasi kebijakan perumahan bersubsidi, khususnya perumahan bagi MBR. Beberapa penerapannya dapat dikatagorikan bersinggungan dengan Perda RTRW, ke depan akan memberi dampak signifikan pada peruntukan wilayah di Kabupaten. Penekanan pada pengawasan yang melibatkan banyak pihak seperti Desa Dinas, Desa Pakraman dan Subak tidak berjalan efektif, lebih bersifat mendukung pengembang dan lembaganya sendiri, kurang memperhatikan dampak lingkungan, baik sosial, budaya maupun lingkungan alam bisa menghadirkan sisi persoalan baru ke depan, seperti perebutan sumber air, konflik antara penduduk pendatang dengan penduduk pribumi, termasuk kerusakan lingkungan atau berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH).
Keempat, terkait dengan SOP ( standar operational prosedur) dan follow up, sarana dan alat pengendalian sebagai bahan evaluasi terhadap implementasi kebijakan masing-masing OPD yang terlibat, tidak jelas keterlibatannya,
mereka memiliki SOP yang diperuntukkan secara umum pada setiap pengajuan izin prinsip, mestinya untuk perumahan bersubsidi bagi MBR, diatur tersendiri, yang dapat meringankan bagi konsumen, maupun pengembang yang bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan rumah bagi penduduk yang kurang mampu, sebagai contoh dalam penerapan pajak jual-beli tanah, diterapkan sesuai dengan ketentuan umum. Follow up terhadap izin prinsip yang sudah dikeluarkan dan laporan atas masyarakat konsumen yang merasa dirugikan tidak berjalan efektif. Pengawasan rutin tidak dilaksanakan secara konsisten oleh OPD yang bersangkutan, efektif dilakukan hanya sebelum izin dikeluarkan, belum pernah melakukan teguran bagi pengembang yang tidak melaporkan kegiatannya. Pelaksanaan prosedur yang demikian dapat berdampak pada perilaku pengembang, yang kecenderungannya melanggar guna meringankan biaya investasi dan memperoleh keuntungan yang lebih banyak.
## 4.4. Faktor-faktor Pendukung dan Hambatan dalam Implementasi Kebijakan Pembangunan Rumah Bersubsidi
Keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari sisi faktor pendukung maupun berbagai faktor penghambat. Demikian juga berkenaan dengan kebijakan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dari hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor pendukung yang menonjol yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan ini, yaitu: (1) adanya penduduk yang masih belum memiliki rumah yang layak huni; (2) adanya dukungan pemerintah daerah dan penguasa wilayah setempat; (3) tersedia lahan yang masih luas untuk membangun rumah MBR; dan (4) adanya kerjasama yang baik antara bank dan lembaga mitra lainnya.
Penerapan konsep harmoni manusia dengan Tuhannya hal ini dikenal oleh masyarakat setempat sebagai prahyangan , pemerintah menerapkan sepadan tempat suci, sumber air yang disucikan ( yeh anakkan ), kawasan perumahan harus menyediakan lokasi pendirian tempat ibadah. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan perumahan, yang tidak hanya tertuju pada
kesehatan fisik, tetap juga pada penguatan kesehatan rohani, psikologi baik secara individu maupun keluarga (Nugroho, 2014: 152). Terjadinya harmoni diantara penghuni, individu dan keluarga, untuk membentuk masyarakat yang harmonis, sopan santun, dan memiliki jiwa gotong-royong dan kebersamaan, maka bentuk rumah, dan pola hunian juga harus diatur, sehingga tidak saling melanggar batas-batas keyakinan, batas wilayah, estetika, kebiasaan, adat- istiadat dan budaya juga harus diwujudkan dalam pemukiman yang baru terbentuk ini. Hal yang demikian dapat menjamin kenyamanan para penghuni dan membentuk kohesi dan integrasi sosial dalam pemukiman yang baru (Nugroho, 2014: 153).
Dari sisi harmoni manusia dengan lingkungannya, pemerintah dalam mengeluarkan izin prinsip melibatkan rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR Kabupaten, Badan Penanggulangan Bencana, dengan rekomendasi yang mereka keluarkan berkaitan dengan upaya penyelematan lingkungan, keterjaminan adanya fasos (fasilitas sosial) dan fasum (fasilitas umum) yang sesuai. Dengan demikian dibentuk pemukiman dengan sanitasi yang memadai dan sehat, ruang terbuka hijau, fasilitas pembuangan dan pengelolaan sampah, keselamatan lingkungan dan kebersihan sumber daya air, sungai, konservasi daya alam dan lain sebagainya. Dengan begitu tatanan rumah yang sudah direncanakan demikian dapat memberi pengetahuan dan learning process agar para penghuni merubah perilaku dan cara hidup menuju pada cara pengelolaan perumahan dengan baik, sistem tata kelola lingkungan perumahan yang baik pula (Nugroho, 2014: 153).
5. Penutup
5.1. Simpulan
1. Implementasi kebijakan rumah bersubsidi bagi Masyarakat
Berpenghasilan rendah sangat dipengaruhi oleh proses implementasi kebijakan bersangkutan. Implementasi melibatkan sinergitas berbagai aktor di daerah, perbankan, pengusaha dan masyarakat sebagai kelompok sasaran
2. Pengawasan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakan perumahan bersubsidi, lebih menekankan pada upaya bersifat preventif, melalui pemenuhan secara ketat pada pengeluaran izin prinsip bagi pengusaha.
3. faktor pendukung dan penghambat, yang sangat berpengaruh pada percepatan implementasi kebijakan. Adapun faktor pendukung adalah : (a) masih terdapat penduduk yang belum memiliki rumah yang layak huni; (b) dukungan pemerintah daerah dan penguasa wilayah setempat; (c) tersedia lahan yang masih luas untuk membangun rumah MBR; dan (d) adanya kerjasama yang baik antara bank dan lembaga mitra lainnya. Dan sebagai faktor penghambat yang perlu dicarikan solusi adalah: (a) adanya perubahan-perubahan Peraturan Pelaksana; (b) belum adanya peraturan pendukung tentang Kebijakan Perumahan bersubsidi bagi MBR di daerah; (c) lahan yang ada di wilayah perkotaan dan sesuai dengan RTRW sangat terbatas; (d) proses pada bank masih lambat dan SDM terbatas, (e) ketidakcukupan permodalan para pengembang, dan (f) proses sosialisasi belum maksimal berakibat pada pemahaman masyarakat menjadi tidak memadai
5.2. Saran-Saran
1. Pemerintah harus memiliki konsistensi peraturan pelaksanaan, baik ditingkat pusat maupun di daerah, dengan demikian akan dapat dilaksanakan tepat waktu.
2. Melakukan revisi terhadap RTRW, yang dapat disesuaikan dengan pembangunan perumahan bersubsidi.
3. Bagi bank yang ditunjuk diharapkan dapat menyediakan sumberdaya manusia yang cukup, dan prosedur yang lebih mudah.
4. Bagi pengembang (pengusaha), diharapkan dapat memenuhi ketentuan peraturan dan perundang-undangan, khususnya dibidang permodalan sehingga pembangunan proyek dapat dilaksanakan dengan lancar.
5. Perlu dilakukan sosialisasi lebih banyak oleh para penyelenggara perumahan bersubsidi kepada masyarakat, dengan bekerjasama dengan
kantor-kantor pemerintah, desa dinas, desa pakraman, subak dan berbagai lembaga yang ada.
## Daftar Pustaka
Anggara, Sahya, 2012. Ilmu Administrasi Negara: Kajian Konsep, Teori dan Fakta dalam Upaya Menciptakan Good Governance. Pustaka Setia, Jakarta
Brata, Roby Aray, 2014. Good Governance & Permasalahan Pemerintahan Strategis. I Media, Jakarta.
Creswell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran (Edisi 4). Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Edward III, George, 1980. Implementing Public Policy . CQ Press, US
Gobel , Erwin Zubair, & Yosef P. Koton, 2016. Pengelolaan Danau Limboto dalam Perspektif Kebijakan Publik . Budi Utama, Yogyakarta
Marzali, Amri, 2012. Anthropologi & Kebijakan Publik. Prenada Media Group, Jakarta.
Mikkelsen, Britha, 2011. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya Pemberdayaan: Panduan Bagi Praktisi Lapangan . Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Nugroho, Riant, 2014. Kebijakan Sosial Untuk Negara Berkembang. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Osumanu, Issaka Kanton, Enoch Akwasi Kosoe and Frederick Dapilah, 2016. “Residential housing in Ghana’s low-income urban areas: An analysis of households living conditions in the Wa Municipality” . In Journal of Geography and Regional Planning , Vol. 9 (7), pp. 139-153, July, 2016.
Parsons, Wayne, 2014. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana, Jakarta
Presiden RI, 2011. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7
Presiden RI, 2016. Peraturan Pemerintah RI Nomor 64 Tahun 2016, Tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Presiden RI, 29 Desember 2016)
Purwanto, Erwan Agus, & Dyah Ratih Sulistyastuti, 2012. Implementasi Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasinya Di Indonesia. Gaya Media, Yogyakarta.
Rewansyah, Asmawi, 2010. Reformasi Birokrasi dalam Rangka Good Governance. CV Yusaintanas Priman, Jakarta
Sandiasa, Gede, 2015. “Implementasi Kebijakan system Irigasi Berbasis Kearifan Lokal” , Disertasi , Pasca Sarjana Administrasi Publik UB, Malang
Sandiasa, Gede, & Putu Agustana, 2018. “Reformasi Administrasi dan Birokrasi Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Kualitas Layanan Publik di Daerah”. Dalam Public Inspiration , Warmadewa, Denpasar http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/public- inspiration/article/view/824/551
Siagian, Sondang P, 2014. Filsafat Administrasi (Edisi Revisi) . Bumi Aksara,
Jakarta
Silalahi, Ulbert. 2005. Studi Tentang Ilmu Administrasi: Konsep, Teori dan Dimensi . Cetakan Keenam. Sinar Baru Algensindo, Bandung.
Wahab, Solichin Abdul, 2008. Analisis Kebijakan dan Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Bumi Aksara, Jakarta
|
772157eb-84b3-4345-8f90-abe8e4870a72 | https://jurnal.ulb.ac.id/index.php/advokasi/article/download/1310/1303 |
## PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG MELALUI MEDIA
## JUAL BELI ONLINE DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Oleh : Wahyu simon tampubolon Dosen tetap fakultas hukum universitas labuhanbatu ([email protected])
## ABSTRAK
Perkembangan dunia dari segi teknologi sangat pesat, media internet menjadi salah satu bukti bahwa kecanggihan teknologi sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Dalam perkembangan dari waktu ke waktu teknologi merupakan bentuk pemanfaatan yang dapat digunakan bagi para pebisnis untuk menawarkan produk atau jasa kepada masyarakat atau konsumen. Pengguna layanan internet menjadi sangat banyak digunakan disebabkan karena murah dan mudah tanpa harus membuat suatu konsep usaha yang terdiri dari tempat dan bangunan dalam mempromosikan atau menjual produk usahanya. Maka bisnis yang dilakukan secara online melalui media jual beli semakin berkembang. Perkembangan dunia bisnis online juga didukung oleh peningkatan produktifitas dari industri yang menyediakan berbagai macam produk untuk dipasarkan melalui media internet yang memicu maraknya usaha jual beli melalui media online karena mudah untuk dijalankan, tidak memerlukan modal yang besar dan tidak harus membutuhkan sistem manajemen yang rumit untuk mengelolanya. Sekarang ini cukup dengan adanya foto produk dan akses internet untuk memasarkannya kedalam media jual beli online.
Pengaruh mudahnya transaksi jual beli barang melalui media sosial pada masyarakat Indonesia mengakibatkan tingkat kewaspadaan dalam melakukan transaksi jual beli berkurang bahkan diabaikan mengingat mudahnya fasilitas yang dihadirkan dalam belanja melalui media online tadi. Terbukti dengan banyaknya laporan dan kasus penipuan dengan modus online. Hal disebabkan karena konsumen atau pembeli tidak dapat bertatap muka secara langsung dengan penjual, sehingga sistem kepercayaan menjadi modal utama dalam setiap transaksi jual beli melalui online.
Perlu ada regulasi dan aturan yang mengatur terhadap transaksi pembelian barang melalui Media Jual Beli Online, dimana banyak dampak kerugian ataupun modus penipuan yang akan menjerat atau menimpa konsumen dalam transaksi memalui onle tersebut. Pemerintah dalam hal ini berperan untuk mengawasi, mengatur, memberi sanksi dan memberikan dasar hukum untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha dalam bertransaksi melalui media jual beli online.
Kata kunci : Konsumen, Pembelian, Online
## I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jual beli suatu barang atau produk di era globalisasi seperti ini sangat tinggi permintaan dari konsumen dengan kemajuan teknologi telah memberikan kemudahan bagi konsumen dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang perniagaan atau jual
beli, dalam melangsungkan kehidupan konsumen tidak akan pernah lepas dari perihal jual beli. Dengan bantuan teknologi seluruh kemudahan bagi konsumen dan pelaku usaha dapat diwujudkan. Teknologi menghubungkan pelaku usaha dan konsumen tanpa harus bertatap muka dengan kemudahan dalam mencari berbagai hal yang tidak diketahui
sebelumnya, melalui majunya perkembangan teknologi komunikasi, sebuah media penghubung yang dinamakan internet pun mulai tercipta dan mulai menyebar luas sebagai salah satu media komunikasi dan media informasi. Internet yang terkadang menimbulkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mengambil kesempatan untuk melakukan kecurangan dalam hal pembelian/penjualan suatu produk dan barang.
Perkembangan dunia internet yang sangat pesat sejak kemunculannya, banyak bermunculan situs-situs belanja online, blog ataupun situs jejaring sosial yang tidak hanya untuk pertemanan tetapi juga memuat transaksi jual beli yang menyediakan berbagai kebutuhan. Situs jual beli online sudah mulai melakukan promosinya di media televisi, dan berlomba-lombauntuk menjadi situs forum jual beli online terbaik. Kaskus.co.id hadir sebagai situs komunitas terbesar di Indonesia.Situs ini tidak hanya menyediakan info-info yang selalu up to date, tetapi juga menyediakan forum jual beli yang menyediakan segala pernak-pernik sampai barang-barang kebutuhan primer sehari-hari juga tersedia (Halim, 2010). Kemudian olx.co.id juga tidak kalah ramainya sebagai arena jual beli online di internet. Banyaknya pelaku bisnis yang memasarkan produknya akan memberi pilihan bagi masyarakat untuk membelinya dengan lebih mudah, praktis dan hemat dengan mengakses situs tersebut.
Kondisi promosi ini turut membangkitkan minat masyarakat berbelanja secara online.
Namun disisi itu banyak yang menggunakan internet untuk hal-hal yang positif, misalnya adanya sosial media digunakan untuk bisnis online dimana bisnis ini mudah dilakukan dan sangat efektif karena bisnis online merupakan suatu usaha yang menjual berbagai macam produk dan jasa secara online. Pelaku usaha melihat ada peluang yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan media internet dalam menjual barang dan produk kepada konsumen, bisnis online sekarang ini sudah sangat populer dan direspon baik oleh masyarakat, karena kita bisa memilih maupun membeli barang hanya dengan membuka internet lewat handpone maupun laptop saja tanpa harus keluar rumah dan bisa memilih sesuai dengan permintaan konsumen. Media pemasaran lewat internet sangat efektif dan tanpa biaya promosi yang membuat online shop menjadi budaya baru dalam berbelanja. Namun dibalik fenomena tersebut terdapat ancaman yang dapat merugikan pembeli. Harga yang bervariasi, bahkan tergolong lebih murah dibandingkan harga yang ditawarkan toko offline bisa membuat sektor bisnis offline menjadi sepi pembeli dan merubah pola pikir masyarakat di Indonesia untuk tidak lagi belanja secara offline atau on the spot. Jika dilakukan perbandingan antara belanja secara online dengan offline, masyarakat dapat merasakan keuntungan yang lebih banyak contohnya dalam mencari produk yang ingin dibeli,
mencari informasi harga untuk melakukan perbandingan, mudahnya produk didapat dari dalam negeri maupun luar negeri, kualitas produk yang sama baiknya dengan toko offline, kemasan yang lebih bagus, mudah mendapatkan merek produk tertentu yang sulit didapatkan secara offline, penghematan biaya, efisiensi waktu dan tenaga serta mudahnya transaksi dilakukan dengan canggihnya teknologi sekarang ini seperti pembayaran melalui (transfer) pengiriman uang via ATM bank (anjungan tunai mandiri), menggunakan kartu kredit dan cash on delievery (bayar di tempat). Namun segala kelebihan dari transaksi secara online tersebut memiliki kekurangan yang menjadi dampak negatif dalam pelaksanaannya. Proses transaksi yang tidak didukung cukup bukti dapat memicu terjadinya penyimpangan dan penipuan, apalagi pembeli dan penjual tidak saling mengenal. Transaksi online beresiko terhadap penyimpangan, karena berlangsung atas dasar saling percaya tanpa landasan hukum dan tanpa bukti fisik yang kuat. Keamanan transaksi sangat dibutuhkan oleh konsumen dalam hal ini untuk terhindar dari indikasi penipuan yang marak terjadi sekarang di Indonesia. Namun terlepas dari kelebihan dan kekurangan tersebut, bisnis online terus berkembang pesat dengan segala resikonya. Banyak terjadi penyimpangan dan penipuan yang umumnya merugikan pihak pembeli. Jika terjadi penyimpangan, penipuan dan ketidakpuasan terus meningkat maka akan menurunkan minat beli konsumen dan
loyalitas pembeli untuk bertransaksi secara online. Kondisi tersebut akan berdampak tidak baik.
Kejahatan dalam media online terhadap jual beli produk atau barang pada prinisipnya sama dengan kejahatan penipuan konvensional yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar Pasal 45 ayat (2) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang sudah dikemukakan pada latar belakang, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Perlindungan Hukum Dalam
Transaksi Jual Beli Barang Melalui Media Online ditinjau dari Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?
2. Bagaimana Penerapan Perlindungan
Konsumen menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam pembelian barang melalui media online?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Barang Melalui Media Online ditinjau dari Undang Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Penerapan Perlindungan Konsumen menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam pembelian barang melalui media online.
## 1.4 Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun pratis, yaitu:
1. Secara Teoritis
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi melalui media online dan juga terhadap aturan mengenai penyalahgunaan media elektronik yang dapat menjerat masyarakat kedalam pidana. Penulis juga berharap dari hasil yang dirumuskan dalam penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan ataupun literatur bagi pembaca yang tertarik dengan transaksi melalui media online dan informasi informasi melalui media online serta regulasi yang mengatur terhadap hal tersebut.
2. Secara Praktis
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi kalangan masyarakat dalam transaksi atau pembelian barang melalui melalui media online dan dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam transaksi pada jual beli melalui media online.
## II. HASIL
## PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN 2.1 Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Barang Melalui Media Online ditinjau dari Undang
Undang Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Jual-beli barang melalui media online terdapat suatu perjanjian jual-beli, sehingga menerbitkan suatu perikatan, yaitu perikatan yang bersumber dari perjanjian atau sering disebut perjanjian bernama. Jual beli melalui media online harusnya mengikuti peraturan yang ada, memenuhi unsur-unsur jual-beli dalam KHUPerdata. Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan sistem transaksi yang aman dan terpercaya adalah dengan menerbitkan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Transaksi jual beli barang melalui media online setidaknya ada dua pihak yang menjadi subyek hukum yang saling memiliki hubungan hukum antara satu dengan yang lain, pihak tersebut diantaranya adalah pihak penjual atau pelaku usaha dan pembeli atau konsumen. Adanya pihak pembeli sebagai konsumen memberikan alasan di dalam jual beli online juga harus mengindahkan hak-hak
konsumen yang diatur dalam undang undang perlindungan konsumen. Transaksi online melalui media internet dapat menggunakan fasilitas website, menggunakan surat elektronik, bisa juga menggunakan electronic data interchange (EDI) atau fasilitas lain untuk bertransaksi.
Salah satu jenis transaksi jual beli melalui online yang saat ini banyak digunakan adalah melalui instagram, facebook dan toko jual beli online seperti Zalora, shopee. Setiap transaksi perdagangan ada risiko dan permasalahan, salah satu masalah yang dihadapi yaitu ketika terjadi suatu wanprestasi sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Contoh masalah kongkrit yaitu konsumen yang merasa dirugikan karena barang yang di beli tidak diterimanya, sehingga ia mengadukan bahwa ia tertipu oleh toko online yang menggunakan akun facebook. Kasus lain yang terjadi dalam jual beli online yaitu konsumen membeli barang namun setelah barang diterima tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat menggunakan media online sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya:
1. Bisa belanja dimana saja : Karena kita belanja online otomatis kita bisa belanja dimana saja entah itu di kantor, dirumah, dimobil, bahkan di dapur itu bisa dilakukan asalkan kita menggunakan handphone yang bisa menyambungkan internet atau dengan
smartphone atau juga computer/laptop yang tersambung koneksi internet 2. Bisa menghemat tenaga : Karena dengan kita belanja online berarti kita tidak perlu datang ke tokonya langsung tinggal kita aktifkan smartphone, gadget atau laptap yang telah tersambung internet kita bisa memilih barang sambil duduk ataupun sambil bersantai santai ria, jadi hemat tenaga.
3. Sangat mudah dilakukan : Karena tingal kita membuka situs web belanja online kita sudah bisa memulai belanja online tersebut. Atau jika kita telah mendownload aplikasi belanja online tinggal kita membuka aplikasi itu dan memilih lalu pesan barang tersebut bisa melalui sms,bbm,bahkan email.
4. Toko selalu buka : Karena kita belanja tidak datang ketoko langsung maka kita bisa buka situs web toko itu selama 7 hari full atau 7 x 24 jam.
5. Diskon : Pada waktu waktu tertentu terdapat pula potongan harga dan ini sangat dinanti nanti oleh para wanita yang tergila- gila dengan belanja online.
6. Sedia produk apapun : Di internet semua hal kita bisa akses tidak lain pula dengan belanja online kita bisa mecari apa aja yang kita butuhkan. Mulai dari kebutuhan wanita, kebutuhan pria, kebutukan anak- anak, bahkan elektronik atau sarana transportasi pun bisa kita dapatkan melalui online.
Namun terdapat dampak negatif dari penggunaan media online sebagai sarana pembelian barang maupun jual beli melalui media online, diantaranya :
1. Dapat mudah terjadi kesalahan pengiriman barang yang dapat memperlama dalam memperoleh barang tersebut yang bisa disebabkan dari kualitas barang yang diinginkan kadang-kadang berbeda kualitasnya dengan yang tercantum di website. Sehingga pihak toko akan melakukan pengiriman ulang.
2. Rentan aksi penipuan dimana banyak kasus ketika pembeli telah mengirim sejumlah uang yang disepakati, barang yang dibeli tidak dikirim.
3. Rentan rusak atau pecah karena media pengiriman adalah pos
4. Rentan aksi pemboboloan rekening karena pembayaran dilakukan melalui Internet
5. Marak aksi spamming karena setelah pembeli melakukan registrasi, penjual cenderung selalu mengirimkan katalog online melalui email pembeli dan hal ini cukup mengganggu privacy.
6. Bahaya konsumerisme dan pemborosan. Biasakan hanya membeli barang yang dibutuhkan, sehingga tidak terlalu boros.
7. Beberapa online shop menaikkan harga, karena itu sebagai pembeli sebaiknya survey dulu harga di beberapa online shop lainnya.
8. Dapat membuat kita malas bergerak ke toko. Kadang-kadang belanja ke toko (offline) juga penting, jangan terpaku pada
belanja online saja. Ada beberapa barang yang lebih baik dibeli di toko biasa, seperti sepatu dan beberapa jenis pakaian.
## 9. Menyebabkan konsumen berpikir praktis
Dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE). Untuk pembuktiannya, bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bunyi Pasal 5 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia
Jual beli secara media online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli secara faktual pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual beli online pun sebagaimana kami jelaskan sebelumnya tidak berbeda dengan hukum yang berlaku dalam transaksi jual beli secara nyata. Pembedanya hanya pada penggunaan sarana internet atau sarana telekomunikasi lainnya. Akibatnya adalah dalam transaksi jual beli secara online sulit dilakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan. Sifat siber dalam transaksi secara elektronis memungkinkan setiap orang baik penjual maupun pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi maupun perjanjian jual beli. Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online tersebut, maka pelaku usaha dapat juga dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Bunyi selengkapnya Pasal 28 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yakni: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman kami, prinsip utama transaksi secara online di Indonesia masih lebih mengedepankan aspek kepercayaan atau “trust” terhadap penjual maupun pembeli. Prinsip keamanan infrastruktur transaksi secara online seperti jaminan atas kebenaran identitas penjual/pembeli, jaminan keamanan jalur pembayaran (payment gateway), jaminan keamanan dan keandalan website electronic
commerce belum menjadi perhatian utama bagi penjual maupun pembeli, terlebih pada transaksi berskala kecil sampai medium dengan nilai nominal transaksi yang tidak terlalu besar (misalnya transaksi jual beli melalui jejaring sosial, komunitas online, took online, maupun blog). Salah satu indikasinya adalah banyaknya laporan pengaduan tentang penipuan melalui media internet maupun media telekomunikasi lainnya yang diterima oleh kepolisian maupun penyidik Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan kondisi demikian, ada baiknya kita lebih selektif lagi dalam melakukan transaksi secara online dan mengedepankan aspek keamanan transaksi dan kehati-hatian sebagai pertimbangan utama dalam melakukan transaksi jual beli secara online.
2.2 Penerapan Perlindungan Konsumen menurut Undang
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam pembelian barang melalui media online
Transaksi Jual Beli melalui media
## Online Menurut Undang Undang Perlindungan
Konsumen dengan pendekatan Undang – Undang Perlindungan Konsumen, kasus yang Anda sampaikan tersebut dapat kami simpulkan sebagai salah satu pelanggaran terhadap hak konsumen.
Pasal 4 Undang - Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual online), sesuai Pasal 7 Undang Undang Perlindungan Konsumen adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam perlindungan konsumen terhadap pembelian barang melalui media sosial lebih tegas terdapat pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang Undang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian spesifikasi barang yang Anda terima dengan barang tertera dalam iklan/foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan barang, sesuai Pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen tersebut berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal 7 huruf g UU Perlindungan Konsumen berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Apabila pelaku usaha melanggar larangan memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, maka pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU
Perlindungan Konsumen yang berbunyi: Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
## III. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan penulis sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap konsumen dalam pembelian barang melalui media sosial jelas dalam pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE). Untuk pembuktiannya, bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2. Dalam penerapan Undang Undang terhadap transaksi melalui media online dalam hal ini perlindungan konsumen
terhadap pembelian barang melalui media sosial diatur pada Pasal 8 ayat (1) huruf f
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha untuk
memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian spesifikasi barang yang Anda terima dengan barang tertera dalam iklan/foto penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku usaha dalam memperdagangkan barang, sesuai Pasal 4 huruf h UU Perlindungan Konsumen tersebut berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu sendiri sesuai Pasal 7 huruf g UU Perlindungan Konsumen berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
DAFTRAR PUSTAKA
a. Buku
## Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008
## Hari Sasangka dan Lili Rosita, Hukum
Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2003
O. C Kaligis, Penerapan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dalam Prakteknya, Yarsif Watampone, Jakarta, 2012
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Sinar Grafika, Jakarta, 2002
Sunarso, Siswanto, Hukum Informasi dan
Transaksi Elektronik; Study Kasus Prita Mulyasari, Jakarta; Rineka Cipta, 2009.
b. Perundang –undangan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
c. Website
https://www.hukumonline.com/klinik/detai l/ulasan/lt50bf69280b1ee/perlindung an-konsumen-dala-e-commerce/ https://www.kompasiana.com/amallya- luckyta/54f97626a333112d3c8b55fb/ melihat-sisi-positif-dan-negatif- online-shop
|
fba7521d-b910-4185-9b93-6cf20e9cd2fa | https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/download/6687/4068 | How to cite: Amir Hadziq Fahmi. et al (2022) Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan HEC-HMS pada Daerah Tangkapan Air Waduk Wonogiri, Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7 (4).
E-ISSN: 2548-1398 Published by: Ridwan Institute
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 7, No. 4, April 2022
## PEMODELAN HUJAN LIMPASAN MENGGUNAKAN HEC-HMS PADA DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK WONOGIRI
## Amir Hadziq Fahmi, Suripin, Dyah Ari Wulandari, Khoirul Murod
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro dan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
## Abstrak
Ketersediaan data debit sangat penting dalam upaya pemanfaatan sumber daya air. Keterbatasan data menjadi kendala dalam menganalisis potensi air pada suatu wilayah sehingga perlu dilakukan pemodelan hujan limpasan. Salah satu perangkat lunak untuk memodelkan hujan limpasan adalah HEC-HMS. Model HEC-HMS dapat mensimulasikan proses hujan menjadi limpasan dengan memasukkan parameter sesuai dengan karakteristik dari suatu Daerah Tangkapan Air (DTA). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model hujan limpasan pada DTA Waduk Wonogiri sehingga diketahui debit yang masuk ke Waduk Wonogiri dari masing-masing subdas . Kinerja model dinilai berdasarkan parameter statistik Koefisien deterministik (R 2 ), Nash-Sutcliff Efficiency (NSE) dan percent bias (PBIAS). Model hujan limpasan menggunakan HEC-HMS memiliki hasil yang bagus pada dua titik observasi (Ngadipiro dan Waduk Wonogiri). Pada titik observasi Ngadipiro menghasilkan nilai parameter R 2 sebesar 0,793, NSE sebesar 0,721 dan PBIAS sebesar 8,721%. Sedangkan pada titik observasi Waduk Wonogiri menghasilkan nilai parameter R 2 sebesar 0,803, NSE sebesar 0,792, dan PBIAS sebesar 0,122%. Sehingga model dapat digunakan untuk analisis berikutnya.
Kata Kunci : Hujan limpasan; HEC-HMS; Waduk Wonogiri.
## Abstract
Discharge data availability is very important for utilizing water resources. Limited data became obstacle for analyzing water potential in catchment area therefore it is necessary to make rainfall-runoff model. One of the software for modeling rainfall-runoff is HEC-HMS. HEC-HMS model can simulate process from rainfall into runoff by entering parameters according to characteristics of a catchment area. The purpose of this study was to generate a model of rainfall-runoff in Wonogiri reservoir catchment area so that discharge from each subbasin can be known. Model performance was assessed based on statistical parameters deterministic coefficient (R 2 ), Nash-Sutcliff Efficiency (NSE) and percent bias (PBIAS). Rainfall-runoff model using HEC-HMS has good results at two observation point (Ngadipiro and Wonogiri reservoir). At the Ngadipiro observation point, parameter value of R 2 is 0.793, NSE is 0.721 and PBIAS is 8.721%. Meanwhile, at the observation point of the Wonogiri Reservoir, parameter
value of R 2 is 0.803, NSE is 0.792, and PBIAS is 0.122%. The model can be used to the next analysis.
Keywords: Rainfall Runoff; HEC-HMS; Wonogiri Reservoir.
## Pendahuluan
Sumber daya air memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan manusia, sehingga perlu dikelola dengan baik. Sumber daya air memiliki manfaat untuk pengairan, PLTA, persediaan air minum, untuk industri, serta perikanan (Sitti dan Faridah, 2020) . Salah satu upaya dalam mengelola sumber daya air adalah dengan membangun bendungan atau waduk, salah satunya adalah Waduk Wonogiri yang berada di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.
Keterbatasan data debit pencatatan menjadi salah satu kendala dalam mengetahui potensi air pada suatu wilayah, sehingga perlu dimodelkan secara hidrologi untuk mengubah hujan menjadi aliran. Model hidrologi merupakan gambaran sederhana dari sistem hidrologi yang terjadi di suatu wilayah (Sarminingsih,dkk 2019) . Dalam proses transformasi hujan menjadi aliran sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari suatu wilayah, meliputi tutupan lahan, kemiringan lahan, dan jenis tanah. Tingkat akurasi dari model simulasi tergantung pada ketersediaan data dan metode yang digunakan (Fadhilla dan Lasminto, 2021) .
HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center’s Hydrologic Modeling System) merupakan perangkat lunak komputer yang dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers-Institute for Water Resource (USACE) yang dapat mensimulasikan proses hujan menjadi limpasan pada suatu daerah tangkapan air (DTA) dengan memperhitungkan karakteristik dari suatu DTA. Pemodelan hujan limpasan menggunakan HEC-HMS sudah pernah dilakukan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Fadhilla dan Lasminto (2021) melakukan pemodelan hujan-debit pada DAS Kali Madiun menghasilkan nilai NSE sebesar 0,605. Sitti dan Faridah (2020) melakukan pemodelan menggunakan HEC-HMS untuk memprediksi debit aliran pada Sub-DAS Batimurung menghasilkan nilai untuk parameter R 2 sebesar 0,546 dan parameter NSE dengan nilai 0,595. Pemodelan HEC-HMS juga pernah digunakan untuk menghitung potensi debit aliran lokal Waduk Saguling oleh Ferdiansyah,dkk (2020 ) dengan nilai R 2 sebesar 0,8 dan NSE sebesar 0,788. Dengan demikian model hujan limpasan menggunakan HEC-HMS menghasilkan kinerja model yang cukup bagus
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model hujan limpasan pada DTA Waduk Wonogiri dengan bantuan software HEC-HMS. Pencatatan debit yang masuk ke Waduk Wonogiri selama ini dilakukan berdasarkan tinggi muka air di waduk sehingga tidak diketahui distribusi debit dari masing-masing anak sungai yang masuk ke waduk ( subbasin ). Debit pencatatan yang berasal dari masing-masing subbasin hanya ada di Sungai Keduang. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui potensi air total yang masuk ke waduk berdasarkan debit yang masuk dari masing-masing subbasin.
## Metode Penelitian Lokasi penelitian
Waduk Wonogiri berada di Desa Danuarjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Bendungan Serbaguna Wonogiri berada pada koordinat 7° 50' 13,48" LS dan 110° 55' 42,95" BT. Peta lokasi Waduk Wonogiri dapat dilihat pada Gambar 1.
## Gambar 1 Peta Lokasi Waduk Wonogiri (BBWSBS, 2020)
Waduk Wonogiri selesai dibangun pada tahun 1981 dan mulai beroperasi pada tahun 1982. Fungsi dari Waduk Wonogiri adalah untuk mereduksi debit banjir dari 4000 m 3 / detik menjadi 400 m 3 /detik, mengaliri sawah seluas ±30.000 hektar di Kabupaten Sukaharjo, Karanganyar, Sragen, Klaten dan Ngawi, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 12.4 MW, perikanan, dan pariwisata.
## Pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder meliputi data curah hujan, data debit observasi, peta Digital Elevation Model (DEM), peta tutupan lahan, dan peta jenis tanah. Data curah hujan yang dipergunakan berasal dari 7 Pos Curah Hujan (PCH) milik Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) yang ada pada DTA Waduk Wonogiri dari tahun 2014 hingga tahun 2020. Terdapat 2 (dua) titik observasi yang digunakan dalam model HEC-HMS, yaitu titik observasi Ngadipiro yang berada di Sungai Keduang dan titik observasi Waduk Wonogiri. Pada titik observasi Ngadipiro menggunakan data debit pencatatan tahun 2014 hingga tahun 2020 pada Pos Duga Air (PDA) Ngadipiro, sedangkan pada titik observasi Waduk Wonogiri menggunakan debit pencatatan periode 2 mingguan yang diperoleh dari PJT-1 dari tahun 2014 hingga tahun 2020. Data curah hujan dan debit observasi digunakan sebagai masukan pada component time series data. Peta DEM diperoleh dari DEMNAS yang digunakan untuk proses delineasi pada DTA Waduk Wonogiri. Peta jenis tanah diperoleh dari FAO Digital Soil Map of the World (DSMW). Peta jenis tanah digunakan untuk perhitungan nilai maximum storage dan constant rate pada parameter loss . Peta
tutupan lahan diperoleh dari portal Indonesia-geospasial yang digunakan untuk perhitungan parameter canopy dan kekedapan air (impervious) .
## Pemodelan HEC HMS
Dalam pemodelan menggunakan HEC-HMS memerlukan data masukan pada komponen model dan parameter model. Komponen model meliputi basin model, meteorologic model, time series data, dan control specification. Sedangkan parameter yang digunakan dalam pemodelan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter model HEC-HMS Parameter Metode Canopy Simple canopy Surface Simple surface Loss Deficit and constant Transform SCS unit hydrograph Baseflow Linear reservoir Routing Muskingum 1. Parameter canopy
Perhitungan parameter canopy dalam model ini menggunakan metode simple canopy. Data masukan pada metode simple canopy berupa initial storage, maximum storage, crop coefficient , dan evapotranspiration . Nilai maximum storage diperoleh dari kapasitas kanopi berdasarkan jenis vegetasi sebagaimana Tabel 2.
## Tabel 2
## Kapasitas Kanopi Berdasarkan Jenis Vegetasi
Jenis Vegetasi Kapasitas Kanopi (mm) Tanaman Umum/tidak diketahui jenisnya 1,270 Rerumputan dan Pohon yang dapat gugur 2,032 Pepohonan dan Pohon Konifera 2,540 Sumber: Bennett (1998)
## 2. Parameter surface
Metode yang digunakan dalam parameter surface adalah simple surface . Data masukan pada metode simple surface adalah initial storage dan maximum storage.
Perhitungan initial storage diasumsikan 0, sedangkan nilai maximum storage diperoleh dari nilai kapasitas tampungan permukaan berdasarkan kemiringan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
## Kapasitas Tampungan Permukaan Berdasarkan Kemiringan Lahan
Deskripsi Slope (%) Kapasitas Tampugan Permukaan (mm) Curam >30 1,0 Sedang 5 – 30 12,7 – 6,4 Datar 0 – 5 50,8 Sumber: Bennett (1998) 3. Parameter loss
Data masukan yang dibutuhkan pada loss methode adalah maximum storage , constant rate dan impervious area . Perhitungan maximum storage menggunakan Persamaan 1, sedangkan perhitungan constant rate menggunakan Persamaan 2 sebagai berikut:
(1)
(2)
Dalam data tanah DSMW terdapat unit symbol yang terdiri dari komposisi tanah dominan dan beberapa tanah terkait beserta persentase komposisi tanah. Masing-masing komposisi tanah memiliki persentase kandungan lanau (silt) , lempung (clay), dan pasir (sand) yang kemudian dikelompokkan berdasarkan Hidrologic Soil Group (HSG) menggunakan segitiga tekstur tanah USDA untuk memperoleh nilai rerata effective porosity, wilting point, dan saturated hydraulic condustivity pada masing-masing unit simbol tanah.
Nilai dari effective porosity, wilting point, dan saturated hydraulic conductivity masing-masing jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan nilai impervious area atau daerah kedap air diperoleh berdasarkan jenis tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
## Tabel 4
Nilai Effective Porosity, Wilting Point, dan Saturated Hydroulic Conductivity
Berdasarkan Tekstur Tanah Tekstur Tanah Effective Porosity (in 3 /in 3 ) Wilting Point (in 3 /in 3 ) Saturated Hydraulic Conductivity (in/hr) Sand 0,42 0,03 4,6 Loamy Sand 0,4 0,06 1,2 Sandy Loam 0,41 0,1 0,4 Loam 0,43 0,12 0,1 Silt Loam 0,49 0,13 0,3 Sandy Clay Loam 0,33 0,15 0,06 Clay Loam 0,31 0,2 0,04 Silty Clay Loam 0,43 0,21 0,04 Sandy Clay 0,32 0,2 0,02
Tekstur Tanah Effective Porosity (in 3 /in 3 ) Wilting Point (in 3 /in 3 ) Saturated Hydraulic Conductivity (in/hr) Silty Clay 0,42 0,25 0,02 Clay 0,39 0,27 0,01 Tabel 5 Nilai Persentase Kedap Air (Impervious) Tutupan Lahan Persentase Kedap Air Hutan 5% Kebun Campuran 5% Perkebunan 5% Permukiman 30% Sawah 5% Semak/Belukar 5% Tanah Terbuka 0% Tegalan/Ladang 5% Tubuh Air 100% Permukiman 30% Sawah 5% Tegalan/Ladang 5% Sumber: Tisnasuci dkk (2020)
## 4. Parameter transform
Parameter transform menggunakan metode SCS Unit Hydrograph . Pada metode ini membutuhkan data masukan berupa lag time , yaitu tenggang waktu ( t lag ) yang dibutuhkan untuk merubah hujan menjadi debit limpasan. Perhitungan lag time ( t lag ) berdasarkan Feldman (2000) menggunakan Persamaan 3, sedangkan untuk perhitungan waktu konsentrasi (t c ) menggunakan rumus Johnstone and Cross yang dikembangkan untuk luasan DTA antara 64,7 km 2 sampai dengan 4206,1 km 2 (Li & Chibber, 2008) . Rumus perhitungan waktu konsentrasi dapat dilihat pada Persamaan 4.
(3)
(4)
Di mana L adalah panjang basin (mi), dan S adalah basin slope (ft/mi)
5. Parameter baseflow
Metode perhitungan baseflow menggunakan linear reservoir . Isian yang dibutuhkan untuk metode linear reservoir adalah number of layers, initial discharge, initial type , GW initial , GW fraction , GW coefficient dan GW s teps . Model diasumsikan memiliki 1 layer dan perhitungan GW coefficient menggunakan Persamaan 5.
6. Parameter routing
Metode yang dipergunakan dalam perhitungan parameter routing adalah Muskingum dengan masukan parameter X dan K. Parameter K menggambarkan lama pengaliran air pada saluran yang dapat diestimasi berdasarkan karakteristik sungai. Nilai parameter K dihitung menggunakan Persamaan 6, sedangkan parameter X nilai awal parameter 0,25.
(6)
## Kinerja Model
Penyimpangan dalam sebuah proses simulasi tidak dapat dihindari karena adanya perbedaan parameter model dengan karakteristik yang ada. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian kinerja pada hasil model simulasi. Kinerja model diperoleh dari perbandingan antara hasil simulasi dengan data observasi berdasarkan kriteria statistik Coefficient of Determination (R 2 ) , Nash-Sutcliff Efficiency (NSE) dan percent bias (PBIAS).
Koefisien deteministik (R 2 ) menggambarkan hubungan linier antara data pengamatan dan model. Sedangkan NSE merupakan sebaran normal yang menentukan jarak perbedaan antara pengukuran dan simulasi yang mengindikasikan seberapa dekat hasil pengukuran terhadap data simulasi atau mendekati garis 1:1. Kinerja model semakin bagus apabila nilai dari NSE mendekati 1. PBIAS digunakan untuk mengukur kecenderungan rata-rata data simulasi menjadi lebih besar atau lebih kecil dari yang diamati dalam persen (Moriasi, dkk. 2015). Perhitungan kriteria statistik tersebut menggunakan Persamaan 7 hingga 9.
(7)
(8)
(9)
Dimana Qo adalah debit observasi, adalah rerata debit observasi, Qm adalah debit model, dan adalah rerata debit model. Kriteria evaluasi kinerja model dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria Evaluasi Kinerja Model Kriteria Evaluasi Kinerja R 2 NSE PBIAS Sangat Bagus R 2 > 0,85 NSE > 0,80 PBIAS ≤ ± 5 Bagus 0,75 < R 2 <0,85 0,70< NSE <0,80 ± 5 ≤ PBIAS ≤ ± 10 Memuaskan 0,6< R 2 <0,75 0,50 < NSE < 0,70 ± 10 ≤ PBIAS ≤ ± 15 Tidak Memuaskan R 2 <0,6 NSE < 0,50 PBIAS ≥ ±15 Sumber: Moriasi dkk.(2015)
## Hasil dan Pembahasan
Penentuan batas (delineasi) DTA Waduk Wonogiri dalam studi ini menggunakan komponen basin model manager yang ada didalam HEC-HMS. Berdasarkan penelitian Al Amin, dkk (2020) menunjukkan bahwa hasil delineasi HEC- HMS memiliki tingkat akurasi dan kualitas yang baik. Delineasi pada HEC-HMS menghasilkan elemen hidrologi berupa subbasin, reach, junction, dan sink dengan karakteristik yang diperoleh dari masukan terrain dari data DEM. Hasil delineasi DTA Waduk Wonogiri menggunakan HEC-HMS menghasilkan 10 subbasin dengan total luas area sebesar 1326,19 km 2 . Hasil delineasi menggunakan HEC-HMS dapat dilihat pada Gambar 2.
## Gambar 2 Hasil Delineasi Menggunakan HEC-HMS
Karakterikstik subbasin yang dihasilkan dari hasil delineasi berisi longest flowpath, basin slope, basin relief, dan drainage density yang dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan untuk karakteristik reach menghasilkan panjang sungai, kemiringan
(slope) sungai, relief sungai dan sinuosity .yang dapat dilihat pada Tabel 8.
## Tabel 7 Karakter Subbasin Hasil Delineasi HEC-HMS
Subbasin Luas ( km 2 ) Longest Flowpath Basin Slope Basin Relief (m) Relief Ratio Elongation Ratio Drainage Density (km/km 2 ) Length Slope WT-01 62,33 25,50 0,02 0,11 436459 0,02 0,35 0,23 WT-02 83,81 13,03 0,02 0,13 280759 0,02 0,34 0,28 WT-03 273,52 33,61 0,05 0,23 1716011 0,05 0,31 0,13 WU-01 269,72 52,24 0,02 0,22 1079867 0,02 0,36 0,14 WU-02 64,18 25,63 0,02 0,16 528357 0,02 0,35 0,13 WU-03 192,89 33,79 0,01 0,22 863389 0,03 0,46 0,10 WU-04 185,27 32,11 0,02 0,13 517872 0,02 0,48 0,07 WU-05 88,68 21,13 0,03 0,15 602420 0,03 0,50 0,11 WU-06 52,77 20,39 0,03 0,15 656513 0,03 0,40 0,11
Subbasin Luas ( km 2 ) Longest Flowpath Basin Slope Basin Relief (m) Relief Ratio Elongation Ratio Drainage Density (km/km 2 ) Length Slope WU-07 53,02 17,51 0,03 0,13 655191 0,04 0,47 0,12 Jumlah 1326,19 Tabel 8 Karakteristik Reach Hasil Delineasi HEC-HMS Reach Length (m) Slope Relief (m) Sinuosity K-01 9,83792 0,00058 5,67339 1,34034 K-02 4,31164 0,00427 18,41901 1,34537 K-03 8,1068 0,0035 28,3938 1,50337 W-01 6,32807 0,00047 2,99426 1,16511 W-02 5,95917 0,00002 0,14677 1,12815 W-03 6,37962 0,00001 0,05702 1,19403
Pemodelan HEC-HMS menghasilkan inflow harian yang kemudian dirubah menjadi periode setengah bulanan menyesuaikan periode operasi dari Waduk Wonogiri, Data inflow hasil model HEC-HMS kemudian dibandingkan dengan data debit pencatatan untuk menghitung kinerja hasil model pada masing-masing titik observasi, Perbandingan inflow rerata setengah bulanan pada titik observasi Ngadipiro dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan perbandingan inflow rerata setengah bulanan pada titik observasi Waduk Wonogiri dapat dilihat pada Gambar 4.
Debit hasil model pada titik observasi Ngadipiro dan Waduk Wonogiri memiliki kemiripan dengan debit observasi. Debit puncak keduanya terjadi pada periode yang sama, yaitu pada periode November II tahun 2017. Debit puncak hasil model pada titik observasi Ngadipiro adalah sebesar 63,23 m 3 /detik, lebih besar dari debit observasi sebesar 41,79 m 3 /detik. Sedangkan debit puncak hasil model pada titik observasi Waduk Wonogiri adalah sebesar 331,69 m 3 /detik dan debit observasi sebesar 257,45 m 3 /detik. Hal ini menunjukkan bahwa debit hasil model cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan debit observasi.
## Gambar 3
Perbandingan Inflow Rerata Setengah Bulanan Pada Titik Observasi Ngadipiro
## Gambar 4
## Perbandingan Inflow Rerata Setengah Bulanan Pada Titik Observasi Waduk Wonogiri
Untuk mengetahui apakah hasil model memiliki kemiripan atau kesesuaian dengan kondisi lapangan, perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja model. Penilaian kinerja dilakukan dengan cara membandingkan debit hasil model dengan debit observasi berdasarkan parameter statistik R 2 , NSE, dan PBIAS. Kinerja hasil model HEC-HMS dapat dilihat pada Tabel 9.
## Tabel 9 Kinerja Hasil Model
Parameter Statistik Titik observasi Ngadipiro Titik observasi Waduk Wonogiri Nilai Kriteria Nilai Kriteria R 2 0,793 Bagus 0,803 Bagus NSE 0,721 Bagus 0,792 Bagus PBIAS 8,721 % Bagus 0,122 % Sangat bagus
Kinerja Model pada titik observasi Ngadipiro termasuk dalam kriteria bagus. Nilai dari parameter R 2 sebesar 0,793 melebihi yang disyaratkan sebesar 0,6. Nilai parameter NSE sebesar 0,721 dari yang disyaratkan sebesar 0,5 dan parameter PBIAS sebesar 8,721 % dari yang di syaratkan lebih kecil dari 15%. Demikian juga hasil kinerja model pada titik observasi Waduk Wonogiri, nilai untuk parameter R 2 , NSE, dan PBIAS sudah memenuhi persyaratan. Parameter R 2 dan NSE masuk dalam kriteria bagus dengan nilai 0,803 dan 0,792, sedangkan untuk parameter PBIAS masuk dalam kriteria sangat bagus dengan nilai 0,122%. Seperti halnya dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan metode yang sama dan menghasilkan kinerja model yang cukup bagus, diantaranya oleh Fadhilla dan Lasminto (2021) , Sitti dan Faridah (2020) serta Ferdiansyah,dkk (2020) . Dengan demikian, model HEC-HMS dapat digunakan untuk menghitung debit pada masing-masing subbasin yang ada pada DTA Waduk Wonogiri. Debit rerata setengah bulanan pada masing-masing subbasin dapat dilihat pada Gambar 5.
## Gambar 5
## Debit Rerata Tahunan Periode Setengah Bulanan Pada Masing-Masing Subbasin
Debit terbesar yang masuk ke Waduk Wonogiri berdasarkan model HEC-HMS berasal dari subbasin WU-1. Debit masing-masing subbasin mulai menunjukkan peningkatan pada awal musim hujan di bulan September periode II dan mencapai puncaknya pada bulan Januari periode II sebelum akhirnya mulai menurun hingga pada bulan Mei Periode I.
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: 1). Hasil model HEC-HMS cukup baik dalam menggambarkan kondisi karakteristik dari DTA Waduk Wonogiri, sehingga model dapat digunakan untuk perhitungan debit pada masing-masing subbasin . 2). Inflow terbesar yang masuk ke Waduk Wonogiri berasal dari subbasin WU-1.
## BIBLIOGRAFI
Al Amin, M. Baitullah, Toyfur, Mona Foralisa, Fransiska, Widya, & Marlina, Ayu.
(2020). Delineasi DAS dan Elemen Model Hidrologi Menggunakan HEC-HMS Versi 4.4. Cantilever: Jurnal Penelitian Dan Kajian Bidang Teknik Sipil , 9 (1), 33– 38. https://doi.org/10.35139/cantilever.v9i1.37 Google Scholar
Bennett, Todd Howard. (1998). Development and application of a continuous soil moisture accounting algorithm for the Hydrologic Engineering Center Hydrologic Modeling System (HEC-HUMS). University of California, Davis. Google Scholar
Fadhilla, Irma Noor, & Lasminto, Umboro. (2021). Pemodelan Hujan-Debit DAS Kali Madiun Menggunakan Model HEC-HMS. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil , 19 (3), 361. https://doi.org/10.12962/j2579-891x.v19i3.9517 Google Scholar
Feldman, Arlen D. (2000). Hydrologic Modeling System Technical Reference Manual. Hydrologic Modeling System HEC-HMS Technical Reference Manual , (March), 148. Google Scholar
Ferdiansyah, Asep, Yuningsih, Sri Mulat, Ginanjar, Mirwan Rofiq, & Akrom, Isnan Fauzan. (2020). Potensi Debit Aliran Lokal Waduk Saguling Menggunakan Model Hujan Limpasan. Jurnal Sumber Daya Air , 16 (1), 35–50.
https://doi.org/10.32679/jsda.v16i1.606 Google Scholar
Li, Ming Han, & Chibber, Paramjit. (2008). Overland flow time of concentration on very flat terrains. Transportation Research Record , (2060), 133–140. https://doi.org/10.3141/2060-15 Google Scholar
Moriasi, D. N., Gitau, M. W., Pai, N., & Daggupati, P. (2015). Hydrologic and water quality models: Performance measures and evaluation criteria. Transactions of the ASABE , 58 (6), 1763–1785. https://doi.org/10.13031/trans.58.10715 Google Scholar
Sarminingsih, A., Rezagama, A., & Ridwan. (2019). Simulation of rainfall-runoff process using HEC-HMS model for Garang Watershed, Semarang, Indonesia. Journal of Physics: Conference Series , 1217 (1). https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1217/1/012134 Google Scholar
Sitti, Zulaeha, & Faridah, Sitti Nur. (2020). prediksi debit aliran sub das bantimurung HEC-HMS.pdf . Google Scholar
Tisnasuci, Ilya Dewanti, Sukmono, Abdi, & Hadi, Firman. (2020). Analisis Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Bodri Terhadap Debit Puncak Menggunakan Metode Soil Conservation Service (Scs). Jurnal Geodesi Undip , 10 (1). Google Scholar
Copyright holder:
Amir Hadziq Fahmi, Suripin, Dyah Ari Wulandari, Khoirul Murod (2022)
## First publication right:
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
This article is licensed under:
|
08f6e7f7-fc17-4ce0-8702-8f99706374a2 | https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE/article/download/1037/542 | Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
## ANALISIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL MATEMATIKA KELAS VIII SMP NEGERI 23 REJANG LEBONG
Atma Nuraziz 1 , Sukasno 2 , Nur Fitriyana 3
1 STKIP PGRI Lubuklinggau, Indonesia, [email protected] 2 STKIP PGRI Lubuklinggau, Indonesia, [email protected] 3 STKIP PGRI Lubuklinggau, Indonesia , [email protected]
## A RTICLE I NFORMATION
## A B S T R A C T
Received: November 09, 2020 Revised: December 10, 2020 Available online: December 31, 2020
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika di kelas VIII SMP Negeri 23
Rejang Lebong. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 23 Rejang Lebong yang terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu siswa dengan kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ketercapaian setiap indikator kemampuan pemahaman konsep siswa secara keseluruhan terletak pada kriteria cukup sebesar 56,67 %. Dengan rincian tiap-tiap indikator pemahaman konsep sebagai berikut: 1) Indikator menyatakan ulang sebuah konsep sebesar 61,11 %, 2) Indikator memberikan contoh dan bukan contoh sebesar 80,56%, 3) Indikator mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya sebesar 40,74 %, 4) Indikator menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis sebesar 53,24 %, 5) Indikator mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep sebesar 64,81 %, 6) Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu sebesar 40,28 %, dan 7) Indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah sebesar 66,20 _ %.
The purpose of this research is to describe students' concept comprehension ability in solving math problems in grade VIII of SMP Negeri 23 Rejang Lebong. This research uses descriptive qualitative method. The subjects in this study were grade VIII-1 students of SMP Negeri 23 Rejang Lebong which were divided into 3 groups, namely students with high ability, medium ability, and low ability. Data collection techniques in this study use test and interview techniques. The results showed that the percentage of achievement of each indicator of students' overall concept comprehension ability lies in the criteria of 56.67%. With the details of each concept understanding indicator as follows: 1) The indicator reasates a concept by 61.11%, 2) Indicators provide examples and not examples of 80.56%, 3) Indicators classify objects according to certain traits according to their concept of 40.74%, 4) Indicators present concepts in the form of mathematical representations of 53.24%, 5) Indicators develop necessary terms and conditions sufficient for a concept of 64.81 %, 6) Indicators using , utilizing and selecting certain procedures or operations by 40.28%, and 7) Indicators apply concepts or algorithms in troubleshooting by 66.20_%.
K EYWORDS Pemahaman konsep, Matematika Understanding
concepts,
Mathematics
## C ORRESPONDENCE
## Nur Fitriyana
E-mail: nurfitriyana@stkippgri- lubuklinggau.ac.id
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
## PENDAHULUAN
Salah satu tujuan dari pembelajaran matemetika dari SD sampai dengan SMA atau sederajat menurut Depdiknas (Septiyana, dkk. 2016:129) diantaranya adalah “siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah”. Menurut Hartati, dkk (2017:42) “pemahaman konsep merupakan landasan sangat penting, karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika”. Hal yang sama juga menurut Murizal, dkk (2012:20) “dalam mempelajari matematika peserta didik harus memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep merupakan kebutuhan penting dalam mempelajari ilmu matematika agar dapat menyelesaikan soal-soal matematika dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pelajaran matematika yang di SMP Negeri 23 Rejang Lebong pada tanggal 23 April 2020 terkait permasalahan pemahaman konsep matematika siswa, didapatkan informasi bahwa masih terdapat siswa yang kesulitan didalam memilih serta memanfaatkan prosedur hitung dalam menyelesaikan soal hal ini dikarenakan siswa masih kebanyakan menghafal cara penyelesaian soal dari guru dan terlebih lagi ketika soal tersebut berhubungan dengan materi prasyarat sebelumnya. Ditemukan juga siswa yang masih kesulitan dalam menyajikan suatu konsep ke dalam bentuk representasi matematika hal ini sering terjadi pada soal yang berbentuk soal cerita, sehingga untuk menuliskan ke dalam bentuk matematika siswa cenderung salah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitiaan dengan judul “Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Matematika Kelas VIII SMP Negeri 23 Rejang Lebong Tahun Pelajaran 2020/2021”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika di kelas VIII SMP Negeri 23 Rejang Lebong.
## METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 23 Rejang Lebong yang beralamatkan di Jalan Raya Desa IV Suku Menanti Kecamatan Sindang Dataran. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus s/d 10 September 2020.
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Arifin (Lusiana, dkk, 2018;61) "penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulatif". Metode deskriptif merupakan metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 23 Rejang Lebong dan subjek penelitian akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan kemampuan kognitif yang dimiliknya yaitu kemampuan kognitif tingkat tinggi, sedang, dan rendah.
Prosedur penelitian kualitatif mendasarkan pada logika berpikir induktif sehingga perencanaannya bersifat sangat fleksibel. Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen berupa soal tes uraian dengan mengikuti pedoman penskoran pemahaman konsep. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan observasi yang digunakan untuk melihat dan mencatat secara langsung kemampuan pemahaman konsep siswa pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dengan tujuan untuk lebih dalam mendiagnosis kemampuan pemahaman konsep matematika. Untuk mengetahui secara lanjut kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, maka dilakukan wawancara kepada beberapa subjek penelitian.
Data dalam penelitian ini bersifat data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata bukan dalam bentuk angka atau data yang berupa gambar yang didapatkan dari hasil pemotretan atau rekaman vidoe. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil tes kemampuan pemahaman konsep, naskah wawancara dengan subjek penelitian dan catatan hasil observasi pada dokumen tes diagnosis kemampuan pemahaman konsep. Dan sumber data dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data internal dan data eksternal.
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data-data penelitian dari sumber data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan cara triangulasi. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara triangulasi teknik.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Menurut Siyoto dan Sodik (2015:124) secara umum metode analisis data meliputi reduksi, display data, dan kesimpulan atau verifikasi data. Uji
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
keabsahan data dalam penelitian ini meliputi uji kredibilitas, uji transferabilitas, uji dependabilitas, dan uji konfirmabilitas.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Dari hasil tes pemahaman konsep yang peneliti lakukan, peneliti dapat menggolongkan subjek penelitan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah sesuai dengan tabel berikut:
No Kategori Rentang Skor Jumlah Subjek 1 Tinggi 70 100 5 2 Sedang 30 70 18 3 Rendah 0 30 4
Interprestasi kemampuan pemahaman konsep siswa yang didapat dalam penelitian disajikan pada tabel berikut:
No Kriteria Rentang Skor Jumlah Subjek 1 Sangat baik 85,00 – 100 2 2 Baik 70,00 – 84,99 6 3 Cukup 55,00 – 69,99 9 4 Rendah 40,00 – 54,99 5 5 Sangat rendah 0,00 – 39,99 5
Indikator menyatakan ulang sebuah konsep, didapatkan hasil bahwa siswa yang berkemampuan tinggi mampu menyatakan ulang sebuah konsep sebanyak 4 siswa. Siswa dengan kemampuan sedang mampu menyatakan ulang sebanyak 12 siswa. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah tidak ada yang mampu menyatakan ulang sebuah konsep.
Indikator memberikan contoh dan bukan contoh, didapatkan hasil bahwa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mampu memberikan contoh dan bukan contoh sebanyak 5 siswa. Siswa dengan kemampuan sedang mampu memberikan contoh dan bukan contoh sebanyak 14 siswa. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah yang mampu memberikan contoh dan bukan contoh sebanyak 2 siswa.
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
Indikator mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, didapatkan hasil bahwa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mampu mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya sebanyak 5 siswa. Siswa berkemampuan sedang mampu mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya sebanyak 5 siswa. Sedangkan siswa berkemampuan rendah belum mampu mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
Indikator menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis, didapatkan hasil bahwa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mampu menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis walaupun belum tepat sebanyak 3 siswa. Siswa dengan kemampuan sedang mampu menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis walaupun belum tepat sebanyak 9 siswa. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah tidak ada yang mampu menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis.
Indikator mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup, didapatkan hasil bahwa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mampu mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup sebanyak 5 siswa. Siswa dengan kemampuan sedang mampu mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup sebanyak 11 siswa. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah tidak ada satupun yang mampu mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup.
Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, didapatkan hasil bahwa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mampu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu sebanyak 2 siswa. Siswa dengan kemampuan sedang mampu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu sebanyak 2 siswa. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah tidak ada yang mampu menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
Indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah, didapatkan hasil bahwa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah sebanyak 2 siswa. Siswa dengan kemampuan sedang mampu mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah sebanyak 3 siswa. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah tidak ada yang mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
## Pembahasan
Deskripsi kemampuan pemahaman konsep matematika siswa SMP Negeri 23 Rejang Lebong dari hasil tes diagnosis kemampuan pemahaman konsep dan hasil wawancara pada tiap-tiap indikator kemampuan pemahaman konsep dideskripsikan sebagai berikut:
Indikator menyatakan ulang sebuah konsep merupakan kemampuan siswa dalam menyatakan konsep yang telah dipelajari ke dalam bentuk yang lain yang dapat siswa pahami sendiri. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat ketercapaian indikator menyatakan ulang sebuah konsep matematika siswa kelas VIII-1 dalam kategori cukup yaitu 61,11%. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 16 siswa dengan persentase ketercapaian 100 %, 1 siswa dengan persentase ketercapaian 50 %, dan 10 siswa dengan ketercapaian 0 %.
Indikator memberikan contoh dan bukan contoh merupakan kemampuan siswa dalam membuat suatu contoh ataupun bukan contoh sesuai dengan konsep yang dipelajari. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat ketercapaian indikator memberikan contoh dan bukan contoh siswa kelas VIII-1 dalam katagori baik yaitu 80,56 %. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 21 siswa dengan persentase ketercapaian 100 %, 1 siswa dengan persentase ketercapaian 75 _ %, dan 5 siswa dengan ketercapaian 0 %.
Indikator mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya merupakan kemampuan siswa dalam menggolongkan objek-objek ke dalam suatu kelompok konsep secara keseluruhan. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat ketercapaian mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep siswa kelas VIII-1 dalam katagori rendah yaitu 40,74 %. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 10 siswa dengan persentase ketercapaian 100 %, 1 siswa dengan persentase ketercapaian 75 %, 1 siswa dengan ketercapaian 25 %, dan 15 siswa dengan persentase ketercapaian 0%.
Indikator menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam menuangkan konsep matematika secara sistematis dalam bentuk tabel, grafik, dan lainnya. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis siswa kelas VIII-1 dalam katagori rendah yaitu 53,24 %. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 3 siswa dengan persentase ketercapaian 87,5 %, 3 siswa dengan persentase ketercapaian 75 %, 6 siswa dengan ketercapaian 62,5 %, 7 siswa dengan persentase ketercapaian 50 %, 5 siswa dengan persentase ketercapaian 37,5%, 1 siswa dengan persentase ketercapaian 25%, dan 1 siswa dengan persentase ketercapaian 12,5 %.
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
Indikator mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep merupakan kemampuan siswa dalam mengkaji suatu konsep dilihat dari sudut pandang konsep tersebut telah terpenuhi atapun telah tercukupi untuk dikatakan sebagai konsep. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep siswa kelas VIII-1 dalam katagori cukup yaitu 64,81 %. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 16 siswa dengan persentase ketercapaian 100 %, 2 siswa dengan persentase ketercapaian 75 %, dan 9 siswa dengan persentase ketercapaian 0 _ %.
Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur operasi tertentu merupakan kemampuan siswa dalam mengenali prosedur atau sejumlah langkah-langkah dari suatu permasalahan yang diberikan yang didalamnya terdapat proses perhitungan yang benar. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep siswa kelas VIII-1 dalam katagori rendah yaitu 40,28 _ %. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 4 siswa dengan persentase ketercapaian 100 %, 3 siswa dengan persentase ketercapaian 62,5 %, 7 siswa dengan persentase ketercapaian 50 %, 3 siswa dengan persentase ketercapaian 25 %, 6 siswa dengan persentase ketercapaian 12,5 %, dan 4 siswa dengan persentase ketercapaian 0 %.
Indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah merupakan kemampuan siswa dalam menggunakan suatu konsep yang telah diketahuinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dari soal yang diberikan, secara garis besar tingkat ketercapaian indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah siswa kelas VIII-1 dalam katagori cukup yaitu 66,20 %. Adapun rincian dari ketercapaian tersebut adalah 5 siswa dengan persentase ketercapaian 100 %, 2 siswa dengan persentase ketercapaian 87,5 %, 5 siswa dengan ketercapaian 75 %, 5 siswa dengan persentase ketercapaian 62,5 %, 5 siswa dengan persentase ketercapaian 50 %, dan 4 siswa dengan persentase ketercapaian 37,5 %, dan 1 siswa dengan persentase ketercapaian 25%.
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VIII-1 SMP Negeri 23 Rejang Lebong, peneliti menyimpulkan bahwa:
Dari hasil tes diagnosis kemampuan pemahaman konsep dapat diketahui bahwa subjek dengan kemampuan tinggi sebanyak 5 siswa dengan persentase 18,52 %, subjek dengan kemampuan sedang sebanyak 18 siswa dengan persentase 66,67 %, dan subjek dengan kemampuan rendah sebanyak 4 siswa dengan persentase 14,81 %.
Sedangkan persentase ketercapaian setiap indikator kemampuan pemahaman konsep siswa secara keseluruhan terletak pada kriteria cukup sebesar 56,67%. Dengan rincian tiap-tiap indikator pemahaman konsep sebagai berikut: 1) Indikator menyatakan ulang sebuah konsep sebesar 61,11 _ %, 2) Indikator memberikan contoh dan bukan contoh sebesar 80,56 _ %, 3) Indikator mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya sebesar 40,74 %, 4) Indikator menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis sebesar 53,24%, 5) Indikator mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep sebesar 64,81 %, 6) Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu sebesar 40,28 %, dan 7) Indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah sebesar 66,20 _ %.
## DAFTAR RUJUKAN
Andar dan Ikman. 2016. Deskripsi Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Ujian Semester Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Kediri. Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 4(2), 15-28
Fatqurhohman. 2016. Pemahaman Konsep Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Datar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika. 4(2), 127-133
Hartati, dkk. 2017. Pengaruh Kemampuan Pemahaman Konsep, Kemampuan Komunikasi, dan Koneksi Matematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah.
Hasratuddin. 2014. Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang Berbasis Karakter. Jurnal Didaktik. 1(2), 30-42
Lusiana, Restu, dkk. 2018. Analisis Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII Berdasarkan Taksonomi Bloom Ditinjau dari Kemampuan Kognitif. JEMS Jurnal Edukasi Matematika dan Sains. 6(2), 60-69
Available online at : https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JMSE
Journal of Mathematics Science and Education
| ISSN (Print) 2623-2375 | ISSN (Online) 2623-2383 | DOI : https://doi.org/10.31540/jmse.v3i1.1037 Penerbit : LP4MK STKIP PGRI Lubuklinggau
Murizal, Angga, dkk. 2012. Pemahaman Konsep Matematis Model Pembelajaran Quantum Theaching. Jurnal Pendidikan Matematika. 1(1), 19-23
Raharjo, Jajo F. dan Herri Sulaiman. 2017. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Diskrit Dan Pembentukan Karakter Konstruktivis Mahasiswa Melalui Pengembangan Bahan Ajar Berbantuan Aplikasi Education Edmodo Bermodelkan Progresif Pace. Jurnal Teori dan Riset Matematika Teorema. 2(1), 47-62
Sari, Eka F.P. 2017. Pengaruh Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Mahasiswa Melalui Metode Pembelajaran Learning Starts With A Question Method. Jurnal Mosharafa. 6(1), 25- 34
Septiyana, Wieka, dkk. 2016. Model Pembelajaran Matematika Knisley untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konseptual Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran Matematika . 9 (1), 128-137
Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta; Literasi Media Publishing
Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif daan Efektif. Jakarta; Bumi Aksara
Virgana. 2016. STAD Problem Solving Minat dan Pemahaman Konsep. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan. 3(3), 297-308
Zuliana, Eka. 2017. Penerapan Inquiry Based Learning Berbantuan Peraga Manipulatif dalam Meningkatan Pemahaman Konsep Matematika pada Materi Geometri Mahasiswa PGSD Universitas Muria Kudus. Jurnal Pendidikan. 8(1), 35-43
|
4ca95b0d-dd6f-4b81-a21f-8199d788fc13 | https://jurnal.iaih.ac.id/index.php/inovatif/article/download/111/83 |
## PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN INKLUSI DI SDN BETET 1 KEDIRI
Husnul Khotimah 1 [email protected]
## Abstract
This study aims to reveal the problems that arise when the implementasion of learning in inclusive school take place. Data collection techniques were conducted by interview, documentation, and field observation. Data analysis techniques using analysis of qualitative data verifikatif, that is knowing the hidden meaning behind phenomenon in research location. The result showed that there are four kinds of problem that exist, namely difficulties in modifying curriculum, lack of competence of teachers and students, lack of facilities and infrastructure that support learning and lack of support from parents and community. The solution offered is to increase the number of educators in accordance with the needs of schools and often provide training to them so as to improve the ability to guide students, make relationship with Universities Pshycology Student, establish good relationship between the school and the commitee with the aim to create a good collaboration in realizing the goal of learning the maximum.
Key Words: Problematic, Learning Proccess, Inclussion School
## Pendahuluan
UUD RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang peserta didik pada pasal 12 ayat 1 poin 8 menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya 2 karena pendidikan adalah hak setiap warga negara untuk mendapatkannya tanpa terkecuali. Dalam Sisdiknas itupun didorong adanya upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik tanpa kecuali, karena pendidikan merupakan human capital investor (investasi sumber daya manusia). 3 Namun masih ada beberapa golongan yang terkadang termarjinalkan, seperti Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK bukanlah gejala gejala penyakit yang menular, melainkan merupakan kumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatar belakangi oleh berbagai faktor unik yang saling berkaitan
1 Dosen IAIN Kediri
2 Undang-undang Nomor 10 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, 10
3 Abd. Kadir, Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Indonesia, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomer 1, Mei 2015.
satu sama lain. 4 Atau dengan kata lain, ABK adalah seseorang yang berbeda dari rata-rata umumnya, disebabkan ada permasalahan dalam kemampuan berfikir, penglihatan, pendengaran, sosialisasi dan gerak. 5 Pada dasarnya, kondisi ABK tidak selalu identik dengan “kekurangan” di bagian fisik (seperti tuna netra, tuna rungu, dsb), tetapi terkadang ada pada sisi mentalnya (seperti disleksia/kesulitan membaca dan menulis, hiperaktif, dsb), bahkan ada yang memiliki “kelebihan” dibandingkan anak normal lainnya (seperti terlalu cerdas dalam memahami pelajaran). Sebenarnya Pemerintah sudah memberikan layanan fasilitas pendidikan kepada mereka yakni Sekolah Luar Biasa, yang bisa dimanfaatkan untuk sarana pendidikan. Namun, seiring berjalannya waktu, kita tidak menyadari bahwa keberadaan Sekolah Luar Biasa (SLB) ini memunculkan tembok eksklusifisme antara anak normal dengan ABK. Mereka tidak saling berinteraksi satu sama lain, ditambah dengan stigma negatif dari masyarakat sekitar. Hal ini akan menambah beban ABK dari segi mental/kejiwaannya.
Berawal dari problematika inilah akhirnya muncul konsep Sekolah Inklusi (merupakan penyatuan bagi anak-anak berkelainan/cacat ke dalam program-program sekolah). 6 Sekolah Inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah reguler (SD, SMP, SMU dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya. 7 Hal ini didasarkan pada kesepakatan Internasional, yakni Convensional on the Right of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007, pasal 24 menyatakan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. 8 Selain itu, salah satu tujuan diadakannya pendidikan inklusi adalah untuk mengatasi keterbatasan jumlah SLB dan SDLB yang telah ada (karena SLB dan SDLB yang ada hanya bisa
4 Endro Wahyuno, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusif Tingkat Sekolah Dasar, Jurnal Sekolah Dasar , tahun 23 nomor 1 Mei 2014, 77-84
5 Effendi, Pengantar Psikopaedagogik Anak Berkelainan , (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 37
6 David J. Smith, Sekolah Inklusif, Konsep dan Penerapan Pembelajaran , terjemahan Enrica Dennis, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), 45
7 Lay Kekeh Marthan, Manajemen Pendidikan Inklusif, (Jakarta: Depdiknas, 2007), 145
8 Terdapat juga dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat istimewa.
menampung 1% dari ABK usia sekolah), serta untuk mempercepat pencapaian program wajib belajar pendidikan dasar bagi ABK di Indonesia. 9 Untuk mewujudkan semua itu, maka sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa kecuali ada perbedaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat. 10 Sehingga prinsip Education for All bisa benar-benar diterapkan di semua aspek masyarakat.
SDN Betet 1 Kota Kediri, sebagai Sekolah Dasar Negeri yang memiliki siswa berkebutuhan khusus sebanyak 69 siswa. 11 Sekolah yang “dianggap” sukses dalam menyelenggarakan layanan pendidikan inklusi ini, didukung oleh keberadaan 35 orang guru (termasuk 12 tenaga sukarelawan didalamnya). 12 Di awal keberadaannya, Sekolah ini menggunakan pola pembelajaran full inclusion , dimana ABK dengan berbagai macam ketunaannya berada dalam satu kelas yang se-level dengan siswa reguler dan menerima kualitas materi yang sama. Kondisi ini masih memunculkan banyak problematika, mengingat kondisi rata-rata intelegensia dari ABK berada dibawah rata-rata, sedangkan pembelajaran di kelas lebih condong pada kemampuan kognitif.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian tentang problematika yang muncul ketika pembelajaran di Sekolah Inklusi berlangsung, sangat dibutuhkan. Dan diharapkan agar segera mendapatkan solusi sehingga konsep pembelajaran inklusi bisa dilaksanakan dengan maksimal.
## Metode
Metode adalah keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah. 13 Sedangkan metode penelitian adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir. 14 Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni penelitian yang pada
9 Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik , Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan , Vol. 16, Edisi Khusus 1 Juni 2010, 22
10 Alfian, Pendidikan Inklusif di Indonesia, Jurnal Edu-Bio , Vol.4 tahun 2013, 72
11 https://www.ucnews.id/news/Sekolah-Inklusi-SDN-Betet-1-Kota-Kediri-Terbesar-di- Jatim/560155441948681.html
12 http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/283595/sekolah_inklusi_sdn_betet_1_kota_kediri_t erbesar_di_jatim.html
13 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial , (Bandung: Unpar Press, 2009), 13
14 Sulistyo-Basuki, Metode Penelitian , (Jakarta: Penaku, 2006), 92
umumnya dirancang untuk memberikan pengalaman senyatanya dan menangkap makna sebagaimana yang tercipta di lapangan melalui interaksi langsung antara yang meneliti dan diteliti. 15
Menurut pendapat Bogdan dan Taylor dalam Moeloeng yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif menghasilkan data deskripsi berupa kata- kata atau lesan dari orang-orang dan perilaku yang akan diamati, 16 maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan proses pembelajaran di SDN Betet 1 Kota Kediri berdasarkan pengamatan yang ada.
Sedangkan proses pengumpulan data yang didasarkan pada:
1. Dokumentasi, bersumber pada data yang sudah dimiliki pihak SDN Betet 1 Kota Kediri, baik itu tulisan ataupun photo kegiatan
2. Wawancara, peneliti melakukan wawancara dengan pihak sekolah, seperti Kepala Sekolah, Guru Pendamping Khusus, Guru Kelas dan Bagian Administrasi Sekolah.
3. Observasi. Peneliti melakukan observasi di SDN Betet 1 Kota Kediri selama 2 minggu, guna mendapatkan data terkait pembelajaran yang akhirnya bisa memunculkan problematika yang di hadapi di kelas.
Setelah data terkumpul, maka di gunakan analisis data kualitatif verifikatif, yakni mengetahui makna yang tersembunyi di balik fenomena yang ada di lokasi penelitian. Para ahli mengatakan bahwa pemahaman terhadap teori bukan sesuatu yang haram, namun data tetap menjadi fokus peneliti di lapangan. Teori menjadi tidak penting namun pemahaman objek penelitian secara teoritis juga membantu peneliti untuk mengumpulkan data di lapangan. 17
Dalam penelitian ini, penulis banyak menemukan hal-hal baru yang muncul dalam pembelajaran di Sekolah Inklusi, karena peserta didik yang ada berasal dari berbagai macam karakteristik baik dari segi fisik maupun mental. Sehingga, dalam proses pembelajarannya pun berbeda dengan sekolah reguler ataupun sekolah Luar Biasa.
15 Putu Laksman Pendit, Penelitian Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: JIP.FSUI, 2003), 195
16 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 3
17 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif , (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 25
## Hasil dan Pembahasan
Model pembelajaran di sekolah reguler dan sekolah inklusi sangat berbeda, baik itu dari segi kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana serta metode pembelajaran. Hal ini didasarkan pada kondisi yang ada. Berikut adalah tabel tentang karakteristik antara sekolah reguler dan sekolah inklusi. 18
Tabel 1 Perbedaan sekolah reguler dan sekolah inklusi No Pembeda Sekolah Reguler Sekolah Inklusi 1 Hubungan Terdapat hubungan jarak dengan peserta didik. Ramah dan hangat 2 Guru Guru kelas, guru mata pelajaran Ditambah dengan Guru Pendamping Khusus (GPK) 2 Kemampuan Guru dan peserta didik memiliki kemampuan yang relatif sama Guru dan peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping 3 Pengaturan tempat duduk Sama di setiap kelas. (semua anak duduk di kursi berbaris dengan arah yang sama) Bervariasi, seperti duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran. 4 Materi belajar Buku teks, buku latihan, papan tulis Bervariasi, seperti penggunaan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa. 5 Sumber Guru membelajarkan anak tanpa menggunakan sumber belajar yang lain Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, seperti meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat kedalam kelas. 6 Evaluasi Ujian tertulis terstandarisasi Observasi, portofolio, yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu, dikumpulkan dan dinilai.
Salah satu layanan pendidikan yang melaksanakan kedua sistem diatas adalah SDN Betet 1 Kota Kediri. Sekolah ini mendapatkan amanat untuk menjadi SDN Inklusi pada tahun 2010 dengan SK Nomor 420/0901/419.42/2010 tentang Penetapan Sekolah Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki
18 Lay Kekeh Marthan, Manajemen, 151-152
Kelainan dan Memiliki Potensi dan/atau Bakat Istimewa. Sebelumnya, SDN Betet 1 ini juga merupakan sekolah reguler pada umumnya.
Berdasarkan SK diatas, maka SDN Betet 1 Kota Kediri memiliki visi “wadah generasi inklusif, berakhlak mulia, sehat, cerdas, tanggap teknologi dan berbudaya lingkungan”.
Dari data yang di peroleh penulis, SDN Betet 1 Kota Kediri memiliki jumlah ABK terbanyak, yakni 69 ABK. Berikut adalah klasifikasi siswa dengan berbagai kebutuhannya.
Tabel 2 Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SDN Betet 1 Kediri NO KEBUTUHAN KHUSUS JUMLAH ABK 1 Tuna Grahita Ringan 20 2 Tuna Grahita Sedang 12 3 Autis 3 4 Embisil 1 5 Gangguan Konsentrasi, lambat bicara 1 6 Lambat Belajar 16 7 Tuna Laras 2 8 Debil 1 9 Tuna Daksa sedang 3 10 Hiperaktif 1 11 Down Syndrome 2 12 Tuna rungu 1 Jumlah 69 ABK
Pelaksanaan pendidikan inklusi di SDN Betet 1 Kota Kediri sedikit berbeda dengan biasanya. Jika sebelumnya kita mengetahui bahwa pengertian dari sekolah inklusi adalah memberikan fasilitas pendidikan kepada ABK dan anak normal lainnya dalam satu ruang kelas berdasarkan levelnya, maka pelaksanaan yang ada di SDN Betet 1 Kota Kediri tidak seperti itu, melainkan sudah di modifikasi.
Setelah mendapatkan SK untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi pada tahun 2010, Bpk. Sutyadi selaku Kepala Sekolah melaksanakan program sekolah sesuai dengan teori yang ada. Namun beliau merasa jika ABK dan anak normal ditempatkan dalam satu kelas yang sama kurang mendapatkan hasil yang maksimal (hal ini dikarenakan kondisi intelegensia rata-rata ABK
kurang sehingga jika diharuskan untuk mengikuti standart pembelajaran anak normal maka mereka merasa kewalahan).
Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyanto 19 yang mengatakan bahwa kelas khusus merupakan salah satu sistem layanan di sekolah inklusif dengan cara memisahkan di kelas tersendiri di kelas peserta didik yang reguler. Sebagian besar pelaksanaan pembelajaran mereka di kelas tersendiri tersebut.
Sehingga pihak sekolah mengganti sistem pembelajaran dengan memisah kelas ABK dengan anak normal lainnya pada tahun 2016/2017. Pihak sekolah membagi anak berkebutuhan khusus tersebut menjadi 2 bagian, yakni kelas bawah dan kelas atas. Kelas bawah yang dimaksud adalah kelas 1, 2, dan 3, sedangkan kelas atas adalah kelas 4, 5, dan 6. Pengklasifikasian diatas didasarkan pada kemampuan menangkap pelajaran yang diberikan guru serta cara berpikir yang ada pada ABK. Hal ini dilakukan karena terkadang kemampuan ABK tidak berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya.
Sebagai contoh, R, salah satu siswa tuna ganda di SDN Betet 1 Kota Kediri, kelahiran Kediri, bulan Mei 2007, berada di kelas 4. Namun karena ada “kelebihan” dalam dirinya, maka proses pembelajaran yang di dapat oleh R ada di kelas bawah. Lain lagi dengan M, siswi tuna rungu ini berusia 12 tahun ini berada di kelas 4, namun memiliki kemampuan belajar dibawahnya. Ketika dalam proses pembelajaran, M berada di kelas atas namun masih membutuhkan instruksi yang lebih dibandingkan dengan teman-temannya dalam mengerjakan tugas sekolah.
Ada beberapa point yang membuat SDN Betet 1 Kota Kediri mempunyai nilai lebih, diantaranya adalah terobosan yang dilakukan Kepala Sekolah agar menggali potensi anak didik diluar kemampuan kognitifnya. Kita tahu bahwa, sebagian besar ABK memiliki tingkat intelegensia (IQ) dibawah rata-rata. Sehingga, jika kita memaksa mereka untuk unggul dibidang kognitif, maka akan membutuhkan usaha lebih dan lebih.
Banyak kegiatan ekstrakurikuler (kegiatan tambahan) yang sudah di wujudkan, seperti membatik, tari, menyanyi, dan sebagainya. Bakat terpendam dari siswa-siswa tersebut ditampilkan di pentas seni dan kebudayaan yang diadakan pada liburan semester. Siswa-siswa dari kelas 1 sampai kelas 6 tampil
19 Budiyanto, et.al, Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif , Jakarta: Kemendikbud, RI, 2013
dengan kreativitasnya masing-masing. Pentas seni diadakan selama 3 hari berturut turut. 20 Dengan berbagai torehan prestasi ini ternyata cukup menarik minat pihak pemerintah untuk berkunjung di SDN Betet 1 Kota Kediri, seperti kunjungan yang dilakukan oleh Ibu Walikota Kediri. Kunjungan oleh Ibu Wakil Walikota Kediri bersama anggota DPR RI Komisi II pada hari Kamis, 11 Agustus 2017. 21
Selain itu, pihak sekolah juga sering mengadakan kegiatan belajar diluar sekolah ( outbond ). Seperti kegiatan berenang di salah satu tempat wisata di Kediri, atau ketika semua siswa diajak naik kereta kelinci untuk pergi ke Ecopark Kediri. Hal ini bertujuan agar ABK memiliki rasa percaya diri bahwa mereka juga bisa melakukan apa yang anak normal lakukan dan meminimalisir stigma negatif dari masyarakat tentang mereka.
Problematika muncul ketika proses pembelajaran di kelas berlangsung, yang mana aspek kognitif siswa menjadi tolok ukur dalam keberhasilan belajar. Padahal kita tahu bahwa level kecerdasan ABK berada dibawah rata-rata dari siswa reguler. Dari penelitian kali ini, terdapat lima problematika yang di hadapi Sekolah Inklusi, yakni:
1. Tenaga Pendidik yang kurang kompeten di bidangnya
Menurut Tarmansyah, dalam bukunya, Inklusi, Pendidikan untuk Semua, menyatakan bahwa guru berperan aktif dalam proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas. Guru harus memiliki kemampuan dalam mempertimbangkan keragaman di kelasnya. 22 Tanggung jawab penuh pembelajaran terletak pada guru kelas, namun bila ada kesulitan dalam pembelajaran yang berhubungan dengan kelainan atau kecacatan siswa, maka ada Guru Pembimbing Khusus yang telah dipersiapkan sebagai guru ahli dalam bidang pendidikan khusus. 23
20 http://www.beritametro.news/kediri/sekolah-inklusi-gelar-pentas-seni-kebudayaan
21 https://kedirikota.go.id/read/Berita/2016/08/11/3/6/8114/Kunjungan%20DPR%20RI%20ke%20S ekolah%20Inklusi%20SDN%20Betet%201
22 Tarmansyah, Inklusi, Pendidikan untuk Semua , (Jakarta: Depdiknas, 2007), 150.
23 Taruri Deti Aniska, Layanan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi (SPPI) Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo, Skripsi , Universitas Negeri Yogyakarta, Juli 2016
Keberadaan Guru Pendamping Khusus di SDN Betet 1 Kota Kediri masih sangat minim. Berikut adalah data tenaga pendidik yang ada di SDN Betet 1 Kota Kediri
Tabel 3 Jumlah Tenaga Pendidik di SDN Betet 1 Kota Kediri No Tahun Ajaran PNS GTT/GPK PTT Jumlah 1 2016/2017 11 19 3 33 2 2017/2018 11 24 5 40
Jika kita membandingkan jumlah tenaga pendidik di Sekolah ini dengan SD lainnya yang rata-rata hanya sekitar 15-20 Guru, maka jumlah tenaga pendidik yang ada di SDN Betet 1 Kota Kediri sangatlah besar. Hal ini dilakukan agar kebutuhan pendampingan siswa dalam proses pembelajaran bisa maksimal. Namun, hal ini masih dirasa kurang oleh pihak sekolah, mengingat jumlah peserta didik yang semakin beragam.
Keberadaan GPK disini belum memiliki jabatan profesional yang belum memiliki payung hukum, tanpa ada batasan minimum jam mengajar yang dibebankan. 24 Sehingga pihak sekolah beberapa tenaga sukarelawan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran.
Hal ini sangat memberikan pengaruh terhadap tugas dan tanggung jawab GPK mengingat antara hak dan kewajiban yang ada masih belum jelas, sehingga juga akan berdampak pada stabilitas pembelajaran di sekolah. Selain itu, honor untuk GTT dan PTT hanya berkisar 250-450 ribu sesuai masa kerja, jauh dari kelayakan/UMR. Sedangkan honor GPK diambilkan dari iuran wali murid.
Belum adanya psikolog juga menjadi sebuah problematika di Sekolah ini. Padahal kondisi ABK sangat membutuhkan sosok psikolog dalam pendampingan belajar.
Jika kondisi tenaga pendidik tidak ada perubahan kearah yang lebih baik, maka bisa dipastikan sekolah ini juga sulit untuk maju. Mengingat keberadaan guru memegang peran penting dalam memberikan stimulus dalam proses pembelajaran. Semakin besar stimulus yang diberikan guru kepada
24 Ady Setiawan, Pelaksaan Kurikulum Modifikasi di Sekolah Inklusi (Studi Kasus di SDN 4 Krebet, Jambon, Ponorogo), (Surabaya: UNESA, 2016), 21
siswa dalam belajar, maka semakin maksimal pula hasil belajar yang didapatkan. Sesuai dengan teori behaviorisme, teori belajar yang merupakan cerminan dari gaya belajar ABK.
2. Jumlah ABK yang overload
Setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Mereka juga memiliki hak untuk belajar bersama dengan teman-teman sebayanya. 25
Dengan kondisi yang ada dalam standarisasi siswa Sekolah Inklusi adalah 4 siswa x 11 kelas = 44 siswa. Namun kenyataannya, di SDN Betet 1 Kota Kediri ada 69 siswa, karena tahun kemarin menjadi satu-satunya SDN Inklusi yang berjalan di Kota Kediri. Maka bisa dipastikan bahwa proses pembelajaran di dalam kelas tidak bisa berjalan maksimal.
Sejak ditetapkannya sebagai penyelenggara pendidikan inklusi, SDN Betet 1 Kota Kediri mengalami kemajuan yang signifikan. Dimulai dari tahun 2010 sampai sekarang, animo masyarakat akan keberadaan Sekolah Inklusi sangat besar. Hal ini terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 4 Jumlah Siswa di SDN Betet 1 Kota Kediri No Tahun Ajaran Siswa Reguler ABK Jumlah 1 2010/2011 246 24 270 2 2014/2015 286 38 324 3 2015/2016 279 63 342 4 2016/2017 269 71 340 5 2017/2018 243 69 312
Dari ke 69 ABK yang ada, pihak sekolah tidak memberikan batasan jumlah minimal IQ yang dapat masuk di SDN Betet 1 Kota Kediri. Semua pendaftar tanpa terkecuali, bisa menikmati pendidikan di sini.
Problematika lain muncul ketika calon peserta didik ternyata memiliki ketunaan yang “lebih”, yang seharusnya masuk di SLB tetapi orang tua memaksa untuk masuk di sekolah inklusi. Ditambah lagi tingkat intelegensia nya yang sangat dibawah rata-rata. Hal ini menyulitkan guru dalam memberikan materi pelajaran.
25 Suparno, Pendidikan Inklusif untuk Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan Khusus , Vol. 7 Nomor 2 Nopember 2010, 7-8
Selain itu, dibutuhkan pula sarana dan prasarana yang lebih dalam proses pembelajarannya. Teori belajar Kognitivisme yang dipelopori oleh Jean Piaget, mengatakan bahwa belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan. Jika input siswa yang ada sudah berada ‘dibawah rata-rata’ maka dibutuhkan usaha yang lebih keras lagi baik dari tenaga pendidik maupun siswa didik dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga diharapkan bisa mendapatkan hasil yang maksimal pula. 26
3. Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran
Salah satu upaya yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan mutu pembelajaran adalah dengan memanfaatkan media pendidikan baik media visual, audio maupun audio-visual. 27
Dari sarana dan prasarana yang ada, tentunya masih sangat kurang jika dibandingkan dengan kebutuhan ABK yang bermacam-macam ketunaannya. Misalkan saja, ABK dengan kondisi tuna rungu. Mereka membutuhkan Hearing Aids (Alat Bantu Dengar), seperti alat bantu dengar model-saku (dimasukkan kesaku). Atau ABK dengan kondisi Downsyndrom , yang membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih dalam belajar.
Keberadaan sarana dan prasarana yang ada memegang peran penting bagi ABK, karena mereka memang sangat tergantung dengan media ini. Contohnya saja, K, siswa tuna rungu ini selalu menggunakan hearing aids untuk mengikuti pembelajaran baik didalam kelas maupun diluar kelas. Tanpa alat tersebut, K sama sekali tidak mampu mendengar bunyi-bunyian apapun, sehingga seperti orang linglung ketika diajak bicara. Satu-satunya alat komunikasinya adalah bahasa isyarat.
Ketersediaan media ini juga mempengaruhi metode pembelajaran yang dilaksanakan guru. Seperti apa yang sudah di paparkan oleh Djamarah dan Zein bahwa proses belajar mengajar dikatakan bervariasi jika guru dapat menunjukkan perubahan pada gaya mengajar, media yang digunakan berganti- ganti dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru
26 Puspo Nugroho, Pandangan Kognitivisme dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini. Jurnal ThufulA , Vol. 3 Nomor 2 Juli-Desember 2015, 295
27 Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan , (Semarang: Rasail, 2005), 28
dan siswa-siswa. 28 Selain itu, setiap seminggu sekali, ABK mendapatkan pembelajaran ‘terapi’, yang didampingi oleh terapist, sesuai dengan ketunaan yang dimiliki. Pengklasifikasian kelas terapi ini berdasarkan tingkat kemampuan mereka dalam memahami pelajaran.
Target dari sesi ini adalah melatih ABK untuk mengoptimalkan kemampuan fisiknya sehingga tidak selalu bergantung pada orang lain. Bisa lebih mengendalikan emosinya sehingga mampu memahami orang lain
4. Pihak sekolah merasa kesulitan memodifikasi kurikulum yang ada
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang di modifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya. 29
Selain kurikulum, perangkat pembelajarannya pun juga harus di modifikasi, seperti RPP dan Silabus. 30 Hal ini sesuai dengan penjelasan Direktorat PLB yang menerangkan bahwa modifikasi dalam kurikulum hanya komponen dari Silabus, diantaranya: 1. materi, 2. indikator, 3. kegiatan pembelajaran, dan 4. media, sumber dan evaluasi pembelajaran. 31
Dari jumlah tenaga pendidik, kondisi peserta didik dan sarana prasarana yang ada, maka muncullah problematika yang terkait dengan kurikulum. Pihak sekolah merasa kesulitan memodifikasi kurikulum yang mampu meng-cover semua kebutuhan siswa di sekolah. Padahal, menurut Sharoon E. Samaldino, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa peserta didik ABK memiliki kesempatan yang cukup besar untuk belajar ketika dihadirkan situasi belajar yang terstruktur dan terencana dengan baik. 32
28 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein , Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 162
29 Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif , (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 171
30 Mahmudah, Manajemen Pembelajaran Kelas Inklusi di SDN 7 Sidokumpul Gresik, e-journal UNESA Volume 1 Nomor 1 tahun 2016, 4
31 Depdiknas, PLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif , (Jakarta:Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2007), 94
32 Sharoon E. Samaldino, dkk, Instrucional Technology & Media for Learning , (Jakarta: Kencana, 2011), 14
Sehingga untuk tahun ajaran 2016/2017 pihak sekolah memodifikasi kurikulum dengan membentuk kelas bawah dan kelas atas, yang pengklasifikasiannya didasarkan pada kemampuan masing-masing ABK.
Jika ada ABK yang dirasa mampu mengikuti pembelajaran siswa reguler, maka mereka akan mendapatkan mata pelajaran yang sama dengan beban yang sama pula dengan siswa reguler. Hanya terkadang dibutuhkan cara/metode pembelajaran yang berbeda. Misalkan saja:
Soal untuk siswa reguler : sebutkan contoh perbuatan terpuji terhadap sesama?
Soal untuk ABK : Berikut adalah contoh perbuatan terpuji terhadap sesama, diantaranya?
a. Mengolok-olok teman
b. Meletakkan permen karet di bangku teman
c. Mengambilkan pena punya teman yang terjatuh
d. Mengganggu teman yang sedang belajar.
Problematika terkait modifikasi kurikulum ini sangat riskan, karena kurikulum merupakan salah satu penentu dari keberhasilan pembelajaran. Semakin bagus penataan kurikulumnya, maka semakin besar pula prosentase keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu, ketika memodifikasi kurikulum, hendaknya mengadopsi teori belajar Contextual Teaching Learning (CTL), yakni suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya. 33
5. Kurangnya dukungan dari wali murid dan masyarakat sekitar
Wali murid, dalam hal ini adalah keluarga, memegang peran penting dalam mewujudkan kesuksesan pembelajaran anak. Seperti yang telah dikemukakan J.H. Pestolozzi (1746-1827) dalam teorinya pendidikan keluarga pada anak usia dini, mengatakan bahwa pendidikan hendaknya mengikuti sifat-sifat bawaan anak, dengan cara membimbing anak secara
33 Depdiknas, Model Pembelajaran Kontekstual 2 , (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2007)18
perlahan-lahan, dan memberikan kesempatan anak untuk berbuat dan melakukan sesuatu yang bermula dari sense impression menuju ide-ide abstrak. 34 Sehingga lingkungan rumah tangga dianggap sebagai pusat kegiatan bagi para ibu untuk mendidik anak dan ibu adalah orang yang mendorong anaknya untuk belajar sejak awal hidup mereka. 35
Berdasarkan teori diatas maka jelas bahwa siswa, khususnya ABK membutuhkan dukungan yang penuh dari orang tua dan lingkungannya. Namun, kenyataan yang ada rata-rata ABK berasal dari keluarga yang mampu dari segi ekonomi. Kedua orang tua mereka berkarier di luar rumah, sehingga terkadang mereka diasuh oleh nenek kakeknya, atau pembantu yang ada di rumah. Intensitas untuk berinteraksi dengan orang tua kurang, hanya di malam hari, ketika rasa lelah itu muncul, dan juga di akhir pekan.
Banyak orang tua ABK yang menganggap bahwa tanggung jawab pendidikan anak mereka hanya pada Guru di sekolah. (tidak hanya orang tua ABK, tetapi orang tua pada umumnya, pen). Padahal, proses pembelajaran akan mendapatkan hasil maksimal ketika orang tua ikut serta membantu dalam pembelajaran.
Misalkan saja, pembelajaran tentang sholat. Di sekolah anak di wajibkan untuk sholat dhuha dan dhuhur berjama’ah di Musholla. Alangkah lebih baiknya jika di rumah, orang tua juga membiasakan mengajak anak sholat berjama’ah. Atau dalam pelajaran matematika. Orang tua hendaknya ikut membuka buku sang anak, sampai mana materi yang dipelajari, diulangi lagi. Sehingga, ABK merasa diperhatikan oleh keluarga yang merupakan bentuk dukungan mental dan penghargaan atas diri anak.
Pembiasaan yang dilakukan orang tua ini sangat membantu para guru dalam melakukan proses pembelajaran. Ivan Pavlov (1849-1936) dalam teori Pembiasaan Klasikal (Classical Conditioning) mengatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang harus diamati, bukan dengan
34 M. Syahran Jaelani, Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan Islam NADWA , Vol. 8 Nomor 2 Oktober 2014, 6
35 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah , (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 5-6
proses mental, atau segala sesuatu yang kita lakukan dan dapat dilihat secara langsung. 36
Seorang anak yang sejak kecil sudah di biasakan melaksanakan sholat lima waktu, maka ketika dia tidak menjalankannya, akan merasa ada yang kurang dalam dirinya. Atau ketika orang tua membiasakan setiap setelah sholat maghrib langsung membaca Al-Qur’an, maka setelah pembiasaan itu terulang terus menerus, maka tanpa diperintah pun, anak akan melakukannya.
Sebaliknya, anak yang tidak pernah diajari mengaji, ketika diminta mengaji, maka akan terlihat kecanggungan yang ada dalam dirinya. Atau bisa juga terlihat dari lafal bacaannya.
Dari problematika proses pembelajaran yang sudah dipaparkan diawal, ada beberapa solusi yang sudah di jalankan oleh pihak sekolah namun masih belum maksimal adalah sebagai berikut:
1. Menambah kompetensi tenaga pendidik, yakni dengan mengirimkan beberapa guru untuk “sekolah” di SLB di sekitar Kediri selama 2 minggu. Tugas yang di bebankan adalah melakukan observasi terhadap kelas yang ditempatinya dengan harapan setelah masa observasi selesai, mereka mampu mengadopsi sistem pembelajaran yang ada, baik itu kurikulum yang diterapkan, materi pembelajaran yang menjadi standart ABK, metode pembelajaran yang cocok untuk ABK, serta bisa mengetahui cara memperlakukan ABK yang benar itu bagaimana.
2. Menambah kuantitas tenaga pendidik. Pihak sekolah menerima Guru Sukwan untuk membantu proses pembelajaran di sekolah. Walaupun sebenarnya pihak pemerintah tidak mengizinkannya. Keputusan ini diambil dengan alasan agar ABK mendapatkan perhatian yang lebih sehingga bisa mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Gaji Guru Sukwan di ambilkan dari dana sumbangan dari wali murid. Besaran sumbangan ini tidak ditentukan nominalnya. Pihak sekolah memungut biaya sumbangan minimal Rp. 60.000, setiap bulan untuk wali murid dari ABK. Jika wali murid menginginkan fasilitas lebih (yakni 1 murid dengan 1 Guru Pendamping
36 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan , (Jakarta: Kencana, 2008), cet ke-2, 267
Khusus (GPK), maka bisa memberikan sumbangan Rp. 350.000,-). Selebihnya wali murid bebas memberikan sumbangan pendidikan berapapun.
3. Menjalin hubungan yang baik dengan wali murid sebagai komite sekolah.
Dengan memiliki peserta didik yang berlatar belakang jauh berbeda, maka pihak sekolah berusaha mencari “kelebihan” yang dimiliki oleh ABK khususnya. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar ABK memiliki intelegensia yang kurang, maka mereka juga tidak akan maksimal jika harus dipaksa “pintar” di bidang akademik. Berdasarkan hal inilah, pihak sekolah berusaha mencari “sisi lain” dari mereka. Kegiatan yang dilaksanakan diluar sekolah sering dilakukan. Seperti mengajak anak-anak naik kereta kelinci untuk pergi berenang di kolam renang sekitar Kota Kediri, melaksanakan kegiatan outbound di tempat wisata sederhana, atau kegiatan ekstrakulikuler yang dilaksanakan di sekolah, misalnya menari, menyanyi, ataupun olahraga. Seperti ketika ada kunjungan dari Pemerintah Kota Kediri, pihak sekolah menampilkan kegiatan pentas seni yang sangat meriah. Pengisi acara berasal dari ABK. Tak jarang juga melibatkan wali murid dalam kegiatan sekolah, dengan harapan mereka bisa mengetahui dan merasakan aktifitas yang dilakukan anaknya. (sebagian wali murid ABK menunggui anaknya ketika pembelajaran berlangsung).
4. Menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang memiliki SDM di bidang Psikologi. Pada bulan Januari 2018, ada sejumlah mahasiswa Psikologi melakukan kegiatan “magang” di SDN Betet 1 Kota Kediri. Mereka berada di sekolah ini selama 2 minggu untuk menerapkan ilmu yang sudah di pelajari ketika kuliah. Selain melakukan observasi terhadap anak didik, mahasiswa juga berbagi ilmu dengan para guru, terkait kejiwaan ABK. Pihak sekolah berharap agar kerjasama ini terus berkelanjutan dan nantinya ada Sarjana Psikologi yang mengabdi di SDN Betet 1 Kota Kediri.
5. Mengajukan proposal kepada Pemerintah agar memberikan perhatian yang lebih kepada sekolah inklusi, terkait dengan masalah pembiayaan. Pihak SDN Betet 1 Kota Kediri berharap agar memiliki sarana dan prasarana layanan pendidikan inklusi yang maksimal. Seperti alat terapi dari setiap ketunaan yang ada. Untuk harapan jangka panjangnya, ada alokasi dana yang
digunakan untuk mendirikan gedung sekolah secara berjenjang, yakni SD, SMP dan SMA Inklusi. Sehingga, ketika ABK itu sudah lulus dari SDN Betet 1 Kota Kediri, perkembangannya masih bisa dipantau, tidak terputus begitu saja.
Sedangkan sejuta harapan masih terus digantungkan dari pihak sekolah khususnya kepala sekolah agar sekolah inklusi tidak hanya dipandang sebelah mata, melainkan mendapatkan perhatian lebih, baik itu dari lingkungan sekitar maupun dari pemerintah setempat, diantaranya sebagai berikut :
1. Mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, baik itu daerah maupun pusat. Dukungan tersebut bisa berupa
a. Pemberian tenaga pendidik (Guru Pendamping Khusus, Therapist, dan Psikolog). Ketiga point tersebut memegang peran penting dalam proses pembelajaran ABK. Ditambah dengan penganggaran honorarium, minimal sesuai dengan UMR.
b. Pengadaan sarana dan prasarana (ruang kelas/terapi), media pembelajaran, dan buku memadai juga.
c. Pengangkatan GTT, GPK, PTT yang sudah mengabdi di Sekolah Inklusi
d. Memberikan pelatihan/diklat bagi guru-guru di sekolah inklusi.
2. Walaupun sudah mendapatkan dana BOS dari pemerintah, namun kebutuhan sekolah inklusi lebih besar dibandingkan sekolah reguler, sehingga pihak sekolah mengharapkan bisa mendapatkan dukungan penuh dari segi pembiayaan, sehingga tidak perlu meminta sumbangan dari wali murid untuk menunjang berbagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Karena peneliti sempat mendengar keluhan dari pihak wali murid tentang seringkalinya mereka dimintai sumbangan untuk kegiatan sekolah, padahal sudah ada dana BOS, yang memang sudah dialokasikan untuk pendidikan masa sekarang. Jadi “sekolah gratis” benar-benar bisa dirasakan oleh ABK.
3. Dengan adanya kegiatan yang dilaksanakan diluar sekolah, tidak muncul lagi stigma negatif dari masyarakat tentang ABK. Mereka layaknya anak normal lainnya, yang memiliki kekurangan dan kelebihan yang sama. Hanya, kekurangan mereka lebih “tampak” dibandingkan kelebihannya. Mereka
membutuhkan dukungan psikologis yang jauh lebih besar sehingga mereka mendapatkan perlakuan dan posisi yang layak di lingkungan masyarakat.
## Kesimpulan
Sekolah Inklusi merupakan layanan pendidikan yang merupakan solusi atas munculnya stigma negatif terhadap diri ABK, yang dipandang remeh oleh masyarakat sekitar atas apa yang ada pada diri mereka, seringkali ‘dinomorduakan’ di beberapa kesempatan dan anggapan bahwa masa depan yang dimiliki tidak secerah anak normal lainnya.
Di sekolah inklusi ini, ABK mendapatkan porsi pendidikan yang sama dengan anak reguler lainnya. Yang membedakan hanyalah cara penyampaian materi yang harus disesuaikan dengan ketunaan yang dimiliki. Namun, problematika muncul ketika mereka harus menjalaninya didalam satu tempat dan waktu. Misalnya: tidak ada batasan standarisasi tingkat IQ peserta didik yang masuk di Sekolah ini, pihak sekolah merasa kesulitan memodifikasi kurikulum yang ada, dan lain sebagainya.
Pihak sekolah sudah memberikan memberikan solusi terhadap problematika yang ada walaupun hasilnya belum maksimal, seperti: menjalin kerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi yang memiliki SDM bidang Psikologi, yang bisa membantu tenaga pendidik dalam mendampingi ABK belajar.
Selain solusi diatas, pihak sekolah juga masih mengharapkan agar bisa mendapat perhatian lebih dari semua pihak sehingga prinsip “ Education for All ” bisa benar-benar terwujud. Semua warga Indonesia bisa merasakan layanan pendidikan tanpa terkecuali.
## DAFTAR RUJUKAN
Abd. Kadir, Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Indonesia, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomer 1, Mei 2015.
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik , Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan , Vol. 16, Edisi Khusus 1 Juni 2010
Ady Setiawan, 2016, Pelaksanaan Kurikulum Modifikasi di Sekolah Inklusi (Studi Kasus di SDN 4 Krebet, Jambon, Ponorogo), Surabaya: UNESA.
Alfian, Pendidikan Inklusif di Indonesia, Jurnal Edu-Bio , Vol.4 tahun 2013
Budiyanto, et.al, 2013 Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif , Jakarta: Kemendikbud, RI.
Burhan Bungin, 2010, Metode Penelitian Kualitatif , Jakarta: Rajawali Press
David J. Smith, 2013, Sekolah Inklusif, Konsep dan Penerapan Pembelajaran , terjemahan Enrica Dennis, Bandung: Nuansa Cendekia.
Depdiknas, 2007, Model Pembelajaran Kontekstual 2 , Jakarta: Dirjen Dikdasmen Effendi, 2008, Pengantar Psikopaedagogik Anak Berkelainan , Jakarta: Bumi Aksara
Endro Wahyuno, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusif Tingkat Sekolah Dasar, Jurnal Sekolah Dasar , tahun 23 nomor 1 Mei 2014
Fatah Syukur, 2005, Teknologi Pendidikan , Semarang: Rasail.
http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/283595/sekolah_inklusi_sdn_betet_1
_kota_kediri_terbesar_di_jatim.html
http://www.beritametro.news/kediri/sekolah-inklusi-gelar-pentas-seni-kebudayaan https://kedirikota.go.id/read/Berita/2016/08/11/3/6/8114/Kunjungan%20DPR%20 RI%20ke%20Sekolah%20Inklusi%20SDN%20Betet%201 https://www.ucnews.id/news/Sekolah-Inklusi-SDN-Betet-1-Kota-Kediri- Terbesar-di-Jatim/560155441948681.html
John W. Santrock, 2008, Psikologi Pendidikan , Jakarta: Kencana, cet ke-2,
Lay Kekeh Marthan, 2007, Manajemen Pendidikan Inklusif, Jakarta: Depdiknas Lexy J. Moeloeng, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
M. Syahran Jaelani, Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan Islam NADWA , Vol. 8 Nomor 2 Oktober 2014
Mahmudah, Manajemen Pembelajaran Kelas Inklusi di SDN 7 Sidokumpul
Gresik, e-journal UNESA Volume 1 Nomor 1 tahun 2016
Muhammad Takdir Ilahi, 2013, Pendidikan Inklusif , Jakarta: Ar-Ruzz Media
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat istimewa.
Puspo Nugroho, Pandangan Kognitivisme dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini. Jurnal ThufulA , Vol. 3 Nomor 2 Juli-Desember 2015
Putu Laksman Pendit, 2003, Penelitian Ilmu Perpustakaan, Jakarta: JIP.FSUI Sharoon E. Samaldino, dkk, 2011, Instrucional Technology & Media for Learning , Jakarta: Kencana
Soemiarti Patmonodewo, 2003, Pendidikan Anak Prasekolah , Jakarta: Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, 2010, Strategi Belajar Mengajar , Jakarta: Rineka Cipta
Sulistyo-Basuki, 2006, Metode Penelitian , Jakarta: Penaku
Suparno, Pendidikan Inklusif untuk Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan Khusus ,
Vol. 7 Nomor 2 Nopember 2010
Tarmansyah, 2007, Inklusi, Pendidikan untuk Semua , Jakarta: Depdiknas.
Taruri Deti Aniska, Layanan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi (SPPI) Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo, Skripsi , Universitas Negeri Yogyakarta, Juli 2016 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial ,
Bandung: Unpar Press
Undang-undang Nomor 10 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
|
abbef9d3-84ec-4088-a004-c5c0ab801a6f | https://journal.lembagakita.org/jemsi/article/download/2261/1636 |
## Pengaruh Kepemimpinan Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung
Siti Noer Indriani Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Teknologi Digital, Jalan Cibogo Indah III Kota Bandung [email protected]
Article’s History :
Received 14 December 2023; Received in revised form 18 December 2023; Accepted 1 January 2024; Published 1 April 2024. All rights reserved to the Lembaga Otonom Lembaga Informasi dan Riset Indonesia (KITA INFO dan RISET).
## Suggested Citation:
Indriani, S. N. (2024). Pengaruh Kepemimpinan Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung. JEMSI (Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi). JEMSI (Jurnal Ekonomi, Manajemen, Dan Akuntansi), 10 (2). 1144-1154.
## Abstrak:
Industri perhotelan sangat kompetitif sehingga perusahaan yang bergerak di bidang ini perlu memberikan pelayanan terbaik kepada tamunya. Suatu perusahaan harus mempunyai keunggulan dan keunikan dibandingkan kompetitornya. Berikut ini adalah tujuan penelitian untuk memahami dan mengevaluasi bagaimana pengaruh kepemimpinan dan punishment terhadap hasil kerja karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung. Desain penelitian menggunakan metode kuantitatif deskriptif yaitu untuk mengetahui pengaruh antar variable yang diteliti. Menggunakan program software SmartPLS 4.0 untuk analisis data penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung secara signifikan dipengaruhi oleh variabel punishment, sedangkan variabel kepemimpinan memiliki pengaruh tetapi tidak signifikan terhadap kinerja. Kinerja karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung secara signifikan negatif karena pengaruh kepemimpinan secara parsial. Kinerja karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung secara signifikan dan positif dipengaruhi oleh punishment.
Keywords : Kepemimpinan, Punishment, dan Kinerja
## Pendahuluan
Mengingat betapa kompetitifnya sektor perhotelan, bisnis yang beroperasi di dalamnya harus memberikan layanan terbaik kepada klien mereka, terutama di tengah wabah Covid-19, sangat sedikit klien yang datang. Pada saat itu perusahaan hanya memikirkan bagaimana cara bertahan di masa pandemi. Untuk bertahan dari pandemi ini, perusahaan melakukan yang terbaik untuk semua orang. Untuk berjuang pasca pandemi, kita sangat memerlukan nilai-nilai yang diperjuangkan. Suatu perusahaan harus mempunyai keunggulan dan keunikan dibandingkan kompetitornya. Salah satunya kaunggulan dan keunikan di sdmnya sendiri.
Menurut Mangkunegara, kinerja seseorang adalah hasil dari kualitas dan jumlah pekerjaan yang mereka lakukan dalam melaksanakan kewajiban mereka. Karyawan merupakan kunci utama dalam menjalankan seluruh aktivitas hotel untuk tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu. Kinerja ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kepemimpinan dan punisment. Jika jumlah karyawan di perusahaan bisa bertambah atau berkurang karena sebab ini.
Pembukaan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung pada awal Desember 2000, yang pertama kali dijalankan sebagai unit bisnis kementerian pariwisata di bawah arahan PT Brata Jaya Utama, memungkinkannya untuk berkembang. Karang Setra Hotel & Cottages Bandung secara resmi dibuka sebagai hotel bintang 3 di Bandung pada tanggal 22 Maret 2002 dengan total karyawan saat itu sebanyak 74 orang. Karang Setra Hotel & Cottages Bandung mengharapkan kinerja tinggi dari karyawannya di segala aspek. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pegawai dapat bekerja sebaik dan semaksimal mungkin.
Tabel 1. Data Absensi Karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung Bulan Total Karyawan Karyawan Yang Terlambat > 3 Hari Disiplin Persentase Kedisiplinan Januari 74 32 42 57% Februari 74 32 42 57% Maret 82 33 49 60% April 74 31 43 58% Mei 75 33 42 56% Juni 81 29 52 64% Juli 77 36 41 53% Agustus 77 35 42 55% September 77 35 42 55% Oktober 74 37 37 50% November 74 35 39 53% November 74 35 39 53% Total 100%
Sumber: Data Karang Setra Hotel & Cottages Bandung
Dari tabel diatas, kedisiplinan pegawai mengalami peningkatan dan penurunan pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember. Karena banyaknya pegawai yang terlambat, maka tingkat kedisiplinan menurun dari 64% pegawai yang sebelumnya disiplin pada bulan Juni. Kemudian turun menjadi 53% karyawan pada bulan Juli dan November. Penegakan punishmnet di Karang Setra Hotel & Cottages Bandung dapat dikatakan tidak berhasil.
## Tinjauan Pustaka
Kinerja Tanpa kinerja yang baik dari karyawan perusahaan akan sulit bertumbuh dan berkembang. Maka kinerja dari setiap karyawan sangat dibutuhkan. Dalam KBBI kinerja diartikan sebagai sebuah pencapaian atau prestasi yang pernah dilakukan atau diperoleh seseorang. Kinerja mengacu pada kualitas dan jumlah pekerjaan yang dicapai karyawan selama periode waktu tertentu saat melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan hak mereka.
Menurut Hasibuan menyatakan bahwa kinerja seseorang adalah hasil dari suatu upaya yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas yang telah diberikan kepadanya yang dilakukan dengan waktu, kesungguhan, kecakapan, dan pengalaman. Sedangkan menurut Riani, kinerja seorang karyawan ditentukan oleh kualitas pekerjaan yang dihasilkannya dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kewajiban yang diberikan kepadanya.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan didefinisikan sebagai kemampuan mereka untuk memenuhi tujuan dan hasil yang berhubungan dengan pekerjaan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
## Kepemimpinan
Tenner dan Detro, Robin, Hasibuan, dan Umar secara umum menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh manajer untuk menanamkan keinginan kepada bawahan untuk berkolaborasi dan bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan kepemimpinan, seperti yang didefinisikan oleh Hemphill dan Coons, adalah perilaku seseorang yang memandu sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Untuk melaksanakan langkah tersebut, pemimpin menggunakan prinsip, nilai, etika, dan keahlian yang telah diberikan kepadanya untuk mengimplementasikan berbagai aspek gaya kepemimpinannya.
Menurut Noor, kepemimpinan bukan hanya tentang memimpin orang, tetapi juga memimpin melalui perubahan, menetapkan arah dengan mengembangkan visi masa depan, mengkomunikasikan visi tersebut, dan menginspirasi orang untuk mencapai tujuan organisasi. Ini tentang menyatukan orang-orang.
## Punishment
Mangkunegara menyatakan yang melanggar kebijakan dapat diancam dengan hukuman dalam upaya untuk meningkatkan kinerja mereka. Menurut argumen Shadily dan Echols, kata “ punishment " berasal dari
bahasa Inggris yang berarti hukuman, sanksi atau siksaan. Mengenai temuan Yanuar, Ahmadi dan Uhbyati mendefinisikan punishment sebagai tindakan yang disengaja untuk menyebabkan rasa sakit fisik dan spiritual kepada seseorang karena kesalahan atau pelanggaran mereka.
Berdasarkan beberapa sudut pandang yang diungkapkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hukuman adalah tindakan tidak menyenangkan yang mengambil bentuk sanksi atau hukuman yang sengaja diterapkan pada karyawan agar tidak terulang kembali.
## Metodelogi Penelitian
Desain penelitian yang dipakai adalah desain penelitian kuantitaif deskriptif dimana desain ini bisa mendeskripsikan objek yang diteliti melalui data yang telah dikumpulkan oleh sampel. Kuisioner dan wawancaradigunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk pengujian hipotesis dengan 44 sampel. Analisis data menggunakan SEM (Structural Equation Modeling) menggunakan PLS (Partial Least Square) dengan software SmartPLS 4.0.
## SEM ( Structural Equation Modeling )
Metode Partial Least Square (PLS) digunakan dalam penyelidikan ini. PLS didefinisikan model persamaan untuk Structural Equation Modeling (SEM) yang didasarkan pada komponen atau varian. Menurut Ghozali, PLS adalah strategi pengganti yang mengubah pendekatan varian dari strategi SEM berbasis kovarians. Tujuan PLS adalah untuk membantu para peneliti dalam mencapai tujuan prediksi mereka. Variabel laten didefinisikan oleh model formal sebagai kumpulan indikator linier. Berdasarkan model internal dan eksternal yang ditetapkan, estimasi bobot digunakan untuk menghasilkan komponen penilaian variabel laten. Hasilnya mewakili varians sisa dari variabel terikat ondisi model SEM-PLS harus dipenuhi agar data dapat digunakan dalam analisis PLS. Ukuran sampel, skala pengukuran, nilai yang hilang, dan bentuk distribusi data adalah beberapa fitur yang harus diperhatikan. Kuantitas pengamatan parsial (nilai yang hilang) yang terkandung dalam data peneliti harus diketahui olehnya. Selain itu, skala nominal yang memberikan identifikasi model tidak boleh digunakan ketika menilai variabel laten endogen (Haryono, 2016).
Pengujian Outer Model (Model Pengukuran)
Untuk menajamin penggunaan pengukuran maka dilakukan analisis model untuk memastikan bahwa pengukuran valid dan reliabel. Dengan PLS, uji untuk ekstrak varians rata-rata (AVE), validitas diskriminan, dan validitas konvergen digunakan untuk menilai validitas konstruk. Uji reliabilitas digunakan untuk menilai seberapa konsisten alat ukur menggunakan konsep pengukurannya. onsistensi tanggapan responden yang tidak patuh juga dapat dievaluasi menggunakan metode ini. Jika tanggapan seseorang terhadap pertanyaan konstan atau konsisten dari waktu ke waktu, maka instrumen tersebut dianggap efektif. Composite reliability yang tak tergoyahkan dan strategi cronbach’s alpha (Hartono & Willy, Concepts and Applications of PLS for Observational Inquire about, 2014). Menghubungkan variabel laten dan indikatornya ditetapkan dengan menganalisis model ini . Uji Corvergent Validity Convergent validity merupakan pengukuran menggunakan model indeks reflektif, dan evaluasinya tergantung pada seberapa baik skor item atau komponen berkorelasi dengan skor konstruk yang dihitung dengan software SmartPLS. Suatu ukuran refleksivitas dikatakan tinggi jika mempunyai korelasi sebesar 0,70 atau lebih tinggi dengan struktur yang diukur. Meskipun demikian, nilai cross loading dalam kisaran 0,5 hingga 0,60 dianggap memadai untuk penelitian yang dilakukan selama fase awal pengembangan skala pengukuran (Chin, 1998; Ghozali, 2006).
## Uji Discriminant Validity
Discriminant validity adalah pendekatan pengukuran yang menggunakan indikator refleksi dan mengevaluasinya sesuai dengan pemuatan timbal balik pengukuran dan konstruksi. Sebuah konstruk laten dikatakan memprediksi ukuran blok lebih akurat daripada yang lain jika korelasi antara item pengukuran dan satu konstruk lebih tinggi daripada konstruk lainnya. Membandingkan akar kuadrat varians rata-rata yang diekstraksi adalah metode tambahan untuk mengevaluasi validitas diskriminan (AVE). Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar dari nilai korelasi antara konstruk tersebut dengan konstruk lain dalam model, maka konstruk tersebut dikatakan mempunyai nilai validitas diskriminan yang baik. Ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas skor komponen variabel laten, dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan reliabilitas komposit. Disarankan agar nilai AVE lebih besar dari 0,50 (Fornell dan Larcker, 1981; Ghozali, 2006).
## Uji Reliabilitas
Ghozali (2015) menyatakan bahwa reliabilitas komposit dan cronbach ’s alpha adalah dua jenis skala yang dapat digunakan untuk menganalisis ukuran konstruk. Reliabilitas komposit dapat digunakan untuk mengukur nilai ketergantungan asli konstruksi di samping hal-hal lain, sesuai untuk menghitung konsistensi internal konstruk (Hartono & Willy, Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least Square) untuk Penelitian Empiris, 2014). Konstruk dianggap memiliki nilai reliabilitas yang tinggi jika ukuran ini mendekati 0,70. Cronbach's alpha adalah sarana untuk menilai keandalan melalui penguatan hasil keandalan komposit. Nilai keandalan sebuah konstruk dapat diukur dengan menggunakan cronbach's alpha untuk menemukan batas bawahnya. Skor cronbach's alpha lebih dari 0,7 menunjukkan keandalan variable.
Pengujian Inner Model (Model Struktural)
Menggambar pada teori substantif, model dalam menjelaskan bagaimana variabel laten berhubungan satu sama lain. Memeriksa model struktural dimulai dengan menentukan seberapa penting hubungan antara variabel dan konstruk. Kekuatan koneksi antara komponen ditunjukkan oleh koefisien jalur, yang memberikan bukti untuk ini. Koefisien rute, juga dikenal sebagai tanda atau arah, perlu selaras dengan teori yang diusulkan. Signifikansi ini dapat ditentukan dengan memeriksa hasil uji convergent validity yang diturunkan dari prosedur bootstrapping atau resampling (Haryono, 2016). Pentingnya koefisien parameter rute struktural serta R-square untuk konstruksi dependen, pengujian outer model dan inner model untuk variabel prediktif digunakan untuk menilai model struktural.
Uji R-squared
Dampak signifikan variabel laten tertentu yang independen dari variabel laten dependen dapat ditentukan dengan memeriksa perubahan nilai R-squared (Ghozali, 2015). Kekuatan model ditunjukkan oleh nilai R-squared masing-masing 0.75, 0.50, dan 0.25. Temuan PLS dari R-square menunjukkan seberapa banyak varians yang ada dalam konstruksi yang dijelaskan model (Ghozali, 2015).
## Uji Q-squared
Kemampuan estimasi model dan parameternya untuk menghasilkan nilai pengamatan diukur dengan Q- squared. Menurut Cin (1998) dan Ghozali (2015), sebuah model dianggap relevan secara prediktif jika nilai Q- squared lebih besar dari 0, dan tidak relevan secara prediktif jika kurang dari 0. Nilai Q-square dari 0.02, 0.15, dan 0.35 menyiratkan nilai afiliasi prediktif yang lemah, sedang, dan kuat.
## Uji Goodness of Fit (GoF)
Indeks kesesuaian keseluruhan kriteria indeks goodness of fit kadang-kadang dikenal sebagai indeks GoF, berevolusi dalam (Ghozali, 2015) oleh (Tenenhaus et al.2014). Metrik ini dikembangkan untuk menilai metrik struktural dan pengukuran prediksi model normal dasar. Nilai-nilai GoF tersebut terletak di antara 1 dan 0, dan terjemahan dari nilai-nilai ini adalah 0.1 (GoF kecil), 0.25 (GoF sedang), dan 0.36 (GoF besar (Wetzels et al., 2009) (Yamin & Kurniawan, 2011).
## Hasil Penelitian
Pengujiian Outer Model
Tiga kondisi untuk memenuhi kriteria mengevaluasi outer model menggunakan validitas konvergen, validitas diskriminan, dan teknik reliabilitas komposit dari metode analisis Partial Least Square (PLS).
Uji Covergent Validity Covergent validity dinilai antara suatu indikator dengan variabel laten menggunakan model penilaian indikator rekursif yang dievaluasi sesuai dengan penentuan program PLS tentang hubungan antara skor item dan skor konstruk. Jika nilai loading factor indikasi lebih besar dari 0,7, itu dianggap memenuhi syarat. Di sisi lain, nilai loading factor mulai dari 0,5 hingga 0,60 dianggap memadai untuk penelitian yang dilakukan selama fase awal pengembangan skala pengukuran (Chin, 1998; Ghozali, 2006). Akibatnya, > 0,5 digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji validitas konvergen untuk setiap item adalah sebagai berikut:
Jika nilai loading factor indikasi lebih besar dari 0,7, itu dianggap memenuhi syarat. Di sisi lain, nilai loading factor mulai dari 0,5 hingga 0,60 dianggap memadai untuk penelitian yang dilakukan selama fase awal pengembangan skala pengukuran (Chin, 1998; Ghozali, 2006). Akibatnya, >0,5 digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji validitas konvergen untuk setiap item adalah sebagai berikut:
Informasi tabel diatas, 19 dari 20 total item memiliki nilai loading factor lebih dari 0,5. Tabel berikut memberikan informasi lebih lanjut tentang data konstruk untuk setiap variabel:
Tabel 2 Nilai Loading Factor Sebelum Modifikasi Konstruk Kode Item Loading Factor Kepemimpinan (X1) X1.1 0.852 X1.2 0.924 X1.3 0.920 X1.4 0.931 X1.5 0.807 Punishment (X2) X2.1 0.692 X2.2 0.767 X2.3 0.758 X2.4 0.887 X2.5 0.819 Kinerja (Y) Y.1 0.670 Y.10 0.669 Y.2 0.764 Y.3 0.83 Y.4 0.436 Y.5 0.655 Y.6 0.592 Y.7 0.540 Y.8 0.585 Y.9 0.707
Sumber: Loading Factor, 2024
Berdasarkan table diatas terdapat 1 item dalam kinerja yang nilainya dibawah 0,5 yaitu Y.4, tetapi untuk memperbaiki nilai tersebut ada beberapa item yang harus dieliminasi. Berikut adalah hasil setelah dilakukan eliminasi pada beberapa item maka hasilnya ditunjukkan oleh gambar berikut:
## Gambar 1 Outer Model Sebelum Modifikasi
## Gambar 2 Outer Model Setelah Modifikasi
Sebagai hasil dari modifikasi yang digambarkan pada gambar di atas, semua item dengan nilai loading factor kurang dari 0,5 telah dihilangkan. Hasil dari mengevaluasi kembali setiap kepemimpinan, punishment, dan kinerja ditunjukkan di bawah ini:
Tabel 3 Nilai Loading Factor Sesudah Modifikasi Konstruk Kode Item Loading Factor Keterangan Kepemimpinan (X1) X1.1 0.862 Valid X1.2 0.922 Valid X1.3 0.923 Valid X1.4 0.925 Valid X1.5 0.798 Valid Punishment (X2) X2.1 0.698 Valid X2.2 0.765 Valid X2.3 0.771 Valid X2.4 0.881 Valid X2.5 0.810 Valid Kinerja (Y) Y.1 0.673 Valid Y.10 0.690 Valid Y.2 0.823 Valid Y.3 0.848 Valid Y.5 0.658 Valid Y.6 0.654 Valid Y.9 0.729 Valid Sumber: Loading Factor, 2024
Berdasarkan dari tabel diatas hasil modifikasi outer model, semua item memenuhi kriteria validitas konvergen ketika loading factor lebih dari 0,5. Disimpulkan semua variabel itu valid.
## Uji AVE
Jika ada perbedaan yang lebih besar antara korelasi dengan dua konstruk dalam model dan akar kuadrat AVE untuk setiap konstruk, model memiliki validitas diskriminan yang sangat baik. Nilai AVE dan akar kuadratnya dalam penyelidikan ini ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 4 Nilai AVE Average Variance Extracted (AVE) Kepemimpinan (X1) 0.787 Punishment (X2) 0.620 Kinerja (Y) 0.531
Sumber: Average Variance Extracted (AVE), 2024
Diketahui bahwa tabel diatas adalah hasil modifikasi dan hasil dari AVE sudah diatas 0,5 semua. Setelah adanya modifikasi Convergent validity bisa dikatakan sudah memiliki diskriminann yang baik. Pada penelitian ini AVE masing-masing konstruk sudah diatas 0,5.
## Uji Discriminant Validity
Apabila variabel dalam uji validitas diskriminan yang menggunakan cross loading memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan korelasi variabel lain, maka indikator tersebut dianggap memenuhi kriteria uji validitas diskriminan. Ini mewakili nilai masing-masing indikator.
Tabel 5 Cross Loading Item Kepemimpinan (X1) Punishment (X2) Kinerja (Y) X1.1 0.862 0.456 0.320 X1.2 0.922 0.559 0.425 X1.3 0.923 0.613 0.400 X1.4 0.925 0.511 0.224 X1.5 0.798 0.403 0.184 X2.1 0.474 0.698 0.476 X2.2 0.328 0.765 0.269 X2.3 0.401 0.771 0.357 X2.4 0.565 0.881 0.428 X2.5 0.477 0.810 0.383 Y.1 0.229 0.286 0.673 Y.10 0.202 0.339 0.690 Y.2 0.193 0.18 0.823 Y.3 0.267 0.427 0.848 Y.5 0.417 0.396 0.658 Y.6 0.293 0.462 0.654 Y.9 0.211 0.292 0.729 Sumber: Sumber: Cross Loading, 2024
Menurut tabel sebelumnya, nilai cross loading setiap item terhadap konstruknya sudah menunjukkan validitas diskriminan yang sangat baik, yang berarti bahwa indikator dalam blok konstruk berkinerja lebih baik daripada indikator di blok lain.
Uji Composite Reliability Reliabilitas komposit dari indikator blok yang digunakan untuk menguji konstruk dapat digunakan untuk menilai konstruk atau ketergantungan variabel. Tabel berikut menyajikan hasil output PLS untuk nilai keandalan komposit:
Tabel 6 Composite Realibility Composite Reliability (rho_c) Kepemimpinan (X1) 0.949 Punishment (X2) 0.890 Kinerja (Y) 0.887
Sumber: Composite Reliability, 2024
Nilai composite reliability untuk setiap konstruk lebih besar dari 0,7, seperti yang dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan batasan nilai yang diperlukan, dapat disimpulkan bahwa setiap konstruksi memiliki ketergantungan yang dapat diterima.
Uji Cronbach’s Alpha
Dalam SmartPLS, batas bawah nilai ketergantungan konstruksi ditentukan menggunakan cronbach’s alpha. Saat menguji ketergantungan konstruksi dengan peralatan penelitian, cronbach’s alpha dianggap sebagai pilihan yang lebih baik. Apa pun dengan peringkat lebih tinggi dari 0,60 dianggap dapat diandalkan.
Tabel 7 Cronbach’s Alpha Cronbach’s alpha Kepemimpinan (X1) 0.934 Punishment (X2) 0.847
Kinerja (Y) 0.849
Sumber: Cronbach’s alpha , 2024
Mengingat bahwa pengukur konstruk valid dari semua indikator, tabel di atas dengan cronbach’s alpha pada konstruk di atas 0,6 mendukung klaim ini. Menurut batas nilai yang diperlukan, dapat dikatakan bahwa semua struktur memiliki ketergantungan yang baik.
Pengujian Model Strutural ( Inner Model )
Dengan melihat hubungan antara variabel independen dan dependen di beberapa fase, model dalam membantu menganalisis pengaruh dan hubungan antara konstruk. Tahapan pengujian untuk analisis model struktural adalah sebagai berikut:
Uji Collinearity Statistics (VIF)
Jika nilai konstruk VIF kurang dari <0,30, itu dianggap baik dan positif. Nilai positif tidak ada dalam tanda terima jika VIF melebihi itu. Tabel berikut menampilkan konstruksi VIF:
Tabel 8 Collinerity Statistic (VIF) Konstruk VIF Keterangan Kepemimpinan (X1) 1.527 Tidak terjadi multikolinearitas Punishment (X2) 1.527 Tidak terjadi multikolinearitas Sumber: Collinerity Statistics (VIF), 2024
Data yang disajikan di atas menunjukkan bahwa uji statistik kolinearitas (VIF) terhadap kinerja karyawan di Karang Setra & Cottages Hotel tidak dipengaruhi secara signifikan oleh komponen apa pun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada multikoloneritas antara variabel dan konstruksi lain selama seluruh penyelidikan.
## R-Square Adjusted
Uji R-square menghasilkan temuan berikut, yang digunakan untuk menghitung hubungan antara variabel laten independen dan dependen:
Tabel 9 R-Squared Konstruk R-Square Kinerja (Y) 0.229 Sumber: R-Square , 2024
Nilai R-Square untuk variabel kinerja adalah 0,229, seperti yang dapat dilihat pada tabel terlampir. Nilai menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam model. Singkatnya, kepemimpinan dan punishment mampu menjelaskan kinerja sebesar 22% saja dan 78% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk konstruk variabel penelitian ini seperti, budaya organisasi, reward, kepuasan kerja, dan masih banyak lainnya.
## Hasil Bootstrapping
Dalam PLS, pengujian setiap hubungan bisa dilakukan dengan metode bootstrapping terhadap sampel. Melalui tes ini, isu dalam penelitian dimaksudkan untuk dikurangi. Ini adalah hasil yang dapat digunakan dengan pendekatan bootstrapping berdasarkan data yang telah dikumpulkan:
## Gambar 3 Hasil Bootstrapping
Terbukti dari gambar di atas bahwa nilai T-Statistik dan P-Nilai diperiksa untuk melakukan uji hipotesis dalam penelitian ini. Jika P-Value kurang dari 0,05 dan T-Statistic lebih dari 1,96, maka hipotesis penelitian ini dapat diterima. Hasil uji hipotesis beserta P-Value ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 10 Path Coefficients Original Sample Sample Mean Standart Deviation T Statistic P Values Kepemimpinan-Kinerja 0.126 0.125 0.177 0.712 0.476 Punishment-Kinerja 0.430 0.90 0.141 3.055 0.002 Sumber: Path Coefficients , 2024 Berdasrkan tabel siatas dapat sijelaskan bahwa : Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja
Menggunakan uji dengan T-Value 1,96 dan P-Value sebesar 0,05 (chin, 1998). Dengan skor T-Satistic 0,712 dan nilai P-Values 0,476, temuan uji konstruk kepemimpinan menunjukkan ada berdampak pada kinerja. Ada lebih dari 0,05 nilainya. Akibatnya, ada dampak tetapi tidak signifikan yang terlihat dari hipotesis penelitian terhadap produktivitas karyawan Karang Setra & Cottages Hotel.
## Pengaruh Punishment Terhadap Kinerja
Menggunakan uji dengan T-Value 1,96 dan P-Value sebesar 0,05 (chin, 1998). Kinerja dipengaruhi oleh temuan uji konstruksi hukuman, yang menampilkan nilai T-Satistic 3,055 dan nilai P-Value 0,002. Ada kurang dari nilai 0,05. Kinerja karyawan Karang Setra & Cottages Hotel dengan demikian dipengaruhi secara signifikan oleh premis penelitian ke tingkat yang agak berarti.
## Pembahasan
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah kepemimpinan memiliki dampak substansial terhadap kinerja anggota karyawan Karang Setra & Cottages Hotel. Akan menjadi lebih jelas bagaimana kinerja karyawan mempengaruhi kepemimpinan ketika seseorang pemimppin memberikan tugas kepada karyawan.
Berdasarkan P-Value 0,05 dan T-Values 1,96 yang ditemukan melalui pengujian (chin, 1998). Kinerja terpengaruh oleh hasil uji konstruk kepemimpinan, yang memiliki nilai T-Satistic 0,712 dan nilai P-Value 0,476. Hasil ini lebih besar dari 0,05 adalah nilainya. Kinerja karyawan Karang Setra & Cottages Hotel dengan demikian dipengaruhi tetapi tidak signifikan oleh premis penelitian.
T-Value 1,96 dan P-Value 0,05 digunakan dalam pengujian, menurut temuan (chin, 1998). Dengan skor T-Satistic 0,712 dan P-Value 0,476, temuan uji konstruk kepemimpinan menunjukkan bahwa kinerja itu penting tetapi tidak signifikan. Akibatnya, hipotesis penelitian ini memiliki dampak yang tidak signifikan terhadap kinerja karyawan Karang Setra & Cottages Hotel secara parsial.
Skor persentase tertinggi pada pemimpin Karang Setra Hotel & Cottages Bandung memiliki ketegasan sebanyak 175. Pemimpin Karang Setra Hotel & Cottages Bandung memiliki keberanian sebesar 166 poin, yang merupakan indikator terendah.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Yang Positif Dan Kepemimpinan Yang Mendukung Terhadap Produktivitas Sdm Dengan Dimediasi Persepsi Pegawai Yang Positif” yang diterbitkan pada tahun 2022 oleh Artayasa. Termasuk juga studi tahun 2022 oleh S.Fajar dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Yang Positif Dan Kepemimpinan Yang Mendukung Terhadap Produktivitas Sdm Dengan Dimediasi Persepsi Pegawai Yang Positif”. Temuan penelitian menunjukkan bahwa variabel kinerja secara positif dan tidak signifikan dipengaruhi oleh variabel kepemimpinan pada saat yang sama.
Pengaruh Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung Penelitian ini berusaha untuk menentukan apakah punishment memiliki dampak yang nyata pada hasil kerja karyawan Karang Setra & Cottages Hotel. Akan menjadi lebih jelas bagaimana kinerja karyawan mempengaruhi punishment yang dijatuhkan oleh perusahaan ketika seseorang melihat sanksi yang dijatuhkan kepada karyawan.
Berdasarkan P-Value 0,05 dan T-Values 1,96 yang ditemukan melalui pengujian (chin, 1998). Kinerja terpengaruh oleh hasil uji konstruk kepemimpinan, yang memiliki nilai T-Satistic 3,055 dan nilai P-Value 0,002. Tidak lebih dari 0,05 adalah nilainya. Kinerja karyawan Karang Setra & Cottages Hotel dengan demikian dipengaruhi secara signifikan oleh premis penelitian ke tingkat yang agak berarti.
Hasil uji konstruk hukuman, yang menunjukkan nilai T-Satis 3,055 dan nilai P-Satis 0,002, menunjukkan bahwa kinerja signifikan dan berpengaruh. Ada kurang dari nilai 0,05. Akibatnya, hipotesis penelitian ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja karyawan Karang Setra & Cottages Hotel secara parsial.
Skor persentase tertinggi pada variabel punishment ialah berada Karang Setra Hotel & Cottages Bandung berupaya meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi. Sedangkan skor paling rendah ialah Karang Setra Hotel & Cottages Bandung memberikan hukuman jika adanya penyimpngan, hal ini dikarenakan bahwa perusahaan memberikan hukuman denga adanya kejelasan.
Kayawan Karang Setra & Cottages Hotel berkinerja lebih baik ketika mereka menerima punishment, efek yang menguntungkan. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Reward Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Pada Toko Dua Sekawan Pusat Kota Ternate” yang diterbitkan pada tahun 2021. Termasuk juga studi pada tahun 2023 oleh Endang et al., tahun 2023 dengan judul “Pengaruh Reward, Punishment Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bank Mayapada Jakarta Barat”. Temuan penelitian menunjukkan bahwa variabel kinerja secara signifikan dan positif dipengaruhi oleh variabel hukuman pada saat yang sama.
Pengaruh Kepemimpinan Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung
Penelitian di Karang Setra Hotel & Cottages Bandung ini bertujuan untuk mengetahui apakah penegakan disiplin dan pemberian kepemimpinan sekaligus berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pekerja. Hubungan antara kinerja karyawan dan dampak bisnis menjadi lebih jelas semakin banyak efek positif dan negatif yang dimiliki perusahaan terhadap tenaga kerjanya. Dimana nilai 0,229 menunjukkan bahwa model tersebut memiliki kekurangan. Kesimpulan hanya 22% dari kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan oleh kepemimpinan dan punishmnet, dengan 78% sisanya didorong oleh faktor-faktor selain yang termasuk dalam penelitian, seperti penghargaan, budaya organisasi, dan kepuasan kerja.
## Kesimpulan
Kesimpulan berikut dapat ditarik dari temuan penelitian yang diikuti:
1. Kinerja karyawan Karang Setra Hotel & Cottages dipengaruhi oleh kepemimpinan, tetapi tidak signifikan. Menunjukkan bahwa kepemimpinan mampu meningkatkan kinerja karyawan walaupun tidak secara signifikan.
2. Efektivitas karyawan Karang Setra Hotel & Cottages Bandung dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh punishmenat. Menujukkan jika punishment diterapkan mampu meningkatkan kinerja karyawan Karang Setra Hotel & Cottages.
## Referensi
[1] Abdillah, Willy, & Hartono, J. (n.d.). Partial Least Square ( PLS ).
[2] Adamy, M., Catio, M., Supriadi, A., Ani Kusumaningsih, C., Kohar, M., Andri Priadi, M., Andi Yusniar Mendo, M., Lisda Asi SPd, M. L., Robiyati Podungge, Ms., Afriyana Amelia Nuryadin, M. H., Agus Hakri Bokingo, M., & Fiesty Utami, Ms. (2022). Manajemen Sumber Daya Manusia. In Kunststoffe International (Vol. 106, Issue 1). [3] Arikunto. (2012). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
[4] DWITA RIZKI ANNISA. (2019). pengaruh kepemimpinan, reward dan punishment terhadap KINERJA KARYAWAN BAGIAN SALES PADA PT. AGUNG TOYOTA SOEKARNO HATTA PEKANBARU. 1 – 112.
[5] Endang, Tarmizi, A., & Perkasa, D. H. (2023). Pengaruh Reward, Punishment dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja (Studi Kasus pada BankMayapada Jakarta Barat). Jurnal Ekonomi, Manajemen Dan Akuntansi, 2(3), 219 – 241.
[6] Harryono, S. (2016). Metode SEM Untuk Penelitian Manajemen dengan AMOS LISREL PLS.
[7] Iverson, B. L., & Dervan, P. B. (n.d.). STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) BERBASIS VARIAN: KONSEP DASAR DAN APLIKASI SMART PLS 3.2.8. DALAM RISET BISNIS (M. S. Abiratno, Sofa Nurdiyanti, Dra. Annis Diniati Raksanagara (ed.)). PT INKUBATOR PENULIS INDONESIA.
[8] J.H. Abdullah, Y., G. Lumintang, G., & Adolfina. (2021). Pengaruh Kepemimpinan, Reward Dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan Pada Toko Dua Sekawan Pusat Kota Ternate. Jurnal EMBA, 9(1), 1076 – 1088. [9] Jannah, B. P. dan L. miftahul. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif. In PT Rajagrafindo Persada (Vol. 3, Issue 2).
https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article /view/731%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/269%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista /index.php/ae/article/view/106
[10] Khaeruman. (2021). Meningkatkan Kinerja Sumber Daya Manusia Konsep & Studi Kasus. In Bookchapter. [11] Kristanti, D., Charviandi, A., Juliawati, P., & Dkk. (2023). Manajemen Sumber Daya Manusia. EUREKA MEDIA AKSARA.
[12] Made Dian Setiti, L., Arya Paramarta, W., Kerja, B., Kerja, S., & Karyawan, K. (2023). Beban Kerja Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan Aria Villas Seminyak Dengan Stres Kerja Sebagai Variabel Intervening Workload Influence on Employee Performance of Aria Villas Seminyak with Work Stress as a Variable Intervening. Greenomika, 05(1), 39 – 51. https://journal.unusida.ac.id/index.php/gnk%7C [13] Malhotra, N. K. (2006). Marketing riset: an applied orientation.
[14] Nasution, A. (2023). metode penelitian kuantitatif. harfacreative.com.
[15] Putu, I. G. (2020). Manajemen Sumber Daya Manusia “MSDM” Perusahaan. (UNHI) Press.
[16] Setya, D. (2022). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yayasan Prima Agus Teknik.
[17] Shinta Nia, M. (2023). PADA PT BUTON MANDIRI PERDANA Suwitho Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen, 12. http://jurnalmahasiswa.stiesia.ac.id/index.php/jirm/article/view/5242 [18] Suryana, A. (n.d.). Konsep_Dasar_Kepemimpinan_Pendidikan @ www.academia.edu. 1 – 77. https://www.academia.edu/4741924/Konsep_Dasar_Kepemimpinan_Pendidikan [19] Tiara, D. S. (2023). Pengaruh Kepemimpinan, Reward, dan Punishment Terhadap Kinerja Karyawan pada Auto 2000 By Pass Padang. Student Scientific Creativity Journal (SSCJ), 1(1), 219 – 232.
[20] Umiyati, H., Santosa, S., Novianti, R., & Dkk. (2023). Perencanaan MSDM. Widina Media Utama. {
|
a3ea7640-8a64-4130-a1b8-c76af788eb02 | https://lppm.primakara.ac.id/jurnal/index.php/smart-techno/article/download/74/45 |
## PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI INVENTORY BERBASIS WEB
(STUDI KASUS: CV. PENERBIT NILACAKRA)
Kadek Ambali Yasa 1 *, Ketut Queena Fredlina2, I Gede Juliana Eka Putra 3
123 Teknik Informatika , STMIK Primakara
Email: [email protected]
Abstrak: Sistem informasi merupakan sistem yang mengolah dan menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan di dalam suatu organisasi. Sistem informasi persediaan merupakan sistem yang digunakan untuk mengolah dan menyed iakan informasi tentang data persediaan dalam sebuah perusahaan untuk pengambilan keputusan. Sistem Informasi Persediaan Pada CV. Penerbit Nilacakra masih menggunakan proses manual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem informasi persediaan yang sedang berjalan di CV. Penerbit Nilacakra untuk mendukung kontrol dengan berbasis web. Metodologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi persedian barang ini adalah metode waterfall serta menggunakan bahasa pemrograman PHP dan MySQL.
## Kata Kunci: Sistem Informasi, Inventory, PHP, MYSQL.
Abstract: Information system is a system that processes and provides information for decision making within an organization. Inventory information system is a system used to process and provide information about inventory data in a company for decision making. Inventory Information System In CV. Nilacakra publishers still use manual processes. The purpose of this study was to develop an ongoing inventory information system at CV. Nilacakra Publisher to support web-based control. The methodology used to develop this inventory information system is the waterfall method and uses the PHP and MySQL programming languages.
## Keywords: Information System, Inventory, PHP, MYSQ
## 1. PENDAHULUAN
Teknologi informasi merupakan sarana yang sangat penting dan menunjang bagi suatu perusahaan baik negeri maupun swasta dalam skala kecil, sedang, maupun besar sehingga dengan informasi dapat diharapkan mempermudah pekerjaan dan tujuan dapat tercapai secara maksimal dalam waktu yang efektif dan efisien. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan informasi menjadi prioritas utama dalam mengelola suatu perusahaan. Berdasarkan realita tersebut, maka kebutuhan informasi pada perusahaan saat ini telah beralih menjadi kebutuhan yang utama. Oleh karena itu, Informasi yang biasanya sering didapatkan dengan cara yang manual, sudah tidak dapat digunakan lagi secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan perusahaan akan adanya informasi yang akurat dan cepat. Informasi yang dihasilkan dapat juga digunakan untuk mendukung suatu proses
pengambilan keputusan dengan cepat dan tepat sehingga instansi dapat menekan biaya, tenaga, dan waktu seefektif dan seefisien mungkin.
Hal ini pastinya tidak bisa terlepas dari suatu sistem yang sanggup memanipulasi data dengan cepat serta disimpan dan diorganisasikan semacam itu sehingga bisa secara otomatis memasukkan data, menaruh informasi, memproses informasi, serta menghasilkan keluaran yang berbentuk informasi yang bisa bermanfaat untuk pemakai. Komputer memegang peranan penting serta memiliki pengaruh besar dalam lingkup kerjanya. Untuk melakukan tugas teratur tiap hari dalam daerah kantor seperti dalam pekerjaan karyawan yang dialami sangat berarti sekali supaya jadi lebih handal.
Ada beberapa sistem pada suatu perusahaan, salah satunya adalah sistem informasi inventory barang, yang berfungsi untuk mengetahui jumlah barang pada gudang. Sistem informasi inventory barang merupakan suatu sistem yang dibuat untuk mengetahui jumlah barang yang terdapat di Gudang
Disamping itu, penggunaan sistem persediaan barang yang baik diharapkan akan mengurangi resiko hilangnya ataupun pencurian terhadap persediaan barang [1]
Salah satu contohnya seperti permasalahan yang terjadi di CV. Penerbit Nilacakra, yang mana perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan penerbitan buku- buku independen (indie), layanan kepenulisan (editing dan jasa penulis), serta jasa layout buku. Namun di perusahaan CV. Penerbit Nilacakra belum ada sistem pendata buku masuk, buku yang di edit dan buku yang sudah selesai ini belum menggunakan sistem informasi dan masih menggunakan power-point atau kadang-kadang tidak di catat di power-point. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, maka perlu dibuat suatu sistem yang dapat mengatasi masalah yang terjadi di CV. Penerbit Nilacakra. Dalam penelitian ini, penulis ingin merancang sistem informasi persediaan atau inventory berbasis web yaitu Bagaimana pembangunan sistem informasi inventory berbasis web pada CV. Penerbit Nilacakra.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik melakukan sebuah penelitian dengan judul “PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI INVENTORY BERBASIS WEB (STUDI KASUS PADA CV, PENERBIT
NILACAKRA)”. dengan harapan bisa mempermudah dalam melakukan proses pendatan buku masuk, buku yang diedit dan buku yang sudah selesai.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Konsep Dasar Persediaan (Inventory) Sistem Informasi Inventory adalah sistem informasi yang mengelola data transaksi dan persediaan dalam gudang.
Perusahaan yang bergerak dibidang produksi umumnya memerlukan sistem inventory. Sistem inventory biasanya terdiri dari sistem penerimaan barang, sistem pembelian barang dan sistem gudang. Sistem ini harus dapat memberikan informasi inventory seperti informasi pengeluaran barang, pembelian barang, penerimaan barang dan informasi lain secara cepat dan akurat, selain itu sistem diharapkan dapat mempermudah kerja user.[2]. Pada prinsipnya persediaan
mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan/pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang serta menyampaikan pada para pelanggan atau konsumen[3].
b. Konsep Dasar Sistem Informasi
1. Pengertian Sistem Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai gambaran jika dalam sebuah sistem terdapat sebuah elemen yang tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan yang sama maka elemen tersebut dapat dipastikan bukanlah bagian dari sistem[4].
2. Pengertian Informasi Informasi merupakan hasil pengolahan data dari satu atau berbagai sumber, yang kemudian diolah, sehingga memberikan nilai, arti, dan manfaat. Proses pengelolaan ini memerlukan teknologi. Berbicara mengenai teknologi memang tidak harus selalu berkaitan dengan komputer. Namun, komputer sendiri merupakan salah satu bentuk teknologi. Dengan kata lain, alat tulis dan mesin ketik pun dapat dimasukkan sebagai salah satu teknologi yang digunakan selain komputer dan jaringan komputer. Pada proses pengolahan data, untuk dapat menghasilkan informasi, juga dilakukan proses verifikasi secara akurat, spesifik, dan tepat waktu. Hal ini penting agar informasi dapat memberikan nilai dan pemahaman kepada pengguna. Pengguna dalam hal ini mencakup pembaca, pendengar, penonton, bergantung pada bagaimana cara pengguna tersebut menikmati sajian informasi dan melalui media apa informasi tersebut disajikan.[5]
3. Pengertian Sistem Informasi O'Brien dan Marakas menyatakan bahwa sistem informasi merupakan kombinasi yang terorganisir antara pengguna, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, sumber daya data kebijakan prosedur yang menyimpan, mengambil, mengubah, menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi[6].
I Cenik Ardana dan Hendro Lukman mengungkapkan bahwa sistem adalah suatu rangkaian dari dua atau lebih komponen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem hampir selalu dibuat dari beberapa subsistem yang lebih besar[7].
## c. Website
Gregory mengatakan bahwa website adalah kumpulan halam web yang saling terhubung dan file-filenya saling terkait. Web terdiri dari page atau halaman, dan kumpulan halaman yang dinamakan homepage. Homepage berada pada posisi teratas, dengan halaman- halaman terkait berada dibawahnya. Biasanya setiap halaman di bawah homepage disebut child page, yang berisi hyperlink ke halaman lain dalam web [8].
d. MySQL
MySQL adalah sebuah implementasi dari sistem sistem manajemen yang pada basis basis data yang relasional (RDBMS) yang didistribusikan secara gratis. Setiap setiap pengguna dapat secara bebas menggunakan MySQL, namun dengan batasan perangkat lunak tersebut tidak boleh dijadikan produk turunan yang bersifat komersial. MySQL sebenarnya merupakan turunan salah satu konsep utama dalam basis basis dan data data yang telah ada sebelumnya; SQL (Structured Query Language). SQL adalah sebuah inti konsep pengoperasian basis data, terutama untuk pemilihan atau seleksi dan pemasukan data data, yang memungkinkan pada pengoperasian data dikerjakan dengan mudah secara otomatis [13].
e. JavaScript
Adalah bahasa pemrograman web yang bersifat ClientSide Programming Language. ClientSide Programming Language adalah tipe bahasa pemrograman yang pemrosesannya dilakukan oleh client. Aplikasi client yang dimaksud merujuk kepada web browser seperti Google Chrome dan Mozilla Firefox. Bahasa pemrograman Client Side berbeda dengan bahasa pemrograman Server Side seperti PHP, dimana untuk server side seluruh kode program dijalankan di sisi server. Untuk menjalankan JavaScript, kita hanya membutuhkan aplikasi text editor dan web browser. JavaScript memiliki fitur: high-level programming language, client-side, loosely tiped dan berorientasi objek [15].
f. PHP
PHP adalah bahasa pemrograman script server-side yang didesain untuk pengembangan web.
Selain itu, PHP juga bisa digunakan sebagai bahasa pemrograman pemrograman umum. PHP di kembangkan pada tahun 1995 oleh Rasmus Lerdorf, dan sekarang dikelola oleh The PHP Group. Hal ini berbeda dibandingkan
dengan
Bahasa
pemrograman client-side seperti JavaScript yang diproses pada web browser (client) [17].
g. DFD DFD adalah representasi grafik yang menggambarkan aliran informasi dan transformasi informasi yang diaplikasikan sebagai data yang mengalir dari masukan (Menurut Kristanto (2008) input) dan keluaran (output) [9].
Data flow diagram (DFD) adalah suatu gambaran grafis dari suatu sistem, yang menggunakan sejumlah
bentuk-bentuk
simbol untuk menggambarkan bagaimana data mengalir melalui proses yang saling berkaitan. Ada beberapa simbol yang digunakan pada DFD untuk maksud mewakili. Berikut notasi dasar yang digunakan pada data flow diagram (DFD) [10].
h. ERD
Entity Relationship Diagram (ERD) ERD adalah model yang dapat digunakan untuk memberikan pengertian mengenai data yang akan digunakan oleh suatu perusahaan. Dalam perancangan basis data, entity relationship adalah pendekatan top- down dimana perancangan dimulai dengan mengidentifikasi data penting yang disebut entitas dan hubungan antara data yang harus dipresentasikan ke dalam model [11].
ERD (Entity Relationship Diagram) merupakan diagram yang menunjukkan hubungan antara entitas yang satu dengan yang lain dan juga bentuk hubungannya, dengan adanya hubungan antar entitas ini maka seluruh data menjadi tergabung di dalam satu kesatuan. Berikut simbol-simbol ERD pada table [12].
## 3. METODE
Penelitian menggunakan model Waterfall, dengan mengikuti beberapa tahapan awal yaitu analisis kebutuhan, perancangan sistem (system design), pengkodean (coding) dan pengujian (testing), serta implementasi program. Tahapan akhir dalam model Waterfall (pemeliharaan sistem) tidak diimplementasikan pada penelitian ini [18].
Waterfall merupakan suatu sistem
pendekatan pada pengembangan perangkat lunak sistematis dan juga berurutan, dimulai dengan spesifikasi kebutuhan pengguna lalu berlanjut melalui tahap tahap perencanaan (Planing), permodelan (Modeling), konstruksi (Construction), serta penyerahan sistem ke para penguna (Deployment) [19].
Gambar 1. Alur Waterfalll
Alur Penelitian Alur penelitian merupakan tahapan penelitian untuk menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam melaksanakan penelitian. Berikut adalah flowchart dari alur penelitian ini.
## Gambar 2. Alur Penelitian
Adapun penjelasan dari gambar 3.2 sebagai barikut:
1. Identifikasi Masalah
Pada tahapan ini dilakukan perumusan masalah-masalah yang diteliti untuk dicarikan solusi dengan penelitian ini. Pada tahap ini penulis merumusakan masalah dan merancang solusi berupa sebuah sistem informasi Inventory berbasis web
2. Studi Literatur
Tahap ini pada sumber literatur, penulis sudah melakukan pencarian referensi dari jurnal-jurnal, serta penelitian- penelitian terdahulu dan studi literatur lainnya yang mendukung tujuan penelitian.
3. Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data sudah dilakukan oleh penulis. Pengumpulan data berupa hasil data buku yang di buat atau di terbitkan oleh CV. Penerbit Nilacakra, dengan melakukan penelitian lapangan secara observasi dalam pengumpulan data.
4. Perancangan Pada Tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang dialami CV Penerbit Nilacakra. Dengan ini diharapkan peneliti dapat menemukan kendala mengenai lokasi nasabah dan kinerja perusahaan, sehingga peneliti dapat mencarikan solusi berupa sistem informasi bagi pihak perusahaan.
5. Pengujian Pada tahapan ini dilakukan pengujian terhadap solusi atau sistem yang telah diselesaikan dengan metode waterfall dan di uji oleh CV Penerbit Nilacakra. Sistem yang dibuat akan diujikan secara keseluruhan untuk memastikan semua sesuai fungsinya. Untuk pengujian Black Box ini merupakan pengujian yang dilakukan untuk menguji dan menganalisis kode program bilamana terjadi kesalahan atau tidak di sebut dengan pengujian Black Box.
6. Implementasi Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap penelitian ini sehingga dapat disimpulkan apakah sistem ini sudah berfungsi sebagaimana keperluan dari perusahaan.
7. Kesimpulan Pada tahapan ini akan ditarik sebuah kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan di CV. Penerbit Nilackara.
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Diagram Konteks Diagram konteks merupakan tingkatan tertinggi dalam diagram aliran data dan hanya memuat satu proses, menunjukkan sistem secara keseluruhan. Proses tersebut diberi nomor nol. Semua entitas eksternal yang ditunjukkan pada diagram konteks berikut
aliran data-aliran data utama menuju dan dari sistem. Diagram tersebut tidak memuat penyimpanan data dan tampak sederhana untuk diciptakan, begitu entitas-entitas eksternal serta aliran data-aliran data menuju dan dari sistem diketahui penganalisis dari wawancara dengan user dan sebagai hasil analisis dokumen. Berikut ini gambar diagram konteks.
## Gambar 3. Diagram Kontek
1. Diagram Level 0 Berikut ini merupakan diagram level 0 Sistem Informasi Persediaan Buku Berbasis Web pada CV. Penerbit Nilacakra sebagai berikut.
Gambar 4. Diagram Level 0 pada Gambar diatas ada 6 proses pada diagram level 0 Sistem informasi Persediaan
Barang berbasis web di CV. Penerbit Nilacakra, sebagai berikut:
1. Proses Login Pada proses login tersebut, user utama pembuatan username yaitu Admin CV. Penerbit Nilacakra akan menginputkan data login yang disimpan dalam database pengguna lalu membentuk hasil berupa username dan password (Data Pengguna).
2. Dashboard Adalah perpaduan widget yg menyajikan ringkasan laporan dan metrik yang paling penting bagi Anda. Dasbord memungkinkan Anda memantau beberapa metrik sekaligus, sebagai akibatnya dapat dengan cepat menilik kondisi akun atau melihat hubungan di antara beberapa laporan.
3. Karyawan Merupakan aset yang berharga bagi organisasi atau perusahaan. Sebagai aset, karyawan harus bisa dikelola dengan baik agar tetap bisa memberikan kontribusi kepada organisasi atau perusahaan.
4. Buku Proses Di proses mengelola barang masuk, Admin menginputkan data Buku masuk yg kemudian diproses dan disimpan pada database data Buku masuk dan mengupdate rak persediaan pada database Rak barang sehingga membuat output berupa laporan Buku masuk serta laporan persediaan Buku yang sudah di update.
5. Buku Selesai
Pada proses mengelola barang keluar,
Admin menginputkan data buku keluar sesuai dengan catatan barang keluar kemudian disimpan pada database Buku keluar dan mengupdate stok persediaan pada database stok buku sehingga menghasilkan output berupa laporan buku keluar dan laporan persediaan buku yang telah di replace.
b. Perancangan Entity (EDR) Penulis menggunakan ERD (Entity
Relashionship Diagram) untuk membuat rancangan database yang akan digunakan saat proses development. Pada penelitian ini menggunakan ERD versi Peter Chen. Berikut ini adalah rancangan ERD dari sistem CV. Penerbit Nilacakra.
Gambar 5. ERD
## c. User Interface
1. Halaman Login Untuk Semua User Halaman login dengan action input dan masuk merupakan tampilan masuk untuk admin yang dimiliki (username dan password di CV.
Penerbit Nilacakra).
Gambar 6. Login
2. Halaman Dashboard Halaman Dashboard adalah
menu awal saat level admin berhasil masuk kedalam system
Gamabr 7. Dashboard
3. Halaman Karyawan
Adalah halaman menu yang menampilkan table karyawan yang berkerja di CV. Penerbit Nilacakra.
Gambar 8. Menu Karyawan
## 4. Halaman Inventory
Adalah sub menu ‘Inventory’ yang berfungsi sebagai penyajian informasi sisa persediaan buku.
## Gambar 9. Menu Inventory
5. Halaman Menu Buku Proses Berfungsi sebagai penyajian informasi data barang masuk yang sudah diinputkan sebelumnya.
Gambar 10. Buku Proses
6. Input Item Masuk
Terdapat sub menu ‘add Barang Masuk’ Input barang yang berfungsi untuk menginput data barang baru masuk.
## Gambar 11. Input Item Masuk
7. Halaman Buku Selesai berfungsi sebagai penyajian informasi data barang yang sudah dikeluarkan dari Inventory.
Gambar 12. Buku Selesai
8. Halaman Input Buku Selesai Terdapat sub menu ‘add Item
Exit’ Input barang yang berfungsi untuk menginput data barang baru keluar.
Gambar 13. Buku Selesai
d. Pengujian Black Box
Pengujian sistem merupakan hal yang penting dalam pembangunan sistem yang bertujuan untuk mengetahui apakah sistem yang dibangun telah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh perancang. Pada tahapan pengujian sistem dilakukan untuk menemukan kesalahan atau kekurangan yang terdapat pada sistem informasi yang diuji. Pada penelitian ini pengujian sistem dilakukan menggunakan metode blackbox. Pengujian blackbox dilakukan untuk menguji persyaratan fungsional sistem informasi. Pengujian blackbox berfokus pada persyaratan fungsional dalam sebuah sistem yang baru dibangun. Pengujian ini terdiri dari rencana pengujian dan hasil pengujian.
1. Rencana dan Hasil Pengujian Blackbox Tabel 1. Rencana dan Hasil Pengujian
Berdasarkan hasil pengujian di atas bahwa system program di website sudah berjalan sesuai dengan sebagaimana mestinya dan system ini membantu dalam penyajian informasi persediaan buku. Pada ini system juga menghasilkan laporan buku yang masih proses dan buku yang sudah selesai di edit oleh karyawn di Penerbit CV. Nilackara
5. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapatkan dalam pembuatan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Dalam penelitian ini yang berjudul Pembanguan Sistem Informasi Berbasis Web (Studi Kasus: CV Penerbit Nilackara) mengunakan metode waterfall. Dalam melakukan pembangunan aplikasi berbasis website dengan menggunakan bahasa pemograman PHP dan mysql sebagai database-nya dalam proses pemogramannya maka didapatkan hasi sistem informasi inventory pada CV Penerbit Nilacakra berhasil dirancang, dibangun, dan telah dilakukan pengujian sistem menggunakan pengujian blackbox. b. Saran Adapun saran-saran yang dapat disampaikan dalam pembuatan skripsi ini adalah sebagai berikut 1. Sistem diharapkan dapat terus berkembang sehingga terus berguna
2. untuk membantu CV. Penerbit Nilacakra Dalam proses pengolahan data.
3. Sistem ini dapat dikembangkan lagi yaitu penembahan user karyawan atau karyawn dapat login di sistem tersebut, dan pengembangan sistem inventaris dalam system tersebut.
## DAFTAR REFERENSI
[1] Jogianto, Analisis & Design Sistem Informasi: pendekatan terstuktur teori dan praktik aplikasi bisnis, Yogyakarta:
Penerbit ANDI, 2005.
[2] Kurniawanton Riko. 2015. Sistem Informasi Inventory Berbasis Web pada PT. SBI GRAHA SURAPATI CORE. Skripsi.
Badung: Unversitas Komuter Indonesia. [3] Rangkuti. (2007). Manajemen Persediaan. Rajawali Pers, Jakarta [4] Kadir, Abdul. 2014. Pengenalan Sistem Informasi Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
[5] Pratama, I. P. (2014). Sistem Informasi dan Implementasinya.
Bandung: Informatika. Rangkuti.
(2007). Manajemen Persediaan. Rajawali Pers, Jakarta [6] O’Brien, James A. dan George M. Marakas. 2010.
Management Information Systems. Eight Edition. New York: McGraw-Hill.
[7] Ardana. I Cenik & Lukman. Hendro, Sistem Informasi Akuntansi, Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2016
[8] Agung.Gregorius, Membuat homepage Interaktif dengan
CGI/Perl, Jakarta: PT. Elex Median Koputindo.
[9] Rossa, A. S., & Shalahuddin, M. (2011). Modul Pembelajaran Rekayasa Perangkat Lunak (Terstruktur dan Berorientasi Objek). Bandung: Modula.
[10] Jogianto, Analisis & Design Sistem Informasi: pendekatan terstuktur teori dan praktik aplikasi bisnis, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2005.
[11] Connolly, Thomas dan Carolyn Begg. (2015). Database Systems: A Practical Approach to Design, implementation and management. Sixth Edition. Boston: Pearson Education.
[12] A. Nugroho, Rekayasa Perangkat Lunak Berbasi Objek dengan Metode
USDP, Yogyakarta: ANDI, 2010.
[13] Agusvianto, H. (n.d.). Sistem Informasi Inventori Gudang Untuk Mengontrol Persediaan Barang Pada Gudang Studi Kasus: PT. Alaisys Sidoarjo, 01, 40–46.
[14] E. d. I. Faizal, Pemrograman Java Web tentang Pembuatan Sistem Informasi Klinik, Yogayakarta: Gava Media, 2015.
[15] Agung, Leo. 2012. Aplikasi
Pemrograman Javascript untuk Halaman Web. Yogyakarta: Andi Offset
[17] Ian, S. (2011). Software Engineering (Rekayasa Perangkat Lunak).
[18] Yoga, I. W. M., Putra, I. G. J. E., & Paramitha, A. I. I. (2019). Perancangan Pemetaan Destinasi Wisata Kabupaten Karangasem Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jutisi: Jurnal Ilmiah Teknik Informatika dan Sistem Informasi, 8(3), 131-140
[19] Sukmana, Kadek Dika, Ketut Queena Fredlina & Putu Trisna Hady Permana (2022). Model Aplikasi Peminjaman Ruangan Berbasis Web Pada Tingkat Fakultas di Perguruan Tinggi. Jutisi:
Jurnal Ilmiah Teknik Informatika dan Sistem Informasi, 395,
|
5c9fe41c-6bab-4f28-93ed-0516dd49df7c | https://journal.ipb.ac.id/index.php/jhi/article/download/36194/24505 | DOI : http://dx.doi.org/10.29244/jhi.12.3.170-176 Tersedia online di http://journal.ipb.ac.id/index.php?jhi
1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Jl. Veteran Malang, Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145 E-mail : [email protected] (*penulis korespondensi)
Pengaruh Pengendalian Gulma pada Jarak Tanam Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)
The Effect of Weed Control at Different Plant Spacing on Growth and Yield of Shallots (Allium ascalonicum L.)
Husni Thamrin Sebayang 1* , M. Nazula Syafi’i Rifqi Ulya 1
Diterima 29 Juni 2021/Disetujui 3 Desember 2021
## ABSTRACT
Weeds are one of the shallot problems because they compete with the main plants for nutrients, light, water, and a place to grow, thus, weed growth has to be controlled. The research objective was to determine the effect of weed control at different spacings on shallot plants. The research used a Split Plot Design (SPT). The main plots were plant spacing, consisting of 10 cm × 10 cm (J1), 15 cm × 15 cm (J2), 20 cm × 20 cm (J3). Weed control was as sub-plots consisting of weed-free (weeding every seven days) (P0), weeding 14, 28, and 42 DAP (Days After Planting) (P1), pre-emergence herbicide oxyfluorfen + weeding 28 and 42 DAP (P2) and silver black plastic mulch + weeding 28 and 42 DAP (P3). The results showed that the dry weight of weeds in the spacing treatment was significantly smaller at plant spacing of 15 cm × 15 cm (J2) and a plant spacing of 20 cm × 20 cm (J3). Shallot plant height was higher at plant spacing of 10 cm × 10 cm (J1). The number of tillers and tuber dry weight per plant was higher at a plant spacing of 20 cm × 20 cm (J3). The yield of tubers was higher at plant spacing of 10 cm × 10 cm (J1) than at plant spacing of 15 cm × 15 cm (J2) and plant spacing of 20 cm × 20 cm (J3). In the weed control treatment, weed dry weight was significantly smaller in weed-free treatment (P0). There were no significant differences in plant height, number of tillers, and tuber yield of shallot plants between weed control treatments
Keywords : growth, herbicide, mulch, spacing, weeding, weeds, yield
## ABSTRAK
Gulma merupakan salah satu masalah pada tanaman bawang merah karena bersaing dengan tanaman untuk mendapatkan hara, cahaya, air dan ruang tumbuh, sehingga pertumbuhan gulma harus dikendalikan. Tujuan penelitian adalah untuk menentu- kan pengaruh pengendalian gulma pada jarak tanam berbeda pada tanaman bawang merah. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT). Petak utama ialah jarak tanam terdiri dari jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1), 15 cm × 15 cm (J2), 20 cm × 20 cm (J3). Pengendalian gulma sebagai anak petak terdiri dari bebas gulma (penyiangan setiap 7 hari sekali) (P0), penyiangan 14, 28 dan 42 HST (P1), herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST (P2) dan mulsa plastik hitam perak + peny- iangan 28 dan 42 HST (P3). Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan jarak tanam, bobot kering gulma nyata lebih rendah pada jarak tanam 15 cm × 15 cm (J2) dan jarak tanam 20 cm × 20 cm (J3). Tinggi tanaman bawang merah lebih tinggi pada jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1). Jumlah anakan, bobot kering umbi per tanaman lebih tinggi pada jarak tanam 20cm × 20cm (J3). Hasil umbi (ha -1 ) lebih tinggi pada jarak tanam 10 cm ×10 cm (J1) dibanding jarak tanam 15 cm × 15 cm (J2) dan jarak tanam 20 cm × 20 cm (J3). Pada perlakuan pengendalian gulma, bobot kering gulma nyata lebih rendah pada perlakuan bebas gulma (P0). Tinggi tanaman, jumlah anakan dan hasil umbi (ha -1 ) tanaman bawang merah tidak menunjukkan perbedaan diantara perlakuan pengendalian gulma.
Kata kunci: gulma, hasil, herbisida, jarak tanam, mulsa, penyiangan, pertumbuhan
J. Hort. Indonesia, 12(3): 170-176 Desember 2021
## PENDAHULUAN
Bawang merah ( Allium ascalonicum L) sebagai salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga banyak petani yang membudi- dayakannya di Indonesia, antara lain terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan beberapa propinsi lain- nya (BPS, 2019; Pratiwi et al. , 2020).
Gulma pada pertanaman bawang merah merupakan salah satu masalah yang dapat mengganggu pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman bawang merah. Priya et al. (2017) menyebutkan bahwa tanaman bawang merah pertumbuhan awalnya lambat, jumlah daun tidak terlalu banyak, daun ber- bentuk silinder tegak sehingga kurang menutupi tanah untuk menekan pertumbuhan gulma. Gulma secara langsung dapat menurunkan hasil tanaman dan mengurangi kualitas hasil (Leghari et al ., 2016). Kehilangan hasil yang disebabkan adanya persaingan gulma dengan bawang merah dapat men- capai 38.26% (Bhutia et al., 2005).
Pengendalian gulma khususnya pada tanaman bawang merah sangat diperlukan dan dapat dilakukan dengan cara manual, kultur teknis dan kimia. Penyiangan dengan tangan/ mekanis merupakan metode pengendalian gulma konven- sional yang efektif, tetapi membutuhkan waktu yang banyak, pada kondisi tertentu tidak ekonomis dan dapat juga merusak tanaman (Dhananivetha et al., 2017). Lasmini et al. (2018) menyatakan bahwa mulsa tidak hanya melindungi lapisan permukaan tanah dari cahaya matahari, menjaga kelembaban dan persedian air, tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan gulma.
Penelitian Arifin dan Saeri (2019) menunjukkan bah - wa penggunaan mulsa jerami padi disertai interval pengairan meningkatkan bobot umbi tanaman bawang merah. Menurut Prayoga et al. (2016), penggunaan mulsa plastik sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mengubah lingkungan tum- buh diantaranya suhu tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penelitian Sebayang dan Prasetyo (2020) menun- jukkan bahwa pengendalian gulma pada tanaman merah dapat dilakukan dengan penggunaan mulsa plastik hitam perak dan penggunaan mulsa jerami padi yang diikuti penyiangan pada 30 HST. Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu aspek budidaya tanaman bawang merah yang perlu diperhatikan untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal (Su- marni et al., 2012). Mercado (1979) menyatakan bahwa pengaturan jarak tanam selain berpengaruh pada pertum- buhan tanaman juga dapat mengendalikan pertumbuhan gulma. Menurut Ramalingan et al. (2013) penggunaan her- bisida merupakan salah satu pilihan bagi petani untuk men- gendalikan persaingan gulma dengan tanaman pada fase awal pertumbuhan tanaman, diantaranya penggunaan herbisida pra tumbuh oksifluorfen yang diikuti satu kali penyiangan. Penelitian Umiyati (2016) menunjukkan bahwa bobot umbi basah bawang merah lebih tinggi pada penggunaan herbisida
oksifluorfen 240 g l -1 dengan dosis 2 l ha -1 . Penelitian bertu- juan untuk mempelajari pengendalian gulma secara kimiawi, manual maupun kultur teknis pada jarak tanam yang berbe- da terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
## BAHAN DAN METODE
Penelitian telah dilaksanakan bulan Juni 2020 sampai bulan September 2020 di Desa Kepuharjo, Kecamatan Ka- rangploso, Kabupaten Malang. Penelitian menggunakan Ran- cangan Petak Terbagi (RPT) dengan tiga kali ulangan. Sebagai petak utama jarak tanam yaitu jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1), 15 cm × 15 cm (J2) dan 20 cm × 20 cm (J3). Pengenda- lian gulma sebagai anak petak yaitu bebas gulma (penyian- gan setiap 7 hari sekali) (P0), penyiangan 14, 28 dan 42 HST (P1), herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST (P2) dan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 28 dan 42 HST (P3).
Pengolahan lahan dilakukan dengan membersihkan lah- an dari gulma maupun tanaman lain yang tumbuh, kemudian lahan diolah dengan cangkul sehingga gembur. Selanjutnya dibuat petak percobaan berukuran 3 m × 1.2 m dengan ting- gi 30 cm, jarak antar petak perlakuan 50 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Bibit bawang merah varietas Tajuk ditanam dengan jarak tanam berbeda yaitu 10 cm × 10 cm, 15 cm × 15 cm dan 20 cm × 20 cm. Pemupukan dasar menggunakan pu- puk SP-36 dengan dosis 250 kg ha -1 dan pupuk NPK dengan dosis 200 kg ha -1 dilakukan pada 3 hari sebelum bibit bawang merah ditanam. Pemupukan selanjutnya pada 15 HST (hari setelah tanam) diberi pupuk NPK 200 kg ha -1 dan pada 30 HST diberi pupuk NPK 200 kg ha -1 dan pupuk ZA 150 kg ha -1 . Pemupukan dilakukan disekitar barisan tanaman bawang merah. Pengendalian gulma dengan penyiangan dilakukan dengan cara mencabut secara manual atau memotong bagian gulma yang disesuaikan dengan waktu perlakuan. Pengenda- lian gulma dengan herbisida oksifluorfen pada dosis 1.5 l ha -1 diaplikasikan 0 hari setelah bawang merah ditanam dengan menggunakan knapsack sprayer dengan volume air 500 l ha -1 . Pada perlakuan mulsa plastik hitam perak, mulsa dilubangi se- suai dengan perlakuan jarak tanam dan diaplikasikan setelah pupuk dasar diberikan.
Pengamatan dilakukan pada bobot kering gulma, ting- gi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan umbi, bobot kering umbi dan bobot kering umbi atau produktivitas (ton ha -1 ). Bo- bot kering gulma didapatkan dengan mengoven gulma pada suhu 80 o C selama 3 × 24 jam. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang (permukaan tanah) hingga ujung daun. Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung seluruh anakan perrumpun tanaman yang tumbuh. Pengamatan bobot kering umbi dilakukan dengan menimbang sampel umbi yang telah dijemur dibawah sinar matahari selama 2 minggu. Pengamatan bobot kering umbi (ton ha -1 ) dilakukan dengan menghitung menggunakan rumus:
Hasil ton ha -1 = 10000/(luas petak panen) x hasil petak panen (kg) x luas lahan efektif
Data dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan perlakuan. Jika ter- dapat pengaruh nyata diuji lanjut dengan BNJ pada taraf 5%.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Bobot Kering Gulma
Perlakuan jarak tanam dan pengendalian gulma berpen- garuh pada bobot kering gulma (Tabel 1). Pada perlakuan jarak tanam, bobot kering gulma tidak berbeda pada pengamatan 49 dan 56 HST. Pada pengamatan 63 HST bobot kering gulma lebih tinggi pada jarak tanam 10 cm × 10 cm dibanding jarak tanam 15 cm × 15 cm dan 20 cm × 20 cm.
Penelitian Karaye dan Yakubu (2005) menunjukkan bahwa penggunaan jarak tanam dalam barisan yang lebih ra- pat 20 cm × 10 cm memiliki bobot kering gulma yang lebih tinggi dibanding jarak tanam dalam barisan yang lebih lebar 20 cm × 15 cm dan 20 cm × 20 cm. Pada perlakuan pengen- dalian gulma, bobot kering gulma tidak berbeda pada pen- gamatan 49 HST tetapi berbeda pada pengamatan 56 dan 63 HST. Pengamatan pada 56 dan 63 HST, bobot kering gulma pada perlakuan bebas gulma lebih rendah diikuti perlakuan herbisida oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST. Peneli- tian Permana et al. (2018) menunjukkan bahwa bobot kering gulma lebih rendah pada perlakuan herbisida oksifluorfen 1.5 l ha -1 dan perlakuan penyiangan pada 15, 30 dan 45 HST dibanding dengan tanpa pengendalian gulma.
## Komponen Pertumbuhan
Tinggi tanaman pada perlakuan jarak tanam berbeda nyata pada pengamatan 49 HST (Tabel 2). Tinggi tanaman lebih tinggi pada perlakuan jarak tanam 15 cm × 15 cm (J1), sedangkan pada perlakuan pengendalian gulma tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman pada pengamatan 49, 56 dan 63 HST. Penelitian Biru (2015) menunjukkan tinggi tanaman bawang merah nyata lebih tinggi pada jarak tanam dalam bari- san 15 cm kemudian diikuti jarak tanam dalam barisan 20 cm dan 10 cm.
Jumlah anakan dipengaruhi oleh jarak tanam dan tidak dipengaruhi oleh pengendalian gulma (Tabel 3). Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada pengamatan 49, 56 dan 63 HST dan terbanyak pada perlakuan jarak tanam 20 cm × 20 cm (J3). Hal ini sesuai dengan pene- litian Deviana et al. (2014) bahwa jarak tanam lebar menun- jukkan jumlah anakan lebih banyak jika dibandingkan dengan jarak tanam sempit.
Bobot kering umbi per tanaman dipengaruhi oleh jarak tanam dan pengendalian gulma (Tabel 4). Pada pengamatan 49, 56 dan 63 HST, bobot kering umbi lebih tinggi pada per- lakuan jarak tanam 20 cm × 20 cm (J3) dibanding dengan ja- rak tanam 10 cm × 10 cm (J1) dan jarak tanam 15 cm × 15 cm
(J2). Menurut Wulandari et al. (2016) tanaman bawang merah tumbuhnya lebih baik pada jarak tanam 20 cm × 20 cm dan 25 cm × 25 cm disertai penyiangan pada umur 15, 30 dan 45 HST. Pada perlakuan pengendalian gulma, bobot kering umbi pada pengamatan 56 dan 63 HST sama antara perlakuan bebas gulma (P0) dengan perlakuan penyiangan 14, 28 dan 42 HST (P1), perlakuan herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyian- gan 28 dan 42 HST (P2), tetapi tidak sama dengan perlakuan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 28 dan 42 HST (P3). Menurut Das dan Mondal (2014), penggunaan herbisida cuk- up luas digunakan di bidang pertanian untuk mengendalikan gulma karena biaya lebih efektif dan minimum tenaga kerja, meskipun penggunaan yang tidak tepat dapat melukai tana- man dan berdampak kurang baik bagi lingkungan maupun pengguna. Selain itu, perlakuan pengendalian gulma dengan penyiangan secara intensif dapat meningkatkan hasil dari bawang merah. Rai dan Meena (2017) menyatakan bahwa ha- sil dan komponen hasil tanaman bawang merah nyata lebih baik pada perlakuan bebas gulma.
## Komponen Hasil
Perlakuan jarak tanam berpengaruh pada jumlah umbi (umbi tanaman -1 ), bobot kering umbi (g tanaman -1 ), jum- lah umbi (umbi petak panen -1 ), bobot kering umbi (g petak panen -1 ) dan hasil umbi (ton ha -1 ) (Tabel 5). Hasil jumlah umbi per tanaman dan bobot kering umbi (g tanaman -1 ) lebih banyak dan lebih berat pada perlakuan jarak tanam 20 cm × 20 cm (J3) dan 15 cm × 15 cm (J2). Jumlah umbi per petak panen, bobot kering umbi per petak panen dan hasil umbi (ton ha -1 ) lebih banyak dan lebih berat pada jarak tanam 10 × 10 cm (J1) dibanding jarak tanam 15 × 15 cm (J2) dan 20 × 20 cm (J3). Penelitian Karaye dan Yakubu (2005) pada tanaman bawang putih menunjukkan bahwa penggunaan jarak tanam dalam barisan yang lebih rapat 20 × 10 cm memiliki bobot umbi yang lebih tinggi dibandingkan jarak tanam yang leb- ih lebar 20 × 15 cm dan 20 × 20 cm. Jarak tanam semakin rapat maka jumlah tanaman yang ditanam semakin banyak, sehingga produksi tanaman akan meningkat (Himma dan Purwoko, 2013). Pada perlakuan pengendalian gulma tidak terdapat perbedaan pada jumlah umbi (umbi petak panen -1 ), bobot kering umbi petak panen -1 dan hasil umbi (ton ha -1 ). Penelitian Sebayang dan Prasetyo (2020) menunjukkan ha- sil tanaman bawang merah lebih tinggi pada perlakuan bebas gulma kemudian diikuti oleh perlakuan penyiangan gulma pada 15.30 dan 45 HST, perlakuan herbisida oksifluorfen + penyiangan 30 HST, perlakuan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 30 HST dan perlakuan mulsa jerami padi + peny- iangan 30 HST.
Tabel 1. Rata-rata bobot kering gulma pada berbagai jarak tanam dan pengendalian gulma.
Perlakuan Bobot kering (g /0.6 m -2 ) pada pengamatan 49 HST 56 HST 63 HST Jarak tanam J1 1.16* (0.98) 2.37 (6.92) 2.98 b (12.27) J2 1.35 (1.57) 2.29 (7.19) 1.90 a (5.27) J3 1.04 (0.64) 1.76 (3.35) 1.95 a (4.95) BNJ 5% tn tn 0.51 KK% 21.22 26.55 15.30 Pengendalian gulma P0 1.13 (0.86) 0.71 a (0.00) 0.82 a (0.24) P1 1.19 (1.00) 2.72 b (7.72) 3.34 c (12.64) P2 1.14 (0.83) 2.29 b (5.65) 1.94 b (5.25) P3 1.28 (1.55) 2.85 b (9.93) 3.00 c (11.86) BNJ 5% tn 0.73 0.88 KK% 23.75 25.42 28.87
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan pengamatan yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BJN pada taraf 5%, tn=tidak nyata.* Data Asli. Data telah ditransformasikan ke √(x + 0,5). Jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1), 15 cm × 15 cm (J2) dan 20 cm × 20 cm (J3). Bebas gulma (penyiangan setiap 7 hari sekali) (P0), penyiangan 14, 28 dan 42 HST (P1), herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST (P2) dan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 28 dan 42 HST (P3).
Tabel 2. Tinggi tanaman bawang merah pada berbagai jarak tanam dan pengendalian gulma.
Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada pengamatan 49 HST 56 HST 63 HST Jarak tanam J1 42.56 b 35.05 27.54 J2 37.38 a 32.63 26.47 J3 36.58 a 33.67 28.24 BNJ 5% 2.99 tn tn KK% 5.29 6.50 17.56 Pengendalian gulma P0 39.07 33.66 27.52 P1 39.76 34.16 25.98 P2 38.37 34.35 28.20 P3 38.15 32.97 27.96 BNJ 5% tn tn tn KK% 6.30 6.59 11.55
Keterangan: Angka diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan pengamatan yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, tn= tidak nyata. Jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1),15 cm × 15 cm (J2) dan 20 cm × 20 cm (J3). Bebas gulma (penyiangan setiap 7 hari sekali) (P0), penyiangan 14,28 dan 42 HST (P1), herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST (P2) dan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 28 dan 42 HST (P3).
Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan bawang merah pada berbagai jarak tanam dan pengendalian gulma.
Perlakuan Jumlah anakan (anakan tanaman -1 ) pada pengamatan 49 HST 56 HST 63 HST Jarak tanam J1 6.69 a 6 . 94 a 7.06 a J2 7.39 b 7 . 86 b 8.11 a J3 7.64 b 8 . 72 c 9.42 b BNJ 5% 0.62 0 . 81 1.13 KK% 5.84 7 . 14 9.50 Pengendalian gulma P0 7.30 8.04 8.41 P1 7.48 8.11 8.41 P2 7.00 7.41 7.78 P3 7.19 7.81 8.19 BNJ 5% tn tn tn KK% 9.41 12.08 14.00
Keterangan: Angka diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan pengamatan yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, tn= tidak nyata. Jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1),15 cm × 15 cm (J2) dan 20 cm × 20 cm (J3). Bebas gulma (penyiangan setiap 7 hari sekali) (P0), penyiangan 14, 28 dan 42 HST (P1), herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST (P2) dan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 28 dan 42 HST (P3).
Tabel 4. Rata - rata bobot kering umbi bawang merah pada berbagai jarak tanam dan pengendalian gulma.
Perlakuan Bobot kering umbi (g tanaman -1 ) pada pengamatan 49 HST 56 HST 49 HST Jarak tanam J1 24.65 a 30.25 a 24.65 a J2 33.73 a 39.77 b 33.73 a J3 45.53 b 54.98 c 45.53 b BNJ 5% 10.80 5.96 10.80 KK% 21.42 9.83 21.42 Pengendalian gulma P0 35.75 45.66 b 35.75 P1 38.21 41.09 ab 38.21 P2 35.86 41.79 ab 35.86 P3 28.74 38.14 a 28.74 BNJ 5% tn 5.84 tn KK% 20.62 10.52 20.62
Keterangan: Angka diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan pengamatan yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, tn= tidak nyata. Jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1),15 cm × 15 cm (J2) dan 20 cm × 20 cm (J3). Bebas gulma (penyiangan setiap 7 hari sekali) (P0), penyiangan 14, 28 dan 42 HST (P1), herbisida pra tumbuh oksifluorfen + penyiangan 28 dan 42 HST (P2) dan mulsa plastik hitam perak + penyiangan 28 dan 42 HST (P3).
Tabel 5. Rata-rata komponen hasil bawang merah pada berbagai jarak tanam dan pengendalian gulma.
Perlakuan Jumlah umbi (umbi tanaman -1 ) Bobot kering umbi (g tanaman -1 ) Jumlah umbi (umbi petak panen -1 ) Bobot kering umbi (g petak panen -1 ) Hasil umbi (ton ha -1 ) Jarak tanam J1 6.30 a 24.46 a 680.58 c 2641.67 b 17.37 b J2 7.60 b 40.63 b 364.58 b 1950.00 a 12.82 a J3 8.66 b 59.88 c 233.75 a 1616.67 a 10.63 a BNJ 5% 1.99 8.63 85.88 561.66 3.01 KK% 18.16 14.23 13.85 18.65 15.19 Pengendalian gulma P0 7.59 43.93 433.89 2177.78 14.32 P1 7.37 39.94 423.33 2011.11 13.22 P2 7.51 42.90 427.67 2144.44 14.10 P3 7.61 39.84 420.33 1944.44 12.78 BNJ 5% tn tn tn tn tn KK% 11.88 12.84 11.33 10.23 11.52
Keterangan: Angka diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan pengamatan yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%, tn= tidak nyata. Jarak tanam 10 cm × 10 cm (J1),15 cm × 15 cm (J2) dan 20 cm × 20 cm (J3).
## KESIMPULAN
Pada perlakuan jarak tanam, bobot kering gulma pada jarak tanam 15 cm × 15 cm dan 20 cm × 20 cm lebih rendah dibanding jarak tanam tanam 10 cm × 10 cm. Jumlah anakan dan jumlah umbi, bobot umbi per tanaman lebih besar pada jarak tanam 20 cm × 20 cm. Hasil umbi per hektar nyata leb- ih tinggi pada jarak tanam 10 cm × 10 cm. Pada perlakuan pengendalian gulma, bobot kering gulma nyata lebih rendah perlakuan bebas gulma. Tinggi tanaman, jumlah anakan, kom- ponen hasil tanaman tidak berbeda diantara perlakuan pen- gendalian gulma.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada Dekan Fakultas Pertani- an Universitas Brawijaya atas penerimaan dana hibah peneli- tian PNBP, Nomor 227 tahun 2020.
## DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., M. Saeri.2019. Pengelolaan air dan mulsa pada ta - naman bawang merah dilahan kering. J.Hort. 5(2):159- 168. Doi: http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v29n2.2091. p159-168.
Badan Pusat Statistik. 2019. Distribusi perdagangan komodi- tas bawang merah Indonesia.
Bhutia, D. T., T. K. Maity, R.K. Ghosh.2005. Integrated weed management in onion. J. Crop Weed. 1(1):61-64.
Biru, F. N.2015. Effect of spacing and nitrogen fertilizer on the yield component of shallot ( Allium ascalonium L.). J. Agron. 14(4): 220-226. Doi: 10.3923/ja.2015.220.226.
Das, S.K., T. Mondal. 2014. Mode of action of herbicides and recent trends in development: A Reappraisal. Int. J. Ag- ric. Soil Sci. 2(3): 27-32.
Deviana, W., Meiriani, S. Silitonga. 2014. Pertumbuhan dan produksi bawang merah ( Allium ascalonicum L.) den- gan pembelahan umbi bibit pada beberapa jarak tanam. J. Online Agro. 2(3): 1113 – 1118.
Dhananivetha, M., M. M. Amnullah, P. M. Arthanari, S. Mariappan.2017 Weed management in onion: A re- view. Agric. Rev. 38(1): 76-80. Doi: 10.18805/ ag.v0iOF.7311.
Himma, F., B. S. Purwoko. 2013. Pengaruh jarak tanam terh- adap produksi tiga sayuran Indegenous. J. Hort. Indo- nesia. 4(1): 26-.33.
Karaye, A.K., A.I. Yakubu. 2005. Influence of intra row spac - ing and mulching on weed growth and bulb yield of garlic ( Allium sativum l.) in Sokoto, Nigeria. Afr J. Bio- technol. 5(3):260-264. AJB. Doi: 10.5897/AJB05.325.
Lasmini, S. A., I. Wahyudi, Rosmini.2018. Aplikasi mulsa dan biokultur urin sapi terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. J. Hort. Indonesia. 9(2):103-110. Doi:
doi.org/10. 29244 /jhi.9.2.103-110.
Leghari, S.J., U.A. Leghari, G.M. Laghari, M. Buriro, F. A. Soomro. 2016. An overview on various weed control practices affecting crop yield. J. Chem. Bio. Phy. Sci.
Sec B. 6(1): 059-069.
Mercado, B. L. 1979. Introduction to weed science. Published by Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture.pp.291.
Permana, J., E. Widaryanto, K. P. Wicaksono. 2018. Penggu- naan herbisida oksifluorfen dan pendimethalin pada tanaman bawang merah. J. Produksi Tanaman. 6(4):
1934-1937.
Pratiwi, E. E., D. Dinarti, A. Maharijaya. 2020. Keragaman genetik bawang merah (Allium cepa var. aggregatum) berdasarkan marka morfologi dan molekuler. J. Hort. Indonesia.11(1): 51-60. DOI: doi.org/10.29244/jhl. 11.1.51-60.
Prayoga, K. M., M. D. Maghfoer, A. Suryanto. 2016. Kaji- an penggunaan mulsa plastik dan tiga generasi umbi bibit yang berbeda pada komunitas kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola. J. Produksi Tana- man.4(2): 137-144.
Priya, R. S., C. Chinnusamy, P.M. Arthanari, V. Hariharasud- han. 2017. A Review on weed management in onion under Indian tropical condition. Chem. Sci. Rev. Lett,
6(22): 924.
Rai, T., ML. Meena. 2017. Impact of weed and fertilizer man - agement on yield andquality parameters of onion (Al- lium cepa L.) var. PusaRed under Lucknow conditions. J. Pharmacogn. Phytochem. 6(4): 1934-1937.
Ramalingan, S. P., C. Chinnagounder, M. Perumal, M. A. Pal- anisamy. 2013. Evaluation of new formulation of oxy- fluorfen (23.5% EC) for weed control efficacy and bulb yield in onion. Am. J. Plant Sci. 4: 890-895. Doi: doi. org/10.4236/ajps.2013.44109
Sebayang, H. T., P. A. Prasetyo. 2020. The effect of weed con - trol on the growth and yield of shallot (Allium ascalon- icum L.). Int. J. Environ. Agric. Biotech. 5(1):136-141. Doi: doi.org/10.22161/ ijeab.51.21.
Sumarni, N., R. Rosliani, Suwandi. 2012. Optimalisasi jarak tanam dan dosis pupuk NPK untuk produksi bawang merah dari benih umbi mini di dataran tinggi. J. Horti.
22(2).147-154.
Umiyati, U. 2016. Studi Efektivitas Herbisida oksifluorfen 240 g//l sebagai pengendali gulma pada budidaya bawang merah (Allium ascalonicum L.). J. Kultivasi. 15(1): 46-51.
Wulandari, R., N.E. Suminarti, H.T. Sebayang. 2016. Pen- garuh jarak tanam dan frekuensi penyiangan gulma pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum). J. Produksi Tanaman. 4(7): 547- 553.
|
05cba3a3-1e29-4e48-86d0-01dda79b4a13 | http://jurnal.poltekkesmu.online/medika/article/download/325/260 |
## DETEKSI C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS (DM) DI RSUD LABUANG BAJI KOTA MAKASSAR
Suardi 1) , Dewi Arisanti 1) , Hasnah 1) , Kardina Widanda Kai 1)
1) Teknologi Laboratorium Medis, Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar Alamat Korespondensi : [email protected]
Artikel info Received Revised Accepted Publish : 21-10-2022 : 16-12-2022 : 25-12-2022 : 27-01-2023
## Abstrak
Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia, yang terjadi akibat kekurangan secara relatif dari kerja atau sekresi hormon insulin. Faktor penyebabnya yaitu glukosa yang menumpuk dalam darah sehingga dapat masuk ke dalam sel. Penderita diabtetes melitus memiliki sistem imun yang rendah, sehingga mudah terkena infeksi. Hal ini diperkuat dengan meningkatnya marker inflamasi. C- Reactive Protein (CRP) merupakan salah satu penanda inflamasi akut yang berasal dari hati dan sering ditemukan pada penderita diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. CRP akan meningkat tinggi pada proses peradangan dan rusaknya jaringan. CRP dapat menjadi marker yang cukup sensitif untuk mendeteksi terdapatnya inflamasi yang berhubungan progress dari aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran CRP pada penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Jenis penelitian ini, yaitu observasi laboratorik, dengan teknik pengambilan sampel random sampling. Dengan menggunakan metode pemeriksaan yaitu metode uji aglutinasi pasif, dilakukan pada 10 sampel serum. Hasil penelitian diperoleh dari 10 sampel, sebanyak 8 sampel positif tejadi aglutinasi dan 2 sampel negatif tidak terjadi aglutinasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes melitus beresiko memicu peningkatan kadar CRP.
Kata Kunci: Diabetes Melitus, C-Reactive Protein, Uji Aglutinasi Pasif
## Abstract
Diabetes mellitus is a disease that can cause hyperglycemia, which occurs due to a relative deficiency in the work or secretion of the hormone insulin. The causative factor is glucose that accumulates in the blood so it can enter the cells. People with diabetes mellitus have a low immune system. Thus, susceptible to infection. This is reinforced by increased inflammatory markers. C-Reactive Protein (CRP) is a marker of acute inflammation originating from the liver and is often found in patients with diabetes mellitus and cardiovascular disease. CRP will increase the process of inflammation and tissue damage. CRP can be a marker that is sensitive enough to detect the presence of inflammation related to the progress of atherosclerosis. This study aims to determine the description of CRP in people with diabetes mellitus at the Hospital of Labuan Baji, Makassar City. This type of research, namely laboratory observation, with random sampling technique. Using the inspection method, namely the pasif agglutination test method was carried out on 10 serum samples. The results of this study were obtained from 10 samples, as many 8 positive samples had
agglutination and 2 negative samples had no agglutination. Thus, it can be concluded that people with diabetes mellitus are at risk of triggering an increase in CRP levels.
Keywords: Diabetes Mellitus, C-Reactive Protein, Pasif Agglutination Test
## PENDAHULUAN
Diabetes melitus secara umum terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat sehingga mengakibatkan penumpukan kadar gula dalam darah (hiperglikemia) disertai dengan kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia sangat erat hubungannya dengan diabetes melitus. Peningkatan kadar gula disebabkan karena ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk proses metabolisme
atau
perkembangan sel (Lathifah, 2015). Berdasarkan riset kesehatan dasar
(Riskesdas) di Indonesia, pada tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar 2% artinya, terjadi peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk berumur ≥ 15 tahun dari hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 1,5%. Di Indonesia, jumlah penderita diabetes melitus meningkat. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain obesitas, kurang aktivitas fisik, dan pola makanan cepat saji yang tinggi karbohidrat dan tinggi lemak (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Tidak normalnya kerja insulin pada penyakit diabetes melitus, mengakibatkan glukosa pada pembuluh darah tidak mampu masuk ke jaringan. Keadaan ini megakibatkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia (Yekti et al ., 2014). Penderita diabetes melitus, memiliki sistem imun yang rendah. Sehingga, mudah terkena infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa, adanya low grade chronic inflammation pada
endothelium dapat menyebabkan kelainan vaskuler. Hal ini, diperkuat dengan meningkatnya marker inflamasi kronis C- Reactive Protein (Yeri et al ., 2015).
C-Reactive Protein , juga disebut dengan CRP ialah salah satu marker inflamasi akut yang berasal dari hati dan sering ditemukan pada banyak penyakit yang berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. C-Reactive Protein (CRP),
akan meningkat tinggi pada proses peradangan dan rusaknya jaringan
(Kalma, et al. , 2018).
CRP dapat menjadi marker yang cukup sensitif dalam mendeteksi inflamasi yang berhubungan progress dari atherosclerosis. Terjadinya penyakit kardiovaskular juga dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar CRP. CRP ialah suatu alfa-globulin yang diproduksi pada hepar, kemudian kadarnya akan meningkat tinggi pada proses keradangan disertai kerusakan jaringan. Terjadinya peningkatan kadar CRP pada penderita diabetes melitus, diebabkan oleh respons inflamasi dari diabetes melitus. CRP, merupakan salah satu protein fase akut yang ada dalam serum normal meskipun dalam konsentrasi kecil. Pemeriksaan CRP ini, berguna untuk membantu mendeteksi proses inflamasi pada tubuh (Kalma, ‘ et al’ ., 2018).
Berdasarkan penelitian Panggabean
(2020) menyatakan bahwa hasil CRP yang positif, disebabkan penderita tidak melakukan pola hidup yang sehat, sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi atau peradangan dalam tubuh, karena komplikasi dari diabetes melitus.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul gambaran C-Reactive
Proteib pada penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji kota Makassar.
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasi laboratorik yang bertujuan untuk menentukan gambaran C- Reactive Protein pada penderita diabetes
melitus. Waktu penelitian, dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2022 sampai tanggal 28 Maret 2022. Lokasi pengambilan sampel, dilaksanakan di RSUD Labuang Baji kota Makassar. Metode pemeriksaan CRP yang digunakan adalah aglutinasi pasif . Lokasi pemeriksaan dilaksanakan di laboratorium Imunologi Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar. Sampel dalam penelitian ini, digunakan 10 penderita diabetes melitus yang dirawat di RSUD Labuang Baji kota
Makassar. Masing-masing sampel diberi kode sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 4, sampel 5, sampel 6, sampel 7, sampel 8, sampel 9, sampel 10. Sampel yang diperoleh dilakukan pemisahan terlebih dahulu, untuk mendapatkan serumnya, dengan menggunakan alat sentrifuge dengan tujuan agar terpisah antara plasma dan serum. Teknik pengambilan sampel adalah random sampling. Analisa data dilakukan dalam bentuk tabel kemudian dinarasikan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 15 Februari 2022 sampai 28 Maret 2022 di Laboratorium Imunoserologi Politeknik Kesehatan Muhammadiyah Makassar, tentang deteksi C-Reactive protein (CRP) pada penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Kota Makassar, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan gambaran C-Reactive Protein pada penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji kota Makasar Kode Sampel Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Hasil Pemeriksaan Keterangan 1 156 Positif Terjadi aglutinasi 2 135 Negatif Tidak terjadi aglutinasi 3 107 Negatif Tidak terjadi aglutinasi 4 236 Positif Terjadi aglutinasi 5 147 Positif Terjadi aglutinasi 6 213 Positif Terjadi aglutinasi 7 193 Positif Terjadi aglutinasi 8 165 Positif Terjadi aglutinasi 9 282 Positif Terjadi aglutinasi 10 252 Positif Terjadi aglutinasi
Berdasarkan hasil penelitian pada 10 sampel yang digunakan, diperoleh hasil positif sebanyak 8 sampel pada penderita diabetes melitus dan 2 sampel negatif. Dengan presentase, dari 100 % yaitu 80% Positif artinya 20% Negatif tidak terdeteksi CRP.
Hasil CRP pada penderita diabetes melitus yang negatif, dapat dijelaskan bahwa di dalam plasma tidak mengandung konsentrasi CRP. Hal ini menandakan tidak terjadinya infeksi peradangan atau rusaknya jaringan. (Masfufah ‘et al’ , 2019). CRP merupakan salah satu protein fase akut yang terdapat pada serum normal, meskipun dalam konsentrasi kecil. CRP, merupakan marker inflamasi
dan salah satu protein fase akut yang disintesis hati untuk memantau penyakit lokal pada tubuh secara non-spesifik. Kadar CRP, dapat meningkat ketika adanya trauma, infeksi bakteri, dan inflamasi. Saat kadar CRP meningkat pada penderita diabetes melitus, hal ini diakibatkan oleh adanya komplikasi kronik diabetes (Dewi ‘ et al’ ., 2016). Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran C- Reactive Protein pada penderita diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Dari data hasil penelitian ini, didapatkan hasil pemeriksaan CRP positif sebanyak 8 sampel (80%) dan yang negatif sebanyak 2 sampel (20%). Dengan total sampel sebanyak 10 sampel penderita diabetes melitus. Dengan menggunakan metode uji aglutinasi lateks. Prinsip dari metode ini adalah, penggunaan reagen C- Reactive Protein yang mengandung partikel lateks yang dicampur dengan serum yang terdapat antigen kemudian bereaksi dengan antibodi pada reagen C-Reactive Protein yang menimbulkan reaksi aglutinasi (Diagnostics, 2018). Pemeriksaan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode uji aglutinasi lateks, didapatkan hasil bahwa 8 dari 10 sampel positif CRP pada penderita diabetes melitus, yaitu kode sampel 2 dan sampel 3. Terbentuknya komplikasi diabetes melitus, mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel, dapat
mengganggu serta mengubah sifat dari berbagai protein tubuh yang kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor proinflamasi didalam darah yaitu IL-6 dan TNF-α yang memacu hepar dalam memproduksi CRP. Kadar CRP yang meningkat, juga ditandai dengan meningkatnya sitokin. CRP, adalah marker inflamasi dan protein fase akut yang disintesis di dalam hati. (Dewi ‘et al’, 2016).
Meningkatya kadar CRP pada penderita diabetes melitus, diawali dengan terjadinya hiperglikemia yang diakibatkan oleh insensivitas seluler terhadap insulin.
Selain itu, terjadi efek sekresi insulin karena ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal. Hiperglikemia kronik pada penderita diabetes melitus, berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi kronik pada diabetes melitus, yang memengaruhi terjadinya disfungsi yang terjadi pada sistem vaskular, khususnya pada endotel pembuluh darah. Hal ini menyebabkan adanya komplikasi vaskular diabetes yang berkaitan dengan proses aterosklerosis, ini sesuai dengan penelitian oleh Kalma (2018), menyatakan bahwa kadar CRP pada penderita diabetes melitus, dapat meningkat ≥ 6 mg/L sebagai akibat dari respon inflamasi. Terdeteksinya CRP pada penderita diabetes melitus, berarti terbentuknya marker inflamasi fase akut yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Keadaan ini menunjukkan bahwa, terjadinya hiperglikemia kronis, mengakibatkan rusaknya hampir seluruh jaringan tubuh, khususnya pada jaringan yang berhubungan dengan hormon insulin maka akan memengaruhi respon inflamasi kronis seperti CRP. Komplikasi ini, dapat dilihat dari terbentuknya perubahan pada sistem vaskular, yang dikarenakan control glukosa yang memburuk dalam jangka waktu yang lama (Shahab, 2010).
Selain itu, hasil positif pada pemeriksaan CRP, diakibatkan oleh membesarnya jaringan adiposit pada tubuh dan tubuh akan menghasilkan protein lebih banyak. Hal ini, merupakan penanda jika tubuh mengalami peradangan atau inflamasi (Situmeang, 2018). Berdasarkan penelitian Kalma
(2018), menyatakan bahwa kadar CRP pada penderita diabetes melitus, dapat meningkat ≥ 6 mg/L sebagai akibat dari respon inflamasi. Terdeteksinya CRP pada penderita diabetes melitus, berarti terbentuknya marker inflamasi fase akut yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Keadaan ini menunjukkan bahwa, terjadinya hiperglikemia kronis,
mengakibatkan rusaknya hampir seluruh jaringan tubuh khususnya pada jaringan yang berhubungan dengan hormon insulin maka akan memengaruhi respon inflamasi kronis seperti CRP. Kadar CRP pada diabetes melitus dapat menurun, apabila dilakukan pengobatan berlanjut setelah dideteksi adanya CRP. Menurut Kalma (2018), obat-obatan yang menghambat peningkatan CRP, yaitu colchicine dan statin atau obat anti radang (NSAID). Selain itu, bisa didukung dengan pelaksanaan pola hidup sehat seperti rajin berolahraga, pola makan teratur dan bergizi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari 10 sampel yang diperiksa, terdapat 2 sampel yang memberikan hasil negatif yaitu kode sampel 2 dan sampel 3, menandakan bahwa tidak adanya marker inflamasi pada pasien. Berdasarkan data observasi pada pasien diabetes melitus, bahwa kontrol kadar glukosa darahnya, menurun. Hal ini, dapat menjadi salah satu faktor konsentrasi CRP pada kedua sampel tidak meningkat.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes melitus beresiko memicu peningkatan kadar CRP. Disarankan untuk peneliti selanjutnya, yaitu melakukan penelitian CRP pada penderita diabetes melitus dengan pemeriksaan semi kuantitatif.
Untuk masyarakat secara umum dan penderita diabetes melitus secara khusus, hendaknya segera melakukan deteksi dini C- Reactive Protein , untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan tubuh akibat peradangan. Disertai dengan melakukan pola hidup sehat, guna mencegah terjadinya peningkatan kadar CRP pada tubuh.
DAFTAR PUSTAKA Dewi, et al . (2016). Gambaran C- reactive protein (CRP) Serum pada perokok aktif usia > 40
Tahun. Jurnal e-Biomedik (eBm), 4(2),2 .
Diagnostics, G. 2018. CRP-Latex Kit Slide Test. Glory Diagnostics Manufactured in the Spain CE.
Fatimah, R. N. Restyana Noor F.
Diabetes Melitus Tipe 2 In Majority (4).
Hasanah, U. (2020). Insulin Sebagai Pengatur Kadar Gula Darah, Infodatin Diabetes-Melitus . Kementerian Kesehatan RI. Kalma. (2018). Studi Kadar C-Reactive
Protein pada Penderita Dibetes Melitus. Jurnal Media Analis Kesehatan, 1(1), 62-68. Kurniadi, et al . (2015). Stop Gejala Penyakit Jantung Coroner, Kolesterol Tinggi, Diabetes Melitus, Hipertensi. Yogyakarta: Istana Media. Lathifah, N. L. (2017). Hubungan Durasi Penyakit dan Kadar Gula Darah dengan Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus Masfufah, et al . (2019). Gambaran C- Reactive Protein (CRP) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Malang.
Panggabean, D. 2020. Gambaran C- Reactive Protein (CRP) Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Karya Tulis Ilmiah. Medan: Poltekes Kemenkes Medan Parkeni. KonsensusPengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI. 2020. Riset
Kesehatan Dasar.
Shahab, A. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Interna Publishing Pusat penerbitan.
Situmeang, M. (2018). Gambaran C- Reactive Protein Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang
dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Yekti, N., Rochmah, Y. S., & Mujayanto,
R. (2014). Analisa Profil Analisa Profil Kadar C-Reactive Protein pada Status Kesehatan Periodintal Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (Studi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang). In Dental Journal (Vol. 1). Yeri J., Harahap, A. S., Herman, R. B., & Yerizel, E. (2015). Gambaran Glukosa Darah Setelah Latihan Fisik pada Tikus Wistar Diabetes Melitus yang Diinduksi Aloksan. In Andalas (Vol. 4) Yerizel. (2015). Gambaran Glukosa
Darah Setelah Latihan Fisik pada Tikus Wistar Diabetes Melitus yang Diinduksi Aloksan. ( 4).
|
3f8c1434-4412-497a-9629-378f227491a4 | http://journal.stiem.ac.id/index.php/jurman/article/download/963/535 |
## Peranan Patriotisme terhadap Kepatuhan Pajak: Sebuah Literatur Review
## Andri Marfiana
## Politeknik Keuangan Negara STAN
## Abstract
One form of love for the homeland is to pay taxes, so that behavior can be said to have a patriotic spirit. The purpose of this study is to examine previous studies that discuss the effect of patriotism on tax compliance. Hance, it can be seen to what extent existing research has measured the effect of patriotism on tax compliance. This study uses a literature review method, by reviewing 18 articles related to patriotism and tax compliance. In addition, this study also examines 11 articles related to patriotism with tax morale. When tax morale is defined as the motivation of the building elements to pay taxes. So it is directly proportional to tax compliance. The result of this study is that patriotism has an effect on tax compliance, although it does not stand alone. Only a few studies suggest otherwise. Patriotism also has a positive effect on tax morale. Even when patriotism is moderated, it can help strengthen the effect of the independent variable on tax compliance.
Keywords: Patriotism, tax morale, tax compliance.
## Abstrak
Salah satu bentuk cinta tanah air adalah dengan membayar pajak, sehingga perilaku tersebut dapat dikatakan memiliki jiwa patriotisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak. Sehingga dapat diketahui sejauh mana penelitian yang ada sudah mengukur pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak. Penelitian ini menggunakan metode literatur review, dengan menelaah sebanyak 18 artikel terkait petriotisme dengan kepatuhan pajak. Selain itu, penelitian ini juga menelaah 11 artikel terkait patriotisme denagn tax morale. Hal ini dilakukan karena tax morale diartikan sebagai motivasi unsur pembangun untuk membayar pajak. Ehingga berbanding lurus dengan kepatuhan pajak. Hasil dari penelitian ini adalah patriotisme berpengaruh kepada kepatuhan pajak, walaupun tidak berdiri sendiri. Hanya sedikit penelitian yang menayatkan sebaliknya. Patriotisme juga berpengaruh positif terhadap tax morale. Bahkan ketika patriotisme menjadi moderasi, bisa membantu memperkuat pengaruh variabel bebas terhadap kepatuhan pajak. Sehingga variable patriotisme dapat dijadikan sebagai variable bebas maupun moderasi untuk menguji variable kepatuhan pajak. Akan tetapi patriotisme tidak dapat berdiri sendi, melainkan hanya sebagai faktor pendukung.
Kata Kunci: Patriotisme, Moral Pajak, Kepatuhan Pajak.
## 1. Pendahuluan
Kepatuhan pajak merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak (Rahmawati, (2014; Suhendra, 2011; Yeni, 2013). Terkait hal tersebut, peningkatan kepatuhan pajak menjadi perhatian bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sehingga kepatuhan wajib pajak yang tinggi menjadi salah satu rencana strategis DJP untuk tahun 2020-2024 (DJP, 2022). Beberapa upaya telah dilakukan oleh DJP dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, diantaranya upaya peningkatan kepatuhan pelaporan SPT Tahunan melalui e- filling (Agustiningsih & Isroah, 2016; Nurlaela, 2018). Selain itu, penelitian terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak sudah dilakukan sejak lama (Devos, 2014), karena masalah kepatuhan pajak sudah timbul sejak adanya pajak itu sendiri (Andreoni, et al. , 1998). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung adalah patriotisme.
Patriotisme diartikan sebagai “sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya; semangat cinta tanah air” (KBBI, 2022). Salah satu bentuk pengorbanan terhadap tanah air adalah mematuhi ketentuan yang diatur oleh negara, salah satunya membayar pajak. Orang yang memiliki rasa patriotisme terhadap negaranya cenderung patuh dalam melakukan kewajiban pajaknya (Pradini, et al. , 2016). Bahkan ada yang menyebut orang yang tidak patuh membayar pajak merupakan orang yang nonpatriotic (MacGregor & Wilkinson, 2012). Dari penjabaran di atas penulis akan membahas seberapa signifikan pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak secara umum berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan. Sehingga akan memberikan manfaat bagi institusi DJP, selaku pihak yang berwenang memungut pajak, untuk membuat kebijakan dengan memperhatikan faktor ini.
## 2. Landasan Teori
## 2.1. Kepatuhan Pajak
Kepatuhan pajak adalah “suatu keadaan saat Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar, dan membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya” (Jotopurnomo & Mangoting, 2013). Berdasarkan definisi tersebut, kepatuhan pajak dapat dibagi dua, yaitu kepatuhan pajak formal dan kepatuhan pajak material (Marfiana, 2018). Kepatuhan pajak formal meliputi memahami ketentuan pajak, mengisi formulir pajak, cara membayar dan melaporkan pajak. Sedangkan kepatuhan pajak material terkait dengan menghitung pajak dengan benar dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan.
## 2.2. Patriotisme
Kata patriot sering diasosiasikan dengan kepahlawanan. Seperti dalam film The Patriot yang dibintangi oleh aktor Mel Gibson. Dalam film tersebut diceritakan kisah seorang petani yang memimpin Milisi Kolonial selama Revolusi Amerika ketika seorang perwira Inggris yang sadis membunuh putranya (IMDB, 2022). Tetapi seperti sudah didefinisikan diawal, patriotisme yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah patriotisme secara ekonomi.
Patriotisme ekonomi didefinisikan sebagai pilihan ekonomi oleh kelompok sosial tertentu, perusahaan, atau sektor yang dianggap oleh pemegang kekuasaan, mendukung kebijakan pemerintah karena status teritorial mereka (Clift & Woll, 2012). Sehingga bagi wajib pajak yang patuh dalam kewajiban pajaknya, dimungkinkan mempunyai jiwa patriotisme lebih tinggi dibanding yang kurang patuh atau tidak patuh sama sekali. Walaupun demikian, patriotisme ini sendiri bukan faktor utama dari penentu kepatuhan dari wajib pajak (Konrad & Qari, 2012). Sesuai definisinya, patriotisme merupakan suatu
sikap yang timbul untuk mempengaruhi suatu tingkah laku individu. Dalam beberapa penelitian membuktikan patriotisme mempengaruhi moral pajak dari seorang individu (Bilgin, 2014; Hosseini Kondelaji, et al. , 2016). Kemudian moral pajak inilah yang akan mempengaruhi kepatuhan pajak dari seorang individu itu tersebut (Cummings, et al., 2009; Lisi, 2015; Torgler, 2007).
## 2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menunjukan pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung (Adiningtyas & Zulaikha, 2016; Alshira'h & Abdul-Jabbar, 2020; Alshira'h, et al. , 2020; Gangl, et al. , 2016; Geys & Konrad, 2020; Jannah, Hutadjulu & Rante, 2018; Konrad & Qari, 2012; Lavoie, 2011; MacGregor & Wilkinson, 2012; Mulya, 2020; Mwaura, 2019; Nazaruddin, 2019; Pradini et al ., 2016; Putra, 2018; Putra & Supartini, 2019; Qari, et al. , 2012; Silalahi, et al. , 2019; Yucedogru, 2013). Selain itu juga beberapa penelitian terdahulu menunujukan pengaruh patriotisme terhadap moral pajak (Bilgin, 2014; Hosseini Kondelaji et al ., 2016; Leonardo & Martinez-Vazquez, 2016; Martinez-Vazquez & Torgler, 2009; Ristovska, et al., 2013; Sá, Martins, & Gomes, 2013; Torgler, 2003a, Torgler, 2003b; Torgler, 2004; Torgler & Schneider, 2004; Trüdinger & Hildebrandt, 2013).
## 3. Metode
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis tinjauan literatur ( literature review ). Penelitian ini mengkaji pengaruh Patriotisme terhadap Kepatuhan Pajak baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses analisis dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, terkait patriotisme dan perannya dalam mempengaruhi kepatuhan pajak. Dalam mengumpulkan literatur review , penelitian ini mencari penelitian terdahulu dengan menggunakan bantuan program Harzing’s Publish or Perish . Kata kunci pertama yang digunakan adalah “Patriotism” dan “Tax Compliance” dengan mesin pencari Google Scholar , dengan batasan 200 artikel. Selanjutnya, diteruskan dengan kata kunci “Patriotisme” dan “Kepatuhan Pajak”. Dari hasil pencarian tersebut selanjutnya kami buatkan peta penelitian dengan menggunakan aplikasi Vos Viewer . Hasil pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Selanjutnya hasil pemetaan tersebut juga terlihat bahwa penelitian hubungan antara patriotisme dan kepatuhan pajak masih relatif sedikit (Gambar 2).
Gambar 1. Peta Penelitian
Sumber: VOSviewer diolah sendiri (2022)
Gambar 2 Density Pemetaan Penelitian
Sumber: VOSviewer diolah sendiri (2022)
Setelah melakukan pemetaan penelitian, artikel yang dikumpulkan kami batasi dengan berbagai kriteria, antara lain 1) membahas patriotisme yang terkait dengan kepatuhan pajak atau perpajakan, 2) artikel berbahasa Inggris maupun berbahasa Indonesia, 3) artikel dapat berupa jurnal, buku, disertasi, skripsi dan telah melalui uji peer review atau telah disetujui oleh tim penguji, dan 4) tersedia dalam bentuk full text secara online. Dari pencarian tersebut, terdapat 29 artikel yang secara tegas membahas
patriotisme dan kepatuhan pajak. Walaupun dari artikel-artikel tersebut, ada sebanyak 11 artikel membahas patriotisme melalui moral pajak. Artikel-artikel inilah yang akan dipakai untuk menjawab pertanyaan pada penelitian ini.
## 4. Hasil Analisis Dan Pembahasan
Hasil penelaahan terhadap artikel-artikel yang meneliti pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak baik secara langsung maupun sebagai moderasi, disajikan dalam Tabel 1. Sedangkan artikel-artikel yang meneliti pengaruh patriotisme terhadap moral pajak disajikan pada Tabel 2. Penelitian ini tetap menyajikan artikel yang meneliti pengaruh patriotisme terhadap moral pajak, karena banyak penelitian juga menyebutkan moral pajak mempengaruhi kepatuhan pajak (Cummings et al ., 2009; Lisi, 2015; Torgler, 2007). Sehingga secara tidak langsung patriotisme berpengaruh secara tidak langsung kepada kepatuhan pajak melalui moral pajak.
## Tabel 1
Hasil Telaah Tinjauan Pustaka Patriotisme Terhadap Kepatuhan No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian 1 Patriotism, taxation and international mobility Salmai Qari; Kai A. Konrad; Benny Geys 2012 Negara OECD Penelitian ini menemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa a) patriotisme yang lebih tinggi dikaitkan dengan beban pajak yang lebih tinggi, dan b) hubungan ini lebih kuat untuk golongan menengah keatas dari distribusi pendapatan 2 The last refuge of a scoundrel?
Patriotism and tax compliance Kai A. Konrad, Salmai Qari 2012 Perbandi ngan data antar Negara Kepatuhan pajak dan patriotisme berkorelasi positif di tingkat negara, dan hubungan yang sama berlaku pada tingkat individu, mengendalikan sejumlah besar karakteristik sosial ekonomi. 3 Patriotism and Taxation: The Tax Compliance Implications of the Tea Party Movement Richard L. Lavoie 2011 Amerika Serikat Penelitian ini mengisyaratkan bahwa patriotisme mungkin menjadi faktor yang memperlemah kepatuhan pajak di Amerika Serikat daripada di tempat lain
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian 4 The Effect Of Economic Patriotism On Tax Morale And Attitudes Toward Tax Compliance Jason MacGregor and Brett Wilkinson 2012 Amerika Serikat Penelitian menemukan bahwa individu patriotik secara signifikan lebih positif dalam membayar pajak untuk mendukung negara mereka dan lebih mungkin untuk percaya pada kemajuan sistem pajak daripada individu nonpatriotik. Penelitian tidak menemukan bukti bahwa pembayar pajak patriotik merasa membayar lebih banyak pajak secara keseluruhan menjadi patriotik. Namun penelitian menemukan bukti kuat bahwa pembayar pajak patriotik menganggap penggelapan pajak (kecurangan pajak) tidak patriotik. 5 Understanding tax morale and tax compliance of SMEs An example of Turkey Recep Yucedogru 2013 Turkey Patriotisme dan kompleksitas pajak tidak secara efektif mempengaruhi keputusan UKM dalam sampel untuk mejalankan kepatuhan perpajakan 6 Patriotism and Taxation Benny Geys dan Kai A. Konrad 2020 Perbandi ngan Data Negara Penelitian ini menunjukan bahwa negara yang memiliki rasa patriotisme yang tinggi cenderung membebankan pajak penghasilan yang lebih tinggi
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian 7 Patriotism’s Impact on Cooperation
with the State:
An Experimental Study on Tax Compliance Katharina Gangl, Benno Torgler, Erich Kirchler 2016 Austria Hasil penelitian menunjukkan bahwa patriotisme yang dilaporkan dan dimanipulasi secara tidak langsung meningkatkan kepatuhan pajak, meskipun bendera nasional juga meningkatkan nasionalisme. Prestasi nasional, di sisi lain, tampaknya meningkatkan kepercayaan pada lembaga publik nasional dan motivasi sukarela untuk bekerja sama, sedangkan lanskap nasional hanya meningkatkan motivasi sukarela untuk bekerja sama. Dengan demikian, modal sosial dalam bentuk kepercayaan dan kerjasama dapat ditingkatkan melalui patriotisme tanpa harus menumbuhkan nasionalisme juga. 8 Pengaruh Kompetensi Pembukuan, Risiko
Pemeriksaan, Dan Patriotisme
Ekonomi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Rachmatika Adiningtyas , Zulaikha 2016 Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM Indonesi a Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi pembukuan, dan patriotisme ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan risiko pemeriksaan pajak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian 9 Pengaruh Patriotisme, Korupsi dan Pungli Terhadap Kepatuhan Perpajakan Harlinda Siska Pradini, Martdian Ratnasari, Trixa Eka Wahyu Hidayat 2016 WP Pulau Jawa Patriotisme berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini tidak menemukan bukti bahwa persepsi wajib pajak atas korupsi dan pungutan liar mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. 10 Pengaruh Patriotisme, Commitment, dan Caputilation Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi Rio Johan Putra 2018 Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM Penelitian menunjukkan bahwa partiotisme, commitment, dan capitulation secara parsial berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menjalankan kewajibannya di bidang perpajakan. 11 Pengaruh Patriotisme, Korupsi Dan Pungli Terhadap Kepatuhan Perpajakan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jayapura
Mip Tahul Jannah, Linda Y. Hutadjulu, Andika Rante 2018 WP Jayapura Patriotisme memiliki berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak. Namun, Korupsi dan pungli tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada kepatuhan pajak. 12 Determinants Of Tax Compliance Among Small Scale Businesses In Thika Town Eric Gathungu Mwaura 2019 Small Scale Business es In Thika Town Africa Patriotisme meningkatkan kepatuhan pajak 13 Pengaruh Implementasi Penurunan Tarif Pajak UMKM Rio Johan Putra dan Supartini 2019 WP UMKM Indonesi a Penurunan tarif pajak UMKM berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, patriotisme berpengaruh terhadap
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM Dengan Patriotisme Sebagai Variabel Moderasi kepatuhan wajib pajak dan patriotisme mampu memoderasi (memperkuat) pengaruh antara penurunan tarif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak 14 Moderating role of patriotism on sales tax compliance among Jordanian SMEs Ahmad Farhan Alshira’h dan Hijattulah Abdul- Jabbar 2020 Jordania n SMEs Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak dan sanksi pajak berhubungan positif dengan tingkat kepatuhan pajak penjualan, sedangkan tarif pajak secara signifikan terkait dengan kepatuhan pajak penjualan. Penelitian juga menunjukkan efek signifikan moderating dari patriotisme pada hubungan antara sanksi pajak, pemeriksaan pajak dan tarif pajak dengan kepatuhan pajak penjualan 15 Pengaruh Persepsi Patriotisme, Persepsi Korupsi Dan Pungli Terhadap
Kepatuhan Pajak
Hans Valiant Silalahi 2019 WP Palemba ng Patriotisme berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini tidak menemukan bukti bahwa persepsi wajib pajak atas korupsi dan pungutan liar mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. 16 The Role of Religiosity and Patriotism in Improving Taxpayer Compliance Ietje Nazaruddin 2019 WP Yogjaka rta Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat religiusitas berpengaruh positif terhadap patriotisme dan kepatuhan wajib pajak. Patriotisme yang tinggi akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian Hasil penelitian juga memberikan bukti empiris bahwa terdapat pengaruh tidak langsung religiusitas terhadap kepatuhan wajib pajak melalui mediasi patriotisme 17 Do public governance and patriotism matter? Sales tax compliance among small
and medium enterprises in
developing countries: Jordanian evidence Ahmad Farhan Alshira’h and Hasan Mahmoud Al- Shatnawi 2020 small and medium enterpri ses in developi ng countrie s: Jordani an evidence Patriotisme dan tata kelola publik meningkatkan tingkat kepatuhan pajak penjualan. Pengaruh interaksi patriotisme terhadap hubungan antara tata kelola publik dengan kepatuhan pajak penjualan 18 Effectiveness Of MSAP, Fiscus Services
And Taxation Sanctions On Tax Obligation Compliance
With Patriotism As Intervening Variables Ali Sandy Mulya 2020 WP KPP Pratama Serpong Layanan dari institusi pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan modernisasi sistem administrasi perpajakan dan sanksi perpajakan tidak signifikan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak bahkan dengan patriotisme sebagai variabel intervening.
Hasil pemetaan penelitian terkait patriotisme yang digambarkan pada Gambar 1 menunjukan bahwa studi yang meneliti hubungan antara patriotisme dan kepatuhan pajak masih sedikit. Lebih lanjut pada Gambar 2, terlihat juga bahwa kepadatan penelitian pada variabel Patriotisme terhadap kepatuhan pajak masih membuka peluang untuk dilakukan penelitian. Sehingga peranan patriotisme dalam mempengaruhi kepatuhan pajak masih luas untuk diteliti lebih lanjut.
Patriotisme terkait dengan perilaku pajak sudah diteliti diberbagai negara, ada yang melakukan penelitian antar negara dunia Geys & Konrad, (2020); Konrad & Qari, (2012); Qari et al ., (2012), Amerika Serikat Lavoie, (2011); MacGregor & Wilkinson, (2012), Eropa Gangl et al., (2016); Yucedogru, (2013), Africa Mwaura, (2019), Asia A. F. Alshira'h & H. Abdul-Jabbar, (2020); Alshira'h et al ., (2020), bahkan Indonesia Adiningtyas & Zulaikha, (2016); Jannah et al ., (2018); Nazaruddin, (2019); Pradini et al .,
(2016); Putra, (2018); Putra & Supartini, (2019); Silalahi et al ., (2019) dengan hasil yang berbeda-beda.
Beberapa penelitian menunjukan pengaruh langsung variabel patriotisme terhadap kepatuhan pajak, bersama dengan variabel lain Adiningtyas & Zulaikha, (2016); Jannah et al ., (2018); Konrad & Qari, (2012); MacGregor & Wilkinson, (2012); Mwaura, (2019); Nazaruddin, (2019); Pradini et al ., (2016); Putra, (2018); Putra & Supartini, (2019); Silalahi et al ., (2019). Meskipun mempunyai pengaruh langsung, patriotisme tidak memilik efek yang kuat terhadap kepatuhan pajak (Konrad & Qari, 2012), patriotisme tidak bisa sendiri mempengaruhi kepatuhan pajak. Harus ada variabel lain yang membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Di lain pihak penelitian yang dilakukan oleh Yucedogru (2013) menyatakan bahwa patriotisme tidak secara efektif mempengaruhi kepatuhan pajak. Lebih jauh Lavoie (2011) dalam penelitiannya di Amerika Serikat, justru menyatakan bahwa patriotime memperlemah kepatuhan pajak atas kasus yang ditelitinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Gangl et al ., (2016) menemukan bahwa efek patriotisme terhadap kepatuhan pajak terjadi secara tidak langsung. Sedangkan Putra & Supartini, (2019); A.F. Alshira'h & H. Abdul-Jabbar, (2020) menjadikan patriotisme sebagai moderator variabel independen kepada kepatuhan pajak. Hasilnya bahwa patriotime sebagai moderator memperkuat pengaruh variabel independen kepada kepatuhan pajak sebagai variabel bebas. Selain itu patriotisme juga berpengaruh kepada beban pajak yang lebih tinggi(Geys & Konrad, (2020); Qari et al ., (2012). Dimana negara yang memiliki rasa patriotisme tinggi, membebankan pajak lebih tinggi kepada warganya.
Variabel lain yang membantu kepatuhan peningkatan pajak adalah moral pajak ( Tax Morale ) (Torgler, 2007). Pengaruh moral pajak kepada kepatuhan pajak cukup signifikan. Untuk itu, penelitian ini juga menelaah beberapa artikel yang membahas pengaruh partiotisme terhadap moral pajak, seperti yang terlihat pada Tabel 2.
## Tabel 2
Hasil Telaah Tinjauan Pustaka Patriotisme Terhadap Tax Morale No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian 1 Determinants of tax morale in Spain and Turkey: an empirical analysis Cevat Bilgin 2014 Turkey dan Spanyol Agama (Religiusitas) dan kebanggaan kebangsaan (Patriotisme) mempengaruhi moral pajak secara positif 2 Analyzing Determinants of Tax Morale Based on Social Psychology MirHadi Hosseini Kondelaji, Majid Sameti, Hadi Amiri, 2016 Iran Keyakinan terhadap Pemerintah dan Kebanggaan Kebangsaan memiliki pengaruh positif
dan berpengaruh
signifikan terhadap moral pajak
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian Theory: Case Study of Iran Rozita Moayedfar 3 Politicians, bureaucrats, and tax
morale: What shapes tax compliance attitudes?
Gabriel Leonardo, Jorge Martinez- Vazquez 2016 40 Negara Religiusitas dan kebanggaan nasional sama-sama positif dan signifikan secara statistik (nilai-nilai agama yang lebih tinggi dan kebanggaan terhadap asal- usul nasional seseorang) dikaitkan dengan moral pajak yang lebih tinggi 4 The Evolution of Tax Morale in Modern Spain Jorge Martinez- Vazquez & Benno Torgler 2009 Spanyol Tren waktu konsisten dengan hasil sebelumnya, variabel makro pengangguran dan inflasi memiliki dampak negatif yang kuat terhadap moral pajak. Sedangkan, kepercayaan pada parlemen, religiositas dan kebanggaan nasional (Patriotisme) berpengaruh positif terhadap tax morale . 5 Tax morale, Occupation and Income Level: an Analysis of Portuguese Taxpayers Antonio Martins, Carlos Gomes 2014 Portugis Kebanggaan yang lebih tinggi terhadap asal negara (Patriotisme) berkaitkan dengan moral pajak yang lebih tinggi. 6 An alternative view to the tax evasion: the effect of tax morale on paying taxes in Macedonia and EU countries Maja Ristovska, Nikica Mojsoska- Blazevski, Miso Nikolov 2013 Macedo nia dan Uni Eropa Signifikansi terhadap tax morale ditemukan untuk beberapa variabel, yaitu:
usia, bahasa yang
digunakan oleh orang yang diwawancarai (perkiraan etnis), tingkat pendapatan,
kebanggaan nasional (Patriotisme), kepercayaan pada pemerintah, kepercayaan pada
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian keadilan, kepercayaan pada pegawai negeri, kepuasan hidup dan melihat usaha individu. 7 Tax morale in transition countries Benno Torgler 2003a Eropa Tengah dan Timur Hasil yang diperoleh dari variabel TRUST IN GOVERNMENT, TRUST IN THE LEGAL SYSTEM dan PRIDE (Patriotisme) kuat di semua negara, menunjukkan efek positif pada moral pajak. 8 To evade taxes or not to evade: that is the question Benno Torgler 2003b Kanada Dengan data dari World Values Survey (WVS), yaitu Kanada, bukti kuat telah ditemukan bahwa kepercayaan pada pemerintah, kebanggaan (Patriotisme), dan religiusitas memiliki pengaruh positif yang sistematis terhadap moral pajak. 9 Tax morale in Asian countries Benno Torgler 2004 Asia Kepercayaan terhadap Pemerintah, Kebanggaan (Patriotisme), dan Pro Demokrasi secara signifikan mempengaruhi moral pajak dengan cara yang positif. 10 Does culture influence tax morale? Evidence from different European countries Benno Torgler, Friedrich Schneider 2004 Negara Eropa Demokrasi langsung memiliki dampak yang kuat pada moral pajak di Swiss. Tidak hanya institusi yang dapat diamati di Swiss tetapi juga sikap pro demokrasi di Belgia dan Spanyol memiliki efek positif pada moral pajak. Menariknya, kebanggaan dan kepercayaan nasional (Patriotisme), diukur sebagai kepercayaan pada sistem hukum, pemerintah
No Judul Penelitian Peneliti Tahun Sampel Hasil Penelitian dan parlemen, memiliki efek positif yang konsisten pada moral pajak. 11 Causes and contexts of tax morale: rational considerations, community orientations, and communist rule Eva-Maria Trüdinger dan Achim Hildebrandt 2013 Negara Eropa Patriotisme memiliki pengaruh positif terhadap tax morale .
Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa patriotisme mempengaruhi moral pajak. Tax morale sendiri dapat diartikan sebagai motivasi unsur pembangun untuk membayar pajak (Torgler, 2003a). Sehingga apabila tax morale tinggi, maka diharapka kepatuhan pajak juga akan tinggi. Untuk itu banyak peneliti menggunakan istilah tax morale untuk mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak. Patriotisme berhubungan dengan tingkah laku individu, sehingga untuk mengukur pengaruhnya, diukur dengan menggunakan tax morale . Meskipun penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terdahulu menyatakan patriotisme berpengaruh positif terhadap tax morale, Patriotisme tetap tidak dapat berdiri sendiri untuk mempengaruhinya. Diperlukan variabel lain, yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, seperti religiusitas, trust terhadap Pemerintah, dan social norm , dan individual norm .
## 5. Simpulan, Keterbatasan Dan Saran
Pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak memang ada, tetapi patriotisme bukan variabel utama dalam menentukan peningkatan kepatuhan pajak. Tetapi penelitian juga membuktikan, bahwa negara yang memilik masyarakat berjiwa patriotisme tinggi, membayar pajak lebih tinggi dibanding dengan negara yang jiwa patriotismenya rendah. Sehingga Pemerintah dapat mempertimbangkan, upaya meningkatkan kepatuhan pajak, salah satunya dengan menumbuhkan rasa patriotime dalam diri warganya. Ini juga terbukti bahwa, patriotisme dapat memoderasi variabel lain dalam meningkatkan kepatuhan pajak.
Selain itu melalui tax morale , patriotisme bersama variabel psikis lainnya seperti religiusitas, trust terhadap Pemerintah, dan social norm , dan individual norm diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak sukarela dari para wajib pajak. Sehingga cost of compliance dapat dikurangi dengan memaksimalkan upaya peningkatan tax morale melalui patriotisme dan variabel lainnya.
Jurnal ini diharapkan mampu memberikan implikasi dengan menambah telaah literatur atas penelitian tingkat pengaruh patriotisme terhadap kepatuhan pajak. Penulisan penelitian ini juga mempunyai beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan dalam
penelitian ini yang dapat menimbulkan ketidakakuratan pada hasil penelitian antara lain yaitu enelitian ini hanya menggunakan telaah literatur. Sehingga hanya merangkum hasil penelitian sebelumnya untuk memperoleh kesimpulan yang baru. Lebih lanjut, dalam penelitian ini banyak variabel lain yang belum dibahas terkait pengaruhnya terhadap kepatuhan pajak. Penelitan ini juga membatasi penelaahan hanya atas variabel-variabel patriotisme, kepatuhan pajak, dan moral pajak.
Mengingat keterbatasan pada penelitian ini, kami menyarankan beberapa hal antara lain agar penelitian pengaruh patriotime terhadap kepatuhan pajak dapat dilakukan secara empirik. Selanjutnya, menjadikan penelitian ini sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut, dalam upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak. Terakhir, penelitian ini menyarankan pengujian variabel lain selain patriotisme, sehingga tercipta model baru dalam mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak.
## Referensi
Adiningtyas, R., & Zulaikha, Z. (2016). Pengaruh kompetensi pembukuan, risiko pemeriksaan, dan patriotisme ekonomi terhadap kepatuhan wajib pajak. Diponegoro Journal of Accounting, 5 (2).
Agustiningsih, W., & Isroah, I. (2016). Pengaruh Penerapan E-Filing, Tingkat Pemahaman Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di KPP Pratama Yogyakarta. Nominal: Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen, 5 (2), 107-122.
Alshira'h, A., & Abdul-Jabbar, H. (2020). Moderating role of patriotism on sales tax compliance among Jordanian SMEs. … Journal of Islamic and Middle Eastern … . doi:10.1108/imefm-04-2019-0139
Alshira'h, A. F., & Abdul-Jabbar, H. (2020). Moderating role of patriotism on sales tax compliance among Jordanian SMEs. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management .
Alshira'h, A. F., Al-Shatnawi, H. M., Al-Okaily, M., Lutfi, A., & Alshirah, M. H. (2020). Do public governance and patriotism matter? Sales tax compliance among small and medium enterprises in developing countries: Jordanian evidence. EuroMed Journal of Business .
Andreoni, J., Erard, B., & Feinstein, J. (1998). Tax compliance. Journal of Economic Literature, 36 (2), 818-860.
Bilgin, C. (2014). Determinants of tax morale in Spain and Turkey: an empirical analysis. European Journal of Government and Economics, 3 (1), 60-74.
Clift, B., & Woll, C. (2012). Economic patriotism: reinventing control over open markets. Journal of European public policy, 19 (3), 307-323.
Cummings, R. G., Martinez-Vazquez, J., McKee, M., & Torgler, B. (2009). Tax morale affects tax compliance: Evidence from surveys and an artefactual field experiment. Journal of Economic Behavior & Organization, 70 (3), 447-457. Devos, K. (2014). Tax compliance theory and the literature Factors influencing individual taxpayer compliance behaviour (pp. 13-65): Springer. DJP. (2022). Sasaran dan Rencana Strategis 2020-2024 Direktorat Jenderal Pajak. Retrieved from https://pajak.go.id/id/sasaran-dan-rencana-strategis-2020-2024- direktorat-jenderal-pajak
Gangl, K., Torgler, B., & Kirchler, E. (2016). Patriotism's impact on cooperation with the state: an experimental study on tax compliance. Political psychology, 37 (6), 867- 881.
Geys, B., & Konrad, K. A. (2020). Patriotism and taxation. Handbook of Patriotism , 801- 818.
Hosseini Kondelaji, M., Sameti, M., Amiri, H., & Moayedfar, R. (2016). Analyzing determinants of tax morale based on social psychology theory: case study of Iran. Iranian Economic Review, 20 (4), 581-598.
IMDB. (2022). The Patriot. Retrieved from https://www.imdb.com/title/tt0187393/
Jannah, M. T., Hutadjulu, L. Y., & Rante, A. (2018). Pengaruh Patriotisme, Korupsi Dan Pungli Terhadap Kepatuhan Perpajakan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jayapura. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Daerah, 13 (1).
Jotopurnomo, C., & Mangoting, Y. (2013). Pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, lingkungan wajib pajak berada terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya. Tax & Accounting Review, 1 (1),
49.
KBBI. (2022). Definisi Patriotisme. Retrieved from https://kbbi.web.id/patriotisme Konrad, K. A., & Qari, S. (2012). The last refuge of a scoundrel? Patriotism and tax compliance. Economica, 79 (315), 516-533.
Lavoie, R. (2011). Patriotism and Taxation: The Tax Compliance Implications of the Tea Party Movement. Loy. LAL Rev., 45 , 39.
Leonardo, G., & Martinez-Vazquez, J. (2016). Politicians, bureaucrats, and tax morale: What shapes tax compliance attitudes. International Studies Program Working Paper (16-08).
Lisi, G. (2015). Tax morale, tax compliance and the optimal tax policy. Economic Analysis and Policy, 45 , 27-32.
MacGregor, J., & Wilkinson, B. (2012). The effect of economic patriotism on tax morale and attitudes toward tax compliance Advances in Taxation : Emerald Group Publishing Limited.
Marfiana, A. (2018). Tren Kepatuhan Pajak Pengusaha UMKM di KPP Pratama Merauke Atas Berlakunya Pengenaan PPh Final Atas Omset. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 2 (1), 10-16.
Martinez-Vazquez, J., & Torgler, B. (2009). The evolution of tax morale in modern Spain. Journal of Economic Issues, 43 (1), 1-28.
Mulya, A. S. (2020). Effectiveness of Msap, Fiscus Services and Taxation Sanctions on Tax Obligation Compliance with Patriotism as Intervening Variables. JASa (Jurnal Akuntansi, Audit dan Sistem Informasi Akuntansi), 4 (1), 11-22. Mwaura, E. G. (2019). Determinants of Tax Compliance among Small Scale Businesses in Thika Town. United States International University-Africa. Nazaruddin, I. (2019). The role of religiosity and patriotism in improving taxpayer compliance : Muhammadiyah University Yogyakarta.
Nurlaela, L. (2018). Pengaruh Penerapan E-Filing Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada KPP Pratama Garut. Journal Wahana Akuntansi, 2 (2), 1-8.
Pradini, H. S., Ratnasari, M., & Hidayat, T. E. W. (2016). Pengaruh Patriotisme, Korupsi dan Pungli terhadap Kepatuhan Perpajakan. Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung , 1-17.
Putra, R. J. (2018). Pengaruh Patriotisme, Commitment, dan Caputilation Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi. Balance Vocation Accounting Journal, 2 (1).
Putra, R. J., & Supartini, S. (2019). Pengaruh implementasi penurunan tarif pajak umkm terhadap kepatuhan wajib pajak umkm dengan patriotisme sebagai variabel moderasi. Jurnal Akuntansi Manajerial, 4 (2), 1-9.
Qari, S., Konrad, K. A., & Geys, B. (2012). Patriotism, taxation and international mobility. Public Choice, 151 (3), 695-717.
Rahmawati, F. N. (2014). Pengaruh pemeriksaan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan wajib pajak badan di kantor pelayanan pajak pratama surakarta.
Ristovska, M., Mojsoska-Blaževski, N., & Nikolov, M. (2013). An alternative view to the tax evasion: the effect of tax morale on paying taxes in Macedonia and EU countries. Serbian Journal of Management, 8 (2), 169-183.
Sá, C., Martins, A., & Gomes, C. (2013). Tax morale, occupation and income level: An analysis of portuguese taxpayers. Comunicações . Silalahi, H. V., Yusnaini, Y., & Safitri, R. H. (2019). Pengaruh persepsi patriotisme, persepsi korupsi dan pungli terhadap kepatuhan pajak. Sriwijaya University. Suhendra, E. S. (2011). Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan badan. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, 15 (1).
Torgler, B. (2003a). Tax morale in transition countries. Post-communist economies, 15 (3), 357-381.
Torgler, B. (2003b). To evade taxes or not to evade: that is the question. The Journal of Socio-Economics, 32 (3), 283-302.
Torgler, B. (2004). Tax morale in Asian countries. Journal of Asian Economics, 15 (2), 237-266.
Torgler, B. (2007). Tax compliance and tax morale: A theoretical and empirical analysis : Edward Elgar Publishing.
Torgler, B., & Schneider, F. (2004). Does culture influence tax morale? Evidence from different European countries . Retrieved from Trüdinger, E.-M., & Hildebrandt, A. (2013). Causes and contexts of tax morale: rational considerations, community orientations, and communist rule. International Political Science Review, 34 (2), 191-209.
Yeni, R. (2013). Pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak yang dimoderasi oleh pemeriksaan pajak pada kpp pratama padang. Jurnal Akuntansi, 1 (1).
Yucedogru, R. (2013). Understanding tax morale and tax compliance of SMEs: An example of Turkey. Thesis in University of Nottingham. Available in https://www.researchgate.net/profile/Recep- Yucedogru/publication/306320590_Understanding_tax_morale_and_tax_complia nce_of_owner- managers_of_small_companies/links/60c0bdf5299bf1949f41f164/Understanding- tax-morale-and-tax-compliance-of-owner-managers-of-small-companies.pdf
## Penulis Korespondensi
Andri Marfiana dapat dihubungi melalui: [email protected]
|
6b9e5d13-9a19-42b5-b391-18b33172ac62 | http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jphp/article/download/961/552 | PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK YANG LAHIR DALAM PERKAWINAN SIRI BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 DAN
## KOMPILASI HUKUM ISLAM
LEGAL PROTECTION OF THE RIGHTS OF CHILDREN BORN IN UNREGISTERED MARRIAGE BASED ON THE CONSTITUTIONAL COURT DECISION NUMBER 46/PUU-VIII/2010 AND THE COMPILATION OF ISLAMIC LAW
Shania Dwi Hidayati a , Sonny Dewi Judiasih b , Fatmi Utarie Nasution c
## ABSTRAK
Seorang anak yang terlahir dari perkawinan siri maka anak tersebut akan dikatakan sebagai anak luar kawin dan perlu adanya pembuktian sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010. Seperti kasus yang ada dalam Putusan Nomor 125/Pdt.P/2022/PA.Sor dan Putusan Nomor 89/Pdt.G/2020/PA.Sbh yang mana masing-masing dari pihak ayah tidak mau melakukan pembuktian ilmu pengetahuan atau tes DNA sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pembuktian dan hak anak yang lahir dalam perkawinan siri melalui
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dan Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan pengumpulan data informasi diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan (wawancara). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan status perkawinan siri menurut Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah sah jika mengacu pada keabsahan perkawinan secara hukum agama masing-masing dan memperhatikan syarat dan rukun perkawinan. Dalam hal ayah tidak mau melakukan pembuktian sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 maka hakim akan memeriksa kembali pada alat bukti lain yang sah menurut hukum.
Kata kunci: anak; pembuktian; siri.
a Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jalan Ir. Soekarno Km.21 Jatinangor, Sumedang, email: [email protected]
b Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jalan Ir. Soekarno Km.21 Jatinangor, Sumedang, email: [email protected]
c Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jalan Ir. Soekarno Km.21 Jatinangor, Sumedang, email: [email protected]
## JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
P-ISSN: 2715-7202 E-ISSN: 2715-9418
Artikel diterima: 9 Juli 2022
Artikel diterbitkan: 30 November 2022
DOI: https://doi.org/10.23920/jphp .v4i1.961 Halaman Publikasi: http://jurnal.fh.unpad.ac.id/i ndex.php/JPHP/issue/archive
Diterbitkan oleh:
Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
## ABSTRACT
A child born from an unregistered marriage, the child will be said to be an illegitimate child and it is necessary to prove it in accordance with the Constitutional Court Decision Number 46/PUU-VIII/2010. Such as the case in Decision Number 125/Pdt.P/2022/PA.Sor and Decision Number 89/Pdt.G/2020/PA.Sbh where each of the fathers does not want to do scientific proof or DNA tests according to Constitutional Court Decision. This study aims to determine the evidence and rights of children born in unregistered marriages through the Constitutional Court Decision Number 46/PUU- VIII/2010 and Islamic Law. This study uses a normative juridical approach by using information data collection obtained from library research and field research (interviews). Based on the results of the study, it shows that the status of unregistered marriage according to the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law is valid if it refers to the validity of marriage according to the law of each religion and pays attention to the terms and pillars of marriage. In the event that the father does not want to prove according to the Decision of the Constitutional Court Number 46/PUU-VIII/2010, the judge will re-examine other evidence that is legal according to law.
Keywords: child; evidence; siri.
## PENDAHULUAN
Perkawinan merupakan proses pengikatan antara laki-laki dan perempuan dengan ketentuan dan syarat yang berlaku baik secara agama maupun negara. Setiap perkawinan yang dilaksanakan hakikatnya adalah selain untuk membina rumah tangga dan membentuk sebuah keluarga yang bahagia antara suami dan isteri, melalui perkawinan setiap orang berhak untuk melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut amanat Pasal 28 B ayat (1) Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Perkawinan yang sah secara hukum ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk yang selanjutnya disebut dengan Undang- Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa peristiwa perkawinan yang dianggap sah apabila telah memenuhi syarat yang sesuai dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Demi terwujudnya ketertiban perkawinan dalam masyarakat dan agar para pihak yang melangsungkan perkawinan dapat dilindungi oleh negara maka perkawinan yang dilangsungkan harus dilaksanakan di depan petugas yang berwenang sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Hal ini merupakan alat bukti bagi anak- anaknya dikemudian hari apabila terdapat suatu permasalahan atau sengketa.
Menurut hukum Islam syarat sahnya perkawinan bertujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Sejak disahkannya Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam untuk warga negara yang
beragama Islam, selain berlaku Undang-Undang Perkawinan berlaku pula Kompilasi Hukum Islam yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Pentingnya keabsahan hubungan perkawinan merupakan suatu hal prinsipil dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum agama yang dipeluk oleh para calon pengantin karena berhubungan erat dengan akibat yang ditimbulkan dari perkawinan terkait menyangkut tentang anak dan harta.
Perlindungan anak dalam hal ini sangat penting untuk mewujudkan kondisi supaya anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya serta agar mendapatkan keadilan di dalam masyarakat. Penyelenggaraan perlindungan tersebut, negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas sarana dan prasarana bagi anak terutama untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. 1
Anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan akan membawa akibat terjadinya suatu hubungan hukum berupa suatu perikatan antara orang tua dengan anak. Secara ilmiah seorang perempuan yang melahirkan seorang anak pada hakikatnya terjadi atas campur tangan suami melalui hubungan seksual. Tidak adil oleh karena itu jika hukum hanya menetapkan hubungan anak yang lahir di luar perkawinan sah hanya dengan ibu dan keluarga ibunya saja.
Perlindungan anak luar kawin, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia membentuk suatu norma hukum baru atas permohonan uji materiil Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan.
Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi pada pokoknya memutus bahwa anak luar kawin dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya sepanjang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bukti lainnya sesuai dengan hukum. Menentukan anak luar kawin agar mendapatkan status ayah biologis adalah dengan cara tes DNA atau tes genetika yang mana hasil pemeriksaannya akan menunjukan kesesuaian serta dapat dibuktikan dihadapan hukum. 2
Ketentuan dalam hukum Islam, hubungan anak dengan ayah dan ibunya tidak masalah tetapi bila dihadapkan dengan hukum Negara hubungan keperdataan dengan
1 Alimuddin. (2014). Pembuktian Anak Dalam Hukum Acara Peradilan Agama . Bandung: Nuansa Aulia. hlm. 2.
2 Sanny Budi Kusuma, Proses Pembuktian Seorang Anak Luar Kawin Terhadap Ayah Biologisnya Melalui Tes DNA, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 3.
ayah biologisnya tidak diakui sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan siri dianggap sebagai anak luar kawin (dianggap tidak sah) oleh negara sehingga akibat hukumnya anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarganya sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada (Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam).
Persoalan hak dan kedudukan anak dalam Hukum Islam cukup berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW melalui hadist Said bin Abi Waqash:
“Barang siapa yang mengakui seseorang dalam Islam sebagai ayah, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya maka diharamkan baginya surga”. (HR. Muslim 95)”
Perlindungan anak dalam hukum Islam, sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT Q.S.An-Nisa/4:9:
ْوُقَيْل َو َ هاللّٰ اوُقَّتَيْلَف ْْۖمِهْيَلَع ا ْوُفاَخ اًفٰع ِض ًةَّي ِ رُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم ا ْوُك َرَت ْوَل َنْيِذَّلا َشْخَيْل َو اًدْيِدَس ًلً ْوَق ا ْوُل
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang -orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan mereka oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa/4:9)
Prinsip-prinsip perlindungan terhadap anak sebagaimana perintah Allah SWT, terhadap penanggungjawab keluarga agar memelihara keluarganya dari api neraka, sebagaimana firman Allah SWT:
ٰي َّنلا اَهُد ْوُق َّو ا ًراَن ْمُكْيِلْهَا َو ْمُكَسُفْنَا ا ْوُق ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَا َن ْوُلَعْفَي َو ْمُه َرَمَا اَم َ هاللّٰ َن ْوُصْعَي َّلً ٌداَدِش ٌظ َلَِغ ٌةَكِٕى ٰٰۤلَم اَهْيَلَع ُةَراَجِحْلاَو ُسا
َن ْو ُرَم ْؤُي اَم
Artinya: “Hai orang -orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. Al -Tahrim/66: 6)
Fenomena yang terjadi pada masa ini yakni banyak terjadi perkawinan yang dilakukan secara siri atau di bawah tangan kemudian dalam perkawinan tersebut lahir seorang anak yang dapat disebut dengan anak luar kawin. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana cara membuktikan anak tersebut sebagai anak sah dan mendapatkan
semua hak keperdataan yang mereka butuhkan. Bentuk perlindungan hukum diberikan terhadap anak yang diatur dalam undang-undang karena setiap anak yang dilahirkan ke dunia telah mempunyai hak dan agar si anak mendapatkan pengakuan dan diberikan perlindungan untuk memudahkan atas kedudukan si anak tersebut.
Berkaitan dengan latar belakang di atas, bagaimana perlindungan terhadap anak luar kawin khususnya hak keperdataan anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah dalam hal ini perkawinan siri dan bagaimana pembuktian anak tersebut menjadi anak sah jika pihak pihak yang berperkara dalam hal ini ayah kandung telah meninggal dunia ataupun menolak untuk membuktikan anak tersebut dengan melihat implementasi pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.
## METODE PENELITIAN
Metode dari penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan sehingga data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan sumber data utama. Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis yaitu pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan tentang ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang berlaku dikaitkan dengan teori- teori hukum serta dihadapkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak pada praktek atau sebagaimana adanya.
Adapun teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian yang dilakukan di beberapa tempat diantaranya perpustakaan-perpustakaan, Kantor Urusan Agama, Majelis Ulama Indonesia dan Kantor Pengadilan Agama.
## PEMBAHASAN
## Status Hukum terhadap Perkawinan Siri Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam
Pemberlakuan Undang-Undang Perkawinan sampai dengan saat ini dalam penegakan hukum perkawinannya masih menjadi problematika hukum. Melihat fakta yang terjadi di masyarakat masih banyak praktik perkawinan yang tidak sepenuhnya sesuai dengan tata cara yang telah diatur Undang-Undang Perkawinan yang berlaku. Utamanya yang berkaitan dengan perkawinan yang hanya mendasarkan pada norma
agama. Undang-Undang Perkawinan di Indonesia telah menetapkan tata cara agar perkawinan yang dilaksanakan dapat dinyatakan sah dan memilik kekuatan hukum yang dapat melindungi kepentingannya apabila nanti di kemudian hari terjadi perselisihan antara suami istri.
Suatu perkawinan akan menimbulkan akibat hukum bagi pihak suami ataupun istri. Di antara akibat hukum yang akan ditimbulkan adalah terkait hubungan hukum antara suami dan istri kemudian akan terbentuknya suatu harta benda dalam perkawinan, kedudukan dan status anak yang sah serta keterkaitan waris antara anak dengan orangtua. 3
Undang-Undang Perkawinan merupakan suatu peraturan yang bersifat nasional yakni aturan yang dimuat di dalamnya akan berlaku bagi seluruh warga negara yang akan melaksanakan perkawinan.
Mengacu pada Undang-Undang Perkawinan Pasal 1 dikatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika ditinjau dalam pengertian tersebut maka perkawinan dalam arti perundang-undangan adalah yang memiliki ikatan lahir dan batin tidak salah satunya.
Ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, yang mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri, atau dengan kata lain dapat disebut sebagai hubungan formal. Ikatan bathin merupakan hubungan yang mana suatu ikatan tersebut tidak dapat dilihat atau bisa disebut bahwa ikatan ini merupakan ikatan tidak formal. Oleh karena itu maka terjalinnya ikatan lahir dengan ikatan batin merupakan pondasi yang kuat bagi pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal. 4
Hukum perkawinan yang berlaku sejak sebelum kemerdekaan sampai era sekarang selalu mengalami perubahan. Sebelum merdeka terdapat beberapa hukum yang digunakan pada saat itu perkawinan tertulis peninggalan Belanda yang berlaku untuk masyarakat Indonesia yaitu ordonansi perkawinan kristen (HOCI) untuk orang Indonesia yang beragama Kristen, KUHPerdata (BW) untuk orang Eropa dan keturunan
3 Sonny Dewi Judiasih. (2019). Harta Benda Perkawinan: Kajian terhadap Kesetaraan dan Hak Kedudukan Suami dan Istri atas Kepemilikan Harta dalam Perkawinan . Bandung: PT Refika Aditama. hlm. 3.
4 Bing Waluyo. (2020) Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Volume2. Nomor 1 April.194.
Cina. Hukum perkawinan untuk orang muslim hanya sebatas hukum materiil yang diambil dari kitab-kitab fiqih karangan ulama terdahulu.
Berdasarkan pada aturan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perkawinan, suatu perkawinan di Indonesia harus dilaksanakan menurut tata cara yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melihat pada realita yang terjadi di masyarakat saat ini dimana banyak pihak yang kini melakukan perkawinan siri atau perkawinan bawah tangan.
Sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah kawin siri dan semacamnya dan tidak mengatur secara khusus dalam peraturan. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan Undang-Undang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.
Salah satu praktik perkawinan yang merujuk pada norma/kaidah hukum yang tidak tertulis dalam konteks norma agama adalah perkawinan siri. Pada umumnya perkawinan siri adalah sebuah perkawinan yang lazim dilaksanakan oleh masyarakat muslim dengan melaksanakan syarat dan rukun perkawinan namun tidak didaftarkan dalam buku register di KUA. 5
Sesuai dengan aturan hukum Islam, perkawinan dapat dikatakan sah ketika dilakukan dengan telah sesuai pada syarat dan rukun yang ditetapkan. Akan tetapi menurut Undang-Undang Perkawinan, aturan tersebut menambah dan meluas dengan ketentuan khusus yang mensyaratkan agar setiap perkawinan yang dilakukan di Indonesia dilakukan pencatatan perkawinan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Setiap warga negara hendaknya melaksanakan semua peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, hal ini didasarkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Mengingat fenomena perkawinan siri yang saat ini kian marak dilakukan oleh pasangan laki-laki dan perempuan di Indonesia, pasangan tersebut nantinya tidak akan memiliki bukti hukum adanya perkawinan yaitu berupa akta nikah. Padahal perlu diingat bahwa untuk dapat memiliki kekuatan hukum dari perkawinannya, pasangan suami istri harus memiliki bukti otentik dilakukannya perkawinan.
Bukti otentik yang dimaksud adalah berupa kutipan akta nikah yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Akta ini memiliki kekuatan hukum yang dapat digunakan
8 Bahruddin Muhammad. (2021). Hak Waris Anak di Luar Perkawinan Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 . Semarang: Fatawa Publishing. Cetakan Ketiga. hlm. 48.
apabila suatu waktu terjadi perselisihan di antara suami dan istri, atau dari salah satu pihak tidak bertanggung jawab, maka pihak yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh haknya masing-masing. Adanya aturan ini merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Adapun kaitannya dengan perkawinan siri, sepanjang perkawinan tersebut dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukun perkawinannya sebagaimana yang diatur dalam hukum perkawinan Islam, maka agama mensahkan perkawinan tersebut dan akibatnya dari perkawinan yang sah akan timbul akibat hukum di dalamnya.
Nikah siri dalam perspektif lingkup agama senantiasa dipandang sah di negara Indonesia apabila rukun dan syarat dari perkawinan yang ditetapkan terpenuhi, tetapi siri ini dapat menimbulkan sebab atau akibat hukum yang merugikan salah satu pihak baik itu suami dan utamanya pihak dari istri dan anak-anaknya. Pemaparan yang diungkapkan oleh Ali Uraidy tentang akibat-akibat hukum dari perkawinan siri diantaranya: 6
1) Tidak ada kekuatan hukum yang tetap terhadap legalitas perkawinan tersebut, sehingga apabila adanya hak-hak istri yang dilanggar oleh suami, istri tidak dapat menuntut hak-hak tersebut secara hukum;
2) Akad nikah yang dilakukan cenderung tidak membuktikan secara hukum dan para pihak yang melaksanakan akad nikah sirri dalam hal ini suami dan istri dikemudian hari akan kesulitan bahkan tidak bisa membuktikan bahwa keduanya adalah suatu pasangan yang sah dimata hukum Islam maupun hukum negara. Meskipun saksi hadir pada saat itu, namun karena terkait usia yang terbatas, kemudian tidak bisa lagi menjadi saksi ketika diperlukan. Selain itu, kita mungkin akan hidup berpindah-pindah ke daerah atau tempat lain, sehingga jika saat dibutuhkan adanya suatu bukti perkawinan yang telah dilangsungkan tersebut, pihak suami dan pihak istri yang menjalankan akad nikah siri mungkin saja tidak menghadirkan saksi tersebut;
3) Kepentingan-kepentingan kedua pasangan suami dan istri dalam menjalani bahtera biduk rumah tangga tidak terlindungi;
4) Disebabkan bukti dari perkawinan tidak ada, kepentingan seperti pembuatan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Passport, akta lahir anak
6 Irfan Islami. (2017), Perkawinan di Bawah Tangan (Kawin Sirri) dan Akibat Hukumnya, ADIL: Jurnal Hukum. Volume8. Nomor1. 84.
akan sulit diproses secara administrasi. Hal tersebut dikarenakan lemahnya legalitas atau tidak adanya bukti dari pernikahan yang berupa Buku Nikah atau Akta Nikah.
Keabsahan suatu perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan diukur dengan ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing orang yang melangsungkan perkawinan, atau dengan perkataan lain suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan dengan memenuhi semua syarat dan rukun hukum agamanya dan kepercayaannya itu. Jika perkawinan tersebut tidak dicatatkan sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) maka perkawinan tersebut tidak akan mendapat perlindungan hukum dari negara.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh secara langsung di lapangan, diantaranya dengan Kepala Majelis Ulama Indonesia Kota Bandung, Kepala Kantor Urusan Agama, Hakim Pengadilan Agama dan Penghulu atau tokoh agama lainnya, diketahui bahwa status keabsahan perkawinan siri secara hukum Islam adalah sah jika memenuhi syarat dan rukun perkawinan secara Islam atau yang bisa dilihat dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam meskipun tidak melakukan pencatatan kepada pejabat yang berwenang.
Menetapakan status hukum dalam suatu perkawinan yang dilakukan secara agama dan kepercayaan tetap memiliki akibat hukum yang mengikat dan sah, karena mengacu pada Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan bahwa tidak dicatatkannya suatu perkawinan hanya akan berakibat dikenakannya hukuman denda, serta tidak menjadikan perkawinan dinyatakan tidak sah.
## Perlindungan Hak Keperdataan Anak Luar Kawin Apabila Ayah Biologis Tidak Mau Melakukan Pembuktian Pengetahuan Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46/PUU-VIII/2010 dan Kompilasi Hukum Islam
Perlindungan hukum terhadap anak secara praktik dilakukan di dalam pengadilan. Jika kedua orangtuanya beragama Islam maka diajukan ke Pengadilan Agama dan jika beragama selain Islam (non Muslim) dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Sebelum pembuktian pada asal usul anak maka perlu dilihat terlebih dahulu apakah perkawinan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya telah memenuhi rukun atau tata cara secara agama, dalam hal ini Islam dan sudah memenuhi syarat-syarat
yang tercantum di dalam Undang-Undang Perkawinan atau belum. Jika suatu perkawinan tidak memenuhi rukun dan syarat perkawinan maka keabsahan status anaknya juga akan terdampak.
Pembuktian perkawinan perlu diperhatikan diantaranya rukun perkawinan sesuai dengan hukum Islam diantaranya adanya calon pengantin pria, wali nikah, saksi, dan ijab qobul. Ketentuan tersebut perlu dipenuhi bagi kedua calon mempelai yang akan melaksanakan perkawinan secara syari’at Islam. Namun apabila salah satu persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut tidak akan sah secara hukum agama.
Syarat sahnya perkawinan selain memenuhi syarat menurut hukum Islam perlu juga diikuti dengan syarat sahnya menurut hukum negara dimana setiap perkawinan perlu untuk dicatat oleh pejabat yang berwenang. Jika hanya memenuhi syarat perkawinan berdasarkan hukum Islam saja maka perkawinan tersebut dapat dikatakan sebagai perkawinan siri. Pasca adanya pengajuan Hj. Aisya Mochtar yang anaknya bernama Muhammad Iqbal Ramadhan saat itu statusnya anak luar kawin dikarenakan perkawinannya dilakukan sebatas perkawinan siri, maka muncul Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 terkait konstitusionalitas hubungan keperdataan anak dan ayah biologisnya. Mahkamah Konstitusi menimbang bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan perubahan dan penambahan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang pada awalnya anak yang terlahir dari perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, dan diubah menjadi anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibu serta dengan laki-laki sebagai ayah yang dapat dibuktikan berdasar ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Ketentuan yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi memunculkan berbagai kontroversi di masyarakat yang mendukung terhadap putusan tersebut dan ada juga yang menentang dengan alasan-alasan filosofis dan ayat-ayat yang terdapat dalam kitab suci.
Anak yang lahir di luar perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum dan seringkali mendapatkan perlakuan diskriminatif di masyarakat, sehingga Mahkamah Konstitusi menganggap anak yang lahir diluar perkawinan harus mendapatkan
perlindungan hukum dan kepastian hukum yang sama meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan, karena anak tersebut tidak berdosa atas kelahiran di luar perkawinan.
Anak di luar perkawinan pada dasarnya tetap berasal dari hubungan antara laki- laki dan perempuan, sehingga Mahkamah Konstitusi mengganggap tidak adil jika anak di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan perempuan sebagai ibunya dan hukum membebaskan laki-laki yang menyebabkan kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari tanggung jawab seorang ayah dan bersamaan dengan itu, hukum meniadakan hak-hak anak terhadap laki-laki tersebut sebagai ayahnya.
Pada dasarnya anak luar kawin yang tidak mendapatkan pembuktian dari ayah ataupun keluarga ayahnya karena beberapa alasan. Pembuktiannya akan dikembalikan kepada Pengadilan yang berarti bahwa hakim di Pengadilan yang akan menentukan apakah anak tersebut merupakan anak sah atau anak luar kawin.
Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 hak- hak keperdataan yang dimaksud merupakan hak yang berlaku secara umum dan tidak dilihat dari segi hukum Islam saja. Pada dasarnya hak-hak yang diberikan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi ini hanya hak-hak kemanusiaan antara anak dan ayah biologisnya agar ayah biologis dapat bertanggung jawab.
Menurut Kepala Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Barat mengatakan bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010 tidak berarti anak luar kawin memiliki hak waris ataupun wali kepada ayah biologisnya. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tidak tepat jika dipandang dalam sudut pandang hukum Islam saja.
Perlindungan hukum terhadap hak anak luar kawin yang ayah biologis ataupun keluarga ayahnya enggan dan/atau telah meninggal sehingga sulit untuk dibuktikan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 sudah cukup melindungi anak luar kawin tersebut. Karena jika di dalam prakteknya anak luar kawin perlu pembuktian dari pihak ibu dan keluarga ibu jika ingin membuktikan di muka Pengadilan Agama. Alat bukti yang diperlukan juga perlu memenuhi syarat-syarat alat bukti yang sah seperti salah satunya bukti surat kelahiran ataupun akta kelahiran perlu dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.
Kini dalam zaman yang modern banyak sekali terlahir beberapa teknologi dari para ilmuwan yang telah dipergunakan dalam sistem peradilan, di antaranya berupa
teknologi tes kebohongan, perekam gambar, perekan suara, alat pelacak sidik jari dan uji tes DNA. 7
Tes DNA kini merupakan salah satu wujud pembuktian yang mengacu pada teknologi dari ilmu yang diciptakan dari ilmu pengetahuan yang paling akurat dan paling canggih terkait menentukan salah bukti konkret keterikatan darah antara satu sama lainnya terhadap pembuktian asal usul anak yang dapat dikemukakan di dalam pengadilan.
Proses pembuktian hakim menetapkan anak tersebut menjadi anak luar kawin maka bukan berarti pengadilan agama tidak setuju terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dan dengan kata lain tidak melindungi anak luar kawin. Hakim memiliki aturan tersendiri atau kode etik seperti yang tercantum dalam Pasal 163 HIR “barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu” dengan kata lain jika terdapat hakim yang menetapkan dengan putusan yang berbeda itu disebabkan karena hakim dapat mendalilkan dengan adanya bukti-bukti kongkret diantara bukti-bukti kongkret tersebut yang telah disebutkan di dalam Pasal 164 HIR.
Permohonan asal usul anak yang tidak dikabulkan oleh hakim Pengadilan Agama bukan berarti Pengadilan Agama tidak melindungi anak luar kawin dengan kata lain bukan berarti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 ini tidak berjalan, hal ini disebabkan karena hukum perdata merupakan hak person (individu) dan ditolak atau diterimanya suatu putusan itu berdasarkan seseorang yang mengajukan. Pada dasarnya aturan yang terdapat pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 telah diimplementasikan oleh Pengadilan Agama akan tetapi pelaksanaan menggunakan ilmu pengetahuan seperti tes DNA jarang dilakukan karena pengadilan agama mengedepankan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Jadi sebelum menentukan asal usul anak pengadilan agama harus menentukan terlebih dahulu perkawinannya dan dilakukan pengesahan perkawinan.
Hukum Islam membedakan antara anak luar kawin dengan anak hasil zina. Dalam hal ini yang dikatakan dengan anak luar kawin merupakan anak yang dihasilkan sebelum ataupun sesudah perkawinan dalam hal ini anak luar kawin merupakan anak
7 Diah Ayu Sulistiya. (2015). Pembuktian Anak dengan Bapak Biologisnya Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII-2010. Jurnal Pro Hukum, Volume IV. Nomor 2. (Gresik: Universitas Gresik). 107.
yang melalui perkawinan baik perkawinannya sah ataupun tidak. Jika anak hasil zina maka anak tersebut dilahirkan tanpa adanya ikatan perkawinan baik sebelum atau sesudah anak itu lahir.
Hal ini ditegaskan pula di dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina yang mana terhadap anak dan ayah biologis tidak memiliki hubungan hukum atau nasab seperti tidak dapat mewaris ataupun menjadi wali. Hanya saja jika dilihat dalam hubungan darah atau nasal maka ayah biologis memiliki tanggung jawab untuk memberikan hak-hak perdata seperti hak nafkah dan hak pendidikan.
Pembuktian dalam proses peradilan perdata adalah, mencari kebenaran dan diwujudkan oleh hakim, jadi di dalam peradilan perdata yang dicari hanya kebenaran formil atau formeel waarheid . M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa: Dari diri dan sanubari hakim, tidak dituntut keyakinan. Pada proses perkara berjalan para pihak dapat mengajukan permohonon sebagai bahan atau alat bukti untuk dijadikan pembuktian yang didasarkan pada kebohongan dan kepalsuan, fakta yang demikian secara teoritis harus diterima oleh hakim untuk melindungi atau mempertahankan hak perorangan atau hak perdata para pihak yang bersangkutan. 8
Pembuktian juga adalah tahapan dalam menguji suatu kebenaran, pada ketentuan Pasal 164 HIR menyatakan 5 (lima) alat bukti yang ditetapkan dalam sistem peradilan, yakni di antaranya bukti oleh surat, oleh saksi, dugaan atau prasangka, sumpah dan atau pengakuan.
Sekarang ini selain alat-alat bukti yang dijelaskan di atas terdapat pula alat bukti lain, seperti di antaranya keterangan dari para ahli. Pasal 153 HIR menjelaskan bahwa seorang hakim memiliki suati kesempatan jika memang diperlukan untuk memdapatkan pertolongan dari panitia, guna memeriksa situasi ataupun keadaan dari suatu tempat, kendati pun pada pasal ini jika memang dianggap mempunyai suatu nilai atau faedah, kepada hakim diberikan peluang atau beberapa kemungkinan agar meminta pertolongan atau pendapat para pakar/ahli. 9
8 Fernando Kobis. (2017). Kekuatan Pembuktian Surat Menurut Hukum Acara Perdata . Lex Crimen VolumeVI. Nomor 5.
105 .
9 Georgina Agatha dkk. (2021). Pembuktian dan Pengesahan Anak Luar Kawin Serta Akibat Hukumnya Setelah Berlaku Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Dalam Pandangan Hukum Islam. Indonesian Notary 3(1). 72-
73.
Pembuktian anak luar kawin perlu diketahui sebelumnya terlebih dahulu pengertian antara Nasab dan Nasal. Nasab atau hubungan nasab syar’i merupakan hubungan status hukum sebagai anak yang sah. Nasal merupakan hubungan darah atau dapat dikatakan sebagai anak biologis dari sepasang suami isteri. Cara membuktikan apakah seorang anak tersebut nasab syar’i atau nasal dapat dibuktikan dengan beberapa alat bukti yang dapat diajukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan diantaranya adalah akta kelahiran dari pejabat yang berwenang dan saksi-saksi.
Hakim dapat menambahkan barang bukti lain kepada para pihak jika barang bukti yang diterima belum cukup dalam pembuktian. Pembuktian anak luar kawin hakim dapat memerintahkan untuk melakukan tes DNA ataupun ilmu pengetahuan lain. Jika dalam prakteknya seseorang tidak dapat melakukan pembuktian tersebut maka hakim akan mengembalikan pada bukti-bukti awal. Karena dalam praktek di Pengadilan Agama menggunakan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan dimana pemberlakuan tes DNA tidak wajib untuk dilakukan, pembuktian secara tes DNA akan perlu untuk dilakukan jika anak tersebut merupakan anak di luar perkawinan. Maka hakim akan membuktikan pada alat bukti sesuai dengan Pasal 164 HIR/284 RBg atau 1866 KUHPerdata.
Pembuktian asal usul anak, ayah atau keluarga ayah menolak karena alasan enggan dan/atau sudah meninggal maka perlu ditinjau terlebih dahulu hubungan hukum antara pihak ibu dengan pihak ayah. Di dalam hukum acara perdata terdapat legal standing dimana seseorang yang memiliki kepentingan saja yang dapat ikut serta dalam penyelesaian perkara. Jika di dalam legal standing dapat mengikuti perkara tersebut dan pihak ayah tetap enggan untuk menjalani tes DNA maka dengan ini pihak tersebut tidak dapat membuktikan dan otomatis hakim akan membuat persangkaan terhadap anak tersebut melalui bukti-bukti lain salah satunya keabsahan perkawinannya.
Keabsahan perkawinan akan berakibat hukum khususnya terhadap hubungan keperdataan dengan anak diantaranya status hukum anak dan hak-hak yang akan didapatkan oleh anak tersebut. Apabila anak yang akan dibuktikan tidak dapat terbukti di pengadilan maka hak-hak anak pun akan ikut terdampak diantaranya tidak akan mendapatkan hak nafkah dari ayah ataupun keluarga ayahnya sesuai dengan yang disebutkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.
Pengertian anak luar kawin hanya terbatas pada tidak dicatatkannya perkawinan akan tetapi perkawinan tersebut sah menurut hukum agama maka anak yang dilahirkan merupakan anak yang sah dari orangtuanya. Jika anak tersebut dilahirkan sebelum perkawinan dilakukan maka dapat dikatakan sebagai anak biologis saja.
Terkait ketentuan yang diatur dalam hukum Islam, anak luar kawin yang tidak dicatatkan perkawinannya akan mendapatkan hak-hak keperdataan bahkan nasab dari ayah dan keluarga ayahnya karena memenuhi rukun perkawinan secara Islam. Apabila tidak memenuhi syarat sahnya perkawinan secara Islam maka nasab antara ayah dan anak akan hilang dimana anak tersebut tidak berbapak, tidak akan saling mewarisi dan tidak dapat menjadi wali. Yang ada hanya hubungan nasal atau hubungan darah saja dan hanya diakui sebagai anak biologis tidak sebagai anak sah.
Tokoh terkenal yang mahsyur di kalangan umat Islam yakni Yusuf al-Qaradawi mengungkapkan pendapatnya berhubungan dengan penetapan nasab melalui tes DNA, bahwasannya beliau mengapresiasi atas lahirnya penemuan teknologi terkait DNA yang berkaitan dengan hukum, apalagi fungsi dan kemaslahatannya sangat dirasakan sekali untuk kepenting masayarakat umum dewasa kini, akan tetapi dalam sebagian banyak dari kasus seputar hal penetapan nasab terutama, beliau mengakui bahwa ada kendala dalam menempatkan tes DNA 10
Pembuktian anak luar kawin menurut hukum Islam perlu dilakukan juga di Pengadilan Agama yang mana hal ini dilakukan karena di Indonesia selain menganut hukum tidak tertulis menganut hukum tertulis yang mana semua perbuatan yang menimbulkan akibat hukum perlu untuk dicatat sesuai aturan hukum yang berlaku agar mendapatkan perlindungan hukum dari negara.
## PENUTUP
Status hukum terhadap perkawinan yang dilaksanakan secara siri adalah sah, akan tetapi dalam perlindungan hukumnya tidak ada karena tidak dilakukan pencatatan perkawinan. Pencatatan tidak menjadi syarat sah perkawinan karena hanya merupakan kewajiban administratif untuk membuktikan terjadinya perkawinan dan bukti otentik untuk melindungi hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan. Keabsahan suatu perkawinan diukur dengan ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing
10 Mutiara Fahmi. (2019). Penetapan Nasab Anak Melalui Tes DNA (Studi Atas Metode Istinbat Yusul Al-Qadarawi). Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam. Volume3. Nomor1. 167.
orang, atau dengan kata lain perkawinan adalah sah apabila dilakukan dengan memenuhi semua syarat dan rukun agama dan kepercayaannya.
Ayah yang tidak mau melakukan pembuktian sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, pada proses pembuktiannya hakim Pengadilan Agama akan menggunakan alat bukti lain yang sah untuk menetapkan asal usuk anak tersebut adalah sah atau tidak. anak yang tidak mendapatkan pembuktian dari ayah biologisnya dalam hukum Islam maka hanya akan memiliki hubungan darah (nasal) saja yang berarti mencakup pada hak alimentasi tetapi tidak dengan hak waris ataupun wali.
Perlu adanya sosialisasi oleh pemerintah seperti penyuluhan hukum ke daerah- daerah pelosok pada khususnya secara terus menerus kepada setiap warga negara bahwa suatu pencatatan perkawinan merupakan hal penting bagi setiap pasangan yang melaksanakan perkawinan agar mendapatkan perlindungan hukum dari negara seperti mendapatkan akta otentik berupa akta nikah. Hakim dalam menetapkan putusan sebaiknya lebih memperhatikan lagi alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak. Pembuktian yang sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010 menggunakan ilmu pengetahuan atau tes DNA dibutuhkan adanya bantuan khusus seperti peringanan biaya untuk tes DNA agar memudahkan para pihak yang akan membuktikan asal usul anak dengan ayah biologisnya.
## DAFTAR PUSTAKA
## Buku
Alimuddin. (2014). Pembuktian Anak dalam Hukum Acara Peradilan Agama . Bandung: Nuansa Aulia.
Bahruddin Muhammad. (2021). Hak Waris Anak di Luar Perkawinan Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 . Semarang: Fatawa Publishing. Cetakan Ketiga.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. (2015). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat . Jakarta: Raja Grafindo Utama.
Sonny Dewi Judiasih. (2019). Harta Benda Perkawinan : Kajian terhadap Kesetaraan dan Hak Kedudukan Suami dan Istri atas Kepemilikan Harta dalam Perkawinan . Bandung: PT Refika Aditama.
## Jurnal
Bing Waluyo. (2020). Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. 2(1).
Diah Ayu Sulistiya (2015). Pembuktian Anak dengan Bapak Biologisnya Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII/2010 . Jurnal Pro Hukum . IV (2)107.
Fernando Kobis. (2017). Kekuatan Pembuktian Surat Menurut Hukum Acara Perdata.
Lex Crimen. VI (50).
Georgina Agatha dkk. (2021). Pembuktian dan Pengesahan Anak Luar Kawin Serta Akibat Hukumnya Setelah Berlaku Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dalam Pandangan Hukum Islam. Indonesian Notary 3(1).
Irfan Islami. (2017), Perkawinan di Bawah Tangan (Kawin Sirri) dan Akibat Hukumnya,
ADIL: Jurnal Hukum. 8(1).
Mutiara Fahmi. (2019). Penetapan Nasab Anak Melalui Tes DNA (Studi Atas Metode Istinbat Yusul Al-Qadarawi). Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam . 3(1).
Sanny Budi Kusuma, Proses Pembuktian Seorang Anak Luar Kawin Terhadap Ayah
Biologisnya Melalui Tes DNA, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum. 3.
## Peraturan Perundang-undangan
HIR.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
## Sumber Lainnya
Al- Qur’an .
Hadist.
|
ec734c66-63ce-420d-87a7-31fef0f1a82d | https://journal.unismuh.ac.id/index.php/media/article/download/14270/6834 | p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
## Pembelajaran Digital Pasca Pandemi
Muhammad Al Muhajir 1 , Arismunandar 2 , Syarifah Balkis 3 , Setrianto Tarrapa 4 , Fitriyani 5
1 Universitas Pejuang RI, 2,3 Universitas Negeri Makassar, 4 Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Toraja,
5 RRI Makassar [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3 , [email protected] 4 , [email protected] 5
## Abstrak
Transformasi digital pada pendidikan tinggi mengalami perubahan budaya, mental, dan teknologi sebagai suatu proses secara keseluruhan. Artikel ini mewakili korelasi literatur terkini yang menyoroti aspek pilar utama transformasi digital pendidikan tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan model strategi transformasi digital yang dapat diterapkan di lingkungan akademik. Kontribusi asli dari penelitian ini terletak pada penetapan elemen pilar utama dan tahapan yang diperlukan untuk implementasi strategi transformasi digital untuk pendidikan tinggi yang harus difokuskan pada siswa dan dampaknya. Pada artikel ini, peneliti menggukan metode studi literatur dengan cara mengumpulkan literatur (bahan-bahan materi) yang bersumber dari buku, jurnal, ataupun sumber lainnya.
Kata Kunci: Pembelajaran Digital, Pandemi, Digitalisasi
## Abstract
Digital transformation in higher education undergoes cultural, mental, and technological changes as a whole process. This article represents a correlation of current literature highlighting key pillar aspects of higher education's digital transformation. The purpose of this study is to outline a model of digital transformation strategies that can be applied in the academic environment. The original contribution of the study lies in establishing the main pillar elements and stages required for the implementation of digital transformation strategies for higher education that should be focused on students and their impact. In this article, researchers use the literature study method by collecting literature (material materials) sourced from books, journals, or other sources.
Keywords : Digital Learning, Pandemic, Digitalization
## Pendahuluan
Teknologi kini semakin penting bagi setiap lapisan masyarakat dan telah mengambil peran transformasional, dan pengaruh ini terlihat paling jelas di sektor pendidikan, yang menghadapi tantangan dalam hampir dua tahun terakhir. Perubahan yang baru dirasakan, namun sudah terlihat selama beberapa waktu, mengakibatkan perlunya digitalisasi sektor pendidikan dan menghubungkan siswa dengan pendidikan. kemampuan digital dengan tuntutan pasar kerja masa depan. Dengan kondisi seperti ini, pendidik harus beradaptasi dengan generasi baru dengan gaya dan tuntutan belajar yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Digitalisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah cara untuk mendorong perubahan. Hanya ketika kita memahami proses digitalisasi sebagai sarana untuk
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
mentransformasikan organisasi secara bermanfaat, kita akan dapat memahami kekuatan teknologi digital untuk mendukung anggota organisasi.
Transformasi melalui digitalisasi suatu organisasi menyiratkan perubahan budaya dan mental, debirokratisasi aktivitas dan menempatkan pengguna sebagai pusat sistem sekaligus mengoptimalkan penggunaan sumber daya informasi. Dalam konteks ini timbul pertanyaan mengapa kita tidak bisa lagi bekerja dengan cara tradisional, dimana operasionalnya dilakukan secara manual dengan memasukkan berbagai data dalam register, mencetak laporan atau deklarasi di atas kertas, memperoleh persetujuan dengan menandatangani dengan pena, dan secara fisik memindahkan dokumen dalam rantai persetujuan/ otorisasi? Selain waktu dan upaya yang diperlukan untuk melakukan perjalanan serta fragmentasi jadwal banyak pekerja, terdapat ledakan informasi yang kita alami akhir-akhir ini yang tidak dapat kita kelola secara efektif. Informasi ada di mana-mana, di ruang formal dan informal, di jaringan rahasia tertutup atau pribadi, dan di jaringan sosial publik. Kita tidak lagi membaca koran, tapi kita terus mengumpulkan bahan pengikat untuk melindungi diri kita dari hukum atau untuk mengukur waktu yang kita habiskan di kantor. Ditambah lagi dengan birokratisasi berlebihan dalam kerja organisasi, yang dapat melumpuhkan fungsi inti mereka. Birokratisasi yang berlebihan mempunyai dampak yang melampaui proses birokrasi dan dapat menghancurkan sistem relasional organisasi secara keseluruhan.
Institusi pendidikan tinggi telah menunjukkan tingkat kemampuan beradaptasi yang sangat tinggi terhadap model pengajaran digital selama pandemi, namun mereka memerlukan banyak sumber daya tambahan dan pelatihan khusus untuk mendukung model ini secara ekonomi dan pedagogik, sebuah analisis baru mengenai model ini menarik perhatian. Selain itu, institusi pendidikan tinggi memerlukan perubahan tambahan, mulai dari masalah teknis hingga masalah sertifikasi, guna mendukung kebutuhan pendidikan digital yang semakin meningkat. Sebelum terjadinya epidemi, pendidikan tinggi merupakan salah satu industri yang paling sedikit terdigitalisasi dan paling padat karya. Namun, setelah terjadinya pandemi, sektor pendidikan tinggi mulai menghadapi tekanan yang semakin besar untuk melakukan reorientasi ke arah model ekonomi yang lebih berbasis digital dan fokus pada hasil, seiring dengan mengalirnya pendanaan swasta ke dalam pembelajaran digital dan online.
Sebelum terjadinya pandemi, banyak perguruan tinggi, seperti organisasi komersial, telah mulai menerapkan format campuran dan sepenuhnya online dengan secara bertahap beradaptasi dengan sektor pasca sarjana yang sedang berkembang. Karena lockdown, para pendidik terpaksa beradaptasi dengan cepat terhadap taktik daring, meskipun mereka hanya memiliki sedikit atau tanpa keahlian. Pada awal epidemi, instruktur dapat dibagi menjadi dua kelompok: mereka yang bergantung pada teknik tradisional dan belum pernah menggunakan alat digital sebelumnya, dan mereka (biasanya pengajar yang lebih muda) yang sudah terbiasa dengan teknologi internet.
Bagi pendidik yang pertama kali harus menggunakan teknologi online, terdapat gelombang kesenjangan dalam hal keterampilan teknologi yang diperlukan untuk menggunakan komputer. Selain itu, saat ini kurangnya kemampuan komunikasi di lingkungan baru yaitu lingkungan online. Terdapat juga permasalahan dalam penggunaan berbagai alat belajar-mengajar dengan tepat dan dalam memecahkan masalah-masalah spesifik yang muncul selama sesi pembelajaran dengan cepat.
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
## Metode
Metode peneltian ini menggunakan literatur review dengan menggunakan sejumlah literatur yang bersumber dari jurnal serta buku referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan pembelajaran digital pasca pandemi.
## Hasil dan Diskusi
Diketahui bahwa pemilihan paradigma penelitian mempunyai pengaruh yang besar terhadap desain penelitian dan interpretasi hasil yang diperoleh. Beberapa metode penelitian ilmiah, diantaranya adalah penelitian interdisipliner dalam bidang penelitian. bidang transformasi digital dipilih dalam artikel ini. Apakah ada pertanyaan mengenai transformasi digital pendidikan tinggi yang belum terjawab? Di tingkat satuan pendidikan pola digitalisasi diadopsi sebagai inisiatif tingkat kebijakan yang diperbarui untuk mendukung proses penyesuaian seluruh sistem pendidikan dan pelatihan di setiap tingkatan terhadap tantangan teknologi digital. Rencana aksi digitalisasi pendidikan ini menetapkan visi strategis jangka panjang agar pendidikan digital baru berkualitas tinggi, inklusif, dan dapat diakses di seluruh daerah. Program ini bertujuan untuk mengatasi tantangan dan peluang baru yang timbul dari pandemi, yang telah menyebabkan penggunaan teknologi untuk tujuan pendidikan dan pelatihan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan oleh karena itu pemerintah mengupayakan kolaborasi yang lebih besar di tingkat nasional dalam bidang pendidikan digital. Pada saat yang sama, rencana ini menyoroti pentingnya kolaborasi antar berbagai sektor untuk membawa pendidikan ke era digital. Peluang-peluang baru teridentifikasi, termasuk peningkatan kualitas dan kuantitas pengajaran di seluruh aspek Dengan demikian, metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah literatur review yang mewakili korelasi literatur saat ini yang memiliki tujuan utama untuk menjawab hal-hal berikut: Apa yang sudah diketahui dalam bidang penelitian transformasi digital di pendidikan tinggi? Apa konsep dan teori yang relevan di bidang transformasi digital? Apakah ada kontroversi yang perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan strategi transformasi digital pendidikan tinggi? Apakah ada pertanyaan mengenai transformasi digital pendidikan tinggi yang belum terjawab?
## Regulasi transformasi digital pada pendidikan tinggi
Regulasi transformasi digital diadopsi sebagai inisiatif tingkat kebijakan yang diperbarui untuk mendukung proses penyesuaian seluruh sistem pendidikan dan pelatihan di seluruh satuan pendidikan terhadap tantangan teknologi digital, secara berkelanjutan dan efisien. Program digitalisasi ini menetapkan visi strategis jangka panjang agar pendidikan digital baru berkualitas tinggi, inklusif, dan dapat diakses di seluruh daerah. Program digitalisasi bertujuan untuk mengatasi tantangan dan peluang baru yang timbul dari pandemi, yang telah menyebabkan penggunaan teknologi untuk tujuan pendidikan dan pelatihan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan oleh karena itu kementerian pendidikan mengupayakan kolaborasi yang lebih besar di tingkat nasional dalam bidang pendidikan digital. Pada saat yang sama, rencana ini menyoroti pentingnya kolaborasi antar berbagai sektor untuk membawa pendidikan ke era digital. Peluang-peluang baru yang teridentifikasi menggunakan teknologi digital dan akan memberikan dukungan yang diperlukan untuk digitalisasi metode pengajaran, pedagogik dan penyediaan semua infrastruktur yang diperlukan untuk pendidikan jarak jauh yang inklusif dan berkelanjutan.
Untuk mencapai sasaran-sasaran yang diusulkan ini, program digitalisasi mengidentifikasi dua bidang fokus. Bidang pertama berkaitan dengan penyediaan dukungan
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
yang diperlukan untuk mengembangkan ekosistem pendidikan digital yang berkinerja tinggi. Hal ini mencakup: infrastruktur, konektivitas, dan peralatan digital yang diperlukan; perencanaan dan pengembangan kapasitas digital yang efektif, termasuk kapasitas organisasi terkini. Ada juga kebutuhan untuk memastikan pelatihan digital bagi para pendidik dan perekrutan staf dengan latar belakang pendidikan dan pelatihan berkualitas tinggi, serta alat yang mudah digunakan dan platform aman yang mematuhi aturan privasi elektronik dan standar etika. Bidang kedua berkaitan dengan peningkatan keterampilan dan kompetensi digital untuk transformasi digital. Dalam konteks ini, hal-hal berikut dianggap perlu adalah keterampilan dan kompetensi dasar digital sejak usia dini; literasi digital, termasuk melawan disinformasi; pendidikan berbasis pengetahuan dan pemahaman tentang teknologi intensif data seperti kecerdasan buatan; keterampilan digital tingkat lanjut yang menghasilkan lebih banyak spesialis digital; dan memastikan bahwa anak perempuan dan perempuan muda terwakili secara setara dalam studi digital dan teknologi digital dan, tentu saja, memberikan dukungan yang diperlukan untuk digitalisasi metode pengajaran, pedagogik dan penyediaan semua infrastruktur yang diperlukan untuk pendidikan jarak jauh yang inklusif dan berkelanjutan. Untuk mencapai sasaran-sasaran yang diusulkan ini, area fokus lainnya adalah penyediaan media digital untuk merekam penjelasan dan menyediakannya bagi siswa, serta pengembangan metode baru untuk menilai dan membimbing pelajar jarak jauh. Selain itu, penggunaan alat digital baru ini harus dilakukan secara simultan atau berkelanjutan. Tentu saja, terdapat prasyarat bagi para pendidik untuk mampu menangani pembelajaran digital dan online yang baru. Hal ini berkaitan dengan perlunya memasukkan pendidikan digital ke dalam pengembangan profesional, termasuk pelatihan calon pendidik. Para pendidik, khususnya, perlu memahami cara mengadaptasi teknologi digital pada mata pelajaran, tujuan, dan aktivitas tertentu. Akibatnya, peluang pengembangan profesional mereka harus beralih dari memperoleh keterampilan menjadi menguasai alat atau kompetensi teknis tertentu yang dibutuhkan dalam mengadaptasi digitalisasi.
Selain itu, para pendidik terus-menerus dihadapkan pada tantangan yang ditimbulkan oleh munculnya teknologi digital baru seperti kecerdasan buatan serta realitas virtual dan augmented. Semua ini membantu mereka untuk berperan lebih aktif dalam merancang unit pembelajaran dan juga dalam menerapkan alat-alat ini untuk memastikan penggunaan yang lebih efektif, dibutuhkan dan inklusif di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan digital bertujuan untuk memberikan kerangka kerja konkrit dengan prinsip-prinsip praktis untuk keberhasilan dan pemerataan penerapan pendidikan jarak jauh, online, dan hybrid.
Kini, lebih dari sebelumnya, kecerdasan buatan (Artifisial Intelegensy) hadir dalam kehidupan kita, membentuk kembali dunia tempat kita tinggal dan memanifestasikan dirinya dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah obrolan yang menggunakan AI untuk memahami masalah pelanggan dengan lebih cepat dan memberikan lebih banyak manfaat jawaban yang efisien; mesin rujukan, yang membuat rekomendasi otomatis untuk acara TV, bergantung pada kebiasaan menonton pengguna; asisten cerdas yang menganalisis informasi penting dari kumpulan data teks besar untuk meningkatkan pemrograman.
Mempromosikan transformasi digital dalam pengajaran dan pembelajaran di pendidikan tinggi memerlukan penciptaan dan penerapan alat dan format pembelajaran digital baru. Namun hal ini tidak bersifat jangka panjang. Pembentukan budaya pembelajaran digital memerlukan pertumbuhan jenis keterlibatan baru, yang sangat penting untuk keberlanjutan jangka panjang. Akibatnya, siswa, pendidik, dan administrator harus berkolaborasi untuk menyelidiki kesulitan-kesulitan baru dan mendorong partisipatif perubahan terkait digitalisasi. Budaya dapat didefinisikan sebagai transisi komprehensif dari
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
pelatihan ke pembelajaran, dengan kepemimpinan yang terdistribusi, peserta aktif, pengambilan keputusan bersama, dan evaluasi hasil yang transparan. Membangun budaya pembelajaran digital harus dimulai dengan pemilihan yang tepat dan keberhasilan integrasi teknologi digital di dalam kelas.
Karena teknologi digital memberikan banyak alternatif dan sumber daya baru untuk pengalaman belajar, teknologi ini memaksa para pendidik untuk mengubah praktik dan teknik pengajaran mereka. Teknologi digital, khususnya, memungkinkan siswa untuk menciptakan pembelajaran sejati mereka sendiri dengan mengeksplorasi kesulitan dan mengembangkan persepsi diri mereka sendiri. Hasilnya, instruktur dapat berperan sebagai fasilitator, membantu siswa dalam mengembangkan keahlian yang mencakup pengalaman belajar yang kreatif dan mudah beradaptasi melalui penggunaan sumber daya digital yang dapat diakses dengan benar. Dalam lingkungan ini, siswa mempunyai kemampuan untuk mengarahkan proses pembelajaran, yang seringkali menghasilkan pembelajaran non-linier dimana siswa tidak hanya merefleksikan hasil tetapi juga proses pembelajaran itu sendiri.
Inilah sebabnya mengapa sangat penting bagi setiap orang untuk berinvestasi dalam kemampuan digital mereka sepanjang hidup mereka. Keterbukaan terhadap pengalaman dan inisiatif nyata, metode dan materi pembelajaran inovatif, dan sumber daya pendidikan yang terbuka semuanya dapat membantu pendidikan. Kolaborasi online memungkinkan siswa dan pendidik mencapai lebih banyak otonomi. Siswa dari kondisi sosial ekonomi yang kurang beruntung dapat memperoleh manfaat dari akses dan penggunaan teknologi digital membantu menjembatani kesenjangan pembelajaran antara mereka dan siswa dari kelompok yang berlatar belakang menengah keatas. Melalui pendekatan individual dari upaya pendidik di masing-masingnya, strategi pengajaran yang dipersonalisasi meningkatkan motivasi siswa agar kualitas penelitian dan inovasi dapat berkembang secara pesat.
Penelitian dan inovasi meningkatkan kondisi kehidupan dan pekerjaan di Indonesia, oleh karena itu penelitian dan inovasi menjadi inti kebijakan yang bertujuan untuk merangsang lapangan kerja, pembangunan, dan investasi oleh pemerintah . Selain itu, penelitian dan inovasi memberi kita informasi dan solusi yang kita butuhkan tidak hanya untuk krisis yang mendesak seperti wabah pandemi atau krisis pengungsi, namun juga untuk permasalahan sosial jangka panjang seperti transportasi, perubahan iklim, dan energi. Dalam kehidupan sehari-hari, sektor ini meningkatkan layanan kesehatan, transportasi, dan keamanan, serta berfungsi sebagai batu loncatan bagi banyak barang dan jasa baru.
Perkembangan penelitian saat ini mengalami perubahan yang signifikan, begitu pula cara inovasi dihasilkan di tingkat perusahaan dan masyarakat. Sains dan inovasi menjadi lebih terbuka, kolaboratif, dan transnasional sebagai akibat dari kebangkitan digital teknologi. Hasilnya, pemerintah telah menetapkan tiga tujuan strategis untuk mengatasi kesulitan lingkungan yang berubah dengan cepat ini: inovasi terbuka, ilmu pengetahuan terbuka, dan keterbukaan global.
Inovasi terbuka berarti melibatkan lebih banyak pelaku dalam proses inovasi, mengembangkan lingkungan peraturan yang mendukung inovasi, dan mempermudah wirausahawan untuk berinvestasi dan menggalang dana, termasuk melalui penciptaan dana berkapitalisasi risiko baru. Inovasi terbuka akan memfasilitasi transformasi hasil penelitian menjadi produk dan layanan, serta komersialisasi teknologi yang dikembangkan oleh para peneliti.
Sains terbuka adalah pendekatan baru terhadap proses ilmiah yang berpusat pada kolaborasi dan metode baru dalam menyebarkan informasi melalui penggunaan teknologi
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
digital dan alat kolaborasi baru. Selain itu infrastruktur, yang akan menawarkan jaringan broadband, perangkat penyimpanan berkapasitas tinggi, dan kekuatan pemrosesan yang diperlukan untuk mengakses dan menganalisis kumpulan data besar yang disimpan di cloud. Pendidikan dan pelatihan adalah investasi terbaik yang dapat dilakukan untuk masa depannya. Mereka memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan, inovasi, dan pengembangan lapangan kerja. Sistem pendidikan dan pelatihan harus membekali warga negara dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk berinovasi dan mencapai kesejahteraan di masa depan. Mereka juga memainkan peran penting dalam membangun identitas berdasarkan budaya dan nilai-nilai bersama. Pendidikan harus memungkinkan generasi muda untuk mengekspresikan diri, terlibat, berkontribusi dan mempengaruhi masa depan yang demokratis, berbasis solidaritas dan inklusif. Teknologi digital meningkatkan pembelajaran dalam berbagai cara dan menghasilkan kemungkinan pembelajaran yang dapat diakses oleh semua orang.
Dalam konteks pendidikan, “keterbukaan” telah menjadi ciri dari semakin banyaknya materi pembelajaran serta platform dan praktik terkait dari berbagai institusi dan individu. “Keterbukaan” dalam dunia pendidikan saat ini banyak dibicarakan terutama dalam konteks perkembangan teknologi yang memungkinkannya berkembang dalam bentuknya yang sekarang. Selama berabad-abad, terdapat korelasi erat antara perbaikan sosio-teknologi dan peningkatan kesempatan belajar mengajar, tidak hanya di bidang pendidikan pengaturan kelembagaan tetapi juga dalam bentuk yang terorganisir sendiri.
Universitas telah menjadi bagian dari banyak kebudayaan selama berabad-abad, dan institusi keagamaan mungkin akan bertahan lebih lama dari universitas jika dipandang dari segi eksistensinya. Dengan pengecualian umum seperti pembelajaran jarak jauh di daerah pedesaan dan organisasi seperti universitas terbuka, model bisnis universitas konvensional bergantung pada pembelajaran dan pengajaran tatap muka melalui program studi terencana dengan jam kerja tertentu yang dipandu oleh beasiswa dan penelitian mendalam. Pandemi memaksa perguruan tinggi untuk beralih ke strategi penyampaian kursus yang hampir 100% online dalam hitungan bulan.
Namun, meskipun pandemi ini telah mendorong mereka untuk mengubah model pendidikan, dinamika yang mendorong pergerakan menuju digitalisasi yang lebih besar seperti yang ditunjukkan dengan jelas pada masa pandemi bukanlah hal baru. Tekanan- tekanan ini sudah ada sebelum terjadinya pandemi, namun tekanan-tekanan tersebut tidak mengubah paradigma ekonomi yang ada. Pandemi ini menyoroti banyak manfaat dari peralihan ke lingkungan pendidikan yang lebih digital, sekaligus menyoroti berbagai hambatan yang ada.
Perubahan yang disebabkan oleh digitalisasi yang cepat di sektor ini tidak akan bisa dikembalikan, sehingga apa yang berkembang saat ini akan menentukan kondisi 'normal' yang baru. Pendidikan tinggi bukan satu-satunya institusi yang menghadapi ancaman signifikan terhadap model bisnis lamanya sebagai akibat dari digitalisasi yang cepat, oleh karena itu ada baiknya untuk mempertimbangkan pembelajaran dari beberapa industri lainnya.
## Kesimpulan
Proses digitalisasi mempengaruhi masa depan pendidikan tinggi. Istilah “digitalisasi” telah meninggalkan jejaknya dan akan terus memberikan dampak yang signifikan dan dinamis terhadap lanskap pendidikan tinggi di masa depan. Oleh karena itu, institusi pendidikan tinggi mempunyai kepentingan nyata dalam mengelola transisi digital. Transisi ini juga akan membawa perubahan struktural dan budaya, serta peluang dan pilihan baru bagi institusi
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
pendidikan tinggi sebagai organisasi. Meskipun potensi manfaat penerapan teknologi ini untuk semua bidang kegiatan dianggap sangat tinggi, peluang digital di bidang inti pendidikan tinggi belum dimanfaatkan seluas yang diharapkan. Kesenjangan antara penggunaan dan potensi menunjukkan perlunya tindakan yang mendesak. Kesulitan terbesarnya adalah menilai potensi digital sebagai solusi agar perguruan tinggi dapat merespon perkembangan digital secara cepat dan tepat waktu.
Institusi pendidikan tinggi yang menangani permasalahan transformasi digital harus mempertimbangkan proses dan struktur saat ini dan masa depan. Hasilnya, pendidikan tinggi dapat menggunakan 'digitalisasi' sebagai alat untuk pertumbuhan organisasi dan struktural, serta untuk meningkatkan citra mereka. Akibatnya, 'digitalisasi' menjadi 'kendaraan' untuk menciptakan kembali institusi pendidikan tinggi sebagai sebuah organisasi yang mampu membawa Masyarakat lebih maju di masa depan. Oleh karena itu, nilai tambah sebenarnya dari "digitalisasi" tercermin dalam struktur dan "proses end-to-end" yang dihasilkan (secara digital) dari suatu institusi.
Organisasi pendidikan tinggi harus sangat fleksibel agar dapat merespons kemajuan dan perubahan digital dengan lebih cepat. Namun, hal ini sering kali ditandai dengan proses pengambilan keputusan yang panjang dan sangat menghambat dalam konteks aktivitas digitalisasi yang bergerak cepat. Struktur tata kelola yang ada dan budaya spesifik perguruan tinggi merupakan alasan umum yang membuat organisasi menjadi lamban dan resisten terhadap perubahan. Dengan latar belakang ini, kerangka kerja strategis, struktur yang ramping dan tangkas, serta proses yang jelas (mulai dari konsep hingga keputusan, persetujuan, dan pelaksanaan) dapat membantu universitas beradaptasi dengan lebih fleksibel terhadap proses transformasi dan tindakan yang harus diambil untuk transformasi melalui digitalisasi pendidikan tinggi harus diarahkan pada semangat prinsip-prinsip berikut:
Berfokus pada mahasiswa: Kebutuhan informasi, kajian, penelitian-dokumentasi mahasiswa dan peserta didik harus dipenuhi melalui layanan digital yang mudah dan kemudahan pengguna. antarmuka yang ramah dan logis, melalui tutorial, tetapi juga melalui layanan mandiri. Koneksi seluler, mudah dan aman ke portal yang mengelola aplikasi perangkat lunak fisik akan dilakukan, serta akses jarak jauh ke lingkungan untuk simulasi, pengujian, dan validasi, hipotesis dan proses belajar dan kerja.
Keyakinan terhadap teknologi: Proses transformasi digital harus didukung dengan mendorong dan mengembangkan budaya digital yang kuat di tingkat individu dan institusi. Proses ini bertujuan pada dua aspek mendasar: menyajikan informasi relevan tentang layanan yang ditawarkan dan mengotomatiskan proses antarmuka berdasarkan peran dan fungsi sehingga penerima manfaat dapat dengan cepat menerima jawaban atas pertanyaan yang mereka cari secara online.
Transparansi dan ketertelusuran: Proses pendidikan dan penelitian ilmiah harus terlihat dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki entitas akademik dan penelitian serta memastikan transparansi pengembangan akademisi dan peneliti di semua tahap karir.
Ketertelusuran melibatkan pelacakan kemajuan dan umpan balik terhadap hasil pembelajaran, serta eksploitasi publik terhadap portofolio penelitian ilmiah di tingkat individu dan institusi. Keamanan dunia maya: Aktivitas digitalisasi memerlukan kepatuhan yang ketat terhadap norma dan standar nasional dan internasional di dunia maya dengan memastikan manajemen identitas tunggal, menggunakan alat teknis khusus dunia maya bersamaan dengan perlindungan informasi rahasia dan data pribadi.
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
## Daftar Pustaka
Ahmad Junaidi, Ahmad Salabi, Noor Hidayati . 2022. Islamic higher education students’ expenditure before and during pandemic in Indonesia. Edulearn. Vol 16, No 4 https://doi.org/10.11591/edulearn.v16i4.20594
Al Muhajir, M. (2021). Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap siswa kelas VIIc SMP Negeri 20 Makassar. Jurnal Galeri Pendidikan , 1 (01).
Al Muhajir, M. Performance Assessment Instrument Development In Biology Practicums At Senior High School.
Alessia Correani1, Alfredo De Massis2, Federico Frattini3, Antonio Messeni Petruzzelli4, and Angelo Natalicchio4. 2020. Implementing a Digital Strategy: Learning from the Experience of Three Digital Transformation Projects.
https://doi.org/10.1177/0008125620934864
Andhi Dwi Nugroho. 2020. How E-Learning Deals with Higher Education during the Pandemic in Indonesia. Loquen: English Studies Journal. Vol. 13 No. 2. https://doi.org/10.32678/loquen.v13i2.3555
Ariandini, N., & Ramly, R. A. (2023). Penggunaan Multimedia Pembelajaran Interaktif Dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Kependidikan Media , 12 (2), 107-116.
Asgar, Ali. Panda, Santosh. 2022. Perception towards Online Teaching-Learning during Covid- 19 Pandemic: A Case of IGNOU Teachers and Academics. Pan-Commonwealth Forum 10 (PCF10). India. https://doi.org/10.56059/pcf10.769
Asrijal, A., Isnada, I., Al Muhajir, M., & Rosmiaty, E. (2023). Pengaruh Struktur Kepribadian Terhadap Perilaku Belajar Siswa. Jurnal Kependidikan Media , 12 (1), 35-49.
Chia-Chen Tan, Chih-Ming Chen & Hahn-Ming Lee. 2019. Effectiveness of a digital pen-based learning system with a reward mechanism to improve learners’ metacognitive strategies in listening,
Computer Assisted Language Learning. https://doi.org/10.1080/09588221.2019.1591459
Christopher Alan Bonfield , Marie Salter , Alan Longmuir , Matthew Benson & Chie Adachi (2020) Transformation or evolution?: Education 4.0, teaching and learning in the digital age, Higher Education Pedagogies. Higher Education Pedagogies. 5:1, 223-246. https://doi.org/10.1080/23752696.2020.1816847
Eddie M. Mulenga 1, José M. Marbán 2. 2020. Prospective Teachers’ Online Learning Mathematics Activities in The Age of COVID-19: A Cluster Analysis Approach. EURASIA Journal of Mathematics,
Science and Technology Education.
https://doi.org/10.29333/ejmste/8345
Eddie M. Mulenga. 2020. Is COVID-19 the Gateway for Digital Learning in Mathematics
Education?. CONTEMPORARY EDUCATIONAL
TECHNOLOGY.
https://doi.org/10.30935/cedtech/7949. 12(2), ep269
Evi Susilawati, Imamul Khaira. 2021 . Web-Based Learning Implementation to Improve Students' Learning Outcomes on Understand Evaluating the Public Policies’ Impact
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
Material during the Covid-19 Pandemic. 1 st Education Research and Applied Business Conference. https://doi.org/10.11594/nstp.2021.1113
Ida Faridah, Febi Ratna Sari, Tri Wahyuningsih, Fitra Putri Oganda, Untung Rahardja, 2020.
Effect Digital Learning on Student Motivation during Covid-19. The 8th International Conference on Cyber and IT Service Management (CITSM 2020) On Virtual, https://doi.org/10.1109/CITSM50537.2020.9268843
Irsan, N. (2022). Pemanfaatan Bangunan Kota Tua Makassar Sebagai Sumber Belajar Sejarah Pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makasar. Jurnal Galeri Pendidikan , 2 (1), 126-130.
Jenny. T, Mike. K, Andy. C, Benson.S, amanda M. 2021. Higher Education during the Pandemic:
The Predictive Factors of Learning Effectiveness in COVID-19 Online Learning. Education sains. 11, 446. https://doi.org/10.3390/educsci11080446
Lidiya I. Evseeva, Olga D. Shipunova, Elena G. Pozdeeva, Irina R. Trostinskaya, Vladimir V.
Evseev. 2019. Digital Learning as a Factor of Professional Competitive Growth. https://www.researchgate.net/profile/Olga- Shipunova/publication/338081110_Digital_Learning_as_a_Factor_of_Professional_Com petitive_Growth/links/5fd9ed7ca6fdccdcb8ccb705/Digital-Learning-as-a-Factor-of- Professional-Competitive-Growth.pdf .
Lynch M., Sage T., Hitchcock L.I. et al. 2021. A heutagogical approach for the assessment of Internet Communication Technology (ICT) assignments in higher education. Int J Educ Technol High Educ 18: 55. Doi: https://doi.org/10.1186/s41239-021-00290-x.
Mahruf. M. Goutom Roy, Affarahuzzaman, Rasel babu. 2022. Teaching and Learning in Higher Education in Bangladesh during the COVID-19 Pandemic: Learning from the Challenges. https://doi.org/10.3390/educsci12120857
Mathias Corman. 2022. PISA Result Vol.1. https://read.oecd-ilibrary.org/education/pisa-2022- results-volume-i_53f23881-en#page3
Mathias Corman. 2022. PISA Result Vol.2. https://read.oecd-ilibrary.org/education/pisa-2022- results-volume-ii_a97db61c-en#page3
Pratama, I. G., Hanif, M., Ramly, R. A., & Khotimah, D. K. (2023, July). Pengembangan media belajar pjok berbasis aplikasi smart learning di masa pandemi. In SIPTEK: Seminar Nasional Inovasi Dan Pengembangan Teknologi Pendidikan (Vol. 1, No. 1).
Ramly, R. A., & Ayu, S. (2022). Pengaruh Media Sosial Terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Kependidikan Media , 11 (3), 107-119.
S. H. H. Al-Taai, 2021. The Importance of E-learning During the Corona Pandemic, 2nd Information Technology To Enhance e-learning and Other Application (IT-ELA), Baghdad, Iraq, , pp. 64-69, https://doi.org/10.1109/IT-ELA52201.2021.9773461
Sadi.El, Shady. S. 2022. Student Learning Performance Before And During The Pandemic. 14th International Conference on Education and New Learning Technologies. https://doi.org/10.21125/edulearn.2022.2486
Salam, S., Suhenrik, P., Marwan, M., & Sekarjati, S. D. (2023). Media Pembelajaran Reka Bentuk Prasejarah Pada Makam Datuk Sulaiman. Jurnal Kependidikan Media , 12 (1), 8-16.
Suhendrik, P. (2021). Pengaruh Pembelajaran Daring Dan Peran Orang Tua Terhadap Hasil
Belajar Siswa Upt. Sdn Pannara Kota Makassar. Jurnal Galeri Pendidikan , 1 (01).
p- ISSN: 2089-8444 e –ISSN: 2964-7355
Volume 13 | Nomor 1 | Februari 2024
Svetlana Valentinovna Matveeva . Natalia Sergeevna Akatova . Digitalization of Higher Education and Professional Development of Educators: Technologies and New Opportunities . http://dx.doi.org/10.34069/AI/2020.29.05.10
Svetlana Valentinovna Matveeva, Natalia Sergeevna Akatova, Yuriy Ivanovich Shcherbakov,
Nadezhda Victorovna Filinova. 2020. Digitalization of Higher Education and Professional Development of Educators: Technologies and New Opportunities. Amazonia investiga. http://dx.doi.org/10.34069/AI/2020.29.05.10.
Taufan. Rezky. 2022. Higher education digital transformation implementation in Indonesia during the COVID-19 pandemic. Jurnal Kajian Komunikasi. https://doi.org/10.24198/jkk.v10i1.38052 . 52-65.
|
8fb8bd73-f19c-4042-bb70-6e458c93f1e8 | http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/download/3068/1434 |
## JIUBJ
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(3), Oktober 2022, 2292-2305 Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat universitas Batanghari Jambi
ISSN 1411-8939 (Online), ISSN 2549-4236 (Print)
## Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
## Khoirunnisa, Yunan Surono*
Magister Manajemen Universitas Batanghari *Correspondence email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini untuk melihat pengaruh makro ekonomi dan struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan dengan pembiayaan sebagai variabel moderasi pada sektor perbankan syariah di Indonesia periode 2015 – 2019. Penelitian ini menggunakan variabel bebas pertama yakni variabel makro ekonomi yang terdiri dari tingkat inflasi, tingkat suku bunga bank sentral dan kurs mata uang rupiah terhadap US dollar. Penelitian ini menggunakan variabel bebas kedua yakni variabel struktur kepemilikan perusahaan dengan indikator berupa kepemilikan institusional, kepemilikan asing dan kepemilikan indidu dan kepemilikan publik. Variabel moderasi yakni pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah , pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh . Variabel terikat yakni variabel kinerja keuangan dengan indikator Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing Gross (NPF Gross), Return On Asset (ROA), Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR). Sampel penelitian yang digunakan adalah sektor perbankan syariah di Indonesia selama 5 tahun periode pengamatan, dimulai dari tahun 2015 - 2019 tercatat sebanyak 14 perusahaan, yang memiliki laporan keuangan yang lengkap dan yang memiliki laporan indikator penelitian yang lengkap dalam laporan keuangan tahunan selama periode penelitian sebanyak 11 perusahaan. Penelitian ini berupa penelitian eksplanatoris (e xplanatory research ) dan analisis data menggunakan Partial Least Square dengan software Smart PLS 3.0. Hasil penelitian menunjukkan, Variabel makro ekonomi tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, Variabel struktur kepemilikan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan , Variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel makro ekonomi dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah negatif (melemahkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan , Variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel struktur kepemilikan dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah positif (menguatkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan.
Kata Kunci : makro ekonomi; struktur kepemilikan; kinerja keuangan; pembiayaan; variabel moderasi.
Abstract. This research is to look at the macro-economic influence and ownership structure on financial performance with financing as a moderation variable in the Islamic banking sector in Indonesia in the period 2015 - 2019. This research uses the first independent variable, namely macro-economic variables consisting of inflation rate, central bank interest rate and rupiah exchange rate against US dollar. This study uses the second independent variable, namely the variable ownership structure of the company with indicators in the form of institutional ownership, foreign ownership and individual ownership and public ownership. Moderation variables are financing with indicators mudharabah financing, musyarakah financing and qardh financing. Dependent variable are financial performance with capital adequacy ratio (CAR), Non Performing Financing Gross (NPF Gross), Return On Asset (ROA), Financing to Deposit Ratio (FDR) and Rupiah Minimum Mandatory Giro (GWMR). The research sample used was sharia banking sector in Indonesia for 5 years observation period, starting from 2015 - 2019 recorded as 14 companies, which have complete financial statements and who have a complete research indicator report in the annual financial statements during the research period of 11 companies. This research is in the form of explanatory research and data analysis using Partial Least Square with Smart PLS 3.0 software. The results showed, Macro-economic variables have no effect on variable financial performance, variable ownership structure affects variable financial performance, variable financing is able to moderate the relationship between macro-economic variables and variable financial performance and has a negative direction (weakening) its influence on financial performance, variable financing is able to moderate the relationship between variable ownership structure and variable financial performance and has a positive direction (strengthening) its influence on financial performance.
Keywords: macro-economic; ownership structure; financial performance; financing; moderation variables.
## PENDAHULUAN
Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, handal, berkeadilan, dan mampu bersaing dikancah perekonomian internasional. Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan
kontribusi semua elemen masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Prinsip syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan ( rahmatan lil ‘alamin ). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada prinsip syariah yang disebut Perbankan Syariah.
Perusahaan perbankan termasuk perbankan syariah, selalu berupaya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan perusahaan yakni untuk memaksimalkan keuntungan atau nilai dari suatu perusahaan, untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan harus semaksimal mungkin untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut secara efektif dan efisien, karena dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki secara baik dengan segala aktivitasnya maka akan dapat meningkatkan laba atau nilai tambah suatu perusahaan. Kinerja keuangan perbankan syariah, tidak terlepas dari kinerja makro ekonomi yang dapat dilihat dari indikator-indikator yang sering dijadikan sebagai pengukur kinerja makro ekonomi antaralain, tingkat inflasi, suku bunga, kurs mata uang, pertumbuhan ekonomi, gross domestic product, ekspor-impor dan lainnya. Variabel makro ekonomi yang ada, akan berdampak pada kinerja perusahaan-perusahaan yang ada dalam negeri termasuk pada sektor perbankan nasional khususnya pada bank syariah.
Penelitian ini menggunakan variabel makro ekonomi sebagai variabel bebas pertama dengan indikator yang terdiri dari tingkat inflasi, tingkat suku bunga bank sentral dan kurs mata uang rupiah terhadap US dollar. Inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara terus menerus, semakin tinggi inflasi akan semakin tinggi harga-harga umum di pasar. Kurs US dollar, merupakan nilai mata uang US dollar dibandingkan dengan mata uang rupiah. Jika kurs mata uang asing semakin tinggi dibanding rupiah, maka investor cenderung akan menanamkan uangnya ke valuta asing, karena untuk berspekulasi dan menjaga semakin menurunnya nilai rupiah (depresiasi). Indikator lainnya yakni tingkat suku bunga BI- 7 days repo rate. Jika suku bunga bank tinggi, maka investor banyak yang menanamkan dananya pada bank, dan kesempatan menanamkan dananya ke pasar modal akan berkurang.
Penelitian ini juga menggunakan struktur kepemilikan sebagai variabel bebas kedua. Sudana (2011), mengemukakan bahwa struktur kepemilikan merupakan pemisahan antara pemilik perusahaan dan manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak yang ditunjuk pemilik dan diberi kewenangan mengambil keputusan dalam mengelola perusahaan, dengan harapan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.
Struktur kepemilikan saham mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Indikator yang digunakan dalam struktur kepemilikan yakni kepemilikan institusional, kepemilikan asing dan kepemilikan individu dan kepemilikan publik. Kepemilikan institusional merupakan perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki institusional dengan total keseluruhan saham. Kepemilikan asing merupakan perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki asing dengan total keseluruhan saham. Kepemilikan individu merupakan perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki individu dengan total keseluruhan saham. Kepemilikan publik merupakan perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki publik dengan total keseluruhan saham.
Penelitian ini juga menggunakan variabel terikat berupa kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan indikator yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing Gross (NPF Gross), Return On Asset (ROA), Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR). Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan hasil perbandingan antara modal dengan ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko). POJK No 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum / Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Umum Syariah, pasal 2 ayat 3 mensyaratkan bahwa penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah sebesar 8% dari ATMR. Capital Adequacy Ratio (CAR) mengukur kemampuan permodalan bank dalam mengantisipasi penurunan aktiva dan menutup kemungkinan terjadinya kerugian dalam pembiayaan. Non Performing Financing Gross (NPF Gross) seperti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan (SE.OJK) No 10/ SEOJK.03/ 2020 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, mengemukakan bahwa Non Performing Financing Gross (NPF Gross) merupakan hasil perbandingan antara pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan, dengan mensyaratkan tingkat maksimal nilai NPF Gross sebesar 5% untuk kategori bank dalam kondisi yang sehat.
Return On Asset (ROA) seperti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan (SE.OJK) No 10/ SEOJK.03/ 2020, mengemukakan bahwa Return On Asset (ROA) merupakan hasil perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Angka Return On Asset dapat dikatakan baik apabila > 2%. (Fahmi, 2013). Financing to Deposit Ratio (FDR) seperti dalam Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan (SE.OJK) No 10/ SEOJK.03/ 2020, mengemukakan bahwa Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan hasil perbandingan antara total pembiayaan terhadap besarnya dana pihak ketiga. Pembiayaan yang dimaksud merupakan pembiayaan pihak ketiga bukan bank, sedangkan Dana
## Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan
Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
Pihak Ketiga (DPK) akan mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk dana penempatan antar bank). A ngka FDR yang tinggi menunjukkan bahwa sebuah bank akan semakin likuid, yakni antara 78 sampai 100% . Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR), penelitian ini tidak menggunakan GWM valuta asing, hal tersebut dikarenakan sebagian besar Bank Syariah di Indonesia tidak menggunakannya. Pemenuhan Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR) untuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) seperti diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
20/3/PBI/2018 dan di perkuat dengan PBI No 22/10/PBI/2020 ditetapkan sebesar rata-rata 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Kinerja keuangan tersebut akan mempengaruhi kelangsungan hidup bank dan akan meningkatkan nilai perusahaan disisi stakeholder (pemangku kepentingan) seperti manajemen, pemilik, investor, kreditor maupun masyarakat luas.
Penelitian menjadikan pembiayaan sebagai variabel moderasi dengan menggunakan indikator pembiayaan mudharabah , pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh. Pembiayaan mudharabah merupakan perjanjian pembiayaan / penanaman dana dari pemilik dana ( shahibul maal ) kepada pengelola dana ( mudharib ) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Pembiayaan musyarakah merupakan perjanjian pembiayaan/ penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. Pembiayaan qardh yang merupakan perjanjian pembiayaan berupa transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu (ojk.go.id). Potensi pasar perbankan syariah sangat besar di Indonesia namun partisipasi masyarakat masih rendah dalam perbankan syariah, potensi pasar perbankan syariah sangat besar, tetapi keuntungan bank-bank syariah relatif kecil dan kontribusinya dalam perbankan nasional juga masih kecil, masih kecilnya masyarakat yang menggunakan jasa bank syariah, modal bank syariah yang relatif kecil dan kebanyakan masih merupakan anak usaha dari bank konvensional dan masih banyak faktor yang lain yang mempengaruhinya. Tujuan penelitian ini yakni menggunakan variabel makro ekonomi dan struktur kepemilikan terhadap kinerja keuangan dengan pembiayaan sebagai variabel moderasi, dengan objek saham sektor perbankan syariah yang ada di Bursa Efek Indonesia selama periode 2014- 2019.
## Kajian Teoritis
Penelitian ini akan menguji pengaruh variabel makro ekonomi dengan indikator inflasi, kurs US dollar dan suku bunga dan variabel struktur kepemilikan dengan indikator kepemilikan institusional, kepemilikan asing, kepemilikan individu dan kepemilikan publik terhadap kinerja keuangan dengan indikator Capital Adequacy Ratio , Non Performing Financing Gross , Return On Asset , Financing to Deposite Ratio dan Giro Wajib Minimum Rupiah yang dimoderasi oleh pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh pada sektor perbankan syariah di Indonesia. Variabel makro ekonomi dengan indikator inflasi, kurs US dollar dan suku bunga. Tujuan dari ilmu ekonomi makro adalah untuk memahami peristiwa ataupun fenomena ekonomi serta untuk memperbaiki kebijakan ekonomi. Mankiw (2006), mengemukakan bahwa makroekonomi merupakan sebuah studi tentang perekonomian secara menyeluruh, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait pertumbuhan pendapatan, kemiskinan, inflasi, kestabilan harga, resesi, depresi, pengangguran dan lainnya. Zvie Bodie (2007), mengemukakan bahwa faktor makro ekonomi yang dapat mempengaruhi kondisi perekonominan negara diantaranya inflasi, nilai tukar dan suku bunga. Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian dimana terjadi kenaikan harga- harga secara umum (Samuelson, 2002).
Kenaikan dalam harga barang dan jasa yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah penawaran atau persediaan di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang yang beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang dan jasa. Inflasi sebagai bagian dari keadaan perekonomian tentu akan dialami oleh setiap negara, hanya saja setiap negara memiliki tingkat inflasi yang berbeda-beda. Guna mengukur tingkat inflasi dapat menggunakan indek harga konsumen. Di Indonesia informasi mengenai inflasi dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai tukar nominal ( nominal exchange rate ) merupakan harga relatif dari mata uang dua negara Nilai tukar adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2006). Nopirin (2013), mengemukakan bahwa nilai tukar merupakan pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perubahan nilai tukar mata uang suatu Negara tentu akan mempengaruhi perekonomian makro Negara tersebut. Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. BI Rate atau disebut pula Suku Bunga Bank Indonesia merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Mardani (2017). BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Tandelilin (2010) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang meningkat dapat menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya berupa tabungan ataupun deposito.
Variabel struktur kepemilikan dengan indikator kepemilikan institusional, kepemilikan asing, kepemilikan individu dan kepemilikan publik. Struktur kepemilikan saham mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Hal tersebut terjadi karena adanya kontrol yang dimiliki oleh para pemegang saham terhadap perusahaan. Struktur kepemilikan dapat dihitung berdasarkan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham dibagi dengan seluruh jumlah saham yang ada. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling, menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi agency conflict . Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional maka semakin kuat tingkat pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan. Undang-undang no 25 tahun 2007 pasal1 angka 6 mengemukakan bahwa kepemilikan asing merupakan persentase kepemilikan saham perusahaan oleh investor asing. Kepemilikan asing antaralain meliputi kepemilikan perseorangan warga negara asing badan usaha asing maupun pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia. Kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh pihak asing dibandingkan dengan jumlah seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut. Kepemilikan individu merupakan salah satu untuk menguragi konfik keagenan, dalam teori keagenan menyatakan bahwa kepemilikan individu memiliki kemampuan memonitoring manajer dengan baik (Hanafi, 2016), semakin besar kepemilikan individu dalam suatu perusahaan maka konfik keagenan akan semakin berkurang, karena pengawasan yang tinggi dilakukan oleh kepemilikan individu. Kepemilikan individu merupakan perbandingan antara saham yang dimiliki oleh individu terhadap keseluruahan saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut.
Variabel kinerja keuangan dengan indikator Capital Adequacy Ratio , Non Performing Financing Gross , Return On Asset , Financing to Deposite Ratio dan Giro Wajib Minimum Rupiah. Kinerja perbankan syariah tentu tidak terlepas dari peran stakeholder termasuk para investor. Investor akan melihat kinerja perbankan syariah melalui laporan keuangan yang dipublikasikan, sehingga investor dapat menilai apakah perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik atau tidak. Martono dan Harjito (2008), mengemukakan bahwa manajemen keuangan perusahaan merupakan segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana ( raising of fund ), menggunakan dana ( allocation of fund ), dan mengelola aset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Indikator Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berhaga, dan tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping danadana yang berasal dari sumber-sumber luar bank yang berasal dari masyarakat, pinjaman dan lain-lain. Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai kebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover risiko saat ini dan mengantisipasi risiko dimasa mendatang. Semakin besar nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) maka akan semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah.
Indikator Non Performing Financing Gross (NPF Gross) merupakan hasil perbandingan antara pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan, dengan mensyaratkan tingkat maksimal nilai NPF Gross sebesar 5% untuk kategori bank dalam kondisi yang sehat. Pembiayaan hanya mencakup pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank. Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan (SE.OJK) No 10/ SEOJK.03/ 2020 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah pasal 1 ayat 5 mengamanatkan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa termasuk sewa menyewa jasa, transaksi jual beli, dan transaksi pinjam meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah , tanpa imbalan, margin , atau bagi hasil. Pembiayaan bermasalah merupakan pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Angka yang dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam Laporan Posisi Keuangan secara gross (sebelum dikurangi
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
CKPN). Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sendiri merupakan penyisihan yang dibentuk apabila nilai tercatat aset keuangan setelah penurunan nilai kurang dari nilai tercatat awal.
Indikator Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Lukman Dendawijaya (2009). Return On Assets menunjukan kemampuan suatu bank menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Return On Assets lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas suatu perbankan, karena mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset atau aktiva yang dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat. Dengan kata lain, jika suatu perusahaan mempunyai Return On Assets yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan modal sendiri, tetapi jika total aset yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan modal sendiri. Assets atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Indikator Financing to Deposit Ratio (FDR) atau yang disebut dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada bank konvensional ini merupakan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuditasnya atau seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang hendak menarik kembali dananya yang telah disalurkan oleh bank berupa kredit. SE.OJK No 10/ SEOJK.03/ 2020 mengemukakan bahwa Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan hasil perbandingan antara total pembiayaan terhadap besarnya dana pihak ketiga. Pembiayaan yang dimaksud merupakan pembiayaan pihak ketiga bukan bank, sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk dana penempatan antar bank). Tinggi rendahnya rasio ini menunjukkan tingkat likuiditas bank tersebut. Sehingga semakin tinggi angka FDR suatu bank, berarti digambarkan sebagai bank yang kurang likuid dibanding dengan bank yang mempunyai angka rasio lebih kecil. (Rivai, 2010). Jika bank syariah memiliki Financing to Deposit Ratio yang terlalu kecil maka bank akan kesulitan untuk menutup simpanan nasabah dengan jumlah pembiayaan yang ada. Jika bank memiliki Financing to Deposit Ratio yang sangat tinggi maka bank akan mempunyai resiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi dan pada titik tertentu bank akan mengalami kerugian.(Susilo, 2000). Berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia No 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, besarnya Financing to Deposit Ratio ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak melebihi 110%. Hal ini berarti bank boleh memberikan kredit atau pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun asalkan tidak melebihi 110%, dan idealnya yakni antara 78 sampai 100%.
Indikator Giro Wajib Minimum (GWM) adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga. GWM terdiri dari GWM rupiah dan GWM valuta asing. Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR) merupakan bagian dari beberapa indikator dari aspek kepatuhan ( Compliance ). Pemenuhan Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR) untuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) seperti diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 20/3/PBI/2018 ditetapkan sebesar rata-rata 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Variabel pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh. Undang-undang perbankan No. 10 Tahun 1998 mengemukakan bahwa pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Didalam perbankan syariah, pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan pada prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum Islam. (Ismail, 2011). Muhammad (2014) , mengemukakan bahwa pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qard, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.
Indikator mudharabah merupakan transaksi penanaman dana dari pemilik dana ( shahibul mal ) kepada pengelola dana ( mudharib ) untuk melakukan usaha tertentu sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya. Wangsawijaya (2012). PSAK No 105 paragraf 4 mengemukakan bahwa mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. (IAI, 2007). Indikator musyarakah merupakan transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak sesuai nisbah yang telah disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. Wangsawijaya (2012). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama- sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. (ojk.go.id.) Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan ( trading asset ), kewirausahaan ( entrepreneurship ), kepandaian ( skill ), kepemilikan ( property ), peralatan ( equipment ), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill ), kepercayaan atau reputasi ( credit worthiness ) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. (ojk.go.id.).
Indikator Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Menurut teknis perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau sekaligus. Bank dapat meminta jaminan atas pinjaman ini kepada peminjam (QS al-Hadid 57:11). (ojk.go.id.).
## METODE
Penelitian ini menggunakan analisis kausalitas SEM ( Structural Equation Modeling ) berbasis component atau variance yakni Partial Least Square (PLS), dengan menggunakan software Smart PLS 3.0. Keunggulan metode ini adalah tidak memerlukan asumsi dan dapat diestimasi dengan jumlah sampel yang relatif kecil. (Haryono, 2017). Penggunaan Smart PLS dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, (Yunan Surono, 2022):
1. Penelitian ini menguji pengaruh antar variabel, namun hubungan pengaruh antar variabel tersebut dalam penelitian ini masih lemah atau belum diketahui secara pasti.
2. Smart PLS bisa digunakan pada penelitian dengan dukungan teori yang kuat maupun lemah.
3. Smart PLS dapat diterapkan pada penelitian yang bersifat konfirmasi teori ( theorical testing ).
4. Smart PLS
dapat digunakan untuk merekomendasikan hubungan yang belum ada dasar teorinya atau bersifat eksploratori.
5. Variabel dalam penelitian bersifat distribution free yang berarti tidak mengasumsikan data berdistribusi
tertentu, yang bisa berupa data dalam kategori nominal, ordinal, interval dan rasio.
6. Penelitian ini akan membagi variabel moderasi menjadi 4 kategori (Yunan Surono, 2022) yakni:
a. Pure moderation (moderasi murni) terjadi jika variabel pembiayaan ( moderation variable ) tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ), sedangkan moderation effect berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ). b. Potential moderation (moderasi potensial) terjadi jika variabel pembiayaan ( moderation variable ) tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ), sedangkan moderation effect juga tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ). c. Quation moderation (moderasi Quasi) terjadi jika variabel pembiayaan ( moderation variable ) berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ), sedangkan moderation effect juga berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ).
d. Predictor moderation (moderasi prediktor) terjadi jika variabel pembiayaan ( moderation variable ) berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ), sedangkan moderation effect tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan ( dependent variable ).
Langkah-langkah yang digunakan dalam pengujian model penelitian dengan basis Partial Least Square , (Yunan Surono, 2021) antara lain:
1. Melakukan desain rancangan model struktural (inner model) , yakni dengan membuat formulasi model hubungan antar konstruk.
2. Melakukan desain rancangan outer model , yakni dengan membuat spesifikasi hubungan konstruk laten dengan konstruknya yang bersifat reflektif.
3. Merancang konstruksi diagram jalur ( path coefficients ), yakni dengan membuat gambaran / visualisasi hubungan antar konstruk laten dengan konstruknya.
4. Membuat estimasi model dengan skema pemilihan weighting dalam proses estimasi model.
5. Melakukan evaluasi model dengan terhadap model pengukuran dan model struktural.
6. Melakukan pengujian hipotesis.
7. Melakukan interpretasi.
Perancangan model berdasarkan kerangka pemikiran berupa hubungan antar variabel yang didasarkan pada teori, hasil penelitian empiris, dan rasional. Indikator penelitian bersumber dari data sekunder, sehingga semua indikator bersifat non perseptual (non persepsi). Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari publikasi dari situs resmi
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
masing masing perusahaan emiten dalam periode penelitian. Uji kecocokan model pengukuran atau fit test of measurement model merupakan uji kecocokan pada outer model dengan melihat validitas konvergen ( convergent validity ) dan validitas diskriminan.
1. Uji validitas konvergen ( convergent validity ), merupakan merupakan nilai koeffisien jalur yang menghubungkan antara variabel laten dengan indikatornya, yang dapat dilihat dari;
a. Jika nilai koeffisien jalur antara 0,5 - 0,6 maka dikatakan cukup, dan jika koeffisien jalur ≥ 0,7 maka dikatakan tinggi. (Ghozali, 2013).
b. Nilai T Statistics ≥ 1, 96 maka indikator tersebut valid.
c. Reliabilitas konstruk dikatakan reliabel jika nilai composite realbility ≥ 0,7.
d. Nilai Average Variance Extracted (AVE), harus ≥ 0,5.
2. Uji reliabilitas ( reliability ). Pengukuran model juga dilakukan dengan menggunakan uji reliabilitas (keandalan / keakuratan) suatu konstruk. Uji reliabilitas ini dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrument dalam mengukur konstruk. Uji reliabilitas suatu konstruk dengan indikator reflektif dapat dilihat melalui dua cara, yakni;
a. Cronbach’s Alpha. Hair et al (2009)
mengemukakan bahwa cronbach’s alpha merupakan sebuah ukuran reliabilitas yang memiliki nilai antara 0 sampai 1. Nilai reliabilitas cronbach’s alpha minimal adalah sebesar 0,70. Cronbach’s alpha digunakan untuk menguji reliabilitas konstruk yang akan memberikan nilai yang lebih rendah ( under estimate ) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composite reability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk.
b. Composite Reliability. Nilai composite reliability dapat dikatakan diterima dengan kisaran nilai 0,60 – 0,70 untuk explanatory research.
3. Koefisien Jalur ( path coefficients ). Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil ( least square methods ). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen. Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal (Solimun dan Rinaldo, 2009). a. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. b. Estimasi jalur ( path estimate ) yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.
c. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.
4. Pengujian Hipotesis. Penerapan metode resampling , yang memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas ( distribution free ), tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan sampel minimum 10. Bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan, indikator dapat digunakan sebagai instrumen pengukur variabel laten. Apabila hasil pengujian terhadap inner m odel bersifat signifikan, maka dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh variabel laten terkait terhadap variabel laten lainnya. 5. Evaluasi Goodness of Fit. Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat persentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R 2 . Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan nilai P values yang didapat lewat prosedur bootstrapping. Goodness of Fit Model diukur menggunakan R-square variabel laten dependen.
## HASIL
## Tabel 1
Nilai construct reliability and validity PLS algorithm kedelapan
Sumber : data olahan
Tabel 1 terlihat bahwa variabel kinerja keuangan mempunyai nilai cronbach’s alpha sebesar 0,354 dalam kategori agak handal dan nilai average variance extracted sebesar 0,601 dalam kategori valid, variabel struktur kepemilikan mempunyai nilai cronbach’s alpha sebesar 0,449 dalam kategori cukup handal dan nilai average variance extracted sebesar 0,645 dalam kategori
valid, hal tersebut menandakan bahwa data tersebut masih bermasalah pada uji reliabilitas yang dilihat dari nilai cronbach’s alpha namun demikian masih dalam kategori cukup handal dan nilai Composite Reliability yang kesemuanya telah diatas 0,7. Jika nilai Cronbach’s Alpha mempunyai nilai yang tetap rendah maka dapat digunakan Composite Reability yang semua nilainya
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
telah diatas 0,7. Siswoyo Haryono (2017), mengemukakan bahwa Composite Reliability lebih baik dalam mengukur internal consistency dibandingkan dengan Cronbach’s Alpha dalam SEM karena Composite Reliability tidak mengasumsikan kesamaan boot dari setiap indikator. Berdasarkan perhitungan construct reliability and validity pada tabel 1, maka nilai
composite reliability semua variabel telah memenuhi uji prasyarat yakni mempunyai nilai lebih besar dari 0,7 dan nilai Average Variance Extracted lebih besar dari 0,5. Dengan demikian indikator-indikator tersebut merupakan indikator yang reliabel dan valid sebagai indikator yang merefeksikan variabel penelitian ini.
## Tabel 2
Nilai outer loading PLS algorithm kedelapan
Sumber : data olahan
Tabel 2 terlihat bahwa variabel kinerja keuangan yang memiliki nilai loading factor diatas 0,7 adalah indikator FDR sebesar 0,875 yang berarti sudah ideal, sedangkan indikator CAR sebesar 0,661 yang berarti belum ideal tapi masih dapat diterima. Variabel makro ekonomi yang memiliki nilai loading factor diatas 0,7., yakni indikator suku bunga sebesar 1,000., yang berarti sudah ideal. Variabel pembiayaan yang memiliki nilai
loading factor diatas 0,7 adalah indikator pembiayaan mudharabah sebesar 0,891., indikator pembiayaan musyarakah sebesar 0,891., dan indikator pembiayaan qardh sebesar 0,906., yang berarti sudah ideal. Variabel struktur kepemilikan yang memiliki nilai loading factor diatas 0,7., yakni indikator kepemilikan asing sebesar 0,812., indikator kepemilikan individu sebesar 0,794., atau sudah ideal.
## Tabel 3
Nilai inner VIF values PLS algorithm kedelapan
## Sumber : data olahan
Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai outer Variance Inflation Factors ( outer VIF values ) menunjukkan, semua indikator pada variabel tersebut mempunyai nilai kurang dari 5 pada Smart PLS (warna hijau menunjukkan layak). hal tersebut menunjukkan bahwa semua indikator tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 4 diketahui besarnya pengaruh antar variabel dapat diketahui dari kolom original sample dan untuk melihat tingkat signifikasi dapat diketahui dari kolom T statistics . Ghozali (2006) mengemukakan bahwa nilai t-
stat yang berada diatas nilai 1,96 menunjukkan pengaruh yang signifikan dari masing-masing hipotesis. Selain itu untuk dapat mengetahui besarnya pengaruh antar variabel dapat diketahui juga dari besarnya P values, jika nilai P values lebih kecil (kurang) dari 0,05 atau sebesar 5% maka hubungan antar variabel tersebut dikatakan berpengaruh, demikian juga jika nilai P values lebih besar (diatas) 0,05 maka hubungan antar variabel dikatakan tidak berpengaruh.
## Tabel 4
Nilai koeffisien jalur ( path coefficients ) hasil Bootstraping
Sumber : data olahan
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
Hasil pengujian hipotesis berdasarkan Tabel 4 yakni sebagai berikut:
1. Pengujian hipotesis pertama. Hasil perhitungan data menunjukkan bahwa nilai P values sebesar 0,163., dimana nilai P values tersebut lebih besar dari 0,05 atau lebih besar dari 5% dan nilai T Statistics sebesar 1,396 atau dibawah 1,96., Hal ini menunjukkan terdapat cukup bukti empiris untuk menolak hipotesis pertama yakni variabel makro ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Variabel makro ekonomi yang dibentuk berdasarkan tiga indikator reflektif sebelumnya yakni inflasi, kurs US dan suku bunga, setelah dilakukan perhitungan algorithm menunjukkan bahwa indikator inflasi dan kurs US ternyata tidak mampu mengkonstruk (membentuk) variabel makro ekonomi sedangkan indikator suku bunga mampu mengkonstruk variabel makro ekonomi. Gambar 3 dan dijelaskan dengan tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukan bootstrapping (pengujian hipotesis) diperoleh kesimpulan bahwa variabel makro ekonomi yang di konstruk dengan indikator suku bunga ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang dikonstruk dengan indikator capital adequacy ratio (CAR) dan financing to deposit ratio (FDR). 2. Pengujian hipotesis kedua. Pengolahan data menunjukkan bahwa pengaruh variabel pembiayaan selaku variabel moderasi terhadap kinerja keuangan mempunyai nilai P values sebesar 0,007., dimana nilai P values tersebut lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% dan nilai T Statistics sebesar 2,717 atau diatas 1,96.. Hal ini menunjukkan terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis kedua, yakni variabel struktur kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Variabel struktur kepemilikan yang dibentuk berdasarkan empat indikator reflektif sebelumnya yakni kepemilikan asing, kepemilikan individu, kepemilikan institusional dan kepemilikan publik, setelah dilakukan perhitungan algorithm menunjukkan bahwa indikator kepemilikan institusional dan kepemilikan publik ternyata tidak mampu mengkonstruk (membentuk) variabel struktur kepemilikan sedangkan indikator kepemilikan asing dan kepemilikan individu mampu mengkonstruk variabel struktur kepemilikan. Gambar 3 dan dijelaskan dengan tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukan bootstrapping (pengujian hipotesis) diperoleh kesimpulan bahwa variabel struktur kepemilikan yang di konstruk dengan indikator kepemilikan asing dan kepemilikan individu ternyata berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang dikonstruk dengan indikator capital adequacy ratio (CAR) dan financing to deposit ratio (FDR).
3. Pengujian hipotesis ketiga. Pengolahan data menunjukkan bahwa pengaruh variabel pembiayaan selaku variabel moderasi terhadap kinerja keuangan mempunyai nilai P values sebesar 0,000., dimana nilai P values tersebut lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% dan nilai T Statistics sebesar 6,372 atau diatas 1,96. Variabel moderating effect 1, makro ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,464., atau sebesar 46,4% , dimana nilai P values tersebut lebih besar dari 0,05 atau lebih dari 5% dan nilai T Statistics sebesar 0,733 atau dibawah 1,96. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel makro ekonomi dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah negatif (melemahkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, yang terlihat pada nilai original sample (O) yakni sebesar -0,084. yang berarti jika nilai variabel pembiayaan semakin kecil (mendekati 0) maka akan melemahkan hubungan variabel makro ekonomi terhadap variabel kinerja keuangan, demikian juga sebaliknya jika nilai variabel pembiayaan semakin besar (mendekati 1) maka akan menguatkan hubungan variabel makro ekonomi terhadap variabel kinerja keuangan.
4. Pengujian hipotesis keempat. Hasil perhitungan data menunjukkan bahwa pengaruh variabel pembiayaan terhadap kinerja keuangan mempunyai nilai P values sebesar 0,000., dimana nilai P values tersebut lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% dan nilai T Statistics sebesar 6,372 atau diatas 1,96. Variabel moderating effect 2, struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,188., atau sebesar 18,8% , dimana nilai P values tersebut lebih besar dari 0,05 atau lebih dari 5% dan nilai T Statistics sebesar 1,318 atau dibawah 1,96. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel struktur kepemilikan dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah positif (menguatkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, yang terlihat pada nilai original sample (O) yakni sebesar 0,198., yang berarti jika nilai variabel pembiayaan semakin kecil (mendekati 0) maka akan melemahkan hubungan variabel struktur kepemilikan terhadap variabel kinerja keuangan, demikian juga sebaliknya jika nilai variabel pembiayaan semakin besar (mendekati 1) maka akan menguatkan hubungan variabel struktur kepemilikan terhadap variabel kinerja keuangan.
Pengujian terhadap nilai R-square sebagai hasil uji goodness of fit model dilihat dari besaran angka nilai
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
R-square, yang dapat dilihat di dalam tabel R-square dari hasil running calculate model dan diperoleh angka sebesar 0,577 atau sebesar 57,7%. Angka tersebut memperlihatkan bahwa besarnya pengaruh keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 57,7%., sisanya sebesar 42,3% dijelaskan oleh variabel lain yang belum terkandung dalam model tersebut dan termasuk error . Hasil tersebut memberikan makna bahwa model penelitian ini merupakan model yang layak karena memiliki nilai prediktif yang relevan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat dijelaskan hasil penelitian ini berdasarkan uji hipotesis antara lain bahwa:
1. Variabel makro ekonomi tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,163., dimana nilai P values tersebut lebih besar dari 0,05 atau lebih besar dari 5% dan nilai t statistics sebesar 1,396 atau dibawah 1,96. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel makro ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan tetapi mempunyai arah yang positif (menguatkan) yang terlihat pada nilai original sample (O) yakni sebesar 0,131. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariska (2019), bahwa variabel makro ekonomi yakni inflasi, suku bunga dan kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE), PT Bank Syariah Mandiri, yang berarti ada pengaruh yang signifikan secara statistik antara inflasi, suku bunga dan kurs terhadap Return On Assets , yang artinya adalah naiknya inflasi, suku bunga dan kurs akan meningkatkan nilai Return On Assets bank. Penelitian lain yang dilakukan oleh Zafirah Assegaf (2014), menunjukkan secara simultan semua variabel makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar dan pendapatan nasional, sedangkan secara parsial variabel ROA tidak berpengaruh. Jadi penelitian ini juga merupakan bagian tindak lanjut dari penelitian tersebut yang menghubungkan pengaruh variabel makro ekonomi terhadap kinerja keuangan perbankan syariah di Indonesia, dengan variabel dan indikator yang lebih banyak dan lengkap serta menggunakan variabel moderasi yang dianalisis menggunakan partial least square yang mana kebanyakan penelitian tersebut masih menggunakan regresi linear berganda. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas dan memadai dari penelitian sebelumnya, yang mana hasil penelitian ini menunjukkan variabel makro ekonomi dengan indikator tingkat suku bunga yang mampu mengkonstruk variabel makro ekonomi sedangkan kinerja keuangan dengan indikator capital adequacy ratio dan financing to deposit ratio yang mampu mengkonstruk variabel kinerja keuangan, yang mana disimpulkan variabel makro ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
tetapi mempunyai arah yang positif (menguatkan) sebesar 0,131 yang berarti jika variabel ekonomi makro yang di refleksikan dengan tingkat suku bunga mengalami kenaikan sebesar 0,131% maka akan mempengaruhi kinerja keuangan yang di refleksikan dengan indikator capital adequacy ratio dan financing to deposit ratio akan mengalami kenaikan masing-masing sebesar 1%.
2. Variabel struktur kepemilikan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,007., dimana nilai P values tersebut lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% dan nilai t statistics sebesar 2,717 atau diatas 1,96. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel struktur kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan tetapi mempunyai arah yang negatif (melemahkan) yang terlihat pada nilai original sample (O) yakni sebesar -0,326. Hasil penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Meilita, bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing dan kepemilikan individu yang merupakan variabel struktur kepemilikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kebijakan deviden perusahaan, sedangkan dalam penelitian ini hanya kepemilikan asing dan kepemilikan individu yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang direfleksikan dengan indikator capital adequacy ratio (CAR) dan financing to deposite ratio (FDR) sedangkan indikator non performing financing gross (NPF Gross), return on asset (ROA) dan giro wajib minimum rupiah (GWMR) tidak mampu mengkonstruk variabel kinerja keuangan pada penelitian ini, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Meilita tidak menggunakan variabel intervening seperti pada penelitian ini berupa variabel pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah , pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh . Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik dengan menggunakan variabel moderasi berupa non performing financing yang melihat pengaruh antara financing to deposite ratio dan capital adequacy ratio terhadap return on asset yang merupakan variabel terikat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hipotesisnya ditolak atau tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya maupun ketika dihitung dengan menggunakan variabel moderasi, sehingga pada penelitian ini semua indikator kinerja keuangan dijadikan sebagai variabel terikat. Penelitian yang dilakukan oleh Wirnawati juga menunjukkan bahwa walaupun secara simultan rasio capital adequacy ratio, non performing finance, financing to deposit ratio , dan biaya operasional pendapatan operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap return on asset sedangkan secara parsial tidak hanya biaya
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
operasional pendapatan operasional secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return on asset, sehingga semakin memperkuat bahwa variabel ini cocok untuk dijadikan sebagai satu variabel terikat menjadi kinerja keuangan.
3. Variabel pembiayaan (moderasi) berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,000., dimana nilai P values tersebut lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% dan nilai t statistics sebesar 6,372 atau diatas 1,96. Variabel moderating effect 1, makro ekonomi tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,464., atau sebesar 46,4% , dimana nilai P values tersebut lebih besar dari 0,05 atau lebih dari 5% dan nilai t statistics sebesar 0,733 atau dibawah 1,96. Variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel makro ekonomi dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah negatif (melemahkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, yang terlihat pada nilai original sample (O) yakni sebesar -0,084. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel pembiayaan memoderasi hubungan antara variabel makro ekonomi dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah negatif (melemahkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan. Selain itu, variabel moderasi ini dapat digolongkan ke dalam Predictor moderation (moderasi prediktor) dimana variabel pembiayaan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, sedangkan moderation effect 1 tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan. Penelitian ini melihat pengaruh hubungan variabel makro ekonomi dengan indikator inflasi kurs US terhadap rupiah dan suku bunga terhadap variabel kinerja keuangan dengan indikator capital adequacy ratio, non performing financing gross, return on asset , financing to deposite ratio dan giro wajib minimum rupiah dengan menggunakan variabel intervening berupa variabel pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah , pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh , sepanjang pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian yang dilakukan sehingga penjelasan lebih lanjut terkait dengan penelitian terdahulu belum ada, sehingga hal tersebutlah yang menjadi alasan menggunakan alat analisis berupa partial least square (PLS) guna melihat pengaruh antar variabel dengan teori yang relatif masih lemah dan juga sebagai pembuktian dari teori tersebut.
4. Variabel pembiayaan (moderasi) berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,000., dimana nilai P values tersebut lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% dan nilai t Statistics sebesar 6,372 atau diatas 1,96. Variabel moderating effect 2, struktur
kepemilikan tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, karena mempunyai nilai P values sebesar 0,188., atau sebesar 18,8% , dimana nilai P values tersebut lebih besar dari 0,05 atau lebih dari 5% dan nilai t statistics sebesar 1,318 atau dibawah 1,96. Variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel struktur kepemilikan dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah positif (menguatkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan, yang terlihat pada nilai original sample (O) yakni sebesar 0,198. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel pembiayaan memoderasi hubungan antara variabel struktur kepemilikan dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah positif (menguatkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan. Selain itu, variabel moderasi ini dapat digolongkan ke dalam Predictor moderation (moderasi prediktor) dimana variabel pembiayaan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan, sedangkan moderation effect 2 tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan.Penelitian ini melihat pengaruh hubungan variabel struktur kepemilikan dengan indikator kepemilikan institusional, kepemilikan asing dan kepemilikan individu serta kepemilikan publik terhadap variabel kinerja keuangan dengan indikator capital adequacy ratio, non performing financing gross, return on asset , financing to deposite ratio dan giro wajib minimum rupiah dengan menggunakan variabel intervening berupa variabel pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah , pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Meilita yang terkait dengan penelitian ini hanya kepemilikan asing dan kepemilikan individu yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang direfleksikan dengan indikator capital adequacy ratio (CAR) dan financing to deposite ratio (FDR) sedangkan indikator non performing financing gross (NPF Gross), return on asset (ROA) dan giro wajib minimum rupiah (GWMR) tidak mampu mengkonstruk variabel kinerja keuangan pada penelitian ini, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Meilita tidak menggunakan variabel intervening seperti pada penelitian ini berupa variabel pembiayaan dengan indikator pembiayaan mudharabah , pembiayaan musyarakah dan pembiayaan qardh . Pengaruh antar variabel bebas variabel struktur kepemilikan terhadap variabel kinerja keuangan dengan menggunakan variabel intervening berupa variabel pembiayaan, sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan sehingga penjelasan lebih lanjut terkait dengan penelitian terdahulu belum ada, sehingga hal tersebutlah yang mendorong digunakannya alat analisis berupa partial least square (PLS) guna
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
melihat pengaruh antar variabel dengan teori yang relatif masih lemah dan juga sebagai pembuktian dari teori tersebut.
## SIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu:
1. Variabel makro ekonomi tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan.
2. Variabel struktur kepemilikan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan dengan koeffisien jalur sebesar -0,326.
3. Variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel makro ekonomi dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah negatif (melemahkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan. variabel moderasi ini dapat digolongkan ke dalam Predictor moderation (moderasi prediktor) dimana variabel pembiayaan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan dengan koeffisien jalur sebesar -0,597, sedangkan moderation effect 1 tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan. 4. Variabel pembiayaan mampu memoderasi hubungan antara variabel struktur kepemilikan dengan variabel kinerja keuangan dan mempunyai arah positif (menguatkan) pengaruhnya terhadap kinerja keuangan. Selain itu, variabel moderasi ini dapat digolongkan ke dalam Predictor moderation (moderasi prediktor) dimana variabel pembiayaan berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan dengan koeffisien jalur sebesar -0,597, sedangkan moderation effect 2 tidak berpengaruh terhadap variabel kinerja keuangan.
## DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik , Jakarta: Gema Insani Press. Ariska, Rizky, 2019, Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Kinerja Keuangan Pada PT Bank Syariah Mandiri.
Assegaf, Zafirah., Anindya Mitra Raisnur Putri dan, Achmad Syarif. 2014, Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah Di Indonesia (Periode Tahun 2007 -2013). Jurnal Media Ekonomi ,
22(2), 1-18.
Brigham, F Eugene dan Joul F Houston. 2006, Dasar- Dasar Manajemen Keuangan , Edisi Kesepuluh, Salemba Empat, Jakarta.
Fabbozzi, Frank J, 1999, Manajemen investasi , Salemba Empat, Jakarta.
Fahmi, Irham. 2012. Analisis Kinerja Keuangan ,
Bandung: Alfabeta.
Fahmi, Irham. 2012, Manajemen Investasi , Jakarta: Salemba Empat
Fahmi, Irham. 2013. Analisis Laporan Keuangan , Bandung: Alfabeta.
Fahmi, Irham. 2014. Pengantar Manajemen Keuangan , Bandung: Alfabeta. Ferdinand, Augusty 2006. Metode Penelitian
Manajemen: Pedoman Penelitian untuk skripsi, Tesis dan Disertai Ilmu Manajemen . Semarang:
Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2001. Pokok-pokok Analisis Laporan Keuangan . Yogyakarta: BPFE. Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS . Penerbit: Universitas Dipenogoro. Semarang,
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Harahap, Sofyan Syarif. 2004. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan . Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Harahap, Sofyan Syarif, 2010, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Hartono, Agus. 2010. Manajemen Keuangan . Edisi keempat. Yogyakarta : BPFE.
Haryono, Yusuf. 2005. Dasar-Dasar Akuntansi .
Yogyakarta : Akademi Akuntansi YKPN.
Hanafi, Mahduh dan Abdul Halim, 2012, Analisis Laporan Keuangan . Yogyakarta: (UPP) STIM YKPN.
Hanafi, Mahduh dan Abdul Halim, 2016. Analisis Laporan Keuangan . Edisi Kelima. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Hasan, Iqbal, 2009, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik , Bumi Aksara, Jakata. Husnan, Suad. 2014, Dasar-Dasar Manajemen
Keuangan , UPP-AMP ,YKPN, Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.105 Akuntansi Mudharabah , Jakarta: Graha Akuntan.
Ismail, 2011. Perbankan Syariah , Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Jogiyanto, 2010, Analisis Investasi dan Teori Portofolio , Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Jumingan, 2009, Analisis Laporan Keungan , Bumi Aksara, Jakarta.
Kamaludin, dan Rini Indriani. 2012. Manajemen keuangan . Edisi Revisi. CV. Bandar Maju. Bandung.
Karim, Abdul & Fifi Hanafia. 2020, Analisis CAR, BOPO, NPF, FDR, NOM, Dan DPK Terhadap Profitabilitas (ROA) Pada Bank Syariah Di Indonesia., Jurnal Target , 2(1), 36-46.
Kasmir, 2009. Pengantar Manajemen Keuangan Edisi Kedua , Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
Kasmir, Jakfar. 2008, Analisis Laporan Keuangan , PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Kasmir, 2014, Analisis Laporan Keuangan , Edisi Satu.
Cetakan ketujuh. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Lemiyana & Erdah Litriani. 2016, Pengaruh NPF, FDR, BOPO Terhadap Return On Asset (ROA) Pada Bank Umum Syariah., Jurnal I-Economic , 2(1),
31- 49.
Mahmudah, Nurul & Ririh Sri Harjanti, 2016. Analisis
Capital Adequacy Ratio, Financing To Deposit Ratio, Non Performing Financing, Dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Tingkat Profitabilitas Bank Umum Syariah Periode 2011-2013. Jurnal SENIT
Manullang, 2008 , Dasar-Dasar Manajemen ,
Yogyakarta: Ghalia Indonesia (GI) Martono dan Harjito 2014., Manajemen Keuangan ,
Yogyakarta, Ekonisia.
Meilita, Willi & Andewi Rokhmawat. 2017. Pengaruh Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing, Kepemilikan Individu, Kebijakan Hutang dan Dividen Tahun Sebelumnya Berpengaruh Terhadap Kebijakan Deviden. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, 9(2). Muhammad, 2014. Manajemen Dana Bank Syariah ,
Jakarta: Rajawali Pers.
Mujieb, M. Abdul. 1994. Kamus Istilah Fiqih , Jakarta:
PT Pustaka Firdaus.
Munawir, 1995. Analisa Laporan Keuangan . Liberty, Yogyakarta.
Munawir, S. 2010. Analisis laporan Keuangan , Edisi keempat. Cetakan Kelima Belas. Yogyakarta: Liberty.
Munawir. S, 2017, Analisa Laporan Keuangan ,
Yogyakarta: Liberty.
Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 tentang
Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah dan Valuta Asing.
Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam valuta rupiah dan valuta asing. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 20/3/PBI/2018 tentang Pemenuhan Giro Wajib Minimum Rupiah (GWMR) untuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 20/10/PBI/2020 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah
Prihadi, Toto. 2011. Analisis Laporan Keuangan Teori dan Aplikasi , Jakarta: PPM Prastowo & Julianty, 2002, Analisis Laporan Keuangan : Konsep dan Manfaat , AMP-YKPN,
Yogyakarta.
Prastowo, Andi. 2014. Metode Penelitia Kualitatif . Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Puspitasari, Farah Dwi & Citra Sukmadilaga & Indri Yuliafitri, 2020. Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Struktur Dana Pihak Ketiga terhadap Pengungkapan tata Kelola pada Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Global Masa Kini , 11(2).
Rahardjo, 2017, Studi kasus dalam penelitian kualitatif: konsep dan prosedurnya
Riyanto, Bambang. 2010. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. BPFE. Yogyakarta. Rivai, Veithzal. 2010. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi , Jakarta: PT Bumi Aksara. Ryan dan Miyosi 2013, Membuat Laporan Keuangan Gampang , Penerbit Dunia Cerdas, Jakarta. Sartono, R Agus, 2001, Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi , Edisi 4 BPFE, Jogjakarta.
Samsul, Mohammad, 2006, Pasar Modal Dan Manajemen Portofolio , Erlangga, Jakarta. Siamat, Dahlan, 1993, Manajemen Bank Umum ,
Intermedia, Jakarta.
Siagian, 2013, Manajemen Sumber Daya Manusia ,
Bumi Aksara, Bandung.
Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik , Erlangga,
Surabaya. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif dan R&D . Penerbit Alfabeta, Bandung.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Manajemen . Penerbit: Afabeta, Bandung.
Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan (SE.OJK) No 10/ SEOJK.03/ 2020 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Susilo Sri, Triondani. 2006. Manajemen Perkreditan Bank Umum , Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat Susilo, Sri Y. dkk, 2000. Bank dan Lembaga Keuangan lain , Jakarta: salemba empat.
Tandelilin, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio , BPFE, Yogyakarta.
Tandelilin, Eduardus, 2010 , Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio , BPFE, Yogyakarta.
Taswan. 2010. Manajemen Perbankan, Konsep, Teknik, dan Aplikasi . Edisi Kedua. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Taufik, Muhammad, 2017, Pengaruh Financing To Deposit Ratio Dan Capital Adequacy Ratio Terhadap Return On Asset Dengan Non
Performing Financing Sebagai Variabel
Khoirunnisa dan Yunan Surono, Pengaruh Makro Ekonomi dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Pembiayaan sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2015-2019
Moderasi Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia., Jurnal At-Tawassuth , 2(1), 170-190. Umam, Khaerul, 2013., Manajemen Perbankan Syariah , Bandung : Pustaka Setia Umam, Khotibul, 2016. Perbankan Syariah : Dasar- dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia , Jakarta: Rajawali Pers. Undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang No. 21 Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah.
Wahyudi, Rofiul. 2020, Analisis Pengaruh CAR, NPF, FDR, BOPO dan Inflasi terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia: Studi Masa Pandemi Covid-19., Jurnal At-Taqaddum , 12(1), 13-24. Wangsawidjaja Z.A., 2012. Pembiayaan Bank Syariah , Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wirnawati, Maulydina & Lucia Ari Diani. 2019, Pengujian CAR, NPF, FDR, dan BOPO Terhadap Profitabilitas Pada Bank Umum Syariah., Jurnal Bina Insani , 4(1), 69-80. Wijayanti, Ngestiana & Lucia Ari Diani, 2009, Pengaruh
Profitabilitas, Umur Perusahaan
dan
Kepemilikan Publik Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan,
Yunan Surono & M. Ade Masyhuri. 2021. Pengaruh
Makro Ekonomi, Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Faktor Teknikal Terhadap Profitabilitas dengan Total Pendapatan Sebagai Variabel Intervening Pada Sub Sektor Perkebunan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2020. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari , 21(3), 1374-1384.
Yunan Surono, Ali Akbar & R. Adisetiawan. 2022. Model Analisis Aktiva dan Hutang Terhadap Kinerja Keuangan dengan Laba Sebagai Variabel Moderasi pada Perusahaan Sub Sektor Food And Baverages Di Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2020. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari , 22(2), 1264-1270. Zubir, Zalmi. 2011, Manajemen Portofolio:
Penerapannya dalam Investasi Saham . Salemba Empat: Jakarta.
|
cf3e2ed4-af90-4920-a83b-40902f927f1c | https://ojs.stiem-bongaya.ac.id/BJRA/article/download/504/453 |
## Bongaya Journal of Research in Accounting
Volume 7 Nomor 1. Hal 42-55. e-ISSN: 2615-8868 Homepage: https://ojs.stiem-bongaya.ac.id/index.php/BJRA
PENGARUH PENGETAHUAN AKUNTANSI DAN SKALA USAHA TERHADAP PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI PADA PELAKU USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Makassar Email : [email protected]
©2024 - Bongaya Journal of Research in Accounting STIEM Bongaya. Ini adalah artikel dengan akses terbuka dibawah licenci CC BY-NC-4.0 ( https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/ ).
Abstract: This study aims to analyze the effect of accounting knowledge partially on the use of accounting information on Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in Makassar city, to analyze the effect of business scale partially on the use of accounting information on Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in Makassar city and to analyze the effect of accounting knowledge and business scale simultaneously on the use of accounting information on Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in Makassar city. The variables in this study are Accounting Knowledge (X1), Business Scale (X2), and Use of Accounting Information (Y). The population in this study were MSMEs registered at the Makassar City Cooperative and UKM Office totaling 18,815 businesses while the sample used in this study was 100 respondents. Data collection was carried out through a survey method with a questionnaire. Data analysis was carried out by classical assumption test, multiple linear analysis, coefficient of determination test, t test and F test with the help of SPSS software. Based on the results of data analysis that has been carried out, a multiple linear regression equation model Y = 30.819 + 0.394X1 + 0.835X2 is obtained. From the results of the research that has been done, it can be concluded that (1) Accounting knowledge has a positive and significant effect on the use of accounting information with a t table value < t count = 1.664 < 4.059 with a significant value = 0.000 < 0.05. (2) Business scale has a positive and significant effect on the use of accounting information with a value of t table < t count = 1.664 < 2.249 with a significant value = 0.027 < 0.05 (3) Accounting knowledge and business scale simultaneously have a positive and significant effect on the use of accounting information with a value of F table < F count = 3.09 < 16.653 with a significant value = 0.000 < 0.05.
Keywords: Use of Accounting Information; Accounting Knowledge; Business Scale
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan akuntansi secara parsial terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kota Makassar, untuk menganalisis pengaruh skala usaha secara parsial terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kota Makassar dan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 43
akuntansi dan skala usaha secara simultan terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kota Makassar. Variabel dalam penelitian ini adalah Pengetahuan Akuntansi (X1), Skala Usaha (X2), dan Penggunaan Informasi Akuntansi (Y). Populasi dalam penelitian ini yaitu UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar sebanyak 18.815 usaha sedangkan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dilakukan melalui metode survei dengan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik, analisis linear berganda, uji koefisien determinasi, uji t dan uji F dengan bantuan Software SPSS. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh model persamaan regresi linear berganda Y= 30,819 + 0,394X1 + 0,835X2 . Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) Pengetahuan akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi dengan nilai t tabel < t hitung = 1,664 < 4,059 dengan nilai signifikan = 0,000 < 0,05. (2) Skala usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi nilai t tabel < t hitung = 1,664 < 2,249 dengan nilai signifikan = 0.027 < 0,05 (3) Pengetahuan akuntansi dan skala usaha secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi nilai F tabel < F hitung = 3,09 < 16,653 dengan nilai signifikan = 0,000 < 0,05.
Kata kunci : Penggunaan Informasi Akuntansi; Pengetahuan Akuntansi; Skala Usaha
## PENDAHULUAN
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tonggak perekonomian yang memegang peranan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Selain itu, kemampuan UMKM dalam bertahan ditengah krisis yang pernah dialami Indonesia menjadi solusi dalam menghadapi tingginya tingkat pengangguran sehingga mampu memulihkan kondisi ekonomi masyarakat. Jumlah UMKM di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang pesat. Melalui siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia pada tanggal 01 oktober 2022, menjelaskan peran UMKM sangat besar terhadap peningkatan perekonomian indonesia yang jumlahnya mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Selain itu, UMKM juga berkontribusi terhadap PDB dengan mencapai 60,5%, serta penyerapan tenaga kerja mencapai 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
UMKM menjadi salah satu pilar ekonomi yang tidak hanya terdapat di perkotaan saja namun sudah sampai ke daerah pedesaan (Triyawan & Fitria, 2019:44). Jenis UMKM yang tersebar di masyarakat juga beragam mulai dari bisnis kuliner, agribisnis, otomotif, fashion , souvenir , dan juga berbagai jenis bisnis yang dijalankan secara online . Peningkatan usaha mikro, kecil dan menengah di kalangan masyarakat tidak dapat terlepas dari peranan pemerintah dalam menjaga agar kondisi usaha di masyarakat tetap kondusif dan lebih berkembang. Pemerintah merupakan regulator yang bertujuan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang nantinya mempermudah pelaku UMKM mengembangkan bisnisnya (Purba, 2018). Di tengah berkembangnya pelaku UMKM di Indonesia, terdapat berbagai kendala yang masih dihadapi setiap pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Pemanfaatan pencatatan akuntansi menjadi hal yang dinilai penting untuk diketahui oleh setiap pelaku usaha. Keuangan merupakan masalah penting dalam menjalankan usaha yang dihadapi setiap orang. Hal ini karena keuangan dapat menjadi penghambat dalam mendirikan dan mengembangkan usaha yang dibangun. Dalam penerapannya, yang menghambat jalannya usaha umumnya bukan karena penghasilan yang kurang melainkan ketidaktahuan dalam mengelola keuangan (Hariani et al., 2019:16).
Praktek akuntansi terutama dalam akuntansi keuangan di kalangan UMKM masih sangat rendah. Di era globalisasi saat ini, setiap pelaku usaha harus memiliki kemampuan dalam bersaing
## 44 | Bongaya Journal of Research in Accounting Vol.7 No. 1 Bulan April 2024
dengan pengusaha lainnya. Salah satu hal penting yang perlu diketahui oleh pelaku usaha yaitu bagaimana mengelola laporan keuangan dengan memanfaatkan informasi akuntansi. Informasi akuntansi merupakan salah satu alat penting bagi seorang manajer dalam menghadapi persaingan bisnis karena dapat memberikan informasi terkait perencanaan, pengendalian, pembuatan keputusan, dan menilai kinerja (Nirwana Purnama, 2019:55). Banyaknya permasalahan yang dihadapi pelaku UMKM dalam menjalankan usahanya salah satunya dalam pengambilan keputusan keuangan yang kurang tepat dapat menghambat pelaku UMKM dalam mengembangkan bisnisnya sehingga penguasaan terhadap penggunaan informasi akuntansi sangat diperlukan. Selain berfungsi sebagai pengambil keputusan, manfaat penggunaan informasi akuntansi bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi alternatif penting dalam mengetahui keberlangsungan atau perkembangan usahanya, struktur modal, dan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dalam satu periode tertentu. Informasi akuntansi sangat penting digunakan sebagai alat dalam menghadapi persaingan global karena informasi yang dihasilkan bersifat relevan dan tepat waktu terutama dalam mengambil keputusan. Pelaksanaan pembukuan akuntansi sebagai wadah penyedia laporan keuangan yang informatif masih sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan pelaku usaha dalam menerapkan informasi akuntansi, rumitnya proses akuntansi, serta anggapan bahwa laporan akuntansi bukan hal yang penting bagi pelaku UMKM.
Pengetahuan akuntansi bagi pelaku usaha menjadi salah satu hal yang penting untuk dimiliki. Pengetahuan akuntansi dapat memberikan manfaat dalam mengetahui penggunaan informasi sehingga menjadi dasar dalam membuat pencatatan, pelaporan, dan penganalisaan data keuangan dalam perusahaan. Pelaksanaan pembukuan akuntansi dalam membuat laporan keuangan yang memberikan informasi keuangan merupakan hal yang masih sulit dilakukan oleh pelaku UMKM (Lestanti, 2015:3). Hal ini disebabkan karena kemampuan pelaku UMKM terhadap pengetahuan akuntansi yang masih minim sehingga penyelenggaraan laporan keuangan menjadi sulit dilakukan. Skala usaha menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi manajer atau pelaku usaha dalam menggunakan informasi akuntansi.
Skala usaha merupakan kemampuan pelaku usaha dalam mengelola usahanya dengan melihat seberapa besar jumlah aset dan pendapatan yang dimiliki serta banyaknya jumlah karyawan yang dipekerjakan. Tingginya tingkat pendapatan serta banyaknya jumlah karyawan yang dimiliki dapat menyebabkan tingginya tingkat kesulitan perusahaan dalam menjalankan usaha sehingga penggunaan informasi akuntansi menjadi salah satu langkah yang dapat digunakan. Penggunaan informasi akuntansi akan memudahkan dalam pengelolaan usaha serta kegiatan operasional perusahaan. Namun dalam penerapannya, masih banyak pelaku usaha bukan hanya skala kecil saja namun juga usaha dengan skala besar yang belum menerapkan informasi akuntansi dalam usahanya. Hal ini dibuktikan dengan belum tertatanya pelaku usaha dalam mengelola keuangan perusahaan yang terkadang masih bercampur dengan pengelolaan uang pribadi.
Beberapa faktor penting yang harus dimiliki oleh pelaku UMKM adalah kemampuan dalam penggunaan informasi akuntansi sehingga dapat membantu dalam mengelola keuangan yang menjadikan pelaku UMKM lebih paham terkait kebutuhan usahanya.. Berbagai faktor yang dianggap menjadi penyebab pemilik UMKM di kota Makassar masih rendah dalam memanfaatkan informasi akuntansi dalam mengelola keuangan yaitu pengetahuan akuntansi yang masih rendah serta skala usaha yang belum mampu menerapkan sistem informasi
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 45
akuntansi dalam mengelola usahanya. Sehingga dibutuhkan kemampuan dalam hal pengelolaan pencatatan keuangan dalam membantu menjalankan usahanya.
## TINJAUAN PUSTAKA
## Informasi Akuntansi
Secara umum, akuntansi merupakan salah satu sistem informasi yang berperan dalam mengubah data dalam bentuk transaksi menjadi sebuah informasi keuangan. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang terdapat dalam , Financial Accounting Standards Board (FASB), (2017) yang juga mendefinisikan Akuntansi merupakan sistem informasi yang bertujuan menyediakan suatu informasi kuantitatif yang kemudian digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Informasi akuntansi adalah sistem informasi yang berperan penting dalam memberikan gambaran keuangan kepada pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Dari informasi tersebut kemudian diolah menjadi sebuah data laporan keuangan yang membantu dalam memberikan informasi terkait posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas yang bermanfaat bagi pengguna informasi tersebut. Informasi akuntansi merupakan suatu alat yang berguna bagi pihak manajemen dalam penyediaan informasi yang relevan terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi dimasa depan (Naomi, 2021: 2).
## Manfaat Informasi Akuntansi bagi UMKM
Informasi akuntansi memiliki manfaat yang signifikan bagi UMKM karena dapat memberikan informasi yang relevan dan tepat waktu. Menurut Lazuardi, (2019 : 201) mengemukakan terkait manfaat informasi akuntansi bagi pelaku UMKM, yaitu sebagai berikut.
1. Sebagai dasar yang andal bagi pengambilan keputusan-keputusan dalam pengelolaan usaha, seperti keputusan pengembangan pasar, penetapan harga, dll.
2. Sebagai langkah pemenuhan kewajiban penyelenggaraan pencatatan akuntansi sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 dan Undang-Undang perpajakan.
3. Sebagai bahan atau dasar dalam menilai kinerja perusahaan.
4. Sebagai bahan perencanaan dan pengendalian perusahaan.
5. Untuk mengetahui perkembangan perusahaan, struktur modalnya, dan besarnya keuntungan yang diperoleh pada suatu periode tertentu.
6. Sebagai bahan untuk analisa kredit (pemberian kredit) bagi pihak bank.
## Indikator penggunaan informasi akuntansi
Indikator variabel yang digunakan dalam penggunaan informasi akuntansi menurut (Aufar, 2013), yaitu:
1. Informasi operasi
Informasi operasi merupakan informasi yang menyediakan data mentah bagi informasi akuntansi keuangan dan informasi akuntansi manajemen. Informasi operasi yang terdapat pada perusahaan manufaktur antara lain: informasi produksi; informasi pembelian dan pemakaian bahan baku; informasi penggajian; informasi penjualan; dan lain-lain.
2. Informasi akuntansi manajemen
Informasi ini digunakan dalam tiga fungsi manajemen, sebagai perencanaan, implementasi, dan pengendalian aktivitas perusahaan. Informasi akuntansi manajemen ini disajikan kepada manajemen perusahaan dalam berbagai laporan seperti anggaran, laporan penjualan, laporan biaya produksi, laporan biaya menurut pusat pertanggungjawaban, laporan biaya menurut aktivitas, dan lain-lain.
3. Informasi akuntansi keuangan
Informasi akuntansi keuangan berfungsi bagi pihak manajer atau pihak eksternal perusahaan,
## 46 | Bongaya Journal of Research in Accounting Vol.7 No. 1 Bulan April 2024
dengan maksud untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi ini bermanfaat bagi pihak luar yang disajikan dalam laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan posisi keuangan.
## Pengetahuan Akuntansi
Pengetahuan akuntansi merupakan kebenaran informasi yang berkaitan dengan pencatatan, klasifikasi dan ringkasan transaksi keuangan dalam pengambilan keputusan (Astiani Sagoro, 2021:48). Pengetahuan akuntansi berperan penting bagi para pelaku usaha dalam membantu menyusun laporan keuangan usaha yang dikerjakan. Dalam pelaksanaannya, pengetahuan akuntansi di kalangan pengusaha pelaku UMKM masih rendah sehingga penggunaan informasi keuangan menjadi sulit dilakukan.
Indikator pengukuran pengetahuan akuntansi menurut Lestanti, (2015:7) terdiri atas:
1. Pengetahuan Deklaratif
Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan terkait fakta-fakta yang didasarkan pada konsep. Pada umumnya, “pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan yang dipunyai oleh individu mengenai informasi yang sudah didasarkan atas fakta” (Jamil et al., 2022:457). Contoh pengetahuan akuntansi adalah seseorang memahami terkait siklus akuntansi dan persamaan akuntansi
2. Pengetahuan procedural
Pengetahuan prosedural merupakan informasi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Pengetahuan prosedural menggambarkan prosedur untuk melakukan proses akuntansi sesuai dengan standar akuntansi. Contoh pengetahuan prosedural adalah mengetahui cara menyusun laporan keuangan. Jenis pengetahuan ini mengarah pada kegiatan fisik dan sulit dibuktikan secara verbal, sehingga diperlukan tindakan(Nursanti, 2019).
## Skala Usaha
Menurut Dewi Restika, (2018:245) dalam penelitiannya mengemukakan definisi dari skala usaha sebagai kemampuan yang dimiliki pelaku usaha dalam mengelola usahanya berdasarkan banyaknya jumlah pegawai yang dipekerjakan serta besarnya pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi. Selain itu, menurut Musdhalifah et al., (2020:47) skala usaha merupakan salah satu faktor perkembangan perusahaan ke skala yang besar sehingga dapat berdampak kepada karyawan yang terlibat. berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa skala usaha merupakan tolak ukur perkembangan perusahaan yang dapat dilihat dari banyaknya jumlah karyawan yang dimiliki, jumlah pendapatan, jumlah modal, jumlah aset yang dimiliki dan lain-lain.
Indikator yang digunakan dalam mengukur skala usaha menurut Putri Effendi, (2023:5) yaitu sebagai berikut.
1. Jumlah pegawai atau karyawan
Berikut klasifikasi berdasarkan jumlah karyawan, yaitu sebagai berikut.
a. Usaha mikro dengan jumlah pekerja 1-4 orang
b. Usaha kecil dengan jumlah pekerja 5-19 orang
c. Usaha menengah dengan jumlah karyawan 20-99 orang.
2. Pendapatan usaha
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, maka jumlah pendapatan usaha dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Usaha mikro dengan jumlah pendapatan ˂ Rp. 300 juta.
b. Usaha kecil dengan jumlah pendapatan Rp. 300 juta - Rp. 2,5 Miliar
c. Usaha menengah dengan jumlah pendapatan Rp. 2,5 Miliar – Rp. 50 Miliar
3. Jumlah Aset
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 47
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, maka jumlah aset dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Usaha mikro dengan jumlah aset ˂ Rp. 50 juta
b. Usaha kecil dengan jumlah aset Rp. 50 juta – Rp. 500 juta
c. Usaha menengah dengan jumlah aset Rp. 500 juta – Rp. 10 miliar.
## Pengaruh Pengetahuan akuntansi terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
pengetahuan akuntansi merupakan pemahaman terhadap suatu fakta, kebenaran atau informasi mengenai pencatatan pengelompokan, dan pengikhtisaran setiap peristiwa ekonomi dengan tujuan memberikan informasi keuangan kepada pengguna yang berkepentingan (Priliandani et al., 2020:69). Akuntansi memberikan informasi yang bersifat kuantitatif. Pemahaman terhadap akuntansi menjadi dasar bagi pelaku usaha dalam mengelola dan menggunakan informasi akuntansi bagi usaha yang didirikan. Pengetahuan akuntansi dapat mendorong pelaku UMKM dalam menggunakan informasi akuntansi. Hal ini karena semakin tinggi pengetahuan seseorang mengenai akuntansi, maka semakin mudah seseorang dalam menggunakan serta mengetahui manfaatnya. Hal ini dapat mempengaruhi seseorang menerapkan informasi akuntansi dalam menjalankan usahanya (Johan, 2020:191). Melalui penelitian yang dilakukan oleh (Tambunan, 2019:385), pengetahuan akuntansi dapat dijadikan dasar bagi pelaku UMKM dalam menggunakan informasi akuntansi sebagai langkah pengambilan keputusan sehingga pemilik usaha dapat mengetahui apakah usahanya mengalami kemunduran atau kemajuan . H 1 : Diduga bahwa pengetahuan akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Makassar.
Pengaruh skala usaha terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Skala usaha menunjukkan seberapa besar ukuran perusahaan dimana peningkatan skala usaha dapat mempengaruhi tingginya tingkat kompleksitas perusahaan dalam mengelola usahanya. Skala usaha yang terbilang kecil biasanya mempekerjakan sedikit karyawan sehingga transaksi keuangan yang dilakukan tidak begitu besar. Namun untuk usaha dengan skala besar biasanya memiliki jumlah karyawan yang cukup banyak sehingga skala usaha akan semakin besar, transaksi yang dilakukan akan semakin banyak dan jumlah pendapatan akan meningkat pesat sehingga dibutuhkan informasi penting dalam menjalankan kegiatan perusahaan terutama dalam hal pengelolaan keuangan. Peningkatan skala usaha dapat berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi bagi pelaku usaha karena semakin meningkatnya skala usaha perusahaan kebutuhan akan informasi akuntansi yang disediakan oleh manajemen akan semakin bertambah.
H 2 : Diduga bahwa Skala Usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Makassar H 3 : Diduga bahwa Pengetahuan Akuntansi dan Skala Usaha secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Makassar
## 48 | Bongaya Journal of Research in Accounting Vol.7 No. 1 Bulan April 2024
## Gambar 1 Kerangka Konseptual
## METODE
Dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Populasi dalam penelitian ini yaitu manajer atau pemilik UMKM di kota Makassar, dimana terdapat 18.815 UMKM yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling . Menurut Sugiyono (2016:85), purposive sampling merupakan teknik penarikan sampling dengan pertimbangan atau kriteria tertentu. Adapun kriteria atau syarat dalam menentukan sampel pada penelitian ini yaitu UMKM yang sudah berjalan minimal 1 tahun dan melakukan pencatatan laporan keuangan dalam menjalankan usahanya. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner secara langsung kepada pemilik UMKM. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji kualitas data, uji analisis deskriptif, uji asumsi klasik, regresi linear berganda, dan uji hipotesis Dalam penelitian ini, penentuan ukuran sampel menggunakan rumus slovin yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2016:87).
n = N 1 + N(e) 2
keterangan:
n = Jumlah Sampel N = Ukuran Populasi e
= sampling error ( derajat ketelitian=10%=0,10)
Melalui rumus tersebut, maka perhitungan sampel yaitu sebagai berikut.
𝑛 = 18.815 1 + 18.815(0,10) 2
𝑛 = 99 dibulatkan menjadi 100
Skala Usaha (X 2 ) Penggunaan informasi akuntansi (Y) Pengetahuan Akuntansi (X 1 ) H 1 H 3 H 2
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 49
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## 1. Analisis Statistik Deskripif
Tabel 1 Analisis Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Penggunaan Informasi Akuntansi 100 39.00 59.00 51.0100 4.76836 Pengetahuan Akuntansi 100 23.00 55.00 41.3600 4.65262 Skala Usaha 100 3.00 8.00 4.6600 1.21622 Valid N (listwise) 100
Pengukuran statistik deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui nilai terendah (minimum), nilai tertinggi (maksimum), rata-rata (mean) dan standar deviasi masing- masing variabel yaitu penggunaan informasi akuntansi (Y), Pengetahuan Akuntansi (X1), dan Skala Usaha (X2).
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Tabel 2 Uji Normalitas Unstandardized Residual N 100 Normal Parameters a,b Mean .0000000 Std. Deviation 4.11409022 Most Extreme Differences Absolute .085 Positive .067 Negative -.085 Test Statistic .085 Asymp. Sig. (2-tailed) .073 c
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah variabel dependen dan variabel independen memiliki distribusi normal atau tidak. Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dengan metode kolmogorov-smirnov , maka didapatkan hasil nilai signifikansi 0,073 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
## b. Uji Multikolinearitas
Tabel 3 Uji Multikolinearitas Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) X1 .855 1.169 X2 .855 1.169
## 50 | Bongaya Journal of Research in Accounting Vol.7 No. 1 Bulan April 2024
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas . Berdasarkan uji multikolinearitas diatas, maka diperoleh hasil nilai tolerance pada variabel pengetahuan akuntansi (X1) sebesar 0,855 0,10 dan nilai VIF sebesar 1,169 ˂ 10. Sedangkan pada variabel skala usaha (X2) diperoleh nilai tolerance sebesar 0,855 0,10 dan nilai VIF sebesar 1,169 ˂ 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
## c. Uji Heteroskedastisitas
## Gambar 2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dan residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Berdasarkan gambar diatas titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu yang menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.
## d. Uji Regresi Linear Berganda
Tabel 4 Uji Analisis Regresi Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) 30.819 3.742 8.236 .000 X1 .394 .097 .385 4.059 .000 X2 .835 .371 .213 2.249 .027
Berdasarkan tabel diatas, persamaan regresi yang dihasilkan yaitu:
Y = 30,819 + 0,394X1 + 0,835X2
1) Nilai konstanta (a) = 30.819 menunjukkan bahwa apabila variabel independen yaitu pengetahuan akuntansi dan skala usaha bernilai konstan (0), maka variabel dependen yaitu penggunaan informasi akuntansi bernilai 30.819.
2) Nilai koefisien variabel pengetahuan akuntansi atau b1= 0,394 memiliki nilai positif artinya bahwa setiap peningkatan pengetahuan akuntansi sebesar satu satuan maka akan mengakibatkan peningkatan penggunaan informasi akuntansi sebesar 0,394 dengan asumsi variabel lain bernilai konstan.
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 51
3) Nilai koefisien variabel skala usaha atau b2= 0,835 memiliki nilai positif artinya bahwa setiap peningkatan skala usaha sebesar satu satuan maka akan mengakibatkan peningkatan penggunaan informasi akuntansi sebesar 0,835 dengan asumsi variabel lain bernilai konstan.
3. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi (R 2 )
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas dalam penelitian terhadap variabel terikat secara keseluruhan. Koefisien determinasi atau R Square (R2) menunjukkan besarnya perubahan variasi pada variabel dependen karena berubahnya variasi pada variabel independen.
Tabel 5 Uji Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .506 a .256 .240 4.15629 a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y
Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa R 2 = 0,256 dengan adjusted R 2 = 0,240 atau menunjukkan persentase sebesar 24%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pada variabel pengetahuan akuntansi dan skala usaha sebesar 24 % sedangkan 76 % dipengaruhi oleh faktor atau variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan regresi.
## b. Uji Parsial (t)
Tabel 6 Uji Parsial (t) Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients B Std. Error Beta T Sig. 1 (Constant) 30.819 3.742 8.236 .000 X1 .394 .097 .385 4.059 .000 X2 .835 .371 .213 2.249 .027
Penjelasan pada tabel diatas yaitu sebagai berikut.
1) Hasil dari uji parsial (t) variabel pengetahuan akuntansi pada model regresi linear berganda diperoleh nilai t hitung sebesar 4,059 dan untuk nilai t tabel dari hasil n-k-1 (n=responden, k=variabel independen) sebesar 1,664 menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel dengan tingkat signifikansinya 0,000 0,05 artinya secara parsial variabel pengetahuan akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis pertama diterima.
2) Hasil dari uji parsial (t) variabel skala usaha pada model regresi linear berganda diperoleh nilai t hitung sebesar 2.249 dan untuk nilai t tabel dari hasil n-k-1 (n=responden, k=variabel independen) sebesar 1,664 menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel dengan tingkat signifikansinya 0.027 0,05 artinya secara parsial variabel skala usaha
## 52 | Bongaya Journal of Research in Accounting Vol.7 No. 1 Bulan April 2024
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua diterima.
c. Uji Simultan (F)
Tabel 7 Uji Simultan (F) Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 575.342 2 287.671 16.653 .000 b Residual 1675.648 97 17.275 Total 2250.990 99 a. Dependent Variable: Y b. Predictors: (Constant), X2, X1
Dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat kebebasan df1 = 2 dan df2 = 97 maka f tabel diperoleh (2:97) = 3,09. Hasil dari olahan SPSS 26 dapat dilihat dari tabel anova diatas atau uji F menghasilkan nilai F hitung sebesar 16.653 lebih besar dari f tabel dengan tingkat signifikansi 0,000. Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat probabilitas signifikan 0,000 0,05 maka hipotesis ketiga diterima. Artinya pengetahuan akuntansi dan skala usaha, berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi.
## 4. Pembahasan Hasil Penelitian
a. Pengaruh Pengetahuan Akuntansi terhadap penggunaan informasi Akuntansi pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai t hitung sebesar 4,059 dan untuk nilai t tabel sebesar 1,664 menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel dengan tingkat signifikansi variabel pengetahuan akuntansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama diterima sehingga pengetahuan akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi. Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki pengetahuan akuntansi yang baik sehingga mampu memanfaatkan penggunaan informasi akuntansi dalam usahanya. Peningkatan kemampuan pelaku usaha dalam memahami akuntansi akan memudahkan dalam melakukan pencatatan transaksi keuangan.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dijelaskan bahwa pengetahuan terkait bidang keakuntansian yang dimiliki oleh pemilik atau manajer usaha sebelumnya sudah cukup dalam menjalankan usahanya. Hal ini sesuai dengan hasil jawaban responden yang menunjukkan pengetahuan atau pemahaman pemilik usaha sudah cukup baik terkait pengetahuan akuntansi. Proses belajar mengenai akuntansi mampu meningkatkan pengetahuan akuntansi pada pelaku UMKM. Melalui peningkatan pengetahuan akuntansi pada pelaku UMKM dapat meningkatkan pemahaman pelaku UMKM dalam penerapan informasi akuntansi dalam usahanya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamil et al., (2022) yang menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara pengetahuan akuntansi terhadap penggunaan informasi akuntansi. Selain itu penelitian lainnya juga dilakukan oleh Hudha (2017) yang menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel pengetahuan akuntansi terhadap penggunaan informasi akuntansi pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
b. Pengaruh Pengetahuan Akuntansi terhadap penggunaan informasi Akuntansi pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 53
Berdasarkan hasil dari pengujian hipotesis variabel skala usaha diperoleh nilai t hitung sebesar 2.249 dan untuk nilai t tabel sebesar 1,664 menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel dengan tingkat signifikansinya 0,027 lebih kecil dari 0,05. Sehingga berdasarkan data tersebut maka hipotesis kedua diterima yang berarti variabel skala usaha berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi. Peningkatan skala usaha dalam menjalankan bisnis menyebabkan pelaku usaha semakin sulit dalam mengatur usahanya sehingga penggunaan informasi akuntansi sangat dibutuhkan.
Skala usaha merupakan salah satu faktor perkembangan suatu usaha dimana apabila usaha yang dijalankan semakin besar maka data yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM akan semakin kompleks. Sehingga dengan skala usaha perusahaan yang semakin besar maka akan membutuhkan informasi akuntansi yang lebih lengkap. Jumlah karyawan pada suatu usaha dapat menunjukkan seberapa efektif perusahaan dalam memperoleh pendapatan. Selain jumlah karyawan, semakin tinggi jumlah pendapatan yang diperoleh dapat menunjukkan perputaran aset atau modal yang dimiliki perusahaan. jumlah pendapatan dan aset yang lebih besar dapat menunjukkan tingkat kompleksitas perusahaan dalam menggunakan informasi akuntansi.Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Khadijah, (2020) dimana skala usaha berpengaruh signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Handayani at.al, (2020) yang menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara skala usaha terhadap penggunaan informasi akuntansi.
## c. Pengaruh Pengetahuan Akuntansi dan Skala Usaha terhadap penggunaan informasi Akuntansi pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan f tabel yang diperoleh sebesar 3,09 sedangkan uji simultan menghasilkan nilai F hitung sebesar 16.653 lebih besar dari f tabel dengan tingkat signifikansi dalam pengujian data uji simultan diperoleh nilai 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ketiga diterima. Hal ini berarti bahwa variabel pengetahuan akuntansi dan skala usaha secara bersama-sama berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi. Peningkatan kemampuan pelaku usaha dalam memahami akuntansi dapat menjadi langkah awal dalam menerapkan sistem informasi akuntansi dalam menjalankan usahanya. Pengetahuan akuntansi yang dimiliki pelaku Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) dapat membantu pemilik dalam membuat laporan keuangan bagi usahanya sehingga memudahkan pemilik usaha mengetahui keadaan keuangan yang akurat. Semakin besar pendapatan dan jumlah aset serta karyawan yang dimiliki perusahaan mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami perkembangan yang baik. Sehingga apabila skala usaha meningkat maka proporsi perusahaan dalam menyediakan informasi akuntansi akan semakin meningkat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh kaligis dan Lumempouw, (2021) dimana pengetahuan akuntansi dan skala usaha secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Kustina dan Utami (2022) yang menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pengetahuan akuntansi dan skala usaha terhadap penggunaan informasi akuntansi secara simultan
## SIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Berdasarkan hasil pengujian data maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan akuntansi
54 | Bongaya Journal of Research in Accounting Vol.7 No. 1 Bulan April 2024
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi.
2. Berdasarkan hasil pengujian data maka dapat disimpulkan bahwa skala usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi.
3. Berdasarkan hasil pengujian data maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan akuntansi dan skala usaha secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan informasi akuntansi.
## Saran
Berdasarkan hasil penelitian, berikut beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.
1. Bagi pelaku UMKM di kota Makassar, berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan informasi akuntansi pada pelaku usaha memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pengembangan usaha dimana jika pencatatan keuangan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku maka akan memudahkan pemilik usaha mengetahui informasi dalam mengambil keputusan usahanya. Oleh karena itu pengetahuan akuntansi pada pelaku UMKM perlu ditingkatkan untuk mengetahui penggunaan informasi akuntansi pada pelaku usaha dalam skala usaha tertentu.
1. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi, serta menambah jumlah sampel yang diteliti dan memperluas lokasi penelitian sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih kuat dan mencerminkan realita terkait penggunaan informasi akuntansi
## DAFTAR RUJUKAN
Astiani, Y., Endra Murti Sagoro. (2021). Pengaruh Persepsi Pelaku Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Tentang Akuntansi, Pengetahuan Akuntansi, Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi. COMPETITIVE Jurnal Akuntansi Dan Keuangan , 5 (1), 47. https://doi.org/10.31000/competitive.v5i1.4049
Aufar, A. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi pada UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) (Survei pada Perusahaan Rekanan PT. PLN (Persero) di Kota Bandung.
Dewi, M. K., Restika, V. (2018). Skala usaha dan umur usaha yang mempengaruhi penggunaan sistem informasi akuntansi (studi empiris pada toko kue dan roti di kota padang). Jurnal Pundi , 2 (3). https://doi.org/10.31575/jp.v2i3.89
FASB. (2017). Financial Accounting Standards Board: Accounting Standard Update.
Hariani, S., Yustikasari, Y., Akbar, T. (2019). Pelatihan Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga Bagi Ibu-Ibu Rumah Tangga Di Cengkareng Barat Wilayah Jakarta Barat. BERDAYA: Jurnal Pendidikan
Dan Pengabdian Kepada Masyarakat , 1 (1), 15–22.
https://doi.org/10.36407/berdaya.v1i1.100
Herdayati. (2019). Desain penelitian dan teknik pengumpulan data dalam penelitian. J. Online Int. Nas , 7 (1).
Jamil, S., Hidayat, D., Hidayatulmunashiroh. (2022). Pengaruh Pengetahuan Akuntansi, Pengalaman Usaha dan Motivasi Kerja terhadap Persepsi Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku UMKM di Pekanbaru. Seminar Nasional Riset Ekonomi dan Bisnis , 1 (1).
Johan, R. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Umkm Di
Kabupaten Karawang. Jurnal Akuntansi , 14 (2), 188–212.
https://doi.org/10.25170/jak.v14i2.1599
Lazuardi, Y. (2019). Pengaruh penggunaan sistem informasi akuntansi terhadap keberhasilan usaha kecil menengah. 2 .
Ernawati Senolangi, Masnawaty Sangkala, Samira Dunakhir, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi Dan Skala Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah (UMKM) | 55
Lestanti, D. (2015). Pengaruh pengetahuan akuntansi, pengalaman usaha, dan motivasi kerja terhadap persepsi penggunaan informasi akuntansi pada pelaku UMKM di Boyolali. Conference in Business, Accounting, and Management , 2 (1) , 2.
Musdhalifah, S., Mintarsih, R. A., Sudaryanto, Y. (2020). Pengaruh skala usaha, umur usaha, pendidikan, dan pelatihan akuntansi terhadap penggunaan informasi akuntansi pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di kecamatan Tegalrejo kota Yogyakarta. 11 (2), 47.
Nirwana, A., Purnama, D. (2019). Pengaruh Jenjang Pendidikan, Skala Usaha Dan Lama Usaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi Pada Umkm Di Kecamatan Ciawigebang. Jurnal Riset Keuangan Dan Akuntansi , 5 (1), 55–65. https://doi.org/10.25134/jrka.v5i1.1881 Nursanti, H. (2019). Pengaruh pengetahuan akuntansi dan komunitas usaha terhadap penggunaan informasi akuntansi oleh pelaku usaha mikro (studi kasus pada dpd himpunan pengusaha santri kota semarang). Skripsi: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang .
Priliandani, N. M. I., Pradnyanitasari, P. D., Kurniawan, K. A. (2020). Pengaruh Pengalaman Usaha Dan Penggunaan Informasi Akuntansi Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah Terhadap Keberhasilan Usaha. Jurnal Riset Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha Program Magister Manajemen , 6 (1), 25–37. https://doi.org/10.32477/jrm.v6i1.29 Purba, G. M. (2018). Peran pemerintah daerah dalam memberdayakan UMKM di kota semarang (Studi kasus kampung batik kota Semarang). Journal of Politic and Government Studies , 7(04) , 195. Putri, R. R., Effendi, S. (2023). Pengaruh persepsi, pengetahuan akuntansi, dan skala usaha terhadap penggunaan sistem informasi akuntansi pada usaha mikro, kecil, dan menengah. SCIENTIA JOURNAL: Jurnal Ilmiah Mahasiswa , 5 (5). Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD (Edisi 22). ALFABETA.
Tambunan, F. (2019). Pengaruh pengetahuan akuntansi dan pengalaman usaha terhadap pengembangan usaha dan penggunaan informasi akuntansi sebagai variabel intervening. Jurnal Ekonomi Islam , 2 , 385.
Triyawan, A., Fitria, A. (2019). Analisis strategi pengembangan bisnis umkm moslem square ngawi.
Al-Intaj : Jurnal Ekonomi
dan Perbankan Syariah , 5 (1), 44.
https://doi.org/10.29300/aij.v5i1.1708
|
a55ac01e-7140-4c58-97d8-8f9bac075109 | https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/circuit/article/download/9552/5957 | e-ISSN 2549-3701
## Analisa Efektifitas Perbaikan Perangkat BTS Telkomsel Karawang dengan iManager u2000 software
Felyta Emasriani 1 , Reni Rahmadewi 2 1,2 Universitas Singaperbangsa Karawang e-mail: [email protected] 1 , [email protected] 2 Diterima :08-05-2021 Disetujui : 03-07- 2021 Diterbitkan : 31-08-2021
## Abstract
Recently, the need for cellular telecommunication services in Indonesia being a very large number. The customer growth rate must be supported with the infrastructure development. PT. Telkomsel (one of the provider) has its own way of balancing customer needs with infrastructure development, namely building BTS or Base Transceiver Station. This solution has a negative impact, which affected the PT. Telkomsel loses revenue or loss profit if the BTS experiences damage or interference as a result of continuous use. To reduce this profit loss value, PT. Telkomsel carries out scheduled maintenance or maintenance activities on BTS devices. Based on these problems, the practical work carried out by the author aims to find out and understand the repair or repair procedures on computerized BTS devices at PT. Telkomsel, Karawang. The result of practical work activities is that it is known that the application of a computerized system at PT. Telekomunikasi Selular GraPaRi Karawang helps the process of repairing BTS devices in meeting information needs. To monitor damage to BTS equipment, it is done by means of an alarm monitoring system using the iManager u2000 software.
Keywords : Repairment, BTS, Telkomsel, iManager u2000 software, effectively
## Abstrak
Pada masa ini kebutuhan terhadap jasa telekomunikasi seluler di Indonesia merujuk pada angka yang sangat besar. Angka pertumbuhan pelanggan ini harus bisa diimbangi dengan pembangunan infrastrukturnya, PT. Telkomsel(perusahaan provider) memiliki cara tersendiri dalam mengimbangi antara kebutuhan pelanggan dengan pembangunan infrastruktur, yaitu membangun BTS atau Base Transceiver Station. Solusi ini memiliki dampak negatif yaitu membuat PT. Telkomsel kehilangan revenue atau loss provit jika BTS mengalami kerusakan atau gangguan akibat dari pemakaian yang terus menerus. Untuk mengurangi nilai loss provit ini, PT. Telkomsel melakukan kegiatan maintenance atau perawatan terjadwal pada perangkat BTS. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pada kerja praktik yang dilaksanakan penulis bertujuan untuk mengetahui serta memahami prosedur perbaikan atau repair pada perangkat BTS yang sudah terkomputerisasi di PT. Telkomsel, Karawang. Hasil dari kegiatan kerja praktik yaitu diketahui bahwa penerapan sistem komputerisasi pada PT.Telekomunikasi Selular GraPaRi Karawang membantu proses perbaikan perangkat BTS dalam memenuhi kebutuhan informasi. Untuk memantau kerusakan pada perangkat BTS dilakukan dengan cara sistem monitoring alarm dengan menggunakan software iManager u2000.
Kata kunci : Perbaikan, BTS, Telkomsel, iManager u2000 software, Efektivitas
## Pendahuluan
Dalam gaya hidup modern yang selalu terhubung, hampir semua orang membawa perangkat komunikasi seluler, seperti telepon konvensional atau ponsel pintar. Adopsi besar-besaran perangkat layanan seluler ini menunjukkan bahwa kompleksitas baru yang terkait dengan sosial, keamanan, dan etiket telah muncul di area di mana keheningan diharapkan atau bahkan wajib, seperti di sekolah, universitas, tempat ibadah, dan rumah sakit. Di beberapa lingkungan, penggunaan ponsel tidak diinginkan, seperti ruang pertemuan, tempat ibadah, dan rumah sakit,
e-ISSN 2549-3701
sedangkan penggunaannya di area sensitif keamanan harus dikontrol sesuai dengan rencana keamanan (Behairy et al., 2015).
Akhir-akhir ini kebutuhan terhadap jasa telekomunikasi seluler di Indonesia merujuk pada angka yang terbilang sangat besar. Dalam bidang bisnis telekomunikasi seluler, angka pertumbuhan pelanggan harus bisa diimbangi dengan pembangunan infrastrukturnya. Salah satu contoh perusahaan provider yang melakukan hal tersebut adalah PT. Telkomsel. PT. Telkomsel memiliki cara tersendiri dalam mengimbangi antara kebutuhan pelanggan dengan pembangunan infrastruktur, yaitu dengan membangun Base Transceiver Station atau disingkat BTS. Tentunya solusi penambahan jumlah BTS ini memiliki sisi negatif bagi PT. Telkomsel yaitu diantaranya bisa mengakibatkan PT. Telkomsel kehilangan revenue atau loss provit apabila BTS pada perusahaan mengalami kerusakan atau gangguan akibat dari pemakaian yang terus-menerus. BTS merupakan infrastruktur yang sangat penting untuk Telkomsel (Retnosari & Setiadi, 2018).
PT Telkomsel Indonesia adalah salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi yang mempunyai pelanggan sekitar 131,5 juta dan menguasai sekitar 49% pangsa pasar jasa telekomunikasi seluler. Salah satu infrastruktur penting dalam mendukung kegiatan operasional operator seluler adalah Base Transceiver Station (BTS). Apabila BTS mengalami kerusakan sehingga terjadi BTS down, maka dapat menimbulkan konsekwensi yang serius terhadap potential revenue dan berimbas pada ketidakpuasan konsumen PT. Telkomsel (Anggriawan et al., 2015).
Untuk mengurangi nilai loss provit tadi, PT. Telkomsel melakukan kegiatan maintenance atau perawatan terjadwal pada perangkat BTS, guna menjaga BTS tersebut bekerja dengan baik sesuai fungsinya. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitain ini dilakukan untuk mengetahui serta memahami prosedur perbaikan atau repair pada perangkat BTS di PT. Telkomsel, Karawang.
Studi Pustaka a. Pengertian BTS
BTS ( Base Transceiver Station) adalah sebuah perangkat yang berfungsi menghubungkan atau menjembatani perangkat komunikasi jaringan pengguna seluler menuju jaringan lainnya. BTS- BTS yang terhubung kemudian dikontrol oleh suatu perangkat yang disebut dengan BSC atau Base Station Controller, perangkat ini dihubungkan dengan koneksi serat optik ataupun microwave. BSC biasanya adalah sebuah discrete unit yang tergabung dalam TRX dalam perangkat compact BTS (Retnosari & Setiadi, 2018). Base Station terdiri dari subsistem multiple base station transceiver (BTS) , sebuah kontrol stasiun dasar atau BSC (Base Station Controller) dan manager stasiun dasar atau BSM (Base Station Manager) (Ahn et al., 1997). BTS merupakan penghubung jaringan suatu operator telekomunikasi seluler dengan konsumennya. BTS terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: Tower, Shelter, dan Feeder (Siregar et al., 2019).
## b. Topologi BTS
Kesamaan antara handphone dan BTS adalah keduanya disebut transceiver karena sifat keduanya yang sama-sama dapat mengirimkan serta menerima informasi sekaligus. Sehingga pada saat handphone mengirimkan suatu informasi pada BTS , saat itu pun BTS juga dapat mengirimkan suatu informasi kepada handphone dengan bersama-sama seperti saat kedua pelanggan mengobrol lewat handphone berkomunikasi dua arah, keduanya dapat mengobrol berbarengan. Topologi BTS ditunjukkan oleh Gambar 1
e-ISSN 2549-3701
Gambar 1. Topologi BTS
Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1, fungsi dari BTS yaitu sebagai interface untuk providing jaringan, jaringan ini berupa sinyal radio gelombang elektromagnetik untuk penggunanya, contohnya seperti modem, telepon/ handphone, faxmail, dan lainnya. Arah komunikasi yang berasal dari BTS menuju pengguna disebut dengan downlink , adapun untuk arah sebaliknya disebut dengan uplink (Andriancoko, 2011) seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.
Gambar 2. Downlink dan Uplink
## c. Komponen BTS
BTS memiliki beberapa komponen, berikut akan dijelaskan beberapa komponen yang terdapat dalam perangkat BTS.
1. Tower Tower merupakan komponen wajib dari perangkat BTS sebagai sarana komunikasi dan informasi yang berfungsi untuk tempat antenna dan radio baik transmitter atau pemancar maupun receiver atau penerima gelombang telekomunikasi dan informasi dipasang. Tower BTS ditunjukkan oleh gambar 3.
e-ISSN 2549-3701
## Gambar 3.Tower BTS
Tower BTS memiliki beberapa tipe berdasarkan konstruksinya yaitu tower berkaki 4, tower segitiga dan tower dengan pipa besi. Dalam tower BTS terdapat beberapa komponen antenna sektoral, antenna microwave , penangkal petir, dan lampu.
2. Shelter
Shelter BTS merupakan suatu tempat yang berfungsi untuk menyimpan device telekomunikasi yang terletak di dekat tower karena baik tower maupun shelter saling ketergantungan. Shelter adalah media penyimpan instrumen yang akan terkoneksi dengan sentral device (Siregar et al., 2019). Dalam suatu shelter terdapat RBS 3G dan 2G, 1 RBS memiliki 6 TRU, dalam 1 TRU terdapat 2TRx. Komponen yang terdapat pada shelter BTS antara lain transmitter, rectifier, air conditioner, power distribution board ( PDB), lampu, power distribution box dan grounding.
## Metodologi
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian eksperimen, dimana tahapan- tahapan yang dilakukan adalah meliputi pengumpulan data, analisa sistem, prosedur, dan pengujian.Metode penelitian eksperimental adalah konsep dasar sebuah percobaan yang dilakukan untuk mengontrol atau menentukan efek dari satu variabel atau lebih (Prasetyo et al., 2020). Lokasi penelitian ini yaitu PT. Telkomsel Karawang. Pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh data yang relevan, mengintegrasikan semua data kedalam set. Kemudian penelitian dilakukan dengan mengumpulkan penelitian terdahulu yang terkait dengan topik pembahasan penelitian yaitu BTS. Penelitian dilakukan dengan cara pengujian prosedur perbaikan yang diuji untuk mengetahui keberhasilan dalam mengurangi potensi kerugian dari PT. Telkomsel. Adapun prosedur yang dijalankan termasuk Prosedur Monitoring Alarm, Prosedur Proses Analisa OTT ( Open Trouble Ticket), Prosedur Proses Analisa Perangkat Mati. Setelah ketiga prosedur itu dijalankan maka akan diperoleh hasil penelitian dan peneliti dapat menarik kesimpulan.
## Hasil dan Pembahasan
Dengan Perbaikan perangkat Telkomsel akan memperbaiki kualitas signal tidak stabil menjadi baik agar para konsumen nyaman dalam berkomunikasi. Untuk mengolah perusahaan dengan baik dan optimal, terutama terhadap sumber daya manusia, perusahaan menerapkan manajemen yang dituangkan dalam bentuk struktur organisasi. Terdapat beberapa posisi dalam struktur organisasi NS Telkomsel Karawang yaitu:
a. Head of RAN Karawang b. TA RAN Karawang 1 c. TA RAN Karawang 2 d. Admin RAN Karawang e. Engineer RAN Karawang 1 f. Engineer RAN Karawang 2
e-ISSN 2549-3701
## a. Prosedur Perbaikan Perangkat
Berikut merupakan prosedur perbaikan perangkat BTS Telkomsel yaitu:
1. Prosedur Monitoring Alarm
External Alarm Status atau disingkat dengan EAS merupakan sebuah alarm yang digunakan untuk mengindikasikan bahwa suatu RBS mengalami gangguan atau tidak. Software yang digunakan TA RAN untuk memonitoring perangkat BTS adalah iManager u2000 . Berikut ini adalah tampilan dari software iManager u2000.
Gambar 4. Tampilan software iManager U2000
Gambar 5. Tampilan Alarm iManager u2000
2. Prosedur Proses Analisa OTT ( Open Trouble Ticket)
Operation Maintenance Servis (OMC) mengeluarkan Number Trouble Ticket (TT). OMC ini bertujuan untuk membantu proses penanganan dan administrasi yang efesien dan tersentral dari sebuah sistem seperti BTS (Dawson-Maddocks et al., 1997). Proses TT ini di keluarkan karena terlihat adanya perangkat BTS Telkomsel yang sedang mati ( off ) pada alarm. Dengan adanya TT ini durasi Time Off nya dapat diketahui oleh seluruh atasan dan staff yang bekerja di bagian area tersebut. TT tersebut dan surat izin masuk ke site dibagikan dan diinformasikan keseluruh operator enginer masing- masing agar segera ditangani perangkat yang sedang mati.
3. Prosedur Proses Analisa Perangkat Mati
Setelah proses TT serta surat izin masuk ke site dikeluarkan dan telah sampai ke pihak area yang bersangkutan, langkah selanjutnya proses analisa perangkat yang rusak yang menyebabkan BTS mati. Langkah pertama lalukan pengecekan kelistrikan (PLN) aman atau tidak nya dari tegangan listrik. Jika arus listrik normal lanjut pengecekan di sisi perangkat cek satu-persatu
e-ISSN 2549-3701
module apakah ada yang rusak atau tidak jika di dapat ada perangkat yang rusak segera lakukan pergantian.
## b. Jenis-jenis Penanganan Gangguan
Berikut merupakan tampilan dari jenis-jenis penanganan gangguan pada perangkat BTS Telkomsel ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis Gangguan dan Penanganannya No Gangguan Cara Penanganannya 1 Baterai tidak mampu mem- back up apabila terjadi pemadaman listrik. Mengganti ulang baterai yang digunakan oleh RBS. 2 Baterai hilang dicuri. Menambahkan baterai 3 Terjadi kerusakan pada module
yang terdapat pada RBS.
Melakukan restart RBS, jika masih terdapat kesalahan maka ganti board yang bermasalah.
4 Adanya kebocoran sinyal di bagian feeder antenna sectoral yang dapat menyebabkan RBS bad performance . Memeriksa VSWR antena sektoral melalui jumper kabel feeder dengan anritsu. `5
RBS down atau out of service , dengan kata lain RBS tidak dapat memancarkan sinyal ke BSC atau ke RBS lain. Periksa pada bagian transmisi apakah ada link yang terputus, jika memang link transmisi yang terputus kemudian periksa lagi apakah ada Hub
yang terputus.
6 Temperatur di dalam shelter terlalu tinggi. Menurunkan suhu ruangan shelter dan menjaga agar tetap stabil. 7 Ada genangan air disekitar lingkungan RBS. Mengunjungi lokasi dan Membersihkan setiap genangan yang ada di lingkungan RBS. 8 Jumlah dari slip frame yang dihasilkan melebihi ambang. Saluran transmisi untuk RBS harus dikonfigurasi ulang. 9 Peer equipment tidak tersedia sehingga saluran menjadi terputus.
Batalkan mode loopback dalam peer equipment serta memeriksa apakah jalur transmisi RBS sudah dalam kondisi yang benar. 10 Lokasi permulaan dari frame tidak dapat ditunjukkan. Memperbaiki koneksi antara E1 dengan peralatan transmisi. Kemudian memeriksa apakah kabel grounding E1 sudah normal dan kulit pembungkus rusak atau tidak. 11 Tidak ada sinyal pada masukan sehingga layanan pada saluran A- interface –kan terputus. Memperbaiki transmisi dari saluran A-interface yaitu antarmuka yang menangani BSS dengan MSC.
12 Pada sisi Tx dalam keadaan LOF
( Loss of Frame ) atau LOS ( Lossof Signal ). Menyebabkan pengiriman sinyal dalam A- interface menjadi terputus.
Hampir sama dengan jenis alarm E1/T1 LOS ( loss of signal ) cara penanganannya yaitu
dengan menangani kesalahan pada rangkaian penerima serta jalur transmisi.
e-ISSN 2549-3701
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa penerapan sistem komputerisasi pada PT.Telekomunikasi Selular GraPaRi Karawang membantu proses perbaikan perangkat BTS dalam memenuhi kebutuhan informasi. Untuk memantau kerusakan pada perangkat BTS dilakukan dengan cara sistem monitoring alarm dengan menggunakan software iManager u2000 .
Adapun rekomendasi dari penelitian ini yaitu agar dilakukan penambahan karyawan di bagian Engineer RAN Karawang karena minimnya karyawan sehingga memperlambat pekerjaan apabila banyak site mati di RAN Karawang. Selain itu agar meningkatkan komunikasi pada saat perbaikan perangkat BTS agar proses perbaikan tidak memakan waktu yang lama
## Referensi
Ahn, J. H., Shin, D. J., & Cho, C. H. (1997). Development of the base station controller and manager in the CDMA mobile system. ETRI Journal . https://doi.org/10.4218/etrij.97.0197.0304 Andriancoko, A. (2011). Analisis Perancangan Jaringan GSM-R (Global System for Mobile Communication-Railway) untuk Komunikasi Train Dispatching di Koridor Jakarta- Bandung. Perorangan . Anggriawan, A., Saedudin, R. R., & Kurniawati, A. (2015). Optimalisasi Umur BTS, Jumlah Maintenance Site Crew Dan Penentuan Biaya Maintenance Dengan Menggunakan Metode Life Cycle Cost (Studi Kasus: PT TELKOMSEL INDONESIA). Jurnal Rekayasa Sistem & Industri (JRSI) . https://doi.org/10.25124/jrsi.v2i03.62 Behairy, H., Alrobian, W., Alghammas, A., Alasaad, A., Suter, B., Alshareef, M., & Alsuwayyeh,
Y. (2015). Selective Mobile Communication within a Coverage Area Bounded by
Radiating Cables. Mobile Information Systems . https://doi.org/10.1155/2015/138067
Dawson-Maddocks, A., Cooper, D., & Scobie, C. (1997). Operations and maintenance centre: Delivering network services. British Telecommunications Engineering . Prasetyo, M. S., Akbar, A., & Istiqlaliyah, H. (2020). Analisa Heat Transfer Alat Pasteurisasi Susu. Jurnal Mesin Nusantara . https://doi.org/10.29407/jmn.v3i1.14217
Retnosari, D., & Setiadi, B. (2018). Implementasi Monitoring Base Transceiver Station System (BTS) Berbasis Web. Technologia: Jurnal Ilmiah . https://doi.org/10.31602/tji.v9i2.1375
Siregar, M. I. S., Suwarno, S., & Putri, S. M. (2019). Perancangan Peralatan Sistem Keamanan Elektronik di Shelter BTS Secara Real Time Melalui SMS Berbasis Mikrokontroller ATMega16 dan Module GSM. Journal Of Electrical And System Control Engineering . https://doi.org/10.31289/jesce.v2i2.2357
|
c7af4048-7d4d-44f0-8a74-9d816bc2974d | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkmi/article/download/30604/18704 | M i K i M i I
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia
ISSN: 1412-4920 https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkmi
Fa kultas Kesehatan Masyarakat Universita s Diponegoro DOI: 10.14710/mkmi.19.4.246-254
Hubungan Tingkat Stres dan Status Anemia dengan Dismenorea Primer Pada Siswi Kelas XII di SMAN 1 Nganjuk
Riris Rahmatanti 1*, Siti Fatimah Pradigdo 1 , Dina Rahayuning Pangestuti 1
1 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang * Corresponding author: [email protected]
Info Artikel : Diterima 8 Juni 2020 ; Disetujui 30 Juni 2020 ; Publikasi 1 Agustus 2020
## ABSTRAK
Latar belakang: Dismenorea primer banyak ditemui pa da wanita usia sekitar 17-24 tahun dan masih m e nja di permasalahan yang dikeluhkan bagi remaja putri karena dapat menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-h a ri da n tertinggalnya mata pelajaran. Tujuan penelitian ini a dalah mengetahui hubungan tingkat stres, status a nemia denga n dismenorea primer pada siswi kela s XII di SMAN 1 Nga njuk. Metode: Penelitia n dengan desain cross sectional ini dila kukan kepada 74 siswi dengan metode p roport ion al stratified random sampling dari 213 siswi kela s XII SMAN 1 Nga njuk. Va riabel b e ba s y a ng d it e lit i a d a la h tingka t stres dan status anemia, sedangkan variabel terikat a dalah dismenorea primer. Da ta karakteristik se pe rt i usia menarche , la ma menstruasi, riwa yat keluarga, dan k eb ia sa a n sa ra pa n d ip e role h d e nga n wa wa nca ra terstruktur. Profil sta tus gizi seperti IMT/U, kecukupan kalsium, magne sium, Fe d a n v it a min E d a n sta t us a nemia , berturut-turut, diperiksa denga n pengukura n a ntropometri, formulir semi-FFQ da n food picture , pengukuran kadar hemoglobin menggunakan Hemochroma . Penentuan tingkat a ktivitas fisik, tingkat stress d a n persepsi dismenorea primer, berturut-turut, dila kuka n denga n kuesioner IPAQ, DASS 42, da n MSQ. Uji biva ria t dia nalisis menggunakan Chi Square dengan tingkat signifikansi 0,05 . Hasil: Sebanyak 34% remaja putri mengalami dismenorea primer, a nemia 71,6% dan y a n g m enga la mi st re s 56,8%. Terdapat hubungan antara tingkat stres (p=0,002; C= 0,339 ) dan sta t us a n emia (p =0 ,001 ; C =0 ,552 ) denga n dismenorea primer. Lama menstruasi (p=0,008; C=0,293), riwa yat keluarga (p=0,010; C=0,287), tingkat kecukupan kalsium (p=0,001; C=0,640), tingkat kecukupan Fe (p=0,009; C=0,639) se rta t in gka t k e c ukupa n vita min E (p=0,001; C=0,596) juga berhubungan dengan dismenorea primer. Simpulan : Dismenorea primer remaja putri berhubungan dengan tingka t st re s d a n st a t us a n emia . Na mu n demikian, dismenorea primer juga dipengaruhi oleh la ma menstruasi, riwa yat k elu a rga , t in gka t k ec uku pa n ka lsium, Fe dan vitamin E.
Kata kunci: tingka t stres, sta tus a nemia, dismenorea primer, siswi SMA, Nga njuk
## ABSTRACT
Title: Relationship between Stress Level and Anemia Status with Primary Dysmenorrhoea in Class XII Students at SMAN 1 Nganjuk
Background: Primary dysmenorrhoea is mostly found in women aged around 17-24 years and is still a problem that is complained of for young women because it can cause disruption of daily activities and lagging subje ct s. The purpose of this study was to determine the relationshi p of stress levels, anemia status with primary dysmenorrhoea in class XII students at SMAN 1 Nganjuk.
Method: This cross sectional design study was conducted on 74 students using proportional stratifi ed ra ndom sampling method from 213 students of class XII SMAN 1 Nganjuk. The independe nt v a ri abl es st u die d w e re stress level and anemia status, while the dependent variable was primary dysmenorrhoea. Data on characteristics such as menarche age, menstrual period, family history, and breakfast habits were obta in e d b y structured interview. Nutritional status profiles such as BMI /U, adequate calcium, magnesium, Fe and vitamin E and anemia status, respectively, were examined by anthropometric measurements, semi -FFQ forms and f o od pictures, measurement of hemoglobin levels using Hemochroma. Determination of the level of physical activity , stress levels and perception of primary dysmenorrhoea, respectively, was carried out with the IPAQ
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
questionnaire, DASS 42, and MSQ. Bivariate test was analyzed using Chi Square with a signif ic anc e l e ve l o f 0.05.
Results: As many as 34% of adolescent girls experienced primary dysmenorrhoea, anemi a 7 1 .6% a nd t hose experiencing stress 56.8%. There is a relationship between stress level (p = 0.0 0 2; C = 0 .3 3 9 ) a nd a ne mia status (p = 0.001; C = 0.552) with primary dysmenorrhoea. Menstrual duration (p = 0.008; C = 0,293), famil y history (p = 0.010; C = 0,287), calcium adequacy level (p = 0,001; C = 0,6 4 0), a d eq uac y l e v e l o f Fe (p = 0,009; C = 0,639) and adequate levels of vitamin E (p = 0.00 1; C = 0.596) are also associa te d w i th p rima ry dysmenorrhoea.
Conclusion: Primary dysmenorrhoea in adolescent girls is associated with stress le v el s a nd a ne mia st a t us. However, primary dysmenorrhoea is also influenced by menstrual length, family history , a d equ ate l e v el s o f calcium, Fe and vitamin E.
Keywords: Stress Level, Anemia Status, Primary Dysmenorrhoea, High School Girls, Nganjuk
## PENDAHULUAN
Ma sa reproduksi a dalah masa yang penting bagi wa nita. Ta nda produktifnya seorang wa nit a y a it u denga n menga la mi menstrua si dimula i denga n menstruasi pertama menarche . Menstruasi dita nda i denga n peluruhan endometrium dan disertai adanya perda ra ha n tera tur da ri uterus. Umumnya , menarche pada remaja sering terjadi pa da usia 1 2- 14 ta hun 1 . Secara normal siklus menstruasi terj a di tia p 22-35 hari dengan la ma sekitar 2-7 hari 2 .
Dismenorea merupakan ra sa nyeri pa da u te rus terja di sela ma menstruasi dan termasuk sa la h sa tu penyeba b pa ling umum da ri nyeri pa nggul serta ga ngguan menstruasi pa da wanita 3 . B e rd a sa rka n kondisi klinis, dismenorea terba gi dua ya itu dismenorea primer da n dismenorea sekunder. Dismenorea primer ya itu nyeri di perut ba gia n ba wa h ya ng terja di tepa t sebelum a ta u sela ma menstrua si da n berla ngsung tida k la ma 4 . Dismenorea yang dialami remaja putri merupa ka n dismenorea primer ya ng da pa t menyeba bka n terga nggunya a ktifitas sehari-hari da n tertinggalnya ma ta pela ja ra n 5 . Pa da umumnya dismenorea primer berhubunga n denga n a nemia , ga nggua n psikologis, usia , merokok, sta tus gizi, sta tus mela hirkan, stres, usia menarche , riwa yat keluarga, da n a ktivitas fisik 6 . Studi epidemiologi mengena i keja dia n dismenorea di Universita s Jouf, Ara b Sa udi menunjukka n persenta se keja dia n dismenorea sebesa r 87,7%, Ara b Sa udi 60,9% da n Mesir 74,8%. Sementara dismenorea di Indonesia sebesar 64,3%, dimana untuk dismenorea prime r se b esa r 54,9% 7 . Menurut penelitia n sebelumnya d i SM A Al-Azha r Sura baya dari 98 siswi ditemukan 60,2 % siswi menga la mi ga nggua n menstrua si sela ma 3 bula n terakhir ya ng mengalam dismenorea p rim er seba nyak 30,6% 8 . Nyeri ya ng ditimbulkan saat dismenorea prime r dipenga ruh beberapa faktor sa la h sa tu nya ya n g pa ling era t dengan remaja putri yaitu faktor p sik is seperti stres 9 . Stres a da la h sa la h sa tu fa ktor psikologis ya ng dapat mengakibatkan suplai d a ra h terha mbat sehingga menimbulkan defisie n si O 2 d i uterus dan terjadi peningkatan prostaglandin se rt a mera ngsang sekresi prostaglandin (PGs) di uterus 10 .
Berda sa rka n studi penelitia n ya ng dila kuka n Wa ng didapatkan bahwa dismenorea primer renta n dia la mi oleh wa nita ya ng memiliki tingka t stres tinggi. Penelitia n ini seja la n denga n Ya ma moto ba hwa dismenorea primer lebih berisiko t e rha da p wa nita yang memilki skor stress yang tinggi 11 . Preva lensi kejadian a nemia pada re ma ja p u tri usia 15-24 ta hun d Indonesia sebesa r 84,6% 12 . Seda ngkan a ngka kejadian a nemia remaja p ut ri d i Kota Kediri ta hun 2018 sebesa r 25%, ha l ini dia kibatkan oleh a supan zat gizi khususnya zat besi ya ng bersumber da ri ma ka na n dima na ha nya terpenuhi 40% dari kecukupan tubuh 13 . Anemia a dalah suatu k ea da an d ima na ka da r hemoglobin da n eritrosit diba wa h norma l 14 . Anemia disebabkan karena rendahnya a supa n z a t besi ya ng dikonsumsi. Anemia dapat menyebabkan sistem imunitas tubuh seseorang menurun sehingga seseora ng lebih rentan terhadap penyakit dan nyeri. Nyeri ya ng timbul da n dirasakan tubuh se seo ra n g da pat memicu lepasnya za t kimia dari dalam tubuh seperti hista mine, serotonin, bra dika din, serta prosta glandin sehingga menyebabkan dism eno rea 15 . Fa ktor a supa n za t gizi mikro memiliki keterkaitan dengan kejadian d ism eno rea se p ert i ka lsium, Fe da n vita min E. Ha l ini diseba bka n ka rena za t gizi mikro memiliki pengaruh te rha da p pembentukan darah, imunit a s t ub uh d a n p ro ses rela ksa si otot 10 . Ka lsium pa da tubuh berfungsi seba gai penghantar impuls sy a ra f d a n k o ntra ksi pa da otot 15 . Defisiensi ka lsium da pa t mengakibatkan otot tegang dan menimbulkan kram 16 . Penelitia n di Universita s Ta briz Ira n menyebutkan terdapat penurunan sk or in t e nsit a s nyeri dismenorea setela h diberika n suplemen ka lsium dari 5,2 menjad 4,2 17 .
Za t besi berperan sebagai sintesis h e moglo bin da n imunita s tubuh terha da p pengura nga n ra sa nyeri ketika menstruasi 18 . Re n d a hn ya k a da r H b menga kiba tka n O 2 tida k da pa t tersa lurka n ke pembuluh da ra h di orga n reproduksi sehingga timbul ra sa nyeri. Penelitia n di SMK Ketinta ng Sura baya menunjukkan responden dengan a supa n za t besi ya ng kura ng lebih ba nya k menga la mi dismenorea (p=0,004) 19 .
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
Vita min E a dalah vitamin kaya a ntioksidan yang da pa t mengura ngi nyeri 20 . Konsumsi vita min E ya ng cukup da pa t mengura ngi ra sa nyeri ha id denga n cara menghambat biosintesis prostagla ndin ya ng da pa t menyeba bka n nyeri 21 . Studi di Universita s Kilpa uk menunjukkan ada p e rbe da an signifika n konsumsi vita min E terha da p pengura nga n dura si nyeri da ri 57,8% menja di 37,1% (p = 0,020) 20 .
Aktvita s fisik ya ng tera tur teruta ma jika dila kuka n sebelum menstrua si da pa t mencega h terja dinya dismenorea primer. Wa nita ya n g le b ih a ktif secara fisik tidak rentan terhadap dismeno rea da n da pa t mengura ngi stres ka rena ha l tersebut da pat meningkatkan sirkula si d a ra h d a n j umla h endorfin serta neurotransmitter ke orga n reproduksi sehingga nyeri ha id dapat berkurang 22 . La ma menstrua si da n riwa ya t kelua rga tida k da pat dipisahkan dari dismenorea primer. Semakin la ma menstrua si da n dera s la ju menstrua si menyeba bka n uterus sema kin berkontra ksi sehingga menimbulka n kra m perut 10 . Sela in itu riwa ya t keluarga juga merupakan salah satu fa kt or risiko dismenorea ka rena kondisi a na tomi da n fisiologis seseorang umumnya hampir sa ma dengan ibu da n sa udara perempuannya 23 . M e n u rut st ud i genetik, genotip berhubunga n signifika n denga n dismenorea 24 .
Penera pan program full day school da n d o ubl e bimbingan diluar jam efektif seperti les di SMAN 1 Nga njuk cenderung menyebabkan siswi se m a k in jenuh sehingga menyeba bka n siswi menga la mi tingka t stres yang tinggi, sela in itu belum te rda pat penelitia n terkait hubungan tingkat stres dan sta tu s a nemia dengan dismenorea primer khususnya pada siswi kela s XII di SMAN 1 Nga njuk sehingga perlu dika ji lebih la njut terka it hubunga n bebera pa va ria bel terma suk va ria bel pengga nggu ya ng kemungkinan dapat berkaitan dengan dism eno rea primer.
Berda sa rka n la ta r bela ka ng, peneliti terta rik mela kuka n penelitia n denga n judul hubunga n tingka t stres dan status anemia dengan dismenore a primer pa da siswi kela s XII di SMAN 1 Nga njuk.
## MATERI DAN METODE
Penelitia n jenis observasional a na lit ik d e nga n ra ncangan cross sectional dan dila kukan di SM AN 1 Nga njuk dan dilaksanakan pada 16-17 Desembe r 2019. Popula si a da la h semua siswi kela s XII di SMAN 1 Nga njuk baik kelas IPA, IPS da n Bahasa seba nyak 213 siswi. Sa mpel a dala h se ba nya k 7 4 siswi da n penga mbila nnya mengguna ka n proportional stratified random sampling .
Penga mbila n data karakteristik respo nde n d a n va ria bel penelitian dila kukan denga n wa wa nca ra mengguna ka n kuesioner terstruktur. Penila ia n tingka t stres menggunakan kuesioner De p ressio n Anxiety Stress Scales (DASS 42). Indika tor penila ia n kuesioner ini diba gi menjadi 5 tingkata n ,
ya itu normal (1-14), rendah (15-18), se da ng (1 9 - 25), pa rah (26-33) dan sangat parah (>34), n a mun da la m penelitia n ini dikelompokka n menja di 2 ka tegori, tida k stres (skor 1-14) da n stres (skor
>14) 25 . Penila ia n persepsi dismenorea primer menggunakan Menstrual Symptoms Questionnai re (MSQ). Ha sil ya ng dida pa t da ri kuesioner ini diba gi menjadi 2, ya itu skor >77 artinya mengalam dismenore primer, na mun bila skor ya ng dida pa tka n 25-77 ma ka dida pa tka n tida k dismenorea primer . 26 . Tingka t kecukupa n gizi mikro diukur mengguna ka n kuesioner Semi-FFQ, untuk pengkategorian tingkat kecukupan m e nggu naka n sta ndar kecukupan gizi ya itu tid a k c uk up (<7 7 % AKG) da n cukup (≥77% AKG) didukun g d e nga n penggunaan food picture sebaga panduan porsi 27 . Pengukura n a ktivita s fisik mengguna ka n International Physical Activity Questionnairre (IPAQ). Skor a ktivitas fisik dihitung b e rda sa rka n pa ndua n skoring IPAQ ya ng dinya ta ka n da la m sa tua n MET-menit/minggu. Pengka tegoria nnya ya itu rendah (<600 MET-menit/minggu ), se d a ng (600-2999 MET-menit/minggu), dan tinggi (>3000 MET-menit/minggu) 28 . Na mun dalam p e ne lit ia n ini dikelompokkan menjad 2 yaitu a kt iv ita s f isik ringa n (<600 MET-menit/minggu) da n a ktivita s fisik tida k ringa n (≥600 MET-menit/minggu). Sta tus a nemia dikategorikan menjadi dua, ya it u a nemia (ka da r Hb <12g/dL) da n tida k a nemia (kadar Hb ≥12 g/dL) diukur mengguna ka n Hemochroma . Da ta penelitia n dia na lisis seca ra univa ria t untuk semua va ria bel penelitia n serta dia nalisis biva riat dengan uji Chi Square .
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Berda sarkan tabel 1 da pat dilihat ba h wa le b ih da ri sepa ruh tota l responden menga la mi dismenorea primer, usia menarche da n la ma menstrua si ya ng norma l serta tida k memiliki riwa ya t kelua rga dismenorea primer. Na mun demikian, data riwa yat keluarga d id a pa tka n d a ri a sumsi a ta u persepsi responden, peneliti tida k mela kuka n konfirma si ula ng kepa da a nggota kelua rga responden mengena i penga la ma n dismenorea primer ini.
Berda sarkan tabel 2 diketahui ba hwa se ba gia n besa r responden menga la mi a nemia dita nda i denga n kadar hemoglobin dibawah normal, st a tu s gizi (IMT/U) normal dan kebia saan sa ra pa n y a ng tergolong rutin. Meskipun demikian untuk t in gka t kecukupa n ka lisum, tingka t kecukupa n Fe da n tingka t kecukupan vitamin E masih tergolong tidak cukup dan belum mencukupi a njuran AKG h a ria n rema ja putri.
Bebera pa sumber ma ka na n tinggi ka lsium, ma gnesium, Fe dan vitamin E secara berturut-turut
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
ya ng pa ling ba nya k dikonsumsi oleh responden a da la h tempe, da ging a ya m, ba ya m da n bua h a lpukat. Umumnya hal tersebut dapat dipe nga ruhi seperti da ri segi ha rga ya ng ekonomis, keberadaannya sangat mudah dijangkau dan mudah ditemui oleh setiap orang serta did ukun g d e nga n ba nyaknya ola han kreatif masa k in i y a ng d io la h da ri ba ha n tersebut sehingga lebih mena rik da n dimina ti oleh responden.
Berda sa rka n pengukura n a ktivita s fisik menggunakan formulir IPAQ da pat dilih a t ba h wa ha mpir seluruh responden memiliki a ktivita s f isik tida k ringa n. Kemungkina n dika rena ka n sta tus responden yaitu siswi SMA dima na pa da f a se in i kegia tan yang dominan dila kukan seperti a ktiv ita s dirumah, kegiatan belajar di sekolah dan bimbingan bela jar termasuk ekstrakurikuler dan perlomba a n.
Ta bel 1. Ka rakteristik dan Profil Menarche Responden (N=74) Variabel n (%) Nilai Usia - 17,0 (16-18) Usia menarche ≤12 ta hun >12 ta hun i
34 (45,9) 40 (54,1) 13,0 (10-15) - - La ma menstruasi >7 ha ri ≤7 ha ri
17 (23,0) 57 (77,0)
6,0 (3-9) - - Riwa yat keluarga dismenorea primer Ya Tida k 23 (31,1) 51 (68,9) - Media n skor dismenorea primer (min.-max.) 78,5 (29-105) Dismenorea primer Ya Tida k 45 (60,8) 29 (39,2) - -
Ta bel 2. Profil Sta tus Gizi Responden (N=74) Variabel n (%) Nilai Ka dar Hb (g/dL) (median, min.-max.) Sta tus anemia Anemia (<12 g/dL) Tida k i anemia (≥12 g/dL) - - 53 (71,6) 21 (28,4) 11,4 (8,5-14,2) - - Sta tus gizi (IMT/U) (median, min.-max.) Tida k normal Norma l - 26 (35,1) 48 (64,9) 20,5 (14,3-30,9) - - Kebia saan sa rapan Tida k Ya - 23 (31,1) 51 (68,9) - - - Asupa n kalsium (mg) (median, min.-max.) - 789,8 (124,0-3771,8) Tingka t kecukupan kalsium (median, min.-max.) Tida k cukup Cukup - 43 (58,1) 31 (41,1) 65,8 (10,3-314,3) - - Asupa n magnesium (mg) (median, min.-max.) - 342,4 (112,6-2191,8) Tingka t kecukupan magnesium (median, min.-max.) Tida k cukup Cukup - 6 (8,1) 68 (91,9) 148,9 (49,0-953,0) - - Asupa n Fe (mg) (median, min.-max.) - 16,4 (4,80-89,6) Tingka t kecukupan Fe (median, min.-max.) Tida k cukup Cukup - 49 (66,2) 25 (33,8) 68,0 (19,3-597,3) - - Asupa n Vita min E (mg) (median, min.-max.) - 7,7 (1,7-38,8) Tingka t kecukupan Vita min E (median, min.-max.) Tida k cukup Cukup 48 (64,9) 26 (35,1) 49,0 (10,67-259,7) - -
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
Ta bel 3. Profil Aktivita s Fisik Responden (N=74) Variabel n (%) Nilai Skor a ktivitas fisik (median, min.-max.) - 1509,5 (266,0-4714,0) Tingka t a ktivitas fisik Ringa n Tida k Ringan 1 (1,4) 73 (98,6) - - Rera ta skor tingkat stres (± SD) - 14,74 ± 5,66 Tingka t stres Stres Tida k Stres 42 (56,8) 32 (43,2) - - Ha sil pengukura n tingka t stres menemuka n ba hwa lebih da ri sepa ruh tota l responden mengalami stres. Responden yang mengalami stre s cenderung mera sa ka n muda h ma ra h, gelisa h, tersinggung da n mengalami kesulitan untuk t id ur.
Bebera pa ha l ya ng dira sa ka n oleh responden tersebut kemungkina n diseba bka n ka rena responden memiliki permasalaha n se pe rt t e rka it sekola h, keluarga maupun masalah la innya.
Ta bel 4. Fa ktor-faktor yang mempengaruhi dismenorea primer
Variabel Dismenorea Primer (n, %) Total (n, %) p-value C Ya Tidak Tingkat Stres Stres Tida k Stres 32 (76,2) 13 (40,6) 10 (16,5) 19 (12,5) 42 (100) 32 (100) 0,002* 0,339 Status Anemia Anemia Tida k Anemia 43 (81,1) 2 (9,5) 10 (43,5) 19 (37,3) 53 (100) 21 (100) 0,001* 0,552 Usia Menarche ≤12 ta hun >12 ta hun 22 (64,7) 23 (57,5) 12 (35,3) 17 (42,5) 34 (100) 40 (100) 0,527 0,073 Lama Menstruasi Tida k Normal Normal 15 (88,2 30 (52,6) 2 (11,8) 27 (47,4) 17 (100) 57 (100) 0,008* 0,293 Riwayat Keluarga Ya Tida k 19 (82,6) 26 (51,0) 4 (17,4) 25 (49,0) 23 (100) 51 (100) 0,010* 0,287 Status Gizi (IMT/U) Tida k Normal Normal 13 (50,0) 32 (66,7) 13 (50,0) 16 (33,3) 26 (100) 48 (100) 0,161 0,161 Tingkat Kecukupan Kalsium Tida k Cukup Cukup 41 (95,3) 4 (12,9) 2 (4,7) 27 (87,1) 43 (100) 31 (100) 0,001* 0,640 Tingkat Kecukupan Magnesium Tida k Cukup Cukup 3 (50,0) 42 (61,8) 3 (50,0) 26 (38,2) 6 (100) 68 (100) 0,673 0,066 Tingkat Kecukupan Fe Tida k Cukup Cukup 35 (71,4) 10 (40,0) 14 (28,6) 15 (60,0) 49 (100) 25 (100) 0,009* 0,291 Tingkat Kecukupan Vitamin E Tida k Cukup Cukup 42 (87,5) 3 (11,5) 6 (12,5) 23 (86,5) 48 (100) 26 (100) 0,001* 0,596 Kebiasaan Sarapan Tida k Ya 17 (73,9) 28 (54,9) 6 (26,1) 23 (45,1) 23 (100) 51 (100) 0,121 0,177 Aktivitas Fisik Ringa n Tida k Ringan 1 (100,0) 44 (60,3) 0 (0) 29 (39,7) 1 (100) 73 (100) 1,000 0,094
* Signifikan, uji Chi-Square (p≤0,05)
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
Beberapa kemungkinan pemic u st re s b e ra sa l da ri a sumsi peneliti, da la m penelitia n ini pengukura n tingka t stres tida k dila kuka n wa wa ncara secara menda la m a ta u p eme rik sa a n seca ra psikologis namun hanya dila kuka n se c a ra ga ris besa r dengan menjawab beberapa pernyata an sederhana terkait kondisi responden sa a t it u j u ga menggunakan formulir DASS 42.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dismenorea
Primer
Berda sarkan Tabel 4 didapatkan bahwa variabel ya ng berhubugan dengan dismenorea primer a ntara la in ya itu tingka t stres, sta tus a nemia , la ma menstruasi, riwa yat keluarga, tin gk a t k e cu kupa n ka lsium, tingka t kecukupa n Fe, da n tingka t kecukupan Vita min E.
Gambar 1. Patofisiologi Stres terhadap Dismenorea Primer Seseorang yang sedang stres maka dit ubu hnya terja di respon neuroendokrin sehingga tubuh mensekresi hormon ACTH ya ng diha silka n da ri Corticotrophin Releasing Hormon (CRH) ya ng merupakan regulator hipotalamus. Sekresi kortiso l a drenal a kan meningkat akibat dar ACTH. Ak ib a t da r hormon tersebut menyebabkan sekres FSH da n LH da lam tubuh terganggu sehingga folike l d a pa t terha mba t perkemba nga nnya . Perkemba nga n folikel ya ng terganggu tersebut a kan menyebabka n terga nggunya sintesis dan pelepasan p roge ste ron da la m tubuh. Rendahnya kadar progesteron dala m tubuh a ka n meningka tka n sintesis PGF2α da n PGE2. Ha l ini a kan menimbulkan iskemia pada se l myometrium serta meningkatkan kontraksi ute ru s. Stres da pat memiliki efek la ngsung maupun t id a k la ngsung pa da konsentra si prosta gla ndin di myometrium sehingga menimbulkan dismenorea 29 . Ha sil penelitia n seja la n denga n teori da n menunjukkan a danya hubungan signifik a n a nta ra tingka t stres denga n dismenorea primer. Stres
diseba bkan seperti kehilangan orang yang dikasihi, ma sa la h kelua rga , teka na n pela ja ra n, ujia n na siona l, penga ruh tema n. Na mun stres ya ng dia la m oleh rema ja putri da pa t diminima lisir denga n kegia ta n ya ng da pa t dila kuka n d lua r ma upun didalam sekolah misalkan mendenga rka n musik, bernyanyi, mengikut ekstrakurik ule r, a ta u berja la n-ja la n. Temua n ini seja la n denga n studi ya ng dila kuka n di SMK Bha kti Ka rya Kota Ma gelang didapatkan bahwa p-value 0 ,0 01 da n τ 0,334 ya ng bera rti tingka t stres denga n tingka t dismenorea berhubunga n denga n keera ta n
hubungan yang lemah 30 .
Gambar 2. Patofisiologi Anemia terhadap Dismenorea Primer Remaja putri yang kadar hemoglobinnya rendah lebih renta n terhadap dismenorea p rim e r. Ka dar hemoglobin da ra h ya ng renda h menga kiba tka n a nemia. Hal tersebut disebabkan berkurangnya O 2 pa da darah sehingga terjadi hipok sia . Jik a k a da r hemoglobin kura ng da ri ba ta s norma l, sema kin sedikit O 2 ya ng di ika t da n dieda rka n ke tubuh, a kibatnya O 2 tida k dapat disalurkan secara optimal ke pembuluh–pembuluh da ra h t e rma su k b a gia n orga n reproduksi ya ng pa da sa a t itu menga la mi va sokonstriksi a kibatnya timbul ra sa nyeri 31 . Penelitia n ini seja la n denga n teori da n menunjukkan a danya hubungan signifik a n a nta ra sta tus anemia dengan dismenorea primer. Rata-rata a supa n Fe siswi kela s XII di SMAN 1 Nga njuk seba nyak 17,3 mg/hari dari y a ng se h a rusnya 2 6 mg/hari. Ha l ini da pat diartikan bahwa a supa n Fe keseluruhan responden penelitian belum memenuhi AKG ya ng dia njurka n serta belum mencukup kebutuha n ha ria n. Kura ngnya a supa n Fe sering terja di pa da rema ja putri ya ng mengkonsumsi ba ha n ma ka na n ya ng kura ng bera ga m denga n menu ma ka na n ya ng terdiri da ri na si, sedikit da ging, ungga s serta ikan yang merupakan sumbe r Fe.
Tingginya a ngka a nemia di SMAN 1 Nga n j u k da pat disebabkan karena kurangnya p e nge ta hua n terha da p a supa n sumber Fe. Sela in itu, ha l la in ya ng menyebabkan a nemia a dalah asupan za t b e si ya ng kura ng optima l serta ma ka n tida k tera tur
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
da pa t menyeba bka n a nemia 32 . Anemia da pa t mempengaruhi a ktivitas sehari-ha ri re m a ja p u tri terutama penurunan konsentrasi be la ja r. An e mia berpotensi mengakibatkan penuruna n da ya in ga t da n rendahnya kemampuan peme ca ha n ma sa la h ya ng dapat berpengaruh pada pre sta si b e la ja r 3 3 . Penelitia n la in ya ng seja la n ya itu penelitia n di SMK PGRI 4 Nga wi uji spearman dengan p-va lu e 0,001 (p<0,05) artinya ada hubungan antara a nemia denga n dismenorea primer. Seba gia n besa r responden menga la mi a nemia da n dismenorea primer 30 .
Menstrua si ya ng la ma da n >7 ha ri da pa t mengakibatkan kontraksi pada ra him, m e nstrua si ya ng berlangsung la ma mengakibatkan rahim lebih sering berkontra ksi sehingga prosta gla ndin ya ng diha silka n lebih ba nya k. Meningka tnya ka da r prosta glandin menimbulkan nyeri, kontra ksi p a da ra him secara terus-menerus juga m en ga kiba t kan terhentinya supla i da ra h ke ra him sehingga menyebabkan terjadinya dismenorea 34 . Penelitia n seja la n denga n teori da n menunjukkan a danya hubungan signifik a n a nta ra la ma menstrua si denga n dismenorea primer. Ba nyaknya temuan remaja putri ya ng m e nga la mi stres juga berpera n terha da p la ma menstrua si seseora ng. Rema ja putri ya ng menga la mi stres menyebabkan terganggunya keseimbangan hormon sehingga menimbulka n ga nggua n menstrua si seperti la ma menstruasi yang tidak selalu normal i 35 . Penelitia n ini didukung dengan penelit ia n So p hia ya ng meyatakan bahwa responden yang mengalami dismenorea primer pa ling ba nya k ya ng la ma menstruasinya >7 ha ri (87,2%) dan a da h ubu nga n la ma menstrua si denga n dismenorea primer ( p =0,046) 23 . Seba gian wanita dengan dismenorea m emilik i a nggota keluarga misal ibu a tau sa udara yang j u ga mengalami dismenorea. Fa ktor ge n e tik b e rpe ra n da la m terja dinya dismenorea . La ta r bela ka ng genetik juga dikaitkan dengan endometriosis y a n g menyeba bka n nyeri pa da pa nggul di usia reproduksi. Kondisi pertumbuhan kelainan sel yang ditemukan di endometrium disebut endometrio sis. Ka rena hal tersebut dapat menyebabkan ra sa sa kit sela ma menstrua si a ta u disebut dismenorea 36 . Dismenorea dan la tar belakang ge n e tik m emilik i hubunga n ya ng era t. Ini menjela ska n ba hwa seora ng wa nita denga n riwa ya t kelua rga dismenorea selama menstruasi a kan merasakan h a l ya ng sa ma 37 . Penelitia n sejalan dengan t e ori m e nu nju kka n a danya hubungan antara riwa yat keluarga d e nga n dismenorea primer. Penelitian ini didukung dengan penelitia n di Desa Ba nja ra n Sidoa rjo ba hwa terda pat hubungan antara riwa yat keluarga de nga n dismenorea primer. Responden y a ng m e nga la mi dismenorea denga n riwa ya t kelua rga memiliki risiko sebesa r 0,2 ka li terha da p dismenorea primer 33 .
Ka lsium terma suk sa la h sa tu minera l ya ng dida patkan paling b a nya k pa da t u buh ma nu sia Ka lsium dalam tubuh berfungsi sebagai t ra nsmisi impuls sya ra f, kontra ksi otot, penga tura n permeabilitas membran sel, penggumpa la n da ra h da n pengaktifan enzim dalam tubuh 38 . Ko n t ra k si otot terutama kontraksi pa da u t erus d ise ba b kan ka rena ka da r prosta gla ndin endometrium menga la mi peningka ta n ketika mema suki fa se lutea l, da la m ha l ini ka lsium berpera n da la m intera ksi protein otot a nta ra a ktin da n myosin. Penuruna n ka da r ka lsium intra selula r da pa t mengakibatkan rela ksasi miokard d a n ra sa n ye ri a kiba t kontra ksi otot uterus da pa t terkura ng 39 . Tida k norma lnya ka lsium da ra h da pa t menga kiba tka n otot menga la mi penega nga n sesudah kontraksi dan terjadilah dismenorea 40 . Penelitia n sesuai dengan teori dan menunjukkan a da nya hubunga n signifika n a nta ra tingka t kecukupa n ka lsium denga n dismenorea primer. Ra ta-rata asupan kalsium sisw kela s XII di SM AN 1 Nga njuk seba nya k 805,1 mg/ha ri da ri ya ng seha rusnya 1200 mg/hari. Hal ini da p a t d ia rt ika n ba hwa a supa n ka lsium keseluruha n responden belum memenuhi AKG ya ng dia njurka n serta belum mencukupi kebutuhan harian rema ja p ut ri. Ketida kcukupan kalsium disebabkan kare na j e nis ma ka na n sumber ka lsium ya ng pa ling sering dikonsumsi oleh rema ja putri domina n da la m bentuk la uk, ma ka da ri itu mereka cenderung memakan secukupnya saja sesuai porsi.
Penelitia n ini didukung denga n penelitia n di Universita s Syiah Kuala bahwa 100% ma ha siswi ya ng a supa n ka lsiumnya kura ng menga la mi dismenorea primer tingka t bera t da n seda ng (p=0,001; rs=-0,401) artinya ada hubungan asupa n ka lsium denga n dismenorea primer denga n kekuatan sedang a rah negatif 41 . Sa la h sa tu fungsi uta ma za t besi ba gi tubuh ya itu berperan dalam pembentukan hemoglo bin 1 9 . Asupa n za t besi ya ng renda h menimbulka n pembentuka n hemoglobin terga nggu, sehingga jumlah hemoglobin dalam sel d a ra h m e ra h a ka n berkurang. Kondisi ini da pat mengakibatkan tub uh kekurangan oksigen dan menyebabkan a nemia 1 7 . Konsumsi za t besi ya ng renda h da pa t mengakibatkan menurunnya kadar zat besi pla sma, ha l ini menyebabkan berkurangnya suplai z a t b e si ke sumsum tulang. Zat besi yang berfungsi u n t uk kekeba la n tubuh da pa t mengura ngi ra sa nyeri ketika menstrua si a kiba t terga nggunya respon kekebalan limfosit T dan kurangnya asupan za t besi menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang ya ng juga mengganggu respon kekebalan sehingga terja di dismenorea i 18 . Penelitia n ini didukung denga n teori da n menunjukkan terdapat hubungan signifikan tingkat kecukupa n Fe denga n dismenorea primer. seda ngkan sisa nya memiliki tingkat kecukupa n Fe cukup 33.8% (25 siswi). Ra ta-rata asupan Fe siswi
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
kela s XII d SMAN 1 Nga njuk seba nya k 13,7 mg/hari da ri yang seharusnya 15 mg/ha ri. H a l in i da pa t dia rtika n ba hwa a supa n Fe keseluruha n responden belum memenuhi AKG ya ng dia njurkan serta belum mencukupi kebutuha n ha ria n. Kura ngnya asupan Fe terjadi karena re ma ja p ut ri mengkonsumsi ba ha n ma ka na n ya ng kura ng bera gam dengan menu makanan ya n g t e rdiri d a r na si, sedikit da ging, ungga s serta ika n ya ng merupakan sumber za t besi.
Penelitia n ini didukung denga n penelitia n di SMK 2 Ba tik Sura ka rta dima na a da hubunga n a supa n za t besi denga n keja dia n dismenorea p=0,001. Asupa n za t besi ya ng sema kin tinggi menyeba bka n ra sa nyeri a kiba t dismenorea berkurang 5 . Vita min E a dalah sa lah satu vitamin yang k a ya a ntioksidan berfungsi untuk menambah im unit a s, untuk sintesis DNA, mencegah keguguran dan baik ba gi kesehatan kulit 15 . Konsumsi vitamin E y a ng cukup menyeba bka n ra sa nyeri ha id berkura ng ka rena terha mba tnya biosintesis prosta gla ndin. Vita min E da pa t meneka n a ktivita s enzim fosfolipa se A da n siklooksigena se sehingga produksi prosta gla ndin a ka n terha mba t 42 . Prosta gla ndin berperan utama terhadap terja din ya dismenorea , ha l ini da pa t terja di ka rena va sokonstriksi dan kontraksi pada myometrium 21 . Penelitia n ini sesua i denga n teori da n menunjukkan a danya hubungan a ntara kecuk upa n vita min E denga n dismenorea primer. Ra ta -ra ta a supa n vita min E siswi kela s XII di SMAN 1 Nga njuk seba nya k 8,9 mg/ha ri da ri ya ng seha rusnya 15 mg/ha ri. Ha l ini da pa t dia rtika n ba hwa asupan vitamin E keselu ruha n re sp on den penelitia n belum cukup memenuhi AKG ya ng dia njurka n serta belum mencukupi kebutuha n ha ria n dika rena ka n ba nya k rema ja putri ya ng kura ng suka mengkonsumsi ka ca ng-ka ca nga n. Penelitia n ini didukung dengan penelitia n Wa git o ba hwa vita min E efektif untuk mengoba ti dismenorea primer pada remaja pubertas, dari ya ng a wa lnya 16 responden mengalam dismenore primer tingka t parah setelah diberikan vitamin E sela ma 3 bula n dapat berkurang menjad 1 orang sa ja 43 .
## SIMPULAN
Tingka t stres dan status a ne mia b erh ubu nga n denga n terja dinya dismenorea primer. Na mun sela in itu terda pa t va ria bel la in ya ng mempenga ruhi dismenorea primer ya itu la ma menstruasi, riwa yat keluarga, tin gk a t k e cu kupa n ka lsium, tingka t kecukupa n Fe da n tingka t kecukupan vitamin E.
Ba nya k rema ja putri ya ng memilik tingka t kecukupan zat mikro yang min im, m a ka d a ri it u diha rapkan agar lebih memperhatikan a supa n z a t gizi mikro remaja putri guna mencegah terja din ya dismenorea primer ya ng da pa t mengga nggu
a ktivitas sehari-hari hingga penurunan konsent ra si bela jar.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayah N, Palila S. Kesiapan Menghadapi Menarche pada Remaja Putri Prapubertas Ditinjau dar Kelekatan Aman Anak dan Ibu. J Ilmiah Psikologi.2018:5(1):107-114
2. Kusmiran,E.Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika, 2013.
3. Bernardi M, Lazzeri L, Parelli F. Dysmenorrhea a n d Related Disorders. F1000 Res.2017:6(1):1 -7
4. Iacovides S, Avidon I, Baker FC. What We Kno w About Primary Dysmenorrhea Today: A Critical Review.2015:21(6):762-778
5. Khotimah H, Kirnantoro, Cahyawati E. Pengetah u a n Remaja Putri Tentang Menstruasi Dengan Sikap Menghadapi Dismenore Kelas XI Di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. J. Ners dan Kebidanan Indonesia. 2014; 2(3):136-140
6. Ju H, Jones M, Mishra G. The Prevalence And Risk Factors Of Dismenorrhea. Epidemiol Rev. 2013:36(10):104–13
7. Proverawati, A dan Wati, EK. Ilmu Gizi Untuk Perawat dan Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Yulia Medika,2011.
8. Novita, R. Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Menstruasi pada Remaja Putri di SMA Al-Azhar Surabaya. Nutrition Amerta. 2018;2(2):172-181
9. Kumalasari,I.dan Andhyantoro, I. Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2013
10. Resmiati, Triyanti, Sartika RA. Aktivitas Fisik, Magnesium, Status Gizi, dan Riwayat Alerg sebaga Faktor Determinan Dismenore. J Edurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan. 2020:5(1)
11. Maryam, Ritonga, M. A., & Istriati. Relationship Between Menstrual Profile And Psychological Stres s With Dysmenorrhea. Althea Medical Journal. 2016;3(3):382-387
12. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
13. Dinkes Kota Kediri. Profil Kesehatan Kota Kediri Tahun 2018
14. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Depkes RI. 2010
15. Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2011.
16. Hidayati KR, Soviana E, Mardiyati NL. Hubungan Antara Kalsium dengan Asupan Zat Besi dengan Kejadian Dismenore pada Siswi di SMK Batik 2 Surakarta. J Kesehatan. 2016:1(2):15-22
17. Charandab SA, Mirghafourvand M et al. Calcium With and Without Magnesium for Primary Dysmenorrhea: A Double-Blind Randomized
Placebo Controlled Trial. 2017:5(4).332-338
Media i Kesehatan i Masyarakat i Indonesia i 19(4), i 2020
18. Hamsari IN, Sumarni, Lintin G. Hubungan Asupan Zat Besi Dengan Kejadian Dismenore pada Mahasiswi Angkatan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako Tahun 2017. J Ilmiah Kedokteran. 2019;6(2):30-40.
19. Masruroh, Fitr NA. Relation of The Incidence of Dysmenorrhea With Iron Intake (Fe) In Teenager s . J Dunia Gizi.2019:2(1):23-27
20. Vilvapriya S., Vinodhin S. Vitamin E In The Treatment Of Primary Dysmenorrhea. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2018 Jun;7(6):2257 - 2261
21. Masnilawati A, Kurnaesih E. Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Perubahan Derajat Dismenorhea dan Kadar Prostaglandin Pada Remaja Putri Di Kebidanan UMI. Prosiding Semnas SMIPT. 2018 Apr 9;1(1):30-38
22. Bavil DA et al. A Comparison Of Physical Activity And Nutrition In Young Women With And Without Primary Dysmenorrhea. F1000 Res .2018:7(59):1 -8
23. Purba SF, Sarumpaet MS, Jemadi. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Dismenore Pada Siswi SMK Negeri 10 Medan. J Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi.2013:2(5)
24. Omidvar S, Begum K. Characteristics and Determinants of Primary Dysmenorrhea in Young Adults. American Medical Journal:2012:3(1):8 –13
25. Crawford JR, Henry JD. The Depression Anxiety Stress Scales (DASS): Normative Data and Latent Structure in a Large Non-Critical Sample. British Journal of Clinical Psychology. 2003:42:111 -131
26. Chesney M.A, and Tasto, D.L., The Development o f the Menstrual Symptom Questionnaire. Behav. Rev & Therapy. 1975:13:237-244
27. Gibson RS. Principle Of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press; 2005
28. Craig CL, Sjostrom M, Bauman AE, Bull F, Ainsworth BE, Sallis J. Guidelines for data processing and analysis of the International Physic a l
Activity Questionnaire (IPAQ); 2005. http://www.ipaq.ki.se/scoring.pdf
29. Ju H, Jones M, Mishra G. The Prevalence And Risk Factors Of Dismenorrhea. Epidemiol Rev.
2013:36(10):104–13
30. Yuniyanti, B., Masini.,. Hubungan Tingkat Stres Dengan Tingkat Dysmenorrhoea Pada Siswi Kelas X dan XI SMK Bhakti Karyakota Magelang Tahun 2014. J Kebidanan. 2014;3(7):30
31. Kusumawardan PA, Cholifah. The Relations Between Anemia and Female Adolescent’s Dysmenorrhea. Int Conference on Public Health Universitas Ahmad Dahlan.2018:190-196
32. Suryani, D., Hafiani, R., dan Junita R. Analisis Pola Makan dan Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri Kota Bengkulu. J Kesehatan Masyarakat.
2015;10(1):11-18
33. Ropitasari, Safitr I. Hubungan Anemia dengan Tingkat Dismenore. Indonesian Journal Of Education and Midwifery Care.2015:2(2):27-30
34. Novia I, Puspitasari N. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer. J Universitas Airlangga. 2008;4(3):96-103
35. Hilmiati, Saparwat M. Hubungan Tingkat Stres Dengan Lama Menstruasi Pada Mahasiswi. J Keperawatan.2016:4(1):91-96
36. Sholihah, M.D. The Correlation Between Exercise
Activity, Genetic Background, Fast Food Consumption, and Dysmenorrhea. J Berkala Epidemiologi. 2019;7(2):129-136
37. Faramarzi, M., Salmalian, H. Association Of Psychologic and Nonpsychologic Factors With Primary Dysmenorrhea. Iranian Red Crescent Medical Journal. 2014;16(8):1–9
38. Pravina P, Sayaj D, Avinash M. Calcium and its Role in Human Body. Int J of Res Pharma BiomedicalSciences;2013:4(2):659-668
39. Bajalan Z, Alimorad Z, Moaf F. Nutrition as a Potential Factor of Primary Dysmenorrhea: A
Systematic Review of Observational
Studies.2019;84:209-224
40. Abdul RK, Ayoub NM, Abu TA. Influence Of Dietary Intake Of Dairy Products On Dysmenorrhea. J Obstet Gynecol Res:2010:36(2):377-383
41. Rosvita NC, Widajanti L, Pangestuti DR. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium, Magnesium, Status Giz i (IMT/U), Dan Aktivitas Fisik Dengan Kram Perut Saat Menstruasi Primer Pada Remaja Putri (Studi Di Sekolah Menengah Atas Kesatrian 2 Kota Semarang Tahun 2017). J Kes Masyarakat 2018:6(1):519 -526
42. Dawood, M.Y. Primary Dysmenorrhea Advances I n Pathogenesis and Management. The American
College of Obstetricians and Gynecologists.2006;108(2):428-41 43. Wagito, Lubis SM, Deliana M, Hakimi.
Effectiveness of Vitamin E as a Treatment of Primary Dysmenorrhea in Pubertal Adolescent. Paediatrica Indonesia. 2011:51(1):41-4.
|
2fd26e09-2277-415f-b4e6-706bd828e13e | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/download/40600/20613 | Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
## KOLOKASI LEKSIKON COVID-19 DALAM BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS DI RANAH CYBERSPACE
Nina Setyaningsih 1 , Anisa Larassati 2 , Valentina Widya Suryaningtyas 3
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia [email protected] 1* , [email protected] 2 , [email protected] 3
## Abstract
One of the impacts of Covid-19 or Corona virus in the field of language is the emergence of new terms related to Covid-19. Internet users contributed to the emergence of the Covid-19 lexicons, especially when discussing the topic in various articles and social media in both English and Indonesian. This study aims to compare the keywords and collocation patterns of lexicons related to Covid-19 in Indonesian and English found in cyberspace. Quantitative method was applied through the use of AntConc software to identify the frequency of occurrence while qualitative method was employed through a corpus linguistic approach to describe the results generated from AntConc. The results demonstrate that the English and Indonesian corpus have similar theme of discussion as seen from the numbers of keywords that appear in respective corpus. The difference can be seen in the variation of collocation patterns, in which Indonesian has 6 collocation patterns, while English has 4 patterns. This is due to differences in the grammatical structure of each language. Another difference is that there are fewer number of words that have the equivalent meaning of deaths in the Indonesian language corpus, while in fact the number of deaths caused by Covid-19 in Indonesia is among the highest in the world.
Keywords : Covid-19; AntConc; corpus linguistics; collocation; lexicon
## Abstrak
Salah satu dampak Covid-19 atau virus Corona di bidang bahasa adalah munculnya istilah baru yang berkaitan dengan Covid-19. Para pengguna internet berkontribusi dalam munculnya leksikon Covid-19 khususnya ketika membicarakan topik tersebut di berbagai artikel dan media sosial baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kata kunci dan pola kolokasi leksikon bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang berhubungan dengan Covid-19 yang ada di ranah cyberspace . Analisis menggunakan metode kuantitatif melalui peranti lunak AntConc untuk mengidentifikasi frekuensi kemunculan dan metode kualitatif melalui pendekatan linguistik korpus untuk mendeskripsikan output yang diperoleh dari AntConc. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korpus bahasa Inggris dan bahasa Indonesia memiliki tema pembahasan yang sama seperti terlihat dari banyaknya kata kunci yang muncul di kedua korpus yang memiliki makna dan tema yang sama. Perbedaan terlihat pada variasi pola kolokasi, yaitu bahasa Indonesia memiliki 6 pola kolokasi, sedangkan bahasa Inggris memiliki 4 pola. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur gramatika masing-masing bahasa. Perbedaan lain adalah kemunculan kata yang memiliki makna setara dengan deaths dalam korpus bahasa Indonesia yang lebih sedikit, sementara jumlah kematian yang diakibatkan oleh Covid-19 di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.
Kata kunci : Covid-19; AntConc; linguistik korpus; kolokasi; leksikon
## Pendahuluan
Wabah Covid-19 atau virus Corona, yang telah ditetapkan sebagai pandemi global, saat ini menjadi topik percakapan sehari-
hari di dunia nyata dan di cyberspace (dunia maya/ranah internet) baik di Indonesia maupun di luar negeri. Pandemi Covid-19 yang muncul sejak awal tahun
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
2020 hingga saat ini telah memberikan dampak di berbagai bidang. Pandemi memunculkan pengaruh yang meluas pada bidang kesehatan, ekonomi, sosial, bahkan bahasa. Hal ini sejalan dengan pendapat (Alyeksyeyeva et al., 2020) bahwa pandemi berdampak pada sistem bahasa, penggunaan bahasa, dan praktik diskursif karena tidak ada fenomena yang bisa lepas dari bahasa. Salah satu dampak di bidang bahasa adalah munculnya bermacam istilah baru yang berkaitan dengan Covid- 19 yang oleh para ahli bahasa disebut sebagai Coronaspeak , misalnya kata dan frasa dalam bahasa Inggris covidiot, lockdown, social distancing, work from home , dan zoom bombing yang juga lazim dipakai di Indonesia. Di Indonesia sendiri juga muncul singkatan-singkatan yang berhubungan dengan Covid-19 yang dibuat oleh pemerintah seperti ODP (Orang dalam Pemantauan), PDP (Pasien dalam Pengawasan), PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), dan sebagainya.
Leksikon Covid-19
tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat awam. Sebagai contoh, untuk memahami istilah social distancing seseorang tidak hanya perlu memiliki kemampuan bahasa Inggris tetapi juga kapan frasa tersebut muncul dan makna serta konteksnya. Lebih lanjut, ketika frasa tersebut dibuat versi bahasa Indonesia menjadi ‘penjarakan sosial’, muncul ambiguitas apakah frasa yang dimaksud berasal dari gabungan morfem penjara + -kan atau pen- + jarak + -an. Sejalan dengan (Herbert, 2016) penggunaan bahasa yang bersifat eufemisme dalam konteks kesehatan sering tidak disarankan karena dapat mendistorsi makna atau mengurangi pemahaman mengenai suatu penyakit. Dengan demikian, penggunaan istilah yang tidak tepat dapat menimbulkan adanya gap informasi sehingga tujuan pemerintah
untuk sosialisasi dan mitigasi pandemi mengalami kendala.
Masyarakat yang akrab dengan internet mungkin tidak sulit untuk mencari makna leksikon yang berhubungan dengan Covid-19, tetapi tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap informasi. Berdasarkan data dari agensi pemasaran sosial We Are Social pada bulan Oktober 2020 (https://datareportal.com/reports/ digital- 2020-october-global-statshot), jumlah pengguna internet di dunia adalah 4,66 miliar dari total populasi dunia (7,81 miliar). Sementara di Indonesia, sebanyak 64% dari 272,1 juta jiwa penduduk memperoleh akses ke dunia maya (https://datareportal.com/reports/digital- 2020-indonesia). Para pengguna internet ini memiliki kontribusi dalam munculnya leksikon Covid-19 khususnya ketika membicarakan topik tersebut di berbagai artikel dan media sosial baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Dengan demikian, makna serta kolokasi leksikon Covid-19 yang muncul di ranah cyberspace dapat menjadi masukan untuk pemerintah dalam membuat atau memilih istilah yang lebih mudah dipahami berbagai lapisan masyarakat.
Berdasarkan fenomena di atas, leksikon Covid-19 menjadi hal yang penting untuk ditelusuri lebih lanjut. Salah satu peranti lunak yang dapat menjadi alat bantu analisis leksikon adalah AntConc. AntConc mampu menemukan pola tertentu dalam suatu bahasa, termasuk concordance, lexical bundles , dan distribusi kata. Dengan menganalisis leksikon Covid- 19 dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, akan dapat diketahui juga bagaimana Covid-19 dipersepsi oleh penutur bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Penelitian mengenai makna dan kolokasi kata dengan menggunakan
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
peranti lunak AntConc dan yang membahas pilihan kata yang digunakan untuk membicarakan Covid-19 pernah dilakukan sebelumnya. Berikut akan dibahas lebih lanjut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Salah satu penelitian yang menggunakan peranti lunak AntConc menganalisis kosakata dan gramatika bahasa Inggris pada sebuah buku teks tentang radiologi (Arum and Winarti, 2019). Data dianalisis menggunakan peranti lunak AntConc. Hasil penelitian dalam hal kosakata adalah berupa klasifikasi kata dan kelas kata yang dapat membantu mahasiswa jurusan radiologi menentukan kelas kata yang harus dipahami dan dihafalkan mahasiswa. Hasil berupa analisis gramatika yang dapat memudahkan mahasiswa membuat kalimat dan menggunakannya dalam percakapan maupun tulisan. Implikasi penelitian ini adalah informasi leksikal dan sintaktik yang tidak hanya dapat memudahkan mahasiswa memahami isi buku teks tetapi juga memudahkan dosen dalam menjelaskan proses radiografi.
Artikel lain membahas penggunaan AntConc untuk menganalisis kata, frasa, dan kolokasi ujaran kebencian yang ditujukan pada penyanyi Mulan Jameela melalui komentar dalam akun Instagram (Larassati and Setyaningsih, 2016). Hasil pengolahan data menggunakan AntConc menunjukkan bahwa komentar di akun Instagram tersebut dapat merefleksikan persepsi negatif dan penilaian mengenai penyanyi tersebut.
(Odhiambo and Odhiambo, 2020) meneliti penggunaan modal auxiliary verbs (kata kerja bantu modal) dalam pemberitaan Covid-19 di harian Daily Nation, Kenya. Penelitian ini berfokus pada jenis, frekuensi, dan fungsi kata kerja bantu modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulis artikel berita memilih kata
kerja bantu yang bersifat prediktif dan menunjukkan opini penulis berita.
Sementara itu, penelitian tentang istilah pada masa pandemi Covid-19 dilakukan oleh (Oktavia and Hayati, 2020) dan (Sari, 2020). Penelitian tersebut menggunakan data yang diperoleh dari data tertulis, foto, gambar, dan kata-kata tanpa mencantumkan sumber secara spesifik. Temuannya menunjukkan beberapa klasifikasi istilah yang mencakup akronim, sinonim, singkatan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Penelitian mengenai penyusunan kamus pasca-Covid-19 dilakukan oleh (R. P. Sari, 2020) dengan menggunakan pendekatan linguistik korpus. Dalam penelitian tersebut, data diperoleh dari artikel penelitian bahasa Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa kamus istilah pasca-Covid-19 yang dihasilkan berisi kata- kata yang belum pernah dijumpai berikut kelas kata dan definisinya.
Fenomena Covid-19 juga diteliti dengan melibatkan pendekatan semiotik dan linguistik korpus dengan perangkat Corpus of Contemporary American English/COCA (Gifari & Iskandar, 2020). Penelitian ini menganalisis dua media daring Jepang, The Asahi Shimbun dan The Japan News . Temuannya menunjukkan bahwa kedua media memiliki ciri khas masing-masing, yakni pro dan kontra pemerintah Jepang. Jika pada umumnya penelitian linguistik korpus menggunakan kata dengan frekuensi tertinggi, penelitian ini menyaring kata benda dengan frekuensi rendah pada dua media tersebut.
Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa penelitian terdahulu di atas, penelitian linguistik korpus yang menganalisis perbandingan makna dan kolokasi leksikon dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang berhubungan dengan Covid-19 belum pernah dilakukan sebelumnya. Berbeda dari penelitian
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
sebelumnya, penelitian ini difokuskan pada leksikon Covid-19 dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang muncul di ranah cyberspace , khususnya situs web dan media sosial Instagram dan Twitter. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan peranti lunak AntConc.
Linguistik korpus merupakan suatu metode yang melibatkan analisis empiris secara kualitatif dan kuantitatif terhadap pola-pola bahasa dengan menggunakan korpora, yaitu sekumpulan besar teks lisan atau tulisan yang terjadi secara alami yang tersedia secara elektronik. Linguistik korpus bertujuan untuk memverifikasi hipotesis mengenai bahasa, misalnya untuk menentukan perbedaan bunyi, kata, atau konstruksi sintaksis tertentu.
Linguistik korpus berhubungan dengan prinsip dan praktik penggunaan korpora dalam penelitian bahasa serta bagaimana orang menggunakan berbahasa dalam berbagai konteks (Crawford and Csomay, 2016). Linguistik korpus juga berkaitan dengan teks yang dikumpulkan dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mesin, misalnya teks elektronik yang dapat dianalisis dengan menggunakan peranti lunak. Selain itu linguistik korpus dapat membantu peneliti mengolah jutaan kata.
Linguistik korpus dapat diterapkan dalam berbagai bahasa. Dalam bahasa Inggris misalnya, linguistik korpus dapat digunakan untuk menganaliss kata-kata yang bersinonim dekat ( sick vs. ill ), unsur pembentuk kata dan penggunaannya yang dihubungkan dengan perubahan dalam masyarakat dan budaya ( -dom pada kingdom, -nik pada peacenik, -thon pada sleepathon ), perubahan atau preferensi dalam penggunaan bahasa seperti perubahan konstruksi gramatikal pada help + to infinitive pada kalimat I helped him to carry the boxes dan help + bare infinitive pada kalimat I helped him _ carry the boxes .
Salah satu peranti lunak yang digunakan dalam linguistik korpus adalah AntConc. AntConc merupakan peranti lunak korpus tidak berbayar yang dikembangkan oleh Laurence Anthony. AntConc memiliki fungsi menghasilkan word list (daftar kata), concordance (konkordansi), keyword (kata kunci), dan collocation (kolokasi). Word list mampu menghitung frekuensi kemunculan kata yang dapat memengaruhi seluruh aspek pemrosesan leksikal. Concordance dapat menemukan setiap kemunculan kata atau frasa tertentu. Keyword adalah kunci untuk kode atau kata tertentu yang digunakan sebagai acuan untuk menemukan kata lain. Collocation adalah asosiasi tetap antara kata dan kata lain dalam lingkungan yang sama.
Collocation (kolokasi) adalah kata yang muncul bersamaan ( co-occurrence ) atau kombinasi kata yang umumnya bersifat tetap. Kolokasi terdiri atas dua konstituen yang berbeda secara semantis: semantic base yang bergabung dengan kolokasi yang tergantung padanya. Contoh kolokasi dalam bahasa Inggris adalah kombinasi kata “ pay attention ”. Attention adalah base yang berkolokasi dengan kata pay . Mempelajari kolokasi bertujuan untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam mengenai makna kata dan bagaimana kata tersebut digunakan, dengan demikian kolokasi merupakan hal penting daripada sekadar mempelajari kata saja (Joharry, 2020).
Hausmann dalam Shamas (Hamed, 2020) membedakan antara kombinasi kata tetap dan tidak tetap dan berpendapat bahwa kolokasi merupakan kombinasi kata yang tidak tetap, terdiri atas base dan collocator , yang mencakup:
1. Verba + Nomina pada express admiration
2. Adjektiva + Nomina ( serious consequences )
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
3. Nomina + Verba ( problem persists )
4. Nomina + Nomina ( job market )
5. Adverbia + Adjektiva ( deadly serious )
6. Verba + Adverbia ( sleep soundly )
Gabungan kelas kata di atas membentuk kolokasi leksikal yang terdiri atas kombinasi kelas kata utama atau content words . Selain kolokasi leksikal, terdapat jenis kolokasi gramatikal. Kolokasi gramatikal dalam bahasa Inggris menurut Benson dan Ilson (Moehkardi, 2012) antara lain terdiri atas kombinasi kelas kata utama dan kata tugas ( function words ) berikut:
1. Nomina + Preposisi ( apathy towards )
2. Nomina + to infinitive ( It was a pleasure ( a problem, a struggle) to do it )
3. Nomina + that clause ( He took an oath that he would do his duty )
4. Preposisi + Nomina ( by accident )
5. Adjektiva + Preposisi ( angry at )
6. Adjektiva Predikatif + to infinitive ( She was bound to find out )
7. Adjektiva + that clause ( She was afraid that she would fail her examination )
Seperti halnya bahasa Inggris, bahasa Indonesia juga memiliki kombinasi kata yang membentuk kolokasi. (Imran et al., 2009) mengidentifkasi bahwa kolokasi leksikal bahasa Indonesia memiliki pola berikut:
1. Nomina + Verba (air mengalir)
2. Nomina + Adjektiva (kopi pahit)
3. Nomina +Nomina (es batu)
4. Verba + Nomina (membajak sawah)
5. Adjektiva + Verba (cepat sembuh)
6. Verba + Adjektiva (berpikir logis)
1 Penggunaan singkatan “kf” menyesuaikan penelitian (Imran et al., 2009) yang menyebut function words sebagai kata fungsi.
7. Nomina + Adverbia (tahun depan) 8. Verba + Adverbia (berlayar langsung) 9. Adjektiva + Nomina dengan makna spesifik (keras kepala)
Sementara klasifikasi kolokasi gramatikal terdiri atas pola berikut (Imran et al., 2009): 1
1. Adjektiva + kf + Nomina (teguh dalam pendirian)
2. Verba + kf + Nomina (berjalan dalam kegelapan)
3. Verba + kf + Verba + Nomina (bersua dengan penuh kegembiraan)
4. Kf + Nomina (dalam kegelapan)
5. Kf + Adjektiva (cukup baik)
6. Nomina + Kf + klausa (Pria yang memakai baju biru itu paman saya)
7. Verba + Kf + klausa (Dia tetap bekerja walaupun sakit)
8. Kf + Adverbia (Dia makan lima kali dalam sehari)
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kata kunci dan kolokasi leksikon yang berhubungan dengan Covid- 19 yang ada di ranah cyberspace dan mengidentifikasi perbedaan leksikon Covid-19 dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia di ranah cyberspace tersebut. Penelitian ini juga dibatasi pada analisis jenis kata yang berupa kelas kata utama atau content words . Kelas kata utama mencakup nomina ( noun ), verba ( verb ), adjektiva ( adjective ), dan adverbial ( adverb ).
## Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
kualitatif digunakan untuk menggali, menginterpretasikan, dan menjabarkan makna dan kolokasi leksikon Covid-19 yang dihasilkan oleh peranti lunak pengolahan korpus AntConc. Analisis kualitatif juga digunakan untuk menjelaskan daftar kata yang terdeteksi dan kolokasinya. Analisis kuantitatif berhubungan dengan informasi frekuensi mengenai kemunculan fenomena linguistik tertentu (Baker, 2006). Dalam penelitian ini, analisis kuantitatif melibatkan penggunaan AntConc untuk mengidentifikasi frekuensi kata kunci dan kemunculan kolokasi kata. Analisis kata kunci secara kuantitatif akan memperkuat analisis kualitatif (Mayani, 2020).
AntConc yang digunakan adalah versi 3.5.8 dengan tampilan sebagai berikut.
Gambar 1 Tampilan Halaman Depan AntConc v3.5.8
Data diperoleh dari berbagai situs web yang memuat artikel tentang Covid-19 dan posting media sosial Instagram dan Twitter pada bulan April 2020 ─ Maret 2021, dengan jumlah kata pada korpus bahasa Indonesia sebanyak 16068 kata dan bahasa Inggris sebanyak 16083 kata. Menurut ukuran standar awal yang digunakan Brown Corpus, jumlah minimal kata atau token adalah satu juta kata, sedangkan Reppen dan Simpson-Vlach
(Leo, 2020) menyatakan bahwa tidak ada ukuran minimal untuk menentukan sekumpulan teks disebut korpus. Penelitian (Leo, 2020) dan (Pritchett, 2020) sendiri menggunakan korpus dengan jumlah token kurang dari satu juta kata.
Data penelitian dikumpulkan dengan cara mengunduh artikel dan posting media sosial, menyalin artikel ke Microsoft Word, mengonversinya ke dalam format .txt, menginput ke AntConc, dan memilah data hasil pengolahan AntConc.
Selanjutnya data dianalisis dengan mengikuti tahapan berikut:
1. Menyeleksi kata kunci yang berupa kelas kata utama, yang memiliki frekuensi kemunculan terbanyak dengan menggunakan menu Word List 2. Mengidentifikasi kolokasi kata kunci dengan menggunakan menu Collocates 3. Mengidentifikasi kolokasi dengan mempertimbangkan konkordansi (menu Concordance) dan cluster (Cluster/N-Grams). Konkordansi diharapkan dapat memberi gambaran mengenai konteks penggunaan kata kunci yang teridentifikasi, sedangkan N-Gram memberi informasi tambahan yang masih berhubungan dengan kata kunci dan kombinasi cluster (Nugraheni et al., 2017).
4. Mendeskripsikan output bahasa Inggris dan bahasa Indonesia
## Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian ini, data leksikon yang berkaitan dengan Covid-19 dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dibandingkan
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
menurut kata kunci ( keyword ) dan kolokasinya.
Kata Kunci Kata kunci menunjukkan topik pembicaraan utama dalam data. Kolokasi yang muncul bersama kata kunci
menunjukkan bagaimana kata kunci tersebut digunakan dalam konteks kalimat.
Analisis pertama yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi frekuensi kemunculan kata. Gambar 2 dan Gambar 3 adalah hasil input AntConc untuk daftar kata dengan frekuensi tertinggi.
Gambar 2: Frekuensi Kemunculan Tertinggi Data Bahasa Indonesia
Gambar 3: Frekuensi Kemunculan Tertinggi Data Bahasa Inggris
AntConc mendeteksi berbagai kata tugas ( function words ) seperti yang, dan, di dengan, untuk dan the, of, and, a, in, dan seterusnya sebagai kata dengan frekuensi kemunculan tertinggi. Karena penelitian ini
dibatasi pada kelas kata utama ( content words ), kata kunci diambil dari sepuluh kelas kata utama yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi.
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
Sepuluh kata yang tergolong dalam content words dengan frekuensi kemunculan paling banyak tercantum dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1: Hasil Word List Korpus Bahasa
Indonesia No Frekuensi Kata 1 382 Covid 2 230 Virus 3 139 corona 4 126 Orang 5 86 rumah 6 83 kesehatan 7 78 pasien 8 70 Gejala 9 69 Kasus 10 63 Coronavirus Tabel 2: Hasil Word List Korpus Bahasa Inggris No Frekuensi Kata 1 447 covid 2 99 people 3 86 vaccine 4 54 cases 5 49 coronavirus 6 47 symptoms 7 41
health 8
33
pandemic
9 32 disease 10 31 deaths
Kata kunci dengan frekuensi tertinggi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris adalah kata covid . Dalam AntConc kata covid juga muncul dalam bentuk kata covid-19 . Kata-kata kunci yang muncul tersebut berkaitan dengan
fenomena pandemi Covid-19 yang terjadi sepanjang April 2020 ─ Maret 2021.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di ranah cyberspace pembicaraan atau pembahasan mengenai Covid-19 lebih
menekankan pada hal yang bersifat materi atau konsep khususnya yang berhubungan dengan Covid-19 daripada tindakan, proses, atribut, atau cara.
## Pola Kolokasi
Bagian ini membahas kolokasi yang dihasilkan oleh AntConc dan
interpretasinya. Pola kolokasi yang ditemukan diringkas dalam Tabel 3.
Tabel 3: Pola Kolokasi
No Indonesia Inggris 1 V + N V + N 2 ADJ + N ADJ + N 3 N + V N + V 4 N + N N + N
5 N + ADJ 6 ADV + N
Berikut adalah penjelasan dan contoh pola kolokasi yang ditemukan.
## Kolokasi Bahasa Indonesia
Pola kolokasi untuk kata kunci bahasa Indonesia yang muncul dapat dikelompokkan menjadi:
1. Verba + Nomina Tabel 4: Kolokasi Verba+Nomina Bahasa Indonesia No Kata Kunci Kolokasi 1 covid meminimalisir covid 2 virus melawan virus 3 corona melawan corona 4 orang melindungi orang 5 rumah meninggalkan rumah
6 kesehatan memelihara kesehatan 7 pasien merawat pasien 8 gejala menunjukkan gejala 9 kasus mendeteksi kasus
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
## 10 coronavirus mendiagnosis coronavirus
2. Adjektiva + Nomina
## Tabel 5: Kolokasi Adjektiva+Nomina Bahasa Indonesia
No Kata Kunci Kolokasi 1 covid positif covid 2 virus positif virus 3 corona positif corona 4 orang banyak orang 5 rumah - 6 kesehatan sadar kesehatan 7 pasien khusus pasien 8 gejala - 9 kasus banyak kasus 10 coronavirus novel coronavirus
## 3. Nomina + Verba
Tabel 6: Kolokasi Nomina+Verba Bahasa Indonesia No Kata Kunci Kolokasi 1 covid covid melanda 2 virus virus menyebabkan 3 corona corona menyerang 4 orang orang meninggal 5 rumah -
6 kesehatan -
7 pasien pasien mengidap 8 gejala gejala bertambah 9 kasus kasus meningkat 10 coronavirus coronavirus adalah
## 4. Nomina + Nomina
Tabel 7: Kolokasi Nomina+Nomina Bahasa
## Indonesia
No Kata Kunci Kolokasi 1 covid penyebaran covid
2 Virus gejala virus
3 corona virus corona
4 orang orang obesitas
5 rumah rumah ibadah 6 kesehatan protokol kesehatan 7 pasien pasien covid 8 gejala gejala infeksi 9 kasus kasus kematian 10 coronavirus infeksi coronavirus
5. Nomina + Adjektiva Tabel 8: Kolokasi Nomina+Adjektiva
## Bahasa Indonesia
No Kata Kunci Kolokasi 1 covid covid parah 2 virus virus baru 3 corona corona positif 4 orang orang miskin 5 rumah rumah sakit 6 kesehatan kesehatan nasional 7 pasien pasien positif 8 gejala gejala parah 9 kasus kasus aktif 10 coronavirus coronavirus baru
6. Adverbia + Nomina Tabel 9: Kolokasi Adverbia+Nomina
## Bahasa Indonesia
No Kata Kunci Kolokasi 1 covid - 2 virus -
3 corona - 4 orang - 5 rumah - 6 kesehatan - 7 pasien 8 gejala tanpa gejala 9 kasus -
10 coronavirus -
Klasifikasi sebagaimana terlihat pada Tabel 4—9 menunjukkan bahwa terdapat enam kombinasi unsur penyusun kolokasi leksikal bahasa Indonesia yang teridentifikasi. Hasil kolokasi yang muncul
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
berdasarkan kata kunci kemudian diinterpretasi melalui konkordansi dan cluster untuk melihat konteks terdekat di mana kata kunci tersebut muncul.
Dalam penelitian ini kata kunci dalam bahasa Indonesia dapat berkolokasi dengan kelas kata yang sama seperti pada kombinasi nomina dengan nomina misalnya pada virus corona, pasien covid, gejala infeksi . Selain itu, nomina dapat berkolokasi dengan kelas kata lain yaitu (1) verba seperti adalah , melanda, melawan, menyerang, melindungi, meminimalisir, mendeteksi ; (2) adjektiva seperti positif, banyak, baru, parah ; dan (3) adverbia tanpa . Temuan khusus dalam penelitian ini adalah adverbia tanpa hanya berkolokasi dengan nomina gejala dan adanya adjektiva novel yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang bermakna baru .
## Kolokasi Bahasa Inggris
Hasil analisis untuk kata kunci dalam data bahasa Inggris ditunjukkan dalam Tabel 10—13 .
## 1. Verba + Nomina
Tabel 10: Kolokasi Verba+Nomina Bahasa Inggris No Kata Kunci Kolokasi 1 covid Got covid, Has covid, using covid 2 people - 3 vaccine Providing vaccine, expand vaccine, supply vaccine 4 cases
-
5 coronavirus Report coronavirus
6 symptoms Had symptoms
7 health - 8 pandemic - 9 disease -
10 deaths
Have caused death, analyzed death, reduced death
## 2. Adjektiva + Nomina
Tabel 11: Kolokasi Adjektiva+Nomina Bahasa Inggris No Kata Kunci Kolokasi 1 covid Positive covid 2 people young people 3 vaccine counterfeit vaccine, 4 cases new cases
5 coronavirus novel coronavirus,
6 symptomps respiratory symptoms
7 health
Underlying health 8 pandemic - 9 disease Respiratory disease 10 deaths Highest death 3. Nomina + Verba Tabel 12: Kolokasi Nomina+Verba Bahasa Inggris No Kata Kunci Kolokasi 1 covid Covid hit 2 people people hospitalized 3 vaccine Vaccine works 4 cases Cases rising 5 coronavirus Coronavirus began 6 symptoms Symptoms develop 7 health - 8 pandemic Pandemic unfolded 9 disease - 10 deaths -
4. Nomina + Nomina Tabel 13: Kolokasi Nomina+Nomina
## Bahasa Inggris
No Kata Kunci Kolokasi 1 covid Covid deaths
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
2 people - 3 vaccine Covid19 vaccine 4 cases Covid19 cases 5 coronavirus Coronavirus deaths
6 symptoms
Covid symptoms, severe symptoms 7 health Health conditions 8 pandemic Covid pandemic 9 disease Coronavirus disease 10 deaths Death count
Dari hasil analisis data bahasa Inggris, terlihat bahwa kata kunci yang sering muncul dalam korpus bahasa Inggris sebenarnya memiliki kesamaan dengan kata kunci dalam korpus bahasa Indonesia. Beberapa kesamaannya yaitu kata covid yang ditemukan di dua korpus, kata orang dan people , kata corona , virus , dan coronavirus , kata gejala dan symptoms , kata kesehatan dengan health , serta kata kasus dengan cases . Kesamaan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya data korpus bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memiliki topik bahasan yang sama. Hanya saja, pola kolokasi makna sedikit berbeda karena adanya perbedaan struktur gramatikal bahasa.
Dalam bahasa Indonesia, pola kolokasi Nomina + Adjektiva sering ditemukan sebab struktur bahasa Indonesia sendiri sering menempatkan adjektiva setelah nomina, berbeda dengan bahasa Inggris yang menempatkan nomina setelah adjektiva. Hal ini mengakibatkan tidak ditemukannya data dengan pola Nomina + Adjektiva dalam korpus bahasa Inggris. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris ditemukan pola kolokasi kata Nomina + Adjektiva pada gejala parah , sedangkan dalam korpus bahasa Inggris ditemukan kolokasi yang dengan makna yang sama tetapi dengan pola gramatikal yang berbeda, yaitu Adjektiva + Nomina pada severe symptoms . Di dalam korpus bahasa Inggris, ditemukan empat pola
kolokasi kata yaitu Verba + Nomina, Adjektiva + Nomina, Nomina + Verba, dan Nomina + Nomina. Tidak ditemukan pola kolokasi Nomina + Adjektiva dalam korpus bahasa Inggris sebab nomina tidak berkolokasi langsung dengan adjektiva, tetapi memerlukan kata kerja berupa linking verbs, seperti pada “people are idiots (idiotic)” yang menunjukkan kata benda yang dihubungkan dengan kata sifat menggunakan linking verb ‘are ’.
Perbandingan Kolokasi Leksikon Covid-19 dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris di Ranah Cyberspace
Berdasarkan analisis kata kunci, covid merupakan kata kunci yang memiliki frekuensi tertinggi dalam korpus bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam ranah cyberspace . Di samping itu, dari daftar sepuluh kata dengan frekuensi tertinggi tersebut, lima kata memiliki makna yang mirip, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang dideteksi oleh AntConc yaitu people – orang , coronavirus – virus – corona , health – kesehatan – gejala – symptoms , kasus – cases , penyakit – disease .
Dari hasil kolokasi sepuluh kata kunci dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dapat diketahui bahwa kata-kata tersebut termasuk dalam kelas kata utama berupa nomina atau kata benda. Nomina merupakan kata yang mengacu pada nama atau nama diri ( covid, corona, coronavirus ), tempat ( rumah ), orang ( orang, people, pasien ), maupun hal lain yang dibendakan ( virus, kesehatan, gejala, kasus, vaccine, cases, symptoms, health, pandemic, diseases, deaths ).
Perbedaan juga terlihat pada kata deaths yang ada pada korpus bahasa Inggris. Kata deaths muncul sebanyak 31 kali dalam korpus bahasa Inggris,
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
sedangkan kata yang memiliki makna sama dalam bahasa Indonesia, misalnya kata kematian , tidak termasuk dalam kata dengan frekuensi kemunculan yang tertinggi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
## Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa korpus bahasa Inggris dan bahasa Indonesia memiliki tema pembahasan yang sama. Hal ini terlihat dari banyaknya kata kunci yang muncul di kedua korpus yang memiliki makna yang sama dan tema yang sama. Perbedaan yang mencolok antara keduanya adalah variasi pola kolokasi. Dalam penelitian ini bahasa Indonesia memiliki lebih banyak variasi yaitu enam pola, sedangkan bahasa Inggris hanya memiliki empat variasi pola. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya pola Nomina + Adjektiva dalam bahasa Inggris. Perbedaan ini juga dikarenakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memiliki pola gramatikal yang berbeda.
Hal lain yang menarik adalah perbedaan jumlah kemunculan kata yang memiliki makna setara dengan deaths dalam korpus bahasa Indonesia. Dalam korpus bahasa Indonesia kata seperti kematian tidak muncul dalam sepuluh kata kunci tertinggi, sementara jumlah kematian yang diakibatkan oleh Covid-19 di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Hasil analisis ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh data korpus yang digunakan. Korpus yang digunakan berasal dari beberapa akun media sosial Instagram dan Twitter dari April 2020 hingga Maret 2021. Pada masa tersebut, varian Covid-19 seperti varian Delta dan Omicron belum begitu marak di Indonesia.
Lebih lanjut,
temuan ini menggambarkan
sikap warganet Indonesia, setidaknya yang termasuk di dalam data penelitian, terhadap berita-
berita yang berkaitan dengan Covid-19. Pada awal mula pandemi, Covid-19 bisa jadi tidak dianggap begitu berbahaya karena kata Covid atau Covid-19 tidak berkolokasi langsung dengan kata kematian . Meskipun demikian, hal ini belum bisa digeneralisasi sehingga untuk penelitian mendatang diperlukan data korpus yang lebih banyak, lebih variatif, dan lebih baru/terkini untuk mendapatkan kolokasi kata Covid-19 yang lebih akurat.
## Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Dian Nuswantoro yang telah memberikan bantuan pendanaan melalui hibah penelitian internal skema Penelitian Dasar Perguruan Tinggi (PDPT) periode semester gasal tahun 2020.
## Referensi
Alyeksyeyeva, I. O., Chaiuk, T. A., & Galitska, E. A. (2020). Coronaspeak as Key to Coronaculture : Studying New
Cultural Practices Through Neologisms . 10 (6), 202–212. https://doi.org/10.5539/ijel.v10n6p2 02
Arum, E. R., & Winarti, W. (2019). the Use of Antconc in Providing Lexical and Sintactical Information of the Texbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy: a Corpus Linguistic Study. Jurnal Sosioteknologi , 18 (1),
106–112.
https://doi.org/10.5614/sostek.itbj.2
019.18.1.8
Baker, P. (2006). Using Corpora in Discourse Analysis . Continuum.
Crawford, W. J., & Csomay, E. (2015). Doing Corpus Linguistics . Routledge. https://doi.org/10.4324/9781315775
Humanika Vol. 28 no 2 Copyright @2021 Available online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika
Gifari, I., & Iskandar, K. (2020). Subjektivitas Media Daring Jepang
Mengenai Isu Larangan Keluar Masuk Jepang pada Masa Pandemi Virus Covid-19 : Sebuah Penelitian
Semiotik. Humanika , 27 (2).
Hamed, D. (2020). Keywords and collocations in US presidential
discourse since 1993 : a corpus- assisted analysis.
Journal of
Humanities and Applied Social
Sciences .
https://doi.org/10.1108/JHASS-01-
2020-0019
Herbert, A. (2016). The Role of Euphemisms in Healthcare Communication. Journal of
Healthcare Communications , 1–2. Imran, I., Said, M., & Setiarini, N. L. P.
(2009). Kolokasi Bahasa Indonesia. Proceeding
PESAT (Psikologi,
Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) , 3 , 27–33.
Joharry, S. A. (2020). Collocation Networks and Covid-19 in Letters to the Editor : A Malaysian Case Study . 1 (1), 1–30. Kemp, Simon. 2020. Digital 2020: October Global
Statshot. https://datareportal.com/reports/dig ital-2020-october-global-statshot, diakses 11 Desember 2020 Kemp, Simon. 2020. Digital 2020:
Indonesia.https://datareportal.com/r eports/digital-2020-indonesia, 11
Desember 2020
Larassati, A., & Setyaningsih, N. (2016). The Keyboard Warriors: Expressing Hatred and Judgement on “Another” Woman Through Haters’ Instagram Account. Proceedings Language Maintenance and Shift (Lamas) 6 , 218–223. Leo, H. Y. (2020). Penggunaan Antconc dalam Analisis Makna Kukuru’u dan Lu’u Sebagai Padanan Stay At Home dalam Bahasa Melayu Kupang. Jurnal Kebahasaan Dan Kesastraan , 2 (2),
142–158.
Mayani, L. A. (2020). Dynamics Of Speakers Handling Covid-19 : Analysis of
Keywords Dinamika Wacana Juru Bicara Penanganan Covid-19 : Prosiding Seminar Nasional Linguistik Dan Sastra (SEMANTIKS) 2020 , 594– 615.
Moehkardi, R. R. D. (2012). Grammatical And Lexical English Collocations:
Some Possible Problems To Indonesian Learners Of English. Humaniora , 14 (1), 53–62.
Nugraheni, D. B., Bijaksana, M. A., & Darmawiyanto, E. (2017). Analisis Dan Implementasi Pencarian Kata Berbasis Konkordansi Dan N-Gram Pada
Terjemahan Al-Quran Berbahasa Indonesia. E-Proceeding of Engineering , 4 (3), 4713–4718.
Odhiambo, K., & Odhiambo, O. S. (2020). the Use of Modal Auxiliary Verbs in Reporting Covid-19: a Study of
Selected Articles Daily Nation
Newspaper. International Journal of Research -GRANTHAALAYAH , 8 (7), 118–129. https://doi.org/10.29121/granthaala yah.v8.i7.2020.550
Oktavia, W., & Hayati, N. (2020). Pola Karakteristik Ragam Bahasa Istilah pada Masa Pandemi Covid 19 (Coronavirus Disease 2019). Tabasa:
Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya , 19 . Pritchett, M. J. (2020). the Use of Corpus and Network Analysis in Teaching Engineering Eap Phrases . May .
Sari, N. R. L. (2020). Pengaruh kosakata baru terhadap bahasa Indonesia pada masa pandemi covid 19 ( coronavirus disease 2019 ). Senasbasa , 4 , 1–7.
Sari, R. P. (2020). From Corpus to A Post-
Covid-19 Indonesian Dictionary.
Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 18 , 343–348.
|
c87f0ba3-f521-4e75-ab01-9f7ded8c9a58 | https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/3488/2482 | INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2023 Page 30-37 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246
Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative
## Pertimbangan Hakim Atas Tindak Pidana Pemerkosaan Dengan Kekerasan Terhadap Perempuan Berdasarkan Pasal 285 KUHP
Baiyinit
Fakultas Hukum, Universitas Singaperbangsa Karawang Email : [email protected]
## Abstrak
Perkosaan merupakan salah satu tindak pidana yang diatur dalam KUHP sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 285 KUHP. Apabila dilihat dari perumusannya, maka tindak pidana perkosaan yang diatur dalam ketentuan itu termasuk ke dalam jenis tindak pidana formil. Pasal 285 KUHP telah memberikan batasan pengertian tindak perkosaan dan unsur-unsurnya, namun tidak diberikan penjelasan mengenai makna dari masing-masing unsur tersebut. Oleh karena itu, pemberian makna masing-masing unsur tindak pidana perkosaan dilihat pada doktrin dan praktik peradilan pidana yang terjadi selama ini. Tujuan dari penelitian ini Untuk mngetahui bagaimana pertimbangan hakim atas tindak pidana pemerkosaan dengan kekerasan terhadap perempuan berdasarkan pasal 285 KUHP, Untuk mengetahui faktor apa saja tindak pidana kekerasan dan pemerkosaan terhadap perempuan, untuk mengkaji bagaimana efektifitas penjatuhan tindak pidana kekerasaan dan pemerkosaan terhadap perempuan berdasarkan Pasal 285 KUHP.
Kata Kunci : Pemerkosaan, Kekerasan, Pertimbangan Hakim
## Abstract
Rape is one of the criminal acts regulated in the Criminal Code as stated in Article 285 of the Criminal Code. When viewed from its formulation, the criminal act of rape regulated in that provision is included in the type of formal crime. Article 285 of the Criminal Code has provided a definition of rape and its elements, but no explanation has been given regarding the meaning of each of these elements. Therefore, the meaning of each element of the crime of rape is seen in the doctrines and practices of criminal justice that have occurred so far. The purpose of this study is to find out how the judge considers the crime of rape with violence against women based on Article 285 of the Criminal Code, to find out what factors are the crimes of violence and rape against women, to examine how effective the imposition of crimes of violence and rape against women is based on Article 285 Criminal Code.
## Keyword: Rape, Violence, Judge's Consideration
## PENDAHULUAN
Tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Sering terlihat di media massa baik ditelevisi, koran, maupun internet diberitakan terjadi tindak pidana pemerkosaan. Tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, akan selalu ada dan berkembang setiap saat. Tindak pidana perkosaan tidak hanya terjadi kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat.
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung. Pengertian hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Metode penelitian adalah prosedur atau cara memperoleh pengetahuan yang benar atau kebenaran melalui lah-langkah yang sistematis. Dalam uraian ini dimuat dengan jelas metode penelitian yang digunakan peneliti, penggunaan metode berimplikasi pada teknik pengumpulan data dan analis data serta simpulan yang diambil. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah secara deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan - peraturan yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum, dan pelaksanaannya yang menyangkut permasalahan yang diteliti, mengenai pertimbangan hakim atas tindak pidana pemerkosaan dengan kekerasan terhadap perempuan.
2. Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi disamping ini juga berusaha menelaah kaidah – kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian hukum itu sendiri dapat dibedakan menjadi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum sosiologis atau empiris terutama meneliti data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan dan Pemerkosaan Terhadap Perempuan Berdasarkan Pasal 285 KUHPidana
Perkosaan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang diatur dalam KUHP yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan (misdrijven tegen de zeden). Maksud pembentuk undang-undang (KUHP) mengatur tindak pidana perkosaan beserta ancaman pidananya adalah untuk meberikan perlindungan terhadap orang-orang yang perlu dilindungi (perempuan) dari tindakan-tindakan asusila (bertentangan dengan kesusilaan) berupa perkosaan. Pengaturan tentang tindak pidana perkosaan di dalam KUHP dicantumkan dalam Pasal 285, yang rumusannya: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam kare na melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun”. Apabila melihat rumusan tindak pidana perkosaan dalam Pasal 285 tersebut di atas, maka termasuk ke dalam tindak pidana (delik) formal karena perumusanya menitikberatkan pada
perbuatan yang dilarang.
Menurut P.A.F. Lamintang & Theo Lamintang, tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP hanya mempunyai unsur-unsur objektif sebagai berikut.
1. Barangsiapa;
2. Dengan kekerasan atau;
3. Dengan ancaman akan memakai kekerasan;
4. Memaksa;
5. Seorang wanita (perempuan);
6. Mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan;
7. Dengan dirinya.
Walaupun dalam rumusannya, undang-undang tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan pada diri pelaku dalam melakukan perbuatan yang dilarang di dalam Pasal 285 KUHP, tetapi dengan dicantumkannya unsur memaksa di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 285 KUHP, kiranya sudah jelas bahwa tindak pidana perkosaan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 285 KUHP itu harus dilakukan dengan sengaja. Oleh karena itu, unsur kesengajaan tersebut harus dibuktikan oleh penuntut umum maupun hakim di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku yang oleh penuntut umum telah didakwa melanggar larangan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP.
Untuk dapat menyatakan seseorang terdakwa yang didakwa melanggar larangan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP terbukti mempunyai kesengajaan melakukan tindak pidana perkosaan, di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan tentang:
1. Adanya kehendak atau maksud terdakwa memakai kekerasan;
2. Adanya kehendak atau maksud terdakwa untuk mengancam akan memakai kekerasan;
3. Adanya kehendak atau maksud terdakwa untuk memaksa;
4. Adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang dipaksa itu adalah seorang perempuan yang bukan istrinya;
5. Adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang dipaksakan untuk dilakukan oleh perempuan tersebut ialah untuk mengadakan hubungan kelamin dengan dirinya di luar perkawinan. Apabila salah satu dari kehendak atau maksud dan pengetahuan terdakwa tersebut ternyata tidak dibuktikan, maka tidak ada alasan bagi penuntut umum untuk menyatakan terdakwa terbukti mempunyai kesengajaan dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, hakim akan memberi putusan bebas dari tuntutan hukum bagi terdakwa.
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa perkosaan merupakan salah satu tindak pidana yang diatur dalam KUHP yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan. Merujuk pada rumusan Pasal 285 KUHP, maka yang dimaksud dengan perkosaan adalah tindakan atau perbuatan laki-laki yang memaksa perempuan agar mau bersetubuh dengannya di luar perkawinan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Ketentuan itu telah menentukan unsurunsur yang terkandung di dalam tindak pidana perkosaan yang mana seluruhnya bersifat objektif. Walaupun demikian, KUHP tidak memberikan makna dari masing-masing unsur itu sehingga dalam penerapannya merujuk pada doktrin dan praktik peradilan pidana yang terjadi selama ini.
2. Faktor-faktor Tindak Pidana Kerkerasan dan Pemerkosaan Terhadap Perempuan
Maraknya kejahatan pemerkosaan banyak meresahkan para perempuan dan para orang tua yang mempunyai anak perempuan. Hal inilah yang muncul di benak saya untuk menuliskan mengenai faktor-faktor penyebab timbulnya pemerkosaan. Sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 285 KUHP, tindak pidana pemerkosaan adalah: “Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman akan memakai kekerasan memaksa seorang wanita mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan dengan dirinya, karena bersalah melakukan perkosaan dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Seperti yang telah diketahui dari rumusan Pasal 285 KUHP, perkosaan yang dimaksudkan adalah harus dilakukan dengan sengaja, maka dengan sendirinya unsur kesengajan tersebut harus dibuktikan baik oleh penuntut umum maupun oleh hakim di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku yang oleh penuntut umum telah didakwa melanggar larangan yang diatur dalam pasal 285 KUHP.
Banyak faktor yang melatarbelakangi dan berpengaruh terhadap seseorang hingga melakukan tindak kehajatan pemerkosaan, baik itu kejahatan yang dilakukan sekali atau bahkan berkali-kali dikarenakan korban yang tidak memiliki kuasa untuk melawan pelaku kejatahan tersebut.
Ditinjau dari segi yuridis terhadap Pemerkosaan yang diatur di dalam Pasal 285 KUHP, terdapat empat unsur yang harus dipenuhi pada delik pemerkosaan, yaitu:
a. Pelaku adalah laki-laki yang dapat melakukan persetubuhan.
b. Korban yakni perempuan yang bukan istrinya.
c. Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan,
d. Terjadinya persetubuhan.
Dilihat dari empat unsur di atas, secara harfiah dapat diartikan untuk dapat dikatakan melakukan suatu tindak pemerkosaan harus memenuhi keempat unsur tersebut. Dalam hal ini, pemerkosaan yang terdapat dalam pasal ini hanya mengatur pemerkosaan yang
dilakukan dibarengi oleh kekerasan atau ancaman kekerasan. Hal ini yang menurut saya bisa dikatakan sebagai hal-hal yang merugikan korban atau memberatkan korban. Sebab hal itu ada kemungkinan korban kesulitan untuk membuktikan benar adanya terjadi kekerasan atau ancaman kekerasan.
Faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemerkosaan yang ditinjau dari motif pelaku dalam melakukan perbuatan kejahatan pemerkosaan dibagi atas:
1. Seductive rape
Pemerkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi, dan ini bersifat sangat subyektif. Biasanya tipe pemerkosaan seperti ini terjadi justru di antara mereka yang sudah saling mengenal, misalnya pemerkosaan oleh pacar, teman, atau orang-orang terdekat lainnya. Faktor pergaulan atau interaksi sosial sangat berpengaruh pada terjadinya pemerkosaan
2. Sadistic rape
Pemerkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam hal ini pelaku mendapatkan kepuasan seksual bukan karena bersetubuh, melainkan karena perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap tubuh perempuan, terutama pada organ genetalianya.
3. Anger rape
Pemerkosaan yang dilakukan sebagai ungkapan kemarahan pelaku. Pemerkosaan ini biasanya disertai tindakan brutal secara fisik. Kepuasan seks bukan merupakan tujuan utam dari pelaku, melainkan melampiaskan rasa marahnya.
4. Domination rape
Dalam hal ini pelaku ingin menunjukkan dominasinya pada korban. Kekerasan fisik bukan tujuan utama dari pelaku, karena ia hanya ingin menguasai korban secara seksual. Dengan demikian pelaku dapat membuktikan pada dirinya bahwa ia berkuasa atas orang-orang tertentu.
5. Exploitation rape
Pemerkosaan jenis ini dapat terjadi karena ketergantungan korban pada pelaku, baik secara ekonomis maupun sosial. Dalam hal ini tanpa menggunakan kekerasan fisik pun pelaku dapat memaksakan keinginannya pada korban.
Pada dasarnya banyak hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya kejahatan pemerkosaan yang dilakukan oleh seseorang, sebab suatu kejahatan dapat terjadi karena disertai penyebab-penyebab lain yang membuat seseorang tersebut mampu atau terpicu untuk melakukan suatu kejahatan. Adanya pengaruh dari dalam diri seseorang pun dapat menjadi pengaruh besar untuk seseorang itu sendiri melakukan kejahatan, yang mana seluruh unsur itu bisa saja terbangun dari faktor-faktor lingkungan tempat tinggal
seseorang yang membentuk karakter kriminal tersebut. Kemudian faktor ekonomi pun mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, di mana hal tersebut mampu membuat seseorang melakukan kejahatan dengan didukung oleh pendidikan yang rendah, baik itu nilai-nilai kehidupan atau moralitas pribadi seseorang.
## SIMPULAN
Pengaturan tindak pidana mengenai kejahatan kekerasan seksual (perkosaan) diatur dalam ketentuan Pasal 285 KUHP yang memiliki unsur-unsur yang harus dipenuhi, salah satunya adalah adanya kekerasan. Adanya unsur kekerasan tersebut merupakan unsur yang membedakan pemerkosaan dengan kejahatan kesusilaan yang lain yang diatur dalam KUHP Tindak pidana kesusilaan terhadap perempuan dimuat dalam KUHP dan ada juga peraturan lain di luar KUHP yang mengatur tentang hak-hak terhadap perempuan untuk bebas dari berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan. Korban perempuan perlu memperoleh perlindungan atas penderitaan fisik maupun psikis yang dialaminya.
Faktor terjadinya pemerkosaan yang dilakukan yang terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 21/Pid.B/2018/PN Smn dilatarbelakangi faktor kurangnya Iman seseorang dan hawa nafsu. Perkosaan atau kekerasan seksual dapat terjadi bukan sematamata disebabkan oleh dorongan seksual yang tidak dapat dikendalikan dan butuh pelampiasan oleh pelaku, melainkan juga disebabkan oleh faktor emosi yang ada di dalam diri pelaku
## DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan H. Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 25, 2004
Chairul Huda. Dari „Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada „Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Edisi 1 Cetakan ke-4. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
Ekotama Suryono, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Andi Offset, Yogyakarta, 2001
H. M. Rasyid Ariman & Fahmi Raghib. Hukum Pidana . Cetakan Kedua. Malang: Setara Press, 2016
Ismu Gunadi & Jonaedi Efendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana. Jakarta: Kencana, 2014
J.E. Sahetapy, Kejahatan Kekerasan Suatu Pendekatan Interdisipliner, Sinar Wijaya, Surabaya, 1983
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Edisi Revisi, Penerbit Alumni, Bandung,1992
Mulyati Pawennei & Rahmanuddin Tomalili. Hukum Pidana. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2015
P. A. F. Lamintang & Francicus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2016
R. Soesilo. (1988), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia Bogor, hal. 210.
Suryono Ekotomo et al, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan, cetakan ke satu, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2001
Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,
Advokasiatas Hak Asasi Perempuan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2001
|
0bb1d3c9-f0ca-4bef-9856-1fc6555d7de2 | https://ejournal.uksw.edu/scholaria/article/download/8/7 | PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA SUB TEMA MERAWAT TUBUHKU SISWA KELAS 1 SD NEGERI 1 GOSONO - WONOSEGORO
Mustamilah [email protected] SD NEGERI 1 Gosono, Wonosegoro - Boyolali
## ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah, hasil belajar matematika siswa kelas 1 SD NEGERI 1 GOSONO dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) . jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Instrumen pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian keterampilan proses pemecahan masalah, dan soal tes Tema 1Sub Tema 3 tentang merawat tubuh. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan kondisi awal sebelum tindakan, hasil siklus 1, siklus 2, dan siklus 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL dapat : a) meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah Tema 1 Sub Tema 3 tentang merawat tubuh siswa kelas 1 SD NEGERI 1 GOSONO. Presentase kenaikan keterampilan pemecahan masalah sebesar 9,09% untuk siklus 1, 11,36% untuk siklus 2, 13,63% untuk siklus 3. b) meningkatkan presentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) pada Bahasa Indonesia sebagai berikut : pada kondisi awal presentase pencapaian KKM sebesar 22,7% (5 siswa), pada siklus 1 presentase meningkat menjadi 40,9%(9 siswa), pada siklus 2 presentase meningkat menjadi 59,09%(13 siswa), pada siklus 3 presentase meningkat menjadi 72,72%(16 siswa). Sedangkan untuk Matematika pada kondisi awal presentase pencapaian KKM sebesar 36,36% (8 siswa), pada siklus 1 presentase meningkat menjadi 36,36% (8 siswa), pada siklus 2 presentase meningkat menjadi 63,63%(14 siswa), pada siklus 3 presentase meningkat menjadi 77,27%(17 siswa).
Kata kunci : Pembelajaran Tematik Integratif , hasil belajar, model pembelajaran PBL , Pendekatan Pembelajaran Saintifik
## PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya lingkungan sekolah) sehingga ia dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Pendidikan tak lepas dari perkembangan kurikulum,
kurikulum 2013 pembelajaran yang digunakan adalah tematik terpadu. Dalam pembelajaran tematik terpadu siswa dituntut berperan aktif dalam pembelajran. Namun kenyataannya di SD N 1 Gosono masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional dan cenderung membosankan dan anak tidak bisa mengembangkan keterampilan yang dia miliki. Hal ini berdampak pada kurangnya siswa dalam keterampilan proses dan hasil belajar di SD N 1 Gosono. kemampuan siswa dalam keterampilan proses terutama dalam mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta, menyajikan, dan mengkomunikasikan sangat rendah. Selain itu, dari hasil belajar prosentase ketuntasan belajar yeng mencapai KKM juga masih rendah kurang dari 50%.
Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar salah satunya adalah menyelaraskan kegiatan pembelajaran dengan nuansa kurikulum yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu menggunakan Pendekatan Ilmiah. Sehingga dalam kurikulum 2013 ini siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Dari berbagai alasan penulis memuruskan untuk membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model Pembelajaran yang dipilih oleh peneliti adalah Problem Based Learning (PBL). Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, maka penulis berusaha menerapkan suatu model pembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung, sehingga keterampilan proses dan hasil belajar yang dicapai meningkat. Salah satu alternatif yang dipakai adalah dengan menggunakan model dan media yang cocok sesuai karakteristik siswa, yaitu menggunakan model pembelajaran PBL .
## KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik.dalam pembelajaran tematik, tema berperansebagai pemersatu kegiataqan pembelajaran dengan memadukan beberapa pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dikembangkan adalah muatan PPKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, Seni Budaya, dan Prakarya, serta Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Ciri-ciri Pembelajaran Tematik Terpadu:
a. Berpusat pada anak.
b. Memberikan pengalaman langsung pada anak.
c. Pemisahan antarmuatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan).
d. Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antarmuatanpelajaran yang satu dengan lainnya).
e. Bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatanpelajaran).
f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivis ini penting dalam psikologi pendidikan yaitu dalam hal ini guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Menurut Schmidt (1993); Savery dan Duffy (1995); Hendry dan Murphy (1995) dalam Rusman (2012: 231), dari segi paedagogis, PBL didasarkan pada teori belajar konstruktivisme bahwa untuk memecahkan suatu masalah perlu adanya interaksi antara pengalaman siswa dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Pemecahan masalah tersebut perlu melewati beberapa tahap untuk dicari solusi pemecahan masalah yang terbaik
Karakteristik PBL menurut Rusman (2012: 232), karakteristik PBL berorientasi pada permasalahan yang menjadi titik awal dalam pembelajaran. Permasalahan yang diangkat merupakan permasalahan yang ada di lingkungan siswa untuk kemudian dipecahkan berdasarkan pengetahuan serta pengalaman siswa yang didukung oleh fakta yang ada. Permasalahan tersebut menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimilki oleh siswa. Bagaimana siswa berusaha menyelesaikan masalah berdasarkan ketiga hal yang dimiliki masing- masing siswa tersebut untuk kemudian disatukan pemikirannya dan dipecahkan secara berkelompok. Dalam prosesnya, pemecahan masalah melibatkan berbagai sumber belajar yang nantinya diakhiri dengan evaluasi dari informasi yang sudah didapat dari berbagai sumber belajar tersebut agar diperoleh solusi pemecahan masalah yang paling tepat.
Berdasarkan hakekat pembelajaran tematik terpadu, , maka model pembelajaran PBL dapat dijadikan alternatif model pembelajaran tema 1 subtema 3 di SD. Implementasi model pembelajaran PBL , secara teoritik dapat meningkatkan hasil keterampilan proses dan hasil belajar tema 1 subtema 3.
Berbagai penelitian tindakan membuktikan potensi PBL tersebut secara empirik. Hasil penelitian dari Linda Rachmawati pada tahun 2011, Universitas Negeri Malang dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD Negeri Pringapus 2 Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL dapat dilaksanakan sesuai harapan
peneliti. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan keberhasilan guru dalam penerapan model PBL dari 76,65 pada siklus I menjadi 93,3 pada siklus II. Aktivitas siswa meningkat dari 58,6% pada siklus I menjadi 71,4% pada siklus II.Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 63,4 pada siklus I menjadi 80,94 pada siklus II. Simpulan penelitian menyatakan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa di SD Negeri Pringapus 2.
Hasil penelitian dari Ebti Lusiana Dumgair dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas V SDN Madyopuro 3 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL dapat dilaksanakan sesuai harapan peneliti. Hasil ini terlihat dari meningkatnya aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu dalam aspek mengemukakan konsep daur air, mengemukakan pertanyaan, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah dengan tepat, mengemukakan ide, dan membuat laporan sederhana tentang langkah-langkah agar daur air tidak terganggu. Rata-rata skor aktivitas siswa meningkat dari 65,8% pada siklus I menjadi 96,93% pada siklus II.
Selain itu model PBL dapat menunjang kemampuan siswa dalam menyampaikan hasil diskusi di depan kelas. Berdasarkan penelitian terdahulu, meskipun menggunakan model yang sama yaitu PBL, namun materi yang dikaji tidak sama atau bukan materi perubahan lingkungan. Selain itu, belum semua penelitian terdahulu menyoroti tentang performansi guru. Padahal performansi guru amatlah penting karena akan berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa
## PENDEKATAN PEMBELAJARAN SAINTIFIK
## Hakikat Pendekatan Pembelajaran Saintifik
M. Hosnan (2014:34) mengemukakan bahwa implemntasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksikan konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan menagamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai tehnik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkimunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ ditemukan”.Kondisi pembelajaran yang diharapkan dari pendekatan saintifik adalah mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, bukan hanya diberi tahu.
## Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan pembelajaran. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Sudjana (2010: 22) bahwa “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Suprijono (2010: 7) bahwa “hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja”. Rifa’i dan Anni (2009: 85) berpendapat bahwa “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar”. Rifa’I dan Anni (2009: 85) berpendapat bahwa hasil belajar baru dapat diperoleh setelah peserta didik mengalami aktivitas belajar. Peserta didik yang mengalami aktivitas belajar mengenai sebuah konsep akan menuai penguasaan konsep sebagai hasil dari belajar peserta didik. Hasil belajar menurut Bloom (1956) dalam Rifa’i dan Anni (2009: 86-90) dibedakan menjadi tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar. Ranah belajar terdiri dari ranah kognitif ( cognitive domain ), ranah afektif ( affective domain ), dan ranah psikomotorik ( psychomotoric domain ). Berdasarkan uraian diatas tujuan pembelajaran PBL akan tercapai. Tujuan tersebut adalah meningkatnya kompetensi keterampilan proses pemecahan masalah pada tema 1 sub tema 3 tentang merawat tubuh dan peningkatan penguasaan konsep-konsep hasil belajar tentang merawat tubuh.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Gosono pada kelas 1 Tema 1 semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini diawali dengan pembuatan proposal pada bulan Juli 2014. Dilanjutkan pada bulan September 2014. Siklus pertama dilakukan pada tanggal 1 September 2014 sedangkan siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 10 September 2014. Subyek penelitian ini siswa kelas 1 SDN 1 Gosono yang berjumlah 22 anak. Yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Sumber data berasal dari sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer diperoleh dari hasil belajar dan skor keterampilan proses. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari tingkat aktivitas siswa dan tingkat aktivitas guru dalam pembelajaran.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk memperoleh hasil belajar pada Tema 1. Sedangkan teknik non tes digunakan untuk memperoleh data tentang keterampilan proses. Kisi-kisi instrument hasil belajar mencakup 10 item. 5 item untuk muatan matapelajaran Bahasa Indonesia dan 5 item untuk muatan matapelajaran Matematika. Sedangkan instrument keterampilan proses berjumlah 10 indikator.
Analisis data digunakan untuk mengukur instrument yang valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa saja yang akan diukur.
Teknik yang digunakan untuk menguji kevalidan data menggunakan teknik corrected item to total correlation yang dinotasikan (r). suatu item dianggap jika memiliki corrected item total correlation yang dinotasikan (r) 0,3
(Sugiyono,2008). Sedangkan hasil dari instrumen keterampilan proses dari 7 item menunjukkan bahwa corrected item to tal correlation 0,3. Ini menunjukkan bahwa instrument yang digunakan sudah valid. Data yang berupa hasil pengamatan atau observasi diklasifikasikan sebagai data kualitatif. data hasil tes dianalisis secara deskriptif komparatif yaitu dengan membandingkan hasil tes antar siklus. Obyek analisisnya adalah hasil tes sebelum dan sesudah mengalami tindakan tergantung berapa banyaknya siklusnya. Selanjutnya data hasil tes antar siklus dibandingkan sehingga dapat mencapai ketuntasan yang diharapkan.
Tolok ukur dalam keberhasilan dalam penelitian ini dapat diukur dengan indikator sebagai berikut : 1) presentase jumlah siswa yang mencapai KKM 50 %, 2) meningkatnya keterampilan proses pemecahan masalah sebesar 15% pada siklusnya. Prosedur PTK ini terdiri dari empat tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan yaitu perencanaan ( planning ), tindakan ( action ), obervasi
( observe ) dan refleksi ( reflect ).(Ditjen Dikti, 1999:25)
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
## Dekripsi Hasil Tiap Siklus Dan Antar Siklus
Setelah melakukan analisa terhadap 3 siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL materi tema 1 sub tema 3 merawat tubuh menunjukkan peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Tabel 1 merangkum komparasi tingkat hasil belajar dari kondisi awal, siklus 1, siklus 2, dan siklus 3, pada muatan matapelajaran Bahasa Indonesia.
Tabel 1. Komparasi hasil belajar mapel Bahasa Indonesia
Pembelajaran Mean % Ketuntasan Kondisi awal 60,5 36,6 Siklus 1 62,95 50 Siklus 2 64,72 59,09 Siklus 3 80,63 90,90
Dari tabel 1 dan 2 diperoleh data sebagia berikut : a) pada kondisi awal, mean hasil belajar Mapel Bahasa Indonesia mencapai 60,5 (36,6% mencapai KKM),
sedangkan mean untuk Mapel Matematika 59,55 (22,72 mencapai KKM); 2) pada siklus 1 mean hasil belajar Mapel Bahasa Indonesia menjadi 62,95dan presentase meningkat menjadi 50%.
Tabel 2. Komparasi hasil belajar mapel Matematika
Pembelajaran Mean % Ketuntasan Kondisi awal 59,55 22,72 Siklus 1 58,5 36,36 Siklus 2 66,72 68,18 Siklus 3 80,72 90,90
Sedangkan mean untuk muatan mapel Matematika menjadi 58,5 dan presentase menjadi 36,36%;3) pada siklus 2 mean hasil belajar Mapel Bahasa Indonesia menjadi 64,72 dan presentase meningkat menjadi 59,09%. Sedangkan mean untuk Mapel Matematika menjadi 66,72 dan presentase menjadi 68,17%;4) pada siklus 3 mean hasil belajar Mapel Bahasa Indonesia menjadi 80,63 dan presentase meningkat menjadi 90,90%.
Grafik 1. Mean dan Ketuntasan hasil belajar siswa pada muatan mapel Bahasa Indonesia
Sedangkan mean untuk muatan mapel Matematika menjadi 80,72 dan persentase menjadi 90,90%. Secara visual, capaian hasil belajar dan persentase keuntasan belajar dapat dicermati pada grafik 1 dan 2.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 % Pencapai an KKM Mean
## Grafik 2. Mean dan Ketuntasan hasil belajar siswa pada muatan mapel Matematika
## Temuan Penelitian dan Pembahasan
Dari tabel 4.17 keterampilan proses kondisi awal, siklus 1, siklus 2 dan siklus 3 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pada kondisi pada kondisi awal proses hanya mencapai 18,27; pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 20,3. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 9,09%. Pada siklus 2 rata-rata keterampilan proses mencapai 22,40. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 11,36%. Siklus 3 rata-rata keterampilan proses mencapai 24,77. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 13,63%.
Ini bermakna siswa mampu mengamati, mengukur, melaksanakan penelitian, mengumpulkan, menganalisis, dan mempresentasikan data. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sugiyanto (2012) dan Rutinah (2013).
Data grafik 4.4 dan 4.5 hasil belajar siswa kondisi awal,siklus 1, siklus 2, dan siklus 3 menunjukkan temuan kondisi awal pada mapel Bahasa Indonesia, mean 60,5, pada siklus 1 mean 64,72, pada siklus 2 mean 62,95, pada siklus 3 mean 80,63. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mapel Bahasa Indonesia. Besarnya peningkatan 50% untuk siklus1, 59,09% siklus 2, 90,90% siklus 3. Pada mapel Matematika , mean 59,55, pada siklus 1 mean 58,5, pada siklus 2 mean 66,72, pada siklus 3 mean 80,72. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mapel Matematika. Besarnya peningkatan 36,36% untuk siklus1, 68,68% siklus 2, 90,90% siklus3.
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 % pencapaian KKM Mean
Dari keduan temuan tersebut jika dibandingkan dengan indikator kinerja 50% ternyata temuan siklus 1, siklus 2 dan siklus 3 telah mencapai keberhasilan.
## TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Keberhasilan model PBL dalam meningkatkan keterampilan siswa
Dari tabel keterampilan proses kondisi awal, siklus 1, siklus 2 dan siklus 3 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pada kondisi pada kondisi awal proses hanya mencapai 18,27; pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 20,3. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 9,09%. Pada siklus 2 rata-rata keterampilan proses mencapai 22,40. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 11,36%. Siklus 3 rata-rata keterampilan proses mencapai 24,77. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 13,63%. Ini bermakna siswa mampu mengamati, mengukur, melaksanakan penelitian, mengumpulkan, menganalisis, dan mempresentasikan data. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sugiyanto (2012) dan Rutinah (2013).
2. Keberhasilan model PBL dalam meningkatkan hasil belajar siswa
Data grafik 4.4 dan 4.5 hasil belajar siswa kondisi awal,siklus 1, siklus 2, dan siklus 3 menunjukkan temuan kondisi awal pada mapel Bahasa Indonesia, mean 60,5, pada siklus 1 mean 64,72, pada siklus 2 mean 62,95, pada siklus 3 mean 80,63. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mapel Bahasa Indonesia. Besarnya peningkatan 50% untuk siklus1, 59,09% siklus 2, 90,90% siklus 3. Pada mapel Matematika , mean 59,55, pada siklus 1 mean 58,5, pada siklus 2 mean 66,72, pada siklus 3 mean 80,72. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada mapel Matematika. Besarnya peningkatan 36,36% untuk siklus1, 68,68% siklus 2, 90,90% siklus3. Dari keduan temuan tersebut jika dibandingkan dengan indikator kinerja 50% ternyata temuan siklus 1, siklus 2 dan siklus 3 telah mencapai keberhasilan.
Keampuhan model PBL mampu meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini terbukti ddalam sintak pembelajaran; 1) sintak pertama merencanakan tugas terbukti siswa mampu mengamati. 2) sintak kedua melakukan investigasi terbukti siswa mampu mengklasifikasikan, memprediksi, melaksanakan pengamatan dan mengumpulkan data. 3) sintak ketiga menyiapkan laporan terbukti siswa mampu menuliskan laporan dari pengamatan. 4) sintak keempat presentasi siswa terbukti mampu mempresentasikan hasil didepan kelas. 5) sintak kelima evaluasi terbukti siswa
mampu memberikan masukan kepada hasil presentasi kelompok lain. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sugiyanto (2012) dan Rutinah (2013).
## PENUTUP
## Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpilkan bahwa model pembelajaran PBL dapat: 1) meningkatkan keterampilan proses pada pembelajaran tematik siswa SD kelas 1 SDN 1 Gosono, kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali; 2) meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran tematik siswa SD kelas 1 SDN 1 Gosono, kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali
## Saran
Saran yang peneliti sampaikan dalam penelitian ini, adalah para guru hendaknya: Menggunakan model pembelajaran PBL dalam pembelajaran; melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dikelas; dan mengembangkan keterampil- an proses pemecahan masalah.
## DAFTAR PUTAKA
Amir, M. Taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan . Jakarta: Kencana.
Dumgair, Ebti Lusiana. 2007. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas V SDN Madyopuro 3 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang . Skripsi Universitas Negeri Malang.
Hosnan..2014. P endekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21 . Jakarta: Ghalia Indonesia
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. Jakarta : Badan Pengembangan Sumber daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan .Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rachmawati, Linda. 2011. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD Negeri Pringapus 2 Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Skripsi Universitas Negeri Malang.Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan . Semarang:Universitas Negeri Semarang Press.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sahin, Mehmet and Yorek Nurettin. 2009. A comparison of problem-based learning and traditional lecture students’ expectations and course grades in an introductory physics classroom: Academic Journals . Scientific Research and Essay Vol.4 (8), pp. 753-762
Selcuk, Gamze Sezgin. 2010. The effects of problem-based learning on preservice teachers’ achievement, approaches and attitudes towards learning physics:
Academic Journals . International Journal of the Physical Sciences Vol. 5(6), pp. 711-723
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Apikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) . Jakarta: Kencana.
Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
|
2931553e-bab8-4a0f-bb38-2e654ea292c8 | https://jurnal.ensiklopediaku.org/ojs-2.4.8-3/index.php/ensiklopedia/article/download/2276/2339 |
## EVALUASI KEBUTUHAN JARINGAN IRIGASI SUB-DI LUBUK ALUNG KAB.PADANG PARIAMAN MENGGUNAKAN PROGRAM CROPWAT 8.0 DAN
HEC-RAS 5.0.1 (STUDI KASUS DAERAH IRIGASI BATANG ANAI)
NOFRIZAL 1 , AHMAD AFANDI 2 , SILTA YULAN NIFEN 3
Prodi TRKBG, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Padang 1 , Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Padang 2,3
[email protected] 1
Abstrak: Daerah Irigasi Lubuk Alung termasuk pengelompokan dari Daerah Irigasi Batang Anai yang luas, umumnya sebahagian penduduknya adalah petani maka kebutuhan air untuk lahan pertanian sangat diperlukan, apabila kurangnya pasokan air untuk irigasi dapat menghambat laju musim tanam. Tujuan dari penelitian ini yaitu menghitung kebutuhan air irigasi pada persawahan dan perkebunan daerah irigasi Lubuk Alung dan mengetahui hasil dimensi exitingnya dengan menggunakan dua program yaitu Cropwat 8.0 dan HEC-RAS 5.0.1 . Perhitungan kebutuhan air irigasi menggunakan metode KP-01 dan menggunakan software Cropwat 8.0 , untuk mencari dimensi exitingnya menggunakan Program HEC-RAS 5.0.1. Data yang diperlukan yaitu data curah hujab 3 stasiun, data klimatologi, skema jaringan irigasi, peta topografi DAS, data elevasi jaringan (cross section), dan data tanah. Dari hasil perhitungan kebutuhan air irigasi dengan metode KP-01 didapatkan nilai 1,42 l/dt/ha pada bulan April dan hasil perhitungan yang didapatkan dengan menggunakan program Cropwat 8.0 dengan nilai kebutuhan atau DR yang paling tinggi sebesar 0,36 l/dt/ha pada bulan Maret. Pada perhitungan cross section dengan software HEC-RAS 5.0.1 debit yang dipakai yaitu pada saluran primer BLS.1-BLS.2 yaitu 21,566 m3//dt dengan data dimensi saluran di hulu (P0) dengan lebar saluran b = 11 m, tinggi saluran H = 2,87 m dan tinggi saluran di hilir (P16) H = 3,14 m, dari hasil running dengan software HEC-RAS 5.0.1 didapatkan tinggi muka air di hulu (P0) h = 1,2 m dan tinggi muka air di hilir (P16) h = 1,13 m, sedangkan dari data tinjauan lapangan didapatkan tinggi air di hulu (P0) h = 1,23 m dan pada di hilir (P16) 1,15 m. Dari hasil yang lihat pada gambar cross section disimpulkan tinggi dimensi saluran yang tidak sama tinggi. Dalam mengatasi masalah tersebut, maka dicoba membuat ulang desain penampang saluran yang efesien. didapatkan hasil dimensi saluran exiting dengan lebar dasar saluran b = 8 m, lebar atas saluran B = 17,76 m, tinggi muka air h = 1,56 m, tinggi saluran H = 2,44 m, dan tinggi jagaan 0,88 m.
Kata kunci: Kebutuhan air irigasi, Batang Anai, Cropwat 8.0, Hec-ras 5.0.1, Lubuk Alung
## A. Pendahuluan
Kesiapan sarana dan prasarana irigasi pertanian sangat penting dalam upaya menghasilkan sumber pangan. Pengelolaan air melalui irigasi merupakan salah satu sarana dan prasarana yang dilaksanakan (Anton Priyonugroho, 2014).
Menurut Febrianto (2016), kebutuhan air irigasi dihitung dengan membandingkan volume air yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan drainase, kehilangan air, dan kebutuhan air tanaman dengan jumlah air yang disediakan alam melalui hujan. Banyaknya air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi disebut ketersediaan air irigasi. Ketersediaan air irigasi adalah debit irigasi yang tersedia per satuan luas lahan pertanian; ini juga digunakan untuk mengevaluasi debit irigasi (ketersediaan air) dan kebutuhannya. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014, sekitar 80,57% wilayah pertanian di Provinsi Sumatera Barat bergantung pada irigasi, yang berarti ketergantungan provinsi tersebut terhadap keandalan kinerja sistem irigasi juga sangat tinggi (Arian Dodi dkk, 2018 ).
Bendungan Anai mengalirkan air irigasi ke Daerah Irigasi Lubuk Alung. Petani menguasai sebagian besar wilayah irigasi Lubuk Alung. Bendungan Anai menyediakan air yang digunakan untuk irigasi. Terdapat 2.320 hektar lahan irigasi. Petani menghidupi 70% penduduk Lubuk Alung. Salah satu permasalahan yang dihadapi petani adalah ketersediaan air irigasi untuk sawah dan perkebunan, yang dapat ditentukan dengan mengevaluasi kebutuhan jaringan irigasi (Mustapaalihasmi Siregar dkk, 2015).
## 2. Metodologi Penelitian
Daerah irigasi Batang Anai merupakan salah satu daerah irigasi utama Provinsi Sumatera Barat. Daerah irigasi ini merupakan salah satu daerah irigasi teknis resmi pusat terbesar di Sumatera Barat, seluas 13.604 hektar. Luas areal irigasi Batang Anai I adalah 6.764 hektar, sedangkan luas irigasi Batang Anai II adalah 6.840 hektar (BWSS V, 2016). Daerah Irigasi Lubuk Alung terletak di Kecamatan Lubuk Alung. Letaknya pada 100 7’ 52” Bujur Timur dan 0 37’ 26” Lintang Selatan, dengan ketinggian 23 meter di atas permukaan laut, menurut koordinat geografis. Lokasi Penelitian berada di Daerah Irigasi Batang Anai administrasi Kabupaten Padang Pariaman secara geografis terletak antara 100 7’ 52” Bujur Timur dan 0 37’ 26” Lintang Selatan. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 1. Peta Daerah Irigasi Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman
Sumber:Deni Saputra, Eri Gas Ekaputra, dan Santosa, 2021. Informasi mengenai keadaan lokasi penelitian sangat mendukung kesimpulan penyelidikan ini. Oleh karena itu, tindakan pertama penulis adalah mencari tahu lebih banyak tentang penyedia dan statistik terkait.
A.Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berdasarkan pengukuran di lapangan. Data primer yang diperlukan untuk penelitian ini yaitu tinggi muka air dimensi saluran primer anai.
B.Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan dan dari instansi tertentu. Data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini adalah:
1.Data curah hujan Pariaman tahun 2013-2020 didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Sumatra Barat.
2.Data curah hujan Kuliek (Anai) tahun 2012-2020 didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Sumatra Barat.
3.Data curah hujan BIM tahun 2010-2020 didapatkan dari BMKG Stasiun Klimatologi Sumatra Barat.
4.Data Klimatologi Jambak (Anai) tahun 2019 didapatkan dari BWS Sumatra V Padang.
5.Peta Topografi DAS Daerah Irigasi Batang Anai didapatkan dari BWS Sumatra V Padang.
6.Skema jaringan irigasi Batang Anai didapatkan dari BWS Sumatra V Padang.
Data elevasi jaringan (cross section) didapatkan dari PUPR Padang Pariaman.
## C. Hasil dan Pembahasan Analisa Kebutuhan Air Irigasi dengan Metode KP-01 Skema Pola Tanam dan Kebutuhan Penggantian Lapisan Air DI Lubuk Alung
Dalam skema pola tanam pergantian lapisan air dilakukan satu atau dua bulanan stelah transplantasi ,yaitu memberikan lapisan air setinggi 50 mm dengan rentang waktu 1,5 bulan. Pengganti lapisan air (WLR) diperhitungkan sebesar 3,3 mm/hr untuk tengah bulanan.
Seperti halnya saat penyiapan lahan dan transplantasi, penggantian air juga dilakukan seara bertahap pada petak tersier, sehingga kebutuhan tambahan untuk penggantian lapisan air 1,1 dan 2,2 mm/hr, seperti disajikan pada tabel 4.6.
1.Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
a.Dengan rotasi alamiah di dalam petak tersier, kegiatan-kegiatan penyiapan lahan di seluruh petak, yaitu diambil selama 1,5 bulan, dapat diselesaikan secara berangsur- angsur.
b.Transplantasi dimulai pada pertengahan bulan ke dua, sehingga setengah bulan setelah selesainya penyiapan lahan (LP).
c.Pola tanam di daerah irigasi ditetepkan padi-padi-palawija, dengan jenis budidaya palawija berupa kedelai.
Berikut tabel yang digunakan dalam Skema Pola Tanam dan Kebutuhan Penggantian
Lapisan Air DI Lubuk Alung
Tabel 1. Skema Pola Tanam Kelompok Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Pola Tanam LP Padi 90 hr setelah transplantasi LP Padi 90 hr setelah transplantasi Pengeringan Palawija WLR 1 (mm/hr) 3 . 3 3 . 3 3 . 3 3 . 3 WLR 2 (mm/hr) 3 . 3 3 . 3
3 . 3 3 . 3 WLR 3 (mm/hr) 3 . 3 3 .
3 3 . 3 3 . 3 WLR (mm/hr) 1 . 1 1 . 1 2 . 2 1 . 1 1 . 1 1 . 1 1 . 1 2 . 2 1 . 1 1 . 1
## Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi DI Lubuk Alung
Pada perhitungan kebutuhan air irigasi DI Lubuk Alung disesaikan dengan skema pola tanam pada table sebelumnya, berikut hasil perhitungan kebutuhan air irigasi.
Tabel 2 Kebutuhan Air Irigasi Bula n Eto mm/h r p mm/h r Re mm/h r WLR mm/h r c1 c2 c3 c ETc mm/h r NFR mm/h r DR l/dt/h a Nov 4,415 2 9,23 - LP LP LP LP 10,67 3,5 0,62 2 9,23 - 1,1 LP LP LP 10,67 3,5 0,62 Des 4,643 2 5,51 - 1,1 1,1 LP LP 10,84 7,33 1,31 2 5,51 1,1 1,05 1,1 1,1 1,08 5,01 2,60 0,46 Jan 3,842 2 3,71 1,1 1,05 1,05 1,1 1,07 4,11 3,50 0,62 2 3,71 2,2 0,95 1,05 1,05 1,02 3,92 4,41 0,79 Feb 3,688 2 6,04 1,1 - 0,95 1,05 0,67 2,47 -0,47 -0,08 2 6,04 1,1 - 0,95 0,32 1,18 -1,76 -0,31 Mar 4,034 2 4,93 - - - - -
2 4,93 LP LP LP LP 10,4 7,47 1,33 Apr 4,101 2 4,45 1,1 LP LP LP 10,44 7,99 1,42 2 4,45 1,1 1,1 LP LP 10,44 7,99 1,42 Mei 3,942 2 3,9 1,1 1,05 1,1 1,1 1,08 4,26 3,46 0,62 2 3,9 1,1 1,05 1,05 1,1 1,07 4,22 3,42 0,61 Jun 3,407 2 3,79 2,2 0,95 1,05 1,05 1,02 3,48 3,89 0,69 2 3,79 1,1 - 0,95 1,05 0,67 2,28 1,59 0,28 Jul 3,608 2 5,57 1,1 0,5 - 0,95 0,48 1,73 -0,74 -0,13 2 5,57 0,75 0,5 - 0,42 1,52 -2,05 -0,37 Agus 3,912 2 7,41 1 0,75 0,5 0,75 2,93 -2,48 -0,44 2 7,41 1 1 0,75 0,92 3,60 -1,81 -0,32 Sep 4,072 2 8,05 0,82 1 1 0,94 3,83 -2,22 -0,40 2 8,05 0,45 0,82 1 0,76 3,09 -2,96 -0,53 Okt 4,21 2 13,79 0,45 0,82 0,42 1,77 - 10,02 -1,78 2 13,79 0,45 0,15 0,63 - 11,16 -1,99 Keterangan : c= (c1 + c2 + c3)/c ETc= c x ETo
NFR= ETc + P +WLR –Re (DR)primer= (NFR/0,65)/8,64 Dari hasil yang didapatkan dari tabel 4.7 nilai kebutuhan air irigasi tertinggi terdapat pada bulan April sebesar 1,42 l/dt/ha dan nilai terendah kebutuhan air rigasi terdapat pada bulan Oktober periode 2 sebesar -1,99 l/dt/ha.
Analisis Kebutuhan Air Irigasi Dengan Software Cropwat 8.0 Perhitungan Jadwal Pada Tata Tanam ( Corp Pattern dan Scheme ) Jadwal tanam mengikuti pergerakan padi-padi, dengan padi I ditanam mulai tanggal 1 November hingga 23 AFebruari dengan 45% wilayah lahan beririgasi dapat diakses. 1044 Ha dari luas daerah irigasi lubuk alung 2320 Ha dan untuk padi II dimulai pada tanggal 15 Maret sampai 7 Juli dengan luas lahan 45% yaitu seluas 1044 Ha, serta palawija khusus kedelai dimulai pada tanggal 1 Juli sampai 23 Oktober dengan luas lahan 10% yaitu seluas 232 Ha perhitungan selanjutnya dapat dilihat dari hasil aplikasi Cropwat 8.0 pada tabel. Tabel 3. Hasil perhitungan jadwal pada tata tanam
Dari tabel dengan program Cropwat 8.0 untuk tanaman padi untuk tanaman padi yang dimulai pada tanggal 1 November sampai 23 Februari dengan kebutuhan air atau DR sebesar 0,00 l/dt/ha, termasuk penyiapan lahan (LP), nilai tertinggi kebutuhan air irigasi terdapat pada bulan Maret sebesar 0,36 l/dt/ha.
Analisa Perhitungan Dimensi Jaringan dengan Software HEC-RAS 5.0.1
## Skema Jaringan DI Lubuk Alung
Berikut ini skema jaringan yang digunakan dalam perhitungan software HEC-RAS 5.0.1 hasil dengan menggunakan nilai kebutuhan air sebesar 1,42 l/dt/ha, nilai tersebut digunakan untuk mencari hasil debit perpetak tersier pada skema jaringan. Berikut hasil perhitungan :
a.Perhitungan pada petak tersier LS.1 ka Diket : A= 17 ha DR= 1,42 l/dt/ha e= 0,65
QLS.1 ka=
= = 37 l/dt = 0,037 m 3 /dt Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Perhitungan Skema Jaringan Tersier Laha n Q rencana Kemi ringa n (S) b h m A p R V Q salura n w Q che ck (ha) lt/dt m 3 / s (m) (m) (m 2 ) (m) (m) m/d m3/d (m) m3/ d LS.1 ka 17,0 0 37,0 0 0,0 37 0,00 63 1,0 0 0,3 6 1 0,4 8 2,0 1 0,2 4 0,0 8 0,037 0,4 2 0,0 0 LS1 ki 92,0 0 200, 00 0,2 00 0,00 27 1,0 0 0,7 5 1 1,3 1 3,1 2 0,4 2 0,1 5 0,200 0,6 1 0,0 0 LS.2 ka 24,0 0 52,0 0 0,0 52 0,00 53 1,0 0 0,4 2 1 0,5 9 2,1 7 0,2 7 0,0 9 0,052 0,4 6 0,0 0 LS.3 ki 103, 00 225, 00 0,2 25 0,00 26 1,0 0 0,7 9 1 1,4 0 3,2 2 0,4 4 0,1 6 0,225 0,6 3 0,0 0 LS.4 ka 59,0 0 128, 00 0,1 28 0,00 34 1,0 0 0,6 2 1 1,0 0 2,7 5 0,3 6 0,1 3 0,128 0,5 6 0,0 0 LS.5 ki 226, 00 493, 00 0,4 93 0,00 17 1,5 0 0,9 5 1 2,3 1 4,1 8 0,5 5 0,2 1 0,493 0,6 9 0,0 0 LS.6 ki 76,0 0 166, 00 0,1 66 0,00 30 1,0 0 0,6 9 1 1,1 7 2,9 5 0,4 0 0,1 4 0,166 0,5 9 0,0 0 NS.7 ka 58,0 0 125, 00 0,1 25 0,00 34 1,0 0 0,6 1 1 0,9 8 2,7 3 0,3 6 0,1 3 0,125 0,5 5 0,0 0 LS.8 ki 54,0 0 117, 00 0,1 17 0,00 36 1,0 0 0,5 9 1 0,9 5 2,6 8 0,3 5 0,1 2 0,117 0,5 4 0,0 0
Berikut bentuk skema jaringan DI Lubuk Alung pada gambar dibawah ini.
L=148,28m
Q=21,803m3/s A=13,204ha
BLS.1 17 ha 37 l/dt 92 ha 200 l/dt L=847,26m Q=21,566m3/s BLS.2 A=13,095ha 24 ha 52 l/dt L=785,16m Q=21,514m3/s A=13,071ha BLS.3 103 ha 225 l/dt L=765,48m Q=21,289m3/s
BLS.4 A=12,968ha
59 ha 128 l/dt L=411,61m Q=21,161m3/s
A=12,909ha BLS.5 L=622,63m 226 ha 493 l/dt
Q=20,668m3/s BLS.6 A=12,683ha
L=665,09m
76 ha 166 l/dt
Q=20,502m3/s
A=12,607ha BLS.7 L=919,57m Q=20,376m3/s A=7,780ha
58 ha 126 l/dt
BLS.8
L=504,75m
54 ha 117 l/dt Q=20,261m3/s A=7,726ha B A A B LS. 1 ka LS.1 ki LS. 2 ka LS. 3 ki LS. 5 ki LS. 6 ki NS. 7 ka LS. 8 ki LS. 4 ka BATANG ANAI WEIR
Gambar 3. Skema Jaringan erhitungan Dimensi Jaringan Dari Cross Section Data Lapangan dengan Software HEC- RAS 5.0.1
Evaluasi muka air pada saluran primer perlu dilihat bagaimana bentuk tinggi muka air apakah terjadi luapan atau tidak pada air saluran primer batang anai, data cross section yang dipakai pada saluran BLS.1-BLS.2 dengan debit pada saluran tersebut sebesar Q = 21,566 m 3 /dt. Berikut hasil running dengan software HEC-RAS 5.0.1 :
Gambar 4. Hasil Running Cross Section Qrencana STA P0
Sumber: Perhitungan Software HEC-RAS 5.0.1
Gambar 5. Hasil Running Cross Section Qrencana STA P16 Sumber: Perhitungan Software HEC-RAS 5.0.1
Gambar 6. Hasil Running Long Section Qrencana Sumber: Perhitungan Software HEC-RAS 5.0.1
Dari hasil running analisis profil aliran dengan menggunakan software HEC-RAS 5.0.1 didapatkan dimensi saluran irigasi dengan tinggi muka air pada hulu (P0) h = 1,2 m, tinggi saluran H = 2,87 m dan tinggi muka air di hilir (P16) h = 1,13 m, tinggi aluran h = 3,14 m dari hasil yang lihat pada gambar cross section disimpulkan tinggi dimensi saluran yang tidak sama tinggi. Dalam mengatasi masalah tersebut, maka dicoba membuat ulang desain penampang saluran yang efesien.
## Analisa Perhitungan Dimensi Jaringan Irigasi
Dalam merencanakan dimensi penampang saluran primer Batang Anai menggunakan debit rencana sebesar 21,566 m 3 /dt pada BLS.1-BLS.2. Dimensi saluran exiting primer Batang Anai direncanakan menggunakan saluran trapesium.
Perhitungan Dimensi Saluran Irigasi Efesien Diket: Debit rencana (Q)= 21,566 m 3 /dt
Perbandingan B/h= 8 m (tabel perbandingan B/h))
Talud, 1:m= 2 (tabel harga kemitingn lereng (Nc))
Kemiringan saluran (S)= = = 0,00308
Koefisien Kekasaran Strickler (K) atau n = 0,020 (tabel 2.14)
1. Menghitung penampang (A) : A= h (b + m.h) Asumsi h = 1,56 m
= 1,56 (8 + 2. 1,56) = 17,36 m 2
2. Menghitung keliling penampang basah (P): P= b + 2h 2 = 8 + 2.1,56. 2
= 14,98 m 3. Menghitung jari-jari hidrolis (R) :
R=
= = 1,16 m 4. Menghitung kemiringan dasar (I) :
V= 1/n x x
= 1/0,020 x
x = 1,24 m 2 /dt 5. Menghitung tinggi jagaan (W) : W = (0,5h) 0,5
= (0,5 x 1,56) 0,5
= 0,88 m 6. Qcheck: Qcheck= V x A = 1,24 x 17,36 = 21,566 m 3 /dt = Qrencana = 21,566 m 3 /dt ….OK Kesimpulan dari hasil perhitungan : Lebar dasar saluran (b)= 8 m Lebar atas saluran (B)= 17,76 m Tinggi muka air (h)= 1,56 m
Tinggi saluran(H)= 2,5 m
Tinggi jagaan (w)= 0,88 m
Gambar 7. Bentuk dimensi saluran exiting (efesien)
## Pembahasan
Pada perhitungan kebutuhan air irigasi dengan metode KP-01 didapatkan nilai tertinggi DR = 1,42 l/dt/ha pada bulan April, sedangkan dengan memakai software Cropwat 8.0 untuk mencari kebutuhan air irigasi didapatkan DR = 0,37 l/dt/ha pada bulan Juni. Dari hasil kebutuhan air irigasi pada perhitungan dengan KP-01 dan software Cropwat 8.0 sudah mencukupi kebutuhan air daerh irigasi Lubuk Alung. Pada perhitungan untuk skema jaringan dipakai nilai kebutuhan air irigasi dengan metode KP-01 yang nilainya lebih besar, dari nilai kebutuhan air irigasi tersebut dihitung dengan luas lahan perpetak tersier di skema jaringan, pada perhitungan tersebut nilai debit dari perpetak tersier dikurangi dengan data debit utama saluran primer yaitu 21,803 m 3 /dt, contoh untuk mencari debit saluran primer BLS.1-BLS.2 yaitu debit BLS.0-BLS.1 - debit petak tersier( LK.1 ka + LS.1 ki) maka didapatkan hasil debit sebesar 21,566 m 3 /dt, selanjutnya untuk mencari debit saluran primer BLS.2-BLS.3, yaitu
debit BLS.1-BLS.2 - debit petak tersier LK.2 ka maka didapatkan hasil debit sebesar 21,514 m 3 /dt, dan begitu selanjutnya sampai terakhir yaitu debit saluran primer BLS.8-A-A.
Pada perhitungan cross section dengan software HEC-RAS 5.0.1 debit yang dipakai yaitu pada saluran primer BLS.1-BLS.2 yaitu 21,566 m 3/ /dt dengan data dimensi saluran di hulu (P0) dengan lebar saluran b = 11 m, tinggi saluran H = 2,87 m dan tinggi saluran di hilir (P16) H = 3,14 m, dari hasil running dengan software HEC-RAS 5.0.1 didapatkan tinggi muka air di hulu (P0) h = 1,2 m dan tinggi muka air di hilir (P16) h = 1,13 m, sedangkan dari data tinjauan lapangan didapatkan tinggi air di hulu (P0) h = 1,23 m dan pada di hilir (P16) 1,15 m. Dari hasil yang lihat pada gambar cross section disimpulkan tinggi dimensi saluran yang tidak sama tinggi. Dalam mengatasi masalah tersebut, maka dicoba membuat ulang desain penampang saluran yang efesien. didapatkan hasil lebar dasar saluran b = 8 m, lebar atas saluran B = 17,76 m, tinggi muka air h = 1,56 m, tinggi saluran H = 2,44 m, dan tinggi jagaan 0,88 m.
## D. Penutup
Berdasarkan hasil dari penelitian mengenai Kebutuhan Jaringan Irigasi Studi Kasus Daerah Irigasi Batang Anai Sub-DI Lubuk Alung Mengunakan Program cropwat 8.0 dan HEC-RAS 5.0.1 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Dari hasil perhitungan kebutuhan air irigasi atau nilai DR dengan metode KP-01(manual) didapatkan nilai yang paling tinggi sebesar 1,42 l/dt/ha pada bulan April, nilai tersebut sudah cukup memenuhi air irigasi pada daerah irigasi Lubuk Alung. 2) Dari hasil perhitungan yang didapatkan pada Cropwat 8.0 nilai kebutuhan air atau nilai DR yang paling tinggi sebesar 0,36 l/dt/ha pada bulan Maret, dari hasil tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan air untuk daerah irigasi Lubuk Alung. Untuk menghitung debit rencana pada dimensi jaringan maka diambil nilai tertinggi yaitu dengan metode manual KP-01 sebesar 1,42 l/dt/ha. 3) Dari hasil perhitungan cross section dengan software HEC-RAS 5.0.1 debit yang dipakai yaitu pada saluran primer BLS.1-BLS.2 yaitu 21,566 m 3/ /dt dengan data dimensi saluran di hulu (P0) dengan lebar saluran b = 11 m, tinggi saluran H = 2,87 m dan tinggi saluran di hilir (P16) H = 3,14 m, dari hasil running dengan software HEC-RAS 5.0.1 didapatkan tinggi muka air di hulu (P0) h = 1,2 m dan tinggi muka air di hilir (P16) h = 1,13 m, sedangkan dari data tinjauan lapangan didapatkan tinggi air di hulu (P0) h = 1,23 m dan pada di hilir (P16) 1,15 m. 4) Dari hasil yang lihat pada gambar cross section disimpulkan tinggi dimensi saluran yang tidak sama tinggi. Dalam mengatasi masalah tersebut, maka dicoba membuat ulang desain penampang saluran yang efesien. didapatkan hasil lebar dasar saluran b = 8 m, lebar atas saluran B = 17,76 m, tinggi muka air h = 1,56 m, tinggi saluran H = 2,44 m, dan tinggi jagaan 0,88 m. 5) Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan pada dimensi saluran dari data lapangan, peneliti mengasumsikan bahwa dalam perencanaan dimungkinkan dengan debit rencana tahunan yang lebih tinggi, rumus yang berbeda, tinggi saluran disetiap cross section per STA yang berbeda untuk menyesuaikan lahan pembuatan saluran irigasi, sehingga dimensi saluran tersebut lebih efektif dan efesien digunakan dalam jangka waktu lama untuk digunakan pada saluran primer Anai.
## Daftar Pustaka
Cropwat 8.0. Diakses 14 Juli 2023. Video Tutorial Cropwat 8.0. Https://cropwat.informer.com/. Dirjen Pengairan DPU, 1986, Standar Perencanaan Irigasi . KP 01 sd KP 07, CV Galang Persada, Bandung Dodi, Arian. 2018. Studi Kinerja Sistem Irigasi Pada Daerah Irigasi Batang Anai Provisi Sumatra Barat . Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bung Hatta, Padang.
Doorenbos, J and Pruitt, W. O. 1977. FAO Irrigation and Drainage Paper 24 Guidelines for Predicting Crop Water Requirements . Food and Agriculture Organization Of the United Nations, Rome.
Effendy. 2012. Desain Saluran Irigasi . Vol. 7, No. 2. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang.
Mock, F, J, Land. 1973. Capability Apprasial Indonesia Water Availability Appraisal, Food and Agriculture Organization Of The United Nation , Bogor. Prijono, Sugeng. 2009. Irigasi dan Drainase . Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,
Malang.
Priyunugroho, Anton. 2014. Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi Kasus Pada Daerah Irigasi Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat Lawang) . Jurnal Fakultas Teknik dan Lingkungan. Vol. 2 No. 3. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik. Universitas Sriwijaya, Palembang.
Purwanto dan Ikhsan, Jazaul. 2006. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Pada Daerah Irigasi Bendung Mricani . Vol. 9, No. 1, 206:83-93. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta.
Saputra dan Deni Ekaputra. 2021. Analisa Pola Tanam dan Kalender Tanam Padi Sawah Menggunakan Data Citra Landsat 8 Oli Tirs di Daerah Irigasi Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman . Vol. 25, No. 1, Mahasiswa Program Register Teknik Pertanian, Universitas Andalas, Kota Padang.
Sidharta, SK. 1997. Irigasi Bangunan Air . Gunadarma, Jakarta. Shaily, Randi dan Jusi, Ulfa. 2021. Evaluasi Dimensi Saluran Primer Daerah Irigasi Akibat Perubahaan Tata Guna Lahan . Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru, Pekanbaru.
Shalsabillah, Hanan dan Amri, Kahirul. 2018. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Menggunakan Metode Cropwat 8.0 . Vol. 10 No. 2. Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNIB, Bengkulu.
Susilawati, C Laurentia. 2022. Aplikasi Cropwat 8.0 Untuk merencanakan Pola Tanam Optimal dan Memaksimalkan Hasil Pertanian di Kecamatan Gunung Pati . Jurnal Sumber Daya Air. Vol. 18, No. 2. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Semarang.
Soemarto, C. D. 1987. Hidrologi Teknik. Erlangga, Surabaya. Wigati, Restu. 2017. Model Analisis Efektifitas Saluran Drainase Menggunakan Sofware HEC-RAS . Jurnal Teknik Sipil, Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Cilegon.
Zahroh, Khotimatuz. Diakses 15 Juli 2023. Teknik Dasar Untuk Mengoperasikan HEC-RAS. Http://ww.scribd.com/doc/245058422/Tutoril-Hec-Ras/.
|
6f63c30c-f0c8-4b16-b218-bc53350e0e44 | https://jurnal.umt.ac.id/index.php/mjtm/article/download/727/486 |
## ANALISIS KINERJA MINI FORKLIFT SEBAGAI ALAT BANTU ANGKAT DAN ANGKUT DENGAN BERBAGAI VARIASI BEBAN 300 – 500 KG PADA LAB TEKNIK MESIN UMT
## Ali Rosyidin
Program Studi Teknik mesin, Fakultas teknik, Universitas Muhammadiyah Tangerang, Jl. Perintis Kemerdekaan I, No.33, Cikokol, Tangerang, Banten 15118, Indonesia E-mail: [email protected]
## Abstrak
Pada aktivitas angkat dan angkut termasuk aktivitas yang berat dan cenderung membutuhkan banyak tenaga kerja, selain itu aktivitas angkat dan angkut yang tidak menggunakan alat bantu sering terjadi kecelakaan yang berulang. MiniForklift merupakan salah satu alat angkat yang berfungsi sebagai alat bantu kerja proses angkat dan angkut. Mini Forklift memiliki beberapa bagian komponen utama antara lain rangka, garpu pengangkat, kait, puli, tali baja dan motor penggerak. Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui kinerja MiniForklift dari hasil perhitungan tali baja dan analisa kekuatan menggunakan aplikasi autodesk inventor. Penelitian ini merupakan penelitian secara teoritis dari berbagai disiplin ilmu dan simulasi stress analysis pada inventor untuk mengetahui nilai kekuatan Mini Forklift agar terhindar dari kegagalan struktur. Pada hasil perhitungan tali baja nilai tegangan maksimum tali baja yaitu 601,79 kg dengan kekuatan putus tali sebenarnya yaitu 32444,79 N dan pada simulasi stress analysis aplikasi autodesk inventor didapatkan hasil tegangan maksimum vonmises = 83,4 MPa, 1st principal = 50,53 MPa, 3rd principal = 5,34 MPa, dan defleksi = 1,8 mm. dari hasil tegangan maksimum diatas diperoleh nilai safetyfactor 4,19 sehingga dapat disimpulkan Mini Forklift aman untuk digunakan karena nilai safety factor harus bernilai diatas 1.
Kata kunci : tali baja, tegangan maksimum, simulasi stress analysis
## PENDAHULUAN
Proses angkat dan angkut merupakan suatu aktivitas yang sering dilakukan saat melakukan berbagai kegiatan. Aktivitas tersebut membutuhkan tenaga yang cukup besar dan mempunyai resiko yang besar pula.Pada umumnya resiko yang sering dialami oleh pekerja angkat angkut adalah cedera tulang belakang. Salah satu konsep yang direncanakan pada alat bantu tersebut adalah mini forklift yaitu alat angkat angkut tersebut dapat dengan mudah digerakkan flexible sehingga alat tersebut dapat berfungsi secara optimal. Mesin pemindah bahan (material handling equipment) adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan yang berat dari
satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang tidak jauh, misalnya pada bagian- bagian atau departemen pabrik, pada tempat-tempat penumpukan bahan,
lokasi konstruksi, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Mesin pemindah bahan hanya memindahkan muatan dalam jumlah dan besar tertentu dengan perpindahan bahan ke arah vertikal, dan atau kombinasi keduanya.
Mesin pemindah bahan ( materials handling equipment ) dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Peralatan permukaan dan overhead , yaitu peralatan yang ditujukan untuk memindahkan muatan curah dan satuan, baik batch maupun kontinu.
2. Peralatan pengangkat, yaitu peralatan yang ditujukan untuk memindahkan muatan satuan dalam satu batch. Contohnya : Crane.
3. Peralatan pemindahan (conveyor), yaitu peralatan yang ditujukan untuk memindahkan muatan curah maupun muatan satuan secara kontinu.
Crane adalah alat yang digunakan untuk mengangkat dan memindahkan muatan dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan metode katrol dan kait ( hook) sebagai pengaitnya. Crane sendiri banyak digunakan seperti pada bongkar muatan kapal-kapal di pelabuhan dan lainnya. Crane dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis yaitu crane putar yang diam, crane yang bergerak pada rel, crane tanpa lintasan, crane yang dipasang pada lokomotif atau traktor rantai dan crane jembatan.
Gambar 1 . Hoist Crane
Hoist crane atau biasa disebut motor winch adalah salah satu dari
klasifikasi jenis crane yang bergerak pada rel. Pesawat pengangkat yang biasanya terdapat pada pergudangan dan perbengkelan. Hoist crane ditempatkan pada langit-langit dan berjalan diatas rel khusus yang dipasangi pada langit-langit tersebut. Rel-rel tadi juga dapat bergerak secara maju mundur pada satu arah. Gerakan hoist crane ini adalah gerakan naik dan turun untuk mengangkat dan menurunkan muatan yang telah dijepit oleh spreader yang dikaitkan melalui tali baja yang digulung oleh drum, dimana drum ini digerakan oleh tenaga motor. Apabila posisi pengangkatnya telah disesuaikan seperti yang dikehendaki maka gerakan drum ini dapat dihentikan oleh rem (brake) yang dilakukan pada tombol switch . Tetapi pada kesempatan ini peneliti menempatkan hoist crane / motor winch dibagian belakang rangka pada alat mini forklift yang dibuat dengan fungsi yang sama seperti penjelasan diatas.
## Gambar 2.Mini Forklift
Kabel baja berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan beban serta mengatur kemiringan boom . Kabel baja adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja ( steel wire ) dengan kekuatan σb = 1300-
2000 𝑁/𝑚𝑚 2 . Beberapa serat dipintal hingga menjadi satu jalinan ( strand ),
kemudian beberapa strand dijalin pula
pada suatu inti ( core ) sehingga membentuk tali. untuk menganalisa tegangan berat muatan yang akan diangkat maksimal harus ditentukan terlebih dahulu. Karena pada pengangkatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti berat trolley dan berat kait ( hook ), sehingga berat muatan yang diangkat dapat dibuat rumus sebagai berikut:
1. Diameter Rope
435 𝑑² ..................................(2.1)
Dimana : 435 𝑑² : Kekuatan daya tarik tali
(N)
𝑊 : Kapasitas beban (N)
2. Diameter Wire
𝑑 w = 0.063 𝑑 ........................(2.2) 𝐴 = 0.38 𝑑² .........................(2.3) Dimana : 𝑑 w = Diameter wire (mm)
𝐴 := Area wire rope (mm²) 3. Berat pada tali 𝑤 = 0.0363 𝑑² ....................(2.4) Dimana : 𝑤 : Berat pada tali (N) 4. Nilai Bending stress σb = 𝐸𝑟 𝑥 𝑑𝑤 𝐷 .........................(2.5) 𝑤𝑏 = 𝜎𝑏 𝑥 𝐴 ……................(2.6) Dimana : σb = Nilai bending (N/mm²) 𝐸𝑟 = Modulus elastisitas 84 kN/mm²
𝑤𝑏 : Beban bending pada tali (N) 5. Beban efektif saat tali bekerja normal Nilai = 𝑊 + 𝑤 + 𝑤𝑏 6. Berat muatan yang diangkat Qm = Q0 + (10% x Qo)…(2.7) Dimana : Qm = Berat muatan yang diangkat (N) Qo = Berat muatan yang telah ditentukan (N) 7. Kapasitas total yang diangkat
Q = Qm + Q trolley + Q hook
…. ………………………….(2.8)
Dimana : Q = Kapasitas total yang
diangkat ( kg ) Qm = Berat muatan yang diangkat ( N ) Q trolley = Berat trolley ( kg )
8. Tegangan maksimum dari sistem tali puli 𝑆 = 𝑄 𝑛.η.η1 ……………....(2.9) Pemilihan puli yang digunakan adalah puli tetap.
dimana : S = Tegangan maksimum pada tali (kg)
Q = Kapasitas total yang diangkat (kg) n = Jumlah puli yang digunakan sebagai penumpu η = Efisiensi puli = 0,951 (dilihat dari tabel) η1 = Efisiensi yang disebabkan kerugian tali akibat kekuatan ketika menggulung pada drum yang diasumsikan 0,98 4. Kekuatan putus tali sebenarnya P = S .k……………...(2.10) Dimana : P = Kekuatan putus tali (kg)
S = Tegangan pada tali (kg) k = Faktor keamanan (5,5
dilihat dari tabel)
Autodesk Inventor merupakan program yang dirancang khusus untuk keperluan bidang teknik seperti desain produk, desain mesin, desain mold, desain konstruksi, atau keperluan teknik lainnya.Autodesk Inventor juga mampu memberikan simulasi pergerakan dari produk yang didesain serta mempunyai alat untuk menganalisis kekuatan.Alat ini cukup mudah digunakan dan dapat membantu untuk mengurangi kesalahan dalam membuat desain.
Setiap material pasti memiliki beban, dimana beban merupakan salah satu sifat fisik dari material. Sifat fisik dari material ini akan menimbulkan suatu gaya atau berat dari material
tersebut. Beban operasional adalah beban yang timbul akibat adanya gerakan dan operasi dari material tersebut, seperti beban yang timbul akibat putaran yang akan menghasilkan torsi dan lain-lain.
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah perhitungan manua tali baja berdasarkan study literature dan simulasi stress analysis autodesk inventor.
## Gambar 3. Diagram alir penelitian
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Tali baja yang dipilih berbahan fiber core / inti serat baja dengan diameter 4,5 mm. Konstruksi tali baja yang digunakan yaitu 6 x 19 Analisa perhitungan akan dilakukan dengan
berbagai variasi kinerja mini forklift 300, 400 dan 500 kg.
## Tabel 1. Hasil perhitungan tali baja
Variasi Beban Kapasitas Beban yang Diangkat Tegangan Maksimum Tali Puli Kekuatan Putus Tali Sebenarnya 300 kg 341 kg 365,88 kg 19721,34 N 400 kg 451 kg 483,91 kg 26083,07 N 500 kg 561 kg 601,94 kg 32444,79 N Dari tabel hasil perhitungan tali baja diatas, angka tertinggi terdapat pada variasi beban 500 kg yang menghasilkan tegangan maksimum tali baja 601,94 kg dan kekuatan putus tali sebenarnya 32444,94 N. Kemungkinan terjadinya kegagalan struktur pada mini forklift pada saat mengangkat beban maka dilakukan analisa menggunakan simulasi stress analysis yang ada pada autodesk inventor. Simulasi stress analysis akan dilakukan dengan berbagai variasi beban kinerja mini forklift 300, 400 dan 500 kg. Hasil dari simulasi stress analysis akan didapatkan hasil tegangan von misses , tegangan 1st principal , tegangan 3rd principal , defleksi dan safety factor . Kemudian memilih spesifikasi material sesuai desain yang dibuat sebelum memulai simulasi stress analysis . Berikut spesifikasi material yang digunakan :
Tabel 2. Spesifikasi material Nama Steel Carbo n Iron Cast General Massa Jenis 7,85 g/cm³ 7,15 g/cm³ Teganga n Luluh 350 MPa 758 MPa Kekuata n Tarik 420 MPa 884 MPa Teganga n Modulus Elastis 200 GPa 120,5 GPa Konstant a Elastis 0,29 ul 0,3 ul Modulus Geser 77,519 4 GPa 46,346 1 GPa Pada stress analysis ditentukan kondisi operasi dengan simulasi beban sebesar 300 – 500 kg pada garpu pengangkat dan memberi fixed
constraint sebagai titik pegangan atau tumpuan beban.
Gambar 4. Simulasi beban
Tabel 3. Hasil analisa stress analysis Nama Minimum Maksimum Volume 20090500 mm³ Massa 116,08 kg kg Tegangan Von Mises 0 MPa 83,4179 MPa Tegangan 1st Principal -32,1522 MPa 50,5324 MPa Tegangan 3rd Principal -89,4805 MPa 5,34816 MPa Defleksi 0 mm 1,80537 mm Faktor Keamana n 4,19574 15 Tegangan XX -33,4832 MPa 12,6702 MPa Tegangan XY -26,5449 MPa 20,1841 MPa Tegangan XZ -15,6276 MPa 16,6878 MPa Tegangan YY -84,9013 MPa 39,8658 MPa Tegangan YZ -28,0873 MPa 24,2664 MPa Tegangan ZZ -81,4098 MPa 35,1618 MPa Defleksi X -0,0940202 mm 0,0901765 mm Defleksi Y -1,78075 mm 0.069489 mm Defleksi Z -0,294013 mm 0,0768733 mm Reganga n Equivale n 0 0.000373049 Reganga n 1st Principal - 0,0000017680 2 0,000267872 Reganga n 3rd Principal -0,000427047 0,0000045229 5 Reganga -0,000142412 0,000148003
n XX
Reganga n XY
-0,000171215 0,000130187
Reganga n XZ -0,000100798 0,000107636 Reganga n YY -0,000401494 0,000188202 Reganga n YZ -0,000181163 0,000156518 Reganga n ZZ -0,000291434 0,000167092 Kontak Tekan 0 MPa 226,513 MPa Kontak Tekan X -28,0748 MPa 37,6056 MPa Kontak Tekan Y -134,154 MPa 169,164 MPa
Kontak Tekan Z -152,236 MPa 114,969 MPa
Gambar 5. Tegangan von mises
Gambar 6. Tegangan 1 st Principal
Gambar 7. Tegangan 3 rd Principal
Gambar 8. Defleksi
Gambar 9. Safety Factor
Material dikatakan mulai luluh ketika tegangan VonMises atau tegangan luluh mencapai nilai kritis yang diketahui sebagai yield strength . Tegangan maksimum 1st Principal yang menunjukkan secara spesifik bagian
yang paling tegang, warna merah merupakan bagian yang paling tegang. Nilai tegangan 3rd Principal yang menunjukkan secara spesifik bagian yang paling rileks, warna kuning merupakan bagian yang paling rileks. Hasil analisa simulasi stress analysis menghasilkan nilai safety factor yang menunjukkan bagian yang aman ketika diberi gaya, bagian yang paling aman adalah bagian yang berwarna biru tua.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kinerja miniforklift dengan berbagai variasi beban 300, 400 dan 500 kg maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dari analisis perhitungan tali baja dengan variasi beban 300 s/d 500 kg didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
1). Pada saat beban 300 kg, tegangan maksimum tali puli = 365,88 kg dan kekuatan tali putus sebenaarnya = 19721,34 N. 2). Pada saat beban 400 kg, tegangan maksimum tali puli = 483,91 kg dan kekuatan tali putus sebenarnya = 26083,07 N. 3). Pada saat beban 500 kg, tegangan maksimum tali puli = 601,94 kg dan kekuatan tali putus sebenarnya = 32444,79 N.
4). Setelah diketahui hasil perhitungan tali baja, maka dapat disimpulkan tali baja aman untuk digunakan karena beban yang diangkat masih dalam batas standar spesifikasi tali baja pada mini forklift yang diizinkan.
2. Dari simulasi stress analysis mini forklift yang dilakukan dengan setiap variasi beban 300 s/d 500 kg didapatkan nilai hasil tegangan maksimum von mises (tegangan
luluh), 1st principal , 3rd principal , defleksi dan safety factor sebagai berikut :
1). Hasil tegangan maksimum von mises dengan beban 300 kg =
50,2 MPa, 400 kg = 66,7 MPa dan 500 kg = 83,4 MPa.
2). Hasil tegangan maksimum 1st Principal dengan beban 300 kg = 30,28 MPa, 400 kg = 40,42 MPa dan 500 kg =
50,53 MPa.
3). Hasil tegangan maksimum 3rd Principal dengan beban 300 kg = 3,21 MPa, 400 kg = 4,28
MPa dan 500 kg = 5,34 MPa.
4). Hasil tegangan maksimum defleksi dengan beban 300 kg = 1,08 mm, 400 kg = 1,44 mm dan 500 kg = 1,8 mm.
5). Nilai safety factor pada saat beban 300 kg = 6,97 , 400 kg = 4,24 dan 500 kg = 4,19.
6). Setelah diketahui nilai safety factor tersebut, maka dapat disimpulkan mini forklift aman untuk digunakan karena nilai safety factor yang dianjurkan harus bernilai diatas 1.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Achmad Zainun., “Elemen
Mesin 1” , Yogyakarta : Penerbit Refika Aditama, 2013.
2. Asroni., “ Stress Analysis Pada Stand Shock Absorber Sepeda Motor dengan Menggunakan Software Inventor 2015”,Jurnal teknik mesin, Lampung, 2015, hal 23-27, Volume 4 Nomor 1.
3. Endi Sutanto dan Soeharsono, “ Prancangan Gantry Crane Kapasitas 10 Ton Dengan Bantuan Software ”, Poros,
Jakarta, Mei 2014, hal 80-86, Volume 2 Nomor 1.
4. Huda F Yon., “Autodesk Inventor
Professional 2011 Panduan Mudah Merancang Mesin” , Yogyakarta : Penerbit Andi,2012. 5. Hutahaean Yohanes Ramses. “Mekanika Kekuatan Materia”l
Tingkat lanjut, Yogyakarta : Graha ilmu 2014.
6. Hutahaean Yohanes Ramses., “Mekanisme dan Dinamika
Mesin”, Edisi Revisi, Yogyakarta
: Penerbit Andi, 2010.
7. Ngadiyono,Yatin ,“Pembelajaran Autodesk Inventor” , Yogyakarta, Indonesia : Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. 8. Riski Setiawan et al.], “Perancangan Portable Crane
Kapasitas Angkat Maksimal 500 kg”, E-Jurnal Teknik Mesin,
Yogyakarta,Juni 2014, hal 27-32, Volume 2 Nomor 1.
9. Rudenko, N., “ Mesin Pemindah Bahan” , Terjemahan Foead, Nazar, Jakarta, Indonesia : Penerbit Erlangga,1992.
10. Scribd – Modul Training Inventor
– 2011
11. https://pt.scribd.com/mobile/doc/1 25897598/Modul-Training- Inventor
12. Slide Share – Tutorial Inventor 2009 : Stress Analysis
13. https://www.slideshare.net/mobile
/zulfabidin9/tutorial-inventor- 2009-stress analysis-17198555
14. Zainuri Muhib Ach., “Mesin Pemindah Bahan” , Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2010.
|
2dcf9cfe-4751-474e-9c5b-84f80a7473cb | https://talenta.usu.ac.id/koridor/article/download/1365/831 |
## PERGESERAN POLA RUANG PADA RUMAH ADAT KARO SIWALUH JABU
Studi Kasus: Desa Budaya Lingga, Karo, Sumatera Utara
1 Farida Ulfa, 2 Imam Faisal Pane Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Jl. Perpustakaan St. J07 Building, Medan, 20155, Indonesia
*Email: 1 [email protected], 2 [email protected]
## ABSTRAK
Budaya lokal atau daerah semakin tergeser eksistensinya seiring berkembangnya zaman. Pergeseran budaya ini tidak hanya terjadi di daerah kota saja namun juga di desa. Fakta bahwa masyarakat pribumi terutama generasi muda lebih memilih untuk tinggal di rumah tinggal tembok dengan dinding plesteran batu bata. Hal ini dapat mengakibatkan lama kelamaan rumah adat bergeser eksistensi dan keasliannya. Sumatera Utara memiliki cukup banyak peninggalan warisan yang tersebar diseluruh wilayah kota dan kabupaten, termasuk Kabupaten Karo. Warisan Karo tersebut berasal dari masa prakolonial berupa perkampungan adat yang cukup unik, salah satunya adalah Desa Budaya Lingga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi rumah adat di Desa Budaya Lingga saat ini dan mengetahui pergeseran pola ruang apa yang telah terjadi pada Rumah Adat Karo, Siwaluh Jabu. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan melihat berbagai sumber penelitian kebudayaan rumah adat Karo melalui observasi, wawancara, dan melihat berbagai sumber pustaka. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pola ruang Rumah Adat Karo terjadi beberapa perubahan. Salah satunya adalah terdapat dinding sekat pembatas antara ruang sebagai pembatas zona publik dengan zona pribadi. Hal ini sangat bertolak belakang dengan ciri khusus Rumah Adat Karo, yaitu rumah tanpa dinding sekat pembatas.
Kata Kunci : Rumah Adat Karo, Ruang, Pergeseran.
## PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya zaman dan arus globalisasi, budaya lokal atau daerah semakin tergeser eksistensinya. Pergeseran budaya ini tidak hanya terjadi di daerah kota saja namun juga di desa. Adanya fakta masyarakat pribumi terutama generasi muda lebih memilih untuk tinggal di rumah tinggal tembok dengan dinding plesteran batu bata. Hal ini dapat mengakibatkan lama kelamaan rumah adat bergeser eksistensi dan keasliannya.
Perhatian terhadap situs rumah adat di Kabupaten Karo, khususnya Desa Budaya Lingga dewasa ini dinilai masih jauh dari harapan. Beberapa rumah adat di Desa Budaya Lingga kondisinya rusak berat karena ditinggalkan pemiliknya atau tidak ada lagi ahli waris yang mengurusi. Sifat kayu dan bambu sebagai bahan utama pembuatan rumah adat
mudah rusak oleh pengaruh cuaca dingin dataran tinggi Karo.
Sudah tidak ada lagi keinginan untuk menghuni apalagi membangun rumah adat dikarenakan friksi masalah kecurian, hubungan sosial antar keluarga yang kurang selaras, anak- anak tidak bisa belajar karena kondisi rumah yang ribut dan ramai, serta kelengkapan interior yang tidak memungkinkan. Beberapa faktor tersebutlah yang mengakibatkan berkurangnya civil pride masyarakat suku Karo terhadap rumah adatnya, yang pada akhirnya timbul beberapa perubahan pola ruang pada rumah adat Karo.
Dewasa ini rumah adat di Desa Budaya Lingga dapat diketahui bahwa pola ruangnya terjadi beberapa perubahan, salah satunya adalah terdapat dinding sekat pembatas antara ruang sebagai pembatas zona publik dengan zona pribadi. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan ciri khusus Rumah Adat Karo, yaitu rumah tanpa dinding sekat pembatas. Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kondisi rumah adat Desa Budaya Lingga saat ini? Apa saja pergeseran pola ruang yang terjadi pada rumah adat Karo di Desa Budaya Lingga jika dibandingkan dengan aslinya dulu?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi rumah adat Desa Budaya Lingga saat ini dan mengetahui apa saja pergeseran pola ruang yang terjadi pada rumah adat tersebut.
## 1. Definisi Rumah Adat
Menurut Budihardjo (1997) rumah adat adalah bangunan yang memiliki ciri khas khusus, digunakan untuk tempat hunian oleh suatu suku bangsa tertentu. Rumah adat merupakan salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku atau masyarakat. Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan mempunyai arti yang penting dalam perspektif sejarah, warisan, dan kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban.
## 2. Definisi Ruang
Secara visual menurut Ching (1979), ruang dimulai dari titik, kemudian dari titik tersebut membentuk garis, dan dari garis membentuk bidang. Dari bidang ini kemudian dikembangkan menjadi bentuk ruang. Dengan demikian pengertian ruang di sini mengandung suatu dimensi yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Pengertian ruang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur menurut Ashihara (1983) adalah sebagai suatu area yang secara fisik dibatasi oleh tiga elemen pembatas, yaitu: lantai, dinding, dan langit-langit. Pengertian tersebut tentunya tidak secara langsung menjadi pengertian melalui pembatasan yang jelas secara fisik yang berpengaruh pada pembatasan secara visual. Elemen pembatas tersebut tidak selalu bersifat nyata dan utuh akan tetapi dapat bersifat partial dan simbolik.
## 3. Definisi Heritage
Heritage yaitu sejarah, tradisi, dan nilai- nilai yang dimiliki suatu bangsa atau negara selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter bangsa tersebut. (Sumber: Kamus Oxford hal: 202). UNESCO memberikan definisi “ heritage” sebagai warisan
(budaya) masa lalu, yang seharusnya dilestarikan dari generasi ke generasi karena memiliki nilai-nilai luhur. Dalam buku Heritage Management Interpretation Identity , karya Peter Howard (2003) memberikan makna heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya, material maupun alam. Heritage dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai cagar budaya, pusaka, ataupun warisan. Pemerintah sendiri mengartikan
heritage sebagai cagar budaya.
## 4. Rumah Adat Karo Siwaluh Jabu
Di masa Prakolonial, kebanyakan rumah adat Karo terdiri dari 4 jabu (rumah si empat jabu). Rumah adat yang terdiri dari 8 jabu (rumah si waluh jabu) menjadi lebih disukai di zaman Kolonial. Namun begitu, baik di masa Prakolonial maupun di masa Kolonial, bisa didapati rumah 4 jabu dan rumah 8 jabu. Di samping itu, ada rumah-rumah 6 jabu dan 12 jabu. Di Batukarang pernah dibangun rumah 16 jabu dan di Seberaya pernah ada rumah 24 jabu (Ginting, 2013).
Gambar 1. Rumah Adat Karo “siwaluh Jabu”
Menurut Ginting (2013), apa yang dimaksud dewasa ini dengan rumah adat dulunya hanya disebut rumah oleh orang-orang Karo. Karena memang hanya itu satu-satunya rumah di masa lampau. Bangunan lain yang biasa juga dijadikan tempat tinggal adalah barung, yaitu dangau atau gubuk tempat tinggal satu keluarga di ladang.
Sebuah daerah pertanian memiliki status sebagai kuta (desa) bila di sana dibangun paling tidak sebuah rumah adat. Tanpa adanya rumah adat, sebuah wilayah pertanian disebut perjuman (perladangan) atau barung-barung bila sekelompok warga membangun gubuk-gubuk tempat tinggal di sana.
## METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan melihat berbagai sumber penelitian kebudayaan rumah adat Karo. Metode penelitian dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan melihat berbagai sumber pustaka.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara, yaitu: (1) Wawancara, sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, dimana di dalam metode ini memungkinkan pertanyaan berlangsung luwes, arah pertanyaan lebih terbuka, tetap fokus, sehingga diperoleh informasi yang kaya dan pembicaraan tidak kaku. Adapun dalam pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara bersama antara lain Ketua adat Desa Budaya Lingga ataupun ahli waris dari pemilik rumah adat Desa Budaya Lingga. Hal demikian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data secara luas dan menyeluruh sesuai dengan kondisi saat ini; (2) Observasi langsung, adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan sistematis. Observasi harus dilakukan secara teliti dan sistematis untuk mendapatkan hasil yang bisa diandalkan. Peneliti harus mempunyai latar belakang atau pengetahuan yang lebih luas tentang objek penelitian mempunyai dasar teori dan sikap objektif. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti bisa direalisasikan dengan cara mencatat berupa informasi yang berhubungan dengan Desa Budaya Lingga. Dengan observasi secara langsung, peneliti dapat memahami konteks data dalam berbagai situasi, maksudnya dapat memperoleh pandangan secara menyeluruh. Untuk itu peneliti dapat melakukan pengamatan secara langsung dalam mendapatkan bukti yang terkait dengan objek penelitian; (3) Dokumen, yaitu proses melihat kembali sumber-sumber data dari dokumen yang ada dan dapat digunakan untuk memperluas data-data yang telah ditemukan. Adapun sumber data dokumen diperoleh dari lapangan berupa buku, arsip, majalah bahkan dokumen resmi yang berhubungan dengan fokus penelitian.
Metode analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesis kerja yang sesuai dengan data. Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber, dikumpulkan, diklasifikasikan dan dianalisis.
## 1. Kawasan Penelitian
Gambar 2. Peta lokasi Desa Budaya Lingga yang berada di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Sumber: Google Map
Desa Budaya Lingga terletak di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo (Gambar 2), merupakan perkampungan Batak Karo yang memiliki rumah-rumah adat berumur ratusan tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Sebuah rumah bisa dihuni oleh 6-12 keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini hanya memiliki sebuah ruangan yang tidak dipisahkan oleh pembatas apapun. Namun, terdapat garis batas imajinatif sebagai pembatas ruangan.
Perkampungan Karo zaman dulu memiliki beberapa bangunan adat selain rumah adat Siwaluh Jabu, diantaranya yaitu Jambur, Sapo Ganjang/page, Geriten, Lesung, dan Kantur-Kantur. Semua bangunan adat ini menjadi pelengkap kebutuhan ruang masyarakat Karo pada zaman dulu, yang kesemuanya terbuat dari kayu dan beratap ijuk.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Peletakan rumah adat dapat dilihat pada Gambar 3-5.
Gambar 3. Peta Perletakan Rumah Adat Siwaluh Jabu, Jambur, Sapo Page/Ganjang, dan Gapura Pintu Masuk Desa Budaya Lingga
Gambar 4. Foto Letak Rumah Adat Siwaluh Jabu,
Jambur, Sapo Page/Ganjang, dan Gapura Pintu Masuk Desa Budaya Lingga
Gambar 5. Desa Budaya Lingga yang Masih Asli dengan Latar Belakang Gunung Sinabung Tahun 1920-1925 Sumber: Tropen Museum
Ciri khas kampung/desa Karo pada zaman dulu, yaitu (Singarimbun, 1989): 1. Rumah-rumah yang berkumpul dan kompak secara fisik.
2. Terdiri atas lebih dari 100 keluarga.
3. Tanah merupakan hak bersama.
4. Sebuah desa dipagar dengan satu pagar saja. Pembuatan pagar bertujuan agar babi yang mereka pelihara tidak berkeliaran merusak ladang di luar desa. Hal ini berarti bahwa, pada zaman dulu ternak babi mereka dibiarkan terlepas di dalam desa. Kemudian, di dalam desa tidak terdapat tanaman/kebun (Gambar 6).
5. Suasana atap ijuk dimana-mana. 6. Aktivitas penghuni desa zaman dulu, yaitu: pria melakukan pekerjaan berladang dan menghabiskan waktu di kedai kopi atau jambur. Sedangkan yang wanitanya memasak, menganyam, menumbuk padi di lesung, dan memberi makan babi.
Gambar 6. Pola Permukiman Desa di Karo pada
Zaman Dulu
## 1. Kondisi Fisik Rumah Adat Siwaluh
Jabu Desa Budaya Lingga Karo Rumah adat siwaluh Jabu di Desa Budaya Lingga yang tersisa hanya dua rumah, yaitu
Rumah Gerga (Gambar 7) dan Rumah Belang Ayo (Gambar 8) yang keduanya merupakan peninggalan marga Sinulingga. Pada tahun 2006, masih ada dua rumah adat Siwaluh Jabu lain yang tersisa, yaitu Rumah Bangun dari marga ginting dan Rumah Manik dari marga Manik. Namun, pada tahun 2011, kedua rumah tersebut sudah rusak dan roboh.
Gambar 7. Rumah Adat Siwaluh Jabu,
Rumah Gerga
Gambar 8. Rumah Adat Siwaluh Jabu,
Rumah Belang Ayo
Pada tahun 1920 ada sekitar 28 rumah. Semakin lama semakin banyak yang rusak, tersisa 15 buah pada tahun 1990an. Pada tahun 2006, masih ada tersisa empat buah rumah yang kemudian rusak dan roboh pada tahun 2011. Sekarang hanya dua buah rumah adat Desa Budaya Lingga yang tersisa, rumah Gerga dan rumah Belang Ayo.
Tabel 1. Perubahan Jumlah Rumah Adat Siwaluh Jabu Desa Lingga Dati Tahun Ke Tahun (Berbagai Sumber)
## 2. Pergeseran Pola Ruang Rumah Adat Siwaluh Jabu Desa Budaya Lingga Karo
Menurut Singarimbun (1989), faktor eksternal yang menyebabkan punahnya Rumah Adat Siwaluh Jabu, yaitu:
1. Saat perjuangan melawan Belanda pada tahun 1947, lebih dari 70% rumah adat Siwaluh Jabu yang ada di Kabupaten Karo dibumihanguskan sesuai kebijaksanaan strategi perang pada masa itu.
2. Sumber daya rumah adat sudah tidak ada lagi, yaitu hutan desa sebagai persediaan kayu dan ijuk untuk membuat rumah adat.
3. Tukang/pekerja pembuat rumah adat sudah tidak ada lagi.
4. Biaya perawatan rumah yang mahal.
5. Hujan deras, pengaruh suhu rendah dataran tinggi, dan gempa bumi yang berasal dari Gunung Sinabung. Adapun faktor internal yang
menyebabkan punahnya Rumah Adat Siwaluh Jabu antara lain dikarenakan penghuni atau ahli waris rumah adat lebih menginginkan tempat tinggal yang lebih praktis dan bertambahnya keinginan akan privasi. Beberapa contohnya, yaitu:
1. Meningkatnya aspirasi menyekolahkan anak karena pendidikan sudah jauh bertambah maju. Rumah adat tidak memenuhi syarat sebagai tempat belajar, hal ini dikarenakan susana di dalam rumah adat yang ribut dan perlengkapan interior rumah yang tidak memungkinkan.
2. Berkurangnya civil pride orang Karo terhadap rumah adatnya. Pada awal tahun 1960an mulai timbul masalah-masalah ini. Misalnya: sudah tidak ada lagi keinginan untuk menghuni apalagi membangun rumah adat, adanya hubungan-hubungan yang kurang selaras antara sesama penghuni rumah, anak tidak bisa belajar, dan friksi masalah kecurian antara keluarga yang berbeda dalam satu rumah.
3. Rasa gotong royong sudah menipis, hal ini dikarenakan tuntutan zaman bahwa orang- orang harus lebih menghargai waktu dari sebelumnya. 4. Orang Karo merasa bahwa hidup dalam rumah adat sebagai lambang keterbelakangan dan merasa tidak betah menghuninya.
5. Pemeluk agama perbegu sudah merosot jumlahnya, karena transisi kepercayaan masyarakat Karo pada tahun 1960an setelah peristiwa G30SPKI, yang berimplikasi terhadap aspek-aspek ritual dari kehidupan dan renovasi rumah adat.
Pada tahun 2012, atas kerja sama beberapa pihak seperti Badan Warisan Sumatera, Universitas Katolik Santo Thomas Medan, dan masyarakat, rumah Gerga dan rumah Belang Ayo diperbaiki. Bagian rumah yang diperbaiki antara lain, pelapisan atap ijuk yang sebagian sudah sompel, penambahan tiang pada bagian dalam rumah, kayu dan papan
lantai rumah, bambu pada ture (serambi), dan membuat pondasi umpak dari beton pada rumah Belang Ayo.
Setelah dilakukan penelitian terdapat beberapa pergeseran pola ruang dari rumah Gerga dan Rumah Belang Ayo. Diantaranya, terdapat sekat panjang dari pangkal hingga ujung rumah berbahan triplek di sisi kiri interior rumah (tabel 2), baik rumah Gerga maupun
rumah Belang Ayo. Sekat ini menjadi pembatas antara ruang bersama dengan kamar. Dengan demikian tercipta kenyamanan privasi bagi pengguna rumah. Namun, hal ini dapat mengurangi salah satu ciri khas rumah adat Batak Karo, yaitu rumah tanpa sekat atau pembatas. Tabel 2 adalah pergeseran yang telah terjadi saat ini pada Desa Budaya Lingga jika dibandingkan dengan aslinya dulu.
Tabel 2. Perbedaan Kondisi Bangunan Adat Desa Budaya Lingga yang Asli Dengan Sekarang
Pada umumnya komposisi penghuni rumah adat Siwaluh Jabu tidak lagi seperti dulu. Bagian yang tetap dipertahankan adalah yang menempati No.1 merupakan pimpinan dalam hal-hal yang menyangkut rumah, dan No.2 merupakan wakilnya (Singarimbun, 1989).
## KESIMPULAN
Di Desa Budaya Lingga masih terdapat beberapa bangunan adat peninggalan nenek moyang suku Karo yang merupakan suatu bukti sejarah dari sekian banyak rentetan peristiwa- peristiwa yang terjadi dimasa silam.
Tersisa dua buah Rumah Adat Siwaluh Jabu dari 28 rumah yang pernah ada, yaitu Rumah Gerga dan Rumah Belang Ayo yang masih dapat kita lihat keberadaannya dan dapat kita wariskan kepada generasi selanjutnya sebagai bukti sejarah di Kabupaten Karo, khususnya Desa Budaya Lingga.
Selain kedua rumah Siwaluh Jabu, bangunan-bangunan adat bersejarah yang masih dapat kita lihat dan kunjungi di Desa Budaya Lingga antara lain adalah bekas Sapo ganjang/page dan jambur.
Pergeseran pola ruang yang terjadi pada rumah adat di Desa Budaya Lingga diantaranya, yaitu:
1. Terdapat dinding sekat pembatas di dalam rumah.
2. Sapo ganjang/page yang direkonstruksi dan sudah beralih fungsi.
3. Jambur yang sudah direkonstruksi, menggunakan kolom-kolom beton dan penutup atap dari seng.
Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil dari bangunan adat Karo di Desa Budaya Lingga yang tersisa dan masih dipertahankan sebagaimana bentuk dan fungsi aslinya. Sangat disayangkan bahwa rumah adat Karo di Desa Budaya Lingga hanya tersisa dua buah rumah saja dari 28 rumah adat yang pernah ada. Untuk bangunan adat lainnya, seperti sapo ganjang, jambur, geriten, lesung, dan lain-lain kondisinya lebih memprihatinkan lagi. Tidak satupun dari bangunan-bangunan tersebut yang dilestarikan sebagaimana bentuk/pola aslinya.
Terlihat kurangnya kepedulian dan civil pride dari masyarakat Karo baik pemilik dan
pemerintah untuk tetap menjaga keaslian peninggalan bersejarah yang mana merupakan warisan dari nenek moyang yang tak ternilai harganya. Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Singarimbun (1989) mengenai perubahan sosial rumah adat Karo dalam makalahnya, bahwa terlihat jelas pergeseran pola ruang dan bentuk rumah adat Karo menghadapi masalah yang cukup berat.
## Daftar Pustaka
Ashihara, Y. (1983) The Aesthetic Townscape . MIT.
Bidang Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. (2014) Inventarisasi Kabupaten Karo Tahun 2014 . Medan.
Budihardjo, Eko (1997) Arsitektur Sebagai Warisan Budaya . Jakarta: Djambatan.
Ching, Francis D.K. (1979) Architecture: Form, Space and Order. Van Nostrand Reinhold Co . Erdansyah, Fuad (2011) Simbol dan Pemaknaan Gerga Pada Rumah Adat Batak Karo di Sumatera Utara . Medan.
Ginting, Juara R (2013). Rumah Adat Karo dan Kekaroan . Medan.
Howard, Peter (2003) Heritage Management Interpretation Identity. Leicester University Press. Perangin-angin, Marta Ulina (2006) Rumah
Adat Siwaluh Jabu: Makna dan Fungsinya Bagi Masyarakat Karo di Desa Lingga, Kab. Karo . Jurnal Kerabat Volume I Nomor 1 Maret 2006.
Singarimbun, Masri (1989) Rumah Adat Karo dan Perubahan Sosial . Revisi Makalah untuk Seminar Pelestarian Rumah Adat Karo. Medan, 24 Oktober 1989.
Sitepu, Eranatalia (2011) Keadaan Rumah Adat Karo Desa Lingga . Medan.
|
aa0abefb-42b1-4053-af0b-63571481d093 | https://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/jukep/article/download/1713/1001 |
## EVALUASI RAGAM METODE PERAWATAN LUKA PADA PASIEN DENGAN ULKUS DIABETES: LITERATURE REVIEW
Yusran Haskas 1 , Ikhsan 2 , Indah Restika 3
1,2,3 Prodi Keperawatan, STIKES Nani Hasanuddin Makassar [email protected] ; [email protected]; [email protected]
## ABSTRACT
Diabetic ulcers are open sores on the skin surface due to complications of macroangiopathy. The global prevalence of diabetic ulcer complications varies from 3% in the Oceania region to 13% in Northern America, with a global average of 6.4%. Currently, the science of nursing is increasing. Evidence of developments in nursing is the development of various methods of treating diabetes ulcers, namely modern dressings, ozone therapy, and negative pressure wound therapy (NPWT). The aim of this study was to evaluate the currently more effective wound care methods for healing diabetic ulcers. This study used a systematic literature review design. Articles were collected through the PubMed and Google Scholar databases using the keywords diabetic ulcer, modern dressing, ozone therapy, negative pressure wound therapy (NPWT), and wound healing. The criteria for the articles used were original research, which the research design used was prospective, double-blind randomized comparative clinical trial, one group pre-test post-test, cross-sectional, single-blind randomized clinical trial, observational, experimental, retrospective were those published from 2016 to 2020. Researchers found 80,408 journals that match these keywords, then obtained 9 journals that match the inclusion criteria for review. The results of the literature review showed that NPWT was more effective in treating diabetic ulcers than modern dressings and ozone therapy. The conclusion is that negative pressure wound therapy (NPWT) is more effective because it is wounded heal faster, can minimize pain, and the length of stay in the hospital decreases.
Keywords: diabetic ulcer, modern dressing, ozone therapy, negative pressure wound therapy (NPWT)
## PENDAHULUAN
Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan meningkatnya angka kejadian penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia (Decroli, 2019). Diabetes adalah penyakit kronis serius
yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Komplikasi jangka lama diabetes termasuk penyakit
kardiovaskular kegagalan kronis ginjal, kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta terjadinya kerusakan saraf yang menyebabkan
impotensi dan gangren dengan risiko amputasi (Sukriyadi et al., 2019).
WHO memperkirakan bahwa, secara global, 422 juta orang dewasa berusia di atas 18 tahun hidup dengan diabetes pada tahun 2014 (WHO, 2016).
International Diabetes Federation (IDF)
tahun 2019 menyatakan bahwa saat ini ada 351,7 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun mengalami diabetes (IDF, 2019). Negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia setelah Negara Mexico dengan presentase penyakit diabetes mellitus mencapai 10,7 juta (11,5%) dan diperkirakan akan terus meningkat hingga pada tahun 2030 yakni mencapai 13,7 juta (14,9%) dan di tahun 2045 mencapai 16,6 juta (18,2%) (IDF, 2019).
United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengemukakan bahwa penyakit
kardiovaskuler dan stroke, diabetic foot ulcer , retinopati, serta nefropati diabetic merupakan komplikasi kronis paling utama yang terjadi pada penderita diabetes melitus (Yunus, 2015) .
Sehingga kematian pada penderita diabetes melitus terjadi tidak secara langsung berdasarkan hiperglikemia, melainkan akibat dari komplikasi yang terjadi (Suyono, 2013).
Suyono (2013) mengemukakan bahwa jika membandingkan dengan orang normal, maka penderita diabetes
mellitus 5 kali lebih besar untuk timbul gangren, 17 kali lebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 kali lebih besar untuk terjadinya kebutaan. Prevalensi global komplikasi ulkus diabetes bervariasi antara 3% di wilayah Oceania hingga 13% di utara Amerika, dengan rata-rata global 6,4%. Prevalensi lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Begitu pula kejadian ulkus diabetes lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe 2, dibandingkan dengan meraka yang menderita diabetes tipe 1 (IDF, 2019). Prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia mempunyai resiko sekitar 7,3%-24% terjadinya ulkus kaki diabetes (Yuliani
et al., 2017). Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari diabetes mellitus tipe 2 yang sering ditemui. UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan karakteristik adanya europati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan pembuluh darah tungkai. UKD merupakan salah satu penyebab utama penderita diabetes dirawat di rumah sakit. Ulkus, infeksi, gangren, amputasi, dan kematian merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan biaya yang tidak sedikit dan perawatan yang lebih lama (Decroli, 2019). Penderita diabetes dengan ulkus mengeluarkan biaya 5,4 kali lebih banyak daripada penderita diabetes
tanpa ulkus. Penderita ulkus diabetes di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai 1,6 juta rupiah perbulan (Anas et al., 2019).
Luka diabetes yang tidak sembuh menjadi faktor risiko infeksi dan penyebab utama dilakukannya amputasi serta kematian. Namun para ahli diabetes memperkirakan ½ sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik (Lissa et al., 2018).
Menurut Kartika et al., (2015) Kemajuan teknologi yang sangat pesat membuat perawatan luka mengalami perkembangan. Hal tersebut ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi- inovasi terbaru dalam metode perawatan luka. Selain itu, isu terkini dalam manajemen perawatan luka erat kaitannya dengan perubahan profil pasien yang makin sering disertai dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik, sehingga diperlukan perawatan yang tepat agar proses penyembuhan dapat optimal. Dalam memilih metode perawatan luka yang tepat pada dasarnya harus berdasarkan pertimbangan biaya ( cost ), kenyamanan ( comfort ), dan keamanan ( safety ).
Metode perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance yang merupakan metode perawatan luka yang berkembang saat ini lebih efektif dalam penyembuhan luka apabila
dibandingkan dengan metode konvensional. Saat ini juga dikenal terapi ozone bagging yang merupakan salah satu therapeutic device atau terapi pelengkap dalam penatalaksanaan ulkus diabetes (Temu et al., 2020). Telah dikenal juga perawatan luka dengan metode Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) atau Vacuum Assited Clouser (VAC) yang memanfaatkan tekanan negatif pada luka sekitar 50- 175 mmHg baik secara kontinu ataupun intermiten (Kirsner et al., 2019).
Sudah banyak studi dan peneltian yang membahas mengenai metode- metode perawatan luka, namun belum banyak ditemukan studi literatur yang membahas secara eksplisit perbandingan metode perawatan luka tersebut. Oleh sebab itu, tujuan dari tinjauan literatur ini adalah ingin mengevaluasi metode perawatan luka yang saat ini lebih efektif terhadap penyembuhan ulkus diabetes.
## METODE
Studi literature ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR), yaitu sebuah studi literature secara sistematik, menyeluruh dengan mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengumpulkan data-data penelitian yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi metode perawatan luka yang saat ini lebih efektif terhadap
penyembuhan ulkus diabetes. Hal lain yang relevan peneliti gunakan dalam mendapatkan jurnal tentang metode perawatan ulkus diabetes.
Literature review ini disusun melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi dan merupakan original research . Artikel dikumpulkan melalui database PubMed dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci diabetic ulcer, modern dressing, ozone therapy, negative pressure wound therapy (NPWT), Wound Healing.
Kriteria artikel yang digunakan adalah yang dipublikasikan dari tahun 2016 sampai dengan 2020 yang diakses fulltext .
Proses pemilihan artikel yang diulas ditampilkan pada gambar 1. algoritma
pencarian artikel. Maka selanjutnya diekslusikan dan pada akhirnya artikel yang telah masukan selanjutnya disintesis. Alat ekstraksi data dirancang untuk memandu informasi dari catatan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang diekstraksi pada setiap artikel yang inklusi meliputi: penulis, tahun, metode, dan hasil/output (Tabel 1). Setelah dilakukan filter berdasarkan kesesuaian judul artikel dengan tujuan penelitian sehingga diperoleh 9 artikel yang relevan. Hasil dari analisa data selanjutnya diketahui PICO ( Population, Intervention, Comparison, Outcome ) sehingga data yang dikumpulkan menunjukkan metode perawatan luka pada pasien dengan ulkus diabetes.
Tabel 1. Ekstraksi Data Hasil Penelitian No Studi/Author Tempat penelitian Jumlah sampel Usia / Populasi Tujuan Penelitian Metode penelitian/ Alat ukur Outcome 1. Prospective randomized comparison of controlled release ionic silver hydrophilic dressings and medicated honey- impregnated dressings in treating neuropathic diabetic foot ulcer (Saeed, 2020) Saudi Arabia 71 sampel. Kelompok honey treatment berjumlah 36 sampel dan kelompok silver hydrogel berjumlah 35 sampel usia pasien >18 tahun Memverifikasi keefektifan MH- impregnated dressings dan pelepasan silver hidrofilik terkendali dalam mengendali- kan infeksi ulkus neuropati Prospective, double‑blind, randomized comparative clinical trial / Lembar observasi luka
Tidak ada perbedaan signifikan dalam data demografi, ukuran dari ulkus, durasi rata-rata diabetes, dan data klinis dan laboratorium antara kedua kelompok dengan nilai signifikansi (P> 0,05).
Waktu rata-rata diperlukan untuk penyembuhan ulkus komplit lebih pendek pada kelompok MH daripada pembalut silver 16ydrophilic (P> 0,05, tidak signifikan).
Pada kedua kelompok, durasi penyembuhan secara signifikan berkorelasi dengan usia pasien, tingkat pretreatment HbA1c, durasi ulkus pretreatment, dan ukuran ulkus; Namun, tidak ada korelasi yang signifikan dengan jenis kelamin dan durasi diabetes.
2. Effectiveness Wound Care Using Modern Dressing Method to Diabetic Wound Healing Process of Patient With Diabetes Mellitus in Home Wound Care (Santoso & Purnomo, 2017) Indonesia 15 sampel. laki-laki 12 sampel, perempuan 3 sampel. Pasien DM yang menderita ulkus diabetes yang ada di rumah perawatan luka daerah mojokerto berjumlah 20 Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas perawatan luka dengan menggunakan metode pembalut modern pada pasien diabetes Pre- experimental dengan desain one group pre- test post-test design / BWAT ( Bates-Jansen Wound Assessment ), Lembar
observasi luka
Ada efektifitas perawatan luka dengan menggunakan metode dressing modern untuk proses penyembuhan luka diabetes pada pasien diabetes Mellitus di rumah perawatan luka husada prima Mandiri prajurit Kulon mojokerto dengan nilai signifikansi (p- value = 0,001 <α).
mellitus 3. Evaluation Of The Effect Of Ozone Therapy In Diabetic Foot Ulcers (Albatanony et al., 2019) Mesir 60 sampel. Semua pasien dibagi menjadi: 39 pasien yang telah sembuh total, 13 pasien yang memiliki penyembuhan sebagian, dan 8 pasien yang tidak ada penyembuhan Enam puluh pasien dengan ulkus kaki di RS Universitas Menoufia dan RS Militer Moustafa Kamel Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek ozon lokal sebagai terapi tambahan pada pasien dengan ulkus kaki diabetes. Cross- Sectional Study / Ozon Therapy Set , Kuesioner Observasi Luka Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok belajar berkaitan dengan usia (P = 0,231).
Ada peningkatan yang signifikan dalam usia kelompok nonhealing dibandingkan dengan yang lengkap dan kelompok penyembuhan parsial (masing-masing P = 0,012 dan 0,01), dan dalam distribusi jenis kelamin (P = 0,310, Masing- masing 0,241 dan 0,352).
Ada dominansi statistik signifikan dari DM tipe I di kelompok nonhealing (P = 0,01 dan 0,01, masing-masing). Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya kelompok penyembuhan lengkap dan penyembuhan sebagian.
Berkenaan dengan jenis DM (P = 0,21) dan periode perawatan sebelumnya. Selanjutnya, analisis statistik mengungkapkan pengurangan panjang dan lebar yang ditandai ulcer dalam kasus penyembuhan sempurna dengan nilai signifikansi (P = 0,01). 4. Efficacy Of Comprehensive Ozone Therapy In Diabetic Foot Ulcer Healing (Izadi et al., 2019) Iran 200 sampel. dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 100 pasien; 50 pria dan 50 wanita. Semua pasien perawatan berusia 18- 185 tahun dan didiagnosis dengan DM dengan DFU di ozone therapy center in Tehran, Iran, Untuk mengetahui kemanjuran terapi ozon terutama dalam penggunaan- nya yang komprehensif dalam penyembuhan DFU dan pengurangan kemungkinan infeksi dan amputasi. Single-blind Randomized Clinical Trial study / penggaris luka (pengukur ukuran luka), Lembar observasi luka Semua pasien memiliki penutupan luka total pada kelompok ozon. Usia rata-rata pasien yang dimasukkan dalam hasil adalah 59,03 ± 12,593 dan 53,5 ± 10,212 untuk kelompok ozon dan kelompok kontrol. Luas permukaan rata-rata dasar ulkus adalah 13,41 ± 14,092 cm2 (kisaran 1e70 cm2) pada kelompok ozon dan 12,72 ± 0,911 (kisaran 1_64 cm2) pada kelompok kontrol. Waktu penyembuhan rata-rata adalah 69,44 ± 36,055 hari (kisaran 15- 180 hari), yang secara signifikan lebih rendah dari waktu penyembuhan median yang diukur pada kelompok kontrol
5. A Study On Newer Dressing Materials Versus Conventional Dressing Materials In Ulcer Healing / (Thekdi et al., 2016) India 100 Sampel. dialokasikan menjadi dua kelompok bahan ganti konvensional (Rezim A) dan yang lebih baru bahan ganti (Regime B) secara acak. Pasien dewasa yang dirawat di surgery department of C.U Shah Medical College, Surendrana gar, Gujarat state, India Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektifitas dressing terbaru dan dressing konvensional dalam penyembuhan ulkus Prospective, observational dan longitudinal/ Lembar observasi luka
Sesuai studi yang termasuk metode konvensional dan bahan dressing terbaru dalam pengobatan ulkus menunjukkan lebih banyak hasil yang menguntungkan untuk bahan ganti baru saat dibandingkan dengan bahan pembalut konvensional dalam penyembuhan borok yang secara statistik signifikan.
6. Combination Of Negative Pressure Wound Therapy Using Vacuum-Assisted Closure And Ozone Water Flushing For Treatment Of Diabetic Foot Ulcers / (Hu et al., 2019) China 136 Sampel. Para pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok: kelompok gabungan di mana pasien menerima VAC dan pembilasan air ozon, dan kelompok VAC di mana pasien hanya menerima VAC. Pasien ulkus kaki diabetes yang berturut- turut (DFU) pergi ke rumah sakit kami selama bulan April 2016 hingga Agustus 2017 di Shanghai Tenth People’s Hospital. Untuk menyelidiki kemanjuran terapi luka tekanan negatif (NPWT) menggunakan penutupan dengan bantuan vakum (VAC) dan pembilasan air ozon untuk pengobatan ulkus kaki diabetes. Prospective study / Lembar observasi luka Di antara semua pasien, 72 pasien adalah laki-laki dan 64 pasien adalah perempuan. Usia rata-rata pasien adalah 55,0 ± 9,6 dan luas rata-rata permukaan luka adalah 38,4 ± 22,1. Tidak perbedaan signifikan ditemukan dalam usia, jenis kelamin, dan daerah rata-rata. permukaan luka, tahap DFU, dan perjalanan penyakit antara dua kelompok pasien.
Hasil menunjukkan durasi perawatan dalam kombinasi kelompok secara signifikan lebih pendek daripada kelompok VAC dengan nilai signifikansi (p <0,05). Sementara itu, pengurangan luas permukaan luka secara signifikan lebih besar setelah 1 minggu, 2 minggu, dan pengobatan 3 minggu pada kelompok gabungan dengan nilai signifikansi (p <0,05).
kelompok gabungan dibandingkan dengan kelompok VAC nilai signifikansi (p <0,05); Semua hasil ini menunjukkan pengobatan pembilasan air O3 dapat memfasilitasi pemulihan DFU dan mengurangi rasa sakit selama perawatan.
7. Effect of negative- pressure wound therapy on the circulating number of peripheral endothelial progenitor cells in diabetic patients with mild to moderate degrees of ischaemic foot ulcer (Mu et al., 2019) 84 Sampel. 49 laki-laki dan 35 perempuan dengan diabetes yang memiliki ulkus kaki dengan durasi setidaknya empat minggu dan yang memiliki indeks ankle- brachial 0,5- 0,9. Pasien dengan DFU dirawat di Department of Endocrinolo gy, the First Affiliated Hospital of Anhui Medical University Untuk menyelidiki efek terapi luka tekanan negatif (NPWT) pada jumlah endothelial progenitor cells (EPCs) pada pasien diabetes dengan derajat ulkus kaki iskemik ringan sampai sedang. Experimental
Tidak ada perbedaan signifikan dalam hal usia, jenis kelamin komposisi, level ALB serum, level CRP, WBC jumlah, level ESR, UL, dan serum SDF-1a dan VEGF kadar di antara tiga kelompok sebelum pengobatan. Tidak perbedaan signifikan antara kelompok NPWT dan kelompok non-NPWT terlihat sehubungan dengan durasi diabetes, kadar FPG, hemoglobin terglikasi (HbA1c), TcPO2, dan ABI (Ankle Brakial Indeks) dan jumlah EPC. Namun, nilai TcPO2, ABI, dan jumlah EPC dalam kelompok NPWT dan yang bukan Kelompok NPWT secara signifikan lebih rendah daripada yang di kelompok NC (P <0,05 atau P <0,01), dan tingkat FPG dan HbA1c secara signifikan lebih tinggi daripada yang di Grup NC dengan nilai signifikansi (P <0,01).
Dibandingkan dengan pra-perawatan, ekspresi protein VEGF dan SDF-1a dalam jaringan granulasi secara signifikan meningkat setelah NPWT pada kelompok NPWT dan kelompok NC (P <0,05), tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan diamati pada kelompok non-NPWT dengan signifikansi (P> 0,05)
Selain itu, dibandingkan dengan Kelompok NPWT, kadar protein DVEGF dan DSDF-1a di jaringan granulasi semua secara signifikan lebih tinggi di kelompok NPWT dan kelompok NC (P <0,05). tidak ada perbedaan signifikan dalam level DVEGF dan DSDF-1a di jaringan granulasi antara Kelompok VAC dan NC dengan nilai signifikansi (P> 0,05).
8. Effectiveness Of Negative Pressure Wound Therapy In The Management Of Chronic Diabetic Ulcers: A Prospective Study (Sharma et al., 2017) India 30 Sampel. Usia rata- rata adalah 54,4 tahun (37-74 tahun) / Pasien dewasa yang dirawat di Department of General Surgery , IGMC, Shimla kronis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kemanjuran NPWT untuk mengobati ulkus diabetes kronis. Prospective study Level HbA1C rata-rata adalah 9,48 (SD = 2.2). Organisme yang paling umum diisolasi pada kultur luka adalah E. coli (8 pasien, 53,3%).Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara variable biodemografi dan klinis populasi penelitian.
Semua subjek mencapai penutupan ulkus lengkap dan 2 kasus (13,3%) membutuhkan pencangkokan kulit split untuk penutupan luka sementara 4 pasien (26,6%) mencapai penutupan luka dengan penyembuhan sekunder. Tidak ada kehilangan atau gangguan pengobatan pada subjek penelitian. Waktu rata-rata penyembuhan luka total adalah 41,2 (SD = 8,5) hari.
Tidak ada subjek yang mengalami pendarahan, sementara ada satu subjek yang mengalami nyeri. Tidak ada amputasi ulang, asepsis atau kematian dalam seri ini.
NPWT adalah terapi modalitas yang efektif pada ulkus diabetes kronis seperti yang ditunjukkan dalam penelitian tersebut dengan pengurangan durasi penyembuhan ulkus komplit setidaknya 25%. 9. Long-Term Negative Pressure Wound Therapy Decreases A Risk Of Diabetic Foot Amputation Assessed In The University Of Texas Wound Classification (Węgrzynowski et al., 2019) Polandia 21 Sampel (pria = 16, 76%) Pasien rawat jalan untuk pasien dengan DFU. Individu dirawat di 2015-2016. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai utilitas NPWT jangka panjang di penyembuhan luka kaki diabetes pada pasien Polandia yang menderita diabetes. Retrospective Study Luka membaik secara signifikan pada 17 (81%) pasien.
Kelompok dengan pengobatan yang berhasil mencapai penurunan rata-rata 92% risiko amputasi (-8,5 hingga -92%; p <0,001).
Kelompok dengan pengobatan yang berhasil berbeda dari kelompok dengan pengobatan yang tidak berhasil dalam hitungan DFU angiopatik (Chi2, 4 [24%] vs 3 [75%]; p = 0,049).
Tidak ada perbedaan signifikan dalam hal usia, jenis kelamin, riwayat sebelumnya amputasi minor, adanya infeksi, kedalaman ulkus ditemukan. Tidak ada efek samping NPWTdilaporkan.
Model regresi logistik mengungkapkan hubungan yang signifikan antara hasil NPWT yang tidak berhasil dan adanya ulkus iskemik yang disesuaikan dengan adanya infeksi, kedalaman luka dan jenis kelamin (OR = 27,5; CI: 1.1–716.7; p = 0,046).
NPWT secara signifikan mengurangi risiko amputasi di Texas Score. NPWT mungkin tidak membantu penyembuhan luka yang terinfeksi secara simultan dan ischeamic.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Didapatkan 9 jenis artikel, metode penelitian artikel yang dianalisis adalah prospective , double-blind randomized comparative clinical trial , one group pre-test post-test , cross sectional , single- blind randomized clinical trial , observational ,
experimental , retrospective . Tempat penelitian dari artikel dilakukan di tempat berbeda, artikel pertama pengambilan data dilakukan di Saudi Arabia, artikel ke- dua pengambilan data dilakukan di Indonesia, artikel ke-tiga pengambilan data dilakukan di Mesir, artikel ke- empat dilakukan di Iran, artikel ke-lima dan ke-delapan pengambilan data dilakukan di India, artikel ke-enam dan ke-tujuh pengambilan data dilakukan di China, artikel ke-sembilan pengambilan data dilakukan di Polandia.
Pada artikel pertama pada penelitian Saeed (2020) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam data demografi, ukuran dari ulkus, durasi rata-rata diabetes, dan data klinis dan laboratorium antara kedua kelompok, yaitu kelompok medicated honey dan kelompok pembalut silver hydrophilic dengan nilai signifikansi (P> 0,05). Waktu rata-rata diperlukan untuk penyembuhan ulkus komplit lebih pendek pada kelompok medicated honey daripada pembalut silver hydrophilic
dengan signifikansi (P> 0,05, tidak signifikan). Pada kedua kelompok, durasi penyembuhan ulkus secara signifikan berkorelasi dengan usia pasien, tingkat pre-treatment HbA1c, durasi ulkus pre-treatment, dan ukuran ulkus; namun tidak ada korelasi yang signifikan dengan jenis kelamin dan durasi diabetes.
Pada artikel kedua penelitian Santoso & Purnomo (2017) menunjukkan ada efektifitas perawatan luka dengan menggunakan metode dressing modern untuk proses penyembuhan pada luka diabetes pada pasien diabetes melitus dengan nilai signifikansi ( p-value = 0,001 <α).
Artikel ke-tiga penelitian Albatanony et al., (2019) menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam kelompok non healing dibandingkan dengan kelompok lengkap dan kelompok penyembuhan parsial dengan signifikansi (masing-masing P = 0,012 dan 0,01), dan analisis statistic mengunkapkan pengurangan panjang dan lebar luka yang ditandai ulcer dalam kasus penyembuhan sempurna dengan nilai signifikansi (P=0,01).
Artikel keempat pada penelitian Izadi et al., (2019) menunjukkan bahwa semua pasien memiliki penutupan luka total pada kelompok ozon. Usia rata-rata pasien yang dimasukkan dalam hasil adalah 59,03 ± 12,593 dan 53,5 ±
10,212 untuk kelompok ozon dan kelompok kontrol. Luas permukaan rata- rata dasar ulkus adalah 13,41 ± 14,092 cm2 (kisaran 1e70 cm2) pada kelompok ozon dan 12,72 ± 0,911 pada kelompok kontrol. Waktu penyembuhan rata-rata adalah 69,44 ± 36,055 hari (kisaran 15- 180 hari), yang secara signifikan lebih rendah dari waktu penyembuhan median yang diukur pada kelompok kontrol.
Artikel kelima penelitian Thekdi et al., (2016) menunjukkan bahwa sesuai dengan studi yang termasuk metode konvensional dan bahan dressing terbaru dalam pengobatan ulkus menunjukkan lebih banyak hasil yang menguntungkan untuk bahan ganti baru ( newer dressing materials ) dibandingkan dengan bahan balutan luka konvensional dalam
penyembuhan ulkus yang secara statistic signifikan.
Artikel keenam Hu et al., (2019) menunjukkan durasi perawatan dalam kombinasi kelompok ( Negative Pressure Wound Therapy & Ozone Water Flushing ) secara signifikan lebih pendek
daripada kelompok yang hanya
menggunakan VAC dengan nilai signifikansi (P=0,05). Sementara itu, pengurangan luas permukaan luka secara signifikan lebih besar setelah satu minggu, dua minggu, dan pengobatan tiga minggu pada kelompok gabungan ( Negative Pressure Wound Therapy & Ozone Water Flushing ) dengan nilai
signifikansi (P=0,05). Kelompok gabungan dibandingkan dengan kelompok VAC menunjukkan pengobatan pembilasan air O3 dapat memfasilitasi pemulihan DFU ( Diabetic Foot Ulcer ) dan mengurangi rasa sakit selama perawatan dengan nilai signifikansi (P=0,05).
Artikel ketujuh pada penelitian Mu et al., (2019) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok NPWT dan kelompok non-NPWT terlihat sehubungan dengan durasi diabetes, kadar FPG, hemoglobin terglikasi (HbA1c), TcPO2, dan ABI ( Ankle Brakial Indeks ) dan jumlah EPC. Namun nilai EPC dalam kelompok NPWT dan yang bukan kelompok NPWT secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol dengan signifikansi (P<0,05 atau P<0,01), dan tingkat FPG dan HbA1c secara lebih tinggi daripada kelompok control dengan nilai signifikansi (P<0,01). Dibandingkan dengan pra perawatan, ekspresi protein VEGF dan SDF-1a dalam jaringan granulasi secara signifikan meningkat setelah NPWT pada kelompok NPWT dan kelompok kontrol dengan nilai signifikansi (P>0,05). Selain itu, dibandingkan dengan kelompok NPWT, kadar protein DVEGF dan DSDF-1a di jaringan granulasi semua secara signifikan lebih tinggi di kelompok NPWT dan
kelompok kontrol dengan signifikansi (P<0,05) tidak ada perbedaan signifikan dalam level DVEGF dan DSDF-1a di jaringan granulasi antara kelompok NPWT dan kelompok kontrol dengan nilai signifikansi (P>0,05).
Artikel kedelapan Sharma et al., (2017) menunjukkan bahwa semua subjek penelitian mencapai penutupan ulkus lengkap dan dua kasus (13,3%) membutuhkan pencangkokan kulit split untuk penutupan luka, sementara empat pasien (26,6%) mencapai penutupan luka dengan penyembuhan sekunder. Waktu rata-rata penyembuhan luka total adalah 41,2 (SD=8,5) hari. NPWT adalah terapi modalitas yang efektif pada ulkus diabetes kronis seperti yang ditujukkan dalam penelitian dengan pengurangan durasi penyembuhan ulkus komplit setidaknya 25%.
Artikel kesembilan pada penelitian
Węgrzynowski et al., (2019)
menunjukkan bahwa luka membaik secara signifikan pada 17 (81%) pasien. Kelompok dengan pengobatan yang berhasil mencapai penurunan rata-rata 92% resiko amputasi (-8,5 hingga -92%) dengan nilai signifikansi (P<0,001). NPWT secara signifikan mengurangi resiko amputasi dengan Texas Score. NPWT mungkin tidak membantu penyembuhan luka yang terinfeksi secara stimultan dan ischemic. Adanya luka iskemik mengurangi peluang untuk
hasil yang diharapkan.
## Pembahasan
Dalam tinjauan literature ini dibahas tiga metode perawatan luka yaitu modern dressing , ozone therapy, dan metode negative pressure wound therapy (NPWT). Hasil penelitian Saeed (2020); Santoso & Purnomo (2017) mengemukakan bahwa dengan metode modern dressing efektif untuk penyembuhan luka secara signifikan, disebutkan durasi penyembuhan luka secara signifikan berkorelasi dengan usia pasien, tingkat pre-treatment HbA1c, durasi ulkus pre-treatment dan ukuran ulkus. Namun tidak ada korelasi yang signifikan dengan jenis kelamin dan durasi diabetes (Saeed, 2020). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Thekdi et al., (2016) yang menunjukkan lebih banyak hasil yang menguntungkan untuk modern dressing dibandingkan dengan balutan konvensional dalam penyembuhan ulkus yang secara statistik signifikan. Sementara itu, Mutiudin (2019) mengemukakan bahwa prinsip metode Modern Dressing memiliki prinsip kerja yang sama dengan metode perawatan konvensional yaitu menjaga kelembaban dan kehangatan area luka. Namun metode perawatan konvensional kurang dapat menjaga kelembaban karena NaCl akan menguap sehingga kasa menjadi kering yang menyebabkan kasa lengket pada luka sehingga akan
mudah menyebabkan trauma ulang. Sementara itu, perawatan luka
dengan metode NPWT ( Negative Pressure Wound Therapy) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mu et al., (2019) dengan menggunakan metode experimental menunjukkan ekspresi protein VEGF dalam jaringan granulasi secara signifikan meningkat setelah diberikan prosedur negative pressure wound therapy. Protein VEGF ( Vascular Endothelial Growth Factor )
adalah protein yang membantu proses angiogenesis. Angiogenesis adalah sebuah proses pembentukan pembuluh darah baru.
Hasil yang sejalan ditunjukkan pada hasil penelitian Sharma et al., (2017) yang menyatakan bahwa semua subjek penelitian yang menggunakan negative pressure wound therapy mencapai penutupan ulkus lengkap walaupun membutuhkan pencangkokan kulit split untuk membantu proses penutupan luka Waktu rata-rata penyembuhan luka total adalah 8,5 hari. Dalam proses pemberian terapi NPWT tidak ada subjek yang mengalami pendarahan, sementara ada satu subjek yang mengalami nyeri. Tidak ada amputasi ulang, asepsis atau kematian jaringan. membuktikan bahwa NPWT adalah terapi modalitas yang efektif pada ulkus diabetes kronis seperti yang ditunjukkan dalam penelitian tersebut dengan pengurangan durasi
penyembuhan ulkus komplit setidaknya 25% (Sharma et al., 2017).
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Węgrzynowski et al. (2019) bahwa NPWT secara signifikan dapat mengurangi risiko amputasi. Namun NPWT mungkin tidak membantu penyembuhan luka yang terinfeksi secara stimultan dan iskemik, disebabkan karena adanya luka iskemik dapat mengurangi peluang untuk mencapai hasil terapi yang maksimal. Berbagai faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah nutrisi, usia, nilai sirkulasi perifier yang dapat dilihat dari nilai ABI (Ankle Brakial Indeks) atau capilari refill, jenis balutan, nyeri serta obat-obatan yang dikonsumsi (Black, 2014).
Menurut Kartika (2016) penggunaan NPWT tujuannya untuk dapat meningkatkan proses penyembuhan luka melalui upaya penciptaan lingkungan luka yang lembab dan menurunkan edema, sehingga penyembuhan luka menjadi optimal, manfaat lainnya yaitu dapat menstimulasi pertumbuhan sel secara fisik dengan meningkatkan angiogenesis, sehingga pertumbuhan sel baru akan maksimal. Salah satu teknologi yang digunakan untuk mencegah dan mengindari amputasi ekstremitas bawah adalah teknik tekanan negatif. NPWT terdiri atas sebuah pompa dan dua dressing steril. Pompa
(NPWT) memertahankan perawatan luka tekanan negatif pada -125 mmHg (nominal) di permukaan luka. Eksudat dikendalikan oleh dressing melalui kombinasi absorpsi dan kelembaban, Negative Wound Pressure.
Santy (2015) mengemukakan bahwa penerapan prosedur NPWT efektif dilakukan pada luka stage III dan stage IV dengan granulasi yang jelek dan eksudat yang berlebihan, luka kronik, jika ukuran luka hanya berkurang sedikit (<30%) setelah 4 minggu perawatan dengan debridement atau jika eksudat tidak dapat di kontrol secara efektif dengan dressing harian. Hasil penelitian Labertus (2017) menyatakan bahwa penggunaan metode negative pressure wound therapy bila dibandingkan dengan metode konvensional (penggunaan cairan normal saline,
betadine) bahkan metode modern dressing yaitu pasien mengalami ambang nyeri yang lebih kecil, proses penyembuhan luka lebih cepat, cost effective lebih besar, resiko infeksi lebih kecil, dan long of stay di rumah sakit lebih sebentar, sehingga kenyamanan yang didapat pasien lebih optimal.
Sementara itu, Izadi et al., (2019)
menyatakan semua pasien ulkus memiliki penutupan luka total pada kelompok yang diberikan ozone therapy .
Hasil penelitian tersebut mendukung keefektifan terapi ozon terutama dalam
penggunaan komprehensif dalam penyembuhan DFU dan pengurangan infeksi dan amputasi. Dalam prosedur perawatan luka ozone therapy dapat dikombinasikan dengan negative pressure wound therapy (NPWT) untuk mempercepat proses penutupan luka.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Hu et al. (2019) bahwa durasi perawatan pada kelompok gabungan ( ozone therapy & NPWT) secara signifikan lebih pendek dan menunjukkan terapi dengan ozone dapat memfasilitasi pemulihan DFU ( Diabetic Foot Ulcer ) dan mengurangi rasa sakit selama perawatan. Luka membutuhkan vaskularisasi yang baik karena sel harus melakukan perbaikan dan berkembang agar luka dapat segera sehat kembali (Black, 2014). Sementara itu, metode ozone therapy juga dapat
dikombinasikan modern dressing sesuai penelitian yang dilakukan oleh Megawati et al., (2015) bahwa
penggunaan modifikasi modern dressing dan terapi ozon lebih efektif terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan penggunaan modern dressing saja pada pasien dengan pressure ulcer .
Dengan demikian, dari hasil literature review terkait ragam metode perawatan luka pada pasien dengan ulkus diabetes dapat diketahui bahwa metode perawatan luka dengan modern
dressing efektif untuk penyembuhan luka secara signifikan dan terbukti lebih baik dari metode konvensional.
Kemudian, metode perawatan luka dengan ozone therapy juga secara signifikan dapat
memfasilitasi pemulihan DFU dan mengurangi rasa sakit selama perawatan dan dapat digunakan sebagai terapi pelengkap untuk mendukung metode perawatan luka dalam mempercepat proses penyembuhan luka ulkus diabetes. Namun untuk menghasilkan perawatan yang lebih baik maka ozone therapy dapat dikombinasikan dengan metode perawatan yang lain, baik itu modern
dressing maupun NPWT dalam aplikasinya. Sementara itu, pada metode negative pressure wound therapy dapat
menghasilkan hasil yang lebih baik dalam perawatan luka pada pasien dengan ulkus dibandingkan kedua metode sebelumnya, karena dapat meningkatkan ekspresi protein VEGF dalam jaringan granulasi secara signifikan untuk membantu proses angiogenesis dan mempercepat proses penyembuhan dengan waktu rata-rata penyembuhan luka total adalah 8,5 hari. Metode NPWT dapat menurunkan edema, sehingga penyembuhan luka menjadi optimal, membuang eksudat yang keluar dari luka sehingga enzim protease di dalam eksudat juga ikut
terbuang, manfaat lainnya yaitu dapat menstimulasi pertumbuhan sel secara fisik dengan meningkatkan angiogenesis, sehingga pertumbuhan sel baru akan maksimal serta mampu mencegah amputasi. Walaupun tidak dikombinasikan dengan metode
perawatan luka lainnya, NPWT dapat memberikan semua hasil yang ditawarkan oleh metode perawatan konvensional, modern dressing, dan ozone therapy .
Semua metode perawatan luka untuk perawatan ulkus diabetes melitus memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dalam memilih metode perawatan luka yang tepat untuk pasien ulkus diabetes maka perlu dipertimbangkan
tentang biaya,
kenyamanan, serat keamanan metode yang diberikan.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil review literatur didapatkan kesimpulan bahwa metode Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) dapat memperlihatkan hasil yang efektif dibandingkan metode modern dressing dan ozone therapy bagi penderita ulkus diabetes . Hal ini didukung oleh hasil studi kasus bahwa NPWT telah terbukti mempercepat waktu penyembuhan sampai tiga kali atau lebih. Dengan demikian, diketahui bahwa negative pressure wound therapy
lebih efektif karena luka lebih cepat sembuh, dapat meminimalkan nyeri, dan lama dirawat di rumah sakit menurun. Peneliti
berharap penelitian selanjutnya dengan kualitas lebih baik yang akan sangat membantu proses perkembangan metode perawatan luka khususnya perawatan ulkus diabetes untuk dipraktikkan di Indonesia. Jika sudah ditemukan evidence yang terbaru dengan kualitas penelitian yang lebih baik maka tinjauan literatur ini dapat diupgrade sebagai pedoman dalam memberikan perawatan luka untuk penyembuhan ulkus diabetes.
## DAFTAR PUSTAKA
Albatanony, A. A., El, Y. M., Abdel, S., Sadek, M., & Sadaawy, A. S. (2019). Evaluation of the effect of ozone therapy in diabetic foot ulcers.
Menoufia Medical Journal , 32 (4), 1272–1276.
https://doi.org/10.4103/mmj.mmj
Anas, I., Kurniawaty, E., Jausal, A. N., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2019). Peran sel punca mesenkimal dalam penyembuhan luka pada ulkus kaki diabetik The Role of Mesenchymal Stem Cell in Wound Healing on Diabetic Foot Ulcer . 8 ,
325–331.
Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus
Tipe 2. In Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas . Heris Santy, W. (2015). Negative
Pressure Wound Therapy (NPWT) for the management of diabetic foot wound. Journal of Health Sciences ,
6 (2).
https://doi.org/10.33086/jhs.v6i2.30 Hu, X., Ni, Y., Lian, W., Kang, L., Jiang, J., & Li, M. (2019).
Combination of negative pressure wound therapy using vacuum- assisted closure and ozone water flushing for treatment of diabetic foot ulcers. International Journal of Diabetes in Developing Countries . https://doi.org/10.1007/s13410-019- 00769-4
IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth. In International Diabetes Federation (9th editio). Izadi, M., Kheirjou, R., & Mohammadpour, R. (2019). Diabetes & Metabolic Syndrome : Clinical research & reviews efficacy of comprehensive ozone therapy in diabetic foot ulcer healing. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews , 13 (1), 822– 825.
https://doi.org/10.1016/j.dsx.2018.11. 060 Joyce M. Black, J. H. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (Edisi 8). Elsevier Ltd.
Kartika, Ronald W, Bedah, B., Paru, J.,
& Luka, A. P. (2015). Perawatan luka kronis dengan modern dressing.
Perawatan Luka Kronis Dengan Modern Dressing , 42 (7), 546–550. Kartika, Ronald Winardi. (2016). Terapi Ulkus Kaki Diabetes dengan NPWT (Negative Pressure Wound Therapy).
Jurnal Kedokteran Meditek , 22 No. 59 (1).
Kementerian Kesehatan RI. (2019).
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI . 10 (1).
Kirsner, R., Dove, C., Reyzelman, A., Vayser, D., & Jaimes, H. (2019). A Prospective, Randomized, Controlled clinical trial on the efficacy of a single-use negative pressure wound therapy system, compared to traditional negative pressure wound therapy in the treatment of chronic ulcers of the lower extremities. Wound Repair and Regeneration , 27 (5),519–529.
https://doi.org/10.1111/wrr.12727 Labertus, K. (2017). Literature Review:
Perkembangan perawatan luka
terkini; Vacuum Assited Clouser (VAC). Jurnal Keperawatan STIKES
Suaka Insan , 2 (2), 189–199.
Lissa, L., Ratnasari, A., & Luzyawati, L. (2018). Uji efektivitas serbuk biji duwet (Syzigium cumini) Sebagai Obat Alternatif Luka Diabetes
Mellitus.,. Gema Wiralodra , 9 (1),
43–51. Megawati, V.M., H. Muhammad Hakimi, S. S. (2015). Efektifitas modifikasi modern dressing dan terapi ozon terhadap penyembuhan luka pada pasien dengan pressure ulcer di Wocare Clinic Bogor. Jurnal Penelitian , 7 (2), 1–11.
Mu, S., Hua, Q., Jia, Y., Chen, M. W., Tang, Y., Deng, D., He, Y., Zuo, C.,
Dai, F., & Hu, H. (2019). Effect Of negative-pressure wound therapy on the circulating number of peripheral endothelial progenitor cells in diabetic patients with mild to moderate degrees of ischaemic foot ulcer. Vascular , 27 (4), 381–389.
https://doi.org/10.1177/17085381198 36360 Mutiudin, A. I. (2019). Efektivitas proses penyembuhan luka dengan penggunaan modern wound dressing pada pasien ulkus diabetik: a sistematik review. 3 (1), 12–21. Saeed, M. Al. (2020). Prospective Randomized Comparison Of controlled release ionic silver hydrophilic dressings and medicated honey ‑ impregnated dressings in treating neuropathic diabetic foot ulcer. 25–30. https://doi.org/10.4103/sjhs.sjhs Santoso, W., & Purnomo, J. (2017). Effectiveness wound care using modern dressing method to diabetic wound healing process of patient with diabetes mellitus in home wound care. International Journal Of Nursing and Midwifery , 1 (2), 172– 181.
Sharma, D., Singh, B., Jaswal, K. S.,
Thakur, V., Nanda, V., & Nabh, R. (2017). Effectiveness of negative pressure wound therapy in the management of chronic diabetic
ulcers: a prospective study.
International Surgery Journal , 4 (4),
1313. https://doi.org/10.18203/2349- 2902.isj20171134 Sukriyadi, Suhartatik, Abdul Hady, B. S. E. (2019). Pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kejadian komplikasi DM di RS Pelamonia
Makassar. 10 (01), 59–66. Suyono. (2013). Patofisiologi diabetes melitus. penatalaksanaan diabetes melitus terpadu (Edisi 2). Badan penerbit FKUI.
Temu, S., Sujianto, U., & Nur, M.
(2020). Proses penyembuhan ulkus kaki diabetik melalui terapi ozon. Jurnal Ilmiah STIKES Kendal , 10 (2),
1–10. jurnal Gambaran tingkat
Thekdi, P. I., Bathla, V., Koradi, P.,
Jhala, D., & Patel, D. (2016). A study on newer dressing materials versus conventional dressing materials in ulcer healing. International Surgery Journal , 3 (1), 108–112. https://doi.org/10.18203/2349- 2902.isj20151491 Węgrzynowski, A., Kamiński, M., Liszkowski, P., Soska, J., Araszkiewicz, A., & Zozulińska- Ziółkiewicz, D. (2019). Long-term negative pressure wound therapy decreases a risk of diabetic foot amputation assessed in the university of Texas wound classification.
Wound Medicine , 24 (1), 33–35. https://doi.org/10.1016/j.wndm.2019. 02.004
WHO. (2016). Global Report on
Diabetes. In Isbn (Vol. 978).
Yuliani, K., Sulaeha, Sukri, S., & Yusuf, S. (2017). Check up diabetic foot, deteksi dini risiko luka kaki diabetes pada pasien diabetes mellitus di
Makassar: Uji Sensitifitas dan Spesifisitas. Hasanuddin Student Journal , 1 (1), 2017–2023. http://journal.unhas.ac.id/index.php/jt /userHSJ Yunus, B. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi lama penyembuhan luka pada pasien ulkus etn centre Makassar. Uin-Alauddin.Ac.Id , 1– 188.
|
790a9c2b-f95d-4dc3-b562-edd8cdbaf74d | https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/krisna/article/download/4772/3738 | Jurnal KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi; Vol. 14, No. 1 Juli 2022, pp. 50-62
ISSN: 2301-8879 E-ISSN: 2599-1809 Available Online At: https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/krisna
## KESIAPAN KERJA MAHASISWA AKUNTANSI DI ERA DIGITAL: CUKUPKAH HANYA HARD SKILLS ?
Naufal Afif 1 , Azizah Hasna’ Arifin 2 *
1 Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Magelang
2 Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia Yogyakarta *e-mail: [email protected]
Abstract
DiPublikasi: 01/07/2022
Demands for college graduates are increasing. Traditionally, the academic ability has spearheaded the success of college graduates to get a job. However, the current trend of employers increasingly wants skills and other attributes to support academic skills, as well as for accounting graduates. World economic forum report on expertise needed in 2020 and the development of the 4.0 industrial revolution requires accounting graduates to have skills and attributes in addition to academic abilities. The purpose of this study is to examine the effect of soft skills provided by tertiary institutions and the spiritual intelligence of individuals on the readiness of accounting students to work. Using Covariance-based Structural Equation Model (CB-SEM), this study analyses the results of a survey distributed to 371 accounting students in Indonesia. The result, based on structural model testing shows that soft skills provided by higher education and spiritual intelligence significantly and positively affect the work readiness of accounting students. The results of the research provide input for universities to continue to develop learning about soft skills to students so that graduates can compete in the world of work. This study also provides empirical evidence that the readiness of accounting students is also influenced by the attribute inherent in human beings, namely spiritual intelligence.
Keywords: soft skills, spiritual intelligence, work readiness, accounting student
## Abstrak
Tuntutan bagi lulusan perguruan tinggi semakin meningkat. Secara tradisional, kemampuan akademik menjadi ujung tombak keberhasilan lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan. Namun, tren yang terjadi saat ini pemberi kerja semakin menginginkan keterampilan dan atribut lain untuk mendukung kemampuan akademik, demikian juga bagi lulusan akuntansi. Laporan world economic forum tentang keahlian yang dibutuhkan pada tahun 2020 dan perkembangan revolusi industri 4.0 menuntut lulusan akuntansi untuk memiliki keterampilan dan atribut selain kemampuan akademik. Tujuan dalam studi ini adalah untuk menguji pengaruh soft skills yang diberikan oleh perguruan tinggi dan kecerdasan spiritual yang dimiliki individu terhadap kesiapan mahasiswa akuntansi untuk bekerja. Dengan menggunakan Covariance-based Structural Equation Model (CB-SEM) studi ini menganalisis hasil survei yang disebarkan kepada 371 mahasiswa akuntansi di Indonesia. Hasilnya, berdasarkan pengujian model struktural menunjukkan bahwa soft skills yang diberikan perguruan tinggi dan kecerdasan spiritual berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi. Hasil dari penelitian memberikan masukan bagi perguruan tinggi untuk terus mengembangkan pembelajaran tentang soft skills kepada mahasiswa sehingga lulusannya dapat bersaing di dunia kerja. Studi ini juga memberikan bukti empiris bahwa kesiapan kerja mahasiswa akuntansi juga dipengaruhi oleh atribut yang melekat pada diri manusia yaitu kecerdasan spiritual.
Kata Kunci: soft skills, kecerdasan spiritual, kesiapan kerja, mahasiswa akuntansi
## I. PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji bagaimana kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia. Semakin tinggi tuntutan bagi lulusan perguruan tinggi membuat kebutuhan akan kemampuan lain sebagai tambahan kemampuan di bidang akademik juga semakin tinggi. Tren yang sedang berkembang saat ini adalah pemberi kerja menginginkan kemampuan lain di luar kemampuan akademik yang mumpuni. Laporan yang
dikeluarkan oleh world economic forum menuntut lulusan perguruan tinggi, khususnya bidang akuntansi, untuk memiliki keterampilan dan atribut selain kemampuan akademik di era revolusi industri 4.0 ini. Misalnya kemampuan menginterpretasikan dan menyampaikan informasi dari suatu data (Ali, 2019). Hal ini dapat menjadi peluang bagi penyedia pendidikan untuk menjadi saluran perubahan dengan cara pendekatan dalam pengajaran dan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja pada revolusi industri 4.0.
Bagaimanapun, revolusi industri 4.0 telah memberikan lapangan pekerjaan dan juga pengangguran yang baru. Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka untuk tingkat sekolah tinggi pada tahun 2018 sebesar 5.8%. Persentase ini lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah bersekolah dan lulusan sekolah dasar (2,02 dan 2,79 persen). Alasan yang paling mungkin untuk angka ini adalah karena adanya perbedaan antara pelajaran atau materi yang diberikan perguruan tinggi dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja (Shanmugam, 2017).
Pemberi kerja memiliki anggapan bahwa beberapa lulusan dari perguruan tinggi belum memiliki kesiapan untuk terjun di dunia kerja. Studi yang dilakukan ACNielsen Research Services (2000), Casner-Lotto (2006) dan Hart (2008) menunjukkan bahwa banyak dari lulusan perguruan tinggi yang belum memenuhi kriteria yang diharapkan oleh para manajer di perusahaan. Kesiapan kerja yang diharapkan oleh manajer adalah kemampuan dalam bidangnya masing- masing dan keterampilan yang tidak diajarkan secara langsung di kelas, misalnya bidang kompetensi relasional dan kepribadian. Penelitian yang dilakukan oleh Verma dkk. (2018) menjelaskan hal serupa. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa banyak lulusan merasa tidak siap untuk bekerja karena kurang memiliki soft skills yang dibutuhkan pemberi kerja.
Caballero dkk. (2011) menjelaskan bahwa perusahaan mulai mengalihkan perhatian mereka ke atribut dan keterampilan umum (atau bisa disebut sebagai soft skills ) dibandingkan dengan hanya dari prestasi akademik. Keterampilan ini perlu diperkuat dalam bentuk pengajaran di perguruan tinggi. Teng dkk. (2019) menjelaskan bahwa seiring dengan perubahan pada dunia kerja, mempersiapkan soft- skills yang dimiliki oleh mahasiswa akuntansi adalah tugas dari lembaga pendidikan. Namun, masih banyak perguruan tinggi yang lebih
menekankan keterampilan hard skills atau keterampilan teknis pada bidang yang dipelajari dan hanya sedikit membekali siswanya dengan keterampilan soft skills (Teng dkk., 2019). Hal ini juga didukung oleh British Chamber of Commerce (2014) yang menjelaskan bahwa banyak lulusan perguruan tinggi kurang memiliki soft skills yang diperlukan untuk bekerja
Selain soft-skills yang harus dimiliki oleh setiap lulusan akuntansi, kecerdasan spiritual menjadi aspek penting lainnya terkait kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia. Kecerdasan spiritual menjadi penting bagi lulusan akuntansi karena perusahaan mulai melirik jenis kecerdasan ini dan mulai dianggap sebagai kemampuan yang penting. Pandey (2014) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai tumpuan kesadaran manusia yang mana berfungsi sebagai pembentuk karakter dan makna yang dimiliki manusia. Kecerdasan spiritual menjadi penting bagi lulusan akuntansi karena perusahaan mulai melirik jenis kecerdasan ini dan mulai dianggap sebagai kemampuan yang penting. Pandey (2014) menjelaskan bahwa organisasi saat ini mempertimbangkan ruang bagi kecerdasan spiritual, dimensi yang lebih berkaitan dengan pencarian makna, tujuan dan rasa kebersamaan dibandingkan dengan aturan dan ketertiban. Hal ini menyiratkan bahwa perusahaan semakin meningkatkan keterlibatan karyawan, kerja tim, dan pemberdayaan karyawan ke dalam praktik manajemen perusahaan. Emmons (2000) mengkonseptualisasikan spiritual dalam istilah adaptif dan motivasi kognitif yang keduanya dapat mendasari keterampilan pemecahan masalah.
Dengan demikian, kesiapan kerja mahasiswa akuntansi saat ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik yang dimiliki, namun soft skills dan kecerdasan spiritual juga menjadi aspek yang menentukan kesiapan mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah soft-skills yang diasah di perguruan tinggi dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia.
## II. TINJAUAN PUSTAKA
Soft Skills Soft Skills adalah keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat yang berkaitan dengan kepribadian, sikap dan perilaku yang dimiliki seseorang
daripada pengetahuan formal atau teknis (Moss dan Tilly, 1996). Soft skills juga didefinisikan sebagai kemampuan dan atribut pribadi yang dapat digunakan dalam berbagai lingkungan kerja yang
Jurnal KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi Volume 14, Nomor 1 2022 CC-BY-SA 4.0 License
digunakan oleh lulusan pada sepanjang hidupnya (Fraser, 2001). Peneliti pada bidang pendidikan dan praktisi juga menekankan untuk mengembangkan atribut non akademik seperti kemampuan untuk bekerja sama, kemampuan berkomunikasi dan memecahkan masalah yang diasah pada jenjang pendidikan tinggi (Bennett dkk., 1999).
Selain itu, soft skills dapat diartikan sebagai kompetensi kunci yang dapat ditransfer dan tidak dapat dipisahkan dari individu, yaitu berupa: 1) profesionalisme; 2) keandalan; 3) kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian; 4) kemampuan untuk merencanakan dan berpikir secara strategis; 5) kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, baik dalam tim maupun dalam jaringan; 6) kemampuan komunikasi tertulis maupun verbal yang baik; 7) keahlian teknologi informasi dan komunikasi; 8) kreativitas dan kepercayaan diri; 9) keterampilan manajemen diri dan manajemen waktu yang baik; dan 10) kemampuan untuk belajar dan menerima tanggung jawab (Elias dan Purcell, 2004; Nabi, 2003; Tucker dkk., 2000).
Secara sederhana, soft skills merupakan bagian dari diri mahasiswa yang berada di luar pengetahuan secara formal atau teknis. Soft skills menjadi satu keterampilan dan atribut yang penting saat ini untuk dapat mendukung keterampilan formal yang dimiliki mahasiswa. Bahkan beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa banyak pemberi kerja yang menginginkan lulusan mahasiswa yang memiliki soft skills yang mumpuni di samping kemampuan akademis mereka.
Bennett dkk. (1999) dan Kember dkk. (2007) menjelaskan bahwa soft skills yang diberikan kepada mahasiswa tidak hanya bertujuan untuk akademik saja, namun juga akan bermanfaat saat bekerja setelah lulus nanti. Lebih dari setengah pengusaha yang disurvei mengatakan keterampilan seperti komunikasi dan kerja tim lebih penting daripada hasil akademik (Clarke, 2016). Pentingnya soft skills membuat universitas di seluruh dunia semakin dituntut untuk menghasilkan lulusan yang terampil dan mampu merespon kebutuhan yang terus berubah dan kompleks di tempat kerja (Possa, 2006).
## Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai kemampuan untuk menerapkan aspek spiritual (yang berkaitan dengan batin, jiwa dan
hubungannya dengan keberadaannya di dunia) untuk meningkatkan fungsi, menemukan makna dan mencapai kesejahteraan sehari-hari (Amram, 2007; Vaughan, 2002). Kecerdasan spiritual merupakan pengetahuan yang terdiri dari sejumlah kemampuan dan kompetensi (Emmons, 2000) yang berfungsi untuk konseptualisasi pengalaman dan menghasilkan sesuatu yang bermakna (Zohar dan Marshall, 2007). Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual seharusnya (1) memiliki kemampuan mental yang saling terkait; (2) memfasilitasi adaptasi, penyelesaian masalah, dan penalaran dalam konteks lingkungan; dan (3) dapat berkembang seiring dengan usia dan pengalaman seseorang (Mayer dkk., 2000; Sternberg, 1997). Ciri-ciri dari kecerdasan spiritual yang dibutuhkan oleh lulusan perguruan tinggi sejalan dengan konsep pengembangan kapasitas ( capacity building ) yang diajarkan di perguruan tinggi. Morrison (2001) menjelaskan bahwa capacity building merupakan suatu konsep pembelajaran yang dimulai dari kebutuhan akan suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan ketidakpastian dari suatu hal, dan pada akhirnya dapat mengembangkan kemampuan adaptasi untuk mengikuti perubahan.
Spiritualitas yang dimiliki seseorang sangat berpengaruh terhadap output organisasi. Spiritualitas di tempat kerja dapat meningkatkan motivasi etis pada diri sendiri dan peningkatan iklim/budaya organisasi.
Pandey (2014)
menjelaskan bahwa perusahaan memiliki ketertarikan terhadap seseorang yang memiliki spiritualitas di tempat kerja karena beberapa alasan. Pertama, seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik akan mengurangi dampak dari demoralisasi karyawan, hal ini penting karena banyak terjadi perampingan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan. Kedua, tempat kerja semakin dipandang sebagai tempat bagi anggotanya untuk saling terhubung. Semakin meningkatnya keingintahuan karyawan terhadap filosofi timur yang menekankan pada nilai-nilai kesetiakawanan pada kelompok, yang pada akhirnya akan menjaga retensi karyawan di perusahaan. Alasan terakhir adalah para pemimpin organisasi memandang bahwa tekanan global semakin kuat sehingga perlu adanya kecerdasan spiritual untuk memperkuat pertahanan karyawan dari tekanan dan memupuk kreativitas karyawan.
Dengan demikian, seseorang dengan kecerdasan spiritual dapat memahami masalah secara mendalam dan memecahkan masalah tersebut serta dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkungan kerja.
## Kesiapan Kerja
Kesiapan adalah suatu konsep perkembangan dan motivasi. Kesiapan kerja didefinisikan sebagai sejauh mana lulusan perguruan tinggi dianggap memiliki sikap dan atribut yang menjadikan mereka siap untuk sukses di lingkungan kerja (Caballero dkk., 2011). Mason dkk. (2009) menggambarkan kesiapan kerja sebagai keterampilan, pengetahuan, sikap, dan pemahaman untuk berkontribusi sesuai tujuan organisasi atau perusahaan. Selain itu, kesiapan kerja juga diartikan sebagai kriteria seleksi untuk memprediksi potensi lulusan untuk bersaing di dunia kerja (Caballero dkk., 2011). Psikolog dan pendidik menyatakan bahwa seseorang dapat mencapai tingkat kesiapan yang telah ditentukan setelah mengalami proses belajar, tingkat kematangan fisik, dan perkembangan neurologis (Dennis, 1972; Gesell, 1928).
Kesiapan kerja lulusan diinterpretasikan sebagai keterampilan khusus yang dirancang oleh universitas atau program studi yang diselaraskan dengan kebutuhan industri (Green dkk., 2009). Keterampilan ini dikenal dengan berbagai atribut lulusan, kemampuan lulusan, atau kualitas lulusan. Saat mengenyam pendidikan di bangku kuliah, siswa diberikan kesempatan untuk memperoleh berbagai keterampilan yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang menunjukkan serangkaian prestasi, keterampilan, pemahaman dan atribut pribadi (Yorke, 2004) yang akan berfungsi saat berada dalam lingkungan kerja yang cepat berubah seiring berkembangnya zaman dan untuk berkontribusi pada perusahaan atau organisasi (Tomlinson, 2010). Untuk itu, penting bagi para akademisi dan perancang kurikulum untuk lebih memahami perspektif kesiapan kerja siswa yang disesuaikan dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan.
## Soft Skills dan Kesiapan Kerja
Hadirnya revolusi industri 4.0 membuat banyak perubahan pada lingkungan kerja dan kebutuhan bisnis yang mengakibatkan sulit untuk memprediksi masa depan dan tantangan yang akan
dihadapi. Namun hal ini juga dapat menjadi peluang bagi penyedia pendidikan untuk menjadi saluran perubahan dengan cara pendekatan dalam pengajaran dan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja pada revolusi industri 4.0.
Kesenjangan keterampilan pada revolusi industri 4.0 merupakan tantangan bagi penyedia pendidikan secara global. Banyak lulusan merasa tidak siap untuk bekerja karena kurang memiliki soft skills yang dibutuhkan pemberi kerja (Verma dkk., 2018). Banyak perguruan tinggi yang hanya membekali siswanya dengan keterampilan hard skills atau keterampilan teknis yang diperlukan untuk pekerjaan dan sedikit membekali siswanya dengan keterampilan soft skills (Teng dkk., 2019). Hal ini juga didukung oleh British Chamber of Commerce (2014), bahwa banyak lulusan kurang memiliki soft skills yang diperlukan untuk pekerjaan yang berakibat pada naiknya persentase pengangguran. Salah satu penyebab tingginya tingkat pengangguran ini karena adanya perbedaan antara materi pembelajaran yang diberikan saat di perguruan tinggi dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan atau organisasi (Shanmugam, 2017).
Goldsmiths soft skills inventory yang dikembangkan oleh Chamorro-Premuzic dkk. (2010) digunakan untuk menguji bagaimana soft skills yang dimiliki oleh mahasiswa akuntansi di Indonesia untuk siap bersaing di dunia kerja. Soft skills yang masuk dalam Goldsmiths soft skills inventory yaitu manajemen diri, komunikasi, bekerja dalam tim, keterampilan interpersonal, bekerja dibawah tekanan, pemikiran kreatif atau imajinasi, pemecahan masalah dan berpikiran kritis, kemauan untuk belajar, perhatian terhadap hal-hal detail, kemampuan untuk bertanggung jawab, kemampuan merencanakan dan mengatur, wawasan, kedewasaan, profesionalisme dan kecerdasan emosional. Soft skills ini diprediksikan dapat mempengaruhi kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di luar kemampuannya secara akademik.
Selain itu lulusan membutuhkan pengalaman (seperti magang, pelatihan kewirausahaan atau praktik keterampilan kerja), kemampuan memecahkan masalah yang kompleks, berpikir kritis, kemampuan analisis, kemampuan akan sikap dan bakat yang tepat untuk memenuhi kategori pekerjaan yang cepat berubah, dan kemajuan teknologi pada revolusi industri 4.0 (Teng dkk., 2019; Sumarna, 2020). Sehingga lulusan akan lebih
siap untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan bisnis. Sehingga, hipotesis pertama dinyatakan sebagai berikut:
H1. Soft Skills berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi
## Kecerdasan Spiritual dan Kesiapan Kerja
Prestasi akademik, yang dalam beberapa dekade terakhir menjadi primadona perusahaan dalam merekrut karyawan, kini tak serta merta menjadi yang utama. Riset terdahulu menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual yang diwujudkan dalam nilai akademik tidak cukup untuk membuktikan bahwa lulusan perguruan tinggi mampu bersaing di dunia kerja. Gardner (1999) dalam Koražija dkk. (2016) memperkenalkan pertama kali theory of multiple intelligences , yang menjelaskan bahwa kecerdasan tidak hanya tentang kecerdasan intelektual saja, namun kecerdasan memiliki lebih banyak sifat di dalam seseorang. Emmons (2000) menerangkan bahwa spiritual dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecerdasan yang melibatkan aspek spiritual untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan juga dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk berperilaku baik (misal, rendah hati, belas kasih dan hormat).
Suatu organisasi maupun perusahaan yang dikenal memiliki sistem yang rasional mulai melirik pentingnya aspek spiritualitas di tempat kerja (Pandey, 2014). Penelitian yang dilakukan Yahyazadeh-Jeloudar dan Lotfi-Goodarzi (2012) membuat kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan spiritual dan kepuasan kerja. Mitroff dkk. (2009) menjelaskan bahwa spiritualitas di tempat kerja mencakup upaya untuk menemukan tujuan utama seseorang di dalam kehidupannya, mengembangkan hubungan yang kuat dengan rekan kerja dan orang lain di lingkungan kerja, meningkatkan keterlibatannya dalam tim, serta memperkuat kerja sama di dalam kerja tim. Selain itu, kecerdasan spiritual yang dimiliki karyawan juga akan mengarahkannya pada perilaku etis di tingkat pribadi dan tingkat organisasi/perusahaan.
Zohar dan Marshall (2000) dalam Koražija dkk. (2016) menjelaskan bahwa dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, seorang individu akan dapat menemukan makna, tujuan, kepentingan, dan rasa
kebersamaan di dalam dirinya. Hal ini yang akan membantu seseorang untuk memiliki integritas yang tinggi dan selalu berada di jalan yang benar. Emmons (2000) juga menjelaskan bahwa dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, maka seseorang akan dapat memecahkan masalah sehari-hari dengan baik dan juga dapat beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan yang baru. Hal ini akan mengurangi efek ketakutan, reaksi terhadap situasi baru dan aneh di tempat kerja, dan efek lain yang dapat menghambat kesiapan seseorang ketika terjun ke tempat kerja. Sehingga pada akhirnya kecerdasan spiritual akan mendukung pengembangan kapasitas ( capacity building ) yang diajarkan di perguruan tinggi. Morrison (2001) menjelaskan bahwa pengembangan kapasitas mencakup pembelajaran terus-menerus untuk mengikuti perubahan dan kesiapan mahasiswa untuk beradaptasi dengan perubahan yang pasti muncul. Dengan demikian, seseorang dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan dapat memahami masalah secara mendalam dan memecahkan masalah-masalah di dunia kerja serta dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkungan kerja. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, hipotesis kedua dinyatakan sebagai berikut:
H2. Kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi
## Model Penelitian
Berdasarkan pengembangan hipotesis yang telah dijelaskan, model penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian
## III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dengan teknik sampling yang digunakan adalah teknik non-probabilitas sampling yang memungkinkan setiap individu dalam populasi dapat terpilih menjadi responden (Cooper dan Schindler, 2014). Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode ini memungkinkan penulis untuk menentukan sampel berdasarkan karakteristik tertentu atau pengalaman dan persepsi yang dimiliki responden. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi di Indonesia. Cooper dan Schindler (2014) juga menjelaskan bahwa purposive sampling digunakan untuk mendapatkan sampel sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti. Kriteria sampel dalam studi ini adalah mahasiswa S1 akuntansi pada perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
Data penelitian ini diambil pada bulan Maret
2020 dengan menggunakan platform google form . Kuesioner survei disebar kepada mahasiswa akuntansi di seluruh Indonesia. Persebaran kuesioner yang dilakukan mencakup perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta yang berada di 14 provinsi di Indonesia. Total ada 445 mahasiswa akuntansi yang mengisi kuesioner, yang selanjutnya 74 responden dikeluarkan dari sampel karena tidak lengkap dalam mengisi kuesioner dan tidak masuk kriteria sampel (misal, perguruan tinggi kedinasan dan pendidikan selain S1). Sehingga, sampel akhir pada penelitian ini adalah 371 responden, dengan sebaran responden perguruan tinggi negeri sebanyak 166 responden dan perguruan tinggi swasta sebanyak 205 responden. Responden laki-laki berjumlah 96 (26%) dan perempuan 275 (74%). Tabel 1 berikut menunjukkan informasi demografi responden secara lengkap:
Tabel 1. Demografi Responden Kategori Tipe Responden Jumlah Persentase Jenis Kelamin Laki-Laki 96 26% Perempuan 275 74% Jenis Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi Negeri 166 45% Perguruan Tinggi Swasta 205 55% Semester Saat Ini 2 56 15% 4 110 30% 6 166 45% 8 39 11% IPK 2.01 - 2.50 5 1% 2.51 - 3.00 18 5% 3.01 - 3.50 135 36% 3.51 - 4.00 213 57% Lokasi Universitas Bengkulu 2 1% Daerah Istimewa Yogyakarta 117 32% DKI Jakarta 6 2% Jambi 41 11% Jawa Tengah 9 2% Jawa Timur 66 18% Kalimantan Tengah 5 1% Lampung 36 10% Nusa Tenggara Barat 5 1% Sulawesi Selatan 7 2% Sulawesi Tengah 10 3% Sulawesi Tenggara 16 4% Sumatra Selatan 42 11% Sumatra Utara 9 2%
Dua variabel independen dan satu variabel dependen dalam penelitian ini didefinisikan dan diukur berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu. Variabel independen pertama yaitu soft skills didefinisikan sebagai keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat yang berkaitan dengan kepribadian, sikap dan perilaku selain pengetahuan formal atau teknis (Moss & Tilly, 1996). Variabel ini diukur menggunakan 15 item pertanyaan yang diadopsi dari Chamorro- Premuzic dkk., (2010) yang dikenal dengan 15 item Goldsmiths soft skills inventory . Item-item pertanyaan mencakup pertanyaan mengenai manajemen diri, komunikasi, interpersonal , keterampilan kerja tim, kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, imajinasi/kreativitas, pemikiran kritis, kemauan untuk belajar, memperhatikan detail, mengambil tanggung jawab, merencanakan dan mengatur keterampilan, wawasan, kedewasaan, profesionalisme, dan kecerdasan emosional.
Variabel kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan aspek spiritual (yang berkaitan dengan batin, jiwa dan hubungannya dengan eksistensinya di dunia) untuk meningkatkan fungsi, menemukan makna dan mencapai kesejahteraan sehari-hari (Amram, 2007; Vaughan, 2002). Kecerdasan spiritual diukur dengan 24 item kuesioner yang diadopsi dari penelitian King dan DeCicco (2009).
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kesiapan kerja yang didefinisikan sebagai sejauh mana lulusan perguruan tinggi dianggap memiliki sikap dan atribut yang menjadikan mereka siap untuk bersaing di lingkungan kerja (Cabellero dan Walker, 2010). Variabel kesiapan kerja diukur dengan menggunakan 64 item pertanyaan dari Caballero dkk. (2011).
Pengukuran variabel soft skills, kecerdasan spiritual dan kesiapan kerja menggunakan lima poin skala Likert (mulai dari 1 = “sangat tidak setuju” sampai dengan 5 = “sangat setuju”). Untuk menghindari efek yang mungkin timbul dari variabel lain diluar variabel yang diuji, maka penelitian ini menggunakan beberapa variabel kontrol yaitu jenis kelamin, lokasi universitas, semester saat ini, dan indeks prestasi kumulatif (IPK).
Validasi pengukuran dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Covariance- based Structural Equation Model (CB-SEM) dengan alat analisisnya menggunakan IBM SPSS AMOS 24. Metode ini memungkinkan untuk menggunakan variabel yang tidak dapat diobservasi ( unobservable variable ) yang diukur dengan variabel indikator secara tidak langsung (Hair dkk., 2013).
Teknik analisis data pada CB-SEM menggunakan pendekatan two-step structural equation modelling, yaitu: model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran dilakukan dengan menguji validitas dan reliabilitas dengan confirmatory factor analysis (CFA) dan exploratory factor analysis (EFA). Validitas dikatakan terpenuhi ketika nilai factor loading dan AVE > 0.50 dan nilai akar kuadrat AVE memiliki nilai tertinggi pada konstruknya sendiri (Hair dkk., 2014). Sedangkan dikatakan reliabel ketika nilai cronbach alpha dan composite reliability lebih dari 0.70 (Hair dkk., 2014). Model struktural dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel laten pada variabel independen maupun dependen. Variabel laten merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator untuk mengukurnya (Hair dkk., 2014).
## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
## Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk menganalisis dan menyajikan sebagian besar data. Analisis deskriptif menyajikan bentuk distribusi data (minimum dan maksimum), nilai rata-rata ( mean ), dan ukuran penyebaran data (standar deviasi)
(Cooper dan Schindler, 2014). Pada penelitian ini analisis deskriptif menggunakan program SPSS Statistics 25 . Tabel 2 merupakan hasil analisis deskriptif
dalam penelitian ini:
Tabel 2 . Analisis Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Soft Skills (SS) 371 22 55 43.58 6.882 Kecerdasan Spiritual (KS) 371 23 100 79.27 10.937 Kesiapan Kerja (KK) 371 82 190 152.73 19.259 Valid N (listwise) 371
Sumber: Data diolah pada aplikasi SPSS Statistic 25
## Model Pengukuran
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, pengujian awal berupa pengujian validitas dan reliabilitas perlu dilakukan. Uji validitas yang dilakukan dengan menguji validitas konvergen dan validitas diskriminan menggunakan analisis faktor konfirmatori/ confirmatory factor analysis (CFA). Pada uji validitas konvergen dikatakan valid ketika nilai factor loading lebih dari 0.5, sedangkan nilai di bawah 0.5 indikator harus dihapuskan (Hair dkk., 2014). Hasil pengujian yang dilakukan, beberapa item dalam variabel dihapus karena memiliki factor loading kurang dari 0.5. Sehingga, indikator yang digunakan untuk pengujian model pengukuran dan
model struktural untuk variabel soft skills , kecerdasan spiritual dan kesiapan kerja berturut- turut sebanyak 11, 20 dan 38 item indikator.
Selanjutnya yang harus diperhatikan dalam pengujian validitas konvergen adalah nilai Average Variance Extracted (AVE). Hair dkk. (2014) menjelaskan bahwa nilai ambang batas minimal untuk AVE adalah >0.5. Tabel 3 berikut ini menunjukkan nilai AVE setelah adanya penghapusan indikator. Berdasarkan Tabel 3 tersebut setiap konstruk telah memiliki nilai AVE >0.5, sehingga secara konvergen model dikatakan valid.
Tabel 3. Nilai Average Variance Extracted (AVE) SS KS KK 0.503 0.875 0.694 Keterangan SS: Soft Skills , KS: Kecerdasan Spiritual, KK: Kesiapan Kerja Sumber: data diolah pada aplikasi IBM SPSS AMOS 24
Validitas kedua yang diuji adalah validitas diskriminan. Uji validitas diskriminan diuji berdasarkan nilai akar kuadrat AVE yang menunjukkan nilai tertinggi pada kelompok
konstruknya (Hair dkk., 2014). Tabel 4 menunjukkan hasil dari pengujian validitas diskriminan.
Tabel 4 . Nilai akar kuadrat AVE SS KS KK SS 0.71 KS 0.543 0.935 KK 0.540 0.754 0.833 Keterangan SS: Soft Skills , KS: Kecerdasan Spiritual, KK: Kesiapan Kerja Sumber: data diolah pada aplikasi IBM SPSS AMOS 24
Tabel 4 menunjukkan nilai akar kuadrat AVE pada setiap konstruk telah memiliki nilai tertinggi pada konstruknya sendiri. Oleh karena itu, pengukuran validitas diskriminan pada penelitian ini dikatakan telah valid.
Reliabilitas dalam penelitian ini dilihat dari nilai
Cronbach’s alpha (CA) dan Composite reliability (CR). Ambang batas suatu konstruk dikatakan reliabel adalah apabila nilai CA dan CR-nya ≥ 0.7. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai CA dan CR pada setiap konstruk memiliki nilai lebih dari 0.7. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konstruk
memiliki reliabilitas yang baik atau dapat dikatakan bahwa semua konstruk reliabel.
Tabel 5. Nilai CA dan CR Cronbach's Alpha Composite Reliability SS 0.918 0.918 KS 0.923 0.965 KK 0.952 0.871 Keterangan SS: Soft Skills , KS: Kecerdasan Spiritual, KK: Kesiapan Kerja Sumber: Data diolah pada aplikasi SPSS Statistics 25 dan IBM SPSS AMOS 24
## Model Struktural
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, pengujian kesesuaian model ( model fit ) perlu untuk dilakukan terlebih dahulu. Suatu model dapat dikatakan fit dilihat dari nilai Chi-square , CMIN/DF, GFI, AGFI, CFI, SMSR, RMSEA. Hasil dari pengujian yang dilakukan, nilai CMIN/DF (1.832), SRMR (0.06), dan RMSEA (0.047) telah memenuhi ambang batas dari suatu model dapat dikatakan
sebagai model yang fit. Sedangkan nilai dari GFI (0.737) dan AGFI (0.718) telah mendekati nilai ambang batas. Menurut Hair (2014) tidak perlu untuk menggunakan semua pengujian model fit yang ada karena akan dianggap berlebihan. Sehingga, secara keseluruhan model dalam penelitian ini dapat dikatakan baik. Tabel 6 dibawah ini menyajikan data hasil uji kesesuaian model fit .
Tabel 6. Uji Kesesuaian Model No Indeks Nilai Kritis Hasil 1 Chi-Square Mendekati Nol 4,613.035 2 CMIN/DF Antara 1 and 3 1.832 3 GFI >0.90 0.737 4 AGFI >0.90 0.718 5 CFI >0.95 0.851 6 SRMR <0.08 0.06 7 RMSEA <0.06 0.047
Sumber: Data diolah pada aplikasi IBM SPSS AMOS 24
Gambar 2 dan Tabel 7 berikut ini menunjukkan hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini. Nilai Path Coefficient (β) dan CR pada hubungan antara soft skills dan kesiapan kerja adalah 0.18 dan 7.72 dengan nilai p<0.001 , sehingga H1 terdukung. Kemudian pada hipotesis kedua yang menguji hubungan antara kecerdasan spiritual dan kesiapan kerja menunjukkan nilai Path Coefficient (β) sebesar 0.61 dan nilai CR sebesar 3.26 dengan nilai p<0.001, sehingga H2 terdukung. Hasil dari
pengujian secara statistik ini menunjukkan bahwa indeks prestasi kumulatif mahasiswa (GPA) yang menjadi variabel kontrol dalam penelitian ini berpengaruh terhadap kesiapan kerja mahasiswa dengan nilai Path Coefficient ( β) sebesar 0.14 dan CR sebesar 3.36 dengan nilai p<0.001 . Sedangkan tiga variabel kontrol yang lain tidak berpengaruh terhadap kesiapan kerja mahasiswa.
Gambar 2. Hasil Pengujian Hipotesis Keterangan SS: Soft Skills , KS: Kecerdasan Spiritual, KK: Kesiapan Kerja
Tabel 7. Hasil analisis model struktural Estimate S.E. C.R. P Signifikansi KK ç KS 0.525 0.068 7.724 *** Signifikan KK ç SS 0.132 0.04 3.266 0.001 Signifikan KK ç Gender -0.071 0.042 -1.707 0.088 Tidak Signifikan KK ç Univ -0.041 0.037 -1.101 0.271 Tidak Signifikan KK ç Semester -0.016 0.02 -0.79 0.43 Tidak Signifikan KK ç GPA 0.096 0.029 3.361 *** Signifikan Sumber: Data diolah pada aplikasi IBM SPSS AMOS 24
Sesuai dengan hasil uji model struktural, hipotesis pertama yang berbunyi soft skills berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi secara empiris terdukung. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia dipengaruhi secara positif oleh soft skills yang diajarkan oleh perguruan tinggi. Secara keseluruhan penelitian ini membuktikan bahwa mahasiswa akuntansi setuju bahwa perguruan tinggi telah mengasah soft skills untuk menyiapkan lulusannya terjun ke dunia kerja. Hasil empiris dalam penelitian ini dapat menjawab tantangan ACNielsen Research Services (2000) yang menunjukkan bahwa beberapa lulusan perguruan tinggi kurang memiliki keterampilan relasional yang diharapkan oleh perusahaan.
Hipotesis kedua yang berbunyi kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi juga terdukung dalam penelitian ini. Ini menyiratkan bahwa kecerdasan spiritual juga mampu untuk mendukung kesiapan kerja mahasiswa akuntansi. Kecerdasan spiritual diharapkan mampu menjadi penyokong dari jenis kecerdasan lain seperti kecerdasan intelektual dan emosional. Kecerdasan spiritual dalam konteks kesiapan kerja mahasiswa berguna untuk menciptakan makna, tujuan, kreativitas dan membangun kebersamaan. Zohar dan Marshall (2007) menjelaskan bahwa dengan adanya makna, tujuan, kreativitas dan kebersamaan yang dimiliki oleh mahasiswa, maka akan muncul integritas pada diri mereka untuk dapat lebih bersaing di tempat kerja dan bekerja dengan baik.
## V. KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah soft skills yang diajarkan di perguruan tinggi dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan, penelitian ini memiliki beberapa kesimpulan. Pertama, penelitian ini menyimpulkan bahwa mahasiswa merasa bahwa perguruan tinggi mereka telah mengasah soft skills , dan hal ini berpengaruh secara positif terhadap kesiapan kerja mereka. Hal ini diyakini
akan memberikan mahasiswa akuntansi kemampuan yang mumpuni di luar kemampuan akademik mereka untuk siap bekerja dan bersaing di lingkungan kerja pada era revolusi industri 4.0.
Kedua, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual dapat mempengaruhi kesiapan mahasiswa akuntansi di Indonesia untuk bekerja. Penelitian ini memberikan dukungan secara empiris terhadap penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual dibutuhkan oleh karyawan di tempat kerja (Pandey, 2014).
## Implikasi
Hasil dari penelitian ini memberikan implikasi secara praktis. Pertama, berdasarkan laporan World Economic Forum yang dipublikasikan tahun 2016, ada 10 keterampilan yang harus dimiliki untuk kesiapan kerja ditahun 2020. Dengan menggunakan 15-item Goldsmiths soft-skills inventory yang mencerminkan sepuluh keterampilan tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya soft skills untuk menunjang kesiapan kerja mahasiswa akuntansi. Oleh karena itu, perguruan tinggi juga memiliki peran yang cukup penting untuk mengasah soft skills mahasiswa akuntansi di Indonesia, sehingga mahasiswa dapat bersaing dengan lulusan perguruan tinggi lainnya. Selain itu, dengan soft skills yang dimiliki lulusan akuntansi diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi.
Kedua, penelitian ini menunjukkan pentingnya memiliki kecerdasan spiritual selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional untuk kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh mahasiswa akuntansi dapat mempengaruhi kesiapan kerja mereka. Oleh karena itu mahasiswa perlu untuk meningkatkan kecerdasan spiritual yang mereka miliki. Dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, mahasiswa akan memiliki
kemampuan untuk melawan ego ketika mereka bekerja. Sehingga, segala bentuk penciptaan makna, tujuan, kreativitas dan kebersamaan yang dibutuhkan untuk siap di tempat kerja dapat berkembang dengan baik dengan hilangnya ego (George, 2006).
## Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu, pertama penelitian ini hanya menggunakan pertanyaan kuesioner untuk mengukur soft skills dan kecerdasan spiritual terhadap kesiapan kerja mahasiswa akuntansi. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode wawancara dan tes kemampuan kognitif agar pengukuran kesiapan kerja mahasiswa lebih valid (Carless, 2007). Selain itu penelitian selanjutnya juga dapat menggunakan mix method yang menggabungkan penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan survei dan menggali lebih dalam berdasarkan jawaban mahasiswa dengan menggunakan kualitatif dengan cara wawancara. Dengan penggunaan metode ini diharapkan penelitian selanjutnya dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang pentingnya soft skills dan kecerdasan spiritual untuk kesiapan kerja mahasiswa akuntansi di Indonesia.
Kedua, subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi di Indonesia baik yang terdaftar pada perguruan tinggi negeri maupun swasta. Sehingga dimungkinkan terdapat kesenjangan metode pengajaran, kurikulum, kognitif mahasiswa, dan pengembangan soft skills mahasiswa antara perguruan tinggi negeri dan swasta. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan membandingkan responden berdasarkan jenis perguruan tinggi maupun wilayah perguruan tinggi berada (Teng dkk., 2019). Terakhir, subjek dalam penelitian ini terbatas pada mahasiswa akuntansi pada jenjang S1. Wawasan yang lebih dalam akan dapat diperoleh dengan menggunakan subjek dari mahasiswa pascasarjana (Andrews dan Higson, 2008).
## DAFTAR PUSTAKA
ACNielsen Research Services. (2000). Employer Satisfaction With Graduate Skills . February , 2000.
Ali, S. (2019). Revolusi Industri 4.0 dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Akuntansi di Indonesia . BPFE.
Amram, Y. (2007). The Seven Dimensions of Spiritual Intelligence: An Ecumenical, Grounded Theory . Andrews, J., & Higson, H. (2008). Graduate Employability,
“Soft Skills” Versus “Hard” Business Knowledge: A
European Study. Higher Education in Europe , 33 (4), 411–422.
Badan Pusat Statistik. (2018). Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2015 - 2018 . Bennett, N., Dunne, E., & Carré, C. (1999). Patterns of Core and Generic Skill Provision in Higher Education. Higher Education , 37 (1), 71–93.
British Chamber of Commerce. (2014). Workforce Survey .
Caballero, C. L., Walker, A., & Fuller-Tyszkiewicz, M. (2011). The Work Readiness Scale (WRS): Developing a measure to assess work readiness in college graduates. Journal of Teaching and Learning for Graduate Employability , 2 (1), 41.
Cabellero, C. L., & Walker, A. (2010). Work Readiness in Graduate Recruitment and Selection : a Review of Current Assessment Methods. Journal of Teaching and Learning for Graduate Employability , 1 (1), 13–25.
Carless, S. A. (2007). Graduate recruitment and selection in Australia. International Journal of Selection and Assessment , 15 (2), 153–166.
Casner-Lotto, J. (2006). Are They Really Ready to Work? Human Resource Management , 1–64.
Chamorro-Premuzic, T., Arteche, A., Bremner, A. J., Greven, C., & Furnham, A. (2010). Soft skills in higher education: Importance and improvement ratings as a function of individual differences and academic performance. Educational Psychology , 30 (2), 221–241. Clarke, M. (2016). Addressing the Soft Skills Crisis. Strategic HR Review , 15 (3), 137–139.
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2014). Business Research Methods . The McGraw− Hill Companies.
Dennis, W. (1972). Historical Readings in Developmental Psychology . Appleton- Century-Crofts.
Elias, P., & Purcell, K. (2004). Is Mass Higher Education Working? Evidence from The Labour Market Experiences of Recent Graduates. National Institute Economic Review , 190 (1), 60–74.
Emmons, R. A. (2000). International Journal for the Psychology of Religion A Case Against Spiritual Intelligence. The International Journal for the Psychology of Religion ,
10 (1), 3–26.
Fraser. (2001). Graduate Attributes and Generic Skills at Macquarie (1st ed.). And Gladly Teche.
George, M. (2006). Practical Application of Spiritual Intelligence in The Workplace. Human Resource Management International Digest , 14 (5), 3–5. Gesell, A. (1928). Infancy and Human Growth . Macmillan. Green, W., Hammer, S., & Star, C. (2009). Facing up to the challenge: Why is it so hard to develop graduate attributes? Higher Education Research and Development , 28 (1), 17–29.
Hair, J., Black, W., Babin, B., & Anderson, R. (2014). Multivariate Data Analysis (Seventh). Pearson Education Limited.
Hair, J., Hult, T., Ringle, C., & Sarstedt, M. (2013). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) (Vol. 46, Issues 1–2). SAGE Publications, Inc.
Hart, P. D. (2008). How Should Colleges Assess and Improve Student Learning? Employers’ Views on The Accountability Challenge. In Association of American Colleges and Universities Report .
Kember, D., Leung, D. Y. P., & Ma, R. S. F. (2007). Characterizing Learning Environments Capable of Nurturing Generic Capabilities in Higher Education. Research in Higher Education , 48 (5), 609–632.
King, D. B., & DeCicco, T. L. (2009). A Viable Model and Self-Report Measure of Spiritual Intelligence.
International Journal of Transpersonal Studies Article , 28 (1), 68–85.
Koražija, M., Šarotar Žižek, S., & Mumel, D. (2016). The Relationship between Spiritual Intelligence and Work Satisfaction among Leaders and Employees. Naše Gospodarstvo/Our Economy , 62 (2), 51–60.
Mason, G., Williams, G., & Cranmer, S. (2009). Employability Skills Initiatives in Higher Education: What Effects do They Have on Graduate Labour Market Outcomes? Education Economics , 17 (1), 1–30.
Mayer, J., Caruso, D., & Salovey, P. (2000). Emotional Intelligence Meets Traditional Standards for an Intelligence. Intelligence , 27 (4), 1267–1298. Mitroff, I. I., Denton, E. A., & Alpaslan, C. M. (2009). A spiritual Audit of Corporate America: Ten Years Later (Spirituality and Attachment Theory, an Interim Report). Journal of Management, Spirituality and Religion , 6 (1), 27–41. Morrison, T. (2001). Actionable Learning A Handbook for Capacity Building Through Case Based Learning . Asian Development Bank Institute.
Moss, P., & Tilly, C. (1996). “Soft” Skills and Race: An Investigation of Black Men’s Employment Problems. Work and Occupations , 23 (3), 252–276.
Nabi, G. R. (2003). Graduate Employment and Underemployment: Opportunity for Skill Use and Career Experiences Amongst Recent Business Graduates. Education + Training , 45 (7), 371–382.
Pandey, A. (2014). Spirituality in The Workplace and Spiritual Intelligence- A New Paradigm for A More Effective Workforce in An Organization. IOSR Journal of Business and Management , 16 (10), 45–50.
Possa, G. (2006). Europe’s Universities in Response to Europe’s Challenges. Higher Education in Europe , 31 (4), 355–357.
Shanmugam, M. (2017). Unemployment among Graduates Need to be Sorted Out Fast . The Star.
Sternberg, R. J. (1997). The Concept of Intelligence and its Role in Lifelong Learning and Success. American Psychologist , 52 (10), 1030–1037.
Sumarna, A. D. (2020). Akuntan Dalam Industri 4.0: Studi Kasus Kantor Jasa Akuntan (Kja) Di Wilayah Kepulauan Riau. KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi , 11 (2), 100– 109.
Teng, W., Ma, C., Pahlevansharif, S., & Turner, J. J. (2019). Graduate Readiness for The Employment Market of The 4th Industrial Revolution: The Development of Soft Employability Skills. Education and Training , 61 (5), 590–604.
Tomlinson, M. (2010). Investing in The Self: Structure, Agency and Identity in Graduates’ Employability. Education, Knowledge and Economy , 4 (2), 73–88.
Tucker, M. L., Sojka, J. Z., Barone, F. J., & McCarthy, A. M. (2000). Training Tomorrow’s Leaders: Enhancing the Emotional Intelligence of Business Graduates. Journal of Education for Business , 75 (6), 331–337.
Vaughan, F. (2002). What is Spiritual Intelligence ? Journal of Humanistic. Journal of Humanistic Psychology , 42 (2), 16–33.
Verma, P., Nankervis, A., Priyon, S., Saleh, N. M., & John Burgess, J. C. (2018). Graduate Work-Readiness in The Asia-Pacific Region: Perspectives from Stakeholders and The Role of HRM. Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal , Vol.36 (1), 73–89.
World Economic Forum. (2016). The Future of Jobs Employment, Skills and Workforce Strategy for the Fourth Industrial Revolution .
Yahyazadeh-Jeloudar, S., & Lotfi-Goodarzi, F. (2012). The Relationship between Social Intelligence and Job Satisfaction among MA and BA Teachers. International Journal of Educational Sciences , 3 (8).
Yorke, M. (2004). Employability in the Undergraduate Curriculum : The Development of Human Capital. European Journal of Education , 39 (4), 409–427.
Zohar, D., & Marshall, I. (2007). SQ-Kecerdasan Spiritual .
Mizan Pustaka.
|
4ae39edf-867e-4ec0-9ad3-d3aaea93dde3 | https://journal.bungabangsacirebon.ac.id/index.php/hadlonah/article/download/746/561 |
## Volume 3 Nomor 1 (2022) Pages 07 – 13
Hadlonah : Jurnal Pendidikan dan Pengasuhan Anak
Email Journal : [email protected] Web Journal : http://journal.bungabangsacirebon.ac.id/index.php/hadlonah
Peningkatan Kemampuan Menyimak Anak Usia Dini Kelompok B di PAUD Darussalam Gempol Melalui Media Buku Cerita Bergambar
Nilamsari Kusumawati Putri 1 , Omah Rochmah 2
1,2 IAI Bunga Bangsa Cirebon Email : [email protected] 1 , [email protected] 2
Received: 2022-01-10; Accepted: 2022-02-27; Published: 2022-02-28
## Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menyimak anak didik kelompok B di PAUD Darussalam Gempol dengan menggunakan buku cerita bergambar. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (action research) model Kemmis & Taggart dengan menggunakan siklus I dan siklus II. Subjek penelitian adalah anak kelompok B PAUD Darusslama Gempol yang berjumlah 15 anak. Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi yang kemudian dilakukan teknik analisis penarikan kesimpulan dari data yang didapat. Hasil penelitian menujukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan buku cerita bergambar ini meningkatkan kemampuan menyimak anak didik dalam memahami alur cerita, dapat menjawab tokoh-tokoh yang ada didalam cerita dan menjawab pertanyaan guru seputar cerita.
## Kata Kunci: Anak Usia Dini, Kemampuan Menyimak, Buku Cerita Bergambar
## Abstract
The purpose of this study was to improve the listening ability of group B students at PAUD Darrysalam Gempol by using story books. This research uses the Kemmis & Taggart model of classroom action research using cycle I and cycle II. The subjects of the study were group B PAUD Darrusalam Gempol, totaling 15 children. Collecting data using observation, interviews and documentation which is then carried out analysis techniques drawing conclusions from the data obtained. The result of the study show that learning by using story books improves students’s listening skill in understanding the storyline, can answers the characters in the story and answers teacher question about the story.
Keywords: Early Childhood, Listening Ability, Story Book
Copyright © 2022 Hadlonah : Jurnal Pendidikan dan Pengasuhan Anak
## LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan Anak Usia Dini diarahkan untuk memfasilitasi setiap anak dengan lingkungan dan bimbingan belajar yang tepat agar anak dapat berkembang sesuai kapasitas genetisnya. Pada usia dini pertumbuhan dan perkembangan fisik-motorik, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial, emosional, intelektual, dan bahasa pada anak berlangsung sangat pesat. Anak usia dini (usia 0-8 tahun) disebut usia emas atau the golden age yang memiliki karakteristik berbeda dengan anak usia di atasnya.
Bidang pengembangan pada pendidikan anak usia dini yang harus dikembangkan secara optimal mencakup bidang pengembangan pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar. Bidang pengembangan pembentukan perilaku meliputi nilai-nilai agama dan moral serta sosial-emosional. Bidang pengembangan dasar meliputi bahasa, kognitif, dan fisik. Berkaitan dengan masalah, salah satu pengembangan dasar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah aspek perkembangan bahasa.
Kondisi kemampuan membaca di Kelompok B PAUD Darussalam adalah anak kesulitan untuk menyebutkan kembali tokoh-tokoh yang ada didalam cerita dan peserta didik yang kesulitan dalam menjawab pertanyaan seputar cerita yang telah diceritakan oleh Pendidik Dan kesulitan dalam menceritakan kembali.
Untuk medapatkan solusinya maka diperlukan upaya penelitian dan penanganan agar permasalahan tersebut dapat teratasi. Dengan upaya atau tindakan yang diharapkan dapat mengubah suasana pembelajaran agar anak lebih terlibat secara aktif dan pembelajarannya menjadi menyenangkan. Hal itu salah satunya dapat dicapai dengan pembelajaran menggunakan buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar banyak digunakan pendidik sebagai media dalam proses belajar mengajar karena mudah diperoleh, efektif dan menambah motivasi serta semangat anak dalam belajar.
## Kemampuan Menyimak
Bidang pengembangan pada pendidikan anak usia dini yang harus dikembangkan secara optimal mencakup bidang pengembangan pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar. Bidang pengembangan pembentukan perilaku meliputi nilai-nilai agama dan moral serta sosial-emosional. Bidang pengembangan dasar meliputi bahasa, kognitif, dan fisik. Berkaitan dengan masalah, salah satu pengembangan dasar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah aspek perkembangan bahasa. Anak usia 4 sampai 5 tahun setidaknya sudah mempunyai tingkat pencapaian perkembangan bahasa yang meliputi menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan. (Dhieni, 2009)
Bahasa menurut Yusuf (2007) merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Perkembangan bahasa pada anak sangat dibutuhkan untuk berinteraksi dengan manusia dan lingkungannya. Aspek perkembangan bahasa yang harus dikuasai anak yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek menyimak merupakan kemampuan paling awal dalam kehidupan sebelum berbicara, membaca, dan menulis. Pengembangan keterampilan menyimak pada anak bertujuan agar anak dapat mengidentifikasikan konsep pemahaman melalui pelabelan kata-kata, meningkatkan respon pembelajaran langsung, dan membantu anak untuk merespon komunikasi ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Keterampilan menyimak merupakan keterampilan bahasa yang termasuk dalam bahasa reseptif yang artinya keterampilan menyimak harus dikuasai oleh anak sebagai dasar
keterampilan berbahasa yang lain. Dalam Permendiknas No. 58 keterampilan menyimak yang seharusnya sudah dikuasai anak usia 4 sampai 5 tahun meliputi menyimak perkataan orang lain, memahami cerita yang dibacakan, dan menceritakan kembali cerita atau dongeng yang pernah didengar. Sesuai dengan perkembangan bahasa yang sudah harus dicapai anak, maka kegiatan- kegiatan yang dilakukan di PAUD harus diarahkan untuk meningkatkan keterampilan menyimak. Dengan kesempatan dan latihan yang berulang diharapkan keterampilan menyimakpada anak akan dapat berkembangdengan baik. Keterampilan menyimak akan mengembangkan kemampuan berbicara dan berkomunikasi dengan lebih baik.
Menurut Tarigan (2008) kegiatan menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Sementara itu menurut Widayati & Simatupang (2019) menyimak memiliki makna mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang dikatakan orang lain. Jelas faktor kesengajaan dalam kegiatan menyimak cukup besar, lebih besar daripada mendengarkan karena dalam kegiatan menyimak ada usaha memahami apa yang disimaknya sedangkan dalam kegiatan mendengarkan tingkatan pemahaman belum dilakukan. Dalam kegiatan menyimak bunyi bahasa yang tertangkap oleh alat pendengar lalu diidentifakasi, dikelompokkan menjadi suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan akhirnya menjadi wacana.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah mendengarkan lambang-lambang bunyi yang dilakukan dengan sengaja dan penuh perhatian disertai pemahaman, apresiasi, interpretasi, reaksi, dan evaluasi untuk memperoleh pesan, informasi, menangkap isi, dan merespon makna yang terkandung di dalamnya. Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan menyimak tak pernah terlewati. Secara sadar atau tidak sadar perbuatan menyimak yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu. Menyimak dilakukan untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, dan memahami komunikasi. Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan atau memahami bahan simakan.
Menurut Widayati & Simatupang (2019) tujuan menyimak adalah : (1) mendapatkan fakta (2) menganalisis fakta (3) mengevaluasi fakta (4) mendapatkan inspirasi (5) mendapatkan hiburan (6) memperbaiki kemampuan berbicara. Orang yang banyak menyimak komunikasinya menjadi lebih lancar dan kata-kata yang digunakan menjadi lebih variatif, memperluas wawasan, meningkatkan penghayatan hidup, serta membina sifat terbuka dan objektif.
Dalam Peraturan Menteri No 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini mencakup lima aspek perkembangan yaitu nilai agama dan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial emosional. Pada aspek bahasa anak kelompok B yang memiliki tingkat pencapaian perkembangan (TPP) diantaranya adalah: 1) Melakukan dua perintah yang diberikan bersamaan., 3) Memahami cerita yang dibaca. 4) Mengenal perbendaharaan kata. Jika anak usia tersebut belum dapat menyimak perkataan orang lain, maka kemungkinan aspek bahasanya belum sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan (TPP).
## Metode Bercerita dengan Buku Cerita Bergambar
Cerita anak merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling dominan diberikan di PAUD. Melalui cerita berbagaiaspek perkembangan anak dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran, misalnya mengembangkan aspek bahasa, kognitif, emosional, sosial dan kreativitas. Oleh sebab itu, cerita anak yang baik sangat diperlukan. Buku yang baik memiliki
bahasa yang unik yang benar-benar dapat menyenangkan dan dapat membangun pengetahuan anak yang memdengarkannya. Buku menunjukkan pada anak tentang kehidupan lain dari kehidupannya sehingga membuat mereka lebih memahami dan mengerti dirinya dan juga orang lain di sekitarnya. Ketika anak-anak mendengarkan cerita, mereka menggunakan imajinaasi, mereka akan menggambarkan apa yang didengarnya dari isi cerita. Kreativitas ini bergantung bagaimana pembaca cerita dapat menghidupkan ceritanya dan bagaimana anak mengimplementasikan apa yang didengarnya. Anak-anak mendapat kesenangan dari seluruh pengalaman itu. Pengalaman dalam cerita juga dapat membantu anak mengembangkan apresiasi bentuk cerita.
Cerita yang disajikan dengan banyak gambar, akan lebih menarik minat mereka. Mereka menjadi lebih mudah mengingat karakter, jalan cerita, dan moral yang dikembangkan. Gambar merupakan media yang paling menarik perhatian dan disukai anak-anak. Karena dalam gambar terdapat bentuk-bentuk objek dan warna yang jelas, anak-anak mudah menggambarkan tokoh yang sebenarnya. Melalui gambar-gambar yang menarik dalam buku cerita, anak dapat belajar bahasa, mengungkapkan isi cerita dengan persepsi anak. Urutan-urutan gambar dari cerita dapat membahasakan dengan kalimat sendiri dan bercerita tentang kehidupan orang lain dalam cerita. Dalam pembelajaran dengan menggunakan media buku cerita pada anak kelompok B di PAUD Darussalam anak mengalami kesulitan untuk menyimak perkataan guru.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini berfokus kepada kemampuan menyimak anak usia dini di kelompok B PAUD Darussalam Gempol menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar. Dengan menggunakan action research model Kemmis & Mc.Taggart (Kemmis, 2014) dimana PTK dengan model spiral ini memiliki 4 tahapan, yaitu: planning, acting, observing, and reflecting .
## Gambar 1. Model PTK
(Kemmis&Mc.Taggart, 2014)
Penelitian tindakan parsitipatif ini dapat bekerja dengan baik ketika semua komponen dalam penelitian dapat melakukan kerjasama yang baik. Dengan subjek penelitian 15 anak didik kelompok B di PAUD Darussalam. Sumber data yang dieroleh melalui catatan-catatan rencana persiapan mengajar, hasil observasi tehadap kegiatan pembelajaran. Indikator keberhasilan
dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menyimak anak kelompok B di PAUD Darussalam gempol dengan menggunakan metode bercerita dengan buku cerita bergambar.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Penggunaan media buku cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan menyimak anak pada siklus I dengan kategori belum berkembang 1 orang anak (6,67%), kategori mulai berkembang sebanyak 3 orang anak (20%), kategori berkembang sesuai harapan sebanyak 10 orang anak (66,67%) dan dengan kategori berkembaang sangat baik sebanyak 1 orang anak (6,67%). Kemudian meningkat pada siklus II dengan kategori belum berkembang sebanyak 0 anak (0%), kategori mulai berkembang 0 anak (0%), kategori berkembang sesuai harapan sebaanyak 1 orang anak (6,67%), dan dengan kategori berkembang sangat baik sebanyak 14 orang anak (93,33%) Dalam hal ini berarti anak dapat melatih kemampuan menyimak melalui penggunaan media buku cerita bergambar dengan baik. Dari data kesimpulan di atas dapat dikemukakan perbaikan pembelajaran pada siklus II sudah mengalami peningkatan yang baik, untuk itu peneliti mengakhiri penelitian ini pada siklus ke II.
## Pembahasan
Perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menyimak melalui penggunaan media buku cerita bergambar pada anak kelompok B di PAUD Darussalam Gempol. Guru membuat rencana kegiatan harian yang memuat standar kompetensi yang sudah ditetapkan oleh ( Peraturan Mentri No.58 , 2009), yang mengembangkan beberapa aspek yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran. Eliyawati (2005) mengemukakan bahwa: “Ada beberapa langkah yang dapat dilakuan guru dalam perencanaan pembelajaran yaitu menganalisis kebutuhan, penetapan sumber belajar, dan pengembangan sumber belajar.”Pada proses kegiatan pembelajaran, guru terlebih dahulu menyusun kegiatan harian (RPPH), terdapat tujuan dan materi untuk dijadikan sebagai informasi, merancang scenario, penataan tempat dan menyiapkan alat observasi serta dokumentasi untuk mendukung penelitian.
Pelaksanaan pembelajaran untuk melatih menyimak melalui penggunaan media buku cerita bergambar pada anak kelompok A di PAUD Darussalam. Tarigan (2008) mengatakan bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
Hal ini dapat dilihat pada kegiatan awal peneliti menyambut kedatangan anak, mengajak anak berbaris, berdoa, mengabsensi, menjelaskan tema, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, mengatur posisi tempat duduk anak. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti, yaitu guru memulai kegiatan bercerita. Dalam melakukan kegiatan inti ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru diantaranya ialah memberikan anak waktu untuk mengelola dan memperluas pengalaman anak. Guru menunjukkan buku cerita yang telah dibacakan kepada anak-anak, guru menunjukkan sikap ramah dan bersahabat,memperkuat dan memperluas bahasa anak, mengamati perkembangan setiap anak, memberikan penguatan dan motivasi kepada anak yang masih tidak menyimak tentang cerita guru. Pada saat kegiatan akhir guru meminta anak untuk menyebutkan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, menunjukkan gambar
yang berkaitan dengan cerita, dan menjawab pertanyaan tentang isi cerita. Kemudian guru menganalisis hasil penilaian anak dan menentukan kesimpulan dan tindakan selanjutnya.
Perolehan belajar anak untuk peningkatan kemampuan menyimak melalui penggunaan media buku cerita bergambar pada anak kelompok B di PAUD Darussalam Gempol. Perilaku anak terhadap pembelajaran untuk peningkatan kemampuan menyimak melalui penggunaan media buku cerita bergambar pada anak kelompok B di PAUD Darussalam.
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa anak belum dapat mengikuti kegiatan dikarenakan waktu yang cukup lama sehingga membuat anak merasa bosan, dan karena alur cerita terlalu rumit dan panjang sehingga anak masih kebingungan. Alur yang digunakan untuk cerita sebaiknya alur yang sederhana, guru juga belum lancar mengucapkan cerita. Guru belum hafal isi dan dialog dalam cerita. Guru masih terpaku pada teks sehingga tidak memperhatikan reaksi anak saat menyimak cerita. Dari data yang diperoleh pada siklus I 6,66% anak yang memperoleh kategori berkembang sanagat baik, 66,67% anak dengan kategori berkembang sesuai harapan, 20% anak dengan kategori mulai berkembang dan 6,66% anak dengan kategori belum berkembang. Anak yang mulai berkembang dan belum berkembang dikarenakan anak tersebut memiliki kemampuan yang sedikit berbeda dengan anak-anak lainnya. Anak tersebut sulit untuk berkonsentrasi, mudah capek dan kemampuan berbicaranya juga terbatas.
Pada siklus II media yang digunakan masih sama dengan siklus I yaitu media buku cerita bergambar yang disesuaikan dengan tema. Guru benar-benar melakukan persiapan untuk lebih memahami isi dan dialog-dialog dalam cerita. Guru juga melakukan persiapan bagaimana cara menyampaikan cerita agar cerita menjadi lebih hidup untuk anak. Dari hasil yang diperoleh pada siklus II selama tiga kali pertemuan di PAUD Darussalam menunjukkan bahwa 93,33% anak dengan kategori berkembang sangat baik, 6,6% anak dengan kategori yang berkembang sesuai harapan, 0% anak dengan kategori mulai berkembang dan 0% anak. Dengan kategori belum berkembang. Anak yang mengalami peningkatan dalam kemampuan menyimak adalah anak yang dapat menyebutkan tokoh dalam cerita, menunjukkan gambar yang berkaitan dengan cerita, dan menjawab tentang isi cerita.
Adapun peningkatan pada siklus II juga tidak terlepas dari pemberian penghargaan berupa bintang bagi anak yang aktif dalam menyimak cerita. Penghargaan menjadikan anak antusias dan lebih termotivasi dalam menyimak cerita atau menjawab pertanyaan dari guru. Dari hasil penelitian di atas 93,33% kemampuan menyimak anak berkembang sangat baik dan 6,6% anak berkembang sesuai harapan. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penggunaan media buku cerita bergambar dalam penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan menyimak pada anak kelompok B di PAUD Darussalam Gempol.
## KESIMPULAN
Perolehan belajar anak untuk peningkatan kemampuan menyimak melalui penggunaan media buku cerita bergambar pada anak kelompok B di PAUD Darussalam Gempol. Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa anak belum dapat mengikuti kegiatan dikarenakan waktu yang cukup lama sehingga membuat anak merasa bosan, dan karena alur cerita terlalu rumit dan panjang sehingga anak masih kebingungan. Alur yang digunakan untuk cerita sebaiknya alur yang sederhana, guru juga belum lancar mengucapkan cerita. Guru belum hafal isi dan dialog dalam cerita. Guru masih terpaku pada teks sehingga tidak memperhatikan reaksi
anak saat menyimak cerita. Tetapi setelah beberapa kali dilakukan pembacaan buku cerita bergambar, baik Guru maupun anak didik mulai menyenangi dan enjoy dengan aktivitas tersebut.
Sehingga pada hasil siklus II kemampuan menyimak anak didik sudah menjadi lebih baik dan anak didik sudah mulai bisa menyebutkan nama-nama tokoh yang ada didalam cerita yang dibacakan oleh guru. Dan anak didik juga sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan guru terkait cerita yang sudah dibacakan.
## DAFTAR PUSTAKA
Dhieni, N. (2009). Metode Pengembangan Bahasa . Universitas Terbuka.
Eliyawati, C. (2005). Pemilihan dan Pengembagan Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini. Departemen Pendidikan Nasional.
Kemmis, T. &. (2014). The Action Research Planner . Springer.
Peraturan Mentri No.58 . (2009).
Tarigan, H. G. (2008). Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa . PT.Angkasa.
Widayati, S., & Simatupang, N. D. (2019). Kegiatan Bercerita Dengan Menggunakan Buku Cerita Sederhana Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Anak. Preschool (Jurnal Perkembangan Dan Pendidikan Anak Usia Dini) , 1 (1), 53–59.
Yusuf, S. (2007). Psikolosi Perkembangan Anak dan Remaja . PT. Remaja Rosda Karya.
|
8615793d-7b10-4233-b95c-2fcb5e168acb | http://jurnaljiebi.org/index.php/jiebi/article/download/33/26 |
## Strategi Pemasaran Perguruan Tinggi Pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu
Hilal Malarangan 1*, Mohammad Salim 2 , Ahmad Haekal 3
1 Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Palu
2 Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Palu
3 Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Palu
ABSTRAK INFORMASI ARTIKEL Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pemasaran perguruan tinggi yang ada di IAIN Palu. Dan untuk mengetahui Tinjauan ekonomi Islam terhadap strategi pemasaran perguruan tinggi yang ada di IAIN Palu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif. lokasi penelitian terletak di kampus IAIN Palu, sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara,dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa IAIN Palu menggunakan strategi promosi. Strategi promosi merupakan suatu bentuk menyampaikan dan mengkomunikasikan suatu produk kepasar sasaran, untuk memberi informasi tentang keistimewaan kegunaan, dan yang paling penting adalah keberadaan kampus IAIN Palu. Dalam tinjauan ekonomi Islam, melihat strategi pemasaran perguruan tinggi yang diterapkan IAIN Palu merupakan bentuk promosi yang dibolehkan dalam hukum Islam. Karena tidak bertentangan dengan syariat serta tidak mengandung unsur kedzaliman dan kemudharatan.
Katakunci:
Strategi, pemasaran, perguruan tinggi, IAIN Palu
## 1. Pendahuluan
Strategi menempatkan parameter- parameter sebuah organisasi dalam pengertian menentukan tempat bisnis dan cara bisnis untuk bersaing. Strategi menunjukan arahan umum yang hendak ditempuh oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuanya 1 . Pengertian pemasaran selalu berkembang dari waktu ke waktu, dimulai dari pengertian pemasaran secara sederhana sampai dengan pemasaran dalam lingkungan persaingan bisnis yang semakin modern dan kompetitif. Menurut Kotler dalam Marius P. Agiporra mendefinisikan pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran 2 . Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, pendistribusian barang dan jasa agar dapat memuaskan pelanggan serta mencapai tujuan perusahaan 3 . Tull dan Kahle dalam Fandy Tjiptono mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan
perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran
1 Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis , (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 338
2 Marius P. Agiporra, Dasar-Dasar Pemasaran ,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 3.
3 Bukhari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa , (Bandung: Alfa Beta, 2005), 33
yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut 4 . Tujuan utama pemasaran ialah memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara memuaskan. Konsumen dipuaskan agar menjadi loyal. Konsumen yang loyal akan membeli berkali-kali, mengajak orang lain dan menceritakan kepada orang lain tentang kebaikan produk atau perusahaan yang memproduksinya. Hal ini merupakan promosi gratis dari mulut kemulut dan biasanya lebih efektif daripada jenis promosi lainnya, sebab orang lebih percaya apa yang dikatakan kawan dekatnya daripada yang dikatakan pengiklan, dengan demikian penjualan akan meningkat dan pada gilirannya laba perusahaan juga meningkat 5 . Pada abad dua puluh satu adalah benar-benar abadnya para pengusaha dalam penjualan dan marketing, karena batas-batas bea cukai tidak berlaku lagi, rahasia-rahasia teknik sebagian besar produk telah terungkap, barang-barang yang tersedia lebih banyak daripada bahan, dan duniapun seolah-olah telah menjadi sebuah perkampungan kecil melalui revolusi komunikasi dan transportasi. Maka, yang jadi pemenang adalah mereka yang mampu berbelanja barang-barang dan menjualnya dengan laris dibelahan bumi yang terbentang luas ini.
4 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran , (Jakarta : ANDI OFFSET, 1995), 7.
5 J.Supranta, Nandan Limakrisna, Perilaku Konsumen & Strategi Pemasaran , (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2011), 11.
Salah satu kunci
sukses menerapkan konsep pemasaran adalah pemahaman atas kebutuhan, keinginan, dan perilaku para pelanggan. Untuk itu, perusahaan harus mampu dan bersedia mendengarkan “suara pelanggan” melalui analisis pasar. Tujuan utama menganalisis pasar adalah untuk menentukan kebutuhan pembeli yang ingin dipenuhi oleh perusahaan dan menetapkan cara merancang serta menetapkan tawaran yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut 6 . Secara sederhana, tingkat kepuasan seorang pelanggan terhadap produk tertentu merupakan hasil dari perbandingan yang dilakukan oleh pelanggan bersangkutan atas tingkat manfaat yang dipersepsikan telah diterimanya, dibandingkan sebelum pembelian. Jika persepsi sama atau lebih besar dibandingkan harapan, maka pelanggan akan puas. Sebaliknya, jika ekspektasi tidak terpenuhi, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Pengalaman kepuasan yang dirasakan berulang kali akan menaikkan tingkat kepuasan keseluruhan
dan memudahkan pelanggan untuk menyusun ekspektasi yang jelas di masa mendatang. Secara garis besar, kepuasan pelanggan memberikan dua manfaat utama bagi perusahaan, yaitu berupa loyalitas pelanggan. 7
Dunia perguruan tinggi adalah dunia ilmu pengetahuan. Tujuan utama pendidikan
tinggi adalah mengembangkan dan menyebarkan ilmu
pengetahuan, teknologi,
6 Gregorius Candra, Srategi Program Pemasaran , (Yogyakarta : Andi Offset, 2002), 39.
7 Ibid, 6
kebudayaan dengan proses belajar mengajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 8 Hanya di perguruan tinggi melalui pendidikan tinggi, ilmu pengetahuan betul-betul dikembangkan dan bukan di pendidikan yang lebih rendah atau di tempat lain 9 . Perguruan tinggi merupakan lembaga yang memiliki peran dan posisi yang strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan secara terus- menerus untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Pendidikan tinggi mempunyai andil yang besar dan sekaligus di tantang dalam menjawab perkembangan yang cepat tersebut. Secara internal ada tiga tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi yaitu, tantangan dalam perubahan kurikulum yang dimaksudkan untuk mempersiapkan mahasiswa memasuki abad teknologi, tantangan karena keterbatasan sumberdaya untuk menunjang perubahan dan tantangan untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih luas. Perubahan-perubahan yang dihadapi perguruan tinggi menuntut respons yang tidak bersifat menyeluruh, tetapi respon yang lebih mendasar, yakni respons dengan melakukan perubahan paradigma 10 .
8 Nurdin, N., & Aratusa, Z. C. (2020). Benchmarking level interactivity of Indonesia government university websites. TELKOMNIKA Telecommunication, Computing, Electronics and Control, 18 (2), 853-859.
9 R.Eko Indrajit, R.Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern , (Bandung: Alfa Beta,
2006), 37
10 https://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/article/v iew/981/848 Diakses pada tanggal 05 juli 2019
Pendidikan merupakan suatu hal yang mempunyai prioritas penting saat ini, pendidikan yang baik bisa dijadikan modal investasi masa depan. Pendidikan yang baik dan berkualitas dapat menentukan karir seseorang dalam dunia kerja sehingga menjadi lebih profesional, oleh karena itu pendidikan pada tingkat perguruan tinggi saat ini dipandang penting oleh masyarakat.
Jumlah perguruan tinggi yang banyak, menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat dalam mendapatkan
calon mahasiswa,
berbagai potensi dan keunggulan yang dimiliki perguruan tinggi akan dikerahkan semaksimal mungkin, untuk menghadapi persaingan tersebut, jadi sangat penting bagi perguruan tinggi melakukan branding untuk
mengenalkan kampus mereka.
Oleh karena itu perguruan tinggi Perguruan tinggi sebagai organisasi non profit, seperti juga halnya organisasi bisnis juga melakukan kegiatan pemasaran. Tujuannya agar perguruan tinggi tinggi dapat memelihara dirinya secara ekonomi. Tanpa kegiatan pemasaran modern, perguruan tinggi akan sulit memperoleh mahasiswa, sulit mendapat dana hibah masayarakat, dan sulit mendapat dana penelitian apalagi ditengah minimnya dana dari pemerintah. Kegiatan pemasaran perguruan tinggi tentu berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan tersebut tentu disebabkan oleh tujuan, skala, dan pelanggan yang berbeda. Perguruan tinggi, tentu bukan organisasi bisnis yang kadang lebih permisif dalam banyak hal, sehingga ada batasan-
batasan bagi perguruan tinggi dalam melakukan kegiatan pemasaran. Boleh di bilang pemasaran perguruan tinggi lebih sebagai pemasaran kehumasan. Sehingga perguruan tinggi lebih banyak mengandalkan pemasaran yang porsi kehumasannya lebih besar. Sedangkan periklanan, promosi penjualan, dan penjualan pribadi, akan lebih kecil 11 .
Saat ini, apabila seseorang memasuki perguruan tinggi maka orang tersebut membeli jasa pendidikan tinggi. Keputusan memilih suatu perguruan tinggi merupakan suatu keputusan investasi. Investasi tersebut harus menguntungkan konsumen setelah dinyatakan tamat dari perguruan tinggi. Hal tersebut dikarenakan selain membutuhkan biaya yang besar, kuliah di perguruan tinggi juga menghabiskan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, konsumen perguruan tinggi harus memiliki strategi dalam memilih suatu perguruan tinggi yang baik dan berkualitas. Persaingan pada industri pendidikan
tinggi
dalam memperebutkan pasar mahasiswa sudah mulai semakin ketat.
Perilaku konsumen terus berubah, seiring berkembangnya jaman dan perubahan gaya hidup. Mengetahui perilaku konsumen, merupakan kunci kesuksesan sebuah bisnis di tengah sebuah persaingan yang ketat. Saat ini persaingan masuk kedalam semua aspek, termasuk dalam dunia bisnis pendidikan perguruan tinggi. Bisnis dunia pendidikan perguruan tinggi merupakan bisnis sangat potensial dimana layanan pendidikan merupakan
11 https://www.academia.edu/37917142/Strategi_Perg uruan_Tinggi_Untuk_Menarik_Minat_Mahasiswa_B aru Diakses pada tanggal 07 juli 2019
layanan yang sangat dibutuhkan semua elemen masyarakat, guna meningkatkan taraf hidup dengan cara mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Dengan hal ini kampus IAIN Palu sendiri perlu menambah atau meningkatkan lagi agar calon peminat yang masuk terus bertambah dengan melalui sebuah upaya-upaya yang diharapkan mampu memiliki calon mahasiswa berkualitas sehingga mampu bersaing dengan perguruan tinggi lainya.
## 2. Tinjauan Pustaka
## 2.1 Strategi Pemasaran
Strategi merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan dimana strategi merupakan suatu cara mencapai tujuan dari sebuah perusahaan. Strategi adalah serangkaian rancangan besar yang menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan harus beroperasi untuk mencapai tujuan 12 . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) disebutkan bahwa istilah strategi adalah
“ suatu ilmu untuk menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu 13 . Menurut Kenneth R.Andrews dalam Pandji Anoraga strategi adalah suatu proses pengevaluasian kekuatan dan kelemahan perusahaan dibandingkan dengan peluang dan ancaman yang ada dalam lingkungan yang dihadapi dan
12 Nurahmi Hayani, Manajemen Pemasaran Bagi Pendidikan Ekonomi , (Pekanbaru: Suska Press, 2012), 86
13 Tim Penyusunan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka,1997), 199
memutuskan strategi pasar produk yang menyesuaikan kemampuan perusahaan dengan peluang lingkungan 14 . Inti dari strategi adalah bagaimana membuat persepsi yang baik dibenak konsumen, menjadi berbeda. Mengenali kekuatan dan kelemahan pesaing menjadi spesialisasi, menguasai suatu kata yang sederhana dikepala, kepemimpinan yang memberi arah dan memahami realitas pasar dengan menjadi yang pertama dari pada menjadi yang lebih baik 15 . Pemasaran adalah kegiatan manusia yang bertujuan untuk memuaskan dan keinginan konsumen melalui proses pertukaran dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan 16 . Pemasaran juga merupakan suatu kegiatan perusahaan dalam membuat rencana, menentukan harga, promosi serta mendistribusikan barang dan jasa 17 . Strategi Pemasaran adalah wujud rencana yang terarah untuk memperoleh hasil yang maksimal melalui konsep bauran pemasaran ( marketing mix ) terhadap pasar target atau sasaran 18 . Strategi pemasaran merupakan suatu wujud rencana yang terurai di bidang pemasaran. Untuk memperoleh hasil yang optimal, strategi pemasaran ini mempunyai ruang lingkup yang luas di bidang pemasaran diantaranya adalah
14 Pandji, Manajemen, (Jakarta: Rineka
Cipta,2009), 339
15 Suyoto, Marketing Strategy Top Brand Indonesia , (Yogyakarta: Andi Press, 2007), 16 16 Danang Sunyanto, Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: CAPS,2012), 19 17 Ibid , 20 18 Abdul Halim, Manajemen Strategis Syariah, Teori, Konsep Dan Aplikasi, Cet-1, Diterbitkan Zikrul Hakim. (Jakarta: PT. Bestari Buana Murni, 2015), 112
strategi menghadapi persaingan, strategi produk, strategi harga, strategi tempat dan strategi promosi 19 . strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan
dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk mencapai pasar sasaran tersebut 20 . Jadi, strategi pemasaran merupakan proses perencanaan perusahaan dalam memasarkan dan memperkenalkan produk ataupun jasa yang ditawarkan kepada konsumen untuk mencapai suatu tujuan dengan segala risiko yang akan dihadapi.
Strategi pemasaran memiliki tiga komponen yakni segmentasi, targeting dan positioning.
2.2 Segmentasi Pasar Memiliki banyak tipe pelanggan, produk dan kebutuhan. Pemasar harus bisa menentukan segmen mana yang dapat menawarkan peluang yang terbaik. Konsumen di kelompokkan dan dilayani dalam berbagai cara berdasarkan
faktor
geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. Proses pembagian pasar menjadi kelompok pembeli berbeda yang mempunyai kebutuhan, karakteristik, atau perilaku berbeda, yang mugkin memerlukan produk atau program pemasaran terpisah disebut segmentasi
19 Sofyan Asauri, Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 199.
20 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran , Cet. Ke- 5, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2004), 6
pasar 21 . Dasar-dasar untuk membuat segmentasi
pasar konsumen dikelompokkan menjadi empat yaitu 22 a). Segmentasi berdasarkan Geografik Segmentasi ini membagi pasar menjadi beberapa kelompok berdasarkan kondisi geografik (daerah), sehingga dalam mengambil keputusan untuk pemasaran betul- betul melihat wilayah yang akan menjadi target pemasaran produk kita.
b). Segmentasi berdasarkan Demografik Segmentasi ini membagi pasar menjadi beberapa kelompok
berdasarkan umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, ras, dan lain-lain. Dalam segmen demografik merupakan dasar yang paling popular untuk membuat segmen kelompok pelanggan dalam pembuatan produk tertentu c). Segmentasi berdasarkan Psikografik Segmentasi ini membagi pembeli kelompok yang berbeda-beda berdasarkan pada karakteristik kelas sosial, gaya hidup atau kepribadian.
d). Segmentasi tingkah laku Segmentasi ini berdasarkan selera masyarakat terhadap jenis produk yang ditawarkan.
Variabel perilaku membagi pasar atas dasar how the buy dan mengacu pada kegiatan perilaku yang terjadi secara konkrit.
2.3 Targetting Setelah melakukan segmentasi, perusahaan selanjutnya melakukan
21 Philip Kotler, Gary Amstrong, Prinsip- Prinsip Pemasaran , Jilid 2 Edisi Ketujuh (Jakarta: Erlangga, 2000), 59
22 Siti Khotijah, Smart Strategy of Marketing , (Bandung: ALFABETA, 2004), 17
pemilihan segmen yang akan dituju atau disebut juga targeting dan dengan menerapkan targeting ini berarti upaya menempatkan sumber daya perusahaan secara berdaya guna, karena itu, targetting ini disebut fitting strategy atau ketepatan 23 . 2.3 Positioning Setelah pemetaan dan penempatan perusahaan harus memastikan keberadaannya
diingatan pelanggan dalam pasar sasaran. Karena itu, strategi ini disebut strategi keberadaan 24 .
## 2.4 Strategi Pemasaran Dalam Tinjauan Ekonomi Islam
Islam merupakan agama yang memberikan cara hidup terpadu mengenai aturan-aturan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Islam juga merupakan suatu sistem untuk seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem spiritual maupun sistem perilaku ekonomi dan politik. Ekonomi Islam mengedepankan etika sebagai landasan filosofinya dengan sumber utama Al- Qur’an, Hadis, Ijma, dan Qiyas.
Menurut Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, pemasaran islami adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad serta prinsip-prinsip
23 Nembah F. Hartimbul Ginting, Manajemen Pemasaran , (Bandung: Yrama Widya, 2011), 293.
24 Ibid, 294
al-Qur’an dan hadis 25 . Menurut Kertajaya sebagaimana dikutip Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, bahwa secara umum pemasaran islami adalah strategi bisnis, yang harus memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah perusahaan, meliputi seluruh proses, menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai, dari seorang produsen, atau satu perusahaan, atau perorangan, yang sesuai dengan ajaran Islam 26 . Pemasaran syariah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan Values dari satu inisiator kepada Stakeholdernya , yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam 27 . Ini artinya bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai tidak boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip ekonomi islam. Sepanjang hal itu dapat dijamin, dan penyimpangan prinsip-prinsip ekonomi islam tidak terjadi dalam suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis, maka bentuk transaksi apapun dalam pemasaran dibolehkan 28 . Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah
25 Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah: Menanamkan Nilai dan Praktis Syariah dalam Bisnis Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2011), 340
26 Ibid, 343
27 Hermawan Kartajaya. M. Syakir Sula, Syariah Marketing, Cet-1(Bandung: Mizan, 2006), 62
28 Ibid, 63
bagi berlangsungnya kegiatan jual beli 29 . Keberadaan pasar yang terbuka memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam menentukan harga, sehingga harga ditentukan oleh kemampuan riil masyarakat dalam mengoptimalisasikan faktor produksi yang ada di dalamnya 30 . Konsep Islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif 31
Pasar syari’ah adalah pasar yang emosional ( emotional market ) dimana orang tertarik karena alasan keagamaan bukan karena keuntungan finansial semata, tidak ada bertentangan dengan prinsip-prinsip
muamalah
ia mengandung nilai-nilai ibadah, sebagaimana firman Allah dalam (QS.Al-An’am[06]: 162) ِ ﱠ ِ يِتاَمَم َو َياَي ۡحَم َو يِكُسُن َو يِت َﻼَص ﱠنِإ ۡلُق
َنيِمَلَٰعۡلٱ ِّب َر ١٦٢
Terjemahanya: “Katakanlah, Sesungguhnya salatku yang aku kerjakan selama hidupku, ibadahku atau kurbanku, hidupku dengan berbagai amalan yang aku kerjakan selama itu, dan matiku dengan membawa iman dan amal saleh, hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, bukan untuk lain- Nya”
Dalam Syari’ah marketing, bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata
29 Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 201
30 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar , (Yogyakarta: UII, 2008), 229
31 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam , (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), 160.
hanya untuk mencari ridha Allah, maka bentuk transaksinya menjadi nilai ibadah dihadapan Allah SWT 32 .
## 3. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu prosedur tata cara megetahui sesuatu yang mempunyai langka sistematis. 33 , 34 Dalam penulisan karya ilmiah, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. 35 Metode ini dapat juga digunakan untuk menambah wawasan tentang sesuatu yang belum diketahui. 36 Peneliti dalam penelitian kualitatif ini akan mencoba mengerti makna suatu kejadian atau peristiwa dengan mencoba berinteraksi dengan orang-orang dalam situasi/fenomena tersebut.
32 Hermawan Kartajaya, Muhammad Syakir, Syari’ah Marketing , (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), 28
33 Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan kualitatif , (Jakarta: Rajawali PT. Raja grafindo Persada, 2008), 12.
34 Nurdin, N. (2019). Knowledge Integration Strategy in Islamic Banks. In A. Helena & S. Bernardete (Eds.), The Role of Knowledge Transfer in Open Innovation (pp. 118- 138). IGI Global. https://doi.org/10.4018/978-1- 5225-5849-1.ch006
35 Nurdin, N. (2019). Knowledge Integration Strategy in Islamic Banks. In A. Helena & S. Bernardete (Eds.), The Role of Knowledge Transfer in Open Innovation (pp. 118- 138). IGI Global. https://doi.org/10.4018/978-1- 5225-5849-1.ch006
36 Ansel Struss dan Julet Corbin, Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2007), 5.
Penggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini dengan beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan informan 37 . Ketiga, Metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengarah bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. 38
Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah di Desa Bulili Kecamatan Nokilalaki Kabupaten Sigi. Dipilihnya lokasi penelitian ini karena sangat relevan dengan objek yang di teliti dan juga memberikan nuansa baru bagi penulis dalam menambah pengetahuan,
khususnya dalam Pelaksanaan Penimbangan Jual Biji Coklat Dalam Tinjauan Ekonomi Islam. Data dikumpul
dengan
menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam dan kajian dari berbabagi dokumen tertulis 39 . Sedangkan analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik reduksi
37 Nurdin, N., Pettalongi, S. S., & Yusuf, K. (2018). Knowledge Management Model in Syariah Banking. 2018 5th International Conference on Information Technology,
Computer, and Electrical Engineering (ICITACEE),
38 Nurdin, N., Stockdale, R., & Scheepers, H. (2014). The Role of Social Actors in the Sustainability of E-Government Implementation and Use: Experience from Indonesian Regencies. System Sciences (HICSS), 2014 47th Hawaii International Conference on System Science,
39 Nurdin, N. (2017). To Research Online or Not to Research Online: Using Internet-Based Research in Islamic Studies Context. Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 7 (1), 31-54.
dan verifikasi dengan berbagai sumber data 40 . Data yang sudah direduksi kemudian dianalisis dengan mengaku pada konsep teori yang digunakan dalam penelitian ini.
## 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Strategi Pemasaran Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Penerimaan Mahasiswa Baru Sebagian besar perguruan tinggi adalah organisasi sosial atau nirlaba sedangkan sebagian kecil lebih cenderung disebut perusahaan komersil sebagaimana perusahaan bisnis yang lain. IAIN Palu merupakan salah satu kampus Negeri yang ada di Sulawesi Tengah mempunyai mahasiswa- mahasiswi bertalenta. Salah satu yang sangat relevan dalam pembahasan ini adalah cara promosi perguruan tinggi.
Berdasarkan data penulis dapatkan dari hasil-hasil wawancara dengan pihak-pihak kampus IAIN Palu, bahwa sistem pemasaran, yaitu dalam bentuk promosi. Agar diketahui berapa jumlah jalur pendaftaran yang ada di IAIN Palu, serta berapa jumlah fakultas yang ada dan mempromosikan jurusan baru kepada masyarakat.
Terkait
strategi
pemasaran perguruan tinggi yang dilakukan oleh pihak kampus IAIN Palu sendiri dalam meningkatkan penerimaan mahasiswa baru, Pak Abidin Djafar menyampaikan:
40 Nurdin, N., & Yusuf, K. (2020). Knowledge management lifecycle in Islamic bank: the case of syariah banks in Indonesia. International Journal of Knowledge Management Studies,
11 (1), 59-80. https://doi.org/10.1504/ijkms.2020.105073
“Oh iya, banyak halnya yang kita lakukan karena banyak keunggulan masing-masing
dalam strategi pemasaran perguruan tinggi ini dalam penerimaan mahasiswa baru yaitu melalui brosur, iklan, media sosial dan sosialisasi yang dimana dosen-dosen maupun mahasiswa menjadi sebuah perantara kepada masyarakat yang ada di kota palu sendiri maupun di kabupaten untuk menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk, serta mengundang kepala-kepala sekolah dengan operator masing-masing sekolah ke kampus” 41 . Dari konsep di atas dapat diketahui bahwa konsep pemasaran yang digunakan dalam kampus IAIN Palu adalah sebuah konsep strategi promosi dimana promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran dalam perguruan tinggi. Berapa pun bagusnya suatu produk, bila konsumen atau calon mahasiswa baru belum pernah mendengarnya dan tidak yakin produk itu akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan membelinya.
Promosi pada hakikatnya adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan atau
mengkomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran, untuk member informasi tentang keistimewaan,
kegunaan, dan yang paling penting adalah tentang keberadaanya, untuk mengubah sikap ataupun untuk
41 Palu. Abidin Djafar, Wakil Rektor Bidang
Akademik & Pengembangan Lembaga,”wawancara”. Tanggal 29 Juli 2019.
mendorong
konsumen untuk membelinya.
Lebih lanjut Bapak Abidin Djafar menambahkan bahwa;
“Pada tahun kemarin kami telah membuka beberapa jurusan baru, serta pada tahun ini telah mempunyai satu tambahan fakultas baru yaitu febi atau fakultas ekonomi dan bisnis islam dan ditambah lagi seiring berjalanya waktu insya allah kami akan berupaya untuk beralih status menjadi UIN” 42 .
Dengan demikian, dalam bentuk upaya memasarkan perguruan tinggi, IAIN Palu membuat suatu strategi yang dapat menarik para calon mahasiswa baru dengan bentuk membuka jurusan baru dan membuka satu fakultas baru kemudian kedepanya IAIN Palu akan berupaya merencanakan peralihan status dari IAIN ke status UIN. Dalam strategi yang diterapkan ini ada suatu kendala yang perlu diperhatikan lagi oleh pihak kampus IAIN Palu. Lebih lanjut dalam hal ini pak Abidin Mengatakan:
“Kami selaku pihak kampus masih mempunyai kendala dalam penerimaan mahasiswa baru yaitu kendala kami dimana Website atau Internet yang tidak memadai diprovinsi sulawesi tengah, khususnya dikabupaten-kabupaten yang memungkinkan calon mahasiswa baru bisa mendaftar dikampungnya masing-masing 42 Palu. Abidin Djafar, Wakil Rektor Bidang
Akademik & Pengembangan Lembaga,”wawancara”. Tanggal 29 Juli 2019.
tetapi dengan keterbatasan itulah maka mereka harus kekampus IAIN Palu, dan itulah kendala yang dalam penerimaan mahasiswa baru dan kedepanya kami akan segera memperluas jaringan website atau internet tersebut” 43
Dari hasil wawancara yang telah dikatakan oleh Bapak Abidin Djafar dimana jika dilihat IAIN Palu masih mempunyai kendala eksternal dalam penerimaan mahasiswa tahun ini salah satunya tidak terjangkaunya fasilitas website atau internet yang ada di Sulawesi Tengah Tengah sehingga para calon pendaftar harus berusaha ke IAIN Palu untuk mendaftar.
IAIN Palu sendiri tiap tahunya mengalami jumlah peningkatan dalam penerimaan mahasiswa baru, jumlah pendaftar yang datang bukan hanya kota Palu tetapi banyak dari mereka berdatangan dari kabupaten-kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah bahkan untuk menempuh jenjang perguruan tinggi. Adapun jalur pendaftaran dan hasil jumlah pendaftar mahasiswa baru bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Jalur Pendafaran
43 Palu. Abidin Djafar, Wakil Rektor
Bidang
Akademik & Pengembangan Lembaga,”wawancara”. Tanggal 29 Juli 2019.
Dari tabel di atas jumlah pendaftar calon mahasiswa baru, akan tetapi dari jumlah pendaftar tersebut masih perlu diseleksi kembali lagi, Seperti yang telah disampaikan oleh Bapak Abdul Wahab “Dari jumlah pendaftar tersebut terdapat tahap-tahap seleksi untuk jalur Span-ptkin dilihat dari nilai rapor tertinggi berdasarkan seleksi nasional jadi tinggal menunggu hasil, sementara untuk Um-ptkin dan Mandiri melalui seleksi tertulis dan kelulusan berdasarkan pihak panitia pelaksana” 44 .
Lanjut Bapak Abdul Wahab menambahkan:
“Untuk sekarang IAIN Palu akan menerima mahasiswa baru sekitar 1.500 orang, karena melihat kondisi IAIN Palu sekarang belum lama terjadi bencana namun akan ada penambahan selanjutnya kedepan” 45 .
Dengan demikian IAIN Palu mampu meningkatkan jumlah mahasiswa baru secara signifikan, hal ini tidak luput dari peran pihak-pihak kampus dalam menarik perhatian calon mahasiswa baru, hal ini dapat dilihat dari tahun ketahun IAIN Palu mempunyai mahasiswa baru sekitar 1.000 lebih dari masing-masing jurusan disetiap fakultas yang ada di IAIN Palu, seperti dari hasil
44 Palu. Abdul Wahab, Sekretaris Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019.
45 Palu. Abdul Wahab, Sekretaris Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019.
pemantauan yang telah diamanati oleh Bapak Askar:
“Beliau mengamati banyaknya calon pendaftar mahasiswa baru ini lebih dominan diminati jurusan PAI dan ESY akan tetapi jurusan lain juga bisa bersaing mendapatkan calon mahasiswa baru” 46 Lanjut Bapak Askar menambahkan:
“Saya sangat puas dengan adanya jalur SPAN dan UM ini, karena sudah sesuai dengan apa yang telah diinginkan oleh pihak- pihak kampus IAIN ini dan dengan jalur-jalur ini bisa memudahkan para pendaftar walaupun ada kendala sedikit saja” 47
Dari setiap jurusan yang ada di IAIN Palu calon mahasiswa baru berhak memilih tiga jurusan tetapi hanya akan ada satu jurusan yang akan menjadi tempat mencari ilmunya, walaupun ada banyak jurusan-jurusan yang ada di IAIN Palu akan tetapi ilmu yang didapati tetap berlandaskan kajian-kajian islam.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Alvin salah satu mahasiswa baru: “Iya, saya memilih 3 jurusan, yaitu jurusan Manajemen
Pendidikan Islam, Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah namun saya lolos dijurusan Ekonomi Syariah. Walaupun begitu saya
46 Palu. Bapak Askar, Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019.
47 Palu. Bapak Askar, Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019.
sangat senang menjadi salah satu mahasiswa jurusan Ekonomi Syariah dan bahagia menjadi bagian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam” 48 .
Lanjut Alvin menambahkan:
“Saya juga melihat dalam pelayanan penerimaan mahasiswa baru di kampus ini sangatlah bangus, sehingga membuat para mahasiswa baru menjadi sangat puas’’. 49 .
Dalam hal ini bisa dilihat bagaimana kepuasan mahasiswa baru dalam memilih jurusan pilihan mereka sendiri sangatlah puas dan senang dengan jurusan yang telah mereka pilih.
Alvin mengatakan:
“Jikalau dari segi pelayanan dari pihak kampus IAIN Palu sendiri saya lihat mereka memberikan pelayanan yang terbaik dalam proses penerimaan mahasiswa baru agar mahasiswa baru merasa puas dengan apa yang diberikan oleh pihak kampus IAIN Palu sendiri” 50 .
Lanjut Alvin menambahkan: “Menurut saya kampus IAIN Palu merupakan salah satu kampus dengan pembayaran SPP termurah yang ada di Sulawesi tengah, karena tidak memberatkan biaya kuliah ditambah 48 Palu.
Alvin,
Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019. 49 Palu. Alvin, Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019. 50 Palu. Alvin, Mahasiswa Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019.
lagi kampus IAIN Palu punya banyak beasiswa-beasiswa yang menunjang buat mahasiswa dan saya pun senang bisa kuliah di Kampus IAIN ini” 51 .
## 5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitiandan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi pemasaran perguruan tinggi pada IAIN
Palu. Dalam strategi pemasaran perguruan tinggi pada IAIN Palu mengembangkan strategi promosi. Bisa dilihat dari segi periklanan, melakukan sosialisasi, brosur dan media-media. Seperti pada awalnya sebelum beralih status menjadi IAIN Palu hanya memiliki beberapa fakultas. Namun sejak beberapa tahun ini, IAIN Palu sudah memiliki empat fakultas, satu pascasarjana dan ribuan mahasiswa yang ada di IAIN Palu.
Sedangkan dalam tinjauan ekonomi Islam, melihat strategi pemasaran perguruan tinggi yang diterapkan oleh IAIN Palu merupakan bentuk promosi yang
telah dikembangkan dan diperbolehkan dalam hukum Islam. Karena tidak bertentangan dengan syariat serta tidak mengandung unsur kedzaliman dan kemudharatan.
Daftar Pustaka Abdul Halim, Manajemen Strategis Syariah, Teori, Konsep Dan Aplikasi, Cet-1, Diterbitkan Zikrul Hakim. (Jakarta: PT. Bestari Buana Murni, 2015), 112
51 Palu. Alvin,
Mahasiswa
Baru,”wawancara”. Tanggal 03 Agustus 2019.
Basu Swastha, Manajemen Pemasaran. Edisi Kedelapan , (Jakarta: Penerbit Liberty, 2007),42 Benyamin Molan, Manajemen Pemasaran , Edisi 12, Jilid 1, (Jakarta: PT.Indeks, 2008), 66 Bukhari Alma, Manajemen Pemasaran dan
Pemasaran Jasa , (Bandung: Alfa Beta, 2005), 33 Danang Sunyanto, Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: CAPS,2012), 19 Daryanto, Manajemen Pemasaran , Cet-1,
(Bandung: Satu Nusa, 2011), 22 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran ,
(Jakarta : ANDI OFFSET, 1995), 7. Fitra Aditya Akbar, “Analisis Strategi Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah” Skripsi. Ponorogo.2014 Gregorius Candra, Srategi Program Pemasaran , (Yogyakarta : Andi Offset, 2002), 39.
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilustrasi Di Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gajah Mada University, 2005), 148 J.Supranta, Nandan Limakrisna, Perilaku Konsumen & Strategi Pemasaran , (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2011), 11.
Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis , (Jakarta: Prenada Media, 2003), 78
Marius P. Agiporra, Dasar-Dasar Pemasaran , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 3.
Matlani, “Strategi Perguruan Tinggi
Dalam Membangun Image Positif Dalam Hubungan Masyarakat” (Studi Kasus Pada STAIN
Pamekasan” Skripsi. Malang. 2017 Nembah F. Hartimbul Ginting, Manajemen Pemasaran , (Bandung:
Yrama Widya, 2011), 293. Nurahmi Hayani, Manajemen Pemasaran Bagi Pendidikan Ekonomi , (Pekanbaru: Suska Press, 2012), 86
Nurdin, N., Stockdale, R., & Scheepers,
H. (2014). The Role of Social
Actors in the Sustainability of E- Government Implementation and Use: Experience from Indonesian Regencies. System Sciences (HICSS), 2014 47th Hawaii International Conference on System Science, Nurdin, N. (2017). To Research Online or Not to Research Online: Using Internet-Based Research in Islamic Studies Context. Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 7 (1), 31-54.
Nurdin, N., Pettalongi, S. S., & Yusuf, K.
(2018, 27-28 Sept. 2018). Knowledge Management Model in Syariah Banking. 2018 5th International Conference on Information Technology, Computer, and Electrical Engineering (ICITACEE) Nurdin, N. (2019). Knowledge
Integration Strategy in Islamic Banks. In A. Helena & S. Bernardete (Eds.), The Role of Knowledge Transfer in Open Innovation (pp. 118-138). IGI Global. https://doi.org/10.4018/978-1- 5225-5849-1.ch006 Nurdin, N., & Yusuf, K. (2020). Knowledge management lifecycle in Islamic bank: the case of
syariah banks in Indonesia. International Journal of Knowledge Management Studies, 11 (1), 59-80. https://doi.org/10.1504/ijkms.20 20.105073
Nurdin, N., & Aratusa, Z. C. (2020). Benchmarking level interactivity of Indonesia government university websites.
TELKOMNIKA Telecommunication, Computing, Electronics and Control,
18 (2), 853-859. Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis , (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 217
Philip Kotler, Gary Amstrong, Prinsip- Prinsip Pemasaran , Jilid 2 Edisi Ketujuh (Jakarta: Erlangga, 2000),
59 Qiyadah Robbaniyah, “Manajemen Pemasaran Perguruan Tinggi Di STIkes Madani Yogyakarta” Skripsi. Yogyakarta.2014 R.Eko Indrajit, R.Djokopranoto, Manajemen Perguruan Tinggi Modern , (Bandung: Alfa Beta, 2006), 37 Siti Khotijah, Smart Strategy of Marketing ,
(Bandung: ALFABETA, 2004), 17 Sofyan Asauri, Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 199
Suyoto, Marketing Strategy Top Brand
Indonesia , (Yogyakarta: Andi
Press, 2007), 16 Tafsir Ringkas Kemenag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Al- Hidayah, 2018), 440 Tim Penyusunan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka,1997), 199
|
1cc5e2ef-93db-42e1-8abf-b9af4c8b4499 | https://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/PROMOTOR/article/download/1425/1033 | FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMAKAIAN HELM PENGENDARA SEPEDA MOTOR PADA PELAJAR KELAS X (SEPULUH)
Deden Fadilah, Supriyanto, dan Ruby Ginanjar.
Fakultas Ilmu Kesehatan, Konsentrasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl. Desa Kalong II, Leuwiliang Bogor 16640
Email : [email protected]
## Abstrak
Banyaknya pelajar yang mengendarai sepeda motor ditambah lagi kecelakaan lalu lintas semakin meningkat tiap tahunnya menyebabkan cedera, luka-luka, bahkan meninggal dunia. Helm diperlukan untuk mencegah terjadinya cedera kepala. Tujuan penelitian ini agar diketahuinya hubungan faktor-faktor perilaku pemakaian helm pengendara sepeda motor pada pelajar. Penelitian ini menggunakan metodologi cross sectional yang bersifat kuantitatif. Populasi dan sampel penelitian ini adalah pengendara sepeda motor kelas X (sepuluh) di SMK Pesona Dywantara. Responden didapat dengan perhitungan menggunakan rumus Issac & Michael. Berdasarkan analisis data menggunakan chi square diketahui variabel yang berhubungan adalah pengetahuan ( p-value 0,023), kondisi lingkungan ( p-value 0,012), dan pengaruh sosial ( p-value 0,026). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah sikap ( p-value 0,125), dan persepsi ( p- value 0,957). Saran bagi pelajar tingkatkan kesadaran memakai alat keselamatan berkendara salah satunya helm, segera membuat SIM C jika sudah cukup umur, dan selalu menjaga keselamatan dijalan.
## Kata Kunci : Perilaku, Pengendara Sepeda Motor, Pemakaian Helm
## Pendahuluan
Kepadatan lalu lintas dan kendaraan mempunyai tingkat signifikan terjadinya kecelakaan yang sangat tinggi, sehingga kendaraan bermotor salah satu pembunuh manusia lewat kecelakaan lalu lintas) (2). Undang-Undang Republik Indonesia (RI) nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 291 ayat 1 dan 2 yang terkait tentang helm (13).
Data Global Status Report on Road Safety 2015 menunjukkan, sekitar 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya karena kecelakaan di jalan raya dan merupakan penyebab utama kematian di kalangan anak
muda pada usia 15-29 tahun. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) saat ini kecelakaan transportasi jalan di dunia telah mencapai 1.5 juta korban meninggal dan 35 juta korban luka-luka/ cacat akibat kecelakaan lalu lintas pertahun (16).
Di beberapa negara, cedera kepala diperkirakan mencapai 88% dari kematian akibat kecelakaan di jalan. Helm diperlukan untuk mengurangi kematian dan cedera yang terkait dengan penggunaan sepeda motor dan sepeda (15).
Kendaraan yang terlibat laka lantas di Kabupaten Bogor tahun 2014 yang paling
banyak terlibat dalam kecelakaan adalah kendaraan sepeda motor yaitu 572 kasus. Kecelakaan sepeda motor sebesar 5.85 % dari 9.766 kasus lebih besar daripada di Kota Bogor dan Jumlah korban profesi yang terlibat laka lantas di Kabupaten Bogor tahun 2014 salah satunya pelajar sebanyak 229 orang risiko kecelakaan dengan korban pelajar sebesar 9.45 % dari 2.422 kasus lebih besar daripada di kota Bogor (8).
Helm untuk pesepeda motor dan pesepeda sangat efektif untuk mencegah cedera kepala dan sekaligus mengurangi beratnya cedera yang akan diterima oleh pengendara
maupun penumpang
/pembonceng kendaraan roda dua itu (15).
Perilaku merupakan respons/interaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (5).
Remaja merupakan salah satu segmen terbesar penyumbang kecelakaan lalu lintas (6). Salah
satu pembagian tahapan perkembangan remaja disampaikan oleh “ the American School Counselor Association (ASCA),” yang terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut: (1) Remaja awal, 12-14 tahun; (2) Remaja Pertengahan, 15-16 tahun, dan (3) Remaja
Akhir, 17-19 tahun (11) . Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (4). Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia. Karena masa remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Sumiyanto 2013 dalam (2) .
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2013), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar), dikenal dengan istilah teori “S-O- R” (Stimulus-Organisme-Respon). Dan teori lainnya yang menyebutkan ada beberapa determinan (Pembentuk) perilaku yaitu teori Lawrence Green, Snehandu B.Kar, dan teori WHO (8). Aspek Pengetahuan, sikap, persepsi, kondisi lingkungan, pengaruh sosial dibutuhkan dalam membentuk pribadi seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemakaian helm pengendara sepeda motor pada pelajar.
## Metode
Penelitian
ini menggunakan metodologi cross sectional yang bersifat kuantitatif. Populasi dan sampel penelitian ini adalah pengendara sepeda motor kelas X (sepuluh) di SMK Pesona Dywantara Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor yang hadir disekolah dan bersedia menjadi responden. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan antara variabel dependen dan independen yang mengambil waktu secara bersamaan. Responden didapat dengan perhitungan menggunakan rumus Issac &
Michael (12) sebagai berikut :
Hasilnya dibulatkan dari 78,6 sampel diambil sebanyak 80 orang, untuk menghindari kekurangan/missing data.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan Komputer yaitu program epi data , SPSS Versi 23 dan MS. Excel serta untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari setiap karakteristik responden yaitu usia, dan jenis kelamin, variabel independen, dan dependen yang diharapkan dari tabel
S = 𝛌 . 𝐍. 𝐏. 𝐐 𝐝 𝟐 (N-1) + 𝛌 𝟐 . P. Q 𝟐
distribusi dan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen yaitu hubungan Variabel pengetahuan, sikap,
persepsi, kondisi lingkungan dan pengaruh sosial terhadap perilaku pemakaian helm dengan uji statistik chi-square .
## Hasil
1. Analisis Univariat
Sebagian besar responden berusia 15-
16 tahun sebanyak 57 responden (74%) dan
di dominasi responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 58 responden (75,3%) serta semua responden menyatakan tidak memiliki SIM C.
Tabel 1. Distribusi frekuensi umur, dan jenis kelamin responden
Usia Frekuensi (n) Persen (%) 15-16 tahun 17-18 tahun Jumlah 57 20 77 74 26 100 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah 58 19 77 75,3 24,7 100 Sumber : data primer Dari 77 responden mayoritas
responden memiliki pengetahuan yang baik terkait tentang helm dalam safety riding sebesar 52 orang (67,5%) dan kurang baik sebesar 25 orang (32,5%). Sikap responden sebagian besar baik terkait pemakaian helm sebanyak 45 orang (58,4%), dan kurang baik sebesar 32 orang (41,6%). Persepsi
responden positif terkait tentang helm sebesar 45 orang (58,4%) dan persepsi negatif sebesar 32 (41,6%). Kondisi lingkungan responden yang baik terkait tentang helm sebesar 45 orang (58,4%), kurang baik sebanyak 32 orang (41,6%).
Pengaruh sosial yang mendukung responden sebanyak 57 orang (74%), yang tidak mendukung sebesar 20 orang (26%). Dan selanjutnya tindakan pemakaian helm yang aman sebesar 52 orang (67,5), dan yang tidak aman sebesar 25 orang (32,5).
## 2. Bivariat
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji statistik chi square yaitu variabel pengetahuan, sikap, persepsi, kondisi lingkungan, dan pengaruh sosial terhadap perilaku pemakaian helm didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Pengaruh Lingkungan, dengan
Pemakaian Helm Variabel Pemakaian Helm Total P-value OR Tidak aman Aman Pengetahuan n % N % N % Kurang Baik 13 52 12 48 25 100 0,023 3,611 Baik 12 23,1 40 76,9 52 100 Sikap Kurang Baik 14 43,8 18 56,3 32 100 0,125 2,404 Baik 11 24,4 34 75,6 45 100 Persepsi Negatif 11 34,4 21 65,6 32 100 0,957 1,160
Positif 14 31,1 31 68,9 45 100 Kondisi Lingkungan Kurang Baik 16 50 16 50 32 100 0,012 4,000 Baik 9 20 36 80 45 100 Pengaruh Sosial Tidak Mendukung 11 55 9 45 20 100 0,026 3,754 Mendukung 14 24,6 43 75,4 57 100 Sumber : data primer
Pengetahuan : dari 25 pengendara yang memiliki pengetahuan yang kurang baik, 13 orang (52%) memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman dan 12 orang (48%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman. Sedangkan dari 52 orang yang pengetahuannya baik, 12 orang (23,1%) diantaranya memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman, sedangkan 40 orang (76,9%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman.
Sikap : dari 32 pengendara yang memiliki sikap yang kurang baik, 14 orang (43,8%) memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman dan 18 orang (56,3%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman. Sedangkan dari 45 orang yang sikapnya baik, 11 orang (24,4%)diantaranya memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman, sedangkan 34 orang (75,6%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman.
Persepsi : dari 32 pengendara yang memiliki persepsi yang negatif, 11 orang (34,4%) memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman dan 21 orang (65,6%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman. Sedangkan dari 45 orang yang persepsinya positif, 14 orang (31,1%) diantaranya memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman, sedangkan 31 orang (68,9,%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman.
Kondisi lingkungan : dari 32 pengendara yang memiliki pengaruh lingkungan yang kurang baik, 16 orang
(50%) memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman dan 16 orang (50%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman. Sedangkan dari 45 orang yang memiliki pengaruh lingkungannya yang baik, 9 orang (20%) diantaranya memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman, sedangkan 36 orang (80%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman.
Pengaruh sosial : dari 20 pengendara yang memiliki pengaruh sosial yang tidak mendukung, 11 orang (55%) memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman dan 9 orang (45%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman. Sedangkan dari 57 orang yang memiliki pengaruh teman sebaya yang mendukung, 14 orang (24,6%) diantaranya memiliki perilaku pemakaian helm yang tidak aman, sedangkan 43 orang (75,4%) memiliki perilaku pemakaian helm yang aman.
## Pembahasan
Pengetahuan : berdasarkan hasil analisis bivariat, dinyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan pemakaian helm dengan nilai P-value = 0,023. Dengan demikian sesuai dengan teori Lawrence Green yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang begitu juga sebaliknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuannya sendiri yang merupakan faktor internal seseorang. Seperti
yang terdapat pada teori Teori Snehandu B. Karr mengatakan determinan perilaku dipengaruhi oleh terjangkaunya informasi atau bisa dikatakan pengetahuan terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang (8).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridho (2012) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian helm pada mahasiswa Universitas Indonesia Depok dengan nilai signifikansi p-value = 0,001 (9) dan oleh penelitian Sambodo (2010) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan SNI (Helm Standar Nasional Indonesia) pada Mahasiswa FKM
(Fakultas
Kesehatan Masyarakat)
Universitas diPonegoro Semarang dengan nilai P-Value = 0,007 (10). Adapun hasil observasi disekolah tersebut sering didatangi oleh Pihak Kepolisian daerah Leuwiliang dan sudah terjalin hubungan kekeluargaan, serta sering menyampaikan materi kepada murid baru pada saat MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) yang berkaitan dengan tata tertib berlalu lintas dijalan raya.
Sikap : dari hasil analisis bivariat, dinyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap dengan pemakaian helm saat berkendara dengan nilai P-value = 0,125. Hal ini menunjukan bahwa kurang sesuainya teori Lawrence Green yang menyebutkan bahwa Sikap masih merupakan salah satu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang begitu juga sebaliknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu sikapnya sendiri. Sikap sebagai faktor determinan perilaku dalam teori Snehandu B.Karr yaitu termasuk adanya niat ( intention ) seseorang
untuk bertindak (8).Seperti dalam buku WHO (2014) menyebutkan bahwa masyarakat tidak terlalu peduli dan sikapnya tidak terlalu mendukung peraturan perundang-undangan tentang keharusan memakai helm, penegakan hukum memerlukan dukungan pemerintah secara luas (15).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Colle, dkk (2016) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku Safety Riding pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wundulako Kabupaten Kolaka dengan nilai P-Value = 1,000 (1).
Persepsi : Berdasarkan hasil analisis bivariat, dinyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara variabel persepsi dengan pemakaian helm saat berkendara dengan nilai P- value = 0,957. Dan sebagian besar persepsi responden dalam pemakaian helm positif, bukan berarti akan memiliki pemakaian helm yang aman. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa persepsi responden kurang berpengaruh terhadap pemakaian helm pada responden kelas X di SMK Pesona Dywantara Kabupaten Bogor. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain yang lebih berpengaruh. Persepsi merupakan proses kombinasi dari sensasi yang diterima oleh organ dan hasil interpretasinya (hasil olah otak) (11).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Utari (2010), yaitu terdapat hubungan yang tidak signifikan antara persepsi dengan keselamatan berkendara ( Safety Riding ) pada Mahasiswa Universitas Gunadarma Bekasi dengan nilai P-value = 0,340 (14).
Kondisi lingkungan : Berdasarkan hasil analisis bivariat, dinyatakan bahwa adanya,r hubungan yang signifikan antara
variabel kondisi lingkungan dengan pemakaian helm saat berkendara dengan nilai P-value = 0,012. Dengan demikian sesuai dengan teori Lawrence Green yang menyebutkan bahwa Kondisi lingkungan merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku pemakaian helm begitu juga sebaliknya perilaku pemakaian helm dipengaruhi oleh faktor pemungkin yaitu pengaruh lingkungan. Sama halnya dengan teori WHO perilaku dipengaruhi oleh faktor sumber daya yang tersedia atau dikatakan sarana dan prasarana atau kondisi lingkungan (8).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusti (2016) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan media dengan praktik Safety Riding , dengan nilai P Value = 0,000 (3) dan Muhammad
Ridho yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengaruh lingkungan dengan pemakaian helm dengan nilai P-Value = 0,000 (9). Maka dari itu harus membangun lingkungan yang mendukung untuk diterimanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang akan mendorong bertambahnya pemakaian helm (15).
Pengaruh sosial : berdasarkan hasil analisis bivariat, dinyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengaruh sosial dengan pemakaian helm saat berkendara dengan nilai P-value = 0,026. Berarti sesuai dengan teori Lawrence Green yang menyebutkan bahwa Pengaruh sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku pemakaian helm begitu juga sebaliknya perilaku pemakaian helm dipengaruhi oleh faktor-faktor penguat yaitu pengaruh sosial sama seperti teori Snehandu B. Karr
determinan perilaku salah satunya yaitu adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (8).
Didukung penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ridho yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengaruh sosial dengan pemakaian helm dengan nilai P-
Value = 0,002 (9). Studi tentang tingkah laku konsumen juga memperlihatkan bahwa kesadaran tentang helm dapat tersebar melalui komunikasi mulut ke mulut dan juga pemakaian helm menjadi hal yang biasa di masyarakat (15).
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Pemakaian Helm Pengendara Sepeda Motor Pada Pelajar Kelas X Di SMK Pesona Dywantara Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor Tahun 2018, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil penelitian dan analisis statistik, pelajar SMK Pesona
Dywantara yang mengendarai sepeda motor kelas X memiliki gambaran pemakaian helm
sebanyak 52 responden (67,5%)
mempunyai perilaku pemakaian helm yang aman dan sebanyak 25 responden (32,5%) mempunyai perilaku pemakaian helm tidak aman.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan pemakaian helm. OR yang didapat adalah 3,611 yang berarti responden yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 3,6 kali untuk memiliki pemakaian helm yang aman.
3. Tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara variabel sikap dengan pemakaian helm.
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel persepsi dengan pemakaian helm.
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kondisi lingkungan dengan pemakaian. OR yang didapat adalah 4,000 yang berarti responden yang memiliki pengaruh lingkungan yang baik memiliki kemungkinan 4,000 kali untuk memiliki pemakaian helm yang aman.
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pengaruh sosial dengan pemakaian helm. OR yang didapat adalah 3,754 yang berarti responden yang memiliki pengaruh sosial yang mendukung memiliki kemungkinan 3,754 kali untuk memiliki pemakaian helm yang aman.
## Referensi
Artikel Jurnal [1] Colle, Andi Balladho Aspat, dkk. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety
Riding pada Siswa SMA Negeri 1
Wundulako Kabupaten Kolaka . Jurnal.
FKM Universitas Halu Oleo. pdf
[2] Marsaid, Hidayat, Ahsan. (2013).
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Polres Kabupaten Malang . Jurnal Ilmu Keperawatan. Universitas
Brawijaya Journal. P. 2.
[3] Rusti, Sukarsi dan Falaah, Rezeki Mulia. (2016). Praktik Safety Riding Pada Pelajar Di Wilayah Kerja Polres Padang Panjang. Jurnal Human Care. Volume 1.No.3
Buku
[4] Ali, Mohammad dan Mohamad Asrori. (2005). PsikologiRemaja Perkembangan Peserta Didik . Jakarta: Bumi Aksara. [5] Amiruddin, Ridwan. (2013). Surveilans Kesehatan Masyarakat . Kampus IPB Taman Kencana Bogor: IPB Press [6] Chrussiawanti, Novita. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Safety Riding Pada Remaja di SMA Negeri 2 Sukoharjo . Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta. [7] Jawa Barat dalam Angka, Jawa Barat in Figures (2015). Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id
[8] Notoatmodjo. (2013). Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasinya .
Jakarta :Rineka Cipta [9] Ridho, Muhammad. (2012). Hubungan Persepsi Risiko Keselamatan Berkendara Dengan Perilaku Pemakaian Helm Pada Mahasiswa Universitas Indonesia Depok . Skripsi.
Universitas Indonesia. Depok.
[10] Sambodo, priyo. (2010). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Helm Standar Nasional (Sni) Oleh Pengendara Sepeda Motor Sebagai Alat Pelindung Keselamatan Berkendara (Studi Pada Mahasiswa Fkm Undip Semarang). skripsi. Undip.
[11] Sarwono, Sarlito Wirawan. (2012). Pengantar Psikologi Umum . Jakarta: Rajawali Pers
[12] Sugiyono. (2008). Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R&D. A . Bandung: Alfabeta
[13] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
[14] Utari, Gineung Cynthia. (2010). Hubungan Pengetahuan, Sikap, Persepsi dan Keterampilan Mengendara Mahasiswa Terhadap Perilaku Keselamatn Berkendara (Safety Riding) di Universitas Gunadarma Bekasi Tahun 2009 . Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. http://repository.uinjkt.ac.id/
[15] WHO. (2014). Helmets: a road safety manual for decision-makers and practitioners. Global Road Safety Partnership. Indonesia : Jakarta. www.who.int/violence_injury_prevention/publication/road_traffic/en/index.htm [16] . (2015). Global Status Report on Road Safety . Switzerland: L’IV
Com Sàrl, Villars- sous Yens.
|
6c64e2b4-4992-46b5-b5dd-5fcba4cb0130 | https://ejournal.stiesia.ac.id/kreanova/article/download/6548/1159 |
## PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN DESAIN GRAFIS BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
Retno Ardianti Ratih Indriyani Sesilya Kempa Mariana Ing Malelak
[email protected] Petra Christian University, Surabaya, Indonesia
## ABSTRACT
The use of social media to support marketing activities has become more an more important nowdays. Therefore, the ability to design social media content that can be used to market new products is important for students, including students with special needs; to equip them with the competencies needed at the workplace. In order to help students with special needs to develop their ability in graphic design, students and faculty members at the School of Business and Management, Petra Christian University held community service activities aimed at AORA students’,a training institution for students with special needs in Surabaya. The training and mentoring was held for approximately 8 weeks within the period of January - March 2024. More specifically, students were trained to use the Canva application to produce content in the form of posters, product name tags, product catalogs and video for social media reels. In summary, students showed positive responses to the training and mentoring activities. They acknowledged the benefits and expressed their willingness to continue participating in the next training sessions that will be sspecifically designed for them.
Keywords: graphic design, social media marketing, student with special needs.
## ABSTRAK
Penggunaan media sosial untuk mendukung kegiatan pemasaran menjadi hal yang sangat penting pada saat ini. Kemampuan untuk membuat desain konten-konten sosial media yang dapat digunakan untuk memasarkan produk menjadi penting bagi siswa, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus agar dapat melengkapi mereka dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Oleh karena itu, dosen dan mahasiswa School of Business and Management Universitas Kristen Petra mengadakan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan metode pelatihan dan pendampingan yang ditujukan bagi siswa AORA, sebuah lembaga kursus dan pelatihan bagi siswa berkebutuhan khusus di Surabaya. Pelatihan dan pendampingan ini diselenggarakan selama kurang lebih 8 minggu dalam kurun waktu Januari-Maret 2024. Secara spesifik, materi yang diberikan adalah desain grafis dengan menggunakan aplikasi canva untuk menghasilkan konten berupa poster, name tag produk, katalog produk dan reels . Secara umum siswa menunjukkan respon yang positif atas kegiatan pelatihan dan pendampingan ini. Mereka mengakui adanya manfaat dan menyatakan kesediaannya untuk mengikut pelatihan lanjutan yang akan direncanakan untuk mereka
Kata kunci: desain grafis , social media marketing, siswa berkebutuhan khusus .
## PENDAHULUAN
Perkembangan dunia digital yang semakin melesat membuat desain grafis sebagai salah satu kemampuan yang sangat penting bagi masa depan. Desain grafis adalah ilmu pengetahuan yang menggabungkan berbagai elemen kreatif dengan teknologi agar tercipta komunikasi visual efektif dan menarik. Desain grafis dapat memberikan bekal keterampilan dalam berko- munikasi secara visual melalui media teks atau gambar. Informasi ini bertujuan untuk menyam-
paikan informasi atau pesan dengan mengguna- kan software yang digunakan untuk kepentingan desain grafis. Budiarto (2019) menjelaskan bah- wa desain grafis dan multimedia merupakan aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri, seperti halnya pembuatan branding produk, berbagai desain brosur dan katalog bisnis.
Pembelajaran, khususnya untuk anak ber- kebutuhan khusus membutuhkan suatu strategi untuk menyusun materi pendidikan itu tersendiri
sesuai dengan kebutuhan mereka. Model pembe- lajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khu- sus ditujukan agar peserta didik memiliki kete- rampilan untuk memasuki dunia kerja. Kompe- tensi yang perlu ditajamkan terdiri dari kompe- tensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari-hari dan kompetensi akademik (Ningrum, 2022). Salah satu bidang yang tepat untuk dite- kuni tertarik di bidang seni dan desain visual . Skill desain grafis sangat penting untuk mema- suki dunia pekerjaan maupun berwirausaha. Skill ini banyak dibutuhkan di berbagai perusahaan dan dapat menunjang keunggulan bidang bisnis. Terlebih, perkembangan dunia digital yang sa- ngat pesat membuat desain grafis menjadi skill yang sangat diperhitungkan.
Pembelajaran grafis yang diselenggarakan bagi siswa berkebutuhan khusus akan dapat menjawab dan memfasilitasi berbagai keteram- pilan yang dapat membekali siswa berkebutuhan khusus. Aspek peningkatan kompetensi yang di- capai dapat meliputi kreativitas, kemampuan penggunaan teknologi, dan peningkatan kemam- puan sosial. Aspek peningkatan kemampuan so- sial penting untuk membangun kepercayaan diri siswa sehingga dapat membangun jaringan dan meningkatkan diri sendiri. Kemampuan meng- gunakan teknologi menjadi penting untuk pe- manfaatan peralatan untuk menunjang keteram- pilan diri sendiri.
Aplikasi canva merupakan salah satu me- dia yang dapat mendukung proses pembelajaran secara visual dan melatih kemampuan dalam melakukan berbagai macam desain secara visual (Adawiyah et al ., 2019). Canva merupakan program design online yang menyediakan ber- bagai fasilitas editing untuk membuat berbagai desain grafis, seperti poster, flyer , katalog, ban- ner , kartu undangan, presentasi, dan yang lain- nya. Aplikasi canva memiliki kemudahan dalam penggunaan dan dapat diakses dengan peralatan yang dimiliki oleh siswa, baik perangkat desktop maupun mobile (Wardhanie et al ., 2021). AORA merupakan lembaga kursus dan pelatihan yang memiliki tujuan untuk dapat memberikan pembekalan kepada siswa mereka dengan berbagai keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan. Ketrampilan ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi siswa AORA yang berkebu- tuhan khusus untuk dapat menemukan jati diri- nya dengan mengekplorasi bakat dan minat yang dapat terus ditumbuhkan. Lembaga kursus dan pelatihan ini dapat menjadi wadah bagi siswa untuk dapat terus berkarya dan berinovasi untuk menjadi pribadi yang mandiri. Selain itu, AORA
memiliki tujuan agar siswa yang mereka bina dapat memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Hal ini dilakukan agar siswa bina- annya memiliki kesempatan yang sama dengan individu lainnya untuk berkarya dan berkarir sesuai dengan pekerjaan yang mereka pilih.
Salah satu bidang pembelajaran yang di- berikan pada siswa AORA adalah desain grafis dengan fokus untuk menghasilkan karya desain yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan pemasaran digital. Pembelajaran ini diharapkan dapat membekali siswa dengan keterampilan komprehensif terkait teknologi desain serta untuk mengasah kreatifitas dan mendukung pe- ngembangan ketrampilan sosial mereka. Dalam kegiatan pembelajaran ini, hasil karya siswa diarahkan untuk dapat menghasilkan materi- materi yang bermanfaat untuk pemasaran digital seperti konten-konten foto dan video yang dapat diposting di media sosial. Dalam sejumlah publi- kasi tentang kegiatan pengabdian pada masya- rakat selama ini, kegiatan pemasaran melalui media sosial dapat membawa dampak positif ba- gi pelaku usaha untuk dapat menjangkau target konsumen mereka secara lebih efektif (Ardianti, 2023; Indriyani et al ., 2022).
Dalam hal teknologi penunjang, dalam ke- giatan pembelajaran ini, siswa diarahkan untuk menggunakan aplikasi Canva. Aplikasi ini me- miliki fitur fitur yang menarik dan dapat menunjang pembelajaran interaktif, dimana pembelajaran interaktif dalam studi selama ini menunjukkan kemampuannya untuk mendukung pembelajaran bagi siswa dengan kebutuhan khusus (Putri et al ., 2023). Selain itu, aplikasi Canva tergolong mudah digunakan dan terjang- kau oleh siswa karena memungkinkan untuk diakses dengan menggunakan handphone. Hal ini memberikan kemudahan bagi siswa yang tidak membawa perangkat laptop saat pelatihan.
## METODE PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan terdiri dari beberapa tahapan.
## Tahap Persiapan
Tahapan persiapan yakni (1) Pemben- tukan tim dosen dan tim mahasiswa serta pene- tapan tanggung jawab. Tim dosen terdiri dari 4 orang yang memiliki tugas pengayaan materi pelatihan serta contoh yang digunakan. Dalam masing masing pertemuan akan ada satu orang dosen dan 2 hingga 3 orang mahasiswa. Mahas- iswa memiliki tugas untuk memfasilitasi materi kepada siswa serta membantu siswa yang membutuhkan pendampingan. Pada tahapan ini
juga dilakukan pembagian materi pengajaran serta durasi yang diperlukan untuk coverage satu materi. (2) Penetapan metode pembelajaran. Pada tahap ini, hal yang perlu dipersiapkan adalah menetapkan target pembelajaran yang dicapai dalam 8 minggu pelatihan, penetapan peralatan yang mendukung proses pembelajaran (laptop dan HP), penggunaan materi belajar yang menarik dan interaktif, adopsi metode pembe- lajaran inklusif. Selanjutnya yang dipertim- bangkan adalah pelibatan orang tua siswa untuk memberikan suasana belajar yang suportif.
## Tahap Implementasi Kegiatan
Kegiatan pelatihan ini merupakan pe- latihan yang memiliki periode keberlanjutan, sehingga materi yang disampaikan merupakan sebuah rangkaian pembelajaran. Tema dari pe- latihan ini adalah penggunaan aplikasi canva un- tuk melatih siswa dalam membuat disain grafis terutama pada penggunaan promosi bisnis.
Rancangan implementasi kegiatan pela- tihan adalah sebagai berikut ini: (1) 19 Januari 2024: Dasar fotografi dan sudut pengambilan gambar, (2) 26 Januari 2024: Praktek fotografi dan berbagai fungsi editing , (3) 2 Februari 2024: Penggunaan canva untuk pembuatan poster, (4) 9 Februari 2024: Penggunaan poster digital dan aplikasi pada media sosial, (5) 16 Februari 2024: Optimalisasi reels untuk sarana promosi bisnis,
(6) 23 Februari 2024: Penggunaan canva untuk katalog produk, (7) 1 Maret 2024: Upload foto produk dan penjelasan produk dalam katalog bisnis, (8) 8 Maret 2024: Penggunaan name tag sebagai branding produk.
## Tahap Evaluasi Kegiatan
Tahap evaluasi kegiatan dilakukan pada akhir dari pertemuan ke 8, dengan melakukan survei pada siswa AORA mengenai kegiatan pembelajaran.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Rangkaian pelatihan yang telah dilaksa- nakan menggunakan metode pembelajaran yang dirancang untuk siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan adalah tutorial dengan instruksi yang dilakukan secara berulang dan disertai dengan pendam- pingan saat siswa mengerjakan instruksi. Gambar 1 menunjukkan aktifitas pelatihan yang dilakukan.
## Sumber: Dokumentasi Pribadi (2024) Gambar 1 Kegiatan Pelatihan
Materi pelatihan diberikan secara berta- hap, dimana pada tahap awal siswa belajar untuk mengambil dan mengedit gambar produk baik dalam bentuk foto maupun video. Hasil dari tahap ini digunakan sebagai materi pembuatan poster, reels , maupun katalog yang dapat diman- faatkan sebagai konten promosi pada media sosial Instagram. Selain itu, dalam rangkaian pelatihan ini, siswa juga diajak untuk belajar untuk membuat label merek bagi produk yang mereka ingin promosikan. Siswa dapat memilih untuk mempromosikan produk yang disediakan oleh lembaga pelatihan yaitu Batik Wistara ataupun produk-produk yang dihasilkan oleh keluarga siswa sendiri. Adapun hasil karya dari sejumlah peserta pelatihan dapat dilihat pada gambar 2.
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2024) Gambar 2 Contoh Hasil Karya
Dari contoh-contoh hasil karya tersebut dapat terlihat adanya hasil akhir yang belum sempurna. Komposisi gambar dan warna, pe- milihan font , serta proporsi antara font dan gambar yang semuanya masih membutuhkan perbaikan. Selain itu, dalam proses pengerjaan karya-karya tersebut, tidak jarang harus dilaku- kan break beberapa kali, mengingat kecede- rungan siswa yang mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam waktu yang cukup lama, ataupun terkendala untuk berkomunikasi secara verbal kepada pelatih. Namun demikian, dari hasil-hasil tersebut dapat terlihat juga bahwa peserta telah dapat memilih tema, menempatkan gambar dan keterangan yang tepat dan cukup rapi pada karya-karya mereka. Hal ini mengin- dikasikan kemampuan pemahaman akan aspek visual dan kemampuan teknis yang cukup baik dalam membuat materi promosi produk.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus yang lebih diarah- kan pada aspek peningkatan kemandirian, ke- percayaan akan kemampuan diri (self-efficacy) hingga keterampilan kerja, maka pada akhir sesi pelatihan siswa diminta untuk memberikan eva- luasi. Hal ini dilakukan dengan cara pengisian angket dengan pertanyaan-pertanyaan sederha- na dan pilihan opsi jawaban yang menggunakan teks dan gambar untuk memudahkan mereka memahami dan menjawab pertanyaan-pertanya- an. Gambar 3 menunjukkan dua contoh perta- nyaan yang kami gunakan.
## Sumber: Dokumentasi Pribadi (2024)
Gambar 3
## Contoh Angket Evaluasi
Hasil evaluasi dengan menggunakan ang- ket tersebut menunjukkan kisaran jawaban bahwa siswa merasa biasa saja hingga merasa senang dalam mengikuti kegiatan belajar. Selain itu mereka juga menyatakan adanya man-
faat yang didapatkan, mulai dari sedikit hingga banyak manfaat. Sejauh ini tidak ditemukan ja- waban yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak senang atau merasa bahwa pelatihan ter- sebut tidak bermanfaat. Selain itu, kesemua jawaban juga menunjukkan adanya keinginan siswa untuk terus mengikuti kelas pelatihan. Hal ini mengindikasikan adanya respon positif dari peserta untuk terus mengikuti kegiatan belajar.
Dari sisi tim penyelenggara pelatihan, evaluasi yang dapat diberikan adalah mengenai ketersediaan alat dan kesiapan tenaga pendam- ping. Sebagian peserta menggunakan hand- phone untuk mengerjakan latihan. Hal ini kare- na tidak adanya fasilitas komputer di lokasi serta tidak semua peserta dapat membawa laptop saat pelatihan. Akibatnya, proses mendesain tidak dapat berlangsung secara optimal pada sejumlah peserta, misalkan dalam hal mengedit teks dan gambar. Sedangkan dari sisi pendamping adalah kurangnya kemampuan untuk dapat berkomu- nikasi dengan siswa berkebutuhan khusus ter- utama pada pendamping yang belum memiliki pengalaman mengajar sebelumnya. Hal ini ka- rena semua pendamping adalah mahasiswa yang memiliki ketertarikan untuk membantu sesama, namun secara khusus belum pernah dilatih untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus.
Hasil evaluasi dari pelatihan ini yang menunjukkan kemampuan siswa untuk meng- hasilkan karya-karya desain yang bermanfaat selaras dengan hasil-hasil dari sejumlah pene- litian terbaru tentang manfaat menggunakan teknologi digital bagi siswa berkebutuhan khu- sus. Sejumlah studi menemukan bahwa penggu- naan teknologi digital dapat meningkatkan partisipasi dan pemahaman akan materi (Boyle & Kennedy, 2019; Rizk & Hillier, 2022). Secara spesifik bagi siswa yang memiliki kecen- derungan untuk berperilaku hiperaktif, impulsif, ataupun kesulitan berkonsentrasi, penggunaan teknologi digital dapat membantu mereka untuk memahami materi bahkan berkomunikasi secara visual karena kendala berkomunikasi secara verbal (Putri et al ., 2023).
## SIMPULAN DAN SARAN
Pelatihan desain grafis bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus dilakukan dengan penggunaan media canva. Penggunaan perang- kat digital seperti handphone dan laptop serta penggunaan software canva dapat disimpulkan untuk terus dilanjutkan untuk meningkatkan ke- mampuan siswa dalam membuat karya karya desain yang bermanfaat bagi usaha keluarga
mereka ataupun bagi pengembangan keahlian kerja di masa depan. Sedangkan dari sisi tim p- elatih, rekomendasi pada pelatihan berikutnya adalah perlunya penyediaan komputer atau lap- top untuk mengotimalkan hasil karya dan adanya pelatihan bagi instruktur dan pendamping ten- tang teknik komunikasi dengan anak berkebu- tuhan khusus untuk mendukung mereka dalam berinteraksi dengan siswa.
Pelatihan selanjutnya dapat diarahkan un- tuk membantu publikasi usaha orang tua atau minat dari siswa sendiri. Adanya konsolidasi int- ernal tim juga menjadi hal yang penting supaya hasil pelatihan dapat berkelanjutan antar perte- muan yang diselenggarakan dalam pelatihan.
## DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, A., Rahmat, A., dan Munsi, M. F.
(2019). Literasi visual melalui teknologi canva (stimulasi kemampuan kreativitas berbahasa indonesia mahasiswa). 3rd National Conference on Education of Suryakancana , 183–187. Ardianti, R. (2023). Berdaya bersama; pendampingan marketing entrepreneurial bagi umk dengan metode hybrid service learning. Jurnal Kreativitas dan Inovasi (Jurnal Kreanova) , 3(3): 91-96. Boyle, J. R., dan Kennedy, M. J. (2019). Innovations in classroom technology for students with disabilities. Intervention in
School and Clinic , 55(2):67–70. https:// doi.org/10.1177/1053451219837716 Budiarto, S. P. (2019). Pelatihan desain grafis dan multimedia di sekolah menengah kejuruhan persatuan guru Republik Indonesia Banyuputih Situbondo. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat , 4 (1):308– 313. https://doi.org/10.21067/jpm.v4i1. 3059
Indriyani, R., Kempa, S., & Pertiwi, D. (2023). Pengembangan potensi umkm kelurahan jagir, wonokromo dengan pendekatan pemasaran digital. Jurnal Kreativitas dan Inovasi (Jurnal Kreanova) , 3(3):117-122. Ningrum, N. A. (2022). Strategi pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusi. Indonesian Journal of Humanities and Social Sciences , 3(2). Putri, N., Karsen, M., Juwitasary, H., Rumondor,
P., dan Kristin, D. (2023). The use of interactive digital content as assistive technology for student with ADHD . https://doi.org/10.1109/ICIMTech59029. 2023.10277849
Rizk, J., dan Hillier, C. (2022). Digital technology and increasing engagement among students with disabilities: Interaction rituals and digital capital. Computers and Education Open , 3 , 100099. https://doi.org/https://doi.org/10. 1016/j.caeo.2022.100099 Wardhanie, A. P., Fahminnansih, F., & Rahmawati, E. (2021). Pemanfaatan aplikasi canva untuk desain grafis dan promosi produk pada sekolah islami berbasis kewirausahaan. Sociaty , 2(1): 51–58. https://doi.org/10.37802/society. v2i1.170
|
9f0b62b1-0640-4c64-86b3-d7b4759a370d | https://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/23859/4025 | Abstrak — Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan indikator pergerakan harga dari keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI. Dalam Tugas Akhir ini ISSI diprediksi menggunakan Model Hidden Markov dengan data yang dipakai adalah periode bulan Januari 2016 sampai Maret 2017. Data selisih indeks saham dibagi menjadi beberapa state yaitu 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 state . Berdasarkan hasil analisis pada pembagian 4 dan 5 state nilai prediksi memiliki kecocokan 100%, sedangkan pada pembagian 3 dan 6 state nilai prediksi memiliki kecocokan sebesar 80%. Prediksi ISSI hanya dapat dilakukan sampai 6 state karena pada 7 dan 8 state tidak memenuhi karakteristik Model Hidden Markov .
Kata Kunci — Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Model Hidden Markov , Prediksi.
## I. PENDAHULUAN
AHAM adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan modal dalam suatu perusahaan. Berdasarkan kepemilikan tersebut, pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha yang dikelola perusahaan serta menanggung resiko sebesar saham yang dimiliki jika perusahaan mengalami kerugian atau bangkrut. Saham syariah merupakan saham yang diperjual belikan di Pasar Modal Syariah. Pasar Modal Syariah merupakan bagian dari Industri Pasar Modal Indonesia. Secara umum, kegiatan pasar modal syariah sejalan dengan pasar modal pada umumnya. Namun terdapat beberapa karakteristik khusus pasar modal syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.
Harga saham merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh investor ketika akan berinvestasi. Pergerakan naik turunnya harga saham menjadi pertimbangan dalam berinvestasi. Jika harga saham cenderung naik, investor akan tertarik untuk membeli saham. Prediksi indeks saham memberikan solusi bagi para investor untuk menentukan keputusan dalam membeli saham. Pergerakan indeks saham menggambarkan kondisi pasar modal kedepannya.
Di Indonesia terdapat dua indeks saham syariah yang merupakan indikator pergerakan indeks harga saham syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII). Dalam penulisan Tugas Akhir ini hanya difokuskan pada ISSI. ISSI merupakan indikator pergerakan harga dari seluruh saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan JII merupakan bagian atau subset dari ISSI karena hanya mencakup 30 saham syariah di BEI. Saat ini jumlah konstituen ISSI yang tergabung pada Daftar Efek Syariah
(DES) dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 331 saham. Konstituen ISSI akan selalu dikaji ulang dan diperbarui setiap 6 bulan sekali yaitu pada bulan Mei dan November dan dipublikasikan pada awal bulan berikutnya [1].
Salah satu model yang dapat digunakan dalam memprediksi Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) adalah Model Hidden Markov . Model Hidden Markov merupakan perkembangan dari rantai Markov dengan keadaan pada masa yang akan datang dari suatu urutan tidak hanya ditentukan oleh keadaan saat ini, tetapi juga perpindahan dari suatu urutan state ke urutan state yang lainnya. Urutan state inilah yang merupakan suatu bagian yang tersembunyi dari suatu Model Hidden Markov [2]. Pendekatan prediksi data indeks saham syariah dengan memperhatikan urutan pengamatan yang tersedia ini kemudian diaplikasikan menjadi salah satu implementasi Model Hidden Markov .
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penulisan Tugas Akhir ini dibahas mengenai prediksi ISSI menggunakan Model Hidden Markov . Dengan data ISSI yang diambil adalah data harian indeks penutupan ( close index) pada periode bulan Januari 2016 sampai dengan Maret 2017 yang bersumber dari Burse Efek Indonesia (BEI).
## II. DASAR TEORI
## A. Model Hidden Markov
Model Hidden Markov merupakan model yang menggabungkan dua atau lebih rantai Markov dengan hanya satu rantai yang terdiri dari state yang dapat diobservasi dan rantai lainnya membentuk state yang tidak dapat diobservasi ( hidden ). Dalam model Markov biasa, setiap keadaan dapat terlihat langsung oleh pengamat. Oleh karena itu, kemungkinan dari transisi antar kondisi menjadi satu-satuya parameter teramati. Tetapi terkadang ada urutan dari suatu keadaan yang ingin diketahui tetapi tidak dapat diamati. Kelebihan dari Model Hidden Markov ini dapat memodelkan keadaan yang tersembunyi. Dalam Model Hidden Markov , keadaan tidak terlihat secara langsung, tetapi output yang bergantung terhadap keadaan tersebut terlihat.
Jika 𝑋 = {𝑥 , 𝑥 , … , 𝑥 } adalah sebuah proses markov dan = { , , … , } adalah sebuah fungsi dari 𝑋 , maka 𝑋 adalah sebuah Model Hidden Markov yang dapat diobservasi melalui , atau dapat ditulis = 𝑋 untuk suatu fungsi . Parameter 𝑋 menyatakan proses parameter-parameter yang tersembunyi, sementara parameter menyatakan proses parameter-parameter yang diamati [3].
## Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov
Risa Septi Pratiwi dan Daryono Budi Utomo
Departemen Matematika, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
e-mail : [email protected]
S
Sebuah Model Hidden Markov dikarakteristikkan dengan parameter berikut:
1. , banyaknya elemen keadaan tersembunyi ( hidden state ) pada model.
2. , banyaknya elemen keadaan yang terobservasi (observable state ).
3. = { } , matriks peluang transisi dimana adalah elemen dari yang merupakan peluang bersyarat dari keadaan pada saat + , jika diketahui keadaan 𝑋 pada saat , atau = 𝑋 𝑡+ = |𝑋 𝑡 = , dimana , . Matriks berukuran × dan untuk setiap , dan ∑ = =
untuk setiap , artinya jumlah elemen masing-masing baris adalah 1 .
4. = { }, distribusi peluang observasi pada saat pada keadaan , yang biasa dikenal dengan matriks emisi,
dimana
= 𝑡 = |𝑋 𝑡 = ,
,
. Misalkan variabel acak dari suatu keadaan terobservasi adalah
dengan = , , … , ,
maka matriks
adalah matriks berukuran × dan jumlah elemen setiap baris adalah 1.
5. 𝜋 = {𝜋 }, 𝜋 = = , himpunan distribusi
keadaan awal state .
Gambar. 1. Diagram Transisi Model Hidden Markov .
Dari definisi karakteristik parameter di atas jelas bahwa dari nilai 5- tuple , , , , 𝑑 𝜋 terdapat tiga komponen yang merupakan ukuran (probabilitas), yaitu , , 𝑑 𝜋 . Sehingga Model Hidden Markov dapat dituliskan dalam notasi 𝜆 = , , 𝜋 [4].
## B. Masalah Dasar Model Hidden Markov
Ada tiga permasalahan khusus yang harus dipecahkan agar Model Hidden Markov dapat digunakan dalam suatu aplikasi nyata diantaranya:
## Evaluation Problem (Menghitung Peluang Observasi)
Pengertian dari operasi evaluasi dalam Model Hidden Markov adalah penghitungan peluang dari urutan nilai observasi yang diberikan oleh Model Hidden Markov . Masalah ini dapat diselesaikan dengan algoritma Forward dan algoritma Backward . Pada bagian ini akan dicari peluang dari bagian observasi |𝜆 . Menurut Rabiner (1989), secara umum algoritma Forward terdiri atas tiga bagian, yaitu [5]:
Tahap inisialisasi
= 𝜋 dengan
(1)
Tahap induksi
𝑡+ = [∑ 𝑡
= ] 𝑡+ dengan = − , − , … , , (2) Tahap terminasi |𝜆 = ∑ = (3)
Langkah algoritma Backward hampir sama dengan algoritma Forward. Namun bedanya, pada algoritma Backward inisialisasi didasarkan pada seluruh observasi yang ada. Tahap-tahap algoritma Backward dijelaskan sebagai berikut:
Tahap inisialisasi = untuk (4) pada tahap ini dinyatakan
= karena diasumsikan adalah state final, dan bernilai nol untuk yang lainnya. Tahap induksi
𝑡 = ∑ 𝑡+ 𝑡+ =
untuk − dan (5) Tahap terminasi |𝜆 = ∑ = 𝜋 (6)
Decoding Problem (Menentukan Barisan Keadaan Tersembunyi)
Pengertian dari decoding problem dalam Hidden Markov Model adalah penarikan kesimpulan berdasarkan asumsi yang diperoleh dari nilai probabilitas observasi yang didapat sebelumnya pada operasi evaluasi. Operasi ini juga sering kali digunakan untuk mencari nilai optimum. Masalah ini dapat diselesaikan dengan Algoritma Viterbi.
Langkah-langkah dalam algoritma Viterbi untuk menentukan barisan state terbaik yaitu [5]:
Tahap inisialisasi
= 𝜋 dengan (7) 𝜓 = (8)
Tahap rekursi
𝑡 = max ≤ ≤ [ 𝑡− ]. 𝑡 dengan , (9) 𝜓 = max ≤ ≤ [ 𝑡− ]
dengan , (10)
Tahap terminasi
∗ = max ≤ ≤ [ ] (11) 𝑋 ∗ = max ≤ ≤ [ ] (12)
Tahap backtracking 𝑋 ∗ = 𝜓 𝑡+ 𝑋 𝑡+ ∗ dimana = − , − , … , (13)
Learning Problem (Menaksir Parameter-Parameter Model Hidden Markov)
Pengertian dari operasi learning dalam Hidden Markov Model adalah membuat parameter-parameter baru Hidden Markov Model jika diberikan dataset barisan-barisan tertentu
agar dapat menemukan himpunan transisi state yang paling mungkin beserta probabilitas hasilnya. Untuk menyelesaikan permasalahan learning digunakan algoritma Baum-Welch. Algoritma ini secara umum berfungsi menentukan nilai harapan dan maksimalisasi.
Langkah-langkah dalam algoritma Baum-Welch untuk menaksir parameter yaitu [5]:
Mencari peluang proses berada pada state i pada waktu t dan berada pada state j pada waktu t
𝜉 𝑡 , = 𝑡 𝑡+1 𝑡+1 |𝜆 (14)
Mencari peluang proses berada pada state pada waktu
𝑡 = ∑ 𝜉 𝑡 , = (15) Menaksir parameter 𝜋̂, ̂, dan ̂
Penghitungan parameter 𝜋̂, ̂, dan ̂ dapat dihitung menggunakan persamaan:
𝜋̂ = , (16)
̂ = ∑ 𝜉𝑡 , 𝑇−1 𝑡=1 ∑ 𝑡 𝑇−1 𝑡=1 , , (17)
̂ = ∑ 𝑡= 𝑡 𝑇 𝑡=1 ∑ 𝑡 𝑇 𝑡=1 , , (18)
## III. METODE PENELITIAN
A. Menentukan Parameter Model Hidden Markov
Menentukan nilai (jumlah state dalam model).
Menentukan nilai (jumlah pengamatan setiap state).
Menentukan nilai Probability Distribution Vector 𝜋 atau nilai himpunan distribusi awal 𝜋 = [𝜋 ] .
Menentukan nilai Transition Probability Matrix atau matriks peluang transisi ( = [ ] ) yang akan menghasilkan matriks A dengan ordo x .
= [ ] = ( … : : … ) (1)
Menentukan nilai Emission Probability Matrix atau nilai matriks peluang bersyarat
= [ ] yang akan menghasilkan matriks dengan ordo x .
= [ ] = ( … : :
… ) (2)
## B. Menghitung Prediksi Parameter ISSI
Untuk menghitung prediksi parameter ISSI dengan menggunakan Model Hidden Markov terdapat tiga langkah yang harus dilakukan yaitu:
Menghitung peluang observasi dengan menggunakan algoritma Forward-Backward.
Menentukan barisan keadaan tersembunyi dengan menggunakan algoritma Viterbi.
Menaksir parameter Model Hidden Markov dengan menggunakan algoritma Baum-Welch.
C. Simulasi
Pada tahap ini akan dibuat simulasi dari matrik yang telah didapatkan dengan menggunakan software MATLAB. Simulasi ini digunakan untuk memprediksi indeks saham syariah.
## D. Analisis Hasil Simulasi
Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil simulasi. Analisis yang dilakukan yaitu menganalisis keakuratan hasil dari prediksi dengan menggunakan Hidden Markov. Setelah didapat nilai prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) maka akan dilakukan perbandingan ISSI aktual dengan ISSI hasil prediksi.
## IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
## A. Penentuan Parameter Model Hidden Markov
Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu indeks penutupan ( close index ) ISSI dari 4 Januari 2016 sampai 31 Maret 2017 yang berjumlah 302 data. Dari data tersebut diperoleh 301 data selisih indeks saham hari ini dengan indeks saham kemarin.
Untuk menentukan parameter, terlebih dahulu data selisih indeks saham hari ini dengan indeks saham kemarin diklasifikasikan menjadi beberapa state yang berupa interval. Selanjutnya akan dibentuk matriks peluang keadaan awal, matriks transisi, dan matriks emisi.
1. Pembentukan State dan Probabilitas State
Pada bagian ini dibentuk state berupa interval dari data selisih indeks saham hari ini dengan indeks saham kemarin. Dalam Tugas Akhir ini penulis membagi data selisih indeks saham ke dalam 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 state. Setelah itu ditentukan peluang kemunculan dari masing-masing state yaitu 𝜋 = 𝑛𝑦 𝑑 𝑡 , = , , … , . (3)
Nilai maksimum dari data selisih indeks saham yang diperoleh adalah . dan nilai minimum yang diperoleh adalah
− .
. Kemudian dicari selisih dari nilai maksimum dan nilai minimum dan dibagi menjadi 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 interval. Untuk pembagian 4 state diperoleh interval untuk state 1 adalah [-7.6650, -4.6147), interval untuk state 2 adalah [-4.6147, -1.5645), interval untuk state 3 adalah [- 1.5645, 1.4858), dan interval untuk state 4 adalah [1.4858, 4.5360] . Kemudian diperoleh matriks peluang keadaan awal 𝜋 = [ . . . . ] . 2. Pembentukan Matriks Transisi
Pada bagian ini dihitung transisi dari masing-masing state. Transisi dari ke dilambangkan dengan = , , … , dan = , , … , . Peluang transisi state didapatkan dari pembagian transisi masing-masing state, = . Selanjutnya dibentuk matriks probabilitas transisi. Untuk pembagian 4 state diperoleh matriks transisi sebagai berikut:
= [ . . . . . . . . . . ] (4)
3. Pembentukan Matriks Emisi
Pada bagian ini dihitung probabilitas observasi dari masing- masing state. Banyaknya observasi dari setiap state
dilambangkan dengan = , , … , dan = ,
. Untuk menentukan observable state tersebut, terlebih dahulu data Indeks penutupan ( close index ) diklasifikasikan menjadi Naik atau Up (U) dan Turun atau Down (D). Naik untuk nilai selisih indeks yang besarnya lebih dari nol dan Turun untuk nilai selisih indeks yang besarnya kurang dari nol.
Selanjutnya peluang observasi dari masing-masing state
didapatkan dari pembagian terhadap atau dapat ditulis =
. Kemudian dibentuk matriks emisi.
Untuk pembagian 4 state diperoleh matriks emisi.sebagai berikut:
= [ . . ] (5)
## B. Penghitungan Prediksi Parameter ISSI
Pada penelitian Tugas Akhir ini, peneliti memilih lima hari untuk diprediksi. Untuk menghitung prediksi ISSI dengan menggunakan Model Hidden Markov terdapat tiga langkah yang dilakukan yaitu penghitungan peluang observasi, penentuan barisan keadaan tersembunyi, dan penaksiran parameter ISSI.
1. Penghitungan Peluang Observasi Permasalahan pertama yaitu penghitungan peluang observasi yang diselesaikan dengan menggunakan algoritma Forward dan algoritma Backward. Indeks saham diprediksi untuk periode 5 hari ( = ), jadi terdapat atau sebanyak 32 kemungkinan observasi.
Selanjutnya dihitung peluang dari setiap kemungkinan observasi menggunakan software MATLAB. Besarnya peluang menggunakan algoritma Forward dihitung berdasarkan persamaan (1), (2), dan (3), dan besarnya peluang menggunakan algoritma Backward dihitung menggunakan pesamaan (4), (5), dan (6). Dari hasil penghitungan tersebut, peluang terbesar yang diperoleh dari pembagian 4 state adalah .
yaitu barisan observasi = , ,
, ,
.
2. Penentuan Barisan Keadaan Tersembunyi
Permasalahan kedua dalam Model Hidden Markov adalah penentuan barisan keadaan tersembunyi yang paling optimal. Permasalahan ini diselesaikan menggunakan algoritma Viterbi dengan barisan observasi yang digunakan adalah hasil algoritma
Forward-Backward yaitu = , , , ,
.
Untuk menentukan barisan keadaan tersembunyi dilakukan beberapa tahap yaitu tahap inisialisasi, tahap rekursi, tahap terminasi, dan tahap backtracking. Tahap inisialisasi dihitung menggunakan persamaan (7) dan (8). Dari persamaan tersebut untuk pembagian 4 state dan =
dihasilkan
= , = , . , = .1362 𝜓 = 𝜓 = 𝜓 = 𝜓 = (6) Selanjutnya pada tahap rekursi digunakan persamaan (9) dan (10). Untuk dan = , =
, = , dan =
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Rangkaian Terbaik 4 State j 𝜹 𝒋 𝜹 𝒋 𝜹 𝒋 𝜹 𝒋 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0.1542 0.0617 0.0247 0.0099 4 0.0477 0.0191 0.0076 0.0031
Kemudian pada tahap terminasi digunakan persamaan (7) dan (8), didapatkan hasil sebagai berikut: ∗ = 𝑥{ , , , } = 𝑥{ , , . , . } = . (7) 𝑋 ∗ = arg 𝑥{ , , , } = (8)
Dan tahap terakhir yaitu tahap backtracking . Digunakan persamaan (13) untuk mengetahui barisan keadaan tersembunyi dari lima observasi. Diperoleh barisan indeks close ISSI yang paling optimal untuk pembagian 4 state adalah 𝑋 ∗ = { , , , , } . (9) 3. Penaksiran Parameter Model Hidden Markov Agar Model Hidden Markov dapat digunakan untuk waktu yang akan datang tanpa menentukan ulang parameter input maka dilakukan penaksiran parameter-parameter Model Hidden Markov yang optimal dari data yang diolah dengan menggunakan algoritma Baum-Welch. Dengan menggunakan algoritma Baum-Welch dapat dicari penaksir parameter Model Hidden Markov yaitu 𝜆̂ = ̂, ̂, 𝜋̂ . Penaksir inilah yang nantinya akan mengasilkan |𝜆̂ | 𝜆 . Langkah pertama untuk menaksir parameter Model Hidden Markov yaitu mencari probabilitas proses menggunakan persamaan (14) yaitu:
𝜉 𝑡 , = 𝑡 𝑡+1 𝑡+1 |𝜆 (10)
Nilai 𝜉 𝑡 , yang dihasilkan untuk pembagian 4 state sebagai berikut:
untuk = dan = untuk = dan =
Tabel 2. Peluang Proses pada State , saat =
1 2 3 4 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0.5870 0.1674 4 0 0 0.1873 0.0583
untuk
= dan = Tabel 3. Peluang Proses pada State , saat =
1 2 3 4
1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0.6025 0.1718 4 0 0 0.1721 0.0535
Tabel 4.
Peluang Proses pada State , saat =
1 2 3 4 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0.6026 0.1721 4 0 0 0.1719 0.0535
untuk = dan = Tabel 5. Peluang Proses pada State , saat =
1 2 3 4 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 0 0 0.5914 0.1831 4 0 0 0.1686 0.0569
Dari hasil di atas dicari peluang proses menggunakan persamaan (15) dengan bantuan software MATLAB. Untuk dan = , = , = , dan =
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 6. Peluang Proses 4 State i 1 2 3 4 0 0 0.7544 0.2456 0 0 0.7744 0.2256 0 0 0.7747 0.2253 0 0 0.7745 0.2255
Kemudian dilakukan penaksiran parameter dengan menggunakan persamaan (16), (17), dan (18). Berikut hasil penghitungan untuk penaksir parameter-parameter Model Hidden Markov : Nilai taksiran peluang keadaan awal untuk = 𝜋̂ = [ . . ] (11) Taksiran matriks transisi ̂ = [ . . . . ] (12) Taksiran matriks emisi
̂ = [ ] (13)
## C. GUI Prediksi ISSI Menggunakan Model Hidden Markov
Untuk mempermudah penghitungan dalam memprediksi indeks saham, dibuat program untuk menghitung nilai prediksi dengan bantuan software MATLAB. Berikut Gambar 2 adalah
tampilan dari simulasi prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia menggunakan Model Hidden Markov .
Gambar 2. Tampilan GUI Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov.
## D. Analisis Hasil Simulasi
Pada bagian ini dijabarkan hasil simulasi yang telah didapatkan. Prediksi indeks penutupan ( close index ) pada 5 hari berikutnya, yaitu pada bulan April 2017 diperoleh dari penentuan barisan keadaan tersembunyi. Pada pembagian 4 state
barisan keadaan tersembunyi
yaitu 𝑋 ∗ = { , , , , } .
Pada hari terakhir pengamatan, indeks saham berada pada nilai 180.492. Berdasarkan barisan keadaan tersembunyi yang paling optimal, maka prediksi indeks saham hari pertama sampai hari kelima akan mengalami penurunan dan kenaikan sebesar interval yaitu [-1.5645, 1.4858). Berikut prediksi indeks saham pada 5 hari berikutnya dibandingkan dengan data aktual.
Tabel 7. Nilai Prediksi ISSI 4 State Tanggal Nilai Prediksi Data Aktual 31 Maret 2017 180.492 3 April 2017 [178.9275 , 181.9778) 181.667 4 April 2017 [177.3630 , 183.4635) 183.419 5 April 2017 [175.7985 , 184.9492) 183.951 6 April 2017 [174.2340 , 186.4350) 182.907 7 April 2017 [172.6695 , 187.9207) 181.699
Dari kelima nilai prediksi, semua data aktual berada dalam range nilai prediksi. Jadi nilai akurasi prediksi dengan pembagian 4 state sebesar 100%. Pada pembagian 3 state peluang observasi terbesar yang diperoleh adalah 0.0412 yaitu barisan observasi
= , , , , dan barisan keadaan
tersembunyi yaitu 𝑋 ∗ = { , , , , } . Dari kelima nilai prediksi, terdapat satu data aktual yang berada di luar range nilai prediksi yaitu pada hari kelima. Jadi nilai akurasi prediksi dengan pembagian 3 state sebesar × % = % . Pada pembagian 5 state peluang observasi terbesar yang diperoleh adalah 0.0412 yaitu barisan observasi =
, , , , dan barisan
keadaan
tersembunyi yaitu 𝑋 ∗ = { , , , , } . Dari kelima nilai prediksi, semua data aktual berada dalam range nilai prediksi. Jadi nilai akurasi prediksi dengan pembagian 5 state sebesar 100%.
Pada pembagian 6 state peluang observasi terbesar yang diperoleh adalah 0.0398 yaitu barisan observasi
= , , , , dan barisan keadaan
tersembunyi yaitu 𝑋 ∗ = { , , , , } . Dari kelima nilai prediksi, terdapat satu data aktual yang berada di luar range nilai prediksi yaitu pada hari kelima. Jadi nilai akurasi prediksi dengan pembagian 6 state sebesar ×
% = % .
Kemudian pada pembagian 7 state diperoleh matriks peluang transisi
= [ . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ]
dan pada pembagian 8 state diperoleh matriks peluang transisi
= [ . . . . . .
. . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ]
Matriks peluang transisi pada state 2 bernilai NaN untuk masing-masing pembagian 7 state dan 8 state . Hal ini karena elemen dari state 2 kosong (tidak mempunyai anggota) sehingga tidak memenuhi karakteristik Model Hidden Markov yaitu untuk setiap ∑ = =
. Jadi prediksi ISSI hanya dilakukan sampai 6 state.
## V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Model Hidden Markov dapat digunakan untuk memprediksi data Indeks Saham Syariah Indonesia dengan pembagian 3, 4, 5, dan 6 state. Prediksi ISSI hanya dapat dilakukan sampai 6 state , karena pada pembagian 7 dan 8 state tidak memenuhi karakteristik Model Hidden Markov . 2. Pada pembagian 3, 4, 5, dan 6 state diperoleh peluang terbesar pada observasi = , , , ,
. Nilai prediksi ISSI merupakan jumlahan dari indeks saham pada hari sebelumnya dengan interval state pada barisan keadaan tersembunyi. Barisan keadaan tersembunyi pada
pembagian 3 state adalah 𝑋 ∗ = { , , , , } , pada pembagian 4 state adalah 𝑋 ∗ = { , , , , } , pada pembagian 5 state adalah 𝑋 ∗ = { , , , , } , dan pada pembagian 6 state adalah 𝑋 ∗ = { , , , , } . 3. Keakuratan hasil prediksi dilihat dengan membandingkan range nilai prediksi dengan data aktual. Pada pembagian 4 dan 5 state, nilai prediksi memiliki kecocokan 100%. Sedangkan pada pembagian 3 dan 6 state terdapat satu data aktual yang berada di luar range nilai prediksi, sehingga tingkat kecocokannya sebesar 80%.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Y. Respati, “ Apa Itu Indeks Saham Syariah Indonesia? ” . Berita Ekonomi
& Keuangan Syariah, ” 2015. [Online]. Available:
http://keuangansyariah.mysharing.co/apa-itu-indeks-saham-syariah- indonesia/.
[2] M. Zulfikar and et al, “ Implementasi Hidden Markov Model pada Peramalan Data Saham, ” J. Progr. Stud. Sarj. Stat. , 2016.
[3] Z. Ghahramani, “ An Introduction Hidden Markov Models and Bayesian Network, ” Int. J. Pattern Recognit. Artifizial Intell. , 2001.
[4] V. D. Fonzo, F. A. Pentini, and V. Parisi, Hidden Markov Models in Bioinformatics . Bentham Science Publishers Ltd., 2007.
[5] L. R. Rabiner, “ A Tutorial on Hidden Markov Models and Seleted Applications in Speech Recognition, ” in Proceeding Of The IEEE , 1989.
|
3780f1c1-47ab-478e-8f0e-d20ced88be04 | https://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/Akuntansi/article/download/1036/885 |
## Universitas Serang Raya
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meguji secara empiris Pengaruh Penghargaan Finansial terhadap minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public, Pengaruh Pertimbangan Pasar Kerja terhadap minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public, Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public, Pengaruh Personalitas terhadap minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public, Pengaruh Pengakuan Professional terhadap minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public, Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public. Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kuantitatif dengan metode purposive sampling. Sampel penelitian ini sebanyak 129 mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Serang Raya. Instrument penelitian ini berupa kuesioner dengan menggunakan skala likert. Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program spss (Statisticial Package For social Science). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regensi berganda. Hasil penelitian diperoleh bahwa Penghargaan Finansial, Pertimbangan Pasar Kerja, Lingkungan Keluarga, Personalitas, Pengakuan Profesional dan Lingkungan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan public.
Kata kunci— Penghargaan Finansial, Pertimbangan Pasar Kerja, Lingkungan Keluarga, Personalitas, Pengakuan Profesional, Lingkungan Kerja.
## ABSTRACT
This study aims to empirically examine the effect of financial awards on the interest of accounting students in career selection as a public accountant, the influence of labor market considerations on the interests of accounting students in career selection as a public accountant, family environment influence on the interest of accounting students in career selection as a public accountant The influence of personality on the interest of accounting students in career selection as a public accountant, the effect of professional recognition on the interest of accounting students in career selection as a public accountant, the influence of the work environment on the interest of accounting students in career selection as a public accountant. This research belongs to the type of quantitative research with a purposive sampling method. The sample of this study was 129 S1 Accounting students at Serang Raya University. The instrument of this research is a questionnaire using a Likert scale. The method of data analysis is done using the help of the SPSS (Statistical Package For Social Science) program. The analytical tool used in this study is multiple regency analysis. The results showed that Financial Awards, Labor Market Considerations, Family Environment, Personality, Professional
## FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA AKUNTANSI DALAM PEMILIHAN KARIR SEBAGAI AKUNTAN PUBLIK
Fenti Febriyanti
## [email protected]
Recognition, and Work Environment had a significant effect on student interest in career selection as a public accountant.
Keywords— Financial Awards, Labor Market Considerations, Family Environment, Personality, Professional Recognition, Work Environment.
## PENDAHULUAN
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang akuntan public menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akuntan public adalah suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asurans dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh public sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan kepurtusan. Akuntan public memiliki peranan yang sangat besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efesien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan (Harianti, 2017) . Menurut Pusat Pembinaan Akuntan Jasa dan Penilai (PPAJP) pertumbuhan akuntan public di Indonesia masih rendah yaitu 4% pertahun. Berikut dapat dilihat jumlah perkembangan akuntan public di Indonesia.
Gambar 1, Perkembangan jumlah akuntan dan Kantor Jasa Akuntan (KJA) di Indonesia Tahun 2014-2017
Fenomena ini mengindikasikan kurangnya minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan public. Minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan public merupakan suatu keinginan. hasrat ataupun kehendak mahasiswa untuk berprofesi sebagai akuntan public (Harianti, 2017).
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan diluar diri (Fitria, 2016). Socioeconomic Theory mengatakan kondisi social seperti orang tua, teman, guru, status social dan status ekonomi seperti peluang pekerjaan/pertimbangan pasar kerja, jumlah gaji dan sejenisnya menjadi pertimbangan pada pemilihan karir mahasiswa (Venabele, 2015).
Penelitian yang relevan mengenai factor yang mempengaruhi minat mahasiswa akuntansi dalam pemilihan karir sebagai akuntan public telah banyak dilakukan tetapi hasil penelitiannya masih berbeda-beda. Apriliyan dan Laksito (2011) menyatakan bahwa secara simultan dan parsial variable penghargaan finansial, pertimbangan pasar kerja, pengakuan professional, pelatihan professional, nilai-nilai social, dan personalitas berpengaruh signifikan terhadap pemilihan karir menjadi akuntan public sedangkang lingkungan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pemilihan karir menjadi akuntan public. Penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2014) meneliti mengenai analisis factor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karir sebagai akuntan public. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial factor
penghargafinansial, pelatihan professional, nilai-nilai social, pertimbangan pasar kerja dan personalitas memiliki pengaruh terhadap pemilihan karir sebagai akuntan public sedangkan factor pengakuan professional dan lingkungan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pemilihan karir sebagai akuntan publik.
Fifi (2014) meneliti mengenai Analisasi factor-faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa akuntansi untuk berkarir sebagai akuntan public. Hasil analisis menunjukan bahwa secara bersamaan nilai intristik, pertimbangan pasar kerja, dan lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan public sedangkan penghasilan berpengaruh signifikan terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan public.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu masih menunjukan hasil yang berbeda-beda. Hal ini diduga karena perbedaan variable independen yang digunakan berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali agar mendapatkan hasil yang lebih baik.
## TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
## A. Pengaruh Penghargaan Finansial Terhadap Minat Mahasiswa Dalam Pemilihan Karir Sebagai Auditor
Penghargaan finansial merupakan kontraprestasi dari pekerjaan yang telah diyakini secara mendasar bagi sebagian besar perusahaan sebagai daya tarik utama untuk memberikan kepuasan kepada karyawannya. (Harianti, 2012). Dengan gaji dan upah, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan fisik, status social dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya (Rivai, 2013).
Alhdar (2013) meneliti secara simultan bahwa penghargaan finansial memiliki pengaruh signifikan terhadap pemilihan karir sebgai akuntan publik oleh mahasiswa akuntansi dan PPAK di Universitas Hasanudin. Sedangkan menurut Merdekawati dan sulistiawati (2011) penghargaan finansial tidak berpengaruh terhadap pemilihan karir sebagai akuntan public dan non akuntan public terhadap mahasiswa perguruan tinggi swasta dikota Medan. Berbeda dengan Aprilyan dan Laksito (2011) yang menyatakan bahwa penghargaan finansial secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap pemilihan karir menjadi akuntan public.
Berdasarkan uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1: Penghargaan finansial berpengaruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik.
## B. Pertimbangan Pasar Kerja terhada Minat Mahasiswa dalam Pemilihan Karir sebagai Auditor
Pasar kerja adalah suatu keadaan dimana ada atau tersedianya pekerjaan yang dapat dimasuki oleh individu-individu sesuai dengan keahliannya masing-masing (Nuraini, 2008). Menurut Suyono (2014) pekerjaan yang memiliki pasar kerja yang lebih luas akan lebih diminati dari pada pekerjaan yang pasar kerjanya kecil.
Hasil Penelitian yang dilakukan Putro (2011) dan Mega (2011) menyatakan bahwa pertimbangan pasar kerja secara signifikan berpengaruh terhadap minat mahasiswa auntansi dalam berkarir sebagai auntan publik.berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Merdekawati dan sulistyawati (2011) yang mengatakan bahwa factor pertimbangan pasar kerja tidak berpengaruhterhadap pemilihan karir akuntan public dan non akuntan public terhadap mahasiswa perguruan tinggi swasta dikota Medan. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Pertimbangan pasar kerja berpengaruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik
## C. Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Minat Mahasiswa dalam Pemilihan Karir sebagai Auditor
Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulus yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konsesi, kelahiran sampai matinya. Stimulasi itu dapat berupa sifat, interaksi, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual (Dalyono, 2005). Menurut Santoso, 2014, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi anak. Minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi seorang akuntan publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor instrinsik, tetapi juga dipengaruhi faktor ekstrinsik, seperti lingkungan keluarga (Widayanti dan saputra, 2018). Penelitian Santoso (2014) menemukan lingkungan keluarga memiliki pengaruh signifikan positif terhadap minat menjadi akuntan publik pada mahasiswa akuntansi. Sementara itu Chan (2012) meneliti mengenai analisis factor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karir menjadi akuntan publik oleh mahasiswa jurusan akuntansi, hasil menunjukkan pelatihan profesional dan personalitas berpengaruh signifikan terhadap minat menjadi akuntan publik. Sedangkan variabel penghargaan finansial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja dan pencapaian akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap minat menjadi akuntan publik. Selanjutnya Widayanti dan Saputra (2018) meneliti pengaruh penghargaan finansial, pertimbangan pasar kerja dan lingkungan keluarga terhadap minat menjadi akuntan publik, hasil penelitian menunjukan bahwa penghargaan finansial, pertimbangan pasar kerja dan lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang positif terhadap minat menjadi akuntan publik. Berdasarkan paparan yang dikemukakan diatas maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H3: Lingkungan keluarga berpengruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik.
## D. Pengaruh Personalitas terhadap Minat Mahasiswa dalam Pemilihan Karir sebagai Auditor
Menurut Rahayu (2003) personalitas merupakan salah satu determinan yang potensial terhadap prilaku individu saat berhadapan dengan situasi/kondisi tertentu. Sedangkan menurut Wicaksono (2011) mahasiswa yang memilih karir sebagai akuntan publik, akuntan pendidik, akuntan perusahaan dan akuntan pemerintah menanggap karir yang dipilihnya tidak mencerminkan kepribadian yang dimilikinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chan (2012) dimana personalitas berpengaruh signifikan terhadap minat mahasiswa akuntansi berkarir sebagai akuntan publik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dianati (2017) personalitas semakin sesuai dengan kepribadian seseorang dengan pekerjaan menjadi akuntan publik maka minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan public menjadi tinggi. Berdasarkan penjelasan diatas, dirumuskan sebuah hipotesis yaitu :
H4 : Personalitas berpengaruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik.
## E. Pengaruh Pengakuan Profesional terhadap Minat Mahasiswa dalam Pemilihan Karir sebagai Auditor
Pengakuan professional adalah harapan seseorang ketika seseorang menjadi akuntan publik ia berharap mendapatkan pengakuan prestasi. Seseorang yang melakuakn prestasi tersebut akan mempunyai semangat agar dapat meningkatkan kinerja mereka (Dianati, 2015). Pengakuan professional mencakup sesuatu yang berhubungan dengan pengakuan terhadap prestasi dan keberhasilan dari suatu pekerjaan. Dengan diakuinya prestasi kerja akan dapat meningkatkan
kualitas pekerjaan yang dihasilkan dan dapat meningkatkan motivasi dalam pencapaian karir yang lebih baik (Sartika, 2014). Penelitian yang dilakukan Merdekawati dan Sulistyawati (2011) sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Apriliyan dan Laksito (2011) bahwa factor pengakuan professional berpengaruh signifikan terhadap pemilihan karir menjadi akuntan publik. Dari uraian diatas, dirumuskan penelitian sebagai berikut :
H5 : Pengakuan professional berpengaruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik.
## F. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Minat Mahasiswa dalam Pemilihan Karir sebagai Auditor
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Nuraini, 2013). Karakter yang keras dan komit dibutuhkan oleh seseorang akuntan dalam menghadapi lingkungan pekerjaan (Sartika, 2014). Deadline waktu yang diberikan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan mendorong akuntan untuk dapat menguasai lingkungan kerjanya agar nyaman dan tenang dalam bekerja (Andersen, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Merdekawati dan Sulistyawati (2011) menyatakan bahwa factor lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap pemilihan karir akuntan public dan non akuntan publik terhadap mahasiswa perguruan tinggi swasta dikota Medan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alhadar (2013) menyatakan bahwa secara simultan factor lingkungan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap pemilihan karir sebagai akuntan public. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilyan dan Laksito (2011) yang meyatakan bahwa secara simultan lingkungan kerja berpengaruh terhadap pemilihan karir menjadi akuntan public pada mahasiswa akuntansi UNDIP dan UNIKA. Berdasarkan uraian diatas,dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H6 : Lingkungan kerja berpengaruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik.
Gambar 2. Model Empiris
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan penyebaran kuesioner sebagai alat untuk mendapatkan data. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasisa Program study Akuntansi di Universitas Serang Raya yang berlokasi di Provinsi Banten, Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 129 responden. Purposive sampling digunakan sebagai metode pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk menarik responden dengan kriteria Mahasiswa pada tingkat semester 7 (tujuh). Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner melalui aplikasi google form kepada responden pada tahun 2017. Setiap pernyataan dari variable yang diteliti menggunakan skala likert (Sugiyono, 2000) dan masing-masing butir pernyataan diberi skor 1 sampai dengan 5. Metode
analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program spss (Statisticial Package For social Science). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regensi berganda.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur variabel Penghargaan Finansial (X1) diuji dengan tiga butir pernyataan seperti gaji awal yang tinggi (PF1) potensi kenaikan gaji (PF2) dan tersedianya dana pensiun (PF3) yang diadopsi dari Rahayu (2003). Pertimbangan pasar kerja (X2) menurut Rasmini (2007) keamanan kerja yang lebih terjamin (PPK1). Lingkungan Keluarga (X3) berasal dari Anis dan Lyna (2014) yaitu : perhatian orang tua (LKG1), dukungan orang tua (LKG2) dan Profesi yang ada di keluarga (LKG3). Personalitas (X4) menggunakan indikator : sesuai dengan kepribadian yang dimiliki (PS1), indepedensi dalam menjalakan profesi (PS2), dan kejujuran dalam menjalankan tugas (PS3), Wicaksono (2011). Pengakuan professional (X5) yang akan diuji dalam penelitian ini seperti kesempatan untuk berkembang (PFS1), kemungkinan bekerja dengan ahli lain (PFS2), adanya pengakuan atas prestasi (PFS3) Rahayu (2003). Variabel Lingkungan kerja (X6) diuji dengan lima indikator yang diadopsi dari Rahayu (2003) yaitu : Pekerjaan rutin (LK1), pekerjaan lebih cepat dapat diselesaikan (LK2), pekerjaan lebih atraktif (LK3), lingkungan pekerjaan yang menyenangkan (LK4), tingkat kompetisi antar karyawan lebih tinggi (LK5).
## H ASIL DAN PEMBAHASAN
## G. Analisis Deskriptif
Hasil statistik deskriptif dari variabel Minat menjadi akuntan publik (Y), Penghargaan finansial (X1), Pertimbangan Pasar Kerja (X2), Lingkungan Keluarga (X3), Personalitas (X4) Pengakuan Profesional (X5) dan Lingkungan Kerja (X6) seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Statistik Deskriptif Variable Mean Std. Deviation N Minat Menjadi Akuntan Publik 4.5926 .54863 129 Penghargaan Finansial 4.5685 .53749 129 Pertimbangan Pasar Kerja 4.8140 .21613 Lingkungan Keluarga 4.5607 .53357 129 Personalitas 4.5762 .51497 129 Pengakuan Profesional 4.5426 .51886 129 Lingkungan Kerja 4.5767 .53481 129
Sumber : Data olahan, 2018
## H. Uji Reabilitas
Uji ini dilakukan dengan cara membandingkan angka cronbach’s alpha dengan kententuan cronbach’s alpha adalah minimal 0,6. Artinya jika nilai cronbach’s alpha didapatkan lebih besar dari 0.6 maka disimpulkan kuesioner tersebut reliabel. Hasil penenlitian menunjukan bahwa kuesioner penelitian untuk masing-masing indicator reliable yaitu seluruh variable independen dan variable dependen >0,600.
## Table 2. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .990 29 Sumber : Data olahan, 2018
## I. Uji Multikolinieritas
Disimpulkan bahwatidak terjadi multikolinieritas diantara variable-variabel independen pada persaman regresi. Suatu variable digolongkan memiliki kolinearitas tinggi apabila nilai VIP <5 atau memiliki nilai Tolerance yang mendekati nol.
Table 3. Uji Multikolinieritas
Model Kollinearitas Statistik Hasil Tolerance VIF Penghargaan Finansial .963 1.253 Tidak Terjadi Multikolinieritas Pertimbangan Pasar Kerja .752 1.220 Tidak Terjadi Multikolinieritas Lingkungan Keluarga .953 1.121 Tidak Terjadi Multikolinieritas Personalitas .942 1.027 Tidak Terjadi Multikolinieritas Pengakuan Profesional .940 1.070 Tidak Terjadi Multikolinieritas Lingkungan Kerja .977 1.136 Tidak Terjadi Multikolinieritas Sumber : Data olahan, 2018
Table 4. Hasil Regensi Linear Berganda
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta (Constant) .123 0.25 4.547 .000 Penghargaan Finansial .145 0.25 301 5.715 .000 Pertimbangan Pasar Kerja .146 0.28 285 5.255 .000 Lingkungan Keluarga .113 .033 213 3.131 .000 Personalitas .143 0.27 285 5.367 .000 Pengakuan Profesional .438 .320 258 4.928 .000 Lingkungan Kerja .143 .027 282 5.169 .000
Sumber : Data olahan, 2018
## J. Pembahasan Hipotesis
Hasil dari pengujian hipotesis 1 menunjukan bahwa variable Penghargaan Finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa menjadi akuntan public. Ini berarti H1 diterima. Hasil dari pengujian hipotesis yang menganalisis hubungan antara penghargaan finansial dan minat mahasiswa menjadi akuntan public memberikan nilai ststistik sebesar 5.715 dan lebih besar dari nilai yang dibutuhkan >1,96. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Putro (2012) yang menyatakan hal yang sama. Penghargaan finansial merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi minat mahasiswa akuntansi untuk berkarir sebagai akunatn public karena penghargaan finansial dipandang sebagai alat ukur untuk menilai pertimbangan jasa yang telah diberikan pegawai sebagai imbalan yang telah diperolehnya. Jika penghargaan finansial profesi akuntan public semakin besar maka minat
mahasiswa untuk berkarir sebagai akuntan public juga akan semakin tinggi.
Pertimbangan pasar kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa berkarir menjadi akuntan public. Hal ini ditunjukan dengan hasil nilai statistic sebesar 5.255 yang lebih besar dari nilai t-tabel >1,96 yang artinya H2 diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Alhadar (2013) yang menytakan bahwa Mahasiswa yang memilih karir sebagai akuntan publik, akuntan pendidik, akuntan perusahaan dan akuntan pemerintah sama-sama menganggap bahwa karir yang di pilih memberikan keamanan kerja yang lebih terjamin (tidak mudah di PHK) dan mudah untuk mengakses adanya lowongan kerja.
Salah satu factor yang menjadi pertimbangan mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi yang akan digelutinya adalah tersedianya lapangan pekerjaan terkait persaingan pasar kerja yang semakin ketat, keamanan kerja yang lebih terjamin (tidak mudah di PHK), Fleksibilitas karir dan juga mendapatkan kesempatan promosi dalam suatu profesi, khususnya profesi akuntan publik.
Hasil dari pengujian hipotesis 3 menunjukan bahwa variable Lingkungan Keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa menjadi akuntan publik. Ini berarti H3 diterima. Hasil dari pengujian hipotesis yang menganalisis hubungan antara lingkungan keluarga dan minat mahasiswa menjadi akuntan publi memberikan nilai ststistik sebesar 3.131 dan lebih besar dari nilai yang dibutuhkan >1,96. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Santoso (2014) yang menemukan bahwa lingkungan keluarga memiliki pengaruh signifikan positif terhadap minat menjadi akuntan publik pada mahasiswa akuntansi.
Pemilihan profesi yang akan digeluti oleh seseorang tidak terlepas dari peran suatu keluarga. Secara tidak langsung orang tua akan mengarahkan anaknya untuk kehidupan dimasa depan dan dapat mempengaruhi anaknya dalam memilih suatu profesi atau suatu pekerjaan. Pekerjaan dilingkungan keluarga juga menjadi factor timbulnya minat untuk menjadi akuntan public, misalnya keluarga yang berprofesi menjadi akuntan public membuat anggota keluarga yang lainnya memilih profesi yang sama. Menjadi akuntan public juga tidak terlepas dari perhatian dan dukukang dari lingkungan keluarga. Dengan demikian perhatian, dukungan, dan profesi yang ada pada keluarga akan berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk berkarir menjadi akuntan public.
Personalitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa berkarir menjadi akuntan public. Hal ini ditunjukan dengan hasil nilai statistic sebesar 5.367 yang lebih besar dari nilai t-tabel sebesar >1.96 yang artinya H2 diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Dianati (2017) yang menyatakan bahwa personalitas semakin sesuai dengan kepribadian seseorang dengan pekerjaan menjadi akuntan publik maka minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik menjadi tinggi.
Personalitas merupakan karakteristik psikologi dari dalam diri seseorang yang menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang tersebut merespon dan berperilaku didalam lingkungannya. Personalitas berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam mengendaliakan atau mencerminkan bagaimana seseorang bekerja. Salah satu factor seseorang meninggalkan atau kehilangan pekerjaannya karena tidak sesuai dengan kepribadian yang mereka miliki dengan bidang pekerjaannya.
Hasil dari pengujian hipotesis 5 menunjukan bahwa variable Pengakuan Profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa menjadi akuntan publik. Ini berarti H5 diterima. Hasil dari pengujian hipotesis yang menganalisis hubungan antara pengakuan profesional dan minat mahasiswa menjadi akuntan publik memberikan nilai ststistik sebesar 4.928 dan lebih besar dari nilai yang dibutuhkan >1,96. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Rahayu, dkk (2003) yang mengungkapkan bahwa mahasiswa yang memilih profesi akuntan public dan akuntan perusahaan menganggap bahwa preofesi yang mereka pilih akan memberikan banyak kesempatan untuk berkembang.
Mencari suatu pekerjaan atau memilih suatu profesi bukan hanya bertujuan untuk mencari penghargaan finansial tetapi juga ada keinginan untuk pengakuan berprestasi, dan kesempatan untuk berkembang. Mahasiswa akuntansi yang memiliki minat untuk menjadi akuntan public menganggap bahwa profesi yang mereka pilih akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan dirinya dan adanya pengakuan akan profesionalismenya.
Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa berkarir menjadi akuntan public. Hal ini ditunjukan dengan hasil nilai statistic sebesar 5.169 yang lebih besar dari nilai t-tabel yang artinya H2 diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Chan (20212) yang menyatakan bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan publik.
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang diharapkan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembannya dengan situasi yang nyaman. Mahasiswa akuntansi yang memiliki minat berkarir sebagai akuntan public, menganggap lingkungan kerja sebagai akuntan public memiliki lingkungan kerja yang menyenangkan, karir yang dipilihnya memilki pekerjaan yang rutin dan cepat terselesaikan.
## S IMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa 6 hipotesis yang diukur dalam penelitian ini memberikan pengaruh positif dan signifikan. Penghargaan finansial mempengaruhi minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan public, yang artinya semakin tinggi penghargaan finansial yang diberikan maka akan semakin tinggi pula minat mahasiswa berkarir sebagai akuntan public. Perkembangan pasar kerja. Pertimbangan pasar kerja berpengaruh terhadap minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan public. Semakin besar pasar kerja yang tersedia maka semakin tinggi pula minat mahasiswa berkarir sebagai akuntan public. Lingkumgan keluarga mempengaruhi minat mahasisawa dalam pemilihan karir sebagai akuntan public. Semakin besar pengaruh keluarga dan orang tua yang diberikan maka akan mempengaruhi minat mahasiswa memilih karir sebgai akuntan public. Personalitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa berkarir menjadi akuntan public. Semakin sesuai Kepribadian seseorang dengan pekerjaan menjadi akuntan public maka minat mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan publik menjadi tinggi. Pengakuan profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa menjadi akuntan public. Mahasiswa akuntansi yang memiliki minat untuk menjadi akuntan public menganggap bahwa profesi yang mereka pilih akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan dirinya dan adanya pengakuan akan profesionalismenya. Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat mahasiswa berkarir menjadi akuntan public. Mahasiswa akuntansi yang memiliki minat berkarir sebagai akuntan public, menganggap lingkungan kerja sebagai akuntan public memiliki lingkungan kerja yang menyenangkan, karir yang dipilihnya memilki pekerjaan yang rutin dan cepat terselesaikan.
## DAFTAR PUSTAKA
Aldahar, Mochamad Audi. 2013. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Karir Sebagai Akuntan Publik (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi dan PPAK Universitas Hasanudin). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanudin, Makassar.
Andersen, William. 2012. “Analisis Persepsi Mahasiswa Akuntansi Dalam Pemilihan Profesi Sebagai Akuntan (studi empiris Pada Mahasiswa Akuntansi UNDIP, UNIKA, UNNES, UNISSULA, UDNIUS, UNISBANK, STIE Total Win dan Mahasiswa PPA UNDIP). Skripsi. Universitas Diponogoro
Apriliyan, L.A. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Akuntansi Dalam Pemilihan Karir Menjadi Akuntan Publik, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponogoro.
Chan, Andi Setiawan. 2012. “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Karir Menjadi Akuntan Publik Oleh Mahasiswa Jurusan Akuntansi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi. 1(1),53-58
Dalyono. 2005. “Psikologi Pendidikan”. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Dianati, Nur Amalia. 2017. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas Surabaya Dalam Pemilihan Karir Sebagai Akuntan Publik. Artikel Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya.
Fifi Chairunnisa. 2014. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Berkarir Sebagai Akuntan Publik”. Jurnal Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, Vol 3. No. 2. Desember 2014. Hal. 1-26.
Harianti, Siska Sarli. 2017. “Pengaruh Penghargaan Finansial, Pertimbangan Pasar Kerja dan Lingkungan Keluarga Terhadap Minat Menjadi Akuntan Publik (Studi Empiris MahasiswaS1 Akuntansi Universitas Negeri dan Swasta Kota Padang)”. Artikel .
Merdekawati. 2011. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Karir Akuntan Publik dan Non Akuntan Publik”. Jurnal Akuntansi dan Investasi. Vol. 13. No. 1. 2011. Hal 219-242
Putro, A.S. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Berkarir Menjadi Akuntan Publik. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rahayu, s, Dkk. 2003. “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Karir. Simposium Nasional Akuntansi VI.
Rivai, Veithzal dan ElaJaufani Sagala. 2013. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori Ke Praktik“. Edisi Kedua. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Santoso, Cahyo Budi. 2014. “Pengaruh Lingkungan Keluarga, Motivasi Dan Persepsi Mahasiswa Tentang Profesi Akuntan Publik Terhadap Minat Menjadi Akuntan Publik”. Jurnal Measurement, Vol 8 No. 1 Maret 2014.
Sartika, Meli. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat pemilihan Karir Sebagai Akuntan Publik dan Non Akuntan Publik (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Bengkulu). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Bengkulu.
Suyono, Nanang Agus. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Karir Sebagai Akuntan Publik. Jurnal PPKM II. 69-83
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tentang Akuntan Publik (2011).
( http://www.djpp.depkumhm.go.id/inst/2011/05.pdf. Diunduh pada Desember 2018
Wicaksono, E. 2011. “Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor-Faktor Yang Membedakan Pemilihan Karir Profesi Akuntan. Skripsi. Semarang. Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas diponogoro.
Widyanti, Rina dan Dedi Saputra. 2018. “Pengaruh Penghargaan Finansial, Pertimbangan Pasar Kerja, dan Lingkungan KeluargaTerhadap Minat Menjadi Akuntan Publik (Studi Empiris Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Ekasakti). Universitas Muhamadiyah Sumatera Barat.
|
82e7c046-dc9b-4d75-aa3b-924789ea9782 | http://medikakartika.unjani.ac.id/medikakartika/index.php/mk/article/download/63/37 | Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
## PERAN RED CELL DISTRIBUTION WIDTH SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS
PADA PASIEN SEPSIS DAN SYOK SEPTIK
(ROLE OF RED CELL DISTRIBUTION WIDTH AS MORTALITY PREDICTOR IN SEPSIS AND SEPTIC SHOCK PATIENTS)
Fonda R.P Silalahi, 1,2 Reno Rudiman, 2 Kiki A Rizky 2
1 Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Tengah, Bengkulu 2 Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran
Email korespondensi : [email protected]
## ABSTRAK
Red cell Distribution Width (RDW) adalah parameter hematologis yang sederhana dan rutin diperiksa sebagai bagian pemeriksaan darah lengkap. Berbagai penelitian dan teori menghubungkan nilai RDW sebagai faktor prediktor mortalitas pada penyakit kritis dan juga sepsis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran RDW sebagai prediktor kejadian mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik. Penelitian dilakukan dengan metode prospektif terhadap 51 pasien dewasa dengan sepsis dan syok septik di Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin periode September 2017 sampai dengan Agustus 2018. Pemeriksaan RDW pada pasien diambil setelah diagnosis sepsis dan syok septik ditegakkan dan dilakukan observasi selama 30 hari. Terdapat 51 subyek penelitian dengan rerata usia 54,39 tahun. Rasio perbandingan pria : wanita adalah 1,55 : 1. Nilai median RDW adalah 19,1%. Nilai RDW tertinggi adalah 27,68% sedangkan nilai RDW terendah adalah 14,18%. Hasil analisis kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) didapatkan cut off point pada nilai RDW 18,55% ( RDW>18,55% dan RDW<18,55%) mempunyai hubungan bermakna untuk memprediksi terjadinya mortalitas. RDW dapat dijadikan prediktor untuk kejadian mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik.
Kata kunci: RDW, mortalitas, sepsis, syok septik
## DOI
DOI
## ARTIKEL PENELITIAN
## ABSTRACT
Red cell Width Distribution (RDW) is a routine and simple haematology as a part of the complete blood count examination. Its has been known from several studies that increase value of RDW is associated with mortality for critical ill patients and sepsis patients. The aim of this study was to identify the value of RDW as mortality predictor in patients with sepsis and septic shock. A prospective study was done in 51 patients with sepsis and septic shock from September 2017 to August 2018 periode. Initial RDW samples were collected within 24 hours in sepsis or septic shock patients at emergency unit or intensive care unit. The patient was observed within 30 days. There were 51 samples in this study. The average of age was 54,39 years old. The median value of RDW was 19,1%, the highest value was 27,68% and the lowest value is 14,18%. There was significant correlation between RDW and mortality from ROC curve analysis that showed cut off point of RDW at 18,55% (RDW>18,55% and RDW<18,55%). From this study we concluded that RDW can be used as predicting mortality in sepsis and septic shock patients.
Key words : RDW, mortality, sepsis, septic shock
## PENDAHULUAN
Sepsis dan syok septik masih menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia pada pasien di ruang rawat intensif. 1
Satu dari empat kejadian sepsis dan syok septik akan mengalami kematian, hal ini setara dengan angka kematian akibat infark miokard akut, multiple trauma dan stroke akut. 1 Rata-rata lama perawatan pasien sepsis dan syok septik di ruang rawat intensif juga masih cukup tinggi sehingga biaya yang dikeluarkan sangat besar. 2,3 Hal ini membuat sepsis dan syok septik menjadi masalah kesehatan global. 1 Diperlukan suatu prediktor mortalitas untuk sepsis dan syok
septik untuk membantu menentukan agresifitas terapi yang dilakukan pada pasien sepsis dan syok septik. Berbagai penanda objektif dari parameter laboratorium dapat dijadikan sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik yaitu skor APACHE II, C Reactive Protein (CRP), dan
Procalcitonin. 4,5 Pada pelaksanaannya tidak seluruh rumah sakit di Indonesia memiliki kelengkapan fasilitas laboratorium untuk pemeriksaan tersebut.
Red Cell Distribution Widht (RDW) adalah pemeriksaan untuk menilai variasi
MK | Vol. 2 | No. 2 | APRIL 2019 72
atau perbedaan ukuran dari eritrosit dalam darah. 6 Pada sepsis terjadi pelepasan mediator pro inflamasi seperti Tumor Necroting Factor -α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), IL-6 yang menyebabkan gangguan bentuk, destruksi dan pembentukan eritrosit. 7-11 Gangguan bentuk tersebut akan menyebabkan variabilitas eritrosit meningkat yang dinilai dengan peningkatan RDW. 7,8,
Pemeriksaan RDW merupakan pemeriksaan sederhana dan murah yang dapat dilakukan hampir diseluruh fasilitas laboratorium Rumah Sakit tipe C di Indonesia. 12
Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara RDW pada minggu pertama dengan mortalitas dan beratnya sepsis, 13 oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah Red Cell Widht Distribution (RDW) dapat dijadikan
prediktor terjadinya mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik di Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Hasan Sadikin Bandung.
## BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif yang bertujuan menilai hubungan peningkatan RDW dengan terjadinya mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik. Subjek dalam penelitian ini adalah
pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Hasan Sadikin Bandung yang memenuhi kriteria diagnosis sepsis dan syok septik. Penelitian ini berlangsung pada periode September 2017 sampai dengan Agustus 2018. Kriteria inklusi subyek penelitian adalah pasien berusia lebih dari 18 tahun dengan diagnosa sepsis atau syok sepsis menurut konsensus SSC 2016 (Sepsis-3) yaitu pasien dengan sumber infeksi atau kecurigaan sumber infeksi yang menunjukkan dua atau lebih dari gejala klinis seperti frekuensi nafas ≥ 22x per menit, terjadi penurunan kesadaran (Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) < 15) dan tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg. Keadaan ini disertai dengan ancaman disfungsi organ yaitu dengan skor Sequential Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2. 1
Kriteria diagnosa syok septik adalah pasien dengan sumber infeksi atau kecurigaan infeksi yang disertai dengan keadaan hipotensi persisten atau yang membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan Mean Arterial Pressure (MAP) ≥65 mmHg dan memiliki nilai laktat > 2 mmol/L walau sudah dilakukan resusitasi yang adekuat. 1
Kriteria eksklusi adalah pasien dengan riwayat penyakit sirosis hati, pasien dengan penyakit hematologi yaitu talasemia, sickle cell anemia, leukemia, anemia hemolitik,
anemia aplastik, myelodisplasia syndrome , pasien dengan perdarahan akut yang dilakukan tranfusi darah, pasien dengan riwayat penyakit gagal ginjal kronik dan penyakit jantung. Variabel terikat yang ditentukan pada penelitian ini adalah mortalitas dalam 30 hari perawatan dengan variabel bebasnya adalah nilai RDW. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi akan dimintai persetujuan dari keluarga untuk mengikuti penelitian setelah diberikan penjelasan dan menandatangani lembar edukasi atau informed consent. Data dasar dan RDW diperiksa kemudian seluruh pasien yang termasuk dalam sampel penelitian diobservasi terjadinya mortalitas selama 30 hari perawatan. Data
dikumpulkan dan dianalisa menggunakan
Chi-Square dengan alternatif uji
Kolmogorov Smirnov dan Exact Fisher apabila syarat dari Chi-Square tidak terpenuhi . Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan
RSUP Hasan Sadikin pada 28 Agustus 2017 dengan Nomor : LB.04.01/A05/EC/248/VII/2017.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 51 subjek penelitian dengan rentang usia subjek penelitian mulai dari 22–
86 tahun dengan rerata usia adalah 55,39 tahun. Penderita dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan rasio 1,55:1. Nilai rata-rata RDW yang didapatkan yaitu 19,93%. Lokasi sumber infeksi terbanyak adalah pada paru- paru. Sedangkan rerata lama perawatan ( Length of Stay (LOS) adalah 7,74±3,994 hari. Karakteristik umum pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Terdapat 21 pasien yang mengalami mortalitas dalam 30 hari observasi dengan usia rata-rata adalah 61,95 tahun dan lokasi sumber infeksi terbanyak pada abdomen yaitu 54,2%. Lama perawatan pasien yang meninggal adalah 6,3±4,1 hari dengan rata- rata skor SOFA 9,8±3,1. Nilai RDW pada pasien yang mengalami mortalitas yaitu 23,9±6,2 %. Pada uji statistik didapatkan hasil bahwa usia, lama perawatan, Skor SOFA dan RDW mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik (tabel 2).
Hasil analisis dengan menggunakan
kurva ROC ( Receiver Operating Characteristic ) menunjukkan
RDW mempunyai nilai prognostik yang baik yaitu dengan gambaran kurva yang menjauh dari garis 50% dan mendekati 100%. Nilai AUC ( Area Under the Curve ) yang diperoleh dari metode ROC adalah sebesar 73,1% dengan
MK | Vol. 2 | No. 2 | APRIL 2019 74
nilai p sebesar 0,005 (signifikan). AUC 73,1% yaitu RDW (%) dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik secara tepat pada 37 pasien dari total 51 pasien. Pada penghitungan cut-off dengan menggunakan
kurva ROC didapatkan pada nilai RDW lebih besar dari 18,55% diperoleh hasil yang bermakna (P<0,05) yang berarti signifikan atau bermakna seperti yang terlihat pada tabel 3. Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Variabel N=51 Usia Mean±SD 54,39±14,433 Median 55,00 Range (min-max) 22.00-86,00 Jenis Kelamin Laki-laki 31(60,8%) Perempuan 20(39,2%) Lokasi Infeksi Abdomen 22(43,1%) Paru-paru 23(45,1%) Ekstremitas Bawah 6(11,8%) RDW% Mean±Std 20,93±6,764 Median 19,10 Range (min-max) 0,50-36,20 Penyakit Penyerta Tidak ada 29(56,9%) Hepatitis 1(2,0%) Hipertensi 1(2,0%) Metabolik 14(27,5%) Respiratori 6(11,8%) SOFA Skor Mean±Std 6,05±4,139 Median 5,00 Range (min-max) 2,00-16,00 LOS Mean±Std 7,74±3,994 Median 7,00 Range (min-max) 1,00-18,00
Tabel 2 Hubungan Usia, Penyakit penyerta, Lokasi infeksi, LOS, RDW dan skor SOFA dengan Mortalitas pasien Sepsis/ Syok Septik
Variabel Mortalitas Nilai P Ya Tidak N=21 N=30 Usia 0,001* Mean±SD 61,95±13,215 49,10±1,.975 Median 59,00 53,50 Range (min-max) 40,00-86,00 22,00-73,00 Lokasi Infeksi 0,920 Abdomen 11(52,4%) 11(36,7%) Paru-paru 9(42,9%) 14(46,7%) Ekstremitas Bawah 1(4,8%) 5(16,7%) Penyakit Penyerta 1,000 Tidak ada 13(6,.9%) 16(53,3%) Hepatitis 0(0,0%) 1(3,3%) Hipertensi 0(0,0%) 1(3,3%) Metabolik 6(28,6%) 8(26,7%) SOFA Skor 0,0001* Mean±SD 9,85±3,150 3,40±2,222 Median 10,00 3,00 Range (min-max) 2,00-16,00 1,00-9,00 LOS 0,043* Mean±SD 6,33 ± 4.127 8,73±3,647 Median 5,00 7,00 Range (min-max) 1,00-16,00 4,00-18,00
Keterangan : Untuk data numerik, nilai p diuji dengan uji T tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal dengan alternatif uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi normal. Untuk data kategorik, nilai p dihitung berdasarkan uji Chi-Square dengan alternatif uji Kolmogorov Smirnov dan Exact Fisher apabila syarat dari Chi-Square tidak terpenuhi. Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.
Tabel 3 Hubungan nilai RDW dengan Mortalitas pasien Sepsis/ Syok Septik
Variabel Mortalitas Nilai P Ya Tidak N=21 N=30 RDW (%) 0,005** Mean±SD 23,92±6,260 18,84±6,392 Median 26,20 18,30 Range (min- max) 12,80-34,30 0,50-36,20
Pada penelitian ini didapatkan bahwa insidensi terjadinya mortalitas pada pasien
sepsis dan syok sepsis masih cukup tinggi yaitu sebesar 41% dengan lokasi sumber
MK | Vol. 2 | No. 2 | APRIL 2019 76
infeksi terbanyak adalah paru-paru. Nilai RDW pada pasien yang mengalami kematian meningkat dan mempunyai hubungan yang bermakna pada terjadinya kematian pasien sepsis dan syok septik. Peran RDW sebagai prediktor mortalitas dapat dilihat pada kurva ROC (Gambar 1) dimana tampak garis mendekati 100%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Spanyol pada 2014 dimana peningkatan nilai RDW pada hari ke-1 dan ke-4 mempunyai korelasi dengan kejadian mortalitas pada sepsis. 13
Pada penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa terdapat korelasi antara peningkatan
RDW dan peningkatan nilai TNF-α. 13 Nilai batas RDW pada penelitian ini yaitu 18,55%, sama dengan penelitian sebelumnya di Turki pada tahun 2015 terhadap subjek pasien dewasa melaporkan peningkatan nilai RDW lebih dari 18% berhubungan terjadinya peningkatan mortalitas pada pasien sepsis dan syok septik. 14 Hal yang sama juga dilaporkan pada penelitian di Korea pada tahun 2017 yang melaporkan bahwa nilai RDW yang meningkat berhubungan dengan terjadinya mortalitas dalam 28 hari rawatan pada pasien sepsis berat dan syok septik. 15
Gambar 1 Kurva ROC RDW (%) pada kelompok pasien yang mengalami mortalitas
Meningkatnya nilai RDW pada pasien sepsis terjadi akibat reaksi inflamasi yang
terjadi pada sepsis. Pada kondisi sepsis terjadi pelepasan mediator proinflamasi
Tumor Necroting Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), IL-6 yang
menyebabkan kerusakan pada membran eritrosit. Kerusakan tersebut berupa gangguan bentuk,
destruksi dan
pembentukan eritrosit. 8-11 Pada sepsis juga terjadi pelepasan ROS ( Reactive Oxygen Specific ) yang secara langsung mengganggu deformabilitas eritrosit, yaitu kemampuan eritrosit untuk kembali pada bentuk awal. 8
Berbagai keadaan tersebut menyebabkan variabilitas eritrosit dalam darah meningkat yang dapat dilihat dengan meningkatnya nilai RDW dalam darah. 8-11
Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak dilakukan analisis pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan nilai RDW yaitu deformabilitas sel darah merah yang terjadi karena menurunnya kadar vitamin B12. 8 Peneliti juga tidak mendapatkan data mengenai tatalaksana sepsis atau syok septik yang dilakukan di IGD, yaitu data tatalaksana resusitasi awal, tindakan operatif maupun terapi yang diberikan selama perawatan. Keterbatasan pada penelitian ini juga tidak adanya data mengenai waktu keputusan mulai dari pasien awal masuk sampai mendapatkan penanganan awal di IGD.
Penulis berkesimpulan dengan hasil uji analisis dan gambaran kurva ROC yang
didapatkan pada penelitian ini maka pemeriksaan RDW dapat dijadikan alternatif prediktor mortalitas sepsis dan syok septik yang murah dan sederhana. Penelitian selanjutnya disarankan memperhitungkan juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan nilai RDW.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W, Levy MM, Antonelli M, Ferrer R, Kumar A, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of sepsis and septic shock: 2016. Intensive care med, 2017; 43(3):
304-77.
2. Yébenes JC, Ruiz-Rodriguez JC, Ferrer R, Clèries M, Bosch A, Lorencio C, et al. Epidemiology of sepsis in Catalonia: analysis of incidence and outcomes in a European setting. Ann of intensive care, 2017; 7(1): 19.
3. Jafarzadeh SR, Thomas BS, Gill J, Fraser VJ, Marschall J, Warren DK. Sepsis surveillance from administrative data in the absence of a perfect verification. Ann epidemiol, 2016; 26(10): 717-22.
4. Freund Y, Lemachatti N, Krastinova E, Van Laer M, Claessens YE, Avondo A, et al. Prognostic accuracy of sepsis-3
criteria for in-hospital mortality among patients with suspected infection presenting to the emergency department.
JAMA, 2017; 317(3): 301-8.
5. Moreno RP, Metnitz PG, Almeida E,
Jordan B, Bauer P, Campos RA, et al. SAPS 3—From evaluation of the patient to evaluation of the intensive care unit. Part 2: Development of a prognostic model for hospital mortality at ICU admission. Intensive care med, 2005; 31(10): 1345-55.
6. Hoffman R, Benz Jr EJ, Silberstein LE,
Heslop H, Anastasi J, Weitz J. Hematology: basic principles and practice. Elsevier Health Sciences;
2013.
7. Sandhya I, Muhasin T. Study of RBC histogram in various anemias. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences, 2014; 3(74): 15521-34.
8. Ghaffari S. Oxidative stress in the regulation of normal and neoplastic hematopoiesis. Antioxidants & redox signaling, 2008; 10(11): 1923-40.
9. Meinders AJ, Dijkstra I. Massive hemolysis and erythrophagocytosis in severe sepsis. Blood, 2014; 124(6): 841- 843.
10. Minasyan H. Sepsis and septic shock:
Pathogenesis and
treatment
perspectives. J Crit Care, 2017; 40: 229- 42.
11. Czarnecka-Kujawa, K., & Saleh, F. Sepsis: A Review of Pathophysiology and Management, 2007.
12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Edisi Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2007.
13. Lorente L, Martín MM, Abreu- González P, Solé-Violán J, Ferreres J, Labarta L, et al. Red blood cell distribution width during the first week is associated with severity and mortality in septic patients. PloS one, 2014; 9(8):
e105436.
14. Özdoğan HK, Karateke F, Özyazıcı S, Özdoğan M, Özaltun P, Kuvvetli A, et al. The predictive value of red cell distribution width levels on mortality in intensive care patients with community- acquired intra-abdominal sepsis. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, 2015; 21(5): 352-7.
15. Kim CH, Park JT, Kim EJ, Han JH, Han JS, Choi JY, et al. An increase in red blood cell distribution width from baseline predicts mortality in patients with severe sepsis or septic shock. Criti Care, 2013; 17(6): R2
|
a0964870-1722-45f1-8941-638be25cda15 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jhs/article/download/5488/4294 |
## Cigarette Excise: Between State Revenue And Global Demands
## Cukai Rokok : Antara Penerimaan Negara Dan Tuntutan Global
Carl Augustinus Hothinca Soutihon Tampubolon 1) ; Detania Sukarja 2) ; T. Keizerina Devi Azwar 3) 1,2,3) Fakultas Hukum,Universitas Sumatera Utara Email: 1) [email protected]
## ARTICLE HISTORY
Received [06 January 2024]
Revised [26 March 2024] Accepted [06 April 2024]
## ABSTRAK
Salah satu pendapatan negara berasal dari cukai khususnya produk hasil tembakau yaitu rokok. Namun, diperlukan suatu terobosan atau langkah-langkah tertentu agar pendapatan negara tersebut dapat diperoleh secara optimal. Secara globalisasi telah merespon keberadaan cukai khususnya dari produk rokok sebagai pendapatan suatu negara. Selain itu, hukum juga dituntut berperan untuk memberikan kepastian, kemanfaatan dan keadilan dalam hal merespon keberadaan pita cukai sebagai tanda pelunasan cukainya. Oleh karena itu, melalui penelitian ini akan digambarkan bagaimana peran cukai sebagai penerimaan pendapatan negara serta perkembangan cukai rokok dalam lingkungan global. Kemudian, sebagai alat untuk menguji tulisan ilmiah ini menggunakan jenis penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan perundang- undangan. Selain itu, untuk memperkaya penelitian ini akan menggunakan data primer dari bahan buku, jurnal dan sebagainya serta ditambahkan data sekunder sebagai pelengkap daripada penelitian ini. Hasil dari penelitian ini, harapannya berdasarkan dari mekanisme yang dimiliki oleh beberapa negara, agar Indonesia dapat mengikuti pola tersebut sebagai bentuk nyata untuk meningkatkan pendapatan negara yang lebih banyak.
## ABSTRACT
One of the state revenues comes from excise tax, especially tobacco products, namely cigarettes. However, a breakthrough or certain steps are needed so that state revenue can be obtained optimally. Globalization has responded to the existence of excise, especially from cigarette products as a country's income. In addition, the law is also required to play a role in providing certainty, expediency and justice in terms of responding to the existence of excise tapes as a sign of payment of excise. Therefore, through this research, it will be described how the role of excise as state revenue and the development of cigarette excise in the global environment. Then, as a tool to test this scientific paper, it uses a type of juridical-normative research with a statutory approach. In addition, to enrich this research, primary data will be used from books, journals and so on and secondary data will be added as a complement to this research. The results of this study, the hope is based on the mechanisms owned by several countries, so that Indonesia can follow the pattern as a tangible form to increase more state revenue.
## KEYWORDS
Law, Globalization, State Revenue, Tobacco Excise.
This is an open access article under the CC –BY-SA license
## PENDAHULUAN
Berkaitan dengan hukum dan globalisasi di Indonesia dalam pada saat ini erat kaitannya dengan dunia Internasional. Kemudian, secara aturan Internasional telah diakui oleh negara-negara dunia dan telah pula diratifikasi oleh Indonesia dalam hukum positif sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Hal ini mutlak perlu, sebab akan berkaitan dengan falsafah, doktrin, dan wawasan bangsa Indonesia, baik secara individual maupun kolektif kehidupan masyarakat yang berasaskan kekeluargaan, dengan tidak mengenal secara fragmentasi moralitas sipil, moralitas komunal, maupun moralitas institusional yang saling menunjang secara proporsional. Manusia di sini dipandang sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial, dan sebagai warga negara yang padanya melekat harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. (DPR, 2016)
Hukum adalah suatu rangkaian peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari hidup manusia dalam hidup bermasyarakat. Mematuhi peraturan hukum menjunjung hukum tersebut dengan cara kesadaran dan keikhlasan mematuhi peraturan nya terhadap warga negara yang tidak menjunjung tinggi hukum disebut melakukan pelanggaran hukum. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau fungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (Alfetra, 2023)
Hukum bukan hanya berbicara tentang hubungan antara manusia dengan badan hukum (korporasi/lembaga), melainkan berbicara lebih jauh lagi yang yaitu berkaitan dengan hukum kebendaan kaitannya dengan manusia. Salah satunya adalah rokok. Penggunaan rokok dan tembakau bagi manusia sudah seperti hidup berdampingan. Tanpa menghisap rokok ataupun tembakau maka hidup tidak akan sempurna.
Di Indonesia ketika berbicara rokok/tembakau erat kaitannya dengan berbagai aspek seperti kesehatan, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya. Organisasi kesehatan dunia, WHO (World Health Organization) di bawah PBB, sejak lama mengikuti dan memantau konsumsi tembakau dunia. Pada tahun 2003 melalui WHO telah menetapkan konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, yang dikenal Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
FCTC merupakan traktat pengendalian zat adiktif dari tembakau, yang dirancang menghadapi globalisasi epidemi tembakau dan telah menandai pergeseran paradigma pengembangan strategi kesehatan dunia. Tujuan utama FCTC untuk mengendalikan produksi tembakau dunia guna melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari efek merusak pada kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi.
Hari ini masyarakat sulit untuk lepas dari kebiasaan penggunaan rokok/tembakau. Suatu kebiasaan yang tidak dapat dilepaskan dari budaya masyarakat. Maka disinilah muncul hukum untuk menjawab suatu peristiwa hukum di masyarakat. Berbicara tentang rokok, harus membicarakan sedari awal tentang bahan utama dari rokok itu sendiri, yaitu tembakau. Penggunaan tembakau di Indonesia cukup fantastis sehingga penggunaannyapun harus di awasi.
Kalau melihat dalam konteks hukum dan globalisasi, keberadaan rokok/tembakau memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan pergaulan global. Sebab Globalisasi akan menimbulkan pengaruh yang besar pada sistem hukum suatu negara, karena globalisasi menyebabkan terjadinya globalisasi hukum. Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan Internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur. Namun, peranan hukum dalam pembangunan ekonomi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dalam era globalisasi dan modernisasi saat ini masih diperdebatkan.
Kajian dalam tulisan ini mendesripsikan keberadaan rokok/tembakau sebagai bagian dari ruang lingkup lingkungan hidup memiliki pernah terhadap terhadap pembangunan ekonomi dan dampaknya bagi lingkungan hidup di Indonesia. Hal tersebut bertujuan untuk pengembangan sistem hukum Indonesia guna menghadapi ekonomi global yang cenderung tidak menguntungkan posisi Indonesia sekaligus sebagai upaya menjaga pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, konsep pembangunan sistem hukum berdasarkan nilai substansial Pancasila dan UUD 1945, sebagai solusi bagi Indonesia dalam menghadapi sistem ekonomi global sekaligus melestarikan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup.
Sebagaimana tembakau merupakan barang-barang tertentu yang mempunyai karakteristik yang disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, serta barang-barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tersebut dinyatakan sebagai barang kena cukai. (Aziz & Cahyani, 2023)
Klasifikasi barang tertentu yang merupakan barang kena cukai diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagai berikut : a. Etil Alkohol atau Etanol b. Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA)
c. Hasil Tembakau, yang meliputi: sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengelolaan tembakau lainnya.
Klasifikasi masuknya hasil tembakau dalam barang kena cukai yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia berupa rokok. Pengertian rokok menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ialah :
“Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan”
Tanda legalnya peredaran rokok di masyakat dengan cara dilekati pita cukai atau pembubuhan cukai pada kemasannya sebagai tanda pelunasan agara dapat ditawarkan, diserahkan, dijual, atau disediakan untuk dijual, setelah dikemas untuk penjualan eceran dan dilekati pita cukai atau dibubuhi tanda pelunasan cukai sebagaimana ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (Aziz & Cahyani, 2023, p. 64)
Oleh karena itu, komoditas tembakau yang dijadikan bahan baku rokok telah menjadi gaya hidup yang sulit untuk di hilangkan. Bahkan beberapa negara-negara selain Indonesia juga mengakui hal demikian. Konsumsi rokok di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 1995
sampai dengan 2010. Peningkatan prevalensi perokok dewasa pada tahun 1995 mencapai 53,4% laki- laki dan 1,7% perempuan. Selama kurun waktu 15 tahun, perokok dewasa laki-laki meningkat menjadi 65,9% dan perempuan menjadi 4,2%. Peningkatan konsumsi rokok ini merupakan salah satu penyebab kematian meningkat pesat di dunia saat ini.
Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia, setelah Cina dan India, dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia yaitu 36,1% (GATS 2011). Di Indonesia, tingkat produksi rokok pada tahun 2010 telah mencapai 260 miliar batang, dan di tahun 2011 bahkan telah mencapai 270 miliar batang. Sementara jumlah penduduk di Indonesia adalah berkisar 230 juta jiwa. Dalam data Riskesdas 2010 perokok pasif perempuan sebanyak 62 juta, dan laki-laki sebanyak 30 juta sehingga terdapat 92 juta perokok pasif di Indonesia. Dan sebanyak 11,4 juta anak usia 0-4 tahun terpapar asap rokok. Sedangkan pada data GATS 2011 menunjukkan jumlah perokok pasif sebanyak 133,3 juta terpapar asap rokok di rumah. (Rosdianti, 2012)
Melihat dari data yang telah di paparkan, tentu harus melihat dari aspek hukum dan kondisi global dalam merespon persoalan yang akan ditelilti. Terutama untuk menjadikan produk tembakau dapat bersaing di kancah Internasional, Hal tersebut dilakukan demi keadilan atas kesehatan masyarakat. Kemudian, tidak luput juga dengan pengambilan mekanisme hukum di berbagai negara untuk dijadian sebagai referensi dalam pembuatan regulasi. Walaupun sumbangsih rokok/tembakau ini memiliki pengaruh terhadap pendapatan negara, tentunya harus ada pengelolaan yang optimal demi keberlangsungan hidup masyarakat dan negara.
## LANDASAN TEORI
Penelitian ini meninjau dari segi aspek ilmu perundang-undangan yang berkaitan dengan produk Barang Kena Cukai khususnya Hasil Tembakau berupa rokok demi mengoptimalkan pendapatan negara. Kemudian, untuk memperkaya isi dari penelitian ini tentu akan dikaitkan dengan respon hukum dan globalisasi terhadap pengelolaan tembakau. Menyoroti persoalan ini, peneliti akan melihat berbagai macam bahan seperti ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Pada umumnya, dari beberapa penelitian yang sama hanya memandang kedudukan cukainya saja dan merespon keberadaan komoditas tembakau baru terkait dengan penerimaan pendapatan negara. Oleh karena itu, tinjauan literatur yang akan digunakan akan lebih dekat dengan regulasi dan nantinya akan menghasilan sebuah pengoptimalan dalam mengelola tembakau yang disematkan pita cukai. Tidak lain tidak bukan, penelusuran di berbagai literatur dalam penelitian berfungsi untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada.
Maka dari hasil penelitian ini memberikan pandangan lain yang berkaitan dengan tema/judul penelitan untuk memberikan yang terbaik bagi Indonesia. Terkhusus, terlibatnya peran stake holder khususnya pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum dapat memperhatikan lebih serius terkait dengan pengelolaan tembakau yang disematkan pita cukai sebagai bentuk langkah meningkatkan pendapatan negara.
## METODE PENELITIAN
## Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat atau metode berjenis penelitian jenis penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Selain itu, untuk memperkaya penelitian ini akan menggunakan data utama (primair) dalam penelitian ini berasal dari buku, jurnal, makalah, media berita dan sebagainya. Kemudian, data sekunder dari penelitian ini akan mencantumkan beberapa data-data pendukung lainnya.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Analisis Dan Hasil Temuan Lika-Liku Hukum dan Globalisasi
Berbicara hukum dan globalisasi tidak hanya didasarkan kesepakatan internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur. (Rajagukguk, 1997) Kemudian, bukan hanya dalam konteks pemahaman transformasi digitalisasi hukum. Melainkan, hukum merespon kondisi global terhadap suatu komoditas yang sering dipergunakan manusia. Berbicara tentang perdagangan, merespon terkait dengan suatu negara berhasil menaikkan taraf penghidupan perekonomian, pendidikan suatu negara.
Oleh karena itu, berkaitan dengan penelitian ini tentu merespon dengan keberadaan tembakau yang diletakkan pita cukai sebagai bentuk peningkatan pendapatan negara. Tentu hal tersebut sah-sah
saja, namun pihak global tentu memberikan responnya tersendiri. Bisa saja dimulai dari pekerja pabrik tembakau, penjual tembakau, negara yang memungut pajak dari tembakau dan sebagainya.
Melihat lika-liku globalisasi terkhususnya di bidang ekonomi tentu menimbulkan hubungan interdepedensi dan integrasi dalam bidang finansial, produksi dan perdagangan telah membawa dampak yang cukup luas pada perekonomian. Dampak dari globalisasi ekonomi ini lebih terasa lagi setelah dikembangkannya prinsip liberalisasi perdagangan (trade liberalization) yang telah diupayakan dan didukung secara bersama-sama oleh negara-negara di dunia dalam bentuk kerjasama ekonomi regional.
Sistem perekonomian terbuka akan lebih mudah dipengaruhi oleh prinsip-prinsip ekonomi global dan liberalisasi perdangan tersebut. Karena dalam hal ini, suatu perekonomian akan berhadapan secara langsung dan terbuka lebar dengan perekonomian berbagai negara lain, terutama melalui kerjasama ekonomi dengan mitra dagang di luar negeri, seperti hubungan perdagangan di bidang ekspor impor, investasi baik yang bersifat langsung maupun tidak lansung (fortofolio investment), pinjam meminjam dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya.
Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum tidak bisa dihindarkan. Pranata hukum suatu negara tidak bisa tidak harus mengikuti arus globalisasi ekonomi, dalam arti, substansi dari berbagai undang- undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara (cross border).5 Sehingga tepatlah pandangan Lawrence M. Friedman, yang mengatakan bahwa hukum itu tidak bersifat otonom, tetapi sebaliknya hukum bersifat terbuka setiap waktu terhadap pengaruh luar. (Braithwaitej & Drahos, 2000)
## Kebijakan Hukum Terhadap Tembakau Dalam Konteks Globalisasi
Persoalan besar dari hukum dan globalisasi dalam konteks perdagangan dan ekonomi adalah tidak adanya tingkat kesetaraan dari segi ekonomi dan politik di antara negara-negara di dunia. Negara- negara kaya dan maju masih jauh lebih sedikit daripada negara-negara berkembang atau miskin. Negara maju yang berjumlah sedikit tersebut mempunyai kekuatan dan dominasi perdagangan dan ekonomi yang lebih kuat yang pada akhirnya lebih kuat secara politik. Sementara negara-negara berkembang dan miskin berada dalam pengaruh negara-negara kaya dan tidak mempunyai kekuatan tawar menawar yang setara serta sekuat negara-negara maju, sehingga negara-negara berkembang lebih banyak dipaksa untuk mengikuti tren ini.
Perdagangan dunia atau pasar bebas merupakan tantangan berat sekaligus peluang untuk mengefisienkan dan mengefektifkan perekonomiannya. Momentum ini harus dijadikan titik masuk menuju perekonomian suatu negara yang lebih baik daripada menentang gelombang besar sejarah dan mengkhawatirkan. Khususnya pada tahun 2003 Indonesia sudah masuk dan menerapkan era perdagangan bebas untuk lingkungan ASEAN (AFTA), tahun 2010 Indonesia sudah memasuki pasar negara industri maju anggota APEC, dan pada tahun 2020 telah membuka pasar dalam negeri bagi seluruh negara-negara APEC. Tampaknya persiapan Indonesia memasuki pasar negara industri menghadapi kendala yang cukup berat akibat hantaman krisis multidimensi dan faktor situasi politik dan keamanan yang belum dapat dikendalikan sepenuhnya. Walaupun situasi dan kondisi yang berat di segala bidang, dengan penuh rasa optimis dan bekerja sekuat tenaga, Indonesia harus tetap melaju dan bersaing di pasar bebas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat ini, seolah-olah batas suatu negara sudah tidak ada, Teknologi Informasi (TI) telah mengglobal. Seluruh aspek kehidupan manusia mengalami perubahan dan perkembangan serba cepat di pelbagai bidang kehidupan, tak terkecuali sektor Industri Hasil Tembakau. (Saly, 2011)
## Penggunaan Pita Cukai Terhadap Dalam Dunia Global
Indonesia Pengaturan mengenai tarif cukai yang berlaku secara mendasar diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pengaturan ini terbilang cukup lamaa dan perlu pembaharuan pengaturannya sebagaimana asas hukum Ubi Sociatas Ibi Ius yang mengartikan bahwa dimana ada masyarakat disitu ada hukum. (Mochtar & Hiariej, 2021)
Keberadaan hukum ini fleksibel mengikuti perkembangan masyarakat dan tidak kaku dengan tujuan hukum yang menciptakan ketertiban meminimalisir pelanggaran dan kegaduhan dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya sebuah kecurangan yang akan terjadi, diperlukan suatu terobosan mekanisme atau prosedur yang baku demi mendapatkan kepastian hukum terhadap suatu peristiwa hukum itu sendiri. Khususnya memastikan pungutan negara yang telah diterima dapat dimanfaatkan secara optimal dengan pemanfaatan tanda pelunasan cukai yang efektif pada produk hasil tembakau berupa rokok.. Selain mendapatkan kepastian hukum, tentu akan berdampak kepada penerimaan kas negara yang cukup besar.
Misalnya, kita melihat dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK/010/2022, menjelaskan tarif Pita Cukai Rokok untuk golongan pengusaha pabrik rokok hasil tembakau, dengan jenis sigaret kretek mesin golongan I batasan harga jual eceran per batang itu paling rendah Rp.2.055,00,-, tarif cukai per batang itu Rp1.101.00,-. Kemudian sigaret putih mesin golongan I golongan I batasan harga jual eceran per batang itu paling rendah Rp.2.165,00,-, tarif cukai per batang itu Rp1.193.00,-. Sigaret Kretek Tangan atau Sigaret Putih Tangan golongan I batasan harga jual eceran per batang itu lebih dari Rp.1.635.00,- dengan tarif cukai per batang itu Rp440.000,-. Kemudian, paling rendah Rp.1.135,00,-, sampai dengan Rp.1.635.00,- tarif cukai per batang itu Rp345.000,-.
Data tersebut di atas berbicara tentang Implementasi dari Pengaturan tarif cukai sebagai bentuk tanda legalnya rokok dengan Tanda pelunasan cukai diperjelas pada Pasal 2 Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No.67/PMK/04/2018 Tentang Perdagangan Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara peletakan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya mempunyai tarif cukainya. Dari pengaturan tarif cukai tersebut diperoleh penerimaan negara dari sektor cukai khususnya rokok.
Sampai dengan saat ini sumber penerimaan negara berasal dari ketiga obyek cukai yaitu Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Hasil Tembakau. Sementara itu, target penerimaan cukai plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) direvisi karena belum bisa diimplementasikan pada tahun 2023. Dari antara objek cukai tersebut, sumber penerimaan terbesar adalah cukai hasil tembakau khususnya rokok.
Penerimaan cukai Hasil Tembakau (HT) tahun 2018 sebesar Rp152,9 Triliun, jumlah tersebut melebihi target APBN 2018 sebesar Rp148,2 Triliun, dengan persentase capaian sebesar 103,2%. Realisasi 2018 lebih tinggi dari realisasi 2017 dengan kenaikan sebesar 3,5% atau senilai Rp6,3 Triliun. Realisasi penerimaan cukai tahun 2019 sebesar Rp172,4 Triliun atau 104,18% dari target APBN 2019, naik 8,04% dari tahun 2018. Pada Tahun 2020, cukai HT berkontribusi hingga 96,6% terhadap penerimaan cukai atau lebih tinggi dari kontribusi tahun 2019 yang 95,6%, dan 80,0% terhadap penerimaan total DJBC. Penerimaan cukai HT tahun 2020, mencapai Rp170,2 Triliun atau 103,2% dari target dan tumbuh 3,3% dibandingkan penerimaan tahun 2019. Penerimaan Cukai HT tahun 2021 tumbuh 10,91 %, mencapai Rp188,81 triliun atau 108,65 persen dari targetnya. Penerimaan Cukai HT tahun 2022 tumbuh 15,79 %, mencapai Rp218,62 triliun atau 104,15 persen dari targetnya. Sementara itu sampai dengan bulan Oktober, penerimaan Cukai HT tahun 2023 Rp 163,2 triliun atau 70,2% dari APBN.
Berdasarkan Teori efektivitas hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan dan kegagalan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaanya dan penerapan hukum. Adapun tiga kajian teori efektivitas hukum diantaranya meliputi : (Mochtar & Hiariej, 2021, p. 39)
1.Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum
2.Kegagalan dalam pelaksanaannya
3.Faktor yang mempengaruhinya.
Ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak mencapai maksudnya atau tidak berhasil dalam implementasinya. Faktor yang mempengaruhi merupakan suatu hal menyebabkan atau mempunyai pengaruh dalam pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut. Faktor yang mempengaruhi dapat dikaji dari aspek keberhasilannya dan aspek kegagalannya.
Selain melihat dari hukum, pengelolaan rokok/tembakau kita dapat melihat dari berbagai negara lain. Diketahui khusus penggunaan pita cukai, dimulai pada tahun 1637 di Spanyol. Pada saat itu, Spanyol adalah negara pertama yang memperkenalkan kertas bermeterai. Kertas bermeterai ini awalnya terlalu besar untuk ditempelkan pada barang kena cukai itu sendiri, akhirnya berkembang menjadi sebuah label perekat yang mudah dilekati dan menyerupai pita, serta banderol tipis dan panjang untuk dilekatkan pada leher botol minuman beralkohol. Tujuan utama penggunaan pita cukai adalah sebagai kontrol atas perilaku penghindaran pajak (meskipun penggunaannya sekarang telah diperluas untuk mengendalikan produk palsu). Pita cukai merupakan sarana rekonsiliasi nilai cukai yang dibayarkan kepada pemerintah terhadap jumlah volume produksi barang kena cukai yang meninggalkan pabrik dan
sebagai indikator apakah suatu produk barang kena cukai yang beredar di pasar telah dibayar cukainya sesuai dengan ketentuan. (Preece, 2008)
Definisi cukai adalah pajak yang dikenakan sebagai pajak khusus produk dalam batasan yang telah ditentukan oleh jumlah produksi barang (OECD, 2019). Dalam lingkungan tatanan global, cukai biasanya dikenakan menggunakan tarif yang berbeda untuk barang yang tidak lazim atau barang mewah, minuman beralkohol, tembakau, dan bahan bakar. Cukai dapat dikenakan pada semua tahap produksi atau distribusi. Biasanya cukai dinilai berdasarkan karakteristik tertentu dengan mengacu pada nilai, berat, kekuatan, atau jumlah produk. Beberapa contoh produk individual yang dapat dikenai cukai adalah gula, bit gula, korek api, dan cokelat. Ada juga yang dikenakan terhadap produk olahan tembakau, minuman beralkohol, bahan bakar motor, dan minyak hidrokarbon. Penggunaan pita cukai atau tax stamp dalam dunia internasional banyak diterapkan oleh berbagai negara. Sebagai contoh beberapa negara di wilayah Asia Tenggara telah menunjukan perkembangan yang tinggi dalam penerapan kebijakan cukai.
Pemerintah Indonesia mengatur kebijakan cukai dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang. Yang dimaksud dengan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik adalah barang yang konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Barang-barang ini kemudian dikenal dengan istilah Barang Kena Cukai (BKC) yang terdiri dari Etil Alkohol (EA) atau Etanol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Hasil Tembakau (HT) yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
## Tabel 1 Perubahan Kebijakan Cukai Asia Tenggara
Pita cukai di Indonesia diproduksi oleh BUMN, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia atau yang biasa dikenal dengan nama Perum Peruri. Pita cukai memiliki unsur
sekuriti yang cukup handal dalam rangka meminimalkan pemalsuan, salah satunya adalah pemberian hologram pada cetakan pita cukai. Pita Cukai dicetak sesuai pesanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan nilai pajak yang dikenakan untuk BKC. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2012 tentang Penyediaan Pita Cukai dan Tanda Pelunasan Lainnya, pita cukai didefinisikan sebagai dokumen sekuriti sebagai tanda pelunasan cukai dalam bentuk kertas yang memiliki sifat/unsur sekuriti dengan spesifikasi dan desain tertentu. Dokumen sekuriti adalah dokumen berupa surat/ cetakan berharga beserta segala jenis dokumen/ blangko dokumen yang berasal dari bahan baku cetak. Dokumen tersebut dicetak karena sifat dan fungsinya sebagai bukti/informasi untuk perlindungan terhadap pemalsuan/penyalahgunaan baik sebagian maupun seluruhnya. (Hardiyana & Setiabudi, 2021).
## KESIMPULAN DAN SARAN
Terobosan atau langkah-langkah baru untuk memastikan pelunasan pembayaran cukai melalui penggunaan tanda pelunasan cukai yang efektif perlu dilakukan. Praktik empiris dalam dunia global termasuk pengaturan hukumnya perlu diadaptasi yang disesuaikan dengan hukum nasional yang berlaku. Disamping itu perkembangan teknologi yang pesat dalam dunia global juga mengambil tempat bagi penggunaan tanda pelunasan cukai yang efektif tersebut guna memperoleh manfaat yang optimal dari penerimaan negara sektor cukai yang telah diterima atau didapatkan.
## DAFTAR PUSTAKA
Alfetra, Weldi. “Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Cukai Hasil Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai Di Wilayah Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean C Tembilahan”. Juhan Perak.
Atmasasmita, Romli. Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1989.
Budi, Deni Hardiyana, Mar tinus Setia. (2021). “Analisis Penetapan Akuntansi Persediaan Pita Cukai Pada K PPBC Tipe Madya Cukai Kediri”. Journal Homepage INFO ARTHA, Volume 5 No. 01.
Cahyani, Warit Aziz, Indah. (2023). “Problematika Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai Dalam Perspektif Law Of Demand Dan Undang- Undang Cukai,”. Journal Inicio Legis Volume 4 Nomor 1 Juni.
Dokumen FCTC menjadi dokumen pengendalian tembakau bagi seluruh anggota PBB.
Drahos, John Braithwaitej dan Peter. Global Business Regulation. New York. Cambridge University Press, 2000.
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum Dalam Pembangunan pada Era Globalisasi: Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum Indonesia, ( Pidato Pengukuhan Guru Besar, FH-UI, Jakarta, 1997), h. 5-6
Hiariej, Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta. Red & White Publishing. 2021.
https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/RJ1-20161102-050504-9518.pdf (Selasa, 07 November 2023) Iskandar, Hukum Dalam Era Globalisasi Dan Pengaruhnya Terhadap Pembangunan Ekonomi Dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup (Kajian Pengembangan Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila Dan UUd 1945). Artikel. Begkulu. 2011.
Laras Post, 14 Juni 2016, Pembatasan Penggunaan Tembakau, Presiden Jokowi: Carikan Solusi Yang Tepat, (online), (http://www.laraspostonline.com/2016/06/ pembatasan-penggunaan-tembakau- presiden.html).
R, Preece. (2008). “Key Controls in the Administration of Excise Dutie.” World Customs Journal, Vol. 2 No. 1.
Rosdianti, Yeni. (2012). “Perlindungan Hak Atas Kesehatan Melalui Kebijakan Pengendalian Tembakau”. Jurnal Jurnal HAM, Vol. 8.
Saly, Jeane Neltje. Laporan Akhir Penelitian Hukum Efektivitas Peraturan Terkait Pengendalian Produk Tembakau Terhadap Kesehatan. Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia R.I. 2011.
Soedarto. Perbandingan Hukum Pidana (Hukum Pidana Inggris). Semarang. Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. 1981.
|
759caf77-b353-40e1-a2c6-bd4cc3ac58cf | https://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/jumkep/article/download/4347/2817 |
## EFEKTIVITAS KONSUMSI DAUN SEREH DAN JAHE DALAM MENGATASI MORNING SICKNESS PADA IBU HAMIL TRIMESTER SATU DI KLINIK BIDAN MARIANA KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2020
Pratiwi Nasution 1 , Nur Khadijah Daulay 2
1, 2 Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia Penulis korespondensi : [email protected]
## ABSTRACT
Morning Sickness in first trimester pregnant women is still a problem, because many mothers face it with anxiety and discomfort. In fact, many pregnant women have to take drugs or other alternative measures to deal with nausea and vomiting which are not good for the health of the womb. Purpose : To determine the Effectiveness of Lemongrass Leaves and Ginger in Overcoming Morning Sickness in First Trimester Pregnant Women at Mariana Am.Keb Clinic in Ubar Village, Padang Bolak Julu District, North Padang Lawas Regency in 2020. Method : a Quasi Experiment with a one group pretest and post test without control design. The sample of this study was 22 pregnant women in the first trimester who experienced physiological nausea and vomiting. Results : Obtained using the Paired Sample T test, the P-Value (Sig 2-tailed) was (0.000) which was smaller than the value of (.05), so it was concluded that Ho was rejected and Ha was accepted. Conclusion : There is Effectiveness of Consumption of Lemongrass Leaves and Ginger in Overcoming Morning Sickness in first trimester Pregnant Women at Mariana Am.Keb Clinic in Ubar Village, Padang Bolak Julu District of North Padang Lawas Regency
Keywords: Lemongrass Leaf, Ginger, Morning Sickness, Pregnant Women, first Trimester
## PENDAHULUAN
Masa kehamilan merupakan masa yang penting bagi seorang wanita dalam siklus hidupnya. Masa ini memerlukan perhatian khusus, karena masa ini akan menentukan kualitas kehidupan selanjutnya, khusus nya bagi anak atau bayi yang dikandung. Awal kehamilan merupakan masa-masa kritis bagi janin. Proses organogenesis (pembentukan tubuh), perkembangan, dan pertumbuhan organ-organ tubuh akan menentukan kehidupan selanjutnya(1).
Mual muntah ( Morning Sickness ) merupakan keluhan yang normal yang sering dialami ibu hamil trimester pertama yang terjadi pada pagi hari saat bangun dengan keluhan pening di kepala, mual ringan sampai muntah. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat(2).
Semua ibu hamil mempunyai perubahan hormone yang berbeda yang menyebabkan tidak semua ibu hamil mengalami mual dan muntah. Peningkatan hormone estrogen dan progesterone dari produksi Human Chorionic Gonadotropine (HCG) menyebabkan ibu hamil mengalami mual dan muntah. Sekitar 60-80 % primigravida dan 40-60 % pada multigravida mengalami kejadian mual dan muntahMual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% pada multigravida (3).
Kehamilan merupakan kondisi krisis yang memerlukan adabtasi psikologis dan fisiologis terhadap hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat pembesaran uterus dan jaringan lain. Tiga hormon yang berperan pada perubahan fisiologi gastrointestinal adalah hormon HCG ( human chorionic gonadotropin ), progesteron dan estrogen.
Produksi hormon kehamilan. Ketika sel telur yang sudah dibuahi menempel pada dinding
rahim, tubuh akan memproduksi hormon human chorionic gonadotropin (HCG).
Hal inilah yang diduga menyebabkan mual. Jadi, rasa mual yang muncul merupakan pertanda
bahwa tubuh
sedang memproduksi hormon yang dibutuhkan untuk kehamilan(4).
Angka Kematian yng terjadi saat persalinan masih tinggui. Hal ini dapat di lihat dari dataBerdasarkan data dari World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 830 wanita meninggal dan banyak terjadi di Negara berkembang maupun pedesaan diantaranya masyarakat miskin(5).
Morning Sickness terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang beragam yaitu 1-3% dari seluruh kehamilan di Indonesia, 0,9% di Swedia, 0,5% di California,1,9% di Turki, dan di Amerika Serikat prevalensi Morning Sickness sebanyak 0,5%-2% (Helper, 2008). Angka kejadian morning sickness di Indonesia yang didapatkan dari 2.203 kehamilan yang dapat diobservasi secara lengkap adalah 543 orang ibu hamil yang terkena morning sickness . Di Indonesia sekitar 10% wanita hamil yang terkena morning sickness . Di Jawa timur kejadian morning sickness sebanyak 10% - 15% dari jumlah ibu hamil sebanyak 182.815 pada tahun 2015(6).
Berdasarkan laporan dari profil Kab/Kota AKI maternal yang dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2015 hanya 93/100.000 KH (7). Sedangkan menurut Dinas Kesehatan Sumatera Utara, jumlah kematian ibu tercatat sebanyak 205 kematian, lebih rendah dari data yang tercatat pada tahun 2016 yaitu 239 kematian. Jumlah kematian ibu yang tertinggi tahun 2017 tercatat di Kabupaten Labuhan batu dan Kabupaten Deli Serdang sebanyak 15 kematian, disusul Kabupaten Langkat dengan 13 kematian serta Kabupaten Batu Bara sebanyak 11 kematian. Jumlah kematian terendah tahun 2017 tercatat di Kota Pematangsiantar dan Gunungsitoli masing- masing 1 kematian. Bila jumlah kematian ibu dikonversi ke angka kematian ibu, maka AKI di Sumatera Utara adalah sebesar 85/100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut diperkirakan belum menggambarkan AKI yang sebenarnya pada populasi, terutama bila dibandingkan dari hasil Sensus Penduduk 2010, dimana AKI di Sumatera Utara sebesar 328/100.000 KH(8).
Mual dan muntah yang terjadi semasa kehamilan mempengaruhi psikologis dan kualitas hidup yang dijalani ibu hamil .
. Sebagian ibu hamil merasakan mual dan muntah merupakan hal yang biasa terjadi selama kehamilan. Sebagian lagi merasakan sebagai sesuatu yang tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari(9).
Mual dan muntah saat hamil adalah sesuatu masalah ringan yang dapat diatasi oleh seorang ibu. Secara fisologis, mual dan muntah terjadi pada Trimester awal kehamilan dan semakin menghilang menjelang trimester kedua. Akan tetapi pengaruh dari mual dan muntah dapat mengakibatkan gangguan nutrisi, dehidrasi, kelemahan, penurunan berat badan, serta ketidakseimbangan elektroli. Apabila tidak ditangani maka mual muntah ini akan bertambah berat menjadi Hiperemesis Gravidarum. Terapi farmakologi dan non farmakologi dapat diterapkan dalam mengatasi mual dan muntah. Pendekatan non farmakologi dapat dilakukan untuk ibu hamil yang mengalami mual dan muntah karena minim efek samping. Pendekatan nonfarmakologi berupa mengkonsumsi jahe dalam bentuk teh jahe, teknik relaksasi, dan aromaterapi (10).
Tidak sedikit wanita hamil dijumpai yang harus mengkonsumsi obat-obatan atau tindakan alternatif lain untuk mengatasi mual dan muntah. Obat anti mual yang sering diberikan pada wanita hamil adalah vitamin B6. Namun obat ini dilaporkan memiliki efek samping seperti sakit kepala, diare, dan mengantuk (9).
Masa ini memerlukan perawatan yang benar-benar baik agar proses yang terjadi pada masa ini dapat berjalan optimal. Kurangnya salah satu nutrisi-nutrisi penting yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin akan berakibat kelainan atau kecacatan.
Selain kebutuhan nutrisi, pengaruh kimia obat-
obatan akan memepengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin(1).
Terapi awal pada morning sickness sebaiknya konservatif disertai dengan perubahan diet, dukungan emosional, dan terapi alternatif seperti herbal. Ramuan tradisional bisa digunakan dengan meminum secangkir jahe hangat. Di India, jahe dibuat sebagai minuman untuk mengatasi rasa mual pada wanita hamil. Jahe dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti minuman, permen, atau manisan(9).
Serai atau sereh merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang sudah sejak lama dibudidayakan di indonesia, serai dikenal juga dengan nama sereh. Dalam bahasa inggris, serai disebut lemongrass (rumput lemon) karena aromanya yang seperti lemon (11).
Serai memiliki kandungan zat antimikroba dan antibakteri yang berguna untuk mengobati infeksi pada lambung, usus, saluran kemih. Selain itu, serai juga diketahui berkhasiat sebagai diuretik, pereda kejang, dan antireumatik. Beberapa orang percaya bahwa serai dapat membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti gangguan pencernaan, sakit perut, mual muntah, masuk angin, kram usus, diare (11).
Kandungan zat kimia pada sereh yang dikenal dengan wangi ( Citronella oil ), dan terdapat sifat minyak atsiri yang dihasilkannya yang mempunyai efek meringankan semua jenis peradangan dan iritabilitas berkaitan dengan dengan rasa sakit dan nyeri (11) .
Sedangkan Jahe merupakan tanaman dengan sejuta khasiat yang telah dikenal sejak lama. Jahe adalah salah satu tanaman herbal yang penting. Rimpangnya sangat banyak manfaat yaitu sebagai bumbu masak, minuman, serta permen dan juga digunakan dalam ramuan obat tradisional (11).
Kandungan kimia di dalam jahe yang dapat mengatasi mual muntah diantaranya yaitu minyak atsiri yang mempunyai efek menyegarkan dan menghasilkan aroma
sehingga
memblokir reflek muntah.
Oleoresisnya menyebabkan rasa pedas yang menghangatkan tubuh dan mengeluarkan
keringat. Efek antiemetik juga ditimbulkan oleh komponen diterpentenoid yaitugingekoil, shaogaol, galanolactone(3).Dosis jahe dan sereh sebaiknya tidak lebih dari 200 gramper hari, karena bisa memicu keguguran(12).
Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2019) tentang minuman jahe hangat untuk mengurangi emesis gravidarum pada ibu hamil di puskesmas nalumsari jepara dalam mengatasi mual muntah ibu hamil trimester pertama. Setelah pemberian minuman jahe pada kelompok intervensi, terdapat penurunan mual muntah(13)
Hasil penelitian Ayu dengan judul “Efektivitas Pemberian Jahe Hangat dalam Mengurangi Frekuensi Mual Muntah Pada Ibu Hamil Trimester 1 Tahun 2017” Hasil penelitian menunjukkan rata-rata morning sikcness sebelum diberikan minuman jahe hangat yaitu sebanyak 13 kali dan setelah diberikan menurun menjadi 3,18 kali. Hasil uji bivariabel menunjukkan bahwa minuman jahe hangat efektif dalam mengurangi morning sikcness pada ibu hamil ( p =0,000). Penelitian ini menggunakan desain penelitian pra- eksperimen yang bersifat one grup protest- postest dengan menggunakan analisis data menggunakan uji paired sample t-test (3).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada ibu hamil trimester satu di Klinik Bidan Mariana Desa Ubar pada bulan AprilTahun 2020, terdapat 5 orang ibu hamil trimester 1 yang mengalami morning sikcness. Dimana 3 orang ibu hamil ini mengalami mual muntah dengan frekuensi 6-7 kali dalam sehari, dan 2 orang ibu hamilmengatakan 4-7 kali sehari. Ibu tersebut mengatakan bahwa mereka kesulitan dalam mengonsumsi obat (pil), dikarenakan setiap kali ibu meminum obat, ibu tersebut langsung memuntahkannya. Dari seluruh ibu hamil trimester 1 belum pernah mengonsumsi obat herbal seperti meminum daun sereh dan jahe yang dapat mengurangi mual muntah pada ibu hamil trimester 1.
## Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada Efektivitas Daun Sereh dan Jahe Dalam Mengatasi Morning Sickness Pada Ibu Hamil Trimester 1 di Klinik Bidan Mariana Desa Ubar Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2020”.
## Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi mual muntah sebelum diberikan konsumsi daun sereh dan jahe di Klinik Bidan Mariana Desa Ubar tahun2020.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi mual muntah Setelah diberikan konsumsi daun sereh dan jahe di Klinik Bidan Mariana Desa Ubar tahun2020.
3. Untuk mengetahui Efektivitas Daun Sereh dan Jahe Dalam Mengatasi Mornisng Sickness Pada Ibu Hamil TM 1 di Klinik
Bidan Mariana Desa Ubar Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2020
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu ( Quasi Experimen ) dengan one group pretest dan post test without control design yang dilakukan pretest terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi kepada responden yang kemudian setelah dilakukan intervensi dilakukan post test. Disebut quasi eksperimen dengan one group pretest and post test without control design karena peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pebanding, dan kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian di observasi lagi setelah intervensi. Hal ini digunakan design 1 kelompok untuk sebelum dan sesudah intervensi (one group pre-post test) (27).
Desain penelitian One group pre-test dan post-test without control desain dapat digambarkan seperti gambar 3.1. 01 X ` 02 Gambar 3.1 Desain Penelitian
01 : Mengukur pengurangan mual dan muntah sebelum diberikan perlakuan
X : Memberikan perlakuan berupa daun sereh dan jahe
02 : Mengukur pengurangan mual muntah sesudahdiberikan perlakuan
Teknik analisa yang digunakan adalah analisa data univariat dan analisis bivariat dengan uji- Paired T Test
## Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Klinik Bidan Mariana yang beralamatkan di Desa Ubar Kecamatan Padang bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2020
## Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan
April sampai November Tahun 2020
## Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atasobjek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam peneliti ini adalah seluruh ibu hamil trimester pertama yang mengalami mual muntah ( morning sicknees ) di Klinik Bidan Mariana sebanyak 22 orang
## Sampel
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sampling purposive dimana pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri – ciri, sifat – sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri – ciri populasi sebanyak 22 orang.
## Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 1 Kerangka Konsep
Mengatasi Morning Sickness Konsumsi
Daun Sereh dan Jahe
## Aspek Pengukuran
Tabel 1. Aspek Pengukuran Variabel Independen Alat Ukur Nilai Ukur Kateg ori Skala Ukur Konsumsi Daun Sereh dan Jahe Gelas ukur 1. Diberi kan 2. Tidak diberi kan 2
1
Ordin al Variabel Dependen Alat Ukur Nilai Ukur Kategori Skala Ukur Mengatasi (Morning sickness) Koesi oner (PUQ E) Pregn ancy- Uniqu e Quanti ficatio n of Emesi s/Naus 1. Ringa n (apabi la nilai indeks ≤ 6) 2. Sedan g (apabi la nilai indeks 7-12) 1
2
3 Ordin al ea.
3. Berat (apabi la nilai indeks ≥ 13)
## HASIL PENELITIAN
## 1. Analisa Univariat
Pretest Indeks PUQE Morning Sickness pada Ibu Hamil TM I
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa Distribusi Frekuensi Indeks PUQE
Morning Sickness Responden Di Klinik Bidan Mariana sebelum dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe yaitu dari 22 responden penelitian didapatkan cakupan responden yang memiliki mual muntah ringan berjumlah 7 orang (31,8%), yang memiliki mual muntah sedang berjumlah 14 orang (63,6%) dan yang memiliki mual muntah berat berjumlah 1 orang (4,5%), dengan nilai indeks PUQE terendah adalah 4 dan nilai indeks PUQE tertinggi adalah 13.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pretest Indeks PUQE Morning Sickness pada Ibu Hamil TM I di Klinik Bidan Mariana Kategori Pretest Indeks PUQE Morning Sickness f % Min-Max Ringan (≤ 6) 7 31,8 4 - 13 Sedang (7-12) 14 63,6 Berat (≥13) 1 4,5 Total 22 100 Posttest Indeks PUQE Morning Sickness pada Ibu Hamil TM I
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa Distribusi Frekuensi Indeks PUQE Morning Sickness Responden di Klinik Bidan Mariana setelah dilakukan pemberian
Konsumsi Daun Sereh dan Jahe yaitu dari 22
responden penelitian didapatkan cakupan responden yang memiliki mual muntah ringan berjumlah 16 orang (72,7%),dan yang memiliki mual muntah sedang berjumlah 7 orang (27,3%), dengan nilai indeks PUQE terendah adalah 2 dan nilai indeks PUQE tertinggi adalah 10.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Posttest Indeks PUQE Morning Sickness pada Ibu Hamil TM I di Klinik
Bidan Mariana Kategori Posttest Indeks PUQE Morning Sickness f % Min-Max Ringan (≤ 6) 16 72,7 2 - 10
Sedang (7-12) 6 27,3 Total 22 100 2. Analisa Bivariat
## Uji Normalitas
Berdasarkan tabel 3 hasil uji kenormalan data diatas dengan menggunakan uji Shapiro- Wilk maka dapat disimpulkan bahwa data Morning Sickness sebelum dilakukan
Intervensi pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe (pretest) didapatkan nilai P value
(Sig) yaitu 0,332 yang lebih besar dari 0,05
yaitu Ho ditolak dan Ha diterima artinya data berdistribusi normal. Dan pada data Morning Sickness
setelah dilakukan Intervensi pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe (posttest) didapatkan nilai P value (Sig) yaitu 0,401 yang lebih besar dari 0,05 yaitu Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya data berdistribusi normal
Tabel 4. Uji Normalitas Shapiro-Wilk Indeks PUQE Morning Sickness Pretest dan Posttest Pada Ibu Hamil TM I di Klinik Bidan Mariana Morning Sickness Ibu Hamil TM I Shapiro-Wilk Statistik df Sig Pretest 0,951 22 0,332 Posttest 0,955 22 0,401
Efektivitas Konsumsi Daun Sereh dan Jahe Dalam Mengatasi Morning Sickness Pada Ibu Hamil TM I
Berdasarkan tabel 4 didapatkan hasil perbedaan rata-rata Morning Sickness sebelum dan sesudah dilakukan Intervensi pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe yang di uji dengan uji T Paired sample’s Test dengan ketentuan alfa (ά) = 0,05 dan jumlah responden 22 orang, didapatkan nilai P value atau Sig (2- tailed ) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 maka di simpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yakni Terdapat Efektivitas Konsumsi Daun Sereh dan Jahe Dalam Mengatasi Morning
Sickness Pada Ibu Hamil TM I di Klinik Bidan Mariana. Dan pada nilai df = 21 maka besar t tabelnya adalah 2,08 dan nilai t hitung 17,415 maka Ho ditolak dan Ha diterima (t hitung > t tabel) Artinya rata-rata Morning Sickness
Sebelum dan sesudah dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe tidak sama. Dengan demikian angka terebut menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan, yaitu rata-rata Morning Sickness Sebelum dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe adalah 8,50 dan rata-rata Morning Sickness setelah dilakukan Konsumsi Daun Sereh menurun yaitu 5,18.
Tabel 5. Efektivitas Konsumsi Daun Sereh dan Jahe Dalam Mengatasi Morning Sickness Pada Ibu
Hamil TM I di Klinik Bidan Mariana Paired Sample T Test Mean Morning Sickness t df Sig.(2-tailed) Pretest Posttest 8,50 5,18 17,415 21 0,000
## PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa Frekuensi Indeks PUQE Morning Sickness Responden Di Klinik
Bidan Mariana sebelum dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe yaitu dari 22 responden penelitian didapatkan cakupan responden yang memiliki mual muntah ringan berjumlah 7 orang (31,8%), yang memiliki
mual muntah sedang berjumlah 14 orang (63,6%) dan yang memiliki mual muntah berat berjumlah 1 orang (4,5%), dengan nilai indeks PUQE terendah adalah 4 dan nilai indeks PUQE tertinggi adalah 13. Sedangkan setelah dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe didapatkan cakupan responden yang memiliki mual muntah ringan berjumlah 16 orang (72,7%),dan yang memiliki mual muntah sedang berjumlah 7 orang (27,3%), dengan nilai indeks PUQE terendah adalah 2 dan nilai indeks PUQE tertinggi adalah 10.
Kemudian untuk melihat efektivitas dan perbedaan rata-rata mual muntah sebelum dan sesudah intervensi dilakukan dengan uji T dengan syarat data parametrik atau berdistribusi normal, dengan jumlah responden sebanyak 22 orang, uji normalitas untuk data kurang dari 50 responden maka menggunakan uji shairo wilk, dan didapatkan bahwa data pretest memiliki nilai P value (Sig) yaitu 0,332 dan pada data posttes didapatkan nilai P value (Sig) yaitu 0,401, kedua data tersebut nilainya lebih besar dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya data berdistribusi normal.
Selanjutnya dengan Uji Paired sample T Test dengan ketentuan alfa (ά) = 0,05 dan jumlah responden 22 orang, didapatkan nilai P value atau Sig (2- tailed ) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 maka di simpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yakni Terdapat Efektivitas Konsumsi Daun Sereh dan Jahe Dalam Mengatasi Morning Sickness Pada Ibu Hamil TM I di Klinik Bidan Mariana. Dan pada nilai df = 21 maka besar t tabelnya adalah 2,08 dan nilai t hitung 17,415 maka Ho ditolak dan Ha diterima (t hitung > t tabel) Artinya rata-rata Morning Sickness Sebelum dan sesudah dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe tidak sama. Dengan demikian angka terebut menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yang signifikan, yaitu rata-rata Morning Sickness Sebelum dilakukan pemberian Konsumsi Daun Sereh dan Jahe adalah 8,50 dan rata-rata Morning Sickness setelah dilakukan Konsumsi Daun Sereh menurun yaitu 5,18.
Dari data diatas dapat terlihat terdapat perbedaan frekuensi sebeulm dan sesudah pemberian konsumsi daun sereh dan jahe, dimana setelah pemberian intervensi tidak terdapat lagi responden yang memiliki mual muntah dengan kategori berat dan mayoritas mual muntah turun menjadi kategori ringan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umu tahun 2016 tentang “Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Pada Ibu Hamil Trimester 1 Terhadap Morning Sikcness Di BPM Rosalina Dwi, SST Kecamatan Sukun Kabupaten Malang Tahun 2016”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 responden (80%) mengalami penurunan frekuensi mual muntah yang sebelumnya 4-9 kali sehari (sedang) menjadi 1-3 kali sehari (ringan) dan hanya ada 1 responden primigravida (20%) tidak mengalami penurunan sehari (14)
Menurut penelitian Finta (2015) tentang “Efektifitas Pemberian Serbuk Jahe ( Zingiber Officinale ) Terhadap Tingkatan Mual Muntah Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonerojo Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri Pada Tahun 2015”. Hasil penelitian penurunan mual muntah pada ibu hamil usia kehamilan 0-16 minggu sebelum dan sesudah diberikan serbuk jahe ( Zingiber officinale ) sebagian besar mengalami mual muntah sedang sebanyak 58,3% yakni 7 orang. Penurunan mual muntah pada ibu hamil usia kehamilan 0-16 minggu sebelum dan sesudah yang tidak diberi serbuk jahe ( Zingiber officinale ) sebagian besar mengalami mual muntah sebanyak 75% yakni 9 orang. Ada perbedaan pengaruh pemberian jahe terhadap penurunan derajat mual muntah pada ibu hamil usia kehamilan 0-16 minggu yang diberi serbuk jahe (15)
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu pada tahun 2017 dengan judul “Efektivitas Pemberian Jahe Hangat dalam Mengurangi Frekuensi Mual Muntah Pada Ibu Hamil Trimester 1” Hasil penelitian menunjukkan rata-rata morning sikcness sebelum diberikan minuman jahe hangat yaitu sebanyak 13 kali dan setelah diberikan menurun menjadi 3,18 kali. Hasil uji bivariabel
menggunakan desain penelitian one grup pretest-posttest dengan menggunakan analisis data menggunakan uji paired sample t-test menunjukkan bahwa minuman jahe hangat efektif dalam mengurangi morning sikcness pada ibu hamil ( p =0,000). (3).
Pada Hasil penelitian Lia Fitria juga menunjukkan keselarasan atau sejalan, yaitu pada tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Pemberian Minuman Sirup Jahe Dan Sereh
Terhadap Penurunan Keluhan Morning
Sickness ”. Hasil penelitian uji statistik menggunakan mann whitney antara pemberian sirup jahe dan sereh Dengan sampel sebanyak 20 wanita hamil usia 0-12 minggu yang mengalami morning sickness secara statistik didapatkan nilai p=0,0005 (p<0,05) yang artinya pemberian minuman sirup jahe dan sereh berpengaruh terhadap penurunan keluhan morning sickness. (14)
Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan pada tahun 2017 oleh Siti Rofi’ah mengenai efektivitas konsumsi jahe dan sereh dalam menangani morning sickness dan diperoleh Hasil penelitian menyebutkan bahwadari 13 respon didapat nilai signya 0,001 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yakni jahe sereh efektif untuk mengatasi morning sickness pada ibu trimester 1
Hal ini sesuai dengan teori bahwa Serai atau sereh merupakan salah satu jenis rumput- rumputan yang sudah sejak lama
dibudidayakan di indonesia. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa setiap 100 gr serai mengandung antioksidan, teh yang mengandung serai dapat membantu mengatasi gangguan pencernaan, sakit perut, mual muntah, masuk angin, kram usus, diare, sekaligus mencegah pembentukan gas lebih lanjut.Serai merupkan sumber vitamin yang baik, terutama vitamin A dan C. (11). Kandungan kimia di dalam sereh yang dikenal dengan wangi ( Citronella oil ), dan pada sereh terletak sifat minyak atsiri yang dihasilkannya yang mempunyai efek dapat meringankan semua jenis peradangan dan iritabilitas yang berhubungan dengan sakit dan nyeri(11).
Sedangkan Jahe merupakan tanaman rimpang yang sudah sangat terkenal di berbagai belahan dunia. Memiliki banyak manfaat dan dapat dikonsumsi baik secara segar maupun diolah Berbagai manfaat yang terkandung dalam jahe disebabkan adanya kandungan berbagai senyawa aktif, seperti minyak asiri , zingiberena (zingerona ), zingiberol , kamfena, limonin, bisabolena, kurkumen, gingerol, filandrena, dan resin pahit. Kandungan senyawa kimia lain dalam jahe,yakni senyawa flavonoid, fenolik utama, asam organik alkaloid, dan terpenoid(15). Menurut Vutyavanich (2001 dalam Tiran, 2008) bahwa jahe merupakan pengobatan yang efektif untuk meredakan mual muntah dalam kehamilan. Jenis penyakit yang dapat diatasi dengan jahe antara lain: sakit kepala, pusing- pusing, penambah nafsu makan, dan muntah- muntah. Kandungan kimia di dalam jahe yang dapat mengatasi mual muntah diantaranya yaitu minyak atsiri yang mempunyai efek menyegarkan dan menghasilkan aroma sehingga memblokir reflek muntah (15).
Secara psikologis, mual dan muntah selama kehamilan mempengaruhi lebih dari 80% wanita hamil serta menimbulkan efek yang signifikan terhadap quality oflife .
Sebagian ibu hamil merasakan mual dan muntah merupakan hal yang biasa terjadi selama kehamilan. Sebagian lagi merasakan sebagai sesuatu yang tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari(9).
Mual dan muntah pada kehamilan biasanya bersifat ringan dan merupakan kondisi yang dapat dikontrol sesuai dengan kondisi ibu hamil. Kondisi tersebut kadang berhenti pada trimester pertama, namun pengaruhnya dapat menimbulkan gangguan nutrisi, dehidrasi, kelemahan, penurunan berat badan, serta ketidakseimbangan elektrolit, bila tidak ditangani mual muntah ini akan bertambah berat menjadi Hiperemesis
Gravidarum. Mengatasi mual muntah selama masa kehamilan dapat dilakukan melalui tindakan farmakologi maupun non farmakologi. Tindakan non farmakologi yang biasa disarankan oleh tenaga kesehatan seperti
menganjurkan ibu hamil untuk mengkonsumsi jahe dalam bentuk teh jahe, teknik relaksasi, dan aromaterapi(10).
Menurut asumsi peneliti dengan dilakukan pemberian konsumsi sereh dan jahe pada Ibu Hamil umumnya dapat efektif menurunkan mual muntah dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan pada 22 ibu hamil TM I di Klinik Bidan Mariana, yaitu didapatkan hasil peneltian terhadap responden setelah mengkonsumsi sereh dan jahe hijau cakupan Mual Muntah nya mayoritas menjadi menurun atau Ringan, hal tersebut menunjukkan tidak terdapat responden yang memiliki Mual Muntah meningkat ataupun tetap setelah dilakukan pemberian sari kacang hijau. Sehingga pada kombinasi sereh dan jahe sangat efektif bagi penurunan mual muntah pada ibu hamil karena kandungannya yang sangat bermanfaat serta aman dikonsumsi karena tidak tercampur bahan kimia. Melainkan termasuk jamu/herbal alami untuk mengatasi kondisi mual muntah ibu yang mengganggu.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas konsumsi daun sereh dan jahe dalam mengatasi morning sickness pada ibu hamil TM I di Klinik Bidan Mariana Am.Keb Desa Ubar Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2020 dengan uji T Paired sample’s Test dan ketentuan alfa (ά) = 0,05 ,jumlah responden 22 orang, didapatkan nilai P value atau Sig (2- tailed ) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05.
## SARAN
Disarankan kepada Klinik Bidan Mariana Untuk memberikan penyuluhan
mengenai Morning Sickness dan melakukan Kebijakan atau pelayanan baru guna penyusunan program Pelaksanaan mengatasi mual muntah dengan pemberian konsumsi daun sereh dan jahe sehingga Morning Sickness pada ibu hamil mengingat adanya
pengaruh yang positif dari pemberian intervensi tersebut terhadap penurunan mual muntah.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Bartini. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Normal. Yogyakarta: Nuha Medika; 2016.
2. Bandiyah S. Kehamilan, Persalinan dan Gangguan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2019.
3. Putri AD. Efektifitas Pemberian Jahe Hangat dalam Mengurangi Frekuensi Mual Muntah pada Ibu Hamil Trimester I. Pros Semin Nas IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehat dalam Pelaks SDGs.”
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan; 2017;99–105.
4. Asrinah D. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2019.
5. Organization WH. Maternal mortality [Internet]. 2019 [cited 2020 Aug 20]. Available from: https://www.who.int/en/news-room/fact- sheets/detail/maternal-mortality
6. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta; 2019.
7. Dinkes Sumatera Utara. Profil Kesehantan Sumatera Utara Tahun 2015. Medan; 2016.
8. Dinkes Sumatera Utara. Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2018. Medan; 2019.
9. Rofi’ah S. Efektivitas Konsumsi Jahe Dan
Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness. J Ilm Bidan. 2017;2(2):57–63. 10. Ardani A. Perbandingan Efektifitas Pemberian Terapi Minuman Jahe dengan Minuman Kapulaga Terhadap Morning Sickness pada Ibu Hamil Trimester I di Keluarahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Semarang STIKES
Ngudi Waluyo Ung. 2013;
11. Astawan. Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur. Jakarta: PT.Gramedia;
2020.
12. Fitria R. Efektifitas Jahe untuk menurunkan Mual Muntah pada Kehamilan Trimester I. J Matern
Neonatal. 2013;1(2):55–66.
13. Wulandari DA, Kustriyanti D, Aisyah R. Minuman Jahe Hangat untuk Mengurangi Emesis Gravidarum pada Ibu Hamil di Puskesmas Nalumsari Jepara. J SMART
Kebidanan. 2019;6(1):42–7.
14. Fitria L. Pengaruh Pemberian Minuman
Sirup Jahe Emprit Terhadap Penurunan Keluhan Emesis Gravidarum. OKSITOSIN J Ilm Kebidanan.
2018;5(2):108–12.
15. Prapti U. The Miracle of Herbs. Jakarta:
PT. Agromedia Pustaka; 2014.
|
7301d03c-2753-426b-a226-d1b381992827 | https://stia-binataruna.e-journal.id/PUBLIK/article/download/994/458 | Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 235
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat ISSN: 2008-1894 (Offline) Universitas Bina Taruna Gorontalo ISSN: 2715-9671 (Online)
## KESIAPAN SUMBER DAYA MANUSIA DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN KOTA PALEMBANG DALAM MENGHADAPI TRANSFORMASI DIGITAL
Desti Eka Saputri 1 , Dina Mellita 2
Universitas Binadarma Palembang [email protected] , [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi transformasi digital. Metode yang digunakan adalah kuantitatif, objek penelitian pegawai Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang sebanyak 94 orang pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampel jenuh, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara keseluruhan dari jumlah populasi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini Regresi logistik yang merupakan jenis analisis regresi yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, dengan variabel dependen (Y) yang diasumsikan berupa kualitatif biner/memiliki dua kategori. Teknik analisis data dilakukan dengan SPSS versi 20. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik biner didapati faktor-faktor signifikan terhadap kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi transformasi digital adalah umur, lama kerja, kepribadian, dan keterampilan. Sedangkan faktor yang tidak didapati signifikan terhadap kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapai transformasi digital adalah inovasi & optimis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi bacaan, sehingga meningkatkan pengetahuan mengenai proses transformasi digital.
Kata kunci: Kesiapan Sumber Daya Manusia, Transformasi Digital
## ABSTRACT
This research aims to test the readiness of human resources in facing digital transformation. The method used is quantitative, the object of research is employees of the Palembang City Library and Archives Service. The respondents in this research were 94 employees of the Palembang City Library and Archives Service, collecting data using a questionnaire. Sampling in this study used a saturated sampling technique, namely sampling carried out as a whole from the total population. The analysis technique used in this research is logistic regression, which is a type of regression analysis used to describe the relationship between independent variables and dependent variables, with the dependent variable (Y) being assumed to be binary qualitative/having two categories. The data analysis technique was carried out using SPSS version 20. Based on the results of the binary logistic regression analysis, it was found that significant factors in the readiness of human resources in facing digital transformation were age, length of work, personality and skills. Meanwhile, factors that were not found to be significant in the readiness of human resources in facing digital transformation were innovation & optimism. It is hoped that this research can add information and reading references,
PUBLIK: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
Volume 11 Nomor 1, 2024
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 236
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat ISSN: 2008-1894 (Offline) Universitas Bina Taruna Gorontalo ISSN: 2715-9671 (Online)
thereby increasing knowledge about the digital transformation process. Keywords: Readiness of Human Resources, Digital Transformation .
## PENDAHULUAN
Saat ini di dunia, pertukaran informasi dan keterbatasan komunikasi seperti jarak dan waktu sudah tidak ada lagi. Dimanapun dan kapanpun berbagai macam perangkat teknologi dapat digunakan untuk mengakses informasi. Indonesia sudah memasuki era 4.0 dimana perubahan berhubungan dengan digitalisasi. Munculnya revolusi industri 4.0 akan banyak teknologi membantu pekerjaan-pekerjaan manusia untuk meningkatkan produksi di dalam perusahaan, serta dapat mempercepat proses pekerjaan dan memaksimalkan jam dalam bekerja (Relani & Nur Hidayat, 2019)
Perkembangan teknologi dan informasi begitu pesat sehingga membawa dunia pada perubahan dimana era ini ditandai dengan melimpahnya data dan informasi. Untuk membantu organisasi dalam mendapatkan tujuan yang diharapkan, pemanfaatan dalam bidang teknologi informasi di berbagai bidang sangat dibutuhkan. Transfomasi digital tidak hanya dilakukan di organisasi swasta saja, tetapi pemerintahan juga melakukan transformasi digital untuk upaya peningkatan kinerja kepada masyarakat.
Teknologi yang ada dan semakin berkembang saat ini, serta munculnya berbagai sistem digital dapat menjadi peluang bagi pemerintah dalam meningkatkan pelayanan. Pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan atas barang, jasa atau pelayanan administrasi sebagaimana definisi pada Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Teknologi digital dapat memudahkan pemerintah maupun masyarakat dalam menjalankan proses pelayanan umum. Transformasi digital sudah berubah dari merupakan sebuah kesempatan teknologi menjadi suatu keharusan yang mutlak untuk mengelola kebutuhan dan harapan penduduk dunia yang terus berkembang (Putri & Hariyanti, 2022).
Atas tantangan global dan harapan masyarakat pemerintah dituntut tanggap dalam perubahan dan kemajuan terutama di bidang teknologi. Dunia telah berubah dimana aktivitas dilakukan dengan memanfaatkaan teknologi digital. Saat ini semakin lama masyarakat semakin pintar dan terinformasi dengan baik sehingga masyarakat ada kecenderungan menuntut lebih atas layanan publik.
Upaya menciptakan tata pemerintahan yang efektif, penggunaan teknologi harus menjadi landasan utama dalam memberikan pelayanan publik, mempermudah saling berbagi kebijakan, dan juga dalam melakukan reformasi birokrasi (Kusuma, 2022). Dalam upaya untuk beradaptasi dengan era pembangunan yang sedang berlangsung, instansi pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah kota membutuhkan perkuatan kapasitas sumber daya manusia. Pembangunan kapasitas SDM aparatur sangat diperlukan oleh organisasi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah (Arum, 2023).
PUBLIK: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
Volume 11 Nomor 1, 2024
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 237
Pengembangan SDM ialah salah satu metode yang dicoba oleh organisasi/ industri buat menjadikan sumber daya manusia menjadi individu yang unggul serta kompetitif. Maka untuk mencapai tujuan dari konsep tersebut dibutuhkan sebuah pelatihan. Adapun tujuan dari pengembangan tersebut dapat di tinjau dari dua sisi yaitu sisi perusahaan dan sisi karyawan sebagai sumber daya manusia. (Haratua, 2023).
Penelitian ini akan dilakukan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang yang merupakan salah satu organisasi pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang perpustakaan dan kearsipan yang berdiri pada tahun 2000 dengan nama awal BARPUSDOK (Badan arsip, Perpustakaan Kota Palembang) kemudian pada tahun 2017 diubah nama menjadi DISKARPUS (Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Palembang) dan diubah lagi pada tahun 2023 dengan nama DISPUSIP (Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang). Sebagai instansi pemerintah, tugas pokok organisasi ini adalah melaksanakan program dan kegiatan di bidang perpustakaan dan kearsipan serta beberapa kegiatan yang tercantum dalam peraturan Perwali No.51 tahun 2009 tentang kedudukan, penyelenggaraan, dan susunan organisasi perangkat daerah. Berdasarkan hal tersebut Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang telah mengembangkan visi dan misi yang diharapkan dapat berperan penting dalam dinamika perubahan startegis menuju masa depan yang lebih cerah dengan tetap memenuhi tugas pokok dan fungsinya.
Transformasi digital adalah salah satu yang dibutuhkan dalam memajukan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dengan dilakukannya transformasi digital, sistem dan koleksi yang ada dalam Dinas Perpustakaan dan Kearsipan semakin terjaga dan terlestarikan. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan telah menggunakan teknologi digital sebagai sarana untuk meningkatkan proses operasional yang ada sehingga menjadi lebih efektif. Kurangnya kemampuan pegawai terhadap teknologi digital masih terlihat dari kesulitan menggunakan teknologi digital, hal ini berkaitan dengan adanya pegawai yang masih belum memahami penggunaan aplikasi untuk menunjang pekerjaan menjadi lebih efisien, sehingga pegawai lain harus membantu dan mengakibatkan pekerjaan tidak selesai dengan tepat waktu. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Fanila Kasmita Kusuma (2022)
menyatakan bahwa organisasi masih perlu melakukan evaluasi untuk menilai pengembangan kompetensi kesiapan ASN sudah sesuai atau tidak dan juga mengukur manfaat program pengembangan terhadap peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Transformasi Digital terkait dengan kompetensi sumber daya manusia yang terdiri dari tiga komponen yaitu keterampilan, kepribadian, dan pengetahuan (Zhaviery et al., 2019). Ketiga komponen ini menjadi penentu bagi setiap pegawai atau sumber daya manusia untuk dapat mendukung pelaksanaan pekerjaan dan kegiatannya di era yang serba cepat dan digital ini. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan membutuhkan sumber daya manusia yang siap dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks seperti digitalisasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa digitalisai dan globalisasi menuntut ASN untuk menerima, tetapi juga beradaptasi dan mengikuti perubahan ke arah yang positif.
PUBLIK: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
Volume 11 Nomor 1, 2024
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 238
Dari latar belakang tersebut peneliti ingin meniliti lebih jauh lagi apakah sumber daya manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan siap dalam menghadapi tarnsformasi digital.
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian kuantitatif, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data skunder, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, kuesioner dan dokumentasi, dan teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji instrument dengan melakukan uji validitas data dan uji reliabilitas data. Kemudian uji analisis data dilakukan dengan analisis regresi berganda, analisis koefisien korelasi dan analisis koefisien determinasi. Kemudian, uji hipotesis yang terdiri dari uji T dan uji F. Tempat penelitian dalam peneltitian ini yaitu Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang dan waktu peneltian 12 Juni 2023.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis statistik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik binary. Pengujian model berdasarkan data yang akan disajikan menggunakan alat pengolahan data Microsoft excel dan Statistical Package For Social Science (SPSS) Versi 20.
## Output Variabel Regresi Logistik
Output variabel digunakan untuk melihat dari masing-masing variabel independen yang terdiri dari umur, lama kerja, kepribadian, keterampilan, dan inovasi optimis terhadap kesiapan sumber daya manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang dalam Menghadapai Transformasi Digital.
Tabel 4.4 Uji Output Variables
Berdasarkan output dari Variabel dalam Persamaan, model awal regresi logistik biner adalah sebagai berikut :
= -3,355 -0,217 umur +0,311 lamakerja -1,065 kepribadian
+1,156 keterampilan -0,245 inovasi&optimis + e Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1 a Umur -,217 ,099 4,804 1 ,028 ,805 LamaKerja ,311 ,133 5,502 1 ,019 1,365 Kepribadian -1,065 ,459 5,373 1 ,020 ,345 Keterampilan 1,156 ,433 7,140 1 ,008 3,177 InovasiOptimis -,245 ,298 ,678 1 ,410 ,783 Constant -3,355 13,258 ,064 1 ,800 ,035
a. Variable(s) entered on step 1: Umur, LamaKerja, Kepribadian, Keterampilan,
InovasiOptimis.
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 20
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 239
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat ISSN: 2008-1894 (Offline) Universitas Bina Taruna Gorontalo ISSN: 2715-9671 (Online)
## Hasil Uji Simultan (Ratio Likelihood Test)
Uji Simultan dilakukan dengan tujuan untuk melihat kesiapan variabel prediktor secara keseluruhan terhadap variabel respon dengan menggunakan bantuan software maka diperoleh hasil seperti pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Ratio Likelihood Test Iteration History a,b,c Iteration -2 Log likelihood Coefficients Constant Step 0 1 80,010 1,294 2 79,224 1,523 3 79,220 1,540 4 79,220 1,540 a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 79,220
b. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dengan SPSS 20
Hasil Uji Likelihood ratio menunjukkan bahwa nilai log likelihood pada tabel 4.5 adalah G = 79,220. Dengan menggunakan α = 5%, maka diperoleh X 2 (84, 0.05) = 106,394, karena G < X 2 maka H 0 diterima yang artinya terdapat minimal satu variabel independen tidak siap terhadap variabel dependen.
Koefisien Determinasi ( Pseudo R Square Result )
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada Negelkerke R Square . Nilai Negelkerke R Square dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi
Diketahui nilai Negelkerke R Square adalah sebesar 0,406 yang berarti 40,6% kesiapan pegawai dalam menghadapi transformasi digital dipengaruhi oleh faktor demografis seperti umur & lama kerja, dan kompetensi sdm seperti kepribadian, keterampilan, inovasi & optimis.
Model Summary Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 1 55,172 a ,246 ,406
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.
Sumber: out put spss versi 20
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 240
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat ISSN: 2008-1894 (Offline) Universitas Bina Taruna Gorontalo ISSN: 2715-9671 (Online)
## Omnibus Test of Model Coefficients
Omnibus tes of model coefficients digunakan untuk melihat pengaruh ketika menambahkan variabel independen ke model.
a. Apabila uji Omnibust Test of Model Coefficients memberikan hasil (p-value) < 0,05 (nilai sig) maka model regresi dinyatakan baik dan bisa lanjut ke proses berikutnya.
b. Apabila uji Omnibust Test of Model Coefficients memberikan hasil (p-value) > 0,05 (nilai sig) maka model regresi dinyatakan kurang baik sehingga tidak bisa lanjut ke proses berikutnya.
Tabel 4.7 Omnibus Test of Model Coefficient
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS 20
Berdasarkan hasil uji Omnibus Test of Model Coefficients diperoleh niali p-value sebesar 0,00 dimana nilai p-value lebih kecil dari pada nilai sig (0,00 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi ketika ditambahkan variabel independen dinyatakan baik.
## Goodness Of Fit Test (Hosmer and Lemeshow Test)
Untuk melihat apakah data empiris sesuai dengan model sehingga model dapat dikatakan fit, kecocokan atau kelayakan model regresi secara keseluruhan dalam hal ini digunakan uji Hosmer and Lemeshow’s tes dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika nilai Hosmer and Lemeshow 0,05 artinya ada perbedaan signifikan antara model dengan observasinya sehingga goodness fit tidak baik, karena model tidak dapat memprediksikan nilai observasinya.
b. Jika nilai Hosmer and Lemeshow > 0,05 artinya model mampu memprediksikan nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya.
Tabel 4.8 Menguji Kelayakan Model
Sumber: out put spss versi 20
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig. Step 1 Step 24,048 5 ,000 Block 24,048 5 ,000 Model 24,048 5 ,000 Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig. 1 6,607 7 ,471
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 241
Pada tabel 4.7 menunjukkan nilai Chi-square sebesar 6,607 dengan signifikan (p) sebesar 0,471. Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka model dapat disimpulkan mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya
HASIL PEMBAHASAN
Kesiapan Umur Dalam Menghadapi Transformasi Digital
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel umur memiliki tanda negatif pada koefisien dengan nilai exp (b) sebesar 0,805 sehingga disimpulkan peluang sdm dalam menghadapi transformasi digital cenderung menurun sebanyak 0,805 kali seiring bertambahnya umur. Nilai wald pada variabel umur sebesar 4,804 dengan p-value sebesar 0,028. Dari hasil tersebut diketahui bahwa signifikansi variabel umur lebih kecil dari tingkat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5% (0,028 < 0,05).
Dengan demikian maka variabel umur tidak siap secara parsial terhadap kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi tarnsformasi digital. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Paramita, 2023) bahwa faktor demografi khususnya usia berpengaruh terhadap transformasi digital. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pegawai usia produktif lebih besar dibandingkan usia nonproduktif. Pada pegawai usia produktif dapat dengan mudah mengakses informasi dengan efektif dan efisien yang tentu saja menjadi alasan yang mendorong pegawai dalam menghadapi transformasi digital.
## Kesiapan Lama Kerja Dalam Menghadapi Transformasi Digital
Berdasarkan hasil analisis data variabel lama kerja memiliki nilai exp (b) 1.365 sehingga peluang sdm dalam menghadapi transformasi digital cenderung meningkat sebanyak 1.365 kali seiring dengan pengalaman kerja yang lebih lama dalam bertugas. Nilai wald pada variabel lama kerja sebesar 5.502 dengan p-value sebesar 0,019. Dari hasil tersebut diketahui bahwa signifikansi variabel lama kerja lebih kecil dari tingkat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5% (0,019 < 0,05). Variabel lama kerja siap secara parsial serta berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan sdm dalam menghadapi transformasi digital. Hal ini dikarenakan karena pengalaman kerja dengan waktu lama dapat membentuk pegawai yang berpengalaman dan dapat beradaptasi dengan perubahan, salah satunya penggunaan teknologi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Bancin, 2022) pekerjaan juga dipengaruhi oleh pengalaman keja sebab semakin banyak pengalaman yang dimiliki seorang pegawai dalam bekerja, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh yang dapat meningkatkan performanya. Teknologi digital dianggap sebagai instrumen utama bagi organisasi atau perusahaan dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Oleh karena itu, pengalaman digital karyawan sangat dibutuhkan organisasi atau perusahaan itu sendiri (Wijayanti, 2021).
## Kesiapan Kepribadian Dalam Menghadapi Transformasi Digital
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel kepribadian memiliki tanda negatif pada koefisien dengan nilai exp (b) sebesar 0,345
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 242
sehingga disimpulkan peluang sdm dalam menghadapi transformasi digital cenderung menurun sebanyak 0,345 kali seiring berubahnya kepribadian. Nilai wald pada variabel kepribadian sebesar 5.373 dengan p-value sebesar 0,020. Dari hasil tersebut diketahui bahwa signifikansi variabel kepribadian lebih kecil dar i tingkat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5% (0,020 < 0,05). Dengan demikian maka variabel kepribadian tidak siap secara parsial terhadap kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi tarnsformasi digital.
Karakteristik kepribadian sangat penting untuk keberhasilan dalam transformasi digital. Mindset atau pola pikir yang dimiliki seorang pegawai bukan tentang keterampilan akan digital, seperti bahasa pemrograman atau pengetahuan software, melainkan merupakan rangkuman ciri-ciri kepribadian yang relevan untuk transformasi digital dan dapat diubah dalam jangka panjang. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Bancin, 2022) yang mengatakan bahwa kepribadian merupakan salah satu dari kompetensi sdm yang mempengaruhi kesiapan sdm dalam transformasi digital, dengan pentingnya memperhatikan kompetensi sdm maka kinerja pegawai akan terus meningkat optimal.
## Kesiapan Keterampilan Dalam Menghadapi Transformasi Digital
Berdasarkan hasil analisis data variabel keterampilan memiliki nilai exp (b) 3.177 sehingga peluang sdm dalam menghadapi transformasi digital cenderung meningkat sebanyak 3.177 kali seiring dengan meningkatnya keterampilan yang dimiliki. Nilai wald pada variabel keterampilan sebesar 7.140 dengan p-value sebesar 0,008. Dari hasil tersebut diketahui bahwa signifikansi variabel keterampilan lebih kecil dari tingkat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5% (0,008 < 0,05). Variabel keterampilan siap secara parsial serta berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesiapan sdm dalam menghadapi transformasi digital. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Abdurokhim, 2020) mengatakan bahwa keterampilan harus ada serta dimiliki setiap elemen dalam organisasi untuk mencapai tujuan transformasi digital.
Hal ini dikarenakan karena keterampilan literasi digital adalah keahlian sumber daya manusia untuk menguasai teknologi dan menggunakan teknologi tersebut dengan efisien. Sumber daya manusia harus siap untuk memanfaatkan teknologi dengan efisien dan mahir dalam menggunakan aplikasi dan perangkat lunak yang relevan dengan pekerjaan mereka (Fajriyani et al., 2023).
## Kesiapan Inovasi & Optimis Dalam Menghadapi Transformasi Digital
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel inovasi optimis memiliki tanda negatif pada koefisien dengan nilai exp (b) sebesar 0,783 sehingga disimpulkan peluang sdm dalam menghadapi transformasi digital cenderung menurun sebanyak 0,783 kali seiring dengan rendahnya sifat inovatif optimis yang dimiliki. Nilai wald pada variabel inovasi optimis sebesar 0,678 dengan p-value sebesar 0,410. Dari hasil tersebut diketahui bahwa signifikansi variabel inovasi optimis lebih besar dari tingkat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5% (0,410 > 0,05). Dengan demikian maka variabel inovasi optimis tidak siap secara parsial terhadap kesiapan sdm dalam menghadapi transformasi digital.
PUBLIK: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
Volume 11 Nomor 1, 2024
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 243
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Napitupulu, 2017) faktor inovasi secara umum sdm memiliki keyakinan yang rendah untuk menjadi yang pertama atau terdepan dalam menghadapi transsformasi digital. Namun bertolak belakang dengan faktor optimis yang secara umum sdm mempunyai keyakinan terhadap pemanfaatan transformasi digital dapat meningkatkan produktivitas pegawai.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa variabel umur, lama kerja, kepribadian, dan keterampilan memiliki nilai signifikan dibawah 5%. Oleh karena itu, keempat variabel paling valid dalam merumuskan model regresi logistik biner untuk kesiapan sumber daya manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dalam Menghadapi Transformasi Digital. Dengan demikian, dapat ditulis ulang model baru untuk mengidentifikasikan kesiapan sumber daya manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dalam Menghadapi Transformasi Digital sebagai berikut :
Menjadi
## SIMPULAN
Pada bagian bab sebelumnya telah dijelaskan tentang Kesiapan Sumber Daya Manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang Dalam Menghadapi Transformasi Digital.
1. Model regresi logistik biner dari Kesiapan Sumber Daya Manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang Dalam Menghadapi Transformasi Digital adalah sebagai berikut:
2. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik biner didapati faktor-faktor signifikan terhadap kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi transformasi digital adalah umur, lama kerja, kepribadian, dan keterampilan.
Untuk itu, disarankan sebagai berikut: (1) Bagi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kesiapan sumber daya manusia Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang dalam menghadapi transformasi digital. Oleh karena itu disarankan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Palembang lebih mengimplementasikan teknologi dalam alur kerja organisasi sehingga membantu mempercepat proses
PUBLIK: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
Volume 11 Nomor 1, 2024
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 244
pekerjaan dan menyederhanakan proses operasional yang ada sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. (2) Bagi Peneliti Selanjutnya, dalam penelitian ini dianalisis bagaimana kesiapan sdm dalam menghadapi transformasi digital. Peneliti yang akan datang dapat melihat faktor internal yang lebih mendalam, seperti umur, lama kerja, kepribadian, keterampilan, inovasi & optimis. Penelitian selanjutnya disarankan dapat menambah atau menggunakan variabel lain yang dapat mempengaruhi kesiapan sumber daya manusia.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdurokhim, A. (2020). Mengembangkan Keterampilan Organisasi Dalam Menghadapi Digital Transformation . 4 (11), 1–11.
Arum T, R, Palupi, D. A P (2023) Pengaruh Disiplin Kerja, Pengembangan Karir Dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus: Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Man Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik Volume 10 Nomor 3, 2023
Bancin, B. (2022). Pengaruh Kompetensi, Transformas Digital Dan Pembaruan Keterampilan Terhadap Kinerja PegawaiPada Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya DanTata Ruang Provinsi Sumatera Utara. Tesis Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara . http://repository.umsu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20339/TESIS BIASNA BR BANCIN-2020030041.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Fajriyani, D., Fauzi, A., Kurniawati, M. D., Yudo, A., & Dewo, P. (2023). Tantangan Kompetensi SDM dalam Menghadapi Era Digital ( Literatur Review ) . 4 (6), 1004–1013.
Haratua, Thilal, D r, Cahyani, D W (2023 Analisis Pengembangan Sumber Daya Manusia (Studi Kasus Pada Perusahaan Pt. Rahardja Ekalancar). Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Adminsitrasi dan Pelayanan Publik, Volume 10 Nomor 3, 2023
Kurniati, L., & Kusumawati, R. (2021). Analisis Pembelajaran Daring Berdasarkan Technology Readiness Index 2.0 Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Ivet. RANGE: Jurnal Pendidikan Matematika ,
3 (1), 28–36. https://doi.org/10.32938/jpm.v3i1.1263
Kusuma, F. K. (2022). Kesiapan Dan Tantangan Aparatur Sipil Negara Dalam Menghadapi Perkembangan Tekhnologi Guna Mempercepat
Pembangunan Berkelanjutan Di Era Revolusi Digital Society 5.0. Jurnal Ilmiah Indonesia , 7 (1), 732–739.
Napitupulu, D. B. (2017). Clustering SMEs Based on Technology Readiness using K-Means Algorithm. Jurnal Penelitian Pos Dan Informatika , 7 (2), 97. https://doi.org/10.17933/jppi.2017.070202
Pangandaheng, F., Maramis, J. B., Saerang, D. P. E., Dotulong, L. O. H., & Soepeno, D. (2022). Transformasi Digital: Sebuah Tinjauan Literatur Pada Sektor Bisnis Dan Pemerintah. Jurnal EMBA : Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi , 10 (2), 1106–1115. https://doi.org/10.35794/emba.v10i2.41388
Panggabean, A N. (2021). Pengalaman Digital Karyawan Terhadap Peningkatan
Desti Eka Saputri, Cs: Kesiapan Sumber Daya Manusia …. Page. 245
Efektivitas Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid-19 .
https://osf.io/preprints/7ed4a/%0Ahttps://osf.io/7ed4a/download Paramita, A. (2023). Determinan transformasi digital UMKM di Kota Makassar. Economics and Digital Business Review , 4 (1), 287–290. Putri, O. A., & Hariyanti, S. (2022). Review Artikel: Transformasi Digital Dalam Bisnis Dan Manajemen. Proceedings of Islamic Economics … , 1 (1). https://jurnalfebi.iainkediri.ac.id/index.php/proceedings/article/view/229% 0Ahttps://jurnalfebi.iainkediri.ac.id/index.php/proceedings/article/downloa d/229/176
Relani, I., & Nur Hidayat, E. (2019). Pengaruh Revolusi Industri 4.0 Terhadap Online Service Terminal Petikemas Koja Jakarta. Majalah Ilmiah Gema Maritim , 21 (2), 120–128. https://doi.org/10.37612/gema-maritim.v21i2.28 Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D . Bandung, Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Wijayanti, Zandra Dwanita Widodo, K. D. (2021). Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pada Industri Kreatif Sablon (Zee Screenprinting) Karanganyar Di Masa Pandemi Covid-19. Publik : Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Administrasi Dan Pelayanan Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo, VIII, 58–66.
Zhaviery, H. F., Anisah, H. U., & Faidah, A. N. (2019). Pengaruh Kepribadian Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Umkm Sasirangan Di Kota Banjarmasi. Jurnal Sains Manajemen Dan Kewirausahaan (JSMK) , 3 (1), 35–41. http://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jsmk
.
|
dd7806d0-f9db-43d3-b1d4-6bdcfb1e0862 | https://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/download/6305/4850 | Pertumbuhan Kayu Putih ( Melaleuca leucadendron Linn.) dan Longkida ( Nauclea orientalis Linn.) pada Kondisi Tergenang Air Asam Tambang
Growth of Cajuput ( Melaleuca leucadendron Linn. ) and Longkida (Nauclea orientalis Linn.) in Flooded Condition of Acid Mine Water
Miftahul Mawaddah 1 , Irdika Mansur 1 , dan Lana Saria 2
1 Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB
2 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI
## ABSTRACT
Coal mining in Indonesia mostly are conducted using open pit mining system. The method causing exposure of mineral sulphide and triggered the production of acid mine drainage ( AMD ) when oxidized by O 2 and met with water. The problem is encountered by most companies engaged in the coal mining, including PT. Mandiri Intiperkasa. An effort for handling the AMD has been done by establishment of settling pond that was planted with tifa grass ( Typha angustifolia ) . The grass has been khown for its ability to neutralize pH and at the same time absorb heavy metals. However, in term of a long term use of the so called wetland area, it is regarded as non-productive approach. Therefore, it need to sought types of commercial trees species that could survive and grow productively in wetland area to treat the AMD.
Treatments were as follows: a. a combination of species of tifa grass and cajuput ( Melaleuca leucadendron Linn. ) ; b. tifa and longkida (Nauclea orientalis Linn.), and c. tifa only. Seedlings were observed for four weeks. Variables observed were: diameter growth, high growth, pH of the AMD, the weight of dried plants, the ratio (apa?), the roots and shoot nutrient analyses, and analysis of mud. The increase in the pH of AMD occurs every week on each unit test. Both types either cajuput and longkida able to survive and grow well for four weeks in the wetland flooded with AMD.
Keywords : Cajuput, Longkida, Typha angustifolia, mine acid water.
## PENDAHULUAN
Di Indonesia, sebagian besar penambangan batubara dilakukan dengan sistem terbuka ( open pit mining ). Widyati (2006) menyatakan bahwa permasalahan yang paling berat akibat penambangan terbuka adalah tereksposnya lapisan batuan yang tersusun atas senyawa sulfida, misalnya pirit, markasit, dan kalkopirit. Lapisan yang tersingkap ini akan teroksidasi sehingga melepaskan ion sulfat dan ion hidrogen yang dapat menurunkan pH air dan tanah. Peristiwa oksidasi ini menghasilkan air yang bersifat asam atau lebih dikenal dengan sebutan Air Asam Tambang (AAT).
PT. Mandiri Intiperkasa adalah salah satu dari sekian banyak perusahaan pertambangan batubara yang memiliki permasalahan dengan air asam tambang. Penanganan yang telah dilakukan adalah dengan pembuatan settling pond atau kolam pengendapan. Akan tetapi, penanganan dengan cara ini dirasa masih belum efektif dikarenakan pemanfaatan lahan yang kurang maksimal, sebab hanya ditanami dengan jenis rumput, yaitu rumput Typha sp. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan produktivitas lahan, dilakukan pencarian terhadap jenis-jenis pohon yang tahan genangan air asam tambang serta mampu meningkatkan pH air asam tambang tersebut.
Handayani (2011) menyatakan bahwa kayu putih ( Melaleuca leucadendron ) dan longkida ( Nauclea orientalis ) merupakan jenis tanaman yang paling tahan terhadap genangan. Oleh karenanya, kedua jenis tanaman itu juga yang dipilih dalam penelitian ini, namun pada kondisi genangan yang berbeda, yaitu genangan air asam tambang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh air asam tambang terhadap pertumbuhan kayu putih dan longkida, serta mengetahui ada tidaknya pengaruh kayu putih dan longkida terhadap peningkatan pH air asam tambang.
## BAHAN DAN METODE
## 1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di persemaian milik PT Mandiri Intiperkasa Site Krassi Kecamatan Sembakung Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. Waktu penelitian dimulai dari Mei hingga Juli 2011.
## 2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: bak berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m sebanyak 9 buah, mistar, jangka sorong, dan pH meter digital, sedangkan bahan yang digunakan adalah air asam tambang batubara, 27 bibit kayu putih berumur ± 3 bulan, 27
JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 71 – 75 ISSN: 2086-8227
bibit longkida berumur ± 8 bulan, dan 144 bibit rumput tifa, serta lumpur atau endapan settling pond sebagai media tanam.
3. Tahapan Penelitian
## Penyiapan Bibit
Bibit longkida yang digunakan memiliki ukuran tinggi ± 1 m dan kayu putih berukuran ± 30 cm. Kedua bibit, baik kayu putih maupun longkida berasal dari benih yang disemai. Benih kayu putih berasal dari Kalimantan, sedangkan benih longkida diperoleh dari Kendari, Sulawesi Tenggara.
## Pengemasan Bibit
Pengemasan bibit perlu dilakukan untuk keperluan pengiriman. Hal ini dikarenakan jarak antara lokasi penelitian dengan tempat pembibitan yang cukup jauh. Pembibitan dilakukan di rumah kaca Bagian Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Bogor, sementara lokasi penelitian bertempat di persemaian milik PT. MIP Kalimantan Timur. Sebelum dikemas, akar tanaman kayu putih dan longkida dibersihkan dari media tanamnya, sehingga akar tersebut benar-benar berada dalam kondisi telanjang. Hal ini dilakukan guna mengurangi berat saat sudah dikemas dan efisiensi biaya pengiriman. Selanjutnya, kedua bibit tanaman tersebut dibungkus plastik secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kotak berukuran 1 x 0,5 x 0,2 m.
## Aklimatisasi Bibit
Proses pengiriman bibit hingga sampai di lokasi penelitian membutuhkan waktu ± 5 hari. Sesampainya di lokasi penelitian, bibit kayu putih dan longkida dipindahkan ke dalam polybag. Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Penambahan pasir tidak diperlukan lagi karena kondisi tanah yang sudah mengandung pasiran. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman rutin setiap hari selama ± 6 minggu untuk proses aklimatisasi bibit. Namun, selama pemeliharaan, bibit kayu putih tidak dapat bertahan dan mati. Oleh karena itu, kebutuhan bibit kayu putih diganti dengan bibit yang sudah ada milik persemaian PT. MIP, tetap dengan jenis yang sama.
## Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan berupa lumpur atau endapan settling pond yang ditempatkan dalam bak berukuran 1 m x 1 m x 0,5 m. Lumpur tersebut dimasukkan ke dalam bak dengan ketinggian 20 cm dari dasar bak.
## Penanaman
Penanaman bibit dilakukan pada bak yang sudah berisi lumpur, setelah itu digenangi dengan air asam tambang setinggi 10 cm dari permukaan lumpur. Pada perlakuan pertama, yaitu bak yang ditanami kayu putih dan rumput tifa, antar bibit kayu putih ditanam dengan jarak 30 cm x 30 cm, sedangkan penanaman rumput tifa dilakukan di sela-sela bibit kayu putih. Pada perlakuan kedua, yaitu bak yang ditanami longkida dan rumput
tifa, antar bibit longkida juga ditanam dengan jarak 30 cm x 30 cm. Sama halnya dengan perlakuan pertama, penanaman rumput tifa juga dilakukan di sela-sela bibit longkida. Adapun yang berperan sebagai kontrol adalah bak yang diberi perlakuan ketiga, yaitu bak yang hanya ditanami dengan rumput tifa saja.
## 4. Pengamatan dan Pengambilan Data
Peubah yang diamati ialah pertambahan diameter, pertambahan tinggi, pH air asam tambang, berat kering total, nisbah pucuk akar, analisis organ vegetatif tanaman, dan analisis lumpur.
## Diameter Bibit (mm)
Pengukuran diameter bibit dilakukan menggunakan jangka sorong dan diukur pada batang dengan ketinggian 5 cm di atas permukaan air yang sebelumnya sudah diberi penanda untuk mempermudah pengukuran selanjutnya. Pengukuran diameter bibit dilakukan sekali dalam seminggu selama satu bulan.
## Tinggi Bibit (cm)
Pengukuran tinggi bibit dimulai dari 5 cm di atas permukaan air hingga pucuk tanaman menggunakan mistar. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama satu bulan.
## Nilai pH Air Asam Tambang
Pengukuran pH air dilakukan setiap minggu selama satu bulan menggunakan pH meter digital. Alat dicelupkan ke dalam air, kemudian tombol power ditekan untuk mengaktifkan. Selanjutnya menunggu hingga angka yang ditampilkan pada layar berhenti.
## Berat Kering Tanaman (g)
Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan. Sampel tanaman dipotong menjadi dua bagian, yaitu bagian akar dan bagian pucuk (batang dan daun). Kemudian, kedua bagian tersebut dibungkus koran secara terpisah, selanjutnya dilakukan pengovenan pada suhu 60°C selama 48 jam. Setelah tercapai berat kering yang konstan, dilakukan penimbangan dan dari hasil penimbangan ini diperoleh data berat kering akar dan berat kering pucuk.
## Nisbah Pucuk Akar
Nisbah pucuk akar diperoleh dengan membanding- kan berat kering pucuk dengan berat kering akar.
## Analisis Organ Vegetatif Tanaman
Analisis organ vegetatif tanaman dilakukan pada akhir pengamatan untuk mengetahui kemampuan bibit dalam menyerap unsur-unsur N, P, K, dan Fe dari media tanam yang digunakan. Ada dua sampel yang diambil dari masing-masing jenis bibit, yaitu akar dan pucuk (batang dan daun). Analisis ini dilakukan di Services Laboratory SEAMEO BIOTROP Bogor.
## Analisis Lumpur
Analisis lumpur dilakukan pada akhir pengamatan untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung didalamnya, seperti N, P, K, Fe, dan S. Ada dua sampel yang diambil untuk dianalisis, yaitu lumpur yang berasal dari semua perlakuan yang dikompositkan dan lumpur yang diambil dari bak yang tanpa ditanami. Analisis ini juga dilakukan di Services Laboratory SEAMEO BIOTROP Bogor.
## 5. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu perlakuan yang berupa kombinasi jenis tanaman, yaitu rumput tifa dan kayu putih, rumput tifa dan longkida, serta rumput tifa saja, dan masing-masing diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Respon pertumbuhan bibit terhadap kondisi genangan air asam tambang dapat dilihat dari besarnya pertambahan diameter dan tinggi bibit. Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara pertumbuhan kayu putih dengan longkida dalam kondisi genangan tersebut.
Tabel 1 Hasil uji t antara pertumbuhan kayu putih dengan longkida
Minggu Minggu Minggu Minggu ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 Pertambahan Diameter * * * * Pertambahan Tinggi *
* * * Parameter
Keterangan: *= berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Besarnya pertambahan diameter dan pertambahan tinggi kedua bibit, baik kayu putih maupun longkida ditunjukkan oleh Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1 Pertambahan diameter kayu putih dan longkida pada kondisi genangan air asam tambang
Gambar 2 Pertambahan tinggi kayu putih dan longkida pada kondisi genangan air asam tambang
Ada tidaknya pengaruh jenis tanaman terhadap kondisi pH air asam tambang dapat dilihat pada perubahan pH air asam tambang tersebut. Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenaikan pH air asam tambang, seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji F pengaruh perlakuan terhadap kenaikan pH air asam tambang
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 pH air asam tambang tn tn tn tn tn Parameter
Keterangan: tn= tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Kenaikan pH air asam tambang terjadi setiap minggu pada setiap unit percobaan, baik itu pada bak yang ditanami rumput tifa dan kayu putih, rumput tifa dan longkida, maupun pada bak yang hanya ditanami rumput tifa saja. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kenaikan pH air asam tambang
Perhitungan berat kering total dilakukan guna mengetahui baik tidaknya pertumbuhan tanaman, sebab berat kering total dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologis dalam tanaman dengan interaksi lingkungan tempat tumbuh. Besarnya berat kering total kedua bibit, baik kayu putih maupun longkida dapat dilihat pada
Tabel 3. Berat kering total merupakan penjumlahan antara berat kering akar dengan berat kering pucuk.
Tabel 3 Berat kering total kayu putih dan longkida Jenis Bibit Berat Kering Total (g) Kayu Putih 4,40 Longkida 61,60
Informasi mengenai nisbah pucuk akar diperlukan untuk mengetahui keseimbangan antara pertumbuhan pucuk tanaman sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis dengan pertumbuhan akar sebagai bidang serapan hara dan air. Nisbah pucuk akar kedua jenis, baik kayu putih dan longkida dapat dilihat pada Tabel 4.
## Tabel 4 Nisbah pucuk akar kayu putih dan longkida
Jenis Bibit Nisbah Pucuk Akar Kayu Putih 3,89 Longkida 2,26
Analisis organ vegetatif tanaman dilakukan guna mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam suatu tanaman. Banyaknya unsur N, P, K, dan Fe yang terdapat pada bibit kayu putih dan longkida dapat dilihat pada Tabel 5. Kandungan ini diperoleh dari hasil perkalian antara konsentrasi unsur dengan berat kering tanaman.
Tabel 5 Kandungan unsur N, P, K, dan Fe pada kayu putih dan longkida Akar Pucuk Akar Pucuk N 0,0016 0,0364 0,2155 0,4484 P 0,0005 0,0228 0,0321 0,0512 K 0,0029 0,0371 1,4326 1,5244 Fe 0,0084 0,0091 0,9639 0,1452 Unsur Hara (g) Kayu Putih Longkida
Adapun kandungan hara yang terdapat di dalam lumpur dapat dilihat pada Tabel 6. Lumpur ini digunakan sebagai media tanam bagi kedua bibit, baik kayu putih maupun longkida.
Tabel 6 Kandungan hara lumpur*
Parameter Uji (%) Satuan Lumpur yang Diberi Perlakuan Lumpur Tanpa Perlakuan N Total % 0,11 0,12 P Tersedia ppm 58,76 64,90 K cmol/kg 0,82 0,88 Fe Tersedia % 9,29 10,11 S Tersedia % 0,24 0,23 *Sumber: Services Laboratory SEAMEO BIOTROP, 14 September 2011
## Pembahasan
Pertambahan diameter dan pertambahan tinggi bibit merupakan dua parameter pertumbuhan yang dapat dilihat terkait dengan respon bibit terhadap genangan air asam tambang. Berdasarkan analisis data menggunakan uji t (Tabel 1) diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara besarnya pertambahan diameter kayu putih dengan longkida. Demikian juga halnya pada parameter pertambahan tinggi. Kedua bibit memiliki
besar pertambahan tinggi yang berbeda nyata setelah dianalisis menggunakan uji t.
Pertambahan diameter merupakan pertumbuhan sekunder pada tanaman. Pertumbuhan sekunder dimulai oleh kambium yang terdapat dalam jaringan pembuluh. Kambium ini secara terus-menerus menghasilkan jaringan pembuluh, yaitu xylem dan floem (Heddy 1986). Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa diameter longkida memiliki pertambahan yang lebih besar setiap minggu daripada kayu putih. Akan tetapi, hal ini berbanding terbalik dengan pertambahan tingginya. Kayu putih memiliki pertambahan tinggi yang lebih besar daripada longkida setiap minggunya, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.
Lewenussa (2009) menyatakan bahwa pada usia muda, tanaman cenderung melakukan pertumbuhan yang cepat ke arah vertikal (ke atas), pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, pergantian akar, dan tinggi telah terpenuhi. Dikarenakan usia bibit kayu putih yang masih muda, maka perolehan hasil fotosintesis digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tinggi. Perlu diketahui, bibit kayu putih yang digunakan pada penelitian ini berumur ± 3 bulan. Lain halnya dengan longkida. Pada penelitian ini, bibit longkida yang digunakan berumur ± 8 bulan dengan tinggi hampir mencapai 1 m. Dengan demikian, perolehan fotosintat diduga sudah mulai dialokasikan guna meningkatkan pertumbuhan diameter bibit.
Ada tidaknya pengaruh jenis tanaman terhadap kualitas air asam tambang dapat dilihat dari perubahan pH yang terjadi setiap minggunya. Nilai pH air asam tambang terus mengalami kenaikan, yang semula bersifat asam dengan nilai pH sebesar 2,8 dan setelah akhir pengamatan, naik dengan nilai pH hampir mendekati 7 (Gambar 3). Kenaikan pH ini terjadi pada setiap unit percobaan, baik pada bak yang ditanami rumput tifa dan kayu putih, rumput tifa dan longkida, maupun pada bak yang hanya ditanami rumput tifa saja. Berdasarkan analisis data menggunakan uji F (Tabel 2), diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan yang diberikan dengan kenaikan pH air asam tambang. Hal ini berarti kenaikan pH yang terjadi bukan disebabkan oleh jenis bibit. Lahuddin dan Nasution (2006) dalam Kurniawati (2011) menyatakan bahwa penggenangan sekitar 50 hari dapat meningkatkan pH menjadi alkalin dan redoks potensial menurun pada tingkat rendah sehingga kondisi lingkungan kimia bersifat anaerob. Pada suasana reduktif, ion-ion logam, seperti Zn++, Cu++, Pb, dan Cd++ berpeluang untuk bereaksi dengan sulfida membentuk ZnS, CuS, PbS, dan CdS. Perubahan pH juga dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya faktor lingkungan, zat amoniak, kekentalan air, volume air, dan sebagainya.
Berat kering total (BKT) merupakan indikator yang umum digunakan untuk mengetahui baik atau tidaknya pertumbuhan bibit karena BKT dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologis di dalam tanaman. Semakin baik atau semakin efisiensi proses fisiologis suatu tanaman, maka berat kering tanaman akan semakin besar, artinya tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia untuk digunakan dalam proses
pertumbuhan (Salisbury dan Ross 1995). Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kayu putih memiliki nilai berat kering total sebesar 4,40 g dan longkida sebesar 61,60 g. Nilai BKT sekaligus menunjukkan nilai biomassa suatu tanaman. Semakin besar nilai BKT, maka semakin besar nilai biomassanya. Dengan demikian, semakin besar nilai biomassa, maka akan semakin baik pula pertumbuhan bibit, hal ini dikarenakan tanaman selama hidupnya atau selama masa tertentu membentuk biomassa yang mengakibatkan pertambahan berat dan diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul dan Guritno 1995).
Pada penelitian ini, diperoleh nisbah pucuk akar kayu putih dan longkida berturut-turut adalah 3,89 dan 2,26. Nilai nisbah pucuk akar yang tinggi menunjukkan pertumbuhan bagian pucuk tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan akarnya. Menurut Salisbury dan Ross (1995) lebih besarnya biomassa tajuk dibandingkan dengan biomassa akar dapat memungkinkan terjadinya pengendalian penyerapan hara oleh tajuk. Tajuk akan meningkatkan penyerapan hara oleh akar secara cepat dan menggunakan hara tersebut dalam bentuk produk pertumbuhan (asam nukleat, protein, dan klorofil). Selain itu juga, tajuk dapat memasok karbohidrat yang digunakan akar dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP yang digunakan dalam penyerapan hara.
Analisis organ vegetatif tanaman dilakukan guna mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam suatu tanaman. Pada penelitian ini, ada empat unsur yang ingin diketahui, yaitu N, P, K, dan Fe. Fe merupakan logam berat pembentuk pirit yang paling sering dijumpai pada areal pertambangan batubara sebagai sumber penyebab timbulnya air asam tambang. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kedua jenis, baik kayu putih dan longkida memiliki kandungan unsur N, P, dan K yang lebih banyak di bagian pucuk daripada di bagian akar. Berbeda halnya dengan kandungan unsur Fe, bagian akar longkida mengandung unsur Fe lebih banyak dibandingkan bagian pucuk. Namun, sebaliknya bagian akar kayu putih mengandung Fe yang lebih rendah daripada di bagian pucuk.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa lumpur yang diberi perlakuan memiliki jumlah unsur N, P, K, dan Fe yang lebih rendah dibandingkan dengan lumpur tanpa adanya perlakuan. Sementara S, kadarnya lebih tinggi pada lumpur yang diberi perlakuan.
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Kayu putih ( Melaleuca leucadendron ) dan longkida ( Nauclea orientalis ) mampu bertahan dan tumbuh dengan baik selama 4 minggu pada kondisi genangan air asam tambang. Kenaikan pH air asam tambang tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman.
## Saran
1. Perlu dilakukan uji lanjutan di lapangan dengan air asam tambang yang mengalir.
2. Perlu dilakukan penambahan terhadap parameter yang diamati terkait dengan kondisi lingkungan tempat penelitian dilakukan, seperti suhu air dan suhu udara, serta kualitas air asam tambang sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
## DAFTAR PUSTAKA
Handayani S. 2011. Pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan beberapa pohon kehutanan pada kondisi tergenang. [skripsi] Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Heddy S. 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta: Rajawali.
Kurniawati P. 2011. Pengaruh pemberian inokulum mikoriza dan pemupukan NPK terhadap pertumbuhan longkida ( Nauclea orientalis ) pada kondisi tergenang dan tidak tergenang. [skripsi] Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Lewenussa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan bio Organik terhadap pertumbuhan bibit Cananga odorata (Lamk) Hook.fet & Thoms [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga: Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah: Niksolihin, editor. Bandung: ITB Bandung, Terjemahan dari: Plant Physiology.
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Widyati E. 2006. Bioremediasi tanah bekas tambang batubara dengan sludge industri kertas untuk memacu revegetasi lahan. [Disertasi] Bogor: Program Pascasarjana IPB.
|
3eb0d30a-ff02-43fa-a4ac-68cf939feb60 | https://ojs.unimal.ac.id/index.php/suloh/article/download/15444/6484 |
## PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP GURU PESANTREN TERKAIT KEKERASAN DAN PERLAKUAN TIDAK ADIL DI KABUPATEN BIREUEN
## LEGAL PROTECTION OF ISLAMIC BOARDING SCHOOL TEACHERS REGARDING VIOLENCE AND UNFAIR TREATMENT IN BIREUEN DISTRICT
Arin Arja 1 , Elidar Sari 2 , Ramziati 3 1. Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
2,3 . Dosen Universitas Malikussaleh
## Abstrak
Fenomena Guru Pesantren akhir-akhir ini sering mendapatkan perlakuan kekerasan verbal dari wali murid dan juga mendapatkan perlakuan tidak adil terkait honor yang diberikan dari Kementerian Agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis perlindungan hukum terhadap guru Pesantren di Kabupaten Bireuen, untuk mengkaji dan menganalisis hambatan yang terjadi terhadap perlindungan hukum kepada guru pesantren di Kabupaten Bireuen dan untuk mengkaji dan menganalisis upaya yang dilakukan agar hambatan bagi guru pesantren untuk mendapat perlindungan hukum yang baik di Kabupaten Bireuen. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, dan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Perlindungan guru terhadap guru pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen secara khusus belum diatur di dalam hukum positif dan belum adanya Qanun daerah yang memberi perlindungan hukum yang dimaksud. Frasa perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru pesantren dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya. Hambatan yang terjadi terhadap perlindungan hukum terhadap guru pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen yaitu aturan positif yang masih relatif umum dan fragmatis, minimnya pengetahuan wali murid dan guru pesantren tentang UU Perlindungan Anak dan UUGD, tidak adanya regulasi untuk mengalokasikan dana BOS dari Kementerian Agama pusat untuk pesantren. Upaya yang dilakukan agar hambatan terhadap perlindungan hukum bagi pesantren di Kabupaten Bireuen dapat diselesaikan adalah dengan mengotimalisasi penegakan hukum perlindungan guru pesantren. Sosialisasi Undang-Undang tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Perlindungan Anak terhadap guru dan masyarakat. Pembentukan lembaga perlindungan guru pesantren. Mengajukan izin operasional Satuan Pendidikan Muadalah (SPM).
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Guru, Pesantren, Kekerasan, Perlakuan Tidak Adil
## Abstract
The recent phenomenon is that Islamic boarding school teachers often receive verbal violence from their students' parents and also receive unfair treatment regarding honorariums given from the Ministry of Religion. This research aims to examine and analyze legal protection for Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency, to examine and analyze the obstacles that occur to legal protection for Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency and to examine and analyze the efforts made to
prevent obstacles for Islamic boarding school teachers to obtain adequate legal protection. both in Bireuen Regency. This research uses empirical juridical methods and uses a qualitative approach. Based on the research results, teacher protection for Islamic boarding school teachers related to violence and unfair treatment in Bireuen Regency has not specifically been regulated in positive law and there is no regional Qanun that provides the legal protection in question. The phrase legal protection intended here covers all dimensions related to efforts to realize legal certainty, safety, security and comfort for Islamic boarding school teachers in carrying out their professional duties. Obstacles that occur to legal protection for Islamic boarding school teachers related to violence and unfair treatment in Bireuen Regency are positive regulations which are still relatively general and fragmentary, minimal knowledge of student parents and Islamic boarding school teachers about the Child Protection Law and UUGD, the absence of regulations for allocating BOS funds from The Ministry of Religion is the center for Islamic boarding schools. Efforts made to ensure that obstacles to legal protection for Islamic boarding schools in Bireuen Regency can be resolved are by optimizing law enforcement for the protection of Islamic boarding school teachers. Socialization of the Law on Teachers and Lecturers and the Child Protection Law to teachers and the community. Establishment of Islamic boarding school teacher protection institutions. Apply for an operational permit for the Mujadi Education Unit (SPM).
Keywords: Protection Law, Teachers, Islamic Boarding Schools, Violence, Unfair Treatment
## A. PENDAHULUAN
Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Perlindungan merupakan sesuatu hal yang menjadi aspek terpenting di dalam kehidupan manusia dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Dikatakan sebagai aspek terpenting karena perlindungan memberi suatu jaminan untuk keselamatan, kesehatan, dan keamanan dalam hidup manusia.
Republik Indonesia yang merupakan negara yang berlandaskan hukum masalah perlindungan diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, bentuk perlindungan yang diberikan Pasal
28A Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Setiap manusia terutama warga negara Indonesia, sejak ia lahir mempunyai hak yang sama dalam hal hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Tidak ada satu orang pun yang bisa membeli nyawa orang lain atau menghilangkan nyawa orang lain dengan alasan apa pun. Jika ada yang menghilangkan nyawa orang lain dengan atau apa lagi tanpa alasan, maka orang tersebut harus menanggung hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam Pasal 28D Undang- Undang Dasar 1945 berbunyi bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Hal ini menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan dalam arti diakui oleh negara, jaminan dan perlindungan dari negara itu sendiri serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pendidikan merupakan fitrah manusia yang harus dipenuhi yaitu menyangkut aspek material dan spiritual, aspek keilmuan sekaligus moral, aspek duniawi sekaligus ukhrawi.
Salah satu lembaga pendidikan tradisional yang masih eksis hingga sekarang ini ialah Pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Guru Pesantren adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal dan non-formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Demikian rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang- undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya, profesi Guru Pesantren di samping dihadapkan pada kewajiban untuk senantiasa meningkatkan profesionalisme, saat ini profesi Guru Pesantren juga dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks, seiring dengan adanya perubahan cara pandang masyarakat yang secara sadar terpengaruh oleh doktrin perlindungan hukum terhadap anak, termasuk anak didik. Namun di sisi lain, perlindungan hukum terhadap profesi Guru Pesantren juga harus
diperhatikan. Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/ atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap Guru dalam melaksanakan tugas. Selanjutnya pada pasal (2) disebutkan bahwa “perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindakan kekerasan, ancaman, intimidasi, perlakuan diskriminatif, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, pembatasan/ larangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas, serta hambatan melaksanakan studi lanjut.
Dari segi peraturan perUndang-Undangan jelas disebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya guru pesantren mendapatkan perlindungan, sedangkan pada kenyataannya akhir-akhir ini justru banyak guru pesantren yang tidak mendapatkan perlindungan hukum. Salah satu Kabupaten yang menjadi objek penelitian ialah Kabupaten Bireuen yang dijuluki sebagai “kota santri”. Latar belakang penetapan Kota Santri, di Bireuen terdapat 154 pondok pesantren dengan santri 51.980 orang, dan Ma'had Ali berakreditasi A, pesantren terbuka untuk tingkat nasional dan internasional, hal ini dibuktikan dengan adanya santri dari luar negeri sudah belajar di dayah/pesantren di Kabupaten Bireuen.
Lokasi ini dipilih berdasarkan lingkungan Pesantren yang relevan dan representatif untuk tujuan peneliti. Selain itu akses data dan partisipan di Pesantren ini juga lebih mudah diatur dan diakses. Peneliti percaya bahwa penelitian di Pesantren akan memeberikan wawasan dan informasi yang berharga untuk mencapai tujuan penelitian saya secara kompherensif dan akurat. Di dalam penelitian ini terdapat 2 kasus dari Pesantren Darussa’adah Aceh Cab. Cot Puuk yang peneliti ambil yang dijadikan data awal. Pertama pada tahun 2021, dua orang santri berinisial Y dan K keluar dari
Pesantren pada pukul 2 pagi tanpa sepengetahuan pengasuh Pesantren. Dan kembali ke Pesantren pada pukul 6 pagi. Setelah sesampainya di Pesantren, ternyata ada beberapa santri yang mengetahui kejadian tersebut dan melapor kepada Guru Pesantren. Setelah dilakukan penyelidikan dengan melibatkan beberapa orang saksi maka santri berinisial Y dan K dinyatakan bersalah. Dan sessuai aturan yang berlaku maka Y dan K akan menerima hukuman takzir botak.
Mengetahui hal tersebut, wali santri dari Y tidak menerima anaknya menerima hukuman tersebut. Beliau datang ke Pesantren dan menanyakan perihal tersebut dan bertanya Guru Pesantren mana yang memberikan hukuman tersebut. Sesampainya Guru Pesantren ke lokasi wali santri, tanpa basa basi Guru Pesantren tersebut langsung menerima hujanan cacian dan makian atau kekerasan verbal dan sedikit kontak fisik beruba dorongan dari wali santri. Dengan adanya kasus tersebut nampak bahwa seorang guru sebagai tenaga pendidik berada pada posisi dilematis antara tuntutan profesi dengan perlakuan masyarakat, yang mana pada satu sisi guru dituntut untuk mampu menghantarkan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, namun pada lain sisi disaat berupaya menegakkan kedisiplinan guru dibenturkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Padahal seorang guru dalam menjalankan profesinya juga membutuhkan kesehatan dan keselamatan kerja sehigga terhindar dari tindakan-tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh peserta didik maupun orang tua/wali murid.
Kasus kedua terjadi pada tahun 2022 akhir dimana banyak dari Guru Pesantren yang mengeluhkan tidak layaknya honor yang diberikan oleh pemerintah kabupaten Bireuen khususnya Kemeterian Agama. Sedangkan Madrasah Pendidikan lainnya yang bernaung di bawah Kementerian Agama mendapatkan biaya operasional yang layak. Bertolak dari pemikiran di atas bahwa berbagai bentuk penyimpangan dalam dunia pendidikan yang berdampak yuridis merupakan ancaman bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sedangkan eksistensi hukum positif yang mengatur masalah pendidikan ini masih relatif fragmentaris. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian tesis ini mengambil judul tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Guru Pesantren Terkait Kekerasan dan Perlakuan Tidak Adil di Kabupaten Bireuen”.
## B. METODE PENELITIAN
Penelitian ialah bagian yang sangat berarti dalam suatu riset. Tata cara riset merupakan suatu perlengkapan ataupun metode ilmiah buat memperoleh informasi serta menggapai tujuan riset yang cocok serta tidak berubah-ubah dengan kasus yang diteliti. Tata cara riset tersebut sangat bermanfaat serta berarti dalam proses pengumpulan informasi, yang dalam perihal ini merupakan informasi tentang Perlindungan Hukum Terhadap Guru Pesantren Terkait Kekerasan dan Perlakuan Tidak Adil di Kabupaten Bireuen. Oleh karena itu metode penelitian mempunyai peranan yang sangat penting dalam menemukan arah dan kegiatan serta dapat mempermudah dalam pencapaian tujuan.
Jenis penelitian yang dipakai merupakan metode penelitian kualitatif dimana digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci yang berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Guru Pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen.
Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan merupakan yuridis empiris, Penelitian hukum empiris adalah penelitian atau pengamatan di lapangan atau field research yang penelitian menitikfokuskan untuk mengumpulkan data empiris di lapangan. Apabila perumusan sederhana itu bisa dijadikan pegangan, hingga ruang lingkup penelitian hukum empiris itu merupakan efektifitas hukum, maksudnya hingga sepanjang mana hukum betul-betul berlaku di dalam realitas hidup. Peneliti secara khusus mempelajari bagaimana berjalannya hukum di lingkungan masyarakat mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Guru Pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen.
Penelitian ini bersifat Preskriptif, dimana penelitian yang dilakukan untuki menguraikan objek penelitiannya, atau penelitian untuk mendeskriptifkan tentang suatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu. Peneliti berupaya menguraikan fenomena yang berhubungan dengan bagaimana berjalannya hukum di lingkungan masyarakat
mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Guru Pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen.Penentuan lokasi penelitian dan setting selain dibingkai dalam kerangka teoritik pula dilandasi oleh pertimbangan teknis operasional.
Untuk itu lokasi serta setting penelitian dipertimbangkan bersumber pada mungkin bisa tidaknya dimasuki serta dikaji lebih mendalam. Berikutnya, berarti pula dipertimbangkan apakah posisi serta setting penelitian berikan peluang yang menguntungkan untuk dikaji. Dengan mencermati faktor-faktor tersebut, hingga peneliti menetapkan lokasi penelitian dengan tujuan untuk memandang realitas yang terdapat di lapangan yang jadi target. Dalam perihal demikian peneliti harus siap menghadapi kenyataan di lapangan yang bisa jadi terus tumbuh bersamaan dengan merebaknya kasus-kasus yang timbul. Untuk itu peneliti wajib berupaya untuk membatasi rentang waktu fenomena yang diteliti serta setting penelitian. Maka lokasi penelitian yang peneliti pilih adalah Pesantren di Kabupaten Bireuen.
## C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Perlindungan Hukum Terhadap Guru Pesantren Terkait Kekerasan dan Perlakuan Tidak Adil di Kabupaten Bireuen
Beberapa kasus guru yang dilaporkan oleh wali murid akhir-akhir ini harus mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Penegakan perlindungan hukum terhadap guru pesantren terkait kekerasan di Kabupaten Bireuen belum berjalan dengan baik hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus yang terjadi seperti kasus yang terjadi di pesantren Darussa’adah Aceh Cab. Cot Puuk. Kasus pertama pada tahun 2021, dua orang santri berinisial Y dan K keluar dari Pesantren pada pukul 2 pagi tanpa sepengetahuan pengasuh Pesantren. Dan kembali ke Pesantren pada pukul 6 pagi. Setelah sesampainya di Pesantren, ternyata ada beberapa santri yang mengetahui kejadian tersebut dan melapor kepada Guru Pesantren. Setelah dilakukan penyelidikan dengan melibatkan beberapa orang saksi maka santri berinisial Y dan K dinyatakan bersalah. Dan sesuai aturan yang berlaku maka Y dan K akan menerima hukuman takzir botak.
Mengetahui hal tersebut, wali santri dari Y tidak menerima anaknya menerima hukuman tersebut. Beliau datang ke Pesantren dan menanyakan perihal tersebut dan bertanya Guru Pesantren mana yang memberikan hukuman tersebut. Sesampainya Guru
Pesantren ke lokasi wali santri, tanpa basa basi Guru Pesantren tersebut langsung menerima hujanan cacian dan makian atau kekerasan verbal dan sedikit kontak fisik berupa dorongan dari wali santri.
Kasus kedua terjadi pada tahun 2022 akhir dimana banyak dari Guru Pesantren yang mengeluhkan tidak layaknya honor yang diberikan oleh pemerintah kabupaten Bireuen khususnya Kemeterian Agama. Sedangkan Madrasah Pendidikan lainnya yang bernaung di bawah Kementerian Agama mendapatkan biaya operasional atau dana BOS yang layak. Bertolak dari pemikiran di atas bahwa berbagai bentuk penyimpangan dalam dunia pendidikan yang berdampak yuridis merupakan ancaman bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sedangkan eksistensi hukum positif yang mengatur masalah pendidikan ini masih relatif fragmentaris. Adapun hambatan perlindungan hukum terhadap guru pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen adalah sebagai berikut :
a. Aturan positif yang masih relatif umum dan fragmatis
Berbicara terkait dengan regulasi atau aturan dalam hal ini perlindungan guru. Beberapa peraturan perUndang-Undangan tentang perlindungan guru antara lain Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Namun, dari berbagai peraturan perUndang-Undangan yang mengatur tentang perlindungan guru masih bersifat umum dan terbatas. Pemerintah Kabupaten Bireuen belum memiliki peraturan daerah tentang perlindungan guru pesantren sampai dengan saat ini sehingga perlindungan guru pesantren cenderung kurang mendapat perhatian melalui tindakan nyata.
b. Minimnya Pengetahuan Tentang UU Perlindungan Anak dan UUGD
Saat ini, pemberian sanksi yang berat kepada siswa akan dinilai sebagai pelanggaran terhadap Undang-undang perlindungan anak dan hak asasi manusia. Hal tersebut membuat guru berada pada posisi dilematis karena ketika melakukan tindakan penegakan disiplin mereka akan berhadapan dengan undang-undang perlindungananak
dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap anak. Perlu menjadi perhatian bahwa kegagalan guru dalam menegakkan kedisiplinan mengindikasikan gagalnya tujuan pendidikan nasional. Dampak dari adanya undang-undang perlindungan anak serta banyaknya kasus yang menyeret guru ke pengadilan membuat guru tidak dapat terlalu tegas kepada siswa yang melanggar norma, adat istiadat, dan aturan sekolah. Guru tidak memiliki wibawa jika tidak tegas dan tidak berani memberikan sanksi sehingga siswa tidak takut untuk melanggar tata tertib sekolah.
c. Tidak Adanya Alokasi Dana BOS Untuk pesantren
Dana BOS adalah program yang diusung Pemerintah untuk membantu sekolah di Indonesia agar dapat memberikan pembelajaran dengan lebih optimal. Bantuan yang diberikan melalui dana BOS yakni berbentuk dana. Dana tersebut dapat dipergunakan untuk keperluan sekolah, seperti pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah hingga membeli alat multimedia untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Untuk besaran Dana BOS Reguler yang disalurkan tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu dihitung berdasarkan jumlah peserta didik yang tercatat di Dapodik yang dikalikan dengan satuan biaya per masing-masing tingkat pendidikan.
Adapun upaya penegakkan perlindungan hukum terhadap guru pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen antara lain :
a. Otimalisasi Penegakan Hukum Perlindungan Guru Pesantren Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut: faktor kaidah hukum/peraturan itu sendiri, faktor petugas/ penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor budaya. Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Friedman yang menyatakan bahwa penegakan hukum dipengaruhi oleh tiga hal yaitu subtansi hukum (le gal subtance ), Struktur Hukum ( legal structure ), Budaya Hukum ( legal culture ).
b. Sosialisasi Tentang UUGD dan UU Perlindungan Anak
Terhadap beberapa keterbatasan pemerintah Kabupaten Bireuen dalam menerapkan kebijakan tentang perlindungan terhadap guru maka perlu komunikasi dan sosialisasi dalam bentuk workshop, lokakarya atau seminar. Sedangkan menurut para guru
pesantren yang di wawancarai tentang peraturan/Undang- Undang terkait dengan perlindungan guru pesantren, sebagian besar mereka beralasan tidak tahu karena kurangnya bahkan tidak pernah dilakukan sosialisasi. Meskipun demikian, para guru mengganggap bahwa perhatian pemerintah dan pemerintah Kabupaten Bireuen terhadap profesi guru pesantren sudah ada, namun belum berjalan dengan efektif terkhusus mengenai perlindungan guru pesantren.
c. Pembentukan Lembaga Perlindungan Guru Pesantren
Maraknya kasus kekerasan terhadap guru pesantren di Kabupaten Bireuen mengindikasikan bahwa kurang optimalnya pihak terkait baik Kementrian Agama Kabupaten Bireuen maupun Badan Dayah Bireuen dalam menangani kasus tersebut. Sehingga dipandang perlu dibentuk suatu Lembaga khusus yang memberikan perlindungan kepada guru pesantren. Misalnya dengan pembentukan Sentra Perlindungan Guru Pesantren (SPGP).
d. Pembentukan Qanun Kabupaten tentang Perlindungan Guru Pesantren
Secara tertulis, negara telah memberikan perlindungan yang cukup bagi guru, baik perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kecelakaan kerja dan perlindungan hak kekayaan intelektual. Maraknya kasus-kasus hukum dimana guru pesantren menjadi korban, pelecehan terhadap profesi guru dan sejenisnya menjadi bukti bahwa lemahnya perlindungan hukum terhadap profesi guru. Sehingga dipandang perlu membentuk peraturan daerah tentang perlindungan guru. Pembentukan peraturan daerah sebagai salah satu perangkat yang dapat digunakan melindungi guru pesantren dalam menyelenggarakan pendidikan di Kabupaten Bireuen. Gagasan pembentukan peraturan daerah yang mengatur mengenai perlindungan guru pesantren harus dibuat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat lokal. Mengingat bahwa budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan budaya luar termasuk didalam adalah budaya masyarakat Kabupaten Bireuen.
e. Mengajukan Izin Operasional Satuan Pendidikan Muadalah (SPM)
Pendidikan Muadalah adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah degan pola pendidikan muallimin sebagai bagian dari
penyelenggaraan pendidikan nasional yang penyelenggaraannya diakui melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Pendidikan Muadalah merupakan salah satu wujud rekognisi atas kekhasan tradisi akademik Pesantren dalam bentuk penyelenggaraan Pendidikan Pesantren yang keberadaannya melekat pada keberadaan Pesantren itu sendiri.
## D. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tentang perlindungan hukum terhadap guru pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen dapat disimpulkan bahwa :
1) Perlindungan guru terhadap guru pesantren di kabupaten bireuen secara khusus belum ada di atur dalam Undang-Undang, peraturan guru pesantren masih berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
2) Hambatan yang terjadi terhadap perlindungan hukum kepada guru pesantren di Kabupaten Bireuen yaitu faktor subtansi hukum pemerintah Kabupaten Bireuen belum memiliki peraturan daerah tentang perlindungan guru pesantren sampai dengan saat ini sehingga perlindungan guru pesantren cenderung kurang mendapat perhatian melalui tindakan nyata faktor struktur hukum, penegakan perlindungan hukum terhadap guru pesantren di Kabupaten Bireuen belum berjalan dengan baik, faktor budaya hukum pada aspek budaya hukum dikaitkan dengan perlindungan guru pesantren, kurangnya kesadaran hukum dari
orangtua/wali murid di Kabupaten Bireuen tanpa mencari tahu terlebih dahulu terkait dengan permasalahan yang terjadi dengan melakukan musyawarah mufakat antara oranh tua/wali peserta didik dengan guru pesantren atau pihak sekolah seperti pada kasus yang terjadi di pesantren Darussa’adah Aceh Cab. Cot Puuk .
3) Upaya yang dilakukan agar hambatan terhadap perlindungan hukum bagi pesantren di Kabupaten Bireuen dapat diselesaikan Sosialisasi dan Revisi Undang-Undang tentang Guru Pesantren terhadap beberapa keterbatasan pemerintah Kabupaten Bireuen dalam menerapkan kebijakan tentang perlindungan terhadap guru maka perlu komunikasi dan sosialisasi dalam bentuk workshop, lokakarya atau seminar. Pembentukan Lembaga Perlindungan Guru Pesantren maraknya kasus kekerasan terhadap guru pesantren di Kabupaten Bireuen mengindikasikan bahwa kurang optimalnya pihak terkait baik Kementrian Agama Kabupaten maupun Badan Dayah Bireuen dalam menangani kasus tersebut. Sehingga dipandang perlu dibentuk suatu Lembaga khusus yang memberikan perlindungan kepada guru pesantren.
## DAFTAR PUSTAKA
## A. Buku
Abdulkadir, Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004.
Adar Madura, Kolom Budaya & Pendidikan, Edisi Bulan Mei 2005.
Ali Yusuf, Etika Santri, Darsa Press, 2010.
Ali Yusuf, Etika Wali Santri, Darsa Press, 2011.
Bacharudin Musthafa, Education Reform (The Case of Indonesia), Jakarta.
Barda Nawawi Arief, Bunga 42. Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Abadi, 2002.
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 1996.
Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung, Alumni, 1991.
J Suprapto, Metode Penelitian Hukum dan Stastistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Lexy J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2013.
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994.
|
606570fe-5a3c-4fdd-bbc4-614a7652527b | http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/jrma/article/download/1209/947 | Journal RisetMahasiswaxxxxxxx (JRMx) ISSN: 2337-56xx.Volume: xx, Nomor: xx
## ANALISIS PERSEPSI MANAJEMEN UMKM ATAS LAPORAN KEUANGAN BERBASIS SAK ETAP (Ruang Lingkup Biro Perjalanan Wisata Kota Malang)
## Eka Putri Yuliasih
(Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan, Malang)
email: [email protected]
## R. Anastasia Endang Susilawati
Abdul Halim
(Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kanjuruhan, Malang)
## ABSTRAK
Salah satu faktor utama yang menimbulkan permasalahan dan mengakibatkan kegagalan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam mengembangkan usaha adalah kurangnya pemahaman manajemen UMKM atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi manajemen UMKM biro perjalanan wisata atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang persepsi manajemen UMKM atas laporan keuangan yang berbasis SAK ETAP. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM yang bergerak pada sektor pariwisata yakni biro perjalanan wisata di Kota Malang. Tidak dilakukan penarikan sampel dikarenakan subjek penelitian kurang dari 100 responden. Data dikumpulkan dengan cara menyebar kuesioner kepada para manajemen UMKM. Data-data tersebut sebelum di analisis telah di uji validitas dan realibilitasnya. Teknik analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 58% responden menyatakan tingkat persepsi manajemen UMKM atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan cukup baik terhadap seluruh item pertanyaan dalam kuesioner, dan sisanya 42% menunjukkan baik. Diharapkan pihak manajemen UMKM melakukan pelatihan teknis tentang laporan keuangan berbasis SAK ETAP. Dari data responden menunjukkan 100% latar belakang pendidikan responden bukan dari ekonomi akuntansi, hal ini diharapkan pada masa mendatang dalam merekrut pegawai sebaiknya memperhatikan latar belakang pendidikan akuntansi. Data empiris menunjukkan sebanyak 33% responden bertugas sebagai manajemen UMKM kurang dari setahun dan sebanyak 25% responden bertugas 1-2 tahun, sebanyak 15% responden bertugas lebih dari 2 tahun namun kurang dari 3 tahun, sisanya sebanyak 27% responden bertugas lebih dari 3 tahun. Dari hal tersebut diharapkan pihak manajemen keuangan bisa menggunakan software akuntansi. Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih bisa mendiskripsikan lebih detail persepsi yang masih kurang diteliti dalam penelitian ini bertujuan pelaku UMKM paham dan mengerjakan laporan keuangan berbasis SAK ETAP.
Kata Kunci: SAK ETAP, Persepsi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
## ISSN: 2337-56xx.Volume: xx, Nomor: xx
## PENDAHULUAN
Dampak perdagangan bebas di Indonesia menyebabkan penurunan daya saing usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hal ini disebabkan masih banyaknya produk asli Indonesia yang kualitasnya kurang bersaing dibandingkan dengan produk luar yang memiliki kualitas bagus. Selain itu, kurangnya daya saing ini diperkirakan juga karena minimnya kemampuan para manajemen UMKM dalam menerapkan standar keuangan yang bertujuan dalam pengambilan keputusan dan sebagai syarat penting dalam pendanaan tambahan dari pihak bank.
Dalam pengembangan usaha tentu membutuhkan pendanaan yang cukup besar tidak bisa dipungkiri bahwa setiap pelaku usaha tidak hanya memerlukan modal pribadi yang dibutuhkan tetapi juga dana yang berasal dari pinjaman pada pihak ketiga seperti bank, KUR atau sejenisnya. Namun, banyak pelaku usaha yang tidak bisa mendapatkan pinjaman pihak ketiga karena tidak lengkapan syarat yang harus dilampirkan. Salah satu syaratnya yaitu laporan keuangan UMKM yang mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Akan tetapi, banyak UMKM yang tidak menyediakan atau menyusun laporan keuangan dalam usahanya. Agar dapat mengakses bank dengan mudah guna mendapatkan pinjaman, maka UMKM diwajibkan membuat laporan keuangan. Di Indonesia melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tahun 2009 telah membuat Standar Akuntansi bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Dilihat dari kekompleksitasannya, SAK ETAP lebih mudah dipahami karena jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan PSAK umum.
Perkembangan UMKM untuk industri pariwisata sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi nasional, tidak bisa dipungkiri karena industri pariwisata dapat meningkatkan devisa negara. Namun, dari survey awal yang dilakukan oleh penulis, diperoleh bahwa manajemen UMKM kurang begitu memahami laporan keuangan yang berbasis SAK ETAP. Sangat disayangkan, hal yang demikian inilah yang dapat mengakibatkan biro perjalanan wisata khususnya di Kota Malang kurang berkembang dikarenakan tidak adanya laporan keuangan yang memadai dan bisa dipertanggungjawabkan kepada pihak eksternal perusahaan.
Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Persepsi Manajemen Umkm Atas Laporan Keuangan Berbasis Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik” pada ruang lingkup UMKM biro perjalanan wisata di Kota Malang. Berdasarkan latar belakang yang disampaikan diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana persepsi manajemen UMKM biro perjalanan wisata atas laporan keuangan yang berbasis SAK ETAP?”Batasan masalah, yakni menganalisa persepsi manajemen UMKM biro perjalanan wisata dalam menyusun laporan keuangan berbasiskan SAK ETAP. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris persepsi manajemen UMKM dalam menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP.
## TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Persepsi
Ivancevich, dkk 2006: 116) persepsi didefinisikan sebagai proses kognitif dimana seseorang individu memilih, mengorganisasikan, dan memberikan arti kepada stimulus lingkungan. Melalui persepsi, individu berusaha untuk merasionalkan lingkungan dan objek, orang dan peristiwa di dalamnya. Menurut Rakhmat (1998 : 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan.
Walgito (2002: 87) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Persepsi seseorang berbeda dengan persepsi orang lain terhadap suatu objek. Persepsi terhadap
sesuatu berkaitan dengan seseorang mempelajari bagaimana setiap individu menginteprestasikan suatu peristiwa, alasan ataupun sebab perilakunya.
Proses
Gambar 2.1. Proses Persepsi
## Sumber: Toha (1993)
## Sistem Akuntansi Keuangan
Informasi akuntansi keuangan digunakan baik oleh manajer maupun pihak eksternal perusahaan, dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan Keuangan Berdasarkan SAK ETAP A. Sak Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) mengesahkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada tanggal 19 Mei 2009. Dan mulai efektif mulai 1 Januari 2011. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) merupakan standar akuntansi yang penggunanya ditujukan untuk entitas usaha yang tidak memiliki akuntabilitas publik, seperti entias mikro, kecil dan menengah (UMKM).
B. Jenis Laporan Keuangan Berdasarkan Sak Etap
Dalam SAK ETAP ini, suatu entitas diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan yang terdiri dari;
1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
A. Pengertian UMKM Menurut Undang-Undang No. 20 tahun2008 pasal 1, tentang pengertian UMKM:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
B. Kriteria UMKM
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2008 pasal 6, tentang pengertian UMKM:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp,50.000.000 ( lima puluh juta rupiah ) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,atau memiliki hasil pejualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Objek Penglihatan Pendengaran Penyentuhan Perasaan Penciuman Ditransformasi Kesamaan dan ketidaksamaan Kedekatan ruang
Kedekatan waktu P E R S E P S I
## ISSN: 2337-56xx.Volume: xx, Nomor: xx
2. Kriteria Usaha Kecil adala sebagai berikut
Memiliki kekayaan bersih paling sedikit Rp,50.000.000 ( lima puluh juta rupiah ) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000 (Lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,atau Memiliki hasil pejualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000(dua setengah miliar rupiah)
3. Kriteria Usaha menengah adalah sebagai berikut
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp,500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,atau memiliki hasil pejualan tahunan lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah)
## Review Penelitian Terdahulu
Haniatun sarifah (2009), hasil penelitian ini adalah persepesi UMKM atas penyajian laporan keuangan berbasis SAK ETAP berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha. Sedangkan, untuk perlakuan aset dan perlakuan sewa tidak berpengaruh signifikan terhadap penyajian laporan keuangan. Nurhayati Sofiah dan Aniek Murniati (2002), hasil penelitian ini adalah setelah adanya sosialisasi SAK ETAP terhadap pengusaha UMKM keramik dinoyo Malang tingkat persepsi pengusaha atas informasi akuntansi berbasis SAK ETAP dianggap sangat penting. Yupita anggara (2012), melakukan penelitian tentang pengaruh persepsi UMKM tentang SAK ETAP terhadap perilaku dalam penyajian laporan keuangan dengan ruang lingkupnya adalah paguyuban UMKM Kota Malang. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif atau signifikan antara persepsi UMKM tentang SAK ETAP terhadap perilaku dalam penyajian laporan keuangan. Rihan Mustafa Zahri (2014), hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan terakhir, lama usaha, latar belakang pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat presepsi pengusaha UMKM terhadap pentingnya laporan keuangan. Sedangkan, Ukuran usaha berpengaruh signifikan terhadap tingkat presepsi pengusaha UMKM terhadap pentingnya laporan keuangan.
## Kerangka konseptual
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current isue dari subyek dan obyek yang diteliti. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah biro perjalanan wisata yang ada di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif berupa persepsi manajemen UMKM atas laporan keuangan yang berbasis SAK ETAP bersumber dari data primer yang diperoleh langsung dari responden, yaitu pihak internal perusahaan terdiri dari pimpinan perusahaan, manajer perusahaan dan staf akuntansi perusahaan.
## ISSN: 2337-56xx.Volume: xx, Nomor: xx
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi tentang persepsi manajemen UMKM atas laporan berbasis SAK ETAP yang ada di biro perjalanan wisata di Kota Malang yang berkaitan. Kuesioner tersebut diberikan secara langsung kepada responden dengan pertimbangan jumlah respondennya relatif sedikit dan jarak antar responden relatif dekat. Dalam kuesioner tersebut, responden disediakan alternatif jawaban: (a) sangat setuju, (b) setuju, (c) cukup setuju, (d) tidak setuju, dan (e) sangat tidak setuju. Selanjutnya, diberi skor dengan skala Likert (Sanusi, 2011), yaitu: (a) sangat setuju diberi skor 5, (b) setuju diberi skor 4, (c) cukup setuju diberi skor 3, (d) tidak setuju diberi skor 2, dan (e) sangat tidak setuju diberi skor 1.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan cara mendiskripsikan/menggambarkan/menjelaskan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang diselidiki (Nazir, 2010:63). Fakta-fakta tersebut tentang persepsi responden yang berkaitan dengan pernyataan umum, pendapatan, pengeluaran, hutang, asset, laporan laba rugi, dan perubahan ekuitas.
## PEMBAHASAN
Pertama, data empiris menunjukkan bahwa sebanyak 19 (58%) responden menyatakan tingkat persepsi atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan cukup baik terhadap seluruh item pertanyaan dalam kuesioner. Sisanya sebanyak 14 (42%) tingkat persepsi atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan baik terhadap seluruh item pertanyaan dalam kuesioner. Dari pernyataan ini, diharapkan pihak manajemen UMKM biro perjalanan wisata di Kota Malang segera melakukan rencana tindakan (action plan) berupa peningkatan pengetahuan manajemen UMKM melalui pelatihan atau bimbingan teknis tentang laporan keuangan berbasis SAK ETAP.
Kedua, data empiris menunjukkan bahwa terdapat 12 (44%) item pertanyaan sebagai penentu persepsi responden atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan sangat baik. Sedangkan 5 (19%) item pertanyaan menunjukkan persepsi baik, dan 1 (4%) item pertanyaan menunjukkan persepsi cukup baik, serta 6 (22%) item pertanyaan menunjukkan persepsi buruk, sisanya 3 (11%) item pertanyaan menunjukkan persepsi sangat buruk diantaranya berkaitan dengan laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas. Dari pernyataan diatas setelah melakukan pelatihan atau bimbingan tentang laporan keuangan berbasis SAK ETAP diharapkan pihak manajemen UMKM biro perjalanan wisata Kota Malang dapat mempratekkan pelatihannya tersebut dengan melakukan pencatatan atau pembukuan laporan keuangan secara terperinci dan lengkap sesuai standar yang berlaku yakni SAK ETAP.
Ketiga, data empiris menunjukkan bahwa sebanyak 33% responden bertugas sebagai manajemen UMKM biro perjalanan wisata Kota Malang kurang dari setahun dan sebanyak 25% responden bertugas sebagai manajemen UMKM lebih dari 1 tahun namun kurang dari 2 tahun, dan sebanyak 15% responden bertugas sebagai manajemen UMKM lebih dari 2 tahun namun kurang dari 3 tahun, sisanya sebanyak 27% responden bertugas sebagai manajemen UMKM lebih dari 3 tahun. Oleh karena itu, di masa mendatang diharapakan pihak manajemen UMKM biro perjalanan wisata Kota Malang sebaiknya bisa meminimalisir tingkat keluar masuknya karyawan terutama dalam tugas yang sangat penting yakni manajemen UMKM. Selain dengan meminimalisir kelur masuknya karyawan diharapkan UMKM biro perjalanan wisata menggunakan software accounting untuk membantu dan mempermudah dalam menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP
Keempat, data empiris menunjukkan bahwa sebanyak 12% latar belakang pendidikan responden adalah sarjana ekonomi jurusan manajemen dan sisanya sebanyak 88% bukan dalam jurusan ekonomi. Menurut Susanto (2000) menjelaskan bahwa kompetensi menunjukkan karakteristik-karakteristik tertentu yang mendasari individu untuk mencapai prestasi kerja yang lebih unggul. Jadi, dapat dikemukakan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang spesifik dan karakteristik-karakeristik tertentu, misalnya di bidang akuntansi, merupakan faktor penting untuk meningkatkan kompetensi seseorang dan sebagai dasar untuk mencapai prestasi kerja yang lebih unggul. Oleh karena itu, pihak manajemen yang menangani bidang perekrutan karyawan di UMKM biro perjalanan wisata Kota Malang diharapkan pada masa mendatang dalam merekrut pegawai sebaiknya memperhatikan latar belakang pendidikannya. Dalam hal ini adalah sesuai dengan bidang akuntansi
agar dalam pelaksanaan kedepannya tidak mengalami kesulitan. Sebab, sarjana ekonomi jurusan akuntansi memiliki dibidang lainya.
## KESIMPULAN
1. Sebanyak 19 (58%) responden menyatakan tingkat persepsi atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan cukup baik terhadap seluruh item pertanyaan dalam kuesioner. Sisanya sebanyak 14 (42%) tingkat persepsi atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan baik terhadap seluruh item pertanyaan dalam kuesioner.
2. Data empiris menunjukkan bahwa terdapat 12 (44%) item pertanyaan sebagai penentu persepsi responden atas laporan keuangan berbasis SAK ETAP menunjukkan sangat baik. Sedangkan 5 (19%) item pertanyaan menunjukkan persepsi baik, dan 1 (4%) item pertanyaan menunjukkan persepsi cukup baik, serta 6 (22%) item pertanyaan menunjukkan persepsi buruk, sisanya 3 (11%) item pertanyaan menunjukkan persepsi sangat buruk diantaranya berkaitan dengan laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas.
3. Terdapat sebanyak 33% responden bertugas sebagai manajemen UMKM biro perjalanan wisata Kota Malang kurang dari setahun dan sebanyak 25% responden bertugas sebagai manajemen UMKM lebih dari 1 tahun namun kurang dari 2 tahun, dan sebanyak 15% responden bertugas sebagai manajemen UMKM lebih dari 2 tahun namun kurang dari 3 tahun, sisanya sebanyak 27% responden bertugas sebagai manajemen UMKM lebih dari 3 tahun.
4. Sebanyak 12% latar belakang pendidikan responden adalah sarjana ekonomi jurusan manajemen dan sisanya sebanyak 88% bukan dalam jurusan ekonomi.
## DAFTAR PUSTAKA
Gibson, James L, Evansevich John M, & Donnelly, James H, 2006, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Kedelapan , Alih Bahasa: Nunuk Adriani, Binarupa Aksara, Jakarta
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Cetakan 6. Bogor: Penerbit Ghalia eIndonesia.
Rakhmat, Jalaludin, 1998. Metode Penelitian, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Susanto, Azhar. 2000. Sistem Informasi Manajemen Konsep dan Pengembangannya. Linggajaya. Bandung.
Thoha, Miftah.1993. Kepemimpinan dalam Manajemen suatu Pendekatan Perilaku. Raja Grafindo Pustaka. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Walgito, Bimo, 2003, Pengantar Psikologi Umum, Cetakan Ketiga, Andi Offset, Yogyakarta.
|
67aac920-4835-4326-958f-8541bbb78a55 | http://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR/article/download/2232/1640 | p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
## FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENERAPAN PATIENT SAFETY DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT TGK CHIK DI TIRO KABUPATEN PIDIE
Mukhlis 1 , Masri 2 , Abqariah 3 , Nurul Atikah 4
Program Studi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jabal Ghafur, Sigli Email: [email protected], [email protected] , [email protected] , [email protected]
DOI: https://doi.org/10.47647/jsr.v13i3.2232
## ABSTRACT
Patient safety is an effort or action that makes patient care services safer and prevents injury to patients. Patient safety needs to be managed well so that it does not result in unexpected events (KTD) or threaten patient safety, with the aim of finding out factors related to the implementation of patient safety in the internal medicine room at Tgk Chik Di Tiro Hospital, Pidie Regency. This research is quantitative in nature and has a population of 30 respondents in the internal medicine room of Tgk Chik Di Tiro Hospital, Pidie Regency, and uses a total sampling technique. The results of research conducted from 26 to 31 July 2023, the majority of knowledge was in the good category, 19 respondents (63.3), the majority of motivation was in the high category, 28 respondents (93.39), and the majority of supervise was in the very category. good as many as 27 respondents (90.0). Based on the results of the bivariate test, there is a relationship between knowledge and the application of patient safety, with a p-value = 0.017 (p<0.05), there is a relationship between motivation and the application of patient safety, a p-value = 0.028 (0.05) and there is a relationship between supervision and the application of patient safety obtained p value = 0.000 (p<0.5). From this research, it is hoped that the health staff at Tgk Chik Di Tiro Hospital, Pidie Regency, will further im- improve their ability to implement patient safety, both in terms of training and seminars, in order to prevent accidents in patients.
Keywords: Patient Safety, Nurse
## ABSTRAK
Keselamatan pasien adalah suatu usaha atau tindakan yang membuat pelayanan asuhan pasien menjadi lebih aman dan mencegah terjadinya cedera pada pasien , keselamatan pasien perlu di Kelola dengan baik agar tidak mengakibatkan terjadinya kejadian tidak di harapkan (KTD) atau yang mengancam keselamatan pasien, dengan tujuan untuk mengetahui factor factor yang berhubungan dengan penerapan patient safety di ruangan penyakit dalam RS Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dengan jumblah populasi sebanyak 30 responden yang berada di dalam
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 932
ruangan penyakit dalam RS Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie dan dengan mengunakan tehnik total sampling . Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 26 s/d 31 Juli 2023, mayoritas pengetahuan berada pada katagori baik 19 responden (63,3)mayoritas motivasi berada pada katagori tinggi sebanyak 28 responden (93,39) dan mayoritas super- vise berada pada katagori sangat baik sebanyak 27 responden (90,0). Berdasarkan hasil uji bivariat ada hubungan pengetahuan dengan penerapan patient safety di peroleh nilai p value = 0,017(p<0,05), ada hubungan motivasi dengan penerapan patient safety di peroleh nilai p value = 0,028 (0,05) dan ada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety di peroleh p value = 0,000 (p<0,5). Dari penelitian ini di harapkan bagi instansi tenaga Kesehatan RS Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie agar lebih meningkatkan kemampuan dalam penerapan patient safety baik itu dari segi pelatihan maupun seminar demi mencegah terjadinya in- siden kecelakaan pada pasien.
Kata Kunci : Patient Safety, Perawat
1. PENDAHULUAN Keselamatan pasien merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang serius. Di Eropa mengalami pasien dengan risiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis menunjukkkan 50-72,3%. Rumah sakit di berbagai negara ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan rentang 3,2 - 16,6%. Data patient safety tentang kejadian nyaris cedera dan kejadian tak diharapkan di Indonesia masih jarang, insiden pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh perawat (Isnainy et al., 2021)
Menurut Institute of Medicine (IMO) setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 48.000 sampai 100.000 pasien meninggal karena kesalahan pemberian obat. Sedangkan di Jepang sebagian besar laporan didasarkan pada kesalahan pengobatan sebanyak 46,6 % dari total laporan Patient Safety. Dari data ini dapat dilihat bahwa kesalahan dalam pengobatan
mempunyai akibat yang fatal bagi pasien (Dwi Andhini et al., 2022)
Institute of Medicine mencatat sebanyak 44.000-98.000
orang meninggal setiap tahunnya di Amerika Serikat karena kesalahan medis. Angka kematian akibat kejadian tidak diharapkan (KTD) pada pasien di Amerika adalah 33.600.000 per tahun5. National Patient Safety Agency melaporkan bahwa IKP di
Inggris tahun 2016 sebanyak 1.879.822 insiden. Laporan IKP di Inggris pada tahun 2015 mencatat sebanyak 825.416 insiden6. Hasil penelitian James (2013) juga menyatakan bahwa diperkirakan lebih dari 40.000 kasus kematian per tahun disebabkan oleh cedera yang dapat dicegah (Tirzaningrum et al., 2022).
Data pelaporan IKP di Indonesia yang diterbitkan oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) periode 2006–2011, tercatat 877 insiden. Laporan IKP di Indonesia tahun 2011 yang dilaporkan adalah (11,23%) di unit keperawatan, (6,17%) di unit farmasi dan (4,12%)
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 933
oleh dokter. Laporan KKPRS di Indonesia pada 2011, menemukan adanya pelaporan kasus Kejadian Tidak Dihrapkan (KTD) sebesar (14,41%) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sebesar (18,53%) (Tirzaningrum et al., 2022). Insiden keselamatan pasien yang terjadi di Indonesia berdasarkan hasil laporan Daud (2020) diketahui bahwa terdapat 7.465 kasus pada tahun 2019, yang terdiri dari 171 kematian, 80 cedera berat, 372 cedera sedang, 1183 cedera ringan, dan 5659 tidak ada cedera. Data tentang keselamatan pasien di Indonesia masih sulit diperoleh karena masalah pada sistem pelaporan. Idealnya, semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia harus melaporkan insiden ke komite keselamatan pasien (Tirzaningrum et al., 2022).
Faktor faktor yang berhubungan dengan penerapan patient safety ada 8 yaitu: usia, pendidikan, masa kerja, , status kepegawaian, pengetahuan, sarana prasarana, pengawasan / supervisi, motivasi, pengaruh
organisasi (Salsabila & Dhamanti, 2023).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyani, (2020) dengan judul “Pengetahuan Dan Sikap Perawat Berhubungan Dengan Pelaksanaan Patient Safety” didapatkan hasil penelitian menunjukkan pengetahuan baik dengan pelaksanaan patient safety 11 (55%) dan motivasi dengan pelaksanaan patient safety 10 (50%).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pambudi, (2018) Pengetahuan tenaga kesehatan paling banyak pada katagory baik sebesar 63%, seseorang
yang memiliki pengetahuan baik cenderung lebih baik dalam melakukan penerapan 6 keselamatan pasien di bandingkan dengan perawat yang memiliki pengetahuan rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sundari (2020) dengan judul” Hubungan Motivasi Eksternal dalam penerapan patient safety” Motivasi eksternal juga menunjukkan persentase yang rendah yaitu sebanyak 37%. Tingkat subvariabel motivasi eksternal dengan kategori tinggi antara lain: supervisi 63%, kondisi kerja 68,5%, rekan kerja 57,4%, kebijakan organisasi 14,8%, gaji/ upah 1,9%.
Berdasarkan pengambilan data awal pada tanggal 03 Maret 2023 di dapatkan adanya salah satu insiden kecelakaan pada pasien yaitu kesalahan perawat dalam pemberian obat pada bulan February. Dan di dapatkan jumlah perawat dalam ruangan penyakit dalam (RPD) sebanyak 30 perawat dan ber- dasarkan hasil observasi yang saya lakukan di ruangan penyakit dalam di lengkapi dengan alat alat medis seperti tabung oksigen yang di gunakan untuk menaikkan saturasi oksigen pada pasien yang mengalami hipoksia , kursi roda yang di gunakan untuk membantu seseorang yang terganggu atau tidak dapat berjalan karena sakit , tempat tidur pasien yang di lengkapi dengan penyangga agar pasien tidak terjadi resiko jatuh , lemari sterilisasi sebagai tempat penyimpanan alat alat steril agar tidak terjadi imfeksi saat di gunakan, dan di lengkapi juga dengan adanya tangga darurat sebagai jalur evakuasi apabila dalam Gedung tersebut terjadi kecelakaan , tabung APAR ( alat pemadam api ringan ) yang
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 934
akan di gunakan apabila terjadi kebakaran dalam rumah sakit Tgk Chik Di Tiro.
2. METODE Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian bersifat deskriftif analitik dengan design penelitian crossectional study dengan menyebarkan kuesioner kepada 288 perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan menyebarkan kuesioner dalam bentuk paper based . Analisa data yang digunakan univariat dalam bentuk distribusi frekuensi dan analisa data bentuk bivariat menggunakan Chi
Square .
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional yang
berarti rancangan peneliti untuk mempelajari variabel peneliti dengan cara pendekatan, observasi atau pengukuran atau pengumpulan data sekaligus pada saat bersamaan (point time approach) di mana pengumpulan data variabel dependen dan independen di lakukan peneliti pada saat yang bersamaan (Masturoh, 2018).
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 26-31 Juli 2023 kepada 30 perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie maka didapatkan hasil sebagai berikut:
## Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Kabupaten Pidie (n = 30) No Jenis Kelamin f % 1 Laki-laki 3 10,0 2 Perempuan 27 90,0 Total 30 100,0 No Usia f % 1 Remaja Akhir (17-25 tahun) 2 6,7 2 Dewasa Awal (26-35 tahun) 27 90,0 3 Dewasa Akhir (36-45 tahun) 1 3,3 Total 30 100,0 No Pendidikan f % 1 DIII Keperawatan 21 70,0 2 Profesi Ners 9 30,0 Total 30 100,0 No Lama Kerja f % 1 < 3 tahun (baru) 10 33,3
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
3 > 3 tahun (lama) 20 66,7 Total 30 100,0
## Sumber: Data primer diolah (2023)
Tabel 1 menunjukan mayoritas jenis kelamin responden Sebagian besar memiliki jenis kelamin pada katagori Per- empuan sebanyak 27 responden (90,0%). Diketahui mayoritas usia re- sponden Sebagian besar memiliki usia pada katagori dewasa awal seb- banyak 27 responden (90,0%). Diketahui mayoritas Pendidikan Seba- gian besar responden memiliki Pendidikan pada katagori D-III sebanyak 21 responden (70,0%). Dan di ketahui mayoritas lama kerja sebagian besar responden memiliki lama kerja pada katagori <6 tahun (baru) sebanyak 20 responden (66,7%).
## Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Patient Safety
## A. Pengetahuan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dengan Penerapan Patient safety Di Ruang Penyakit Dalam RSUD TCD Sigli Tahun 2023 (n = 30) No Pengetahuan f % 1 Baik 19 63,3 2 Cukup 11 36,7 Total 30 100,0 Sumber: Data primer diolah (2023)
Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui sebagian besar responden memiliki mayoritas pengetahuan pada kategori baik sebanyak 19 responden (63,3 %).
## B. Motivasi
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Motovasi Dengan Penerapan Patient safety Di Ruang Penyakit Dalam RSUD TCD Sigli Tahun 2023 (n = 30) No Motivasi f % 1 Rendah 1 3,3 2 Cukup 1 3,3 3 Tinggi 28 93,3 Total 30 100,0 Sumber: data primer diolah (2023)
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 936
Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui mayoritas motivasi sebagian besar responden memiliki motivasi pada kategori tinggi (76-100%) sebanyak 28 responden (93,3%).
## C. Supervisi / pengawasan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Supervisi / Pengawasan Dengan Penerapan Patient Safety Di Ruang Penyakit Dalam RSUD TCD Sigli No Supervisi f % 1 Sangat baik 27 90,0 2 Baik 3 10,0 Total 30 100,0 Sumber: Data primer diolah (2023)
Berdasarkan tabel 4.8 diatas diketahui sebagian besar responden memiliki mayoritas supervisi pada kategori selalu (76-100%) sebanyak 27 responden (90,0%).
## D. Penerapan Patient Safety
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Dengan Penerapan Patient safety di Ruang Penyakit Dalam RSUD TCD Sigli Tahun 2023 (n = 30) No Penerapan Safety f % 1 Baik 20 66,7 2 Kurang 10 33,3 Total 30 100,0 Sumber: Data primer diolah (2023)
Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui sebagian besar responden memiliki mayoritas Penerapan Patient Safety pada kategori baik (>5) sebanyak 27 responden (66,7%).
## E. Observasi
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Observasi Dengan Penerapan Patient safety diRuang Penyakit Dalam RSUD TCD Sigli Tahun 2023 (n = 30) No Observasi f % 1 Baik 29 96,7 2 Cukup 1 3,3 Total 30 100,0 Sumber: Data primer diolah (2023)
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui sebagian besar responden memiliki mayoritas observasi pada kategori Baik (76-100%) sebanyak 29 responden (96,7 %).
## Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan
Patient Safety Baik Kurang Total P - value Pengetahuan Baik 12 (40,0) 7 (23,3) 19 (63,3) 0,017 Cukup 8 (26,7) 3 (10,0) 11 (36,7) Total 20 (66,7) 10 (33,3) 30 (100) Motivasi Rendah 1 (3,3) 0 (0,0) 1 (3,3) 0,028 Cukup 0 (0,0) 1 (3,3) 1 (3,3) Tinggi 19 (63,3) 9 (30,0) 28 (93,3) Total 20 (66,7) 10 (33,3) 30 (100) Suvervisi Sangat Baik 18 (60,0) 9 (30,0) 27 (90,0) 0,000 Baik 2 (6,7) 1 (3,3) 3 (10,0) Total 20 (66,7) 10 (33,3) 30 (100)
## Sumber: Data primer diolah (2023)
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.7 pada hubungan pengetahuan dengan penerapan patient safety mayoritas pengetahuan responden pada kategori baik sebanyak 19 responden (63,3%), pada penerapan patient safety kategori baik sebanyak 12 responden (40,0%). Pada hubungan motivasi dengan penerapan patient safety mayoritas motivasi pada kategori tinggi sebanyak 28 responden (93,3%) dengan penerapan patient safety pada kategori baik sebanyak 19 responden (63,3%). Pada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety mayoritas supervisi responden pada kategori sangat baik sebanyak 27 responden (90,0%), pada penerapan patient safety kategori baik sebanyak 18 responden (60,0%).
## PEMBAHASAN
Hubungan Pengetahuan Dengan Penerapan Patient safety Di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tgk.Chik Ditiro Sigli Tahun
2023 . Berdasarkan hasil penelitian pada hubungan pengetahuan dengan
penerapan patient safety mayoritas pengetahuan responden pada kategori baik sebanyak 19 responden (63,3%), pada penerapan patient safety kategori baik sebanyak 12 responden (40,0%). Dari 11 responden sebagian besar memiliki pengetahuan dengan kategori cukup dengan penerapan patient safety
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 938
pada kategori baik sebanyak 8 responden (26,7%). Hasil uji statistik fisher’s exact test pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05) diperoleh nilai p-value = 0,017(p<0,05) yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan penerapan patient safety. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi satelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi (Mahendra et al., 2019).
Beberapa penelitian terkait,
salah satunya yaitu penelitian yang di lakukan oleh Tomasa & Muchlis (2022) yang berjudul “Pengembangan Program Patient Safety Berdasarkan Analisis Pengaruh Faktor Pengetahuan, Persepsi, Awareness, Komitmen dan Efektifitas Teamwork terhadap Kinerja Pelaksanaan Patient Safety” menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan, 107 persepsi, awareness, komitmen dan efektifitas terhadap kinerja pelaksanaan Patient Safety. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Harus & Sutriningsih (2015) mendapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan prosedur keselamatan pasien rumah sakit di RS Panti Waluya Sawahan Malang. Peneliti berasumsi bahwa pemahaman responden mengenai konsep patient safety yang meliputi definisi, tujuan, standar patient safety, dan sasaran patient safety. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan yang berguna untuk memperbaiki efektifitas pelayanan dalam mencapai kinerja yang baik demi keselamatan dan kepuasan pasien dengan melakukan sosialisasi.
Peneliti juga berasumsi bahwa factor Pendidikan D-III keperawa- tan menjadi salah satu latar belakang terbanyak dalam ruangan penyakit dalam RS Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie.
Hubungan Motivasi Dengan Penerapan Patient safety Di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Tgk.Chik Ditiro Sigli Tahun 2023.
Berdasarkan hasil tabel 4.14 pada hubungan motivasi dengan penerapan patient safety mayoritas motivasi pada kategori tinggi sebanyak 28 responden (93,3%) dengan penerapan patient safety pada kategori baik sebanyak 19 responden (63,3%). Dari 1 responden sebagian besar memiliki motivasi dengan kategori cukup dengan penerapan patient safety pada kategori kurang sebanyak 1 responden (3,3%). Dari 1 responden sebagian besar memiliki motivasi dengan rendah dengan penerapan patient safety pada kategori baik sebanyak 1 responden (3,3%). Hasil uji statistik chi-square (person chi square) pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05) diperoleh nilai p-value=0,028 (p<0,05) yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 939
sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan motivasi dengan penerapan patient safety.
Menurut Hasibuan (2017) dalam Subroto (2022) motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang artinya adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi ialah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun kelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rina Amelia (2013) yang menyatakan bahwa, hasil uji statistik chi-square (person chi-square) pada derajat kepercayaan 95%(α=0,05) diperoleh nilai p-value=0,026 (p>0,05) yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan penerapan patient safety. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariyani (2018) hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat tidak berhubungan dengan pelaksanaan patient safety. Dengan mengunakan uji Fisher’s Exact Test diperoleh nilai ρ =0,000, nilai tersebut lebih kecil dari pada α (0,05). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa motivasi kerja perawat ada berhubungan dengan pelaksanaan patient safety di Rumah Sakit Santa Anna Kendari.
Peneliti berasumsi bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri responden untuk menerapkan atau tidak menerapkan program patient safety. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaannya.
Mengelola dan mempertahankan motivasi kerja
perawat pelaksana merupakan hal penting dalam organisasi rumah sakit.
Jika ini diabaikan maka akan mempengaruhi kinerja perawat. Karena motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja guna mencapai tujuan yang dikehendakinya, dan bertanggung jawab serta berani menghadapi resiko sesuai
keyakinannya. Sepertihalnya di dalam ruangan penyakit dalam RSUD Tgk Chik Di Tiro, motivasi dapat didorong dari ketua tim, kepala ruangan, serta staf-staf dalam melakukan baik asuhan keperawatan, kinerja perawat serta keselamatan pasien.
Hubungan Supervisi Dengan Penerapan Patient safety Di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 940
Daerah Tgk.Chik Ditiro Sigli Tahun 2023.
Berdasarkan hasil penelitian pada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety mayoritas supervisi responden pada kategori sangat baik sebanyak 27 responden (90,0%), pada penerapan patient safety kategori baik sebanyak 18 responden (60,0%). Dari 3 responden sebagian besar memiliki supervisi dengan kategori baik dengan penerapan patient safety pada kategori baik sebanyak 2 responden (6,7%). Hasil uji statistik fisher’s exact test pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05) diperoleh nilai p-value = 0,000 (p<0,05) yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety.
Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Agus Sudaryanto dkk 2016). Hasil yang sama juga ditemukan oleh Atik Ba’diah (2017) yang menyatakan bahwa supervisi berhubungan dengan kinerja perawat. Hal ini menggambarkan bahwa apabila kepala ruangan melakukan supervise dengan baik maka perawat pelaksana juga akan menghasilkan kinerja yang baik begitu pula sebaliknya. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan chi-square untuk mengetahuai pengaruh supervisi kepala ruangan terhadap kinerja diperoleh
hasil, nilai p = 0,00 lebih kecil dari nilai α = 0,05. Hal ini mengidikasikan Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variabel supervisi terhadap kinerja.
Hasil penelitian Rasdini et al. (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran supervisi dengan penerapan budaya keselamatan pasien. Penelitian yang dilakukan Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2014)
menunjukkan hasil ada hubungan signifikan antara supervisi pelayanan keperawatan dengan penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana. Peneliti merekomendasikan agar perawat selalu menerapkan standar, aktif kegiatan pelatihan keselamatan pasien, mengikuti pendidikan keperawatan berlanjut, dan supervisor agar meningkatkan
dukungan dan mekanisme reward atas penerapan budaya keselamatan pasien. Peneliti berasumsi bahwa Salah satu tugas dari pemimpin adalah melakukan supervisi kepada
bawahannya dalam hal ini, supervisi kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Supervisi merupakan salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Supervisi adalah pemberian bimbingan, pengarahan, observasi dan evaluasi terhadap tindakan keperawatan dan pendokumentasian tiap-tiap tahap proses keperawatann serta pendokumentasian mengenai kejadian adverse event. Dengan adanya supervisi perawat mampu melakukan pekerjaannya dengan sungguh-
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 941
sungguh dan juga dapat meningkatkan mutu dalam kinerja.
## 4. Simpulan dan Saran
Ada hubungan pengetahuan dengan penerapan patient safety di ruang penyakit dalam RSUD Tgk Chik
Di Tiro Kabupaten Pidie, Ada hubungan motivasi dengan penerapan patient safety di ruang penyakit dalam RSUD Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie, Ada hubungan supervisi dengan penerapan patient safety di ruang penyakit dalam RSUD Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie. Saran bagi Rumah Sakit Tgk Chik Di Tiro Kabupaten Pidie agar lebih meningkatkan kemampuan dalam penerapan patient safety baik itu dari segi pelatihan maupun seminar demi mencegah terjadinya insiden kecelakaan pada pasien.
## Ucapan Terima Kasih
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Tgk. Chik di Tiro Sigli
## Daftar Pustaka
Agus Sudaryanto, dkk. 2016. Model- Model Supervisi Keperawatan Klinik. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979-2697, Vol. 1 No. 4 ,Desember 2008, 193-96. http://www.scribd.com/doc/743 63356/manajemen-atma 21 Maret 2012). Ariyani. (2018). Analisis Pengetahuan Dan Motivasi Perawat Yang Mempengaruhi Sikap Mendukung Penerapan Program Patient Safety Di Instalasi Perawatan Intensif Rsud Dr Moewardi Surakarta Tahun 2018. Thesis. http://eprints.undip.ac.id/16529 /1/Ariyani.pdf.
Atik Ba’diah dkk. Hubungan Motivasi Perawat dengan kinerja perawat di ruang Rawat Inap RSUD Penambahan Senopati Bantul Tahun 2008. Vol 12, No 2, Juni 2017.
Dwi Andhini, C., Wahyuni, U., & Supratini, S. (2022). Hubungan Pelaksanaan Prinsip Pemberian Obat Dengan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Pelabuhan
Cirebon. Jurnal Keperawatan Cikini , 3 (2), 84–93. https://doi.org/10.55644/jkc.v3i2. 91 Harus, B. D., & Sutriningsih, A. (2015). Pengetahuan Perawat Tentang Keselamatan Pasien Dengan Pelaksanaan Prosedur Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS). Jurnal CARE , 3 (1), 25– 32.
Isnainy, U. C. A. S., Gunawan, M. R.,
& Anjarsari, R. (2021). Hubungan sikap perawat dengan penerapan patient safety pada masa pandemi Covid 19. Holistik Jurnal Kesehatan , 14 (4), 674–679. https://doi.org/10.33024/hjk.v14i4 .3850
Mahendra, D., Jaya, I. M. M., & Lumban, A. M. R. (2019). Buku Ajar Promosi Kesehatan. Program
p- ISSN: 2088-0952, e-ISSN 2714-531X https://journal.unigha.ac.id/index.php/JSR
Jurnal Sains Riset | Volume 13 Nomor 3, November 2023 942
Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas Vokasi UKI , 1–107.
Mulyani, E. . N. E. L. (2020). Pengetahuan Dan Sikap Perawat Berhubungan Dengan Pelaksanaan Patient Safety Vol. 2 No. 1 April 2020. Pengetahuan Dan Sikap Perawat Berhubungan
Dengan Pelaksanaan Patient Safety , 2 (1), 16. Pambudi, Y. S. A. Y. D. (2018). Faktor- faktor yang mempengaruhi perawat dalam penerapan 6 SKP (Sasaran Keselamatan Pasien) pada akreditasi JCI (Joint Commision International) di ruang rawat inap rumah sakit panti Waluya Malang. Nursing News ,
3 (1), 729–747.
Rasdini, I. G. a A., Madewedri, N., & Mega, I. (2017). Hubungan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Dengan Supervisi Pelayanan Keperawatan Oleh Perawat Pelaksana. Jurnal Keperawatan , 147–154. Salsabila, A. N., & Dhamanti, I. (2023). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawat Dalam Penerapan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Literature Review.
Jurnal Ners , 7 (1), 524–530. https://doi.org/10.31004/jn.v7i1.1 3740 Rina Amelia. Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumetera Utara
Medan. Majalah Kedokteran Nusantara Vol 42, No. 1, Maret 2013.
Sundari, (2020) Hubungan Antara Faktor Motivasi Internal dan Eksternal dalam penerapan patient safety. Indonesia Trust Health Journal, 3(2), 311-315. https://doi.org/10,37104/ithj.v3 i1,53. diagses tanggal 10 juli 2023.
Subroto, D. E. (2022). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Tunjangan . 1 (September), 28–34.
Tirzaningrum, A., Pramesona, B. A., Berawi, K. N., & Sutarto. (2022). Literature Review Terkait Faktor yang Memengaruhi Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Pada Tenaga Kesehatan. Agromedicine , 9 (2), 81–86.
Tomasa, R., & Muchlis, N. (2022). Pengaruh Pengetahuan , Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Patient Safety Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Muna. Journal of Muslim Community Health (JMCH) , 3 (1), 93–107. http://pasca- umi.ac.id/index.php/jmch/article/
view/810
|
14fcf008-5b47-46ed-8e82-e2e8755888a8 | https://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi/article/download/665/752 | DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
## PENERAPAN FUZZY TSUKAMOTO UNTUK MENENTUKAN JUMLAH PRODUKSI RAKIK
Eka Praja Wiyata Mandala 1* , Dewi Eka Putri 1
1 Teknik Informatika, Universitas Putra Indonesia YPTK Padang email : [email protected] 1 , [email protected] 1
Abstract: The home industry, especially in the culinary sector, has grown in recent years. Many business actors produce the same products as other business actors, so competition often occurs. One of them is the Usaha Rakik Julidar which since 25 years ago made and sold rakik. There are so many types of rakik that there are minimarkets with different business actors. This makes the rakik not sold out at the convenience store and has an effect on the amount of production. This research was conducted to assist the Usaha Rakik Julidar in predicting the amount of pro- duction using Fuzzy Tsukamoto inference method. This research creates a web-based applica- tion to help predict the amount of production by looking at incoming demand and the number of workers available. From the prediction results with Fuzzy Tsukamoto, if the demand is 125 packs and the number of workers is 35 people, then the total production to be done is 140 packs. By obtaining a clear amount of production, this application really helps Usaha Rakik Julidar in maximizing production.
Keywords: fuzzy tsukamoto; prediction; production; rakik
Abstrak: Industri rumah tangga khususnya di sektor kuliner banyak tumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Banyak pelaku usaha menghasilkan produk yang sama dengan pelaku usaha lainnya, sehingga sering terjadi persaingan. Salah satunya adalah Usaha Rakik Julidar yang sejak 25 tahun yang lalu membuat dan menjual rakik. Banyak sekali jenis Rakik yang ada minimarket dengan pelaku usaha yang berbeda. Hal ini membuat rakik tidak terjual habis di minimarket dan berpengaruh pada jumlah produksi. Penelitian ini dilakukan untuk membantu Usaha Rakik Julidar dalam melakukan prediksi jumlah produksi dengan menggunakan metode inferensi fuzzy Tsukamoto . Penelitian ini membuat aplikasi berbasis web untuk membantu melakukan prediksi jumlah produksi dengan melihat permintaan yang masuk dan jumlah pekerja yang tersedia. Dari hasil prediksi dengan fuzzy Tsukamoto , jika permintaan sebanyak 125 bungkus dan jumlah tenaga kerja 35 orang, maka jumlah produksi yang harus dilakukan adalah 140 bungkus. Dengan diperolehnya jumlah produksi yang jelas, aplikasi ini sangat membantu Usaha Rakik Julidar dalam memaksimalkan produksi.
Kata kunci: fuzzy tsukamoto; prediksi; produksi; rakik
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
## PENDAHULUAN
Rakik atau dalam bahasa Indonesia bisa juga disebut rempeyek, merupakan makanan khas dari daerah Sumatera Barat yang memiliki cita rasa yang enak dan unik. Rakik diproduksi secara tradisional menggunakan tangan dan bebas dari bahan pengawet. Rakik bisa dimakan sebagai camilan atau sebagai lauk untuk makan nasi.
Rakik atau rempeyek merupakan makanan atau penganan yang terbuat dari adonan tepung beras dan tepung tapioka dengan campuran kacang dan dimasak dengan digoreng [1].
Usaha rakik sebagian besar diproduksi oleh industri rumah tangga dimana masuk ke dalam kategori usaha kecil dan menengah (UMKM). Namun saat ini, produsen rakik sudah banyak melakukan produksi dengan skala besar dan menyalurkannya secara luas [2].
Di Kota Padang khususnya, banyak sekali UMKM yang menggeluti usaha pembuatan rakik ini. Salah satu UMKM yang memproduksi rakik adalah Rakik Julidar yang terletak di Kelurahan Kapalo Koto Kota Padang. Usaha Rakik Julidar didirikan oleh Ibu Julidar sejak 25 tahun yang lalu [3].
Usaha Rakik Julidar merupakan industri rumah tangga yang khusus memproduksi rakik. Produksi dilakukan setiap hari mulai dari pengolahan bahan baku, proses produksi sampai proses pengemasan. Penyaluran rakik dilakukan setiap awal minggu ke beberapa toko dan minimarket yang ada di Kota Padang.
Proses produksi dibantu oleh beberapa orang tetangga yang diminta bantuan sebagai tenaga kerja. Tetangga yang terlibat dalam proses produksi tidak selalu sama setiap harinya, bisa lebih banyak atau lebih sedikit, tergantung dari kebutuhan pemilik usaha rakik.
Produksi dilakukan tergantung dari banyaknya permintaan yang masuk dari toko dan minimarket langganan dan jumlah tenaga kerja yang terlibat.
Alasan kenapa penelitian ini dilakukan adalah angka produksi rakik di Usaha Rakik Julidar sering tidak tercapai karena banyaknya permintaan yang masuk, tetapi jumlah tenaga kerja yang terlibat hanya sedikit. Hal ini juga terjadi sebaliknya, disaat permintaan sedikit, tenaga kerja yang tersedia banyak, sehingga masalah ini akan mengganggu dalam penentuan angka produksi rakik. Hal ini juga untuk membantu Ibu Julidar dalam menentukan jumlah produksi yang tepat, agar permintaan dapat terpenuhi.
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah aplikasi yang dapat membantu Usaha Rakik Julidar untuk menentukan jumlah produksi yang tepat setiap minggunya sebelum disalurkan ke beberapa toko dan minimarket.
Pada penelitian sebelumnya, terdapat masalah yang muncul pada saat produksi rempeyek dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Usaha Ibu Lilis Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Masalah yang terjadi adalah adanya ketidak konsistenan ukuran produk rempeyek yang dibuat sehingga mengakibatkan berat per bungkus berbeda-beda. Solusi yang diberikan adalah penggunaan alat presser untuk mencetak rempeyek agar mempunyai ukuran yang sama [4].
Pada penelitian lainnya yang dilakukan pada PKBM Sari Ilmu di Kabupaten Bantul, masalah yang muncul berkaitan dengan produksi rempeyek adalah kurangnya tenaga kerja yang terlibat pada produksi rempeyek, sehingga pada saat produk rempeyek habis terjual, PKBM Sari Ilmu tidak bisa langsung melakukan produksi dan memenuhi permintaan berikutnya [5].
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
Penelitian lain berikutnya yang juga membahas produksi rempeyek dilakukan pada beberapa agroindustri UMKM di Propinsi Jambi. Penelitian ini mengangkat masalah yaitu sulitnya memperoleh bahan baku untuk pembuatan rempeyek karena harga yang tidak stabil dan persaingan antar pengusaha penyedia bahan baku pembuatan rempeyek [6]. Untuk menentukan jumlah
produksi rakik pada Usaha Rakik Julidar akan digunakan pendekatan fuzzy . Fuzzy adalah hasil generalisasi dari logika yang mempunyai dua nilai keanggotaan, yaitu 0 dan 1. Artinya suatu pernyataan berada antara benar sampai dengan salah [7].
Fuzzy Tsukamoto
merupakan penggabungan aturan sesuai dengan data yang sudah tersedia, dimana setiap aturan akan direpresentasikan menggunakan himpunan fuzzy , yang mempunyak fungsi keanggotaan. Langkah fuzzy dimulai dari proses fuzzyfikasi yang merubah nilai tegas menjadi nilai linguistic , dilanjutkan dengan pembentukan rule dari semua kemungkinan yang terjadi, kemudian diproses dengan mesin inferensi Tsukamoto untuk memperoleh nilai output, dan terakhir dilakukan proses defuzzyfikasi yaitu merubah menjadi nilai tegas kembali [8].
Penelitian tentang fuzzy dilakukan di Bayang Pesisir Selatan pada UD. Tempe Puji. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jumlah produksi tempe yang diproduksi oleh industri rumah tangga. Penelitian ini
menggunakan teknik inferensi metode Tsukamoto dan menghasil aplikasi yang dapat membantu UD Tempe Puji dalam menentukan jumlah produksi [9].
Penelitian lainnya tentang fuzzy
Tsukamoto pernah juga dilakukan pada UKM Abadi untuk memprediksi produksi
tahu. Penelitian ini
menggunakan variabel input persediaan dan permintaan untuk memperoleh variabel output yaitu produksi. Penelitian ini menghasilkan aplikasi berbasis web untuk membantu UKM Abadi dalam memprediksi jumlah produksi tahu [10].
Penelitian yang dilakukan di Usaha Rakik Julidar ini, akan dibuat sebuah aplikasi berbasis web untuk membantu dalam menentukan jumlah produksi rakik. Aplikasi yang dihasilkan pada penelitian ini dibuat dengan bahasa pemrograman server yaitu PHP dan menggunakan basis data server MySQL sebagai penyimpanan data [11].
## METODE
Penelitian dilakukan dengan menerapkan metode penelitian yang memiliki kerangka penelitian seperti berikut : 1. Melakukan identifikasi masalah Masalah pada penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan observasi langsung ke Usaha Rakik Julidar.
2. Mengumpulkan data Data diperoleh setalah melakukan observasi langsung dan kemudian dilakukan wawancara dengan Ibu Julidar sebagai pemilik usaha. Data yang diperoleh dalam bentuk jumlah adonan bahan baku, jumlah tenaga kerja dan jumlah produksi rakik selama 3 bulan terakhir.
3. Melakukan analisis data
Data yang sudah diperoleh dari Ibu Julidar, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode inferensi Fuzzy Tsukamoto. 4. Merancang prototipe aplikasi
Setelah analisis data selesai,
dilakukan perancangan protoipe aplikasi fuzzy berupa rancangan antar
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
muka dari aplikasi.
5. Implementasi menjadi aplikasi Dilakukan proses pengodingan untuk menghasilkan aplikasi yang bisa digunakan sesuai dengan prototipe yang sudah dirancang sebelumnya.
6. Menarik kesimpulan Langkah terakhir dari penelitian ini adalah proses penarikan kesimpulan dari semua proses penelitian yang sudah dilakukan.
Langkah-langkah dari fuzzy Tsukamoto adalah sebagai berikut :
1. Fuzzifikasi Merupakan proses perubahan variabel numerik menjadi variabel linguistik. 2. Pembentukan Aturan
Aturan diperoleh dari orang yang ahli di dalam kasus yang akan diselesaikan dengan fuzzy tersebut
3. Mesin Inferensi Menggunakan fungsi implikasi min untuk mendapatkan nilai α- predikat.
4. Defuzzifikasi
Proses menerjemahkan himpunan nilai keluaran kedalam nilai yang tegas.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses produksi rakik pada Usaha Rakik Julidar dilakukan setiap hari dimulai dari proses pembuatan adonan, pencetakan, penggorengan sampai pada pengemasan. Pengemasan rakik terdiri dari 25 keping rakik yang dibungkus plastik. Proses produksi dibantu oleh beberapa orang tenaga kerja dari tetangga yang berbeda jumlahnya setiap hari. Setiap awal minggu, rakik yang sudah dikemas, akan disalurkan ke beberapa toko dan minimarket di Kota Padang.
Data produksi diperoleh langsung dari hasil wawancara dan data tertulis dari Usaha Rakik Julidar. Data yang diolah yaitu data produksi selama 3 bulan terakhir, yaitu bulan Maret sampai Mei 2020 yang dibagi menjadi 12 minggu. Data produksi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Produksi Usaha Rakik Julidar Bulan Minggu Permintaan per minggu (Bungkus) Tenaga kerja per minggu (Orang) Jumlah Produksi per minggu (Bungkus) Maret 2020 I 140 35 140 II 130 31 132 III 145 42 158 IV 120 28 125 April 2020 I 148 33 151 II 137 40 140 III 123 34 130 IV 141 36 152 Mei 2020 I 118 37 128 II 142 30 134 III 148 29 122 IV 110 40 141
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa data yang diperoleh berupa data selama 12 minggu mulai dari bulan Maret sampai Mei 2020 yang terdiri dari rekapitulasi permintaan per minggu (bungkus), rekapitulasi tenaga kerja yang telibat per minggu (orang) dan rekapitulasi jumlah produksi per minggu (bungkus).
Data permintaan paling banyak terdapat pada minggu I April 2020 yaitu 148 bungkus sedangkan permintaan paling sedikit pada minggu IV Mei 2020 yaitu 110 bungkus. Sementara tenaga kerja paling banyak terdapat pada minggu III Maret 2020 yaitu 42 orang dan tenaga kerja paling sedikit terdapat pada minggu IV Maret 2020 yaitu 28 orang.
Data jumlah produksi terbanyak terdapat pada minggu III Maret 2020 yaitu 158 bungkus dan produksi paling sedikit pada minggu III Mei 2020 yaitu 122 bungkus.
Untuk membantu Usaha Rakik Julidar dalam menentukan jumlah produksi dengan menggunakan pendekatan fuzzy maka perlu ditentukan terlebih dahulu variabel input dan variabel output . Variabel fuzzy akan memiliki semesta pembicaraan yaitu batas minimal sampai dengan batas maksimal dari variabel fuzzy. Selain itu, variabel fuzzy juga akan memiliki
himpunan fuzzy yang juga akan memiliki batas minimal dan batas maksimal yang disebut dengan domain himpunan fuzzy. Penjelasan secara rinci dapat dilihta pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan permintaan dan tenaga kerja sebagai variabel input dan produksi sebagai variabel output. Permintaan berada diantar 110 s/d 148 bungkus, sementara tenaga kerja berada diantara 28 s/d 42 orang, dan produksi berada diantara 122 s/d 158 bungkus. Masing-masing variabel fuzzy memiliki himpunan fuzzy , permintaan naik dengan domain 130 s/d 148 bungkus dan permintaan turun dengan domain 110 s/d 129 bungkus, tenaga kerja banyak dengan domain 36 s/d 42 orang dan tenaga kerja sedikit dengan domain 28 s/d 35 orang, sedangkan produksi meningkat dengan domain 141 s/d 158 bungkus dan produksi menurun dengan domain 122 s/d 140 bungkus.
Jika untuk minggu I Juni 2020 diketahui permintaan yang masuk
sebanyak 125 bungkus dan jumlah tenaga kerja yang tersedia 35 orang, berapa jumlah produksi untuk minggu I Juni 2020 tersebut ?
Tahap pertama dimulai dari tahap fuzzyfikasi yaitu proses untuk mendapatkan nilai derajat keanggotaan (μ) dari himpunan fuzzy. Tabel 2. Variabel Fuzzy Variabel Variabel Fuzzy Semesta Pembicaraan Himpunan Fuzzy Domain Himpunan Fuzzy Input Permintaan 110 - 148 Naik 130 - 148 Turun 110 - 129 Tenaga Kerja 28 - 42 Banyak 36-42 Sedikit 28-35 Output Produksi 122 - 158 Meningkat 141-158 Menurun 122-140
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
a. Permintaan (x), memiliki himpunan fuzzy NAIK dan TURUN.
μPermintaanNAIK[125]
= (125 - 110) / (148 – 110) = 0,395 μPermintaanTURUN[125] = (148 – 125) / (148 – 110) = 0,605 Perhitungan diatas dapat digambarkan dalam kurva linier naik dan linier turun seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Linier Permintaan
b. Tenaga Kerja (y), punya himpunan fuzzy BANYAK dan SEDIKIT. μTenagaKerjaBANYAK[35] = (35 - 28) / (42 – 28)
= 0,500 μTenagaKerjaSEDIKIT[35] = (42 – 35) / (42 – 28) = 0,500 Perhitungan diatas dapat digambarkan dalam kurva linier naik dan linier turun seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Linier Tenaga Kerja
c. Produksi (z), punya himpunan fuzzy
MENINGKAT dan MENURUN. μProduksiMENINGKAT[z]
= (z – 122) / (158 – 122) μProduksiMENURUN[z]
= (158 – z) / (158 – 122) Tahap kedua merupakan proses pembentukan aturan-aturan dengan empat kemungkinan aturan yang akan digunakan yaitu :
1. IF Permintaan NAIK AND Tenaga Kerja BANYAK THEN Produksi
MENINGKAT
2. IF Permintaan TURUN AND Tenaga Kerja BANYAK THEN Produksi MENINGKAT 3. IF Permintaan NAIK AND Tenaga Kerja SEDIKIT THEN Produksi MENURUN
4. IF Permintaan TURUN AND
Tenaga Kerja SEDIKIT THEN
Produksi MENURUN
Tahap ketiga adalah penggunaan mesin inferensi Tsukamoto dengan menggunakan fungsi implikasi MIN untuk memperoleh nilai α-predikat yang digunakan untuk menghitung nilai tegas. [R1] IF Permintaan NAIK AND Tenaga
Kerja BANYAK THEN Produksi MENINGKAT α-pred1 = μNAIK ∩ μBANYAK = min (μNAIK[125], μBANYAK[35])
= min (0,395 ; 0,500)
α-pred1 = 0,395
Lihat himpunan MENINGKAT pada grafik keanggotaan Produksi (z1 - 122) / (158 - 122) = 0,395 z1 = 136,211
[R2] IF Permintaan TURUN AND Tenaga Kerja BANYAK THEN Produksi MENINGKAT α-pred2 = μTURUN ∩ μBANYAK = min (μTURUN[125], μBANYAK[35])
NAIK TURUN Permintaan (Bungkus) 110 148 0 1 125 0,605 0,395 BANYAK SEDIKIT Tenaga Kerja (Orang) 28 2 42 0 1 35 0,500
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
= min (0,605 ; 0,500) α-pred2 = 0,500
Lihat himpunan MENINGKAT pada grafik keanggotaan Produksi
(z2 - 122) / (158 - 122) = 0,500 z2 = 140 [R3] IF Permintaan NAIK AND Tenaga Kerja SEDIKIT THEN Produksi MENURUN α-pred3 = μNAIK ∩ μSEDIKIT = min (μNAIK[125], μSEDIKIT[35])
= min (0,395 ; 0,500) α-pred3 = 0,395
Lihat himpunan MENURUN pada grafik keanggotaan Produksi (158 – z3) / (158 – 122) = 0,395
z3 = 143,789
[R4] IF Permintaan TURUN AND Tenaga Kerja SEDIKIT THEN Produksi MENURUN α-pred4 = μTURUN ∩ μSEDIKIT = min (μTURUN[125], μSEDIKIT[35]) = min (0,605; 0,500) α-pred4 = 0,500
Lihat himpunan MENURUN pada grafik keanggotaan Produksi (158 – z4) / (158 – 122) = 0,500
z4 = 140
Tahap paling akhir dalam fuzzy adalah proses defuzzyfikasi dengan menggunakan metode rata-rata ( average ), yaitu proses merubah menjadi nilai tegas kembali.
∑
∑
Jadi, untuk minggu I Juni 2020 dengan jumlah permintaan 125 bungkus dan jumlah tenaga kerja yang terlibat 35 orang, maka jumlah produksi yang harus dilakukan oleh Usaha Rakik Julidar adalah 140 bungkus.
Untuk memudahkan Ibu Julidar dalam melakukan prediksi produksi rakik, penelitian ini menghasilkan aplikasi prediksi dengan menggunakan
Fuzzy Tsukamoto yang berbasis web. Aplikasi ini bisa bisa diakses kapanpun dan dimanapun. Ibu Julidar harus melakukan login sebelum bisa mengakses aplikasi ini seperti Gambar 3 Gambar 3. Halaman Login Gambar 3 adalah halaman pertama yang diakses. Pemilik usaha harus memasukkan username dan
password sebelum mengakses semua fitur dalam aplikasi ini. Setelah login berhasil, akan diarahkan ke halaman utama seperti Gambar 4.
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
Gambar 4. Informasi Halaman Utama
Gambar 4 memberikan informasi tentang rentang permintaan, rentang tenaga kerja dan rentang produksi dari data yang diperoleh dari Usaha Rakik Julidar untuk digunakan dalam proses fuzzy Tsukamoto. Di halaman utama juga terdapat kurva seperti Gambar 5.
Gambar 5. Kurva Pemintaan, Tenaga Kerja dan Produksi
Gambar 5 adalah kurva dari semua data yang akan diolah, kurva bawah adalah permintaan, kurva tengah adalah tenaga kerja dan kurva atas adalah produksi. Data yang akan digunakan
untuk proses prediksi terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Data Produksi Usaha Rakik Julidar
Pada Gambar 6 menampilkan data yang akan digunakan untuk proses fuzzy Tsukamoto, terdiri dari data 3 bulan mulai dari Maret sampai Mei 2020 atau selama 12 minggu produksi.
Gambar 7. Prediksi Produksi dengan Fuzzy Tsukamoto
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
Proses fuzzy Tsukamoto dapat dilihat pada Gambar 7 yang merupakan proses inti dari prediksi produksi rakik, dimulai dengan pemilihan Bulan dan Minggu yang akan diprediksi, dan memasukkan jumlah permintaan dan jumlah tenaga kerja, dan proses fuzzy dilakukan, maka akan muncul jumlah produksi yang harus dipenuhi.
## SIMPULAN
Setelah melakukan penganalisaan dan pengolahan terhadap data serta penerapan aplikasi prediksi produksi rakik dengan fuzzy Tsukamoto, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang menghasilkan aplikasi ini sangat membantu Usaha Rakik Julidar dalam melakukan prediksi jumlah produksi rakik karena dapat menghasilkan angka produksi yang jelas.
Hasil dari penelitian ini dapat menghindari masalah permintaan yang banyak tetapi tenaga kerja sedikit atau sebaliknya, permintaan sedikit tetapi tenaga kerja berlebih, sehingga tidak optimal untuk melakukan produksi. Disamping itu, penelitian ini juga dapat membantu masalah penyaluran rakik, baik dari segi waktu dan jumlah produk.
Diharapkan adanya penelitian selanjutnya dengan
menggunakan
variabel fuzzy yang berbeda dan penggunaan metode inferensi yang berbeda agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. Diharapkan juga ada penelitian lainnya tentang produk industri rumah tangga dalam rangka membantu dan memajukan UMKM di Indonesia.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] N. K. D. A. Jayanti and G. Sastrawangsa, “PEMANFAATAN
## TEKNOLOGI TEPAT GUNA
BAGI UKM REMPEYEK,” Maj. Apl. Ipteks NGAYAH , vol. 9, pp.
160–172, 2018. [2] Araya, Jessica, and H. Susanto, “KORELASI ANTARA JUMLAH KACANG TANAH DALAM REMPEYEK DENGAN HARGANYA,” Indones. Fun Sci. J. , vol. 1, no. 1, pp. 121–132,
2019.
[3] V. Wira and Gustati, “PROFIL
INDUSTRI RUMAH TANGGA
RAKIK DI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG,” J. Akunt. Manaj. , vol. 10, p. 2, 2015.
[4] A. Airin et al. , “FAKTOR- FAKTOR YANG MENGHALANGI PENJUALAN REMPEYEK,” J. Pemberdaya. Masy. , vol. 01, no. 01, 2019. [5] E. Bramantyo, “PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PENDAMPINGAN SKB DI
## PKBM DALAM MENGEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS
POTENSI LOKAL KABUPATEN
BANTUL,” J. Pendidik. Luar Sekol. , vol. 4, no. 3, pp. 1–11,
2015.
[6] Junaidi, A. Amir, and Hardiani, “Potensi Klaster Agroindustri Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Provinsi Jambi,” J. Perspekt.
Pembiayaan dan Pembang. Drh. , vol. 2, no. 1, pp. 9–20, 2014. [7] A. Wantoro, K. Muludi, and Sukisno, “Penerapan Logika Fuzzy pada Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kelayakan
DOI: https://doi.org/10.33330/jurteksi.v8i1.665 Available online at http://jurnal.stmikroyal.ac.id/index.php/jurteksi
Kualitas Telur Bebek,” JUTIS , vol.
7, no. 1, pp. 1–6, 2019.
[8] I. Anggraeni and Y. Yanti, “Sistem Pemantauan Pertumbuhan
Batita Menggunakan Metode Fuzzy Tsukamoto,” Komputasi J.
Ilm. Ilmu Komput. dan Mat. , vol. 17, no. 1, pp. 346–353, 2020.
[9] O. E. Putra and E. L. Febrianti,
“Analisa Jumlah Produksi Pada
Industri Rumah Tangga Dengan Menggunakan Logika Fuzzy: Studi Kasus Ud Tempe Puji Kecamatan Bayang Kabupatern Pesisir Selatan,” Sainstek J. Sains dan Teknol. , vol. 8, no. 2, p. 173,
2017.
[10] W. Ilham and N. Fajri, “PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY TSUKAMOTO PADA UKM ABADI BERBASIS WEB,”
J. Digit , vol. 10, no. 1, pp. 71–82,
2020.
[11] E. P. W. Mandala, “Web Programing, Project 1 epwm forum,” Yogyakarta Andi , 2015.
|
140e47e1-ebc0-458d-ad64-01f798a1e496 | http://jmas.unbari.ac.id/index.php/jmas/article/download/733/397 |
## J-MAS
## Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
## Said Almaududi
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Batanghari Jambi Correspondence email: [email protected]
Abstract. This reseach was to analyse how the effect of dicipline and compensation on job performance . How to as well as a condition of dicipline, compensation and job performance at the Financial Agency Area of East Tanjung Jabung Regency..The research methodology is descriptive and quantitative analysis methods. Data used is secondary data.The population become object in this research is job performance at Financial Agency Area of East Tanjung Jabung Regency. The method for analysis is analysis multifly regression, hypotesis test, correlation so determinant coefficient and F_tes so t_test. The object of this research is employees at the Financial Agency Area of East Tanjung Jabung Regency. This office is a branch of Financial Agency Area of East Tanjung Jabung Regency. which is the task of collect tax on earth and buildings and other taxes in the east Tanjung Jabung area.Analysis on the research of respondents felt a high work discipline and good compensation in the performance of tasks provided by the superiors. In the statement of respondents the indicator comes and home work on time shows the highest score, which is a score of 252,5 verry high categories. Multiple linear regression equations are Y = 14.439 + 0.049X1 + 0.323X2 + e. Independent variables (discipline and compensation) simultaneously have significant effect on the dependent variables (performance employees). While partial only compensation affects performance employees and variable discipline not affects of the performance employees. Conclusion that the discipline and compensation simultaneously have significant effect on performance employees. Only compensation had effect to performance employees and have a positive relationship.
Keyword: dicipline, compensation, job performance.
## PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan ekonomi global saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dimana setiap negara dituntut untuk mengikuti kemajuan teknologi yang tiada batas antar negara satu dengan dengan negara lainnya. Hal ini berdampak juga dengan perkembangan kebutuhan tenaga kerja yang mendukung terhadap roda perekonomian suatu negara. Dimana tenaga kerja merupakan asset suatu organisasi yang dijadikan sumber daya pendorong untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan perusahaan. Sumber daya manusia juga merupakan modal suatu organisasi baik organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta, untuk mencapai tujuan atau target yang ingin dicapai. Manusia merupakan unsur terpenting dalam setiap organisasi dalam merealisasikan tujuan dari organisasi. Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasarannya serta kamampuannya menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia merupakan tokoh sentral dalam suatu organisasi maupun perusahaan. Semakin tinggi kemampuan pegawai, semakin tinggi pula kinerja organisasi. Sebaliknya semakin rendah kemampuan pegawai, maka semakin rendah pula kinerja organisasi. Agar aktifitas manajemen berjalan dengan baik, organisasi harus memiliki pegawai yang berkompeten atau berkemampuan tinggi untuk mengelola organisasi seoptimal mungkin sehingga kinerja pegawai meningkat. Menyadari akan semakin pentingnya sumber daya manusia dalam suatu organisasi, maka pengelolaan sumber daya manusia perlu diperhatikan. Karena kunci sukses organisasi bukan hanya terbentuk pada tersedianya modal yang cukup dan keunggulan saja, tapi lebih dari itu sangat tergantung pada bagaimana mengelola sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia sangat berkaitan manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumberdaya manusia merupakan kegiatan yang mengatur tentang cara pengadaan tenaga kerja, melakukan pengembangan, memberikan kompensasi, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja melalui proses-proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Manajemen sumberdaya manusia terdiri atas serangkaian keputusan yang terintegrasi tentang hubungan ketenagakerjaan yang mempengaruhi efektivitas pegawai dan organisasi. Sehingga pelaksanaan sumber daya manusia yang baik akan mendorong peningkatan kinerja pegawai suatu organisasi.
Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para pegawai pada sebuah organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kinerja yang diinginkan organisasi tersebut. Rasa aman dan kenyamanan akan suasana kerja mampu mendorong pegawai untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan, dan akan membantu pegawai mencapai kinerja yang terbaik. Yang mana kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Peningkatan kinerja pegawai dalam suatu organisasi sangat diperlukan agar tujuan yang diinginkan oleh organisasi dapat direaliasikan dengan baik. Kinerja suatu organisasi akan meningkat apabila terdapat kerjasama dan hubungan yang baik antara pimpinan dan
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
pegawainnya. Dengan meningkatkan kinerja pegawai akan meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk itu pegawai sebaiknya diperlakukan sebagai partner kerja dan bukan sebagai pekerja semata.
Untuk mendapatkan kinerja pegawai sesuai dengan yang diharapkan, organisasi mempunyai tugas untuk memberikan dorongan kepada para pegawai, agar mereka bekerja dengan giatnya sehingga mencapai target organisasi. Secara teori berbagai definisi tentang motivasi biasanya terkandung keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insetif. Pegawai bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dorongan seseorang untuk bekerja dipengaruhi adanya kebutuhan yang harus dipenuhi dan tingkat kebutuhan yang berbeda pada setiap pegawai, sehingga dapat terjadi perbedaan motivasi dalam berprestasi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para pegawaian akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkan yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Organisasi sendiri juga berperan dalam mengelola pegawai agar mematuhi segala peraturan, norma yang telah ditetapkan oleh organisasi sehingga para pegawai bekerja dengan disiplin dan efektif.
Berbagai aturan/norma yang ditetapkan oleh suatu organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kedisiplinan agar para pegawai dapat mematuhi dan melaksanakan peraturan tersebut. Aturan atau norma tersebut biasanya diikuti oleh sanksi yang diberikan apabila adanya palanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa teguran baik lisan maupun tulisan, skorsing, penurunan pangkat bahkan sampai pemecatan tergatung dari besarnya pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai. Disiplin kerja merupakan salah satu aspek dalam sistem kerja yang harus diperhatikan oleh sebuah organisasi atau perusahaan untuk meningkatkan kinerja atau produktivitas sebuah organisasi. Sehingga baik atau tidaknya disiplin kerja yang dimiliki pegawai tersebut dipengaruhi oleh baik atau tidaknya sistem pendisiplinan yang dijalankan oleh sebuah organisasi. Bila pegawai memiliki disiplin kerja yang tinggi, diharapkan akan mampu menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat sehingga kinerja yang dihasilkan akan baik. Namun, masih cukup banyak terjadi kesenjangan yang kurang sesuai dengan idealisme. Masih ada beberapa kelemahan yang masih ditunjukan oleh pegawai dimana mereka kurang termotivasi dengan pekerjaannya sehingga membuat mereka tidak menjadi pribadi yang disiplin. Ada yang datang tidak tepat waktu saat masuk kantor, menunda tugas kantor, kurang disiplin, tidak bisa memanfaatkan sarana kantor dengan baik dan masih adanya sebagian pegawai yang meninggalkan tugas pada jam kerja tanpa keterangan yang sah. Oleh karena itu perlu diberi aware kepada pegawai sehingga para pegawai termotivasi memberikan upaya yang terbaik dalam melaksanakan pekerjaan.
Dengan kesadaran seseorang menaati peraturan serta norma-norma sosial yang berlaku dalam perusahaan, diharapkan dapat membantu meringankan beban atasan atau pemimpin dalam mengatur perilaku bawahannya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu menciptakan iklim kerja agar disiplin kerja dapat ditumbuhkan, antara lain dengan memberikan informasi kepada segenap pegawai mengenai standar dan peraturan yang harus ditegakkan, dipedomani dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dengan pengetahuan tersebut diatas diharapkan semua pegawai akan berusaha melaksanakan dengan benar dan mampu menghindari atau mencegah penyimpangan-penyimpangan. Agar tingkat disiplin kerja dapat terjaga dengan baik, maka diperlukan penghargaan dari organisasi atau perusahaan yang berbentuk dalam suatu kompensasi.
Kompensasi merupakan semua bentuk penghargaan atau pembayaran yang diberikan oleh organisasi kepada pegawai dari organisasi tersebut. Sehingga dapat terbentuk tenaga kerja yang memiliki motivasi tinggi dan berkinerja tinggi yang dimiliki oleh suatu organisasi. Dalam pencapaian tujuan organisasi, maka organisasi harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan pegawai agar organisasi tersebut dapat mendorong pegawainya lebih meningkatkan kinerja dalam pencapaian tersebut. Dengan diberikan penghargaan baik berupa finansial ataupun nonfinansial, pegawai cenderung memiliki harapan (ekspektasi) untuk memperoleh penghargaan tersebut. Selain itu, Simamora (2017) menyebutkan bahwa setelah organisasi mengangkat pegawai baru maka sistem kompensasi seyogyanya tidak merintangi upaya untuk mempertahankan karyawan yang produktif. Kompensasi yang tidak memadai menjadi penyebab yang paling sering dari turnover pegawai. Selanjutnya dalam upaya mempertahankan pegawai yang kompeten, manajer sumber daya manusia haruslah memastikan adanya kewajaran dalam pemberian kompensasi dalam organisasi.
Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara selaku alat dalam birokrasi pemerintahan dituntut untuk mampu mengemban amanah yang dibebankan kepadanya yaitu selaku Abdi Negara dan Abdi Masyarakat. Selaku Abdi Negara, Pegawai Negeri Sipil harus mampu mengorbankan jiwa dan raganya demi kemajuan bangsa dan tanah air, sedangkan sebagai abdi masyarakat harus mampu melayani masyarakat dengan optimal. Oleh karena itu kinerja dari pegawai merupakan sesuatu yang penting. Begitu pentingnya suatu kinerja pegawai maka perlu ditingkatkan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil guna menunjang pemerintahan yang bisa mengayomi masyarakat. Guna menentukan keberhasilan dan perkembangan instansi pemerintahan sudah selayaknya menempatkan manajemen sumber daya manusia pada posisi didalam suatu instansi pemerintahan. Pengelolaan aparatur sipil negara (khususnya Pegawai Negeri Sipil) sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Negeri Sipil. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 pada intinya memuat Manajemen Pegawai Negeri Sipil (MPNS). Dimana didalamnya mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
Arti pentingnya penerapan manajemen yang baik dalam bidang kepegawaian untuk mewujudkan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil guna mendukung kinerja pemerintah. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam kaitannya dengan peran pelayanan yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil. Untuk itu, Pegawai Negeri Sipil harus memiliki kinerja yang tinggi agar anggapan buruk yang selama ini melekat pada aparatur negara dapat dihindari. Kinerja Pegawai Negeri Sipil ditunjukkan dengan usaha-usaha mereka dalam melaksanakan dan menghasilkan output- output yang berkenaan dengan tugas dan pekerjaannya. Dengan demikian, pembinaan terhadap Pegawai Negeri Sipil harus terus dikembangkan sesuai dengan dinamika organisasi dan lingkungan strategisnya.
Pegawai pada Kantor Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2016 bahwa Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur berfungsi sebagai pelaksanaan kewewenangan desentralisasi dibidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan asset daerah. Sehingga Badan Keuangan Daerah merupakan badan yang sangat penting pada struktur organisasi pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisisi pengaruh kompensasi dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai di lingkungan Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
## Landasan Teori Disiplin Kerja
Disiplin merupakan tonggak penopang bagi keberhasilan tujuan organisasi, baik organisasi sektor publik (pemerintahan) maupun sektor swasta. Untuk itu, setiap organisasi harus menerapkan kebijakan disiplin pada pegawai dalam organisasi-organisasi tersebut. Bagi pegawai, disiplin merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menyelesaikan tugas dan kewajibannya. Disisi lain, organisasi juga akan memperoleh manfaat dari penerapan kebijakan disiplin. Tanpa adanya disiplin dan ancaman tindakan disiplin, efektifitas organisasi akan menjadi sangat terbatas. Simamora (2017) menjelaskan disiplin sebagai bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan sebuah organisasi. Menurut Flippo (2014) mengartikan disiplin sebagai suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian prilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Secara lebih jelas, Mangkunegara (2014) menjelaskan disiplin kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Lain halnya dengan Mathias dan Jakson (2016) yang menyebutkan disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi- sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan PP No 53 tahun 2010 pasal 1 bahwa Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin dan Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang memuat pokok-pokok: Kewajiban; Larangan; dan Sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar. Penjatuhan hukuman disiplin dibagi atas beberapa tingkatan dan jenisnya, yaitu : Hukuman disiplin ringan; Hukuman disiplin sedang, dan Hukuman disiplin berat.
## Kompensasi
Kompensasi merupakan semua bentuk pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada pegawai dan muncul dari pekerjaan mereka (Dessler, 2011). Menurutnya, terdapat dua komponen utama kompensasi yaitu pembayaran langsung (upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus) dan pembayaran tidak langsung (tunjangan). Pada dasarnya, terdapat dua cara untuk melakukan pembayaran langsung kepada pegawai yaitu pembayaran berdasarkan pada waktu atau pada kinerja. Sedangkan menurut Wearther dan Davis (2013) compensation is what employee receive in exchange of their work. Whether hourly wages or periodic slaries, the personnel department usually designs and administers employee compensation. Penggajian berdasarkan waktu contohnya adalah pemberian gaji berdasarkan jam, harian, maupun bulanan sesuai dengan kebijakan perusahaan. Sedangkan penggajian berdasarkan kinerja contohnya ialah pembayaran sesuai dengan hasil kerja atau dengan kata lain perusahaan mencoba mengaitkan antara besarnya kompensasi yang diperoleh dengan jumlah produksi yang dihasilkan oleh pekerja. Apabila tiap unit pekerjaan yang dihasilkan oleh pekerja melebihi standar, maka pekerja tersebut diberikan insentif. Sedangkan Simamora (2014) kompensasi adalah setiap bentuk penghargaan yang diberikan pegawai sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
## Kinerja Pegawai
Kinerja ( performance ) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai. Sedangkan menurut Mondy (2012), kinerja merupakan proses berorientasi dimana para pegawai diarahkan untuk memaksimalkan produktivitasnya. Menurut Rivai, (2015) kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Suatu kinerja pegawai dapat dikatakan baik apabila terdapat suatu sistem formal yang dapat digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu (Dessler, 2011). Sistem formal untuk mengevaluasi kinerja individu tersebut disebut penilaian kinerja. Menurut Rivai (2015), penilaian kinerja dapat efektif apabila instrumen penilaian kinerja memenuhi syarat-syarat berikut ini : 1) Reliability , yaitu ukuran kinerja harus konsisten. Mungkin yang paling penting adalah konsistensi suatu ukuran kinerja. Jika ada dua penilai mengevaluasi pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hasil serupa menyangkut hasil mutu pekerja. 2) Relevance , yaitu ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin. 3) Sensitivity , yaitu beberapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan tersebut harus dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja. 4) Practicality , yaitu kriteria harus dapat diukur, dan kekurangan pengumpulan data tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien.
## METODE
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan/ survey. Menurut Sugiyono (2010), metode penelitian survey merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data dan informasi yang relavan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur . Data yang digunakan adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan memerlukannya. Data primer dalam penelitian ini dapat berupa kuisioner. Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini berasal dari Pegawai tetap (ASN) Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. (Sunyoto 2013).
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus (Arikunto, 2010). Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Sunyoto 2013). Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Yang dimaksud menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2019 sebanyak 61 orang yang merupakan populasi. Menurut Arikunto (2010) bahwa apabila jumlah populasi kurang dari 100 maka seluruhnya dijadikan sampel, apabila lebih dari 100 maka sampel dapat diambil dari 10%, 15%, 20%, 50% dan seterusnya dari jumlah populasi. Populasi karyawan yang berjumlah 50 orang dengan kata lain metode data sensus karena kurang dari 100, maka penelitian ini mengambil subjek seluruhnya untuk diteliti.
Dalam penelitian ini, akan menganalisis data yang diperoleh secara deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan berdasarkan teori yang mempunyai kaitan erat dengan aspek yang diteliti. Menurut Umar (2013) analisis deskriptif kualitatif adalah menyesuiakan keadaan sebenarnya dan menggambarkan karakteristik peristiwa yang diamati serta menyimpulkan secara benar dan menyeluruh berdasarkan metode ilmiah dan menggunakan teori-teori yang dipelajari dan konsep yang relevan dalam permasalahan sebagai landasan berpijak dalam menganalisis. Untuk menganalisis permasalahan diatas digunakan skala penelitian dengan menghitung frekuensi skor setiap item pertanyaan. Seperti yang dikemukakan Umar (2013) bahwa perhitungan skor setiap komponen yang diteliti dengan mengalikan seluruh frekuensi data dengan nilai bobot.
## Alat Analisis
Untuk menjawab tujuan dan hipotesis penelitian digunakan analisis regresi linier berganda. Menurut Supardi (2013), rumus persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 +e. Menurut Sugiyono (2010) uji F digunakan untuk menguji variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel regresi linier yang digunakan sudah tepat atau belum. Dan menurut Sugiyono (2010) uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Data penelitian tidak bermanfaat apabila instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian tidak memiliki reliabilitas dan validitas yang tinggi (Supandi, 2013). Uji Kualitas data dilakukan menggunakan uji validitas dengan korelasi pearson dan uji realibilitas dengan cronbach alpha. Uji validasi untuk mengetahui apakah alat ukur dari variabel yang diingikan sesuai atau tidak. Dikatakan pengujian terhadap alat ukur yang dipakai untuk mengetahui validasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment . Suatu item pertanyaan dinyatakan valid
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
jika nilai koefisien korelasi (r hitung ) melebihi nilai r tabel pada tingkat signifikasi 5% dan N = 61. Dalam penelitian ini uji hipotesis pada uji simultan digunaka uji F, menurut sugiyono (2016) uji F digunakan untuk menguji variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel regresi linier yang digunakan sudah tepat atau belum. Sedangkan untuk pengujian parsial digunakan uji t yakni untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
## HASIL
Tabel 1 Disiplin No Indikator Disiplin Rata-rata Skor Keterangan 1. Ketentuan jam kerja 246,5 Baik 2. Mentaati perintah dari atasan 246 Baik 3. Melaksanakan segala ketentuan 252,5 Baik 4. Berperilaku baik 245,5 Baik 5. Menggunakan dan menjaga barang milik pemerintah 245 Baik 6. Pelaporan pekerjaan 245 Baik Rata-rata 246,8 Baik
Sumber: Data olahan
Tabel 1 menjelaskan skor variabel disiplin dimana rata-rata skornya sebesar 246,8 kategori baik ini menunjukan bahwa responden merasa puas dengan disiplin kerja yang diberikan. Pada pernyataan responden indikator melaksanakan segala ketentuan menunjukan skor tertinggi dari variable disiplin kerja pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur yakni skor sebesar 252,5 Maknanya bahwa responden sangat setuju pegawai Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur melaksanaan segala ketentuan yang sudah dibuat oleh pemerintah daerah. Lain kata disiplin pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur sudah berjalan dengan baik.
## Tabel 2
Kompensasi No Indikator Skor Keterangan 1 Pemahaman pegawai terhadap sistem penggajian 248 Setuju 2 Kesesuaian gaji dengan kondisi organisasi 245 Setuju 3 Kesesuaian gaji dengan beban pekerjaan 246 Setuju 4 Kesesuaian gaji dengan kedudukan pegawai 253 Setuju 5 Kesesuaian gaji dan tunjangan dengan kebutuhan hidup 249 Setuju Rata-rata 248,2 Setuju
Sumber: Data olahan
Tabel 2 menjelaskan skor variabel kompensasi dimana rata-rata skornya sebesar 248,2 ini menunjukan bahwa responden merasa setuju dengan kompensasi yang dilakukan dengan Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur. Pada indikator no 5 dari indicator variabel kompensasi menunjukan skor tertinggi dengan skor sebesar 249 dibanding dengan beberapa indikator dari variable kompensasi tersebut.. Ini dapat disimpulkan bahwa responden setuju dan puas dengan kompensasi yang diberikan dan sesuaikan dengan beban pekerjaan yang dilakukan pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur. Dengan kata lain bahwa kompensasi pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur sudah berjalan dengan baik.
## Tabel 3 Kinerja Pegawai
No Indikator Kinerja Rata-rata Skor Keterangan 1 Waktu untuk menyelesaikan pekerjaan 244 Setuju 2 Kesesuaian kuantitas pekerjaan dengan waktu penyelesaian 249 Setuju 3 Kemampuan menghadapi hambatan menyelesaian pekerjaan 247 Setuju 4 Kesesuaian pengetahuan yang dimiliki dengan jenis pekerjaan 248 Setuju Rata-rata 247 Setuju
Sumber: Data olahan
## Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Tabel 3 menjelaskan skor variabel kinerja pegawai dimana rata-rata skornya sebesar 247 ini menunjukan bahwa responden merasa setuju dengan kinerja pegawai yang dilakukan pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur. Pada indikator no 2 (dua), dimana pada ini menunjukan skor tertinggi dari beberapa indikator dari variable kinerja pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur yakni sebesar 249 skor . Ini dapat disimpulkan bahwa pegawai Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sehingga terlihat kinerja pegawai pada pegawai Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur dapat dinilai baik.
Tabel 4 Uji Validasi Disiplin Kompensasi Kinerja Disiplin Pearson Correlation 1 .592 * .351 Sig. (2-tailed) .022 .697 N 61 61 61 Kompensasi Pearson Correlation .592 * 1 .393 ** Sig. (2-tailed) .022 .002 N 61 61 61 Kinerja Pearson Correlation .351 .393 ** 1 Sig. (2-tailed) .697 .002 N 61 61 61
Sumber: Data olahan
Tabel 4 terlihat bahwa r hitung (pearson correlation) lebih besar dari r tabel ( r hitung > r tabel ) yakni (0,592) (0,351) dan (0, 393) lebih besar dari 0,248, ini memberi makna bahwa semua data dari variabel dependent maupun variabel independen dapat digunakan atau valid. Sedangkan Tabel 5 dapat dilihat dari processing pada uji validasi bahwa ke 61 (enam puluh satu) sampel dievaluasi memaknakan valid untuk dijadikan data pada penelitian ini.
Tabel 5 Uji Validasi N % Cases Valid 61 100.0 Excluded a 0 .0 Total 61 100.0 Sumber: Data olahan Tabel 6 Hasil Uji Reliabilitas Cronbach's Alpha N of Items ,982 3
Sumber: Data olahan
Menurut Supandi (2013) suatu instrumen dinyatakan reliabel bila nilai alphanya lebih besar dari nilai rtabel. Dari tabel 6 bahwa instrumen memiliki nilai Cronbach’s alpha lebih besar dari mlai rtabel (0,944 > 0,60) atau 94,4% > 60%, sehingga disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah reliabel atau data yang diperoleh layak dijadikan data penelitian.
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Gambar 1 menunjukkan bahwa observasi dari residual yang distribusi berada disekitar garis lengkungan dan daerah sebaran dimana garis tersebut berbentuk lonceng dan simetris membagi sama besar antara kiri dan kanan sehingga dapat katakan data residual berdistribusi normal.
## Tabel 7 Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) Disiplin .615 1.933 Kompensasi .915 3.393
## Sumber: data olahan
Tabel 7 hasil perhitungan dalam penelitian ini terlihat tolerence dari kedua variabel bebas/independen yaitu disiplin kerja dan sistim kompensasi lebih besar dari 0,1 dan Variance Inflation Factor (VIF). Maka dari ketiga variabel bebas/independen lebih kecil dari 10. Maka pada model regresi yang terbentuk tidak terjadi gejala multikolinearitas antara variabel bebas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini bisa dilanjutkan dengan model persamaan regresi berganda. Sedangkan Gambar 2 terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk pola tertentu yang jelas, serta menyebar baik di atas maupun di bawah 0 pada sumbu Y maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada penelitian ini. Sehingga model regresi layak dipakai untuk variabel independen yakni , disiplin kerja dan kompensasi.
Sumber: data olahan
Gambar 2 Uji Heteroskedastisitas Scatterplot.
Tabel 8 Uji Autokorelasi Model Durbin-Watson 1 1.048
Sumber: data olahan
Tabel 8 diketahui nilai Durbin- Watson 1,048. Selanjutnya nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5%, jumlah sampel n = 61 dan variabel independen adalah 2 (K=2) (dicari tabel Durbin- Watson) dapat disimpulkan bahwa -2 < 1,048 < +2 yang artinya adalah model regresi terbebas dari masalah autokorelasi atau tidak ada autokorelasi positif atau negatif. Sehingga dapat dibuat suatu persamaan model regresi linier.
## Tabel 9 Hasil Regresi Linear Berganda
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 14.439 1.815 7.957 .000 Disiplin .049 .088 .070 .554 .582 Kompensasi .323 .098 .413 3.279 .002 Sumber: data olahan
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Tabel 9 dapat diperoleh koefisien untuk variabel bebas X 1 = 0,049 dan X 2 = 0,323. Dengan demikian model persamaan regresi yang dapat dituliskan dari hasil tersebut dalam bentuk persamaan regresi sebagai berikut : Y = 14,439 + 0,049 X 1 + 0,323 X 2 + e Dimana : = Kinerja; = Konstansta; 1 = Koefisien Regresi Disiplin; 2 = Koefisien Regresi Kompensasi; = error;
1 = Disiplin; 2 = Kompensasi
Persamaan regresi dapat dianalisa sebagai berikut :
1. konstanta (a) sebesar 14,439 menyatakan bahwa jika semua variabel independen dianggap tidak konstan karena lebih dari 0 (nol) maka nilai variabel terikat (Kinerja Pegawai) adalah sebesar 14,439
2. Koefisien regresi variabel disiplin (X 1 ) sebesar 0,049. Nilai koefisien yang positif menunjukkan bahwa disiplin (X 1 ) berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pegawai dari Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan disiplin 1% maka akan menaikkan kinerja pegawai sebesar 0,049 3. Koefisien regresi variabel kompensasi (X 2 ) sebesar 0,323. Nilai koefisien yang positif menunjukkan bahwa sistim kompensasi (X 2 ) berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kompensasi 1% maka akan menaikkan kinerja pegawai sebesar 0,323
.
Tabel 10 Hasil F Hitung Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 23.667 2 11.833 15.465 .000 b Residual 125.597 58 2.165 Total 149.263 60 Sumber: data olahan
Tabel 10 hasil perhitungan menggunakan program SPSS 22.00 dengan membandingkan F tabel dengan taraf signifikan = 0,05 (5%). Dapat diketahui F hitung sebesar 15,465 dengan membandingkan F tabel = 0,05 dengan derajat bebas pembilang 2 dan derajat bebas penyebut 58, didapat F tabel sebesar 3,16. F hitung lebih besar dari F tabel (15,465 > 3,16), berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Sedangkan sig hitung sebesar 0,000 ini lebih kecil dari nilai α = 0,05 (5%) , artinya bahwa ada signifikasi antara variabel independent dengan variabel dependen.
Berdasarkan Tabel 9 juga diperoleh angka t hitung disiplin kerja sebesar 0,554 dan kompensasi sebesar 3,279 Pengujian statistik t dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Dari pengujian maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengujian variabel disiplin. Hasil perhitungan uji secara parsial diperoleh nilai t hitung disiplin kerja sebesar 0,554 dan nilai probabilitas signifikansi 0,582. Hal ini berarti disiplin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai karena nilai signifikansi 0,582 < 0,05. Dan bila dilihat t hitung < t tabel (0,554 < 1,672), maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
2. Pengujian variabel kompensasi . Hasil perhitungan uji secara parsial diperoleh nilai t hitung kompensasi sebesar 3,279 dan nilai signifikansi 0,002. Hal ini berarti kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai karena nilai signifikansi 0,002< 0,05. Dan bila dilihat t hitung > t tabel (3,279 < 1,672), maka variabel Sistim kompensasi berpengaruh singnifikan terhadap kinerja pegawai.
Tabel 11
## Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .798 a .659 .530 1.47155
Sumber: data olahan
Tabel 11 hasil perhitungan diatas didapat korelasi atau nilai r yaitu sebesar 0,798 atau 79,8% yang berarti menunjukkan bahwa terjadi adanya hubungan yang sangat erat diantara variabel independen (disiplin dan skompensasi) dengan variabel dependen (kinerja pegawai). Dari tabel diatas juga dapat dilihat nilai Koefisien Determinasi (R 2 ) sebesar 0,659 atau 65,9% variasi Kinerja pegawai yang bisa dijelaskan oleh variasi dari kedua variabel independen yaitu disiplin kerja dan sistim kompensasi . Sedangkan sisanya 34,1% dijelaskan oleh faktor lain diluar penelitian. Nilai Adjusted (R 2 ) adalah sebesar 0,530 atau 53,0%. Hampir sama seperti R 2 nilai ini menunjukkan bahwa nilai R 2 yang sudah disesuaikan dengan faktor-faktor lainnya . Dengan kata lain variabel disiplin kerja dan sistim kompensasi mampu menjelaskan 53% terhadap variabel Kinerja pegawai . Dengan demikian secara umum
Said Almaududi, Pengaruh Disiplin Kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur
model ini digunakan untuk melihat variabel independen (disiplin dan kompensasi) memiliki pengaruh terhadap variabel dependennya yakni kinerja pegawai.
## SIMPULAN
1. Analisis kuesioner responden skor rata-rata adalah variabel disiplin dengan skor sebesar 246,8 kategori baik. Dimana indikator melaksanakan segala ketentuan yang tertinggi pada variabel disiplin yang bermakna bahwa responden melaksanakan segala ketentuan Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur harus menjadi contoh baik dan suritauladan untuk masyarakat..
2. Dari analisis verifikatif bahwa model persamaan regresinya yakni, Y = 14,439 + 0,049 X 1 + 0,323 X 2 . Sedangkan dari uji hipotesis disimpulkan bahwa disiplin pegawai dan motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Keuangan Daerah Kab Tanjung Jabung Timur. Hal ini ditandai dengan Fhitung > Ftabel, serta perhitungan sig (0,000) > α (0,05). Disisi lain untuk secara parsial disimpulkan bahwa disiplin pegawai tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dan kompensasi signifikan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Hal ini ditandai dengan Ini ditandai dengan nilai t hitung kompensasi > nilai t tabel , serta nilai signifikansi yang lebih kecil dari α (0,05)
## DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Agus, 2010, Metodelogi Penelitian , Edisi Kelima, Graha Ganesha, Bandung. Handoko, T. Hani, 2015, Manajemen, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta Hasibuan, Malayu SP. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia . Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Husein, Umar 2013, Riset Sumber Daya Manusia , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Istijanto . 2009. Aplikasi Riset . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kaswan, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Keunggulan Bersaing Organsiasi , Graha Ilmu, Yogyakarta Kusumowidyo, 2001, Manajemen Personalia , BPFE UGM, Yogyakarta Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Robbins, S. Stephen, 2008, Perilaku Organisasi , Edisi Kelima, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja , CV. Mandar Maju. Bandung Simamora, 2012, Manajemen Kepegawaian, Ghalia, Jakarta Simanjuntak, Payaman, 2011, Manajemen dan Evaluasi Kinerja , FEUI, Jakarta Siagian, 2011, Manajemen Sumberdaya Manusia Suatu Konsep , Edisi Kelima, PT Gramindo, Jakarta Sunyoto, Danang, 2013, Teori, Kuesioner dan Analisis Data Sumber Daya Manusia , CAPS, Jakarta Sutrisno, Edy, 2011, Manajemen Sumber Daya Manusia , Kencana Prenada Media Group, Jakarta Suwatno ,2011, Manajemen Sumber Daya Manusia , CV. Alfabeta, Bandung Sugiyono 2010, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R & D, Liberty, Bandung. Syekh, Sayid, 2011, Pengantar Statistik Ekonomi , Gaung Pesada Press, Jakarta Veithzal, Rivai 2014, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi , PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta Wibowo, 2011, Perilaku Dalam Organisasi , PT. Rajagrafindo, Jakarta
|
9f1883fd-cee2-4f51-90ce-56a8a52b324e | https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JISIP/article/download/1034/987 | Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
## Penerapan Metode Konseling Behavioral Guna Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Pada Siswa Kelas VIII. 3 SMP Negeri 1 Praya Tahun Pelajaran
2018/2019
## Rohaniah
## Guru Bimbingan Konsling SMPN 1 Praya
Abstrak. Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Apakah Pembelajaran dengan Konseling Behavioral berpengaruh terhadap hasil belajar Bimbingan Konseling ? (b) Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Bimbingan Konseling dengan diterapkannya metode pembelajaran Konseling Behavioral ? Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh Pembelajaran dengan Konseling Behavioral terhadap hasil belajar Bimbingan Konseling . (b) Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Bimbingan Konseling setelah diterapkannya Pembelajaran dengan Konseling Behavioral Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan ( action research ) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa Kelas VIII. 3 . Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (71%), siklus II (93%). Simpulan dari penelitian ini adalah metode pembelajaran Konseling Behavioral dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa Kelas VIII . 3 serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative Bimbingan Konseling .
Kata Kunci : Metode Konseling behavioral, Kedisiplinan, Belajar
## PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sebuah aset yang penting di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bagaimana pun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan yang bermutu.
Pendidikan yang berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, Yusuf & Juntika (2005:5) memaparkan ada tiga bidang pendidikan yang harus menjadi perhatian, diantaranya : 1). Bidang administrative dan kepemimpinan, 2). Bidang Intruksional dan kurikuler, 3). Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling).
Terkait dengan masalah
bimbingan dan konseling, terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah teori konseling behavioral, yang akan coba kami kupas satu persatu sehingga akan tampak sedikit kejelasan, dengan harapan kupasan materi yang kami sajikan bermanfaat bagi kita
semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.
Pendekatan konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan pada perilaku yang tampak, setiap aktivitas dari individu yang dapat diamati. Perkembangan konseling behavioral bertolak dari perkembangan aliran behavioristik yang menolak pandangan strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran, yang berpendapat bahwa mental, pikiran dan perasaan hendaknya ditemukan terlebih dahulu apabila perilaku 1 manusia ingin dipahami, pandangan inilah yang menjadi landasan munculnya teori introspeksi. Disiplin diartikan sebagai ketaatan pada peraturan. Dari sini semuanya bermula sebelum disiplin diterapkan perlu dibuat tata tertib atau peraturan yang
benarbenar realistik. Dengan disiplin seseorang
dituntun untuk berperilaku sesuai dengan aturan dan norma-norma yang berlaku di
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
mana seseorang tersebut berada. Di setiap tempat terdapat berbagai macam aturan dan norma. Aturan dan norma di tempat yang satu berbeda pula dengan aturan dan norma yang berlaku di tempat lain, oleh karena itu setiap individu dituntut untuk selalu disiplin di manapun ia berada. Bila individu selalu disiplin dan mematuhi aturan dan norma yang berlaku maka individu tersebut akan terbiasa hidup teratur.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk mengambil judul ― Penerapan Metode Konseling Behavioral Guna Meningkatkan Kedisiplinan Belajar Siswa Pada Kelas VIII.3 SMP Negeri 1 Praya Tahun Pelajaran 2018/2019 Rumusan Masalah
Merujuk pada uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah Pembelajaran dengan Konseling Behavioral berpengaruh terhadap hasil belajar Bimbingan Konseling siswa Sekolah SMP Negeri 1 Praya Kelas VIII. 3 tahun pelajaran 2018/2019?
## Tujuan Penelitian
Berdasar atas rumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah: untuk mengungkap pengaruh Pembelajaran Konseling Behavioral dengan prestasi siswa Kelas VIII. 3 tahun pelajaran 2018/2019.
Manfaat Penelitian
Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang Pembelajaran dengan Konseling Behavioral dalam pembelajaran Bimbingan Konseling oleh guru Kelas VIII. 3 tahun pelajaran 2018/2019 sehingga Siswa, dapat meningkatkan motiviasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.
## LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Pengertian Teori Konseling Behavioral Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak.
Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf&Juntika,2005:9).
Pengertian konseling tidak dapat dipisahkan dengan bimbingan karena keduanya merupakan sebuah keterkaitan. Muhamad Surya (1988:25) mengungkapkan bahwa konseling merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara Pribadi. Juntika (2003:15) mengutip
pengertian konseling dari ASCA (American School Conselor Assosiation ) sebagai berikut : Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan
keterampilannya untuk membantu kliennya dalam mengatasi maslah-masalahnya.
Sedangkan pengertian behavioral/ behaviorisme adalah satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas (JP.Chaplin, 2002:54). Aliran Behaviorisme ini berkembang pada mulanya di Rusia kemuadian diikuti perkembangannya di Amerika oleh JB. Watson (1878-1958). Dari pengertian koneling dan behaviorisme yang dipaparkan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan konseling behavioral adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang diberikan oleh konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tingkah laku (behavioral), dalam hal pemecahan masalah- masalh yang dihadapi serta dalam penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai oleh diri klien. Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral adalah suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu.
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
## Sejarah Konseling Behavioral
Konseling berkembang pertama kali di Amerika yang dipelopori oleh Jesse B. Davis tahun 1898 yang bekerja sebagai konselor sekolah di Detroit (Surya,1988:39). Banyak factor yang mempengaruhi perkembangan konseling, salah satunya adalah perkembangan yang terjadi pada kajian psikologis, Surya (1988:42) mengungkapkan bahwa kekuatan-kekuatan tertentu dalam lapangan psikologis telah mempengaruhi perkembangan konseling baik dalam konsep maupun teknik. Aliran-aliran yang muncul dalam lapangan psikologi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan konseling, diantara aliran- aliran psikologi yang cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling adalah sebagai berikut ; aliran strukturalisme (Wundt), Fungsionalisme James), dan Behaviorisme (Watson).
Perkembangan
koseling behavioral bertolak dari perkembanngan aliran behavioristik dalam perkembangan psikologi yang menolak pendapat aliran strukturalisme yang berpendapat bahwa mental, pikiran dan perasaan hendaknya ditemukan terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin difahami, maka munculah teori introspeksi.
Aliran Behaviorisme menolak metode introspeksi dari aliran strukturalisme dengan sebuah keyakinan bahwa menurut para behaviorist metode introspeksi tidak dapat menghasilkan data yang objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist adalah sesuatu yang Dubios, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata (Walgito,2002:53). Bagi aliran Behaviorisme yang menjadi focus perhatian adalah perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.
Dari hasil eksperimennya Thorndike menetapkan ada tiga macam hokum yang sering disebut dengan hukum primer dalam hal belajar, tiga hokum tersebut adalah : (1) Hukum Kesiap sediaan the law of
readiness, (2) Hukum Latihan The Law of exercise,(3)Hukum efek The Law of effect The law of readiness, adalah salah satu factor penting, karena dalam proses belajar yang baik organisme harus mempunyai kesiapsediaan, karena tanpa adanya kesiapsediaan dari organisme yang bersangkutan maka hasil belajarnya tidak akan baik.
Sedangkan hokum latihan the law of exercise Thorndike mengemukakan dua aspek yang terkandung di dalamnya yaitu ; 1). The law of use, 2). The law of disuse. The law of use adalah hukuk yang menyatkan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus- respons akan menjadi kuat apabila sering digunakan. The law of disuse; adalh hokum yang menyatakan bahwa koneksi antara stimulus-respons akan menjadi lemah apabila tidak latihan.
Mengenai hukum efek Thorndike berpendapatkan bahwa memperkuat atau memperlemah hubungan stimulus-respons, tergantung pada bagaiman hasil dari respons yang bersangkutan (Walgito,2002:56).
Perilaku respons; perilaku respons adalah perilaku alami, perilaku ini merupakan respons langsung atas stimulus, perilaku ini bersifat reflektif. Perilaku ini sama halnya dengan istilah aktivitas reflektif dalam kondisioning klasik dari Pavlov. Perilaku operan; perilaku ini lebih bersifat spontan, perilaku yang muncul bukan ditimbulkan oleh stimulus, melainkan ditimbulkan oleh organisme itu sendiri. Terdapat dua prinsip umum dalam teori pengkondisian operan yang dipaparkan olegh Skinner, dua prinsip tersebut adalah ; 1). Setiap respons yang disertai dengan Reward (sebagai reinforcement stimuli) akan cenderung diulangi, dan 2). Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan atau rate terjadinya respons (Walgito,2002:57). Konsep Dasar Teori Konseling Behavioral Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas tentang konsep dasar konseling adalah membantu, sedangkan konsep dasar dari behaviorisme adalah prediksi&control atas perilaku manusia yang tampak.
Muhamad Surya (1988:186) memaparkan bahwa dalam konsep behavioral,
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu untuk mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Hal yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep
behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement yang nerupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner. Menurut Surya (1988:186)
menyatakan bahwa ada tiga macam hal yang dapat memberi penguatan yaitu : 1). Positive reinforcer, 2).Negative reinforcer, 3).no consequence and natural stimuli.
Hubungan Konselor –Klien Yang menjadi perhatian utama konselor behavioral adalah perilaku yang tampak, dengan alasan ini banyak asumsi yang berkembang tentang pola hubungan konselor-klien lebih manupulatif- mekanistik dan sangat tidak Pribadi, namun seperti dituturkan Rosjidan (1988:243) salah satu aspek yang essensial dalam terapi behavioral adalah proses penciptaan hubungan Pribadi yang baik.
Untuk melihat
hubungan konselor-klien dalam seting konseling behavioral dapat kita perhatikan dari proses konseling behavioral. Proses konseling behavioral yaitu sebuah proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Jika kita perhatikan lebih lanjut, pendekatan dalam konseling behavioral lebih cenderung direktif, karena dalam pelaksanaannya konselor-lah yang lebih banyak berperan.
Metode-Metode Konseling Behavioral Terdapat beberapa pendekatan atau metode yang diterapkan dalam koneling behavioral. Krumboltz (Surya, 1988:188) memberikan empat kategori pendekatan konseling behavioral : 1). operant learning, 2).social modeling, 3). Cognitive leraning, 4). Emotional learning.
Kedisiplinan Pengertian Kedisiplinan
Menurut Sobur (1985, h. 64), kedisiplinan adalah suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan. Selanjutnya, menurut Hurlock (1991, h.82), disiplin berasal dari kata ―disciple‖ yang berarti bahwa seseorang belajar secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua maupun guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Menurut Abu (1989, h.30), kedisiplinan siswa di sekolah adalah kepatuhan siswa terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Soekanto (1996, h.80) yang menyebutkan bahwa kedisiplinan merupakan suatu keadaan dimana perilaku berkembang dalam diri seseorang yang menyesuaikan diri dengan tertib pada keputusan, peraturan, dan nilai dari suatu pekerjaan.
Sobur (1985, h.64) berpendapat bahwa seseorang dapat dikatakan disiplin bila ia sudah berhasil dan bisa mengikuti dengan sendirinya tokoh-tokoh yang telah menetapkan aturan tersebut. Tokoh-tokoh itu antara lain adalah orang tua dan guru yang mengarahkan agar kehidupan menjadi lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan menimbulkan perasaan bahagia. Lebih lanjut Sobur juga mengatakan bahwa tujuan dari disiplin adalah untuk membuat seseorang terlatih dan terkontrol dengan mengajarkan kepada mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka. Selain itu disiplin juga sebagai pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau pengendalian diri dari luar.
Sekolah yang baik mutunya akan menciptakan suasana pengajaran dan suasana kelas yang menyejukkan, menimbulkan motivasi belajar, penuh perhatian dan rasa aman, berlaku adil dan adanya keteraturan yang dapat memelihara kedisiplinan yang cukup tinggi akan sangat berpengaruh terhadap pembentukkan sikap dan perilaku kehidupan pendidikan anak dan pola pikirnya dalam menghadapi karier. Namun, usaha
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
untuk menciptakan disiplin pada siswa-siswa tetunya membutuhkan waktu yang lama dan harus ditetapkan secara bijaksana serta berlaku pada semua orang yang berada dilingkungan sekolah mulai dari kepala sekolah, guru-guru dan para siswa dengan sanksi-sanksi yang diberikan secara bijaksana. (Abu, 1989, h.30)
Peraturan-peraturan yang dibuat harus jelas dan dapat dimengerti, sehingga secara logis seseorang dapat mengikutinya bukan hanya dalam arti mematuhi otoritas, melainkan juga mengerti bahwa pelanggaran peraturan dapat merugikan kepentingan bersama dan diri sendiri. (Dreikurs dan Cassel, 1986,h.87). Dengan disiplin siswa akan memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik dan disiplin juga merupakan suatu proses pembentukan watak yang baik. Dengan adanya peraturan yang ditetapkan, maka siswa akan mengarahkan diri sehingga menghasilkan kedisiplinan. (Gie, 1988, h.59).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kedisiplinan adalah seseorang yang dengan sukarela berperilaku mengikuti, menyesuaikan diri dengan tertib pada aturan-aturan yang berlaku untuk mencapai kehidupan yang lebih berguna dan bahagia.
Prestasi Belajar
Secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan itu harus secara relatif menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. (Irwanto, dkk, 1991, h. 105). Selanjutnya, Morgan ( 1975, h. 136) mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku yang sifatnya relatif menetap dan terjadinya sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.
Menurut Winkel (1996, h. 475) prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya poitif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses balajar tersebut tercermin dalam
prestasi belajarnya. Gambaran mengenai prestasi belajar tersebut biasanya dapat diperoleh melalui raport sekolah yang dibagikan pada waktu-waktu tertentu. (Murjono, 1996, h. 174).
Menurut Poerwadarminta (1990, h. 260), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam jangka waktu tertentu dan tercatat dalam buku raport sekolah. Menurut Sukadji (2000, h. 20) bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Dalam belajar, sikap seseorang selalu mempunyai harapan untuk mencapai hasil yang optimal demi tercapainya prestasi belajar yang tinggi. Prestasi belajar juga sering dikatakan sebagai hasil dari perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan seseorang setelah belajar dan berlatih dengan sengaja sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku ke arah yang lebih maju.
## Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Azwar (2000, h. 165), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: a) Faktor fisik yang meliputi panca indera dan kondisi fisik umum, b)Faktor psikologis yang meliputi kemampuan non kognitif dan kemampuan kognitif. Kemampuan non kognitif terdiri dari minat, motivasi, dan variabel-variabel kepribadian. Sedangkan kemampuan kognitif terdiri dari kemampuan khusus (bakat) dan kemampuan umum (inteligensi), c)Faktor sosial dan budaya yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok, adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Metodologi Penelitian Penelitian
ini merupakan
penelitian tindakan ( action research ), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai..
Penelitian tindakan telah mulai berkembang sejak perang dunia kedua. Oleh
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
sebab itu, terdapat banyak pengertian tentang PTK. Istilah PTK dideferensiasi dari pengertianpengertian berikut.
Kemmis (1992): Action research as a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their on social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out. McNeiff (2002): action research is a term which refer to a practical way of looking at your own work to sheck that it is you would like it to be. Because action researchis done by you, the practitioner, it is often referred to as practitioner based research; and because it involves you thinking about and reflecting on your work, it can also be called a form of self- reflective practice.
Berdasarkan penjelasan Kemmis dan McNeiff tersebut, dapat dicermati pengertian PTK secara lebih rinci dan lengkap. PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan. Tindakan tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas
sehari-hari,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan- tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, PTK dilaksanakan dalam proses berdaur ( cyclical ) yang terdiri dari empat tahapan, planing , action , observation / evaluation , dan reflection .
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti.
Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang objektif
## Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 1 Praya pada bulan Agustus sampai bulan Oktober semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019 pada siswa kelas VIII. 3.
## Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.1 Alur PTK. Perencanaan Tindakan
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian tindakan sekolah yang berlangsung selama 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
## Teknik Analisa Data
Untuk mengetahui efektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakananalisa data. Pada penelitian ini
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai sisw juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa tes praktek pada setiap akhir putaran, Analisa ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
Untuk menilai tes praktek Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperlukan rata-rata tes praktek dapat dirumuskan
N X X
Dengan X = Nilai rata-rata
X = Jumlah semua nilai siswa N =
Jumlah siswa
Untuk Ketercapaian belajar Ada dua kategori Ketercapaian belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994) yaitu siswa telah tuntas belajar bila di kelas tersebut mendapat 85% yang telah mencapai daya serap dari sama dengan.
Untuk menghitung persentase Ketercapaian belajar digunakan rumus sebagai berikut:
% 100 x siswa ar untasbelaj Siswayangt
P
Untuk lembar observasi Lembar observasi pengolahan metode penampilan dan eksperimen untuk menghitung lembar observasi pengolahan metode penampilan dan eksperimen digunakan rumus sebagai berikut:
2 _ 2 1 P P X Dimana :
P 1 = pengamatan 1 dan P 2 = pengamat 2
Lembar observasi aktivitas guru dan siswa Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan rumus sebagai berikut:
% = % 100 x X X dengan 2 tan 2 1 P P amat jumlahpeng lpengama jumlahhasi X
Dimana:
% = persentase angket
X = Rata-rata
X = Jumlah Rata-rata
P1 = Pengamat 1 P2 = Pengamat 2 Untuk menghitung persentase angket digunakan rumus sebagai berikut:
n Z P
Dimana P = Persentase Z = Alternatif jawaban (A,B,C,D) N = Jumlah responden Ranah Psikomotor
skala peniloaian yang digunakan sesuai dengan instrument yang telah direncanakan, yaitu antara 1-3 (1= kurang tepat, 2 = cukup dan 3 = tepat) untuk aspek penilaian. Hal ini berarti bahwa:
- Skor minima yang diperoleh siswa adalah : 1 x 4 =4 - Skor maksimal yan diperoleh siswa adalah : 3 x 4 = 12 - Medium skor adalah : 8 2 ) 12 4 (
-
Dibuat rentang skor dan dikonversi menjadi nilai rapor sebagai pedoman penilaian.
Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Ranah psikomotor No Rentang Nilai Predikat
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
skor Rapor 1 11-12 A Baik sekali 2 9-10 B Baik 3 7-8 C Cukup 4 5-6 K Kurang 5 3-4 KS Kurang sekali
Mutu Pembelajaran dikatakan baik apabila siswa yang mendapat nilai diatas 70 mencapai 85% atau lebih dari keseluruhan siswa Hasil Penelitian Dan Pembahasan Siklus I.
Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes 1 dan alat- alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi dan aktivitas siswa.
Tahap kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2018 di Kelas VIII.3 dengan jumlah siswa 32 siswa. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes I dengan tujuan untuk mengetahui keberhasln siswa dalam proses layanan konseling yang telah dilakukan. dari hasil analisis data d i jelaskan bahwa s is w a yang nilai skor diatas minimal (75) adalah sebesar 71%.
Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut; 1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan layanan konseling, 2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu, 3) Siswa kurang bisa antusias selama layanan.
Revisi
Pelaksanaan kegiatan layanan konseling pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya; 1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak
untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan, 2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan, 3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
## Siklus II
Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan pembelajaran yang terdiri dari rencana layanan konseling 2, soal tes 2 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi dan aktivitas siswa.
Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 5 September 2018 di Kelas VIII 3 dengan jumlah siswa 32 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekuarangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai pengamat adalah peneliti dibantu oleh seorang guru ( IPA Terpadu )
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes Psikomotor II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes praktek II. serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan, adapun hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut: dari analisis data tersebut dapat dijelaskan bahwa s i s w a yang nilai skor diatas minimal (75%) adalah sebesar 93%.
Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut; 1) guru sudah baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan layanan konseling, 2) guru sudah bisa dengan baik dalam pengelolaan waktu, 3) Siswa mulai antusias selama layanan konseling.
Vol. 4. No. 1 Januari 2020 p-ISSN: 2598-9944 e-ISSN: 2656-6753
Revisi Pelaksanaan kegiatan bimbingan konseling pada siklus II ini sudah berjalan dengan baik dan mendapatkan perubahan yang signifikan dalam kedisiplinan guru di dalam kelas berupa pelaksanaan layanan konseling.
Pembahasan Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian layanan dengan methode reinforcement memiliki dampak positif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (Ketercapaian belajar meningkat dari siklus I, dan II) untuk ranah psikomotor yaitu siklus I (71%), siklus II (93%) pada siklus II Ketercapaian nilai siswa secara klasikal.
Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan metode reinforcement dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata—rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran paling dominan adalah belajar dengan sesama anggota kelompok, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru dan diskusi antara siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah metode reinforcement dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mempraktikkan hasil pembelajaran , menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik dalam prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
Simpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus dan berdasarkan seluruh pembahaan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut; 1) Layanan Bimbingan Konseling dengan metode ini memiliki dampak positif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan Ketercapaian nilai siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (71%), dan siklus II (93%), 2) Penerapan metode layanan bimbingan konseling ini mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran ini sehingga mereka menjati termotivasi untuk belajar.
## DAFTAR PUSTAKA
Aqib,Zainal dkk. 2008. PTK untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung : Yrama Widya
Arikunto, Suharsimi.2009. PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Jakarta : Bumi Aksara.
Atkinson, et.al. 1996. Pengantar Psikologi
(terj Dharma, Agus.) Jakarta :
Erlangga
Chaplin, JP. 2002. Kamus Lengkap Psikologi (terj. Kartono, Kartini). Jakarta : Raja Grapindo Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI Surya, Muhamad. 1988. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori&Konsep). Yogyakarta : Penerbit Kota Kembang. Yusuf, Syamsu&Juntika, Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung:
Rosdakaraya.
Walgito,Bimo. 2002. Pengantar Psikologi.
Yogyakarta : Penerbit Andi
|
4625a552-b04b-4059-b774-da2527bdb568 | https://ejurnal.polnes.ac.id/index.php/kreatif/article/download/193/174 | Jurnal Kreatif: Desain Produk Industri dan Arsitektur Vol 9, No 2, Oktober 2021, 174 - 180 p-ISSN 2303-1662 | e-ISSN 2747-2582
Peluang Inovasi Produk Tas Wanita Berbahan Ulap Doyo Berdasarkan Preferensi Masyarakat Di Kalimantan Timur
Dita Andansari, 1* Darius Shyafary 2
1,2 Program Studi Desain Produk, Jurusan Desain, Politeknik Negeri Samarinda, Samarinda, Indonesia
Received: September 2021 Acepted: September 2021 Published: October 2021
## Abstract
Typical crafts in East Kalimantan consist of a wide variety of products, but craft products that are the flagship of one of them is Ulap Doyo fabric. Ulap Doyo has experienced development in its application, namely for fashion products such as clothing, but there are still few SMEs Ulap Doyo who do product development. Lately, product development is being heavily directed at a product designed based on customer-oriented needs. Product development can be done in every aspect of the product. Innovation / development of bags made from ulap doyo in East Kalimantan based on people's preferences with kansei engineering methods is still very limited, especially still in form only. It is necessary to examine the opportunity for innovation / development of women's handbags made from ulap doyo from design aspects other than form, from the aspect of function and aspects of manufacturability. The method used is a descriptive method with reference straightening. The results of this study are to show that the innovation of bag products made from ulap doyo in terms of product innovation based on people's preferences is still very likely because there is not much research that discusses based on preferences from the community. The conclusion of the study is the innovation of women's bags made from ulap doyo in terms of product innovation based on people's preferences that have been done in: a. four components of the bag, b. three combination materials, c. five functions of the bag.
Key words: opportunity, innovation, women's bag, ulap doyo, preferences, East Kalimantan
## Abstrak
Kerajinan khas di Kalimantan Timur terdiri dari berbagai macam produk, tetapi produk kerajinan yang merupakan unggulan salah satunya adalah kain Ulap Doyo. Ulap Doyo sudah mengalami perkembangan dalam aplikasinya yaitu untuk produk fesyen seperti pakaian, tetapi masih sedikit UKM Ulap Doyo yang melakukan pengembangan produknya. Akhir-akhir ini, pengembangan produk sedang banyak diarahkan pada suatu produk yang dirancang berdasarkan kebutuhan pelanggan ( customer-oriented ). Pengembangan produk bisa dilakukan pada setiap aspek produk. Inovasi/ pengembangan tas berbahan ulap doyo di Kalimantan Timur berdasarkan preferensi masyarakat dengan metode kansei engineering masih sangat terbatas terutama masih pada bentuk saja. Perlu dikaji peluang inovasi/ pengembangan tas tangan Wanita berbahan ulap doyo dari aspek desain selain bentuk, dari aspek fungsi serta aspek manufacturability . Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan penelurusan referensi. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa inovasi produk tas berbahan ulap doyo dari segi inovasi produk berdasarkan preferensi masyarakat masih sangat berpeluang karena belum banyak penelitian yang membahas berdasarkan preferensi dari masyarakat. Kesimpulan dari penelitian adalah inovasi tas wanita berbahan ulap doyo dari segi inovasi produk berdasarkan preferensi masyarakat yang telah dilakukan ada pada : a. empat komponen tas, b. tiga bahan kombinasi, c. lima fungsi tas .
Kata kunci: peluang, inovasi, tas wanita, ulap doyo, preferensi, Kalimantan Timur
Peluang Inovasi Produk Tas Wanita Berbahan Ulap Doyo Berdasarkan Preferensi Masyarakat Di Kalimantan Timur
## 1. Pendahuluan
Industri kreatif nasional pertumbuhannya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Saat ini, peningkatan pertumbuhan industri kreatif nasional mencapai 7 % (Husin, 2021). Tahun 2015 sampai sekarang kontribusi yang besar dari industri kreatif berperan dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) nasional, sejak munculnya di tahun 2007. Pada tahun 2015 tercatat Rp. 852 triliun kontribusi industri kreatif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional dan pada tahun 2020 mencapai Rp. 1.100 triliun.
Penyumbang terbanyak PDB nasional adalah subsektor kerajinan, selanjutnya subsektor fashion dan disusul oleh subsektor periklanan. Sub sektor kerajinan dalam beberapa tahun belakangan tetap bertahan sebagai penyumbang terbanyak PDB nasional karena sumber daya alam pendukung untuk pembuatan kerajinan masih banyak tersedia. Sebagai calon ibukota baru di Kalimantan Timur, pertumbuhan industri kreatif juga mengalami peningkatan dan terdapat 4 subsektor yang kedepannya menjadi andalan karena diyakini akan berkembang yaitu arsitektur karena banyak pembangunan gedung-gedung terutama gedung perkantoran, desain interior sebagai pengisi ruang dalam dari bangunan gedung yang akan banyak dibuat, kuliner sebagai kebutuhan pokok yang semakin meningkat karena rencana kepindahan ibu kota serta subsektor yang terakhir adalah kerajinan. Nilai ekspor UKM Kalimantan Timur di tahun 2020 mencapai Rp. 428,2 miliar.Sub sektor kerajinan di Kalimantan Timur yang menembus ekspor meliputi olahan kayu, aksesoris manik, batu, kerajinan rotan dan Mandau. Menurut Noor (2021), industru kriya di Kalimantan Timur yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah kerajinan berbasis tekstil, kulit, kayu, anyaman, kertas, kaca, logam, usaha mebel/furnitur, perhiasan dan barang berharga. Selain merambah ekspor, produk kriya UKM di Kalimantan Timur juga sukses di pasar dalam negeri diantaranya yaitu aksesoris manik-manik, batu, sarung Samarinda, anyaman manik, anyaman rotan, ulap doyo serta Mandau.Untuk kerajinan berbasis tekstil khas Kalimantan Timur yang sudah sangat berkembang saat ini diwakili oleh sarung Samarinda dan Ulap doyo. Sedangkan kerajinan berbasis tekstil lainnya yang sedang dikembangkan saat ini adalah batik Kalimantan Timur.
Kerajinan khas di Kalimantan Timur terdiri dari berbagai macam produk, tetapi produk kerajinan yang merupakan unggulan salah satunya adalah kain Ulap Doyo. (Ketua Dekranasda Kaltim, Amelia Suharni Faroek, 2014). Ulap Doyo sudah mengalami perkembangan dalam aplikasinya yaitu untuk produk fesyen seperti pakaian, tetapi masih sedikit UKM Ulap Doyo yang melakukan pengembangan produknya.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan Indonesia Fashion Week (IFW) 2017 di Jakarta, Rabu (1 Februauri 2017), bahwa Industri fesyen berkontribusi besar terhadap devisa negara, PDB nasional dan penyerapan tenaga kerja. Nilai ekspor produk fesyen pada tahun 2015 mencapai USD12,11 miliar, berdasarkan data BPS, dengan pasar utama Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Dan kontribusi industri fesyen terhadap PDB nasional sebesar 1,21 persen. Industri fesyen mampu menyerap tenaga kerja sebanyak dua juta orang atau 14,7 persen dari total tenaga kerja di sektor industry untuk sektor padat karya.
Transaksi tertinggi yang tercatat di aplikasi Shopee sebagai salah satu marketplace online adalah kategori belanja fashion. Menurut Chris Feng selaku CEO Shopee, di Fairmount Hotel, Jumat (19/1/2018), yang masuk dalam kategori fashion dengan transaksi tertinggi adalah busana, sepatu, dan pelengkap tampilan lainnya. Transaksi yang paling tinggi adalah kategori fashion yang diminati di Indonesia mencapai 400 ribu.
Seiring dengan perkembangannya, fashion tidak hanya didominasi oleh satu jenis produk yaitu pakaian saja, tetapi juga berkembang di dalamnya aksesoris seperti sepatu dan tas. Dari sejarah dapat dilihat, pada 1950- an, ledakan ekonomi pascaperang memicu revolusi mode, dipelopori oleh Tampilan Baru Dior. Gaun dengan model pinggang yang pas, rok panjang menyerempet pergelangan kaki, dan wanita membutuhkan tas tangan yang lebih kecil dan terstruktur untuk menyeimbangkan siluet baru ini. Sementara pada tahun 1980-an, dengan gaya maksimalnya dan konsumerisme yang merajalela, merupakan masa kejayaan untuk fashion, dan tas tangan adalah cara tercepat untuk mengkomunikasikan gaya si pemiliknya [1]. Dari penjelasan di atas, maka tas wanita masih mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai salah produk aksesoris fesyen.
Menghadapi persaingan yang semakin ketat, para UKM dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas dan selalu berpengembangan/berinovasi terhadap produknya. Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh pihak lain menyimpulkan bahwa pengembangan dapat meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis sebuah produk serta pengembangan perusahaan tidak mempengaruhi kinerja perusahaan secara langsung, tapi berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk. Adapun kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Akhir-akhir ini, pengembangan produk sedang banyak diarahkan pada suatu produk yang dirancang berdasarkan kebutuhan pelanggan ( customer-oriented ) [2]. Perusahaan mencari lebih dalam keinginan dan
kebutuhan pelanggan dan mengubahnya menjadi suatu produk yang berdaya guna. Pelanggan ketika memilih sebuah produk, tidak hanya berdasarkan alasan-alasan logis seperti fungsi produk atau harga, tetapi sampai kepada emosi dan perasaan ketika melihat, merasakan produk tersebut juga kemudian menjadi faktor penting dalam memilih produk. Faktor afektif dijelaskan sebagai emosi, perasaan dan keinginan serta hasrat tersembunyi dalam benak seseorang. Nagamachi memperkenalkan suatu metode yang disebut Kansei engineering untuk menterjemahkan faktor afektif pelanggan . Metode ini digunakan untuk menterjemahkan perasaan, emosi, dan impresi seseorang pada produk yang diinginkan [3]. Menurut Haryono dan Bariyah [4] dalam penelitian yang berjudul “Perancangan Konsep Produk Citra/image dan perasaan psikologi konsumen alas kaki dengan menggunakan Integrasi Metode Kansei Engineering dan Model Kano” menyimpulkan bahwa desain dua kategori Kano adalah desain yang sesuai, yaitu one-dimensional dan indifferent. Pada penelitian yang lain [5] dalam penelitian yang berjudul “Rancangan Konsep Produk Alat Makan Portable Menggunakan Metode Kansei Engineering ” menyimpulkan bahwa alat makan yang dirancang dapat memuaskan konsumen saat membawa dan menggunakan produk tersebut. Penelitian lain yang berkaitan dengan pengembangan produk menggunakan metode kansei engineering seperti: jam meja dari bahan bambu [6], desain mantel [7], bahan furniture [8], desain kursi makan rotan [9], pengembangan metodologi affective design [10], desain kombinasi kuda goyang dan kursi lipat anak [11], desain produk apparel [12].
Supaya produk baru akan selalu laku di pasaran, maka dalam mengembangkan sebuah produk, maka kesukaan (preferensi) dari masyarakat pengguna harus diperhatikan dengan seksama. Penelitian yang berjudul Re- birthed fashion handbags as a collaborative design project , menghasilkan analisis desain yang menunjukkan bahwa desain yang tidak perlu diperhatikan karena terlalu umum atau tidak berbeda dari barang serupa lainnya sebagai alasan paling umum untuk tidak dipilihnya produk di pasar [13]. Dalam kasus seperti itu, konsumen dapat mengganti desain dasar ini dengan produk merek yang lebih murah. Karena itu, desain tas fashion yang dibuat kembali ditambah fitur desain yang unik dan utilitas sehingga dapat dikenali konsumen sebagai terkait dengan identitas merek [13]. Dari kesimpulan ini, terlihat bahwa fitur/ komponen produk merupakan salah satu hal penting dalam sebuah desain.
Penelitian sebelumnya oleh Andansari dan Keliwar [14] yang telah dilakukan untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap produk fesyen tas berbahan ulap doyo berdasarkan elemen produk. Adapun hasilnya (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam memilih produk fashion tas dari bahan ulap doyo adalah faktor utama : Emotional Appeal dan Detil Desain dengan variansi sebesar 48,286% serta faktor Gaya Desain dengan variansi sebesar 16,051%. (2) Kansei Masyarakat terhadap produk fashion tas dari bahan ulap doyo adalah bangga, modis dan elegan, indah, nyaman, unik, alami dan Tradisional (3) Desain produk fashion tas dari bahan ulap doyo berdasarkan karakteristik desain yang diperoleh dari hasil penelitian adalah Desain Alternatif 1 dengan komposisi elemen produk pegangan ada ring, bagian penutup depan setengah, bagian kantong dengan ritsleting, bagian sambungan (gusset) yaitu sambungan dengan tali dan berkancing serta bahannya adalah gabungan kain tenun ulap doyo dan kulit asli.
Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Andansari dan Keliwar [15] pengembangan desain produk fesyen tas berbahan ulap doyo menggunakan prinsip komposisi desain berdasarkan preferensi masyarakat sehingga produk dapat meningkat penjualannya karena dibuat berdasarkan minat dari masyarakat. Dari analisis terhadap kuesione SD I, dimana konsumen diminta melakukan penilaian terhadap produk tas tangan wanita berbahan gabungan ulap doyo dan kulit asli, diketahui bahwa ada 4 faktor yang berpengaruh dalam memilih produk tas tangan wanita berbahan ulap doyo dan kulit asli, yaitu : emotional appeal dan dan desain, warna, detil desain dan bahan/bahan. Dari keempat factor tersebut, hasil output regresi linier berganda menunjukkan bahwa factor yang paling dominan dalam menggambarkan preferensi konsumen ialah emotional appeal dan desain. Tetapi pada analisis kuesioner SD II dimana konsumen diminta melakukan penilaian terhadap 11 sampel desain tas tangan wanita berbahan gabungan ulap doyo dan kulit asli diketahui bahwa faktor yang paling kuat yang mempengaruhi preferensi pelanggan dalam memilih adalah warna (cerah), sedangkan faktor emotional appeal dan desain menempati urutan kedua.
Perasaan pelanggan dalam memilih tas tangan wanita berbahan gabungan ulap doyo dan kulit asli ditentukan oleh bangga, indah, unik, nyaman, dominan etnik, bahan bertekstur, motif , elegan, cerah, ringan.
Dari hasil analisis kruskal wallis, didapatkan karakteristik desain tas tangan wanita berbahan gabungan ulap doyo dan kulit asli adalah :
1. Irama : oposisi
2. Warna : hangat 3. Keseimbangan : simetris
Peluang Inovasi Produk Tas Wanita Berbahan Ulap Doyo Berdasarkan Preferensi Masyarakat Di Kalimantan Timur
4. Dominan bahan
: ulap doyo
5. Tekstur : halus 6. Jenis tas : handled bag 7. Motif
: bermotif
8. Dominan bentuk : lengkung
Pengembangan produk bisa dilakukan pada setiap aspek produk. Terdapat beberapa aspek produk seperti yang dijelaskan oleh IDSA ( Industrial Designer Sociaty of America ) bahwa desainer industri biasanya fokus pada penampilan fisik, fungsionalitas dan manufacturability suatu produk, meskipun mereka sering terlibat lebih banyak dalam siklus pengembangan. Penampilan fisik bisa dikaitkan dengan desain seperti bentuk, komponen, warna, bahan dan tekstur. Secara fungsi, fungsi tas bermacam-macam diantaranya tas untuk keperluan sekolah atau bekerja, tas santai atau tas jalan, tas untuk fesyen, tas untuk berbelanja dan masih banyak yang lainnya. Manufacturability dalam pembuatan tas bisa dengan manual, mesin ataupun gabungan dari keduanya manual dan mesin.
Inovasi/pengembangan tas berbahan ulap doyo di Kalimantan Timur berdasarkan preferensi masyarakat dengan metode kansei engineering masih sangat terbatas terutama masih pada bentuk saja. Perlu dikaji peluang inovasi/ pengembangan tas tangan Wanita berbahan ulap doyo dari aspek desain selain bentuk, dari aspek fungsi serta aspek manufacturability .
## 2. Bahan dan Metode
Obyek yang dibahas pada penelitian ini adalah produk tas dari bahan ulap doyo sebagai tekstil khas Kalimantan Timur. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan penelurusan referensi.
## 3. Hasil dan Pembahasan
Dalam pengembangan produk, pada strategi inovasi produk terdapat tiga hal inovasi yaitu inovasi produk, inovasi proses dan inovasi pemasaran. Pada penelitian ini, pembahasan berfokus pada inovasi produk dan lebih khususnya adalah produk tas dari bahan ulap doyo. Aspek produk yang akan dibahas adalah aspek penampilan fisik (desain), aspek fungsi dan aspek manufacturability . Aspek penampilan fisik (desain) yang akan dibahas meliputi komponen dan bahan. Pembahasan dilakukan dengan melihat peluang inovasi produk tas dari bahan ulap doyo dengan melihat penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya baik oleh penulis sendiri maupun pihak lain, Komponen tas yang ada diantaranya adalah : pegangan tas, penutup tas, bentuk samping, bentuk ujung, bagian bawah, kantong, bagian dalam, gesper, kaitan, bingkai, sudut logam, rantai, payet dan manik, ritsleting, penarik ritsleting, kaki dasar, pengunci, bentuk pelat logam, hiasan dan aksesoris.
Bahan tas bisa mermacam-macam, dalam hal ini adalah bahan gabungan selain bahan utama adalah ulap doyo. Bahan penunjang tersebut bisa kulit asli, kulit sintetis maupun jenis kain baik kain khas Kaltim seperti sarung samarinda atau jenis kain pada umumnya seperti kain kanvas, denim, suede, cordura, ripstop nylon dan katun. Fungsi tas ada beberapa diantaranya adalah pouch, clutch, minaudi’ere, wristlet, box bag, handhled bag, shopper bag, tote bag, satchel, crossbody bag, camera bag, one strap bookbag, belt bag, waist pack, backpack, cosmetic bag, sports duffel bag, bowling bag, messenger bag dan laptop bag . Proses produksi untuk pembuatan tas bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu manual dan mesin.
Berikut ini adalah peluang inovasi produk tas dari bahan ulap doyo dilihat dari inovasi yang sudah dilakukan pada penelitian terdahulu.
a. Pengembangan Desain Produk Fesyen Berbahan Ulap Doyo untuk diaplikasikan di UKM Pokant Takaq, Tenggarong, Kalimantan Timur Guna Mendukung Sektor Pariwisata [14].
Komponen Tas (Dipilih berdasarkan preferensi pengguna): Pegangan, Bagian penutup, Bagian kantong, Bagian samping,
Bahan Tas (Dipilih berdasarkan preferensi pengguna) : Kulit asli, Kulit Sintetis, Kanvas
Fungsi
: Handhled bag
Proses Produksi : Jahit masinal
b. Pengembangan Desain Produk Tas Wanita Berbahan Ulap Doyo Menggunakan Prinsip Komposisi Desain Guna Mendukung Sektor Pariwisata Di Kalimantan Timur [15].
Komponen Tas (Dipilih berdasarkan preferensi pengguna): Pegangan, Bagian penutup, Bagian kantong, Bagian samping,
Bahan Tas (Dipilih berdasarkan preferensi pengguna) : Kulit asli
Fungsi : Handhled bag, Tote bag
Proses Produksi : Jahit masinal
c. Desain Tas Ransel Remaja Wanita Dengan Kombinasi Kulit Dan Tenun Ulap Doyo Khas Kalimantan Timur (Yasmin, 2021)
Komponen Tas (Dipilih berdasarkan analisis desainer): Pegangan tas, Penutup tas, Kantong, Bagian dalam, Gesper, Kaitan, Kuncian, Ritsleting
Bahan Tas (Dipilih berdasarkan analisis desainer) : Kulit asli
Fungsi
: Backpack
Proses Produksi : Jahit masinal
d. Desain Tas Kasual Dari Kanvas Beraksen Ulap Doyo Untuk Remaja Laki-Laki [16].
Komponen Tas : Tidak dibahas
Bahan Tas (Dipilih berdasarkan analisis desainer) : Kain kanvas
Fungsi : Cross body backpack
Proses Produksi : Jahit masinal
e. Desain Tas Selempang Berbahan Ulap Doyo,Kulit Dan Kayu Khas Kalimantan [17].
Komponen Tas (Dipilih berdasarkan preferensi pengguna): Pegangan, Kuncian, Gesper, Kaitan
Bahan Tas (Dipilih berdasarkan analisis desainer) : kulit asli dan Kayu meranti
Fungsi
: Sling bag
Proses Produksi : Jahit manual
f. Desain Tas Selempang Ulap Doyo Dengan Kombinasi Kulit Dilengkapi Dengan Tempat Alat Kesehatan Covid-19 [18].
Komponen Tas (Dipilih berdasarkan preferensi pengguna): Pegangan
Komponen Tas (Dipilih berdasarkan analisis desainer): Penutup tas, Kantong, Bagian dalam, Gesper, Pengait, Ritsleting
Bahan Tas (Dipilih berdasarkan analisis desainer) : kulit asli
Fungsi : Sling bag Proses Produksi : Jahit masinal
Peluang Inovasi Produk Tas Wanita Berbahan Ulap Doyo Berdasarkan Preferensi Masyarakat Di Kalimantan Timur
Tabel di atas menunjukkan bahwa inovasi produk tas berbahan ulap doyo dari segi inovasi produk berdasarkan preferensi masyarakat masih sangat berpeluang karena belum banyak penelitian yang membahas berdasarkan preferensi dari masyarakat.
## 4. Kesimpulan
Inovasi tas wanita berbahan ulap doyo dari segi inovasi produk berdasarkan preferensi masyarakat yang telah dilakukan ada pada :
• komponen tas (pegangan, bagian penutup, bagian kantong dan bagian samping),
• bahan kombinasi (kulit asli, kulit sintetis, knvas),
• fungsi tas ( Handhled bag, Tote bag, Backpack, Cross body backpack dan Sling bag)
Sehingga peluang inovasi produk tas ulap doyo dari segi inovasi produk berdasarkan preferensi masyarakat bisa dilakukan pada :
• komponen tas : bentuk ujung, bagian bawah, bagian dalam, bingkai, sudut, logam, rantai, payet dan manik, ritsleting, penarik ritsleting, kaki dasar, bentuk pelat logam, hiasan dan aksesoris.
• Bahan kombinasi : kain khas Kaltim seperti sarung samarinda atau kain umum seperti denim, suede, cordura, ripstop nylon dan katun
• Fungsi tas : pouch, clutch, minaudi’ere, wristlet, box bag, shopper bag, satchel, crossbody bag, camera bag, one strap bookbag, belt bag, waist pack, cosmetic bag, sports duffel bag, bowling bag, messenger bag dan laptop bag .
Selain komponen tas, bahan kombinasi dan fungsi tas, maka inovasi produk tas berbahan ulap doyo berdasarkan preferensi masyarakat pengguna bisa juga dilakukan dari segi komposisi desain.
.
## Daftar pustaka
,
[1] "bag trends by the decade." https://www.vogue.co.uk/gallery/bag-trends-by-the-decade (accessed.
[2] Y. O. Nagamachi M. and M.Ishikawa, "Kansei Engineering and application of the rough sets model," Proc.IMechE Vol220 Part I:J. Systems and Control Engineering., 2006.
[3] M. Nagamachi, Kansei/Affective Engineering . Boca Raton: Taylor & Francis Group, 2011.
[4] M. Haryono and Bariyah, "Perancangan Konsep Produk Alas Kaki dengan Menggunakan Integrasi Metode Kansei Engineering dan Model Kano," Jurnal Ilmiah Teknik Industri, vol. 13, 1, p. 12, 2014.
[5] Desrianty and Widyani, " Rancangan Konsep Produk Alat Makan Portable Menggunakan Metode Kansei Engineering. ," Journal Industrial Servicess vol. 3, 1, Oktober 2017 2017.
[6] A. Shergian and I. T, "Design of Innovative Alarm Clock Made From Bamboo With Kansei Engineering Approach," Agriculture and Agricultural Science Procedia, vol. 3, p. 5, 2014.
[7] H. Quan, "Product Innovation Design Based on Deep Learning and Kansei Engineering," Applied Sciences 2018.
[8] Q. Lei, et all,, "Study on the Materials Design of Furniture Based on Kansei Engineering," International Journal of Engineering Innovation & Research, vol. 4, no. 5, 2015.
[9] V. S. Johan, et all, "Identifikasi Kansei Untuk Evaluasi Desain Produk Kursi Makan Rotan Kansei Identification For Rattan Dining Chair Design Evaluation. ," Jurnal Inovisi™ vol. 7, 2, Oktober 2011 2011.
[10] M. Hartono, "Kansei mining-based in services sebagai alternatif pengembanga nmetodologi affective design," KELUWIH: Jurnal Sains dan Teknologi, vol. 1, 1, p. 6, Februari 2020 2020.
[11] I. Prakoso and H. Purnomo, "Innovative Design of the Combined Rocking Horse Toy and Folding Chair for Children," International Journal on Advanced Science Engineering Information Technology, vol. 9, 2019.
[12] J. Rajasekera, "Apparel Design Optimization for Global Market : Kansei Engineering Preference Model," International Journal of Affective Engineering March 2015 2015.
[13] Lee and DeLong, "Re birthed fashion handbags as a collaborative design project," Springer Nature, 28 May 2018. 2018.
[14] Andansari and Keliwar, "The Development of Ulap Doyo Handheld Handbag For Application in Pokant Takaq Small and Medium Enterprise, Kalimantan Timur To Support Tourism Sector," presented at the The 4th International Conference on Applied Science and Technology (iCAST 2021), Samarinda, 2019.
[15] Andansari and Keliwar, "Kansei Factor in Developing Design Of Women’s Bag Materials Of Combination of Doyo Woven Fabric and Genuine Leather," in Borobudur International Symposium on Humanities and Social Sciences , Magelang, 2020, vol. 2.
[16] A. Rahmitasari, "Desain Tas Kasual Dari Kanvas Beraksen Ulap Doyo Untuk Remaja Laki-Laki," 2021.
[17] E. Nofiansyah, "Desain Tas Selempang Berbahan Ulap Doyo, Kulit Dan Kayu Khas Kalimantan.," 2021.
[18] Y. Dianita, "Desain Tas Selempang Ulap Doyo Dengan Kombinasi Kulit Dilengkapi Dengan Tempat Alat Kesehatan Covid-19," 2021.
|
09af537d-2e5b-43b9-ba87-20a3ea9373fc | https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/brikolase/article/download/2169/2036 |
## PENDAHULUAN
Penelitian ini merupakan pe- nelitian yang mengkaji makna sim- bolik dan karakter dari Figur Sri Ba- tara Kresna berwanda rondon atau Krisnha dalam versi Mahabaratha India. Legenda Hindu pada kitab Purana dan Mahabharata menyata- kan bahwa dia adalah putra ke- delapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surase- na, kerajaan mitologis di India Uta-
ra dan inkarnasi dari Dewa Wisnu. Figur Kresna dikenal sebagai raja Dwarawati. Dalam perwayangan Ja wa Kresna merupakan putra kedua dari tiga bersaudara, kakaknya bernama Baladewa (Balarama) dan adiknya dikenal sebagai Sembadra (Subadra).
Kresna wanda rondon me- rupakan wanda Kresna dalam sua- sana agung, hal ini berkaitan de- ngan jiwa kepemimpinan Kresna
yang bijaksana dan berwibawa. Sementara di Indonesia sendiri jarang memiliki sosok pemimpin yang dapat dijadikan panutan. Mulai dari pemimpin rumah tangga hingga pemimpin Negara. Sehing- ga Kresna wanda rondon ini dapat dijadikan panutan sebagai seorang pemimpin yang baik dan mampu. Latar belakang penciptaan wayang kulit Kresna merujuk pada salah satu bentuk pelestarian seni tradisi yang mungkin saja menyimpan banyak nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh Saimono, Saimono sendiri merupakan seorang peles- tari tatah sungging wayang yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang tatah sungging wayang. Sehingga sekiranya penting untuk mengkaji tentang Kresna wanda rondon tersebut. Rumusan masalah yang terbentuk dari permasalahan tersebut adalah bagaimana latar belakang penciptaan karya wayang Kresna wanda rondon dan bagai- mana makna simbolik wayang kulit Kresna wanda rondon garapan Sai- mono.
Proses garap karya yang di- lakukan Saimono menggunakan pa -kem pembuatan tatah sungging wayang yang terbagi menjadi lima tahap proses garap, antara lain:
1. Menanggalkan bulu dari kulit
2. Membuat pola wayang pada kulit
3. Menatah pola dan bedhahan wayang kulit
4. Pewarnaan sungging wayang kulit
5. Memasang gapitan dan tuding wayang
Sedangkan teori yang diguna- kan untuk menganalisa pemaknaan simbolik dari Kresna wanda rondon adalah teori tentang wanda, wanda sendiri Secara sederhana wanda adalah ekspresi terutama pada wajah dan bentuk tubuh dari tokoh wayang yang mengungkapkan wa- tak dan kepribadian dari tokoh wayang tersebut untuk mendukung suasana-suasana tertentu dalam sebuah adegan. Wujud figur wa- yang tidak sekedar melukiskan tokoh tetapi juga melukiskan ka- rakter. Wanda juga dapat dikata- kan sebagai karakter yang muncul kepermukaan. Teori kedua adalah tentang unsur visual yang terdiri dari garis, bangun(shape), tekstur, warna, ruang, komposisi, dan pro- porsi. Serta pemaknaan perabot pakaian Kresna menurut Bambang Suwarno dan teori tentang simbol Suzanne K. Langer. Langer men- jelaskan tentang symbol of feeling , digunakan pendekatan teori ini un- tuk pemaknaan simbol-simbol yang
terkandung pada perabot yang ada pada wayang kulit Kresna wanda rondon garapan Saimono.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif, ber- lokasi di Surakarta tempat wayang Kresna tersebut disimpan, serta be- berapa lokasi lain tempat penulis melakukan observasi dan wawan- cara, salah satunya adalah di rumah Dalang Bambang Suwarno . Sumber data primer sendiri me- rupakan objek wayang Kresna wan- da rondon dan Saimono Agus Su- biantoro sebagai pembuat wayang tersebut, dari sumber primer mem- peroleh data tentang latar belakang penciptaan dan proses garap kar- ya. Observasi dan wawancara yang dilakukan dengan nara sumber lain seperti dengan Agus Ahmadi mem- peroleh tentang pemaknaan warna, dan Bambang Suwarno tentang makna simbolik dari perabot Kres- na. Validitas data menggunakan triangulasi data, sedangkan analisis -nya menggunakan interaksi analisi dan interpretasi analisis dengan pendekatan teori simbol Suzanne K.Langer.
## PEMBAHASAN
Saimono merupakan seorang pelestari Tatah Sungging wayang yang sudah memiliki banyak peng
-alaman dan penghargaan, untuk membuat karyanya, Saimono me- miliki alasan dan tujuan untuk tetap melestarikan seni tradisi di Indone- sia, khususnya wayang kulit. Sai- mono membuat wayang kulit Kres- na tesebut bertujuan untuk meles- tarikan karya seni dan budaya khu- susnya wayang yang adi luhung peninggalan dari nenek moyang yang perlu di uri-uri, dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan keadaan zaman. Maka alasan ter- sebut dapat dikategorikan sebagai konsep penciptaan non-visual.
Wayang kulit purwa merupa- kan suatu kesenian yang masuk dalam beberapa kategori, seni rupa dengan teknik pewarnaan sungging nya, kriya seni dengan teknik tatah, dan seni pertunjukan dengan nas- kah drama serta musik yang meng- iringinya. Pembuatan karya wayang Kresna wanda Rondon juga melalui serangkaian proses, pakem dan ritual pembuatan. Pakem selalu di- gunakan untuk membuat karya yang baik dan maksimal. Seperti pakem yang harus menatah dari bawah terlebih dahulu kemudian berangsur keatas untuk meningkat- kan apa saja harapan yang mem- buat, dan ritual puasa yang di- lakukan tidak lebih agar lebih kon- sentrasi selama proses menatah
kulit, serta nglerem untuk ber- istirahat sejenak dan kemudian di- lanjutkan dengan proses pembedah -an wajah wayang. dilanjutkan de- ngan proses pewarnaan sungging dan gapitan. Semua tradisi yang dijalankan merupakan upaya dalam konservasi dan revitalisasi wayang kulit purwa yang mulai jarang pe- minatnya dengan berjalannya wak- tu. Revitalisasi sendiri termasuk da- lam kosep visual yang dipakai oleh Saimono. Menatah dan menyung- ging wayang memerlukan kesabar- an dan ketekunan, serta dapat di- gunakan sebagai latihan menjaga emosi.
Gambar 1.
Kresna Wanda Rondon versi Saimono Agus Subiantoro (Foto oleh Yuni Prastika Sari di Surakarta, 2017)
Kresna Wanda Rondon sen- diri digunakan untuk adegan jejer pertama adegan kedhaton pathet Nem. Saat jejer pertama pathet nem, adalah adegan dengan sua- sana kewibawaan dalam kerajaan. Sedangkan ciri-cirinya adalah wa- jah agak menunduk, posisi mata agak tegak, posisi leher condong memanjang, dada tegak, pundak tegak, badan berwarna prada emas dengan bentuk agak gemuk. Wa- yang Kresna wanda rondon ini ada- lah merupakan karya wayang Kres- na yang dibuat oleh Saimono tahun 2014. Bentuk Kresna tersebut ada- lah seperti gambar 1 berikut:
Gambar 2.
Kresna Wanda Rondon versi Bamban Suwarno (Foto oleh Mutiara Putri Dhamastuti di Surakarta, 2017)
Bentuk visual wayang Kresna yang Saimono buat jika diperhati- kan, terdapat perbedaan pada kar- ya wayang Kresna wanda rondon yang digarap oleh Bambang Su- warno, perbedaan dari wayang ter- sebut hanyalah sebagai data yang menjelaskan tentang bagian mana yang menarik dari wayang yang dibuat Saimono dan wayang yang dibuat oleh Bambang Suwarno. Jika dirujuk dari ciri asli wayang Kresna wanda rondon yang asli, maka sebenarnnya garapan Bam- bang Suwarno yang lebih men- dekati. Tetapi garapan Saimono ini menjadi unik karena menambahkan sedikit kreasi dalam bentuk dari wa- yang Kresna wanda rondon terse- but. Pada perabotnya terbagi men- jadi:
Gambar 3.
Bentuk Visual Kresna Wanda Rondon (Foto oleh Yuni Prastika Sari, 2017)
Pertama, Makuthan kencana karo jamang mas susun tiga, kara- wista, garuda mungkur utah-utahan kinarawistha, udawala ngiras tetali lan sumping surengpati.
Gambar 4 Makuthan Kencana (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Gambar 5 Detail Bagian-Bagian Makhutan (Sketsa oleh Yuni Prastika Sari, 2017)
Makuthan adalah Mahkota dalam bahasa Indonesia, Kencana merupakan emas. Jadi makhutan kencana merupakan mahkota yang
dilapisi emas. Jika dianalisis de- ngan teori Langer, secara simbolik mahkota merupakan perlambangan dari sebuah kekuasaan atau jabatan tinggi. Sedangkan pada ranah seni rupa, bentuk mahkota sering kali digunakan untuk me- fetamorkan sebuah kekuasaan de- ngan mendistorsikannya. Warna ke -seluruhan yang digunakan adalah dominan warna emas, dengan nuansa merah, hijau, putih, jingga, hitam dan biru. Pada penjabaran warna sungging wayang kulit purwa sendiri. warna emas disimbolkan sebagai kewibawaan. Tetapi secara nyata emas merupakan simbolik dari kemewahan. Sedangkan un- tuk pemaknaan keseluruhan warna berarti bermakna agung, berani, tenang, jujur, masyur, tegas dan kebenaran. Makna warna tersebut mengacu pada wanda wayang Kresna Rondon dan sifat-sifat Kres- na sebagai raja yang bijaksana.
Kedua, Irung longok, mata liyepan, rupa ireng, lan suweng sur- ya/ candra kalangan.
Suweng adalah anting-anting, sedangkan surya adalah matahari, dan candra adalah bulan. Makna simbolik dari suweng surya dan candra kalangan adalah bahwa seorang raja harus memiliki 2 pen- cerahan untuk rakyatnya. Surya
adalah simbolis kekuatan dan se- mangat, seorang raja haruslah kuat dan menguatkan rakyatnya, serta menjadi pribadi yang hangat dan bersemangat untuk rakyatnya. Se- dangkan candra adalah pemakna- an dari keteduhan yang dimiliki se- orang raja untuk rakyatnya, bijak- sana dan menenangkan rakyatnya.
## Gambar 6
Rupa Wajah Kresna (Foto oleh Yuni Prastika Sari di Surakarta, 2017)
## Gambar 7
Suweng Surya/ Candra Kalangan (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Pemahaman Langer tentang symbol of feeling dapat diperban- dingkan dengan kepercayaan pada matahari dipuja sebagai dewa, se-
but saja seperti Hindu dengan de- wa Suryanya, Shinto dengan ama- terasunya, serta suku maya dengan pemujaan terhadap gerhana mata- hari. kenyataannya matahari me- mang memiliki banyak manfaat un- tuk semua mahkluk hidup.
Untuk pemaknaan secara menyeluruh warna hitam berarti tegas jika didasarkan dengan ka- rakter Kresna sendiri. sedangkan menurut Saimono sendiri hitam ber- arti berwibawa. anting-anting mata- hari dan rembulan, seperti anting- anting yang memiliki 2 sisi, Kresna wanda rondon juga memiliki sifat- sifat seperti kuat, berani, bijaksana dan tenang disaat yang bersama- an. Tiga, Praba kencana lan kalung ulur-ulur.
## Gambar 8
Praba Kencana (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
## Gambar 9
Detail Praba dan Kalung Ulur (Sketsa oleh Yuni Prastika Sari, 2017)
Secara simbolik Bambang Su -warno mengatakan bahwa praba merupakan bentuk dari aura atau cahaya dari tokoh wayang tersebut. Praba kencana berarti cahaya keemasan. Maka dapat dikatakan Kresna wanda rondon memiliki aura yang bercahaya keemasan. Sedangkan konsep tentang makna warna emas sendiri memang ber- arti keagungan. Kalung ulur adalah kalung yang hanya dipakai oleh ka- langan raja, kalung sendiri adalah perhiasan yang melingkari leher. Warna dari kalung ulur ini adalah warna merah pada bentuk ulur dan kuning pada kalungnya. Secara simbolik bidang kalung dan uluran pada wayang Kresna wanda ron- don tersebut menunjukkan bahwa Kresna adalah dari kalangan raja.
## Keempat, Kelatbahu nagamangsa
Gambar 10 Kelat bahu Nagamangsa (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Dalam teori tentang symbol of feeling oleh Langer, naga di be- berapa daerah dan negara tertentu dianggap sebagai mahkluk yang is- timewa. Seperti naga dalam keper- cayaan Tionghoa, naga di keperca- yaan Scotlandia sebagai Lochgnes. Pada beberapa kepercayaan naga dianggap hewan mitologi yang suci dan kuat, begitu juga dengan ke- percayaan Hindu dan Budha yang diartikan sebagai lambang sejati- ning urip (kehidupan yang sejati).
Seolah menggambarkan betapa su- litnya jalan berliku-liku yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan- nya.
Kelatbahu dalam wayang kulit sendiri menunjukkan tingkat jabat- an atau harkat dan martabat dari tokoh wayang tersebut. Pemakna- an simbolik dari kelatbahu naga- mangsa adalah naga pada masing- masing lengan akan menjaga tokoh wayang tersebut. Seperti menggu- nakan pakaian perang dengan ber- bagai macam atribut pelindungnya, karena nagamangsa adalah visuali- sasi dari seekor naga.
Kelima, Manggaran lan Bandono
Gambar 11
Manggaran dan Bandono (Foto oleh Yuni Prastika Sari di Surakarta, 2017)
## Gambar 12
Detail Manggaran dan Bandono (Sketsa oleh Yuni Prastika Sari, 2017)
Menurut Bambang Suwarno tentang Manggaran duwungu tina- tah-tinatih renggo wangkingan wa- rong koladran kandelen kamerekto, berarti manggaran adalah gambar- an dari senjata, wangkingan adalah sarung keris, sedangkan kandelen adalah tubuh kerisnya. Manggaran secara filosofis dimaknakan se- bagai simbol birahi seseorang. Birahi adalah semua jenis nafsu, termasuk nafsu makan, nafsu be- kerja, dan sebagainya. Hingga perlunya manggaran seorang raja ditali dengan bandono dalam karak- ter wayang kulit purwa. Pada Kres- na wanda rondon ini mesimbolkan bahwa Kresna dapat dengan baik menguasai segala nafsunya. Maka dipasangkanlah manggaran deng- an Bandono, Bandono merupakan tali pengikat sembuliyan manggar- an. Seperti yang disebutkan se- belumnya bahwa manggaran ada- lah simbolis dari birahi. Maka ban-
dono simbolis dari pengikat dan pe- netralnya. Menurut bambang su- warno, semua raja yang menggu- nakan manggaran, maka harus di- tutup dengan bandono.
Keenam, Sabuk cindebinoro
Gambar 13 Sabuk Cindebinoro (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Gambar 14 Sabuk Cindebinoro (Sketsa oleh Yuni Prastika Sari)
Menurut teori Langer tentang symbol of feeling , maka sabuk Sabuk adalah tali pengikat pada pinggang, sabuk adalah konsep tentang pengaman, seperti sabuk pengaman, dan penghargaan untuk olahraga tinju atau gulat. Sedang-
kan menurut Bambang Suwarno cinde sendiri adalah sejenis obat un -tuk menyembuhkan penyakit bidu- ran. Cindebinoro berarti menguat- kan untuk menyembah dewanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sa- buk cindebinoro merupakan pengi- kat yang mengikat tubuh tokoh wayang agar menjadi kuat selama menjadi seorang umat.
Ketujuh, Gelang susun celumpring- an
Gambar 15
Gelang susun celumpringan (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Menurut Bambang Suwarno gelang susun merupakan hiasan yang melingkari pergelangan tang- an secara tersusun, sedangkan ce- lumpringan adalah daun bambu yang kering. Sedangkan makna simbolik dari gelang tersebut ada- lah sebagai bentuk perlindungan diri. Gelang dan berbagai atribut adalah baju perang. Tepi daun bambu kering pada kenyataanya memiliki ketajaman seperti pisau,
dan akan membuat luka jika terkena kulit. Oleh sebab itu gelang tersebut dipakai oleh Kresna wanda rondon. Jika ditinjau dari teori symbol of feeling , maka gelang adalah hiasan yang sudah dipakai oleh manusia sejak zaman dahulu pada pergelangan tanganya. Jika mengatakan tentang gelang persep -si tentang aksesoris akan lang- sung terpikir pertama kali.
Kedelapan, Supe tajuk sakembaran
Gambar 16 Supe Tajuk Sakembaran (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Merujuk pada teori simbol mi- lik Langer, cincin sering kali di- konsepkan sebagai seperti perhias- an yang berarti, karena dibeberapa kepercayaan, cicin adalah simbolik ikatan cinta. Sedangkan menurut Bambang Suwarno Supe merupa- kan pengertian dari cincin, sedang- kan tajuk sakembaran adalah pe- ngertian dari gunung sapikul. Jadi kesimpulannya cincin tersebut ada-
lah simbolik dari kekuatan yang begitu besar, karena seperti dapat membawa gunung sapikul pada jari-jari tangannya. Juga sekali lagi membuktikan kekuasaan dari se- orang raja.
Sembilan, Binggel keroncong ken- cono
Gambar 17
Binggel keroncong kencono (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Binggel adalah pengertian lain dari gelang kaki, dalam be- berapa tradisi pada seni per- tunjukan, jenis gelang kaki ini se- ring dipakai sebagai aksesoris tam- bahan pada penari, contohnya pa- da gelang kaki penari topeng ireng dan jathilan. Menurut Bambang Su- warno keroncong kencono adalah kerincing emas, atau bell emas. Ke- rincing akan selalu berbunyi setiap melangkah jika memakai. Pemak- naan simbolik dari binggel ini ada- lah bahwa setiap langkah yang
diambil oleh Kresna akan selalu terdengar oleh siapapun. Menanda -kan bahwa Kresna bukan orang yang pengecut dan tidak akan ta- kut. Sedangkan menurut teori sym- bol of feeling , maka gelang kaki lebih terkenal dikalangan perempu- an sebagai perhiasan. Karena ja- rang ada laki-laki yang mengguna- kan binggel. Berdasarkan hal ter- sebut penggunaan binggel dimasa sekarang lebih kepada sebuah fa- shion semata.
Kesepuluh, Dodot bokongan limar ketangi unthuk banyu.
Gambar 18 Dodot bokongan limar ketangi unthuk banyu (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Menurut Bambang Suwarno Bokongan adalah bentuk dari kain wayang, Kresna wanda rondon me- rupakan wayang dengan jenis kain bokongan. limar ketangi adalah je- nis limar yang tegak geometris, ka- rena tangi dalam bahasa jawa arti- nya bidang.
Sedangkan unthuk banyu me- nurut Saimono adalah buih dari air. Maka dapat disimbolkan bahwa kain yang dikenakan oleh wayang Kresna tersebut adalah jenis yang menginterpretasikan jenis limar de- ngan tatahan geometris berpola buih air yang disengaja oleh Sai- mono untuk menggambarkan riak dari suatu air. Air sendiri memiliki sifat yang dapat berubah sewaktu- waktu dan tidak tentu.
Kesebelas, Awak prodo mas
## Gambar 19
Awak Prodo Mas Kresna (Foto oleh Yuni Prastika di Surakarta, 2017)
Menurut Bambang Suwarno ciri khas dari Kresna wanda rondon adalah tubuhnya yang sedikit lebih gemuk dibandingkan dengan wa- yang Kresna wanda yang lain. Jika ditinjau dari teori Langer tentang symbol of feeling, tubuh merupakan simbol dari diri seseorang, dan
seekor makhluk. Entah itu tubuh yang mati atau tubuh yang hidup. Maka dapat disimpulkan bahwa tu- buh dari wayang merupakan inter- pertasi dari diri wayang tersebut.
Berdasarkan analisis unsur rupa dan simbolik, karakter visual yang terbentuk dari analisis tentang Kresna wanda Rondon jika dilihat dari keseluruhan perabot busana dan bentuk wayang nya adalah bentuk visual dari cerminan visual raja pada wayang kulit purwa. Kresna memiliki Mahkota kencana yang berwarna emas sebagai simbol kekuasaan, berpraba yang berarti beraura cahaya seperti aura yang positif, dengan kalung ulur yang merupakan salah satu ciri dari wayang jenis raja, menggunakan kain bentuk kain bokongan
bermakna buih air yang tenang dan beriak jika disentuh, seperti sifat yang tenang tetapi akan berubah jika diganggu.
Menggunakan gelang celum- pringan seperti senjata pisau, kelat bahu nagamangsa yang melam- bangkan tentang kehidupan yang sejati, dapat diartikan juga sebagai Kresna yang mempelajari tentang kebenaran yang mutlak, menjadi- kannya sosok yang jujur. Binggel keroncong kencono yang meng- gambarkan tentang bunyi langkah
Kresna, yang terdengar kemana- pun dia melangkah, dapat diartikan juga sebagai setiap langkahnya menjadi membawa perubahan be- sar hingga selalu menjadi pusat perhatian dalam hal kebaikan, dan cincin tajuk sakembaran yang me- simbolkan lewat jari tanganya se- kalipun, Kresna dapat memikul gu- nung yang berarti dpat memikul tanggung jawab yang besar. Se- bagai perabot pelengkap. Serta menggunakan manggaran yang me -miliki bandono, sebagai simbolik pengendalian diri.
Memiliki dominan warna
emas pada tubuh dan beberapa perabot pakaiannya, dan warna merah, jingga, biru, hijau, kuning monokrom pada setiap detail perabotnya, juga warna hitam pekat pada bagian wajahnya. Berdasar- kan teori warna, dominan warna emas pada Wayang Kresna
wandaa rondon memiliki simbol keagungan, dan warna hitam pada wajahnya yang agak menunduk mesimbolkan wibawa. Maka dapat disimpulkan bahwa wayang kulit Kresna wandan rondon memang merupakan jenis wanda wayang kulit Kresna yang mencerminkan keagungan seorang raja dan pe- mimpin yang beraura positif, te- nang, jujur, pembawa perubaha,
bertanggung jawab dan bijaksana, serta berwibawa. Berdasarkan urai- an diatas maka karakter Kresna wanda rondon layak dijadikan pa- nutan sebagai gambaran dari jiwa pemimpin yang dapat diandalkan.
## KESIMPULAN
Semua tradisi yang dijalankan merupakan upaya dalam konser- vasi dan revitalisasi wayang kulit purwa yang mulai jarang peminat- nya dengan berjalannya waktu. Maka dapat disimpulkan bahwa pembuatan wayang memerlukan kesabaran dan ketekunan. Mena- tah dan menyungging wayang da- pat digunakan sebagai latihan menjaga emosi. Menurut analisis unsur visual dan pemaknaan sim- boliknya maka dapat disimpulkan karakter yang terbentuk dari wa- yang kulit Kresna wanda rondon adalah memang merupakan jenis wanda wayang kulit Kresna yang mencerminkan keagungan seorang raja dan pemimpin yang beraura positif, tenang, jujur, pembawa perubaha, bertanggung jawab dan bijaksana, serta berwibawa. Ber- dasarkan uraian diatas maka ka- rakter Kresna wanda rondon layak dijadikan panutan sebagai gambar- an dari jiwa pemimpin yang dapat diandalkan.
## DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahmadi, 2016, Kriya Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta Indentifikasi Pola, Aneka Tatahan dan Sungingannya Cetakan II, Surakarta: ISI
Press Surakarta
Amir mertosedono, 1990, Sejarah Wayang Asal-Usul, Jenis dan Cirinya, Semarang: Dahara Prize
Bagyo Suharyono, 2005, Wayang Beber Wonosari, Wonogiri: Bina Citra Pustaka Dharsono Sony Kartika, 2007, Kritik Seni, Bandung: Rekayasa Sains.
_______, 2016, Kreasi Artistik, Surakarta: LPKBN Citra Sains
KRMT John Tondowidjojo, 2013, Ennegram dalam Wayang Purwa, Jakarta, Gramedia Pustaka Utara
Lexy J. Moleong , 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya
Marwoto Pengenggak W, 1990, Tuntunan Ketrampilan Tatah Sungging Wayang Kulit ce- takan II, Surabaya: Citra Jaya Murti
Matius Ali, 2009, Estetika: Sebuah Pengantar Filsafat Keindah- an,Tangerang, Sanggar Luxor
Riziem Aizid, 2012, Atlas Tokoh- Tokoh Wayang, Yogyakarta, Diva Press,
Soetarno, 2007, Sejarah Pedalang- an, Surakarta: Cendrawasih
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta _______, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif, Ban-
dung: Alfabeta
Susilamadya dan Sumanto, 2014, Mari Mengenal Wayang Jilid
I: Tokoh Wayang Mahabha- rata, Yogyakarta: Adi Wacana Sutopo H.B, 2002, Metode penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian edisi 2, Surakarta: Universitas Sebalas Maret Langer, K. Suzanne, 1988, Problematika Seni diterje- mahkan oleh Fx.Widaryanto, Bandung, ASTI Bandung
Bambang Suwarno, 1999, “Wanda Wayang Kaitannya dengan Pertunjukan Wayang Kulit
Purwa Masa Kini”, Tesis untuk memenuhi S-2 , Yog- yakarta: Program Pasca- sarjana Universitas Gadjah Mada
Ma'sumah Cholidiah Dziebany, 2015, “Kajian Visual Figur Bima Wanda Lindu Panon pada Wayang Kulit Purwa Garapan Bambang Suwarno”, Skripsi Untuk memenuhi S-1,
Malang, Universitas Muha- madiah Malang.
Renda Widhi Andaru, 2015, “Analisis Bentuk Visual dan Makna Simbolik Tokoh Prabu Kresna pada Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta”, Skripsi Untuk memenuhi S-1, Surakarta, ISI Surakarta
Supriyatmono, 2007, “Kajian Makna Simbolik Ragam Rupa Rak- sasa Brahala dalam Wayang Kulit Purwa Lakon Kresna Duta”, Tesis Untuk memenuhi S-2, Surakarta, ISI Sura- karta.
Departemen Pendidikan dan Ke- budayaan Republik Indone- sia alih aksara Moelyono Satronayatmo, 1981, Ebook Wanda ringgit Purwa Milik Keraton Surakarta, Jakarta, Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Website: Wikipedia, Wayang Purwa, https://id.wikipedia.org/wiki/Wayang
_purwa, 01 Maret 2016
Wikipedia, Penelitian Deskriptif, https://id.wikipedia.org/wiki/Peneliti an_deskriptif, 06 April 2016
|
04aca660-16ea-475a-86e7-30168f04a441 | https://journal.uwgm.ac.id/yuriska/article/download/117/81 |
## KAJIAN TENTANG MANFAAT PENELITIAN HUKUM
## BAGI PEMBANGUNAN DAERAH
## M. Agus Santoso
## Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda
## ABSTRACT
Law research is a scientific activity to develop law knowledge and to know some cases or problems in every activity, includedes possible problems in developing some area. Kinds of law reseaches are Normative and Empiric Law Research.
Normative Law Research is a research abaut principles, sistematics, synchronization, historiy and comparison of law which uses primer data in the form of legislation, and scundery data in the form of literatures. Empiric Sociology Law Research consists of research on an unwritten law indentification and research on law effectiveness in the field or ini society which uses primer data in the form of factual event in society, and secunder data in the form of legistation regulation and literatures.
Law research is very important for area development, starting from the preparation, in project activity until the finishing and presenting responsible report. Even when the development is over, law research is still important to evaluate the program including physical and human resources development by using standarized prosedure Key words : law research and area development.
## ABSTRAK
Penelitian hukum adalah sebuah kegiatan ilmiah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan hukum dan untuk mengetahu beberapa kasus atau masalah pada semua kegiatan, termasuk masalah-masalah yang sedang berkembang dibeberapa daerah. Penelitian hukum terdiri dari dua jenis, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.
Penelitian hukum normatif adalah sebuiah penelitian mengenai prinsisp-prinsip, sistematika, sinkronisasi, sejarah dan perbandingan hukum yang menggunakan data primer berupa perundang-undangan dan data sekunder berbentuk literatur. Penelitian hukum empiris sosiologis terdiri dari penelitian indentifikasi hukum tidak tertulis dan penelitian keefektian bekerjanya hukum dilapangan atau pada masyarakat, yang menggunakan data primer berupa gejala sosial pada masyarakat, dan data sekunder dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan literatur.
Penelitian hukum sangat diperlukan dalam rangka pembangunan daerah, mulai dari perencanaan, pada saat pelaksanaan proyek sampai selesai, dan saat pembuatan laporan pertanggungjawaban. Bahkan pada saat pembangunan sudah selesaipun penelitian hukum masih sangat diperlukan dalam rangka mengevaluasi kegiatan fisik maupun sumber daya manusia dengan menggunan prosedur yang sudah ditentukan.
Kata Kunci : Penelitian hukum dan Pembanguan Daerah.
## A. PENDAHULUAN
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan tersebut dapat dirasakan dengan baik dan tidak terganggu dari pihak manapun, termasuk perlindungan hak asasinya, oleh karena itu hukum harus dilaksanakan dengan baik serta pelaksanaannya dapat berlangsung secara normal, damai dan oleh karena itu hukum harus ditegakkan, maka melalui penegakan hukum itulah hukum semakin dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pengayom bagi seluruh raktyat dalam suatu negara, maka dari itu hukum harus selalu bersendi pada keadilan bagi semua pihak.
Setiap warga negara harus mendapat perlakuan hukum yang sama, tidak boleh dibeda- bedakan, hal itu telah secara jelas termuat dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa : ”Segala war ga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Tentu hal ini adalah sebuah pencerahan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum, separti ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa :”Negara Indonesia ialah Negara Hukum.” Maka dalam menjalankan pemerintahan hukumlah yang dijadikan penglimanya. Dalam Negara Hukum setidak-tidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Adanya kepastian hukum. 2. Kemanfaatan 3. Keadilan. 1
Yang pertama tentang adanya kepastian hukum, bahwa hukum harus dilaksanakan, karena setiap orang pasti akan mengharapkan agar dapat ditetapkannya apabila terjadi hal atau peristiwa kongkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus dilaksanakan, hukum yang harus berlaku bagi setiap orang tidak pandang pejabat ataupun masyarakat biasa, maka dalam penegakan hukum ada keinginan oleh kepastian hukum yaitu justitia et pereat mondus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus di tegakkan); Kepastian hukum merupakan perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa setiap orang akan dapat memperoleh sesuatu yang di harapkan dalam keadaan tertentu, masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Kemudian kemanfaatan, bahwa masyarakat mengharapkan manfaat dalam melaksanakan atau penegakan hukum harus memberi manfaat yang baik bagi masyarakat, agar tercipta rasa keadilan dan kedamaian di dalam masyarakat, jangan sampai justru karena hukumnya ditegakkan akan timbul kerusuhan di dalam masyarakat, tentu saja masyarakat tidak menghendakinya, oleh Karena itu penguasa atau penegak hukum harus selalu mempertimbangkan hal ini.
Selanjutnya adalah keadilan, dalam hal ini pelaksanaannya atau penegakan hukum harus selalu bersendi keadilan, pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil, oleh karena itu dalam hal keadilan ini sifatnya adalah sangat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan bagi semua pihak, karena adil bagi yang satu belum tentu adil bagi yang lain, maka adil itu kuncinya adalah keiklasan. Dalam penegakan hukum tentu ketiga hal diatas harus diperhatikan secara seksama, jangan sampai hanya melihat kepastian hukum saja, atau kemanfaatan dan keadilan saja, tidak boleh unsur lain di abaikan, maka harus ada kmpromi di antara ketiga unsur tersebut, dan harus mendapat perhatian sama secara proporsional seimbang, tentu hal ini dalam praktek tidak mudah untuk dilakukan dan diperlukan pemikiran, pertimbangan penelitian yang bijak, agar tercapai tujuan hukum yang dikehendaki masyarakat bersama.
1 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, 1993, hal : 1
Hukum itu tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan masyarakat, bekerjanya hukum bukan saja sebagai penegakan hukum seperti yang terjadi pada lembaga yudikatip, tetapi hukum juga diperlukan dalam kehidupan masyarakat, agar tercipta kedamaian dalam masyarakat, apalagi dalam proses pembangunan, peranan hukum sangat diperlukan. Ada 2 (dua) fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat, yaitu pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua sebagai sarana untuk melakukan social engineering. 2 Sebagai sarana kontrol sosial maka hukum dapat berada di dalam pola-pola tingkah laku yang telah diterima olehnya, sedemikian rupa sehingga hukum dapat diterima di dalam masyarakat atau hukum bisa juga sebagai penjaga status quo; Kemudian hukum sebagai sarana social engineering, dengan jalan bahwa hukum berkepentingan untuk melihat hasil yang di timbulkan oleh pekerjaannya yang sifatnya mengatur itu, sehingga pada sasaran-sasaran yang ingin di capai yaitu menggerakkan tingkah laku atau mencapai keadaan yang di kehendaki. 3
Dalam pembangunan daerah sudah dapat di pastikan peranan hukum sangat diperlukan, karena dalam pembangunan daerah bukan saja menjadi kepentingan pemerintah semata, tetapi juga menjadi kepentingan masyarakat pada umumnya, yang juga pasti melibatkan peranan masyarakat, karena pembangunan daerah pada umumnya juga merupakan pembangunan masyarakat; Agar tercapai pembangunan tersebut diperlukan adanya peranan hukum, terutama sebagai sarana kontrol sosial dan sarana social engineering. Bagaimana sesungguhnya peranan hukum di dalam pembangunan pasti ada perkaitannya, apapun bentuk pembangunan daerah, hukum dan termasuk ahli hukum tidak dapat lain kecuali berusaha untuk menjadi sesuatu yang berguna terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pembangunan; Kemudian timbul pertanyaan :”Bagaimana caranya agar hukum dapat bermanfaat secara optimal dalam pembangunan daerah ?.” Salah satu jawaban yang sangat mendasar adalah penelitian hukum dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang pada pelaksanaannya akan menggunakan pedoman tertentu maupun tahapan-tahapannya, sebagai langkah yang sistematis dan terarah, agar obyek penelitian tidak menyimpang serta tujuan penelitiannya tercapai dengan baik. 4 Tentunya penelitian itu harus dilakukan oleh para ahli yang menguasai dibidangnya, karena obyek penelitiannya adalah hukum, sudah barang tentu yang melaksanakan adalah para ahli hukum yang sudah berpengalaman, sedangkan obyek yang diteliti adalah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah hukum dalam pembangunan daerah, termasuk peraturan- peraturan daerah. Pembangunan daerah yang ingin mencapai tujuan dengan baik dan maksimal, tidak bisa melepaskan diri dari peranan hukum, melalui penelitian hukum dapat terlaksana pembangunan daerah secara baik dan optimal. Sedangkan penelitian hukum itu dapat dilaksanakan sejak perencanaan, pada proses pelaksanaan pembangunan hingga pada tahap laporan pertanggung jawaban, dan bahkan dapat juga dilaksanakan sebagai sarana evaluasi, disini hukum diperankan sebagai sarana kontrol pada setiap tahap pembangunan.
Pada tahap perencanaan pembangunan daerah, hukum diperankan sebagai sarana social engineering, oleh karena itu diperlukan penelitian hukum terhadap masalah-masalah yang timbul, diantaranya adalah tentang peraturan-peraturan daerah untuk menunjang pembangunan daerah, juga termasuk rencana tata ruang. Menginventarisasi peraturan-peraturan daerah yang ada adalah termasuk melakukan penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif, hingga pada perubahan peraturan sampai pada pembuatan peraturan daerah yang baru sebagai dasar
2 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1984, hal : 117
3 Ibid, hal : 118
4 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, 1991, hal : 9
hukum pembangunan daerah yang akan dilaksanakan. Kemudian pada saat pelaksanaan pembangunan daerah hukum berperan sebagai sarana kontrol atau pengawasan, artinya jangan sampai pelaksanaan pembangunan daerah menyimpang dari dasar perencanaan yang ada sebagai dasar hukum pembangunan tersebut. Dalam taraf pelaksanaan ini terkadang sering terjadi perubahan-perubahan secara tiba-tiba yang tidak terduga. Bagaimana pelaksanaan yang tiba-tiba dan tak terduga itu tidak menyimpang dari peraturan atau hukum yang sudah ditentukan, oleh karenanya sangat diperlukan pengawasan dengan cara penelitian hukum empiris sosiologis, atau metode induktif dengan melakukan tanya jawab melalui kuesioner yang dikirimkan kepada peneliti hukum yang dianggap ahli dan berpengalaman, kemudian pengumpulan data dan pendapat (opinion) dari para ahli melalui wawancara mengenai metode yang digunakan dalam penelitian hukum. 5
Pada tahap pelaporan pembangunan, hukum juga dijadikan sarana kontrol, artinya jangan sampai laporang yang disampaikan menyimpang dengan perencanaan maupun pelaksanaan, bahkan membuat laporan fiktif, yang direkayasa akibat adanya penyimpangan hukum dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk tindakan manipulasi yang bermuara pada tindakan korupsi, laporan dimaksud perlu dilakukan evaluasi, kajian dan termasuk penelitian hukum dengan cara melihat laporan yang di buat dengan membandingkan kenyataan yang ada di lapangan, tentu saja penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris sosiologis. Pembangunan daerah yang dimaksud dimuka adalah juga termasuk pembangunan dibidang hukum, karena hukum itu tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan masyartakat atau jaman, maka penelitian hukum terus dilakukan untuk perkembangan hukum itu sendiri, baik mengenai ilmu pengetahuannya, peraturan-peraturannya, pelaksanaan dan penegakannya, serta pemberian sanksi maupun penghargaan atas prestasi yang dicapai, sehingga hukum betul-betul dapat menjamin kedamaian dalam masyarakat, untuk itulah penelitian hukum selalu dilaksanalan dalam suatu negara maupun daerah-daerah. Dengan cara penelitian hukum, pembangunan daerah akan mudah tercapai sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
Begitulah pentingnya penelitian hukum dalam pembangunan daerah sehingga sangat terasa sekali manfaatnya, segala permasalahan yang begitu kompleks, dengan mengadakan penelitian hukum akan dapat dicari jalan pemecahannya. Begitulah kiranya penelitian hukum itu sangat bermanfaat bagi pembangunan daerah, oleh karena itu penulis berusaha menyumbangkan informasi ini dan di tuangkan dalam karya ilmiah hukum, agar dapat dijadikan rujukan maupun pertimbangan dalam pembangunan daerah.
## B. KAJIAN PUSTAKA
## 1. Pengertian Penelitian Hukum.
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian biasanya menggunakan metode penelitian tertentu, hal ini diharapkan agar pelaksanaan pnelitian dapat terlaksana secara sistematis dan terarah, sehingga tercapai apa yang diinginkan, dalam kesempatan ini akan diuraikan terlebih dahulu pengertian tentang metode penelitian hukum. Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, yang berarti cara atau jalan. Jadi methode merupakan cara atau jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya 6 dengan menggunakan cara tertentu supaya dapat memahami obyek sasaran yang di kehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.
5 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal : 11
6 P. Joko Subagyo, op cit, hal : 1
Penelitian terjemahan bahasa Inggris, yaitu research, berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan sesuatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sitematis serta sempurna tahapan permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problema. 7 Jadi metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala masalah, kemudian menurut Sutrisno Hadi bahwa usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran atau pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk research disebut methodology research. 8 Penelitian adalah kegiatan ilmiah, dan merupakan suatu hal yang penting bagi semua pihak untuk mengetahui dan bergerak dibidang ilmu pengetahuannya, hal ini diharapkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan tertentu serta untuk mengetahui perkara-perkara atau masalah- masalah yang ditemukan. Dan perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari dua motif pokok yang pada dasarnya berjalan satu sama lain, yaitu pertama dorongan ingin tahu (curiosity) yang dimiliki oleh semua manusia yang normal, kedua adalah kegunaan praktis dari pengetahuan yang diperoleh dari perenungan dan penyelidikan-penyelidikan. 9 Dari uraian tersbut ilmu pengetahuan dan penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan adalah tentang hukum, yaitu dalam rangka pengembangan ilmu hukum dan penyelidikan-penyelidikan masalah-masalah hukum. Kemudian timbul pertan yaan :”Apa hukum itu ?.” Pertanyaan inlah yang muncul dalam hati setiap orang yang akan menggali ilmu hukum, serta menegakkan hukum itu sendiri. Sedangkan devinisi tentang hukum itu belum ada kesamaan dari para ahli hukum, hampir semua ahli hukum memberikan batasan hukum berlainan antara satu dengan yang lainnya. Namun pada kesempatan ini akan diuraikan 1 (satu) devinisi hukum menurut Utrech memberikan batasan hukum sebagai berikut : “Hukum itu adalah himpunan peraturan -peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. 10
Sebagai pelengkap dari uraian devinisi tentang hukum, disebutkan pula unsur-unsur hukum yaitu :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib. c. Peraturan-peraturan itu bersifat memaksa. dan d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. 11
Sedangkan ciri hukum adalah adanya perintah dan/atau larangan, perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang, kemudian hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa, sedemikian rupa maka dengan demikian hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu sendiri. 12 Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian hukum adalah suatu usaha atau pekerjaan dalam rangka mencari atau menggali maupun mengkaji terhadap permasalahan hukum yang timbul, baik mengenai peraturan-peraturannya maupun kajian tentang perkara atau masalah yang ada, dengan cara hati- hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan yang ada, sehingga akan didapat jawaban
7 Ibid, hal : 2
8 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, Andim Ofset ogyakarta, 1993, hal : 4
9 Ibid, hal : 13
10 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal : 38
11 Ibid, hal : 39 12 Ibid, hal : 41
secara ilmiah hukum, kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan dicari pemecahannya maupun solusinya, dan harapannya hukum yang berkembang dapat menciptakan kedamaian dalam masyarakat.
Persoalannya adalah apakah penelitian hukum itu termasuk penelitian sosial atau penelitian hukum yang berdiri sendiri; Oleh karena persoalan yang terjadi pada masyarakat tentang hukum adalah sebuah persoalan yang merupakan perilaku manusia sebagai gejal sosial, tentu saja akan menggunakan peneltian empiris sosiologis yang spsifik tentang hukum, kemudian apabila dianggap sebagai proses pembuatan hukum positif, maka dapat dilakukan penelitian hukum historis, diskriptif, penelitian kasus, penelitian korelasional, atau penelitian kausal komperatif. 13 Oleh karena itu tidak semua dapat dikategorikan penelitian sosial, karena ada yang bersifat khas, apalagi menyangkut hukum, maka penelitian hukum harus berdiri sendiri.
## 2. Pengertian Pembangunan Daerah.
Pembangunan asal katanya adalah bangun, jika mendapat awalan “me” berarti membangun yaitu melaksanakan bangunan, pengertiannya bisa merencanakan, melaksanakan, memperbaiki dan sebagainya, sehinngga keadaannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan daerah adalah sebuah proses perencanaan, melaksanakan, memperbaiki dan sebagainya yang sudah jelas subyek dan obyeknya, mengenai subyeknya adalah pemerintah daerah, sedangkan obyeknya adalah daerah yang sedang dibangun, baik itu daerah Provinsi maupun daerah Kabupaten/Kota. Kemudian pengertian daerah menurut Pasal 1 ayat (6) UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan D aerah menyatakan : “Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sitem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Dalam Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan) menyatakan : “Pembagian daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya, di tetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa .” Kemudian P asal 18 ayat (1) UUd 1945 (setelah perubahan) menyatakan : “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi, dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupeten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang- Undang.”
Dari uraian Pasal 18 UUD 1945 (sebelum maupun sesudah perubahan) dapat di ambil pengertian bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi dan daerah Provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Dan jika dilihat secara teritorial Indonesia terdapat 250 zelfbestuurendhe landshappen dan volksgemeen schappen , seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa 14 (Siswanto Sunarno, 2008, hal : 1), dengan demikian dapat di pahami bahwa sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945, menganut sistem pemerintah pusat dan sekaligus pemerintah daerah.
Mengapa menganut sitem pemerintah pusat, hal ini disebabkan karena Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik, seperti terurai dengan jelas pada Pasal 1 ayat (1)
13 Soejono, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal : 108
14 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal : 1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, (baik sebelum maupun sesudah perubahan) yang menyatakan :”Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.” Negara Kesatuan sering disebut sebagai Negara unitaris, unity adalah Negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu) terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala Negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh wilayah negara bersangkutan. 15 Maka dari itu Negara Kesatuan hanya terdiri satu negara saja bukan negara-negara yang bergabung. Hakekat Negara Kesatuan yang sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagi-bagi baik keluar maupun kedalam, kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. 16 Dapat dipahami bahwa di dalam Negara Kesatua Pemerintah pusat menjalankan kedaulatan tertinggi negara, maka supaya tidak terjadi kesewenang-wenangan pemerintah pusat dalam menjalankan aktivitas pemerintahan harus diawasi dan dibatasi dengan Undang-Undang, hal ini merupakan konskwensi logis dari posisinya sebagai penyelenggara kedaulatan negara, oleh karena pemerintahan yang ada dibawahnya yaitu pemerintah daerah, harus tinduk kepada pemerintah pusat, namun tanpa adanya dasar peraturan perundang-undangan yang mengatur akan terjadi tumpang tindih dan tabrakan dalam pelaksanaan kewenangan.
Negara Kesatuan dapat dibedakan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : (1). Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi, dan (2). Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. Dalam Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, dan daerah-daerah hanya tinggal melaksanakan segala apa yang telah di insturksikan oleh pemerintah pusat. Sedangkan dalam Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi, kepada daerah-daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan dengan daerah otonom. 17 Apa yang dimaksud pemerintah daerah, batasannya dapat dilihat UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemarintahan Daerah, maka yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah : “Penyelenggaraan urusan pemerintahan ole h pemerintah daerah dan DPRD, menurut azas`otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga jelas pula bahwa hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dilaksanakan melalui sistem otonomi, yang meliputi desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang bersifat koordinatip. Mengenai kebijakan politik hukum pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan penetapan beberapa strategi, yaitu : Pertama : Peningkatan pelayanan Pelayanan bidang pemerintahan, kemasayarakatan dan pembangunan adalah suatu hal yang bersifat esensial guna mendorong atau menjunjung dinamika interaksi kehidupan masyarakat, baik sebagai sarana untuk memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban masyarakat sebagai warga negara yang baik. Bentuk-bentuk pelayanan pemerintahan tersebut, antara lain meliputi rekomendasi, perijinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan kependudukan dan sebagainya. Kedua : Pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusaha jasa, pengembang, dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, dimana peran pemerintah hanya terbatas pada memfasilitasi dan mediasi. Disamping itu, dalam kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara
15 Budi Sudjijono, Manajemen Pemerintahan Federal, Persfektif Indonesia Masa Depan, Citra Mandala Pratama, Jakarta, 2003, hal : 1
16 Ibid, hal : 2
17 Fahmi Amrusy, Otonomi Dalam Negara Kesatuan, dalam Abdurrahman (editor), Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Perss, Jakarta, 1987, hak : 56
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat, khususnya partai politik untuk memberikan pendidikan politik rakyat guna meningkatkan kesadaran bernegara dan berbangsa guna tercapainya tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indinsia. Ketiga : Peningkatan daya saing daerah. Peningkatan daya saing daerah ini, guna tercapainya keunggulan lokal dan apabila dipupuk kekuatan ini secara nasional akan terwujud resultant keunggulan daya saing nasional. Di samping itu, daya saing nasional akan menunjang system ekonomi nasional yang bertumpu pada strategi kebijakan perekonomian kerakyatan. 18
Pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 19 Berdasarkan rumusan tersebut, dalam daerah otonom terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur (elemen) batas wilayah, sebagai kesatuan masyarakat hukum, batas wilayah adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam menetapkan kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah perbatasan atara daerah. Dengan perkataan lain,. Dapat dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
2. Unsur (elemen) Pemerintahan. Eksistensi pemerintahan di daerah, didasarkan atas legitiminasi Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, untuk menjalankan urusan pemerintah yang berwenang mengatur berdasarkan kreatifitasnya sendiri,. Elemen pemerintah daerah adalah meliputi pemerintah daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
3. Unsur masyarakat. Masyarakat sebagai elemen pemerintah daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum, baik geminschaft maupun gesselchaft jelas mempunyai tradisi, kebiasaan, dan adat istiadat yang turut mewarnai system pemerintah daerah, mulai dari bentuk cara berfikir, bertindak, dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk- bentuk partispatif budaya masyarakat antara lain gotong rayong, permusyawaratan, cara menyatakan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan pemerintahan. 20
Mengenai pembangunan daerah, biasanya terlebih dahulu di susunlah perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam perencanaan pembangunan nasional, yang sesuai dengan kewenangannya di daerah, perencanaan itu di lakuksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( Bappeda).
Perencanaan pembangunan daerah disusun secara berjangka, yaitu sebagai kerikut :
1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mangacu kepada RPJP nasional.
2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari vis, misi, dan program kepala
18 Siswanto Sunarno, op cit, hal : 3
19 Ibid, hal : 6
20 Ibid, hal : 7
daerah yang menyusunnya berpedoman kepada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional.
3. RPJM tersebut memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pedoman yang bersifat indikatif.
4. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat rancangan kerja ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada rencana kerja pemerintah. 21
Suatu keefektifan dan efisiensi perencanaan pembangunan daerah dibutuhkan sumber daya berupa data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dan informasi tersebut, mencangkup : 1.Penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2.Organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah;
3.Kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah;
4.Keuangan daerah;
5.Potensi sumber daya daerah;
6.Produk hukum daerah;
7.Kependudukan;
8.Informasi dasar kewilayahan dan
9.Informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintah daerah 22 .
Dalam peleksanaan semua itu untuk menggali data dan informasi diperlukan penelitian, dan yang berkaitan dengan hukum maka sudah dapat dipastikan diperlukan penelitian hukum, baik dari perencanaan, saat proses maupun tahap pelaporaannya, bahkan sudah selesaipun masih diperlukan penelitian hukum sebagai evaluasi pembangunan, itulah pentingnya penelitian hukum dalam pembangunan daerah, khususnya sebagai sarana kontrol dan social engineering.
## C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam kaijian ini adalah : 1. Apa saja jenis penelitian hukum dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah?
2. Bagaimana tahapan penelitian hukum yang dilakukan dalam rangka pembangunan daerah?
## D. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengkaji manfaat penelitian hukum bagi pembangunan daerah, agar pembangunan di daerah dapat terarah sesuai dengan peraturan yang ada sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya yang berakibat pada penyalahgunaan wewenang maupun penyalahgunaan keuangan, yang menimbulkan kerugian negara dan berindikasi perbuatan korupsi. Untuk mendapatkan jawaban yang lengkap data penelitian ini diperoleh dari kajian kepustakaan yang dikumpulakan dengan cara merujuk kepada bahan-bahan yang
21 Ibid, hal : 86
22 Ibid, hal : 87
didokumentasikan. 23 Dengan demikian data yang diperlukan adalah data sekunder berasal dari buku-buku literature dan sebagainya, kemudian dianalisis secara diskriptif dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang manfaat penelitian hukum bagi pembangunan daerah.
## E. PEMBAHASAN
## 1. Jenis Penelitian Hukum
Metode penelitian hukum yang dikenal sekarang adalah suatu kreatif dari dan terus berkembang dalam kajian hukum, yang dipandang se bagai “ legal research ”, kemudian dikembangkan menjadi penelitian hukum. Dan yang dimaksud penelitian hukum (legal research) dalam perpustakaan ternyata didapat beberapa arti, yaitu penelitian hukum itu mencakup segenap kegiatan pengajar hukum, hakim, jaksa, pengacara, konsultan hukum dalam melakukan tugasnya dalam bidang hukum dan juga kegiatan seorang mahasiswa hukum. 24 Arti lain adalah bahwa penelitian hukum sebagai penelitian untuk menemukan hukum in concreto yang meliputi berbagai kegiatan untuk menemukan apakah yang merupakan hukum yang layak untuk diterapkan secara in conrecto untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu. 25
Dikalangan para pakar hukum Indonesia kita mencatat ada beberapa pengertian penelitian hukum itu. Soetandyo Wignyosubroto menyebutkan ada empat tipe penelitian hukum, yaitu : a. Penelitian-penelitian yang berusaha inventarisasi hukum positif.
b. Penelitian-penelitian yang berupa usaha penemuan hukum asas-asas dan dasar-dasar falsafah (dogma dan doktrin) hukum positif.
c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concrecto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.
d. Penelitian-penelitian yang berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenani proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. 26
Tidak semua penelitian hukum tersebut dapat diterima oleh para ahli peneliti sosial, karena kebanyakan pada penelitian sosial adalah penelitian lapangan, maka para peneliti sosial hanya dapat menerima tipe penelitian hukum empiris yang dianggap memenuhi syarat sebagai penelitian, sedangkan penelitian hukum normatif tidak diakui sebagai penelitian oleh para peneliti sosial namun demikian para ahli hukum tetap menganggap bahwa penelitian hukum normatif merupakan jenis penelitian, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Selain itu masih ada pula beberapa pandangan dan pendapat pakar hukum kita tentang apa itu penelitian hukum. Muhammad Radhie merumuskan penelitian hukum sebagai keseluruhan aktifitas berdasarkan disiplin ilmu untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikan fakta-fakta serta hubungan dilapangan hukum yang berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dapatlah diperkembangkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan cara-cara ilmiah untuk menanggapi berbagai fakta dan hubungan tersebut. 27 Sedangkan Soerjono Soekanto menyatakan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang berdasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Kecuali
23 Tata Wijayanta, Yustisia, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas maret, Edisi 77. Mei- Agustus 2009, hal : 51
24 Morrist Cohem, Legal Research in Nutshell, Paul Minnesata, West Publising, St, 1976, hal : 1
25 Erwin Pollack, H. Fundamentals of legal research Brooklyn, The Fundation Press, 1978, hal : 14
26 Soetandyo Wignyo Subroto, Hukum dan Metode Kajiannya, BPHN, Jakarta, 1980, hal :89
27 T. Muhammad Radhi, Penelitian Hukum Dalam Pembinaan dan Pembaruan Hukum Nasional ke III, Surabaya, 1974, hal : 6
itu, maka juga diadakan pemeriksaaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut. Untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 28
Mengenai jenis penelitian hukum, Soerjono Soekanto membedakannya dalam 2 (dua) jenis, yaitu : a. Penelitian hukum normatif, yang mencakup :
1) Penelitian terhadap asas-asas hukum.
2) Penelitian terhadap sistematika hukum.
3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum.
4) Penelitian sejarah hukum dan
5) Pnelitian perbandingan hukum.
b. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari :
1) Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis).
2) Penelitian terhadap efektivitas hukum. 29
Menurut Rony Hanitijo Sumitro, membedakan penelitian hukum berdasarkan sumber datanya sebagai berikut :
a. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder.
b. Penelitian hukum empiris atau sosiologis, yaitu penelitian hukum yang memperoleh data dari sumber primer. 30
Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, disamping ada penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer. Dari penjelasan tersebut, penelitian hukum normatif yang juga disebut penelitian doktrinal biasanya hanya dipergunakan sumber- sumber data sekunder saja, yaitu peraturan-peraturan perundangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka. Sedangkan analisis yang dilakukan berupa anlisis normatif kualitatif. Kemudian dengan bantuan ilmu-ilmu sosial, penelitian di bidang hukum diperkaya dengan kemungkinan dipergunakan semua metode-metode dan tehnik-tehnik yang lazim dipergunakan di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, ini disebut penelitian hukum yang sosiologis atau sosio legal research. 31 Pemikiran itu tidak sepaham dengan pendapat Sunaryati Hartono, yang menyatakan bahwa bagi penelitian hukum normatif, bahan-bahan primer terdiri atas Undang-Undang Dasar dan berbagai dokumen resmi yang memuat hukum, termasuk akta notaries dan kontrak, sedangkan tex book monografi, laporan penelitian dan sbagainya, merupakan bahan sekunder. 32
Adanya perbedaan yang dimikian tersebut sebenarnya adalah sebagai hasil berkembangnya paham-paham sosiologi dalam ilmu hukum. Dalam perkembangan ilmu hukum ada yang mempelajari dan mengkaji hukum sebagai law in books, dimana untuk keperluan
28 Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, hal : 43. Dimuat pula dalam Soejono, op cit hal : 44
29 Ibid, hal : 55
30 Ronny Hanitio Sumitri, Metodologi Penelitian Hukum, Galia, Jakarta, 1983, hal : 24
31 Ibid, hal : 9
32 Sunaryati Hartino, op cit, hal : 151
penelitiannya akan digunakan penelitian penelitian hukum normatif, sedangkan pada pihak lain melihat hukum sebagai law in action, yang peraturan antara hukum dengan pranata sosial, sehingga untuk penelitiannya dipergunakan penelitian hukum sosiologis atau sosio legal research.
Penelitian hukum normatif lebih banyak memandang hukum sebagai sebuah norma atau kaidah, oleh karena itu tipe penelitian hukum normatif ini sangat spesifik dan kurang banyak diungkapkan dalam metode penelitian pada umumnya, akan tetapi lebih kusus dibahas dan diperbincangkan dalam metodologi ilmu hukum, dengan cara analogi, kemudian dikembangkan pula tentang rechtsvinding, yaitu melihat hukum sebagai Undang-Undang belaka, atau penemuan hukum dan sebagainya. Kini penelitian hukum normatif sudah menjadi bahan penelitian yang menarik dikalangan ahli hukum, dan sudah banyak diminati dalam penelitian hukum, baik itu penulisan skripsi, tesis maupun disertasi, bahkan untuk penelitian para dosen fakultas hukum dengan biaya sponsor sudah banyak yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Ada pandangan bahwa penelitian hukum sosiologis hanya sekedar mengikuti saja metode-metode yang dikenal dalam Metode Penelitian Sosial (MPS), tetapi ada perbedaan yang khusus dalam penelitian hukum dengan penelitian sosial lainnya, penelitiann hukum empiris lebih spsifik, dan perbedaan yang ada bukan pada metode-metode dan konsep-konsep empiris yang digunakannya, melainkan pada sasaran masalah yang hendak dikaji lewat penelitian yang lain topik empiris itu sendiri. Maka dari itu Soenaryati Hartono menyatakan walaupun pendekatan sosiologis sebagai suatu keharusan bagi ilmu hukum masa kini, tidaklah berarti penggunaan metode penelitian sosiologis dapat menggantikan metode penelitian normatif untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan dan hasil penelitian atau produk yang khas yuridis. 33 Pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa betapapun pentingnya penggunaan metode penelitian sosial untuk pemahaman peristiwa atau fenomena hukum sebagai gejala sosial, namun dalam instansi terakhir suatu penelitian hukum tidaklah mungkin dilakukan semata-mata dengan dan berdasarkan metode-metode pendekatan sosial. Pada akhirnya untuk dapat menciptakan suatu analisis hukum atau suatu doktrin hukum, atau suatu produk hukum seorang peneliti hukum mau tidak mau harus kembali kepada metode-metode penelitian hukum. Namun demikian, metode penelitan hukum masa kini tidak sama lagi dengan metode penelitian digmatis sebelum kita berkenalan dengan metode-metode penelitian sosial. 34
Dari perbedaan dan beberapa pendapat tentang metode penelitian hukum, dapat di analisis bahwa metode penelitian hukum merupakan penelitian yang spesifik bidang hukum. Hanya ada 2 (dua) jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, walaupun oleh peneliti sosial kedua jenis penelitian ini masih diperlukan pengkajian lebih lanjut, tetapi dikalangan peneliti hukum sudah banyak hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan 2 (dua) jenis penelitian hukum ini. Maka dari itu penulis berpendapat bahwa dalam melakukan penelitian hukum untuk pembangunan daerah tentu saja metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum empiris.
## 2. Tahap Penelitian
a. Menentukan Isu Sentral.
33 Sunaryati Hartono, Kembali Ke Metode Penelitian Hukum, FH UNPAD, Bandung, 1984, hal : 35
34 Ibid, hal : 35
Untuk pertama kali yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian hukum adalah menentukan isu sentral, yaitu isu yang sedang berkembang dalam pembangunan daerah, dari situ kemudian bisa di kembangkan menjadi isu hukum atau legal issue, yaitu permasalah-permasalahan hukum di daerah, dari mulai peraturan-peraturan daerah, perangkat daerah, hingga pada tatanan pembangunan baik infrastruktur maupun pembangunan sumber daya manusia, hal ini menarik karena sebenarnya persoalan yang ada pada daerah-daerah sejak Indonesia merdeka sampai saat ini masih banyak persoalan, hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik dengan wilayah yang begitu luas serta terbagi pulau dan kepulauan, pemberian otonomi yang selama ini belum dianggap menguntungkan daerah, sehingga menyebabkan pembangunan di daerah banyak yang ketinggalan dibandingkan dengan pemerintah pusat.
Oleh karena kompleksnya permasalahan di daerah tentu terdapat perbedaan antara daerah yang satu dengan lainnya, maka isu yang berkembang tentu berbeda, fokus penelitiannyapun berbeda-beda pula, isu hukum yang berkembang di daerah merupakan konsumsi penelitian yang akan dilaksanakan, sehingga dari isu hukum atau legal issue itu kemudian dapat diangkat menjadi judul dan permasalahan, namun demikian jika judul ditentukan terlebih dahulu juga tidak menjadikan persoalan, asalkan tidak bertentangan dengan masalah dan isu yang ada, karena sebanarnya judul itu sifatnya tentatip artinya bisa berubah kapan saja, tetapi yang menjadi topik penelitian itulah yang terpenting dilakukan untuk pertama kali hendak melakukan penelitian.
Dari isu yang berkembang disamping dapat menentukan judul dan permasalahan, dapat pula dijadikan pedoman untuk menentukan jenis penelitian yang akan dipergunakan. Jika permasalahnya sudah ditentukan, jenis penelitian hukumnyapun juga bisa ditentukan pula, apakah menggunakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum empiris, hal itu tergantung dari permasalahannya, tetapi bisa dilihat jenis penelitian hukum itu misalnya persoalannya adalah mengenai peraturan-peraturan daerah maka penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif tetapi jika persoalannya adalah mengenai gejala sosial yang ada pada masyarakat akan menggunakan penelitian hukum empiris.
b. Menentukan judul penelitian.
Judul penelitian merupakan hal yang pertama kelihatan dalam penelitian dan biasanya sering dipertanyakan, oleh karena itu judul ditetapkan setelah mengetahui segala yang dipersoalkan, termasuk juga harus mengetahui segala seluk-beluk persoalannya setelah mengadakan orientasi baik secara literatur maupun empiris, akan tetapi terlepas dari mana judul itu dimulai yang sangat penting bagi peneliti mengenai judul adalah : (1). Bahwa judul harus sesuai dengan keseluruhan isi dari pada kegiatan penelitian yang dikerjakan, baik sesuai dengan kwalitas maupun kwantitasnya. (2). Bahwa judul sebaiknya menggunakan kata-kata yang jelas, tandas, pilah-pilah, literer, singkat, diskriptif, dan tidak merupakan pertanyaan. Hendaknya dihindari penggunaan kata-kata yang kabur, terlalu politis, bombastik, bertele-tele, tidak runtut, dan lebih dari satu kalimat. 35
Kemudian dalam memilih dan menetapkan judul suatu penelitian hal yang perlu diperhatikan antara lain : (1). Judul sebaiknya yang menarik minat peneliti. Menarik dan membangkitkan minat peneliti merupakan suatu yang dapat mendorong dan
35 Sutrisno Hadi, op cit, hal : 60
membangkitkan semangat kerja dalam setiap langkah kegiatan penelitian. Terutama keinginan untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Karena dalam malakukan suatu pekerjaan, jika tidak diminati atau tidak menarik hati, orang sering bekerja setengah- setengah hati dan hasilnya tidak memuaskan. Untuk itu yang pertama diusulkan agar memilih dan menetapkan judul, carilah masalah-masalah yang menarik bagi peneliti. (2). Judul yang dipilih mampu untuk dilaksanakan peneliti. Dengan kemampuan pengetahuan dan keterampilan, peneliti akan mampu memecahkan permasalahan yang dicakup oleh judul yang dipilih, Mampu disini dimaksudkan pula dapat melakukan penelitian dan cukup waktu yang tersedia untuk menyelasaikan penelitian tersebut serta didukung oleh dana yang telah diperhitungkan untuk biaya penyelesaian penelitian dengan judul yang dipilih. Atau tidak mahal dan terjangkau oleh peneliti. (3). Judul hendaknya mengandung kegunaan praktis dan penting untuk diteliti. Peneliti sudah bekerja dan berusaha dengan susah payah, hendaknya hasilnya berguna untuk diri, masyarakat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian perlu dipikirkan hasil penelitian dengan judul yang dipilih. Peneliti tentu akan menyumbangkan karyanya untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Dan tidak akan melakukan suatu kerja yang tidak berguna. (4). Judul yang dipilih hendaknya cukup data tersedia. Pemilihan judul penelitian hendaknya didukung oleh data yang cukup tersedia dan meyakinkan peneliti untuk menelitinya. Data disini dimaksud pula data sekunder dari kepustakaan yang ada untuk memperoleh teori dan konsep-konsep yang kelak digunakan pula untuk menyusun hipotesa penelitin. Serta situasi lapangan yang memungkinkan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan oleh peneliti. (5). Hindari terjadinya duplikasi judul dengan judul lain. Jika terdapat 2 (dua) judul yang sama, orang sering mengatakan salah satunya tiruan atau plagiat. Hendaknya hal seperti ini tidak terjadi, karena penelitian kita telah dilakukan dengan susah payah dan akhirnya ejekan yang akan terjadi. Hal ini bisa terjadi jika melakukan penelitian ulang atas penelitian orang lain, yang mungkin kita meragukan hasil yang mereka peroleh, atau kita ingin menyempurnakan lebih lanjut. Hal yang perlu dijelaskan dalam penelitian kita. 36
Dari kelima hal tersebut diatas, merupakan langkah pertama dalam memilih judul penelitian, dan berikut ini pula yang perlu dipertimbangkan agar judul penelitian memenuhi syarat sebagai judul yang tepat dan baik, yaitu :
1) Judul dalam kalimat pernyataan, bukan pertanyaan;
2) Cukup jelas dan singkat serta tepat;
3) Berisi variabel-variabel yang akan diteliti; dan
4) Judul menggambarkan keseluruhan isi dan kegiatan penelitian yang dilakukan. 37
Dari keseluruhan uraian tentang judul diatas, diharapkan peneliti akan dapat menemukan dan menyusun judul penelitiannya yang berfungsi sebagai petunjuk jalan utama bagi pembaca dan mengetahui hakekat penelitian yang dilakukan, sehingga hasil penelitian tersebut mudah di mengerti termasuk pemecahan permasalahannya.
c. Merumuskan Masalah.
Memilih masalah merupakan hal yang utama dilaksanakan dalam penelitian, setelah malakukan studi pendahuluan, dimana sebelumnya telah ditentukan isu sentral yang dikehendaki oleh seorang peneliti, kemudian diuraikan dalam latar belakang masalah penelitian. Pada latar belakang masalah dikemukakan sebagai pembuktian
36 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, PT Bumi Aksara, Jakarata, hal : 34-35
37 Ibid
bahwa terdapat adanya masalah yang akan diteliti, latar belakang ini harus ditempilkan pendukung-pendukung permasalah secara kuat, serta menampilkan secara kuat data dan fakta sebagai alasan, serta berargumentasi mengapa begitu penting masalah dimaksud ditampilkan dan dijadikan obyek penelitian.
Dari mana masalah itu diperoleh ? tentunya masalah merupakan bagian kebutuhan kehidupan sehari-hari yang harus dipecahkan, oleh karena itu masalah penelitian harus menarik dan dihayati, penelitian akan menjadi baik jika peneliti menghayati masalah, tentu peneliti akan lebih senang meneliti yang dihayati dari yang tidak. Dari faktor itu saja belum tentu cukup, maka diperlukan faktor-faktor lain yang bersumber dari diri peneliti sendiri maupun dari luar, hal itu tentu yang berkaitan dengan judul penelitian, dan paling tidak ada 4 (empat) hal yang harus dipenuhi bagi terpilihnya masalah atau judul penelitian, yaitu harus sesuai dengan minat peneliti, harus dapat dilaksanakan, harus tersedia faktor pendukung dan harus bermanfaat. Dua hal yang pertama bersumbar dari peneliti (faktor intern) dan dua terakhir bersumber dari luar peneliti (faktor eksternal). 38 Gambaran mengenai masalah tentu sudah dituangkan pada latar belakang sebagai pendahuluan dari penelitian yang dilakukan, oleh karena itu pada bagian latar belakang masalah harus telah mengemukakan dengan tajam atau jelas mengenai : Dasar pemikiran kenapa masalah tersebut diteliti, gambaran secara ideal dan kenyataan masalah tersebut, yang didukung oleh fakta dan data, telah pula mengidentifikasi dan memverifikasi masalah, dan dilanjutkan dengan pembahasan rung lingkup permasalahan yang akan diteliti. 39
Apabila pada bagian masalah sudah diyakini dan dihayati, tibalah saatnya tinggal merumuskannya, yang perlu diingat dalam merumuskan masalah harus dengan jelas, dalam bentuk kalimat tanya, yang dimaksud dengan jelas ialah bahwa masalah tersebut meliputi :
1) Terlihatnya variabel-variabel yang diteliti;
2) Tergambarnya populasi penelitian;
3) Jangan terlalu luas dan jangan pula terlalu sempit, agar tidak menimbulkan keraguan bagi peneliti dan pembaca yang membacanya; dan
4) Hendaknya masalah yang dirumuskan dapat membantu peneliti dalam memproses pelaksanaan penelitiannya. 40
d. Memilih Jenis Penelitian
Langkah memilih jenis penelitian ini sebenarnya dapat lebih tepat ditempatkan setelah peneliti menentukan dengan tegas variabel-variabel penelitian, dalam hal ini dapat ditegaskan bahwa antara penentuan variabel dan mamilih jenis penelitian bisa maju mundur, bolak-balik dan bisa berbarengan. Variabel penelitian memang sangat menentukan bentuk atau jenis penelitian yang akan dipergunakan, akan tetapi jenis penelitian juga tidak dapat diabaikan peranannya dalam menentukan perincian variabel secara teliti, oleh karena itu keduanya sangat mempengaruhi, artinya penentuan veriabel akan dapat menentukan jenis penelitian, begitu juga jenis penelitian akan dapat menentukan variabel penelitian juga.
38 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal : 23
39 Mardalais, op cit, hal : 38-39
40 Ibid
Pada penjelasan terdahulu sudah disinggung tentang jenis penelitian hukum, bahwa didalam penelitian hukum dapat disimpulkan hanya ada 2 (dua) metode penelitian atau pendekatan, yaitu penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah dan penelitian perbandingan hukum. Disisi lain penelitian hukum normatif juga bisa disebut penelitian hukum yang doktrinal biasanya hanya menggunakan sumber-sumber data sekunder saja, yaitu peraturan-peraturan perundang- undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum. Tetapi menurut Sunaryati Hartono bahwa bagi penelitian hukum normatif, bahan-bahan primer terdiri atas Undang-Undang Dasar dan berbagai dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum, termasuk akta notaris dan kontrak, sedangkan textbook, monograf, laporan penelitian dan sebagainya, merupakan bahan sekunder. 41
Kemudian disamping penelitian hukum normatif ada juga penelitian hukum empiris, yaitu yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum tidak tertulis, dan penelitian terhadap efektivitas hukum, dan menurut Soetandyo Wignyosubroto memberi nama sicio legal research adalah suatu yang spesifik khusus yang bukan hanya merupakan konsep-konsep empirik tetapi lebih pada sasaran permasalahan hukum yang hendak dikaji lewat penelitian yang lain topik dan empirik itu. 42 Kemudian walaupun begitu pentingnya penggunaan metode penelitian sosial untuk memahami peristiwa hukum sebagai gejala sosial, akan tetapi dalam intisarinya suatu penelitian hukum tidaklah mungkin dilakukan semata-mata dengan dan berdasarkan metode penelitian sosial, maka harus dipergunakan penelitian hukum secara khusus.
e. Menetapkan Kerangka Teori
Menurut kamus bahasa Indonesia teori sama dengan pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian). Dan asas-asas, hukum- hukum umum yang menjadi dasar sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan, serta pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. 43 Kemudian menurut Siswojo, teori dapat diartikan sebagai seperangkat konsep dan devinisi yang saling berhubungan yang mencerminkan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena dengan menerangkan hubungan antara variabel, dengan tujuan untuk menerangkan dan meramalkan fenomena; Dia juga berpendapat bahwa teori menjalin hasil pengamatan kedalam suatu pengertian utuh yang memungkinkan ilmuwan untuk membuat pernyataan umum tentang variabel-variabel dan hubungannya. 44 Menurut kamus riset, teori adalah seperangkat gagasan (konsep), devinisi-devinisi dan proposisi-proposisi yang berhubungan satu sama lain yang menunjukkan fenomena-fenomena yang sistmatis dengan menetapkan hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena tersebut. 45
Dari gabungan beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa teori bukanlah hanya bertujuan menemukan prinsip-prinsip yang terletak dibalik fakta, prinsip utama yang dicari adalah dalil, yaitu generalisasi antara kesimpulan yang berlaku umum.
41 Sunaryati Hartono, lok cit
42 Soetandyo Wignyosubroto, op cit, hal : 57
43 WJS Purwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1978, hal : 1054
44 Siswojo Hardjodipuro, Metode Penelitian Sosial, Jilid I, Bahan Kuliah IKIP Jakarta, 1979, hal : 17
45 Komarudin, Kamus Riset, Angkasa, Bandung, 1984, hal : 280
Jelasnya bahwa dalam membuat kerangka teori pada suatu penelitian harus mencari teori- teori atau prinsip-prinsip yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu teori dan prinsip yang ditemukan dalam buku-buku, dokumen-dokumen, yang berasal dari studi perpustakaan, oleh karena itu seorang peneliti harus rajin membaca, kemudian dari bacaan itu akan diuji melalui data lapangan yang akan diteliti, itu kalau penelitian hukum empiris, apabila penelitiannya adalah penelitian hukum normatif maka yang dibaca tadi untuk menguju Undang-Undang atau peraturan-peraturan.
Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dilakukan, adalah teori mengenai variabel-variabel permasalahan yang akan diteliti, dengan dikemukakannya teori dalam kerangka teori pada suatu proposal penelitian akan dapat membantu peneliti dan orang lain untuk lebih memperjelas sasaran dan tujuan-tujuan penelitian dilakukan.
f. Menentukan Kerangka Konseptual.
Setelah mengemukakan beberapa teori tantang variabel-variabel yang diteliti, kemudian peneliti perlu menuangkan beberapa konsep yang ada dalam teori. Konsep adalah generalisasi dari kelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan beberapa fenomena yang sama 46 Dalam kenyataannya konsep dapat mempuinyai tingkatan generalisasi yang berbeda, semakin dekat suatu konsep kepada realita semakin mudah konsep tersebut diukur dan diartikan.
Konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan, dalam merumuskannya harus dapat menjelaskan sesuai dengan maksud apa memakainya, tentu hal tersebut harus konsisten dalam mamakainya. Konsep berfungsi untuk menyederhanakan arti kata atau pemikiran tentang ide-ide, hal-hal dan kata benda maupun gejala sosial yang digunakan dalam penulisan hasil penelitian, agar orang lain yang membacanya dapat segara memahami maksudnya sesuai dengan keinginan penulis yang memakai konsep tersebut.
Apabila kerangka teori digunakan untuk memberi landasan atau dasar berpijak penelitian yang akan dilakukan, maka konsep dimaksudkan pula untuk menjelaskan makna dan maksud dari teori yang dipakai, atau menjelaskan kata-kata yang mungkin masih abstrak pengertiannya didalam teori tersebut. Dapat pula digunakan menjelaskan makna kata-kata yang tertera dalam judul yang dikemukakan, dan jika konsepnya masih abstrak, maka diperlukan penjelasan makna konsep itu dalam penelitian atau penulisan yang dilakukan.
g. Sumber dan Metode Pengumpulan Data.
Data adalah things knawn or assumed, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang dikethui atau dianggap, diketahui, artinya sesuatu yang sudah terjadi merupakan fakta (bukti). 47 Data dapat memberi gambaran tentang suatu keadaan atau pesoalan, sehingga pada dasarnya data itu sebagai alat bagi pengambil keputusan untuk dasar pembuatan keputusan-keputusan atau pemecahan persoalan. Dalam pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka data yang banyak dipergunakan adalah data kepustakaan berupa perundang-undangan dan bahan bacaan lainnya yang
46 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1982, hal : 17
47 J Supranto, Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal : 1
berkaitan dengan masalah penelitian. Kaitannya dengan penelitian kepustakaan ini, maka sumber hukum yang diperlukan dari :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat atau hubungan erat dengan permasalah yang akan diteliti.
a) Norma dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945
b) Hukum dasar, yaitu pasal-pasal UUD 1945 dan amandemennya
c) Ketentuan-ketentuan MPR/MPRS
d) Peraturan perundang-undangan dan peraturan-peratuan lain yang terkait dengan permasalahan penelitian.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan atau membahas lebih lanjut hal-hal yang telah diteliti pada bahan-bahan hukum primer, yaitu :
a) Berbagai buku mengenai UU, hasil-hasil penelitian serta bahan-bahan tertulis yang terkait dengan penelitian.
b) Berbagai makalah, jurnal-jurnal artikel, surat keluar dan dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, ensiklopedia, dan berbagai kamus lain yang relevan. 48
Sedangkan dalam penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis data yang utama adalah data primer, yaitu melihat kejadian-kejadian yang berkaitan dengan hukum sebagai fenomena dalam masyarakat berdasarkan pengamatan di lapangan secara langsung, disini menempatkan hukum sebagai gejala sosial. Walaupun hal ini mirip dengan penelitian sosial tetapi penelitian hukum empiris mempunyai spesifik yang terdapat pada masalah-masalah hukum, sehingga tidak semata-mata dikatakan penelitian sosial tetapi tetap penelitian hukum yaitu penelitian hukum empiris sosiologis. sedangkan data sekunder berupa perundang-undangan dan bahan pustaka lainnya, serta data tersier berupa kamus bahasa dan lain sebagainya.
Sedangkan pengumpulan data berarti mencatat peristiwa atau mencatat karakteristik elemen atau mencatat nilai variabel. Hasil penelitian merupakan data mentah yang kegunaannya sangat terbatas, agar data menjadi lebih berguna harus diolah dan dianalisis, untuk diambil kesimpuan. Macam data yang dikumpulkan tentu saja berbeda antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, jika pada penelitian hukum normatif pengumpulan data dengan cara menginventarisasi peratuturan perundang- undangan atau menelaah dan mengkaji peraturan perundang-undangan, tetapi pada penelitian hukum empiris diperlukan data dari lapangan, dapat dilakukan dengan wawancara, mengajukan kuesioner dan lain sebagainya, tentu saja harus ditentukan terlebih dahulu respondennya, serta menentukan sampel dan jumlah populasi jika diperlukan.
h. Analisa Data.
Secara kuantitatif analisis data dapat diartikan sebagai membandingkan dua hal atau dua nilai variabel yang ditemukan. 49 Sedangkan dalam penelitian hukum normatif data yang akan dibandingkan adalah perundang-undangan yang ada dibandingkan dengan
48 Soerjono Soekanto, op cit, hal :14-15
49 J Supranto, Pengantar Statistik Bidang Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal : 76
perundang-undangan yang lain maupun doktrin dan lain sebagainya, yaitu sebagai data primer, data sekunder serta data tersier. Kemudian jika penelitian hukum empiris maka perbandingan yang dilakukan adalah hasil penelitian lapangan yang merupakan gejala sosial dengan peraturan perundang-undangan yang ada serta dengan bahan pustaka.
Penelitian hukum merupakan penelitian yang bersifat spesifik, yaitu khusus terhadap masalah-masalah hukum, jika menggunakan pendekatan normatif, konskwensi logis yang dihadapi adalah menyangkut bahan hukum yang digunakan untuk analisis, jika bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa UUD dan lain sebagainya, maka dianalisis sedemikian rupa sehingga ditemukan jawaban yang relevan dengan permasalahan dan kemudian dibuatlah kesimpulan. Jika penlitian hukum empiris analisisnya perbandingan antara kenyataan dilapangan yang merupakan gejala sosial dengan perundang-undangan yang ada serta bahan bacaan, dianalisis sedemikian rupa hingga ditemukan jawaban dalam kesimpulannya.
i. Menarik Kesimpulan.
Suatu kesimpulan penelitian bukanlah merupakan suatu karangan atau diambil dari pembicaraan-pembicaraan lain, akan tetapi hasil suatu proses tertentu, yaitu “menarik” dalam arti memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Menarik kesimpulan penelitian selalu harus mendasarkan dari semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian, dengan kata lain penarikan kesimpulan harus didasarkan atas data, bukan atas angan-angan atau keinginan penelitian, maka suatu kesimpulan yang diambil dari suatu angan-angan belaka merupakan suatu hal yang sangat keliru.
Bagian pokok dan merupakan pengarah kegiatan penelitian adalah perumusan masalah, didalam perumusan masalah ini akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap suatu hal yang akan di cari jawabannya melalui kegiatan penelitian, dari masalah dimaksud dapat pula ditemtukan tujuan penelitian yang tentu seirama dengan masalah yang sudah ditentukan, kemudian dilakukan hipotesis jika diperlukan, karena di dalam penelitian hukum tidak selalu menggunakan hipotesis. Dari masalah yang ada selanjutnya berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dalam pembahasan, kemudian disimpulkan. Jadi kesimpulan selalu berkaitan dengan masalah yang ada dan pembahasan yang dilakukan, jika permasalahannya ada 2 (dua) maka pembahasannya harus ada 2 (dua), tentu saja kesimpulannya bisa dipastikan ada 2(dua) juga, dan harus sama dengan isi dan banyaknya permasalahan.
j. Menulis Laporan Hasil Penelitian Di dalam menulis laporan hasil penelitian seolah-olah seperti sedang berceritera, agar yang diceriterakan dapat dipahami oleh seganap pembaca, oleh karenanya harus diperhatikan persyaratan-persyaratan tertentu, disamping itu menulis laporan hasil penelitian adalah suatu kerja ilmiah, maka harus mengikuti aturan-aturan penulisan karya ilmiah, separti :
Pertama : penulis laporan harus tahu betul kepada siapa laporan itu ditujukan.
Kedua : penulis laporan harus menyadari bahwa pembaca laporan tidak mengikuti kegiatan proses penelitian, oleh karena itu langkah demi langkah harus dikemukakan.
Ketiga : penulis laporan harus menyadari bahwa latar belakang pengetahuan, pengalaman dan minat pembaca laporan tidak sama, oleh karena itu harus dikemukakan dengan jelas letak dan kedudukan hasil penelitian dalam konteks pengetahuan secara umum.
Keempat : menulis laporan hasil penelitian harus dilakukan dengan jelas dan meyakinkan pembaca, karena tidak semua yang dikerjakan selama penelitian berlangsung dapat dilaporkan, disamping itu pada umumnya laporan itu hanya dibaca satu kali. 50
Adapun format laporan bisa dilihat seperti berikut : 1. Bahan pendahuluan, yang memuat Halaman judul, Kata pengantar, Daftar isi, Daftar tabel (jika ada), daftar gambar/ilustrasi atau diagram (jika ada), 2. Bahan laporan (Body of the paper), yang terdiri : Bab. I. Pendahuluan, berisi tentang Permasalahan, Rumusan masalah dan Tujuan penelitian, Bab. II. Kerangka teori dan konseptual, berisi teori yang sesuai dengan masalah penelitian, serta konsep-konsep yang disajikan, Bab. III. Metodologi, berisi tentang metode penelitian yang digunakan, data yang dugunakan, sumber data, cara memperoleh data, analisis data dan waktu penelitian. Bab. IV. Hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang hasil penelitian yang diperoleh, pambahasan, hasil diskusi (jika diperlukan), dan Bab. V. Penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran. 3. Bahan – bahan penunjang, terdiri dari kepustakaan dan indeks (jika diperlukan).
## F. KESIMPULAN
1. Jenis Pemenelitian hukum dalam pembangunan daerah.
Bahwa penelitian hukum bukan semata-mata merupakan penelitian sosial, karena sifatnya yang spesifik terhadap permasalahan yang ada, maka penelitian hukum merupakan penelitian yang berdiri sendiri yaitu penelitian hukum atau legal research. Adapun jenis penelitian hukum terdiri dari penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, maka dalam melaksanakan penelitian hukum harus kembali menggunakan metode penelitian hukum.
2. Langkah-langkah penelitian hukum dalam rangka pembangunan daerah. Pembangunan daerah adalah suatu kegiatan merencanakan, memperbaiki, merubah, membuat dan sebagainya, yang dilakukan oleh pemerintah daerah.Setiap daerah mempunyai permasalahan yang berbeda dengan daerah lainnya dalam melaksanakan pembangunan, untuk memecahkan masalah tersebut sarana yang paling ampuh digunakan adalah dengan mengadakan penelitian. Adapun langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut : 1. Menentukan isu sentral, 2. Menentukan judul penelitian, 3. Merumuskan masalah, 4. Memilih jenis penelitian, 5. Menetapkan kerangka teori, 6. Menentukan kerangka konseptual, 7. Sumber dan metode pengumpulan data, 8. Analisa data, 9. Menarik kesimpulan, 10. Menulis laporan hasil penelitian.
## DAFTAR PUSTAKA
Amrusy, Fahmi. Otonomi Dalam Negara Kesatuan, dalam Abdurrahman (editor) Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta, 1987.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, Rineka Cipta Jakarta, 1992 Cohem, Morrist. Legal Research in Nutshell, Paul Minnesota, West Publising, St, 1976. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, jilid 1, Andi offset, Yogyakarta, 1993.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1976.
Hardjodipuro, Siswojo. Metode Penelitian Sosial, jilid 1 Bahan Kuliah Pasca Sarjana IKIP Jakarta 1979.
Hartono, Sunaryati. Kembali Ke Metode Penelitian Hukum, FH UNPAD, Bandung, 1984. Hartono, Sunaryati. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994.
Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984 Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Research, Alumni, Bandung, 1976. Komarudin, Kamus Riset, Angkasa, Bandung, 1984. Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. PT Bumi Aksara, Jakarta, 2003 Mertokusumo, Sudikno. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, PT Citra Aditya Bakti,
Yogyakarta, 1993 Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1983. Pollack, Erwin. H. Fundamentals of legal research Brooklyn, The Foundation Press 1987 Purwodarminto, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1978 Radhie, T . Muhammad. Penelitian Hukum Dalam Pembinaan dan Pembaruan Hukum Nasional,
Makalah pada Seminar Hukum Nasional ke III, Surabaya, 1974. Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1984. Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1982. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta, 1981. Soejono. Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum, Galia, Jakarta, 1983. Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. Sudjijono, Budi. Manajemen Pemerintahan Federal Perspektif Indonesia Masa Depan, PT. Citra Mandala Pratama, Jakarta, 2003.
Sunaryo, Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Supranto, J. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1997. Supranto, J. Pengantar Statistik Bidang Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1995. Wignyo Subroto, Soetandyo. Hukum dan Metode Kajiannya, BPHN, Jakarta, 1980. Wignyo Subroto, Soetandyo. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Suatu Telaah Mengenai
Transparasi Hukum ke negara-negara yang tengah berkembang, Khususnya Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar, UNAIR, Surabaya, 1989
Wijayanta, Tata, Yustisia, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, edisi 77,
Surakarta Mei – Agustus 2009
|
f132d36c-c717-43c6-8174-d4529ddf1e0f | https://journal.sekawan-org.id/index.php/jtim/article/download/473/275 |
## JTIM : Jurnal Teknologi Informasi dan Multimedia
p-ISSN : 2715-2529 e-ISSN : 2684-9151 https://journal.sekawan-org.id/index.php/jtim/
Perbandingan Metode Prediksi untuk Nilai Jual USD: Holt- Winters, Holt's, dan Single Exponential Smoothing
Yesy Diah Rosita 1,* , Lady Silk Moonlight 2
1 Institut Teknologi Telkom Purwokerto; [email protected]
2 Politeknik Penerbangan Surabaya; [email protected] * Korespondensi: [email protected]
Abstract: In the ever-changing landscape of the global economy, the role of the United States Dollar (USD) as the backbone of the international financial system significantly influences market stability and dynamics. The close correlation between fluctuations in the USD exchange rate and internal and external factors demands effective prediction methods to understand and manage associated risks. This study aims to compare the performance of three main prediction methods: Single Expo- nential Smoothing (SES), Holt's Method, and Holt-Winters Method, in forecasting USD exchange rates. Utilizing historical data from the Central Statistics Agency (BPS) and testing under three train- ing data distribution scenarios (45%, 55%, and 75%), this research provides in-depth findings on the strengths and weaknesses of each prediction method. Performance evaluations include the time required, Mean Absolute Error (MAE), Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute Percentage Er- ror (MAPE), R-Squared, and correlation for the implementation of each method. If averaged, the results are as follows for SES, Holt’s, and Holt’s Winter, respectively: SES (1.58; 284.20; 68,768.26; 440.07; 0.03; - 2.12; Nan), Holt’s (1.39; 890.23; 426,377.44; 1,043.28; 0.06; -24.28; - 0.66), and Holt’s Win- ter (1.20; 997.45; 513,657.58; 1,168.00; 0.07; -30.62; -1.55). Overall, this indicates that the Holt-Winters Method stands out with significant performance, especially in scenarios with larger training data distributions, with a low R-Squared value (-4.618) and satisfactory correlation (0.417). Holt's Method also shows improved accuracy, while Single Exponential Smoothing (SES) offers time efficiency, albeit with limitations in explaining data variations. In conclusion, this research provides valuable guidance for business stakeholders, investors, and policymakers in selecting prediction methods suitable for their data characteristics and analysis goals, with the potential for a positive impact on business strategies, competitiveness, and risk management amid the uncertainty of USD exchange rate fluctuations.
Keywords: data; evaluation; splitting; prediction; comparison
Abstrak: Dalam lanskap ekonomi global yang selalu berubah, peran Dolar Amerika Serikat (USD) sebagai tulang punggung sistem keuangan internasional secara signifikan memengaruhi stabilitas dan dinamika pasar. Korelasi erat antara fluktuasi nilai tukar USD dengan faktor internal dan ek- sternal menuntut metode prediksi yang efektif untuk memahami dan mengelola risiko yang terkait. Penelitian ini bertujuan membandingkan kinerja tiga metode prediksi utama: Single Exponential Smoothing (SES), Holt's Method , dan Holt-Winters Method , dalam meramalkan nilai tukar USD. Dengan memanfaatkan data historis dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan menguji pada tiga ske- nario distribusi data pelatihan (45%, 55%, dan 75%), penelitian ini memberikan temuan mendalam tentang kelebihan dan kekurangan setiap metode prediksi. Evaluasi performansi yang digunakan adalah waktu yang dibutuhkan, MAE, MSE, MAPE, R-Squared, dan korelasi pada penerapan masing-masing metode. Jika dilakukan rata-rata maka diperoleh secara berurut untuk SES, H olt’s
Sitasi: Rosita, Y. D.; Moonlight, L. S.
( 2024 ). Perbandingan Metode Prediksi untuk Nilai Jual USD: Holt-Winters,
Holt's , dan Single Exponential Smoothing . JTIM: Jurnal Teknologi Informasi Dan Multimedia, 5(4), 322-333. https://doi.org/10.35746/jtim.v45i4.473 Diterima: 28-12-2023 Direvisi:: 27-01-2024
Disetujui: 28-01-2024
Copyright: © 2024 oleh para penulis.
Karya ini dilisensikan di bawah Creative Commons Attribution- ShareAlike 4.0 International License. (https://creativecommons.org/licenses/ by-sa/4.0/).
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4
dan Holt’s Winter yaitu SES ( 1.58; 284.20; 68,768.26; 440.07; 0.03; -2.12 ; Nan), Holt’s ( 1.39; 890.23; 426,377.44; 1,043.28; 0.06; -24.28; -0.66 ) dan Holt’s Winter ( 1.20; 997.45; 513,657.58; 1,168.00; 0.07; - 30.62; -1.55). Secara keseluruhan mengindikasikan bahwa Holt-Winters Method menonjol dengan kinerja yang signifikan, terutama dalam skenario distribusi data pelatihan yang lebih besar, dengan nilai R-Squared yang rendah (-4.618) dan korelasi yang memuaskan (0.417). Holt's Method juga menunjukkan peningkatan akurasi, sementara Single Exponential Smoothing (SES) menawarkan efisiensi waktu, meskipun dengan keterbatasan dalam menjelaskan variasi data. Kesimpulannya, penelitian ini memberikan panduan berharga bagi pemangku kepentingan bisnis, investor, dan pembuat kebijakan dalam memilih metode prediksi yang sesuai dengan karakteristik data dan tujuan analisis mereka, dengan potensi dampak positif pada strategi bisnis, daya saing, dan mana- jemen risiko di tengah ketidakpastian fluktuasi nilai tukar USD.
Kata kunci: data; evaluasi; pembagian; prediksi; perbandingan
## 1. Pendahuluan
Seiring globalisasi, peran USD sebagai mata uang cadangan dan standar transaksi internasional mempengaruhi perekonomian dunia. Dalam dinamika perdagangan, inves- tasi, dan stabilitas keuangan internasional, USD menjadi pilihan utama, dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi AS dan kebijakan moneter [1] – [3]. Meskipun dipengaruhi oleh faktor internal AS, fluktuasi nilai USD juga terkait dengan dinamika global dan geopolitik. Nilai USD yang tidak pasti dapat mempengaruhi perekonomian global, perdagangan inter- nasional, utang global, investasi, dan harga komoditas[4], [5].
Bagi UMKM di Indonesia, pemantauan nilai USD penting karena memengaruhi biaya produksi, daya saing produk ekspor, dan manajemen risiko finansial[6]. Metode prediksi seperti Single Exponential Smoothing (SES), Holt's Exponential Smoothing , dan Holt- Winters Exponential Smoothing menjadi kritis dalam membantu UMKM beradaptasi dengan perubahan nilai USD [4], [7] – [10]. Penelitian ini membandingkan kinerja ketiga metode tersebut dengan data historis dari Badan Pusat Statistik (BPS). Temuan penelitian memberikan panduan bagi pelaku bisnis, investor, dan pembuat kebijakan dalam mem- ilih metode prediksi sesuai dengan karakteristik data dan tujuan analisis, dengan harapan memberikan dampak positif pada strategi bisnis, daya saing, dan manajemen risiko di tengah ketidakpastian nilai jual USD.
## 2. Bahan dan Metode
Penelitian ini membandingkan tiga metode prediksi eksponensial: Single Exponential Smoothing (SES), Holt's Exponential Smoothing , dan Holt-Winters Exponential Smoothing un- tuk meramalkan nilai jual USD. Data berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan men- cakup parameter kunci seperti Tanggal, USDJual, Inflasi, JmlUangBeredar, NilaiImport, dan NilaiExport dari 1 Januari 2021 hingga 30 Juni 2021. Selanjutnya, metode penelitian ini mencakup: pembentukan skenario ujicoba, implementasi metode, dan rancangan evaluasi performansi metode.
## 2.1. Pembentukan Skenario Ujicoba
Untuk memastikan kehandalan model prediksi, data dibagi menjadi dua kelompok utama: data training dan data testing. Tiga skenario pembagian data secara berurutan digunakan, yaitu 40-60, 55-45, dan 75-25. Skenario pertama mempertimbangkan jumlah data uji yang lebih kecil dapat menyebabkan evaluasi yang lebih bervariasi, tetapi pembagian ini memberikan model peluang untuk melihat variasi yang lebih banyak dalam data latih. Skenario kedua mempertimbangkan kompromi antara jumlah data latih dan uji. Pembagian yang lebih seimbang dapat memberikan evaluasi yang stabil dan dapat dipercaya sedangkan pada skenario ketiga mempertimbangkan bahwa model
mungkin tidak melihat variasi yang cukup dalam data latih, tetapi pembagian ini memberikan fokus yang kuat pada evaluasi performa model pada data uji. Oleh sebab itu pembagian data ini mencerminkan variasi pembagian data yang mungkin terjadi di dunia nyata, memberikan perspektif komprehensif terhadap kinerja model.
2.1.1. Skenario Pembagian Data Tipe-1 (45:55)
• 45% data digunakan untuk melatih model.
• 55% data dijadikan data uji. • Proporsi ini memberikan fokus pada pelatihan model untuk menangkap pola- pola dalam data sebelumnya.
2.1.2. Skenario Pembagian Data Tipe-2 (55:45)
• Pembagian 55-45 mencoba mencapai keseimbangan yang lebih baik antara pelatihan dan pengujian.
• Model melihat variasi lebih banyak data uji untuk menguji kegeneralisasian hasil prediksi.
2.1.3. Skenario Pembagian Data Tipe-3 (75:25)
• Skenario 75-25 memberikan bobot terbesar pada data pelatihan (75%) dan 25% untuk data uji.
• Penekanan kuat pada pelatihan model dengan memberikan sedikit ruang bagi model untuk diuji pada data yang tidak terlibat dalam pelatihan.
Setiap metode prediksi, khususnya SES, Holt's Method , dan Holt-Winters Method , di- evaluasi menggunakan berbagai metrik evaluasi termasuk MAE, MSE, RMSE, MAPE, R- Squared , Korelasi, dan waktu prediksi. Pemahaman mendalam tentang data, proses pem- bagian data, dan metode evaluasi menjadi dasar kritis untuk membandingkan kinerja an- tar metode prediksi. Hasil eksperimen dan analisis ini akan menjadi dasar untuk menyim- pulkan dan merekomendasikan metode prediksi yang paling sesuai untuk mengan- tisipasi nilai jual USD dalam skenario yang berbeda. Oleh karena itu, hubungan yang jelas antara struktur data, proses pembagian, dan evaluasi metode menyoroti pentingnya pem- ilihan metode optimal dalam dinamika nilai jual USD.
## 2.2. Implementasi Metode
Dalam implementasi metode prediksi nilai jual USD ( Exponential Smoothing - SES, Holt's, dan Holt-Winters), fokus pada atribut tanggal dan USD Jual. Atribut tanggal sebagai variabel independen waktu, dan USD Jual sebagai variabel dependen yang diprediksi. Python melalui Google Colab dipilih sebagai lingkungan pemrograman karena keunggulan dalam akses cloud dan kolaborasi tim tanpa perlu instalasi lokal. Adapun spesifikasi cloud yang digunakan antara lain jenis runtime menggunakan Python 3 dan akselerator hardware menggunakan CPU. Pada Google Colab terbagi menjadi 2 bagian yaitu Kode atau Code untuk penulisan script program dan Teks (Text) untuk menambahkan catatan atau label yang tidak dieksekusi (lihat Gambar 1).
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4
Perbandingan performa metodem Single Exponential Smoothing , Holt’s Exponential Smoothing , dan Holt-Winters Exponential Smoothing melalui beberapa tahapan yang bersifat sekuensial (lihat Gambar 2). Program dimulai dengan langkah instalasi pustaka yang diperlukan jika belum terpasang. Selanjutnya, pustaka yang diperlukan diimpor ke dalam program. Waktu eksekusi direkam sebelum membaca data dari file CSV. Data tersebut kemudian diubah menjadi jenis data tanggal dan diatur sebagai indeks. Hanya kolom 'USDJual' yang dipilih untuk analisis, dan data dibagi menjadi set pelatihan dan pengujian. Model Simple Exponential Smoothing (SES) diterapkan pada set pelatihan, dan prediksi dilakukan untuk kedua set tersebut. Hasil prediksi ditampilkan menggunakan matplotlib. Metrik evaluasi seperti MAE, R-squared, MSE, RMSE, MAPE, dan korelasi dihitung untuk mengevaluasi kinerja model SES. Seluruh hasil evaluasi ditampilkan untuk kedua set pelatihan dan pengujian. Waktu eksekusi program direkam kembali, dan waktu yang diperlukan untuk eksekusi dihitung dan ditampilkan. Program berakhir setelah menyelesaikan semua langkah-langkah tersebut.
Gambar 2 Flowchart implementasi metode
2.2.1. Single Exponential Smoothing (SES)
SES merupakan metode eksponensial yang digunakan untuk meramalkan data deret waktu dengan tren linier. Metode ini cocok untuk situasi di mana data memiliki tingkat atau laju perubahan yang konstan[5]. Efektivitas SES terletak pada kemampuannya me- nyesuaikan bobot pada pengamatan terkini, memberikan keberat lebihan pada data terbaru dalam meramalkan nilai selanjutnya. SES memberikan bobot yang berbeda pada pengamatan waktu, dengan memberikan bobot yang lebih tinggi pada pengamatan yang lebih baru [11], [12]. Keunggulan SES terletak pada sifatnya yang adaptif terhadap peru- bahan jangka pendek dalam data deret waktu [13] – [15]. Dengan demikian, SES dapat memberikan perkiraan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan tren yang mung- kin terjadi dalam data deret waktu.
𝑌̂ 𝑡+1 = 𝛼 × 𝑌 𝑡 + (1 − 𝛼) × 𝑌̂ 𝑡 (1)
Notasi:
𝑌̂ 𝑡+1 : nilai perkiraan untuk periode 𝑡 + 1 . 𝑌 𝑡 : nilai aktual pada periode 𝑡 𝑌̂ 𝑡 : nilai perkiraan pada periode 𝑡 𝛼 : parameter smoothing yang berada di antara 0 dan 1
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4
2.2.2. Holt ’ s Exponential Smoothing
Metode Holt's Exponential Smoothing adalah perluasan dari SES yang memasukkan komponen slope (tren) dalam prediksinya. Dengan demikian, metode ini lebih efektif da- lam menangkap dan meramalkan data deret waktu yang memiliki tren linier [7]. Holt's Method cocok digunakan ketika terdapat indikasi bahwa nilai tukar USD cenderung men- galami perubahan arah atau kecepatan trennya[7], [16]. Kelebihan Holt's Exponential Smoothing terletak pada kemampuannya mengatasi data deret waktu yang memiliki tren, namun tetap mempertahankan sifat adaptif terhadap fluktuasi jangka pendek.
• Persamaan Level
𝑌̂ 𝑡+1 = 𝐿 𝑡 + 𝑇 𝑡 (2)
• Persamaan Trend
𝑇 𝑡 = 𝛽 × (𝐿 𝑡 − 𝐿 𝑡−1 ) + (1 − 𝛽) × 𝑇 𝑡−1 (3)
• Persamaan Level Smoothing
𝐿 𝑡 = 𝛼 × 𝑌 𝑡 + (1 − 𝛼) × (𝐿 𝑡−1 + 𝑇 𝑡−1 ) (4)
Notasi:
𝑌̂ 𝑡+1 : nilai perkiraan untuk periode 𝑡 + 1 . 𝐿 𝑡 : nilai level pada periode 𝑡
𝑇 𝑡 : nilai trend pada periode 𝑡
𝛼 : parameter smoothing untuk level yang berada di antara 0 dan 1 𝛽
: parameter smoothing untuk trend yang berada di antara 0 dan 1
𝑌 𝑡 : nilai aktual pada periode 𝑡
2.2.3. Holt-Winters Exponential Smoothing
Holt-Winters Exponential Smoothing adalah pengembangan lebih lanjut yang me- masukkan komponen musiman dalam prediksi. Metode ini efektif dalam menangani data deret waktu yang menunjukkan pola musiman [4], [7], [10], seperti fluktuasi nilai tukar yang cenderung berulang dalam periode tertentu, misalnya, perubahan musiman yang terkait dengan siklus ekonomi atau faktor-faktor musiman lainnya. Kelebihan Holt-Win- ters terletak pada kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan fluktuasi jangka pen- dek, tren, dan komponen musiman [17]. Hal ini membuat metode ini sesuai untuk mera- malkan nilai tukar USD dalam situasi di mana pola musiman memiliki dampak signif- ikan.
• Persamaan Level
𝐿 𝑡 = 𝛼 × (𝑌 𝑡 − 𝑆 𝑡−𝐿 ) + (1 − 𝛼) × (𝐿 𝑡−1 + 𝑇 𝑡−1 ) (5)
• Persamaan Trend
𝑇 𝑡 = 𝛽 × (𝐿 𝑡 − 𝐿 𝑡−1 ) + (1 − 𝛽) × 𝑇 𝑡−1 (6)
• Persamaan Seasonal
𝑆 𝑡 = 𝛾 × (𝑌 𝑡 − 𝐿 𝑡−1 − 𝑇 𝑡−1 ) + (1 − 𝛾) × 𝑆 𝑡−𝐿 (7)
• Persamaan Perkiraan
𝑌̂ 𝑡+𝑚 = 𝐿 𝑡 + 𝑚 × 𝑇 𝑡 + 𝑆 𝑡−𝐿+(𝑚 𝑚𝑜𝑑 𝐿) (8)
Notasi:
𝐿 𝑡 : nilai level pada periode 𝑡 . 𝑇 𝑡 : nilai trend pada periode 𝑡 𝑆 𝑡 : nilai musiman pada periode 𝑡
𝛼 : parameter smoothing untuk level yang berada di antara 0 dan 1 𝛽
: parameter smoothing untuk trend yang berada di antara 0 dan 1 𝑌 𝑡 : nilai aktual pada periode 𝑡 𝑚 : jumlah periode musiman dalam satu siklus
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4
Dalam konteks ini, α, β, dan γ adalah parameter yang perlu diestimasi berdasarkan analisis data historis. Semakin besar nilai α, β, atau γ, semakin besar bobot yang diberikan pada observasi terbaru, membuat model lebih responsif terhadap perubahan terkini. Tingkat smoothing yang optimal dapat bervariasi tergantung pada karakteristik data dan tujuan prediksi.
Implementasi metode ini dimulai dengan memuat dataset ke Google Colab, termasuk atribut tanggal dan USD Jual. Data kemudian diproses, termasuk penyesuaian format tanggal, penanganan nilai-nilai yang hilang, dan langkah-langkah lainnya sesuai persyaratan prediksi. Selanjutnya, metode Exponential Smoothing (SES), Holt's, dan Holt- Winters diterapkan menggunakan fungsi Python yang tersedia. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk memodelkan dan meramalkan nilai jual USD berdasarkan atribut yang telah dipilih, yakni tanggal dan USD Jual.
## 2.3. Rancangan Evaluasi Performansi Metode
Selama proses implementasi, akan diukur kinerja ketiga metode tersebut menggunakan metrik evaluasi seperti MAE ( Exponential Smoothing ), MSE (Mean Squared Error), RMSE (Root Mean Squared Error), MAPE (Mean Absolute Percentage Error), R- Squared , Korelasi, dan waktu yang dibutuhkan untuk prediksi. Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang seberapa baik dan efisien metode tersebut dalam meramalkan nilai jual USD dengan atribut yang terbatas pada tanggal dan USD Jual. Dalam mengukur kinerja ketiga metode tersebut, sejumlah metrik evaluasi penting digunakan untuk memberikan pemahaman yang holistik tentang keakuratan dan efektivitas prediksi.
Tabel 1. Deskripsi Singkat Metrik Evaluasi Performansi Metode
No. Metrik Keterangan 1 MAE 𝑀𝐴𝐸 = 1 𝑛 ∑|𝑦 𝑖 − 𝑦̂ 𝑖 | 𝑛 𝑖=1 2 MSE 𝑀𝑆𝐸 = 1 𝑛 ∑(𝑦 𝑖 − 𝑦̂ 𝑖 ) 2 𝑛 𝑖=1 3 RMSE 𝑅𝑀𝑆𝐸 = √ 1 𝑛 ∑|𝑦 𝑖 − 𝑦̂ 𝑖 | 𝑛 𝑖=1 4 MAPE 𝑀𝐴𝑃𝐸 = 1 𝑛 ∑ | 𝑦 𝑖 − 𝑦̂ 𝑖 𝑦 𝑖 | × 100 𝑛 𝑖=1 5 R- Squared
𝑅 2 = 1 − ∑ (𝑦 𝑖 − 𝑦̂ 𝑖 ) 2 𝑛 𝑖=1 ∑ (𝑦 𝑖 − 𝑦̅) 2 𝑛 𝑖=1
6 Korelasi
𝑟 = ∑ (𝑥 𝑖 − 𝑥̅)(𝑦 𝑖 − 𝑦̅) 𝑛 𝑖=1 √∑ (𝑥 𝑖 − 𝑥̅) 2 𝑛 𝑖=1 ∑ (𝑦 𝑖 − 𝑦̅) 2 𝑛 𝑖=1 Notasi:
𝑌̂ : nilai perkiraan
𝑌 : nilai aktual
𝑛 : jumlah data
𝑖 : indeks data
𝑥 , y : variabel pengamatan ke-i
𝑥̅, 𝑦̅ : nilai rata-rata variabel pengamatan ke-i
Selain metrik evaluasi, waktu yang dibutuhkan untuk melatih model dan menghasilkan prediksi juga diukur. Waktu eksekusi memberikan gambaran tentang efisiensi komputasi dan performa secara keseluruhan. Dengan mengintegrasikan pengukuran kinerja dan waktu yang dibutuhkan, penelitian ini dapat menyediakan evaluasi yang komprehensif terhadap metode prediksi SES, Holt's, dan Holt-Winters
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4 328 of 333
dalam konteks dinamika nilai jual USD. Hasil evaluasi ini dapat menjadi landasan untuk memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik data yang digunakan.
## 3. Hasil
Melalui eksperimen cermat dengan data historis dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada rentang waktu 1 Januari 2021 hingga 31 Desember 2023, penelitian ini mengevaluasi tiga metode prediksi: Holt-Winters Method , Holt's Method , dan Single Exponential Smooth- ing (SES). Fokus tidak hanya pada akurasi prediksi, tetapi juga pada efisiensi waktu im- plementasi dan adaptabilitas terhadap variasi pembagian data (45%, 55%, dan 75%). An- alisis mencakup metrik evaluasi seperti MAE, MSE, RMSE, MAPE, R- Squared , dan Ko- relasi. Temuan menyajikan gambaran komprehensif mengenai kelebihan, kekurangan, dan relevansi ketiga metode dalam menghadapi kompleksitas fluktuasi nilai tukar USD dalam konteks perekonomian global yang dinamis.
## 3.1. Skenario Pembagian Data Tipe-1
Dalam skenario awal dengan pembagian data pelatihan 45%, Holt-Winters Method , Holt's Method , dan SES dievaluasi dengan metrik kunci seperti waktu prediksi, MAE, MSE, RMSE, MAPE, R- Squared , dan Korelasi (lihat Tabel 2). Evaluasi ini memberikan pemahaman mendalam tentang kekuatan dan kelemahan setiap metode dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar USD, memandu pemilihan metode yang paling sesuai untuk pembagian data yang lebih kecil.
Tabel 2. Hasil Ujicoba dengan Skenario Tipe-1
No. Metode Durasi (detik) MAE MSE RMSE MAPE R- Squared Korelasi 1 SES 0.35082 110.1258 17,548.6505 132.47132 0.00765 (0.04619) Nan 2 Holt's 0.31009 304.8128 139,964.059 374.11771 0.02138 (7.34415) (0.59306) 3 Holt’s Win 0.40667 374.8507 210,912.893 459.25254 0.02626 (11.57386) (0.59222)
Holt-Winters Method , yang menggunakan Triple Exponential Smoothing , memerlukan waktu sekitar 0.41 detik untuk melaksanakan prediksi dalam skenario ini. Metode ini menghasilkan MAE sebesar 374.85, MSE mencapai 210,912.89, dan RMSE sebesar 459.25. MAPE, R- Squared , dan Korelasi berturut-turut adalah 0.02626, -11.57386, dan 0.59222. Se- mentara itu, Holt's Method dengan Double Exponential Smoothing memerlukan waktu yang sedikit lebih cepat, yakni sekitar 0.31 detik. Metode ini menghasilkan MAE sebesar 304.81, MSE mencapai 139,964.06, dan RMSE sebesar 374.12. MAPE, R- Squared , dan Korelasi ada- lah 0.02138, -7.34415, dan 0.59306. Di sisi lain, Single Exponential Smoothing (SES) memer- lukan waktu sekitar 0.35 detik, dengan MAE sebesar 110.13, MSE mencapai 17,548.65, dan RMSE sebesar 132.47. MAPE, R- Squared , dan Korelasi berturut-turut adalah 0.00765, - 0.04619, dan NaN.
Hasil ini memberikan pandangan awal tentang bagaimana ketiga metode ini berki- nerja dalam menghadapi skenario pembagian data training sebesar 45%. Analisis men- dalam terhadap setiap metrik akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terkait keunggulan dan kelemahan masing-masing metode dalam konteks ini (lihat Gam- bar 3).
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4
(a) (b) (c)
Gambar 3. Visualisasi Hasil Ujicoba Skenario Pembagian Data Tipe-1: (a) SES ; (b) Holt’s; (c): Holt’s
## Winters
## 3.2. Skenario Pembagian Data Tipe-2
Dalam skenario pembagian data 55%, analisis kinerja metode prediksi nilai jual USD yakni Single Exponential Smoothing (SES), Holt's Method , dan Holt-Winters Method yang memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai kehandalan metode ini dalam me- nangani variasi data yang lebih besar. Evaluasi dilakukan melalui parameter-paremeter kunci yang sama seperti pada skenario ke-1, termasuk Exponential Smoothing (MAE), Mean Squared Error (MSE), Root Mean Squared Error (RMSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), R- Squared , dan Korelasi (lihat Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Ujicoba dengan Skenario Tipe-2
No. Metode Durasi (detik) MAE MSE RMSE MAPE R- Squared Korelasi 1 SES 0.32267 167.90393 39,209.69026 198.01437 0.01177 (1.28083) Nan 2 Holt's 0.73442 450.24925 261,522.00989 511.39223 0.03146 (14.21277) (0.54832) 3 Holt’s Win- ter 0.37759 453.26400 265,193.59515 514.96951 0.03162 (14.42635) (0.54387) Holt-Winters Method (waktu eksekusi 0.37759) menunjukkan peningkatan kinerja di skenario-2, meskipun R- Squared negatif (-14.42635). Holt's Method (waktu eksekusi 0.73442) mengalami perbaikan dengan RMSE 511.39223 dan MAPE 0.03146, menandakan kemampuan menjelaskan variabilitas data yang lebih baik. Single Exponential Smoothing (SES) (waktu eksekusi 0.32267) memiliki performa baik dengan RMSE 198.01437 dan MAPE 0.01177, tetapi keterbatasan dalam menjelaskan variasi nilai jual USD pada ske- nario pembagian data yang lebih besar perlu diperhatikan, ditunjukkan oleh R- Squared mendekati 0 dan Korelasi NaN (lihat Gambar 4).
(a) (b) (c)
Gambar 4. Visualisasi Hasil Ujicoba Skenario Pembagian Data Tipe- 2: (a) SES; (b) Holt’s; (c): Holt’s
## Winters
## 3.3. Skenario Pembagian Data Tipe-3
Pada uji coba ke-3, Holt-Winters Method dengan waktu eksekusi 0.41035, RMSE 193.78103, dan MAPE 0.01165 menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan dengan ske- nario sebelumnya, meskipun R-Squared negatif (-4.61812). Holt's Method, dengan waktu
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4 330 of 333
eksekusi 0.34845, menunjukkan perbaikan akurasi RMSE 157.76998 dan MAPE 0.00929, serta korelasi tinggi (0.48452) dalam menjelaskan variabilitas data di skenario 3. Evaluasi SES, meskipun memiliki waktu eksekusi lebih tinggi (0.90842), masih menunjukkan per- forma baik dengan RMSE 109.58978 dan MAPE 0.00586. Korelasi tidak terukur (Nan) dan nilai R-Squared mendekati 0, mengindikasikan keterbatasan SES dalam menjelaskan vari- asi nilai jual USD pada pembagian data yang lebih besar.
Tabel 4. Hasil Ujicoba dengan Skenario Tipe-3
No. Metode Durasi (detik) MAE MSE RMSE MAPE R- Squared Korelasi 1 SES 0.90842 6.16975 12,009.91992 109.58978 0.00586 (0.79684) Nan 2 Holt's 0.34845 135.17411 24,891.36735 157.76998 0.00929 (2.72406) 0.48452 3 Holt’s Win- ter 0.41035 169.34241 37,551.08921 193.78103 0.01165 (4.61812) (0.41736)
Skenario-3 menunjukkan peningkatan signifikan dari skenario-1 dan skenario-2. Holt-Winters Method, meskipun memiliki waktu eksekusi lebih singkat (0.41035), menunjukkan peningkatan akurasi dengan nilai R-Squared yang negatif lebih rendah (- 4.61812). Hasil ini menggambarkan adaptabilitas Holt-Winters Method terhadap pemba- gian data yang lebih besar, memberikan prediksi yang lebih baik dengan efisiensi waktu yang ditingkatkan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Visualisasi Hasil Ujicoba Skenario Pembagian Data Tipe- 3: (a) SES; (b) Holt’s; (c): Holt’s
## Winters
Holt's Method meningkatkan akurasi di skenario-1 dan skenario-2, menunjukkan ke- mampuan menjelaskan variasi data. Di skenario-3, Holt's Method tetap akurat dengan waktu eksekusi lebih cepat (0.34845), menunjukkan adaptabilitas terhadap pembagian data yang lebih besar. Single Exponential Smoothing (SES), meski terbatas di skenario-1 dan skenario-2, memiliki penurunan waktu eksekusi di skenario-3 (0.90842) dengan per- forma baik berdasarkan RMSE (109.58978) dan MAPE (0.00586). Namun, keterbatasan da- lam menjelaskan variasi nilai jual USD di pembagian data yang lebih besar tetap menjadi pertimbangan. Pemilihan metode prediksi harus mempertimbangkan kondisi spesifik dan kebutuhan analisis.
## 4. Pembahasan
Hasil perbandingan skenario 1, 2, dan 3 disajikan dalam tabel yang memberikan wawasan mendalam tentang kinerja tiga metode prediksi, yaitu Holt-Winters Method dengan akronim HW, Holt's Method dengan akronim H, dan Single Exponential Smoothing dengan akronim SES. Tabel tersebut mencakup waktu eksekusi, nilai Mean Absolute Error (MAE), Mean Squared Error (MSE), Root Mean Squared Error (RMSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), R-Squared, dan korelasi untuk setiap metode dalam ketiga skenario. Analisis komprehensif terhadap parameter-parameter ini membantu dalam mengevaluasi trade-off antara kecepatan eksekusi dan akurasi prediksi.
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4 331 of 333
Tabel 5. Hasil Ujicoba Performance Sistem secara Keseluruhan
Skenario ke- Metode Durasi (detik) MAE MSE RMSE MAPE R- Squared Korelasi 1 SES 0.35 110.13 17,548.65 132.47 0.007 (0.046) Nan H 0.31 304.81 139,964.06 374.12 0.021 (7.344) (0.593) HW 0.41 374.85 210,912.89 459.25 0.026 (11.574) (0.592) 2 SES 0.32 167.90 39,209.69 198.01 0.012 (1.280) Nan H 0.73 450.25 261,522.01 511.39 0.031 (14.212) (0.548) HW 0.38 453.26 265,193.60 514.97 0.032 (14.426) (0.544) 3 SES 0.91 6.17 12,009.92 109.59 0.006 (0.797) Nan H 0.35 135.17 24,891.37 157.77 0.009 (2.724) 0.485 HW 0.41 169.34 37,551.09 193.78 0.012 (4.618) (0.417)
Pada skenario ujicoba tipe-1, meskipun Holt-Winters Method menunjukkan kinerja yang kuat dalam hal waktu eksekusi dan beberapa parameter evaluasi, perlu diper- hatikan bahwa hasil R- Squared yang negatif (-11.57386) dapat menimbulkan kek- hawatiran. Nilai R- Squared yang negatif menunjukkan bahwa model mungkin tidak sepe- nuhnya sesuai dengan data atau bahwa model tersebut kurang mampu menjelaskan vari- asi dalam nilai jual USD. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk me- mahami faktor-faktor yang menyebabkan nilai R- Squared yang negatif. Holt's Method , meskipun menunjukkan kinerja yang memuaskan, memiliki MAPE yang lebih rendah dibandingkan Holt-Winters Method . Hal ini mengindikasikan bahwa Holt’s Method cender- ung memberikan prediksi yang lebih akurat dalam konteks nilai jual USD. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa nilai R- Squared yang negatif (-7.34415) pada metode ini juga dapat menjadi fokus perhatian. Evaluasi lebih lanjut diperlukan untuk mengidentif- ikasi apakah nilai R- Squared yang negatif mencerminkan ketidaksesuaian model atau ka- rena faktor lain. Single Exponential Smoothing (SES), sementara menawarkan kecepatan eksekusi yang baik, menunjukkan beberapa keterbatasan yang signifikan dalam hal akurasi prediksi. Dengan MAPE yang relatif tinggi dan nilai R- Squared yang negatif (NaN), SES mungkin kurang cocok untuk menghadapi fluktuasi nilai tukar USD yang kompleks. Analisis lebih lanjut perlu dilakukan untuk menentukan apakah SES dapat dit- ingkatkan atau apakah metode prediksi lainnya lebih sesuai untuk tugas ini.
Pada skenario ujicoba tipe-2, Holt-Winters Method dan Holt's Method menunjukkan peningkatan kinerja, dengan catatan evaluasi SES yang masih menunjukkan keterbatasan. Pemilihan metode prediksi optimal harus mempertimbangkan trade-off antara kecepatan eksekusi dan akurasi prediksi dalam berbagai pembagian data. Skenario pembagian data yang lebih besar (75%) cenderung memberikan hasil lebih baik dalam akurasi dan kemampuan menjelaskan variabilitas data, meskipun dengan sedikit peningkatan waktu eksekusi (lihat Gambar 4). Dalam menghadapi fluktuasi kompleks nilai tukar USD dalam skenario perekonomian global yang dinamis, pemilihan metode prediksi perlu disesuaikan dengan karakteristik data dan kebutuhan analisis untuk memastikan hasil yang optimal.
Pada uji coba ketiga, terdapat peningkatan signifikan dari skenario sebelumnya. Holt-Winters Method menunjukkan kinerja lebih baik dengan waktu eksekusi lebih sing- kat (0.41035), RMSE 193.78103, dan MAPE 0.01165, meskipun R-Squared masih negatif (- 4.61812). Hal ini mencerminkan adaptabilitas yang baik terhadap pembagian data yang lebih besar, memberikan prediksi yang lebih akurat dengan efisiensi waktu yang diting- katkan. Holt's Method juga mengalami peningkatan akurasi dengan RMSE yang lebih ren- dah (157.76998) dan MAPE yang lebih baik (0.00929). Korelasi yang tinggi (0.48452) menunjukkan kemampuan dalam menjelaskan variabilitas data di skenario ketiga, se- mentara waktu eksekusi tetap lebih cepat (0.34845). Sementara itu, Single Exponential Smoothing (SES) menunjukkan penurunan waktu eksekusi (0.90842) dengan performa baik berdasarkan RMSE (109.58978) dan MAPE (0.00586), namun keterbatasan dalam
menjelaskan variasi nilai jual USD pada pembagian data yang lebih besar tetap menjadi pertimbangan. Keseluruhan, pemilihan metode prediksi harus mempertimbangkan kon- disi spesifik dan kebutuhan analisis, dengan fokus pada adaptabilitas terhadap pemba- gian data yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Dari keseluruhan skenario didapatkan bahwa penggunaan metode SES tidak dapat dilakukan perhitungan korelasi karena hanya mempertimbangkan satu parameter dan tidak memiliki komponen untuk menangkap pola atau tren yang lebih kompleks dalam data, variasi yang dapat dijelaskan oleh model ini terbatas. Oleh karena itu, perhitungan korelasi menjadi tidak begitu bermakna karena model SES tidak mampu menjelaskan variasi yang luas dalam data, terutama jika data memiliki pola yang lebih kompleks atau tren yang signifikan.
Korelasi seringkali lebih berguna pada metode yang mampu menangkap lebih banyak informasi dalam data, seperti Holt's Method atau Holt-Winters Method , yang memiliki komponen tambahan untuk menangkap tren dan musiman. Dengan demikian, ketika menggunakan SES, penggunaan metrik evaluasi lain yang lebih sesuai dengan karakteristik model ini, seperti Mean Absolute Error (MAE) atau Root Mean Squared Error (RMSE), mungkin lebih relevan.
## 5. Kesimpulan
Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang performa dan karakteristik metode prediksi Exponential Smoothing (SES), Holt's, dan Holt-Winters dalam menghadapi fluktuasi nilai jual USD. Evaluasi kinerja dengan menggunakan parameter kunci seperti MAE, MSE, RMSE, MAPE, R- Squared , dan Korelasi mengungkapkan keunggulan Holt- Winters Method dalam akurasi dan efisiensi waktu yang memadai. Meskipun Holt's Method menunjukkan hasil evaluasi yang menjanjikan, SES memiliki beberapa keterbata- san, terutama dalam akurasi prediksi. Keunggulan penelitian ini terletak pada pendeka- tan pembandingan yang mendalam dan skenario pembagian data yang beragam, mem- berikan pandangan komprehensif untuk mendukung pengambilan keputusan ekonomi global. Temuan ini berkontribusi penting bagi pengambil kebijakan, pelaku bisnis, dan peneliti dalam memilih metode prediksi yang sesuai dengan tujuan analisis dan karakter- istik data yang dihadapi, dengan potensi dampak positif pada manajemen risiko dan re- spons terhadap dinamika ekonomi global yang cepat berubah.
Ucapan Terima Kasih: Ucapan terima kasih kami disampaikan kepada Kelompok Keahlian atas arahan yang berharga, serta Badan Pusat Statistik (BPS) atas data yang mendukung penelitian ini. Kontribusi keduanya menjadi kunci keberhasilan penelitian ini, dan kami menghargai dedikasi mereka. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam memahami dinamika nilai tukar USD.
## Referensi
[1] W. Khamidah and R. Sugiharti, “Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, Euro dan Poundsterling,” Ecoplan , vol. 5, no. 1, 2022, doi :10.20527/ecoplan.v5i1.425
[2] D. Efriyenty, “Pengaruh Inflasi dan Kurs terhadap Harga Saham di Industri Dasar dan Kimia,” Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi , vol. 15, no. 4, pp. 570 – 576, 2020, doi: 10.32400/gc.15.4.31601.2020
[3] A. A. Istri, S. Larasati, M. Kembar, and S. Budhi, “Pengaruh Inflasi dan Kurs Dollars AS terhadap Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke China,” E-Jurnal EP Unud , vol. 7, no. 11, pp. 2430 – 2460, 2017.
[4] R. P. Nugraheni, E. Rimawati, and R. T. Vulandari, “Penerapan Metode Exponential Smoothing Winters Pada Pred- iksi Harga Beras,” Jurnal Ilmiah SINUS , vol. 20, no. 2, p. 45, Jul. 2022, doi: 10.30646/sinus.v20i2.608.
[5] O. D. Rahayu, W. Ramdhan, and S. Sumatri, “Implementasi Metode Single Exponential Smoothing Dalam Mempred- iksi Kebutuhan Pupuk Bagi Petani,” Building of Informatics, Technology and Science (BITS) , vol. 4, no. 2, Sep. 2022, doi: 10.47065/bits.v4i2.2080.
[6] Suriyanti, Satriani, A. A. Sabnur, and F. Hasrianti, “Hubungan Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar dalam Penen- tuan Nilai tukar Valuta Asing,” Jurnal Mirai Management , vol. 8, no. 3, pp. 245 – 253, 2023, doi: 10.37531/mirai.v8i3.5933
[7] R. Utami and S. Atmojo, “Perbandingan Metode Holt Eksponential Smoothing dan Winter Eksponential Smooth- ing Untuk Peramalan Penjualan Souvenir,” Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi Asia , vol. 11, no. 2, p. 123, Aug. 2017, doi: 10.32815/jitika.v11i2.191.
JTIM 2024 , Vol. 5 , No. 4 333 of 333
[8] A. Desduana Selasakmida, T. Wuryandari, D. Statistika, and F. Sains dan Matematika, “Perbandingan Metode Double Exponential Smoothing Holt Dan Fuzzy Time Series Chen Untuk Peramalan Harga Paladium,” Jurnal Gauss- ian , vol. 10, no. 3, pp. 325 – 336, 2021, [Online]. Available: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/gaussian/
[9] S. J. Amalia, N. Oktaviani, G. I. Prameswara, Y. D. Prasetyo, and M. Y. Fathoni, “Perbandingan Metode Moving Average dan Exponential Smoothing pada Peramalan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS,” JURIKOM (Jurnal Riset Komputer) , vol. 9, no. 4, p. 974, Aug. 2022, doi: 10.30865/jurikom.v9i4.4493.
[10] A. Aryati, I. Purnamasari, and Y. N. Nasution, “Peramalan dengan Menggunakan Metode Holt -Winters Exponential Smoothing (Studi Kasus: Jumlah Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung Ke Indonesia) Forecasting using the Method of Holt-Winters Exponential Smoothing (Case Study: Number of Foreign Tourists Visiting Indonesia),” Jurnal Eksponensial , vol. 11, no. 1, 2020.
[11] K. Komariah, E. Kurniawan, and M. Handayani, “Penerapan Metode Single Exponential Smoothing Untuk Prediksi Penjualan Bahan Bangunan,” Building of Informatics, Technology and Science (BITS) , vol. 4, no. 2, Sep. 2022, doi: 10.47065/bits.v4i2.2140.
[12] P. Anzhelmus Boli and R. Putranda Kristianto, “Penerapan Algoritma Single Exponential Smoothing untuk Prediksi Jumlah Calon Mahasiswa Baru,” Nasional Teknologi Informasi dan Komputer) , vol. 6, no. 1, 2022, doi: 10.30865/komik.v6i1.5686.
[13] R. Rachman, S. Nusa, and M. Jakarta, “Penerapan Metode Moving Average dan Exponential Smoothing pada Pera- malan Produksi Industri Garment,” Jurnal Informatika , vol. 5, no. 1, 2018, doi: 10.31294/ji.v5i2.3309
[14] I. Hidayat Susilowati, “Peramalan Nilai Tukar Kurs IDR Terhadap Dollar USD Dengan Metode Moving Average dan Exponential Smoothing ,” Perspektif: Jurnal Ekonomi & Manajemen Universitas Bina Sarana Informatika , vol. 18, no. 1, 2020, doi: 10.31294/jp.v17i2.
[15] I. H. Susilowati and Rosento, “Peramalan Nilai Tukar Kurs IDR Terhadap Dollar USD Dengan Metode Moving Average dan Exponential Smoothing ,” Perspektif: Jurnal Ekonomi & Manajemen Universitas Bina Sarana Informatika , vol. 18, no. 1, 2020.
[16] N. H. A. S. Al Ihsan, H. H. Dzakiyah, and F. Liantoni, “Perbandingan Metode Single Exponential Smoothing dan Metode Holt untuk Prediksi Kasus COVID- 19 di Indonesia,” Ultimatics : Jurnal Teknik Informatika , vol. 12, no. 2, pp. 89 – 94, Dec. 2020, doi: 10.31937/ti.v12i2.1689.
[17] A. Fahlevi, F. A. Bachtiar, and B. D. Setiawan, “Perbandingan Holt’s dan Winter’s Exponential Smoothing untuk Peramalan Indeks Harga Konsumen Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan,” 2018. [Online]. Available: http://j-ptiik.ub.ac.id
|
ce857915-e56d-4295-bbb4-3c82d2937707 | https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/cess/article/download/4482/4299 |
## SIMULASI PERHITUNGAN TARIF PADA PEMANDU WISATA BERBASIS PERANGKAT BERGERAK
Dwi Ely Kurniawan 1 , Hendratno Rian Desta 2
1,2 Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Batam Jl. Ahmad Yani, Batam Center, Batam 29461 Email: [email protected]
Abstrak — Batam merupakan destinasi objek wisata yang menarik untuk dikunjungi dengan wilayah kepulauan. Namun, biaya yang tak terduga ketika seorang wisatawan mengunjungi satu objek lokasi wisata seperti biaya perjalanan, biaya masuk dan fasilitas wisata sering menjadi masalah, sehingga wisatawan harus menyesuaikan budget. Sistem pemandu yang ada biasanya hanya menampilkan informasi wisata saja. Oleh karena itu, selain informasi mengenai jalur perlu adanya pemandu dengan fitur perhitungan biaya perjalanan untuk menuju suatu objek wisata. Perhitungan biaya perjalanan berdasarkan jalur transportasi umum dengan pemilihan jalur terdekat. Jalur transportasi umum dipetakan dengan mengimplementasikan teori graf dari titik-titik objek wisata. Graf yang digunakan adalah graf berarah dan memiliki suatu bobot jarak antar lokasi tujuan. Pemilihan sistem yang dirancang menggunakan perangkat bergerak dengan memanfaatkan fitur Google Maps API. Metode pengembangan aplikasi menggunakan konsep waterfall dengan pengujian sistem stress testing untuk melihat kinerja perangkat bergerak (android) dapat berjalan dengan baik. Hasil perancangan, sistem mampu melakukan simulasi perhitungan tarif perjalanan berdasarkan input data dari pengguna sehingga dapat memperkirakan total biaya perjalanan.
Keywords — graf, pemandu wisata, biaya perjalanan.
## I. PENDAHULUAN
Pulau Batam merupakan salah satu pulau yang berada di perbatasan negara tetangga Singapura dan Malaysia. Pulau ini sebagai sentra industri dan menjadi pulau destinasi bagi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Kota yang ramai selalu dipadati oleh pengunjung untuk berwisata. Pada dasarnya untuk menuju objek wisata, masyarakat atau wisatawan sangat membutuhkan informasi yang lengkap untuk memilih dan menuju ke objek wisata tersebut. Terutama wisatawan luar yang umumnya belum mengetahui dan mengenal daerah dari objek wisata yang akan dikunjungi. Selain dengan berkendara sendiri ataupun menggunakan angkutan umum seperti taxi, seringkali terjadi biaya yang tak terduga ketika seorang wisatawan mengunjungi satu objek lokasi wisata seperti biaya perjalanan, biaya masuk dan fasilitas lain, sehingga wisatawan harus mampu menyesuaikan budget. Biaya yang akan dikeluarkan tergantung pada biaya masuk tempat wisata dan fasilitas transportasi yang digunakan, demikian juga mempertimbangkan jauh dekatnya jalur yang akan dilewatinya. Oleh karena itu perlu adanya suatu aplikasi pemandu wisata yang dapat membantu para wisatawan dalam berwisata.
Pemerintahan Kota Batam khususnya Dinas Pariwisata menjadi tantangan baginya untuk menyediakan sarana pelayanan wisata kota, hal ini sangat didukung untuk peningkatan pariwisata Batam dengan ketersediaan infrastruktur yang lengkap di kota Batam dan sebuah fasilitator untuk memperkenalkan tempat wisata beserta semua fasilitas yang ada. Beberapa jenis transportasi umum sudah disediakan
seperti bus damri dan taxi sehingga wisatawan bebas memilih jenis transportasi mana yang digunakan untuk menuju ke tempat wisata yang disediakan. Penelitian ini mengimplementasikan teori graf pada penentuan rute objek wisata dengan menggunakan penghitungan tarif biaya perjalanan untuk membantu wisatawan dalam penggunaan transportasi umum (taxi).
## II. A NALISIS P ERANCANGAN
Sistem pemandu wisata dengan menampilkan objek wisata hiburan, penginapan, wisata belanja, makan dan minum, gateway (pelabuhan, bandara) serta fasilitas umum yang ada di Batam.
## Gbr. 1 Sistem Pemandu Wisata
Sistem pemandu menentuan rute terpendek jalur transportasi umum dengan menghitung dari input tempat asal sampai tujuan, kemudian menghitung tarif seluruh biaya dari biaya tiket masuk wisata, biaya taxi perjalanan, biaya sewa. Tarif kendaraan pada setiap
rute yang dilalui merupakan harga transportasi (taxi) yang disimulasikan dengan tarif perkilometer berapa rupiah atau 1km = rupiah (sesuai dengan kondisi lapangan).
## Gbr. 2 Simulasi Penghitungan Tarif
Sistem akan menghitung jarak dan tarif perjalanan sesuai inputan lokasi, setelah rute lokasi didapat maka akan keluar jarak dan navigasi kemudian sistem akan mengolah data sesuai tarif taxi dan harga bahan bakar yang sudah ditentukan, kemudian sistem akan menampilkan tarif taxi dan harga bahan bakar tersebut. Saat menghitung seluruh pengeluaran wisata maka diperlukan data-data dari tarif perjalan wisata, biaya tiket masuk wisata, dan biaya lainnya, sehingga pengguna dapat menghitung budget berwisata dengan memasukkan tarif perjalanan tersebut. Besar budget berwisata akan dikurang dengan pengeluaran yang dibutuhkan dan menampilkan sisa budget dari perjalanan.
Sistem memberikan kemudahan dengan memberikan jalur alternatif perjalanan yang diminati wisatawan dengan biaya paling minimal. Graf yang digunakan dimana setiap jalur yang akan dilalui melewati jalur alternatif atau jalur terdekat menuju tempat wisata tersebut dan dilengkapi dengan yang mempunyai nilai mempengaruhi biaya transportasinya untuk membantu wisatawan menyesuaikan biaya perjalanan dengan isi dompet mereka dan dapat dijalankan melalui perangkat bergerak (android). Graf yang digunakan memanfaatkan fitur google maps api dengan menentukan titik pusat peta pada google map wilayah Pulau Batam latitude = 1.0765142 , longitude = 104.0311424, zoom = 12 dan mode = driving mengunakan jalan raya (utama).
Agar lebih mudah menemukan lokasi yang akan di tuju, data titik lokasi longitude dan latitude pada peta google maps ditentukan terlebih dahulu.
TABEL I D ATA T ITIK L OGITUDE DAN L ATITUDE O BJEK W ISATA Data Longitude dan Latitude X Y Lokasi 1.118763 104.013361 Hotel Vista 1.143831 104.021544 King’s Hotel 1.143302 104.012627 Hotel Harmoni 1.151274 104.001859 Hotel Pacific 1.150936 104.052014 Ocarina Park 1.084637 103.970827 Wisata Mata Kucing 0.976411 104.049018 Jembatan Barelang 1.076200 103.933593 Marina Beach 1.143382 104.017843 Nagoya Hill Mall 1.144726 104.008469 City Walk 1.129212 104.056167 Mega Mall 1.132386 104.010061 BCS Mall 1.140679 104.013433 Windsor 1.144084 104.006872 Brewsky .co 1.153742 104.140242 Rezky Restaurant 1.146416 104.012432 Food Court Nagoya Hill 1.136736 103.962064 Indah Puri Golf 1.114140 103.997718 Shoutlink Golf 1.054879 103.957806 Batam Hill Golf 1.124387 103.927419 Sekupang Ferry Terminal 1.078903 103.931323 Water Front 1.130681 104.055209 Batam Center Terminal
Graf yang digunakan adalah graf berarah dengan memiliki suatu bobot. Bobot pada sisi graf dapat merepresentasikan jarak antar lokasi tujuan, waktu pengiriman, ongkos pembangunan dan sebagainya graf G(V,E) terdiri dari V adalah himpunan titik dan E adalah himpunan garis [1,3]. Untuk representasi graf berbobot G (V,E) sebagai berikut.
## Gbr. 3 Representasi Titik Graf Objek Wisata Batam
Gambar 3 menunjukkan penamaan untuk titik yang telah didata dan analisis sebelumnya agar lebih mudah menentukan jarak terpendek yang akan dilalui
wisatawan dalam perjalanan, sesuai jarak pada peta. Selanjutanya menentukan bobot nilai setiap jalur yang akan dilalui seperti gambar graf 4, sehingga lebih mudah dalam menentukan jalur dari berrbagai lintasan.
Sebagai contoh diambil A sebagai pusat utama menentukan perjalanan, karena A sudah termasuk gateway yang selalu di kunjungi wisatawan melalui Bandara Hang Nadim. Kemudian dipilih lokasi pertama yang paling dekat dengan A, yaitu B. Bobot AB adalah 6,6 km. Ambil lokasi B untuk dihubungkan dengan lokasi lain yang terdekat yaitu C, bobot BC = 18.3 km, karena melalui titik A sehingga BAC.
Gbr. 4 Penentuan Nilai Bobot Titik Graf
Ambil lokasi C untuk dihubungkan dengan lokasi lain yang terdekat yaitu D, bobot CD = 0.5 km. DF = 8.8 km, FG = 7.9 km, GH = 4.4 km, HI = 6.5 km, IJ = 1.8 km, JK = 1.7 km, KL = 2.2 km, LM = 1.3 km, ME = 1.3 km, EN = 3.8 km, NO = 1.8 km, OP = 4.7 km, PS = 8.6 km, SQ = 8.1 km, QR = 6.9 km, RS = 7.2km, ST = 8.8 km, TU = 0.4 km, UV = 5.4 km, VW = 15.7 km, WX = 18.9km, dari lokasi terakhir akan kembali lagi ke gateway pertama A dengan bobot XA = 11.7 km. Maka total bobot rute yang ditempuh oleh taxi tersebut sesuai peta tersebut adalah 6.6 + 0.5 + 8.8 + 7.9 + 4.4 + 6.5 + 1.8 + 1.7 + 2.2 + 1.3 + 1.3 + 3.8 + 1.8 + 4.7 + 8.6 + 8.1 + 6.9 + 7.2 + 8.8 + 0.4 + 5.4 + 15.7 + 18.9 + 11.7 = 145 km dengan perjalanan di mulai dari titik A atau Bandara Hang Nadim.
KILOMETER
No Tempat Wisata Turi Beach Nongsa Point Palm Spring Golf Batam View Harris Resort Mirotha Beach Barelang Bridge KTMResort e(v i )
1 Turi Beach 0,4 3,8 6,8 24,7 70 38,2 38,6 70 2 Nongsa Point 0,4 4 7,1 24,9 70,3 38,4 38,9 70,3 3 Palm Spring Golf 3,9 4 3,6 25,3 70,7 38,8 39,2 70,7 4 Batam View 7 7,1 3,6 27,8 73,1 41,2 41,7 73,1 5 Harris Resort 24,8 24,9 25,3 27,7 47,4
15,6 22,8 47,4 6 Mirotha Beach 70,2 70,3 70,6 73,1 47,4
31,9 59,1 73,1 7 Barelang Bridge 38,3 38,4 38,8 41,2 15,6 31,9
27,3 41,2 8 KTMResort 38,8 38,9 39,3 41,7 23,1 59,1 27,3 59,1 HASIL 41,2=Barelang Bridge V = {V1, V2, …, V8} = {Turi Beach, Nongsa Point, …, KTM Resort} Radius Diameter Center
Gbr. 5 Analisis Data Graf Berdasarkan Jarak Tempuh
Diameter d(D1) =maks (70, 70.3, 70.7, 73.1, 47.4, 73.1 , 41.2, 59.1)= 73.1 Km yaitu terletak jarak terjauh antara dua objek wisata yang ada dalam wilayah. Radius r(D1)=min e(vi), maka r(D1)=min e (70, 70.3,
70.7, 73.1, 47.4, 73.1, 41.2, 59.1)= 41.2 Km, karena r(D1)=e(v1)=66.5, maka v1 sebagai representatif Wisata Barelang Bridge terpilih sebagai pusat (center) pada D1. Posisi ideal lokasi objek wisata untuk daerah Batam adalah Barelang Bridge.
MENIT
No Tempat Wisata Turi Beach Nongsa Point Palm Spring Golf Batam View Harris Resort Mirotha Beach Barelang Bridge KTMResort 1 Turi Beach 1 8 11 33 1.23 49 51 2 Nongsa Point 1 8 11 33 1.23 49 51 3 Palm Spring Golf 8 8 8 34 1.25 51 52 4 Batam View 13 13 8 38 1,29 54 56 5 Harris Resort 34 34 35 38 58 24 32 6 Mirotha Beach 1.26 1.26 1.27 1.3 58 36 1.16 7 Barelang Bridge 50 50 51 53 22 34 40 8 KTMResort 54 54 55 58 36 1,15 41
Gbr. 6 Analisis Data Graf Berdasarkan Waktu
Setelah melakukan analisis data untuk waktu tempuh dari setiap tempat wisata memiliki waktu rata- rata 58 menit untuk tempat jarak tempuh terjauh, dan untuk waktu rata-rata 1 menit untuk jarak tempuh terpendek, waktu tersebut belum termasuk kemacetan, pengisian bahan bakar, dan kendala lain. Waktu yang di analasis berdasarkan letak geografis pada peta.
Pada saat menggunakan taxi yang berago setiap tarif yang dijalankan berbeda-beda. Ada beberapa tahapan yang membuat argo tersebut berjalan sesuai perhitungannya diantaranya :
a) Kecepatan_Per_Menit * Argo_Per_KM = Argo_Per_Menit
b) Kecepatan_Per_Menit = Argo_Per_Menit / Argo_Per_KM
c) Kecepatan_Per_Jam = 60 Menit
*
Argo_Per_Menit / Argo_Per_KM
d) Kecepatan = 60 * 500 / 3000 = 10 km/jam Jadi, jika kecepatan kurang dari sama dengan 10 km/jam maka argo waktu yang berjalan, sedangkan lebih besar dari 10 km/jam maka argo jarak yang berjalan.
Saat menaiki taxi tanpa argo, dan menanyakan dari beberapa orang lapangan sebagai supir taxi, mereka mengambil tarif rata-rata yang mencakup dari lokasi terbesar yang dilalui, contoh : Batam Center, Nagoya, Jodoh, Bandara Hang Nadim, Legenda Malaka, Sekupang, Batu Aji, dsb.
a) Tanjung Sengkuang => Legenda = Rp. 50.000 Jarak 14 km
b) Tanjung Sengkuang => Bandara Hang Nadim = Rp. 100.000 Jarak 22 km
c) Tanjung Sengkuang => Jodoh = 20.000 Jarak 5 km
d) Rata-rata Tarif = Tarif Total / Jarak Total = Rp. 170.000 / 41 km = Rp. 4.146,34 /km
Sehingga dapat disimpulkan untuk penyesuaian tarif penelitian ini mengambil titik tengah yaitu Rp. 4.000, /km.
## III. I MPLEMENTASI DAN P ENGUJIAN
Pada antarmuka halaman awal aplikasi ini terdapat beberapa gambaran mengenai antarmuka wisata, hotel, shopping mall, peta, budgeting wisata, drink food, golf, gateway, taxi. Wisatawan dapat menyiapkan dana seperlunya untuk melakukan perjalanan mereka dari informasi tarif yang sudah didapatkan, dengan menghitung uang awal dikurangi pengeluaran biaya sewa, biaya transpotasi, biaya makan, dan biaya lainnya yang akan dihitung sesuai rencana awal dan tidak melebihi batas dana yang ada.
Gbr. 7 Tampilan Antarmuka Pemandu Wisata Batam
Gambar 7 menampilkan informasi beberapa objek wisata. Pengguna memilih pada masing-masing menu listview, pada menu tersebut pengguna nantinya akan dibawa ke halaman pilihan pengguna. Berbagai informasi dapat dilihat disetiap halaman, beberapa halaman tersedia tombol call untuk memanggil atau telepon customer service di masing-masing tempat yang tersedia layanannya.
Setiap objek wisata terdapat tabel perhitungan untuk biaya masuk ke setiap wisata, pengguna hanya tinggal men- checklist kotak kecil di tabel (Rp). Gambar 7 tersebut menunjukkan tiket masuk objek wisata Ocarina Park. Pilihan ceklist untuk tiket dewasa, anak, parkir. Tabel tersebut sudah menghitung harga masuk
sesuai tarif pengunjung untuk masuk ke wisata Ocarina Park.
Pengguna mengaktifkan GPS ( Global Positioning System ) terlebih dahulu untuk dapat menjalankan aplikasi, sehingga sistem dapat mengetahui posisi pengguna berada sekarang. GPS akan mendeteksi lokasi pengguna lalu menunjukkan jalur lokasi yang di tuju. Titik lokasi secara default akan muncul berupa nama dan keterangan jalan serta longitude dan latitude. Selanjutnya sistem akan menampilkan alamat, tempat, dan posisi pengguna saat itu sedang berada. Namun agar mengetahui tarif perjalanan menuju tempat lokasi wisata yang dituju, pengguna dapat memasukkan data Asal yang dilambangkan dengan A = Origin dan tempat lokasi tujuan yang di lambangkan dengan B = Destination dan seterusnya, maka akan dihitung sesuai jarak tujuan pengguna.
## Gbr. 8 Informasi Perjalanan Asal dan Destinasi
Gambar 8 merupakan data masukan perjalanan berupa data asal dan destinasi atau tujuan objek wisata. Pengguna dapat memasukkan angka awal untuk budget pertama, setelah pengguna memasukkan budget awal pengguna dapat berpindah ke tab your destination terdapat menu yang sesuai untuk pengeluaran berwisata yang akan dikeluarkan nantinya. Terdapat biaya masuk wisata, biaya transportasi, biaya bahan bakar, biaya makan, dan biaya lainnya, jika pengguna ingin menambahkan
pengeluaran, pengguna dapat menekan tombol plus agar menambahkan kolom baru sebagai pengeluaran yang baru.
Gbr. 9 Tarif Perjalanan dan Bahan Bakar
Rute dan jarak yang didapatkan setelah pencarian lokasi maka sistem akan menampilkan total biaya perjalanan taxi dan total biaya bahan bakar pengguna sesuai harga bahan bakar yang di inputkan. Setelah mendapatkan tarif tersebut pengguna lanjut ke tabel budgeting untuk menghitung seluruh total biaya wisata yang sudah di tetapkan.
## Gbr. 10 Perhitungan Total Biaya Wisata
Gambar 10 menunjukkan sisa total seluruh biaya perjalanan yang dapat diperkirakan sesuai data masukkan perjalan pengguna dari total budget yaitu awal budget pengguna, total outgoing yaitu total pengeluaran pengguna, dan terakhir each you save yaitu sisa pengeluaran pengguna.
Pengujian stress testing menggunakan 100 pengguna mengakses dalam waktu 5 detik dan pengujian ini berhasil terlihat dari status test progress 100% yang tampil hijau yang menandakan tidak adanya kegagalan pengguna dalam mengakses.
Gbr. 11 Pengujian Stress Testing 100 Pengguna
Gambar 11 menunjukkan bahwa grafik pada web server terdapat transfer dan request data untuk pengguna mengakses data yang akan dibuka. Garis
merah menandakan pengguna membuka halaman tertinggi hingga 48 open request dan pada garis hijau halaman tersebut me- request ke server, lalu pada garis biru muda halaman yang di- request akan diterima dengan server dan berhenti pada trafik 24-25 send/request data. Trafik pada jaringan internet berkisaran 490-720 Kbit/s. Dari trafik tersebut menandakan pergerakan untuk mengakses berhenti diangka 50 dalam kurun waktu 5 detik dari 100 user.
## IV. P ENUTUP
Berdasarkan tahapan analisis, perancangan serta implementasi pada aplikasi pemandu wisata maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Aplikasi pemandu wisata dapat melakukan pencarian informasi berupa lokasi wisata, kuliner, tempat belanja, terminal, hotel, dan tempat hiburan. Pengguna dapat menyesuaikan biaya untuk berwisata sesuai budget yang dimiliki, dengan tarif perjalanan maupun tarif tiket untuk masuk ke tempat wisata.
2) Selain dapat menampilkan informasi, aplikasi ini juga dapat menampilkan posisi pengguna untuk memilih jalur terdekat menuju lokasi wisata sesuai hasil pencarian pengguna.
3) Pengujian sistem strees testing menunjukkan bahwa aplikasi dapat dijalankan hingga 100 pengguna mengakses dalam waktu 5 detik.
## U CAPAN T ERIMA K ASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sudra, Festy dkk mahasiswa Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Batam dalam pengumpulan data dan pengujian sistem.
## R EFERENSI
[1] Abdul, Luqman. 2009. Aplikasi Teori Graf untuk Pencarian Rute Angkutan Kota Terdekat untuk Tempat-tempat di Bandung. Jurnal. Bandung : Fakultas Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung.
[2] Royyan, Roqi. 2010. Sistem Pemandu Wisata Berorientasi Pada Adaptable Budget dengan Pemetaan Jaringan Transportasi Umum (Studi Kasus : Surabaya). Jurnal. Surabaya : Fakultas Teknik Informatika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
[3] Batam, BP. 2010. Pariwisata. Dikutip dari BP Batam (Badan Pengusahaan Batam), tersedia pada halaman website http://www.bpbatam.go.id/ini/tourism/batam_landmark.jsp
[4] PhoneGap. 2015. PhoneGap API Documentation. Dikutip dari PhoneGap: http://docs.phonegap.com.
[5] D. D. Prasetya, 2013. Membuat Aplikasi Smartphone Multiplatform. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.
[6] Silvercab. (2016). Tarif Taxi Silver Cab. Dikutip dari Silvercab: http://silvercab.co.id/tarif.html
|
ce4c1c3c-7ec3-4ab6-a004-d39ac3f4acec | https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gesture/article/download/31088/17347 |
## PEMBELAJARAN SENI TARI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL CORE UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DI SMK SWASTA MANDIRI
## Ela Pratiwi Sitorus 1
Poriaha Lingkungan II, Barung-barung, Desa Tapian Nauli II, Kec. Tapian Nauli, Kab. Tapanuli Tengah Email : [email protected] 1
Abstract - This study aims to describe the application of learning dance with the CORE model (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) with the material of Anak Kala Dance, to increase the creativity of class X TKJ-5 students at SMK Swasta Mandiri. The theory used is the theory of the CORE learning model (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) by Chambliss and Calfee. The teacher provides the Kala Child Dance material which is given to students as learning material for students. Students are divided into selected groups heterogeneously. The teacher divides into 3 groups consisting of 4 people. The population in this study were students of class X TKJ SMK Swasta Mandiri with a total of 31 students, the sampling in this study were students of class X TKJ-5 SMK Swasta Mandiri, Deli Serdang Regency, amounting to 12 people due to the Covid-19 pandemic. Learning is contained in KD 3.1 material understanding concepts, techniques, procedures in the various movements of traditional dance 4.1 Demonstrating traditional dance movements based on concepts, techniques, and procedures according to the count / beat. The methodology in this study was carried out by direct observation, literature study from books / previous researchers, documentation of the data obtained, and carrying out tests to determine the results. After analyzing systematically using quantitative descriptive analysis methods. The results of this study indicate that: 1) the overall results of the students reached an average of 73.66 with a percentage of 3%. 2) the increase in student creativity from an average of 65.25 (pre test) to 84.41 (post test) increased by 30%. 6737), so that the research hypothesis is accepted.
Keywords: Creativity, CORE Learning Model, Anak Kala Dance .
Abstrak - Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan pembelajaran seni tari dengan model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) dengan materi Tari Anak Kala, untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas X TKJ-5 di SMK Swasta Mandiri. Teori yang digunakan yaitu teori model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) oleh Chambliss Dan Calfee. Guru memberikan materi Tari Anak Kala yang diberikan kepada siswa sebagai bahan pembelajaran bagi siswa. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang dipilih secara heterogen. Guru membagikan kedalam 3 kelompok yang terdiri dari 4 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ SMK Swasta Mandiri dengan siswa berjumlah 31, pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ-5 SMK Swasta Mandiri, Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 12 orang dikarenakan pandemi Covid-19 . Pembelajaran terdapat dalam materi KD 3.1 memahami konsep, teknik, prosedur dalam ragam gerak tari tradisi 4.1 Meragakan gerak tari tradisional berdasarkan konsep, teknik, dan prosedur sesuai dengan hitungan/ ketukan. Metodologi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung, studi kepustakaan dari buku/ peneliti sebelumnya, dokumentasi dari data yang didapat, dan melaksanakan tes untuk mengetahui hasil. Setelah menganalisis secara sistematis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) hasil keseluruhan siswa mencapai rata rata 73,66 dengan persentase 3%. 2) meningkatnya kreativitas siswa dari rata-rata 65,25 ( pre test) menjadi 84,41 (post test) meningkat sebanyak 30%. Hasil praktek diperoleh dari analisis uji t berpasangan yang menunjukkan bahwa t hitung > t tabel yaitu (14,8 > 1,6737), sehingga hipotesis penelitian diterima.
Kata Kunci: Kreativitas, Model Pembelajaran CORE, Tari Anak Kala.
## PENDAHULUAN
Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Seni tari bermedia pada gerak tubuh manusia bukan hanya sekedar gerak, namun gerak yang telah diberi bentuk ekspresif yang terdapat didalamnya ruang, waktu, dan tenaga. Dalam jurnal Alies Triena Permanasari (2016) jurnal pendidikan dan kajian seni Vol.2 No.3, Syafii (2007: 133) mengatakan bahwa pendidikan seni merupakan sarana yang efektif bagi perkembangan kreativitas.
Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah, guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (afektif), serta keterampilan (psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu guru. Sedangkan pembelajaran merupakan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Banyak guru yang masih mengajar dengan model pembelajaran konvensional seperti metode ceramah, dan siswa akan duduk, diam, dengar, catat, dan mengahapal. Seorang guru sebagai sumber belajar harus mampu memberi pengaruh yang baik terhadap lingkungan belajar siswa sehingga timbul reaksi peserta didik untuk mampu mencapai hasil belajar yang diinginkan. Salah satu kegiatan yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yang harus dilakukan guru adalah memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk mencapai pengajaran yang semuanya akan
mempengaruhi proses belajar siswa dikelas.
Materi pembelajaran adalah bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam memberikan materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan standar kompetensi siswa. Standar kompetensi untuk mata pelajaran seni tari tingkat sekolah menengah atas berdasarkan K.13. Berdasarkan standar kompetensi dasar, materi pembelajaran tingkat SMK pembelajaran seni budaya pada kelas X sesuai dengan silabus yaitu mempelajari tari tarian tradisional, termasuk
Tari Anak Kala yang berasal dari suku Melayu. Tarian ini adalah salah satu tarian tradisional, sesuai dengan KI.3 dan KI.4 dengan KD (3.1) memahami konsep teknik dan prosedur gerak tari tradisi, dan (4.1). memperagakan gerak tari tradisional berdasarkan konsep, teknik dan prosedur sesuai hitungan/ ketukan.
Suku Melayu merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Suku Melayu di Indonesia menyebar secara luas dari Sabang hingga Marauke. Suku Melayu yang ada dan berkembang di Sumatera Utara antara lain suku Melayu Deli yang berdiam di sekitaran Kota Medan, suku Melayu Langkat berdiam di Kabupaten Langkat, suku Melayu Asahan berdiam di Kabupaten Asahan dan suku Melayu Serdang yang berdiam di Kabupaten Serdang. Salah satu kesenian yang ada pada suku Melayu yaitu seni tari. Seperti seni tari tradisional, seni tari kreasi yang mentradisi (tari kreasi yang menjadi tari tradisi), dan seni tari kreasi baru.
Seni tari kreasi Melayu yang mentradisi (tari kreasi yang menjadi tari tradisi) pada suku Melayu diantaranya adalah tari wajib yang sudah dibakukan dan menjadi dasar bagi pengembangan-pengembangan tari kreasi baru selanjutnya. Tari Anak Kala yang termasuk dalam jenis tari bertempo joget. Tari ini termasuk jenis tarian pergaulan yang menggambarkan kegembiraan muda-mudi. Suasana riang yang penuh senda gurau terlihat pada gerakan saling kejar antara para penari. Gerakan yang terdapat dalam tarian ini seperti lenggang dan double step.
Dalam pelajaran seni tari di sekolah, ketika siswa diminta untuk menciptakan gerakan tari, siswa cenderung tidak mampu melakukannya, dikarenakan siswa tidak mampu menghasilkan ragam gerak karena keterbatasan serta pemahaman terhadap teknik mencipta ragam gerak baru. Kesulitan siswa dalam menyerap materi pembelajaran psikomotorik dipengaruhi beberapa hal berupa materi dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar. Masalah yang sering terjadi dalam proses belajar mengajar adalah penggunaaan model belajar yang kurang tepat, hal ini merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi rendahnya kreativitas siswa dalam pembelajaran seni tari. Kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta, perihal berkreasi dan kekreatifan.
Kreativitas bisa didefinisikan dalam dua cara: (1) sebagai kemampuan umum dalam menciptakan sesuatu yang baru; dan (2) sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan hubungan baru antara unsur unsur yang sudah ada sebelumnya. Di dalam kelas, guru biasanya menggunakan model konvensional menjelaskan materi pelajaran sehingga kurang melibatkan siswa sehingga menimbulkan susasana yang membosankan dan suasana kelas tidak kondusif disebabkan pembelajaran yang hanya berpusat pada guru, serta model pembelajaran yang belum optimal, kurangnya respon siswa dalam menanggapi materi pembelajaran dan aktifitas kelas yang pasif, dengan situasi Covid-19 saat ini siswa menggunakan model pembelajaran berbasis daring dan siswa hanya diberikan tugas-tugas.
Berdasarkan masalah tersebut sangat diperlukan penggunaan model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk aktif dan merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran. Untuk itu dibutuhkan perbaikan pembelajaran siswa dengan lebih memfokuskan pada pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif.
Menurut pendapat Curwen, dkk (2010) dalam tulisan jurnal Nur Asma Riani Siregar,dkk (2018) pada jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat menyatakan bahwa model CORE menggabungkan empat elemen penting dari konstruktifisme yaitu koneksi pengetahuan, organisasi informasi, refleksi dan perluasan pengetahuan. Sedangkan menurut Jacob (2005) melalui tulisan jurnal Reza Muizaddin dan Budi Santoso (2016) menyatakan bahwa CORE merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan fungsi dalam proses pembelajaran yaitu, Connecting
menghubungkan informasi yang lama dengan yang baru, Organizing membagi secara berkelompok, Reflecting melatihkan atau memeragakan, dan Extending memperluas pengetahuan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis melibatkan siswa/i dalam menggunakan model pembelajaran CORE yang sesuai dengan KD (3.1) memahami konsep teknik dan prosedur gerak tari tradisi, dan (4.1). memperagakan gerak tari tradisional berdasarkan konsep, teknik dan prosedur sesuai hitungan/ ketukan
dengan menggunakan acuan atau pijakan dari gerak tari yang terdapat dalam tari Anak Kala Penulis berharap dengan adanya penulisan tentang model pembelajaran CORE dapat menambah wawasan guru dalam membeikan pembelajaran di sekolah.
Masalah yang terjadi dalam penelitian ini yaitu :
1. Penggunaan model pembelajaran pada pelajaran seni tari masih mengguanakan model pembelajaran konvensional seperti TCL ( Teacher Centre Learning ) 2. Tingkat kreaktivitas siswa/i cenderung rendah.
Tujuan yang harus dicapai dalam penelitian ini adalah: Mengimplementasikan model pembelajaran CORE ( Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) untuk meningkatkan kreativitas siswa di SMK Swasta Mandiri, dan untuk mengetahui model pembelajaran CORE ( Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) dapat berpengaruh untuk meningkatkan kreativitas siswa di SMK Swasta Mandiri.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode penelitian ini digunakan untuk data dan tujuan penelitian yang diinginkan, maka dalam penelitian ini harus menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan apa yang diteliti agar penelitian berhasil dengan baik. Lokasi penelitian dilakukan penulis di SMK Swasta Mandiri, yang berlokasi di jalan Datuk Kabu No.99 Pasar 3 Tembung, Kelurahan Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Kode Pos 20371, Provinsi Sumatera Utara. Adapun jumlah kelas pada sekolah ini berjumlah 19 dengan menggunakan kurikulum 2013 Revisi. Waktu penulisan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2020/2021. Penulisan ini dilakukan selama dua bulan, pada bulan Oktober hingga November, dengan satu minggu dua kali sesuai dengan jadwal matapelajaran yang
sudah ditentukan. Populasi yang digunakan adalah Populasi yang akan digunakan pada penulisan ini adalah siswa kelas sepuluh dengan semua berjumlah lima belas kelas. Dengan sampel kelas X TKJ-5 dengan jumlah siswa dalam penulisan ini berjumlah 12 siswa/i dikarenakan pandemi Covid-19 .
Penulis mendapatkan informasi penelitian ini dengan melakukan cara-cara sebagai berikut: 1. Obsevasi, yang dilakukan dengan cara mengamati objek penelitian secara langsung. Hal itu bertujuan untuk memperoleh hasil yang akurat karena peneliti dapat menyaksikan, memahami serta memperhatikan objek dari dekat. Adapun pedoman observasi pada penelitian ini yaitu :
1. mengamati siswa atau guru dalam mengimplementasikan model CORE . 2. Lembar Observasi, Tes hasil belajar yang penulis gunakan yaitu tes hasil belajar tertulis dan tes praktek. Tes praktek dilakukan 2 kali yaitu pre-test dan post-test , dan tes tertulis dilakukan 2 kali yaitu pre-tes dan post-tes untuk mengetahui kemampuan siswa setelah diterapkan model pembelajaran. Tes tertulis yang digunakan berupa soal pilihan berganda yang diambil dari materi Tari Anak Kala , soal soal pilihan berganda tersebut diuji terlebih dahulu melelui uji validitas dan reabilitas agar kevalidan soal tes terjamin dan valid.
3. Wawancara, suatu percakapan dengan tujuan-tujuan tertentu, yang bertujuan untuk memperoleh suatu informasi. Metode wawancara digunakan penulis untuk memperoleh informasi tentang jumlah siswa, nilai, identitas siswa, prestasi, dan data-data yang menunjang penulisan. Digunakan pula untuk memperoleh data minat siswa terhadap mata pelajaran seni tari sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran CORE ( Connecting, Organizing, Reflecting,
Extending).
4. Dokumentasi, sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan berbagai macam dokumen. Alat yang digunakan berupa camera digital atau handphone Oppo tipe A12 yang digunakan untuk memfoto peristiwa yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung. Teknik dokumentasi foto merupakan cara yang dapat mempermudah menganalisis situasi ruang kelas dan
merupakan data visual penulisan yang dapat ditunjukan kepada orang lain.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini Penelitian ini dilakukan di SMK Swasta Mandiri Kabupaten Deli Serdang yang terletak di Jl. Datuk Kabu No. 99 Pasar 3 Tembung, Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Kode Pos 20371, Provinsi Sumatera Utara. SMK Swasta Mandiri merupakan salah satu sekolah swasta yang berakreditasi “A”. Kepala sekolah SMK Swasta Mandiri bernama Fatimah Zahara. Proses dalam mengimplementasikan model pembelajaran CORE terbagi menjadi:
## 1. Tahap Perencanaan
a. Melakukan observasi untuk mengetahui subjek dan objek penelitian
Dalam tahap persiapan ini penulis menyerahkan surat penelitian kepihak sekolah untuk meminta ijin melakukan penelitian Kemudian guru seni budaya menyarankan kelas X TKJ-5 sebagai objek penelitian, Namun hanya 12 siswa/i yang dpat di jadikan sampel untuk penelitian di sekolah dikarenakan pandemi covid-19 . b. Menyusun instrument pengamatan dan penilaian. Instrument pengamatan disusun untuk mengamati kegiatan guru mengajar dengan menggunakan model CORE
(Connecting, Organizing, Reflecting, Extending). Adapun aspek dalam
instrument penilaian yaitu tenaga, ruang dan waktu.
## 2. Tahap Pelaksanaan
Tahap Perlakuan dalam penelitian ini adalah berlangsungnya proses pembelajaran menggunakan penerapan model CORE
(Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) dengan materi praktek tari tradisional Tari Anak Kala. Kelas yang dijadikan objek penelitian yaitu kelas X TKJ- 5, menggunakan dua perlakuan yaitu pertama proses pembelajaran tidak menggunakan model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) dan kedua proses pembelajaran menggunakan CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending). Penelitian ini dilakukan dengan
lima kali pertemuan dengan 2 X 45 menit/pertemuan.
a. Pre Test (Pertemuan Pertama)
Pretest merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam memperagakan materi yang disampaikan oleh guru. Pada tahapan pretest, siswa diberikan tes uji kemampuan berupa gerak mengetahui gerak Tari Anak Kala pada materi pelajaran seni budaya. Proses pembelajaran Connecting berlangsung, seperti biasa yang dilakukan oleh guru, guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan model ceramah.
Bagaimana proses pembelajaran praktikal itu, guru membimbing siswa dalam memperagakan gerak yang terdapat dalam Tari Anak Kala (Lenggang dan Double Step ). Guru memberikan materi tentang gerak tari Melayu melalui acuan gerak yang terdapat dalam gerak Tari Anak Kala. Pada penilaian pre test yang diberikan oleh guru berkolaborasi dengan peneliti, sudah ada siswa yang mampu melakukan gerak yang terdapat dalam Tari Anak Kala atau sudah ada nilai siswa diatas rata-rata, namun frekuensi siswa yang mampu melakukan gerak Tari Anak Kala masih sedikit. Pada pre test ini guru dan peneliti menilai kemampuan menari siswa sesuai dengan aspek penilaian yang sudah disusun (dirangkum menjadi satu nilai).
Foto 1. Pre Test Tertulis (Dok. Ela Pratiwi, 2021)
Foto 2. Pre Test Praktek (Dok. Ela Pratiwi, 2021) b. Pertemuan Kedua Proses penerapan dilakukan berdasarkan langkah-langkah model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) . Kelas X TKJ-5 diberikan sebuah model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending). Pada tahap ini dilanjutkan dengan Organizing , guru membagi siswa menjadi berkelompok, selanjutnya guru menugaskan kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan musik dan juga memperagakan gerak yang terdapat dalam Tari Anak Kala berupa gerak Lenggang dan Double Step dan mempersiapkan musik untuk mereka membuat satu tarian kreasi berdasarkan acuan gerakan Tari Anak Kala .
c. Pertemuan Ketiga
Pada pertemuan ini Reflecting, siswa melatihkan gerak yang terdapat dalam Tari Anak Kala berupa gerak Lenggang dan Double Step dan mencoba membuat tarian yang mereka buat sendiri dan dibimbing oleh guru. Pembelajaran juga sudah mulai lebih aktif dan tidak membosankan.
Foto 3. Mendemonstrasikan Gerak Lenggang dan Double Step (Dok. Ela Pratiwi, 2021)
d. Pertemuan Keempat Extending atau mengembangkan,
Siswa/i membuat tarian yang mereka buat sendiri dan dibimbing oleh guru dengan acuan gerak yang terdapat dalam Tari Anak Kala Pembelajaran juga sudah mulai lebih aktif dan tidak membosankan. Untuk siswa laki-laki mereka juga sudah mulai percaya diri untuk menari dibanding sebelumnya dengan adanya motivasi yang diberikan guru dan model pembelajaran yang baru yang membuat siswa menjadi lebih aktif begitupun dengan siswa perempuan yang kurang percaya diri. Selain itu siswa juga sudah mulai mencoba untuk menggunakan ekspresi mereka walaupun belum maksimal.
e. Post Test (Pertemuan Kelima)
Penerapan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) pada kelas X TKJ-5 dilakukan pada pertemuan kedua sampai pertemuan keempat dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran yang dilihat dari perlakuan postest. Pada pertemuan keempat ini merupakan tahap akhir yang akan diamati oleh peneliti. Selesailah siswa dalam mempelajari gerak Tari Anak Kala , san membuat satu tarian kreasi.
Tahap akhir ini guru dan peneliti akan melihat bagaimana perkembangan masing- masing kelompok dalam memeragakan gerak tari kreasi berdasarkan pijakan gerak Tari Anak Kala . Memberikan tes yaitu masing- masing kelompok akan menampilakan hasil tarian kreasi. Pada saat perlakuan postest, siswa memeragakan gerak tari kreasi untuk mengetahui hasil kreativitas siswa sesudah menggunakan model pembelajaran CORE (Connecting,Organizing,Reflecting,Extendin) . Guru dan peneliti menilai kemampuan menari siswa dengan
menggunakan instrument penilaian yang sudah dibuat. Adapun aspek yang dinilai yaitu ruang, waktu dan tenaga. Dari penelitian tersebut dapat dinilai bagaimana hasil dari kreativitas siswa dengan penerapan model pembelajaran CORE
(Connecting,
Organizing, Reflecting, Extending) . Hasil dari penggunaan model
pembelajaran CORE adalah siswa berhasil menciptakan satu tarian yang berjudul
“Lenggang Melayu” dengan menggunakan musik yang berjudul “Zapin Melayu” yang di ciptakan oleh Pak Ngah dan dinyanyikan oleh Lesti Andryani atau yang disebut dengan nama populer Lesti Kejora.
Pada tahap pengembangan gerak tenaga yang digunakan sudah bervariatif tidak semua gerak menggunakan tenaga yang kuat, dan tidak semua gerak menggunakan tenaga yang lemah atau lembut, tetapi tergantung bagaimana mereka menyesuaikan terhadap musik tari yang mereka gunakan. Untuk pengembangan ruang yang digunakan siswa juga cukup bervariatif menggunakan ruang gerak yang sempit dan ruang yang luas tergantung bagaimana siswa membuat
gerakan tersebut. Begitu pula dengan Waktu, tergantung bagaimana melodi yang terdapat dalam lagu yang mereka gunakan, tidak selalu lambat dan tidak selalu cepat.
Foto 4. Post Test Praktek (Dok. Ela Pratiwi, 2021)
Foto 5. Post Test Praktek (Dok. Ela Pratiwi, 2021)
Maka untuk mengukur kreativitas siswa kelas X TKT-5 penulis mengambil data dengan menggunakan nilai hasil siswa yang
diukur melalui tes hasil siswa secara tertulis dan secara praktek, tes hasil tertulis dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum dilakukan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran (Pre-Test) dan setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan model
pembelajaran (Post-Test) .
Alat untuk mengukur hasil belajar menggunakan tes objektif berbentuk pilihan berganda sebanyak 20 butir soal yang memiliki 5 option jawaban, soal- soal diambil dari materi pembelajaran Tari Anak Kala. Penyebaran soal dilakukan secara langsung baik (Pre-Test) maupun (Post-Test), dan untuk mengukur tes praktek dilakukan 2 kali yaitu sebelum menggunakan model
pembelajaran dan setelah digunakan model pembelajaran dengan mengambil nilai kreativitas siswa, serta dilakukan pengamatan oleh penulis melalui lembar pengamatan untuk mengetahui proses pembelajaran.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut, pada hasil pre test yang dilakukan pada test tertulis diperoleh nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 50, nilai rata rata sebesar 63,33, serta standar deviasi 10,52 dan varians sebesar 92,42. Sedangkan nilai pre-test pada test praktek diperoleh nilai tertinggi sebesar 76 dan nilai terendah 59 dengan nilai rata-rata sebesar 65,25, serta standar deviasi sebesar 5,320 dan varians sebesar 26,386, dengan keterangan 1 siswa mencapai nilai cukup baik dengan rentang nilai 74-76 dan 11 siswa belum mencapai nilai baik.
Setelah dilakukan pre-test maka selanjutnya diberikan perlakuan terhadap proses pembelajaran yaitu
dengan menggunakan model pembelajaran CORE dengan acuan gerak yang terdapat dalam Tari Anak Kala . Maka hasil post-test untuk test tertulis yaitu nilai tertinggi sebesar 95 dan nilai terendah sebesar 75, nilai rata-rata 81,6, serta standar deviasi 5,365 dan varians sebesar 28,787. Sedangkan untuk nilai post- test hasil belajar praktek nilai tertinggi sebesar 92 dan nilai terendah sebesar 77, nilai rata- rata 65,25 serta standar deviasi sebesar 5,320 dan varians sebesar 26, dengan jumlah siswa 3 siswa mendapat nilai dibawah kata baik pada interval nilai 70-80, 5 yang mendapat nilai baik dengan kategori interval 81-88, dan 4 siswa yang mendapat nilai sangat baik
dengan kategori interval 89-100. Berdasarkan uraian nilai hasil belajar diatas, maka dapat disimpulkan hasil belajar test tertulis dan test praktek sebagai berikut :
Tabel 1 Data Nilai Hasil Belajar
Keterangan Test Tertulis Test Praktek Pre test Post test Pre test Post test Rata-rata 63,33 81,6 65,25 84.41 Standar Deviasi 10,52 11,24 5,320 6,720 Varians 92,42 29,89 26,386 32,446
Sebelum dilakukannya uji T terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Untuk uji normalitas test tertulis pada pre-test diperoleh dengan nilai L hitung = 0,205, sedangkan L tabel taraf nyata α = 0,05 dengan n = 12 maka diperoleh harga L tabel = 0,242, sehingga hal ini menunjukkan bahwa L hitung < L tabel (0,205 < 0,242) artinya sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dan pada post-test diperoleh nilai L hitung = 0,114, sedangkan L tabel pada taraf nyata α = 0,05 dengan n = 12 maka diperoleh harga L tabel = 0,242, sehingga hal ini menunjukkan bahwa L hitung < L tabel (0,114 < 0,242) artinya sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Dalam perhitungan uji homogenitas test tertulis diperoleh F hitung = 2,761842 sedangkan F tabel = 2,81793 dengan α = 0,05. Sehingga diperoleh F hitung < F tabel yaitu 2,761842<2,81793 maka data untuk test tertulis mempunyai varians yang sama atau homogen. Untuk uji homogenitas test praktek diperoleh F hitung = 1,2296 sedangkan F tabel = 2,81793 dengan α = 0,05. Sehingga diperoleh F hitung < F tabel yaitu 1,2296 < 2,81793 maka data untuk test praktek mempunyai varians yang sama atau homogen.
Dari hasil perhitungan untuk pengujian hipotesis hasil test tertulis diperoleh t hitung = 4,7511 dan t tabel = 1,7171 pada taraf α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2 = 10). Jika t hitung dibandingkan dengan t tabel diperoleh t hitung > t tabel atau 4,7511 >1,7171 yang berarti bahwa hipotesis yang diajukan diterima.
Untuk penghitungan pengujian hipotesis hasil belajar test praktek untuk mengetahui peningkatan kreativitas diperoleh data awal sebelum diajarkan dengan menggunkan model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending)
memperoleh nilai rata-rata hasil belajar sebesar 65,25 dan data post test yang diajarkan dengan menggunkan model CORE ( Connecting, Organizing, Reflecting,
Extending) memperoleh hasil belajar dengan rata-rata 84,41. Hasil uji t berpasangan menunjukkan bahwa t hitung >t tabel yaitu (14,96 > 1,7434), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) pada pelajaran seni tari dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas X TKJ-5 SMK Swasta Mandiri. Untuk melihat data akhir rata rata keselurahan pretest dan post test baik tes tertulis dan tes praktek di dengan perhitungan rata rata sebesar 73,66 dengan peningkatan hanya sebesar 3,1%.
## PENUTUP
Kesimpulan Setelah dilakukan pengamatan dan analisis dalam penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) pada pembelajaran seni tari siswa kelas X TKJ-5 SMK Swasta Mandiri dengan membentuk kelompok kecil yang dipilih berdasarkan tingkat prestasi, jenis kelamin dan latar belakang etnik yang berbeda dibentuk sebanyak 3 kelompok. Masing-masing kelompok berjumlah 4 dan diberikan tugas untuk mempraktekkan gerak Tari Anak Kala dan membuat suatu tarian yang baru untuk melihat hasil belajar dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji persyaratan analisis yang terdiri dari uji normalitas data dengan menggunakan uji lilifors, uji homogenitas data dengan menggunakan uji kesamaan dua varians dan uji hipotesis dengan menggunakan uji t.
2. Hasil kreativitas siswa meningkat setelah menggunakan model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending)
mengalami peningkatan dari rata-rata
63,75 (pre test) meningkat menjadi 84,41 (post test). Hasil tersebut menunjukkan penggunaan model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) pada pembelajaran seni tari dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas X TKJ-5 SMK Swasta Mandiri.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan, penggunaan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) pada pembelajaran seni tari dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TKJ-5 di SMK Swasta Mandiri. Hasil test tertulis diperoleh t hitung = 4,7511 dan t tabel = 1,7171 pada taraf α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2 = 10). Jika t hitung dibandingkan dengan t tabel diperoleh t hitung > t tabel atau 4,7511 >1,7171 yang berarti bahwa hipotesis yang diajukan diterima, Hasil praktek tersebut diperoleh dari analisis uji t berpasangan yang menunjukkan bahwa t hitung > t tabel yaitu (14,8 > 1,6737), sehingga hipotesis penelitian diterima. Data akhir rata rata keselurahan pretest dan post test baik tes tertulis dan tes praktek di dengan perhitungan rata rata sebesar 73,66 dengan peningkatan hanya sebesar 3,1%.
Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Kepada guru diharapkan lebih mengetahui, memahami dan menerapkan model pembelajaran CORE dalam pengajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini telah membuktikan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran CORE siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran, ada kemauan tinggi untuk belajar, tidak malu untuk melakukan gerak tari dan mampu memahami materi yang diajarkan. Lebih berani untuk memberikan pendapat, masukan, kritik atau saran dan pertanyaan pada proses pembelajaran tentang materi yang kurang dipahami.
2. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin menerapkan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) ini dapat mampu mengelola alokasi waktu dan fasilitas pendukung termasuk model pembelajaran.
## DAFTAR PUSTAKA
Astari Maulina, 2019. Tari Campak Bunga Pada Masyarakat Melayu Serdang Kajian Etika . Skripsi . Jurusan Seni Tari dan Musik, Fakultas Bahasa Dan
Seni, Universitas Negeri Medan Burnett Jacob, 2008. CORE Concepts of Marketing. Switzerland: Jacobs Foundation. Chambliss, M. dan Calfee R, 1998. Text Books for leraning: Nurturing children’s Mind . Malden , MA, The University of Chicago Press.
Diana Safitri dkk, 2014. Penerapan Model Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending (CORE) Untuk Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Sejarah Peserta Didik Kelas X 3 SMAN Bangorejo
T.A 2013/2014 . Jurnal Edukasi UNEJ Vol. 1, No. 2, Universitas Jember.
Clark, Terry. D. 2014. Brain Power Booster Tips To Release Critical And Creative Thinking In You ed. Chicago: Tdc Enterprise.
Curwen, Margaret Sauceda dkk, 2010. Increasing Teachers’ Metacognition Develops Students’ Higer Learning during Content Area Literacy Instruction: Finding from Read- Write Cycle Project, Vol.19, No. 2.
Nur Asma Riani Siregar, 2018. Pengaruh
Model Pembelajaran Core Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Ditinjau Dari Kemampuan Awal Matematika Siswa SMA Negeri Di Jakarta Timur . Jppm
Vol. 11, No.1, hal 190.
Jacob, C. 2005. Pengembangan Model CORE dalam Pembelajaran Logika dengan Pendekatan Resiprocal Teaching Bagi Siswa SMA Negeri 9 Lembang . Laporan Ploting UPI Bandung dalam Reza Muizaddin & Budi Santoso.
Kamaludin Lulu, 2011. Be Your Super Self - Langkah Demi Langkah Bagaimana Memaksimalkan Potensi Diri. Kamaludin E- Publishing House. Mona P, 2017. Penerapan Model Pembelajaran Terbaru Kurikulum 2013. Yogyakarta. Mulyasa E, 2016. Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurwani, 2016. Bahan Ajar Pengetahuan Seni Tari . Medan: Unimed Press.
Permanasari, Alis Triena, 2016. Penerapan pembelajaran tari anak anak Dalam Mengembangkan Kemampuan Dasar Anak Usia Taman Kanak Kanak. Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni Vol. 1, No. 2: 116.
Stanovich, Keith E Stanovich, 2003. U sing Research And Reason In Education How Teachers Can Use Scientifically Based Research To Make Curricular Instructional Decisions .
Setiawati, Ika dan Tuti Rahayu. 2019. Meningkatkan Kreativitas Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Pada Mata Pelajaran Seni Tari Di Sma Negeri 1 Percut Sei Tua n. Jurnal Gesture , Vol. 8, No.1.
Totiana, Fian dkk. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (Cps) Yang Dilengkapi Model pembelajaran Laboratorium Virtual Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Pokok Koloid Kelas Xi Ipa Semester Genap SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/ 2012. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 1 No. 1.
Yuniarti Santi, 2013. Pengaruh Model Core Berbasis Konstektual Terhadap Kemampuan Pemahaman Tematik Siswa. STKIP. Bandung.
|
f1e7e3db-8cdf-412e-9e04-672c27b39278 | https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/insight/article/download/20392/11836 |
## PERBEDAAN RESILIENSI MAHASISWA RANTAU DITINJAU BERDASARKAN GEGAR BUDAYA
## Herdi 1
Fitriana Ristianingsih 2
## Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan resiliensi mahasiswa rantau ditinjau berdasarkan gegar budaya di Universitas Negeri Jakarta. Sampel pada penelitian ini berjumlah 1000 mahasiswa, sebanyak 105 mahasiswa memiliki gegar budaya sangat tinggi, 225 mahasiswa memiliki gegar budaya tinggi, 357 mahasiswa memiliki gegar budaya sedang, 237 mahasiswa memiliki gegar budaya rendah, dan 76 mahasiswa memiliki gegar budaya sangat rendah. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan studi komparasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan Resilience Question Test dan Inventory Culture Shock. Analisis uji validitas instrumen menggunakan Product Moment Pearson dengan bantuan aplikasi IBM SPSS versi 26.0 hingga diperoleh 37 butir item valid pada Resilience Question Test dan diperoleh 23 butir item valid Inventory Culture Shock. Uji reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach hingga diperoleh koefisien sebesar 0 .880 pada Resilience Question Test dan 0.929 pada Inventory Culture Shock yang berarti bahwa instrumen memiliki reliabilitas tinggi dan layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik Uji Kruskal Wallis Test dan diperoleh nilai Asymp. Sig sebesar 0.000 (<0.05). Hasil menunjukkan bahwa terdapat 7,6% mahasiswa rantau mengalami gegar budaya sangat rendah, 23,7% mahasiswa rantau mengalami gegar budaya rendah, sebanyak 35,7% mahasiswa rantau mengalami gegar budaya sedang, sebanyak 22,5% mahasiswa rantau mengalami gegar budaya tinggi, selanjutnya 10,5% mahasiswa rantau mengalami gegar budaya sangat tinggi. Sebagian besar resiliensi mahasiswa rantau berdasarkan gegar budaya berada pada kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiliensi mahasiswa rantau ditinjau berdasarkan gegar budaya. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang mempengaruhi gegar budaya tidak hanya mengenai nostalgia kampung, disorientasi dan hilangnya kebiasaan, gaya hidup, bahasa, dan simbol. Namun, resiliensi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gegar budaya.
Kata kunci: resiliensi, gegar budaya, mahasiswa rantau
## Abstract
This research was conducted to see changes, overseas students were reviewed based on cultural shocks at the State University of Jakarta. The sample in this study was 1000 students, as many as 105 students had very high culture shock, 225 students had high culture shock, 357 students had moderate culture shock, 237 students had low culture shock, and 76 students had very low culture shock. The sampling technique used purposive random sampling. The method used in this research is a survey with a comparative study. The data were collected by using the Resistance Question Test and the Culture Shock Inventory. Analysis of the validity of the instrument using Pearson Product Moment with the help of the IBM SPSS version 26.0 application to 37 valid items on the Resilience Question Test and obtained 23 valid items Inventory Culture Shock. Reliability test with Cronbach's Alpha formula up to a coefficient of 0.880 on the Resilience Question Test and
1 Universitas Negeri Jakarta, [email protected]
2 Universitas Negeri Jakarta, [email protected] , [email protected]
0.929 on the Culture Shock Inventory, which means that the instrument has high reliability and is suitable for use as a research instrument. The data analysis technique was done by using the Kruskal Wallis Test technique and the Asymp value was obtained. Sig is 0.000 (<0.05). The results showed that there were 7.6% of overseas students experiencing very low culture shock, 23.7% of overseas students experiencing a low culture shock, as many as 35.7% of overseas students experiencing moderate cultural shock, as many as 22.5% of overseas students experiencing high culture shock , furthermore 10.5% of overseas students experienced a very high culture shock. Most of the resilience of overseas students based on cultural shock is in the medium category. The results showed that there were differences in the resilience of overseas students based on cultural shocks. The results of this study prove that the factors that influence culture are not only about village nostalgia, disorientation and habits, lifestyle, language, and symbols. However, resilience is also one of the factors that influence culture.
Keywords: resilience, cultural shock, overseas student
## PENDAHULUAN
Pendidikan
tinggi merupakan kebutuhan sekunder, namun tetap memiliki arti yang sangat penting karena dengan adanya pendidikan maka dapat menghasilkan manusia yang lebih berkualitas dan mampu bersaing (Elfian et al., 2017). Pentingnya pendidikan tinggi tersebut memicu minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Banyak dari mereka yang rela merantau meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data jumlah mahasiswa rantau pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Diantaranya, Universitas Indonesia pada tahun 2018 terdapat 1.410 mahasiswa yang berasal dari luar negeri. Selanjutnya, pada Universitas Andalas terdapat sebanyak 2.817 mahasiswa rantau. Mahasiswa rantau sebagai pendatang akan tinggal pada lingkungan baru yang jelas berbeda dengan lingkungan asalnya.
Devinta et al (2015) mengatakan mahasiswa rantau juga akan mengalami kekagetan budaya karena adanya perbedaan budaya dengan kebudayaan asalnya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan Smith & Khawaja (2014) yang mengemukakan bahwa tantangan yang dihadapi mahasiswa rantau mencakup penyesuaian, isolasi sosial, keterampilan bahasa, kesulitan akademik, pengharapan yang tidak terpenuhi, pekerjaan, gegar budaya, dan tekanan psikologis. Brandan (2017) mengatakan permasalahan lain yang dihadapi oleh mahasiswa rantau yaitu cenderung larut dalam suatu persoalan, sehingga sulit untuk mempertahankan diri. Hal
ini dapat menjadi tekanan bagi mahasiswa rantau.
Pada Mei 2020 peneliti melakukan wawancara kepada 23 mahasiswa rantau suku Jawa di Universitas Negeri Jakarta. Hasil yang diperoleh adalah mahasiswa rantau mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Bahkan beberapa mahasiswa mengalami kesulitan beradaptasi hingga kuliah di semester akhir. Alasan utamanya adalah mahasiswa rantau sulit untuk bertahan pada lingkungan budaya yang baru, sulit membangun komunikasi dan adaptasi dengan lingkungan baru. Mahasiswa rantau mengatakan bahwa hal tersebut sangat berbeda dengan keadaan di kampung halamannya. Akibatnya banyak perilaku-perilaku negatif yang muncul pada mahasiswa rantau. Diantaranya menjadi rendah diri, menarik diri, menjadi lebih pendiam, tidak percaya diri, merasa cemas, sedih, putus asa, homesick , bahkan hingga mengalami stress dan mengakibatkan akademik menurun. Perilaku dan perasaan negatif tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa rantau mengalami kekagetan budaya atau dikenal dengan nama gegar budaya ( culture shock ).
Mahasiswa rantau yang mengalami gegar budaya dapat dikatakan memiliki resiliensi yang rendah. Azzahra (2017) menunjukkan bahwa resiliensi memberikan pengaruh negatif yang signifikan sebesar 3,6% pada distres psikologis mahasiswa. Penelitian tersebut didukung oleh Uyun (2012) mengatakan bahwa individu yang tidak resilien akan mudah terpuruk dan putus asa apabila ditimpa permasalahan. Mahasiswa rantau dituntut untuk mampu melakukan penyesuaian dengan budaya baru tempat mereka tinggal.
Mesidor & Sly (2016) mengemukakan bahwa terdapat beberapa komponen penting dalam proses penyesuaian kebudayaan baru bagi kehidupan awal mahasiswa rantau yaitu resiliensi, efikasi diri, spiritual, dukungan sosial, strategi penyelesaian masalah, kepribadian, emosional, dan kecerdasan budaya.
Sejauh ini, peneliti belum menemukan riset yang menjelaskan khusus mengenai resiliensi dengan gegar budaya pada mahasiswa rantau. Riset yang sudah ada yaitu tentang resiliensi dengan distress psikologi pada mahasiswa Azzahra (2017), resiliensi pada mahasiswa rantau Brandan (2017), resiliensi dan regulasi emosi mahasiswa rantau Pahlevi dan Salve (2018), profil culture shock mahasiswa rantau Bahtiar (2017), culture shock dan interaksi sosial Hasibuan et al (2016), gegar budaya dengan stres Zakiah (2019), dan gegar budaya dengan penyesuaian diri Amalia (2020).
Mahasiswa rantau perlu memiliki kemampuan beradaptasi dan mengatasi kejadian berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan yang dinamakan resiliensi. Reivich dan Shatte (2002) menyebutnya kemampuan resiliensi yaitu kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi ketika ada sesuatu hal yang kacau. Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mahasiswa rantau rentan mengalami permasalahan khususnya bagi mahasiswa rantau yang mengalami gegar budaya. Permasalahan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam dampak, sehingga mahasiswa rantau perlu melakukan berbagai macam usaha untuk dapat mengatasinya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh mahasiswa rantau adalah meningkatkan resiliensi. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan resiliensi pada mahasiswa rantau di Universitas Negeri Jakarta ditinjau berdasarkan pengalaman gegar budaya.
## KAJIAN TEORITIK Definisi Gegar Budaya
Pedersen (1995) mengemukakan bahwa gegar budaya dipandang sebagai proses penyesuaian awal ke lingkungan yang tidak dikenal. Ward et al. (2001) mendefinisikan gegar budaya sebagai proses aktif dalam menghadapi perubahan ketika individu berada
pada lingkungan yang tidak familiar. Kemudian, Marshall dan Mathias (2016) mengungkapkan proses yang biasa dialami mahasiswa ketika beralih dari keadaan familiar setting ke keadaan yang unfamiliar setting .
Lebih lanjut, Oberg (1960) mendefinisikan gegar budaya sebagai kejutan yang ditimbulkan oleh rasa gelisah sebagai akibat dari hilangnya semua tanda dan simbol yang biasa dihadapi oleh individu dalam hubungan sosial, yaitu kebiasaan dan norma, petunjuk, ekspresi wajah, dan gerakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Samovar et al. ( 2010) yang menyebutkan gegar budaya adalah ketidaknyamanan yang dirasakan individu yang termanifestasikan sebagai perasaan terasing, menonjol, dan berbeda sehingga memunculkan kesadarannya akan adanya ketidakefektifan pola perilaku yang dahulu diterapkan pada lingkungan lamanya untuk diterapkan di lingkungan yang baru. Sementara Shiraev dan Levy (2016) mengemukakan gegar budaya merupakan stres akultural yang disebabkan oleh reaksi psikologis, dan hal tersebut menyebabkan stres terhadap lingkungan budaya yang tidak dikenal. Fenomena tersebut biasa didefinisikan sebagai serangkaian pengalaman psikologis yang kompleks, biasanya tidak menyenangkan dan mengganggu.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa gegar budaya diartikan sebagai kondisi psikologis yang negatif di mana individu tidak mampu mengendalikan dirinya ketika berada pada lingkungan budaya yang baru sehingga menyebabkan adanya perasaan terasingkan, kecemasan, stres, dan reaksi-reaksi negatif lainnya.
## Faktor yang Mempengaruhi Gegar Budaya
Pedersen (1995) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi individu mengalami gegar budaya adalah sebagai berikut:
1) Gegar budaya menyebakan nostalgia kampung halaman dan teman. Individu tersebut merindukan kerabat, teman, dan tanda, serta pengalaman yang sudah dikenal.
2) Gegar budaya menyebabkan disorientasi dan kehilangan kendali. Tanda-tanda akrab tentang bagaimana seharusnya orang lain berperilaku
Perbedaan Resiliensi Mahasiswa Rantau Ditinjau Berdasarkan Gegar Budaya 33
hilang. Disorientasi menciptakan kecemasan, pemikiran depresif, dan rasa putus asa.
3) Gegar budaya menyebabkan ketidakpuasan atas rintangan bahasa.
Kekurangan atau kesulitan dalam komunikasi dapat menyebabkan frustrasi dan perasaan terisolasi.
4) Gegar budaya menyebabkan hilangnya kebiasaan dan gaya hidup. Individu tidak mampu melakukan banyak latihan kegiatan yang dinikmati sebelumnya. Hal ini menyebabkan kecemasan dan perasaan kehilangan.
5) Gegar budaya menyebabkan perasaan berbeda. Adanya perbedaan antara budaya tuan rumah dan rumah adalah biasanya dibesar-besarkan
dan tampaknya sulit diterima.
6) Gegar budaya menyebabkan adanya anggapan bahwa terdapat perbedaan dalam nilai dan segala hal. Perbedaan nilai biasanya dilebih-lebihkan, dan nilai-nilai baru tampak sulit diterima.
## Definisi Resiliensi
Reivich dan Shatte (2002) mengatakan bahwa resiliensi merupakan kekuatan yang sehat dan produktif untuk menanggapi sebuah kemalangan atau trauma, dan merupakan kekuatan penting untuk mengelola stres pada kehidupan sehari-hari. Resiliensi bukanlah suatu kepribadian melainkan bersifat kontinum, sehingga setiap individu dapat meningkatkan resiliensinya. Hidayati dan Yuwono (2014) mendefinisikan bahwa individu perlu memiliki kemampuan resiliensi untuk menghadapi kesulitan dan bangkit dari kesulitan yang menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologis sehat.
Sagone dan De caroli (2013) memaparkan bahwa individu dengan faktor protektif internal (penerimaan diri, kemampuan diri, dan penerimaan lingkungan sekitar) memiliki resiliensi yang lebih baik. Sunarti et al., (2018) menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek penting yang membentuk resiliensi, yaitu kegigihan, kemampuan beradaptasi, dan transformabilitas. Afnibar (2012) menganggap resiliensi adalah
faktor penting dalam kehidupan manusia saat ini. Mengingat besarnya perubahan dan tekanan kehidupan yang berlangsung begitu intens dan cepat. Untuk menghadapinya individu perlu mengembangkan kemampuannya agar mampu melewati perubahan tersebut dengan efektif. Individu dengan kemampuan resiliensi yang tinggi akan mampu keluar dari masalah dengan cepat dan tidak terbenam dengan perasaan sebagai korban keadaan atau lingkungan.
Dapat ditarik kesimpulan, resiliensi merupakan kondisi di mana individu mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan baru, tidak menyalahkan diri sendiri, mampu menyelesaikan masalah dan bangkit dari permasalahan yang dihadapi, dan mampu bertahan pada lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya.
## Aspek Resiliensi
Reivich dan Shatte (2002)
mengemukakan bahwa terdapat tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu: 1) Regulasi emosi (Emotion Regulation) Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap merasa tenang walaupun berada dalam tekanan sehingga individu mampu mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku. Self-regulated merupakan hal penting dalam membentuk kedekatan, sukses di pekerjaan, dan membantu pemeliharaan kesehatan fisik seseorang.
## 2) Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls merupakan kemampuan individu dalam
mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dalam diri. Individu yang memiliki pengendalian impuls tinggi maka akan mampu mencegah terjadinya kesalahan pemikiran sehingga dapat memberikan respon yang tepat pada masalah yang ada.
3) Optimisme
Optimisme menandakan adanya
keyakinan bahwa individu memiliki kemampuan dalam diri untuk mengatasi
kesulitan, kemalangan, dan
ketidakberuntungan yang bisa terjadi di masa depan. Optimisme sangat penting karena mendorong individu menemukan solusi terhadap masalah dan mencoba untuk terus bekerja keras agar kondisi menjadi lebih baik.
4) Analisis penyebab masalah (causal analysis)
Analisis penyebab masalah adalah kemampuan individu dalam menganalisa dan mengidentifikasi penyebab masalah yang dialami. Kemampuan menyesuaikan diri secara kognitif dan dapat mengenali penyebab dari kesulitan yang sedang di hadapi.
## 5) Empati
Empati merupakan kemampuan menginterpretasikan bahasa non-verbal dari orang lain seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, dan mampu menangkan sesuatu yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Individu yang memiliki kemampuan empati cenderung memiliki hubungan sosial yang baik.
## 6) Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai resiliensi. Efikasi diri diartikan sebagai keyakinan bahwa individu dapat menyelesaikan masalah dengan efektif melalui pengalaman dan keyakinan akan kemampuan untuk berhasil dalam hidupnya.
7) Pencapaian ( Reaching Out ) Pencapaian merupakan kemampuan meraih sesuatu yang diinginkan.
Kemampuan menemukan dan membentuk sebuah hubungan dengan orang lain, meminta bantuan, berbagi cerita dan perasaan, saling membantu menyelesaikan masalah secara personal maupun interpersonal. Hal ini terkait keberanian seseorang untuk mencoba mengatasi masalah ataupun melakukan hal–hal yang berada di luar batas kemampuan (berani mengambil resiko). Individu yang resilien
menganggap masalah sebagai suatu tantangan bukan ancaman.
## Definisi Mahasiswa Rantau
Hurlock (1994) mendefinisikan mahasiswa sebagai individu yang berada pada tahap dewasa awal yang memiliki tugas perkembangan untuk memenuhi harapan masyarakat dengan bekerja sesuai studi yang ditempuh dan mendapatkan upah untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Kuntarto (2015) menjelaskan mahasiswa merupakan makhluk multidimensional. Mereka secara hakiki memiliki empat dimensi yaitu individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas. Hartaji dan Damar (2012) berpendapat mahasiswa ialah seseorang yang sedang melakukan proses mencari ilmu atau belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada suatu institusi seperti universitas, politeknik, maupun institusi pendidikan lainnya.
Sedangkan perantau memiliki pengertian meninggalkan kampung halaman dengan tujuan tertentu, menuntut ilmu, dan mencari pengalaman namun suatu saat akan kembali pulang ke kampung halamannya atau biasa dikatakan tidak menetap (Naim, 2013). Merantau dapat pula diartikan sebagai kegiatan meninggalkan daerah asal atau tanah kelahiran yang bertujuan untuk mencari penghidupan atau melanjutkan Pendidikan (Tsuyoshi, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa rantau adalah individu yang meninggalkan kampung halaman atau daerah asal untuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman pada suatu perguruan tinggi.
## Kriteria Perantau
Naim (2013) mengatakan bahwa perantau memiliki enam unsur pokok sebagai berikut:
1) Individu yang meninggalkan kampung halamannya.
2) Meninggalkan kampung halaman atas dasar kemauan sendiri.
3) Individu meninggalkan kampung halaman untuk jangka waktu yang lama atau tidak lama.
Perbedaan Resiliensi Mahasiswa Rantau Ditinjau Berdasarkan Gegar Budaya 35
4) Individu meninggalkan kampung halaman dengan tujuan mencari penghidupan.
5) Individu meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman.
6) Biasanya individu yang pergi merantau akan kembali untuk pulang ke kampung halamannya.
## KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan resiliensi mahasiswa rantau ditinjau berdasarkan gegar budaya”.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran perbedaan resiliensi mahasiswa rantau yang ditinjau berdasarkan gegar budaya. Waktu penelitian dilakukan sejak Januari 2020 hingga Januari 2021. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan komparatif. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling jenis purposive sampling . Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah mahasiswa rantau aktif dari angkatan 2016 hingga 2019. Adapun peneliti mengambil sampel sejumlah 1000 responden.
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan teknik komunikasi tidak langsung berupa google form menggunakan instrumen Resilience Question Test oleh Reivich dan Shatte, dan instrumen Inventory Culture Shock oleh Handayani dan Yuca. Skala yang digunakan dalam alat ukur ini adalah skala Likert . Sebelum melakukan penyebaran instrumen, peneliti melakukan analisis uji validitas dan reliabilitas instrumen menggunakan Product Moment Pearson dengan bantuan software IBM SPSS 26.0 hingga diperoleh 37 butir item valid pada
Resilience Question Test dan diperoleh 23 butir item valid Inventory Culture Shock. Selain itu, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.88 pada instrumen Resilience Question Test dan sebesar 0.92 pada instrumen Inventory Culture Shock yang berarti bahwa instrumen memiliki reliabilitas tinggi.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial. Dalam penelitian ini diberlakukan norma kategorisasi sesuai dengan ketentuan Reivich dan Shatte untuk instrumen Resilience Question Test, dan sesuai ketentuan Handayani dan Yuca pada instrumen Inventory Culture Shock. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis menggunakan uji nonparametris Kruskall Wallis. Adapun untuk mengambil keputusan dalam uji hipotesis ini yaitu dengan melihat nilai sig. (2-tailed) > 0.05 maka H 0 diterima, sementara jika nilai sig. (2-tailed) < 0.05 maka H 1 diterima.
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penyebaran Resilience Question Test terdapat 212 mahasiswa rantau memiliki resiliensi rendah (21,2%), 493 mahasiswa rantau memiliki resiliensi sedang (49,3%), dan sebanyak 295 mahasiswa rantau memiliki resiliensi tinggi (29,5%).
Grafik 1. Persentase Resiliensi Mahasiswa Rantau
Sedangkan berdasarkan hasil penyebaran Inventory Culture Shock terhadap 1000 mahasiswa rantau, diperoleh hasil penelitian bahwa gegar budaya yang dialami mahasiswa rantau pada kategori sedang (35,7%), sangat rendah (23,7%), tinggi (22,5%), sangat tinggi (10,5%), dan rendah (7,6%).
21,2% 49,3% 29,5% 0 100 200 300 400 500 Rendah Sedang Tinggi
Grafik 2. Persentase Gegar Budaya Mahasiswa Rantau
Resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi dialami oleh 105 mahasiswa. Sebanyak 41 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi memiliki resiliensi rendah, lalu sebanyak 43 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi memiliki resiliensi pada kategori sedang, dan sebanyak 21 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi memiliki resiliensi tinggi. Mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi cenderung memiliki resiliensi sedang. Selanjutnya, komponen terendah pada resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi ada pada komponen regulasi emosi dan kontrol impuls. Komponen tertinggi pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi yaitu analisis kausal.
Resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi dialami oleh 225 mahasiswa. Sebanyak 101 mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi memiliki resiliensi rendah, lalu sebanyak 78 mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi memiliki resiliensi pada kategori sedang, dan sebanyak 46 mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi memiliki resiliensi tinggi. Resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi cenderung rendah. Komponen terendah pada resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi yaitu empati dan analisis kausal. Sedangkan komponen tertinggi pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi yaitu pencapaian ( reaching out ).
Resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya sedang dialami oleh 357 mahasiswa. Sebanyak 29 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sedang memiliki resiliensi rendah, lalu sebanyak 272 mahasiswa rantau dengan gegar
budaya sedang memiliki resiliensi pada kategori sedang, dan sebanyak 56 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sedang memiliki resiliensi tinggi. Mahasiswa rantau dengan gegar budaya sedang memiliki kecenderungan resiliensi sedang di mana efikasi diri menjadi komponen tertinggi, namun optimisme menjadi komponen terendah. Temuan ini menarik karena efikasi diri dan optimisme saling keterkaitan, di mana individu yang memiliki efikasi diri baik maka optimisme diri individu tersebut baik pula. Hal ini sesuai dengan penelitian Chemers et al., (2001) mengatakan bahwa efikasi diri dan optimisme memiliki keterkaitan dan berperan penting pada kesukesan dan penyesuaian mahasiswa tahun pertama.
Resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah dialami oleh 237 mahasiswa. Sebanyak 34 mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah memiliki resiliensi rendah, lalu sebanyak 80 mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah memiliki resiliensi pada kategori sedang, dan sebanyak 123 mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah memiliki resiliensi tinggi. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah memiliki kecenderungan resiliensi tinggi. Komponen tertinggi pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah yaitu analisis kausal. Komponen terendah pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah yaitu empati.
Resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah dialami oleh 76 mahasiswa. Sebanyak 8 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah rendah memiliki resiliensi rendah, lalu sebanyak 20 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah memiliki resiliensi pada kategori sedang, dan sebanyak 48 mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah memiliki resiliensi tinggi. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah memiliki kecenderungan resiliensi tinggi. Komponen terendah pada resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah adalah komponen optimisme. Selanjutnya, komponen tertinggi pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah adalah regulasi emosi.
10,5% 22,5% 35,7% 23,7% 7,6% 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Perbedaan Resiliensi Mahasiswa Rantau Ditinjau Berdasarkan Gegar Budaya 37
## Perbedaan Resiliensi Mahasiswa Rantau Berdasarkan Gegar Budaya
Hasil penelitian ini dapat dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa rantau dengan gegar sangat tinggi dan tinggi memiliki resiliensi rendah sedangkan mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah dan sangat rendah memiliki resiliensi tinggi, serta mahasiswa rantau dengan gegar budaya sedang memiliki kecenderungan resiliensi sedang. Selain itu, perbedaan yang signifikan juga dapat dilihat pada tiap aspek resiliensi. Mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah memiliki aspek optimisme rendah namun aspek regulasi emosinya tinggi. Pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah, aspek terendahnya pada empati dan aspek tertingginya analisis kausal. Berikutnya, pada mahasiswa rantau dnegan gegar budaya sedang, aspek terendah ada pada optimisme dan aspek tertinggi ada pada efikasi diri. Selanjutnya, pada mahasiswa rantu dengan gegar budaya tinggi, aspek terendahnya yaitu empati dan analisis kausal sedangkan aspek tertinggi pada pencapaian. Pada mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi, aspek terendah yaitu regulasi emosi dan kontrol impuls sedangkan aspek tertinggi yaitu analisis kausal.
Mahasiswa rantau yang mengalami gegar budaya sangat tinggi dan tinggi dapat dikatakan masih memiliki resiliensi yang rendah. Dapat dikatakan demikian karena mahasiswa rantau belum cukup memiliki ketahanan diri yang baik untuk menghadapi kenyataan pada lingkungan yang baru sehingga menyebabkan mahasiswa rantau mengalami gegar budaya. Hal ini dikuatkan oleh Mesidor & Sly (2016) menyebutkan bahwa pengalaman awal kehidupan siswa internasional membutuhkan komponen penting seperti resiliensi, efikasi diri, spiritual, dukungan sosial, gaya koping, kepribadian, emosional dan kecerdasan budaya untuk proses penyesuaian.
Sedangkan resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah dan rendah memiliki resiliensi tinggi. Mahasiswa rantau yang mempunyai resiliensi tinggi dapat mengatasi fenomena gegar budaya yang terjadi karena mahasiswa tersebut dapat bertahan di
lingkungan yang baru. Mahasiswa rantau tersebut mampu mengatasi perbedaan- perbedaan yang terjadi di lingkungan yang bukan tempat asalnya. Mahasiswa rantau tersebut juga mampu bersosialisasi dan menjalin keakraban dengan lingkungan barunya. Hal ini sejalan dengan Ruswaningsih dan Afiatin (2015) mengatakan mahasiswa yang mampu menemukan hal positif dibalik suatu kemalangan dan memanfaatkannya sebagai tenaga untuk memantul bangkit, optimisme menggapai harapan, cita-cita dan kebahagiaan sebagai tujuan hidup.
Selain itu, mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah dan sangat rendah berarti memiliki komponen-komponen resiliensi dalam dirinya seperti mampu meregulasi emosi, memiliki empati yang tinggi, efikasi diri yang kuat, dan mampu beradaptasi dengan baik. Sejalan dengan Ruswaningsih dan Afiatin (2015) yang mengatakan remaja dengan resiliensi tinggi memiliki identitas diri, regulasi emosi, efikasi diri, kompetensi pribadi, toleransi terhadap pengalaman negatif, penerimaan diri positif, hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki kontrol diri, mampu mandiri dan memiliki religiusitas yang baik. Oleh karena itu, mahasiswa rantau yang memiliki resiliensi tinggi akan mampu meminimalisir fenomena gegar budaya. Abarbanel (2009) mengungkapkan bahwa mahasiswa rantau perlu memiliki resiliensi untuk pertukaran antar budaya yang positif dan melibatkan variabel psikologis penting. Grier- Reed et al. (2008) juga menyebutkan faktor yang mempengaruhi terjadinya gegar budaya salah satunya adalah ketahanan (resiliensi).
Dapat dikatakan bahwa resiliensi mahasiswa rantau yang mengalami gegar budaya tinggi dan sangat tinggi memiliki resiliensi yang lebih rendah daripada resiliensi mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah dan sangat rendah. Hal ini dikuatkan oleh Hasibuan (2016) yang mengemukakan bahwa mahasiswa luar daerah menemui banyak perbedaan selama berada di lingkungan baru, mahasiswa yang mampu bertahan dan menerima lingkungan budaya baru dapat membantu mengurangi dampak gegar budaya yang dialami. Hal tersebut diperoleh melalui interaksi sosial antara perbedaan budaya asal
dengan budaya baru yang akan menimbulkan penyesuaian bagi individu untuk menerima dan memahami budaya baru.
Mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah dan sangat rendah berarti telah memiliki kecenderungan resiliensi yang baik pada setiap komponennya, adapun mahasiswa rantau yang memiliki resiliensi pada kategori sedang berarti pada setiap komponen resiliensi sudah cukup baik, sedangkan mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi dan tinggi menggambarkan bahwa kemampuan resiliensi yang mereka miliki masih sangat terbatas pada setiap komponen, sehingga perlu adanya peningkatan dalam pertahanan diri pada lingkungan yang berbeda budaya.
## Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, sebagian besar referensi internasional dan masih sedikit referensi lokal yang ditemukan memungkinkan penelitian mengandung bias, sehingga penelitian ini masih terbatas pada referensi yang digunakan. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada mahasiswa rantau pada universitas lain. Selain itu, dari semua faktor yang berpengaruh pada resiliensi, penelitian ini hanya memfokuskan pada pengalaman gegar budaya.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, peneliti menarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan resiliensi mahasiswa rantau ditinjau berdasarkan gegar budaya. Sebagian besar resiliensi mahasiswa rantau berdasarkan gegar budaya berada pada kategori sedang (35,7%). Selain itu, diketahui dari hasil pengujian hipotesis menggunakan uji Kruskal Wallis Test diperoleh nilai Asymp Sig sebesar 0,000. Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada uji beda pada setiap komponen resiliensi.
Adapun mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat tinggi memperoleh persentase terendah pada komponen regulasi emosi (12,4%) dan kontrol impuls (12,4%), sedangkan persentase tertinggi pada komponen analisis kausal (28,6%). Mahasiswa rantau dengan gegar budaya tinggi memperoleh
persentase terendah pada komponen empati (8,9%) dan analisis kausal (8,9%), sedangkan komponen tertinggi yaitu pencapaian ( reaching out ) sebesar 34,2%. Mahasiswa rantau dengan gegar budaya sedang memperoleh persentase terendah pada komponen optimisme (2,8%) dan komponen tertinggi efikasi diri (32,2%). Mahasiswa rantau dengan gegar budaya rendah memperoleh persentase terendah pada komponen empati (7,6%), dan komponen tertinggi analisi kausal (31,2%). Selanjutnya, mahasiswa rantau dengan gegar budaya sangat rendah memperoleh persentase terendah pada komponen optimisme (5,3%) dan komponen tertinggi regulasi emosi (30,3%).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang mempengaruhi gegar budaya tidak hanya mengenai hilangnya nilai, kebiasaan, gaya hidup, bahasa, dan simbol. Namun, resiliensi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gegar budaya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengemukakan saran yang dapat menjadi pertimbangan:
1. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa rantau yang memiliki resiliensi rendah, dibutuhkan usaha untuk dapat meningkatkan resiliensi khususnya bagi mahasiswa rantau yang juga mengalami gegar budaya. Jika memang diperlukan, mahasiswa rantau dapat meminta bantuan kepada professional helper
untuk meningkatkan kemampuan resiliensinya.
2. Bagi Dosen Bimbingan dan Konseling
Bagi dewan guru diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pilot project dalam pengembangan program perkuliahan multikultur. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan serta tambahan informasi dalam melakukan layanan konseling berbasis multikultur.
3. Bagi Bidang Kesiswaan Bagi bidang kesiswaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data pendukung dalam pembuatan program atau kegiatan yang dapat membantu mahasiswa rantau untuk mengatasi gegar budaya dan meningkatkan resiliensi. Dalam hal ini, bidang kemahasiswaan dapat melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, khususnya pihak-pihak yang lebih
Perbedaan Resiliensi Mahasiswa Rantau Ditinjau Berdasarkan Gegar Budaya 39
profesional mengenai fenomena gegar budaya dan resiliensi.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tindak lanjut kepada mahasiswa rantau yang memiliki resiliensi rendah yang disebabkan oleh faktor gegar budaya dengan menggunakan metode eksperimen.
## DAFTAR PUSTAKA
Abarbanel, J. (2009). Moving with Emotional
Resilience Between and Within Cultures. Journal Intercultural Education , 133– 141.
Afnibar. (2012). Konseling Traumatik untuk Korban Gempa dan Resiliensi di
Kalangan Masyarakat Minangkabau. Prosiding International Seminar & Workshop Post Traumatic Counseling STAIN Batusangkar , 45–56.
Amalia, K. (2020). Hubungan Culture Shock dengan Penyesuaian Diri pada
Mahasiswa Malaysia di UIN Ar-Raniry Banda Aceh . Universitas Islam Negeri Ar- Rainiry Banda Aceh.
Azzahra, F. (2017). Pengaruh Resiliensi
Terhadap Distres Psikologis pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan , 5 (1), 80–96.
Bahtiar, A. (2017). Profil Culture Shock Mahasiswa Perantau Luar Pulau Jawa Universitas Pendidikan Indonesia . Universitas Pendidikan Indonesia.
Brandan, Y. . (2017). Studi Deskriptif:
Resiliensi pada Mahasiswa Perantau Tahun Pertama . Sanata Dharma
University.
Chemers, M. ., Hu, L., & Gracia, B. (2001).
Akademic Self-efficacy and first-year college students performance and adjusment. Journal of Educational Psychology , 93 (1), 55–64.
doi:http://dx.doi.org/10.1037/0022
Devinta, M., Hidayah, N., & Hendrastomo, G.
(2015). Hendrastomo, G. (2015).
Fenomena Culture Shock (Gegar Budaya) Pada Mahasiswa Perantauan di
Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Sosiologi , 1–15.
Elfian, Arwibowo, P., & Johan, R. S. (2017).
Peran Pendidikan Tinggi dalam Meningkatkan Minat Masyarakat untuk Produktivitas Pendidikan. SOSIO-E-
KONS , 9 (3), 200–215.
Grier-Reed, T. L., Madyun, N. H., & Buckley, C. G. (2008). Low Black Student Retention on a Predominantly White Campus: Two Faculty Respond with the African American Student Network. Journal of College Student Development ,
49 (5), 476–485.
Hartaji, & Damar, A. (2012). Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa yang Berkuliah dengan Jurusan Pilihan Orang Tua . Universitas Gunadarma.
Hasibuan, R. M., Wijayanti, S., & Karyanta, N.
A. (2016). Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Culture Shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta . Universitas Sebelas Maret.
Hidayati, N. L., & Yuwono, S. (2014). Hubungan antara self esteem dengan resiliensi pada remaja di panti asuhan keluarga yatim Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta , 1–14. Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan . Erlangga.
Kuntarto, E. (2015). Penggunaan Metode The
Core Conflictual Relationship Theme (CCRT) dan Cognitive-Emotion Regulation Questionnaire (CERQ)
dengan Media Menulis Ekspresif untuk Mengungkapkan Sikap Asertif pada Mahasiswa Universitas Jambi . 1–15.
Marshall, C. A., & Mathias, J. (2016). Culture
Shock:Applying the Lessons from International Student Acculturation to Non-Traditional Student. In Widening,
Participation, Higher Education and Non
Traditional Student . Palgrave Macmillan.
Mesidor, J. ., & Sly, K. (2016). Factor that
Contribute to the Adjusment of International Students. Journal of International Students , 6 (1), 262–282.
Naim, M. (2013). Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau Edisi Ketiga (3rd ed.). Pt
Raja Grafindo Persada.
Oberg, K. (1960). Culture Shock : Adjusment to New Cultural Environments. Practical Anthropology , 177–182.
Pahlevi, G. R., & Salve, H. R. (2018). Regulasi Emosi dan Resiliensi pada Mahasiswa Merantau yang Tinggal di Tempat Kos.
Jurnal Psikologi , 11 (2), 180–189.
Pederson, P. (1995). The Five Stages of Culture Shock: Critical Incidents Around the World . Greenwood Press.
Reivich, K., & Shatte. (2002). The Resillience Factor : 7 Essential Skill for Overcoming Lifes’s Inevitable Obstacle. Broadway Books.
Ruswayuningsih, M., & Afiatin, T. (2015). Resiliensi pada Remaja Jawa. Gadjah Mada Journal of Psychology , 1 (2), 96– 105.
Sagone, E., & De Caroli, M. (2013). Relationships between resilience, self- efficacy, and thinkingstyles in Italian middle adolescents. Procedia – Social
and Behavioral Science , 838–845.
Samovar, L., Porter, R., & McDaniel, E. (2010). Komunikasi Lintas Budaya . Salemba Humanika.
Shiraev, E. B., & Levi, D. A. (2016). Cross Cultural Psychology: Critical Thinking and Contemporary Applications .
Routledge.
Smith, R. A., & Khawaja, N. G. (2014). A Group Psychological Intervention to Enhance the Coping and Acculturation of International Students. Advances in Mental Health , 12 (2), 110–124.
Sunarti, E., Islamia, I., Rochmaniah, N., &
Ulfa, M. (2018). Resiliensi Remaja : Perbedaan Berdasarkan Wilayah, Kemiskinan, Jenis Kelamin, dan Jenis Sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konseling , 11 (2), 157–168.
Tsuyoshi, K. (2005). Adat Minangkabau dan Merantau dalam Prespektif Sejarah . PT Balai Pustaka.
Uyun, Z. (2012). Resiliensi dalam Pendidikan Karakter. Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta , 1 , 200–208.
Furnham, A. (2001). The Psychology of Culture Shock . Hove.
Zakiah, K. N. (2019). Hubungan Gegar Budaya dengan Stres Mahasiswa Baru Luar Pulau Jawa di Universitas Jember . Universitas Jember.
|
0a14adaf-35ab-4bff-9ff6-2157c245f401 | http://journal.umuslim.ac.id/index.php/asm/article/download/2149/1694 | p-ISSN 2721 – 8724, e-ISSN 2722 – 0214
Website Jurnal: http://journal.umuslim.ac.id/index.php/asm/
Info Artikel: Disubmit pada 14 Agustus 2023
Direview pada 3 Oktober 2023
Direvisi pada 9 Oktober 2023 Diterima pada 19 Oktober 2023 Tersedia secara daring pada 31 Oktober 2023
© 2023 oleh authors. Asimetris: Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. Artikel ini bersifat open Access yang didistribusikan di bawah syarat dan ketentuan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
## OPTIMASI RUTE PENGANGKUTAN SAMPAH DI PEKANBARU DENGAN MENGGUNAKAN BINARY INTEGER PROGRAMMING
Sarbaini 1 *
Program Studi Matematika, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau, Indonesia 1 Alamat email: [email protected] *
ABSTRAK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana armada mengangkut sampah di Kota Pekanbaru dengan menggunakan metode Vehicle Routing Problem (VRP) dengan batasan waktu ( time window ). Ada 61 titik pengiriman dan 24 kendaraan armada yang tersedia. Untuk menyelesaikan masalah saat ini, penelitian ini menggunakan formulasi model pemrograman biner integer. Untuk menghasilkan formulasi ini, fungsi tujuan dibuat untuk mengurangi waktu tempuh kendaraan. Fungsi ini menghitung batasan waktu kerja yang tersedia untuk setiap kendaraan sebesar 420 menit, dikurangi waktu tempuh kendaraan dari TPA ke depot selama 53 menit. Dengan demikian, batasan waktu kerja yang tersedia adalah 367 menit. Dari penelitian ini didapat 7 kendaraan yang masih mengalami overtime yaitu kendaraan 18, 19, 20, 21, 22, 23 dan 24.
Kata Kunci: Rute, VRPTW, Integer Linier Programing, Formulasi Model
ABSTRACT. This study seeks to determine the route for transporting waste from the city of Pekanbaru using the Vehicle Routing Problem (VRP) with a time window. There are 61 points to be transported, and 24 fleet vehicles are available. This investigation employs the formulation of the Binary Integer Programming model to address existing issues. This formulation is carried out by establishing the objective function of minimizing vehicle travel time with the available working time limit of each vehicle being 420 minutes minus the vehicle travel time from the landfill to the depot, resulting in 367 minutes (time window). From this study, it was found that 7 vehicles were still experiencing overtime, namely vehicles 18, 19, 20, 21, 22, 23 and 24.
Keyword: Routes, VRPTW, Integer Linear Programming, Model Formulation
## I. PENDAHULUAN
Jumlah timbunan sampah meningkat sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Jumlah sampah yang terus meningkat ini menyebabkan banyak masalah persampahan. Pekanbaru adalah salah satu kota lain yang masih menghadapi masalah persampahan. Sistem pengelolaan sampah kota Pekanbaru, yang berbasis zona, menghadapi beberapa masalah. Salah satu penyebabnya adalah biaya yang terus-menerus mendominasi
pembiayaan pengelolaan sampah, jumlah armada pengumpul sampah yang tidak seimbang dengan jumlah timbunan sampah yang ada, dan rute pengumpulan sampah yang tidak efisien. PT Godang Tua Jaya dan PT Samhana Indah mengangkut sampah di tiga wilayah berbeda di Kota Pekanbaru. Kecamatan Marpoyan Damai, Payung Sekaki, dan Tampan termasuk dalam Zona 1. Kecamatan Sail, Senapelan, Sukajadi, Bukit Raya, dan Tenayan termasuk dalam Zona 2.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) kota Pekanbaru pada tahun 2020, volume sampah di zona I kota mencapai 10.284 ton, dengan rata- rata volume sampah per hari sebesar 112,7 m3. Seiring pertumbuhan penduduk, jumlah ini akan terus meningkat. Jumlah penduduk yang meningkat memiliki dampak yang signifikan terhadap masalah sampah. Perubahan dalam pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat dapat menyebabkan peningkatan jumlah timbunan sampah, jenis sampah, dan keberagaman sifatnya.
Untuk menanggulangi sampah, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru menyediakan lima jenis layanan kepada masyarakat. Empat (empat) di antaranya menggunakan kendaraan seperti dump truck, Armroll, mobil Pick Up, dan CATOR (Becak Motor). Ada juga layanan tambahan seperti operator penyapu jalan. Peneliti meneliti jasa kendaraan Dump Truck.
Sebagai informasi dari inventaris kendaraan DLHK Kota Pekanbaru, ada 24-unit dump truck yang dimiliki oleh DLHK. Dengan waktu operasional 7 jam, kendaraan Dump Truck hanya dapat beroperasi 2-3 ritase, jadi mereka tidak dapat memenuhi target 36 TPS. Untuk memenuhi target tersebut, kendaraan Dump Truck harus melakukan overtime. Ini adalah masalah karena belum ada cara untuk mengetahui bagaimana kendaraan Dump Truck akan diangkut.
Penelitian di DLHK Kota Pekanbaru mengenai penentuan rute sudah pernah dilakukan oleh Rahmat (Fauzi, 2019) namun pada penelitian ini menggunakan metode Saving Matrix dan hanya membahas di Kecamatan Tampan saja. Untuk penelitian tentang penentuan rute khususnya dengan metode VRP ( Vehicle Routing Problem ) dilakukan oleh (Aulia, 2018) yang membahas tentang rute pengangkutan sampah di wilayah Bandung Utara.
Masalah rute kendaraan (VRP) biasanya didefinisikan sebagai masalah menentukan rute untuk sejumlah kendaraan dengan tujuan mengurangi biaya total dan memenuhi batasan
yang sesuai dengan kondisi nyata. Masalah routing kendaraan dengan time window atau VRPTW hampir sama dengan VRP, tetapi memiliki batas waktu yang terkait dengan setiap pelanggan (Chen et al., 2020; Karim et al., 2018; Mahmudy, 2014; Sundarningsih et al., 2017). Di DLHK kota Pekanbaru, kendala waktu kerja untuk memenuhi 61 TPS dapat diselesaikan dengan metode ini.
Metode VRPTW ( Vehicle Routing Problems with Time Windows ), yang menggunakan programming biner integer, dapat menghasilkan model optimasi rute angkut untuk kendaraan dump truck sehingga tidak ada kendaraan yang melebihi waktu atau beban waktu. Dengan kendala linier dan beberapa variabel yang dibatasi bernilai biner, masalah optimalisasi penentuan rute ditampilkan dalam bahasa pemrograman integer biner (Susanti et al., 2016).
Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik untuk membahas Rute optimal pengangkutan sampah yang ada di Pekanbaru. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Optimasi Rute
Pengangkutan Sampah di Pekanbaru dengan menggunakan Binary Integer Programing ” .
## II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan literatur dan pengumpulan data. Pertama, peneliti mengumpulkan data titik TPS legal di Pekanbaru dari jurnal dan artikel ilmiah. Untuk melakukan penelitian, peneliti melakukan hal-hal berikut.
## Tahap Penelitian
1. Studi literatur Untuk menemukan masalah, penelitian ini mencari referensi dari jurnal nasional dan artikel yang relevan.
2. Pengumpulan data Data yang diperlukan untuk penelitian ini dikumpulkan dalam tahap pengumpulan data, yang mencakup informasi tentang titik TPS legal di Pekanbaru serta waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jalur dari TPS ke TPA. Setelah data dikumpulkan, lalu diolah.
3. Pengolahan data
Dalam tahap pengolahan ini, data yang diolah termasuk waktu tempuh, waktu angkut, waktu pembuangan di TPA, jumlah kendaraan, dan
TPS yang ditemukan.
## III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data Waktu Tempuh dari TPS ke TPA Tabel 1. Waktu Tempuh TPS ke TPA TPS Waktu Tempuh ke TPA TPS Waktu Tempuh ke TPA TPS Waktu Tempuh ke TPA 01 75 22 53,1 43 43,5 02 72 23 54 44 47,7 03 93 24 57,6 45 75,9 04 87 25 52,8 46 77,4 05 63 26 58,8 47 63,9 06 87 27 53,4 48 68,4 07 57 28 55,8 49 69,9 08 60 29 59.7 50 76,8 09 60 30 81,9 51 80,4 10 54,6 31 75,9 52 77,7 11 57,3 32 72,3 53 72 12 67,3 33 81,9 54 69,6 13 57,9 34 83,4 55 69,3 14 49,5 35 81,9 56 62,7 15 52,2 36 71,4 57 63,6 16 51 37 45 58 82,8 17 55,8 38 41,1 59 69,9 18 54,9 39 39 60 80,7 19 59,4 40 47,7 61 69,6 20 54,9 41 42,9 43 43,5 21 53,7 42 43,2 44 47,7
## Data Lokasi TPA
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang telah diangkut oleh kendaraan angkut sampah di kota Pekanbaru berada di TPA Muara Fajar, yang memiliki luas 8,6 ha dan kapasitas lebih dari 10.000 ton.
Data Waktu Pengangkutan di TPS dan Waktu Pembuangan di TPA
Sistem pengangkutan sampah kendaraan dump truck adalah dengan mengangkut kontainer di setiap lokasi tempat pembuangan akhir (TPS) dan kemudian diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA). Waktu pengangkutan
kontainer di TPS adalah sepuluh menit, dan pembuangan di TPA adalah sepuluh menit.
Setelah menemukan variabel keputusan, membangun fungsi tujuan, dan menemukan batasan-batasan, model optimasi rute pengangkutan sampah dapat digunakan untuk menemukan solusi fungsi tujuan yang optimal. Dalam penelitian ini, batasan waktu kerja yang tersedia digunakan untuk mengoptimalkan jarak tempuh perjalanan kendaraan dump truck pada pengangkutan sampah secara keseluruhan. Variabel keputusan harus berbentuk bilangan biner (0, 1) menurut model yang digunakan.
Variabel Keputusan Dalam formulasi, variabel keputusan adalah Xki, yang merupakan hasil kombinasi dari 24-unit kendaraan yang tersedia dan 61 titik lokasi TPS yang harus dilayani. Variabel ini hanya memiliki dua nilai, yaitu 0, dan 1. Variabel keputusan bernilai 1 jika TPS dikunjungi oleh kendaraan dan 0 jika TPS tidak dikunjungi oleh kendaraan.(Arista, 2009)
## Fungsi Tujuan
Tujuan pembuatan model ini adalah untuk mengurangi total waktu tempuh kendaraan untuk pengangkutan sampah. Untuk mencapai tujuan ini, fungsi tujuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑧 = ∑ ∑ 𝑋𝑘𝑖. (2𝑇𝑖 + 𝑎𝑖 + 𝑏) 24 𝑘=1 61
𝑖=1 (1)
Batasan (Constraint) Jumlah waktu kerja yang tersedia, jumlah kendaraan, dan jumlah TPS adalah batasan model ini.(Sutrisno et al., 2017)
𝑧 = ∑ ∑ 𝑋𝑘𝑖. (2𝑇𝑖 + 𝑎𝑖 + 𝑏) 24 𝑘=1 61 𝑖=1 (2) ∀𝑘 = 1,2, … ,24
Batasan tersebut untuk memastikan bahwa setiap kendaraan tidak melebihi waktu kerja yang disediakan.
∑ 𝑋𝑘𝑖 ≥ 1, ∀𝑘 = 1,2, … ,24 24
𝑘=1 (3)
Batasan tersebut untuk memastikan bahwa setiap kendaraan digunakan 1 kali.
∑ 𝑋𝑘𝑖 = 1, ∀𝑖 = 1,2, … ,61 61
𝑖=1 (4)
Batasan tersebut untuk memastikan bahwa setiap TPS dikunjungi 1 kali.
Dimana :
𝑋 = variabel keputusan 𝑘 = kendaraan, dimana kendaraan yang tersedia hanya 24 unit
𝑖 = TPS-i, dimana TPS yang harus dikunjungi sebanyak 61 titik
𝑇𝑖 = waktu tempuh kendaraan dari i ke TPA dan sebaliknya
𝛼𝑖 = waktu pengangkut di TPS-i
𝑏 = waktu pembuangan di TPA
𝑊𝐻 = waktu kerja yang tersedia, dengan 420 menit waktu kerja dikurangi 53 menit waktu tempuh kendaraan dari TPA ke depot, waktu kerja yang tersedia adalah 367 menit.
Setelah itu, model dibuat dan data diolah dengan software WinQSB. (Amariei et al., 2009)
Tabel 2. Pengolahan Data Dengan Softwarre WinQSB
Kendaraan Rute(TPS) T1 (menit) T2 (menit) T3 (menit) T4 (menit) Waktu Total (menit) 01 01 04 170 194 364 02 03 42 206 106,4 312,4 03 05 06 146 194 340 04 07 09 134 140 274 05 13 11 135,8 134,6 270,4 06 12 10 154,6 129,2 283,8 07 14 15 16 119 124,4 122 365,4 08 17 18 131,6 129,8 261,4 09 19 20 138,8 129,8 268,6 10 25 22 41 125,6 126,2 105,8 357,6 11 24 26 135,2 137,6 272,8 12 38 27 28 102,2 126,8 131,6 360,6 13 29 08 139,4 140 279,4 14 30 31 183,8 171,8 355,6 15 34 36 186,8 162,8 349,6 16 33 32 183,8 164,6 348,4 17 35 48 183,8 156,8 340,6 18 40 21 02 23 115,4 127,4 164 128 534,8* 19 43 44 37 39 107 115,4 110 98 430,4* 20 45 46 47 171,8 174,8 147,8 494,4* 21 49 50 51 159,8 173,6 180,8 514,2* 22 52 53 54 175,4 164 159,2 498,6* 23 55 56 57 59 158,6 145,4 147,2 159,8 611* 24 58 60 61 185,6 181,4 159,2 526,2* Total 9014.2
* Berarti kendaraan yang overtime atau melebihi waktu kerja.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa total waktu tempuh yang dihasilkan atau
nilai Z adalah 9014.2 menit dan dapat diketahui 11 kendaraan yang melebihi waktu kerja yang tersedia.
## Perbandingan Rute Awal dengan Rute Usulan
Tabel 3. Rute dan Jumlah Kendaraan Awal Kendaraan Rute(TPS) T1 (menit) T2 (menit) T3 (menit) T4 (menit) Waktu Total (menit) 01 01 02 170 164 334 02 03 04 206 194 400* 03 05 06 146 194 340 04 07 08 09 134 140 140 414* 05 10 11 9,2 134,6 263,8 06 12 13 154,6 135,8 290,4 07 14 15 16 119 124,4 122 365,4 08 17 18 131,6 129,8 261,4 09 19 20 138,8 129,8 268,6 10 21 22 23 127,4 126,2 128 381,6* 11 24 25 135,2 125,6 260,8 12 26 27 28 137,6 126,8 131,6 396* 13 29 139,4 139,4 14 30 31 32 183,8 171,8 164,6 520,2* 15 33 34 183,8 186,8 370,6* 16 35 36 183,8 162,8 346,6 17 37 38 39 110 102,2 98 310,2 18 40 41 115,4 105,8 221,2 19 42 43 44 106,4 107 115,4 328,8 20 45 46 47 171,8 174,8 147,8 494,4* 21 48 49 50 51 156,8 159,8 173,6 180,8 671* 22 52 53 54 175,4 164 159,2 498,6* 23 55 56 57 58 158,6 145,4 147,2 185,6 636,8* 24 59 60 61 159,8 181,4 159,2 500,4* Total 9014,2
*Berarti kendaraan yang overtime atau melebihi waktu kerja.
Tabel di atas menunjukkan bahwa beberapa kendaraan melebihi waktu kerja yang tersedia, atau overtime. Kendaraan-kendaraan ini adalah 2, 4, 10, 12, 14, 15, 20, 21, 22, 23, dan 24.
untuk memastikan rute usulan hasil perhitungan yang lebih baik dengan software WinQSB.
Tabel 4. Perbandingan Rute Awal dan Rute Usulan Kendaraan Waktu Tempuh Rute Awal Waktu Tempuh Usulan Rute Kendaraan 1 334 364 Kendaraan 2 400* 312,4 Kendaraan 3 340 340 Kendaraan 4 414* 274 Kendaraan 5 263,8 270.4 Kendaraan 6 290,4 283.8 Kendaraan 7 365,4 365.4 Kendaraan 8 261,4 261.4 Kendaraan 9 268,6 268.6 Kendaraan 10 381,6* 357,6 Kendaraan 11 260,8 272.8 Kendaraan 12 396* 360,6 Kendaraan 13 139,4 279.4 Kendaraan 14 520,2* 355.6 Kendaraan 15 370,6* 349.6 Kendaraan 16 346,6 348.4 Kendaraan 17 310,2 340.6 Kendaraan 18 221,2 534,8* Kendaraan 19 328,8 430.4* Kendaraan 20 494,4* 494.4* Kendaraan 21 671* 514.2* Kendaraan 22 498,6* 498.6* Kendaraan 23 636,8* 611* Kendaraan 24 500,4* 526.2* Total 9014.2 9014.2 Rata-Rata 375.59 375.59
*Berarti kendaraan yang overtime atau melebihi waktu kerja.
Kesimpulan dari pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan adalah bahwa model matematika atau formulasi model digunakan untuk menentukan rute pengangkutan sampah di kota Pekanbaru oleh truk dump; variabel keputusan adalah bilangan biner (0, 1).
Untuk fungsi tujuan meminimasi waktu tempuh kendaraan, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan: waktu kerja yang tersedia, jumlah kendaraan yang tersedia, dan jumlah TPS yang dilayani. Semua kendaraan yang telah diangkut di setiap TPS harus dibuang di TPA dan
kemudian kembali ke depot. Karena tidak ada kendaraan yang terlalu banyak, rute yang disarankan lebih baik daripada rute awal.
IV. SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan maka dapat dilihat dari rute usulan ada beberapa kendaraan yang masih mengalami overtime, tetapi lebih sedikit dibandingkan dari rute awal yaitu tinggal 7 kendaraan dari 11 kendaraan yang overtime. Kendaraan yang overtime tersebut adalah kendaraan 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24.
## DAFTAR PUSTAKA
Amariei, O. I., Frunzaverde, D., Popovici, G., & Hamat, C. O. (2009). WinQSB simulation software – a tool for professional development.
Procedia-Social and Behavioral Sciences , 1 (1), 2786 – 2790. Arista, D. V. (2009). Penjadwalan pengiriman produk jadi dengan menggunakan model Binary Integer Programming di PT. XYZ.
Digilib.Uns.Ac.Id .
Chen, J., Dan, B., & Shi, J. (2020). A variable neighborhood search approach for the multi- compartment vehicle routing problem with time windows considering carbon emission. Journal of Cleaner Production , 277 , 123932.
FAJRINA, A. (2018). Penentuan Rute Pengangkutan Sampah dengan Menggunakan Metode Vehicle Routing Problem (VRP) Time Windows Untuk Wilayah Bandung Utara. Repository.Unpas.Ac.Id . Fauzi, R. (2019). Optimalisasi Rute dan Penjadwalan Pengangkutan Sampah di Kota Pekanbaru (Kec. Tampan) Menggunakan Metode Saving Matrix (Studi Kasus: UD. Salacca Tapanuli Selatan).
Jurnal Teknik Industri: Jurnal Hasil Penelitian Dan Karya Ilmiah Dalam Bidang Teknik Industri , 5 (1), 37 – 47.
Karim, M. K., Setiawan, B. D., & Adikara, P. P.
(2018). Optimasi Vehicle Routing Problem With Time Windows (VRPTW) Pada Rute Mobile Grapari (MOGI) Telkomsel Cabang Malang Menggunakan Algoritme Genetika. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer , 2 (8), 2702 – 2709.
Mahmudy, W. F. (2014). Improved simulated annealing for optimization of vehicle routing problem with time windows (VRPTW). Jurnal Ilmiah KURSOR , 7 (3). Sundarningsih, D., Mahmudy, W. F., & Sutrisno, S. (2017). Penerapan Algoritma Genetika untuk Optimasi Vehicle Routing Problem with Time Window (VRPTW) Studi Kasus Air Minum Kemasan. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer , 1 (2), 100 – 107.
Susanti, E., Cahyono, S., & Dwipurwani, O. (2016). Optimasi Kendaraan Pengangkut Sampah di Kecamatan Kertapati Menggunakan Pemrograman Bilangan Bulat
Biner 0 dan 1. Jurnal Matematika , 6 (2), 79 – 85.
Sutrisno, D., Ilham, M. A., & Febianti, E. (2017). Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming. Jurnal Teknik Industri Untirta .
|
1ca7e2f1-43ea-4057-b14a-c34492e3fe08 | http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/ibtida/article/download/3585/1934 | 93
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
## PENGARUH KEDISIPLINAN TERHADAP KESULITAN BELAJAR SISWA PENDIDIKAN DASAR
## TUSRIYANI
Universitas Nusantara Kediri [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi penelitian para siswa kelas V SD Negeri Kalimook I sejumlah 378 siswa. Dari populasi tersebut diambil sampel sebanyak 56 siswa dengan menggunakan teknik random sampling secara proporsional (melalui cara undian/acak). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah instrumen berupa kuesioner kedisiplinan dan kesulitan belajar. Kuesioner sebelum digunakan untuk mengumpulkan data-data penelitian, terlebih dulu dilakukan pretest untuk melakukan uji reliabilitas dan validitasnya. Data-data penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistika r korelasi product moment. Diperoleh angka koefisien korelasi sebesar r hitung = 0,714. Angka koefisien tersebut lebih besar daripada r tabel = 0,266 baik pada taraf signifikan 95%. Jadi r = 0,714> 0,266 yang berarti signifikan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedisiplinan dan kesulitan belajar siswa kelas V SD Negeri Kalimook I.
Kata Kunci: Kedisiplinan, Kesulitan Belajar Siswa.
## Abstract
This study uses a quantitative approach with a research population of class V students of SD Negeri Kalimook I totaling 378 students. From the population, a sample of 56 students was taken using proportional random sampling technique (via lottery / random method). Data collection methods used were instruments in the form of disciplinary questionnaires and learning difficulties. Before the questionnaire was used to collect research data, a pretest was first conducted to test the reliability and validity.
The research data were further analyzed using statistical product moment correlation analysis techniques. Obtained correlation coefficient number of r count = 0.714. The coefficient number is greater than r table = 0.266 both at a significant level of 95%. So r = 0.714> 0.266 which means significant.
Based on the results of the analysis, it was concluded that there was a significant positive relationship between discipline and learning difficulties of fifth grade students of SD Negeri Kalimook I
Keywords: Discipline, Student Learning Difficulties.
94
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
## PENDAHULUAN
Suatu bangsa akan tercermin bila kedisiplinannya terwujud dengan baik dan melalui pendidikanlah sebagai suatu kegiatan pembinaan sikap dan mental yang akan menentukan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu untuk melestarikan bentuk tingkah laku tersebut seorang pendidik harus mempertahankannya dengan salah satu alat pendidikan yaitu kedisiplinan.
Dunia pendidikan dewasa ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang memerlukan perhatian kita semua. Salah satu masalah itu adalah kurang disiplin terhadap waktu juga terhadap belajarnya dan tidak mengindahkan peraturan. Masalah tersebut apabila tidak segera diatasi akan semakin mengancam kehidupan generasi bangsa kita khususnya, dan tata kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.
Mengingat Undang-Undang RI, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam tujuan pendidikan, mengamanatkan agar Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut Ki Hadjar Dewantara dan Tamansisiwa Pendidikan merupakan usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup dan tumbuh kembangnya jiwa raga anak didik, agar dalam menjalani garis kodrat pribadinya serta menghadapi pengaruh lingkungannya mendapat kemajuan hidup lahir batin. Dalam rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya pembangunan di bidang pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat baik untuk pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena itu bidang pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan serta prioritas secara intensif oleh pemerintah dan pengelola pendidikan khususnya.
Pendidikan yang selama ini kita terapkan masih bertumpu pada pendidikan yang berorientasi kenegaraan. Pendidikan yang memiliki obsesi menjadikan bangsa sebagai bangsa yang terhormat dalam bidang pendidikan di tengah kompetisi anak- anak pandai di dunia. Yang karenanya, hanya kemampuan akademik yang didorong habis-habisan pengembangannya, sementara pengembangan kejiwaan siswa tidak diperhatikan dengan baik. Oleh karena itulah bimbingan dan konseling sangatlah penting keberadaannya di ruang lingkup sekolah.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan small community, suatu masyarakat dalam skala kecil, sehingga gagasan untuk mewujudkan masyarakat
95
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
madani perlu diwujudkan dalam tata kehidupan sekolah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah perlu menyusun perangkat tata kehidupan sosial sekolah yang merupakan acuan norma yang harus dibuat dan dilaksanakan oleh setiap sekolah. Acuan ini bukan hanya mencakup tata tertib sekolah sebagaimana yang berlaku seperti sekarang ini, tetapi meliputi semua aspek tata kehidupan sosial sekolah yang mengatur tata hubungan antara siswa-siswi, siswa-guru, guru-guru, kepala sekolah-siswa/guru/pegawai sekolah. Warga sekolah-masyarakat.
Mengingat pentingnya pendidikan itu bagi kehidupan, maka pendidikan harus dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga dapat memperoleh hasil yang di harapkan, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat yang paling memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Belajar dengan disiplin yang terarah dapat menghindarkan diri dari rasa malas dan menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya kemampuan belajar siswa.
Sekolah dan madrasah memiliki tanggung jawab yang besar untuk membantu siswa agar berhasil dalam belajar juga dalam menciptakan sebuah kedisiplinan dalam diri siswa tersebut, untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa yaitu di dalam kesulitan belajar yang peserta didiknya tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Kesulitan belajar pada anak atau sering disebut dengan learning disorders sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan juga aktivitas sehari- hari. Dalam kurikulum pendidikan dijelaskan bahwa kesulitan belajar merupakan terjemahan dari bahasa inggris “ Learning Disability ” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan “kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar .
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahamn penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung. Selain itu, kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan, baik berbentuk sikap, pengetahuan maupun keterampilan. Proses belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.
Oleh karena itulah anak yang mengalami kesulitan belajar, akan sukar dalam menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga ia akan malas
96
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
dalam belajar. Selain itu anak tidak dapat menguasai materi, bahkan menghindari pelajaran, mengabaikan tugas-tugas yang diberikan guru, sehingga terjadi penurunan nilai belajar dan prestasi belajar menjadi rendah.
Sebagaimana uraian diatas, peneliti mengamati bahwa apabila tata tertib atau peraturan akan dijalankan dengan baik oleh semua unsur pendidikan (guru, murid, kepala sekolah, pegawai dan lain-lain) maka akan dapat memberikan pengaruh positif pada prestasi belajar siswa.
Upaya peningkatan disiplin belajar dan kesulitan belajar dapat dilakukan oleh pihak sekolah maupun oleh pihak orang tua siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah untuk meningkatkan disiplin belajar dan kesulitan belajar siswa yaitu melalui kegiatan pembinaan siswa dengan memberikan layanan bimbingan belajar kepada siswa dan memberikan tambahan pelajaran yang dapat dilaksanakan setelah jam pelajaran sekolah selesai, sedangkan orang tua dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan belajar siswa. Disamping itu para pendidik dan orang tua dapat melakukan pembinaan dengan jalan memberikan contoh teladan yang berupa sikap dan perbuatan yang baik.
Berdasar latar belakang di atas, maka peneliti dalam penelitian ini memilih judul “Pengaruh Kedisiplinan Terhadap Kesulitan Belajar Siswa Kelas V SDN Kalimook I Kabupaten Sumenep ”
## METODE PENELITIAN
Teknik penelitian yang di gunakan oleh peneliti adalah teknik Penelitian ex post facto menguji apa yang telah terjadi pada subjek. Ex post facto secara harfiah berarti "sesudah fakta", karena kausa atau sebab yang diselidiki tersebut sudah berpengaruh terhadap variabel lain. Penelitian ini disebut penelitian kausal komparatif karena dimaksud untuk menyelidiki kausa yang mungkin untuk suatu pola prilaku yang dilakukan dengan cara membandingkan subjek dimana pola tersebut ada dengan subjek yang serupa dimana pola tersebut tidak ada atau berbeda (Glass & Hopkin, 1979). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah satu atau lebih kondisi yang sudah terjadi mungkin menyebabkan perbedaan perilaku pada subjek. Dengan kata lain, penelitian ini untuk menentukan apakah perbedaan yang terjadi antar kelompok subjek (dalam variabel independen) menyebabkan terjadinya perbedaan pada variabel dependen.
Desain yang digunakan adalah desain penelitian kasus kontrol yang di mana peneliti melakukan pengukuran pada variabel terikat terlebih dahulu. Sedangkan variabel bebas diteliti secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya pengaruh pada variabel terikat.
97
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Penelitian diadakan dengan suatu tujuan tertentu yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam suatu penelitian untuk mengungkapkan suatu fenomena tertentu atau untuk mengambil kesimpulan hasil penelitian. Setelah merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, memproses data kemudian membuat analisis data. Setelah semua itu terkumpul selanjutnya menganalisis data tersebut guna mengetahui hasilnya. Mengingat data yang terkumpul berupa angka-angka maka teknik yang tepat adalah menggunakan statistik.
Teknik statistik digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan berbagai pertimbangan : (1). Data yang telah terkumpul dari angket selanjutnya dinilai dengan angka, maka data yang didapat berwujud angka atau data kuantitatif, (2). Peneliti ingin melihat hasil penelitian sesubyektif mungkin, (3). Dengan menggunakan teknik statistik penganalisaannya lebih teliti, sehingga hasilnya lebih bagus.
Data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat dipergunakan begitu saja. Agar data yang diperoleh memberikan suatu keterangan yang dapat dipahami, tepat dan teliti maka dibutuhkan suatu pengolahan lebuh lanjut pada data tersebut. Sesuai dengan sifat data yang diperoleh, yaitu data yang bersifat kuantitatif, maka dipergunakan metode analisis statistik.
Setelah memberikan skor, kegiatan selanjutnya adalah memasukkan data yang diperoleh (berupa skor) ke dalam tabel dan mengelompokkan menjadi seperangkat data. Pengelompokan data ini berdasarkan hasil kuesioner atau angket . Adapun rumus yang digunakan adalah korelasi product moment.
Dengan ketentuan sebagai berikut :
X : Adalah kedisiplinan
Y : Adalah data kesulitan belajar siswa Rxy : Adalah angka indeks korelasi "r" product moment ∑ xy : Jumlah hasil perkalian antara X dan Y
∑ x : Jumlah seluruh skor X
∑ y : Jumlah seluruh skor Y
N : Number of Cases
2. Norma Keputusan
Norma keputusan digunakan untuk mempermudah penulis mendeskripsikan data dengan menggunakan analisis persentase. Rentangan persentase mengikuti Sutrisno Hadi,(1971) yaitu: Memberikan Interpretasi terhadap angka indeks korelasi "r" product moment: 1 Interpretasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokkan
rxy = ∑ ( ∑ )( ∑ ) ( ∑ ( ∑ ) )( ∑ ( ∑ ) )
98
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
perhitungan dengan angka indeks korelasi "r" product moment. Interpretasi menggunakan tabel nilai "r" product moment (rt), dengan terlebih dahulu mencari derajat besarnya (db) atau degress of freedom (df) yang rumusnya adalah :
df = N-nr df : Degrees of Freedom N : Number of Cases
Nr : Banyaknya variabel (Kedisiplinan belajar dan Kesulitan belajar)
Kemudian dengan melihat Tabel nilai Koefisisen Korelasi "r" Product Moment dari Pearson untuk Berbagai (df).
Dengan memperoleh db atau df maka dapat dicari besarnya “r” yang tercantum dalam Tabel Nilai ”r” Produt Moment, baik pada taraf signifikan 5 % maupun taraf 1 %. Jika ro sama dengan atau lebih besar dari pada rt maka hipotesa alternatif (H 1 ) disetujui atau diterima atau terbukti kebenarannya. Sebaliknya, jika Hipotesa Nihil (Ho) tidak dapat disetujui atau tidak dapat diterima atau tidak dapat terbukti kebenarannya.
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Salah satu teknik pengumpulan data untuk variabel kedisiplinan adalah menggunakan angket yang disebarkan pada responden berdasarkan sampel. Dan skoring data variabel X, kedisiplinan dapat dilihat di lampiran.
Data hasil penelitian yang di dapat dari kedisiplinan menunjukkan bahwa dapat diketahui kualifikasi dan interval nilai sebagai berikut:
Tabel Kualifikasi dan Interval Nilai Kedisiplinan No Interval Keterangan 1. 41 – 49 Sangat Buruk 2. 50 – 58 Buruk 3. 59 – 67 Cukup 4. 68 – 76 Sangat Cukup 5. 77 – 85 Baik 6. 86 – 94 Sangat Baik 7. 95 – 103 Amat baik
Dari hasil diatas maka dapat diketahui bahwa hasil dari nilai kedisiplinan dibagi menjadi tujuh interval yang dimulai dari keterangan amat baik sampai sangat buruk. Dan dari hasil ini maka selanjutnya mencari distribusi frekuensi untuk
99
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
mencari hasil nilai yang diperoleh oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget, maka diperoleh distribusi frekuensi sebagai berikut:
Distribusi Frekuensi Kedisiplinan No Interval Frekuensi Fr (%) 1. 41 – 49 2 3,57 2. 50 – 58 5 8,93 3. 59 – 67 8 14,29 4. 68 – 76 4 7,14 5. 77 – 85 5 8,93 6. 86 – 94 14 25 7. 95 – 103 18 32,14 Jumlah 56 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa interval 41 – 49 dengan nilai 3,57%, untuk interval 50 – 58 dengan nilai 8,93%, untuk interval 59 – 67 dengan nilai 14,29%, untuk interval 68 – 76 dengan nilai 7,14%, untuk interval 77 – 85 dengan nilai 8,93%, untuk interval 86 – 94 dengan nilai 25%, dan untuk interval 95 - 103 dengan nilai 32,14%.
Dari analisa mencari nilai Mean maka sudah dapat diketahui bahwa kedisiplinan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget termasuk kategori amat baik yaitu berada pada interval 95 - 103 dengan nilai rata-rata 81,82 dan frekuensi relatifnya 32,14%.
Data hasil penelitian yang di dapat dari kesulitan belajar siswa menunjukkan bahwa dapat diketahui kualifikasi dan internal nilai sebagai berikut:
## Kualifikasi dan Interval Nilai Kesulitan Belajar Siswa
No Interval Keterangan 1. 43 – 50 Sangat Buruk 2. 51 – 58 Buruk 3. 59 – 66 Cukup 4. 67 – 74 Sangat Cukup 5. 75 – 82 Baik
100
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850 6. 83 – 90 Sangat Baik 7. 91 - 98 Amat baik
Dari hasil diatas maka dapat diketahui bahwa hasil dari nilai kesulitan belajar siswa dibagi menjadi tujuh interval yang dimulai dari keterangan amat baik sampai sangat buruk. Dari hasil ini maka selanjutnya mencari distribusi frekuensi untuk mencari hasil nilai yang diperoleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget, maka diperoleh distribusi frekuensi sebagai berikut:
## Distribusi Frekuensi Kesulitan Belajar Siswa
No Interval Frekuensi Fr (%) 1. 43 – 50 2 3,57 2. 51 – 58 7 12,5 3. 59 – 66 5 8,93 4. 67 – 74 12 21,43 5. 75 – 82 14 25 6. 83 – 90 7 12,5 7. 91 - 98 9 16,07 Jumlah 56 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa interval 43 - 50 dengan nilai 3,57%, untuk interval 51 - 58 dengan nilai 12,5%, untuk interval 59 - 66 dengan nilai 8,93%, untuk interval 67 - 74 dengan nilai 21,43% dan untuk interval 75 - 82 dengan nilai 25%, untuk interval 83 – 90 dengan nilai 12,5% dan untuk interval 91 – 98 dengan nilai 16,07%.
Dari analisa mencari nilai Mean maka dapat diketahui bahwa kesulitan belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget termasuk kategori baik yaitu berada pada interval 75 – 82 dengan nilai rata-rata 74,93 dan frekuensi relatifnya 25%.
101
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Selanjutnya untuk mengetahui adanya pengaruh kedisiplinan terhadap kesulitan belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget, maka dilakukan tehnik analisa Product Moment sebagai berikut:
rxy =
∑ ( ∑ )( ∑ ) ( ∑ ( ∑ ) )( ∑ ( ∑ ) )
Dengan ketentuan sebagai berikut : X : Adalah kedisiplinan Y : Adalah data kesulitan belajar siswa Rxy : Adalah angka indeks korelasi "r" product moment ∑ xy : Jumlah hasil perkalian antara X dan Y
∑ x : Jumlah seluruh skor X ∑ y : Jumlah seluruh skor Y N : Number of Cases
Penyelesaian: r xy = ∑ ( ∑ )( ∑ ) ( ∑ ( ∑ ) )( ∑ ( ∑ ) ) r xy = ( ∑ )( ∑ ) ( ( ) )( ∑ ( ) ) r xy = ( )( r xy = √ r xy = √ r xy = , r xy = 0,714
## 1. Interpretasi Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil analisis diperoleh r hitung = 0,714 sedangkan r tabel = 0,266 (untuk db = 56), maka diputuskan r hitung = ≥ r tabel pada taraf signifikan 5%,yang berarti hipotesis alternative diterima . Sehingga terbukti bahwa hipotesa nihil (H o ) yang berbunyi “Tidak ada pengaruh kedisiplinan terhadap kesulitan belajar siswa”
102
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
ditolak , sedangkan hipotesa kerja (H a ) yang berbunyi “Ada pengaruh kedisiplinan terhadap kesulitan belajar siswa” diterima.
## C. Pembahasan
1. Hipotesis pertama
Hipotesis alternatif diterima jika : r hitung ≥ r tabel yaitu 0,989 ≥ 0,266 berarti masuk pada daerah kritik maka ada pengaruh yang signifikan antara kedisiplinan terhadap kesulitan belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget Tahun Ajaran 2011- 2012.
2. Hipotesis kedua
Hipotesis alternatif diterima jika : r hitung ≤ r tabel yaitu 0,989 ≤ 0,266 berarti tidak masuk pada daerah kritik maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara kedisiplinan terhadap kesulitanbelajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget Tahun Ajaran 2011- 2012.
## KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kedisiplinan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget masuk dalam kategori amat baik karena mean atau rata-rata tingkat kedisiplinan adalah 81,82 yang berada pada interval 95 – 103 dengan nilai 32,14%, maka dari sini tingkat kedisiplinan siswa kelas VII amat baik karena masuk dalam tingkat nilai yang amat baik.
2. Tingkat kesulitan belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget masuk dalam kategori baik karena mean atau rata-rata tingkat kesulitan belajar siswa adalah 74,93 berada pada interval 75 – 82 dengan nilai 25% maka dari sini tingkat kesulitan belajar siswa kelas VII baik karena masuk dalam tingkat nilai yang baik.
3. Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis diperoleh data r hitung adalah 0,714 dan r tabel adalah 0,266 pada taraf kepercayaan 95% ,maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh kedisiplinan terhadap kesulitan belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kalianget Tahun Ajaran 2011/2012. Sekaligus sesuai dengan landasan teori yang digunakan pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, implikasi yang dapat diberikan adalah untuk membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa untuk mengetahui bagaimana meningkatkan kedisiplinan supaya dapat meminimalisis kesulitan dalam belajar. Di dalam meningkatkan kedisiplinan maka siswa akan menjadi orang sukses dan motivasi belajarnya akan tinggi. Hal ini akan berdampak baik untuk kemajuan prestasi belajar siswa.
103
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
## DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar . Jakarta: Rineka Cipta
Jaali, H.2007. Psikologi Pendidikan .jakarta:Bumi Aksara Ki Fudyartanta,2010. Membangun Kepribadian dan Watak Bangsa Indonesia Yang harmonis dan Integral. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan . Jakarta: Rineka Cipta Musaheri,2006. Perkembangan Peserta Didik untuk memiliki kompetensi pedagogik .Yogyakarta:Pustaka Pelajar Mustaqim, Abdul Wahib. 1991. Psikologi Pendidikan . Jakarta: Rineka Cipta.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nini Subini,2011. Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak. Jogjakarta:Javalitera Priyatno, Erman Anti. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta: Rineka Cipta. Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Purwanto, Ngalim. 1998. Psikologi Pendidikan , Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Riyanto, Theo. 2002. Pembelajaran Sebagai Suatu Bimbingan Pribadi . Jakarta.: Grasindo.
Suharsini, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta: Rineka Cipta.
Sancaya, Satya, Adi. 2010 . Metode Penelitian dan Penulisan Skripsi. Kediri: Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Sutrisno, Tri. 2013 . Komunikasi Konseling. Jakarta Barat: Halaman Moeka Publishing. Sutrisno, Tri. 2014. Asupan Psikologis Anak Melalui Konseling . Jakarta Barat: Halaman Moeka Publishing
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo, Setiady. 2006. Pengantar Statistika Edisi Kedua . Jakarta: Bumi Aksara.
|
d0c7d1fa-8120-4f15-bba0-f641ab034116 | https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/UNIK/article/download/3551/2632 |
## PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN ANIMASI KOMPUTER TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN 11-20 PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI
SKH ADI SETIA CIKOTOK
Oleh:
## MADSARI, S.Pd
## ABSTRAK
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SKh Adi Setia Cikotok, terdapat dua siswa anak tunagrahita sedang yang mengalami kesulitan dalam belajar yaitu belajar mengenal lambang bilangan 11-20. Kedua siswa sering mengalami kesalahan dalam meyebutkan lambang bilangan yang ia lihat, menunjukan lambang bilangan yang sesuai dengan yang ia dengar, menuliskan dan memasangkan lambang bilangan yang mewakili benda yang ia bilang. Hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa anak tidak mengenal lambang bilangan dengan baik. Anak cepat bosan dalam menerima materi pelajaran mengenal lambang bilangan 11-20. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil pretes di kelas dasar IV pada SKh Adi Setia Cikotok, menunjukkan bahwa dari 2 subjek penelitian yaitu ST dan RS, dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik walaupun masih banyak kekurangan dalam peroses pembelajaran dikelas. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat kemampuan memahami tugas yang berhubungan dengan konsep menghapal dan atau memaahami masih kurang sehingga siswa sulit menyelesaikan tugas yang diberikan Setelah diberikan pembelajaran Matematika dengan menggunakan media animasi komputer dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan 11-20 sebanyak 6 kali pertemuan dengan waktu 2 x 35 menit setiap pertemuan kemampuan mengenal bilangan 11- 20 pada siswa tunagraita kelas dasar IV mengalami peningkatan yang berarti.Berdasarkan hasil tes pada siklus ke II terhadap 2 subjek penelitian yaitu ST dan RS sesudah diberikan perlakuan melalui aktivitas mengenal bilangan 11-20 dengan media animasi komputer, kemampuan mengenal bilangan 11-20 siswa tunagrahita sedang kelas dasar IV SKh Adi Setia Cikotok.
Kata Kunci: Media Pembelajaran, Animasi Komputer, Tunagrahita sedang
## A. Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah No. 72
dalam Amin (1995: 11) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah: „anak-anak
dalam kelompok dibawah normal
dan/atau lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosialnya maupun kecerdasannya‟. Anak tunagrahita sedang merupakan bagian dari anak tunagrahita. Alimin (2004: 173) menyebutkan:
“secara psikologis hampir semua
anak (DS) memiliki tingakat kecerdasan dibawah 50”, Deklarasi PBB tahun 1997 tentang hak-hak anak, dalam Amin (1995: 153) menyatakan bahwa: „anak-anak dengan cacat fisik, mental atau sosial harus mendapatkan perawatan, pendidikan dan
pemeliharaan secara khusus sesuai dengan kondisi kelainannya‟.
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa pendidikan perlu untuk ditanamkan kepada semua anak termasuk anak down syndrome.
Salah satu mata pelajaran yang dikembangkan pada anak tunagrahita sedang adalah belajar berhitung dasar berupa kemampuan mengenal lambang bilangan 11-20. Kemampuan mengenal lambang
bilangan 11-20 merupakan kemampuan berhitung dasar yang bermamfaat bagi anak dalam kehidupan sehari-hari seperti membaca jam dan untuk menulis lambang bilangan 11-20. Rendahnya kemampuan kognitif yang dimiliki anak tunagrahita sedang menyebabkan
anak sulit mengenal atau mengetahui suatu objek termasuk lambang bilangan 11-20 dengan baik.
Berdasarkan
studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SKh Adi Setia, Cikotok, terdapat dua siswa anak tunagrahita sedang yang mengalami kesulitan dalam belajar yaitu belajar mengenal lambang bilangan 11-20. Kedua siswa sering mengalami kesalahan dalam meyebutkan lambang bilangan yang ia lihat, menunjukan lambang bilangan yang sesuai dengan yang ia dengar, menuliskan dan memasangkan lambang bilangan yang mewakili benda yang ia bilang. Hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa anak tidak mengenal lambang bilangan dengan baik. Anak cepat bosan dalam menerima materi pelajaran mengenal lambang bilangan 11-20, hal tersebut dikarenaka dalam proses pembelajaran mengenal lambang bilangan 11-20 pada anak yang dilakukan oleh guru kelas masih menggunakan metode drill menggunakan tugas pada buku tulis dan media kartu bilangan sederhana, hal tersebut mengakibatkan kejenuhan bagi anak sehingga anak tidak menaruh perhatian terhadap materi pelajaran yang diberikan.
Diharapkan media pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah media pembelajaran
yang menarik yang dapat
memotivasi dan membangun
perhatian anak dalam belajar mengenal lambang bilangan 11-20 sehingga meningkatkan kemampuan anak dalam mengingat dan
mengenal lambang bilangan 11-20. Media berbasis komputer merupakan media pembelajaran
yang menarik bagi anak. Penggunaan media berbasis
komputer memungkinkan anak dapat belajar sambil bermain, sehingga menimbulkan kesan menyenangkan bagi anak. Salah satu media berbasis komputer adalah media animasi komputer. Media animasi komputer adalah salah satu media alternatif yang dapat digunakan
dalam
pembelajaran khususnya dalam mengenal lambang bilangan 11-20 dengan asumsi bahwa media animasi komputer merupakan media pembelajaran konvergen yang melibatkan satu atau lebih indera manusia yaitu indera penglihatan pendengaran dan kinestetik. Arsyad
(2007: 10) mengemukakan:
“semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dipertahankan dalam
ingatan”. Selain itu, media animasi komputer mempunyai kelebihan lain yaitu dapat menarik perhatian anak sehingga motivasi anak yang kurang dalam belajar dapat dibangun oleh penggunaan media animasi komputer ini.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti mencoba meneliti pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi komputer terhadap peningkatan
kemampuan mengenal lambang
bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang yang berjumlah dua siswa menjadi subjek dalam penelitian ini.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam hal pembelajaran mengenal lambang bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang khususnya, serta menjadi suatu inovasi media pembelajaran yang bisa diterapkan kepada anak tunagrahita sedang saat belajar mengenal lambang bilang 11-20 oleh guru di kelas.
## B. Identifikasi Masalah
Setelah peneliti melakukan observasi dilapangan, peneliti menemukan masalah-masalah dalam penelitian diantaranya:
1. Terdapat siswa tunagrahita sedang yang memiliki hambatan dalam belajar berhitung diantaranya
kesulitan dalam mengenal lambang bilangan 11-20 yang disebabkan oleh factor kognitif anak yang mengalami hambatan berupa daya ingat anak yang rendah.
2. Anak cepat bosan dalam belajar mengenal lambang bilangan 11-20 dikarenakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dikelas menggunakan metode drill pada buku tulis dan kartu bilangan sederhana 3. Kurangnya
media
pembelajaran yang menarik perhatian anak sehingga anak dapat menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali materi ajar yang diberikan oleh guru di kelas.
## C. Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah pada penggunaan media animasi komputer dalam meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan 11-20 dengan dibatasi pada kemampuan menyebutkan, menunjukan, menuliskan lambang
bilangan 11-20
serta memasangkan kumpulan benda dengan lambang bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang
## D. Rumusan Masalah
Sejalan dengan uraian batasan masalah diatas, maska rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah penggunaan media pembelajaran animasi komputer dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan
mengenal lambang bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang?
E. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian .
a. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media pembelajaran animasi komputer terhadap peningkatan kemampuan mengenal lambang 11- 20 pada anak tunagrahita sedang b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui
kemampuan
menyebutkan lambang bilangan 11- 20 secara urut pada anak tunagrahita sedang sesudah menggunakan
media pembelajaran animasi
komputer.
2) Mengetahui kemampuan menyebutkan lambang bilangan 11-
20 secara acak pada anak tunagrahita sedang sesudah menggunakan media pembelajaran animasi komputer.
3) Mengetahui kemampuan
menunjukan lambang bilangan 11- 20 pada anak tunagrahita sedang sesudah menggunakan media pembelajaran animasi komputer. 4) Mengetahui kemampuan
menuliskan lambang bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang sesudah menggunakan media
pembelajaran animasi komputer.
5) Mengetahui kemampuan memasangkan jumlah benda dengan lambang bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang sesudah
menggunakan media pembelajaran animasi komputer.
2. Kegunaan Penelitian
a. Dalam tataran teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi berupa inovasi
media pembelajaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi yang berhubungan dengan pendidikan
untuk
tunagrahita sedang .
b. Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi:
1) Pendidik; dapat menjadi media pembelajaran alternanif yang bisa digunakan dalam pembelajaran mengenal lambang bilangan 11-20 dan umunnya dapat dijadikan media alternatif untuk mengajarkan
lambang bilangan 11-20 pada anak tunagrahita sedang
dengan karakteristik yang sama dengan
2) Peneliti selanjutnya; dapat dijadikan patokan untuk meneliti hal yang berkaitan dengan
media
pembelajaran dengan menggunakan animasi komputer untuk diterapkan pada subjek maupun pada materi pembelajaran yang berbeda.
## F. Metode Penelitian
Berdasarkan judul penelitian ini, yakni “Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Animasi Komputer Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan
10-20 pada siswa
tunagrahita sedang Kelas Dasar IV di SKh Adi Setia, Cikotok”, maka penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian tindakan kelas ( classroom action research ). Penelitian tindakan ini dilakukan untuk menggambarkan dan mengamati
proses belajar murid kelas IV SLB dengan menggunakan media animasi komputer terhadap peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan 10-20.
Mekanisme pelaksanaannya dengan dua siklus. Setiap siklus masing- masing dilaksanakan dengan empat tahap, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi. Penelitian tindakan kelas ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki praktik pembelajaran agar lebih bermanfaat. Dengan demikian, guru dapat mengetahui secara jelas masalah-masalah yang ada di kelas dan solusi dalam mengatasi masalah tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan pemaparan data deskriptif kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari lembar observasi, lembar catatan lapangan, dan wawancara dalam setiap pelaksanaan tindakan (proses pembelajaran), dan data kuantitatif diperoleh dari tes akhir setiap siklus.
PTK terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Pengamatan ( observation) , dan (4)
Refleksi.
## G. Seting Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan pada siswa anak tunagrahita sedang sedang kelas IV di SKh SKh Adi
Setia, Cikotok. Alasan dilaksanakan penelitian dikarenakan peneliti sebagai pengajar disekolah tersebut dan peneliti sudah mengenal kemampuan siswa dalam pebelajaran Matematika. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV di SKh SKh Adi Setia, Cikotok, yang berjumlah 2 siswa
tunagrahita sedang yang menunjukkan permasalahan dalam mengenal lambang bilangan 10-20. Penerapan pendekatan yang akan diterapkan peneliti dalam
pembelajaran Matematika yaitu dengan media animasi komputer, sehingga diharapakan dengan penggunaan latihan tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengenal lambang bilangan 10-20 khususnya bagi anak tunagrahita sedang kelas IV.
Tempat penelitian menggunakan ruang kelas di SKh Adi Setia, Cikotok.
## H. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV di SKh Adi Setia, Cikotok, yang mengikuti pembelajaran Matematika dengan menggunakan media animasi komputer dalam meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan 10-20. Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan maksimal dua siklus. Dengan alokasi waktu 70 menit setiap satu kali pertemuan, dilaksanakan pada saat pembelajaran Matematika. Adapun lama waktu penelitian yaitu pada tahun
ajaran 2015 dengan jumlah siswa 2 orang terdiri dari 1 siswa laki-laki ST dan 1 siswa perempuan RS.
## I. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang didapat dalam penelitian ini berasal dari tempat penelitian yaitu di SKh Adi Setia, Cikotok.
## J. Teknik/Instrumen Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik tes dan observasi.
Adapun instrumennya
adalah instrumen tes dan format observasi.
## K. Pembahasan Hasil Penelitian
Meningkatnya kemampuan mengenal bilangan 11-20 tunagrahita sedang harus didukung
oleh kemampuan guru dalam
memberikan kegiatan-kegiatan yang memiliki makna dan kebermanfaatan yang baik. Namun terkadang keterbatasan
pihak
sekolah untuk dapat menyediakan media menjadi
penghambat kreatifitas para pendidik untuk dapat melangsungkan proses belajar mengajar yang efektivf guna pencapaian tujuan pendidikan.
Walaupun memang masih ada murid tunagrahita sedang kelas dasar IV mengalami peningkatan sesudah diberikan latihan-latihan secara terencana dan siematis.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil pretes di kelas dasar IV pada SKh Adi Setia, Cikotok, menunjukkan bahwa dari 2 subjek penelitian yaitu ST dan RS, dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik walaupun masih banyak kekurangan dalam peroses pembelajaran dikelas. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat
kemampuan memahami tugas yang berhubungan dengan konsep
menghapal dan atau memaahami masih kurang sehingga siswa sulit menyelesaikan tugas yang diberikan
Setelah diberikan pembelajaran Matematika dengan menggunakan media animasi komputer dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan 11- 20 sebanyak 6 kali pertemuan dengan waktu 2 x 35 menit setiap pertemuan kemampuan mengenal bilangan 11-20 pada siswa tunagraita kelas dasar IV
mengalami peningkatan yang
berarti.
Berdasarkan hasil tes pada siklus ke II terhadap 2 subjek penelitian yaitu ST dan RS sesudah diberikan perlakuan melalui aktivitas mengenal bilangan 11-20 dengan media animasi komputer,
kemampuan mengenal bilangan 11- 20 siswa tunagrahita sedang kelas dasar IV SKh Adi Setia, Cikotok. dikategorikan meningkat. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan aktivitas mengenal bilangan 11-20 tunagrahita sedang kelas dasar IV dari rata-rata cukup mampu, mengalami peningkatan menjadi memuaskan.
Adanya peningkatan kemampuan mengenal bilangan 11- 20 murid tunagrahita ringan menunjukkan adanya pengaruh dari latihan atau media animasi komputer yang diberikan oleh guru dalam mata pelajaran matematika, artinya penggunaan media animasi komputer dapat meningkatkan kemampuan mengenal bilangan 11- 20 pada murid tunagrahita sedang kelas dasar IV di SKh Adi Setia, Cikotok.
## L. Hasil Tindakan
Untuk memudahkan pembaca dalam melihat peningkatan siswa dalam kemampuan mengenal
bilangan 11-20 sederhana melalui media animasi komputer dalam pembelajaran Matematika, berikut adalah rekapitulasi hasil
peningkatan siswa yang dibuat dalam bentuk diagram:
Dari bagan diatas tampak kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas dengan menggunakan media animasi komputer dalam mengenal bilangan10-20 ada peningkatan pada setiap siklusnya yaitu mulai dari siklus kesatu dengan nilai ST 10, RS 40, mereka sebenarnya sudah memahami media animasi komputer, namun masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam peruses pembelajarannnya,untuk itu peneliti melanjutkan ke siklus ke II sedangkan siklus kedua
kedua siswa melakukan peningkatan yang cukup signifikan ST 80, RS 100. Dari hasil tersebut menandakan bahwa kemampuan siswa secara keseluruhan pada pelajaran Matematika dengan melakukan
aktivitas / kegiatan mengenal bilangan 11-20 melalui media animasi komputer mendapat kategori baik, dan melebihi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 60).
## J. DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Z (2004). “ Hambatan Belajar pada Anak Down’s
Syndrome dan Implikasinya Terhadap Intervensi Pendidikan” . Jurnal Jassi Anaku Jurnal Asesmen dan
Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. 3, (2), 172-181.
Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita . Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta:
Bumi Aksara.
Siklus 1 Siklus 2 0 20 40 60 80 100 ST RS Siklus 1 Siklus 2
Arsyad, A. (2007). Media
Pembelajaran . Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Darwanto. (2007). Televisi Sebagai Media Pembelajaran . Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar SDLB-C1. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Djalle, G. (2007). 3D Animation
Movie . Bandung: Informatika. Fathani, A. (2009). Matematika Hakikat dan Logika . Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Geniofam. (2010). Mengasuh dan mensukseskan anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Garailmu.
|
887f71f2-4c09-4cd1-9e4e-dbda6bd37acb | https://ejournal.itn.ac.id/index.php/jati/article/download/7585/4645 |
## SISTEM KEAMANAN KAMAR KOST BERBASIS INTERNET OF THINGS (IOT)
Dandy Kharisma, Joseph Deddy Irawan, Suryo Adi Wibowo Program Studi Teknik Informatika S1, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang, Jalan Raya Karanglo km 2 Malang, Indonesia
[email protected]
## ABSTRAK
Sistem keamanan adalah suatu sistem yang melindungi suatu benda atau tempat dari pencurian sehingga barang-barang berharga seperti sepeda motor, handphone, laptop dan perhiasan dapat diamankan. Seperti halnya di lingkungan rumah, banyak terjadi pencurian di lingkungan rumah yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Selain faktor manusia, keselamatan juga perlu ditingkatkan dalam konteks bencana alam dan kelalaian pemilik, banyak kasus kebocoran gas akibat pemilik hotel lupa mematikan peralatan memasak, kerusakan peralatan akibat gempa bumi. di daerah sekitarnya . Sehingga dari permasalahan yang ada di buat aplikasi yang menampilkan data real- time dengan tampilan aplikasi yang sederhana yang berfungsi untuk memonitoring keamanan kost berbasis website . Dari hasil pengujian maka dapat di ketahui bahwa Fingerprint dapat menggerakkan solenoid doorlock dan akan terbuka jika sensor fingerprint membaca nilai 1, dan posisi jari dalam keadaan kering serta posisi yang harus sejajar pada layer pembaca, lalu pengujian Sesnsor Getar SW420 di lakukan agar data yang terverifikasi oleh sensor dapat di pantau oleh pengguna, dengan nilai 1&0, Dari pengujian sensor gas dapat di tentukan bahwa alarm akan berbunyi jika nilai yang di baca sensor adalah 1, dan sensor akan mati jika nilai yang di baca sensor adalah 0, Pengujian ESP32 Cam berguna untuk memastikan Kamera berfungsi dengan benar serta mengirimkan notifikasi ke Telegram.
Kata kunci : Sistem Keamanan, Kamar Kost, Internet of Things .
## 1. PENDAHULUAN
Sistem pendukung keamanan ruang tunggu keberangkatan merupakan teknologi yang menerapkan teknologi Internet of Things (IoT), yang didalamnya dimungkinkan untuk mengontrol dan memonitor banyak perangkat jarak jauh seperti menyalakan lampu, mengunci pintu, mengontrol alarm otomatis, gerak dll, dll. Internet of Things (IoT) adalah sebuah konsep atau skenario di mana suatu objek memiliki kemampuan untuk mengirimkan atau mengirim data melalui jaringan tanpa bantuan manusia atau komputer.
Salah satu upaya pengamanan yang dapat menjamin keaslian data adalah penggunaan sidik jari. Sidik jari merupakan suatu pola unik yang terdapat pada ujung jari manusia dan digunakan sebagai identifikasi pribadi. Masing-masing memiliki pola sidik jari yang berbeda, termasuk garis, kurva, dan lubang tengah yang dikenal sebagai singularitas. Fungsi utama sidik jari adalah untuk mengidentifikasi dan memverifikasi identitas seseorang. Pola sidik jari yang tercipta dengan memaparkan permukaan jari pada objek atau permukaan tertentu dapat digunakan sebagai alat autentikasi pada berbagai sistem keamanan, seperti keamanan perangkat pintar, layanan perbankan, dan akses fisik pada gedung atau area tertentu.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Sistem ini dirancang secara otomatis untuk mengamankan keamanan pintu dengan menggunakan perangkat keamanan berupa sensor sidik jari berbasis Arduino. Alat ini dapat digunakan sebagai sistem
kendali keamanan pada pengaman pintu, pengguna tidak perlu menggunakan pengaman manual seperti kunci dan alat ini juga dilengkapi dengan alert sebagai penanda apabila sensor sidik jari diakses oleh orang lain selain pemiliknya. , peringatan ini akan berbunyi. Sistem ini terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Fitur keamanan brankas jenis ini dapat digunakan secara efektif untuk keamanan pada brankas yang berfungsi sebagai rak untuk menyimpan barang-barang berharga. [1]
Pada penelitian yang berjudul “Sistem keamanan ruangan rahasia menggunakan RFID (radio frekuensi identifikasi) dan keypad untuk pembukaan pintu otomatis”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu perangkat dengan sistem keamanan bertingkat yang menggunakan sensor RFID (Radio Frekuensi Identification) dan untuk melindungi rumah dari penyusup. [2]
Sistem keamanan menjadi aspek penting untuk menunjang operasional gedung. Sarana dan prasarana bangunan harus dijaga untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal seperti pencurian. Serta bencana lainnya seperti kebakaran. Berdasarkan sistem keamanan yang ada, untuk memantau suatu gedung telah dipasang CCTV di dalam ruangan sehingga hanya dapat dipantau melalui ruang operasi. kompor yang lupa dimatikan saat penggunanya berada di luar gedung dapat menimbulkan kebakaran. [3]
## 2.2. Internet of Things
Internet of Things (IoT) adalah sebuah konsep atau skenario di mana suatu objek memiliki kemampuan untuk mengirimkan atau mengirim data melalui jaringan tanpa bantuan manusia atau
komputer. Jadi kita dapat mengatakan bahwa Internet of Things adalah koneksi dari berbagai hal yang tidak dioperasikan oleh manusia atau komputer.
## 2.3. Arduino Uno Atmega
Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328 (datasheet). Memiliki 14 pin input dari output digital dimana 6 pin input tersebut dapat digunakan sebagai output PWM dan 6 pin input analog, 16 MHz osilator kristal, koneksi USB, jack power, ICSP header, dan tombol. Untuk mendukung mikrokontrole r agar dapat digunakan, cukup hanya menghubungkan Board Arduino Uno ke komputer dengan menggunakan kabel USB atau listrik dengan AC yang-ke adaptor-DC atau baterai untuk ++`menjalankannya.
## 2.4. FingerPrint
Sensor sidik jari (FingerPrint) merupakan teknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi individu berdasarkan pola unik yang ada pada ujung jari mereka. Sensor sidik jari modern menggunakan metode optik atau kapasitif untuk mengambil gambar atau memindai pola sidik jari pengguna. Ketika pengguna meletakkan jarinya pada sensor, ia akan mengambil gambar atau membaca pola sidik jari dan mengubahnya menjadi rangkaian angka atau data numerik yang unik untuk setiap individu.
## 2.5. Relay
Relay merupakan suatu komponen elektronika berbentuk saklar (saklar) yang menggunakan prinsip elektromagnetik untuk mengoperasikan saklar yang menggunakan listrik sebagai sumber tenaganya. Fungsi relay adalah mengendalikan arus tegangan tinggi dengan menggunakan sinyal tegangan rendah, melindungi komponen dari hubung singkat dan menyediakan fungsi waktu tunda. Relai mempunyai dua komponen utama yaitu kumparan atau elektromagnet dan titik kontak saklar (saklar).
## 2.6. Solenoid Doorlock
Solenoid Door Lock adalah perangkat elektronik yang berfungsi sebagai aktuator dan khusus digunakan sebagai pengunci pintu otomatis. Soleniod Door lock akan bekerja apabila diberikan tegangan listrik, Solenoid Door Lock mempunyai tegangan 12V, tetapi ada juga solenoid yang mempunyai tegangan sebesar 6V dan 24V . Solenoid mempunyai dua sistem kerja, yaitu Normaly Open (NO) dan Normaly Close (NC).
## 2.7. LCD
LCD ( Liquid Crystal Display ) adalah suatu alat penampil data atau media tampilan yang terbuat dari bahan kristal cair. LCD 16×2 dapat menampilkan 32 karakter, setiap baris menampilkan 16 karakter yang terdiri dari 2 baris. Layar LCD (Liquid Crystal Display) sudah banyak digunakan dan banyak dijumpai pada layar laptop, jam tangan digital, proyektor LCD, dan komputer. Layar LCD terdiri dari
dua komponen utama, lampu latar dan kristal cair. Keuntungan menggunakan modul LCD adalah harga yang lebih terjangkau, tampilan karakter khusus yang tidak terbatas dan kemudahan pemrograman.
## 2.8. Buzzer
Peluit merupakan komponen elektronik yang mengubah getaran sinyal listrik menjadi getaran suara. Setiap buzzer memerlukan tegangan input untuk diubah menjadi getaran akustik dengan frekuensi antara 1 kHz dan 5 kHz. Karena kemudahan penggunaannya, hanya memberikan tegangan input saja, sehingga buzzer sering digunakan sebagai lonceng alarm, bel pintu, jam, meteran listrik menggunakan pulsa dan peringatan bahaya. Berdasarkan suaranya, Arduino Buzzer terbagi menjadi dua jenis, yaitu Active Buzzer dan Passive Buzzer.
## 2.9. Power Suply
Catu daya mode switching (SMPS) adalah perangkat elektronik yang menyuplai daya listrik dari sumber listrik ke perangkat yang arus atau tegangannya tidak sesuai dengan perangkat yang menggunakan teknologi switching. Cara kerja switching power supply ini adalah dengan mengubah tegangan masukan AC menjadi tegangan DC (rektifikasi) kemudian mengubah tegangan DC menjadi tegangan keluaran DC dengan mengatur kebutuhan daya yang diperlukan (adaptor).
## 2.10. Telegram
Telegram adalah aplikasi pesan instan berbasis cloud seperti Whatsapp, Line, dll, diluncurkan pada 14 Agustus 2013. Telegram tidak hanya dapat mengirim pesan, tetapi Telegram juga dapat mengirim foto, video, suara, dan catatan email tentang lokasi pengguna. Kekurangan dari aplikasi Telegram adalah tidak memiliki fitur Story seperti Whatsapp, namun aplikasi Telegram memiliki kelebihan dibandingkan Whatsapp seperti kemampuan mengirim file yang lebih besar yaitu bisa mencapai 1,5 GB, dan fungsi Bot Telegram yang dapat menjadi integrasi dengan layanan Internet dapat secara otomatis membalas pesan dari pengguna untuk memudahkan pekerjaan
## 2.11. Node MCU
NodeMCU 8266 merupakan perangkat elektronik open source yang dilengkapi dengan modul WIFI 8266 di dalamnya sehingga dapat dikembangkan menjadi aplikasi kontrol dan monitoring proyek IoT (Internet of Things). NodeMCU 8266 merupakan evolusi dari tipe ESP8266 ESP-12.
## 2.12. ESP32 CAM
ESP32-CAM merupakan modul pengembangan yang
mengintegrasikan mikrokontroler ESP32 dan modul kamera. ESP32- CAM berkemampuan WiFi dan Bluetooth, serta memiliki kemampuan pengambilan foto dan video
langsung. Modul ini kompatibel dengan platform Arduino dan dapat digunakan untuk berbagai proyek IoT, pemantauan keamanan, pengenalan wajah, dan banyak lagi. Spesifikasi ESP32-CAM meliputi mikrokontroler ESP32 dual-core dengan clock hingga 240 MHz, kamera OV2640 2 MP, dukungan kartu MicroSD, dukungan antena eksternal, dan antarmuka data. perangkat eksternal lainnya. Modul ini juga dilengkapi pengatur daya dan sirkuit serial USB yang memungkinkan pemrograman dan debugging dengan mudah.
## 2.13. Sensor Gas MQ2
MQ2 atau MQ-2 merupakan sensor gas berjenis Metal Oxide Semiconductor (MOS) alias ketahanan terhadap bahan kimia karena pendeteksiannya didasarkan pada perubahan nilai resistansi bahan/bahan penginderaan tersebut. berubah ketika bahan/bahan tersebut terkena gas. terdeteksi.
## 2.14. Sensor Getar SW420
Modul sensor SW-420 merupakan sensor pendeteksi getaran, cara kerja sensor ini adalah dengan menggunakan pelampung logam yang akan bergetar di dalam tabung yang berisi 2 buah elektroda pada saat modul sensor menerima gerakan getaran/guncangan. Terdapat 2 output, output digital (0 dan 1) dan output analog (tegangan).
## 3. A NALISIS DAN PERANCANGAN
3.1. Analisis
Analisis digunakan untuk mengetahui spesifikasi yang dibutuhkan dalam perancangan Prototype dan website, seperti kebutuhan fungsional dan kebutuhan non fungsional.
## 3.1.1. Kebutuhan Faungsional
Adapun beberapa kebutuhan fungsional dalam Sistem Keamanan Kamar Kost Berbasis Internet of Things (IOT) adalah :
1. Prototype:
Sistem dapat mendaftarkan sidik jari Sistem dapat memantau aktivitas alarm kost Sistem dapat mengirim gambar ke telegram user 2. Website :
a. Registrasi Pengguna:
Fitur untuk memungkinkan pengguna untuk mendaftar dan membuat akun di platform. Ini akan memberikan akses terbatas atau penuh tergantung pada peran pengguna (admin, operator, atau pengguna biasa).
b. Dashboard Monitoring : Tampilan utama yang memberikan ringkasan visual tentang keamanan dan deteksi gas di lokasi yang dipantau.
## 3.1.2. Kebutuhan Non Fungsional
Adapun beberapa kebutuhan non fungsional dalam Sistem Pendukung Keamanan Kamar Kost
dengan konsep Internet of Things (IOT) Berbasis Web adalah :
1. Perangkat keras (Hardware)
2. Perangkat lunak (Software)
3. Website
## 3.2. Perancangan
Perancangan sistem yang akan dibuat dalam Sistem Keamanan Kamar Kost, seperti blok diagram sistem, struktur menu, flowchart, DFD Level 0, DFD level 1, table yang di gunakan, dan Wiring diagram.
## 3.2.1. Blok Diagram Sistem
## Gambar 1 Blok Diagram Sistem
Menunjukkan bahwa data masukan berupa data kode Sidik Jari dari FingerPrint pada sistem keamanan diatas, memberikan keamanan berlapis untuk rumah dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi serta dapat melihat aktivitas siapa saja yang mengakses sistem keamaman ini melalui website. Kemudian Kamera akan menangkap gambar jika akses pintu sudah di akses oleh penghuni kost.
## 3.2.2. Struktur Menu
## Gambar 2 Struktur Menu
Dari Struktur Menu pada Gambar 2.2 dimulai dengan login, kemudian langsung menuju pada menu Beranda. Pada menu Beranda, terdapat aktivitas login dari pengguna seperti Nama beserta ID masuk dan jam masuk dari si pengguna yang mengakses sistem keamanan ini. Selanjutnya terdapat menu Tambah Data yang berfungsi untuk mendaftarkan Nama, ID Sidik Jari pada saat pengguna mendaftar, setelah mendaftarkan maka pengguna tersebut bisa mengakses sistem keamanan ini. Berikutnya terdapat menu Informasi yang didalamnya berisi tentang informasi
dari pengguna yang sudah mendaftar, Edit Data, Detail dan Hapus. Edit Data berfungsi untuk mengganti Nama dan password cadangan, menu Detail memberikan informasi yang lebih rinci seperti Nama, UID, Foto dan tanggal daftar yang sudah didaftarkan sebelumnya, serta terdapat menu Hapus yang berfungsi untuk menghapus user.
## 3.2.3. Flowchart Sistem
## Gambar 3 Flowchart Sistem
Pertama system akan meminta user untuk menempelkan sidik jari pada Sensor Fingerprint, jika data sidik jari sudah terdaftar maka pintu akan terbuka, namun jika tidak terdaftar, maka user di arahkan untuk melakukan registry sidik jari pada sensir fingerprint, jika akses di terima maka pintu terbuka dan kamera ESP32 Cam akan mengambil gambar saat memasuki ruangan, lalu aktivitas akan tersimpat pada datasheet
## 3.2.4. Flowchart Website
## Gambar 4 Flowchart Website
Pertama website akan menampilkan halaman login, pengguna akan memasukkan email dan password sebagai autentikasi awal, jika data yang di masukan salah maka pengguna harus mendaftarkan data diri terlebih dahulu, jika data benar maka akan beralih ke halaman dashboard, pada dashboard awal
terdapat menu Fingerprint, Menu Getaran, dan menu gas yang berfungsi sebagai monitor dari masing” sensor dan aktivitas dalam kost, jika pengguna ingin mengakhiri sesi monitoring bisa berlanjut ke menu logout.
## 3.2.5. Flowchart Koneksi Telegram
## Gambar 5 Flowchart koneksi telegram
Pertama ESP32 Cam akan meminta sambungan koneksi ke wifi, lalu jika koneksi berhasil maka Telegram akan meminta akses foto ke ESP32 Cam, jika koneksi tidak berhasil maka akan menghubungkan Kembali ke wifi, jika permintaan akses foto dari telegram berhasil maka ESP32 Cam akan mengirimkan foto ke telegram
## 3.2.6. Wiring Diagram
Gambar 6 Rangkaian wiring diagram
4. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
4.1. Implementasi
Perancangan prototype Keamanan Kamar Kost Berbasis Internet of Things yang telah dilakukan diimplementasikan dan menghasilkan data yang sesuai dengan nilai sensor dan dapat ditampilkan pada website secara online.
## 4.1.1. Rangkaian Model
Gambar 7 Rangkaian Model
Model “Sistem Keamanan Kamar Kost Berbasis
Internet of Things (IoT) menggunakan 3 Mikrokontroler yaitu Arduino Uno, Node Mcu dan ESP32 Cam, untuk sensor yang di gunakan yaitu Sensor Gas MQ2, Sensor Getar SW420, ESP32 Cam dan Sensor Fingerprint, lalu untuk aktuator pendukung menggunakan Selenoid Doorlock yang menggunakan daya 12v dari Power Suply tipe Adaptor.
## 4.1.2. Pembuatan Website
Dalam proses pembuatan website menggunakan Framework Laravel, dan di hubungkan ke Model sehingga Dat dapat di transfer dan di control oleh user
## Gambar 8 Dashboard Website
## 4.2. Pengujian
Pengujian di lakukan untuk memastikan apakah sensor dan kontroler bekerja dengan baik sesuai harapan dan menampilkan data yang akurat serta dapat di tampilkan di dalam table website.
## 4.2.1. Pengujian Fingerprint
Gambar 9 Pengujian Fingerprint
Pengujian Sesnsor Finger Print di lakukan agar data yang terverifikasi oleh sensor dapat di pantau oleh pengguna dengan nilai 1&0.
Tabel 1 Pengujian Fingerptint No Kondisi Sensor Nilai Selenoid Doorlock ESP32 Cam 1 Membaca Sidik Jari yang benar (Telah terdaftar) 1 Terbuka Mengirimkan Foto ke telegram 2 Membaca Sidik Jari yang salah (Tidak Terdaftar) 0 Tertutup Tidak Mengirimkan 3 Membaca jari pengguna yang berbeda (Bukan Jari yang di daftarkan) 0 Tertutup Tidak Mengirimkan 4 Jari yang di tempelkan dalam keadaan basah 0 Tertutup Tidak Mengirimkan 5 Jari di tempelkan dalam posisi vertikal 1 Terbuka Mengirimkan foto ke telegram 6 2 Jari yang terdaftar di tempelkan horizontal 0 Terbuka Tidak Mengirimkan 7 2 Jari yang terdaftar di tempelkan bersamaan 0 Tertutup Tidak Mengirimkan 8 Jari dalam keadaan Luka 1 Terbuka Mengirimkan foto ke telegram 9 2 jari di tempelkan bersamaan ( 1 Jari Terdaftar & 1 Jari tidak terdaftar) 0 Tertutup Tidak Mengirimkan 10 Jari di tempelkan kurang dari 1 Detik 0 Tertutup Tidak Mengirimkan
Dari pengujian di atas dapat di tentukan bahwa solenoid doorlock akan terbuka jika sensor fingerprint membaca nilai 1, dan posisi jari dalam keadaan kering serta posisi yang harus sejajar pada layer pembaca
4.2.2. Pengujian Sensor Getar SW420
Gambar 10 Pengujian Sensor Getar
Pengujian Sesnsor Getar SW420 di lakukan agar data yang terverifikasi oleh sensor dapat di pantau oleh pengguna, dengan nilai 1&0.
Tabel 2 Pengujian Sensor Getar No Kondisi Sensor Nilai Buzzer 1 Sensor di letakan pada ruangan yang terdapat getaran 1 Menyala dengan frekuensi 5 detik 2 Sensor di letakan pada ruangan yang tidak terdapat getaran 0 Mati 3 Getaran pada media ruangan di berikan kurang dari 1 detik 1 Menyala dengan frekuensi 5 detik 4 Getaran di berikan dari jarak lebih dari 1 meter dari media ruangan 0 Mati 5 Sensor di terpa angin dengan media kipas angin 0 Mati
Dari pengujian di atas, dapat di tentukan bahwa alarm akan berbunyi jika nilai yang di baca sensor adalah 1, dan sensor akan mati jika nilai yang di baca sensor adalah 0.
## 4.2.3. Pengujian Sensor Gas
Gambar 11 Pengujian Sensor Gas
Dari pengujian di atas, dapat di tentukan bahwa alarm akan berbunyi jika nilai yang di baca sensor adalah 1, dan sensor akan mati jika nilai yang di baca sensor adalah 0.
Tabel 3 Pengujian Sensor Gas N o Jenis Gas Ukur an Ruan gan Inten sitas Jarak 10cm Buzz er Inten sitas Jarak 1mete r Buzz er 1 Korek Api 4x3 >150 Men yala ~60 Mati 2 Asap Rokok 4x3 >170 Men yala ~80 Mati 3 Asap Kertas Terbakar 4x3 >200 Men yala >150 Men yala 4 Gas LPG 4x3 >150 Men yala >150 Men yala 5 Kompor 4x3 >150 Men yala ~100 Mati 6 Pompa Ban 4x3 ~90 Mati ~80 Mati 7 Knalpot 4x3 >150 Men yala >150 Men yala 8 Parfum 4x3 ~80 Mati ~60 Mati 9 AC 4x3 - Mati ~60 Mati 10 Pembu angan Kulkas 4x3 - Mati ~60 Mati
Dari table di atas dapat di tentukan bahwa rata rata gas yang dapat di baca oleh sensor adalah gas yang berada dalam jangkauan 10cm, dan nilai minimum agar alarm berbunyi adalah 150
## 4.2.4. Pengujian ESP32 Cam
Gambar 12 Pengujian ESP32 Cam Pengujian ESP32 Cam berguna untuk memastikan Kamera berfungsi dengan benar serta mengirimkan notifikasi ke Telegram.
## Tabel 4 Pengujian ESP32 Cam
No Kondisi Status Permintaan Capture Foto Kondisi Sinyal Lama Waktu Capture Foto 1 Finger Print Membaca Nilai 1 Koneksi ESP32 Cam ke Telegram Sukses Sukses Baik 5 detik Terkirim 2 Finger Print Membaca Nilai 1 Koneksi ESP32 Cam ke Telegram Sukses Sukses Lemah 15 Detik Terkirim 3 Finger Print Membaca Nilai 1 Koneksi ESP32 Cam ke Telegram Sukses Sukses Terputus 5 Detik 30 Detik (Reconecting) Terkirim 4 Finger Print Membaca Nilai 0 Koneksi ESP32 Cam ke Telegram Sukses Gagal Baik - Tidak Terkirim 5 Finger Print Membaca Nilai 0 Koneksi ESP32 Cam ke Telegram Sukses Gagal Lemah - Tidak Terkirim
Dari pengujian di atas dapat di ketahui bahwa Kondisi Nilai 1 akan mengirimkan capture dari ESP32 Cam ke telegram pengguna, sedangkan kondisi nilai 0 maka pintu tidak akan terbuka
## 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang didapat pada penilitian ini yaitu Pada pengujian fungsionalitas pada aplikasi berbasis mobile versi 10 dan 11 bisa digunakan dengan baik. Pada pengujian black box aplikasi sudah sesuai dengan harapan pengguna. Hasil presentase tingkat kecanduan dan solusi untuk gejala kecanduan sudah dapat ditampilkan. Dan dari hasil perhitungan sistem pakar didapatkan nilai kepastian 93.5488 % dengan menunjukkan tingkat level kecanduan tinggi. Saran yang didapat pada penelitian ini belum sempurna dan diperlukan pengembangan selanjutnya: Pengembangan selanjutnya diharapkan dapat menambah keragaman data pada sistem ataupun pada database Penerapan sistem pakar ini dapat diterapkan pada diagnosa-diagnosa yang lain, Fingerprint dapat di tentukan bahwa solenoid doorlock akan terbuka jika sensor fingerprint membaca nilai 1, dan posisi jari dalam keadaan kering serta posisi yang harus sejajar pada layer pembaca, Pengujian Sesnsor Getar SW420 di lakukan agar data yang terverifikasi oleh sensor dapat di pantau oleh pengguna, dengan nilai 1&0, Dari pengujian sensor gas dapat di tentukan bahwa alarm akan berbunyi jika nilai yang di baca sensor adalah 1, dan sensor akan mati jika nilai yang di baca sensor adalah 0, Pengujian ESP32 Cam berguna untuk memastikan Kamera berfungsi dengan benar serta mengirimkan notifikasi ke Telegram.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Rawansyah and . S. Noor Arief, "Sistem Pakar Diagnosa Tingkat Kecanduan," SEMINAR INFORMATIKA APLIKATIF POLINEMA, pp. 83-89, 2020.
[2] T. Denda, D. Wahiddin and A. F. N. Masruriyah, "Implementasi Algoritma Certainty Factor pada sistem pakar untuk," Scientific Student Journal for Information, Technology and Science , pp. 160-166, 2022.
[3] M. Butsiarah, "SISTEM PAKAR DIAGNOSA TINGKAT KECANDUAN BELANJA," Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi , pp. 1-10, 2019.
[4] S. K. Wibisono, A. T. Wulandari and , Supriyatin, "Rancangan Bangun Sistem Pakar Diagnosa Gejala," JURNAL ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI, pp. 17-23, 2021.
[5] Y. Apridiansyah,
"DESAIN DAN IMPLEMENTASI SISTEM PAKAR," Jurnal Pseudocode, pp. 1-8, 2017.
[6] S. M. Cloudy Silalahi, "SISTEM PAKAR DIAGNOSA GEJALA KECANDUAN," Jurnal TeIKa, pp. 175-183, 2021.
[7] Pitaloka, "Perilaku Konsumsi Game online Pada Pelajar (Studi Fenomenologi tentang Perilaku Konsumsi Game online Pada Pelajar di Kelurahan Gemolong, Kabupaten Sragen tahun 2013," jurnal sosialitas, vol. 03, 2013.
[8] A. Latubessy, A. Jazuli and R. Fiati, "PENERAPAN INTELLIGENT GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM UNTUK," Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK), pp. . 1147-1152, 202
|
9d20eaf6-04d6-42f0-9031-1bb1c4459587 | https://jurnal.stokbinaguna.ac.id/index.php/JPJ/article/download/125/115 |
## Pelatihan Meloncati Palang Setinggi 30 cm Berbeban 1 kg Terhadap Daya Ledak Otot Tungkai
Training of Jump Over the Bar 30 cm high with Burdened 1 kg To Eksplosion Power Leg Muscles
I Gusti Putu Ngurah Adi Santika 1 , Maryoto Subekti 2
1,2 Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi FPOK IKIP PGRI Bali Jln. Seroja, Tonja, Denpasar, Bali, Indonesia Email : [email protected], [email protected]
## ABSTRAK
Daya ledak otot tungkai sangat berperan dalam cabang olahraga bolavoli. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 5 Mengwi diperoleh data daya ledak peserta ekstrakurikuler bolavoli masih berada kategori kurang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang dihasilkan pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg terhadap daya ledak otot tungkai. Penelitian yang diterapkan adalah penelitian eksperimen yang mempergunakan design penelitian Eksperimental Randomize Pre and Post Test Group Design . Sampel murni dalam penelitian berjumlah 34 orang yang terdiri atas 17 orang kelompok kontrol dan 17 orang kelompok perlakuan. Berdasarkan pembahasan diperoleh bahwa pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai 8,80 cm atau 20,91%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai.
## Kata kunci: Daya Ledak Otot Tungkai, Meloncati Palang, Bolavoli
## ABSTRACT
The power of leg muscles plays a very important role in the sport of volleyball. Based on preliminary research conducted at Junior high school Negeri 5 Mengwi, it was found that the explosive power of volleyball extracurricular participants was still in the low category. The purpose of this study was to determine the effect of jumping a 30 cm bar with a weight of 1 kg on the explosive power of the leg muscles. The research applied was experimental research using experimental research design randomize pre and post test group design. The pure sample in the study amounted to 34 people consisting of 17 people in the control group and 17 people in the treatment group. Based on the discussion, it was found that training to jump a bar as high as 30 cm with a load of 1 kg can increase the explosive power of the leg muscles by 8.80 cm or 20.91%. So it can be concluded that training to jump a bar as high as 30 cm with a load of 1 kg can increase the explosive power of the leg muscles.
Keywords: Limb Muscles Explosive Force, Cross Jumping, Volleyball
## PENDAHULUAN
Olahraga wajib kita laksanakan agar badan kita tetap sehat dan bugar. Palar, Wongkar, & Ticoalu (2015) mengatakan bahwa olahraga adalah segala gerak badan yang dilakukan manusia dengan teknik tertentu untuk membentuk tubuh dengan intensitas, batas waktu dan tujuan tertentu.
Menurut Santika (2016) olahraga adalah hal yang wajib dilakukan oleh seseorang dalam menjaga kondisi tubuh agar terjaga dengan baik. Inti dari pelaksanaan olahraga adalah untuk menjaga badan kita tetap sehat dan bugar.
Menurut Giriwijoyo (2009) olahraga dibedakan menjadi olahraga pendidikan, kesehatan, rekreasi dan prestasi. Effendi (2016) mengatakan bahwa olahraga prestasi merupakan indikator yang dapat digunakan secara langsung untuk melihat status atau tingkat pencapaian dan keberhasilan dalam olahraga. Dengan demikian demi mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara, kita harus meningkatkan prestasi olahraga Indonesia.
Peningkatan prestasi dalam bidang olahraga selain membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai juga diperlukan pembinaan prestasi terutama sejak usia dini (Utami, 2015), (Devi Catur Winata,
Muhammad Fahmi, & Andi Nur Abady,
2020). Apabila kita ingin memperkuat jati diri kita sebagai bangsa pemanang dalam olahraga adalah dengan membentuk karakter juara. Karakter juara harus kita bentuk sejak dini. Kita harus tanamkan pola latihan dan management latihan yang baik dan benar. Jiwa dan psikologis harus dipersiapkan sebaik-baiknya.
Kondisi fisik merupakan pondasi dasar yang harus kita miliki untuk memperoleh prestasi dalam olahraga (Rinaldi Aditya, Filli Azandi, & M, B. A, 2020). Prasetya (2017) mengatakan bahwa kondisi fisik merupakan salah satu syarat yang dipergunakan untuk mencapai prestasi. Aktivitas yang kita lakukan dalam kehidupan kita baik yang bersifat statis atau dinamis tidak akan terlepas dari komponen biomotorik (Santika, 2017). Maka dari itu komponen biomotorik harus kita jaga guna meningkatkan kondisi fisik tubuh.
Bolavoli merupakan salah satu bagian dari ruang lingkup pendidikan jasmani (Alpian & Selatan, 2017). Artinya olahraga bolavoli telah menjadi bagian penting dalam olahraga pendidikan. Apabila bolavoli manjadi bagian dalam olahraga pendidikan maka otomatis anak didik sudah sejak dini mendapatkan pendidikan olahraga bolavoli. Apabila sejak dini anak didik telah mendapatkan pengetahuan menganai
olahraga bolavoli, maka bukan tidak mungkin prestasi olahraga bolavoli akan terwujud (Fajar Mugo Raharjo, Agung Nugroho, & Ahmad Al Munawar, 2020).
Daya ledak otot tungkai sangat berperan dalam cabang olahraga bolavoli (Gunawan, Dewi & Santika, 2016). Daya ledak merupakan kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Adiatmika & Santika, 2016). Daya ledak dibutuhkan oleh pemain bolavoli pada saat melakukan smash dan blocking. Kita ketahui bersama bahwa poin yang diperoleh tim bolavoli berasal dari smash dan blocking yang dilakukan oleh pemain bolavoli.
SMP Negeri 5 Mengwi merupakan sekolah yang memiliki eksistensi tinggi dalam olahraga bolavoli. Hal ini
diungkapkan oleh guru olahraga di SMP
Negeri 5 Mengwi yang menyatakan bahwa ekstrakurikuler bolavoli merupakan satu olahraga favorit di SMP Negeri 5 Mengwi.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 5 Mengwi diperoleh data daya ledak peserta ekstrakurikuler bolavoli masih berada kategori kurang (Santika, 2018). Berkaitan
dengan hal di atas maka peneliti melakukan
penelitian yang berjudul “Pelatihan
Meloncati Palang Setinggi 30 cm Berbeban 1 kg Terhadap Daya Ledak Otot Tungkai”.
Adapun rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah apakah pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai peserta ekstrakurikuler bolavoli SMP Negeri 5 Mengwi? Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang dihasilkan pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg terhadap daya ledak otot tungkai. Bercermin dari rumusan masalah dan tujuan di atas maka peneliti mengajukan hipotesis alternatif yang berbunyi pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai peserta ekstrakurikuler bolavoli SMP Negeri 5 Mengwi.
## METODE PENELITIAN
Penelitian yang diterapkan adalah penelitian eksperimen yang mempergunakan design penelitian Eksperimental Randomize Pre and Post Test Group Design (Sugiyono,
2013). Penelitian ini terdiri atas dua kelompok diantaranya kelompok kontrol yang diberikan pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm sedangkan kelompok perlakuan diberikan pelatihan meloncati
palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg.
Populasi keseluruhan berjumlah 182 orang yang terbagi ke dalam 11 kelas. Sample
penelitian
ditentukan
dengan
mempergunakan teknik Proporsional
Sampling sehingga diperoleh jumlah sampel keseluruhan 34 orang. Untuk mengantisipasi sampel yang dipergunakan drop out maka sampel di tambah 10% dari 34 orang sehingga jumlah sampel keseluruhan menjadi 38 orang. Mengingat penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang terdiri atas dua kelompok maka jumlah sampel yang berjumlah 38 orang dibagi menjadi dua kelompok mempergunakan teknik random sampling sehingga diperoleh jumlah sampel pada masing-masing kelompok 19 orang.
Daya ledak otot tungkai diukur dengan alat Jump-MD dengan satuan (cm).
Sedangkan analisis statistik diukur dengan Program SPSS 16 dengan urutan sebagai berikut : 1) uji deskriptif dipergunakan untuk mengetahui rerata, simpangan baku,
maksimum, minimum data daya ledak otot tungkai pada masing-masing kelompok, 2) uji normalitas dengan Shapiro Wilk Test dipergunakan untuk menguji normalitas data pre dan post test pada masing-masing kelompok, 3) uji homogenitas dengan Levene’s Test bertujuan untuk mengetahui homoginitas data pre dan post test pada
masing-masing kelompok, 4) uji t-paired test dipergunakan untuk mengetahui rerata efek pelatihan yang dihasilkan pada masing- masing kelompok dan 5) uji t-independent dipergunakan untuk mengetahui efek pelatihan antar kelompok.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap pertama yang kita lakukan adalah melakukan uji deskriptif terhadap data pre dan post test daya ledak otot tungkai pada masing-masing kelompok. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini
## :
Tabel 1. Data Deskriptif Pre dan Post Test pada Masing-Masing Kelompok
N Min. (cm) Max. (cm) Mean (cm) Std. Deviation T.Awal Klp.Kontrol 15 30.00 53.00 42.13 7.31795 T.Awal Klp. Perlakuan 15 30.00 53.00 42.06 7.38209 T.Akhir Klp.Kontrol 15 35.00 57.00 46.20 7.38918 T.Akhir Klp.Perlakuan 15 40.00 60.00 50.86 6.56687 Valid N (listwise) 15 0 10 20 30 40 50 60 Min. Max. Mean Standar Deviasi 30 53 42.13 7.31795 30 53 42.06 7.38209 35 57 46.2 7.38918 40 60 50.86 6.56687 T.Akhir Klp.Perlakuan T.Akhir Klp.Kontrol T.Awal Klp.Perlakuan T.Awal Klp.Kontrol
## Gambar 1. Grafik Data Deskriptif Pre dan Post Test pada Masing-Masing Kelompok
Berdasarkan tabel 1 dan gambar 1 diperoleh rerata pre test kelompok kontrol 42,13±7,31795 cm dan pre test kelompok perlakuan 42,06±7,38209 cm. Sedangkan rerata post test kelompok kontrol 46,20±7,38918 cm dan post test kelompok perlakuan 50,86±6,56687 cm.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pre dan Post Test pada Masing-Masing Kelompok
Pengukuran
Daya Ledak Uji Normalitas ( Saphiro Wilk-Test ) Uji Homogenitas ( Levene-Test ) Nilai p Klp
Kontrol Nilai p Klp Perlakuan Nilai p Tes Awal 0,415 0,408 0,967 Tes Akhir 0,258 0,223 0,489
Gambar 2. Grafik Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Pre dan Post Test pada Masing-Masing Kelompok
Berdasarkan tabel 2 dan gambar 2 diperoleh nilai p uji normalitas pada pre-test kelompok kontrol 0,415 dan post test
kelompok kontrol 0,258. Sedangkan nilai p uji normalitas pada pre-test kelompok perlakuan 0,408 dan post test 0,223. Hal ini menunjukan bahwa data berdistribusi normal karena data pre dan post test pada masing-masing kelompok lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Sedangkan data homogenitas pada pre-test kelompok kontrol diperoleh nilai p 0,976 dan post test 0,489. Hal ini berarti data pada masing-masing kelompok homogen karena nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Sehingga bisa dilanjutkan ke uji parametrik.
Tabel 3. Uji Rerata t-Paired Pre dan Post Test pada Masing-Masing Kelompok
Pengukuran Daya ledak Min. Max. Rerata SB Beda Rerata t p
Kelompok Kontrol
Tes Awal (Cm) 30 53 42,13 7,31794 4,07 17,823 0,000
Tes Akhir (Cm) 35 57 46,20 7,38918
Kelompok Perlakuan Tes Awal (Cm) 30 53 42,07 7,38208 8,80 24,819 0,000 40 60 50,87 6,56887 Tes Akhir (Cm)
Gambar 3. Grafik Uji Rerata t-Paired Pre dan Post Test pada Masing-Masing
Kelompok 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Klp.Kontrol Klp.Perlakuan Uj i Nor m ali tas Uj i Hom oge n it as 0.415 0.408 0.976 0.258 0.223 0.489 Tes Akhir Tes Awal 0 10 20 30 40 50 60 Pre-Test Post-Test Beda 42,13 cm 46,2 cm 4,07 cm 42,06 cm 50,86 cm 8,8 cm Klp. Perlakuan Klp. Kontrol
Berdasarkan tabel 3 dan gambar 3 diperoleh rerata pre-test kelompok kontrol 42,13±7,31794 cm dan rerata post test 46,20±7,38918 cm dengan beda rerata 4,07 cm dan nilai (p<0,05). Sedangkan rerata pre- test kelompok perlakuan diperoleh
42,07±7,38208 cm dan rerata post test 50,87±6,56887 cm dengan beda rerata 8,80 cm dan nilai (p<0,05). Dalam tabel 3 menunjukkan bahwa nilai (p<0,05). Hal ini berarti adaperbadaan yang bermakna pada pelatihan yang diterapkan pada masing- masing kelompok. Berarti pelatihan yang diberikan pada masing-masing kelompok sama-sama memberikan pengaruh dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai,
namun pada kelompok perlakuan memberikan dampak yang lebih besar dengan beda rerata 8,80 cm. Apabila kita persentasekan menjadi :
## Tabel 4. Persentase Peningkatan Daya Ledak Otot Tungkai pada Masing- Masing Kelompok
Hasil Analisis Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Tes Awal (cm) 42,13 42,07 Tes Akhir (cm) 46,20 50,87 Selisih (cm) 4,07 8,80 Persentase (%) 9,66 20,91
Gambar 4. Grafik Persentase Peningkatan Daya Ledak Otot Tungkai
pada Masing-Masing Kelompok
Berdasarkan tabel 4 dan gambar 4 maka terlihat bahwa persentase peningkatan daya ledak otot tungkai lebih besar terjadi pada kelompok perlakuan yang diberikan pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm dengan beban 1 kg sebesar 20,91%.
## Tabel 5. Uji Efek Pelatihan Antar
Kelompok dengan uji t-Independent
Kelompok Post-Test t p Beda Post- Test Kontrol 46,20±7,317 17,823 0,000 4,67 Perlakuan 50,87±6,568 24,819 0,000
Berdasarkan uji t-independent
diperolah data efek pelatihan (post-test) untuk kelompok kontrol dan perlakuan dengan nilai (p<0,05). Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna terhadap efek yang ditimpulkan oleh masing-masing pelatihan pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Peningkatan daya ledak otot tungkai ini karena pelatihan ini menerapkan tinggi
0 5 10 15 20 25 Beda Persentase 4,07 cm 9,66% 8,8 cm 20,91% Klp. Kontrol Klp. Perlakuan
rintangan dan pembebanan tambahan dalam pelatihannya. Hal ini relevan dengan penelitian Suantika, Sumerta & Santika, (2016) yang menerapkan rintangan dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai, Gunawan, Dewi & Santika (2016) yang menerapkan ketinggian rintangan dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai serta Wibawa, Sudiarta & Santika (2017) yang mempergunakan loncatan beruntun dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai.
## KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai SMP Negeri 5 Mengwi. Sehingga dengan hal itu maka hipotesis yang berbunyi pelatihan meloncati palang setinggi 30 cm berbeban 1 kg dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai SMP Negeri 5 Mengwi diterima.
## DAFTAR PUSTAKA
Adiatmika, I.P.G. & Santika, I.G.P.N.A. (2016). Bahan Ajar Tes dan Pengukuran Olahraga . Denpasar :
Udayana University Press
Alpian, M., & Selatan, T. K. (2017). Upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar materi bola voli pasing bawah dengan permainan bola gantung pada siswa kelas v sd negeri 5.8 tanjung
tahun pelajaran 2016/2017 . 4 (2), 69– 76.
Devi Catur Winata, Muhammad Fahmi, & Andi Nur Abady. (2020). Influence of Play Approach Against Sprint Learning Outcomes. Jurnal Pendidikan Jasmani (JPJ) , 1 (1),
8-13. https://doi.org/10.55081/jpj.v1i1.109
Effendi, H. (2016). Peranan Psikologi
Olahraga Dalam Meningkatkan Prestasi Atlet. Nusantara (Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial , 1 , 23–30. https://doi.org/http://jurnal.um- tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/ view/90/90
Fajar Mugo Raharjo, Agung Nugroho, & Ahmad Al Munawar. (2020). The Influence of Reciprocal Teaching Style on Volleyball Smash Learning
Outcomes. Jurnal Pendidikan Jasmani
(JPJ) , 1 (1),
14-18.
https://doi.org/10.55081/jpj.v1i1.105
Giriwijoyo, H. Y. S. S. (2009). Pengantar Ilmu Faal Olahraga . Bandung : Doc. Penjas-Or SD Tr
Palar, C. M., Wongkar, D., & Ticoalu, S. H. R. (2015). Manfaat Latihan Olahraga Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik Manusia. Jurnal E-Biomedik , 3 (1), 316-321.
Prasetya Ambara, A. (2017). Hubungan Kondisi Fisik Terhadap Prestasi Atlet Wushu Sanda Di Sasana Kim Tiauw Surabaya. Jurnal Prestasi Olahraga , Vol. 1 (1), 1-11. https://core.ac.uk/download/pdf/23079 1285.pdf
Gunawan, I. P. A., Dewi, I. K. A., & Santika, N. A. (2016). Pelatihan Meloncati Rintangan Setinggi 50cm Ke
Kiri Ke Kanan 10 Repetisi 3 Set
Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Siswa Putra Peserta Ekstrakurikuler Bola Voli SMP Neger 2 Mengwi Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi , 2 (2), 52-60. Retrieved from https://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/j pkr/article/view/194
Rinaldi Aditya, Filli Azandi, & M, B. A.
(2020). Effect of Play Approach Against Learning Outcomes in Soccer Games. Jurnal Pendidikan Jasmani (JPJ) , 1 (1), 1-7.
https://doi.org/10.55081/jpj.v1i1.104
Santika, I. G. P. N. A. (2017). Pengukuran
Komponen Biomotorik Mahasiswa Putra Semester V Kelas A Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan IKIP PGRI Bali Tahun 2017. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi , 3 (1), 85-92. Retrieved from https://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/j pkr/article/view/221 Santika, I. G. P. N. A. (2018). Pengukuran Tingkat Daya Ledak Otot Tungkai SMP
Negeri 5 Mengwi Tahun 2018 . Denpasar : FPOK IKIP PGRI Bali.
Santika, I. G. P. N. A. (2020). Pengukuran
Tingkat Kadar Lemak Tubuh Melalui
Jogging Selama 30 Menit Mahasiswa
Putra Semester IV FPOK IKIP PGRI
Bali Tahun 2016. Jurnal Pendidikan
Kesehatan Rekreasi , 2 (1), 89-98. Retrieved from https://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/j pkr/article/view/165 (Original work published June 30, 2016)
Suantika, I. G. D., Sumerta, I. K., & Santika,
N. A. (2016). Pelatihan Double Leg Bound 10 Repetisi 5 Set Meningkatkan
Daya Ledak Otot Tungkai Siswa Putra Kelas VIII D SMP PGRI 5 Denpasar Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi , 2 (2),
27-30. Retrieved from https://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/j pkr/article/view/191 Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Bandung : ALFABETA
Utami, D. (2015). Peran Fisiologi Dalam
Meningkatkan Prestasi Olahraga Indonesia Menuju Sea Games. Jurnal Olahraga Prestasi, 11 (2), 52-63. https://journal.uny.ac.id/index.php/jorp res/article/view/5728
Wibawa, R., Sudiarta, N., & Santika, N. A.
(2017). Pelatihan Plyometrics Knee Tuck Jump 5 Repetisi 5 Set Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Siswa Kelas X Jurusan Multimedia Dan Lukis Tradisi SMK Negeri 1 Sukawati Gianyar Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi , 3 (1), 34-41. Retrieved from https://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/j pkr/article/view/215.
|
7c1935aa-ce01-49ad-8295-e4d48ddfb28f | http://journal.uny.ac.id/index.php/jolahraga/article/download/20349/11665 | Jurnal Keolahragaan, 6 (2), 2018, 100-109
Pengaruh pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan terhadap ketepatan shooting peserta ekstrakurikuler basket
Desi Adityo Hermawan *, Hari Amirullah Rachman
Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta. Jalan Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta, 55281, Indonesia * Corresponding Author. Email: [email protected]
Received: 13 July 2018; Revised: 20 September 2018; Accepted: 21 September 2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh antara pendekatan latihan teknis dan taktis dengan ketepatan shooting ; (2) mengetahui pengaruh antara kemampuan motorik koordinasi mata dan tangan terhadap ketepatan shooting ; (3) mengetahui interaksi pengaruh antara pendekatan latihan dan koordinasi mata dan tangan dengan ketepatan shooting . Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan 2x2. Subjek penelitian ini yaitu siswa SMP Negeri 1 Sumpiuh dan siswa SMP Negeri 2 Sumpiuh yang mengikuti ekstrakurikuler bola basket. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling dengan total responden sebanyak 20 orang. Instrumen pengumpulan data menggunakan tes pengukuran. Analisis data menggunakan ANOVA dua jalur (ANOVA two-way ) . Hasil penelitian menunjukkan (1) ada perbedaan yang signifikan pendekatan teknis, dan taktis mempengaruhi ketepatan shooting dalam permainan bola basket; (2) ada perbedaan pengaruh yang signifikan kemampuan motorik koordinasi mata dan tangan dengan ketepatan shooting dalam permainan bola basket; (3) ada interaksi yang signifikan antara pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan dengan ketepatan shooting dalam permainan bola basket. Kata Kunci: pendekatan latihan, koordinasi mata tangan, ketepatan shooting
## The influence of training approach and eyes-and-hands coordination on shooting accuracy in the participant’s basket extracurricular activity
## Abstract
The study was conducted in order to: (1) identify the influence of technical and tactical practice on shooting accuracy; (2) identify the influence of motoric capacity within the eyes-and-hands coordination on shooting accuracy; and (3) identify the influence of training approach and eyes-and- hands coordination on shooting accuracy. The study was a 2x2 experiment and the subjects in the study were the students of Negeri 1 Sumpiuh State Junior High School who attended the basketball extracurricular activity. The samples in the selected by means of purposive random sampling technique with total number of respondents 20 people. In gathering the data, a measurement test was administered among the students and the data were analysed by using two-way ANOVA. The results of the study show that: (1) the technical and tactical practice has significant influence on shooting accuracy within the basketball game; (2) the motoric capacity within the eyes-and-hands coordination has significant influence on shooting accuracy within the basketball game; and (3) the eyes-and-hands training and coordination approach has significant influence on shooting accuracy within the basketball game. Keyword s: training approach, eyes-and-hands coordination, shooting accuracy
How to Cite : Hermawan, D., & Rachman, H. (2018). Pengaruh pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan terhadap ketepatan shooting peserta ekstrakurikuler basket. Jurnal Keolahragaan, 6 (2), 100-109. doi:https://doi.org/10.21831/jk.v0i0.20349
https://doi.org/10.21831/jk.v0i0.20349
__________________________________________________________________________________________
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
## PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu kebutuh- an yang sangat penting bagi setiap orang, karena pendidikan menjadikan pribadi seseorang me- ngerti akan harkat dan martabat dari diri pribadi mereka sendiri. Maksud dan tujuan dari pendi- dikan untuk mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki setiap orang, apabila tidak dikem- bangkan dengan baik potensi dan bakat yang dimilki tidak akan berkembang. Melalui proses pendidikan untuk mengembangkan potensi dan bakat, sesorang dapat mewujudkan serta mengembangkan bakatnya tersebut dengan mak- simal sehingga dapat dirasakan hasilnya untuk diri sediri dan bersama.
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan menekankan pada aspek pendidikan yang bersifat menyeluruh, seperti kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral, yang merupakan tujuan pen- didikan pada umumnya (Rachman, 2009, p. 20). Selain dapat meningkatkan kebugaran jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani memiliki banyak manfaat lain salah satunya sebagai penunjang potensi dan bakat siswa, pembentukan karakter bagi siswa agar sehat jasmani dan rohani, mempunyai sikap sportif, bertanggung jawab, dan meningkatkan rasa percaya diri pada diri siswa. Sementara tujuan lain dari pendidikan jasmani di sekolah adalah (1) mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan sosial, (2) mengembangkan kepercayaan diri dan ke- mampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani, (3) memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari se- cara efisien dan terkendali, (4) mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun perorangan, (5) berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampil- an sosial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antara orang, dan (6) menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktifitas jasmani, termasuk permainan olahraga (Husdarta, 2011; Jatmika, 2005). Dengan demi- kian pendidikan jasmani di sekolah harus benar- benar dilakukan dengan sebaik mugkin dan ter- arah, agar manfaat serta tujuannya dapat tercapai dengan maksimal, dan nilai-nilai penting yang terkandung dalam pendidikan jasmani dapat
disampaikan pada siswa dengan baik. Peran tena- ga pengajar atau guru dalam pendidikan jasmani di sekolah adalah salah satu kunci penting dalam menyampaikan manfaat dan tujuan dari pendi- dikan tersebut, diperlukan peran aktif dan bim- bingan guru untuk bisa memberikan serta menyampaikan nilai-nilai penting dari tujuan dan manfaat pendidikan jasmani.
Sekolah sebagai tempat terselengaranya proses belajar mengajar yang meliputi kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler adalah proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang alokasi waktunya sudah diatur berdasarkan kurikulum yang sudah ada. Sedangkan ekstrakurikuler sendiri adalah kegiat- an yang dilakukan diluar dari KBM, dan waktu pelaksanaannya diluar dari jam sekolah, biasa dilaksanakan setelah selesai jam sekolah atau pulang sekolah. Kegiatan ektrakurikuler bertuju- an sebagai wadah pembinaan bagi siswa di sekolah agar dapat menyalurkan serta mengem- bangkan potensi dan bakat yang dimiliki di luar dari kegiatan intrakurikuler, berdasarkan minat dan kemampuan dari setiap siswa.
Ekstrakurikuler dapat dikelompokan men- jadi tiga kelompok kegiatan yaitu ekstrakurikuler yang berhubungan dengan kesenian, ekstrakuri- kuler yang berkaitan dengan olahraga, dan eks- trakurikuler yang bersifat non seni dan olahraga. Salah satu ekstrakurikuler yang paling banyak diminati para siswa di sekolah adalah ekstra- kulikuler yang berhubungan dengan kesenian dan olahraga. Ekstrakurikuler olahraga sendiri adalah wadah bagi siswa untuk menyalurkan minat dan bakat pada salah satu cabang olahraga tertentu, dengan tujuan meningkatkan serta mengasah kemampuan dan keterampilan dalam olahraga. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudaya- an Republik Indonesia (1994, p.6) kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan olahraga yang dilakukan di luar jam pembelajaran tatap muka, dilaksanakan untuk lebih memperluas wawasan atau kemampuan peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan dan kemampuan olahraga.
Olahraga bola basket adalah salah satu ekstrakurikuler olahraga yang paling banyak dipilih oleh para siswa khususnya siswa sekolah menengah pertama (SMP), pemilihan bola basket oleh para siswa dikarenakan dalam permainan bola basket sendiri dianggap lebih seru dan menantang. Meskipun tidak jauh berbeda dengan olahraga lain seperti sepak bola dan bola voli, akan tetapi minat siswa pada cabang olahraga bola basket sangat banyak terutama dari siswa perempuan. Cabang olahraga bola basket adalah
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
satu mata pelajaran dalam pendidikan jasmani yang dilaksanakan dan diajarkan kepada siswa di sekolah-sekolah. Dalam proses belajar dan ber- latih bola basket selain bertujuan meningkatkan kebugaran jasmani para siswa harus memiliki kekuatan, kecepatan, kelincahan, kelentukan, ketepatan, daya tahan serta koordinasi yang baik. Tujuan penting lain melalui kegiatan belajar bola basket seperti melatih kedisiplinan, mendidik watak, dan meningkatkan prestasi baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Permainan bola basket adalah salah satu permainan bola besar yang dimainkan oleh dua tim atau regu beranggotakan lima orang dalam setiap tim, mencetak point dengan cara mema- sukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket membutuhkan integrasi bakat individu yang tidak menjadi egois melainkan menekankan kerjasama (Wissel, 2011, p. 7). Dalam permainan bola basket kerjasama satu tim merupakan aspek yang sangat penting dan seorang pemain bola basket tidak boleh egois, dengan demikian dalam satu tim dibutuhkan kekompakkan serta kerja sama tim yang tinggi sebagai kekuatan dari tim tersebut.
Selain kekompakan dan kerja sama tim yang baik penguasan teknik dasar dalam per- mainan bola basket juga penting untuk menun- jang kualitas perminan bola basket, ada beberapa teknik dasar yang harus dikuasai dalam permain- an bola basket antara lain menembak (shooting), mengoper bola (passing), menggiring bola (dribble) , dan menangkap bola (catching). Shooting atau menembakan bola dalam permain- an bola basket adalah salah satu teknik yang sangat penting dan wajib dikuasi oleh seluruh pemain bola basket. Dalam permainan bola bas- ket menembak merupakan unsur penting dalam pertandingan karena kemenangan ditentukan oleh banyaknya bola yang masuk ke dalam ring atau keranjang (Mahardika, 2014, p. 3). Dengan demikian dalam pertandingan bola basket shooting bola untuk memperoleh poin tambahan dengan cara menembak atau shooting bola ke keranjang lawan dengan tepat sasaran dan sebanyak-banyaknya adalah aspek yang sangat penting, sehingga diperlukan latihan yang ekstra untuk melatih ketepatan melakukan shooting dalam permainan bola basket.
Pemilihan bola basket sebagai salah satu cabang olahraga favorit pilihan siswa dan me- miliki jumlah peminat yang banyak dapat dilihat dari setiap sekolah yang ada baik sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA) yang memiliki kegiatan
ekstrakurikuler bola basket. Begitu juga halnya dengan SMP yang berada di kecamatan Sumpiuh, kabupaten Banyumas, yaitu SMP Negeri 1 Sumpiuh dan SMP Negeri 2 Sumpiuh, jumlah siswa peminat ekstrakurikuler bola basket cukup banyak. Akan tetapi masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh siswa peserta ekstrakurikuler maupun pelatih, seperti sarana penunjang untuk bermain bola basket dirasa masih kurang mendukung sehingga akan mempengaruhi minat latihan dan semangat siswa dalam bermain bola basket.
Dalam kaitanya dengan permainan bola basket, selain sarana pendukung dalam bermain bola basket yang tidak kalah penting adalah pemakaian metode latihan yang diberikan. Pemakaian metode latihan yang tepat, efektif, dan efisien sangatlah berpengaruh terhadap keterampilan dan hasil bermain bola basket para siswa, kerena hal tersebut berhubungan dengan tingkat kompleksitas gerak yang terdapat dalam permainan bola basket tersebut. Maka dari itu diperlukan pemilihan dan pemakaian metode latihan yang sesuai dengan kebutuhan serta melihat karakteristik yang dimiliki masing- masing siswa agar tujuan dari keterampilan bermain bola basket dapat dikuasai dengan baik dan benar.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan, guru atau pelatih ekstrakurikuler bola basket di sekolah belum secara optimal dapat meningkatkan keterampilan bermain bola basket para siswa, diantaranya terjadi karena karakteristik siswa yang berbeda-beda, seperti kondisi fisik masing- masing siswa, kompleksitas gerak permainan dan kurangnya pemahaman guru atau pelatih dalam pemakaian metode latihan yang tepat. Pemilihan dan pemakaian metode latihan diharapkan bisa memberikan pengaruh yang besar untuk kemaju- an permainan bola basket, sehingga siswa dapat bermain dengan baik dan benar. Diperlukan kreatifitas yang tinggi dari guru atau pelatih ekstrakurikuler bola basket dalam memilih dan memakai metode latihan yang tepat, akan tetapi dalam prakteknya masih banyak latihan yang belum terprogram dengan baik.
Metode latihan yang tepat akan memudah- kan siswa dalam berlatih dan tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal . Adapun pendekatan latihan yang biasa digunakan untuk meningkatkan kemampuan permainan bola basket para siswa yaitu pendekatan teknis dan taktis. Dari kedua pendekatan tersebut dapat diketahui bahwa masing-masing memiliki karak-
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
teristik dan tujuan yang berbeda dan belum diketahui pendekatan mana yang lebih tepat dan efektif untuk meningkatkan keterampilan ber- main bola basket. Kelemahan paling menonjol dalam bermain bola basket adalah mengoper bola (passing), mengiring bola (drible), dan menem- bak bola (shooting) ke arah ring atau keranjang. Dari setiap pertandingan masih banyak yang melakukan kesalahan sehingga kelemahan terse- but mudah dibaca oleh lawan. Dengan kelemahan tersebut guru atau pelatih ekstrakurikuler bola basket dituntut harus berusaha lebih keras untuk membenahi penguasaan teknik dasar bermain bola basket dengan baik dan benar, inovasi dan kreatifitas guru atau pelatih sangat diperlukan dalam menentukan serta memilih metode latihan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan tujuan dari materi latihan yang akan diberikan. Pemilih- an dan pemakaian metode latihan tetap memper- timbangkan keefektifan waktu, biaya, energi, ketersediaan fasilitas dan alat penunjang latihan.
Pendekatan latihan yang sering digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler bola basket adalah pendekatan latihan teknis yang mayoritas digunakan oleh para pelatih. Menurut Sagala (2009, p. 21) menjelaskan bahwa pende- katan teknis adalah pendekatan latihan, atau pedekatan training yang merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasa- an-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, ke- sempatan, dan keterampilan. Pendekatan latihan teknis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada melatih keterampilan teknik atau beberapa teknik dasar. Sementara makna dan pemahaman dari permainan itu sendiri sering terabaikan, dengan pola pendekatan teknis pelatih sering menghabiskan waktu hanya untuk mempelajari teknik dasar, sehingga waktu yang dipakai kurang efektif, dan terkesan model pendekatan semacam ini membosankan, kurang menarik, dan monoton. Selain itu masih banyak siswa cen- derung kurang mampu untuk mengaplikasikan beberapa teknik dasar yang telah dikuasai dengan pola bermain bola basket secara utuh.
Sementara itu berbeda dengan model pendekatan teknis yang lebih menekankan pada penguasaan teknik dasar, model atau pola pendekatan taktis sendiri diaplikasikan melalui aktivitas bermain dan penguasaan teknik dasar dilakukan bersamaan dengan pola bermain. Menurut Subroto (2009, p. 5) tujuan pendekatan taktis adalah untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat sesuai dengan masalah atau
situasi dalam permainan. Kaitannya dengan per- mainan bola basket, pendekatan taktis dimaksud- kan mendorong siswa agar bisa memecahkan masalah taktis dalam permainan bola basket, serta bisa menerapkan keterampilan teknik dasar dalam situasi permainan bola basket yang sebe- narnya tanpa ada penekanan. Pendekatan taktis sendiri pada dasarnya mengajarkan bagaimana siswa agar dapat memahami konsep bermain bola basket yang kemudian disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan mutu permainan bola basket.
Berdasarkan pengamatan di lapangan ada beberpa permasalaan yang dihadapi dua sekolah yaitu SMP 1 Sumpiuh dan SMP 2 Sumpiuh yang relatif sama. Jumlah peserta ekstrakurikuler bola basket yang banyak tidak diimbangi dengan fasilitas yang ada, seperti 40 anak peserta ekstrakurikuler bola basket harus latihan dengan menggunakan 3 bola, kondisi lapangan yang kurang mendukung seperti garis lapangan yang tidak jelas terlihat, dan ada beberapa ring yang rusak sehingga tidak menutup kemungkinan jus- tru akan membahayakan siswa dalam bermaian bola basket. Masalah yang muncul di lapangan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap minat dan semangat latihan siswa, sehingga hasil permainan bola basket siswa juga akan menurun.
Permasalahan lain yang dihadapi SMP 1 Sumpiuh dan SMP 2 Sumpiuh adalah tidak adanya tenaga pelatih bola basket yang berlisensi atau pelatih yang benar-benar kompeten dalam cabang olahraga bola basket untuk mendampingi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. Bahkan ekstrakurikuler bola basket yang berlangsung ditangani oleh guru mata pelajaran dan bukan guru olahraga, hal ini tentunya menjadi suatu masalah karena akan berakibat dengan pemilihan dan pemakaian program latihan yang akan diberikan pada siswa. Pemilihan dan pemakaian program latihan yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan hanya menekankan pada teknik dasar akan berakibat pada tingkat kompleksitas gerak siswa dalam bermainan bola basket, yaitu tidak leluasanya siswa dan masih terlihat kaku dalam bergerak. Salah satunya gerakan siswa pada saat menggiring bola sambil berlari, kemudian melakukan tembakan atau shooting ke arah ring ternyata masih banyak yang tidak tepat pada sasaran, padahal dalam permainan bola basket sendiri tidak hanya mengandalkan kece- patan dan ketepatan melainkan koordinasi mata dan tangan yang tinggi atau baik juga sangat penting. Koordinasi mata dan tangan memiliki peran yang sangat besar dalam setiap aktifitas
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
gerak dalam olahraga, terutama yang melibatkan fungsi tangan dan pengamatan terhadap suatu obyek. Kedua anggota tubuh yaitu mata dan tangan bila melaksanakan fungsinya untuk suatu tugas bersama-sama dengan yang lain akan be- kerja secara terpadu (Supriyanto, 2013, p. 589).
Berkaitan dengan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti bermaksud ingin menggali lagi penelitian yang sejalan dan melengkapi penelitian terdahulu. Di dalamnya akan meninjau pada aspek penyelesaian akhir dalam permainan bola basket seperti shooting , diperlukan koor- dinasi mata tangan yang baik agar ketepatan dari shooting yang dilakukan dapat tepat pada sasaran, sehingga para siswa atau peserta didik mampu menguasai keterampilan bermain bola basket dengan baik dan benar.
Menurut peneliti bahwa model pendekatan latihan teknis dan taktis belum cukup untuk me- nunjang secara maksimal terhadap keterampilan bermain bola basket. Artinya siswa atau peserta ekstrakrikuler bola basket juga harus memiliki kemampuan motorik, seperti koordinasi mata dan tangan yang baik. Sehingga peneliti berfikiran bahwa siswa yang memiliki kemampuan koor- dinasi mata tangan yang baik dan dikaitkan dengan pendekatan latihan teknis dan taktis hasilnya akan lebih optimal.
Dari uraian permasalahan yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk melihat pengaruh pendekatan latihan teknis dan taktis terhadap hasil latihan keterampilan bermain bola basket dikaitkan dengan koordinasi mata tangan yang dimiliki oleh siswa.
## METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis eksperimen dengan menggunakan rancangan 2x2 yaitu suatu eksperi- men faktorial yang menyangkut dua faktor , yang terdiri atas dua taraf dengan menggunakan test awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).
Waktu yang dilakukan dalam peneitian ini dimulai pada bulan November 2017, sedangkan tempat penelitian berlangsung di SMP Negeri 1 Sumpiuh, dan SMP Negeri 2 Sumpiuh, yang ber- ada di Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyu- mas, Jawa Tengah, Indonesia.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 20 siswa yang kemudian digolongkan menjadi 4 kelompok yang diacak dengan teknik random sampling, yang kemudian diurutkan berdasarkan ranking dari koordinasi mata tangan tinggi sampai terendah.
Penelitian ini memakai desain eksperimen dua faktor dan dua level, faktor pertama variabel manipulatif adalah pendekatan latihan dan faktor kedua variabel atributif yaitu koordinasi mata- tangan. Pendekatan latihan disini terdiri dari pendekatan teknis dan pendekatan taktis, sedang- kan variabel atributif terdiri dari koordinasi mata- tangan tinggi dan koordinasi mata-tangan rendah.
## Tabel 1. Rancangan Faktorial 2x2
Pendekatan Latihan
(A) Koordinasi Mata Tangan (B) Teknis (A1) Taktis (A2) Tinggi (B1) A1.B1 A2.B1 Rendah (B2) A1.B2 A2.B2 Keterangan Tabel: A1: Pendekatan teknis.
A2: Pedekatan taktis. B1: Koordinasi mata tangan tinggi.
B2: Koordinasi mata tangan rendah.
A1.B1: Kelompok latihan pendekatan teknis dengan koordinasi mata tangan tinggi.
A2.B1: Kelompok latihan pendekatan taktis dengan koordinasi mata tangan tinggi.
A1.B2: Kelompok latihan pendekatan teknis dengan koordinasi mata tangan rendah.
A2.B2: Kelompok latihan pendekatan taktis dengan koordinasi mata tangan rendah.
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dan data tersebut diperoleh dari pengukuran tes koordinasi mata tangan, dan tes ketepatan shooting bola basket. Dalam pelaksanaan tes pengukuran koordinasi mata tangan yaitu menggunakan instrumen tes dengan cara melakukan lempar tangkap bola tenis pada tembok sasaran dengan jarak tembak sejauh 2,5 meter yang kemudian bola ditangkap kembali. Siswa diberikan 10 kali kesempatan dalam melempar. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan tes koordinasi mata dan tangan antara lain: bidang sasaran yang ditempelkan pada tembok, pita atau kapur sebagai garis batas lemparan, bola tenis, peluit.
Sedangkan dalam tes ketepatan shooting dalam bola basket yaitu menggunakan instrumen menembak bola ke arah ring atau free throw selama satu menit. Dalam pelaksanaan tes shoot- ing selama satu menit bertujuan untuk mengukur seberapa akurat dan tepat dalam melakukan tembakan ke arah ring atau keranjang. Petunjuk pelaksanaan tes shooting siswa bersiap di posisi free throw kemudian menunggu aba-aba dari pelatih dengan cara meniup peluit yang kemudian siswa melakukan tembakan ke arah ring seba-
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
nyak mungkin selama 1 menit, dan nilai yang diperoleh dari banyaknya bola yang masuk pada keranjang atau ring . Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tes ketepatan shooting yaitu: bola basket, stopwatch , peluit.
Instrumen dalam penelitian ini yaitu tes koordinasi mata tangan dan tes ketepatan shoot- ing bola basket. Validitas tes koordinasi mata tangan sebesar 0,976, dan tes kemampuan shoot- ing bola basket sebesar 0,864. Sedangkan relia- bilitas tes koordinasi mata tangan sebesar 0,987, dan tes ketepatan shooting bola basket sebesar 0,927.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan ANOVA dua jalur (ANOVA two-way ) pada taraf signifikansi = 0,05. Mengingat analisis data penelitian dilaku- kan dengan menggunakan ANOVA, maka sebe- lum sampai pada pemanfaatan ANOVA dua jalur (ANOVA two-way ) maka perlu dilakukan uji persyaratan yaitu meliputi uji normalitas, dan uji homogenitas varians.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Data penelitian ini merupakan hasil peng- ukuran terhadap pengaruh pendekatan latihan (teknis dan taktis) dan koordinasi mata dan tangan terhadap ketepatan shooting . Pengukuran data dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum perlakuan ( pretest) dan sesudah perlakuan ( post- test) pada masing-masing kelompok yaitu kelom- pok pendekatan teknis-koordinasi mata tangan tinggi, pendekatan taktis-koordinasi mata tangan tinggi, pendekatan teknis-koordinasi mata tangan rendah dan pendekatan taktis-koordinasi mata tangan rendah.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui nilai rerata ketepatan shooting saat pretest pada kelompok pendekatan teknis-koordinasi tinggi (A 1 B 1 ) sebe- sar 6,80, dan nilai rerata pada saat posttest sebe- sar 13,20. Pada kelompok pendekatan teknis- koordinasi tinggi terjadi peningkatan ketepatan shooting sebesar 6,40. Hasil analisis diketahui nilai rerata ketepatan shooting saat pretest pada kelompok pendekatan taktis-koordinasi tinggi (A 2 B 1 ) sebesar 6,20, dan nilai rerata pada saat posttest sebesar 15,00. Pada kelompok pende- katan taktis-koordinasi tinggi terjadi peningkatan ketepatan shooting sebesar 8,80.
Hasil analisis diketahui nilai rerata kete- patan shooting saat pretest pada kelompok pen- dekatan teknis-koordinasi rendah (A 1 B 2 ) sebesar 8,80, dan nilai rerata pada saat posttest sebesar 9,00. Pada kelompok pendekatan teknis-koor- dinasi rendah terjadi peningkatan ketepatan shooting sebesar 0,20. Hasil analisis nilai rerata ketepatan shooting saat pretest pada kelompok pendekatan taktis-koordinasi rendah (A 2 B 2 ) sebe- sar 8,00, dan nilai rerata pada saat posttest sebesar 14,80. Pada kelompok pendekatan taktis- koordinasi tinggi terjadi peningkatan ketepatan shooting sebesar 6,80.
Perbandingan peningkatan rerata ketepat- an shooting pada masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasar- kan Gambar 1 dapat diketahui bahwa peningkat- an ketepatan shooting paling besar adalah pada kelompok pendekatan taktis-koordinasi mata tangan tinggi (A 2 B 1 ) yaitu sebesar 8,8 sedangkan peningkatan paling rendah pada kelompok pendekatan teknis-koordinasi mata tangan rendah (A 1 B 2 ) yaitu sebesar 0,2.
## Tabel 2. Perbandingan Nilai Rerata Masing-Masing Kelompok Perlakuan
No. Kelompok Perlakuan Rerata Pretest Rerata Posttest Peningkatan 1. Teknis-koordinasi tinggi (A 1 B 1 ) 6,80 13,20 6,40 2. Taktis-koordinasi tinggi (A 2 B 1 ) 6,20 15,00 8,80 3. Teknis-koordinasi rendah (A 1 B 2 ) 8,80 9,00 0,20 4. Taktis-koordinasi rendah (A 2 B 2 ) 8,00 14,80 6,80 Tabel 3. Hasil uji Normalitas Data Kelompok Ketepatan Shooting KSZ Sig. Keterangan
Teknis-Koordinasi Tinggi (A 1 B 1 ) Pretest 0,780 0,577 Normal Posttest 0,316 1,000 Normal
Taktis-Koordinasi Tinggi (A 2 B 1 ) Pretest 0,495 0,967 Normal Posttest 0,578 0,892 Normal Teknis-Koordinasi Rendah (A 1 B 2 ) Pretest 0,779 0,578 Normal Posttest 0,711 0,692 Normal Taktis-Koordinasi Rendah (A 2 B 2 ) Pretest 0,374 0,999 Normal Posttest 0,316 1,000 Normal
Tabel 4. Uji Homogenitas Data
Data Kelompok Pretest Posttest Ket. F Hitung Sig. F Hitung Sig. Ketepatan Shooting (A 1 B 1 ) 1,267 0,319 0,522 0,673 Homogen (A 2 B 1 ) (A 1 B 2 ) (A 2 B 2 )
Tabel 5. Hasil Analisis Two Way Anava Perlakuan F Hitung Sig. Ket. Pendekatan Latihan 17,610 0,001 Signifikan Koordinasi Mata Tangan 5,902 0,027 Signifikan Interaksi Pendekatan Latihan-Koordinasi Mata Tangan 4,878 0,042 Signifikan Tabel 6. Hasil Uji Tukey Kelompok Kelompok Mean Difference Sig . Teknis-tinggi Taktis-tinggi Teknis-rendah Taktis-rendah -1,28 4,20 -1,60 0,514 0,022 0,606 Taktis-tinggi Teknis-tinggi Teknis-rendah Taktis-rendah 1,80 6,00 0,20 0,514 0,001 0,999 Teknis-rendah Teknis-tinggi Taktis-tinggi Taktis-rendah -4,20 -6,00 -5,80 0,022 0,001 0,002 Taktis-rendah Teknis-tinggi Taktis-tinggi Taktis-rendah 1,60 -0,20 5,80 0,606 0,999 0,002
Gambar 1. Diagram Peningkatan Rerata Ketepatan Shooting
Gambar 2. Interaksi Pendekatan Latihan dan Koordinasi Mata Tangan.
6.4 8.8 0.2 6.8 0 2 4 6 8 10 A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 Pen in gkat an R e rata Taktis Teknis Pendekatan Latihan 15.00 14.00 13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 Esti mated Marg inal Means 14.80 9.00 15.00 13.20 Rendah Tinggi Koordinasi Mata Tangan Estimated Marginal Means of Kemampuan Shooting (Posttest)
## Jurnal Keolahragaan 6 (2), 2018 - 107
Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan meng- gunakan Kolmogorov Smirnov Z. Pembacaan hasil data dikatakan normal apabila p value (Sig.) > 0,05. Hasil uji normalitas ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukan hasil perhitungan normalitas data kelompok pendekatan teknis- koordinasi tinggi (A¹B¹) pada saat pretest diper- oleh nilai KSZ sebesar 0,780 dan nilai signifikan- sinya sebesar 0,577. Sedangan dalam data posttest diperoleh nilai KSZ sebesar 0,316 dan nilai signifikansi sebesar 1,000. Hasil pendekatan taktis-koordinasi tinggi (A 2 B 1 ) pada saat pretest diperoleh nilai KSZ sebesar 0,495 dan nilai signifikansi sebesar 0,967. Pada data posttest diperoleh nilai KSZ sebesar 0,578 dan nilai signifikansi sebesar 0,892.
Hasil perhitungan normalitas data kelom- pok pendekatan teknis-koordinasi rendah (A 1 B 2 ) pada saat pretest diperoleh nilai KSZ sebesar 0,779 dan nilai signifikansi sebesar 0,578. Pada data posttest diperoleh nilai KSZ sebesar 0,711 dan nilai signifikansi sebesar 0,692. Perhitungan normalitas data kelompok pendekatan taktis- koordinasi rendah (A 2 B 2 ) pada saat pretest diper- oleh nilai KSZ sebesar 0,374 dan nilai signifi- kansi sebesar 0,999. Pada data posttest diperoleh nilai KSZ sebesar 0,316 dan nilai signifikansi sebesar 1,000. Hasil analisis uji normalitas pada data pretest dan posttest yang diperoleh pada masing-masing kelompok perlakuan didapatkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat dinyatakan bahwa data penelitian ini berdistribusi normal, dan penelitian ini meme- nuhi kriteria kurva kenormalan data sebagai syarat analisis statistik parametrik
Uji Homogenitas
Untuk menguji homogenitas kesamaan varians antara data kepada kelompok perlakukan menggunakan uji-F, yaitu membandingkan varians terbesar dengan varians terkecil. Hasil uji homogenitas ditunjukkan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 hasil uji homogeni- tas, data pretest pada tabel diperoleh nilai F hitung sebesar 1,267 dengan nilai signifikansi sebesar 0,319, dan data posttest diperoleh nilai F hitung sebesar 0,522 dengan nilai signifikansi sebesar 0,673. Dengan demikian apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat dinyatakan bahwa data pretest dan posttest ketepatan shooting pada masing-masing kelom- pok perlakukan adalah homogen, yang berarti terdapat kesamaan varians antara data posttest
dan pada empat kelompok yang diberikan per- lakuan sehingga data tersebut dianggap meme- nuhi syarat untuk analisis statistik parametrik.
Pengujian Hipotesis
Penelitian ini mengajukan 3 hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Two Way Anova yang terdapat pada Tabel 5.
Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis 1 dalam penelitian ini adalah “Ada perbedaan yang signifikan pendekatan tek- nis, dan taktis mempengaruhi ketepatan shooting dalam permainan bola basket”. Berdasarkan hasil analisis Two Way Anova pada variabel pendekat- an diperoleh nilai F hitung sebesar 17,610 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. Oleh karena nilai signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pendekatan teknis, dan taktis mem- pengaruhi ketepatan shooting dalam permainan bola basket, sehingga hipotesis pertama diterima.
## Pengujian Hipotesis Kedua
Hipotesis 2 penelitian ini berisi “Ada perbedaan pengaruh yang signifikan kemampuan motorik koordinasi mata dan tangan dengan ke- tepatan shooting dalam permainan bola basket”. Berdasarkan hasil analisis Two Way Anova pada variabel koordinasi mata tangan diperoleh nilai F hitung sebesar 5,902 dengan nilai signifikansi sebesar 0,027. Oleh karena nilai signifikansi sebesar 0,027 lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan pengaruh yang signifikan kemampuan motorik koordinasi mata dan tangan dengan ketepatan shooting dalam permainan bola basket, sehingga hipotesis kedua penelitian ini dapat diterima.
## Pengujian Hipotesis Ketiga
Hipotesis 3 dalam penelitian ini berisi “Ada interaksi yang signifikan antara pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan dengan kete- patan shooting dalam permainan bola basket”. Berdasarkan hasil analisis Two Way Anova pada data interaksi pendekatan dengan koordinasi mata tangan diperoleh nilai F hitung sebesar 4,878 dengan nilai signifikansi sebesar 0,042. Oleh karena nilai signifikansi sebesar 0,042 lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ada interaksi yang signifikan antara pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan dengan ketepatan shooting dalam permainan bola basket,
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
sehingga hipotesis ketiga penelitian ini dapat diterima.
Interaksi antara pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan dengan ketepatan shoot- ing dalam permainan bola basket dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan pada Gambar 2 diketahui terdapat interaksi antara pendekatan latihan dan koordinasi mata tangan. Perpotongan garis pada grafik menunjukkan interaksi antara keduanya dengan titik pendekatan latihan metode taktis dengan koordinasi mata tinggi, dimana interaksi antara keduanya merupakan kombinasi yang paling efektif untuk mengingkatkan kete- patan shooting dalam permainan bola basket.
Uji Lanjut Tukey
Uji lanjut digunakan untuk mengetahui secara lebih mendalam dan detail perbedaan antara masing-masing kelompok perlakuan. Uji lanjut yang digunakan dalam penelitian ini mengguakan uji Tukey. Berdasarkan hasil uji Tukey pada Tabel 6 dapat diketahui kelompok yang diberi perlakuan pendekatan latihan teknis dengan koordinasi tinggi berbeda signifikan de- ngan kelompok yang diberi perlakuan pendekat- an latihan teknis dengan koordinasi mata tangan rendah.
Berdasarkan penjelasan Tabel 6 diperoleh nilai dari perlakuan pendekaan latihan teknis dengan koordinasi mata tangan rendah yaitu ( p= 0,002) dengan perbedaan nilai rerata sebesar 4,20 Kelompok taktis dengan koordinasi tinggi juga berbeda signifikan dengan kelompok yang diberi perlakuan teknis dengan koordinasi mata tangan rendah ( p= 0,001) dengan perbedaan nilai rerata sebesar 6,00. Kelompok taktis dengan koordinasi mata tangan rendah juga berbeda signifikan dengan kelompok taktis dengan koordinasi mata tangan rendah ( p= 0,002) dengan perbedaan nilai rerata sebesar 5,80.
Pada ketiga kelompok yaitu teknis-koor- dinasi tinggi, taktis-koordinasi-rendah dan taktis- koordinasi tinggi menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan ( p >0,05). Walaupun demikian dari ketiga kelompok tersebut, perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan kemampuan shooting dalam permainan bola basket adalah kelompok yang diberikan perlakuan pendekatan latihan taktis dengan koordinasi mata tangan tinggi.
## SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pem- bahasan yang telah dilakukan, kesimpulan pene- litian ini adalah sebagai berikut: (1) Ada
perbedaan pengaruh yang signifikan antara pendekatan latihan teknis, dan pendekatan latihan taktis terhadap ketepatan shooting bola basket pada peserta ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Sumpiuh dan SMP Negeri 2 Sumpiuh ( p= 0,001). Pendekatan latihan taktis lebih tinggi (baik) dibandingkan dengan pendekatan latihan teknis. (2) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kemampuan motorik koordinasi mata tangan tinggi dan kordinasi mata tangan rendah terhadap ketepatan shooting bola basket pada peserta ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Sumpiuh dan SMP Negeri 2 Sumpiuh ( p= 0,027). Siswa dengan koordinasi mata tangan tinggi lebih tinggi (baik) dibandingkan dengan siswa dengan koordinasi mata tangan rendah. (3) Ada interaksi yang signifikan antara pendekatan latihan (pen- dekatan teknis, dan pendekatan taktis) dan koor- dinasi mata tangan (tinggi dan rendah) terhadap ketepatan shooting bola basket pada peserta ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Sumpiuh dan SMP Negeri 2 Sumpiuh ( p= 0,042). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketepatan shooting bola basket pada peserta ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Sumpiuh dan SMP Negeri 2 Sumpiuh dipengaruhi oleh pendekatan latihan (teknis dan taktis) dan koordinasi mata tangan (tinggi dan rendah).
## DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (1994). Petunjuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .
Husdarta, H. J. S. (2011). Manajemen pendidikan jasmani . Bandung: Alfabeta.
Jatmika, H. M. (2005). Pemanfaatan media visual dalam menunjang pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia ,
3 (1). https://doi.org/10.21831/JPJI.V3I1.6176
Mahardika, W. (2014). Pedagogi dalam olahraga bola basket. Jurnal Ilmiah Spirit , 14 (3).
Retrieved from
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JIS/arti cle/view/279
Rachman, H. A. (2009). Dimensi kecakapan hidup (life skill) dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Jurnal Pendidikan
Jasmani Indonesia , 6 (2).
https://doi.org/10.21831/JPJI.V6I2.437
## Desi Adityo Hermawan, Hari Amirullah Rachman
Sagala, S. (2009). Kemampuan profesional guru dan tenaga kependidikan . Bandung: Alfabeta.
Subroto, T. (2009). Permainan besar (bola voli dan sepakbola) . Jakarta: Universitas Terbuka.
Supriyanto, M. H. (2013). Pengaruh latihan koordinasi mata dan tangan dengan cara passing bola ke atas terhadap hasil belajar
passng bawah bolavoli studi pada siswa SMA Assa’adah Bungah Gresik. Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan ,
1 (3). Retrieved from http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index. php/jurnal-pendidikan-
jasmani/article/view/4687
Wissel, H. (2011). Basketball: Steps to success . Human Kinetics Publishers.
|
6ecafd3b-bb4d-4db7-a818-1a2da84a6b52 | https://jurnalinterest.com/index.php/int/article/download/37/37 |
## EFEKTIFITAS SENAM DENGAN MODUL DALAM MENGURANGI DISMENORE PADA REMAJA SMA DI KOTA SURAKARTA
## Yuyun Setyorini, Satino
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan
Abstract : Dysmenorrhea, Adolescents, Reproductive Health Module. Dysmenorrhea is the most common gynecological problems experienced by women. Based on the research background mentioned above, can be formulated research question "Are gymnastics with reproductive health module is effective in reducing dysmenorrhea in adolescents with dysmenorrhea in Surakarta?". While the purpose of the study was to determine the effectiveness of the exercise with the reproductive health module in reducing dysmenorrhea in adolescent high school in Surakarta. This research is a quantitative research with quasi-experimental designs and designs were used pretest posttest design. In the design of this group of teenagers are trained gymnastics dysmenorrhea with the use of reproductive health module. Where the research is in the area of Surakarta. While the research time in March to August 2015. In this study, using the chi square test. The results showed p value = 0.000 (p <0.05), which means that there is a significant effect on pain intensity between before and had performed the action. Advice for health workers to provide health education on reproductive health for young women as early as possible and further research to investigate specifically related to reproductive health in adolescents.
Keywords: Dysmenorrhea, Adolescents, Reproductive Health Module
Abstrak: Dismenore, Remaja, Modul Kesehatan Reproduksi. Dismenore merupakan masalah ginekologis yang paling umum dialami oleh wanita. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian “Apakah senam dengan modul kesehatan reproduksi efektif dalam mengurangi dismenore pada remaja dengan dismenore di Kota Surakarta?”. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keefektifan senam dengan modul kesehatan reproduksi dalam mengurangi dismenore pada remaja SMA di Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen dan rancangan yang digunakan pretest posttest design. Pada rancangan ini sekelompok remaja dilatih senam dismenore dengan penggunaan modul kesehatan reproduksi. Tempat penelitian adalah di wilayah Kota Surakarta. Sedangkan waktu penelitian pada Bulan Maret sampai dengan Agustus 2015. Pada penelitian ini menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan nilai p value=0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap intensitas nyeri antara sebelum dan sudah dilakukan tindakan. Saran bagi petugas kesehatan untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja putri sedini mungkin dan peneliti selanjutnya untuk meneliti terkait kesehatan reproduksi khususnya pada remaja.
Kata Kunci: Dismenore, Remaja, Modul Kesehatan Reproduksi
## PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam siklus kehidupan seseorang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial (Monks, Koers, Haditomo,
2002). Masa remaja merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia dan terjadi peralihan dari masa kana-kanak ke masa dewasa.
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seseorang. Masa ini ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosional. Perubahan paling awal yaitu perkembangan secara fisik yaitu mulai mengalami menstruasi. Menstruasi dimulai saat pubertas dan kemampuan seorang wanita untuk bereproduksi (Wong, et al, 2009). Menstruasi yang dialami oleh wanita merupakan sesuatu yang fisiologis atau normal. Dismenore dapat menimbulkan dampak pada aktivitas atau kegiatan sehari-hari, terutama pada remaja. Dismenore dapat membuat wanita tidak bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan obat (Prawirohardjo, 2005). Dismenore yang mengganggu aktivitas dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Dismenore dapat menyebabkan seorang remaja tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang dirasakan. Menurut Nathan (2005), menyatakan bahwa 30- 60% wanita mengalami dismenore, dan 7- 15% tidak dapat pergi ke sekolah atau bekerja.
Menurut Woo dan Mc Eneaney (2010), dismenore mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita, dimana satu dari tiga belas wanita yang mengalami
dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah selama 1-3 hari perbulan. Untuk mengatasi kondisi seperti ini dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi lebih banyak dipilih karena lebih aman bila dibandingkan dengan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi menurut Bobak, et al, 2005) untuk mengatasi dismenore dapat dilakukan dengan cara kompres hangat, mandi air hangat, massase, distraksi, latihan fisik/ exercise, tidur atau istirahat yang cukup, diet rendah garam dan peningkatan penggunaan diuretik alami seperti daun seledri.
Dismenore atau nyeri menstruasi merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh wanita usia reproduktif. Nyeri atau rasa sakit yang siklik bersamaan dengan menstruasi ini sering dirasakan seperti rasa kram pada perut dan dapat disertai dengan rasa sakit yang menjalar ke punggung, dengan rasa mual dan muntah, sakit kepala ataupun diare. Salah satu latihan untuk menurunkan nyeri saat menstruasi atau dismenore adalah dengan melakukan abdominal stretching exercise (Thermacare, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan senam dengan modul kesehatan reproduksi dalam mengurangi dismenore pada remaja SMA di Kota Surakarta.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen dan rancangan yang digunakan pretest posttest control group design (Sugiono, 2009; Notoatmodjo, 2010). Tempat penelitian adalah di wilayah Kota Surakarta. Sedangkan waktu penelitian pada Bulan Maret sampai
dengan Agustus 2015. Populasi pada penelitian ini adalah remaja putri yang mengalami dismenore yang masih bersekolah (SMA) di Kota Surakarta.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non
probability sampling yaitu teknik consecutive sampling. Teknik consecutive sampling ini dilakukan dengan cara setiap responden yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi pada kurun waktu tertentu. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah dismenore.
Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah modul kesehatan reproduksi. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang sudah dipatenkan sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji statistic yang digunakan yaitu uji chi square.
## HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden berdasar- kan usia terbanyak adalah usia remaja antara 14-16 tahun yaitu sebesar 63.33% sedangkan responden yang berusia 17-19 tahun sebanyak 36.67%.
Karakteristik responden berdasar- kan kelas adalah sebagai berikut: 56.67% responden berada pada kelas X dan 43.33% responden adalah kelas XI.
Responden yang mengalami dismenore terbagi menjadi dua yaitu nyeri berat dan ringan. Responden dengan nyeri berat pada pengukuran pre tindakan sebanyak 93.33% sedangkan yang merasakan nyeri ringan sebanyak 6.67%.
Pada pengukuran intensitas nyeri setelah dilakukan tindakan didapatkan data bahwa responden dengan nyeri ringan sebesar 73.33% sedangkan
responden dengan nyeri berat sebesar 26.67%.
Hasil uji statistik dengan chi- square didapatkan bahwa nilai p value= 0.000 (p<0.05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna intensitas nyeri setelah dilakukan tindakan senam dismenore dan penggunaan modul kesehatan reproduksi pada remaja SMA.
Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa nilai p value = 0.000 (p<0.05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri sebelum dengan sesudah dilakukan tindakan senam dismenore dan penggunaan modul kesehatan reproduksi. Senam dismenore merupakan salah satu penatalaksanaan secara non farmakologi yang aman diterapkan karena menggunakan proses fisiologis. Menurut Woo & McEneaney (2010) dan Nathan (2005) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meredakan dismenore adalah dengan melakukan senam atau latihan. Demikian juga menurut Daley (2008) bahwa latihan yang efektif dapat menurunkan nyeri haid (dismenore primer).
## PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini juga didukung oleh Harry (2007), yaitu dengan melakukan exercise maka tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin berfungsi sebagai obat penenang alami, dan dapat menimbulkan rasa nyaman, sehingga dapat menurunkan rasa nyeri yang dirasakan. Latihan atau exercise dapat meningkatkan kadar endorphin empat sampai lima kali. Pada saat exercise dilakukan, maka endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di hipothalamus dan sistem limbik yang mempunyai fungsi mengatur emosi.
Menurut Harry (2007), dengan adanya peningkatan endorphin didalam darah maka akan terjadi penurunan rasa nyeri, peningjatan daya
ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernafasan.
Menurut Jhamb, et al. (2008) latihan fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan penurunan tingkat keletihan otot. Remaja dengan dismenore akan mengalami kram terutama pada abdomen bawah yang bersifat siklik disebabkan karena kontraksi yang kuat dan lama pada dinding uterus sehingga terjadi kelelahan otot dan physical inactivity maka diperlukan exercise untuk menghilangkan kram tersebut.
Remaja dengan dismenore akan mengalami kontraksi uterus yang siklik sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelelahan otot dan lemahnya aktivitas fisik, sehingga sangat diperlukan adanya latihan untuk menghilangkan kram otot. Menurut Thermacare (2010), Salah satu cara untuk mengurangi intensitas nyeri pada saat menstruasi adalah latihan abdominal stretching exercise. Latihan ini dilakukan pada saat dismenore untuk meningkatkan kekuatan otot, daya tahan dan fleksibilitas otot.
Latihan abdominal stretching exercise ini juga dapat meningkatkan kebugaran, mengoptimalkan daya ingat, meningkatkan mental dan relaksasi fisik, meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh, mengurangi ketegangan otot dan nyeri otot, serta mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi. Abdominal stretching exercise merupakan suatu latihan peregangan otot terutama pada bagian perut yang dilakukan selama 10 menit. Latihan-latihan ini dirancang untuk meningkatkan kekuatan otot, daya tahan dan fleksibilitas otot, sehingga diharapkan
dapat menurunkan nyeri menstruasi atau dismenore. Abdominal stretching exercise merupakan gabungan dari enam latihan yang terdiri cat stretch, lower trunk rotation, hip stretch, abdominal strengthening (curl up), lower abdominal strengthening dan the bridge position.
Stretching (peregangan) adalah aktivitas fisik yang sederhana. Manfaat stretching menurut Alter (2008) adalah dapat meningkatkan kebugaran, mengoptimalkan daya tangkap, meningkatkan mental dan relaksasi fisik, meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh, mengurangi ketegangan otot
(kram), mengurangi nyeri otot dan mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi (dismenore). Sedang-kan menurut Anderson (2010) manfaat melakukan stretching adalah mengurangi ketegangan otot, memperbaiki peredaran darah, mengurangi kecemasan, perasaan tertekan, dan kelelahan, memper-baiki kewaspadaan mental, mengurangi risiko cedera, memper-mudah pekerjaan, memadukan pikiran ke dalam tubuh serta membuat perasaan lebih baik.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian dengan judul efektifitas modul kesehatan reproduksi dalam mengurangi dismenore pada remaja SMA di wilayah Kota Surakarta adalah sebagai berikut:
1. Usia responden terbanyak pada rentang 14-16 tahun sebesar 63.33%, sedangkan usia 17-19 tahun sebesar 36.67%. 2. Karakteristik responden berdasarkan kelas di bagi menjadi dua kelas yaitu kelas X dengan 56.67% dan kelas XI dengan
43.33%.
3. Intensitas nyeri responden sebelum dilakukan tindakan terbanyak pada nyeri berat yaitu 93.33% sedangkan nyeri ringan 6.67%. 4. Intensitas nyeri responden setelah dilakukan tindakan senam dismenore dengan penggunaan modul kesehatan reproduksi didapatkan hasil nyeri ringan 73.33% dan nyeri berat 26.67%. 5. Tindakan senam dismenore dengan modul kesehatan reproduksi efektif digunakan dalam mengurangi nyeri pada saat menstruasi (dismenore) pada remaja SMA di wilayah Kota Surakarta dengan nilai p value= 0.000 (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang dapat diberikan adalah bagi petugas kesehatan untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan khususnya tentang kesehatan reproduksi bagi remaja putri sedini mungkin dan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti terkait kesehatan reproduksi khususnya pada remaja, karena masa remaja merupakan masa transisi dan perlu adanya pendampingan.
## DAFTAR RUJUKAN
Bobak, I.M., et.al. (2005). Maternity Nursing. Fourth Edition. Mosby Year Book, Inc.
Harry (2007). Mekanisme endorphin dalam tubuh. Dari http://klikharry.files. wordpres.com 9 Januari 2013.
Nathan, A. (2005). Primary dysmeno- rrhoea, practice nurse minor ailments. Dari http://proquest.umi.com/pqdweb?i ndex=65 9 Januari 2013. Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Thermacare (2010). Abdominal stretching exercises for menstrual pain. Dari http://www.chiromax.com/media/a bstretch.pdf 9 Januari 2013.
Wong, D.L., Perry, S.E., & Hockenberry, M.J. (2002). Maternal child nursing care. Mosby: St. Louis.
Wong, Algreen, Arnow (2003). Nursing care of infants and children. Canada: Mosby Elsivier.
Wong, D.L., et.al. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. St.
Louis, Missouri: Mosby.
Woo, P. & Mc Eneaney, M.J. (2010).
New strategies to treat primary dysmenorrhea. The clinical advisor. Dari http://proquest. umi.com/pqdweb?index=6 9 Januari 2013
|
f94d778f-443e-4fef-83fe-2b53f04103b6 | https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar/article/download/9313/4390 | PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
## KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN SIRKULER BERKAITAN DENGAN PENGGANTIAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS
Tsaqif Levinsky Can 1 , Mohamad Fajri Mekka Putra 2 .
Fakultas Hukum Universitas Indonesia Pondok Cina, Beji, Depok City, West Java 16424 Email: [email protected] Naskah diterima : 15/08/2023, revisi : 17/09/2023, disetujui 18/11/2023
## Abstract
The purpose of this research is to determine the position of the notary in making the Deed of Circular Decision Statement in the process of replacing the Directors of a Limited Liability Company. For this reason, the type of research used is normative legal research with a normative juridical approach, namely analyzing legal problems from the perspective of statutory regulations. The technique used in this research is to collect data through library research, by reviewing and researching laws and regulations that are related to each other and the legal issues that the author raises. The results of this research indicate that the position of the notary in the process of making the Deed of Circular Statement is not directly involved, however the notary in the process of making it must provide a legal opinion to the person present. The legal opinion given must cover the technicalities of making, the position of the deed, and the consequences of making the Circular Decision Statement Deed. The Circular Decision stated in the authentic deed is based on the information of the presenters, without reducing or exaggerating the information that has been submitted to the notary. Therefore, the notary's position as a deed maker cannot be prosecuted criminally or civilly, as long as the authentic deed is made in accordance with the circular decision. However, if the authentic deed does not comply with the circular decision, the notary can be held responsible for the deed, criminally, civilly and also by code of ethics.
## Keywords: Notary, Circular Decision, Board of Directors
## Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan notaris dalam pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler dalam proses penggantian Direksi Perseroan Terbatas. Untuk itu, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan yuridis normative, yaitu melakukan analisis terhadap permasalahan hukum melalui sudut pandang peraturan perundang-undangan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data melalui
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
penelitian kepustakaan, dengan mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan satu sama lain dengan permasalahan hukum yang penulis angkat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan notaris dalam proses pembuatan Akta Pernyataan Sirkuler tidak terlibat secara langsung, akan tetapi notaris dalam proses pembuatannya harus memberikan pendapat hukum kepada penghadap. Pendapat hukum yang diberikan haruslah mencakup teknis pembuatan, kedudukan akta, dan konsekuensi dari pembuatan Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler tersebut. Keputusan Sirkuler yang dituangkan ke dalam akta otentik didasarkan pada keterangan para penghadap, tanpa mengurangi ataupun melebihkan keterangan yang telah dikemukakakn kepada notaris tersebut. Karena itu, kedudukan notaris sebagai pembuat akta tidak bisa dituntut pidana maupun perdata, selama yang dibuat dalam akta otentik sesuai dengan keputusan sirkuler tersebut. Namun apabila akta otentik tidak sesuai dengan keputusan sirkuler, maka notaris dapat diminta pertanggungjawaban atas akta tersebut, secara pidana, perdata, dan juga kode etik.
Kata kunci: Notaris, Keputusan Sirkuler, Direksi
## A. Pendahuluan
Perseroan terbatas merupakan badan hukum yang memiliki persekutuan modal didalamnya, didasarkan pada suatu perjanjian, melakukan kegiatannya dengan modal dasaryang terbagi atas saham, dan memnuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Kebanyakan pengusaha mendirikan perusahaan dengan status hukum perseroan terbatas, dikarenakan adanya pemisahan hak dan kewajiban dalam perseroan. Pemisahan ini juga termasuk dengan pemisahan harta kekayaan pendiri perseroan dengan harta kekayaan yang dimiliki perseroan. 1 Dalam menjalankan hak dan kewajibannya, perseroan harus mendapat bantuan organ-organnya yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut sebagai RUPS), Direksi, dan Komisaris. Masing-masing organ mempunyai tugas dan wewenang masing-masing sesuai dengan Anggaran Dasar Rumah Tangga Perseroan Terbatas (AD ART PT) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 2 Dalam mengambil keputusan PT, RUPS merupakan pemegang kekuasan tertinggi di antara ketiga kedua organ lainnya yaitu Direksi dan Komisaris. Pengambilan keputusan PT dilaksanakan sesuai prosedur dan persyaratan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan AD ART PT. Direksi dalam hal ini memiliki kewajiban untuk menjalankan kepengurusan dan bertindak mewakili perseroan.
1 Adrian Sutedi, 2015, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Raih Asa Sukses, Jakarta, hlm. 8.
2 Siti Hapsah Isfardiyana. "Business Judgement Rule Oleh Direksi Perseroan." Jurnal Panorama Hukum, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2017): 2, diakses tanggal 5 Mei 2021, doi: 10.21067/jph.v2i1.1752
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
Dewan komisaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas merupakan organ perseroan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan baik umum ataupun khusus sesuai dengan apa yang diatur dalam anggaran dasar dan memberikan saran yang berkaitan dengan kepengurusan perseroan kepada direksi. Berkaitan dengan pengawasan direksi, komisaris memiliki hak untuk melakukan pemeriksaan terhadap pembukuan perseroan, memberikan teguran terhadap direksi, memberikan arahan yang berkaitan dengan pelaksanaan putusan, bahkan komisaris bisa memberhentikan direksi melalui RUPS sekaligus menggantikan direksi tersebut dengan direksi baru. 3 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan perangkat perseroan yang paling tinggi, karena memiliki kewenangan yang tidak dimiliki oleh direksi ataupun komisaris 4 . Dengan catetan, wewenang RUPS ini masih berada dalam batasan yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan ataupun anggaran dasar perseroan. Melalui RUPS, para pemegang saham dapat mengutarakan pendapatnya dengan hak suaranya. Hak suara ini diperoleh oleh para pemegang saham dengan membeli saham yang dijual oleh perseroan, sehingga para pemegang saham mendapatkan hak keistimewaan untuk mengadakan rapat sesuai dengan kebutuhan perseroan.
Rapat umum pemegang saham sendiri berdasarkan pasal 78 ayat (1) terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya. Rapat umum pemegang saham tahunan dilaksanakan untuk mengambil keputusan yang wajib diadakan dalam jangka waktu 6 bulan setelah berakhirnya tahun buku. Sedangkan RUPS lainnya dilaksanakan sesuai kebutuhan perseroan. RUPS merupakan organ Perseroan yang berwenang dalam mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris. Tugas lain dari RUPS yakni memberhentikan Direksi atau Komisaris, menetapkan besar gaji Direksi dan Komisaris, mengevaluasi kinerja perusahaan, memutuskan rencana penambahan atau pengurangan saham pada Perseroan, menentukan kebijakan perusahaan, mengumumkan pembagian laba (deviden) dan sebagainya. Selain memiliki kewenangan dan kekuasaan tertinggi, RUPS juga memiliki fungsi sentral yakni dapat menetapkan kebijakan terkait dengan Perseroan. Meskipun RUPS memiliki kekuasaan tertinggi namun hal tersebut hanya terbatas apabila wewenang tersebut tidak dilimpahkan kepada organ perseroan lainnya jadi masing-masing organ perseroan tetap memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing yang berdiri sendiri. Mengenai penetapan setiap keputusan dalam RUPS diadakan secara musyawarah dan mufakat kemudian harus disetujui oleh para Persero atau pemegang saham. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dengan persyaratan harus kuorum, artinya yakni berdasarkan jumlah para Persero yang hadir yang sudah ditentukan Dalam UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS dan ADRT Persero. Namun terdapat pula pengambilan keputusan di luar daripada RUPS yang disebut sebagai circular resolution atau pengambilan keputusan oleh para
3 Rudhi Prasetya, 2011, Teori & Praktik Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 39.
4 M Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 345.
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
pemegang saham secara sirkuler. Dalam sistem circular resolution ini para pemegang saham tidak bertemu dalam suatu rapat untuk pengambilan keputusan melainkan pengambilan keputusan dilakukan dengan menandatangani dokumen keputusan para pemegang saham yang diedarkan kepada pemegang saham yang satu dan pemegang saham yang lain untuk ditandatangani sebagai bentuk persetujuan secara tertulis. 5 Keputusan circular resolution yang diputuskan oleh para pemegang saham tidak dengan surat panggilan terlebih dahulu seperti dalam forum RUPS secara formil. 6
Hasil dari keputusan sirkuler merupakan akta bawah tangan yang nantinya akan dituangkan ke dalam akta otentik di hadapoan notaris. Tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengenai batas-batas yang dapat diambil melalui keputusan sirkuler, sehingga dalam pelaksanaannya mengakibatkan pemahama yang berbeda-beda. Pada pasal 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas diatu mengenai kebolehan bagi para pemegang saham untuk mengambil keputusan di luar RUPS, dengan catetan bahwa seluruh pemegang saham menyetujui secara bulat atas keputusan yang ada. Manakala pengambilan keputusan tersebut dilakukan untuk memberhentikan atau mengganti anggota direksi sebagaimana diatur pada Pasal 105 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, maka terdapat 2 (dua) poin penting dalam pemberhentian direksi melalui circular resolution. Pertama, anggota direksi yang diberhentikan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian tersebut. Kedua, anggota direksi yang diberhentikan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian. Namun selanjutnya berdasarkan Pasal 115 ayat (4), apabila yang besangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian dan penggantian tersebut maka kesempatan untuk pembelaan diri tidak diperlukan. Hal-hal seperti inilah yang perlu dipastikan oleh notaris sebelum keputusan sirkuler dituangkan ke dalam akta pernyataan keputusan sirkuler menjadi akta autentik, khususnya keputusan sirkuler yang berkaitan dengan penggantian direksi. Artikel ini akan membahas kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat sirkuler yang berkaitan dengan penggantian direksi.
## B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik itu perilaku verbal yang diperoleh melalui wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan langsung. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, yaitu dengan melakukan
5 Fadlyna Ulfa Faisal, Abdullah Marlang, dan Oky Deviany, "Pelaksanaan Circular Resolution Pada Perseroan Terbatas." Universitas Hasanuddin, 8
6 Penjelasan Pasal 91 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
tanya jawab secara langsung antara peneliti dan responden atau narasumber untuk mendapatkan informasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu berusaha mengamati gejala hukum tanpa menggunakan alat ukur yang menghasilkan informasi yang hanya dapat dilihat menggunakan peraturan perundang-undangan, pandangan teori, konsepsi, para ahli, dan logika.
## C. Pembahasan
1. Proses pengambilan keputusan sirkuler yang dilaksanakan dalam rangka melakukan penggantian Direktur perseroan terbatas
Istilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan saat ini, dulunya dikenal dengan istilah (Naamloze Vennootscap). Istilah perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. 7 Kata perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero- sero atau saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada terbatasnya tanggung jawab pemegang saham yang hanya terbatas pada nominal saham yang dimiliki. KUHD tidak memberikan definisi tentang PT dan KUHD hanya mengatur bentuk perseroan ini secara sederhana, hal ini disebabkan perkembangan PT pada masa yang lama tidak pesat seperti di Negara Eropa. 8 Dalam hukum Inggris PT dikenal dengan istilah Limited Company. Company memberikan makna bahwa badan usaha yang diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri dari beberapa orang yang bergabung dalam suatau badan tertentu. Limited menunjukkan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dari semata-mata dengan harta kekayaan yang terhimpun dari badan tersebut. 9 Definisi PT ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan terbatas diartikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan Pelaksanaannya.
Badan hukum merupakan subjek hukum yang baru dalam ilmu hukum. munculnya badan hukum sebagai suatu subjek hukum melalui rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan yang sama seperti manusia. Untuk itu, badan hukum sering disebut Artificial Person. 10 Badan hukum dianggap sama seperti manusia, secara hukum badan hukum dapat digugat dan mengugat di hadapan pengadilan seperti layaknya subjek hukum manusia. Badan hukum diangap subjek yang
7 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan I, FH UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 1
8 C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi, Edisi Revisi, Cetakan V, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, Hlm. 22
9 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan II, FH UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 65
10 Azizah, Hukum Perseroan Terbatas,Cetakan 1, Intimedia, Malang, 2015, Hlm. 18
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
mandiri, sehingga ia memiliki kekayaannya sendiri dan berdiri diatas namanya sendiri. Badan hukum juga dapat melakukan kegiatan atau perbuatan hukum bisnis, atas namanya. Kewajiban-kewajiban yang melekat pada subjek hukum manusia juga melekat pada subjek hukum badan hukum. UUPT menentukan bahwa suatu perseroan dapat dikatakan badan hukum adalah yang telah memenuhi syarat pasal 7 ayat (4). Menurut UUPT, ciri utama badan hukum perseroan adalah memiliki harta kekayaan sendiri dan terpisah dari harta kekayaan pemegang saham (persero). Untuk itu, pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala kerugian yang dialami oleh PT. pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas besar modal yang dimasukkannya, sering disebut dengan istilah separate legal entity. Legal Entity dalam Kamus Hukum Ekonomi diartikan sebagai badan Hukum yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum. 11 Nindyo Pramono menyatakan bahwa filosofi pendirian badan hukum adalah bahwa dengan kematian pendirinya, harta kekayaan badan hukum tersebut diharapkan masih dapat bermanfaat oleh orang lain. Oleh karena itu, hukum menciptakan suatu kreasi “sesuatu” yang oleh hukum dianggap sebagai subjek mandiri seperti halnya orang, yang “ sesuatu itu dikenal dengan sebagai badan hukum.
Permintaan penyelenggaraan pengambilan keputusan oleh suatu perusahaan biasanya dilakukan melalui RUPS, atas permintaan dari organ pemegang saham ataupun jajaran dewan komisaris yang nantinya ditindaklanjuti oleh direksi. 12 Pada pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, diatur mengenai keputusan sirkuler dapat dilakukan oleh pemegang saham dapat dilakukan diluar RUPS dengan cara mengedarkan usulan, yang diwakili oleh direksi yang bertindak berdasarkan kuasa dari para pemegang saham. Hal ini dikarenakan pada praktiknya, para pemegang saham membutuhkan pengambilan keputusan secara cepat dan efisien.
Para pemegang saham yang memiliki hak suara akan menentukan hal-hal yang akan diputuskan dalam keputusan sirkuler. Setelah itu, akan dilakukan pengecekan atau revisi terhadap draft keputusan sirkuler yang berkaitan dengan agenda-agenda keputusan tersebut. Apabila sudah dilakukan pengecekan ataupun revisi apabila ada perbaikan, barulah Perseroan akan mengirim keputusan sirkuler yang telah disepakati dari pemegang saham ke pemegang saham lainnya untuk ditandatagani. Pengiriman keputusan kepada para pemegang saham sebelum dilakukan pengesahan oleh notaris, dapat dilakukan melalui pos, email , ataupun fax , dan media elektronik lain yang memang sudah diatur dalam UU ITE. Jika telah ditandatangani oleh pemegang saham yang terakhir, keputusan tersebut akan dikirimkan kembali kepada perseroan untuk dilakukan pengesahan dihadapan
11 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm. 17
12 Stafanus Mahendra Soni Indriyo, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas , Cetakan 5, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012, Hlm. 88
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
notaris dan dituangkan ke dalam keputusan sirkuler sebagai suatu akta otentik. Dengan catetan, keputusan sirkuler dapat dilakukan oleh perseroan apabila seluruh pemegang saham menyetujui hal tersebut. Sehingga tidka boleh ada satupun pemegang saham menolak pelaksanaan keputusan sirkuler. Dari uraian ini, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan sirkuler atau circular resolution merupakan pengambilan keputusan yang diselenggarakan diluar rapat umum pemegang saham yang dikenal dengan keputusan yang diedarkan, sesuai dengan penjelasan pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Keputusan yang dikeluarkan secara sirkuler ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS biasanya dan bersifat mengikat.
Perihal pemberhentian direksi yang dilakukan sebelum penggantian direksi melalui keputusan sirkuler, diatur dalam Pasal 105 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sebagai berikut: Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian. Dalam apsal tersebut, terdapat 2 hal penting yg perlu diperhatikan sebelum dilakukan pengganntian direksi melalui keputusna sirkuler. Hal pertama adalah pemberitahuan yang harus diberikan kepada direksi tersebut mengenai adanya rencana pemberhentian. Hal kedua adalah memberikan kesempatan bagi direksi tersebut untuk melakukan pembelaan terhadap rencana pemberhentiannya. Berdasarkan padal 114 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, direksi yang bersangkutan apabila memang tidak keberatan atas pemberhentian dan penggantian dirinya, maka pembelaan tersebut bisa tidak terlalu dihiraukan. Penggantian direksi yang dilakukan melalui keputusan sirkuler dapat sah, jika atas hasil dari keputusan sirkuler tersebut diikuti dengan pemberitahuan rencana pemberhentian serta dilampirkannya persetujuan pemberhentian dari direksi terlebih dahulu.
Keputusan sirkuler tentunya dilaksanakan tidak secara tatap muka ataupun dihadiri secara fisik, karena itu untuk mendukung efisiensi atas pengambilan keputusan ini, maka prosedur pemberitahuan rencana pemberhentian juga dapat disampaikan melalui surat, email , ataupun fax . Hal ini Dikarenakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur secara detail terkait penyampaian pemberitahuan ataupun pembelaan atas keberatan ini harus dilakukan dengan cara apa, namun untuk membuktikan sudah dilaksanakannya tahap-tahap ini bisa dilakukan dengan cara-cara yang sudah dikenal oleh masyarakat. Apabila pemberitahuan rencana pemberhentian ataupun pembelaan atas keberatan pemberhentian dilakukan melalui email , maka bisa melihat apa yang telah diatur dalam UU ITE mengenai surat elektronik atau email , yaitu salah satu bentuk pemanfaatan teknologi transaksi elektronik. Seperti halnya yang diatur
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
dalam Pasal 2 UU ITE, transaksi elektronik merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dengan memanfaatkan computer ataupun jaringan computer, ataupun media elektronik lainnya. Dalam UU ITE yang tercantum pada Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (4), diatur mengenai informasi elektronik ataupun hasil cetak dari informasi elektronik tersebut merupakan perluasan atas alat bukti yang sah menurut hukum acara di Indonesia. Akan tetapi, yang perlu diketahui berdasarkan Pasal 5 ayat (4) UU ITE, ada pengecualian yang mengatur mengenai informasi atau dokumen elektronik yang memang tidak berlaku untuk surat yang memang diatur oleh undang-undang diharuskan dibuat secara tertulis dan surat beserta dokumen yang diharuskan oleh undang-undang untuk dibuat dalam bentuk akta notarial atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pemberitahuan rencana pemberhentian yang nantinya dikirim melalui email kepada direksi yang bersangkutan, tidak diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengenai bentuk ataupun format dari email pemberitahuan tersebut. Pasal 77 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya ada untuk mengakomodasi kebutuh perseroan terbatas yang para pemegang sahamnya berada pada domisili yang berbeda-beda, sehingga bahkan dimungkinkan untuk dilakukan tele conference bagi para pemegang saham yang berada di negara berbeda. 13 Namun, berdasarkan pada penjelasan Pasal 105 ayat (3) bahwa, pembelaan diri dalam pemberhentian direksi melalui circular resolution dilakukan secara tertulis. Maka, pembelaan diri dalam pemberhentian direksi melalui circular resolution tidak dapat dilakukan melalui media elektronik karena merupakan pengecualian keabsahan pemanfaatan media elektronik/informasi elektronik sebagaimana diatur pada UU ITE.
Apabila persetujuan direksi (termasuk pembelaan apabila direksi keberatan terhadap pemberhentian) sudah dilampirkan, barulah pengangkatan direksi yang baru dapat dilakukan oleh para pemegang saham. Tentunya pengangkatan direksi baru ini juga harus menjadi salah satu mata agenda dari keputusan sirkuler yang dilakukan. Dengan catetan, berdasarkan yang telah diatur dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan. Pada penjelasan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan di luar RUPS” dalam praktik dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution) . Pengangkatan direksi baru yang menggantikan direksi sebelumnya yang telah diberhentikan ini merupakan
13 Stafanus Mahendra Soni Indriyo, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas , Cetakan 5, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012, Hlm. 88
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
kewenangan RUPS yang tidak bisa dikuasakan kepada organ lain dalam perseroan. Penggantian direksi baru efektid bisa terjadi bila pengangkatan telah dilakukan sesuai prosedur. Dalam penggantian direksi yang dilakukan melalui circular resolution , maka harus mengirimkan secara tertulis usulan atau agenda pengangkatan direksi baru yang menggantikan direksi lama kepada seluruh pemegang saham dan atas usul tersebut, baik pemberhentian direksi lama sekaligus pengangkatan direksi baru harus disetujui oleh seluruh pemegang saham. 14
2. Kedudukan notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan sirkuler berkaitan dengan penggantian direksi perseroan terbatas
Notaris memiliki kewenangan untuk melakukan pembuatan akta otentik, sejauh akta yang dibuat oleh notaris tersebut tidak diatur sebagai kewenangan pejabat umum lainnya untuk membuat. 15 Kewenangan Notaris diatur pada bagian sendiri dalam Undang- Undang tentang Jabatan Notaris, yaitu Bab III Bagian Pertama, yaitu pada Pasal 15 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Mengenai kedudukan notaris dalam pembuatan akta keputusan sirkuler diluar rapat umum pemegang saham, notaris tidak secara langsung berperan, didalam proses pembuatannya. Beda hal dengan pembuatan akta RUPS yang memiliki keterkaitan dengan peranan langsung seorang notaris dalma proses pembuatannya. Dalam pembuatan akta keputusan sirkuler, notaris harus memberikan nasihat hukum sekaligus memberikan pemahaman yang mencakup hal-hal teknis, dasar hukum pembuatan akta keputusan sirkuler, serta konsekuensi-konsekuensi hukum dari hal-hal yang terlah diputuskan dalam keputusan sirkuler. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris.
Menurut Abdulkadir Muhammad, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya: 16
a. Notaris dituntut melakukan perbuatan akta dengan baik dan benar Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak yang berkepentingan karena jabatannya.
b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti yang sebenarnya. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.
c. Berdampak positif Artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna. Dalam kaitan ini Notaris tidak boleh secara sengaja
14 CST Kansil. Seluk Beluk Perseroan Terbatas (Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007), (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 12.
15 Abdul Khadir Mohammad. Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), 49.
16 Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, hal.49.
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
melakukan hal yang dapat membuat akta autentik mempunyai kekuatan hanya sebagai akta di bawah tangan.
Selanjutnya, kewenangan dan kewajiban notaris sebagai pejabat umum terhadap akta-akta yang menjadi tanggungjawabnya, merupakan penerapan dari prinsip umum yang sudah ada. Apabila terjadi suatu pelanggaran yang berkaitan dengan kebenaran materiil suatu akta, maka notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya, sesuai dengan kedudukannya pada saat pembuatan akta dilakukan: 17
a. Tanggung jawab secara perdata, dengan kata lain notaris bertanggung jawab atas kebenaran materiil dari akta yang dibuatnya. Dalam hal ini apabila akta dibuat secara melawan hukum. Wirjono Prodjodikoto mengemukakan bahwa pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang dapat terjadi apabila sebagian besar yang dilakukan merupakan perbuatan yang pada dasarnya tidak diperbolehkan oleh hukum dan perbuatan ini tercantum dalam KUHPerdata sebagai perbuatan yang melawan hukum.
b. Tanggung jawab secara pidana, dengan kata lain notaris bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai seorang pejabat umum pembuat akta, tidak pada kedudukannya sebagai warga negara Indonesia pada umumnya. Unsur-unsur perbuatan pidana ini diantaranya adalah berbuat sesuatu, memenuhi unsur pidana yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, dan bersifat melawan hukum.
c. Tanggung jawab didasarkan pada Undang-Undang Jabatan Notaris, merupakan pertanggung jawaban Notaris, Notaris Pengganti, dan Pejabat sementara Notaris atas akta yang dibuatnya, walaupun protocol notaris telah diserahkan ataupun dipindah tangankan kepada pihak penyimpan protocol. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yaitu Pasal 65.
d. Tanggung jawab secara kode etik, yang merupakan perwujudan dari sumpah yang telah diucapkan notaris dalam hal menjalankan profesinya sebagai pejabat umum sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Kode Etik Notaris. Hal ini diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris mengenai sumpah jabatan notaris.
Akta pernyataan keputusan sirkuler yang dibuat notaris termasuk ke dalam pembuatan akta partij . Partij atau pihak adalah mereka yang memiliki keinginan ataupun mungkin memiliki suatu keinginan agar akta yang dibuat dihadapan pejabat umum menjadi tanda bukti atas keterangan lisan yang mereka utarakan dalam bentuk tulisan atas segala tindakan yang mereka ambil. 18 Dikemukakan oleh Lumban Tobing, bahwa Akta partij
17 ibid
18 Komar andasasmita, 1981: 48 Andasasmita, Komar, 1981, Notaris I, Bandung : Sumur Bandung,
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
merupakan akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh para pihak yang menghadap, agar perbuatannya dikonstantir oleh notaris dalam suatu bentuk akta otentik. 19 Dengan kata lain, para pihak yang berkepentingan datang kepada notaris agar dibuatkan akta atas perbuatan yang telah mereka lakuukan, yang kemudian oleh notaris berdasarkan keterangan para pihak tersebut dituangkan ke dalam suatu akta sepanjang atas perbuatan tersebut dilakukan sesuai apa yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan hukum.
Kedudukan notaris dalam membuat akta pernyataan keputusan sirkuler tidak bisa disamakan dengan kedudukan notaris dalam membuat akta rapat umum pemegang saham. 20 Hal ini dikarenakan tanggung jawab atas akta tersebut berbeda, akta pernyataan keputusna sirkuler adalah akta partij sedangkan akta rapat umum pemegang saham adalah akta relaas . 21 Dalam pembuatan akta partij, Notaris mencatatkan apa yang dikehendaki oleh para pihak dalam akta, sebagaimana dinyatakan sebagai kewenangan Notaris dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang tentang Jabatan Notaris tanpa memiliki sedikit pun kewenangan untuk melakukan penyesuaian akta dengan inisiatif sendiri tanpa persetujuan para pihak dalam akta tersebut. Dalam akta partij, Notaris hanya melakukan kontantir berdasarkan apa yang diterangkan atau diceritakan para pihak pada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana para pihak tersebut sengaja datang di hadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir Notaris dalam suatu akta autentik. Hal ini dikarenakan awal mula dibuatnya akta datang dari para penghadap, notaris tidak bertanggungjawab atas kebenaran dari apa yang dikemukakan para pihak. Terlebih jika ada permasalahan yang terjadi dikarenakan adanya akta pernyataan keputusan sirkuler tersebut, notaris tidak bertanggung jawab atas segala macam kebenaran substansial dari keterangan para pihak yang dituangkan dalam akta. Kedudukan notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan sirkuler ini hanya sebatas sebagai saksi atas akta yang dibuat, lain hal jika notaris melakukan kesalahan pencatatan substansi ataupun kesalahan formalitas akta yang dapat mengakibatkan akta tersebut terdegradasi menjadi akta bawah tangan. Apabila terjadi kesalahan seperti ini, maka para pihak dapat menuntut kerugian kepada notaris, terlebih apabila pencatatan atas isi dari akta tersebut berakibat pada apa yang termuat dalam akta tidak sesuai dengan apa yang diterangkan oleh para pihak yang menghadap.
19 Lumban tobing, 2007:51 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 3, Erlangga, Jakarta, 2007, hal.30
20 Habib Adjie. Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), 45.
21 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju, 2011), 10.
PALAR (Pakuan Law Review)
Volume 09, Nomor 04, Oktober-Desember 2023, Halaman 18-29 https://journal.unpak.ac.id/index.php/palar e-ISSN:2614-1485 p-ISSN:2716-0440 Doi : https://doi.org/10.33751/palar.v9i4
## DAFTAR PUSTAKA
## A. Buku
Abdul Khadir Mohammad. Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), 49. Adrian Sutedi, 2015, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Raih Asa Sukses, Jakarta, hlm. 8. Andasasmita, Komar, 1981, Notaris I, Bandung : Sumur Bandung,
Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, hal.49. Azizah, Hukum Perseroan Terbatas,Cetakan 1, Intimedia, Malang, 2015,
C.S.T Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi, Edisi Revisi,
Cetakan V, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1995
CST Kansil. Seluk Beluk Perseroan Terbatas (Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007),
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009).
Fadlyna Ulfa Faisal, Abdullah Marlang, dan Oky Deviany, "Pelaksanaan Circular Resolution Pada Perseroan Terbatas." Universitas Hasanuddin,
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet. 3, Erlangga, Jakarta, 2007, hal.30 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Habib Adjie. Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), 45.
M Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 345 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan I, FH UII Press, Yogyakarta, 2014 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan II, FH UII Press, Yogyakarta, 2014
Rudhi Prasetya, 2011, Teori & Praktik Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta.
## B. Jurnal
Siti Hapsah Isfardiyana. "Business Judgement Rule Oleh Direksi Perseroan." Jurnal Panorama Hukum, Volume 2, Nomor 1 (Juni 2017): 2, diakses tanggal 5 Mei 2021, doi: 10.21067/jph.v2i1.1752
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta,
(Bandung: Mandar Maju, 2011), 10.
Stafanus Mahendra Soni Indriyo, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas , Cetakan 5, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012
Stafanus Mahendra Soni Indriyo, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas , Cetakan 5, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012
|
f1c35896-b575-4166-836a-df257e08fc41 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/agritepa/article/download/3311/3276 |
## STUDI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN FERMENTASI KOMBUCHA: KAJIAN PUSTAKA
## STUDY OF ANTIOXIDANT ACTIVITY OF KOMBUCHA BEVERAGE: LITERATURE REVIEW
Yunita Khilyatun Nisak
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknik, Institut Teknologi dan Sains Nahdlatul Ulama Pasuruan Wr. Dowo Utara, Pasuruan, Jawa Timur email: [email protected]
ARTICLE HISTORY : Received [24 November 2022] Revised [01 February 2023] Accepted [12 May 2023]
## ABSTRAK
Kombucha merupakan minuman yang diperoleh dengan cara fermentasi teh manis menggunakan simbiotik dari bakteri dan khamir. Jika dibandingkan dengan teh non- fermentasi, kombucha mempunyai kandungan antioksidan yang lebih tinggi karena selama proses fermentasi terjadi pembentukan asam-asam organik yang mengakibatkan terjadinya peningkatan senyawa fenol dan peningkatan aktivitas antioksidan yang ditandai dengan tingginya rasio pengikatan radikal DPPH dan ABTS. Selain itu, kombucha juga dapat menghambat peroksidasi asam linoleat dan mengkelat senyawa logam yang bersifat prooksidan.
Kata Kunci : kombucha; fermentasi; antioksidan
## ABSTRACT
Kombucha is a beverage obtained by fermenting sweet tea using symbiotic bacteria and yeast. Compared to non-fermented tea, kombucha has a higher antioxidant content because organic acids are formed during the fermentation process, which results in an increase in phenolic compounds and an increase in antioxidant activity as indicated by the high ratio of binding to DPPH and ABTS radicals. In addition, kombucha can also inhibit the peroxidation of linoleic acid and chelate pro-oxidant metal compounds.
Keywords : kombucha; fermentation; antioxidant
## PENDAHULUAN
Kombucha merupakan minuman yang dibuat dengan cara fermentasi teh manis selama 8-10 hari (Filippis et al. ,
2018). Umumnya, kombucha dibuat dengan menggunakan teh hitam atau teh hijau oleh simbiotik kultur bakteri, yang terdiri atas golongan bakteri asam asetat,
sedikit bakteri asam laktat dan juga terdapat khamir (Villarreal-Soto et al., 2019) sehingga dihasilkan asam setat, alkohol sebagai senyawa metabolit dan juga senyawa CO 2 (Filippis et al., 2018). Meskipun begitu, kombucha memiliki perpaduan rasa manis, asam dan sedikit rasa karbinasi, membuatnya banyak
diminati konsumen (Vitas et al., 2018).
Dilihat dari kenampakannya, kombucha tersusun atas dua komponen, yakni lapisan bagian atas yang merupakan selulosa serta cairan kombucha di bagian bawah. Minuman ini memiliki banyak senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya adalah asam-asam organik, vitamin, mineral, polifenol dan senyawa-senyawa bioaktif (Leal et al. , 2018).
Kombucha diketahui dapat
mencegah penyakit kronis dan mempunyai efek antihiperglikemik, antioksidan, antikarsinogenik (Neffe-Skocinska et al.,
2017) serta antimikroba terhadap bakteri patogen (Kozyrovska et al ., 2012). Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kombucha yang dibuat dari berbagai jenis teh seperti teh hijau, teh hitam dan juga limbah teh hijau terbukti mempunyai antioksidan yang cukup besar (Jayabalan et al ., 2008).
Aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni lama fermentasi, varietas substrat teh yang dipakai dan mikroorganisme yang digunakan sebagai kultur pada kombucha (Jayabalan et al. , 2014).
## PROSES PEMBUATAN KOMBUCHA
Kombucha dapat diproduksi menggunakan berbagai bahan baku,
namun umumnya minuman ini dibuat menggunakan teh. Untuk membuat kombucha dari seduhan teh hitam, sebanyak 1,2% teh hitam diseduh dengan 10% gula pasir. Setelah itu, larutan teh ini akan dipanaskan untuk mengurangi mikroorganisme yang tidak diinginkan, dan dimasukkan ke dalam toples kaca. Starter kombucha sebanyak 10% dimasukkan saat larutan teh sudah dingin. Larutan ini selanjutnya ditutup dengan kain agar terbentuk suasana yang aerob (Jayabalan et al. , 2014).
Fermentasi kombucha berlangsung selama 14 dan dilakukan pada suhu ruang agar didapatkan hasil yang maksimal (Zubaidah et al ., 2018). Setelah fermentasi, akan dihasilkan senyawa-senyawa metabolit yang mempunyai manfaat bagi kesehatan tubuh, namun komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa metabolit ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sumber kultur mikroorganisme (Nguyen et al ., 2015),
konsentrasi teh dan gula yang dipakai (C. Fu et al., 2014) serta waktu yang digunakan untuk proses fermentasi (Jayabalan et al ., 2008).
## MIKROORGANISME
Kombucha dibuat dengan cara fermentasi teh menggunakan simbiotik kultur bakteri dan khamir. Beberapa jenis khamir yang ada pada kombucha yakni
( Pichia, Candida, Zygosacharomyces,
Brettanomyces dan Sacharomyces ) (Jayabalan et al ., 2014) dengan jumlah yang beragam. Namun jenis khamir yang paling dominan adalah Zygosacharomyces (84,1%), kemudian diikuti dengan spesies Dekkera dan Pichia (6% dan 5%)
(Watawana et al. , 2017).
## PROSES METABOLISME PADA KOMBUCHA
Reaksi kimiawi yang terjadi pada kombucha selama fermentasi cukup beragam. Gula pasir atau sukrosa akan dipecah oleh khamir gula sederhana, yakni menjadi glukosa dan fruktosa. Reaksi ini dibantu dengan enzim invertase. Hal ini dilakukan karena fruktosa dan glukosa yang sudah menjadi gula sederhana akan
lebih mudah digunakan oleh mikroorganisme selama fermentasi.
Selama proses fermentasi, khamir akan mengubah kedua jenis gula sederhana ini menjadi berbagai senyawa, yakni etanol, karbon dioksida dan juga gliserol (Gaggia et al ., 2019)
Pada beberapa kasus, kandungan etanol yang terlalu tinggi pada kombucha tidak diinginkan karena bisa mengancam kelangsungan hidup mikroba yang ada didalamnya. Sehingga etanol akan dioksidasi lagi dan diubah oleh bakteri asam asetat menjadi asam asetat (Saichana et al. , 2015). Dengan adanya oksigen dan nutrisi dari kombucha, pada kondisi statis bakteri asam asetat akan membentuk biofilm selulosa pada permukaan kombucha (May et al ., 2019)
Gambar 1. Proses Metabolisme Kombucha (Laureys et al ., 2020).
Selain itu, glukosa juga akan diubah oleh bakteri asam asetat membentuk asam-asam organik seperti asam glukonat dan asam glukoronat (Jayabalan et al ., 2017). Sedangkan khamir akan merangsang pembentukan asam glukoronat (Nguyen et al. , 2015). Saat
proses fermentasi berlangsung,
mikroorganisme pada kombucha akan mengalami
hubungan simbiosis, menjadikan minuman fermentasi ini membentuk lingkungan yang sleektif. Etanol yang dihasilkan oleh khamir (Pfeiffer & Morley, 2014) dan produksi asam-asam organik oleh khamir dan bakteri akan menurunkan pH kombucha menjadi 2,0-4,0 (Chakravorty et al ., 2016) sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen atau jenis mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Selain itu, lingkungan yang selektif pada kombucha ini juga menginisiasi pembentukan beberapa senyawa metabolit,
seperti asam D-sakarida 1,4-lactone, asam laktat, asam kuinat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat (Laureys et al ., 2020).
## PERUBAHAN KIMIA PADA KOMBUCHA
## a. pH
Nilai pH kombucha tergolong asam (5,6 – 5,0) jika dibandingkan dengan teh non-fermentasi (3,6 – 2,5) (Amarasinghe et al. , 2018; Greenwalt et al. , 2000).
Penurunan pH yang cepat terjadi pada 2 minggu awal fermentasi, kemudian pH akan terus menurun sampai batas tertentu hingga minggu ke-8 (Amarasinghe et al ., 2018). Nilai ini lebih rendah dari pH optimal pertumbuhan khamir (pH 5,4-6,3) (Chen & Liu, 2000). Hal ini dapat disebabkan karena terbentuknya asam- asam organik yang diproduksi baik oleh bakteri maupun oleh khamir saat proses fermentasi kombucha.
Tabel 1. Analisa pH pada Kombucha Teh Hitam (Kaewkod et al ., 2019).
Jenis Teh pH Perubahan Hari ke-0 Hari ke-14 Teh Hitam 3,73 2,70 1,03 Teh Hijau 3,82 2,94 0.88 Teh Oolong 3,92 2,89 1.03 b. Antioksidan (DPPH dan ABTS)
DPPH
Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH diketahui lebih efektif daripada metode FRAP dan FIC (Maesaroh et al ., 2018). Selain itu, metode ini tergolong sederhana dan murah untuk dilakukan. Larutan DPPH akan bereaksi dengan senyawa antioksidan, jika terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning atau warna yang pucat, artinya sampel mempunyai kemampuan untuk meredam aktivitas radikal bebas DPPH (Kedare & Singh, 2011).
Jika dibandingkan, kombucha mempunyai kandungan antioksidan yang jauh lebih besar daripada teh non- fermentasi (L. Fu et al ., 2017), karena selama fermentasi, kandungan vitamin dan asam-asam organik jumlahnya akan
meningkat (Essawet et al. , 2015). Penelitian Fu et al., (2014) dengan menggunakan teh hijau, teh hitam dan teh komersial menunjukkan bahwa teh hitam mempunyai rasio pengikatan DPPH yang paling tinggi (95,30%), sedangkan teh hitam 38,7%. Namun rasio pengikatan DPPH pada teh hitam dapat naik menjadi 70% selama 15 hari fermentasi (Chu & Chen, 2006). Penelitian Jayabalan et al. , (2008) juga menunjukkan bahwa diantara beberapa sampel kombucha, yakni kombucha dengan substrat teh hijau, teh hitam dan teh komersial, teh hijau mempunyai kemampuan mengikat DPPH yang paling tinggi (88%) pada fermentasi hari ke-18.
Tabel 2. Analisa DPPH pada Kombucha Teh Hitam (Chu & Chen, 2006).
Lama fermentasi (hari) Aktivitas pengikatan DPPH radikal (%) 0 34,3 3 42,4 6 50,6
9
55,7
12 60,0 15 69,2
Kemampuan kombucha teh hitam dalam melawan senyawa radikal bebas, dibuktikan dengan nilai pengikatan senyawa radikal yang naik 1,7 kali setelah proses fermentasi (Chu & Chen, 2006), hal ini terjadi karena menurut penelitian (Dipti
et al ., 2003), kombucha mempunyai kemampuan untuk membalikkan kromat (VI), yang merupakan senyawa penyebab kerusakan oksidatif. Namun kemampuan menangkap senyawa radikal bebas pada kombucha dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah mikroorganisme dan proses metabolismenya (Chu & Chen, 2006).
## ABTS
Metode peredaman radikal bebas 2,2-azinobis-3-Ethylbenzothiazoline-6- Sulfonic Acid (ABTS) merupakan metode pengujian untuk mengukur jumlah radikal bebas yang memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, kelebihan ABTS dibandingkan dengan metode lain yaitu pengujiannya yang sederhana, efektif, cepat, dan mudah diulang (Serlahwaty & Sevian, 2016). Selain itu, metode uji ini dapat digunakan pada rentang pH yang lebar (Prior et al. , 2005)
Penelitian Chu & Chen (2006) menunjukkan bahwa kombucha teh hitam yang telah difermentasi selama 15 hari mempunyai kandungan antioksidan 1,4 kali lebih tinggi daripada teh biasa, dimana lama waktu fermentasi berkorelasi positif dengan hasil antioksidan. Efek scavenging atau pengikatan radikal bebas oleh katekin pada teh sangatlah bervariasi, tergantung dari jenis senyawa radikal, serta sifat antioksidan seperti polaritas, tingkat ionisasi, dan penghambatan sterik.
Perbedaan komposisi kombucha dapat disebabkan oleh penggunaan starter yang berbeda sehingga terjadi variabilitas mikroflora pada tiap sampel, membuat kombucha dengan substrat yang berbeda
memiliki perbedaan aktivitas antioksidan (Malbasa et al. , 2011)
## c. Uji Penghambatan peroksidasi asam linoleat
Penelitian Chu & Chen (2006) yang melakukan fermentasi kombucha teh hitam selama 15 hari menunjukkan bahwa kombucha teh hitam mempunyai sifat antioksidan karena dapat menghambat peroksidasi asam linoleat dan mengikat DPPH radikal. Rasio penghambatan senyawa peroksidasi asam linoleat pada teh hitam mencapai 65%, setelah difermentasi selama 3 hari nilainya naik menjadi 90% dan terus meningkat secara lambat selama proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa pemberian kombucha secara oral dapat menurunkan kandungan malonaldehid pada hewan coba yang dipapar senyawa pro-oksidasi seperti timbal (Dipti et al. , 2003).
## d. Uji pengkelatan logam Fe
Logam transisi seperti Fe dan Cu bersifat sebagai prooksidan dan memicu proses pembentukan radikal bebas. Teh hitam mempunyai efisiensi pengkelat ion logam sebesar 16%, tetapi nilai ini menurun dengan cepat menjadi 3% setelah tiga hari. Sedangkan pada kombucha teh hitam, nilai tersebut dapat dipertahankan selama fermentasi. Hal ini terjadi karena
selama proses fermentasi, mikroorganisme akan memodifikasi senyawa polifenol pada teh, membuat kombucha mempunyai kemampuan untuk menurunkan ion Fe 2+
(Chu & Chen, 2006). Selain itu, teh yang merupakan substrat utama kombucha juga mengandung gugus dihidroksi 3’-4’ pada cincin B dan ester galoil pada cincin C flavonol yang merupakan senyawa pengkelat ion logam.
## e. Total fenol
Nilai total fenol pada kombucha teh hitam meningkat secara linear selama proses fermentasi. Menurut penelitian
(Ivanišová, Meňhartová, Terentjeva, Godočíková, et al., 2019), total polifenol pada kombucha teh hitam adalah 412 mg GAE/L, nilai ini lebih tinggi daripada teh manis (180,17 mg GAE/L). Penelitian oleh Aidoo, (2015) juga menunjukkan bahwa kombucha memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi daripada teh non- fermentasi, karena proses fermentasi akan membuat senyawa thearubigun pada teh mengalami depolimerisasi. Selain itu, mikroorganisme juga akan membuat struktur planar thearubigin mengalami perubahan struktur planar, menyebabkan perubahan warna pada kombucha menjadi lebih cerah dan menyebabkan peningkatan jumlah total fenol (Chu & Chen, 2006).
Tabel 3. Kandungan Fenol pada Kombucha (Ivanišová et al ., 2019)
Teh manis Kombucha Teh Hitam 180,17 mg GAE/L 412,25 mg GAE/L
## f. Analisa asam organik
Kombucha teh hitam mempunyai kandungan total asam organik sebesar 2,5 g/L, didominasi oleh asam asetat (1,55 g/L) tartarat (0,23 g/L) dan asam sitrat (0,05 g/L) (Ivanišová et al ., 2019). Asam asetat adalah senyawa kimia yang berperan pada bau dan rasa asam pada kombucha. Senyawa ini dihasilkan oleh bakteri asam asetat melalui konversi sukrosa menjadi
etanol, glukosa dan fruktosa (Spedding, 2015). Jumlah asam asetat sangat dipengaruhi oleh lamanya fermentasi. Hasil penelitian Jayabalan et al. , (2007) menunjukkan bahwa nilai asam asetat pada kombucha teh hitam berkisar antara 0,22 (fermentasi hari ke-3) sampai 9,51 g/L (fermentasi hari ke-15). Asam oksalat, malat, laktat, tartarat dan glukoronat juga ditemukan pada kombucha. Asam
glukuronat dianggap sebagai salah satu komponen kunci yang ada pada kombucha teh karena mempunyai kemampuan untuk detoksifikasi dengan cara konjugasi (Jayabalan et al ., 2007).
Asam organik mempunyai kemampuan dalam menangkap reactive oxygen species (ROS) dan meningkatkan ketersediaan biologis senyawa fenolik. Selain itu, asam organik juga dapat
digunakan sebagai antimikroba. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asam organik dapat menangkap senyawa radikal bebas dan mempunyai efek antioksidan karena mempunyai kemampuan dalam pengkelatan sehingga dapat menonaktifkan kation yang tereduksi (Chang & Chen, 2004)
Tabel 4. Hasil Asam Organik pada Kombucha Teh Hitam (Ivanišová et al ., 2019) Parameter Jumlah Asam asetat (g/L) 1,55 ± 0,12 Asam tartarat (g/L) 0,23 ± 0,05 Asam sitrat (g/L) 0,05 ± 0,01
## MANFAAT KESEHATAN
Kombucha
dikenal memiliki banyak manfaat kesehatan, yakni dapat melancarkan pencernaan, melawan artritis, bertindak sebagai pencahar, mencegah infeksi mikroba, memerangi stres dan kanker, mengatasi kolesterol dan memfasilitasi ekskresi racun (Jayabalan et al ., 2014). Kombucha juga dikenal mengandung bakteri probiotik yang dapat menyeimbangkan mikroflora dalam
saluran pencernaan (Kabiri et al ., 2013)
Selama
proses
fermentasi, dihasilkan banyak senyawa
yang
mempunyai kemampuan menangkap radikal bebas seperti polifenol (Malbasa et
al ., 2011). Polifenol memiliki kemampuan untuk menangkap senyawa radikal bebas (Srihari & Satyanarayana, 2012).
Sifat antioksidan dari kombucha dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lama fermentasi. Namun fermentasi yang terlalu lama juga tidak disarankan karena dapat terjadi akumulasi asam organik, yang dapat berbahaya jika dikonsumsi langsung (Chu & Chen, 2006).
## KESIMPULAN
Antioksidan pada kombucha lebih tinggi daripada teh non fermentasi karena kandungan asam organik dan polifenol mengalami peningkatan sehingga kemampuannya dalam menangkap (ROS) juga lebih tinggi. Hal ini ditandai dengan peningkatan rasio pengikatan radikal DPPH dan ABTS, penghambatan peroksidasi asam linoleat dan penurunan senyawa logam yang bersifat prooksidan. Aktivitas antioksidan pada kombucha dapat didorong oleh berbagai hal, diantaranya adalah waktu fermentasi, varietas teh yang dipakai serta kultur yang terdapat pada kombucha.
## DAFTAR PUSTAKA
Aidoo, E. (2015). Studies on the cytotoxicity and antioxidant activity of tea kombucha . University of Ghana.
Amarasinghe, H., Weerakkody, N. S., & Waisundara, V. Y. (2018). Evaluation of physicochemical properties and antioxidant activities of kombucha “Tea Fungus” during extended periods of fermentation. Food Science
& Nutrition , 6 (3),
659–665. https://doi.org/10.1002/fsn3.605
Chakravorty,
S., Bhattacharya, S., Chatzinotas, A., Chakraborty, W., Bhattacharya, D., & Gachhui, R. (2016). Kombucha Tea Fermentation: Microbial and Biochemical Dynamics. International Journal of Food Microbiology , 220 , 63–72. Chang, C., & Chen, J. (2004). Study on the protective mechanism of organic acids in human umbilical vein endothelial cells. Acta Nutrimenta Sinica , 260 , 280–283.
Chen, C., & Liu, B. Y. (2000). Changes in major components of tea fungus
metabolites during prolonged fermentation. Journal of Applied Microbiology , 89 (5), 834–839. https://doi.org/10.1046/j.1365- 2672.2000.01188.x Chu, S., & Chen, C. (2006). Effects of origins and Effects of origins and fermentation time on the antioxidant activities of kombucha. Food Chemistry , 98 (3), 502–507. Dipti, P., Yogesh, B., Kain, A. K., Pauline, T., Anju, B., Sairam, M., & Selvamurthy, W. (2003). Lead induced oxidative stress: beneficial effects of Kombucha tea. Biomedical and Environmental Sciences , 16 (3), 276–282.
Essawet, N., Cvetkovic, D., Velicanski, A., Canadanovicˇ-Brunet, J., Vulic, J., Maksimovic, V., & Markov, S. (2015). Polyphenols and antioxidant activities of kombucha beverage enriched with coffeeberry extract. C21:399–409. Chem Ind Chem Eng , 21 (3), 399–409. Filippis, F., Troise, A., Vitaglione, P., & Ercolini, D. (2018). Different temperatures select distinctive acetic acid bacteria species and promotes organic acids production during kombucha tea fermentation. Food Microbiol , 73 , 11–16. Fu, C., Yan, F., Cao, Z., Xie, F., & Lin, J. (2014). Antioxidant activities of kombucha prepared from three different substrates and changes in content of probiotics during storage. Food Science and Technology , 34 (1), 123–126. Fu, L., Peng, J., Zhao, S., Zhang, Y., Su, X., & Wang, Y. (2017). Lactic acid bacteria-specific induction of CD4+Foxp3+T cells ameliorates shrimp tropomyosin-induced allergic response in mice via suppression of mTOR signaling. Scientific Reports , 7 . Gaggia, F., Baffoni, L., Galiano, M.,
Nielsen, D. S., Jakobsen, R. R., &
Castro-Mejia, J. L. (2019). Kombucha Beverage from Green,
Black and Rooibos Teas: A
Comparative Study Looking at Microbiology, Chemistry and Antioxidant Activity. Nutrients , 11 (1). Greenwalt, C., Steinkraus, K., & Ledford,
R. (2000). Kombucha, The Fermented Tea: Microbiology, Composition, And Claimed Health Effects. J. Food Prot , 63 , 976–981.
Ivanišová, E., Meňhartová, K., Terentjeva,
M., Godočíková, L., Árvay, J., & Kačániová, M. (2019). Kombucha tea beverage:
Microbiological characteristic, antioxidant activity, and phytochemical composition. Acta Alimentaria , 48 (3), 324–331.
https://doi.org/10.1556/066.2019.48.3.
7
Ivanišová, E., Meňhartová, K., Terentjeva, M., Harangozo, Ľ., Kántor, A., & Kačániová, M. (2019). The evaluation of
chemical, antioxidant, antimicrobial and sensory properties of kombucha tea beverage. Journal of Food Science and Technology , 1–7. Jayabalan, R., Malbaša, R. V., Lončar, E. S., Vitas, J. S., & Sathishkumar, M.
(2014). A review on kombucha tea- microbiology, composition,
fermentation, beneficial effects, toxicity, and tea fungus. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety , 13 (4), 538– 550. https://doi.org/10.1111/1541- 4337.12073
Jayabalan, R., Malbasa, R. V., & Sathishkumar, M. (2017). Kombucha Tea: Metabolites. Fungal Metabolites .
Jayabalan, R., Marimuthu, S., & Swaminathan, K. (2007). Changes in content of organic acids and tea polyphenols during kombucha tea fermentation. Food Chemistry , 102 (1), 392–398.
Jayabalan, R., Subathradevi, P., Marimuthu, S., & Sathishkumar, M., Swaminathan, K. (2008). Changes in free-radical scavenging ability of kombucha tea during fermentation. Food Chemistry , 109 (1), 227-234.
Kabiri, N., Setorkil, M., & Ahangar Darabi, M. (2013). Protective effects of kombucha tea and silimarin against thioacetamide induced hepatic injuries in wistar rats. World Applied Sciences Journal , 27 (4), 524–532. Kaewkod, T., Bovonsombut, S., & Tragoolpua, Y. (2019). Efficacy of Kombucha Obtained from Green, Oolong, and Black Teas on Inhibition of Pathogenic Bacteria, Antioxidation, and Toxicity on Colorectal Cancer Cell Line. Microorganisms , 7 (12), 700. https://doi.org/10.3390/microorganis ms7120700
Kedare, S. B., & Singh, R. P. (2011). Genesis and development of DPPH method of antioxidant assay. Journal of Food Science and Technology ,
48 (4), 412–422. https://doi.org/10.1007/s13197-011- 0251-1 Kozyrovska, N. O., Reva, O. M.,
Goginyan, V. B., & Vera, J. P. (2012).
Kombucha Microbiome
as A Probiotic : A View From The Perspektive of Post-Genomics and Synthetic Ecology. Biopolymers and Cell , 28 (2), 103–113. Laureys, D., Britton, S. J., & De Clippeleer, J. (2020). Kombucha Tea Fermentation: A Review. Journal of the American Society of Brewing Chemists ,
78 (3), 165–174. https://doi.org/10.1080/03610470.202 0.1734150
Leal, J. M., Suárez, L. V., Jayabalan, R., Oros, J. H., & Escalante-Aburto, A. (2018). A review on health benefits of kombucha nutritional compounds and metabolites. CYTA - Journal of Food ,
16 (1),
390–399. https://doi.org/10.1080/19476337.201
7.1410499
Maesaroh, K., Kurnia, D., & Al Anshori, J. (2018). Perbandingan Metode Uji Aktivitas Antioksidan DPPH, FRAP dan FIC Terhadap Asam Askorbat, Asam Galat dan Kuersetin. Chimica
et
Natura Acta , 6 (2), 93.
https://doi.org/10.24198/cna.v6.n2.19
049 Malbasa, R. V., Loncar, E. S., Vitas, J. S., & Canadanovic -Brunet, J. M. (2011). Influence of Starter Cultures on the Antioxidant Activity of Kombucha Beverage. Food Chemistry , 127 , 1727–1731.
May, A., Narayanan, S., Alcock, J.,
Varsani, A., Maley, C., & Aktipis, A. (2019). Kombucha: A novel model system for cooperation and conflict in a complex multi-species microbial ecosystem. PeerJ , 2019 (9), 1–22. https://doi.org/10.7717/peerj.7565 Neffe-Skocinska, K., Sionek, B., Scibisz,
I., & Kolozyn-Krajewska, D. (2017). Acid Contents and the Effect of Fermentation Condition of Kombucha Tea Beverages on Physicochemical,
Microbiological and Sensory
Properties. Cyta-J Food , 15 , 601–607. Nguyen, N. K., Nguyen, P. B., Nguyen, H. T., & Le, P. H. (2015). Screening the optimal ratio of symbiosis between isolated yeast and acetic acid bacteria strain from traditional kombucha for high-level production of glucuronic acid.
LWT-Food
Science and Technology , 64 (2), 1149–1155. Pfeiffer, T., & Morley, A. (2014). An Evolutionary Perspective on the Crabtree Effect. Front. Mol. Biosci , 1 . Prior, R. L., Wu, X., & Schaich, K. (2005).
Standardized
Methods for the Determination of Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements. Journal of Agricultural and Food Chemistry ,
53 (10),
4290–4302. https://doi.org/10.1021/jf0502698
Saichana, N., Matsushita, K., Adachi, O., Frébort, I., & Frebortova, J. (2015). Acetic acid bacteria: A group of bacteria with versatile biotechnological applications. Biotechnology Advances,
33 (6), 1260–1271.
Serlahwaty, D., & Sevian, A. N. (2016).
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 96% Kombinasi Buah Strawberry dan Tomat dengan Metode ABTS. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences , 3 , 322–330. https://doi.org/10.25026/mpc.v3i2.12 8 Spedding, G. (2015). So What is Kombucha ? An Alcoholic or a Non- Alcoholic Beverage ? A Brief Selected Literature Review and Personal Reflection . Abstract- Overview. Bdas, Llc Wpsp#2 . Srihari, T., & Satyanarayana, U. (2012). Changes in free radical scavenging activity of kombucha during fermentation. Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research , 4 (11). Villarreal-Soto, S. A., Beaufort, S., Bouajila, J., Souchard, J. P., Renard, T., Rollan, S., & Taillandier, P. (2019). Impact of fermentation conditions on the production of bioactive compounds with anticancer, anti-inflammatory and antioxidant properties in kombucha tea extracts. Process. Biochemistry , 43 , 44–54. Vitas, J. S., Cvetanović, A. D., Mašković, P. Z., Švarc-Gajić, J. V., & Malbaša, R. V. (2018). Chemical composition and biological activity of novel types of kombucha beverages with yarrow. Journal of Functional Foods , 44 , 95– 102.
Watawana, M. I., Jayawardena, N., Ranasinghe, S. J., & Waisundara, V. Y. (2017). Evaluation of the effect of different sweetening agents on the polyphenol contents and antioxidant and starch hydrolase inhibitory properties of Kombucha. Journal of Food Processing and Preservation , 41 (1). Zubaidah, E., Yurista, S., & Rahmadani, N. R. (2018). Characteristic of physical, chemical, and microbiological kombucha from various varieties of apples. IOP Conference Series: Earth
## and Environmental Science , 131 (1).
|
d5503428-b37f-4b94-95ff-6439f2bc1584 | https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/kalimah/article/download/221/213 |
## Konsep Hati
Menurut al-H { a > kim al-Tirmidzi
## Ryandi
Mahasiswa Ilmu Aqidah Pascasarjana ISID Gontor Email: [email protected]
## Abstrak
Dalam khazanah sufi, hati atau qalb adalah salah satu term sentral yang dibahas secara mendalam. Karena bagi sufi, hati adalah entitas metafisik (lat } i > fah rabba > niyyah ru > h } a > niyyah) yang dengannya manusia dapat mencapai ma’arifatulla > h dan mengetahui rahasia-rahasia-Nya. Salah satu sufi klasik yang mengkaji hati secara mendalam adalah Abu ‘Abdullah ibn ‘Ali ibn al-H { asan ibn Basyar al-H { a > kim al-Tirmidzi (w 320 H). Ia mengkonsepsikan hati sebagai entitas metafisik universal yang terkandung di dalamnya tingkatan-tingkatan batin (maqa > ma > t al-qalb), yaitu: s } adr, qalb, fu’a > d, dan lubb. Pemetaan ini dimunculkan sesuai dengan fungsi linguistiknya dan penggunaannya dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW. Tiap-tiap tingkatan batin tersebut berkaitan dengan tingkatan pengetahuan, keilmuan, spiritual, dan jiwa manusia. Kaitan tersebut menunjukan bahwa qalb merupakan eksistensi ruhani manusia (al-kainu > nah al-ru > h } iyyah), yang berfungsi sebagai instrumen penyempurna bagi manusia (al-jiha > z al-mutaka > mil li al-insa > n) yang meliputi seluruh kekuatan dan potensi manusia: ruhani, ‘aqliyah, dan kehendak, di mana manusia dengannya dapat merasa, berpikir, mengetahui, bahkan dapat mencapai ma’rifatulla > h dan dekat dengan-Nya.
Kata Kunci: Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Maqa > ma > t al-Qalb, S { adr, Qalb, Fu’a > d, Lubb
## Abstract
Qalb is one of the central term which most studied exhaustively in the sufi tradition. Since for sufi, qalb is metaphysics entity (lat } i > fah rabba > niyyah ru > h } a > niyyah) which human being can reach ma’rifatullah through it and know His secrets. One of the classic sufi which studied qalb exhaustively was Abu ‘Abdullah ibn ‘Ali ibn al-H { asan ibn Basyar al- H { a > kim al-Tirmidzi (d 320 H). He asserted heart as metaphysical entity consists several levels: s } adr, qalb, fu’ad, and lubb. This classification showed up in accordance to its linguistic function and its use in al-Qur’an and Hadis. Every level related to the level of knowledge, science, spiritual, and human soul. The relation of these levels represented qalb as humans spiritual existence (al-kainu > nah al- ru > h } iyyah), functioning as instrument of perfectness to him (al-jiha > z al-mutaka > mil li al-insa > n), covering entire his potency and
strength: ruhani, ‘aqliyah, and will, where human being with qalb can feel, think, know, even can reach ma’rifatullah and nearby with Him.
Keyword: Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Maqa > ma > t al-Qalb, S } adr, Qalb, Fu’a > d, Lubb
## PENDAHULUAN
H ati (qalb) dalam term tas } awwuf merupakan hal yang termasuk kategori pembahasan inti, dikatakan inti karena pergulatan yang dilakukan oleh seorang sufi adalah penyucian hati yang dilakukan melalui praktik-praktik ibadah dan mujahadah. Maka dari itu, sudah barang tentu seorang sufi dapat dikatakan lebih memahami hati daripada orang-orang pada umumnya; dari segi maknanya, keadaannya dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Adalah Abu > ‘Abdullah ibn ‘Ali ibn al-H { asan ibn Basyar al- H { a > kim al-Tirmidzi, yang akrab disapa dengan al-H { a > kim al-Tirmidzi (selanjutnya disebut H { a > kim), seorang sufi abad ke-3 H/ 9 M yang memiliki konsepsi hati disebut maqa > ma > t al-qalb. Baginya, hati merupakan entitas yang memiliki tingkatan-tingkatan batin, yaitu dada (s } adr), hati (qalb), hati kecil (fu’a > d), dan hati nurani (lubb). 1 Konsepsi tersebut secara gamblang disebutkan dalam bukunya “Baya > n al-Farq baina al-s } adr wa al-Qalb wa al-Fu’a > d wa al-Lubb”. Setiap tingkatan tersebut tersusun secara struktural karena adanya perbedaan makna dan fungsi antara satu dengan yang lainnya, namun tidak bertentangan dan saling menguatkan. Menurutnya, setiap tingkatan tersebut terkait dengan tingkatan pengetahuan, keilmuan, spiritiual, dan jiwa manusia.
Walaupun H { a > kim bukan seorang sufi pertama yang berbicara tentang hati, namun sejauh pembacaan penulis konsepsi tersebut mencerminkan kekhasannya dari sufi-sufi lainnya. Ia merupakan sufi periode awal yang memetakan hati ke dalam tingkatan- tingkatan batin yang diistilahkannya sebagai “Maqa > ma > t al-Qalb”. Untuk itu, tulisan ini akan mengurai pandangan H { a > kim terkait makna tingkatan-tingkatan tersebut.
1 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq baina al-s } adr wa al-Qalb wa al-Fu’ad wa al- Lubb, (Kairo: Markaz al-Kita > b li al-Nasyr,T. Th), 17.
Sekilas tentang al-H { akim al-Tirmidzi
Selain dikenal sebagai seorang sufi, H { a > kim dikenal juga sebagai al-Ima > m, al-H { a > fiz } , al-Za > hid karena kedalaman ilmunya dalam fikih dan hadis. 2 Darah fakih dan ahli hadis mengalir dari ayah dan ibunya. Semenjak kecil, “H { a > kim” dididik oleh ayahnya langsung untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman mengenai fikih dan hadis. Tidak puas dengan itu, menginjak usianya yang ke-27, ketika berangkat menunaikan ibadah haji -dalam perjalanannya- ia belajar kepada ulama-ulama Basrah dan Kufah mengenai fikih dan hadis. 3
Mengenai kelahirannya, tidak ada yang tahu secara detail, namun para peneliti sepakat bahwa ia lahir pada abad ke-3 Hijriah di kota Turmudz (Uzbekistan). Menurut Ibrahim Syamsuddin antara tahun 205 H sampai 220 H, 4 sedangkan Berd Radike dan John O’kane berpendapat antara tahun 205 H sampai 215 H/ 820 M sampai 830 H. 5 Begitu juga tentang wafatnya, terdapat perbedaan di antara peneliti mengenainya, namun penulis condong kepada pendapat Dr. Ahmad Wajih Ahmad ‘Abdullah yang mengkaji secara intens terkait dengan kehidupan H { a > kim Tirmidzi. Menurutnya, sufi ini meninggal pada usia yang cukup panjang sekitar 115 tahun, yang wafat pada tahun 320 H. 6
Dalam perjalanan intelektualnya, H { a > kim mengalami fase di mana ia tidak puas akan pengetahuan yang telah dicapai. Ketidak- puasan tersebut mengantarkannya pada suatu fase kehidupan yang sufistik, di mana ia lebih menyibukkan dirinya dalam kehidupan asketik dengan riya > d } ah dan muja > hadah diri melalui pembersihan hati, serta menjauhkan dirinya dari hiruk-pikuk politik dan kehidupan dunia. Pada fase inilah ia menulis beberapa karya terkait dengan tasawuf khususnya tentang jiwa, hati, akal, nafsu dan keterkaitannya dengan spiritualitas manusia. Di antara karyanya
2 Wajih Ah } mad ‘Abdulla > h, Al-H { a > kim al-Tirmidzi wa al-Ittija > ha > t al-Zawqiyyah,
(Iskandariyah: Da > r al-Ma’rifah al-Jami’iyah, T. Th), 18.
3 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Kita > b Ma’rifah al-Asra > r, (T. Tp: Da > r al-Nahd } ah al-‘Arabiyah, T. Th), 10; Al-H { a > kim al-Tirmidzi Riya > d } ah al-Nafsi, (Beirut: Da > r al-Kutub al-’Ilmiyah, T. Th), 11-8. 4 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq…, 7.
5 Berd Radike dan John O’kane, The Concept of Sainthood in Early Islamic Mysticism “The Two Works by al-H { a > kim al-Tirmidzi”, (London: Curzon Press, 1996), 1.
6 Wajih Ah } mad ‘Abdulla > h, Al-H { a > kim al-Tirmidzi…, 23.
tentang itu adalah Adab al-Nafs, Baya > n Adab al-Muri > di > n, Baya > n al-Farq bayn al-S } adr wa al-Qalb wa al-Fu’a > d wa al-Lubb, Baya > n al-Kasb, Baya > n al-Ma’rifah wa al-S { afa’, Ta > ri > kh al-Masya > yikh, al- H { ikmah aw al-Khidmah min al-‘Ilm al-Ba > t } i > n, Khatm al-Awliya > ’, S } ifah al-Qulu > b, al-‘Aql wa al-Hawa, ‘Ilm Awliya > ’, Manzilah al-‘Iba > d min al-‘Iba > dah, Ma’rifah al-Asra > r, dan lain sebagainya. 7
Karya-karya tersebut telah memberikan sumbangsih besar kepada para sufi yang datang setelahnya. Al-Jurjani misalnya, dalam bukunya “al-Ta’ri > fa > t” tertulis perkataan H { a > kim terkait dengan makna hati sebagai al-Nafs al-Na > t } iqah. Sara Sviri menulis sebuah artikel terkait dengan keterpengaruhan Ibn ‘Arabi terhadap pemikiran sufistik H { a > kim tentang Wala > yah (sainthood). Dr. Ahmad Wajih menulis sebuah buku “Al-H { akim al-Tirmidzi Dira > sah li ‘Atsarihi wa Afka > rihi” yang menerangkan tentang pengaruh pemikiran sufistiknya terhadap beberapa Ulama sufi yang datang setelahnya termasuk al-Ghazali.
Struktur Hati al-H } a > kim al-Tirmidzi
Hati dalam pandangan H { a > kim, tidaklah berbeda dengan para sufi lainnya. Baginya -sebagaimana penjelasan Dr. Ahmad Wajih- hati merupakan instrumen yang dengannya manusia dapat mencapai ma’arifatulla > h dan mengetahui rahasia-rahasia-Nya. Dalam hal ini, ia senada dengan para mayoritas sufi, menegaskan bahwa hati bukan hanya tempat bersemayamnya cinta (h } ubb) dan perasaan (‘a > mifah) melainkan tempat mengetahui (idra > k) dan intuisi (dzauq). Namun demikian, H { a > kim mempunyai karakteristik tersendiri dalam memaknai hati. Kekhasan tersebut terlihat dari penggambarannya tentang hati yang terkandung di dalamnya tingkatan-tingkatan batin: dada (s } adr), hati (qalb), hati kecil (fu’a > d), dan hati nurani (lubb), yang dibahasakannya dengan maqa > ma > t al-Qalb.
Maqa > ma > t al-Qalb merupakan istilah yang terdiri dari dua kata “maqa > ma > t” dan “al-qalb”. Kedua kata tersebut merupakan istilah sufistik di mana “maqa > ma > t” berarti tingkatan spiritual yang dicapai oleh seorang sufi secara iktisa > b melalui ibadah dan mujahadah, sedangkan “al-qalb” merupakan entitas metafisik yang dikaruniakan Allah kepada manusia, yang dengannya manusia
7 Ibid., 84.
dapat merasa, berpikir, mengetahui, dan dekat dengan Allah. Makna maqa > ma > t al-Qalb sendiri, menurut H { a > kim, adalah peng- gambaran hati yang memiliki tingkatan-tingkatan batin, yaitu dada (s } adr), hati (qalb), hati kecil (fu’ad), dan hati nurani (lubb).
Sebagai entitas batin yang bersifat metafisik, dalam men- jelaskan tingkatan-tingkatan batin hati, H { a > kim menggambarkannya secara simbolik dengan memberikan permisalan kepada benda- benda yang bersifat indrawi, seperti mata, rumah, lampu, buah badan, dan lain sebagainya. Permisalan tersebut menunjukkan bahwa tingkatan-tingkatan hati tersusun secara struktural dan mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda namun tidak bertentangan, tetapi saling menguatkan. Secara eksplisit, H { a > kim menuliskan permisalan tersebut sebagai berikut: 8
“Saya memisalkan hati seperti mata, bahwa mata adalah sesuatu yang terdiri dari dua kelopak mata, bola mata, iris mata, dan retina. Semuanya mempunyai makna yang ber- beda antara satu dengan yang lainnya, namun saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Sama juga dengan rumah, yaitu sesuatu yang dikelilingi oleh pintu, koridor, dan di dalamnya terdapat ruang-ruang yang berisi lemari, dan setiap tempat mempunyai aturan yang berbeda dengan yang lainnya.”
Permisalan tersebut menunjukkan sebuah karakteristik tradisi sufistik abad ke-3 dan 4 Hijriah, di mana para sufi memakai metode ungkapan simbolik dalam menjelaskan sesuatu yang bersifat metafisik. 9 Permisalan hati oleh H { a > kim kepada hal-hal indrawi seperti hal tersebut di atas adalah sebuah ungkapan yang digunakan untuk memudahkan orang-orang awam dalam memahaminya.
Lebih jauh lagi, H { a > kim menyebutkan bahwa tingkatan batin tersebut berkaitan dengan cahaya-cahaya Allah, yaitu Islam, Iman, Ma’rifah dan Tauhid. Kaitan tersebut oleh Robert Frager, seorang mursyid sufi dan profesor psikologi pada Institute of Transpersonal Psychology, California, dimisalkan seperti kumpulan lingkaran. Lingkar pertama adalah dada (s } adr), kedua adalah hati (Qalb),
8 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq…, 17.
9 Abu > al-Wafa’ al-Tafta > za > ni > , Al-Madkhal ila > al-Tas } awwuf al-Isla > miy, (Kairo: Da > r Kairo, 1979), 13.
ketiga adalah hati kecil (fu’a > d), dan keempat adalah hati nurani (lubb). 10
S { adr Sebagai Tingkatan Pertama
Dalam al-Qur’an kata s } adr disebutkan dalam bentuk yang berbeda-beda, pada ayat dan surah yang berbeda-beda pula; sebanyak 4 ayat, dan sebanyak 3 ayat,
sebanyak dua
ayat, sebanyak 20 kali,
sebanyak 4 ayat dan sebanyak 5 ayat. 11
Secara linguistik kata s } adr merupakan bentuk mas } dar dari kata s } a-da-ra, bentuk pluralnya adalah s } udu > r, yang berarti sesuatu yang berada di antara leher dan perut. Ia juga berarti sesuatu yang mendahului sesuatu tersebut, seperti siang yang mendahului malam dan sampul buku yang mendahului isi buku, sebagai contoh dikatakan akhdzu al-syai’ bi s } adrihi ay bi awwalihi. 12 Dalam kamus al-Wasi > t } disebutkan s } adr al-amri, yang berarti sumber dari segala urusan. 13
Senada dengan maknanya, H { a > kim meletakkan s } adr sebagai tingkatan pertama karena merupakan sumber dari segala urusan dan perbuatan. Secara fungisonal s } adr berfungsi sebagai ruang di mana hati dan nafsu bertemu, yang juga merupakan tempat akal. Maka ibarat sebuah kerajaan, s } adr merupakan tempat ber- musyawarahnya raja dan para pejabatnya. Sebagai ruang akal, s } adr berfungsi sebagai tempat untuk menghafal ilmu yang didapati melalui belajar yang diperoleh dari kekuatan panca indera, seperti hukum-hukum, informasi, dan seluruh ilmu yang diungkapkan secara lisan atau disebut lisa > n al-‘iba > rah. Untuk itu, bagi H { a > kim, s } adr ibarat putihnya mata, atau seperti ruangnya rumah, atau seperti
10 Robert Frager, Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, Cet. II, 2003), 57.
11 Muh } ammad Fu’a > d ‘Abd al-Ba > qi > , al-Mu’jam al-Mufahras li al-fa > z } al-Qur’a > n al- Kari > m, (Kairo: Da > r al-Kutub al-Mis } riyah, 1324 H), 404.
12 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi > al-Lughah wa al-’A < lam, (Beirut: Da > r al-Masyriq, Cet. 38, 2000), 318.
13 Ibrahim Mus } t } afa (et.al), Al-Mu’jam al-Wasi > t } , (Da > r al-Da’wah: Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, T. Th), 509.
tempat minyak dalam sebuah lampu, yang menampung sesuatu yang berada di dalamnya maupun di luarnya. 14
Lebih jauh lagi, dengan memaknai QS. al-Nas: 5, H { a > kim kemudian menjelaskan bahwa s } adr merupakan tempat masuknya gangguan, godaan setan, dan penyakit (penyakit mata karena debu atau sebab lain). Maka, ia menyimpulkan bahwa s } adr merupakan tempat bersemayamnya iri, syahwat, harapan, dan keinginan. Dan ia merupakan wilayah akhir dari nafs, terkait dengan nafs amma > rah bi al-su > ’. Pembatasan wilayah tersebut merupakan rahmat Allah yang tidak memasukkan godaan setan sampai ke qalb. 15
Selain itu, dengan memaknai QS. al-An’am 39 dan QS. al- Kahfi:125, H { a > kim menjelaskan bahwa s } adr merupakan tempat kelapangan dan kesempitan. Sesuai dengan kedua ayat tersebut, baginya, kesempitan hati seorang muslim dikarenakan oleh gangguan nafs amma > rah, dan keluasan hatinya dikarenakan hidayah Allah yang melapangkan hatinya dengan cahaya Islam. Maka bagi H { a > kim, s } adr terkait dengan cahaya Islam yang terlahir darinya ketakutan dan harapan untuk h } usn al-kha > timah. Sebagai- mana firman Allah dalam QS. Ali-Imra > n: 102. 16
Dari sini dapat dipahami, bahwa s } adr merupakan tingkatan batin hati yang berfungsi sebagai sumber ‘ilm ‘iba > rah, tempat nafs amma > rah, dan berkaitan dengan cahaya Iman. Untuk itu, sebagai- mana penuturan Frager, secara langsung s } adr dipengaruhi oleh kata- kata dan perilaku kita, merupakan cahaya amaliyah yang dipelihara dengan do’a, ibadah, dan pengamalan terhadap ajaran-ajaran Islam.
## Qalb Sebagai Tingkatan Kedua
Al-Qalb merupakan bentuk singular dari al-qulu > b, diambil dari kata qa-la-ba. Dikatakan qalb, karena perubahan yang terjadi padanya. Ibn Manzur mengatakan: “qalbu al-qalbi: ay tah } wi > l al- syai’ ‘an wajhihi”, yang berarti perubahan pada sesuatu. 17 Dalam al-Qur’an kata al-qalb disebutkan sekitar 130 kali yang tersebar
14 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Ghauru al-Umu > r, (Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Di > niyah, Cet. 1, 2002), 31-32; al-A’d } a’ wa al-Nafs, 3; Baya > n al-Farq…, 19.
15 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq…, 25.
16 Ibid.
17 Ibn Manz } u > r, Lisa > n al-‘Arab, Jilid: 1, (Beirut: Da > r S { adr, Cet. 1, T. Th), 680.
dalam 45 surah dan 112 ayat, yang mempunyai arti dan makna yang beragam sesuai dengan posisinya dalam sebuah ayat. 18
Menurut H { a > kim, qalb merupakan tingkatan kedua setelah s } adr, yang berada di dalamnya. Ia ibarat hitamnya mata, atau seperti kota Makkah yang berada di dalam Haram, atau seperti sumbu yang berada di dalam lampu, atau ruang tamu yang berada di sebuah rumah, atau seperti isi buah badam setelah kulit yang menutupinya. Bagi H { a > kim qalb merupakan tempat ilmu karena manusia dengannya bertadabur dan bertafakur. Ibarat sumur, qalb merupakan sumber mata airnya dan s } adr adalah wadah tempat menampung mata air tersebut, di mana dari mata air tersebut air muncul yang tertampung ke dalam sumur, darinya ilmu tertuang di dalam s } adr. 19
Menurut H { a > kim, jenis ilmu yang berada di dalam hati adalah “‘ilmu al-na > fi’”. Ini adalah ilmu yang dipelajari untuk melaksana- kan syariat, penta’diban, dan perbaikan diri serta mencegahnya dari kebodohan, dan sebagai pengetahuan atas h } udu > d, hukum-hukum serta prinsip-prinsip agama, yang berfungsi secara maksimal ketika Allah membuka batinnya (kasyafa Allah lahu al-ba > t } in). 20
H { a > kim menafsirkan ‘ilm al-qalb sebagai ‘ilm al-isya > rah yang berada di bawah ‘ilm al-‘iba > rah. ‘Ilm al-‘iba > rah adalah hujah Allah atas penciptaan, yang diungkapkan secara lisan, sedangkan ‘ilm al-isya > rah adalah hujah seorang hamba kepada Allah, maksudnya, manusia menuntun hati kepada rububiyah, keesaan, kebesaran, dan kekuasaan Allah dengan segala sifat-sifat-Nya, kebenaran sunnah, dan perbuatan-Nya. 21
Lebih jauh lagi, menurut H } a > kim hati merupakan tempat terlahirnya keyakinan, ilmu, dan niat yang berada di dalam s } adr. Dari itu, h } a > kim menyebut qalb sebagai akar dan dada sebagai ranting, di mana ranting akan menjadi kuat apabila akarnya kuat. Rasulullah SAW bersabda; “innama > al-‘ama > lu bi al-niyya > t”, yang bermakna bahwa perbuatan yang dilakukan oleh diri kita bertambah kadarnya sesuai dengan kekuatan niat hati, dan berlipat gandanya sebuah amal ditentukan oleh kadar niatnya. 22
18 Muh } ammad Fu’a > d ‘Abd al-Ba > qi > , Al-Mu’jam al-Mufahras…, 550-551.
19 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq…, 20.
20 Ibid., 35.
21 Ibid., 43.
22 Ibid., 20.
Selain itu, menurut H } a > kim, hati merupakan tempat kebutaan dan penglihatan, bukan s } adr. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Hajj: 46, dan kebutaan dalam ayat ini, merujuk kepada hati orang-orang kafir, karena s } adr dan hati mereka tertutup dari cahaya petunjuk. 23
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa qalb menurut H { a > kim merupakan tempat bersemayamnya cahaya iman yang di dalamnya terletak rasa khusyuk, takwa, cinta, rida, yakin, takut, harap, sabar, kecukupan, niat, dan lain sebagainya. Qalb juga merupakan sumber ilmu yang disebut ‘ilm al-isya > rah.
Fu’a > d sebagai Tingkatan Ketiga
Dalam al-Qur’an kata fu’a > d disebutkan dalam bentuk sebanyak 3 ayat, sebanyak dua ayat,
sebanyak delapan ayat, dan
sebanyak 3 ayat. 24 Bagi H { a > kim, fu’a > d merupakan tingkatan ketiga setelah qalb. Ia ibarat iris mata yang berada di dalam hitamnya bola mata, atau seperti Masjid al-Haram yang berada di dalam Makkah, atau seperti lemari yang berada di rumah, atau seperti sumbu yang terletak di tengah-tengah lampu, atau seperti serat buah badam. 25
H { a > kim menyimpulkan, bahwa fu’a > d dan qalb memiliki makna yang sama sebagai tempat penglihatan batin (bas } ar). Namun demikian, secara fungsional, H { a > kim tetap membedakannya. Baginya fu’a > d merupakan tempat ru’yah ba > t } iniyah, sedangkan qalb merupakan tempat ilmu. Maka dikatakan bahwa fu’a > d itu melihat sedangkan qalb mengetahui. Apabila penglihatan dan pengetahuan terintegrasi, maka akan terbuka sesuatu yang gaib di mana seorang hamba akan meminta pertolongan kepada Allah dengan ilmu, musya > hadah, dan iman.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa kedudukan seorang mukmin sesuai dengan kadar tingkatan ihsannya, dan ihsan terkait dengan penglihatan batinnya. Peng- lihatan tersebut terletak di dalam fu’a > d. Hal itu sesuai dengan firman
23 Ibid., 33
24 Muh } ammad Fu’a > d ‘Abd al-Ba > qi > , Al-Mu’jam al-Mufahras…, 510.
25 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq…, 21.
Allah dalam QS. al-Najm:11. Karenanya, H } a > kim mengatakan bahwa kata fu’a > d diderivasi dari fa > idah. Dengannya, manusia melihat dari Allah serat cinta-Nya, di mana fu’a > d mengambil manfaatnya dengan melihat (ru’yah) dan hati menikmatinya dengan pengetahuan. Maka dapat dikatakan apabila fu’a > d belum melihat, maka hati tidak akan dapat melihat manfaat dari apa yang diketahuinya. H { a > kim kemudian mengilustrasikannya seperti orang buta yang berilmu. Ia tidak dapat menggunakan ilmunya sedikit- pun ketika disuruh untuk menyaksikan atau melihat sesuatu, karena matanya tertutup untuk melihat. 26
Beberapa orang-orang arif mengatakan bahwa al-fu’a > d disebut fu’a > dan, karena di dalamnya terdapat seribu lembah, maka bagi seorang arif, lembahnya adalah cahaya-cahaya Allah, seperti ihsan dan kelembutan-Nya. 27 Lebih jauh lagi, h } a > kim menjelaskan bahwa kata fu’a > d mempunyai makna yang lebih dalam dari qalb, namun mempunyai kedekatan seperti kata al-rah } ma > n dan al-rah } i > m. Penjaga hati adalah al-Rah } ma > n dan penjaga fu’a > d adalah al-Rah } i > m. Maka dari itu, dikatakan bahwa qalb mengetahui karena mem- butuhkan ikatan penguatan, sampai akhirnya menjadi tenang untuk mengingat Allah, sedangkan fu’a > d melihat dan menentukan, sehingga tidak membutuhkan penguatan, tetapi membutuhkan pertolongan dan petunjuk. 28
Dari penjelasan H } a > kim tersebut dapat dipahami bahwa fu’a > d merupakan tempat ru’yah ba > t } iniyah yang dicapai melalui ilmu dan musya > hadah, sehingga mencapai ma’rifatulla > h. Fu’a > d berkaitan dengan cahaya ma’rifat, yang terlahir darinya ketakutan akan jalan- jalan kejelekan dan harapan akan jalan-jalan kebaikan. Cahaya ini muncul dengan pengetahuan hati dan penglihatan fu’a > d yang dengannya seorang hamba dapat menyaksikan Allah dan menjadi ‘a > rif tentang-Nya.
## Lubb sebagai Tingkatan Keempat
Dalam al-Qur’an kata lubb disebutkan dalam bentuk sebanyak 16 kali. Bagi H } a > kim lubb merupakan tingkatan batin hati
26 Ibid., 52.
27 Ibid.
28 Ibid., 53.
yang keempat, yang berada di dalam fu’a > d. Ia ibarat retina mata, atau seperti cahaya lampu, atau seperti sari pati buah dalam buah badam. Mata, lampu, dan buah setiap bagian-bagian luar yang ada pada dirinya akan menjadi pelindung bagi yang berada di dalamnya. Menurut h } a > kim, lubb terkait dengan cahaya tauhid dan tafri > d, di mana cahaya tersebut merupakan cahaya yang paling sempurna dan penguasa atas cahaya-cahaya yang lainnya. Maka lubb ibarat gunung yang besar dan tingkatan yang paling tinggi yang tidak akan hilang dan bergerak. Cahaya tauhid merupakan inti pokok dari agama, di mana seluruh cahaya merujuk kepadanya. Oleh karena itu, tidak akan sempurna cahaya Islam, iman, dan makrifat kecuali dengan baiknya cahaya tauhid, dan tidak akan kokoh cahaya-cahaya tersebut kecuali dengan kekokohan cahaya tauhid, dan tidak akan ada kecuali dengan adanya cahaya tauhid, sehingga dengannya seorang hamba dikatakan sah keimanannya. 29
Secara linguistik, kata lubb diambil dari kata labba, dikatakan lubban bi al-maka > n berarti berdiam di dalamnya. Bentuk pluralnya adalah al-ba > b, yaitu yang bersih atas segala sesuatu, yakni akal yang bersih dari cela. Dikatakan wa labba al-rajulu berarti menjadikan hatinya sebagai akalnya. 30 H { a > kim mengibaratkan lubb sebagai akal yang telah tertanam dalam tauhid.
Lebih jauh lagi, H } a > kim mengibaratkan kata lubb yang terdiri dari “lam” dan “ba”. Huruf lam adalah lam al-‘amaf dan ba adalah ba musyaddadah. Pada hakikatnya huruf ba pada kata tersebut adalah dua karena ia adalah huruf mua’afah, maka pengertian ba mengandung dua kata: ba al-birri fî al-bida > yah dan ba al-barakah ‘alaiha > , maka ba dalam kata lubb mengandung dua pengertian, yaitu birr (kebaikan) dan barakah (anugrah). 31
Sebagaimana dijelaskan, bahwa lubb bagi h } a > kim terkait dengan cahaya tauhid, yang terlahir darinya ketakutan dan harapan. Cahaya tauhid tersebut tidak akan didapat kecuali dengan ibadah dan mujahadah. Mujahadah seorang hamba terkait dengan pertolongan Tuhan (ma’u > nah rubu > biyyah) dan hidayah-Nya (hida > yah ulu > hiyyah). Mujahadah seorang hamba tidak akan tercapai kecuali dengan persetujuan Allah, dengan sikap dan
29 Ibid.,55.
30 Ibn Manz } u > r, Lisa > n al-‘Arab, Jilid 8, 13.
31 Al-H { a > kim al-Tirmidzi, Baya > n al-Farq…, 56.
pandangan yang baik terhadap apa yang sudah ditakdirkan Allah kepadanya, dan segala hal yang terjadi padanya. Sehingga pada akhirnya membuka jalan kemudahan baginya untuk berbuat baik.
H { a > kim berkata: “Ketahuilah bahwa cahaya lubb tidak ada kecuali bagi orang-orang yang beriman, mereka adalah golongan khawwas hamba Allah yang menerima syariat-Nya dengan ketaatan, dan menjauhkan dirinya dari hawa nafsu dan kenikmatan dunia, yang dengan keimanannya mereka dipakaikan pakaian takwa.” 32
Dalam pandangan H } a > kim orang-orang tersebut di atas dijauh- kan Allah dari bala. Karenanya, disebut ulul al-ba > b, yaitu orang- orang yang diberi perlakuan khusus oleh Allah melalui teguran dan pujian yang termaktub dalam al-Qur’an. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. al-Maidah:100 dan QS. al-Baqarah: 269.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, lubb merupa- kan inti dari segala hati yang terkait dengannya cahaya tauhid, di mana cahaya-cahaya seperti Islam, iman, dan makrifat tidak sempurna kecuali dengannya.
## Hubungan Hati, Spiritual, Jiwa, Ilmu, dan Pengetahuan Manusia
Dari keterangan di atas dapat ditarik garis lurus bahwa setiap tingkatan batin hati yang digambarkan oleh H } a > kim merupakan entitas metafisik yang secara substansial adalah satu, yaitu hati itu sendiri. Apabila digambarkan secara ringkas, maka akan didapati bahwa tingkatan-tingkatan tersebut terkait dengan tingkatan spiritual, jiwa, ilmu, dan pengetahuan manusia.
Keterkaitan tingkatan-tingkatan batin hati tersebut, menurut $âkim merupakan sarana bagi manusia untuk mengenal Allah. Maka dalam perspektif sufi, pembersihan diri (riya > ah al-nafs) melalui pembersihan hati dengan cara ibadah dan mujahadah adalah hal terpenting. Karena itu penjelasan h } a > kim tentang tingkatan batin hati dan keterkaitannya dengan tingkatan spiritual, jiwa, ilmu, dan pengetahuan manusia merupakan penekanan terhadap pentingnya iman, ilmu, dan amal.
Selain itu, kaitan-kaitan tersebut memberikan porsi tasawuf sebagai tradisi keilmuan yang lahir dari pandangan hidup Islam. Qalb merupakan eksistensi ruhani manusia (al-kainu > nah al- ru > h } iyyah) yang berfungsi sebagai instrumen penyempurna (al-jiha > z al-mutaka > mil li al-insa > n). Ia meliputi seluruh kekuatan dan potensi manusia, yaitu rohani, ‘aqliyah, dan kehendak, di mana manusia dengannya dapat merasa, berpikir, mengetahui, bahkan mencapai ma’rifatulla > h dan dekat dengan-Nya.
## Penutup
Dari paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemeta- an h } a > kim terhadap qalb secara struktural menunjukkan sebuah kajian tematis dan sistematis terhadap psikologi manusia. Pemetaan tersebut memberikan wawasan yang mendalam terkait dengan gambaran hati secara fungsional, yang terkait dengan tingkatan spiritual, ilmu, dan pengetahuan manusia. Semuanya akan meningkat sesuai dengan kadar manusia memaksimalkan fungsi hati untuk berfikir, bertadabur, dan beribadah.
Secara implisit, kajian H } a > kim juga menunjukkan sebuah pendekatan semantik terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat seminal, sehingga menampilkan sebuah gambaran yang kompre- hensif. Hal ini karena medan makna dan fungsi hati yang digambar- kan oleh H } a > kim berasal dari wahyu. Hal ini juga menunjukkan bahwa tradisi berpikir ilmiah dalam Islam, sebagaimana di- tunjukkan oleh H } a > kim, muncul meski tidak bersentuhan dengan tradisi filsafat Yunani. Karena faktanya, H } a > kim Tirmidzi tergolong sufi yang pemikirannya tidak terpengaruh oleh tradisi filsafat Yunani seperti, Aristoteles, Plato dan lain sebagainya.
Secara garis besar, H } a > kim telah memberikan sumbangsih besar terhadap kajian psikologi manusia dengan cara pandang
Islam, dalam kaitannya dengan kajian tasawuf. Hal ini tentu menjadi menarik dan menjadi ciri khas yang berbeda dengan kajian-kajian psikologi Barat yang bersifat empiris dan cenderung non-religius, atau dapat disebut sebagai ilmu jiwa yang tanpa jiwa.
## Daftar Pustaka
‘Abd al-Ba > qi > , Muh } ammad Fu’a > d. 1324 H. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz } al-Qur’a > n al-Kari > m. Kairo: Da > r al-Kutub al-Mis } riyah.
‘Abdulla > h, Wajih Ah } mad. T. Th. Al-H { a > kim al-Tirmidzi wa al-Ittija > ha > t al-Zawqiyyah. Iskandariyah: Da > r al-Ma’rifah al-Jami’iyah.
Frager, Robert. 2003. Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transformasi. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, Cet. II.
Ibn Manz \ ur. T. Th. Lisa > n al-‘Arab, Jilid: 1. Beirut: Da > r badr, Cet. 1.
Ma’luf, Louis. 2000. Al-Munjid fi > al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Da > r al-Masyriq, Cet. 38.
Must } afa, Ibrahim (et.al). T. Th. Al-Mu’jam al-Wasi > t } . Da > r al-Da’wah: Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah.
Radike, Berd. Dan O’kane, John. 1996. The Concept of Sainthood in Early Islamic Mysticism “The Two Works by al-H { a > kim al- Tirmidzi”. London: Curzon Press.
Al-Tafta > za > ni > , Abu > al-Wafa > ’. 1979. Al-Madkhal ila > al-Tas } awwuf al- Isla > miy. Kairo: Da > r Kairo.
Al-Tirmidzi, al-H { a > kim. 2002. Ghauru al-Umu > r. Kairo: Maktabah al-Tsaqa > fah al-Di > niyah, Cet. 1.
. T. Th. Baya > n al-Farq baina al-S { adr wa al-Qalb wa al-Fu’ad wa al-Lubb. Kairo: Markaz al-Kita > b li al-Nasyr.
. T. Th. Kitab Ma’rifah al-Asra > r. T. Tp: Da > r al-Nahd } ah al- ‘Arabiyah.
. T. Th. Riyad } > ah al-Nafsi. Beirut: Da > r al-Kutb al-‘Ilmiyah.
|
4ef0f3fc-296d-407b-9155-b20f7f5cc811 | https://www.journal.iel-education.org/index.php/JIPPMas/article/download/121/87 |
## Jurnal Inovasi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Homepage: https://www.journal.iel-education.org/index.php/JIPPMas Email: [email protected] p-ISSN: 2798-2661 ; e-ISSN: 2798-267X
JIPPMas, Vol. 2, No. 1, Juni 2022 © 2022 Jurnal Inovasi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Halaman: 86-100
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Arfatul Makiyah 1 , Aa Juhanda 2 1,2 Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Sukabumi, Indonesia DOI: https://doi.org/10.53621/jippmas.v2i1.121 Informasi Artikel ABSTRAK Riwayat Artikel: Diterima: 11 Feberuari 2022 Revisi Akhir: 08 April 2022 Disetujui: 29 Mei 2022 Terbit: 29 Juni 2022 PHBS adalah semua perilaku kesehatan masyarakat yang dilakukan atas kesadaran pribadi. Tujuan PHBS secara umum adalah sama, yakni meningkatkan kesadaran masyarakan untuk mau menjalankan hidup bersih dan sehat. PHBS di lingkungan keluarga sudah sejak lama digaungkan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan. Namun, PHBS di lingkungan keluarga kini terasa semakin krusial mengingat keluarga merupakan tempat berkumpul di rumah di masa new normal pandemi virus corona. PHBS di lingkungan keluarga adalah pelaksanaan prosedur kesehatan tertentu dengan memberdayakan anggota keluarga perawat di lingkungan keluarga. Mereka diharapkan melakukan pola hidup sehat untuk menciptakan sekolah dan lingkungan di sekitar rumah yang sehat pula. Manfaat PHBS di rumah adalah menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Kegiatan di rumah akan berjalan lancar, sedangkan kesehatan anggota keluarga perawat di sekitar juga tidak terganggu. Pengabdian dilaksanakan pada hari senin tanggal 8 Februari 2021 secara daring dan asesmen lapangan secara luring di rumah keluarga perawat di kota dan kabupaten Sukabumi. Kegiatan dilakukan dalam bentuk ceramah dengan bantuan power point, diskusi dengan para perawat dan juga demonstrasi 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar. Pesertanya adalah perawat di kota dan kabupaten Sukabumi yang berjumlah 40 orang. Pengabdian dilaksanakan secara mandiri dan terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kata Kunci: Covid-19 Masa New Normal Perilaku Hidup Bersih Sehat
## PENDAHULUAN
Pneumonia Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 adalah penyakit peradangan paru yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Gejala klinis yang muncul beragam, mulai dari seperti gejala flu biasa (batuk, pilek, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala) sampai yang berkomplikasi berat (pneumonia atau sepsis). Pada awal maret 2020, Covid-19 masuk ke Indonesia. Wabah Covid-19 saat ini telah menjadi perhatian di dunia termasuk di Indonesia. Kurang lebih 6 bulan ini media TV, radio, media sosial atau media digital, obrolan di rumah, di kantor, dan di telelepon diramaikan dengan Covid-19. Wabah Covid-19 berhasil mengubah kebiasaan yang kita lakukan sehari-hari baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di jalan, dan dimanapun. Kita dibuatnya seakan tak berdaya, karena gerak langkah kita dibatasi dengan adanya Covid-19, sehingga membuat kita tidak produktif yang berdampak pada masalah ekonomi keluarga, masyarakat, daerah dan negara ( Arief, K & Ahyar , 2020).
Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus corona, sebuah makhluk sangat kecil berukuran sekitar 125 nanometer namun bisa menyebabkan kematian. Covid-19 ditandai dengan munculnya gejala batuk pilek, flu, demam, gangguan pernapasan, namun ada juga yang tidak nampak/muncul gejalanya, dan dalam kondisi parah bisa menyebabkan gagal napas dan berakhir pada kematian. Penularannya melalui droplets atau percikan batuk atau bersin. Virus dapat berpindah secara langsung melalui
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
percikan batuk atau bersin dan napas orang yang terinfeksi yang kemudian terhirup orang sehat. Virus juga dapat menyebar secara tidak langsung melalui benda-benda yang tercemar virus akibat percikan atau sentuhan tangan yang tercemar virus. Virus bisa tertinggal di permukaan benda-benda dan hidup selama beberapa jam hingga beberapa hari, namun cairan disinfektan dapat membunuhnya ( Nugroho & Yulianto , 2020).
Penyakit ini belum ada obat/vaksinnya dan sudah menjadi pandemi yang menyebabkan banyak kematian di dunia maupun di Indonesia dan sampai saat ini kasusnya masih terus meningkat. Untuk melawan virus hal utama yang perlu kita lakukan adalah melakukan tindakan pencegahan seperti: sering cuci tanganpakai sabun, menerapkan etika batuk/pakai masker, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga jarak dan hindari kerumunandan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( Nurkholis , 2020).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sarana pendidikan sudah sejak lama digaungkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan. Namun, PHBS di sekolah kini terasa semakin krusial mengingat anak-anak akan segera kembali bersekolah di masa new normal pandemi virus corona ( Meihartati, Abiyoga, Dodi, & Ine 2020).
PHBS pada dasarnya adalah semua perilaku kesehatan masyarakat yang dilakukan atas kesadaran pribadi. Hal-hal yang diterapkan pada PHBS tergantung dari lingkupnya, misalnya di lingkungan tempat tinggal, sekolah, perkantoran, dan lain- lain.Meski demikian, tujuan PHBS secara umum adalah sama, yakni meningkatkan kesadaran masyarakan untuk mau menjalankan hidup bersih dan sehat. Dengan demikian, masyarakat bisa mencegah dan mengatasi masalah kesehatan tertentu, termasuk pandemi penyakit Covid-19 ( Candra, A. I., Santoso, S., Hendy, H., Ajiono, R., & Nursandah, F. , 2020).
PHBS di lingkungan keluarga atau rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat ( Sari, Sholihah, & Atiqoh 2020).
Penyebaran Covid-19 di Indonesia sangat cepat, sehingga pemerintah melakukan banyak upaya untuk menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia di antaranya yaitu pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), New Normal dan Adaptasi Kebiasaan Baru. Dalam pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilanjut ke Adaptasi Kebiasaan Baru ( Elsarika, D., Yunida, T.S., & Dicky, W ., 2020).
## PERMASALAHAN
Adaptasi Kebiasaan Baru adalah suatu keadaan yang memaksa kita untuk hidup berdampingan dengan Covid-19. Bentuk adaptasi kebiasaan barumisalnya cuci tangan, memakai masker dan jaga jarak minimal 1 meter. Tujuan dari dilaksanakannya program pendampingan kebiasaan protokol kesehatan di era new normal Covid-19 di lingkungan keluarga bagi perawat di kota dan kabupaten Sukabumi ialah untuk membantu memberikan pemahaman tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dan pelaksanaan bimbingan kebiasaan di lingkungan keluarga secara tatap muka dengan menggunakan protokol kesehatan, membantu meningkatkan kesadaran pentingnya protokol kesehatan dalam keadaan pandemi Covid-19, serta meningkatkan pemahaman tentang PHBS (Pola Hidup
Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Bersih dan Sehat) mengenai makanan bergizi dan olahraga ( Karyono., Rohadin., & Devia, I. , 2020).
Berdasarkan uraian diatas maka dianggap penting dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat pada perawat di kota dan kabupaten Sukabumi untuk meningkatkan pengetahuan perawat dan keluarga perawat mengenai PHBS di lingkungan keluarga pada masa adaptasi kebiasaan baru dalam mencegah penularan Covid-19.
## METODE PELAKSANAAN Tujuan Persiapan
Tanggap Pandemi Covid-19 dalam upaya mewujudkan masyarakat sehat di New Normal, dilaksanakan dengan beberapa metode, yaitu : (a) Edukasi (b) Sosialisasi dan (c) Evaluasi. Sasaran pada pengabdian kali ini, yaitu Perawat di kota dan kabupaten di Sukabumi. Metode edukasi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan perawat secara non-formal dengan berinteraksi langsung kepada kelompok perawat. Bentuk edukasi yang digunakan adalah dengan mekanisme tanya jawab berikut dengan pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner bertujuan untuk mengevaluasi warga dalam hal ketaatannya menerapkan protokol kesehatan. Metode Sosialisasi bertujuan untuk memberikan pemahaman dan gambaran mengenai pentingnya penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Adapun bentuk sosialisasi yang dilaksanakan di kota dan kabupaten dengan mengundang narasumber dari Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi untuk memberikan materi kepada perawat mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat) dan Pola Makan Sehat di masa pandemi Covid-19 yang dilakukan secara daring. Bentuk lain dari metode sosialisasi yang digunakan adalah melalui pembuatan video. Isi video meliputi gambar dan kalimat yang menunjukan prosedur penerapan protokol kesehatan, diantaranya langkah-langkah mencuci tangan, panduan penggunaan masker, dan prosedur karantina mandiri di masa pandemi Covid-19. Sedangkan metode observasi dilakukan dengan mengamati kegiatan anggota keluarga perawat sehari-hari selama pandemi Covid-19, dengan melibatkan keluarga dan tenaga kesehatan.
## Tahap pelaksanaan
Tahap persiapan dari kegiatan adalah pembuatan pre planning, persiapan pembuatan video dan foto yang disiapkan di kota dan kabupaten Sukabumi”. Pembuatan video dimulai pada hari minggu 2 Agustus 2020, pada tanggal 6 Agustus 2020 dilakukan pengecekan untuk persiapan pembuatan video dan edukasi kepada masyarakat. Kemudian kegiatan yang selanjutnya adalah pembuatan video bersama perwakilan keluarga perawat di kota dan kabupaten Sukabumi, dimulai pembuatan naskah pada hari rabu 13 Agustus 2020 dan pada tanggal 14 Agustus 2020 dilakukan persiapan penyajian video yang disiapkan secara daring. Dan untuk pembuatan video dan foto dilakukan pada 18 agustus 2020 dan pada tanggal 20 Agustus 2020 dilakukan pengisian kuisioner secara online melalui google form.
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan secara daring. Sasaran dari kuesioner ini adalah perawat dan anggota keluarga perawat di kota dan kabupaten Sukabumi. Kurang lebih ada 20 perawat di kota dan kabupaten Sukabumi yang telah berpartisipasi dalam pengisian kuesioner. Partisipan pengisian kuesioner mulai dari kalangan anak-anak,
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
remaja, dewasa hingga lansia. Acara ini dengan pemberitahuan kepada Kepala Desa setiap perwakilan perawat di kabupaten Sukabumi untuk mengarahkan pegawainya dan menjadikan perwakilan pada setiap kegiatan.
## Evaluasi
Peserta hadir sebanyak 1 orang yaitu sebagai perwakilan dari perawat di kota dan kabupaten Sukabumi. Setting tempat sudah sesuai dengan rencana yang dibuat sesuai protokol kesehatan, dan perlengkapan yang dilakukan untuk video dan edukasi sudah tersedia dan sudah digunakan sebagaimana mestinya. Penggunaan bahasa yang digunakan sudah komunikatif dalam penyampaiannya, ners nelis sebagai perwakilan dari perawat dapat memahami materi yang sudah disampaikan tim penngabdian masyarakat. Dan untuk penyebaran kuesioner dilakukan dengan secara online. Sasaran dari kuesioner ini adalah masyarakat di lingkungan desa dan kota dengan usia >18 tahun. Kurang lebih ada 40 perawat yang telah berpartisipasi dalam pengisian kuesioner. Partisipan pengisian kuesioner mulai dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Pelaksanaan kegiatan podcast secara daring pukul 13.00 s/d 14.30 WIB, Sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. Dan untuk kegiatan pengisian kuisioner pada tanggal 20 Agustus 2020 dilakukan pengisian kuisioner secara daring.
Teknik pengumpulan data dalam pengabdian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi. Teknik observasi digunakan untuk mengamati aktivitas masyarakat dalam kesehariannya. Teknik wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesadaran masyarakat dalam mentaati protokol kesehatan. Teknik penyebaran kuesioner untuk mengevaluasi keberhasilan program kegiatan. Sedangkan teknik dokumentasi untuk mengetahui apakah ada dokumen-dokumen yang terkait dengan pencegahan Covid-19, seperti program atau kebijakan desa ( Maulana Rezi Ramadhana , 2020).
## PELAKSANAAN
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan maka rekomendasi yang kami ajukan bagi kegiatan ini adalah kegiatan serupa seharusnya dilaksanakan secara kontinyu agar para perawat lebih disiplin dalam menerapkan PHBS di rumah terutama karena sekarang masih dalam kondisi pandemi Covid-19 dan sudah dalam masa adaptasi kebiasaan baru sehingga para perawat dituntut untuk melaksanakan aktivitas seperti biasanya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pelaksanaan pendampingan kebiasaan protokol kesehatan di era new normal covid19 di lingkungan keluarga bagi perawat di kota dan kabupaten sukabumi dilaksanakan secara online dengan penyampaian materi sesuai tema, yaitu : 1). Pentingnya mendukung sistem imun dengan menjaga pola makan sehat dengan gizi seimbang pemaparan materi (60 menit) serta diskusi dan tanya jawab (30 menit); 2). Pentingnya asupan nutrisi yang baik untuk meningkatkan imun; 3). Pentingnya mengkonsumsi buah dan sayur dalam menyediakan kebutuhan vitamin, mineral dan juga serat bagi tubuh; 4). Pentingnya untuk mencukupi cairan tubuh untuk menghindari dehidrasi; dan 5). Perawat berperan dalam mengedukasi masyarakat terkait pentingnya menjaga pola makan sehat.
Berikut ini dapat diuraikan tentang gambaran diagram pelaksanaan PKM adalah sebagai berikut :
Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Gambar 1. Gambaran Diagram Pelaksanaan PKM
Pelaksanaan pemaparan materi didokumentasikan dalam bentuk foto adalah sebagai berikut :
Persiapan Sosialisasi Observasi Pelaksanaan : Pembuatan Foto dan Video Wawancara Pengisian Kuesioner Evaluasi
Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Gambar 2 . Pelaksanaan Pemaparan Materi Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid19 Di Lingkungan Keluarga Bagi Perawat Di Kota Dan Kabupaten Sukabumi
Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Gambar 3. Flyer Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid19 Di Lingkungan Keluarga Bagi Perawat Di Kota Dan Kabupaten Sukabumi
## HASIL DAN DISKUSI
Indikator luaran ini adalah dihasilkannya penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat) yang berkualitas baik sesuai dengan protokol kesehatan di era new normal Covid- 19. Output yang diperoleh dari kegiatan pengabdian masyarakat ini yaitu para perawat lebih meningkat pengetahuannya mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PBHS) di lingkungan keluarga. Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (New Normal). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya respon para perawat dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pemateri ( Mishra, D. L., Gupta, D. T., & Shree, D. A. , 2020).
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan maka rekomendasi yang kami ajukan bagi kegiatan ini adalah kegiatan serupa seharusnya dilaksanakan secara kontinyu agar para perawat lebih disiplin dalam menerapkan PHBS di rumah terutama karena sekarang masih dalam kondisi pandemi Covid-19 dan sudah dalam masa adaptasi kebiasaan baru sehingga para perawat dituntut untuk melaksanakan aktivitas seperti biasanya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Gambar 4. Grafik NGain Pendampingan Adaptasi Kebiasaan Baru Sesuai Protokol Kesehatan
## Kegiatan pengabdian masyarakat dengan tema “Pendampingan Kebiasaan Protokol
Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Di Lingkungan Keluarga Bagi Perawat Di Kota dan Kabupaten Sukabumi” yang diikuti oleh 40 orang perawat telah dilaksanakan pada hari senin, tanggal 19 Oktober 2020 dengan baik dan lancar. Ouput yang diharapkan dapat tercapai dengan baik dimana terjadi peningkatan pengetahuan dari para peserta kegiatan pengabdian.
Kontribusi mitra terhadap pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah memberikan respon positif terhadap pelaksanaan pendampingan pengabdian masyarakat ini sesuai dengan tujuan pelaksanaan pengabdian ini. Tujuan dari dilaksanakannya program pendampingan kebiasaan protokol kesehatan di era new normal Covid-19 di lingkungan keluarga bagi perawat di kota dan kabupaten Sukabumi ialah untuk membantu memberikan pemahaman tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dengan menggunakan protokol kesehatan, membantu meningkatkan kesadaran pentingnya protokol kesehatan dalam keadaan pandemi Covid-19, serta meningkatkan pemahaman tentang PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) mengenai makanan bergizi dan olahraga.
Kegiatan pendampingan adaptasi kebiasaan baru ini dilakukan dengan cara tatap muka yang dilengkapi oleh protokol kesehatan seperti cuci tangan sebelum kegiatan belajar, menggunakan masker, dan physical distancing. Hasil selama program Pendampingan adaptasi kebiasaan baru ini yaitu perawat beserta keluarga dapat menerapkan kebiasaanmencuci tangan sebelum melakukan aktivitas apapun, menggunakan masker selama di dalam maupun luar rumah, dapat menjaga jarak minimal satu meter selama di dalam rumah ataupun di luar rumah ( Nihayatur Rohmah , 2021).
Faktor yang menghambat atau kendala dalam melaksanakan program pendampingan adaptasi kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan adalah kondisi ekonomi di setiap keluarga yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan personal hyegine sesuai protokol kesehatan diperlukan biaya atau anggaran untuk pembelian masker, sabun cuci tangan dan handsanitizier selain untuk memenuhi
-1,50 -1,00 -0,50 0,00 0,50 1,00 1,50 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 Grafik NGain Pendampingan Adaptasi Kebiasaan Baru Sesuai Protokol Kesehatan
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
kebutuhan rumah tangga setiap keluarga. Sehingga kondisi ekonomi keluarga yang minim/menengah ke bawah agak sulit untuk memenuhi adaptasi kebiasaan baru ini sesuai protokol kesehatan ( Nurkholis , 2020).
Faktor yang mendukung adalah rasa keingintahuan ( curiosity ) perawat, keluarga perawat maupun masyarakat yang ingin memahami bagaimana penerapan adaptasi kebiasaan baru dengan menerapkankan protokol kesehatan dalam keadaan pandemic Covid19. Selain itu, mampu meningkatkan pemahaman tentang PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) mengenai makanan bergizi dan olahraga ( Panesar, K., Dodson, T., Lynch, J., Bryson-Cahn, C., Chew, L., & Dillon, J. , 2020).
Solusi dan tindak lanjut yang harus dilaksanakan agar tercapai hasil program pendampingan adaptasi kebiasaan baru sesuai protokol kesehatan adalah perlunya bantuan pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bantuan tersebut berupa bantuan materil ataupun spirituril terkait pengadaan masker, sabun cuci tangan dan handsanitizier. Rencana dan langkah strategis agar berkelanjutan pelaksanaan program pendampingan adaptasi kebiasaan baru ini sesuai protokol kesehatan. Langkah selanjutnya masyarakat dapat menerapkan cara cuci tangan yang benar. Pertama basuh tangan dengan air kemudian kasih sabun lalu gosokan kedua telapak tangan. Kedua, gosok punggung tangan kanan dan kiri. Ketiga, gosokan sela-sela jari tangan. Keempat, gosokan dengan posisi mengunci satu sama lain. Kelima, gosok kedua ibu jari tangan dengan posisi memutar. Keenam, gosok bagian bawah kuku. Setelah cuci tangan pendamping melakaukan peragaan memakai masker yang baik dan benar harapannya anak-anak termotivasi memakai masker saat keluar rumah ( Sari, D.P., Sholihah, N., & Atiqoh. , 2020).
Pendamping menyiapkan sabun, kain dan air yang mengalir untuk melakukan praktek cuci tangan. setiap anak melakukan cuci tangan secara bergantian dengan didampingi pendamping. Pendampingan dilakukan kepada keluarga perawat dan masyarakat agar tahapan cuci tangan sesuai dengan materi yang telah dipaparkan. Setelah dilaksanakan penyuluhan keluarga perawat dan masyarakat berupaya untuk melakukan perilaku hidup sehat dan bersih di lingkungan keluarga. Harapannya keluarga dari perawat menerapkan hidup sehat dan bersih. sebelum dilaksanaaan penyuluhan keluarga perawat sudah menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih dengan memakan sayuran, berolahraga dan membuang sampah pada tempatnya. Tetapi anak-anak masih kurang pemahaman tentang cuci tangan dan memakai masker dengan baik dan benar, sehingga harapannya mereka dapat senantiasa melakukan cuci tangan dan memakai masker dengan baik dan benar di keseharian, kemudian dapat diikuti oleh seluruh keluarga ( Sari, M. K ., 2020).
Kegiatan yang dilakukan mendapatkan respon positif serta peserta yang sangat antusias dalam mengikuti beberapa rangkaian kegiatan. Selain itu kami membagikan masker kegiatan ini merupakan suatu wujud kepedulian kami kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid- 19, diharapkan dalam kegiatan ini supaya apa yang telah dilakukan pada hari ini, bisa menjadi pemutus mata rantai penyebaran virus corona. Dengan upaya mewujudkan kepedulian dan meminalisir pencegahan penyebaran Covid-19 ( Sahu, P. , 2020).
Dalam hal ini fasilitator berperan sebagai pendamping yang mana dalam hal ini berperan memberikan pengetahuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah Covid-19. Menurut
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Kerangka acuaan PAMSIMAS II bahwa fasilitaor dalam pemberdayaan masyarakat ini merupakan suatu tenaga fasilitator yang bertugas untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat di desa sasaran baru dalam hal sosialisasi program, perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan secara aktif ( Soleh, A., Suwarni, S., & Yasirudin, N. T. , 2020).
Evaluasi dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pengetahuan masyarakat mengenai PHBS menuju tatanan kebiasaan baru serta pencegahan Covid-19 antar sebelum dan sesudah diberikan materi. Dari hasil evaluasi bahwa adanya perubahan pengetahuan sebelum dan sesudah memberikan media edukasi bahwa masyarakat telah mengetahui keseluruhan dari semua aspek edukasi PHBS yang mana dalam hal ini memberikan pengetahuan akan pentingnya PHBS dalam tatanan kebiasaan baru ini yang mana mencegah penularan Covid-19.
Bahwa adanya kegiatan edukasi yang telah diberikan yang mana menjadikan pengetahuan kepada masyarakat yang semakin meningkat. Selain itu pula bahwa kegiatan yang dilakukan juga memberikan sutau ketrampilan kepada masyarakat supaya bisa mempraktikan secara mandiri dalam kehidupan seharihari yang mana ini bertujuan untuk menjaga kesehatan dan mencegah penularan Covid-19 serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga masyarakat dapat melakukan perubahan pada dirinya dalam lingkungan masyarakat. Edukasi ini diharapkan dapat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat dan dapat diterapkan secara disiplin oleh masyarakat sehingga sikap pola bersih dan sehat bisa tertanam pada diri masyarakat ( Sri Hananto, dkk. , 2021). Berdasarkan hasil NGain yang diperoleh dari hasil teknik pengumpulan data yang didapatkan dari data pengumpulan pengabdian. Teknik pengumpulan data dalam pengabdian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi. Teknik observasi digunakan untuk mengamati aktivitas masyarakat dalam kesehariannya. Teknik wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesadaran masyarakat dalam mentaati protokol kesehatan. Teknik penyebaran kuesioner untuk mengevaluasi keberhasilan program kegiatan. Sedangkan teknik dokumentasi untuk mengetahui apakah ada dokumen-dokumen yang terkait dengan pencegahan Covid-19, seperti program atau kebijakan desa. Hasil NGain tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Hasil NGain No. Nama Perawat Alamat NGain 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Alavia Amelia Silmi Halimah Utami Mulyani Muharam Fadhilah Hanifah Listian Yuning Lestari Rahman Viani Lia Cahya Kota Sukabumi Kota Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi 0,26 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,26 0,00 0,00 0,00 0,32 0,00 -0,48 -0,48 -0,48 0,00
Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
17.
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44.
45. 46. 47. Alkatany Nur
Putri Rida Mutia Ahmad Yudistira Aditya Rahayu Rani Syahda Nurul Zara Khofifah Nissa Bella Neng Yadin Fitri Septian Selfi Umaroh Wulandari Dhita Mahbub Dwi Latif Hilya Siti Syalman Indri Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Kota Sukabumi Kota Sukabumi Kota Sukabumi Kota Sukabumi 0,26 -0,48 0,20 0,01 0,26 1,00 -1,00 0,01 -0,33 0,01 0,01 0,00 0,01 0,41 0,41 0,01 0,01 0,00 0,26 0,26 0,00 0,01 0,20 0,33 0,07 0,20 0,40 0,07 0,07 0,07 0,10
Faktor yang menghambat atau kendala dalam melaksanakan program pendampingan adaptasi kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan adalah kondisi ekonomi di setiap keluarga yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan personal hyegine sesuai protokol kesehatan diperlukan biaya atau anggaran untuk pembelian masker, sabun cuci tangan dan handsanitizier selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap keluarga. Sehingga kondisi ekonomi keluarga yang minim/menengah ke bawah agak sulit untuk memenuhi adaptasi kebiasaan baru ini sesuai protokol kesehatan ( Tia Fajarani, dkk ., 2020).
Faktor yang mendukung adalah rasa keingintahuan ( curiosity ) perawat, keluarga perawat maupun masyarakat yang ingin memahami bagaimana penerapan adaptasi kebiasaan baru dengan menerapkankan protokol kesehatan dalam keadaan pandemic Covid-19. Selain itu, mampu meningkatkan pemahaman tentang PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) mengenai makanan bergizi dan olahraga ( Wardah Hanifah, dkk ., 2021). Solusi dan tindak lanjut yang harus dilaksanakan agar tercapai hasil program pendampingan adaptasi kebiasaan baru sesuai protokol kesehatan adalah perlunya bantuan pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bantuan tersebut berupa bantuan materil ataupun spirituril terkait pengadaan masker, sabun cuci tangan dan handsanitizier.
Rencana dan langkah strategis agar berkelanjutan pelaksanaan program pendampingan adaptasi kebiasaan baru ini sesuai protokol kesehatan. Langkah selanjutnya masyarakat dapat menerapkan cara cuci tangan yang benar. Pertama basuh
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
tangan dengan air kemudian kasih sabun lalu gosokan kedua telapak tangan. Kedua, gosok punggung tangan kanan dan kiri. Ketiga, gosokan sela-sela jari tangan. Keempat, gosokan dengan posisi mengunci satu sama lain. Kelima, gosok kedua ibu jari tangan dengan posisi memutar. Keenam, gosok bagian bawah kuku. Setelah cuci tangan pendamping melakaukan peragaan memakai masker yang baik dan benar harapannya anak-anak termotivasi memakai masker saat keluar rumah.
Pendamping menyiapkan sabun, kain dan air yang mengalir untuk melakukan praktek cuci tangan. setiap anak melakukan cuci tangan secara bergantian dengan didampingi pendamping. Pendampingan dilakukan kepada keluarga perawat dan masyarakat agar tahapan cuci tangan sesuai dengan materi yang telah dipaparkan. Setelah dilaksanakan penyuluhan keluarga perawat dan masyarakat berupaya untuk melakukan perilaku hidup sehat dan bersih di lingkungan keluarga. Harapannya keluarga dari perawat menerapkan hidup sehat dan bersih. sebelum dilaksanaaan penyuluhan keluarga perawat sudah menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih dengan memakan sayuran, berolahraga dan membuang sampah pada tempatnya. Tetapi anak-anak masih kurang pemahaman tentang cuci tangan dan memakai masker dengan baik dan benar, sehingga harapannya mereka dapat senantiasa melakukan cuci tangan dan memakai masker dengan baik dan benar di keseharian, kemudian dapat diikuti oleh seluruh keluarga.
Kegiatan yang dilakukan mendapatkan respon positif serta peserta yang sangat antusias dalam mengikuti beberapa rangkaian kegiatan. Selain itu kami membagikan masker kegiatan ini merupakan suatu wujud kepedulian kami kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid- 19, diharapkan dalam kegiatan ini supaya apa yang telah dilakukan pada hari ini, bisa menjadi pemutus mata rantai penyebaran virus corona. Dengan upaya mewujudkan kepedulian dan meminimalisir pencegahan penyebaran Covid-19.
Dalam hal ini fasilitaor berperan sebagai pendamping yang mana dalam hal ini berperan memberikan pengetahuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah Covid-19. Menurut Kerangka acuan PAMSIMAS II bahwa fasilitaor dalam pemberdayaan masyarakat ini merupakan suatu tenaga fasilitator yang bertugas untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat di desa sasaran baru dalam hal sosialisasi program, perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan secara aktif ( Wong, G. L. H., et all . , 2020).
Evaluasi dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pengetahuan masyarakat mengenai PHBS menuju tatanan kebiasaan baru serta pencegahan Covid-19 antar sebelum dan sesudah diberikan materi. Dari hasil evaluasi bahwa adanya perubahan pengetahuan sebelum dan sesudah memberikan media edukasi bahwa masyarakat telah mengetahui keseluruhan dari semua aspek edukasi PHBS yang mana dalam hal ini memberikan pengetahuan akan pentingnya PHBS dalam tatanan kebiasaan baru ini yang mana mencegah penularan Covid-19 ( Zahrotunnimah
., 2020a).
Bahwa adanya kegiatan edukasi yang telah diberikan yang mana menjadikan pengetahuan kepada masyarakat yang semakin meningkat. Selain itu pula bahwa kegiatan yang dilakukan juga memberikan sutau ketrampilan kepada masyarakat supaya bisa mempraktikan secara mandiri dalam kehidupan seharihari yang mana ini bertujuan untuk menjaga kesehatan dan mencegah penularan Covid-19 serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga masyarakat dapat melakukan
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
perubahan pada dirinya dalam lingkungan masyarakat. Edukasi ini diharapkan dapat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat dan dapat diterapkan secara disiplin oleh masyarakat sehingga sikap pola bersih dan sehat bisa tertanam pada diri masyarakat ( Zahrotunnimah, Z. , 2020b)
## KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat para perawat lebih disiplin dalam menerapkan PHBS di rumah terutama karena sekarang masih dalam kondisi pandemi Covid-19 dan sudah dalam masa adaptasi kebiasaan baru sehingga para perawat dituntut untuk melaksanakan aktivitas seperti biasanya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pelaksanaan masa adaptasi baru di era new normal ini berjalan baik dan sesuai dengan protokol kesehatan yang menerapkan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak). Hal ini terlihat dari antusiasme masyarakat dan pemerintah setempat terhadap program yang telah kami lakukan. Selain itu, hasil pengabdian ini bisa dijadikan artikel ilmiah bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kehidupan masyarakat Indonesia.
Kesimpulan dari pelaksanaan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat, masyarakat dapat meningkatkan kiat-kiat hidup bersih dan sehat karena masyarakat sudah melakukan penerapan hidup bersih dan sehat dirumah bersama keluarga. video dan gambar sebagai media pelatihan meningkatkan antusias anak-anak untuk mempelajari perilaku hidup bersih dan sehat.
Untuk keberlanjutan program ini, diharapkan ada upaya dari pemerintah kabupaten Sukabumi atau pemerintah pusat untuk mendorong masyarakat menerapkan protokol kesehatan yang sesuai dengan cara menerapkan 3M di era new normal ini dan menambah wawasan pengetahuan masyarakat serta perawat khususnya di kota/kabupaten Sukabumi. Selain itu, kami akan berupaya melakukan pendampingan atau pengawasan agar program ini terus berlanjut.
Setelah penyuluhan ini dilaksanakan diperlukannya pendampingan keluarga dan lingkungan sekitar agar anak-anak tetap melaksanakan hidup bersih dan sehat seperti mengingatkan mencuci tangan sebelum makan dan membuang sampah pada tempatnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Arief, K., & Ahyar, J. (2020). Pengaruh physical distancing dan social distancing terhadap kesehatan dalam pendekatan linguistik. Jurnal Syntax Transformation, vol. 1. https://jurnal.syntaxtransformation.co.id/index.php/jst/issue/view/5 Candra, A. I., Santoso, S., Hendy, H., Ajiono, R., & Nursandah, F. (2020). Upaya Pencegahan Penyebaran Virus Covid-19 Di Kelurahan Lirboyo Kota Kediri. Jurnal Ilmiah Pangabdhi, 6(2), 150 – 153. https://doi.org/10.21107/pangabdhi.v6i2.7395 Elsarika, D., Yunida, T.S., & Dicky, W. (2020). Pencegahan corona virus disease 19 (covid- 19) pada pedagang pasar helvetia kelurahan helvetia tengah. Jurnal Abdimas Mutiara, vol.1. Garutkab.go.id. (2020). Update perkembangan kasus covid-19 di kabupaten garut.
Diakses pada 28 Agustus 2020, dari
https://www.garutkab.go.id/news/update-perkembangan-kasus-covid19-di- kabupaten-garut-jumat-28-agustus-2020
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Karyono., Rohadin., & Devia, I. (2020). Penanganan dan pencegahan pandemi wabah virus corona (covid-19) kabupaten indramayu. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 2,164-173. https://jurnal.unpad.ac.id/jkrk/article/view/29127
Maulana Rezi Ramadhana (2020). Mempersiapkan ketahanan keluarga selama adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi covid-19. Jurnal Kependudukan Indonesia Edisi Khusus
Demografi dan COVID-19, Juli 2020, 61-68.
https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/view/572/pdf Mishra, D. L., Gupta, D. T., & Shree, D. A. (2020). Online Teaching-Learning in Higher Education during Lockdown Period of COVID-19 Pandemic. International Journal of Educational
Research
Open, August, 100012.
https://doi.org/10.1016/j.ijedro.2020.100012
Meihartati, T., Abiyoga, A., Dodi, S., & Ine. (2020). Pentingnya protokol kesehatan keluar masuk rumah saat pandemi covid -19. Jurnal Pengabdi Kpd Masy Stikeswhs.
Nihayatur Rohmah (2021). Adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi covid-19 Studi pendekatan ushul fiqih dan psikologi. AL-MIKRAJ : Jurnal Studi Islam dan Humaniora. https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almikraj/article/vi ew/767
Nugroho, I.H., & Yulianto, D. (2020). Penerapan disiplin protokol kesehatan di era kenormalan baru pada dunia paud. Jurnal al-Hikmah, 8, 150-156. http://repository.unpkediri.ac.id/2602/2/Uji%20Plagiasi%20Penerapan%20Disip lin%20Protokol%20Kesehatan%20di%20Era%20Kenormalan%20Baru%20pada%20 Dunia%20PAUD.pdf
Nurkholis. (2020). Dampak pandemi novel-corona virus disease (covid-19) terhadap psikologi dan pendidikan serta kebijakan pemerintah. Jurnal PGSD, vol.6. https://e-journal.umc.ac.id/index.php/JPS/article/view/1035
Panesar, K., Dodson, T., Lynch, J., Bryson-Cahn, C., Chew, L., & Dillon, J. (2020). Evolution of COVID-19 Guidelines for University of Washington Oral and Maxillofacial Surgery Patient Care. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 78(7), 1136 – 1146. https://doi.org/10.1016/j.joms.2020.04.034
Sari, D.P., Sholihah, N., & Atiqoh. (2020). Hubungan antara pengetahuan masyarakat dengan kepatuhan penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penyakit covid-
19 di ngronggah. Jurnal Infokes, Vol.10.
https://ojs.udb.ac.id/index.php/infokes/article/view/850
Sari, M. K. (2020). Sosialisasi tentang Pencegahan Covid-19 di Kalangan Siswa Sekolah Dasar di SD Minggiran 2 Kecamatan Papar Kabupaten Kediri. Jurnal Karya Abdi, 4(1), 80 – 83. https://online-journal.unja.ac.id/JKAM/article/view/9821 Sahu, P. (2020). Closure of Universities Due to Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Impact on Education and Mental Health of Students and Academic Staff. Cureus, 2019(4), 4 – 9. https://doi.org/10.7759/cureus.7541
Soleh, A., Suwarni, S., & Yasirudin, N. T. (2020). Covid-19 Dan Upaya Pencegahan Penyebaran Di Rt 15 Rw 03 Kelurahan Rawa Makmur Permai Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bumi Raflesia, 3(2), 379 – 384. https://doi.org/10.36085/jpmbr.v3i2.899
Sri Hananto, dkk (2021). Kesiapan Adaptasi Kebiasaan Baru Pencegahan Penularan Covid 19. ABDIMAS UMTAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 4 No. 1 (2021). https://doi.org/10.35568/abdimas.v4i1.1224
## Pendampingan Kebiasaan Protokol Kesehatan Di Era New Normal Covid-19 Lingkungan Keluarga Bagi Perawat
Tia Fajarani, dkk (2020). Pendampingan RT Siaga Covid-19 Melalui Sosialisasi dan Edukasi Adaptasi Kebiasaan Baru. International Journal of Community Service Learning Vol 4, No 4 (2020). http://dx.doi.org/10.23887/ijcsl.v4i4.29236
Wardah Hanifah, dkk (2021). Adaptasi Kebiasaan Baru pada Masa Pandemi Covid-19: Studi Cross-Sectional di Provinsi DKI Jakarta. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 24 No. 2 (2021). https://doi.org/10.22435/hsr.v24i2.4162
Wong, G. L. H., Wong, V. W. S., Thompson, A., Jia, J., Hou, J., Lesmana, C. R. A., Susilo, A., Tanaka, Y., Chan, W. K., Gane, E., Ong-Go, A. K., Lim, S. G., Ahn, S. H., Yu, M. L., Piratvisuth, T., & Chan, H. L. Y. (2020). Management of patients with liver derangement during the COVID-19 pandemic: an Asia-Pacific position statement. The Lancet Gastroenterology and
Hepatology, 5(8), 776 – 787. https://doi.org/10.1016/S2468-1253(20)30190-4
Zahrotunnimah. (2020a). Konsep Tafakkur Dalam Alquran Dalam Menyikapi Coronavirus Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(3), 247 – 260. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15048
Zahrotunnimah, Z. (2020b). Langkah Taktis Pemerintah Daerah Dalam Pencegahan Penyebaran Virus Corona Covid-19 di Indonesia. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(3). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15103
* Arfatul Makiyah
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Indonesia Jl. R. Syamsudin, S.H. No. 50, Cikole, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43113 Email : [email protected]
* Aa Juhanda
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Indonesia Jl. R. Syamsudin, S.H. No. 50, Cikole, Kec. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43113
|
7b4857b0-3e87-40d0-b548-55b2ee082f1c | https://journal.unipdu.ac.id/index.php/dirasat/article/download/3070/1474 | Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam , Vol. 8, No. 2, Desember 2022. Hal. 194-205. ISSN ( Online ): 2550-1038, ISSN ( Print ): 2503-3506. Website: Journal.Unipdu.ac.id/index.php/Dirasat/index. Dikelola oleh Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Program Pascasarjana Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang.
## Implementasi Metode Talaqqī dalam Menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren
Afiat Muktafi , Khoirul Umam
Universitas Hasyim Asy’ari Jombang Email: [email protected], [email protected]
Abstract: The talaqqī is a learning method that requires direct meeting between teacher and student without intermediaries. This research aims to answer the questions: how is the implementation of memorizing the Qur’ān using the talaqqī method at the Al Ikhlas Islamic Boarding School Tambak- beras Jombang; how is the implementation of the talaqqī method in memorizing the Qur’ān; how is the evaluation applied in the implementation of the talaqqī method in memorizing the Qur’ān; and what are the inhibiting factors and their solutions. The author uses qualitative method with a case study approach. Data collection is done by observation, interviews, and documentation. For the pur- poses of data analysis, the author performs data reduction, data display, and data verification. This research shows that the implementation of the talaqqī method in memorizing the Qur’ān at Al Ikhlas Islamic Boarding School Tambakberas Jombang is going well. The students recite the memorization of the Qur’ān one in front of the ustādh in tartīl way, while the ustādh listens carefully to the student’ memorization. If there is an error in the memorization of the student, the ustādh will correct it. The implementation of memorizing the Qur’ān is divided into three times: morning, evening, and night. The evaluation is carried out periodically. The inhibiting factors encountered were difficulties in di- viding time, lack of consistency, weakening of enthusiasm, and love temptation.
Keywords: Talaqqī Method, Memorizing The Qur’ān, Pesantren.
Abstrak: Metode talaqqī adalah salah satu metode pembelajaran yang mengharuskan pertemuan antara guru dan murid secara langsung tanpa perantara. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana pelaksanaan menghafal Al-Qur’an dengan metode talaqqī di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang; bagaimana implementasi metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an; bagaimana evaluasi pelaksanaan metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an; dan bagaimana faktor penghambat yang dihadapi beserta solusinya. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk keperluan analisis data, penulis menerapkan reduksi data, penampilan data, dan verifikasi data. Selanjutnya penulis malakukan uji keabsahan data dengan metode uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penerapan metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang berjalan dengan baik. Santri maju satu-persatu secara bergantian dengan membacakan hafalan Al-Qur’an kepada ustaz secara tartil, sedangkan ustaz menyimak hafalan santri dengan teliti. Apabila terjadi kesalahan pada hafalan atau bacaan pada santri, maka ustaz akan membenarkannya. Pelaksanaan pembacaan hafalan Al-Qur’an terbagi menjadi tiga waktu, yaitu pagi, sore, dan malam. Evaluasi dilaksanakan secara berkala dengan kelipatan 5 juz. Faktor penghambat yang ditemui adalah kesulitan membagi waktu, kurang istiqamah, melemahnya semangat, dan gangguan asmara.
Kata Kunci: Metode Talaqqī , Hafalan Al-Qur’an, Pondok Pesantren.
## Pendahuluan
Al-Qur’an, menurut ‘Abd al-Wahhāb al-Khallāf, secara terminologi, adalah firman Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW
dengan bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya, hujah kerasulannya, undang- undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah, dipandang ibadah dalam membacanya, terhimpun dalam mushaf yang dimulai dengan surah al- Fātiḥah dan diakhiri dengan surah al-Nās, yang diriwayatkan secara mutawātir . 1
Belajar Al-Qur’an merupakan kewajiban yang utama bagi setiap mukmin, begitu juga mengajarkannya. Belajar Al-Qur’an dalam konteks perbaikan internal bagi diri, sedangkan mengajarkannya berada dalam konteks perbaikan eksternal dari diri, serta sebagai bentuk usaha dakwah kepada sesama muslim. Salah satu bentuk usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui kalam-Nya adalah dengan menghafal Al-Qur’an. Ini merupakan tingkatan setelah mampu membaca, dan perlu dipertegas di sini bahwa tingkatan menghafal itu belum selesai. Lebih dari itu, umat Islam dituntut juga untuk bisa memahami dan mengamalkan isinya dalam kehidupan. 2
Namun demikian peran menghafal Al-Qur’an sangat penting untuk menjadi motivasi menuju pada tahapan-tahapan berikutnya. Menghafal Al-Qur’an di luar kepala merupakan usaha yang paling efektif dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an yang agung. Menurut Raghib dan Abdurrahman, “tempat tersebut (hati) merupakan tempat penyimpanan yang paling aman, terjamin, serta tidak bisa dijangkau oleh musuh dan para pendengki serta penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan.” 3
Penghafal Al-Qur’an memegang peranan penting dalam menjaga kemurnian dan keaslian Al-Qur’an hingga akhir zaman. Problem yang dihadapi oleh orang yang sedang menghafal Al-Qur’an memang banyak dan bermacam-macam. Mulai dari niat, penciptaan lingkumgan, pembagian waktu, dan motivasi diri. Motivasi itu penting bagi setiap orang karena ia dapat membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat untuk terus belajar sampai berhasil. 4
Penelitian tentang taḥfīẓ Al-Qur’an dan metodenya secara teoretis sudah banyak dilakukan, baik di dunia formal maupun nonformal. Namun dari sekian banyak penelitian yang dilakukan di berbagai lembaga, sejauh pengetahuan peneliti, masih jarang ada lembaga menggunakan kurikulum nasional bergandengan tangan dengan kurikulum pesantren yang mampu mencetak bibit penghafal Al-Qur’an. Salah satu dari kajian tentang metode penghafal Al-Qur’an dilakukan oleh Azmil Hashim. 5 Dalam penelitian tersebut ditunjukkan hubungan yang signifikan antara strategi dari taḥfīẓ qur’an dan prestasi belajar, selain itu
1 ‘Abd al-Wahhāb al-Khallāf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Pustaka Imani, 2003), 30.
2 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 3.
3 Raghib As-Sirjani & Abdurrahman A. Khaliq, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an (Solo: Aqwam, 2007),
45.
4 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Asdi Mahayatsa, 2013), 85.
5 Azmil Hashim, “Correlation between Strategy Tahfiz Learning Styles and Students Performance in Al-Qur’an Memorization (Hifz),” Mediterranean Joural of Social and Sciences 6, no. 2 (2015).
Analisis data inferensial menemukan perbedaan antara gender-lokasi tahfiz dan strategi yang digunakan dalam taḥfīẓ Al-Qur’an dengan perbedaan hasil hafalan yang berhasil dihafalkan siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implikasi dari penerapan satu metode hafalan yang digunakan harus diperhatikan secara khusus sehingga hasil hafalan siswa dapat dimaksimalkan dan sesuai target.
Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Setiyo Purwanto yang menyimpulkan bahwa daya ingat jangka pendek berpengaruh secara signifikan terhadap kecepatan menghafal Al-Qur’an. Semakin tinggi daya ingat jangka pendeknya maka akan semakin cepat pula dalam menghafal. Aspek kecerdasan tidak dimasukkan, karena kecerdasan dan ingatan jangka pendek bersifat kolinier. Strategi dan metode yang digunakan dalam menghafal Al-Qur’an tentu menghasilkan kualitas hafalan yang berbeda-beda. 6 Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Cucu Susianti. Dalam penelitian ini ada persamaan metode yang diteliti oleh Cucu Susianti dengan yang sedang diteliti oleh penulis, kan tetapi ada perbedaan dalam hal objek serta lokasi penelitiannya. Hasil dari penelitian ini sendiri berfokus pada efektifitas metode talaqqī yang diterapkan pada Anak Usia Dini yang menurut penulisnya lebih efektif digunakan kepada anak usia dini dari pada metode yang lain. 7
Dalam dunia penghafal Al-Qur’an, terdapat banyak metode-metode hafalan yang bisa digunakan. Secara umum ada beberapa metode hafalan yang dikenal luas, di antaranya adalah metode simā‘ī , metode waḥdah , metode kitābah , metode talqīn , metode talaqqī , dan metode gabungan. 8 Adapun metode simā‘ī secara teori adalah mendengarkan, dan yang dimaksud adalah mendengarkan bacaan dari guru secara berulang-ulang (biasanya menggunakan media berupa CD/rekaman suara). Metode ini efektif digunakan untuk penghafal tunanetra atau anak-anak yang belum mengenal baca tulis. 9 Selanjutnya ada metode waḥdah yaitu menghafalkan ayat demi ayat Al-Quran secara satu persatu, di mana setiap ayat harus dihafalkan dulu sesuai dengan tajwid yang benar dalam lima sampai sepuluh kali pengulangan sampai benar-benar hafal, setelah hafal baru dilanjutkan pada ayat selanjutnya. 10
Metode ketiga adalah metode kitābah . Metode kitābah adalah salah satu metode menghafal Al-Qur’an dengan cara menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yang akan dihafal dalam buku catatan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya
6 Setiyo Purwanto, “Hubungan Daya Ingat Jangka Pendek Dan Kecerdasan Dengan Kecepatan Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta,” SUHUF 19, no. 1 (Mei 2007): 70- 83.
7 Cucu Susianti, “Efektivitas Metode Talaqqi Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al- Qur’an Anak Usia Dini,” Tunas Siliwangi 2, no.1 (April 2016): 1-16.
8 Ibid., 12.
9 M. A. Arfah, “Peningkatan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an dengan Metode Sima’i pada siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyyah Negeri 2 Tanjab Timur Talang Rimbo Kec. Muara Sabak Barat,” Jurnal Pendidikan Guru 1, no. 2 (2020): 168.
10 Rahmah Nurfitriani, dkk, “Implementasi Metode Kitabah Dan Metode Wahdah Dalam Pembelajaran Tahfidz Siswa Sekolah Dasar,” Pionir: Jurnal Pendidikan 11, no. 2 (2022): 87-99.
DIRASAT: JURNAL MANAJEMEN DAN PENDIDIKAN ISLAM, VOL. 8 NO. 2 (2022) 197
ingat penghafal terhadap ayat yang dihafalkannya. Setelah ditulis ayat tersebut dibaca hingga benar dan melekat hafalannya. Metode kitābah cukup praktis karena selain menghafal dengan lisan juga aspek visual dari tulisan membantu akselerasi pola hafalan siswa. 11 Metode selanjutnya adalah talqīn , yang mana metode tersebut mendiktekan atau mencontohkan untuk ditirukan. Implementasi dari metode ini adalah dengan cara ustaz membacakan Al-Qur’an per ayat kemudian siswa mengikuti bacaan yang telah dicontohkan oleh ustaz baik ayat pertama sampai ke ayat berikutnya dan diulang-ulang sampai hafalan Al-Qur’an benar sesuai dengan tajwid, makhrāj , serta tahsinnya. 12
Metode selanjutnya adalah metode talaqqī , di mana seorang siswa belajar secara langsung kepada seorang guru secara berhadap-hadapan, dan guru membenarkan bacaan murid ketika bacaannya salah. Sedangkan metode gabungan adalah metode yang menggabungkan antara dua metode, biasanya digunakan metode waḥdah dan kitābah secara bersama-sama atau diganti denga metode yang lain. 13
Salah satu kegagalan dalam mencapai tujuan adalah pemilihan metode yang kurang tepat, kurang sesuai, dan tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk nyata dan praktis untuk mecapai tujuan pembelajaran. 14 Untuk penerapan metode dalam menghafal dalam dunia proses belajar mengajar (PBM), sebuah metode dikatakan baik dan cocok manakala bisa mengantar kepada tujuan yang dimaksud. Begitupun dalam menghafal Al-Qur’an, metode yang baik akan berpengaruh kuat terhadap proses menghafal Al-Qur’an, sehingga tercipta keberhasilan dalam menghafalnya. Peneliti berkeyakinan bahwa metode talaqqī bisa lebih berhasil dalam proses menghafal Al-Qur’an, yang mana ini merupakan model pembelajaran pertama yang dicontohkan Rasulullah bersama Para Sahabat Beliau. Talaqqī adalah belajar secara langsung kepada seorang yang ahli dalam Al-Qur’an. 15 Murid membaca hafalan di depan guru lalu guru membenarkan jika ada kesalahan dalam bacaan murid.
11 Zaenuri dan Abdullah T, “Mudarasah Al-Quran sebagai Dialog Santri Tahfidz dengan Alquran dalam Menjaga Hafalan (Studi Living Al-Quran),” Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir 11, no. 2 (2017): 267-286.
12 Aziz Nuri Satriawan, dkk., “Implementasi Metode Talqin dan Nada Muri Q terhadap Program Tahfidz di SDIT Al Islam Sine Ngawi Jawa Timur,” Jurnal Pendidikan Dasar dan Keguruan 6, no. 2 (2019): 32-41.
13 Susianti, “Efektivitas Metode Talaqqi,” 1-16.
14 Rofi’atul Hosna dan Samsul, The Art of Learning (Jombang: Multazam, 2013), 205.
15 Hasan bin Ahmad bin Haasan Hamam, Menghafal Al-Qur’an itu Mudah (Jakarta: Pustaka at- Tazkia, 2010), 20.
Metode ini dilatarbelakangi oleh Nabi Muhammad SAW yang mengikuti bacaan Al-Qur’an yang telah dibacakan oleh Malaikat Jibril. Sebagai penyampai wahyu, metode tersebut memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi secara langsung, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menghafal ayat demi ayat, juga akan mempunyai pengaruh terhadap jiwa psikis santri/anak didik. Pada dasarnya hafalan santri sangat dipengaruhi oleh lembaga yang menyiapkannya, dalam konteks ini perlu dipahami bahwa hafalan santri sebagian besar bertumpu pada komponen kurikulum yang dilaksanakan oleh tenaga pengajar, di samping komponen-komponen lain yang meliputi sarana dan prasarana yang memadai. Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memandang betapa berperannya para penghafal Al-Qur’an di era modern ini, sehingga Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang selalu berupaya membimbing dan membina santrinya untuk mampu menghafal Al-Qur’an.
## Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan studi kasus ( case study ). Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang. Lingkungan dalam pendidikan Agama terutama dalam proses hafalan Al-Qur’an berperan sangat penting dalam menuju keberhasilan. 16 Sehingga studi kasus ini dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu lembaga dengan daerah atau subjek yang sempit. Dalam melakukan penelitian ini Peneliti hadir secara langsung di tengah-tengah objek penelitian sebagai perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitian yang dilakukan.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen, baik berupa (teks, tabel, gambar) dan wawancara terkait pelaksanaan metode talaqqī di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang. Adapun teknik pengumpulan datanya, penulis menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah diperoleh, peneliti menggunakan metode reduksi, penyajian, dan verifikasi data . Setelah diperoleh sekumpulan data yang dirasa valid, peneliti kemudian melakukan tahap akhir uji validitas, yaitu pengecekan keabsahan data dengan menggunakan uji metode
16 A. Syafi’ AS, “Perubahan Lingkungan Pendidikan dan Cara Mengantisipasinya: Suatu Kajian Filosofis dalam Pendidikan Islam,” Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam 1, no. 1 (2015): 152–170.
DIRASAT: JURNAL MANAJEMEN DAN PENDIDIKAN ISLAM, VOL. 8 NO. 2 (2022) 199
kredibilitas, yang meliputi perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, dan trianggulasi; transferabilitas; dependabilitas; dan konfirmabilitas.
## Hasil Penelitian
Dalam menghafal Al-Qur’an ada banyak sekali metode yang digunakan oleh para penghafal Al-Qur’an untuk mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an, seperti metode bi-al-naẓar , metode takrir, metode talaqqī , metode tasmī‘ , dan lainnya. Namun pada pembahasan kali ini akan dibahas tentang bagaimana implementasi dari metode talaqqī . Pada pelaksanaan metode talaqqī , yaitu dengan menyetorkan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang guru. Guru tersebut haruslah seorang hafiz Al-Qur’an, telah mantap agama dan makrifatnya, serta dikenal mampu menjaga dirinya. Proses talaqqī ini dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan seorang calon hafiz dan mendapatkan bimbingan seperlunya. Seorang guru tahfiz juga hendaknya benar-benar mempunyai silsilah guru sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut Ḥasan b Aḥmad b. Ḥasan Hammām, talaqqī merupakan belajar secara lansung kepada seorang yang ahli dalam Al-Qur’an. Metode ini merupakan sebuah sistem belajar di mana para santri maju satu-persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan seorang guru atau kiai. 17 Melalui metode talaqqī inilah nantinya menghafal Al-Qur’an bisa berjalan secara efektif, sehingga terwujudlah hasil yang diinginkan, yaitu menjadi insan Qur’ani, bisa menghafalnya dengan baik dan benar dan sekaligus mengamalkan ajaran Al-Qur’an dengan baik. Inti dari metode talaqqī adalah berlangsungnya proses belajar-mengajar secara face to face , antara guru dan murid. Dalam sejarahnya metode ini berasal dari kisah turunnya wahyu-wahyu Allah melalui Malaikat Jibril, kemudian Al-Qur’an disampaikan, atau diajarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW secara talaqqī . Sistem talaqqī , di mana guru dan murid berhadap-hadapan secara langsung, individual, tatap muka, face to face. Metode ini sudah dipakai pada zaman Rasulullah dan para sahabat. Setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu yang berupa ayat-ayat Al-Qur’an, beliau membacanya di depan para sahabat, kemudian para sahabat menghafalkan ayat- ayat tersebut sampai hafal di luar kepala. Metode yang digunakan Nabi mengajar para sahabat tersebut, dikenal dengan metode belajar kuttab. Di samping menyuruh menghafalkan, Nabi menyuruh kutab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat-ayat yang baru diterimanya itu. 18
17 Hasan, Menghafal Al-Qur’an Itu Mudah , 21.
18 Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an &Tafsir (Semarang: As-Syifa,1991), 104.
## Pelaksanaan Menghafal Al-Qur’an dengan Metode Talaqqī
Di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang dalam menghafal Al-Qur’an menggunakan metode talaqqī . Waktu pelaksanaan menghafal Al-Qur’an dengan metode talaqqī ini di Pondok Pesantren Al ikhlas ada tiga kali atau tiga pertemuan dalam satu hari. Pertama, setoran tambahan baru dilaksanakan pada malam hari setelah salat Magrib. Kedua, waktu pagi murāja‘ah . Ketiga, waktu sore murāja‘ah dan pentashihan. Titik tekannya adalah pada pentashihan atau pembetulan apa yang hendak disetorkan guru. Pelaksanaannya yaitu santri membacakan hafalan Al- Qur’annya kepada ustaz secara tartil. Kemudian ustaz menyimak hafalan santri dengan teliti dan apabila ada kesalahan bacaan pada santri, ustaz akan membet- ulkannya. Tahap ini adalah tahap berlangsungnya pelaksanaan metode talaqqī , di mana para santri bergantian menyetorkan hafalan langsung kepada ustaz, baik tam- bahan atau hafalan murāja‘ah . Untuk pelaksanaan metode talaqqī di Pondok Pe- santren Al Ikhlas ada tiga waktu. Pertama, khusus buat setoran tambahan hafalan baru kedua dan ketiga buat murāja‘ah atau buat melancarkan, karena lembaga lebih memfokuskan pada kelancaran, bukan kecepatan menuju khatam. Yang da- lam prakteknya santri maju satu persatu secara bergantian dengan membacakan hafalan Al-Qur’annya yang telah dipersiapkan secara tartil, sedangkan kiai atau ustaz akan selalu menyimak hafalan santri dengan teliti. Apabila terjadi sebuah kesalahan pada hafalan atau bacaan pada santri, maka ustaz akan membenarkann- ya.
Sebuah proses seperti di atas tersebut telah disebutkan oleh Ḥasan b. Aḥmad bahwa talaqqī itu belajar secara langsung kepada seorang yang ahli dalam Al- Qur’an. Dengan metode talaqqī tersebut santri bisa mengerti berbagai bacaan musykil yang hanya bisa dikuasai dengan cara melihat guru. Tidak sekedar mempelajari teorinya saja. Dengan demikian, bisa dinyatakan bahwa pelaksanaan implementasi metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an santri Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang sudah terlaksana dengan baik meskipun belum sempurna. Dengan adanya metode talaqqī tersebut Pondok Pesantren tinggal mengembangkan, apalagi didukung dengan sarana dan prasarana yang cukup me- madai. Dukungan dari lembaga lain, ustaz, dan pengasuh menjadikan hafalan yang sulit menjadi mudah dan menyenangkan.
## Implementasi Metode Talaqqī dalam Menghafal Al-Qur’an
Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan, peneliti juga secara langsung ikut terlibat di dalamnya dan menyatakan bahwa proses penerapan metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an baik setoran deresan ( murāja‘ah ) maupun setoran tambahan (hafalan baru), bisa dinyatakan belajar secara langsung kepada ustaz atau
seorang yang ahli dalam Al-Qur’an bisa berjalan dengan baik dan dapat dil- aksanakan secara mutlak. Untuk penerapan hafalan sudah baik, karena ada pen- yaringan-penyaringan yang ketat sebelum menuju menghafalkan Al-Qur’an, yaitu bacaannya harus bagus, tajwidnya benar, panjang pendeknya tepat, dan dalam setoran juga harus tartil, juga suara keras agar jelas titik salah benarnya. Jadi sesuai tujuan lembaga taḥfīẓ , yaitu lebih mengejar pada kelancaran dalam menjaga hafa- lan, maka sewajarnya setiap santri yang sudah mempunyai hafalan di atas lima juz dalam setiap harinya minimal melalar hafalan yang sudah dihafal satu sampai dua juz. Murāja‘ah setiap hari sebagai sumber utama untuk mempertahankan dan memperkuat agar tidak mudah lupa terhadap hafalan. Walaupun setiap santri mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyiapkan hafalannya, namun santri- santri tersebut tetap dalam satu tujuan, yaitu membuat tambahan hafalan yang berkualitas baik, karena ia akan disimak lansung oleh ustaz maupun ustazahnya.
Secara terperinci, proses penerapan metode talaqqī dalam menghafal Al- Qur’an yaitu: menyiapkan Al-Qur’an pojok terbitan Menara Kudus (salah satunya, bukan satu-satunya); menentukan target materi yang akan dihafalkan (sesuai ke- mampuan); membaca berulang kali; menghafalkan ayat tersebut dengan cara mem- bacanya berulang-ulang hingga terekam dalam pikiran sedikit demi sedikit, kalimat perkalimat hingga utuh satu ayat, lalu ulangi lagi dari awal sampai akhir hingga benar-benar hafal dengan benar, baik, dan lancer; tasmī‘ hafalan agar tidak hilang dan terus melekat dalam hati, sehingga hafalan itu tetap terjaga.
Implementasi yang ini merupakan tahap berlangsungnya pelaksanaan metode talaqqī , di mana para santri maju satu persatu untuk membacakan hafalannya kepada ustaz melalui metode talaqqī . Adapun waktu pelaksanaan tambahan setelah Magrib dan murāja‘ah , yaitu setelah salat Asar dan di pagi hari secara bergantian. Dalam tahap pelaksanaan ini memang dibutuhkan waktu yang cukup banyak, dikarena ustaz berhadapan langsung dengan santri dalam menyimak hafalannya, serta menegurnya ketika ada kesalahan dalam membacanya. Namun di balik semua itu, ustaz dapat mengetahui secara pasti kualitas hafalan santrinya. Oleh Karena itu metode ini sering dipakai orang untuk menghafal Al-Qur’an, karena metode ini mencakup dua faktor yang sangat menentukan yaitu adanya kerjasama yang maksimal antara guru dan murid.
## Evaluasi Metode Talaqqī dalam Menghafal Al-Qur’an
Proses evaluasi dapat dilakukan dari dua sisi, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Dari kedua evaluasi tersebut berguna untuk melihat hasil yang dicapai pelaksanaan metode tersebut, kendala dan hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan, kelemahan, dan keunggulan untuk pengembangan lebih lanjut. Eval- uasi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pencapaian dan juga kekurangan
pada hafalan yang dilakukan para santri, baik secara metode, proses pelaksanaan, maupun pentartilan bacaan Al-Qur’an.
Dalam hafalan para santri pastinya ada evaluasi yang lakukan oleh para ustaz untuk memperbaiki hafalan dan bacaan para santi. Evaluasi tersebut dilaksanakan satu minggu dua kali, tepatnya di hari Selasa dan hari Jumat, dengan membaca satu juz, tiap anak satu juz secara bergiliran dengan menggunakan pengeras suara dan ada yang menyimak. Kemudian evaluasi ujian kelipatan lima juz, contohnya jika sudah hafal lima juz maka wajib ujian satu juz sampai lima juz, kemudian setelah lulus 1-5 juz, lanjut 1-10 juz, kemudian 1-15, kemudian 1-20, kemudian 1-25, te- patnya nanti ujian akhir itu 1 sampai 30 juz dengan syarat dilaksanakan satu kali dudukan.
## Faktor Penghambat dan Solusi Penerapan Metode Talaqqī dalam Menghafal
Al-Qur’an
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat mengidentifikasi berbagai faktor penghambat penerapan metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an. Pertama, santri kesulitan dalam membagi waktu. Menentukan waktu yang tepat adalah salah satu sarana agar hafalan bagus. Sehingga santri harus benar-benar mengosongkan waktu dan tidak berhubungan dengan yang lain, agar santri bisa benar-benar fokus, tanpa ada suatu apapun yang mengganggu. Oleh karena itu dibutuhkan tekad yang kuat dan bulat, sehinga ia memiliki niat untuk segera menyelesaikan hafalannya dalam target waktu tertentu. Sesuai dengan teori tersebut, maka pondok pesantren Al Ikhlas mengambil solusi untuk menfokuskan jam siang bagi santri taḥfīẓ dengan tidak mengizinkan santri mengikuti ekstra kulikuler. Sehingga santri bisa fokus menghafal dalam pondok.
Kedua, kurang istiqamah dalam men- talaqqī hafalan yang telah dihafal. Al- Qur’an bukanlan kitab yang dapat dibaca dengan sembarang cara, namun ada tata cara membaca yang sudah terangkum dalam ilmu tajwid. Oleh karena itu santri harus men- talaqqī hafalan yang telah dihafal agar tidak salah dan tidak lupa. Kare- na dengan men- talaqqī hafalan tersebut, santri akan selalu menjaga apa yang telah hafal. Persoalan santri yang masih belum istiqamah dalam hal ini bisa diatasi dengan mengabsennya setiap kegiatan, memberi dorongan motivasi, sehingga santri akan selalu hadir dan berusaha men- talaqqī hafalannya kepada temannya. Ketiga, melemahnya semangat dalam menghafal Al-Qur’an. Dorongan yang kuat dalam diri santri akan memunculkan energi untuk berusaha mencapai keber- hasilan dalam target menghafal karena motivasi dan semangatlah yang bisa mem- beri daya dorong untuk melakukan sesuatu dalam hidup kita. Oleh karena itu santri harus melalui dengan penuh kesabaran disertai keyakinan serta optimis jika bisa sampai khatam. Sehingga seorang santri hendaknya berani menentukan pilihan dan
mengambil keputusan tentang masa depannya secara tanggung jawab. Ini dapat memotivasi santri untuk selalu mengembangkan potensidiri yang dimiliki.
Keempat, gangguan asmara. Tidak bisa dipungkiri lagi, asmara yang sedang melanda penghafal Al-Qur’an dapat menggnggu proses menambah hafalan baru dan mengulang hafalan lama. Ini dikarenakan mereka sedang berada pada masa pubertas yang merupakan proses alamiah yang harus dilewati oleh setiap insan. Namun di balik semua itu, santri haruslah mempunyai prinsip dan batasan sehingga santri tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang mengganggu hafalan penghafal Al-Qur’an. Bisa jadi mencari kegiatan yang bisa menyibukkan dirinya sehingga santri akan mudah melupakan asmara yang sedang melanda. Seorang penghafal harus bisa menjadikan dirinya sebagai insan yang aktif. Jika ada sesuatu yang tidak berkenan dan menggunggu target dalam pencapaian hafalan, maka santi hendaknya mengevaluasi diri dan menuju perbaikan diri menuju insan kamil.
Dengan berbagai hambatan yang telah disebutkan sebelumnya, maka ditawar- kan jalan keluar atau solusi untuk itu agar semua penghafal Al-Qur’an bisa mengkhatamkan hafalannya. Solusi pertama, memperbaiki managemen waktu dengan tidak adanya perizinan untuk mengikuti kegiatan di luar jam sekolah. Demikian ini dilakukan agar santri tetap bisa menjalani kegiatan belajar dengan kondisi yang baik, sehingga bisa menghasilakan kualitas yang bagus pada dirinya. Karena bagaimanapun kondisinya, belajar merupakan proses perubahan dalam diri manusia yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas ting- kah laku dan prestasi. Solusi kedua, adanya absensi kehadiran, sehingga santri sela- lu termotivasi untuk hadir dalam setiap kegiatan. Sudah pasti santri akan teransang untuk lebih rajin dalam menghafal. Ini dikarenakan adanya interaksi antara santri dengan lingkungan di sekitarnya. Seperti ini juga merupakan wujud perhatian santri terhadap Al-Qur’an, baik membaca, menghafalnya, maupun mengulangnya.
Solusi ketiga, dengan kesabaran yang terus menerus akan bisa memompa se- mangat yang sedang kendor. Ini merupakan godaan setan untuk melemahkan dan menghentikan kita dalam menghafal. Kalahkan rasa putus asa dan jenuh dengan senantiasa mengingat keutamaan dan kemuliaan penghafal Al-Qur’an, serta ber- gaul dengan orang-orang yang memiliki semangat tinggi dalam menghafal Al- Qur’an untuk sekedar sharing dan minta nasehat. Solusi keempat, tidak bergaul dengan lawan jenis terlalu bebas, sehingga menyebabkan santri terhindar dari berbagai macam gangguan asmara, bisa dengan mengalihkan pada kegiatan yang lebih bermakna. Di samping itu, santri juga harus selalu bersandar dan berdoa kepada Allah agar dimudahkan segala hambatan dan cobaan dalam menghafal Al- Qur’an, karena meminta pertolongan pada Allah tatkala mengalami kesulitan da- lam menghafal Al-Qur’an merupakan obat yang paling mujarab.
## Pembahasan
Secara umum, dari hasil Penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Tambakberas Jombang, penerapan metode talaqqī dalam proses menghafal Al- Qur’an berjalan dengan baik. Akan tetapi terdapat beberapa keunggulan dan kekurangan metode talaqqī bila dibandingkan metode-metode penghafalan Al- Qur’an. Kelebihan pertama, terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara ustaz dengan santri. Hal ini bisa terjadi karena metode talaqqī hanya dikhususkan untuk maksimal 5 orang saja. Kelebihan kedua, memungkinkan bagi seorang ustaz untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan menghafal santrinya. Hal ini dimungkinkan dengan jumlah murid yang dibatasi sehingga pola menyimak dan kemampuan hafalan santri lebih bisa dikontrol daripada menggunakan metode hafalan yang lain. Kelebihan ketiga, peneguran, saran dan kritik yang jelas tanpa harus mereka-reka tentang hafalan yang disetorkan karena santri berhadapan dengan ustaz secara langsung. Kelebihan keempat, ustaz dapat mengetahui secara pasti kualitas hafalan santrinya. Kelebihan kelima, santri yang IQ-nya tinggi akan cepat menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya.
Sedang kekurangannya ada tiga. Kekurangan pertama, tidak efisien, karena hanya menghadapi beberapa murid (tidak lebih dari 5 orang), sehingga apabila menghadapi murid yang banyak metode ini kurang begitu cepat tidak seperti metode istimā’ī dan metode talqīn yang bisa dilaksankan dengan peserta yang banyak. Kekurangan kedua, membuat santri cepat bosan karena ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi. Kekurangan ini umum dihadapi oleh penggunaan satu metode hafalan, tidak seperti metode gabungan yang bisa melakukan variasi dalam penerapan metode hafalannya. Kekurangan ketiga, murid kadang hanya menangkap kesan verbalisme semata terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu, hal ini tidak akan ditemukan bila menggunakan metode kitabah.
## Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang sudah diuraikan, dapat disimpulkan hal-hal berikut. Pertama, pelaksanaan menghafal Al-Qur’an dengan metode talaqqī di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang dilakukan dalam tiga pertemuan dalam satu hari. Kedua, implementasi metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang dilaksanakan dengan cara santri maju satu persatu secara bergantian dengan membacakan hafalan Al- Qur’annya yang telah dipersiapkan kepada ustaz secara tartil, sedangkan ustaz akan selalu menyimak hafalan santri dengan teliti. Apabila terjadi sebuah kesalahan pada hafalan atau bacaan pada santri, maka ustaz akan membenarkannya. Ketiga,
DIRASAT: JURNAL MANAJEMEN DAN PENDIDIKAN ISLAM, VOL. 8 NO. 2 (2022) 205
evaluasi metode talaqqī dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang dilaksanakan satu minggu dua kali tepatnya di hari Selasa dan hari Jumat. Keempat, faktor penghambat dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al Ikhlas Tambakberas Jombang adalah keadaan santri kesulitan dalam membagi waktu, kurang istiqamah, melemahnya semangat dalam menghafal Al-Qur’an, dan gangguan asmara.[]
## Daftar Pustaka
Amanah, Amanah . Pengantar Ilmu Al-Qur’an &Tafsir. Semarang: As-Syifa,1991. Arfah, M. A. “Peningkatan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an dengan Metode Sima’i pada siswa kelas II Madrasah Ibtidaiyyah Negeri 2 Tanjab Timur Talang Rimbo Kec. Muara Sabak Barat.” Jurnal Pendidikan Guru 1, no. 2 (2020): 168.
AS, A. Syafi’. “Perubahan Lingkungan Pendidikan dan Cara Mengantisipasinya: Suatu Kajian Filosofis dalam Pendidikan Islam.” Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam 1, no. 1 (2015): 152–170.
As-Sirjani, Raghib, & Abdurrahman A. Khaliq. Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an. Solo: Aqwam, 2007.
Dimyati, Dimyati, dan Mudjiono Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi Mahayatsa, 2013. Hamam, Hasan bin Ahmad bin Haasan. Menghafal Al-Qur’an itu Mudah. Jakarta: Pustaka at-Tazkia, 2010.
Hashim, Azmil. “Correlation between Strategy Tahfiz Learning Styles and Students Performance in Al-Qur’an Memorization (Hifz).” Mediterranean Joural of Social and Sciences 6, no. 2 (2015). Hosna, Rofi’atul, dan Samsul Samsul, The Art of Learning. Jombang: Multazam, 2013.
Khallāf (al), ‘Abd al-Wahhāb. Ilmu Ushul Fiqh . Jakarta: Pustaka Imani, 2003. Nurfitriani, Rahmah, dkk. “Implementasi Metode Kitabah Dan Metode Wahdah Dalam Pembelajaran Tahfidz Siswa Sekolah Dasar.” Pionir: Jurnal Pendidikan 11, no. 2 (2022): 87-99.
Purwanto, Setiyo. “Hubungan Daya Ingat Jangka Pendek Dan Kecerdasan Dengan Kecepatan Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.” SUHUF 19, no. 1 (Mei 2007): 70-83.
Satriawan, Aziz Nuri, dkk. “Implementasi Metode Talqin dan Nada Muri Q terhadap Program Tahfidz di SDIT Al Islam Sine Ngawi Jawa Timur.” Jurnal Pendidikan Dasar dan Keguruan 6, no. 2 (2019): 32-41. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an . Jakarta: Lentera Hati, 2012. Susianti, Cucu. “Efektivitas Metode Talaqqi Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Anak Usia Dini.” Tunas Siliwangi 2, no.1 (April 2016): 1-16.
Zaenuri, Zaenuri, dan Abdullah T. “Mudarasah Al-Quran sebagai Dialog Santri Tahfidz dengan Alquran dalam Menjaga Hafalan (Studi Living Al-Quran).” Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir 11, no. 2 (2017): 267-286.
|
Subsets and Splits